RESPON TANGGAP KEBAL IKAN MAS Cyprinus carpio TERHADAP VAKSIN KOI HERPESVIRUS YANG DIBERIKAN MELALUI INJEKSI DENGAN DOSIS BERBEDA EUIS LAELAWATI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RESPON TANGGAP KEBAL IKAN MAS Cyprinus carpio TERHADAP VAKSIN KOI HERPESVIRUS YANG DIBERIKAN MELALUI INJEKSI DENGAN DOSIS BERBEDA EUIS LAELAWATI"

Transkripsi

1 RESPON TANGGAP KEBAL IKAN MAS Cyprinus carpio TERHADAP VAKSIN KOI HERPESVIRUS YANG DIBERIKAN MELALUI INJEKSI DENGAN DOSIS BERBEDA EUIS LAELAWATI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : RESPON TANGGAP KEBAL IKAN MAS Cyprinus carpio TERHADAP VAKSIN KOI HERPESVIRUS YANG DIBERIKAN MELALUI INJEKSI DENGAN DOSIS BERBEDA adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini. Bogor, November 2008 Euis Laelawati C

3 RINGKASAN EUIS LAELAWATI. C Respon Tanggap Kebal Ikan Mas Cyprinus carpio Terhadap Vaksin Koi Herpesvirus Yang Diberikan Melalui Injeksi Dengan Dosis Berbeda. Di bawah bimbingan : Sri Nuryati, S.Pi. M.Si dan Ayi Santika, S.Pi. M.Si Sebagian besar masyarakat Indonesia sudah mengenal ikan mas. Ikan mas termasuk ikan konsumsi yang merupakan salah satu komoditas sektor perikanan air tawar yang terus berkembang pesat dari waktu ke waktu. Sebagaimana makhluk hidup pada umumnya, ikan mas tidak luput dari serangan penyakit yang bisa disebabkan oleh parasit, bakteri, cendawan dan virus. Salah satu penyakit pada ikan mas yang banyak terjadi sekarang ini adalah yang disebabkan oleh infeksi Koi Herpesvirus (KHV). Upaya penanggulangan wabah KHV di daerah infeksi telah dilakukan. Salah satu cara yang cukup efektif dan prospektif adalah membuat kekebalan spesifik pada ikan dengan pemberian vaksin. Hal ini karena vaksin dapat merangsang kekebalan spesifik dan kekebalan yang ditimbulkan relatif tinggi. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus hingga Desember 2007, bertempat di Laboratorium Karantina, Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi, Jawa Barat. Ikan mas yang digunakan adalah ikan mas negatif KHV berasal dari daerah Kadupandak, Cianjur Selatan, Jawa Barat dan ikan mas positif KHV yang berasal dari daerah Cisaat, Sukabumi, Jawa Barat. Ikan sebanyak 120 ekor dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan dengan masingmasing 3 kali ulangan yaitu Perlakuan A : vaksin dengan dosis virus 10-1 (0.1) dan ikan diuji tantang dengan diinjeksi virus 0.1 ml. Perlakuan B : vaksin dengan dosis virus 10-2 (0.01) dan ikan diuji tantang dengan diinjeksi virus 0.1 ml. Perlakuan C : vaksin dengan dosis virus 10-3 (0.001) dan ikan diuji tantang dengan diinjeksi virus 0.1 ml dan Kontrol : ikan diinjeksi virus 0.1 ml. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan pemberian vaksin, ikan memberikan respon tanggap kebal terhadap peningkatan daya tahan tubuh dan mampu meningkatkan sintasan hidup setelah uji tantang dengan KHV aktif. Tidak terdapat kematian ikan mas setelah vaksinasi pada semua perlakuan hingga masa penyembuhan (21 hari). Sedangkan sintasan hidup ikan setelah uji tantang untuk masing-masing perlakuan A, B, C dan D secara berturut-turut adalah: 26.67%, 53.33%, 73.33% dan 13.33%. Respon tanggap kebal ikan mas terhadap KHV juga ditunjukkan melalui gambaran darah. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa perlakuan C (dosis 10-3 ) merupakan perlakuan yang paling baik yaitu mampu meningkatkan kekebalan ikan terhadap serangan KHV, hal ini didukung oleh gejala klinis yang ringan, sintasan hidup yang tinggi dan parameter imunologi.

4 Judul Skripsi Nama Mahasiswa Nomor Pokok : Respon Tanggap Kebal Ikan Mas Cyprinus carpio Terhadap Vaksin Koi Herpesvirus Yang Diberikan Secara Suntik Dengan Konsentrasi Yang Berbeda : Euis Laelawati : C Disetujui, Pembimbing I Pembimbing II Sri Nuryati, S.Pi. M.Si Ayi Santika, S.Pi. M.Si NIP : NIP : Diketahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Prof. Dr. Ir. Indra Jaya M.Sc NIP : Tanggal Lulus : 21 November 2008

5 RESPON TANGGAP KEBAL IKAN MAS Cyprinus carpio TERHADAP VAKSIN KOI HERPESVIRUS YANG DIBERIKAN MELALUI INJEKSI DENGAN DOSIS BERBEDA EUIS LAELAWATI SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Budidaya Perairan PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

6 KATA PENGANTAR Alhamdulillah segenap rasa syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat, rahmat dan karunia-nya, sehingga karya ilmiah yang berjudul Respon Tanggap Kebal Ikan Mas Cyprinus carpio Terhadap Vaksin Koi Herpesvirus Yang Diberikan Melalui Injeksi Dengan Dosis Berbeda ini dapat diselesaikan dengan baik. Sholawat beriring salam semoga selalu tercurah kepada suri tauladan umat Muslim yang mulia Rasulullah Muhammad SAW. Selama melaksanakan penelitian dan menyusun skripsi ini, Penulis telah mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, Penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ibu Sri Nuryati, S.Pi. M.Si selaku Pembimbing I dan Bapak Ayi Santika, S.Pi. M.Si selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan arahan, masukan, saran, bimbingan, dan motivasi kepada Penulis sehingga penulisan karya ilmiah ini dapat terarah dengan baik. 2. Ibu Ir. Yani Hadiroseyani, MM selaku Pembimbing Akademik dan Dosen Penguji Tamu yang telah banyak memberikan arahan, masukan, saran, bimbingan, dan motivasi kepada Penulis sehingga penulisan karya ilmiah ini dapat terarah dengan baik. 3. Bapak, Ibu, Kakak (Martini, S.P dan Budiyanto, S.Pi) dan keponakan ku yang shalih (Muhammad Farhan el Mumtaz dan Muhammad Fathan al Mutashim Billah) serta keluarga ku tercinta di Bekasi atas dukungan moril dan materil serta kasih sayang dan doa yang tiada henti. 4. Kepala Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi beserta staff karyawan yang telah memberikan fasilitas penelitian. 5. Teman-teman seperjuangan dalam rangka Listina fil Hayatil Islam di MT al Marjan FPIK, dan Badan Kerohanian Islam Mahasiswa (BKIM) IPB atas persaudaraan, motivasi, doa, bina nafsiyah dan pendidikan Islam yang diberikan kepada Penulis.

7 6. Teman-teman Lab. Kesehatan Ikan (Om Icool, Wira, Mely, Windu, Ade Lelih, Pegi, Loli, Onny, Deti, Dila) dan Pak Ranta serta Kang Adna atas kebersamaan dan dukunganya. 7. Semua pihak yang telah banyak membantu dan tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini, seperti kata pepatah tidak ada gading yang tidak retak, namun Penulis memandang bahwa skripsi ini dibuat sebagai suatu proses pembelajaran yang tidak pernah berhenti baik terhadap materi perkuliahan maupun perjalanan hidup Penulis sebagai mahasiswa selama duduk di bangku perkuliahan. Semoga hasil penelitian yang tertuang dalam skripsi ini berguna dan bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya. Bogor, November 2008 Euis Laelawati

8 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bekasi, Jawa Barat pada tanggal 13 Juni Penulis merupakan anak bungsu dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Endu Suryadi dan Ibu Komariyah. Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah SDN Tunas Budaya lulus tahun 1997, SLTPN 2 Lemah Abang lulus tahun 2000 dan SMUN 2 Cikarang Utara, lulus tahun Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI IPB). Penulis memilih dan masuk program studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah mengikuti praktek lapang pembenihan dan pembesaran ikan gurami dan ikan koi di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi pada tahun Penulis juga pernah menjadi Asisten praktikum pada mata kuliah Dasar-dasar Mikrobiologi Akuatik dan mata kuliah Penyakit Ikan. Selain itu penulis juga menjadi pengurus MT al Marjan sebagai Kepala Biro Dana dan Usaha dan Kepala Biro PPSDM. Penulis juga sering mengikuti berbagai kegiatan lain yang dapat menunjang perkuliahan seperti seminar dan motivation training. Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul Respon Tanggap Kebal Ikan Mas Cyprinus carpio Terhadap Vaksin Koi Herpesvirus Yang Diberikan Melalui Injeksi Dengan Dosis Berbeda.

9 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... i DAFTAR GAMBAR... ii DAFTAR LAMPIRAN... iii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 4 Sistem Pertahanan Tubuh Ikan... 4 Koi Herpesvirus... 7 Vaksinasi...10 Parameter Imunologi...11 METODOLOGI...13 Waktu dan Tempat...13 Alat dan Bahan...13 Metode Penelitian...14 Persiapan Wadah Pemeliharaan...14 Pembuatan Inokulum Virus...14 Preparasi Vaksin dan Persiapan Ikan Uji...14 Uji Tantang...15 Parameter yang diamati...16 Tingkah Laku Ikan dan Gejala Klinis...16 Sintasan Hidup Ikan...16 Pengambilan Darah...16 Penghitungan Total Sel Darah Putih...16 Pengukuran Kadar Hematokrit...17 Penghitungan Indeks Fagositosis...17 Analisis Data...18

10 HASIL DAN PEMBAHASAN...19 Hasil...19 Tingkah Laku Ikan dan Gejala Klinis...19 Sintasan Hidup Ikan...21 Penghitungan Total Sel Darah Putih...24 Pengukuran Kadar Hematokrit...25 Penghitungan Indeks Fagosiosis...26 Kualitas Air...28 Pembahasan...28 KESIMPULAN DAN SARAN...31 DAFTAR PUSTAKA...32 LAMPIRAN...35

11 DAFTAR TABEL Halaman 1 Nilai rataan total sel darah putih (sel/mm 3 ) ikan mas Cyprinus carpio pada berbagai perlakuan selama vaksinasi Nilai rataan total sel darah putih (sel/mm 3 ) ikan mas Cyprinus carpio pada berbagai perlakuan selama uji tantang Nilai rataan kadar hematokrit (%) ikan mas Cyprinus carpio pada berbagai perlakuan selama vaksinasi Nilai rataan kadar hematokrit (%) ikan mas Cyprinus carpio pada berbagai perlakuan selama uji tantang Nilai rataan indeks fagositosis ikan mas Cyprinus carpio pada berbagai perlakuan selama vaksinasi Nilai rataan indeks fagositosis ikan mas Cyprinus carpio pada berbagai perlakuan selama uji tantang Kisaran parameter kualitas air selama penelitian... 28

12 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Ikan Mas Cyprinus carpio Setelah Uji Tantang pada Berbagai Perlakuan Histogram Kelangsungan Hidup (%) Ikan Mas Cyprinus carpio pada Masa Vaksinasi (21 hari) Histogram Kelangsungan Hidup (%) Ikan Mas Cyprinus carpio pada Masa Uji Tantang (21 Hari) Pola Kelangsungan Hidup selama Vaksinasi dan Uji Tantang Grafik Rataan Total Sel Darah Putih (sel/mm 3 ) Ikan Mas Cyprinus carpio pada Berbagai Perlakuan Grafik Nilai Rataan Hematokrit (%) Ikan Mas Cyprinus carpio pada Berbagai Perlakuan Nilai Indeks Fagositosis Dalam Darah Ikan Mas Cyprinus carpio pada Berbagai Perlakuan... 27

13 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Nilai Kelangsungan Hidup, Total Sel Darah Putih, Kadar Hematokrit dan Indeks Fagositosis 36 2 Pewarnaan Giemsa dan Prosedur Pembuatan Preparat Ulas Penghitungan Kadar Hematokrit (Chinabut et al., 1990) Prosedur Preparasi Vaksin Analisis Sidik Ragam (ANOVA) Total Leukosit, Kadar Hematokrit, dan Indeks Fagositik... 42

