KAJIAN TATA KELOLA DAN PEMANFAATAN DANA OTONOMI KHUSUS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN TATA KELOLA DAN PEMANFAATAN DANA OTONOMI KHUSUS"

Transkripsi

1 KAJIAN TATA KELOLA DAN PEMANFAATAN DANA OTONOMI KHUSUS Kabupaten Pidie Jaya 2014 CPDA Consolidating for Peacefull Development in Aceh

2

3 KAJIAN TATA KELOLA DAN PEMANFAATAN DANA OTONOMI KHUSUS Kabupaten Pidie Jaya 2014 CPDA Consolidating for Peacefull Development in Aceh

4 UCAPAN TERIMA KASIH

5 UCAPAN TERIMA KASIH Kajian Tata Kelola dan Pemanfaatan Dana Otonomi Khusus (Otsus) Pidie Jaya ini merupakan kerja yang menyertakan banyak individu dan lembaga. Dukungan data, informasi, sumbangan pikiran dan bantuan sumber daya dari berbagai pihak telah memungkinkan kajian ini berjalan sebagaimana yang diharapkan. Kajian ini disusun oleh Tim Peneliti Public Expenditure Analysis and Capacity Strengthening Program (PECAPP) dari Universitas Syiah Kuala. Tim Peneliti terdiri dari T. Zukhradi S, Dr. Ichsan, Muhammad Nasir, Riswandi, dan dr. Darma Satria. Komponen survei yang terdapat dalam kajian melibatkan tim peneliti lapangan yang terdiri dari Adi Warsidi (supervisor), Iswadi, dan M. Haykal. Pengawasan atas hasil dan pengelolaan kajian ini berada di bawah tanggungjawab Harry Masyarafah. Dalam proses penyusunan laporan, tim mendapat banyak masukan bermanfaat dari: H. T. Harmawan Prof. Dr. Raja Masbar, Dr. Islahuddin, Dr. Syukriy Abdullah, dan Dr. Iskandarsyah Madjid. Dukungan teknis lainnya dan pengaturan logistik selama kajian berlangsung diberikan juga oleh T. Triansa Putra, Renaldi Safriansyah, dr. Rachmad Suhanda, Dian Alifya, Eliana Gultom, Inggit Maulidina, dan Sofran. Secara khusus, kami ingin menyampaikan terima kasih kepada Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya, terutama kepada Bupati Pidie Jaya, Bapak Drs. H. M. Gade Salam, dan Sekretaris Daerah Kabupaten, Bapak Ramli Daud, SH, MM atas arahan dan segala bantuan yang telah diberikan. Ucapan yang sama juga kami alamatkan kepada Bapak Drs. H. Zulfikar (Kepala Bappeda Kabupaten Pidie Jaya), Bapak Ir. H. Hanif Ibrahim, ME (Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pidie Jaya), Bapak Drs. Ridwan M. Ali, M.Pd. (Kepala Dinas Pendidkan Kabupaten Pidie Jaya), Bapak dr. Bukhari, MM (Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie Jaya), dan Ibu dr. Ermidar Idris (Direktur Rumah Sakit Umum Pidie Jaya) beserta seluruh jajarannya atas akses data dan informasi serta masukan konstruktif dalam Focus Group Discussion (FGD) sektoral dana Otsus yang kami adakan. Kami juga sangat menghargai berbagai dukungan dalam keseluruhan proses kajian yang telah diberikan oleh Bapak Leonard Simanjuntak (AusAID), Ibu Laila Yudiati (AusAID), Bapak Adrian Morel (CPDA-the World Bank Program), dan Bapak Muslahuddin Daud (CPDA-the World Bank Program). Akhirnya, sepantasnya rasa terima kasih dan penghargaan yang tulus kami haturkan kepada para responden survei, para guru, dokter, bidan, masyarakat Pidie Jaya, dan seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, yang telah meluangkan waktu memberikan informasi maupun kontribusi lainnya dalam pelaksanaan kajian dan penyelesaian laporan ini. OTONOMI KHUSUS Pidie Jaya

6 KATA PENGANTAR 2 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program

7 KATA PENGANTAR Sejak mulai diberlakukan tahun 2008 sampai dengan tahun 2012, Kabupaten Pidie Jaya telah menerima dana Otonomi Khusus (Otsus) sebesar Rp. 337,22 miliar dari pagu tahunan yang dialokasikan oleh Pemerintah Aceh. Dana ini telah digunakan untuk berbagai program dan kegiatan pembangunan yang menjadi prioritas pemanfaatan dana ini sebagaimana yang diamanatkan dalam UUPA dan regulasi turunannya, yaitu Qanun Nomor 2 Tahun 2008 (telah direvisi menjadi Qanun Nomor 2 Tahun 2013). Setelah enam tahun waktu pelaksanaan dana Otsus, tentunya perlu diketahui bagaimana pengelolaan dana ini dan apa saja permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam pengelolaannya. Kajian pemanfaatan dan pengelolaan dana Otsus di Kabupaten Pidie Jaya yang dilakukan oleh Tim Peneliti Public Expenditure Analysis and Capacity Strengthening Program (PECAPP)-Universitas Syiah Kuala yang didukung oleh Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya ini sangatlah dibutuhkan untuk menjawab keinginantahuan tersebut. Melalui Kajian Tata Kelola dan Pemanfaatan Dana Otonomi Khusus Pidie Jaya ini diharapkan akan diperoleh pemahaman bagaimana pemanfaatan dan pengelolaan dana Otsus selama ini di Pidie Jaya. Melalui kajian ini juga diharapkan bisa identifikasi apa saja kekuatan dan kelemahan yang ada, dan sejauh mana dana ini telah digunakan untuk program-program dan kegiatan-kegiatan yang membawa manfaat berarti bagi masyarakat di Pidie Jaya. Identifikasi terhadap berbagai permasalahan dalam pengelelolaan dana Otsus diharapkan dapat memberikan gambaran yang utuh mengenai pengelolaan dana ini. Pada gilirannya dapat membantu melahirkan upaya-upaya perbaikan di masa mendatang. Dengan demikian, pada akhirnya diharapkan dana ini dapat diarahkan secara lebih efektif dalam menanggulangi berbagai permasalahan pembangunan di bidang ekonomi, sosial, dan bidang-bidang terkait lainnya di wilayah ini. Semoga kajian ini dapat dimanfaatkan oleh lembaga pemerintah dan segenap elemen masyarakat terkait di Kabupaten Pidie Jaya dalam rangka memperbaiki dan meningkatkan efektifitas pengelolaan Dana Otsus di Pidie Jaya di masa mendatang. Banda Aceh, 30 Januari 2014 Prof. Dr. Ir. Samsul Rizal, M.Eng. Rektor Universitas Syiah Kuala OTONOMI KHUSUS Pidie Jaya

8 KATA PENGANTAR Dana Otonomi Khusus (Otsus) merupakan sumber penerimaan penting bagi Kabupaten Pidie Jaya. Seperti halnya kabupaten/kota lain di Aceh, dana Otsus telah menjadi sumber penerimaan yang signifikan membantu pembiayaan pembangunan di Pidie Jaya. Berbagai program dan kegiatan pembangunan telah dibiayai melalui dana ini. Meski demikian, sebagai kabupaten berusia muda yang berdiri pada tahun 2007, Pidie Jaya masih menghadapi berbagai tantangan pembangunan yang kompleks. Di satu sisi beberapa indikator pembangunan memang menunjukkan hasil positif, seperti Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan laju pertumbuhan ekonomi yang relatif baik. Pada tahun 2011, nilai IPM kabupaten ini sebesar 72,82, berada di atas nilai rata-rata Aceh yang mencapai 72,15. Sementara laju pertumbuhan ekonomi (tanpa migas) pada tahun 2012 mencapai 5,01 persen, berada di atas rata-rata Aceh sebesar 4,94%. Namun di sisi lain, Pidie Jaya termasuk salah satu kabupaten dengan tingkat kemisikinan tertinggi yang mencapai 25,43 persen, di atas rata-rata Aceh yang tercatat sebesar 19,48 persen. Kehadiran Kajian Tata Kelola dan Pemanfaatan Dana Otonomi Khusus tak dapat dimungkiri menjadi sesuatu yang bermakna bagi para pengambil kebijakan di Pidie Jaya. Kajian ini secara jelas menguraikan pentingnya akurasi data dan informasi sebagai acuan pengajuan program dan kegiatan, penentuan prioritas program dan kegiatan yang dibiayai dana Otsus, dan kerjasama konstruktif antara pihak eksekutif dan legislatif dalam pengelolaan dana ini. Di samping itu, kajian ini juga menggarisbawahi pentingnya pembenahan pengelolaan dana Otsus secara menyeluruh, mulai dari tahap perencanaan dan penganggaran sampai dengan tahap evaluasi. Hal bermanfaat lainnya yang diberikan dari kehadiran kajian ini adalah dengan memberikan sejumlah rekomendasi strategis dan teknis terutama di sektor infrastruktur jalan dan irigasi, pendidikan, dan kesehatan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan menyangkut penggunaan dana Otsus. Akhirnya, mewakili Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya, saya menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada Tim Teknis Public Expenditure Analysis and Capacity Strengthening Program (PECAPP)-Universitas Syiah Kuala atas kerja kerasnya menghasilkan kajian ini demi pembangunan Pidie Jaya yang lebih baik di masa mendatang. Meureudu, 30 Januari 2014 Ramli Daud, SH, MM Sekretaris Daerah Kabupaten Pidie Jaya 4 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program

9 DAFTAR ISI OTONOMI KHUSUS Pidie Jaya

10 DAFTAR ISI Ucapan Terima Kasih... 1 Kata Pengantar... 3 Daftar Singkatan...10 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang dan Tujuan Studi Metodologi Sistematikan Laporan...20 BAB II TATA KELOLA DANA OTONOMI KHUSUS Perencanaan dan Penganggaran Pelaksanaan Anggaran, Pengawasan dan Evaluasi Kesimpulan dan Rekomendasi Perencanaan dan Penganggaran Pelaksanaan Anggaran, Pengawasan dan Evaluasi...29 BAB III ALOKASI DAN PEMANFAATAN DANA OTONOMI KHUSUS Sektor Infrastruktur Prioritas Bidang Infrastruktur dalam RPJM Pidie Jaya Alokasi dan Pemanfaatan Dana Otonomi Khusus Sektor Infrastruktur Capaian dan Tantangan Infrastruktur Jalan Infrastruktur Irigasi Infrastruktur dan Pengembangan Ekonomi Kesimpulan dan Rekomendasi Sektor Pendidikan Prioritas Bidang Pendidikan dalam RPJM Kabupaten Pidie Jaya Alokasi Dana Otonomi Khusus untuk Pendidikan Capaian dan Tantangan pembangunan sektor pendidikan Perluasan akses pendidikan Kualitas layanan pendidikan Kesimpulan dan Rekomendasi Sektor Kesehatan Prioritas Bidang Kesehatan dalam RPJM Pidie Jaya Alokasi Dana Otonomi Khusus Sektor Pendidikan Capaian dan tantangan Rekomendasi...74 BAB IV SURVEI PROYEK DANA OTONOMI KHUSUS Fungsionalitas Proyek Manfaat Proyek...79 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program

11 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Formula Dana Otsus Aceh Lampiran 2 Belanja Infrastruktur APBK Per Kapita Kabupaten/Kota Di Aceh (Rp) Lampiran 3 Alokasi Pekerjaan Jalan Kabupaten di Kecamatan di Pidie Jaya (Rp miliar)*...88 Lampiran 4 Panjang Jalan Kabupaten/Kota di Aceh Per Populasi dan Per Luas Area Tahun Lampiran 5 Panjang Jalan Kabupaten di Kecamatan di Pidie Jaya Tahun Lampiran 6 Kondisi Jalan Kabupaten/Kota di Aceh Tahun Lampiran 7 Kondisi Jalan Kabupaten/Kota di Kecamatan di Pidie Jaya tahun (km)...90 Lampiran 8 Alokasi Kegiatan Irigasi Pidie Jaya Tahun Lampiran 9 Luas Tanam Padi Sawah Berdasarkan Irigasi di Kabupaten/Kota di AcehTahun Lampiran 10 ProduktifitasPadi di Aceh tahun Lampiran 11 Luas Areal Irigasi dan Produksi Padi di Kecamatan di Pidie Jaya tahun Lampiran 12 Indeks Kapasitas Ekonomi Kecamatan di Kabupaten Pidie Jaya, Tahun Lampiran 13 Indeks Infrastruktur Jalan di Kabupaten Pidie Jaya, Tahun Lampiran 14 Indeks Kapasitas Ekonomi (IKE) dan Indeks Infrastruktur Jalan (IIJ) Kecamatan Pidie Jaya, tahun Lampiran 15 Jumlah sekolah menurut kabupaten/kota di Aceh, 2010 dan Lampiran 16 Jumlah siswa menurut kabupaten/kota di Aceh, 2010 dan Lampiran 17 Jumlah ruang kelas menurut kabupaten/kota di Aceh, 2010 dan Lampiran 18 Jumlah rombel (kelas) menurut kabupaten/kota di Aceh, 2010 dan Lampiran 19 Jumlah guru menurut kualifikasi akademik di Aceh, Lampiran 20 Jumlah Guru Tersertifikasi menurut kabupaten/kota di Aceh, Lampiran 21 Angka Putus Sekolah menurut kabupaten/kota di Aceh, Lampiran 22 Angka Mengulang menurut kabupaten/kota, Lampiran 23 Jumlah fasilitas sekolah menurut kecamatan di Pidie Jaya, Lampiran 24 Nilai rata-rata UASBN SD/MI menurut kabupaten/kota, Lampiran 25 Nilai rata-rata UN SMP/MTs menurut kabupaten/kota, Lampiran 26 Nilai rata-rata UN SMA/MA/SMK menurut kabupaten/kota, DAFTAR PUSTAKA DAFTAR GRAFIK Grafik 1 Proyeksi Penerimaan Dana Otsus...13 Grafik 2 Alokasi dana Otsus Aceh per bidang tahun Grafik 3 Proporsi dan Otsus dari keseluruhan sumber penerimaan tahun Grafik 4 Struktur PDRB Pidie Jaya 2012 (Atas Dasar Harga Berlaku)...15 Grafik 5 Kontribusi Dana Otsus terhadap APBK di Aceh Grafik 6 Alokasi dana Otsus Pidie Jaya OTONOMI KHUSUS Pidie Jaya

12 Grafik 7 Dana Otsus per kapita kabupaten/kota di Aceh tahun Grafik 8 Alokasi Dana Otsus Pidie Jaya berdasarkan bidang Grafik 9 Tren alokasi dana Otsus Pidie Jaya berdasarkan bidang (riil, 2010=100)...18 Grafik 10 Tingkat kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi Pidie Jaya tahun Grafik 11 Rencana Alokasi Anggaran Program-program Infrastruktur Pekerjaan Umum dalam RPJM Pidie Jaya Grafik 12 Belanja Infrastruktur per Kapita Pidie Jaya dan Rata-rata Aceh Grafik 13 Alokasi Dana Otsus Bidang Infrastruktur Pidie Jaya Grafik 14 Alokasi Dana Otsus Infrastruktur Pidie Jaya Berdasarkan Program (%)...33 Grafik 15 Total dana Otsus Pidie Jaya untuk berbagai jenis output infrastruktur Grafik 16 Alokasi Pekerjaan Jalan Kabupaten Tahun 2012 vs Jalan Rusak 2011 di Setiap Kecamatan di Pidie Jaya...34 Grafik 17 Alokasi Dana Otsus Pidie Jaya untuk Irigasi Grafik 18 Panjang Jalan Kabupaten/Kota Per Populasi di Aceh tahun Grafik 19 Panjang Jalan Kabupaten/Kota Per Luas Wilayah di Aceh Tahun 2011 (tidak termasuk Banda Aceh) Grafik 20 Panjang Jalan Kabupaten Per Populasi Setiap Kecamatan di Pidie Jaya Grafik 21 Panjang Jalan Kabupaten Per Luas Wilayah Setiap Kecamatan di Pidie Jaya tahun Grafik 22 Persentase Jalan Kabupaten Kategori Rusak di Kabupaten/Kota di Aceh Grafik 23 Kondisi Jalan Kabupaten di Setiap Kecamatan di Pidie Jaya Grafik 24 Jalan kabupaten beraspal di setiap kecamatan di Pidie Jaya Grafik 25 Luas Tanam Padi Sawah Berdasarkan Irigasi di Kabupaten/Kota di Aceh tahun Grafik 26 Produktifitas Padi di Aceh tahun Grafik 27 Luas Areal Irigasi dan Hasil Produksi Padi di Pidie Jaya Tahun Grafik 28 Kondisi sarana dan prasarana irigasi di Pidie Jaya Grafik 29 Klasifikasi Kecamatan Berdasarkan Kapasitas Ekonomi dan Infrastruktur Jalan Grafik 30 Alokasi anggaran bidang pendidikan dalam RPJM Kabupaten Pidie Jaya menurut pilar pendidikan...46 Grafik 31 Alokasi Dana Otonomi Khusus untuk Sektor pendidikan di Pidie Jaya, Grafik 32 Penggunaan Dana Otonomi Khusus untuk Sektor pendidikan menurut jenis belanja di Pidie Jaya, Grafik 33 Alokasi Modal Sekolah Infrastruktur menurut penggunaannya di Pidie Jaya, Grafik 34 Alokasi Anggaran Pembangunan Gedung dari total MSI menurut Penggunaannya, Tahun Grafik 35 Alokasi Operasional Sekolah menurut Penggunaannya, Tahun Grafik 36 Angka Partisipasi Kasar (APK) di Pidie Jaya dan Rata-rata Aceh menurut penduduk usia sekolah, Grafik 37 Rasio siswa per sekolah menurut jenjang pendidikan, 2010 dan Grafik 38 Rasio siswa per sekolah di SD/MI dan SMP/MTs menurut kecamatan, Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program

13 Grafik 39 Rasio siswa per sekolah di SMA/MA dan SMK menurut kecamatan, Grafik 40 Rasio siswa per kelas menurut jenjang pendidikan di Pidie Jaya dan rata-rata Aceh, 2010 dan Grafik 41 Rasio kelas per ruang kelas pada jenjang pendidikan dasar dan menengah di Pidie Jaya dan rata-rata Aceh, 2010 dan Grafik 42 Rasio siswa per kelas dan rasio kelas per ruang kelas pada SD/MI menurut kecamatan, Grafik 43 Rasio siswa per kelas dan rasio kelas per ruang kelas pada SMP/MTs menurut kecamatan, Grafik 44 Rasio siswa per kelas dan rasio kelas per ruang kelas pada jenjang pendidikan menengah menurut kecamatan, Grafik 45 Persentase sekolah yang memiliki ruang perpustakaan menurut jenjang pendidikan di Pidie Jaya dan rata-rata Aceh, Grafik 46 Kekurangan ruang perpustakaan di SD/MI dan SMP/MTs menurut Kecamatan di Pidie Jaya, Grafik 47 Kekurangan Ruang Perpustakaan di SMA/MA dan SMK menurut Kecamatan di Pidie Jaya, Grafik 48 Persentase sekolah yang dilengkapi Lab. IPA menurut jenjang pendidikan di Pidie Jaya dan Rata-rata Aceh, Grafik 49 Kekurangan Lab. IPA di SMP/MTs dan SMA/MA menurut Kecamatan di Pidie Jaya, Grafik 50 Persentase sekolah yang dilengkapi Laboratorium Bahasa menurut jenjang pendidikan di Pidie Jaya dan Rata-rata Aceh, Grafik 51 Kekurangan Lab. Bahasa di SMP/MTs, SMA/MA dan SMK menurut kecamatan di Pidie Jaya, Grafik 52 Persentase sekolah yang dilengkapi Lab. Komputer menurut jenjang pendidikan di Pidie Jaya dan Rata-rata Aceh, Grafik 53 Kekurangan Laboratorium Komputer di SMP/MTs dan SMA/MA menurut Kecamatan di Pidie Jaya, Grafik 54 Perkembangan dan Alokasi Dana Otsus untuk Fasilitas Pendidikan di Pidie Jaya Grafik 55 Kekurangan buku-buku teks di SMP/MTs menurut kecamatan, Grafik 56 Persentase guru berkualifikasi minimal S1/D4 menurut jenjang pendidikan di Pidie Jaya dan rata-rata Aceh, Grafik 57 Persentase guru berkualifikasi minimal S1/D4 menurut jenjang pendidikan dan kecamatan di Pidie Jaya, Grafik 58 Persentase guru dan kepala sekolah yang tersertifikasi di semua jenjang pendidikan (SD/MI s/d SMA/MA/SMK) menurut kabupaten, Grafik 59 Persentase guru dan kepala sekolah tersertifikasi menurut jenjang pendidikan di Pidie Jaya, Grafik 60 Prioritas Alokasi Pendanaan Kesehatan Kabupaten Pidie Jaya Tahun Grafik 61 Alokasi Perkapita Untuk Sektor Kesehatan Bersumber Dana Otsus Tahun xxx...66 Grafik 62 Alokasi Dana Otonomi Khusus untuk Sektor Kesehatan di Pidie Jaya, OTONOMI KHUSUS Pidie Jaya

14 Grafik 63 Perbandingan Alokasi Rumah Sakit dan Dinas Kesehatan Sektor Kesehatan di Pidie Jaya, (%)...67 Grafik 64 Tipologi Proyek Sektor Kesehatan di Pidie Jaya, Grafik 65 Alokasi Dana Otonomi Khusus Untuk RSUD Pidie Jaya Grafik 66 Rasio Puskesmas Terhadap Penduduk di Pidie Jaya, Grafik 67 Rasio dokter dibandingkan dengan jumlah penduduk di beberapa kabupaten di Aceh Grafik 68 Rasio Bidan per Penduduk di Pidie Jaya, Grafik 69 Angka Kematian Ibu di Pidie Jaya, Grafik 70 Jumlah Kematian Bayi dan Angka Kematian Bayi per LH di Kabupaten Pidie Jaya Grafik 71 Pencapaian Beberapa Indikator Pelayanan Anak di Kabupaten Pidie Jaya, Grafik 72 Persentase Balita Ditimbang dan Bawah Garis Merah di Kabupaten Pidie Jaya Berdasarkan Puskesmas, Grafik 73 Fungsionalitas Proyek Kabupaten Pidie Jaya Grafik 74 Fungsionalitas Proyek Berdasarkan Sektor Kabupaten Pidie Jaya Grafik 75 Tingkat Manfaat Proyek Kabupaten Pidie Jaya...79 Grafik 76 Disparitas Manfaat Diharapkan dengan Manfaat yang Dirasakan Kabupaten Pidie Jaya...80 Grafik 77 Disparitas Manfaat Diharapkan dengan Manfaat yang Dirasakan Kabupaten Pidie Jaya...80 Grafik 78 Tingkat Manfaat Berdasarkan Skala Proyek Kabupaten Pidie Jaya...81 DAFTAR FOTO Cover (Sumber: Pendahuluan (Sumber: 12 Bab II (Sumber: 21 Bab III (Sumber: Bab IV (Sumber: 75 Bab V(Sumber: DAFTAR TABEL Tabel 1 Perbandingan Utama antara Qanun No. 2/2008 dengan Qanun No. 2/ Tabel 2 Beberapa Perbandingan Qanun No. 2/2008 dengan Qanun No. 2/ Tabel 3 Kebutuhan Dana Pengembangan Rumah Sakit Umum Meureudu, Tabel 4 Beberapa Indikator P2M di Pidie Jaya, dan Pencapaian Aceh, Tabel 5 Kerangka Sample Tabel 6 Pertanyaan Penelitian dan Indikator Kunci DAFTAR SINGKATAN AKB Angka Kematian Bayi AKI Angka Kematian Ibu 10 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program

