PENGELOLAAN RISIKO IKLIM UNTUK SISTEM USAHA TANI BERBASIS PADI MELALUI PEMANFAATAN KALENDER TANAM DINAMIK SUCIANTINI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGELOLAAN RISIKO IKLIM UNTUK SISTEM USAHA TANI BERBASIS PADI MELALUI PEMANFAATAN KALENDER TANAM DINAMIK SUCIANTINI"

Transkripsi

1 PENGELOLAAN RISIKO IKLIM UNTUK SISTEM USAHA TANI BERBASIS PADI MELALUI PEMANFAATAN KALENDER TANAM DINAMIK SUCIANTINI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 22

2

3 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi saya yang berjudul Pengelolaan Risiko Iklim untuk Sistem Usaha Tani Berbasis Padi melalui Pemanfaatan Kalender Tanam Dinamik adalah hasil karya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing. Disertasi ini belum pernah diajukan dalam bentuk apapun untuk memperoleh gelar program sejenis di perguruan tinggi lain mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, Agustus 22 Suciantini NRP G2673

4 ABSTRACT SUCIANTINI. Climate Risk Management Based on Operating Farming Systems for Rice through The Use of Dynamic Cropping Pattern. Supervised by RIZALDI BOER, IRSAL LAS, and AGUS BUONO. El-Nino events can lead to decreased production of rice, due to the addition of the planting area is experiencing drought and loss yield. Early withdrawal of the rainy season could lead to the resignation of a second crop. This second crop is susceptible to drought. Therefore, the scheduling of planting taking into account the possibility of extreme climate events are contained within a planting calendar is one solution. Research preparation of the planting calendar has been started since 27 (Las et al, 27) by the Ministry of Agriculture. Output produced in the early years, a map of the plant which is divided into four scenarios, using historical data. On the other hand, Boer et al (27) also researched the planting calendar with use decision and bayesian network. However, the resulting decision regarding just planting time only. Therefore, to develop a planting calendar that has been generated, the research done by adding the decision issued by measuring the utility function as an approach, in addition to overcome the problem of drought due to improper planting time. This study aimed to look for alternative cropping patterns ideal economically advantageous in terms of a combination of rice cultivation (planting time, fertilizer, irrigation, varieties) on a farm in a particular season, which gives the maximum production with minimal loss rate. Key words : drought, Fuzzy Inference System, risk function

5 RINGKASAN SUCIANTINI. Pengelolaan Risiko Iklim untuk Sistem Usaha Tani Berbasis Padi melalui Pemanfaatan Kalender Tanam Dinamik. Dibimbing oleh: RIZALDI BOER, IRSAL LAS, dan AGUS BUONO. Salah satu informasi penting dalam kaitan dengan penjadwalan penanaman petani adalah kalender tanam. Informasi kalender tanam tanaman pangan secara nasional sudah mulai disusun oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian sejak tahun 27. Output yang dihasilkan berupa peta waktu tanam yang terbagi ke dalam empat skenario, yaitu existing petani, waktu tanam tahun Normal, waktu tanam tahun La-Nina dan tahun El-Nino. Data yang digunakan merupakan data rata-rata historis jangka panjang. Kalender tanam ini mulai tahun 2, diupdate setahun tiga kali, dan pada perkembangannya menyertakan juga hasil prakiraan musim BMKG. Sejalan dengan itu, tahun 27 Boer et al. juga melakukan riset terkait kalender tanam yang sudah lebih bersifat dinamik, karena sudah memasukkan hasil prakiraan musim. Kalender tanam yang dihasilkan menggunakan Bayesian network dan decision network. Namun demikian, decision yang dihasilkan oleh Boer et al. (27) baru mencakup waktu tanam. Oleh karena itu, untuk mengembangkan kalender tanam yang sudah dihasilkan, dilakukan penelitian dengan menambah decision yang dikeluarkan. Decision network yang dihasilkan menggunakan suatu pemodelan risiko iklim dengan mengukur fungsi utility sebagai pendekatannya. Pemodelan tersebut dikaitkan dengan strategi teknologi budidaya dalam hubungannya dengan produktivitas padi, yang dikuantifikasi berdasarkan komponen-komponen sistem informasi dan kalender tanam dalam hubungannya dengan produktivitas tanaman. Decision yang dihasilkan, tidak saja menyangkut waktu tanam, tetapi juga sudah memasukkan pilihan pupuk, irigasi dan varietas. Mengingat pemilihan pupuk, varietas maupun penggunaan irigasi akan memberikan produksi yang berbeda pada tanaman. Disamping itu, juga dilakukan analisis keuntungan dan kerugian berdasarkan hasil usaha tani dan output keluaran simulasi DSSAT (Decision Support System for Agrotechnology Transfer) (Jones et al. 23). Decision network dioptimasi dengan penggunaan Sistem Inferensi Fuzzy, sebagai tool untuk mendukung penyusunan kalender tanam dinamik. Berdasarkan pilihan kombinasi pada decision, dapat diketahui keuntungan atau kerugian akibat pemilihan salah satu jenis teknologi tersebut. Penelitian ini dimaksudkan untuk mencari pola alternatif tanam ideal yang menguntungkan secara ekonomi ditinjau dari kombinasi teknologi budidaya padi (pupuk, irigasi, varietas) pada suatu usaha tani pada suatu musim tertentu yang memberi produksi maksimal dengan tingkat kerugian yang minimal dengan menggunakan fungsi utilitas. Kebaruan dari penelitian ini adalah penyusunan model fungsi utilitas dengan menggunakan sistem inferensi fuzzy yang menghubungkan keragaman iklim dengan alternatif teknologi budidaya tanaman dengan menggunakan DSSAT sebagai tool, untuk diperoleh pilihan teknologi dengan tingkat risiko iklim minimum, atau memiliki nilai ekonomis yang terbaik. Pemilihan teknologi didasarkan kepada hasil terbaik yang diperoleh dengan biaya yang lebih minimal. Simulasi yang dilakukan menggunakan perbedaan varietas, irigasi dan pemupukan. Berdasarkan BC Ratio yang diperoleh untuk setiap perlakuan, umumnya tanggal tanam merupakan peubah yang sangat menentukan terhadap keberhasilan atau kegagalan panen. Kerentanan terhadap

6 produksi tanaman tertinggi pada musim tanam kedua (MK), sehingga penanaman untuk waktu tanam ini perlu diantisipasi dengan persiapan yang lebih awal. Hal itu terkait dengan informasi prakiraan iklim yang diberikan, dan pilihan waktu tanam dan teknologi yang diterapkan. Tanggal tanam merupakan peubah yang paling menentukan keberhasilan atau kegagalan panen. Persamaan hasil yang diperoleh untuk pertanaman MT II, memperlihatkan bahwa penanaman bulan Februari yang paling menguntungkan, hal tersebut diindikasikan oleh error (RMSE) yang dihasilkan yang paling rendah, dibanding bulan Maret, April atau Mei. Untuk itu, penanaman pada MH sebaiknya menggunakan varietas genjah, dan menjelang penanaman MT II, perlu dilakukan sistem culik atau teknologi lain, sehingga waktu persemaian dapat disegerakan. Selain tanggal tanam, prediktor yang paling memberikan kontribusi yang signifikan terhadap hasil yang diperoleh adalah irigasi dan varietas. Penghitungan BC Ratio pada tahun-tahun Normal, El-Nino dan La-Nina didasarkan pada nilai curah hujan yang merupakan output hasil simulasi DSSAT Kecamatan Pacitan. Dengan menarik garis batas BC Rasio pada nilai.5, penanaman pada tahun-tahun Normal di Pacitan yang perlu mendapat perhatian lebih baik adalah pada 5 Februari hingga 5 Maret. Penanaman pada tahuntahun El-Nino, perlu mendapatkan penanganan yang baik hampir sepanjang tahun, terutama dari Januari hingga Agustus, sedangkan pada tahun-tahun La- Nina, penanaman 5 Maret hingga 5 April harus direncanakan dengan sebaikbaiknya. Sistem inferensi fuzzy dapat digunakan sebagai tool untuk prediksi luas kekeringan yang mungkin terjadi, dengan memasukkan nilai input yang digunakan. Berdasarkan fungsi keanggotaan dan penetapan rule, akan diperoleh gambaran/prediksi kekeringan yang mungkin terjadi. Namun demikian penetapan rule perlu menggunakan logika yang baik, sehingga dapat diperoleh kepekaan dalam penentuan/prediksi kekeringan yang diperoleh. Kabupaten Pacitan seperti halnya wilayah lain yang memiliki pola hujan monsunal sangat terpengaruh oleh dampak keragaman iklim, yang apabila tidak diantisipasi dengan baik, dapat menyebabkan terjadinya risiko penurunan hasil tanaman. Risiko tersebut dapat diminimalkan dengan melakukan perencanaan tanam yang baik. Untuk mendukung perencanaan tanam petani, sudah dilakukan beberapa hal terkait, diantaranya adalah aplikasi kalender tanam. Kalender tanam sebagai salah satu informasi yang dibutuhkan petani perlu selalu diupdate. Untuk mendukung hal tersebut, maka informasi mengenai decision network, yang terkait dengan bayesian network, sistem inferensi fuzzy dan penilaian fungsi risiko berdasarkan teknologi yang terkait dengan varietas, pemupukan dan irigasi yang dilakukan, dapat menjadi tambahan informasi yang diharapkan dapat melengkapi kalender tanam yang sudah tersedia.

7 Hak Cipta milik IPB, tahun 22 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh hasil karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang Wajar Institut Pertanian Bogor 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin Institut Pertanian Bogor

8 PENGELOLAAN RISIKO IKLIM UNTUK SISTEM USAHA TANI BERBASIS PADI MELALUI PEMANFAATAN KALENDER TANAM DINAMIK SUCIANTINI G Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Klimatologi Terapan SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 22

9 Penguji Luar Komisi : Dr. Rini Hidayati Dr. Eleonora Runtunuwu

10 Judul Disertasi Nama NRP : Pengelolaan Risiko Iklim pada Sistem Usaha Tani Berbasis Padi melalui Pemanfaatan Kalender Tanam Dinamik : Suciantini : G2673 Disetujui Komisi Pembimbing Prof.Dr.Ir.Rizaldi Boer, M.Sc. Ketua Prof. Dr.Ir.Irsal Las. M.S. Anggota Dr. Agus Buono, M.Si,M.Kom Anggota Diketahui Ketua Program Studi Klimatologi Terapan Dekan Sekolah Pasca Sarjana Dr. Ir. Impron, M.Agr.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr Tanggal Ujian : Tanggal Lulus :

11 PRAKATA Alhamdulillahirobbil alamin. Segala puji syukur kehadirat Allah SWT, Berkat rahmat dan hidayah-nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun Disertasi program Doktor pada program studi Klimatologi Terapan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan kepada semua pihak yang telah mendukung, membantu dan bekerja sama dalam penyelesaian penelitian. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih yang tidak terhingga kepada :. Bapak Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Ketua Komisi Pembinaan Tenaga Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian, Kepala Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian dan Kepala Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, atas perkenannya kepada penulis untuk melanjutkan dan melaksanakan tugas belajar serta mendapatkan beasiswa. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Rizaldi Boer, M.Sc., atas kesediaannya menjadi ketua komisi pembimbing. Penulis sampaikan terima kasih atas segala bimbingan, nasehat, arahan, dukungan dan kerjasamanya dalam melaksanakan penelitian dan penyusunan disertasi ini. 3. Bapak Prof. Dr. Ir. Irsal Las, M.S., dan Bapak Dr. Agus Buono, M.Si, M.Kom, atas kesediaannya menjadi anggota komisi pembimbing, Penulis sampaikan terima kasih atas segala bimbingan, arahan, dan kerjasamanya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas belajar dan menyusun disertasi ini. 4. Ketua program Studi Klimatologi Terapan IPB (Bapak Prof. Rizaldi Boer, Bapak Dr. Sobri, Bapak Prof. Handoko, dan Bapak Dr. Impron), atas bimbingan, kerjasama, dan dorongan semangatnya selama penulis menjadi petugas belajar. 5. Ibu Dr. Rini Hidayati dan Dr. Eleonora Runtunuwu, atas bimbingan, kerjasama, dan dorongan semangatnya selama penulis menjadi petugas belajar. Juga kesediaan untuk menjadi Penguji Luar Komisi. 6. Bapak Prof. Ahmad Bey, Bapak Prof.Hidayat Pawitan, dan Bapak serta Ibu Dosen Geomet atas bimbingan, nasihat, selama penulis menjalani perkuliahan. 7. Bpk Prof. Istiqlal Amien, Dr. Ir. Haris Syahbuddin, DEA, Dr. Yayan Apriyana, Dr. Ir. Aris Pramudia, M.Si, Ir. Erni Susanti, Dr. Nani Heryani, Haryono, SP,MM. Ir. Elza Surmaini, M.Si, Dr. Popi, Dr. Budi Kartiwa, Fadhlullah Ramadhani, ST, MSc. Slamet Effendi, Drs. Ganjar Jayanto, Pak Suprapto, Wahyu Sukendar, Pak Sidik Talaohu, dan Gina Maulana, ST, atas dukungan moril, dorongan semangat, kerjasama, serta masukan pemikirannya selama penulis menjadi petugas belajar dan menyusun disertasi ini. 8. Rekan rekan peneliti, teknisi, dan staf di Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi atas dukungan, kerjasama, dan kemudahan dalam memanfaatkan fasilitas untuk pengolahan data dan penyusunan disertasi.

12 9. Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan Kabupaten Pacitan, Kepala Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Pacitan, Ibu Budi beserta Staf, Bapak Reno, Bapak KOPT dan Bapak-bapak POPT Kecamatan di Kabupaten Pacitan dan Bapak/Ibu yang membantu di lapangan, atas dukungan perizinan, koordinasi lapangan dan bantuan data. Juga untuk Pak Agus driver, yang selalu setia mengantar ke lapangan.. Bapak Koesnomo Tamkani, atas inspirasi dan transfer ilmu Beliau di lapangan.. Rekan seperjuangan mahasiswa S3 Program Studi Klimatologi Terapan IPB, Indah Prasasti atas kekompakan dan kerjasama yang baik selama masa perkuliahan. Juga untuk Woro Estiningtyas, dan Salwati atas dukungan dan kerjasamanya. 2. Pak Jun, Bu Indah, Mbak Wanti, Pak Pono, Aziz, Nandang, Pak Udin dan lainlain di Departemen GEOMET atas partisipasinya dan bantuannya dalam berbagai aktifitas kepengurusan akademik. 3. Adik-adik CCROM (Adi, Kiki, Mbak Pipit, Ani, Sisi, Diva, Doddy, Ihsan, Gito, dan lain-lain) atas bantuannya selama masa tugas belajar. 4. Adik-adik yang membantu pengumpulan data di lapang (Icha, Rahmi, Galih, Andrea, Fajar, Fitri, Daniel dan Tamara). 5. Bapak R. Imam Mudrika Sanusi dan Bapak Iyeng Lendrawita beserta keluarga besar, atas do a, kasih sayang, bimbingan serta dukungan moril. 6. Ayahanda H.O. Suryana (Alm), Ibunda tercinta Hj. Curasih, adinda Bena, Hadi, Yanti, Nur, atas do a, kasih sayang, bimbingan, dukungan moril dan materil sampai selesainya tugas belajar. Juga untuk April, Rafi, Shaqila dan Afau, atas hari-hari yang menyenangkan. 7. Bapak dan Ibu Mertua, Bapak Damanhuri (Alm) dan Ibu Eti Suhaeti yang selalu memberikan do a selama masa tugas belajar. 8. Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dan Perguruan Tinggi (KKP3T) DIPA TA , atas dukungan dana selama penelitian berlangsung. 9. Program I-MHERE B2C IPB, atas dukungan penelitian. 2. Mbak Sian dan Teman-teman di Trio, atas bantuannya. 2. Semua pihak yang tidak disebutkan namanya, yang telah turut berpartisipasi mendukung selama penulis melaksanakan penelitian hingga penulisan. 22. Terakhir, untuk suami tercinta Ade S Daman atas kesabaran dan ketabahannya dalam mendampingi dan menghadapi masa tugas belajar penulis yang sangat tidak mudah untuk ditempuh. Penulis berharap semoga do a, bimbingan, dukungan, bantuan, dan kerjasama dari berbagai pihak menjadi amal sholeh dan mendapat ridho dari Allah SWT. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu khususnya di bidang pertanian. Bogor, Agustus 22 Suciantini

13 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 3 November 967 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan H.O. Suryana (Alm) dan Hj. Curasih. Pendidikan dasar dan menengah penulis tempuh di SD Cibeber I Cimahi, lulus tahun 98, SMP Negeri Leuwigajah Cimahi lulus tahun 983, SMA Negeri I Cimahi lulus tahun 986. Penulis menyelesaikan pendidikan S di PS Agrometeorologi Jurusan Geofisika IPB dan lulus tahun 992. Pada tahun 2, penulis melanjutkan studi S2 di PS. Agroklimatologi, diselesaikan pada tahun 24. Selanjutnya pada tahun 27 penulis diterima sebagai mahasiswa S3 di PS Klimatologi Terapan Fakultas MIPA IPB memperoleh beasiswa dari Badan Litbang Pertanian. Sejak tahun 994 hingga 998 menjadi staf peneliti di Balai Penelitian Tanaman Hias Jakarta. Tahun 998 tercatat sebagai staf peneliti di Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, pada kelti Agroklimat dan Hidrologi (sekarang Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumbedaya Lahan Pertanian). Sekarang penulis bekerja sebagai Peneliti Muda di Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Bogor. Bidang penelitian yang menjadi tanggung jawab penulis adalah bidang Agroklimatologi dan Hidrologi. Penulis juga adalah anggota dan pengurus Pusat Perhimpunan Meteorologi Pertanian Indonesia. Sepanjang menempuh pendidikan S3, penulis sudah menghasilkan beberapa tulisan, dan salah satu yang berkaitan dengan disertasi diterbitkan di Jurnal Tanah dan Iklim yang diberi judul Penentuan Fungsi Risiko pada Pengelolaan Risiko Iklim untuk Mendukung Kalender Tanam Dinamik.

14 xv DAFTAR ISI DAFTAR ISI...xi DAFTAR GAMBAR... xviiiiii DAFTAR TABEL... xviiii I. PENDAHULUAN..... Latar Belakang Perumusan Masalah / Kerangka Pemikiran Tujuan Penelitian Keluaran Penelitian Manfaat Penelitian Kebaruan (Novelty) Sistematika Penulisan... 7 II. SINTESIS PERMASALAHAN PENGELOLAAN RISIKO IKLIM UNTUK SISTEM USAHA TANI BERBASIS PADI MELALUI PEMANFAATAN KALENDER TANAM DINAMIK Kabupaten Pacitan Roadmap Sektor Pertanian Keragaman dan perubahan iklim dan efeknya terhadap produksi padi ENSO dan kaitannya dengan musim hujan dan kekeringan Model Simulasi DSSAT Sistem Inferensi Fuzzy (Fuzzy Inference System) Bayesian dan Decision Network Kalender Tanam III. EVALUASI DAMPAK KERAGAMAN IKLIM TERHADAP KERAGAMAN HASIL TANAMAN PADA BERBAGAI TEKNOLOGI BUDIDAYA SERTA KELAYAKAN EKONOMI Pendahuluan Metodologi Waktu dan Tempat Penelitian Bahan, Alat dan Perangkat Lunak Metodologi Penelitian Hasil dan Pembahasan Karakteristik sistem usaha tani di Pacitan Karakteristik ENSO dan hubungannya dengan curah hujan Dampak ENSO terhadap kekeringan Analisis hubungan keragaman Iklim dengan sistem usaha tani padi Simpulan... 7 IV. ANALISIS KELAYAKAN EKONOMI TEKNOLOGI BUDIDAYA UNTUK PENANGGULANGAN RISIKO IKLIM Pendahuluan Metodologi... 74

15 xvi Waktu dan Tempat Penelitian Bahan, Alat dan Perangkat Lunak Metodologi Penelitian Hasil dan Pembahasan Analisis BC Ratio Responden Analisis kelayakan ekonomi teknologi budidaya Simpulan V. PENGEMBANGAN KALENDER TANAM DINAMIK DI INDONESIA UNTUK PENGELOLAAN RISIKO IKLIM Pendahuluan Pranata Mangsa, indigenous knowledge cikal bakal kalender tanam Pengembangan Model Kalender Tanam di Indonesia Kalender Tanam Kementerian Pertanian CCROM-IPB dengan BMKG I-MHERE B2C IPB Pengembangan Model Kalender Tanam Dinamik dalam penelitian ini Simpulan... VI. PENGEMBANGAN DECISION NETWORK YANG DIOPTIMASI DENGAN FUZZY INFERENCE SYSTEM UNTUK PENYUSUNAN KALENDER TANAM DINAMIK Pendahuluan Metodologi Optimasi fungsi risiko yang diformulasi dengan model FIS Verifikasi fungsi risiko yang diformulasi dengan model FIS Hasil dan Pembahasan Analisis optimasi fungsi risiko yang diformulasi dengan model FIS Verifikasi fungsi risiko yang diformulasi dengan model FIS Simpulan VII. PENGEMBANGAN MODEL KALENDER TANAM DINAMIK SEBAGAI TEKNOLOGI ADAPTASI Pendahuluan Metodologi Penyusunan jejaring bayes (Bayesian Network) Penyusunan jejaring pengambilan keputusan (Decision Network) Penyusunan kalender tanam dinamik Hasil dan Pembahasan Bayesian dan decision network Kalender tanam dinamik Rekomendasi Teknologi Simpulan... 38

16 VIII. POTENSI DAN KENDALA PENERAPAN KALENDER TANAM DALAM MENGANTISIPASI KEJADIAN IKLIM EKSTRIM... 4 IX. SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA... 5 LAMPIRAN xvii

17 xviii DAFTAR GAMBAR Gambar. Rata-rata luas areal tanam musim kemarau yang dipengaruhi oleh kekeringan pada tahun-tahun El-Nino (Boer et al. 2)... 2 Gambar.2 Kerangka Penelitian... 9 Gambar.3 Keterkaitan antar bab Penelitian... Gambar 2. Peta administrasi Kabupaten Pacitan Gambar 2.2 Kemungkinan pergeseran curah hujan di Jawa dan Bali (Naylor et al. 27) Gambar 2.3 Sekilas komponen dan struktur modular dari DSSAT- CSM...9 Gambar 2.4 Diagam blok Sistem Inferensi Fuzzy (Kusumadewi dan Hartati 2) Gambar 2.5 Kalender tanam existing (Lee et al. 25) Gambar 2.6 Kalender tanam usulan (Lee et al. 25) Gambar 2.7 Peta kalender tanam level kabupaten untuk skenario tahun basah Pulau Jawa (Las et al. 27a) Gambar 2.8 Peta Kalender Tanam level kabupaten untuk tahun basah di Pulau Jawa (Las et al. 27a) Gambar 2.9 Distribusi kalender tanam rata-rata propinsi Kalimantan: (a) Kalimantan Barat, (b) Kalimantan Tengah, (c) Kalimantan Timur, dan (d) Kalimantan Selatan (Runtunuwu et al. 29) Gambar 2. Tampilan untuk masuk ke aplikasi web Kalender Tanam Terpadu... 3 Gambar 2. Tampilan peta tematik kekeringan skala nasional pada Kalender Tanam Terpadu... 3 Gambar 3. Diagram database, aplikasi, dan komponen perangkat lunak pendukung dan penggunaan model tanaman untuk aplikasi dalam DSSAT v3.5 (Jones et al. 23) Gambar 3.2 Diagram alir evaluasi dampak keragaman iklim terhadap keragaman hasil tanaman Gambar 3.3 Persentase luas sawah setiap kecamatan di Kabupaten Pacitan Gambar 3.4 Hamparan lahan sawah dan lahan kering di Kabupaten Pacitan Gambar 3.5 Luas lahan yang diusahakan Responden Gambar 3.6 Waktu tanam pada MT-, MT-2, MT-3 menurut Gambar 3.7 Responden Tanaman yang diusahakan Responden pada setiap musim tanam Gambar 3.8 Tren produktivitas ubi kayu di Kabupaten Pacitan Gambar 3.9 Pemakaian benih Responden pada MT Gambar 3. Jarak tanam yang digunakan... 5 Gambar 3. Rata-rata CH bulanan setiap kecamatan... 5 Gambar 3.2 Rata-rata CH tahunan setiap kecamatan... 5 Gambar 3.3 Rata-rata curah hujan bulanan dan simpangan baku setiap kecamatan... 52

18 xix Gambar 3.4 Pola CH Pacitan tahun Normal dan tahun-tahun terjadinya ENSO Gambar 3.5 Awal musim hujan vs anomali SST Nino4 bulan Agustus Gambar 3.6 Panjang musim hujan vs anomali SST Nino4 bulan Agustus Gambar 3.7 Penyebab gagal panen menurut Responden Gambar 3.8 Tahun terjadinya kekeringan menurut Responden Gambar 3.9 Luas terkena dan puso areal padi tahun Gambar 3.2 Luas areal padi yang mengalami puso tahun di Pacitan Gambar 3.2 Luas terkena kekeringan kecamatan pada tahun 99, 994, 997, 23, Gambar 3.22 Luas panen padi bulanan dari tahun 26 hingga 2 di Kabupaten Pacitan... 6 Gambar 3.23 Luas tambah tanam bulanan (ha) dan curah hujan tahun 26 hingga Gambar 3.24 Luas panen dan produksi ubi kayu di Kabupaten Pacitan dari tahun 99 hingga Gambar 3.25 Anomali luas panen padi per tahun di Kabupaten Pacitan Gambar 3.26 Gambar 3.27 Perbedaan hasil setiap tanggal tanam dengan menggunakan irigasi dan tanpa irigasi di Kecamatan Pacitan Perbedaan hasil setiap tanggal tanam dengan menggunakan perbedaan pupuk dan perbedaan irigasi di Kecamatan Pacitan Gambar 3.28 Plot error pada setiap tanggal tanam... 7 Gambar 4. Diagram alir analisis kelayakan teknologi budidaya Gambar 4.2 BC Ratio sebagian Responden Gambar 4.3 BC Ratio pada tahun-tahun Normal... 8 Gambar 4.4 BC Ratio pada tahun-tahun El-Nino... 8 Gambar 4.5 BC Ratio pada tahun-tahun La-Nina... 8 Gambar 5. Gambar 5.2 Gambar 5.3 Gambar 5.4 Gambar 5.5 Ilustrasi salah satu pilar utama dalam sistem pengelolaan risiko bencana dan adaptasi perubahan iklim di Indonesia (Lassa et al, 29) Sistem penanggalan musim bukti kepandaian ilmu astronomi nenek moyang ( teknologi-kuno-bangsa-indonesia-yang-canggih.html) Diagram alir penyusunan peta kalender tanam aktual dan potensial (Syahbuddin 27) Diagram alir proses pembuatan sistem kalender tanam terpadu (Ramadhani et al. 2) Diagram alir kalender tanam dengan menggunakan informasi prakiraan iklim BMKG... Gambar 5.6 Bayesian network dengan tiga peubah... 4 Gambar 5.7 Bayesian network... 4 Gambar 5.8 Decision network... 5 Gambar 5.9 Model DN untuk kalender dinamik tanaman (Boer et al. 2)... 7 Gambar 6. Model FIS untuk pendugaan nilai risiko... 4 Gambar 6.2 Fungsi keanggotaan untuk Anomali SST Nino4... 8

19 xx Gambar 6.3 Fungsi keanggotaan untuk CHMK... 8 Gambar 6.4 Fungsi keanggotaan untuk PMH... 9 Gambar 6.5 Fungsi keanggotaan untuk kekeringan... 9 Gambar 6.6 Contoh pilihan skenario di fuzzy rule... 2 Gambar 6.7 Contoh output di fuzzy rule... 2 Gambar 6.8 Hasil verifikasi FIS dengan observasi Gambar 6.9 Perbandingan nilai kekeringan observasi dengan hasil keluaran FIS Gambar 7. Bayesian network dengan empat peubah Gambar 7.2 Decision network Gambar 7.3 Model Kalender tanam dinamik... 3 Gambar 7.4 Pengkategorian bencana kekeringan (Buono et al. 2)... 3 Gambar 7.5 Gambar 7.6 Peluang kekeringan pada tingkat/kategori kekeringan (K hingga K5) di kecamatan di Pacitan Ilustrasi antara peluang terjadinya kekeringan dengan kejadian bencana kekeringan antara tahun 988 hingga tahun 27 (Buono et al. 2) Gambar 7.7 Tingkat / kategori kekeringan berdasarkan bayesian Gambar 7.8 Ilustrasi pertanaman berdasarkan tanggal tanam Gambar 7.9 Contoh prediksi kehilangan hasil... 37

20 xxi DAFTAR TABEL Tabel 3. Prediktor untuk membentuk persamaan hasil tanaman... 4 Tabel 3.2 Pola tanam existing petani Tabel 3.3a Pengelompokan tahun-tahun normal, El-Nino dan La-Nina berdasarkan Indeks ONI Tabel 3.3b Pengelompokan tahun-tahun normal, El-Nino dan La-Nina berdasarkan Indeks ONI yang diperbaharui tanggal 5 April Tabel 3.4 Pengurangan hasil antara perlakuan irigasi dengan tanpa irigasi di Kecamatan Pacitan Tabel 3.5 Persamaan hasil untuk Kecamatan Pacitan Tabel 4. Prediktor untuk mendapatkan persamaan BC Ratio Tabel 4.2 Ilustrasi penghitungan BC Ratio (Kecamatan Arjosari) Tabel 4.3 Persamaan BC Ratio setiap tanggal tanam... 8 Tabel 4.4 Koefisien persamaan BC Ratio dan kontribusi masingmasing prediktor Tabel 5. Contoh kalender tanam tanaman pangan (padi) pada Tabel 5.2 tahun normal... Nilai kelima peubah yang digunakan dalam penyusunan bayesian network (Boer et al. 27)... 2 Tabel 6. Contoh himpunan fuzzy untuk input (Anomali SST Nino 4, PMH dan CHMK)... 6 Tabel 6.2 Contoh himpunan fuzzy untuk output (kekeringan)... 7 Tabel 6.3 Contoh himpunan fuzzy untuk kekeringan Kecamatan Tulakan... 7 Tabel 7. Kategori kekeringan... 28

21

22

23 I. PENDAHULUAN.. Latar Belakang Salah satu sektor yang berperan penting terhadap perekonomian nasional adalah sektor pertanian. Sektor ini menyerap sekitar 44,47% dari keseluruhan tenaga kerja Indonesia. Pada tahun 26, sektor ini menyumbang 3% PDB nasional (Daryanto 27), dan mencapai peningkatan pertumbuhan tertinggi dari Triwulan II 29 ke Triwulan III 29, yaitu sebesar 7,3% (Badan Pusat Statistik 29). Dari tahun 24 hingga 28, sektor pertanian berhasil meningkatkan produksi padi dari 54, juta ton GKG pada tahun 24 menjadi 6,3 juta ton GKG pada 28 atau meningkat rata-rata 2,8% per tahun, bahkan laju peningkatan produksi padi tahun mencapai 5,2% per tahun. Kenaikan produksi ini menjadikan Indonesia kembali berswasembada beras pada tahun 28. Selain padi, produksi jagung dan kedelai juga mengalami peningkatan masing-masing sebesar 9,5% dan 3,4% per tahun (Ditjen Tanaman Pangan 29; Apryantono et al. 29). Namun demikian, sektor pertanian terutama tanaman pangan pada umumnya paling rentan terhadap keragaman dan perubahan iklim (Stern et al. 26) sehingga upaya adaptasi sangat diperlukan. Kerentanan sektor pertanian terhadap perubahan iklim dapat didefinisikan sebagai tingkat kekurangberdayaan sistem usaha tani dalam mempertahankan dan menyelamatkan tingkat produktivitasnya secara optimal dalam menghadapi cekaman iklim (Tim Roadmap Sektor Pertanian 2). Pada dasarnya kerentanan bersifat dinamis sejalan dengan kehandalan teknologi, kondisi sosial-ekonomi, sumberdaya alam dan lingkungan. Kerentanan dipengaruhi oleh tingkat keterpaparan (exposure) terhadap bahaya dan tingkat sensitivitas adaptif. Hal lain yang berkaitan dengan kerentanan adalah dampak yang ditimbulkan yang mungkin terjadi. Dampak adalah tingkat kondisi kerugian, baik secara fisik, produk, maupun secara sosial dan ekonomi yang disebabkan oleh cekaman perubahan iklim (Tim Roadmap Sektor Pertanian 2). Di Indonesia, kejadian akibat cekaman perubahan iklim yang mengakibatkan kondisi iklim ekstrim umumnya dipengaruhi oleh kejadian ENSO (El-Nino Southern Oscillation). Kejadian El-Nino (periode hangat ENSO) secara signifikan dapat mengurangi curah hujan pada musim kemarau. Selama periode La-Nina, curah hujan meningkat secara signifikan. Akibatnya, selama periode El-

24 2 Nino musim kemarau akan terjadi lebih panjang dibandingkan pada tahun-tahun normal, dan sebaliknya selama La-Nina, musim kemarau akan berakhir lebih cepat. Keeratan hubungan antara ENSO dan variabilitas iklim di Indonesia terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia, kecuali pada sebagian wilayah Sumatera (Boer et al. 2). Pengaruh yang kuat terjadi di sebagian besar wilayah Kalimantan, Sulawesi dan sebagian Jawa, Nusa Tenggara dan Papua (Gambar.). Gambar.. Rata-rata luas areal tanam musim kemarau yang dipengaruhi oleh kekeringan pada tahun-tahun El-Nino (Boer et al. 2). Fenomena ENSO memungkinkan terjadinya fluktuasi Produksi padi di Indonesia (Naylor 27, Boer et al. 2). Kejadian El-Nino dapat menjadi pemicu penurunan produksi padi, akibat penambahan luas areal tanam yang mengalami kekeringan dan puso. Mundurnya awal musim hujan dapat menyebabkan mundurnya pertanaman kedua. Pertanaman kedua inilah yang rentan mengalami kekeringan. Pada periode untuk tingkat nasional, akumulasi luas tanaman padi yang dilanda kekeringan berkisar antara 7 ribu sampai dengan, juta ha dan puso 8 ribu sampai dengan 263 ribu ha (Direktorat Perlindungan Tanaman 2), terutama pada tahun-tahun El Nino. Tingkat kerentanan pertanaman padi di suatu wilayah, tergantung pada tingkat kesiapan wilayah tersebut dalam menghadapi bencana. Dengan melakukan antisipasi yang baik dari semua sektor terkait, akan membantu petani dalam mengeliminir kerugian yang mungkin terjadi, karena sosialisasi yang baik terhadap petani dalam menyesuaikan kegiatan pertanamannya akan memberikan dampak yang signifikan, sejauh aplikasi yang dilakukan petani dalam merespon

25 3 informasi yang disampaikan. Oleh karena itu, penjadwalan tanam dengan memperhitungkan kemungkinan kejadian iklim ekstrim yang tertuang dalam suatu kalender tanam merupakan salah satu solusi. Manfaat dari kalender tanam adalah untuk memandu petani dalam menyesuaikan waktu dan pola tanam, mengingat pentingnya jadwal penanaman, mulai dari masa persiapan tanah, penanaman hingga panen. Dalam mengintegrasikan dan menganalisis berbagai faktor atau informasi penting dalam pelaksanaan strategi budidaya tanaman padi dalam kaitannya dengan perubahan dan keragaman iklim, diperlukan suatu kemasan pemodelan. Model tersebut merupakan gambaran pada kondisi bagaimana suatu informasi iklim dan budidaya yang diaplikasikan dapat dikatakan memiliki risiko gangguan iklim terendah secara sosial ekonomi. Pemodelan yang dimaksud merupakan suatu pemodelan risiko iklim dengan mengukur fungsi utilitas yang dikaitkan dengan strategi teknologi budidaya dalam hubungannya dengan produktivitas padi, yang dikuantifikasi berdasarkan komponen-komponen sistem informasi dan kalender tanam serta analisis sosial ekonomi dalam hubungannya dengan produktivitas tanaman. Dalam penyusunan model utilitas tersebut digunakan sistem inferensi fuzzy. Informasi iklim yang dikeluarkan lembaga-lembaga penelitian dalam kaitannya untuk peningkatan produktivitas tanaman padi sudah banyak dilakukan. Salah satu informasi penting dalam kaitan dengan penjadwalan penanaman petani adalah kalender tanam. Informasi kalender tanam tanaman pangan secara nasional sudah mulai disusun oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian sejak tahun 27. Produk kalender tanam yang sudah dihasilkan adalah Peta Kalender Tanam Tanaman Pangan :.. dan Atlas Kalender Tanam Tanaman Pangan :25. untuk Pulau Jawa (Las et al. 27), Pulau Sumatera (Las et al. 28), Pulau Kalimantan (Las et al. 29a), Pulau Sulawesi (Las et al. 29b), dan wilayah Indonesia timur yang meliputi tujuh provinsi (Bali, Maluku Utara, Maluku, NTB, NTT, Papua dan Papua Barat), (Las et al. 2). Adapun manfaat dari kalender tanam adalah untuk memandu petani dalam menyesuaikan waktu dan pola tanam, mengingat pentingnya jadwal penanaman, mulai dari masa persiapan tanah, penanaman, dan panen. Informasi kalender tanam yang dibuat oleh Kementerian Pertanian tersebut mengembangkan kalender tanam untuk tahun kering, normal dan basah (Las et al.

26 4 27). Kalender tanam yang sudah dikembangkan saat ini membagi tiga bentuk pola tanam rekomendasi pada tahun ENSO dan tahun normal, namun belum memperhatikan sifat (intensitas dan lama siklus) dari fenomena tersebut. Output yang dihasilkan berupa Atlas waktu tanam yang terbagi ke dalam empat skenario, yaitu existing petani, waktu tanam tahun Normal, waktu tanam tahun La-Nina dan tahun El-Nino. Data yang digunakan merupakan data rata-rata historis jangka panjang. Kalender tanam ini mulai tahun 2, diupdate setahun tiga kali, dan pada perkembangannya menyertakan juga hasil prakiraan musim BMKG. Sejalan dengan itu, tahun 27 Boer et al. juga melakukan riset terkait kalender tanam yang disebut sebagai kalender pertanian. Kalender tanam yang dihasilkan sudah lebih bersifat dinamik, karena sudah memasukkan hasil prakiraan musim, sebagai alat bantu pengambilan keputusan. Kalender tanam yang dihasilkan menggunakan Bayesian network dan decision network. Dalam Decision Network (DN), keputusan pemilihan pola ditetapkan berdasarkan informasi iklim dan informasi lainnya yang diperoleh sebelum keputusan dibuat (Buono et al. 2). Informasi dimaksud diantaranya adalah indeks ENSO yang dapat digunakan sebagai indikator tentang kemungkinan perubahan awal masuk musim hujan, prakiraan panjang musim hujan atau sifat hujan pada musim tanam. Hal itu sejalan dengan pendapat Lo et al. (27) dan Robertson et a.l (29) yang menyatakan bahwa awal musim serta kekuatan dan durasi dari musim hujan merupakan karakteristik kunci dari keragaman hujan dan berkaitan dengan kuat pada keragaman pola ENSO. Decision yang dihasilkan oleh Boer et al. (27) baru mencakup waktu tanam. Oleh karena itu, untuk mengembangkan kalender tanam yang sudah dihasilkan, dilakukan penelitian dengan menambah decision yang dikeluarkan. Decision network yang dihasilkan menggunakan suatu pemodelan risiko iklim dengan mengukur fungsi utility sebagai pendekatannya. Pemodelan tersebut dikaitkan dengan strategi teknologi budidaya dalam hubungannya dengan produktivitas padi, yang dikuantifikasi berdasarkan komponen-komponen sistem informasi dan kalender tanam dalam hubungannya dengan produktivitas tanaman. Sehingga decision yang dihasilkan, tidak saja menyangkut waktu tanam, tetapi juga sudah memasukkan pilihan pupuk, irigasi dan varietas. Mengingat pemilihan pupuk, varietas maupun penggunaan irigasi akan memberikan produksi yang berbeda pada tanaman. Disamping itu, juga dilakukan analisis keuntungan dan

27 5 kerugian yang dijabarkan melalui penggunaan Sistem Inferensi Fuzzy yang digabung dengan hasil simulasi DSSAT (Decision Support System for Agrotechnology Transfer) (Jones et al. 23), sehingga berdasarkan pilihan kombinasi pada decision, dapat diketahui keuntungan atau kerugian akibat pemilihan salah jenis teknologi tersebut. Adapun tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengembangkan kalender tanam dinamik sebagai alat bantu pengambil keputusan dalam menyusun strategi pertanaman yang dapat meminimalkan risiko iklim tetapi di sisi lain akan meningkatkan keuntungan ekonomi. Penelitian ini dimaksudkan untuk mencari pola alternatif tanam ideal yang menguntungkan secara ekonomi ditinjau dari kombinasi teknologi budidaya padi (pupuk, irigasi, varietas) pada suatu usaha tani pada suatu musim tertentu yang memberi produksi maksimal dengan tingkat kerugian yang minimal dengan menggunakan fungsi utilitas..2. Perumusan Masalah / Kerangka Pemikiran Keragaman hasil tanaman semusim di Indonesia sangat berkaitan erat dengan keragaman curah hujan. Bahkan pada kondisi iklim ekstrim, produksi pertanian terutama tanaman pangan sangat terpengaruh. Sektor pertanian, terutama subsektor tanaman pangan, paling rentan terhadap perubahan iklim terkait tiga faktor utama, yaitu biofisik, genetik, dan manajemen. Hal ini disebabkan karena tanaman pangan umumnya merupakan tanaman semusim yang relatif sensitif terhadap cekaman, teutama cekaman (kelebihan dan kekurangan) air. Secara teknis, kerentanan sangat berhubungan dengan sistem penggunaan lahan dan sifat tanah, pola tanam, teknologi pengelolaan tanah, air, dan tanaman, serta varietas tanaman (Las et al. 28). Tiga faktor utama yang terkait dengan perubahan iklim global, yang berdampak terhadap sektor pertanian adalah: () perubahan pola hujan dan iklim ekstrim (banjir dan kekeringan), (2) peningkatan suhu udara, dan (3) peningkatan muka laut. Awal masuk, lama dan sifat musim yang merupakan kunci dalam menentukan keragaman hasil tanaman, sangat dipengaruhi oleh fenomena global seperti ENSO, IOD dan lainnya (Lo et al. 27; Robertson et al. 29). Mundurnya awal musim hujan akan menggeser pola dan rotasi tanaman yang menyebabkan risiko tanaman kedua terkena kekeringan meningkat. Sementara

28 6 peningkatan hujan yang signifikan sampai jauh di atas normal pada musim hujan juga berpotensi menimbulkan banjir. Untuk mengantisipasi kondisi tersebut, perlu diupayakan teknologi budidaya adaptif, sehingga dapat mengurangi dampak dari kejadian iklim ekstrim. Teknologi budidaya adaptif terhadap iklim ekstrim juga sudah dilakukan oleh petani. Dalam kaitan ini, teknologi budidaya adaptif tersebut juga dipilah berdasarkan hasil simulasi DSSAT yang digunakan untuk evaluasi dampak keragaman iklim dan keragaman hasil tanaman pada berbagai teknologi budidaya. Selanjutnya teknologi budidaya adaptif tersebut dievaluasi kelayakannya secara ekonomi, baik teknologi adaptif yang sudah maupun yang belum digunakan petani. Dalam menghubungkan keragaman iklim dan teknologi budidaya tanaman, dilakukan penyusunan model utilitas (fungsi risiko) dengan menggunakan system inferensi fuzzy (fuzzy inference system)..3. Tujuan Penelitian. Melakukan evaluasi dampak keragaman iklim terhadap keragaman produksi tanaman yang dapat meminimumkan dampak negatif keragaman iklim. 2. Melakukan evaluasi dampak keragaman iklim terhadap kelayakan ekonomi teknologi budidaya untuk penanggulangan risiko iklim. 3. Menyusun state of the art pengembangan kalender tanam dinamik di Indonesia untuk pengelolaan risiko iklim. 4. Menyusun Decision Network yang dioptimasi dengan sistem inferensi fuzzy (Fuzzy Inference System) untuk penyusunan kalender tanam dinamik. 5. Melakukan evaluasi pemanfaatan model kalender tanam dinamik untuk pengelolaan risiko iklim..4. Keluaran Penelitian. Informasi dampak keragaman iklim terhadap keragaman hasil tanaman serta teknologi-teknologi budidaya terpilih untuk meminimumkan dampak negatif keragaman iklim. 2. Informasi teknologi-teknologi budidaya terpilih yang layak secara ekonomi untuk meminimumkan dampak negatif keragaman iklim.

