BAB I PENDAHULUAN. Kontemporer, Penuntun Vol 4 No. 16, (Jakarta: GKI Jabar, 2000) p No. 16, (Jakarta: GKI Jabar, 2000) p. 483.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Kontemporer, Penuntun Vol 4 No. 16, (Jakarta: GKI Jabar, 2000) p No. 16, (Jakarta: GKI Jabar, 2000) p. 483."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Permasalahan Sejalan dengan situasi politik bangsa Indonesia saat ini, kehidupan sosial perempuan Indonesia tampak membutuhkan adanya reformasi mendasar. 1 Artinya, bahwa dalam perkembangan zaman yang semakin modern menjadikan perempuan Indonesia juga semakin membutuhkan suatu perubahan hidup yang lebih bebas, luwes serta menuntut adanya kesetaraan gender dalam tatanan masyarakat. Berbagai peristiwa yang terjadi di Indonesia menenggelamkan nilai perempuan sebagai manusia untuk dihargai dengan selayaknya telah melatarbelakangi kebutuhan tersebut. Peristiwa nyata yang telah terjadi sepuluh tahun yang lalu, pada Mei 1998 masih menyisakan luka yang dalam bagi perempuan-perempuan Indonesia yang menjadi korban pemerkosaan oleh sejumlah orang. Semakin maraknya ekses kekerasan dalam rumah tangga atau yang disingkat menjadi KDRT, dan juga munculnya RUU Pornografi. Ketiga contoh ini adalah peristiwa-peristiwa nyata, yang terulas secara besar dan masih banyak lagi kejadian-kejadian yang telah menimpa kaum perempuan yang membatasi ruang gerak, hak-hak dan juga eksistensi mereka sebagai perempuan. Hal ini disebabkan karena perempuan dalam masyarakat Indonesia masih mengalami diskriminasi dan juga ketidakadilan gender. 2 Ketidakdilan gender tersebut muncul dalam bentuk: 3 1. marginalisasi, adalah menempatkan perempuan ke pinggiran. Kedudukan perempuan berada setelah laki-laki karena citra diri yang melekat dalam dirinya seperti halnya; lemah, kurang-tidak rasional, kurang-tidak berani sehingga kesempatan perempuan untuk memimpin tidak dapat dimiliki. 2. stereotip adalah pembakuan yang diskriminatif antara laki-laki dan perempuan. Contohnya: stereotip dalam keluarga yaitu urusan kerumah tanggaan yang sepenuhnya 1 Dra. Dri Arbiningsih S, M. Ph, Kartini dan Perjuangan Hak Perempuan Dalam Masyarakat Indonesia Kontemporer, Penuntun Vol 4 No. 16, (Jakarta: GKI Jabar, 2000) p Dr. Sientje Merentek-Abram, Wanita Dalam Konflik Gereja-Keterlibatan Dalam Pembaharuan, Penuntun Vol 4 No. 16, (Jakarta: GKI Jabar, 2000) p A. Nunuk P. Murniati, Perempuan Indonesia dalam Perspektif Sosial, Politik, Ekonomi, Hukum dan HAM (Magelang: Indonesiatera, 2004) p. xx-xxiv. 1

2 diserahkan pada isteri dan anak perempuan; stereotip dalam masyarakat adalah perempuan yang tegas mendapatkan penilaian sebagai perempuan yang judes dan galak. 3. subordinasi terhadap perempuan adalah pandangan yang menempatkan perempuan dan karyanya dalam posisi rendah daripada laki-laki. 4. beban ganda terhadap perempuan, yaitu beban yang disandang perempuan di tempat kerja. Contohnya adalah perempuan yang bekeja dalam sektor publik mendapatkan juga pekerjaan di sektor domestik yaitu keluarga. 5. kekerasan terhadap perempuan adalah bermula dari ungkapan stereotip laki-laki atas perempuan yang menunjukkan kekuasaan. Lebih lanjut misogini 4 perempuan muncul dari pandangan klasik filsafat yang semakin memarginalkan perempuan. Gadis Arivia mengungkapkan pandangan Aristoteles: Menurut Aristoteles ada dua kelas manusia yang berada di luar aktivitas rasio manusia, yakni budak dan perempuan. Menurutnya, kehidupan budak adalah semacam properti yang dapat dipakai dan hanya sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan. Kelihatannya tidak jauh berbeda jauh juga dengan yang dialami perempuan. Kehidupan perempuan bersifat fungsional. Ia adalah isteri dari laki-laki yang hanya digunakan untuk mempunyai anak, dan sebagaimana budak, ia mengambil bagian untuk menyediakan kebutuhan hidup. Aristoteles mengatakan bahwa hal ini harus dipertahankan demi sebuah negara (polis) di mana laki-lakinya dapat bebas berkonsentrasi untuk kehidupan intelektual dan politiknya. 5 Dengan demikian semakin jelas bahwa perempuan disejajarkan dengan budak yang identik sebagai kaum yang tersisih. Secara eksplisit Aristoteles mengatakan bahwa perempuan hanyalah dibutuhkan untuk kepentingan domestik yang terkait dengan reproduksi. Laki-laki masuk dalam jajaran struktur masyarakat yang utama dan mempunyai kebebasan mutlak. Perempuan dipandang sebagai inferior semata. Upaya perempuan dalam memenuhi kebutuhan mendasar ini tampak dengan munculnya golongan yang mengatasnamakan mereka dengan gerakan feminis yang mencoba untuk memperhatikan kepentingan dan memperjuangkan hak-hak kaum perempuan sebagai manusia 4 Misogini adalah kebencian terhadap perempuan yang terutama oleh laki-laki Drs. Peter Salim&Yenny Salim, Kamus Bahasia Indonesia Kontemporer (Jakarta: Modern English Press, 1991) p.986. Misogini adalah kebencian kaum laki-laki terhadap kaum perempuan yang sering kali diliputi dengan tindak kekerasan kaum laki-laki kepada perempuan. Lih. Anne M. Clifford, Memperkenalkan Teologi Feminis (Maumere: Ledalero, 2002) p Gadis Arivia, Filsafat Berperspektif Feminis (Jakarta: YJP, 2003) p. 7. 2