14 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar masyarakat Indonesia sudah mengenal ikan mas. Ikan mas termasuk ikan konsumsi yang merupakan salah satu komoditas sektor perikanan air tawar yang terus berkembang pesat dari waktu ke waktu. Dari aspek pasarnya, terlihat kecenderungan peningkatan ikan mas dari tahun ke tahun. Budidaya ikan mas telah dilakukan oleh masyarakat Indonesia sejak lama. Selain digunakan sebagai mata pencaharian utama dapat juga sekedar sebagai hobi. Permintaan ikan mas dari tahun ke tahun tidak pernah surut atau berkurang. Hal ini dapat dibuktikan dari kenyataan di lapangan, berapapun jumlah ikan yang dipasok dapat dipastikan selalu terjual. Sebagian besar kebutuhan ikan mas ukuran konsumsi di Jakarta dan Bandung dipenuhi dari hasil pemeliharaan di keramba jaring apung (KJA) yang terdapat di waduk Jatiluhur, waduk Cirata, dan waduk Saguling. Sebagian lagi dipenuhi dari hasil pemeliharaan di kolam air deras dan dari hasil budidaya kolam tradisional yang banyak dilakukan masyarakat. Sebagaimana makhluk hidup pada umumnya, ikan mas tidak luput dari serangan penyakit yang bisa disebabkan oleh parasit, bakteri, cendawan dan virus. Penyakit merupakan satu masalah yang sering merepotkan petani ikan. Tak jarang suatu usaha perikanan gagal karena serangan penyakit. Salah satu penyakit pada ikan mas yang banyak terjadi sekarang ini adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Koi Herpesvirus (KHV). Penyakit ini sangat ganas dan dapat menyebabkan kematian massal (80-100%) dalam kurun waktu satu minggu. Wabah KHV pertama kali dilaporkan dan telah dikonfirmasikan terjadi di Israel tahun Selanjutnya infeksi KHV dilaporkan terjadi di Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa seperti Inggris, Belanda dan Denmark serta ditemukan pula di Asia (OATA, 2001). Di Indonesia, infeksi KHV pertama kali terjadi di Blitar, Jatim yang dikenal sebagai sentra budidaya ikan koi yang mempunyai lebih dari petani ikan (Sunarto et al., 2006). Wabah ini terjadi setelah hujan deras. Sejak terjadinya wabah penyakit ini pada Maret 2002 lalu, penyakit ini telah menyebar terutama di pulau Jawa, Bali dan Sumatera. Dinas Produksi dan Konservasi Dinas Perikanan

15 Jabar menemukan angka fantastis kerugian akibat serangan virus tersebut. Sepanjang tahun 2002, kerugian diperkirakan sebesar Rp. 100 miliar. Di Jawa Barat khususnya, sekitar ton ikan mas gagal panen. Jumlah tersebut setara dengan Rp. 60 miliar. Serangan virus ini pada akhir Oktober 2004 telah menyebabkan kematian sedikitnya ekor ikan mas dalam petak KJA di Sumatera Utara. Kerugian akibat matinya jutaan ikan mas itu masih dirasakan hingga kini, meski tak terlalu ekstrem seperti pada tahun Upaya penanggulangan wabah KHV di daerah infeksi telah banyak dilakukan yaitu dengan menggunakan obat-obatan (antibiotik) seperti OTC, streptomysin, chloromycetin, dan vitamin C. Akan tetapi terbukti bahwa obatobatan tersebut tidak efektif. Pengobatan dengan bahan-bahan tersebut hanya mengatasi infeksi sekunder yang disebabkan oleh parasit, bakteri atau cendawan. Penggunaan obat-obatan khususnya antibiotik juga dapat menimbulkan resistensi pada bakteri atau mikroorganisme dan bahkan dapat menimbulkan residu sehingga diduga dapat membahayakan manusia. Oleh karena itu, salah satu cara yang cukup efektif dan prospektif adalah membuat kekebalan spesifik pada ikan dengan pemberian vaksin. Hal ini karena vaksin dapat merangsang kekebalan spesifik dan kekebalan yang ditimbulkan relatif tinggi. Vaksinasi adalah salah satu alternatif pengendalian penyakit yang dikenal cukup efektif dan efisien serta memberikan perlindungan yang cukup lama. Dalam hal ini ikan akan merespon dan mensintesa antibodi yang dikenal sebagai imunoglobulin. Penelitian dan pengembangan vaksin KHV saat ini masih langka dan hanya dua negara yang memproduksi yaitu Israel dan Jepang. Untuk mendatangkan vaksin dari Israel, Pemda Jabar mengalokasikan dana sebesar Rp. 560 juta yang terdiri atas APBD sebesar Rp 260 juta ditambah APBN sebesar Rp. 300 juta (Anonim 2, 2008). Berdasarkan hal ini, perlu dilakukan upaya pembuatan dan penyediaan vaksin sebagai salah satu upaya pengendalian KHV. Penelitian tentang penyakit ikan akan semakin penting di masa yang akan datang karena usaha budidaya akan menguntungkan bila penyakit ikan dapat dikendalikan.

16 Ada beberapa cara vaksinasi yang dapat dilakukan yaitu dengan cara injeksi, makanan (oral), perendaman dan penyemprotan dengan tekanan tinggi, dimana masing-masing cara memiliki kekurangan dan kelebihan (Supriyadi, 1990; Ellis, 1988). Namun yang paling umum dan mudah dilakukan adalah dengan cara injeksi melalui intraperitonial (rongga perut) atau intramuscular (otot punggung). 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menguji vaksin KHV yang diberikan melalui injeksi dengan dosis berbeda terhadap respon tanggap kebal ikan mas sehingga diperoleh dosis optimum vaksin untuk mendapatkan kekebalan tubuh spesifik dan kelangsungan hidup yang tinggi dari ikan mas.

17 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pertahanan Tubuh Ikan Sistem pertahanan tubuh terbagi atas pertahanan non spesifik dan pertananan spesifik (Amanullah, 2000; Azhar, 2007). Pertahanan non spesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroorganisme. Oleh karena itu dapat memberikan respon langsung terhadap antigen. Pertahanan non spesifik meliputi pertahanan fisik dan kimiawi seperti epitel dan substansi pada permukaan tubuh. Mekanisme pertahanan non spesifik pada permukaan tubuh adalah mukus, kulit, insang dan sel gastrointestinal (Nurcahyo, 2001). Mukus memiliki kemampuan menghambat kolonisasi mikroorganisme pada kulit, insang dan mukosa. Mukus ikan mengandung imunoglobulin (Ig) alami dan bukan sebagai respon dari pemaparan antigen. Adapun sisik atau kulit berperan dalam melindungi ikan dari kemungkinan luka dan berperan penting dalam mengendalikan osmolaritas tubuh (Irianto, 2005). Insang memiliki kemampuan menyaring dan menahan sekitar 80-90% mikroorganisme yang berhasil memasuki sistem pernapasan secara langsung (Azhar, 2007). Sistem pertahanan spesifik membutuhkan waktu untuk mengenal antigen terlebih dahulu sebelum meresponnya. Spesifik berarti hanya dapat menghancurkan benda asing yang sudah dikenal sebelumnya. Benda asing pertama, segera dikenali kemudian terjadi sensitasi sistem pertahanan tubuh. Benda asing kedua, akan dikenal lebih cepat kemudian dihancurkan. Sistem pertahanan spesifik disebut juga sistem pertahanan ketiga dimana yang berperan adalah antibodi (Kamiso, 2001). Menurut Nurcahyo (2001), mekanisme pertahanan spesifik berfungsi untuk menetralisasi infeksi virus, aktivasi komplemen dan opzonisasi partikel. Seperti halnya pada mamalia, ikan juga mempunyai sistem kekebalan untuk mengantisipasi infeksi mikroorganisme. Pada ikan terdapat populasi sel B dan sel T yang sangat berperan dalam respon imunitas baik seluler maupun humoral (Alifuddin, 2002). Respon seluler merupakan respon yang bersifat non spesifik dilakukan oleh cell mediated imunity, sedangkan respon humoral ikan

18 bersifat spesifik dilakukan oleh substansi yang dikenal sebagai antibodi atau imunoglobulin (Anderson, 1974; Ellis, 1988). Bastiawan (1995) menyatakan bahwa salah satu bahan utama material protektif induk yang diberikan pada keturunannya adalah antibodi. Menurut Tizard (1987), proses terbentuknya antibodi yang spesifik terjadi karena adanya rangsangan antigen penginfeksi. Bila antigen disuntikkan maka akan dibentuklah antibodi yang dapat bereaksi dengan antigen tersebut. Antibodi biasanya hanya berikatan khusus dengan antigen yang merangsang pembentukannya. Antigen berasal dari bahasa Yunani, anti berarti melawan dan genitus berarti penyebab atau pembentuk (Justiana, 2007). Yahya (2000) mengungkapkan bahwa antibodi memiliki 3 fungsi, yaitu menetralisasikan toksin agar tidak lagi bersifat toksik, mengikatkan diri kepada sel-sel musuh, yaitu antigen dan fungsi terakhir adalah membusukkan struktur biologi antigen tersebut lalu menghancurkannya. Antibodi akan terbentuk jika sel limfosit (sel B) telah berfungsi dengan baik. Sistem pertahanan harus bisa mengenali dengan jelas antigen yang masuk ke dalam tubuh. Sel yang berperan pertama kali dalam sistem pertahanan adalah fagosit yang dikenal sebagai sel penghancur. Kadang-kadang fagosit tidak dapat mengatasi jumlah antigen yang terus menerus bertambah. Pada tahap ini, sel fagosit besar (makrofag) mulai berperan. Makrofag memiliki peranan penting dalam tubuh. Makrofag mensekresikan suatu cairan, agar suhu tubuh meningkat. Saat menangkap dan menelan virus, makrofag merobek bagian tertentu pada virus. Bagian virus tersebut sebagai tanda dan informasi bagi elemen-elemen lain pada sistem pertahanan. Kumpulan informasi ini diteruskan kepada sel T helper, yang menggunakan bagian tersebut untuk mengenali antigen. Begitu informasi sampai, maka sel T cytotoxic/killer akan memperbanyak diri. Dalam waktu singkat, sel T cytotoxic/killer yang terstimulasi akan menjadi banyak seperti pasukan yang kuat. Fungsi sel T helper juga memastikan jumlah fagosit lebih banyak, sementara mereka mentransfer informasi mengenai antigen ke limfa dan nodus limfa. Setelah nodus limfa menerima informasi, sel B mulai berperan (sel B dibuat di sumsum tulang, kemudian berpindah ke nodus limfa). Setiap sel B yang telah terstimulasi mulai memperbanyak diri. Proses memperbanyak diri berlanjut

19 sampai ribuan sel identik terbentuk. Selanjutnya, sel B mulai membelah diri dan berubah menjadi sel plasma yang juga mensekresikan antibodi. Setelah berikatan dengan antigen, kemudian struktur biologi antigen dimusnahkan. Jika virus menembus sel, antibodi tidak dapat menangkap virus. Pada tahap ini, sel T cytotoxic/killer kembali berperan untuk mencari dan mengenali virus yang ada di dalam sel, lalu membunuhnya. Namun apabila virus telah terkamuflase dengan baik dan dapat menghindar dari perhatian sel T cytotoxic/killer, maka sel pembunuh alamiah (PA) akan bereaksi. Sel PA membunuh sel yang ditempati virus dan tidak dapat dikenali oleh sel lain. Setelah antigen dapat dimusnahkan, sel T supressor akan bereaksi untuk mengembalikan ke keadaan normal. Sel memori telah menyimpan antigen di dalam ingatannya. Dengan tetap tinggal di dalam tubuh selama bertahun-tahun, sel ini membantu pertahanan menjadi lebih cepat dan lebih efektif jika terjadi infeksi dari antigen yang sama (Amanullah, 2000). Secara ringkas, menurut Yahya (2003), mekanisme terbentuknya antibodi spesifik karena rangsangan antigen dimulai dari masuknya antigen ke dalam tubuh ikan, kemudian difagositosis (dimakan) oleh makrofag. Fagositosis adalah salah satu elemen paling penting dalam sistem kekebalan. Proses ini memberi perlindungan segera dan efektif terhadap infeksi. Mekanisme pertahanan tubuh terdiri atas tiga tahapan penting, yaitu : 1. Pengenalan musuh yang dihadapi. Dalam hal ini musuh yang dihadapi adalah antigen (mikroorganisme), bisa berupa bakteri ataupun virus. 2. Penghancuran antigen oleh sistem pertahanan. 3. Kembali ke keadaan normal. Ginjal merupakan organ produksi antibodi yang utama, mengandung jaringan hemofoitik yang kaya akan limfosit dan plasma sel (sel yang memproduksi antibodi), sedangkan timus adalah organ limfoid pertama yang menghasilkan limfosit (Bastiawan, 1995). Pada awal kehidupannya, sistem pertahanan ikan yang mulai berfungsi adalah sistem pertahanan non spesifik, sedangkan pertahanan spesifik ikan baru berkembang dan berfungsi dengan baik pada umur beberapa minggu setelah telur menetas (Ellis, 1988).

