BAB I PENDAHULUAN. sosial masyarakat di dalam karya sastra adalah hubungan antara laki-laki dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. sosial masyarakat di dalam karya sastra adalah hubungan antara laki-laki dan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan cerminan sosial masyarakat. Salah satu cerminan sosial masyarakat di dalam karya sastra adalah hubungan antara laki-laki dan perempuan serta peranan masing-masing di dalam budaya yang melingkupinya. Hubungan laki-laki dan perempuan adalah sebuah isu yang tidak pernah berakhir, tetapi terus berkembang. Hubungan keduanya menjadi fenomena karena sistem patriarki mendominasi di dalam masyarakat. Masyarakat mengakui bahwa laki-laki mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari perempuan. Konstruksi ini terus berjalan dan terbentuklah kebudayaan yang melestarikannya dan melegalkannya. Konsep ini menempatkan perempuan pada posisi yang kurang menguntungkan. Hal ini berakibat pada banyaknya ketidakadilan yang diterima perempuan selama ini. Ketidakadilan ini membuat perempuan diberi stereotipe sebagai makhluk kelas dua (Muthali in, 2001: 24-25). Perempuan dianggap sebagai anggota masyarakat yang tidak mempunyai peran utama di segala bidang di ranah publik. Perbedaan peran jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan banyak menimbulkan masalah gender yang terwujud dalam karya sastra. Masalah gender 1

2 2 dalam karya sastra tersebut pada akhirnya memunculkan studi yang memfokuskan kajian pada perempuan dalam karya sastra yang sering disebut kritik sastra feminis. Sejak akhir 1960-an ketika kritik feminis dikembangkan sebagai bagian dari gerakan internasional, anggapan tentang studi kritik sastra feminis ini pun menjadi pilihan yang menarik. Ruthven (1985: 40 50) menyatakan bahwa kritik sastra feminis merupakan kritik yang menelusuri bagaimana kaum perempuan direpresentasikan, bagaimanakah teks terwujud melalui relasi gender dan perbedaan sosial. Selain kritik sastra feminis membicarakan bagaimana perempuan dilukiskan, kritik juga mendeteksi potensi yang dimiliki perempuan di tengah kekuasaan patriarki dalam karya sastra. Masalah perempuan dan kehidupannya selalu menjadi masalah yang menarik untuk diperbincangkan. Telah banyak pengarang yang menempatkan tokoh utama perempuan dalam karya-karyanya dengan tujuan untuk mengungkapkan ide-idenya dalam sebuah karya sastra. Adanya bentuk-bentuk ketertindasan, marginalisasi, subordinasi, dan masalah gender serta emansipasi, juga menjadi tema yang menarik untuk diangkat ke permukaan dalam bentuk karya sastra. Masalah-masalah yang dialami kaum perempuan tak lepas dari budaya patriarki yang melingkupinya, dimana status perempuan dalam masyarakat diposisikan di bawah laki-laki dan dianggap tidak begitu penting peranannya di masyarakat. Jepang merupakan salah satu negara yang masih kental dengan sistem patriarkinya. Sistem patriarki ini menyebabkan banyak ketidakadilan gender yang

3 3 dialami oleh perempuan. Bentuk ketidakadilan gender terhadap perempuan Jepang terlihat pada kebiasaan seorang perempuan Jepang yang sepanjang hidupnya selalu tunduk pada laki-laki. Pertama pada ayahnya, kemudian setelah menikah pada suaminya, dan setelah anaknya dewasa kepada anak laki-lakinya yang menduduki kepala keluarga (Okamura, 1983: 5). Menurut Okamura (1983: xv), sekitar kurun waktu pasca Perang Dunia II, perempuan Jepang lebih berperan dalam hal-hal mikro. Di dalam rumah tangga tradisional Jepang, sudah lazim terjadi apa yang disebut pembagian kerja seksual. Laki-laki (suami) umumnya ditempatkan dalam posisi yang dominan, yaitu sebagai pencari nafkah (bread winner) atau sebagai pekerja produktif dan menyandang peran sebagai penghasil pendapatan utama. Sementara itu perempuan (istri) ditempatkan pada posisi nyonya rumah (home maker) yang bertanggung jawab atas segala kegiatan reproduktif dan pekerjaan domestik yang terkait di dalam organisasi rumah tangga. Kekuasaan kepala rumah tangga tradisional Jepang dianggap sebagai ciri utama sistem keluarga, meliputi perilaku, ide, dan cara berpikir para anggota keluarga. Kepala rumah tangga di Jepang memiliki kekuasaan yang lebih besar, maka terbentuklah ide-ide moral seperti suami memimpin, istri patuh setia (Nakane, 1981: 10).

4 4 Bentuk-bentuk ketidakadilan gender yang dialami oleh perempuan Jepang sebagai akibat dari budaya patriarki tergambar jelas pada salah satu novel karangan Watanabe Jun`ichi. Dalam novelnya yang berjudul Hanauzumi, Watanabe Jun`ichi mengisahkan perjuangan seorang perempuan untuk mendapatkan hak yang sama dengan laki-laki dalam hal pendidikan dan profesi di tengah budaya patriarki yang melingkupi Jepang pada masa itu. Novel tersebut merupakan novel biografi yang mengisahkan kehidupan dan perjuangan tokoh utamanya, Ogino Ginko, untuk menjadi dokter perempuan pertama di Jepang. Watanabe Jun`ichi adalah seorang pengarang kelahiran Hokkaido pada tahun Dia mulai tertarik dengan dunia tulis-menulis saat menempuh sekolah menengah. Ketika menjadi mahasiswa kedokteran di Universitas Sapporo, dia bereksperimen dengan tulis-menulis dan mulai mempublikasikan tulisannya di sejumlah majalah sastra. Setelah lulus sebagai dokter, dia membuka praktik sebagai ahli bedah ortopedi, tetapi kemudian dia mengundurkan diri dan hijrah ke Tokyo untuk menekuni dunia kepenulisan. Sejak tahun 1969, dia merintis karir sebagai penulis sepenuhnya. Sejumlah karyanya berupa novel biografis dan terkadang berlatarbelakang dunia kedokteran. Selain Hanauzumi, novelnya yang populer adalah Shitsuraken (A Lost Paradise) yang menjadi buku laris di Jepang dan berbagai negara Asia. Watanabe Jun`ichi telah menghasilkan lebih dari 50 karya sastra, dan di antaranya telah banyak yang difilmkan. Dia juga meraih sejumlah penghargaan dalam bidang sastra dan kepenulisan, antara lain penghargaan Naoki pada tahun 1970 untuk

5 5 novel Hikari to kage (Light and Shadow) dan penghargaan Eiji Yoshikawa pada tahun 1979 untuk novel Toki rakujitsu dan Nagasaki roshia yujokan. Novel Hanauzumi yang dalam terjemahan bahasa Inggrisnya berjudul Beyond the Blossoming Fields dipilih penulis untuk menjadi objek material dalam penelitian ini karena novel tersebut dinilai sarat akan isu-isu gender. Novel yang berlatar kehidupan masyarakat Jepang pada awal era Meiji ini masih sangat kental dengan budaya patriarki. Penulis kemudian mencoba untuk memaparkan segala macam bentuk ketimpangan gender akibat dari budaya patriarki yang terdapat dalam novel tersebut, sekaligus menjelaskan ide-ide feminis yang terkandung di dalamnya. Kritik sastra feminis kemudian dipilih sebagai teori untuk mengungkap segala permasalahan perempuan dan gender dalam novel Hanauzumi karena kritik sastra feminis dianggap sebagai teori yang tepat untuk mengungkap segala permasalahan perempuan di dalam sebuah karya sastra. Dalam penelitian ini, penulis melakukan analisis dengan pendekatan feminisme liberal. Feminisme liberal dianggap sebagai teori paling tepat untuk menganalisis novel Hanauzumi, mengingat novel tersebut mengisahkan tentang perjuangan seorang perempuan demi mendapat kesempatan yang sama dengan lakilaki di bidang pendidikan, yaitu pendidikan kedokteran, profesi, dan juga kesempatan yang sama di bidang politik. Hal tersebut sejalan dengan kerangka pemikiran teori

6 6 feminisme liberal. Menurut Tong (2008: 23), pada abad ke-18 feminisme liberal muncul dalam bentuk gagasan tentang masyarakat yang adil dan mendukung pengembangan diri perempuan yang sama dengan laki-laki. Gagasan pemikiran tersebut kemudian lebih terfokuskan pada pendidikan yang setara. Kemudian pada abad ke-19 berkembang dalam tuntutan hak politik dan kesempatan ekonomi yang sama bagi perempuan. Dengan pertimbangan tersebut, maka penulis melakukan penelitian ini dengan landasan teori feminisme liberal. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, dapat diketahui bahwa terdapat beberapa masalah dalam novel Hanauzumi. Masalah tersebut antara lain ketidakadilan gender yang muncul dalam kisah tersebut sebagai dampak dari budaya patriarki masyarakat Jepang pada awal Meiji. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis mencoba merumuskan dan membahas lebih jauh lagi ketidakadilan gender yang dialami Ogino Ginko dalam novel Hanauzumi. Selain itu, perjuangan kaum perempuan yang diwakili oleh tokoh utama dalam novel tersebut juga dibahas dalam penelitian ini. Perjuangan kaum perempuan tersebut merupakan reaksi atas ketidakadilan yang dialami oleh perempuan sebagai kaum yang dinomorduakan. Perjuangan tersebut dituangkan dalam ide-ide feminis sebagai bentuk perlawanan terhadap budaya patriarki dan ketidakadilan gender yang dialami kaum perempuan.

7 7 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini mempunyai dua tujuan, yakni tujuan teoretis dan tujuan praktis. Tujuan teoritis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Mengetahui unsur-unsur intrinsik novel Hanauzumi. 2) Mengetahui bentuk-bentuk ketidakadilan gender yang terdapat dalam novel tersebut. 3) Mengetahui nilai-nilai atau ide-ide feminis yang terdapat dalam novel tersebut. Adapun tujuan praktis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Memberikan sumbangan pemikiran terhadap pembaca dalam memahami novel Hanauzumi dengan kritik sastra feminis. 2) Membuka pemahaman pembaca tentang adanya ketidakadilan gender antara laki-laki dan perempuan yang tercermin dalam karya sastra. 3) Membantu pembaca agar mampu meletakkan posisinya dalam memahami perempuan sebagai kelas yang terpinggirkan dan mengalami ketidakadilan gender. 1.4 Tinjauan Pustaka Sejauh pengamatan penulis, sudah banyak penelitian yang mengungkap permasalahan perempuan dalam berbagai karya sastra dengan menggunakan pendekatan kritik sastra feminis. Penelitian yang menggunakan pendekatan kritik sastra feminis lebih banyak yang mengungkapkan citra perempuan dibanding

8 8 mengungkap ketidakadilan gender yang terdapat dalam karya yang diteliti. Penelitian yang pernah dilakukan di antaranya terdapat dalam skripsi S1 Fakultas Ilmu Budaya UGM oleh Rahmi Rizka yang berjudul Citra Perempuan Dalam Novel Onibi Karya Yoshiya Nobuko: Analisis Kritik Sastra Feminis (2004). Dalam skripsi tersebut dijelaskan bahwa tokoh utama dalam novel tersebut adalah seorang perempuan yang cantik yang hidup miskin. Perempuan tersebut digambarkan sangat tunduk dan patuh terhadap suaminya. Beban kerja dialami oleh tokoh utama karena ia bertanggung jawab terhadap urusan domestik rumah tangga, mengurusi suami yang sedang sakit, dan bertanggung jawab melunasi tagihan rumah tangganya. Selain itu, perempuan dalam novel ini mengalami ketidakadilan gender akibat adanya nilai-nilai budaya patriarki yang mengakar kuat. Penelitian lain yang mengungkap ketidakadilan gender terdapat pada skripsi S1 Sastra Indonesia yang berjudul Perjuangan Melawan Ketidakadilan Gender Dalam Novel Garis Perempuan Karya Sanie B. Kuncoro: Kajian Kritik Sastra Feminis (2011) yang ditulis oleh Herlina Endah Susilowati. Menurut penelitian tersebut, banyak terjadi ketidakadilan gender yang menimpa tokoh perempuan dalam novel tersebut. Bentuk-bentuk ketidakadilan gender tersebut antara lain marginalisasi, subordinasi, kekerasan, dan beban kerja yang dialami oleh tokoh perempuan. Selain itu, dalam penelitian tersebut juga mengungkapkan ide-ide feminis yang dicetuskan oleh tokoh perempuan, antara lain adalah kemampuan untuk hidup mandiri.

9 9 Penelitian sastra yang menggunakan metode pendekatan kritik sastra feminis memang telah banyak dilakukan. Akan tetapi belum ada penelitian yang menganalisis karya sastra Watanabe Jun ichi yang berjudul Hanauzumi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa skripsi ini merupakan tulisan pertama yang menganalisis novel Hanauzumi dengan menggunakan metode pendekatan kritik sastra feminis. 1.5 Landasan Teori Teori yang digunakan sebagai landasan dalam penelitian ini adalah teori strukturalisme dan teori kritik sastra feminis. Teori strukturalisme digunakan untuk menganalisis struktur novel, kritik sastra feminis digunakan untuk menganalisis masalah bias gender yang terdapat pada unsur-unsur novel yang diteliti dan juga ideide feminis yang terkandung di dalamnya Teori Strukturalisme Analisis strukturalisme merupakan prioritas pertama sebelum diterapkannya analisis yang lain. Tanpa analisis struktural tersebut, kebulatan makna intrinsik yang hanya dapat digali dari karya sastra tersebut tidak dapat ditangkap. Makna unsurunsur karya sastra hanya dapat ditangkap, dipahami sepenuhnya, dan dinilai atas dasar pemahaman tempat dan fungsi unsur itu di dalam keseluruhan karya sastra (Teeuw, 1983: 61).

10 10 Strukturalisme adalah suatu disiplin yang memandang karya sastra sebagai suatu struktur yang terdiri atas beberapa unsur yang saling berkaitan satu dengan lainnya (Sangidu, 2004: 141). Satu konsep dasar yang menjadi ciri khas teori struktural adalah adanya anggapan bahwa di dalam dirinya sendiri karya sastra merupakan suatu struktur yang otonom yang dapat dipahami sebagai suatu kesatuan yang bulat dengan unsur-unsur pembangunnya yang saling berjalinan (Pradopo dkk., 2001: 54). Dalam kesatuan hubungan itu, setiap unsur tidak memiliki makna sendirisendiri kecuali dalam hubungannya dengan unsur lain sesuai dengan posisinya di dalam keseluruhan struktur. Dengan demikian, struktur merupakan sebuah sistem yang terdiri atas sejumlah unsur, yang di antaranya tidak satu pun dapat mengalami perubahan tanpa menghasilkan perubahan dalam semua unsur yang lain (Strauss via Teeuw, 1984: ). Dari konsep dasar di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa memahami karya sastra berarti memahami unsur-unsur yang membangun struktur. Analisis struktural bertujuan membongkar dan memaparkan dengan cermat keterikatan semua unsur karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh. Analisis struktural bukanlah penjumlahan unsur-unsurnya, melainkan sumbangan apa yang diberikan oleh semua unsur pada keseluruhan makna dalam keterikatan dan keterjalinannya (Teeuw, 1984: ). Unsur-unsur intrinsik yang membangun struktur tersebut antara lain tema, latar, alur, tokoh dan penokohan.

11 11 Tema adalah gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra (Sudjiman, 1991: 50). Tema dalam banyak hal bersifat mengikat kehadiran atau ketidakhadiran peristiwa-konflik-situasi tertentu, termasuk berbagai unsur intrinsik yang lain. Tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita, maka ia pun bersifat menjiwai seluruh bagian cerita itu. Dengan demikian, untuk menemukan tema sebuah karya fiksi, ia haruslah disimpulkan dari keseluruhan cerita, tidak hanya berdasarkan bagian-bagian tertentu cerita (Nurgiyantoro, 2000: 68). Unsur intrinsik selanjutnya adalah latar. Abrams (via Nurgiyantoro, 2000: 216) mengemukakan bahwa latar atau setting disebut juga sebagai landas tumpu, mengacu pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Tokoh cerita yang menjadi pelaku dan penderita dari berbagai kejadian yang bersebab akibat perlu pijakan, di mana dan kapan peristiwa-peristiwa itu terjadi. Latar memberikan gambaran cerita secara lebih jelas dan konkret. Selain tema dan latar, unsur lain yang turut membangun struktur sebuah karya sastra adalah alur. Alur merupakan tulang punggung cerita. Berbeda dengan unsurunsur lain, alur dapat membuktikan dirinya sendiri meskipun jarang diulas panjang lebar dalam sebuah analisis (Stanton, 2007: 28). Secara umum, alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita. Istilah alur biasanya terbatas pada peristiwa-peristiwa yang terhubung secara kausal saja (Stanton, 2007: 26). Sebuah cerita tidak akan pernah seutuhnya dimengerti tanpa adanya pemahaman terhadap

12 12 peristiwa-peristiwa yang mempertautkan alur, hubungan kausalitas, dan keberpengaruhannya (Stanton, 2007: 28). Sebuah karya sastra, dalam hal ini novel, selalu menampilkan tokoh dan penokohannya. Tokoh merujuk pada individu-individu yang muncul dalam cerita (Stanton, 2007: 33). Jones (via Nurgiyantoro, 2000: 165) mendefinisikan penokohan sebagai pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah karya. Keseluruhan unsur-unsur tersebut di atas bersifat timbal balik, saling menentukan, saling mempengaruhi, yang secara bersama membentuk satu kesatuan yang utuh. Selain itu, yang lebih penting adalah menunjukkan bagaimana hubungan antarunsur tersebut dan sumbangan apa yang diberikan unsur-unsur tersebut terhadap makna keseluruhan karya sastra (Nurgiyantoro, 2000: 36-37) Kritik Sastra Feminis Kritik sastra feminis adalah penelitian yang mengungkap tentang bagaimana perempuan dilukiskan dan bagaimana potensi yang dimiliki perempuan di tengah kekuasaan patriarki (Ruthven, 1985: 40). Kritik sastra feminis merupakan salah satu disiplin ilmu kritik sastra yang lahir sebagai respon atas berkembang luasnya feminisme di berbagai penjuru dunia. Secara leksikal, feminisme dapat diartikan gerakan perempuan yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum perempuan dan laki-laki (KBBI, 2008: 315).

13 13 Persamaan hak meliputi semua aspek kehidupan, baik dalam bidang politik, ekonomi, maupun sosial budaya. Sementara itu, Fakih (2008: ) menyatakan feminisme sebagai gerakan yang berangkat dari asumsi dan kesadaran bahwa kaum perempuan pada dasarnya ditindas dan dieksploitasi, serta harus ada upaya mengakhiri penindasan dan pengeksploitasian tersebut. Gerakan feminis merupakan perjuangan dalam rangka mentransformasikan sistem dan struktur yang tidak adil, menuju ke sistem yang adil bagi perempuan maupun laki-laki. Feminis atau feminisme adalah label politik yang mengindikasikan semangat untuk mencapai tujuan-tujuan dari pergerakan baru perempuan yang muncul pada akhir tahun 1960-an. Adapun kritik sastra feminis kemudian menjadi wacana politik khusus yang diartikan sebagai sebuah kritik dan praktik teori yang berkomitmen menjalankan perjuangan melawan patriarki dan seksisme. Menurut Djajanegara (2000: 4), inti tujuan feminisme adalah meningkatkan kedudukan dan derajat perempuan agar sama atau sejajar dengan kedudukan serta derajat laki-laki. Perjuangan serta usaha feminisme untuk mencapai tujuan ini mencakup berbagai cara. Salah satunya adalah memperoleh hak dan peluang yang sama dengan yang dimiliki laki-laki. Berkaitan dengan itu, maka muncullah istilah equal right s movement atau gerakan persamaan hak. Untuk memahami feminisme, harus dipahami pula konsep patriarki, konsep seks, dan konsep gender. Patriarki merupakan sebuah sistem sosial yang mendukung