3 yang selayaknya dan utuh. Dalam menanggapi hal ini, penyusun melihat ada 2 (dua) indikasi yang menjadi penyebab munculnya tindakan-tindakan itu, yaitu karena adanya perbedaan gender dan budaya patriarki yang mendominasi. Perbedaan Gender 6 Gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. 7 Akan tetapi, dalam perkembangannya seringkali gender dikukuhkan menjadi sesuatu hal yang sama dengan kodrat sebagai perempuan. Sehubungan dengan ini Dr. Mansour Fakih mengatakan tentang gender demikian: gender itu dibentuk, disosialisasikan bahkan dikonstruksikan secara sosial atau kultural melalui ajaran agama sehingga melalui suatu proses hal itu dianggap sebagai suatu ketentuan yang datangnya dari Tuhan. 8 Dengan kata lain bahwa adanya perbedaan gender antara perempuan dan laki-laki ini muncul dari nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan semakin dikuatkan dengan adanya nilai agama dan juga tradisi yang berkembang dalam masyarakat Indonesia. Sehingga perbedaan gender itu dipandang sebagai sesuatu hal yang mutlak. Sedangkan kodrat adalah ketentuan yang dilihat secara biologis yang dengan kata lain merupakan ketentuan dari Tuhan. Jelas bahwa pengertian dari keduanya berbeda. Oleh sebab itu, perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan tidak akan menimbulkan permasalahan selama perbedaan itu juga tidak menimbulkan ketidakadilan di dalamnya. Perbedaan itu telah membawa pada ketidakadilan gender. Budaya Patriarki Budaya patriarki yang berkembang dalam tatanan masyakarakat Indonesia cukup kuat mempengaruhi penilaian terhadap perempuan. Secara harafiah patriarki berarti kekuasaan bapak atau patriarkh (patriarch). Wujud patriarki terlihat dengan lebih menyukai anak laki-laki, diskriminasi terhadap anak-anak perempuan dalam pembagian makanan, beban kerja rumah tangga pada perempuan dewasa dan perempuan muda, rendahnya kesempatan bersekolah untuk 6 Teori feminis kontemporer berhati-hati dalam membedakan jenis kelamin dengan gender. Gender dipandang sebagai konstruksi sosial. Lih. Maggie Humm, Ensiklopedia Feminism (terj: Mundi Rahayu, Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2007) p Band. Dr. Mansour Fakih, Analisis Gender & Transformasi Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006) p Dr. Mansour Fakih, Analisis Gender & Transformasi Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006) p. 9. 3

4 anak perempuan, rendahnya kebebasan dan gerak bagi kalangan perempuan, pemukulan isteri, kontrol laki-laki atas perempuan dewasa dan muda, usikan seksual di tempat kerja, rendahnya hak perempuan atas harta dan warisan, kontrol laki-laki atas tubuh perempuan dan seksualitasnya. 9 Nilai-nilai yang muncul dan berkembang dalam masyarakat Indonesia hingga kini masih di bawah pengaruh patriarki. Implikasi dari pengaruh budaya patriarkhal ini adalah dengan menempatkan perempuan di bawah kekuasaan laki-laki dan perempuan tidaklah lepas dari sekedar obyek laki-laki. Dalam perkembangannya lingkungan sosial kemasyarakatan yang dipengaruhi budaya patriarki juga menyertakan keterkaitannya dengan hukum. 10 Secara khusus di Indonesia, sejumlah kajian mengenai perempuan dan hukum di Indonesia mengambil kesimpulan betapa marginalnya posisi perempuan 11. Seperti halnya, mengenai Hukum Perkawinan, Hukum Ketenagakerjaan. Berbicara tentang hukum, maka Siti Musdah Mulia mengatakan 12 : Hukum adalah aturan-aturan normatif yang mengatur pola perilaku manusia. Hukum tidak tumbuh di ruang vakum, melainkan tumbuh dari kesadaran masyarakat yang membutuhkan adanya suatu aturan bersama. Karena itu, hukum selalu mengadopsi nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang di masyarakat termasuk nilai-nilai adat, tradisi dan agama. Namun nyatanya tidaklah demikian yang terjadi dalam perkembangan hukum Indonesia. Nilai kebersamaan justru memudar dengan adanya dominasi nilai patriarki di dalamnya. Selain itu, para feminis juga meyakini bahwa hukum tidak lahir dalam kekosongan begitu saja tanpa adanya pengaruh yang lain, melainkan juga merupakan suatu hasil pergulatan kepentingan dalam berbagai aspek baik itu sosial, budaya, ekonomi dan juga politik, dan meyakini bahwa nilai-nilai dan norma patriarkis juga melandasi bagaimana hukum itu dirumuskan. 13 Itu artinya adalah 9 Kamla Bhasin, Menggugat Patriarki (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1996) p Kamla Bhasin, Menggugat Patriarki (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1996) p Lih. hasil Penelitian Tapi Omas Ibromi, Wanita dan Hukum Nasional (1997 ); Siti Musdah Mulia, Posisi Perempuan Dalam Undang-undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (2001); dan Sulistyowati Irianto, Perempuan Di Antara Berbagai Pilihan Hukum (2003) ed. Siti Musdah Mulia, Perlunya Revisi Undang-Undang Perkawinan: Perspektif Islam dalam Jurnal Perempuan 49, Hukum Kita Sudahkah Melindungi (Jakarta: YJP, 2006) p Siti Musdah Mulia, Perlunya Revisi Undang-Undang Perkawinan: Perspektif Islam dalam Jurnal Perempuan 49, Hukum Kita Sudahkah Melindungi (Jakarta: YJP, 2006) p R. Valentina Sagala, Program Legislasi Nasional Pro Perempuan Sebuah Harapan Ke Depan, dalam majalah Jurnal Perempuan 49, Hukum Kita Sudahkah Melindungi, (Jakarta : YJP, 2006) p. 8 4