20 2.2 Koi Herpesvirus Biologi Koi Herpesvirus Kata virus berasal dari bahasa Latin yang berarti racun asal hewan. Virus adalah partikel yang hanya bisa hidup dan berkembang biak dalam sel hidup yang peka atau cocok untuk virus (Malole, 1988). Virus mempunyai sifat yang unik. Pada dasarnya virus berbeda dari mikroorganisme lainnya dalam beberapa hal, antara lain bahwa virus tidak mampu tumbuh dan membelah diri, tidak memiliki aktivitas metabolisme sendiri sehingga tidak peka terhadap antibiotik atau zat-zat lain yang merusak proses metabolisme mikroorganisme. Untuk dapat bertahan hidup, virus harus menginfeksi dan melekat pada makhluk hidup lain. Tahapan dari infeksi adalah terjadinya perlekatan atau adsorpsi partikel virus pada permukaan sel yang peka, masuknya virus ke dalam sel, replikasi dan biosintesis komponen virus, perakitan, dan pelepasan virus. Menurut Malole (1988), Herpes berasal dari bahasa Yunani yang artinya gambaran yang mengerikan. Virus herpes termasuk ke dalam famili Herpesviridae. Virus ini berkembang biak di dalam inti sel inang dan membentuk badan inklusi yang disebut Cowdry tipe A. Virus ini bila sudah menginfeksi inang, maka sejumlah virus akan tetap tinggal di dalam inangnya sehingga bersifat laten seumur hidup berada di dalam inangnya. Secara morfologik, anggota virus herpes mempunyai struktur yang serupa. Morfologik struktur virus herpes dari arah dalam ke luar terdiri atas genom DNA untai ganda linier, kapsid, lapisan tegumen dan selubung (Daili dan Makes, 2002). Virus herpes mempunyai kemampuan masuk ke dalam tempat-tempat tubuh yang sulit dilalui bahkan virus tersebut dapat menjadi tidak terdeteksi karena berada dalam sel syaraf sehingga mekanisme pertahanan tubuh tidak dapat merespon sebagai ancaman. Infeksi oleh virus herpes dimulai dengan kontak virus terhadap mukus atau lendir yang mengalami abrasi. Selama infeksi awal ini, virus herpes dapat menyebar melalui saluran limfa menuju kelenjar limfa regional. Anggota virus herpes sudah lama dikaitkan dengan timbulnya kanker dan tumor pada manusia dan binatang. Penelitian in vitro menunjukkan bahwa beberapa anggota virus

21 herpes mampu menginduksi perkembangbiakan sel yang salah, baik dalam hal kecepatan maupun diferensiasinya (Daili dan Makes, 2002). Koi Herpesvirus memiliki ukuran diameter nm (Haramoto et al., 2007 dalam Anonim 1, 2007). Sedangkan inti virus berukuran nm dengan bentuk ikosahedral (Hutoran et al., 2005). Partikel inti ditemukan juga berbentuk sirkular atau poligonal dengan diameter nm dan ekstraseluler virus terbungkus sebagai virion matang dengan diameter sekitar 133 nm (Choi et al., 2007 dalam Anonim 1, 2007). Koi Herpesvirus adalah salah satu penyakit infeksius yang merupakan partikel virus dengan asam inti DNA berserabut ganda dan kapsid berbentuk ikosahedral. Menurut Pokorova et al., (2005), genom KHV adalah molekul linear dsdna yang mengandung 31 polipeptida virion dimana 12 diantaranya memiliki berat molekul yang sama dengan herpesvirus cyprini (CHV) dan 10 virion sama dengan channel catfish virus (CCV). Inti virus KHV berukuran nm dengan bentuk ikosahedral (Hutoran, 2005). KHV memiliki dua gen yang belum pernah didapatkan pada genom famili herpesviridae, yaitu thymidylate kinase (TmpK), serine protease inhibitor dan menghasilkan sekurang-kurangnya 4 gen yang mengkode protein yang sama dengan yang diekspresikan oleh virus pox, yaitu Thymidylate kinase (TmpK), ribonukleotide reductase (RNR), Thymidine kinase (TK), dan B22r-like gene (Ilouze et al., 2006) Epidemiologi Infeksi Koi Herpesvirus Wabah KHV pertama kali dilaporkan dan dikonfirmasikan terjadi pada tahun 1998 di Israel (Hutoran, 2005; Ilouze, 2006; OATA, 2001; Pokorova et al., 2005). Selanjutnya infeksi KHV dilaporkan terjadi di Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa seperti Inggris, Belanda dan Denmark serta ditemukan pula di Asia (Hartman, 2004; OATA, 2001; Pokorova et al., 2005). Sejarah wabah KHV di Indonesia terjadi pada bulan Maret 2002 di Blitar, Jawa Timur yang dikenal sebagai sentra budidaya ikan koi. Ikan koi yang berasal dari Cina masuk ke Surabaya melalui Hongkong pada bulan Desember 2001 dan Januari 2002, setelah dari Surabaya ikan ini dibawa ke Blitar. Selanjutnya wabah menular ke ikan mas yang merupakan satu spesies dengan ikan koi. Wabah pada

22 ikan mas pertama kali terjadi di Subang pada bulan April 2002, kemudian menyebar ke berbagai sentra produkasi ikan mas di Jawa Barat termasuk di keramba jaring apung (KJA) Waduk Cirata bulan Mei 2002 (Sunarto et al., 2005). Sejak terjadinya wabah penyakit ini pada Maret 2002 lalu, penyakit ini telah menyebar terutama di pulau Jawa, Bali dan Sumatera. Pada bulan Februari 2003, wabah KHV menyebar ke Lubuklinggau, Sumatera Selatan. Gejala klinis ikan sakit ini sama persis dengan gejala klinis pada wabah yang terjadi di Jawa. Dari Lubuklinggau, wabah menyebar ke daerah sekitarnya termasuk di Bengkulu sebelah selatan dan Jambi di sebelah barat. Pada bulan Agustus 2004, wabah KHV menyebar ke danau Singkarak dan Maninjau, Sumatera Barat yang menyebabkan kematian massal ikan mas sebanyak 150 ton (Sunarto et al., 2006). Pada akhir Oktober 2004, dilaporkan terjadi wabah kematian massal ikan mas di Danau Toba Sumatera Utara Gejala Klinis Penyakit ini hanya menyerang spesies Cyprinus carpio yaitu ikan mas dan ikan koi. Kedua jenis ikan tersebut juga dapat menjadi pembawa penyakit (carrier). Suhu optimal infeksi virus ini adalah o C. Pada suhu tersebut kematian ikan sangat tinggi dan akan menurun bahkan terhenti bila suhu di bawah atau di atas kisaran optimal. Serangan bersifat akut (cepat) dan ganas karena hanya dalam waktu 2-3 hari sejak terlihat sakit, mengakibatkan kematian total 100%. Gejala klinis ikan yang terserang KHV adalah hemoragi pada insang, bintik putih pada insang, bercak pucat pada insang, kulit melepuh, mata cekung dan ikan gelisah (OATA, 2001). Gejala klinis lain yang ditimbulkan akibat serangan KHV adalah gerakan ikan sangat lemah, berenang lambat di permukaan air, sisik mengelupas, megap-megap, nafsu makan menurun, kulit melepuh kadang disertai hemoragi pada sirip atau badan, insang geripis pada ujung lamella dan akhirnya membusuk serta kehilangan lendir pada permukaan kulit (DKP, 2004; Hutoran, 2005; Sunarto et al., 2005). Menurut Gray (2002) dalam Amrullah (2004), gejala klinis ikan yang terserang KHV adalah terjadi infeksi sekunder berupa memar atau melepuh disertai borok pada permukaan kulit dan tubuh,

23 kadang disertai sirip rontok dan ujung sirip geripis. Kondisi yang akut menyebabkan hemoragi di bagian pangkal sirip dan perut. Jika virus ini menyerang organ dalam seperti hati dan limpa, maka akan mengalami perubahan warna dan ginjal akan rusak serta membengkak. 2.3 Vaksinasi Vaksinasi merupakan suatu upaya untuk menimbulkan ketahanan tubuh yang bersifat spesifik dengan jalan pemberian vaksin (Alifuddin, 2002). Menurut Tizard (1987), vaksinasi adalah suatu usaha untuk memberikan antigen ke dalam tubuh organisme inang dengan harapan akan terjadi rangsangan kekebalan pada organisme inang sehingga tahan terhadap jasad penginfeksi yang dimasukkan tersebut. Dalam hal ini vaksin berfungsi sebagai antigen stimulan agar memacu sel-sel terspesialisasi untuk memproduksi antibodi dan sel-sel tersebut umumnya adalah limfosit (Anderson, 1974). Tujuan spesifik vaksinasi adalah untuk memperoleh ketahanan terhadap suatu infeksi tertentu, sehingga diperoleh sintasan hidup yang tinggi akibat proteksi imunologik tersebut. Vaksinasi berfungsi untuk meningkatkan kekebalan aktif dengan cara buatan dan mampu melindungi serangan penyakit terutama penyakit menular, sehingga akan memperkecil terjadinya kematian (Heppel et al., 1998 dalam Roza et al., 2004). Secara umum manfaat vaksinasi dalam hal peningkatan daya tahan ikan, pencegahan efek samping kemoterapeutika, proteksi terhadap serangan penyakit tertentu, keamanan lingkungan budidaya dari bahan kemoterapeutika dan keamanan konsumen dari residu antibiotik. Secara umum terdapat 3 jenis vaksin, yaitu vaksin konvensional yang terdiri atas vaksin mati yang berasal dari patogen yang dimatikan, ekstrak atau bagian-bagiannya, dan vaksin hidup yang berasal dari patogen yang dilemahkan atau diatenuasi. Jenis vaksin yang kedua adalah vaksin rekombinan yaitu vaksin yang mengandung satu macam protein atau lebih, hasil rekayasa genetika. Pembuatan vaksin ini dimulai dengan cara menyematkan gen yang menyandi protein yang bersifat imunogenik, pada suatu wahana yang disebut vektor. Jenis vaksin yang terbaru adalah vaksin DNA. Vaksin DNA mengandung satu gen atau lebih yang memberi kode sebagian sifat antigenik suatu virus core protein atau

24 envelope protein. Sel-sel inang yang divaksinansi akan mengambil DNA asing tersebut, kemudian mengekspresikan gen-gen virus yang terdapat dalam DNA tersebut, dan akhirnya akan membuat protein virus yang dikode oleh gen yang sesuai di dalam sel. Untuk mencapai sasaran vaksinasi yaitu terbentuknya antibodi spesifik dan kelangsungan hidup yang tinggi maka vaksin harus bersifat antigenik, imunogenik, dan protektif. Sifat-sifat ini menunjukkan bahwa vaksin yang diberikan harus memacu terbentuknya antibodi yang menyebabkan ikan tahan terhadap patogen tertentu. Disamping itu, vaksin harus aman dan tidak boleh menimbulkan tanda-tanda sakit secara spesifik diakibatkan oleh patogen tersebut. Ada beberapa cara vaksinasi yang dapat dilakukan yaitu dengan cara injeksi, makanan (oral), perendaman dan penyemprotan dengan tekanan tinggi, dimana masing-masing cara memiliki kekurangan dan kelebihan (Ellis, 1988; Rukyani, 1993; Supriyadi, 1990). Namun cara yang paling umum dan mudah adalah dengan cara injeksi melalui intraperitonial (rongga perut) atau intramuskular (otot punggung). Cara ini sangat efektif dalam menimbulkan antibodi dan tidak memerlukan vaksin dalam jumlah yang banyak untuk pemakaiannya. 2.4 Parameter Imunologi Benda asing (antigen) yang masuk ke dalam tubuh akan direspon langsung oleh tubuh. Respon tanggap kebal tubuh meliputi perubahan tingkah laku ikan, penurunan nafsu makan, aktivitas renang, dan perubahan gambaran darah ikan. Pemeriksaan darah penting artinya untuk meneguhkan diagnosa suatu penyakit. Penyimpangan fisiologis ikan akan menyebabkan komponen-komponen darah juga mengalami perubahan. Perubahan gambaran darah dan kimia darah secara kualitatif maupun kuantitatif dapat menentukan kondisi ikan atau status kesehatannya. Sel darah putih (leukosit) dalam darah ikan berfungsi untuk membersihkan tubuh dari benda asing (Justiana, 2007), jumlahnya berkisar antara sel/mm 3 (Moyle dan Chech, 1988 dalam Giri, 2008). Berdasarkan cara mengatasi benda asing yang masuk ke dalam tubuh baik bakteri maupun virus,

25 maka sel darah putih dibedakan atas fagosit dan limfosit. Sel darah putih yang termasuk fagosit adalah monosit, basofil, eosinofil dan neutrofil. Sel darah putih yang termasuk limfosit adalah sel T dan sel B. Hematokrit merupakan perbandingan antara volume sel darah dengan plasma darah. Hematokrit ikan bervariasi tergantung faktor nutrisi dan umur. Anak ikan dengan nutrisi baik memiliki kadar hematokrit lebih tinggi daripada ikan dewasa atau anak ikan dengan nutrisi rendah. Penurunan hematokrit merupakan petunjuk akan rendahnya kandungan protein pakan, defisiensi vitamin atau ikan terkena infeksi. Peningkatan kadar hematokrit menunjukkan bahwa ikan dalam keadaan stres. Gallaugher et al., (1995) dalam Sa diyah (2006) menyatakan nilai kadar hematokrit yang lebih kecil dari 22% dianggap ikan mengalami anemia. Fagositosis adalah proses penyerapan dan eleminasi mikroba atau partikel lain oleh sel-sel khusus yang disebut fagosit. Fagosit adalah sel-sel darah putih atau sel-sel yang berasal dari sel-sel darah putih tersebut, yang terdapat di dalam aliran darah. Di dalam proses penghancuran bakteri atau kuman, fagosit dapat keluar dari dinding pembuluh darah menuju bakteri atau virus berada. Peningkatan kekebalan tubuh dapat diketahui dari aktivitas sel fagosit dari hemosit. Sel fagosit berfungsi untuk melakukan fagositosis terhadap benda asing yang masuk ke dalam tubuh ikan (Brown, 2000 dalam Amrullah, 2004).