14 14 dan membenarkan dominasi laki-laki, menimbulkan pemusatan kekuasaan di tangan kaum laki-laki, mengakibatkan kontrol dan subordinasi perempuan dan menciptakan ketimpangan sosial antarseks. Di samping itu, patriarki merupakan konsep bahwa laki-laki memegang kekuasaan atas semua bidang penting dalam masyarakat, seperti pemerintahan, militer, pendidikan, industri, kesehatan, media informasi, dsb (Handayani dan Sugiarti, 2002: 11). Jenis kelamin (seks) merupakan penyifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu secara permanen dan tidak berubah-ubah. Seks merupakan ketentuan biologis atau sering dikatakan sebagai ketentuan Tuhan atau kodrat. Sedangkan gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Misalnya bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, emosional, keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan. Pemahaman dan pembedaan antara konsep seks dan gender sangat diperlukan dalam melakukan analisis untuk memahami persoalan-persoalan ketidakadilan sosial yang menimpa kaum perempuan. Hal ini dikarenakan adanya kaitan yang erat antara perbedaan gender dan ketidakadilan gender dengan struktur ketidakadilan masyarakat secara lebih luas. (Fakih, 2008: 3-- 8). Feminisme juga tidak bisa lepas dari emansipasi. Emansipasi merupakan konsep gerakan perempuan yang menjadi cikal bakal feminisme. Emansipasi adalah gerakan perempuan yang bertujuan untuk mengubah posisi perempuan dalam

15 15 masyarakat melalui perubahan sistem masyarakat itu sendiri. Konsep emansipasi merupakan konsep awal feminisme untuk memperjuangkan persamaaan hak (Humm, 2007: 130). Persamaan hak yang diperoleh melalui gerakan emansipasi perempuan berkembang menjadi latar belakang gerakan feminisme. Feminisme tidak lagi sekedar memperjuangkan persamaan hak bagi perempuan, tetapi juga mengangkat isu-isu tentang ketimpangan masyarakat patriarki dan ideologi gender. Dengan persamaan hak, perempuan dapat mandiri. Konsep ini menjadi ideologi feminisme, yakni pembebasan perempuan. Ide-ide emansipasi merupakan awal landasan pemikiran dari feminisme. Emansipasi berbeda dengan feminisme yang mempertanyakan dan membongkar penyebab ketidakadilan gender yang terjadi selama ini. Pada dasarnya feminisme berjuang membongkar konstruksi sosial yang menyebabkan terjadinya segala ketertindasan terhadap perempuan (Muthali in, 2001: ). Feminisme sebagai studi kritis telah menemukan bias gender dalam berbagai sektor kehidupan, seperti pandangan-pandangan yang merugikan kaum perempuan, teori-teori misogini, rendahnya aspirasi dan keterwakilan perempuan, dan sebagainya. Dalam perkembangannya, pemikiran feminisme terbagi atas tiga gelombang besar, yaitu feminisme gelombang pertama yang terdiri atas feminisme liberal, feminisme radikal (baik radikal libertarian maupun radikal kultural), dan feminisme marxis dan sosialis. Gelombang kedua terdiri atas feminisme psikoanalisa dan gender, dan

16 16 feminisme eksistensialis, sedangkan gelombang ketiga terdiri atas feminisme postmodern, feminisme multikultural dan global, dan feminis ekofeminisme. Aliran pemikiran feminis yang pertama kali berkembang adalah feminisme liberal. Feminisme liberal telah muncul pada abad ke-18 dan terus berkembang menjadi sebuah gerakan feminis yang penting hingga abad ke-20. Feminisme liberal berkembang berdasarkan perubahan visi dan konsep pemikiran gerakan feminis. Pada abad ke-18, feminisme liberal dimunculkan dalam bentuk gagasan tentang masyarakat yang adil dan mendukung pengembangan diri perempuan yang sama dengan laki-laki. Gagasan pemikiran tersebut kemudian lebih terfokuskan pada pendidikan yang setara. Pemikiran feminisme liberal pada abad ke-19 berkembang dalam tuntutan hak politik dan kesempatan ekonomi yang sama bagi perempuan (Tong, 2008: 22-23). Feminisme liberal berkeinginan untuk membebaskan perempuan dari peran gender yang opresif yaitu dari peran-peran yang digunakan sebagai alasan atau pembenaran untuk memberikan tempat yang lebih rendah atau tidak memberikan tempat sama sekali bagi perempuan, baik dalam bidang akademi, forum, maupun pasar. Mereka menekankan bahwa masyarakat patriarkal mencampuradukkan seks dan gender dan menganggap hanya pekerjaan-pekerjaan yang dihubungkan dengan kepribadian feminim yang layak untuk perempuan (Tong, 2008: 48-49).

17 17 Feminisme liberal adalah gerakan feminis yang mempunyai pandangan bahwa kebebasan dan kesamaan berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik. Kerangka kerja feminisme liberal adalah memperjuangkan persoalan masyarakat yang tertuju pada kesempatan yang sama bagi setiap individu, termasuk di dalamnya kesempatan dan hak kaum perempuan. Kesempatan dan hak yang sama antara laki-laki dan perempuan ini penting bagi mereka dan tidak perlu ada pembedaan kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perempuan adalah makhluk rasional juga sama seperti laki-laki. Oleh karena itu, ketika menyoal mengapa kaum perempuan dalam keadaan terbelakang atau tertinggal, itu disebabkan kesalahan mereka sendiri. Dengan kata lain, jika sistem sudah memberikan kesempatan yang sama kepada laki-laki dan perempuan, lalu kaum perempuan tidak mampu bersaing kemudian kalah, yang perlu disalahkan adalah kaum perempuan sendiri (Fakih, 2008: 82 86). Feminisme, apapun alirannya dan dimanapun tempatnya, muncul sebagai akibat dari adanya prasangka gender yang cenderung menomorduakan kaum perempuan. Perbedaan itu tidak hanya terbatas pada kriteria biologis, melainkan juga sampai pada kriteria sosial dan budaya (Susilastuti, 1993: 29-30). Fenomena bias gender yang terjadi di tengah masyarakat menjadi motivasi dan stimulus utama untuk berkembangnya paham feminisme di dunia masyarakat modern. Feminisme tumbuh sebagai suatu gerakan sekaligus pendekatan yang berusaha merombak struktur yang ada karena dianggap telah mengakibatkan

