BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nilem (Osteochilus vittatus) merupakan ikan air tawar yang termasuk kedalam famili Cyprinidae yang bersifat herbivore. Ikan ini menyebar di Asia Tenggara, di Indonesia nilem merupakan ikan budidaya untuk konsumsi, terutama di Jawa Barat. Ikan nilem sangat potensial untuk dikembangkan menjadi produk unggulan perikanan budidaya. Nilai ekonomis ikan nilem meningkat setelah dijadikan produk olahan misalnya baby fish goreng, dendeng dan pindang, diasap dan dikalengkan. Telurnya juga digemari karena rasanya yang lezat dan mempunyai peluang sebagai komoditas ekspor (Subagja et al. 2006). Dari aspek lingkungan ikan nilem berperan sebagai biocleaning agent karena sifatnya yang suka memakan detritus dan perifiton dan juga ikan pintar yang bisa membersihkan kulit dari kotoran dan sel-sel kulit yang telah mati (Cholik et al. 2005). Kegiatan budidaya nilem sering dihadapkan pada permasalahan timbulnya penyakit atau kematian ikan. Nilem merupakan jenis ikan yang rentan terhadap serangan bakteri dan jamur. Pada kegiatan pembenihan, penyakit banyak ditimbulkan oleh adanya serangan organisme patogen salah satunya adalah bakteri yang dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi petani, meskipun pada kolam yang terawat dengan baik, wabah penyakit dan parasit ikan ini dapat menimbulkan kerugian besar karena sering menyebabkan kematian ikan secara masal. Hal ini terjadi karena kondisi padat tebar yang tinggi, suhu yang tinggi dan kandungan bahan organik yang tinggi yang dapat menimbulkan stress ikan yang akan menyebabkan ikan mudah terserang penyakit. Salah satu bakteri yang sering menyerang ikan air tawar adalah Aeromonas hydrophila yang menyebabkab penyakit Motile Aeromonas Septicemia (MAS) atau penyakit bercak merah pada tubuh ikan. Bakteri ini menyerang berbagai jenis dan ukuran ikan air tawar seperti lele dumbo (Clarias gariepinus), ikan mas (Cyprinus caprio), gurami (Osphronemus gouramy), nilem (Osteochilus vittatus), dan udang galah (Macrobrachium rosenbergii) yang dapat 1

2 2 menimbulkan wabah penyakit dengan tingkat kematian tinggi (80-100%) dalam waktu 1-2 minggu (Volk dan Wheeler 1998). Pengendalian bakteri ini sulit karena memiliki banyak strain dan selalu ada di air serta dapat menjadi resistan terhadap obat-obatan (Kamiso et al. 1993). Untuk mencegah kerugian maka dilakukan pengobatan yang dapat dilakukan dengan menggunakan bahan kimia sintetis atau antibiotik dan bahan kimia alami yang berasal dari tumbuhan. Metode yang sering digunakan untuk menanggulangi penyakit pada ikan budidaya dengan menggunakan bahan kimia sintetis padahal cara ini sangat berisiko karena menimbulkan resistensi terhadap bakteri (Kamiso et al. 1993), butuh biaya cukup mahal dan dapat mencemari lingkungan, sementara penggunaan bahan kimia alami yang berasal dari tumbuhan lebih mudah didapat dan murah, tapi dimasyarakat masih jarang sekali dimanfaatkan. Jenis-jenis bahan kimia alami yang telah dimanfaatkan para peneliti untuk penanggulangan penyakit ikan yang diakibatkan oleh Aeromonas hydrophila dan sudah diketahui dosis penggunaannya adalah daun nimba (Hudanullah 2010), kunyit (Handayani 2002), bawang putih (Kusuma 2002) dan sambiloto (Farichatin 2006). Mengkudu juga bersifat anti bakteri dan penggunaan bahan kimia alami atau herbal telah dimanfaatkan pembudidaya dan petani ikan sebagai upaya pengobatan penyakit pada ikan secara tradisional. Tapi belum diketahui secara pasti berapa dosis optimum yang dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan pada ikan. Mengkudu sudah lama dikenal oleh masyarakat di Indonesia sebagai bahan obat tradisional. Mengkudu memiliki banyak zat aktif yang berkhasiat dalam mencegah penyakit karena mengandung zat anti-bakteri, yaitu Acubin, L asperuloside, alizarin dan beberapa zat Antraquinon. Zat-zat yang terdapat di dalam buah mengkudu telah terbukti menunjukkan kemampuan melawan golongan bakteri infeksi, antara lain Pseudonzonas aeruginosa, Proteus morganii, Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis dan Escherichia coli (Winarti 2005). Zat anti-bakteri dalam buah mengkudu dapat mengontrol dua golongan bakteri mematikan (patogen), yaitu Salmonella dan shigella. Kedua bakteri ini