26 III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus hingga Desember 2007, bertempat di Laboratorium Karantina, Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi, Jawa Barat. 3.2 Alat dan Bahan Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah akuarium berukuran (40 x 40 x 60) cm 3, instalasi aerasi, tandon air berukuran 1 ton sebanyak 2 buah, mortar penggerus, selang plastik, termometer, penggaris, baki, tabung eppendorf, mikropipet, tabung mikrohematokrit, mikrotiter plate, sentrifuge, labu erlenmeyer, stirrer, magnetic stirrer, autoclave, lab top ice cooler, ember, alat bedah, lemari es, syringe, gelas objek, gelas penutup, haemacytometer neubaur improved, mikroskop dan kamera digital Bahan Bahan utama terdiri atas ikan mas negatif KHV dan ikan mas positif KHV sebagai sumber antigen. Ikan mas negatif KHV berasal dari daerah Kadupandak, Cianjur Selatan, Jawa Barat. Ikan mas yang diperoleh berukuran 3-5 cm dengan bobot 2-3 gram, selanjutnya ikan tersebut dipelihara 1 bulan, untuk mencapai persyaratan minimum umur ikan mas untuk vaksinasi (3 bulan). Dalam pelaksanaannya, karena menunggu persiapan bahan antigen virus, ikan tersebut dipertahankan selama 4-5 bulan hingga mencapai kisaran bobot g. Untuk menjamin kondisi ikan bebas dari KHV, dilakukan pemeriksaan keberadaan KHV pada sampel ikan dengan menggunakan metode PCR (polymerase chain reaction). Hasil pemeriksaan PCR menunjukkan bahwa ikan yang digunakan untuk kegiatan ini adalah negatif KHV yang berarti ikan bebas dari infeksi KHV. Ikan mas positif KHV diperoleh dari daerah Cisaat, Sukabumi, Jawa Barat. Ikan yang diduga terinfeksi KHV tersebut kemudian diuji dengan mesin PCR dan menunjukkan hasil positif terinfeksi KHV.

27 Bahan pelengkap terdiri atas bahan-bahan yang berupa bahan kimia dan non kimia. Bahan kimia yang digunakan antara lain formalin 0.4%, Na-sitrat 3.8%, pewarna Giemsa, larutan Turk, alkohol 70%, NaCl 0.85%, dan akuades. Bahan-bahan non kimia yang digunakan adalah kertas tissue, crytoseal, kertas membran berpori-pori 0.45 m dan pelet apung komersial. 3.3 Metode Penelitian Persiapan Wadah Pemeliharaan Ikan mas negatif KHV dipelihara dalam wadah fiber glass berukuran 1 ton. Untuk menjamin kondisi ikan bebas dari KHV, sebelum digunakan ikan dipelihara dalam kondisi suhu yang optimal untuk pertumbuhan KHV yaitu o C (Ronen et al. 2003) selama 2 minggu. Untuk wadah penelitian digunakan akuarium berukuran (40 x 40 x 60) cm 3. Akuarium dan tandon yang akan digunakan terlebih dahulu dibersihkan kemudian dikeringkan. Setelah itu disemprot dengan alkohol 70% dan dibiarkan kering udara. Akuarium diisi air setinggi 30 cm Pembuatan Inokulum Virus Virus diambil dari ikan sakit di Cisaat, Sukabumi dan telah diuji dengan mesin PCR. Preparasi inokulum virus mengikuti Amrullah (2004) yaitu dengan cara menggerus insang sebanyak 1 gram menggunakan mortar sampai halus dan dilarutkan dalam 9 ml NaCl 0.85% dingin, kemudian disentrifuge 2 kali dengan kekuatan 5000 rpm selama 15 menit pada suhu 5 o C. Setelah itu, diambil supernatannya dan disaring dengan kertas membran berpori-pori 0.45 m Preparasi Vaksin dan Persiapan Ikan Uji Pada tahap ini, antigen untuk memproduksi vaksin diisolasi dari ikan sakit di Cisaat, Sukabumi dan telah diuji dengan mesin PCR. Mula-mula sebanyak 1 gram insang digerus dengan mortar sampai halus dan dilarutkan dalam 9 ml NaCl 0.85%, kemudian disentrifuge 2 kali dengan kekuatan 5000 rpm selama 15 menit pada suhu 5 o C. Setelah itu, diambil supernatannya dan disaring dengan kertas membran berpori-pori 0.45 m. Supernatan hasil saringan diperoleh sebanyak 8

28 ml, kemudian dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer dan ditambahkan formalin 0.4% sebanyak 0.08 ml sambil di stirrer pada suhu 4 o C selama 24 jam. Dari 8 ml supernatan diambil 1 ml dan diencerkan dengan menambahkan NaCl 0.85% sebanyak 9 ml, kemudian dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer dan ditambahkan formalin 0.4% sebanyak 0.1 ml sambil di stirrer pada suhu 4 o C selama 24 jam. Dari pengenceran kedua, diambil larutan sebanyak 1 ml, dan diencerkan lagi dengan menambahkan NaCl 0.85% sebanyak 9 ml, kemudian dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer dan ditambahkan formalin 0.4% sebanyak 0.1 ml sambil di stirrer pada suhu 4 o C selama 24 jam. Selanjutnya vaksin diaplikasikan pada ikan dengan dosis berbeda dengan rancangan 3 level dosis yaitu 10-1, 10-2, 10-3, dan kontrol (tanpa vaksinasi), masing-masing sebanyak 3 kali ulangan. Ikan sebanyak 120 ekor dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan dengan masing-masing 3 kali ulangan. Adapun kelompok perlakuannya yaitu : Perlakuan A : vaksin dengan dosis virus 10-1 (0.1) dan ikan diuji tantang dengan diinjeksi virus aktif 0.1 ml Perlakuan B : vaksin dengan dosis virus 10-2 (0.01) dan ikan diuji tantang dengan diinjeksi virus aktif 0.1 ml Perlakuan C : vaksin dengan dosis virus 10-3 (0.001) dan ikan diuji tantang dengan diinjeksi virus aktif 0.1 ml Kontrol : ikan diinjeksi virus aktif 0.1 ml Uji Tantang Ikan yang telah divaksin dan telah dipelihara selama 14 hari kemudian diuji tantang untuk melihat respon kekebalannya. Uji tantang dilakukan dengan cara menginjeksikan virus aktif dosis 10-1 (0.1) sebanyak 0.1 ml melalui intramuscular (otot punggung).

29 3.4 Parameter yang diamati Tingkah Laku Ikan dan Gejala Klinis Selama penelitian berlangsung, tingkah laku ikan diamati sesuai dengan perlakuan yang diberikan. Pengamatan tingkah laku ikan meliputi nafsu makan, aktivitas renang dan perubahan warna tubuh ikan. Selain itu juga dilakukan pengamatan terhadap kemunculan bintik putih dengan cara membuka insang Sintasan Hidup Ikan Penghitungan jumlah ikan yang mati dilakukan pada awal terinfeksi KHV sampai akhir penelitian. Tingkat sintasan hidup ikan dihitung dengan menggunakan rumus Keterangan : SR : Tingkat sintasan hidup (%) Nt N 0 Nt SR = x 100% N0 : Jumlah ikan yang hidup pada akhir pengamatan (ekor) : Jumlah ikan yang hidup pada awal pemeliharaan (ekor) Pengambilan Darah Pengambilan darah dilakukan pada masa vaksinasi yaitu hari ke 0 dan ke 21, dan pada masa uji tantang yaitu hari ke 7, 14 dan 21 hari. Darah diambil dari vena caudal. Syringe dan tabung dibilas dengan Na-sitrat 3.8%. Ikan disuntik dari belakang anal ke arah vertebrae (tulang belakang) hingga syringe menyentuh tulang. Darah dihisap perlahan sejumlah yang dibutuhkan. Jarum syringe dilepas dan darah dimasukkan ke dalam tube Penghitungan Total Sel Darah Putih Total sel darah putih dihitung dengan metode Blaxhall dan Daisley (1973), yaitu sampel darah dihisap dengan pipet berskala sampai 0.5, dilanjutkan dengan menghisap larutan Turk sampai skala 11, kemudian pipet digoyangkan agar bercampur homogen. Tetesan pertama dibuang dan tetesan berikutnya dimasukkan ke dalam haemacytometer dan ditutup dengan kaca penutup.

30 Penghitungan dilakukan pada 5 kotak besar haemasitometer dan jumlahnya dihitung dengan rumus: Total leukosit = sel terhitung x 50 sel/mm Pengukuran Kadar Hematokrit Kadar hematokrit menggambarkan banyaknya sel darah yang digambarkan dengan padatan/endapan dalam cairan darah. Kadar hematokrit diukur dengan metode Chinabut et al., (1991) yaitu dengan cara menyelupkan salah satu ujung tabung mikrohematokrit ke dalam tabung yang berisi darah. Darah akan merambat secara kapiler sampai mencapai ¾ bagian tabung. Ujung tabung yang berisi darah ditutup dengan crytoceal dengan cara menancapkan ujung tabung ke crytoceal sedalam 1 mm, sehingga terbentuk sumbatan. Tabung mikrohematokrit kemudian disentrifuge dengan posisi tabung yang bervolume sama berhadapan agar putaran sentrifuge seimbang. Diukur panjang bagian darah yang mengendap dan panjang total volume darah yang terdapat dalam tabung. Kadar Hematokrit = Panjang darah yang mengendap Panjang total volume darah dalam tabung x 100% Penghitungan Indeks Fagositosis Penghitungan indeks fagositosis dilakukan dengan metode menurut Anderson dan Siwicki (1993), yaitu dengan memasukkan sampel darah dari 3 ekor ikan per unit penelitian ke dalam mikrotiter plate sebanyak 50 µl dan ditambahkan suspensi staphylococcus aureus dalam PBS (10 7 sel), kemudian dicampur secara homogen dan diinkubasi selama 20 menit. Hasil inkubasi tersebut diambil sebanyak 5 µl dibuat sediaan ulas dan dikering udarakan. Selanjutnya difiksasi dengan metanol dan dikering udarakan. Setelah itu diwarnai dengan pewarna Giemsa selama 15 menit dan dicuci dengan air mengalir selanjutnya dikeringkan dengan tissu. Aktifitas fagositosis dihitung berdasarkan prosentase sel yang menunjukkan proses fagositosis dari 100 jumlah sel yang dihitung.

31 3.4.5 Analisis Data Penelitian yang dilakukan dirancang dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Data yang diperoleh adalah gambaran darah meliputi total sel darah putih, kadar hematokrit dan indeks fagositosis ditampilkan dalam bentuk grafik kemudian dilakukan uji F menggunakan software SAS dengan uji lanjutan Duncan. Data kelangsungan hidup, respon tanggap kebal dan kualitas air dianalisis secara deskriptif.

32 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Tingkah Laku Ikan dan Gejala Klinis Tingkah laku ikan yang diamati selama penelitian meliputi penurunan nafsu makan, aktivitas renang, perubahan warna tubuh dan respon tanggap kebal ikan terhadap perlakuan. Selain itu juga dilakukan pengamatan terhadap kemunculan bintik putih pada insang. Berdasarkan pengamatan, perubahan tingkah laku ikan pada tiap perlakuan berbeda-beda. Selama masa vaksinasi, walaupun nilai sintasan hidup ikan mencapai 100%, akan tetapi berdasarkan pengamatan ditemukan ikan-ikan yang mengalami gejala terkena KHV seperti penurunan nafsu makan, warna tubuh yang memerah dan ikan sesekali berenang ke permukaan. Hal ini diduga dikarenakan dosis formalin yang diberikan masih kurang, sehingga virus masih aktif tetapi tidak terlalu patogen. Pada saat uji tantang, tingkah laku dan gejala klinis ikan yang terkena KHV semakin terlihat. Berdasarkan pengamatan, setelah uji tantang terlihat bahwa ikan memberikan respon tanggap kebal terhadap KHV aktif. Respon ikan mas yang paling sensitif terhadap perlakuan adalah penurunan nafsu makan yaitu terjadi pada hari ke-3 setelah uji tantang. Pada hari ke-7, ikan mulai berenang lemah dan sering berdiam di dasar serta sesekali berenang ke permukaan yang diikuti warna tubuh mulai memerah. Kemunculan bintik putih dan perubahan warna tubuh (discolorisasi) terjadi pada hari ke-9 setelah uji tantang. Gejala klinis ini dialami oleh semua perlakuan, tetapi yang paling parah terkena adalah perlakuan kontrol. Pada penelitian menunjukkan adanya perbedaan tingkat infeksi ikan berdasarkan dosis virus pada vaksin yang diinjeksikan. DKP (2004), Hutoran (2005) dan Sunarto et al. (2005) mengatakan bahwa gejala klinis ikan yang terinfeksi KHV akan memperlihatkan gerakan yang sangat lemah, berenang lambat di permukaan air, sisik mengelupas, megap-megap, nafsu makan menurun, kulit melepuh kadang disertai hemoragi pada sirip atau badan, insang geripis pada ujung lamella dan akhirnya membusuk serta memproduksi lendir yang berlebihan atau bahkan kehilangan lendir pada permukaan kulit.