5 bahwa nilai-nilai itu termasuk di dalamnya nilai partriarki yang sudah merasuk dalam hukum yang seharusnya mencerminkan keadilan. Ketika suatu hukum di dominasi dengan adanya budaya partriarki maka keadilan itu diragukan. Kesadaran akan ketidakadilan kaum perempuan tidak hanya terjadi dalam dunia masyarakat Indonesia. Hal itu juga turut terbawa dalam kehidupan bergereja. Perlakuan perempuan sebagai kaum yang kedua dalam lingkungan gereja tentu tidaklah lepas dari prinsip agama Kristen yakni Alkitab sebagai sumber moral. Namun yang menjadi persoalan adalah bahwa dalam penulisannya, Alkitab itu juga dipengaruhi oleh nilai-nilai patriarkal baik dari segi penulis maupun konteks masyarakatnya secara khusus dalam hal ini Perjanjian Lama. Sehingga hukum dalam Alkitab itu sendiri menempatkan perempuan sebagai subordinat laki-laki. Hukum-hukum yang terdapat dalam Perjanjian Lama itu mengatur soal warisan, perkawinan, perceraian, peperangan dsb. Dalam hal ini bagian hukum dalam Perjanjian Lama yang menggelitik pemikiran penyusun adalah mengenai hukum perkawinan yang berada dalam Kitab Ulangan. II. Rumusan Masalah Perkawinan dianggap sebagai suatu mandat dari Tuhan. Bahkan dalam Undang-Undang Perkawinan No.2 Tahun 1974 Pasal 1, mengatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 14 Namun, persoalan yang muncul adalah jikalau dalam hubungan sosial kemasyarakatan saja perempuan berada di tempat yang tidak semestinya bagaimana dengan hukum yang mempunyai ikatan yang sah di mata Tuhan. Dalam Ulangan 22:13-30 diangkat suatu topik tentang hukum perkawinan yang merupakan bagian dari rangkaian Ulangan Ulangan dikategorikan sebagai inti dari kitab Ulangan sebagai kitab hukum yang diperuntukkan bagi bangsa Israel sebagai modal dasar untuk beretika pasca pembuangan Mesir dan sebagai dasar kehidupan di Tanah Perjanjian nantinya. Namun, hemat penyusun perikop ini mempunyai judul utama Hukum Perkawinan yang sangat 14 Prof. R. Subekti, S. H&R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 2001) p

6 sederhana, karena di dalamnya tidak hanya memuat hukum yang terkait dengan hubungan perkawinan saja tetapi juga memuat hukum yang terkait dengan hubungan laki-laki dan perempuan di luar perkawinan dalam kasus-kasus yang berbeda. Keganjilan yang ditunjukkan dalam perikop Hukum Perkawinan ini adalah mengenai perlakuan hukum yang tidak adil terhadap perempuan terkait dengan berbagai bentuk pelanggaran seksual yang terjadi, yang mendorong penyusun untuk melihat lebih dalam lagi. Lebih lanjut, persoalannya akan mengarah pada para pembaca khususnya kaum perempuan yang hidup di masa sekarang, bagaimana ketika mereka sebagai umat Kristiani membaca perikop ini begitu saja? Perbedaan rentang waktu yang panjang juga menjadi pertimbangan. Dugaan awal yang ditunjukkan oleh Cairns adalah bahwa Kodeks Ulangan 22:13-30 ini mempunyai suatu paralel dengan Kodeks Hammurabi yang menimbulkan kesan bahwa penghukuman dalam Israel jauh lebih berat bila dibandingkan dengan Hammurabi 15 dan telah menaruh perhatian pada hak-hak perempuan. Jikalau memang sudah menunjukkan perhatian pada hak-hak perempuan, mala seharusnya tidak ada ketidakadilan hukum. Oleh karena itu, guna menghadirkan kesaksian Alkitab yang konkret dalam kehidupan saat ini bagi para pembaca yang secara khusus ditujukan pada kaum perempuan diperlukan adanya reinterpertasi terhadap teks tersebut, mengingat bahwa konteks penulisan teks Alkitab itu jauh berbeda dengan situasi umat Kristen saat ini yang dapat menumpangtindihkan persepsi para pembacanya. Dalam hal ini Fletcher memunculkan suatu persoalan dengan bertanya: Apakah hukum Taurat masih memegang peranan dalam kehidupan umat Kristen saat ini? 16 Berkaitan dengan ini pula Millar mengatakan demikian: 17 I set out to study Deuteronomy in the hope of gaining some insight into how one might apply the ethical of the Old Testament to the modern world ini which we live. I believe that the text of this remarkable book has provided us with exactly that. Berkenaan dengan pentingnya penafsiran ulang terhadap suatu teks, Letty M. Russel mengatakan bahwa Kitab Suci memang memuat begitu banyak prinsip-prinsip moral, pedoman, nilai-nilai namun Kitab Suci tidak memberikan penjabaran yang rinci seperti hal penerapan yang siap 15 Dr. I. J. Cairns, Tafsiran Alkitab Ulangan 2, (Jakarta: BPK GM, 1986) p V. H. Fletcher, Lihatlah Sang Manusia,(Yogyakarta: Duta Wacana University Press, 1990) p J. Gary Millar, New Studies In Blibical Theology No. 6; Now Choose Life, Theology and Ethics in Deuternomy (ed: D. A. Carson, England: Apollos (an imprint of Inter-Varsityu Press), 1988) p

