ANALISIS PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK AKTIF TERHADAP PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK DI KPP PRATAMA JAKARTA KEBAYORAN BARU DUA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK AKTIF TERHADAP PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK DI KPP PRATAMA JAKARTA KEBAYORAN BARU DUA"

Transkripsi

1 ANALISIS PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK AKTIF TERHADAP PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK DI KPP PRATAMA JAKARTA KEBAYORAN BARU DUA Mochammad Taufik Aminuddin Universitas Bina Nusantara Jl. Kebon Jeruk Raya No. 27 Kebon Jeruk Jakarta Barat Phone (+6221) ABSTRACT The purpose of this study was to determine the effect of the implementation of tax collection and disbursement active against tax arrears in the Tax Office Primary Two Kebayoran Baru Jakarta. The method used in this research is descriptive and comparative methods. This method is used to describe the collection and disbursement of taxes made tax arrears that occurred during the three years 2011, 2012, 2013, while comparative, this method is used to compare the collection and disbursement of tax arrears that occurred during the three years that the year , and 2013 to determine the effect of active tax collection is made to the delinquent tax disbursements made by counting the effectiveness and contribution based on a predetermined formula. The results of this study indicate that in terms of the effectiveness of tax collection is not carried out effectively and in terms of the contribution of billing acts performed, the tax collection very lacking in contributing to the receipt of payment of tax arrears. (MTA) Keywords: Active Tax Billing, Tax Arrears Defrost, Effectiveness and Billing Tax Contributions. ABSTRAK Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pelaksanaan dan pengaruh penagihan pajak aktif terhadap pencairan tunggakan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan komparatif. Metode ini digunakan untuk menggambarkan penagihan pajak yang dilakukan serta pencairan tunggakan pajak yang terjadi selama tiga tahun yaitu 2011, 2012, Sedangkan komparatif, metode ini digunakan untuk

2 membandingkan penagihan dan pencairan tunggakan pajak yang terjadi selama tiga tahun yaitu tahun 2011,2012, dan Untuk mengetahui pengaruh antara penagihan pajak aktif yang dilakukan terhadap pencairan tunggakan pajak dilakukan dengan penghitungan efektivitas dan kontribusi berdasarkan rumus yang telah ditentukan. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa dari segi efektivitas penagihan pajak yang dilakukan tidak efektif dan dalam hal kontribusi dari tindak penagihan yang dilakukan, penagihan pajak sangat kurang dalam memberikan kontribusi bagi penerimaan dari pembayaran tunggakan pajak.(mta) Kata Kunci : Penagihan Pajak Aktif, Pencairan Tunggakan Pajak, Efektivitas dan Kontribusi Penagihan Pajak. PENDAHULUAN Bentuk Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik atau lebih dikenal dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 serta bertujuan untuk mewujudkan tata kehidupan negara dan bangsa yang adil dan sejahtera, aman, tenteram, tertib, damai serta menjamin kedudukan hukum yang sama bagi warga masyarakat diseluruh wilayah Indonesia. Untuk mewujudkan pembangunan dan menjalankan pemerintahan tentu Indonesia membutuhkan dana yang sangat besar, dana tersebut berasal dari dalam dan luar negeri. Sumber penerimaan berfokus pada penerimaan dalam negeri dan penerimaan sumber - sumber luar negeri sebagai pelengkap. Salah satu penerimaan dalam negeri yang menjadi sumber dana utama dan sangat membantu dalam membiayai pembangunan nasional adalah berasal dari Pajak. Dalam Nota Keuangan dan Rancangan APBN 2014, Kementrian Keuangan Republik Indonesia tahun 2014 merencanakan Pendapatan Negara mencapai Rp1.662,5 triliun, terdiri atas penerimaan Pajak Rp1.310,2 triliun, PNBP Rp350,9 triliun, dan penerimaan hibah Rp1,4 triliun. Belanja Negara direncanakan sebesar Rp1.816,7 triliun, terdiri atas belanja Pemerintah Pusat Rp1.230,3 triliun dan transfer ke Pemerintah Daerah Rp586,4 triliun. ( Melihat kondisi tersebut maka pajak merupakan hal yang sangat penting dalam rangka mensukseskan pembangunan. Oleh karena itu, peran masyarakat dalam pemenuhan kewajiban membayar pajak perlu ditingkatkan dengan cara mendorong kesadaran, pemahaman, dan penghayatan bahwa pajak adalah sumber utama pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Dalam peningkatan penerimaan pajak, pemerintah melalui Direktorat Jendral Pajak terus melaksanakan tugasnya guna mengoptimalkan penerimaan pajak melalui kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan. Salah satu langkah yang diambil oleh Direktorat Jendral Pajak ialah dengan melakukan reformasi dalam bidang perpajakan (tax reform), dimana dalam reformasi perpajakan tahun 1983 sistem pemungutan pajak telah mengalami perubahan yang cukup signifikan yaitu perubahan dari official assessment system menjadi self assessment system. Dalam self assessment system, dijelaskan bahwa Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan sendiri kewajiban pajaknya, sehingga melalui sistem administrasi perpajakan ini diharapkan dapat dilaksanakan dengan baik, jelas, tepat waktu, terkendali, sederhana dan mudah dipahami oleh masyarakat. Apabila masyarakat mengerti tentang manfaat dan fungsi dari pajak, maka tentu masyarakat sadar akan pajak (tax consciousness) dan tidak akan lagi dijumpai Wajib Pajak yang tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya. Akan tetapi dalam kenyataannya, terdapat cukup banyak masyarakat yang dengan sengaja melakukan kecurangan-kecurangan dan melalaikan kewajibannya dalam melaksanakan pembayaran pajak yang telah ditetapkan sehingga menyebabkan timbulnya tunggakan pajak. Undang-undang Penagihan Pajak ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan keadilan serta dapat mendorong peningkatan kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya guna mengurangi tunggakan pajak yang terjadi. Dengan demikian diharapkan penerimaan negara dari pajak dapat lebih optimal.

3 Berkaitan dengan permasalahan diatas, peneliti tertarik untuk mengangkat ke dalam Penelitian yang berjudul : Analisis Pelaksanaan Penagihan Pajak Aktif Terhadap Pencairan Tunggakan Pajak Di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua. METODE PENELITIAN Analisis yang digunakan dalam pembahasan penelitian ini adalah analisis deskriptif komparatif. Analisis ini digunakan untuk menggambarkan dan membandingkan penagihan pajak yang dilaksanakan dalam periode 2011 s/d 2013 serta pencairan tunggakan dalam periode 2011 s/d 2013, dengan Surat Teguran dan Surat Paksa serta dilakukan tindakan penyitaan kekayaan Wajib Pajak dalam bentuk pemblokiran rekening milik Wajib Pajak oleh Fiskus terhadap pencairan tunggakan pajak. Pembahasan juga dilakukan dengan melakukan penghitungan analisis rasio untuk mengetahui tingkat Efektifitas dan Kontribusi Penagihan Pajak terhadap realisasi pencairan tunggakan Piutang Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua. Dengan menggunakan metode tersebut untuk menggambarkan dan membandingkan Efektifitas dan Kontribusi Penagihan Pajak terhadap Realisasi Pencairan Tunggakan Piutang Pajak berdasarkan data yang telah dikumpulkan. Pembahasan didasarkan pada Surat Tagihan Pajak, Surat Teguran, Surat Paksa dan hal yang berkaitan dengan tindakan penyitaan kekayaan Wajib Pajak dalam bentuk pemblokiran rekening milik Wajib Pajak. Data tersebut dikumpulkan berdasarkan data yang diterbitkan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua berdasarkan SIDJP (Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak). HASIL DAN BAHASAN Prosedur ini menguraikan tata cara penerbitan dan penyampaian Surat Teguran terhadap Wajib Pajak yang tidak melunasi jumlah pajak yang masih harus dibayar setelah melewati jangka waktu pelunasan. Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor SE-08/PJ.75/2000 tanggal 5 September 2000 tentang Tata Cara Penerbitan Ulang Surat Teguran, Penerbitan Surat Teguran Pengganti dan Pembetulan atau Penggantian Surat Surat Dalam Rangka Pelaksanaan Penagihan Pajak. Prosedur Kerja : 1. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menugaskan Kepala Seksi Penagihan untuk melakukan penerbitan Surat Teguran atas dasar penagihan pajak yang telah melewati jangka waktu pelunasan. 2. Kepala Seksi Penagihan menugaskan Pelaksana Seksi Penagihan atau Jurusita Pajak untuk melakukan penerbitan Surat Teguran atas dasar penagihan pajak yang telah melewati jangka waktu pelunasan. 3. Pelaksana Seksi Penagihan atau Jurusita Pajak melakukan penelitian kemudian menyusun dan menyerahkan konsep Surat Teguran kepada Kepala Seksi Penagihan. Dalam melakukan penelitian, Pelaksanan Seksi atau Jurusita Pajak melakukan koordinasi antar seksi terkait, contohnya dengan Seksi Pengawasan dan Konsultasi untuk memperoleh data yang valid tentang nama dan alamat Wajib Pajak, Laporan Hasil Pemeriksaan dan Nota Perhitungan serta status pengajuan keberatan atau pengajuan permohonan banding. Pelaksana Seksi Penagihan atau Jurusita Pajak juga dapat melakukan koordinasi dengan Seksi Pelayanan untuk mendapatkan data Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak. 4. Beberapa ketentuan terkait dengan penerbitan Surat Teguran adalah sebagai berikut : a. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan dan tidak mengajukan permohonan banding, pelunasan atas jumlah pajak yang belum dibayar dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan. b. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan banding, pelunasan atas jumlah pajak yang belum dibayar dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding. c. Dalam hal Wajib Pajak menyetujui seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi, pelunasan atas jumlah pajak yang masih harus dibayar dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Ketetapan Pajak. d. Dalam hal Wajib Pajak Usaha Kecil dan Wajib Pajak daerah tertentu menyetujui seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Verifikasi, pelunasan atas jumlah pajak yang masih harus

4 dibayar dilakukan paling lama 2 (dua) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Ketetapan Pajak. e. Dalam hal Wajib Pajak tidak melunasi jumlah Pajak yang masih harus dibayar dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d, pajak yang masih harus dibayar tersebut ditagih dengan terlebih dahulu menerbitkan Surat Teguran. f. Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada huruf e disampaikan setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d. g. Dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi dan Wajib Pajak tidak mengajukan keberatan, Surat Teguran disampaikan setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan keberatan. h. Dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi dan Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan, Surat Teguran disampaikan setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan permohonan banding. i. Apabila Sanksi Administrasi dalam Surat Tagihan Pajak dikenakan ssebagai akibat diterbitkan Surat Ketetapan Pajak, yang pajak terutangnya tidak disetujui oleh Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi dan atas surat ketetapan pajak diajukan keberatan dan banding, tindakan penagihan atas Surat Tagihan Pajak tersebut ditangguhkan sampai dengan Surat Ketetapan Pajak tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap. 5. Kepala Seksi Penagihan Pajak meneliti dan memaraf kemudian menyerahkan konsep Surat Teguran kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak. 6. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyetujui dan menandatangani, kemudian menugaskan Kepala Seksi Penagihan untuk menatausahakan dan mengirimkan Surat Teguran kepada Wajib Pajak. 7. Kepala Seksi Penagihan Pajak menugaskan Pelaksana Seksi Penagihan atau Jurusita Pajak untuk menatausahakan dan mengirimkan Surat Teguran kepada Wajib Pajak. 8. Pelaksana Seksi Penagihan atau Jurusita Pajak menatausahakan dan mengirimkan Surat Teguran kepada Wajib Pajak. 9. Proses selesai. Prosedur operasi ini menguraikan tata cara penerbitan dan pemberitahuan Surat Paksa. Dalam hal jumlah utang pajak tidak dilunasi oleh Wajib Pajak/Penanggung Pajak setelah lewat waktu 21 ( dua puluh satu) hari sejak tanggal disampaikan Surat Teguran, Surat Paksa diterbitkan dan diberitahukan secara langsung oleh Jurusita Pajak kepada Wajib Pajak/Penanggung Pajak. Selain itu, Surat Paksa juga diterbitkan dalam hal : a. Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan Penagihan Seketika dan Sekaligus, atau b. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak. Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor SE-08/PJ.75/2000 tanggal 5 September 2000 tentang Tata Cara Penerbitan Ulang Surat Teguran, Penerbitan Surat Paksa Pengganti dan Pembetulan atau Penggantian Surat Surat Dalam Rangka Pelaksanaan Penagihan Pajak. Prosedur Kerja : 1. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menugaskan Seksi Penagihan untuk melakukan penerbitan Surat Paksa atas utang pajak yang tidak dilunasi oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari sejak tanggal disampaikannya Surat Teguran 2. Kepala Seksi Penagihan menugaskan Jurusita Pajak untuk melakukan penerbitan Surat Paksa atas utang pajak yang tidak dilunasi oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari sejak tanggal disampaikan Surat Teguran. 3. Jurusita Pajak melakukan penelitian, kemudian menyusun dan meyerahkan konsep Surat Paksa dan konsep Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa kepada Kepala Seksi Penagihan. Dalam melakukan penelitian, Jurusita Pajak melakukan koordinasi antar seksi terkait, contohnya dengan Seksi Pengawasan dan Konsultasi untuk memperoleh data yang valid tentang nama, alamat serta harta kekayaan milik Wajib Pajak atau Penanggung Pajak.

5 4. Kepala Seksi Penagihan meneliti dan memaraf kemudian menyerahkan konsep Surat Paksa dan konsep Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak. 5. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyetujui dan menandatangani kemudian menugaskan Kepala Seksi Penagihan untuk melakukan pemberitahuan Surat Paksa kepada Wajib Pajak atau Penanggung Pajak. 6. Kepala Seksi Penagihan menugaskan Jurusita Pajak untuk melakukan pemberitahuan Surat Paksa kepada Wajib Pajak atau Penanggung Pajak. 7. Jurusita Pajak melakukan pemberitahuan Surat Paksa dengan membacakan isi Surat Paksa dan menyerahkan salinan Surat Paksa kepada Wajib Pajak atau Penanggung Pajak. Selanjutnya Jurusita Pajak menuangkan pelaksanaan pemberitahuan Surat Paksa tersebut dalam Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa dan menandatangani Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa bersama-sama dengan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak. Setelah melakukan pemberitahuan Surat Paksa, Jurusita Pajak menyusun, memandatangani dan menyerahkan konsep Laporan Pelaksanaan Surat Paksa kepada Kepala Seksi Penagihan. a. Dalam hal Wajib Pajak atau pihak lain yang terhadapnya bisa diberitahukan Surat Paksa (sebagaimana diatur dalam ketentuan perpajakan yang berlaku) menolak untuk menerima Surat Paksa, Jurusita Pajak meninggalkan Surat Paksa dimaksud dan mencatatnya dalam Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa bahwa Penanggung Pajak tidak mau menerima Surat Paksa. b. Dalam hal pemberitahuan Surat Paksa atas Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan tidak dapat dilaksanakan, misalnya Jurusita Pajak tidak menjumpai seorangpun sebagai pihak yang dapat diberikan dan diberitahukan Surat Paksa yang dimaksud, maka salinan Surat Paksa disampaikan kepada Penanggung Pajak melalui aparat Pemerintah Daerah setempat. c. Dalam hal Wajib Pajak atau Penanggung Pajak tidak diketahui tempat tinggalnya, tempat usaha, atau tempat kedudukannya, penyampaian Surat Paksa dilaksanakan dengan menempelkan salinan Surat Paksa pada papan pengumuman di Kantor Pejabat yang menerbitkannya, dengan mengumumkan melalui media massa atau dengan cara lain. 8. Kepala Seksi Penagihan meneliti dan menandatangani kemudian menugaskan Jurisita Pajak untuk menatausahakan Surat Paksa, Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa dan Laporan Pelaksanaan Surat Paksa. 9. Jurusita menatausahakan Surat Paksa, Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa dan Laporan Pelaksanaan Surat Paksa. 10. Proses selesai Prosedur operasi ini menguraikan tata cara Penerbitan dan Penyampaian Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) yang dilaksanakan apabila setelah lewat waktu 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam sejak Surat Paksa diberitahukan kepada Penanggung Pajak dan utang pajak tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak. Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor SE-08/PJ.75/2000 tanggal 5 September 2000 tentang Tata Cara Penerbitan Ulang Surat Teguran, Penerbitan Surat Teguran Pengganti dan Pembetulan atau Penggantian Surat Surat Dalam Rangka Pelaksanaan Penagihan Pajak. Prosedur Kerja : 1. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menugaskan Kepala Seksi Penagihan untuk melakukan penerbitan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan dalam hal Wajib Pajak atau Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak setelah lewat waktu 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam sejak Surat Paksa diberitahukan kepada Penanggung Pajak. 2. Kepala Seksi Penagihan menugaskan Jurusita Pajak untuk melakukan penerbitan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan atas dasar penagihan pajak yang belum dilunasi oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak setelah lewat waktu 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam sejak Surat Paksa diberitahukan kepada Penanggung Pajak. 3. Jurusita Pajak melakukan penelitian kemudian menyusun dan menyerahkan konsep Surat Perintah Melakukan Penyitaan kepada Kepala Seksi Penagihan. 4. Kepala Seksi Penagihan meneliti dan memaraf kemudian menyerahkan konsep Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan kepada Wajib Pajak.

6 5. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyetujui dan menandatangani kemudian menugaskan Kepala Seksi Penagihan untuk menatausahakan dan mengirimkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan kepada Wajib Pajak. 6. Kepala Seksi Penagihan menugaskan Jurusita Pajak untuk menatausahakan dan mengirimkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan serta melakukan penyitaan terhadap barang milik Wajib Pajak atau Penanggung Pajak. 7. Jurusita Pajak menatausahakan dan mengirimkan Surat Perintah Melakukan Penyitaan serta melakukan penyitaan terhadap barang milik Wajib Pajak atau Penanggung Pajak. 8. Proses selesai. Keterangan : 1. Dalam hal objek sita berada diluar wilayah kerja Pejabat yang menerbitkan Surat Paksa, Pejabat yang dimaksud meminta bantuan kepada Pejabat yang wilayah kerjanya meliputi tempat objek sita berada untuk menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan. 2. Dalam hal di 1 (satu) kota terdapat lebih dari 1 (satu) wilayah kerja dari beberapa Pejabat, Pejabat yang menerbitkan Surat Paksa dapat memerintahkan Jurusita Pajaknya untuk melaksanakan menyitaan terhadap objek sita yang berada di luar wilayah kerjanya sepanjang masih berada di kota bersangkutan. Pejabat yang menerbitkan Surat Paksa dan yang memerintahkan Jurusita Pajaknya untuk melaksanakan penyitaan tersebut, wajib memberitahukan pelaksanaan Penyitaan yang telah dilakukan kepada Pejabat yang wilayah kerjanya meliputi tempat objek sita berada. 3. Dalam hal objek sita terletak berjauhan atau di luar kota tempat kedudukan Kantor Pejabat namun masih dalam wilayah kerjanya, Pejabat dimaksud : a. Meminta bantuan kepada Pejabat yang wilayah kerjanya juga meliputi tempat objek sita berda untuk menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau b. Memerintahkan Jurusita Pajak untuk melaksanakan penyitaan secara langsung tanpa meminta bantuan Pejabat setempat, disertai dengan pemberitahuan kepada Pejabat yang wilayah kerjanya meliputi tempat pelaksanaan Surat Paksa. 4. Pejabat yang diminta bantuan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 3 huruf a wajib membantu dan memberitahukan pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan dimaksud kepada Pejabat yang meminta bantuan. Adanya ketentuan untuk melunasi hutang pajak menjadikan harta pribadi dari Wajib Pajak pengurus perusahaan bagian dari objek sita, sehingga apabila Wajib Pajak tidak dapat melunasi hutang pajaknya, harta pribadi dari penanggung pajak atau pengurus dapat disita untuk melunasi utang pajak dari Wajib Pajak. Jenis harta yang menjadi objek sita adalah harta bergerak dan harta tidak bergerak. Prioritas penyitaan adalah harta bergerak, bila nilai harta bergerak tidak mencukupi hutang pajak, penyitaan beralih ke harta tidak bergerak. Harta bergerak dapat meliputi kendaraaan bermotor, uang tunai, rekening koran, giro, tabungan, deposito, komputer, piutang, penyertaan saham, surat berharga, dll. Harta tidak bergerak yaitu tanah dan bangunan. Apabila harta bergerak dalam bentuk rekening koran, tabungan, deposito, giro dan simpanan yang lazim dalam praktek perbankan, proses penyitaan harus didahului pemblokiran rekening dan mengetahui jumlah/nilai dari rekening dan simpanan di bank. Berdasarkan bunyi lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-109/PJ./2007 Jurusita Pajak dalam melaksanakan pemblokiran rekening tidak lagi perlu mengetahui nomor rekening giro atau tabungan dari penanggung pajak karena permintaan pemblokiran dibuat secara umum meliputi seluruh bentuk simpanan dari penanggung pajak yang ada di Bank. Selanjutnya pimpinan Bank yang akan menentukan aset dari Penanggung Pajak yang akan diblokir. Istilah pemblokiran berdasarkan Pasal 1 angka 8 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 563/KMK.04/2000 yaitu: Pemblokiran adalah tindakan pengamanan harta kekayaan milik Penanggung Pajak yang tersimpan di Bank dengan tujuan agar terhadap harta kekayaan dimaksud tidak terdapat perubahan apapun, selain penambahan jumlah atau nilai. Efektifitas penerbitan Surat Teguran diukur dengan membandingkan antara jumlah pencairan tunggakan pajak melalui penagihan dengan Surat Teguran dengan potensi pencairan tunggakan pajak dengan Surat Teguran yang dalam hal ini merupakan Surat Teguran yang diterbitkan dalam rangka tindakan penagihan tunggakan pajak. Pengukuran efektivitas ini dilakukan dengan asumsi bahwa semua

7 tunggakan pajak yang diterbitkan Surat Teguran dapat ditagih seluruhnya. Efektivitas penagihan tunggakan pajak dengan Surat Teguran dihitung dengan rumus berikut : Efektifitas = x 100% Tabel berikut akan menunjukan penerbitan Surat Teguran, pembayaran Surat Teguran, dan tingkat efektivitas penagihan pajak dengan Surat Teguran tersebut berdasarkan data di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua untuk tahun 2011 s/d Tabel 5.7 Pembayaran Surat Teguran Di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua Tahun 2011 s/d 2013 Tahun Surat Teguran Terbit Surat Teguran Bayar Sumber : Seksi Penagihan KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua (data sudah diolah,2014) Tingkat Efektifitas 4,26% 29,87% 30,02% Berdasarkan data dari Tabel diatas pada tahun 2011 KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua menerbitkan Surat teguran dengan jumlah nominal Rp dan pembayaran yang terjadi atas penerbitan Surat Teguran tersebut tersebut Rp atau sekitar 4,26% dari total seluruh tunggakan pajak yang ditagih. Berdasarkan indikator pengukuran efektivitas penagihan yang terjadi di tahun 2011 adalah tidak efektif. Pada tahun 2012, jumlah nominal dari penerbitan Surat Teguran yang dilakukan sebesar Rp dengan pembayaran yang dilakukan atas penerbitan Surat Teguran sebesar Rp atau sekitar 29,87% dari jumlah seluruh tunggakan pajak yang ditagih. Berdasarkan indikator pengukuran efektivitas penagihan yang terjadi pada tahun 2012 adalah tidak efektif. Dan pada tahun 2013 jumlah nominal dari penerbitan Surat Teguran dengan jumlah nominal Rp dan nilai pembayaran dari Surat Teguran sebesar Rp atau sekitar 30,02% dari total tunggakan pajak yang ditagih. Berdasarkan indikator efektivitas penagihan pada tahun 2013 adalah tidak efektif. Efektifitas penerbitan Surat Paksa diukur dengan membandingkan antara jumlah pencairan tunggakan pajak melalui penagihan dengan Surat Paksa dengan potensi pencairan tunggakan pajak dengan Surat Paksa yang dalam hal ini merupakan Surat Paksa yang diterbitkan dalam rangka tindakan penagihan tunggakan pajak. Pengukuran efektivitas ini dilakukan dengan asumsi bahwa semua tunggakan pajak yang diterbitkan Surat Paksa dapat ditagih seluruhnya. Efektivitas penagihan tunggakan pajak dengan Surat Paksa dihitung dengan rumus berikut : Efektifitas = x 100% Tabel berikut akan menunjukan penerbitan Surat Paksa, pembayaran Surat Paksa, dan tingkat efektivitas penagihan pajak dengan Surat Paksa tersebut berdasarkan data di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua untuk tahun 2011 s/d 2013 Tabel 5.8 Pembayaran Surat Paksa Di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua Tahun 2011 s/d 2013 Tahun Surat Paksa Terbit Surat Paksa Bayar Sumber : Seksi Penagihan KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua (data sudah diolah,2014) Tingkat Efektifitas 4,31% 35,92% 27,55% Efektifitas atas dilakukannya pemblokiran rekening diukur dengan membandingkan antara jumlah pencairan tunggakan pajak melalui pemblokiran rekening dengan potensi pencairan tunggakan pajak dengan pemblokiran rekening dalam rangka tindakan penagihan tunggakan pajak. Pengukuran efektivitas ini dilakukan dengan asumsi bahwa semua tunggakan pajak yang dilakukan pemblokiran

8 rekening dapat ditagih seluruhnya. Efektivitas penagihan tunggakan pajak dengan Pemblokiran Rekening dihitung dengan rumus berikut : Efektifitas = x 100% Tabel berikut akan menunjukan jumlah pemblokiran rekening, pembayaran akibat pemblokiran rekening, dan tingkat efektivitas penagihan pajak dengan Pemblokiran Rekening tersebut berdasarkan data di KPP Pratama Jakarta Taman Sari Dua untuk tahun 2011 s/d Tabel 5.9 Pembayaran atas Pemblokiran Rekening Di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua Tahun 2011 s/d 2013 Tahun Pemblokiran Rekening Pembayaran Sumber : Seksi Penagihan KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua (data sudah diolah,2014) Tingkat Efektifitas 6,38% 3,13% 14,74% Berdasarkan data dari Tabel diatas, pada tahun 2011 KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua pemblokiran rekening dengan jumlah nominal Rp dan pembayaran yang terjadi atas pemblokiran rekening tersebut tersebut Rp atau sekitar 6,38% dari total seluruh tunggakan pajak yang ditagih. Berdasarkan indikator pengukuran Efektivitas penagihan yang terjadi di tahun 2011 adalah tidak efektif. Pada tahun 2012, jumlah nominal dari pemblokiran rekening yang dilakukan sebesar Rp dengan pembayaran yang dilakukan atas penerbitan Surat Paksa sebesar Rp atau sekitar 3,13% dari jumlah seluruh tunggakan pajak yang ditagih. Berdasarkan indikator pengukuran Efektivitas penagihan yang terjadi pada tahun 2011 adalah tidak efektif. Sedangkan, pada tahun 2013 pemblokiran rekening dengan jumlah nominal Rp dan nilai pembayaran sebesar Rp atau sekitar 14,74% dari total tunggakan pajak yang ditagih. Berdasarkan indikator pengukuran Efektivitas penagihan pada tahun 2013 adalah tidak efektif. Hal yang menyebabkan tidak seluruh tindakan penagihan yang dilakukan ditindaklanjuti dengan pelunasan oleh Wajib Pajak, sehingga hasil analisisnya tidak efektif adalah : 1. Penanggung pajak sedang mengalami kondisi keuangan yang tidak baik sehingga pelunasan tunggakan pun sulit. biasanya Wajib Pajak menunggak atau mengangsur pembayaran tunggakan. 2. Terkait dengan pemblokiran rekening Wajib Pajak, pelunasan tunggakan tidak dapat dilakukan karena saldo rekening Wajib Pajak tidak cukup untuk melunasi tunggakan dan akan ditindaklanjuti dengan mengangsur. Pengukuran ini dilakukan untuk mengukur seberapa besar kontribusi penerbitan Surat Teguran terhadap pencairan tunggakan pajak yang terjadi. Rasio ini diperoleh dengan membandingkan pencairan tunggakan pajak di KPP dengan jumlah seluruh pencairan tunggakan pajak di KPP. Kontribusi ini diukur dengan perincian rumus sebagai berikut: Kontribusi Surat Teguran = x 100% Tabel 5.10 Pencairan Tunggakan dengan Surat Teguran KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua Tahun 2011 s/d 2013 Tahun Jumlah Pencairan Tunggakan Pencairan Tunggakan Sumber : Seksi Penagihan KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua (data sudah diolah,2014) Rasio Kontribusi Presentase 11,36% 11,57% 23,37%

9 Besarnya pengaruh pencairan tunggakan pajak dengan penerbitan Surat Teguran di tahun 2011 sebesar 11,36%. Berdasarkan kriteria kinerja keuangan, maka pengaruh Surat Teguran terhadap pencairan tunggakan pajak tergolong kurang dalam memberikan kontribusi terhadap pencairan tunggakan pajak. Pada tahun 2012, penerbitan Surat Teguran memberikan kontribusi sebesar 11,57% dalam pencairan tunggakan pajak. Dari tahun 2011 ke tahun 2012 hanya mengalami peningkatan pencairan tunggakan pajak 0,21%. Berdasarkan kinerja keuangan negara, maka pencairan tunggakan tersebut tergolong kurang dalam memberikan kontribusi terhadap pencairan tunggakan pajak dengan Surat Teguran. Sedangkan di tahun 2013, pencairan tunggakan kembali mengalami kenaikan sebesar 11,80% menjadi 23,37%. Berdasarkan kriteria kinerja keuangan, maka pencairan tunggakan pajak dengan peneritan Surat Teguran di tahun tersebut tergolong sedang walaupun mengalami peningkatan presentase. Pengukuran ini dilakukan untuk mengukur seberapa besar kontribusi penerbitan Surat Paksa terhadap pencairan tunggakan pajak yang terjadi. Rasio ini diperoleh dengan membandingkan pencairan tunggakan pajak di KPP dengan jumlah seluruh pencairan tunggakan pajak di KPP. Kontribusi ini diukur dengan perincian rumus sebagai berikut: Kontribusi Surat Paksa Tabel 5.11 Pencairan Tunggakan dengan Surat Paksa KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua Tahun 2011 s/d 2013 Tahun Jumlah Pencairan Tunggakan Pencairan Tunggakan Sumber : Seksi Penagihan KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua (data sudah diolah,2014) Rasio Kontribusi Presentase 11,21% 6,95% 15,62% Besarnya pengaruh pencairan tunggakan pajak dengan penerbitan Surat Paksa di tahun 2011 sebesar 11,21%. Berdasarkan kriteria kinerja keuangan, maka pengaruh Surat Paksa terhadap pencairan tunggakan pajak tergolong kurang dalam memberikan kontribusi terhadap pencairan tunggakan pajak. Pada tahun 2012, penerbitan Surat Paksa memberikan kontribusi sebanyak 6,95% dalam pencairan tunggakan pajak. Dari tahun 2011 ke tahun 2012 mengalami penurunan pencairan yang hampir setengahnya dari tahun sebelumnya yang dilakukan dengan penerbitan Surat Paksa. Berdasarkan kinerja keuangan negara, maka pencairan tunggakan tersebut tergolong sangat kurang dalam memberikan kontribusi terhadap pencairan tunggakan pajak dengan Surat Paksa. Sedangkan di tahun 2013, pencairan tunggakan kembali mengalami peningkatan menjadi 15,62%. Meskipun mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, berdasarkan kriteria kinerja keuangan, pencairan tunggakan pajak dengan penerbitan Surat Paksa di tahun tersebut masih tergolong kurang. Pengukuran ini dilakukan untuk mengukur seberapa besar kontribusi Pemblokiran Rekening terhadap pencairan tunggakan pajak yang terjadi. Rasio ini diperoleh dengan membandingkan pencairan tunggakan pajak di KPP dengan jumlah seluruh pencairan tunggakan pajak di KPP. Kontribusi ini diukur dengan perincian rumus sebagai berikut: Kontribusi Pemblokiran Rekening Tabel 5.12 Pencairan Tunggakan dengan Pemblokiran Rekening KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua Tahun 2011 s/d 2013 Tahun Jumlah Pencairan Pencairan Tunggakan Rasio Kontribusi

10 Tunggakan Sumber : Seksi Penagihan KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua (data sudah diolah,2014) Presentase 6,38% 1,43% 3,93% Besarnya pengaruh pencairan tunggakan pajak dengan Pemblokiran Rekening di tahun 2011 sebesar 6,38%. Berdasarkan kriteria kinerja keuangan, maka pengaruh Pemblokiran Rekening terhadap pencairan tunggakan pajak tergolong kurang dalam memberikan kontribusi terhadap pencairan tunggakan pajak. Pada tahun 2012, Pemblokiran Rekening milik WP memberikan kontribusi sebanyak 1,43% dalam pencairan tunggakan pajak. Dari tahun 2011 ke tahun 2012 mengalami penurunan pencairan dari tahun sebelumnya. Berdasarkan kinerja keuangan negara, maka pencairan tunggakan tersebut tergolong sangat kurang dalam memberikan kontribusi terhadap pencairan tunggakan pajak. Dalam tahun 2013 pencairan tunggakan mengalami penurunan yang peningkatan menjadi 3,93%. Berdasarkan kriteria kinerja keuangan, pencairan tunggakan pajak dengan penerbitan Pemblokiran Rekening di tahun tersebut tergolong sangat kurang. Hal yang menyebabkan tidak seluruh tindakan penagihan yang dilakukan ditindaklanjuti dengan pelunasan oleh Wajib Pajak, sehingga kontribusinya tidak terlalu baik bagi penerimaan pajak KPP tersebut antara lain : 1. Kurangnya kesadaran Wajib Pajak dalam pembayaran tunggakan setelah surat surat terkait diterima oleh Wajib Pajak. 2. Alamat Wajib Pajak sulit ditemukan. Adanya pindah alamat membuat Jurusita Pajak sulit menemukan alamat Wajib Pajak yang baru. 3. Wajib Pajak tutup usaha atau bangkrut. Sehingga Jurusita Pajak sulit untuk menagih hutang pajak Wajib Pajak tersebut. Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh dari Jurusita Pajak dan Kepala Seksi Penagihan pada KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua, dalam rangka melaksanakan Penagihan Pajak Aktif, adanya hambatan atau kendala yang ditemui, diantaranya: 1. Wajib Pajak tidak dapat ditemukan oleh Jurusita Pajak. Jika Jurusita Pajak tidak dapat menemukan Wajib Pajak maka proses penagihan pajak akan terhenti. Kendala ini terjadi karena adanya alamat yang diberikan Wajib Pajak tidak lengkap dan ada pula Wajib Pajak yang pindah alamat dan Wajib Pajak tersebut tidak memperbaharui alamat barunya. Apabila hal demikian terjadi, maka Wajib Pajak akan masuk ke Daftar Pencarian Orang. Sehingga pada waktu pelaporan SPT Masa atau Tahunan Wajib Pajak harus menghadap ke Seksi Penagihan terlebih dahulu untuk di data. 2. Wajib Pajak tidak kooperatif atau kesadaran Wajib Pajak dalam membayar pajak masih sangat rendah. Kurangnya kesadaran atau pengetahuan Wajib Pajak mengenai pajak berdampak sangat besar dalam kepatuhan memenuhi kewajiban pembayaran pajak dan realisasi penerimaan atas tunggakan pajak Di KPP. hal tersebut diungkapkan oleh salah satu Jurusita Pajak Di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua,yaitu : Kesadaran Wajib Pajak masih kurang, ada salah satu perusahan yang di kunjungi untuk ditagih tunggakan pajaknya, sering beralasan dana di rekening perusahaan masih belum mencukupi, ada juga perusahaan yang bangkrut. 3. Jurusita Pajak sulit mengidentifikasi objek sita. Hal ini terutama terkait dengan pemblokiran rekening Wajib Pajak. Faktor penghambat dalam proses ini antara lain : a. Kelengkapan berkas STP/SKP atau SP yang tidak lengkap. b. Pihak Bank seringkali tidak kooperatif dengan merahasiakan keterangan mengenai nasabahnya yang akan diperiksa untuk kepentingan perpajakan, salah satunya pada saat proses penyita 4. Data yang ditampilkan Sistem Informasi Direktorat Jendral Pajak (SIDJP) belum menunjukan keadaan yang sebenarnya.

11 Dengan adanya jaringan yang terhubung dengan SIDJP seharusnya data lebih mudah untuk diakses dan lebih cepat untuk diperbaharui. Pembaharuan data baru akan terjadi setelah data diinput oleh petugas penagihan. Dalam beberapa pencatatan masih dilakukan secara manual, misalnya untuk data pelunasan tunggakan pajak dengan pemblokiran rekening. Selain memiliki resiko yang lebih besar, pencatatan secara manual juga kurang efektif karena akan lebih lama dari segi waktu. Adapun alternatif pemecahan masalah serta keinginan dari Jurusita Pajak dan Kepala Seksi Penagihan untuk mengurangi resiko dari hambatan hambatan yang terjadi agar Penagihan Pajak dapat berjalan sesuai yang diharapkan, yaitu : 1. Pemutakhiran atau Verifikasi data Wajib Pajak secara berkala. Apabila terjadi perubahan data mengenai Wajib Pajak, maka Seksi Pengolahan Data dan Informasi, Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi maupun pegawai pajak yang lain yang saling terkait harus tanggap dalam memuktakhirkan data tersebut. Sehingga Jurusita Pajak mengetahui keberadaan alamat Wajib Pajak yang sudah diperbaharui, Wajib Pajak yang Bangkrut, dan sebagainya. 2. Sosialisasi Pajak. Sosiaalisasi dalam hal pajak sangat penting untuk memberikan pembekalan materi pajak kepada Wajib Pajak guna menunjang pelaksanaan kewajiban Wajib Pajak. Seperti mengadakan seminar dengan Wajib Pajak agar Wajib Pajak mendapatkan ilmu pengetahuan yang baik dan sesuai yang diharapkan. Dengan adanya pemahaman yang baik tentang pajak maka diharapkan Wajib Pajak dapat membayar pajak dengan sukarela. Jurusita Pajak sendiri harus diberi pembekalan materi pajak sehubungan dengan pelaksanaan tugasnya secara berkala untuk meningkatkan kemampuannya. 3. Peningkatan kerjasama dengan pihak pihak eksternal. Dalam Undang-undang Tahun 2000 Pasal 5 ayat (4) tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, Juru Sita Pajak berwenang dapat melibatkan pihak lain untuk meminta bantuan dengan pihak Kepolisian, Kejaksaan, Departemen yang membidangi hukum dan perundang-undang, Pemerintah Daerah Setempat, Badan Pertanahan Nasional, Direktorat Jenderak Perhubungan Laut, Pengadilan Negeri, Bank atau Pihak lain. Dalam hal pemblokiran rekening Wajib Pajak, kerjasama dengan pihak Bank sangat penting dilakukan untuk mempermudah Jurusita Pajak dalam bertugas. Wajib Pajak atau Penanggung Pajak yang menghalangi Jurusita dalam melaksanakan tugasnya diancam dengan hukuman pidana berdasarkan KUHP dalam Buku Kedua tentang Kejahatan Terhadap Penguasa Umum Pasal 216 yang berbunyi : (1) barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang - halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya dan penelitian yang dilakukan oleh penulis di Seksi Penagihan KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua, maka penulis dapat menarik simpulan sebagai berikut : 1. Mekanisme Penagihan Pajak Aktif yang dilakukan di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua diawali dengan adanya penerbitan Surat Teguran, Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan sampai dengan dilakukannya penyitaan kekayaan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dalam bentuk tindakan pemblokiran rekening. Penagihan pajak yang dilakukan di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua telah dilakukan sesuai dengan Standart Operating Procedure Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak. 2. Efektifitas penagihan pajak tahun 2011 s/d 2013 yang dilakukan dengan Surat Teguran di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua tergolong tidak efektif. Persentase efektifitas yang diperoleh selama tiga tahun tersebut menunjukan angka kurang dari 60%. Efektifitas penagihan dengan Surat Paksa selama tahun 2011 s/d 2013 tergolong tidak efektif. Terlihat dalam persentase efektivitas selama tiga tahun yang angkanya tidak mencapai 40%.

12 Sedangkan, Efektifitas ppenagihan dengan pemblokiran rekening milik Wajib Pajak untuk tahun 2011 s/d 2013 juga tergolong tidak efektif karena angka persentase yang dihasilkan pun tidak melebihi dari 15%. Penyebab pencairan tunggakan pajak tidak mencapai 100% adalah Wajib Pajak atau Penanggung Pajak sedang mengalami kondisi keuangan yang tidak baik, ada pula Wajib Pajak yang perusahaannya tutup serta ada Wajib Pajak yang alamatnya tidak lengkap sehingga pelunasan tunggakan pajak pun sulit dilakukan. Untuk itu biasanya Wajib Pajak akan mengangsur pembayaran tunggakan pajak atau menunda pembayaran pajaknya sampai waktu yang disetujui oleh Fiskus. 3. Kontribusi penagihan dari tahun 2011 s/d 2013 dengan penerbitan Surat Teguran pada tahun 2011 tergolong kurang ( 11,36% ), tahun 2011 tergolong kurang (11,57% ), tahun 2012 tergolong sedang (23,37%). Penagihan dengan penerbitan Surat Paksa pada tahun 2011 tergolong kurang ( 11,21% ), tahun 2012 tergolong sangat kurang (6,95% ), dan tahun 2013 tergolong kurang (15,62% ). Sedangkan, penagihan dengan pemblokiran rekening Wajib Pajak pada tahun 2011 tergolong sangat kurang ( 6,38% ), tahun 2012 tergolong sangat kurang (1,43% ) dan untuk tahun 2013 tergolong sangat kurang (3,93% ). Dari persentase kontribusi yang ada dari tahun 2011 s/d 2013 dapat disimpulkan bahwa penagihan pajak memberikan kontribusi yang tergolong sangat kurang. 4. Ketidak efektifan dan kurangnya kontribusi penagihan salah satu penghambatnya adalah tidak adanya informasi dari Kepala Seksi Pengawasan Konsultasi dan Kepala Seksi PDI tentang pembatalan STP untuk diberitahukan Kepala Seksi Penagihan di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua, Kepala Seksi Penagihan juga tidak memiliki sistem informasi mengenai proses banding Wajib Pajak dan Kepala Seksi Penagihan juga tidak memiliki informasi terbaru mengenai alamat Wajib Pajak yang pindah sehingga Jurusita Pajak sulit menemukan Wajib Pajak. Untuk mengatasi masalah tersebut maka KPP meminta adanya pembenahan sistem dari Sistem Infromasi Direktorat Jendral Pajak (SIDJP). Dalam melakukan kewajiban pembayaran pajak masih banyak Wajib Pajak yang tidak patuh akibat kurangnya pengetahuan dan kesadaran. Oleh karena itu, untuk mengurangi jumlah tunggakan pajak yang besar dilakukan penagihan pajak sampai dengan tindakan pemblokiran rekening dan penyitaan agar Wajib Pajak merasa ada konsekuensi hukum jika tidak melunasi tunggakan pajaknya. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat disampaikan adalah : 1. KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua segera melakukan pengusulan penambahan Jurusita Pajak dan pemberian insentif bagi para Jurusita Pajak. 2. Meningkatkan koordinasi antara Seksi Penagihan dengan Seksi lain yang terkait dengan proses penagihan pajak guna mempermudah proses penagihan pajak yang dilakukan oleh Jurusita Pajak Di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua 3. Untuk meningkatkan kesadaran Wajib Pajak dapat dilakukan penggencaran sosialisasi akan pengetahuan perpajakan terutama dalam hal pembayarannya. Hal ini diharapkan dapat memberikan kesadaran kepada Wajib Pajak agar pembayaran pajak dilakukan secara sukarela namun sesuai dengan perundangan-undangan perpajakan. Misalnya mengundang Wajib Pajak untuk datang acara seminar mengenai pajak. 4. KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua mengusulkan anggaran pemeliharaan dan peningkatan Sistem Informasi Direktorat Jendral Pajak secara berkala harus dilakukan, disertai pemberian pendidikan dan pelatihan secara berkala kepada pegawai. 5. Karena masih adanya kesulitan yang dihadapi Jurusita Pajak dalam melakukan tindakan penagihan pajak kepada Wajib Pajak maka perlu adanya kordinasi dengan pihak-pihak terkait seperti Kelurahan/Kepala Daerah setempat, Kepolisian dan pihak pihak lain agar memudahkan para Jurusita Pajak KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua untuk memberitahukan hal tersebut kepada Wajib Pajak.

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Analisis yang digunakan dalam pembahasan penelitian ini adalah analisis deskriptif komparatif. Analisis ini digunakan untuk menggambarkan dan membandingkan penagihan pajak yang

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. Analisis yang digunakan dalam pembahasan penelitian ini adalah analisis

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. Analisis yang digunakan dalam pembahasan penelitian ini adalah analisis BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Analisis yang digunakan dalam pembahasan penelitian ini adalah analisis deskriptif komparatif. Analisis ini digunakan untuk menggambarkan dan membandingkan penagihan pajak yang

Lebih terperinci

PENGARUH PENAGIHAN PAJAK AKTIF TERHADAP REALISASI PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA TAMAN SARI DUA

PENGARUH PENAGIHAN PAJAK AKTIF TERHADAP REALISASI PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA TAMAN SARI DUA PENGARUH PENAGIHAN PAJAK AKTIF TERHADAP REALISASI PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA TAMAN SARI DUA Novialia Universitas Bina Nusantara Jalan Duri Raya No.73, Duri Kepa

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Rencana Penerimaan Dan Realisasi Penerimaan PPh dan PPN Pada. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kemayoran

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Rencana Penerimaan Dan Realisasi Penerimaan PPh dan PPN Pada. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kemayoran BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Rencana Penerimaan Dan Realisasi Penerimaan PPh dan PPN Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kemayoran Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Realisasi Tunggakan Pajak yang Lunas Pada Kantor Pelayanan Pajak

BAB IV PEMBAHASAN. Realisasi Tunggakan Pajak yang Lunas Pada Kantor Pelayanan Pajak BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Realisasi Tunggakan Pajak yang Lunas Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bekasi Utara Setiap tahun, target realisasi tunggakan pajak yang lunas selalu mengalami perubahan begitu

Lebih terperinci

Sejak dilakukan reformasi perpajakan pada tahun 1983 yang ditandai dengan perubahan

Sejak dilakukan reformasi perpajakan pada tahun 1983 yang ditandai dengan perubahan A. Latar Belakang Sejak dilakukan reformasi perpajakan pada tahun 1983 yang ditandai dengan perubahan sistem perpajakan dari official assessment menjadi self assessment diharapkan kesadaran Wajib Pajak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Dalam rangka mewujudkan cita-cita pembangunan nasional Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Dalam rangka mewujudkan cita-cita pembangunan nasional Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Praktik Kerja Lapangan Mandiri merupakan salah satu proses yang harus dilewati dan harus dilaksanakan untuk memenuhi salah satu

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. 1. Tindakan Penagihan Pajak Untuk Mencairkan Tunggakan

BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. 1. Tindakan Penagihan Pajak Untuk Mencairkan Tunggakan BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data 1. Tindakan Penagihan Pajak Untuk Mencairkan Tunggakan a. Petugas menagih secara pasif dengan menyampaikan Surat Ketetapan Pajak (SKP) sebagaimana

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN DATA. akan dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam

BAB III GAMBARAN DATA. akan dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam BAB III GAMBARAN DATA A. Pengertian Penagihan Pajak Pelaksanaan penagihan pajak yang tegas, konsisten dan konsekuen diharapkan akan dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayarkan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa di Wilayah KPP

BAB IV PEMBAHASAN. Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa di Wilayah KPP IV.1 BAB IV PEMBAHASAN Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa di Wilayah KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Dua Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP) dilakukan karena ditemui wajib pajak yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menjalankan sistem perpajakan di Indonesia sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Dasar Hukum Pelaksanaan Pemblokiran dan Penyitaan di KPP Pratama

BAB IV PEMBAHASAN. Dasar Hukum Pelaksanaan Pemblokiran dan Penyitaan di KPP Pratama BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Dasar Hukum Pelaksanaan Pemblokiran dan Penyitaan di KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Satu Seperti yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, Indonesia sebagai negara yang sedang

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Surat Ketetapan Pajak (SKP) Dan Surat Tagihan Pajak (STP) Lebih Bayar (SKPLB) berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983

BAB IV PEMBAHASAN. Surat Ketetapan Pajak (SKP) Dan Surat Tagihan Pajak (STP) Lebih Bayar (SKPLB) berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 BAB IV PEMBAHASAN IV.I Surat Ketetapan Pajak (SKP) Dan Surat Tagihan Pajak (STP) Surat Ketetapan Pajak (SKP) adalah surat yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.I Realisasi Tunggakan Pajak yang lunas Pada Kantor Pelayanan Pajak

BAB IV PEMBAHASAN. IV.I Realisasi Tunggakan Pajak yang lunas Pada Kantor Pelayanan Pajak BAB IV PEMBAHASAN IV.I Realisasi Tunggakan Pajak yang lunas Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pandeglang Dari tahun ke tahun, target realisasi tunggakan pajak yang lunas di setiap kantor pajak

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Surat Ketetapan Pajak (SKP) Dan Surat Tagihan Pajak (STP)

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Surat Ketetapan Pajak (SKP) Dan Surat Tagihan Pajak (STP) BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Surat Ketetapan Pajak (SKP) Dan Surat Tagihan Pajak (STP) Surat Ketetapan Pajak (SKP) adalah surat yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. sebelumnya. Pembahasan meliputi aspek-aspek penting yang perlu. diperhatikan dan selanjutnya akan diuraikan sebagai berikut:

BAB IV PEMBAHASAN. sebelumnya. Pembahasan meliputi aspek-aspek penting yang perlu. diperhatikan dan selanjutnya akan diuraikan sebagai berikut: 30 BAB IV PEMBAHASAN Bab ini akan membahas dan membandingkan antara teori-teori mengenai tindakan penagihan pajak aktif dengan data dan proses pelaksanaan penagihan yang terjadi pada obyek penelitian sebagaimana

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1003, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Penagihan. Bea Masuk. Cukai. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PMK 111/PMK.04/2013 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA www.legalitas.org PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

EVALUASI ATAS PENAGIHAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA KEMAYORAN

EVALUASI ATAS PENAGIHAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA KEMAYORAN EVALUASI ATAS PENAGIHAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA KEMAYORAN DHAFIN FAKHRIY AZIZ Jalan Curug Cempaka No. 35 Jaticempaka Pondok Gede, 089653511162, dhafin.aziz@yahoo.com Maya Safira

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN DATA LAPORAN TUGAS AKHIR. terpenuhinya atau terjadi suatu Taatbestand (sasaran perpajakan) yang terdiri dari :

BAB III GAMBARAN DATA LAPORAN TUGAS AKHIR. terpenuhinya atau terjadi suatu Taatbestand (sasaran perpajakan) yang terdiri dari : BAB III GAMBARAN DATA LAPORAN TUGAS AKHIR A. Timbulnya Utang Pajak Utang pajak dapat timbul apabila telah adanya peraturan yang mendasar dan telah terpenuhinya atau terjadi suatu Taatbestand (sasaran perpajakan)

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

: PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENAGIHAN BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI.

: PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENAGIHAN BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI. - 2 - e. bahwa dalam rangka penagihan bea masuk dan/atau cukai perlu pengaturan khusus dengan berdasarkan pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a; f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

Lebih terperinci

bahwa Penggugat memiliki tunggakan pajak sebagai berikut:

bahwa Penggugat memiliki tunggakan pajak sebagai berikut: Putusan Pengadilan Pajak : Put.37588/PP/M.III/99/2012 Nomor Jenis Pajak : Gugatan Tahun Pajak : 2011 Pokok Sengketa : pokok sengketa dalam perkara gugatan ini mengenai penerbitan Surat Tergugat Nomor:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Erwis (2012) menyatakan, bahwa penagihan pajak dan pencairan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Erwis (2012) menyatakan, bahwa penagihan pajak dan pencairan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Erwis (2012) menyatakan, bahwa penagihan pajak dan pencairan tunggakan pajak dengan surat teguran dan surat paksa pada KPP Pratama Makassar Selatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara dari sektor pajak melalui intensifikasi dan ekstensifikasi

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara dari sektor pajak melalui intensifikasi dan ekstensifikasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-undang dasar 1945, yang bertujuan mewujudkan tata kehidupan negara dan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan biaya yang besar yang harus digali, terutama dari sumber

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan biaya yang besar yang harus digali, terutama dari sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Negara Republik Indonesia merupakan negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang bertujuan untuk mewujudkan tata kehidupan negara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Berdasarkan pasal 1 undang undang No.6 tahun 1983 tentang kententuan

BAB II LANDASAN TEORI. Berdasarkan pasal 1 undang undang No.6 tahun 1983 tentang kententuan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Berdasarkan pasal 1 undang undang No.6 tahun 1983 tentang kententuan umum dan tata cara perpajakan sebagaimana telah di ubah terakhir dengan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 3 TAHUN 1998 (3/1998) TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 3 TAHUN 1998 (3/1998) TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 3 TAHUN 1998 (3/1998) TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia bertujuan mewujudkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia bertujuan mewujudkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Negara Republik Indonesia bertujuan mewujudkan tata kehidupan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Berikut ini beberapa pengertian pajak menurut beberapa ahli, salah. satunya menurut R. Santoso Brotodiharjo sebagai berikut:

BAB II LANDASAN TEORI. Berikut ini beberapa pengertian pajak menurut beberapa ahli, salah. satunya menurut R. Santoso Brotodiharjo sebagai berikut: 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Dasar Perpajakan 1. Pengertian Pajak Berikut ini beberapa pengertian pajak menurut beberapa ahli, salah satunya menurut R. Santoso Brotodiharjo sebagai berikut: Pajak

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terdiri dari

BAB I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terdiri dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terdiri dari beberapa suku bangsa, budaya dan adat istiadat. Pancasila dan Undangundang Dasar 1945 merupakan landasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pajak BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian pajak menurut Soemitro dalam Mardiasmo (2011:1) menyatakan bahwa Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 adalah mewujudkan masyarakat adil, makmur, merata material dan spiritual, yang

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN DATA. terutang oleh Orang Pribadi atau Badan yang bersifat memaksa berdasarkan

BAB III GAMBARAN DATA. terutang oleh Orang Pribadi atau Badan yang bersifat memaksa berdasarkan BAB III GAMBARAN DATA 3.1 Definisi Pajak Menurut Undang-Undang No.16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pajak adalah Kontribusi Wajib Pajak kepada Negara yang terutang oleh Orang

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Definsi Pajak Pengertian Pajak

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Definsi Pajak Pengertian Pajak BAB III PEMBAHASAN 3.1 Definsi Pajak 3.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak dan pandangan para ahli dalam bidag tersebut memberikan berbagai definsi tentang pajak yang berbeda-beda, tetapi pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kerangka Teori dan Literatur 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah sebuah kegiatan yang berlangsung secara terus menerus dan saling berkesinambungan dengan tujuan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional dinegara-negara berkembang pasti memerlukan biaya yang. kebutuhan pembiayaan pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional dinegara-negara berkembang pasti memerlukan biaya yang. kebutuhan pembiayaan pembangunan nasional. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Telah kita ketahui bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang berkembang didunia. Sehingga isu mengenai pembangunan nasional merupakan fokus utama

Lebih terperinci

PENGARUH PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT TEGURAN DAN SURAT PAKSA TERHADAP PENERIMAAN PAJAK

PENGARUH PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT TEGURAN DAN SURAT PAKSA TERHADAP PENERIMAAN PAJAK JURNAL BISNIS DAN AKUNTANSI ISSN: 1410-9875 Vol. 17, No. 1a, November 2015 http: //www.tsm.ac.id/jba PENGARUH PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT TEGURAN DAN SURAT PAKSA TERHADAP PENERIMAAN PAJAK GERRY TJANDRA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negara berkembang yang terdiri dari beberapa suku bangsa, budaya dan adat istiadat. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan

Lebih terperinci

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 01/PJ.045/2007 TENTANG KEBIJAKAN PENAGIHAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 01/PJ.045/2007 TENTANG KEBIJAKAN PENAGIHAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK, SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 01/PJ.045/2007 TENTANG KEBIJAKAN PENAGIHAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Dalam rangka mendukung tercapainya rencana penerimaan pajak, perlu dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dan berkelanjutan serta merata di seluruh tanah air. pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama.

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dan berkelanjutan serta merata di seluruh tanah air. pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang dasar 1945, bertujuan mewujudkan tata kehidupan negara dan bangsa yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Bhayangkara Jaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Bhayangkara Jaya 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan negara Republik Indonesia yang berdasarkan pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945 adalah mewujudkan masyarakat adil, makmur, merata material dan spiritual,

Lebih terperinci

Bab IV PEMBAHASAN. Surat Ketetapan Pajak(SKP) Dan Surat Tagihan Pajak(STP)

Bab IV PEMBAHASAN. Surat Ketetapan Pajak(SKP) Dan Surat Tagihan Pajak(STP) Bab IV PEMBAHASAN IV.1 Surat Ketetapan Pajak(SKP) Dan Surat Tagihan Pajak(STP) Surat Tagihan Pajak mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak. Oleh karena itu dalam hal ini petugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang tidak bisa hanya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang tidak bisa hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang tidak bisa hanya menggantungkan dana dari luar negeri saja, melainkan harus menggali sendiri terutama dari

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TINDAKAN PENAGIHAN PAJAK AKTIF DENGAN SURAT TEGURAN DAN SURAT PAKSA SEBAGAI UPAYA PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TINDAKAN PENAGIHAN PAJAK AKTIF DENGAN SURAT TEGURAN DAN SURAT PAKSA SEBAGAI UPAYA PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TINDAKAN PENAGIHAN PAJAK AKTIF DENGAN SURAT TEGURAN DAN SURAT PAKSA SEBAGAI UPAYA PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Batu Tahun 2010-2012)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, bertujuan mewujudkan tata kehidupan negara dan bangsa yang adil dan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PMK.03/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PMK.03/2008 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PMK.03/2008 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENAGIHAN DENGAN SURAT PAKSA DAN PELAKSANAAN PENAGIHAN SEKETIKA DAN SEKALIGUS MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang dasar 1945, bertujuan mewujudkan tata kehidupan negara dan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara dengan penduduk mencapai 250 juta jiwa.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara dengan penduduk mencapai 250 juta jiwa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara dengan penduduk mencapai 250 juta jiwa. Dengan demikian, kesejahteraan penduduknya akan sangat diperhatikan oleh pemerintah. Untuk mensejahterakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1997 TENTANG PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Abstrak. Abstract. Pendahuluan

Abstrak. Abstract. Pendahuluan 1 Analisis Efektivitas dan Kontribusi Penagihan Tunggakan Pajak Dengan Penerbitan Surat Teguran dan Surat Paksa Terhadap Penerimaan Pajak (Studi Kasus Pada KPP Pratama Jember) Effectiveness and Contribution

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari official assessment system menjadi self assessment system.

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari official assessment system menjadi self assessment system. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sejak reformasi perpajakan tahun 1983 pemungutan pajak di Indonesia berubah dari official assessment system menjadi self assessment system. Pelaksanaan self

Lebih terperinci

ANALISIS PENAGIHAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA DUREN SAWIT

ANALISIS PENAGIHAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA DUREN SAWIT ANALISIS PENAGIHAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA DUREN SAWIT AHMAD ZACKY, HANGGORO PAMUNGKAS Universitas Bina Nusantara, Jalan Musa No. 55, Jakarta Barat 11540, 087877348585 / (021)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak merupakan sumber pendapatan kas negara yang digunakan untuk

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak merupakan sumber pendapatan kas negara yang digunakan untuk BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pajak Secara Umum II.1.1 Definisi dan Unsur Pajak Pajak merupakan sumber pendapatan kas negara yang digunakan untuk pembelanjaan dan pembangunan negara dengan tujuan akhir kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau

BAB II LANDASAN TEORI. melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Penagihan Pajak Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. rakyat kepada Negara berdasarkan Undang-Undang yang dapat dipaksakan. ditunjuk atau digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB II LANDASAN TEORI. rakyat kepada Negara berdasarkan Undang-Undang yang dapat dipaksakan. ditunjuk atau digunakan untuk membayar pengeluaran umum. 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Penagihan Pajak Aktif 1. Pengertian Pajak Menurut Mardiasmo (2000:31) Pajak adalah iuran yang berupa uang dari rakyat kepada Negara berdasarkan Undang-Undang yang dapat dipaksakan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka penulis menarik kesimpulan yaitu: 1. Analisis tingkat efektivitas penagihan

Lebih terperinci

BAB III PROSES DAN EFEKTIVITAS TINDAKAN PENAGIHAN PAJAK AKTIF

BAB III PROSES DAN EFEKTIVITAS TINDAKAN PENAGIHAN PAJAK AKTIF 21 BAB III PROSES DAN EFEKTIVITAS TINDAKAN PENAGIHAN PAJAK AKTIF 3.1 Tinjauan Teori 3.1.1 Pengertian Pajak Mulanya pajak merupakan upeti atau pemberian cuma-cuma yang sifatnya berupa kewajiban yang memaksa

Lebih terperinci

SE - 108/PJ/2009 PELAKSANAAN PEMBLOKIRAN HARTA KEKAYAAN PENANGGUNG PAJAK YANG TERSIMPAN PADA BANK M

SE - 108/PJ/2009 PELAKSANAAN PEMBLOKIRAN HARTA KEKAYAAN PENANGGUNG PAJAK YANG TERSIMPAN PADA BANK M SE - 108/PJ/2009 PELAKSANAAN PEMBLOKIRAN HARTA KEKAYAAN PENANGGUNG PAJAK YANG TERSIMPAN PADA BANK M Contributed by Administrator Tuesday, 17 November 2009 Pusat Peraturan Pajak Online 17 November 2009

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK YANG DILAKUKAN DI KANTOR PELAYANAN PAJAK ( KPP ) PRATAMA JAKARTA TAMAN SARI SATU

EVALUASI PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK YANG DILAKUKAN DI KANTOR PELAYANAN PAJAK ( KPP ) PRATAMA JAKARTA TAMAN SARI SATU EVALUASI PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK YANG DILAKUKAN DI KANTOR PELAYANAN PAJAK ( KPP ) PRATAMA JAKARTA TAMAN SARI SATU Candy Leonita Sari, Murtedjo, SE., Ak., MM ABSTRAK Penelitian mengenai pelaksanaan

Lebih terperinci

Wajib Pajak terdaftar

Wajib Pajak terdaftar BAB 4 PEMBAHASAN DAN HASIL 4.1 Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa di Wilayah KPP Pratama Jakarta Tebet Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP) dilakukan karena ditemui wajib pajak yang kurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber pendapatan negara yang sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber pendapatan negara yang sangat penting bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan sumber pendapatan negara yang sangat penting bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 24/PMK.04/2011 TENTANG TATA CARA PENAGIHAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 24/PMK.04/2011 TENTANG TATA CARA PENAGIHAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 24/PMK.04/2011 TENTANG TATA CARA PENAGIHAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kondisi perkembangan negara dalam satu dekade terakhir ini menunjukkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kondisi perkembangan negara dalam satu dekade terakhir ini menunjukkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi perkembangan negara dalam satu dekade terakhir ini menunjukkan bahwa sumber utama penerimaan negara telah mengalami pergeseran dari sektor minyak dan gas bumi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 561/KMK.04/2000 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 561/KMK.04/2000 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 561/KMK.04/2000 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENAGIHAN SEKETIKA DAN SEKALIGUS DAN PELAKSANAAN SURAT PAKSA Menimbang : MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Surat Ketetapan Pajak (SKP) Penerbitan suatu Surat Ketetapan Pajak (SKP) hanya terbatas kepada Wajib Pajak tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian Surat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan secara bertahap, terencana dan berkelanjutan. Menurut Waluyo

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan secara bertahap, terencana dan berkelanjutan. Menurut Waluyo BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Upaya tersebut harus dilakukan secara bertahap,

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENGAMATAN

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENGAMATAN BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENGAMATAN Salah satu upaya Pemerintah untuk mengamankan penerimaan Negara adalah dengan meningkatkan kesadaran Wajib Pajak untuk mematuhi dan membayar pajak. Pada Bab I telah disampaikan

Lebih terperinci

SURAT, DAFTAR, FORMULIR, DAN LAPORAN YANG DIGUNAKAN DALAM PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA FORMULIR LAMA KODE BARU KODE

SURAT, DAFTAR, FORMULIR, DAN LAPORAN YANG DIGUNAKAN DALAM PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA FORMULIR LAMA KODE BARU KODE Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-04/PJ/2016 Tanggal : SURAT, DAFTAR, FORMULIR, DAN LAPORAN YANG DIGUNAKAN DALAM PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA NO. FORMULIR LAMA

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIFITAS PENERAPAN SURAT PENAGIHAN PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN POLONIA

ANALISIS EFEKTIFITAS PENERAPAN SURAT PENAGIHAN PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN POLONIA ANALISIS EFEKTIFITAS PENERAPAN SURAT PENAGIHAN PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN POLONIA Ester Hervina Sihombing Politeknik Unggul LP3M Medan Jl.Iskandar Muda No.3

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN PEMERIKSAAN PAJAK DALAM RANGKA OPTIMALISASI PENERIMAAN PAJAK DI KPP PRATAMA JAKARTA KEBAYORAN BARU TIGA

EVALUASI PELAKSANAAN PEMERIKSAAN PAJAK DALAM RANGKA OPTIMALISASI PENERIMAAN PAJAK DI KPP PRATAMA JAKARTA KEBAYORAN BARU TIGA EVALUASI PELAKSANAAN PEMERIKSAAN PAJAK DALAM RANGKA OPTIMALISASI PENERIMAAN PAJAK DI KPP PRATAMA JAKARTA KEBAYORAN BARU TIGA HENDRY ALDARYANTO Jalan Kenangan 3 No. 85 Jakasampurna Bekasi Barat, 081297250365,

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN TATA CARA PENAGIHAN PAJAK PENGHASILAN KEPADA WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DI KPP PRATAMA MEDAN TIMUR

BAB III PEMBAHASAN TATA CARA PENAGIHAN PAJAK PENGHASILAN KEPADA WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DI KPP PRATAMA MEDAN TIMUR BAB III PEMBAHASAN TATA CARA PENAGIHAN PAJAK PENGHASILAN KEPADA WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DI KPP PRATAMA MEDAN TIMUR A. Ketentuan Pelaksanaan Penagihan Pajak Penghasilan Kepada Wajib Pajak Orang Pribadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang pesat dalam kehidupan nasional yang perlu dilanjutkan dengan dukungan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang pesat dalam kehidupan nasional yang perlu dilanjutkan dengan dukungan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Bangsa Indonesia telah melaksanakan pembangunan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gencar melakukan beberapa upaya seperti halnya penentuan target penerimaan

BAB I PENDAHULUAN. gencar melakukan beberapa upaya seperti halnya penentuan target penerimaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam upaya meningkatkan penerimaan dari sektor pajak pemerintah gencar melakukan beberapa upaya seperti halnya penentuan target penerimaan yang sangat tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Tujuan negara Republik Indonesia yang berdasarkan pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Tujuan negara Republik Indonesia yang berdasarkan pancasila dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tujuan negara Republik Indonesia yang berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 adalah mewujudkan masyarakat adil, makmur, merata material dan spiritual,

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. adalah analisis deskriptif komparatif untuk membandingkan penagihan pajak

BAB 4 PEMBAHASAN. adalah analisis deskriptif komparatif untuk membandingkan penagihan pajak BAB 4 PEMBAHASAN Analisis data yang digunakan peneliti dalam pembahasan penelitian ini adalah analisis deskriptif komparatif untuk membandingkan penagihan pajak dengan surat teguran dan surat paksa tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang digunakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang digunakan untuk melaksankan pembangunan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pajak dipungut dari warga negara Indonesia

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.04/2013 tentang Tata Cara Penagihan Bea Ma

2017, No Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.04/2013 tentang Tata Cara Penagihan Bea Ma No.1656, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Penagihan Bea Masuk dan/atau Cukai. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 169/PMK.04/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas utama pemerintah. Berdasarkan data APBN tahun pajak

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas utama pemerintah. Berdasarkan data APBN tahun pajak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan salah satu potensi penerimaan dalam negeri terbesar yang menjadi prioritas utama pemerintah. Berdasarkan data APBN tahun 2006-2011 pajak memberi kontribusi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 24/PMK.04/2011 TENTANG TATA CARA PENAGIHAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 24/PMK.04/2011 TENTANG TATA CARA PENAGIHAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 24/PMK.04/2011 TENTANG TATA CARA PENAGIHAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

Agnes Rosiana Muliady Murtedjo. Universitas Bina Nusantara Jl. Kebon Jeruk Raya No. 27, Jakarta (021)

Agnes Rosiana Muliady Murtedjo. Universitas Bina Nusantara Jl. Kebon Jeruk Raya No. 27, Jakarta (021) ANALISIS PROSES PENAGIHAN PAJAK AKTIF DALAM MENGATASI TUNGGAKAN PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) PRATAMA JAKARTA KEBAYORAN BARU TIGA Agnes Rosiana Muliady Murtedjo Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor perpajakan ialah sumber pendapatan utama negara, pendapatan ini didistribusikan kepada lembaga-lembaga pemerintah guna pembelanjaan rutin dan pembangunan

Lebih terperinci

Tinjauan Terhadap Pelaksanaan Penagihan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dengan Surat Paksa Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Samarinda

Tinjauan Terhadap Pelaksanaan Penagihan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dengan Surat Paksa Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Samarinda Tinjauan Terhadap Pelaksanaan Penagihan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dengan Surat Paksa Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Samarinda ABSTRAK Imam Saputra, Tinjauan Terhadap Pelaksanaan Penagihan Pajak

Lebih terperinci

PENAGIHAN PAJAK DAN SURAT PAKSA DASAR HUKUM, PENGERTIAN, DAN JENIS-JENIS PENAGIHAN PAJAK

PENAGIHAN PAJAK DAN SURAT PAKSA DASAR HUKUM, PENGERTIAN, DAN JENIS-JENIS PENAGIHAN PAJAK PENAGIHAN PAJAK DAN SURAT PAKSA DASAR HUKUM, PENGERTIAN, DAN JENIS-JENIS PENAGIHAN PAJAK Dasar hukum melakukan tindakan penagihan pajak adalah Undang-undang no. 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mempengaruhi kemajuan suatu bangsa. 5 Guna mewujudkan hal. tersebut diperlukan adanya pemungutan pajak.

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mempengaruhi kemajuan suatu bangsa. 5 Guna mewujudkan hal. tersebut diperlukan adanya pemungutan pajak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya dalam mendukung pelaksanaan pembangunan nasional. Penerimaan negara dari

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PENAGIHAN PAJAK AKTIF TERHADAP PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK (Studi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Malang Utara)

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PENAGIHAN PAJAK AKTIF TERHADAP PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK (Studi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Malang Utara) ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PENAGIHAN PAJAK AKTIF TERHADAP PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK (Studi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Malang Utara) Hasbi Rifqiansyah Muhammad Saifi Devi Farah Azizah

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 57 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 57 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 57 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN PEMERINTAH KABUPATEN PURWAKARTA TAHUN 2013 PERATURAN BUPATI PURWAKARTA

Lebih terperinci

Sistem pemungutan pajak dari Official Assesment System menjadi Self. administrasi di bidang perpajakan. Self Assessment System merupakan sistem

Sistem pemungutan pajak dari Official Assesment System menjadi Self. administrasi di bidang perpajakan. Self Assessment System merupakan sistem Pendahuluan Sistem pemungutan pajak dari Official Assesment System menjadi Self Assesment System yang dimulai sejak reformasi perpajakan tahun 1983 menuntut wajib pajak untuk menghitung, menyetor dan melaporkan

Lebih terperinci

TENTANG TATA CARA PENAGIHAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

TENTANG TATA CARA PENAGIHAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 24/PMK.04/2011 TENTANG TATA CARA PENAGIHAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BUPATI INDRAGIRI HULU

BUPATI INDRAGIRI HULU BUPATI INDRAGIRI HULU PERATURAN BUPATI INDRAGIRI HULU NOMOR 88 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENAGIHAN SEKETIKA DAN SEKALIGUS DAN PELAKSANAAN SURAT PAKSA PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

Lebih terperinci

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 03/PJ.04/2009 TENTANG KEBIJAKAN PENAGIHAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 03/PJ.04/2009 TENTANG KEBIJAKAN PENAGIHAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK, 27 Mei 2009 SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 03/PJ.04/2009 TENTANG KEBIJAKAN PENAGIHAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan diberlakukannya Undang-Undang-Undang Nomor 6 Tahun

Lebih terperinci

ANALISA PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK GUNA MENGOPTIMALKAN PENERIMAAN NEGARA PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA PANCORAN JAKARTA SELATAN

ANALISA PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK GUNA MENGOPTIMALKAN PENERIMAAN NEGARA PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA PANCORAN JAKARTA SELATAN ANALISA PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK GUNA MENGOPTIMALKAN PENERIMAAN NEGARA PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA PANCORAN JAKARTA SELATAN Nia Wahyuni, Stefanus Ariyanto, S.E.,M.Ak,CPSAK. Binus University,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. Ada beberapa sistem pemungutan pajak menurut Purwono (2010: 12). Lebih

BAB II KAJIAN TEORITIS. Ada beberapa sistem pemungutan pajak menurut Purwono (2010: 12). Lebih BAB II KAJIAN TEORITIS 1.1 Kajian Teoritis 1.1.1 Sistem Pemungutan Pajak Ada beberapa sistem pemungutan pajak menurut Purwono (2010: 12). Lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut. 1. Self Assessment Sistem

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pendapatan negara adalah semua penerimaan dalam negeri dan penerimaan pembangunan yang digunakan untuk membiayai belanja negara, dimana penerimaan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemungutan pajak di Indonesia mengacu pada sistem self assessment. Self assessment

BAB I PENDAHULUAN. Pemungutan pajak di Indonesia mengacu pada sistem self assessment. Self assessment BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemungutan pajak di Indonesia mengacu pada sistem self assessment. Self assessment adalah sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bandung Karees merupakan salah satu unit kerja vertikal dari Direktorat Jenderal Pajak dengan cakupan kerja di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Administrasi Perpajakan dan mata kuliah yang harus dicapai oleh setiap

BAB I PENDAHULUAN. Administrasi Perpajakan dan mata kuliah yang harus dicapai oleh setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) merupakan salah satu syarat untuk memenuhi kelulusan atau menyelesaikan studi pada program

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 24/PMK.04/2011 TENTANG : TATA CARA PENAGIHAN DI BIDANG CUKAI

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 24/PMK.04/2011 TENTANG : TATA CARA PENAGIHAN DI BIDANG CUKAI LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 24/PMK.04/2011 TENTANG : TATA CARA PENAGIHAN DI BIDANG CUKAI I. PENERBITAN STCK-I PETUNJUK PELAKSANAAN PENAGIHAN UTANG CUKAI YANG TIDAK DIBAYAR PADA WAKTUNYA,

Lebih terperinci