BAB IV PEMBAHASAN. Dasar Hukum Pelaksanaan Pemblokiran dan Penyitaan di KPP Pratama

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV PEMBAHASAN. Dasar Hukum Pelaksanaan Pemblokiran dan Penyitaan di KPP Pratama"

Transkripsi

1 BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Dasar Hukum Pelaksanaan Pemblokiran dan Penyitaan di KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Satu Seperti yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan nasional, tidak bisa hanya menggantungkan dana dari luar negeri saja, melainkan harus menggali sumber pendapatan yang berasal dari dalam negeri. Salah satu upayanya adalah dengan mengoptimalkan dan mengefektifkan penerimaan pajak. Seperti yang kita ketahui bersama, salah satu sumber pendapatan negara yang terbesar adalah dari penerimaan pajak. Penerimaan pajak tersebut yang nantinya akan digunakan untuk pembangunan dan kemakmuran seluruh rakyat. Namun tak bisa dipungkiri sampai saat ini pajak masih dianggap sebagai beban sehingga selalu dicari upaya untuk menghindarinya. Berbagai upaya penagihan telah dilakukan seperti yang telah dilakukan oleh KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Satu yaitu dengan penagihan pajak persuasif terlebih dahulu. Penagihan pajak persuasif antara lain dilakukan melalui himbauan, telepon, diskusi dan dialog agar wajib pajak atau penanggung pajak membayar dan menyetor sendiri pajaknya dengan tepat waktu serta dengan mengirimkan surat via pos. Apabila telah dilakukan penagihan persuasif wajib pajak tetap tidak mau membayar dan melunasi tunggakan pajaknya maka wajib pajak tersebut dikelompokkan sebagai wajib pajak non-kooperatif. Dalam hal tersebut maka

2 Direktorat Jenderal Pajak akan melakukan tindakan aktif berdasarkan Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU PPSP). Penagihan pajak dengan surat paksa dilakukan dengan melihat harta kekayaan penanggung pajak. Prioritas penyitaan adalah harta bergerak. Apabila nilai harta bergerak tidak mencukupi hutang pajak, penyitaan beralih ke harta tidak bergerak. Harta bergerak dapat meliputi kendaraaan bermotor, uang tunai, rekening koran, giro, tabungan, deposito, piutang, penyertaan saham, surat berharga, dan lain-lain. Untuk tindakan penagihan pajak terhadap harta bergerak berupa harta kekayaan yang tersimpan pada bank, maka dilakukan pemblokiran terlebih dahulu baru kemudian dilanjutkan dengan proses penyitaan yang mana saldo yang ada pada rekening bank tersebut akan dipindahbukukan ke kas negara. Hal tersebut dilakukan apabila setelah tindakan pemblokiran masih tidak ada itikad baik dari wajib pajak atau penanggung pajak untuk segera melunasi utang pajaknya. KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Satu dalam menjalankan tindakan pemblokiran dan penyitaan harta kekayaan penanggung pajak yang tersimpan pada bank menganut beberapa peraturan perpajakan dan undang-undang hukum perpajakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Peraturan-peraturan perpajakan yang berkaitan langsung dengan tindakan pemblokiran dan penyitaan harta kekayaan penanggung pajak yang tersimpan pada bank, antara lain: 1. Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. 2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 135 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.

3 3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.04/2000 tentang Pemblokiran Dan Penyitaan Harta Kekayaan Penanggung Pajak Yang Tersimpan Pada Bank Dalam Rangka Penagihan Pajak. 4. Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER 109/PJ./2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemblokiran Dan Penyitaan Harta Kekayaan Penanggung Pajak Yang Tersimpan PadaBank Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa. 5. Peraturan Bank Indonesia Nomor : 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank. IV.2 Pelaksanaan Pemblokiran Rekening Bank Penanggung Pajak KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Satu telah melaksanakan tindakan pemblokiran dan penyitaan harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank 1 (satu) kali di tahun 2011 yaitu PT IP. Selain itu masih ada satu perusahaan lagi yang akan dilakukan pemblokiran yaitu PT MI dengan NPWP 02.xxx.xxx yang total SKPnya sebesar Rp ,- namun pemblokiran belum dilakukan dikarenakan pada saat terbit surat teguran tanggal 10 Juli 2011 Penanggung Pajak meminta angsuran. Kronologisnya adalah sebagai berikut: Tanggal Ketetapan Nilai Nomor Surat Teguran (ST) Tanggal ST 24-Feb ,00 ST-00170/WPJ.05/KP.0704/ Mei Feb ,00 ST-00170/WPJ.05/KP.0704/ Mei Apr ,00 ST-00119/WPJ.05/KP.0704/ Jul Apr ,00 ST-00120/WPJ.05/KP.0704/ Jul Apr ,00 ST-00121/WPJ.05/KP.0704/ Jul Apr ,00 ST-00122/WPJ.05/KP.0704/ Jul-11

4 Pemblokiran yang telah dilakukan adalah terhadap Wajib Pajak badan yaitu PT IP dengan NPWP 01.xxx.xxx yang beralamat di Kebon Jeruk. PT IP adalah perusahaan manufaktur nasional yang membuat berbagai benda berbahan stainles steel yang digunakan untuk keperluan interior atau eskterior bangunan. Produk utama perusahaan ini adalah mesin mesin dalam kategori berat. Beberapa contoh diantaranya yaitu mesin pengaduk, tangki penyimpanan, mesin uap panas, kondensor, tangki reaktor, tangki LPG, dan lain lain. Dikutip Rusdiana (2011) sesuai UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, adanya ketentuan tanggung renteng untuk melunasi hutang pajak menjadikan harta pribadi dari penangung pajak atau pengurus perusahaan menjadi bagian dari objek sita, sehingga apabila Wajib Pajak atau penanggung pajak nyata-nyata tidak dapat melunasi hutang pajaknya, maka harta pribadi dari penanggung pajak atau pengurus dapat disita untuk melunasi utang pajak dari Wajib Pajak. Penanggung pajak PT IP terdiri dari 4 orang. 1 orang sebagai komisaris dan 3 sisanya adalah direktur. Keempat orang tersebut dikatakan penanggung pajak karena keempat orang tersebut berperan penting dalam perusahaan. Dalam tindakan penyitaan jenis harta yang menjadi objek sita adalah harta bergerak dan harta tidak bergerak. Prioritas penyitaan adalah harta bergerak, namun bila nilai harta bergerak tidak mencukupi sesuai dengan jumlah piutang pajak, penyitaan beralih ke harta tidak bergerak. Harta bergerak dapat meliputi kendaraaan bermotor, uang tunai, rekening koran, giro, tabungan, deposito, komputer, penyertaan saham, surat berharga, dan lain-lain. Harta tidak bergerak yaitu tanah dan bangunan. Tindakan penagihan aktif yang dilakukan kepada PT IP berakhir dengan pemblokiran dan penyitaan rekening bank. Tindakan tersebut diawali dengan terbitnya Surat Teguran pada tanggal 12 Januari Ini merupakan bentuk

5 penagihan pertama dikarenakan PT IP telah melewati jangka waktu pembayaran dari Surat Ketetapan Pajak yaitu tanggal 23 Desember Namun setelah diterbitkan surat teguran tidak ada tanggapan dari wajib pajak atau penanggung pajak, maka kemudian dilanjutkan dengan tindakan penagihan kedua yaitu dengan penyampaian Surat Paksa pada tanggal 9 Februari 2011, sampai akhirnya dikirimkan Surat Permintaan Pemblokiran ke pihak bank tanggal 29 Juli Surat Permintaan Pemblokiran itu ditujukan kepada keempat Penanggung Pajak PT IP. Sedangkan pelaksanaan tindakan pemblokiran adalah pada tanggal 1 Agustus 2011 dari BCA dan 18 Agustus 2011 dari Bank Standard Chartered dan BII. Berikut ini adalah kronologis pelaksanaan penagihan pajak dengan pemblokiran rekening Penanggung Pajak di KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Satu (kasus PT IP) yang terjadi pada tahun 2011: Tabel 4.1 Kronologis pelaksanaan penagihan pajak di KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Satu pada kasus PT IP No. Urutan Kegiatan Tanggal Pelaksanaan Selang waktu dari prosedur sebelumnya 1 Terbit Surat Ketetapan Pajak 23 November Jatuh tempo pembayaran Surat Ketetapan Pajak 23 Desember bulan 3 Surat Teguran 12 Januari hari 4 Surat Paksa 09 Februari hari 5 Surat Pemblokiran dikirim ke bank 29 Juli hari 6 Pemblokiran dari Bank BCA 01 Agustus hari

6 7 Pemblokiran dari Bank Standar Chartered dan Bank BII 18 Agustus hari 8 Surat Perintah Melakukan Penyitaan 22 Agustus hari 9 Pemindahbukuan ke kas negara 05 September hari (Sumber: Seksi Penagihan Pajak) Berikut ini adalah pembahasan sesuai dengan urutan prosedur dalam Tabel 4.1 dimulai dengan prosedur sebelum pemblokiran, lalu dilanjutkan dengan prosedur pemblokiran, kemudian penyitaan dan pemindahbukuan ke kas negara. IV.2.1 Prosedur Sebelum Pemblokiran KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Satu di tahun 2011 telah memblokir salah satu perusahaan di daerah Kebon Jeruk yaitu PT IP. Harta kekayaan penanggung pajak perusahaan tersebut yang tersimpan pada bank harus diblokir dikarenakan tunggakan pajaknya belum dilunasi. Hutang pajaknya adalah sebesar Rp yang penjabarannya adalah sebagai berikut: Tabel 4.2 Hutang Pajak PT IP Keterangan Jumlah (RP) PPN PPh PPh PPh 25/ Total

7 Tindakan penagihan pajak sebelum dilakukannya pemblokiran adalah dengan penerbitan surat teguran, surat paksa, kemudian surat permintaan pemblokiran yang dikirimkan ke pihak bank dan selanjutnya akan dilakukan dengan tindakan pemblokiran. IV Surat Teguran Surat Teguran untuk PT IP diterbitkan pada tanggal 12 Januari Surat teguran tersebut terbit 20 hari setelah jatuh tempo pembayaran SKP. Dalam hal ini KPP melebihi peraturan yang ada dalam UU no 19 tahun 2000 dimana seharusnya adalah 7 (tujuh) hari setelah jatuh tempo pembayaran dari Surat Ketetapan Pajak. Seharusnya Surat Teguran tersebut terbit di tanggal 30 Desember Surat teguran PT IP dikirimkan melalui pos. Saat surat tersebut dikirimkan melalui pos belum bisa dikatakan penagihan aktif, karena bentuknya baru peringatan bahwa jika peringatan tersebut tidak ditindak lanjuti atau ditanggapi maka akan dilanjutkan dengan penagihan dengan surat paksa yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap sesuai UU No. 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. IV Surat Paksa Surat Paksa dikirimkan pada tanggal 9 Februari Surat tersebut dikirimkan karena Surat Teguran yang sebelumnya telah disampaikan masih juga tidak ditanggapi dengan baik oleh keempat

8 Penanggung Pajak PT IP sampai jangka waktu yang ditetapkan. Dalam penyampaian surat paksa ini KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Satu seharusnya menyampaikan surat pada tanggal 20 Januari 2011 setelah surat teguran 30 Desember Namun pada kenyataannya pihak KPP telat menerbitkan, tanggal 12 Januari 2011 baru diterbitkan surat teguran, kemudian tanggal 9 Februari 2011 surat paksanya. Disini KPP telat 20 hari dari selang waktu yang tertera pada peraturan UU No. 19 Tahun Sedangkan untuk biaya penagihan pajak dengan surat paksa adalah sebesar Rp ,00 (lima puluh ribu rupiah). Saat dikirimkannya Surat Paksa, Jurusita Pajak yang melaksanakan tugas tersebut melaporkan bahwa keempat orang Penanggung Pajak PT IP merasa keberatan. Mereka merasa keberatan atas surat ketetapan yang sebelumnya dikirim. Namun demikian Jurusita Pajak menjelaskan bahwa permohonan keberatan tidak akan menunda pembayaran pajak. Hal ini dikarenakan sebelum ada keputusan keberatan maka surat ketetapan pajak dianggap benar. Sehingga walaupun sedang mengajukan keberatan si penangung pajak tetap harus membayar tunggakan pajaknya sesuai jadwal waktu pembayaran yang ditetapkan. Namun penanggung pajak tetap pada pendiriannya dengan keberatan yang diajukan tersebut mereka tidak melunasi tunggakan pajaknya.

9 IV Surat Permintaan Pemblokiran Masih tidak adanya tanggapan yang baik dan tidak segera dilunasinya hutang pajak maka pada akhirnya Jurusita Pajak menerbitkan Surat Permintaan Pemblokiran yang dikirimkan ke 78 bank yang ada di Indonesia. Daftar 78 bank tersebut ada pada lampiran 4.1. Surat tersebut dikirimkan ke semua bank karena pihak KPP tidak memiliki data rekening milik Penanggung Pajak. Selain itu juga apabila ada indikasi Penanggung Pajak memiliki lebih dari 1 (satu) rekening agar bisa terblokir keseluruhan. Surat Permintaan Pemblokiran tidak hanya dikirimkan melalui pos saja, tetapi dapat juga dengan cara Jurusita datang langsung ke bank dan menemui pimpinan bank tersebut. Pada kasus PT IP ini keempat Penanggung Pajaknya diblokir tanpa terkecuali. Surat Permintaan Pemblokiran ini dikirimkan pada tanggal 29 Juli 2011 tetapi balasan dari pihak bank beraneka ragam. Ada yang memberi balasan dengan cepat sehingga keesokan harinya dapat segera dilakukan pemblokiran. Tetapi ada juga yang seminggu kemudian, sebulan kemudian dan lain sebagainya. Beda lamanya pengiriman surat balasan diakibatkan karena beberapa faktor, ada yang karena pengurusan suratnya memakan waktu yang cukup lama karena dilakukan bertahap ke bagian-bagian tertentu dalam bank. Ada juga yang karena nasabah tersebut merupakan nasabah prioritas sehingga pihak bank terkesan sengaja menunda dalam proses pemblokiran tersebut.

10 IV.2.2 Pemblokiran Rekening Bank Pada kasus PT IP ternyata diketahui bahwa keempat Penanggung Pajak memliki saldo rekening di BCA, Bank Standard Chartered dan Bank BII. Surat dari BCA mengenai laporan bahwa rekening tersebut telah dilakukan pemblokiran adalah seminggu setelah surat permintaan pemblokiran itu dikirimkan. Surat dikirimkan tanggal 29 Juli 2011 disertai dengan Salinan Surat Paksa dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan. Surat balasannya adalah tanggal 1 Agustus Sedangkan untuk kedua bank sisanya yaitu Bank Standard Chartered dan Bank BII adalah tanggal 18 Agustus Disurat balasan tersebut tertera bahwa Penanggung Pajak dengan nama keempat Bapak yaitu A, B, C, D dengan NPWP xx.xxx.xxx.x-035.xxx telah dilakukan tindakan pemblokiran sebagai jaminan pelunasan hutang pajak sebagaimana yang dimaksud pada Surat Permintaan Pemblokiran sebelumnya yang dikirimkan oleh KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Satu. Setelah semua balasan surat dari pihak bank diterima mengenai telah diblokirnya keempat Penanggung Pajak tersebut barulah tindakan permintaan informasi mengenai jumlah saldo diberikan ke Penanggung Pajak. Disinilah berbagai tindakan perlawanan terjadi. Salah satu Penanggung Pajak yaitu Bapak A menolak untuk dilakukan pemblokiran. Dia dengan kukuh mengatakan bahwa dia bukan sebagai salah satu pihak yang harus memikul tanggung renteng untuk melunasi hutang pajak. Tetapi data yang dimiliki oleh KPP dan data-data yang telah dicari oleh jurusita pajak diketemukan bahwa memang benar bahwa dia juga berperan sebagai Penanggung Pajak di dalam perusahaan tersebut. Kemudian Penanggung Pajak yang lain juga

