IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisa Bahan Baku Media merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada proses fermentasi Bacillus thuringiensis. Di alam banyak tersedia bahan-bahan yang dapat digunakan untuk dijadikan media pertumbuhan Bacillus thuringiensis aizawai diantaranya limbah cair tahu dan air kelapa karena mengandung sumber karbon dan nitrogen. Limbah cair tahu dan air kelapa terlebih dahulu dianalisa komponen karbon, nitrogen, kadar air dan kadar abunya yang tercantum pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil analisis kimia limbah cair tahu dan air kelapa Komponen Limbah Cair Tahu (%) Air Kelapa (%) Kadar Air Kadar Abu Kadar Nitrogen Kadar Karbon Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa limbah cair tahu dan air kelapa mengandung air, karbon dan nitrogen yang cukup tinggi sehingga dapat digunakan sebagai media untuk pertumbuhan Bacillus thuringiensis aizawai. Limbah cair tahu merupakan merupakan hasil samping produksi tahu yang dihasilkan pada proses pencucian, perendaman, serta pada proses penggumpalan tahu atau disebut whey. Pada penelitian ini digunakan limbah cair tahu sisa proses penggumpalan tahu atau whey karena pada umumnya limbah cair tahu ini belum banyak dimanfaatkan, hanya digunakan untuk biang penggumpal tahu berikutnya dan sebagian besar dibuang langsung ke lingkungan yang menyebabkan pencemaran. Penambahan air kelapa digunakan sebagai sumber karbon yang bersifat fermentable sugar sehingga dapat mengoptimalkan proses fermentasi. Namun dalam penerapannya, limbah cair tahu dan air kelapa ini memiliki sifat yang mudah rusak. Kerusakan ini dapat menyebabkan penurunan ph dan nutrien yang terkandungnya akibat aktivitas mikroorganisme yang tidak diharapkan. Sehingga untuk mencegahnya perlunya penanganan bahan baku yang baik berupa pengemasan limbah cair tahu dan air kelapa pada wadah-wadah yang bersih dan steril sehingga dapat mencegah kerusakan sebelum proses fermentasi. Penelitian peningkatan skala ini mengacu pada hasil penelitian Rachmawati (2011), bahwa formulasi media yang menghasilkan toksisitas tertinggi adalah limbah cair tahu 80% dan air kelapa 20% dengan perbandingan karbon dan nitrogen yaitu 7:1. Pada penelitian ini juga digunakan urea untuk menyesuaikan perbandingan karbon dan nitrogen. Menurut Stanbury dan Whitaker (1984), urea merupakan sumber nitrogen yang sesuai untuk pertumbuhan mikroorganisme karena kemampuannnya untuk mempertahankan ph, namun penggunaanya harus dibatasi karena cenderung tidak stabil. Mikroorganisme juga memerlukan tambahan mineral untuk pertumbuhan dan pembentukan produknya. Pada penelitian ini, digunakan komposisi mineral yang mengacu pada pernyataan Dulmage dan Rhodes (1971), yaitu 1.0 g/l CaCO 3, 0.03 g/l MgSO 4.7 H 2 O, 0.02 g/l MnSO 4.7 H 2 O, 0.02 g/l ZnSO 4.7 H 2 O, 0.02 g/l FeSO 4.7 H 2 O. 15

2 4.2. Proses fermentasi Bacillus thuringiensis aizawai Penelitian peningkatan skala fermentor produksi bioinsektisida dari Bacillus thuringiensis aizawai ini dilakukan pada fermentor tangki berpengaduk skala laboratorium 3 liter dan fermentor skala pilot 40 liter yang didasari pada kesamaan geometri fermentor, kesamaan bahan dan konsentrasi media yang digunakan. Pada penelitian ini diterapkan parameter-parameter yang berpengaruh bagi optimalisasi produksi bioinsektisida mikrobial dari Bacillus thuringiensis aizawa meliputi konsentrasi media, rasio C/N, agitasi, dan aerasi. Agitasi dan aerasi berfungsi untuk mensuplai oksigen secara merata, meratakan seluruh substrat agar dapat tercapai oleh mikroorganisme dan mendispersi gelembung udara dalam medium. Pada fermentor skala laboratorium digunakan fermentor volume 3 liter dengan volume kerja 2 liter, laju aerasi 1 vvm dan kecepatan agitasi 200 rpm. Berdasarkan perhitungan persamaan geometri fermentor digunakan fermentor skala pilot dengan volume 40 liter, laju aerasi 0.9 vvm dan kecepatan agitasi 104 rpm Pertumbuhan Bacillus thuringiensis aizawai Pertumbuhan Bacillus thuringiensis aizawai selama proses fermentasi pada fermentor 3 liter dapat diamati melalui perubahan ph cairan fermentasi, pengukuran optical density (OD), pengukuran jumlah sel melalui metode cawan sebar atau total plate count (TPC), dan pembentukan spora melalui metode viable spore count (VSC) seperti yang terlihat pada Gambar 3. Sedangkan pada Gambar 4 terlihat hubungan antara jumlah biomassa melalui pengukuran bobot kering biomassa dan gula sisa selama proses fermentasi Nilai Lama Waktu Fermentasi (Jam) ph Log VSC (Spora/ml) Log TPC (CFU/ml) Optical Density Gambar 3. Pertumbuhan Bt. aizawai selama fermentasi pada fermentor 3 liter 16

3 Jumlah Biomassa dan Gula Sisa Fermentasi (g/ml) Lama Waktu Fermentasi (Jam) Biomassa (g/ml) Gula Sisa Fermentasi (g/ml) Gambar 4. Produksi biomassa dan gula sisa selama fermentasi pada fermentor 3 liter Perubahan ph Selama Fermentasi Pengukuran ph dilakukan untuk mengamati perubahan ph media selama proses fermentasi. Pengukuran ph ini dilakukan setiap 12 jam sekali dari waktu fermentasi jam ke 0 sampai 72 jam. Hasil pengamatan terhadap ph cairan fermentasi menunjukkan bahwa fermentasi berlangsung pada ph pada fermentor 3 liter yang merupakan proses translasi dari skala laboratorium. Pada tahap awal fermentasi ini terjadi penurunan ph mencapai 5.28 kemudian pada jam ke-48 ph cairan fermentasi pada fermentor 3 liter ini mulai meningkat kembali. Penurunan ph cairan fermentasi ini dapat disebabkan karena adanya proses enzimatis oleh Bacillus thuringiensis aizawai yang mengurai glukosa dari karbon menjadi asam-asam organik. Menurut Benoit et al. (1990), pada perombakan ini dihasilkan ATP dan asam-asam organik seperti asam piruvat, asam asetat, dan asam laktat sehingga dapat menurunkan ph cairan fermentasi. Peningkatan ph cairan fermentasi mulai terjadi pada jam ke 48, hal ini disebabkan oleh penggunaan urea sebagai media sumber nitrogen dan asam yang terakumulasi pada medium dimanfaatkan kembali oleh sel untuk memproduksi poli-βhidroksibutirat (PHB) yang selanjutnya dapat digunakan sebagai sumber energi selama proses sporulasi. James (1993) menyatakan bahwa urea yang terlarut dalam air akan mengalami perubahan kimia menjadi ammonium bikarbonat sehingga dapat meningkatkan ph larutan. Bacillus thuringiensis dapat menghasilkan enzim urease dengan urea sebagai sumber nitrogen (Sneat 1986). Peningkatan nilai ph yang tidak terlalu tajam ini dapat disebabkan karena adanya ruang antara dasar fermentor dan pengaduk yang menyebabkan meningkatnya daya gunting sehingga sebagian urea mengendap di bagian dasar tangki fermentor dan tidak teraduk sempurna. Menurut Benhard dan Utz (1993), Bacillus thuringiensis dapat tumbuh pada ph kisaran 5.5 dan 8.5 dan tumbuh optimum pada ph Namun pada grafik terlihat bahwa penurunan ph cairan fermentasi mencapai ph 5.2. Hal ini dapat dipengaruhi karena jumlah karbon pada limbah cair tahu dan air kelapa yang bersifat fermentable sugar lebih tinggi dibandingkan urea, sehingga semakin 17

4 banyak jumlah karbon berupa gula sederhana pada media maka pembentukan asam piruvat akan semakin besar sehingga penurunan ph cairan fermentasi semakin meningkat. Menurut Sjamsuripura et al. (1984), kemampuan tumbuh dan daya toksin Bacillus thuringiensis dapat hancur pada ph di atas 12 dan ph di bawah 3.3. Hal ini membuktikan bahwa Bacillus thuringiensis masih dapat hidup dan memiliki daya toksin pada ph Optical Density (OD) Optical density merupakan pengukuran jumlah sel dalam kekeruhan atau turbidity cairan fermentasi, dimana semakin keruh suatu larutan maka menunjukkan jumlah sel semakin meningkat. Menurut Gumbira-Said (1987), kekeruhan suspensi sel diukur pada panjang gelombang nm menggunakan spektrofotometer. Pada penelitian ini, pengukuran optical density dilakukan pada panjang gelombang 660 nm menggunakan spektrofotometer. Pada Gambar 3 terlihat bahwa semakin lama waktu fermentasi maka nilai OD akan semakin meningkat yang menunjukkan bahwa cairan fermentasi semakin berwarna keruh akibat aktivitas sel, sehingga semakin lama waktu fermentasi hingga 72 jam jumlah sel pun semakin meningkat. Menurut Wang et al. (1978), pertumbuhan curah pada media tertentu memiliki empat fase dalam pertumbuhannya yaitu fase awal atau fase lag, fase logaritmik (eksponensial), fase stasioner, dan fase kematian. Pada grafik terlihat bahwa fase lag berlangsung sangat singkat, selanjutnya fase logaritmit terjadi sampai jam ke 24 dan mulai memasuki fase stasioner sampai jam ke 72. Berdasarkan penelitian Salamah (2002) dan Yulianti (2005), fase log Bacillus thuringiensis berlangsung kurang dari 3 jam dan mulai memasuki fase log pada waktu kultivasi 3-24 jam. Semakin tinggi nilai OD maka jumlah sel pada suatu larutan fermentasi semakin besar Jumlah Sel Hidup Pertumbuhan Bacillus thuringiensis aizawai juga dapat diamati melalui pengukuran total plate count (TPC) atau metode cawan sebar. Metode TPC ini digunakan untuk mengukur jumlah sel hidup melalui koloni yang terbentuk dalam 1 ml cairan fermentasi yang dinyatakan dalam colony forming unit (CFU/ml). Pada gambar 3 terlihat bahwa fase lag berlangsung cepat yang menunjukan bahwa inokulum telah beradaptasi dengan medium fermentasi, selain itu banyaknya jumlah sel yang diinokulasikan juga mempengaruhi panjang pendeknya fase lag. Setelah fase lag selesai, mulai terjadi perbanyakan sel atau fase logaritmik yang terjadi sampai jam ke 60. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa semakin lama waktu fermentasi jumlah sel semakin meningkat dengan jumlah sel hidup tertinggi adalah pada waktu kultivasi 72 jam yaitu dengan nilai Log TPC sebesar 6.60 atau CFU/ml. Hal ini sesuai dengan grafik optical density dimana semakin lama waktu fermentasi hingga 72 jam cairan fermentasi semakin berwarna keruh akibat aktivitas sel yang menunjukkan jumlah sel dalam cairan fermentasi juga semakin besar. Namun jumlah sel yang dihasilkan pada penelitian ini lebih kecil dibandingkan hasil penelitian Purnawati (2006) menggunakan substrat onggok tapioka pada fermentor tangki berpengaduk volume 3 liter memiliki konsentrasi sel berkisar antara sampai CFU/ml untuk waktu fermentasi 72 jam Jumlah Spora Hidup (VSC) Viable spore count (VSC) merupakan suatu analisa yang digunakan untuk mengukur jumlah spora hidup yang terkandung dalam campuran spora kristal. Pembentukan spora selama fermentasi merupakan hal yang sangat penting karena bahan aktif bioinsektisida berupa kristal protein dibentuk 18

5 bersamaan dengan pembentukan spora dimana satu buah sel vegetatif. Bacillus thuringiensis dapat membentuk satu buah spora dan satu buah kristal protein. Semakin banyak jumlah spora yang terbentuk maka diharapkan semakin tinggi pula kristal protein yang terbentuk. Berdasarkan hasil pengamatan pada grafik di atas terlihat bahwa pembentukan spora mulai terjadi pada waktu fermentasi jam ke 12 dan penambahan jumlah spora seiring lamanya waktu fermentasi yang cenderung tetap dan membentuk garis stasioner. Pembentukan spora umumnya mulai terlihat nyata pada saat fase eksponensial akhir atau awal fase stasioner. Hal ini sesuai dengan penelitian Salamah (2002) dan Yulianti (2005), bahwa Bacillus thuringiensis mulai memasuki fase eksponensial pada waktu kultivasi 3-24 jam. Jumlah spora tertinggi pada waktu fermentasi jam 72 yaitu spora/ml. Jumlah spora ini lebih rendah dibandingkan pendapat Luthy et al. (1992), dimana konsentrasi yang ditetapkan untuk produksi skala besar antara sampai spora per ml. Hal ini dapat disebabkan karena adanya daya gunting dan pengadukan yang kurang sempurna karena adanya jarak antara dasar tangki fermentor dan impeller sehingga penyebaran sumber karbon dan nitrogen tidak merata yang menyebabkan nilai ph tidak berada pada kondisi optimum pertumbuhan Bacillus thuringiensis yaitu pada ph Menurut Sukmadi et al. (1996), cepat lambatnya pembentukan spora tergantung pada lingkungan kultur dan umumnya spora terbentuk pada keadaan lingkungan yang kurang sesuai seperti nilai ph dan suhu yang ekstrim, serta kurangnya suplai makanan bagi Bacillus thuringiensis. Pembentukan spora juga mulai terlihat nyata pada saat fase eksponensial akhir atau awal fase stasioner dimana pada kondisi fermentasi ini mengalami penurunan ph yang ekstrim yaitu dari ph awal 7 turun menjadi 5 sehingga sel mulai membentuk spora. Pada Gambar 3 terlihat bahwa jumlah log spora, log TPC dan nilai OD semakin meningkat seiring lamanya waktu fermentasi sampai 72 jam, hal ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu fermentasi pertumbuhan Bt. aizawai semakin baik dan belum memasuki fase kematian Jumlah Biomassa Pengukuran jumlah biomassa dilakukan dengan cara pengukuran bobot kering biomassa dengan metode oven. Bobot kering biomassa merupakan salah satu cara untuk mengukur jumlah sel, namun pengukuran bobot kering biomassa ini adalah pengukuran jumlah sel total sehingga tidak hanya mengukur jumlah sel sel hidup saja, namun sel mati, spora, serta bahan-bahan lain yang tidak larut pun terkadang ikut terhitung, sehingga bobot kering boimassa tertinggi tidak menghasilkan jumlah sel tertinggi. Berdasarkan hasil pengamatan, jumlah sel cenderung semakin meningkat seiring lamanya waktu fermentasi dengan jumlah sel tertinggi adalah pada jam ke 48 yaitu g/ml. Namun, pada waktu fermentasi ke 60 dan 72 jam terjadi penurunan bobot kering biomassa sedangkan perhitungan jumlah sel hidup tertinggi berdasarkan metode TPC adalah pada lama waktu fermentasi 72 jam. Hal ini dapat disebabkan karena sel Bacillus thuringiensis aizawai mulai mengalami lisis dan massa sel yang mengalami lisis tersebut sebagian akan dikonversi menjadi energi yang dimanfaatkan oleh sel yang masih hidup sebagai sumber energi untuk pertumbuhannya sehingga dapat mengurangi bobot biomassa yang terukur Gula Sisa Fermentasi Pertumbuhan Bacillus thuringiensis aizawai ini juga berpengaruh dengan konsumsi substrat karena selama prose fermentasi berlangsung sel akan mengkonversi substrat sumber karbon menjadi biomassa dan produk. Gula merupakan sumber karbon utama yang dikonsumsi bakteri sebagai sumber energi untuk metabolismenya. Hal ini ditandai dengan berkurangnya konsentrasi karbon selama proses 19