29 7 3. State of the art pengembangan kalender tanam dinamik di Indonesia untuk pengelolaan risiko iklim. 4. Informasi Decision Network yang dioptimasi dengan sistem inferensi fuzzy (Fuzzy Inference System) untuk penyusunan kalender tanam dinamik. 5. Informasi hasil evaluasi pemanfaatan model kalender tanam dinamik untuk pengelolaan risiko iklim..5. Manfaat Penelitian Kalender tanam dinamik merupakan pengembangan alat bantu pengambilan keputusan yang diharapkan dapat membantu otoritas lokal untuk mengevaluasi dan menilai tingkat risiko pengambilan keputusan tertentu pada musim tanam tertentu berdasarkan prakiraan iklim yang diberikan. Dengan demikian dapat membantu dalam mempersiapkan manajemen potensi risiko iklim ke depan dan membantu petani untuk memperkirakan waktu tanam yang sesuai dengan kondisi iklim, dan diharapkan dapat memperkecil potensi risiko iklim pada musim tertentu..6. Kebaruan (Novelty) Model fungsi utilitas dengan menggunakan sistem inferensi fuzzy yang menghubungkan keragaman iklim dengan alternatif teknologi budidaya tanaman dengan menggunakan DSSAT sebagai tool, untuk diperoleh pilihan teknologi dengan tingkat risiko iklim minimum, atau memiliki nilai ekonomis yang terbaik. Mengintegrasikan data dan interpretasi SST Nino4, varietas, pemupukan, Irigasi, dan penggunaan bahan organik, yang digunakan sebagai input untuk menghasilkan opsi-opsi teknologi dan kelayakan ekonomi teknologi dalam penyusunan kalender tanam..7. Sistematika Penulisan Penulisan disertasi ini direncanakan terdiri atas 9 Bab. Secara khusus Bab membahas tentang latar belakang penyusunan kalender tanam yang didasarkan kepada sektoral roadmap tentang kebijakan pemerintah, perumusan masalah yang mendasari penelitian, tujuan, keluaran, manfaat, kebaruan penelitian dan sistematika penulisan. Bab 2 berupa tinjauan pustaka yang memaparkan sintesis dari penelitian yang berkaitan dengan lokasi penelitian, keragaman iklim,

30 8 Roadmap Sektor Pertanian, ENSO dan kaitannya dengan musim hujan dan kekeringan, fungsi utilitas, sistem inferensi fuzzy, kalender tanam, Bayesian dan Decision Network dan mengenai model simulasi yang digunakan. Bab 3 membahas mengenai dampak keragaman iklim terhadap produksi padi, dikaitkan dengan sistem budidaya dan teknologi adaptasi serta penggunaan simulasi DSSAT, sebagai tool untuk menilai teknologi terpilih. Bab 4 membahas mengenai tinjauan kelayakan ekonomi pada teknologi budidaya. Bab 5 menguraikan state of the art pengembangan kalender tanam dinamik di Indonesia. Bab 6 menjelaskan mengenai model fungsi risiko atau fungsi utilitas dalam bencana kekeringan dengan menggunakan sistem inferensi fuzzy (Fuzzy Inference System) untuk optimasi decision network dalam pengembangan kalender tanam dinamik. Bab 7 membahas mengenai pemanfaatan kalender tanam dinamik. Bab 8 menjelaskan mengenai potensi dan kendala penerapan kalender tanam serta kebijakan terkait. Bab 8 tersebut merupakan pembahasan menyeluruh dari bab 3 hingga bab 7. Simpulan dan saran disajikan pada Bab 9. Keterkaitan antar Bab secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar.2 dan.3.

31 9 Data Seri Iklim Data Sifat Genetis Data Tanah Teknologi Budidaya Data ENSO Data Sifat Musim Bab III DSSAT (Evaluasi dampak keragaman iklim dan keragaman hasil tanaman) Data biayabiaya, harga, hasil tanaman Data Riil Observasi Bab IV Evaluasi Kelayakan Ekonomi Bab V State of the art Kalender Tanam Dinamik Bab VI Sistem Inferensi Fuzzy untuk Decision Network dalam pengembangan Kalender Tanam Dinamik Bab VII Pemanfaatan Kalender Tanam Dinamik Gambar.2. Kerangka penelitian

32 Bab I. PENDAHULUAN Bab II. Sintesis Permasalahan Pengelolaan Risiko Iklim untuk Sistem Usaha Tani Berbasis Padi melalui Pemanfaatan Kalender Tanam Dinamik Bab III. Keragaman Iklim dan Teknologi Budidaya yang dapat Meminimumkan Dampak Negatif Keragaman Iklim Bab IV. Evaluasi Kelayakan Ekonomi Teknologi Budidaya yang dapat Meminimumkan Dampak Negatif Keragaman Iklim Bab V. State of the art pengembangan kalender tanam dinamik di Indonesia untuk pengelolaan risiko iklim Bab VI. Penyusunan Decision network yang dioptimasi dengan Sistem Inferensi Fuzzy untuk penyusunan kalender tanam dinamik Bab VII. Evaluasi pemanfaatan model kalender tanam dinamik untuk pengelolaan risiko iklim Bab VIII. Potensi dan Kendala Penerapan Kalender Tanam dalam Mengantisipasi Kejadian Iklim Ekstrim Bab IX. SIMPULAN dan SARAN Gambar.3. Keterkaitan antar bab penelitian

33 II. SINTESIS PERMASALAHAN PENGELOLAAN RISIKO IKLIM UNTUK SISTEM USAHA TANI BERBASIS PADI MELALUI PEMANFAATAN KALENDER TANAM DINAMIK 2.. Kabupaten Pacitan Kabupaten Pacitan yang terletak di bagian paling barat daya Propinsi Jawa Timur dan berada di kawasan pantai selatan Pulau Jawa berbatasan langsung dengan Propinsi Jawa Tengah, memiliki luas wilayah daratan.49, 44 Km2. Secara administratif terbagi dalam 2 kecamatan, 5 kelurahan, 59 desa dan.32 dusun. Letak geografis berada antara Bujur Timur dan Lintang Selatan. Sekitar 2% dari luas Kabupaten Pacitan adalah kawasan pegunungan kapur (kars) dengan topografi: 85% wilayah berbukit sampai bergunung, % bergelombang, dan 5% wilayah datar. Kabupaten Pacitan merupakan salah satu kabupaten yang cukup kering di Provinsi Jawa Timur. Hal itu sejalan dengan Wahab et al. (27) menyatakan bahwa pada pada Musim Tanam 22/23, luas tanam Kab. Pacitan seluas 3.5 Ha, sedangkan pada MK 23 seluas 3.7 Ha. Terjadi musim kemarau panjang yang menyebabkan kekeringan dan puso. Luas areal yang terkena bencana alam kekeringan pada MK-23 adalah 2.74,67 Ha. Dari jumlah tersebut.57,67 Ha mengalami puso. Bila rata-rata produktivitas padi di Kabupaten Pacitan adalah 38,5 kw/ha GKG, maka terjadi kehilangan hasil produksi padi sebesar 79,87 ton GKG atau sekitar 67.56%. Dari hasil survei yang dilaksanakan pada 2(dua) desa menunjukkan bahwa semua petani mengalami kekeringan dalam berusahatani terutama untuk tanaman pangan (padi + palawija). Walaupun kekeringan yang melanda hampir terjadi setiap tahun, tetapi kekeringan paling serius yang dialami petani pada 5 (lima) tahun terakhir adalah terjadi pada tahun 23 (Wahab et al 27). Akibat kekeringan tahun 23, luas panen tanaman padi mengalami penurunan sebesar 2,2 % dibanding luas tanam tahun 999, sedangkan produksi terjadi penurunan lebih besar yaitu mencapai 5,2 %. Bahkan untuk tanaman kedelai telah terjadi penurunan lebih besar yaitu pada luas panen sebesar 28,5 %, sedangkan untuk produksi mencapai penurunan sebesar 23,8 % (Wahab et al. 27).

34 2 Gambar 2. Peta administratif Kabupaten Pacitan 2.2. Road Map sektor Pertanian Dalam hubungannya dengan pengelolaan risiko iklim terhadap pertanian, diperlukan suatu acuan, yang tertuang dalam Road Map. Road Map disusun berdasarkan analisis dan kajian secara komprehensif terhadap dinamika dan skenario perubahan iklim, kerentanan sektor pertanian dan berbagai kebijakan pemerintah terkait. Road map dipilah berdasarkan tahapan dan waktu pelaksanaan kegiatan sejak 22 sampai 22. Program dan kegiatan tersebut dikelompokkan ke dalam lima bagian utama: () penelitian dan pengembangan, (2) diseminasi dan advokasi, (3) antisipasi perubahan iklim, (4) adaptasi dan mitigasi, dan (5) manajemen adaptasi dan mitigasi (Tim Road Map Sektor Pertanian 2).. Penelitian dan Pengembangan Kegiatan penelitian dan pengembangan untuk mendukung rencana aksi sektor pertanian secara umum bertujuan untuk melakukan inventarisasi emisi GRK dan penyerapan karbon sektor pertanian, analis dampak perubahan iklim, mencari teknologi mitigasi dan adaptasi, dan menetapkan strategi dan kebijakan.

35 3 Penelitian adaptasi perubahan iklim sektor pertanian difokuskan pada tanaman pangan dan hortikultura untuk RPJM Ruang lingkup penelitian adaptasi mencakup pengembangan varietas tanaman yang adaptif, teknik pengelolaan tanah dan air, dan teknik budidaya tanaman. Penelitian mitigasi perubahan iklim difokuskan pada subsektor perkebunan dan pertanian di lahan gambut. Hasil penelitian akan disintesis untuk menghasilkan usulan kebijakan dalam pembangunan pertanian, terutama yang berkaitan dengan antisipasi, adaptasi, dan mitigasi perubahan iklim. 2. Advokasi dan Diseminasi Penelitian advokasi kebijakan dan diseminasi teknologi diarahkan bagi upaya peningkatan pemahaman petani dan masyarakat luas tentang pemanfaatan informasi iklim dan UU/peraturan terkait. Tindakan advokasi diarahkan pada sosialisasi advokasi peraturan perundangan yang menyangkut ketentuan pelestarian lingkungan dan pengembangan dan replikasi SLPTT. 3. Antisipasi Perubahan Iklim Kegiatan antisipasi bertujuan untuk menetapkan arah dan strategi kebijakan secara dini, serta menyiapkan program, teknologi, tool, pengembangan kapasitas (capacity building), roadmap dan pedoman umum dalam rangka menghadapi dampak perubahan iklim. Kegiatan antisipasi perubahan iklim tahun diarahkan pada ) pengembangan infrasruktur, terutama jaringan irigasi, 2) Pengembangan sistem prediksi hujan dan awal musim, peringatan dini banjir dan kekeringan, 3) penyusunan roadmap, pedoman umum mitigasi dan adaptasi, kalender tanam dinamik, 4) Peningkatan kapasitas SDM dalam pemahaman perubahan iklim dan penerapan teknologi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dan 5) Penyusunan dan penerapan (enforcement) peraturan perundangan mengenai lahan pertanian. 4. Adaptasi dan Mitigasi Program adaptasi iklim mencakup fasilitasi pemerintah untuk aplikasi teknologi budidaya pertanian yang adaptif terhadap perubahan iklim (penyediaan varietas adaptif, fasilitasi penerapan teknik pengelolaan lahan dan air), peningkatan indeks panen, penurunan risiko gagal panen, peningkatan produktivitas dan kapasitas irigasi. Mitigasi GRK mencakup ekstensifikasi perkebunan pada lahan terlantar, pengelolaan lahan gambut secara berkelanjutan, dan aplikasi teknologi rendah emisi seperti penyiapan lahan tanpa bakar,

36 4 pengembangan biofuel, penggunaan bahan organik dan pakan ternak rendah emisi. 5. Manajemen Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim Untuk dapat mengukur kerberhasilan aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim diperlukan manajemen mitigasi dan adaptasi perubahan iklim mencakup aspek perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, monitoring, evaluasi dan pelaporan Keragaman dan perubahan iklim dan efeknya terhadap produksi padi Perubahan iklim mempengaruhi sektor pertanian baik secara langsung maupun tidak langsung diantaranya melalui efeknya terhadap suhu dan perubahan curah hujan dalam biologi dan fisik lingkungan (Brown dan Rosenberg 997 yang diacu dalam Mestre-Sanchís dan Feijóo-Bello 29). Ketersediaan air merupakan salah satu konsekuensi paling dramatis perubahan iklim untuk sektor pertanian (Mestre-Sanchís dan Feijóo-Bello 29). Penurunan kelembaban tanah menyiratkan pengurangan yang signifikan pada produktivitas tanaman lahan kering potensial. Di sisi lain, peningkatan hujan lebat berdampak pada erosi dan tanah. Ketika terjadi perubahan iklim, produksi tanaman terpengaruh. Ada banyak studi yang mempertimbangkan jenis dan jumlah produksi untuk perubahan tanaman tertentu, tempat dan skenario. Lainnya mencoba memperluas pengetahuan tentang perubahan produksi dan dampak ekonomi serta kesejahteraan daerah mereka (Adams et al. 99; Brown dan Rosenberg 997; Brown et al. 2; Easterling et al. 2 dalam Mestre-Sanchís dan Feijóo-Bello 29). Pendekatan yang digunakan untuk menilai respon tanaman untuk perubahan iklim bervariasi dari model regresi sederhana hingga model yang kompleks. Dalam lima tahun terakhir, petani di Jawa dan Sumatera telah mengeluhkan kejadian cuaca yang tidak normal yaitu permulaan musim hujan bergeser -2 hari lebih lambat dan musim kemarau sekitar -6 hari lebih cepat (Handoko et al. 28). Perubahan iklim yang terjadi telah mengubah pola tanam yang dilakukan oleh petani. Secara umum Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur yang pasokan airnya lebih tersedia, memiliki intensitas tanam yang lebih tinggi dibandingkan dengan provinsi lainnya di luar Jawa. Namun, di kedua

37 5 provinsi tersebut telah terjadi perubahan pola tanam, yang sebelumnya padi-padipadi menjadi padi-padi-palawija. Hal ini mengindikasikan bahwa petani telah menyesuaikan terhadap adanya perubahan iklim (utamanya berupa penurunan curah hujan dan jumlah bulan hujan) dengan menyesuaikan jenis tanaman yang diusahakan, yaitu dari padi yang memerlukan pasokan air yang banyak ke palawija yang memerlukan lebih sedikit air (Handoko et al. 28) Naylor et al. (27) memproyeksikan bahwa wilayah-wilayah sebelah selatan garis ekuator seperti Sumatera, Jawa, Bali dan sebagian wilayah Timur Indonesia akan mengalami keterlambatan awal musim hujan dengan periode musim hujan yang lebih singkat dan intensitas hujan yang lebih tinggi. Pada musim kemarau, curah hujan lebih rendah dengan awal musim yang lebih cepat (Gambar 2.2). Perubahan pola curah hujan tersebut akan meningkatkan frekuensi banjir dan kekeringan. Mundurnya awal musim hujan bulan akan berdampak pada penurunan produksi padi di Jawa/Bali antara 7-8% (Naylor et al. 27). rainfall Pola hujan sekarang Pola hujan mendatang Frekuensi banjir meningkat Frekuensi kekeringan meningkat Gambar 2.2 Aug Dec May Kemungkinan pergeseran curah hujan di Jawa dan Bali (Naylor et al. 27) 2.4. ENSO dan kaitannya dengan musim hujan dan kekeringan Musim hujan di Indonesia dipengaruh oleh El Niño - Southern Oscillation (ENSO) yang sangat kuat pengaruhnya pada bulan September-Desember (Hamada et al. 22). Pengaruh ENSO semakin berkurang selama bulan Desember Februari (Giannini et al. 27) sehingga waktu masuknya musim hujan dan kemarau dapat diramalkan dengan memperhatikan kekuatan pengaruh

38 6 ENSO. Mengingat prediktabilitas variabilitas iklim musiman terkait dengan ENSO, dapat digunakan untuk mengurangi resiko pertanian. Haryanto (998) menyatakan bahwa curah hujan DAS Citarum terkait erat dengan fase SOI. Baik El-Nino maupun La-Nina hanya berkaitan erat dengan anomali curah hujan pada musim kemarau, sedangkan dengan anomali curah hujan musim penghujan keterkaitan fase SOI dengan curah hujan DAS Citarum menjadi lemah. Bila pada musim kemarau terjadi El-Nino maka anomali terbesar yang pernah terjadi pada curah hujan DAS Citarum adalah -84% atau rata-ratanya -36%. Sedangkan bila terjadi La-Nina, anomali terbesar yang pernah terjadi adalah +65% atau rata-ratanya +39%. Bila pada musim penghujan terjadi El-Nino, maka anomali terbesar yang pernah terjadi pada curah hujan DAS Citarum adalah -3% atau rata-ratanya -5%, sedangkan bila terjadi La-Nina anomali terbesar yang pernah terjadi adalah +8% atau rata-ratanya +5%. Falcon et al. (26) melakukan pengamatan pengaruh ENSO terhadap keragaman hujan di seluruh Provinsi di Indonesia. Hasilnya menunjukkan bahwa keragaman curah hujan seluruh Provinsi di Pulau Jawa-Madura, dan Bali secara signifikan dipengaruhi oleh fenomena ENSO. Lebih lanjut Battisti et al. (27) menganalisis korelasi ENSO terhadap curah hujan bulanan di Indonesia. Untuk Pulau Jawa, keragaman curah hujannya pada bulan Januari-April tidak berkorelasi dengan fenomena ENSO, curah hujan bulan Mei-Agustus berkorelasi dengan ENSO sebesar 4-6%, sedangkan curah hujan pada bulan September-Desember sangat berkorelasi (Nilai korelasi 8-%). Sejak tahun 844, Indonesia telah mengalami kejadian kekeringan tidak kurang dari 43 kali. Dari 43 kejadian tersebut, hanya 6 kali yang kejadiannya tidak bersamaan kejadian fenomena ENSO (Boer dan Subbiah 25). Hal ini menunjukkan, bahwa keragaman hujan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh fenomena ini. Pada saat fenomena El-Nino berlangsung, hujan pada sebagian besar wilayah Indonesia umumnya di bawah normal. Pengamatan terhadap tahun-tahun El-Nino yang terjadi dalam periode 896 sampai 987, diperoleh bahwa untuk setiap o C peningkatan anomali suhu muka laut di daerah Nino 3 rata-rata curah hujan wilayah di Indonesia pada musim kering turun sekitar 6 mm. Penurunan curah hujan wilayah dapat mencapai 8 mm dari normal apabila suhu muka laut di Nino-3 naik sampai.8 o C di atas normal (Boer dan Subbiah 25).

39 7 Salah satu penyebab terjadinya kekeringan adalah musim hujan berakhir lebih awal dari biasanya atau dari normalnya. Menurut Boer et al. (29), pada saat fenomena El-Nino berlangsung, pada banyak daerah musim hujan dapat berakhir lebih cepat dari biasanya atau hujan mendadak hilang pada bulan-bulan berikutnya, sehingga tanaman kedua terkena kekeringan. Masalah ini muncul karena pada waktu musim tanam pertama berakhir, hujan biasanya masih banyak dan petani biasanya akan melanjutkannya dengan penanaman kedua. Setelah penanaman dilakukan, musim hujan berakhir lebih cepat sehingga tanaman terkena kekeringan. Lebih lanjut Boer et al. (29) menjelaskan bahwa dampak dari kekeringan yang terjadi adalah kegagalan panen pada tanaman musim kemarau. Gagal panen tidak hanya dapat terjadi pada lahan tadah hujan, tetapi juga pada lahan beririgasi. Hal ini terjadi karena sumber air utama musim kemarau adalah air irigasi, tetapi karena hujan turun di bawah normal, maka jumlah air irigasi menjadi berkurang sehingga tidak cukup untuk bisa mengairi semua pertanaman yang ada dan akhirnya menimbulkan masalah kekeringan Model Simulasi DSSAT The decision support system for agrotechnology transfer (DSSAT) awalnya dikembangkan oleh ilmuwan jaringan internasional, yang bekerja sama dalam proyek Benchmark Sites Network for Agrotechnology Transfer (Jones et al. 23), untuk memfasilitasi penerapan model tanaman dalam pendekatan sistem penelitian agronomi. Penyusunan awalnya didorong oleh kebutuhan untuk mengintegrasikan pengetahuan tentang tanah, iklim, tanaman, dan manajemen untuk membuat keputusan yang lebih baik dalam mentransfer teknologi produksi dari satu lokasi ke lokasi lain di mana tanah dan iklim berbeda (Jones et al. 23). DSSAT adalah kumpulan program-program independen yang beroperasi bersama-sama. Database menggambarkan cuaca, tanah, kondisi percobaan dan pengukuran, dan informasi genotipe untuk menerapkan model pada situasi yang berbeda. Perangkat lunak membantu pengguna mempersiapkan database tersebut dan membandingkan hasil simulasi dengan pengamatan untuk memberi mereka keyakinan terhadap model atau untuk menentukan apakah modifikasimodifikasi diperlukan untuk meningkatkan akurasi (Jones et al. 23). Selain itu, program yang terdapat dalam DSSAT memungkinkan pengguna untuk

40 8 mensimulasikan opsi untuk pengelolaan tanaman selama beberapa tahun untuk menilai risiko yang terkait dengan opsi masing-masing. DSSAT pertama kali dirilis (v2.) pada tahun 989; rilis tambahan dibuat pada tahun 994 (V3.) (Tsuji et al. 994 dalam Jones et al. 23) Dan 998 (v3.5) (Hoogenboom et al. 999 dalam Jones et al. 23). Dalam perkembangannya DSSAT direvisi kembali dengan intinya adalah menyusun cropping system model yang baru (DSSAT-CSM). Tujuan dari DSSAT- CSM (Jones et al. 23) adalah:. Untuk simulasi sistem produksi tanaman monokultur dengan mempertimbangkan cuaca, genetika, tanah air, karbon tanah dan nitrogen, dan manajemen dalam satu atau beberapa musim serta rotasi tanaman pada setiap lokasi dimana input minimum disediakan. 2. menyediakan sebuah platform untuk menggabungkan modul faktor abiotik dan biotik lainnya secara lebih mudah, seperti fosfor tanah dan penyakit tanaman. 3. untuk menyediakan platform yang memungkinkan seseorang untuk dengan mudah membandingkan modul alternatif untuk komponen tertentu dalam memfasilitasi perbaikan model, evolusi, dan dokumentasi, dan 4. untuk menyediakan kemudahan dalam memperkenalkan CSM ke aplikasi tambahan program dalam suatu modul. DSSAT-CSM memiliki driver program utama, sebuah unit modul lahan, dan modul untuk komponen-komponen utama yang membentuk unit lahan dalam sistem tanaman (Gambar 2.3). Modul Primer adalah cuaca, tanah, tanaman, penghubung tanah-tanaman-atmosfer dan komponen-komponen pengelolaannya. Secara keseluruhan, komponen ini menggambarkan perubahan-perubahan waktu dalam tanah dan tanaman yang terjadi pada satu unit lahan sebagai respons terhadap cuaca dan manajemen. Untuk berjalannya model, DSSAT memerlukan data minimum, mencakup data di wilayah mana model akan dioperasikan, pada cuaca harian selama siklus pertumbuhan, karakteristik tanah pada awal siklus atau urutan tumbuh tanaman, dan pada pengelolaan tanaman (misalnya tingkat pembibitan, aplikasi pupuk, irigasi) (Jones et al. 23 ; Thorp et al. 28). Data cuaca yang diperlukan mencakup data harian intensitas radiasi matahari total pada bagian atas kanopi tanaman, suhu udara maksimum dan minimum di atas tanaman, dan curah hujan. Namun, diakui bahwa semua data cuaca yang diperlukan untuk wilayah tertentu

41 9 dan periode waktu tertentu sering tidak tersedia. Dalam kasus tersebut, untuk memenuhi data minimum diupayakan dengan menghitung nilai pengganti atau menggunakan data dari site di dekatnya. Untuk menghitung nilai pengganti, statistik iklim di site tertentu adalah penting dan sangat mungkin diperlukan (Jones et al. 23). Gambar 2.3 Sekilas komponen dan struktur modular dari DSSAT-CSM Model tanaman DSSAT telah banyak digunakan selama 5 tahun terakhir oleh banyak peneliti pada aplikasi yang berbeda. Banyak dari aplikasi ini telah dilakukan untuk mempelajari manajemen pilihan pada lokasi penelitian, termasuk pupuk, irigasi, hama, dan pertanian spesifik lokasi. Aplikasi ini telah dilakukan oleh peneliti pertanian dari berbagai disiplin ilmu, sering bekerja dalam tim untuk mengintegrasikan sistem analisis tanaman dengan menggunakan model bidang penelitian agronomi dan informasi sosial ekonomi untuk menjawab pertanyaanpertanyaan yang kompleks tentang produksi, ekonomi, dan lingkungan. Sebuah aspek penting dari banyak studi ini adalah pertimbangan bahwa cuaca mempengaruhi kinerja tanaman, berinteraksi dengan cara yang rumit dengan tanah dan tanaman. Peneliti telah menerapkan model-model untuk mempelajari ketidakpastian produksi tanaman terkait dengan variabilitas cuaca dan risiko ekonomi terkait dengan variabilitas iklim (Jones et al. 23).

42 2 Pada DSSAT versi 4., tersedia EasyGrapher (Yang dan Huffman 24) yaitu tampilan grafis dan program validasi statistik yang dirancang untuk model DSSAT. EasyGrapher dapat mempercepat validasi DSSAT output, yang biasanya membutuhkan waktu dan usaha untuk mengekspor output data ke dalam paket statistik eksternal. Hal ini memungkinkan pengguna untuk membuat grafik validasi, menampilkan simulasi data terhadap kebenaran data tanah dan menghitung statistik validasi seperti root mean square error, mean error, efisiensi peramalan dan t-tes berpasangan. Selanjutnya Thorp et al. (28) memperkenalkan sebuah prototipe sistem pendukung keputusan (DSS) yang disebut Apollo yang dikembangkan untuk membantu peneliti dalam menggunakan DSSAT model pertumbuhan tanaman untuk menganalisis set data pertanian secara presisi. Karena model DSSAT ditulis untuk mensimulasikan pertumbuhan dan perkembangan tanaman dalam unit tanah homogen, Apollo DSS memiliki fungsi khusus untuk menjalankan model DSSAT untuk mensimulasikan dan menganalisis variabel dan pengelolaan tanah secara spasial. DSS memiliki modul yang memungkinkan pengguna untuk membangun file input untuk model simulasi spasial di zona standar manajemen, mengkalibrasi model untuk mensimulasikan hasil variabilitas spasial secara history, validasi model untuk musim tidak digunakan untuk kalibrasi, dan memperkirakan respon tanaman dan dampak lingkungan dari nitrogen, populasi tanaman, kultivar, dan dosis irigasi Sistem Inferensi Fuzzy (Fuzzy Inference System) Logika fuzzy merupakan salah satu komponen pembentuk soft computing. Pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Lofti A. Zadeh pada tahun 965. Dasar logika fuzzy adalah teori himpunan fuzzy. Pada teori himpunan fuzzy, peranan derajat keanggotaan sebagai penentu keberadaan elemen dalam suatu himpunan sangatlah penting. Nilai keanggotaan atau derajat keanggotaan atau membership function menjadi ciri utama dari penalaran logika fuzzy tersebut (Kusumadewi dan Purnomo 2). Dalam banyak hal, logika fuzzy digunakan sebagai suatu cara untuk memetakan permasalahan dari input menuju output yang diharapkan. Logika fuzzy dapat dianggap sebagai kotak hitam yang menghubungkan antara ruang input menuju ke ruang output.

43 2 Beberapa keunggulan logika fuzzy (Kusumadewi dan Purnomo 2), diantaranya adalah :. Konsep logika fuzzy yang menggunakan dasar teori himpunan, mudah dimengerti. 2. Sangat fleksibel, artinya mampu beradaptasi dengan perubahan-perubahan dan ketidakpastian yang menyertai permasalahan. 3. Memiliki toleransi terhadap data yang tidak tepat, sehingga jika ada data yang tidak homogen, logika fuzzy memiliki kemampuan untuk menangani data tersebut. 4. Mampu memodelkan fungsi-fungsi nonlinear yang sangat kompleks. 5. Dapat membangun dan mengaplikasikan pengalaman-pengalaman para pakar secara langsung tanpa harus melalui proses pelatihan. 6. Dapat bekerjasama dengan teknik-teknik kendali secara konvensional. 7. Logika fuzzy didasarkan pada bahasa alami, sehingga mudah dimengerti. Pada himpunan tegas (crisp), nilai keanggotaan hanya ada dua kemungkinan, yaitu atau. Pada himpunan fuzzy, nilai keanggotaan terletak pada rentang sampai. Terkadang kemiripan antara keanggotaan fuzzy dengan probabilitas menimbulkan kerancuan, karena keduanya memiliki nilai interval [,], namun interpretasi nilainya sangat berbeda, antara fuzzy dan probablitas. Keanggotaan fuzzy memberikan suatu ukuran terhadap pendapat atau keputusan, sedangkan probabilitas mengindikasikan proporsi terhadap keseringan suatu hasil bernilai benar dalam jangka panjang (Kusumadewi dan Purnomo 2). Ada tiga operator dasar untuk mengkombinasi dan memodifikasi himpunan fuzzy, yang diciptakan Zadeh, yaitu operator AND, OR dan NOT (Kusumadewi dan Purnomo 2). Tiap-tiap aturan (proposisi) pada basis pengetahuan fuzzy akan berhubungan dengan suatu relasi fuzzy. Bentuk umum dari aturan yang digunakan dalam fungsi implikasi adalah : IF x is A THEN y is B Dengan x dan y adalah skalar, dan A dan B adalah himpunan fuzzy. Proposisi yang mengikuti IF disebut sebagai anteseden, sedangkan proposisi yang mengikuti THEN disebut sebagai konsekuen. Sistem Inferensi Fuzzy (Fuzzy Inference System atau FIS) merupakan suatu kerangka komputasi yang didasarkan pada teori himpunan fuzzy, aturan fuzzy berbentuk IF-THEN, dan penalaran fuzzy (Kusumadewi dan Hartati 2).

44 22 Sistem inferensi fuzzy menerima input crisp. Input ini kemudian dikirim ke basis pengetahuan yang berisi n aturan fuzzy dalam bentuk IF-THEN. Fire strength akan dicari pada setiap aturan. Apabila jumlah aturan lebih dari satu, maka akan dilakukan agregasi dari semua aturan. Selanjutnya, pada hasil agregasi akan dilakukan defuzzy untuk mendapatkan nilai crisp sebagai output system (Gambar 2.4). Aturan- IF-THEN fuzzy INPUT crips AGREGASI Aturan-n fuzzy IF-THEN fuzzy DEFUZZY crisp OUTPUT Gambar 2.4 Diagram blok Sistem Inferensi Fuzzy (Kusumadewi dan Hartati 2) Ada beberapa metode Fuzzy Inference System (FIS) (Kusumadewi dan Purnomo 2), yaitu :. Metode Tsukamoto Metode Tsukamoto merupakan perluasan dari penalaran monoton, pada metode ini, setiap konsekuen pada aturan yang berbentuk IF-THEN harus direpresentasikan dengan suatu himpunan fuzzy dengan fungsi

45 23 keanggotaan yang monoton. Sebagai hasilnya, output hasil inferensi dari tiap-tiap aturan diberikan secara tegas (crisp) berdasarkan α-predikat (fire strength). Hasil akhirnya diperoleh dengan menggunakan rata-rata terbobot. 2. Metode Mamdani Metode Mamdani dikenal sebagai metode max-min yang diperkenalkan oleh Ebrahim Mamdani pada tahun 975. Untuk mendapatkan output pada metode Mamdani, diperlukan 4 tahapan, yaitu: a. Pembentukan himpunan fuzzy Pada Metode Mamdani, baik variabel input maupun variabel output dibagi menjadi satu atau lebih himpunan fuzzy. b. Aplikasi fungsi implikasi Pada metode Mamdani, fungsi implikasi yang digunakan adalah Min. c. Komposisi aturan Ada 3 metode komposisi aturan yang digunakan dalam melakukan inferensi sistem fuzzy, yaitu: max, additive dan probabilistik OR (probor). Pada Metode Max, solusi himpunan fuzzy diperoleh dengan cara mengambil nilai maksimum aturan, kemudian menggunakannya untuk memodifikasi daerah fuzzy, dan mengaplikasikannya ke output dengan menggunakan operator OR (union). Jika semua proposisi telah dievaluasi, maka output akan berisi suatu himpunan fuzzy yang merefleksikan kontribusi dari tiap-tiap preposisi. Pada metode Additive (sum), solusi himpunan fuzzy diperoleh denagn cara melakukan bounded-sum terhadap semua output daerah fuzzy. Sedangkan metode probabilistik OR (probor), solusi himpunan fuzzy diperoleh dengan cara melakukan product terhadap semua output daerah fuzzy. d. Penegasan (defuzzy) Input dari proses defuzzifikasi adalah suatu himpunan fuzzy yang diperoleh dari komposisi aturan-aturan fuzzy, sedangkan output yang dihasilkan merupakan suatu bilangan pada domain himpunan fuzzy tersebut. Sehingga jika diberikan suatu himpunan fuzzy dalam range tertentu, maka harus dapat diambil suatu nilai crisp tertentu sebagai output.

46 24 3. Metode Sugeno Penalaran menggunakan metode Sugeno hampir sama dengan penalaran pada metode Mamdani, hanya saja output system tidak berupa himpunan fuzzy, melainkan berupa konstanta atau persamaan linear. Metode ini diperkenalkan tahun 985 oleh Takagi-Sugeno Kang, sehingga metode ini sering juga dinamakan dengan metode TSK (Kusumadewi dan Purnomo 2) 2.7. Bayesian dan Decision Network Dalam dekade terakhir, Bayesian Network semakin banyak diterapkan dalam berbagai bidang ilmu. Barton et al. (28) melaporkan bahwa Bayesian Network juga diterapkan di bawah ketidakpastian pengelolaan lingkungan dan juga untuk pengelolaan air terpadu. Bayesian Network terdiri dari struktur grafis dan deskripsi hubungan probabilistik antara variabel dalam sistem (Borsuk et al. 24). Oleh karena itu, maka pada Bayesian Network, peluang dari suatu peubah tertentu dapat diketahui kalau diketahui nilai peubah lain. Lebih jauh Borsuk et al. (24) menyatakan bahwa struktur grafis secara eksplisit merupakan asumsi sebab akibat yang memungkinkan suatu rantai sebab akibat terhubung secara kompleks yang memungkinkan adanya hubungan bersyarat. Setiap hubungan ini kemudian dapat secara independen diukur menggunakan sub model yang sesuai untuk jenis dan skala informasi yang tersedia. Pendekatan ini sangat berguna untuk pemodelan ekologis karena pola diprediksi dapat muncul pada berbagai skala, sehingga dibutuhkan bermacam-macam bentuk model. Sedangkan pada Decision Network, kita dapat mengetahui bagaimana kaitan dari tiga hal, yaitu keputusan yang diambil, resiko yang terjadi, serta ketidakpastian dari peubah-peubah dalam Bayesian Network. Decision Network (DN) atau sering disebut juga sebagai Influenced Network merupakan pengembangan dari Bayesian Network (BN). Ada tiga hal yang merupakan hal penting dalam suatu Bayesian Network yaitu : Himpunan node (setiap peubah diwakili satu node) Link antar dua node (merepresentasikan keterkaitan sebab-akibat dari node sumber ke node terminal)

47 25 Tabel peluang bersyarat pada stiap node dengan syarat parent dari node tersebut. Pada Decision Network, kita dapat mengetahui bagaimana kaitan dari tiga hal, yaitu keputusan yang diambil, resiko yang terjadi, serta ketidakpastian dari peubah-peubah dalam Bayesian Network. Decision Network merupakan hasil integrasi antara Bayesian Network dengan keputusan yang diambil dan fungsi utility (fungsi keuntungan/risiko). Decision Network (DN) terdiri dari tiga jenis node, yaitu : a. Chance node : node yang merepresentasikan peubah-peubah dalam BN. Node ini dilambangkan dengan simbol Chance node : b. Decision node : node yang merepresentasikan peubah keputusan, sehingga nilai dari node ini adalah semua kemungkinan keputusan yang bisa diambil. Decision node dilambangkan dengan : Decision node : c. Utility node : node yang merepresentasikan nilai resiko yang mungkin terjadi. Oleh karena itu, nilai dari node ini adalah semua kemungkinan resiko yang bisa terjadi akibat dari keputusan yang diambil dan ketakpastian yang ada pada BN. Utility node dilambangkan dengan : Utility node : 2.8. Kalender Tanam Sebuah studi mengenai kalender tanam dilakukan di Malaysia oleh Lee et al. (25). Studi ini membahas cara-cara dan sarana untuk mengatasi masalah kelangkaan air dengan menetapkan kalender untuk jadwal tanam dengan mempertimbangkan curah hujan, sungai yang tersedia dan kebutuhan air irigasi di aliran sebagai acuan. Sebuah pendekatan neraca air dengan menggunakan data cuaca dan curah hujan selama 48 tahun digunakan dalam penelitian ini.

48 26 Pola tanam existing adalah padi-padi (Gambar 2.5). Kalender tanam dicirikan oleh dua musim: main season dan off season. Dalam jadwal kalender ini, off season berlangsung dari Mei sampai Oktober sedangkan main season dari November sampai April. Pada off season, kalender tanam existing menghadapi kelangkaan air. Varietas yang ditanam merupakan varietas dengan produksi tinggi dan pematangan cepat, dengan durasi pertumbuhan 2-25 hari. Jadwal tanam secara tradisional mengikuti pola curah hujan di Malaysia (Hill, 977 dalam Lee et al. 25). Gambar 2.5 Kalender tanam existing (Lee et al. 25) Jadwal penanaman tanaman yang telah disesuaikan untuk menghasilkan manfaat maksimal dari aliran sungai maupun dari distribusi curah hujan ditunjukkan pada Gambar 2.6. Jadwal tanam yang diusulkan memperhitungkan fitur penting sebagai berikut: () periode persiapan lahan bertepatan dengan curah hujan, (2) target panen dari tanaman dalam periode kering; dan (3) menghindari penanaman pada bulan November / Desember dimana intensitas angin musim timur laut pada puncaknya. Dengan demikian, tanaman main-season kemudian harus dijadwalkan antara bulan September dan Februari, sedangkan

49 27 panen off season ditetapkan antara bulan Maret dan Agustus. Jadwal tanam telah diatur sebagai berikut; tanaman main-season dimulai sebelum dimulainya musim timur laut, dan berakhir dengan panen pada bulan Februari, saat kering. Untuk tanaman off season, ditargetkan untuk panen pada bulan Agustus, menghindari datangnya monsun timur laut pada bulan September. Kalender tanam yang diusulkan dapat mengurangi kebutuhan air irigasi sebesar 3% dan 9% masingmasing pada saat main-season dan off season, sehingga jadwal tanam menjadi lebih baik (Lee et al. 25). Gambar 2.6 Kalender tanam usulan (Lee et al. 25)

50 28 Gambar 2.7 Peta kalender tanam level kabupaten untuk skenario tahun basah Pulau Jawa (Las et al. 27a) Penyusunan mengenai kalender tanam telah dilakukan mulai TA 27 (Pulau Jawa), tahun 28 (Pulau Sumatera) di Departemen Pertanian melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, dan telah menyusun Peta Kalender Tanam Pulau Jawa dan Sumatera berbasis kabupaten dengan skala :.. (Gambar 2.7) dan berbasis kecamatan dengan skala :25. (Gambar 2.8). Peta ini menggambarkan waktu tanam dan pola tanam tanaman semusim, terutama padi, berdasarkan potensi dan dinamika sumber daya iklim dan air (Las et al. 27a dan Las et al. 27b). Sedangkan pada tahun 29, sudah disusun Peta Kalender Tanam Tanaman Pangan Pulau Kalimantan dan Pulau Sulawesi :.. dan Atlas Kalender Tanam Tanaman Pangan Pulau Kalimantan dan Pulau Sulawesi :25. (Runtunuwu et al. 29). Peta kalender tanam tersebut disusun berdasarkan kondisi periode tanam yang dilakukan oleh petani saat ini, dan berdasarkan tiga kejadian iklim yaitu tahun basah (TB), tahun normal (TN), dan tahun kering (TK). Dengan demikian kalender dan pola tanam yang akan diterapkan dapat disesuaikan dengan masing-masing kondisi iklim tersebut. Peta kalender tanam dalam atlas ini disusun sesederhana mungkin agar mudah dipahami oleh para penyuluh, petugas dinas pertanian, kelompok tani dan petani dalam mengatur kalender tanam dan pola tanam, sesuai dengan dinamika iklim. Atlas ini juga memiliki keunggulan, yaitu dinamis, karena

51 29 disusun berdasarkan beberapa kondisi iklim, operasional pada skala kecamatan, spesifik lokasi, karena mempertimbangkan kondisi sumberdaya iklim dan air setempat, mudah diperbaharui), dan mudah dipahami oleh pengguna karena disusun secara spasial dan tabular dengan uraian yang jelas. Gambar 2.8 Peta Kalender Tanam level kabupaten untuk tahun basah di Pulau Jawa (Las et al. 27a). Luas Tanam (ha) TN 26 TN 25 TK 24 TB 23 TN 22 TN 2 TK 2 TN Kalimantan Barat Luas Tanam (ha) Kalimantan Timur 27 TN 26 TN 25 TK 24 TB 23 TN 22 TN 2 TK 2 TN 2 5 Luas Tanam (ha) J F M A M J J A S O N D Bulan Kalimantan Tengah 27 TN 26 TN 25 TK 24 TB 23 TN 22 TN 2 TK 2 TN Luas Tanam (ha) J F M A M J J A S O N D Bulan Kalimantan Selatan 27 TN 26 TN 25 TK 24 TB 23 TN 22 TN 2 TK 2 TN 2 J F M A M J J A S O N D Bulan J F M A M J J A S O N D Bulan Gambar 2.9 Distribusi kalender tanam rata-rata propinsi Kalimantan: (a) Kalimantan Barat, (b) Kalimantan Tengah, (c) Kalimantan Timur, dan (d) Kalimantan Selatan (Runtunuwu et al. 29).