7 pakai. 18 Oleh karena itu, Alkitab memerlukan suatu perantara sehingga dapat dihadirkan pada konteks saat ini. Dengan menggunakan hermeneutik feminis maka perikop ini dapat menjadi jembatan bagi para kaum perempuan saat ini ketika mebaca atau pun berhadapan dengan situasi yang terjadi dalam Hukum Perkawinan tersebut dengan melihat konteks sosial dari teks tersebut dan menghubungkannya dalam konteks saat ini. Secara khusus konteksnya adalah Indonesia. II. 1. Batasan Permasalahan Agar dalam pembahasannya dapat mencapai sasaran yang diharapkan, maka perlu adanya batasan-batasan dalam penulisannya. Pokok permasalahan yang dilihat adalah bagaimana hukum yang ada mengenai hubungan laki-laki dan perempuan dalam ikatan perkawinan dan juga tanpa ikatan perkawinan memerlukan suatu penafsiran baru, agar teks tersebut dapat dihadirkan dan juga diterima pada konteks saat ini. Sebagaimana dengan itu, maka sumber yang digunakan dalam pembahasan pokok permasalahan ini adalah Hukum Perkawinan dalam Ulangan 22:13-30 yang ditafsirkan dengan metode hermeneutik feminis. II.2. Tujuan Penulisan Tujuan penyusun dalam penulisan ini adalah untuk menggali lebih dalam hukum perkawinan dari kaca mata feminis atas Ulangan 22: Oleh karena itu, penyusun berharap dapat: 1. Dapat menemukan benang merah sebagai relevansinya bagi konteks masa kini berkenaan dengan hasil interpertasi ulang. 2. Dapat menemukan perlakuan hukum yang adil bagi perempuan. 3. Menemukan jawaban apakah perikop ini merupakan Hukum Perkawinan atau hanya sekedar aturan etika seksual antar laki-laki dan perempuan dan juga melihat hak-hak perempuan di dalamnya. III. Metode Penulisan Metode penulisan dari skripsi ini adalah dengan pendekatan literer sebagai metode pengumpulan data dan melakukan pendekatan feminis terhadap perikop sebagai studi eksegetis. 18 Russel, Letty. M, Perempuan dan Tafsir Kitab Suci (Jakarta, BPK GM, 1998) p

8 IV. Pemilihan Judul Atas permasalahan yang akan dibahas dan juga bertolak dari batasan permasalahan, maka penyusun memberi judul dalam skripsi ini adalah: Hermeneutik Feminis Terhadap Hukum Perkawinan Pada Ulangan 22:13-30 Kalimat judul di atas dengan jelas menggambarkan pokok permasalahan dari skripsi ini. Hukum Perkawinan Ulangan 22 :13-30 adalah teks yang akan ditafsirkan kembali dalam skripsi ini dengan metode hermeneutik feminis. Pemilihan hermeneutik feminis dikarenakan penyusun hendak menyoroti Hukum Perkawinan dalam Ul 22:13-30 ini dari sudut pandang perempuan dalam kaitannya hubungan laki-laki dengan perempuan yang sedikit banyak dipengaruhi oleh nilai-nilai patriarki. V. Sistematika Penulisan Bab I Pendahuluan Dalam bagian ini penyusun akan membahas tentang latar belakang permasalahan, perumusan masalah, batasan penulisan, alasan pemilihan judul, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan. Bab II Pandangan Para Penafsir tentang Ulangan 22:13-30 Dalam bab ini, penyusun memaparkan beberapa pandangan para penafsir mengenai Ulangan 22:13-30 yaitu oleh P. C. Craigie, Tikva Flymer-Kensky, dan Dr. I. J. Cairns. Bab III Konteks Sosial dari Ulangan 22:13-30 Dalam bab ini, penyusun mendeskripsikan bagaimana konteks sosial dari Ulangan 22:13-30 dengan sebelumnya mendeskripsikan bagaimana konteks umum kitab Ulangan secara utuh. Dalam bab ini akan disertai bagaimana keberadaan perempuan dalam konteks masyarakat dalam Ulangan 22: Bab IV Hermeneutik Feminis terhadap Ulangan 22:

9 Bab ini membahas tentang hermeneutik feminis dan kemudian dengan bertolak dari itu penyusun akan melakukan penafsiran terhadap Ul 22: Bab V Kesimpulan Bagian ini terdiri dari kesimpulan dari keseluruhan pembahasan. 9

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Perempuan di berbagai belahan bumi umumnya dipandang sebagai manusia yang paling lemah, baik itu oleh laki-laki maupun dirinya sendiri. Pada dasarnya hal-hal

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HAK NAFKAH PEREMPUAN DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DALAM PERSPEKTIF FEMINISME

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HAK NAFKAH PEREMPUAN DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DALAM PERSPEKTIF FEMINISME 51 BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HAK NAFKAH PEREMPUAN DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DALAM PERSPEKTIF FEMINISME A. Analisis Terhadap Perlindungan Hak Nafkah Perempuan dalam Kompilasi Hukum Islam Hak perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Permasalahan Seksualitas merupakan pemberian dari Allah. Artinya bahwa Allah yang membuat manusia bersifat seksual. Masing-masing pribadi merupakan makhluk seksual

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut menunjukkan bahwa perempuan memiliki posisi vital di tengah-tengah keluarga dengan segala fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

BAB II. Kajian Pustaka. hukum adat. Harta orangtua yang tidak bergerak seperti rumah, tanah dan sejenisnya

BAB II. Kajian Pustaka. hukum adat. Harta orangtua yang tidak bergerak seperti rumah, tanah dan sejenisnya BAB II Kajian Pustaka 2.1. Perempuan Karo Dalam Perspektif Gender Dalam kehidupan masyarakat Batak pada umumnya dan masyarakat Karo pada khususnya bahwa pembagian harta warisan telah diatur secara turun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya tergantung pada keunggulan teknologi, sarana dan prasarana, melainkan juga tergantung pada kualitas

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional ( 2005:588), konsep didefenisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Lihat sila pertama dalam Dasar Negara Indonesia: Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. 1 Lihat sila pertama dalam Dasar Negara Indonesia: Pancasila BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Seringkali kita mendengar dan membaca bahwa negara kita yaitu negara Indonesia adalah negara yang beragama. Dikatakan demikian, karena pada umumnya setiap warga negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki pada posisi dan kekuasaan yang lebih dominan dibandingkan perempuan. Secara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Peran Pekerjaan dan Keluarga Fenomena wanita bekerja di luar rumah oleh banyak pihak dianggap sebagai sesuatu yang relatif baru bagi masyarakat Indonesia. Kendati semakin lumrah,

Lebih terperinci

2016 EKSISTENSI MAHASISWI D ALAM BERORGANISASI D I LINGKUNGAN FAKULTAS PEND ID IKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

2016 EKSISTENSI MAHASISWI D ALAM BERORGANISASI D I LINGKUNGAN FAKULTAS PEND ID IKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mahasiswa identik dengan kaum terdidik yang sedang menjalani proses pematangan intelektual. Peran ganda yang dijalani oleh mahasiswa mendorong mereka untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan

BAB I PENDAHULUAN. masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Timbulnya anggapan bahwa perempuan merupakan kaum lemah masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan perempuan yang telah di konstruksikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan oleh masyarakat kadang-kadang masih dianggap sebagai manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan tidak lebih penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara sederhana perkawinan adalah suatu hubungan secara lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. 1 Di dalam pasal 1 Undang-Undang No.1, 1974 menyebutkan

Lebih terperinci

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Masalah Dalam konteks kehidupan masyarakat Indonesia, sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa masyarakat Indonesia sejak dulu telah mewarisi sebuah sistem kehidupan

Lebih terperinci

MENGIKAT TALI KOMUNITAS MEMUTUS RANTAI KEKERASANTERHADAPPEREMPUAN

MENGIKAT TALI KOMUNITAS MEMUTUS RANTAI KEKERASANTERHADAPPEREMPUAN MENGIKAT TALI KOMUNITAS MEMUTUS RANTAI KEKERASANTERHADAPPEREMPUAN Danang Arif Darmawan Yogyakarta: Media Wacana 2008, xvi + 1 06 halaman Direview oleh: Sari Seftiani Pada awalnya, buku ini merupakan sebuah

Lebih terperinci

BAB IV. Refleksi Teologis

BAB IV. Refleksi Teologis BAB IV Refleksi Teologis Budaya patriarki berkembang dalam kehidupan masyarakat di seluruh dunia dan mengakibatkan adanya pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan. Pembagian kerja ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik 68 BAB IV KESIMPULAN Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik (ekonomi) merupakan konsep kesetaraan gender. Perempuan tidak selalu berada dalam urusan-urusan domestik yang menyudutkannya

Lebih terperinci

BAB 4 RELEVANSI PEMURIDAN YANG SEDERAJAT BAGI KEHIDUPAN BERGEREJA DI INDONESIA

BAB 4 RELEVANSI PEMURIDAN YANG SEDERAJAT BAGI KEHIDUPAN BERGEREJA DI INDONESIA BAB 4 RELEVANSI PEMURIDAN YANG SEDERAJAT BAGI KEHIDUPAN BERGEREJA DI INDONESIA PENDAHULUAN Telah dibahas pada bab sebelumnya bahwa setiap orang baik laki-laki dan perempuan dipanggil untuk bergabung dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tercipta sebagai reaksi dinamika sosial dan kultural yang terjadi dalam masyarakat. Terdapat struktur sosial yang melatarbelakangi seorang pengarang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra menggambarkan jiwa masyarakat. Karya sastra sebagai interpretasi kehidupan, melukiskan perilaku kehidupan manusia yang terjadi dalam masyarakat. Segala

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I Pendahuluan. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Permasalahan 1.1 Penjelasan Umum Sebagai individu maupun makhluk sosial, manusia tidak terlepas dari peraturan dan hukum yang berlaku di sekitarnya. Dalam hubungannya

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. kalangan masyarakat, bahwa perempuan sebagai anggota masyarakat masih

BAB V PENUTUP. kalangan masyarakat, bahwa perempuan sebagai anggota masyarakat masih BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Munculnya feminisme memang tak lepas dari akar persoalan yang ada di kalangan masyarakat, bahwa perempuan sebagai anggota masyarakat masih dianggap sebagai makhluk inferior.

Lebih terperinci

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pernikahan merupakan hal yang dicita-citakan dan didambakan oleh setiap orang, karena dengan pernikahan adalah awal dibangunnya sebuah rumah tangga dan

Lebih terperinci

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan suatu perbuatan hukum. Perkawinan menimbulkan hak dan kewajiban kepada para pihak yang mengikatkan diri pada suatu perkawinan. Hak dan kewajiban tersebut harus dipenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak pantas atau tabu dibicarakan. 1. lainnya secara filosofis, sebenarnya manusia sudah kehilangan hak atas

BAB I PENDAHULUAN. tidak pantas atau tabu dibicarakan. 1. lainnya secara filosofis, sebenarnya manusia sudah kehilangan hak atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seksualitas adalah sebuah proses sosial-budaya yang mengarahkan hasrat atau berahi manusia. Seksualitas berhubungan erat dengan tatanan nilai, norma, pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap individu, dalam perkawinan akan terbentuk suatu keluarga yang diharapkan akan tetap bertahan hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perempuan adalah tiang negara, artinya tegak runtuhnya suatu negara berada di tangan kaum perempuan. Penerus peradaban lahir dari rahim seorang perempuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam menegakkan NKRI dipelopori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi fisik yang lebih lemah dan dikenal lembut sering menjadi alasan untuk menempatkan kaum perempuan dalam posisi yang lebih rendah dari lakilaki. Secara

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Praktik poligami dalam bentuk tindakan-tindakan seksual pada perempuan dan keluarga dekatnya telah lama terjadi dan menjadi tradisi masyarakat tertentu di belahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita di dalam masyarakat. Perkawinan betujuan untuk mengumumkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan wadah yang digunakan oleh pengarang dalam menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap berbagai masalah yang diamati

Lebih terperinci

Tinjauan Buku. Phyllis Trible, God and the Rhetoric of Sexuality edisi ketiga (Philadelphia: Fortress Press, 1983), 206 halaman.

Tinjauan Buku. Phyllis Trible, God and the Rhetoric of Sexuality edisi ketiga (Philadelphia: Fortress Press, 1983), 206 halaman. Tinjauan Buku Phyllis Trible, God and the Rhetoric of Sexuality edisi ketiga (Philadelphia: Fortress Press, 1983), 206 halaman. Buku yang berjudul God and the Rethoric of Sexuality ini ditulis oleh Phyllis

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP 5.1. KESIMPULAN. Teologi feminis dibangun berdasarkan keprihatinan terhadap kaum perempuan.

BAB 5 PENUTUP 5.1. KESIMPULAN. Teologi feminis dibangun berdasarkan keprihatinan terhadap kaum perempuan. BAB 5 PENUTUP 5.1. KESIMPULAN Teologi feminis dibangun berdasarkan keprihatinan terhadap kaum perempuan. Beberapa ahli yang bekecimpung di dalam gerakan teologi feminis mendefenisikan teologi feminis yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seni atau salah satu jenis kesenian sebagai hasil karya manusia, seringkali

BAB I PENDAHULUAN. Seni atau salah satu jenis kesenian sebagai hasil karya manusia, seringkali BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni atau salah satu jenis kesenian sebagai hasil karya manusia, seringkali mempunyai perjalanan yang tidak diharapkan sesuai dengan perkembangan zaman. Tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan: Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Timbulnya anggapan bahwa kaum perempuan lebih lemah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Timbulnya anggapan bahwa kaum perempuan lebih lemah BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Timbulnya anggapan bahwa kaum perempuan lebih lemah daripada kaum laki-laki masih dapat kita jumpai saat ini. Perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang telah dikonstruksikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA A. Pengertian Perkawinan Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan nomor 1 Tahun 1974. Pengertian perkawinan menurut Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat hidup secara berkelompok dalam suatu kesatuan sistem sosial atau organisasi. Salah satu bidang dalam organisasi yaitu bidang politik (Wirawan,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN RIFFAT HASSAN DAN MANSOUR FAKIH TENTANG KESETARAAN JENDER DALAM ISLAM: SEBUAH PERBANDINGAN

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN RIFFAT HASSAN DAN MANSOUR FAKIH TENTANG KESETARAAN JENDER DALAM ISLAM: SEBUAH PERBANDINGAN BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN RIFFAT HASSAN DAN MANSOUR FAKIH TENTANG KESETARAAN JENDER DALAM ISLAM: SEBUAH PERBANDINGAN A. Persamaan antara Pemikiran Riffat Hassan dan Mansour Fakih tentang Kesetaraan Jender

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related

BAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekerasan terhadap perempuan adalah persoalan pelanggaran kondisi kemanusiaan yang tidak pernah tidak menarik untuk dikaji. Menurut Mansour Fakih (2004:17) kekerasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Tidak seorangpun ingin dilahirkan tanpa dekapan lembut seorang ibu dan perlindungan seorang ayah. Sebuah kehidupan baru yang telah hadir membutuhkan kasih untuk bertahan

Lebih terperinci

42, Vol. 06 No. 1 Januari Juni 2015 arah dan tujuan lembaga tersebut. Konsep bersistem ini biasa disebut dengan ideologi. Salah satu ideologi yang ser

