TINJAUAN PUSTAKA. Ekologi Avian Influenza
|
|
- Sri Indradjaja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 4 TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Avian Influenza Virus influenza adalah partikel berselubung berbentuk bundar atau bulat panjang, merupakan genom RNA rantai tunggal dengan 8 segmen, serta berpolaritas negatif. Virus influenza termasuk famili Orthomyxoviridae dan diklasifikasikan dalam tipe A, B atau C berdasarkan perbedaan sifat antigenik dari nukleoprotein dan matrix proteinnya. Gambar 1. Virus Influenza tipe A, B, C Berdasarkan sifat antigenisitas glikoprotein, virus influenza dikelompokkan ke dalam 16 subtipe H (H1-H16) dan 9 subtipe N (N1-N9). Kelompok-kelompok tersebut ditetapkan berdasarkan analisis filogenetik terhadap nukleotida dan penetapan sekuen gen-gen HA dan NA melalui cara deduksi asam amino (Fouchier et al. 2005). Hemaglutinin merupakan protein yang mengalami glikosilasi dan asilasi (glycosylated and acylated protein) terdiri dari asam amino yang terikat dalam selubung virus. Bagian distal berbentuk bulat yang berkaitan dengan kemampuannya melekat pada reseptor sel. Hemaglutinin terdiri dari oligosakharida yang menyalurkan derivat asam neuroaminik (Watowich et al. 1994). Daerah eksternal (exodomain) dari glikoprotein transmembran merupakan neuroamidase
2 5 (NA), enzim bertugas melakukan aktivitas enzimatik sialolitik (sialolytic ensymatic activity) selain itu enzim neuraminidase bertugas melepaskan progeni virus yang terjebak di permukaan sel yang terinfeksi sewaktu dilepaskan. Fungsi ini mencegah bertumpuknya virus serta memudahkan gerakan virus dalam selaput lendir dari jaringan epitel sasaran (Matrosivich et al. 2004). Menempelnya virus ke target infeksi membuat neuroamidase merupakan sasaran yang menarik bagi obat antivirus (Garman & Laver 2004). Kegiatan yang terkoordinasi dari glikoprotein HA dan NA dari strain virus tertentu merupakan hal yang penting bagi proses pelekatan dan pelepasan virion (Wagner et al. 2002). Virion masuk dan menyatu ke dalam sebuah ruang endosom setelah berhasil melekat pada reseptor yang sesuai (Rust et al. 2004). Dalam ruang endosom, virus mengalami degradasi dengan cara menyatukan membran virus dengan membran endosom yang dimediasi oleh pemindahan proton melalui terowongan protein dari matrix-2 (M2) virus pada nilai ph di endosom sekitar 5,0. Selanjutnya akan terjadi serangkaian penataan ulang protein matrix-1 (M1) dan kompleks glikoprotein homotrimerik HA. Hasilnya, terbuka (exposed) sebuah bidang (domain) yang sangat lipofilik dan fusogenik dari setiap monomer HA yang masuk ke dalam membran endolisomal, sehingga mulai terjadi fusi antara membran virus dengan membran lisomal (Wagner et al. 2005). Kedelapan segmen RNA genomik dari virus, yang terbungkus dalam lapisan pelindung protein (ribonucleoprotein complex, RNP) nukleokapsid (N), dilepaskan ke dalam sitoplasma. Di sini mereka disalurkan ke nukleus untuk melakukan transkripsi mrna virus dan replikasi RNA genomik melalui proses rumit yang diatur oleh faktor virus dan faktor sel (Whitaker et al. 1996). Polimerase yang dependen terhadap RNA (RdRp) dibentuk oleh sebuah kompleks (gabungan) dari PB1, PB2 dan protein PA virus, serta memerlukan RNA (RNP) yang terbungkus (encapsidated RNA (RNPs)) untuk hal ini. Setelah terjadi translasi protein virus dan perangkaian nukleokapsid yang membawa RNA genomik yang sudah ter-replikasi, virion-virion progeni tumbuh dari membran sel yang di dalamnya sudah dimasukkan glikoprotein virus sebelumnya. Penataan antara nukleokapsid berbentuk lonjong dan protein pembungkus virus dimediasi oleh
3 6 protein matrix-1 virus (M1) yang membentuk struktur serupa cangkang tepat di bawah pembungkus virus. Reproduksi virus di dalam sel peka bisa berlangsung sangat cepat (kurang dari sepuluh jam). Proses ini akan efisien, apabila gen optimal tersedia di sana (Rott et al. 1995). Akibat aktivitas Polimerase yang dependen terhadap RNA (RdRp), virus mudah mengalami mutasi dan siklus replikasinya cepat. Jika ada tekanan selektif seperti antibodi penetral, ikatan reseptor yang tidak optimal, atau obat antiviral yang bekerja selama proses replikasi virus pada inang, dapat menyebabkan terjadi mutan dengan keunggulan selektif (mis. reseptor terlepas saat proses netralisasi serta membentuk unit pengikat reseptor baru) dan kemudian menjadi varian yang dominan dalam spesies virus di dalam tubuh inang. Determinan antigenik dari glikoprotein HA dan NA yang dipengaruhi oleh mekanisme yang dipicu oleh sistem kekebalan, prosesnya disebut sebagai Antigenic drift (Fergusson et al. 2003). Sebaliknya, Antigenic shift menunjukkan adanya perubahan mendadak dalam determinan antigenik, yaitu pertukaran subtipe H dan/atau N, dalam satu siklus tunggal replikasi. Hal ini terjadi dalam sebuah sel yang secara bersamaan terinfeksi oleh dua atau lebih virus influenza A dari subtipe yang berbeda. Karena distribusi segmen genomik virus yang sudah tereplikasi ke dalam progeni yang baru tumbuh berlangsung tanpa tergantung kepada subtipe asal dari tiap segmen, dan dapat muncul progeni yang berkemampuan untuk bereplikasi membawa informasi genetik dari virus induk yang berbeda-beda (disebut sebagai reassortant) (Webster & Hulse 2004, WHO 2005). Sifat dan Patogenitas Virus Avian Influenza Sifat virus Avian influenza antara lain mengaglutinasi sel darah merah ayam, mudah mengalami mutasi, virus mudah mati di luar sel tubuh ayam (tidak stabil di lingkungan). Virus ini juga mudah mati oleh panas, kekeringan, sinar ultraviolet, serta berbagai desinfektan yang umum di lapangan (deterjen, formalin, yodium, ammonium, kuarterner, hipoklorit, klorin, serta senyawa fenol). Tingkat keganasan virus Avian influenza sangat bervariasi, dan secara garis besar dibedakan atas dua