6 fermentasi berlangsung. Dalam penelitian ini, limbah cair tahu dan air kelapa sebagai sumber karbon mengalami penurunan kadar glukosa akibat dikonversi menjadi biomassa dan produk. Penggunaan substrat bagi pertumbuhan Bacillus thuringiensis aizawai yang ditunjukan dengan berkurangnya konsentrasi gula dapat dilihat pada Gambar 4. Pada Gambar 4 di atas terlihat bahwa semakin lama waktu fermentasi, konsentrasi gula pada medium semakin menurun karena gula ini dikonsumsi oleh sel untuk menghasilkan biomassa dan produk. Hasil pengamatan menunjukkan penurunan konsentrasi gula terbesar adalah pada waktu fermentasi 72 jam yaitu 0.38% karena pada waktu kultivasi 72 jam. Pada grafik produksi biomassa dan gula sisa fermentasi selama waktu fermentasi pada fermentor 3 liter terlihat bahwa kadar gula dalam medium semakin menurun dan jumlah biomassa semakin meningkat dengan semakin lamanya waktu fermentasi Uji Toksisitas Bioinsektisida Pengujian toksisitas bioinsektisida bertujuan untuk menentukan nilai LC 50 dan potensi produk bioinsektisida yang dihasilkan. LC 50 merupakan konsentrasi bioinsektisida yang menyebabkan 50 % serangga uji mati, sehingga semakin kecil nilai LC 50 maka semakin besar tingkat toksisitasnya. Pengujian toksisitas ini dilakukan dengan metode bioassay yaitu dengan cara menentukan mortalitas larva ulat kubis C. pavonana atas perlakuan bioinsektisida yang diberikan. Potensi toksisitas bioinsektisida dapat dilihat pada Tabel 10 di bawah ini dengan perhitungan yang terdapat pada Lampiran 3. Tabel 10. Potensi toksisitas bioinsektisida Waktu LC 50 Fermentasi Fermentor 3 liter Fermentor 40 liter Rata-Rata (Jam) Potensi produk (IU/mg) Rata-Rata , , ,667 Bactospeine a ,000 a Syarfat (2010) Hasil pengujian tingkat toksisitas bioinsektisida pada fermentor skala laboratorium 3 liter dan skala pilot 40 liter menunjukkan hasil yang tidak berbeda jauh. Nilai LC 50 memiliki korelasi yang berlawanan dengan potensi produknya, dimana semakin kecil nilai LC 50 yang dihasilkan maka semakin besar potensinya. Pada penelitiaan ini dihasilkan tingkat toksisitas tertinggi adalah pada waktu fermentasi 48 jam dengan nilai LC 50 yaitu 0.01 mg/l dan potensi produk 80,000 IU/mg. Nilai LC 50 ini menunjukkan dengan penggunaan konsentrasi bioinsektisida 0.01 mg/l dapat mematikan 50% serangga target. Pengujian dan perhitungan toksistas bioinsektisida tercantum pada Lampiran 6. Nilai LC 50 yang dihasilkan pada penelitian ini lebih kecil dibandingkan dengan nilai LC 50 produk komersial bactospeine yang menunjukkan bahwa potensi produk bioinsektisida yang dihasilkan lebih besar dari potensi produk bactospeine. Nilai LC 50 yang dihasilkan pada penelitian ini sama dengan hasil penelitian skala laboratorium yang dilakukan Rachmawati (2011) dengan media yang sama, dan juga lebih kecil dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan Syarfat (2010) 20

7 dengan menggunakan media 20% ampas tahu dan 80% limbah cair tahu dengan waktu fermentasi selama 30 jam yang menghasilkan nilai LC 50 sebesar 1.34 mg/l dengan potensi produk IU/mg. Nilai LC 50 dan potensi produk tidak selalu berkorelasi positif dengan nilai TPC dan VSC produk. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat toksisitas produk bioinsektisida tidak selamanya dipengaruhi oleh jumlah sel dan jumlah spora yang terkandung dari produk bioinsektisida tersebut, namun lebih dipengaruhi oleh kualitas strain Bacillus thuringiensi dan kemudahan dicerna dalam usus serangga target karena produk bioinsektisida ini bersifat racun perut. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahayuningsih (2000) pada Bt. israelensis, dan Moris et al. (1996) pada Bt. aizawai. Produk bioinsektisida yang dihasilkan adalah bioinsektisida yang bersifat racun perut, sehingga untuk mengoptimalkan penggunaan produk ini dibuat dalam bentuk flowable suspension yang mudah diserap oleh daun dan kandungan gula dalam air kelapa ini akan menarik serangga target untuk memakan daun yang telah diberikan bioinsektisida. Menurut Dulmage dan Rhodes (1971), toksisitas spora Bacillus thuringiensis terhadap target dipengaruhi oleh strain bakteri dan keadaan serangga target. Struktur kristal, ukuran molekul protein yang menyusun kristal yang berbeda untuk setiap strain, serta kondisi ph di dalam usus besar serangga target akan berpengaruh pada kelarutan kristal protein. Proses toksisitas kristal protein sebagai bahan aktif bioinsektisida dimulai dengan termakannya kristal protein oleh serangga. Kristal protein ini akan dipecah oleh enzim protease pada kondisi basa dalam usus tengah serangga sehingga melepaskan δ-endotoksin yang bersifat toksin. Toksin ini akan berinteraksi dengan resptor-reseptor pada sel-sel epithelium usus tengah larva serangga yang rentan. Setelah toksin ini bereaksi, maka akan menyebabkan terbentuknya lubanglubang pada membran sel sehingga dapat mengganggu keseimbangan osmotik sel dan mengakibatkan terjadinya pembengkakan yang menyebabkan larva berhenti makan dan mati. Selain itu, kemampuan enzim protease dalam usus serangga untuk mencerna kristal protein dan adanya reseptor khusus yang mampu mengikat toksin dapat mempercepat aktifitas kerja bioinsektisida. Perbandingan nilai LC 50 hasil penelitian ini dan hasil penelitian sebelumnya pada masing-masing perlakukan dapat dilihat pada Tabel 11 berikut. Tabel 11. Perbandingan nilai LC 50 produk bioinsektisida pada masing-masing perlakuan dengan lama fermentasi 48 jam Perlakuan Nilai LC 50 (mg/l) Produksi bioinsektisida Bt. aizawai pada fermentor tangki berpengaduk kapasitas 3 liter dengan agitasi 200 rpm dan aerasi 1 vvm pada media limbah cair tahu dan air kelapa 0.01 Produksi bioinsektisida Bt.israelensis pada fermentor tangki berpengaduk kapasitas 3 liter dengan agitasi 200 rpm dan aerasi 1 vvm pada media onggok tapioka Produksi bioinsektisida Bt.israelensis pada fermentor kolom gelembung kapasitas 3 liter dengan aerasi 1 vvm pada media air kelapa Sumber: a Afrianto (2006) b Yulianti (2001) a b Pada Tabel 11 terlihat bahwa nilai LC 50 yang dihasilkan pada produksi bioinsektisida pada fermentor tangki berpengaduk lebih kecil dibandingkan nilai LC 50 yang dihasilkan dari produksi bioinsektisida pada fermentor kolom gelembung. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan fermentor tangki berpengaduk memberikan kondisi yang lebih optimum karena penyebaran substrat lebih 21

8 merata. Nilai LC 50 yang dihasilkan pada penelitian ini lebih besar dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Afrianto (2006) menggunakan Bt. israelensis pada media onggok tapioka, namun perbedaan nilai LC 50 tidak berbeda jauh yang menunjukkan bahwa limbah cair tahu dan air kelapa dapat digunakan sebagai media dalam produksi bioinsektisida Peningkatan Skala Fermentor Kajian peningkatan skala ini dimulai dari percobaan skala laboratorium untuk mengetahui faktor-faktor fisik, kimia dan biologis yang mempengaruhi proses dan hasil fermentasi Bacillus thuringiensis aizawai pada substrat limbah cair tahu dan air kelapa. Berdasarkan data penelitian sebelumnya yaitu menurut Rachmawati (2011), bahwa kondisi optimal untuk pertumbuhan Bacillus thuringiensis aizawai adalah perbandingan konsentrasi C dan N adalah 7:1 dengan formulasi media limbah cair tahu 80% dan air kelapa 20%. Mengacu pada penelitian Afrianto (2006) dan Purnawati (2006), kecepatan agitasi 200 rpm dan kecepatan aerasi 1 vvm selama proses fermentasi pada fermentor 2 liter menghasilkan tingkat toksisitas yang tinggi pada produksi bioinsektisida dari Bacillus thuringiensis. Berdasarkan data-data kondisi optimum pada proses fermentasi Bacillus thuringiensis aizawai ini, lalu dirancang suatu rancangan dan prosedur untuk skala pilot. Rancangan ini bertujuan untuk memberikan kondisi fermentasi yang optimum sehingga dapat dipergunakan untuk rancang bangun alat dan proses produksi pada skala yang lebih besar atau skala industri. Peningkatan skala fermentor produksi bioinsektisida berbahan aktif Bacillus thuringiensis aizawai ini didasarkan kesamaan geometri fermentor, jenis bahan dan proporsi bahan yang digunakan sama yaitu 80% limbah cair tahu dan 20% air kelapa. Parameter kesamaan geometri fermentor meliputi jenis impeller, jumlah impeller (Ni), serta perbandingan diameter tangki (Dt) dan diameter impeller (Di) yang mengacu pada pendapat Wang (1978) yang terdapat pada Lampiran 4. Geometri fermentor skala laboratorium 3 liter dan skala pilot 40 liter dapat tercantum pada Tabel 12. Tabel 12. Geometri fermentor 3 dan 40 liter Parameter Satuan Ukuran Fermentor 3 L 40 L Tipe impeller - Turbin pipih Turbin pipih Jumlah impeller (Ni) Jumlah buffle (Nb) Tinggi fermentor m Diameter impeller (Di) m Diameter tangki (Dt) m Volume kerja L 2 22 Metode peningkatan skala yang digunakan adalah metode kaidah ibu jari (rule of thumb) karena telah banyak diterapkan dalam industri fermentasi dengan patokan penggandaan skala yang berhubungan dan mengacu pada perpindahan oksigen (tekanan parsial O 2 dan Po 2 adalah fungsi dari K L a yang merupakan fungsi dari Pg/V). Hasil penelitian Purnawati (2006) menyatakan bahwa efisiensi penggunaan substrat berdasarkan hasil peningkatan skala laboratorium ke skala pilot plant berbasis Pg/V memperoleh hasil yang lebih baik dibandingkan peningkatan skala berbasis K L a yang menunjukkan bahwa metabolisme Bacillus thuringiensis berlangsung baik. Sehingga pada penelitian ini digunakan kriteria tenaga per unit volume (Pg/V), dimana nilai tenaga per unit volume yang diperoleh dari skala laboratorium akan diterapkan dalam produksi skala pilot. 22

9 Jenis fermentor yang digunakan pada penelitian ini adalah fermentor tangki berpengaduk yang terdapat sistem agitasi dan aerasi yang digunakan untuk mentransfer kebutuhan oksigen. Peningkatan skala produksi bioinsektisida dari skala fermentor 3 liter menjadi 40 liter menggunakan basis kebutuhan tenaga per volume (Pg/V) tetap membutuhkan kebutuhan agitasi sebesar 104 rpm dengan laju aerasi 0.90 vvm Nilai Lama Waktu Fermentasi (Jam) ph Log TPC (CFU/ml) Log VSC (Spora/ml) Optical Density Gambar 5. Pertumbuhan Bt. aizawai selama fermentasi pada fermentor 40 liter Jumlah Biomassa dan Gula Sisa Fermentasi (g/ml) Lama Waktu Fermentasi (Jam) Biomassa (g/ml) Gula Sisa Fermentasi (g/ml) Gambar 6. Produksi biomassa dan gula sisa selama fermentasi pada fermentor 40 liter 23

10 Pada Gambar 5 terlihat bahwa pertumbuhan Bt. aizawai dan lama waktu fermentasi menunjukkan korelasi yang positif dimana semakin lama waktu fermentasi sampai 72 jam, pertumbuhan Bt. aizawai melalui pengukuran nilai optical density, log TPC dan log VSC yang semakin meningkat. Namun, nilai ph mengalami penurunan dan mulai meningkat kembali pada waktu fermentasi 48 jam. Produksi bioinsektisida berbahan aktif Bacillus thuringiensis aizawai pada skala pilot yaitu fermentor 40 liter yang memiliki volume kerja 22 liter memperlihatkan pertumbuhan Bacillus thuringiensis aizawai selama proses fermentasi yang tidak berbeda jauh dari produksi bioinsektisida pada fermentor skala laboratorium 3 liter seperti yang terlihat pada Gambar 5. Nilai ph cairan fermentasi pada fermentor 40 liter memilki kisaran antara , sedangkan ph cairan fermentasi pada fermentor 3 liter adalah Jumlah sel yang dihasilkan selama proses fermentasi pada fermentor 40 liter dengan volume kerja 22 liter memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan Jumlah sel yang dihasilkan pada fermentasi 3 liter. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa semakin lama waktu fermentasi, jumlah sel semakin meningkat dengan jumlah sel hidup tertinggi pada skala pilot adalah pada waktu kultivasi 72 jam yaitu CFU/ml, sedangkan pada skala laboratorium menggunkan fermentor 3 liter dihasilkan jumlah sel tertinggi pada waktu kultivasi 72 jam yaitu CFU/ml. Jumlah spora tertinggi pada skala pilot ini adalah pada waktu fermentasi 72 jam sebesar spora/ml, sedangkan jumlah spora tertinggi pada skala produksi laboratorium menggunakan fermentor 3 liter adalah pada waktu fermentasi jam 72 yaitu spora/ml. Pada Gambar 6 terlihat bahwa jumlah biomassa berkorelasi negatif dengan total gula sisa terhadap lamanya waktu fermentasi. Nilai biomassa tertinggi yang dihasilkan pada fermentasi skala pilot 40 liter ini adalah pada fermentasi selama 60 jam yaitu g/ml, sedangkan pada fermentor skala laboratorium bobot biomasa tertinggi adalah pada waktu fermentasi 48 jam yaitu g/ml. Perbedaan ini dapat terjadi karena pengukuran bobot kering biomassa ini tidak hanya mengukur jumlah sel sel hidup saja, tetapi sel mati, spora, serta bahan-bahan lain yang tidak larut pun terkadang ikut terhitung sehingga dapat terjadi perbedaan bobot kering biomassa pada skala produksi yang berbeda dan bobot kering boimassa tertinggi tidak menghasilkan jumlah sel tertinggi. Selain itu, total gula sisa fermentasi pada skala pilot lebih kecil dibandingkan pada skala produksi laboratorium, hal ini menunjukkan bahwa gula yang terdapat pada media yang terdapat pada fermentor 40 liter dikonversi menjadi produk dan biomassa lebih baik dibandingkan pada skala laboratorium. Secara umum, perubahan yang terjadi pada penggandaan skala berbasiskan kebutuhan daya per volume (Pg/V) pada skala pilot menghasilkan pertumbuhan Bacillus thuringiensis aizawai yang lebih baik dari skala laboratorium. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wang et al. (1978) bahwa sifat-sifat biologis yang tercakup dalam pertumbuhan mikroorganisme selama fermentasi tergantung pada peningkatan skala. Selain itu, beberapa parameter kinetika akan berubah walaupun pola metabolisme tidak berubah, parameter kinetika fermentasi pada produksi bioinsektisida pada fermentor 3 dan 40 liter dapat dilihat pada Tabel 13 di bawah ini dengan perhitungan yang tercantum pada Lampiran 5. 24