42, Vol. 06 No. 1 Januari Juni 2015 arah dan tujuan lembaga tersebut. Konsep bersistem ini biasa disebut dengan ideologi. Salah satu ideologi yang ser RESPONS TOKOH PEREMPUAN TERHADAP IDEOLOGI PATRIARKI DALAM NOVEL ENTROK KARYA OKKY MADASARI: SUATU KAJIAN FEMINIS Sherly Yunityas ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan adanya respons tokoh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap makhluk hidup memerlukan interaksi dan komunikasi satu sama lain, khususnya bagi umat manusia. Interaksi dan komunikasi ini sangat diperlukan karena manusia ditakdirkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia diciptakan oleh sang kholiq untuk memiliki hasrat dan keinginan untuk melangsungkan perkawinan. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang memiliki permasalahan dalam hidupnya, dan mereka memiliki caranya masing-masing untuk menangani masalah tersebut. Ada orang yang bisa menangani masalahnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penulis Injil Yohanes memulai dan menutup pelayanan Yesus di muka umum (Yoh. 2-12) dengan kisah mengenai seorang perempuan: dimulai dengan kisah ibu Yesus dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi, 2008:8).Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Kata gender berasal dari kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengetahui pandangan budaya dalam suatu masyarakat, tidak hanya didapatkan dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang bersangkutan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus informasi dan teknologi yang canggih yang menuntut masyarakat untuk lebih berperan aktif

Lebih terperinci

REVISI UNDANG-UNDANG PERKAWINAN

REVISI UNDANG-UNDANG PERKAWINAN REVISI UNDANG-UNDANG PERKAWINAN Oleh: HERU SUSETYO Dosen Fakultas Hukum UIEU heru.susetyo@indonusa.ac.id ABSTRAK Undang Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 lahir antara lain dari perjuangan panjang kaum

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Pada bab ini maka penulis akan mengakhiri seluruh penulisan tesis ini dengan

BAB V PENUTUP. Pada bab ini maka penulis akan mengakhiri seluruh penulisan tesis ini dengan BAB V PENUTUP Pada bab ini maka penulis akan mengakhiri seluruh penulisan tesis ini dengan melakukan kesimpulan dan mengusulkan saran, sebagai berikut: A. KESIMPULAN Indonesia adalah sebuah kata yang dapat

Lebih terperinci

UKDW. BAB I Pendahuluan

UKDW. BAB I Pendahuluan BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Permasalahan Hidup yang penuh berkelimpahan merupakan kerinduan, cita-cita, sekaligus pula harapan bagi banyak orang. Berkelimpahan seringkali diartikan atau setidaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Kebebasan merupakan hal yang menarik bagi hampir semua orang. Di Indonesia, kebebasan merupakan bagian dari hak setiap individu, oleh karena itu setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Penelitian ini berfokus pada penggambaran peran perempuan dalam film 3 Nafas Likas. Revolusi perkembangan media sebagai salah satu sarana komunikasi atau penyampaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk realita dari hasil imajinasi dan pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana ekspresi pengarang saja,

Lebih terperinci

KESEHATAN REPRODUKSI DALAM PERSPEKTIF GENDER. By : Basyariah L, SST, MKes

KESEHATAN REPRODUKSI DALAM PERSPEKTIF GENDER. By : Basyariah L, SST, MKes KESEHATAN REPRODUKSI DALAM PERSPEKTIF GENDER By : Basyariah L, SST, MKes Kesehatan Reproduksi Dalam Persfektif Gender A. Seksualitas dan gender 1. Seksualitas Seks : Jenis kelamin Seksualitas : Menyangkut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ke-Tuhanan Yang. atau hala-hal yang tidak diinginkan terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ke-Tuhanan Yang. atau hala-hal yang tidak diinginkan terjadi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan, penganiayaan, pemerasan dan perkosaan atau tindakan yang membuat seseorang merasa kesakitan baik secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Dalam penelitian ini, peneliti meneliti mengenai pemaknaan pasangan suami-istri di Surabaya terkait peran gender dalam film Erin Brockovich. Gender sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakikatnya seorang anak dilahirkan sebagai akibat dari hubungan

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakikatnya seorang anak dilahirkan sebagai akibat dari hubungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya seorang anak dilahirkan sebagai akibat dari hubungan antara seorang laki-laki dan perempuan, yang hubungannya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR GAMBAR... viii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah.

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR GAMBAR... viii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... viii ABSTRAKSI... ix BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang Masalah. 1 1.2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Perkembangan zaman melalui kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Perkembangan zaman melalui kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perkembangan zaman melalui kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dan sistem informasinya memberikan banyak dampak positif bagi kalangan yang jeli membaca

Lebih terperinci

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tidak dapat dipungkiri bahwa ada begitu banyak tuntutan, tanggungjawab dan kewajiban yang tidak bisa diabaikan oleh seorang pendeta jemaat. Dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki dan perempuan dibedakan sesuai dengan perannya masing-masing yang dikonstruksikan

Lebih terperinci

BAB V REFLEKSI TEOLOGIS

BAB V REFLEKSI TEOLOGIS BAB V REFLEKSI TEOLOGIS Menurut Kejadian 1:27, 1 pada dasarnya laki-laki dan perempuan diciptakan dengan keunikan masing-masing. Baik laki-laki dan perempuan tidak hanya diberikan kewajiban saja, namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (hidup berkelompok) yang biasa kita kenal dengan istilah zoon politicon. 1

BAB I PENDAHULUAN. (hidup berkelompok) yang biasa kita kenal dengan istilah zoon politicon. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seperti yang kita ketahui, manusia merupakan mahluk sosial. Hal ini memiliki arti bahwa manusia dalam menjalani kehidupannya, tentu akan membutuhkan bantuan dari manusia

Lebih terperinci

Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani

Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani Pokok bahasan dalam buku Analisis Gender dan Transformasi Sosial karya Mansour Fakih ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu tentang analisis

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Behavior dalam Pandangan Nitze tentang Perspektif Tuan dan Buruh Sosiologi perilaku memusatkan perhatian pada hubungan antara pengaruh perilaku seorang aktor terhadap lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Ide dari penulisan skripsi ini muncul saat penulis sedang menjalani masa stage tahun 2005 di GPIB Magelang, saat penulis mendapatkan kesempatan untuk menelaah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra diciptakan untuk dinikmati, dihayati, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Luxemburg (1989:6) mengatakan

Lebih terperinci

ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL

ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL Muchamad Arif Agung Nugroho Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim Semarang agungprogresif@gmail.com ABSTRAK Perkawinan heteroseksual merupakan suatu perikatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakatnya. Untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakatnya. Untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Suatu pembangunan dikatakan berhasil dengan melihat tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera harus dimulai dari bagian

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok digilib.uns.ac.id BAB V PENUTUP A. Simpulan Fokus kajian dalam penelitian ini adalah menemukan benang merah hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok Sawitri terhadap

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 1 2 TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Studi Penelitian di Pengadilan Agama Kota Gorontalo) Nurul Afry Djakaria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Dalam kehidupannya manusia memanfaatkan sumber daya alam yang ada untuk bertahan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Relasi Kekuasaan Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia jenis laki- laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Perilaku 1. Definisi Perilaku Menurut Skinner dalam Notoatmojo (2003), perilaku merupakan respon berdasarkan stimulus yang diterima dari luar maupun dari dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM Oleh : Abdul Hariss ABSTRAK Keturunan atau Seorang anak yang masih di bawah umur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Media seni-budaya merupakan tempat yang paling banyak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Media seni-budaya merupakan tempat yang paling banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media seni-budaya merupakan tempat yang paling banyak merepresentasikan perempuan sebagai pihak yang terpinggirkan, tereksploitasi, dan lain sebagainya. Perempuan sebagai

Lebih terperinci

Kesehatan reproduksi dalam perspektif gender. By : Fanny Jesica, S.ST

Kesehatan reproduksi dalam perspektif gender. By : Fanny Jesica, S.ST Kesehatan reproduksi dalam perspektif gender By : Fanny Jesica, S.ST DEFINISI KESEHATAN REPRODUKSI K E S P R Suatu keadaan kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh, bebas dari penyakit dan kecacatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan atau masyarakat. Sekalipun makna pernikahan berbeda-beda, tetapi praktekprakteknya pernikahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Pernikahan merupakan suatu hal yang dinantikan dalam kehidupan manusia karena melalui sebuah pernikahan dapat terbentuk satu keluarga yang akan dapat melanjutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dalam masyarakat Indonesia adalah mutlak adanya dan merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan Bangsa seperti Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama. Hindu adalah salah satu agama yang di akui oleh negara. Keanekaan merupakan ciri khas negara

Lebih terperinci

BAB II. Kajian Pustaka. Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9

BAB II. Kajian Pustaka. Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9 BAB II Kajian Pustaka Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9 Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) sudah menjadi isu yang sangat penting dan sudah menjadi komitmen bangsa-bangsa di dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari perkawinan itu adalah boleh atau mubah. Namun dengan melihat

BAB I PENDAHULUAN. dari perkawinan itu adalah boleh atau mubah. Namun dengan melihat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan melihat kepada hakikat perkawinan itu merupakan akad yang membolehkan laki-laki dan perempuan melakukan sesuatu yang sebelumnya tidak dibolehkan, maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar hubungan laki-laki dan perempuan mampu menyuburkan ketentraman,

BAB I PENDAHULUAN. agar hubungan laki-laki dan perempuan mampu menyuburkan ketentraman, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah Yang Maha Indah sengaja menciptakan manusia secara berpasang-pasangan, laki-laki dan perempuan sebagai salah satu bagian dari romantika kehidupan. Supaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberantas kemiskinan yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. memberantas kemiskinan yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kajian perempuan merupakan suatu kajian yang sangat menarik perhatian. Hal ini terbukti banyak penelitian tentang kaum perempuan. Perempuan merupakan hal penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perempuan sudah lama berlangsung dalam sejarah kehidupan manusia. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. perempuan sudah lama berlangsung dalam sejarah kehidupan manusia. Perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejarah mencatat bahwa hampir semua bangsa di dunia ini mempunyai riwayat yang sama dalam satu hal yakni bertatanan patriarkhal. Marjinalisasi terhadap kaum

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan

BAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan BAB VI KESIMPULAN Penelitian ini tidak hanya menyasar pada perihal bagaimana pengaruh Kyai dalam memproduksi kuasa melalui perempuan pesantren sebagai salah satu instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi,

Lebih terperinci

Analisa Media Edisi Agustus 2013

Analisa Media Edisi Agustus 2013 Tes Keperawanan: Bentuk Kegagalan Negara Dalam budaya patriarkhal, tubuh perempuan menjadi objek utama untuk dimasalahkan. Dalam budaya ini selalu dicari cara untuk mengaturnya, mulai dari bagaimana perempuan

Lebih terperinci

1Konsep dan Teori Gender

1Konsep dan Teori Gender 1Konsep dan Teori Gender Pengantar Dalam bab ini akan disampaikan secara detil arti dan makna dari Gender, serta konsepsi yang berkembang dalam melihat gender. Hal-hal mendasar yang perlu dipahami oleh

Lebih terperinci