33 a a a b b b c c c d d d Gambar 1 Ikan Mas Cyprinus carpio Setelah Uji Tantang pada Berbagai Perlakuan. (a).tanpa vaksinasi/kontrol, (b).vaksin dengan dosis 10-1, (c).vaksin dengan dosis 10-2, dan (d).vaksin dengan dosis 10-3 Berdasarkan gambar terlihat perbedaan yang sangat mencolok antara berbagai perlakuan. Pada gambar (a), terlihat bahwa produksi lendir berlebih dan terdapat bercak putih pada insang serta hemoragi pada tubuh dan operkulum. Menurut Amanullah (2000), pertahanan terluar tubuh disebut pertahanan barier epitel yaitu berupa kulit dan selaput lendir. Lendir, merupakan respon tanggap kebal ikan terhadap benda asing dalam hal ini adalah virus KHV aktif yang masuk ke dalam tubuh. Lendir tersebut berfungsi untuk menjerat benda asing sehingga

34 keluar dari tubuh ikan. Gambar (b) memperlihatkan ikan yang terkena gejala KHV yaitu terdapat bercak putih pada insang diikuti dengan hemoragi (pendarahan) pada operkulum. Gejala klinis pada gambar (c) dan (d) sedikit berkurang. Secara umum, semua perlakuan mengalami gejala yang sama yaitu kemunculan bintik putih pada insang dan hemoragi pada operkulum. Akan tetapi kemunculan bintik putih dan hemoragi pada operkulum tersebut berkurang seiring dengan tingkat dosis virus pada vaksin yang diberikan Sintasan Hidup Ikan Nilai Sintasan hidup (%) ikan mas pada masa vaksinasi (21 hari) disajikan pada Gambar 2 Kelangsungan Hidup (%) A B C D Perlakuan Gambar 2 Histogram Sintasan Hidup (%) Ikan Mas Cyprinus carpio pada Masa Vaksinasi (21 Hari). (A).Vaksin dengan dosis (B).Vaksin dengan dosis (C).Vaksin dengan dosis 10-3 dan (D).Tanpa vaksinasi/kontrol. Pengamatan terhadap sintasan hidup ikan mas pada masa vaksinasi selama 21 hari dilakukan untuk mengetahui keamanan vaksin (Alifuddin, 2001; Ellis, 1988). Dari berbagai perlakuan yang diamati menunjukkan nilai yang sama (100%) atau tidak terdapat ikan yang mati karena diberi vaksin. Akan tetapi berdasarkan pengamatan ditemukan ikan-ikan yang mengalami gejala terkena KHV seperti penurunan nafsu makan, warna tubuh yang memerah dan ikan sesekali berenang ke permukaan. Sehingga dapat dikatakan bahwa vaksin yang digunakan masih tergolong kurang aman.

35 Nilai sintasan hidup (%) ikan mas pada masa uji tantang (21 hari) disajikan pada Gambar 3 Kelangsungan Hidup (%) A B C D Perlak uan Gambar 3 Histogram Sintasan Hidup (%) Ikan Mas Cyprinus carpio pada Masa Uji Tantang (21 Hari). (A).Vaksin dengan dosis (B).Vaksin dengan dosis (C).Vaksin dengan dosis 10-3 dan (D).Tanpa vaksinasi/kontrol. Pengujian kekebalan ikan terhadap KHV setelah vaksinasi dilakukan dengan cara melakukan uji tantang yaitu dengan menginfeksikan KHV aktif sebanyak 0.1 ml pada ikan yang telah divaksinasi. Gambar 3 menunjukkan bahwa perlakuan C (vaksin dengan dosis 10-3 ) menghasilkan sintasan hidup tertinggi yaitu sebesar 73.33%, diikuti perlakuan B (vaksin dengan dosis 10-2 ) 53.33%, perlakuan A (vaksin dengan dosis 10-1 ) 26.67%, dan terakhir perlakuan D (tanpa vaksinasi/kontrol) 13.33%. Berdasarkan hasil tersebut pemberian vaksin berpengaruh positif terhadap sintasan hidup ikan mas. Dengan demikian, pemberian vaksin pada dosis yang sesuai/tepat (perlakuan C) terlihat mampu meningkatkan kekebalan ikan terhadap serangan KHV sehingga dapat meningkatkan sintasan hidup. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Supriyadi (1990) tentang aplikasi penggunaan vaksin oleh petani ikan menunjukkan hasil yang menggembirakan, yaitu antara lain petani ikan lele di Depok dan di Jakarta melaporkan bahwa ikan lele yang divaksinasi sintasan hidupnya berkisar antara %, sedangkan yang tidak divaksinasi sintasan hidupnya 30%.

36 Adapun pola perubahan nilai sintasan hidup ikan mas selama vaksinasi dan uji tantang, disajikan pada Gambar A B C D E F G 100 Sintasan (%) uji tantang Waktu pengamatan (hari) Gambar 4 Pola Kelangsungan Hidup selama Vaksinasi dan Uji Tantang. (A).Vaksin dengan dosis uji tantang, (B).Vaksin dengan dosis uji tantang, (C).Vaksin dengan dosis uji tantang, (D).Tanpa vaksin (kontrol) + uji tantang, (E).Vaksin dosis 10-1 tanpa uji tantang, (F).Vaksin dosis 10-2 tanpa uji tantang, (G).Vaksin dosis 10-3 tanpa uji tantang Gambar 4 memperlihatkan bahwa kematian harian pada perlakuan C terjadi dari hari ke-28 hingga hari ke-30 (2 hari), perlakuan B dari hari ke-24 hingga hari ke 32 (9 hari), perlakuan A dari hari ke-24 hingga hari ke-33 (10 hari), perlakuan D dari hari ke-28 hingga hari ke 36 (9 hari). Kematian harian pada perlakuan C terjadi hanya dalam rentang waktu 2 hari, dengan nilai rataan kematian 26.67% (sintasan hidup 73.33%), terlihat menunjukkan tanggap kebal yang lebih baik terhadap KHV. Pada Gambar 4 terlihat pula bahwa ikan yang divaksin dengan dosis 10-1, 10-2, 10-3 kemudian tidak diuji tantang dengan KHV aktif, ternyata untuk dosis vaksin 10-1, 10-2, masih mengalami kematian 10-20%. Sedangkan untuk konsentrasi 10-3 tidak terjadi kematian hingga hari ke-42 setelah vaksinasi. Berdasarkan aplikasi vaksin pada dosis data-data tersebut diduga vaksin dengan konsentrasi 10-3 relatif aman untuk ikan dan berhasil memberikan perlindungan yang cukup memadai terhadap serangan KHV. Sebaliknya dengan dosis 10-1 ; 10-2 tidak aman untuk digunakan.

37 4.1.3 Penghitungan Total Sel Darah Putih Rata-rata nilai sel darah putih (sel/mm 3 ) ikan mas pada perlakuan A, perlakuan B, perlakuan C dan D disajikan pada tabel 1 dan 2. Tabel 1 Nilai rataan total sel darah putih (sel/mm 3 ) ikan mas pada berbagai perlakuan selama vaksinasi Perlakuan Jumlah leukosit (sel/mm 3 ) selama vaksinasi 0 hari 21 hari A a a B a b C a ab D a c Tabel 2 Nilai rataan total sel darah putih (sel/mm 3 ) ikan mas pada berbagai perlakuan selama uji tantang Perlakuan Jumlah leukosit (sel/mm 3 ) selama uji tantang 7 hari 14 hari 21 hari A a a ab B b a a C b b c D c c b Ket : huruf superscrift dibelakang nilai rataan yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% A B C D Rataan sel leukosit/mm masa vaksinasi masa uji tantang Waktu pengamatan (hari) Gambar 5 Grafik Rataan Total sel darh putih (sel/mm 3 ) Ikan Mas Cyprinus carpio pada Berbagai Perlakuan. (A).Vaksin dengan dosis (B).Vaksin dengan dosis (C). Vaksin dengan dosis 10-3 dan (D).Tanpa vaksinasi/kontrol.

38 Hasil penghitungan total sel darah putih selama masa vaksinasi pada masing-masing perlakuan A, B, C dan D secara berturut-turut adalah , , , sel/mm 3. Berdasarkan grafik, terlihat bahwa pada hari ke-21 (setelah vaksinasi) nilai total sel darah putih pada perlakuan A, B, C mengalami peningkatan lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan D. Hal ini membuktikan bahwa pemberian vaksin berhasil meningkatkan respon pertahanan selular dari ikan yaitu berupa peningkatan total sel darah putih. Minggu pertama setelah uji tantang secara umum terjadi penurunan total sel darah putih pada semua perlakuan. Namun pada minggu kedua setelah uji tantang terjadi peningkatan kembali total sel darah putih Pengukuran Kadar Hematokrit Rata-rata kadar hematokrit (%) ikan mas pada perlakuan A, perlakuan B, perlakuan C dan D disajikan pada tabel 3 dan 4. Tabel 3 Nilai rataan kadar hematokrit (%) ikan mas pada berbagai perlakuan selama vaksinasi Perlakuan Kadar hematokrit (%) selama vaksinasi 0 hari 21 hari A a a B a b C a b D a c Tabel 4 Nilai rataan kadar hematokrit (%) ikan mas pada berbagai perlakuan selama uji tantang Perlakuan Kadar hematokrit (%) selama uji tantang 7 hari 14 hari 21 hari A a a a B a b b C b c c D c a a Ket : huruf superscrift dibelakang nilai rataan yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%

39 Ga mb ar 6. Gra fik Nil ai Rat aan He mat Nilai rataan hematokrit (%) okrit (%) Ikan Mas Cyprinus carpio pada Berbagai Perlakuan (A).Vaksin dengan dosis (B).Vaksin dengan dosis (C).Vaksin dengan dosis 10-3 dan (D).Tanpa vaksinasi/kontrol. masa vaksinasi masa uji tantang A B C D Waktu pengamatan (hari) Berdasarkan grafik, terlihat bahwa pada hari ke-21 (pasca vaksinasi) prosentase hematokrit pada perlakuan vaksinasi (A, B, dan C) mengalami peningkatan lebih tinggi dibandingkan perlakuan kontrol (D). Nilai hematokrit tertinggi secara berturut-turut diperoleh pada perlakuan B (28.2%), C (27.5%), A (25.4%) dan D (21.5%). Setelah uji tantang, semua perlakuan umumnya mengalami penurunan kadar hematokrit. Kadar hematokrit tertinggi setelah uji tantang terdapat pada perlakuan C (35.9%), sedangkan kadar hematokrit terendah terdapat pada perlakuan D (19.5%) Penghitungan Indeks Fagositosis Rata-rata indeks fagositosis ikan mas pada perlakuan A, perlakuan B, perlakuan C dan D disajikan pada tabel 5 dan 6. Tabel 5 Nilai rataan indeks fagositosis ikan mas pada berbagai perlakuan selama vaksinasi Perlakuan Indeks fagositosis selama vaksinasi 0 hari 21 hari A a a B a a C a a D a b

40 Tabel 6 Nilai rataan indeks fagositosis ikan mas pada berbagai perlakuan selama uji tantang Perlakuan Indeks fagositosis selama vaksinasi 7 hari 14 hari 21 hari A a a a B a b b C a c b D b a a Ket : huruf superscrift dibelakang nilai rataan yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% 30 A B C D Nilai rataan indek fagositik (%) masa vaksinasi masa uji tantang Waktu pengamatan (hari) Gambar 7 Nilai Indeks Fagositosis Dalam Darah Ikan Mas Pada Berbagai Perlakuan (A).Vaksin dengan dosis (B).Vaksin dengan dosis (C).Vaksin dengan dosis 10-3 dan (D).Tanpa vaksinasi/kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan prosentase indeks fagositosis setelah ikan diberi vaksin. Gambar 7 memperlihatkan pula bahwa pada minggu pertama setelah uji tantang indeks fagositosis mengalami penurunan baik pada perlakuan maupun kontrol. Pada minggu ke-2 setelah uji tantang, terjadi peningkatan kembali aktifitas fagositosis pada semua perlakuan dimana perlakuan vaksin (A, B, C) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan D (tanpa vaksin). Nilai tertinggi terdapat pada perlakuan C (vaksin dosis 10-3 ), diikuti oleh perlakuan B (vaksin dosis 10-2 ) dan A (vaksin dosis 10-1 ).

41 4.1.6 Kualitas Air Parameter kualitas air yang diukur pada penelitian ini adalah suhu, karena merupakan faktor pemicu terjadinya serangan KHV dibandingkan dengan parmeter kualitas air yang lain (OATA, 2001). Kisaran parameter kualitas air selama penelitian disajikan pada Tabel. 1 berikut ini Perlakuan Kisaran Parameter Kualitas Air Suhu ( C) ph DO (mg/l) NH3-N (mg/l) A 23,5-25,5 6,7-7,8 4,01-5,74 0,034-0,055 B 24,0-25,5 6,6-7,5 4,52-5,02 0,041-0,048 C 23,5-26,0 6,9-7,5 4,15-5,12 0,038-0,044 D 23,0-25,5 6,5-7,2 4,11-4,56 0,045-0,052 Tabel. 7.Kisaran suhu selama penelitian. (A).Vaksin dengan dosis (B).Vaksin dengan dosis (C). Vaksin dengan dosis 10-3 dan (D).Tanpa vaksinasi/kontrol. 4.2 Pembahasan Nilai kelangsungan hidup diamati dari masa vaksinasi untuk mengetahui keamanan vaksin. Selama 21 hari masa vaksinasi tidak terdapat ikan yang mati karena diberi vaksin. Akan tetapi berdasarkan pengamatan ditemukan ikan-ikan yang mengalami gejala terkena KHV seperti tubuh yang memerah dan penurunan nafsu makan. Hal ini diduga karena dosis formalin yang diberikan untuk mematikan virus (antigen) masih kurang. Sehingga diduga virus yang digunakan sebagai antigen tersebut masih aktif, namun tidak terlalu patogen. Gejala yang ditimbulkan tidak terlalu berpengaruh terhadap kondisi ikan. Gejala tersebut merupakan bentuk respon tanggap kebal dari ikan terhadap benda asing (antigen). Sehingga dapat dikatakan bahwa vaksin yang digunakan masih belum aman, sesuai dengan pernyataan Alifuddin (2003) dan Ellis (1988). Nilai sintasan hidup tertinggi setelah uji tantang terdapat pada perlakuan C yaitu sebesar 73.33%. Pemberian vaksin pada ikan diduga dapat meningkatkan ketahanan tubuh ikan mas terhadap infeksi KHV. Pada penelitian ini terlihat penurunan tingkat infeksi KHV jika dibandingkan dengan kondisi lapang, terutama pada saat terjadinya peledakan wabah KHV 2002 lalu. Penurunan virulensi ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah

42 faktor lingkungan yang optimal pada skala laboratorium. Pada kondisi lingkungan yang optimal, kondisi ikan akan sehat sehingga sistem pertahanan tubuh mampu mengeleminir serangan virus. Kerusakan sel akibat virus dapat dipulihkan oleh sistem pertahanan tubuh. Hal yang berlawanan akan terjadi pada kondisi lapang, dimana kualitas air tidak optimal dengan kepadatan ikan yang tinggi sehingga memudahkan penyebaran KHV. Kematian ikan umumnya terjadi pada hari ke 7 setelah ikan diuji tantang. Ikan yang mati memiliki ciri-ciri tubuh memerah dan tidak berlendir atau banyak memproduksi lendir. Lendir yang dihasilkan merupakan respon tanggap kebal ikan terhadap benda asing dalam hal ini virus yang masuk ke dalam tubuh. Lendir tersebut berfungsi untuk menjerat benda asing sehingga keluar dari tubuh ikan. Pengamatan gambaran darah ikan selama penelitian meliputi total sel darah putih, kadar hematokrit dan indeks fagositosis. Penginfeksian Koi Herpesvirus terhadap ikan mas memberikan pengaruh terhadap jumlah sel darah putih dalam darah ikan. Sel darah putih merupakan salah satu komponen darah yang berfungsi sebagai pertahanan non spesifik yang akan melokalisasi dan memusnahkan patogen melalui proses fagositosis. Total sel darah putih pada ikan yang diberi vaksin secara umum mengalami peningkatan yang lebih tinggi dibanding kontrol, hal ini berkaitan dengan fungsi sel darah putih dalam tubuh yaitu sebagai alat pertahanan. Setelah uji tantang, terjadi penurunan jumlah sel darah putih. Hal ini terjadi karena ikan berusaha mengenal dan mengingat kembali jenis virus yang masuk. Walaupun ikan pernah diinfeksikan virus KHV sebelumnya, akan tetapi virus yang diinfeksikan adalah virus yang dilemahkan sehingga respon tanggap kebal ikan terhadap virus cenderung rendah. Namun seiring dengan lamanya pemeliharaan, kembali terjadi peningkatan total sel darah putih dalam darah ikan. Peningkatan jumlah dan perubahan rataan sel darah putih pada penginfeksian virus mengindikasikan bahwa ikan memberi respon tanggap kebal terhadap adanya benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Selain itu dapat dikatakan pula bahwa peningkatan jumlah sel darah putih merupakan refleksi keberhasilan sistem kekebalan tubuh ikan dalam mengembangkan respon tanggap kebal non spesifik sebagai pemicu respon tanggap kebal selanjutnya yaitu respon tanggap kebal spesifik (antibodi).

43 Hematokrit merupakan prosentase volume sel darah merah dalam darah ikan. Hasil pemeriksaan hematokrit ini dapat menjadi patokan kondisi kesehatan ikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prosentase hematokrit ikan mengalami peningkatan seiring dengan lama pemeliharaan. Respon pertahanan ikan terhadap infeksi mulai terlihat pada minggu ke-2 dan ke-3 setelah uji tantang, ikan berusaha menyesuaikan nilai prosentase hematokrit. Perlakuan C (vaksin dosis 10-3 ) terlihat memberikan respon peningkatan hematokrit yang paling tinggi dibandingkan perlakuan B (vaksin dosis 10-2 ), A (vaksin dosis 10-1 ) maupun D (tanpa vaksinasi). Hal ini menggambarkan bahwa pertahanan ikan pada perlakuan C mampu merespon lebih baik terhadap infeksi KHV dibanding perlakuan lainnya. Peningkatan nilai hematokrit menunjukkan peningkatan sel-sel darah (sel darah putih dan terutama sel darah merah), peningkatan faktor-faktor selular darah ini selanjutnya akan menjadi efektor bagi peningkatan respon pertahanan spesifik (antibodi) yang lebih cepat dalam kuantitas yang memadai untuk meredakan infeksi KHV. Respon pertahanan ikan yang lain terlihat pada peningkatan prosentase indeks fagositosis setelah diberi vaksin. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kekebalan tubuh. Pola peningkatan prosentase indeks fagositosis ini merupakan fungsi dari peningkatan total sel darah putih maupun presentasi jenis sel darah putih masing-masing pada limfosit, monosit dan neutrofil. Proses fagositosis terhadap bakteri Staphylococcus aureus menunjukkan terjadinya tahapan dari proses fagositosis. Pada proses tersebut terdapat fase kemotaksis, fase penempelan, penangkapan, pemakanan dan pembunuhan bakteri (Amrullah, 2004).

44 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari hasil yang diperoleh selama penelitian berlangsung, dapat disimpulkan bahwa ikan mas memberikan respon tanggap kebal terhadap vaksin KHV yang diberikan melalui injeksi. Penginfeksian KHV (uji tantang) memberikan respon tanggap kebal terhadap parameter imunologi berupa peningkatan total sel darah putih, kadar hematokrit dan indeks fagositosis. Dapat dikatakan pula bahwa pemberian vaksin pada dosis yang tepat (10-3 ) memberikan respon tanggap kebal yang positif terhadap peningkatan daya tahan tubuh ikan mas. Pemberian vaksin terbukti mampu meningkatkan sintasan hidup ikan mas yang diinfeksi virus KHV. 5.2 Saran Diperlukan suatu kajian mengenai penambahan dosis formalin untuk mematikan virus sehingga antigen yang terbentuk merupakan virus yang inaktif.

45 DAFTAR PUSTAKA Alifuddin, M Imunostimulasi Pada Hewan Akuatik. Jurnal Akuakultur Indonesia. 1(2): Amanullah, A.F Mekanisme Sistem Pertahanan Tubuh Terhadap Konfigurasi Asing Yang Masuk Ke Dalam Tubuh. [13 Januari 2008]. Amrullah Penggunaan Immunostimulan Spirulina platensis Untuk Meningkatkan Ketahanan Tubuh Ikan Koi Terhadap Virus Herpes. Sekolah Pascasarjana IPB. Anderson, DP Fish Imunology. TFH Publication Ltd Hongkong. and A.K Siwicki Basic Haematology and Serology for Fish Health Programs. Paper Presented in 2 nd Symposium on Diseases in Asian Aquaculture Aquatic Animal Health and the Environment. Phuket, Thailand th October 1993.p Anonim Koi Herpesvirus (KHV) Penyebab Kematian Massal Pada Ikan Mas dan Koi. [16 September 2007] Didatangkan, Vaksin KHV. [29 April 2008]. Azhar, TN Jangan ke Dokter Lagi! Keajaiban Sistem Imun dan Kiat Menghalau Penyakit. MQ Gress. Bandung. Bastiawan, D Aplikasi Vaksinasi Maternal Pada Induk Ikan Untuk Memperoleh Benih Tahan Penyakit Tertentu. Disampaikan pada Pelatihan Pengelolaan Induk Ikan Mas Di BBAT Sukabumi, Desember. Blaxhall, PC The Haematological Assesment of the Health of Fresh Water Fish. A Review of Selected Literature. Journal Fish Biology 4: Chinabut, S. Limsuwan C and Kitsawat P Histology of the Walking Catfish (Clarias batrachus). Departemen of Fisheries Thailand. Thailand.96p. Daili, S.F and Makes, W.I Infeksi Virus Herpes. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Departemen Kelautan dan Perikanan Wabah Penyakit pada Budidaya Ikan Mas. Jakarta. Ellis, A. E Fish Vaccination. Academic Press.

46 Giri, Permana Efektivitas Ekstrak Bawang Putih Allium sativum Terhadap Ketahanan Tubuh Ikan Mas Cyprinus carpio yang Diinfeksi Koi Herpes Virus (KHV). Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Hartman, K.H., Yanong, R.P.E., Petty, B.D., Francis-Floyd, R. and Riggs, A.C Koi Herpes Virus (KHV) Disease. University of Florida. [29 April 2008]. Hutoran, Marina et al Description of an as Yet Unclassified DNA Virus from Diseased Cyprinus carpio Spesies. Journal of Virology. Feb 2005.p Ilouze, Maya. Arnon Dishon and Moshe Kotler Characterization of a Novel Virus Causing a Lethal Diseases in Carp and Koi. Microbiology and Molecular Biology Reviews, Mar 2006.p Irianto, A Patologi Ikan Teleostei. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Justiana, Sandri Ilmu Pengetahuan Alam Terpadu untuk SMP/MTs Kelas VIII Semester 1. CV Regina. Bogor Kamiso, HN Imunologi dan Vaksinasi pada Ikan. DUE Project. Fakultas Perikanan Universitas Riau. Pekanbaru. Malole, M.B Virologi. Pusat Antar Universitas IPB. Nurcahyo, Wisnu Imunologi Parasiter. Pascasarjana UGM. Ornamental Aquatic Trade Association (OATA) Koi Herpes Virus (KHV). United Kingdom. Pokorova, D. Vesely, T, Piackova, V. Reschova, S. Hulova, J Current Knowledge on Koi Herpesvirus (KHV): a review. Jurn Vet. Med-Czech Vol 50 (4): Ronen A, Perelberg A, Abramowitz J, Hutoran M, Tinman S, Bejerano 1,. Steinitz M and Kotler M Efficient Vaccine Against the Virus Causing a Lethal Disease in Culture Cyprinus carpio. Elsevier. Vaccine Journal 21 : Roza, D et al Peningkatan Imunitas Ikan Kerapu Bebek Cromileptes altifelis Terhadap Infeksi Viral Nervous Necrosis (VNN) Dengan Cara Vaksinasi Melalui Perendaman. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 10 No

47 Rukyani, Akhmad dan Kamiso, H. N Fish Vaccination And Its Prospects For Desease Control In Indonesian Aquaculture. IARD Journal, Volume 15 Nomor 4. Sa diyah Pemanfaatan Buah Mahkota Dewa Phaleria macrocarpa Untuk Pencegahan Infeksi Penyakit MAS Motile Aeromonas Septicaemia Ditinjau dari Gambaran Darah Ikan Patin Pangasionodon hypophthalmus. Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Sunarto, A., A. Rukyani., dan T. Itami Indonesian Experience on the Outbreak of Koi Herpesvirus in Koi and Carp (Cyprinus carpio). Bull. Fish. Res. Agency of Japan, Supplement, 2: Sunarto, Agus dan Eni Kusrini Kasus Kematian Massal Ikan Mas di Keramba Jaring Apung Danau Toba, Sumatera Utara. Media Akuakultur Volume I Nomor 1 Tahun Supriyadi, Hambali dan Akhmad Rukyani Imunoprofilaksis Dengan Cara Vaksinasi Pada Usaha Budidaya Ikan. Disampaikan pada Seminar Nasional ke-ii Penyakit Ikan dan Udang, Bogor, Januari Tizard, Ian Pengantar Imunologi Veteriner. Airlangga University Press. Yahya, Harun Rahasia Kekebalan Tubuh, Senjata Cerdas : Antibodi. [20 Mei 2008] Menyingkap Rahasia Alam Semesta. [13 September 2008].

48

49 Lampiran 1 Nilai Kelangsungan Hidup, Total Leukosit, Kadar Hematokrit dan Indeks Fagositik a. Kelangsungan hidup Ikan Mas Pada Masa Vaksinasi Kelangsungan Hidup (%) Perlakuan Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Rataan (%) b. Kelangsungan Hidup Ikan Mas Pada Masa Uji Tantang Kelangsungan Hidup (%) Perlakuan Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Rataan (%) A B C D c. Total Sel Darah Putih A B C D Waktu Pengamatan (Hari ke-) Masa Vaksinasi Masa Uji Tantang P U 28 (7 hari 35 (14 hari 42 (21 hari 0 (Awal) 21 setelah UT) setelah UT) setelah UT) A R B R C R D R

50 d. Kadar Hematokrit Masa vaksinasi WAKTU PENGAMATAN (HARI) Masa uji tantang (7 hari setelah (14 hari setelah uji tantang) uji tantang) 42 (21 hari setelah uji tantang) P U 0 (Awal) 21 A R B R C R D R e. Indeks Fagositik Masa vaksinasi WAKTU PENGAMATAN (HARI) Masa uji tantang (14 hari (7 hari setelah setelah uji uji tantang) tantang) 42 (21 hari setelah uji tantang) P U 0 (Awal) 21 A R B R C R D R

51 Lampiran 2. Pewarnaan Giemsa dan Prosedur Pembuatan Preparat Ulas a. Pewarnaan Giemsa Pewarnaan yang digunakan untuk pewarnaan Giemsa adalah pewarna giemsa Losung yang dilarutkan dalam akuades dengan perbandingan Giemsa : Akuades adalah 1 : 20 b. Prosedur Pembuatan Preparat Ulas o Keterangan : 1. Tetesan darah 2. Gelas objek pertama 3. Gelas objek kedua 4. Arah goresan Setetes darah diletakkan pada gelas objek pertama. Gelas objek kedua diletakkan dengan sudut 45 o di atas gelas objek pertama. Gelas objek digeser ke belakang menyentuh darah sehingga darah menyebar. Lalu di geser ke arah kiri (4) sehingga membentuk suatu lapisan darah yang tipis. Preparat dibiarkan kering oleh udara, kemudian di fiksasi dengan metanol selama 5 menit. Selanjutnya di bilas dengan akuades, dikeringkan dan diwarnai dengan menggunakan larutan Giemsa selama 15 menit. Setelah pewarnaan, preparat dikeringkan dengan kertas tissue. Kemudian ditetesi dengan entelan dan ditutup dengan gela penutup.