4 7 bentuk yaitu Low Pathogenic AI (LPAI) dan Highly Pathogenic AI (HPAI). Kejadian LPAI umumnya tidak menunjukkan gejala yang khas atau asimptomatik, misalnya berupa gangguan pernapasan ringan atau gangguan reproduksi. Kasus HPAI memiliki ciri-ciri antara lain bersifat sangat kontagius, dapat menimbulkan penyakit multisistemik dengan mortalitas tinggi. Bentuk HPAI dapat disebakan oleh virus AI dari beberapa suptipe H5 atau H7, namun penentuan bentuk HPAI tidak didasarkan pada subtipe H5 atau H7 tetapi sifat keganasan penyakit. Pada setiap wabah, subtipe H5 atau H7 mempunyai karekteristik internal gene yang mungkin bervariasi. Virus HPAI dapat berasal dari virus LPAI yang bermutasi pada protein permukaan hemaglutinin (OIE 2005) Replikasi Virus Replikasi virus dimulai dengan adsorbsi virus ke reseptor glikoprotein yang mengandung asam sialic pada permukaan sel. Virus kemudian memasuki sel dengan jalan endositosis melalui reseptor. Kondisi ph rendah dalam endosom, menghasilkan perubahan konformasi dalam hemaglutinin, yang memperantarai fusi membran. Nukleokapsid kemudian memasuki sitoplasma dan bermigrasi ke nukleus. Virus influenza menggunakan mekanisme yang unik untuk menginisiasi transkripsi, yaitu menggunakan viral transkriptase. Enam mrna monosistronik dihasilkan dan ditranslasi menjadi HA, NA, NP dan tiga polimerase (PB1, PB2, dan PA). Melalui pembelahan mrna untuk gen NS dan M masing-masing menjadi dua mrna, yang ditranslasi dalam reading frame berbeda dan menghasilkan protein NS1, NS2, M1 dan M2. Hemaglutinin dan neuraminiase diglikosilasi dalam retikulum endoplasma kasar, dilengkapi di dalam badan golgi, ditransportasikan ke permukaan dan melekat pada membran sel (Easterday et al. 1997). Syarat penting protein HA dapat bekerja adalah adanya pembelahan oleh protease sel inang menjadi HA 1 dan HA 2 yang dihubungkan dengan ikatan disulfida. Pembelahan dibutuhkan untuk dihasilkannya virus yang infeksius. Setelah produksi
5 8 dan pemasangan protein viral dan RNA, virus keluar sel dengan jalan menguncup dari membran plasma (Easterday et al. 1997). Gambar 2. Replikasi Virus Influenza (Paul 2003) Gambaran Klinis Gambaran klinis penyakit Avian influenza (AI) pada unggas bervariasi serta gejalanya sering tidak spesifik, oleh karena itu tidak mungkin untuk menegakkan diagnosis hanya berdasarkan gambaran klinis. Virus berkembang selama beberapa hari, tergantung pada karakteristik isolat, dosis inokulum, spesies, dan usia unggas. Unggas yang menderita AI dapat mengeluarkan virus dalam jumlah yang besar di kotorannya. Virus tersebut dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu 22 0 C dan lebih dari 30 hari dalam suhu 30 0 C. Di dalam feses unggas dan dalam tubuh unggas yang sakit, virus dapat bertahan lebih lama, tetapi akan mati pada pemanasan 60 0 C selama 30 menit (Soejoedono & Handharyani 2005). Gejala klinis infeksi virus AI berpatogenesis rendah tidak terlalu jelas, seperti bulu-bulu kusut, produksi telur secara perlahan menurun, penurunan berat badan disertai gangguan pernapasan ringan (Capua & Mutinelli 2001). Beberapa strain berpatogenesis rendah misalnya
6 9 strain H9N2 dari garis Asia virus ini telah beradaptasi sehingga menghasilkan replikasi yang efisien dalam unggas, dan menimbulkan gejala klinis yang nyata serta mengakibatkan kematian secara signifikan. Infeksi virus AI yang patogenitasnya tinggi, menimbulkan penyakit yang ditandai dengan serangan mendadak dan gejala hebat serta kematian mendekati 100% dalam jangka waktu 48 jam (Swayne & Suarez 2000). Penyebaran virus dalam kelompok unggas tergantung bentuk pemeliharaannya. Pada kelompok unggas yang dilepas di tempat kotor dan terjadi hubungan langsung serta percampuran dengan hewan lain, penyebaran infeksi berlangsung lebih cepat daripada yang dipelihara dalam kandang. Namun masih diperlukan beberapa hari untuk terjadinya penularan yang sempurna (Capua et al. 2000). Infeksi virus pada peternakan unggas skala besar, terjadinya penurunan konsumsi air dan makanan yang drastis dalam waktu singkat. Hal ini dapat menjadi tanda akan adanya penyakit sistemik. Pada ayam petelur, terhentinya produksi telur sangat nyata. Secara individual, ayam yang terkena HPAI sering hanya menunjukkan apatis dan imobilitas. Pembengkakan nampak pada daerah kepala yang tidak ditumbuhi bulu, terjadi sianosis pada jengger, gelambir dan kaki, diare dengan kotoran berwarna kehijauan, dan susah bernafas, dapat dijumpai meskipun tidak selalu (inkonsisten). Pada ayam petelur, awalnya telur yang dihasilkan berkulit lembek, tetapi kemudian produksi telur berhenti secara cepat sejalan dengan perkembangan penyakit (Elbers et al. 2005). Gejala sistem saraf termasuk tremaor, tortikolis, dan ataxia mendominasi gambaran klinis pada spesies yang tidak begitu rentan seperti bebek, angsa, serta burung onta. Vaksin dan Vaksinasi Terhadap Penyakit Avian Influenza Vaksinasi bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap timbulnya penyakit secara klinis. Perlindungan terhadap serangan virus yang virulen, merupakan perlindungan terhadap ekskresi virus. Vaksinasi yang digunakan saat ini belum ada yang secara eksperimental memenuhi persyaratan di atas (Lee & Suarez 2005). Teknologi produksi vaksin untuk penyakit AI saat ini diarahkan ke tiga tipe produksi yaitu vaksin konvensional homolog, vaksin konvensional heterolog, dan
7 10 vaksin rekombinan homolog. Vaksin konvensional homolog H5N1, memiliki homologi yang mirip virus lapang sehingga tidak terbentuk mutant akibat tekanan imunologis (Antigenic drift). Namun vaksinasi ini memiliki kelemahan antara lain hingga saat ini bentuk virus H5N1 bersifat ganas sehingga pada proses produksinya secara konvensional membahayakan. Vaksin konvensional heterolog H5N2, H5N9, H5N1, dipakai pada vaksin konvensional karena sifatnya Low Pathogenic sehingga tidak berbahaya pada proses produksi vaksin dan dapat menghasilkan titer virus tinggi. Namun vaksin konvensional heterolog memiliki kelemahan antara lain antigenisitas tidak kompatibel (homologi yang mirip) sepenuhnya terhadap virus lapang sehingga besar kemungkinan terbentuk mutant akibat tekanan imunologis (Antigenic drift). Vaksin rekombinan homolog memiliki kelebihan dapat menginduksi imunitas seluler dan humoral, tidak menimbulkan reaksi sakit akibat vaksinasi, tidak memerlukan adjuvan, lebih effektif dan efisien, dapat diberikan pada anak ayam umur muda. Pembedaan antara hewan terinfeksi atau divaksinasi lebih nyata secara klinis. Namun vaksin rekombinan homolog juga memiliki kelemahan antara lain kemampuan bereplikasi yang rendah dan menginduksi kekebalan parsial pada unggas, pemberian vaksin rekombinan juga berarti memaparkan vaksin atau virus vektornya. Efek antibodi asal juga dapat mempengaruhi efikasi vaksin, sampai saat ini efikasi vaksin perlu diteliti terlebih dahulu, serta penggunaan vaksin tersebut harus dibatasi untuk spesies tertentu. Antibodi Hewan yang terpapar oleh suatu antigen, akan membentuk respon kekebalan pada tubuh hewan tersebut. Respon humoral tubuh yang terinfeksi menghasilkan antibodi. Antibodi merupakan molekul protein yang diproduksi oleh sel B dan saling berhubungan secara spesifik dengan molekul asing (antigen). Molekul antibodi merupakan globulin, sehingga umumnya dikenal sebagai immunoglobulin (Ig). Dikenal 5 kelas utama imunoglobulin dalam serum, IgG, IgA, IgM, IgD dan IgE. Struktur dasar imunoglobulin terdiri atas 2 rantai berat (H-chain)
8 11 yang identik dan 2 rantai ringan (L-chain) yang juga identik. Setiap rantai ringan terikat pada rantai berat melalui ikatan disulfida (S S). Fragmen Fab dengan antigen binding site, berfungsi mengikat antigen, karena itu susunan asam amino dibagian ini berbeda antara molekul imunoglobulin satu dengan yang lain dan bervariasi sesuai dengan variabilitas antigen yang merangsang pembentukannya. Sebaliknya fragmen Fc merupakan fragmen yang konstan. Fragmen ini tidak mempunyai kemampuan mengikat antigen tetapi dapat bersifat sebagai antigen (Determinan antigen). Fragmen ini merupakan efektor sekunder dan menjadi tempat untuk melekat pada sel, fiksasi komplemen, Ig menembus plasenta. Gambar 3. Struktur Antibodi (Jacquelyn 2005) Fungsi antibodi sebagian besar ditentukan oleh spesifitas antigen binding site dan isotype H-chain. Subkelas yang berbeda menunjukkan perbedaan pula dalam hal kemampuan berikatan dengan reseptor Fc, komplemen dan reseptor lain. IgG, IgA dan IgE mempunyai afinitas terhadap antigen yang lebih tinggi dibanding IgM, walaupun hal ini juga bergantung pada pematangan (maturasi) afinitas yang bersaingan dengan Class switching pada sel B dan tidak ada hubungannya dengan domain terminal C. Dalam tubuh terdapat 2 bentuk imunoglobulin yang berbeda, yaitu sebagai reseptor permukaan untuk antigen dan sebagai antibodi yang disekresikan kedalam cairan ekstraselular. Antibodi yang disekresikan dapat berfungsi sebagai adaptor yang berfungsi untuk mengikat antigen pada struktur
9 12 binding-sitenya yang spesifik. Agar terjadi proses netralisasi, antigen harus dikenal oleh antibodi. Bagian antibodi yang dikenal atau bereaksi dengan antibodi disebut epitop, sedangkan bagian antibodi yang dapat mengenal antigen disebut paratop. Bentuk Alami Dari Reaksi Antibodi Antigen Studi X-ray crystallography dari interaksi antibodi antigen menunjukkan adanya sebuah bentuk celah lewat tempat gabungan antibodi pada jaring determinan antigen. Selanjutnya konsep reaksi antibodi antigen merupakan sebuah kunci (yaitu antigen) yang cocok masuk dalam sebuah gembok (yaitu antibodi) (Li et al. 2000). Ikatan antibodi antigen mempengaruhi antigen pada lokasi kombinasi semua antibodi non-kovalen dalam bentuk alaminya, diantaraya termasuk ikatan hidrogen, ikatan elektrostatik, kekuatan Van der waals serta ikatan hidrofobik. Banyaknya ikatan diantara antigen dan antibodi yang terjadi menyebabkan antigen menjadi berbentuk seperti papan bagi antibodi. Sejak terjadi reaksi antibodi antigen melalui ikatan non kovalen, maka dikatakan sebagai bentuk reversibel alami. Gambar 4. Bentuk alami reaksi antibodi antigen (Li et al. 2000) Bentuk antibodi (digambarkan dengan struktur Y) berbeda jenisnya untuk molekul antigen, dimana perbedaannya sangat spesifik. Reaksi silang pada sebuah
10 13 populasi antibodi dengan antigen asing hanya terjadi, jika terdapat homologi dengan antigen asing. Setiap antibodi mempunyai dua tempat penanda ikatan untuk determinan antigen. Gambar 5. Reaksi antibodi - antigen (Peter 2007) Imunisasi Pasif Pertahanan tubuh dibagi dua, yaitu pertahanan tubuh non spesifik dan pertahanan tubuh spesifik. Sistem pertahanan tubuh non spesifik merupakan sistem pertahanan tubuh yang melindungi dari berbagai ancaman penyakit secara umum. Sistem pertahanan non spesifik berupa kulit, mukosa, mukus dan silia pada saluran pernapasan. Selain itu pertahanan non spesifik juga berupa fagositosis, sistem komplemen dan sel pembunuh. Sistem pertahanan tubuh spesifik, berkaitan dengan adanya respon kekebalan tubuh berperantara seluler maupun humoral. Respon kekebalan tubuh humoral dapat bersifat aktif maupun pasif. Sistem ini mampu mengenali antigen sebagai benda asing, mempunyai spesifitas tertentu serta memori terhadap antigen. Respon kekebalan tubuh yang bersifat aktif dapat diperoleh sebagai hasil vaksinasi, dan paparan materi yang berkaitan dengan respon kekebalan humoral aktif seperti antigen. Kekebalan aktif timbul karena adanya vaksinasi oleh karena tubuh secara aktif membentuk setelah diberikan rangsangan oleh vaksin (berisi bibit penyakit) yang disuntikan. Oleh karena sengaja dibuat, kekebalan