15 APBA Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh APBK Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten/Kota API Annual Parasite Incidence APK Angka Partisipasi Kasar DAU Dana Alokasi Umum IKK Indeks Kemahalan Konstruksi IPA Ilmu Pengetahuan Alam IPM Indeks Pembangunan Manusia KPA Kuasa Pengguna Anggaran Lab. Laboratorium LH Lahir Hidup MA Madrasah Aliyah MCK Mandi, Cuci, Kakus MDG s Millenium Development Goals MI Madrasah Ibtidaiyah MNS Modal Non Sekolah MSI Modal Sekolah Infrastuktur MSP Modal Sekolah Pembelajaran MTs Madrasah Tsanawiyah Musrenbang Musyawarah Perencanaan Pembangunan OS Operasional Sekolah Otsus Otonomi Khusus PA Pengguna Anggaran PMK Peraturan Menteri Keuangan PPTK Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan RKB Ruang Kelas Baru RKPA Rencana Kerja Pemerintah Aceh RKPK Rencana Kerja Pemerintah Kabupaten/Kota Rombel Rombongan Belajar RPJM Rencana Pembangunan Jangka Menengah RPJP Rencana Pembangunan Jangka Panjang RSU Rumah Sakit Umum SD Sekolah Dasar SKPA Satuan Kerja Perangkat Aceh SKPK Satuan Kerja Perangkat Kabupaten/Kota SMA Sekolah Menengah Atas SMK Sekolah Menengah Kejuruan STAI Sekolah Tinggi Agama Islam TAPA Tim Anggaran Pemerintah Aceh UASBN Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional UN Ujian Nasional UPT Unit Pelaksana Teknis USB Unit Sekolah Baru OTONOMI KHUSUS Pidie Jaya

16 PENDAHULUAN

17 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Tujuan Studi Sejak mulai berlaku tahun 2008 sampai dengan tahun 2012, dana Otonomi Khusus (Otsus) telah menjadi sumber penerimaan penting bagi Aceh. Secara keseluruhan, dalam kurun waktu tersebut Aceh telah menerima alokasi dana Otsus sebesar Rp 21,15 triliun dengan rata-rata peningkatan penerimaan setiap tahun sebesar 11,42 persen. 1 Selama 20 tahun jangka waktu berlakunya, Aceh diperkirakan akan menerima sebesar Rp 100 triliun dari dana Otsus. 2 Dalam 15 tahun pertama, Aceh menerima dana Otsus sebesar dua persen dari pagu Dana Alokasi Umum (DAU) Nasional. Sementara dalam lima tahun terakhir, sebesar satu persen dari DAU Nasional. Grafik 1. Proyeksi penerimaan dana Otsus Proyeksi Nominal (termasuk Otsus) Rp Triliun Harga Konstan 2007 (tanpa Otsus) Nominal (tanpa Otsus) Harga Konstan 2007 (termasuk Otsus) 5 I I I I I I I I I I I I I I I I I I Sumber data: PECAPP, diolah dari data Pemerintah Aceh, 2013 Secara keseluruhan, infrastruktur memiliki alokasi tertinggi dibandingkan dengan bidang lainnya. 3 Secara riil, pada tahun 2012, tercatat Rp. 1,40 triliun alokasi untuk infratruktur, meningkat 11,3 persen dari tahun Rata-rata setiap tahun bidang ini memperoleh alokasi sebesar 39 persen, dimana alokasi terbesar diperoleh pada tahun 2008 yang mencapai 53 persen pada saat dana Otsus mulai dikucurkan. Sementara itu, dalam kurun waktu tersebut, bidang sosial dan keistimewaan rata-rata memperoleh alokasi terendah. Bidang ini rata-rata setiap tahunnya selama lima tahun terakhir hanya mendapatkan alokasi sebesar empat persen. 1 PECAPP (diolah dari data Pemerintah Aceh), Bank Dunia, Universitas Syiah Kuala dan Universitas Malikussaleh, Kajian Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Otonomi Khusus Aceh, Infrastruktur yang dimaksud di sini terutama terkait dengan infrastruktur pekerjaan umum, ditambah dengan beberapa prasarana lainnya seperti prasaranaprasarana perhubungan, air minum dan sanitasi, serta energi. OTONOMI KHUSUS Pidie Jaya

18 Grafik 2. Alokasi dana Otsus Aceh per bidang tahun Sumber data: PECAPP, diolah dari data Pemerintah Aceh, 2013 Kabupaten memiliki peran dan tanggungjawab yang lebih besar dalam pengelolaan dana Otsus. Sejalan dengan diberlakukannya Qanun Nomor 2 Tahun 2013, alokasi dana Otsus akan ditransfer dan dikelola langsung oleh kabupaten/kota. 4 Secara rata-rata pada tahun 2012, setiap kabupaten /kota di Aceh menerima Rp. 117,67 milliar dari dana Otsus, meningkat sebesar 17,2 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Dana Otsus juga merupakan salah satu sumber penerimaan terbesar bagi pemerintah kabupaten/kota di masa mendatang, tercatat sebesar 24 persen dari keseluruhan sumber penerimaan. Grafik 3. Proporsi dan Otsus dari keseluruhan sumber penerimaan tahun Sumber data: PECAPP, diolah dari data Pemerintah Aceh, Qanun nomor 2 tahun 2013 tentang Perubahan Atas Qanun nomor 2 tahun 2008 Tentang Tata Cara Pengalokasian Tambahan Dana Minyak dan Gas Bumi Penggunaan Dana Otonomi Khusus. 14 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program

19 Pidie Jaya merupakan salah satu kabupaten terbaru di Aceh yang memiliki kepadatan penduduk relatif tinggi. Pidie Jaya merupakan kabupaten pecahan Kabupaten Pidie, yang didirikan pada tahun Kepadatan penduduk Pidie Jaya tahun 2011 terhitung 143 jiwa/km2, jauh di atas kepadatan penduduk Aceh yang hanya 81 jiwa/km2. Sementara jumlah penduduk perempuannya sebanyak jiwa, melampaui jumlah penduduk laki-laki yang mencapai jiwa. Adapun angkatan kerja rentang usia tahun berjumlah jiwa dengan rincian usia angkatan kerja laki-laki sebanyak orang dan perempuan sebanyak orang. Pertanian merupakan sektor utama yang mendorong perekonomian di Pidie Jaya. Hal ini terlihat dari kontribusi sektor ini terhadap PDRB Pidie Jaya yang mencapai 58,06 persen. Sementara sektor-sektor lain yang berkontribusi cukup berarti terhadap PDRB kabupaten ini adalah sektor jasa sebesar 13,23 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran 10,50 persen, sektor pengangkutan 6,31 persen, dan konstruksi sebesar 5,77%. Grafik 4. Struktur PDRB Pidie Jaya 2012 (Atas Dasar Harga Berlaku) Sumber data: PECAPP, diolah dari data Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya, 2013 Seperti halnya Aceh, tambahan dana Otsus secara signifikan telah menambah kapasitas penerimaan Pidie Jaya. Pada tahun 2012, setelah DAU, dana Otsus tercatat sebagai sumber penerimaan terbesar kedua bagi Pidie Jaya. Meski berada di bawah rata-rata Aceh sebesar 17,85 persen, namun kontribusi dana ini terhadap APBK sebesar 16,68 persen, atau 11 kali lebih besar dari PAD kabupaten ini. Besaran kontribusi ini memperlihatkan relatif tingginya tingkat ketergantungan terhadap dana Otsus yang terbatas jangka waktunya sebagai sumber pembangunan. 5 Dasar hukum pembentukannya adalah Undang-undang No. 7 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Pidie Jaya di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. OTONOMI KHUSUS Pidie Jaya

20 Grafik 5. Kontribusi Dana Otsus terhadap APBK di Aceh Sumber data: PECAPP, diolah dari data Pemerintah Aceh, 2013 Penerimaan alokasi dana Otsus secara nominal Kabupaten Pidie Jaya terus meningkat, searah dengan meningkatnya DAU nasional. Peningkatan DAU secara nasional terhitung sebesar 7,57 persen dalam kurun lima tahun terakhir Sedangkan Otsus Pidie Jaya secara nominal dalam dua tahun pertama, mendapat alokasi dengan jumlah yang sama sebesar Rp. 55 milyar. Baru pada tiga tahun berikutnya mengalami kenaikan menjadi Rp. 71 milyar. Dalam lima tahun pertama penggunaan dana ini, secara rata-rata pertumbuhan alokasi dana Otsus di Pidie Jaya sebesar 11,56 persen di mana kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 2010 sebesar 28,04 persen atau mengalami kenaikan senilai Rp. 16 milyar dibanding alokasi tahun sebelumnya. Secara riil alokasi dana Otsus Pidie Jaya juga menunjukkan tren meningkat. Pada tahun 2008 alokasi riil dana Otsus Pidie Jaya tercatat sebesar Rp. 60 milyar dan meningkat pada tahun 2012 menjadi Rp. 75 milyar. Grafik 6. Alokasi dana Otsus Pidie Jaya Sumber data: PECAPP, diolah dari data Pemerintah Aceh, Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program

21 Meskipun secara nominal alokasi dana Otsus Pidie Jaya terus meningkat, tetapi alokasi per kapita dana Otsus untuk kabupaten ini masih berada di bawah rata-rata kabupaten/kota di Aceh. Hal ini dapat dilihat dari alokasi per kapita dana Otsus untuk tahun 2012 yang tercatat sebesar Rp. 0,60 juta perkapita, sedangkan rata-rata kabupaten/kota adalah Rp. 0,81 juta per kapita. Namun demikian, alokasi ini lebih baik bila dibandingkan dengan yang diperoleh Pidie sebagai kabupaten induk yang memperoleh alokasi per kapita sebesar Rp. 0,38 juta Grafik 7. Dana Otsus per kapita kabupaten/kota di Aceh tahun 2012 Sumber data: PECAPP, diolah dari data Pemerintah Aceh, 2013 Infrastruktur merupakan bidang pembangunan yang mendapat alokasi terbesar dari dana Otsus di Pidie Jaya. Sama dengan tingkat provinsi, secara keseluruhan alokasi dana otsus digunakan untuk bidang infrastruktur dan pemberdayaan ekonomi. 6 Secara akumulatif sejak tahun , bidang infrastruktur mendapatkan 41 persen dari total penerimaan dana Otsus yang diterima Pidie Jaya. Bidang pemberdayaan ekonomi dan pengentasan kemiskinan memperoleh alokasi terbesar kedua sebesar 36 persen, dan bidang sosial tercatat sebagai penerima alokasi terkecil sebesar 0,36 persen. 6 Seperti yang disebutkan dalam Pasal 183 (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, dana Otsus diutamakan untuk membiayai pembangunan dan pemeliharaan di bidang infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial, dan kesehatan. OTONOMI KHUSUS Pidie Jaya

22 Grafik 8. Alokasi Dana Otsus Pidie Jaya berdasarkan bidang Sumber data: PECAPP, diolah dari data Pemerintah Aceh, 2013 Secara keseluruhan, bidang pemberdayaan ekonomi dan pengentasan kemiskinan serta infrastruktur mendominasi total perolehan alokasi riil dana Otsus. Kedua bidang ini mendapatkan alokasi mencapai 77 persen. Total alokasi kedua bidang tersebut jauh melampaui bidang kesehatan, pendidikan, dan sosial. Meski begitu, alokasi bidang infrastrukur dan pemberdayaan ekonomi dan pengentasan kemiskinan sangat berfluktuasi. Misalnya saja di bidang infrastruktur, setelah mendapat alokasi sebesar Rp. 34 milyar pada tahun 2009, mengalami penurunan pada tahun 2010 menjadi Rp. 16 milyar atau menurun sebesar 52,52 persen. Berbanding terbalik dengan alokasi sektor pemberdayaan ekonomi dan pengentasan kemiskinan. Bidang ini mendapat alokasi sebanyak Rp. 8,33 milyar pada tahun 2009, dan mengalami peningkatan yang sangat berarti hingga 318 persen atau Rp. 34,85 milyar pada tahun Grafik 9 Tren alokasi dana Otsus Pidie Jaya berdasarkan bidang (riil, 2010=100) Sumber data: PECAPP, diolah dari data Pemerintah Aceh, Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program

23 Kemiskinan masih menjadi salah satu tantangan pembangunan terbesar di Pidie Jaya. Meski menunjukkan tren menurun, namun tingkat kemiskinan Pidie Jaya masih berada di atas rata-rata kabupaten/kota di Aceh. Pada tahun 2012 tingkat kemiskinan di kabupaten ini tercatat 24,35 persen menurun jika dibandingkan tahun 2007 sebesar 35 persen. Akan tetapi tingkat kemiskinan ini masih lebih tinggi dari rata-rata Aceh tahun 2012 yakni 18,58 persen. Sementara pertumbuhan ekonomi Pidie Jaya terlihat berfluktuasi dalam kurun waktu Setelah mencatat pertumbuhan tertinggi pada tahun 2010, pertumbuhannya kembali menurun pada tahun 2011 dan 2012 di mana secara berturut-turut pertumbuhannya adalah 4,61 persen dan 5,01 persen. Grafik 10. Tingkat kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi Pidie Jaya tahun Sumber data: PECAPP, diolah dari data Pemerintah Aceh, 2013 Setelah enam tahun waktu pelaksanaannya dan mempertimbangkan masih besarnya tantangan di bidang pembangunan, diperlukan suatu kajian mengenai pemanfaatan dan pengelolaan dana Otsus ini di Kabupaten Pidie Jaya. Kajian ini sangat dibutuhkan untuk mengetahui bagaimana pemanfaatan dan pengelolaan dana ini selama ini dan sejauh mana dana ini telah digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang membawa dampak yang lebih luas bagi masyarakat dan daerah. Tujuan utama kajian ini adalah untuk mengidentifikasi dan memahami persoalan dan tantangan pengelolaan Dana Otsus di Pidie Jaya. Secara lebih khusus, kajian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai pemanfaatan dan pengelolaan dana Otsus dan efektifitas proyek-proyek yang dibiayai melalui dana tersebut, terutama terhadap bidang-bidang yang terkait langsung dengan aspek pelayanan publik dan besaran dana yang sudah dialokasikan terhadap bidang-bidang tersebut. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka kajian ini menetapkan tiga bidang pilihan, yakni infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Kajian ini juga akan melihat sejauh mana implikasi dari pemberlakuan Qanun No. 2 Tahun 2013 terhadap penggunaan dan pengelolaan dana Otsus di masa mendatang. Hasil analisis diharapkan akan bermanfaat untuk memperbaiki penggunaan dan pemanfaatan dana ini sehingga dapat memenuhi tujuan utamanya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. OTONOMI KHUSUS Pidie Jaya

24 1.2 Metodologi Secara keseluruhan, kajian ini menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif dengan menggunakan data sekunder dan primer. Pengumpulan data sekunder dilakukan lewat analisis dan tinjauan dokumen. Analisis dan tinjauan dokumen ini dilakukan terhadap peraturan dan perundang-undangan serta laporanlaporan dan data resmi pemerintah, seperti dari dinas-dinas terkait dan Biro Pusat Statistik (BPS). Analisis ini diperlukan untuk mengetahui landasan yuridis pengggunaan dana Otsus, penerimaan, belanja dan mekanisme pengelolaan dana otsus daerah, dan capaian-capaian pembangunan. Data primer diperoleh melalui Focus Group Discussion (FGD) dan serangkaian wawancara. FGD dilakukan dengan melibatkan para pemangku kepentingan, terutama pimpinan pada dinas-dinas yang terkait dengan pengelolaan dan penggunaan dana Otsus. FGD ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penggunaan dan pengelolaan dana Otsus yang berlangsung di lapangan. FGD merupakan metode pengumpulan data yang memiliki keunggulan dalam hal tingkat kedalaman penggalian informasi. Lewat FGD, dapat diketahui secara lebih rinci dan menyeluruh pandangan, alasan, motivasi, dan argumentasi seseorang atau suatu kelompok terkait hal-hal yang menjadi obyek bahasan. Pengkajian terhadap tata kelola dana Otsus dilakukan dengan meninjau aspek-aspek perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan anggaran, serta pengawasan dan evaluasi dari dana ini. Tata kelola ini diarahkan terutama untuk membahas pokok-pokok pikiran, efektifitas dan implikasi dari perubahan Qanun No. 2/2013 yang akan berlaku mulai tahun Sebuah survei secara khusus dilakukan dalam kajian ini untuk mengukur tingkat efektifitas proyekproyek yang dibiayai dana Otsus. Tingkat efektifitas dilihat dari aspek fungsionalitas dan manfaat proyek. Wawancara dengan para penerima manfaat proyek dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK)/ pejabat teknis proyek merupakan instrumen yang digunakan dalam kegiatan survei ini. 1.3 Sistematika Laporan Laporan kajian ini terdiri dari lima bab. Bab I memuat latar belakang dan pendekatan yang digunakan dalam kajian. Bab II menguraikan tata kelola dana Otsus yang telah berlangsung selama pemberlakuan Qanun No. 2/2008 dan implikasi penetapan Qanun No. 2/2013 terhadap pengelolaan dana Otsus. Bab III membahas mengenai alokasi dan pemanfaatan dana Otsus untuk tiga sektor utama, yaitu pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur pekerjaan umum. Bab IV mengulas hasil survei proyek/kegiatan yang dibiayai oleh dana Otsus. Bab V merekapitulasi seluruh kesimpulan dan rekomendasi yang dimuat dalam Bab II sampai Bab IV. 20 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program

25 BAB II

26 TATA KELOLA DANA OTONOMI KHUSUS Bagian ini menguraikan tata kelola dana Otonomi Khusus (Otsus) di Aceh yang mengacu pada Qanun Nomor 2 Tahun 2008 dan Qanun Perubahan Nomor 2 Tahun 2013 dan aturan pendukungnya yakni Peraturan Gubernur (Pergub) nomor 79 tahun Bagian ini juga membahas implementasi pengelolaan dana Otsus berdasarkan Qanun yang lama tersebut serta implikasi setelah diterbitkannya Qanun dan Pergub yang baru. Pembahasan tata kelola dana Otsus tersebut meliputi aspek-aspek perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan anggaran, serta pengawasan dan evaluasi. 2.1 Perencanaan dan Penganggaran Provinsi memperoleh alokasi dana Otsus yang lebih besar dibandingkan kabupaten/kota di Aceh. Sebelumnya, berdasarkan Qanun No. 2/2008 yang mengatur tata kelola dana Otsus, alokasi untuk pemerintah kabupaten/ kota mendapat alokasi lebih besar yaitu sebesar 60 persen, sebaliknya pemerintah provinsi sebesar 40 persen. 7 Namun dengan terbitnya revisi qanun tersebut menjadi Qanun No. 2/2013, besaran alokasi yang diterima pemerintah provinsi sebesar 60 persen, sedangkan pemerintah kabupaten/kota sebesar 40 persen. Qanun yang baru ini juga membuat ketentuan baru bahwa maksimum satu persen dari 60 persen Dana Otsus yang dialokasikan untuk provinsi harus dialokasikan untuk pembangunan ibu kota Provinsi Aceh. Pagu alokasi dana Otus Aceh ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang dibuat berdasarkan persentase dari Dana Alokasi Umum (DAU) Nasional. Seluruh alokasi dana Otsus tersebut kemudian diterima Pemerintah Aceh melalui Kas Umum Aceh dan pengelolaannya diadministrasikan pada Pemerintah Aceh. Qanun No. 2/2008 yang menjadi acuan pengelolaan dana Otsus Aceh selama menyebutkan besarnya penerimaan dana Otsus Aceh selama jangka waktu 20 tahun terbagi dalam dua periode. Untuk 15 tahun pertama, Pemerintah Aceh menerima dua persen dari DAU Nasional. Sementara untuk lima tahun terakhir, Pemerintah Aceh menerima satu persen dari DAU Nasional. Namun, alokasi dana Otsus untuk provinsi dan kabupaten/kota belum pernah mengacu pada pagu definitif yang ditetapkan melalui PMK. Seharusnya alokasi dana tersebut dibuat berdasarkan pagu definitif. Tetapi dalam praktiknya, sejak tahun pertama pelaksanaannya, alokasi dana tersebut dibuat berdasarkan pagu indikatif yang ditetapkan melalui Peraturan Gubernur Aceh (Pergub) yang jumlahnya lebih kecil dibandingkan pagu definitif. Hal krusial dari selisih pagu ini adalah perlakuan terhadap selisih yang menjadi hak kabupaten/kota. Setidaknya hingga 2012, selisih tersebut menjadi penerimaan provinsi karena penganggarannya dimasukkan ke dalam APBA. Waktu penerbitan PMK mejadi faktor kunci yang menyebabkan Pemerintah Aceh kesulitan menggunakan pagu definitif untuk menetapkan alokasi Dana Otsus setiap tahunnya. Sejauh ini PMK terbit di akhir tahun menjelang pengesahan anggaran provinsi tahun berikutnya. Sementara Pemerintah Aceh menetapkan pagu dana Otsus untuk tahun berikutnya di awal tahun. Situasi ini pada gilirannya menyebabkan Pemerintah Aceh menetapkan pagu berdasarkan jumlah transfer dana pusat tahun sebelumnya yang selalu lebih rendah dari pagu yang ditetapkan PMK. Selama , selisih pagu definitif dengan total pagu indikatif secara akumulatif mencapai angka Rp 2,01 triliun. 8 7 Ibid,. 8 BPK RI Perwakilan Aceh, Dokumen Hasil Audit terhadap Dana Otonomi Khusus Aceh Tahun , Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program

