STUDI SPIRITUAL-FEMINIS TERHADAP TAMAR DALAM II SAMUEL 13:1-22

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI SPIRITUAL-FEMINIS TERHADAP TAMAR DALAM II SAMUEL 13:1-22"

Transkripsi

1 STUDI SPIRITUAL-FEMINIS TERHADAP TAMAR DALAM II SAMUEL 13:1-22 Abstrak Diskriminasi terhadap perempuan telah terjadi disepanjang sejarah peradaban manusia bahkan terjadi juga dalam cerita-cerita yang dimuat di dalam Alkitab. Oleh karena itu, penulisan ini bertujuan untuk menganalisis diskriminasi perempuan dan tindakan kekerasan yang dialami Tamar dalam teks 2 Samuel 13:1-22. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah studi hermeneutik narasi dan pendekatan spiritual-feminis. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa terdapat ruang patriarki yang membelenggu perempuan yaitu ruang aman dan ruang resiko. Keberadaan ruang-ruang ini menyebabkan Tamar berada pada posisi yang terancam dan tertindas. Namun, ia mampu bergerak melampuai ruang patriarki itu sehingga menciptakan ruang integritas atau otonom, yang terkait dengan kekuatan bersumber pada dirinya untuk membebaskan dan memberdayakannya dari pengalaman pemerkosaan yang dialaminya. Tindakan ini disebut sebagai tindakan pembaharuan secara spiritual untuk membangun kesadaran dan integritas diri yang diperlukan untuk kehidupan selanjutnya. Tindakan yang dilakukan oleh Tamar adalah menaruh abu di kepalanya sebagai tanda bergerak melampaui keterpurukannya dan menjadi contoh yang baik bagi perempuan Indonesia (yang menjadi korban pemerkosaan) untuk berani mengklaim kembali haknya sehingga mampu hidup secara mandiri dan berdaya juang yang tinggi. Keyword: Tamar, patriarki, feminis, spiritual-feminis, tindakan otonom. I. PENDAHULUAN

2 Perempuan memiliki kedudukan, status, peran dan fungsi yang dibentuk oleh budaya dominasi atau patriarki. Dalam paham ini, perempuan berada pada posisi the second class. 1 Kedudukan atau status, peran, fungsi dan pembagian kerja dilihat berdasarkan kodrat laki-laki yang kuat, pemberani, rasional. Sedangkan kodrat sebagai perempuan ialah lemah, reproduktif, ketrampilan untuk melayani bukan sebagai pemimpin. 2 Umumnya, pandangan masyarakat terhadap perempuan berdasarkan pada kondisi fisiknya. Hal ini yang menjadikan kaum laki-laki lebih mendominasi atau sering disebut lebih superior dibandingkan dengan kaum perempuan. Selain itu, superioritas laki-laki terhadap perempuan didukung oleh budaya dan agama (termasuk teks-teks keagamaan). Padahal laki-laki dan perempuan diciptakan untuk menjadi mitra yang setara (emansipasi). Emansipasi menuntut kesetaraan. Oleh karena itu, menurut Winkler Prins dalam tulisan Ashar Suyanto menyatakan emansipasi adalah pembebasan anak dari orang tua sehingga anak menjadi mandiri dan hidup di kaki sendiri. 3 Bahkan tidak tergantung atau di bawah orang lain. Gerakan Feminis lahir dari sebuah ide yang diantaranya berupaya melakukan pembongkaran terhadap ideologi penindasan atas nama gender, pencarian akar ketertindasan perempuan, sampai upaya penciptaan pembebasan perempuan secara sejati. Feminisme merupakan basis teori dari gerakan pembebasan perempuan. 4 Di negara-negara barat emansipasi yang diperjuangkan dalam bentuk gerakan feminis yaitu feminis liberal, feminis radikal, feminis libertarian, feminis kultural dan feminis marxis dan sosialis, feminis psikoanalisis, feminis eksistensialis, feminis posmodern, feminis multkultural dan global, ekofeminisme, dan berbagai bentuk gerakan feminis. 5 Lebih lanjut, Ruether mengatakan bahwa perempuan menuntut prinsip kemanusiaan yang penuh bagi dirinya sendiri. 6 Karena perempuan adalah manusia sepenuhnya dan harus diperlakukan sedemikian. Feminis tidak saja diperjuangkan oleh perempuan tetapi juga oleh laki-laki, salah satunya ialah Mahatma Gandhi. Gandhi menyatakan laki-laki maupun perempuan setara dan memiliki kesempatan yang sama untuk mewujudkan haknya sebagai manusia, misalnya memperoleh 1 Aquarini Priyatna Prabasmoro, Kajian budaya feminis: tubuh, sastra, dan budaya pop. (Jalasutra, 2006).50 2 Marrie Claire Barth, Hati Allah Bagaikan Hati Seorang Ibu. (Jakarta:BPK Gunung Mulia,2011).4 3 Ashar Sunyoto munandar, Emansipasi dan peran ganda wanita Indonesia;suatu tinjauan psikologis.(jakarta:universitas Indonesia,1983) Jane C.Ollenburger & Hellen A.Moore, A Sociology Of Women. (Jakarta:Rineka Cipta-Anggota IKAPI,2002) Gadis Arivia, Filsafat Berprespektif Feminis. (Jakarta:Yayasan Jurnal Perempuan.2003) Rosemary Radford Reuther, Sexism and God-Talk: Toward a Feminist Theology. (Boston:Beacon Press

3 pendidikan dan akses dalam keluarga. 7 Gerakan feminis diupayakan membebaskan laki-laki dan perempuan dari kekuasaan, kekerasan, dominasi dan superioritas untuk berada pada relasi baru yang mengangkat kesetaraan dan keadilan dalam berbagai aspek kehidupan. Gerakan feminis menjadi aksi protes terhadap berbagai persoalan kehidupan yang di alami perempuan, baik di ranah domestik maupun publik. Meskipun ada juga laki-laki yang mendapat perlakuan tidak adil, tetapi jika dibandingkan dengan perempuan, diskriminasi lebih banyak di alami oleh perempuan bahkan terlihat dalam Alkitab. Persoalan yang dialami kaum perempuan di dalam Alkitab dipengaruhi oleh budaya patriarki yang kuat. 8 Misalnya, laki-laki yang lebih pantas menjadi imam, sedangkan perempuan dianggap tidak layak memegang peranan ini. 9 Selain itu dalam kehidupan peribadahan, perempuan diberikan syarat-syarat khusus, haram bagi perempuan untuk beribadah. Ketika perempuan mengalami pendarahan, perempuan dianggap najis dan bahkan dalam hukum Israel kuno seorang perempuan yang tertangkap melakukan hubungan intim dengan orang lain yang bukan suaminya akan dirajam dengan batu sampai mati. 10 Lebih lanjut, kedudukan perempuan yang demikian mengakibatkan mereka sering mengalami kemalangan. hal ini juga yang dialami oleh Tamar dalam 2 Samuel 13:1-22. Tamar adalah salah satu putri dari Daud, adik seibu Absalom dan adik seayah dari Amnon. Ibu dari Amnon adalah Ahinoam, perempuan Yizrel (2 Sam 3:2; 2 Taw 3:1) dan salah satu dari enam anak yang lahir di Hebron dari enam istri yang berbeda. Ibu dari Absalom dan Tamar adalah Maakah. 11 Sebagai putri raja, kehidupan Tamar tidaklah seindah dan semanis yang dibayangkan. Sebaliknya, Tamar menjadi korban dari saudaranya Amnon. Adapun tindakan yang dilakukan oleh Amnon ialah memperkosa Tamar karena kecantikan dan keperawanannya. 12 Secara konvensional kecantikan yang tertulis dalam teks 2 Samuel 13 adalah sesuatu yang identik dengan tubuh (fisik) Tamar. Dalam budaya patriarkal, seorang perempuan 7 Mahatma Gandhi, Kaum perempuan dan ketidakadilan sosial. (Pustaka Pelajar, 2002).4,5. 8 Marie Claire Barth-Frommel, Hati Allah., Mary J. Evans, Women In The Bible:An Overview or All The Crucial Passages on Women s Role. (Illinois: Intervarsity Press. 1997). 27, P. J.King & L. E. Stager, Life in biblical Israel. (Westminster John Knox Press, 2001) Carol A.Newson & Sharon H.Ringe. The Women s Bible Commentary.. (Louisvelle-Kentucky:Westminster/John Knox Press. 1992) Phyllis Trible, Text Of Terror: The Literary-Feminis Readings The Biblical Naratives. (Philadelphia,1984).37

4 dikatakan bernilai dilihat dari segi fisik seperti kecantikan, keanggunan, kesucian atau keperawanan, menguasai pekerjaan domestik, dan lain sebagainya. 13 Tamar sebagai korban pemerkosaan Amnon, korban kekerasan dan korban kerja sama antar laki-laki (Daud, Amnon, Absalom). Perubahan sikap Amnon dari cinta (nafsu birahi) menjadi kebencian mendalam dan kemuakan setelah memperkosa Tamar (ay ). Di dalam tradisi Yahudi, tindakan seksualitas yang terjadi tanpa jalur yang tepat menurunkan martabat, reputasi, nilai diri atau harga diri seorang perempuan dan keluarganya. 14 Harga diri menjadi hal yang patut dipertahankan oleh siapa saja, termasuk bagi seorang Tamar. Karena harga diri atau self-esteem seseorang mempengaruhi perilaku, evaluasi diri individu terhadap kualitas dirinya. Branden menyatakan harga diri sebagai suatu penilaian yang bersifat positif atau negatif terhadap diri sendiri. 15 Harga diri atau nilai diri berkaitan dengan kehidupan spiritual seseorang dalam menghadapi dan menerima dirinya yang terdistorsi karena tekanan kehidupan. Secara konseptual, harga diri spiritual merupakan perpaduan antara pikiran (self-efficiacy) dan perasaan (self-respect) untuk menanggapi kebahagiaan atau penderitaan hidupnya. Harga diri spiritual memiliki kekuatan sebagai perkembangan spiritual yang meliputi; kesadaran diri (perasaan, hal-hal yang mengancam), penerimaan diri (kemampuan untuk menerima keberhasilan dan kegagalan atau kekurangan diri), ketegasan diri (sikap dan perasaan terbuka yang konsisten), tujuan hidup (kemampuan menetapkan dan mengembangkan diri), tanggung jawab diri (kemampuan untuk mengontrol diri terhadap pilihan, tindakan untuk mencapai tujuan hidupnya), integritas diri (kemampuan berpikir dan perasaan untuk menemukan makna dirinya secara jujur dan benar). 16 Harga diri spiritual sebagai suatu kebutuhan dasar untuk menentukan dirinya layak secara individual maupun sosial, demikian pula bagi Tamar. Tamar sebagai perempuan dalam keluarga dinasti Daud bukanlah perempuan yang memperjuangkan harga dirinya secara heroik. Tindakan Tamar pada ayat ke 19 yaitu Tamar menaruh abu di atas kepalanya lalu mengoyakkan bajunya menandakan dukacita atau rasa malu 13 Sue Thornham, Teori Feminis dan Cultural Studies;Tentang Relasi yang Belum Terselesaikan. (Yogyakarta:JALASUTRA,2010) Toeti Hearty Noerhadi, Emansipasi dan peran ganda wanita Indonesia;suatu tinjauan psikologis.(jakarta:universitas Indonesia.1983) Jacob Daan Engel, Nilai Dasar Logo Konseling. (Yogyakarta: KANISIUS,2014) Jacob Daan Engel,Nilai Dasar,12.