3 3 mengganggu organ pencernaan dan organ dalam, sama halnya dengan bakteri Aeromonas hydrophila yang sering menyerang ikan air tawar pada kolam pembudidaya. Oleh karena itu, pada penelitian ini digunakan ekstrak buah mengkudu sebagai obat herbal alami yang sudah banyak manfaatnya terhadap manusia, diharapkan dapat menekan bakteri Aeromonas hydrophila pada benih ikan nilem juga. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang, maka permasalahan yang dapat diidentifikasi adalah berapa konsentrasi ekstrak mengkudu yang efektif untuk mengobati benih ikan nilem (Osteochilus vittatus) terhadap infeksi bakteri Aeromonas hydrophila. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan konsentrasi ekstrak buah mengkudu (Morinda citrifolia L) yang efektif untuk mengobati penyakit pada benih ikan nilem yang terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila sehingga menghasilkan kelangsungan hidup benih nilem tertinggi. 1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terhadap pemanfaatan ekstrak buah mengkudu (Morinda citrifolia L) untuk pengobatan infeksi bakteri Aeromonas hydrophila dan untuk meningkatkan kelangsungan hidup benih ikan nilem (Osteochilus vittatus). 1.5 Kerangka Pemikiran Bakteri patogen seringkali menjadi penghambat dalam melakukan budidaya perikanan. Bakteri patogen menyerang larva ataupun benih ikan yang dibudidayakan hingga terinfeksi penyakit yang menyebabkan kerusakan tubuh ikan hingga kematian. Hal ini menyebabkan kerugian yang nyata terhadap pembudidaya. Penyakit pada ikan muncul karena adanya ketidakseimbangan interaksi antara inang, patogen dan lingkungan (Snieszko 1974). Salah satu penyakit yang dapat menimbulkan kerugian besar kepada para petani ikan adalah penyakit bercak merah atau MAS (Motile Aeromonas

4 4 Septicaemia). Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri Aeromonas hydrophila. Bakteri ini bersifat patogen dan sering menyerang ikan air tawar seperti ikan mas, ikan nila, ikan gurami dan ikan-ikan budidaya akuarium (Kabata 1985). Infeksi bakteri Aeromonas hydrophila ini akan menimbulkan penyakit apabila terjadi perubahan kondisi lingkungan, keadaan ikan lemah karena stres, perubahan temeperatur, air yang terkontaminasi (Dooley et al. 1985). Pengobatan terhadap ikan yang terserang Aeromonas hydrophila dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu penyuntikan, pengusapan, perendaman atau melalui pakan yang telah ditambahkan dengan obat. Perendaman adalah cara yang paling efisien dan efektif bila dibandingkan dengan penyuntikan dan melalui pakan yang telah ditambahkan dengan obat karena dapat mempermudah penggunaan untuk proses pengobatan ikan yang berukuran kecil dalam skala yang besar (Supriyadi dan Rukyani 1990). Pengobatan ikan secara tradisional yang jarang dilakukan oleh para petani ikan dengan memanfaatkan buah mengkudu. Alternatif pengobatan tradisional dengan menggunakan buah mengkudu dilakukan karena buah mengkudu diduga memiliki kandungan Skopoletin, Antrakuinon, Acubin dan Alizarin yang merupakan zat anti-bakteri (Djauhariya et al. 2006). Mengkudu mengandung protein, khususnya Asam Amino Essensial dan non Essensial, vitamin (Provitamin A; Vit A ; Vit C; Vit B5; Vit B1; Vit B2) dan mineral (Ca, P, Se, Fe). Mengkudu mengandung alkaloid penting yaitu Proxeronin (jenis asam koloid yang tidak mengandung gula, asam amino atau asam nukleat dengan bobot molekul lebih dari ), dalam jumlah besar (Djauhariya 2003). Bahan aktif anti-bakteria dalam buah mengkudu yaitu Antrakuinon dan Skopoletin yang bersifat lisozim terhadap sel bakteri (Irianto 2006). Antrakuinon pada buah mengkudu adalah morindon dan Skopoletin merupakan senyawa aromatik, kedua zat tersebut bekerja secara non-spesifik terhadap membran sitoplasma (membran sel) bakteri. Antrakuinon dan Skopoletin bekerja seperti senyawa fenol yang dapat mengganggu aktivitas enzim yang diproduksi oleh bakteri (Katzung 2004).

5 5 Berdasarkan uji pendahuluan dengan menggunakan uji LC50 24 jam pada konsentrasi ekstrak buah mengkudu sebesar 0 ppm, 10 ppm, 100 ppm, 500 ppm, 1000 ppm dan 5000 ppm, dengan lama perendaman 24 jam, memperlihatkan bahwa kematian total terjadi pada konsentrasi 500 ppm, 1000 ppm dan 5000 ppm. Dari uji ini didapatkan batas toksisitas ekstraksi pada jumlah 244,533 ppm dapat membunuh ikan sebanyak 50% selama 24 jam, sedangkan LC1 24 jam didapatkan nilai toksisitas dengan konsentrasi sebesar 70,341 ppm. Uji in vitro ekstrak mengkudu mendapatkan hasil zona hambat minimum yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Aeromonas hydrophila adalah 10 ppm dan hambatan pertumbuhan bakteri Aeromonas hydrophila terbaik adalah konsentrasi 100 ppm dengan nilai rata rata 9,27 mm. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak buah mengkudu memiliki potensi untuk menghambat bakteri Aeromonas hydrophila. Berdasarkan hasil uji in vitro konsentrasi 90 ppm memiliki zona hambat mendekati 9,39 mm dan pada uji LC50 24 jam tingkat kematian ikan adalah 0 %. Konsentrasi ini merupakan konsentrasi yang paling optimum dan aman pada benih ikan nilem. 1.6 Hipotesis Penggunaan ekstrak buah mengkudu (Morinda citrifolia L) dengan konsentrasi 90 ppm dapat menghasilkan daya tahan hidup benih ikan nilem (Osteochilus vittatus) terhadap infeksi bakteri Aeromonas hydrophila tertinggi.