11 14 vaksinasi disebut sebagai kekebalan aktif buatan. Sementara antibodi yang terbentuk setelah menderita suatu penyakit infeksi disebut kekebalan aktif alami Respon kekebalan tubuh yang bersifat pasif merupakan hasil transfer atau perolehan kekebalan asal induk. Perolehan kekebalan pasif yang didapatkan anak ayam dari induknya biasanya tidak seragam. Kekebalan yang diperolehnya tergantung dari titer antibodi induk dan akan habis dalam waktu relatif singkat. Imunisasi pasif terjadi apabila tubuh diberikan zat kekebalan yang sudah jadi dari luar berupa suntikan serum (Nadasul 2003). Pada kasus infeksi Avian influenza penting diberikan zat kekebalan yang sudah jadi untuk kasus infeksi pada ayam broiler yang masa produksinya pendek (rata-rata umur panen 35 hari). Kasus lain penggunaan kekebalan pasif contohnya pada penggunaan serum kuda anti rabies (SAR) yang mengandung imunoglobulin spesifik anti rabies. Di Selandia Baru saat ini dikembangkan penggunaan kekebalan pasif sebagai imunoterapi pasif dengan memproduksi antibodi anti HIV, dimana antibodi terhadap HIV tersebut diambil dari serum kambing (Daniel 2007). Gambar 6. Skematik Sistem Imun (Jacquelyn 2005)
12 15 Uji Netralisasi Virus Uji netralisasi virus dapat digunakan untuk mengukur titer antibodi secara kuantitatif. Selain itu uji netralisasi dilakukan juga dalam idetifikasi virus yang tidak diketahui dengan menggunakan antisera yang sudah diketahui. Uji netralisasi terdiri dari dua tahap. Tahap pertama adalah virus dengan titer tertentu direaksikan dengan serum pada beberapa titer tertentu didalam sebuah tabung uji. Campuran virus dan serum diinkubasi bersama pada temperatur standar untuk jangka waktu tertentu. Tahap kedua, dilakukan pembiakan virus-virus yang tidak ternetralisasi ke sistem indikator (media biakan). Setelah diinkubasikan dilakukan pengamatan terhadap hasil pembiakan. Serum yang akan diuji netralisasi harus disterilkan dahulu, bebas bahan kimia dalam penyimpanannya (phenol, formalin dan lainnya), serta telah diinaktivasi. Inaktivasi dilakukan dengan pemanasannya 56 0 C selama 30 menit, pemanasan tersebut akan merusak substansi nonspesifik penghambatnya yang menghambat reaksi Ab dengan virus. Strain virus yang digunakan untuk uji netralisasi harus mempunyai titer yang tinggi, tidak serumpun dengan virus uji, serta adaptasinya sangat baik dengan metode yang digunakan. Virus yang digunakan juga harus murni dan bebas dari bakteri, fungi, atau mikoplasma. Sebagai pelarut dapat digunakan media kultur sel. Prosedur uji netralisasi yang digunakan atau dikenal saat ini yaitu prosedur uji netralisasi-ß dan prosedur uji netralisasi-α (Swayne et al. 1998). Pada uji netralisasi - ß, serum yang diuji diencerkan secara seri atau desimal dan virus standarnya bertiter tetap. Uji ini memiliki keuntungan yaitu volume serum uji yang digunakan sedikit. Pada uji netralisasi-α virus diencerkan secara serial serta diencerkan dengan serum tetap pada titer tertentu (tampa pengencer). Campuran virus dan serum diinkubasi dan dihitung untuk residual virus yang terkandung didalamnya yang dinyatakan dengan Lethal Dose 50 (LD 50 ) atau Infectious Dose 50 (ID 50 ).
13 16 Titrasi Virus Titrasi virus diperlukan untuk kepentingan diagnosis, diantaranya untuk menghitung jumlah infektif virus dalam suatu material sampel. Ada beberapa metode yang digunakan untuk menghitung perkiraan jumlah (kuantitatif) virus antara lain nilai akhir pengenceran (dilution end-point), menghitung jumlah plak (Plaque counts), atau jumlah pock (Pock plaque). Nilai akhir pengenceran (dilution end-point) merupakan metode yang banyak digunakan. Perhitungan ini melibatkan dosis virus yang dibutuhkan untuk menginfeksi 50% populasi inang (hewan, telur, kultur jaringan) (Swayne et al. 1998). Titer dihitung ditandai dengan ID 50 atau LD 50 untuk tingkat infeksi atau kematian melalui pengenceran serial dari virus. Pengenceran serial ini kemudian diinokulasi pada sebuah Telur Ayam Berembrio (TAB) serta dilakukan pengamatan jumlah respon positif dan negatif. Dari hasil uji, dimungkinkan untuk menghitung 50% end-point dengan metode Reed and Muench. Respon atau nilai akhir (end-point) yang digunakan akan bervariasi dengan virus yang diuji. Namun diperlukan juga melihat kehadiran infeksi virus oleh faktor lain misalnya adanya lesi, munculnya virus akibat pewarnaan, hemagglutinasi atau lainnya. Titrasi virus pada biakan jaringan biasanya dibuat dengan pengenceran virus atau efek cytophatogenic (kematian sel-sel tampa formasi plak). Metode plak sangat penting digunakan karena satu infeksi virus memberikan satu plak, jumlah plak pada pengenceran tertentu akan menghasilkan jumlah total partikel. Penghitungan jumlah Pock virus dalam suspensi yang dapat menginfeksi hampir serupa dengan metode Plaque counts hanya pada metode ini, perubahan yang terjadi, dilihat pada khorio alantois membran pada telur ayam berembrio.
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Titrasi Virus Isolat Uji Berdasarkan hasil titrasi virus dengan uji Hemaglutinasi (HA) tampak bahwa virus AI kol FKH IPB tahun 3 6 memiliki titer yang cukup tinggi (Tabel ). Uji HA
Lebih terperinciKEMAMPUAN NETRALISASI ANTIBODI SPESIFIK AVIAN INFLUENZA H5 TERHADAP BEBERAPA VIRUS H5N1 ISOLAT LAPANG ANDRIJANTO HAUFERSON ANGI
KEMAMPUAN NETRALISASI ANTIBODI SPESIFIK AVIAN INFLUENZA H5 TERHADAP BEBERAPA VIRUS H5N1 ISOLAT LAPANG ANDRIJANTO HAUFERSON ANGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 28 ABSTRACT ANDRIJANTO
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan unggas di Indonesia memegang peran penting bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Hal ini terlihat dari banyaknya jenis unggas yang dibudidayakan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur . Sistem Kekebalan pada Ayam
4 TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Ayam peliharaan merupakan hasil domestikasi dari ayam hutan yang ditangkap dan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Btetapi banyak juga ditemukan isolat asal burung dari subtipe H5 dan H7B Byang
TINJAUAN PUSTAKA Virus Avian Influenza Virus influenza terdiri dari beberapa tipe yaitu tipe A, tipe B dan tipe C. Virus tipe A menyerang hewan, tetapi dapat menyebabkan epidemik pada manusia. Sementara
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit flu burung atau Avian Influenza (AI) adalah penyakit zoonosa yang sangat fatal. Penyakit ini menginfeksi saluran pernapasan unggas dan juga mamalia. Penyebab penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. influenza tipe A termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus AI tergolong
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Avian influenza (AI) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus influenza tipe A termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus AI tergolong virus RNA (Ribonucleic acid)
Lebih terperinciII TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibodi
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibodi Respon imun akan terjadi dalam tubuh hewan yang terpapar oleh suatu antigen. Respon humoral tubuh yang terinfeksi akan menghasilkan antibodi. Antibodi merupakan suatu molekul
Lebih terperinciMETODELOGI PENELITIAN
17 METODELOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH IPB, kandang hewan percobaan
Lebih terperinciMENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS
MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda
Lebih terperinciTINJAUAN STRUKTUR GENETIK SERTA TINGKAT KEGANASAN VIRUS INFLUENZA H1N1
Andrijanto H. Angi, Tinjauan Struktur Genetik serta Tingkat Keganasan 181 TINJAUAN STRUKTUR GENETIK SERTA TINGKAT KEGANASAN VIRUS INFLUENZA H1N1 Andrijanto Hauferson Angi Program Studi Kesehatan Hewan
Lebih terperinciSelama ini mungkin kita sudah sering mendengar berita tentang kasus
AgroinovasI Waspadailah Keberadaan Itik dalam Penyebaran Virus Flu Burung atau AI Selama ini mungkin kita sudah sering mendengar berita tentang kasus penyakit flu burung, baik yang dilaporkan pada unggas
Lebih terperinciCATATAN SINGKAT IMUNOLOGI
CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Virus influenza tipe A adalah virus RNA, famili Orthomyxoviridae dari
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Virus Influenza Tipe A Virus influenza tipe A adalah virus RNA, famili Orthomyxoviridae dari genus Orthomyxovirus yang menyebabkan penyakit avian influenza. Virus ini merupakan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Uji Serum (Rapid Test) Pada Ikan Mas Yang Diberikan Pelet Berimunoglobulin-Y Anti KHV Dengan Dosis rendah Ig-Y 5% (w/w) Ikan Mas yang diberikan pelet berimunoglobulin-y anti
Lebih terperinciSISTEM IMUN SPESIFIK. Lisa Andina, S.Farm, Apt.
SISTEM IMUN SPESIFIK Lisa Andina, S.Farm, Apt. PENDAHULUAN Sistem imun spesifik adalah suatu sistem yang dapat mengenali suatu substansi asing yang masuk ke dalam tubuh dan dapat memacu perkembangan respon
Lebih terperinciTEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN
TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN Sistem Imun merupakan semua mekanisme pertahanan yang dapat dimobilisasi oleh tubuh untuk memerangi berbagai ancaman invasi asing. Kulit merupakan
Lebih terperinciOUTLINE PENDAHULUAN CIRI-CIRI VIRUS STRUKTUR SEL VIRUS BENTUK VIRUS SISTEM REPRODUKSI VIRUS PERANAN VIRUS
VIRUS FIRMAN JAYA OUTLINE PENDAHULUAN CIRI-CIRI VIRUS STRUKTUR SEL VIRUS BENTUK VIRUS SISTEM REPRODUKSI VIRUS PERANAN VIRUS PENDAHULUAN Metaorganisme (antara benda hidup atau benda mati) Ukuran kecil :
Lebih terperinciIMUNITAS HUMORAL DAN SELULER
BAB 8 IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER 8.1. PENDAHULUAN Ada dua cabang imunitas perolehan (acquired immunity) yang mempunyai pendukung dan maksud yang berbeda, tetapi dengan tujuan umum yang sama, yaitu mengeliminasi
Lebih terperinciSISTEM PERTAHANAN TUBUH
SISTEM PERTAHANAN TUBUH Sistem Pertahanan Tubuh Sistem Pertahanan Tubuh Non spesifik Sistem Pertahanan Tubuh Spesifik Jenis Kekebalan Tubuh Disfungsi sitem kekebalan tubuh Eksternal Internal Struktur Sistem
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Newcastle Disease (ND)
TINJAUAN PUSTAKA Newcastle Disease (ND) Newcastle Disease (ND) pertama kali ditemukan di Newcastle Inggris pada tahun 1926. Virus ini menyerang berbagai macam spesies burung dan unggas. Tingkat kematian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hepatitis B 2.1.1 Etiologi Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B (HBV). HBV merupakan famili Hepanadviridae yang dapat menginfeksi manusia.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
28 HASIL DAN PEMBAHASAN Ayam yang diimunisasi dengan antigen spesifik akan memproduksi antibodi spesifik terhadap antigen tersebut dalam jumlah banyak dan akan ditransfer ke kuning telur (Putranto 2006).
Lebih terperinciFamili : Picornaviridae Genus : Rhinovirus Spesies: Human Rhinovirus A Human Rhinovirus B
RHINOVIRUS: Bila Anda sedang pilek, boleh jadi Rhinovirus penyebabnya. Rhinovirus (RV) menjadi penyebab utama dari terjadinya kasus-kasus flu (common cold) dengan presentase 30-40%. Rhinovirus merupakan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Serum dan Kuning Telur Hasil AGPT memperlihatkan pembentukan garis presipitasi yang berwarna putih pada pengujian serum dan kuning telur tiga dari sepuluh ekor ayam yang
Lebih terperinciProses Penyakit Menular
Proses Penyakit Menular Bagaimana penyakit berkembang? Spektrum penyakit Penyakit Subklinis (secara klinis tidak tampak) Terinfeksi tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit; biasanya terjadi perubahan
Lebih terperinciSISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII
SISTEM IMUN Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM KEKEBALAN TUBUH Imunologi : Ilmu yang mempelajari cara tubuh melindungi diri dari gangguan fisik, kimiawi, dan biologis. . SISTEM IMUN INNATE : Respon
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit porcine reproductive and respiratory syndrome (PRRS) adalah
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit porcine reproductive and respiratory syndrome (PRRS) adalah penyakit menular ganas pada babi yang disebabkan oleh virus dengan gejala utama gangguan reproduksi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Virus Influenza A, B dan C
16 TINJAUAN PUSTAKA Virus Influenza A, B dan C Virus influenza merupakan virus RNA memiliki amplop (envelope) yang termasuk anggota dari famili Orthomyxoviridae. Genomnya terdiri dari negative single strand
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Virus Influenza Tipe A
TINJAUAN PUSTAKA Virus Influenza Tipe A Penyakit Avian Influensa (AI) disebabkan oleh virus influensa tipe A yang merupakan virus RNA dari famili Orthomyxoviridae dengan genus Orthomyxovirus. Berbentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mayarakat secara umum harus lebih memberi perhatian dalam pencegahan dan pengobatan berbagai jenis penyakit yang ditimbulkan oleh mikroorganisme patogen seperti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Upaya pencegahan dan pengobatan berbagai jenis penyakit yang ditimbulkan oleh mikroorganisme patogen seperti virus dan bakteri sangat perlu mendapat perhatian
Lebih terperinciTINJAUAN TENTANG HIV/AIDS
BAB 2 TINJAUAN TENTANG HIV/AIDS 2.1 Pengenalan Singkat HIV dan AIDS Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, HIV adalah virus penyebab AIDS. Kasus pertama AIDS ditemukan pada tahun 1981. HIV
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
34 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini jenis sampel diambil berupa serum dan usap kloaka yang diperoleh dari unggas air yang belum pernah mendapat vaksinasi AI dan dipelihara bersama dengan unggas
Lebih terperinciACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR
ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR PENDAHULUAN Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah penyakit yg disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) HIV : HIV-1 : penyebab
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Salah Satu Manajemen Perkandangan pada Peternakan Ayam Broiler.
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peternakan Ayam Broiler Ayam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama
Lebih terperinciSOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006
SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006 1. Imunitas natural :? Jawab : non spesifik, makrofag paling berperan, tidak terbentuk sel memori 2. Antigen : a. Non spesifik maupun spesifik,
Lebih terperinciMekanisme Pembentukan Kekebalan Tubuh
Mekanisme Pembentukan Kekebalan Tubuh Apabila tubuh mendapatkan serangan dari benda asing maupun infeksi mikroorganisme (kuman penyakit, bakteri, jamur, atau virus) maka sistem kekebalan tubuh akan berperan
Lebih terperinciSISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS
SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS Sistem Imun Organ limfatik primer Sumsum tulang belakang Kelenjar timus Organ
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Upaya peningkatan sistem kekebalan tubuh terhadap serangan berbagai virus atau antigen spesifik lainnya dewasa ini sangat perlu mendapat perhatian serius.
Lebih terperinciDeskripsi. IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO PADA ANJING
1 I Gst Ayu Agung Suartini(38) FKH - Universitas Udayana E-mail: gaa.suartini@gmail.com Tlf : 081282797188 Deskripsi IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO
Lebih terperinciSISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)
SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan
I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit Avian Influenza (AI) adalah salah satu penyakit infeksi penting yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan adanya kematian yang tinggi
Lebih terperinciBAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING
BAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING 3.1. Virus Tokso Pada Kucing Toksoplasmosis gondii atau yang lebih sering disebut dengan tokso adalah suatu gejala penyakit yang disebabkan oleh protozoa toksoplasmosis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam subfamily Paramyxovirinae, family Paramyxoviridae (OIE, 2009).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Newcastle Disease (ND) atau penyakit tetelo disebabkan oleh strain virulen avian Paramyxovirus serotipe tipe 1 (AMPV-1) dari genus Avulavirus yang termasuk dalam subfamily
Lebih terperinciASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Kerangka Konsep. Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai. berikut :
25 METODE PENELITIAN Kerangka Konsep berikut : Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai Manajemen Unggas di TPnA - Keberadaan SKKH - Pemeriksaan - Petugas Pemeriksa - Cara
Lebih terperinciRESPON PERTAHANAN TERHADAP MIKROBIA PATOGEN
BAB 10 RESPON PERTAHANAN TERHADAP MIKROBIA PATOGEN 10.1. PENDAHULUAN Virus, bakteri, parasit, dan fungi, masing-masing menggunakan strategi yang berbeda untuk mengembangkan dirinya dalam hospes dan akibatnya
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Avian influenza (AI) dan Newcastle disease (ND) adalah penyakit
PENDAHULUAN Latar Belakang Avian influenza (AI) dan Newcastle disease (ND) adalah penyakit pernafasan pada unggas dan termasuk list A Office International des Epizooties (OIE) sebagai penyakit yang sangat
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Tentang Virus Virus adalah suatu partikel yang mengandung bahan genetik berupa DNA atau RNA yang diselubungi oleh protein yang disebut kapsid dan pada beberapa
Lebih terperinciSistem Imun. Organ limfatik primer. Organ limfatik sekunder. Limpa Nodus limfa Tonsil. Sumsum tulang belakang Kelenjar timus
Sistem Imun Organ limfatik primer Sumsum tulang belakang Kelenjar timus Organ limfatik sekunder Limpa Nodus limfa Tonsil SISTEM PERTAHANAN TUBUH MANUSIA Fungsi Sistem Imun penangkal benda asing yang masuk
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah
PENDAHULUAN Latar Belakang Canine Parvovirus merupakan penyakit viral infeksius yang bersifat akut dan fatal yang dapat menyerang anjing, baik anjing domestik, maupun anjing liar. Selama tiga dekade ke
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Virus Avian Influenza H5N1 Morfologi Virus Avian Influenza H5N1 merupakan salah satu penyebab penyakit unggas yang bersifat zoonosis. Virus ini menyebabkan penyakit flu pada unggas
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan
30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan menggunakan primer NA. Primer NA dipilih karena protein neuraminidase,
Lebih terperinciMATURASI SEL LIMFOSIT
BAB 5 MATURASI SEL LIMFOSIT 5.1. PENDAHULUAN Sintesis antibodi atau imunoglobulin (Igs), dilakukan oleh sel B. Respon imun humoral terhadap antigen asing, digambarkan dengan tipe imunoglobulin yang diproduksi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. sangat akut dan mudah sekali menular. Penyakit tersebut disebabkan oleh virus
I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Newcastle disease (ND) merupakan suatu penyakit pada unggas yang sangat akut dan mudah sekali menular. Penyakit tersebut disebabkan oleh virus dan menyerang berbagai
Lebih terperinciTermasuk ke dalam retrovirus : famili flaviviridae dan genus hepacivirus. Virus RNA, terdiri dari 6 genotip dan banyak subtipenya
Felix Johanes 10407004 Rahma Tejawati Maryama 10407017 Astri Elia 10407025 Noor Azizah Ba diedha 10407039 Amalina Ghaisani K.10507094 Febrina Meutia 10507039 Anggayudha A. Rasa 10507094 Termasuk ke dalam
Lebih terperinciSistem Imun BIO 3 A. PENDAHULUAN SISTEM IMUN. materi78.co.nr
Sistem Imun A. PENDAHULUAN Sistem imun adalah sistem yang membentuk kekebalan tubuh dengan menolak berbagai benda asing yang masuk ke tubuh. Fungsi sistem imun: 1) Pembentuk kekebalan tubuh. 2) Penolak
Lebih terperinciHOST. Pejamu, adalah populasi atau organisme yang diteliti dalam suatu studi. Penting dalam terjadinya penyakit karena :
HOST Pendahuluan Definisi Pejamu, adalah populasi atau organisme yang diteliti dalam suatu studi Penting dalam terjadinya penyakit karena : Bervariasi : geografis, sosekbud, keturunan Menentukan kualitas
Lebih terperinciANTIGEN, ANTIBODI, KOMPLEMEN. Eryati Darwin Fakultas Kedokteran Universitas andalas
ANTIGEN, ANTIBODI, KOMPLEMEN Eryati Darwin Fakultas Kedokteran Universitas andalas IMUNOGEN: ANTIGEN vs IMUNOGEN SUBSTAN YANG MAMPU MENGINDUKSI RESPON IMUN HUMORAL ATAU SELULER IMUNOGENIK ANTIGEN: SUBSTAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengue. Virus dengue ditransmisikan oleh nyamuk Aedes aegypti. Infeksi dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Demam berdarah adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue ditransmisikan oleh nyamuk Aedes aegypti. Infeksi dengan satu atau lebih virus
Lebih terperinciKEMAMPUAN NETRALISASI ANTIBODI SPESIFIK AVIAN INFLUENZA H5 TERHADAP BEBERAPA VIRUS H5N1 ISOLAT LAPANG 1)
Kemampuan Netralisasi Antibodi Spesifik Avian Influenza H5 (A.H. Angi et al.) KEMAMPUAN NETRALISASI ANTIBODI SPESIFIK AVIAN INFLUENZA H5 TERHADAP BEBERAPA VIRUS H5N1 ISOLAT LAPANG 1) (Neutralization Ability
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Newcastle disease (ND) merupakan penyakit viral disebabkan oleh Newcastle disease virus (NDV) yang sangat penting dan telah menyebar di seluruh wilayah Indonesia. Morbiditas
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan epidemiologi Avian Influenza
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian dan epidemiologi Avian Influenza Avian Influenza adalah penyakit infeksi pada unggas yang disebabkan oleh virus influenza strain tipe A. Penyakit yang pertama diidentifikasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menimbulkan wabah dan menyebabkan kematian. Dalam kurun waktu 50 tahun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyakit menular yang sering menimbulkan wabah dan menyebabkan kematian. Dalam kurun waktu 50 tahun kasus dengue di dunia meningkat
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Konsentrasi immunoglobulin Y (IgY) yang diperoleh dalam penelitian ini adalah 9,57 mg/ml dan immunoglobulin G (IgG) adalah 3,75 mg/ml. Pada penelitian ini, antibodi yang dilapiskan
Lebih terperinciFLU BURUNG AVIAN FLU BIRD FLU. RUSDIDJAS, RAFITA RAMAYATI dan OKE RINA RAMAYANI
FLU BURUNG AVIAN FLU AVIAN INFLUENZA BIRD FLU RUSDIDJAS, RAFITA RAMAYATI dan OKE RINA RAMAYANI VIRUS INFLUENZA Virus famili orthomyxoviridae Tipe A,B,C Virus A dan B penyebab wabah pada manusia Virus C
Lebih terperinciGambar 4 Diagram batang titer antibodi terhadap IBD pada hari ke-7 dan 28.
19 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan terhadap semua kelompok ayam sebelum vaksinasi menunjukan bahwa ayam yang digunakan memiliki antibodi terhadap IBD cukup tinggi dan seragam dengan titer antara
Lebih terperinciSelama berabad-abad orang mengetahui bahwa penyakit-penyakit tertentu tidak pernah menyerang orang yang sama dua kali. Orang yang sembuh dari
Selama berabad-abad orang mengetahui bahwa penyakit-penyakit tertentu tidak pernah menyerang orang yang sama dua kali. Orang yang sembuh dari serangan epidemi cacar dapat menangani para penderita dengan
Lebih terperinciFlu burung adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A. Umumnya tipe ini ditemukan pada burung dan unggas. Kasus penyebaran :
!!"!!#$ Dewasa ini virus H5N1 atau yang lazim dikenal sebagai virus flu burung (Avian Influenza) telah mewabah dimana mana. Virus ini pada awalnya hanya menginfeksi unggas. Namun akhir akhir ini diberitakan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
28 HASIL DAN PEMBAHASAN Dipilihnya desa Tanjung, Jati, Pada Mulya, Parigi Mulya dan Wanasari di Kecamatan Cipunegara pada penelitian ini karena daerah ini memiliki banyak peternakan unggas sektor 1 dan
Lebih terperinciPROSTAGLANDIN DAN ZAT- ZAT SEJENISNYA
PROSTAGLANDIN DAN ZAT- ZAT SEJENISNYA Prostaglandin Asam lemak essential sebagai bahan baku pembentuk prostaglandin,protaclyn,thromboxan dan leukotrin Dihasilkan oleh semua sel tubuh dan jaringan Rangsangan-rangsangan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang secara ekonomi paling penting pada babi di dunia (Fenner et al., 2003)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hog Cholera Hog cholera atau kolera babi merupakan salah satu penyakit menular yang secara ekonomi paling penting pada babi di dunia (Fenner et al., 2003) dengan tingkat kematian
Lebih terperinciProgram Studi Mikrobiologi Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung 2010
ADENOVIRUS Oleh : Felix Johanes 10407004 Rahma Tejawati Maryama 10407017 Astri Elia 10407025 Noor Azizah B 10407039 Amalina 10507008 Febrina 10507039 Anggayudha 10507094 Program Studi Mikrobiologi Sekolah
Lebih terperinciB. KARAKTERISTIK VIRUS
BAB 9 V I R U S A. PENDAHULUAN Virus merupakan elemen genetik yang mengandung salah satu DNA atau RNA yang dapat berada dalam dua kondisi yang berbeda, yaitu secara intraseluler dan ekstrseluler. Dalam
Lebih terperinciMODUL 2 DASAR DASAR FLU BURUNG, PANDEMI INFLUENZA DAN FASE FASE PANDEMI INFLUENZA MENURUT WHO
MODUL 2 DASAR DASAR FLU BURUNG, PANDEMI INFLUENZA DAN FASE FASE PANDEMI INFLUENZA MENURUT WHO DepKes RI 2007 Tujuan Pembelajaran Tujuan Pembelajaran Umum : Dapat menjelaskan dasar dasar Flu Burung, pandemi
Lebih terperinciDAYA TAHAN TUBUH & IMMUNOLOGI
DAYA TAHAN TUBUH & IMMUNOLOGI Daya Tahan tubuh Adalah Kemampuan tubuh untuk melawan bibit penyakit agar terhindar dari penyakit 2 Jenis Daya Tahan Tubuh : 1. Daya tahan tubuh spesifik atau Immunitas 2.
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Ayam kampung
TINJAUAN PUSTAKA Ayam kampung Batasan yang pasti mengenai pengertian ayam kampung sampai saat ini belum ada. Penyebutan ayam kampung hanya untuk menunjukkan jenis ayam lokal dengan keragaman genetis tinggi
Lebih terperinciRespon Kekebalan Vaksin Avian Influenza Inaktif pada Ayam Indukan Pedaging Strain Hubbard (Studi Kasus pada Peternakan Ayam Indukan Pedaging)
Respon Kekebalan Vaksin Avian Influenza Inaktif pada Ayam Indukan Pedaging Strain Hubbard (Studi Kasus pada Peternakan Ayam Indukan Pedaging) Oleh YUNI HARTATI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciMekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang
Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar
Lebih terperinciBAB PENDAHULUAN 1.1. Kedudukan dan Reran Imunologi dalam Ilmu Kefarmasian Imunologi imunitas alami dan imunitas perolehan.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Kedudukan dan Reran Imunologi dalam Ilmu Kefarmasian Untuk mengerti bagaimana kedudukan dan peran imunologi dalam ilmu kefarmasian, kita terlebih dahulu harus mengetahui apakah yang
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. dapat disebabkan oleh kausa infeksius, non-infeksius dan nutrisional (Ali dkk.,
PENDAHULUAN Latar Belakang Tortikolis adalah gejala yang umum terlihat di berbagai jenis unggas yang dapat disebabkan oleh kausa infeksius, non-infeksius dan nutrisional (Ali dkk., 2014). Menurut Capua
Lebih terperinciPATOGENISITAS MIKROORGANISME
PATOGENISITAS MIKROORGANISME PENDAHULUAN Pada dasarnya dari seluruh m.o yg terdapat di alam, hanya sebagian kecil saja yg patogen maupun potensial patogen. Patogen adalah organisme yg menyebabkan penyakit
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan pengamatan terhadap gejala klinis pada semua kelompok perlakuan, baik pada kelompok kontrol (P0) maupun pada kelompok perlakuan I, II dan III dari hari pertama sampai pada
Lebih terperinciUniversitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan
Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan Conducted by: Jusuf R. Sofjan,dr,MARS 2/17/2016 1 Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk melawan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan ilmu pengobatan tidak menjamin manusia akan bebas dari penyakit. Hal ini disebabkan karena penyakit dan virus juga
Lebih terperinciTinjauan Mengenai Flu Burung
Bab 2 Tinjauan Mengenai Flu Burung 2.1 Wabah Wabah adalah istilah umum baik untuk menyebut kejadian tersebarnya penyakit pada daerah yang luas dan pada banyak orang, maupun untuk menyebut penyakit yang
Lebih terperinciVirus baru : Coronavirus dan Penyakit SARS
Virus baru : Coronavirus dan Penyakit SARS 23 Apr 2003 Kasus sindrom pernapasan akut parah, atau lebih dikenal dengan SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) masih menempatkan berita utama di sebagian
Lebih terperinciImmunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age
Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age Dr. Nia Kurniati, SpA (K) Manusia mempunyai sistem pertahanan tubuh yang kompleks terhadap benda asing. Berbagai barrier diciptakan oleh
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Avian Influenza Avian Influenza (AI) yang popular disebut flu burung merupakan penyakit infeksius pada unggas. Penyakit ini telah menyebar ke seluruh dunia dan menyerang berbagai
Lebih terperinciSTRUKTUR, MORFOLOGI, DAN KLASIFIKASI VIRUS. Morfologi dan komponen virus
STRUKTUR, MORFOLOGI, DAN KLASIFIKASI VIRUS Morfologi dan komponen virus Virus merupakan mikroorganisme terkecil yang pernah dikenal. Umumnya tidak dapat dilihat dengan mikroskop biasa, kecuali poxvirus.
Lebih terperinciREAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI. Oleh : Rini Rinelly, (B8A)
REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI Oleh : Rini Rinelly, 1306377940 (B8A) REAKSI ANTIGEN DAN ANTIBODI Pada sel B dan T terdapat reseptor di permukaannya yang berguna untuk
Lebih terperinciGambar: Struktur Antibodi
PENJELASAN TENTANG ANTIBODY? 2.1 Definisi Antibodi Secara umum antibodi dapat diartikan sebagai protein yang dapat ditemukan pada plasma darah dan digunakan oleh sistem kekebalan tubuh untuk mengidentifikasikan
Lebih terperinciAPLIKASI BIOTEKNOLOGI DALAM BIDANG FARMASI APLIKASI BIOTEKNOLOGI DALAM BIDANG FARMASI
APLIKASI BIOTEKNOLOGI DALAM BIDANG FARMASI APLIKASI BIOTEKNOLOGI DALAM BIDANG FARMASI Aplikasi Bioteknologi mampu meningkatkan kualitas suatu organisme dengan memodifikasi fungsi biologis suatu organisme
Lebih terperinciKasus Penderita Diabetes
Kasus Penderita Diabetes Recombinant Human Insulin Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB Sejak Banting & Best menemukan hormon Insulin pada tahun 1921, pasien diabetes yang mengalami peningkatan
Lebih terperinciMATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang
11 MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dari bulan Juni 2010 sampai dengan Juni 2011. Penelitian dilakukan di kandang FKH-IPB. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium
Lebih terperinciDAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...
DAFTAR ISI RIWAYAT HIDUP... Error! Bookmark not defined. ABSTRAK... Error! Bookmark not defined. ABSTRACT... Error! Bookmark not defined. UCAPAN TERIMA KASIH... Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI...
Lebih terperinciAsuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan. Sistem Imunitas
Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari sel-sel serta
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Sebanyak 173 dan 62 contoh serum sapi dan kambing potong sejumlah berasal dari di provinsi Jawa Timur, Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Barat, Jakarta dan
Lebih terperinci