5 yang mendalam. 17 Melalui tindakan tersebut, Tamar seolah-olah mengarahkan telunjuknya pada Amnon sebagai tersangka. Tamar mengungkapkan perlakuan yang tidak wajar pada dirinya, menghancurkan kehidupan dan harga dirinya sebagai perempuan yang seharusnya mendapat perlindungan. Tamar menyadari keberadaan dirinya, nilai dirinya sebagai perempuan yang telah mengalami kekerasan. Hal yang perlu diperhatikan bagi Tamar sebagai seorang perempuan ialah bukan saja peranannya sebagai perempuan dalam keluarga, akan tetapi kedudukannya sebagai manusia. Manusia yang memiliki hak untuk hidup, bermartabat dan memperjuangkan harga dirinya. 18 Mungkinkah hidup masih bermakna dibalik semua penderitaan yang dialami oleh Tamar? Hidup selalu memiliki potensi untuk memiliki makna dalam kondisi apapun, bahkan dalam keadaan terpuruk. 19 Pengalaman dari bentuk kekerasan, penindasan dan ketidakadilan yang di alami kaum perempuan terdapat kekuatan perempuan. Kekuatan untuk bertahan bahkan melawan tindakan yang merendahkan atau menindas kehidupannya. Kekuatan dari harga diri spiritual sebagai spiritual perempuan atau spiritual feminist. Spiritual feminis menjadi salah satu bentuk atau cara untuk mengusahakan keutuhan dirinya sebagai perempuan tentang realitas dan keberadaan dirinya. Fungsinya untuk menemukan kembali gambaran dan kisah yang memberdayakan kaum perempuan sehingga menjadi pribadi yang utuh dan sejati serta pencapaian integritas diri. 20 Oleh karena itu, tulisan ini difokuskan pada: Studi Spiritual-Feminis Terhadap Tamar dalam 2 Samuel 13:1-22. Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah pertama apakah makna penderitaan (pasca pemerkosaan) Tamar dalam 2 Samuel 13:1-22? Kedua, bagaimana tindakan perubahan Tamar dalam menghadapi penderitaannya dari prespektif Spiritual-Feminis? Tujuannya untuk mendeskripsikan makna penderitaan pasca pemerkosaan yang dialami oleh Tamar dalam 2 Samuel 13:1 dan menganalisis tindakan perubahan Tamar dalam menghadapi penderitaannya dari prespektif Spiritual-Feminis. Adapun hasil dari tugas akhir ini ialah dapat memberikan informasi bahwa cerita Tamar dalam 2 Samuel 13:1-22 ini mewakili berbagai persoalan yang dialami oleh kaumnya dan penderitaan yang dialami oleh Tamar. Akan tetapi, Tamar bergerak melampaui penderitaannya untuk menjadi agen perubahan tentang 17 Ensiklopedi Alkitab Masa Kini-Jilid I;A-L. (Jakarta:Yayasan Komunikasi Bina Kasih,2011) Toeti Hearty Noerhadi, Jacob Daan Engel,Nilai Dasar,5. 20 Anne M.Clifford, Memperkenalkan Teologi Feminis. (Maumere: Penerbit Ledalero, 2002). 296.

6 kedudukan perempuan dalam keluarga, masyarakat dan gereja. Memberikan pandangan yang baru dari teks 2 Samuel 13:1-22 berkaitan dengan perspektif spiritual-feminis. Dalam penulisan ini, metode yang digunakan adalah model penafsiran sinkronik 21 ; studi hermeneutik dan kritik narasi. Studi hermeneutik yaitu pendekatan pada konteks sosial umat Israel yaitu mengenai keadaan sosial budaya, di seputaran peristiwa dalam teks dan dari teks. 22 Sedangkan pendekatan narasi adalah suatu pendekatan menggunakan analisi alur cerita (plot), ketepatan waktu, karakterisasi dan sudut pandang. Kemudian, keterkaitan teks 2 Samuel 13:1-22 dengan prespektif Spiritual-Feminis setelah dilakukan studi sinkronik. 21 Ira D. Mangililo, Model-model Dalam Tafsir Perjanjian Lama. (Salatiga: Satya Wayana Press (forth waiting).2015).6,7. 22 Lawrence Boadt, Reading The Old Testament; An Introduction. New York: Paulist Press

STUDI SPIRITUAL-FEMINIS TERHADAP TAMAR DALAM II SAMUEL 13:1-22 OLEH ADELVIA TAMU INA PAY DJERA TUGAS AKHIR

STUDI SPIRITUAL-FEMINIS TERHADAP TAMAR DALAM II SAMUEL 13:1-22 OLEH ADELVIA TAMU INA PAY DJERA TUGAS AKHIR STUDI SPIRITUAL-FEMINIS TERHADAP TAMAR DALAM II SAMUEL 13:1-22 OLEH ADELVIA TAMU INA PAY DJERA 712011042 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Program Studi Teologi, Fakultas Teologi Guna Memenuhi Sebagian Dari

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP 5.1. KESIMPULAN. Teologi feminis dibangun berdasarkan keprihatinan terhadap kaum perempuan.

BAB 5 PENUTUP 5.1. KESIMPULAN. Teologi feminis dibangun berdasarkan keprihatinan terhadap kaum perempuan. BAB 5 PENUTUP 5.1. KESIMPULAN Teologi feminis dibangun berdasarkan keprihatinan terhadap kaum perempuan. Beberapa ahli yang bekecimpung di dalam gerakan teologi feminis mendefenisikan teologi feminis yang

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional ( 2005:588), konsep didefenisikan sebagai

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Perempuan di berbagai belahan bumi umumnya dipandang sebagai manusia yang paling lemah, baik itu oleh laki-laki maupun dirinya sendiri. Pada dasarnya hal-hal

Lebih terperinci

I. PEREMPUAN DARI PERSPEKTIF SPIRITUAL-FEMINIS DAN PEREMPUAN DI KEHIDUPAN ISRAEL KUNO

I. PEREMPUAN DARI PERSPEKTIF SPIRITUAL-FEMINIS DAN PEREMPUAN DI KEHIDUPAN ISRAEL KUNO I. PEREMPUAN DARI PERSPEKTIF SPIRITUAL-FEMINIS DAN PEREMPUAN DI KEHIDUPAN ISRAEL KUNO Pada bagian ini penulis akan membahas tentang Perempuan dari Perspektif Spiritual- Feminis dan Kedudukan Perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perempuan sudah lama berlangsung dalam sejarah kehidupan manusia. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. perempuan sudah lama berlangsung dalam sejarah kehidupan manusia. Perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejarah mencatat bahwa hampir semua bangsa di dunia ini mempunyai riwayat yang sama dalam satu hal yakni bertatanan patriarkhal. Marjinalisasi terhadap kaum