52 Lampiran 3. Penghitungan Kadar Hematokrit (Chinabut et al., 1990) Plasma darah y x Padatan darah Crytoseal Sampel darah diambil dengan menggunakan pipet mikrohematokrit non heparin sampai kira-kira 75% bagian tabung. Selanjutnya ujung tabung (biru) ditutup dengan menggunakan crytoseal kemudian di sentrifuge dengan kecepatan 5000 rpm selama 5 menit. Kadar Hematokrit diukur dengan membandingkan antara padatan dan volume darah. Kadar hematokrit dinyatakan sebagai % volume padatan sel darah. Penghitungan kadar hematokrit adalah = (x/y) x 100%

53 Lampiran 4. Prosedur Preparasi Vaksin a e b f g c d h

RESPON TANGGAP KEBAL IKAN MAS Cyprinus carpio TERHADAP VAKSIN KOI HERPESVIRUS YANG DIBERIKAN MELALUI INJEKSI DENGAN DOSIS BERBEDA EUIS LAELAWATI

RESPON TANGGAP KEBAL IKAN MAS Cyprinus carpio TERHADAP VAKSIN KOI HERPESVIRUS YANG DIBERIKAN MELALUI INJEKSI DENGAN DOSIS BERBEDA EUIS LAELAWATI RESPON TANGGAP KEBAL IKAN MAS Cyprinus carpio TERHADAP VAKSIN KOI HERPESVIRUS YANG DIBERIKAN MELALUI INJEKSI DENGAN DOSIS BERBEDA EUIS LAELAWATI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGUJIAN EFEKTIVITAS DOSIS VAKSIN DNA DAN KORELASINYA TERHADAP PARAMETER HEMATOLOGI SECARA KUANTITATIF NUR AKBAR MASWAN SKRIPSI

PENGUJIAN EFEKTIVITAS DOSIS VAKSIN DNA DAN KORELASINYA TERHADAP PARAMETER HEMATOLOGI SECARA KUANTITATIF NUR AKBAR MASWAN SKRIPSI PENGUJIAN EFEKTIVITAS DOSIS VAKSIN DNA DAN KORELASINYA TERHADAP PARAMETER HEMATOLOGI SECARA KUANTITATIF NUR AKBAR MASWAN SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS VAKSIN DNA DALAM MENINGKATKAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN MAS YANG TERINFEKSI KOI HERPESVIRUS (KHV) ISWI HAYATI FITRIA SKRIPSI

EFEKTIVITAS VAKSIN DNA DALAM MENINGKATKAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN MAS YANG TERINFEKSI KOI HERPESVIRUS (KHV) ISWI HAYATI FITRIA SKRIPSI EFEKTIVITAS VAKSIN DNA DALAM MENINGKATKAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN MAS YANG TERINFEKSI KOI HERPESVIRUS (KHV) ISWI HAYATI FITRIA SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. (Cr 3+ ). Faktor suhu menggunakan 2 level suhu media yaitu T i (suhu 20±2

III. METODOLOGI. (Cr 3+ ). Faktor suhu menggunakan 2 level suhu media yaitu T i (suhu 20±2 III. METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan Mei hingga November 2006 di Laboratorium Kesehatan Ikan Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi dan Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Alat dan Bahan Metode Penelitian Persiapan Wadah

III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Alat dan Bahan Metode Penelitian Persiapan Wadah III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli hingga Desember 2007. Bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2011, di

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2011, di III. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2011, di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. B.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2011, di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2011, di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2011, di Laboratorium Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. B. Alat

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

BAB II. BAHAN DAN METODE

BAB II. BAHAN DAN METODE BAB II. BAHAN DAN METODE 2.1 Kultur Bakteri Pembawa Vaksin Bakteri Escherichia coli pembawa vaksin DNA (Nuryati, 2010) dikultur dengan cara menginokulasi satu koloni bakteri media LB tripton dengan penambahan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Road-map Penelitian

Lampiran 1. Road-map Penelitian LAMPIRAN Lampiran 1. Road-map Penelitian Persiapan Penelitian Persiapan wadah dan ikan uji Bak ukuran 40x30x30cm sebanyak 4 buah dicuci, didesinfeksi, dan dikeringkan Diletakkan secara acak dan diberi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan konsumsi yang dinilai memiliki nilai ekonomis tinggi adalah ikan mas. Data

I. PENDAHULUAN. Ikan konsumsi yang dinilai memiliki nilai ekonomis tinggi adalah ikan mas. Data I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan konsumsi yang dinilai memiliki nilai ekonomis tinggi adalah ikan mas. Data KKP menunjukkan bahwa produksi ikan mas pada tahun 2010 mencapai 282.695 ton, dengan persentasi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009 sampai dengan Februari 2010 di Stasiun Lapangan Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Departemen

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Pemilihan Ikan Uji dan Bakteri (Patogen dan Probiotik)

METODE PENELITIAN. Pemilihan Ikan Uji dan Bakteri (Patogen dan Probiotik) METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan, mulai Januari Juni 2011 di Laboratorium Patologi Ikan, Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Bogor, Jawa Barat.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Uji Serum (Rapid Test) Pada Ikan Mas Yang Diberikan Pelet Berimunoglobulin-Y Anti KHV Dengan Dosis rendah Ig-Y 5% (w/w) Ikan Mas yang diberikan pelet berimunoglobulin-y anti

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK

PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK Vibrio SKT-b MELALUI Artemia DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP PASCA LARVA UDANG WINDU Penaeus monodon ASRI SUTANTI SKRIPSI PROGRAM

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap, tahap pertama dilaksanakan di laboratorium bioteknologi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpad, tahap

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur kerja Kemampuan puasa ikan Tingkat konsumsi oksigen Laju ekskresi amoniak

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur kerja Kemampuan puasa ikan Tingkat konsumsi oksigen Laju ekskresi amoniak II. BAHAN DAN METODE Kegiatan penelitian ini terbagi dalam dua tahap yaitu tahap penelitian pendahuluan dan tahap utama. Penelitian pendahuluan meliputi hasil uji kapasitas serap zeolit, kapasitas serap

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan April 2015 di

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan April 2015 di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan April 2015 di Laboratorium Perikanan Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2009. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan dan Laboratorium Lapangan, Departemen Budidaya

Lebih terperinci

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Jumlah Sel Darah Putih (Leukosit) Ikan Lele Dumbo Pada penelitian ini dihitung jumlah sel darah putih ikan lele dumbo untuk mengetahui pengaruh vitamin dalam meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele dumbo (Clarias sp.) merupakan ikan air tawar yang banyak dibudidaya secara intensif hampir di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini disebabkan ikan lele dumbo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan mas (Cyprinus carpio L.) sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Ikan air tawar yang bernilai ekonomis cukup penting ini sudah sangat dikenal luas oleh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Gejala Klinis Pengamatan gejala klinis pada benih ikan mas yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila meliputi kelainan fisik ikan, uji refleks, dan respon

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembentukan Organisme Bioflok 4.1.1 Populasi Bakteri Populasi bakteri pada teknologi bioflok penting untuk diamati, karena teknologi bioflok didefinisikan sebagai teknologi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Oktober 2013 di

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Oktober 2013 di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Oktober 2013 di Laboratorium Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung dan juga di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Lele Dumbo 2.1.1. Taksonomi Klasifikasi atau pengelompokkan ikan lele dumbo menurut Bachtiar (2007) adalah sebagai berikut : Filum Kelas Sub kelas Ordo Sub ordo Famili

Lebih terperinci

INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp.

INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. GENERASI F0 BAMBANG KUSMAYADI GUNAWAN SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

KERAGAMAN DAN KEBERADAAN PENYAKIT BAKTERIAL DAN PARASITIK BENIH KERAPU MACAN

KERAGAMAN DAN KEBERADAAN PENYAKIT BAKTERIAL DAN PARASITIK BENIH KERAPU MACAN KERAGAMAN DAN KEBERADAAN PENYAKIT BAKTERIAL DAN PARASITIK BENIH KERAPU MACAN Epinephelus fuscoguttatus DI KARAMBA JARING APUNG BALAI SEA FARMING KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA AGNIS MURTI RAHAYU DEPARTEMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang tinggi. Ikan mas dibudidayakan untuk tujuan konsumsi, sedangkan

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang tinggi. Ikan mas dibudidayakan untuk tujuan konsumsi, sedangkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu spesies ikan yang cukup luas dibudidayakan dan dipelihara di Indonesia adalah ikan mas dan koi (Cyprinus carpio) karena mempunyai nilai ekonomi yang tinggi.

Lebih terperinci

METODOLOGI UMUM. KAJIAN ECP BAKTERI S. agalactiae MELIPUTI

METODOLOGI UMUM. KAJIAN ECP BAKTERI S. agalactiae MELIPUTI 15 METODOLOGI UMUM Alur pelaksanaan penelitian Pelaksanaan penelitian secara skematis disajikan pada Gambar 2, yang merupakan penelitian secara laboratorium untuk menggambarkan permasalahan secara menyeluruh

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. UNILA dan Laboratorium Kesehatan Lingkungan Balai Besar Pengembangan dan

III. METODE PENELITIAN. UNILA dan Laboratorium Kesehatan Lingkungan Balai Besar Pengembangan dan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2013 di Laboratorium Budidaya Perikanan Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian UNILA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Aeromonas salmonicida adalah salahsatu jenis dari bakteri Aeromonas sp. Secara

I. PENDAHULUAN. Aeromonas salmonicida adalah salahsatu jenis dari bakteri Aeromonas sp. Secara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aeromonas salmonicida adalah salahsatu jenis dari bakteri Aeromonas sp. Secara umum A. salmonicida merupakan penyebab utama penyakit infeksi pada ikanikan salmonid yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan salah satu jenis ikan air tawar

I. PENDAHULUAN. Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan salah satu jenis ikan air tawar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sangat populer di masyarakat. Selain dagingnya yang enak, ikan mas juga memiliki nilai jual

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS EKSTRAK DAUN PEPAYA

EFEKTIFITAS EKSTRAK DAUN PEPAYA EFEKTIFITAS EKSTRAK DAUN PEPAYA Carica papaya L. UNTUK PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN IKAN LELE DUMBO Clarias sp YANG DIINFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila AGUNG SETIAJI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran Jatinangor

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM IMUN Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM KEKEBALAN TUBUH Imunologi : Ilmu yang mempelajari cara tubuh melindungi diri dari gangguan fisik, kimiawi, dan biologis. . SISTEM IMUN INNATE : Respon

Lebih terperinci

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN Sistem Imun merupakan semua mekanisme pertahanan yang dapat dimobilisasi oleh tubuh untuk memerangi berbagai ancaman invasi asing. Kulit merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu ikan air tawar yang terus dikembangkan di Indonesia yaitu ikan mas.

I. PENDAHULUAN. Salah satu ikan air tawar yang terus dikembangkan di Indonesia yaitu ikan mas. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ikan air tawar yang terus dikembangkan di Indonesia yaitu ikan mas. Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sangat populer

Lebih terperinci

II. METODE 2.1 Rancangan Penelitian 2.2 Isolasi Bakteri Kandidat Probiotik

II. METODE 2.1 Rancangan Penelitian 2.2 Isolasi Bakteri Kandidat Probiotik II. METODE 2.1 Rancangan Penelitian Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan dan 2 ulangan pada uji patogenisitas, serta 4 perlakuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit ikan merupakan salah satu masalah serius yang dihadapi oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit ikan merupakan salah satu masalah serius yang dihadapi oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ikan merupakan salah satu masalah serius yang dihadapi oleh para pembudidaya karena berpotensi menimbulkan kerugian yang sangat besar. Kerugian yang terjadi

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN

PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN Pangasius hypophthalmus UKURAN 1 INCI UP (3 CM) DALAM SISTEM RESIRKULASI FHEBY IRLIYANDI SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN

Lebih terperinci

I. METODE PENELITIAN. Penelitian dan pembuatan preparat ulas darah serta perhitungan hematokrit sel

I. METODE PENELITIAN. Penelitian dan pembuatan preparat ulas darah serta perhitungan hematokrit sel I. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dan pembuatan preparat ulas darah serta perhitungan hematokrit sel darah merah dilakukan pada bulan Juli 2012 di Laboratorium Perikanan Jurusan

Lebih terperinci

POTENSI JERUK NIPIS Citrus aurantifolia UNTUK PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp.