52 3 Jika diperhatikan kalender tanam per propinsi pada Gambar 2., waktu tanam di Kalimantan Barat relatif seragam antar tahun. Tidak terlihat perubahan luas tanam yang signifikan pada tahun normal, tahun basah dan tahun kering. Selain itu juga luas penanaman pada MT2 sangat kecil dibanding dengan luas taman pada waktu MT. Sebagai tindak lanjut dari kegiatan kalender tanam Departemen Pertanian juga mulai melakukan sosialisasi kalender tanam. Pada tahun 27 selain telah dihasilkan Atlas Kalender Tanam Tanaman Pangan Pulau Jawa yang berisikan saran informasi tanggal tanam untuk setiap kecamatan di Pulau Jawa dengan output yang dihasilkan, selain Atlas juga Buku, CD dan WEB. Kegiatan ini dilanjutkan dengan kegiatan sosialisasi agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat pertanian d seluruh Pulau Jawa. Pada bulan Desember 27, kegiatan sosialisasi telah dlakukan oleh Litbang Pertanian melalui Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP) yang diikuti oleh Dinas Pertanian di Pulau Jawa. Pada tahun 28, Litbang Pertanian bekerjasama dengan Direktorat Pengelolaan Lahan dan Air juga melakukan kegiatan sosialisasi Kalender Tanam di seluruh Indonesia secara bertahap (Runtunuwu et al. 29). Materi utama yang disampaikan pada setiap kegiatan sosialisasi ada tiga hal, yaitu () Kalender Tanam Untuk Menghadapi Dampak Perubahan Iklim pada Sektor Pertanian, (2) Dasar Penyusunan Kalender Tanam, dan (3) Cara membaca Atlas dan Buku Kalender Tanam. Sejak tahun 2 dirintis pengembangan model kalender tanam dinamik, yang mengakomodasi sifat dinamik perubahan variabel lain penentu sifat iklim, seperti fase SOI dan SST. Model kalender tanam dinamik diharapkan dapat mudah digunakan oleh pengambil kebijakan sebagai alat bantu pengambil keputusan untuk menyusun strategi pertanaman pada musim tanam tertentu yang menyesuaikan dengan kondisi iklim. Pengembangan alat bantu pengambilan keputusan tersebut diharapkan juga dapat membantu otoritas lokal untuk mengevaluasi dan menilai tingkat risiko pengambilan keputusan tertentu pada musim tertentu berdasarkan prakiraan iklim yang diberikan, sehingga dapat meminimalkan risiko iklim tetapi di sisi lain dapat meningkatkan keuntungan ekonomi. Kegiatan ini dimulai dengan kegiatan di proyek I-MHERE IPB 2-C (Boer et al. 2), dan pada saat yang sama risetnya dikembangkan lebih jauh lagi

53 3 dengan kegiatan KKP3T dengan menggunakan metode yang lebih diperluas cakupannya (Buono et al. 2). Salah satu pendekatan model kalender tanam dinamik adalah jejaring pengambilan keputusan (Decision Network). Dalam Decision Network (DN), keputusan pemilihan pola ditetapkan berdasarkan informasi iklim dan informasi lainnya yang diperoleh sebelum keputusan dibuat (Buono et al. 2). Informasi dimaksud diantaranya anomali SST yang dapat digunakan sebagai indikator tentang kemungkinan perubahan awal masuk musim hujan, prakiraan panjang musim hujan atau sifat hujan pada musim tanam. Hal itu sejalan dengan pendapat Lo et al. (27) dan Robertson et al. (29) yang menyatakan bahwa awal musim serta kekuatan dan durasi dari musim hujan merupakan karakteristik kunci dari keragaman hujan dan berkaitan dengan kuat pada keragaman pola ENSO. Gambar 2. Tampilan untuk masuk ke aplikasi web Kalender Tanam Terpadu Gambar 2. Tampilan peta tematik kekeringan skala nasional pada Kalender Tanam Terpadu

54 32 Pada akhir tahun 2, Badan Litbang Pertanian yang dimotori oleh Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian meluncurkan Soft Launching Kalender Tanam Terpadu. Pada kalender tanam terpadu sudah menggabungkan teknologi-teknologi yang mendukung untuk tercapainya produksi yang optimal, diantaranya varietas, pemupukan, metodologi identifikasi bencana banjir, kekeringan dan OPT serta menggunakan prediksi musim. Kalender tanam tepadu ditunjang dengan basisdata yang terorganisir dengan baik. Kalender tanam terpadu dapat diakses pengguna dan bersifat user friendly. Pengguna dapat mengakses dan juga menambahkan data pada feature yang sudah disediakan, sesuai lokasi yang ingin diketahui. Akses tersedia di situs Badan litbang Pertanian, klik Kalender Tanam Terpadu. Contoh tampilan dari Kalender Tanam Terpadu disajikan pada Gambar 2. dan 2..

55 33 III. EVALUASI DAMPAK KERAGAMAN IKLIM TERHADAP KERAGAMAN HASIL TANAMAN PADA BERBAGAI TEKNOLOGI BUDIDAYA 3.. Pendahuluan Keragaman iklim terutama curah hujan sangat besar variasinya, sesuai dengan ruang dan waktu. Ada beberapa hal yang menyebabkan keragaman iklim di Indonesia, seperti letak Indonesia yang berada di antara dua samudera (Pasifik dan Hindia), posisinya diantara pulau-pulau, kondisi kontur dan pegunungan yang mempengaruhi kondisi lokal, dipengaruhi oleh dua sirkulasi besar dunia yaitu sirkulasi zonal (Walker) dan meridional (Hadley), pengaruh angin monsoon, Indonesia juga dilalui garis khatulistiwa yang menyebabkan variasinya hujannya semakin tinggi. Faktor-faktor di atas mempengaruhi kondisi curah hujan di Indonesia, meskipun besar pengaruhnya bervariasi antara satu dengan yang lain, tergantung pada ruang dan waktu. Variasi iklim yang cukup besar pengaruhnya adalah kondisi perubahan suhu muka laut di Samudera Pasifik yang menyebabkan terjadinya banjir dan kekeringan di Indonesia. Naylor et al. (27) memproyeksikan bahwa wilayah-wilayah sebelah selatan garis ekuator seperti Sumatera, Jawa, Bali dan sebagian wilayah Timur Indonesia akan mengalami keterlambatan awal musim hujan dengan periode musim hujan yang lebih singkat dan intensitas hujan yang lebih tinggi. Pada musim kemarau, curah hujan lebih rendah dengan awal musim yang lebih cepat. Perubahan pola curah hujan tersebut akan meningkatkan frekuensi banjir dan kekeringan. Mundurnya awal musim hujan bulan akan berdampak pada penurunan produksi padi di Jawa/Bali antara 7-8% (Naylor et al. 27). Selain curah hujan keragaman iklim dapat juga diakibatkan karena kondisi lain. Penelitian terbaru KP3I (Boer et al. 28) menggambarkan bahwa peningkatan suhu akibat naiknya konsentrasi CO2 akan menurunkan rata-rata hasil tanaman dan secara langsung juga akan menurunkan tingkat produksi. Dengan menggunakan asumsi bahwa tidak ada konversi sawah dan indeks penanaman tidak mengalami peningkatan (Skenario ), diperkirakan pada tahun 225 produksi padi pada tingkat kabupaten akan mengalami penurunan antara 2.5 ton hingga 72.5 ton. Dengan menggunakan asumsi laju konversi lahan

56 34 sawah.77% per tahun dan tidak ada perubahan indeks penanaman (Skenario 2), maka penurunan produksi padi per kabupaten pada tahun 225 dibanding produksi saat ini berkisar antara 42.5 ton sampai 62.5 ton. Apabila diasumsikan tidak terjadi konversi sawah di Jawa (Skenario 3), pengaruh negatif dari kenaikan suhu terhadap produksi padi dapat dihilangkan dengan meningkatkan indeks penanaman padi. Dengan asumsi indeks penanaman padi dapat ditingkatkan mengikuti skenario 3, tingkat produksi padi tahun 225 di sebagian besar Kabupaten di Jawa dapat dipertahankan atau bahkan meningkat dibanding tingkat produksi saat ini kecuali di beberapa kabupaten seperti Tulungagung, Kediri, Purworedjo, Wonosobo, Magelang, Sleman, Klaten dan Sukohardjo. Selanjutnya apabila konversi sawah tetap terjadi dengan laju.77% per tahun, peningkatan indeks penanaman (Skenario 4) dalam mengurangi dampak negatif kenaikan suhu pada tahun 225 tidak lagi efektif terutama di kabupaten-kabupaten di Jawa Tengah. Upaya peningkatan IP dapat mempertahankan atau meningkatkan tingkat produksi tahun 225 dari tingkat produksi saat ini pada sebagian kabupaten-kabupaten di Jawa Barat dan Jawa Timur. Kejadian kekeringan di Indonesia pada umumnya berkaitan dengan fenomena El-Nino. Namun demikian, apabila dikaitkan dengan produksi, berlangsungnya El-Nino tidak selalu menyebabkan terjadinya penurunan produksi yang mencolok. Misalnya produksi beras tidak mengalami penurunan yang drastis akibat kejadian tersebut kecuali tahun 99, 994 dan 997. Ada beberapa faktor yang diperkirakan menyebabkan terjadinya kondisi tersebut yaitu (Boer dan Meinke 22; Malingreau 987; Bottema 997): (a) Perhitungan produksi didasarkan pada tahun kalender, sementara kejadian iklim ekstrim (El- Nino) tidak mengikuti tahun kalendar, (b) Pengaruh El-Nino kuat hanya pada beberapa daerah pusat produksi saja. (c) Adanya perubahan keputusan petani, misalnya dari menanam padi menjadi menanam kedelai akibat kurangnya ketersediaan air pada waktu kejadian El-Nino (d) Terjadinya peningkatan hasil per satuan luas pada lahan beririgasi pada tahun El-Nino karena adanya peningkatan intensitas penurunan produksi juga terjadi setelah tahun El-Nino akibat menurunnya jumlah input (pupuk, pestisida dll) yang diberikan oleh petani sebagai akibat dari menurunnya daya beli.

57 35 Penurunan dampak negatif keragaman iklim, dilakukan melalui langkahlangkah berupa teknologi antisipasi yang dapat dilakukan. Dalam Sektoral Road Map yang sudah dikeluarkan pemerintah, dibahas mengenai teknologi-teknologi yang dapat diaplikasikan. Di samping itu, teknologi antisipasi dapat digali dari kebiasaan petani setempat yang merupakan indigenous knowledge. Di daerah tertentu, petani mempunyai langkah-langkah apa saja yang dapat dilakukan untuk meminimalkan risiko kehilangan hasil panen, yang sifatnya sudah menjadi kebiasaan setempat. Di Indramayu Provinsi Jawa Barat dikenal beberapa teknologi sederhana sebagai teknologi antisipasi, salah satunya adalah sistem culik. Sistem culik adalah suatu teknologi untuk percepatan tanam pada musim kemarau, sehingga kemunduran waktu tanam apabila awal musim hujan mundur, tidak berpengaruh terhadap penanaman musim kemarau. Sisitem ini terkenal dengan memanen sebagian kecil lahan lebih cepat, supaya dapat dilakukan pembibitan, dan begitu panen musim hujan, tidak begitu lama untuk transplanting tanaman musim kemarau, supaya tanaman pada musim kemarau tidak mengalami kekeringan, sehingga kegagalan panen dapat ditekan. Evaluasi teknologi adaptasi mengamati teknologi apa yang dilakukan petani, bagaimana variasi sarana produksi yang digunakan petani, misalnya bagaimana pupuknya, berapa takaran yang digunakan, varietas apa yang digunakan, bagaimana sistem irigasinya. Salah satu hal yang dilakukan petani untuk mempercepat panen diantaranya adalah dengan menggunakan varietas genjah. Meskipun pada dasarnya, hal tersebut sesuai dengan kebiasaan petani setempat. Sedangkan teknologi dari sisi irigasi biasanya yang dilakukan petani adalah dengan membuat sumur bor, sehingga mempunyai cukup persediaan air untuk waktu tanam tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan evaluasi dampak keragaman iklim terhadap keragaman produksi tanaman terutama padi yang dapat meminimumkan dampak negatif keragaman iklim. Dengan menggunakan data-data yang kemudian disimulasikan dalam DSSAT, akan diperoleh keragaman hasil (yield) tanaman berdasarkan skenario atau alternatif teknologi budidaya yang bervariasi. Teknologi budidaya yang menjadi input merupakan teknologi budidaya existing dan skenario.

58 Metodologi Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten Pacitan. Kabupaten Pacitan merupakan salah satu kabupaten yang cukup kering di Provinsi Jawa Timur. Menurut Wahab et al. (27) bahwa pada pada Musim Tanam 22/23, terjadi musim kemarau panjang yang menyebabkan kekeringan dan puso dan terjadi kehilangan hasil produksi padi sekitar 67.56% Bahan, Alat dan Perangkat Lunak Bahan yang dibutuhkan dalam melaksanakan kegiatan penelitian ini, yaitu:. Data hujan harian pada beberapa stasiun di Kabupaten Pacitan 2. Data suhu harian dan bulanan dan data suhu maksimum dan minimum harian 3. Data intensitas radiasi 4. Naskah Roadmap Sektor Pertanian Data sawah Kabupaten Pacitan 6. Data produksi dan produktivitas padi 7. Data luas tanam dan panen 8. Data fisik dan kimia tanah 9. Data penggunaan pupuk existing. Data irigasi. Data varietas existing 2. Data pola tanam existing 3. Data tanah, meliputi fisik dan kimia tanah Metodologi Penelitian Survai Teknologi Budidaya untuk mengetahui karakteristik sistem usaha tani padi di Pacitan Data yang diambil dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data Primer diperoleh melalui teknik wawancara (survai) dan dipandu dengan kuisioner. Survai sistem usaha tani dimaksudkan untuk memahami model pola tanam, varietas yang digunakan, pemupukan, irigasi dan kejadian kekeringan yang dihadapi oleh petani di lokasi penelitian. Survai dilakukan di beberapa desa

59 37 terpilih yang didasarkan kepada kerentanannya terhadap kondisi kekeringan, namun demikian didominasi oleh sistem usaha tani berbasis padi. Pengambilan responden dilakukan dengan teknik stratified random sampling. Stratifikasi sampel berdasarkan golongan sistem pengairan yaitu irigasi teknis, setengah teknis dan non-teknis (tadah hujan). Survai dilaksanakan di Kecamatan Pringkuku, yang meliputi dua desa, yaitu Desa Pringkuku dan Desa Candi. Desa Pringkuku mewakili wilayah penelitian yang respondennya bervariasi. Ada petani yang menggunakan cara irigasi penuh, semi serta tadah hujan. Luas lahan kering di lokasi ini sangatlah besar persentasenya dari luas tanam tanaman pangan keseluruhan. Desa Candi mewakili lokasi yang menggunakan irigasi penuh. Informasi yang dikumpulkan melalui survai meliputi: - Sumberdaya Pertanian. Bentuk informasi ini antara lain meliputi status kepemilikan lahan, jadwal pergiliran tanaman per tahun (pola tanam), produksi, sumber air di musim kemarau dan musim hujan, varietas, penggunaan pupuk dan informasi penunjang lainnya. - Masalah Iklim. Kejadian bencana iklim yang diidentifikasi adalah kekeringan. Informasi yang diperlukan antara lain frekuensi dan distribusi waktu kejadian. Data sekunder diperoleh dari Dinas Tanaman Pangan Kabupaten Pacitan, Dinas Binamarga dan BMKG daerah. Data yang dikumpulkan meliputi; data penggunaan lahan, varietas, kebiasaan budidaya petani, status irigasi lahan pertanian, luas tanam dan panen, data iklim terutama curah hujan harian dan bulanan, data kondisi pola tanam di sentra produksi tanaman pangan, data harga komoditas pertanian, bencana iklim (banjir, kekeringan, angin kencang). Pengumpulan data kondisi pola tanam di sentra produksi tanaman pangan serta data iklim dari instansi terkait untuk mengetahui potensi curah hujan dalam kondisi iklim normal, basah, dan kering. Pola tanam mencakup waktu tanam, intensitas tanam, dan rotasi tanaman yang biasa dilakukan petani selama satu tahun di masing-masing wilayah (desa). Selain itu, untuk mengetahui perubahan kondisi ENSO, dikumpulkan data ENSO. Hasil survai kemudian ditabulasi sesuai kebutuhan untuk pengolahan data. Sebagian satuan data yang tidak sama dilakukan konversi. Pengolahan data umumnya ditujukan untuk melihat persentase responden terhadap kondisi atau permasalahan tertentu. Selanjutnya persentase responden ini digunakan sebagai

60 38 acuan pengambilan kesimpulan untuk permasalahan tertentu, terutama ditujukan untuk melengkapi mengenai informasi karakteristik usaha tani padi di Pacitan Analisis karakteristik ENSO dan hubungannya dengan sifat hujan Analisis ini didasarkan kepada karakteristik ENSO pada tahun-tahun El- Nino, Normal dan La-Nina yang dihubungkan dengan sifat curah hujan jangka panjang. Karakteristik ENSO diperoleh berdasarkan indikator suhu permukaan laut (SST pada NINO 4). Adapun tahapan analisis adalah sebagai berikut : a. Data mengenai keterkaitan antara fenomena ENSO dengan kejadian iklim ekstrim dan bentuk informasi iklim yang diperlukan untuk penyusunan pola tanam direkapitulasi dan diolah secara statistik deskriptif dan disajikan hasilnya dalam bentuk tabulasi atau grafik sesuai kebutuhan. b. Data ENSO yang digunakan menyangkut data SST terutama pada NINO 4. Data yang diperoleh kemudian dihubungkan dengan kondisi curah hujan menyangkut lama musim hujan dan sifat musim Analisis dampak ENSO terhadap kekeringan Berdasarkan karakteristik ENSO, dilihat bagaimana hubungannya terhadap bencana kekeringan dengan menggunakan analisis statistik, menyangkut luas maupun bentuk bencana yang terjadi Analisis hubungan keragaman iklim dan kinerja SUT Padi Dampak keragaman iklim jangka panjang kaitannya dengan produksi, dikaji melalui tahapan sebagai berikut: a. Data iklim menyangkut data curah hujan, suhu udara rata-rata, suhu udara maksimum dan suhu udara minimum harian digunakan sebagai input untuk menghitung file.wth, yaitu salah satu file yang dibutuhkan dalam proses simulasi DSSAT. File.wth diperoleh dengan memasukkan data-data tersebut dalam format excel, dan dipanggil di software Math lab. Data terlebih dahulu disusun berdasarkan urutan tahun, sesuai dengan ketersediaannya. DSSAT (Decision Support System for Agrotechnology

61 39 Transfer) adalah paket perangkat lunak yang mengintegrasikan pengaruh tanah, fenotipe tanaman, cuaca dan pilihan manajemen (Jones et al. 23). Gambar. 3. Diagram database, aplikasi, dan komponen perangkat lunak pendukung dan penggunaan model tanaman untuk aplikasi dalam DSSAT v3.5 (Jones et al. 23) b. Sebagai input untuk simulasi DSSAT, selain data iklim adalah data fisik dan kimia tanah menyangkut penggunaan pupuk tertentu, data varietas, irigasi, dan skenario penggunaan alternatif-alternatif teknologi. Data tanah diperoleh melalui pengambilan sampel tanah. Dengan menggunakan peta land system sebagai acuan, diperoleh beberapa lokasi pertanian yang mempunyai karakteristik tanah yang berbeda. Berdasarkan penentuan ini dilakukan pengambilan sampel tanah, dengan membedakan lahan sawah dan lahan kering pada beberapa kecamatan. Kecamatan yang diambil sampel tanahnya meliputi, Kecamatan Pacitan, Arjosari, Kebon Agung, Ngadirojo dan Pringkuku. Di Kecamatan Pacitan, sampel diambil dari Desa Kayen, Mentoro dan Arjowinangun, dengan kategori tanah sawah. Di Kecamatan Arjosari diambil dari Desa Burang dengan kategori tanah sawah. Di Kecamatan Kebon Agung diambil dari Desa Kebon Agung dengan kategori sawah. Di Kecamatan Ngadirojo, pengambilan sampel untuk kategori tanah sawah irigasi diambil dari Desa Ngadirojo, Cokro Kembang, dan Desa Tanjungpuro, sedangkan untuk kategori lahan kering

62 4 diambil dari Desa Hadiwarno dan Sidomulyo. Di Kecamatan Pringkuku, sampel di ambil dari Desa Candi dan Pringkuku yang mewakili tanah sawah, serta Desa Pringkuku yang mewakili kategori lahan kering. Sampel tanah untuk analisis fisik diambil dari dua kedalaman dengan menggunakan ring sampel, sedangkan untuk analisis kimia diambil secara komposit. Adapun analisis yang dilakukan adalah tekstur 3 fraksi (pasir, debu dan liat), ph, C- Organik, N-Kjedahl, P tersedia, K tersedia, K-dd, Al-dd, NH4, NO3, Ca tersedia, bulk density, dan lain-lain. c. Penelaahan teknologi adaptasi dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelaahan teknologi adaptasi yang dilakukan secara global dan penelaahan teknologi adaptasi yang dilakukan oleh petani setempat. Penelaahan teknologi didasarkan pada komponen teknologi apa yang digunakan oleh petani, seperti pupuk, varietas, irigasi dan juga terhadap teknologi-teknologi yang sudah dilakukan petani dalam waktu lama yang mungkin saja merupakan kearifan lokal. d. Proses berikutnya adalah pemilihan perlakuan yang digunakan, banyaknya tahun untuk evaluasi dan running simulasi. e. Output dari hasil simulasi DSSAT adalah diantaranya hasil dalam kg, yang menyatakan hasil pada tahun tertentu sesuai perlakuan yang digunakan. f. Masukan teknologi yang bervariasi akan memberikan keragaman hasil yang cukup menyebar. Berdasarkan hasil yang tertinggi, dengan menelaah teknologi yang digunakan, kemudian dilakukan pemilihan teknologi-teknologi budidaya. Proses tersebut disajikan pada Gambar 3.2. g. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari output DSSAT, maka dapat dilihat teknologi mana yang memberikan hasil terbaik pada tanggal-tanggal tanam tertentu. Hal tersebut ditunjukkan oleh persamaan-persamaan yang diproses dengan regresi menggunakan minitab ver. 4. Persamaan tersebut berasal dari prediktor yang beberapa diantaranya dibuat variabel dummy (Tabel. 3.). Untuk prediktor yang memberikan pengaruh yang signifikan, diberi garis bawah pada persamaan, yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada taraf α=.5.

63 4 Tabel 3. Prediktor untuk membentuk persamaan hasil tanaman No. Prediktor Keterangan. V menunjukkan varietas, =IR 64, =IR 8 Variabel dummy 2. AnoSSTNino4 adalah anomali SST Nino 4 bulan Agustus 3. CHfase adalah curah hujan fase (merupakan Keluaran DSSAT akumulasi curah hujan pada umur tanaman -55 hari) 4. CHfase2 adalah curah hujan fase 2 (merupakan Keluaran DSSAT akumulasi curah hujan pada umur tanaman hari) 5. CHfase3 adalah curah hujan fase 3 (merupakan Keluaran DSSAT akumulasi curah hujan pada umur tanaman hari) 6. Irigasi, =tanpa irigasi, =pemberian Irigasi pada Variabel dummy fase sebesar mm, pada fase 2 sebesar 89 mm dan pada fase 3 sebesar 63.8 mm 7. Pupuk, terdiri dari 3 paket: -, dan. Variabel dummy - = Urea 25 kg-sp 36 kg- KCl kg = Urea 23 kg-sp 36 kg-kcl 5 kg = Urea 2 kg-sp 36 5 kg-kcl 8 kg. (komposisi anjuran untuk Kecamatan Pacitan) 8. Organik, terdiri dari 3 paket:, - dan. Variabel dummy = tanpa BO, - = diberi BO sebesar 5 ton jerami /ha, = diberi BO sebesar 2 ton pukan /ha Keterangan : CH fase berdasarkan data curah hujan hasil keluaran simulasi DSSAT

64 42 Data iklim, sifat genetis, tanah, dan alternatif teknologi Data irigasi dan SST Nino 4 bulan Agustus DSSAT Curah hujan fase, 2 dan 3 (output DSSAT) Hasil prediksi keluaran model simulasi Opsi teknologi Persamaan hasil Pilihan teknologi TEKNOLOGI REKOMENDASI berdasarkan Persamaan hasil terbaik Gambar 3.2 Diagram alir evaluasi dampak keragaman iklim terhadap keragaman hasil tanaman 3.3. Hasil dan Pembahasan Karakteristik Sistem Usaha Tani di Pacitan Data dari Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan Kabupaten Pacitan (29) menyatakan bahwa dari 2 Kecamatan di Kabupaten Pacitan, semua kecamatan melakukan pertanian tanaman pangan dengan persentase terbesar di Kecamatan Nawangan (5%), Kebon Agung dan Tulakan (4%). Persentase tersebut didasarkan kepada luas sawah yang diusahakan pada setiap kecamatan (Gambar 3.3).

65 43 Gambar 3.3 Persentase luas sawah setiap kecamatan di Kabupaten Pacitan Gambar 3.4 Hamparan lahan sawah dan lahan kering di Kabupaten Pacitan Secara umum Kabupaten Pacitan memiliki empat tipe irigasi, yaitu sawah dengan irigasi teknis seluas 264,7 Ha (,9%), irigasi semi teknis sekitar 2.3, Ha (,54%), irigasi sederhana sekitar 3.33,99 Ha (2,39%) dan sawah tadah hujan sekitar 6.77,9 Ha (4,85%). Irigasi teknis terluas dapat ditemukan di Kecamatan Ngadirojo, sedangkan irigasi semi teknis terluas di Kecamatan Bandar. Lahan tadah hujan terluas di Kecamatan Nawangan, yang merupakan sentra tanaman pangan terbesar di Pacitan. Di samping lahan tadah hujan yang cukup luas, Kabupaten Pacitan juga memiliki lahan kering (tegalan) yang cukup luas, yaitu sekitar 25.97,9 Ha (Anonimus 26). Dari total luasan untuk lahan sawah dan lahan kering sekitar ha, maka 2.93 ha merupakan lahan kering dengan hanya ditanami palawija satu kali setahun (sumber Dinas Pertanian

66 44 dan Peternakan Kabupaten Pacitan 2). Gambaran pertanaman pada kedua tipe lahan tersebut disajikan pada Gambar 3.4. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya (Wahab et al. 27), bahwa wilayah Pacitan yang cukup kritis terhadap bencana adalah wilayah sebelah barat meliputi Kecamatan Punung, Donorojo dan Pringkuku. Maka lokasi survai kemudian terpilih di Kecamatan Pringkuku, yang ditinjau dari segi pengairan maupun pola tanamnya relatif tidak jauh berbeda dengan Kecamatan Donorojo maupun Punung. Untuk Kecamatan Pringkuku sendiri, lokasi diutamakan di Desa Pringkuku, yang dianggap sudah mewakili dari beberapa tipe irigasi. Ada 4 tipe irigasi di Pacitan, yaitu; irigasi teknis, irigasi semi teknis, irigasi swadaya dan lahan kering. Ketiga sistem irigasi sudah terwakili di Desa Pringkuku, kecuali irigasi teknis, yang banyak dilakukan di Desa Candi. Sehingga pengambilan sampel berikutnya ke Desa Candi. Survai ke petani dilakukan melalui wawancara mendalam. Diambil 75 sampel dari Desa Pringkuku dan 25 sampel dari Desa Candi. Pengambilan sampel di wilayah ini dianggap sudah mewakili kondisi Pacitan secara keseluruhan. Responden di Pacitan sebagian besar mengusahakan sendiri pertanaman tanaman pangannya, hanya sebagian kecil yang sewa atau maro. Luas lahan yang diupayakan Responden sebagian besar berada pada luas < ha. Hanya sekitar % yang > ha. ND > ha.76-. ha ha ha <=.25 ha Persentase Responden Gambar 3.5 Luas lahan yang diusahakan Responden Pola budidaya pertanian dalam penelitian dimaksudkan sebagai kombinasi dari Varietas, Pengolahan tanah, dan jarak tanam, pemupukan dan awal penanaman. Pola tanam pada sawah dengan irigasi teknis secara umum

67 45 mencakup padi-padi-padi yang dimulai umumnya pada bulan Oktober, November atau Desember dan berakhir pada bulan September. Pertanaman MT II, dominan dilakukan Responden pada bulan Maret. Sebagian Responden ada juga yang melakukan penanaman MT II pada bulan Februari dan April. Penanaman MT III semakin berkurang dan dilakukan Responden pada bulan Juni dan Juli. Pertanaman padi musim tanam pertama (MT I) menggunakan varietas dengan umur sekitar - hari, sedangkan untuk MT II dan MT III menggunakan varietas yang lebih genjah. Varietas-varietas genjah (yang berumur pendek) tersebut diantaranya adalah : Situ Bagendit, Situ Patenggang, dan Batu Tegi. Namun demikian, pola tanam seperti ini hanya digunakan oleh sebagian kecil petani yaitu mencakup sekitar 434 ha. Selain pola tanam padi-padi-padi, pada lahan sawah irigasi teknis juga terdapat pola tanam padi-padi-palawija. Pola tanam ini cukup luas digunakan oleh Petani Pacitan yaitu sekitar 4.76 ha. Keserempakan waktu tanam, mempunyai toleransi lebih kurang 2 minggu. Jika hujan 3 kali berturut-turut dalam jumlah yang cukup, petani sudah melakukan penanaman. Tetapi jika hujan kurang lebat, petani ragu untuk mulai melakukan penanaman, sehingga waktu bertanam menjadi tidak seragam. Persentase Responden MT MT2 MT3 5 Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Gambar 3.6 Waktu tanam pada MT I, MT II, MT III menurut Responden

68 46 % 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% % % MT-3 MT-2 MT- Gambar 3.7 Tanaman yang diusahakan Responden pada setiap musim tanam Berdasarkan catatan dari Responden diketahui bahwa pada umumnya penanaman pada MT- adalah >9% padi monokultur, dan hanya sebagian kecil yang menanam padi ditumpangsarikan dengan palawija. Tanaman pada MT II, lebih bervariasi, karena pada umumnya petani sudah memahami kesulitan pengairan untuk pertanaman padi, meskipun untuk sebagian kecil wilayah ada yang mengusahakan padi bahkan hingga pertanaman ke 3, seperti di Desa Candi Kecamatan Pringkuku. Varietas yang banyak digunakan di Pringkuku adalah Ciherang ( hari) dengan produksi 4-6 ton/ha (di lahan sawah) dan 2-4 ton/ha (di lahan kering). Varietas lain yang cukup bagus di Pringkuku adalah Situ Bagendit, tetapi karena adanya serangan hama, petani kurang berminat untuk menanam kembali. Sedangkan di Kecamatan Ngadirojo, yaitu salah satu sentra padi di Pacitan, produksi padi sawah mencapai 5-8 ton/ha, dan kalau menggunakan Hibrida, produksi rata-rata 8- ton/ha. Varietas yang digunakan di Ngadirojo : Ciherang, IR 64, Cibogo, Situ Bagendit. Terdapat variasi pola ketatalaksanaan usaha tani dikaitkan dengan kondisi iklim dan produktivitas lahan di wilayah kajian. Pola tanam existing petani di Kecamatan Pringkuku dan Ngadirojo disajikan pada Tabel 3.2.

69 47 Tabel 3.2 Pola tanam existing petani Kecamatan Pola tanam Karakteristik wilayah Pringkuku Padi-padi-bera Dominasi lahan kering Padi-padi-padi Padi-kedelai-bera Padi-kacang tanah-bera Padi-kedelai-sayuran Padi-kedelai-kacang hijau Padi-kacang tanah-sayuran Padi gogo/jagung/ketela pohon-kacang tanah Ngadirojo Padi-padi Dominasi lahan sawah Padi-padi-padi Padi-padi-palawija Padi-palawija-palawija Palawija (kedelai, jagung, kacang tanah) Pola tanam pada lahan sawah tadah hujan, umumnya adalah padipalawija/sayuran dan padi-bera. Pola tanam padi-palawija mencakup 69 ha, dengan penanaman dimulai bulan Desember atau Januari. Sedangkan pola tanam padi-bera, mencakup luasan sekitar 5.27 ha. Di lahan kering penanaman lebih cepat, umumnya sekitar pertengahan bulan November dengan pola tanamnya adalah. padi gogo+palawija palawija, 2. padi gogo+palawija-bera, 3. palawija-palawija-bera dan 4. palawija saja. Luasan yang menanam palawija saja di lahan kering merupakan luasan terbesar. Lahan kering ditanami padi gogo, jagung, ubi kayu, kacang tanah, kacang hijau, kedelai, ubi jalar dan sorgum. Untuk lahan kering selain padi gogo, ubi kayu mendominasi penanaman. Ubi kayu ditanam pada musim tanam kedua setelah padi. Ubi kayu dipanen pada saat menjelang musim hujan, dimana penanaman padi pada musim hujan akan dimulai. Produktivitas ubi kayu dari tahun 99 hingga 2 memperlihatkan tren kenaikan (Gambar 3.8). Tren produktivitas ubi kayu tersebut terlihat lebih dipengaruhi oleh penambahan luas tanam dibanding kondisi curah hujan. Hal ini dapat dilihat dari pola curah hujan dari tahun ke tahun sebagaimana yang disajikan pada gambar 3.8.

70 48 ku/ha mm CH tahunan (mm) Produktivitas (ku/ha) Gambar 3.8 Tren produktivitas ubi kayu di Kabupaten Pacitan Tata cara pengolahan tanah secara umum ada dua, yaitu pengolahan tanah dengan traktor dan pengolahan tanah dengan bajak. Pada umumnya, petani di wilayah kajian melakukan pemupukan dengan komposisi Urea (8 kg/ha) + TSP ( 4 kg/ha)+ pupuk kandang. Dalam hal penanaman awal, terlihat bahwa petani melakukan penanaman secara normal pada kisaran bulan Oktober-November, yaitu dalam hal ini tanam setelah 3 kali hujan dengan intensitas cukup tinggi. Rata-rata petani masih menggunakan pranatamangsa, adanya tolu (Guntur) yang menggelegar sebagai tanda akan mulai musim hujan. Jika ada hujan awal den-gan hitungan satu pacul tanah basah, sekitar 2 cm, petani sudah berani memulai pertanaman. Pada musim rendeng, pembenihan dilakukan dengan sistem nyegat (sebar benih pada saat belum ada hujan di lahan langsung, kira-kira bulan sebelum hujan, pada saat hujan benih langsung tumbuh). Hal ini merupakan salah satu teknik adaptasi dalam menghadapi perubahan iklim. Salah satu hal yang mungkin terjadi akibat terjadinya perubahan iklim adalah terjadinya pergeseran musim, yang menyebabkan musim menjadi tidak menentu. Salah satu kejadian yang mungkin terjadi di areal penanaman adalah adanya hujan tipuan atau false rain. Apabila terjadi hujan tipuan, biasanya benih akan rusak, sedangkan apabila tidak ada hujan selama bulan dan untuk selanjutnya hujan turun dengan intensitas yang mencukupi untuk dilakukan penanaman, maka benih dapat berhasil tumbuh dengan baik. Menurut beberapa orang petani, lebih baik menanam segera, karena tanah masih hangat, hal ini dikaitkan dengan keaktifan

71 49 mikroorganisma di dalam tanah, yang dapat membantu kesuburan tanah, sehingga hasil panen lebih baik. Pengolahan tanah dilakukan dengan traktor dan pada sebagian petani dengan menggunakan bajak. Penanaman benih di lahan kering dilakukan dengan cara menugal. Bencana iklim yang kerap terjadi di Pacitan adalah kekeringan, apalagi pada topografi pengunungan karst. Namun demikian, banjir juga terjadi karena adanya luapan Sungai Grindulu sebagai pusat pengairan pada irigasi usahatani dan kondisi saluran yang belum berfungsi sebagaimana mestinya. Produksi pertanaman ditentukan oleh banyak hal, diantaranya adanya OPT (organisma pengganggu tanaman). OPT utama yang berkembang pada tanaman padi dan palawija di Kabupaten Pacitan meliputi : belalang kumbara, tikus, wereng batang cokelat, penggerek batang, ulat grayak, keong mas, uret, Phyricularia oryzae, Xanthomonas oryzae dan cercosphora oryzae. Berdasarkan hasil survai pada petani megenai tingkat serangan OPT ternyata tingkat serangan OPT dirasakan petani lebih berat pada musim hujan. ND >5 kg 4-5 kg 3-4 kg 2-3 kg -2 kg <= kg Persentase Responden Gambar 3.9 Pemakaian benih Responden pada MT- Pada usaha tani padi di Pacitan, petani rata-rata menggunakan benih - 2 kg/ha (Gambar 3.9). Harga benih di pasar sekitar Rp.7 hingga Rp. 8, untuk IR-64 dan Ciherang. Banyak Responden mengusahakan benih sendiri dari pertanamannya. Benih ditanam ke lapang, setelah 2-25 hari di persemaian. Jarak tanam yang digunakan Responden bervariasi antara x25 hingga 4x8 cm. Namun umumnya Responden menggunakan jarak tanam 5x3 cm (Gambar 3.). Pengeluaran untuk tenaga kerja berkisar antara Rp. 2. hingga Rp.... Hal itu karena banyak Responden melaksanakan sendiri sebagian

72 5 penyelenggaraan bertaninya, sehingga biaya tenaga kerja tidak dihitung. Kebanyakan pekerjaan yang dilakukan bersama dengan yang lain adalah tanam, penyiangan dan panen. Untuk kegiatan panen dan tanam, mereka melakukan secara bergotong royong. Sedangkan untuk pengolahan tanah, sebagian memakai cangkul, dan sebagian lain menggunakan traktor dengan cara menyewa. Untuk penggunaan pupuk, Responden kebanyakan menggunakan urea, ponska, NPK, dan TSP. Sedangkan pemakaian KCl hanya ditemukan pada satu responden. Gambar 3. Jarak tanam yang digunakan Karakteristik ENSO dan hubungannya dengan curah hujan Berdasarkan gambaran pola hujan setiap kecamatan di Pacitan, terlihat bahwa Pacitan seperti halnya wilayah Pulau Jawa lainnya, termasuk dalam pola monsunal dengan satu puncak hujan. Aldrian dan Susanto (23) memaparkan bahwa El-Nino dan La-Nina di daerah dengan pola hujan monsun kuat pengaruhnya, pada daerah berpola equatorial pengaruhnya lemah, sedangkan pada daerah berpola lokal tidak jelas. Curah hujan setiap kecamatan bervariasi pada jeluk hujannya, dengan bulan kering antara 2 hingga 5 bulan, dengan ratarata bulan kering 4 bulan (Gambar 3.). Sedangkan bulan basah antara 4 hingga 6 bulan dan puncak hujan umumnya terjadi pada bulan Januari. Hal itu sejalan dengan data yang diperoleh dari sebagian besar Responden di Pringkuku yang menyatakan bahwa puncak hujan umumnya terjadi pada bulan Januari. Curah hujan rata-rata tahunan bervariasi di atas 2 mm yaitu antara 22 (Kecamatan Tegalombo) hingga 2837 mm (Kecamatan Kebonagung) (Gambar 3.2). Awal

73 5 musim hujan menurut sebagian besar responden umumnya terjadi pada bulan Oktober, sedangkan akhir musim hujan berakhir pada bulan Maret dan sebagian responden lain menyatakan musim hujan berakhir bulan Mei. 6 CH (mm) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des bulan Arjosari Bandar Donorojo Kebonagung Nawangan Ngadirojo Pacitan Pringkuku Punung Sudimoro Tegalombo Tulakan Gambar 3. Rata-rata CH bulanan setiap kecamatan 3 CH rata-rata tahunan (cm) kecamatan Gambar 3.2 Rata-rata CH tahunan (bawah) setiap kecamatan Kecamatan Kebonagung merupakan kecamatan yang paling basah dengan hanya memiliki rata-rata dua bulan kering per tahunnya. Sedangkan wilayah yang paling kering di Pacitan, dengan 5 bulan kering terjadi di Kecamatan Arjosari, Pacitan, Pringkuku, Punung dan Tegalombo. Gambaran curah hujan setiap kecamatan yang diwakili dengan rata-rata curah hujan dan simpang bakunya disajikan pada Gambar 3.3. Pola curah hujan pada hampir seluruh kecamatan memperlihatkan gambaran bahwa bulan Agustus merupakan bulan terkering di Pacitan. Sedangkan bulan terbasah umumnya terjadi pada bulan Januari, kecuali di Kecamatan Pacitan, Kebonagung, Sudimoro dan Tulakan.

74 52 Arjosari Bandar Donorojo CH (mm) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Kebonagung Nawangan Ngadirojo CH (mm) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Pacitan Pringkuku Punung CH (mm) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Sudimoro Tegalombo Tulakan CH (mm) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Rata-rata Simpangan baku Rata-rata Simpangan baku Rata-rata Simpangan baku Gambar 3.3 Rata-rata curah hujan bulanan dan simpangan baku setiap kecamatan Karakteristik ENSO diwakili oleh kondisi curah hujan pada tahun-tahun El- Nino dan La-Nina, yaitu pada saat kondisi curah hujan menyimpang dari kondisi normalnya. Pada saat terjadi El-Nino, curah hujan di wilayah Indonesia umumnya

75 53 akan berada di bawah normal (di bawah rata-rata jangka panjangnya). Sebaliknya pada saat terjadi La-Nina, curah hujan akan berada di atas normalnya (di atas rata-rata jangka panjangnya). Hadi et al. (23) memaparkan bahwa dampak El- Nino di wlayah Indonesia yang utama adalah memperparah atau memperpanjang musim kering, sedangkan dampak La-Nina adalah memungkinkan lebih banyaknya pertumbuhan awan di musim hujan. Fenomena ENSO terjadi karena adanya perubahan tekanan antara Darwin dan Tahiti, yang menyebabkan berpindahnya massa udara panas, yang berakibat terhadap lebih banyak atau berkurangnya awan-awan hujan. Tabel 3.3a Pengelompokan tahun-tahun Normal, El-Nino dan la-nina berdasarkan indeks ONI (Sumber : Normal El-Nino La-Nina Lemah Sedang Kuat Lemah Sedang Kuat Tabel 3.3b Pengelompokan tahun-tahun Normal, El-Nino dan la-nina berdasarkan indeks ONI yang diperbaharui tanggal 5 April 22 (Sumber : Normal El-Nino La-Nina Lemah Sedang Kuat Lemah Sedang Kuat

76 54 Berbeda dengan kejadian El-Nino, pada saat terjadi La-Nina, curah hujan turun lebih awal dan dalam selang waktu yang lebih lama sehingga waktu tanam padi bisa lebih awal bahkan dapat dilakukan sepanjang tahun. Untuk pertanaman padi, kondisi La-Nina dianggap cukup menguntungkan. Pengelompokan tahuntahun Normal, El-Nino dan La-Nina berdasarkan indeks ONI (Oceanic Nino Index), seperti yang disajikan pada Tabel 3.3a. Tabel ini selanjutnya diacu dalam analisis penentuan El-Nino maupun La-Nina. Untuk mengetahui sejauhmana respon atau hubungan antara curah hujan di Kabupaten Pacitan dengan ENSO, maka dilihat pola hujan berdasarkan tahuntahun Normal, El-Nino serta La-Nina. Pada tahun Normal, curah hujan >2 mm terjadi pada bulan November hingga bulan Maret (Gambar 3.4). Sedangkan pada tahun-tahun La-Nina, curah hujan maksimum pada bulan November, Desember, Februari dan Maret. Pada tahun-tahun El-Nino kuat, curah hujan maksimum terjadi pada bulan Desember hingga Februari. Hal ini menunjukkan, bahwa semakin kuat terjadi peristiwa El-Nino, maka curah hujan maksimum menjadi mundur waktunya dibandingkan dengan pada kondisi normal. El-Nino dapat menyebabkan lambatnya onset dan mundurnya awal musim hujan (Lansigan et al. 2). Hal lain yang harus diwaspadai adalah terjadinya penurunan curah hujan yang cukup signifikan pada kejadian El-Nino kuat terutama pada bulan-bulan di musim hujan (mulai bulan Oktober) CH (mm) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des CH tahun Normal CH tahun El-Nino CH tahun La-Nina Gambar 3.4 Pola CH Pacitan tahun Normal dan tahun-tahun terjadinya ENSO

77 55 4 Arjosari 36 Bandar 4 Donorojo Dasarian Y= X R² =.23 p=.5** Y=.976X R² =.44 p=.39* Y = 2.949X R² =.2537 p=.2** Dasarian Kebonagung Y = X R² =.229 p=.2* Nawangan Y = 2.453X R² =.2845 p=.2** Ngadirojo Y= X R² =.2423 p=.3** Dasarian Dasarian Pacitan Y = 3.73X R² =.32 p=.2** Sudimoro Y = 3.69X R² =.357 p=.** Anomali SST Nino 4 bulan Agustus Pringkuku Y= X R² =.862 p=.* Tegalombo 24 Y=.799X R² =.2 p= Anomali SST Nino 4 bulan Agustus Punung Y = 2.928X R² =.22 p=.6** Tulakan Y = 3.785X R² =.425 p=.** Anomali SST Nino 4 bulan Agustus Gambar 3.5 Awal Musim Hujan vs anomali SST Nino 4 bulan Agustus

78 56 Dasarian Dasarian Dasarian Arjosari Y= X R² =.2237 p =.4** Kebonagung Y = X R² =.22 p=.4* Pacitan Y = X R² =.6 p=.35* Bandar Y = X R² =.69 p= Nawangan Y = X R² =.267 p=.5** Pringkuku Y= X R² =.975 p= Ngadirojo Y = X R² =.275 p=.46* Donorojo 8 4 Y = -3.36X R² =.453 p=.26* Punung Y = -4.92X R² =.2397 p=.6** Dasarian Sudimoro 2 8 Y= -3.95X R² = p= Anomali SST Nino 4 bulan Agustus Gambar Tegalombo 8 4 Y= X R² =.387 p= Anomali SST Nino 4 bulan Agustus Tulakan Y = X R² =.365 p=.2** Anomali SST Nino 4 bulan Agustus Panjang Musim Hujan vs anomali SST Nino 4 bulan Agustus Hubungan antara anomali SST Nino 4 dengan curah hujan yang diwakili dengan awal musim hujan dan panjang musim hujan diperlihatkan pada Gambar 3.5 dan 3.6. Penetapan SST Nino 4 dilakukan karena wilayah ini yang paling dekat dengan Indonesia dan masih agak jarang penelitian di wilayah ini, juga

79 57 terbukti memiliki pengaruh yang nyata terhadap kondisi curah hujan di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan tingkat keterkaitan awal musim hujan yang nyata terpengaruh SST Nino4 pada hampir seluruh kecamatan. Data SST Nino 4 yang digunakan adalah data SST bulan Agustus. Hal ini diacu dari hasil penelitian Boer et al. (2) yang menyatakan bahwa indeks SOI bulan Agustus tahun berjalan dapat digunakan untuk memperkirakan besar kerugian ekonomi MK tahun depan di Kabupaten Indramayu. Selain itu Boer et al. (2) juga menyatakan bahwa fenomena ENSO sangat kuat pengaruhnya terhadap keragaman hujan musim transisi, maka kemampuan untuk memprakirakan (forecast skill) masuknya awal musim hujan dengan menggunakan indeks ENSO bulan-bulan awal pembentukannya (Juni hingga September) cukup tinggi. Mengingat antara SOI dengan SST, keduanya merupakan indikator ENSO, maka penetapan SST bulan Agustus tahun berjalan sebagai acuan dirasakan cukup tepat. Tingkat keragaman data awal musim hujan dalam kaitannya dengan SST Nino 4 diperlihatkan dengan cukup besarnya kisaran koefisien determinasi terkoreksi untuk kecamatan-kecamatan di Pacitan dari.2 (Kecamatan Tegalombo) hingga.425 (Kecamatan Tulakan) (Gambar 3.5). Demikian juga untuk panjang musim hujan koefisien determinasi terkoreksi sebesar.387 (Kecamatan Tegalombo) hingga.365 (Kecamatan Tulakan) (Gambar 3.6). Berdasarkan nilai p-value yang diperoleh awal musim hujan pada sebagian besar kecamatan nyata dan sangat nyata dipengaruhi oleh SST Nino 4. Hanya satu kecamatan yang memperlihatkan nilai yang berbeda. Panjang musim hujan juga nyata dipengaruhi oleh SST Nino 4, namun hanya terjadi pada delapan kecamatan Dampak ENSO terhadap kekeringan Secara umum, masalah dalam pertanian di Pacitan adalah terjadinya kegagalan panen, puso, salah prediksi iklim dan penanaman berulang kali. Masalah-masalah tersebut muncul karena terjadinya bencana iklim yang akhirnya menyebabkan produksi pertanaman menurun. Hasil survai menyatakan bahwa kegagalan panen akibat kekeringan menempati urutan pertama (sekitar 6% responden) di Pacitan (Gambar 3.7) dan tahun 997 merupakan tahun yang kering menurut responden (Gambar 3.8).

80 58 Pada saat kejadian El-Nino berlangsung, Indonesia mengalami masa kekeringan, yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan produksi pertanian, karena turunnya pasokan air hujan. Kerap kali musim hujan mundur dari waktu normalnya, dan curah hujan turun dalam selang yang lebih singkat dibanding pada kondisi normalnya, yang implikasinya terhadap sektor pertanian terutama tanaman pangan menyebabkan kerugian pertanaman. Kekeringan yang terjadi di Desa Pringkuku terutama terjadi pada MT 25/6 yang menyerang tanaman kedelai dan jagung. Luasan lahan usahatani yang mengalami kekeringan pada MT 25/6 hanya terjadi pada MT-3. Kerugian yang ditimbulkannya berupa penurunan produksi sebesar 58,7% (Wahab et al. 27). Berdasarkan data dari Direktorat Perlindungan Tanaman untuk luas terkena di Kabupaten Pacitan periode tahun 995 hingga 2, terlihat bahwa Kabupaten Pacitan mengalami kekeringan yang cukup luas pada tahun 997, 999, 27 dan 29. Dari luasan tersebut yang mengalami puso terbanyak tahun 997 dan 999 (Gambar 3.9). Sedangkan tahun 27, meskipun mengalami luas terkena yang sangat luas tetapi tidak sampai puso, hal itu dikarenakan terdapat cukup pasokan air pada kondisi-kondisi kritis tanaman. Gambar 3.7 Penyebab gagal panen menurut Responden Gambar 3.8 Tahun terjadinya kekeringan menurut Responden

81 59 luas kekeringan (ha) Terkena Puso Gambar 3.9 Luas terkena dan puso areal padi tahun Gambar 3.2 Luas areal padi yang mengalami puso tahun di Pacitan Berdasarkan data tahun 26 hingga 28, luas puso paling besar terjadi pada bulan Agustus pada penanaman padi sawah. Dibanding padi sawah, puso padi gogo tidak terlalu signifikan, kecuali pada Januari 28. Untuk padi sawah, puso terjadi mulai Juni hingga Januari dengan puncaknya terjadi pada bulan Agustus (Gambar 3.2). Hasil penelitian sebelumnya (Wahab et al., 27), bahwa wilayah Pacitan yang cukup kritis terhadap bencana kekeringan adalah wilayah sebelah barat meliputi Kecamatan Punung, Donorejo dan Pringkuku. Gambar 3.2 menunjukkan luas terjadi kekeringan setiap tahun di setiap kecamatan. Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa kecamatan di Pacitan berdasarkan data tahun , umumnya mengalami kekeringan mulai dari tahun 99 dan meningkat pada tahun

82 6 994, mencapai kekeringan yang cukup luas pada tahun 997 dan puncaknya terjadi pada tahun 27. Kecamatan Tulakan merupakan kecamatan yang paling rentan terhadap bencana kekeringan, hal itu terlihat dari besarnya luasan yang terkena pada tahun-tahun yang disebutkan di atas. luas kekeringan (ha) Arjosari Donorojo Kebonagung Nawangan Pacitan Pringkuku Punung Tegalombo Tulakan Gambar 3.2 Luas terkena kekeringan kecamatan pada 99, 994, 997, 23 dan Analisis hubungan keragaman iklim dengan sistem usaha tani padi Berdasarkan data luas panen bulanan Pacitan tahun 26 hingga 2 (sumber data dari Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan Kabupaten Pacitan tahun 27 hingga 2) terlihat bahwa untuk padi sawah, persentase terbesar pada bulan Februari hingga Mei, untuk penanaman musim hujan, dan kemudian mengalami penurunan pada bulan-bulan berikutnya. Umumnya penanaman 2 kali setahun, kecuali pada tahun 2, karena curah hujan cukup tinggi sepanjang tahun (Gambar 3.22). Sedangkan untuk padi gogo, penanaman dilakukan sekali setahun, dan panen dari bulan Januari hingga Mei. Pada tahun 27 terjadi pergeseran puncak tanam yaitu pada bulan April, namun demikian luas panen lebih tinggi dibanding bulan lainnya, karena pada tahun tersebut terjadi La-Nina. Ilustrasi mengenai luas tambah tanam setiap kecamatan dari tahun 26 hingga 29 disajikan pada Gambar 3.23.

83 luas panen (ha) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des bulan Gambar 3.22 Luas panen padi bulanan dari tahun 26 hingga 2 di Kabupaten Pacitan Dari informasi luas panen dan luas tanam terlihat bahwa sentra produksi padi untuk Kabupaten Pacitan adalah Kecamatan Pringkuku, Punung dan Donorojo. Namun demikian, padi yang dihasilkan dominannya merupakan padi lahan kering. Karena memiliki lahan kering yang luas, maka selain mengusahakan padi, Kabupaten Pacitan juga mengusahakan tanaman pangan lain, seperti jagung, kacang tanah, kedelai, ubi kayu dan lain-lain. Dari beberapa tanaman pangan non padi tersebut, ubi kayu ditanam paling luas, terutama pada tiga kecamatan penghasil padi gogo, yaitu Donorojo, Punung dan Pringkuku. Mengingat ketiga lokasi yang berada di sebelah Barat Pacitan ini memiliki kondisi iklim yang relatif mirip. Ubi kayu biasa dipanen puncaknya pada bulan Agustus hingga September. Luas panen dan produksi ubi kayu mengalami kenaikan cukup signifikan mulai tahun 23 (Gambar 3.24), kecuali pada tahun 29-2 mengalami penurunan, hal tersebut terjadi karena lahan yang biasa ditanami ubi kayu, beralih ditanami padi, mengingat hujan berlangsung terus hingga penanaman musim tanam ketiga.

84 62 Arjosari Bandar Donorojo Luas tambah tanam (ha) Jan May Sep Jan May Sep Jan May Sep Jan May Sep Jan May Sep Jan May Sep Jan May Sep Jan May Sep Jan May Sep Jan May Sep Jan May Sep Jan May Sep CH (mm) Kebonagung Nawangan Ngadirojo luas tambah tanam (ha) Jan May Sep Jan May Sep Jan May Sep Jan May Sep Jan May Sep Jan May Sep Jan May Sep Jan May Sep Jan May Sep Jan May Sep Jan May Sep Jan May Sep CH (mm) Pacitan Pringkuku Punung luas tambah tanam (ha) Jan May Sep Jan May Sep Jan May Sep Jan May Sep Jan May Sep Jan May Sep Jan May Sep Jan May Sep Jan May Sep Jan May Sep Jan May Sep Jan May Sep CH (mm) Sudimoro Tegalombo Tulakan luas tambah tanam (ha) Jan May Sep Jan May Sep Jan May Sep Jan May Sep Jan May Sep Jan May Sep Jan May Sep Jan May Sep Jan May Sep Jan May Sep Jan May Sep Jan May Sep CH (mm) CH (mm) luas tambah tanam (ha) CH (mm) luas tambah tanam (ha) CH (mm) luas tambah tanam (ha) Gambar 3.23 Luas tambah tanam bulanan (ha) dan curah hujan tahun 26 hingga 29

85 63 Gambar 3.24 Luas panen dan produksi ubi kayu di Kabupaten Pacitan dari tahun 99 hingga 2 Gambar 3.25 Anomali luas panen padi per tahun di Kabupaten Pacitan Dalam kaitannya dengan produksi, tahun-tahun ENSO memperlihatkan perbedaan. Sebagai contoh, berdasarkan data luas panen padi, diperoleh bahwa pada tahun 998 dan 999 terdapat peningkatan luas panen (Gambar 3.25). Meskipun demikian pada tahun 23, yang menurut indeks ONI termasuk pada tahun Normal, luas panen padi pada tahun tersebut mengalami penurunan luas panen yang sangat signifikan, bahkan hingga hampir mencapai 4 ha. Kejadian

86 64 El-Nino tahun 99 terlihat cukup signifikan mempengaruhi luas panen padi di Pacitan, terjadi anomali luas panen negatif hingga mencapai 2 ha. Hal tersebut sejalan dengan Boer dan Setyadipratikto (23) yang menyatakan bahwa anomali produksi padi yang negatif umumnya terjadi pada tahun-tahun El-Nino sedangkan yang positif terjadi pada tahun-tahun bukan El-Nino. Berdasarkan kajian yang sudah dilakukan, penyebab penurunan produksi tersebut adalah; ). El-Nino berpengaruh terhadap masuknya awal musim hujan sehingga penanaman padi pada MH, menjadi mundur dari biasanya. Akibatnya tanaman padi kedua mengalami keterlambatan sehingga risiko terkena kekeringan menjadi tinggi karena hujan sudah mengalami penurunan yang besar. 2). El-Nino menyebabkan hujan pada musim kemarau turun jauh dari normal sehingga air yang tersedia tidak cukup untuk mendukung pertumbuhan tanaman. 3). El-Nino menyebabkan awal musim kemarau terjadi lebih awal dari biasanya sehingga tanaman padi kedua mengalami cekaman kekeringan. Alternatif pola tanam bila terjadi kejadian El-Nino kuat adalah dengan waktu tanam padi mundur hingga beberapa dasarian atau mengganti dengan tanaman palawija. Sedangkan pada kondisi La-Nina, waktu tanam padi dapat dimajukan beberapa dasarian, atau dapat pula dilakukan penanaman palawija yang berumur pendek sebelum menanam padi. Untuk menjelaskan perbedaan perlakuan irigasi, dilakukan penghitungan hasil simulasi pada perlakuan irigasi yang dibandingkan dengan hasil pada perlakuan non irigasi. Untuk menghitung perbedaan hasil digunakan rumus yang mengacu pada Soler et al. (27), Dimana, = pengurangan hasil (yield) = hasil (yield) pada kondisi tanpa irigasi = hasil (yield) pada kondisi irigasi Pada Tabel 3.4 terlihat bahwa perbedaan hasil yang cukup signifikan akan diperoleh apabila penanaman dilakukan pada Maret hingga 5 Juni untuk Kecamatan Pacitan. Diperlukan input irigasi yang cukup banyak, apabila penanaman akan dilakukan pada Bulan ini. Sedangkan pada awal Januari, November dan Desember perbedaan hasil tidak begitu tinggi karena pada bulan tersebut curah hujan tinggi.

87 65 Tabel 3.4 Pengurangan hasil antara perlakuan Irigasi dengan tanpa Irigasi di Kecamatan Pacitan Tanggal tanam Tanpa Irigasi (kg/ha) Dengan Irigasi (kg/ha) Yr (%) (pengurangan hasil) -Jan Jan Feb Feb Mar Mar Apr Apr Mei Mei Jun Jun Jul Jul Agu Agu Sep Sep Okt Okt Nov Nov Des Des Ilustrasi mengenai hasil yang diperoleh pada perlakuan irigasi-tanpa irigasi, varietas genjah-varietas dalam dan pemupukan di Kecamatan Pacitan disajikan pada Gambar 3.26 dan Penggunaan pupuk yang ditambah bahan organik, sedikit meningkatkan hasil dari bulan Februari hingga Agustus, pada kondisi tanpa Irigasi. Namun demikian, pada kondisi adanya penambahan Irigasi, perlakuan pupuk tidak menunjukkan hasil yang berbeda. Dapat dikatakan bahwa adanya irigasi, merupakan pelarut yang baik untuk pupuk yang diberikan, sehingga menjadi lebih tersedia bagi tanaman. Hasil pada varietas dipengaruhi oleh kondisi endogen dan eksogen. Pada lingkungan eksogen yang sama, varietas yang berbeda menampakkan hasil yang berbeda. Gambar 3.27 memperlihatkan

88 66 bahwa pada kondisi tidak diirigasi, pemberian bahan organik dapat meningkatkan hasil cukup besar, walaupun tidak nyata. 6 5 hasil (kg/ha) tanggal tanam Tanpa irigasi Dengan irigasi Gambar 3.26 Perbedaan hasil setiap tanggal tanam dengan menggunakan Irigasi dan tanpa Irigasi di Kecamatan Pacitan 6 5 hasil (kg/ha) Tanpa BO-non irigasi BO jerami-non irigasi BO pukan -non irigasi Tanpa BO + irigasi BO jerami + irigasi BO pukan + irigasi -Jan 5-Jan -Feb 5-Feb -Mar 5-Mar -Apr 5-Apr -Mei 5-Mei -Jun 5-Jun -Jul 5-Jul -Agu 5-Agu -Sep 5-Sep -Okt 5-Okt -Nov 5-Nov -Des 5-Des tanggal tanam Gambar 3.27 Perbedaan hasil setiap tanggal tanam dengan menggunakan perbedaan pupuk dan perbedaan Irigasi di Kecamatan Pacitan

89 67 Tabel 3.5 Persamaan hasil untuk Kecamatan Pacitan Tanggal Persamaan R 2 p RMSE tanam Jan Hasil_ Jan = V 43 AnoSSTNino CH-fase +.5 CH-fase CHfase Irigasi - Pupuk + 5 Organik 5 Jan Hasil_5 Jan = V AnoSSTNino CH-fase -.66 CH-fase CHfase Irigasi - 42 Pupuk + 3 Organik Feb Hasil_ Feb = V AnoSSTNino CH-fase CH-fase CHfase Irigasi - 57 Pupuk + 66 Organik 5 Feb Hasil_5 Feb = V AnoSSTNino CH-fase +.5 CH-fase CHfase Irigasi + 4 Pupuk + 78 Organik Mar Hasil_ Mar = V - 29 AnoSSTNino CH-fase +.68 CH-fase CHfase Irigasi - 3 Pupuk + 87 Organik 5 Mar Hasil_5 Mar = V AnoSSTNino CH-fase CH-fase CHfase Irigasi - 92 Pupuk + 87 Organik Apr Hasil_ Apr = V - 96 AnoSSTNino CH-fase -.74 CH-fase CHfase Irigasi - 92 Pupuk + 87 Organik 5 Apr Hasil_5 Apr = V - 42 AnoSSTNino CH-fase CH-fase CHfase Irigasi - 2 Pupuk + Organik Mei Hasil_ Mei = V - 24 AnoSSTNino CH-fase CH-fase CHfase Irigasi - 57 Pupuk + 43 Organik 5 Mei Hasil_5 Mei = V - 2 AnoSSTNino CH-fase CH-fase CHfase Irigasi - 34 Pupuk + 89 Organik Jun Hasil_ Jun = V + 99 AnoSSTNino CH-fase CH-fase CHfase Irigasi - 35 Pupuk + 98 Organik 5 Jun Hasil_5 Jun = V + 49 AnoSSTNino CH-fase +.6 CH-fase CHfase Irigasi - 35 Pupuk Organik Jul Hasil- Jul = V + 34 AnoSSTNino CH-fase CH-fase CHfase Irigasi - 58 Pupuk + 3 Organik

90 68 Tanggal Persamaan R 2 p RMSE tanam 5 Jul Hasil_5 Jul = V + 45 AnoSSTNino CH-fase +.89 CH-fase CHfase Irigasi - 34 Pupuk + 64 Organik Agu Hasil_ Agu = V AnoSSTNino CH-fase CH-fase CHfase Irigasi - 32 Pupuk + 58 Organik 5 Agu Hasil_5 Agu = V - 44 AnoSSTNino CH-fase +.33 CH-fase CHfase Irigasi - 25 Pupuk + Organik Sep Hasil_ Sep = V AnoSSTNino CH-fase +.94 CH-fase CHfase Irigasi + 2. Pupuk + 6 Organik 5 Sep Hasil_5 Sep = V - 25 AnoSSTNino CH-fase CH-fase CH-fase Irigasi +.5 Pupuk Organik Okt Hasil_ Okt = V AnoSSTNino CH-fase CH-fase CHfase Irigasi + 3. Pupuk - 6. Organik 5 Okt Hasil_5 Okt = V AnoSSTNino CH-fase CH-fase CH-fase Irigasi Pupuk - Organik Nov Hasil_ Nov = V - 2 AnoSSTNino CH-fase -.78 CH-fase CHfase Irigasi Pupuk - 55 Organik 5 Nov Hasil_5 Nov = V - 37 AnoSSTNino CH-fase CH-fase CH-fase Irigasi + 4 Pupuk + 28 Organik Des Hasil_ Des = V - 36 AnoSSTNino CH-fase -.83 CH-fase CHfase Irigasi + 2 Pupuk - 35 Organik 5 Des Hasil_5 Des = V AnoSSTNino CH-fase CH-fase CHfase3 + 4 Irigasi + 6 Pupuk - 77 Organik Keterangan : yang diberi garis bawah, nyata pada taraf α=.5 Hasil_ Sep = V AnoSSTNino CH-fase +.94 CHfase CH-fase Irigasi + 2. Pupuk + 6 Organik

91 69 Persamaan di atas bermakna : Konstanta = 364, menunjukkan hasil yang diharapkan akan diperoleh pada tanggal tanam September kalau menggunakan varietas IR 8, SST pada kondisi rata-rata, tidak ada hujan pada fase, fase 2 dan fase 3, tanpa irigasi, paket pupuk yang digunakan paket 23 kg Urea- kg SP-36-5 kg KCl dan tanpa bahan organik V = Kalau menggunakan varietas yang pertama (IR 64) maka akan memberikan hasil yang lebih rendah 824 kg/ha dibanding varietas yang kedua (IR 8) AnoSSTNino4 = Kalau AnoSSTNino4 turun sebesar satuan ( o C) akan menyebabkan peningkatan hasil sebesar 298 kg/ha..57 CH fase = Setiap peningkatan CHfase satu satuan ( mm) akan menyebabkan peningkatan hasil sebesar.57 kg/ha..94 CH fase2 =Setiap peningkatan CHfase2 satu satuan ( mm) akan menyebabkan peningkatan hasil sebesar.94 kg/ha..827 CH fase3 =Setiap peningkatan CHfase3 satu satuan ( mm) akan menyebabkan peningkatan hasil sebesar.827 kg/ha. 743 Irigasi =kalau menggunakan Irigasi maka akan memberikan hasil yang lebih tinggi sebesar 743 kg/ha dibanding tanpa Irigasi pada tanggal tanam September 2 pupuk = kalau menggunakan kombinasi pupuk yang pertama maka akan terjadi pengurangan hasil 2 kg/ha, dibanding kalau menggunakan kombinasi pupuk yang kedua, sedangkan kalau menggunakan kombinasi pupuk yang ketiga akan memberikan penambahan hasil sebesar 2 kg/ha. 6 organik = kalau menggunakan bahan organik jerami maka akan terjadi pengurangan hasil 6 kg/ha dibanding kalau tanpa menggunakan bahan organik, sedangkan kalau menggunakan bahan organik pukan 2 ton/ha akan memberikan penambahan hasil sebesar 6 kg/ha. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari output DSSAT, maka dapat dilihat teknologi mana yang memberikan hasil terbaik pada tanggal-tanggal tanam tertentu. Hal tersebut ditunjukkan oleh persamaan-persamaan yang disampaikan Tabel 3.5. Persamaan di atas memberikan tanggal tanam terbaik serta prediktor apa yang berpengaruh pada hasil yang diperoleh. Prediktor tersebut sekaligus merupakan indikator, teknologi apa yang perlu diperhatikan pada pertanaman setiap tanggal tersebut. Tanggal tanam merupakan peubah yang paling menentukan keberhasilan atau kegagalan panen. Persamaan hasil yang diperoleh

92 7 untuk pertanaman MT II, memperlihatkan bahwa penanaman bulan Februari yang paling menguntungkan, hal tersebut diindikasikan oleh error (RMSE) yang dihasilkan yang paling rendah, dibanding bulan Maret, April atau Mei (Gambar 3.28). Selain tanggal tanam, prediktor yang paling memberikan kontribusi yang signifikan terhadap hasil yang diperoleh adalah irigasi dan varietas. Gambar 3.28 Plot error pada setiap tanggal tanam 3.4. Simpulan Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat dijelaskan bahwa iklim sangat berpengaruh terhadap produksi tanaman, dan fluktuasi produktivitas tanaman pangan terutama padi di Kabupaten Pacitan. Curah hujan sebagai unsur iklim yang sangat erat kaitannya dengan ketersediaan air selama pertanaman, sehingga fluktuasi penurunan curah hujan selama pertumbuhan tanaman akan mempengaruhi keragaman hasil tanaman. Hal tersebut dijelaskan dengan menurunnya produksi pada tahun-tahun kering, sebaliknya produksi tinggi pada tahun-tahun basah. Curah hujan erat terkait dengan suhu permukaan laut (SST), dan berdasarkan hasil yang diperoleh diketahui bahwa terdapat hubungan nyata dan sangat nyata antara awal musim hujan dengan SST Nino 4 bulan Agustus pada hampir seluruh kecamatan di Kabupaten Pacitan. Informasi mengenai dampak keragaman iklim di suatu daerah tertentu, merupakan informasi yang

93 7 menjadi perencanaan utama dalam menetapkan jadwal dan pola tanam, terutama tanaman pangan. Pilihan teknologi yang tersedia berupa pilihan varietas, pemupukan, irigasi, bahan organik, yang didukung dengan informasi pola curah hujan dapat dijadikan sebagi acuan petani dalam mencari waktu tanam terbaik, untuk meminimalkan dampak variabilitas iklim. Pemilihan teknologi didasarkan kepada hasil terbaik yang diperoleh dengan biaya yang lebih minimal. Kerentanan terhadap produksi tanaman tertinggi pada musim tanam kedua (MK), sehingga penanaman untuk waktu tanam ini perlu diantisipasi dengan persiapan yang lebih awal. Hal itu terkait dengan informasi prakiraan iklim yang diberikan, dan pilihan waktu tanam dan teknologi yang diterapkan. Tanggal tanam merupakan peubah yang paling menentukan keberhasilan atau kegagalan panen. Persamaan hasil yang diperoleh untuk pertanaman MT II, memperlihatkan bahwa penanaman bulan Februari yang paling menguntungkan, hal tersebut diindikasikan oleh error (RMSE) yang dihasilkan yang paling rendah, dibanding bulan Maret, April atau Mei. Untuk itu, penanaman pada MH sebaiknya menggunakan varietas genjah, dan menjelang penanaman MT II, perlu dilakukan sistem culik atau teknologi lain, sehingga waktu persemaian dapat disegerakan. Selain tanggal tanam, prediktor yang paling memberikan kontribusi yang signifikan terhadap hasil yang diperoleh adalah irigasi dan varietas. Bahasan pada Bab berikutnya adalah kelayakan ekonomi teknologi budidaya yang dihasilkan. Berdasarkan perhitungan ekonominya, dipilih teknologi yang terbaik dengan biaya minimal.

94 72

95 73 IV. ANALISIS KELAYAKAN EKONOMI TEKNOLOGI BUDIDAYA UNTUK PENANGGULANGAN RISIKO IKLIM 4.. Pendahuluan Evaluasi teknologi adaptasi mengamati teknologi apa yang dilakukan petani, bagaimana variasi sarana produksi yang digunakan petani, misalnya bagaimana pupuknya, berapa takaran yang digunakan, varietas apa yang digunakan, bagaimana sistem irigasinya, sehingga diperoleh pilihan teknologi terbaik. Untuk melakukan pemilihan teknologi terbaik, dilakukan dengan pendekatan fungsi risiko. Fungsi risiko merupakan bagian dari fungsi produksi dalam pertanian. Fungsi produksi adalah suatu fungsi yang menunjukkan hubungan antara hasil produksi fisik (output) dengan faktor-faktor produksi (input) (Pindyck dan Rubenfeld 2 yang diacu dalam Rianse dan Abdi (29)). Produksi merupakan penciptaan kegunaan atau penciptaan barang dan jasa yang ingin dibeli masyarakat (Rianse dan Abdi 29). Teori produksi adalah menganalisis perilaku suatu usaha dengan teknologi yang ada dan menkombinasikan berbagai faktor input untuk menghasilkan output yang secara ekonomi efisien. Secara matematik fungsi produksi dapat diformulasikan sebagai berikut : Y =f(xi,x2,x3,...xn) Keterangan : Y = output yang dihasilkan Xi,...Xn = faktor-faktor produksi yang merupakan variabel input seperti tenaga kerja, pupuk, pestisida, bibit, jam penggunaan traktor dan lain-lain Sedangkan apabila dikaitkan dengan faktor tetap (Z), maka : Y = f (Xi, Zi), dimana Z terdiri dari lahan, peralatan, infrastruktur, pelayanan penyuluhan, dan kondisi eksogen seperti cuaca dan lain-lain. Dalam fungsi produksi yang ingin diketahui adalah seberapa besar keuntungan atau keuntungan maksimum yang mungkin diperoleh dari suatu usaha tani. Berkaitan dengan hal inilah fungsi risiko diperhitungkan. Fungsi risiko merupakan fungsi yang diperoleh dari input-input penentu yang mempengaruhi terhadap fluktuasi keuntungan atau kerugian suatu usaha tani. Menurut Soekartawi (26) adalah penting untuk memahami analisis usaha tani. Ilmu usaha tani didefinisikan sebagi ilmu yang mempelajari bagaimana

96 74 seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif apabila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki sebaik-baiknya dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan output yang melebihi input. Pilihan teknologi yang tersedia berupa pilihan varietas, pemupukan, irigasi, bahan organik, yang didukung dengan informasi pola curah hujan dapat dijadikan sebagi acuan petani dalam mencari waktu tanam terbaik, untuk meminimalkan dampak variabilitas iklim. Pilihan teknologi yang ideal memungkinkan suatu usaha tani berlangsung secara efektif dan efisien. Oleh karena itu, pemilihan teknologi didasarkan kepada hasil terbaik yang diperoleh dengan biaya yang lebih minimal. Penelaahan teknologi ini dilakukan melalui evaluasi dampak keragaman iklim terhadap kelayakan ekonomi teknologi budidaya untuk penanggulangan risiko iklim. Termasuk di dalamnya adalah upaya untuk memahami sistem usaha tani petani, yang dilengkapi dengan cost analisis (benefit and cost ratio). Sehingga dengan penggunaan teknologi adaptasi yang dilakukan tersebut dapat dihitung untung ruginya. Sehingga diperoleh komponen teknologi dengan output yang terbaik, mengingat masukan teknologi yang bervariasi, akan memberikan output yang juga bervariasi Metodologi Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten Pacitan Bahan, Alat dan Perangkat Lunak Bahan yang dibutuhkan dalam melaksanakan kegiatan penelitian ini, yaitu: 4. Data penggunaan pupuk existing 5. Data irigasi 6. Data varietas existing 7. Data pola tanam existing 8. Output keluaran hasi simulasi DSSAT 9. Data harga 2. Data biaya

97 Metodologi Penelitian Analisis kelayakan ekonomi Teknologi budidaya Dampak keragaman iklim jangka panjang kaitannya dengan produksi, dikaji melalui tahapan sebagai berikut: h. Masukan teknologi yang bervariasi akan memberikan keragaman hasil yang cukup menyebar. Berdasarkan hasil yang tertinggi, dengan menelaah teknologi yang digunakan, kemudian dilakukan pemilihan teknologi-teknologi budidaya. Opsi teknologi tersebut kemudian digunakan sebagai input dalam penghitungan keuntungan dan kerugian. Proses tersebut disajikan pada Gambar 4.. i. Penilaian teknologi menyangkut keuntungan atau kerugian dilakukan berdasarkan kelayakan secara ekonomi, dengan menggunakan analisis biaya manfaat. Dengan melakukan analisis biaya manfaat dapat dinilai apakah suatu kegiatan atau teknologi dapat dilaksanakan atau tidak, sesuai dengan masukan teknologi terpilih. Dalam prakteknya digunakan kriteria investasi untuk menilai kelayakan yaitu Net Benefit-Cost Ratio (BCR). Digunakan data biaya, data harga, data iklim dan opsi teknologi berdasarkan keluaran model simulasi DSSAT yang diperoleh dari hasil sebelumnya. Perhitungan Net BCR dilakukan untuk melihat berapa manfaat bersih yang diterima oleh suatu kegiatan untuk setiap satu rupiah pengeluaran bersih. Net BCR akan menggambarkan keuntungan dan layak dilaksanakan jika Net BCR >. Sedangkan apabila Net BCR=, maka kegiatan tersebut tidak untung dan juga tidak rugi (marjinal atau pas-pasan), sehingga terserah kepada penilai pengambil keputusan dilaksanakan atau tidak. Apabila Net BCR < maka usaha tersebut merugikan sehingga lebih baik tidak dilaksanakan. Persamaan net BC Ratio disajikan pada persamaan berikut. j. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari output DSSAT, maka dapat dilihat teknologi mana yang memberikan hasil terbaik pada tanggal-tanggal tanam tertentu. Hal tersebut ditunjukkan oleh persamaan-persamaan mengenai BC Ratio yang diproses dengan regresi menggunakan minitab ver. 4.

98 76 Persamaan tersebut berasal dari prediktor yang beberapa diantaranya dibuat variabel dummy (Tabel. 4.). Untuk prediktor yang memberikan pengaruh yang signifikan, diberi garis bawah pada persamaan, yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada taraf α=.5. Data biaya dan harga Data iklim, sifat genetis, tanah, dan alternatif teknologi Yield keluaran model simulasi teknologi budidaya Pendapatan Keuntungan BCR Kelayakan teknologi budidaya Tidak layak Layak Stop TEKNOLOGI REKOMENDASI berdasarkan KELAYAKAN SECARA EKONOMI Gambar 4.. Diagram alir analisis kelayakan teknologi budidaya

99 77 Tabel 4. Prediktor untuk mendapatkan persamaan BC Ratio No. Prediktor Keterangan 7. V menunjukkan varietas, =IR 64, =IR 8 Variabel dummy 8. AnoSSTNino4 adalah anomali SST Nino 4 bulan Agustus 9. CHfase adalah curah hujan fase (merupakan Keluaran DSSAT akumulasi curah hujan pada umur tanaman -55 hari). CHfase2 adalah curah hujan fase 2 (merupakan Keluaran DSSAT akumulasi curah hujan pada umur tanaman hari). CHfase3 adalah curah hujan fase 3 (merupakan Keluaran DSSAT akumulasi curah hujan pada umur tanaman hari) 2. Irigasi, =tanpa irigasi, =pemberian Irigasi pada Variabel dummy fase sebesar mm, pada fase 2 sebesar 89 mm dan pada fase 3 sebesar 63.8 mm 7. Pupuk, terdiri dari 3 paket: -, dan. Variabel dummy - = Urea 25 kg-sp 36 kg- KCl kg = Urea 23 kg-sp 36 kg-kcl 5 kg = Urea 2 kg-sp 36 5 kg-kcl 8 kg. (komposisi anjuran untuk Kecamatan Pacitan) 8. Organik, terdiri dari 3 paket:, - dan. Variabel dummy = tanpa BO, - = diberi BO sebesar 5 ton jerami /ha, = diberi BO sebesar 2 ton pukan /ha Keterangan : CH fase berdasarkan data curah hujan hasil keluaran simulasi DSSAT 4.3. Hasil dan Pembahasan Analisis BC Ratio Responden Perhitungan usaha tani Responden di Kecamatan Pringkuku didasarkan kepada hasil survey Responden. Gambar 4.2 menyajikan hasil perhitungan BC Ratio Responden yang bervariasi mulai dari hingga 2.4. Asumsi yang digunakan adalah tenaga kerja dihitung sebagai input biaya dan BC Ratio minus dianggap keuntungan sama dengan nol. Hanya sebagian Responden yang untung dalam usaha taninya, atau sekitar 42%. Usaha tani dikatakan untung apabila nilai BC Ratio>.

100 78 Gambar 4.2 BC Ratio sebagian responden Analisis kelayakan eknolomi teknologi budidaya Perhitungan BC Ratio dilakukan dengan terlebih dahulu menghitung analisis usaha tani. Sebagai input usaha tani adalah kebiasaan petani yang diperoleh dari hasil survey. Sedangkan asumsi harga gabah disesuaikan dengan kondisi terakhir. Hasil analisis usaha tani kemudian dibandingkan terhadap hasil yang diperoleh dari simulasi DSSAT. Hasil BC Ratio pada Tabel 4.2 memperlihatkan bahwa tanggal tanam untuk musim tanam kedua akan memberikan penurunan hasil, apabila waktu tanam mundur. Penanaman hingga Maret masih memberikan peluang yang menjanjikan (BC Ratio>) artinya penanaman masih menguntungkan. Pemilihan teknologi didasarkan kepada hasil terbaik yang diperoleh dengan biaya yang lebih minimal. Simulasi yang dilakukan menggunakan perbedaan varietas, irigasi dan pemupukan. Berdasarkan BC Ratio yang diperoleh untuk setiap perlakuan, umumnya tanggal tanam merupakan peubah yang sangat menentukan terhadap keberhasilan atau kegagalan panen. Kombinasi tanggal tanam dengan perlakuan pupuk, irigasi dan varietas, memberikan hasil bahwa untuk musim tanam kedua, akan memberikan hasil yang terbaik apabila ditanam pada pertengahan Januari atau awal Februari. Dengan pertimbangan saat itu,

101 79 penanaman pada MH sudah panen. Untuk itu, penanaman pada MH sebaiknya menggunakan varietas genjah, dan menjelang penanaman MT II, perlu dilakukan sistem culik atau teknologi lain, sehingga waktu persemaian dapat disegerakan. Tabel 4.2 Ilustrasi penghitungan BC Ratio (Kecamatan Arjosari) Tanggal tanam Hasil Arjosari Harga gabah Pendapatan Biaya produksi Keuntungan BC RATIO -Jan 3, ,. 5,36,65. 4,874,.,486, Jan 3, ,. 4,26, ,874,. 9,342, Feb 2,994. 4,. 2,275, ,949,. 7,326, Feb 2, ,.,948, ,949,. 6,999, Mar 2, ,.,842, ,24,. 6,88, Mar 2,5.7 4,. 8,262, ,24,. 3,238, Apr, ,. 6,895, ,99,.,796, Apr, ,. 5,577, ,99,. 478, Mei,68. 4,. 6,593, ,74,.,49, Mei, ,. 6,4, ,74,. 867, Jun ,. 3,777, ,249,.. 5-Jun ,. 4,5, ,249,.. -Jul,79.7 4,. 4,834, ,324,.. 5-Jul, ,. 4,49, ,324,.. -Agu, ,. 6,54, ,474,.,67, Agu 2,3.25 4,. 9,476,25. 5,474,. 4,2, Sep 2, ,.,974, ,474,. 6,5, Sep 3, ,. 2,535, ,474,. 7,6, Okt 3,46.8 4,. 2,898, ,474,. 7,424, Okt 3, ,. 3,344,475. 5,474,. 7,87, Nov 3, ,. 3,282, ,874,. 8,48, Nov 3, ,. 2,98, ,874,. 8,7, Des 3, ,. 2,56, ,874,. 7,687, Des 2, ,.,96, ,874,. 6,86, Penghitungan BC Ratio pada tahun-tahun Normal, El-Nino dan La-Nina diilustrasikan pada Gambar 4.2 hingga 4.4. Penghitungan tersebut didasarkan pada nilai curah hujan yang merupakan output hasil simulasi DSSAT Kecamatan Pacitan. Dengan menarik garis batas BC Ratio pada nilai.5, penanaman pada tahun-tahun Normal di Pacitan yang perlu mendapat perhatian lebih baik adalah

102 8 pada 5 Februari hingga 5 Maret. Penanaman pada tahun-tahun El-Nino, perlu mendapatkan penanganan yang baik hampir sepanjang tahun, terutama dari Januari hingga Agustus, sedangkan pada tahun-tahun La-Nina, penanaman 5 Maret hingga 5 April harus direncanakan dengan sebaik-baiknya. 6 BC Rasio Tahun-tahun Normal 5 4 Data 3 2 Gambar 4.2 -Jan 6 5-Jan -Feb 5-Feb -Mar 5-Mar -Apr 5-Apr -Mei 5-Mei -Jun 5-Jun -Jul BC Ratio tahun-tahun Normal BC Rasio Tahun-tahun El-Nino 5-Jul -Agu 5-Agu -Sep 5-Sep -Okt 5-Okt -Nov 5-Nov -Des 5-Des.5 5 Data Gambar 4.3 -Jan 5-Jan -Feb 5-Feb -Mar BC Ratio tahun-tahun El-Nino 5-Mar -Apr 5-Apr -Mei 5-Mei -Jun 5-Jun -Jul 5-Jul -Agu 5-Agu -Sep 5-Sep -Okt 5=Okt -Nov 5-Nov -Des 5-Des.5

103 8 6 BC Rasio Tahun-tahun La-Nina 5 4 Data Gambar 4.4 BC Ratio tahun-tahun La-Nina Tabel 4.3 Persamaan BC Ratio setiap tanggal tanam Tanggal tanam 3 2 -Jan 5-Jan -Feb 5-Feb -Mar 5-Mar -Apr 5-Apr -Mei 5-Mei -Jun 5-Jun -Jul 5-Jul -Agu 5-Agu -Sep 5-Sep -Okt 5-Okt -Nov 5-Nov -Des 5-Des Persamaan R 2 p RMSE.5 Jan BCR_ Jan = V AnoSSTNino CH-fase +.67 CH-fase CH-fase Irigasi Pupuk +.77 Organik 5 Jan BCR_5 Jan = V AnoSSTNino CHfase -.38 CH-fase CH-fase Irigasi Pupuk +.38 Organik Feb BCR_ Feb = V AnoSSTNino CHfase CH-fase CH-fase Irigasi -.33 Pupuk Organik 5 Feb BCR_5 Feb = V AnoSSTNino CHfase +.37 CH-fase CH-fase Irigasi Pupuk +.6 Organik Mar BCR_ Mar = V AnoSSTNino CH-fase +.52 CH-fase CH-fase Irigasi Pupuk +.8 Organik 5 Mar BCR_5 Mar = V -.2 AnoSSTNino CHfase -.7 CH-fase CH-fase Irigasi -.38 Pupuk +.74 Organik Apr BCR_ Apr = V AnoSSTNino4 +. CHfase -.7 CH-fase CH-fase Irigasi -.32 Pupuk Organik

104 82 Tanggal Persamaan R 2 p RMSE tanam 5 Apr BCR_5 Apr = V AnoSSTNino CHfase CH-fase CH-fase Irigasi Pupuk +.29 Organik Mei BCR_ Mei = V -.9 AnoSSTNino CHfase CH-fase CH-fase Irigasi -.33 Pupuk +.8 Organik 5 Mei BCR_5 Mei = V -.2 AnoSSTNino CHfase CH-fase CH-fase Irigasi -.25 Pupuk Organik Jun BCR_ Jun = V +.94 AnoSSTNino CHfase CH-fase CH-fase Irigasi -.23 Pupuk Organik 5 Jun BCR_5 Jun = V +.39 AnoSSTNino CHfase +.9 CH-fase CH-fase Irigasi -.8 Pupuk +.36 Organik Jul BCR_ Jul = V +.23 AnoSSTNino CH-fase +.49 CH-fase CH-fase Irigasi -.85 Pupuk Organik 5 Jul BCR_5 Jul = V +.3 AnoSSTNino CHfase +.7 CH-fase CH-fase3 +.2 Irigasi Pupuk +.73 Organik Agu BCR_ Agu = V -.77 AnoSSTNino CH-fase CH-fase CH-fase Irigasi -.34 Pupuk Organik 5 Agu BCR_5 Agu = V AnoSSTNino CHfase +.9 CH-fase CH-fase Irigasi Pupuk +. Organik Sep BCR_ Sep = V AnoSSTNino CHfase CH-fase CH-fase Irigasi Pupuk +.44 Organik 5 Sep BCR_5 Sep = V -.95 AnoSSTNino CHfase CH-fase CH-fase Irigasi -.43 Pupuk +.52 Organik Okt BCR_ Okt = V AnoSSTNino CHfase CH-fase CH-fase Irigasi Pupuk +.66 Organik 5 Okt BCR_5 Okt = V +.55 AnoSSTNino CHfase +.24 CH-fase CH-fase Irigasi Pupuk +.66 Organik Nov BCR_ Nov = V -.92 AnoSSTNino CHfase -.59 CH-fase CH-fase Irigasi -.5 Pupuk -.64 Organik 5 Nov BCR_5 Nov = V AnoSSTNino CHfase -.84 CH-fase CH-fase Irigasi -.45 Pupuk +.7 Organik Des BCR_ Des = V -.33 AnoSSTNino CH-fase -.73 CH-fase CH-fase3 +.3 Irigasi Pupuk +.8 Organik 5 Des BCR_5 Des = V -.39 AnoSSTNino CHfase CH-fase CH-fase Irigasi Pupuk +.96 Organik Keterangan : yang diberi garis bawah, nyata pada α=

105 83 BCR_ Jun = V +.94 AnoSSTNino CH-fase CH-fase CH-fase Irigasi -.23 Pupuk Organik Persamaan di atas bermakna : Konstanta =.458, menunjukkan BC ratio yang diharapkan akan diperoleh pada tanggal tanam Juni kalau menggunakan varietas IR 8, SST pada kondisi rata-rata, tidak ada hujan pada fase, fase 2 dan fase 3, tanpa irigasi, paket pupuk yang digunakan paket 23 kg Urea- kg SP-36-5 kg KCl dan tanpa bahan organik V = Kalau menggunakan varietas yang pertama (IR 64) maka akan memberikan BC ratio yang lebih rendah.365 dibanding varietas yang kedua (IR 8)..94 AnoSSTNino4= Kalau AnoSSTNino4 naik sebesar satuan ( o C) akan menyebabkan penurunan BCR sebesar CH fase = Setiap peningkatan CHfase satu satuan ( mm) akan menyebabkan peningkatan BCR sebesar CH fase2 = Setiap peningkatan CHfase2 satu satuan ( mm) akan menyebabkan peningkatan BCR sebesar CH fase3 = Setiap peningkatan CHfase3 satu satuan ( mm) akan menyebabkan peningkatan BCR sebesar Irigasi = kalau menggunakan Irigasi maka akan memberikan prediksi BCR yang lebih tinggi sebesar 2.6 dibanding tanpa Irigasi pada tanggal tanam Juni -.23 pupuk = kalau menggunakan kombinasi pupuk yang pertama maka akan terjadi peningkatan BCR sebesar.23, dibanding kalau menggunakan kombinasi pupuk yang kedua, sedangkan kalau menggunakan kombinasi pupuk yang ketiga akan menurunkan BCR sebesar organik = kalau menggunakan bahan organik jerami maka akan terjadi pengurangan BCR.567 dibanding kalau tanpa menggunakan bahan organik, sedangkan kalau menggunakan bahan organik pukan 2 ton/ha akan memberikan peningkatan BCR sebesar.567.

106 84 Berdasarkan penghitungan kelayakan ekonomi yang diwakili dengan penghitungan BC Ratio, terlihat bahwa penanaman MT II pada tanggal tanam Februari memberikan error yang paling rendah, dibanding bulan-bulan lain, dimana petani biasa melakukan penanaman untuk MT II dan pada saat itu penanaman pada MH sudah panen. Pada persamaan BC Ratio, selain irigasi dan varietas, pupuk juga memperlihatkan nilai yang signifikan. Hal tersebut diperlihatkan dengan kontribusi pupuk terhadap model persamaan yang diperoleh, yang ditunjukkan pada Tabel 4.4. Koefisien dan SS (sumbangan keragaman terhadap model/ persamaan yang dihasilkan memperlihatkan bahwa irigasi memberi pengaruh dominan pada tanggal tanam, kecuali tanggal tanam 5 Agustus hingga November. Pada tanggal-tanggal tersebut, keragaman persamaan lebih diperlihatkan oleh perbedaan pupuk yang diberikan. Dengan demikian, pada tanggal tanam 5 Agustus hingga November perbedaan perlakuan pupuk memberikan perbedaan BC Ratio yang cukup signifikan. Sejalan dengan penggunaan pupuk, penggunaan varietas pada tanggal-tanggal tersebut juga mmeberikan sumbangan keragaman yang dominan terhadap persamaan BC Ratio yag dihasilkan.

107 85 Tabel 4.4. Koefisien persamaan BC Rasio dan kontribusi masing-masing prediktor -Jan 5-Jan -Feb 5-Feb -Mar Koefisien SS Koefisien SS Koefisien SS Koefisien SS Koefisien SS K V AnoSST CH-f ase CH-f ase CH-f ase Irigasi Pupuk Organik Mar -Apr 5-Apr Mei 5 Mei Koefisien SS Koefisien SS Koefisien SS Koefisien SS Koefisien SS K V AnoSST CH-f ase CH-f ase CH-f ase Irigasi Pupuk Organik Juni 5 Juni -Jul 5-Jul -Aug Koefisien SS Koefisien SS Koefisien SS Koefisien SS Koefisien SS K V AnoSST CH-f ase CH-f ase CH-f ase Irigasi Pupuk Organik Aug -Sep 5-Sep -Oct 5-Oct Koefisien SS Koefisien SS Koefisien SS Koefisien SS Koefisien SS K V AnoSST CH-f ase CH-f ase CH-f ase Irigasi Pupuk Organik Nov 5-Nov Des 5 Des Koefisien SS Koefisien SS Koefisien SS Koefisien SS K V AnoSST CH-f ase CH-f ase CH-f ase Irigasi Pupuk Organik

108 Simpulan Berdasarkan BC Ratio yang diperoleh untuk setiap perlakuan, seperti halnya produksi yang diperoleh, umumnya tanggal tanam merupakan peubah yang sangat menentukan terhadap keberhasilan atau kegagalan panen. Kombinasi tanggal tanam dengan perlakuan pupuk, irigasi dan varietas, memberikan hasil bahwa untuk musim tanam kedua, akan memberikan hasil yang terbaik apabila ditanam pada pertengahan Januari atau awal Februari. Penanaman MT II pada tanggal tanam Februari memberikan error yang paling rendah, dibanding bulanbulan lain. Penghitungan BC Ratio pada tahun-tahun Normal, El-Nino dan La-Nina didasarkan pada nilai curah hujan yang merupakan output hasil simulasi DSSAT Kecamatan Pacitan. Dengan menarik garis batas BC Ratio pada nilai.5, penanaman pada tahun-tahun Normal di Pacitan yang perlu mendapat perhatian lebih baik adalah pada 5 Februari hingga 5 Maret dan Juni. Penanaman pada tahun-tahun El-Nino, perlu mendapatkan penanganan yang baik hampir sepanjang tahun, terutama dari Januari hingga Agustus, sedangkan pada tahun-tahun La- Nina, penanaman 5 Maret hingga 5 April harus direncanakan dengan sebaikbaiknya. Analisis kelayakan ekonomi yang dilakukan adalah untuk menghitung pertanaman pada tanggal tanam berbeda yang didukung dengan pilihan teknologi budidaya, sehingga diperoleh gambaran untuk memilih teknologi yang dianggap terbaik. Informasi yang diperoleh ini merupakan salah satu dukungan terhadap informasi kalender tanam dinamik. Oleh karena itu, pada bab berikutnya akan dibahas mengenai state of the art (pengembangan) kalender tanam dinamik di Indonesia untuk pengelolaan risiko iklim.

109 87 V. PENGEMBANGAN KALENDER TANAM DINAMIK DI INDONESIA UNTUK PENGELOLAAN RISIKO IKLIM 5.. Pendahuluan Kalender tanam pertama kali diperkenalkan kepada masyarakat tani oleh Kementerian Pertanian (Syahbuddin et al. 27; Las et al. 27). Di pihak lain, IPB melalui CCROM bekerja sama dengan BMKG, melakukan penelitian yang menghasilkan sebuah Kalender Pertanian Indonesia (Boer et al. 27). Gaung kalender tanam semakin terdengar, ketika kalender tanam dipromosikan Kementerian Pertanian mulai tahun 27 dan dirangkum/direvisi dalam sebuah kalender tanam terpadu mulai akhir tahun 2 ( Menurut Boer (22), kalender tanaman merupakan sistem penanggalan yang menunjukkan tingkat kepentingan hubungan antara kondisi lingkungan dengan fase pertumbuhan tanaman. Jadi kalender tanaman akan memperlihatkan kondisi lingkungan yang bagaimana yang tidak diinginkan atau diinginkan tanaman dan pada fase pertumbuhan yang mana tanaman menjadi sangat sensitif terhadap kondisi lingkungan tersebut. Pendapat Syahbuddin et al. (27) menyatakan bahwa Kalender tanam adalah suatu informasi yang menggambarkan potensi pola tanam dan waktu tanam tanaman semusim, terutama padi, berdasarkan potensi dan dinamika sumber daya iklim dan air. Kalender tanam ini merekomendasikan alternatif pola tanam. Pada awal perkenalan mengenai kalender tanam yang dikeluarkan Litbang Pertanian, kalender tanam yang ada merupakan tabulasi dari tahun Normal, El- Nino, La-Nina dan existing petani setempat. Namun demikian sudah merekomendasikan pola tanam sampai level kecamatan, meskipun masih bersifat statis. Di lain pihak, kalender pertanian yang diperkenalkan Boer et al. (27), menyampaikan permulaan teknik-teknik yang menyajikan informasi kalender tanam yang dapat diakses dan digunakan pengguna dengan memasukkan nilai tertentu pada web. Metode yang diperkenalkan dalam hal ini mengarah pada penggunaan kalender tanam dinamik. Kalender tanam perlu dikembangkan ke arah yang berorientasi dinamik, karena dengan dikeluarkannya kalender tanam dinamik, dapat diketahui informasi untuk setiap musim tanam, berdasarkan hasil prakiraan iklim yang dikeluarkan.

110 88 Pengembangan kalender tanam dinamik berfungsi sebagai alat bantu pengambilan keputusan. Kalender tanam dinamik diharapkan dapat membantu otoritas lokal untuk mengevaluasi dan menilai tingkat risiko pengambilan keputusan tertentu pada musim tertentu berdasarkan prakiraan iklim yang diberikan. Informasi iklim pada musim yang akan datang, memungkinkan petani mempunyai pilihan apakah akan menanam atau tidak, apa jenis tanaman yang akan ditanam, varietas apa yang akan ditanam dan lain-lain. Sejalan dengan pernyataan Buono et al. (2) yang menegaskan bahwa penyusunan kalender tanam dimaksudkan untuk memberi informasi kepada pengguna secara lebih dinamis, sehingga diharapkan dapat menjadi panduan operasional baik bagi penyuluh pertanian maupun petani dalam menjalankan usahataninya secara berkelanjutan. Informasi yang komphrehensif dari berbagai sektor terkait dapat membantu otoritas lokal untuk mempersiapkan manajemen potensi risiko iklim ke depan dan membantu petani untuk memperkirakan waktu tanam menyesuaikan dengan kondisi iklim. Adapun manfaat Kalender Tanam, secara umum adalah (Runtunuwu et al. 29): Menentukan waktu tanam per kecamatan berdasarkan kondisi iklim (basahkering-normal) Menentukan pola tanam berdasarkan potensi sumber daya air Menetapkan strategi penyediaan & distribusi sarana produksi Perencanaan budidaya & pengelolaan tanaman untuk menghindari/mengurangi resiko iklim Dalam kaitannya dengan kalender tanam, ada beberapa hal yang melatarbelakangi mengapa kalender tanam perlu disusun. Hal ini terkait dengan perlunya pengelolaan risiko iklim. Hal-hal tersebut, yaitu : ). kejadian bencana iklim terutama akibat iklim ekstrim dan pengaruhnya pada ketersediaan air untuk pertanian yang merupakan bagian dari risiko iklim, 2). Sebagai perencanaan awal pertanian kaitannya dengan sistem informasi iklim, 3). teknologi yang digunakan petani menyangkut pola bertanam petani sebagai bagian teknologi adaptasi yang perlu disiapkan dan 4). kelembagaan yang menyertai, baik itu kelembagaan pusat maupun daerah, menyangkut sarana dan prasarana. Pribadi (28) yang diacu dalam Lassa et al. (29) menyatakan bahwa suatu proses pengelolaan risiko bencana dapat melibatkan secara aktif

111 89 masyarakat yang berisiko dalam mengkaji, menganalisis, menangani, memantau, dan mengevaluasi risiko bencana untuk mengurangi kerentanannya dan meningkatkan kemampuannya. Menurut Abarquez & Murshed (24), dalam pengelolaan risiko bencana diperlukan upaya pemberdayaan komunitas agar dapat mengelola risiko bencana dengan tingkat keterlibatan pihak atau kelompok masyarakat dalam perencanaan dan pemanfaatan sumber daya lokal dalam kegiatan implementasi oleh masyarakat sendiri. Gambar 5.. menyajikan sistem pengelolaan risiko bencana dan adaptasi perubahan iklim di Indonesia dengan mengutamakan komunikasi dan koordinasi pada pihak-pihak terkait. Gambar 5. Ilustrasi salah satu pilar utama dalam sistem pengelolaan risiko bencana dan adaptasi perubahan iklim di Indonesia (Lassa et al. 29) Dalam kaitannya dengan kalender tanam, kegagalan dan keberhasilan panen merupakan bagian dari pengelolaan risiko iklim. Berbicara mengenai risiko (risk) berarti berbicara mengenai peluang (Boer 22). Jadi dalam hal ini pilihan pola tanam pada kalender tanam diharapkan dapat mengkalkulasi / menentukan besarnya peluang suatu keadaan yang tidak diinginkan yang dapat menyebabkan kegagalan atau kerusakan Pranata Mangsa, indigenous knowledge cikal bakal kalender tanam

112 9 Secara tradisional, kalender tanam telah lama dikembangkan oleh petani Indonesia. Masyarakat Jawa dan Bali menyebutnya Pranata Mangsa (Sunda), Pranoto Mongso (Jawa) dan Kerta Masa (Bali). Pranata Mangsa dibutuhkan sebagai penentuan atau patokan untuk bercocok tanam (Syahbuddin 27) Pranata mangsa merupakan pengetahuan indigenous. Menurut Johnson (992) yang diacu dalam Sunaryo dan Joshi (23), pengetahuan indigenous adalah sekumpulan pengetahuan yang diciptakan oleh sekelompok masyarakat dari generasi ke generasi yang hidup menyatu dan selaras dengan alam. Pengetahuan ini juga merupakan hasil kreativitas dan inovasi atau uji coba secara terus-menerus dengan melibatkan masukan internal dan pengaruh eksternal dalam usaha untuk menyesuaikan dengan kondisi baru setempat. Oleh karena itu pengetahuan indigenous ini tidak dapat diartikan sebagai pengetahuan kuno, terbelakang, statis atau tak berubah. Pranata mangsa adalah semacam penanggalan yang dikaitkan dengan kegiatan usaha pertanian, khususnya untuk kepentingan bercocok tanam atau penangkapan ikan. Pranata mangsa berbasis peredaran matahari dan siklusnya (setahun) berumur 365 hari (atau 366 hari) serta memuat berbagai aspek fenologi dan gejala alam lainnya yang dimanfaatkan sebagai pedoman dalam kegiatan usaha tani maupun persiapan diri menghadapi bencana (kekeringan, wabah penyakit, serangan pengganggu tanaman, atau banjir) yang mungkin timbul pada waktu-waktu tertentu. Pranata mangsa berbentuk kalender tahunan yang bukan berdasarkan kalender Syamsiah (Masehi) atau kalender Komariah (Hijrah/lslam) tetapi berdasarkan kejadian-kejadian alam yaitu seperti musim penghujan, kemarau, musim berbunga, dan letak bintang di jagat raya, serta pengaruh bulan purnama terhadap pasang surutnya air laut (Wiriadiwangsa 25). Pranata Mangsa dibutuhkan pada saat itu sebagai penentuan atau patokan bila akan mengerjakan sesuatu pekerjaan. Contohnya melaksanakan usaha tani seperti bercocok tanam atau melaut sebagai nelayan, merantau dan mungkin juga berperang. Tabel Pranata Mangsa selama setahun dengan sistem pertanaman padi masih setahun sekali (IP):. Kasa (Kahiji) 22/23 Juni - 2/3 Agustus. Musim tanam palawija.

113 9 2. Karo (Kadua) 2/3 Agustus - 25/26 Agustus. Musim kapok bertunas tanam palawija kedua. 3. Katiga (Katilu) 25/26 Agustus - 8/9 September. Musim ubi-ubian bertunas, panen palawija. 4. Kapat (Kaopat) 8/9 September-3/4 Oktober. Musim sumur kering, kapuk berbuah, tanam pisang. 5. Kalima (Kalima), 3/4 Oktober - 9/ November. Musim turun hujan, pohon asam bertunas, pohon kunyit berdaun muda. 6. Kanem (Kagenep) 9/ November - 22/23 Desember. Musim buah-buahan mulai tua, mulai menggarap sawah. 7. Kapitu (Katujuh) 22/23 Desember - 3/4 Pebruari. Musim banjir, badai, longsor, mulai tandur. 8. Kawolu (Kadalapan) 2/3 Februari. Musim padi beristirahat, banyak ulat, banyak penyakit. 9. Kasonga (Kasalapan) /2 Maret - 26/27 Maret. Musim padi berbunga, turaes (sebangsa serangga) ramai berbunyi.. Kadasa (Kasapuluh) 26/27 Maret -9/2 April. Musim padi berisi tapi masih hijau, burung- burung membuat sarang, tanam palawija di lahan kering.. Desta (Kasabelas) 9/2 April - 2/3 Mei. Masih ada waktu untuk palawija, burung-burung menyuapi anaknya. 2. Sada (Kaduabelas) 2/3 April- 22/23 Juni. Musim menumpuk jerami, tanda-tanda udara dingin di pagi hari (Sumber: Wiriadiwangsa, 25 dari Buku Unak-anik Basa Sunda Th.2).

114 92 Gambar 5.2 Sistem penanggalan musim bukti kepandaian ilmu astronomi nenek moyang ( teknologi-kuno-bangsa-indonesia-yang-canggih.html) Teknik membaca mangsa didasarkan atas nampaknya Rasi Waluku (Orion) Apabila Rasi Waluku terbit pada waktu shubuh, hal ini berarti hari tersebut adalah permulaan mangsa kasa (mangsa pertama). Dengan terbitnya Rasi Waluku merupakan pertanda bagi para petani untuk mempersiapkan bajaknya (walukunya). Apabila pada shubuh hari Rasi waluku telah merembang (dekat dengan zenith) maka berarti permulaan mangsa kapat (mangsa labuh/hujan kiriman). Apabila waktu shubuh Rasi Waluku mulai tenggelam berarti permulaan mangsa kapitu (mangsa ketujuh). Pada mangsa kapitu biasanya ditandai dengan musim hujan rendheng. Apabila pada waktu maghrib Rasi Waluku merembang maka pertanda permulaan awal mangsa kasanga (mangsa kesembilan). Apabila pada waktu maghrib Rasi Waluku mulai terbenam maka pertanda awal mangsa desta (mangsa kesebelas). Pada masa ini orang-orang tidak bisa melihat Rasi Waluku, sehingga diartikan sebagai masa selo atau apit. Yang artinya meng-apit walukunya (menyimpan bajaknya). Menurut Supriyono (22), fenomena mongso untuk penciri dimulainya pertanaman terbagi ke dalam empat musim, yaitu;. Fenomena Mongso Labuh ( Mongso labuh adalah saat dimulainya kegiatan bercocok tanam setelah musim kemarau yang dimulai pada mongso IV yang diawali dengan kegiatan

115 93 pengolahan tanah. Untuk menanam benih, petani menunggu sampai tanah menjadi dingin dan cukup lembab. Indikasi dinginnya tanah yang dipedomani petani adalah mulai bertunasnya umbi-umbian, baik yang disimpan di rumah maupun yang masih berada di kebun, seperti, gadung, uwi, talas dll. Apabila saat itu tanah masih kering, mereka menunggu pergantian musim yang ditandai dengan hembusan angin konstan berubah-ubah arah selama beberapa hari dan pada saat angin berhenti itulah saat pergantian mongso yang sering disertai dengan turunnya hujan yang disebut sebagai hujan menjelang pergantian mongso (udan mapag mongso). Komponen cuaca yang relevan dengan fenomena dinginnya tanah adalah suhu tanah permukaan setiap jam 3. yang mendekati suhu maksimum hariannya. Rata2 dasarian suhu tanah permukaan mencapai puncaknya pada dekade ke 28 atau dekade- Oktober yang masih masuk mongso IV dan pada dekade berikutnya yang mulai masuk mongso V suhu tanah permukaan mulai menurun dan pada perioda tersebut umbi2an mulai bertunas dan rumput mulai menghijau meskipun hujan belum turun. Penyimpangan cuaca yang bisa mengacaukan perhitungan ini adalah curah hujan berkepanjangan pada musim kemarau, terlebih pada saat munculnya fenomena alam La-Nina, karena penyakit bulai sudah mulai muncul pada mongso V. Meskipun demikian, pertanaman pada mongso V resikonya tetap lebih rendah. 2. Fenomena Mongso Bedhidhing Mongso ke II dikenali masyarakat sebagai musim dingin atau mongso bedhidhing dan masih bisa dijumpai setiap tahun. Fenomena alam yang sering terjadi pada mongso ini adalah minyak kelapa membeku di pagi hari, banyak ayam sakit dan mati sehingga sering disebut juga musim aratan atau pagebluk. Kapuk randu mulai membentuk kuncup bunga sehingga ada masyarakat yang menyebut bunga kapuk sebagai Karo. Pada mongso I, bumi berada pada jarak terjauh ke matahari dan dampaknya mulai dirasakan pada mongso ke II dimana udara malam sangat dingin. Data cuaca pertanian yang relevan dengan fenomena ini adalah rata2 suhu udara minimum di malam hari, yang setiap tahun mencapai suhu terendah pada dekade 23 atau dekade-2 Agustus, artinya yang masih bagian dari mongso karo.

116 94 3. Fenomena Mongso Rendengan Sampai saat ini mongso VI masih diyakini sebagai masa tanam terbaik untuk padi sawah dan sepanjang situasinya mendukung para petani berupaya agar bisa tanam pada mongso VI. Kenyataan yang belum berubah sampai saat ini adalah, padi yang ditanam pada mongso kanem memiliki resiko terendah terhadap penyakit tanaman disamping produktivitasnya paling tinggi. Selama tiga dekade pengamatan, dengan jenis padi dan cara tanam yang sama, tanaman dengan masa panen sekitar mongso IX memiliki produktivitas tertinggi, sedangkan memasuki mongso X produktivitasnya mulai menurun dan penurunannya bisa mencapai 5%. Faktor cuaca pertanian yang berperan disini bukan saja cuaca pada saat tanam, tetapi juga cuaca menjelang panen, terutama untuk ukuran padi genjah, yang relevan dengan jenis padi yang ditanam saat ini. Di dalam hal ini suhu tanah pada kedalaman meter setiap jam 7. pagi adalah komponen cuaca yang paling berperan, terutama di dataran rendah. Suhu tanah ini mencapai puncaknya pada dekade ke atau dekade April yang masuk mongso ke- X. Pada kondisi suhu tinggi dari dalam tanah sawah akan keluar cairan berwarna merah pada malam hari yang pada pagi harinya berubah menjadi kuning kecoklatan dan dikenal sebagai karat tanah. Cairan inilah yang menyebabkan kerusakan perakaran tanaman yang potensial dan mengganggu proses fisiologis sehingga pengisian malai tidak sempurna atau dalam kata lain banyak bulir padi yang kosong atau hampa. 4. Fenomena Mongso Gadu Padi sawah yang ditanam pada mongso X XI pertumbuhannya sangat lambat dan anakannya kurang sehingga produktivitasnya juga kurang, tetapi yang jauh lebih penting bagi petani adalah masalah hama tikus. Tanaman yang masa tanamnya mongso X XI apabila terserang hama tikus tingkat kepulihannya <3%, sebaliknya, pertanaman mulai mongso XI pertumbuhannya berangsurangsur lebih bagus dan apabila terserang tikus tingkat kepulihan masih bisa >8%. (Supriyono, 22 diambil dari Masyarakat Dayak memilah Bulan Berladang atas Bulan-4 sampai Bulan-6 yang menandakan saatnya penyiapan lahan, kemudian dilanjutkan dengan

117 95 pembakaran dan Bulan-7 sampai Bulan-9 saatnya menyemai benih. Bulan-4 ditandai apabila buaya mulai naik ke darat untuk bertelur. Bulan-6 ditandai munculnya Bintang Tiga pada dinihari seperti kedudukan matahari jam 9. pagi bertepatan dengan bulan Juli, saat kegiatan penebangan telah selesai. Bintangbintang yang ribuan banyaknya diantaranya yang muncul secara periodik juga diyakini oleh masyarakat, khususnya di Kalimantan sebagai pertanda akan datangnya air pasang atau mulainya air surut (Wisnubroto dan Attaqi 997). Pranata mangsa yang merupakan kearifan lokal ini merupakan kalender tanam tradisional yang sudah diadopsi petani di suatu wilayah tertentu secara turun temurun. Suatu tool untuk sinkronisasi kalender tanam dinamik dengan pranata mangsa akan sangat berguna untuk menggabungkan keduanya Pengembangan Model Kalender Tanam di Indonesia Kalender Tanam Kementerian Pertanian Hasil-hasil penelitian mengenai kalender tanam telah dilakukan mulai TA 27 (Pulau Jawa), tahun 28 (Pulau Sumatera), tahun 29 (Pulau Sulawesi dan Kalimantan) dan 2 (Bali, Papua Barat, NTB, NTT, Maluku) di Kementerian Pertanian melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kalender tanam Kementerian Pertanian telah menyusun Peta Kalender Tanam Pulau Jawa dan Sumatera berbasis kabupaten dengan skala :.. dan berbasis kecamatan dengan skala :25.. Peta ini menggambarkan waktu tanam dan pola tanam tanaman semusim, terutama padi, berdasarkan potensi dan dinamika sumber daya iklim dan air (Las et al. 27a dan Las et al. 27b). Peta kalender tanam tersebut disusun berdasarkan kondisi periode tanam yang dilakukan oleh petani saat ini, dan berdasarkan tiga kejadian iklim yaitu tahun basah (TB), tahun normal (TN), dan tahun kering (TK). Dengan demikian kalender dan pola tanam yang akan diterapkan dapat disesuaikan dengan masing-masing kondisi iklim tersebut. Dengan kata lain, dalam penggunaannya kalender tanam ini bersifat look up table. Peta kalender tanam dalam atlas ini disusun sesederhana mungkin agar mudah dipahami oleh para penyuluh, petugas dinas pertanian, kelompok tani dan petani dalam mengatur kalender tanam dan pola tanam, sesuai dengan dinamika iklim. Atlas ini juga memiliki keunggulan, yaitu dinamis, karena disusun berdasarkan beberapa kondisi iklim, operasional pada

118 96 skala kecamatan, spesifik lokasi, karena mempertimbangkan kondisi sumberdaya iklim dan air setempat, mudah diperbaharui), dan mudah dipahami oleh pengguna karena disusun secara spasial dan tabular dengan uraian yang jelas. Gambar 5.3 Diagram alir penyusunan peta kalender tanam aktual dan potensial (Syahbuddin 27) Dalam kalender tanam yang disusun Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian diperhatikan beberapa hal sebagai berikut : Pola Tanam (waktu tanam, jenis tanaman, dll) dengan 4 skenario : Eksisting CH Normal, Kering (El-Nino), Basah (La-Nina) Pola curah hujan dan ketersediaan air irigasi Elastisitas ketersediaan air menurut skenario perubahan/anomali iklim (maju-mundur, Basah, Kering, Normal) awal musim & jumlah CH Indeks & tingkat kekeringan, perubahan waktu dan durasi ketersediaan air Alternatif pola tanam (waktu tanam, varietas, dan jenis tanaman, dll) Kalender tanam hasil riset Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian ditampilkan dalam dua bentuk yaitu : - Spatial dalam bentuk Peta Kalender Tanam - Tabular dalam bentuk Tabel Rekomendasi Pola Tanam (& Waktu Tanam) per Kecamatan, oleh karena itu kalender tanam ini berdasarkan look up table.

119 97 Publikasi dalam bentuk Atlas Kalender Tanam sudah disusun sebanyak 3 volume: - Volume I : Jawa (+ Madura) (27) - Valume II : Sumatera, Kalimantan (28) - Valume III : Bali, NTB, Sulawesi,dll (28/9) - Volume IV : Papua, Maluku, Malut, Bali, NTT, NTB, dan Makasar (2) Kalender Tanam Terpadu Pada akhir tahun 2, Badan Litbang Pertanian meluncurkan Soft Launching Kalender Tanam Terpadu. Pada kalender tanam terpadu sudah menggabungkan teknologi-teknologi yang mendukung untuk tercapainya produksi yang optimal, diantaranya varietas dan proporsi benih yang dianjurkan, pemupukan berimbang, metodologi identifikasi bencana banjir, kekeringan dan OPT serta menggunakan prediksi musim. Kalender tanam tepadu ditunjang dengan basisdata yang terorganisir dengan baik. Kalender tanam yang dihasilkan diharapkan dapat membantu di dalam menetapkan strategi penyediaan dan distribusi sarana produksi serta perencanaan pola tanam, teknik budidaya pengelolaan tanaman untuk menghindari/mengurangi resiko iklim pada tanaman pangan lahan sawah. Oleh karena itu, diharapkan para pengambil kebijakan dapat dengan mudah dan cepat melakukan perencanaan pertanian tanaman pangan di lahan sawah yang mempertimbangkan prediksi iklim near real time yang meliputi waktu tanam, luas tanam, rekomendasi dan kebutuhan pupuk, rekomendasi varietas dan kebutuhan benih, serta informasi wilayah rawan banjir, kekeringan dan rawan OPT (Ramadhani et al. 2). Pengguna dapat mengakses dan juga menambahkan data pada feature yang sudah disediakan, sesuai lokasi yang ingin diketahui. Akses tersedia di situs Badan litbang Pertanian, klik Kalender Tanam Terpadu. Desain sistem kalender tanam terpadu terdiri dari tiga tahapan (Gambar 5.4) (Ramadhani et al, 2):. Desain database, data yang sudah dikumpulkan dalam tahap sebelumnya disimpan dalam bentuk tabel relasional. Dalam tahap ini, tabel dibuat sesuai dengan tingkat data administrasi dan data pendukungnya.

120 98 2. Desain aplikasi berbasis desktop untuk mendukung kemampuan updating data secara otomatis, aplikasi desktop ini dibutuhkan sebagai alat penghasil data dinamis jika data tertentu atau algortima analisis diperbaruhi sewaktuwaktu, sehingga aplikasi berbasis web dapat menampilkan data atau informasi yang telah diubah secara cepat dan mudah. 3. Desain aplikasi berbasis web untuk publikasi data, perancangan antar muka dalam aplikasi berbasis web ini akan terdiri dari peta digital dan interaktif, data tabular yang mudah digunakan, dan kemampuan menyediakan peta digital yang sudah di-layout dalam bentuk Portable Document Format (pdf) dan tabel tabularnya secara dinamis. Brainstorming Inventarisir hasil penelitian Penyusunan algoritma analisis Pembuatan desain sistem kalender tanam terpadu Desain database Desain aplikasi berbasis web Desain aplikasi berbasis desktop Pembuatansistem informasi kalender tanam terpadu Pembuatan Aplikasi berbasis web Layout peta kalender tanam Testing aplikasi berbasis web dan desktop Pembuatan Aplikasi desktop Verifikasi lapang Instalasi server di tempat colocation Gambar 5.4 Diagram alir proses pembuatan sistem kalender tanam terpadu (Ramadhani et al. 2) Kalender tanam terpadu ini direncanakan akan diupdate setiap 3 kali setahun, yaitu untuk informasi awal musim hujan, awal musim kemarau dan informasi untuk MK II. Update pertama untuk tahun 22 dilakukan untuk informasi musim tanam II (MK I). Adapun pendekatan yang digunakan dalam pengembangan kalender tanam terpadu pada dasarnya sama dengan informasi yang dikeluarkan sebelumnya, yaitu penyusunan peta kalender tanam aktual dan potensial dengan

121 99 menggunakan analisis klimatologis. Kalender tanam aktual didasarkan pada informasi luas baku sawah dan luas tanam dengan menginformasikan kalender tanam existing petani. Analisis dilakukan dengan menggunakan data luas tanam rata-rata sepuluh harian per kecamatan untuk periode lima sampai sembilan tahun terakhir tergantung ketersediaan data di setiap provinsi. Awal tanam MT I ditentukan pada saat 8% dari luas baku sawah kecamatan yang bersangkutan telah ditanami padi. Awal tanam MT II ditentukan pada saat 6% dari luas baku sawah telah ditanami padi. Sedangkan awal tanam MT III ditentukan pada saat 2% dari luas baku sawah telah ditanami padi (Runtunuwu et al. 28). Kalender tanam potensial berdasarkan informasi curah hujan (isohyets, onset dan indeks pertanaman), informasi yang dikeluarkan berupa kalender tanam pada kondisi tahun El-Nino, La-Nina dan Normal. Penyusunan kalender tanam potensial menggunakan informasi iklim/curah hujan sebagai parameter utama di dalam penentuan onset musim tanam. Komponen utama deliniasi kalender tanam adalah curah hujan dan ketersediaan air irigasi. Kegiatan yang dilakukan pada tahap awal adalah menginventarisasi data sumberdaya iklim, terutama curah hujan, yang kemudian dianalisis untuk menentukan karakteristik curah hujan, yaitu variabilitas iklim, zona agroklimat, potensi awal musim tanam (onset), dan intensitas pertanaman (IP) (Runtunuwu et al. 28). Onset Waktu Tanam Potensial Onset mencirikan waktu tanam pada MT I. Onset dimulai apabila curah hujan telah melebihi 35 mm/dasarian selama tiga dasarian berturut-turut. Penentuan ini sangat terkait dengan jumlah dasarian ( dasarian = hari) selama setahun yang memiliki curah hujan lebih dari 35 mm/dasarian (LGP, length growth period). Karakteristik sumberdaya iklim di atas masih merupakan informasi per stasiun iklim, sehingga perlu dispasialkan untuk mendapatkan informasi utuh di seluruh wilayah. Spasialisasi dilakukan berdasarkan tiga variabilitas iklim, yaitu tahun basah, tahun normal, dan tahun kering. Dari masing-masing variabilitas iklim tersebut dibuat dua layer zonasi digital, yaitu layer zona agroklimat dan layer gabungan antara onset kalender tanam potensial dan IP. Kedua layer digital selanjutnya ditumpangtepatkan (overlay) untuk mendapatkan kombinasi data yang memiliki karakteristik iklim yang relatif homogen. Agar informasi yang diperoleh sesuai dengan target, yaitu mengenai sawah, maka kedua layer tersebut juga ditumpangtepatkan dengan layer distribusi sawah dari setiap kecamatan. Hasil

122 overlay merupakan basis data kalender tanam yang kemudian digunakan untuk menentukan onset setiap kecamatan, berdasarkan onset areal sawah yang terluas. Pada kalender tanam terpadu ada penambahan informasi baru berupa informasi hasil prakiraan iklim sebagai input dinamik sekaligus mengembangkan Atlas Kalender Tanam Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian menjadi suatu informasi yang dinamik dan interaktif. Hasil prakiraan yang dikeluarkan merupakan hasil prakiraan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Hingga Januari 22, terhadap hasil prakiraan BMKG ini tidak dilakukan analisis, hanya dilakukan interpretasi saja. Tabel 5. Contoh kalender tanam tanaman pangan (padi) pada tahun normal Gambar 5.5 Diagram alir kalender tanam dengan menggunakan informasi prakiraan iklim BMKG

123 Informasi hasil prediksi musim yang terdiri dari prediksi awal musim, pergeseran musim dan sifat hujan, serta perkembangan prediksi iklim near real time dari BMKG sedemikian rupa dimanfaatkan sebagai input dinamik yang akan menjadi dasar pemilihan skenario anomali iklim pada Kalender Tanam yang akan diterapkan pada musim yang akan datang. Beberapa hal yang dilakukan antara lain, mempelajari peluang kejadian skenario anomali iklim dalam 2-3 musim berurutan, penyetaraan satuan peta dasar terkecil dari zona musim (ZOM) atau daerah bukan zona musim (Non-ZOM) menjadi berbasis administrasi di tingkat kecamatan, menterjemahkan informasi prediksi musim dari berbasis ZOM dan Non-ZOM menjadi berbasis kecamatan, serta menyusun informasi awal tanam dan luas tanam berdasarkan informasi prediksi musim dan perkembangan prediksi iklim near real time (Gambar 5.5) (Pramudia et al. 2). Pada kalender tanam terpadu, selain dilengkapi dengan hasil informasi prakiraan iklim, juga dilengkapi dengan informasi identifkasi OPT dan analisis wilayah rawan banjir dan kekeringan, varietas dan pupuk. Untuk identifikasi wilayah rawan kekeringan, banjir dan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dilakukan analisis tingkat kerawanan banjir dan kekeringan, analisis wilayah endemis OPT dan waktu puncak luas serangan banjir, kekeringan dan OPT CCROM-IPB dengan BMG Sejalan dengan penyusunan kalender tanam Kementerian Pertanian, pada tahun yang sama (tahun 27) Boer et a.l juga melakukan riset terkait kalender tanam yang disebut sebagai kalender pertanian. Kalender tanam yang dihasilkan sudah lebih bersifat dinamik, karena sudah memasukkan hasil prakiraan musim, sebagai alat bantu pengambilan keputusan. Kalender tanam yang dihasilkan menggunakan Bayesian network dan decision network. Dalam Decision Network (DN), keputusan pemilihan pola ditetapkan berdasarkan informasi iklim dan informasi lainnya yang diperoleh sebelum keputusan dibuat (Buono et al 2). Informasi dimaksud diantaranya adalah indeks ENSO yang dapat digunakan sebagai indikator tentang kemungkinan perubahan awal masuk musim hujan, prakiraan panjang musim hujan atau sifat hujan pada musim tanam.

124 2 Dalam penyusunan decision network, ada lima jenis data yang digunakan, yaitu; data ENSO (dalam kajian ini ialah data SOI Phase), lama musim hujan, sifat musim, luas tanam dan kejadian kekeringan untuk pengambilan keputusan bentuk pola tanam dengan tingkat risiko terkena kekeringan minimum. Keterkaitan antara informasi-informasi ini disusun dalam suatu perangkat lunak SIPOTAN dengan menggunakan bahasa pemograman PHP berbasis web. Ke lima jenis data ini disusun dalam bentuk Bayesian Network dan nilai yang digunakan dalam bentuk kode nilai. Tabel 5.2 Nilai ke lima peubah yang digunakan dalam penyusunan Bayesian Network (Boer et al. 27) No Variabel Nilai Arti Ketersedi aan Data E-Phase : Near Zero Ags 89 SOI Phase s/d Nov. 2 Consistent Negative, Rapidly Falling Bln Agustus 7 3 Consistent Positive, Rapidly Rising 2 CH : Curah Hujan 3 SDMH : Sisa Dasarian Musim Hujan 4 LT : Luas Tanam 5 K : Kekeringan CH<(.85*Rataan tahunan) Jan 89 s/d Sep. 2 (.85*Rataan tahuan)<ch<.5*rataan 6 Tahunan) 3 CH>(.5*Rataan Tahunan) Sisa MH < dasarian Nov Sisa MH :,, 2, dan 3 dasarian s/d Des. 3 Sisa MH > 3 dasarian LT<.85*LT Rataan tahunan Okt. 89 s/d Sep. 2.85*LT Rataan tahunan<lt<.5*lt Rataan 6 Tahunan 3 LT>.5*LT Rataan Tahunan Tidak ada lahan kekeringan Jan <luas lahan kekeringan<5 Ha s/d Des Ha<luas lahan kekeringan<5. Ha 4 luas lahan kekeringan>5. Ha Praproses untuk mentransformasi mendapatkan nilai-nilai setiap peubah kategori tersebut adalah sebagai berikut (Boer et al. 27):. SOI (SOI Phase) : diambil dari situs 2. CH (Curah Hujan) :

125 3 a. Dihitung rata-rata tahunan nilai curah hujan untuk setiap bulan (ada 2 bulan) b. Untuk setiap bulan, nilai CH adalah : CH = jika : Nilai CH <.85*Rata-rata Tahunan CH = 2.85*Rata-Rata Tahunan<Nilai CH<.5*Rata-rata Tahunan CH = 3 Nilai CH>.5*Rata-rata Tahunan 3. SDMH (Sisa Dasarian Musim Hujan) : a. Ditentukan Jumlah Sisa Dasarian pada setiap bulan berdasar informasi Awal Musim Hujan (AMH) dan Lama Musim Hujan (LMH). b. Nilai SDMH adalah sebagai berikut : SDMH= Jika Jumlah Sisa Dasarian < dasarian SDMH=2 Jika Jumlah Sisa Dasarian,, 2, atau 3 dasarian SDMH=3 Jika Jumlah Sisa Dasarian >3 4. LT (LuasTanam) : a. Dihitung rata-rata tahunan nilai LuasTanam untuk setiap bulan (ada 2 bulan) b. Untuk setiap bulan, nilai Luas Tanam adalah : LT = jika : Nilai LT <.85*Rata-rata Tahunan LT = 2.85*Rata-Rata Tahunan<Nilai LT<.5*Rata-rata Tahunan LT = 3 Nilai LT>.5*Rata-rata Tahunan 5. K (Kekeringan) : Penentuan kode untuk variabel K adalah mengikuti aturan seperti pada berikut : Tidak ada lahan kekeringan 2 <luas lahan kekeringan<5 Ha 3 5 Ha<luas lahan kekeringan<5. Ha 4 luas lahan kekeringan>5. Ha Dari grafik di atas, maka luas lahan kekeringan dibagi menjadi 4 daerah seperti telah disebutkan di atas. Dalam kajian ini, untuk menentukan tingkat kekeringan terdapat empat peubah, yaitu SOI Phase, Curah Hujan (CH), Sisa Dasarian Musim Hujan (SDMH) dan Kejadian Kekeringan (K). Keterkaitan tiga peubah tersebut adalah seperti dalam Gambar 5.6 berikut (Boer et al. 27):

126 4 CH ENSO Phase SDMH K Gambar 5.6 Bayesian Network dengan tiga peubah Setelah diperoleh diagram keterkaitan di atas, dengan menggunakan data sample, maka pada setiap node dihitung tabel peluang bersyaratnya, (Conditional Probability Table, CPT). Secara lengkap akan diperoleh suatu BN, seperti digambarkan pada Gambar 5.7 berikut : P(CH E) E CH Nilai P(ENSO) ENSO Phase P(SDMH E) E SDMH K CH SDMH P(K CH,SDMH) n Gambar 5.7 Bayesian network

127 5 Kemudian dibentuk decision network untuk membentuk pola tanam (Gambar 5.8) CH SOI Phase SDMH K U D: Pola Tanam Gambar 5.8 Decision network Nilai dari keputusan (D) adalah berupa pilihan pola penanaman, yaitu : a. D= padi-padi penanaman dimulai awal musim hujan b. D2= padi-padi penanaman dimulai satu bulan setelah musim hujan c. D3= padi-padi penanaman dimulai dua bulan setelah musim hujan d. D4= padi-padi penanaman dimulai tiga bulan setelah musim hujan Sedangkan node U adalah fungsi utilitas yang nilainya tergantung dari Keputusan (D) yang diambil dan kemunculan (outcome) dari node Kekeringan (K). Oleh karena node K mempunyai 4 kemungkinan nilai (Tabel 3.2) dan D juga mempunyai 4 kemungkinan tindakan, maka node U terdiri dari 4x4=6 kemungkinan/baris. Dari sini dapat dihitung nilai harapan kerugian yang timbul dari setiap keputusan yang diambil. Sedangkan penghitungan Fungsi Utilitasnya dengan menggunakan alur logika sebagai berikut : a. Penetapan 3 bulan mundur setelah AMH sebagai tanam kedua dari D, satu bulan berikutnya adalah tanam kedua dari D2, satu bulan berikutnya lagi sebagai tanam kedua dari D3, dan satu bulan berikutnya sebagai tanam kedua dari D4. b. Penghitungan proporsi luas tanam setiap D, D2, D3, dan D4 pada bulan berjalan. c. Proporsi luas tanam dikalikan dengan total luas lahan kekeringan

128 I-MHERE B2C IPB Mulai tahun 2 riset tentang kalender tanam dilaksanakan oleh Departemen Geofisika dan Meteorologi dengan CCROM melalui I-MHERE B2C IPB (Boer et al. 2). Penelitian ini diberi judul besar Improving Research Excellence On Agricultural Adaptation (A) dengan aktivitas Increasing The Resilience Of Agriculture System To Global Warming and Climate Change (A2). Topik ini merupakan salah satu upaya dalam adaptasi terhadap perubahan iklim. Salah satu rekomendasi untuk mengatasi penurunan produksi padi dalam menghadapi keragaman dan perubahan iklim adalah dengan pengaturan waktu tanam. Penelitian pada tahun I telah menghasilkan sistem penentuan kalender tanam dinamik dan semi-dinamik berdasarkan kondisi iklim yang digambarkan oleh kondisi ENSO. Penelitian ini merupakan pengembangan dari riset yang dilakukan tahun 27. Hasil penelitian tersebut memerlukan verifikasi dan sosialisi kalender tanam yang telah dihasilkan. Verifikasi dilakukan untuk mengetahui detail wilayah mana saja yang dapat ditanami pada ketiga musim tanam dan memverifikasi berapa luas tanam maksimum yang dapat ditanami pada ketiga musim tanam pada kondisi normal. Sebagai bahan sosialisasi dibuat modul/panduan berdasarkan hasil penelitian sebelumnya. Modul/panduan berupa booklet dan dapat di download di website, berisi cara menggunakan kalender tanam dinamik maupun semi-dinamik. Namun demikian pemanfaatan kelendar tanaman dinamik tidak akan efektif apabila tidak disertai dengan pembangunan kemampuan kelembagaan daerah untuk memanfaatkannya dalam menyusun strategi dan program pengelolaan risiko iklim. Penguatan kelembagaan daerah dalam pengelolaa risiko iklim dilakukan melalui konsultasi dengan pejabat berwenang, diskusi, workshop dan pelatihan untuk para pemangku kepentingan terkait serta pembentukan kelompok kerja yang akan berperan dalam melakukan penataan dan penyusunan perangkat yang diperlukan dalam pengembangan sistem pengelolaan risiko iklim yang lebih efektif.

129 7 Gambar 5.9 Model DN untuk kalender dinamik tanaman (Boer et al. 2) Untuk tahun 2, penelitian dilaksanakan dalam bentuk penelitian lapang dan desk study. Penelitian lapang dilakukan untuk meninjau langsung persawahan dan wawancara dengan PPL dan petugas lapangan pelapor gangguan tanaman di setiap wilayah hujan untuk mendapatkan informasi mengenai ketersediaan air irigasi dan periode tanam pada bagian wilayah

130 8 kecamatan yang mendapat rekomendasi tanam. Informasi ini diperlukan untuk mengetahui wilayah mana saja yang dapat ditanami pada ketiga musim tanam dan memverifikasi berapa luas tanam maksimum yang dapat ditanami pada ketiga musim tanam pada kondisi normal. Kegiatan lapang juga dilakukan dalam rangka identifikasi dan penetapan SKPD yang akan menjadi pengguna kalender tanam dinamik dan semi dinamik serta pelatihan terhadap petugas PPL dan SKPD dalam memanfaatkan informasi kalender tanam yang telah disusun. Desk studi dilakukan untuk melakukan validasi, evaluasi sistem pengelolaan risiko iklim dan menyusun bahan panduan penggunaan kalender tanam sebagai bahan sosialisasi hasil yang telah diperoleh dari penelitian tahun 2. Bahan panduan yang disusun akan di upload di website CCROM_SEAP dan Departemen Geofisika dan Meteorologi FMIPA IPB Pengembangan Model Kalender Tanam Dinamik dalam penelitian ini Pengembangan kalender tanam dinamik dalam penelitian ini dititikberatkan pada penambahan decision yang dihasilkan. Decision network yang dihasilkan menggunakan suatu pemodelan risiko iklim dengan mengukur fungsi utility sebagai pendekatannya. Dengan demikian, kalender tanam dinamik yang dikembangkan merupakan sistem informasi yang menyajikan pemilihan tatalaksana pertanaman (pola, awal penanaman, pemupukan, irigasi, varietas, teknik budidaya lain) yang mempertimbangkan kemunculan kejadian iklim yang bersifat probabilistik untuk mengurangi risiko terkait kejadian iklim tersebut, dengan menggunakan analisis ekonomi untuk melihat kombinasi pilihan tatalaksana terbaik. Pemodelan tersebut dikaitkan dengan strategi teknologi budidaya dalam hubungannya dengan produktivitas padi, yang dikuantifikasi berdasarkan komponen-komponen sistem informasi dan kalender tanam dalam hubungannya dengan produktivitas tanaman. Sehingga decision yang dihasilkan, tidak saja menyangkut waktu tanam, tetapi juga sudah memasukkan pilihan teknologi budidaya seperti pupuk, irigasi dan varietas. Mengingat pemilihan pupuk, varietas maupun penggunaan irigasi akan memberikan produksi yang berbeda pada tanaman. Disamping itu, juga dilakukan analisis keuntungan dan kerugian yang dijabarkan melalui penggunaan Sistem Inferensi Fuzzy yang digabung dengan

131 9 hasil simulasi DSSAT (Decision Support System for Agrotechnology Transfer) (Jones et al. 23), sehingga berdasarkan pilihan kombinasi pada decision, dapat diketahui keuntungan atau kerugian akibat pemilihan salah satu jenis atau kombinasi teknologi tersebut. Penelitian ini dimaksudkan untuk mencari pola alternatif tanam ideal yang menguntungkan secara ekonomi, ditinjau dari kombinasi teknologi budidaya padi (pupuk, irigasi, varietas) suatu usaha tani pada suatu musim tertentu. Kombinasi teknologi budidaya tersebut diharapkan dapat memberi produksi maksimal dengan tingkat kerugian yang minimal Sistem Inferensi Fuzzy (Fuzzy Inference System) Fungsi utility diharapkan dapat menggambarkan potensi pola tanam dan waktu tanam tanaman semusim, terutama padi, berdasarkan potensi dan dinamika sumber daya iklim dan air, serta kalkulasi input dan output pada suatu usaha tani, sehingga diketahui keuntungan dan kerugiannya. Nilai risiko untuk setiap kombinasi antara keputusan pola tanam dengan kemunculan kejadian peubah iklim diprediksi sebagai rata-rata dari beberapa tahun kejadian bencana kekeringan. Dengan demikian, komponen ketakpastian dari data kurang diakomodasi oleh model. Oleh karena itu, fungsi risiko yang memetakan kombinasi keputusan dengan kejadian iklim ke nilai kerugian diformulasikan dengan model Fuzzy Inference System (FIS). Dengan model FIS, tranformasi dari kombinasi pola tanam dengan kejadian iklim ke nilai risiko dilakukan berdasarkan kepakaran. Pengetahuan berdasar pakar tersebut selanjutnya diformalkan dalam dengan aturan atau rule yang berbentuk (Jika... Maka...) dan dinyatakan dalam logika fuzzy. Dengan demikian, faktor ketidakpastian terakomodasi dan keterbatasan data dapat diatasi. Pada Gambar 2, x sebagai peubah input dalam penelitian ini terdiri dari 3 peubah, yaitu nilai anomali SST Nino4, Panjang Musim Hujan (PMH), dan Curah Hujan Musim Kemarau (CHMK). Selanjutnya ketiga input tersebut akan memasuki rule hingga rule ke r, untuk menghasilkan himpunan fuzzy output yang merupakan nilai risiko kekeringan. Nilai prediksi risiko ini, yaitu y, dihitung dengan formula defuzzykasi terhadap himpunan fuzzy aggregate dari hasil semua rule.

132 Hasil keluaran dari FIS berupa nilai kekeringan dalam ha. Untuk mengetahui keuntungan dan kerugian usaha tani per ha, digunakan hasil dari simulasi DSSAT yang digabungkan dengan hasil analisis usaha tani, sehingga diperoleh input, output dan keuntungan / kerugian dalam bentuk rupiah. Kombinasi yang paling menguntungkan itulah yang dipilih sebagai alternatif pola tanam ideal. Dengan demikian pengembangan penelitian ini dari riset sebelumnya adalah jumlah decision yang lebih banyak.dengan kombinasi yang bervariasi. Kombinasi tersebut merupakan gabungan dari teknologi budidaya dengan tanggal tanam, terutama ketersediaan air Irigasi yang sangat mempengaruhi hasil tanaman. Hasil riset sebelumnya utility berupa table sehingga nilainya discret dan data terbatas Simpulan Riset kalender tanam dimulai sejak tahun 27 oleh Kementerian Pertanian yang lebih bersifat look up table dengan menggunakan tahun-tahun El-Nino, La-Nina dan Normal yang diperoleh berdasarkan data rata-rata historis jangka panjang. Prediksi disesuaikan dengan pola yang terbentuk pada tahun-tahun tersebut dengan panduan peta dan table-tabel. Riset kalender tanam yang disusun oleh Boer et al, lebih bersifat dinamik, karena sudah memasukkan hasil prakiraan iklim, dan menggunakan Peluang yang ditampilkan dalam Bayesian network. Decision yang dihasilkan adalah pilihan pola tanam. Pengembangan penelitian ini dari riset sebelumnya adalah jumlah decision yang lebih banyak.dengan kombinasi yang bervariasi. Kombinasi tersebut merupakan gabungan dari teknologi budidaya dengan tanggal tanam. Dengan demikian, kalender tanam dinamik yang dikembangkan merupakan sistem informasi yang menyajikan pemilihan tatalaksana pertanaman (pola, awal penanaman, pemupukan, irigasi, varietas, teknik budidaya lain) yang mempertimbangkan kemunculan kejadian iklim yang bersifat probabilistik untuk mengurangi risiko terkait kejadian iklim tersebut, dengan menggunakan analisis ekonomi untuk melihat kombinasi pilihan tatalaksana terbaik.

133 Berdasarkan state of the art kalender tanam ini, maka pada bab berikutnya akan dipaparkan mengenai pengembangan decision network yang dioptimasi dengan sistem inferensi fuzzy untuk penyusunan kalender tanam dinamik.

134 2

135 3 VI. PENGEMBANGAN DECISION NETWORK YANG DIOPTIMASI DENGAN FUZZY INFERENCE SYSTEM UNTUK PENYUSUNAN KALENDER TANAM DINAMIK 6.. Pendahuluan Secara umum, prinsip utama dalam pemodelan optimisasi adalah menentukan solusi terbaik yang optimal dari suatu tujuan yang dimodelkan melalui suatu fungsi objektif. Dalam hal ini, konsep dan prinsip ekonomis memegang peranan penting sebagai parameter/indikator keberhasilan. Solusi optimal yang dimaksud adalah solusi yang layak untuk diambil sebagai suatu keputusan dan dapat mengatasi semua kendala yang muncul dalam pencapaian fungsi tujuan tersebut. Dalam berbagai bidang, tingkat keuntungan yang maksimal atau tingkat kerugian yang minimal menjadi fungsi tujuan yang ingin dicapai. Sehingga secara alamiah, proses optimisasi sangatlah familiar dengan kehidupan manusia secara umum (Sudradjat et al. 29). Lebih lanjut Sudradjat et al. (29) menyatakan bahwa kondisi optimal akan menjadi suatu tantangan untuk dicapai apabila muncul berbagai kendala yang membatasi pencapaian kondisi optimal tersebut. Sebagai contoh pada pemodelan optimisasi pola tanam pada lahan kering, terdapat variabel keputusan yang tidak diketahui besarannya sebelum kondisi terbaik yang optimal tercapai dengan mengatasi seluruh kendala yang ada. Optimisasi decision network dimaksudkan dengan mencari nilai fungsi utilitas yang paling optimal sebagai masukan untuk kalender tanam dinamik. Optimisasi diformulasi dengan menggunakan fuzzy inference system (FIS). Pengujian keabsahan model merupakan tahapan yang penting dalam pemodelan, karena harus selalu disadari bahwa tidak ada model simulasi yang berlaku untuk segala keadaan. Model selalu dikembangkan berdasarkan sejumlah asumsi yang membatasi keabsahan model. Pertimbangan akhir dari model yang teruji adalah model yang memenuhi kriteria : () model konseptual yang memberikan representasi baik bagi proses sesungguhnya; dan (2) lulus pengujian yang dilakukan dengan membandingkan hasil simulasi model dengan hasil pengamatan eksperimental dan pengukuran lapang (Pawitan 22). Pengujian tersebut merupakan validasi model. Menurut Handoko (22) validasi model identik dengan pengujian hipotesis yang dalam hal ini, model itu sendiri merupakan hipotesisnya. Validasi model dapat dilakukan melalui beberapa cara

136 4 mulai dari yang bersifat deskriptif misalnya melalui perbandingan secara grafis, yaitu membandingkan antara hasil keluaran model dengan hasil pengukuran lapang pada grafik. Cara ini lebih mudah dilihat dan dibayangkan proses yang dimodelkan serta bagaimana kesamaan atau perbedaannya dengan hasil pengamatan lapang. Dalam bab ini, selain pemaparan mengenai fungsi risiko, juga dipaparkan perihal verifikasi (validasi) fungsi risiko Metodologi Optimasi fungsi risiko yang diformulasi dengan model FIS Fungsi risiko yang memetakan kombinasi keputusan dengan kejadian iklim ke nilai kerugian diformulasi dengan model Fuzzy Inference System (FIS). Hal ini dengan pertimbangan bahwa data yang tersedia sangat sedikit, sehingga tidak mampu memprediksi parameter model dengan baik. Dengan model FIS, tranformasi dari kombinasi pola tanam dengan kejadian iklim ke nilai risiko dilakukan berdasarkan kepakaran. Pengetahuan berdasar pakar tersebut selanjutnya diformalkan dengan aturan atau rule yang berbentuk (Jika... Maka...) dan dinyatakan dalam logika fuzzy. Dengan demikian, faktor ketidakpastian terakomodasi dan keterbatasan data dapat diatasi. Diagram model FIS secara umum adalah sesuai gambar berikut : VI. VII. Gambar 6. Model FIS untuk pendugaan nilai risiko Pada Gambar 6., x sebagai peubah input dalam penelitian ini terdiri dari 3 peubah, yaitu indeks SST Nino 4, Panjang Musim Hujan (PMH), dan Curah Hujan

137 5 Musim Kemarau (CHMK). Selanjutnya ketiga input tersebut akan memasuki rule hingga rule ke r, untuk menghasilkan himpunan fuzzy output yang merupakan nilai risiko kekeringan. Nilai prediksi risiko ini, yaitu y, dihitung dengan formula defuzzykasi terhadap himpunan fuzzy aggregate dari hasil semua rule. Proses Fuzzy Inference System (FIS) dilakukan di Mathlab ver.7. Pada optimisasi dengan menggunakan FIS digunakan data observasi dan digunakan untuk menghitung fungsi risiko Kabupaten Pacitan Verifikasi fungsi risiko yang diformulasi dengan model FIS Verifikasi terhadap fungsi risiko dilakukan dengan membandingkan kekeringan yang diperoleh dari data observasi lapang dan dibandingkan dengan kekeringan yang diperoleh dari model Hasil dan Pembahasan Analisis Optimasi fungsi risiko yang diformulasi dengan model FIS Fungsi risiko bencana kekeringan digunakan untuk mengetahui seberapa besar bencana kekeringan dapat dihitung berdasarkan data-data kekeringan dan luas tambah tanam historis. Optimasi dilakukan untuk mengetahui berapa kerugian yang paling minimal yang mungkin diperoleh berdasarkan pilihan teknologi yang digunakan, atau seberapa besar kerugian dapat ditekan pada penanaman berikutnya apabila diketahui informasi prediksi komponen fungsi risiko. Ada beberapa tahapan dalam proses fuzzy inference system (FIS). Tahapan tersebut meliputi; perumusan masalah, penyusunan fuzzy membership, penyusunan rule, serta proses lain di mathlab. Perumusan masalah merupakan penentuan input dan output sebagai peubah penentu. Terdapat tiga peubah penentu, yaitu; anomali SST Nino 4 bulan Agustus ( o C), panjang musim hujan (PMH) dalam dasarian, dan akumulasi curah hujan musim kemarau (bulan Mei hingga Agustus). Digunakan SST Nino 4 bulan Agustus sebagai acuan untuk prediksi curah hujan, karena pada bulan Agustus hampir >6% anomali curah hujan di wilayah Indonesia mencapai nilai negatif (Aldrian 23). Sedangkan output adalah bencana kekeringan. Data yang digunakan merupakan data tahunan.

138 6 Langkah selanjutnya adalah penyusunan fuzzy membership (penetapan fungsi keanggotan), yaitu penentuan range nilai sehingga dapat diketahui pada posisi mana nilai tersebut berada. Range nilai tersebut adalah sebagai berikut; peubah SST Nino 4 meliputi range nilai antara -2 hingga 2 dengan acuan penetapan dari data jangka panjang (Tabel 6.), panjang musim hujan berada dalam kisaran hingga 36 dasarian, curah hujan musim kemarau berada pada kisaran <85% hingga >5% dari rata-rata tahunan untuk empat bulan musim kemarau (Mei hingga Agustus). Sedangkan bencana kekeringan diklasifikasikan menjadi tidak terkena, terkena ringan, terkena sedang, berat dan puso. Dimana tidak terkena berarti tidak mengalami kejadian, atau kejadian tersebut sangat kecil sehingga dapat diabaikan. Terkena ringan mempunyai rentang dari nol hingga <Q (quartile ) dari luas kekeringan, terkena sedang (Q<luas kekeringan<q2), terkena berat (Q2<luas kekeringan<q3), dan puso (>Q3). Rentang fuzzifikasi ini dapat berbeda-beda pada setiap kecamatan, karena baik input terutama curah hujan musim kemarau dan panjang musim hujan berbeda, juga outputnya, mengalami luas kekeringan yang berbeda, sehingga rentangnya menjadi tidak sama antar kecamatan. Tabel 6. Contoh himpunan fuzzy untuk input (Anomali SST Nino 4, PMH dan CHMK) Himpunan Klasifikasi Representasi Rentang Fuzzifikasi Fuzzy Interval Anomali La-Nina trapesium < -2., -.5, > SST Nino4 Normal 2 trapesium < -., -.5,.5. > El-Nino 3 trapesium <.5.,.5, 2. > PMH Rendah trapesium <,, 8, 2 > Sedang 2 trapesium < 8, 2, 8, 22 > Tinggi 3 trapesium < 8, 22, 36, 36 > CHMK BN trapesium <,, 5, 65> N 2 segitiga <5, 65, 25 > AN 3 trapesium < 65, 25, 6, 6>

139 7 Tabel 6.2 Contoh himpunan fuzzy untuk output (Kekeringan) Himpunan Klasifikasi Representasi Rentang Fuzzifikasi Fuzzy Interval Kekeringan Tidak ada atau nilai dapat diabaikan Ringan 2 < 25 % luas kekeringan Sedang % luas kekeringan Berat % luas kekeringan Puso 5 >75% luas kekeringan Tabel 6.3 Contoh himpunan fuzzy untuk kekeringan Kecamatan Tulakan Himpunan Klasifikasi Representasi Rentang Fuzzifikasi Fuzzy Interval Kekeringan Tidak ada atau nilai dapat diabaikan Ringan 2 Luas kekeringan <,86 ha Sedang 3.86 < luas Kekeringan< 7.4 ha Berat < luas Kekeringan < 43.2 ha Puso 5 Luas kekeringan >43.2 ha Sistem inferensi fuzzy dapat digunakan sebagai tool untuk prediksi luas kekeringan yang mungkin terjadi, dengan memasukkan nilai input yang digunakan. Berdasarkan fungsi keanggotaan dan penetapan rule, akan diperoleh gambaran/prediksi kekeringan yang mungkin terjadi. sebagai contoh jika SST Nino 4 bernilai +2, panjang musim hujan < dasarian, curah hujan musim kemarau <85% dari nilai rata-rata tahunan (bawah normal/bn), dan luas tambah tanam berada pada kisaran >5% (atas normal atau AN) maka bencana kekeringan yang terjadi akan berada pada kisaran yang cukup luas. Misal, jika SST Nino4 =.2, PMH =3, CHMK =54, maka kekeringan yang mungkin terjadi adalah seluas 25 ha. Namun demikian penetapan rule perlu menggunakan logika yang baik, sehingga dapat diperoleh kepekaan dalam penentuan/prediksi kekeringan yang diperoleh.

140 8 Gambar 6.2 Fungsi keanggotaan untuk Anomali SST Nino4 Gambar 6.3 Fungsi keanggotaan untuk CHMK

141 9 Gambar 6.4 Fungsi keanggotaan untuk PMH Gambar 6.5 Fungsi keanggotaan untuk kekeringan

142 2 Gambar 6.6 Contoh pilihan skenario di fuzzy rule Gambar 6.7 Contoh output di fuzzy rule

143 Verifikasi fungsi risiko yang diformulasi dengan model FIS Verifikasi terhadap fungsi risiko disajikan pada Gambar 6.8. Dari aspek output nilai risiko kekeringan, terlihat bahwa prediksi nilai kekeringan dengan model FIS memberikan nilai prediksi yang mengikuti pola observasi sebenarnya. Namun demikian, secara umum ada trend bahwa prediksi dengan FIS berbias ke atas. Hampir semua prediksi berada di atas nilai observasi (kecuali pada tahun terakhir dan kecuali untuk Kecamatan Tulakan). Hal ini terjadi karena ada beberapa hal yang ditempuh. Pertama, karena sudah diperkirakan lebih dahulu, air tidak akan mencukupi, maka petani tidak melakukan penanaman. Kedua, dilakukannya strategi antisipasi/adaptasi, sehingga dilakukan langkah-langkah penanaman yang memperhitungkan kondisi ketersediaan air, sehingga kerugian yang ditimbulkan dapat ditekan seminimal mungkin. Dengan demikian, maka pada kondisi observasi/riil di lapang, kekeringan sering mendekati nilai lebih rendah daripada yang dihitung dengan model, hal itu terjadi karena petani tidak melakukan penanaman. Oleh karena itu perlu satu faktor koreksi dari model tersebut agar hasil prediksi menjadi lebih tepat. Kepakaran dalam menentukan selang fuzzy (fuzzy membership) juga memberikan kontribusi terhadap ketepatan hasil prediksi. Hasil FIS sangat jelas terlihat terutama pada tahun-tahun ketika terjadi El- Nino, dan terjadi kekeringan seperti pada tahun 99, 994, 997 dan 27 pada sebagian besar kecamatan (Gambar 6.8). Dengan hasil tersebut, FIS dapat digunakan untuk memprediksi kejadian kekeringan dalam bentuk luasan yang mungkin terjadi. Informasi SST Nino 4 yang dituangkan kemudian dalam prediksi curah hujan, sehingga berikutnya dapat menghitung CHMK dan PMH, diharapkan dapat memberikan informasi prediksi luas kekeringan yang mungkin terjadi. Hasil regresi linier antara nilai Kekeringan observasi dengan nilai kekeringan hasil FIS diperoleh koefisien determinasi pada selang yang cukup lebar yaitu dari.37 (Kecamatan Arjosari) hingga.88 (Kecamatan Ngadirojo/ Gambar 6.9). Namun demikian, koefisien determinasi stasiun terbanyak berada pada nilai.7. Hal ini memperlihatkan bahwa hingga sekitar 7% dari persamaan diakomodir oleh model/persamaan, sedangkan sisanya tidak dapat dijelaskan oleh model. Prediksi FIS pada tahun 23 memperlihatkan kemungkinan terjadi kekeringan yang cukup luas, namun diperkirakan antisipasi petani sebelumnya dapat menekan kemungkinan terjadi kerugian pada wilayah yang luas.

144 luas terkena kekeringan (ha) Arjosari Donorojo luas terkena kekeringan (ha) Kebonagung Nawangan luas terkena kekeringan (ha) Ngadirojo Pacitan luas terkena kekeringan (ha) Punung Pringkuku luas terkena kekeringan (ha) Tegalombo Observasi FIS Tulakan Observasi FIS Gambar 6.8 Hasil verifikasi FIS dengan observasi

145 23 4 Arjosari 4 Donorojo 3 3 FIS 2 2 y =.629x R² =.3763 y =.7979x R² = Kebonagung 4 Nawangan 4 3 FIS 3 2 y =.5483x R² = y = 2.232x R² = FIS Ngadirojo y =.8843x R² = Pacitan y =.4875x R² = Punung 4 Pringkuku 3 3 FIS 2 y =.9578x R² = y =.3984x R² = Tegalombo 6 Tulakan FIS y =.773x R² = y =.3424x R² = Luas terkena kekeringan observasi (ha) Luas terkena kekeringan observasi (ha) Gambar 6.9 Perbandingan nilai kekeringan observasi dengan hasil keluaran FIS

146 Simpulan Fungsi risiko bencana kekeringan digunakan untuk mengetahui seberapa besar bencana kekeringan dapat dihitung berdasarkan data-data kekeringan dan luas tambah tanam historis. Optimasi dilakukan untuk mengetahui berapa kerugian yang paling minimal yang mungkin diperoleh berdasarkan pilihan teknologi yang digunakan, atau seberapa besar kerugian dapat ditekan pada penanaman berikutnya apabila diketahui informasi prediksi komponen fungsi risiko. Sistem inferensi fuzzy dapat digunakan sebagai tool untuk prediksi luas kekeringan yang mungkin terjadi, dengan memasukkan nilai input yang digunakan. Berdasarkan fungsi keanggotaan dan penetapan rule, akan diperoleh gambaran/prediksi kekeringan yang mungkin terjadi. Namun demikian penetapan rule perlu menggunakan logika yang baik, sehingga dapat diperoleh kepekaan dalam penentuan/prediksi kekeringan yang diperoleh. Hasil regresi linier antara nilai kekeringan observasi dengan nilai kekeringan hasil FIS diperoleh koefisien determinasi pada selang yang cukup lebar yaitu dari.37 (Kecamatan Arjosari) hingga.88 (Kecamatan Ngadirojo). Dalam penetapan rule untuk fuzzy inference system, diperlukan kepekaan yang cukup tinggi untuk menghasilkan prediksi yang mendekati ketepatan, oleh karena itu diperlukan suatu tool lain seperti algoritma genetika sebagai alat bantu dalam meningkatkan tingkat ketepatan. Sistem inferensi fuzzy merupakan suatu alat ukur dalam penyusunan fungsi risiko, sebagai bagian dari decision network untuk mendukung kalender tanam dinamik. Oleh karena itu, bahasan pada bab selanjutnya memaparkan mengenai pengembangan kalender tanam dinamik.

147 25 VII. PENGEMBANGAN MODEL KALENDER TANAM DINAMIK SEBAGAI TEKNOLOGI ADAPTASI 7.. Pendahuluan Salah satu informasi yang dirasakan sangat penting dalam kaitan dengan penjadwalan penanaman petani adalah kalender tanam. Manfaat dari kalender tanam adalah untuk memandu petani dalam menyesuaikan waktu dan pola tanam, mengingat pentingnya jadwal penanaman, mulai dari masa persiapan tanah, penanaman, dan panen. Informasi kalender tanam sudah mulai disusun oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian sejak tahun 27 dan semakin dikembangkan setiap tahun (Runtunuwu et al. 29). Input awal dari kalender tanam yang telah dilakukan adalah peta kalender tanam. Peta ini menggambarkan potensi pola tanam dan waktu tanam tanaman semusim, terutama padi, berdasarkan potensi dan dinamika sumber daya iklim dan air (Las et al. 27). Sejak tahun 27 pula, Boer et al. merintis pengembangan model kalender tanam dinamik, yang mengakomodasi sifat dinamik perubahan variabel lain penentu sifat iklim, seperti fase SOI, decision dan bayesian network. Kegiatan ini dilanjutkan dengan kegiatan di proyek I-MHERE IPB 2-C (Boer et al. 2), dan pada saat yang sama risetnya dikembangkan lebih jauh lagi dengan kegiatan KKP3T dengan menggunakan metode yang lebih diperluas cakupannya (Buono et al. 2), dengan menggunakan pendekatan jejaring pengambilan keputusan (Decision Network). Decision Network (DN) dapat diaplikasikan sebagai strategi penyesuaian bentuk pola tanam dengan prakiraan musim, untuk mengatasi masalah kekeringan yang mungkin terjadi pada tanaman ke dua apabila sifat hujan di bawah normal, atau awal masuk musim hujan mengalami keterlambatan dari normal sehingga penanaman kedua mengalami kemunduran. Dalam penyusunan decision network sehingga dihasilkan pola tanam terbaik, dilakukan penggabungan fungsi utility dengan bayesian network sehingga merupakan suatu pendekatan yang lebih komprehensif. Fungsi utility yang merupakan strategi teknologi budidaya dalam hubungannya dengan produktivitas, diperoleh dari hasil bab sebelumnya (Bab VI), sedangkan dari Bayesian Network, kita dapat mengetahui peluang dari suatu peubah tertentu. Pada dasarnya

148 26 Bayesian Network merupakan model visual menggunakan graph dari distribusi bersama sejumlah peubah. Mengingat Kalender tanam dinamik pada prinsipnya merupakan sebuah model, oleh karena itu validasi yang dilakukan merupakan validasi yang digunakan untuk sebuah model. Sedangkan validasi yang sebenarnya di lapangan, tidaklah demikian, karena pada prinsipnya kalender tanam dinamik adalah sebuah decision, yang dalam validasinya berbeda dengan simulasi biasa, namun didasarkan kepada kondisi yang diperoleh sebagai hasil decision yang dikeluarkan kalender tanam dinamik, yang kemudian disesuaikan dengan kondisi sebenarnya di lapangan, sesuai skenario iklim yang terjadi. Mengingat harus dibuat skenarioskenario, untuk membedakan kondisi pada tahun-tahun Normal, tahun-tahun kering (El-Nino) dan basah (La-Nina). Namun demikian, karena tahun yang digunakan dalam penelitian terbatas, sehingga belum mampu untuk melakukan validasi pada kondisi tahun-tahun tersebut. Validasi yang dilakukan baru berupa validasi acak terhadap kondisi tahun yang digunakan sebagai data validasi. Salah satu hal lain yang kurang mendukung terhadap hal ini juga adalah kesulitan data yang diperoleh di lapangan. Padahal data tersebut merupakan data-data yang sangat diperlukan untuk mendukung akuratnya sebuah model dan validasinya Metodologi Tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut : Penyusunan jejaring bayes (Bayesian Network) Untuk penentuan pola tanam ideal, digunakan data ENSO, musim hujan, luas tanam, sifat musim dan kejadian bencana iklim. Bayesian Network merupakan suatu Directed Acyclic Graph (DAG) untuk merepresentasikan secara visual mengenai keterkaitan langsung antar peubah di atas. Tahapan dalam penyusunan Bayesian Network: a. Penentuan peubah untuk kekeringan. Dalam kajian ini, untuk menentukan tingkat kekeringan terdapat empat peubah, yaitu ). SST Nino 4, 2). Curah Hujan Musim Kemarau (CHMK/CH bulan Mei+Juni+Juli+Agustus), 3). Panjang Musim Hujan (PMH) dalam setahun dan 4). Kejadian Kekeringan (K). Keterkaitan empat peubah tersebut adalah seperti dalam Gambar 5.. berikut :

149 27 Bayesian Network P( I j P( I j Q) Q) = P( Q) Q queri S S 2 S 3 SST NINO4 CHMK PMH C C 2 C 3 P P 2 P 3 K K 2 K 3 K 4 K 5 KEKERINGAN I I 2 I 3 I 4 I 5 Peluang akhir Gambar 7. Bayesian Network dengan empat peubah b. Transformasi untuk mendapatkan nilai-nilai setiap peubah kategori tersebut adalah sebagai berikut: - SST NINO 4 : diambil dari situs - CHMK (Curah Hujan) : a. Dihitung total nilai curah hujan bulan Mei,Juni, Juli dan Agustus. b. Untuk setiap bulan, nilai CHMK adalah : CH = Nilai CH <.85*Rata-rata Total Mei-Juni-Juli-Agustus CH = 2.85*Rata-Rata Tahunan<Nilai CH<.5*Rata-rata Total bulan Mei-Juni-Juli-Agustus CH = 3 Nilai CH>.5*Rata-rata Total Mei-Juni-Juli-Agustus Contoh : Rata-rata CH bulan Juni adalah 2, maka jika CH bulan tersebut kurang dari 2 akan diberi kode CH=. - PMH (Panjang Musim Hujan) : a. Panjang Musim hujan ditentukan berdasarkan berapa lama musim hujan pada satu tahun. b. Dihitung berdasar informasi Awal Musim Hujan (AMH) hingga akhir musim hujan.

150 28 Untuk ilustrasi sebagai berikut : AMH 97/98 adalah dasarian 32 ini artinya AMH pada pertengahan November th 997. PMH = 2 Dasarian - K (Kekeringan) : Penentuan kode untuk variabel K adalah mengikuti aturan seperti berikut : Tabel 7. Kategori kekeringan Tingkat kekeringan Keterangan Tidak ada lahan kekeringan 2 <luas lahan kekeringan<q (kuartil pertama) 3 Q<luas lahan kekeringan<q2 (kuartil kedua) 4 Q2<luas lahan kekeringan<q3 (kuartil ketiga) 5 luas lahan kekeringan>q3 Contoh teorema Bayesian : Pada sistem yang akan dikembangkan, parameter model (yang berupa tabel peluang bersyarat untuk setiap peubah dalam Bayesian Network) diformulasikan selain menggunakan data historis, juga menggunakan informasi iklim yang muncul (baik yang berasal dari data observasi maupun berdasar model prediksi), sehingga secara dinamis sistem melakukan adaptasi terhadap kondisi nyata yang sedang terjadi Penyusunan jejaring pengambilan keputusan (Decision Network) Penyusunan kalender tanam dinamik dilakukan dengan mengintegrasikan keseluruhan komponen yang dianggap menunjang terhadap keluarnya sebuah keputusan yang diharapkan lebih akurat dalam penentuan awal musim tanam, dalam suatu Decision Network (DN). Oleh karena itu terdapat kombinasi alternatif decision yang sangat beragam. Masing-masing alternatif decision dikembangkan sesuai dengan masukan dari bayesian network, fungsi utility (yang diakomodir oleh

151 29 Bayesian Network Q queri S S 2 S 3 SST NINO4 CHMK PMH C C 2 C 3 P P 2 P 3 K K 2 K 3 K 4 K 5 KEKERINGAN BAYESIAN I I 2 I 3 I 4 I 5 Peluang akhir FUNGSI UTILITY Pilihan perlakuan (Waktu tanam, Irigasi, varietas dan pemupukan) DSSAT Yield hasil simulasi kg per hektar Asumsi harga gabah (Rp.) SIMULASI DSSAT INPUT (Rp.) OUTPUT (Rp.) Keuntungan /kerugian DECISON Decision Waktu tanam Irigasi Varietas Pemupukan D D2 D3 D4 D5 Dn T T2 T3 T4 T5 Tn I I I I I In V V V V V Vn P P P P P Pn Gambar 7.2. Decision Network

152 3 sistem inferensi fuzzy) dan hasil keluaran dari simulasi DSSAT. Pilihan yang dikeluarkan untuk pengambilan keputusan dalam suatu decision network sudah mengakomodir unsur-unsur itu, sehingga dapat diambil keputusan terbaik (pola tanam terbaik), berdasarkan pilihan yang dikeluarkan tersebut. Pola tanam terbaik adalah didasarkan kepada bukan saja memberikan hasil yang terbaik, tetapi juga memperhatikan biaya yang dikeluarkan. Sebagai ilustrasi Gambar 7.2. berikut menyajikan diagram dari suatu DN Penyusunan kalender tanam dinamik Dengan mengintegrasikan hasil survey, penyusunan jejaring bayes dan penyusunan Decision Network, yang dikaitkan dengan hasil prakiraan iklim, maka dapat dilakukan penentuan pola tanam dan onset musim tanam. Sebagai alat bantu pengambil keputusan, pengembangan dari Kalender Tanam dinamik diharapkan mampu menyediakan alternatif pola tanam atau teknologi berdasarkan prakiraan yang diberikan untuk musim tertentu dengan risiko minimum dan di sisi lain menyumbangkan hasil yang ditinjau secara ekonomi lebih tinggi. Data CH Data dinamika pola tanam petani Data luas tanam Informasi sifat hujan Penyusunan Bayesian dan Decision Network Penyusunan berbagai alternatif pola tanam Penyusunan kalender tanam dinamik Verifikasi Rekomendasi Teknologi Gambar 7.3. Model kalender tanam dinamik

153 Hasil dan Pembahasan Bayesian dan decision network Peubah dalam BN yang berpengaruh langsung adalah kekeringan yang terjadi pada pertanaman kedua. Dilakukan lima pengkategorian kekeringan. Pengkategorian ini didasarkan pada data hasil observasi lapang mengenai kejadian kekeringan, dan secara visual terlihat pada Gambar 7.4. Batas-batas kategori kekeringan berdasar gembar di atas adalah sebagai berikut : K : tidak ada kekeringan K2 : terjadi kekeringan rendah, yaitu <Kekeringan Q K3 : terjadi kekeringan sedang, yaitu Q<Kekeringan Q2 K4 : terjadi kekeringan tinggi, yaitu Q2<Kekeringan Q3 K5 : terjadi kekeringan sangat tinggi, yaitu Kekeringan>Q3 Hasil yang diberikan BN merupakan peluang kekeringan, yang dapat digunakan untuk menduga potensi kekeringan di suatu daerah tertentu berdasarkan peluang yang tersedia. Luas lahan Kekeringan K2 K3 K4 K5 Gambar 7.4 Pengkategorian bencana kekeringan (Buono et al., 2) Berdasarkan perhitungan pada SST Nino 4, diperoleh hasil bahwa dalam kurun waktu penggunaan data dari tahun 989 hingga 2, diketahui bahwa peluang terjadi kekeringan hingga K5 lebih banyak didominasi pada kondisi El- Nino. Sedangkan kondisi peluang K atau tidak terjadi kekeringan, diwakili pada kondisi tahun La-Nina, tahun Normal, dan sedikit pada tahun El-Nino. Secara umum peluang kekeringan untuk kondisi Elnino adalah lebih tinggi dibanding

154 32 kondisi Normal dan Lanina. Namun demikian, menurut Buono (2), jika terjadi curah hujan di musim kemarau diatas normal ataupun normal, maka peluang ini mengecil. Sedangkan jika curah hujannya di bawah normal, maka peluang kekeringan langsung meningkat tajam, baik kondisi ENSO Elnino, Normal maupun Lanina. Pendapat lain dipaparkan oleh Liong et al. (23) yang menyatakan bahwa pada saat intensitas El-Nino tinggi akan menyebabkan kekeringan di Indonesia, tetapi ketika intensitas El-Nino rendah pengaruh lain dapat menjadi dominan sehingga mungkin saja kekeringan terjadi. Seperti dipaparkan oleh Lubis et al. (23), bahwa nilai anomali maksimum El-Nino tahun 982/983 > 997/998, akan tetapi Kekeringan yang terjadi tahun 997/998 > 982/983. Decision network merupakan gabungan bayesian network, keputusan dan fungsi utilitas. Dalam penelitian, risiko kekeringan diformulasikan dengan fungsi utilitas yang dimodelkan dengan FIS seperti pada Bab sebelumnya. Selanjutnya parameter Bayes diduga dengan data yang ada (dengan metode kemungkinan maksimum) yang digabungkan dengan pertimbangan pakar. Hal ini diperlukan mengingat data yang tersedia tidak mencukupi secara statistik untuk melakukan pendugaan terhadap semua parameter dalam model Bayes.

155 33 Arjosari Donorojo Kebonagung Peluang kekeringan K K2 K3 K4 K K K2 K3 K4 K K K2 K3 K4 K5 Nawangan Ngadirojo Pacitan Peluang kekeringan K K2 K3 K4 K5. K K2 K3 K4 K5. K K2 K3 K4 K5 Pringkuku Punung Tegalombo Peluang kekeringan K K2 K3 K4 K K K2 K3 K4 K K K2 K3 K4 K5 Tulakan.5 Peluang kekeringan La-Nina Normal El-Nino. K K2 K3 K4 K5 Gambar 7.5 Peluang kekeringan pada tingkat / kategori kekeringan (K hingga K5) di kecamatan di Pacitan Kalender tanam dinamik Dalam Decision Network diintegrasikan antara Bayesian Network yang menyediakan informasi seberapa besar peluang kekeringan yang mungkin terjadi.

156 34 Sedangkan fuzzy inference system memberikan informasi potensi luas kekeringan yang mungkin terjadi. Hasil simulasi DSSAT memberikan informasi seberapa besar yield yang akan diperoleh pada kondisi iklim tertentu, pada kondisi tanah tertentu dengan pemilihan teknik budidaya tertentu. Sehingga ketiga potensi penduga ini dapat diintegrasikan untuk melengkapi satu dengan yang lain. Berdasarkan nilai-nilai simulasi DSSAT maka nilai utility untuk setiap pasangan pola tanam yang dipilih, Di, dan kejadian kekeringan Kj, dihitung dengan rumus : U(Di,Kj)=[Pi*(L-Kj)]*H-[Ci*(L-Kj)] dengan : U(Di,Kj) : perolehan rupiah kalau memilih pola Di dan terjadi kekeringan kategori Kj, dengan i=, 2, 3,, 288, dan j=, 2, 3, 4, 5. Pi : produktivitas lahan per hektar kalau memilih pola Di L : luas lahan yang tersedia Kj : luas lahan yang terkena kekeringan pada kategori Kj Kj merupakan perpaduan antara hasil peluang kekeringan yang diperoleh dari Bayesian network, dengan luas kekeringan yang diperoleh dari system inferensi fuzzy. H : harga produk Ci : biaya input yang harus dikeluarkan kalau memilih pola Di Misal apabila diketahui peluang kekeringan sebesar.7 berdasarkan Bayesian network, Peluang tersebut kemudian dikonversikan ke luas lahan yang tersedia, akan diketahui luas lahan yang berpotensi kekeringan. Potensi luas lahan kekeringan tersebut, dibandingkan dengan hasil pendugaan luas kekeringan dari system inferensi fuzzy. Dengan demikian proyeksi luas kekeringan yang diberikan diharapkan akan lebih mendekati ketepatan. Menurut Buono et al. (2), jika hasil observasi dikaitkan dengan kekeringan, dapat memperlihatkan hasil prediksi sistem sudah tepat, yaitu jika diprediksi bahwa tahun depan terjadi kekeringan dengan peluang tinggi, maka memang benar bahwa tahun depan terjadi. Meskipun tidak menutup kemungkinan, terdapat beberapa kesalahan, namun semua kejadian kekeringan mampu diprediksi dengan peluang yang tinggi, seperti disajikan pada gambar berikut :

157 35 Gambar 7.6 Ilustrasi antara peluang terjadinya kekeringan dengan kejadian bencana kekeringan tahun 988 hingga 27 (Buono et al. 2) Gambar 7.7 Tingkat/kategori kekeringan berdasarkan bayesian Kesalahan dalam penggunaan model dapat terjadi yang disebabkan beberapa hal, seperti : keterbatasan data, atau bisa juga bahwa petani telah menerapkan teknik adaptasi dengan baik, sehingga meskipun hujan rendah, maka bencana kekeringan tidak terjadi. Sehingga meskipun diprediksi peluang akan terjadi kekeringan tinggi, namun karena petani sudah menyiapkan diri, maka Kekeringan tidak terjadi.

158 36 Dari hasil Bayesian dan FIS diketahui potensi terjadi kekeringan pada luas tertentu, kemudian prediksi tersebut digabungkan dengan hasil simulasi DSSAT. Dalam hal ini, harus diketahui terlebih dahulu, produksi rata-rata/musim tanam. Keluaran dari hasil simulasi DSSAT (kg/ha), yang digabungkan dengan produktivitas lahan dan luas lahan yang tersedia, yang ditunjang dengan input biaya, akan diperoleh nilai fungsi risiko dalam rupiah Rekomendasi Teknologi Rekomendasi dilakukan untuk pilihan terbaik dari hasil DSSAT yang diperoleh sebelumnya. Hasil simulasi DSSAT dapat memberikan alternatif pilihan kombinasi tanggal tanam dengan budidaya yang akan digunakan. Berdasarkan hasil tersebut, pada umumnya tanggal tanam merupakan indikator yang sangat penting untuk diperhatikan, terutama pada pertanaman kedua, untuk menghindari risiko kekeringan (Gambar 7.8). Pada prinsipnya, rekomendasi dipilih berdasarkan opsi-opsi teknologi yang dapat dikembangkan, dan dipilih opsi teknologi yang memberi risiko minimum akibat kejadian kekeringan. Opsi tersebut sudah termasuk di dalamnya tanggal-tanggal tanam, yang memberikan hasil yang tinggi tetapi dengan risiko minimum dengan keuntungan maksimum. Risiko kekeringan pada MT 2 semakin bertambah akibat mundurya waktu tanam Gambar 7.8. Ilustrasi pertanaman berdasarkan tanggal tanam

159 37 Gambar 7.9. Contoh prediksi kehilangan hasil Hasil masing-masing kombinasi perlakuan terlihat pada jumlah kehilangan hasil. Perlakuan terbaik juga mengindikasikan perlakuan yang mempunyai kehilangan hasil yang paling minimal. Kehilangan hasil per tahun disajikan pada Gambar di bawah ini. Perlakuan yang memberikan kehilangan hasil terendah dapat digunakan sebagai acuan untuk rekomendasi teknologi budidaya pada tahun-tahun El-Nino, La-Nina dan Normal. Sebagai pewakil tahun Normal adalah tahun 993, pewakil untuk tahun El-Nino adalah gambar dari tahun 997, pewakil tahun La-Nina adalah tahun 998. Pada tahun 993, perlakuan IV2P3 (perlakuan tanpa Irigasi, varietas IR 8 dan pupuk ditambah dengan bahan organik pupuk kandang sebanyak 2 ton/ha) merupakan yang terbaik. Sedangkan untuk tahun 997 perlakuan terbaik adalah I2V2P3 (perlakuan dengan Irigasi, varietas IR 8 dan pupuk ditambah dengan bahan organik pupuk kandang sebanyak 2 ton/ha).

160 38 Sedangkan untuk tahun 998, hanya dipengaruhi oleh perbedaan varietas. Berdasarkan gambaran dari kehilangan hasil tersebut juga terlihat bahwa pada tahun-tahun El-Nino, kehilangan hasil dalam rupiah mempunyai kemungkinan lebih besar daripada tahun-tahun Normal dan tahun-tahun La-Nina. Sebaliknya pada tahun-tahun La-Nina kehilangan hasil lebih rendah daripada tahun-tahun Normal dan tahun-tahun El-Nino. Perhitungan kehilangan hasil juga dilakukan dengan menggunakan persamaan dari BC Ratio, sehingga diperoleh pada tanggal kapan yang secara ekonomi layak dan memberikan keuntungan. Untuk pertanaman kedua, penanaman tanggal Februari memberikan hasil yang terbaik, hal tersebut ditunjukkan dengan error yang paling rendah Simpulan Kabupaten Pacitan seperti halnya wilayah lain yang memiliki pola hujan monsunal sangat terpengaruh oleh dampak keragaman iklim, yang apabila tidak diantisipasi dengan baik, dapat menyebabkan terjadinya risiko penurunan hasil tanaman. Risiko tersebut dapat diminimalkan dengan melakukan perencanaan tanam yang baik. Untuk mendukung perencanaan tanam petani, sudah dilakukan beberapa hal terkait, diantaranya adalah aplikasi kalender tanam. Kalender tanam sebagai salah satu informasi yang dibutuhkan petani perlu selalu diupdate. Untuk mendukung hal tersebut, maka informasi mengenai decision network, yang terkait dengan bayesian network, sistem inferensi fuzzy dan penilaian fungsi risiko berdasarkan teknologi yang terkait dengan varietas, pemupukan dan irigasi yang dilakukan, dapat menjadi tambahan informasi yang diharapkan dapat melengkapi kalender tanam yang sudah tersedia. Dalam Decision Network diintegrasikan antara Bayesian Network yang menyediakan informasi seberapa besar peluang kekeringan yang mungkin terjadi. Sedangkan fuzzy inference system memberikan informasi potensi luas kekeringan yang mungkin terjadi. Hasil simulasi DSSAT memberikan informasi seberapa besar yield yang akan diperoleh pada kondisi iklim tertentu, pada kondisi tanah tertentu dengan pemilihan teknik budidaya tertentu. Sehingga ketiga potensi penduga ini dapat diintegrasikan untuk melengkapi satu dengan yang lain, sebagai unsur pendukung untuk kalender tanam dinamik.

161 39 Dalam aplikasinya, kalender tanam memerlukan keterpaduan banyak pihak, terutama sektor terkait, dalam hal ini pengambil kebijakan, petani/ kelompok tani/gapoktan, penyuluh, peneliti, LSM, lembaga yang terkait dengan keuangan dan lain-lain. Sinergi antar sektor tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani pada akhirnya, mengingat untuk meningkatkan kesejahteraan petani harus dilihat dari mulai hulu ke hilir, dari mulai penyiapan benih, subsidi pupuk, informasi tanam dan lain-lain, hingga ke pasca panen dan pemasaran. Metode ini dapat lebih dioptimalkan dengan memasukkannya ke dalam sistem yang terstruktur yang ketika suatu input dasar diterima, misalnya hasil prakiraan iklim, dapat secara cepat memperlihatkan kemungkinan output yang terjadi, sehingga informasi dapat lebih cepat disalurkan, dan bahkan pengguna dapat menggunakan langsung dengan memasukkan input dasar tersebut. Metode ini diharapkan dapat mendukung pengembangan sistem informasi Kalender Tanam Terpadu yang sudah dikembangkan oleh Kementerian Pertanian.

162 4

163 4 VIII. POTENSI DAN KENDALA PENERAPAN KALENDER TANAM DALAM MENGANTISIPASI KEJADIAN IKLIM EKSTRIM Persoalan mendasar sektor pertanian menurut Tim Penyusun Road Map (2) diantaranya adalah meningkatnya kerusakan lingkungan dan perubahan iklim global, ketersediaan infrastruktur, sarana prasarana, lahan dan air, status dan luas kepemilikan lahan yang kecil (<.5 ha pada 9,55 juta KK), lemahnya sistem perbenihan dan pembibitan nasional, keterbatasan akses petani terhadap permodalan dan masih tingginya suku bunga usahatani, lemahnya kapasitas dan kelembagaan petani dan penyuluh, masih rawannya ketahanan pangan dan ketahanan energi, belum berjalannya diversifikasi pangan dengan baik, rendahnya nilai tukar petani (NTP), belum terpadunya antar sektor dalam menunjang pembangunan pertanian dan kurang optimalnya kinerja dan pelayanan birokrasi pertanian. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah masih rawannya ketahanan pangan dan ketahanan energi. Berkaitan dengan ketahanan pangan yang dikorelasikan dengan adanya perubahan iklim global, menuntut perhatian yang lebih tinggi pada sektor pertanian. Sektor pertanian mempunyai visi misi yang jelas sesuai yang tertuang pada Road Map untuk Visinya adalah Pertanian industrial unggul berkelanjutan yang berbasis sumberdaya lokal untuk meningkatkan kemandirian pangan, nilai tambah, ekspor dan kesejahteraan petani. Salah satu dampak dari perubahan iklim adalah mundurnya awal musim hujan dan semakin panjangnya musim kemarau. Mundurnya awal musim hujan selama 3 hari akan menurunkan produksi padi di Jawa Barat dan Jawa Tengah 6.5% dan Bali %. Sebagai langkah kebijakan strategis dalam menghadapi kondisi di atas salah satunya adalah dengan menyiapkan beberapa tool dan pedoman/panduan, yang merupakan bentuk penuangan dari kebijakan pemerintah. Menurut Pendleton dan Lawson (988), iklim dan cuaca serta variasinya sangat berpengaruh terhadap fluktuasi ketersediaan pangan. Handoko (28) menyatakan bahwa variabilitas dan perubahan iklim dengan segala dampaknya yang terjadi berpotensi menyebabkan kehilangan produksi tanaman pangan utama (padi) sebesar 2.6%, jagung sebesar 3,6% dan kedelai 2,4%.

164 42 Kehilangan produksi tanaman pangan mengharuskan risiko iklim dikelola dengan baik untuk meminimumkan kerugian. Pengelolaan risiko iklim, perlu diberikan target, apakah untuk jangka pendek, sedang atau panjang. Kaitannya dengan hal itu tentulah perencanaan menjadi bagian yang sangat penting, mengingat pengelolaan risiko iklim juga perlu sumberdaya yang terkait dengan masalah yang dihadapi. Dalam tataran jangka panjang, kita menggunakan skenario-skenario untuk pelaksanaannya. Sedangkan untuk jangka pendek, perencaan ini untuk meminimumkan dampak negatif yang mungkin terjadi. Perencanaan perlu dilakukan sebagai suatu early warning system dengan menyiapkan resources. Contoh kalau sudah diketahui berdasarkan prakiraan iklim, bahwa kan terjadi kemarau panjang, maka dapat merubah varietas yang akan digunakan dengan yang tahan kering. Dalam pengelolaan risiko bencana terutama bencana iklim, ada siklus sebagai berikut (Boer 27):. Identifikasi: indetifkasi bahwa risiko ada dan beri nama risiko yang dimaksud, misalkan risiko banjir. 2. Analisis: Tentukan tingkat risiko dalam bentuk matrix. Apabila risiko dapat diabaikan maka tidak perlu diteruskan analisis, tapi kalau risiko dapat menimbulkan kerusakan maka lakukan analisis lebih lanjut. 3. Rencana: Tentukan bagaimana mengatasi risiko tersebut sesuai dengan tingkat keseriusannya dan kemungkinan terjadinya. 4. Mitigasi: Ikuti rencana yang telah disiapkan sebisa mungkin dan apabila gagal, lakukan perencanaan ulang dan lakukan lagi upaya mitigasi kalau masih belum bisa, lakukan analisis apakah tingkat kerusakan di bawah batas toleransi. 5. Traking: Apabila risiko dapat dimitigasi dan diatasi sehingga tingkat kerusakan berada dalam selang toleransi, simpan dan catat teknologi atau cara mitigasi tersebut untuk memastikan keberlanjtan upaya pengendalian risiko dimaksud di masa datang. Semakin seringnya terjadi bencana yang berpengaruh terhadap kestabilan pangan yang diakibatkan oleh iklim, mendorong pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan terkait iklim yang tertuang dalam bentuk Sektoral Road Map. Riset yang dilakukan bertujuan untuk mendukung kebijakan pemerintah seperti yang tertuang dalam Road Map tersebut, untuk membantu petani dalam penentuan waktu tanam

165 43 dalam bentuk kalender tanam dinamik, supaya apabila terjadi bencana iklim, khususnya kekeringan, akan lebih cepat ditanggulangi dan kerugian yang dapat terjadi dapat diminimalkan. Mengingat apabila akibat bencana iklim, tidak diantisipasi dengan baik dapat menyebabkan kegagalan panen petani. Kegagalan panen akibat kejadian kekeringan merupakan salah satu bentuk bencana iklim yang paling sering terjadi di Indonesia. Kegagalan panen yang terjadi lebih sering karena antisipasi yang kurang dalam menyikapi kejadian iklim ekstrim. Akibat kegagalan panen tentulah produksi menjadi menurun dari yang telah ditargetkan. Peran kalender tanam dalam hal ini adalah menurunkan risiko kegagalan panen tersebut, pada tingkat yang dapat diantisipasi, meskipun untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan keterpaduan pada banyak komponen dan instansi pendukung. Di samping itu, dampak terjadinya perubahan ikim, juga menyebabkan tingkat kekerapan bencana iklim akhir-akhir ini lebih sering dari kurun waktu sebelumnya. Misalnya saja, kehilangan produksi padi nasional pada era 99 hingga 2 hingga tiga kali lipat dibandingkan era (Boer 27). Intensitas bencana yang semakin sering, menjadi ancaman terhadap produktivitas, karena menjadi semakin seringnya kegagalan panen terjadi, ujungujungnya mempengaruhi terhadap perekonomian petani. Frekuensi kejadian kemarau panjang atau kekeringan dalam periode 844 dan 96 hanya kali dalam 4 tahun, kemudian dalam periode frekuensinya meningkat menjadi kali dalam 2-3 tahun (Boer dan Subbiah 25; Boer 27). Suatu informasi iklim yang baik didukung oleh beberapa hal yang tertangani dengan baik, diantaranya adalah kebutuhan terhadap data yang akurat dapat dipenuhi, kelembagaan terstruktur dengan baik dan juga lancar dalam realisasinya, analisis yang dilakukan akurat yang didukung dengan data dan tool yang memadai dan lain-lain, yang semuanya itu mendukung terhadap sistem informasi yang efektif dan efisien. Hal-hal tersebut merupakan permasalahan yang kompleks di lapangan. Sebagai contoh, faktor kelembagaan merupakan daya dukung yang sangat tepat untuk terciptanya suatu informasi dalam pelaksanaan usaha tani oleh petani bahkan dapat mendukung kegiatan ekonomi di daerah. Kelembagaan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi jika didukung dengan adanya pembagian kerja yang jelas, berorientasi pada peningkatan pendapatan, petani memberi keleluasaan pada perluasan usaha dan kebebasan untuk memperoleh peluang ekonomi (Daryanto 24).

166 44 Berkaitan dengan peningkatan produksi dan produktivitas padi, terdapat beberapa instrumen kebijakan yang yang harus dipenuhi untuk memberikan dukungan bagi peningkatan produktivitas petani padi dan produksi beras nasional meliputi: () pengembangan infrastruktur untuk mendukung usaha tani padi, (2) peningkatan akses petani terhadap sarana produksi dan sumber pemodalan, (3) peningkatan mutu intensifikasi usahatani padi dengan menggunakan teknologi maju, (4) ekstensifikasi lahan pertanian di lahan kering, rawa pasang surut, lebak dan daerah bukaan baru dan (5) peningkatan akses petani terhadap sarana pengolahan pascapanen dan pemasaran (Kasryno et al. 24). Program kalender tanam merupakan program yang mempunyai potensi yang sangat baik untuk terus dikembangkan. Agar diperoleh hasil yang baik, diperlukan dukungan berupa informasi teknik budidaya untuk efisiensi, sehingga input biaya lebih rendah dengan tingkat risiko gagal panen lebih rendah. Potensi pemanfaatan kalender tanam untuk petani antara lain menjadi salah satu teknologi terutama terkait dengan informasi untuk mendukung perencanaan waktu dan pilihan teknologi penanaman untuk petani, agar diperoleh dari input yang minimal, hasil yang optimal atau risiko kerugian yang minimal. Hal ini diharapkan terkait dengan semakin optimalnya produktivitas yang diperoleh petani. Dengan adanya kalender tanam yang merupakan acuan penjadwalan waktu tanam petani, dapat diberikan pemahaman kepada petani dan pengambil kebijakan mengenai waktu tanam yang tepat dan teknologi yang perlu diambil terkait waktu tanam tersebut. Dalam penyusunan kalender tanam, seperti halnya penyusunan model lain mempunyai potensi yang baik untuk dikembangkan, namun di sisi lain dalam penerapannya dapat terkendala oleh hal-hal lain. Kendala-kendala yang dihadapi tidak lepas dari kebutuhan dasar yang harus dipenuhi untuk terwujudnya suatu informasi iklim yang dapat diterima petani dan diaplikasikan di lapangan. Untuk terwujudnya suatu sistem informasi yang baik diperlukan data dukung yang cukup baik, juga pelayanan lain seperti infrastruktur, sarana produksi, serta sistem penyaluran informasi yang diteruskan ke petani, mengingat yang diperlukan petani adalah layanan yang tepat pada waktu yang tepat, sehingga dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya. Kesadaran petani akan pentingnya informasi yang akurat merupakan salah satu hal yang perlu disediakan. Keterpaduan berbagai sektor terkait dalam mengupayakan diterimanya informasi oleh petani sehingga dapat diaplikasikan diharapkan dapat mengurangi risiko kerugian petani.

167 45 Salah satu faktor penentu keberhasilan atau kegagalan usaha pertanian diantaranya adalah tingkat adopsi petani terhadap teknologi yang didiseminasikan. Semakin tinggi tingkat adopsi petani, yang diperlihatkan dengan aplikasinya di lapang, maka kemungkinan untuk terjadinya kegagalan dapat diturunkan, dan sebaliknya. Meskipun tidak menutup kemungkinan petani merasa bahwa teknologi budidaya yang dilakukan, sudah cukup baik sehingga dirasakan tidak perlu lagi mengadopsi teknologi budidaya yang dianjurkan. Boer dan Surmaini (26) menyatakan bahwa petani yang konsisten menggunakan informasi prakiraan iklim, pada kurun waktu yang panjang akan mendapatkan income yang lebih tinggi dibanding yang tidak merespon terhadap prakiraan iklim. Dalam kaitan dengan tingkat adopsi petani, sebagai penerima dari teknologi ini, mempunyai kebiasaan-kebiasaan yang tidak mudah menerima bahkan cenderung untuk menolak seperti :. Tidak mudah percaya kepada orang lain, terutama yang belum kenal dan atau bukan dari kalangan petani seperti mereka. Kebiasaan seperti ini, sering memperlambat kelancaran adopsi teknologi baru yang disuluhkan para petugas penyuluhan dari lingkungan di luar mereka. 2. Tidak mudah menerima atau tidak bersedia (menolak) perilaku dan atau kegiatan-kegiatan yang dianggapnya berbeda, apalagi yang bertentangan dengan kebiasaan adat setempat. Penyimpangan dari kebiasaan, tidak saja dianggap sebagai keanehan atau tindak kebodohan tetapi dipandang telah menimbulkan pergesekan yang merupakan pelanggaran atau dosa terhadap norma-norma tradisional yang harus dipertahankan atau dihormati serta dijunjung tinggi (Tamba 27). Menurut Fujisaka (993) dan Pretty (995) yang diacu dalam Sunaryo dan Joshi (23) ada beberapa alasan yang menyebabkan teknologi dan informasi yang ditawarkan ditolak para petani, antara lain: () Teknologi yang direkomendasikan seringkali tidak menjawab masalah yang dihadapi petani sasaran. (2) Teknologi yang ditawarkan sulit diterapkan petani dan mungkin tidak lebih baik dibandingkan teknologi lokal yang sudah ada. (3) Inovasi teknologi justru menciptakan masalah baru bagi petani karena kurang sesuai dengan kondisi sosial-ekonomi-budaya setempat. (4) Penerapan teknologi membutuhkan biaya tinggi sementara imbalan yang diperoleh kurang memadai. (5) Sistem dan strategi penyuluhan yang masih lemah sehingga tidak mampu menyampaikan pesan

168 46 dengan tepat. (6) Adanya ketidakpedulian petani terhadap tawaran teknologi baru, seringkali akibat pengalaman kurang baik di masa lalu. (7) Adanya ketidak-pastian dalam penguasaan sumber daya (lahan, dan sebagainya). Para pemegang kebijakan, pakar atau peneliti kadang kala kurang dapat memahami hambatan dan peluang yang berkembang di masyarakat sehingga teknologi yang dianjurkan tidak menyentuh pada akar permasalahan yang ada. Dengan demikian, diseminasi teknologi yang tidak tepat guna banyak yang tidak diadopsi oleh masyarakat. Para pakar pertanian membantah bahwa gagalnya masyarakat mengadopsi teknologi anjuran dikarenakan mereka konservatif, irrasional, malas atau bodoh (De Boef et al. diacu dalam Sunaryo dan Joshi 23), tetapi lebih dikarenakan 3 rancang-bangun teknologi anjuran tersebut tidak sesuai dengan kondisi sosio-ekonomi dan ekologi masyarakat tani. Perkembangan teknologi pada dasarnya tidak lepas dari perkembangan masyarakatnya dalam menyikapi perubahan atau dinamika lingkungan tempat mereka tinggal. Cerita panjang dan kejadian alam dari tempat mereka tinggal menjadi sumber inspirasi, termasuk tanggapan mereka dalam mengatasi gejolak alam yang menjadi catatan penting mereka, yang kemudian diceritakan dari generagi ke generasi sebagai pengetahuan dalam menyikapi alam dan perubahannya (Noor dan Jumberi 22). Keberhasilan kalender tanam di Indonesia tentunya tidak lepas dari riset instansi lain yang mendukung. Misalnya, BB Padi secara aktif mengembangkan teknologi budidaya untuk menanggulangi dampak perubahan iklim global salah satunya adalah dengan penyaluran benih dari UPBS BB Padi untuk menanggulangi dampak perubahan iklim (Sembiring 2). BB Padi sebagai lembaga penelitian padi satu-satunya di Indonesia, terus aktif mencari inovasi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim melalui pengembangan varietas sangat genjah, tahan kering, tahan rendaman, tahan salinitas, dan tahan OPT. Pembentukan varietas sawah tadah hujan toleran kekeringan dan berumur sangat genjah. Pada tahun 29, menyalurkan benih VUB 49.6 ton yang terdiri dari tahan kekeringan (5.2 ton), umur sangat genjah (39 ton), tahan rendaman (253 kg), tahan salinitas (367 kg), dan tahan wereng coklat (4.7 ton). Sedangkan tahun 2 juga menyalurkan benih VUB 79.5 ton yang terdiri dari tahan kekeringan (.2 ton), umur sangat genjah (27. ton), tahan rendaman (2.6 ton), tahan salinitas (9 kg), dan tahan wereng coklat (38.6 ton).

169 47 Untuk tidak lanjut berikutnya, dapat diupayakan beberapa hal diantaranya adalah; penggabungan dengan kearifan lokal, dengan mengeksplor kearifan lokal yang dapat digabungkan pada kalender tanam yang telah ada, dan penggabungan unsur-unsur iklim lain, serta memprogramkan kalender tanam supaya lebih user friendly. Hasil penelitian ini diharapkan merupakan salah satu pendukung dalam upaya menyempurnakan Kalender Tanam Terpadu yang sedang dikembangkan dan terus dikembangkan, mengingat informasi mengenai kalender tanam merupakan suatu terobosan teknologi yang perlu terus dikembangkan sehingga diharapkan secara kontinyu menjadi acuan rutin untuk petani dalam pelaksanaan budidayanya.

170 48

171 49 BAB IX. SIMPULAN DAN SARAN 9.. Simpulan Informasi mengenai dampak keragaman iklim di suatu daerah, merupakan informasi yang perlu untuk ditindaklanjuti lebih lanjut terkait pelaksanaan tanam, terutama tanaman pangan, mengingat aspek inilah yang paling rentan dalam kaitannya dengan variabilitas iklim yang terjadi. Informasi akurat yang diberikan kepada petani diharapkan dapat meminimalkan tingkat kerugian petani, akibat fluktuasi unsur iklim. Pilihan teknologi yang tersedia berupa pilihan varietas, pemupukan, irigasi, bahan organik, yang dilakukan pada tanggal tanam tertentu, dapat dijadikan sebagi acuan petani dalam mencari waktu tanam terbaik yang dipadukan dengan teknologi yang diaplikasikan, untuk meminimalkan dampak variabilitas iklim. Pemilihan teknologi didasarkan kepada hasil terbaik yang diperoleh dengan biaya yang lebih minimal. Berdasarkan hasil yang diperoleh untuk setiap perlakuan, umumnya tanggal tanam merupakan peubah yang sangat menentukan terhadap keberhasilan atau kegagalan panen. Pertanaman yang sangat rentan terhadap ketersediaan air terutama pada MT II, mengingat pada awal penanaman biasanya air masih berlimpah, tetapi pada akhir penanaman kerap mengalami kekeringan yang dapat menjadikan puso, terutama apabila kekeringan pada fase-fase dimana tanaman masih membutuhkan cukup air. Persamaan hasil yang diperoleh untuk pertanaman MT II memperlihatkan bahwa penanaman bulan Februari yang paling menguntungkan, hal tersebut terlihat dari error yang dihasilkan yang paling rendah, dibanding bulan Maret, April atau Mei. Demikian pula berdasarkan penghitungan kelayakan ekonomi yang diwakili dengan penghitungan BC Rasio, terlihat bahwa penanaman MT II pada tanggal tanam Februari juga memberikan error yang paling rendah dibanding bulan-bulan lain dimana petani biasa melakukan penanaman untuk MT II, dengan pertimbangan penanaman pada MH sudah panen. Untuk itu, penanaman pada MH sebaiknya menggunakan varietas genjah, dan menjelang penanaman MT II, perlu dilakukan teknologi, sehingga waktu persemaian dapat disegerakan. Sistem inferensi fuzzy dapat digunakan sebagai tool untuk prediksi luas kekeringan yang mungkin terjadi, dengan memasukkan nilai input yang digunakan.

172 5 Berdasarkan fungsi keanggotaan dan penetapan rule, akan diperoleh gambaran/prediksi kekeringan yang mungkin terjadi. Namun demikian penetapan rule perlu menggunakan logika yang baik, sehingga dapat diperoleh kepekaan dalam penentuan/prediksi kekeringan yang diperoleh. Dalam mendukung perencanaan tanam petani, sudah dilakukan beberapa hal terkait kalender tanam, baik oleh Kementerian Pertanian maupun Perguruan Tinggi seperti IPB. Kalender tanam sebagai salah satu informasi yang dibutuhkan petani semakin disempurnakan. Untuk mendukung hal tersebut, maka informasi mengenai decision network, yang terkait dengan bayesian network, sistem inferensi fuzzy dan penilaian fungsi risiko berdasarkan teknologi yang terkait dengan varietas, pemupukan dan irigasi yang dilakukan, dapat menjadi tambahan informasi yang diharapkan dapat melengkapi kalender tanam yang sudah tersedia Saran Berdasarkan hasil yang diperoleh, rekomendasi untuk tanggal tanam terbaik pada MT II sebaiknya dilakukan pada bulan Februari, terutama tanggal Februari. Apabila terjadi kemunduran awal musim hujan yang menyebabkan mundurnya penanaman pada MH (MT I), maka perlu diantisipasi dengan persiapan penanaman pada MT II yang dilaksanakan lebih cepat, dengan melakukan pembibitan lebih awal dan penggunaan varietas genjah. Dalam pelaksanaan kegiatan ini masih banyak hal yang diperlukan untuk memperbaiki metodologi yang dilakukan, mengingat hasil yang diperoleh sangat terkait dengan spesifik lokasi dan dibutuhkan data yang berbeda untuk ruang yang berbeda. Demikian pula dengan metodologi yang diaplikasikan, masih banyak hal yang dapat dikembangkan yang disesuaikan dengan penggunaannya. Diharapkan kerjasama yang baik antar sektor secara berkesinambungan, sehingga informasi yang diperoleh dapat didelegasikan pada sektor yang berhubungan dengan penyiapan musim tanam dan pasca panen hingga informasi sampai ke petani pada waktu yang tepat dan hasil yang akurat. Untuk meningkatkan kesejahteraan petani, banyak sektor yang harus dilibatkan, harus dilihat dari mulai hulu ke hilir, mulai penyiapan benih, subsidi pupuk, informasi tanam dan lain-lain, hingga ke pasca panen dan pemasaran.

173 5 DAFTAR PUSTAKA Abarquez I, Murshed Z. 24. Community based disaster risk management: Field practitioners handbook. ADPC : Bangkok. Adams RM, Houston LL, McCarl BA, Tiscareño LM, Matus GJ, Weiher RF.23. The benefits to Mexican agriculture of an El Niño-southern oscillation (ENSO) early warning system. Agricultural and Forest Meteorology 23;5: Aldrian E. 23. Simulations of Indonesian rainfall with a hierarchy of climate models, PhD dissertation, Max Planck Institute for Meteorology. Aldrian E, Susanto RD. 23. Identification of three dominant rainfall regions within Indonesia and their relationship to sea surface temperature. Int. J. Climatol. 23 : Apryantono. A. Irianto SG, Suyamto, Las I, Soedaryanto T, Alamsyah T. 29. Indonesia Experience : Regaining Rice Self-Sufficiency. Indonesian Ministry of Agriculture Badan Pusat Statistik. 29. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan III-29. Berita Resmi Statistik-Badan Pusat Statistik No.69//Th.XII, November 29. [ Februari 29]. Barton DN, Saloranta T, Moe SJ, Eggestad HO, Kuikka S. 28. Analysis Bayesian belief networks as a meta-modelling tool in integrated river basin management Pros and cons in evaluating nutrient abatement decisions under uncertainty in a Norwegian river basin. Ecological Economics 28;66: 9-4. Boer R. 22. Analisis Resiko Iklim untuk Produksi Pertanian. Disampaikan pada Pelatihan Dosen perguruan Tinggi se Indonesia Barat dalam Bidang Pemodelan dan Simulasi Pertanian dan Lingkungan -3 Juli 22. Bogor: FMIPA IPB kerjasama dengan Bagpro PKSDM Ditjen DIKTI Departemen Pendidikan Nasional. Boer R, Meinke H. 22. Pertumbuhan tanaman dan Osilasi Selatan. Dalam Kapan Hari Akan Hujan? Department of Primary Industry, Quensland, Australia. Boer R, Setyadipratikto A. 23. Nilai Ekonomi Prakiraan Iklim. Disajikan dalam Workshop Pemanfaatan Informasi Iklim untuk Pertanian di Sumatera Barat Auditorium Universitas Bung Hatta, Padang, -3 Agustus 23. Boer R, Subbiah AR. 25. Agriculture drought in Indonesia. Dalam Vijendra S. Boken, Arthur P. Cracknell and Ronald L. Heathcote (eds.). Monitoring and Predicting Agricultural Drought: A Global Study. Oxford University Press, pp Boer R, Surmaini E. 26. Economics benefits of using SOI Phase Information fo Crop Management Decision in Rice-Base Farming System of West Java, Indonesia. International Conference on Living with Climate Variability and Change : Understanding the Uncertainties and Managing the Risks.Espoo- Finland, 7-2 July 26. Boer R et al. 27. Penyusunan Kalender Pertanian. Laporan Hasil Penelitian Tim Peneliti IPB dan Badan Litbang BMG.

174 52 Boer R. 27. Konsep tentang analisis risiko iklim. Bahan kuliah Klimatologi Pertanian Terapan. FMIPA-IPB. Bogor. Boer R et al. 28. Pengembangan Sistim Prediksi Perubahan Iklim untuk Ketahanan Pangan. Laporan Akhir Konsorsium Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim Sektor Pertanian. Balai Besar Litbang Sumberdaya Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Boer R, Buono A, Sumaryanto, Surmaini E, Estiningtyas W, Kartikasari K, Fitriyani. 29. Agricuture Sector. Technical Report on Vulnerability and Adaptation Assessment to Climate Change for Indonesia s Second National Communication. Ministry of Environment and United Nations Development Programme, Jakarta. Boer R, Buono A, Suciantini. 2. Pengembangan Kalender Tanaman Dinamik sebagai Alat dalam Menyesuaikan Pola Tanam dengan Prakiraan Iklim Musiman. Bogor: Laporan Hasil Penelitian I-MHERE B2C-IPB. Boer R, Faqih A, Ariani R. 2. Relationship between Pacific and Indian Ocean Sea Surface Temperature Variability and Rice Production, Harvesting Area and Yield in Indonesia. Poster Presented at the st Intrenational Conference on Climate Services Columbia University, New York 7-9 November 2. Borsuk ME, Stow CA, Reckhow KH. 24. A Bayesian Network of eutrophication models for synthesis, prediction, and uncertainty analysis. Ecological Modelling 24;73: Bottema, J.W.T A note on the estimation of the impact of a long dry season. Paper for UN/ESCAP/CGPRT Bogor. [BMKG]. 2. Prakiraan Musim Hujan 2/22. Badan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta. 88 hal. Buono A, Boer R, Runtunuwu E, Suciantini, Ramadhan A. 2. Pengembangan Fungsi Utilitas pada Decision Network untuk Model Kalender Tanam Dinamik dalam Pengelolaan Risiko Iklim Guna Menekan Kerugian Pertanaman hingga >4%. Bogor : Laporan Hasil Penelitian KKP3T, Kerjasama IPB-Sekretariat Badan Litbang Pertanian. Buono A, Boer R, Pramudia A, Suciantini, Febriyanti S. 2. Optimasi Fungsi Risiko pada Decision Network untuk Model Kalender Tanam Dinamik dan Sosialisasinya dalam Pengelolaan Risiko Iklim. Bogor : Laporan Hasil Penelitian KKP3T, Kerjasama IPB-Sekretariat Badan Litbang Pertanian. Daryanto A. 24. Penguatan kelembagaan sosial ekonomi masyarakat sebagai modal sosial pembangunan. Agrimedia Vol 9 No., Maret 24. Daryanto, A. 27. Peranan dan Pengembangan Hortikultura melalui Pendekatan Klaster dan Contract Farming. Kertas Kerja disampaikan dalam Konperensi Nasional (Konpernas) ke XV Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI), Hotel Sahid Raya, Solo, 3-5 Agustus 27. Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan Kabupaten Pacitan. Data Produksi Padi dan Palawija di Kabupaten Pacitan tahun 26 hingga 2. Direktorat Jenderal Perlindungan Tanaman. 2. Data luas kekeringan kabupaten. Direktorat Perlindungan Tanaman-Jakarta.

