II. TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bioinsektisida Bioinsektisida mikrobial merupakan produk yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang dapat membunuh hama serangga dan vektor pembawa penyakit. Menurut Ignoffo dan Anderson (1979), insektisida mikrobial yang bersifat entomopatogen dapat dikembangkan dari bakteri, virus, fungi atau protozoa. Adapun bakteri yang paling banyak dikembangkan adalah Bacillus thuringiensis karena bakteri ini mampu membentuk δ-endotoksin yang bersifat toksin terhadap larva serangga (Bravo 1997). Bioinsektisida digunakan untuk menggantikan penggunaan insektisida kimia yang telah banyak menimbulkan kerugian bagi lingkungan. Selain itu, pemakaian insektisida kimia dengan dosis dan frekuensi yang tinggi dapat menjadikan serangga target menjadi resisten terhadap insektisida kimia tersebut. Sedangkan keunggulan bioinsektisida menurut Behle et al. (1999), antara lain spesifik terhadap hama serangga, aman dan ramah lingkungan, serta tidak mengakibatkan residu pada hasil pertanian dan tanah. Salah satu strain Bacillus thuringiensis yang banyak digunakan untuk produksi bioinsektisida mikrobial adalah Bacillus thuringiensis subsp. aizawai yang efektif mengendalikan larva ordo Lepidoptera dan Diptera. Salah satu hama ordo Lepidoptera yang banyak menyebabkan kerusakan pada pertanian adalah Croccidolomia pavonana, hama ini sangat merusak karena larva memakan daun baru di bagian tengah tanaman kubis. Saat bagian tengah telah hancur, larva pindah ke ujung daun dan kemudian turun ke daun yang lebih tua. Kebanyakan tanaman yang terserang akan hancur seluruhnya jika ulat krop kubis tidak dikendalikan (Kementrian Pertanian RI 2010). Berdasarkan peraturan pemerintah No 7 Tahun 1973 Pasal 1, bioinsektisida merupakan produk yang menjadi satu kategori dengan insektisida. Menurut Depperin (2010), hingga saat ini belum terdapat produk bioinsektisida lokal yang beredar di pasar pertanian dan secara umum kebutuhan bioinsektisida dipenuhi dari impor. Volume ekspor impor insektisida di Indonesia terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Jumlah ekspor dan impor insektisida di Indonesia Tahun Ekspor Impor Kg US$ Kg US$ ,815,562 47,218,898 8,285,950 37,545, ,551,577 66,822,331 9,244,243 60,601, ,885,889 86,455,061 7,429,138 71,009,115 Rata-Rata 64,417,676 66,832, ,319,777 56,385, Harga/unit (US$/kg) Sumber: Depperin (2010) Dari data di atas terlihat bahwa sekitar 8,300 ton insektisida yang sebagian besar berupa bioinsektisida yang beredar di Indonesia adalah produk impor. Contoh beberapa produk komersil berbahan aktif Bacillus thuringiensis aizawai terdapat pada Tabel 2 di bawah ini. 3

2 Tabel 2. Produk komersil berbahan aktif Bacillus thuringiensis aizawai No Merk Objek Hama Produsen 1 Xentari Lepidoptera Abbot 2 Certan Wax moth/ lepidoptera Sandoz 3 Clobac Lepidoptera - 4 Design WSP Lepidoptera - 5 Florbac Diamond black moth / Abbot Lepidoptera 6 Quark Lepidoptera Abbot 7 Selectzin Lepidoptera - 8 Turex Lepidoptera Thermo Trillogy Sumber: Glare et al. (2000) 2.2. Bacillus thuringiensis Bacillus thuringiensis (Bt) adalah bakteri bersel vegetatif berbentuk batang, gram positif, bersifat aerob tapi umumnya anaerob fakultatif, mempunyai flagela dan membentuk spora. Koloni Bacillus thuringiensis berbentuk bulat dengan tepian berkerut, memiliki diameter 5-10 milimeter, berwarna putih, elevasi timbul dan permukaan koloni kasar (Shieh 1994). Banyak strain dari bakteri ini yang menghasilkan protein yang beracun bagi serangga. Spora yang dibentuk oleh Bacillus thuringiensis berbentuk oval, berwarna hijau kebiruan dan berukuran mikrometer dan Bt membentuk kristal protein (δ-endotoksin) bersamaan dengan terbentuknya spora. Bakteri ini mempunyai endospora subterminal berbentuk oval dan selama sporulasi menghasilkan satu kristal protein dalam setiap selnya (Gill et al. 1992). Berbagai isolat Bt dengan berbagai jenis kristal protein yang dikandungnya telah teridentifikasi setelah diketahui besarnya potensi dari protein kristal Bt sebagai agen pengendali serangga. Sampai saat ini telah diidentifikasi kristal protein yang beracun terhadap larva dari berbagai ordo serangga yang menjadi hama pada tanaman pangan dan hortikultura. Kebanyakan dari kristal protein tersebut lebih ramah lingkungan karena mempunyai target yang spesifik sehingga tidak mematikan serangga bukan sasaran dan mudah terurai sehingga tidak menumpuk dan mencemari lingkungan. Bacillus thuringiensis aizawai merupakan salah satu bakteri yang telah banyak digunakan untuk memproduksi bioinsektisida. Bacillus thuringiensis aizawai sangat efektif mengendalikan larva ordo Lepidoptera dan Diptera, terutama ulat daun kubis dan hama-hama sayuran lainnya (Lereclus et al. 1993). Kristal protein (δ-endotoksin) merupakan komponen utama yang bersifat insektisidal. Kristal protein (δ-endotoksin) bersifat termolabil karena dapat terdenaturasi oleh panas dan tidak larut dalam pelarut organik, namun larut dalam pelarut alkalin (Faust dan Bulla 1982). Kristal protein memiliki bentuk yang memiliki hubungan nyata dengan kisaran daya bunuhnya. Varietas yang memiliki daya bunuh terhadap ordo Lepidoptera memiliki kristal protein berbentuk bipiramida dan jumlahnya satu untuk setiap sel vegetatifnya. Sedangkan kristal protein yang bersifat toksik terhadap ordo Diptera memiliki bentuk kubus, oval, dan amorf dengan jumlah dapat lebih dari satu untuk setiap selnya (Trizelia 2001). Aronson et al. (1986) dan Gill et al. (1992) menyatakan bahwa komponen utama penyusun penyusun kristal protein pada sebagian besar Bacillus thuringiensis adalah polipeptida dengan berat molekul kilodalton (kda). Polipeptida berikut merupakan protoksin yang dapat diubah 4

3 menjadi toksin dengan berat molekul yang bervariasi dari 30 sampai 80 kda setelah mengalami hidrolisis dalam kondisi ph alkalin dan adanya protease dalam saluran pencernaan serangga. Aktivitas insektidsida akan hilang kembali apabila berat molekulnya kurang dari 30 kda. Kristal protein dibentuk dalam tujuh tahap yang berlangsung selama 12 jam dari saat pertama sel vegetatif akan bersporulasi sampai spora dan kristal terbentuk sempurna. Kristal protein ini dibentuk di luar eksosporum selama masa sporulasi tahap III sampai IV (Fast 1981). Gen penyandi penyususun kristal protein untuk masing-masing subspesies Bacillus thuringiensis berbeda-beda. Terdapat 14 gen penyandi kristal protein yang terdiri dari 13 gen Cry (kristal protein) dan 1 gen Cyt (sitolitik). Gen Cry pada Bacillus thuringiensis dibagi ke dalam 4 kelas, dimana masing-masing kelas memiliki toksisitas spesifik terhadap jenis serangga tertentu. Berdasarkan tipe patogenitasnya, pengelompokan Bacillus thuringiensis dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Tipe patogenitas dari Bacillus thuringiensis dan contoh produknya Subspesies Jenis Gen Tipe patogenitas Contoh produk Bacillus thuringiensis Cry I Spesifik untuk ordo Dipel, Bactospeine subsp. kurstaki Lepidoptera Bacillus thuringiensis Cry II Spesifik untuk ordo Certan subsp. aizawai Lepidoptera dan Diptera Bacillus thuringiensis Cry III Spesifik untuk ordo Trident, M-one subsp. sandiego Coleoptera Bacillus thuringiensis Cry IV Spesifik untuk ordo Vectobac, Bactimos subsp. israelensis Diptera Sumber: Ellar et al. (1986) Proses toksisitas kristal protein sebagai bahan aktif bioinsektisida dimulai dengan termakannya kristal protein oleh serangga. Kristal protein ini akan dipecah oleh enzim protease pada kondisi basa dalam usus tengah serangga sehingga melepaskan δ-endotoksin yang bersifat toksin. Toksin ini akan berinteraksi dengan reseptor-reseptor pada sel-sel epithelium usus tengah larva serangga yang rentan. Setelah toksin ini bereaksi, maka akan menyebabkan terbentuknya lubanglubang pada membran sel sehingga dapat mengganggu keseimbangan osmotik sel dan mengakibatkan terjadinya pembengkakan yang menyebabkan larva berhenti makan dan mati (Gill et al. 1990). Apabila serangga target tersebut tidak rentan terhadap aksi δ-endotoksin secara langsung, maka dampak dari pertumbuhan spora di dalam tubuh serangga tersebut yang akan menyebabkan kematiannya. Spora tersebut akan berkecambah dan menyebabkan membran usus serangga rusak. Replikasi dari spora akan membuat jumlah spora dalam tubuh serangga semakin banyak dan menyebabkan perluasan infeksi di dalam tubuh serangga yang pada akhirnya menyebabkan serangga tersebut mati (Swadener, 1994). Milne et al. (1990) melaporkan bahwa cara kerja toksin yang dihasilkan Bacillus thuringiensis ditentukan oleh dua faktor yaitu faktor spesifikasi mikroorganisme dan kerentanan serangga target. Sedangkan menurut Swadener (2004) umur larva serangga juga mempengaruhi toksisitas toksin Bacillus thuringiensis dimana larva serangga yang muda lebih rentan dibandingkan larva yang lebih tua. 5

4 2.3. Proses Produksi Bioinsektisida Mikrobial Media Pertumbuhan Media merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada proses fermentasi Bacillus thuringiensis. Menurut Dulmage et al. (1990) medium basal untuk pertumbuhan Bacillus thuringiensis terdiri dari garam, glukosa, dan asam amino seperti asam glutamat, asam aspartat dan alanin dalam konsentrasi yang cukup untuk mendukung pertumbuhan dan sporulasi Bacillus thuringiensis. Karbon adalah bahan utama untuk mensintesis sel baru atau produk sel. Beberapa sumber karbon yang dapat digunakan untuk memproduksi bioinsektisida dari Bacillus thuringiensis dengan fermentasi terendam adalah glukosa, sirup jagung, dekstrosa, sukrosa, laktosa, gula, minyak kedelai, dan molase dari bit dan tebu (Dulmage dan Rhodes 1971). Salah satu media yang dapat digunakan untuk pertumbuhan Bacillus thuringiensis adalah limbah cair tahu. Limbah cair tahu merupakan hasil samping produksi tahu yang dihasilkan pada proses pencucian, perendaman, serta pada proses penggumpalan tahu atau disebut whey. Menurut Nuraida (1985), setiap 1 kg kedelai dihasilkan limbah cair tahu berupa whey tahu rata-rata 43.5 liter seperti yang sajikan pada Gambar 1 mengenai neraca massa proses pembuatan tahu. Kedelai 60 kg Air 2,700 kg Proses produksi tahu Tahu 80 kg Ampas tahu 70 kg Limbah cair tahu 2610 kg Gambar 1. Neraca massa proses pembuatan tahu (Nuraida, 1985) Kebutuhan tahu yang semakin meningkat dari tahun 2005 sampai 2009 akan mengakibatkan jumlah produksi tahu juga semakin meningkat sehingga jumlah limbah cair tahu yang dihasilkan turut meningkat. Peningkatan produksi tahu Indonesia dari tahun 2005 sampai 2009 dapat dilihat pada Tabel 4. Sampai saat ini, limbah cair tahu belum dimanfaatkan secara maksimal dan hanya menjadi limbah yang mencemari lingkungan, padahal pada limbah cair tahu masih mengandung bahan-bahan organik yang dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroorganisme. Limbah cair tahu ini potensial untuk dimanfaatkan sebagai media pertumbuhan Bt. aizawai dalam produksi bioinsektisida karena jumlahnya yang banyak dan kandungan karbon dan nitrogennya yang dimanfaatkan untuk produksi sel dan spora. Kandungan kimia limbah cair tahu tercantum pada Tabel 5 berikut. 6

5 Tabel 4. Produksi tahu di Indonesia tahun Tahun Produksi (Ton) , , , , , Sumber : Puslitbang Sosek Pertanian (2009) Tabel 5. Kandungan kimia limbah cair tahu Komponen Limbah Cair (%) Kadar air 99.0 Kadar abu 0.43 Protein 0.13 Nitrogen (N) 0.02 Karbon (C) 0.27 Lemak 0.79 Serat 0.01 Sumber: Syarfat (2010) Priatno (1999) menyatakan bahwa air kelapa dapat digunakan sebagai sumber karbon untuk memproduksi bioinsektisida mikrobial dari Bacillus thuringiensis. Selain itu air kelapa bersifat fermentable sugar sehingga mudah diserap dalam proses fermentasi dan dapat mengoptimalkan media fermentasi. Nilai nutrisi yang terkandung dalam air kelapa cukup lengkap yaitu: vitamin, mineral, dan zat-zat tumbuh seperti asam nikoton, auksin, giberelin, piridoksin, dan thiamine, sehingga air kelapa ini sangat potensial untuk dijadikan media pertumbuhan Bacillus thuringiensis. Komposisi nutrisi dan mineral pada air kelapa dapat dilihat pada Tabel 6 dan 7 di bawah ini. Tabel 6. Komposisi nutrisi air kelapa Komponen Air Kelapa Muda (%) Air Kelapa Tua (%) Kadar air Kadar abu Kadar lemak Kadar protein Kadar karbohidrat Sumber: Woodroof (1979) 7

6 Tabel 7. Kandungan mineral air kelapa Jenis Mineral Kandungan (mg/100ml) Kalium 312 Natrium 105 Kalsium 29.0 Magnesium 30.0 Besi 0.10 Tembaga 1.14 Fosfor 37.0 Belerang 24.0 Sumber: Ketaren (1978) Urea merupakan sumber nitrogen yang sesuai dengan pertumbuhan mikroorganisme karena kemampuannya untuk mempertahankan ph. Namun urea ini bersifat kurang stabil selama proses sterilisasi sehingga penggunaannya dibatasi. Urea digunakan untuk menyeimbangkan konsentrasi rasio C/N dimana kondisi perbandingan sumber karbon dan nitrogen dalam media yang optimal adalah yaitu 7:1 (Wicaksono (2002) dan Dulmage et al. (1990). Mikroorganisme juga membutuhkan mineral untuk pertumbuhan dan pembentukan produk metabolit. Menurut Dulmage & Rodes (1971), garam-garam organik yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroorganisme yaitu: K, Mg, P, S, dan mineral yang diperlukan dalam jumlah sedikit yaitu: Ca, Zn, Fe, Co, Cu, Mo, Mn. Ca selain berperan dalam produksi dan produksi δ-endotoksin juga berfungsi untuk menjaga kestabilan spora terhadap panas. Penambahan ion Mg 2+, Mn 2+, Zn 2+, dan Ca 2+ ke dalam medium perlu dipertimbangkan karena berperan dalam pertumbuhan dan sporulasi Bacillus thuringiensis Dalam medium fermentasi Bacillus thuringiensis ditambahkan pula 0.3 g/l MgSO 4. 7 H 2 O, 0.02 MnSO 4.7 H 2 O, 0.02 g/l ZnSO 4. 7 H 2 O, 0.02 g/l FeSO 4. 7 H 2 O, dan 1.0 g/l CaCO 3 (Vandekar & Dulmage 1982) Kondisi Kultivasi (Fermentasi) Fermentasi yang umum digunakan untuk memproduksi bahan aktif bioinsektisida dengan menggunakan kultur Bacillus thuringiensis adalah fermentasi semi padat (semi solid fermentation) dan fermentasi terendam (submerged fermentation). Pada umumnya fermentasi terendam atau fermentasi cair lebih disukai karena menjaga kesterilan kultur serta proses pemanenan dan pengaturan parameter proses produksi atau fermentasi yang lebih sederhana. Selain itu, produk hasil fermentasi cair dapat langsung digunakan dibandingkan hasil fermentasi semi padat yang sulit disuspensikan karena ada kecenderungan menggumpal (Sjamsuritra et al. 1984). Teknik kultivasi secara terendam dapat dilakukan dengan sistem tertutup pada fermentor. Pada umumnya, jenis fermentor yang digunakan adalah fermentor tangki berpengaduk karena merupakan jenis fermentor yang paling sederhana. Fermentor ini digunakan untuk substrat yang mempunyai viskositas tinggi dan berbentuk koloid tanpa mengakibatkan penyumbatan, serta enzim terimobilisasi dengan aktivitas rendah (Machfud et al. 1989). Proses fermentasi terendam dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu fermentasi sistem tertutup (batch process), fermentasi kontinyu, dan fermentasi sistem tertutup dengan penambahan substrat pada selang waktu tertentu atau semi kontinyu (fed batch process). Bernhard dan Utz (1993) menyatakan bahwa produksi bioinsektisida Bacillus thuringiensis pada umumnya dilakukan dengan fermentasi sistem tertutup karena hasil akhir yang diharapkan 8

7 adalah spora dan kristal protein yang dibentuk selama proses sporulasi. Menurut Dulmage dan Rhodes (1971), faktor-faktor yang mempengaruhi proses fermentasi Bacillus thuringiensis adalah komposisi medium dan kondisi untuk pertumbuhan mikroba seperti ph, oksigen dan temperatur. Kualitas dan kuantitas δ-endotoksin yang dihasilkan selama proses fermentasi sangat dipengaruhi oleh metode produksinya. Menurut Bernhard dan Utz (1993), jumlah δ-endotoksin yang dihasilkan setiap sel yang sedang bersporulasi akan tergantung pada kepadatan populasi sel dalam kultur fermentasi tersebut. Sedangkan menurut Luthy et al. (1992), konsentrasi yang ditetapkan untuk produksi skala besar antara 5 x 10 9 sampai 1 x spora per ml. Kondisi fermentasi Bacillus thuringiensis dalam labu kocok dilakukan pada suhu o C, ph awal medium kultur sekitar , agitasi rpm dan dipanen pada waktu inkubasi jam (Vandekar & Dulmage 1982). Sedangkan menurut Sikdar dan Majumdar (1993) menyatakan bahwa fermentasi Bacillus thuringiensis dalam fermentor dilakukan pada suhu o C, ph awal medium , volume medium sekitar setengah sampai dua per tiga dari kapasitas volume fermentor, agitasi rpm, aerasi vvm, dan dipanen pada waktu inkubasi jam. Menurut Benhard dan Utz (1993), Bacillus thuringiensis termasuk ke dalam bakteri mesofilik yang dapat tumbuh pada ph kisaran 5.5 dan 8.5 dan tumbuh optimum pada ph dengan suhu antara o C. Afrianto (2006) menyatakan bahwa pemberian agitasi dan aerasi dapat mengoptimalkan pertumbuhan Bacillus thuringiensis dalam fermentor, dimana kecepatan agitasi 200 rpm dengan laju aerasi 1 vvm pada fermentor tangki berpengaduk menghasilkan tingkat toksisitas tertinggi. Aktivitas bioinsektisida dari mikroorganisme tidak dapat diukur secara kimia melainkan dengan bioassay. Menurut Vandekar dan Dulmage (1982), bioassay merupakan salah satu cara untuk menentukan serbuk bahan aktif yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Aktivitas bioinsektisida mikrobial dapat ditentukan dengan menghitung jumlah spora hidup melalui bioassay untuk menentukan kadar letal (LC 50 ) dan International Unit (IU). Nilai LC 50 menunjukkan konsentrasi bioinsektisida yang menyebabkan 50 % serangga uji mati. Potensi produk bioinsektisida (IU/mg) dapat dihitung dengan rumus potensi contoh uji (IU/mg). LC 50 standar IU Potensi Contoh Uji (IU/mg)= potensi standar ( LC 50 contoh uji mg ) (1.1) Pemanenan produk bioinsektisida Bacillus thuringiensis berupa campuran spora dan kristal protein (delta-endotoksin ini dapat dilakukan dengan sentrifugasi, filtrasi, presipitasi, freeze drying atau kombinasi dari proses-proses berikut. Bahan aktif bioinsektisida ini dapat diformulasikan menjadi produk wettable powder, flowable liquid, dust atau granular tergantung pada tipe fermentasi, segi ekonomi serta kebutuhan formulasi (Ignofo dan Anderson 1979) Peningkatan skala (scale up) Scale-up adalah suatu studi yang mengolah dan mentransfer data penelitian skala laboratorium ke skala yang lebih besar menyangkut disain proses operasi atau dan perancangan bangunan peralatan. Scale up sangat penting karena aktivitas masing-masing mikrobial pada fermentor skala laboratorium itu sama. Peningkatan skala (scale up) meliputi peningkatan sistem baru yang lebih besar, serta perancangan dan penyusunan sistem yang lebih besar berdasarkan hasil percobaan dengan menggunakan model yang berukuran lebih kecil. Persyaratan penggandaan skala adalah geometri sistem sama, bahan yang digunakan sama dan proporsi bahan sama. Menurut Wang et al. (1978), pengembangan proses-proses mikrobial umumnya dilakukan dengan tiga skala yaitu: 9

8 1. Skala laboratorium yang merupakan tahap penyeleksian mikroba 2. Skala pilot plant, yaitu saat kondisi-kondisi optimal diterapkan 3. Skala industri, yaitu pelaksanaan proses-proses dengan mempertimbangkan perhitungan ekonomi. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam scale up diantaranya adalah biaya investasi fermentor dan peralatan lainnya harus minimum serta dapat dipercaya dan fleksibel untuk berbagai proses fermentasi, mikroba yang digunakan harus unggul. Selain itu, penggunaan tenaga dan panas harus efisien serta kebutuhan ruang yang minimum, dan apabila proses dilakukan secara curah maka harus dilakukan sesingkat mungkin sehingga diperoleh hasil yang tinggi dan penggunaan peralatan maksimum (Stanbury dan Whitaker 1984). Pada kajian penggandaan skala, faktor-faktor kimiawi dalam lingkungan harus dijaga konstan, sedangkan faktor fisik sangat tergantung pada pada ukuran dan skala produksi. Peubah skala pada proses fermentasi menyebabkan berubahnya beberapa peubah. Peubah yang tetap selama proses adalah rancangan dasar fermentor, spesies dan galur mikroba, jenis dan komposisi media, suhu sterilisasi, suhu operasi fermentor, reaksi di dalam kultur serta ukuran gelembung udara. Sedangkan peubah yang meningkat selama penggandaan skala adalah ukuran fisik fermentor, bahan baku dan peralatan, jumlah bahan baku yang ditangani pada proses sterilisasi dan pendinginan media. Peubah yang bersifat menurun selama proses penggandaan skala adalah luas permukaan untuk aerasi dan nisbah luas per volume media (Mangunwidjaja, 2002). Pada skala kecil, gradien konsentrasi dan tekanan sangat kecil (sistem pengadukan baik) maka gaya gunting juga kecil. Namun, pada skala besar perpindahan mikroorganisme jelas akan merubah konsentrasi oksigen, nutrient, dan tekanan, oleh karena itu daya gunting turbulen juga akan semakin besar. Apabila kesamaan geometri fermentor skala kecil dan skala besar dipertahankan, serta kondisi fermentasi seperti komposisi media, suhu, ph, dan konsentrasi oksigen terlarut dianggap sama maka perilaku penting dari cairan dalam tangki fermentor berpengaduk adalah tenaga yang digunakan untuk agitasi (P) dan kecepatan agitasi (N) (Aiba et al. 1973). Beberapa persamaan penting yang terlibat dalam penggandaan skala: 1. Tenaga per unit volume suspense kultur di dalam fermentor (P/V): PV= N 3 D 2 (1.2) 2. Kecepatan putar suspense kultur dalam fermentor (F/V) F/V= N (1.3) 3. Kecepatan ujung impeller (v) V= ND (1.4) 4. Modifikasi bilangan Reynold ND 2 ρ/µ= ND 2 (1.5) Keterangan: P = konsumsi tenaga F = laju alir ρ = densitas cairan fermentasi V= volume cairan fermentsi N = laju sirkulasi cairan fermentasi D = diameter pengaduk µ = viskositas media 10

9 Penggandaan skala dapat menyebabkan berubahnya lingkungan fisik, sehingga perlu ditentukan parameter penggandaan skala yang baik. Parameter-parameter penggandaaan skala adalah menggunakan masukan tenaga per unit volume (Pg/V), koefisien transfer oksigen (K L a) yaitu korelasi empiris yang menghubungkan koefisien transfer oksigen keseluruhan dengan variabel-variabel peralatan dan operasi, kecepatan ujung impeller, kecepatan ujung impeler (N D ), waktu pencampuran seimbang, bilangan Reynold, atau faktor-faktor momentum dan pengendalian umpan balik untuk menjamin besanya faktor-faktor kunci lingkungan setepat mungkin (Wang et al. 1978). Menurut Mangunwidjaja (2002), beberapa metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan skala reaktor yaitu: 1. Metode dasar (pemecahan neraca mikro untuk perpindahn momentum, massa, dan panas) 2. Metode semi dasar (pemecahan neraca yang disederhanakan) 3. Analisis dimensional (analisa tak berdimensi) 4. Kaidah ibu jari (rule of thumb) 5. Metode trial and error Kaidah ibu jari telah banyak diterapkan dalam industri fermentasi dengan patokan penggandaan skala yang berhubungan dan mengacu pada perpindahan oksigen (tekanan parsial O 2 dan Po 2 adalah fungsi dari K L a yang merupakan fungsi dari Pg/V). Hasil penelitian Purnawati (2006), menyatakan bahwa efisiensi penggunaan substrat berdasarkan hasil scale up skala laboratorium ke skala pilot plant berbasis Pg/V memperoleh hasil yang lebih baik dibandingkan peningkatan skala berbasis K L a yang menunjukkan bahwa metabolisme Bacillus thuringiensis berlangsung baik. Menurut Wang et al. (1978), apabila tenaga per volume pada berbagai skala dipertahankan tetap, maka terdapat hubungan antara kecepatan impeler (N) dengan diameter impeller (D) menurut persamaan berikut: N 2 3 D 2 2 = N 1 3 D

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisa Bahan Baku Media merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada proses fermentasi Bacillus thuringiensis. Di alam banyak tersedia bahan-bahan yang dapat

Lebih terperinci

KAJIAN PENINGKATAN SKALA FERMENTOR PRODUKSI BIOINSEKTISIDA DARI Bacillus thuringiensis aizawai MENGGUNAKAN SUBSTRAT LIMBAH CAIR TAHU DAN AIR KELAPA

KAJIAN PENINGKATAN SKALA FERMENTOR PRODUKSI BIOINSEKTISIDA DARI Bacillus thuringiensis aizawai MENGGUNAKAN SUBSTRAT LIMBAH CAIR TAHU DAN AIR KELAPA KAJIAN PENINGKATAN SKALA FERMENTOR PRODUKSI BIOINSEKTISIDA DARI Bacillus thuringiensis aizawai MENGGUNAKAN SUBSTRAT LIMBAH CAIR TAHU DAN AIR KELAPA SKRIPSI DEVI ARYATI F34070018 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri ini bersifat gram positif, berbentuk batang, memilki flagella,

TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri ini bersifat gram positif, berbentuk batang, memilki flagella, 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bacillus thuringiensis Bacillus thuringiensis merupakan salah satu bakteri patogen bagi serangga. Bakteri ini bersifat gram positif, berbentuk batang, memilki flagella, membentuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. JUMLAH SPORA HIDUP (VSC) Viable Spore Count (VSC) digunakan untuk menganalisa jumlah spora hidup yang terkandung di dalam campuran spora kristal. Pembentukan spora tergantung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 LIMBAH INDUSTRI TAHU DAN AIR KELAPA Proses produksi tahu menghasilkan dua jenis limbah, yaitu limbah padat dan limbah cairan. Pada umumnya, limbah padat dimanfaatkan sebagai pakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bacillus thuringiensis (Bt) SEBAGAI BIOINSEKTISIDA Bioinsektisida merupakan patogen serangga yang banyak dikembangkan dari bakteri, virus, cendawan, dan protozoa. Khachatourians

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran

3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran 3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Keberhasilan produksi bioinsektisida selain dipengaruhi oleh galur bakterinya, juga dipengaruhi oleh media dan kondisi fermentasi yang digunakan. Untuk memperoleh

Lebih terperinci

khususnya dalam membantu melancarkan sistem pencernaan. Dengan kandungan

khususnya dalam membantu melancarkan sistem pencernaan. Dengan kandungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri nata de coco di Indonesia saat ini tumbuh dengan pesat dikarenakan nata de coco termasuk produk makanan yang memiliki banyak peminat serta dapat dikonsumsi

Lebih terperinci

KAJIAN RASIO C/N TERHADAP PRODUKSI BIOINSEKTISIDA DARI Bacillus thuringiensis subsp. aizawai MENGGUNAKAN SUBSTRAT LIMBAH CAIR TAHU DAN AIR KELAPA

KAJIAN RASIO C/N TERHADAP PRODUKSI BIOINSEKTISIDA DARI Bacillus thuringiensis subsp. aizawai MENGGUNAKAN SUBSTRAT LIMBAH CAIR TAHU DAN AIR KELAPA KAJIAN RASIO C/N TERHADAP PRODUKSI BIOINSEKTISIDA DARI Bacillus thuringiensis subsp. aizawai MENGGUNAKAN SUBSTRAT LIMBAH CAIR TAHU DAN AIR KELAPA SKRIPSI RIRYN NUR RACHMAWATI F34070004 FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

PROSES FERMENTASI. Iman Rusmana. Departemen Biologi FMIPA IPB

PROSES FERMENTASI. Iman Rusmana. Departemen Biologi FMIPA IPB PROSES FERMENTASI 2 Iman Rusmana Departemen Biologi FMIPA IPB Proses Fermentasi sintesis produk & metabolisme primer 3 Tipe : 1. Produk disintesis langsung dari metabolisme primer 2. Produk disintesis

Lebih terperinci

Pendahuluan PRODUKSI ASAM SITRAT SECARA FERMENTASI. Sejarah Asam sitrat. Kegunaan asam sitrat

Pendahuluan PRODUKSI ASAM SITRAT SECARA FERMENTASI. Sejarah Asam sitrat. Kegunaan asam sitrat Pendahuluan PRODUKSI ASAM SITRAT SECARA FERMENTASI Asam sitrat merupakan asam organik Berguna dalam industri makanan, farmasi dan tambahan dalam makanan ternak Dapat diproduksi secara kimiawi, atau secara

Lebih terperinci

PRODUKSI BIOINSEKTISIDA DARI Bacillus thuringiensis subsp. aizawai MENGGUNAKAN LIMBAH INDUSTRI TAHU SEBAGAI SUBSTRAT. Oleh :

PRODUKSI BIOINSEKTISIDA DARI Bacillus thuringiensis subsp. aizawai MENGGUNAKAN LIMBAH INDUSTRI TAHU SEBAGAI SUBSTRAT. Oleh : PRODUKSI BIOINSEKTISIDA DARI Bacillus thuringiensis subsp. aizawai MENGGUNAKAN LIMBAH INDUSTRI TAHU SEBAGAI SUBSTRAT Oleh : MUHAMMAD SYUKUR SARFAT F34060127 2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Media Kultur. Pendahuluan. Komposisi Media 3/9/2016. Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat

Media Kultur. Pendahuluan. Komposisi Media 3/9/2016. Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat Media Kultur Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat Pendahuluan Medium untuk pertumbuhan skala laboratorium umumnya mahal sehingga dibutuhkan perubahan agar dapat dipakai medium yang

Lebih terperinci

Media Kultur. Pendahuluan

Media Kultur. Pendahuluan Media Kultur Materi Kuliah Bioindustri Minggu ke 4 Nur Hidayat Pendahuluan Medium untuk pertumbuhan skala laboratorium umumnya mahal sehingga dibutuhkan perubahan agar dapat dipakai medium yang murah sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman sawi merupakan jenis sayuran yang sering dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut Hamli (2015) salah satu jenis tanaman sayuran yang mudah dibudidayakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bacillus thuringiensis merupakan salah satu bakteri patogen serangga yang

I. PENDAHULUAN. Bacillus thuringiensis merupakan salah satu bakteri patogen serangga yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bacillus thuringiensis merupakan salah satu bakteri patogen serangga yang telah dikembangkan menjadi salah satu bioinseksitisida yang patogenik terhadap larva nyamuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Organik Cair Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran berupa zat atau bahan yang dianggap tidak memiliki manfaat bagi masyarakat.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 13 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembentukan Spora (Sporulasi) Sporulasi adalah suatu respon terhadap penurunan kadar nutrisi dalam medium khususnya sumber karbon dan nitrogen. Pengaturan pembentukan spora

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai :(1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai :(1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai :(1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

Nimas Mayang Sabrina S, STP, MP Lab. Bioindustri, Jur Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya

Nimas Mayang Sabrina S, STP, MP Lab. Bioindustri, Jur Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT BAHAN BAKU DAN PRODUK BIOINDUSTRI Nimas Mayang Sabrina S, STP, MP Lab. Bioindustri, Jur Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya Email :

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bioaktivator Menurut Wahyono (2010), bioaktivator adalah bahan aktif biologi yang digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator bukanlah pupuk, melainkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. acar, asinan, salad, dan lalap (Sumpena, 2008). Data produksi mentimun nasional

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. acar, asinan, salad, dan lalap (Sumpena, 2008). Data produksi mentimun nasional I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mentimun (Cucumis sativus.l) adalah salah satu sayuran buah yang banyak dikomsumsi segar oleh masyarakat Indonesia. Nilai gizi mentimun cukup baik sehingga sayuran buah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN KADAR C (KARBON) DAN KADAR N (NITROGEN) MEDIA KULTIVASI Hasil analisis molases dan urea sebagai sumber karbon dan nitrogen menggunakan metode Walkley-Black dan Kjeldahl,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Bakteri Acetobacter xylinum Kedudukan taksonomi bakteri Acetobacter xylinum menurut Holt & Hendrick (1994) adalah sebagai berikut : Divisio Klass Ordo Subordo Famili

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Serangga merupakan hewan yang paling banyak jumlah dan ragamnya di

BAB I PENDAHULUAN. Serangga merupakan hewan yang paling banyak jumlah dan ragamnya di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Serangga merupakan hewan yang paling banyak jumlah dan ragamnya di muka bumi. Hampir 80% spesies hewan yang ada di bumi berasal dari kelas Insekta. Serangga telah ada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman pangan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan menguntungkan untuk diusahakan karena

Lebih terperinci

FORMULASI PRODUK DAN PENURUNAN MUTU SELAMA PENYIMPANAN BIOINSEKTISIDA Bacillus thuringiensis subsp.aizawai DARI LIMBAH INDUSTRI TAHU SKRIPSI

FORMULASI PRODUK DAN PENURUNAN MUTU SELAMA PENYIMPANAN BIOINSEKTISIDA Bacillus thuringiensis subsp.aizawai DARI LIMBAH INDUSTRI TAHU SKRIPSI FORMULASI PRODUK DAN PENURUNAN MUTU SELAMA PENYIMPANAN BIOINSEKTISIDA Bacillus thuringiensis subsp.aizawai DARI LIMBAH INDUSTRI TAHU SKRIPSI ERLINA SETIYAWATI SUSANTO F34061186 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

Nur Rahmah Fithriyah

Nur Rahmah Fithriyah Nur Rahmah Fithriyah 3307 100 074 Mengandung Limbah tahu penyebab pencemaran Bahan Organik Tinggi elon Kangkung cabai Pupuk Cair Untuk mengidentifikasi besar kandungan unsur hara N, P, K dan ph yang terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kesehatan masyarakat selama 41 tahun terakhir. Sejak tahun 1968 telah terjadi

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kesehatan masyarakat selama 41 tahun terakhir. Sejak tahun 1968 telah terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia Demam Berdarah Dengue (DBD) telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama 41 tahun terakhir. Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan persebaran

Lebih terperinci

Pokok Bahasan V RANCANG BANGUN BIOREAKTOR

Pokok Bahasan V RANCANG BANGUN BIOREAKTOR Pokok Bahasan V RANCANG BANGUN BIOREAKTOR Deskripsi singkat Bioreaktor (fermentor) merupakan bejana fermentasi aseptis untuk produksi senyawa oleh mikrobia melalui fermentasi. Kendala yang timbul adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat konsumsi sayuran rakyat Indonesia saat ini masih rendah, hanya 35

I. PENDAHULUAN. Tingkat konsumsi sayuran rakyat Indonesia saat ini masih rendah, hanya 35 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tingkat konsumsi sayuran rakyat Indonesia saat ini masih rendah, hanya 35 kilogram sayuran per kapita per tahun. Angka itu jauh lebih rendah dari angka konsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman sawi (Brassica juncea, L.) merupakan jenis sayuran yang banyak digemari oleh masyarakat. Sawi mengandung kalori sebesar 22,0 kalori selain itu juga mengandung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi untuk tanaman dan

I. PENDAHULUAN. berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi untuk tanaman dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran tanaman. Secara kimiawi tanah berfungsi sebagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang baik yaitu : sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang

TINJAUAN PUSTAKA. yang baik yaitu : sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang TINJAUAN PUSTAKA Kompos Kulit Buah Kakao Ada empat fungsi media tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman yang baik yaitu : sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang tersedia bagi tanaman,

Lebih terperinci

PRODUKSI BIOINSEKTISIDA (KULTIVASI PADAT DAN CAIR)

PRODUKSI BIOINSEKTISIDA (KULTIVASI PADAT DAN CAIR) Laporan Praktikum Hari/Tanggal : Selasa, 15-22 April 2013 Teknologi Biondustri Golongan/kel : P3 Dosen : Dr.Ir. Prayoga Suryadarma, S, TP, MT Asisten :1 Tutus Kuryani F34090075 2. Nizar Zakaria F34090136

Lebih terperinci

III. NUTRISI DAN MEDIUM KULTUR MIKROBA

III. NUTRISI DAN MEDIUM KULTUR MIKROBA III. NUTRISI DAN MEDIUM KULTUR MIKROBA Medium pertumbuhan (disingkat medium) adalah tempat untuk menumbuhkan mikroba. Mikroba memerlukan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan energi dan untuk bahan pembangun

Lebih terperinci

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan didefenisikan sebagai pertambahan kuantitas konstituen seluler dan struktur organisme yang dapat dinyatakan dengan ukuran, diikuti pertambahan jumlah, pertambahan

Lebih terperinci

MATERI BIOTEKNOLOGI MODERN JAGUNG TRANSGENIK. Disusun Oleh : NURINSAN JUNIARTI ( ) RISKA AMELIA ( )

MATERI BIOTEKNOLOGI MODERN JAGUNG TRANSGENIK. Disusun Oleh : NURINSAN JUNIARTI ( ) RISKA AMELIA ( ) MATERI BIOTEKNOLOGI MODERN JAGUNG TRANSGENIK Disusun Oleh : NURINSAN JUNIARTI (1414140003) RISKA AMELIA (1414142004) JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENEGTAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

Lebih terperinci

BAB V. PEMBAHASAN. 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Amobilisasi sel..., Ofa Suzanti Betha, FMIPA UI, 2009

BAB V. PEMBAHASAN. 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Amobilisasi sel..., Ofa Suzanti Betha, FMIPA UI, 2009 26 BAB V. PEMBAHASAN 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Hasil foto SEM dengan perbesaran 50 kali memperlihatkan perbedaan bentuk permukaan butiran yang sudah mengandung sel Lactobacillus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.

Lebih terperinci

Macam macam mikroba pada biogas

Macam macam mikroba pada biogas Pembuatan Biogas F I T R I A M I L A N D A ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 6 ) A N J U RORO N A I S Y A ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 7 ) D I N D A F E N I D W I P U T R I F E R I ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 9 ) S A L S A B I L L A

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. dapat menghemat energi dan aman untuk lingkungan. Enzim merupakan produk. maupun non pangan (Darwis dan Sukara, 1990).

BAB I PENGANTAR. dapat menghemat energi dan aman untuk lingkungan. Enzim merupakan produk. maupun non pangan (Darwis dan Sukara, 1990). BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Enzim menjadi primadona industri bioteknologi karena penggunaanya dapat menghemat energi dan aman untuk lingkungan. Enzim merupakan produk yang mempunyai nilai ekonomis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia tahun 2014 memproduksi 29,34 juta ton minyak sawit kasar [1], tiap ton minyak sawit menghasilkan 2,5 ton limbah cair [2]. Limbah cair pabrik kelapa sawit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktifitas. banyak populasi jasad mikro (fungi) dalam tanah (Lubis, 2008).

I. PENDAHULUAN. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktifitas. banyak populasi jasad mikro (fungi) dalam tanah (Lubis, 2008). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktifitas mikroorganisme. Bahan organik merupakan sumber energi dan bahan makanan bagi mikroorganisme yang hidup

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Kapang Rhizopus oligosporus Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker & Moore (1996) adalah sebagai berikut : Kingdom Divisio Kelas Ordo

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang hijau merupakan salah satu tanaman pangan yang banyak dibudidayakan

I. PENDAHULUAN. Kacang hijau merupakan salah satu tanaman pangan yang banyak dibudidayakan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang hijau merupakan salah satu tanaman pangan yang banyak dibudidayakan oleh para petani di Indonesia. Kacang hijau dapat dikonsumsi dalam berbagai macam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, IPB, dari bulan Oktober 2011 Mei 2012. Bahan Isolasi untuk memperoleh isolat B. thuringiensis

Lebih terperinci

TIN 330 (2 3) DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN 2010

TIN 330 (2 3) DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN 2010 m. k. TEKNOLOGI BIOINDUSTRI TIN 330 (2 3) DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN 2010 PENDAHULUAN Bioreaktor : peralatan dimana bahan diproses sehingga terjadi transformasi biokimia yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan 18 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kailan adalah salah satu jenis sayuran yang termasuk dalam kelas dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan cabang-cabang akar

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. a b c. Pada proses pembentukan magnetit, urea terurai menjadi N-organik (HNCO), NH + 4,

HASIL DAN PEMBAHASAN. a b c. Pada proses pembentukan magnetit, urea terurai menjadi N-organik (HNCO), NH + 4, 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Magnetit Pembentukan magnetit diawali dengan reaksi reduksi oleh natrium sitrat terhadap FeCl 3 (Gambar 1). Ketika FeCl 3 ditambahkan air dan urea, larutan berwarna jingga.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian pembuatan pupuk organik cair ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Limbah Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Secara

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm. 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp Mikroalga adalah tumbuhan tingkat rendah yang memiliki klorofil, yang dapat digunakan untuk melakukan proses fotosintesis. Mikroalga tidak memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar yang terus meningkat. Menurut Trubus (2012), permintaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L) berasal dari Amerika Tengah, pada tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia (Rukmana, 2001). Ubi jalar (Ipomoea

Lebih terperinci

Metode Pengukuran Spektrofotometri (Bergmeyer et al. 1974) Pembuatan Media Heterotrof Media Heterotrof Padat. Pengaruh ph, Suhu, Konsentrasi dan

Metode Pengukuran Spektrofotometri (Bergmeyer et al. 1974) Pembuatan Media Heterotrof Media Heterotrof Padat. Pengaruh ph, Suhu, Konsentrasi dan 4 Metode Penelitian ini dilakukan pada beberapa tahap yaitu, pembuatan media, pengujian aktivitas urikase secara kualitatif, pertumbuhan dan pemanenan bakteri, pengukuran aktivitas urikase, pengaruh ph,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selada merupakan tanaman semusim polimorf (memiliki banyak bentuk),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selada merupakan tanaman semusim polimorf (memiliki banyak bentuk), 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Selada Selada merupakan tanaman semusim polimorf (memiliki banyak bentuk), khususnya dalam hal bentuk daunnya. Tanaman selada cepat menghasilkan akar tunggang diikuti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hidroponik yang ada yaitu sistem air mengalir (Nutrient Film Technique). Konsep

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hidroponik yang ada yaitu sistem air mengalir (Nutrient Film Technique). Konsep I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selada (Lactuca sativa L.) merupakan tanaman yang dapat tumbuh di daerah dingin maupun tropis. Kebutuhan selada meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan jumlah

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. dengan teknik rekayasa genetik (Khetan, 2001). Bacillus thuringiensis

I. TINJAUAN PUSTAKA. dengan teknik rekayasa genetik (Khetan, 2001). Bacillus thuringiensis I. TINJAUAN PUSTAKA A. Bacillus thuringiensis (Bt) Bacillus thuringiensis (Bt) adalah bakteri Gram positif yang berbentuk batang, aerobik dan membentuk spora. Banyak strain dari bakteri ini yang menghasilkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Panjang akarnya dapat mencapai 2 m. Daun kacang tanah merupakan daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Panjang akarnya dapat mencapai 2 m. Daun kacang tanah merupakan daun 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Kacang Tanah Tanaman kacang tanah memiliki perakaran yang banyak, dalam, dan berbintil. Panjang akarnya dapat mencapai 2 m. Daun kacang tanah merupakan daun majemuk

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

putri Anjarsari, S.Si., M.Pd

putri Anjarsari, S.Si., M.Pd NATA putri Anjarsari, S.Si., M.Pd putri_anjarsari@uny.ac.id Nata adalah kumpulan sel bakteri (selulosa) yang mempunyai tekstur kenyal, putih, menyerupai gel dan terapung pada bagian permukaan cairan (nata

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah selain menghasilkan air susu juga menghasilkan limbah. Limbah tersebut sebagian besar terdiri atas limbah ternak berupa limbah padat (feses) dan limbah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Etanol disebut juga etil alkohol dengan rumus kimia C2H5OH atau

BAB I PENDAHULUAN. Etanol disebut juga etil alkohol dengan rumus kimia C2H5OH atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Etanol disebut juga etil alkohol dengan rumus kimia C2H5OH atau CH3CH2OH dengan titik didihnya 78,4 C. Sementara bioetanol adalah etanol yang diproduksi dari proses

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. panjang serta bersifat anaerob fakultatif dan katalase negatif (Prescott et al.,

I. PENDAHULUAN. panjang serta bersifat anaerob fakultatif dan katalase negatif (Prescott et al., 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lactobacillus merupakan genus terbesar dalam kelompok bakteri asam laktat (BAL) dengan hampir 80 spesies berbeda. Bakteri ini berbentuk batang panjang serta bersifat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditumbuhkan dalam substrat. Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditumbuhkan dalam substrat. Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fermentasi Fermentasi merupakan suatu proses perubahan kimia pada suatu substrat organik melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme (Suprihatin, 2010). Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejauh mana tingkat industrialisasi telah dicapai oleh satu negara. Bagi

BAB I PENDAHULUAN. sejauh mana tingkat industrialisasi telah dicapai oleh satu negara. Bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembangunan industri adalah salah satu kegiatan sektor ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kontribusi sektor industri terhadap

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH ph DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI BIOINSEKTISIDA OLEH Bacillus thuringiensis subsp.israelensis MENGGUNAKAN SUBSTRAT ONGGOK TAPIOKA

KAJIAN PENGARUH ph DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI BIOINSEKTISIDA OLEH Bacillus thuringiensis subsp.israelensis MENGGUNAKAN SUBSTRAT ONGGOK TAPIOKA KAJIAN PENGARUH ph DAN SUHU TERHADAP PRODUKSI BIOINSEKTISIDA OLEH Bacillus thuringiensis subsp.israelensis MENGGUNAKAN SUBSTRAT ONGGOK TAPIOKA Oleh DJAUHAR FAIZ AHDIANTO F34101056 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung selama 20 bulan yaitu dari bulan April 2006 sampai Desember 2007. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Bioindustri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kubis adalah kalori (25,0 kal), protein (2,4 g), karbohidrat (4,9 g), kalsium (22,0

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kubis adalah kalori (25,0 kal), protein (2,4 g), karbohidrat (4,9 g), kalsium (22,0 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kubis (Brassica oleracea L.) merupakan jenis sayuran yang sebagian besar daunnya bewarna hijau pucat dengan bentuk bulat serta lonjong. Sayuran ini mengandung vitamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat menunjang kegiatan usaha budidaya perikanan, sehingga pakan yang tersedia harus memadai dan memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Tanaman Singkong Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang cukup potensial di Indonesia selain padi dan jagung. Tanaman singkong termasuk

Lebih terperinci

Jurnal Biology Education Vol. 4 No. 1 April 2015 PENGARUH PENAMBAHAN EM BUATAN DAN KOMERSIL PADA FERMENTASI PUPUK CAIR BERBAHAN BAKU LIMBAH KULIT BUAH

Jurnal Biology Education Vol. 4 No. 1 April 2015 PENGARUH PENAMBAHAN EM BUATAN DAN KOMERSIL PADA FERMENTASI PUPUK CAIR BERBAHAN BAKU LIMBAH KULIT BUAH PENGARUH PENAMBAHAN EM BUATAN DAN KOMERSIL PADA FERMENTASI PUPUK CAIR BERBAHAN BAKU LIMBAH KULIT BUAH Eka Marya Mistar, Agrina Revita Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Serambi Mekkah E-mail

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. PREPARASI SUBSTRAT DAN ISOLAT UNTUK PRODUKSI ENZIM PEKTINASE Tahap pengumpulan, pengeringan, penggilingan, dan homogenisasi kulit jeruk Siam, kulit jeruk Medan, kulit durian,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Merah Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah atau kacang jogo ini mempunyai nama ilmiah yang sama dengan kacang buncis, yaitu Phaseolus vulgaris

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 39 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Rata-Rata Jumlah Bakteri yang Terdapat pada Feses Sapi Potong Sebelum (inlet) dan Sesudah (outlet) Proses Pembentukan Biogas dalam Reaktor Tipe Fixed-Dome Hasil perhitungan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah TINJAUAN PUSTAKA Ampas Sagu Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak merupakan alternatif dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah mempunyai proporsi pemanfaatan yang besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari daerah Brasilia (Amerika Selatan). Sejak awal abad ke-17 kacang tanah telah

BAB I PENDAHULUAN. dari daerah Brasilia (Amerika Selatan). Sejak awal abad ke-17 kacang tanah telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kacang tanah (Arachis hypogea. L) merupakan tanaman yang berasal dari daerah Brasilia (Amerika Selatan). Sejak awal abad ke-17 kacang tanah telah dibudidayakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air adalah: zat organik yang terdiri dari 1 atom oksigen dengan 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air adalah: zat organik yang terdiri dari 1 atom oksigen dengan 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Air Air adalah: zat organik yang terdiri dari 1 atom oksigen dengan 2 atomhidrogen berikatan dengan sebuah atom oksigen melalui ikatan kovalen tersebut, sebesar 11,02

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tahu merupakan sumber protein nabati yang banyak dikonsumsi masyarakat dan hampir setiap hari dijumpai dalam makanan sehari hari. Di Cina, tahu sudah menjadi daging

Lebih terperinci

Komponen Kimia penyusun Sel (Biologi) Ditulis pada September 27, 2012

Komponen Kimia penyusun Sel (Biologi) Ditulis pada September 27, 2012 Komponen Kimia penyusun Sel (Biologi) Ditulis pada September 27, 2012 Sel disusun oleh berbagai senyawa kimia, seperti karbohidrat, protein,lemak, asam nukleat dan berbagai senyawa atau unsur anorganik.

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC

PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC 1 PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC Farida Ali, Muhammad Edwar, Aga Karisma Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Indonesia ABSTRAK Ampas tahu selama ini tidak

Lebih terperinci

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc.

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc. BIO210 Mikrobiologi Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc. Kuliah 6. NUTRISI DAN MEDIA Kebutuhan dan syarat untuk pertumbuhan, ada 2 macam: fisik suhu, ph, dan tekanan osmosis. kimia

Lebih terperinci

Pupuk organik cair termasuk dalam salah satu pupuk organik yang memiliki manfaat memperbaiki sifat fisik tanah, membantu pembentukan klorofil daun,

Pupuk organik cair termasuk dalam salah satu pupuk organik yang memiliki manfaat memperbaiki sifat fisik tanah, membantu pembentukan klorofil daun, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Budidaya tanaman merupakan kegiatan pemeliharaan sumber daya hayati yang dilakukan pada suatu areal lahan untuk diambil manfaat maupun hasil panennya, misalnya budidaya

Lebih terperinci

VI. DASAR PERANCANGAN BIOREAKTOR. Kompetensi: Setelah mengikuti kuliah mahasiswa dapat membuat dasar rancangan bioproses skala laboratorium

VI. DASAR PERANCANGAN BIOREAKTOR. Kompetensi: Setelah mengikuti kuliah mahasiswa dapat membuat dasar rancangan bioproses skala laboratorium VI. DASAR PERANCANGAN BIOREAKTOR Kompetensi: Setelah mengikuti kuliah mahasiswa dapat membuat dasar rancangan bioproses skala laboratorium A. Strategi perancangan bioreaktor Kinerja bioreaktor ditentukan

Lebih terperinci

Kultivasi, reproduksi dan pertumbuhan Bakteri

Kultivasi, reproduksi dan pertumbuhan Bakteri Kultivasi, reproduksi dan pertumbuhan Bakteri 1. Persyaratan Nutrisi Bakteri 2. Tipe-tipe Nutrisi Bakteri 3. Kondisi Fisik yang dibutuhkan untuk pertumbuhan Bakteri 4. Reproduksi Bakteri 5. Pertumbuhan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Menurut Mandalam & Palsson (1998) ada 3 persyaratan dasar untuk kultur mikroalga fotoautotropik berdensitas tinggi yang tumbuh dalam fotobioreaktor tertutup. Pertama adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai prospek cerah untuk dapat dikembangkan. Cabai dimanfaatkan oleh masyarakat dalam kehidupan

Lebih terperinci

Pengaruh Hidrolisa Asam pada Produksi Bioethanol dari Onggok (Limbah Padat Tepung Tapioka) Oleh :

Pengaruh Hidrolisa Asam pada Produksi Bioethanol dari Onggok (Limbah Padat Tepung Tapioka) Oleh : Pengaruh Hidrolisa Asam pada Produksi Bioethanol dari Onggok (Limbah Padat Tepung Tapioka) Oleh : Rizka Dwi Atika Arinda Dwi Apsari 2309 105 006 2309 105 010 Page 1 LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOKIMIA JURUSAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Tepung Onggok Karakterisasi tepung onggok dapat dilakukan dengan menganalisa kandungan atau komponen tepung onggok melalui uji proximat. Analisis proximat adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahan-bahan organik yang dibuat menjadi pupuk cair memiliki

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahan-bahan organik yang dibuat menjadi pupuk cair memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia penggunaan pupuk anorganik mampu meningkatkan hasil pertanian, namun tanpa disadari penggunaan pupuk anorganik secara terus menerus berdampak tidak baik bagi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemotongan hewan Pacar Keling, Surabaya. dengan waktu pengamatan setiap 4 jam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemotongan hewan Pacar Keling, Surabaya. dengan waktu pengamatan setiap 4 jam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian tentang skrining dan uji aktivitas enzim protease bakteri hasil isolasi dari limbah Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Pacar Keling Surabaya menghasilkan data-data sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Pupuk didefinisikan sebagai material yang ditambahkan ke tanah dengan tujuan untuk melengkapi ketersediaan unsur hara. Bahan pupuk yang paling awal digunakan adalah kotoran

Lebih terperinci