POTENSI JERUK NIPIS Citrus aurantifolia UNTUK PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. POTENSI JERUK NIPIS Citrus aurantifolia UNTUK PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. DEWI MAHARANI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terutama untuk beberapa pasar lokal di Indonesia. Ikan mas atau yang juga

I. PENDAHULUAN. terutama untuk beberapa pasar lokal di Indonesia. Ikan mas atau yang juga I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan mas (Cyprinus carpio) merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar yang saat ini menjadi primadona di sub sektor perikanan. Ikan ini di pasaran memiliki nilai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji LD-50 merupakan uji patogenitas yang dilakukan untuk mengetahui

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji LD-50 merupakan uji patogenitas yang dilakukan untuk mengetahui 41 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Uji LD-50 Uji LD-50 merupakan uji patogenitas yang dilakukan untuk mengetahui kepadatan bakteri yang akan digunakan pada tahap uji in vitro dan uji in vivo. Hasil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Kelautan untuk membuat ekstrak daun sirih, Laboratorium Fisiologi Hewan Air (FHA) untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian

Lebih terperinci

Mekanisme Pembentukan Kekebalan Tubuh

Mekanisme Pembentukan Kekebalan Tubuh Mekanisme Pembentukan Kekebalan Tubuh Apabila tubuh mendapatkan serangan dari benda asing maupun infeksi mikroorganisme (kuman penyakit, bakteri, jamur, atau virus) maka sistem kekebalan tubuh akan berperan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi dan Laboratorium Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Benih Lele Sangkuriang yang terinfeksi Aeromonas hydrophila Pengamatan gejala klinis benih lele sangkuriang yang diinfeksikan Aeromonas hydrophila meliputi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari - Februari 2010, di Laboratorium

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari - Februari 2010, di Laboratorium 28 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari - Februari 2010, di Laboratorium Stasiun Karantina Ikan Kelas I Panjang, Bandar Lampung dan Laboratorium Budidaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. motil, tidak membentuk spora, tidak membentuk kapsul, aerob, katalase positif,

II. TINJAUAN PUSTAKA. motil, tidak membentuk spora, tidak membentuk kapsul, aerob, katalase positif, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aeromonas salmonicida 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi A. salmonicida A. salmonicida merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang pendek, tidak motil, tidak membentuk spora,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada April 2013 sampai dengan Mei 2013 di laboratorium Nutrisi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

SISTEM PERTAHANAN TUBUH

SISTEM PERTAHANAN TUBUH SISTEM PERTAHANAN TUBUH Sistem Pertahanan Tubuh Sistem Pertahanan Tubuh Non spesifik Sistem Pertahanan Tubuh Spesifik Jenis Kekebalan Tubuh Disfungsi sitem kekebalan tubuh Eksternal Internal Struktur Sistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Aeromonas salmonicida merupakan jenis bakteri Aeromonas sp, yang

I. PENDAHULUAN. Aeromonas salmonicida merupakan jenis bakteri Aeromonas sp, yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aeromonas salmonicida merupakan jenis bakteri Aeromonas sp, yang diindikasikan mampu menyerang semua spesies ikan baik ikan air tawar maupun air laut, tergolong hama penyakit

Lebih terperinci

II. METODOLOGI 2.1 Penyediaan Bakteri Probiotik 2.2 Ekstraksi Oligosakarida/Prebiotik

II. METODOLOGI 2.1 Penyediaan Bakteri Probiotik 2.2 Ekstraksi Oligosakarida/Prebiotik II. METODOLOGI 2.1 Penyediaan Bakteri Probiotik Bakteri probiotik yang digunakan dalam penelitian ini adalah bakteri NP5, yang merupakan bakteri dari genus Bacillus. Bakteri NP5 ini merupakan bakteri yang

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C DALAM PERCOBAAN IMMUNOPROFILAKSIS TERHADAP INFEKSI BAKTERI. Oleh AHMAD FIRDAUS C SKRIPSI

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C DALAM PERCOBAAN IMMUNOPROFILAKSIS TERHADAP INFEKSI BAKTERI. Oleh AHMAD FIRDAUS C SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C DALAM PERCOBAAN IMMUNOPROFILAKSIS TERHADAP INFEKSI BAKTERI Streptococcus iniae PADA IKAN NILA (Oreochromis niloticus Linne) Oleh AHMAD FIRDAUS C01499058 SKRIPSI PROGRAM STUD1

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juni Lokasi penelitian di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juni Lokasi penelitian di 23 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2014. Lokasi penelitian di Laboratorium Budidaya Perikanan, Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 4. Borok Pada Ikan Mas yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 4. Borok Pada Ikan Mas yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Ikan Mas yang Terinfeksi Aeromonas hydrophila Pengamatan gejala klinis pada ikan mas yang diinfeksi Aeromonas hydrophila meliputi kerusakan jaringan tubuh dan perubahan

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus goramy LAC.

PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus goramy LAC. PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus goramy LAC. UKURAN 2 CM Oleh : Giri Maruto Darmawangsa C14103056 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

Lampiran 1. Road-map Penelitian

Lampiran 1. Road-map Penelitian LAMPIRAN Lampiran 1. Road-map Penelitian Persiapan Penelitian Persiapan wadah dan ikan uji (15-30 Agustus 2013) Bak ukuran 45x30x35cm sebanyak 4 buah dicuci, didesinfeksi, dan dikeringkan Diletakkan secara

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN A. Materi, Waktu dan Lokasi Penelitian 1. Materi Penelitian Bahan yang akan digunakan meliputi ikan plati, kultur mikroorganisme yang diisolasi dari asinan sawi, Paramaecium sp.,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Hematokrit Ikan Hematokrit adalah persentase sel darah merah dalam darah, bila kadar hematokrit 40% berarti dalam darah tersebut terdiri dari 40% sel darah merah dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan

III. METODE PENELITIAN. Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan 18 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan September November 2011 yang bertempat di Laboratorium Bioteknologi Lantai 3 Program Studi Budidaya Perairan Universitas Lampung,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen karena

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen karena BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen karena dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian

Lebih terperinci

IMUNITAS NON-SPESIFIK DAN SINTASAN LELE MASAMO (Clarias sp.) DENGAN APLIKASI PROBIOTIK, VITAMIN C DAN DASAR KOLAM BUATAN ABSTRAK

IMUNITAS NON-SPESIFIK DAN SINTASAN LELE MASAMO (Clarias sp.) DENGAN APLIKASI PROBIOTIK, VITAMIN C DAN DASAR KOLAM BUATAN ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume IV No 2 Februari 2016 ISSN: 2302-3600 IMUNITAS NON-SPESIFIK DAN SINTASAN LELE MASAMO (Clarias sp.) DENGAN APLIKASI PROBIOTIK, VITAMIN C DAN DASAR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan komoditas perikanan yang sangat

I. PENDAHULUAN. Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan komoditas perikanan yang sangat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan komoditas perikanan yang sangat populer dan termasuk jenis ikan konsumsi yang banyak diminati oleh masyarakat Indonesia karena mudah

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN

PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2014 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2014 di III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2014 di Laboratorium dan Fasilitas Karantina Marine Research Center (MRC) PT.Central Pertiwi

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama ikan air tawar. Ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus)

BAB I PENDAHULUAN. terutama ikan air tawar. Ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan masyarakat terhadap protein hewani dari ikan mengalami peningkatan pesat di setiap tahunnya. Berdasarkan data yang diperoleh, tingkat konsumsi ikan nasional

Lebih terperinci

TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus

TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN ORGAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus VIKA YUNIAR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 19 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian telah dilakukan pada bulan November Desember 2013, bertempat di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 3.2 Alat

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung tepatnya di Laboratorium Pembenihan Kuda

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi. Budidaya ikan mas telah lama berkembang di Indonesia, karena selain

I. PENDAHULUAN. tinggi. Budidaya ikan mas telah lama berkembang di Indonesia, karena selain I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan mas merupakan salah satu jenis ikan konsumsi yang bernilai ekonomis tinggi. Budidaya ikan mas telah lama berkembang di Indonesia, karena selain mudah, peluang usaha

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi.

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi. III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi. 3.2 Alat dan bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia). Penyakit ini juga dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia). Penyakit ini juga dikenal sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan patin siam (P. hypophthalmus) merupakan salah satu komoditas ikan konsumsi air tawar yang bernilai ekonomis penting karena beberapa kelebihan yang dimiliki seperti

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS

SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS Sistem Imun Organ limfatik primer Sumsum tulang belakang Kelenjar timus Organ

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. konsentrasi limbah cair tapioka (10%, 20%, 30%, 40%, 50% dan 0% atau kontrol)

BAB III METODE PENELITIAN. konsentrasi limbah cair tapioka (10%, 20%, 30%, 40%, 50% dan 0% atau kontrol) 34 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian disusun menggunakan metoda statistika rancangan acak lengkap (RAL) satu faktor, dimana faktor yang diujikan adalah pengaruh konsentrasi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. : Nilai pengamatan perlakuan ke-i, ulangan ke-j : Rata-rata umum : Pengaruh perlakuan ke-i. τ i

METODE PENELITIAN. : Nilai pengamatan perlakuan ke-i, ulangan ke-j : Rata-rata umum : Pengaruh perlakuan ke-i. τ i 13 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lab. KESDA provinsi DKI Jakarta (analisis kandungan senyawa aktif, Pimpinella alpina), Lab. Percobaan Babakan FPIK (pemeliharaan

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2012 di

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2012 di 21 III. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2012 di Laboratorium Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi dan Laboratorium Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran.

Lebih terperinci

TEKNIK DIAGNOSTIK IKAN

TEKNIK DIAGNOSTIK IKAN TEKNIK DIAGNOSTIK IKAN PENCATATAN SEJARAH IKAN Supaya kegiatan budidaya ikan yang kita jalani dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan, maka dalam kegiatan budidaya terdapat beberapa hal yang harus

Lebih terperinci

PAPARAN MEDAN LISTRIK 10 VOLT SELAMA 0, 2, 4, DAN 6 MENIT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN IKAN GURAME

PAPARAN MEDAN LISTRIK 10 VOLT SELAMA 0, 2, 4, DAN 6 MENIT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN IKAN GURAME PAPARAN MEDAN LISTRIK 10 VOLT SELAMA 0, 2, 4, DAN 6 MENIT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN IKAN GURAME (Osphronemous gouramy Lac.) PADA MEDIA PEMELIHARAAN BERSALINITAS 3 ppt ADHI KURNIAWAN

Lebih terperinci

Oleh : ONNY C

Oleh : ONNY C JENIS, KELIMPAHAN DAN PATOGENISITAS BAKTERI PADA THALLUS RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii YANG TERSERANG ICE-ICE DI PERAIRAN PULAU PARI, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA Oleh : ONNY C14103066 SKRIPSI Sebagai

Lebih terperinci

II. METODOLOGI 2.1 Metode Penelitian Identifikasi Bakteri Uji Peningkatan Virulensi Bakteri Uji

II. METODOLOGI 2.1 Metode Penelitian Identifikasi Bakteri Uji Peningkatan Virulensi Bakteri Uji II. METODOLOGI 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua uji utama yaitu uji in vitro dan uji in vivo. Identifikasi dan peningkatan virulensi bakteri uji, penentuan nilai LD 50 (Lethal Dosage

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat E. ictaluri Ikan Lele ( Clarias sp.)

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat E. ictaluri Ikan Lele ( Clarias sp.) BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan di Laboratorium Balai Uji Standar Karantina Ikan Departemen Kelautan dan Perikanan di Jakarta dan Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius sp.

PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius sp. PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius sp. YENI GUSTI HANDAYANI SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang 11 MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dari bulan Juni 2010 sampai dengan Juni 2011. Penelitian dilakukan di kandang FKH-IPB. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus

PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus DYAH KESWARA MULYANING TYAS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada kerbau lumpur betina, diperoleh jumlah rataan dan simpangan baku dari total leukosit, masing-masing jenis leukosit, serta rasio neutrofil/limfosit

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan, mulai Maret 2010 sampai dengan Agustus 2010 di laboratorium Terpadu Bagian Mikrobiologi Medik dan laboratorium Bakteriologi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

GAMBARAN DARAH IKAN II (SDP, AF DAN DL)

GAMBARAN DARAH IKAN II (SDP, AF DAN DL) Laporan Praktikum ke-3 Hari/Tanggal : Jumat/ 17 Maret 2017 m.k Manajemen Kesehatan Kelompok : VII Organisme Akuatik Asisten : Niar Suryani GAMBARAN DARAH IKAN II (SDP, AF DAN DL) Disusun oleh: Nuralim

Lebih terperinci

Tabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba

Tabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba 3 Diferensiasi SDP dilakukan berbasis preparat ulas darah total. Darah diulas di preparat kemudian difiksasi dengan metanol selama 2 menit. Preparat ulas darah diwarnai menggunakan pewarna giemsa selama

Lebih terperinci

Tabel 3 Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan maskoki (Carassius auratus) di Bogor

Tabel 3 Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan maskoki (Carassius auratus) di Bogor HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Pemeliharaan Ikan Maskoki (Carassius auratus) Pengambilan sampel ikan maskoki dilakukan di tiga tempat berbeda di daerah bogor, yaitu Pasar Anyar Bogor Tengah, Batu Tulis Bogor

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan Pada bulan Februari - Maret 2015 di Balai

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan Pada bulan Februari - Maret 2015 di Balai 17 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan Pada bulan Februari - Maret 2015 di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung, Desa Hanura, Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. relatif mudah, dapat memanfaatkan berbagai jenis bahan sebagai makanannya,

BAB I PENDAHULUAN. relatif mudah, dapat memanfaatkan berbagai jenis bahan sebagai makanannya, i BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) adalah salah satu ikan air tawar yang memiliki sejumlah keistimewaan yaitu pertumbuhannya cepat, pemeliharaanya relatif mudah,

Lebih terperinci