2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Virus Influenza A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Virus Influenza A"

Transkripsi

1 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Virus Influenza A Virus influenza penyebab penyakit flu adalah virus anggota famili Orthomyxoviridae (Boyce et al. 2009). Famili Orthomyxoviridae terdiri atas lima genus yaitu Influenzavirus A, Influenzavirus B, Influenzavirus C, Thogotovirus, dan Isavirus (Alexander 2007). Hanya Influenzavirus A yang dapat menginfeksi unggas. Virus influenza merupakan virus RNA utas tunggal dan memiliki nukleokapsid yang berbentuk heliks dengan dibungkus oleh selubung (envelope) lipoprotein. Bentuk dan ukuran virus influenza bersifat pleiomorfik, berbentuk filamen atau sferoid (bola) dengan diameter nm (Harris et al. 2006). Protein permukaan virus influenza terdiri atas hemaglutinin (HA), Neuramidase (NA) dan Matriks 2 (M2) (Kalthoff et al. 2009). Protein HA trimerisasi berfungsi sebagai protein reseptor dan pengikat yang mengenali terminal asam sialik (sialic acid, SA) tertentu pada permukaan sel spesies (Kalthoff et al. 2009). Virus influenza A manusia memilih untuk terikat pada α- 2,6-linked sialic acids (SA), sedangkan virus influenza avian pada α-2,3-linked SA (Kalthoff et al. 2009). Protein NA berfungsi memotong ujung SA dari reseptor sel hospes sehingga progeni virion lepas dari sel. Protein M2 sekaligus berfungsi sebagai ion channel (Susanti 2008). Pada bagian dalam, envelope dilapisi oleh protein Matriks 1 (M1) yang mengelilingi delapan kompleks ribonukleoprotein (RNP). Nukleoprotein (NP) merupakan protein yang menyelubungi setiap segmen RNA virus influenza A. Pada virion, RNP dibentuk dari RNA virus, monomer NP, dan tiga protein polymerase : polymerase basic protein 1 (PB 1), polymerase basic protein 2 (PB 2), dan polymerase acidic protein (PA) (Noda et al di dalam Kalthoff et al. 2009). Protein non struktural 1 (NS 1) berfungsi mengekspor mrna virus dari nukleus, menghambat ekspor mrna seluler, menghambat respon anti virus interferon (IFN), dan menginduksi badai sitokin (sitokines storm). Sedangkan protein non struktural 2 (NS 2) berperan mengeluarkan kompleks RNP virus dari dalam inti (Susanti 2008). Berdasarkan perbedaan antigenik pada nukleoprotein (NP) dan matriks (M), virus influenza dibagi menjadi influenza tipe A, B dan C (Payungporn et al. 2004). Struktur virus influenza A dan B tidak dapat dibedakan dengan menggunakan mikroskop elektron, keduanya memiliki delapan segmen gen RNA untai tunggal. Kedelapan segmen RNA bersama-sama dengan nukleoprotein membentuk ribonuleoprotein (Munch et al. 2001). Virus influenza C memiliki tujuh segmen gen RNA, karena hanya memiliki satu glikoprotein permukaan, yakni hemaglutinin esterase fusion (HEF), yang berfungsi sebagai pengikat reseptor (H), esterase (E) dan fusi membrane (F) (Whittaker 2001). Hanya virus influenza tipe A yang dapat menyebabkan infeksi secara alami pada unggas (Alexander 2000), sedangkan virus influenza B dan C hampir selalu diisolasi dari manusia walaupun pernah juga diisolasi dari mamalia lain. Genom virus Influenza A terdiri dari 13,5 kb untai tunggal RNA negatif (Gall et al. 2009, Boyce et al. 2009). Fragmen gen virus influenza A ada yang

2 4 menyandi satu protein (PB1, PB2, PA, NA, HA, NP) ada yang lebih dari satu protein (gen NS dan M) (Gambar 1). Gen matriks (M) bersifat sangat lestari (conserved) untuk semua HA dari semua regio geografis sehingga merupakan target deteksi virus AI secara global (Hoffmann et al. 2009; Suarez et al. 2000). Selain itu, regio HA2 menjadi target regio untuk H5 dan H7 TaqMan rrt-pcr karena bersifat relatif lestari (conserved) (Hoffmann et al. 2009). Gambar 1 Struktur dan segmen-segmen genom virus influenza A (Webster 2001). Virus influenza A memiliki derajat genetik tinggi dan variasi antigen (Gall et al. 2009). Virus ini dibagi ke dalam berbagai subtipe berdasarkan analisis serologis dan genetis glikoprotein hemaglutinin (HA) dan neuraminidase (NA) (Alexander 2000, Lee et al. 2001). Sampai saat ini diketahui terdapat 17 subtipe HA (HA1-HA17) dan 9 subtipe NA (NA1-NA9). Unggas liar air merupakan reservoir alami untuk semua 16 hemaglutinin (HA) dan 9 neuraminidase (NA) subtipe virus influenza (Alexander 2007), sedangkan manusia, babi, dan kuda terinfeksi oleh beberapa subtipe yang telah teradaptasi (Gall et al. 2009). Pada tahun 2011, ditemukan subtipe HA terbaru yakni HA17 pada kelelawarberpundak-kuning (yellow-shouldered bat) di Guatemala (Tong et al. 2012). 2.2 Mutasi Virus AI Virus RNA seperti influenza A tidak memiliki kemampuan proof reading selama replikasi sehingga mudah mengalami mutasi, baik pada unggas, manusia maupun spesies lain (Boyce et al. 2009). Berbeda dengan 18 polimerasi DNA yang hanya mempunyai kesalahan 1 dari 10 9 nukleotida/siklus replikasi, kesalahan replikasi oleh enzim RdRp pada virus RNA adalah 1 dari 10 4 nukletida/siklus replikasi (Webster et al. 1992). Menurut Chen dan Holmes (2006), virus influenza A memiliki tingkat mutasi yang tinggi yakni 1x10-3 sampai dengan 8x10-3 substitusi/situs/tahun. Rasio kecepatan mutasi nonsinonim dan sinonim sangat penting untuk mempelajari mekanisme evolusi molekuler sekuen gen tertentu. Rasio kecepatan

3 5 mutasi nonsinonim/sinonim (ω = d N /d S ) atau disebut juga tekanan selektif, merupakan indikator tekanan seleksi pada level protein. Nilai ω=1 berarti seleksi netral, ω<1 berarti terjadi seleksi pemurnian (purifying selection) dan ω>1 berarti terjadi seleksi positif (Susanti 2008). Analisis genom VAI subtipe H5N1 yang menginfeksi unggas dan manusia dari tahun menunjukkan bahwa gen PB2, HA dan NS1 mengalami tekanan seleksi positif, sementara gen lainnya (PA, PB1, M, NA, NS2, NP) mengalami tekanan seleksi pemurnian (Campitelli et al. 2006). Hal ini menunjukkan bahwa gen Matriks lebih banyak mengalami mutasi sinonim dibandingkan mutasi nonsinonim, sedangkan gen HA lebih banyak mengalami mutasi nonsinonim dibandingkan mutasi sinonim. Hal ini juga menunjukkan bahwa gen Matriks lebih conserved dibandingkan gen HA. Gen Matriks (1027 pasang basa) mengkode protein matriks 1 (M1) pada posisi nukleotida dan protein membran (M2) pada posisi nuklotida dan (Furuse et al. 2009). Tekanan selektif (ω) terhadap keseluruhan sekuens M adalah 0.13, sedangkan untuk M1 dan M2 adalah 0.06 dan 0.45 secara berturut-turut (Furuse et al. 2009). Nilai ω yang lebih rendah pada M1 dibandingkan M2 menunjukkan bahwa protein Matriks lebih jarang mengalami mutasi dibandingkan M2 yang berperan sebagai ion channel. Tingkat evolusi (kecepatan mutasi) gen Matriks untuk virus AI dari garis keturunan Amerika Utara adalah substitusi/situs/tahun, sedangkan virus AI dari garis keturunan Asia adalah substitusi/situs/tahun (Furuse et al. 2009). Kecepatan mutasi HA kira-kira 2x10-3 nukleotida/posisi/replikasi (Webster et al. 1992), sedangkan menurut Bush et al. (1999), kecepatan substitusi nonsinonim gen HA 1 VAI subtipe H3 adalah sebesar 5,7 x 10-3 /situs/tahun. Kecepatan mutasi HA ini lebih tinggi dibandingkan NA (Susanti 2008) dan M. Antigen permukaan yang dimiliki virus influenza dapat berubah secara periodik yang lebih dikenal dengan istilah antigenic drift dan antigenic shift. Antigenic drift merupakan perubahan secara periodik yang terjadi akibat mutasi genetik struktur protein permukaan virus sehingga antibodi yang telah terbentuk oleh tubuh akibat vaksinasi sebelumnya tidak dapat mengenali keberadaan virus tersebut (Munch et al. 2001). Antigenic shift merupakan perubahan genetik virus yang memungkinkan munculnya strain baru dan kemampuan virus untuk menginfeksi secara lintas spesies (Murphy et al. 1999). Selain itu, karena genom virus AI adalah RNA bersegmen maka infeksi campuran beberapa virus influenza dalam satu host dapat menyebabkan reasortment (Dugan et al. 2008). Akibat mutasi dan reasortment, pada HPAI H5N1 yang bersirkulasi di Asia terdapat empat genotipe utama (Z, V, W, G) dengan garis keturunan (lineage) yang beragam. Semua strain H5N1 Asia dapat dikelompokkan pada satu clade yang sama karena gen H5-nya berasal dari nenek moyang yang sama (A/Goose/Guangdong/1/96 H5N1) (Xu et al. 1999). Namun, semua virus HPAI H5N1 Asia berbeda nyata dengan virus LPAI H5N1 yang bersirkulasi di unggas liar Amerika Utara (Boyce et al. 2009). Virus influenza A mudah bermutasi dan mengalami reasortment sehingga menyebabkan interpandemik atau epidemik musiman pada manusia (Boyce et al. 2009). Influenza mengakibatkan kematian orang setiap tahun sehingga Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization, WHO) mengadakan pertemuan dua kali dalam setahun untuk merumuskan rekomendasi strain yang digunakan untuk pembuatan vaksin influenza pada manusia. Mutasi

4 6 dan reasortment virus influenza A pada manusia telah bersifat endemik walaupun tanpa introduksi virus atau elemen genetik dari unggas (Boyce et al. 2009). 2.3 Patogenisitas Avian Influenza Berdasarkan patogenitasnya, virus Avian Influenza dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu virus Avian Influenza berpatogenitas tinggi (Highly Pathogenic Avian Influenza/HPAI) dan virus Avian Influenza berpatogenitas rendah (Low Pathogenic Avian Influenza/LPAI) (Alexander 2000) Highly Pathogenic Avian Influenza Definisi HPAI terkait dengan virulensi VAI pada ayam. Tingkat mortalitas HPAI dapat mencapai 100%, dan biasanya berasal dari subtipe H5 dan H7 (Alexander 2000, Alexander 2007, Bavink et al. 2009), walaupun tidak semua H5 dan H7 bersifat HPAI. Karena terdapat kemungkinan mutasi dari LPAI H5 dan H7 menjadi HPAI, maka semua H5 dan H7 harus dilaporkan (OIE 2009). Pada tahun , industri perunggasan Italia terkena epidemi HPAI subtipe H7N1 (Busani et al. 2008), sedangkan industri perunggasan Belanda terinfeksi HPAI subtipe H7N7 pada tahun 2003 (Bavink et al. 2009). Virus HPAI relatif jarang terisolasi dari unggas liar dan unggas air. Namun pada tahun 2012 terjadi wabah HPAI H5N1 pada peternakan bebek di Indonesia. Perubahan patogenitas virus AI dapat terjadi karena perubahan pada proteolytic cleavage site hemaglutinin, termasuk 1) substitusi asam amino non-basic dengan asam amino basic (arginin atau lisin), 2) insersi asam amino basic, 3) rekombinasi dengan insert dari segmen gen lain sehingga memperpanjang cleavage site, 4) hilangnya penahan situs glikosilasi pada residu-13 disertai asam-amino basic multiple pada cleavage site (OIE 2009). Suatu strain dinyatakan bersifat HPAI apabila menyebabkan kematian sebanyak 75% dari 10 ekor ayam berusia 4-8 minggu dalam 10 hari sehingga menghasilkan Indeks Patogenisitas Intravena (IPIV) yang lebih besar dari 1,2 (OIE 2009). Uji indeks patogenitas intravena dilakukan dengan menginfeksikan virus AI pada ayam (SPF) berumur 4-8 minggu. Virus yang digunakan berasal dari cairan alantois segar dengan titer HA > 2 4 yang diencerkan dalam 1/10 cairan fisiologis. Sebanyak 0.1 ml virus yang telah diencerkan disuntikkan secara intravena pada 10 ekor ayam berumur 4-8 minggu. Pengamatan dilakukan dengan interval 24 jam selama 10 hari, dan ayam diberi skor 1 jika sakit, 2 jika sakit parah, dan 3 jika mati. Ayam dinyatakan sakit (skor 1) jika menunjukkan salah satu gejala klinis, sedangkan dinyatakan sakit parah (skor 2) jika menunjukkan lebih dari satu gejala klinis sebagai berikut: infeksi pernafasan, depresi, diare, cyanosis, udema wajah/kepala, dan gejala saraf. Indeks Patogenitas Intravena merupakan rataan skor/ayam/observasi selama periode 10 hari. Nilai IPIV 3.00 menunjukkan bahwa semua ayam mati dalam 24 jam, sedangkan nilai 0.00 menunjukkan bahwa tidak ada unggas yang menunjukkan gejala klinis selama 10 hari masa observasi (OIE 2009). Gejala klinis HPAI bervariasi antar spesies. Pada unggas komersial yang rentan akan terjadi hemoragi pada seluruh tubuh yang ditandai dengan pial dan kaki yang menjadi merah-kebiruan. Selain itu, terjadi ptekhie, nasal discharge, dan diare (Cardona et al. 2009). Mortalitas akibat HPAI sangat tinggi dan berlangsung

5 7 dalam waktu singkat. Sejak tahun 2002, HPAI H5N1 menjadi penyakit emerging di Asia. HPAI H5N1 lebih banyak terisolasi pada saluran pernafasan (trachea) dibandingkan gastrointestinal, sehingga hal tersebut mempengaruhi transmisi virus (inhalasi vs. fekal-oral), maupun pemilihan koleksi sampel (orofaring/trachea vs. kloaka) (Boyce et al. 2009). Secara molekuler, HPAI dapat ditentukan patotipenya berdasarkan analisa sekuens cleavage site antara protein prekursor HA 0 (OIE 2007, Alexander 2007). Virus HPAI mengalami perubahan susunan asam amino pada cleavage site HA yang mempengaruhi replikasi virus (Boyce et al. 2009). Virus HPAI, dengan beberapa pengecualian, memiliki asam amino polibasik (arginin dan lisin) pada HA 0 cleavage site, sehingga dapat dipecah oleh ubiquitous subtilisin-like protease secara intraseluler (Perdue dan Suarez 2000 di dalam Gall et al. 2009). Virus HPAI dapat bereplikasi pada seluruh organ unggas sehingga menyebabkan kerusakan serius pada jaringan maupun organ sehingga menyebabkan kematian (Alexander 2007) Low Pathogenic Avian Influenza Burung liar air merupakan reservoir LPAI (Gall et al. 2009). Wabah virus Avian Influenza sangat patogen/highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) pada unggas komersil diduga berasal dari virus Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI) pada unggas liar (Cheung et al. 2009). Transmisi LPAI subtipe H5 dan H7 pada unggas Gallinaceous, dapat menimbulkan HPAI, yang menyebabkan infeksi sistemik yang parah dan epidemi penyakit dengan tingkat kematian yang tinggi (Gall et al. 2009). Gejala klinis dari LPAI tidak terlalu nyata. Infeksi pada LPAI terlokalisir pada pernapasan dan saluran pencernaan (Gall et al. 2009). Ditinjau dari segi molekuler, virus LPAI memiliki komposisi asam amino monobasik pada HA 0 cleavage site, dan HA 0 -nya terbelah secara ekstrasel oleh jaringan-spesifik protease, seperti tripsin (Perdue dan Suarez 2000 di dalam Gall et al. 2009). 2.4 Virus Avian Influenza pada Unggas Liar dan Pasar Unggas Virus Avian Influenza (VAI) terutama menyerang berbagai macam unggas seperti ayam, kalkun, angsa, unggas air, burung laut, dan burung liar (Boyce et al. 2009). Selain unggas, beberapa subtipe VAI dapat menyerang manusia, primata, babi, musang, kuda, sapi, anjing laut, dan paus (Whitworth et al. 2007, Cardona et al. 2009). Virus Avian influenza telah diisolasi dari sedikitnya 105 spesies burung liar dari 26 famili yang berbeda (Perez-Ramirez et al. 2010). Unggas air, yaitu itik, entok dan angsa, merupakan inang alami virus influenza A (Cheung et al. 2009, Boyce et al. 2009). Unggas liar, terutama unggas air, diketahui sebagai reservoir virus AI karena semua H1-16 dan N1-9 dapat ditemukan pada unggas liar (Boyce et al. 2009, Cardona et al. 2009). Umumnya virus AI yang terdeteksi pada unggas liar bersifat low pathogenic dan menyerang saluran gastrointestinal (Boyce et al. 2009). Pada inang alami, virus berada dalam keadaan seimbang dan tidak menunjukkan perubahan patologis yang nyata. Secara evolusioner virus dalam inang alami berada keadaan statis, yang secara molekuler ditandai dengan

6 8 rendahnya rasio substitusi N/S (Taubenberger et al. 2005). Antara hospes dengan virus terjadi toleransi yang seimbang, sehingga walaupun virus bereplikasi namun inang tidak menunjukkan gejala klinis. Virus bereplikasi di saluran pencernaan unggas air, sehingga ekskresi virus bersama feses dapat ditransmisikan ke unggas atau mamalia lain melalui feses atau secara oral (Sturm-Ramirez et al. 2004). Isolasi virus influenza pertama dari unggas feral (Sterna hirundo) dilakukan pada tahun 1961 di Afrika Selatan (Alexander 1995). Pada tahun 1970an dilakukan investgasi yang menunjukkan bahwa terdapat pool virus yang besar pada populasi unggas liar (Alexander 1995). Survei oleh Stallknecht dan Shane (1988) menunjukkan bahwa dari sampel yang berasal dari berbagai spesies unggas terisolasi (10.9%) virus. Dari sampel tersebut, sampel berasal dari Ordo Anseriformes, dengan hasil positif isolat (15.2%). Tingkat isolasi tertinggi selanjutnya berasal dari unggas ordo Passeriformes dan Charadriiformes (2.9% dan 2.2%). Faktor yang berperan penting dalam tingkat isolasi virus influenza pada unggas liar yaitu (1) usia unggas, (2) lokasi geografis terkait migrasi, (3) waktu pengambilan sampel dalam tahun tersebut, (4) spesies unggas, and (5) karakteristik virus (Alexander 1995). Strain patogenik virus AI H5N1 hanya menyebabkan gejala klinis ringan pada itik, tetapi unggas dapat tetap mengekskresikan virus (viral shedding) bersama kotorannya sehingga berpotensi menyebarkan virus yang bersifat patogenik bagi unggas lain dan juga manusia (Hulse-Post et al. 2005). HPAI jarang terisolasi dari unggas liar, namun tingkat isolasi yang tinggi dapat ditemukan pada bebek dan angsa (15%) dan hanya 2% pada spesies yang lain (Alexander 2000). Virus HPAI H5N1 berhasil terisolasi dari angsa (prevalensi 2%) dan bebek (prevalensi 4%) (Nguyen et al. 2005). Ordo Colombiformis yang secara eksperimental diinfeksi virus HPAI H5N1 lebih resisten dibandingkan ayam (Perkins dan Swayne 2002). Psittaciformes dapat terinfeksi LPAI, walaupun jarang (Cardona et al. 2009). Salah satu unggas air, yaitu itik, dianggap sebagai sumber virus AI H5N1 pada wabah di Cina tahun dan Hongkong tahun 2001 (Susanti 2008). Unggas air yang bermigrasi diduga kuat sebagai pembawa virus HPAI subtipe H5N1 (Perez-Ramirez et al. 2010), terutama setelah terjadinya wabah di Danau Qinghai, Cina yang menyebabkan kematian ribuan burung liar (Chen et al., 2005, Boyce et al. 2009). Beberapa spesies unggas seperti Mallard (Anas platyrhinchos) mampu bertahan dari infeksi H5N1 dan terjangkit virus selama periode waktu tertentu, sehingga menjadi diduga kuat sebagi spesies pembawa HPAI H5N1 pada proses transmisi jarak jauh (Keawcharoen et al. 2008). Namun, peran unggas air dalam penyebaran H5N1 masih belum jelas (Perez-Ramirez et al. 2010). Wabah virus HPAI H5N1 pertama kali dilaporkan di Cina Selatan tahun , kemudian menyebar dan menyebabkan kematian unggas di Vietnam, Thailand, Indonesia dan Negara Asia Timur sejak awal tahun 2004 (Smith et al. 2006). Transmisi zoonotik dari unggas ke manusia terus menerus terjadi sejak pertengahan tahun 2005 sampai sekarang (Susanti 2008) namun belum ada laporan terjadinya transmisi dari manusia ke manusia. Manusia umumnya menjadi inang akhir (dead end) virus AI, baik HPAI maupun LPAI (Boyce et al. 2009).

7 9 Selain di peternakan dan alam, studi mengenai VAI dilakukan di pasar unggas hidup dan pasar makanan. Studi pada pasar unggas hidup dan pasar makanan di Thailand tahun menunjukkan bahwa VAI H5N1 terisolasi pada 12 dari 930 sampel yang diuji (Amonsin et al. 2008). Sampel yang positf berupa sampel daging (5 ekor puyuh, 2 ekor mandar, dan 2 ekor ayam-ayaman maupun unggas sehat (satu ayam dan dua bebek). Analisa filogenetik menunjukkan bahwa VAI H5N1 termasuk dalam garis keturunan (lineage) Vietnam dan Thailand (clade 1) dan berkorelasi erat dengan virus yang beredar di Thailand tahun (Amonsin et al. 2008) 2.5 Diagnosa Laboratorium untuk Avian Influenza Diagnosa laboratorium untuk Avian Influenza dapat dilakukan dengan mendeteksi antibodi atau mendeteksi virus. Diagnosa serologis untuk mendeteksi antibodi terhadap AI dapat dilakukan menggunakan uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI), Agar Gel Immunodiffusion Test (AGID) atau Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA). Metode untuk mendiagnosa virus dapat dilakukan melalui isolasi virus, rapid antigen detection, Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) konvensional, realtime RT-PCR (rrt-pcr), dan Nucleic acid sequence based amplification (NASBA) (Suarez 2003). Beberapa metode lain yang sedang berkembang yaitu Microarray (Gall et al. 2009) dan Loop Mediated Isothermal Amplification (LAMP). Dalam penelitian ini, metode uji serologis yang akan digunakan adalah HI, sedangkan deteksi virus akan menggunakan rrt- PCR Uji Hemaglutinasi Inhibisi Uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI) merupakan metode yang direkomendasikan untuk uji spesifik terhadap suatu subtipe virus AI (FAO 2007). Uji ini dapat digunakan untuk pemantauan respon terhadap vaksinasi dan untuk memantau sirkulasi virus pada unggas yang bertahan terhadap infeksi, misalnya LPAI dan HPAI pada bebek (FAO 2007). Virus influenza memiliki protein amplop yang disebut hemaglutinin (HA). Hemaglutinin dapat berikatan dengan reseptor sialik pada sel, termasuk pada sel darah merah (red blood cell, RBC). Apabila HA berikatan pada RBC maka akan terjadi hemaglutinasi yang ditandai dengan terbentuknya butir-butir menyerupai pasir. Apabila RBC tidak berikatan dengan virus influenza, maka RBC akan mengendap pada dasar well (Capua dan Alexander 2009). Uji ini dilakukan dengan pengenceran bertingkat dan berlangsung selama kira-kira 40 menit sehingga merupakan indikator cepat untuk mengetahui kuantitas relatif partikel virus. Uji HI dilakukan dengan mencampurkan virus yang mampu mengaglutinasi RBC, misalnya virus AI, dengan serum yang mengandung antibodi terhadap virus tertentu. Apabila tidak terjadi aglutinasi pada penambahan RBC, hal tersebut disebabkan oleh antibodi serum yang telah menetralisasi virus sehingga virus tersebut tidak dapat menempel pada reseptor dipermukaan sel darah. Hal tersebut menujukkan bahwa virus yang diuji homolog dengan antibodi serum tertentu tersebut (Capua dan Alexander 2009). Pada sampel serum non

8 10 ayam terkandung HA nonspesifik sehingga sebelum dilakukan uji HI perlu diberi perlakuan dengan RBC ayam terlebih dulu. Selain itu, perlu dilakukan inaktifasi terhadap serum melalui pemanasan dalam penangas air pada suhu 56 o C selama 30 menit (Capua dan Alexander 2009) Real time Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (rrt-pcr) Reaksi berantai polymerase (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah suatu metode enzimatis untuk melipatgandakan secara eksponensial suatu sekuen nukleotida tertentu secara in vitro (Yuwono 2006). Metode PCR memungkinkan terjadinya pelipatgandaan suatu fragmen DNA (110 bp, 5x10-19 mol) sebesar kali setelah dilakukan 20 siklus reaksi selama 220 menit (Yuwono 2006). Kelebihan reaksi ini yaitu dapat dilakukan menggunakan komponen yang sangat sedikit, misalnya DNA cetakan yang diperlukan hanya sekitar 5 µg dan oligonukleotida yang diperlukan hanya sekitar 1 mm (Yuwono 2006). Virus AI merupakan virus RNA (Boyce et al. 2009), maka perlu dilakukan transkripsi balik (reverse transcription, RT) terhadap molekul RNA sehingga diperoleh complementary DNA (cdna) yang digunakan sebagai cetakan (template) dalam proses PCR (Yuwono 2006). Teknik real time RT-PCR (rrt-pcr) merupakan hasil pengembangan RT-PCR konvensional yang memungkinkan dilakukan pemonitoran amplifikasi DNA pada saat proses amplifikasi berlangsung (real time). Dibandingkan PCR konvensional, rrt-pcr lebih menguntungkan dari segi sensitivitas dan spesifisitas, bersifat kuantitatif, lebih cepat, dan lebih ramah lingkungan. Walaupun biaya investasi peralatan lebih mahal, namun biaya operasional dan pengamanan lingkungan memerlukan biaya yang lebih sedikit (Aminah 2012). Real time PCR disebut juga PCR kinetik dan bersifat kuantitatif. Secara teori, terdapat hubungan kuantitatif antara jumlah DNA awal (sekuen target) dan jumlah produk PCR untuk setiap siklus PCR. Amplifikasi pada rrt-pcr dideteksi berdasarkan pancaran sinar flouresen yang digunakan sebagai indikator amplifikasi DNA (Artika 2008). Hasil rrt-pcr berupa Ct (cycle threshold) yang merupakan perpotongan antara kurva amplifikasi (siklus PCR) dimana floresen yang dihasilkan memotong garis threshold, atau garis ambang deteksi. Nilai Ct dapat menggambarkan konsentrasi relatif target PCR. Pada rrt-pcr menggunakan TaqMan Probe, proses ekstensi amplikon menyebabkan reporter (R) dan quencher (Q) pada probe terpisah sehingga floresen tereksitasi (Gambar 2). Dalam pengerjaan rrt-pcr terdapat beberapa titik kritis yang perlu diperhatikan, yaitu ekstraksi RNA, amplifikasi RT-PCR berserta enzim yang digunakan, serta penggunaan primer dan probe (Suarez et al. 2007, Aminah 2012). Berbagai macam kit komersial tersedia di pasaran untuk melakukan ektraksi, amplifikasi RNA virus dengan reagen, enzim serta pasangan primer dan probe yang beragam. Guna memperoleh hasil dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi maka diperlukan optimasi, termasuk dalam menentukan penggunaan urutan basa primer dan probe, waktu dan suhu amplifikasi, serta konsentrasi reagen uji. Beberapa kit rrt-pcr yang tersedia telah divalidasi, namun validasi tersebut biasanya sesuai untuk penggunaan spesies dan spesimen tertentu saja. Belum ada uji diagnostik molekuler yang tervalidasi untuk semua spesies dan spesimen (Suarez et al. 2007).

9 11 Gambar 2 rrt-pcr menggunakan TaqMan Probe. Proses ekstensi amplikon menyebabkan reporter berfloresen (F) dan quencher (Q) sehingga floresen terksitasi. Tahap ekstraksi RNA menjadi tahap yang penting karena RNA dengan kualitas yang tinggi diperlukan untuk mengoptimalkan hasil uji. Beberapa sampel, seperti sampel feses, usap kloaka dan usap orafaring sulit untuk diproses, karena hasil ektraksi RNA yang kurang baik atau adanya faktor inhibitor (Suarez et al. 2007). Pengembangan kontrol internal, sistem robotik dan penggunaan reagen bead menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan metode sebelumnya. Deteksi influenza A menggunakan rrt-pcr biasanya mentarget regio yang lestari (conserved) seperti Matriks, Nukleoprotein atau gen Nonstruktural. Berbagai primer untuk mendeteksi subtipe influenza A seperti H5 dan H7 juga telah dikembangkan. Spackman et al. (2002) pertama kali mengembangkan teknik rrt-pcr untuk influenza A, subtipe H5 dan H7. Dalam pengujiannya untuk mendeteksi influenza A digunakan sistem one-step rrt-pcr serta primer dan probe yang mendeteksi regio lestari ujung 5 segmen gen 7 (Matriks 1/M1) dengan panjang 100 nukleotida. Guna mendeteksi subtipe H5 dan H7, primer dan probe dirancang untuk mendeteksi region lestari subunit HA 2 virus AI Amerika Utara (Spackman et al. 2002). Gen HA memiliki variabilitas yang tinggi, yakni mencapai 65% antarsubtipe dan 20% dalam subtipe yang sama (Suarez et al. 2007). Identifikasi VAI dari wilayah geografis yang berbeda, seperti VAI dari garis keturunan Eurasia dan Amerika Utara, memerlukan primer dan probe yang berbeda (Spackman et al. 2002). Selain variabilitas yang tinggi, virus RNA juga memiliki tingkat mutasi yang tinggi, yakni 1x10-3 sampai dengan 8x10-3 substitusi/situs/tahun (Chen dan Holmes 2006), sehingga pengembangan penggunaan primer dan probe terus dilakukan. Adapun pasangan primer dan probe untuk mendeteksi gen VAI tertentu dapat dilihat pada Tabel 1.

10 12 Limit deteksi rrt-pcr terhadap gen matriks (M1) adalah sebesar 10 femtogram (fg, 1 fg = gram) atau sekitar 10 3 kopi target RNA dan dapat mendeteksi virus hingga 0.1 EID 50 (50% egg infective dose) (Spackman et al. 2002, Lee dan Suarez 2004). Sedangkan limit deteksi rrt-pcr untuk H5 dan H7 mencapai 100 fg target RNA atau kopi gen (Spackman et al. 2002). Namun, tingkat kesepakatan antara pengujuan rrt-pcr matriks dan isolasi virus pada telur ayam berembrio (TAB) tidaklah 100% (Spackman et al. 2002, Elvinger et al. 2007). Pada kasus wabah LPAI H7N1 di Virginia tahun 2007, sensitivitas diagnostik relatif rrt-pcr terhadap isolasi virus pada TAB adalah 85%, dengan probabilitas 95% dan interval 71,9%-95.7%, sedangkan spesifisitas diagnostik relatifnya adalah 98.9% dengan probabilitas 95% dan interval 98.0%-99.5% (Elvinger et al. 2007). Sedangkan menurut Spackman et al. (2002), spesifisitas relatif antara rrt-pcr dan isolasi virus pada TAB adalah 89%. Tabel 1 Pasangan primer dan probe untuk mendeteksi gen AI Target Primer/Probe Urutan basa (5-3 ) Amerika Utara dan Eurasia (Spackman et al. 2002) Gen M1 M +25 AGA TGA GTC TTC TAA CCG AGG TCG M -124 TGC AAA AAC ATC TTC AAG TCT CTG M +64 FAM-TCA GGC CCC CTC AAA GCC GA-TAMRA Gen H5 (HA 2 ) H ACG TAT GAC TAT CCA CAA TAC TCA G H H AGA CCA GCT ACC ATG ATT GC FAM-TCA ACA GTG GCG AGT TCC CTA GCA- TAMRA Asia (Heine et al. 2005) Gen M1 IVA-D161M AGATGAGYCTTCTAACCGAGGTCG IVA-D162M TGCAAANACATCYTCAAGTCTCTG IVA-Ma TCAGGCCCCCTCAAAGCCGA Gen H5 IVA-D148H5 AAACAGAGAGGAAATAAGTGGAGTAAAATT IVA-D149H5 AAAGATAGACCAGCTACCATGATTGC IVA-H5a TCAACAGTGGCGAGTTCCCTAGCA Qinghai lineage yang terjadi di Eropa (Hoffmann et al. 2007) Gen H5 (cleavage site HA 1 dan HA 0 ) FliH5-1028F GGG GAA TGC CCC AAA TAT GT FliH5-1190R FliH5-CS- FAM FliH HEX Eurasia (Loendt et al. 2008) Gen H5 (HA 2 ) H5LH1 ACA TAT GAC TAC CCA CARTAT TCAG H5RH1 H5PRO Keterangan: M= A, C; R=A, G; Y= C, T TCT ACC ATT CCC TGC CAT CC FAM-AGA GAG AAG AAG AAA AAA GAG AGG ACT A-TAMRA HEX-TTG GAG CTA TAG CAG GTT TTA TAG AGG-BHQ1 AGA CCA GCT AYC ATG ATT GC FAM-TCW ACA GTG GCGAGT TCC CTA GCA- TAMRA

11 Studi Cross-Sectional Studi cross sectional adalah studi deskriptif dimana penyakit dan status paparan penyakit diukur secara bersamaan dalam suatu populasi tertentu (CDPH 2009). Penelitian cross sectional dapat menyediakan gambaran singkat frekuensi dan karakteristik penyakit dalam suatu populasi pada titik waktu tertentu. Studi ini mengambil satu titik pengumpulan data untuk setiap peserta atau sistem yang dipelajari dan digunakan untuk mempelajari fenomena yang diharapkan tetap statis selama periode studi (Miller-Keane dan O Toole 2003). Dari studi cross-sectional diperoleh prevalensi suatu penyakit dalam populasi pada suatu saat, oleh karena itu studi cross-sectional disebut pula studi prevalensi (prevalence study). Data cross sectional dapat digunakan untuk menilai prevalensi kasus akut atau kronis dalam suatu populasi. Namun, karena paparan dan status penyakit diukur pada waktu yang sama, maka tidak mungkin untuk membedakan apakah paparan didahului atau diikuti penyakit, dan dengan demikian hubungan sebab akibat menjadi tidak menentu (CDPH 2009). Studi ini kontras dengan studi longitudinal. Pada studi longitudinal setiap partisipan, proses atau sistem dipelajari dari waktu ke waktu, dengan data yang dikumpulkan pada beberapa interval. Dua tipe utama studi longitudinal adalah prospektif dan retrospektif (Miller-Keane dan O Toole 2003).

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan terhadap sampel yang dikoleksi selama tujuh bulan mulai September 2009 hingga Maret 2010 di Kabupaten Indramayu. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.2 Deteksi Avian Influenza

5. PEMBAHASAN 5.2 Deteksi Avian Influenza 29 5. PEMBAHASAN 5.2 Deteksi Avian Influenza Virus influenza A memiliki keragaman genetik yang tinggi dan tersebar pada berbagai spesies unggas liar di seluruh dunia. Pada studi yang dilakukan di Pasar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Titrasi Virus Isolat Uji Berdasarkan hasil titrasi virus dengan uji Hemaglutinasi (HA) tampak bahwa virus AI kol FKH IPB tahun 3 6 memiliki titer yang cukup tinggi (Tabel ). Uji HA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan unggas di Indonesia memegang peran penting bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Hal ini terlihat dari banyaknya jenis unggas yang dibudidayakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah PENDAHULUAN Latar Belakang Canine Parvovirus merupakan penyakit viral infeksius yang bersifat akut dan fatal yang dapat menyerang anjing, baik anjing domestik, maupun anjing liar. Selama tiga dekade ke

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. sangat akut dan mudah sekali menular. Penyakit tersebut disebabkan oleh virus

I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. sangat akut dan mudah sekali menular. Penyakit tersebut disebabkan oleh virus I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Newcastle disease (ND) merupakan suatu penyakit pada unggas yang sangat akut dan mudah sekali menular. Penyakit tersebut disebabkan oleh virus dan menyerang berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit Avian Influenza (AI) adalah salah satu penyakit infeksi penting yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan adanya kematian yang tinggi

Lebih terperinci

ANALISIS GEN PENYANDI HEMAGLUTININ VIRUS HIGHLY PATHOGENIC AVIAN INFLUENZA SUBTIPE H5N1 ISOLAT UNGGAS AIR

ANALISIS GEN PENYANDI HEMAGLUTININ VIRUS HIGHLY PATHOGENIC AVIAN INFLUENZA SUBTIPE H5N1 ISOLAT UNGGAS AIR ANALISIS GEN PENYANDI HEMAGLUTININ VIRUS HIGHLY PATHOGENIC AVIAN INFLUENZA SUBTIPE H5N ISOLAT UNGGAS AIR ABSTRACT Avian influenza viruses (AIV) subtype H5N isolated from waterfowls in West Java pose the

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Virus Influenza A, B dan C

TINJAUAN PUSTAKA. Virus Influenza A, B dan C 16 TINJAUAN PUSTAKA Virus Influenza A, B dan C Virus influenza merupakan virus RNA memiliki amplop (envelope) yang termasuk anggota dari famili Orthomyxoviridae. Genomnya terdiri dari negative single strand

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 34 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini jenis sampel diambil berupa serum dan usap kloaka yang diperoleh dari unggas air yang belum pernah mendapat vaksinasi AI dan dipelihara bersama dengan unggas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. influenza tipe A termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus AI tergolong

BAB I PENDAHULUAN. influenza tipe A termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus AI tergolong BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Avian influenza (AI) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus influenza tipe A termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus AI tergolong virus RNA (Ribonucleic acid)

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 15 3. METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat Dalam pengambilan sampel, bahan dan alat yang diperlukan yaitu media transport berupa Brain Heart Infusion (BHI) dalam tabung berukuran 2 ml, sampel usap steril,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Avian influenza (AI) dan Newcastle disease (ND) adalah penyakit

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Avian influenza (AI) dan Newcastle disease (ND) adalah penyakit PENDAHULUAN Latar Belakang Avian influenza (AI) dan Newcastle disease (ND) adalah penyakit pernafasan pada unggas dan termasuk list A Office International des Epizooties (OIE) sebagai penyakit yang sangat

Lebih terperinci

Selama ini mungkin kita sudah sering mendengar berita tentang kasus

Selama ini mungkin kita sudah sering mendengar berita tentang kasus AgroinovasI Waspadailah Keberadaan Itik dalam Penyebaran Virus Flu Burung atau AI Selama ini mungkin kita sudah sering mendengar berita tentang kasus penyakit flu burung, baik yang dilaporkan pada unggas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan menggunakan primer NA. Primer NA dipilih karena protein neuraminidase,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Btetapi banyak juga ditemukan isolat asal burung dari subtipe H5 dan H7B Byang

TINJAUAN PUSTAKA. Btetapi banyak juga ditemukan isolat asal burung dari subtipe H5 dan H7B Byang TINJAUAN PUSTAKA Virus Avian Influenza Virus influenza terdiri dari beberapa tipe yaitu tipe A, tipe B dan tipe C. Virus tipe A menyerang hewan, tetapi dapat menyebabkan epidemik pada manusia. Sementara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN RT-PCR Konvensional dan Real Time Percobaan membandingkan RT-PCR konvensional dan real time dilakukan untuk mengetahui perbedaan sensitivitas kedua uji dalam mendeteksi VAI H5. Virus

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit flu burung atau Avian Influenza (AI) adalah penyakit zoonosa yang sangat fatal. Penyakit ini menginfeksi saluran pernapasan unggas dan juga mamalia. Penyebab penyakit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Virus Avian Influenza H5N1 Morfologi Virus Avian Influenza H5N1 merupakan salah satu penyebab penyakit unggas yang bersifat zoonosis. Virus ini menyebabkan penyakit flu pada unggas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang menjadi permasalahan utama di dunia. Penyakit ini disebabkan oleh virus Dengue yang jika tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit porcine reproductive and respiratory syndrome (PRRS) adalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit porcine reproductive and respiratory syndrome (PRRS) adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit porcine reproductive and respiratory syndrome (PRRS) adalah penyakit menular ganas pada babi yang disebabkan oleh virus dengan gejala utama gangguan reproduksi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kerangka Konsep. Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai. berikut :

METODE PENELITIAN. Kerangka Konsep. Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai. berikut : 25 METODE PENELITIAN Kerangka Konsep berikut : Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai Manajemen Unggas di TPnA - Keberadaan SKKH - Pemeriksaan - Petugas Pemeriksa - Cara

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR...... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT... PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ekonomi Pertanian tahun menunjukkan konsumsi daging sapi rata-rata. Salah satu upaya untuk mensukseskan PSDSK adalah dengan

I. PENDAHULUAN. Ekonomi Pertanian tahun menunjukkan konsumsi daging sapi rata-rata. Salah satu upaya untuk mensukseskan PSDSK adalah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan bahan pangan asal ternak untuk memenuhi konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia masih tergolong rendah. Data Survei Sosial Ekonomi Pertanian tahun 2007-2011

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi yang dalam beberapa tahun ini telah menjadi permasalahan kesehatan di dunia. Penyakit DBD adalah penyakit

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Uji Serum (Rapid Test) Pada Ikan Mas Yang Diberikan Pelet Berimunoglobulin-Y Anti KHV Dengan Dosis rendah Ig-Y 5% (w/w) Ikan Mas yang diberikan pelet berimunoglobulin-y anti

Lebih terperinci

DETEKSI VIRUS AVIAN INFLUENZA (H5N1) PADA UNGGAS AIR DI PROPINSI LAMPUNG DENGAN UJI HAEMAGGLUTINATION INHIBITION

DETEKSI VIRUS AVIAN INFLUENZA (H5N1) PADA UNGGAS AIR DI PROPINSI LAMPUNG DENGAN UJI HAEMAGGLUTINATION INHIBITION 1 DETEKSI VIRUS AVIAN INFLUENZA (H5N1) PADA UNGGAS AIR DI PROPINSI LAMPUNG DENGAN UJI HAEMAGGLUTINATION INHIBITION (HI) DAN REVERSE TRANSCRIPTASE-POLYMERASE CHAIN REACTION (RT-PCR) DWI DESMIYENI PUTRI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Virus influenza tipe A adalah virus RNA, famili Orthomyxoviridae dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Virus influenza tipe A adalah virus RNA, famili Orthomyxoviridae dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Virus Influenza Tipe A Virus influenza tipe A adalah virus RNA, famili Orthomyxoviridae dari genus Orthomyxovirus yang menyebabkan penyakit avian influenza. Virus ini merupakan

Lebih terperinci

VIRUS AVIAN INFLUENZA & DINAMIKA MOLEKULERNYA

VIRUS AVIAN INFLUENZA & DINAMIKA MOLEKULERNYA Diterbitkan oleh Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang Gedung D5, Kampus Sekaran Gunungpati Phone : (024) 8508112 Website : http://mipa.unnes.ac.id R. Susanti VIRUS

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Rancangan Percobaan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Rancangan Percobaan 13 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilakukan mulai bulan Juni 2008 sampai Januari 2009. Pengambilan sampel DOC dilakukan di gudang keberangkatan domestik dan kedatangan international

Lebih terperinci

UJI PENEGUHAN REAL TIME PCR AVIAN INFLUENZA DI BBKP SURABAYA TERHADAP METODE UJI STANDAR AVIAN INFLUENZA SESUAI STANDAR OIE.

UJI PENEGUHAN REAL TIME PCR AVIAN INFLUENZA DI BBKP SURABAYA TERHADAP METODE UJI STANDAR AVIAN INFLUENZA SESUAI STANDAR OIE. UJI PENEGUHAN REAL TIME PCR AVIAN INFLUENZA DI BBKP SURABAYA TERHADAP METODE UJI STANDAR AVIAN INFLUENZA SESUAI STANDAR OIE. OLEH: FITRIA ARDHIANI, ROFIQUL A LA, FIFIN KURNIA SARI, RETNO OKTORINA LABORATOIUM

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Salah Satu Manajemen Perkandangan pada Peternakan Ayam Broiler.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Salah Satu Manajemen Perkandangan pada Peternakan Ayam Broiler. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peternakan Ayam Broiler Ayam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan epidemiologi Avian Influenza

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan epidemiologi Avian Influenza BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian dan epidemiologi Avian Influenza Avian Influenza adalah penyakit infeksi pada unggas yang disebabkan oleh virus influenza strain tipe A. Penyakit yang pertama diidentifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan gejala saraf yang progresif dan hampir selalu berakhir dengan kematian. Korban

BAB I PENDAHULUAN. dengan gejala saraf yang progresif dan hampir selalu berakhir dengan kematian. Korban BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rabies merupakan penyakit hewan menular yang bersifat zoonosis. Kasus rabies sangat ditakuti dikalangan masyarakat, karena mengakibatkan penderitaan yang berat dengan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Bentuk desain penelitian yang akan digunakan adalah bentuk deskriptif molekuler potong lintang untuk mengetahui dan membandingkan kekerapan mikrodelesi

Lebih terperinci

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN FUNDAMENTAL. TAHUN ANGGARAN 2014 (Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun)

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN FUNDAMENTAL. TAHUN ANGGARAN 2014 (Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun) Kode/Nama Rumpun Ilmu: 307/Ilmu Kedokteran Dasar dan Biomedis ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN FUNDAMENTAL TAHUN ANGGARAN 2014 (Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun) KLONING DAN ANALISIS SEKUEN DBLβC2-VAR

Lebih terperinci

Deskripsi. IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO PADA ANJING

Deskripsi. IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO PADA ANJING 1 I Gst Ayu Agung Suartini(38) FKH - Universitas Udayana E-mail: gaa.suartini@gmail.com Tlf : 081282797188 Deskripsi IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO

Lebih terperinci

BAB IV Hasil dan Pembahasan

BAB IV Hasil dan Pembahasan BAB IV Hasil dan Pembahasan Bab ini akan membahas hasil PCR, hasil penentuan urutan nukleotida, analisa in silico dan posisi residu yang mengalami mutasi dengan menggunakan program Pymol. IV.1 PCR Multiplek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan wabah dan menyebabkan kematian. Dalam kurun waktu 50 tahun

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan wabah dan menyebabkan kematian. Dalam kurun waktu 50 tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyakit menular yang sering menimbulkan wabah dan menyebabkan kematian. Dalam kurun waktu 50 tahun kasus dengue di dunia meningkat

Lebih terperinci

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Ria Maria (G34090088), Achmad Farajallah, Maria Ulfah. 2012. Karakterisasi Single Nucleotide Polymorphism Gen CAST pada Ras Ayam Lokal. Makalah Kolokium

Lebih terperinci

Tinjauan Mengenai Flu Burung

Tinjauan Mengenai Flu Burung Bab 2 Tinjauan Mengenai Flu Burung 2.1 Wabah Wabah adalah istilah umum baik untuk menyebut kejadian tersebarnya penyakit pada daerah yang luas dan pada banyak orang, maupun untuk menyebut penyakit yang

Lebih terperinci

BABm METODE PENELITIAN

BABm METODE PENELITIAN BABm METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross-sectioned, yaitu untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan distnbusi genotipe dan subtipe VHB

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN

METODELOGI PENELITIAN 17 METODELOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH IPB, kandang hewan percobaan

Lebih terperinci

Pertanyaan Seputar "Flu Burung" (Friday, 07 October 2005) - Kontribusi dari Husam Suhaemi - Terakhir diperbaharui (Wednesday, 10 May 2006)

Pertanyaan Seputar Flu Burung (Friday, 07 October 2005) - Kontribusi dari Husam Suhaemi - Terakhir diperbaharui (Wednesday, 10 May 2006) Pertanyaan Seputar "Flu Burung" (Friday, 07 October 2005) - Kontribusi dari Husam Suhaemi - Terakhir diperbaharui (Wednesday, 10 May 2006) Reproduced from FAQ "Frequently Asked Question" of Bird Flu in

Lebih terperinci

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI Di dalam Bab XII ini akan dibahas pengertian dan kegunaan teknik Reaksi Polimerisasi Berantai atau Polymerase Chain Reaction (PCR) serta komponen-komponen dan tahapan

Lebih terperinci

Flu burung adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A. Umumnya tipe ini ditemukan pada burung dan unggas. Kasus penyebaran :

Flu burung adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A. Umumnya tipe ini ditemukan pada burung dan unggas. Kasus penyebaran : !!"!!#$ Dewasa ini virus H5N1 atau yang lazim dikenal sebagai virus flu burung (Avian Influenza) telah mewabah dimana mana. Virus ini pada awalnya hanya menginfeksi unggas. Namun akhir akhir ini diberitakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Saat ini, pelaksanaan sistem jaminan halal menjadi isu global.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Saat ini, pelaksanaan sistem jaminan halal menjadi isu global. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Saat ini, pelaksanaan sistem jaminan halal menjadi isu global. Mengkonsumsi makanan halal adalah suatu keharusan bagi setiap Muslim. Dalam al Qur an, disebutkan makanlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. daging yang beredar di masyarakat harus diperhatikan. Akhir-akhir ini sering

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. daging yang beredar di masyarakat harus diperhatikan. Akhir-akhir ini sering BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Produk makanan olahan saat ini sedang berkembang di Indonesia. Banyaknya variasi bentuk produk makanan olahan, terutama berbahan dasar daging yang beredar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur . Sistem Kekebalan pada Ayam

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur . Sistem Kekebalan pada Ayam 4 TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Ayam peliharaan merupakan hasil domestikasi dari ayam hutan yang ditangkap dan

Lebih terperinci

REVERSE TRANSKRIPSI. RESUME UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Genetika I Yang dibina oleh Prof. Dr. A. Duran Corebima, M.Pd. Oleh

REVERSE TRANSKRIPSI. RESUME UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Genetika I Yang dibina oleh Prof. Dr. A. Duran Corebima, M.Pd. Oleh REVERSE TRANSKRIPSI RESUME UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Genetika I Yang dibina oleh Prof. Dr. A. Duran Corebima, M.Pd Oleh UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Newcastle Disease (ND)

TINJAUAN PUSTAKA Newcastle Disease (ND) TINJAUAN PUSTAKA Newcastle Disease (ND) Newcastle Disease (ND) pertama kali ditemukan di Newcastle Inggris pada tahun 1926. Virus ini menyerang berbagai macam spesies burung dan unggas. Tingkat kematian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Purifikasi DNA Total DNA total yang diperoleh dalam penelitian bersumber dari darah dan bulu. Ekstraksi DNA yang bersumber dari darah dilakukan dengan metode phenolchloroform,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah pusat dan pemerintah daerah selain berkewajiban menjamin keamanan produk obat dan makanan, saat ini juga mulai berupaya untuk menjamin kehalalan produk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Suhu Annealing pada Program PCR terhadap Keberhasilan Amplifikasi DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans) Laguna Segara Anakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan ilmu pengobatan tidak menjamin manusia akan bebas dari penyakit. Hal ini disebabkan karena penyakit dan virus juga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi, Morfologi dan Nomenklatur Virus Influenza

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi, Morfologi dan Nomenklatur Virus Influenza TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi, Morfologi dan Nomenklatur Virus Influenza Virus influenza penyebab penyakit flu adalah virus anggota famili Orthomyxoviridae (ICTV 2006). Virus ini dibagi menjadi influenza

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 18 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan April 2013 sampai dengan April 2014. Sampel diambil dari itik dan ayam dari tempat penampungan unggas, pasar unggas dan peternakan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekologi Avian Influenza

TINJAUAN PUSTAKA. Ekologi Avian Influenza 4 TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Avian Influenza Virus influenza adalah partikel berselubung berbentuk bundar atau bulat panjang, merupakan genom RNA rantai tunggal dengan 8 segmen, serta berpolaritas negatif.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Tentang Virus Virus adalah suatu partikel yang mengandung bahan genetik berupa DNA atau RNA yang diselubungi oleh protein yang disebut kapsid dan pada beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang

I. PENDAHULUAN. perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang I. PENDAHULUAN Kanker serviks menduduki urutan kedua dari penyakit kanker yang menyerang perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang berkembang (Emilia, dkk., 2010). Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Influenza adalah suatu penyakit infeksi saluran pernafasan. akut yang disebabkan oleh virus influenza. Penyakit ini dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Influenza adalah suatu penyakit infeksi saluran pernafasan. akut yang disebabkan oleh virus influenza. Penyakit ini dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Influenza adalah suatu penyakit infeksi saluran pernafasan akut yang disebabkan oleh virus influenza. Penyakit ini dapat menyerang saluran pernafasan bagian atas maupun

Lebih terperinci

Isolasi dan Karakterisasi Gen Penyandi Protein Permukaan VP28 White Spot Syndrome Virus (WSSV) pada Udang Windu (Penaeus monodon Fabricius, 1798)

Isolasi dan Karakterisasi Gen Penyandi Protein Permukaan VP28 White Spot Syndrome Virus (WSSV) pada Udang Windu (Penaeus monodon Fabricius, 1798) Isolasi dan Karakterisasi Gen Penyandi Protein Permukaan VP28 White Spot Syndrome Virus (WSSV) pada Udang Windu (Penaeus monodon Fabricius, 1798) Asmi Citra Malina 1, Andi Aliah Hidayani 1 dan Andi Parenrengi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue I, II, III, dan IV yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedes albopticus.

Lebih terperinci

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya Detection of Antibody Against Avian Influenza Virus on Native Chickens in Local Farmer of Palangka

Lebih terperinci

PERAN ISOFORM TAp73 DAN STATUS GEN p53 TERHADAP AKTIFITAS htert PADA KARSINOMA SEL SKUAMOSA RISBIN IPTEKDOK 2007

PERAN ISOFORM TAp73 DAN STATUS GEN p53 TERHADAP AKTIFITAS htert PADA KARSINOMA SEL SKUAMOSA RISBIN IPTEKDOK 2007 PERAN ISOFORM TAp73 DAN STATUS GEN p53 TERHADAP AKTIFITAS htert PADA KARSINOMA SEL SKUAMOSA RISBIN IPTEKDOK 2007 LATAR BELAKANG p53 wt

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hepatitis B 2.1.1 Etiologi Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B (HBV). HBV merupakan famili Hepanadviridae yang dapat menginfeksi manusia.

Lebih terperinci

Wahai Burungku, Ada Apa Denganmu (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi)

Wahai Burungku, Ada Apa Denganmu (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) Wahai Burungku, Ada Apa Denganmu (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (sumber : MEDIA INDONESIA Edisi 27 Pebruari 2006) Flu burung, penyakit yang ditulari hewan ke manusia akis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan pengamatan terhadap gejala klinis pada semua kelompok perlakuan, baik pada kelompok kontrol (P0) maupun pada kelompok perlakuan I, II dan III dari hari pertama sampai pada

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SUBTIPE, PATOGENITAS, DAN FILOGENETIK VIRUS AVIAN INFLUENZA ISOLAT SUSSI WIDI KURNIASIH

IDENTIFIKASI SUBTIPE, PATOGENITAS, DAN FILOGENETIK VIRUS AVIAN INFLUENZA ISOLAT SUSSI WIDI KURNIASIH IDENTIFIKASI SUBTIPE, PATOGENITAS, DAN FILOGENETIK VIRUS AVIAN INFLUENZA ISOLAT 2012 2013 SUSSI WIDI KURNIASIH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi

BAB I PENDAHULUAN. Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi struktur hemoglobin yang menyebabkan fungsi eritrosit menjadi tidak normal dan berumur pendek.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Saat ini, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang berpengaruh langsung pada diversifikasi produk pangan menyebabkan beranekaragamnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Iridoviridae yang banyak mendapatkan perhatian karena telah menyebabkan

I. PENDAHULUAN. Iridoviridae yang banyak mendapatkan perhatian karena telah menyebabkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Megalocytivirus merupakan salah satu genus terbaru dalam famili Iridoviridae yang banyak mendapatkan perhatian karena telah menyebabkan kerugian ekonomi serta kerugian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Newcastle disease (ND) merupakan penyakit viral disebabkan oleh Newcastle disease virus (NDV) yang sangat penting dan telah menyebar di seluruh wilayah Indonesia. Morbiditas

Lebih terperinci

FLU BURUNG AVIAN FLU BIRD FLU. RUSDIDJAS, RAFITA RAMAYATI dan OKE RINA RAMAYANI

FLU BURUNG AVIAN FLU BIRD FLU. RUSDIDJAS, RAFITA RAMAYATI dan OKE RINA RAMAYANI FLU BURUNG AVIAN FLU AVIAN INFLUENZA BIRD FLU RUSDIDJAS, RAFITA RAMAYATI dan OKE RINA RAMAYANI VIRUS INFLUENZA Virus famili orthomyxoviridae Tipe A,B,C Virus A dan B penyebab wabah pada manusia Virus C

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Virus Influenza A

TINJAUAN PUSTAKA. Virus Influenza A TINJAUAN PUSTAKA Virus Influenza A Virus influenza merupakan virus RNA untai negatif dengan genom tersegmentasi berisi tujuh sampai delapan segmen gen yang termasuk kedalam famili Orthomyxoviridae. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekitar 9,1%, usia tahun sebesar 8,13%. pada anak dengan frekuensi kejadian 4-6 kasus/1.000 anak (Nelson, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. sekitar 9,1%, usia tahun sebesar 8,13%. pada anak dengan frekuensi kejadian 4-6 kasus/1.000 anak (Nelson, 2000). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah

Lebih terperinci

Jika tidak terjadi komplikasi, penyembuhan memakan waktu 2 5 hari dimana pasien sembuh dalam 1 minggu.

Jika tidak terjadi komplikasi, penyembuhan memakan waktu 2 5 hari dimana pasien sembuh dalam 1 minggu. Virus Influenza menempati ranking pertama untuk penyakit infeksi. Pada tahun 1918 1919 perkiraan sekitar 21 juta orang meninggal terkena suatu pandemik influenza. Influenza terbagi 3 berdasarkan typenya

Lebih terperinci

OUTLINE PENDAHULUAN CIRI-CIRI VIRUS STRUKTUR SEL VIRUS BENTUK VIRUS SISTEM REPRODUKSI VIRUS PERANAN VIRUS

OUTLINE PENDAHULUAN CIRI-CIRI VIRUS STRUKTUR SEL VIRUS BENTUK VIRUS SISTEM REPRODUKSI VIRUS PERANAN VIRUS VIRUS FIRMAN JAYA OUTLINE PENDAHULUAN CIRI-CIRI VIRUS STRUKTUR SEL VIRUS BENTUK VIRUS SISTEM REPRODUKSI VIRUS PERANAN VIRUS PENDAHULUAN Metaorganisme (antara benda hidup atau benda mati) Ukuran kecil :

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

Gambar 1. Skema penggolongan HIV-1 [Sumber: Korber dkk. 2001: ]

Gambar 1. Skema penggolongan HIV-1 [Sumber: Korber dkk. 2001: ] 75 Gambar 1. Skema penggolongan HIV-1 [Sumber: Korber dkk. 2001: 22--25.] Gambar 2. Struktur virus HIV-1 [Sumber: Henriksen 2003: 12.] 76 Keterangan: 5 LTR : daerah 5 Long Terminal Region gag : gen gag

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri patogen penyebab tuberkulosis.

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri patogen penyebab tuberkulosis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri patogen penyebab tuberkulosis. Secara umum penyebaran bakteri ini melalui inhalasi, yaitu udara yang tercemar oleh penderita

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Virus Influenza Tipe A

TINJAUAN PUSTAKA Virus Influenza Tipe A TINJAUAN PUSTAKA Virus Influenza Tipe A Penyakit Avian Influensa (AI) disebabkan oleh virus influensa tipe A yang merupakan virus RNA dari famili Orthomyxoviridae dengan genus Orthomyxovirus. Berbentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengue. Virus dengue ditransmisikan oleh nyamuk Aedes aegypti. Infeksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. dengue. Virus dengue ditransmisikan oleh nyamuk Aedes aegypti. Infeksi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Demam berdarah adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue ditransmisikan oleh nyamuk Aedes aegypti. Infeksi dengan satu atau lebih virus

Lebih terperinci

Virus baru : Coronavirus dan Penyakit SARS

Virus baru : Coronavirus dan Penyakit SARS Virus baru : Coronavirus dan Penyakit SARS 23 Apr 2003 Kasus sindrom pernapasan akut parah, atau lebih dikenal dengan SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) masih menempatkan berita utama di sebagian

Lebih terperinci

Penyakit tersebut umumnya disebabkan oleh infeksi virus Human. merupakan virus RNA untai tunggal, termasuk dalam famili Retroviridae, sub

Penyakit tersebut umumnya disebabkan oleh infeksi virus Human. merupakan virus RNA untai tunggal, termasuk dalam famili Retroviridae, sub BAB I PENDAHULUAN Virus Human Immunodeficiency (HIV) merupakan virus penyebab peyakit Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) (Mareuil dkk. 2005: 1). Penyakit tersebut umumnya disebabkan oleh infeksi

Lebih terperinci

Analisis Molekuler Gen Penyandi Hemaglutinin Virus Highly Pathogenic Avian Influenza Subtipe H5N1 Isolat Unggas Air

Analisis Molekuler Gen Penyandi Hemaglutinin Virus Highly Pathogenic Avian Influenza Subtipe H5N1 Isolat Unggas Air Analisis Molekuler Gen Penyandi Hemaglutinin Virus Highly Pathogenic Avian Influenza Subtipe H5N1 Isolat Unggas Air R. SUSANTI 1, R.D. SOEJOEDONO 2, I-G.N.K. MAHARDIKA 3, I-W.T. WIBAWAN 2 dan M.T. SUHARTONO

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Amplifikasi Gen Mx Amplifikasi gen Mx telah berhasil dilakukan. Hasil amplifikasi gen Mx divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita yang

Lebih terperinci

SURVEILANS SWINE INFLUENZA DI WILAYAH KERJA BBVET WATES JOGJAKARTA TH

SURVEILANS SWINE INFLUENZA DI WILAYAH KERJA BBVET WATES JOGJAKARTA TH SURVEILANS SWINE INFLUENZA DI WILAYAH KERJA BBVET WATES JOGJAKARTA TH 29-211 Sri Handayani Irianingsih *, Rama Dharmawan * Dessie Eri Waluyati ** dan Didik Arif Zubaidi *** * Medik Veteriner pada Laboratorium

Lebih terperinci

KAJIAN PERSISTENSI DAN PENULARAN VIRUS AVIAN INFLUENZA DI PETERNAKAN ITIK MENGGUNAKAN TEKNIK REAL TIME RT-PCR AMINAH

KAJIAN PERSISTENSI DAN PENULARAN VIRUS AVIAN INFLUENZA DI PETERNAKAN ITIK MENGGUNAKAN TEKNIK REAL TIME RT-PCR AMINAH KAJIAN PERSISTEI DAN PENULARAN VIRUS AVIAN INFLUENZA DI PETERNAKAN ITIK MENGGUNAKAN TEKNIK REAL TIME RTPCR AMINAH SEKOLAH PASCASARJANA ITITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Flu burung yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah avian flu atau avian influenza (AI) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Dipilihnya desa Tanjung, Jati, Pada Mulya, Parigi Mulya dan Wanasari di Kecamatan Cipunegara pada penelitian ini karena daerah ini memiliki banyak peternakan unggas sektor 1 dan

Lebih terperinci

Gambar 4 Diagram batang titer antibodi terhadap IBD pada hari ke-7 dan 28.

Gambar 4 Diagram batang titer antibodi terhadap IBD pada hari ke-7 dan 28. 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan terhadap semua kelompok ayam sebelum vaksinasi menunjukan bahwa ayam yang digunakan memiliki antibodi terhadap IBD cukup tinggi dan seragam dengan titer antara

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Lumbrokinase merupakan enzim fibrinolitik yang berasal dari cacing tanah L. rubellus. Enzim ini dapat digunakan dalam pengobatan penyakit stroke. Penelitian mengenai lumbrokinase,

Lebih terperinci

MODUL 2 DASAR DASAR FLU BURUNG, PANDEMI INFLUENZA DAN FASE FASE PANDEMI INFLUENZA MENURUT WHO

MODUL 2 DASAR DASAR FLU BURUNG, PANDEMI INFLUENZA DAN FASE FASE PANDEMI INFLUENZA MENURUT WHO MODUL 2 DASAR DASAR FLU BURUNG, PANDEMI INFLUENZA DAN FASE FASE PANDEMI INFLUENZA MENURUT WHO DepKes RI 2007 Tujuan Pembelajaran Tujuan Pembelajaran Umum : Dapat menjelaskan dasar dasar Flu Burung, pandemi

Lebih terperinci

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI VIRUS Avian influenza ASAL BEBEK

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI VIRUS Avian influenza ASAL BEBEK ISOLASI DAN IDENTIFIKASI VIRUS Avian influenza ASAL BEBEK (Isolation and Identification of Avian Influenza Virus from Ducks) HARIMURTI NURADJI, L. PAREDE dan R.M.A. ADJID Balai Besar Penelitian Veteriner,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur Sistem Kekebalan Tubuh Pada Unggas

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur Sistem Kekebalan Tubuh Pada Unggas 4 TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur Ayam petelur putih termasuk dalam jenis ayam petelur ringan. Ayam ini mempunyai badan yang ramping/kurus-mungil/kecil dan mata bersinar. Bulunya berwarna putih bersih dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah.

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus : Animalia : Chordata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Avian Influenza Avian Influenza (AI) yang popular disebut flu burung merupakan penyakit infeksius pada unggas. Penyakit ini telah menyebar ke seluruh dunia dan menyerang berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Multidrug resistant tuberculosis (MDR-TB) merupakan salah satu fenomena

BAB I PENDAHULUAN. Multidrug resistant tuberculosis (MDR-TB) merupakan salah satu fenomena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Multidrug resistant tuberculosis (MDR-TB) merupakan salah satu fenomena resistensi tuberkulosis ( TB). MDR-TB didefinisikan sebagai keadaan resistensi terhadap setidaknya

Lebih terperinci