Lebih terperinci

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang melahirkan aliran feminisme, yakni: 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik * *Tokoh : Robert Merton & Talcott Parsons. *Teori

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik 68 BAB IV KESIMPULAN Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik (ekonomi) merupakan konsep kesetaraan gender. Perempuan tidak selalu berada dalam urusan-urusan domestik yang menyudutkannya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut (Ratna, 2009, hlm.182-183) Polarisasi laki-laki berada lebih tinggi dari perempuan sudah terbentuk dengan sendirinya sejak awal. Anak laki-laki, lebihlebih

Lebih terperinci

BAB 4 RELEVANSI PEMURIDAN YANG SEDERAJAT BAGI KEHIDUPAN BERGEREJA DI INDONESIA

BAB 4 RELEVANSI PEMURIDAN YANG SEDERAJAT BAGI KEHIDUPAN BERGEREJA DI INDONESIA BAB 4 RELEVANSI PEMURIDAN YANG SEDERAJAT BAGI KEHIDUPAN BERGEREJA DI INDONESIA PENDAHULUAN Telah dibahas pada bab sebelumnya bahwa setiap orang baik laki-laki dan perempuan dipanggil untuk bergabung dalam

Lebih terperinci

BAB 2 PENAFSIRAN TEKS DALAM PERPEKTIF TEOLOGI FEMINIS

BAB 2 PENAFSIRAN TEKS DALAM PERPEKTIF TEOLOGI FEMINIS BAB 2 PENAFSIRAN TEKS DALAM PERPEKTIF TEOLOGI FEMINIS PENDAHULUAN Sudah saatnya bagi perempuan untuk membaca dan menafsirkan Alkitab dari sudut pandangnya sendiri berdasarkan pengalaman-pengalaman subjektifnya

Lebih terperinci

Tinjauan Buku. Phyllis Trible, God and the Rhetoric of Sexuality edisi ketiga (Philadelphia: Fortress Press, 1983), 206 halaman.

Tinjauan Buku. Phyllis Trible, God and the Rhetoric of Sexuality edisi ketiga (Philadelphia: Fortress Press, 1983), 206 halaman. Tinjauan Buku Phyllis Trible, God and the Rhetoric of Sexuality edisi ketiga (Philadelphia: Fortress Press, 1983), 206 halaman. Buku yang berjudul God and the Rethoric of Sexuality ini ditulis oleh Phyllis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan berdasarkan imajinasi dan berlandaskan pada bahasa yang digunakan untuk memperoleh efek makna tertentu guna mencapai efek estetik. Sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan kesempatan tersebut terjadi baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra diciptakan untuk dinikmati, dihayati, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Luxemburg (1989:6) mengatakan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak

BAB V PENUTUP. memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Novel Surga Yang Tak Dirindukan adalah karya Asma Nadia. Penelitian ini memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak Dirindukan Karya Asma Nadia Kajian

Lebih terperinci

BAB IV PENGAKUAN TERHADAP DEBORA. hakim. Perempuan menjadi nabiah bukan suatu hal yang asing dalam kehidupan bangsa

BAB IV PENGAKUAN TERHADAP DEBORA. hakim. Perempuan menjadi nabiah bukan suatu hal yang asing dalam kehidupan bangsa BAB IV PENGAKUAN TERHADAP DEBORA 4.1. Pengakuan di Lingkup Sosial dan Agama Fakta bahwa Debora bisa sedemikian besarnya menarik perhatian dari bangsa Israel menimbulkan pertanyaan besar, bagaimana mungkin

Lebih terperinci

RPKPS (4) KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN(KOMPETENSI) Introduction : 5% Perkenalan, Kontrak perkuliahan, RPKPS

RPKPS (4) KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN(KOMPETENSI) Introduction : 5% Perkenalan, Kontrak perkuliahan, RPKPS RPKPS Mata Kuliah : Politik dan Gender Kode/ Bobot : IPL 4142 / 2-0 Deskripsi Singkat : Mata kuliah ini mengkaji berbagai isu dalam sistem politik yang dilihat dari sudut pandang teori analisis. Maka,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam masyarakat. Kehidupan sosial, kehidupan individu, hingga keadaan psikologi tokoh tergambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tercipta sebagai reaksi dinamika sosial dan kultural yang terjadi dalam masyarakat. Terdapat struktur sosial yang melatarbelakangi seorang pengarang

Lebih terperinci

BAB V REFLEKSI TEOLOGIS

BAB V REFLEKSI TEOLOGIS BAB V REFLEKSI TEOLOGIS Menurut Kejadian 1:27, 1 pada dasarnya laki-laki dan perempuan diciptakan dengan keunikan masing-masing. Baik laki-laki dan perempuan tidak hanya diberikan kewajiban saja, namun

Lebih terperinci

Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani

Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani Pokok bahasan dalam buku Analisis Gender dan Transformasi Sosial karya Mansour Fakih ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu tentang analisis

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok digilib.uns.ac.id BAB V PENUTUP A. Simpulan Fokus kajian dalam penelitian ini adalah menemukan benang merah hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok Sawitri terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan pendapat yang mengatakan bahwa pengalaman dan imajinasi

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan pendapat yang mengatakan bahwa pengalaman dan imajinasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil ekspresi isi jiwa pengarangnya. Melalui karyanya pengarang mencurahkan isi jiwanya ke dalam tulisan yang bermediumkan bahasa

Lebih terperinci

Teori Feminisme Dalam Kajian Komunikasi

Teori Feminisme Dalam Kajian Komunikasi Teori Feminisme Dalam Kajian Komunikasi Oleh; Agoes Moh. Moefad (NPM : 170130087012) Hamzah Turmudi (NPM : 170130087004) Zaenal Mukarom (NPM : 170230087001) Feminisme merupakan suatu gerakan emansipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerja dan itu menjadi penanda waktu yang beremansipasi.

BAB I PENDAHULUAN. pekerja dan itu menjadi penanda waktu yang beremansipasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan dalam televisi senantiasa hanya mempertentangkan antara wanita karir dan menjadi ibu-ibu rumah tangga. Dua posisi ini ada didalam lokasi yang berseberangan.

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG MASALAH

LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Pada saat ini, tema kekerasan sepertinya sudah menjadi suatu hal yang biasa dalam masyarakat. Banyak sekali kasus kekerasan yang terjadi dan kebanyakan yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan bahan acuan yang dipakai dalam penelitian sekaligus sumber ide untuk menggali pemikiran dan gagasan baru. Kajian

Lebih terperinci

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Masalah Dalam konteks kehidupan masyarakat Indonesia, sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa masyarakat Indonesia sejak dulu telah mewarisi sebuah sistem kehidupan

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Bab keempat memuat kesimpulan dari uraian yang ada pada bab satu

BAB IV KESIMPULAN. Bab keempat memuat kesimpulan dari uraian yang ada pada bab satu BAB IV KESIMPULAN Bab keempat memuat kesimpulan dari uraian yang ada pada bab satu sampai dengan bab tiga. Dalam bab ini penulis akan menyimpulkan dari ketiga bab sebelumnya. Pada intinya masyarakat Jepang

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan 5.1.1 Struktur Naskah Pertja Objek penelitian yang digunakan dalam kajian skripsi ini adalah naskah drama yang berjudul Pertja karya Benjon atau Benny Yohanes. Lakon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jangan ada padamu allah lain di hadapan-ku. 1

BAB I PENDAHULUAN. Jangan ada padamu allah lain di hadapan-ku. 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Jangan ada padamu allah lain di hadapan-ku. 1 Hukum pertama dari Dasa Titah di atas seolah mengikat bangsa Israel ke dalam sebuah perjanjian dengan Yahweh.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi, 2008:8).Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud atau hasil dari daya imajinasi seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan pengalaman pribadi atau dengan

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori

Bab 2. Landasan Teori Bab 2 Landasan Teori Dalam bab ini akan diuraikan teori, pendapat dan hasil penelitian yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. 2.1 Konsep Shoushika Definisi shoushika ialah sebagai berikut

Lebih terperinci

FEMINIST THOUGHT. 5 m. ROSEMARIE PUTNAM TONG Kata Pengantar Aquarini Priyatna Prabasmoro

FEMINIST THOUGHT. 5 m. ROSEMARIE PUTNAM TONG Kata Pengantar Aquarini Priyatna Prabasmoro - FEMINIST THOUGHT Pengantar Paling Komprehensif kepada Arus Utama Pemikiran Feminis / * *3 5 m ROSEMARIE PUTNAM TONG Kata Pengantar Aquarini Priyatna Prabasmoro 358 * 53 a I FEMINIST THOUGHT f / Pnngantar

Lebih terperinci

CITRA DAN PERJUANGAN TOKOH UTAMA WANITA NOVEL DAUN PUTRI MALU KARYA MAGDALENA SITORUS DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA

CITRA DAN PERJUANGAN TOKOH UTAMA WANITA NOVEL DAUN PUTRI MALU KARYA MAGDALENA SITORUS DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA CITRA DAN PERJUANGAN TOKOH UTAMA WANITA NOVEL DAUN PUTRI MALU KARYA MAGDALENA SITORUS DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA Oleh: Resma Anggraini Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Resmaanggraini89@yahoo.co.id

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Shuji dalam Olson (2006: 197) masyarakat Jepang adalah masyarakat patriarkal. Olson (2006: 125) juga menerangkan bahwa sistem patriarkal adalah suatu sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai karya sastra, novel muncul sebagai sebuah representasi atau pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN RIFFAT HASSAN DAN MANSOUR FAKIH TENTANG KESETARAAN JENDER DALAM ISLAM: SEBUAH PERBANDINGAN

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN RIFFAT HASSAN DAN MANSOUR FAKIH TENTANG KESETARAAN JENDER DALAM ISLAM: SEBUAH PERBANDINGAN BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN RIFFAT HASSAN DAN MANSOUR FAKIH TENTANG KESETARAAN JENDER DALAM ISLAM: SEBUAH PERBANDINGAN A. Persamaan antara Pemikiran Riffat Hassan dan Mansour Fakih tentang Kesetaraan Jender

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Hidup bersama dalam masyarakat merupakan hakikat manusia sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Hidup bersama dalam masyarakat merupakan hakikat manusia sebagai makhluk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Hidup bersama dalam masyarakat merupakan hakikat manusia sebagai makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dan bekerja sama dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kontemporer, Penuntun Vol 4 No. 16, (Jakarta: GKI Jabar, 2000) p No. 16, (Jakarta: GKI Jabar, 2000) p. 483.

BAB I PENDAHULUAN. Kontemporer, Penuntun Vol 4 No. 16, (Jakarta: GKI Jabar, 2000) p No. 16, (Jakarta: GKI Jabar, 2000) p. 483. BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Permasalahan Sejalan dengan situasi politik bangsa Indonesia saat ini, kehidupan sosial perempuan Indonesia tampak membutuhkan adanya reformasi mendasar. 1 Artinya,

Lebih terperinci

BAB 4 KESIMPULAN Citra Tokoh Utama Perempuan die Kleine sebagai Subordinat dalam Novel RELAX karya Henni von Lange RELAX RELAX

BAB 4 KESIMPULAN Citra Tokoh Utama Perempuan die Kleine sebagai Subordinat dalam Novel RELAX karya Henni von Lange RELAX RELAX BAB 4 KESIMPULAN Berdasarkan teori yang sudah dipaparkan dalam bab dua dan analisis yang telah dilakukan dalam bab tiga, maka kesimpulan dari skripsi yang berjudul Citra Tokoh Utama Perempuan die Kleine

Lebih terperinci

Issue Gender & gerakan Feminisme. Rudy Wawolumaja

Issue Gender & gerakan Feminisme. Rudy Wawolumaja Issue Gender & gerakan Feminisme Rudy Wawolumaja Feminsisme Kaum feminis berpandangan bahwa sejarah ditulis dari sudut pandang pria dan tidak menyuarakan peran wanita dalam membuat sejarah dan membentuk

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. kalangan masyarakat, bahwa perempuan sebagai anggota masyarakat masih

BAB V PENUTUP. kalangan masyarakat, bahwa perempuan sebagai anggota masyarakat masih BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Munculnya feminisme memang tak lepas dari akar persoalan yang ada di kalangan masyarakat, bahwa perempuan sebagai anggota masyarakat masih dianggap sebagai makhluk inferior.

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. yakni Bagaimana struktur novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf? dan

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. yakni Bagaimana struktur novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf? dan 324 BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Setelah melalui tahap analisis, sampailah kita pada bagian simpulan. Simpulan ini akan mencoba menjawab dua pertanyaan besar pada awal penelitian, yakni Bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial masyarakat di dalam karya sastra adalah hubungan antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. sosial masyarakat di dalam karya sastra adalah hubungan antara laki-laki dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan cerminan sosial masyarakat. Salah satu cerminan sosial masyarakat di dalam karya sastra adalah hubungan antara laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Virginia Wollf, seperti yang dikutip oleh Putranti mengungkapkan, bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Virginia Wollf, seperti yang dikutip oleh Putranti mengungkapkan, bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Virginia Wollf, seperti yang dikutip oleh Putranti mengungkapkan, bahwa semua masyarakat terbentuk atas dasar penindasan laki-laki yang dengan sengaja membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender,

BAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat masih terkungkung oleh tradisi gender, bahkan sejak masih kecil. Gender hadir di dalam pergaulan, percakapan, dan sering juga menjadi akar perselisihan.

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 318 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan Berdasarkan capaian hasil penelitian dan pembahasan seperti yang tertuang pada bab IV, bahwa penelitian ini telah menghasilkan dua analisis, pertama

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL. Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL. Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL 2.1. Tinjauan Pustaka Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum pernah ditulis di penelitian-penelitian di Kajian Wanita Universitas Indonesia.

Lebih terperinci

PEREMPUAN, TUBUHNYA DAN NARASI PERKOSAAN DALAM IDEOLOGI PATRIARKI: Kajian Hermeneutik Feminis Terhadap Narasi Perkosaan Tamar dalam II Samuel 13:1-22

PEREMPUAN, TUBUHNYA DAN NARASI PERKOSAAN DALAM IDEOLOGI PATRIARKI: Kajian Hermeneutik Feminis Terhadap Narasi Perkosaan Tamar dalam II Samuel 13:1-22 Indonesian Journal of Theology 4/1 (July 2016): 78-99. PEREMPUAN, TUBUHNYA DAN NARASI PERKOSAAN DALAM IDEOLOGI PATRIARKI: Kajian Hermeneutik Feminis Terhadap Narasi Perkosaan Tamar dalam II Samuel 13:1-22

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreatif penulis yang berisi potret kehidupan manusia yang dituangkan dalam bentuk tulisan, sehingga dapat dinikmati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada semua masyarakat (Chamamah-Soeratno dalam Jabrohim, 2003:9). Karya sastra merupakan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Bentuk marginalisasi yang terdapat dalam novel Adam Hawa karya. Muhidin M. Dahlan terdapat 5 bentuk. Bentuk marginalisasi tersebut

BAB V PENUTUP. 1. Bentuk marginalisasi yang terdapat dalam novel Adam Hawa karya. Muhidin M. Dahlan terdapat 5 bentuk. Bentuk marginalisasi tersebut BAB V PENUTUP A. Simpulan Setelah dilakukan penelitian sesuai dengan fokus permasalahan, tujuan penelitian dan uraian dalam pembahasan, diperoleh simpulan sebagai berikut. 1. Bentuk marginalisasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi fisik yang lebih lemah dan dikenal lembut sering menjadi alasan untuk menempatkan kaum perempuan dalam posisi yang lebih rendah dari lakilaki. Secara

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan dalam penelitian terhadap perempuan dalam roman Au Bonheur des Dames karya Émile Zola yang diambil sebagai objek penelitian ini memiliki beberapa implikasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Itu lah sepenggal kata yang diucapkan oleh Mike Lucock yang

BAB I PENDAHULUAN. Itu lah sepenggal kata yang diucapkan oleh Mike Lucock yang I.1. Latar Balakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perempuan Kudu di rumah nyuci baju, ngurus suami, ngurus anak, masak, dan patuh dengan suami dan bila tidak dilakukan semua berarti itu haram!!. Itu lah sepenggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN I. 1. Permasalahan Perempuan sudah lama menjadi sorotan meski baru dalam tahun-tahun terakhir lebih gencar diperhatikan, khususnya di Indonesia. Pandangan perempuan sebagai yang lain

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai rancangan penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan

Lebih terperinci

BAB IV KESEPAKATAN ANTARA SUKU-SUKU DI ISRAEL DENGAN DAUD DALAM 2 SAMUEL 5:1-5 PERBANDINGANNYA DENGAN KONTRAK SOSIAL MENURUT JEAN JACQUES ROUSSEAU

BAB IV KESEPAKATAN ANTARA SUKU-SUKU DI ISRAEL DENGAN DAUD DALAM 2 SAMUEL 5:1-5 PERBANDINGANNYA DENGAN KONTRAK SOSIAL MENURUT JEAN JACQUES ROUSSEAU BAB IV KESEPAKATAN ANTARA SUKU-SUKU DI ISRAEL DENGAN DAUD DALAM 2 SAMUEL 5:1-5 PERBANDINGANNYA DENGAN KONTRAK SOSIAL MENURUT JEAN JACQUES ROUSSEAU Pada dasarnya kesepakatan yang dimaksudkan dalam bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya tergantung pada keunggulan teknologi, sarana dan prasarana, melainkan juga tergantung pada kualitas

Lebih terperinci

Jeritan Perempuan yang Terkungkung Sistem Patriarki dalam Kumpulan Cerita Pendek Akar Pule: suatu Tinjauan Feminisme Radikal

Jeritan Perempuan yang Terkungkung Sistem Patriarki dalam Kumpulan Cerita Pendek Akar Pule: suatu Tinjauan Feminisme Radikal Jeritan Perempuan yang Terkungkung Sistem Patriarki dalam Kumpulan Cerita Pendek Akar Pule: suatu Tinjauan Feminisme Radikal Zahratul Umniyyah Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan dengan bahasa, baik lisan maupun tulis, yang mengandung keindahan. Karya sastra

Lebih terperinci

BAB II. Kajian Pustaka. hukum adat. Harta orangtua yang tidak bergerak seperti rumah, tanah dan sejenisnya

BAB II. Kajian Pustaka. hukum adat. Harta orangtua yang tidak bergerak seperti rumah, tanah dan sejenisnya BAB II Kajian Pustaka 2.1. Perempuan Karo Dalam Perspektif Gender Dalam kehidupan masyarakat Batak pada umumnya dan masyarakat Karo pada khususnya bahwa pembagian harta warisan telah diatur secara turun

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HAK NAFKAH PEREMPUAN DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DALAM PERSPEKTIF FEMINISME

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HAK NAFKAH PEREMPUAN DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DALAM PERSPEKTIF FEMINISME 51 BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HAK NAFKAH PEREMPUAN DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DALAM PERSPEKTIF FEMINISME A. Analisis Terhadap Perlindungan Hak Nafkah Perempuan dalam Kompilasi Hukum Islam Hak perkawinan

Lebih terperinci

BAB IV CREDIT UNION DALAM PERSEPEKTIF DIAKONIA TRANSFORMATIF. kehidupan masyarakat. Kemiskinan membuat jutaan anak-anak tidak mengenyam

BAB IV CREDIT UNION DALAM PERSEPEKTIF DIAKONIA TRANSFORMATIF. kehidupan masyarakat. Kemiskinan membuat jutaan anak-anak tidak mengenyam BAB IV CREDIT UNION DALAM PERSEPEKTIF DIAKONIA TRANSFORMATIF Kemiskinan adalah suatu masalah besar dan serius yang sedang terjadi ditengahtengah kehidupan masyarakat. Kemiskinan membuat jutaan anak-anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obor Indonesia, 1999, p Jane Cary Peck, Wanita dan Keluarga Kepenuhan Jati Diri dalam Perkawinan dan Keluarga, Yogyakarta:

BAB I PENDAHULUAN. Obor Indonesia, 1999, p Jane Cary Peck, Wanita dan Keluarga Kepenuhan Jati Diri dalam Perkawinan dan Keluarga, Yogyakarta: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Pada dasarnya setiap orang memiliki suatu gambaran tentang keluarga dan keluarga harmonis. Keluarga merupakan sistem sosial dari hubungan utama, yang memungkinkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perempuan adalah tiang negara, artinya tegak runtuhnya suatu negara berada di tangan kaum perempuan. Penerus peradaban lahir dari rahim seorang perempuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari Taurat, para Nabi, dan Tulisan-tulisan, atau yang diringkas sebagai Tanak Taurat,

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari Taurat, para Nabi, dan Tulisan-tulisan, atau yang diringkas sebagai Tanak Taurat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitab suci Ibrani atau yang biasa disebut oleh orang kristen, Alkitab perjanjian Lama terdiri dari Taurat, para Nabi, dan Tulisan-tulisan, atau yang diringkas sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak pantas atau tabu dibicarakan. 1. lainnya secara filosofis, sebenarnya manusia sudah kehilangan hak atas

BAB I PENDAHULUAN. tidak pantas atau tabu dibicarakan. 1. lainnya secara filosofis, sebenarnya manusia sudah kehilangan hak atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seksualitas adalah sebuah proses sosial-budaya yang mengarahkan hasrat atau berahi manusia. Seksualitas berhubungan erat dengan tatanan nilai, norma, pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu sama lain, yakni sebagai media informasi, media pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dian Kurnia Putri, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dian Kurnia Putri, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gencarnya pembangunan yang dilakukan oleh negara pada hakikatnya memberikan dampak buruk kepada perempuan. Maraknya kasus-kasus yang terjadi terhadap perempuan seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara yang memiliki berbagai macam budaya. Setiap daerah di Kepulauan Indonesia memiliki budayanya sendiri. Bahkan di setiap kota/kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV REFLEKSI KRITIS TEOLOGIS TENTANG DENDA ADAT MASYARAKAT MOA. pemikiran kritis teologis tentang kedudukan perempuan secara Kristiani.

BAB IV REFLEKSI KRITIS TEOLOGIS TENTANG DENDA ADAT MASYARAKAT MOA. pemikiran kritis teologis tentang kedudukan perempuan secara Kristiani. BAB IV REFLEKSI KRITIS TEOLOGIS TENTANG DENDA ADAT MASYARAKAT MOA Bab ini merupakan bab refleksi teologis tentang kedudukan perempuan dalam denda adat hubungan di luar nikah. Mengingat masyarakat Moa adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. A.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. A.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan A.1. Latar Belakang Manusia secara individu seringkali melihat dirinya secara takjub dengan apa yang telah, sedang atau apa yang akan dilakukannya. Kagum dengan bakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang memiliki permasalahan dalam hidupnya, dan mereka memiliki caranya masing-masing untuk menangani masalah tersebut. Ada orang yang bisa menangani masalahnya,

Lebih terperinci

Studi Psiko Feminis Terhadap Peran Hawa Sebagai Penolong dalam Kejadian 2: 18. Oleh. Selfisina Tetelepta NIM TUGAS AKHIR

Studi Psiko Feminis Terhadap Peran Hawa Sebagai Penolong dalam Kejadian 2: 18. Oleh. Selfisina Tetelepta NIM TUGAS AKHIR Studi Psiko Feminis Terhadap Peran Hawa Sebagai Penolong dalam Kejadian 2: 18 Oleh Selfisina Tetelepta NIM 71 2011 016 TUGAS AKHIR Diajukan kepada program studi Teologi, Fakultas Teologi Guna memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imajinasi yang tinggi, yang terbukti dari karya-karyanya yang menarik dan banyak

BAB I PENDAHULUAN. imajinasi yang tinggi, yang terbukti dari karya-karyanya yang menarik dan banyak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Abidah El Khalieqy (AEK) adalah pengarang yang kreatif, memiliki daya imajinasi yang tinggi, yang terbukti dari karya-karyanya yang menarik dan banyak pembacanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tentang wanita Jepang yang masih kuno dan tradisional masih

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tentang wanita Jepang yang masih kuno dan tradisional masih BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pandangan tentang wanita Jepang yang masih kuno dan tradisional masih tetap ada sampai sekarang ini. Wanita Jepang memiliki citra sebagai seorang wanita yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberantas kemiskinan yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. memberantas kemiskinan yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kajian perempuan merupakan suatu kajian yang sangat menarik perhatian. Hal ini terbukti banyak penelitian tentang kaum perempuan. Perempuan merupakan hal penting

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. kritik sastra feminis sosialis karena dalam Kumpulan Cerpen ini

BAB V KESIMPULAN. kritik sastra feminis sosialis karena dalam Kumpulan Cerpen ini BAB V KESIMPULAN Pada Kumpulan Cerpen Memotret Perempuan karya Hapie Joseph Aloysia terdapat kecenderungan permasalahan yang selaras dengan kritik sastra feminis, yaitu kritik sastra feminis sosialis karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengetahui pandangan budaya dalam suatu masyarakat, tidak hanya didapatkan dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang bersangkutan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup menggembirakan. Kini setiap saat telah lahir karya-karya baru, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. cukup menggembirakan. Kini setiap saat telah lahir karya-karya baru, baik dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra Bali Modern dari waktu ke waktu menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan. Kini setiap saat telah lahir karya-karya baru, baik dalam bentuk puisi, cerita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa hak-hak kaum perempuan sama dengan kaum laki-laki. Keberagaman dan

BAB I PENDAHULUAN. bahwa hak-hak kaum perempuan sama dengan kaum laki-laki. Keberagaman dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam teori sastra kontemporer, feminis merupakan gerakan perempuan yang terjadi hampir di seluruh dunia. Gerakan ini dipicu oleh adanya kesadaran bahwa hak-hak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Galilea. Kesaksian Alkitab mengatakan bahwa murid Yesus berjumlah dua belas orang

BAB 1 PENDAHULUAN. Galilea. Kesaksian Alkitab mengatakan bahwa murid Yesus berjumlah dua belas orang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Yesus memulai pelayanannya dari sebuah tempat di kawasan utara Palestina. Di daerah inilah Yesus memilih murid-muridnya yang pertama, tepatnya di tepi danau Galilea.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah ungkapan pribadi manusia. berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, imajinasi, ide, keyakinan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah ungkapan pribadi manusia. berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, imajinasi, ide, keyakinan dalam BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, imajinasi, ide, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kehidupan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penulis Injil Yohanes memulai dan menutup pelayanan Yesus di muka umum (Yoh. 2-12) dengan kisah mengenai seorang perempuan: dimulai dengan kisah ibu Yesus dan

Lebih terperinci

C. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI SMPLB TUNANETRA

C. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI SMPLB TUNANETRA - 165 - C. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI SMPLB TUNANETRA KELAS VII Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan oleh masyarakat kadang-kadang masih dianggap sebagai manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan tidak lebih penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesusastraan Bali Purwa (tradisional) dan Kesusastraan Bali Anyar (modern)

BAB I PENDAHULUAN. Kesusastraan Bali Purwa (tradisional) dan Kesusastraan Bali Anyar (modern) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesusastraan Bali secara umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu Kesusastraan Bali Purwa (tradisional) dan Kesusastraan Bali Anyar (modern) (Bagus dan Ginarsa, 1978:3).

Lebih terperinci

Dalam televisi seperti pakaian, make up, perilaku, gerakgerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya.

Dalam televisi seperti pakaian, make up, perilaku, gerakgerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. BAB II KAJIAN TEORI Di dalam bab dua ini akan dibahas beberapa teori yang menjadi landasan dari analisis yang akan dilakukan dalam penelitian ini. Teori tersebut adalah Representasi, Cerita Pendek, Feminisme,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. The Great queen Seondeok dan kemudian melihat relasi antara teks tersebut

BAB III METODE PENELITIAN. The Great queen Seondeok dan kemudian melihat relasi antara teks tersebut BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian Tipe Penelitian ini adalah kualitatif eksploratif, yakni penelitian yang menggali makna-makna yang diartikulasikan dalam teks visual berupa film serial drama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus informasi dan teknologi yang canggih yang menuntut masyarakat untuk lebih berperan aktif

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:

BAB V PENUTUP. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: BAB V PENUTUP Pada bagian ini penulisan akan dibagi menjadi dua bagian yaitu kesimpulan dan saran. 5.1.KESIMPULAN Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: 1. Gereja adalah persekutuan orang percaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Wacana merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Wacana merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wacana merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat umumnya memahami wacana sebagai perbincangan terkait topik tertentu.

Lebih terperinci

FEMINISME DARI PERSPEKTIF PROTESTAN

FEMINISME DARI PERSPEKTIF PROTESTAN FEMINISME DARI PERSPEKTIF PROTESTAN Vic. Dianita Aprissa L. Taranau, M.Si, Dosen STT GKS dan sekretaris Persekutuan Perempuan Berpendidikan Teologi (Peruati) cabang Sumba. Abstrak Artikel ini mencoba menggambarkan

Lebih terperinci