27 Pemerintah Aceh, melalui Pergub No. 79/2013, telah melakukan perbaikan mengenai selisih pagu definitif dan pagu indikatif ini. 9 Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa selisih yang muncul akan diformulasikan dan dialokasikan kembali pada tahun anggaran berikutnya. Meski kini Pemerintah Aceh telah mengembalikan sepenuhnya selisih dana Otsus tersebut kepada pemerintah kabupaten/kota, namun peraturan tersebut tidak mengatur mengenai perlakuan atas selisih dana yang muncul sebelum peraturan ini diterbitkan. 10 Pergub ini juga mengatur mengenai perlakuan atas Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) Dana Otsus yang tidak habis terpakai pada tahun anggaran berjalan. Sebelum regulasi ini terbit, sisa pagu provinsi dan kabupaten/kota dari tahun tercatat sebesar Rp. 3,15 triliun. Pidie Jaya secara akumulatif memilki sisa dana yang tidak terealisasi sebesar Rp. 8,60 miliar. 11 Dengan regulasi ini, baik pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota bisa menganggarkan SiLPA tersebut untuk melanjutkan kegiatan yang belum selesai ataupun kegiatan lainnya yang diatur dalam Qanun No.2/2013. Sama halnya dengan selisih pagu definitif dan pagu indikatif, Pergub ini juga tidak mengatur bagaimana perlakuan atas dana yang tidak terealisasi sebelum Pergub ini berlaku. Bagi kabupaten/kota, seperti Pidie Jaya yang masih memiliki tingka kemiskinan yang tinggi, sisa dana tersebut dapat digunakan, misalnya, untuk programprogram pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin. Model penggunaan alokasi dana Otsus kini mengalami perubahan yang cukup signifikan. Jika pada qanun terdahulu mengatur pengalokasian anggaran untuk kabupaten/kota diberikan dalam bentuk pagu (tidak tunai), maka Qanun No. 2/2013 menetapkan alokasi untuk kabupaten/kota ditransfer kepada masing-masing kabupaten/kota. Penyaluran dilaksanakan secara bertahap. Tahap I disalurkan pada bulan April sebesar 30 persen dari alokasi. Tahap II disalurkan pada bulan Agustus sebesar 45 persen dari alokasi, selambatlambatnya 15 hari kerja setelah Laporan Realisasi Penyerapan Dana Otsus tahap I diterima Dinas Keuangan Aceh. Tahap III disalurkan pada bulan November sebesar 25 persen dari alokasi, selambat-lambatnya 15 hari kerja setelah Laporan Realisasi Penyerapan Dana Otsus tahap II diterima Dinas Keuangan Aceh. Besaran alokasi Dana Otsus untuk setiap kabupaten/kota di Aceh ditetapkan melalui sebuah formula. Hal ini berbeda dengan alokasi provinsi, yang langsung menerima 60 persen dari total pagu indikatif yang telah ditetapkan setiap tahunnya. Menurut qanun yang mengatur tata kelola dana Otsus, pagu yang diterima setiap kabupaten/kota ditetapkan berdasarkan formula yang menggunakan Alokasi Dasar sebesar 30 persen dan Alokasi Formula sebesar 70 persen. Alokasi Formula ini memiliki sejumlah indikator dengan bobot yang berbeda-beda. Bobot setiap indikator yang digunakan dalam adalah sebagai berikut: jumlah penduduk memiliki bobot sebesar 30 persen, luas area 30 persen, Indeks Pembangungan Manusia (IPM) 30 persen, dan Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) 10 persen. 12 Namun demikian, formula saat sekarang ini ternyata belum mampu memperbaiki ketimpangan sumber daya fiskal antar kabupaten/kota di Aceh. Hasil penelitian Bank Dunia tahun 2011 menyatakan bahwa alokasi otsus perkapita menunjukan tingkat pemerataan yang serupa dengan pemerataan alokasi DAU secara nasional dan tidak mempengaruhi sumber daya fiskal antar kabupaten/kota di Aceh Pergub No. 79/2013 yang merupakan petunjuk teknis atau penjabaran lebih lanjut dari Qanun No. 2/ Lihat Peraturan Gubernur No. 79/2013 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Tambahan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi dan Dana Otonomi Khusus, Bagian Keempat, Pasal BPK RI Perwakilan Aceh, Op.Cit,. 12 Lihat lampiran1 untuk formula yang lebih rinci mengenai alokasi dana otonomi khusus bagi kabupaten/kota. 13 Bank Dunia, Universitas Syiah Kuala dan Universitas Malikussaleh, Op.Cit OTONOMI KHUSUS Pidie Jaya

28 Tabel 1 Perbandingan utama antara Qanun No. 2/2008 dengan Qanun No. 2/2013 terkait pendanaan dana Otsus Pendanaan Qanun No.2/2008 Qanun No.2/2013 Sumber Pasal 11 (alokasi Pemerintah Aceh dan kabupaten/ kota) Pasal 11 (alokasi untuk pembangunan Ibu Kota Provinsi Aceh) - Dua persen Setara DAU Nasional ( ) - Satu persen Setara DAU ( ) - Alokasi Pemerintah Aceh sebesar 40 persen - Alokasi kabupaten/kota sebesar 60 persen Belum diatur Tidak mengalami perubahan - Alokasi Pemerintah Aceh sebesar 60 persen - Alokasi kabupaten/kota sebesar 40 persen - Maksimal satu persen dari 60 persen atau - total alokasi Pemerintah Aceh Pasal 11A (penggunaan Dana Otsus) Berdasarkan pagu yang ditetapkan oleh Gubernur Ditransfer oleh Pemerintah Aceh ke Kabupaten Kota dalam tiga tahap: - Tahap I disalurkan sebesar 30% pada bulan Aprildari alokasi setelah APBA disahkan - Tahap II disalurkan sebesar 45% pada bulan Agustus dari alokasi, paling lambat 15 hari kerja setelah laporan realiasasi Dana Otsus tahap I diterima oleh Dinas Keuangan Aceh. - Tahap III disalurkan sebesar 25% pada bulan November dari alokasi, paling lambat 15 hari kerja setelah laporan realiasasi Dana Otsus tahap II diterima oleh Dinas Keuangan Aceh. Sumber: Pecapp, diolah dari Qanun Nomor 2 Tahun 2008 dan Qanun Nomor 2 Tahun 2013 Ketiadaan rencana induk (master plan), kriteria teknis, dan data yang kurang handal merupakan hambatanhambatan utama lainnya dalam penggunaan Dana Otsus. Ditambah dengan faktor keterbatasan kapasitas pemerintah, termasuk anggota legislatif, sering sekali menjadi kendala dalam menentukan prioritas pembangunan. Sementara itu beberapa dokumen perencanaan, seperti Rencana Kerja Jangka Panjang (RPJP), Rencana Kerja Jangka Menengah (RPJM), dan berbagai perencanaan lainnya di berbagai tingkat pemerintahan, belum terintegrasi secara terpadu dan menyeluruh. Di Pidie Jaya, misalnya, perencanaan program dan kegiatan bersumber Dana Otsus di sektor infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan, belum sepenuhnya merujuk kepada dokumen-dokumen perencanaan tersebut. 14 Setiap usulan program dan kegiatan yang diusulkan menggunakan dana Otsus dari Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota dibahas bersama dengan Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) dan Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Otsus di tingkat provinsi. 15 Pada qanun lama, pengkajian dan penyetujuan usulan program/kegiatan disebutkan akan dilakukan oleh Pemerintah Aceh dibantu oleh Tim Koordinasi Tambahan Dana Bagi Hasil 14 Hasil FGD dengan perwakilan dari ketiga dinas sektoral tersebut, diketahui meskipun berbagai dokumen perencanaan strategis telah tersedia, namun program dan kegiatan pemerintah masih disusun secara konvensional, dan belum sepenuhnya berdasarkan data dan analisis. 15 Hal ini diatur dalam Pasal 14 (2) Pergub No. 79/2013 yang merupakan petunjuk teknis atau penjabaran lebih lanjut dari dari Pasal 12 (7) Qanun No. 2/2013. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa Pemerintah Aceh mengkaji dan menyetujui usulan program dan kegiatan yang disampaikan oleh pemerintah kabupaten/ kota dalam Musrenbang Otsus. Namun terminologi yang digunakan kurang konsisten antara pasal-pasal yang terdapat dalam pergub dan qanun tersebut. Dalam pergub, persetujuan atas usulan program dan kegiatan disepakati bersama, sedangkan di dalam qanun disebutkan Pemerintah Aceh mengkaji dan menyetujui usulan program dan kegiatan dari pemerintah kabupaten/kota. 24 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program

29 Minyak dan Gas Bumi dan Otonomi Khusus (Tim Koordinasi TBDH) dan tidak melalui Musrenbang Otsus. Khusus bagi pemerintah kabupaten/kota usulan tersebut sebelumnya wajib dibahas dalam Musrenbang Otsus di tingkat kabupaten/kota. Pada tahapan berikutnya usulan tersebut disampaikan kepada Bappeda Aceh sebelum dibahas bersama dalam Musrenbang Otsus di tingkat provinsi. Namun mekanisme Musrenbang Otsus ini seperti yang diatur dalam qanun dan pergub tersebut mengabaikan keberadaan Tim Koordnasi TBDH. Tim yang dibentuk sejak tahun 2008 ini, antara lain, bertugas untuk: memberikan saran dan pertimbangan kepada Gubernur tentang pengalokasian dan penggunaan tambahan dana dari migas dan Otsus, menyusun kriteria dan persyaratan seleksi program dan kegiatan yang layak didanai; dan menilai kesesuaian program dan kegiatan yang diusulkan oleh kabupaten/kota dengan kriteria dan persyaratan seleksi. Hingga kini, belum ada satu pun regulasi yang menganulir keberadaan tim ini. 16 Pemerintah kabupaten/kota tidak dapat melakukan perubahan secara sepihak atas program dan kegiatan telah ditetapkan dalam Musrenbang Otsus, dalam pelaksanaannya tidak dapat dilakukan perubahan secara sepihak. 17 Meski mekanisme transfer sudah diberlakukan, tidak serta merta pemerintah kabupaten/ kota bisa melakukan perubahan program dan kegiatan yang bersumber dari dana Otsus. Bagaimanapun juga Pemerintah Aceh masih memiliki kewenangan untuk mengevaluasi Rancangan Qanun Anggaran dan Pendapatan Belanja Kabupaten/Kota (APBK). Evaluasi di sini untuk memastikan seluruh program dan kegiatan yang diusulkan telah dimasukan dana rancangan qanun APBK. 18 Pemerintah Aceh menyiapkan stimulan bagi pemerintah kabupaten/kota agar serius menjalankan program dan kegiatan yang sudah direncanakan. Stimulan tersebut diberikan kepada pemerintah kabupaten/kota yang berprestasi melaksanakan program dan kegiatan akan diberikan penghargaan dalam bentuk bantuan keuangan dan surat penghargaan. Sebaliknya, Pemerintah Aceh akan memberikan sanksi yang berupa penundaan pencairan Dana Otsus bagi pemerintah kabupaten/kota yang tidak melaksanaan program dan kegiatan sesuai ketentuan. 19 Berbagai indikator penilaian untuk menentukan pemberian penghargaan dan sanksi akan ditetapkan oleh Gubernur Aceh berdasarkan usulan dari TAPA. 16 Surat Keputusan Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam nomor 903/212/2008 tentang Pengangkatan Personalia Tim Koordnasi Tambahan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi dan Otonomi Khusus Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam 17 Pasal 12 (10), Qanun No. 2/ Pasal 16B (1), Qanun No. 2/ Hal ini diatur dalam Pasal 36 dan 37 No. 79/2013 yang merupakan petunjuk teknis atau penjabaran lebih lanjut dari dari Pasal 17A Qanun No. 2/2013. OTONOMI KHUSUS Pidie Jaya

30 Tabel 2 Beberapa perbandingan Qanun No. 2/2008 dengan Qanun No. 2/2013 terkait perencanaan dana Otsus Perencanaan Qanun No.2/2008 Qanun No.2/2013 Realisasi Anggaran Penyusunan Program Usulan Program/Kegiatan Kriteria dan Persyaratan Program/Kegiatan Belum diatur Mengacu kepada: - RPJP Aceh Aceh - RPJP Kabupaten/ Kota - RKPA - RKPK Sesuai kriteria dan persyaratan setelah disepakati bersama dengan DPRK Ditetapkan oleh Gubernur Aceh - Mendapatkan penghargaan bila realisasi sesuai pagu - Mendapatkan sanksi jika realisasi tidak sesuai pagu Berpedoman kepada: - RPJP Aceh Aceh - RPJP Kabupaten/Kota Mengacu kepada: - RKPA - RKPK - Sesuai kriteria dan persyaratan dan dibahas dalam Musrenbang Otsus Kab/Kota - Hasil Musrenbang Otsus kabupaten/kota kemudian diusulkan kepada Pemerintah Aceh melalui Musrenbang Otsus provinsi Ditetapkan oleh Gubernur Aceh Sumber: Pecapp, diolah dari Qanun Nomor 2 Tahun 2008 dan Qanun Nomor 2 Tahun 2013 Meski regulasi baru telah diterbitkan, namun masih terdapat beberapa catatan atas regulasi yang mengatur penggunaan Dana Otsus tersebut Menurut Qanun ini usulan penyusunan program dan kegiatan berpedoman kepada RPJP Aceh dan RPJP Kabupaten/Kota dan mengacu kepada RPJM Aceh dan RPJM Kabupaten/Kota. Sedangkan dalam penyusunan program dan kegiatan tersebut harus sesuai dengan kriteria dan persyaratan yang dikeluarkan setiap tahunnya oleh Pemerintah Aceh melalui peraturan gubernur. 20 Menyangkut hal terakhir ini, berdasarkan Pergub No. 79/2013 tidak disebutkan secara jelas kriteria yang harus dirujuk oleh pemerintah kabupaten/kota dalam menyusun program dan kegiatan yang akan diusulkan. 2.2 Pelaksanaan Anggaran, Pengawasan dan Evaluasi Pada Tahun Anggaran 2008 dan 2009, pelaksanaan anggaran Dana Otsus, baik yang berasal dari alokasi provinsi maupun alokasi kabupaten/kota, sepenuhnya berada pada SKPA. Pada tahun-tahun anggaran tersebut pengguna anggaran (PA) dan pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) berada pada tingkat provinsi atau SKPA. Dengan demikian, kewenangan pelaksanaan kegiatan, mulai dari pengadaan barang dan jasa, pengawasan pekerjaan, dan persetujuan pembayaran berada pada SKPA. Sementara kabupaten/kota hanya berperan mengusulkan kegiatan saja. Pemusatan beban kerja yang begitu besar pada SKPA di tahun-tahun awal pelaksanaan dana Otsus ini memberikan kontribusi terhadap rendahnya tingkat penyelesaian proyek secara keseluruhan pada saat itu Lihat Qanun No. 2/2013, Pasal Bank Dunia, Universitas Syiah Kuala dan Universitas Malikussaleh, Op.Cit, Hal Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program

31 Kewenangan pemerintah kabupaten/kota dalam penggunaan anggaran mengalami perubahan yang berarti sejak Tahun Anggaran KPA dan PPTK diserahkan kepada Satuan Kerja Perangkat Kabupaten/ Kota (SKPK). Dengan kewenangan ini Peralihan kewenangan ini mengakibatnya beralihnya sebagaian besar kewenangan SKPA, yang meliputi pengadaan barang dan jasa, pengawasan pekerjaan, dan menentukan apakah sebuah pekerjaan sudah bisa dibayar. Sementara SKPA masih memiliki kewenangan dalam menyetujui pemilihan kegiatan, mengesahkan pemenang pekerjaan, serta melakukan pembayaran dan pemeriksaan setelah proyek selesai. Berkurangnya beban kerja SKPA dalam pelaksanaan anggaran ini membuat tingkat penyelesaian proyek mengalami perbaikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. 22 Penerapan mekanisme transfer dana Otsus menjadikan kabupaten/kota bertanggungjawab penuh atas pengelolaan dana tersebut. Mekanisme ini memangkas tanggungjawab kabupaten/kota terhadap provinsi. Bupati/walikota sebagai PA dapat melimpahkan kewenangannya kepada SKPK sebagai PA untuk melaksanakan program dan kegiatan yang bersumber dari dana Otsus. 23 Dengan kata lain, SKPK bertanggungjawab kepada bupati/walikota masing-masing, dan tidak lagi kepada SKPA PENGAWASAN DAN EVALUASI Pengawasan terhadap tata kelola dana Otsus menurut ketentuan qanun yang baru dilakukan oleh pada tingkatan masing-masing. Secara khusus, pengawasan yang dilakukan terkait dengan perencanaan, pengalokasian, pelaksanaan dan pertanggungjawaban terhadap program dan kegiatan yang dilaksanakan. Dalam pelaksanaannya, pengawasan untuk alokasi Pemerintah Aceh Aceh ini dilakukan oleh Pemerintah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh melalui unit pelaksana teknis (UPT) pada Bappeda Aceh. Sedangkan untuk alokasi kabupaten/kota, pengawasan dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota dan DPRK. 24 Evaluasi baru mencakup pada aspek pelaksanaan program dan kegiatan yang bersumber Dana Otsus. Seperti diuraikan dalam Pergub No. 73/2013, evaluasi untuk alokasi Pemerintah Aceh dilakukan oleh kepala SKPA selaku PA. sedangkan untuk alokasi kabupaten/kota dilakukan oleh bupati/walikota. Kegiatan evaluasi di kedua tingkat pemerintahan ini dikoordinasikan dengan Bappeda Aceh. Dengan demikian,tidak ada kewenangan Pemerintah Aceh untuk megevaluasi program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota. Satu-satunya kewenangan evaluasi Pemerintah Aceh terhadap pemerintah kabupaten/ kota hanya terhadap rancangan qanun kabupaten/kota tentang APBK. Evaluasi rancangan qanun ini untuk memastikan bahwa program dan kegiatan yang dimuat dalam APBK merujuk hasil Musrenbang Otsus. Belum ada satu mekanisme evaluasi yang terintegrasi dan komprehensif yang melibatkan para pihakpihak yang terkait langsung dalam pengelolaan Dana Otsus. Selain di Aceh, lembaga yang memiliki kewenangan mengevaluasi juga ada di Pusat, misalnya saja Tim Pemantau DPR-RI terhadap Pelaksanaan Otsus Aceh dan Papua, dan Komisi XI DPR-RI. 25 Namun masing-masing lembaga ini masih menjalankan fungsinya secara parsial, belum melihat aspek efektifitas, tantangan, dan dampak yang dihasilkan dari pemanfaatan Dana Otsus sejauh ini. Sebagai contoh bisa dilihat dari Tim Pemantau DPR-RI yang memantau pelaksanaan berbagai kekhususan yang dimiliki Aceh, tidak hanya menyangkut dana Otsus. Sedangkan Komisi XI DPR-RI lebih terfokus pada penggunaan dana Otsus. 22 Ibid,. Hal Pasal 28 (3) Pergub No. 79/ Lihat Pasal 16A Qanun No. 2 Tahun 2013 dan Pasal 34 Pergub No. 79 Tahun Komisi XI membidangi keuangan, perencanaan, pembangunan nasional, perbankan, dan lembaga keuangan bukan bank.

32 2.3 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Perencanaan dan Penganggaran 1. Kabupaten memiliki peran dan tanggung jawab yang lebih besar terhadap penggunaan dana Otsus. Meskipun memiliki alokasi anggaran yang lebih sedikit, mulai tahun 2014, kabupaten akan menerima alokasi dana Otsus yang ditransfer langsung ke kabupaten. Pola transfer langsung yang dilakukan terutamanya bertujuan untuk: 1. Memudahkan pelaksanaan anggaran yang berada di kabupaten/ kota, 2. Memberikan keleluasaan terhadap kabupaten/kota untuk menggunakan anggaran dengan lebih efektif. 2. Kebutuhan terhadap rencana induk dan pedoman teknis penggunaan dana Otsus di tingkat provinsi dan kabupaten/kota menjadi sebuah keharusan. Berbagai kajian dan penelitian mengenai penggunaan dana Otsus menunjukkan bahwa penggunaan dana ini belum sepenuhnya menjawab kebutuhan pembangunan dan berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. 26 Oleh karena itu diperlukan rencana induk yang mengatur penggunaan dana Otsus secara komprehensif. Dalam jangka pendek Pemerintah Aceh perlu segera menerbitkan kriteria-kriteria yang menjadi basis dalam menentukan pengesahan usulan program dan kegiatan dari kabupaten/kota. 3. Formula dana Otsus untuk kabupaten/kota yang digunakan saat ini belum mampu memperbaiki ketimpangan sumber daya fiskal antar kabupaten/kota di Aceh. 27 Dibutuhkan kajian ulang terhadap formula tersebut agar dana Otsus dapat secara efektif meningkatkan sumber daya fiskal kabupaten/ kota. Pemberian penghargaan (reward) dan sanksi (punishment) menyangkut kemampuan realisasi anggaran dapat dipertimbangkan menjadi salah satu indikator dalam menentukan alokasi dana Otsus yang diterima kabupaten/kota. Di masa mendatang, evaluasi terhadap formulasi alokasi perlu dilakukan, termasuk penggunaan variabel lain serta tingkat pembobotan seperti yang digunakan terhadap indikator-indikator yang ada sekarang. 4. Sejauh ini, selisih pagu definitif dan indikatif serta SiLPA dana Otsus dari tahun masih berada di Pemerintah Aceh. Total dana tersebut mencapai tercatat mencapai Rp. 5,1 triliun. Meskipun nilai selisih dan SilPA yang dimiliki masing-masing kabupaten/kota lebih kecil dibanding alokasi per tahun, namun bagi kabupaten/kota, sisa dana ini akan bermakna karena dapat dimanfaatkan juga sebagai tambahan sumber pembiayaan pembangunan. 5. Hingga kini, Pemerintah Aceh masih menggunakan pagu definitif tahun sebelumnya untuk menetapkan pagu indikatif tahun berjalan. Melihat waktu penerbitan pagu definitif PMK yang selalu dikeluarkan pada akhir tahun, sulit bagi Pemerintah Aceh untuk menggunakan nilai pagu tersebut sebagai alokasi Dana Otsus pada tahun berjalan. Salah satu langkah yang bisa diambil adalah dengan melakukan proyeksi terhadap besaran alokasi yang akan diterima oleh Aceh setiap tahunnya. 6. Rencana induk dana Otsus sampai saat ini belum tersedia. Menurut Pergub No.79/2013, mengisi kekosongan rencana induk tersebut maka pemerintah, baik provinsi maupun kabupaten/kota, diminta untuk berpedoman kepada dokumen perencanaan RPJP dan RPJM. Rencana induk menjadi sangat penting, tidak hanya sebagai panduan dalam menyusun program dan kegiatan, tetapi juga menjadi basis untuk mengevaluasi capaian dan dampak dari program dan kegiatan yang didanai dari Dana Otsus. 26 PECAPP, Analisis Belanja Publik Aceh, 2012, dan Analisis Belanja Publik Aceh 2013,. 27 Kajian Pengelolaan Dana Otonomi Khusus, Bank Dunia, Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program

33 7. Qanun No. 2/2013 dan Pergub No. 79/2013 tidak secara cermat melihat adanya perangkat pendukung dalam tata kelola Dana Otsus. Pengambilalihan tugas Tim Koordinasi TBDH oleh TAPA dan SKPA berpotensi menyebabkan tumpang-tindih tugas. Apabila Tim Koordinasi ini ingin terus dipertahankan maka tugas yang sudah diambil-alih oleh SKPA dan TAPA tersebut harus dikembalikan oleh Pemerintah Aceh kepada tim ini Pelaksanaan Anggaran, Pengawasan dan Evaluasi 1. Menurut Qanun No. 2/2013, diperlukan UPT di Bappeda Aceh untuk melakukan pengawasan terhadap perencanaan, pengalokasian, pelaksanaan dan pertanggungjawaban terhadap program dan kegiatan yang bersumber dari dana Otsus. Untuk itu perlu segera diterbitkan Peraturan Gubernur yang mengatur susunan organisasi dan tata kerja Unit Pelaksana Teknis (UPT) Bappeda Aceh. Pembentukan UPT juga sebaiknya dibentuk di masing-masing kabupaten/kota. Dengan mempertimbangkan program dan kegiatan yang semakin banyak di masa mendatang, pengawasan menjadi kurang efektif jika hanya dilakukan oleh UPT di provinsi saja. 2. Evaluasi yang diatur dalam Qanun No.2/2013 masih sebatas pada pada perencanaan dan pelaksanaan program dan kegiatan. Begitupun dengan lembaga yang memiliki kewenangan untuk mengevaluasi masih belum terintegrasi, baik di pusat maupun daerah. Dibutuhkan mekanisme yang sistematis, terintegrasi, dan komprehensif untuk mengevaluasi dana Otsus secara berkala, tidak hanya mengenai penggunaaannya, tapi juga capaian dan dampak yang dihasilkan dari program dan kegiatan tersebut. OTONOMI KHUSUS Pidie Jaya

34 BAB III

35 ALOKASI DAN PEMANFAATAN DANA OTONOMI KHUSUS Bagian ini melihat pola pemanfaatan secara sektoral. Analisis lebih dititikberatkan pada alokasi dan penggunaannya di tiga sektor kunci pelayanan publik yakni infrastruktur (jalan dan irigasi), pendidikan (hanya pada Dinas Pendidikan Pidie Jaya), dan kesehatan (Dinas Kesehatan Aceh Tengah dan Rumah Sakit Umum Pidie Jaya) pada periode anggaran Sektor Infrastruktur Prioritas Bidang Infrastruktur dalam RPJM Pidie Jaya Bidang infrastruktur merupakan salah satu dari enam bidang prioritas pembangunan Pidie Jaya dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) daerah ini tahun Bidang-bidang prioritas lainnya meliputi bidang ekonomi, bidang pendidikan, bidang kesehatan, bidang sosial budaya dan agama, serta bidang pemerintahan umum dan politik., Pemerintah Pidie Jaya menetapkan suatu kebijakan khusus pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur dalam pengembangan bidang infrastuktur. Kebijakan ini diarahkan untuk mendukung pengembangan perekonomian daerah di berbagai sektor pembangunan. Program pengembangan, pengelolaan dan konversi sungai, danau dan sumber daya air lainnya merupakan program bidang infrastruktur pekerjaan umum yang direncanakan mendapat alokasi terbesar dalam RPJM Pidie Jaya Dari seluruh program bidang infrastruktur pekerjaan umum, program ini direncanakan mendapatkan alokasi sebesar 35 persen atau senilai Rp. 2,02 triliun dari total alokasi untuk bidang infrastruktur pekerjaan umum yang mencapai Rp. 5,75 triliun. Program-program lainnya yang direncanakan mendapat alokasi yang relatif besar adalah program pembangunan jalan dan jembatan sebesar 22 persen atau senilai Rp. 1,25 triliun dan program pembangunan infrastruktur pedesaan sebesar 18 persen atau senilai Rp. 1,03 triliun. Grafik 11. Rencana alokasi anggaran program-program infrastruktur pekerjaan umum dalam RPJM Pidie Jaya Sumber: PECAPP, diolah dari RPJM Pidie Jaya Meskipun kajian Otsus ini mengambil tahun namun masih Kajian ini menggunakan RPJM OTONOMI KHUSUS Pidie Jaya

36 3.1.2 Alokasi dan Pemanfaatan Dana Otonomi Khusus Sektor Infrastruktur Belanja infrastruktur per kapita Pidie Jaya mengalami penurunan dalam dua tahun terakhir, tetapi masih di atas rata-rata Aceh. Belanja infrastruktur per kapita Pidie Jaya pada tahun 2013 sebesar Rp. 442 ribu, turun dua persen dibandingkan tahun Belanja infrastruktur per kapita Pidie Jaya ini sedikit di atas rata-rata belanja per kapita kabupaten/kota lainnya di Aceh yang mencapai Rp. 436 ribu. Tahun 2011 merupakan tahun di mana Pidie Jaya memperoleh belanja infrastruktur per kapita terbesar, yaitu sebesar Rp. 741 ribu. Grafik 12. Belanja infrastruktur per kapita Pidie Jaya dan rata-rata Aceh Sumber : PECAPP, diolah dari data Pemerintah Aceh, Tahun 2013 Sejak , bidang Bina Marga dan Cipta Karya (BMCK) terus mendapat alokasi dana Otsus terbesar untuk kategori infrastruktur pekerjaan umum di Pidie Jaya. Meskipun demikian, selama jangka waktu lima tahun tersebut alokasi untuk BMCK bersifat fluktuatif. Sedangkan alokasi untuk bidang Sumber Daya Air (SDA) mengalami penurunan di tahun-tahun awal dan mengalami kenaikan pada tahun terakhir. Pada tahun 2012, secara riil, alokasi bidang ini mengalami kenaikan sebesar Rp. 8,88 miliar dibandingkan tahun Rata-rata, setiap tahun bidang BMCK memperoleh porsi 75 persen dari total alokasi infrastruktur. Alokasi terbesar yang diperoleh bidang ini terjadi pada tahun 2012 yang mencapai 82 persen atau Rp 27,82 miliar dari total alokasi untuk infrastruktur pekerjaan umum sebesar Rp. 38,04 miliar. Alokasi pekerjaan infrastruktur mengalami penurunan drastis pada tahun 2010, yaitu sebesar 62 persen. Penurunan ini dapat dikaitkan dengan diprioritaskannya bidang pemberdayaan ekonomi menjadi bidang prioritas dan memperoleh alokasi tertinggi dibandingkan bidang-bidang lainnya. 32 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program

37 Grafik 13. Alokasi dana Otsus bidang infrastruktur Pidie Jaya Sumber: Pecapp, diolah dari data Pemerintah Aceh, Tahun 2013 Sebagian besar alokasi infrastruktur pekerjaan umum digunakan untuk program yang terkait dengan infrastruktur jalan. Program ini meliputi kegiatan-kegiatan pembangunan, peningkatan, maupun pemeliharaan jalan yang termasuk klasifikasi jalan kabupaten. Program-program lainnya yang memperoleh alokasi besar meliputi pembangunan sarana dan prasarana gedung, infrastruktur pedesaan, dan infrastruktur irigasi. Pada tahun 2011, misalnya, alokasi untuk infrastruktur jalan memperoleh porsi terbesar, mencakup 72 persen dari total alokasi infrastruktur, diikuti oleh infrastruktur pedesaan sebesar 19 persen, dan infrastruktur irigasi sebesar sembilan persen. Grafik 14. Alokasi dana Otsus infrastruktur Pidie Jaya berdasarkan program (%) Sumber : PECAPP, diolah dari data Pemerintah Aceh, Tahun 2013 OTONOMI KHUSUS Pidie Jaya

38 Secara akumulatif, selama , infrastruktur jalan telah memperoleh alokasi sebesar 57 persen atau Rp 78,06 milyar dari keseluruhan alokasi infrastruktur pekerjaan umum. Alokasi untuk program ini jauh melampaui alokasi untuk program-program lainnya. Infrastruktur irigasi memperoleh alokasi terbesar berikutnya sebesar 24 persen atau senilai Rp 32,83 miliar, diikuiti oleh perumahan dan pemukiman 11 persen atau senilai Rp 15,57 miliar, dan infrastruktur pedesaan sebesar tujuh persen atau senilai Rp 9,7 miliar. Grafik 15. Total dana Otsus Pidie Jaya untuk berbagai jenis output infrastruktur Sumber : PECAPP, diolah dari data Pemerintah Aceh, Tahun 2013 Alokasi pekerjaan jalan kabupaten di Pidie Jaya belum diprioritaskan untuk kecamatan yang memiliki tingkat kerusakan jalan yang tinggi. Meskipun pada tahun 2011 Bandar Dua memiliki tingkat kerusakan jalan tertinggi, yaitu sebesar 19,1 persen, pada tahun 2012 kecamatan ini memperoleh total alokasi pekerjaan jalan yang relatif kecil, yaitu Rp 3,28 miliar. Sedangkan Meureudu dengan tingkat kerusakan jalan terparah kedua yaitu sebesar 17,8 persen, kecamatan ini memperoleh alokasi pekerjaan jalan terbesar diantara seluruh kecamatan, yaitu mencapai Rp. 11,52 miliar, dengan rincian Rp 11,37 miliar berasal dari dana Otsus dan Rp 0,15 miliar berasal dari APBK. Grafik 16. Alokasi pekerjaan jalan kabupaten tahun 2012 vs jalan rusak 2011 di setiap kecamatan di Pidie Jaya Sumber: PECAPP, diolah dari data Pemerintah Aceh Tahun 2013, dan Dinas Pekerjaan Umum Pidie Jaya Tahun Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program

39 Kegiatan peningkataan jaringan irigasi menjadi prioritas utama alokasi dana Otsus untuk keperluan irigasi di Pidie Jaya. Pada tahun 2011, peningkatan jaringan irigasi memperoleh alokasi sebesar 47 persen atau senilai Rp. 2,05 miliar dari total Rp 4,32 miliar alokasi untuk pekerjaan irigasi. Sementara penguatan tebing memperoleh alokasi sebesar 20 persen atau senilai Rp. 850 juta, dan pembangunan jaringan irigasi memperoleh alokasi sebesar 18 persen atau senilai Rp. 760 juta. Pada tahun 2012, alokasi untuk pekerjaan irigasi sepenuhnya digunakan untuk peningkatan jaringan irigasi yaitu senilai Rp. 6,92 miliar. Grafik 17. Alokasi dana Otsus Pidie Jaya untuk irigasi Sumber: PECAPP, diolah dari data Pemerintah Aceh, Tahun 2013 OTONOMI KHUSUS Pidie Jaya

40 3.1.3 Capaian dan Tantangan Infrastruktur Jalan Panjang jalan kabupaten per populasi di Pidie Jaya masih berada di bawah rata-rata kabupaten/kota di Aceh. Berdasarkan data dari Dinas Bina Marga dan Cipta Karya Aceh tahun 2011, diketahui bahwa kabupaten yang masih berusia muda ini memiliki panjang jalan 2,55 km/1.000 populasi. Sementara rata-rata kabupaten/kota di Aceh memiliki panjang jalan kabupaten/kota 3.21 km/1.000 populasi. Meski panjang jalan per populasi berada di bawah rata-rata kabupaten/kota di Aceh, Pidie Jaya memiliki panjang jalan yang lebih baik bekas kabupaten induknya sebelumnya Pidie yang hanya memiliki panjang jalan 1,86 km/1.000 populasi. Grafik 18. Panjang jalan kabupaten/kota per populasi di Aceh tahun 2011 Sumber: PECAPP, diolah dari data Dinas BMCK Aceh, 2012 Tidak berbeda dengan indikator panjang jalan kabupaten per populasi, Pidie Jaya juga memiliki panjang jalan kabupaten per luas wilayah di bawah rata-rata Aceh. Pada tahun 2011, panjang jalan kabupaten per luas wilayah di Pidie Jaya mencapai 36,58 km/100 km2. Sedangkan rata-rata kabupaten/kota di Aceh memiliki panjang jalan kabupaten/kota per luas wilayah 39,63 km/100 km2, tanpa termasuk Banda Aceh yang merupakan outlier (memiliki angka panjang jalan per luas wilayah yang sangat tinggi dibandingkan kabupaten/kota lainnya, yaitu 958,82 km/100 km2). Sementara itu, jika termasuk Banda Aceh, rata-rata panjang jalan kabupaten/kota per luas wilayah di Aceh mencapai 79,59 km/100 km2. Jika dibandingkan Pidie, panjang jalan per luas wilayah Pidie Jaya masih lebih baik, dimana kabupaten ini hanya memiliki panjang jalan per luas wilayah 22,73 km/100 km2. 36 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program

41 Grafik 19. Panjang jalan kabupaten/kota per luas wilayah di Aceh tahun 2011 (tidak termasuk Banda Aceh) Sumber: PECAPP, diolah dari data Dinas BMCK Aceh, 2012; Dinas Pekerjaan Umum Pidie Jaya, 2012 Pante Raja merupakan kecamatan dengan panjang jalan per populasi paling ideal di Pidie Jaya, yaitu 3,63 km/1.000 populasi. Kondisi ini tidak terlepas dari perbandingan antara panjang jalang dan jumlah penduduknya yang cenderung proporsional. Meskipun hanya memiliki jalan sepanjang 29 km, jauh lebih pendek dari misalnya Bandar Baru, yang memiliki jalan sepanjang 85 km, Pante Raja diuntungkan karena memiliki jumlah penduduk yang paling sedikit dibandingkan kecamatan-kecamatan lainnya di Pidie Jaya. Sedangkan Jangka Buya memiliki panjang jalan per populasi terpendek, yaitu 0,74 km/1.000 populasi. Grafik 20. Panjang jalan kabupaten per populasi setiap kecamatan di Pidie Jaya 2012 Sumber: PECAPP, diolah dari data Dinas Pekerjaan Umum Kab. Pidie Jaya, 2013 OTONOMI KHUSUS Pidie Jaya

42 Dari sisi panjang jalan per luas wilayah, Pante Raja juga memiliki panjang jalan paling memadai dibandingkan kecamatan-kecamatan lainnya di Pidie Jaya, dengan rasio panjang jalan per luas wilayah 1,6 km/100 km2. Kecamatan-kecamatan lainnya yang memiliki perbandingan panjang jalan dengan luas wilayah dan populasi yang dua-duanya relatif cukup baik di Pidie Jaya adalah adalah Ulim dan Tringgadeng. Sebaliknya Meurah Dua adalah kecamatan yang memiliki panjang jalan paling tidak proporsional meski dikaitkan dengan jumlah populasi maupun luas wilayahnya. Grafik 21. Panjang jalan kabupaten per luas wilayah setiap kecamatan di Pidie Jaya tahun 2012 Sumber: PECAPP, diolah dari data Dinas Pekerjaan Umum Kab. Pidie Jaya, 2013 Meskipun rasio panjang jalan Pidie Jaya dengan populasi dan luas wilayahnya kurang memuaskan, kondisi jalan kabupaten Pidie Jaya masih lebih baik dibandingkan rata-rata kabupaten/kota di Aceh. Pada tahun 2011, dengan tingkat kerusakan jalan sebesar 21 persen, Pidie Jaya berada di peringkat kelima dalam hal rendahnya persentase kerusakan jalan dibandingkan kabupaten/kota lainnya di Aceh. Sementara pada tahun tersebut, rata-rata kabupaten/kota di Aceh memiliki tingkat kerusakan jalan yang cukup tinggi, sebesar 39 persen. Grafik 22 Persentase jalan kabupaten kategori rusak di kabupaten/kota di Aceh 2011 Sumber: PECAPP, diolah dari data Dinas Pekerjaan Umum Kab. Pidie Jaya, Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program

43 Tringgadeng dan Meureudu memiliki persentase jalan kabupaten dalam kondisi rusak berat tertinggi di Pidie Jaya tahun 2012, kedua-duanya sebesar 71 persen. Sementara Jangka Buya memiliki persentase jalan kondisi baik tertinggi, yaitu sebesar 89 persen. Secara keseluruhan, rata-rata persentase jalan kabupaten dalam keadaan rusak berat di berbagai kecamatan Pidie Jaya pada tahun 2012 mencapai angka yang relatif tinggi, yaitu 49 persen. Grafik 23. Kondisi jalan kabupaten di setiap kecamatan di Pidie Jaya 2012 Sumber: PECAPP, diolah dari data Dinas Pekerjaan Umum Kab. Pidie Jaya, 2013 Persentase jalan kabupaten berpermukaan aspal di Pidie Jaya masih rendah, rata-rata di seluruh kecamatan sebesar 46 persen pada tahun Cakupan permukaan jalan beraspal tertinggi berada di Jangka Buya, mencapai 100 persen, sementara yang terendah terdapat di Kecamatan Tringgadeng, yaitu sebesar 33 persen. Kecamatan-kecamatan lainnya seperti Bandar Baru, Pante Raja, dan Meureudu juga masih memiliki permukaan jalan beraspal di bawah 50 persen. Grafik 24. Jalan kabupaten beraspal di setiap kecamatan di Pidie Jaya 2012 Sumber: PECAPP, diolah dari data Dinas Pekerjaan Umum Kab. Pidie Jaya, 2013 OTONOMI KHUSUS Pidie Jaya

44 Infrastruktur Irigasi Pidie Jaya memiliki luas padi sawah menggunakan irigasi terluas ketiga di Aceh, mencapai 99,5 persen dari total ha luas tanam padi sawah di wilayahnya. Pidie Jaya berada di bawah Nagan Raya, yang memiliki luas area padi sawah menggunakan irigasi sebesar 100 persen atau seluas ha, dan Aceh Barat Daya yang memiliki luas tanam padi sawah dengan irigasi sebesar 99,7 persen dari ha luas tanam padi sawah di wilayahnya. Rata-rata kabupaten/kota di Aceh memiliki luas tanam padi sawah menggunakan irigasi sebesar 56 persen. Grafik 25. Luas Tanam padi sawah berdasarkan irigasi di kabupaten/kota di Aceh tahun 2012 Sumber: PECAPP, diolah dari Aceh Dalam Angka, BPS, 2013 Pidie Jaya juga memiliki tingkat produktifitas padi yang tinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di Aceh, yaitu sebesar 4,94 ton/ha. Produktifitas padi Pidie Jaya ini sedikit di bawah Aceh Besar yang memiliki produktifitas tertinggi di Aceh yang mencapai 4,98 ton/ha. Sementara rata-rata kabupaten/ kota di Aceh memiliki produktifitas sebesar 4,37 ton/ha. Jika dilihat dari jumlah produksi padinya sendiri, sebenarnya Pidie Jaya masih berada jauh di bawah pencapaian beberapa kabupaten/kota yang menjadi lumbung padi Aceh, seperti Aceh Utara, Aceh Timur, Pidie, dan Aceh Besar yang pada tahun 2012 produksi padinya berada pada angka di atas ton. 40 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program

45 Grafik 26. Produktifitas padi di Aceh tahun 2012 Sumber: PECAPP, diolah dari Aceh Dalam Angka, BPS, 2013 Apabila ditelusuri di tingkat kecamatan, diketahui bahwa Bandar Dua memiliki luas sawah yang dialiri sistem irigasi terluas di Pidie Jaya. Luas sawah tersebut menjangkau 29 persen atau 2,55 ribu ha dari total luas sawah yang dialiri sistem irigasi di seluruh Pidie Jaya. Areal yang dialiri irigasi terdiri dari 52 persen irigasi semi (setengah) teknis, 37 persen irigasi sederhana, 4 persen irigasi teknis, dan 7 persen tadah hujan. Sedangkan Pante Raja adalah kecamatan dengan luas sawah yang dialiri sistem irigasi tersempit, yaitu seluas 330 ha, dimana sebagian besar luas lahan tersebut dialiri oleh irigasi sederhana dan semi teknis. Kecamatan-kecamatan yang sawahnya lebih banyak dialiri oleh irigasi teknis atau semi teknis memiliki hasil produksi padi yang relatif lebih banyak dibandingkan dengan yang menggunakan irigasi sederhana atau jenis pengairan lainnya. Bandar Dua, Meureudu, Ulim, dan Tringgadeng adalah kecamatankecamatan yang memiliki sawah yang cukup luas dialiri irigasi teknis atau semi teknis dengan jumlah produksi padi yang cukup tinggi. Pada tahun 2012, Bandar Dua menghasilkan padi sebanyak 21,927 ribu ton, diikuti oleh Meureudu sebesar 17,139 ribu ton, Ulim sebesar 14,960 ribu ton, dan Tringgadeng sebesar 13,338 ribu ton. Meskipun demikian, masih terdapat sekitar 29 persen luas areal pertanian di Pidie Jaya yang menggunakan sistem irigasi sederhana. OTONOMI KHUSUS Pidie Jaya

46 Grafik 27. Luas Areal Irigasi dan Hasil Produksi Padi di Pidie Jaya Tahun 2012 Sumber: PECAPP, diolah dari Pidie Jaya Dalam Angka, BPS, 2013 Persentase sarana dan prasarana irigasi di Pidie Jaya yang rusak atau rusak berat tergolong besar. Sebesar 57 persen waduk berada dalam kondisi rusak atau rusak berat. Kondisi yang sama juga ditemui pada 61 persen bendungan, 73 persen bangunan bagi/sadap, dan 58 persen pintu. Buruknya kondisi sarana dan prasarana irigasi ini tentunya bisa berpengaruh kontraproduktif terhadap sektor pertanian yang pada tahun 2011 memberi kontribusi sekitar 60 persen terhadap PDRB Pidie Jaya. Grafik 28. Kondisi sarana dan prasarana irigasi di Pidie Jaya 2012 Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Kab. Pidie Jaya, Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program

47 Infrastruktur dan Pengembangan Ekonomi Kondisi infrastruktur memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan perkembangan ekonomi wilayah. 29 Wilayah yang memiliki infrastruktur jalan yang handal dan kapasitas ekonomi yang kuat akan memiliki peluang tumbuh dan berkembang lebih pesat. Di Pidie Jaya, kapasitas ekonomi dan infrastruktur jalannya dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu; 1. Wilayah yang memiliki kapasitas ekonomi kuat dan infrastruktur jalan kuat 2. Wilayah yang memiliki kapasitas ekonomi lemah dan infrastruktur jalan kuat, 3. Wilayah yang memiliki kapasitas ekonomi kuat dan infrastuktur jalan lemah dan 4. Wilayah yang memiliki kapasitas ekonomi lemah dan infrastruktur jalan yang lemah pula. Meureudu dan Ulim. yang terletak di kuadran I, memiliki kapasitas ekonomi dan infrastruktur jalan yang lebih unggul dibandingkan kecamatan-kecamatan lainnya di Pidie Jaya. Kapasitas ekonomi kecamatan di sini diukur dengan mempertimbangkan indikator penggunaan listrik, harga tanah, kredit perbankan, jumlah KUD dan industri, serta luas areal pertanian dan tingkat produktifitas yang dimiliki. Sedangkan kemampuan infrastruktur jalan diukur dari panjang jalan per populasi dan per luas wilayah. Kecamatan-kecamatan yang terletak di kuadran II, III, dan IV merupakan wilayah-wilayah yang masih belum kuat dalam kapasitas ekonomi atau infrastruktur jalan, atau belum kuat dalam kedua-dua aspek tersebut. Kuadran II terdiri dari kecamatan-kecamatan yang memiliki kapasitas ekonomi yang kuat tetapi belum didukung oleh infrastruktur jalan yang memadai, yaitu Bandar Dua, Bandar Baru, dan Meurah Dua. Kuadran III terdiri dari kelompok kecamatan yang memiliki infrastruktur jalan yang kuat tetapi kapasitas ekonomi yang relatif lemah, yaitu Pante Raja dan Tringgadeng. Kuadran IV berisi kecamatan dengan kapasitas ekonomi yang lemah dan infrastruktur jalan yang lemah pula, yaitu Jangka Buya. Grafik 29. Klasifikasi Kecamatan Berdasarkan Kapasitas Ekonomi dan Infrastruktur Jalan 2012 Sumber: Berbagai sumber (diolah) 29 On the Road: Access to Transportation Infrastructure and Economic Growth in China, Abhijit Banerjeey, Esther Duflozand Nancy Qianx February 2012 OTONOMI KHUSUS Pidie Jaya

48 Kecamatan-kecamatan yang berada dalam setiap kuadran membutuhkan kebijakan pengembangan ekonomi dan infrastruktur tersendiri. Kecamatan-kecamatan dalam kuadran I perlu terus meningkatkan nilai tambah ekonomi dan kemampuan infrastruktur jalannya untuk memelihara keunggulannya dalam pengembangan wilayah. Kecamatan-kecamatan di Kuadran II perlu meningkatkan panjang jalan yang dimiliki untuk memudahkan mobilitas orang, barang dan jasa dalam dan menuju wilayahnya. Kecamatan-kecamatan di kuadran III perlu lebih mengembangkan potensi ekonomi dan menciptakan iklim usaha yang kondusif di wilayahnya agar dapat berkembang lebih pesat. Sementara kecamatan-kecamatan di kuadran IV memerlukan strategi dan upaya yang lebih efektif dalam pengembangan infrastruktur jalan maupun potensi ekonominya KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 1. Penggunaan dana Otsus untuk pengembangan infrastruktur pekerjaan umum di Pidie Jaya belum memiliki pedoman dan acuan khusus. Agar rencana penggunaan dana ini lebih terarah dan mampu menjawab persoalan-persoalan strategis daerah di masa depan, maka perlu segera disusun dokumen rencana pengelolaan dana infrastruktur pekerjaan umum Pidie Jaya yang komprehensif dan terpadu. 2. Meskipun program irigasi dan pengairan lainnya direncanakan mendapatkan alokasi terbesar dalam RPJM Pidie Jaya , tetapi kenyataannya dalam kurun waktu , justru infrastruktur jalan dan infrastruktur pedesaan yang mendapat alokasi belanja terbesar. Program irigasi dan pengairan lainnya hanya menduduki posisi ketiga dalam pembagian alokasi dalam kurun waktu tersebut. Pelaksanaan program/kegiatan yang tidak sesuai dengan perencanaan merupakan masalah serius dalam pengelolaan belanja publik. Penyimpangan dari perencanaan, jika dilakukan tanpa landasan yang kuat dan pertimbangan yang cermat, dapat menjadi preseden buruk yang membuka peluang penyalahgunaan anggaran dan terjadinya pengalokasian dan penggunaan anggaran yang tidak efektif. 3. Prioritas alokasi anggaran untuk pekerjaan irigasi sebenarnya memiliki alasan yang kuat. Lebih dari 50 persen sarana dan prasarana irigasi Pidie Jaya mengalami kerusakan yang parah. Sarana dan prasarana yang mengalami kerusakan tersebut meliputi waduk, bendungan, bangunan bagi/sadap, dan pintu. Berdasarkan fakta tersebut, ke depan perlu pengalokasian anggaran yang memadai untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan itu dan juga perlu tindakan pemeliharaan serius untuk mencegah bertambah parahnya kerusakan. 4. Alokasi infrastruktur jalan di Pidie cenderung difokuskan untuk kegiatan pembangunan jalan baru dibandingkan dengan kegiatan peningkatan dan pemeliharaan jalan. Masih terbatasnya cakupan jalan berkategori baik dan beraspal menunjukkan kebutuhan akan pemeliharaan dan peningkatan jalan sebenarnya cukup tinggi. Di masa mendatang, penentuan proporsi alokasi pembangunan, pemeliharaan dan peningkatan jalan yang tepat mestinya menjadi perhatian serius para pengambil kebijakan infrastruktur pekerjaan umum di kabupaten ini. 5. Sebagian kecamatan di Pidie Jaya telah memiliki panjang jalan yang mencukupi dilihat dari sisi jumlah populasi dan luas wilayahnya, sementara sebagian lainnya memiliki panjang jalan yang masih terbatas. Kecamatan yang memiliki panjang jalan paling tidak memadai dibandingkan kecamatan-kecamatan lainnya di Pidie Jaya, Meurah Dua, perlu mendapat prioritas utama untuk alokasi pembangunan jalan baru di masa depan. 6. Lahan sawah yang menggunakan irigasi sederhana di berbagai kecamatan di Pidie Jaya relatif masih cukup luas, sekitar 29 persen Agar produktifitas pertanian di Pidie Jaya lebih meningkat di 44 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program

49 masa datang, perlu dilakukan upaya peningkatan kapasitas irigasi di wilayah ini secara bertahap dan sistematis. 7. Masing-masing kecamatan di Pidie Jaya memiliki karakteristik tersendiri dipandang dari kapasitas ekonomi dan infrastruktur jalan yang dimiliki. Pengembangan ekonomi masing-masing kecamatan tersebut ke depan hendaknya mempertimbangkan dengan seksama kedua aspek ini. Kecamatankecamatan yang memiliki infrastruktur jalan yang kuat dan juga kapasitas ekonomi yang kuat, seperti Meureudu dan Ulim, perlu terus melakukan pengembangan ekonomi secara terencana agar dapat mengakselerasi pembangunan wilayahnya. Kecamatan-kecamatan dengan infrastruktur jalan yang relatif kuat tetapi kapasitas ekonomi lemah, seperti Pante Raja dan Tringgadeng, perlu lebih mengembangkan potensi ekonominya dengan memanfaatkan secara optimal infrastruktur jalan yang tersedia. Bandar Dua, Bandar Baru, dan Meurah Dua, yang memiliki kapasitas ekonomi yang kuat, tetapi belum didukung oleh infrastruktur jalan memadai, masih memerlukan pembangunan jalan baru. Kecamatan yang sangat tertinggal karena memiliki kapasitas ekonomi lemah dan infrastruktur jalan yang lemah pula, yaitu Jangka Buya, memerlukan penguatan secara intensif, baik dari sisi kemampuan ekonomi maupun dari sisi pengembangan infrastruktur jalannya. OTONOMI KHUSUS Pidie Jaya

50 3.2 Sektor Pendidikan Prioritas Bidang Pendidikan dalam RPJM Kabupaten Pidie Jaya Sesuai dengan misi RPJM Kabupaten Pidie Jaya , prioritas utama Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya di sektor pendidikan adalah peningkatan mutu pendidikan. Selain itu, RPJM tersebut juga diarahkan untuk mencapai kemajuan ketiga pilar pendidikan lainnya yaitu perluasan dan pemerataan akses pendidikan, pendidikan berbasis nilai islami dan penguatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik pendidikan. Alokasi anggaran terbesar dalam RPJM bidang pendidikan untuk pilar peningkatan mutu pendidikan. Dari Rp 48,69 miliar total pagu RPJM, pilar peningkatan mutu pendidikan memperoleh alokasi paling besar tercatat Rp 36,01 miliar atau 74 persen. Alokasi terbesar kedua adalah untuk perluasan dan pemerataan akses pendidikan sebanyak Rp 7,14 miliar atau 15 persen. Sementara itu, alokasi anggaran paling kecil adalah untuk pendidikan berbasis nilai islami tercatat Rp 2,34 miliar atau lima persen. Grafik 30. Alokasi anggaran bidang pendidikan dalam RPJM Kabupaten Pidie Jaya menurut pilar pendidikan Sumber: Pecaap, diolah dari RPJM Kabupaten Pidie Jaya Alokasi dan Pemanfaaatan Dana Otonomi Khusus Sektor Pendidikan Alokasi dana Otsus untuk sektor pendidikan meningkat. Alokasi dana Otsus secara nominal untuk sektor pendidikan setiap tahun terus meningkat, kecuali alokasi tahun 2010 yang turun tajam menjadi Rp. 14 miliar dari tahun 2009 sebesar Rp 23,6 miliar. Penurunan yang cukup signifkan ini karena Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya menambah alokasi untuk sektor prioritas pelaksanaan Otsus lainnya yaitu bidang pemberdayaan ekonomi dan pengentasan kemiskinan. Meskipun demikian, sektor pendidikan dalam kurun waktu lima tahun pelaksanaan Otsus memperoleh alokasi sebesar Rp 75,47 miliar atau 22,38 persen dari total Rp 337,22 miliar anggaran Otsus Kabupaten Pidie Jaya. 46 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program

51 Grafik 31. Alokasi dana Otsus untuk sektor pendidikan di Pidie Jaya, Sumber: Pecapp, diolah dari data Pemerintah Aceh, Tahun Selama , alokasi dana Otsus paling besar di sektor pendidikan digunakan untuk pembangunan modal sekolah infrastruktur (MSI). Alokasinya mencapai Rp. 59,52 miliar atau 81,3 persen dari total alokasi Otsus untuk sektor pendidikan. Alokasi anggaran terbesar kedua adalah untuk operasional sekolah (OS) dengan anggaran sebesar Rp. 10,76 miliar atau 14,7 persen. Sementara alokasi untuk modal sekolah pembelajaran (MSP) memperoleh anggaran paling kecil yaitu hanya sebesar Rp 0,08 miliar atau 0,1 persen. Grafik 32. Penggunaan dana Otsus untuk sektor pendidikan menurut jenis belanja di Pidie Jaya, Sumber: Pecapp, diolah dari data Pemerintah Aceh, Tahun Jenis belanja dalam laporan ini dikategorikan menjadi empat kelompok besar yaitu Modal Sekolah Infrastruktur (MSI), Modal Nonsekolah (MNS), Operasional Sekolah (OS) dan Modal Sekolah Pembelajaran (MSP). Termasuk jenis belanja MSI antara lain untuk (i) pembangunan unit sekolah baru, gedung, ruang kelas baru, pagar sekolah, ruang kantor, toilet, sarana dan prasarana air bersih, ruang praktek, laboratorium komputer dan perpustakaan (ii) pengadaan mobiler sekolah dan laboratorium, perlengkapan dan peralatan sekolah, (iii) penataan taman dan halaman, dan pengadaan tanah. MNS merupakan jenis belanja untuk pembangunan rumah guru, pengadaan tanah, beasiswa mahasiswa S1, penimbunan tanah sekolah. peralatan dan perlengkapan pakaian siswa miskin, pemasangan paving block sekolah. Belanja OS digunakan untuk dana bantuan operasional sekolah menengah. Sementara MSP untuk pendataan prasarana dan sarana pendidikan. OTONOMI KHUSUS Pidie Jaya

52 Alokasi terbesar MSI untuk pembangunan gedung, disusul pembuatan pagar sekolah. Pembangunan gedung memperoleh alokasi anggaran terbesar mencapai Rp 38,55 miliar atau 64,8 persen. Alokasi terbesar kedua untuk pembangunan pagar sekolah dengan alokasi anggaran sebesar Rp 9,77 miliar atau 16,4 persen. Sementara itu pembangunan toilet sekolah dan air bersih memperoleh alokasi anggaran paling kecil hanya sebesar Rp 0,04 miliar atau 0,1 persen dari total anggaran MSI. Grafik 33. Alokasi MSI menurut penggunaannya di Pidie Jaya, 2012 Sumber: Pecapp, diolah dari data Pemerintah Aceh, Tahun Pembangunan unit sekolah baru (USB) mendapat porsi terbesar untuk pembangunan gedung. Dari total Rp. 38,55 miliar untuk pembangunan gedung, sebesar Rp. 19,86 miliar atau 52 persen dialokasikan untuk pembangunan USB dan gedung baru (11 TK, 5 SD, 4 SMA). Sedangkan alokasi anggaran terbesar kedua adalah untuk pembangunan 30 ruang kelas baru (14 SD, 5 SMP, 1 MTs, 8 SMA dan 2 MA) dengan total anggaran mencapai Rp 13,52 miliar atau 35 persen. Sementara perbaikan gedung memperoleh alokasi terendah hanya sebesar Rp. 0,58 miliar atau 1 persen. Grafik 34. Alokasi anggaran pembangunan gedung dari total MSI menurut penggunaannya, Tahun Sumber: Pecapp, diolah dari data Pemerintah Aceh, Tahun Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program

53 Dana Otsus untuk OS cenderung menurun dan baru mulai dialokasikan sejak Alokasi untuk OS tercatat Rp 4,22 miliar pada tahun 2009 kemudian menurun menjadi Rp 2,24 miliar pada tahun Dana OS dialokasikan seluruhnya untuk Dana Bantuan Operasional (DBO) SMA/MA/SMK karena program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah pusat belum mencakup pendidikan menengah. Grafik 35. Alokasi OS menurut penggunaannya, Tahun Sumber: Pecapp, diolah dari data Pemerintah Aceh, Tahun Penguatan kompetensi tenaga pendidik di Pidie Jaya belum menjadi perhatian. Selama periode , Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya belum mengalokasikan dana Otsus untuk pelatihan penguatan kompetensi tenaga pendidik melalui KKG, MGMP dan kegiatan kelompok kerja kepala sekolah atau pengawas. Hanya ada alokasi beasiswa peningkatan kualifikasi pendidikan untuk melanjutkan pendidikan S1 pada tahun 2009 sebesar Rp. 23 juta Capaian dan Tantangan Pembangunan Sektor Pendidikan Perluasan Akses Pendidikan Akses layanan pendidikan terhadap penduduk usia sekolah semakin baik di semua jenjang pendidikan. Angka Partisipasi Kasar (APK) penduduk usia 4-6 tahun meningkat dari 28,62 persen tahun 2010 menjadi 35,24 persen tahun APK penduduk usia 7-12 tahun di SD/MI, penduduk usia tahun di SMP/MTs dan penduduk tahun di SMA/MA/SMK juga menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan kondisi tahun sebelumnya. Secara umum, dibandingkan dengan rata-rata Aceh, akses layanan pendidikan penduduk usia sekolah di Pidie Jaya cukup baik, kecuali untuk penduduk usia 7-12 tahun sedikit lebih rendah. OTONOMI KHUSUS Pidie Jaya

54 Grafik 36. APK di Pidie Jaya dan rata-rata Aceh menurut penduduk usia sekolah, Sumber: Dinas Pendidikan Aceh dan Dinas Pendidikan Kabupaten Pidie Jaya, Pembangunan USB SMA dan SMK berkontribusi menurunkan tingkat kepadatan sekolah/madrasah pada jenjang pendidikan menengah. Pembangunan satu unit SMA unggul di Kecamatan Meureudu dan satu unit SMK di Kecamatan Bandar Baru menurunkan rasio siswa per sekolah dari 423 siswa per sekolah tahun 2010 menjadi 332 siswa per sekolah tahun Sebaliknya, dibandingkan dengan standar nasional dan rata-rata Aceh, daya tampug SD semakin tidak efisien. Pada tahun 2012, rasio siswa per sekolah sebesar 154 siswa atau berada di bawah rata-rata Aceh 157 siswa mapun standar nasional 168 siswa. Grafik 37. Rasio siswa per sekolah menurut jenjang pendidikan, 2010 dan 2012 Sumber: Dinas Pendidikan Aceh dan Dinas Pendidikan Pidie Jaya, 2010 dan Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program

55 Terdapat disparitas antar kecamatan terhadap daya tampung sekolah pada jenjang pendidikan dasar. Daya tampung SD/MI di Kecamatan Jangka Buya dan Bandar Dua mencapai 214 dan 186 siswa atau melebihi standar nasional sebesar 168 siswa per SD/MI. Hal yang sama juga terjadi di SMP/MTs dengan daya tampungnya di Kecamatan Meureudu yang mencapai 330 siswa dan Bandar Dua sebesar 316 siswa. Kondisi di dua kecamatan ini melebihi SPM sebesar 288 siswa. Grafik 38. Rasio siswa per sekolah di SD/MI dan SMP/MTs menurut kecamatan, 2012 Sumber: Dinas Pendidikan Pidie Jaya, 2012 Sebagian kecamatan di Pidie Jaya mengalami kelebihan daya tampung siswa SMA/MA. Jumlah siswa per SMA/MA di Kecamatan Meuredu, Trienggadeng, Bandar Baru dan Bandar Dua melebihi standar nasional sebesar 384 dengan jumlah kelebihan yang bervariasi. Sedangkan kapasitas SMA/ MA di kecamatan lainnya masih cukup untuk menampung siswa. Sementara itu, seluruh SMK di empat kecamatan memiliki daya tampung yang cukup. Grafik 39. Rasio siswa per sekolah di SMA/MA dan SMK menurut kecamatan, 2012 Sumber: Dinas Pendidikan Pidie Jaya, 2012 OTONOMI KHUSUS Pidie Jaya

56 Ukuran kelas atau rombongan belajar (rombel) di semua jenjang pendidikan relatif kecil. Jumlah siswa di SD/MI per kelas menurun dari 24 siswa pada tahun 2010 menjadi 19 siswa pada tahun Capaian ini lebih kecil dibandingkan SPM sebanyak 28 siswa SD/MI per kelas. Hal yang yang sama juga terjadi di SMP/MTs. Meski jumlah siswa per kelas tidak mengalami perubahan atau tetap 26 siswa per kelas, namun tetap lebih kecil dibandingkan SPM sebanyak 32 siswa per kelas. Begitupun untuk jenjang pendidikan menengah, jumlah rombel mengalami penurunan. Pada tahun 2010, siswa per kelas mencapai 34 siswa atau lebih besar dari standar nasional yaitu 32 siswa. Namun pada tahun 2012, siswa perkelas lebih kecil dari standar nasional sebesar 28 siswa atau sama dengan rata-rata Aceh. Grafik 40. Rasio siswa per kelas menurut jenjang pendidikan di Pidie Jaya dan rata-rata Aceh, 2010 dan 2012 Sumber: Dinas Pendidikan Aceh dan Dinas Pendidikan Pidie Jaya, 2010 dan 2012 Secara keseluruhan, kelebihan ruang kelas terjadi di SD/MI dan SMA/MA/SMK. Pada tahun 2012, rasio kelas per ruang kelas di SD/MI dan SMA/MA/SMK di Pidie Jaya lebih kecil dari satu. Dengan kata lain terjadi kelebihan ruang kelas. Kondisi sebaliknya terjadi di tingkat SMP/MTs di mana rasio kelas per ruang kelas lebih besar dari satu atau bisa dikatakan terjadi kekurangan ruang kelas. Grafik 41. Rasio kelas per ruang kelas pada jenjang pendidikan dasar dan menengah di Pidie Jaya dan rata-rata Aceh, 2010 dan 2012 Sumber: Dinas Pendidikan Aceh dan Dinas Pendidikan Pidie Jaya, 2010 dan Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program

57 Meski masih terjadi kekurangan ruang kelas di beberapa kecamatan pada SD/MI, namun jumlah siswa per kelas relatif kecil. Pada SD/MI, meskipun rasionya di Kecamatan Jangka Buya, Bandar Baru dan Meureudu menunjukkan kekurangan ruang kelas, namun jumlah siswa per kelas di kecamatan itu relatif kecil dan masih lebih dari SPM. Grafik 42. Rasio siswa per kelas dan rasio kelas per ruang kelas pada SD/MI menurut kecamatan, 2012 Sumber: Sumber: Dinas Pendidikan Pidie Jaya, 2012 *Khusus di Kecamatan Jangka Buya, meskipun terjadi kekurangan ruang kelas, namun jumlah siswa per kelas hanya 29 siswa atau sedikit lebih tinggi dibandingkan standar nasional sebanyak 28 siswa. Demikian halnya pada SMP/MTs, meski terjadi kekurangan ruang kelas di beberapa kecamatan, namun jumlah siswa per kelas relatif kecil. Rasio kelas per ruang kelas yang lebih besar dari satu di Kecamatan Bandar Dua, Meureudu, Bandar Baru dan Ulim mengindikasikan kekurangan ruang kelas, namun jumlah siswa per kelas di kecamatan tersebut masih lebih kecil dibandingkan dengan SPM sebesar 32 siswa. Grafik 43. Rasio siswa per kelas dan rasio kelas per ruang kelas pada SMP/MTs menurut kecamatan, 2012 Sumber: Dinas Pendidikan Pidie Jaya, 2012 OTONOMI KHUSUS Pidie Jaya

58 Kekurangan ruang kelas juga terjadi di beberapa kecamatan untuk jenjang pendidikan menengah. Meskipun rasio kelas per ruang kelas untuk SMA/MA di Kecamatan Jangka Buya menunjukkan kekurangan ruang kelas, namun jumlah siswa per kelas hanya 28 siswa. Demikian juga halnya di SMK, meskipun rasio kelas per ruang kelas di Bandar Baru, Trienggadeng dan Bandar Dua mengindikasikan kekurangan ruang kelas, namun jumlah siswa per kelas di kecamatan itu masih lebih kecil dibandingkan dengan standar nasional sebesar 32 siswa. Grafik 44. Rasio siswa per kelas dan rasio kelas per ruang kelas pada jenjang pendidikan menengah menurut kecamatan, 2012 Sumber: Dinas Pendidikan Pidie Jaya, Kualitas Layanan Pendidikan Indikator kualitas pendidikan yang ditampilkan dalam laporan ini adalah indikator yang kinerjanya dapat diintervensi melalui pemanfaatan dana Otsus. Indikator-indikator tersebut meliputi ketersediaan fasilitas sekolah, ketersediaan buku teks, serta kualifikasi dan kompetensi guru termasuk kepala sekolah. Perkembangan indikator kualitas tersebut sebagaian besar ditampilkan menurut kecamatan dan jenjang pendidikan untuk menentukan tingkat kesenjangan yang terjadi. Ketersediaan ruang perpustakaan di SD/MI di Pidie Jaya lebih baik dibandingkan jenjang pendidikan lain. Pada tahun 2012, persentase SD/MI yang dilengkapi ruang perpustakaan sudah mencapai 76 persen bahkan lebih tinggi dibandingkan rata-rata Aceh sebesar 63 persen. Sementara SMP/MTs dan SMA/MA/ SMK yang memiliki ruang perpustakan hanya 26 persen dan 35 persen atau lebih rendah dibandingkan rata-rata Aceh. 54 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program

59 Grafik 45. Persentase sekolah yang memiliki ruang perpustakaan menurut jenjang pendidikan di Pidie Jaya dan rata-rata Aceh, 2012 Sumber: Dinas Pendidikan Aceh dan Dinas Pendidikan Kabupaten Pidie Jaya, 2012 Meski memiliki rasio lebih baik dari Aceh, disparitas ketersediaan fasilitas ruang pustaka untuk tingkat SD/MI masih terjadi. Hingga 2012, hanya di Kecamatan Jangka Buya seluruh SD/MI yang sudah memiliki fasilitas ini. Sedangkan tujuh kecamatan lainnya masih kekurangan ruang pustaka. Kekurangan tertinggi terjadi Kecamatan Bandar Baru dan kekurangan paling sedikit dibutuhkan Kecamatan Panteraja, sebagaimana ditunjukan dalam lampiran laporan ini. Kekurangan ruang perpustakaan SMP/MTs terjadi di semua kecamatan di Pidie Jaya. Di SMP/MTs, kekurangan ruang perpustakaan terbanyak di Kecamatan Bandar Baru dan paling sedikit di Kecamatan Jangka Buya. Grafik 46. Kekurangan ruang perpustakaan di SD/MI dan SMP/MTs menurut kecamatan di Pidie Jaya, 2012 Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Pidie Jaya, 2012 OTONOMI KHUSUS Pidie Jaya

60 Kekurangan ruang perpustakaan pada jenjang pendidikan menengah terjadi hampir di semua kecamatan. Kekurangan terbanyak di Kecamatan Bandar Dua dimana ada tiga SMA/MA yang masih membutuhkan ruang perpustakaan. Hanya SMA/MA di Kecamatan Trienggadeng yang seluruhnya telah dilengkapi dengan ruang perpustakaan. Sementara itu di SMK, semua SMK yang berada di empat kecamatan sama sekali belum memiliki ruang perpustakaan. Grafik 47. Kekurangan Ruang Perpustakaan di SMA/MA dan SMK menurut Kecamatan di Pidie Jaya, 2012 Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Pidie Jaya, 2012 Persentase SMA/MA/SMK di Pidie Jaya yang memiliki laboratorium IPA lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata Aceh. Pada tahun 2012, persentase SMA/MA/SMK di Pidie Jaya yang telah dilengkapi laboratorium IPA mencapai 50 persen. Capaian ini lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata Aceh sebesar 45 persen. Sementara itu, persentase SMP/MTs yang memiliki laboratorium IPA di Pidie Jaya mencapai 56 persen atau sedikit lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata Aceh sebesar 59 persen. Grafik 48. Persentase sekolah yang dilengkapi laboratorium IPA menurut jenjang pendidikan di Pidie Jaya dan rata-rata Aceh, 2012 Sumber: Dinas Pendidikan Aceh dan Dinas Pendidikan Kabupaten Pidie Jaya, Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program

61 Masih terdapat SMA/MA di sebagian kecil kecamatan yang masih membutuhkan laboratorium IPA. Kekurangan fasilitas laboratorium IPA paling banyak terjadi di Kecamatan Bandar Dua sebanyak tiga unit dan paling sedikit terdapat di Kecamatan Panteraja yaitu satu unit. Kondisi berbeda terjadi di SMK. Seluruh SMK yang terdapat di empat kecamatan belum dilengkapi fasilitas ini. Masing-masing SMK di kecamatan tersebut membutuhkan satu unit laboratorium IPA. Berbeda dengan SMA/MA, SMP/MTs di sebagian besar kecamatan masih kekurangan laboratorium IPA. Hanya di Kecamatan Jangka Buya semua SMP/MTs sudah memiliki fasilitas laboratorium ini. Sedangkan di tujuh kecamatan lainnya masih kekurangan. Kebutuhan terbanyak terjadi di Kecamatan Tringgadeng yaitu tiga unit dan paling sedikit di Kecamatan Panteraja dan Meureudu masing-masing membutuhkan satu unit. Grafik 49. Kekurangan laborartorium IPA di SMP/MTs dan SMA/MA menurut kecamatan di Pidie Jaya, 2012 Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Pidie Jaya, 2012 Ketersediaan laboratorium bahasa SMP/MTs di Pidie Jaya sudah lebih baik dibandingkan rata-rata Aceh. Pada tahun 2012, terdapat sebanyak 24 persen dari total SMP/MTs di Pidie Jaya yang telah dilengkapi laboratorium bahasa. Capaian ini lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata Aceh sebesar 11 persen. Sementara itu, hanya lima persen dari total SMA/MA/SMK di Pidie Jaya yang dilengkapi laboratorium bahasa. Persentase ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata Aceh sebesar 19 persen. OTONOMI KHUSUS Pidie Jaya

62 Grafik 50. Persentase sekolah yang dilengkapi laboratorium Bahasa menurut jenjang pendidikan di Pidie Jaya dan rata-rata Aceh, 2012 Sumber: Dinas Pendidikan Aceh dan Dinas Pendidikan Kabupaten Pidie Jaya, 2012 Namun, kebutuhan fasilitas laboratorium bahasa untuk pendidikan SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK masih terjadi di seluruh kecamatan. Di SMP/MTs, kekurangan terbanyak untuk fasilitas laboratorium ini terdapat Kecamatan Bandar Dua yaitu delapan unit dan paling sedikit di Kecamatan Jangka Buya dan Panteraja masing-masing satu unit. Pada pendidikan SMA/MA, kekurangan laboratorium bahasa paling banyak di Kecamatan Bandar Baru yaitu empat unit dan paling sedikit di empat kecamatan lainnya masing-masing satu unit. Sementara semua SMK yang terdapat di empat kecamatan belum dilengkapi laboratorium bahasa. Grafik 51. Kekurangan laboratorium bahasa di SMP/MTs, SMA/MA dan SMK menurut kecamatan di Pidie Jaya, 2012 Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Pidie Jaya, Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program

63 Ketersediaan laboratorium komputer di Pidie Jaya berada di bawah rata-rata Aceh. Hingga tahun 2012, hanya 12 persen dari total SMP/MTs di Pidie Jaya yang sudah dilengkapi laboratorium komputer. Persentase ini lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata Aceh sebesar 24 persen. Sementara di SMA/MA/SMK, meski persentase ketersediaannya sudah mencapai 55%, tetapi masih lebih rendah dibandingkan rata-rata Aceh sebesar 64 persen. Grafik 52. Persentase sekolah yang dilengkapi laboratorium Komputer menurut jenjang pendidikan di Pidie Jaya dan Rata-rata Aceh, 2012 Sumber: Dinas Pendidikan Aceh dan Dinas Pendidikan Kabupaten Pidie Jaya, 2012 Pada tingkat SMP/MTs, seluruh kecamatan masih kekurangan laboratorium komputer. Kekurangan laboratorium komputer paling banyak terdapat Kecamatan Bandar Baru yang masih membutuhkan delapan unit lagi dan paling sedikit di Kecamatan Jangka Buya dan Panteraja masing-masing satu unit. Sementara SMA/MA, kekurangan laboratorium komputer terjadi di lima kecamatan. Kekurangan terbanyak di Kecamatan Bandar Baru yaitu dua unit dan paling sedikit di empat kecamatan lainnya masing-masing satu unit. Sedangkan di SMK, tiga kecamatan masih membutuhkan masing-masing satu unit fasilitas laboratorium komputer. Grafik 53. Kekurangan laboratorium komputer di SMP/MTs dan SMA/MA menurut kecamatan di Pidie Jaya, 2012 Sumber: OTONOMI KHUSUS Pidie Jaya

64 Dana Otsus dialokasi untuk pembangunan fasilitas sekolah/madrasah masing-masing untuk tiga unit perpustakaan, tiga unit laboratorium IPA, dan lima unit laboratorium komputer. Pembangunan perpustakaan memperoleh alokasi terbesar mencapai Rp 1.61 miliar atau 42 persen dari total Rp. 3,84 miliar untuk ketiga fasilitas sekolah tersebut. Alokasi terbesar kedua untuk Lab Komputer yaitu Rp 1,33 miliar atau 35 persen. Sementara pembangunan Lab IPA memperoleh alokasi paling sedikit yaitu Rp 0,91 miliar atau 24 persen. Penambahan jumlah fasilitas-fasilitas tersebut selama periode juga memperoleh pembiayaan dari sumber lainnya. Grafik 54. Perkembangan dan alokasi dana Otsus untuk fasilitas pendidikan di Pidie Jaya Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Pidie Jaya, 2009 dan 2012 Catatan: Perpustakaan untuk semua jenjang pendidikan sedangkan Lab, IPA dan Komputer hanya untuk SMP/MTs dan SMA/MA/SMK. Selain fasilitas sekolah di atas, ketersediaan buku teks juga berkontribusi terhadap kualitas layanan pendidikan. Rasio buku per siswa merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur kecukupan buku teks. Rasio ini idealnya bernilai satu yang berarti buku teks cukup untuk setiap siswa. Namun, jika rasio ini lebih besar dari satu berarti terjadi kelebihan buku teks. Sebaliknya jika rasio ini lebih kecil dari satu berarti terjadi kekurangan buku teks. Ketersediaan buku-buku mata pelajaran yang diuji pada ujian nasional (UN) untuk tingkat SMP/MTs belum merata antar kecamatan. Terdapat empat mata pelajaran yang diujikan pada tingkat pendidikan SMP/MTs yakni Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, matematika, dan IPA. Kebutuhan buku tertinggi untuk keempat mata pelajaran ini terdapat di Kecamatan Bandar Dua dengan rincian buku Bahasa Indonesia sebanyak buah, buku Bahasa Inggris sebanyak buah, buku Matematika sebanyak buah dan buku IPA sebanyak buah. Berbeda dari SMP/MTs, ketersediaan buku mata pelajaran yang diuji pada ujian akhir sekolah berstandar nasional (UASBN) SD/MI telah tersedia di semua kecamatan. 60 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program

65 Grafik 55. Kekurangan buku-buku teks di SMP/MTs menurut kecamatan, 2012 Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Pidie Jaya, 2012 Kualifikasi atau kelayakan mengajar dan kompetensi guru merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi peningkatan kualitas pendidikan. Kualifikasi guru ditentukan dari persentase guru yang berpendidikan minimal S1/D4. Sementara tingkat kompetensi guru diukur dari banyaknya guru yang telah tersertifikasi. Persentase guru termasuk kepala sekolah yang berkualifikasi minimal S1/D4 di jenjang pendidikan dasar mengalami peningkatan. Sebelumnya pada tahun 2010, persentase guru SD/MI yang layak mengajar masih 26 persen, namun pada tahun 2012 mengalami peningkatan menjadi 48 persen atau lebih baik dari rata-rata Aceh sebesar 37 persen. 31 Sama halnya dengan persentase guru SMP/MTs. Pada tahun 2010 persentase guru yang layak mengajar masih 75 persen. Namun meningkat menjadi 85 persen pada tahun 2012 atau lebih tinggi dari rata-rata Aceh sebesar 81 persen. Guru termasuk kepala sekolah yang berkualifikasi di pendidikan menengah juga mengalami peningkatan. Pada tahun 2010, persentase kelayakan mengajar guru di jenjang ini sudah mencapai 94 persen atau sudah lebih baik dari rata-rata Aceh sebesar 93 persen. Persentase ini bertambah baik pada tahun 2012 di mana 98 persen guru dan kepala sekolah yang sudah layak mengajar. 31 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 9 menyebutkan bahwa guru berkualifikasi akademik pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat. OTONOMI KHUSUS Pidie Jaya

66 Grafik 56. Persentase guru berkualifikasi minimal S1/D4 menurut jenjang pendidikan di Pidie Jaya dan rata-rata Aceh, Sumber: Dinas Pendidikan Aceh dan Dinas Pendidikan Kabupaten Pidie Jaya, Guru yang belum berkualifikasi S1/D4 untuk jenjang pendidikan SD/MI dan SMP terdapat di seluruh kecamatan di Kabupaten Pidie Jaya. Di tingkat SD/MI, persentase guru layak mengajar tertinggi terdapat di Kecamatan Ulim yang mencapai 65 persen sedangkan terendah di Kecamatan Bandar Baru yang hanya memiliki 37 persen guru layak mengajar Sementara di SMP/MTs, persentase guru layak mengajar tertinggi terdapat di Kecamatan Panteraja yang mencapai 90 persen dan terendah di Kecamatan Bandar Dua yang sebesar 79 persen. Grafik 57. Persentase guru berkualifikasi minimal S1/D4 menurut jenjang pendidikan dan kecamatan di Pidie Jaya, 2012 Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Pidie Jaya, Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program

67 Kabupaten Pidie Jaya merupakan salah satu kabupaten yang memiliki jumlah tertinggi guru dan kepala sekolah yang telah tersertifikasi. Hingga tahun 2012, persentase guru yang tersertifikasi di semua jenjang pendidikan di Pidie Jaya mencapai 32 persen. Capaian Pidie Jaya ini sudah lebih baik dari rata-rata Aceh sebesar 28 persen. Grafik 58. Persentase guru dan kepala sekolah yang tersertifikasi di semua jenjang pendidikan (SD/MI s/d SMA/MA/SMK) menurut kabupaten, 2012 Sumber: Dinas Pendidikan Aceh, 2012 Namun, disparitas tingkat kompetensi guru dan kepala sekolah antar satuan pendidikan masih terjadi di Pidie Jaya. Pada tahun 2012, persentase tertinggi guru yang terserfikasi berada pada satuan pendidikan MA dengan capaian sebesar 43 persen. Sedangkan guru dan kepala sekolah dengan tingkat kompetensi terendah berada pada satuan pendidikan SMK di mana baru 10 persen yang tersertifikasi. Grafik 59. Persentase guru dan kepala sekolah tersertifikasi menurut jenjang pendidikan di Pidie Jaya, 2012 Sumber: Dinas Pendidikan Aceh, 2012 OTONOMI KHUSUS Pidie Jaya

68 3.2.4 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 1. Alokasi dana Otsus belum searah dengan prioritas pembangunan bidang pendidikan dalam RPJM Kabupaten Pidie Jaya Sebagian besar dana Otsus dialokasikan untuk perluasan dan pemerataan akses pendidikan. Sementara alokasi untuk peningkatan kualitas pendidikan sebagaimana telah menjadi misi RPJM bidang pendidikan masih terbatas. Oleh sebab itu, Pemerintah Pidie Jaya memfokuskan pemanfaatan dana Otsus untuk peningkatan kualitas pendidikan. 2. Kesenjangan ketersediaan fasilitas sekolah/madrasah dan tenaga pendidik yang berkualitas antar kecamatan dan antar satuan pendidikan masih terjadi. Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya sebaiknya memprioritaskan Dana Otsus memenuhi kebutuhan fasilitas sekolah dan tenaga pendidik berkualitas sesuai dengan standar pelayanan pendidikan di setiap kecamatan dan satuan pendidikan. 3. Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya menyediakan fasilitas sekolah antara lain pembangunan perpustakaan dan laboratorium, pengadaan alat praktik, dan pengadaan buku teks untuk melengkapi buku-buku yang dibeli oleh Progam BOS. Semetara itu, untuk meningkatkan mutu tenaga pendidik, Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya dapat menyalurkan beasiswa bagi guru yang belum berkualifikasi minimal S1/D4. Untuk meningkatkan kompetensi tenaga pendidik, Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya dapat mengalokasi dana Otsus untuk pelatihan guru kelas untuk SD/MI dan mata pelajaran untuk SMP/MTs dan SMA/MA/SMK, untuk pelaksanaan kelompok kerja guru dan musyawarah guru mata pelajaran. 64 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program

69 3.3 Sektor Kesehatan Prioritas Bidang Kesehatan dalam RPJM Pidie Jaya Pidie Jaya menempatkan pembangunan bidang kesehatan sebagai salah satu prioritas pembangunan. Dalam Dokumen RPJM Pidie Jaya dijelaskan bahwa prioritas di bidang kesehatan ini sejalan dengan prioritas pembangunan nasional yang menempatkan bidang ini sebagai urusan wajib. Dalam dokumen perencanaan tersebut disebutkan bahwa fokus pembangunan di bidang ini adalah peningkatan kualitas pelayanan kesehatan. Pembangunan sarana/prasarana kesehatan merupakan prioritas Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya. Dalam mencapai peningkatan kualitas layanan kesehatan, berdasarkan alokasi dalam RPJMD, Pemerintah Pidie Jaya mengalokasi dana terbesar untuk Program pengadaan, peningkatan sarana dan prasarana rumah sakit/rumah sakit jiwa/rumah sakit paru-paru/rumah sakit mata dengan alokasi mencapai 45 persen. Selanjutnya alokasi untuk Program pengadaan, peningkatan dan perbaikan sarana dan prasarana puskesmas/puskesmas pembantu dan jaringannya mencapai 25 persen. Dengan kondisi tersebut, maka 70 persen pendanaan pemerintah sektor kesehatan digunakan untuk pengadaan sarana/ prasarana kesehatan. Grafik 60. Prioritas alokasi pendanaan kesehatan Kabupaten Pidie Jaya Tahun Sumber: Pecapp, diolah dari RPJM Kabupaten Pidie Jaya, Alokasi Dana Otonomi Khusus Sektor Kesehatan Pidie Jaya memiliki belanja kesehatan per kapita sedikit di bawah rata-rata belanja kabupaten/kota di Aceh. Jumlah anggaran belanja perkapita di Pidie Jaya pada tahun 2013 terhitung sebesar Rp. 382 Ribu, masih dibawah rata-rata Aceh yang berjumlah Rp. 398 Ribu. Belanja perkapita tertinggi diperoleh di Sabang dan Langsa. Belanja perkapita yang sangat tinggi seperti yang tampak terjadi di Sabang dapat disebabkan karena jumlah penduduk yang relatif lebih rendah dibandingkan daerah lainnya. OTONOMI KHUSUS Pidie Jaya

70 Tidak lebih baik dibanding belanja kesehatan per kapita, Pidie Jaya juga memiliki alokasi Otsus kesehatan per kapita yang tergolong rendah. Dibandingkan kabupaten/kota lainnya di Aceh, alokasi per kapita sektor kesehatan di Pidie Jaya masih rendah kabupaten/kota di Aceh sebesar Rp. 60 Ribu. Kondisi ini tidak terlepas dari alokasi dana Otsus yang rendah yang diperoleh sektor kesehatan. Grafik 61. Alokasi per kapita sektor kesehatan bersumber dana Otsus tahun 2012 Sumber: PECAPP, diolah dari data Pemerintah Aceh, 2013 Alokasi dana Otsus untuk sektor kesehatan di Pidie Jaya dalam kurun waktu berfluktuasi. Secara nominal rata-rata alokasi per tahun untuk sektor kesehatan sebesar Rp. 4,38 milyar. Alokasi tertinggi terjadi pada tahun 2010 sebesar Rp.6,13 milyar. Sedangkan alokasi terendah terjadi pada tahun 2011 sebesar 4,77 persen dari total alokasi dana Otsus untuk Pidie Jaya pada tahun tersebut sebesar Rp. 73 milyar. Persentase rata-rata alokasi untuk sektor ini tergolong kecil hanya sebesar 7,15 persen dari total alokasi dana Otsus untuk yang sudah diterima Pidie Jaya hingga tahun Grafik 62. Alokasi ana Otsus sektor kesehatan di Pidie Jaya, Sumber data: PECAPP, diolah dari data Pemerintah Aceh, Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program

71 Sebagian besar alokasi sektor kesehatan digunakan untuk pembiayaan kebutuhan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pidie Jaya. Walaupun seluruh alokasi sektor kesehatan dikelola oleh Dinas Kesehatan, namun sejak 2008 alokasi dana Otsus untuk RSUD Pidie Jaya terus meningkat. Bahkan pada tahun 2012 seluruh alokasi sektor kesehatan digunakan untuk pembangunan rumah sakit. Grafik 63. Perbandingan alokasi Dana Otsus RSUD Pidie Jaya dan Dinas Kesehatan di Pidie Jaya, (%) Sumber data: PECAPP, diolah dari data Pemerintah Aceh, 2013 Sejak , sektor kesehatan belum pernah mengalokasikan dana untuk program dan kegiatan kesehatan yang bersifat preventif dan promotif. Seluruh alokasi dana otsus untuk sektor kesehatan hanya dimanfaatkan untuk pembangunan fisik. Dari empat tipologi pembangunan fisik yang terdapat di sektor ini sejak , pembangunan rumah sakit mendapatkan porsi alokasi paling besar yakni 82,88 persen. Porsi alokasi kedua dan ketiga untuk pembangunan poskesdes dan pembangunan posyandu masing-masing sebesar 8,65 persen dan tujuh persen. Porsi terkecil sebesar 1,48 persen digunakan untuk pengadaan sarana dan prasarana puskesmas. Grafik 64. Tipologi proyek sektor kesehatan di Pidie Jaya, Sumber data: PECAPP, diolah dari data Pemerintah Aceh, 2013 OTONOMI KHUSUS Pidie Jaya

72 Dilihat dari alokasinya, meski menjadi prioritas pembangunan fisik di sektor kesehatan, namun alokasi untuk pembangunan RSUD Pidie Jaya cenderung berfluktuasi. RSUD Pidie Jaya mulai dibangun sejak 2007 dan membutuhkan biaya Rp. 57,4 milyar. Sejauh ini Rp. 19,66 milyar yang bersumber dari dana Otsus sektor kesehatan telah dialokasikan untuk menyelesaikan pembangunan rumah sakit ini. Secara nominal maupun persentase, alokasi untuk RSUD terus meningkat sejak 2008 dan mendapatkan alokasi tertinggi pada tahun 2010 sebesar 5,56 milyar atau 90,68 persen dari total alokasi sektor kesehatan. Tetapi mengalami penurunan alokasi nominal yang cukup signifikan pada tahun 2011 menjadi Rp. 3,22 milyar. Penurun ini seiring dengan menurunnya total alokasi untuk sektor kesehatan di tahun tersebut. Grafik 65. Alokasi Dana Otsus untuk RSUD Pidie Jaya Sumber: PECAPP, diolah dari data Pemerintah Aceh, 2013 Pengembangan RSU Meureudu merupakan salah satu kebutuhan prioritas bagi Kabupaten Pidie Jaya. Menurut standar WHO, dibutuhkan sedikitnya satu tempat tidur per seribu penduduk. 32 Dibandingkan dengan jumlah penduduk Pidie Jaya yang mencapai 140 ribu orang, maka jumlah tempat tidur yang dibutuhkan sedikitnya berjumlah 140 buah. Pada tahun 2012, jumlah tempat tidur RSUD Pidie Jaya baru berjumlah 44 buah. Agar standar tersebut tercapai, maka RSUD ini perlu mengembangkan dirinya menjadi lebih besar lagi. Merujuk Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 340 Tahun 2010 menyatakan bahwa jumlah tempat tidur antara merupakan kebutuhan rumah sakit Kelas C. Dengan kualifikasi Kelas D saat ini, RSU Pidie Jaya memerlukan penambahan berbagai fasilitas dan juga ketenagaan. Pengalokasian dana Otsus belum mampu memenuhi kebutuhan dana pembangunan RSUD seperti yang direncanakan dalam dokumen detailed engineering desigan (DED) Dengan jumlah dana yang telah dialokasikan ke rumah sakit terhadap kebutuhan dana sejak tahun 2008, maka dari total kebutuhan tersebut, terhitung kekurangan dana pembangunan sebesar Rp. 37 miliar. Dengan rata-rata alokasi sebesar Rp. 3,9 miliar per tahun, maka setidaknya dibutuhkan waktu sekitar 10 tahun hingga kebutuhan rumah sakit tersebut tercukupi. 32 Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, Kemenkes RI, Sinergi RS Pemerintah dan Swasta Atasi Disparitas Fasyankes di Sulawesi Selatan, Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program

73 Tabel 3 Kebutuhan dana pengembangan RSUD Pidie Jaya, TAHUN KEBUTUHAN DANA PENGEMBANGAN RS JUMLAH ALOKASI RS KECUKUPAN ALOKASI DANA OTSUS % % % % % TOTAL % Sumber: DED RSUD Pidie Jaya Capaian dan Tantangan Jumlah Puskesmas di Kabupaten Pidie Jaya sudah memadai. Sebaran Puskesmas di kabupaten ini juga relatif merata. Rasio puskesmas terhadap penduduk adalah 1: 14 ribu penduduk atau satu puskesmas melayani 14 ribu penduduk. Angka ini lebih baik dari target nasional yakni 1: 30 ribu penduduk. Sebaran puskesmas juga terhitung ideal. Jarak rata-rata penduduk ke puskesmas dan puskesmas pembantu (pustu) di Pidie Jaya cukup terjangkau. Jarak rata-rata ke pustu sekitar 2,6 km. Jarak terjauh masyarakat ke Puskesmas dan Pustu adalah 3,2 Km di Kecamatan Meureudu, sementara jarak terdekat adalah 1,6 Km di Kecamatan Jangka Buya. Grafik 66. Rasio puskesmas terhadap penduduk di Pidie Jaya, 2012 Sumber: Analisis Belanja Sektor Kesehatan-PECAPP, 2013 OTONOMI KHUSUS Pidie Jaya

74 Rasio dokter terhadap penduduk di Pidie Jaya masih rendah. Target Indonesia Sehat tahun 2010 mensyaratkan 40 dokter untuk 100 ribu penduduk atau penduduk per dokter. Saat ini jumlah dokter yang tersedia di Pidie Jaya sebanyak 32 dokter. Kondisi ini membuat rasio dokter per penduduk 1 : Bila dilihat lebih rinci, ketenagaan dokter spesialis di Pidie Jaya juga sangat minim. Menurut data terakhir RSUD Meureudu hanya memiliki empat dokter spesialis. Ketersediaan dokter spesialis tersebut masih jauh dari kebutuhan sarana dan prasarana kesehatan termasuk ketenagaan sesuai dengan Permenkes yang mengatur tentang rumah sakit kelas D. Grafik 67. Rasio dokter dibandingkan dengan jumlah penduduk di beberapa kabupaten di Aceh Sumber: Analisis Belanja Sektor Kesehatan-PECAPP, 2013 Rasio bidan terhadap penduduk di Pidie Jaya telah mencapai target. Rasio bidan terhadap penduduk di Kabupaten Pidie Jaya mencapai 137 per 100 ribu penduduk. Angka tersebut mencapai Target Indonesia Sehat 2010 dengan rasio 100 bidan per 100 ribu penduduk. Namun disparitas distribusi bidan masih terjadi antar kecamatan. Hal ini terlihat dari distribusi bidan di Puskesmas Trienggadeng yang memiliki rasio satu 67 bidan per penduduk. Sedangkan di Puskesmas Panteraja, rasio bidan terhadap penduduk sangat besar yakni 303 bidan per 100 ribu penduduk. 70 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program

75 Grafik 68. Rasio Bidan per penduduk di Pidie Jaya, 2012 Sumber: Analisis Belanja Sektor Kesehatan-PECAPP, 2013 Bila melihat tingkat kematian ibu, meskipun masih berada di bawah target nasional, angka kematian ibu (AKI) terus mengalami perbaikan. Pada tahun 2012 AKI di Pidie Jaya adalah 115 per 100 ribu kelahiran hidup. Capaian ini jauh membaik dibandingkan pada tahun 2010 yang mencapai 250 per 100 ribu kelahiran hidup. Namun demikian, capaian pada tahun 2012 tersebut masih berada di bawah target nasional yang ditetapkan yakni 112 kematian per 100 ribu kelahiran hidup. Sejak tahun 2008 hingga 2012 diketahui bahwa penyebab kematian ibu sangat didominasi akibat proses persalinan. Sementara 100 persen proses persalinanan dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terdapat di seluruh puskesmas. Grafik 69. AKI di Pidie Jaya, Sumber: Analisis Belanja Sektor Kesehatan-PECAPP, 2013 OTONOMI KHUSUS Pidie Jaya

76 Sedangkan angka kematian bayi (AKB) dari tahun 2008 sampai 2012 terus mengalami perbaikan dan telah memenuhi target Millenium Development Goals (MDGs). AKB yang ditargetkan dalam MDGs adalah 32 per kelahiran hidup sementara capaian Pidie Jaya pada tahun 2012 adalah 9,2 per kelahiran hidup. Namun, dari tahun 2011 terjadi AKB dari 6,9 per 1000 LH. Grafik 70. Jumlah kematian bayi dan AKB per lahir hidup (LH) di Kabupaten Pidie Jaya Sumber: Analisis Belanja Sektor Kesehatan-PECAPP, 2013 Upaya pelayanan kesehatan anak menunjukkan perbaikan hasil di tahun Beberapa upaya pelayanan kesehatan anak seperti kunjungan neonatus pertama, kunjungan neonatus lengkap dan kunjungan bayi lengkap (empat kali) menunjukkan perbaikan yang cukup bermakna di Pidie Jaya. Grafik 71. Pencapaian beberapa indikator pelayanan anak di Kabupaten Pidie Jaya, Sumber: Analisis Belanja Sektor Kesehatan-PECAPP, Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program

77 Namun di sisi lain, jumlah balita dengan kondisi di bawah garis merah (BGM) di Pidie Jaya meningkat. Berat badan balita yang berada di bawah garis merah pada Kartu Menuju Sehat (KMS) merupakan sinyal bahwa balita tersebut menderita gizi buruk. Pada tahun 2012 ditemukan lima persen balita mengalami kondisi BGM. Kondisi ini meningkat bila dibandingkan dengan 2011 di mana hanya tiga persen balita BGM. Beberapa puskesmas memiliki persentase balita bawah garis merah yang sangat tinggi. Wilayah kerja Puskesmas Bandar dua, Panteraja dan Meureudu memiliki persentase balita BGM yang lebih tinggi dari rata-rata Pidie Jaya yakni lima persen. Sedangkan capaian balita ditimbang meningkat dari tahun 2011 sebanyak 63 persen menjadi 77 persen pada tahun Grafik 72. Persentase balita ditimbang dan BGM di Kabupaten Pidie Jaya berdasarkan puskesmas, 2012 Sumber: Analisis Belanja Sektor Kesehatan-PECAPP, 2013 Beberapa indikator keberhasilan penanggulangan dari sejumlah jenis penyakit menular masih di bawah rata-rata Aceh. Indikator-indikator tersebut misalnya bisa dilihat dari angka insidensi dan prevalensi TB paru di Pidie Jaya pada tahun 2012 yang relatif lebih tinggi dari rata-rata Aceh. Begitu juga dengan angka prevalensi kusta di kabupaten ini yang mencapai 2,5 jiwa per 10 ribu penduduk lebih tinggi dibanding ratarata Aceh 0,8 jiwa per 10 ribu penduduk. Tabel 4 Beberapa indikator pemberantasan penyakit menular (P2M) di Pidie Jaya, dan Pencapaian Aceh, 2012 INDIKATOR PIDIE JAYA ACEH 2012 SATUAN AFP Rate (non polio) < 15 th per pend <15thn Angka Insidens TB Paru per penduduk Angka Prevalensi TB Paru per penduduk Angka Penemuan Kasus TB Paru (CDR) % Success Rate TB Paru % Persentase Diare ditemukan dan ditangani % Angka Prevalensi Kusta per Penduduk OTONOMI KHUSUS Pidie Jaya

78 Penderita Kusta PB Selesai Berobat (RFT PB) % Penderita Kusta MB Selesai Berobat (RFT MB) % Incidence Rate DBD per penduduk Angka Kesakitan Malaria (API) per penduduk Sumber: Analisis Belanja Sektor Kesehatan-PECAPP, Kesimpulan dan Rekomendasi Beberapa indikator sektor kesehatan di Pidie Jaya menunjukkan hasil yang baik. Namun masih teradapat sejumlah tantangan pada indikator-indikator lainnya. Dalam merespons tantangan-tantangan tersebut tentu saja memerlukan sumber daya pendanaan. Sejumlah rekomendasi yang dijelaskan berikut ini kiranya bisa memanfaatkan sebagian alokasi dana Otsus sektor kesehatan di Pidie Jaya, yaitu: 1. Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya melalui Dinas Kesehatan perlu segera mengambil kebijakan menambah tenaga dokter. Meski seluruh puskesmas di kabupaten ini sudah memiliki dokter, namun rasio dokter yang melayani penduduk masih jauh dari target Indonesia Sehat. Tenaga tambahan dokter ini bisa ditempatkan di puskesmas maupun rumah sakit. Hal ini dibutuhkan sebagai usaha mendekatkan akses masyarakata terhadap dokter. Salah satu langkah nyata yang bisa diambil, misalnya dengan merintis program pemenuhan dokter bekerjasama dengan salah satu perguruan tinggi yang memiliki fakultas kedokteran. 2. Dinas Kesehatan perlu memberi perhatian khusus dalam peningkatan komptensi bidan. Langkah ini perlu diambil dengan mempertimbangkan fakta bahwa kematian ibu tertinggi terjadi pada saat proses persalinan. Sementara data menunjukkan 100% persalinan dilakukan oleh tenaga kesehatan (bidan) yang terdapat di seluruh puskesmas di Pidie Jaya. 3. Mencari sumber pendanaan lain untuk pembangunan RSUD Pidie Jaya selain dari Otsus, sehingga bisa memberi kesempatan untuk pembiayaan promotif dan preventif yang lebih serius yang belum pernah didanai dari dana Otsus. Bentuk usaha promotif dan preventif yang dibutuhan saat ini adalah sebagai langkah: Memperbaiki rasio AKI yang capaiannya masih di bawah target nasional dengan upaya meningkatkan kunjungan K4, meningkatakan komplikasi kebidanan yang ditangani, memberikan pelayanan nifas yang lebih baik, dan memberikan edukasi ibu hamil untuk bersalin di tenaga kesehatan. Mengurangi bertambahnya jumlah kematian bayi dengan upaya meningkatkan jumlah balita ditimbang untuk menjaring BGM sebagai langkah awal menemukan kasus gizi buruk agar dapat diintervensi segera. Menanggulangi penyakit menular dengan upaya peningkatakan kesadaran masyarakat melalui pola hidup bersih dan sehat. 74 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program

79 BAB IV

80 SURVEI PROYEK DANA OTONOMI KHUSUS Bagian ini membahas efektifitas dari proyek-proyek fisik yang pembangunannya bersumber dari dana Otsus. Sebuah kegiatan survei dilakukan untuk mengukur efektifitas tersebut dengan menekankan pada aspek fungsionalitas dan kemanfaatan proyek. Survei dilakukan terhadap ketiga sektor kunci yaitu infrastruktur (Bidang Bina Marga dan Sumber Daya Air), kesehatan, dan pendidikan. Seluruh output yang disurvei merupakan pendanaan dari Dana Otsus selama tahun anggaran 2011 dan Pemilihan sampel dilakukan dengan teknik acak, berjenjang, dan proporsional, (proportional stratified random sampling). Aspek-aspek yang dipertimbangkan dalam pengambilan sampel ini adalah tiga sektor kunci yang disebukan sebelumnya dan skala nilai proyek. Skala nilai proyek dibagi ke dalam tiga kelompok; kecil (< Rp. 200 juta), sedang (>Rp. 200 juta Rp. 1 miliar), dan besar (> Rp. 1 miliar). Survei ini berlangsung pada bulan Oktober 2013 di Pidie Jaya. Tabel 5. Kerangka Sampel BIDANG TAHUN SKALA PENDIDIKAN KESEHATAN INFRASTRUKTUR TOTAL POPULASI SAMPEL POPULASI SAMPEL POPULASI SAMPEL POPULASI SAMPEL Kecil Sedang Besar Kecil Sedang Besar TOTAL Sumber: PECAPP, diolah dari data P2K Pemerintah Aceh, 2013 Secara keseluruhan survei ini mencoba melihat aspek fungsionalitas, kesesuaian fungsi dan tingkat kepuasan penerima manfaat atas proyek-proyek dengan dana Otsus. Tabel 6 memperlihatkan secara lebih rinci pertanyaan-pertanyaan kunci yang diajukan kepada para penerima manfaat serta indikatorindikator yang digunakan. Tabel 6. Pertanyaan penelitian dan indikator kunci PERTANYAAN PENELITIAN Apakah proyek-proyek yang dibangun berfungsi secara efektif? Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan suatu proyek tidak berfungsi? Apakah proyek-proyek yang dibangun bermanfaat bagi penerima manfaat? Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan proyek-proyek yang dibangun tidak bermanfaat? INDIKATOR KUNCI % proyek yang digunakan dan difungsikan secara efektif % masing-masing penyebab proyek tidak berfungsi % tingkat kepuasan penerima manfaat penyebab masing-masing proyek-proyek tidak memberikan manfaat. 76 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program

81 Seberapa besarkah gap (kesenjangan) manfaat yang dirasakan dengan yang diharapkan dari proyek-proyek yang dibangun? Bagaimana hubungan skala proyek dengan tingkat manfaat yang dihasilkan? % gap (kesenjangan) antara manfaat yang dirasakan dengan yang diharapkan oleh penerima manfaat dari proyek-proyek yang dibangun. % skala proyek dengan manfaat yang diberikan 4.1 Fungsionalitas Proyek Sebagian besar proyek-proyek yang dibiayai melalui dana Otsus telah berfungsi. Dari proyek-proyek di ketiga sektor yang disurvei sebanyak 96 persen telah berfungsi. Meski telah berfungsi, namun 11 persen dari proyek-proyek tersebut tidak sesuai peruntukannya atau mengalami peralihan fungsi. Sedangkan sisanya sebesar empat persen belum berfungsi. Keberadan fasilitas penunjang, ketepatan perencanaan, dan ketersediaan sumber daya manusia merupakan sejumlah faktor yang mempengaruhi fungsionalitas sebuah proyek. Dari beberapa sampel yang disurvei, misalnya ditemukan proyek yang beralih fungsi karena ketiadaan fasilitas penunjang menyebabkan sebuah proyek difungsikan tidak sesuai tujuan pembangunannya. Begitu pula dengan ketidaktepatan perencanaan. Hal ini juga bisa mengakibatkan beralihnya fungsi sebuah proyek dari perencanaan semula. Belum adanya sumber daya manusia yang akan mengoperasikan sebuah proyek juga dapat mengakibatkan proyek tersebut tidak bisa difungsikan. Grafik 73. Fungsionalitas proyek Kabupaten Pidie Jaya Sumber: PECAPP, Survei Otsus, 2013 Proyek-proyek di sektor infrastruktur memiliki tingkat fungsionalitas yang tinggi. Infrastruktur merupakan satu-satunya sektor yang seluruh proyeknya telah berfungsi. Tidak ditemukan proyek yang beralih fungsi maupun belum berfungsi. Dengan kata lain seluruh proyek yang disurvei telah berfungsi dengan peruntukannya. Bahkan terdapat proyek seperti Peningkatan Daerah Irigasi Gaharu di desa Gaharu OTONOMI KHUSUS Pidie Jaya

82 Kecamatan Bandar Dua yang mulai berfungsi meskipun proses pembangunannya belum selesai. Bendungan irigasi ini sudah dapat mengairi sawah di sekitar proyek yang dibangun tersebut. Sebagian besar proyek di sektor pendidikan telah berfungsi sesuai peruntukannya. Dari keseluruhan proyek yang disurvei, tidak ada satu pun proyek yang belum berfungsi, dan hanya 18 persen yang mengalami peralihan fungsi. Peralihan fungsi ini ditemukan pada proyek pembangunan Laboratorium Fisika SMAN 2 Meureudu dan Laboratorium Komputer SMAN 1 Bandar Dua. Kedua proyek ini memiliki persoalan yang sama yakni belum tersedianya fasilitas penunjang utama. Laboratorium fisika yang dialihkan fungsinya sebagai ruang serba guna karena belum dilengkapi dengan alat-alat laboratorium fisika. Begitu pula dengan ruang laboratorium komputer yang beralih fungsi sebagia ruang belajar juga belum memiliki perangkat komputer yang dibutuhkan. Sektor kesehatan memiliki persoalan disfungsionalitas yang lebih tinggi dibanding dua sektor lainnya. Dari keseluruhan proyek yang disurvei di sektor ini, sebagian besar sudah berfungsi. Namun 33 persen dari total sampel di sektor ini tidak sesuai peruntukannya seperti yang telah direncanakan. Ketidaksesuaian ini terjadi pada proyek rehabilitasi Gedung Administrasi Lama RSUD Pidie Jaya yang kemudian berfungsi sebagai Kantor Dinkes Pidie Jaya. Hal ini disebabkan karena Dinkes Pijay belum memiliki kantor sehingga memanfaatkan gedung milik RSUD yang masih berada dalam kewenangannya. Sementara 33 persen proyek di sektor ini belum berfungsi sama sekali. Ini terjadi pada proyek Pembangunan Kamar Operasi (operation theater). Meskipun pengerjaan proyek ini sudah selesai, namun karena dokter yang dibutuhkan masih dalam pendidikan spesialis, kamar operasi tersebut belum bisa difungsikan. Grafik 74. Fungsionalitas proyek berdasarkan sektor Kabupaten Pidie Jaya Sumber: PECAPP, Survei Otsus, Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program

83 Dibanding survei sebelumnya, tingkat fungsionalitas di sektor kesehatan tidak mengalami perubahan. 33 Dalam kedua survei tersebut, sektor kesehatan tercatat memiliki tingkat fungsionalitas yang paling rendah. Namun untuk dua sektor lainnya hasil survei menunjukkan sedikit perbedaan. Pada survei terdahulu, sektor pendidikan menunjukkan tingkat fungsionalitas tertinggi dan diikuti oleh sektor infrastruktur. Hasil survei di Pidie Jaya menunjukkan bahwa sektor infrastruktur tercatat memiliki tingkat fungsionalitas yang lebih tinggi dibanding sektor pendidikan. 4.2 Manfaat Proyek Sebagian besar proyek-proyek yang bersumber dari dana Otsus telah memberikan manfaat. Sebesar 85 persen dari proyek-proyek di ketiga sektor yang disurvei telah memberikan manfaat, dengan rincian 73 persen memberikan tingkat manfaat yang tinggi, dan 12 persen dengan tingkat manfaat sedang. Sedangkan proyek dengan tingkat manfaat yang rendah tergolong kecil sebesar 15 persen. Grafik 75. Tingkat manfaat proyek Kabupaten Pidie Jaya Sumber: PECAPP, Survei Otsus, 2013 Meskipun demikian, persoalan fungsionalitas, ketidaksesuaian prioritas proyek dengan kebutuhan mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap manfaat yang dirasakan dari sebuah proyek. Hal ini bisa terlihat dari proyek-proyek di sektor kesehatan yang menunjukkan kesenjangan manfaat sebesar 39 persen. Di sektor ini, 66 persen proyek yang menjadi sampel mengalami persoalan fungsionalitas, seperti beralihnya fungsi proyek dari rencana pembangunan semula. Penyebab serupa juga terjadi di sektor pendidikan yang memiliki tingkat disparitas manfaat mencapai 24 persen. Sementara infrastruktur, walaupun seluruh proyek sudah berfungsi, ketidaksesuaian dengan kebutuhan masyarakat mengakibatkan disparitas manfaat sebesar 14 persen. 33 Survei sebelumnya dilakukan pada tahun 2011 terhadap sektor-sektor yang sama dan mengambil lokasi di lima kabupaten/kota di Aceh. Lihat Bank Dunia, Universitas Syiah Kuala dan Universitas Malikussaleh, Kajian Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Otonomi Khusus Aceh, 2011, Hal. 49. OTONOMI KHUSUS Pidie Jaya

84 Grafik 76 Disparitas manfaat diharapkan dengan manfaat yang dirasakan Kabupaten Pidie Jaya Sumber: PECAPP, Survei Otsus, 2013 Proyek-proyek di sektor infrastruktur dan pendidikan memberikan manfaat yang tinggi. Sebanyak 75 persen proyek di proyek infrastruktur memberikan manfaat yang tinggi, sedangkan sisanya 25 persen bermanfaat sedang. Tidak ditemukan proyek-proyek yang bermanfaat rendah di sektor ini. Berbeda dengan sektor pendidikan yang memiliki tingkat manfaat bervariasi. Sebanyak 64 persen proyek di sektor pendidikan memberikan tingkat manfaat yang tinggi, sedangkan sisanya memberikan manfaat sedang dan rendah masing-masing sebesar 18 persen. Kondisi yang kontras ditemukan pada sektor kesehatan di mana tidak ditemukan proyek yang memiliki manfaat yang tinggi. Hanya 33 persen proyek di sektor ini yang bisa memberikan manfaat sedang, selebihnya mencapai 67 persen memberikan manfaat yang rendah terhadap penerima manfaat. Grafik 77. Disparitas manfaat diharapkan dengan manfaat yang dirasakan Kabupaten Pidie Jaya Sumber: PECAPP, Survei Otsus, Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program

85 Survei manfaat secara sektoral di Pidie Jaya menunjukkan hasil yang berbeda dengan survei terdahulu. Pada survei sebelumnya, sektor infrastruktur menunjukkan tingkat manfaat yang paling rendah dan sektor pendidikan memiliki tingkat manfaat yang paling tinggi. 34 Hasil survei di Pidie Jaya menunjukkan sektor infrastruktur memiliki tingkat manfaat tertinggi sedangkan sektor kesehatan memiliki tingkat manfaat paling rendah. Rendahnya manfaat di sektor kesehatan ini, seperti telah dijelaskan sebelumnya, lebih diebabkan karena disfungsionalitas proyek-proyek di sektor ini. Proyek skala besar lebih banyak memberikan manfaat yang tinggi dibandingkan proyek berskala sedang dan kecil. Sebanyak 78 persen proyek berskala besar memberikan manfaat tinggi juga. Hasil ini lebih baik bila dibandingkan dengan proyek skala sedang di mana 73 persen memberikan manfaat tinggi. Begitupun dengan proyek skala kecil hanya 50 persen dari proyek yang memberikan manfaat yang tinggi. Di samping itu, proyek berskala besar lebih sedikit yang memberikan manfaat rendah hanya sebesar 11 persen. Sangat berbeda dengan proyek skala kecil di mana 50 persen proyeknya memberikan manfaat yang rendah. Grafik 78. Tingkat manfaat berdasarkan skala proyek Kabupaten Pidie Jaya Sumber: PECAPP, Survei Otsus, Ibid., Hal. 53. OTONOMI KHUSUS Pidie Jaya

86 BAB V

QANUN ACEH NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGALOKASIAN TAMBAHAN DANA BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI DAN PENGGUNAAN DANA OTONOMI KHUSUS

QANUN ACEH NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGALOKASIAN TAMBAHAN DANA BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI DAN PENGGUNAAN DANA OTONOMI KHUSUS QANUN ACEH NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGALOKASIAN TAMBAHAN DANA BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI DAN PENGGUNAAN DANA OTONOMI KHUSUS BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

Lebih terperinci

(2) Pendanaan Program dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setiap tahun dianggarkan dalam APBA.

(2) Pendanaan Program dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setiap tahun dianggarkan dalam APBA. QANUN ACEH NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS QANUN ACEH NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGALOKASIAN TAMBAHAN DANA BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI DAN PENGGUNAAN DANA OTONOMI KHUSUS BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Lebih terperinci

PERAN PERGURUAN TINGGI DALAM MENGAWAL DANA OTSUS ACEH DAN REKOMENDASI PENGELOLAANNYA

PERAN PERGURUAN TINGGI DALAM MENGAWAL DANA OTSUS ACEH DAN REKOMENDASI PENGELOLAANNYA PERAN PERGURUAN TINGGI DALAM MENGAWAL DANA OTSUS ACEH DAN REKOMENDASI PENGELOLAANNYA NAZAMUDDIN Universitas Syiah Kuala Dipresentasikan pada Roundtable Discussion Optimalisasi Pengelolaan Dana Otonomi

Lebih terperinci

QANUN ACEH NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS QANUN ACEH NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGALOKASIAN TAMBAHAN DANA BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI DAN PENGGUNAAN DANA OTONOMI KHUSUS BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Lebih terperinci

RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PENGALOKASIAN TAMBAHAN DANA BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI DAN PENGGUNAAN DANA OTONOMI KHUSUS

RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PENGALOKASIAN TAMBAHAN DANA BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI DAN PENGGUNAAN DANA OTONOMI KHUSUS RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PENGALOKASIAN TAMBAHAN DANA BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI DAN PENGGUNAAN DANA OTONOMI KHUSUS BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN KABUPATEN (RKPK) ACEH SELATAN TAHUN 2014 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN KABUPATEN (RKPK) ACEH SELATAN TAHUN 2014 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan adalah sebuah proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

BUPATI PIDIE JAYA PERATURAN BUPATI PIDIE JAYA NOMOR TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH KABUPATEN (RKPK) PIDIE JAYA TAHUN 2012

BUPATI PIDIE JAYA PERATURAN BUPATI PIDIE JAYA NOMOR TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH KABUPATEN (RKPK) PIDIE JAYA TAHUN 2012 BUPATI PIDIE JAYA PERATURAN BUPATI PIDIE JAYA NOMOR TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH KABUPATEN (RKPK) PIDIE JAYA TAHUN 2012 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI

Lebih terperinci

B A P P E D A KAJIAN PELAKSANAAN DANA OTONOMI KHUSUS ACEH

B A P P E D A KAJIAN PELAKSANAAN DANA OTONOMI KHUSUS ACEH B A P P E D A KAJIAN PELAKSANAAN DANA OTONOMI KHUSUS ACEH PUSAT PENGEMBANGAN KEUANGAN DAERAH 2015 KAJIAN PELAKSANAAN DANA OTONOMI KHUSUS ACEH 2 UCAPAN TERIMA KASIH Kajian Pelaksanaan Dana Otonomi Khusus

Lebih terperinci

Analisis Belanja Publik SEKTOR KESEHATAN. Kabupaten Pidie Jaya 2014 CPDA. Consolidating for Peacefull Development in Aceh

Analisis Belanja Publik SEKTOR KESEHATAN. Kabupaten Pidie Jaya 2014 CPDA. Consolidating for Peacefull Development in Aceh Analisis Belanja Publik SEKTOR KESEHATAN Kabupaten Pidie Jaya 2014 CPDA Consolidating for Peacefull Development in Aceh Analisis Belanja Publik SEKTOR KESEHATAN Kabupaten Pidie Jaya 2014 CPDA Consolidating

Lebih terperinci

QANUN ACEH NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG

QANUN ACEH NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG 1 QANUN ACEH NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS QANUN ACEH NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGALOKASIAN TAMBAHAN DANA BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI DAN PENGGUNAAN DANA OTONOMI KHUSUS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Nagan Raya merupakan salah satu kabupaten yang sedang tumbuh dan berkembang di wilayah pesisir barat-selatan Provinsi Aceh. Kabupaten yang terbentuk secara

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH (RPJM) KABUPATEN ACEH SELATAN TAHUN

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH (RPJM) KABUPATEN ACEH SELATAN TAHUN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN ACEH SELATAN NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH KABUPATEN ACEH SELATAN TAHUN 2013-2018 1.1. Latar Belakang Lahirnya Undang-undang

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH MW\DATAWAHED\2014\PER.GUB.

GUBERNUR ACEH MW\DATAWAHED\2014\PER.GUB. GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PAGU DEFINITIF TAMBAHAN DANA BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI DAN DANA OTONOMI KHUSUS TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR

Lebih terperinci

Pada akhir 2027 (Otonomi Khusus), Aceh akan menerima lebih dari Rp 650 T

Pada akhir 2027 (Otonomi Khusus), Aceh akan menerima lebih dari Rp 650 T Belanja Publik Aceh 2013; Mengulang Kekeliruan www.belanjapublikaceh.org Prof. Raja Masbar Banda Aceh, 28 November 2013 Pada akhir 2027 (Otonomi Khusus), Aceh akan menerima lebih dari Rp 650 T Diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang LAMPIRAN KEPUTUSAN BUPATI ACEH SELATAN NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENGESAHAN RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT KABUPATEN ACEH SELATAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dengan berlakunya Undang-undang

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PIDIE JAYA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH KABUPATEN (RKPK) PIDIE JAYA TAHUN 2011 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

PERATURAN BUPATI PIDIE JAYA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH KABUPATEN (RKPK) PIDIE JAYA TAHUN 2011 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM PERATURAN BUPATI PIDIE JAYA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH KABUPATEN (RKPK) PIDIE JAYA TAHUN 2011 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI PIDIE JAYA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH KABUPATEN (RKPK) PIDIE JAYA TAHUN 2010

RENCANA KERJA PEMERINTAH KABUPATEN (RKPK) PIDIE JAYA TAHUN 2010 RENCANA KERJA PEMERINTAH KABUPATEN (RKPK) PIDIE JAYA TAHUN 2010 PEMERINTAH KABUPATEN PIDIE JAYA 2009 PERATURAN BUPATI PIDIE JAYA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH KABUPATEN (RKPK) PIDIE

Lebih terperinci

CPDA. Consolidating for Peacefull Development in Aceh FAKULTAS EKONOMI

CPDA. Consolidating for Peacefull Development in Aceh FAKULTAS EKONOMI CPDA Consolidating for Peacefull Development in Aceh FAKULTAS EKONOMI Gambaran Umum 1 Grafik 1. 2 Aceh akan terus memiliki sumber daya keuangan yang besar dalam masa mendatang dari dana otonomi khusus.

Lebih terperinci

POTRET BELANJA PUBLIK ACEH TENGAH TAHUN Public Expenditure Analysis & Capacity Strengthening Program (PECAPP) Takengon, 19 Desember 2013

POTRET BELANJA PUBLIK ACEH TENGAH TAHUN Public Expenditure Analysis & Capacity Strengthening Program (PECAPP) Takengon, 19 Desember 2013 POTRET BELANJA PUBLIK ACEH TENGAH TAHUN 2013 Public Expenditure Analysis & Capacity Strengthening Program (PECAPP) Takengon, 19 Desember 2013 PENERIMAAN DAERAH 2 Penerimaan Aceh Tengah meningkat secara

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Dalam upaya reformasi pengelolaan keuangan daerah, Pemerintah telah menerbitkan paket peraturan perundang undangan bidang pengelolaan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT ACEH (RENJA-SKPA) BAPEDAL ACEH TAHUN 2015

RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT ACEH (RENJA-SKPA) BAPEDAL ACEH TAHUN 2015 RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT ACEH (RENJA-SKPA) BAPEDAL ACEH TAHUN 2015 BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN (BAPEDAL ) Nomor : / /2014 Banda Aceh, Maret 2014 M Lampiran : 1 (satu) eks Jumadil Awal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU

Lebih terperinci

BAB 1 GAMBARAN UMUM. 1.1 Geografis. 1.2 Demografi

BAB 1 GAMBARAN UMUM. 1.1 Geografis. 1.2 Demografi H a l a m a n 1-1 BAB 1 GAMBARAN UMUM 1.1 Geografis Provinsi Jawa Timur terletak pada 111,0⁰ BT - 114,4⁰ BT dan 7,12⁰ LS - 8,48⁰ LS. Luas wilayah Provinsi Jawa Timur adalah 47.800 km 2. Provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPK TAHUN LALU 2.1. EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPK TAHUN LALU DAN CAPAIAN RENSTRA SKPK

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPK TAHUN LALU 2.1. EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPK TAHUN LALU DAN CAPAIAN RENSTRA SKPK BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPK TAHUN LALU 2.1. EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPK TAHUN LALU DAN CAPAIAN RENSTRA SKPK Rencana Kerja Bappeda Kabupaten Aceh Selatan adalah penjabaran perencanaan tahunan

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 44 Keterbatasan Kajian Penelitian PKL di suatu perkotaan sangat kompleks karena melibatkan banyak stakeholder, membutuhkan banyak biaya, waktu dan tenaga. Dengan demikian, penelitian ini memiliki beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi menjadi sistem desentralisasi merupakan konsekuensi logis dari

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi menjadi sistem desentralisasi merupakan konsekuensi logis dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan sistem penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia dari sistem sentralisasi menjadi sistem desentralisasi merupakan konsekuensi logis dari reformasi. Undang-Undang

Lebih terperinci

PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG

PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEMBAGIAN DAN PENETAPAN RINCIAN PAGU INDIKATIF ALOKASI DANA GAMPONG DALAM KABUPATEN BIREUEN TAHUN ANGGARAN 2017 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Tabel 2.6 Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Tahun Atas Dasar Harga Konstan Kabupaten Aceh Tamiang

Tabel 2.6 Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Tahun Atas Dasar Harga Konstan Kabupaten Aceh Tamiang 2.1. ASPEK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT 2.1.1. Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi 2.2.1.1. Pertumbuhan PDRB Perekonomian Kabupaten Aceh Tamiang beberapa tahun terakhir menunjukkan pertumbuhan yang cukup

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH Kinerja keuangan daerah khususnya APBA sedikit membaik dibandingkan tahun lalu. Hal ini tercermin dari adanya peningkatan persentase realisasi anggaran. Hingga November 2012,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 548 /KMK

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 548 /KMK KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 548 /KMK.07/2003 TENTANG PENETAPAN ALOKASI DAN PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN DANA ALOKASI KHUSUS NON DANA REBOISASI TAHUN ANGGARAN 2004 Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah pembangunan ekonomi bukanlah persoalan baru dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah pembangunan ekonomi bukanlah persoalan baru dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pembangunan ekonomi bukanlah persoalan baru dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN 2014 A PB D L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI APBD

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN 2014 A PB D L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI APBD KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN 2014 A PB D L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2013 1 L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

ANALISIS BELANJA SEKTOR KESEHATAN ACEH. Rachmad Suhanda Peneliti Senior Kesehatan - PECAPP PECAPP

ANALISIS BELANJA SEKTOR KESEHATAN ACEH. Rachmad Suhanda Peneliti Senior Kesehatan - PECAPP PECAPP ANALISIS BELANJA SEKTOR KESEHATAN ACEH Rachmad Suhanda Peneliti Senior Kesehatan - OUTLINE ANALISIS BELANJA KESEHATAN ACEH INDIKATOR CAPAIAN KESEHATAN JKA KESIMPULAN & REKOMENDASI Belanja Kesehatan Aceh

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN (RPJMD) Tahun 20162021 BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Keuangan Kabupaten Pandeglang dikelola berdasarkan ketentuan peraturan yang berlaku diantaranya UndangUndang

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

Lebih terperinci

Grafik 3.2 Angka Transisi (Angka Melanjutkan)

Grafik 3.2 Angka Transisi (Angka Melanjutkan) Grafik 3.2 Angka Transisi (Angka Melanjutkan) Grafik 3.2 memperlihatkan angka transisi atau angka melanjutkan ke SMP/sederajat dan ke SMA/sederajat dalam kurun waktu 7 tahun terakhir. Sebagaimana angka

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012 BPS KABUPATEN SIMALUNGUN No. 01/08/1209/Th. XII, 1 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012 Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Simalungun tahun 2012 sebesar 6,06 persen mengalami percepatan

Lebih terperinci

Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bangka Barat Tahun 2014 DAFTAR ISI

Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bangka Barat Tahun 2014 DAFTAR ISI DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ------------------------------------------------------------------------------------------------------ i DAFTAR ISI ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH KABUPATEN ACEH TAMIANG TAHUN

QANUN KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH KABUPATEN ACEH TAMIANG TAHUN QANUN KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH KABUPATEN ACEH TAMIANG TAHUN 2013-2017 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA

Lebih terperinci

Sebagai sebuah instansi sektor publik, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah

Sebagai sebuah instansi sektor publik, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah BAB. 3 AKUNTABILITAS KINERJA A. PENGUATAN IMPLEMENTASI SAKIP PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Sebagai sebuah instansi sektor publik, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah mempunyai rencana strategis

Lebih terperinci

Tahun Penduduk menurut Kecamatan dan Agama Kabupaten Jeneponto

Tahun Penduduk menurut Kecamatan dan Agama Kabupaten Jeneponto DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Luas Wilayah menurut Kecamatan di Kabupaten Jeneponto... II-2 Tabel 2.2 Jenis Kebencanaan dan Sebarannya... II-7 Tabel 2.3 Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Jeneponto Tahun 2008-2012...

Lebih terperinci

QANUN ACEH NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG ACEH TAHUN

QANUN ACEH NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG ACEH TAHUN QANUN ACEH NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG ACEH TAHUN 2012-2032 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kondisi perekonomian Kabupaten Lamandau Tahun 2012 berikut karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun 2013-2014 dapat digambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena

Lebih terperinci

2016, No Dana Desa, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, per

2016, No Dana Desa, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, per No.478, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Dana. Desa. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49/PMK.07/2016 TENTANG TATA CARA PENGALOKASIAN, PENYALURAN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah berlaku di Indonesia berdasarkan UU 22/1999 (direvisi Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas antara fungsi

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012 RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 1 Halaman Daftar Isi Daftar Isi... 2 Kata Pengantar... 3 Indikator Makro Pembangunan Ekonomi... 4 Laju Pertumbuhan Penduduk...

Lebih terperinci

Halaman DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN

Halaman DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN 1. DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN i ii iii vi BAB I PENDAHULUAN I-1 1.1. Latar Belakang I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan I-3 1.3. Maksud dan Tujuan

Lebih terperinci

TENTANG PENETAPAN ALOKASI DAN PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN DANA ALOKASI KHUSUS TAHUN ANGGARAN 2006

TENTANG PENETAPAN ALOKASI DAN PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN DANA ALOKASI KHUSUS TAHUN ANGGARAN 2006 PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 124 /PMK.02/2005 TENTANG PENETAPAN ALOKASI DAN PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN DANA ALOKASI KHUSUS TAHUN ANGGARAN 2006 Menimbang : a. bahwa sesuai dengan hasil

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang LAMPIRAN I PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR TAHUN 2013 TANGGAL BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan adalah sebuah proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Halaman 1. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Aceh Utara Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Halaman 1. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Aceh Utara Tahun BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (1) menegaskan bahwa Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan Pemerintahan yang bersifat khusus atau bersifat istimewa

Lebih terperinci

PECAPP. Now or Never. Pengelolaan Sumber Daya Keuangan Aceh yang Lebih Baik Analisa Belanja Publik Aceh 2012

PECAPP. Now or Never. Pengelolaan Sumber Daya Keuangan Aceh yang Lebih Baik Analisa Belanja Publik Aceh 2012 Now or Never Pengelolaan Sumber Daya Keuangan Aceh yang Lebih Baik Analisa Belanja Publik Aceh 2012 Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala Banda Aceh Aceh akan menerima lebih dari Rp 100T pada akhir

Lebih terperinci

Peraturan Daerah RPJMD Kabupaten Pulang Pisau Kata Pengantar Bupati Kabupaten Pulang Pisau

Peraturan Daerah RPJMD Kabupaten Pulang Pisau Kata Pengantar Bupati Kabupaten Pulang Pisau Peraturan Daerah RPJMD Kabupaten Pulang Pisau 2013-2018 Kata Pengantar Bupati Kabupaten Pulang Pisau i Kata Pengantar Kepala Bappeda Kabupaten Pulang Pisau iii Daftar Isi v Daftar Tabel vii Daftar Bagan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Timur dan 7,12 hingga 8,48 Lintang Selatan. Sedangkan luas Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Timur dan 7,12 hingga 8,48 Lintang Selatan. Sedangkan luas Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Kondisi Geografi dan Demografi Provinsi Jawa Timur terletak pada 111,0 hingga 114,4 Bujur Timur dan 7,12 hingga 8,48 Lintang Selatan. Sedangkan luas Provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional. Pembangunan. secara material dan spiritual (Todaro dan Smith, 2012: 16).

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional. Pembangunan. secara material dan spiritual (Todaro dan Smith, 2012: 16). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional. Pembangunan harus merepresentasikan perubahan suatu masyarakat secara menyeluruh yang bergerak dari kondisi yang

Lebih terperinci

RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4

RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4 RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4 RPJMD KOTA LUBUKLINGGAU 2008-2013 VISI Terwujudnya Kota Lubuklinggau Sebagai Pusat Perdagangan, Industri, Jasa dan Pendidikan Melalui Kebersamaan Menuju Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU No.23 Tahun 2014 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Salatiga, Oktober Tim Penyusun

KATA PENGANTAR. Salatiga, Oktober Tim Penyusun KATA PENGANTAR Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan taufik dan hidayah-nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan review dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah

Lebih terperinci

INTEGRITAS PROFESIONALISME SINERGI PELAYANAN KESEMPURNAAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN DANA DESA; PENGALOKASIAN, PENYALURAN, MONITORING DAN PENGAWASAN

INTEGRITAS PROFESIONALISME SINERGI PELAYANAN KESEMPURNAAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN DANA DESA; PENGALOKASIAN, PENYALURAN, MONITORING DAN PENGAWASAN INTEGRITAS PROFESIONALISME SINERGI PELAYANAN KESEMPURNAAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN DANA DESA; PENGALOKASIAN, PENYALURAN, MONITORING DAN PENGAWASAN 1 O U T L I N E 1 2 3 4 DASAR HUKUM, FILOSOFI DAN TUJUAN

Lebih terperinci

BAB 1 GAMBARAN UMUM. 1.1 Geografis. 1.2 Demografi

BAB 1 GAMBARAN UMUM. 1.1 Geografis. 1.2 Demografi H a l a m a n 1-1 BAB 1 GAMBARAN UMUM 1.1 Geografis Provinsi Banten terletak pada 105⁰01 11 BT - 106⁰07 12 BT dan - 05⁰07 50 LS - 07⁰01 01 LS. Luas wilayah Provinsi Banten adalah 9.663 km 2. Provinsi Banten

Lebih terperinci

PERUBAHAN RENCANA KERJA TAHUN 2014 SATUAN KERJA PERANGKAT ACEH (SKPA)

PERUBAHAN RENCANA KERJA TAHUN 2014 SATUAN KERJA PERANGKAT ACEH (SKPA) PERUBAHAN RENCANA KERJA TAHUN 2014 SATUAN KERJA PERANGKAT ACEH (SKPA) DINAS KOPERASI DAN USAHA KECIL MENENGAH ACEH TAHUN 2014 Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UKM AcehRENSTRA 2012-2017 1 PEMERINTAH

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH KABUPATEN (RKPK) PIDIE JAYA TAHUN 2015

RENCANA KERJA PEMERINTAH KABUPATEN (RKPK) PIDIE JAYA TAHUN 2015 BUPATI PIDIE JAYA PERATURAN BUPATI PIDIE JAYA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH KABUPATEN (RKPK) PIDIE JAYA TAHUN 2015 PEMERINTAH KABUPATEN PIDIE JAYA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

Lebih terperinci

Tahun Jumlah penduduk (jiwa) Kepadatan penduduk (jiwa/ km 2 )

Tahun Jumlah penduduk (jiwa) Kepadatan penduduk (jiwa/ km 2 ) H a l a m a n 1-1 BAB 1 GAMBARAN UMUM 1.1 Geografis Provinsi Kalimantan Selatan terletak pada 114⁰19 13 BT - 116⁰33 28 BT dan - 1⁰21 49 LS - 4⁰10 14 LS. Luas wilayah Provinsi Kalimantan Selatan adalah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman BAB III PENUTUP... 13

DAFTAR ISI. Halaman BAB III PENUTUP... 13 DAFTAR ISI Halaman BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang Penyusunan Kebijakan Umum Perubahan APBK... 1 1.2. Tujuan Penyusunan Kebijakan Umum Perubahan APBK... 2 1.3. Dasar Hukum Penyusunan Kebijakan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

1. Seluruh Komponen Pelaku Pembangunan dalam rangka Penyelenggaraan Tugas Umum Pemerintahan Penyelenggaraan Tugas Pembangunan Daerah

1. Seluruh Komponen Pelaku Pembangunan dalam rangka Penyelenggaraan Tugas Umum Pemerintahan Penyelenggaraan Tugas Pembangunan Daerah PAPARAN MUSYAWARAH RENCANA PEMBANGUNAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA BEKASI TAHUN 2014 Bekasi, 18 Maret 2013 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA BEKASI PENDAHULUAN RENCANA KERJA PEMERINTAH

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kota Mungkid, 25 Maret a.n. BUPATI MAGELANG WAKIL BUPATI MAGELANG H.M. ZAENAL ARIFIN, SH.

KATA PENGANTAR. Kota Mungkid, 25 Maret a.n. BUPATI MAGELANG WAKIL BUPATI MAGELANG H.M. ZAENAL ARIFIN, SH. KATA PENGANTAR Syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayahnya, sehingga Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Kabupaten Magelang Tahun 2014 dapat diselesaikan tepat waktu. Laporan

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER PADA SATUAN KERJA PERANGKAT ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... Halaman PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2016-2021... 1 BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

Sulawesi Tenggara merupakan provinsi kepulauan yang kaya akan sumber daya alam.

Sulawesi Tenggara merupakan provinsi kepulauan yang kaya akan sumber daya alam. Sulawesi Tenggara merupakan provinsi kepulauan yang kaya akan sumber daya alam. Sebagai provinsi kepulauan, Sulawesi Tenggara dikaruniai kekayaan sumberdaya laut yang cukup besar, selain itu Sulawesi Tenggara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN BUPATI NAGAN RAYA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN KABUPATEN NAGAN RAYA TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN BUPATI NAGAN RAYA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN KABUPATEN NAGAN RAYA TAHUN 2015 LAMPIRAN PERATURAN BUPATI NAGAN RAYA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN KABUPATEN NAGAN RAYA TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana Kerja Pembangunan Kabupaten (RKPK)

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis perekonomian daerah, sebagai

Lebih terperinci

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD 143 2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD 2.2.1 Evaluasi Indikator Kinerja Utama Pembangunan Daerah Kinerja pembangunan Jawa Timur tahun 2013 diukur

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Surakarta, Desember KEPALA BAPPEDA KOTA SURAKARTA Selaku SEKRETARIS TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN KOTA SURAKARTA

KATA PENGANTAR. Surakarta, Desember KEPALA BAPPEDA KOTA SURAKARTA Selaku SEKRETARIS TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN KOTA SURAKARTA KATA PENGANTAR Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan taufik dan hidayah-nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD)

Lebih terperinci

Hasil Perhitungan SPM

Hasil Perhitungan SPM THE WORLD BANK Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Aceh Utara Juli 2012 Buku Laporan Hasil Perhitungan SPM Menggunakan Aplikasi TRIMS (Tool for Reporting and Information Management by Schools)

Lebih terperinci

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPD TAHUN LALU

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPD TAHUN LALU BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPD TAHUN LALU 2.1 Evaluasi Pelaksanaan Renja SKPD Tahun Lalu dan Capaian Renstra Proses penyusunan suatu perencanaan berkaitan erat dengan proses evaluasi, dari hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan. Otonomi daerah memberikan kesempatan yang luas kepada daerah untuk berkreasi dalam meningkatkan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUKOMUKO,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI ORGANISASI

BAB II DESKRIPSI ORGANISASI BAB II DESKRIPSI ORGANISASI 2.1. Sejarah Organisasi Kota Serang terbentuk dan menjadi salah satu Kota di Propinsi Banten berdasarkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2007 yang diundangkan pada tanggal 10 bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dirubahnya sistem pemerintahan di Indonesia yang pada awalnya menganut sistem sentralisasi menjadi sistem desentralisasi atau dikenal dengan sebutan otonomi daerah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH... II Aspek Geografi Dan Demografi... II-2

DAFTAR ISI. BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH... II Aspek Geografi Dan Demografi... II-2 DAFTAR ISI DAFTAR ISI Hal DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xix BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-4 1.3. Hubungan Antar Dokumen RPJMD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Pemekaran setelah Undang-Undang Otonomi Khusus) yang secara resmi

BAB I PENDAHULUAN. (Pemekaran setelah Undang-Undang Otonomi Khusus) yang secara resmi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi khusus bagi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat (Pemekaran setelah Undang-Undang Otonomi Khusus) yang secara resmi diberlakukan pada tanggal 21 November

Lebih terperinci

BUPATI ACEH BARAT DAYA PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI ACEH BARAT DAYA NOMOR 29 TAHUN 2015

BUPATI ACEH BARAT DAYA PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI ACEH BARAT DAYA NOMOR 29 TAHUN 2015 BUPATI ACEH BARAT DAYA PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI ACEH BARAT DAYA NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN KABUPATEN PERUBAHAN ACEH BARAT DAYA TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA

Lebih terperinci

- Laut Seram di sebelah utara - Papua Barat di sebelah timur - Laut Indonesia dan Laut Arafuru di sebelah selatan - Sulawesi di sebelah barat

- Laut Seram di sebelah utara - Papua Barat di sebelah timur - Laut Indonesia dan Laut Arafuru di sebelah selatan - Sulawesi di sebelah barat H a l a m a n 1-1 BAB 1 GAMBARAN UMUM 1.1 Geografis Provinsi Maluku terletak pada 124⁰ BT - 136⁰ BT dan - 2⁰30 LS - 9⁰ LS. Luas wilayah Provinsi Maluku adalah 46.914 km 2. Provinsi Maluku terdiri dari

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1. Kondisi Ekonomi Daerah Kota Bogor Salah satu indikator perkembangan ekonomi suatu daerah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG IV. DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG 4.1. Provinsi Lampung 4.1.1. Gambaran Umum Provinsi Lampung meliputi wilayah seluas 35.288,35 kilometer persegi, membentang di ujung selatan pulau Sumatera, termasuk pulau-pulau

Lebih terperinci

Kata Pengantar Bupati Nagan Raya

Kata Pengantar Bupati Nagan Raya Kata Pengantar Bupati Nagan Raya Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, serta selawat dan salam kita sampaikan atas junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW atas limpahan rahmat dan karunia-nya

Lebih terperinci

TAMAN KANAK-KANAK Tabel 5 : Jumlah TK, siswa, lulusan, Kelas (rombongan belajar),ruang kelas, Guru dan Fasilitas 6

TAMAN KANAK-KANAK Tabel 5 : Jumlah TK, siswa, lulusan, Kelas (rombongan belajar),ruang kelas, Guru dan Fasilitas 6 DAFTAR TABEL DATA NONPENDIDIKAN Tabel 1 : Keadaan Umum Nonpendidikan 1 Tabel 2 : Luas wilayah, penduduk seluruhnya, dan penduduk usia sekolah 2 Tabel 3 : Jumlah desa, desa terpencil, tingkat kesulitan

Lebih terperinci

Mewujudkan Peningkatan Pendidikan yang berkualitas tanpa meninggalkan kearifan lokal.

Mewujudkan Peningkatan Pendidikan yang berkualitas tanpa meninggalkan kearifan lokal. Mewujudkan Peningkatan Pendidikan yang berkualitas tanpa meninggalkan kearifan lokal. Pada misi IV yaitu Mewujudkan Peningkatan Pendidikan yang berkualitas tanpa meninggalkan kearifan lokal terdapat 11

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013 No. 09/02/31/Th. XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013 Secara total, perekonomian DKI Jakarta pada triwulan IV/2013 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan

Lebih terperinci

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah secara efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. finansial Pemerintah Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. finansial Pemerintah Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan aspek

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL PENELITIAN

ANALISIS HASIL PENELITIAN 69 VI. ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini membahas hubungan antara realisasi target pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pemerintah terhadap ketimpangan gender di pasar tenaga kerja Indonesia. Pertama, dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci