BAB IV PEMBAHASAN. sebelumnya. Pembahasan meliputi aspek-aspek penting yang perlu. diperhatikan dan selanjutnya akan diuraikan sebagai berikut:

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV PEMBAHASAN. sebelumnya. Pembahasan meliputi aspek-aspek penting yang perlu. diperhatikan dan selanjutnya akan diuraikan sebagai berikut:"

Transkripsi

1 30 BAB IV PEMBAHASAN Bab ini akan membahas dan membandingkan antara teori-teori mengenai tindakan penagihan pajak aktif dengan data dan proses pelaksanaan penagihan yang terjadi pada obyek penelitian sebagaimana yang telah diuraikan pada babbab sebelumnya. Pembahasan meliputi aspek-aspek penting yang perlu diperhatikan dan selanjutnya akan diuraikan sebagai berikut: A. Rencana Kerja Penagihan Berbagai kebijakan tentang penagihan pajak telah dirumuskan pihak DJP dengan memilih strategi pencairan tunggakan pajak yang dipertimbangkan paling penting untuk dilaksanakan dalam rangka optimalisasi penerimaan pajak. Dalam memilih kebijakan tersebut, perlu mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki serta hambatan yang akan dihadapi dalam pelaksanaannya. Kebijakan Penagihan Pajak Nasional diterbitkan setiap tahun selaras dengan situasi dan kondisi yang dihadapi serta dalam rangka mengkoordinasikan proses penagihan pajak itu sendiri. Kebijakan tersebut akan dijadikan titik tolak pelaksanaan tindakan penagihan pajak seluruh unit kerja KPP di Indonesia, khususnya Seksi Penagihan. Selain memperhatikan Kebijakan Penagihan Pajak Nasional tersebut, setiap KPP juga perlu menyusun rencana kerja tahunan disesuaikan dengan kondisi dan kegiatan usaha wajib pajak setempat. Untuk itu KPP Pratama Jakarta Setiabudi Dua juga memiliki kebijakan khusus dalam hal penagihan pajak yang tercantum dalam Rencana Kerja Seksi Penagihan Tahun 2006 dan akan senantiasa

2 31 diperbaharui setiap tahunnya. KPP Pratama Jakarta Setiabudi Dua menargetkan realisasi pencairan piutang pajak tahun 2006 sebesar Rp ,00 (empat puluh milyar rupiah), kemudian target tersebut diturunkan pada tahun 2007 menjadi Rp ,00 (tiga puluh milyar rupiah) karena mempertimbangkan masa transisi dari konvensional menjadi pratama yang sering kita kenal dengan Reformasi Birokrasi dimana terjadi perubahan besar besaran bukan hanya nama kantornya tetapi juga sistem dan SOP. Target ini kemudian diturunkan lagi di tahun 2008 menjadi ,00 (lima belas milyar rupiah) karena mulai diberlakukannya Undang Undang KUP dimana terdapat perbedaan perlakuan atas piutang dari tahun sebelumnya. Sebelum tahun 2008 semua Surat Ketetapan Pajak yang terbit baik disetujui atau tidak oleh Wajib Pajak pada saat closing conference (Pemeriksaan) diperlakukan sebagai piutang dan tidak menunda tindakan penagihan pajak, sedangkan untuk tahun pajak 2008 dan seterusnya apabila wajib pajak tidak menyetujui Surat Ketetapan Pajak pada saat Closing Conference maka piutang tersebut tidak diperlakukan sebagai piutang pajak dan tertunda tindakan penagihan pajaknya sampai dengan adanya keputusan hukum yang tetap (inkrach) atas upaya hukum wajib pajak baik berupa permohonan keberatan maupun banding. Untuk tahun 2009 target pencairan piutang pajak dinaikkan kembali menjadi Rp ,00 (empat puluh milyar rupiah),dengan pertimbangan reformasi birokrasi telah berjalan dengan baik dan pelaksanaan UU KUP telah berjalan dengan baik. Adapun secara ringkas rencana kerja tersebut adalah sebagai berikut:

3 32 Tabel 2 Rincian Kebijakan Penagihan Tahun Rincian Kerja Pencairan Piutang Pajak Pelaksanaan Penagihan Pajak Aktif : Surat Teguran Surat Paksa SPMP Lelang Target / Tahun Milyar 30 Milyar 15 Milyar 40 Milyar 492 kali 432 kali 10 kali 4 kali 400 kali 350 kali 5 kali 2 kali 350 kali 325 kali 5 kali 2 kali 500 kali 500 kali 15 kali 5 kali Tindakan pelaksanaan penagihan aktif oleh KPP Pratama Jakarta Setiabudi Dua selama tahun 2006 ditargetkan sebanyak 492 Surat Teguran, 432 Surat Paksa, 10 SPMP, dan 4 kali lelang. Target ini dinaikkan dan diturunkan sesuai dengan target pencairan piutang pajak. Target tersebut dapat meningkatkan motivasi juru sita pajak untuk semakin mengoptimalkan usaha-usaha tindakan penagihan aktif serta mendorong kesadaran penanggung pajak untuk melunasi tunggakan pajaknya. Dengan tindakan penagihan aktif yang efektif maka jumlah tunggakan pajak di tahun diharapkan akan berhasil dicairkan atau setidaknya berkurang secara cepat. Namun dalam pelaksanaannya tindakan penagihan aktif tersebut juga tetap akan mempertimbangkan sumber daya yang tersedia. B. Pelaksanaan Tindakan Penagihan Aktif 1. Surat Teguran Untuk mengetahui pelaksanaan tindakan penagihan aktif di KPP Pratama Jakarta Setiabudi Dua selama kurun waktu tahun 2006 s.d 2009 telah diperoleh data dari Seksi Penagihan sebagai berikut :

4 33 Tabel 3. Rincian Penerbitan Surat Teguran Tahun Tahun Badan Orang Pribadi Total (dalam ribuan) Lbr Rp Lbr Rp Lbr Rp Jumlah Diketahui bahwa total surat teguran yang telah diterbitkan Seksi Penagihan selama kurun waktu tahun sejumlah surat, dengan nominal Rp ,00 (empat ratus dua puluh lima milyar enam ratus empat puluh tiga juta seratus tiga puluh satu ribu rupiah). Adapun surat yang kembali pos karena alamat yang tidak dikenal atau tidak ditemukan sebanyak 416 surat atau 11%. 2. Surat Paksa Penerbitan surat paksa selama tahun untuk wajib pajak OP maupun wajib pajak Badan terlihat tabel di bawah ini:

5 34 Tabel 4 Rincian Penerbitan Surat Paksa Tahun Tahun Badan Orang Pribadi Total ( dalam ribuan ) Lbr Rp Lbr Rp Lbr Rp Jumlah Dari tabel di atas diketahui total surat paksa yang diterbitkan dalam kurun waktu tahun adalah surat, dengan jumlah nominal Rp ,00. Dari jumlah tersebut sekitar 3,66 % dari surat paksa yang terbit tidak sampai kepada wajib pajak bersangkutan karena alamat tidak ditemukan. 3. SPMP Penerbitan SPMP selama tahun untuk wajib pajak OP maupun wajib pajak Badan terlihat tabel di bawah ini:

6 35 Tabel 5 Rincian Penerbitan SPMP Tahun ( dalam ribuan ) Tahun Badan Orang Pribadi Total Lbr Rp Lbr Rp Lbr Rp Jumlah Dari tabel di atas diketahui total surat paksa yang diterbitkan dalam kurun waktu tahun adalah 26 surat, dengan jumlah nominal Rp , Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang selama tahun untuk wajib pajak OP maupun wajib pajak Badan terlihat tabel di bawah ini:

7 36 Tabel 6 Rincian Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang Tahun Tahun Badan Orang Pribadi Total Lbr Rp Lbr Rp Lbr Rp ( dalam ribuan ) Jumlah C. Evaluasi Pelaksanaan Tindakan Penagihan Aktif Pembahasan ini akan meliputi evaluasi pelaksanaan tindakan penagihan aktif dalam setiap tahapnya berdasarkan data yang diuraikan sebelumnya, serta membandingkannya dengan target yang telah ditetapkan pada tahun Pelaksanaan penagihan pajak di KPP Pratama Jakarta Setiabudi Dua dilakukan dengan mengacu pada Undang Undang No. 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dan Pedoman Tata Usaha dan Penagihan Pajak Direktorat Jenderal Pajak. Pelaksanaan penagihan khususnya Surat Paksa dilaksanakan dengan mengikuti prosedur penagihan sebagai berikut: 1. Juru sita mendatangi alamat tempat tinggal/tempat kedudukan wajib pajak/ penanggung pajak dengan memperlihatkan tanda pengenal diri. Juru sita mengemukakan maksud kedatangannya yaitu memberitahukan surat paksa dengan pernyataan dan menyerahkan salinan surat paksa tersebut.

8 37 2. Jika juru sita bertemu langsung dengan wajib pajak/penanggung pajak maka JSP akan meminta wajib pajak/penanggung pajak untuk memperlihatkan surat-surat keterangan yang dimilikinya untuk diteliti data-data: Kesesuaian tunggakan pajak menurut Surat Tagihan Pajak/ Surat Ketetapan Pajak/ Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dengan jumlah tunggakan yang tercantum dalam surat paksa. Adanya Surat Keputusan Pengurangan/Penghapusan utang pajak. Adanya kelebihan pembayaran dari tahun/jenis pajak lainnya yang belum diperhitungkan. Adanya wajib pajak sedang mengajukan keberatan atas utang pajak yang dimaksud. 3. Kalau juru sita tidak menjumpai wajib pajak/ penanggung pajak maka salinan surat paksa tersebut dapat diserahkan kepada: Keluarga penanggung pajak atau orang bertempat tinggal bersama wajib pajak / penanggung pajak yang sudah baliq (dewasa dan sehat mental) Anggota pengurus komisaris atau para pesero dari badan usaha yang bersangkutan Pejabat pemerintah setempat (Bupati/Walikota/Camat/Lurah) dalam hal butir a dan b di atas tidak juga dijumpai. Pejabat ini harus memberi tanda tangan pada surat paksa dan salinannya

9 38 sebagai tanda diketahuinya dan disampaikannya salinan kepada wajib pajak/penanggung pajak yang bersangkutan. Kalau wajib pajak/penanggung pajak tidak ditemukan di kantor (pada WP Badan hukum) maka juru sita dapat menyerahkan salinan surat paksa kepada: a. Seseorang yang ada di kantornya (salah seorang pegawai) atau b. Seseorang yang ada di tempat tinggalnya (misalnya: istri, anak atau pembantu rumahnya) Juru sita yang telah melaksanakan penagihan pajak dengan surat paksa, harus membuat laporan pelaksanaan surat paksa (KP. RIKPA 4.9) Tetapi dalam prakteknya, tidak semua ketentuan di atas dapat dilaksanakan sesuai dengan kondisi yang ada. Terkadang ada beberapa hal yang dihadapi juru sita di lapangan yang menyebabkan prosedur tersebut tidak dapat diterapkan di lapangan. Hal yang biasa dijumpai oleh juru sita pada saat di lapangan antara lain: 1. Jumlah tunggakan yang berbeda. Apabila dalam melaksanakan penyampaian surat paksa, juru sita menemui persoalan seperti tersebut di atas, yaitu tunggakan menurut surat paksa berbeda dengan tunggakan menurut Surat Ketetapan Pajak yang ada pada penanggung pajak, maka juru sita tidak boleh mengubah, apa yang tertulis pada surat paksa atau pun mencoret dan menambahkan pembetulannya. Juru sita harus

10 39 mengembalikan surat paksa tersebut kepada Kepala Seksi Penagihan dengan disertai laporan dan usul agar dikeluarkan surat paksa yang baru dengan menggunakan nomor dan tanggal yang sama (pengganti surat paksa yang salah) sesuai dengan data sebenarnya. Hal ini dapat dilakukan pula atas kesalahan/perbedaan-perbedaan lainnya, misalnya: salah/perbedaan alamat, nomor tindasan STP/SKPKB/SKPKBT dan lain sebagainya. 2. Penanggung pajak menolak surat paksa Adakalanya penanggung pajak menolak menerima surat paksa dengan berbagai alasan. Alasan penolakan dapat terjadi karena kesalahan administrasi Kantor Pelayanan Pajak maka penyelesaiannya adalah seperti butir pertama. Penolakan juga dapat didasarkan pada alasan lainnya, misalnya sedang mengajukan keberatan, atau sengaja menolak dengan alasan yang tidak jelas. Maka terhadap hal hal yang demikian, juru sita akan memberikan keterangan seperlunya dan tetap melaksanakan surat paksa tersebut dengan menyerahkan salinan surat paksa kepada yang bersangkutan. Dan apabila penanggung pajak atau wakilnya tetap menolak maka salinan surat paksa tersebut dapat di tinggalkan begitu saja ditempat kediaman/tempat kedudukan penanggung pajak atau wakilnya, dengan demikian surat paksa dianggap telah diberitahukan/disampaikan. Surat paksa yang telah dilaksanakan, diserahkan kepada Koordinator Pelaksana Penagihan disertai Laporan Pelaksanaan Surat Paksa (KP. RIKPA 4.9) dan diteruskan kepada Kepala Seksi Penagihan untuk ditandatangani dan selanjutnya dimasukkan dalam berkas penagihan wajib pajak/penanggung pajak

11 40 yang bersangkutan dengan terlebih dahulu dicatat tanggal pelaksanaan surat paksa dalam buku register pengawasan penagihan, buku register tindakan penagihan, kartu pengawaasan tunggakan pajak dan pada tindasan STP/SKPKB/SKPKBT yang bersangkutan. Selain itu, dalam melaksanakan surat paksa tersebut, juru sita sedapat mungkin melihat keadaan rumah tangga/perusahaan wajib pajak/penanggung pajak sebagai tambahan bahan informasi untuk mengambil langkah berikutnya. Namun bila juru sita tidak dapat melaksanakan surat paksa secara langsung, maka juru sita harus membuat laporan secara tertulis mengenai sebab-sebabnya dan usaha-usaha yang telah dilakukan dalam upaya melaksanakan surat paksa tersebut, antara lain menghubungi pejabat pemerintah setempat. Pada waktu penyampaian surat sita dalam rangka pelaksanaan penagihan pajak (dalam hal wajib pajak/penanggung pajak sudah dalam tahap penyitaan barang) kadang kala fiskus mendapat hambatan di lapangan sehingga dalam prakteknya prosedur formal tidak dapat dijalankan sebagaimana mestinya. Kendala kendala yang dihadapi juru sita di lapangan misalnya: 1. Juru sita tidak diperbolehkan masuk rumah Pada waktu pelaksanaan penyitaan, ada kemungkinan juru sita tersebut tidak dapat masuk atau tidak diperbolehkan masuk ke dalam rumah wajib pajak/penanggung pajak yang barang-barangnya akan disita. Kalau juru sita tidak dapat masuk karena di dalam rumah tersebut tidak ada penghuninya seorang pun, maka juru sita dapat menunda pelaksanaan penyitaan. Tetapi kalau di dalam rumah itu ada penghuninya (bahkan menurut perkiraan juru sita ada wajib pajak/penanggung pajak atau orang

12 41 yang dapat mewakilinya) maka juru sita dapat meminta izin untuk masuk kedalam rumah tersebut guna melaksanakan tugasnya. Perlu diingatkan bahwa juru sita tidak diperkenankan memasuki rumah tersebut dengan kekerasan (misalnya merusak pintu atau dengan cara lain tanpa izin penghuninya) karena perbuatan tersebut diancam dengan hukum pidana menurut pasal 429 KUHP (pidana penjara paling lama 1 tahun 4 bulan). Kalau juru sita sudah menyampaikan maksudnya kepada penghuni rumah tersebut dengan cara-cara yang wajar tetapi tidak mendapatkan izin untuk memasuki rumah tersebut, maka dalam hal ini juru sita dapat meminta bantuan pihak kepolisian untuk dapat melaksanakan tugas penyitaan tersebut. 2. Juru sita tidak diperbolehkan menyita barang wajib pajak/ penanggung pajak Juru sita mungkin diizinkan masuk ke dalam rumah tetapi tidak diperkenankan menyita barang-barang milik wajib pajak/penanggung pajak. Dalam hal ini juru sita memberikan penjelasan/pengertian mengenai maksud penyitaan tersebut. Juru Sita juga harus memberikan penjelasan bahwa penyitaan tersebut tidak selalu berakhir dengan penjualan barangbarang (lelang) apabila wajib pajak/penanggung pajak bersedia melunasi utang pajaknya. Bilamana juru sita tidak juga dapat melaksanakan tugasnya bahkan mendapat ancaman dari wajib pajak/penanggung pajak, maka juru sita melaporkan kejadian ini kepada kepolisian dan tindakan selanjutnya dilakukan bersama-sama dengan pihak kepolisian.

13 42 3. Wajib Pajak/Penanggung Pajak atau wakilnya tidak mau menandatangani Berita Acara Sita. Berita Acara Sita (KP.RIKPA 4.13) dibuat dan ditandatangani oleh juru sita, para saksi dan wajib pajak/penanggung pajak atau wakilnya yang bertindak sebagai penyimpan barang. Apabila wajib pajak/penanggung pajak atau wakilnya menolak untuk ikut menandatangani Berita Acara Sita tersebut maka juru sita dapat mengambil tindakan sebagai berikut: Memberitahukan kepada kepolisian dan meminta bantuan agar dapat membantu menjaga supaya tidak ada barang sitaan yang hilang. Juru sita dapat membawa barang-barang sitaan tersebut (sebagian atau seluruhnya) ke tempat titipan yang baik. Berita Acara Sita secara hukum dianggap sah. 4. Pembuktian barang-barang yang bukan milik wajib pajak / penanggung pajak. Pada waktu melakukan penyitaan, ada kemungkinan bahwa wajib pajak/penanggung pajak menyatakan bahwa sebagian barang-barang yang disita tersebut bukan miliknya. Dalam hal ini, wajib pajak/penanggung pajak atau wakilnya harus dapat menunjukkan bukti-bukti yang jelas bahwa barang-barang dimaksud memang benar bukan milik wajib pajak/penanggung pajak. Juru sita juga dapat memberikan penjelasan bahwa Penanggung Pajak dapat mengajukan gugatan jika mereka tidak berkenan melepas harta miliknya yang akan dijadikan obyek sita. Gugatan ini harus disampaikan dalam jangka waktu 14 hari sejak Surat Paksa,

14 43 SPMP atau pengumuman lelang dilaksanakan. Pihak ketiga yang merasa dirugikan atas penguasaan barang oleh Juru Sita dapat mengajukan sanggahan terhadap kepemilikan barang yang disita hanya kepada pengadilan negeri. Tindakan ini hanya dapat dilakukan sebelum pejabat lelang menunjuk pemenang lelang. Hal ini dilakukan untuk memberikan kesempatan yang cukup untuk melunasi utang pajaknya dan lebih menjamin kepastian hukumnya. Untuk lebih mempermudah pemahaman dan perbandingannya dengan data penagihan pajak tahun , secara rinci evaluasi atas pelaksanaan penagihan aktif akan diuraikan sebagai berikut: 1. Surat Teguran Berdasarkan data yang tersedia di menu SIP (Sistem Informasi Perpajakan) diketahui adanya surat ketetapan yang belum dilunasi pada saat jatuh tempo. Petugas pelaksana seksi penagihan menerbitkan Surat Teguran sebanyak 2 rangkap, selanjutnya setelah diteliti oleh Koordinator Pelaksana Penagihan Aktif diserahkan kepada Kepala Seksi Penagihan untuk ditandatangani. Setelah ditandatangani, Surat Teguran asli dikirimkan kepada WP melalui pos, dan lembar keduanya akan disimpan sebagai arsip dalam bukti register surat teguran. Rencana kerja Seksi Penagihan Tahun 2006 seperti diuraikan di atas telah menargetkan penerbitan surat teguran sejumlah 492 surat. Berdasarkan data dalam Tabel 4.2 diketahui total surat teguran yang telah diterbitkan selama Tahun 2006 sejumlah 399 surat. Untuk tahun tahun berikutnya lebih lengkap bisa dilihat pada tabel berikut ini :

15 44 Tabel 7 Perbandingan Target dan Realisasi Penerbitan Surat Teguran Berdasarkan perbandingan dalam hal banyaknya Surat Teguran yang diterbitkan dengan target yang ditetapkan, maka disimpulkan bahwa pelaksanaan penagihan aktif melalui penerbitan Surat Teguran pada KPP Pratama Jakarta Setiabudi Dua untuk tahun 2006,2007 dan 2009 belum berjalan secara efektif sedangkan untuk tahun 2008 telah berjalan dengan sangat baik. 2. Surat Paksa Sesuai dengan jadwal waktu penagihan pajak, Surat Paksa akan diterbitkan kepada WP yang belum melunasi pajaknya setelah lewat 21 hari sejak penerbitan Surat Teguran. Namun, Surat Paksa diterbitkan per surat ketetapan, bukan per WP. Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas seksi penagihan diketahui bahwa penerbitan surat paksa diterbitkan berdasarkan pertimbangan tertentu. Berdasarkan rencana kerja seksi Penagihan 2006 ditargetkan penerbitan Surat

16 45 Paksa 432 surat dan terealisasi 1184 surat, untuk tahun tahun berikutnya lebih lengkap dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 8 Perbandingan Target dan Realisasi Penerbitan Surat Paksa Berdasarkan perbandingan dalam hal banyaknya Surat Paksa yang diterbitkan dengan target yang ditetapkan, maka disimpulkan bahwa pelaksanaan penagihan aktif melalui penerbitan Surat Paksa pada KPP Pratama Jakarta Setiabudi Dua untuk tahun 2006,2008 dan 2009 telah berjalan secara efektif sedangkan untuk tahun 2007 telah belum berjalan dengan sangat baik. 3. SPMP Penerbitan dan penyampaian SPMP atas barang WP dilakukan apabila tunggakan pajak belum juga dilunasi dalam jangka waktu 2x24 jam setelah disampaikannya Surat Paksa. Juru sita akan menyampaikan SPMP dan

17 46 memberikan tenggat waktu kepada WP untuk melunasi tunggakan pajaknya. Setelah lewat tenggat waktu yang diberikan WP belum melunasi kewajibannya, maka akan dilaksanakan penyitaan. Penyitaan dilaksanakan oleh juru sita pajak dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 orang saksi. Setiap melaksanakan penyitaan juru sita pajak harus membuat berita acara pelaksanaan sita. Salinan berita acara akan ditempelkan pada barang yang disita. Salinan berita acara disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan antara lain: penanggung pajak, kepolisian untuk barang bergerak yang kepemilikannya terdaftar, pemerintah daerah dan pengadilan negeri. Berdasarkan wawancara diketahui bahwa penerbitan SPMP juga mempertimbangkan faktor tertentu yaitu dengan memilih WP yang diperkirakan mampu dan mau melunasi tunggakan pajaknya. Rencana kerja seksi penagihan KPP Pratama Jakarta Setiabudi Dua selama tahun 2005 menargetkan penerbitan SPMP sejumlah 10 surat, sedangkan SPMP yang telah diterbitkan sejumlah 7 surat. Untuk tahun tahun berikutnya lebih lengkap dapat dilihat pada tabel berikut ini :

18 47 Tabel 9 Perbandingan Target dan Realisasi Penerbitan SPMP Berdasarkan perbandingan dalam hal banyaknya SPMP yang diterbitkan dengan target yang ditetapkan, maka disimpulkan bahwa pelaksanaan penagihan aktif melalui penerbitan SPMP pada KPP Pratama Jakarta Setiabudi Dua untuk tahun 2006,2008 dan 2009 belum berjalan secara efektif sedangkan untuk tahun 2007 telah berjalan dengan sangat baik. 4. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang Pengumuman dan pelaksanaan lelang merupakan langkah terakhir yang harus dilaksanakan dalam tahapan pelaksanaan penagihan aktif. Apabila setelah dilakukan penyitaan atas barang WP dan jangka waktu yang diberikan untuk melakukan pelunasan telah lewat, maka akan ditindaklanjuti dengan pengumuman dan pelaksanaan lelang. Selama tahun 2006, total jumlah SPMP yang disampaikan

19 48 juru sita sebanyak 1 surat. Untuk tahun tahun berikutnya lebih lengkap dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 10 Perbandingan Target dan Realisasi Pengumuman&Lelang Berdasarkan perbandingan dalam hal banyaknya SPMP yang diterbitkan dengan target yang ditetapkan, maka disimpulkan bahwa pelaksanaan penagihan aktif melalui penerbitan SPMP pada KPP Pratama Jakarta Setiabudi Dua untuk tahun 2006,2008 dan 2009 belum berjalan secara efektif sedangkan untuk tahun 2007 telah berjalan dengan sangat baik.

20 49 D. Kontribusi Pencairan Piutang Pajak Terhadap Penerimaan Pajak 1. Penerimaan Pajak Pada umumnya penerimaan pajak mengalami kenaikan dan penurunan tergantung pada tingkat pertumbuhan ekonomi dalam suatu Negara pada umumnya dan wilayah kerja Kantor Pajak pada khususnya. Pada KPP Pratama Jakarta Setiabudi Dua penerimaan pajak selalu mengalami kenaikan yakni di tahun 2006 senilai Rp ,00 (dua ratus lima milyar lima ratus dua puluh satu juta tiga ratus delapan puluh ribu rupiah), kemudian naik di tahun 2007 menjadi Rp ,00 (dua ratus enam puluh lima milyar enam ratus tujuh puluh satu juta Sembilan puluh ribu enam ratus empat rupiah). Kondisi ini makin membaik di tahun 2008 dengan penerimaan sebesar Rp ,00 (tiga ratus tujuh puluh empat milyar lima ratus tujuh puluh juta dua puluh lima enam ratus tujuh puluh tiga rupiah). Pada tahun 2009 penerimaan ini makin menanjak dengan nominal Rp ,00 (empat ratus enam puluh delapan milyar lima ratus tujuh puluh juta dua puluh lima enam ratus tujuh puluh tiga rupiah ). Adapun penerimaan pajak dapat dilihat dari grafik berikut ini :

21 50 Grafik 1 Penerimaan Pajak Tahun (dalam ribuan) 2. Pencairan Piutang Pajak Dari semua upaya tindakan penagihan aktif terhadap wajib pajak berujung pada pencairan piutang pajak. Pencairan Piutang Pajak mengalami kenaikan dan penurunan sesuai dengan upaya upaya yang dilakukan oleh KPP Pratama Jakarta Setiabudi Dua. Selama tahun 2006 KPP Pratama Jakarta Setiabudi Dua telah berhasil mencairkan tunggakan pajak melalui Surat Surat Setoran Pajak dengan jumlah nominal sebesar Rp ,00 (lima puluh enam milyar dua ratus dua belas juta tujuh sembilan ribu rupiah) dan melalui Pemindahbukuan dengan jumlah nominal Rp ,00 (lima belas milyar seratus Sembilan puluh delapan juta tiga ratus tujuh puluh ribu rupiah). Kemudian pada

22 51 tahun 2007 mengalami penurunan Surat Surat Setoran Pajak dengan jumlah nominal sebesar Rp ,00 (dua puluh Sembilan milyar dua ratus dua belas juta seratus empat belas ribu rupiah) dan melalui Pemindahbukuan dengan jumlah nominal Rp ,00 (empat milyar lima ratus empat puluh enam juta tiga ratus lima puluh empat ribu rupiah). Pada tahun 2008 kondisinya lebih buruk yakni dengan pencairan melalui Surat Surat Setoran Pajak dengan jumlah nominal sebesar Rp ,00 (sepuluh milyar tujuh ratus empat belas juta dua ratus lima puluh tiga ribu rupiah) dan melalui Pemindahbukuan dengan jumlah nominal Rp ,00 (enam milyar tujuh ratus empat puluh dua juta tujuh ratus delapan puluh empat ribu rupiah). Pada tahun 2009 mengalami kenaikan lagi yakni ketetapan yang terbit sebelum tahun 2009 senilai Rp ,00 (dua puluh delapan milyar enam ratus empat puluh tujuh juta dua ratus sembilan puluh lima ribu rupiah) dan ketetapan sesudah tahun 2009 senilai Rp ,00 (sepuluh milyar delapan ratus tiga puluh Sembilan juta tujuh ratus Sembilan puluh lima ribu rupiah). Sedangkan untuk Pemindahbukuan (PBk) pencairan tunggakan pajak tersebut terdiri dari pelunasan tunggakan pajak untuk ketetapan yang terbit sebelum tahun 2009 senilai Rp ,00 (tiga milyar empat ratus tiga puluh tiga juta tiga ratus lima puluh enam juta tiga ratus lima puluh enam ribu rupiah) dan ketetapan sesudah tahun 2009 senilai Rp ,00 (tiga puluh Sembilan juta empat ratus tiga puluh tiga ribu rupiah). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel di bawah ini.

23 52 Tabel 11 Realisasi Pencairan Piutang Pajak 3. Kontribusi Pencairan Piutang Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Seperti dikemukakan sebelumnya bahwa pencairan piutang pajak mengalami penurunan pada tahun tahun 2007 dan 2008 kemudian naik lagi di tahun Adapun kontribusi dari pencairan piutang pajak tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

24 53 Tabel 12 Kontribusi Pencairan Piutang Terhadap Penerimaan Pencairan Piutang Penerimaan Pajak Prosentase (%) Berdasarkan tabel di atas, dapat diberi kesimpulan bahwa kontribusi pencairan piutang terhadap penerimaan di tahun pajak 2006 adalah sebesar 35%, di tahun pajak 2007 adalah sebesar 13%, di tahun pajak 2008 adalah sebesar 5% dan di tahun pajak 2009 sebesar 9%. E. Hambatan-hambatan dalam Upaya Pencapaian Kinerja Pencairan Piutang Pajak. Seperti terlihat dalam data sebelumnya, Kinerja Pencairan Piutang Pajak melalui Tindakan Penagihan Aktif mengalamani kenaikan dan penurunan di dalam setiap pelaksanaan tindakan penagihan baik itu dalam jumlah Penerbitan Surat Teguran, Surat Paksa, SPMP dan Pelaksanaan Lelang, melalui wawancara dengan pihak seksi penagihan KPP Pratama Jakarta Setiabudi Dua dapat diketahui

25 54 ada 5 aspek yang menjadi hambatan di dalam pelaksanaan tindakan penagihan aktif, diantaranya : 1. Aspek Wajib Pajak / Penanggung Pajak Hambatan pelaksanaan penagihan aktif yang berasal dari Wajib Pajak/Penanggung Pajak tersebut terjadi baik karena unsur kesengajaan maupun ketidaksengajaan. Hambatan yang ditemui tersebut antara lain: a. Lokasi WP tidak dapat ditemukan karena alamat yang tidak jelas, tidak lengkap, telah pindah, atau WP badan telah membubarkan diri. Seringkali juru sita harus bertanya kepada penduduk setempat hanya untuk mengetahui keberadaan WP bersangkutan. Hal ini terjadi karena WP tidak atau belum menyampaikan pemberitahuan alamat terakhir sehingga apabila terjadi perubahan, data yang tersimpan di KPP tidak lagi sesuai. Untuk itu sebaiknya dilakukan penelitian lapangan terlebih dahulu pada saat pendaftarannya. b. WP kurang memahami dan atau enggan untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya. Untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran membayar pajak, KPP Pratama Jakarta Setiabudi Dua telah secara rutin menyelenggarakan penyuluhan kepada WP. Wajib Pajak seringkali tidak menguraikan secara jelas dan benar harta kekayaannya pada waktu penyampaian SPT. Tindakan ini menyebabkan juru sita pajak tidak mengetahui harta kekayaan penunggak pajak yang bisa menjadi obyek sita apabila WP belum melunasi kewajiban perpajakannya.

26 55 c. WP berusaha menghalangi proses penyitaan atas harta yang akan dijadikan jaminan. Pada waktu melaksanakan tugasnya di lapangan, juru sita yang akan menyegel dan menyita barang sebagai jaminan sering kali dihalang-halangi baik oleh WP itu sendiri maupun dengan bantuan orang lain. Penanggung Pajak sering memberikan alas an yang tidak benar dengan mengatakan bahwa ia telah melunasi tunggakan pajaknya walaupun kenyataannya ia tidak dapat menunjukkan bukti pembayaranya. Tentu hal ini tidak akan menunda pelaksanaan penagihan aktif. Bila hal ini terjadi dan juru sita pajak karena sesuatu hal tidak dapat melakukannya sendiri, biasanya juru sita akan meminta bantuan pihak ketiga tersebut untuk memperlancar proses penagihan terutama ketika memasuki tahap penyitaan barang. d. Adanya WP yang tidak lagi menjalankan usaha namun tidak mengajukan permohonan pencabutan NPWP. WP non aktif tersebut mungkin tidak lagi menyampaikan SPT, sehingga tunggakan pajak yang tertera dalam surat ketetapan pajak semakin banyak. Hal ini menyebabkan tugas juru sita pajak terganggu karena proses penagihan yang dilakukannya tidak memberikan hasil karena WP memang tidak mampu membayar tungggakan pajaknya. 2. Aspek Fiskus ( Aparat Pajak ). a. Hambatan internal yang biasanya muncul adalah kurangnya koordinasi antara seksi penagihan dan seksi teknis. Ini terjadi karena selama pemeriksaan, pemeriksa pajak tidak mengisi formulir daftar

27 56 harta yang dimiliki oleh WP tersebut. Hal ini mengakibatkan juru sita pajak tidak memiliki informasi yang lengkap mengenai harta kekayaan WP dan mengalami kesulitan dalam menetapkan prioritas harta kekayaan yang dapat diteruskan ke tahap sita. Hal lain yang mungkin terjadi adalah kelalaian petugas pajak yang belum melakukan perubahan data WP meskipun yang bersangkutan telah menyampaikan informasi perubahan tersebut dalam SPT. Selain itu juru sita karena kelalaiannya dapat menyebabkan terlambatnya proses penerbitan surat teguran sehingga dapat menunda proses pelaksanaan penagihan. b. Kurangnya SDM di seksi penagihan sehingga tindakan penagihan pajak aktif tidak bias dilakukan sebagaimana ditetapkan dalam Rencana Kerja Penagihan. Sebagaimana diketahui di subseksi penagihan aktif hanya terdapat 3 orang Jurusita. Standardnya untuk wilayah KPP Pratama Jakarta Setiabudi Dua yang terdiri dari 4 kelurahan,seharusnya Jurusita-nya juga terdapat 4 orang. c. Penerapan Reformasi Birokrasi yang dimulai di tahun 2006 dan masih terus berjalan sampai dengan sekarang yang, cukup berpengaruh terhadap kinerja penagihan pajak, karena terjadi banyak perubahan sistem yang mau tidak mau SDM-nya memulai dari awal tahap tahap administrasinya. Selain itu SDM-nya juga terkuras konsentrasi-nya dalam menangani reformasi birokrasi.

28 57 d. Penerapan Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Tahun 2008, dimana terdapat perbedaan perlakuan atas piutang dari tahun sebelumnya. Sebelum tahun 2008 semua Surat Ketetapan Pajak yang terbit baik disetujui atau tidak oleh Wajib Pajak pada saat closing conference (Pemeriksaan) diperlakukan sebagai piutang dan tidak menunda tindakan penagihan pajak, sedangkan untuk tahun pajak 2008 dan seterusnya apabila wajib pajak tidak menyetujui Surat Ketetapan Pajak pada saat Closing Conference maka piutang tersebut tidak diperlakukan sebagai piutang pajak dan tertunda tindakan penagihan pajaknya sampai dengan adanya keputusan hukum yang tetap (inkrach) atas upaya hokum wajib pajak baik berupa permohonan keberatan maupun banding. 3. Aspek Penegasan Hukum dan Peraturan. Penagihan pajak secara aktif oleh juru sita pajak merupakan salah satu upaya penegakan hukum dalam rangka menghimpun penerimaan pajak negara. Namun, berdasarkan hasil wawancara terhadap petugas juru sita dan koordinator pelaksana subseksi penagihan aktif terkait, diketahui bahwa masih ada pihak-pihak yang mendapatkan perlakuan hukum yang berbeda. Ini terjadi karena mereka memiliki hubungan khusus dengan pejabat tertentu yang sangat berpengaruh di wilayah Pratama Jakarta Setiabudi Dua. Hal ini berakibat tunggakan pajak yang seharusnya dapat dicairkan ternyata tidak lagi dapat ditindaklanjuti oleh pihak KPP. 4. Aspek Sistem Informasi Perpajakan.

29 58 Selama ini pihak KPP telah mempergunakan Sistem Informasi Perpajakan (SIP) sebagai data base perpajakan untuk memantau pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang berada di wilayah kerjanya. Selain itu pihak KPP juga melaksanakan tugas administratif lainnya seperti pencatatan tunggakan pajak secara manual di Kartu Pengawasan Pembayaran Pajak, Buku Register Penerbitan Surat Teguran, Surat Paksa, SPMP hingga Lelang. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa dalam pelaksanaannya masih memerlukan data yang harus diperoleh dari sistem komputerisasi. Untuk itu Seksi Penagihan juga memanfaatkan menu SIP Seksi Penagihan untuk memperoleh perkembangan data tunggakan yang akan ditindak lanjuti dan pelunasan oleh WP. Namun ternyata sistem tersebut mengalami kerusakan yang dapat mempengaruhi keandalan data utang pajak yang akan digunakan oleh juru sita untuk melaksanakan penagihan aktif. Kerusakan tersebut antara lain: Munculnya data tunggakan pajak ganda atas WP yang sama. Hal ini terjadi karena ketidaksesuaian data SSP lembar ke 2 yang direkam di Seksi Penerimaan dan Keberatan dan SSP lembar ke 3 yang diterima dari wajib pajak. Adanya STP yang masih terbit atas WP yang telah mengajukan permohonan pencabutan NPWP. Adanya perubahan data WP, namun setelah data baru dimasukkan ternyata data yang lama masih juga muncul.

30 59 Penerbitan Surat Teguran yang berulang atas surat ketetapan yang sama. Hal ini terjadi karena kesalahan sistem semata sehingga ketika menerbitkannya tetap harus diperiksa ulang secara manual. 5. Aspek Pihak Ketiga Dalam proses penagihan pajak, juru sita pajak selain menghadirkan saksi juga dapat meminta bantuan pihak ketiga untuk memperlancar proses penagihan tersebut. Namun hambatan yang dihadapi di lapangan adalah pihak ketiga ternyata belum mengetahui dengan baik ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Berikut beberapa hambatan yang berasal dari pihak ketiga: a. Pihak Bank Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.04/2000 menyatakan bahwa penyitaan atas kekayaan penanggung pajak dapat dilakukan setelah pemblokiran terlebih dahulu. Namun, pihak bank seringkali masih merahasiakan keterangan mengenai rekening milik nasabahnya yang sedang diperiksa untuk kepentingan perpajakan, salah satunya pada saat proses penyitaan. Walaupun sebenarnya pihak KPP Pratama Jakarta Setiabudi Dua sudah mengajukan permohonan permintaan data rekening Penanggung Pajak, pihak Bank kurang memberikan respon yang cepat sehingga dapat memperlambat proses penagihan itu sendiri. Apabila hal ini terjadi, bukan tidak mungkin Wajib Pajak akan lebih leluasa memindahkan dan menyembunyikan saldo

31 60 rekeningnya sehingga kemungkinan tertagihnya tunggakan pajak akan semakin kecil. Pihak Bank beralasan bahwa permohonan tersebut harus melalui prosedur yang cukup sulit sehingga tidak dapat dilaksanakan dengan secepatnya. b. Pihak Aparat Pemerintah Daerah Aparat Pemerintah Daerah yang bertugas di wilayah dimana Penanggung Pajak yang sedang menjalani proses penyitaan cenderung kurang mau diajak bekerjasama dengan berbagai alasan prosedural yang rumit sehingga ia merasa tidak mengerti. Terutama saat dimintai bantuannya untuk dijadikan saksi pada waktu penyitaan terjadi ketika penyitaan tidak dihadiri oleh Penanggung Pajak. c. Pihak Dinas Perhubungan Sebelum pelaksanaan lelang pihak KPP diharuskan untuk meminta informasi harga atas barang tertentu (kendaraan) yang akan digunakan sebagai bahan pertimbangan penentuan limit harga untuk barang yang akan lelang. Namun seringkali permintaan tersebut diperoleh dalam jangka waktu yang agak lama sehingga dapat menghambat pelaksanaan lelang.

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Analisis yang digunakan dalam pembahasan penelitian ini adalah analisis deskriptif komparatif. Analisis ini digunakan untuk menggambarkan dan membandingkan penagihan pajak yang

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. Analisis yang digunakan dalam pembahasan penelitian ini adalah analisis

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. Analisis yang digunakan dalam pembahasan penelitian ini adalah analisis BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Analisis yang digunakan dalam pembahasan penelitian ini adalah analisis deskriptif komparatif. Analisis ini digunakan untuk menggambarkan dan membandingkan penagihan pajak yang

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Rencana Penerimaan Dan Realisasi Penerimaan PPh dan PPN Pada. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kemayoran

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Rencana Penerimaan Dan Realisasi Penerimaan PPh dan PPN Pada. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kemayoran BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Rencana Penerimaan Dan Realisasi Penerimaan PPh dan PPN Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kemayoran Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa di Wilayah KPP

BAB IV PEMBAHASAN. Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa di Wilayah KPP IV.1 BAB IV PEMBAHASAN Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa di Wilayah KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Dua Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP) dilakukan karena ditemui wajib pajak yang

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Realisasi Tunggakan Pajak yang Lunas Pada Kantor Pelayanan Pajak

BAB IV PEMBAHASAN. Realisasi Tunggakan Pajak yang Lunas Pada Kantor Pelayanan Pajak BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Realisasi Tunggakan Pajak yang Lunas Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bekasi Utara Setiap tahun, target realisasi tunggakan pajak yang lunas selalu mengalami perubahan begitu

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.I Realisasi Tunggakan Pajak yang lunas Pada Kantor Pelayanan Pajak

BAB IV PEMBAHASAN. IV.I Realisasi Tunggakan Pajak yang lunas Pada Kantor Pelayanan Pajak BAB IV PEMBAHASAN IV.I Realisasi Tunggakan Pajak yang lunas Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pandeglang Dari tahun ke tahun, target realisasi tunggakan pajak yang lunas di setiap kantor pajak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Berikut ini beberapa pengertian pajak menurut beberapa ahli, salah. satunya menurut R. Santoso Brotodiharjo sebagai berikut:

BAB II LANDASAN TEORI. Berikut ini beberapa pengertian pajak menurut beberapa ahli, salah. satunya menurut R. Santoso Brotodiharjo sebagai berikut: 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Dasar Perpajakan 1. Pengertian Pajak Berikut ini beberapa pengertian pajak menurut beberapa ahli, salah satunya menurut R. Santoso Brotodiharjo sebagai berikut: Pajak

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Dasar Hukum Pelaksanaan Pemblokiran dan Penyitaan di KPP Pratama

BAB IV PEMBAHASAN. Dasar Hukum Pelaksanaan Pemblokiran dan Penyitaan di KPP Pratama BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Dasar Hukum Pelaksanaan Pemblokiran dan Penyitaan di KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Satu Seperti yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, Indonesia sebagai negara yang sedang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA www.legalitas.org PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 3 TAHUN 1998 (3/1998) TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 3 TAHUN 1998 (3/1998) TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 3 TAHUN 1998 (3/1998) TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Surat Ketetapan Pajak (SKP) Dan Surat Tagihan Pajak (STP) Lebih Bayar (SKPLB) berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983

BAB IV PEMBAHASAN. Surat Ketetapan Pajak (SKP) Dan Surat Tagihan Pajak (STP) Lebih Bayar (SKPLB) berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 BAB IV PEMBAHASAN IV.I Surat Ketetapan Pajak (SKP) Dan Surat Tagihan Pajak (STP) Surat Ketetapan Pajak (SKP) adalah surat yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak

Lebih terperinci

TENTANG TATA CARA PENAGIHAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

TENTANG TATA CARA PENAGIHAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 24/PMK.04/2011 TENTANG TATA CARA PENAGIHAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

2013, No. 1003

2013, No. 1003 33 2013, No. 1003 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.04/2013 TENTANG TATA CARA PENAGIHAN BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI 2013, No. 1003 34 35 2013, No. 1003 2013, No. 1003

Lebih terperinci

: PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENAGIHAN BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI.

: PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENAGIHAN BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI. - 2 - e. bahwa dalam rangka penagihan bea masuk dan/atau cukai perlu pengaturan khusus dengan berdasarkan pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a; f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1003, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Penagihan. Bea Masuk. Cukai. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PMK 111/PMK.04/2013 TENTANG

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 24/PMK.04/2011 TENTANG : TATA CARA PENAGIHAN DI BIDANG CUKAI

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 24/PMK.04/2011 TENTANG : TATA CARA PENAGIHAN DI BIDANG CUKAI LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 24/PMK.04/2011 TENTANG : TATA CARA PENAGIHAN DI BIDANG CUKAI I. PENERBITAN STCK-I PETUNJUK PELAKSANAAN PENAGIHAN UTANG CUKAI YANG TIDAK DIBAYAR PADA WAKTUNYA,

Lebih terperinci

Bab IV PEMBAHASAN. Surat Ketetapan Pajak(SKP) Dan Surat Tagihan Pajak(STP)

Bab IV PEMBAHASAN. Surat Ketetapan Pajak(SKP) Dan Surat Tagihan Pajak(STP) Bab IV PEMBAHASAN IV.1 Surat Ketetapan Pajak(SKP) Dan Surat Tagihan Pajak(STP) Surat Tagihan Pajak mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak. Oleh karena itu dalam hal ini petugas

Lebih terperinci

bahwa Penggugat memiliki tunggakan pajak sebagai berikut:

bahwa Penggugat memiliki tunggakan pajak sebagai berikut: Putusan Pengadilan Pajak : Put.37588/PP/M.III/99/2012 Nomor Jenis Pajak : Gugatan Tahun Pajak : 2011 Pokok Sengketa : pokok sengketa dalam perkara gugatan ini mengenai penerbitan Surat Tergugat Nomor:

Lebih terperinci

Sistem pemungutan pajak dari Official Assesment System menjadi Self. administrasi di bidang perpajakan. Self Assessment System merupakan sistem

Sistem pemungutan pajak dari Official Assesment System menjadi Self. administrasi di bidang perpajakan. Self Assessment System merupakan sistem Pendahuluan Sistem pemungutan pajak dari Official Assesment System menjadi Self Assesment System yang dimulai sejak reformasi perpajakan tahun 1983 menuntut wajib pajak untuk menghitung, menyetor dan melaporkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. untuk pencapaian tujuan yang telah dirumuskan. Implementasi merupakan tahap

BAB II LANDASAN TEORI. untuk pencapaian tujuan yang telah dirumuskan. Implementasi merupakan tahap BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Implementasi Nugroho (2012: 158), menyatakan implementasi merupakan prinsip dalam sebuah tindakan atau cara yang dilakukan oleh individu atau kelompok orang untuk pencapaian

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN TATA CARA PENAGIHAN PAJAK PENGHASILAN KEPADA WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DI KPP PRATAMA MEDAN TIMUR

BAB III PEMBAHASAN TATA CARA PENAGIHAN PAJAK PENGHASILAN KEPADA WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DI KPP PRATAMA MEDAN TIMUR BAB III PEMBAHASAN TATA CARA PENAGIHAN PAJAK PENGHASILAN KEPADA WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DI KPP PRATAMA MEDAN TIMUR A. Ketentuan Pelaksanaan Penagihan Pajak Penghasilan Kepada Wajib Pajak Orang Pribadi

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENGAMATAN

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENGAMATAN BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENGAMATAN Pada pembahasan berikut ini, penulis akan mendeskripsikan mengenai pelaksanaan penagihan pajak aktif di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta. Data yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. pajak, tentunya perlu dipahami dulu apa yang dimaksud dengan pajak.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. pajak, tentunya perlu dipahami dulu apa yang dimaksud dengan pajak. BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Pengertian Pajak Untuk dapat memahami mengenai pentingnya pemungutan pajak dan alasan yang mendasari mengapa wajib pajak

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Surat Ketetapan Pajak (SKP) Dan Surat Tagihan Pajak (STP)

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Surat Ketetapan Pajak (SKP) Dan Surat Tagihan Pajak (STP) BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Surat Ketetapan Pajak (SKP) Dan Surat Tagihan Pajak (STP) Surat Ketetapan Pajak (SKP) adalah surat yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang

Lebih terperinci

Wajib Pajak terdaftar

Wajib Pajak terdaftar BAB 4 PEMBAHASAN DAN HASIL 4.1 Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa di Wilayah KPP Pratama Jakarta Tebet Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP) dilakukan karena ditemui wajib pajak yang kurang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN 44 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Pelaksanaan Ekstensifikasi Pajak dan Kontribusinya Terhadap Jumlah Wajib Pajak Terdaftar Berikut adalah data jumlah wajib pajak yang berhasil dihimpun

Lebih terperinci

BAB III HASIL PELAKSANAAN KULIAH KERJA PRAKTEK Standard Operating Prosedure Penagihan Pajak pada KPP Pratama

BAB III HASIL PELAKSANAAN KULIAH KERJA PRAKTEK Standard Operating Prosedure Penagihan Pajak pada KPP Pratama 22 BAB III HASIL PELAKSANAAN KULIAH KERJA PRAKTEK 3.1 Bidang Pelaksanaan Kuliah Kerja Praktek 3.1.1 Standard Operating Prosedure Penagihan Pajak pada KPP Pratama Subang Dalam melaksanakan Kuliah Kerja

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Definsi Pajak Pengertian Pajak

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Definsi Pajak Pengertian Pajak BAB III PEMBAHASAN 3.1 Definsi Pajak 3.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak dan pandangan para ahli dalam bidag tersebut memberikan berbagai definsi tentang pajak yang berbeda-beda, tetapi pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Erwis (2012) menyatakan, bahwa penagihan pajak dan pencairan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Erwis (2012) menyatakan, bahwa penagihan pajak dan pencairan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Erwis (2012) menyatakan, bahwa penagihan pajak dan pencairan tunggakan pajak dengan surat teguran dan surat paksa pada KPP Pratama Makassar Selatan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN DATA LAPORAN TUGAS AKHIR. terpenuhinya atau terjadi suatu Taatbestand (sasaran perpajakan) yang terdiri dari :

BAB III GAMBARAN DATA LAPORAN TUGAS AKHIR. terpenuhinya atau terjadi suatu Taatbestand (sasaran perpajakan) yang terdiri dari : BAB III GAMBARAN DATA LAPORAN TUGAS AKHIR A. Timbulnya Utang Pajak Utang pajak dapat timbul apabila telah adanya peraturan yang mendasar dan telah terpenuhinya atau terjadi suatu Taatbestand (sasaran perpajakan)

Lebih terperinci

ANALISIS PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK AKTIF TERHADAP PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK DI KPP PRATAMA JAKARTA KEBAYORAN BARU DUA

ANALISIS PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK AKTIF TERHADAP PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK DI KPP PRATAMA JAKARTA KEBAYORAN BARU DUA ANALISIS PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK AKTIF TERHADAP PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK DI KPP PRATAMA JAKARTA KEBAYORAN BARU DUA Mochammad Taufik Aminuddin Universitas Bina Nusantara Jl. Kebon Jeruk Raya No. 27

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN DATA. terutang oleh Orang Pribadi atau Badan yang bersifat memaksa berdasarkan

BAB III GAMBARAN DATA. terutang oleh Orang Pribadi atau Badan yang bersifat memaksa berdasarkan BAB III GAMBARAN DATA 3.1 Definisi Pajak Menurut Undang-Undang No.16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pajak adalah Kontribusi Wajib Pajak kepada Negara yang terutang oleh Orang

Lebih terperinci

LAMPIRAN LAMPIRAN. TEGURAN Nomor.../WPJ... KP... / 20...

LAMPIRAN LAMPIRAN. TEGURAN Nomor.../WPJ... KP... / 20... 1 LAMPIRAN LAMPIRAN KANTOR PELAYANAN PAJAK... TEGURAN Nomor.../WPJ.... KP.... / 20... Menurut tata usaha kami hingga saat ini Saudara masih mempunyai tunggakan pajak sebagai berikut : Jenis Tahun Nomor

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TINDAKAN PENAGIHAN PAJAK AKTIF DENGAN SURAT TEGURAN DAN SURAT PAKSA SEBAGAI UPAYA PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TINDAKAN PENAGIHAN PAJAK AKTIF DENGAN SURAT TEGURAN DAN SURAT PAKSA SEBAGAI UPAYA PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TINDAKAN PENAGIHAN PAJAK AKTIF DENGAN SURAT TEGURAN DAN SURAT PAKSA SEBAGAI UPAYA PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Batu Tahun 2010-2012)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Dalam rangka mewujudkan cita-cita pembangunan nasional Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Dalam rangka mewujudkan cita-cita pembangunan nasional Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Praktik Kerja Lapangan Mandiri merupakan salah satu proses yang harus dilewati dan harus dilaksanakan untuk memenuhi salah satu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1997 TENTANG PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

TATA CARA PELAKSANAAN PERSIAPAN PENGALIHAN PBB-P2 SEBAGAI PAJAK DAERAH PADA KPDJP

TATA CARA PELAKSANAAN PERSIAPAN PENGALIHAN PBB-P2 SEBAGAI PAJAK DAERAH PADA KPDJP LAMPIRAN I TATA CARA PELAKSANAAN PERSIAPAN PENGALIHAN PBB-P2 SEBAGAI PAJAK PADA KPDJP A. KOMPILASI PERATURAN PELAKSANAAN PBB-P2, SOP PBB-P2, STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA DI LINGKUNGAN DJP SERTA APLIKASI

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mengubah: UU 6-1983 lihat: UU 9-1994::UU 28-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 126, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. adalah analisis deskriptif komparatif untuk membandingkan penagihan pajak

BAB 4 PEMBAHASAN. adalah analisis deskriptif komparatif untuk membandingkan penagihan pajak BAB 4 PEMBAHASAN Analisis data yang digunakan peneliti dalam pembahasan penelitian ini adalah analisis deskriptif komparatif untuk membandingkan penagihan pajak dengan surat teguran dan surat paksa tahun

Lebih terperinci

TATA CARA PELAKSANAAN PERSIAPAN PENGALIHAN PBB-P2 SEBAGAI PAJAK DAERAH PADA KPDJP

TATA CARA PELAKSANAAN PERSIAPAN PENGALIHAN PBB-P2 SEBAGAI PAJAK DAERAH PADA KPDJP LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-61/PJ/2010 TENTANG TATA CARA PERSIAPAN PENGALIHAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN SEBAGAI PAJAK TATA CARA PELAKSANAAN PERSIAPAN PENGALIHAN

Lebih terperinci

SURAT, DAFTAR, FORMULIR, DAN LAPORAN YANG DIGUNAKAN DALAM PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA FORMULIR LAMA KODE BARU KODE

SURAT, DAFTAR, FORMULIR, DAN LAPORAN YANG DIGUNAKAN DALAM PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA FORMULIR LAMA KODE BARU KODE Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-04/PJ/2016 Tanggal : SURAT, DAFTAR, FORMULIR, DAN LAPORAN YANG DIGUNAKAN DALAM PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA NO. FORMULIR LAMA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENAGIHAN PAJAK DAERAH DENGAN SURAT PAKSA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENAGIHAN PAJAK DAERAH DENGAN SURAT PAKSA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang: PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENAGIHAN PAJAK DAERAH DENGAN SURAT PAKSA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, a. bahwa Pajak

Lebih terperinci

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 01/PJ.045/2007 TENTANG KEBIJAKAN PENAGIHAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 01/PJ.045/2007 TENTANG KEBIJAKAN PENAGIHAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK, SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 01/PJ.045/2007 TENTANG KEBIJAKAN PENAGIHAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Dalam rangka mendukung tercapainya rencana penerimaan pajak, perlu dilaksanakan

Lebih terperinci

TABEL PARAMETER ANALISIS RISIKO KETIDAKTERTAGIHAN PIUTANG PAJAK

TABEL PARAMETER ANALISIS RISIKO KETIDAKTERTAGIHAN PIUTANG PAJAK LAMPIRAN I Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-29/PJ/2012 Tanggal : 11 Mei 2012 TABEL PARAMETER ANALISIS RISIKO KETIDAKTERTAGIHAN PIUTANG PAJAK TINGKAT RISIKO KETIDAKTERTAGIHAN PARAMETER BOBOT

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 4.1 Penyebab Terjadinya Piutang Pajak Pada Bab ini akan dibahas mengenai laporan perkembangan piutang pajak pada KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Satu. Laporan perkembangan piutang

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN HASIL PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK. prosedur penagihan piutang pajak secara aktif. Selama kegiatan kerja praktek

BAB III PEMBAHASAN HASIL PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK. prosedur penagihan piutang pajak secara aktif. Selama kegiatan kerja praktek BAB III PEMBAHASAN HASIL PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK 3.1 Bidang Pelaksanaan Kerja Praktek Pada kegiatan kerja praktek di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Soreang penulis ditempatkan pada Seksi Penagihan. Sesuai

Lebih terperinci

2 perpajakan yang terkait dengan Bea Meterai telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai; e. bahwa ketentuan mengenai tin

2 perpajakan yang terkait dengan Bea Meterai telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai; e. bahwa ketentuan mengenai tin No.1951. 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Pemeriksaan. Bulat Permukaan. Tindak Pidana Perpajakan. Pencabutan PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239 /PMK.03/2014 TENTANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Theory of Planned Behavior Menurut Ajzen (1991), Theory of Planned Behavior menjelaskan bahwa perilaku yang ditimbulkan oleh individu muncul karena adanya niat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1997 TENTANG PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA UMUM Pajak sebagai sumber utama

Lebih terperinci

- 1 - BUPATI TULUNGAGUNG PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 34 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMUNGUTAN PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

- 1 - BUPATI TULUNGAGUNG PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 34 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMUNGUTAN PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN - 1 - SALINAN BUPATI TULUNGAGUNG Menimbang : a. PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 34 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMUNGUTAN PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani II.1. Dasar-dasar Perpajakan Indonesia BAB II LANDASAN TEORI II.1.1. Definisi Pajak Apabila membahas pengertian pajak, banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kerangka Teori dan Literatur 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah sebuah kegiatan yang berlangsung secara terus menerus dan saling berkesinambungan dengan tujuan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

Sejak dilakukan reformasi perpajakan pada tahun 1983 yang ditandai dengan perubahan

Sejak dilakukan reformasi perpajakan pada tahun 1983 yang ditandai dengan perubahan A. Latar Belakang Sejak dilakukan reformasi perpajakan pada tahun 1983 yang ditandai dengan perubahan sistem perpajakan dari official assessment menjadi self assessment diharapkan kesadaran Wajib Pajak

Lebih terperinci

NO. URUT WEWENANG DIREKTUR JENDERAL PAJAK DASAR HUKUM DILIMPAHKAN KEPADA KETERANGAN

NO. URUT WEWENANG DIREKTUR JENDERAL PAJAK DASAR HUKUM DILIMPAHKAN KEPADA KETERANGAN LAMPIRAN I PERATURAN NOMOR : PER165/PJ/2005 TENTANG : PERUBAHAN KETUJUH ATAS KEPUTUSAN NOMOR KEP297/PJ/2002 TENTANG PELIMPAHAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK KEPADA PARA PEJABAT DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional dinegara-negara berkembang pasti memerlukan biaya yang. kebutuhan pembiayaan pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional dinegara-negara berkembang pasti memerlukan biaya yang. kebutuhan pembiayaan pembangunan nasional. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Telah kita ketahui bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang berkembang didunia. Sehingga isu mengenai pembangunan nasional merupakan fokus utama

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN DATA TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN NPWP DAN PENCABUTAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK PADA KPP PRATAMA BINJAI

BAB III GAMBARAN DATA TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN NPWP DAN PENCABUTAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK PADA KPP PRATAMA BINJAI BAB III GAMBARAN DATA TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN NPWP DAN PENCABUTAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK PADA KPP PRATAMA BINJAI 3.1 Nomor Pokok Wajib Pajak Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan meliputi

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.04/2013 tentang Tata Cara Penagihan Bea Ma

2017, No Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.04/2013 tentang Tata Cara Penagihan Bea Ma No.1656, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Penagihan Bea Masuk dan/atau Cukai. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 169/PMK.04/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 137/2000, TEMPAT DAN TATA CARA PENYANDERAAN, REHABILITASI NAMA BAIK PENANGGUNG PAJAK, DAN PEMBERIAN GANTI RUGI DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA *38345 PERATURAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 137 TAHUN 2000 TENTANG TEMPAT DAN TATA CARA PENYANDERAAN, REHABILITASI NAMA BAIK PENANGGUNG PAJAK, DAN PEMBERIAN GANTI RUGI DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN

Lebih terperinci

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, DIREKTORAT JENDEAL BEA DAN CUKAI Jalan Jenderal A. Yani Telepon : 4890308 Jakarta 13230 Faksimili: 4890871 Kotak Pos 108 Jakarta 10002 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP - 04/BC/1999

Lebih terperinci

untuk dijadikan sebagai jaminan pelunasan utang pajak sebagaimana dimaksud dalam Surat Paksa Nomor tanggal

untuk dijadikan sebagai jaminan pelunasan utang pajak sebagaimana dimaksud dalam Surat Paksa Nomor tanggal Lampiran I Nomor : Lampiran : Perihal : Permintaan pemblokiran kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan Pada bank.. Kepada Yth. Sdr. Pimpinan Bank di- Sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (3) Peraturan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN DATA. akan dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam

BAB III GAMBARAN DATA. akan dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam BAB III GAMBARAN DATA A. Pengertian Penagihan Pajak Pelaksanaan penagihan pajak yang tegas, konsisten dan konsekuen diharapkan akan dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayarkan

Lebih terperinci

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-36095/PP/M.III/99/2012. Tahun Pajak : 2011

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-36095/PP/M.III/99/2012. Tahun Pajak : 2011 Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-36095/PP/M.III/99/2012 Jenis Pajak : Gugatan Tahun Pajak : 2011 Pokok Sengketa Menurut Tergugat Menurut Pengugat : bahwa yang menjadi sengketa dalam gugatan ini adalah,

Lebih terperinci

PROSEDUR PENAGIHAN PAJAK (II) Dosen Pengampu: Adhi Prakosa, M. Sc

PROSEDUR PENAGIHAN PAJAK (II) Dosen Pengampu: Adhi Prakosa, M. Sc PROSEDUR PENAGIHAN PAJAK (II) Dosen Pengampu: Adhi Prakosa, M. Sc 3. Surat sita utang Jika dalam jangka waktu 2x24 jam setelah surat paksa dikirimkan utang pajak tidak juga dilunasi, maka juru sita dapat

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. 1. Tindakan Penagihan Pajak Untuk Mencairkan Tunggakan

BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. 1. Tindakan Penagihan Pajak Untuk Mencairkan Tunggakan BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data 1. Tindakan Penagihan Pajak Untuk Mencairkan Tunggakan a. Petugas menagih secara pasif dengan menyampaikan Surat Ketetapan Pajak (SKP) sebagaimana

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 95 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 95 TAHUN 2011 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 95 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENAGIHAN PAJAK DAERAH DENGAN SURAT PAKSA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Surat Teguran 1. Pelaksanaan Surat Teguran Menurut Rudy Suhartono dan Wirawan B Ilyas (KUP) Penerbitan Surat Teguran, Surat peringatan, atau Surat lain yang sejenis merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau

BAB II LANDASAN TEORI. melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Penagihan Pajak Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KUESIONER VARIABEL DEPENDENT

KUESIONER VARIABEL DEPENDENT KUESIONER VARIABEL DEPENDENT PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN BADAN Indikator Sub Indikator : Surat Ketetapan Pajak : STP (Surat Tagihan Pajak) 1 Apakah STP mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP)

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP) SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUASIN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUASIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUASIN Menimbang : a. bahwa dengan telah ditetapkan Undang-Undang

Lebih terperinci

Tinjauan Terhadap Pelaksanaan Penagihan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dengan Surat Paksa Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Samarinda

Tinjauan Terhadap Pelaksanaan Penagihan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dengan Surat Paksa Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Samarinda Tinjauan Terhadap Pelaksanaan Penagihan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dengan Surat Paksa Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Samarinda ABSTRAK Imam Saputra, Tinjauan Terhadap Pelaksanaan Penagihan Pajak

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENYANDERAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENYANDERAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENYANDERAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Bahwa berdasarkan Pasal 36 Undang-Undang

Lebih terperinci

UU 19/2000, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1997 TENTANG PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

UU 19/2000, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1997 TENTANG PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA Copyright (C) 2000 BPHN UU 19/2000, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1997 TENTANG PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA *11978 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 19 TAHUN 2000 (19/2000)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pendapatan negara adalah semua penerimaan dalam negeri dan penerimaan pembangunan yang digunakan untuk membiayai belanja negara, dimana penerimaan tersebut

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA C ARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA C ARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN Menimbang : PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA C ARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

PENUNJUK UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN PENUNJUK UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN 2008 TATANUSA 1 BULAN ~ Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar Apabila setelah melampaui jangka waktu

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 561/KMK.04/2000 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 561/KMK.04/2000 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 561/KMK.04/2000 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENAGIHAN SEKETIKA DAN SEKALIGUS DAN PELAKSANAAN SURAT PAKSA Menimbang : MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 69 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK REKLAME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 69 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK REKLAME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 69 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK REKLAME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa Pajak Reklame merupakan salah

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENAGIHAN PAJAK DAERAH DENGAN SURAT PAKSA

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENAGIHAN PAJAK DAERAH DENGAN SURAT PAKSA - 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENAGIHAN PAJAK DAERAH DENGAN SURAT PAKSA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Surat Ketetapan Pajak (SKP) Penerbitan suatu Surat Ketetapan Pajak (SKP) hanya terbatas kepada Wajib Pajak tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian Surat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan secara bertahap, terencana dan berkelanjutan. Menurut Waluyo

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan secara bertahap, terencana dan berkelanjutan. Menurut Waluyo BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Upaya tersebut harus dilakukan secara bertahap,

Lebih terperinci

A. Penagihan Pajak dengan Surat Paksa terhadap Penanggung Pajak di. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sidoarjo Selatan.

A. Penagihan Pajak dengan Surat Paksa terhadap Penanggung Pajak di. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sidoarjo Selatan. 34 BAB II UPAYA KANTOR PELAYANAN PAJAK DALAM MELAKUKAN PENAGIHAN UTANG PAJAK DENGAN SURAT PAKSA TERHADAP PENANGGUNG PAJAK DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SIDOARJO SELATAN A. Penagihan Pajak dengan Surat

Lebih terperinci

NO. PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 PERDA NOMOR 17 TAHUN 2016 KET 1. Pasal 1. Tetap

NO. PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 PERDA NOMOR 17 TAHUN 2016 KET 1. Pasal 1. Tetap MATRIKS PERBANDINGAN PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DAN PERDA NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS

Lebih terperinci

TABEL PARAMETER ANALISIS RISIKO KETIDAKTERTAGIHAN PIUTANG PAJAK

TABEL PARAMETER ANALISIS RISIKO KETIDAKTERTAGIHAN PIUTANG PAJAK LAMPIRAN I Surat Edaran Direktur Jenderal Nomor : SE-29/PJ/2012 Tanggal : 11 Mei 2012 TABEL PARAMETER ANALISIS RISIKO KETIDAKTERTAGIHAN PIUTANG PAJAK TINGKAT RISIKO KETIDAKTERTAGIHAN PARAMETER BOBOT Rendah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. rakyat kepada Negara berdasarkan Undang-Undang yang dapat dipaksakan. ditunjuk atau digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB II LANDASAN TEORI. rakyat kepada Negara berdasarkan Undang-Undang yang dapat dipaksakan. ditunjuk atau digunakan untuk membayar pengeluaran umum. 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Penagihan Pajak Aktif 1. Pengertian Pajak Menurut Mardiasmo (2000:31) Pajak adalah iuran yang berupa uang dari rakyat kepada Negara berdasarkan Undang-Undang yang dapat dipaksakan

Lebih terperinci

untuk dijadikan sebagai jaminan pelunasan utang pajak sebagaimana dimaksud dalam Surat Paksa Nomor tanggal

untuk dijadikan sebagai jaminan pelunasan utang pajak sebagaimana dimaksud dalam Surat Paksa Nomor tanggal Lampiran I Nomor : Lampiran : Perihal : Permintaan pemblokiran kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan Pada bank.. Sdr. Pimpinan Bank di- Sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (3) Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

SE - 81/PJ/2011 INSENTIF JURUSITA PAJAK

SE - 81/PJ/2011 INSENTIF JURUSITA PAJAK SE - 81/PJ/2011 INSENTIF JURUSITA PAJAK Contributed by Administrator Thursday, 10 November 2011 Pusat Peraturan Pajak Online 10 November 2011 SURAT EDARANÂ DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR :Â SE - 81/PJ/2011

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BALANGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 10 TAHUN 2012 SERI B.2 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 10 TAHUN 2012 SERI B.2 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 10 TAHUN 2012 SERI B.2 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PEMUNGUTAN PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 118/PMK.03/2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 118/PMK.03/2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 118/PMK.03/2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci