ANALISA PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK GUNA MENGOPTIMALKAN PENERIMAAN NEGARA PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA PANCORAN JAKARTA SELATAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISA PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK GUNA MENGOPTIMALKAN PENERIMAAN NEGARA PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA PANCORAN JAKARTA SELATAN"

Transkripsi

1 ANALISA PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK GUNA MENGOPTIMALKAN PENERIMAAN NEGARA PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA PANCORAN JAKARTA SELATAN Nia Wahyuni, Stefanus Ariyanto, S.E.,M.Ak,CPSAK. Binus University, Jl. Salak 5 No. 52, , niaasarah@gmail.com ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses pelaksanaan penagihan pajak, mengetahui kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan penagihan pajak, dan mengetahui bagaimana upaya pelaksanaan penagihan pajak yang dilakukan agar lebih efektif. Objek penelitian yaitu Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pancoran Jakarta Selatan. Metode penelitian yang digunakan yaitu kepustakaan dan melakukan penelitian lapangan yang dilakukan dengan observasi langsung ke KPP Pratama Pancoran Jakarta. Hasil penelitian pelaksanaan penagihan pada KPP Pratama Pancoran Jakarta telah berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku, namun pelaksanaan penagihan tersebut belum dapat mengoptimalkan penerimaan negara karena waktu pelaksanaan penagihan umumnya terlampau jauh dari tanggal jatuh tempo Surat Ketetapan Pajak dan terdapat sejumlah surat Teguran dan Surat Paksa yang diterbitkan setelah Wajib Pajak melakukan pembayaran. Tindakan penyitaan hanya dilakukan berupa tindakan pemblokiran rekening Wajib Pajak. Simpulan yang diperoleh dari penelitian ini, adalah pelaksanaan penagihan pajak secara keseluruhan belum efektif. Terlihat dari jumlah bukti pembayaran yang diterima masih dibawah 50% dari jumlah surat tegura dan Surat Paksa. Saran untuk mengatasi kendala yang dihadapi adalah sebaiknya KPP menyesuaikan SDM dengan beban kerja di dalam penagihan pajak, agar setiap pelunasan yang dilakukan oleh Wajib Pajak segera diketahui oleh Seksi Penagihan dan didukung oleh alert control atas informasi untuk diterbitkannya Surat Teguran dan Surat Paksa dalam sistem informasi perpajakan sehingga dapat membantu melaksanakan proses penagihan, serta pemberian wawasan soft skill kepada petugas penagihan sehingga membuat kesadararan yang tinggi bagi Wajib Pajak dalam melunasi utangnya. Kata Kunci : Penagihan Pajak, Surat Teguran, SPMP, Lelang

2 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Pendapatan negara adalah semua penerimaan dalam negeri dan penerimaan pembangunan yang digunakan untuk membiayai belanja negara, dimana penerimaan tersebut didapat dari berbagai sumber, baik dari sektor migas dan sektor nonmigas. Namun seiring dengan menipisnya sumbersumber daya alam seperti minyak bumi dan gas alam maka penerimaan sektor migas semakin berkurang. Maka dari itu sumber penerimaan dari sektor nonmigas lebih besar dibanding migas karena penerimaan utama dari sektor nonmigas adalah penerimaan dari sektor pajak. Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara. Tanpa pajak, sebagian besar kegiatan negara sulit untuk dapat dilaksanakan. Penggunaan uang pajak meliputi belanja pegawai sampai dengan pembiayaan berbagai proyek pembangunan. Uang pajak juga digunakan untuk pembiayaan dalam rangka memberikan rasa aman dan nyaman bagi seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu, berbagai upaya peningkatan penerimaan pajak dilakukan oleh pemerintah, namun harapan tersebut sulit untuk dicapai karena kondisi krisis yang terjadi di Indonesia. Selain krisis yang terjadi di Indonesia, harapan untuk meningkatkan penerimaan negara pun tertunda karena masih adanya tunggakan pajak sebagai akibat dari kelalaian masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Tanpa mereka sadari sedikit kelalaian masyarakat dapat berakibat tidak baik untuk negara. Kondisi seperti ini memberikan harapan besar untuk pembangunan di masa yang akan datang memberikan kesadaran bagi wajib pajak dalam melakukan pembayaran pajak dan efektivitas dalam penagihan pajak yang dilaksanakan. Apabila kekurangan pajak sebagaimana tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak tersebut telah sampai pada jatuh tempo, maka penagihan pajak dianggap perlu dilakukan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan penerimaan pajak negara. Penagihan pajak dilakukan dengan terlebih dahulu menerbitkan Surat Teguran oleh Pejabat. Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis diterbitkan apabila penanggung pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran. Hutang pajak timbul karena ketetapan oleh fiskus. Dalam kondisi tertentu, hutang pajak yang ada menjadi tunggakan atau belum lunas secara administratif. Hal ini terjadi karena beberapa hal, diantaranya wajib pajak mengajukan keberatan atau banding terhadap ketetapan pajak, wajib pajak mengajukan permohonan untuk mengangsur atau menunda pembayaran utang pajak, wajib pajak sengaja tidak membayar hutang pajak karena beberapa alasan, misalnya karena likuiditas atau merasa diperlakukan tidak adil. Hutang pajak dalam hal ini adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan perpajakan. Surat Teguran diterbitkan oleh Pejabat untuk menegur atau memperingatkan wajib pajak melunasi hutang pajaknya. Apabila Penanggung Pajak atau Wajib Pajak tetap tidak melunasi hutangnya pajak sebagaimana yang tercantum dalam Surat Paksa maka diterbitkanlah Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP). Dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah tindakan penyitaan, hutang pajak belum dilunasi maka akan dilanjutkan dengan tindakan

3 pelelangan melalui Kantor Lelang Negara. Dalam hal biaya penagihan paksa dan biaya pelaksanaan sita belum dibayar maka akan dibebankan bersama-sama dengan biaya iklan untuk mengumumkan lelang dalam surat kabar dan biaya lelang pada saat pelelangan. Namun dalam pelaksanaannya, kegiatan penagihan belum berjalan maksimal karena kegiatan penagihan pajak yang dilakukan pada umumnya tidak sampai dengan kegiatan pelelangan, tetapi hanya diterbitkannya Surat Paksa. Selain itu jangka waktu pelaksanaan penagihan pun pada terlalu lama dari tanggal jatuh temponya Surat Ketetapan Pajak, sehingga kondisi ini mengakibatkan penerimaan Negara menjadi tertunda dari yang seharusnya. Latar belakang masalah yang telah diuraikan tentunya mengharapkan terjadinya sebuah keselarasan yang membuat perbaikan dalam bidang perpajakan khususnya di bidang penagihan pajak yang ada pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pancoran. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan pengamatan mengenai pelaksanaan penagihan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pancoran Jakarta Selatan melalui penyusunan skripsi dengan judul ANALISA PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK GUNA MENGOPTIMALKAN PENERIMAAN NEGARA PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA PANCORAN JAKARTA SELATAN Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah proses penagihan pajak yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pancoran Jakarta Selatan telah sesuai dengan UU No.19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan UU No.19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa? 2. Apakah hambatan yang dihadapi KPP Pancoran dalam melaksanakan penagihan pajak? 3. Bagaimana upaya penagihan pajak yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pancoran Jakarta Selatan agar dapat dilaksanakan secara efektif? Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui apakah proses pelaksanaan penagihan pajak telah sesuai dengan UU No.19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan UU No.19 Tahun 2000 pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pancoran Jakarta Selatan. 2. Mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan penagihan pajak; 3. Mengetahui bagaimana upaya penagihan pajak yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pancoran Jakarta Selatan. 4. Memberikan rekomendasi pada KPP untuk perbaikan proses penagihan pajak.

4 Metode Penelitian Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan metode analisis deskriptif. Penulis mengumpulkan dan menggunakan data-data dari berbagai sumber literatur serta mendeskripsikan dan menganalisisnya untuk memperoleh kesimpulan yang tepat dan sesuai dengan teori yang ada. Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan dua metode penelitian sebagai berikut: a. Metodologi Penelitian Lapangan Penulis menggunakan dua teknik pengumpulan data, yaitu: 1. Metode Pengamatan Langsung (Observasi) Untuk mengetahui proses pelaksanaan kegiatan intensifikasi yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pancoran Jakarta Selatan, penulis melakukan observasi langsung sehingga mendapat data yang lengkap. - Wawancara Melalui metode wawancara, penulis mengajukan pertanyaan secara lisan kepada pihak-pihak yang bersangkutan, dalam hal ini seksi-seksi yang ada di Kantor Pelayanan Pajak, khususnya Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI), dan Pengawasan dan Konsultasi (waskon). - Dokumentasi Memperoleh data dengan cara melihat catatan-catatan, formulir-formulir yang terdapat di perusahaan yang ada kaitannya dengan objek yang diteliti. 2. Metodologi Penelitian Kepustakaan Metode Penelitian Kepustakaan ini digunakan untuk mendukung landasan teori yang dituangkan ke dalam penelitian, maka penulis mengumpulkan data-data yang berasal dari literatur-literatur yang sesuai dengan judul penelitian, antara lain: Buku-buku, Ketentuan Peraturan Undang-Undang Pajak, Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak dan Media Massa lainnya. Hasil Dan Bahasan Penerbitan Surat teguran Dalam ketentuan Pasal 27 ayat (5) PP 80 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan diatur bahwa dalam hal Wajib Pajak tidak melunasi jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan, pajak yang masih harus dibayar tersebut ditagih dengan terlebih dahulu menerbitkan Surat Teguran. Surat Teguran tersebut diterbitkan setelah lewat 7 (tujuh) hari dari tanggal jatuh tempo pembayaran. Namun dalam pelaksanaannya, penerbitan Surat Teguran tidak dilakukan tepat 7 (tujuh) hari setelah jatuh tempo pembayaran atas Surat Tagihan atau Surat Ketetapan Pajak. Perhitungan jangka waktu penerbitan Surat Teguran tahun 2011 rata-rata Surat Teguran diterbitkan setelah 56 (lima puluh enam) hari terhitung sejak 7 (tujuh) hari jatuh tempo Surat Ketatapan Pajak. Sedangkan perkembangan jangka waktu penerbitan Surat Teguran pada tahun 2012 rata-rata jangka waktu penerbitan Surat Teguran pada tahun 2012 yaitu 61 (enam puluh satu )

5 hari setelah jangka waktu minimal 7 (tujuh) hari diterbitkannya Surat Teguran setelah jatuh tempo. Pada tahun 2013 rata-rata jangka waktu penerbitan Surat Teguran sebesar 37 (tiga puluh tujuh) hari dari jangka waktu minimal 7 (tujuh) hari diterbitkannya Surat Teguran setelah jatuh tempo. Walaupun masih terhitung jauh dari jatuh tempo yaitu 7 (tujuh) hari, tetapi pada tahun 2013 rata-rata jangka waktu penerbitan mengalami perbaikan yang cukup siginifikan dibanding tahun 2011 dan tahun Jika dilihat secara keseluruhan dari tahun 2011 sampai 2013, tahun 2013 mengalami penurunan jangka waktu penerbitan yang cukup jauh dibanding tahun 2011 dan tahun 2012, itu artinya mengalami peningkatan dari segi waktu batas minimal yaitu 7 (tujuh) hari, tetapi pada tahun 2011 dan tahun 2012 rata-rata jangka waktu penerbitan adalah 56 (lima puluh enam) hari dan 61 (enam puluh satu) hari. Hal ini terjadi karena data Wajib Pajak/Penanggung Pajak kurang lengkap, contoh alamat Wajib Pajak/Penanggung Pajak seharusnya Jl.Mangga No.9, tetapi pada data alamat Wajib Pajak/Penanggung Pajak hanya Jl.Mangga. Data Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang kurang lengkap menyebabkan pengiriman Surat Teguran menjadi terhambat, Surat Teguran tersebut akan dikembalikan ke jurusita lalu jurusita akan melacak alamat yang benar pada Wajib Pajak, setelah itu Surat Teguran tersebut bisa dikirim ulang ke alamat yang sudah benar, rangkaian kegiatan seperti itu pastinya membutuhkan waktu yang tidak sebentar, terlebih Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang seperti itu tidak hanya satu, tetapi lebih dari satu. Pada tahun 2013 mengalami peningkatan dari segi batas waktu, walaupun belum sesuai dengan Undang-Undang tetapi tahun 2013 lebih baik dari tahun 2011 dan tahun 2012, hal ini bisa terjadi karena Wajib Pajak bersifat kooperatif. Kooperatif dalam hal ini maksudnya Wajib pajak aktif dalam berinteraksi dan menjalani hubungan yang baik dengan fiskus, terdapat kerja sama dan timbal balik yang baik antara Wajib Pajak dengan fiskus. Apabila dilihat dari efektivitas pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak/Penanggung Pajak setelah diterbitkannya Surat Teguran pada tahun 2011 rata-rata jangka waktu pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak/Penanggung Pajak adalah 152 (seratus lima puluh dua) hari atau 5 (lima) bulan, 2011 Ini menunjukkan bahwa Surat Teguran belum dapat menyadarkan Wajib Pajak untuk segera membayar tunggakan pajaknya. Pada tahun 2012 rata-rata jangka waktu pembayaran setelah diterbitkannya surat teguran yaitu selama 105 (seratus lima) hari. Telah terjadi penurunan dari tahun sebelumnya yaitu 152 (seratus lima puluh dua) hari. Sedangkan untuk tahun 2013 rata-rata jangka waktu pembayaran setelah diterbitkan Surat Teguran yaitu selama 72 (tujuh puluh dua) hari tetapi jika dibandingkan dengan tahun 2011, tahun 2012 dan tahun 2013 mengalami penurunan yang signifikan. Hal ini disebabkan karena adanya kerja sama yang baik antara pihak jurusita dan Wajib Pajak. Terdapat komunikasi yang baik antar jurusita, sehingga penyampaian surat teguran pada Wajib Pajak tidak terlambat. Dari sisi Wajib Pajak pun sangat kooperatif dalam menanggapi hal tindakan penagihan ini, sehingga dari tahun 2011 sampai tahun 2013 pelunasan utang surat paksa mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini menunjukkan bahwa penerbitan Surat Teguran sudah cukup efektif karena dapat menambah kesadaran Wajib Pajak/Penanggung Pajak untuk segera melunasi utang pajaknya. Namun apabila dilihat secara keseluruhan jumlah Surat Teguran yang diterbitkan pada tahun 2011, 2012 dan 2013 dengan jumlah bukti pembayaran sebagai hasil diterbitkannya Surat Teguran tersebut belum dapat dikatakan efektif karena pada tahun 2011 dari jumlah keseluruhan 702 lembar Surat Teguran yang diterbitkan hanya 323 lembar yang dilunasi atau sebesar 46,0%, sedangkan tahun 2012 dari jumlah

6 keseluruhan 773 lembar Surat Teguran yang diterbitkan hanya 336 lembar yang dilunasi atau 47,8% dan pada tahun 2013 dari 818 lembar Surat Teguran yang diterbirtkan hanya 304 lembar yang dilunasi atau 37,1% seperti dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.1 Efektivitas Pembayaran Pajak Sebagai Hasil Diterbitkannya Surat Teguran Tahun Jumlah Jumlah Pencapaian Jumlah Prosentase Surat Teguran Utang Pajak Bukti Pembayaran Efektivitas Penerbitan Surat Teguran % ,80% ,10% Sumber : Seksi Penagihan Pajak KPP Pancoran Penerbitan Surat Paksa Sesuai Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, surat paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Surat Paksa diterbitkan untuk memerintahkan dengan paksa kepada Wajib Pajak/Penanggung Pajak untuk melunasi utang pajak beserta biaya penagihan. Gambaran mengenai jangka waktu rata-rata penerbitan Surat Paksa pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Pancoran pada tahun 2011 rata-rata jangka waktu yang dibutuhkan oleh KPP untuk menerbitkan Surat Paksa adalah selama 437 (empat ratus tiga puluh tujuh) hari terhitung sejak tanggal jatuh tempo Surat Ketetapan Pajak. Pada tahun 2012 rata-rata jangka waktu yang diperlukan KPP untuk menerbitkan Surat Paksa yaitu selama 331 (tiga ratus tiga puluh satu) hari dari jatuh tempo. Telah terjadi penurunan dati tahun sebelumnya, pada tahun 2011 diperlukan waktu lebih dari satu tahun setelah Surat Teguran diterbitkan untuk kemudian diterbitkan Surat Paksa. Dan perkembangan rata-rata jangka waktu penerbitan Surat Paksa pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pancoran Jakarta pada tahun 2013 rata-rata yang diperlukan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Pancoran untuk menerbitkan Surat Paksa yaitu selama 454 (empat ratus empat puluh lima empat) hari dari tanggal jatuh tempo. Hal ini menunjukkan kenaikan kembali dari jangka waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk menerbitkan Surat Paksa tahun 2012 yaitu 331 hari, bahkan jika dibandingkan dengan jangka waktu rata-rata penerbitkan Surat Paksa pada tahun 2011 pun mengalami kenaikan pada tahun Namun 437 hari dan 331 hari belum dapat dikatakan membanggakan karena waktu penerbitan masih terlalu lama dari yang seharusnya, yaitu 7 (tujuh) hari setelah jatuh tempo Surat Ketetapan Pajak ditambah 21 (dua puluh satu) hari setelah Surat Teguran diterbitkan. Penerbitan Surat Paksa dapat dikatakan efektif apabila penerbitan tersebut kisaran diantara 28 hari (7 hari setelah jatuh tempo+ 21 hari setelah Surat Teguran diterbitkan). Selain itu besarnya waktu yang diperlukan untuk menerbitkan Surat Paksa ini disebabkan karena banyak terdapat Surat Ketetapan Pajak yang sudah jatuh tempo lebih dari 5 (lima) tahun tetapi baru diterbitkan Surat Paksa di tahun 2011, 2012, dan Dengan adanya kondisi seperti ini menunjukkan indikasi bahwa tidak semua Surat Teguran yang dikeluarkan di tahun yang bersangkutan diterbitkan Surat Paksa di tahun yang sama. Tidak adanya batas waktu maksimal yang tercantum dalam undang-undang, menyebabkan Wajib Pajak tidak jera untuk melunasi hutang pajaknya, pada saat pihak jurusita menyampaikan tagihan surat paksa, wajib pajak hanya melihat tagihan surat paksa dan tidak segera untuk melunasi

7 utang pajaknya. Disaat pihak jurusita menagih hutangnya kembali, Wajib Pajak selalu mengeluh kondisi keuangan sedang tidak baik, sikap seperti ini sangat menghambat pelaksanaan proses penagihan dan pastinya berpengaruh pada penerimaan pada KPP karena pembayaran hutang tidak tepat pada waktunya. Apabila dilihat dari efektivitas pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak/Penanggung Pajak setelah diterbitkannya Surat Paksa 2011 rata-rata jangka waktu yang pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak/Penanggung Pajak setelah diterbitkannya Surat Paksa selama 259 (dua ratus lima puluh sembilan) hari. Pada tahun 2012 telah terjadi penurunan rata-rata jangka waktu pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak/Penanggung Pajak setelah menerima Surat Paksa dari tahun sebelumnya menjadi 95 (sembilan puluh lima) hari. Dan rata-rata jangka waktu pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak/Penanggung Pajak setelah menerima Surat Paksa di tahun 2013 mengalami penurunan kembali dari tahun sebelumnya menjadi 83 (delapan puluh tiga) hari.rata-rata jangka waktu pembayaran setelah penerbitan Surat Paksa tahun 2013 mengalami penurunan dari 95 hari di tahun 2012 menjadi 83 hari di tahun Hal ini dikarenakan oleh adanya kerjasama yang baik antara pihak jurusita satu dengan yang lainnya, dan kerjasama antara jurusita dengan wajib pajak. Wajib Pajak yang kooperatif sangat membantu jurusita dalam melaksanakan proses penagihan pajak. Walaupun masih jauh dari jangka waktu yang semestinya tetapi dari tahun 2011 ke tahun 2013 mengalami penurunan yang cukup signifikan dan hal ini menunjukkan bahwa sampai dengan diterbitkannya Surat Paksa dapat menambah kesadaran Wajib Pajak/Penanggung Pajak untuk segera melunasi hutang pajaknya. Pada tahun 2011 diterbitkan 379 lembar Surat Paksa namun hanya 203 lembar yang dilunasi atau sebesar 53,5%, sedangkan tahun 2012 diterbitkan 437 lembar Surat Paksa mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya, dari 437 lembar Surat Paksa yang diterbitkan terdapat 174 lembar Surat Paksa yang dilunasi atau sebesar 39,1%, dan di tahun 2013 dari 514 lembar Surat Paksa yang diterbitkan hanya 276 lembar Surat Paksa yang dilunasi atau sebesar 53,6%, seperti terlihat pada tabel berikut : Tabel 4.2 Efektivitas Pembayaran Pajak sebagai Hasil diterbitkannya Surat Paksa Tahun Jumlah Jumlah Pencapaian Jumlah Prosentase Surat Bukti Efektivitas Penerbitan Paksa Utang Pajak Pembayaran Surat Paksa % ,10% ,60% Sumber : Seksi Penagihan Pajak KPP Pancoran Dapat dilihat dari prosentase efektivitas pembayaran sebagai hasil diterbitkannya Surat Paksa bahwa pada tahun 2011 dan 2013 telah melampaui 50%, jika dilihat dalam indikator keefektivitasan, pada tahun 2011 dan 2013 tergolong kurang efektif dan pada tahun 2012 tidak efektif. Namun jika dilihat secara keseluruhan efektivitas pembayaran sebagai hasil diterbitkannya Surat Paksa belum dapat menyadarkan Wajib Pajak untuk segera melunasi hutang pajaknya.

8 Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) Penerbitan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) adalah 2x24 jam terhitung sejak tanggal diberitahukannya Surat Paksa dan Wajib Pajak/Penanggung Pajak belum juga melunasi utangnya. Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pramata Pancoran melakukan tindakan penyitaan berupa barang untuk data terakhir pada tahun 2010, sedangkan penulis meneliti tindakan penyitaan pada tahun 2011,2012 dan Untuk tahun 2011, 2012 dan 2013 Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pancoran hanya melakukan penyitaan berupa pemblokiran rekening. Prosedur penyitaan terhadap kekayaan Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang disimpan di bank berupa deposito, tabungan, saldo rekening koran, giro atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dilaksanakan dengan terlebih dahulu melakukan pemblokiran rekening, yang bertujuan agar jumlah harta dalam rekening tersebut diamankan sebagai jaminan pelunasan utang pajak. Berikut adalah indikator untuk mengetahui seberapa tingkat efektivitas dari hasil pemblokiran yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pancoran : Tabel 4.3 Klasifikasi Pengukuran Efektivitas Prosentase Kriteria 0,00-10% Sangat Kurang 10,10%-20% Kurang 20,10%-30% Sedang 30,10%-40% Cukup Baik 40,10%-50% Baik >50% Sangat Baik Sumber : Depdagri, Kemendagri No Data pemblokiran rekening pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pancoran pada tahun 2011, 2012 dan 2013 : Tabel 4.4 Prosentase Pencairan Piutang Pajak dari Hasil Pemblokiran No Tahun Total Pencairan Prosentase Piutang Pajak dari hasil Pemblokiran % % % Sumber : Seksi Penagihan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pancoran Jakarta Lelang Lelang menurut Pasal 1 angka 17 UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa adalah setiap penjualan barang di muka umum dengan cara penawaran harga secara lisan dan atau tertulis melalui usaha pengumpulan minat atau calon pembeli, sementara pelaksanaan penjualan

9 lelang dilakukan oleh Kantor Lelang. Pelaksanaan Lelang dilakukan oleh pejabat lelang berdasarkan peraturan perundang-undangan tentang lelang. Jadi, Direktorat Jenderal Pajak atau pemerintah daerah hanya bertindak sebagai pemohon lelang. Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pancoran Jakarta tidak melaksanakan lelang karena Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pancoran Jakarta lebih efektif untuk pemblokiran rekening Wajib Pajak/Penanggung Pajak. Hal ini bisa terjadi karena : a. Wajib Pajak/Penanggung Pajak mempunyai leasing. Barang-barang yang menjadi objek lelang sebagian besar adalah leasing, jika Wajib Pajak/Penanggung Pajak bangkrut barang-barang tersebut pasti akan dikembalikan, maka dari itu leasing tidak bisa untuk disita terlebih untuk lelang. b. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) membutuhkan biaya. Salah satu syarat pelaksanaan lelang adalah memberitakan pengumuman lelang pada media massa, misalnya koran. Menerbitkan iklan pada koran tentunya tidak membutuhkan biaya yang sedikit, sebenarnya dari Kantor Pusat dapat menyediakan anggaran dana untuk iklan dan pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pancoran Jakarta pun memiliki dana untuk hal tersebut. Tetapi untuk menghemat biaya pengeluaran maka Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pancoran Jakarta lebih memilih tindakan pemblokiran rekening terhadap Wajib Pajak. Di sisi lain tindakan blokir lebih efisien karena dapat membuat jera Wajib Pajak untuk melunasi hutang pajaknya dengan segera. c. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) membutuhkan waktu. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pancoran Jakarta tidak memiliki waktu yang lama untuk melaksanakan tindakan lelang. Sedangkan tindakan pengumuman sampai tindakan lelang hanya berjangka waktu 28 hari (14 hari + 14 hari). Rangkaian tindakan lelang pun terhitung lebih rumit dibandingkan dengan pemblokiran. Awalnya Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pancoran Jakarta harus pergi ke kantor lelang untuk mengisi formulir bahwa pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pancoran Jakarta ingin melaksanakan lelang dan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pancoran Jakarta meminta jadwal lelang, dan kembali lagi ke KPP untuk memberikan kesempatan terakhir pada Wajib Pajak. Jika Wajib Pajak tidak memenuhi syarat pihak jurusita harus kembali lagi ke kantor lelang untuk melapor. Rangkaian tindakan seperti itu sangat menyita waktu, memngingat bahwa tugas jurusita tidak hanya mengurusi masalah tindakan lelang di kantor lelang. Analisa Penagihan Pajak Setelah dilakukan Penelitian terhadap proses penagihan pajak yang dilakukan oleh Seksi Penagihan pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pancoran Jakarta, dapat diketahui bahwa proses penagihan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pancoran Jakarta sudah sesuai dengan prosedur yang telah diterapkan dalam Undang-Undang Perpajakan yang berlaku. Hanya terdapat sedikit perbedaan antara Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pancoran Jakarta dengan KPP lainnya yaitu proses penagihan yang dilakukan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pancoran Jakarta tidak menggunakan proses penyitaan dan pelelangan, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama

10 Pancoran Jakarta hanya melaksanakan penyitaan berupa pemblokiran rekening Wajib Pajak/Penanggung pajak. Proses Penagihan Pajak diawali dengan Penerbitan Surat Teguran, lalu Surat Paksa, diikuti Penerbitan Surat Perintah Melaksanakan Pemblokiran, dan terakhir dilakukannya Pemblokiran atas harta Wajib Pajak/Penanggung Pajak. Namun di dalam prakteknya, jangka waktu yang sudah ditetapkan oleh Undang-Undang Perpajakan tidak sesuai dengan jangka waktu dalam praktek penagihan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pancoran Jakarta. Surat Teguran dapat diterbitkan setelah 7 (tujuh) hari dihitung dari saat jatuh tempo atas pembayaran Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak. Tetapi dalam pelaksanaannya Seksi Penagihan memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak/Penanggung Pajak untuk melunasi kewajibannya, sehingga Surat Teguran yang diterbitkan tidak pernah tepat 7 (tujuh) hari setelah jatuh tempo Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak, tetapi bisa berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun setelah jatuh tempo pembayaran Surat Ketetapan Pajak/Surat Tagihan Pajak. Begitu pula halnya dengan jangka waktu yang dibutuhkan untuk menerbitkan Surat Paksa yang selalu jauh melewati dari jangka waktu minimal. Berikut grafik atas kinerja penagihan pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pancoran Jakarta pada periode tahun 2011, 2012 dan 2013 : Gambar 4.1 Proses Penagihan Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pancoran Jakarta Sumber : Data yang diolah Dari grafik diatas dapat dilihat dalam menerbitakn Surat Teguran dibutuhkan waktu 56 (lima puluh enam) hari, pada tahun 2012 dibutuhkan waktu 61 (enam puluh satu) hari dan pada tahun 2013 dibutuhkan waktu 37 (tiga puluh tujuh) hari terhitung sejak 7 (tujuh) hari setelah jatuh tempo atas pembayaran Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak. Jika dilihat dari kinerja seksi penagihan dalam menerbitkan Surat Teguran dari tahun ke tahun belum dikatakan baik, karena dari tahun 2011 ke 2012 jangka waktu yang dibutuhkan untuk menerbitkan Surat Teguran meningkat, tetapi pada tahun 2013 mengalami penurunan yang cukup signifikan. Hal ini disebabkan pada tahun 2012 terdapat hanya satu jurusita, pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pancoran Jakarta sesungguhnya terdapat dua jurusita, tetapi pada tahun 2012 salah satu dari jurusita mengajukan cuti dikarenakan suatu hal, sedangkan jumlah Wajib Pajak yang masuk dalam kategori yang akan

11 dilakukan tindakan penagihan cukup banyak, sehingga beban kerja yang ada tidak sebanding dengan jumlah jurusita yang ada. Tetapi pada tahun 2013 mengalami penurunan yang cukup signifikan karena adanya penambahan dan pergantian jurusita pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pancoran Jakarta. Sedangkan untuk menerbitkan Surat Paksa dibutuhkan waktu 437 hari untuk tahun 2011, 331 hari untuk tahun 2012 dan 454 hari untuk tahun 2013 terhitung dari 28 hari setelah jatuh tempo pembayaran Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak. Dalam pelaksanaannya Surat Paksa diterbitkan lebih dari satu tahun lamanya. Jangka waktu ini sangat tidak efektif, namun jika kita lihat dalam peraturan yang berlaku tidak dikatakan batas maksimal dalam melaksanakan penagihan pajak. Hal ini lah yang menjadi celah untuk para Wajib Pajak/Penanggung Pajak mengabaikan kewajibannya dalam membayarkan kewajibannya dan membuat Seksi Penagihan tidak memaksimalkan kinerjanya dikarenakan peraturan yang hanya memberikan batas minimal dalam melaksanakan penagihan. Dan waktu yang lama ini akan sangat berpengaruh pada penerimaan pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pancoran Jakarta yang juga akan berpengaruh terhadap penerimaan negara. Waktu yang lama dalam menerbitkan Surat Paksa akan memberikan dampak pada proses selanjutnya dalam penagihan yaitu SPMP, tetapi dalam hal penerbitan dan pelaksanaan SPMP penulis hanya melihat dari tingkat keefktivitasannya karena pihak Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pancoran Jakarta hanya memberikan sejumlah data piutang dan pencairan piutang melalui pemblokiran. Jika dilihat dari hasil indikator keefektivitasannya, tindakan pemblokiran terhadap Wajib Pajak/Penanggung Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pancoran Jakarta terbilang sangat efektif, prosentase pada tahun 2011, 2012 dan 2013 menyatakan lebih dari 50% yang artinya adalah tindakan pemblokiran pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pancoran Jakarta sangat efektif. Dalam pelaksanaannya tindakan penagihan tidak berjalan mulus seperti pada konsepnya, banyak Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang mengajukan permohonan pada jurusita untuk mengangsur hutangnya dan memohon maaf atas keterlambatannya karena kondisi ekonomi. Dalam hal ini jurusita tidak dapat berbuat apa-apa karena yang terpenting adalah ada itikad baik yang ditunjukkan dari Wajib Pajak pada pihak jurusita. Berdasarkan Undang-undang penagihan pajak, sejak tahun 2008 hingga saat ini untuk Wajib Pajak yang mengajukan keberatan, banding atau peninjauan kembali atas jumlah hutang pajaknya sangat menghambat proses pelaksanaan penagihan pajak. Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pancoran Jakarta ada juga Wajib Pajak yang mengajukan keberatan, banding dan peninjauan kembali atas jumlah hutang yang ditetapkan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pancoran Jakarta sehingga hal ini juga menghambat proses penagihan dan berdampak pada penerimaan KPP dan Negara karena dalam prakteknya Wajib Pajak/Penanggung Pajak tidak mau membayar hutang pajaknya sebelum dikeluarkan Surat Ketetapan atas keberatan, banding atau peninjauan kembali yang diajukan. Analisa Pembayaran Pajak Sebagai Hasil Pelaksanaan Penagihan Pajak Di dalam penagihan pajak memiliki dua fungsi, yaitu : pertama, sebagai upaya tindakan penegakan hukum kepada Wajib Pajak/Penanggung Pajak untuk mematuhi peraturan perundang-undangan. Kedua, sebagai tindakan pengamanan penerimaan pajak. Tindakan penagihan pajak merupakan salah

12 satu cara dalam memaksa kepatuhan Wajib Pajak. Selain itu, Penagihan pajak mempunyai fungsi dalam mengamankan penerimaan negara. Apabila utang pajak yang tidak tertagih maka akan berpengaruh terhadap penerimaan negara. Oleh karena itu, tindakan penagihan pajak harus dilakukan secara efektif dan efisien untuk menjaga penerimaan negara. Namun upaya penagihan pajak nampaknya belum dapat menyadarkan dan memberikan efek jera kepada Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang tidak melunasi utang pajaknya untuk segera membayar utang pajaknya. Hal ini dapat dilihat dari jangka waktu pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak/Penanggung Pajak rata-rata masih diatas dua bulan terhitung sejak diterbitkannya Surat Teguran dan Surat Paksa, seperti terlihat pada gambar berikut : Gambar 4.2 Jangka Waktu Pembayaran Sebagai Hasil Pelaksanaan Penagihan Pajak Sumber : Data yang diolah Dari gambar diatas terlihat bahwa rata-rata Wajib Pajak/Penanggung Pajak melakukan pembayaran setelah dua bulan diterbitkannya Surat Teguran dan Surat Paksa. Pada column terlihat bahwa SPMP dan Lelang tidak ada hasil karena Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pancoran Jakarta tidak melakukan Sita dan Lelang. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pancoran Jakarta hanya melakukan sita berupa pemblokiran rekening dan tidak diketahui berapa jangka waktu pemblokiran rekening tersebut. Dan untuk lelang, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pancoran Jakarta tidak melaksanakan lelang dikarenakan Wajib Pajak/Penanggung Pajak sebagian besar mempunyai leasing. Oleh karena itu penulis hanya dapat menganalisa rata-rata jangka waktu Wajib Pajak melakukan pembayaran atas Surat Teguran dan Surat Paksa saja. Kondisi ini menunjukkan bahwa tindakan penagihan pajak belum dapat memberikan kesadaran bagi Wajib Pajak/Penanggung Pajak untuk melunasi utang pajaknya. Jika dilihat dari kondisi ini, maka dapat dikatakan bahwa pelaksanaan penagihan pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pancoran Jakarta belum bisa dikatakan efektif karena rata-rata jangka waktu pembayaran masih jauh dari yang seharusnya dan proses penagihan ini belum dapat menyadarkan penunggak pajak untuk segera membayar utang pajaknya sehingga Penerimaan Negara pun belum optimal.

13 Simpulan Dan Saran Simpulan Dari hasil pembahasan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Secara keseluruhan pelaksanaan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pancoran Jakarta telah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Yang bermula dengan diterbitkannya Surat Teguran (ST) lalu dilanjutkan dengan Surat Paksa (SP), Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) dan terakhir dengan dilakukan penyitaan berupa pemblokiran rekening pada Wajib Pajak. Tetapi pelaksanaan penagihan pajak belum dapat dikatakan efektif karena penerbitan atas Surat Teguran dan Surat Paksa yang dilakukan masih jauh dari jangka waktu minimal yang telah ditetapkan. Sehingga penagihan yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pancoran Jakarta belum dapat mengoptimalkan penerimaan negara karena jangka waktu penerbitan yang masih jauh dari yang ditetapkan menyebabkan penerimaan negara tertunda dari jangka waktu yang seharusnya. 2. Realisasi pencapaian piutang pajak pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pancoran Jakarta berdasarkan indikator efektivitas dapat dikatakan cukup efektif dengan prosentase 60-80%. 3. Peningkatan tunggakan pajak setiap tahunnya disebabkan oleh kurangnya kesadaran Wajib Pajak yang didasari oleh kurangnya pengetahuan akan pajak dan rendahnya efektivitas penagihan. 4. Surat Teguran dan Surat Paksa yang diterbitkan dibayar dengan waktu yang bervariasi, ada beberapa yang membayar sebelum diterbitkannya Surat Teguran atau Surat Paksa yang mengakibatkan angka minus pada perhitungan jangka waktu yang sudah terlampir pada bab sebelumnya, ada yang membayar pada tahun yang bersamaan dengan tahun penerbitan Surat Teguran dan Surat Paksa dan ada yang membayar setelah tahun penerbitan Surat Teguran atau Surat Paksa sehingga membuat jangka waktu rata-rata penerbitan Surat Teguran dan Surat Paksa menjadi jauh dari waktu minimal sesuai ketetapan yang berlaku. 5. Pelaksanaan penagihan yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pancoran Jakarta dapat dikatakan belum efektif karena belum dapat menimbulkan efek jera dan kurang menyadarkan Wajib Pajak untuk segera melunasi hutang pajaknya. Terlihat pada prosentase efektivitas pembayaran atas Surat Teguran yang masih dibawah 50%, pembayaran Surat Paksa yang masih dibawah 65%, walaupun sudah diatas 50% tetapi jika dibandingkan dengan jangka waktu pembayaran, pembayaran atas Surat Paksa masih amat jauh dengan jangka waktu yang seharusnya. Hal ini dikarenakan adanya Surat Paksa yang jatuh temponya pembayarannya selisih hingga 5 (lima) tahun baru dibayarkan. Sedangkan untuk pemblokiran kiranya sudah cukup efektif dengan berhasil mencairkan lebih 63% hutang pajaknya, sisanya hutang 27% merupakan hutang blokir

14 yang diangsur oleh Wajib Pajak pada bulan berikutnya. Tetapi pembayaran yang terjadi atas seluruh penagihan yang ada belum dapat dikatakan efektif karena masih jauh jangka waktu minimal yang telah ditetapkan. 6. Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pancoran Jakarta tidak melaksanakan tindakan penyitaan berupa barang dikarenakan sebagian Wajib Pajak pada daerah Pancoran mempunyai leasing. Jadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pancoran Jakarta hanya melakukan tindakan penyitaan berupa pemblokiran rekening Wajib Pajak. 7. Untuk menambah wawasan Wajib Pajak, pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pancoran Jakarta disediakan Account Representative (AR) untuk pengawasan dan konsultasi, jadi setiap AR mengawasi beberapa Wajib Pajak setiap bulannya dari awal hingga akhirnya. Wajib Pajak juga dapat berkonsultasi pada pihak AR dengan bebas dan tidak dipungut biaya, hal ini dilakukan oleh pihak Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pancoran Jakarta guna meningkatkan pengetahuan akan pajak terhadap Wajib Pajak setempat. Saran Dari kesimpulan yang didapat, berikut saran yang kiranya dapat bermafaat bagi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pancoran Jakarta agar tindakan penagihan yang dilakukan dapat semakin efektif sehingga dapat mengoptimalkan penerimaan pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pancoran Jakarta : 1. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pancoran Jakarta harus dapat memaksimalkan pekerjaan seksi penagihan dalam tugasnya melakukan penagihan sehingga target-target yang telah ditetapkan oleh KPP dapat selalu tercapai dan selalu meningkat setiap tahunnya sehingga penerimaan pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pancoran Jakarta pun ikut meningkat. 2. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pancoran Jakarta sebaiknya menyesuaikan jumlah sumber daya manusia khususnya jurusita pajak dengan jumlah Wajib Pajak yang menunggak sehingga upaya-upaya yang dilakukan untuk mengurangi jumlah tunggakan dapat mengurangi jumlah tunggakan dapat berjalan dengan baik sehingga mengoptimalkan penerimaan negara. Dan diperhitungkan secara cermat antara beban kerja di bagian penagihan dengan jumlah personil yang tersedia, sehingga proses kegiatan penagihan dapat dilaksanakan tepat pada waktunya 3. Meningkatkan komunikasi antara Seksi Pelayanan dan Seksi-seksi lainnya yang bersangkutan mengenai perihal data pelunasan Wajib Pajak melalui bank sehingga tidak terjadi kesalahpahaman dalam penerbitan Surat Teguran, Surat Paksa dan pelaksanaan pemblokiran pada Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP). 4. Memperbaharui data pada Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP) sehingga sistem tersebut benar-benar membantu mengingatkan petugas penagihan untuk melaksanakan proses penagihan.

15 5. Perlu pemberian wawasan pengetahuan soft skilli dalam proses penagihan pajak sehingga petugas dalam melaksanakan tugasnya membuat kesadaran yang tinggi bagi Wajib Pajak dalam melunasi utang pajaknya. Dan berikut Saran untuk peneliti selanjutnya : 1. Disarankan untuk peneliti selanjutnya menggunakan sampel di wilayah KPP lain sehingga dapat dijadikan analisa perbandingan antara satu KPP dengan KPP lainnya dan dapat dijadikan referensi untuk peneliti-peneliti selanjutnya. 2. Berdasarkan hasil penelitian di atas peneliti menyarankan untuk peneliti selanjutnya melakukan penelitian terhadap KPP yang melakukan proses penagihan secara lengkap. REFERENSI Agoes, Sukrisno. (2012). Akuntansi Perpajakan. Penerbit : Salemba Empat Bohari,H, S.H,M.S. (2012) PENGANTAR HUKUM PAJAK. Penerbit : PT Raja Grafindo Persada Dalanggo, Nurfiarti.(2013). Pengaruh penagihan pajak dengan surat teguran dan surat paksa terhadap kepatuhan wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gorontalo. Fidel,S.E.S.H,M.M.,BKP. (2010). Cara Memahami Masalah-masalah Perpajakan. Penerbit : PT RajaGrafindo Persada Moleong, Lexy. (2013). Metodologi Penelitian Kualitatif. Penerbit : PT Remaja Rosda Karya Ortax (2011). Keputusan Menteri Keuangan Nomor 147/KMK.04/1998 Tentang Penunjukan Pejabat Untuk Penagihan Pajak Pusat, Tata Cara dan Jadwal Waktu Pelaksanaan Penagihan Pajak. http/// Ortax (2011). Keputusan Menteri Keuangan Nomor 149/KMK.04/1998 Tentang Syarat-syarat, Tata Cara Pengangkatan Dan Pemberhentian Jurusita Pajak. http/// Ortax (2011). Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Penagihan Seketika dan Sekaligus dan Pelaksanaan Surat Paksa Tanggal 26 Desember http/// Ortax (2011). Keputusan Menteri Keuangan Nomor 562/KMK.04/2000 Tentang Syarat-syarat, Tata Cara Pengangkatan Dan Pemberhentian Jurusita Pajak. Tanggal 26 Desember http/// Ortax (2011). Keputusan Menteri Keuangan Nomor 565/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Pajak Dan Penetapan Besarnya Penghapusan tanggal 26 Desember http/// Ortax (2011). Pasal 18 Undang-Undang No.28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan mengenai Dasar Penagihan Pajak. Penerbit : PT Integral Data Prima Ortax (2011). Pasal 19 Undang-Undang No.28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan mengenai administrasi penagihan pajak. Penerbit : PT Integral Data Prima

16 Ortax (2011). Pasal 20 Undang-undang No.28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan mengenai Surat Paksa dan Penagihan Seketika dan Sekaligus. Penerbit : PT Integral Data Prima Ortax (2011). Pasal 21 Undang-undang No.28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan mengenai Hak Mendahului Tagihan Pajak. Penerbit : PT Integral Data Prima Ortax (2011). Pasal 22 Undang-undang No.28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan mengenai Daluwarsa Penagihan Pajak. Penerbit : PT Integral Data Prima Ortax (2011). Pasal 23 Undang-undang No.28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan mengenai Gugatan Penagihan Pajak. Penerbit : PT Integral Data Prima Ortax (2011). Pasal 24 Undang-undang No.28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan mengenai Tata Cara Penghapusan Piutang. Penerbit : PT Integral Data Prima Ortax (2011). Peraturan Menteri Keuangan - 24/PMK.03/2008 tentang TATA CARA PELAKSANAAN PENAGIHAN DENGAN SURAT PAKSA DAN PELAKSANAAN PENAGIHAN SEKETIKA DAN SEKALIGUS. http/// Ortax (2011). Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE - 13/PJ.75/1998 Tentang Jadwal Waktu Pelaksanaan Penagihan Pajak. Prastowo, Yustinus. (2011). PANDUAN LENGKAP PAJAK. Penerbit : Raih Asa Sukses Priantara,Diaz,Ak.SE.,M.Si.,BKP.,CICA.,CPA.,CRMA,CFE. (2013) PERPAJAKAN INDONESIA REVISI 2 : Pembahasan Lengkap dan Terkini disertai CD Pratikum. Penerbit : Mitra Wacana media Rizkia, Mala. (2013). Analisis efektivitas dan kontribusi tindakan penagihan pajak aktif dengan surat teguran dan surat paksa sebagai upaya pencairan tunggakan pajak. Satria Tunas, Derliana.(2013). Efektivitas penagihan tunggakan pajak dengan menggunakan surat paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Manado. Sumarsan,Thomas SE,MM.(2012) PERPAJAKAN INDONESIA : Pedoman Perpajakan yang Lengkap Berdasarkan Undang-Undang Terbaru. Penerbit : PT.Indeks Utama Dewi, Jayanthi. (2011). Evaluasi upaya penagihan pajak dalam mengoptimalisasi penerimaan pajak negara pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tanah Abang Dua. Waluyo. (2011). Perpajakan Indonesia. Penerbit : Salemba Empat Woro, Theresia. (2010). Perpajakan Indonesia. Penerbit : CV.Andi Offset Yahya, Johannes (2011). Akuntansi Perpajakan. Penerbit : Mitra Wacana Media Zuraida, Ida. (2011). Penagihan Pajak. Penerbit : Ghalia Indonesia

17 Riwayat Penulis Nama : Nia Wahyuni Tempat, Tanggal lahir : Jakarta, 06 April 1992 Pendidikan Terakhir : S1 (Universitas Bina Nusantara) jurusan (Akuntansi) Tahun 2014

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pendapatan negara adalah semua penerimaan dalam negeri dan penerimaan pembangunan yang digunakan untuk membiayai belanja negara, dimana penerimaan tersebut

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Analisis yang digunakan dalam pembahasan penelitian ini adalah analisis deskriptif komparatif. Analisis ini digunakan untuk menggambarkan dan membandingkan penagihan pajak yang

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Realisasi Tunggakan Pajak yang Lunas Pada Kantor Pelayanan Pajak

BAB IV PEMBAHASAN. Realisasi Tunggakan Pajak yang Lunas Pada Kantor Pelayanan Pajak BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Realisasi Tunggakan Pajak yang Lunas Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bekasi Utara Setiap tahun, target realisasi tunggakan pajak yang lunas selalu mengalami perubahan begitu

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. Analisis yang digunakan dalam pembahasan penelitian ini adalah analisis

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. Analisis yang digunakan dalam pembahasan penelitian ini adalah analisis BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Analisis yang digunakan dalam pembahasan penelitian ini adalah analisis deskriptif komparatif. Analisis ini digunakan untuk menggambarkan dan membandingkan penagihan pajak yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menjalankan sistem perpajakan di Indonesia sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Dalam rangka mewujudkan cita-cita pembangunan nasional Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Dalam rangka mewujudkan cita-cita pembangunan nasional Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Praktik Kerja Lapangan Mandiri merupakan salah satu proses yang harus dilewati dan harus dilaksanakan untuk memenuhi salah satu

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Rencana Penerimaan Dan Realisasi Penerimaan PPh dan PPN Pada. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kemayoran

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Rencana Penerimaan Dan Realisasi Penerimaan PPh dan PPN Pada. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kemayoran BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Rencana Penerimaan Dan Realisasi Penerimaan PPh dan PPN Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kemayoran Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

Lebih terperinci

EVALUASI ATAS PENAGIHAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA KEMAYORAN

EVALUASI ATAS PENAGIHAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA KEMAYORAN EVALUASI ATAS PENAGIHAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA KEMAYORAN DHAFIN FAKHRIY AZIZ Jalan Curug Cempaka No. 35 Jaticempaka Pondok Gede, 089653511162, dhafin.aziz@yahoo.com Maya Safira

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mempengaruhi kemajuan suatu bangsa. 5 Guna mewujudkan hal. tersebut diperlukan adanya pemungutan pajak.

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mempengaruhi kemajuan suatu bangsa. 5 Guna mewujudkan hal. tersebut diperlukan adanya pemungutan pajak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya dalam mendukung pelaksanaan pembangunan nasional. Penerimaan negara dari

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.I Realisasi Tunggakan Pajak yang lunas Pada Kantor Pelayanan Pajak

BAB IV PEMBAHASAN. IV.I Realisasi Tunggakan Pajak yang lunas Pada Kantor Pelayanan Pajak BAB IV PEMBAHASAN IV.I Realisasi Tunggakan Pajak yang lunas Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pandeglang Dari tahun ke tahun, target realisasi tunggakan pajak yang lunas di setiap kantor pajak

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN DATA. akan dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam

BAB III GAMBARAN DATA. akan dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam BAB III GAMBARAN DATA A. Pengertian Penagihan Pajak Pelaksanaan penagihan pajak yang tegas, konsisten dan konsekuen diharapkan akan dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayarkan

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Surat Ketetapan Pajak (SKP) Dan Surat Tagihan Pajak (STP)

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Surat Ketetapan Pajak (SKP) Dan Surat Tagihan Pajak (STP) BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Surat Ketetapan Pajak (SKP) Dan Surat Tagihan Pajak (STP) Surat Ketetapan Pajak (SKP) adalah surat yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. adalah analisis deskriptif komparatif untuk membandingkan penagihan pajak

BAB 4 PEMBAHASAN. adalah analisis deskriptif komparatif untuk membandingkan penagihan pajak BAB 4 PEMBAHASAN Analisis data yang digunakan peneliti dalam pembahasan penelitian ini adalah analisis deskriptif komparatif untuk membandingkan penagihan pajak dengan surat teguran dan surat paksa tahun

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN DATA LAPORAN TUGAS AKHIR. terpenuhinya atau terjadi suatu Taatbestand (sasaran perpajakan) yang terdiri dari :

BAB III GAMBARAN DATA LAPORAN TUGAS AKHIR. terpenuhinya atau terjadi suatu Taatbestand (sasaran perpajakan) yang terdiri dari : BAB III GAMBARAN DATA LAPORAN TUGAS AKHIR A. Timbulnya Utang Pajak Utang pajak dapat timbul apabila telah adanya peraturan yang mendasar dan telah terpenuhinya atau terjadi suatu Taatbestand (sasaran perpajakan)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Theory of Planned Behavior Menurut Ajzen (1991), Theory of Planned Behavior menjelaskan bahwa perilaku yang ditimbulkan oleh individu muncul karena adanya niat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. rakyat kepada Negara berdasarkan Undang-Undang yang dapat dipaksakan. ditunjuk atau digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB II LANDASAN TEORI. rakyat kepada Negara berdasarkan Undang-Undang yang dapat dipaksakan. ditunjuk atau digunakan untuk membayar pengeluaran umum. 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Penagihan Pajak Aktif 1. Pengertian Pajak Menurut Mardiasmo (2000:31) Pajak adalah iuran yang berupa uang dari rakyat kepada Negara berdasarkan Undang-Undang yang dapat dipaksakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pajak BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian pajak menurut Soemitro dalam Mardiasmo (2011:1) menyatakan bahwa Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan)

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. pajak, tentunya perlu dipahami dulu apa yang dimaksud dengan pajak.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. pajak, tentunya perlu dipahami dulu apa yang dimaksud dengan pajak. BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Pengertian Pajak Untuk dapat memahami mengenai pentingnya pemungutan pajak dan alasan yang mendasari mengapa wajib pajak

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Dasar Hukum Pelaksanaan Pemblokiran dan Penyitaan di KPP Pratama

BAB IV PEMBAHASAN. Dasar Hukum Pelaksanaan Pemblokiran dan Penyitaan di KPP Pratama BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Dasar Hukum Pelaksanaan Pemblokiran dan Penyitaan di KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Satu Seperti yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, Indonesia sebagai negara yang sedang

Lebih terperinci

bahwa Penggugat memiliki tunggakan pajak sebagai berikut:

bahwa Penggugat memiliki tunggakan pajak sebagai berikut: Putusan Pengadilan Pajak : Put.37588/PP/M.III/99/2012 Nomor Jenis Pajak : Gugatan Tahun Pajak : 2011 Pokok Sengketa : pokok sengketa dalam perkara gugatan ini mengenai penerbitan Surat Tergugat Nomor:

Lebih terperinci

ANALISIS PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK AKTIF TERHADAP PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK DI KPP PRATAMA JAKARTA KEBAYORAN BARU DUA

ANALISIS PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK AKTIF TERHADAP PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK DI KPP PRATAMA JAKARTA KEBAYORAN BARU DUA ANALISIS PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK AKTIF TERHADAP PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK DI KPP PRATAMA JAKARTA KEBAYORAN BARU DUA Mochammad Taufik Aminuddin Universitas Bina Nusantara Jl. Kebon Jeruk Raya No. 27

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TINDAKAN PENAGIHAN PAJAK AKTIF DENGAN SURAT TEGURAN DAN SURAT PAKSA SEBAGAI UPAYA PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TINDAKAN PENAGIHAN PAJAK AKTIF DENGAN SURAT TEGURAN DAN SURAT PAKSA SEBAGAI UPAYA PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TINDAKAN PENAGIHAN PAJAK AKTIF DENGAN SURAT TEGURAN DAN SURAT PAKSA SEBAGAI UPAYA PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Batu Tahun 2010-2012)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional dinegara-negara berkembang pasti memerlukan biaya yang. kebutuhan pembiayaan pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional dinegara-negara berkembang pasti memerlukan biaya yang. kebutuhan pembiayaan pembangunan nasional. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Telah kita ketahui bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang berkembang didunia. Sehingga isu mengenai pembangunan nasional merupakan fokus utama

Lebih terperinci

Sistem pemungutan pajak dari Official Assesment System menjadi Self. administrasi di bidang perpajakan. Self Assessment System merupakan sistem

Sistem pemungutan pajak dari Official Assesment System menjadi Self. administrasi di bidang perpajakan. Self Assessment System merupakan sistem Pendahuluan Sistem pemungutan pajak dari Official Assesment System menjadi Self Assesment System yang dimulai sejak reformasi perpajakan tahun 1983 menuntut wajib pajak untuk menghitung, menyetor dan melaporkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gencar melakukan beberapa upaya seperti halnya penentuan target penerimaan

BAB I PENDAHULUAN. gencar melakukan beberapa upaya seperti halnya penentuan target penerimaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam upaya meningkatkan penerimaan dari sektor pajak pemerintah gencar melakukan beberapa upaya seperti halnya penentuan target penerimaan yang sangat tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber pendapatan negara yang sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber pendapatan negara yang sangat penting bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan sumber pendapatan negara yang sangat penting bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Surat Ketetapan Pajak (SKP) Dan Surat Tagihan Pajak (STP) Lebih Bayar (SKPLB) berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983

BAB IV PEMBAHASAN. Surat Ketetapan Pajak (SKP) Dan Surat Tagihan Pajak (STP) Lebih Bayar (SKPLB) berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 BAB IV PEMBAHASAN IV.I Surat Ketetapan Pajak (SKP) Dan Surat Tagihan Pajak (STP) Surat Ketetapan Pajak (SKP) adalah surat yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kerangka Teori dan Literatur 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah sebuah kegiatan yang berlangsung secara terus menerus dan saling berkesinambungan dengan tujuan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Surat Ketetapan Pajak (SKP) Penerbitan suatu Surat Ketetapan Pajak (SKP) hanya terbatas kepada Wajib Pajak tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian Surat

Lebih terperinci

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 01/PJ.045/2007 TENTANG KEBIJAKAN PENAGIHAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 01/PJ.045/2007 TENTANG KEBIJAKAN PENAGIHAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK, SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 01/PJ.045/2007 TENTANG KEBIJAKAN PENAGIHAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Dalam rangka mendukung tercapainya rencana penerimaan pajak, perlu dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Definsi Pajak Pengertian Pajak

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Definsi Pajak Pengertian Pajak BAB III PEMBAHASAN 3.1 Definsi Pajak 3.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak dan pandangan para ahli dalam bidag tersebut memberikan berbagai definsi tentang pajak yang berbeda-beda, tetapi pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. 1. Tindakan Penagihan Pajak Untuk Mencairkan Tunggakan

BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. 1. Tindakan Penagihan Pajak Untuk Mencairkan Tunggakan BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data 1. Tindakan Penagihan Pajak Untuk Mencairkan Tunggakan a. Petugas menagih secara pasif dengan menyampaikan Surat Ketetapan Pajak (SKP) sebagaimana

Lebih terperinci

Sejak dilakukan reformasi perpajakan pada tahun 1983 yang ditandai dengan perubahan

Sejak dilakukan reformasi perpajakan pada tahun 1983 yang ditandai dengan perubahan A. Latar Belakang Sejak dilakukan reformasi perpajakan pada tahun 1983 yang ditandai dengan perubahan sistem perpajakan dari official assessment menjadi self assessment diharapkan kesadaran Wajib Pajak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Berikut ini beberapa pengertian pajak menurut beberapa ahli, salah. satunya menurut R. Santoso Brotodiharjo sebagai berikut:

BAB II LANDASAN TEORI. Berikut ini beberapa pengertian pajak menurut beberapa ahli, salah. satunya menurut R. Santoso Brotodiharjo sebagai berikut: 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Dasar Perpajakan 1. Pengertian Pajak Berikut ini beberapa pengertian pajak menurut beberapa ahli, salah satunya menurut R. Santoso Brotodiharjo sebagai berikut: Pajak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengertian pajak sehingga mudah untuk dipahami. Perbedaannya hanya terletak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengertian pajak sehingga mudah untuk dipahami. Perbedaannya hanya terletak BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak memiliki beberapa batasan atau definisi yang dikemukakan oleh para ahli, yang pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu merumuskan pengertian

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. sebelumnya. Pembahasan meliputi aspek-aspek penting yang perlu. diperhatikan dan selanjutnya akan diuraikan sebagai berikut:

BAB IV PEMBAHASAN. sebelumnya. Pembahasan meliputi aspek-aspek penting yang perlu. diperhatikan dan selanjutnya akan diuraikan sebagai berikut: 30 BAB IV PEMBAHASAN Bab ini akan membahas dan membandingkan antara teori-teori mengenai tindakan penagihan pajak aktif dengan data dan proses pelaksanaan penagihan yang terjadi pada obyek penelitian sebagaimana

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIFITAS PENERAPAN SURAT PENAGIHAN PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN POLONIA

ANALISIS EFEKTIFITAS PENERAPAN SURAT PENAGIHAN PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN POLONIA ANALISIS EFEKTIFITAS PENERAPAN SURAT PENAGIHAN PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN POLONIA Ester Hervina Sihombing Politeknik Unggul LP3M Medan Jl.Iskandar Muda No.3

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Erwis (2012) menyatakan, bahwa penagihan pajak dan pencairan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Erwis (2012) menyatakan, bahwa penagihan pajak dan pencairan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Erwis (2012) menyatakan, bahwa penagihan pajak dan pencairan tunggakan pajak dengan surat teguran dan surat paksa pada KPP Pratama Makassar Selatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang pesat dalam kehidupan nasional yang perlu dilanjutkan dengan dukungan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang pesat dalam kehidupan nasional yang perlu dilanjutkan dengan dukungan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Bangsa Indonesia telah melaksanakan pembangunan yang

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENGAMATAN

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENGAMATAN BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENGAMATAN Salah satu upaya Pemerintah untuk mengamankan penerimaan Negara adalah dengan meningkatkan kesadaran Wajib Pajak untuk mematuhi dan membayar pajak. Pada Bab I telah disampaikan

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK YANG DILAKUKAN DI KANTOR PELAYANAN PAJAK ( KPP ) PRATAMA JAKARTA TAMAN SARI SATU

EVALUASI PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK YANG DILAKUKAN DI KANTOR PELAYANAN PAJAK ( KPP ) PRATAMA JAKARTA TAMAN SARI SATU EVALUASI PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK YANG DILAKUKAN DI KANTOR PELAYANAN PAJAK ( KPP ) PRATAMA JAKARTA TAMAN SARI SATU Candy Leonita Sari, Murtedjo, SE., Ak., MM ABSTRAK Penelitian mengenai pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan biaya yang besar yang harus digali, terutama dari sumber

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan biaya yang besar yang harus digali, terutama dari sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Negara Republik Indonesia merupakan negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang bertujuan untuk mewujudkan tata kehidupan negara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kondisi perkembangan negara dalam satu dekade terakhir ini menunjukkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kondisi perkembangan negara dalam satu dekade terakhir ini menunjukkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi perkembangan negara dalam satu dekade terakhir ini menunjukkan bahwa sumber utama penerimaan negara telah mengalami pergeseran dari sektor minyak dan gas bumi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara dengan penduduk mencapai 250 juta jiwa.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara dengan penduduk mencapai 250 juta jiwa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara dengan penduduk mencapai 250 juta jiwa. Dengan demikian, kesejahteraan penduduknya akan sangat diperhatikan oleh pemerintah. Untuk mensejahterakan

Lebih terperinci

Agnes Rosiana Muliady Murtedjo. Universitas Bina Nusantara Jl. Kebon Jeruk Raya No. 27, Jakarta (021)

Agnes Rosiana Muliady Murtedjo. Universitas Bina Nusantara Jl. Kebon Jeruk Raya No. 27, Jakarta (021) ANALISIS PROSES PENAGIHAN PAJAK AKTIF DALAM MENGATASI TUNGGAKAN PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) PRATAMA JAKARTA KEBAYORAN BARU TIGA Agnes Rosiana Muliady Murtedjo Universitas

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa di Wilayah KPP

BAB IV PEMBAHASAN. Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa di Wilayah KPP IV.1 BAB IV PEMBAHASAN Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa di Wilayah KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Dua Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP) dilakukan karena ditemui wajib pajak yang

Lebih terperinci

ANALISIS PENAGIHAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA DUREN SAWIT

ANALISIS PENAGIHAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA DUREN SAWIT ANALISIS PENAGIHAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA DUREN SAWIT AHMAD ZACKY, HANGGORO PAMUNGKAS Universitas Bina Nusantara, Jalan Musa No. 55, Jakarta Barat 11540, 087877348585 / (021)

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.04/2013 tentang Tata Cara Penagihan Bea Ma

2017, No Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.04/2013 tentang Tata Cara Penagihan Bea Ma No.1656, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Penagihan Bea Masuk dan/atau Cukai. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 169/PMK.04/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1003, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Penagihan. Bea Masuk. Cukai. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PMK 111/PMK.04/2013 TENTANG

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perpajakan 2.1.1. Pengertian Pajak Definisi Pajak berdasarkan pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan: Pajak adalah kontribusi

Lebih terperinci

EVALUASI PROSEDUR PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BANTAENG. RUSDIAH HASANUDDIN STIE-YPUP Makassar

EVALUASI PROSEDUR PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BANTAENG. RUSDIAH HASANUDDIN STIE-YPUP Makassar EVALUASI PROSEDUR PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BANTAENG RUSDIAH HASANUDDIN STIE-YPUP Makassar ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sistem penagihan

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN

BAB III OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN BAB III OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN III.1 Objek Penelitian III.1.1 Sejarah Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bekasi Utara Kantor Pelayanan Pajak Bekasi (KPP Bekasi) didirikan pada tahun 1989 dan mulai efektif

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak merupakan sumber pendapatan kas negara yang digunakan untuk

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak merupakan sumber pendapatan kas negara yang digunakan untuk BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pajak Secara Umum II.1.1 Definisi dan Unsur Pajak Pajak merupakan sumber pendapatan kas negara yang digunakan untuk pembelanjaan dan pembangunan negara dengan tujuan akhir kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendanai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendanai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), hal tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Burton (2004:3) peran penerimaan pajak sangatlah penting bagi kemandirian suatu pembangunan, karena pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara dari

Lebih terperinci

SE - 81/PJ/2011 INSENTIF JURUSITA PAJAK

SE - 81/PJ/2011 INSENTIF JURUSITA PAJAK SE - 81/PJ/2011 INSENTIF JURUSITA PAJAK Contributed by Administrator Thursday, 10 November 2011 Pusat Peraturan Pajak Online 10 November 2011 SURAT EDARANÂ DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR :Â SE - 81/PJ/2011

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemungutan pajak di Indonesia mengacu pada sistem self assessment. Self assessment

BAB I PENDAHULUAN. Pemungutan pajak di Indonesia mengacu pada sistem self assessment. Self assessment BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemungutan pajak di Indonesia mengacu pada sistem self assessment. Self assessment adalah sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab

Lebih terperinci

TATA CARA PENAGIHAN PAJAK AKTIF DI KPP PRATAMA JAKARTA SAWAH BESAR SATU

TATA CARA PENAGIHAN PAJAK AKTIF DI KPP PRATAMA JAKARTA SAWAH BESAR SATU JURNAL BISNIS DAN AKUNTANSI ISSN: 1410-9875 Vol. 17, No. 1a, November 2015 http: //www.tsm.ac.id/jba TATA CARA PENAGIHAN PAJAK AKTIF DI KPP PRATAMA JAKARTA SAWAH BESAR SATU IDA BAGUS NYOMAN SUKADANA STIE

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Bhayangkara Jaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Bhayangkara Jaya 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan negara Republik Indonesia yang berdasarkan pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945 adalah mewujudkan masyarakat adil, makmur, merata material dan spiritual,

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 24/PMK.04/2011 TENTANG TATA CARA PENAGIHAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 24/PMK.04/2011 TENTANG TATA CARA PENAGIHAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 24/PMK.04/2011 TENTANG TATA CARA PENAGIHAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara besar yang memiliki tujuan nasional untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai tujuan nasional yaitu mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai tujuan nasional yaitu mewujudkan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam rangka mencapai tujuan nasional yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata melalui pembangunan nasional secara bertahap, terencana, terarah,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUASIN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUASIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUASIN Menimbang : a. bahwa dengan telah ditetapkan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan secara bertahap, terencana dan berkelanjutan. Menurut Waluyo

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan secara bertahap, terencana dan berkelanjutan. Menurut Waluyo BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Upaya tersebut harus dilakukan secara bertahap,

Lebih terperinci

: PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENAGIHAN BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI.

: PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENAGIHAN BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI. - 2 - e. bahwa dalam rangka penagihan bea masuk dan/atau cukai perlu pengaturan khusus dengan berdasarkan pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a; f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM PASER UTARA Menimbang : a. bahwa berdasarkan pasal 2 ayat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan Undang-Undang Dasar 1945, dimana bertujuan untuk mencerdaskan

BAB I PENDAHULUAN. dan Undang-Undang Dasar 1945, dimana bertujuan untuk mencerdaskan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam buku Undang-Undang Dasar 1945 (amandemen) menyebutkan bahwa, Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Surat Teguran 1. Pelaksanaan Surat Teguran Menurut Rudy Suhartono dan Wirawan B Ilyas (KUP) Penerbitan Surat Teguran, Surat peringatan, atau Surat lain yang sejenis merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia bertujuan mewujudkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia bertujuan mewujudkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Negara Republik Indonesia bertujuan mewujudkan tata kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang tidak bisa hanya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang tidak bisa hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang tidak bisa hanya menggantungkan dana dari luar negeri saja, melainkan harus menggali sendiri terutama dari

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK PENERANGAN JALAN

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK PENERANGAN JALAN BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa pajak

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Setelah melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) selama 3 bulan di Kanwil DJP Jawa Timur I, kesimpulan dari penelitian yang berjudul Analisis Efektivitas dan Kontribusi

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 69 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK REKLAME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 69 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK REKLAME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 69 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK REKLAME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa Pajak Reklame merupakan salah

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Rencana dan Realisasi Penerimaan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Rencana dan Realisasi Penerimaan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Rencana dan Realisasi Penerimaan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kemayoran Untuk memaksimalkan pajak, negara melakukan sosialisasi pajak kepada masyarakat terutama

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Membangun perekonomian yang lebih baik tidak terlepas dari rakyat yang ikut serta berperan aktif dalam membangun perekonomian. Untuk membangun perekonomian

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP)

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP) SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA www.legalitas.org PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN HASIL PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK. prosedur penagihan piutang pajak secara aktif. Selama kegiatan kerja praktek

BAB III PEMBAHASAN HASIL PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK. prosedur penagihan piutang pajak secara aktif. Selama kegiatan kerja praktek BAB III PEMBAHASAN HASIL PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK 3.1 Bidang Pelaksanaan Kerja Praktek Pada kegiatan kerja praktek di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Soreang penulis ditempatkan pada Seksi Penagihan. Sesuai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat (1) mengatakan bahwa pengertian penghasilan adalah tambahan kemampuan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat (1) mengatakan bahwa pengertian penghasilan adalah tambahan kemampuan TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Pajak Penghasilan (PPh) Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat (1) mengatakan bahwa pengertian penghasilan adalah tambahan kemampuan ekonomis yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 24/PMK.04/2011 TENTANG TATA CARA PENAGIHAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 24/PMK.04/2011 TENTANG TATA CARA PENAGIHAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 24/PMK.04/2011 TENTANG TATA CARA PENAGIHAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

Tinjauan Terhadap Pelaksanaan Penagihan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dengan Surat Paksa Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Samarinda

Tinjauan Terhadap Pelaksanaan Penagihan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dengan Surat Paksa Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Samarinda Tinjauan Terhadap Pelaksanaan Penagihan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dengan Surat Paksa Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Samarinda ABSTRAK Imam Saputra, Tinjauan Terhadap Pelaksanaan Penagihan Pajak

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 53 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK AIR TANAH

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 53 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK AIR TANAH BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 53 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas hukum yang berlaku di Indonesia dalam bentuk ketidakpatuhan dalam. mana ini nantinya akan merugikan masyarakat sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. atas hukum yang berlaku di Indonesia dalam bentuk ketidakpatuhan dalam. mana ini nantinya akan merugikan masyarakat sendiri. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara membutuhkan biaya untuk menjalankan berbagai kebijakan pemerintah dan untuk melaksanakan pembangunan. Penerimaan negara yang dapat membiayai kegiatan tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut beberapa ahli dalam Sari (2013:33) adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut beberapa ahli dalam Sari (2013:33) adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 2.1.1.1 Pengertian Pengertian pajak menurut beberapa ahli dalam Sari (2013:33) adalah sebagai berikut: Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro, S.H adalah iuran rakyat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sejak bulan Agustus 2007, Kantor Pelayanan Pajak Pratama merupakan gabungan dari Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, dan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mengubah: UU 6-1983 lihat: UU 9-1994::UU 28-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 126, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Direktorat Jenderal Pajak (fiskus) melakukan ekstensifikasi dan

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Direktorat Jenderal Pajak (fiskus) melakukan ekstensifikasi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan sumber pendapatan Negara yang sangat penting bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor perpajakan ialah sumber pendapatan utama negara, pendapatan ini didistribusikan kepada lembaga-lembaga pemerintah guna pembelanjaan rutin dan pembangunan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR : 07 TAHUN 2012 TLD NO : 07

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR : 07 TAHUN 2012 TLD NO : 07 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR : 07 TAHUN 2012 TLD NO : 07 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR 07 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

kesadaran masyarakatnya dalam mematuhi aturan-aturan yang ditentukan oleh pelayanan dan fasilitas umum maupun penyediaan biaya bagi pelaksanaan

kesadaran masyarakatnya dalam mematuhi aturan-aturan yang ditentukan oleh pelayanan dan fasilitas umum maupun penyediaan biaya bagi pelaksanaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Salah satu indikator pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat ditentukan dari kesadaran masyarakatnya dalam mematuhi aturan-aturan

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 07 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 07 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 07 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa pajak daerah merupakan salah

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENGAMATAN

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENGAMATAN BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENGAMATAN Pada pembahasan berikut ini, penulis akan mendeskripsikan mengenai pelaksanaan penagihan pajak aktif di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta. Data yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN TATA CARA PENAGIHAN PAJAK PENGHASILAN KEPADA WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DI KPP PRATAMA MEDAN TIMUR

BAB III PEMBAHASAN TATA CARA PENAGIHAN PAJAK PENGHASILAN KEPADA WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DI KPP PRATAMA MEDAN TIMUR BAB III PEMBAHASAN TATA CARA PENAGIHAN PAJAK PENGHASILAN KEPADA WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DI KPP PRATAMA MEDAN TIMUR A. Ketentuan Pelaksanaan Penagihan Pajak Penghasilan Kepada Wajib Pajak Orang Pribadi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Berdasarkan pasal 1 undang undang No.6 tahun 1983 tentang kententuan

BAB II LANDASAN TEORI. Berdasarkan pasal 1 undang undang No.6 tahun 1983 tentang kententuan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Berdasarkan pasal 1 undang undang No.6 tahun 1983 tentang kententuan umum dan tata cara perpajakan sebagaimana telah di ubah terakhir dengan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Abdul Halim, dkk Perpajakan, Jilid 1: Salemba Empat, Jakarta

DAFTAR PUSTAKA. Abdul Halim, dkk Perpajakan, Jilid 1: Salemba Empat, Jakarta DAFTAR PUSTAKA Abdul Halim, dkk. 2014. Perpajakan, Jilid 1: Salemba Empat, Jakarta Damayanti, Deni, 2013. Panduan Lengkap Menyusun Proposal, Skripsi,Tesis, Disertasi Untuk Semua Jurusan, Araska, Yogyakarta.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. untuk pencapaian tujuan yang telah dirumuskan. Implementasi merupakan tahap

BAB II LANDASAN TEORI. untuk pencapaian tujuan yang telah dirumuskan. Implementasi merupakan tahap BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Implementasi Nugroho (2012: 158), menyatakan implementasi merupakan prinsip dalam sebuah tindakan atau cara yang dilakukan oleh individu atau kelompok orang untuk pencapaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai tujuan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai tujuan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia mempunyai tujuan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Dalam melaksanakan

Lebih terperinci

SURAT, DAFTAR, FORMULIR, DAN LAPORAN YANG DIGUNAKAN DALAM PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA FORMULIR LAMA KODE BARU KODE

SURAT, DAFTAR, FORMULIR, DAN LAPORAN YANG DIGUNAKAN DALAM PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA FORMULIR LAMA KODE BARU KODE Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-04/PJ/2016 Tanggal : SURAT, DAFTAR, FORMULIR, DAN LAPORAN YANG DIGUNAKAN DALAM PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA NO. FORMULIR LAMA

Lebih terperinci

SE - 108/PJ/2009 PELAKSANAAN PEMBLOKIRAN HARTA KEKAYAAN PENANGGUNG PAJAK YANG TERSIMPAN PADA BANK M

SE - 108/PJ/2009 PELAKSANAAN PEMBLOKIRAN HARTA KEKAYAAN PENANGGUNG PAJAK YANG TERSIMPAN PADA BANK M SE - 108/PJ/2009 PELAKSANAAN PEMBLOKIRAN HARTA KEKAYAAN PENANGGUNG PAJAK YANG TERSIMPAN PADA BANK M Contributed by Administrator Tuesday, 17 November 2009 Pusat Peraturan Pajak Online 17 November 2009

Lebih terperinci

EVALUASI ATAS PENAGIHAN PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) PRATAMA JAKARTA TAMANSARI DUA

EVALUASI ATAS PENAGIHAN PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) PRATAMA JAKARTA TAMANSARI DUA EVALUASI ATAS PENAGIHAN PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) PRATAMA JAKARTA TAMANSARI DUA Rahmawati Yuliana Rahmawatiyuliana_lin@yahoo.com ABSTRAK Dalam penelitian ini penulis

Lebih terperinci