18 18 ketidakadilan terhadap kaum perempuan. Pendekatan feminisme berusaha merombak cara pandang kita terhadap dunia dan berbagai aspek kehidupannya (Nugroho, 2008: 62). Inti pandangan feminisme adalah setiap perempuan juga mempunyai hak untuk memilih apa yang menurutnya baik. Pilihan itu tidak ditentukan oleh laki-laki ataupun orang lain, tetapi ditentukan perempuan sendiri. Pilihan itu membuat perempuan menjadi dirinya seutuhnya. Pada akhirnya, diharapkan perempuan bisa menentukan sendiri apa yang sebenarnya menjadi kebutuhannya. 1.6 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Bogdan dan Tylor (dalam Moleong, 2002: 3) mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa katakata tertulis atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang dapat diamati oleh peneliti. Objek penelitian, metode khusus, dan analisis data dipaparkan sebagai berikut. Objek penelitian ini terdiri dari dua objek, yaitu objek formal dan objek material. Objek formal penelitian ini adalah bentuk-bentuk ketidakadilan gender dalam budaya patriarki dan motivasi yang dilakukan seorang perempuan dalam melawan ketidakadilan gender. Objek material yang digunakan dalam penelitian ini adalah novel Hanauzumi karya Watanabe Jun ichi.

19 19 Dalam memahami karya sastra dengan pendekatan kritik sastra feminis, diperlukan sebuah metode bantu yaitu konsep reading as a woman yang diperkenalkan oleh Jonathan Culler. Reading as a woman adalah membaca dengan kesadaran membongkar praduga dan ideologi kekuasaan laki-laki yang androsentris dan patriarkat. Reading as a woman menjadi kunci melakukan eksplorasi karya sastra secara feministik dalam langkah penelitian di atas. Konsep penting yang terdapat dalam On Deconstruction (Culler, 1983: 44 51) adalah sebagai berikut: 1. Ketika memposisikan sebagai pembaca perempuan, maka yang diperhatikan secara subtansial adalah dengan melihat pengalaman yang sedang dilihatnya, melihat sebagai seorang perempuan yang dibatasi dan dimarginalkan. 2. Konsep dari pembaca perempuan adalah membawa kontinuitas pengalaman perempuan pada sosial dan struktur familial serta pengalaman mereka sebagai pembaca. Dalil kontinuitas dilakukan dengan memperhatikan situasi dan keadaan psikologi pada karakter perempuan untuk mengungkapkan sikap dan imaji tentang perempuan dalam kerangka kerja seorang pengarang. 3. Di dalam kritik sastra feminis pekerjaan yang dilakukan oleh pembaca perempuan adalah mengidentifikasi pada karakter perempuan, kemudian karakter laki-laki yang telah melawan dan mendukung kepentingan mereka sebagai perempuan.

20 20 4. Melakukan proses pembacaan untuk mengungkap ideologi dan asumsi politis yang berklamufase di dalam karya sastra. 1.7 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan digunakan untuk mengatur tulisan agar menjadi sistematis, sehingga pembaca dapat memperoleh gambaran yang lebih jelas secara menyeluruh mengenai bab-bab yang dibahas dalam skripsi. Adapun sistematika penulisan skripsi ini tersusun atas empat bab. Bab I merupakan pendahuluan yang berisi uraian mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II berisi analisis struktural novel Hanauzumi yaitu berupa unsur-unsur intrinsik seperti tema, alur, latar, tokoh dan penokohan. Bab III berisi analisis ketidakadilan gender dan ide-ide feminis dalam novel Hanauzumi sebagai upaya untuk melawan ketidakadilan gender. Bab IV berisi kesimpulan dari keseluruhan hasil analisis.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional ( 2005:588), konsep didefenisikan sebagai

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Shuji dalam Olson (2006: 197) masyarakat Jepang adalah masyarakat patriarkal. Olson (2006: 125) juga menerangkan bahwa sistem patriarkal adalah suatu sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi, 2008:8).Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tercipta sebagai reaksi dinamika sosial dan kultural yang terjadi dalam masyarakat. Terdapat struktur sosial yang melatarbelakangi seorang pengarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan oleh masyarakat kadang-kadang masih dianggap sebagai manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan tidak lebih penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam masyarakat. Kehidupan sosial, kehidupan individu, hingga keadaan psikologi tokoh tergambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreatif penulis yang berisi potret kehidupan manusia yang dituangkan dalam bentuk tulisan, sehingga dapat dinikmati,

Lebih terperinci

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang melahirkan aliran feminisme, yakni: 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik * *Tokoh : Robert Merton & Talcott Parsons. *Teori

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra menggambarkan jiwa masyarakat. Karya sastra sebagai interpretasi kehidupan, melukiskan perilaku kehidupan manusia yang terjadi dalam masyarakat. Segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan kesempatan tersebut terjadi baik

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik 68 BAB IV KESIMPULAN Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik (ekonomi) merupakan konsep kesetaraan gender. Perempuan tidak selalu berada dalam urusan-urusan domestik yang menyudutkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertemuan antara budaya Jepang dan budaya Barat pada masa Restorasi

BAB I PENDAHULUAN. Pertemuan antara budaya Jepang dan budaya Barat pada masa Restorasi BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Pertemuan antara budaya Jepang dan budaya Barat pada masa Restorasi Meiji tahun 1868 membawa pengaruh yang signifikan terhadap relasi gender dalam masyarakat. Sistem

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut (Ratna, 2009, hlm.182-183) Polarisasi laki-laki berada lebih tinggi dari perempuan sudah terbentuk dengan sendirinya sejak awal. Anak laki-laki, lebihlebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengekspresikan perasaan, pikiran dan lain-lain. Cara mengungkapkan ekspresi

BAB I PENDAHULUAN. mengekspresikan perasaan, pikiran dan lain-lain. Cara mengungkapkan ekspresi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk yang ekspresif. Di dunia ini banyak sekali cara mengekspresikan perasaan, pikiran dan lain-lain. Cara mengungkapkan ekspresi ini dapat lewat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan struktur dunia rekaan, artinya realitas dalam karya sastra adalah realitas rekaan yang tidak sama dengan realitas dunia nyata. Karya sastra itu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A.

BAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A. BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Kajian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Nikmawati yang berjudul Perlawanan Tokoh Terhadap Diskriminasi

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 318 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan Berdasarkan capaian hasil penelitian dan pembahasan seperti yang tertuang pada bab IV, bahwa penelitian ini telah menghasilkan dua analisis, pertama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL GINKO DAN PENGERTIAN GENDER. Sebutan novel berasal dari bahasa Italia, yakni novella yang secara harfiah

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL GINKO DAN PENGERTIAN GENDER. Sebutan novel berasal dari bahasa Italia, yakni novella yang secara harfiah BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL GINKO DAN PENGERTIAN GENDER 2.1 Defenisi Novel Sebutan novel berasal dari bahasa Italia, yakni novella yang secara harfiah berarti sebuah barang baru yang kecil dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan pendapat yang mengatakan bahwa pengalaman dan imajinasi

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan pendapat yang mengatakan bahwa pengalaman dan imajinasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil ekspresi isi jiwa pengarangnya. Melalui karyanya pengarang mencurahkan isi jiwanya ke dalam tulisan yang bermediumkan bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup menggembirakan. Kini setiap saat telah lahir karya-karya baru, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. cukup menggembirakan. Kini setiap saat telah lahir karya-karya baru, baik dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra Bali Modern dari waktu ke waktu menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan. Kini setiap saat telah lahir karya-karya baru, baik dalam bentuk puisi, cerita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergantung dari perubahan sosial yang melatarbelakanginya (Ratna, 2007: 81). Hal

BAB I PENDAHULUAN. tergantung dari perubahan sosial yang melatarbelakanginya (Ratna, 2007: 81). Hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra adalah sistem semiotik terbuka, karya dengan demikian tidak memiliki kualitas estetis intrinsik secara tetap, melainkan selalu berubah tergantung dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini. Terjadinya ketidakadilan gender kiranya dapat dipicu oleh masih kuatnya

BAB I PENDAHULUAN. ini. Terjadinya ketidakadilan gender kiranya dapat dipicu oleh masih kuatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan tentang perempuan pada saat ini masih menjadi perbincangan yang aktual dan tidak ada habisnya. Permasalahan berkaitan dengan perempuan seperti yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Salah satu agenda kemanusiaan yang mendesak untuk segera digarap adalah

BAB II LANDASAN TEORI. Salah satu agenda kemanusiaan yang mendesak untuk segera digarap adalah BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Feminisme Salah satu agenda kemanusiaan yang mendesak untuk segera digarap adalah menjadikan kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam sistem masyarakat. Feminisme memperjuangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. genre-genre yang lain. Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian

BAB I PENDAHULUAN. genre-genre yang lain. Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia kesastraan mengenal prosa sebagai salah satu genre sastra di samping genre-genre yang lain. Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian yang lebih

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan bahan acuan yang dipakai dalam penelitian sekaligus sumber ide untuk menggali pemikiran dan gagasan baru. Kajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk realita dari hasil imajinasi dan pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana ekspresi pengarang saja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai karya sastra, novel muncul sebagai sebuah representasi atau pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan melalui kata-kata yang indah sehingga. berbentuk tulisan dan karya sastra berbentuk lisan.

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan melalui kata-kata yang indah sehingga. berbentuk tulisan dan karya sastra berbentuk lisan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah hasil ciptaan manusia yang mengandung nilai keindahan yang estetik. Sebuah karya sastra menjadi cermin kehidupan yang terjadi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir melalui pengarang-pengarang yang cerdas di kalangan masyarakat.sastra muncul karena pengaruh dari zaman ke zaman, mulai dari sastra lama kemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud atau hasil dari daya imajinasi seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan pengalaman pribadi atau dengan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan dalam penelitian terhadap perempuan dalam roman Au Bonheur des Dames karya Émile Zola yang diambil sebagai objek penelitian ini memiliki beberapa implikasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi fisik yang lebih lemah dan dikenal lembut sering menjadi alasan untuk menempatkan kaum perempuan dalam posisi yang lebih rendah dari lakilaki. Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada semua masyarakat (Chamamah-Soeratno dalam Jabrohim, 2003:9). Karya sastra merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat hidup secara berkelompok dalam suatu kesatuan sistem sosial atau organisasi. Salah satu bidang dalam organisasi yaitu bidang politik (Wirawan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Behavior dalam Pandangan Nitze tentang Perspektif Tuan dan Buruh Sosiologi perilaku memusatkan perhatian pada hubungan antara pengaruh perilaku seorang aktor terhadap lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Kenyataan sosial ini berbentuk homologi, atau merupakan kesamaan

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Kenyataan sosial ini berbentuk homologi, atau merupakan kesamaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Wellek dan Warren (1989: 299) menyebutkan bahwa sastra merupakan karya yang menyajikan kehidupan, dan kehidupan merupakan sebagian kenyataan sosial. Kenyataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui berbagai kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai lingkungan fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ataupun perasaan seseorang dari apa yang dialaminya. Ekspresi kreatif tersebut

BAB I PENDAHULUAN. ataupun perasaan seseorang dari apa yang dialaminya. Ekspresi kreatif tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan ekspresi kreatif untuk menuangkan ide, gagasan, ataupun perasaan seseorang dari apa yang dialaminya. Ekspresi kreatif tersebut akan senantiasa

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak

BAB V PENUTUP. memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Novel Surga Yang Tak Dirindukan adalah karya Asma Nadia. Penelitian ini memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak Dirindukan Karya Asma Nadia Kajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mengarang suatu novel, seorang pengarang menggunakan pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mengarang suatu novel, seorang pengarang menggunakan pengalaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mengarang suatu novel, seorang pengarang menggunakan pengalaman sosialnya dalam karya yang akan dibuat. Secara umum dapat digambarkan bahwa seorang pengarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus informasi dan teknologi yang canggih yang menuntut masyarakat untuk lebih berperan aktif

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai rancangan penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan dengan bahasa, baik lisan maupun tulis, yang mengandung keindahan. Karya sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muncul dan mengemuka. Barangkali, isu perempuan menjadi isu yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. muncul dan mengemuka. Barangkali, isu perempuan menjadi isu yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Semakin berkembangnya zaman, semakin beragam pula persoalan yang muncul dan mengemuka. Barangkali, isu perempuan menjadi isu yang tidak pernah habis dibahas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bandingan melibatkan studi teks-teks antarkultur atau budaya. Terdapat hal penting yang merupakan pola hubungan kesastraan. Bagian tersebut seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan berdasarkan imajinasi dan berlandaskan pada bahasa yang digunakan untuk memperoleh efek makna tertentu guna mencapai efek estetik. Sebuah

Lebih terperinci

Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani

Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani Pokok bahasan dalam buku Analisis Gender dan Transformasi Sosial karya Mansour Fakih ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu tentang analisis

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori

Bab 2. Landasan Teori Bab 2 Landasan Teori Dalam bab ini akan diuraikan teori, pendapat dan hasil penelitian yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. 2.1 Konsep Shoushika Definisi shoushika ialah sebagai berikut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dilihat pada penyajian sampul-sampul buku karya sastra yang hampir selalu menjadikan sketsa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dilihat pada penyajian sampul-sampul buku karya sastra yang hampir selalu menjadikan sketsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perempuan menjadi salah satu objek pembahasan yang menarik di dalam karya sastra. Perempuan bahkan terkadang menjadi ikon nilai komersil penjualan karya sastra. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mamak atau pulang ka bako (Navis,1984: ). Dengan kata lain dikenal

BAB I PENDAHULUAN. mamak atau pulang ka bako (Navis,1984: ). Dengan kata lain dikenal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkawinan dalam adat Minangkabau merupakan salah satu hal yang penting karena berhubungan erat dengan sistem kekerabatan matrilineal dan garis keturunan. Menurut alam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra sebagai sebuah ungkapan pribadi pengarang berdasarkan kreativitas/ imajinasi pengarang. Sastra juga dapat dijadikan sebagai wadah seorang pengarang untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan wadah yang digunakan oleh pengarang dalam menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap berbagai masalah yang diamati

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah ungkapan pribadi manusia. berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, imajinasi, ide, keyakinan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah ungkapan pribadi manusia. berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, imajinasi, ide, keyakinan dalam BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, imajinasi, ide, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kehidupan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia hidup berbudaya dan berkomunikasi. Salah satu cara manusia untuk berkomunikasi yaitu melalui sastra. Sastra merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari masyarakat pemakainya. Bahasa yang dipakai dalam

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari masyarakat pemakainya. Bahasa yang dipakai dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi untuk menyampaikan ide, gagasan, pendapat serta perasaan kepada orang lain. Sebagai alat komunikasi antar anggota masyarakat, bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki pada posisi dan kekuasaan yang lebih dominan dibandingkan perempuan. Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam realitas kehidupan, perbedaan peran sosial laki-laki dan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam realitas kehidupan, perbedaan peran sosial laki-laki dan perempuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam realitas kehidupan, perbedaan peran sosial laki-laki dan perempuan dimana laki-laki lebih diunggulkan dari perempuan. Seorang perempuan berlaku lemah lembut dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Wacana merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Wacana merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wacana merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat umumnya memahami wacana sebagai perbincangan terkait topik tertentu.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL. Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL. Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL 2.1. Tinjauan Pustaka Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum pernah ditulis di penelitian-penelitian di Kajian Wanita Universitas Indonesia.

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. atau isu-isu yang sering terjadi dalam kehidupan perempuan. Melalui

BAB IV KESIMPULAN. atau isu-isu yang sering terjadi dalam kehidupan perempuan. Melalui BAB IV KESIMPULAN 4.1 Simpulan Hasil Analisis Novel Kinanti karya Margareth Widhy Pratiwi merekam fenomenafenomena atau isu-isu yang sering terjadi dalam kehidupan perempuan. Melalui novelnya yang berjudul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena

Lebih terperinci

Sumardjo & Saini (1994: 3) mengungkapkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi

Sumardjo & Saini (1994: 3) mengungkapkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Relasi antara Sastra, Kebudayaan, dan Peradaban Sumardjo & Saini (1994: 3) mengungkapkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 10 BAB II LANDASAN TEORI Bab ini berisi tentang struktural sastra dan sosiologi sastra. Pendekatan struktural dilakukan untuk melihat keterjalinan unsur-unsur intrinsik yang membangun karya sastra itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerja dan itu menjadi penanda waktu yang beremansipasi.

BAB I PENDAHULUAN. pekerja dan itu menjadi penanda waktu yang beremansipasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan dalam televisi senantiasa hanya mempertentangkan antara wanita karir dan menjadi ibu-ibu rumah tangga. Dua posisi ini ada didalam lokasi yang berseberangan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. pembanding untuk penelitian kali ini. Beberapa penelitian tersebut dipaparkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. pembanding untuk penelitian kali ini. Beberapa penelitian tersebut dipaparkan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI 1.1 Kajian Pustaka Berdasarkan data yang dikumpulkan baik berupa skripsi, jurnal maupun hasil penelitian lainnya, ditemukan beberapa penelitian yang dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki dan perempuan dibedakan sesuai dengan perannya masing-masing yang dikonstruksikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan dan keadaan sosial masyarakat baik secara langsung maupun tidak

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan dan keadaan sosial masyarakat baik secara langsung maupun tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan suatu bentuk kreativitas pengarang yang di dalamnya mengandung ungkapan perasaan dan pikiran pengarang yang bersumber dari realitas kehidupan

Lebih terperinci

BAB 4 KESIMPULAN Citra Tokoh Utama Perempuan die Kleine sebagai Subordinat dalam Novel RELAX karya Henni von Lange RELAX RELAX

BAB 4 KESIMPULAN Citra Tokoh Utama Perempuan die Kleine sebagai Subordinat dalam Novel RELAX karya Henni von Lange RELAX RELAX BAB 4 KESIMPULAN Berdasarkan teori yang sudah dipaparkan dalam bab dua dan analisis yang telah dilakukan dalam bab tiga, maka kesimpulan dari skripsi yang berjudul Citra Tokoh Utama Perempuan die Kleine

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karya sastra. Di zaman modern seperti sekarang ini, karya sastra sudah berkembang

BAB 1 PENDAHULUAN. karya sastra. Di zaman modern seperti sekarang ini, karya sastra sudah berkembang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra adalah suatu hal yang yang tidak bisa lepas dari diri seorang manusia, dalam pribadi setiap manusia pasti memiliki rasa cinta atau rasa ingin tahu terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat ide, pikiran, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil ungkapan kejiwaan seorang pengarang, yang berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik suasana pikir maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari negara Jepang. Haruki Murakami, lahir 12 Januari 1949, dan menghabiskan masa

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari negara Jepang. Haruki Murakami, lahir 12 Januari 1949, dan menghabiskan masa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Haruki Murakami adalah seorang penulis, novelis, sastrawan, dan penerjemah yang berasal dari negara Jepang. Haruki Murakami, lahir 12 Januari 1949, dan menghabiskan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan problematika yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengetahui pandangan budaya dalam suatu masyarakat, tidak hanya didapatkan dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang bersangkutan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, seseorang dengan menggunakan bahasa yang indah.

I. PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, seseorang dengan menggunakan bahasa yang indah. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada diri pembaca. Karya juga merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam masalah kehidupan manusia secara langsung dan sekaligus.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam masalah kehidupan manusia secara langsung dan sekaligus. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra hadir sebagai wujud nyata hasil imajinasi dari seorang penulis. Penciptaan suatu karya sastra bermula dari pengalaman batin pengarang yang dikontruksikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah berhasil dikumpulkan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah berhasil dikumpulkan, BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI 2.1 Kajian Pustaka Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah berhasil dikumpulkan, diketahui bahwa terdapat beberapa penelitian yang dapat dijadikan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Munculnya berbagai kasus kasus seperti pemerkosaan diangkot, kekerasan

ABSTRAK. Munculnya berbagai kasus kasus seperti pemerkosaan diangkot, kekerasan ABSTRAK JUDUL : Analisis Bingkai: Objektifikasi Perempuan dalam Buku Sarinah NAMA : Yudha Setya Nugraha NIM : D2C009030 Munculnya berbagai kasus kasus seperti pemerkosaan diangkot, kekerasan dalam rumah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Relevan Sebelumnya Dari beberapa penelusuran, tidak diperoleh kajian yang relevan sebelumnya dengan penelitian ini. Adapun penelitian yang hampir sama adalah penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa hak-hak kaum perempuan sama dengan kaum laki-laki. Keberagaman dan

BAB I PENDAHULUAN. bahwa hak-hak kaum perempuan sama dengan kaum laki-laki. Keberagaman dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam teori sastra kontemporer, feminis merupakan gerakan perempuan yang terjadi hampir di seluruh dunia. Gerakan ini dipicu oleh adanya kesadaran bahwa hak-hak

Lebih terperinci

MENGIKAT TALI KOMUNITAS MEMUTUS RANTAI KEKERASANTERHADAPPEREMPUAN

MENGIKAT TALI KOMUNITAS MEMUTUS RANTAI KEKERASANTERHADAPPEREMPUAN MENGIKAT TALI KOMUNITAS MEMUTUS RANTAI KEKERASANTERHADAPPEREMPUAN Danang Arif Darmawan Yogyakarta: Media Wacana 2008, xvi + 1 06 halaman Direview oleh: Sari Seftiani Pada awalnya, buku ini merupakan sebuah

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 27 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Dalam bagian metode penelitian, peneliti memaparkan mengenai (1) metode penelitian, (2) sumber data, (3) teknik penelitian, (4) definisi operasional. 3.1 Metode Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN RIFFAT HASSAN DAN MANSOUR FAKIH TENTANG KESETARAAN JENDER DALAM ISLAM: SEBUAH PERBANDINGAN

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN RIFFAT HASSAN DAN MANSOUR FAKIH TENTANG KESETARAAN JENDER DALAM ISLAM: SEBUAH PERBANDINGAN BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN RIFFAT HASSAN DAN MANSOUR FAKIH TENTANG KESETARAAN JENDER DALAM ISLAM: SEBUAH PERBANDINGAN A. Persamaan antara Pemikiran Riffat Hassan dan Mansour Fakih tentang Kesetaraan Jender

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender,

BAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat masih terkungkung oleh tradisi gender, bahkan sejak masih kecil. Gender hadir di dalam pergaulan, percakapan, dan sering juga menjadi akar perselisihan.

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. dalam menentukan dan membentuk konstruksi sosial, yaitu aturan-aturan dan batasan

BAB IV KESIMPULAN. dalam menentukan dan membentuk konstruksi sosial, yaitu aturan-aturan dan batasan BAB IV KESIMPULAN Secara formal, Era Victoria dimulai pada tahun 1837 hingga 1901 dibawah pimpinan Ratu Victoria. Era Victoria yang terkenal dengan Revolusi industri dan kemajuan di berbagai bidang kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra diciptakan untuk dinikmati, dihayati, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Luxemburg (1989:6) mengatakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi berasal dari kata Yunani 'methodologia' yang berarti teknik atau prosedur, yang lebih merujuk kepada alur pemikiran umum atau menyeluruh dan juga gagasan teoritis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikatakan sebagai luapan emosi pengarang yang diekspresikan melalui kata-kata.

BAB I PENDAHULUAN. dikatakan sebagai luapan emosi pengarang yang diekspresikan melalui kata-kata. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya novel adalah sebuah karya sastra yang membangun sebuah dunia yang utuh sesuai dengan keinginan pengarangnya. Dunia tersebut dapat dikatakan sebagai luapan

Lebih terperinci

2015 PERANAN ALICE PAUL DALAM MEMPEROLEH HAK SUARA BAGI WANITA DI AMERIKA SERIKAT

2015 PERANAN ALICE PAUL DALAM MEMPEROLEH HAK SUARA BAGI WANITA DI AMERIKA SERIKAT BAB V KESIMPULAN Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi ini, yang berjudul Peranan Alice Paul Dalam MemperolehHak Suara Bagi Wanita Di Amerika Serikat. Kesimpulan ini merujuk pada jawaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahirnya sebuah karya sastra tentu tidak akan terlepas dari kehidupan pengarang baik karya sastra yang berbentuk novel, cerpen, drama, maupun puisi. Latar belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya, budaya tidak hanya. konvensi atau tradisi yang mengelilinginya.

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya, budaya tidak hanya. konvensi atau tradisi yang mengelilinginya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan oleh pengarang untuk dipahami dan dinikmati oleh pembaca pada khususnya dan oleh masyarakat pada umumnya. Hal-hal yang diungkap oleh

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok digilib.uns.ac.id BAB V PENUTUP A. Simpulan Fokus kajian dalam penelitian ini adalah menemukan benang merah hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok Sawitri terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi menyampaikan ide-ide atau gagasan-gagasan seorang penulis

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi menyampaikan ide-ide atau gagasan-gagasan seorang penulis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah karya imajinatif seorang pengarang. Hal ini sesuai dengan ungkapan Wallek dan Austin Warren (1989:3) bahwa karya sastra adalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Kajian terdahulu dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menelusuri penelitian-penelitian yang berkaitan terhadap pengkajian feminis dan objek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya seni yang memiliki kekhasan dan sekaligus sistematis. Sastra adalah

BAB I PENDAHULUAN. karya seni yang memiliki kekhasan dan sekaligus sistematis. Sastra adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya (Al- Ma ruf 2009:

Lebih terperinci