11 Tabel 13. Parameter kinetika fermentasi produksi bioinsektisida dari Bacillus thuringiensis aizawai pada fermentor skala 3 dan 40 liter Parameter Satuan 3 liter 40 liter Log N-max CFU/L Log VSC-max Spora/L µ N -max (Jam -1 ) Y N/S Log TPC/g substrat Y P/S Log Spora/g substrat (S 0 -St)/S 0 % Hasil pengamatan peningkatan skala dari skala laboratorium menjadi skala pilot menunjukkan bahwa efisiensi penggunaan substrat dan laju pertumbuhan sel (µ N -max) menjadi lebih baik, dimana pada skala fermentor 40 liter efisiensi penggunaan substrat sebesar 95.78% sedangkan pada fermentor 3 liter sebesar 49.76%. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan skala pada skala pilot menghasilkan metabolisme yang lebih baik. Selain itu, proses pengadukan menggunakan agitator juga mempengaruhi transfer substrat secara merata sehingga dapat meningkatkan efisiensi penggunaan substrat. Berdasarkan hasil pengamatan pertumbuhan Bacillus thuringiensis aizawai, parameter kinetika fermentasi dan tingkat toksisitas bioinsektisida yang dihasilkan pada skala laboratorium ke skala pilot, maka rancang bangun fermentor produksi bioinsektisida mikrobial menggunakan limbah cair tahu dan air kelapa pada skala industri yaitu fermentor 10,000 liter dilakukan berdasarkan kesamaan geometri fermentor dengan menggunakan nilai Pg/V tetap dengan perhitungan yang terdapat pada Lampiran 6. Hasil perhitungan rancang bangun fermentor 10,000 liter dapat dilihat pada Tabel 14 berikut. Tabel 14. Rancang bangun fermentor 10,000 liter Parameter Satuan Ukuran Tinggi Tangki m 2.91 Diameter impeller (Di) m 0.85 Diameter tangki (Dt) m 2.09 Volume kerja (V) L 7,000 Densitas media (ρ) g/ml Viskositas media (µ) CP Kecepatan agitasi rpm Laju aerasi vvm 0.27 Kebutuhan Pg/V HP/m Hasil perhitungan penggandaan skala pada skala industri yaitu fermentor 10,000 L menunjukkan bahwa kebutuhan Pg/V adalah HP/m 3 per sekon dengan laju aerasi 0.27 vvm, dan kecepatan agitasi 0.47 rps. Berdasarkan kesamaan geometri, fermentor 10,000 liter memiliki diameter tangki 2.09 m dan diameter impeller 0.85 m dengan volume kerja 7,000 liter. Hasil perhitungan peningkatan skala fermentor berdasarkan Pg/V pada penelitian ini tidak berbeda jauh dengan hasil perhitungan peningkatan skala fermentor produksi bioinsektisida Bt. israelensis menggunakan substrat onggok tapioka yang dilakukan Purnawati (2006) bahwa kebutuhan daya per 25

12 volume (Pg/V) pada fermentor 10,000 L dengan volume kerja 7,000 L adalah sebesar HP/m 3 dengan dengan laju aerasi 0.18 vvm, dan kecepatan agitasi 0.53 rps. 26

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. JUMLAH SPORA HIDUP (VSC) Viable Spore Count (VSC) digunakan untuk menganalisa jumlah spora hidup yang terkandung di dalam campuran spora kristal. Pembentukan spora tergantung

Lebih terperinci

KAJIAN PRODUKSI BIOINSEKTISIDA DARI Bacillus thuringiensis subsp israelensis PADA MEDIA TAPIOKA ABSTRACT

KAJIAN PRODUKSI BIOINSEKTISIDA DARI Bacillus thuringiensis subsp israelensis PADA MEDIA TAPIOKA ABSTRACT Abdul Aziz Darwis, Khaswar Syamsu, Ummi Salamah KAJIAN PRODUKSI BIOINSEKTISIDA DARI Bacillus thuringiensis subsp israelensis PADA MEDIA TAPIOKA Abdul Aziz Darwis, Khaswar Syamsu, Ummi Salamah Departemen

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN KADAR C (KARBON) DAN KADAR N (NITROGEN) MEDIA KULTIVASI Hasil analisis molases dan urea sebagai sumber karbon dan nitrogen menggunakan metode Walkley-Black dan Kjeldahl,

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran

3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran 3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Keberhasilan produksi bioinsektisida selain dipengaruhi oleh galur bakterinya, juga dipengaruhi oleh media dan kondisi fermentasi yang digunakan. Untuk memperoleh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bioinsektisida Bioinsektisida mikrobial merupakan produk yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang dapat membunuh hama serangga dan vektor pembawa penyakit. Menurut Ignoffo dan

Lebih terperinci

KAJIAN PENINGKATAN SKALA FERMENTOR PRODUKSI BIOINSEKTISIDA DARI Bacillus thuringiensis aizawai MENGGUNAKAN SUBSTRAT LIMBAH CAIR TAHU DAN AIR KELAPA

KAJIAN PENINGKATAN SKALA FERMENTOR PRODUKSI BIOINSEKTISIDA DARI Bacillus thuringiensis aizawai MENGGUNAKAN SUBSTRAT LIMBAH CAIR TAHU DAN AIR KELAPA KAJIAN PENINGKATAN SKALA FERMENTOR PRODUKSI BIOINSEKTISIDA DARI Bacillus thuringiensis aizawai MENGGUNAKAN SUBSTRAT LIMBAH CAIR TAHU DAN AIR KELAPA SKRIPSI DEVI ARYATI F34070018 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

PROSES FERMENTASI. Iman Rusmana. Departemen Biologi FMIPA IPB

PROSES FERMENTASI. Iman Rusmana. Departemen Biologi FMIPA IPB PROSES FERMENTASI 2 Iman Rusmana Departemen Biologi FMIPA IPB Proses Fermentasi sintesis produk & metabolisme primer 3 Tipe : 1. Produk disintesis langsung dari metabolisme primer 2. Produk disintesis

Lebih terperinci

39 Universitas Indonesia

39 Universitas Indonesia BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Secara umum komponen penyusun kulit udang terdiri dari 3 (tiga) komponen utama yaitu kitin, protein, dan mineral (Rao et al., 2000). Pada percobaan ini digunakan kulit udang

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung selama 20 bulan yaitu dari bulan April 2006 sampai Desember 2007. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Bioindustri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TETES TEBU (MOLASES) DAN UREA SEBAGAI SUMBER KARBON DAN NITROGEN DALAM PRODUKSI ALGINAT YANG DIHASILKAN OLEH BAKTERI

PEMANFAATAN TETES TEBU (MOLASES) DAN UREA SEBAGAI SUMBER KARBON DAN NITROGEN DALAM PRODUKSI ALGINAT YANG DIHASILKAN OLEH BAKTERI PEMANFAATAN TETES TEBU (MOLASES) DAN UREA SEBAGAI SUMBER KARBON DAN NITROGEN DALAM PRODUKSI ALGINAT YANG DIHASILKAN OLEH BAKTERI Pseudomonas aeruginosa Desniar *) Abstrak Alginat merupakan salah satu produk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

TIN 330 (2 3) DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN 2010

TIN 330 (2 3) DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN 2010 m. k. TEKNOLOGI BIOINDUSTRI TIN 330 (2 3) DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN 2010 PENDAHULUAN Bioreaktor : peralatan dimana bahan diproses sehingga terjadi transformasi biokimia yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. pertumbuhan dan kurva produksi yang menunjukkan waktu optimum produksi xilitol.

HASIL DAN PEMBAHASAN. pertumbuhan dan kurva produksi yang menunjukkan waktu optimum produksi xilitol. 8 pertumbuhan dan kurva produksi yang menunjukkan waktu optimum produksi xilitol. Optimasi Konsentrasi Substrat (Xilosa) Prosedur dilakukan menurut metode Eken dan Cavusoglu (1998). Sebanyak 1% Sel C.tropicalis

Lebih terperinci

Inokulum adalah bahan padat/cair yang mengandung mikrobia/spora/enzim yang ditambahkan kedalam substrat/media fermentasi

Inokulum adalah bahan padat/cair yang mengandung mikrobia/spora/enzim yang ditambahkan kedalam substrat/media fermentasi INOKULUM Inokulum adalah bahan padat/cair yang mengandung mikrobia/spora/enzim yang ditambahkan kedalam substrat/media fermentasi Kriteria inokulum untuk industri : 1. Kultur mikrobia sehat dan aktif (dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Awal Bahan Baku Pembuatan Biogas Analisis bahan baku biogas dan analisis bahan campuran yang digunakan pada biogas meliputi P 90 A 10 (90% POME : 10% Aktivator), P 80 A 20

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Dan Analisis Data Pada penelitian ini parameter yang digunakan adalah kadar C-organik dan nilai Total Suspended Solid (TSS). Pengaruh perbandingan konsentrasi

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Pertumbuhan Biomassa Cacing Sutra Pola perkembangan biomassa cacing sutra relatif sama, yaitu biomassa cacing meningkat sejalan dengan masa pemeliharaan membentuk

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Komposisi Media MGMK Padat dan Cara Pembuatannya Bahan: Koloidal kitin 12,5% (b/v) 72,7 ml. Agar 20 g.

LAMPIRAN. Lampiran 1. Komposisi Media MGMK Padat dan Cara Pembuatannya Bahan: Koloidal kitin 12,5% (b/v) 72,7 ml. Agar 20 g. 29 LAMPIRAN Lampiran 1. Komposisi Media MGMK Padat dan Cara Pembuatannya Bahan: K 2 HPO 4 0,7 g KH 2 HPO 4 0,3 g M g SO 4. 7H 2 O 0,5 g FeSO 4.7H 2 O 0,01 g ZnSO 4 0,001 g MnCl 2 0,001 g Koloidal kitin

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Tepung Onggok Karakterisasi tepung onggok dapat dilakukan dengan menganalisa kandungan atau komponen tepung onggok melalui uji proximat. Analisis proximat adalah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

KINETIKA PERTUMBUHAN MIKROBA

KINETIKA PERTUMBUHAN MIKROBA KINETIKA PERTUMBUHAN MIKROBA. Karakteristik pertumbuhan mikroba Pertumbuhan mikroba merupakan pertambahan jumlah sel mikroba Pertumbuhan mikroba berlangsung selama nutrisi masih cukup tersedia Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan selama 40 hari massa pemeliharaan terhadap benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) diketahui rata-rata tingkat kelangsungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB. Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB. Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil dan Pembahasan. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density) inkubasi D75 D92 D110a 0 0,078 0,073

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4 Isolat-isolat yang diisolasi dari lumpur aktif.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4 Isolat-isolat yang diisolasi dari lumpur aktif. 7 diidentifikasi dilakukan pemurnian terhadap isolat potensial dan dilakukan pengamatan morfologi sel di bawah mikroskop, pewarnaan Gram dan identifikasi genus. Hasil identifikasi genus dilanjutkan dengan

Lebih terperinci

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan Bab IV Data dan Hasil Pembahasan IV.1. Seeding dan Aklimatisasi Pada tahap awal penelitian, dilakukan seeding mikroorganisme mix culture dengan tujuan untuk memperbanyak jumlahnya dan mengadaptasikan mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-November 2012 di

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-November 2012 di digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-November 2012 di Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya

Lebih terperinci

3. METODE Waktu dan Tempat Penelitian Tahapan Penelitian Prosedur Penelitian a. Tahap I 1. Kultur bakteri Serratia marcescens

3. METODE Waktu dan Tempat Penelitian Tahapan Penelitian Prosedur Penelitian a. Tahap I 1. Kultur bakteri Serratia marcescens 9 3. METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Agustus 2012, bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan dan Laboratorium Nutrisi Ikan, serta di kolam percobaan

Lebih terperinci

VI. DASAR PERANCANGAN BIOREAKTOR. Kompetensi: Setelah mengikuti kuliah mahasiswa dapat membuat dasar rancangan bioproses skala laboratorium

VI. DASAR PERANCANGAN BIOREAKTOR. Kompetensi: Setelah mengikuti kuliah mahasiswa dapat membuat dasar rancangan bioproses skala laboratorium VI. DASAR PERANCANGAN BIOREAKTOR Kompetensi: Setelah mengikuti kuliah mahasiswa dapat membuat dasar rancangan bioproses skala laboratorium A. Strategi perancangan bioreaktor Kinerja bioreaktor ditentukan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di 23 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis zat antibakteri isolat NS(9) dari bekasam ikan nila (Oreochromis niloticus) terdiri dari tiga tahap penelitian. Tahap pertama adalah karakterisasi isolat NS(9) yang bertujuan

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

Perancangan bioproses. By: KUSNADI,MSI.

Perancangan bioproses. By: KUSNADI,MSI. Perancangan bioproses By: KUSNADI,MSI. RANCANGAN BIOPROSES 1. Skala laboratorium: tahapan penyeleksian mikroba atau deskripsi kinerja enzim : fermentor 1-5 liter 2. Skala pilot-plan: optimalisasi kondisikondisi/variabel

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

putri Anjarsari, S.Si., M.Pd

putri Anjarsari, S.Si., M.Pd NATA putri Anjarsari, S.Si., M.Pd putri_anjarsari@uny.ac.id Nata adalah kumpulan sel bakteri (selulosa) yang mempunyai tekstur kenyal, putih, menyerupai gel dan terapung pada bagian permukaan cairan (nata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pabrik tahu merupakan industri kecil (rumah tangga) yang jarang memiliki instalasi pengolahan limbah dengan pertimbangan biaya yang sangat besar dalam pembangunan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data-data yang dihasilkan selama penelitian adalah sebagai berikut :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data-data yang dihasilkan selama penelitian adalah sebagai berikut : BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Data-data yang dihasilkan selama penelitian adalah sebagai berikut : 1. Jumlah total bakteri pada berbagai perlakuan variasi konsorsium bakteri dan waktu inkubasi. 2. Nilai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bacillus thuringiensis merupakan salah satu bakteri patogen serangga yang

I. PENDAHULUAN. Bacillus thuringiensis merupakan salah satu bakteri patogen serangga yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bacillus thuringiensis merupakan salah satu bakteri patogen serangga yang telah dikembangkan menjadi salah satu bioinseksitisida yang patogenik terhadap larva nyamuk

Lebih terperinci

I. PERTUMBUHAN MIKROBA

I. PERTUMBUHAN MIKROBA I. PERTUMBUHAN MIKROBA Pertumbuhan adalah penambahan secara teratur semua komponen sel suatu jasad. Pembelahan sel adalah hasil dari pembelahan sel. Pada jasad bersel tunggal (uniseluler), pembelahan atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Bakteri Acetobacter xylinum Kedudukan taksonomi bakteri Acetobacter xylinum menurut Holt & Hendrick (1994) adalah sebagai berikut : Divisio Klass Ordo Subordo Famili

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup dari setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda-beda. Tingkat kelangsungan hidup yang paling

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bioaktivator Menurut Wahyono (2010), bioaktivator adalah bahan aktif biologi yang digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator bukanlah pupuk, melainkan

Lebih terperinci

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc.

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc. BIO210 Mikrobiologi Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc. Kuliah 7. PERTUMBUHAN A. Pembelahan Sel Bakteri Pembelahan transversal/biner. Dalam persiapan pembelahan, sel memajang disebut

Lebih terperinci

Lampiran 1. Diagram Alur Penelitian. Persiapan Penyediaan dan Pembuatan Inokulum Bacillus licheniiformis dan Saccharomyces.

Lampiran 1. Diagram Alur Penelitian. Persiapan Penyediaan dan Pembuatan Inokulum Bacillus licheniiformis dan Saccharomyces. 43 Lampiran 1. Diagram Alur Penelitian Limbah Udang Pengecilan Ukuran Sterilisasi suhu 121 c, tekanan 1 atm Dianalisis kadar air dan bahan keringnya Persiapan Penyediaan dan Pembuatan Inokulum Bacillus

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1. Prosedur Penelitian Penelitian ini meliputi tahap persiapan bahan baku, rancangan pakan perlakuan, dan tahap pemeliharaan ikan serta pengumpulan data. 2.1.1. Persiapan Bahan Baku

Lebih terperinci

khususnya dalam membantu melancarkan sistem pencernaan. Dengan kandungan

khususnya dalam membantu melancarkan sistem pencernaan. Dengan kandungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri nata de coco di Indonesia saat ini tumbuh dengan pesat dikarenakan nata de coco termasuk produk makanan yang memiliki banyak peminat serta dapat dikonsumsi

Lebih terperinci

Nimas Mayang Sabrina S, STP, MP Lab. Bioindustri, Jur Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya

Nimas Mayang Sabrina S, STP, MP Lab. Bioindustri, Jur Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT BIOINDUSTRI: Kinetika Pertumbuhan Mikroba Nimas Mayang Sabrina S, STP, MP Lab. Bioindustri, Jur Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejauh mana tingkat industrialisasi telah dicapai oleh satu negara. Bagi

BAB I PENDAHULUAN. sejauh mana tingkat industrialisasi telah dicapai oleh satu negara. Bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembangunan industri adalah salah satu kegiatan sektor ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kontribusi sektor industri terhadap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN FERMENTASI Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung kadar pati rata-rata sebesar 84,83%. Pati merupakan polimer senyawa glukosa yang terdiri

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada April 2013 sampai dengan Mei 2013 di laboratorium Nutrisi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. ph 5,12 Total Volatile Solids (TVS) 0,425%

HASIL DAN PEMBAHASAN. ph 5,12 Total Volatile Solids (TVS) 0,425% HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Awal Bahan Baku Pembuatan Biogas Sebelum dilakukan pencampuran lebih lanjut dengan aktivator dari feses sapi potong, Palm Oil Mill Effluent (POME) terlebih dahulu dianalisis

Lebih terperinci

Asam laktat (%)= V1 N BE FP 100% V2 1000

Asam laktat (%)= V1 N BE FP 100% V2 1000 7 Sebanyak 1 ml supernatan hasil fermentasi dilarutkan dengan akuades menjadi 25 ml di dalam labu Erlenmeyer. Larutan ditambahkan 2-3 tetes indikator phenolftalein lalu dititrasi dengan larutan NaOH.1131

Lebih terperinci

TEKNIK FERMENTASI (FER)

TEKNIK FERMENTASI (FER) MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA TEKNIK FERMENTASI (FER) Disusun oleh: Jasmiandy Dr. M. T. A. P. Kresnowati Dr. Ardiyan Harimawan PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian pembuatan pupuk organik cair ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Limbah Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Secara

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN JASAD RENIK

PERTUMBUHAN JASAD RENIK PERTUMBUHAN JASAD RENIK DEFINISI PERTUMBUHAN Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai pertambahan secara teratur semua komponen di dalam sel hidup. Pada organisme multiselular, yang disebut pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. acar, asinan, salad, dan lalap (Sumpena, 2008). Data produksi mentimun nasional

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. acar, asinan, salad, dan lalap (Sumpena, 2008). Data produksi mentimun nasional I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mentimun (Cucumis sativus.l) adalah salah satu sayuran buah yang banyak dikomsumsi segar oleh masyarakat Indonesia. Nilai gizi mentimun cukup baik sehingga sayuran buah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemotongan hewan Pacar Keling, Surabaya. dengan waktu pengamatan setiap 4 jam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemotongan hewan Pacar Keling, Surabaya. dengan waktu pengamatan setiap 4 jam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian tentang skrining dan uji aktivitas enzim protease bakteri hasil isolasi dari limbah Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Pacar Keling Surabaya menghasilkan data-data sebagai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Prosedur Penelitian Isolasi dan Seleksi Bakteri Proteolitik Isolasi Bakteri Proteolitik

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Prosedur Penelitian Isolasi dan Seleksi Bakteri Proteolitik Isolasi Bakteri Proteolitik BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Kegiatan isolasi dan seleksi bakteri proteolitik dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Nutrisi, Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar (BRPBAT) Bogor, kegiatan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh data mengenai biomassa panen, kepadatan sel, laju pertumbuhan spesifik (LPS), waktu penggandaan (G), kandungan nutrisi,

Lebih terperinci

KAJIAN RASIO C/N TERHADAP PRODUKSI BIOINSEKTISIDA DARI Bacillus thuringiensis subsp. aizawai MENGGUNAKAN SUBSTRAT LIMBAH CAIR TAHU DAN AIR KELAPA

KAJIAN RASIO C/N TERHADAP PRODUKSI BIOINSEKTISIDA DARI Bacillus thuringiensis subsp. aizawai MENGGUNAKAN SUBSTRAT LIMBAH CAIR TAHU DAN AIR KELAPA KAJIAN RASIO C/N TERHADAP PRODUKSI BIOINSEKTISIDA DARI Bacillus thuringiensis subsp. aizawai MENGGUNAKAN SUBSTRAT LIMBAH CAIR TAHU DAN AIR KELAPA SKRIPSI RIRYN NUR RACHMAWATI F34070004 FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pertumbuhan beberapa tanaman air Pertumbuhan adalah perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah, dan ukuran) dalam satuan waktu baik individu maupun komunitas.

Lebih terperinci

Pembiakan dan Pertumbuhan Bakteri

Pembiakan dan Pertumbuhan Bakteri Pembiakan dan Pertumbuhan Bakteri A. Pertumbuhan Sel Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran atau subtansi atau masa zat suatu organisme, Pada organisme bersel satu pertumbuhan lebih diartikan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu

Lebih terperinci

BAB V. PEMBAHASAN. 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Amobilisasi sel..., Ofa Suzanti Betha, FMIPA UI, 2009

BAB V. PEMBAHASAN. 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Amobilisasi sel..., Ofa Suzanti Betha, FMIPA UI, 2009 26 BAB V. PEMBAHASAN 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Hasil foto SEM dengan perbesaran 50 kali memperlihatkan perbedaan bentuk permukaan butiran yang sudah mengandung sel Lactobacillus

Lebih terperinci

PRODUKSI BIOINSEKTISIDA (KULTIVASI PADAT DAN CAIR)

PRODUKSI BIOINSEKTISIDA (KULTIVASI PADAT DAN CAIR) Laporan Praktikum Hari/Tanggal : Selasa, 15-22 April 2013 Teknologi Biondustri Golongan/kel : P3 Dosen : Dr.Ir. Prayoga Suryadarma, S, TP, MT Asisten :1 Tutus Kuryani F34090075 2. Nizar Zakaria F34090136

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakterisasi Tanah Tercemar HOW Minyak bumi jenis heavy oil mengandung perbandingan karbon dan hidrogen yang rendah, tinggi residu karbon dan tinggi kandungan heavy metal,

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. dapat menghemat energi dan aman untuk lingkungan. Enzim merupakan produk. maupun non pangan (Darwis dan Sukara, 1990).

BAB I PENGANTAR. dapat menghemat energi dan aman untuk lingkungan. Enzim merupakan produk. maupun non pangan (Darwis dan Sukara, 1990). BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Enzim menjadi primadona industri bioteknologi karena penggunaanya dapat menghemat energi dan aman untuk lingkungan. Enzim merupakan produk yang mempunyai nilai ekonomis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

UJI KEMAMPUAN BAKTERI Bacillus megaterium DAN Bacillus subtilis UNTUK MEREMOVAL LOGAM BERAT KROMIUM (III)

UJI KEMAMPUAN BAKTERI Bacillus megaterium DAN Bacillus subtilis UNTUK MEREMOVAL LOGAM BERAT KROMIUM (III) UJI KEMAMPUAN BAKTERI Bacillus megaterium DAN Bacillus subtilis UNTUK MEREMOVAL LOGAM BERAT KROMIUM (III) Oleh : JAYANTI RUSYDA 3310 100 024 Dosen Pembimbing : IPUNG FITRI PURWANTI, ST., MT., Ph.D. 1 LATAR

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL PEMBAHASAN 5.1. Sukrosa Perubahan kualitas yang langsung berkaitan dengan kerusakan nira tebu adalah penurunan kadar sukrosa. Sukrosa merupakan komponen utama dalam nira tebu yang dijadikan bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lampung adalah produsen tapioka utama di Indonesia. Keberadaan industri

I. PENDAHULUAN. Lampung adalah produsen tapioka utama di Indonesia. Keberadaan industri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lampung adalah produsen tapioka utama di Indonesia. Keberadaan industri tapioka di Lampung menjadi penting berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan. Sekitar 64% penyerapan

Lebih terperinci

Bioremediasi Limbah Cair Tercemar Kromium (Cr) Menggunakan Mixed Culture Bakteri Bacillus subtilis dan Bacillus megaterium.

Bioremediasi Limbah Cair Tercemar Kromium (Cr) Menggunakan Mixed Culture Bakteri Bacillus subtilis dan Bacillus megaterium. Bioremediasi Limbah Cair Tercemar Kromium (Cr) Menggunakan Mixed Culture Bakteri Bacillus subtilis dan Bacillus megaterium. Anindita Meitamasari *) dan Ipung Fitri Purwanti Institut Teknologi Sepuluh Nopember,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Pekanbaru. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai September

MATERI DAN METODE. Pekanbaru. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai September III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Patologi, Entomologi, dan Mikrobiologi (PEM) Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri

Lebih terperinci

NATA DE SOYA. a) Pemeliharaan Biakan Murni Acetobacter xylinum.

NATA DE SOYA. a) Pemeliharaan Biakan Murni Acetobacter xylinum. NATA DE SOYA 1. PENDAHULUAN Nata adalah biomassa yang sebagian besar terdiri dari selulosa, berbentuk agar dan berwarna putih. Massa ini berasal pertumbuhan Acetobacter xylinum pada permukaan media cair

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 16 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanah, serta Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolat Actinomycetes Amilolitik Terpilih 1. Isolat Actinomycetes Terpilih Peremajaan isolat actinomycetes dilakukan dengan tujuan sebagai pemeliharaan isolat actinomycetes agar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

Energi Alternatif. Digester anaerob. Penambahan Bahan Aditif. Tetes Tebu

Energi Alternatif. Digester anaerob. Penambahan Bahan Aditif. Tetes Tebu PERANAN TETES TEBU DALAM PRODUKSI BIOGAS Pembimbing : Dr. rer.nat.triwikantoro, M.Sc Dr. Melania Suweni M, M.T Oleh : Amaliyah Rohsari Indah Utami (1108201007) Latar Belakang Krisis Bahan bakar Protokol

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Menurut Mandalam & Palsson (1998) ada 3 persyaratan dasar untuk kultur mikroalga fotoautotropik berdensitas tinggi yang tumbuh dalam fotobioreaktor tertutup. Pertama adalah

Lebih terperinci

NATA DE COCO 1. PENDAHULUAN

NATA DE COCO 1. PENDAHULUAN NATA DE COCO 1. PENDAHULUAN Nata adalah biomassa yang sebagian besar terdiri dari sellulosa, berbentuk agar dan berwarna putih. Massa ini berasal dari pertumbuhan Acetobacter xylinum pada permukaan media

Lebih terperinci

tepat untuk mengganti pakan alami dengan pakan buatan setelah larva berumur 15 hari. Penggunaan pakan alami yang terlalu lama dalam usaha pembenihan

tepat untuk mengganti pakan alami dengan pakan buatan setelah larva berumur 15 hari. Penggunaan pakan alami yang terlalu lama dalam usaha pembenihan 145 PEMBAHASAN UMUM Peranan mikroflora dalam fungsi fisiologis saluran pencernaan ikan bandeng telah dibuktikan menyumbangkan enzim pencernaan α-amilase, protease, dan lipase eksogen. Enzim pencernaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bioremediasi pada penelitian ini dilakukan dengan cara mencampurkan crude oil yang berasal dari lapangan pemboran minyak milik warga Lokal Desa Talang Sungaiangit,

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm. 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp Mikroalga adalah tumbuhan tingkat rendah yang memiliki klorofil, yang dapat digunakan untuk melakukan proses fotosintesis. Mikroalga tidak memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peternakan, karena lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi

I. PENDAHULUAN. peternakan, karena lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan, karena lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi kebutuhan pakan. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB III BAHAN, ALAT DAN METODA

BAB III BAHAN, ALAT DAN METODA 15 BAB III BAHAN, ALAT DAN METODA 3.1 BAHAN Lactobacillus acidophilus FNCC116 (kultur koleksi BPPT yang didapatkan dari Universitas Gajah Mada), Bacillus licheniformis F11.4 (kultur koleksi BPPT yang didapatkan

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

BAB II. latin menjadi natare yang berarti terapung-apung (Susanti,2006). Nata termasuk

BAB II. latin menjadi natare yang berarti terapung-apung (Susanti,2006). Nata termasuk 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nata Nata berasal dari bahasa Spanyol yang apabila diterjemahkan ke dalam bahasa latin menjadi natare yang berarti terapung-apung (Susanti,2006). Nata termasuk produk fermentasi,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dari Bulan April sampai dengan Juni 2013, di

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dari Bulan April sampai dengan Juni 2013, di 17 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari Bulan April sampai dengan Juni 2013, di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biogas Biogas menjadi salah satu alternatif dalam pengolahan limbah, khususnya pada bidang peternakan yang setiap hari menyumbangkan limbah. Limbah peternakan tidak akan

Lebih terperinci

PENGARUH RASIO WAKTU PENGISIAN : REAKSI PADA REAKTOR BATCH DALAM KONDISI AEROB

PENGARUH RASIO WAKTU PENGISIAN : REAKSI PADA REAKTOR BATCH DALAM KONDISI AEROB PENGARUH RASIO WAKTU PENGISIAN : REAKSI PADA REAKTOR BATCH DALAM KONDISI AEROB Winardi Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Tanjungpura, Pontianak Email: win@pplh-untan.or.id ABSTRAK Reaktor batch

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Gejala Klinis Pengamatan gejala klinis pada benih ikan mas yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila meliputi kelainan fisik ikan, uji refleks, dan respon

Lebih terperinci

Effect of ammonium concentration on alcoholic fermentation kinetics by wine yeasts for high sugar content

Effect of ammonium concentration on alcoholic fermentation kinetics by wine yeasts for high sugar content NAMA : FATMALIKA FIKRIA H KELAS : THP-B NIM : 121710101049 Effect of ammonium concentration on alcoholic fermentation kinetics by wine yeasts for high sugar content 1. Jenis dan sifat Mikroba Dalam fermentasi

Lebih terperinci

APPENDIKS A PROSEDUR KERJA DAN ANALISA

APPENDIKS A PROSEDUR KERJA DAN ANALISA APPENDIKS A PROSEDUR KERJA DAN ANALISA 1. Pembuatan sodium Sitrat (C 6 H 5 Na 3 O 7 2H 2 O) 0,1 M 1. Mengambil dan menimbang sodium sitrat seberat 29.4 gr. 2. Melarutkan dengan aquades hingga volume 1000

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN IV.1. Persiapan Penelitian Persiapan penelitian bertujuan untuk menjamin segala kebutuhan selama penelitian telah siap untuk digunakan. Persiapan penelitan yang dilakukan

Lebih terperinci

STUDI PEMBUATAN GUM XANTHAN DARI AMPAS TAHU. MENGGUNAKAN Xanthomonas campestris (KAJIAN KONSENTRASI KULTUR DAN PENAMBAHAN GULA) SKRIPSI

STUDI PEMBUATAN GUM XANTHAN DARI AMPAS TAHU. MENGGUNAKAN Xanthomonas campestris (KAJIAN KONSENTRASI KULTUR DAN PENAMBAHAN GULA) SKRIPSI STUDI PEMBUATAN GUM XANTHAN DARI AMPAS TAHU MENGGUNAKAN Xanthomonas campestris (KAJIAN KONSENTRASI KULTUR DAN PENAMBAHAN GULA) SKRIPSI Oleh : Asri Maulina NPM : 103301009 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci