EFEKTIVITAS VAKSIN DNA DALAM MENINGKATKAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN MAS YANG TERINFEKSI KOI HERPESVIRUS (KHV) ISWI HAYATI FITRIA SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EFEKTIVITAS VAKSIN DNA DALAM MENINGKATKAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN MAS YANG TERINFEKSI KOI HERPESVIRUS (KHV) ISWI HAYATI FITRIA SKRIPSI"

Transkripsi

1 EFEKTIVITAS VAKSIN DNA DALAM MENINGKATKAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN MAS YANG TERINFEKSI KOI HERPESVIRUS (KHV) ISWI HAYATI FITRIA SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 EFEKTIVITAS VAKSIN DNA DALAM MENINGKATKAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN MAS YANG TERINFEKSI KOI HERPESVIRUS (KHV) ISWI HAYATI FITRIA SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyampaikan bahwa skripsi yang berjudul : EFEKTIVITAS VAKSIN DNA DALAM MENINGKATKAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN MAS YANG TERINFEKSI KOI HERPESVIRUS (KHV) Adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, September 2009 ISWI HAYATI FITRIA C

4 RINGKASAN ISWI HAYATI FITRIA. Efektivitas Vaksin DNA dalam Meningkatkan Kelangsungan Hidup Ikan Mas yang Terinfeksi Koi Herpesvirus (KHV). Dibimbing oleh SRI NURYATI dan YANI HADIROSEYANI Ikan mas Cyprinus carpio adalah spesies ikan air tawar yang bernilai ekonomis penting yang sudah tersebar luas di Indonesia dan merupakan salah satu dari 12 jenis komoditas andalan perikanan budidaya di Indonesia. Koi Herpesvirus sampai saat ini masih menjadi masalah dalam budidaya ikan mas. Penyakit ini sangat ganas dan dapat menyebabkan kematian massal (80-100%). Pengendalian virus yang utama sebenarnya pada manajemen budidaya yang baik. Pengendalian ini dapat dilakukan melalui karantina terhadap pemasukan ikan-ikan baru. Namun, bagaimanapun baiknya sistem karantina, sulit menjamin ikan tersebut bebas dari virus, hal ini disebabkan metode yang ada untuk mendeteksi virus masih terbatas dan virus dapat hadir dalam tubuh inang tanpa menunjukkan gejala klinis. Vaksinasi merupakan salah satu usaha pengendalian penyakit. Dalam perkembangannya, terdapat empat jenis vaksin diantaranya vaksin yang dimatikan (killed vaccine), vaksin yang dilemahkan (attenuated vaccine), vaksin protein rekombinan dan vaksin DNA. Vaksin DNA dipercaya menjadi vaksin di masa yang akan datang. Hal ini disebabkan beberapa keunggulan dari vaksin DNA diantaranya proses produksi yang relatif murah, kemudahan penyimpanan karena plasmid DNA memiliki stabilitas kimia yang tinggi, modifikasi yang cepat dari vaksin DNA untuk melawan patogen mutan, tidak membutuhkan adjuvant dan boosting untuk memperoleh kekebalan dan efektif dalam memacu sistem imun humoral dan cell mediated immunity serta aman digunakan bagi ikan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2008 sampai Maret 2009, bertempat di Laboratorium Genetika Ikan, Budidaya Perairan, Institut Pertanian Bogor, dan di Laboratorium Karantina, Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT), Sukabumi, Jawa Barat. Ikan yang digunakan adalah mas strain wildan yang tidak terinfeksi KHV setelah diperiksa dengan metode PCR dengan ukuran rata-rata gram berjumlah 120 ekor. Ikan sebanyak 120 ekor dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan masing-masing berjumlah 30 ekor. Perlakuan A (vaksin DNA dengan dosis 2.5 μg/100 μl), B (vaksin DNA dengan

5 dosis 7.5 μg/100 μl), C ( vaksin DNA dengan dosis 12.5 μg/100 μl ), dan K (kontrol, tanpa vaksin). Virus yang digunakan memiliki konsentrasi 10-3 sebanyak 0.1 ml. Masa vaksinasi selama 42 hari dan uji tantang selama 29 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat gejala klinis seperti pada gejala klinis ikan yang terserang KHV. Hasil PCR membuktikan bahwa ikan yang mati positif KHV. Perlakuan A memiliki mortalitas 100% pada hari ke-15, B pada hari ke-20, C pada hari ke-35 dan K pada hari ke-17. Ikan A mengalami kematian total paling cepat yaitu pada hari ke-15 setelah uji tantang bahkan lebih cepat dari kontrol. Ikan C dapat hidup paling lama yaitu 29 hari setelah uji tantang. Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pemberian vaksin DNA dengan dosis 12.5 μg/100 μl dapat mempertahankan kelangsungan hidup paling lama yaitu sebesar 96.67% selama 29 hari setelah uji tantang.

6 EFEKTIVITAS VAKSIN DNA DALAM MENINGKATKAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN MAS YANG TERINFEKSI KOI HERPES VIRUS (KHV) ISWI HAYATI FITRIA SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI TEKNOLOGI MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

7 SKRIPSI Judul Skripsi : Efektivitas Vaksin DNA dalam Meningkatkan Kelangsungan Hidup Ikan Mas yang Terinfeksi Koi Herpes Virus (KHV) Nama Mahasiswa : Iswi Hayati Fitria Nomor Pokok : C Program Studi : Teknologi Manajemen Perikanan Budidaya Departemen : Budidaya Perairan Disetujui Pembimbing I Pembimbing II Sri Nuryati, S.Pi, M.Si Ir. Yani Hadiroseyani, MM NIP : NIP : Diketahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP : Tanggal Lulus Ujian :.

8 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 30 Agustus 1986 dari pasangan Bapak Ismail Umar dan Ibu Nurhayati. Pendidikan formal yang telah dilalui penulis adalah SMUN 47 Jakarta dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI). Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) di Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau (BRPBAP) Maros, Sulawesi Selatan dan Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Takalar, Sulawesi Selatan. Penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah Pendidikan Agama Islam pada 2005/2006 dan 2006/2007, asisten mata kuliah Dasar-dasar Mikrobiologi Akuatik 2007/2008 dan asisten mata kuliah Penyakit Ikan 2007/2008. Selain itu penulis juga mengikuti kegiatan keorganisasian mahasiswa selaku Sekertaris Departemen Pengembangan Sumberdaya Muslim, Forum Keluarga Muslim pada periode 2005/2006 dan 2006/2007. Tugas akhir di Institut Pertanian Bogor diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul Efektivitas Vaksin DNA dalam Meningkatkan Kelangsungan Hidup Ikan Mas yang Terinfeksi Koi Herpes Virus (KHV).

9 PRAKATA Segala puji bagi Allah SWT yang senatiasa memberikan pertolongan, kekuatan dan kesabaran untuk menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam kepada Rosululullah Muhammad saw Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul Efektivitas Vaksin DNA dalam Meningkatkan Kelangsungan Hidup Ikan Mas yang Terinfeksi Koi Herpesvirus (KHV) Penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, diantaranya : 1. Bapak Drs. H. Ismail Umar dan Ibu Nurhayati, S.Pdi selaku orang tua tercinta, adikku Alfi Nurfadhilah serta keluarga besar Nawawi atas kasih sayang, semangat, doa, pengorbanan yang telah diberikan 2. Ibu Sri Nuryati, S.Pi, M.Si sebagai pembimbing I, Ibu Ir. Yani Hadiroseyani, MM sebagai pembimbing II 3. Prof. Enang Harris sebagai Pembimbing Akademik, Dr Alimuddin atas segala masukan dan nasihatnya 4. Ibu Yuni Puji Hastuti S.Pi sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukannya dalam penyelesaian tugas akhir ini. 5. Bapak Ayi Santika, S.Pi, M.Si, Ibu Zaki Zaenun, Bapak Udin dan semua pihak di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar-Sukabumi atas bantuannya selama penelitian 6. Sahabat dan guru terbaik di MUI Depok, Sahabat ROHIS 47, FKM-C, Forsmile, FORMASI BDP, BINTANG, LPQ 7. Mba Ana, Mba Lina, Pak Ranta, Dwi Hany Yanti, Phyto Ardhi, Nur Akbar Maswan atas bantuannya selama penelitian, Keluarga Besar BDP dari angkatan 40-44, dosen dan staff di BDP, semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan. Semoga karya ini dapat bermanfaat dan mendapat ridho dari Allah SWT. Bogor, September 2009 Iswi Hayati Fitria

10 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL...xi DAFTAR GAMBAR...xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Mas Cyprinus carpio Sistem Kekebalan Tubuh Ikan Koi Herpes Virus (KHV) Biologi KHV Epidemiologi KHV Gejala klinis KHV Vaksinasi... 8 III. METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Metode Penelitian Isolasi Plasmid Penyiapan Virus KHV Vaksinasi dan Uji Tantang Parameter Penelitian Gejala Klinis Tingkat Kelangsungan Hidup Kualitas Air Analisis Data ix

11 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Gejala Klinis Tingkat Kelangsungan Hidup Kualitas Air Pembahasan V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN x

12 DAFTAR TABEL Halaman 1. Metode Vaksinasi (Ellis 1988) Tingkat Kelangsungan Hidup Setelah Uji Tantang Kisaran Parameter Kualitas Air xi

13 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Ikan mas Cyprinus carpio (Anonim a 2009) Mekanisme pembentukan respon imun ikan (Cancer Research Institute 2002) Peta penyebaran KHV di Indonesia (Sunarto et al. 2005) Mekanisme kerja vaksin DNA (Tonheim et al. 2008) Kondisi fisik ikan sehat dan ikan sakit Gejala klinis ikan yang terinfeksi KHV Pola kelangsungan hidup ikan setelah diuji tantang...18 xii

14 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Gambar bahan dan alat penelitian Gambar penyiapan virus KHV Gejala klinis ikan setelah diuji tantang Tabel suhu harian pemeliharaan ikan...31 xiii

15 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan mas Cyprinus carpio adalah spesies ikan air tawar yang bernilai ekonomis penting yang sudah tersebar luas di Indonesia dan merupakan salah satu dari komoditas andalan perikanan budidaya di Indonesia. Perkembangan budidaya ikan mas mengalami kemajuan yang pesat dan mempunyai tingkat pembudidayaan yang mendekati sempurna. Perkembangan budidaya ikan mas dapat diketahui dari banyaknya strain pada ikan mas (Susanto 2007). Koi Herpesvirus (KHV) sampai saat ini masih menjadi masalah dalam budidaya ikan mas. Penyakit ini sangat ganas dan dapat menyebabkan kematian massal (80-100%) pada suhu C. KHV menyerang semua stadia ikan mas. Hampir semua wilayah dimana terdapat berbagai strain ikan mas, terserang KHV. Infeksi KHV pertama kali terjadi di Blitar pada tahun 2002 dan menyebar ke beberapa wilayah di Indonesia terutama di Jawa, Bali, dan Sumatera (Mudjiutami et al. 2006). Pengendalian virus yang utama sebenarnya pada manajemen budidaya yang baik. Pengendalian ini dapat dilakukan melalui karantina terhadap pemasukan ikan-ikan baru, dengan menempatkan secara terpisah dari ikan-ikan lainnya dalam jangka waktu 2-4 minggu. Selama masa karantina tersebut, ikan diamati tingkah laku dan kesehatannya. Namun, bagaimanapun baiknya sistem karantina, sulit menjamin ikan tersebut bebas dari virus, hal ini disebabkan metode yang ada untuk mendeteksi virus masih terbatas dan virus dapat hadir dalam tubuh inang tanpa menunjukkan gejala klinis (Irianto 2005). Vaksinasi merupakan salah satu usaha pengendalian penyakit. Vaksin adalah antigen buatan yang berasal dari suatu jasad patogen yang tidak bersifat patogen lagi karena sudah dilemahkan atau dimatikan, yang akan merangsang sistem imun dengan cara meningkatkan kekebalan ikan dari infeksi patogen selanjutnya (Ellis 1988). Dalam perkembangannya, terdapat empat jenis vaksin diantaranya vaksin yang dimatikan (killed vaccine), vaksin yang dilemahkan (attenuated vaccine), vaksin protein rekombinan dan vaksin DNA. Vaksin DNA dipercaya menjadi vaksin di masa yang akan datang. Hal ini disebabkan beberapa keunggulan dari vaksin DNA diantaranya proses produksi yang relatif murah, kemudahan penyimpanan karena plasmid DNA memiliki stabilitas kimia yang tinggi, modifikasi yang cepat dari vaksin DNA untuk melawan patogen 1

16 mutan, tidak membutuhkan adjuvant dan boosting untuk memperoleh kekebalan dan efektif dalam memacu sistem imun humoral dan cell mediated immunity serta aman digunakan bagi ikan (Feng-Rong Zheng et al. 2006). Vaksin DNA cukup efektif mencegah infectious haematopoietic necrosis virus (IHNV) dan viral haemorrhagic septicaemia virus (VHSV) pada ikan salmon (Lorenzen et al. 2005). Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan penelitian untuk membuktikan keefektifan vaksin DNA KHV dalam meningkatkan kelangsungan hidup ikan mas Cyprinus carpio yang terinfeksi KHV. 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan menguji efektivitas vaksin DNA KHV dengan dosis 2.5, 7.5, dan 12.5 µg/100µl dalam meningkatkan kelangsungan hidup ikan mas Cyprinus carpio yang terinfeksi KHV. 2

17 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Mas (Cyprinus carpio) Ikan mas memiliki tubuh memanjang dan sedikit pipih ke samping. Mulutnya terletak di ujung tengah dan dapat disembulkan. Ikan ini mempunyai dua pasang sungut. Sungut inilah yang merupakan salah satu pembeda antara ikan mas dengan ikan mas koki. Ikan mas termasuk ikan pemakan segala (omnivor). Suhu dan ph air optimal untuk pertumbuhan ikan mas adalah C dan 7-8 (Susanto 2007). Ikan mas dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Ikan mas Cyprinus carpio (Anonim a 2009) 2.2 Sistem Kekebalan Tubuh Ikan Ikan seperti hewan pada umumnya, memiliki mekanisme pertahanan diri (sistem imun) terhadap patogen. Meskipun sistem imun belum selengkap pada vertebrata tingkat tinggi tetapi sistem imun ikan jauh lebih berkembang dibandingkan dengan sistem imun pada invertebrata. Selain itu pada ikan sudah terdapat respon imun spesifik terhadap antigen (Irianto 2005). Menurut NOAH (2006), sistem imun ikan terdiri dari sistem pertahanan alami (innate) dan sistem pertahanan dapatan (acquired). Menurut Irianto (2005), sistem pertahanan alami menjalankan perlindungan secara umum terhadap invasi flora, kolonisasi, infeksi dan penyakit infeksi yang disebabkan oleh patogen. Sistem imun alami merupakan sistem pertahanan yang bersifat non spesifik, respon ini meliputi barrier mekanik dan kimiawi (mukus, kulit, sisik, dan insang) dan pertahanan seluler (sel makrofag, leukosit seperti monosit, netrofil, eosinofil, dan basofil). Mukus ikan yang terdapat di permukaan tubuh, insang dan 3

18 juga terdapat pada lapisan mukosa usus berperan sebagai pemerangkap patogen secara mekanik dan eliminasi patogen secara kimiawi dengan lisosim dan enzim proteolitik lainnya (Anderson 1974). Adapun sistem pertahanan dapatan, maka untuk berfungsi dengan baik harus diinduksi antara lain dengan pemaparan pada patogen atau produk-produk yang berasal dari patogen (misalnya vaksin). Sistem imun dapatan terdiri dari sistem pertahanan humoral dan cell mediated response. Sistem imun ini mengandung imunoglobulin, sel-t reseptor, sitokin, dan HSC (histocompability complex molecules). Tanggap kebal yang ditimbulkan oleh sel-t disebut dengan kekebalan berperantara sel (cell mediated immunity) sedangkan tanggap kebal yang dihasilkan oleh sel-b disebut dengan humoral immunity. Sifat dari kekebalan yang dihasilkan oleh sel-t adalah tidak spesifik, sedangkan yang dihasilkan oleh sel-b bersifat spesifik (NOAH 2006). Perbedaan tanggap kebal spesifik dengan yang tidak spesifik adalah: a) kespesifikan, b) keheterogenan dan c) ingatan/memori imunologi. Kespesifikan adalah pemilihan yang tepat baik oleh antibodi maupun limfosit untuk bereaksi dengan antigen atau benda asing lain dengan konfigurasi yang sama dengan antigen tersebut. Sifat keheterogenan dari tanggap kebal spesifik adalah terbentuknya berbagai jenis sel maupun hasil sel yang dikeluarkan sewaktu tubuh inang tersebut dimasuki oleh antigen. Sel-sel yang beraneka jenis tersebut akan menghasilkan antibodi dan limfosit sensitif yang bersifat heterogen. Sifat ketiga adalah terbentuknya memory immunology dalam sel-sel limfosit. Jadi apabila sewaktu waktu inang tersebut dimasuki oleh antigen yang sejenis maka inang tersebut akan cepat bereaksi untuk membentuk antibodi. Dengan adanya memori imunologi ini akan mempercepat dan meningkatkan terbentuknya zat anti (antibodi) pada tubuh inang (Lamers et al. 1985) Antibodi merupakan suatu senyawa protein yang terbentuk sebagai respon pertahanan terhadap masuknya benda asing ke dalam tubuh yang dapat bereaksi dengan antigen khusus (Tizard 1988). Antigen merupakan benda asing bagi tubuh yang dapat memproduksi antibodi spesifik. Pada saat pertama kali ikan terpapar pada patogen atau protein asing (antigen), maka antibodi akan dibentuk dan akan berfungsi pada infeksi patogen sejenis berikutnya (Irianto 2005). Proses pembentukan respon imun ikan dapat dilihat pada Gambar 2. 4

19 Gambar 2. Mekanisme pembentukan respon imun ikan (Cancer Research Institute 2002) Pembentukan respon imun dimulai oleh stimulasi patogen (antigen). Setelah terjadi aktifasi antigenik, melalui proses fagositosis makrofag yang merupakan pertahanan pertama akan menghancurkan antigen tersebut, mengirimkan sandi-sandi ke sel-sel limfosit. Sel limfosit berproliferasi membentuk sel T (respon imun seluler) dan sel B (respon imun humoral). Sel T akan membentuk sel efektor yang berperan dalam respon pertahanan yang diperantai sel. Sel efektor ini berpartisipasi dalam eliminasi benda asing melalui suatu proses fagositosis. Sedangkan sel B akan membentuk antibodi (immunoglobulin). Selain membentuk antibodi terhadap suatu patogen, sel B juga membentuk sel memori terhadap patogen tersebut. Dengan adanya sel memori ini akan mempercepat waktu pembentukan respon sekunder terhadap patogen yang sama ( Lamers et al. 1985). 2.3 Koi Herpesvirus (KHV) Biologi KHV Virus merupakan agen infeksi non-seluler dan hanya dapat melakukan multiplikasi dalam sel inang. Virus berukuran sangat kecil yaitu bervariasi dari nm (Smail dan Munro 1989), sehingga menyebabkan virus sulit untuk dideteksi. Teknik yang biasanya digunakan untuk identifikasi awal virus yaitu menggunakan mikroskop elektron, menumbuhkan virus di laboratorium 5

20 menggunakan cell-lines, menggunakan teknik serologi, PCR dan sequencing DNA (Irianto 2005). KHV hanya dapat menyerang ikan mas Cyprinus carpio dan koi Cyprinus carpio koi baik ukuran larva, juvenil maupun dewasa (Gilad et al. 2002). Namun berdasarkan hasil uji kohabitasi, menunjukkan bahwa ikan ukuran benih lebih rentan dibandingkan dengan ukuran induk. Virus ini dapat menginfeksi ikan mas apabila suhu air pemeliharaan berada pada kisaran C namun virulensi tertinggi terjadi pada suhu C (Perelberg et al. 2003). Herpesvirus pada ikan secara umum diidentifikasi sebagai penyebab penyakit mulai dari infeksi sisik hingga infeksi sistemik yang fatal (Gilad et al. 2003). Pada herpesvirus yang menyerang cyprinid, sebelumnya sudah dikenal adanya pox herpesvirus ikan mas (Cyprinid herpesvirus 1, CyHV-1) dan haematopoietic necrosis herpesvirus ikan maskoki (Cyprinid herpesvirus 2, CyHV-2) (Walczak et al. 2005). Cyprinid herpes virus 3 (CyHV-3) yang sebelumnya disebut CNGV dan lebih dikenal sebagai Koi Herpesvirus (KHV), merupakan penyebab penyakit koi dan mas di seluruh dunia. Morfologi virus menyerupai herpes virus, namun bears genome dari virus ini adalah kbp, berbeda dari kebanyakan genomic sequence yang tersedia di GenBank (Dishon et al. 2007) Epidemiologi KHV KHV dilaporkan mulai terjadi pada tahun 1998 di Israel, Amerika Serikat (1998), Belgia (1999), Inggris (2000), Austria (2003), Perancis (2001), Afrika Selatan (2001), Malaysia (2001), Hongkong (2001), Denmark (2002), Jerman (2002), Belanda (2002), Italia (2003), Luxemburg (2003), Swiss (2003), Polandia (2003), Taiwan (2003), Thailand (2004) (Pokorova et al. 2005). Di Indonesia, KHV menyerang ikan mas dan koi pada Maret 2002 di Blitar, Jawa Timur yang merupakan pusat produksi ikan koi. Kejadian ini terjadi setelah hujan lebat. Ikan ini diimpor dari China melalui Hongkong pada Desember 2001 dan Januari Kemudian wabah terjadi lagi pada akhir April 2002 di Subang, Jawa Barat yang merupakan salah satu pusat produksi ikan mas di Jawa Barat. Sejak itu wabah menyebar ke daerah sekitarnya. Pada akhir Mei hingga awal Juni 2002 wabah terjadi di keramba jaring apung di waduk Cirata, Jawa Barat. Peta persebaran KHV dapat diamati pada Gambar 3. 6

21 Keterangan : Daerah wabah KHV Gambar 3. Peta penyebaran KHV di Indonesia (Sunarto et al. 2005) Pada Februari 2003 wabah terjadi di Lubuk Lingau, Sumatera Selatan yang kemudian menyebar ke daerah sekitarnya termasuk Bengkulu Selatan dan Jambi bagian barat (Sunarto et al diacu dalam Sunarto et al. 2005). Pada September 2004 penyakit ini mewabah di Kalimantan. Tahun 2005, KHV menyerang ikan mas di Danau Toba. Penyebaran KHV yang semakin meluas ini akibat adanya pengiriman ikan dari daerah yang terinfeksi sebelumnya. Akibat wabah ini, kegiatan budidaya ikan mas mengalami penurunan hingga sekarang (Mudjiutami et al. 2006). Virus ini menular pada ikan sehat melalui kontak langsung dengan ikan sakit, air dan peralatan ( Sunarto et al. 2005) Gejala KHV Gejala-gejala klinis ditandai dengan insang pucat dan berlanjut pada kerusakan insang, kulit mengalami kerusakan, hemoragik berat pada insang dan disertai nekrosis, hemoragik pada permukaan tubuh, kadangkala sirip dan ekor juga mengalami hemoragik, kulit luka melepuh seperti terkena api. Seringkali ikan yang terinfeksi KHV mengalami infeksi sekunder non spesifik oleh bakteri, fungi dan parasit. Kematian ikan umumnya terjadi pada hari ke-7 setelah ikan diuji tantang. Ikan yang mati memiliki ciri tubuh memerah dan banyak memproduksi lendir (Laelawati 2008). Menurut Sunarto et al. (2005), ikan yang terinfeksi KVH terlihat lesu, menunjukkan kehilangan keseimbangan dan megapmegap, hilangnya lendir dan kasar tampilan pada kulit atau menunjukkan melepuh seperti luka pada kulit, hemoragi pada operkulum, sirip, dan kerusakan insang yang parah. 7

22 2.4 Vaksinasi Vaksin adalah antigen buatan yang berasal dari suatu jasad patogen yang tidak bersifat patogen lagi karena sudah dilemahkan atau dimatikan, yang akan merangsang sistem imun dengan cara meningkatkan kekebalan ikan dari infeksi patogen selanjutnya (Ellis 1988). Menurut Alifuddin (1999), vaksin mempunyai beberapa manfaat diantaranya peningkatan daya tahan ikan, pencegahan efek samping kemoterapeutika, proteksi terhadap serangan penyakit, keamanan lingkungan budidaya dari pencemaran bahan kemoterapeutik, dan keamanan konsumen dari residu antibiotik. Untuk mencapai sasaran vaksinasi yaitu sintasan yang tinggi, maka vaksin harus bersifat antigenik, imugenik dan protektif. Sifat-sifat ini menunjukkan bahwa vaksin yang diberikan harus memacu terbentuknya antibodi yang menyebabkan ikan tahan terhadap patogen tersebut. Di samping itu, vaksin harus aman, tidak boleh menimbulkan tanda-tanda sakit yang secara spesifik disebabkan oleh patogen tersebut. Faktor yang mempengaruhi vaksinasi pada ikan antara lain adalah temperatur, umur ikan, dan berat ikan. Temperatur rendah menyebabkan produksi antibodi lambat, begitu pula jika ikan yang digunakan umurnya kurang dari 2 minggu dan berat badannya kurang dari 1 gram (Kordi 2004) Penggunaan vaksin pada ikan dapat dilakukan dengan berbagai metode yaitu suntikan (injection), perendaman (immersion), dan melalui pakan (oral). Keuntungan dan keterbatasan pada masing-masing metode dapat dilihat pada Tabel 1. 8

23 Tabel 1. Metode vaksinasi (Ellis 1988) Metode Kelebihan Keterbatasan Suntikan Vaksin masuk ke dalam tubuh ikan dengan jumlah yang tepat sehingga efektivitasnya terjamin Tidak efisien digunakan pada ikan yang berukuran kecil dengan jumlah yang banyak Perendaman Pakan Tidak menimbulkan cekaman pada ikan serta penghematan dalam hal tenaga Dapat digunakan pada berbagai ukuran ikan serta tidak menyebabkan cekaman pada ikan Tidak dapat ditaksir banyaknya antigen yang dapat diserap oleh ikan Vaksin yang diberikan melalui pakan belum tentu dimakan oleh ikan serta dosis yang diberikan harus tinggi. Organ tubuh ikan yang berfungsi merespons kekebalan baru bisa tercapai sempurna setelah 2 minggu sehingga dianjurkan melakukan vaksinasi pada umur tersebut dan kemudian dapat diulangi pada saat ikan berumur 2 bulan (Alifuddin 1999). Bagi ikan yang berumur kurang dari 2 minggu, karena organ tubuh yang merespons kekebalan belum sempurna memproduksi antibodi, maka perlakuan dengan vaksinasi biasanya jarang berhasil (Kordi 2004). Vaksin pertama kali dikembangkan pada tahun 1970 dan mulai diterapkan pada skala komersial pada awal tahun Dalam perkembangannya, terdapat empat jenis vaksin diantaranya vaksin yang dimatikan (killed vaccine), vaksin yang dilemahkan (attenuated vaccine), vaksin protein rekombinan dan vaksin DNA. Masalah besar yang dihadapi oleh pembuat vaksin adalah teknik pembuatan vaksin dan peraturan dari pemerintah. Biasanya pemerintah hanya memperhatikan dua aspek dalam pembuatan vaksin yaitu aspek keamanan dan keefektifan (Anonim b 2006). Vaksin mati biasanya lebih murah dan untuk mengembangkannya cepat, namun harus dibuktikan bahwa virus ini pada kenyataannya benar-benar mati sehingga tidak dapat menginfeksi ikan, vaksin ini kurang efektif memicu respon imun. Vaksin yang dilemahkan relatif murah tetapi untuk mengembangkannya 9

24 diperlukan waktu yang cukup lama dan harus dipastikan bahwa virus tidak akan berubah kembali ke bentuk yang dapat menghasilkan penyakit (Anonim b 2006) Pengembangan vaksin DNA dimulai pada awal tahun 1990, dan dahulu penggunaannya hanya sebatas untuk penelitian. Vaksin DNA didasarkan pada susunan plasmid yang mengkode antigen. Ekspresi dari plasmid di sel somatik inang memicu sistem imun humoral dan selular. Penggunaan vaksin DNA untuk budidaya ikan memiliki beberapa keuntungan yaitu proses produksi yang relatif murah, kemudahan penyimpanan karena plasmid DNA memiliki stabilitas kimia yang tinggi, modifikasi yang cepat dari vaksin DNA untuk melawan patogen mutan, tidak membutuhkan adjuvant dan boosting untuk memperoleh kekebalan dan efektif dalam memacu sistem imun humoral dan cell mediated immunity serta aman digunakan bagi ikan (Feng-Rong Zheng et al 2006). Vaksin DNA cukup efektif mencegah infectious haematopoietic necrosis virus (IHNV) dan viral haemorrhagic septicaemia virus (VHSV) pada ikan salmon (Lorenzen et al. 2005). Langkah pertama dalam memproduksi vaksin DNA adalah mengidentifikasi dan mengklon antigen yang paling protektif yang berasal dari patogen. Pada VHSV dan IHNV, bagian dari patogen yang memacu pembentukan antibodi (protektif) adalah glikoprotein. Gen yang mengandung glikoprotein dicari dengan perangkat sekuensing yang terekspresi pada sel eukariotik. Glikoprotein ditransformasikan ke dalam bakteri, kemudian dikultur, dipurifikasi dalam bentuk plasmid dan siap dipakai sebagai vaksin DNA ( Lorenzen et al. 2005). Mekanisme kerja vaksin DNA dapat dilihat pada Gambar 4. 10

25 Gambar 4. Mekanisme kerja vaksin DNA (Tonheim et al. 2008) Pada uji ekspresi vaksin DNA terhadap ikan Japanase flounder Paralichthys olivaceus, dosis yang digunakan adalah 15 µg/100µl (Feng-Rong Zheng et al. 2006). Pada uji tantang ikan rainbow trout berukuran 3-4 gram melawan VHSV, dosis vaksin DNA 0.1 µg/100µl dapat menurunkan mortalitas sebesar 70% akibat VHSV ( LaPatra et al. 2001) 11

26 III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2008 sampai dengan Maret 2009 di Laboratorium Genetika Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Karantina, Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi, Jawa Barat. 3.2 Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan adalah 8 akuarium berukuran (40x40x60) cm 3, instalasi aerasi, timbangan, penggaris, autoklaf, oven, erlenmeyer, cawan petri, aluminium foil, syringe, bunsen, inkubator, shaker, sentrifuge, kulkas, mikropipet, tube, spektrofotometer pengukur konsentrasi DNA bermerk Gene-quant, termometer. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan mas (Cyprinus carpio) strain wildan berumur 3.5 bulan dengan bobot rata-rata gram, vaksin DNA yang mengandung gen glikoprotein virus KHV, media 2YT, PBS (Phospat Buffer Saline), bahan untuk isolasi plasmid, aquadest, alkohol, dan minyak cengkeh. Gambar alat dan bahan yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam beberapa rangkaian yaitu 1) isolasi plasmid untuk menghasilkan plasmid, 2) vaksinasi dan uji tantang Isolasi Plasmid Media yang digunakan untuk memperbanyak vaksin adalah media 2YT yang bahan-bahannya terdiri dari trypton 3,2 gram, yeast extract 2 gram, NaCl 1 gram dan aquades sebanyak 200 ml. Cara pembuatan media 2YT adalah dengan cara mencampurkan bahan-bahan tersebut. Bahan dimasukkan ke dalam erlemeyer. Untuk hasil yang optimal, satu buah erlemeyer 250 ml diisi tidak lebih dari 60 ml media 2YT. Sebelum digunakan untuk kultur bakteri, media 2YT disterilisasi dengan menggunakan autoklaf. Langkah-langkah yang dilakukan pada kultur bakteri adalah dengan menambahkan antibiotik ampicilin sebanyak 1μl/1ml dan bakteri konstruksi ke dalam media 2YT. Kemudian media 12

27 yang sudah mengandung bakteri konstruksi tersebut disimpan dalam shaker dengan kecepatan tinggi (225) selama jam. Setelah itu bakteri dipanen dengan cara memasukkan 4 ml bakteri ke dalam 1.5 ml mikrotube dan dilakukan peletting dan dilanjutkan dengan prosedur isolasi plasmid. Berikut ini adalah langkah-langkah isolasi plasmid (Fermentas Life Science, EU). Sebanyak 250 μl resuspension solution dimasukkan ke dalam mikrotube yang berisi pellet bakteri hasil pengkulturan, kemudian di vortex selama 1 menit. Setelah itu 250 μl lysis solution ditambahkan dan diaduk perlahan, untuk mencegah kontaminasi DNA, tidak digunakan vortex. Langkah selanjutnya adalah 350 μl neutralization solution ditambahkan dan diaduk ke atas-bawah serta disentrifuge rpm selama 5 menit. Supernatan yang dihasilkan dipindahkan ke tube fermentas dan disentrifuge rpm selama 2 menit. Kemudian pada tube fermentas ditambahkan 500μl wash solution dan disentrifuge rpm selama 2 menit, pemberian wash solution ini dilakukan lagi pada tahap selanjutnya. Setelah itu, colom fermentas diletakkan di atas 1.5 ml mikrotube yang bersih, 30 μl SDW ditambahkan ke bagian colom fermentas yang mengandung plasmid, kemudian didiamkan selama 2 menit dan disentrifuge rpm selama 1 menit dan dihasilkan plasmid sebanyak 30 μl. Plasmid tersebut kemudian dihitung konsentrasi DNA dengan menggunakan spektrofotometer pengukur konsentrasi DNA bermerk gene-quant. Kemudian dicampurkan PBS sesuai dosis yang diinginkan. Vaksin DNA dapat disimpan di freezer pada suhu C Penyiapan virus KHV Virus KHV disiapkan untuk uji tantang. Adapun cara membuatannya yaitu insang yang terinfeksi KHV ditimbang sebanyak 1 gram, kemudian insang tersebut ditumbuk dengan menggunakan mortar dan dilakukan pengenceran sebesar 10-1 dengan menambahkan 9 ml PBS. Setelah itu, virus yang diencerkan disaring dengan filter bakteri dan dimasukkan kedalam mikrotube 1.5 ml dan kemudian disentrifuge 5000 rpm selama 30 menit. Virus dengan pengenceran 10-1 merupakan stok virus yang kemudian diencerkan sampai mencapai 10-3 kali dengan mencampurkan 1 ml virus stock dengan 99 ml PBS. Gambar penyiapan virus dapat dilihat pada Lampiran Vaksinasi dan Uji Tantang Ikan sebanyak 120 ekor dipelihara dalam 4 akuarium, masing-masing akuarium berisi 30 ekor. Ikan diaklimatisasi selama 5 hari sebelum disuntik 13

