BAB I PENDAHULUAN. (Pemekaran setelah Undang-Undang Otonomi Khusus) yang secara resmi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. (Pemekaran setelah Undang-Undang Otonomi Khusus) yang secara resmi"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi khusus bagi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat (Pemekaran setelah Undang-Undang Otonomi Khusus) yang secara resmi diberlakukan pada tanggal 21 November 2001 oleh pemerintah pusat ditandai dengan penetapan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun Otonomi khusus (Otsus) yang diberikan merupakan pemberian kewenangan yang lebih luas bagi pemerintah daerah dan rakyat Papua untuk mengatur dan mengurus diri sendiri di dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kewenangan yang lebih luas tersebut menunjukkan pula tanggung jawab yang lebih luas bagi pemerintah daerah dan rakyat Papua untuk menyelenggarakan pemerintahan dan mengatur pemanfaatan potensi kekayaan alam, untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat Papua sebagai bagian dari rakyat Indonesia. Kewenangan yang diberikan kepada orang-orang asli Papua, memberikan jaminan yang memadai untuk berperan serta merumuskan kebijakan pembangunan, menentukan strategi pembangunan, serta memberdayakan potensi sosial budaya dan perekonomian masyarakat. Penetapan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat sebagai daerah otonomi khusus adalah merupakan salah satu kebijakan strategis yang diharapkan dapat membantu meningkatkan pelayanan publik, mendorong adanya akselerasi pembangunan, dan sebagai instrumen pemberdayaan seluruh masyarakat Papua, 1

2 terutama penduduk orang asli Papua. Adapun tujuan utama dari pelaksanaan otonomi khusus ini adalah dapat mengurangi kesenjangan antara Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat dengan provinsi lainnya di Indonesia, terutama pendidikan, kesehatan, infrastruktur dasar, dan pertumbuhan ekonomi yang sangat berbeda jauh dengan daerah lain di Indonesia, selain itu juga memberikan kesempatan yang revelan bagi orang asli Papua sebagai subjek pembangunan, di mana selama ini selalu menjadi objek pembangunan. Kesenjangan ini yang menjadi pemicu utama meledaknya tingkat kemiskinan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Berdasarkan data Badan Pusat Statisktik (BPS) Republik Indonesia tahun 2013, penduduk miskin di Indonesia sebesar orang atau 11,66 persen dari total penduduk Indonesia, Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat merupakan provinsi dengan jumlah persentase penduduk miskin terbesar di Indonesia. Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres RI) Nomor 5 Tahun 2007 adalah wujud keseriusan pemerintah dalam rangka upaya pengetasan kemiskinan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Dalam Inpres tersebut terdapat komitmen pemerintah pusat dalam proses percepatan pembangunan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat yang harus dilakukan dengan kebijakan pembangunan yang bersifat prioritas dan strategis. Terdapat lima sektor prioritas strategis sebagai berikut. 1. Meningkatkan ketahanan pangan dan mengurangi kemiskinan. 2. Meningkatkan mutu pendidikan. 3. Meningkatkan mutu layanan kesehatan. 2

3 4. Mengembangkan prasarana dasar untuk meningkatkan akses ke daerah-daerah terpencil dan daerah-daerah di sepanjang garis perbatasan negara. 5. Mengambil tindakan tepat yang dapat meningkatkan mutu sumber daya masyarakat adat Papua. Rencana Strategis Pembangunan Kampung (RESPEK) dilaksanakan mulai tahun 2007, dibiayai oleh dana otonomi khusus Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat yang dianggarkan melalui APBD provinsi sebesar Rp ,00 per kampung. Strategi pembangunan kampung tersebut mengandung arti bahwa komponen strategi yang dilaksanakan dalam pendekatan pembangunan kampung yaitu desentralisasi fiskal dan kewenangan, penyusunan perencanaan program secara partisipatif, pelibatan masyarakat kampung dalam pelaksanaan dan pengawasan pembangunan secara langsung, serta pembangunan kualitas aparatur yang mampu melayani masyarakat kampung secara optimal. Semua hal tersebut direncanakan dalam suatu rencana strategi pembangunan kampung. Pelaksanaan program Rencana Strategi Pembangunan Kampung ini berlaku untuk seluruh kampung di Pulau Papua, dan rutin dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Kabupaten Sorong Selatan merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Papua Barat dengan ibu kota Teminabuan. Kabupaten ini terbentuk berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun Secara resmi roda pemerintahan mulai berjalan pada 6 Agustus Luas wilayah Kabupaten Sorong Selatan 7.789,911 km2, terdiri dari 87,46 persen luas daratan dan 12,56 persen luas lautan berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri 3

4 Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2013 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan. Penduduk Kabupaten Sorong Selatan pada tahun 2012 berjumlah jiwa, dengan 19,48 persen merupakan penduduk miskin yang tersebar di 13 distrik, 121 kampung, dan 2 kelurahan. Pelaksanaan program Rencana Strategi Pembangunan Kampung (RESPEK) sejak tahun 2007 merupakan salah satu program pemberdayaan masyarakat yang menempatkan masyarakat di kampung sebagai objek dan subjek pembangunan. Walaupun telah diberikan desentralisasi fiskal kepada kampung dalam melakukan berbagai perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan evaluasi pembangunan di kampung, namun batas garis kemiskinan yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik Kabupaten Sorong Selatan pada tahun 2012 adalah sebesar Rp ,00 per kapita per bulan. Angka tersebut masih berada di bawah batas garis kemiskinan nasional sebesar Rp ,00 per kapita per bulan dan batas garis kemiskinan Provinsi Papua Barat sebesar Rp ,00 per kapita per bulan. Selain itu, persentase penurunan penduduk miskin juga tidak signifikan. Kabupaten Sorong Selatan didiami oleh Suku Tehit, Suku Immeko, Suku Maybrat, dan suku-suku lain yang datang dari daerah Papua maupun dari luar Pulau Papua. Sebagaimana pemerintah kabupaten/kota lainnya di Pulau Papua, Kabupaten Sorong Selatan terus berbenah diri dengan pembangunan di berbagai sektor, terutama dengan program dan kegiatan yang langsung bertujuan untuk memberdayakan masyarakat asli yang ada di daerah terpencil dan terisolasi. Hal ini tercermin dalam motto Kabupaten Sorong Selatan Membangun Bersama 4

5 Rakyat yang mengandung makna bersama rakyat dalam melakukan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan/pengendalian, serta melakukan evaluasi terhadap pembangunan yang telah berlangsung. Dengan demikian, masyarakat yang awalnya hanya objek pembangunan, kini menjadi subjek pembangunan. Semua program dan kegiatan yang direncanakan oleh pemerintah daerah bersama dengan rakyat bertujuan untuk memberdayakan masyarakat, meningkatkan kesejahteraan, mengurangi tingkat ketergantungan, serta mengurangi tingkat kemiskinan dan kesenjangan dengan daerah lain di Indonesia. Kemiskinan merupakan masalah global yang berlangsung dari sejak dulu hingga saat ini. Telah dilakukan berbagai tindakan yang diharapkan dapat menghapus kemiskinan di dunia, namun nyatanya kemiskinan tetap ada bahkan terus bertambah. Masalah kemiskinan terus menjadi idola dalam berbagai kesempatan pertemuan dunia yang selalu dibahas dan ditangani secara internasional. Hal ini terbukti dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menetapkan Millenium Development Goals (MDGs), sebanyak delapan target pencapaian, dengan salah satu tujuan yang hendak dicapai adalah pemberantasan kemiskinan dan kelaparan, di mana target pada tahun 2015 proporsi penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan harus berkurang hingga lima puluh persen. Semua negara terus mengembangkan berbagai kegiatan yang diharapkan dapat mengurangi dan menahan laju pertumbuhan kemiskinan di negara masingmasing. Indonesia pun telah melakukan berbagai tindakan pemberdayaan masyarakat yang diharapakan dapat mengurangi laju pertumbuhan kemiskinan 5

6 dan kesenjangan antardaerah, yang disesuaikan dengan budaya dan karakteristik daerah masing-masing. Kemiskinan merupakan salah satu masalah yang harus diperhatikan dalam setiap perencanaan pembangunan di berbagai jenjang pemerintahan. Masalah kemiskinan bukan hanya masalah ekonomi semata, tetapi merupakan masalah yang sangat kompleks dan bersifat multidimensi, sehingga penanggulangannya memerlukan pendekatan dari berbagai sektor, baik sektor ekonomi, politik, dan sosial budaya. Kemiskinan merupakan permasalahan bangsa yang sangat mendesak dan perlu ada langkah-langkah penanganan dan pendekatan yang sistematik, terpadu, dan menyeluruh, dalam rangka mengurangi beban dan memenuhi hak-hak dasar warga negara secara layak melalui pembangunan inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan untuk mewujudkan kehidupan bermartabat. Hal ini menjadi pertimbangan utama Pemerintah Republik Indonesia dalam melakukan langkahlangkah penanggulangan kemiskinan, yaitu dengan melakukan berbagai strategi dan program percepatan penanggulangan kemiskinan, sebagai mana diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Pasal 3 perpres tersebut mengatakan bahwa strategi percepatan penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin, meningkatkan kemampuan dan pendapatan masyarakat miskin, mengembangkan dan menjamin keberlanjutan usaha mikro dan kecil, serta mensinergikan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan. Selanjutnya pasal 4 ayat 1 perpres tersebut mengatakan bahwa 6

7 kelompok program percepatan penanggulangan kemiskinan terdiri dari kelompok program bantuan sosial terpadu berbasis keluarga, kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat, kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta rogram-program lainnya yang baik secara langsung ataupun tidak langsung dapat meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat miskin. Semangat otonomi khusus bagi masyarakat Papua sebenarnya telah memberikan nuansa baru dalam pola pikir dan tindakan yang sangat responsif terhadap kewenangan yang diberikan. Hal ini memberikan ruang dan waktu yang luas bagi masyarakat asli Papua yang selama ini hanya sebagai objek pembangunan, kini menjadi subjek pembangunan yang sangat agresif dengan berbagai ide-ide pembangunan yang jika dilaksanakan dapat meningkatkan pemberdayaan masyarakat asli Papua dalam rangka menggurangi tingkat kemiskinan dan kesenjangan sosial dengan masyarakat di daerah lain di Indonesia. Sudah 13 tahun otonomi khusus Papua dilaksanakan. Artinya tinggal 11 tahun lagi (2025) batas waktu pemberlakuan otonomi khusus bagi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat tersebut. Namun demikian, belum terlihat perubahan yang signifikan. Kondisi ini memunculkan pertanyaan berkut. 1. Apakah perencanaan yang dilaksanakan sesuai dengan input dan asas value of money? 2. Apakah pelaksanaan sesuai dengan perencanaan sehingga menghasilkan ouput yang efisien? 7

8 3. Apakah sudah dilaksanakan evaluasi terhadap outcome dan impact dari hasil pelaksanaan perencanaan tersebut? Evaluasi merupakan tahapan yang sangat menentukan apakah sebuah program dan kegiatan itu berhasil atau tidak. Evaluasi diperlukan untuk mengukur konsistensi antara perencanaan dengan pelaksanaan dan hasil pelaksanaan perencanaan. Selain itu evaluasi bertujuan untuk mengukur kesesuaian antara capaian hasil pelaksanaan dengan indikator-indikator yang telah ditetapkan dalam perencanaan program. Evaluasi program merupakan salah tahapan yang selalu terabaikan dalam akhir pelaksanaan program sehingga sulit untuk mengukur keberhasilan suatu program, dan tidak ada data base dalam penyusunan perencanaan program selanjutnya atau program sejenis lainnya. Menurut Kunarjo (2002: 270) tugas dari evaluasi mencakup hal-hal berikut. 1. Me-review kegiatan yang telah dikerjakan melalui studi yang mendalam. 2. Me-review program secara keseluruhan untuk tujuan pengambilan keputusan. 3. Mengukur kinerja proyek secara objektif. 4. Menekankan pencapaian objektif secara menyeluruh. 5. Menyiapkan laporan kinerja untuk keperluan pengambilan keputusan di masa datang. 1.2 Keaslian Penelitian Penelitian terdahulu tentang program pemberdayaan masyarakat dan pengentasan kemiskinan, dapat ditunjukan dalam tabel berikut. 8

9 Tabel1.1 Keaslian Penelitian No. Peneliti Alat Analisis/Metode Hasil Penelitian 1. Onyeiwul, OLS regresi crosssectional. Tidak ada hubungan antara pengurangan Iorgulescu, dan kemiskinan dengan kebijakan Polimeni (2009) penyesuaian struktural. Dengan menggunakan variabel perubahan indeks angka kemiskinan, indeks kesenjangan kemiskinan, serta langkah-langkah non- 2. Numberi (2011) Teknik Deskriptif Kualitatif. 3. Hammond dan Tossun (2011) OLS (Ordinary Least) Squares. 4 Snanfi (2012) 1. Indeks Williamson. 2. Uji Statistik. pendapatan. Pelaksanaan program RESPEK dapat bermanfaat bagi masyarakat berpendidikan SD dan Non PNS, di mana relatif dapat mencapai beberapa tujuan dasar dari program ini antara lain: menanggulangi kemiskinan, peningkatan kesehatan dan pendidikan, pemberdayaan ekonomi masyarakat kampung, serta memperjelas status masyarakat dalam pembangunan strategis kampung. 1. Hasil penelitian menunjukan bahwa para pembuatan kebijakan tidak hanya memperhatikan keberadaan desentralisasi tetapi juga bentuk dari kabupaten (kecil atau metropolitan) 2. Desentralisasi memberikan dampak positif bagi kabupaten yang berkarakter metropolitan tetapi tidak demikian halnya dengan kabupaten yang tidak bercorak metropolitan 1. Ketimpangan fiskal horizontal antar kampung, dalam kategori Rendah. 2. Bahwa formula ADR bagi kampung berjalan belum proporsional. 5. Mourny (2013) Regresi Data Panel. 1. Variabel dana tambahan dan variabel pemerintah adat dapat berpengaruh positif terhadap penurunan kemiskinan. 2. Dampak before-after pelaksanaan otonomi khusus terhadap penyebaran penduduk miskin, positif antara kabupaten/kota. Penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan program-program pemberdayaan masyarakat dalam pengenatasan kemiskinan telah banyak dilakukan. Namun ada beberapa perbedaan pada penelitian yang dilakukan ini. Pertama, program pemberdayaan masyarakat RESPEK merupakan program khusus yang dilaksanakan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Perbedaan 9

10 Kedua, adalah pada lokasi dan waktu penelitian. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Sorong Selatan Provinsi Papua Barat, pada Tahun Ketiga, jika penelitian-penelitian terdahulu tersebut menggunakan metode kuantitatif, dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang akan menganalisis kondisi dan situasi dalam mengevaluasi pelaksanaan program. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan permasalahan bahwa pelaksanaan program Rencana Strategi Pembangunan Kampung (RESPEK) yang merupakan program pemberdayaan masyarakat sejak tahun 2007 di Kabupaten Sorong Selatan, sampai saat ini belum pernah dievaluasi pelaksanaan programnya. Penelitian ini akan menjelaskan hal tersebut. 1.4 Pertanyaan Penelitian Bagaimana Pelaksanaan Program Rencana Strategis Pembangunan Kampung (RESPEK) di Kabupaten Sorong Selatan. 1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengevaluasi pelaksanaan Program Rencana Strategis Pembangunan Kampung (RESPEK) di Kabupaten Sorong Selatan Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 10

11 1. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah daerah dalam pengambilan kebijakan pembangunan terutama yang berbasis pada program Rencana Strategis Pembangunan Kampung (RESPEK), serta program lainnya yang bertujuan pada pemberdayaan dan pengentasan kemiskinan di Kabupaten Sorong Selatan. 2. Data base bagi penelitian terhadap masalah yang terkait pada masa yang akan datang. 1.6 Sistematika Penulisan Penulisan tesis ini ada 5 bab yang dapat disajikan secara sistematik sebagai berikut. Bab I Pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah, keaslian penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Landasan Teori berisi penjelasan teori, kajian terhadap penelitian terdahulu yang terkait dengan permasalahan penelitian, dan model penelitian/kerangka penelitian. Bab III Metoda Penelitian akan menguraikan tentang desain penelitian, metode pengumpulan data, metode penyampelan, definisi operasional, instrumen penelitian, dan metode yang digunakan dalam menganalisis data penelitian. Bab IV Analisis akan menguraikan deskripsi data, uji akurasi instrumen dan pembahasan data hasil penelitian. Bab V Simpulan dan Saran, menguraikan simpulan yang diambil dari hasil analisis data yang diperoleh dari hasil penelitian yang sebagai jawaban atas tujuan penelitian, serta saran yang diberikan berdasarkan hasil analisis data sebagai input dalam perumusan kebijakan publik selanjutnya. 11

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. terbukti PBB telah menetapkan Millenium Development Goals (MDGs). Salah

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. terbukti PBB telah menetapkan Millenium Development Goals (MDGs). Salah BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, masalah kemiskinan telah menjadi masalah internasional, terbukti PBB telah menetapkan Millenium Development Goals (MDGs). Salah satu tujuan yang ingin dicapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. multidimensi, yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek. hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi.

BAB I PENDAHULUAN. multidimensi, yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek. hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang bersifat multidimensi, yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya. Kemiskinan juga didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada sebuah ketidakseimbangan awal dapat menyebabkan perubahan pada sistem

BAB I PENDAHULUAN. pada sebuah ketidakseimbangan awal dapat menyebabkan perubahan pada sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan merupakan sebuah upaya untuk mengantisipasi ketidak seimbangan yang terjadi yang bersifat akumulatif, artinya perubahan yang terjadi pada sebuah ketidakseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya yang menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya yang menjadi masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah yang bersifat multidimensional yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya yang menjadi masalah dalam pembangunan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses multidimensional

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses multidimensional BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemakmuran masyarakat yaitu melalui pengembangan. masalah sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan.

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemakmuran masyarakat yaitu melalui pengembangan. masalah sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang terintegrasi dan komprehensif dari perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian yang tidak terpisahkan. Di samping mengandalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Papua merupakan provinsi paling timur di Indonesia, memiliki luas wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Papua merupakan provinsi paling timur di Indonesia, memiliki luas wilayah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Papua merupakan provinsi paling timur di Indonesia, memiliki luas wilayah terbesar dengan jumlah penduduk yang masih sedikit. Pemberlakuan Undang- Undang Desentralisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada daerah masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada daerah masing-masing. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Disparitas perekonomian antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu daerah. Disparitas ini pada dasarnya disebabkan oleh adanya perbedaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dihadapi oleh semua negara di dunia. Amerika Serikat yang tergolong sebagai

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dihadapi oleh semua negara di dunia. Amerika Serikat yang tergolong sebagai BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Sharp et al. (1996) mengatakan kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara di dunia. Amerika Serikat yang tergolong sebagai negara maju dan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan serta penanganan ketimpangan pendapatan. dunia. Bahkan dari delapan butir Millenium Development Goals (MDGs) yang

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan serta penanganan ketimpangan pendapatan. dunia. Bahkan dari delapan butir Millenium Development Goals (MDGs) yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

vii Tinjauan Mata Kuliah

vii Tinjauan Mata Kuliah vii Tinjauan Mata Kuliah P embangunan merupakan suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik dalam lingkungan masyarakat. Pembangunan ekonomi sebagai suatu proses multidimensional mencakup perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada hakikatnya bertujuan untuk menghapus atau mengurangi kemiskinan, mengurangi ketimpangan pendapatan, dan menyediakan lapangan pekerjaan dalam konteks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ukuran agregat, tingkat kemiskinan di suatu wilayah lazim digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. ukuran agregat, tingkat kemiskinan di suatu wilayah lazim digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan adalah ketidakmampuan memenuhi standar minimum kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan makanan dan non makanan yang diukur dari sisi pengeluaran (BPS, 2015).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini memaparkan sejarah dan kondisi daerah pemekaran yang terjadi di Indonesia khususnya Kota Sungai Penuh. Menguraikan tentang latar belakang penelitian, perumusan masalah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 34 provinsi, tentu memiliki peluang dan hambatannya masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. 34 provinsi, tentu memiliki peluang dan hambatannya masing-masing. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia dengan berbagai daerah dan kepulauan yang tersebar dalam 34 provinsi, tentu memiliki peluang dan hambatannya masing-masing. Sehingga dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan suatu negara sangat tergantung pada jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan suatu negara sangat tergantung pada jumlah penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan suatu negara sangat tergantung pada jumlah penduduk miskinnya. Semakin banyak jumlah penduduk miskin, maka negara itu disebut negara miskin. Sebaliknya semakin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebelum otonomi daerah tahun 2001, Indonesia menganut sistem

I. PENDAHULUAN. Sebelum otonomi daerah tahun 2001, Indonesia menganut sistem I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum otonomi daerah tahun 2001, Indonesia menganut sistem pemerintahan sentralistik. Sistem pemerintahan sentralistik tersebut tercermin dari dominasi pemerintah pusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hilir tahun adalah Indragiri Hilir berjaya dan gemilang Pada

BAB I PENDAHULUAN. Hilir tahun adalah Indragiri Hilir berjaya dan gemilang Pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Visi pembangunan jangka panjang dalam dokumen Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2005 2025 adalah Indragiri Hilir berjaya dan gemilang 2025. Pada perencanaan jangka menengah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program pencapaian pembangunan. Dalam skala internasional dikenal tujuan pembangunan milenium (Millenium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pada bagian ini dijelaskan mengenai latar belakang, mengapa dilakukan penelitian ini, rumusan masalah, tujuan penelitian yang ingin dicapai, metodologi secara singkat dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada masa Orde Baru dilakukan secara sentralistik, dari tahap perencanaan sampai dengan tahap implementasi ditentukan oleh pemerintah pusat dan dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Acuan Kebijakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Acuan Kebijakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Acuan Kebijakan Kemiskinan merupakan masalah multidimensi. Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan pemenuhan hak-hak dasar dan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam Pendahuluan Sejalan dengan semakin meningkatnya dana yang ditransfer ke Daerah, maka kebijakan terkait dengan anggaran dan penggunaannya akan lebih

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 2-H TAHUN 2013 TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA SURAKARTA BAB I PENDAHULUAN

LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 2-H TAHUN 2013 TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA SURAKARTA BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 2-H TAHUN 2013 TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA SURAKARTA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya merupakan upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah daerah sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan memiliki kewajiban dalam menangani permasalahan kemiskinan pada masing-masing wilayahnya. Upaya penanggulangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Permasalahan kemiskinan memang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Permasalahan kemiskinan memang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan yang layak bagi seluruh

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu wilayah meningkat dalam jangka panjang (Sukirno,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dirubahnya sistem pemerintahan di Indonesia yang pada awalnya menganut sistem sentralisasi menjadi sistem desentralisasi atau dikenal dengan sebutan otonomi daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Implementasi desentralisasi fiskal yang efektif dimulai sejak Januari

I. PENDAHULUAN. Implementasi desentralisasi fiskal yang efektif dimulai sejak Januari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Implementasi desentralisasi fiskal yang efektif dimulai sejak Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas kepada pemerintah daerah untuk merencanakan dan melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia merupakan salah satu syarat mutlak bagi kelangsungan hidup bangsa dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Menciptakan pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sebagai suatu proses berencana dari kondisi tertentu kepada kondisi yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan tersebut bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas

BAB I PENDAHULUAN. mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pemerintah Daerah diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas berbantuan sesuai dengan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pun manusia dan bangsa di dunia ini yang tidak membutuhkan kehidupan yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. pun manusia dan bangsa di dunia ini yang tidak membutuhkan kehidupan yang sedang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kehidupan yang baik merupakan kehendak manusia yang paling hakiki. Tiada satu pun manusia dan bangsa di dunia ini yang tidak membutuhkan kehidupan yang sedang dijalaninya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan kesehatan. Dari sudut pandang politik, ini terlihat bagaimana. kesehatan yang memadai untuk seluruh masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan kesehatan. Dari sudut pandang politik, ini terlihat bagaimana. kesehatan yang memadai untuk seluruh masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dialami oleh hampir atau keseluruhan negara di dunia. Indonesia, salah satu dari sekian negara di dunia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melahirkan berbagai masalah di daerah. Hasil dari sumber daya alam yang

BAB I PENDAHULUAN. melahirkan berbagai masalah di daerah. Hasil dari sumber daya alam yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintahan sentralistis yang dijalankan sebelum masa reformasi telah melahirkan berbagai masalah di daerah. Hasil dari sumber daya alam yang berlimpah di daerah banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya

BAB I PENDAHULUAN. (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang menimbulkan ketimpangan dalam pembangunan (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya makin kaya sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lain seperti tingkat kesehatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan provinsi yang berada di ujung selatan Pulau Sumatera dan merupakan gerbang utama jalur transportasi dari dan ke Pulau Jawa. Dengan posisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan tujuan dari pembangunan, namun pada

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan tujuan dari pembangunan, namun pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesejahteraan masyarakat merupakan tujuan dari pembangunan, namun pada kenyataannya selama ini pembangunan hanya ditunjukan untuk pencapaian tingkat pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia mulai menempuh babak baru dalam kehidupan masyarakatnya dengan adanya reformasi yang telah membawa perubahan segnifikan terhadap pola kehidupan baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desentralisasi fiskal sudah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 2001. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pembangunan daerah diarahkan pada peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan hasil-hasil pembangunan yang dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Desentralisasi keuangan dan otonomi daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang dilaksanakan secara berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Tujuan utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. miskin mulai dari awal peradaban hingga sekarang ini. Kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. miskin mulai dari awal peradaban hingga sekarang ini. Kemiskinan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan dan orang-orang miskin sudah dikenal dan selalu ada di setiap peradaban manusia. Oleh karena itu beralasan sekali bila mengatakan bahwa kebudayaan umat manusia

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.341, 2014 KESRA. Penanggulangan. Kemiskinan. Percepatan. Program. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 166 TAHUN 2014 TENTANG PROGRAM PERCEPATAN PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di era perdagangan bebas atau globalisasi, setiap negara terus melakukan upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang mampu menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan situasi serba kekurangan yang terjadi bukan dikehendaki oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat pendidikan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan kemiskinan di Indonesia sudah sangat mendesak untuk

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan kemiskinan di Indonesia sudah sangat mendesak untuk 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan kemiskinan di Indonesia sudah sangat mendesak untuk ditangani. Khususnya di wilayah perkotaan, salah satu ciri umum dari kondisi fisik masyarakat miskin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang senantiasa memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna mewujudkan cita-cita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan UU. No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan UU. No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sesuai dengan UU. No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan di Indonesia saat ini semakin pesat seiring dengan adanya era reformasi. Negara Indonesia yang awalnya menggunakan sistem sentralisasi dalam pemerintahannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional dan internasional dengan pemerataan dan pertumbuhan yang diinginkan

BAB I PENDAHULUAN. nasional dan internasional dengan pemerataan dan pertumbuhan yang diinginkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia menghadapi berbagai fenomena pembangunan di tingkat daerah, nasional dan internasional dengan pemerataan dan pertumbuhan yang diinginkan sejalan dalam proses

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Otonomi Daerah sebagai wujud dari sistem demokrasi dan desentralisasi merupakan landasan dalam pelaksanaan strategi pembangunan yang berkeadilan, merata, dan inklusif. Kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu isi deklarasi milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu isi deklarasi milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu isi deklarasi milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang pembangunan dan kemiskinan (United Nations Millenium Declaration (2000) seperti dikutip dalam Todaro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan daerah lain di pulau Jawa yang merupakan pusat dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan daerah lain di pulau Jawa yang merupakan pusat dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam sejarah perjalanan sistem kepemerintahannya, Indonesia sempat mengalami masa-masa dimana sistem pemerintahan yang sentralistik pernah diterapkan. Di bawah rezim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kultural, dengan tujuan utama meningkatkan kesejahteraan warga bangsa secara

BAB I PENDAHULUAN. kultural, dengan tujuan utama meningkatkan kesejahteraan warga bangsa secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses yang berkesinambungan yang mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat, termasuk aspek sosial, ekonomi, politik dan kultural, dengan tujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kemiskinan merupakan isu sentral yang dihadapi oleh semua negara di dunia termasuk negara sedang berkembang, seperti Indonesia. Kemiskinan menjadi masalah kompleks yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fisik/fasilitas fisik (Rustiadi, 2009). Meier dan Stiglitz dalam Kuncoro (2010)

BAB I PENDAHULUAN. fisik/fasilitas fisik (Rustiadi, 2009). Meier dan Stiglitz dalam Kuncoro (2010) BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pembangunan merupakan proses perubahan untuk mengalami kemajuan ke arah yang lebih baik. Pembangunan di berbagai negara berkembang dan di Indonesia seringkali diartikan

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DASAR PEMIKIRAN HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PUSAT DAN DAERAH DAERAH HARUS MEMPUNYAI SUMBER-SUMBER KEUANGAN YANG MEMADAI DALAM MENJALANKAN DESENTRALISASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan Akuntansi Sektor Publik, Khususnya di Negara Indonesia semakin pesat seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Kalimantan Utara Latar Belakang Penyusunan Kebijakan Umum APBD

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Kalimantan Utara Latar Belakang Penyusunan Kebijakan Umum APBD BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyusunan Kebijakan Umum APBD Dengan dilantiknya Dr. H. Irianto Lambrie dan H. Udin Hianggio, B.Sc sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Utara periode jabatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN MEMORANDUM PROGRAM SANITASI (MPS) 1.1 Latar Belakang.

BAB 1 PENDAHULUAN MEMORANDUM PROGRAM SANITASI (MPS) 1.1 Latar Belakang. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Pemerintah Indonesia mempunyai komitmen sangat kuat untuk mencapai salah satu target dalam Millenium Development Goals (MDGs), yaitu menurunnya jumlah penduduk yang

Lebih terperinci

RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN ANGGARAN 2007

RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN ANGGARAN 2007 RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN ANGGARAN 2007 APBD merupakan penjabaran kuantitatif dari tujuan dan sasaran Pemerintah Daerah serta tugas pokok dan fungsi unit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan faktor penentu maju tidaknya suatu bangsa, bagaimana tingkat pendidikan suatu generasi akan sangat menentukan untuk kemajuan suatu bangsa kedepannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Isu kemiskinan masih menjadi isu strategik dan utama dalam pembangunan, baik di tingkat nasional, regional, maupun di provinsi dan kabupaten/kota. Di era pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. pengaruh yang cukup luas pada tata kehidupan masyarakat, baik secara nasional

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. pengaruh yang cukup luas pada tata kehidupan masyarakat, baik secara nasional BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah secara langsung maupun tidak langsung telah membawa pengaruh yang cukup luas pada tata kehidupan masyarakat, baik secara nasional maupun lokal. Namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang akan mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang akan mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian dari pembangunan nasional yang akan mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat ekonomi berkelanjutan. Seluruh negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana suatu negara dapat meningkatkan pendapatannya guna mencapai target pertumbuhan. Hal ini sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara. Menurut Bank Dunia (2000) dalam Akbar (2015), definisi kemiskinan adalah

BAB I PENDAHULUAN. negara. Menurut Bank Dunia (2000) dalam Akbar (2015), definisi kemiskinan adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan permasalahan pokok yang dialami oleh semua negara. Menurut Bank Dunia (2000) dalam Akbar (2015), definisi kemiskinan adalah kehilangan kesejahteraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya yang sudah direncanakan dalam melakukan suatu perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup masyarakat, meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kerangka desentralisasi yang dicanangkan dengan berlakunya Undang

I. PENDAHULUAN. Kerangka desentralisasi yang dicanangkan dengan berlakunya Undang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerangka desentralisasi yang dicanangkan dengan berlakunya Undang Undang nomor 22 tahun 1999 dan telah direvisi menjadi Undang Undang nomor 32 tahun 2004 telah membawa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah Otonomi selalu dikaitkan atau disepadankan dengan pengertian kebebasan dan kemandirian. Sesuatu akan dianggap otonomi jika ia menentukan diri sendiri, membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah pembangunan Indonesia seutuhnya. Kemiskinan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah pembangunan Indonesia seutuhnya. Kemiskinan merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi hendaknya selaras dengan kesejahteran masyarakat. Tetapi manfaat yang diterima tidak semua dirasakan oleh lapisan masyarakat. Hal inilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otonomi daerah atau sering disebut desentralisasi fiskal mengharuskan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otonomi daerah atau sering disebut desentralisasi fiskal mengharuskan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah atau sering disebut desentralisasi fiskal mengharuskan pemerintah daerah dan masyarakat bersama-sama membangun daerahnya sendiri. Otonomi daerah adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai sumber daya yang ada dan membentuk pola

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. 1. Selama periode penelitian tahun 2008-2012, ketimpangan/kesenjangan kemiskinan antarkabupaten/kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah ini juga harus disertai

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah ini juga harus disertai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada suatu wilayah bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah ini juga harus disertai dengan pemerataan pada tiap-tiap

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. merupakan salah satu unsur belanja langsung. Belanja modal merupakan

1. PENDAHULUAN. merupakan salah satu unsur belanja langsung. Belanja modal merupakan 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Belanja modal dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu unsur belanja langsung. Belanja modal merupakan pengeluaran yang manfaatnya cenderung

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. angka pengangguran dapat dicapai bila seluruh komponen masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. angka pengangguran dapat dicapai bila seluruh komponen masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu sasaran rencana pembangunan nasional adalah pembangunan disegala bidang dan mencakup seluruh sektor ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN 2005-2025

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN 2005-2025 PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN 2005-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan masyarakat meningkat dalam periode

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KOTA PANGKALPINANG TAHUN 2007-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka mempercepat pembangunan Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh semua lapisan masyarakat yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitasnya.

BAB I PENDAHULUAN. oleh semua lapisan masyarakat yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitasnya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Air sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia seharusnya dapat di akses oleh semua lapisan masyarakat yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitasnya. Tapi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2018 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2018 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2018 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 228 dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Masih tingginya angka kemiskinan, baik secara absolut maupun relatif merupakan salah satu persoalan serius yang dihadapi bangsa Indonesia hingga saat ini. Kemiskinan

Lebih terperinci