11 menolak untuk memberitahukan jumlah saldonya. Mereka datang ke KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Satu menemui Kepala Seksi Penagihan Pajak. Mereka meminta untuk dibukakan pemblokiran tersebut dikarenakan saldo dalam rekening tersebut akan digunakan untuk pembayaran THR ke karyawannya, karena saat itu memang sedang mendekati lebaran. Namun pihak KPP tetap menolak dikarenakan memang ketentuan yang mengharuskan mereka untuk melakukan tindakan tersebut. Karena Penanggung Pajak tidak memberikan kuasa kepada bank untuk memberitahukan saldo kekayaannya yang tersimpan pada bank sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya yaitu ke BCA, Bank Standard Chartered, dan Bank BII kepada Jurusita Pajak, Jurusita Pajak akan meminta Gubernur Bank Indonesia melalui Menteri Keuangan untuk memerintahkan bank memberitahukan saldo kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank dimaksud kepada Pejabat. Setelah saldo kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank diketahui, barulah Jurusita Pajak melaksanakan penyitaan. IV.2.3 Penyitaan atas Rekening Bank Tahapan selanjutnya setelah tindakan pemblokiran adalah penyitaan rekening bank. Jurusita Pajak membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita, yang ditandatangani oleh Jurusita Pajak saksi-saksi dan pimpinan bank atau pejabat bank yang ditunjuk. Kemudian Jurusita Pajak menyampaikan salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita kepada Penanggung Pajak dan pimpinan bank yang bersangkutan. Surat Sita Utang pajak dalam jangka waktu 2 x 24 jam

12 setelah Surat Paksa diberitahukan oleh Jurusita Pajak tidak dilunasi, Jurusita Pajak dapat melakukan tindakan penyitaan, dengan dibebani biaya pelaksanaan Surat Perintah Melakukan Penyitaan sebesar Rp ,00 (seratus ribu rupiah). IV.2.4 Pemindahbukuan ke Kas Negara PT IP memiliki tunggakan pajak sebesar Rp ,00 Dari pemblokiran dan penyitaan yang dilakukan, akhirnya penanggung pajak membayar sebesar Rp ,00 yang pada akhirnya dipindahbukukan ke kas negara sebagai pengurangan tunggakan pajak. Pemindahbukuan ke kas negara dilakukan 14 (empat belas) hari setelah penyitaan rekening. Kemudian karena masih ada tunggakan pajak yang tersisa maka Jurusita Pajak belum bisa melakukan pencabutan pemblokiran. Seperti yang terurai pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 135 tahun 2000 pasal 5 ayat 3 huruf f yaitu Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran kepada bank setelah Penanggung Pajak melunasi hutang pajak dan biaya penagihan pajak. IV.2.5 Pengajuan Angsuran Dari total tunggakan sebesar Rp Penanggung Pajak PT IP baru membayar sebesar Rp , maka tunggakan yang masih tersisa adalah sebesar Rp Untuk pelunasannya maka penanggung pajak PT IP mengajukan pembayaran dengan angsuran.

13 Ketentuan tentang pengangsuran pembayaran pajak sebenarnya sama dengan ketentuan penundaan pembayaran. Pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak selalu disebut bersamaan dalam peraturan yang sama yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 dan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-38/PJ/2008 tentang Tatacara Pemberian Angsuran Atau Penundaan Pembayaran Pajak. Pengangsuran pembayaran pajak yaitu memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak atau penanggung pajak yang sedang mengalami kesulitan likuiditas atau sedang dalam keadaan force majeur sehingga sulit melakukan pembayaran pajak. Disini terdapat kesalahan dalam permohonan pengangsuran. Seharusnya permohonan tersebut dilakukan setelah terbitnya SKP dan sebelum jatuh tempo SKP habis. Dalam kasus ini justru sebaliknya. Sampai jatuh tempo pembayaran wajib pajak tidak membuat surat permohonan pengangsuran ataupun penundaan sehingga penagihan pajak dengan surat paksa dilakukan. Namun demi kelancaran dalam hal pelunasan tunggakan pajak, maka KPP memenuhi permohonan tersebut, tetapi penanggung pajak harus menyertakan surat permohonan angsuran disertai jaminan. Jaminan sebagaimana dimaksud dapat berupa surat/dokumen bukti kepemilikan barang bergerak, sertifikat tanah, atau sertifikat deposito. Kemudian untuk angsuran atas utang pajak dilakukan paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterbitkannya Surat Keputusan Persetujuan Angsuran Pembayaran Pajak dengan angsuran paling banyak 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan. Untuk besaran angsuran per bulan tidak ada keharusan jumlahnya yang penting dalam 12 kali pembayaran tunggakan tersebut selesai dilunasi.

14 IV.2.6 Pencabutan Pemblokiran Dalam hal pencabutan pemblokiran sampai saat ini belum dilakukan oleh KPP dikarenakan proses pelunasan belum selesai dan juga PT IP masih dalam tahap angsuran pembayaran. Jika setelah 12 kali angsuran tunggakan lunas barulah pemblokiran dicabut sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 135 tahun 2000 pasal 5 ayat 3 huruf f. IV.3 Hambatan yang Terjadi Dalam Pelaksanaan Penagihan Pajak, Pemblokiran dan Penyitaan di KPP Pratama Kebon Jeruk Satu Hambatan-hambatan yang terjadi dalam proses penagihan pajak, pemblokiran dan penyitaan harta kekayaan yang tersimpan di bank berdasarkan hasil wawancara yang penulis peroleh dari Kepala Seksi Penagihan, Jurusita Pajak, serta Pelaksana Pajak di KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Satu adalah sebagai berikut: IV.3.1 Hambatan yang berasal dari Wajib Pajak atau Penanggung Pajak Hambatan yang berasal dari Wajib Pajak dan atau Penanggung Pajak yang sering kali ditemui seksi penagihan pada umumnya dan Jurusita Pajak pada khususnya adalah : 1. Alamat Wajib Pajak dan atau Penangung Pajak yang tidak jelas, tidak lengkap, atau sudah tidak berada di alamat terdaftar. Salah satu unsur masalah yang dapat membuat proses pencairan tunggakan pajak berhasil adalah adanya kejelasan alamat tempat tinggal dan tempat usaha Wajib Pajak. Tanpa alamat yang jelas

15 sudah pasti menyulitkan petugas pajak untuk melakukan pengecekan ulang atas pelaksanaan kewajiban perpajakannya, penyampaian Surat Paksa menjadi terhambat, dan menambah biaya (cost) dalam menemukan Wajib Pajak. 2. Wajib Pajak dan atau Penanggung Pajak banyak yang kurang memahami baik hak maupun kewajibannya yaitu dalam hal pembayaran pajak dan ketentuan perpajakan yang berlaku saat ini. 3. Wajib Pajak dan atau Penanggung Pajak banyak yang kurang memahami berbagai macam alat paksa, sehingga saat Surat Teguran dan Surat Paksa dikirimkan mereka tidak merespon. Respon baru terjadi setelah pemblokiran dan penyitaan terjadi. 4. Wajib Pajak kadangkala salah dalam mengartikan masalah pengajuan keberatan karena kurangnya pengetahuan tentang peraturan perpajakan. Pada umumnya Wajib Pajak beranggapan bahwa pengajuan keberatan yang sedang dilakukannya dapat menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak. Hal ini tentunya akan menyebabkan terhambatnya pencairan tunggakan pajak. Padahal dalam ketentuan UU No. 19 tahun 2000 pasal 41 ayat 2 telah disebutkan dengan jelas bahwa pengajuan keberatan atau permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak. Hal ini menandakan bahwa pentingnya dilakukan tindakan persuasif dan sosialisasi terhadap peraturan perpajakan agar masing-masing pihak mengetahui hak dan kewajiban perpajakannya sehingga tidak menghambat pelaksanaan tindakan penagihan pajak.

16 5. Wajib Pajak Orang Pribadi yang bersangkutan sudah meninggalkan Indonesia untuk jangka waktu yang tidak dapat dipastikan. IV.3.2 Hambatan yang berasal dari Peraturan Perundang-undangan Hambatan yang berasal dari Peraturan Perundang-undangan yang sering kali ditemui seksi penagihan pada umumnya dan Jurusita Pajak pada khususnya adalah : 1. Kurang tersosialisasinya peraturan perundang-undangan perpajakan terutama tentang penagihan pajak dimasyarakat, baik Wajib Pajak maupun pihak lainnya. Peraturan tersebut seperti kapan wajib pajak atau penanggung pajak dapat mengajukan penundaan atau pengangsuran, kemudian mengenai kapan batas jatuh tempo pembayaran paling lambat. 2. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 135 tahun 2000 pasal 5 ayat 3 huruf f yaitu Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran kepada bank setelah Penanggung Pajak melunasi hutang pajak dan biaya penagihan pajak, dan huruf g Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran terhadap kekayaan Penanggung Pajak setelah dikurangi dengan jumlah yang disita apabila hutang pajak dan biaya penagihan pajak tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak sekalipun telah dilakukan pemblokiran tetapi pada kenyataan di lapangan, Penanggung Pajak merasa berat jika keseluruhan asetnya di bank diblokir. Karena setelah pemblokiran itu terjadi perusahaan menjadi sulit bergerak dan

17 beroperasi. Apalagi jika keseluruhan aset tersebut disita dan dipindahbukukan ke kas negara. IV.3.3 Hambatan yang berasal dari Fiskus Hambatan yang berasal dari fiskus dalam proses penagihan pajak yang sering kali ditemui adalah : 1. Kurangnya sumber daya manusia terutama Jurusita Pajak. Di dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-50/PJ/2010 tentang Kebijakan Penagihan Pajak tahun 2010 disebutkan bahwa untuk setiap KPP Pratama jumlah minimal Jurusita Pajak adalah 2 orang dengan mempertimbangkan luasnya wilayah kerja, jumlah wajib pajak yang terdaftar dan jumlah piutang. Namun di KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Satu hanya terdapat 1 orang Jurusita Pajak sehingga beban yang dipikul dirasa sangat berat karena besarnya jumlah tagihan pajak yang harus dicairkan dan jumlah wajib pajak tidak sebanding dengan banyaknya jurusita yang ada. 2. Bagian administrasi jarang meng-update data Wajib Pajak pada setiap kesempatan, misalnya saat pemeriksaan ada perubahan alamat, atau pada saat SPT Tahunan si Wajib Pajak telah melampirkan perubahan data, namun filenya tidak juga diubah. 3. Sering terjadinya pergantian pejabat KPP. Ini terjadi karena pejabat yang lama pindah tempat kerja dan ada juga yang berhenti. Pergantian ini yang membuat kinerja kerja menjadi tersendat. 4. Selama ini pihak KPP telah mempergunakan Sistem Informasi Perpajakan (SIP) sebagai data base perpajakan untuk memantau

18 pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang berada di wilayah kerjanya, akan tetapi dalam pelaksanaannya masih sering terjadi kegagalan sistem yang dapat mempengaruhi keakuratan data utang pajak. Kegagalan Sistem tersebut antara lain : a) Data perekaman jumlah Surat Teguran menurut SIP berbeda dengan arsip data yang ada di petugas pelaksana yang mengurusi tata usaha piutang pajak. b) Penerbitan Surat Teguran yang berulang atas Surat Ketetapan yang sama ada juga yang Surat Tegurannya belum disampaikan sehingga pada tahun berikutnya baru disampaikan. 5. Kurangnya koordinasi antara seksi Penagihan dengan seksi lain, misalnya pemeriksa pajak. Saat pemeriksaan pemeriksa pajak tidak mengisi Daftar Harta yang dimiliki oleh Wajib Pajak, sehingga mengakibatkan jurusita pajak tidak memiliki informasi yang lengkap mengenai harta kekayaan Wajib Pajak dan mengalami kesulitan ketika menetapkan prioritas harta kekayaan yang dapat diteruskan ke tahap berikutnya yaitu sita. IV.3.4 Hambatan yang berasal dari Pihak Ketiga Hambatan yang berasal dari pihak ketiga dalam proses penagihan pajak yang sering kali ditemui Jurusita Pajak adalah : 1. Kurangnya pengetahuan pihak ketiga mengenai ketentuan perpajakan khususnya ketentuan mengenai kewajiban pihak ketiga

19 dalam membantu bilamana Dirjen Pajak meminta bantuannya, sehingga dalam pelaksanaanya di lapangan Jurusita Pajak seringkali mengalami kesulitan. 2. Tumpang tindihnya ketentuan perundang-undangan antara perpajakan dan pihak ketiga. Misalnya Bank. Ketentuan Perundang-Undangan Penagihan Pajak mengatur masalah kewajiban bank untuk memberikan keterangan mengenai rekening Wajib Pajak Penunggak Pajak yang akan disita bila ada kuasa dari Wajib Pajak ataupun perintah dari Bank Indonesia, tetapi kenyataannya Bank berdalih ada larangan dari Bank Indonesia untuk membuka keterangan rekening tersebut. Padahal ada peraturan yang mengecualikan jika pembukaan keterangan rekening untuk kepentingan perpajakan. 3. Surat balasan mengenai sudah diblokirnya rekening Penanggung Pajak sesuai permintaan dari KPP terkadang lama dibalas. Ada beberapa bank yang mempunyai nasabah prioritas sehingga butuh waktu lama sampai dilakukannya tindakan pemblokiran tersebut. Adajuga yang disebabkan karena penyampaian surat melewati beberapa bagian dulu sehingga memakan waktu untuk sampai kepada pimpinan bank.

20

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Analisis yang digunakan dalam pembahasan penelitian ini adalah analisis deskriptif komparatif. Analisis ini digunakan untuk menggambarkan dan membandingkan penagihan pajak yang

Lebih terperinci

bahwa Penggugat memiliki tunggakan pajak sebagai berikut:

bahwa Penggugat memiliki tunggakan pajak sebagai berikut: Putusan Pengadilan Pajak : Put.37588/PP/M.III/99/2012 Nomor Jenis Pajak : Gugatan Tahun Pajak : 2011 Pokok Sengketa : pokok sengketa dalam perkara gugatan ini mengenai penerbitan Surat Tergugat Nomor:

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak merupakan sumber pendapatan kas negara yang digunakan untuk

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak merupakan sumber pendapatan kas negara yang digunakan untuk BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pajak Secara Umum II.1.1 Definisi dan Unsur Pajak Pajak merupakan sumber pendapatan kas negara yang digunakan untuk pembelanjaan dan pembangunan negara dengan tujuan akhir kesejahteraan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kerangka Teori dan Literatur 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah sebuah kegiatan yang berlangsung secara terus menerus dan saling berkesinambungan dengan tujuan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

No Nama Bank No Nama Bank 1 BANK OF CHINA LIMITED 28 PT BANK BNP INDONESIA 2 DEUTSCHE BANK AG 29 PTBANK BUANA INDONESIA, TBK

No Nama Bank No Nama Bank 1 BANK OF CHINA LIMITED 28 PT BANK BNP INDONESIA 2 DEUTSCHE BANK AG 29 PTBANK BUANA INDONESIA, TBK L-1 Daftar Bank No Nama Bank No Nama Bank 1 BANK OF CHINA LIMITED 28 PT BANK BNP INDONESIA 2 DEUTSCHE BANK AG 29 PTBANK BUANA INDONESIA, TBK 3 PT BANK BRI (PERSERO), TBK 30 PT BANK BUKOPIN 4 PT BANK BUMI

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN DATA LAPORAN TUGAS AKHIR. terpenuhinya atau terjadi suatu Taatbestand (sasaran perpajakan) yang terdiri dari :

BAB III GAMBARAN DATA LAPORAN TUGAS AKHIR. terpenuhinya atau terjadi suatu Taatbestand (sasaran perpajakan) yang terdiri dari : BAB III GAMBARAN DATA LAPORAN TUGAS AKHIR A. Timbulnya Utang Pajak Utang pajak dapat timbul apabila telah adanya peraturan yang mendasar dan telah terpenuhinya atau terjadi suatu Taatbestand (sasaran perpajakan)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Surat Ketetapan Pajak (SKP) Penerbitan suatu Surat Ketetapan Pajak (SKP) hanya terbatas kepada Wajib Pajak tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian Surat

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Realisasi Tunggakan Pajak yang Lunas Pada Kantor Pelayanan Pajak

BAB IV PEMBAHASAN. Realisasi Tunggakan Pajak yang Lunas Pada Kantor Pelayanan Pajak BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Realisasi Tunggakan Pajak yang Lunas Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bekasi Utara Setiap tahun, target realisasi tunggakan pajak yang lunas selalu mengalami perubahan begitu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA www.legalitas.org PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Rencana Penerimaan Dan Realisasi Penerimaan PPh dan PPN Pada. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kemayoran

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Rencana Penerimaan Dan Realisasi Penerimaan PPh dan PPN Pada. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kemayoran BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Rencana Penerimaan Dan Realisasi Penerimaan PPh dan PPN Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kemayoran Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1003, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Penagihan. Bea Masuk. Cukai. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PMK 111/PMK.04/2013 TENTANG

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menjalankan sistem perpajakan di Indonesia sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal

Lebih terperinci

: PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENAGIHAN BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI.

: PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENAGIHAN BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI. - 2 - e. bahwa dalam rangka penagihan bea masuk dan/atau cukai perlu pengaturan khusus dengan berdasarkan pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a; f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

Lebih terperinci

untuk dijadikan sebagai jaminan pelunasan utang pajak sebagaimana dimaksud dalam Surat Paksa Nomor tanggal

untuk dijadikan sebagai jaminan pelunasan utang pajak sebagaimana dimaksud dalam Surat Paksa Nomor tanggal Lampiran I Nomor : Lampiran : Perihal : Permintaan pemblokiran kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan Pada bank.. Sdr. Pimpinan Bank di- Sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (3) Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa di Wilayah KPP

BAB IV PEMBAHASAN. Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa di Wilayah KPP IV.1 BAB IV PEMBAHASAN Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa di Wilayah KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Dua Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP) dilakukan karena ditemui wajib pajak yang

Lebih terperinci

untuk dijadikan sebagai jaminan pelunasan utang pajak sebagaimana dimaksud dalam Surat Paksa Nomor tanggal

untuk dijadikan sebagai jaminan pelunasan utang pajak sebagaimana dimaksud dalam Surat Paksa Nomor tanggal Lampiran I Nomor : Lampiran : Perihal : Permintaan pemblokiran kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan Pada bank.. Kepada Yth. Sdr. Pimpinan Bank di- Sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (3) Peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. sebelumnya. Pembahasan meliputi aspek-aspek penting yang perlu. diperhatikan dan selanjutnya akan diuraikan sebagai berikut:

BAB IV PEMBAHASAN. sebelumnya. Pembahasan meliputi aspek-aspek penting yang perlu. diperhatikan dan selanjutnya akan diuraikan sebagai berikut: 30 BAB IV PEMBAHASAN Bab ini akan membahas dan membandingkan antara teori-teori mengenai tindakan penagihan pajak aktif dengan data dan proses pelaksanaan penagihan yang terjadi pada obyek penelitian sebagaimana

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN DATA. akan dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam

BAB III GAMBARAN DATA. akan dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam BAB III GAMBARAN DATA A. Pengertian Penagihan Pajak Pelaksanaan penagihan pajak yang tegas, konsisten dan konsekuen diharapkan akan dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayarkan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. Analisis yang digunakan dalam pembahasan penelitian ini adalah analisis

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. Analisis yang digunakan dalam pembahasan penelitian ini adalah analisis BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Analisis yang digunakan dalam pembahasan penelitian ini adalah analisis deskriptif komparatif. Analisis ini digunakan untuk menggambarkan dan membandingkan penagihan pajak yang

Lebih terperinci

SE - 108/PJ/2009 PELAKSANAAN PEMBLOKIRAN HARTA KEKAYAAN PENANGGUNG PAJAK YANG TERSIMPAN PADA BANK M

SE - 108/PJ/2009 PELAKSANAAN PEMBLOKIRAN HARTA KEKAYAAN PENANGGUNG PAJAK YANG TERSIMPAN PADA BANK M SE - 108/PJ/2009 PELAKSANAAN PEMBLOKIRAN HARTA KEKAYAAN PENANGGUNG PAJAK YANG TERSIMPAN PADA BANK M Contributed by Administrator Tuesday, 17 November 2009 Pusat Peraturan Pajak Online 17 November 2009

Lebih terperinci

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 01/PJ.045/2007 TENTANG KEBIJAKAN PENAGIHAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 01/PJ.045/2007 TENTANG KEBIJAKAN PENAGIHAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK, SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 01/PJ.045/2007 TENTANG KEBIJAKAN PENAGIHAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Dalam rangka mendukung tercapainya rencana penerimaan pajak, perlu dilaksanakan

Lebih terperinci

LAMPIRAN LAMPIRAN. TEGURAN Nomor.../WPJ... KP... / 20...

LAMPIRAN LAMPIRAN. TEGURAN Nomor.../WPJ... KP... / 20... 1 LAMPIRAN LAMPIRAN KANTOR PELAYANAN PAJAK... TEGURAN Nomor.../WPJ.... KP.... / 20... Menurut tata usaha kami hingga saat ini Saudara masih mempunyai tunggakan pajak sebagai berikut : Jenis Tahun Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

SURAT, DAFTAR, FORMULIR, DAN LAPORAN YANG DIGUNAKAN DALAM PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA FORMULIR LAMA KODE BARU KODE

SURAT, DAFTAR, FORMULIR, DAN LAPORAN YANG DIGUNAKAN DALAM PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA FORMULIR LAMA KODE BARU KODE Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-04/PJ/2016 Tanggal : SURAT, DAFTAR, FORMULIR, DAN LAPORAN YANG DIGUNAKAN DALAM PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA NO. FORMULIR LAMA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 3 TAHUN 1998 (3/1998) TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 3 TAHUN 1998 (3/1998) TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 3 TAHUN 1998 (3/1998) TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai

Lebih terperinci

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, DIREKTORAT JENDEAL BEA DAN CUKAI Jalan Jenderal A. Yani Telepon : 4890308 Jakarta 13230 Faksimili: 4890871 Kotak Pos 108 Jakarta 10002 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP - 04/BC/1999

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Surat Ketetapan Pajak (SKP) Dan Surat Tagihan Pajak (STP)

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Surat Ketetapan Pajak (SKP) Dan Surat Tagihan Pajak (STP) BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Surat Ketetapan Pajak (SKP) Dan Surat Tagihan Pajak (STP) Surat Ketetapan Pajak (SKP) adalah surat yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang

Lebih terperinci

No. 3/16/DPBPR Jakarta, 18 Juli 2001 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA

No. 3/16/DPBPR Jakarta, 18 Juli 2001 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA No. 3/16/DPBPR Jakarta, 18 Juli 2001 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA Perihal : Persyaratan dan Tata Cara Pelaksanaan Jaminan Pemerintah Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mengubah: UU 6-1983 lihat: UU 9-1994::UU 28-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 126, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Surat Ketetapan Pajak (SKP) Dan Surat Tagihan Pajak (STP) Lebih Bayar (SKPLB) berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983

BAB IV PEMBAHASAN. Surat Ketetapan Pajak (SKP) Dan Surat Tagihan Pajak (STP) Lebih Bayar (SKPLB) berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 BAB IV PEMBAHASAN IV.I Surat Ketetapan Pajak (SKP) Dan Surat Tagihan Pajak (STP) Surat Ketetapan Pajak (SKP) adalah surat yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Dalam rangka mewujudkan cita-cita pembangunan nasional Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Dalam rangka mewujudkan cita-cita pembangunan nasional Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Praktik Kerja Lapangan Mandiri merupakan salah satu proses yang harus dilewati dan harus dilaksanakan untuk memenuhi salah satu

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1973, 2014 KEMENKEU. Pajak. Penyetoran. Pembayaran. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242 /PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN

Lebih terperinci

TENTANG TATA CARA PENAGIHAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

TENTANG TATA CARA PENAGIHAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 24/PMK.04/2011 TENTANG TATA CARA PENAGIHAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.legalitas.org PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 136 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENJUALAN BARANG SITAAN YANG DIKECUALIKAN DARI PENJUALAN SECARA LELANG DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pajak BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian pajak menurut Soemitro dalam Mardiasmo (2011:1) menyatakan bahwa Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan)

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIFITAS PENERAPAN SURAT PENAGIHAN PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN POLONIA

ANALISIS EFEKTIFITAS PENERAPAN SURAT PENAGIHAN PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN POLONIA ANALISIS EFEKTIFITAS PENERAPAN SURAT PENAGIHAN PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN POLONIA Ester Hervina Sihombing Politeknik Unggul LP3M Medan Jl.Iskandar Muda No.3

Lebih terperinci

ANALISIS PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK AKTIF TERHADAP PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK DI KPP PRATAMA JAKARTA KEBAYORAN BARU DUA

ANALISIS PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK AKTIF TERHADAP PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK DI KPP PRATAMA JAKARTA KEBAYORAN BARU DUA ANALISIS PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK AKTIF TERHADAP PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK DI KPP PRATAMA JAKARTA KEBAYORAN BARU DUA Mochammad Taufik Aminuddin Universitas Bina Nusantara Jl. Kebon Jeruk Raya No. 27

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PP 4/1998, TATA CARA PENJUALAN BARANG SITAAN YANG DIKECUALIKAN DARI PENJUALAN SECARA LELANG DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

PP 4/1998, TATA CARA PENJUALAN BARANG SITAAN YANG DIKECUALIKAN DARI PENJUALAN SECARA LELANG DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA Copyright (C) 2000 BPHN PP 4/1998, TATA CARA PENJUALAN BARANG SITAAN YANG DIKECUALIKAN DARI PENJUALAN SECARA LELANG DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA *35516 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berkaitan dengan hal tersebut yang terbagi menjadi 3 (tiga) bagian pokok yaitu

BAB II LANDASAN TEORI. berkaitan dengan hal tersebut yang terbagi menjadi 3 (tiga) bagian pokok yaitu BAB II LANDASAN TEORI Dalam penelitian ini penulis akan membahas atau menganalisis hubungan antara pemeriksaan pajak dengan kepatuhan Wajib Pajak Badan dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Oleh karena

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 24/PMK.04/2011 TENTANG : TATA CARA PENAGIHAN DI BIDANG CUKAI

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 24/PMK.04/2011 TENTANG : TATA CARA PENAGIHAN DI BIDANG CUKAI LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 24/PMK.04/2011 TENTANG : TATA CARA PENAGIHAN DI BIDANG CUKAI I. PENERBITAN STCK-I PETUNJUK PELAKSANAAN PENAGIHAN UTANG CUKAI YANG TIDAK DIBAYAR PADA WAKTUNYA,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 24/PMK.04/2011 TENTANG TATA CARA PENAGIHAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 24/PMK.04/2011 TENTANG TATA CARA PENAGIHAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 24/PMK.04/2011 TENTANG TATA CARA PENAGIHAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.04/2013 tentang Tata Cara Penagihan Bea Ma

2017, No Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.04/2013 tentang Tata Cara Penagihan Bea Ma No.1656, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Penagihan Bea Masuk dan/atau Cukai. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 169/PMK.04/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

Sejak dilakukan reformasi perpajakan pada tahun 1983 yang ditandai dengan perubahan

Sejak dilakukan reformasi perpajakan pada tahun 1983 yang ditandai dengan perubahan A. Latar Belakang Sejak dilakukan reformasi perpajakan pada tahun 1983 yang ditandai dengan perubahan sistem perpajakan dari official assessment menjadi self assessment diharapkan kesadaran Wajib Pajak

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PMK.03/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PMK.03/2008 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PMK.03/2008 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENAGIHAN DENGAN SURAT PAKSA DAN PELAKSANAAN PENAGIHAN SEKETIKA DAN SEKALIGUS MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.I Realisasi Tunggakan Pajak yang lunas Pada Kantor Pelayanan Pajak

BAB IV PEMBAHASAN. IV.I Realisasi Tunggakan Pajak yang lunas Pada Kantor Pelayanan Pajak BAB IV PEMBAHASAN IV.I Realisasi Tunggakan Pajak yang lunas Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pandeglang Dari tahun ke tahun, target realisasi tunggakan pajak yang lunas di setiap kantor pajak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. pajak, tentunya perlu dipahami dulu apa yang dimaksud dengan pajak.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. pajak, tentunya perlu dipahami dulu apa yang dimaksud dengan pajak. BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Pengertian Pajak Untuk dapat memahami mengenai pentingnya pemungutan pajak dan alasan yang mendasari mengapa wajib pajak

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 47/PJ/2010 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 47/PJ/2010 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 47/PJ/2010 TENTANG TATA CARA PERSIAPAN PENGALIHAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN SEBAGAI PAJAK DAERAH DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 24/PMK.04/2011 TENTANG TATA CARA PENAGIHAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 24/PMK.04/2011 TENTANG TATA CARA PENAGIHAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 24/PMK.04/2011 TENTANG TATA CARA PENAGIHAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

2017, No Melaksanakan Pelunasan dengan Cara Pembayaran; c. bahwa untuk lebih memberikan kepastian hukum, meningkatkan pelayanan di bidang cukai

2017, No Melaksanakan Pelunasan dengan Cara Pembayaran; c. bahwa untuk lebih memberikan kepastian hukum, meningkatkan pelayanan di bidang cukai No.717, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Pembayaran Cukai secara Berkala. Pengusaha Pabrik. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58/PMK.04/2017 TENTANG PEMBAYARAN

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Definsi Pajak Pengertian Pajak

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Definsi Pajak Pengertian Pajak BAB III PEMBAHASAN 3.1 Definsi Pajak 3.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak dan pandangan para ahli dalam bidag tersebut memberikan berbagai definsi tentang pajak yang berbeda-beda, tetapi pada dasarnya

Lebih terperinci

Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : KEP-04/BC/1999 Tanggal : 28 Januari 1999

Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : KEP-04/BC/1999 Tanggal : 28 Januari 1999 Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : KEP-04/BC/1999 Tanggal : 28 Januari 1999 BENTUK-BENTUK FORMULIR PENAGIHAN PIUTANG BEA MASUK, CUKAI, DENDA, DAN BUNGA DALAM RANGKA IMPOR BERDASARKAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani II.1. Dasar-dasar Perpajakan Indonesia BAB II LANDASAN TEORI II.1.1. Definisi Pajak Apabila membahas pengertian pajak, banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang

Lebih terperinci

TABEL PARAMETER ANALISIS RISIKO KETIDAKTERTAGIHAN PIUTANG PAJAK

TABEL PARAMETER ANALISIS RISIKO KETIDAKTERTAGIHAN PIUTANG PAJAK LAMPIRAN I Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-29/PJ/2012 Tanggal : 11 Mei 2012 TABEL PARAMETER ANALISIS RISIKO KETIDAKTERTAGIHAN PIUTANG PAJAK TINGKAT RISIKO KETIDAKTERTAGIHAN PARAMETER BOBOT

Lebih terperinci

TABEL PARAMETER ANALISIS RISIKO KETIDAKTERTAGIHAN PIUTANG PAJAK

TABEL PARAMETER ANALISIS RISIKO KETIDAKTERTAGIHAN PIUTANG PAJAK LAMPIRAN I Surat Edaran Direktur Jenderal Nomor : SE-29/PJ/2012 Tanggal : 11 Mei 2012 TABEL PARAMETER ANALISIS RISIKO KETIDAKTERTAGIHAN PIUTANG PAJAK TINGKAT RISIKO KETIDAKTERTAGIHAN PARAMETER BOBOT Rendah

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP)

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP) SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Tinjauan Terhadap Pelaksanaan Penagihan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dengan Surat Paksa Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Samarinda

Tinjauan Terhadap Pelaksanaan Penagihan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dengan Surat Paksa Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Samarinda Tinjauan Terhadap Pelaksanaan Penagihan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dengan Surat Paksa Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Samarinda ABSTRAK Imam Saputra, Tinjauan Terhadap Pelaksanaan Penagihan Pajak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mempengaruhi kemajuan suatu bangsa. 5 Guna mewujudkan hal. tersebut diperlukan adanya pemungutan pajak.

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mempengaruhi kemajuan suatu bangsa. 5 Guna mewujudkan hal. tersebut diperlukan adanya pemungutan pajak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya dalam mendukung pelaksanaan pembangunan nasional. Penerimaan negara dari

Lebih terperinci

Sistem pemungutan pajak dari Official Assesment System menjadi Self. administrasi di bidang perpajakan. Self Assessment System merupakan sistem

Sistem pemungutan pajak dari Official Assesment System menjadi Self. administrasi di bidang perpajakan. Self Assessment System merupakan sistem Pendahuluan Sistem pemungutan pajak dari Official Assesment System menjadi Self Assesment System yang dimulai sejak reformasi perpajakan tahun 1983 menuntut wajib pajak untuk menghitung, menyetor dan melaporkan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. HAJ adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan dagang

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. HAJ adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan dagang BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. HAJ adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan dagang yakni barang IT yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha

Lebih terperinci

PP 4/1998, TATA CARA PENJUALAN BARANG SITAAN YANG DIKECUALIKAN DARI PENJUALAN SECARA LELANG DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

PP 4/1998, TATA CARA PENJUALAN BARANG SITAAN YANG DIKECUALIKAN DARI PENJUALAN SECARA LELANG DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PP 4/1998, TATA CARA PENJUALAN BARANG SITAAN YANG DIKECUALIKAN DARI PENJUALAN SECARA LELANG DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 4 TAHUN 1998 (4/1998)

Lebih terperinci

EVALUASI ATAS PENAGIHAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA KEMAYORAN

EVALUASI ATAS PENAGIHAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA KEMAYORAN EVALUASI ATAS PENAGIHAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA KEMAYORAN DHAFIN FAKHRIY AZIZ Jalan Curug Cempaka No. 35 Jaticempaka Pondok Gede, 089653511162, dhafin.aziz@yahoo.com Maya Safira

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN DATA. terutang oleh Orang Pribadi atau Badan yang bersifat memaksa berdasarkan

BAB III GAMBARAN DATA. terutang oleh Orang Pribadi atau Badan yang bersifat memaksa berdasarkan BAB III GAMBARAN DATA 3.1 Definisi Pajak Menurut Undang-Undang No.16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pajak adalah Kontribusi Wajib Pajak kepada Negara yang terutang oleh Orang

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan serta pembahasan dan analisis yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa efektivitas

Lebih terperinci

PROSEDUR PENAGIHAN PAJAK (II) Dosen Pengampu: Adhi Prakosa, M. Sc

PROSEDUR PENAGIHAN PAJAK (II) Dosen Pengampu: Adhi Prakosa, M. Sc PROSEDUR PENAGIHAN PAJAK (II) Dosen Pengampu: Adhi Prakosa, M. Sc 3. Surat sita utang Jika dalam jangka waktu 2x24 jam setelah surat paksa dikirimkan utang pajak tidak juga dilunasi, maka juru sita dapat

Lebih terperinci

Wajib Pajak terdaftar

Wajib Pajak terdaftar BAB 4 PEMBAHASAN DAN HASIL 4.1 Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa di Wilayah KPP Pratama Jakarta Tebet Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP) dilakukan karena ditemui wajib pajak yang kurang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. rakyat kepada Negara berdasarkan Undang-Undang yang dapat dipaksakan. ditunjuk atau digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB II LANDASAN TEORI. rakyat kepada Negara berdasarkan Undang-Undang yang dapat dipaksakan. ditunjuk atau digunakan untuk membayar pengeluaran umum. 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Penagihan Pajak Aktif 1. Pengertian Pajak Menurut Mardiasmo (2000:31) Pajak adalah iuran yang berupa uang dari rakyat kepada Negara berdasarkan Undang-Undang yang dapat dipaksakan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 259/PMK.04/2010 TENTANG JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 259/PMK.04/2010 TENTANG JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 259/PMK.04/2010 TENTANG JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Theory of Planned Behavior Menurut Ajzen (1991), Theory of Planned Behavior menjelaskan bahwa perilaku yang ditimbulkan oleh individu muncul karena adanya niat

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 35 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 35 TAHUN 2013 TENTANG SALINAN BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 35 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN, ANGSURAN, PENUNDAAN PEMBAYARAN, DAN PENAGIHAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN

Lebih terperinci

Penagihan Pajak. a. Pengertian Penagihan Pajak b. Sifat Utang Pajak c. Tatacara Penagihan Pajak (siklus) d. Pencairan Tunggakan

Penagihan Pajak. a. Pengertian Penagihan Pajak b. Sifat Utang Pajak c. Tatacara Penagihan Pajak (siklus) d. Pencairan Tunggakan Sesi 11 Penagihan Pajak Penagihan Pajak a. Pengertian Penagihan Pajak b. Sifat Utang Pajak c. Tatacara Penagihan Pajak (siklus) d. Pencairan Tunggakan RUANG LINGKUP UU NOMOR 19 TAHUN 1997 STDD UU NOMOR

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 4.1 Penyebab Terjadinya Piutang Pajak Pada Bab ini akan dibahas mengenai laporan perkembangan piutang pajak pada KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Satu. Laporan perkembangan piutang

Lebih terperinci

NO. URUT WEWENANG DIREKTUR JENDERAL PAJAK DASAR HUKUM DILIMPAHKAN KEPADA KETERANGAN

NO. URUT WEWENANG DIREKTUR JENDERAL PAJAK DASAR HUKUM DILIMPAHKAN KEPADA KETERANGAN LAMPIRAN I PERATURAN NOMOR : PER165/PJ/2005 TENTANG : PERUBAHAN KETUJUH ATAS KEPUTUSAN NOMOR KEP297/PJ/2002 TENTANG PELIMPAHAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK KEPADA PARA PEJABAT DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 69 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK REKLAME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 69 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK REKLAME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 69 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK REKLAME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa Pajak Reklame merupakan salah

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace diubah: UU 9-1994 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 49, 1983 (ADMINISTRASI. FINEK. PAJAK. Ekonomi. Uang. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN TATA CARA PENAGIHAN PAJAK PENGHASILAN KEPADA WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DI KPP PRATAMA MEDAN TIMUR

BAB III PEMBAHASAN TATA CARA PENAGIHAN PAJAK PENGHASILAN KEPADA WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DI KPP PRATAMA MEDAN TIMUR BAB III PEMBAHASAN TATA CARA PENAGIHAN PAJAK PENGHASILAN KEPADA WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DI KPP PRATAMA MEDAN TIMUR A. Ketentuan Pelaksanaan Penagihan Pajak Penghasilan Kepada Wajib Pajak Orang Pribadi

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/12/PBI/2006 TENTANG LAPORAN BERKALA BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/12/PBI/2006 TENTANG LAPORAN BERKALA BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/12/PBI/2006 TENTANG LAPORAN BERKALA BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA Menimbang: a. bahwa dalam rangka penetapan kebijakan moneter, pemantauan stabilitas sistem keuangan,

Lebih terperinci

PENAGIHAN PAJAK DAN SURAT PAKSA DASAR HUKUM, PENGERTIAN, DAN JENIS-JENIS PENAGIHAN PAJAK

PENAGIHAN PAJAK DAN SURAT PAKSA DASAR HUKUM, PENGERTIAN, DAN JENIS-JENIS PENAGIHAN PAJAK PENAGIHAN PAJAK DAN SURAT PAKSA DASAR HUKUM, PENGERTIAN, DAN JENIS-JENIS PENAGIHAN PAJAK Dasar hukum melakukan tindakan penagihan pajak adalah Undang-undang no. 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. 2.1 Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sumedang

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. 2.1 Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sumedang BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI 2.1 Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sumedang Sejarah kantor pajak di Indonesia diawali setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pendapatan negara adalah semua penerimaan dalam negeri dan penerimaan pembangunan yang digunakan untuk membiayai belanja negara, dimana penerimaan tersebut

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENGAMATAN

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENGAMATAN BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENGAMATAN Pada pembahasan berikut ini, penulis akan mendeskripsikan mengenai pelaksanaan penagihan pajak aktif di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta. Data yang digunakan

Lebih terperinci

TABEL PARAMETER ANALISIS RISIKO KETIDAKTERTAGIHAN PIUTANG PAJAK

TABEL PARAMETER ANALISIS RISIKO KETIDAKTERTAGIHAN PIUTANG PAJAK LAMPIRAN I Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-29/PJ/2012 Tanggal 11 Mei 2012 TABEL PARAMETER ANALISIS RISIKO KETIDAKTERTAGIHAN PIUTANG PAJAK PARAMETER Karakteristik Piutang Umur Piutang Peringkat

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. 1. Tindakan Penagihan Pajak Untuk Mencairkan Tunggakan

BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. 1. Tindakan Penagihan Pajak Untuk Mencairkan Tunggakan BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data 1. Tindakan Penagihan Pajak Untuk Mencairkan Tunggakan a. Petugas menagih secara pasif dengan menyampaikan Surat Ketetapan Pajak (SKP) sebagaimana

Lebih terperinci

1

1 0 1 2 3 4 SOAL TEORI KUP Menurut Pasal 1 UU KUP, Penelitian adalah serangkaian kegiatan menilai kelengkapan Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya, termasuk penilaian kebenaran penulisan dan perhitungannya.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUASIN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUASIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUASIN Menimbang : a. bahwa dengan telah ditetapkan Undang-Undang

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM.

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM. SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan : Pasal 1 1. Wajib Pajak adalah

Lebih terperinci

Nama : NPWP : Alamat :

Nama : NPWP : Alamat : DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KANTOR PELAYANAN PAJAK. Nomor : Pokok : Permohonan Mengatur pembayaran pajak Menunda pembayaran pajak Yang bertanda tangan di bawah ini : LAMPIRAN I LEMBAR I UNTUK

Lebih terperinci

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 03/PJ.04/2009 TENTANG KEBIJAKAN PENAGIHAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 03/PJ.04/2009 TENTANG KEBIJAKAN PENAGIHAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK, 27 Mei 2009 SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 03/PJ.04/2009 TENTANG KEBIJAKAN PENAGIHAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan diberlakukannya Undang-Undang-Undang Nomor 6 Tahun

Lebih terperinci

TATA CARA PELAKSANAAN PERSIAPAN PENGALIHAN PBB-P2 SEBAGAI PAJAK DAERAH PADA KPDJP

TATA CARA PELAKSANAAN PERSIAPAN PENGALIHAN PBB-P2 SEBAGAI PAJAK DAERAH PADA KPDJP LAMPIRAN I TATA CARA PELAKSANAAN PERSIAPAN PENGALIHAN PBB-P2 SEBAGAI PAJAK PADA KPDJP A. KOMPILASI PERATURAN PELAKSANAAN PBB-P2, SOP PBB-P2, STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA DI LINGKUNGAN DJP SERTA APLIKASI

Lebih terperinci

TATA CARA PELAKSANAAN PERSIAPAN PENGALIHAN PBB-P2 SEBAGAI PAJAK DAERAH PADA KPDJP

TATA CARA PELAKSANAAN PERSIAPAN PENGALIHAN PBB-P2 SEBAGAI PAJAK DAERAH PADA KPDJP LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-61/PJ/2010 TENTANG TATA CARA PERSIAPAN PENGALIHAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN SEBAGAI PAJAK TATA CARA PELAKSANAAN PERSIAPAN PENGALIHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1997 TENTANG PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Berdasarkan pasal 1 undang undang No.6 tahun 1983 tentang kententuan

BAB II LANDASAN TEORI. Berdasarkan pasal 1 undang undang No.6 tahun 1983 tentang kententuan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Berdasarkan pasal 1 undang undang No.6 tahun 1983 tentang kententuan umum dan tata cara perpajakan sebagaimana telah di ubah terakhir dengan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENYANDERAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENYANDERAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENYANDERAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Bahwa berdasarkan Pasal 36 Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB III PROSES DAN EFEKTIVITAS TINDAKAN PENAGIHAN PAJAK AKTIF

BAB III PROSES DAN EFEKTIVITAS TINDAKAN PENAGIHAN PAJAK AKTIF 21 BAB III PROSES DAN EFEKTIVITAS TINDAKAN PENAGIHAN PAJAK AKTIF 3.1 Tinjauan Teori 3.1.1 Pengertian Pajak Mulanya pajak merupakan upeti atau pemberian cuma-cuma yang sifatnya berupa kewajiban yang memaksa

Lebih terperinci

Bab IV PEMBAHASAN. Surat Ketetapan Pajak(SKP) Dan Surat Tagihan Pajak(STP)

Bab IV PEMBAHASAN. Surat Ketetapan Pajak(SKP) Dan Surat Tagihan Pajak(STP) Bab IV PEMBAHASAN IV.1 Surat Ketetapan Pajak(SKP) Dan Surat Tagihan Pajak(STP) Surat Tagihan Pajak mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak. Oleh karena itu dalam hal ini petugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber pendapatan negara yang sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber pendapatan negara yang sangat penting bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan sumber pendapatan negara yang sangat penting bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.

Lebih terperinci