28 vaksin DNA. Masa pemeliharaan ikan setelah divaksin adalah 42 hari. Ada 4 perlakuan dosis vaksin yang disuntikkan yaitu : Perlakuan A : ikan disuntik vaksin dengan dosis 2.5 μg/100μl Perlakuan B : ikan disuntik vaksin dengan dosis 7.5 μg/100μl Perlakuan C : ikan disuntik vaksin dengan dosis 12.5 μg/100μl Perlakuan K : ikan tanpa vaksin Setelah itu semua ikan perlakuan diuji tantang dengan cara disuntik virus KHV yang telah disiapkan sebelumnya sebanyak 0.1 ml tiap ikan yang merupakan dosis letal (dosis yang mematikan). Penyuntikan dilakukan pada bagian belakang sirip punggung ikan mas. Masa pengamatan setelah uji tantang untuk melihat efektivitas vaksin adalah 29 hari. 3.4 Parameter Penelitian Gejala Klinis Parameter gejala klinis yang diamati dari ikan percobaan yang terinfeksi KHV adalah tingkah laku, respon makan, serta kondisi fisik ikan Tingkat Kelangsungan Hidup Kematian ikan dicatat sebelum dan sesudah uji tantang. Tingkat kelangsungan hidup ikan dihitung dengan menggunakan rumus : SR = Nt x 100% No Keterangan : SR : Tingkat kelangsungan hidup (%) Nt : Jumlah ikan yang hidup pada akhir pengamatan (ekor) No : Jumlah ikan yang hidup pada awal pengamatan (ekor) Kualitas Air Pengukuran kualitas air dalam penelitian ini hanya meliputi pengukuran suhu harian yang diamati pada pagi dan sore hari. Ganti air sebanyak 80% dilakukan sebanyak dua kali per hari, agar kualitas air tetap terjaga. 3.5 Analisis Data Data yang dihasilkan diolah dengan menggunakan software Microsoft Excel dan disajikan secara deskriptif. 14

29 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Gejala Klinis Berdasarkan pengamatan selama penelitian, ikan yang sakit dilihat dari perubahan tingkah laku, nafsu makan dan kondisi fisik tubuhnya yang tidak. Ikan yang sakit cenderung menyendiri atau berpisah dari ikan lainnya dan gerak refleksnya lambat serta sering berenang di permukaan air. Perbedaan kondisi fisik ikan sehat dan ikan sakit terdapat pada Gambar 5. Gejala klinis ikan terinfeksi KHV adalah terdapat bercak merah pada tubuhnya (Gambar 6a) yang disusul dengan melepuhnya sisik (Gambar 6b). Hari berikutnya ikan terlihat bergerak lemah, dipermukaan (Gambar 6c) maupun bergerombol didasar akuarium (Gambar 6d ) dan akhirnya mati. Ikan yang mati akibat KHV dapat dilihat dari tanda-tandanya, diantaranya perubahan warna tubuh (Gambar 6e), rusaknya sisik (Gambar 6f), dan insang yang pucat dan rusak (Gambar 6g) Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup (%) ikan mas setelah dilakukan vaksinasi (42 hari) adalah 100%. Penghitungan terhadap tingkat kelangsungan hidup ikan pada masa vaksinasi bertujuan untuk mengetahui keamanan vaksin (Ellis 1988). Dari berbagai perlakuan yang diamati, tingkat kelangsungan hidup perlakuan A, B, C, dan K adalah 100%. Pengujian kekebalan ikan terhadap KHV setelah vaksinasi dilakukan dengan cara melakukan uji tantang yaitu dengan menginfeksi KHV. Pengamatan dilakukan selama 29 hari setelah uji tantang. Adapun perubahan nilai kelangsungan hidup ikan mas selama uji tantang disajikan pada Tabel 2 dan Gambar 8. 15

30 A B A B A B Gambar 5. Kondisi fisik ikan sehat dan ikan yang terinfeksi KHV. A) Ikan sehat B) ikan terinfeksi KHV 16

31 a b c d e e f f g g Gambar 6. Gejala Klinis ikan mas yang terinfeksi KHV. Gambar : a) bercak merah; b) sisik melepuh; c) ikan dipermukaan; d) ikan bergerombol di dasar akuarium; e) perubahan warna pada kulit ikan; f) kerusakan pada sirip ekor; g) kerusakan insang 17

32 Tabel 2. Perubahan nilai kelangsungan hidup ikan setelah diuji tantang (%) Perlakuan Hari ke- (setelah ikan diuji tantang) A B C K Kelangsungan hidup (%) A (Dosis 2.5μg/100μl) B (Dosis 7.5μg/100μl) C (Dosis 12.5μg/100μl) K (kontrol) Hari ke- Gambar 8. Pola kelangsungan hidup ikan setelah diuji tantang (29 hari) Pada Tabel 2 dan Gambar 8 ditunjukkan bahwa kematian ikan mulai terjadi pada minggu ke-2 setelah uji tantang. Kematian total ikan didahului oleh perlakuan A (dosis 2.5 μg/100 μl), kontrol, kemudian dilanjtkan dengan perlakuan B (7.5 μg/100 μl), sedangkan perlakuan C (12.5 μg/100 μl) ikan baru mengalami kematian saat hari ke-29 setelah uji tantang yaitu sebanyak satu ekor Kualitas Air Parameter kualitas air yang diukur pada penelitian ini adalah suhu. Sedangkan data lainnya merupakan data sekunder dari penelitian sebelumnya. Parameter kualitas air dapat dilihat pada Tabel 3 dan Lampiran 4. 18

33 Tabel 3. Kisaran parameter kualitas air Parameter kualitas air Suhu ( 0 C) ph DO (mg/l) NH 3 N (mg/l) Kisaran 23,5-25 6,5-7,8 4,01-5,74 0,034-0, Pembahasan Gejala klinis yang diamati pada ikan perlakuan meliputi perubahan tingkah laku, nafsu makan ikan, dan kondisi fisik tubuh ikan. Sakit pada ikan yaitu suatu keadaan ab yang ditandai dengan penurunan kemampuan ikan dalam mempertahankan fungsi-fungsi fisiologik. Tingkah laku ikan yang terinfeksi KHV cenderung menyendiri atau terpisah dari ikan lainnya yang sehat, gerak refleksnya lambat dan sering berenang di permukaan air atau bergerombol di dasar akuarium, menunjukkan kehilangan keseimbangan dan megap-megap akibat kerusakan insang. Gejala klinis muncul sebagai ekspresi abitas organ akibat infeksi KHV. Ikan-ikan yang terinfeksi KHV menunjukkan tidak mempunyai nafsu makan. Kekurangan suplai energi dan material penyusun tubuh sebagai akibat dari menurunnya nafsu makan merupakan faktor yang mempercepat terjadinya kerusakan organ dan kematian ikan. Dengan kondisi kekurangan energi dan tubuh lemah akan memberi peluang lebih besar masuknya infeksi lain atau terjadinya kerusakan organ lainnya seperti habisnya mukus dan rusaknya sisik. Kondisi fisik ikan yang terinfeksi KHV adalah terdapat bercak merah pada tubuhnya yang disusul dengan melepuhnya sisik, kerusakan sirip ekor pengeluran lendir yang berlebih, sehingga akhirnya menyebabkan tubuh ikan menjadi kesat. Hal ini sesuai dengan Sunarto et al. (2005), yang menyatakan bahwa ikan yang terinfeksi KVH terlihat lesu, menunjukkan kehilangan keseimbangan dan megap-megap, hilangnya lendir dan kasar tampilan pada kulit atau menunjukkan melepuh seperti luka pada kulit, hemoragi pada operkulum, sirip, dan kerusakan insang yang parah. Gejala klinis pada ikan uji tampak 10 hari setelah dilakukan uji tantang. Masa inkubasi virus pada penelitian ini lebih lama dari Davenport (2001) diacu dalam Fitrianis (2005) yang menyatakan bahwa pada suhu C, KHV memilki masa inkubasi 5-7 hari. Sedangkan pada Hartman et al. (2008), pada suhu C, masa inkubasi KHV adalah 14 hari. Perbedaan ini diduga 19

34 berkaitan dengan suhu pemeliharaan. Lingkungan yang memiliki kisaran suhu yang luas relatif memiliki masa inkubasi yang lebih cepat. Infeksi KHV diawali dari pelekatan virus pada permukaan tubuh maupun insang. Pada permukaan tubuh, diduga virus mampu menembus pertahanan awal ikan yang berupa mukus, sisik dan epitel tubuh, sedangkan di insang, virus KHV mampu melewati mukus dan epitel insang. Virus KHV mengambil alih peranan sel inang yang seharusnya digunakan untuk metabolisme inang. Sel insang yang terinfeksi akan mengalami kerusakan. Kerusakan sel secara terusmenerus akan menyebabkan rusaknya jaringan insang yang ditandai dengan insang memutih sampai 80%. Kerusakan insang akan mengganggu respirasi di insang. Untuk mengimbangi suplai oksigen akan meningkatkan frekuensi pergerakan operkulum. Ikan yang terus menerus kekurangan oksigen akhirnya mati. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tamba (2006). Masa pemeliharaan ikan setelah divaksin adalah 42 hari. Penghitungan terhadap kelangsungan hidup ikan pada masa vaksinasi bertujuan untuk mengetahui keamanan vaksin (Ellis 1988). Dari berbagai perlakuan yang diamati, tingkat kelangsungan hidup perlakuan A (2.5 μg/100 μl), B (7.5 μg/100 μl), C (12.5 μg/100 μl), dan K (kontrol) adalah 100% dan tidak ditemukan adanya gejala klinis ikan terinfeksi KHV. Hal ini membuktikan bahwa vaksin DNA yang digunakan aman bagi ikan. Pengamatan terhadap ikan dilakukan selama 29 hari setelah uji tantang. Kosentrasi virus yang digunakan adalah 10-3 yang merupakan dosis letal (dosis mematikan). Dari hasil uji tantang ditunjukkan bahwa pada perlakuan A, B, K, memiliki nilai tingkat kelangsungan hidup sebesar 0% sedangkan perlakuan C yang merupakan perlakuan dengan dosis tertinggi memiliki tingkat kelangsungan hidup sebesar 96.7%. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas vaksin dalam hal ini dosis mempengaruhi pembentukan respon imun. Pada perlakuan C, dosis yang digunakan sebesar 12.5 μg/100 μl, dosis tersebut diduga dapat memproduksi glikoprotein dalam jumlah cukup untuk menginduksi antibodi bahkan dapat menghidupkan sistem imun. Glikoprotein merupakan bagian dari patogen (virus) yang dapat merangsang pembentukan sistem imun ikan. Glikoprotein diproduksi oleh vaksin DNA KHV setelah masuk ke dalam tubuh ikan. Glikoprotein dianggap oleh ikan sebagai benda asing (antigen). Glikoprotein yang masuk kedalam tubuh ikan difagositosis oleh makrofag dan sandi-sandi glikoprotein disampaikan ke sel-sel limfosit. Sel limfosit 20

35 berproliferasi membentuk sel-t dan sel-b. Sel-B akan membentuk antibodi dan membentuk sel memori terhadap glikoprotein tersebut. Dengan adanya sel memori ini akan mempercepat waktu pembentukan respon sekunder terhadap antigen yang sama. Jumlah produksi glikoprotein tergantung pada dosis yang digunakan. Semakin tinggi dosis yang digunakan, vaksin DNA dapat memproduksi glikoprotein dalam jumlah yang tinggi pula. Ikan A mulai mati pada hari ke-13 setelah uji tantang dan memiliki kematian total pada hari ke-15. Ikan B mulai mati pada hari ke-5 dan memiliki kematian total pada hari ke-20, kematian 1 ekor ikan pada hari ke-5 pada ikan B diduga akibat faktor genetik dari ikan tersebut. Ikan C mulai mati pada hari ke-29 yaitu sebanyak 1 ekor. Perlakuan K mulai mati pada hari ke-11 dan memiliki kematian total pada hari ke-17. Dari grafik dapat dilihat bahwa perlakuan A lebih dahulu mengalami kematian daripada perlakuan K, hal ini diduga dipengaruhi oleh cekaman akibat suntikan, karena pada perlakuan K, tidak dilakukan penyuntikan, sehingga tidak menimbulkan cekaman. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan yang disuntik mengalami cekaman. Cekaman merupakan keadaan saat suatu hewan tidak mampu mengatur kondisi fisiologis yang karena berbagai faktor merugikan yang mempengaruhi kondisi kesehatannya. Sebagai usaha menyesuaikan diri terhadap gangguan yang ada, maka ikan akan menggunakan seluruh energi cadangan. Jika gangguan tersebut terus berlangsung, energi cadangan menjadi habis dan ikan menjadi lemah untuk menghadapi agen penyakit yang secara berkelanjutan kontak dengan ikan. Gangguan ini dapat mengakibatkan ikan menjadi sakit, bahkan mati. Hal ini menjadi penyebab ikan A mengalami kematian terlebih dahulu dibandingkan dengan ikan K. Pada lingkungan perairan, faktor fisik, kimiawi dan biologis berperan dalam pengaturan homeostatis yang diperlukan bagi pertumbuhan dan reproduksi ikan. Perubahan-perubahan faktor tersebut hingga batas tertentu dapat menyebabkan cekaman dan dan timbulnya penyakit. Kisaran parameter kualitas air pada penelitian ini adalah suhu , ph , DO mg/l. Menurut Irianto (2005),kondisi perairan di BBPBAT mendukung untuk kehidupan ikan. 21

36 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pemberian vaksin DNA dengan dosis 12.5 µg/100µl dapat mempertahankan kelangsungan hidup ikan mas yang terinfeksi KHV sebesar 96.7% selama 29 hari setelah uji tantang. 5.2 Saran Diperlukan penelitian lanjutan terkait dengan dosis vaksin DNA dan teknik aplikasi vaksinasi yang meminimalisir terjadinya cekaman seperti perendaman atau melalui pakan (oral). 22

37 DAFTAR PUSTAKA Alifuddin M Imunostimulasi pada Hewan Akuatik. Bogor : Laboratorium Kesehatan ikan, Jurusan Budidaya Perairan, Institut Pertanian Bogor. Anderson D. P Immunology of Fish Disease. In S. F. Snieszko and H.R. Axelrod (eds.). Book 4. Disease of Fishes. TFH Publication. Neptune, N. J. Anonim a Ikan Mas. http :// Anonim b KHV Vaccine Development World Wide. A Status Report by The Project KHV Team. Dishon A, Davidovich M, Ilouze M, Kotler M Journal of Virology, Ellis A E (Ed.) Fish Vaccination. Academic Press. San Diego. Feng-Rong Zheng, Xiu-Qin Sun, Hong-Zhan Liu, Jin-Xing Zhang Study on distribution and Expression of a DNA Vaccine Againts Lymphocystis Disease Virus in Japanese Flounder. Elsevier Aquaculture 261 (2006) Fitrianis Yulissa Pengaruh Suhu terhadap Pertumbuhan KHV di dalam Kultur Sel KT-2 [skripsi]. Bogor : Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Gilad, O., Yun, S., Andree, K., Adkison, M., Zlotkin, A., Bercovier, H., Eldar, A., Hedrick, R., Initial Characteristics of Koi Herpes Virus and Development of a PCR Assay to Detect the Virus in Koi. J. Disease of Aquatic Organisms. Vol 48 : Gilad, O., Yun, S., Andree, K., Adkison, M., Zlotkin, A., Bercovier, H., Eldar, A., Hedrick, R., Molecular Comparison of Isolates of an Emerging Fish Patogen, Koi Herpes Virus and The Effect of Water Temperature on Mortality of Experimentally Infected Koi. Journal of General Virology 84, Irianto Agus Patologi Ikan Teleostei. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Kordi MGH Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. Jakarta : PT. Rineka Cipta dan PT Bina Adiaksara. 23

38 Laelawati Euis Respon Tanggap Kebal Ikan Mas Cyprinus carpio terhadap Vaksin Koi Herpesvirus yang Diberikan secara Suntik dengan Konsentrasi yang Berbeda [skripsi]. Bogor : Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur IPB. Lamers C.H.J dan M.H.J De Haas Antigen localization in the lymphoid organs of carp (Cyprinus carpio). Cell Tissue Res. 242 : LaPatra Scott E, Serge C, Gerald R J, William D S, Niels L, Eric D A, Gael K. Protection of rainbow trout against hematopoietic necrosis virus four days after specific or semi specific DNA vaccination. J.Elsevier. vaccine (2001) Lorenzen N, Lapatra DNA Vaccines for Aquaculture Fish. Rev. sci. tech. Off. Int. Epiz (1), Mudjiutami E, Ciptoroso, Zainun Z Uji Toleransi berbagai Strain Ikan Mas terhadap KHV. Abstrak Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar [NOAH] National Office of Animal Health Responsible Use of Vaccines ann Vaccination in Fish Production. RUMA Guidelines. Perelberg, A., Smirnov, M., Hutoran, M., Diamant, A., Bejerano, T., Kotler, M., Epidemiological Description of New Viral Desease Afflicting Cultured Cyprinus carpio in Israel. Isr. J. Aquac. Bamidgeh 55, Pokorova D, Vesely T, Piackova V, Reschova S, Hulova J Current Knowledge on Koi Herpesvirus (KHV): A Review. Vet. Med. Czech, 50, Smail, D.M.; and Munro, A.L.S.(1989). The Virology of Teleost. Dalam : Roberts, R.J. (Ed.). Fish Pathology. Second Ed. Bailliere Tindall, London. Hal : Sunarto A, Rukyani A, Itami T Indonesian Experience on the Outbreak of Koi Herpesvirus in Koi and Carp (Cyprinus caprio). Bull. Fish. Res. Agen. Suplement No 2, 15-21, 2005 Susanto H Budidaya Ikan di Pekarangan. Jakarta : Penebar Swadaya. 24

39 Tamba A Kerentanan dan Gambaran Darah Ikan Mas Cyprinus carpio yang Terinfeksi Koi Herpes Virus (KHV) [Tesis]. Bogor : Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor Tizard I An introduction to veterinary immunology. Peterjemah P. Masduki dan S. Hardjosworo Pengantar Immunology Veteriner. Univ. Airlangga Tonheim Tom Cristian, Jarl Bogwald, Roy Ambli Dalmo. What happens to the DNA vaccine in fis? A review of current knowledge. J. Fish and Shellfish Immunology (2008) 25, 1-18 Walczak B. Z Immune Capability of Fish-a literatur review. Canadian Tech. report of Fisheries and Aquatis Science. No hal. 25

40 LAMPIRAN 26

41 Lampiran 1. Gambar Bahan dan Alat Penelitian Bahan Bakteri konstruksi media 2YT antibiotik ampicilin Ikan mas gr insang terinfeksi KHV PBS Alat Akuarium mikropipet mikrotube mikrotip erlemeyer isolasi plasmid kit Sentrifuse syringe mortar timbangan digital filter bakteri 27

42 Lampiran 2. Gambar Penyiapan Virus KHV Insang ditimbang 1 gr insang ditumbuk diencerkan dengan PBS 10-1 diencerkan PBS 10-3 sentrifuse 5000 rpm 15, ambil supernatan disaring SIAP DISUNTIKKAN Gejala klinis selama 35 hari 28

43 Lampiran 3. Gejala klinis ikan setelah diuji tantang Hari ke Perlakuan A Perlakuan B Perlakuan C Perlakuan K ikan bergerak, nafsu makan baik, kondisi ikan bergerak, nafsu makan baik, kondisi ikan bergerak, nafsu makan baik, kondisi fisik ikan bergerak, nafsu makan baik, kondisi fisik 1 fisik fisik 2 ikan bergerak, nafsu makan baik, kondisi fisik ikan bergerak, nafsu makan baik, kondisi fisik ikan bergerak, nafsu makan baik, kondisi fisik ikan bergerak, nafsu makan baik, kondisi fisik 3 ikan bergerak, nafsu makan baik, kondisi fisik ikan bergerak, nafsu makan baik, kondisi fisik ikan bergerak, nafsu makan baik, kondisi fisik ikan bergerak, nafsu makan baik, kondisi fisik 4 ikan bergerak, nafsu makan baik, kondisi fisik ikan bergerak, nafsu makan baik, kondisi fisik ikan bergerak, nafsu makan baik, kondisi fisik ikan bergerak, nafsu makan baik, kondisi fisik 5 ikan bergerak, nafsu makan baik, kondisi fisik ikan bergerak, nafsu makan baik, kondisi fisik ikan bergerak, nafsu makan baik, kondisi fisik ikan bergerak, nafsu makan baik, kondisi fisik 6 ikan bergerak, nafsu makan baik, kondisi fisik ikan bergerak, nafsu makan baik, kondisi fisik ikan bergerak, nafsu makan baik, kondisi fisik ikan bergerak, nafsu makan baik, kondisi fisik 7 ikan bergerak, nafsu makan baik, kondisi fisik ikan bergerak, nafsu makan baik, kondisi fisik ikan bergerak, nafsu makan baik, kondisi fisik ikan bergerak, nafsu makan baik, kondisi fisik 8 ikan bergerak, nafsu makan baik, kondisi fisik ikan bergerak, nafsu makan baik, kondisi fisik ikan bergerak, nafsu makan baik, kondisi fisik ikan bergerak, nafsu makan baik, kondisi fisik 9 ikan bergerak, nafsu makan baik, kondisi fisik ikan bergerak, nafsu makan baik, kondisi fisik ikan bergerak, nafsu makan baik, kondisi fisik ikan bergerak, nafsu makan baik, kondisi fisik 10 ikan bergerak namun gerak refleksnya lambat, nafsu makan berkurang, terdapat bercak merah di bagian tubuhnya ikan bergerak, nafsu makan baik, kondisi fisik ikan bergerak, nafsu makan baik, kondisi fisik ikan bergerak, nafsu makan baik, kondisi fisik ikan bergerak namun gerak refleksnya lambat, nafsu makan berkurang, terdapat bercak merah dan melepuh di bagian tubuhnya ikan bergerak namun gerak refleksnya lambat, nafsu makan berkurang, terdapat bercak merah dan melepuh di bagian tubuhnya ikan bergerak namun gerak refleksnya lambat, nafsu makan berkurang, terdapat bercak merah dan melepuh di bagian tubuhnya, menghasilkan banyak lendir, sirip ekor rusak ikan diam bergerombol didasar akuarium, tidak ada nafsu makan, tubuh kesat dan lesu 15 ikan mengalami kematian 16 ikan mengalami kematian 17 ikan mengalami kematian 18 ikan mengalami kematian ikan bergerak, nafsu makan baik, kondisi fisik ikan bergerak, nafsu makan baik, kondisi fisik ikan bergerak, nafsu makan baik, kondisi fisik ikan bergerak, nafsu makan baik, kondisi fisik ikan bergerak namun gerak refleksnya lambat, nafsu makan berkurang, terdapat bercak merah di bagian tubuhnya ikan bergerak namun gerak refleksnya lambat, nafsu makan berkurang, terdapat bercak merah dan melepuh di bagian tubuhnya ikan bergerak namun gerak refleksnya lambat, nafsu makan berkurang, terdapat bercak merah dan melepuh di bagian tubuhnya ikan bergerak namun gerak refleksnya lambat, nafsu makan berkurang, terdapat bercak merah dan melepuh di bagian tubuhnya, menghasilkan banyak lendir, sirip ekor rusak ikan bergerak, nafsu makan baik, kondisi fisik ikan bergerak, nafsu makan baik, kondisi fisik ikan bergerak, nafsu makan baik, kondisi fisik ikan bergerak, nafsu makan baik, kondisi fisik ikan bergerak, nafsu makan baik, kondisi fisik ikan bergerak, nafsu makan baik, kondisi fisik ikan bergerak, nafsu makan baik, kondisi fisik ikan bergerak, nafsu makan baik, kondisi fisik ikan berwarna kemerahan, sering ke permukaan ikan berwarna kemerahan, sering ke permukaan ikan bergerak namun gerak refleksnya lambat, nafsu makan berkurang, terdapat bercak merah di bagian tubuhnya ikan bergerak namun gerak refleksnya lambat, nafsu makan berkurang, terdapat bercak merah dan melepuh di bagian tubuhnya ikan bergerak namun gerak refleksnya lambat, nafsu makan berkurang, terdapat bercak merah dan melepuh di bagian tubuhnya ikan bergerak namun gerak refleksnya lambat, nafsu makan berkurang, terdapat bercak merah dan melepuh di bagian tubuhnya, menghasilkan banyak lendir, sirip ekor rusak ikan diam bergerombol didasar akuarium, tidak ada nafsu makan, tubuh kesat dan lesu ikan mengalami kematian 29

EFEKTIVITAS VAKSIN DNA DALAM MENINGKATKAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN MAS YANG TERINFEKSI KOI HERPESVIRUS (KHV) ISWI HAYATI FITRIA SKRIPSI

EFEKTIVITAS VAKSIN DNA DALAM MENINGKATKAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN MAS YANG TERINFEKSI KOI HERPESVIRUS (KHV) ISWI HAYATI FITRIA SKRIPSI EFEKTIVITAS VAKSIN DNA DALAM MENINGKATKAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN MAS YANG TERINFEKSI KOI HERPESVIRUS (KHV) ISWI HAYATI FITRIA SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

PENGUJIAN EFEKTIVITAS DOSIS VAKSIN DNA DAN KORELASINYA TERHADAP PARAMETER HEMATOLOGI SECARA KUANTITATIF NUR AKBAR MASWAN SKRIPSI

PENGUJIAN EFEKTIVITAS DOSIS VAKSIN DNA DAN KORELASINYA TERHADAP PARAMETER HEMATOLOGI SECARA KUANTITATIF NUR AKBAR MASWAN SKRIPSI PENGUJIAN EFEKTIVITAS DOSIS VAKSIN DNA DAN KORELASINYA TERHADAP PARAMETER HEMATOLOGI SECARA KUANTITATIF NUR AKBAR MASWAN SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

RESPON TANGGAP KEBAL IKAN MAS Cyprinus carpio TERHADAP VAKSIN KOI HERPESVIRUS YANG DIBERIKAN MELALUI INJEKSI DENGAN DOSIS BERBEDA EUIS LAELAWATI

RESPON TANGGAP KEBAL IKAN MAS Cyprinus carpio TERHADAP VAKSIN KOI HERPESVIRUS YANG DIBERIKAN MELALUI INJEKSI DENGAN DOSIS BERBEDA EUIS LAELAWATI RESPON TANGGAP KEBAL IKAN MAS Cyprinus carpio TERHADAP VAKSIN KOI HERPESVIRUS YANG DIBERIKAN MELALUI INJEKSI DENGAN DOSIS BERBEDA EUIS LAELAWATI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS

Lebih terperinci

Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto Tembalang-Semarang,

Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto Tembalang-Semarang, 20 APLIKASI VAKSIN DNA KOI HERPES VIRUS (KHV) MELALUI METODE PERENDAMAN DENGAN DOSIS YANG BERBEDA DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio) Application of Vaccine DNA Koi Herpes Virus

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Koi herpesvirus (KHV) adalah virus yang menginfeksi ikan mas dan koi dan bersosiasi dengan kematian massal (Hedrick et al. 2000). Virus ini pertama kali teridentifikasi pada

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. (Cr 3+ ). Faktor suhu menggunakan 2 level suhu media yaitu T i (suhu 20±2

III. METODOLOGI. (Cr 3+ ). Faktor suhu menggunakan 2 level suhu media yaitu T i (suhu 20±2 III. METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan Mei hingga November 2006 di Laboratorium Kesehatan Ikan Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi dan Laboratorium

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan konsumsi yang dinilai memiliki nilai ekonomis tinggi adalah ikan mas. Data

I. PENDAHULUAN. Ikan konsumsi yang dinilai memiliki nilai ekonomis tinggi adalah ikan mas. Data I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan konsumsi yang dinilai memiliki nilai ekonomis tinggi adalah ikan mas. Data KKP menunjukkan bahwa produksi ikan mas pada tahun 2010 mencapai 282.695 ton, dengan persentasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang tinggi. Ikan mas dibudidayakan untuk tujuan konsumsi, sedangkan

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang tinggi. Ikan mas dibudidayakan untuk tujuan konsumsi, sedangkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu spesies ikan yang cukup luas dibudidayakan dan dipelihara di Indonesia adalah ikan mas dan koi (Cyprinus carpio) karena mempunyai nilai ekonomi yang tinggi.

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK

PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK Vibrio SKT-b MELALUI Artemia DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP PASCA LARVA UDANG WINDU Penaeus monodon ASRI SUTANTI SKRIPSI PROGRAM

Lebih terperinci

KERAGAMAN DAN KEBERADAAN PENYAKIT BAKTERIAL DAN PARASITIK BENIH KERAPU MACAN

KERAGAMAN DAN KEBERADAAN PENYAKIT BAKTERIAL DAN PARASITIK BENIH KERAPU MACAN KERAGAMAN DAN KEBERADAAN PENYAKIT BAKTERIAL DAN PARASITIK BENIH KERAPU MACAN Epinephelus fuscoguttatus DI KARAMBA JARING APUNG BALAI SEA FARMING KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA AGNIS MURTI RAHAYU DEPARTEMEN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Uji Serum (Rapid Test) Pada Ikan Mas Yang Diberikan Pelet Berimunoglobulin-Y Anti KHV Dengan Dosis rendah Ig-Y 5% (w/w) Ikan Mas yang diberikan pelet berimunoglobulin-y anti

Lebih terperinci

BAB II. BAHAN DAN METODE

BAB II. BAHAN DAN METODE BAB II. BAHAN DAN METODE 2.1 Kultur Bakteri Pembawa Vaksin Bakteri Escherichia coli pembawa vaksin DNA (Nuryati, 2010) dikultur dengan cara menginokulasi satu koloni bakteri media LB tripton dengan penambahan

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

POTENSI JERUK NIPIS Citrus aurantifolia UNTUK PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp.

POTENSI JERUK NIPIS Citrus aurantifolia UNTUK PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. POTENSI JERUK NIPIS Citrus aurantifolia UNTUK PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. DEWI MAHARANI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Lele Dumbo 2.1.1. Taksonomi Klasifikasi atau pengelompokkan ikan lele dumbo menurut Bachtiar (2007) adalah sebagai berikut : Filum Kelas Sub kelas Ordo Sub ordo Famili

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terutama untuk beberapa pasar lokal di Indonesia. Ikan mas atau yang juga

I. PENDAHULUAN. terutama untuk beberapa pasar lokal di Indonesia. Ikan mas atau yang juga I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan mas (Cyprinus carpio) merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar yang saat ini menjadi primadona di sub sektor perikanan. Ikan ini di pasaran memiliki nilai

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN

PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan

III. METODE PENELITIAN. Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan 18 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan September November 2011 yang bertempat di Laboratorium Bioteknologi Lantai 3 Program Studi Budidaya Perairan Universitas Lampung,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap, tahap pertama dilaksanakan di laboratorium bioteknologi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpad, tahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) merupakan ikan konsumsi air

BAB I PENDAHULUAN. Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) merupakan ikan konsumsi air 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) merupakan ikan konsumsi air tawar dengan tubuh memanjang dan kulit licin. Ikan lele dumbo tidak ditemukan di air payau, atau

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PROMOTER KERATIN IKAN FLOUNDER JEPANG

EFEKTIVITAS PROMOTER KERATIN IKAN FLOUNDER JEPANG EFEKTIVITAS PROMOTER KERATIN IKAN FLOUNDER JEPANG Paralichthys olivaceus DAN PROMOTER HEATSHOCK IKAN RAINBOW TROUT Oncorhynchus mykiss PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus ARIEF EKO PRASETIYO SKRIPSI PROGRAM

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembentukan Organisme Bioflok 4.1.1 Populasi Bakteri Populasi bakteri pada teknologi bioflok penting untuk diamati, karena teknologi bioflok didefinisikan sebagai teknologi

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS EKSTRAK DAUN PEPAYA

EFEKTIFITAS EKSTRAK DAUN PEPAYA EFEKTIFITAS EKSTRAK DAUN PEPAYA Carica papaya L. UNTUK PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN IKAN LELE DUMBO Clarias sp YANG DIINFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila AGUNG SETIAJI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp.

INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. GENERASI F0 BAMBANG KUSMAYADI GUNAWAN SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu ikan air tawar yang terus dikembangkan di Indonesia yaitu ikan mas.

I. PENDAHULUAN. Salah satu ikan air tawar yang terus dikembangkan di Indonesia yaitu ikan mas. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ikan air tawar yang terus dikembangkan di Indonesia yaitu ikan mas. Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sangat populer

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN

PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN Pangasius hypophthalmus UKURAN 1 INCI UP (3 CM) DALAM SISTEM RESIRKULASI FHEBY IRLIYANDI SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele dumbo (Clarias sp.) merupakan ikan air tawar yang banyak dibudidaya secara intensif hampir di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini disebabkan ikan lele dumbo

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN VAKSIN DNA DALAM PAKAN PADA IKAN MAS YANG DIINFEKSI KOI HERPESVIRUS

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN VAKSIN DNA DALAM PAKAN PADA IKAN MAS YANG DIINFEKSI KOI HERPESVIRUS ISSN : 1978-225X EFEKTIVITAS PENGGUNAAN VAKSIN DNA DALAM PAKAN PADA IKAN MAS YANG DIINFEKSI KOI HERPESVIRUS Effectiveness of DNA Vaccine in Feed to Koi Herpesvirus-Infected Common carp Sri Nuryati 1, Siti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia). Penyakit ini juga dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia). Penyakit ini juga dikenal sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan patin siam (P. hypophthalmus) merupakan salah satu komoditas ikan konsumsi air tawar yang bernilai ekonomis penting karena beberapa kelebihan yang dimiliki seperti

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Gejala Klinis Pengamatan gejala klinis pada benih ikan mas yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila meliputi kelainan fisik ikan, uji refleks, dan respon

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat E. ictaluri Ikan Lele ( Clarias sp.)

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat E. ictaluri Ikan Lele ( Clarias sp.) BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan di Laboratorium Balai Uji Standar Karantina Ikan Departemen Kelautan dan Perikanan di Jakarta dan Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi

Lebih terperinci

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA 825 Pengaruh frekuensi pemberian pakan terhadap... (Moch. Nurdin) PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA Mochamad

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Aeromonas salmonicida adalah salahsatu jenis dari bakteri Aeromonas sp. Secara

I. PENDAHULUAN. Aeromonas salmonicida adalah salahsatu jenis dari bakteri Aeromonas sp. Secara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aeromonas salmonicida adalah salahsatu jenis dari bakteri Aeromonas sp. Secara umum A. salmonicida merupakan penyebab utama penyakit infeksi pada ikanikan salmonid yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan komoditas perikanan yang sangat

I. PENDAHULUAN. Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan komoditas perikanan yang sangat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan komoditas perikanan yang sangat populer dan termasuk jenis ikan konsumsi yang banyak diminati oleh masyarakat Indonesia karena mudah

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 4. Borok Pada Ikan Mas yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 4. Borok Pada Ikan Mas yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Ikan Mas yang Terinfeksi Aeromonas hydrophila Pengamatan gejala klinis pada ikan mas yang diinfeksi Aeromonas hydrophila meliputi kerusakan jaringan tubuh dan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama ikan air tawar. Ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus)

BAB I PENDAHULUAN. terutama ikan air tawar. Ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan masyarakat terhadap protein hewani dari ikan mengalami peningkatan pesat di setiap tahunnya. Berdasarkan data yang diperoleh, tingkat konsumsi ikan nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi. Budidaya ikan mas telah lama berkembang di Indonesia, karena selain

I. PENDAHULUAN. tinggi. Budidaya ikan mas telah lama berkembang di Indonesia, karena selain I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan mas merupakan salah satu jenis ikan konsumsi yang bernilai ekonomis tinggi. Budidaya ikan mas telah lama berkembang di Indonesia, karena selain mudah, peluang usaha

Lebih terperinci

STUDI MENGENAI MORFOLOGI DAN KOMPOSISI SEL TESTIKULAR IKAN GURAME Osphronemus gouramy Lac. MAULUDDIN SKRIPSI

STUDI MENGENAI MORFOLOGI DAN KOMPOSISI SEL TESTIKULAR IKAN GURAME Osphronemus gouramy Lac. MAULUDDIN SKRIPSI STUDI MENGENAI MORFOLOGI DAN KOMPOSISI SEL TESTIKULAR IKAN GURAME Osphronemus gouramy Lac. MAULUDDIN SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada April 2013 sampai dengan Mei 2013 di laboratorium Nutrisi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

PAPARAN MEDAN LISTRIK 10 VOLT SELAMA 0, 2, 4, DAN 6 MENIT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN IKAN GURAME

PAPARAN MEDAN LISTRIK 10 VOLT SELAMA 0, 2, 4, DAN 6 MENIT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN IKAN GURAME PAPARAN MEDAN LISTRIK 10 VOLT SELAMA 0, 2, 4, DAN 6 MENIT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN IKAN GURAME (Osphronemous gouramy Lac.) PADA MEDIA PEMELIHARAAN BERSALINITAS 3 ppt ADHI KURNIAWAN

Lebih terperinci

UJI POTENSI TRANSMISI VAKSIN GP25 PADA BAKTERI FLORA NORMAL MEDIA BUDIDAYA IKAN MAS Cyprinus carpio SECARA IN VITRO AYU DITA JULIADININGTYAS

UJI POTENSI TRANSMISI VAKSIN GP25 PADA BAKTERI FLORA NORMAL MEDIA BUDIDAYA IKAN MAS Cyprinus carpio SECARA IN VITRO AYU DITA JULIADININGTYAS UJI POTENSI TRANSMISI VAKSIN GP25 PADA BAKTERI FLORA NORMAL MEDIA BUDIDAYA IKAN MAS Cyprinus carpio SECARA IN VITRO AYU DITA JULIADININGTYAS DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan mas (Cyprinus carpio L.) sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Ikan air tawar yang bernilai ekonomis cukup penting ini sudah sangat dikenal luas oleh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Ikan Nilem yang Terinfeksi Aeromonas hydrophila 4.1.1 Kerusakan Tubuh Berdasarkan hasil pengamatan, gejala klinis yang pertama kali terlihat setelah ikan diinfeksikan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus

PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus DYAH KESWARA MULYANING TYAS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Mei - Juni 2014 di Laboratorium Basah Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Mei - Juni 2014 di Laboratorium Basah Jurusan III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada Mei - Juni 2014 di Laboratorium Basah Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 3.2 Alat dan Bahan Alat

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PENDEDERAN LOBSTER AIR TAWAR CHERAX QUADRICARINATUS

UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PENDEDERAN LOBSTER AIR TAWAR CHERAX QUADRICARINATUS UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PENDEDERAN LOBSTER AIR TAWAR CHERAX QUADRICARINATUS PADA BERBAGAI KEPADATAN DALAM AKUARIUM DENGAN LANTAI GANDA, SERTA PENERAPAN SISTEM RESIRKULASI DEDY AKBAR SKRIPSI PROGRAM

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli hingga bulan September 2004 di

IV. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli hingga bulan September 2004 di IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli hingga bulan September 2004 di Laboratorium Parasit dan Penyakit Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Pertumbuhan Bobot, Panjang, dan Biomassa Peningkatan bobot rerata dan biomassa ikan sidat yang diberi perlakuan perendaman hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu

Lebih terperinci

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Jumlah Sel Darah Putih (Leukosit) Ikan Lele Dumbo Pada penelitian ini dihitung jumlah sel darah putih ikan lele dumbo untuk mengetahui pengaruh vitamin dalam meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan lele lokal (Bachtiar, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan lele lokal (Bachtiar, 2007). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Di Indonesia dikenal banyak jenis ikan lele, di antaranya lele lokal, lele Dumbo, lele Phiton, dan lele Babon (lele Kalimantan). Namun, yang sangat populer pada masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan kerapu (Epinephelus sp.) merupakan jenis ikan air laut yang

I. PENDAHULUAN. Ikan kerapu (Epinephelus sp.) merupakan jenis ikan air laut yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan kerapu (Epinephelus sp.) merupakan jenis ikan air laut yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, banyak dikonsumsi karena rasanya lezat. Komoditas kerapu diekspor dalam

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius sp.

PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius sp. PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius sp. YENI GUSTI HANDAYANI SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

Deskripsi. IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO PADA ANJING

Deskripsi. IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO PADA ANJING 1 I Gst Ayu Agung Suartini(38) FKH - Universitas Udayana E-mail: gaa.suartini@gmail.com Tlf : 081282797188 Deskripsi IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO

Lebih terperinci

Oleh: SA'DIYAH L/ C SKRIPSI

Oleh: SA'DIYAH L/ C SKRIPSI 0 I-' PEMANFAATAN BUAH MAHKOTA DEWA Phaleria macrocarpa UNTUK PENCEGAHAN rnfeksi PENYAKIT MAS Motile Aeromonad Septicaemia DITINJAU DARI GAMBARAN DARAH IKAN PATIN Pangasionodon hypophthalmus Oleh: SA'DIYAH

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji LD-50 merupakan uji patogenitas yang dilakukan untuk mengetahui

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji LD-50 merupakan uji patogenitas yang dilakukan untuk mengetahui 41 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Uji LD-50 Uji LD-50 merupakan uji patogenitas yang dilakukan untuk mengetahui kepadatan bakteri yang akan digunakan pada tahap uji in vitro dan uji in vivo. Hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit ikan merupakan salah satu masalah serius yang dihadapi oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit ikan merupakan salah satu masalah serius yang dihadapi oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ikan merupakan salah satu masalah serius yang dihadapi oleh para pembudidaya karena berpotensi menimbulkan kerugian yang sangat besar. Kerugian yang terjadi

Lebih terperinci

POTENSI EKSTRAK BAWANG PUTIH Allium sativum UNTUK MENGINAKTIFASI KOI HERPESVIRUS (KHV) PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio)

POTENSI EKSTRAK BAWANG PUTIH Allium sativum UNTUK MENGINAKTIFASI KOI HERPESVIRUS (KHV) PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio) Jurnal Akuakultur Indonesia, 6(2): 147 154 (2007) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id 147 POTENSI EKSTRAK BAWANG PUTIH Allium sativum UNTUK MENGINAKTIFASI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. motil, tidak membentuk spora, tidak membentuk kapsul, aerob, katalase positif,

II. TINJAUAN PUSTAKA. motil, tidak membentuk spora, tidak membentuk kapsul, aerob, katalase positif, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aeromonas salmonicida 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi A. salmonicida A. salmonicida merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang pendek, tidak motil, tidak membentuk spora,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan salah satu jenis ikan air tawar

I. PENDAHULUAN. Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan salah satu jenis ikan air tawar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sangat populer di masyarakat. Selain dagingnya yang enak, ikan mas juga memiliki nilai jual

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei Juni Lokasi penelitian di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei Juni Lokasi penelitian di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei Juni 2014. Lokasi penelitian di Laboratorium Budidaya Perikanan, Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. patin termasuk komoditi yang memiliki prospek cerah untuk dibudidayakan. Hal

I. PENDAHULUAN. patin termasuk komoditi yang memiliki prospek cerah untuk dibudidayakan. Hal I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan patin merupakan salah satu jenis ikan air tawar asli Indonesia yang tersebar di sebagian wilayah Sumatera dan Kalimantan (Djarijah, 2001). Ikan patin termasuk komoditi

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi dan Laboratorium Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada saat diisolasi dari ikan, sel trophont menunjukan pergerakan yang aktif selama 4 jam pengamatan. Selanjutnya sel parasit pada suhu kontrol menempel pada dasar petri dan

Lebih terperinci

TEKNIK PENGENDALIAN PENYAKIT KHV PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio) MELALUI MANIPULASI LINGKUNGAN DALAM SKALA LABORATORIUM

TEKNIK PENGENDALIAN PENYAKIT KHV PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio) MELALUI MANIPULASI LINGKUNGAN DALAM SKALA LABORATORIUM Teknik pengendalian penyakit KHV pada ikan mas melalui... (Iswari Ratna Astuti) TEKNIK PENGENDALIAN PENYAKIT KHV PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio) MELALUI MANIPULASI LINGKUNGAN DALAM SKALA LABORATORIUM Iswari

Lebih terperinci

IMUNITAS NON-SPESIFIK DAN SINTASAN LELE MASAMO (Clarias sp.) DENGAN APLIKASI PROBIOTIK, VITAMIN C DAN DASAR KOLAM BUATAN ABSTRAK

IMUNITAS NON-SPESIFIK DAN SINTASAN LELE MASAMO (Clarias sp.) DENGAN APLIKASI PROBIOTIK, VITAMIN C DAN DASAR KOLAM BUATAN ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume IV No 2 Februari 2016 ISSN: 2302-3600 IMUNITAS NON-SPESIFIK DAN SINTASAN LELE MASAMO (Clarias sp.) DENGAN APLIKASI PROBIOTIK, VITAMIN C DAN DASAR

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus goramy LAC.

PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus goramy LAC. PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus goramy LAC. UKURAN 2 CM Oleh : Giri Maruto Darmawangsa C14103056 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH TAMBAK TERHADAP PERTUMBUHAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei REZQI VELYAN SURYA KUSUMA

PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH TAMBAK TERHADAP PERTUMBUHAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei REZQI VELYAN SURYA KUSUMA PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH TAMBAK TERHADAP PERTUMBUHAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei REZQI VELYAN SURYA KUSUMA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

RESPON TANGGAP KEBAL IKAN MAS Cyprinus carpio TERHADAP VAKSIN KOI HERPESVIRUS YANG DIBERIKAN MELALUI INJEKSI DENGAN DOSIS BERBEDA EUIS LAELAWATI

RESPON TANGGAP KEBAL IKAN MAS Cyprinus carpio TERHADAP VAKSIN KOI HERPESVIRUS YANG DIBERIKAN MELALUI INJEKSI DENGAN DOSIS BERBEDA EUIS LAELAWATI RESPON TANGGAP KEBAL IKAN MAS Cyprinus carpio TERHADAP VAKSIN KOI HERPESVIRUS YANG DIBERIKAN MELALUI INJEKSI DENGAN DOSIS BERBEDA EUIS LAELAWATI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM IMUN Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM KEKEBALAN TUBUH Imunologi : Ilmu yang mempelajari cara tubuh melindungi diri dari gangguan fisik, kimiawi, dan biologis. . SISTEM IMUN INNATE : Respon

Lebih terperinci

METODOLOGI UMUM. KAJIAN ECP BAKTERI S. agalactiae MELIPUTI

METODOLOGI UMUM. KAJIAN ECP BAKTERI S. agalactiae MELIPUTI 15 METODOLOGI UMUM Alur pelaksanaan penelitian Pelaksanaan penelitian secara skematis disajikan pada Gambar 2, yang merupakan penelitian secara laboratorium untuk menggambarkan permasalahan secara menyeluruh

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C DALAM PERCOBAAN IMMUNOPROFILAKSIS TERHADAP INFEKSI BAKTERI. Oleh AHMAD FIRDAUS C SKRIPSI

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C DALAM PERCOBAAN IMMUNOPROFILAKSIS TERHADAP INFEKSI BAKTERI. Oleh AHMAD FIRDAUS C SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C DALAM PERCOBAAN IMMUNOPROFILAKSIS TERHADAP INFEKSI BAKTERI Streptococcus iniae PADA IKAN NILA (Oreochromis niloticus Linne) Oleh AHMAD FIRDAUS C01499058 SKRIPSI PROGRAM STUD1

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2011, di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2011, di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2011, di Laboratorium Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. B. Alat

Lebih terperinci

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 8 BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan mulai Juli sampai dengan Agustus 2010. Pemeliharaan ayam broiler dimulai dari Day Old Chick (DOC)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Aeromonas salmonicida merupakan jenis bakteri Aeromonas sp, yang

I. PENDAHULUAN. Aeromonas salmonicida merupakan jenis bakteri Aeromonas sp, yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aeromonas salmonicida merupakan jenis bakteri Aeromonas sp, yang diindikasikan mampu menyerang semua spesies ikan baik ikan air tawar maupun air laut, tergolong hama penyakit

Lebih terperinci

KESEHATAN IKAN. Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta

KESEHATAN IKAN. Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta KESEHATAN IKAN Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta Penyakit adalah Akumulasi dari fenomena-fenomena abnormalitas yang muncul pada organisme (bentuk tubuh, fungsi organ tubuh, produksi lendir,

Lebih terperinci

ANALISIS HISTOPATOLOGI OTOT IKAN MAS (Cyprinus carpio) YANG TERINFEKSI KOI HERPES VIRUS (KHV) PADA KOLAM PEMELIHARAAN IKAN MAS

ANALISIS HISTOPATOLOGI OTOT IKAN MAS (Cyprinus carpio) YANG TERINFEKSI KOI HERPES VIRUS (KHV) PADA KOLAM PEMELIHARAAN IKAN MAS ANALISIS HISTOPATOLOGI OTOT IKAN MAS (Cyprinus carpio) YANG TERINFEKSI KOI HERPES VIRUS (KHV) PADA KOLAM PEMELIHARAAN IKAN MAS Zulfa Rahmawati 1, Uun Yanuhar 2, Diana Arfiati 2 1 Mahasiswa Program Studi

Lebih terperinci

Tabel 3 Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan maskoki (Carassius auratus) di Bogor

Tabel 3 Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan maskoki (Carassius auratus) di Bogor HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Pemeliharaan Ikan Maskoki (Carassius auratus) Pengambilan sampel ikan maskoki dilakukan di tiga tempat berbeda di daerah bogor, yaitu Pasar Anyar Bogor Tengah, Batu Tulis Bogor

Lebih terperinci

MANIPULASI SUHU MEDIA TERHADAP KINERJA PRODUKSI UDANG RED CHERRY (Neocaradina denticulate sinensis) BONNE MARKUS SKRIPSI

MANIPULASI SUHU MEDIA TERHADAP KINERJA PRODUKSI UDANG RED CHERRY (Neocaradina denticulate sinensis) BONNE MARKUS SKRIPSI MANIPULASI SUHU MEDIA TERHADAP KINERJA PRODUKSI UDANG RED CHERRY (Neocaradina denticulate sinensis) BONNE MARKUS SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTERMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Perlakuan Penelitian ini terdiri dari enam perlakuan yang masing-masing diberi 3 kali ulangan. Perlakuan yang diberikan berupa perendaman dengan dosis relhp berbeda yaitu

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Persiapan Penelitian Penelitian Pendahuluan Tahap 1 Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN Persiapan Penelitian Penelitian Pendahuluan Tahap 1 Waktu dan Tempat 41 METODE PENELITIAN Penelitian ini terdiri atas 2 tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian inti. Penelitian pendahuluan terdiri atas 2 tahap yaitu uji nilai kisaran (range value test) dan uji

Lebih terperinci

IMUNOGENISITAS KOMBINASI VAKSIN INAKTIF WHOLE CELL Aeromonas salmonicida DAN VITAMIN C PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio) ABSTRAK

IMUNOGENISITAS KOMBINASI VAKSIN INAKTIF WHOLE CELL Aeromonas salmonicida DAN VITAMIN C PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio) ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume III No 2 Februari 2015 ISSN: 2302-3600 IMUNOGENISITAS KOMBINASI VAKSIN INAKTIF WHOLE CELL Aeromonas salmonicida DAN VITAMIN C PADA IKAN MAS (Cyprinus

Lebih terperinci

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN Sistem Imun merupakan semua mekanisme pertahanan yang dapat dimobilisasi oleh tubuh untuk memerangi berbagai ancaman invasi asing. Kulit merupakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Prosedur Penelitian Isolasi dan Seleksi Bakteri Proteolitik Isolasi Bakteri Proteolitik

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Prosedur Penelitian Isolasi dan Seleksi Bakteri Proteolitik Isolasi Bakteri Proteolitik BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Kegiatan isolasi dan seleksi bakteri proteolitik dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Nutrisi, Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar (BRPBAT) Bogor, kegiatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran Jatinangor

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Benih Lele Sangkuriang yang terinfeksi Aeromonas hydrophila Pengamatan gejala klinis benih lele sangkuriang yang diinfeksikan Aeromonas hydrophila meliputi

Lebih terperinci

PEMANFAATAN IMMUNOSTIMULAN UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT PADA IKAN MAS. Abstrak

PEMANFAATAN IMMUNOSTIMULAN UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT PADA IKAN MAS. Abstrak PEMANFAATAN IMMUNOSTIMULAN UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT PADA IKAN MAS E. Mudjiutami, Ciptoroso, Z. Zainun, Sumarjo, Rahmat Abstrak Koi Herpes Virus (KHV) merupakan penyakit virus yang menyerang ikan mas

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dikembangkan adalah budidaya kerapu tikus (Cromileptes altivelis) (Putri dkk.,

I. PENDAHULUAN. dikembangkan adalah budidaya kerapu tikus (Cromileptes altivelis) (Putri dkk., I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi kelautan dari sektor budidaya yang sudah banyak diminati untuk dikembangkan adalah budidaya kerapu tikus (Cromileptes altivelis) (Putri dkk., 2013a). Meskipun usaha

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Ikan merupakan komoditas budidaya unggulan di Indonesia, karena

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Ikan merupakan komoditas budidaya unggulan di Indonesia, karena I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ikan merupakan komoditas budidaya unggulan di Indonesia, karena merupakan salah satu sumber protein hewani yang terjangkau oleh hampir sebagian besar lapisan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung tepatnya di Laboratorium Pembenihan Kuda

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR SB

SIDANG TUGAS AKHIR SB SIDANG TUGAS AKHIR SB 091358 Pengaruh Salinitas terhadap Kandungan Protein dan Pertumbuhan Ikan Bawal Bintang (Trachinotus blochii) Oleh : Hutami Tri Retnani 1508 100 008 Dosen Pembimbing : Dra. Nurlita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nilem (Osteochilus vittatus) merupakan ikan air tawar yang termasuk kedalam famili Cyprinidae yang bersifat herbivore. Ikan ini menyebar di Asia Tenggara, di Indonesia

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LARUTAN NUTRIEN YANG DIBAWA OLEH SERAT JAGUNG DALAM BUDIDAYA IKAN MAS Cyprinus carpio L. DI KERAMBA JARING APUNG

PEMANFAATAN LARUTAN NUTRIEN YANG DIBAWA OLEH SERAT JAGUNG DALAM BUDIDAYA IKAN MAS Cyprinus carpio L. DI KERAMBA JARING APUNG PEMANFAATAN LARUTAN NUTRIEN YANG DIBAWA OLEH SERAT JAGUNG DALAM BUDIDAYA IKAN MAS Cyprinus carpio L. DI KERAMBA JARING APUNG Oleh : Asep Permana C01400003 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR

Lebih terperinci

EVALUASI DAN OPTIMALISASI PROGRAM PCR DALAM DETERMINASI KELAMIN IKAN BARBIR EMAS Puntius conchonius SECARA MOLEKULAR RADI IHLAS ALBANI

EVALUASI DAN OPTIMALISASI PROGRAM PCR DALAM DETERMINASI KELAMIN IKAN BARBIR EMAS Puntius conchonius SECARA MOLEKULAR RADI IHLAS ALBANI EVALUASI DAN OPTIMALISASI PROGRAM PCR DALAM DETERMINASI KELAMIN IKAN BARBIR EMAS Puntius conchonius SECARA MOLEKULAR RADI IHLAS ALBANI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PENAMBAHAN ZEOLIT TERHADAP KINERJA FILTER AIR DALAM SISTEM RESIRKULASI PADA PEMELIHARAAN IKAN ARWANA Sceleropages formosus DI AKUARIUM

EFEKTIFITAS PENAMBAHAN ZEOLIT TERHADAP KINERJA FILTER AIR DALAM SISTEM RESIRKULASI PADA PEMELIHARAAN IKAN ARWANA Sceleropages formosus DI AKUARIUM EFEKTIFITAS PENAMBAHAN ZEOLIT TERHADAP KINERJA FILTER AIR DALAM SISTEM RESIRKULASI PADA PEMELIHARAAN IKAN ARWANA Sceleropages formosus DI AKUARIUM ADITYA PRIMA YUDHA DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN 2.1 Persiapan Ikan Uji Ikan nila (Oreochromis niloticus) BEST didatangkan dari Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Bogor yang berukuran rata-rata 5±0,2g, dipelihara selama ±

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi dan Laboratorium Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi.

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi. III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi. 3.2 Alat dan bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam

Lebih terperinci