175 53 Falcon W, Naylor R, Battisti D, Burke M. 26. Climate variability, climate change, and Indonesian rice production. Makalah pada Roundtable Discussion : Coping With Climate Variability and Changes in Food Production. 8 November 26. Bogor. Giannini A, Robertson AW, Qian JH. 27. A role for tropical tropospheric temperature adjustment to ENSO in the seasonality of monsoonal Indonesia precipitation predictability. J. Geophys. Res. (Atmosphere). 2: D6, doi:.29/27jd859. Hadi TW, Dupe ZL, Lubis A. 23. Evolusi El-Nino/La-Nina di Pasifik dan dampaknya di Indonesia. Prosiding Temu Ilmiah Prediksi Cuaca dan Iklim Nasional, 22, Bandung 3 Juli 22. Hamada JI., Yamanaka MD, Matsumoto J, Fukao S, Winarso PA, Sribimawati T. 22. Spatial and temporal variations of the rainy season over Indonesia and their link to ENSO. J. Meteo. Soc. of Japan. 8 : Handoko. 22. Validasi Model. Makalah Disampaikan pada Pelatihan Dosen Perguruan Tinggi se Indonesia Barat dalam Bidang Pemodelan dan Simulasi Pertanian dan Lingkungan -3 Juli 22. Bogor: FMIPA IPB kerjasama dengan Bagpro PKSDM Ditjen DIKTI Departemen Pendidikan Nasional. Handoko I, Sugiarto Y, Syaukat Y. 28. Keterkaitan perubahan iklim dan produksi pangan strategis : telaah kebijakan independen dalam bidang perdagangan dan pembangunan. SEAMEO BIOTROP. Bogor. Haryanto U Keterkaitan fase Indeks Osilasi Selatan (SOI) terhadap curah hujan di DAS Citarum. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Jones JW, Hoogenboom G, Porter CH, Boote KJ, Batchelor WD, Hunt LA, Wilkens PW, Singh U, Gijsman AJ, Ritchie JT. 23. The DSSAT cropping system model. Europ. J. Agronomy 23; 8: Kasryno F. 24. Reposisi padi dan beras dalam perekonomian nasional. Dalam F Kasryno, E Pasandaran dan A.M. Fagi (Ed). Ekonomi Padi dan Beras Indonesia. Badan Penelitian dan pengembangan Pertanian, Jakarta. Kusumadewi S, Hartati S. 2. Neuro-Fuzzy, Integrasi Sistem Fuzzy & Jaringan Syaraf. Edisi 2. Yogyakarta: Graha Ilmu. Kusumadewi S, Purnomo H. 2. Aplikasi Logika Fuzzy untuk Pendukung Keputusan. Edisi 2. Yogyakarta: Graha Ilmu. Lansigan FP, Santos WLDL, Coladilla JO. 2. Agronomic impacts of climate variability on rice production in the Philippines. Agriculture, Ecosystems and Environment 82 (2): Las I, Unadi A, Subagyono K, Syahbuddin H, Runtunuwu E. 27a. Atlas Kalender Tanam Pulau Jawa. Skala :.. dan :25.. Bogor : Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. 96 hal. Las I, Surmaini E, Runtunuwu E. 27b. Strategi Sektor Pertanian Menghadapi Perubahan Iklim: Antisipasi, Mitigasi, dan Adaptasi. Dipresentasikan pada Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional (KIPNAS) IX: Harmonisasi IPTEK, Alam, dan Budaya Menuju Masyarakat Sejahtera, Jakarta, 2-22 November 27.

176 54 Las I, Unadi A, Syahbuddin H, Runtunuwu E. 28. Atlas Kalender Tanam Pulau Sumatera. Edisi I. Skala :.. dan :25.. Bogor : Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. Las I, Unadi A, Syahbuddin H, Runtunuwu E. 29a. Atlas Kalender Tanam Pulau Kalimantan. Skala :.. dan :25.. Bogor:Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. Las I, Unadi A, Syahbuddin H, Runtunuwu E. 29b. Atlas Kalender Tanam Pulau Sulawesi (8 Jilid). Skala :.. dan :25.. Bogor :Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. Las et al. 2. Atlas Kalender Tanam Provinsi Bali, Maluku Utara, Maluku, NTB, NTT, Papua dan Papua Barat. Bogor :Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. Lassa J, Pujiono P, Pristiyanto D, Paripurno ET, Magatani A, Purwati H. 29. Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Komoditas (PRBBK). Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Lee TS, Haque MA, Najim MMM. 25. Scheduling the cropping calendar in wetseeded rice schemes in Malaysia. Agricultural Water Management 25; 7 :7 84. Liong TH, Siregar P, Bannu. 23. Peranan pengelompokan dalam prediksi kekeringan di Indonesia. Prosiding Temu Ilmiah Prediksi Cuaca dan Iklim Nasional 22; Pengembangan dan Aplikasi Teknik Prediksi Cuaca dan Iklim, Bandung, 3 Juli 22. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN). ISBN Lo F, Wheeler MC, Meinke H, Donald A. 27. Probabilistic forecasts of the onset of the North Australian wet season. Monthly Weather Review, 35: Lubis A, Dupe ZL, Hadi TW. 23. Definisi Karakteristik El-Nino dan La-Nina. Prosiding Temu Ilmiah Prediksi Cuaca dan Iklim Nasional, 22, Bandung 3 Juli 22. Malingreau, J.P The drought in Indonesia: Assessment and monitoring. In M. Blantz, R. Katz and M. Krenz. Climate crisis: The societal impacts associated with the worldwide climate anomalies. UNEP. Mestre-Sanchís F, Feijóo-Bello ML. 29. Analysis Climate change and its marginalizing effect on agriculture. Ecological Economics 29; 68: Naylor RL, Battisti DS, Vimont DJ, Falcon WP, Burke MB. 27. Assessing the risks of climate variability and climate change for Indonesian rice agriculture. Proc. Nat. Acad. Sci. 4 : Noor M, Jumberi A. Kearifan budaya lokal dalam perspektif pengembangan pertanian di lahan rawa. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa. [ [5 Juli 22]. Pawitan, H. 22. Terapan Pemodelan Hidrologi Daerah Aliran Sungai dalam Pertanian dan Pengelolaan Lingkungan. Disampaikan pada Pelatihan Dosen Perguruan Tinggi se Indonesia Barat dalam Bidang Pemodelan dan Simulasi

177 55 Pertanian dan Lingkungan -3 Juli 22. Bogor: FMIPA IPB kerjasama dengan Bagpro PKSDM Ditjen DIKTI Departemen Pendidikan Nasional. Pendleton JW, and Lawson TL Climatic Variability and Sustainability of Crop yields in the humid tropics. International Symposium on Climatic Varability and Food Security in Developing Countries 5 9 Februari 987. New Delhi. IRRI: Pramudia A, Hariyanti KS, Trinugroho MW, Sarvina Y, Las I. 2. Pengembangan Model Integrasi Kalender Tanam Dinamik Berdasarkan Hasil Prediksi BMKG. Pada Kegiatan Pengembangan Kalender Tanam Dinamik Terpadu Untuk Tanaman Pangan. Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian-Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian-Kementerian Pertanian. Laporan Akhir Kegiatan. Ramadhani F, Las I, Setyanto P, Syahbuddin H, Runtunuwu E, Nugroho MWT, Rahayu B. 2. Pengembangan Kalender Tanam Terpadu Untuk Mengamankan Produksi Pangan Menghadapi Perubahan Iklim. Pada Kegiatan Pengembangan Kalender Tanam Dinamik Terpadu Untuk Tanaman Pangan. Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian-Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian-Kementerian Pertanian. Laporan Akhir Kegiatan. Rianse U, Abdi. 29. Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi Teori dan Aplikasi. Bandung : Alfabeta. Robertson AW, Moron V, Swarinoto Y, 29. Seasonal predictability of daily rainfall statistics over Indramayu district, Indonesia. Int. J. Climatology, 29 : Runtunuwu et al. 29. Penyusunan Kalender Tanam Kalimantan dan Sulawesi untuk Mengurangi Resiko dan dampak Variabilitas dan Perubahan Iklim. [Laporan Tengah Tahun 29]. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. Sembiring H. 2. Kesiapan Teknologi Budidaya Padi Menanggulangi Dampak Perubahan Iklim Global. Prosiding Seminar Ilmiah Hasil Penelitian Padi Nasional 2. Buku. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian-Kementrian Pertanian. 2. ISBN Soekartawi. 26. Analisis Usahatani. Jakarta : Universitas Indonesia (UI Press). Soler CMT, Hoogenboom G, Sentelhas PC, Duarte AP. 27. Growth analysis of maize grown off-season in a subtropical environment under rainfed and irrigated conditions. Journal of Agronomy and Crop Science. 93(4) : Sudradjat, Chaerani D, Supriatna AK, Hadi S. 29. Model Optimasi Pola Tanam Pada Lahan Kering di Kabupaten Bandung. Laporan Akhir Hibah Penelitian Strategis Nasional 29. Fakultas MIPA-Universitas Padjadjaran. Sunaryo, Joshi L. 23. Peranan pengetahuan ekologi lokal dalam sistem agroforetri. World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast Asia Regional Office. Bogor, Indonesia.

178 56 Supriyono, 22 diambil dari fenomena-cuaca-pertanian/ Stern N, Peters S, Bakhshi V, Bowen A, Cameron C, Catovsky S, Crane D, Cruickshank S, Dietz S, Edmonson N, Garbett SL, Hamid L, Hoffman G, Ingram D, Jones B, Patmore N, Radcliffe H, Sathiyarajah R, Stock M, Taylor C, Vernon T, Wanjie H, Zenghelis D Stern Review : The Economics of Climate Change. HM Treasury. London. Syahbuddin H, Las I, Unadi A, Runtunuwu E. 27. Identifikasi Dan Delineasi Kalender Tanam Dan Pola Tanam Pada Lahan Sawah Terhadap Anomali Iklim Di Pulau Jawa. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi-Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian-Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian-Departemen Pertanian. Laporan Akhir Kegiatan. Tamba M. 27. Kebutuhan Informasi Pertanian dan Aksesnya bagi Petani Sayuran : Pengembangan Model Penyediaan Informasi Pertanian dalam Pemberdayaan Petani, kasus di Provinsi Jawa Barat. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Thorp KR, DeJonge KC, Kaleita AL, Batchelor WD, Paz JO. 28. Methodology for the use of DSSAT models for precision agriculture decision support. Computers and Electronics in Agriculture 28; 64 : Tim Roadmap Sektor Pertanian. 2. Road Map Strategi Sektor Pertanian Menghadapi Perubahan Iklim. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Tim Roadmap Sektor Pertanian. 2. Road Map Strategi Sektor Pertanian Menghadapi Perubahan Iklim. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Wahab MI, Antoyo, Boer R. 27. Farming System and Climate Related Problems at Pacitan District, East Java. Laporan Akhir CAPaBle. Wiriadiwangsa D. 25. Pranata Mangsa, Masih Penting untuk Pertanian. Tabloid Sinar Tani, 9 5 Maret 25. Wisnubroto S, Attaqi R Pengenalan waktu tradisional Bulan Berladang kesamaannya dengan keadaan meteorologis dan pemanfaatannya untuk pertanian. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. Desember 997. (): Yang JY, Huffman EC. 24. EasyGrapher: software for graphical and statistical validation of DSSAT outputs. Application note. Computers and Electronics in Agriculture 45 (24) [ Oktober 2]. [ April 22]. [ [2 Desember 2]. [ [7 Januari 2]. [ Tanam Terpadu.[2 Desember 2]. [ [5 Desember 2]. [ Indonesia-yang-canggih.html][ 5 Februari 22].

179 57 Lampiran. Paket teknologi budidaya Tanggal tanam Paket teknologi V (varietas) Irigasi Pupuk Bahan Organik Biaya (x Rp.,.) Januari Januari Februari Februari Maret

180 Maret April April Mei Mei

181 Juni Juni Juli Juli Agustus

182 6 5 Agustus September September Oktober Oktober November

183 November Desember Desember Keterangan : Irigasi, =tanpa irigasi, =pemberian Irigasi pada fase sebesar mm, pada fase 2 sebesar 89 mm dan pada fase 3 sebesar 63.8 mm Pupuk, terdiri dari 3 paket: -, dan. -=Urea 25 kg-sp 36 kg- KCl kg =Urea 23 kg-sp 36 kg-kcl 5 kg =Urea 2 kg-sp 36 5 kg-kcl 8 kg. (komposisi untuk Kec.Pacitan) Bahan Organik, terdiri dari 3 paket:, - dan. =tanpa BO, -=diberi BO sebesar 5 ton jerami /ha =diberi BO sebesar 2 ton pukan /ha

184 62 Lampiran 2. Contoh perhitungan BC Ratio pada suatu usaha tani padi a. Biaya produksi Unit Nilai / unit Rp. Sewa lahan 5,. 5,. 2 Benih 25 7,. 75,. 3 Pupuk - Urea 2,58. 36,. - ZA 5,65. 82,5. - SP-35,64. 64,. -Ponska 5 3,. 5,. - KCl 75 3,8. 285,. - PPC/ZPT 5,. 5,. -pukan 4 3,. 2,. 4 Pestisida,.,. 5 Tenaga kerja - Persemaian 5 5,. 75,. - Pengolahan tanah dgn mesin 5,. 5,. - Menanam 2 2,. 4,. - Penyiangan 5 5,. 225,. - Pemupukan 9 25,. 225,. - Pemberantasan OPT 4 25,.,. 6 Panen dan pascapanen - Merontok, keringkan, angkut 72 2,.,44,. - Ongkos angkut ke pasar. 7 Bunga Bank 3,. Jumlah biaya produksi 5,27,5. b. Pendapatan ,. 4,4,. c. Keuntungan 8,932,5. d. Parameter kelayakan usaha B/C Ratio.72 Layak Ket : asumsi harga gabah Rp. 4,. dan hasil panen 3.54 ton

185 63 Lampiran 3. Koefisien dan SS (sumbangan keragaman terhadap model) untuk 'yield'/hasil -Jan 5-Jan -Feb 5-Feb Koefisien SS Koefisien SS Koefisien SS Koefisien SS K V AnoSST CH-fase CH-fase CH-fase Irigasi Pupuk Organik Mar 5-Mar -Apr 5-Apr Koefisien SS Koefisien SS Koefisien SS Koefisien SS K V AnoSST CH-fase CH-fase CH-fase Irigasi Pupuk Organik Mei 5 Mei Juni 5 Juni Koefisien SS Koefisien SS Koefisien SS Koefisien SS K V AnoSST CH-fase CH-fase CH-fase Irigasi Pupuk Organik

186 64 Lampiran 3. Lanjutan -Jul 5-Jul -Aug 5-Aug Koefisien SS Koefisien SS Koefisien SS Koefisien SS K V AnoSST CH-fase CH-fase CH-fase Irigasi Pupuk Organik Sep 5-Sep -Oct 5-Oct Koefisien SS Koefisien SS Koefisien SS Koefisien SS K V AnoSST CH-fase CH-fase CH-fase Irigasi Pupuk Organik Nov 5-Nov Des 5 Des Koefisien SS Koefisien SS Koefisien SS Koefisien SS K V AnoSST CH-fase CH-fase CH-fase Irigasi Pupuk Organik

187 65 Lampiran 4. Rekomendasi pemupukan di Kabupaten Pacitan (Sumber : Lampiran Keputusan Menteri Pertanian No. /Kpts/SR.3/I/26. Tgl 3 Januari 26) Kecamatan Tanpa BO Penambahan 5 ton jerami/ha Penambahan pukan 2 ton/ha Urea SP-36 KCl Urea SP-36 KCl Urea SP-36 KCl Donorojo Punung Pringkuku Pacitan Kebonagung Arjosari Nawangan Bandar Tegalombo Tulakan Ngadirojo Sudimoro

188 66 Lampiran 5. Posisi Nino 4 ( )

PENGEMBANGAN MODEL KALENDER TANAM DINAMIK SEBAGAI TEKNOLOGI ADAPTASI

PENGEMBANGAN MODEL KALENDER TANAM DINAMIK SEBAGAI TEKNOLOGI ADAPTASI 125 VII. PENGEMBANGAN MODEL KALENDER TANAM DINAMIK SEBAGAI TEKNOLOGI ADAPTASI 7.1. Pendahuluan Salah satu informasi yang dirasakan sangat penting dalam kaitan dengan penjadwalan penanaman petani adalah

Lebih terperinci

VI. PENGEMBANGAN DECISION NETWORK YANG DIOPTIMASI DENGAN FUZZY INFERENCE SYSTEM UNTUK PENYUSUNAN KALENDER TANAM DINAMIK

VI. PENGEMBANGAN DECISION NETWORK YANG DIOPTIMASI DENGAN FUZZY INFERENCE SYSTEM UNTUK PENYUSUNAN KALENDER TANAM DINAMIK 113 VI. PENGEMBANGAN DECISION NETWORK YANG DIOPTIMASI DENGAN FUZZY INFERENCE SYSTEM UNTUK PENYUSUNAN KALENDER TANAM DINAMIK 6.1. Pendahuluan Secara umum, prinsip utama dalam pemodelan optimisasi adalah

Lebih terperinci

SINTESIS PERMASALAHAN PENGELOLAAN RISIKO IKLIM UNTUK SISTEM USAHA TANI BERBASIS PADI MELALUI PEMANFAATAN KALENDER TANAM DINAMIK

SINTESIS PERMASALAHAN PENGELOLAAN RISIKO IKLIM UNTUK SISTEM USAHA TANI BERBASIS PADI MELALUI PEMANFAATAN KALENDER TANAM DINAMIK 11 II. SINTESIS PERMASALAHAN PENGELOLAAN RISIKO IKLIM UNTUK SISTEM USAHA TANI BERBASIS PADI MELALUI PEMANFAATAN KALENDER TANAM DINAMIK 2.1. Kabupaten Pacitan Kabupaten Pacitan yang terletak di bagian paling

Lebih terperinci

Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi 2012

Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi 2012 X. 155 PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK UNTUK ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP PRODUKSI TANAMAN PANGAN DI LAHAN KERING Dr. Ir. Yayan Apriyana, M.Sc Ir. Erni Susanti, M.Sc Ir. Suciantini, M.Si Fadhlullah

Lebih terperinci

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Press Release PREDIKSI DAMPAK DINAMIKA IKLIM DAN EL-NINO 2014-2015 TERHADAP PRODUKSI PANGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN I. Prediksi Iklim hingga Akhir 2014/Awal 2015 1. Prediksi berbagai

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PENENTUAN SUMBER AIR DAN JENIS IRIGASI SUPLEMENTER

PETUNJUK TEKNIS PENENTUAN SUMBER AIR DAN JENIS IRIGASI SUPLEMENTER PETUNJUK TEKNIS PENENTUAN SUMBER AIR DAN JENIS IRIGASI SUPLEMENTER Penyusun: Budi Kartiwa Nani Heryani Popi Rejekiningrum Erni Susanti Woro Estiningtyas Suciantini Haryono Hendri Sosiawan Nono Sutrisno

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. paling terasa perubahannya akibat anomali (penyimpangan) adalah curah

BAB I PENDAHULUAN. memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. paling terasa perubahannya akibat anomali (penyimpangan) adalah curah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris yang amat subur sehingga sebagian besar penduduknya bergerak dalam sektor agraris. Indonesia memiliki iklim tropis basah, dimana iklim

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim membawa dampak pada hampir semua aspek kehidupan dan aktivitas ekonomi. Dampak yang dirasakan ada yang bersifat langsung seperti pada sektor pertanian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan, karena sektor - sektor ini memiliki arti yang sangat

Lebih terperinci

POTENSI PEMANFAATAN INFORMASI PRAKIRAAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG SISTEM USAHA TAMBAK UDANG DAN GARAM DI KABUPATEN INDRAMAYU KIKI KARTIKASARI

POTENSI PEMANFAATAN INFORMASI PRAKIRAAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG SISTEM USAHA TAMBAK UDANG DAN GARAM DI KABUPATEN INDRAMAYU KIKI KARTIKASARI POTENSI PEMANFAATAN INFORMASI PRAKIRAAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG SISTEM USAHA TAMBAK UDANG DAN GARAM DI KABUPATEN INDRAMAYU KIKI KARTIKASARI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Kondisi Wilayah Kabupaten Gorontalo Kabupaten Gorontalo terletak antara 0 0 30 0 0 54 Lintang Utara dan 122 0 07 123 0 44 Bujur Timur. Pada tahun 2010 kabupaten ini terbagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENELITIAN (RODHP) GUGUS TUGAS KALENDER TANAM TERPADU DI PROVINSI BENGKULU

RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENELITIAN (RODHP) GUGUS TUGAS KALENDER TANAM TERPADU DI PROVINSI BENGKULU RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENELITIAN (RODHP) GUGUS TUGAS KALENDER TANAM TERPADU DI PROVINSI BENGKULU BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

Buletin Pemantauan Ketahanan Pangan INDONESIA. Volume 7, Agustus 2017

Buletin Pemantauan Ketahanan Pangan INDONESIA. Volume 7, Agustus 2017 Buletin Pemantauan Ketahanan Pangan INDONESIA Volume 7, Agustus 2017 IKLIM DAN KETAHANAN PANGAN April - Juni 2017 Rendahnya kejadian kebakaran hutan Musim panen utama padi dan jagung lebih tinggi dari

Lebih terperinci

Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi @ 2014, Balitklimat Bogor ISSN 0216-3934 Volume 11, 2014 Penanggung Jawab: Haris Syahbuddin Redaksi Teknis: Haryono,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terhadap iklim secara langsung maupun tidak langsung akibat aktivitas manusia

I. PENDAHULUAN. terhadap iklim secara langsung maupun tidak langsung akibat aktivitas manusia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim merupakan proses alam yang mempengaruhi perubahan terhadap iklim secara langsung maupun tidak langsung akibat aktivitas manusia yang mengubah komposisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di Indonesia salah satu tanaman pangan yang penting untuk dikonsumsi masyarakat selain padi dan jagung

Lebih terperinci

Pengantar. Kalender Tanam Terpadu: Generasi Baru Perencanaan Tanam Menghadapi Perubahan Iklim

Pengantar. Kalender Tanam Terpadu: Generasi Baru Perencanaan Tanam Menghadapi Perubahan Iklim Pengantar Kalender Tanam Terpadu: Generasi Baru Perencanaan Tanam Menghadapi Perubahan Iklim Dr. Ir. Haryono, M.Sc. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Sudah sering kita dengar, rasakan,

Lebih terperinci

Press Release Katam Terpadu MT I 2013/2014 untuk Pencapaian Swasembada Padi, Jagung dan Kedelai Jakarta, 26 September 2013

Press Release Katam Terpadu MT I 2013/2014 untuk Pencapaian Swasembada Padi, Jagung dan Kedelai Jakarta, 26 September 2013 Press Release Katam Terpadu MT I 2013/2014 untuk Pencapaian Swasembada Padi, Jagung dan Kedelai Jakarta, 26 September 2013 (1) Berdasarkan prakiraan BMKG dan beberapa lembaga penelitian lain mengindikasikan

Lebih terperinci

KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN. Bambang Sayaka

KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN. Bambang Sayaka KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN PENDAHULUAN Bambang Sayaka Gangguan (shocks) faktor-faktor eksternal yang meliputi bencana alam, perubahan

Lebih terperinci

VIII. POTENSI DAN KENDALA PENERAPAN KALENDER TANAM DALAM MENGANTISIPASI KEJADIAN IKLIM EKSTRIM

VIII. POTENSI DAN KENDALA PENERAPAN KALENDER TANAM DALAM MENGANTISIPASI KEJADIAN IKLIM EKSTRIM 141 VIII. POTENSI DAN KENDALA PENERAPAN KALENDER TANAM DALAM MENGANTISIPASI KEJADIAN IKLIM EKSTRIM Persoalan mendasar sektor pertanian menurut Tim Penyusun Road Map (2010) diantaranya adalah meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura,dan 12,77 juta rumah tangga dalam perkebunan. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura,dan 12,77 juta rumah tangga dalam perkebunan. Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan Negara agraris yang amat subur sehingga tidak dapat dipungkiri lagi sebagian besar penduduknya bergerak dalam sektor agraris. Data dalam Badan

Lebih terperinci

INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN. Rommy Andhika Laksono

INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN. Rommy Andhika Laksono INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN Rommy Andhika Laksono Iklim merupakan komponen ekosistem dan faktor produksi yang sangat dinamis dan sulit dikendalikan. iklim dan cuaca sangat sulit dimodifikasi atau dikendalikan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang Latar Belakang PENDAHULUAN Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu komoditas perkebunan unggulan, yang menghasilkan minyak nabati paling efisien yang produknya dapat digunakan dalam

Lebih terperinci

PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA

PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS BANTUAN SARANA PRODUKSI DALAM RANGKA ANTISIPASI DAMPAK KEKERINGAN

PEDOMAN TEKNIS BANTUAN SARANA PRODUKSI DALAM RANGKA ANTISIPASI DAMPAK KEKERINGAN PEDOMAN TEKNIS BANTUAN SARANA PRODUKSI DALAM RANGKA ANTISIPASI DAMPAK KEKERINGAN DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 KATA PENGANTAR Kejadian El Nino Tahun 2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara yang terletak diantara Samudra Pasifik-Hindia dan Benua Asia-Australia, serta termasuk wilayah tropis yang dilewati oleh garis khatulistiwa, menyebabkan

Lebih terperinci

SISTEM PEMETAAN LOKASI LAHAN YANG KAITANNYA DENGAN PERUBAHAN IKLIM GLOBAL DI WILAYAH JAWA TIMUR BERBASIS WEB SKRIPSI. Oleh :

SISTEM PEMETAAN LOKASI LAHAN YANG KAITANNYA DENGAN PERUBAHAN IKLIM GLOBAL DI WILAYAH JAWA TIMUR BERBASIS WEB SKRIPSI. Oleh : SISTEM PEMETAAN LOKASI LAHAN YANG KAITANNYA DENGAN PERUBAHAN IKLIM GLOBAL DI WILAYAH JAWA TIMUR BERBASIS WEB SKRIPSI Oleh : EVA YULIA PUSPANINGRUM 0834010177 PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA

PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan terpenting ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Kedelai juga merupakan tanaman sebagai

Lebih terperinci

UPAYA DEPARTEMEN PERTANIAN DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR DAN. Direktur Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air

UPAYA DEPARTEMEN PERTANIAN DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR DAN. Direktur Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air UPAYA DEPARTEMEN PERTANIAN DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL Direktur Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air SUBSTANSI I. PENDAHULUAN II. DAMPAK KENAIKAN PARAS MUKA AIR

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sawah irigasi sebagai basis usahatani merupakan lahan yang sangat potensial serta menguntungkan untuk kegiatan usaha tani. Dalam satu tahun setidaknya sawah irigasi dapat

Lebih terperinci

PREDIKSI DAN ANTISIPASI KEKERINGAN TAHUN 2013

PREDIKSI DAN ANTISIPASI KEKERINGAN TAHUN 2013 PREDIKSI DAN ANTISIPASI KEKERINGAN TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN Disampaikan Pada RAPIM A Kementerian Pertanian 10 September 2013 MATERI PRESENTASI A. Prediksi Kekeringan

Lebih terperinci

Kontribusi Parameter Iklim Untuk Peringatan Dini Serangan Wereng Batang Coklat (WBC)

Kontribusi Parameter Iklim Untuk Peringatan Dini Serangan Wereng Batang Coklat (WBC) 1234567 89111121234567891111212345678911112123456789111121234567891111212345678911112123456789111121234567891111212345678911112123456789111121234567891111212345678911112123456789111121234567891111212345678911112

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN Oleh : Sumaryanto Muhammad H. Sawit Bambang Irawan Adi Setiyanto Jefferson Situmorang Muhammad Suryadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia terutama terhadap pertumbuhan nasional dan sebagai penyedia lapangan pekerjaan. Sebagai negara

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP Buletin Prakiraan Musim Kemarau 2016 i KATA PENGANTAR Penyajian prakiraan musim kemarau 2016 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diterbitkan untuk memberikan informasi kepada masyarakat disamping publikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang hal-hal yang mendasari penelitian diantaranya yaitu latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diantara dua benua, dan dua samudra serta berada di sekitar garis equator yang

BAB I PENDAHULUAN. diantara dua benua, dan dua samudra serta berada di sekitar garis equator yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terbentang dari 6 o lintang utara (LU) sampai 11 o lintang selatan (LS) dan 9 o sampai 141 o bujur timur (BT). Indonesia secara geografis terletak diantara

Lebih terperinci

SOSIALISASI KALENDER TANAM MT II TIM GUGUS KATAM BPTP Kep. Bangka Belitung

SOSIALISASI KALENDER TANAM MT II TIM GUGUS KATAM BPTP Kep. Bangka Belitung SOSIALISASI KALENDER TANAM MT II 2013 TIM GUGUS KATAM BPTP Kep. Bangka Belitung LATAR BELAKANG Keniscayaan perubahan dan dinamika iklim global serta lokal. Pilihan pola tanam bersifat spesifik lokasi dan

Lebih terperinci

Impact of Climate Variability on Agriculture at NTT

Impact of Climate Variability on Agriculture at NTT Impact of Climate Variability on Agriculture at NTT PEMDA Propinsi NTT, Kupang CARE International Centre for Climate Risk and Opportunity Management, Bogor Agricultural University (IPB) International Rice

Lebih terperinci

PEMANFAATAN DATA SIDIK DALAM PENETAPAN LOKASI DAN AKSI PRIORITAS ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM

PEMANFAATAN DATA SIDIK DALAM PENETAPAN LOKASI DAN AKSI PRIORITAS ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan PEMANFAATAN DATA SIDIK DALAM PENETAPAN LOKASI DAN AKSI PRIORITAS ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM Disampaikan pada Rapat Koordinasi ProKlim Manggala Wanabakti, 26 April

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT PERBENIHAN TANAMAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP PROPINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan YME atas berkat dan rahmat Nya kami dapat menyusun laporan dan laporan Prakiraan Musim Kemarau 2016 di wilayah Propinsi Banten

Lebih terperinci

Fenomena El Nino dan Perlindungan Terhadap Petani

Fenomena El Nino dan Perlindungan Terhadap Petani Fenomena El Nino dan Perlindungan Terhadap Petani Oleh : Made Dwi Jendra Putra, M.Si (PMG Muda Balai Besar MKG III) Abstrak Pertengahan tahun ini pemberitaan media cetak maupun elektronik dihiasi oleh

Lebih terperinci

PEMODELAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK PREDIKSI PANJANG MUSIM HUJAN BERDASAR SEA SURFACE TEMPERATURE

PEMODELAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK PREDIKSI PANJANG MUSIM HUJAN BERDASAR SEA SURFACE TEMPERATURE PEMODELAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK PREDIKSI PANJANG MUSIM HUJAN BERDASAR SEA SURFACE TEMPERATURE Agus Buono 1, M. Mukhlis 1, Akhmad Faqih 2, Rizaldi Boer 2 1 Departemen Ilmu Komputer, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan peningkatan ketahanan pangan nasional. Hasil Sensus Pertanian 1993

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan peningkatan ketahanan pangan nasional. Hasil Sensus Pertanian 1993 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan penting dalam perekonomian nasional sebagai sumber pendapatan, pembuka kesempatan kerja, pengentas kemiskinan dan peningkatan ketahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang rawan terjadi kekeringan setiap tahunnya. Bencana kekeringan semakin sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia dengan pola dan

Lebih terperinci

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT PERBENIHAN TANAMAN

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang saat ini telah menjadi penyebab berubahnya pola konsumsi penduduk, dari konsumsi pangan penghasil energi ke produk penghasil

Lebih terperinci

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam meningkatkan perekonomian Indonesia melalui. perannya dalam pembentukan Produk Domestic Bruto (PDB), penyerapan

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam meningkatkan perekonomian Indonesia melalui. perannya dalam pembentukan Produk Domestic Bruto (PDB), penyerapan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sumber pendapatan yang memiliki peranan penting dalam meningkatkan perekonomian Indonesia melalui perannya dalam pembentukan Produk

Lebih terperinci

STRATEGY DAN INOVASI IPTEK MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM DAN LINGKUNGAN SEKTOR PERTANIAN BADAN LITBANG PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN

STRATEGY DAN INOVASI IPTEK MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM DAN LINGKUNGAN SEKTOR PERTANIAN BADAN LITBANG PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN 10/25/2009 STRATEGY DAN INOVASI IPTEK MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM DAN LINGKUNGAN SEKTOR PERTANIAN Tim BBSDLP BADAN LITBANG PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN 2009 Latar Belakang Ancaman Bagi Revitalisasi Pertanian

Lebih terperinci

8. MODEL RAMALAN PRODUKSI PADI

8. MODEL RAMALAN PRODUKSI PADI 8. MODEL RAMALAN PRODUKSI PADI 8.1 Pendahuluan Padi merupakan makanan utama sekaligus mempunyai nilai politis yang tinggi bagi orang Indonesia, yang menyediakan pendapatan secara musiman dan tenaga kerja

Lebih terperinci

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG DIAR ERSTANTYO DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa 3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa Lahan basah non rawa adalah suatu lahan yang kondisinya dipengaruhi oleh air namun tidak menggenang. Lahan basah biasanya terdapat di ujung suatu daerah ketinggian

Lebih terperinci

Bab 5 Pengembangan Aspek Prediksi Iklim pada Atlas Kalender Tanam

Bab 5 Pengembangan Aspek Prediksi Iklim pada Atlas Kalender Tanam Bab 5 Pengembangan Aspek Prediksi Iklim pada Atlas Kalender Tanam Dasar Pertimbangan Informasi iklim memegang peranan yang sangat penting dalam menyusun informasi kalender tanam. Informasi yang dapat dibangkitkan

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015) No. 20/03/51/Th. X, 1 Maret 2016 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015) PRODUKSI PADI TAHUN 2015 (ANGKA SEMENTARA) TURUN 0,49 PERSEN A. PADI Angka Sementara (ASEM) produksi padi

Lebih terperinci

VII. PEMBAHASAN UMUM PENGEMBANGAN ASURANSI INDEKS IKLIM PADA SISTIM USAHATANI BERBASIS PADI : Potensi dan Tantangan

VII. PEMBAHASAN UMUM PENGEMBANGAN ASURANSI INDEKS IKLIM PADA SISTIM USAHATANI BERBASIS PADI : Potensi dan Tantangan VII. PEMBAHASAN UMUM PENGEMBANGAN ASURANSI INDEKS IKLIM PADA SISTIM USAHATANI BERBASIS PADI : Potensi dan Tantangan 7.1. Pendahuluan Perubahan iklim dan dampaknya pada berbagai sektor telah menggungah

Lebih terperinci

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN Pada bab V telah dibahas potensi dan kesesuaian lahan untuk seluruh komoditas pertanian berdasarkan pewilayahan komoditas secara nasional (Puslitbangtanak,

Lebih terperinci

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262, Tromol Pos. 7019 / Jks KL, E-mail

Lebih terperinci

BMKG PRESS RELEASE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BMKG PRESS RELEASE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG PRESS RELEASE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG OUTLINE I. GEMPABUMI TSUNAMI KEPULAUAN MENTAWAI (25 - oktober 2010); Komponen Tsunami Warning System (TWS) : Komponen Structure : oleh

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. [8 Januari 2006] 1 ( )

1. PENDAHULUAN. [8 Januari 2006] 1  ( ) 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Informasi ramalan curah hujan sangat berguna bagi petani dalam mengantisipasi kemungkinan kejadian-kejadian ekstrim (kekeringan akibat El- Nino dan kebanjiran akibat

Lebih terperinci

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

VI. KESIMPULAN DAN SARAN VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Dalam penelitian ini telah dilakukan suatu rangkaian penelitian yang mencakup analisis pewilayahan hujan, penyusunan model prediksi curah hujan, serta pemanfaatan

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah Indonesia umumnya dikelilingi oleh lautan yang berada antara samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Samudera ini menjadi sumber kelembaban utama uap air

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan. Secara geografis, wilayah Indonesia memiliki luas wilayah seluruhnya mencapai 5.193.252 km 2 terdiri atas luas daratan sekitar 1.910.931,32

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELANCARAN PENGEMBALIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (Studi Kasus pada PT Bank BRI Unit Cimanggis, Cabang Pasar Minggu)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELANCARAN PENGEMBALIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (Studi Kasus pada PT Bank BRI Unit Cimanggis, Cabang Pasar Minggu) FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELANCARAN PENGEMBALIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (Studi Kasus pada PT Bank BRI Unit Cimanggis, Cabang Pasar Minggu) SKRIPSI VIRGITHA ISANDA AGUSTANIA H34050921 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

ADAPTASI DAN MITIGASI FENOMENA EL NIÑO DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

ADAPTASI DAN MITIGASI FENOMENA EL NIÑO DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR ADAPTASI DAN MITIGASI FENOMENA EL NIÑO DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Muhammad Husain Hasan dan Maria Floriani Mongko Jurusan Pendidikan Geografi FKIP Universitas Nusa Cendana E-mail: muhammadhusain32@yahoo.com

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FENOMENA ENSO

IDENTIFIKASI FENOMENA ENSO IDENTIFIKASI FENOMENA ENSO (El Nino-Southern Oscillation) DAN IOD (Indian Ocean Dipole) TERHADAP DINAMIKA WAKTU TANAM PADI DI DAERAH JAWA BARAT (Studi Kasus Kabupaten Indramayu dan Cianjur) ERICA PURWANDINI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang terdapat di permukaan bumi, meliputi gejala-gejala yang terdapat pada lapisan air, tanah,

Lebih terperinci

EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL USAHA PEMBESARAN IKAN MAS PADA KOLAM AIR DERAS DI DESA CINAGARA, KECAMATAN CARINGIN, KABUPATEN BOGOR

EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL USAHA PEMBESARAN IKAN MAS PADA KOLAM AIR DERAS DI DESA CINAGARA, KECAMATAN CARINGIN, KABUPATEN BOGOR EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL USAHA PEMBESARAN IKAN MAS PADA KOLAM AIR DERAS DI DESA CINAGARA, KECAMATAN CARINGIN, KABUPATEN BOGOR MEISWITA PERMATA HARDY SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E14101043 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN LUKMANUL HAKIM.

Lebih terperinci

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN (Studi Kasus di Bungakondang Kabupaten Purbalingga) BUDI BASKORO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA

SEKOLAH PASCASARJANA ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN TANAH TERHADAP LINGKUNGAN DI KABUPATEN TANGERANG Oleh: Sri Martini PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 ANALISIS DAMPAK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan iklim telah menjadi isu paling penting dalam kebijakan pembangunan dan global governance pada abad ke 21, dampaknya terhadap pengelolaan sektor pertanian dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Danau Toba merupakan hulu dari Sungai Asahan dimana sungai tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Danau Toba merupakan hulu dari Sungai Asahan dimana sungai tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Danau Toba merupakan hulu dari Sungai Asahan dimana sungai tersebut berasal dari perairan Danau Toba. DAS Asahan berada sebagian besar di wilayah Kabupaten Asahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan sangat penting. Sektor ini mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, laju pertumbuhannya sebesar 4,8 persen

Lebih terperinci

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat.

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat. 11 yang akan datang, yang cenderung mengalami perubahan dilakukan dengan memanfaatkan keluaran model iklim. Hasil antara kondisi iklim saat ini dan yang akan datang dilakukan analisis dan kemudian dilakukan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH

KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH LAPORAN AKHIR KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH Oleh : Bambang Irawan Herman Supriadi Bambang Winarso Iwan Setiajie Anugrah Ahmad Makky Ar-Rozi Nono Sutrisno PUSAT SOSIAL

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM

DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH BUNGA PRAGAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

LAHAN RAWA. Lumbung Pangan Masa Depan Indonesia

LAHAN RAWA. Lumbung Pangan Masa Depan Indonesia LAHAN RAWA Lumbung Pangan Masa Depan Indonesia LAHAN RAWA Lumbung Pangan Masa Depan Indonesia Penulis: Dr. Ir. Haryono, M.Sc Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian 2013 Cetakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

PENDAMPINGAN KALENDER TANAM (KATAM) MENDUKUNG SLPTT PADI DI SUMATERA UTARA

PENDAMPINGAN KALENDER TANAM (KATAM) MENDUKUNG SLPTT PADI DI SUMATERA UTARA PENDAMPINGAN KALENDER TANAM (KATAM) MENDUKUNG SLPTT PADI DI SUMATERA UTARA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

Propinsi Banten dan DKI Jakarta

Propinsi Banten dan DKI Jakarta BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. iklim sudah menjadi pengetahuan yang umum saat ini. Pemanasan global adalah

BAB I PENDAHULUAN. iklim sudah menjadi pengetahuan yang umum saat ini. Pemanasan global adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu pemanasan global yang diindikasikan sebagai penyebab perubahan iklim sudah menjadi pengetahuan yang umum saat ini. Pemanasan global adalah kondisi dimana terdapat

Lebih terperinci

Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan

Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan Laporan Kinerja Tahun 2014 i RINGKASAN EKSEKUTIF 1. Pengamanan produksi tanaman pangan mencakup seluruh areal pertanaman. Operasional kegiatan diarahkan dalam rangka penguatan perlindungan tanaman pangan

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan April 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim global merupakan salah satu issu lingkungan penting dunia dewasa ini, artinya tidak hanya dibicarakan di Indonesia tetapi juga di negara-negara lain

Lebih terperinci