BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. 1. Tindakan Penagihan Pajak Untuk Mencairkan Tunggakan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. 1. Tindakan Penagihan Pajak Untuk Mencairkan Tunggakan"

Transkripsi

1 BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data 1. Tindakan Penagihan Pajak Untuk Mencairkan Tunggakan a. Petugas menagih secara pasif dengan menyampaikan Surat Ketetapan Pajak (SKP) sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 kepada Wajib Pajak. Penyampaian SKP tersebut dapat dilakukan secara langsung, melalui pos dengan bukti pengiriman surat, melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat. Apabila atas jumlah pajak yang masih harus dibayar berdasarkan SKP yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, yang tidak dibayar oleh Penanggung Pajak sesuai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) atau ayat (3a) dilaksanakan penagihan pajak secara aktif atau dengan surat paksa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Setelah itu petugas segera menerbitkan surat paksa untuk Wajib Pajak tersebut. b. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Klaten mulai untuk menugaskan kepada Kepala Seksi Bagian Penagihan guna melakukan penerbitan Surat Paksa. c. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Klaten menyetujui dan menandatangani dan segera menugaskan Kepala Seksi Bagian Penagihan guna melaksanakan pemberitahuan Surat Paksa. 28

2 29 d. Kepala Seksi Bagian Penagihan menugaskan jurusita pajak untuk melakukan penerbitan Surat Paksa. e. Kepala Seksi Bagian Penagihan meneliti dan memberi paraf kemudian menyerahkan konsep Surat Paksa dan konsep berita acara pemberitahuan Surat Paksa. f. Kepala Seksi Bagian Penagihan menugaskan jurusita untuk melakukan pemberitahuan Surat Paksa kepada Wajib Pajak / Penanggung Pajak. g. Kepala Seksi Bagian Penagihan meneliti dan menandatangani, dan kemudian menugaskan jurusita pajak untuk menatausahakan. h. Jurusita melakukan penelitian dan kemudian menyusun serta menyerahkan konsep Surat Paksa dan konsep berita acara pemberitahuan Surat Paksa. i. Jurusita melakukan pemberitahuan Surat Paksa serta menyerahkan salinan Surat Paksa kemudian menyusun dan menandatangani berita acara pemberitahuan Surat Paksa. j. Jurusita menyusun dan menandatangani serta meyerahkan konsep laporan pelaksanaan Surat Paksa. k. Jurusita menatausahakan Surat Paksa kemudian salinan Surat Paksa diserahkan ke Wajib Pajak atau Penanggung Pajak kemudian berita acara pemberitahuan Surat Paksa ditandatangani oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak. Menurut penelitian yang dilakukan penulis dari Seksi Penagihan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Klaten pada tanggal 8 April 2016, pelaksanaan

3 penagihan pajak dengan Surat Paksa pertama dilakukan pendataan Wajib Pajak 30

4 30 (WP) yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Klaten. Jika ada Wajib Pajak (WP) yang bermasalah, akan diperiksa oleh Seksi Pemeriksaan. Setelah data Wajib Pajak (WP) diperiksa oleh Seksi Pemeriksaan, kemudian Seksi Pemeriksaan akan membuat SKP. Kemudian SKP tersebut diserahkan kepada Seksi Penagihan yang kemudian akan dilakukan tindakan selanjutnya dengan menerbitkan Surat Teguran, Surat Paksa dan sampai Surat Perintah Melakukan Penyitaan (SPMP). 2. Pendapat Wajib Pajak Setelah Menerima Surat Tagihan Pajak (STP) Penulis telah melakukan survey terhadap beberapa Wajib Pajak yang telah menerima STP atau Surat Paksa. Berikut adalah daftar Wajib Pajak dan juga besarnya jumlah tunggakan pajaknya : Tabel III.2 Jumlah Tunggakan WP pada tahun 2013 Nama WP Jenis Usaha Jumlah Tunggakan Dibayarkan WP A Industri Pakaian Jadi Rp Rp WP B Reparasi Mobil Rp Rp WP C Instalasi Listrik Rp Rp WP D Percetakan Rp Rp WP E Konstruksi Jalan Rp Rp WP F Pegawai Swasta Rp Rp WP G Pedagang Eceran Rp Rp WP H Industri Pakaian Rp Rp WP I Industri Barang Logam Rp Rp WP J Pedagang Eceran Rp Rp Jumlah Rp Rp

5 Sumber : Seksi Penagihan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Klaten 30

6 31 Menurut data diatas, penulis telah melakukan survey dengan cara mewawancarai beberapa Wajib Pajak. Wawancara yang pertama dengan WP B, WP B sendiri mempunyai jenis usaha reparasi mobil. Pada tahun 2013 WP B mempunyai tunggakan pajak sebesar Rp dan dibayar secara diangsur selama 3 kali sebelum jatuh tempo. Menurut alasan dari WP B mengapa membayar secara diangsur, pada saat itu usahanya hampir gulung tikar atau pailit. Maka pada saat mendapatkan Surat Teguran dari petugas, WP B segera mendatangi AR (Account Representative) dari wilayahnya untuk melakukan negosiasi tentang cara pembayaran tunggakan pajak tersebut. Sedangkan wawancara yang kedua dengan WP D, WP D mempunyai jenis usaha percetakan. Pada tahun 2013 WP D mempunyai tunggakan pajak sebesar Rp dan dibayar secara lunas sebelum jatuh tempo. Menurut WP D sendiri memang mengakui ada keterlambatan dalam membayar pajak. Jadi pada saat ditagih oleh petugas yang bersangkutan, WP D bersedia membayar tunggakan pajak sebesar Rp secara lunas sebelum tanggal jatuh tempo yang telah ditetapkan.

7 32 Tabel III.3 Jumlah Tunggakan WP pada tahun 2014 Nama WP Jenis Usaha Jumlah Tunggakan Dibayarkan WP A Industri Percetakan Rp Rp WP B Asuransi Jiwa Rp Rp WP C Praktik Dokter Umum Rp Rp WP D Pedagang Eceran Rp Rp WP E Konstruksi Jalan Rp Rp WP F Konstruksi Gedung Rp Rp WP G Instalasi Listrik Rp Rp WP H Pedagang Eceran Rp Rp WP I Pedagang Eceran Mesin Rp Rp WP J Indutri Barang Dari Kulit Rp Rp Jumlah Rp Rp Sumber : Seksi Penagihan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Klaten Menurut data diatas, penulis telah melakukan survey dengan cara mewawancarai beberapa Wajib Pajak. Wawancara yang pertama dengan WP C, WP C sendiri mempunyai jenis usaha Praktik Dokter Umum. Pada tahun 2014 WP C mempunyai tunggakan pajak sebesar Rp dan dibayar secara diangsur selama 8 kali sebelum jatuh tempo. Menurut alasan dari WP C mengapa membayar secara diangsur, pada saat itu WP C belum mempunyai dana untuk membayar tunggakan pajaknya. Maka pada saat mendapatkan Surat Teguran dari petugas, WP C segera mendatangi AR (Account Representative) dari wilayahnya untuk melakukan negosiasi tentang cara pembayaran tunggakan pajak tersebut.

8 Pada saat petugas mendatangi WP C, WP C sendiri kurang paham tentang 32

9 33 bagaimana tata cara pembayaran tunggakan pajaknya sebelum tanggal jatuh tempo yang sudah ditentukan. Sedangkan wawancara yang kedua dengan WP F, WP F mempunyai jenis usaha Konstruksi Gedung. Pada tahun 2014 WP F mempunyai tunggakan pajak sebesar Rp dan dibayar diangsur sebanyak 8 kali sebelum jatuh tempo. Menurut wawancara, WP F sendiri memang mengakui ada keterlambatan dalam membayar pajak. Jadi pada saat ditagih oleh petugas yang bersangkutan, WP F bersedia membayar tunggakan pajak sebesar Rp secara diangsur sebanyak 8 kali sebelum tanggal jatuh tempo yang telah ditetapkan. Tabel III.4 Jumlah Tunggakan WP pada tahun 2015 Nama WP Jenis Usaha Jumlah Tunggakan Dibayarkan WP A Praktik Dokter Umum Rp Rp WP B Jasa Pendidikan Rp Rp WP C Pedagang Eceran Rp Rp WP D Praktik Dokter Umum Rp Rp WP E Unit Kegiatan Desa Rp Rp WP F Konstruksi Jalan Rp Rp WP G Pegawai Swasta Rp Rp WP H Pedagang Eceran Rp Rp WP I Warung Telekomunikasi Rp Rp WP J Industri Pakaian Jadi Rp Rp Jumlah Rp Rp Sumber : Seksi Penagihan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Klaten

10 34

11 34 Menurut data diatas, penulis telah melakukan survey dengan cara mewawancarai beberapa Wajib Pajak. Wawancara yang pertama dengan WP A, WP A sendiri mempunyai jenis usaha Praktik Dokter Umum. Pada tahun 2015 WP A mempunyai tunggakan pajak sebesar Rp dan dibayar secara diangsur selama 13 kali sebelum jatuh tempo. Menurut alasan dari WP A mengapa membayar secara diangsur sama dengan seperti WP C. Pada saat itu WP A mengalami kekurangan dana untuk membayar tunggakan pajaknya karena pada saat menerima surat WP A tidak menyangka bahwa tunggakan pajaknya sampai sebesar itu. Maka setelah mendapatkan Surat Teguran dari petugas, WP A segera mendatangi AR (Account Representative) dari wilayahnya untuk melakukan negosiasi tentang cara pembayaran tunggakan pajak tersebut. Pada saat petugas mendatangi WP A, WP A sendiri kurang paham tentang bagaimana tata cara pembayaran tunggakan pajaknya sebelum tanggal jatuh tempo yang sudah ditentukan. Sedangkan wawancara yang kedua dengan WP E, WP E mempunyai jenis usaha Unit Kegiatan Desa. Pada tahun 2015 WP E mempunyai tunggakan pajak sebesar Rp dan dibayar diangsur sebanyak 12 kali sebelum jatuh tempo. Menurut wawancara, WP E sendiri memang mengakui ada keterlambatan dalam membayar pajak karena WP E tidak mengetahui tata cara pembayaran tunggakan pajaknya dan kurang paham tentang Peraturan Undang-undang Pemungutan Pajak. Jadi pada saat petugas menagih dengan yang bersangkutan, petugas menjelaskan tentang Peraturan Undang-undang Pemungutan Pajak dan WP E bersedia membayar tunggakan pajak sebesar Rp secara diangsur

12 36 sebanyak 12 kali sebelum tanggal jatuh tempo yang telah ditetapkan. 3. Analisis Efektifitas Surat Paksa di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Klaten Penulis akan menyampaikan dan membahas seberapa efektif Kantor Pelayanan Pajak Pratama Klaten dalam menerbitkan Surat Paksa guna untuk mencairkan piutang pajaknya. Menurut Mendagri Kepmendagri No Tahun 1996, keefektifan dapat diukur menggunakan indikator sebagai berikut : a. Presentase >100% sangat efektif b. Presentase 90% - 100% efektif c. Presentase 80% - 90% cukup efektif d. Presentase 60% - 80% kurang efektif e. Presentase <60% tidak efektif Tingkat efektivitas dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Efektivitas = Realisasi Surat Paksa x 100% Target Surat Paksa Tingkat Tabel III.5 Efektivitas Penerbitan Surat Paksa di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Klaten Tahun Jumlah SP Nilai SP Realisasi SP Efektivitas (%) (lembar) (Rp) (Rp) ,04 % ,74 % ,98 % Sumber : Seksi Penagihan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Klaten

13 37 GAMBAR III.1 Tingkat Efektifitas Pencairan Tunggakan Pajak Dari Tabel III.5 dan Gambar III.1 dapat dilihat bahwa tingkat keefektifan terhadap pencairan tunggakan Wajib Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Klaten pada tahun 2013 dapat terealisasi sebesar Rp atau sebesar 53,04 % dari nilai SP penerimaan. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Klaten sebesar Rp pada tahun Sehingga pada tahun 2013 nilai SP dapat terealisasikan kurang lebih setengah dari target yang diharapkan. Kemudian pada tahun 2014 pencairan tunggakan dapat terealisasi sebesar Rp atau sebesar 42,74 % dari nilai SP. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Klaten menargetkan nilai SP sebesar Rp pada tahun Target yang terealisasi pada tahun 2014 tidak menyentuh hingga sklata setengah atau sebagian dari target yang diharapkan. Pada tahun 2015, pencairan tunggakan terealisasi sebesar Rp

14 38 atau sebesar 39,98 % dari nilai SP. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Klaten menargetkan penerimaan sebesar Rp pada tahun 2015.

15 Dari Tabel III.5 dan Gambar III.1 diatas dapat disimpulkan bahwa penerimaan dan tingkat efektifitas di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Klaten menurun pada setiap tahunnya. Sehingga juga dapat disimpulkan bahwa sistem penagihan pajak secara aktif maupun psif di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Klaten tidak efektif karena kurangnya kesadaran dan peran aktif masyarakat terhadap pemungutan pajak. 4. Masalah Yang Dihadapi Juru Sita dan Penyelesaiannya Berikut beberapa masalah yang dihadapi juru sita di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Klaten dan penyelesaian masing-masing masalah : a. Wajib Pajak yang tidak mau ditagih Pada saat petugas mendatangi Wajib Pajak ke tempat usahanya dan menjelaskan berapa jumlah tunggakannya, Wajib Pajak tersebut tidak bersedia karena pada saat ditagih oleh petugas Wajib Pajak tersebut mengatakan bahwa uang yang dimilikinya tidak cukup untuk membayar tunggakan pajaknya sebesar Rp Pada saat Juru Sita bertugas menagih Wajib Pajak dan Wajib Pajak tersebut tetap tidak mau ditagih atau keberatan, Juru Sita mengacu pada ketentuan sebagai berikut : 1) Pasal 18 ayat (1) yang menjadi dasar penagihan pajak adalah Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah. Sehingga Juru Sita dapat menyampaikan secara formal kepada Wajib Pajak

16 bahwa atas utang pajak yang menjadi dasar penagihan pajak sesuai Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dengan dan telah berkekuatan hukum tetap, dilaksanakan Penagihan Pajak Surat Paksa secara maksimal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. b. Wajib Pajak Bangkrut atau Pailit Jika pada saat Juru Sita menagih tetapi Wajib Pajak tersebut telah bangkrut atau pailit, Juru Sita mengacu pada ketentuan-ketentuan sebagai berikut : 1) Pasal 20 ayat (1) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 yang dalam hal ini mengatur jumlah Pajak, Surat pajak yang masih harus dibayar, yang berdasarkan Surat Tagihan Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, yang tidak dibayar oleh Penanggung Pajak sesuai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) atau ayat (3a) dilaksanakan penagihan pajak dengan Surat Paksa sesuai dengan Ketentuan Peraturan perundangundangan perpajakan; 2) Pasal 204 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang mengatur, setelah daftar pembagian penutup menjadi mengikat maka

17 Kreditor

18 3) Memperoleh kembali hak eksekusi terhadap harta Debitor mengenai piutang mereka yang belum dibayar; 4) Angka romawi II huruf B angka 4 huruf (c) Surat Edaran Diretur Jenderal Pajak Nomor SE-29/PJ/2012 tentang Kebijakan Penagihan Pajak menyatakan bahwa setelah proses pemberesan harta pailit Wajib Pajak telah selesai namun piutang Wajib Pajak belum seluruhnya terbayarkan dari harta pailit, maka KPP wajib melakukan penagihan pajak secara optimal terhadap Penanggung Pajak Wajib Pajak pailit tersebut. Maka penyelesaian masalah tersebut adalah sebagai berikut : Dalam hal ini misalnya PT. A diputus pailit masih terdapat utang pajak yang masih harus dibayarkan sebesar Rp sesuai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) atau ayat (3a) UU KUP, dilaksanakan penagihan pajak dengan Surat Paksa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Bahwa dengan selesainya proses pailit PT. A maka KPP wajib melanjutkan tindakan penagihan berikutnya kepada Penanggung Pajak dengan menunjuk Pasal 204 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan angka romawi II huruf B angka 4 huruf (c) Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomot SE-29/PJ/2012 tentang Kebijakan Penagihan Pajak.

19 38 B. TEMUAN Pada penulisan Tugas Akhir ini yang berjudul FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFEKTIFITAS PENAGIHAN PAJAK AKTIF DAN PASIF DI KPP PRATAMA KLATEN, penulis dapat menyampaikan beberapa Kelebihan dan Kekurangan pada saat melakukan Magang Kerja di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Klaten, yaitu sebagai berikut : 1. Kelebihan Pelaksanaan Penagihan Pajak secara aktif maupun pasif di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Klaten secara keseluruhan telah dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan Penagihan Perpajakan. Dan juga dengan adanya Account Representative (AR) di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Klaten yang melayani Wajib Pajak secara individual sangat membantu karena dibagi menjadi beberapa kelompok wilayah, sehingga dapat mempermudah Wajib Pajak dalam mengurus pajaknya. 2. Kelemahan Pada saat ini, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Klaten menggunakan sistem dari pusat yaitu Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP). Untuk saat ini sistem informasi yang modern belum bisa menjamin untuk adanya kata sempurna. Misalnya seperti pembuatan Surat Teguran (ST), petugas harus meneliti satu persatu data Wajib Pajak yang mempunyai tunggakan pajak yang telah jatuh tempo. Dan juga belum ada pemberitahuan otomatis dari sostem tunggakan-tunggakan pajak yang tekah jatuh tempo untuk segera diterbitkan Surat Teguran dan tindakan penagihan aktif berikutnya.

20 39

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Analisis yang digunakan dalam pembahasan penelitian ini adalah analisis deskriptif komparatif. Analisis ini digunakan untuk menggambarkan dan membandingkan penagihan pajak yang

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Rencana Penerimaan Dan Realisasi Penerimaan PPh dan PPN Pada. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kemayoran

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Rencana Penerimaan Dan Realisasi Penerimaan PPh dan PPN Pada. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kemayoran BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Rencana Penerimaan Dan Realisasi Penerimaan PPh dan PPN Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kemayoran Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Surat Ketetapan Pajak (SKP) Dan Surat Tagihan Pajak (STP) Lebih Bayar (SKPLB) berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983

BAB IV PEMBAHASAN. Surat Ketetapan Pajak (SKP) Dan Surat Tagihan Pajak (STP) Lebih Bayar (SKPLB) berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 BAB IV PEMBAHASAN IV.I Surat Ketetapan Pajak (SKP) Dan Surat Tagihan Pajak (STP) Surat Ketetapan Pajak (SKP) adalah surat yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Surat Ketetapan Pajak (SKP) Dan Surat Tagihan Pajak (STP)

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Surat Ketetapan Pajak (SKP) Dan Surat Tagihan Pajak (STP) BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Surat Ketetapan Pajak (SKP) Dan Surat Tagihan Pajak (STP) Surat Ketetapan Pajak (SKP) adalah surat yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. Analisis yang digunakan dalam pembahasan penelitian ini adalah analisis

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. Analisis yang digunakan dalam pembahasan penelitian ini adalah analisis BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Analisis yang digunakan dalam pembahasan penelitian ini adalah analisis deskriptif komparatif. Analisis ini digunakan untuk menggambarkan dan membandingkan penagihan pajak yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Erwis (2012) menyatakan, bahwa penagihan pajak dan pencairan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Erwis (2012) menyatakan, bahwa penagihan pajak dan pencairan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Erwis (2012) menyatakan, bahwa penagihan pajak dan pencairan tunggakan pajak dengan surat teguran dan surat paksa pada KPP Pratama Makassar Selatan

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIFITAS PENERAPAN SURAT PENAGIHAN PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN POLONIA

ANALISIS EFEKTIFITAS PENERAPAN SURAT PENAGIHAN PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN POLONIA ANALISIS EFEKTIFITAS PENERAPAN SURAT PENAGIHAN PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN POLONIA Ester Hervina Sihombing Politeknik Unggul LP3M Medan Jl.Iskandar Muda No.3

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Realisasi Tunggakan Pajak yang Lunas Pada Kantor Pelayanan Pajak

BAB IV PEMBAHASAN. Realisasi Tunggakan Pajak yang Lunas Pada Kantor Pelayanan Pajak BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Realisasi Tunggakan Pajak yang Lunas Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bekasi Utara Setiap tahun, target realisasi tunggakan pajak yang lunas selalu mengalami perubahan begitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Theory of Planned Behavior Menurut Ajzen (1991), Theory of Planned Behavior menjelaskan bahwa perilaku yang ditimbulkan oleh individu muncul karena adanya niat

Lebih terperinci

ANALISIS PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK AKTIF TERHADAP PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK DI KPP PRATAMA JAKARTA KEBAYORAN BARU DUA

ANALISIS PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK AKTIF TERHADAP PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK DI KPP PRATAMA JAKARTA KEBAYORAN BARU DUA ANALISIS PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK AKTIF TERHADAP PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK DI KPP PRATAMA JAKARTA KEBAYORAN BARU DUA Mochammad Taufik Aminuddin Universitas Bina Nusantara Jl. Kebon Jeruk Raya No. 27

Lebih terperinci

bahwa Penggugat memiliki tunggakan pajak sebagai berikut:

bahwa Penggugat memiliki tunggakan pajak sebagai berikut: Putusan Pengadilan Pajak : Put.37588/PP/M.III/99/2012 Nomor Jenis Pajak : Gugatan Tahun Pajak : 2011 Pokok Sengketa : pokok sengketa dalam perkara gugatan ini mengenai penerbitan Surat Tergugat Nomor:

Lebih terperinci

Bab IV PEMBAHASAN. Surat Ketetapan Pajak(SKP) Dan Surat Tagihan Pajak(STP)

Bab IV PEMBAHASAN. Surat Ketetapan Pajak(SKP) Dan Surat Tagihan Pajak(STP) Bab IV PEMBAHASAN IV.1 Surat Ketetapan Pajak(SKP) Dan Surat Tagihan Pajak(STP) Surat Tagihan Pajak mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak. Oleh karena itu dalam hal ini petugas

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN DATA. akan dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam

BAB III GAMBARAN DATA. akan dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam BAB III GAMBARAN DATA A. Pengertian Penagihan Pajak Pelaksanaan penagihan pajak yang tegas, konsisten dan konsekuen diharapkan akan dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayarkan

Lebih terperinci

Sejak dilakukan reformasi perpajakan pada tahun 1983 yang ditandai dengan perubahan

Sejak dilakukan reformasi perpajakan pada tahun 1983 yang ditandai dengan perubahan A. Latar Belakang Sejak dilakukan reformasi perpajakan pada tahun 1983 yang ditandai dengan perubahan sistem perpajakan dari official assessment menjadi self assessment diharapkan kesadaran Wajib Pajak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pajak BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian pajak menurut Soemitro dalam Mardiasmo (2011:1) menyatakan bahwa Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang pesat dalam kehidupan nasional yang perlu dilanjutkan dengan dukungan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang pesat dalam kehidupan nasional yang perlu dilanjutkan dengan dukungan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Bangsa Indonesia telah melaksanakan pembangunan yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PMK.03/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PMK.03/2008 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PMK.03/2008 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENAGIHAN DENGAN SURAT PAKSA DAN PELAKSANAAN PENAGIHAN SEKETIKA DAN SEKALIGUS MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.I Realisasi Tunggakan Pajak yang lunas Pada Kantor Pelayanan Pajak

BAB IV PEMBAHASAN. IV.I Realisasi Tunggakan Pajak yang lunas Pada Kantor Pelayanan Pajak BAB IV PEMBAHASAN IV.I Realisasi Tunggakan Pajak yang lunas Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pandeglang Dari tahun ke tahun, target realisasi tunggakan pajak yang lunas di setiap kantor pajak

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kerangka Teori dan Literatur 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah sebuah kegiatan yang berlangsung secara terus menerus dan saling berkesinambungan dengan tujuan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Membangun perekonomian yang lebih baik tidak terlepas dari rakyat yang ikut serta berperan aktif dalam membangun perekonomian. Untuk membangun perekonomian

Lebih terperinci

WAWANCARA NARASUMBER KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA KEMAYORAN

WAWANCARA NARASUMBER KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA KEMAYORAN WAWANCARA NARASUMBER KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA KEMAYORAN 1. Apakah penagihan pajak sesuai dengan alur / sesuai dengan peraturan perpajakan? 2. Kalau belum efektif, dampak, dan solusinya bagaimana?

Lebih terperinci

BAB III PROSES DAN EFEKTIVITAS TINDAKAN PENAGIHAN PAJAK AKTIF

BAB III PROSES DAN EFEKTIVITAS TINDAKAN PENAGIHAN PAJAK AKTIF 21 BAB III PROSES DAN EFEKTIVITAS TINDAKAN PENAGIHAN PAJAK AKTIF 3.1 Tinjauan Teori 3.1.1 Pengertian Pajak Mulanya pajak merupakan upeti atau pemberian cuma-cuma yang sifatnya berupa kewajiban yang memaksa

Lebih terperinci

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 26/PJ/2017 TENTANG DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 26/PJ/2017 TENTANG DIREKTUR JENDERAL PAJAK, KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK 11 Oktober 2017 A. Umum SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 26/PJ/2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBETULAN ATAS SURAT KETERANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara besar yang memiliki tujuan nasional untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Dalam

Lebih terperinci

EVALUASI ATAS PENAGIHAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA KEMAYORAN

EVALUASI ATAS PENAGIHAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA KEMAYORAN EVALUASI ATAS PENAGIHAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA KEMAYORAN DHAFIN FAKHRIY AZIZ Jalan Curug Cempaka No. 35 Jaticempaka Pondok Gede, 089653511162, dhafin.aziz@yahoo.com Maya Safira

Lebih terperinci

NO. URUT WEWENANG DIREKTUR JENDERAL PAJAK DASAR HUKUM DILIMPAHKAN KEPADA KETERANGAN

NO. URUT WEWENANG DIREKTUR JENDERAL PAJAK DASAR HUKUM DILIMPAHKAN KEPADA KETERANGAN LAMPIRAN I PERATURAN NOMOR : PER165/PJ/2005 TENTANG : PERUBAHAN KETUJUH ATAS KEPUTUSAN NOMOR KEP297/PJ/2002 TENTANG PELIMPAHAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK KEPADA PARA PEJABAT DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENGAMATAN

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENGAMATAN BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENGAMATAN Salah satu upaya Pemerintah untuk mengamankan penerimaan Negara adalah dengan meningkatkan kesadaran Wajib Pajak untuk mematuhi dan membayar pajak. Pada Bab I telah disampaikan

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN HASIL PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK

BAB III PEMBAHASAN HASIL PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK BAB III PEMBAHASAN HASIL PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK 3.1 Bidang Pelaksanaan Kerja Praktek Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa penulis melaksanakan kerja praktek di KPP (Kantor Pelayanan Pajak)

Lebih terperinci

PENAGIHAN PAJAK DAN SURAT PAKSA DASAR HUKUM, PENGERTIAN, DAN JENIS-JENIS PENAGIHAN PAJAK

PENAGIHAN PAJAK DAN SURAT PAKSA DASAR HUKUM, PENGERTIAN, DAN JENIS-JENIS PENAGIHAN PAJAK PENAGIHAN PAJAK DAN SURAT PAKSA DASAR HUKUM, PENGERTIAN, DAN JENIS-JENIS PENAGIHAN PAJAK Dasar hukum melakukan tindakan penagihan pajak adalah Undang-undang no. 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau

BAB II LANDASAN TEORI. melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Penagihan Pajak Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 24/PMK.04/2011 TENTANG TATA CARA PENAGIHAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 24/PMK.04/2011 TENTANG TATA CARA PENAGIHAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 24/PMK.04/2011 TENTANG TATA CARA PENAGIHAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

Tata Cara Pelaksanaan Tindak Lanjut Surat Pemberitahuan Piutang Pajak dalam Rangka Impor

Tata Cara Pelaksanaan Tindak Lanjut Surat Pemberitahuan Piutang Pajak dalam Rangka Impor Tata Cara Pelaksanaan Tindak Lanjut dalam Rangka Impor A. Deskripsi : Prosedur operasi ini menguraikan tata cara pelaksanaan tindak lanjut Surat Pemberitahuan Piutang Pajak yang diterima Kantor Pelayanan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. Ada beberapa sistem pemungutan pajak menurut Purwono (2010: 12). Lebih

BAB II KAJIAN TEORITIS. Ada beberapa sistem pemungutan pajak menurut Purwono (2010: 12). Lebih BAB II KAJIAN TEORITIS 1.1 Kajian Teoritis 1.1.1 Sistem Pemungutan Pajak Ada beberapa sistem pemungutan pajak menurut Purwono (2010: 12). Lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut. 1. Self Assessment Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang melakukan pembangunan disegala bidang yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang melakukan pembangunan disegala bidang yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang sedang melakukan pembangunan disegala bidang yang bertujuan untuk meningkatakan kesejahteraan rakyat Indonesia. Agar pembangunan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN DATA. terutang oleh Orang Pribadi atau Badan yang bersifat memaksa berdasarkan

BAB III GAMBARAN DATA. terutang oleh Orang Pribadi atau Badan yang bersifat memaksa berdasarkan BAB III GAMBARAN DATA 3.1 Definisi Pajak Menurut Undang-Undang No.16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pajak adalah Kontribusi Wajib Pajak kepada Negara yang terutang oleh Orang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Surat Ketetapan Pajak (SKP) Penerbitan suatu Surat Ketetapan Pajak (SKP) hanya terbatas kepada Wajib Pajak tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian Surat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pendapatan negara adalah semua penerimaan dalam negeri dan penerimaan pembangunan yang digunakan untuk membiayai belanja negara, dimana penerimaan tersebut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Konsep Dasar Perpajakan II.1.1 Pengertian Pajak Pajak awalnya adalah suatu upeti (pemberian secara cuma-cuma), tetapi bersifat wajib dan dapat dipaksakan yang harus dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas utama pemerintah. Berdasarkan data APBN tahun pajak

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas utama pemerintah. Berdasarkan data APBN tahun pajak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan salah satu potensi penerimaan dalam negeri terbesar yang menjadi prioritas utama pemerintah. Berdasarkan data APBN tahun 2006-2011 pajak memberi kontribusi

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN DATA LAPORAN TUGAS AKHIR. terpenuhinya atau terjadi suatu Taatbestand (sasaran perpajakan) yang terdiri dari :

BAB III GAMBARAN DATA LAPORAN TUGAS AKHIR. terpenuhinya atau terjadi suatu Taatbestand (sasaran perpajakan) yang terdiri dari : BAB III GAMBARAN DATA LAPORAN TUGAS AKHIR A. Timbulnya Utang Pajak Utang pajak dapat timbul apabila telah adanya peraturan yang mendasar dan telah terpenuhinya atau terjadi suatu Taatbestand (sasaran perpajakan)

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 24/PMK.04/2011 TENTANG TATA CARA PENAGIHAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 24/PMK.04/2011 TENTANG TATA CARA PENAGIHAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 24/PMK.04/2011 TENTANG TATA CARA PENAGIHAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.747, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. STPPBB. Penerbitan. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 /PMK.03/2016 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN HASIL PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK. prosedur penagihan piutang pajak secara aktif. Selama kegiatan kerja praktek

BAB III PEMBAHASAN HASIL PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK. prosedur penagihan piutang pajak secara aktif. Selama kegiatan kerja praktek BAB III PEMBAHASAN HASIL PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK 3.1 Bidang Pelaksanaan Kerja Praktek Pada kegiatan kerja praktek di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Soreang penulis ditempatkan pada Seksi Penagihan. Sesuai

Lebih terperinci

bahwa Surat Tagihan Pajak Nomor 00097/107/12/029/15 tanggal 28 September 2015 tidak termasuk

bahwa Surat Tagihan Pajak Nomor 00097/107/12/029/15 tanggal 28 September 2015 tidak termasuk Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT-86336/PP/M.VIA/99/2017 Jenis Pajak : Gugatan Pajak Tahun Pajak : 2016 Pokok Sengketa Menurut Tergugat : bahwa yang menjadi sengketa dalam gugatan ini adalah penerbitan

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.04/2013 tentang Tata Cara Penagihan Bea Ma

2017, No Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.04/2013 tentang Tata Cara Penagihan Bea Ma No.1656, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Penagihan Bea Masuk dan/atau Cukai. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 169/PMK.04/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. rakyat kepada Negara berdasarkan Undang-Undang yang dapat dipaksakan. ditunjuk atau digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB II LANDASAN TEORI. rakyat kepada Negara berdasarkan Undang-Undang yang dapat dipaksakan. ditunjuk atau digunakan untuk membayar pengeluaran umum. 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Penagihan Pajak Aktif 1. Pengertian Pajak Menurut Mardiasmo (2000:31) Pajak adalah iuran yang berupa uang dari rakyat kepada Negara berdasarkan Undang-Undang yang dapat dipaksakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menjalankan sistem perpajakan di Indonesia sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal

Lebih terperinci

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-36095/PP/M.III/99/2012. Tahun Pajak : 2011

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-36095/PP/M.III/99/2012. Tahun Pajak : 2011 Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-36095/PP/M.III/99/2012 Jenis Pajak : Gugatan Tahun Pajak : 2011 Pokok Sengketa Menurut Tergugat Menurut Pengugat : bahwa yang menjadi sengketa dalam gugatan ini adalah,

Lebih terperinci

TABEL PARAMETER ANALISIS RISIKO KETIDAKTERTAGIHAN PIUTANG PAJAK

TABEL PARAMETER ANALISIS RISIKO KETIDAKTERTAGIHAN PIUTANG PAJAK LAMPIRAN I Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-29/PJ/2012 Tanggal : 11 Mei 2012 TABEL PARAMETER ANALISIS RISIKO KETIDAKTERTAGIHAN PIUTANG PAJAK TINGKAT RISIKO KETIDAKTERTAGIHAN PARAMETER BOBOT

Lebih terperinci

TABEL PARAMETER ANALISIS RISIKO KETIDAKTERTAGIHAN PIUTANG PAJAK

TABEL PARAMETER ANALISIS RISIKO KETIDAKTERTAGIHAN PIUTANG PAJAK LAMPIRAN I Surat Edaran Direktur Jenderal Nomor : SE-29/PJ/2012 Tanggal : 11 Mei 2012 TABEL PARAMETER ANALISIS RISIKO KETIDAKTERTAGIHAN PIUTANG PAJAK TINGKAT RISIKO KETIDAKTERTAGIHAN PARAMETER BOBOT Rendah

Lebih terperinci

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA Sejarah Singkat Berdirinya Instansi. berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 55/PMK.

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA Sejarah Singkat Berdirinya Instansi. berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 55/PMK. 54 BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA 4.1 PENYAJIAN DATA 4.1.1 GAMBARAN UMUM INSTANSI 4.1.1.1 Sejarah Singkat Berdirinya Instansi Kantor Pelayanan Pajak ( KPP ) Pratama Gresik Selatan berdiri berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III OBJEK PENELITIAN. dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan

BAB III OBJEK PENELITIAN. dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan BAB III OBJEK PENELITIAN III.1 Latar Belakang Objek Penelitian III.1.1 Sejarah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Tanah Abang Dua Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama merupakan penggabungan dari

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 561/KMK.04/2000 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 561/KMK.04/2000 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 561/KMK.04/2000 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENAGIHAN SEKETIKA DAN SEKALIGUS DAN PELAKSANAAN SURAT PAKSA Menimbang : MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 17/PMK.03/2011 TENTANG PERMOHONAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 17/PMK.03/2011 TENTANG PERMOHONAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 17/PMK.03/2011 TENTANG PERMOHONAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENAGIHAN DENGAN SURAT PAKSA DAN PELAKSANAAN PENAGIHAN SEKETIKA DAN SEKALIGUS DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Berikut ini beberapa pengertian pajak menurut beberapa ahli, salah. satunya menurut R. Santoso Brotodiharjo sebagai berikut:

BAB II LANDASAN TEORI. Berikut ini beberapa pengertian pajak menurut beberapa ahli, salah. satunya menurut R. Santoso Brotodiharjo sebagai berikut: 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Dasar Perpajakan 1. Pengertian Pajak Berikut ini beberapa pengertian pajak menurut beberapa ahli, salah satunya menurut R. Santoso Brotodiharjo sebagai berikut: Pajak

Lebih terperinci

BAB II ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB II ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB II ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka yang dapat penulis uraikan pada bab ini antara lain sebagai berikut : 1. PAJAK a. Pengertian Pajak Pada awalnya pajak merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TINDAKAN PENAGIHAN PAJAK AKTIF DENGAN SURAT TEGURAN DAN SURAT PAKSA SEBAGAI UPAYA PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TINDAKAN PENAGIHAN PAJAK AKTIF DENGAN SURAT TEGURAN DAN SURAT PAKSA SEBAGAI UPAYA PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TINDAKAN PENAGIHAN PAJAK AKTIF DENGAN SURAT TEGURAN DAN SURAT PAKSA SEBAGAI UPAYA PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Batu Tahun 2010-2012)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemungutan pajak di Indonesia mengacu pada sistem self assessment. Self assessment

BAB I PENDAHULUAN. Pemungutan pajak di Indonesia mengacu pada sistem self assessment. Self assessment BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemungutan pajak di Indonesia mengacu pada sistem self assessment. Self assessment adalah sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh Najoan, P (2015) di Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP) Kotamobagu. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif.

Lebih terperinci

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS DASAR HUKUM tindakan Penagihan Pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang

Lebih terperinci

STRUKTUR ORGANISASI KANTOR PELAYAN PAJAK (KPP) PRATAMA METRO

STRUKTUR ORGANISASI KANTOR PELAYAN PAJAK (KPP) PRATAMA METRO STRUKTUR ORGANISASI KANTOR PELAYAN PAJAK (KPP) PRATAMA METRO Kepala Kantor Fungsional Penilai Fungsional Pemeriksaan Kepala Sub Bagian Umum Seksi Pelayanan Seksi PDI Seksi Waskon I Seksi Waskon II Seksi

Lebih terperinci

BAB III HASIL PELAKSANAAN KULIAH KERJA PRAKTEK Standard Operating Prosedure Penagihan Pajak pada KPP Pratama

BAB III HASIL PELAKSANAAN KULIAH KERJA PRAKTEK Standard Operating Prosedure Penagihan Pajak pada KPP Pratama 22 BAB III HASIL PELAKSANAAN KULIAH KERJA PRAKTEK 3.1 Bidang Pelaksanaan Kuliah Kerja Praktek 3.1.1 Standard Operating Prosedure Penagihan Pajak pada KPP Pratama Subang Dalam melaksanakan Kuliah Kerja

Lebih terperinci

TENTANG TATA CARA PENAGIHAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

TENTANG TATA CARA PENAGIHAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 24/PMK.04/2011 TENTANG TATA CARA PENAGIHAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. pajak, tentunya perlu dipahami dulu apa yang dimaksud dengan pajak.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. pajak, tentunya perlu dipahami dulu apa yang dimaksud dengan pajak. BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Pengertian Pajak Untuk dapat memahami mengenai pentingnya pemungutan pajak dan alasan yang mendasari mengapa wajib pajak

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Dasar Hukum Pelaksanaan Pemblokiran dan Penyitaan di KPP Pratama

BAB IV PEMBAHASAN. Dasar Hukum Pelaksanaan Pemblokiran dan Penyitaan di KPP Pratama BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Dasar Hukum Pelaksanaan Pemblokiran dan Penyitaan di KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Satu Seperti yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, Indonesia sebagai negara yang sedang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Dalam rangka mewujudkan cita-cita pembangunan nasional Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Dalam rangka mewujudkan cita-cita pembangunan nasional Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Praktik Kerja Lapangan Mandiri merupakan salah satu proses yang harus dilewati dan harus dilaksanakan untuk memenuhi salah satu

Lebih terperinci

JENIS DAN BENTUK SURAT, DOKUMEN DAN/ATAU DAFTAR YANG DIPERLUKAN DALAM RANGKA PENGUSULAN DAN TINDAK LANJUT PENGHAPUSAN PIUTANG PAJAK

JENIS DAN BENTUK SURAT, DOKUMEN DAN/ATAU DAFTAR YANG DIPERLUKAN DALAM RANGKA PENGUSULAN DAN TINDAK LANJUT PENGHAPUSAN PIUTANG PAJAK LAMPIRAN I Surat Edaran Direktur Jenderal Nomor : SE-13/PJ./2013 Tanggal : 26 Maret 2013 JENIS DAN BENTUK SURAT, DOKUMEN DAN/ATAU DAFTAR YANG DIPERLUKAN DALAM RANGKA PENGUSULAN DAN TINDAK LANJUT PENGHAPUSAN

Lebih terperinci

BAB V. Simpulan dan Saran. Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan peneliti pada bab

BAB V. Simpulan dan Saran. Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan peneliti pada bab BAB V Simpulan dan Saran 1.1 Simpulan Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan peneliti pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut. 1. Semua prosedur kerja penagihan

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Definsi Pajak Pengertian Pajak

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Definsi Pajak Pengertian Pajak BAB III PEMBAHASAN 3.1 Definsi Pajak 3.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak dan pandangan para ahli dalam bidag tersebut memberikan berbagai definsi tentang pajak yang berbeda-beda, tetapi pada dasarnya

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mengubah: UU 6-1983 lihat: UU 9-1994::UU 28-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 126, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

2011, No.36 2 seharusnya tidak terutang, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; c. bahwa dalam ketentuan Pasal 2

2011, No.36 2 seharusnya tidak terutang, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; c. bahwa dalam ketentuan Pasal 2 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.36, 2011 KEMENTERIAN KEUANGAN. Pembayaran PBB. Pengembalian Kelebihan. Prosedur PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PMK.03/2011 TENTANG PERMOHONAN

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. adalah analisis deskriptif komparatif untuk membandingkan penagihan pajak

BAB 4 PEMBAHASAN. adalah analisis deskriptif komparatif untuk membandingkan penagihan pajak BAB 4 PEMBAHASAN Analisis data yang digunakan peneliti dalam pembahasan penelitian ini adalah analisis deskriptif komparatif untuk membandingkan penagihan pajak dengan surat teguran dan surat paksa tahun

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENGAMATAN

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENGAMATAN BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENGAMATAN Pada pembahasan berikut ini, penulis akan mendeskripsikan mengenai pelaksanaan penagihan pajak aktif di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta. Data yang digunakan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 57 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 57 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 57 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN PEMERINTAH KABUPATEN PURWAKARTA TAHUN 2013 PERATURAN BUPATI PURWAKARTA

Lebih terperinci

Tata Cara Pelaksanaan Tindak Lanjut Surat Pemberitahuan Piutang Pajak dalam Rangka Impor

Tata Cara Pelaksanaan Tindak Lanjut Surat Pemberitahuan Piutang Pajak dalam Rangka Impor Lampiran I Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 78/PJ/2008 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindak Lanjut Surat Pemberitahuan Piutang Pajak Dalam Rangka Impor (SP3DRI) Tata Cara Pelaksanaan Tindak

Lebih terperinci

PENGANTAR PERPAJAKAN HAK WAJIB PAJAK

PENGANTAR PERPAJAKAN HAK WAJIB PAJAK PENGANTAR PERPAJAKAN HAK WAJIB PAJAK HAK WAJIB PAJAK 1. Menunda penyampaian surat pemberitahuan 2. Pembetulan Surat Pemberitahuan 3. Mengangsur pembayaran 4. Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak (Restitusi)

Lebih terperinci

PERPAJAKAN I KUASA & KONSULTAN PAJAK, PEMERIKSAAN, PENAGIHAN, RESTITUSI PAJAK. Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis

PERPAJAKAN I KUASA & KONSULTAN PAJAK, PEMERIKSAAN, PENAGIHAN, RESTITUSI PAJAK. Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Modul ke: PERPAJAKAN I KUASA & KONSULTAN PAJAK, PEMERIKSAAN, PENAGIHAN, RESTITUSI PAJAK Fakultas Ekonomi dan Bisnis Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Program Studi Akuntansi www.mercubuana.ac.id PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB 3 OBJEK PENELITIAN

BAB 3 OBJEK PENELITIAN BAB 3 OBJEK PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian 3.1.1. Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Pratama Kemayoran Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Pratama Kemayoran mulai berdiri sejak tahun 1994 dengan

Lebih terperinci

BAB 3 OBJEK PENELITIAN Sejarah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Tanah Abang

BAB 3 OBJEK PENELITIAN Sejarah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Tanah Abang BAB 3 OBJEK PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 Sejarah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga adalah instansi vertikal

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Surat Teguran 1. Pelaksanaan Surat Teguran Menurut Rudy Suhartono dan Wirawan B Ilyas (KUP) Penerbitan Surat Teguran, Surat peringatan, atau Surat lain yang sejenis merupakan

Lebih terperinci

Sistem pemungutan pajak dari Official Assesment System menjadi Self. administrasi di bidang perpajakan. Self Assessment System merupakan sistem

Sistem pemungutan pajak dari Official Assesment System menjadi Self. administrasi di bidang perpajakan. Self Assessment System merupakan sistem Pendahuluan Sistem pemungutan pajak dari Official Assesment System menjadi Self Assesment System yang dimulai sejak reformasi perpajakan tahun 1983 menuntut wajib pajak untuk menghitung, menyetor dan melaporkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan biaya yang besar yang harus digali, terutama dari sumber

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan biaya yang besar yang harus digali, terutama dari sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Negara Republik Indonesia merupakan negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang bertujuan untuk mewujudkan tata kehidupan negara

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA. Pada dasarnya pajak merupakan salah satu perwujudan dan kewajiban

BAB II TELAAH PUSTAKA. Pada dasarnya pajak merupakan salah satu perwujudan dan kewajiban 6 BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 LANDASAN TEORI 2.1.1 PAJAK 2.1.1.1 Pengertian Pajak Pada dasarnya pajak merupakan salah satu perwujudan dan kewajiban kenegaraan yang merupakan sarana peran serta masyarakat

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 43/PJ/2017 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 43/PJ/2017 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 43/PJ/2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGURANGAN DENDA ADMINISTRASI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara dengan penduduk mencapai 250 juta jiwa.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara dengan penduduk mencapai 250 juta jiwa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara dengan penduduk mencapai 250 juta jiwa. Dengan demikian, kesejahteraan penduduknya akan sangat diperhatikan oleh pemerintah. Untuk mensejahterakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. untuk pencapaian tujuan yang telah dirumuskan. Implementasi merupakan tahap

BAB II LANDASAN TEORI. untuk pencapaian tujuan yang telah dirumuskan. Implementasi merupakan tahap BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Implementasi Nugroho (2012: 158), menyatakan implementasi merupakan prinsip dalam sebuah tindakan atau cara yang dilakukan oleh individu atau kelompok orang untuk pencapaian

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. bab IV, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :

BAB V PENUTUP. bab IV, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut : BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisi data dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab IV, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut : a. Penagihan pajak penghasilan dengan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI Pengertian, Unsur, dan Fungsi Pajak. yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu merumuskan

BAB 2 LANDASAN TEORI Pengertian, Unsur, dan Fungsi Pajak. yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu merumuskan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemahaman Perpajakan 2.1.1 Pengertian, Unsur, dan Fungsi Pajak Banyak definisi atau batasan pajak yang telah dikemukakan oleh para pakar, yang satu sama lain pada dasarnya memiliki

Lebih terperinci

A. Penagihan Pajak dengan Surat Paksa terhadap Penanggung Pajak di. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sidoarjo Selatan.

A. Penagihan Pajak dengan Surat Paksa terhadap Penanggung Pajak di. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sidoarjo Selatan. 34 BAB II UPAYA KANTOR PELAYANAN PAJAK DALAM MELAKUKAN PENAGIHAN UTANG PAJAK DENGAN SURAT PAKSA TERHADAP PENANGGUNG PAJAK DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SIDOARJO SELATAN A. Penagihan Pajak dengan Surat

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 29/PJ/2008 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 29/PJ/2008 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 29/PJ/2008 TENTANG BENTUK, ISI, DAN TATA CARA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) DALAM BENTUK FORMULIR KERTAS (HARD COPY)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN Dalam pembahasan hasil pengamatan ini penulis akan menyampaikan mengenai Prosedur penghapusan sanksi administrasi atas pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia bertujuan mewujudkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia bertujuan mewujudkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Negara Republik Indonesia bertujuan mewujudkan tata kehidupan

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 24/PMK.04/2011 TENTANG : TATA CARA PENAGIHAN DI BIDANG CUKAI

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 24/PMK.04/2011 TENTANG : TATA CARA PENAGIHAN DI BIDANG CUKAI LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 24/PMK.04/2011 TENTANG : TATA CARA PENAGIHAN DI BIDANG CUKAI I. PENERBITAN STCK-I PETUNJUK PELAKSANAAN PENAGIHAN UTANG CUKAI YANG TIDAK DIBAYAR PADA WAKTUNYA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional dinegara-negara berkembang pasti memerlukan biaya yang. kebutuhan pembiayaan pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional dinegara-negara berkembang pasti memerlukan biaya yang. kebutuhan pembiayaan pembangunan nasional. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Telah kita ketahui bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang berkembang didunia. Sehingga isu mengenai pembangunan nasional merupakan fokus utama

Lebih terperinci

2013, No. 1003

2013, No. 1003 33 2013, No. 1003 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.04/2013 TENTANG TATA CARA PENAGIHAN BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI 2013, No. 1003 34 35 2013, No. 1003 2013, No. 1003

Lebih terperinci

PENGARUH PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT TEGURAN DAN SURAT PAKSA TERHADAP PENERIMAAN PAJAK

PENGARUH PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT TEGURAN DAN SURAT PAKSA TERHADAP PENERIMAAN PAJAK JURNAL BISNIS DAN AKUNTANSI ISSN: 1410-9875 Vol. 17, No. 1a, November 2015 http: //www.tsm.ac.id/jba PENGARUH PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT TEGURAN DAN SURAT PAKSA TERHADAP PENERIMAAN PAJAK GERRY TJANDRA

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENAGIHAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENAGIHAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN NOMOR 5/E, 2011 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENAGIHAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Bhayangkara Jaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Bhayangkara Jaya 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan negara Republik Indonesia yang berdasarkan pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945 adalah mewujudkan masyarakat adil, makmur, merata material dan spiritual,

Lebih terperinci

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 41/PJ/2014 TENTANG

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 41/PJ/2014 TENTANG SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 41/PJ/2014 TENTANG TATA CARA PENANGANAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN BANDING, PUTUSAN GUGATAN, DAN PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI A Umum DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Lebih terperinci