B A P P E D A KAJIAN PELAKSANAAN DANA OTONOMI KHUSUS ACEH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "B A P P E D A KAJIAN PELAKSANAAN DANA OTONOMI KHUSUS ACEH"

Transkripsi

1 B A P P E D A KAJIAN PELAKSANAAN DANA OTONOMI KHUSUS ACEH PUSAT PENGEMBANGAN KEUANGAN DAERAH 2015

2 KAJIAN PELAKSANAAN DANA OTONOMI KHUSUS ACEH 2

3 UCAPAN TERIMA KASIH Kajian Pelaksanaan Dana Otonomi Khusus (Otsus) Kabupaten/kota ini merupakan kerja yang menyertakan banyak individu dan lembaga. Dukungan data, informasi, sumbangan pikiran dan bantuan sumber daya dari berbagai pihak telah memungkinkan kajian ini berjalan sebagaimana diharapkan. Laporan hasil kajian disusun oleh Tim Peneliti Pusat Pengembangan Keuangan Daerah (PPKD) dari Universitas Syiah Kuala. Tim peneliti dipimpin oleh Teuku Triansa Putra dan terdiri dari Renaldi Safriansyah, Putri Bintusy Syathi, Miksalmina Muhammad, Evayani, dan Harry Masyrafah. Dukungan teknis lainnya dan pengaturan logistik selama kajian berlangsung diberikan juga oleh Sukhairi Amirsyah, Sofran Sofyan dan Putra Risky, dan Maya Febrianty Lautania, Dalam proses penyusunan laporan, tim mendapat banyak masukan bermanfaat dari; DR. Syukriy Abdullah, DR. Iskandarsyah Madjid. H. T. Harmawan, DR. Islahuddin dan Prof. DR. IR. Darusman, M.Sc. Secara khusus, kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Kepala BAPPEDA, Prof. Abubakar Karim, dan Kepala Bidang P2EP, Alamsyah, Sufirmansyah (Kasubbid Litbang) dan Taufiqurrahman (Kasubbid DPEP) beserta seluruh jajarannya yang telah banyak membantu sejak dimulai sampai berakhir kegiatan kajian. Terima kasih Kepada seluruh Bupati dan Walikota yang ada di Aceh yang telah mendukung kajian ini, khususnya T Ahmad Dadek (Kepala BAPPEDA Aceh Barat), Yahya Kobat (Kepala BAPPEDA Aceh Tengah), dan Zulkifli Yusuf (Kepala BAPPEDA Aceh Utara) serta seluruh jajarannya yang telah menyediakan fasilitas dengan sambutan hangat saat kami berkunjung dan melakukan kegiatan diskusi group. Serta ucapan yang tulus Kepala BAPPEDA Kabupaten/kota beserta seluruh jajarannya, Dinas Keuangan dan Dinas Pendapatan, Dinas Pengairan dan Dinas Bina Marga, Biro Pembangunan Setda Aceh, Anggota DPRK dan seluruh Dinas-dinas yang ada atas akses data dan informasi serta masukan konstruktif dalam Focus Group Discussion (FGD). Akhirnya, terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada para responden survey dan seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, yang telah meluangkan waktu memberikan informasi maupun kontribusi lainnya dalam pelaksanaan kajian dan penyelesaian laporan ini. Untuk Informasi lebih lanjut hubungi : T. Triansa Putra teukutriansa@gmail.com 3

4 KATA PENGANTAR Dana Otonomi Khusus (Otsus) telah menjadi sumber pendanaan pembangunan yang siginifikan bagi pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Aceh. Tambahan transfer Dana Otsus diberikan seiring diberlakukannya UU No. 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh. Transfer dana dari Pemerintah Pusat ini akan berlangsung selama 20 tahun sejak UU tersebut diberlakukan pada Tahun 2008, dengan besaran dua persen dari DAU Nasional untuk 15 tahun pertama, dan satu persen untuk lima tahun terakhir. Dalam pelaksanaannya, berdasarkan Qanun No. 2/2008 tentang Tata Cara Pengalokasian Tambahan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi dan Penggunaan Dana Otonomi Khusus, Pemerintah Aceh mendapat alokasi sebesar 40 persen, sedangkan pemerintah kabupaten/kota sebesar 60 persen dalam bentuk pagu yang disusun oleh Pemerintah Provinsi. Setelah enam tahun pelaksanaan transfer Dana Otsus, pada tahun 2014 pemerintah kabupaten/kota di Aceh secara efektif memiliki kewenangan lebih besar dalam mengelola Dana tersebut. Dengan berlakunya Qanun No. 2/2013 yang merupakan revisi dari Qanun No. 2/2008, meski alokasi yang diterima kabupaten/kota berubah dari 60 persen menjadi 40 persen, namun melalui mekanisme transfer Dana Otsus dari Pemerintah Provinsi memberi kesempatan lebih besar bagi pemerintah kabupaten/kota dalam mengelola sendiri dana tersebut. Kesempatan yang diberikan ini tentu akan diiringi dengan besarnya tuntutan bagi pemerintah agar dana ini bisa digunakan secara efektif dan mendatangkan manfaat bagi masyarakat. Efektivitas pengelolaan dana yang baik tentunya disertai dengan regulasi atau aturan-aturan yang jelas dan mengikat. Kajian Pelaksanaan Dana Otonomi Khusus (Otsus) Kabupaten/kota yang disusun oleh Tim Pusat Pengembangan Keuangan Daerah (PPKD)-Universitas Syiah Kuala yang mendapatkan arahan dari BAPPEDA dapat menjadi instrument penting untuk mendapatkan gambaran bagaimana Tata Kelola Dana Otsus selama ini. Kajian ini sekaligus bermanfaat guna mengidentifikasi berbagai tantangan dan kelemahan atas regulasi yang diterapkan dalam pembangunan yang sedang dihadapi baik Pemerintah Aceh maupun Pemerintah Kabupaten/kota, terutama dalam hal perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan, dan monitoring/evaluasi. Pada akhirnya, kami berharap kajian ini benar-benar memberikan kontribusi terhadap perbaikan pengelolaan Dana Otsus di Aceh, sehingga sumber dana pembangunan yang terbatas ini dapat mendatangkan manfaat yang optimal, khususnya bagi masyarakat di Aceh. Banda Aceh, Oktober 2015 KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROF. DR. IR. ABUBAKAR KARIM. MS PEMBINA UTAMA MADYA NIP

5 Daftar Isi UCAPAN TERIMA KASIH... 3 KATA PENGANTAR... 4 Daftar Isi... 5 Daftar Gambar... 6 Daftar Grafik PENDAHULUAN Latar Belakang Maksud dan Tujuan Ruang Lingkup Kajian Metode Penelitian Sistematika Penulisan PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DANA OTONOMI KHUSUS Proses Perencanaan Pembangunan Dana Otonomi Khusus Pengusulan Program Dana Otonomi Khusus Tantangan Perencanaan dan Penyusunan Program Dana Otonomi Khusus PELAKSANAAN DANA OTONOMI KHUSUS Mekanisme Transfer dan Alokasi Pendanaan Penyerapaan Anggaran Dana Otonomi Khusus Typologi program dan kegiatan otsus MONITORING DAN EVALUASI DANA OTONOMI KHUSUS Mekanisme Monitoring Pemerintah Provinsi/Kabupaten KESIMPULAN DAN REKOMENDASI DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN

6 Daftar Gambar Gambar 1.1 Proyeksi Penerimaan Dana Otsus Gambar 1.2 Alokasi Dana Otonomi Khusus Aceh Tahun Gambar 2.1 Mekanisme Perencanaan Otsus Tahunan Gambar 2.2 Musrenbang otsus sangat bermanfaat dalam singkronisasi program yang diusulkan oleh kabupaten/kota dan provinsi Gambar 2.3 Program/kegiatan Otsus yang dilaksanakan adalah hasil usulan dalam musrenbang kab/kota Gambar 2.4 Qanun 2/2008 beserta peraturan yang diterbitkan dapat mengakomodir kebutuhan akan program/ kegiatan otsus lebih baik di daerah Gambar 2.5 Qanun 2/2013 beserta peraturan yang diterbitkan dapat mengakomodir kebutuhan akan program/ kegiatan.otsus lebih baik di daerah Gambar 2.6 Kebanyakan usulan program dan kegiatan yang diajukan kab/kota disetujui oleh provinsi Gambar 2.7 Qanun 2/2013 dan peraturan yang ada memungkinkan program/kegiatan berjalan lebih cepat Gambar 2.8 Qanun 2/2008 dan peraturan yang ada memungkinkan program/kegiatan berjalan lebih cepat Gambar 2.9 Usulan program yang diusulkan dalam Musrenbang otsus telah terlebih dahulu sudah dibahas dengan pihak DPRK Gambar 2.10 Banyak (lebih besar dari 50Persen) program dan kegiatan yang biasanya diusulkan bersifat tahun jamak (multi years) Gambar 2.11 Alokasi Dana Otsus Pendidikan Dasar dan Menengah Tahun Gambar 2.12 Akses Pusat Layanan Kesehatan dan Alokasi Dana Otsus Untuk Pembangunan Pusat Layanan Kesehatan, Tahun Gambar 2.13 SKPA tidak mengalami kesulitan dalam penyusunan program dan kegiatan perencanaan otsus Gambar 2.14 Bappeda Provinsi telah mengkoordinasikan usulan dari kabupaten/kota dan provinsi dengan baik Gambar 2.15 Musrenbang otsus sangat bermanfaat dalam penetapan program yang dilaksanakan oleh kab/kota untuk.keselarasan program Gambar 2.16 Kriteria dan persyaratan seleksi program dan kegiatan yang ditetapkan oleh provinsi setiap tahunnya sudah tepat (sesuai kebutuhan) dan dapat dipenuhi Gambar 2.17 Bappeda harus memberikan persyaratan dan kriteria operasional yang jelas dan detail untuk kabupaten/ kota dalam pengusulan kegiatan otsus Gambar 2.18 Efektifitas pengelolaan dana otsus akan menjadi lebih efisien jika dikelola oleh suatu unit kerja khusus. 24 Gambar 3.1 Tata Kelola Dana Otonomi Khusus (Qanun 2/2008) Gambar 3.2 Tata Kelola Dana Otonomi Khusus (Qanun 2/2013) Gambar 3.3 Pembagian alokasi 60Persen (provinsi) -40Persen (Kab / Kota) sudah memadai Responden Kabupaten. 27 Gambar 3.4 Pembagian alokasi 60Persen (provinsi) 40Persen (Kab/Kota) sudah memadai. Responden Provinsi Gambar 3.5 Formula Alokasi Otsus untuk Kabupaten/kota sudah memadai Gambar 3.6 Mekanisme Otsus menurut Qanun No 2/2013 telah menunjukkan pencapaian tujuan pelaksanaan Otsus Gambar 3.7 Qanun 2/2013 dan Pergub 79/2013 lebih menjamin pendanaan terhadap program kegiatan Gambar 3.8 Paket Provinsi (sebelum transfer) Gambar 3.9 Paket Kabupaten/kota (sebelum transfer) Gambar 3.10 Paket Provinsi 2014 (mekanisme transfer) Gambar 3.11 Paket Kabupaten/kota (mekanisme transfer) Gambar 3.12 Mekanisme transfer mengurangi proyek yang tidak selesai Gambar 3.13 Kualitas pelaksanaan kegiatan infrastruktur sekarang lebih baik dari tahun sebelumnya Gambar 3.14 Kabupaten/kota dapat memenuhi persyaratan Otsus Gambar 3.15 Pengusulan perubahan dalam 14 hari telah sesuai dengan kebutuhan

7 Gambar 4.1 Struktur Monitoring perencanaan, pengalokasian, pelaksanaan dan pertanggung jawaban program kegiatan Dana Otsus Gambar 4.2 Kepala daerah dan DPRA/DPRK sebagai pengawas dan evaluasi program otsus sudah t.epat Gambar 4.3 Kepala daerah dan DPRA/ DPRK telah melakukan pengawasan secara periodik atas program kegiatan otsus Gambar 4.4 UPTB Otsus yang disyaratkat oleh Qanun 2/2013 akan memudahkan keseluruhan mekanisme pengelolaan Otsus Gambar 4.5 Wewenang pengawasan dan evaluasi program otsus cukup dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan DPRA/DPRK dan tidak memerlukan pengawaslainnya Gambar 4.6 Pemerintah wajib menjamin keterbukaan informasi pelaksanaan program dan kegiatan otsus dalam rangka pengawasan oleh masyarakat Gambar 4.7 Diperlukan suatu mekanisme laporan dan pengaduan langsung masyarakat terhadap pelaksanaan program kegiatan otsus di lapangan Gambar 4.8 Pemerintah Aceh telah menyediakan fasilitas layanan aduan terhadap pelaksanaan program otonomi khusus provinsi

8 Daftar Grafik Grafik 3.1 Tingkat penyerapan Dana Otsus Keseluruhan Grafik 3.2 Tingkat Penyerapan Dana Otsus Kabupaten/kota Grafik 3.3 Penyerapan Kabupaten/kota Grafik 3.4 Jumlah paket kegiatan Otsus

9 PENDAHULUAN Memastikan transformasi fiskal untuk pembangunan Aceh yang lebih baik

10 1.1 Latar Belakang Aceh memiliki kesempatan yang besar dalam mengejar ketertinggalan pembangunan melalui Dana Otsus. Sejak tahun 2008 hingga 2015, Aceh telah menerima Dana Otsus sebesar Rp 41,49 triliun dan telah menjadi sumber penerimaan utama bagi pembangunan Aceh, dengan rata-rata peningkatan penerimaan sebesar 11 persen pertahunnya, Gambar 1.1. Selama 20 tahun jangka waktu berlakunya Dana Otsus, Aceh diperkirakan akan menerima sebesar Rp 163 triliun (gambar 1.1). 1 Hal ini memberikan kesempatan emas bagi Aceh untuk memacu pembangunan di masa mendatang. Gambar 1.1 Proyeksi Penerimaan Dana Otsus Gambar 1.1 Proyeksi Penerimaan Dana Otsus Rp Tirlliun UUPA Qanun No 2 Tahun 2008 Qanun No 2 Tahun Rp Triliun Otsus (axix kiri) Sumber : Diolah dari data Pemerintah Aceh, PPKD Total Penerimaan (prov&kab) Dana Otsus ditujukan untuk membiayai program dan kegiatan pembangunan yang strategis dan mempunyai daya dorong yang kuat dalam mencapai kesejahteraan masyarakat. Penggunaan Dana Otsus sebagaimana telah dimandatkan dalam undang-undang dan qanun untuk membiayai 7 sektor pembangunan, yaitu; infrastruktur, ekonomi, kemiskinan, pendidikan, sosial dan kesehatan, termasuk pelaksanaan keistimewaan Aceh. 2 Pembiayaan pembangunan yang tepat pada keseluruhan sektor ini diharapkan dapat menjadi daya dorong yang kuat bagi Aceh untuk memacu pembangunan. Dana Otsus dialokasikan untuk membiayai enam bidang utama dan bidang keistimewaan Aceh. Beberapa bidang utama seperti infrastruktur dan pendidikan mendapatkan alokasi yang cukup besar dibandingkan dengan sektor lainnya. Sektor infrastruktur mendapat alokasi terbesar sejak tahun 2008, terhitung sebesar Rp 13,7 T hingga tahun Alokasi infrastruktur tercata rata-rata sebesar 36 persen setiap tahunnya, yang mencerminkan prioritas pembangunan Aceh disamping bidang pendidikan. Kedua bidang ini memiliki porsi sebesar 50 persen dari keseluruhan alokasi otsus pada tahun Sedangkan bidang ekonomi dan pengentasan ekonomi tercatat sebesar 34 persen dari keseluruhan alokasi. 1. Menurut Undang Undang Pemerintahan Aceh No 11/2006, Aceh berhak mendapatkan tambahan dana pembangunan melalui dana otonomi khusus dan dan tambahan bagi hasil migas. Untuk dana otsus; Aceh menerima Dana Otsus sebesar dua persenpersen dari pagu Dana Alokasi Umum Nasional untuk 15 tahun pertama dan sebanyak satu persenpersen dari DAU nasional untuk lima tahun terakhir. Dana ini mulai digulirkan padatahun Asumsi penerimaan Aceh menggunakan beberapa asumsi makro di tingkat nasional yang disusun oleh Bank Dunia dan IMF, Qanun 2/2008 menyatakan bahwa Dana Otsus dapat digunakan untuk pelaksanaan keistimewaan Aceh. 3. Infrastruktur yang dimaksud di sini terutama terkait dengan infrastruktur pekerjaan umum, ditambah dengan beberapa prasarana lainnya seperti prasarana-prasarana perhubungan, air minum dan sanitasi, serta energi. 10

11 Gambar 1.2 Alokasi Dana Otonomi Khusus Aceh Tahun ,500 2,081 Rp Juta 2,000 1,901 1,863 1,500 1,260 1,492 1,496 1,453 1, , Infrastruktur Kesehatan Pemberdayaan Ekonomi Pendidikan Pengentasan Kemiskinan Sosial dan KeisDmewaan Sumber data : Diolah dari data Pemerintah Aceh, PPKD Dana Otonomi Khusus merupakan sumber pendapatan daerah Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/ kota. Undang-undang yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat memberi kewenangan penuh untuk Pemerintah Provinsi dalam mengelola Dana Otsus dan dianggap sebagai sebagai penerimaan Pemerintah Aceh untuk membiayai program pembangunan. 4 Pengelolaan Dana Otonomi Khusus ditujukan untuk mengejar ketertinggalan pembangunan daerah dengan memerhatikan keseimbangan kemajuan pembangunan antar Kabupaten/kota. Meskipun Pemerintah Pusat menyalurkan dana otonomi khusus melalui Pemerintah Provinsi, namun dana otonomi khusus juga merupakan penerimaan Kabupaten/kota Undang-undang Pemerintah Aceh No. 11 Tahun 2006, pasal Pasal 179 ayat 1 UUPA 11

12 PENDAPAT HUKUM (LEGAL OPINION) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) telah memberikan suatu kekhususan terhadap Aceh, kekhususan Aceh dipertegas dalam UU No 23 tahun 2014 (perubahan UU No 32 Tahun 2004) tentang Pemerintahan Daerah yang berlaku Nasional. Pemerintah Telah menegaskan bahwa Dana Otonomi Khusus hanya dialokasikan kepada Daerah yang memiliki otonomi khusus. Dalam UU No 11 Tahun 2006 Pemerintah juga menurunkan dalam Pasal 179 ayat (1) bahwa Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/kota di Aceh memiliki sumber pendapatan daerah salah satunya bersumber dari Dana Otonomi Khusus. Pada Tahun 2008 Pemerintah Aceh mengesahkan Qanun No 2 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengalokasian TDBH Migas dan Penggunaan Dana Otonomi Khusus, yang dikemudian hari ternyata disadari semua pihak telah melakukan diskresi yang kurang sejalan dengan semangat dan prinsip-prinsip otonomi daerah yang luas dan nyata. Terdapat 2 hal yang terlanjur dilakukan, yaitu; (1) Bagian pendapatan Kabupaten/kota sebesar 60 persen diberikan dalam bentuk PAGU, bukan uang tunai dalam bentuk transfer ke kas daerah kabupaten/ kota (Pasal 11 ayat 6), (2) Usulan program dari pemerintah Kabupaten/kota sesuai jumlah PAGU yang diberikan oleh Pemerintah Provinsi Aceh, dibahas kembali dalam mekanisme pengesahan APBA oleh Pemerintah Aceh bersama-sama dengan DPRA. Program kegiatan yang telah disetujui dilaksanakan (dikerjakan) oleh Pemerintah Aceh, dalam hal ini oleh SKPA provinsi (pasal 13 ayat (1) dan ayat (2) Qanun No. 2 Tahun 2008 sebelum perubahan) Merujuk pada Pasal 183 Ayat (4) UUPA yang dengan tegas mengatur bahwa dana otonomi khusus digunakan untuk membiayai program pembangunan Provinsi dan juga program pembangunan Kabupaten/kota yang pengelolaannya diadministrasikan pada pemerintah provinsi. Berdasarkan konsep otonomi, program pembangunan Provinsi dan Program Pembangunan Kabupaten/kota untuk kewenangan dan tanggung jawabnya berada pada masing-masing pemerintahan. Dalam ketentuan pasal 183 UUPA memiliki makna bahwa semua Dana Otonomi Khusus menjadi penerimaan transfer Provinsi dari Pemerintah Pusat yang kemudian sebahagian dari dana tersebut digunakan untuk membiayai program pembangunan Kabupaten/ kota, sedangkan program pembangunan kabupaten/kota adalah kewenangan dari kabupaten/kota baik dari penganggarannya maupun pelaksanaannya. Frase yang pengelolaannya diadministrasikan pada pemerintah Provinsi Aceh mengandung makna bahwa Pemerintah Aceh sebagai penerima Dana Otsus dari Pemerintah Pusat untuk membiayai program pembangunan Kabupaten/kota melalui bantuan keuangan khusus kepada Kabupaten/kota sebagai penegasan terhadap ketentuan dalam Pasal 179 ayat (2) huruf c, bahwa dana otonomi khusus adalah juga penerimaan Kabupaten/kota. Dengan demikian, untuk melaksanakan program pembangunan Kabupaten/kota dengan dana otonomi khusus, Pemerintah Aceh harus mentransfer lebih lanjut dana otonomi khusus ke Kabupaten/kota sesuai dengan program pembangunan yang telah disepakati bersama. 12

13 Dalam kurun waktu 8 tahun pengelolaan dana otsus, Pemerintah Aceh telah melaksanakan tiga model tata kelola administrasi Dana Otsus. Penerapan tata kelola dana otonomi khusus yang terpusat di provinsi pada tahun 2008 hingga 2010, dan memberikan provinsi kewenangan penuh terhadap pengelolaan otonomi khusus dinilai kurang efektif dalam menjawab tantangan dan kebutuhan pembangangunan. 6 Sedangkan model kedua adalah; Pengalokasian dana otonomi khusus kepada kabupaten/kota tidak dalam bentuk dana tunai melainkan dalam bentuk pagu yang ditetapkan oleh pemerintah Aceh dan memberikan kewenangan yang lebih besar pada pemerintah Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan Dana Otsus, sejak tahun 2010 berdasarkan Qanun 2/ Model tata kelola Dana Otsus yang terakhir adalah memberikan kewenangan penuh terhadap kabupaten/kota melalui mekanisme transfer langsung atas Dana Otsus yang dimulai sejak tahun 2013, melalui Qanun 2/2013 yang merupakan perubahan atas Qanun No. 2 tahun Tata kelola yang tepat akan merupakan syarat utama dalam memaksimalkan pemanfaatan dana otonomi khusus. Seperti yang disyaratkan oleh Undang Undang, program kegiatan yang di danai oleh Dana Otsus harus memiliki dampak yang signifikan, terukur, dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat serta memiliki daya ungkit yang berdampak secara jangka panjang bagi pembangunan Aceh. Sistem dan mekanisme perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan serta evaluasi berkala harus dibangun sebagai suatu kebutuhan. Rencana induk tentang penggunaan Dana Otsus dan berbagai peraturan serta petunjuk teknis dalam pengelolaan Dana Otsus yang merupakan acuan, harus terus disempurnakan demi menjamin keefektivitasan pembangunan. 9 Kajian ini berupaya untuk meninjau keefektifan tata kelola penggunaan Dana Otonomi Khusus sejak tahun Kajian ini mengkaji tiga model tata kelola Dana Otsus yang telah dilakukan Pemerintah Aceh yang mencakup tata kelola terhadap perencanaan, penganggaran, pelaksanaan anggaran hingga monitoring dan evaluasi. Kajian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi para pengambil kebijakan terhadap perbaikan tatakelola Dana Otsus yang lebih efektif di masa mendatang. 1.2 Maksud dan Tujuan Kajian ini bertujuan untuk: 1. Mengidentifikasi tantangan yang terjadi pada proses perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring/evaluasi pada masing-masing model tatakelola dana otsus. 2. Menganalisis efektifitas pelaksanaan Dana Otsus masing-masing model ditinjau dari perencanaan, pelaksanaan dan monitoring evaluasi 3. Menjadi salah satu sumber informasi dan referensi bagi para pengambil kebijakan dalam menentukan model tata kelola dana otsus yang lebih efektif. 6. Laporan Bank Dunia, Evalulasi Tata Kelola Otonomi Khusus 2011 dan Laporan Monev dari Bappeda Provinsi menunjukkan bahwa pengelolaan yang tersentralisasi di tingkat provinsi tidak begitu efektif untuk dilaksanakan. Ketidaksesuaian perencanaan pembangunan terhadap kebutuhan, menghasilkan banyaknya proyek yang terlantar dan tidak fungsional di lapangan. Panjangnya rantai birokrasi perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan, sentralisasi tata-kelola Dana Otsus menjadi tantangan utama. 7. Pasal 11 ayat 6 Qanun No 2 Tahun Qanun No. 2 Tahun 2013 Tentang Perubahan Qanun No. 2 Tahun 2008, dimana pengalokasian 60 persenpersen untuk Provinsi dan 40 persenpersen Kabupaten/Kota dengan sistem transfer. 9. Gubernur telah menerbitkan Peraturan Gubernur No 79 Tahun 2013 sebagai pedoman dan petunjuk teknis kepada kabupaten/kota dalam mengelola dana otonomi khusus. Dan pada saat ini Pemerintah Aceh sedang menyusun rencana induk pemanfaatan Dana Otonomi Khusus sebagai pedoman perencanaan pembangunan untuk menjamin keefektivitasan penggunaan Dana Otsus. 13

14 1.3 Ruang Lingkup Kajian Ruang lingkup Kajian Pelaksanaan Dana Otonomi Khusus meliputi: 1. Kajian ini dilakukan di seluruh provinsi Aceh yang meliputi instansi yang terlibat dengan pengelolaan dana otsus di ke-23 kabupaten/kota. Instansi yang dimaksud adalah Dinas Pendidikan, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Kesehatan, Dinas Pengelola Keuangan Daerah, Bappeda, dan DPRK. 2. Kegiatan yang dilakukan adalah mengumpulkan dan menganalisis data primer dan sekunder yang menggambarkan kondisi umum tata kelola dana otonomi khusus kabupaten/kota dan provinsi Aceh. Data ini dikumpulkan melalui kuesioner yang didistribusikan ke instansi yang tersebut diatas dan secara lebih mendalam digali melalui diskusi grup terpadu (FGD) tentang perencanaan, pelaksanaan dan monitoring-evaluasi dana otonomi khusus yang pernah dan sedang diimplementasikan. 3. Memberikan rekomendasi sebagai bahan dasar bagi para pengambil kebijakan dalam menentukan model tata kelola yang lebih efektif dalam dana otsus. 1.4 Metode Penelitian Kajian ini disusun dengan menganalisis data sekunder dan data primer. Untuk melihat pelaksanaan dana otonomi khusus Kabupaten/Kota, dilakukan studi kualitatif terhadap berbagai model tata kelola Dana Otsus. Model-model tatakelola yang dimaksud adalah landasan yuridis yang berupa peraturan dan perundang-undangan yang mengatur Dana Otsus, yang ditinjau dari perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan, serta monitoring dan evaluasi. Tinjauan dokumen juga dilakukan terhadap laporan-laporan dan data resmi pemerintah, seperti dari Laporan APBA/APBK, Laporan Monev Bappeda, Laporan Audit BPK dan P2K sejak tahun Data primer dikumpulkan dengan menggunakan metode FGD dan kuesioner. Metode ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana penggunaan dan pengelolaan Dana Otsus yang berlangsung di lapangan sejak tahun 2008 sampai sekarang. Dengan menggunakan metode pengumpulan data yang memiliki keunggulan dalam hal tingkat kedalaman penggalian informasi diharapkan dapat diketahui secara lebih detail dan menyeluruh pandangan, alasan, motivasi, dan argumentasi seseorang atau suatu kelompok terkait hal-hal yang menjadi obyek bahasan. 10 Dengan menganalisis data yang terkumpul dari tinjauan dokumen, FGD dan kuesioner, dapat memberikan suatu gambaran tentang efesiensi tata kelola Dana Otsus dan mengidentifikasi berbagai persoalan (bottlenecks) yang berpotensi mengganggu kinerja pemanfaatan Dana Otsus. Hambatan birokrasi dan teknis dapat dipetakan dengan seksama dan dibahas secara komprehensif untuk mendiagnosis kendala-kendala teknis dan birokratis agar studi dapat memberikan rekomendasi yang komprehensif dan aplikatif. 1.5 Sistematika Penulisan 1. Laporan kajian ini terdiri dari empat bab. Bab I memuat latar belakang dan pendekatan yang digunakan dalam kajian. Bab II membahas mengenai perencanaan dan penganggaran dana otonomi khusus. Bab III membahas mengenai pelaksanaan dana otonomi khusus. Bab IV membahas mengenai monitoring dan evaluasi dana otonomi khusus. Bab V menarik kesimpulan dan memberikan rekomendasi. 10. Lihat lampiran untuk metodologi data primer (kuesioner) beserta pertanyaan kuesioner. 14

15 PERENCANAAN & PENGANGGARAN Perencanaan yang tepat adalah syarat mutlak bagi keberhasilan pembangunan

16 2.1 Proses Perencanaan Pembangunan Dana Otonomi Khusus Perencanaan yang baik merupakan syarat awal dalam keberhasilan pembangunan. Perencanaan dalam pemerintahan adalah proses untuk memutuskan tujuan-tujuan yang ingin dicapai (dalam hal ini kesejahteraan masyarakat) selama periode waktu mendatang dalam bentuk kegiatan dan pengalokasian anggaran yang tepat. Perencanaan juga meliputi penggunaan sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif. Perencanaan merupakan sebuah langkah awal berhasilnya sebuah program dan kegiatan di pemerintahan. Karenanya perencanaan yang baik merupakan syarat awal untuk membangun, sedangkan syarat utama adalah bagaimana pemerintah daerah melaksanakan pembangunan sesuai dengan perencanaan sehingga menghasilkan keluaran (outputs) pembangunan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dalam kurun waktu , perencanaan dan penganggaran otsus telah dilaksanakan dengan tiga model mekanisme yang berbeda. Pada tahun 2008, saat dana otsus pertama kali dilaksanakan, pemerintah Aceh belum memiliki acuan khusus terkait perencanaan dan penganggaran dana otsus. Oleh karena itu pengalokasian dana otsus untuk pembangunan provinsi dan kabupaten/kota berdasarkan UU No. 11/2006, sedangkan penyusunan program mengacu pada rencana pembangunan jangka panjang dan rencana kerja pemerintah kabupaten dan provinsi. Alokasi pendanaan 100 persen dikelola oleh Provinsi. Setelah lahir Qanun 2/2008, sejak tahun 2010 penyusunan program selain mengacu pada rencana pembangunan jangka panjang provinsi dan masing-masing kabupaten/kota juga mengacu pada rencana kerja provinsi dan masing-masing kabupaten/kota dengan alokasi pendanaan 40 persen provinsi dan 60 persen kabupaten/kota. Sedangkan model mekanisme yang ke tiga; dimulai pada tahun 2013 searah dengan disahkannya Qanun No. 2/2013, melalui Qanun ini penyusunan program berpedoman pada pada rencana pembangunan jangka panjang provinsi dan masing-masing kabupaten/kota serta mengacu pada rencana pembangunan jangka menengah provinsi dan masing-masing kabupaten/kota dimana alokasi pendanaannya 60 persen provinsi dan 40 persen kabupaten/kota dengan menggunakan mekanisme transfer langsung ke Kabupaten/Kota. Penyusunan Program harus berpedoman dan mengacu pada RPJP dan RPJM Provinsi dan masing-masing Kabupaten/Kota. Penyusunan program yang akan didanai oleh anggaran otonomi khusus haruslah merupakan program dan kegiatan pembangunan yang strategis, mempunyai daya dorong yang kuat, dan berpengaruh signifikan terhadap pencapaian kesejahteraan masyarat Aceh yang lebih baik, nyata, dan adil, sesuai dengan amanah Qanun Nomor 2 Tahun 2008 dan Qanun Nomor 2 Tahun 2013 menjadi tolok ukur untuk berhasilnya program yang bisa memberikan kesejahteraan pada masyarakat Aceh secara menyeluruh. Selain itu, penyusunan program juga harus memenuhi kriteria pemilihan program dan kegiatan yang diatur melalui Pergub yang dikeluarkan sejak tahun Proses perencanaan pembangunan dilakukan melalui Musrenbang Otsus. Musrenbang Otsus merupakan salah satu mekanisme perencanaan program kegiatan yang telah disusun dan diusulkan oleh Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota (Gambar 2.1). Forum ini merupakan forum penyusunan rencana program dan kegiatan pembangunan Aceh dan pembangunan Kabupaten/Kota yang bersumber dari dana otonomi khusus yang diikuti oleh wakil pemerintah Aceh dan wakil pemerintah kabupaten/kota serta dapat mengikutsertakan elemen atau wakil masyarakat lainnya. Setiap usulan program kegiatan yang akan dibahas dalam Musrenbang Otsus wajib terlebih dahulu dibahas dalam Musrenbang Kabupaten/Kota. 16

17 Gambar 2.1 Mekanisme Perencanaan Otsus Tahunan Sumber : Qanun 2/2013. Musrenbang otsus bermanfaat untuk menyelaraskan program dan kegiatan antar provinsi dan kabupaten/ kota. Salah satu tujuan dari Musrenbang otsus adalah untuk menyelaraskan perencanaan dan kegiatan pembangunan seperti yang diamanatkan oleh Qanun 2/2013. Sebesar 56 persen responden meyakini bahwa musrenbang otsus sangat bermanfaat dalam singkronisasi program yang diusulkan oleh kabupaten/kota dan provinsi, Gambar 2.2. Gambar 2.2 Musrenbang otsus sangat bermanfaat dalam sinkronisasi program yang diusulkan oleh kabupaten/kota dan provinsi 11% 11% 45% 33% Sangat Sumber: Survey Evaluasi Tata Kelola Dana Otsus Aceh, PPKD 17

18 2.2 Pengusulan Program Dana Otonomi Khusus. Program dan kegiatan Otsus pada tingkat Kabupaten/Kota disepakati bersama pada saat Musrenbang Otsus. Pengusulan program tentunya setelah melewati penyusunan program/kegiatan di masing-masing kabupaten/kota. Usulan program ini disampaikan kepada Pemerintah Aceh melalui Bappeda, yang telah dilengkapi dengan dokumen pendukung, 11 Usulan dari Pemerintah Aceh dibahas dan disepakati bersama antara TAPA dan SKPA dalam Musrenbang Otsus. Sedangkan usulan dari Kabupaten/Kota dibahas dan disepakati bersama antara Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam Musrenbang Otsus. Pengusulan program hendaklah sesuai dengan pagu anggaran yang disediakan. Untuk adanya sinkronisasi internal kabupaten/kota, maka usulan program kegiatan sebelum dibahas pada Musrenbang Otsus, wajib dibahas terlebih dahulu pada Musrenbang Kabupaten/Kota. Musrenbang kab/kota menjadi acuan dalam pembiayaan program dan kegiatan otsus. Program/kegiatan yang didanai Otsus adalah hasil dari usulan kabupaten/kota dan ususan provinsi yang disepakati bersama dalam musrenbang Otsus. Gambar 2.3, sebanyak 81 persen responden di tingkat kabupaten/kota dan provinsi menyatakan program/kegiatan yang dilaksanakan untuk dibiayai dari dana Otsus adalah berdasarkan hasil usulan dalam musrenbang kab/kota. Akan tetapi terdapat 11 persen responden menyatakan tidak setuju, dengan mempertimbangkan bahwa tidak sepenuhnya program dan kegiatan berdasarkan hasil Musrenbang. Gambar 2.3 Program/kegiatan Otsus yang dilaksanakan adalah hasil usulan dalam musrenbang kab/kota. 5% 6% 33% 8% SangatTidak 48% Sangat Sumber: Survey Evaluasi Tata Kelola Dana Otsus Aceh, PPKD Qanun dan peraturan telah mengakomodir program/kegiatan Otsus lebih baik sesuai dengan kebutuhan daerah. Sebanyak 59 responden (61 persen) di kabupaten/kota menyatakan bahwa Qanun No. 2 Tahun 2013 lebih mengakomodir kebutuhan masing-masing daerah dibandingkan dengan Qanun sebelumnya. Dengan adanya mekanisme transfer, kabupaten/kota merasa memiliki kewenangan yang lebih besar dalam mengelola tambahan sumber daya fiskal dalam membangun daerah dan memperkecil ketimpangan pembangunan. Qanun No. 2/2013 juga diakui dapat menciptakan terobosan pembangunan yang lebih banyak dan juga mengakomodir program/kegiatan sesuai dengan kebutuhan masing-masing daerah. Hal ini berbeda dengan mekanisme sebelumnya, dimana kabupaten/kota menilai pemerintahan provinsi sering menetapkan program/kegiatan Otsus secara sepihak tanpa keterlibatan daerah. 11. Dokumen pendukung menurut Pergub 79/2013 yaitu (a) Detail Engineering Design (DED); (b) Kerangka Acuan Kerja (Term of Reference); (c) Studi Kelayakan (Feasibility Study); (d) Survey Investigasi and Design (SID); (e) Rencana Denah (Site Plan); (f) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dan atau (g) dokumen perencanaan lainnya. Jika untuk kegiatan pembangunan, maka harus dilengkapi dengan sertifikat atau surat bukti kepemilikan lahan yang sah. Semua dokumen tersebut disampaikan paling lambat pada saat Musrenbang Otsus sesuai syarat masing-masing program dan kegiatan 18

19 Gambar 2.4 Qanun 2/2008 beserta peraturan yang diterbitkan dapat mengakomodir kebutuhan akan program/kegiatan otsus lebih baik di daerah. Gambar 2.5 Qanun 2/2013 beserta peraturan yang diterbitkan dapat mengakomodir kebutuhan akan program/kegiatan otsus lebih baik di daerah. 5% 6% 6% 18% 3% 6% 10% 24% 24% SangatTidak SangatTidak 26% 41% Sangat 43% Sangat Sumber: Survey Evaluasi Tata Kelola Dana Otsus Aceh, PPKD Kebanyakan usulan program dan kegiatan yang diajukan kab/kota disetujui oleh provinsi. Sebahagian responden (51 persen) menyatakan setuju dan sangat setuju bahwa usulan program dan kegiatan kabupaten/kota banyak yang disetui oleh Pemerintah Provinsi, usulan tersebut melalui kesepakatan bersama (Gambar 2.6). Meskipun beberapa usulan usulan program/kegiatan pembangunan masih memerlukan diskusi lebih lanjut. Beberapa program yang tidak disetujui biasanya dinilai kurang mencukupi syarat-syarat administratif atau dinilai kurang bernilai strategis. Gambar 2.6 Kebanyakan usulan program dan kegiatan yang diajukan kab/kota disetujui oleh provinsi 8% 4% 24% SangatTidak 43% 21% Sangat Sumber: Survey Evaluasi Tata Kelola Dana Otsus Aceh, PPKD Qanun No. 2 Tahun 2013 memungkinkan program/kegiatan Otsus berjalan lebih cepat. Keadaan ini didukung dengan hasil survey dimana sebanyak 66 persen responden menyatakan bahwa dengan mekanisme pengelolaan otsus yang baru dapat melaksanakan proses Perencanaan, pelaksanaan termasuk proses pelelangan dari program dan kegiatan kabupaten/kota dengan lebih cepat serta dengan kewenangan yang besar. Kewenangan yang lebih besar ini juga berdampak pada rasa kepemilikan yang lebih besar terhadap program. Hal ini berbeda pada pelaksanaan Otsus dengan mekanisme sebelumnya, hanya 27 persen responden yang menyatakan setuju bahwa program dapat berjalan lebih cepat, Gambar

20 Gambar 2.7 Qanun 2/2013 dan peraturan yang ada memungkinkan program/kegiatan berjalan lebih cepat. Gambar 2.8 Qanun 2/2008 dan peraturan yang ada memungkinkan program/kegiatan berjalan lebih cepat. 17% 2% 5% 3% 6% SangatTidak 24% 23% SangatTidak 27% 49% Sangat 44% Sangat Sumber: Survey Evaluasi Tata Kelola Dana Otsus Aceh, PPKD Pemerintah kabupaten/kota melibatkan DPRK dalam pengusulan program/kegiatan Otsus. Sebanyak 62 persen responden menyatakan setuju usulan program yang diusulkan dalam Musrenbang Otsus terlebih dahulu dibahas dengan pihak DPRK (Gambar 2.9). Kabupaten/kota menyatakan selama ini DPRK telah dilibatkan dalam penganggaran Otsus meskipun ada usulan dari beberapa anggota legislatif yang meresa peran mereka belum maksimal dan meminta untuk mempertegas posisi dan peran DPRK dalam perencanaan dan penganggaran Otsus. Gambar 2.9 Usulan program yang diusulkan dalam Musrenbang otsus telah terlebih dahulu sudah dibahas dengan pihak DPRK Gambar 2.10 Banyak (lebih besar dari 50Persen) program dan kegiatan yang biasanya diusulkan bersifat tahun jamak (multi years) 11% 3% 8% 7% 9% 27% SangatTidak 24% 32% SangatTidak 51% Sangat 28% Sangat Sumber: Survey Evaluasi Tata Kelola Dana Otsus Aceh, PPKD Usulan program dan kegiatan Otsus kabupaten/kota yang bersifat tahun jamak (multi years) masih tergolong minim. Lebih dari 50 persen responden menyatakan bahwa program dan kegiatan yang dilaksanakan bersifat tahunan, dan bukan program yang bersifat multiyears (tahun jamak). Minimnya jumlah usulan program/kegiatan yang bersifat tahun jamak antara lain disebabkan oleh sulit mendapatkan komitmen politik (kesepakatan bersama antara legislatif dan eksekutif), kepala daerah mengarahkan Otsus pada program/kegiatan yang bersifat mendesak (urgent) meskipun berskala kecil namun sifatnya membutuhkan penanganan instan, dan dalam hal tertentu bertujuan untuk menghindari atau meredam timbulnya gejolak di masyarakat, Gambar

21 2.3 Tantangan Perencanaan dan Penyusunan Program Dana Otonomi Khusus Kajian terdahulu terhadap tata kelola Dana Otsus mendapati perencanaan dan penganggaran Dana Otsus merupakan salah satu kelemahan pengelolaan Dana Otsus. Kajian yang dilakukan oleh Bank Dunia pada tahun 2011 menyimpulkan proses perencanaan dan pemrograman kegiatan yang dibiayai oleh dana Otsus menjadi salah satu titik terlemah dalam tata kelola dana Otsus. 12 Pengusulan program yang dibiayai dari sumber otsus belum banyak mengacu pada RPJM, di saat yang sama, ketiadaan rencana induk membuat program dan kegiatan otsus menjadi kurang stategis, kegiatan kegiatan kecil yang kurang signifikan terhadap pembangunan ekonomi dan pengurangan angka kemiskinan. Dalam beberapa tahun terakhir, usulan program dan kegiatan dalam perencanaan otsus belum sepenuhnya menjawab tantangan pembangunan. Dalam berbagai seri penelitian yang dilakukan mengenai perencanaan dan belanja Dana Otsus, khususnya di sektor pendidikan, infrastruktur dan kesehatan, terlihat beberapa pola belanja yang belum sesuai kebutuhan. 13 Hal ini terlihat pada program di dinas pendidikan dalam beberapa tahun terakhir telah diprioritaskan untuk pembangunan fisik, terutama gedung sekolah dan ruang kelas meskipun ketersediaan gedung sekolah dan ruang kelas pada saat itu sudah cukup memadai. Pada tahun 2011, sebanyak 51 persen dana otsus pendidikan dialokasikan untuk pembangunan sekolah dan ruang kelas, Gambar Pola alokasi Dana Otsus yang sama terulang di tahun 2013, alokasi anggaran untuk pembangunan gedung sekolah dan ruang kelas baru sebesar 31 persen dan pembangunan sarana sekolah mencapai 34 persen dari keseluruhan dana otsus bidang pendidikan. Sedangkan Aceh masih sangat tertinggal dari sisi mutu dan daya saing pendidikan, banyak sekolah di tingkat dasar dan menengah yang membutuhkan sarana penunjang mutu seperti penyediaan buku, laboratorium, perpustakaan, alat peraga dan sebagainya,. Gambar 2.11 Alokasi Dana Otsus Pendidikan Dasar dan Menengah Tahun 2011 Gambar 2.12 Akses Pusat Layanan Kesehatan dan Alokasi Dana Otsus Untuk Pembangunan Pusat Layanan Kesehatan, Tahun Miliar Rupiah Subulussalam 19 4 Simeulue 11 2 Aceh Jaya 8 6 Aceh Tengah 7 1 Sabang 6 - Bener Meriah 6 3 Gayo Lues 6 12 Aceh Barat 6 - Nagan Raya 6 2 Aceh Singkil 5 3 Aceh Tenggara 5 5 Aceh Selatan 5 7 Aceh Timur 5 13 Aceh Tamiang 5 2 Aceh Utara 4 2 Bireuen 4 5 Langsa 4 2 Aceh Besar 3 10 Lhokseumawe 3 1 Pidie Jaya 3 - Pidie 3 5 Aceh Barat Daya 2 - Banda Aceh Jarak rata- rata (Km) Alokasi 2012 (Aksis Atas) Sumber: Analisis Belanja Publik Tahun 2012,PPKD Program dan kegiatan Dana Otsus bidang kesehatan juga belum sepenuhnya berdasarkan kebutuhan. Meskipun data menunjukkan sebaran pusat pelayanan kesehatan di Aceh belum merata, namun pengalokasian dana otsus untuk pembangunan pusat layanan kesehatan yang baru untuk kabupaten/kota terlihat berbeda dengan kebutuhan, seperti tampak pada Gambar 2.13, Kabupaten Simeulue yang memiliki jarak rata-rata antara penduduk dengan sarana kesehatan sebesar 11,3 kilometer memiliki alokasi belanja Rp. 2 milyar, sedangkan Aceh Timur memiliki alokasi belanja yang lebih tinggi, meskipun memiliki jarak yang lebih dekat, Secara rata-rata jarak terdekat dari kediaman penduduk di Aceh ke fasilitas kesehatan masyarakat terdekat adalah 8 kilometer, Gambar Bank Dunia Kajian Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Otonomi Khusus AcehH Analisis Belanja Publik Aceh 2011 dan 2012, Pusat Pengembangan Keuangan Daerah Unsyiah PECAPP. 14. Analisis Belanja Publik Aceh 2011, PECAPP. 21

22 Aceh belum memiliki rencana induk yang menjadi acuan utama dalam merumuskan rencana dan implementasi kegiatan pembangunan yang dibiayai Dana Otsus. Hingga saat kajian ini dilaksanakan, Rencana Induk untuk pengalokasian dana otsus hingga tahun 2027 masih dalam proses finalisasi oleh tim Bappeda. Ketiadaan rencana induk dalam perencanaan dan pengalokasian Dana Otsus dalam beberapa tahun belakangan ini menyebabkan beberapa program dan kegiatan pembangunan yang dibiayai dana otsus sering tidak sesuai peruntukan, dan kurang berdampak signifikan dan belum menjadi daya ungkit bagi percepatan pembangunan sektor ekonomi secara keseluruhan. Keberadaan Rencana Induk sangat mendesak untuk memberikan arah atau sasaran sasaran pokok dalam pembangunan serta arah kebijakan alokasi dana otsus. Rencana Induk otsus pada dasarnya berisikan sasaran pokok dan arah kebijakan alokasi Dana Otsus selama masa alokasi dana Otsus sampai dengan tahun 2027 mendatang. Sasaran pokok dan arah kebijakan pembangunan Aceh ke depan mestinya telah disusun dan dituangkan dalam dokumen induk otsus. Lebih lanjut, master plan otsus memberi gambaran umum tentang pembangunan daerah, permasalahan, potensi, serta strategi pembangunan untuk setiap sektor. Disamping itu, dokumen ini juga menentukan kriteria atau persyaratan khusus 15 untuk setiap program dan kegiatan pembangunan serta program pokok pembangunan yang dibiayai dengan dana otsus; kriteria dan persyaratan untuk mengikat supaya usulan program/kegiatan memiliki dampak signifikan, terukur dan memiliki daya ungkit secara jangka panjang terhadap pembangunan. Ketiadaan kriteria operasional yang jelas dalam penyusunan program dan kegiatan merupakan penyebab utama dari kesulitan SKPA dalam penyusunan program/kegiatan perencanaan Otsus. Meskipun Qanun 2/2013 dan pergub 79/2013, telah mengatur kriteria dari program dan kegiatan yang dapat dibiayai oleh Dana Otsus, akan tetapi kriteria ini dinilai belum cukup mengikat dan masih multi-tafsir. Sebahagian besar responden di tingkat Provinsi (56 persen) menyatakan SKPA mengalami kesulitan dalam penyusunan program/kegiatan dalam perencanaan otsus dan dibutuhkan adanya kriteria program dan kegiatan yang operasional dan lebih jelas, Gambar Gambar 2.13 SKPA tidak mengalami kesulitan dalam penyusunan program dan kegiatan perencanaan otsus. Gambar 2.14 Bappeda Provinsi telah mengkoordinasikan usulan dari kabupaten/kota dan provinsi dengan baik. 11% 22% 33% 33% 45% 11% Sangat 45% Sumber: Survey Evaluasi Tata Kelola Dana Otsus Aceh, PPKD Bappeda provinsi dinilai belum maksimal dalam mengkoordinasikan usulan dari kabupaten/kota dan provinsi. Hanya sebesar 33 persen responden dari SKPA dan SKPD yang menilai bahwa Bappeda provinsi telah mengkoordinasikan usulan dari kabupaten/kota dan provinsi dengan baik sehingga tidak terjadi tumpang-tindih antara SKPA dengan SKPK, sedangkan sebanyak 45 persen resonden tidak memiliki kecenderungan apapun, Gambar Hal ini termasuk tumpangtindihnya kewenangan. Masih terdapat program dan kegiatan yang merupakan wewenang kabupaten, tetapi di danai oleh provinsi. 15. Kriteria dan persyaratan seleksi program dan kegiatan telah ditetapkan dalam lampiran Pergub tentang pagu indikatif, kriteria dan persyaratan seleksi program/kegiatan pembangunan dari sumber TDBH Migas dan Otsus. 22

23 Kabupaten/kota menyatakan Musrenbang Otsus belum sepenuhnya bermanfaat dalam keselarasan program/ kegiatan. Gambar 2.15, sebanyak 50 persen responden di tingkat kabupaten/kota, tidak mempunyai kecenderungan apapun tentang manfaat Musrenbang Otsus dalam upaya mencapai keselarasan program di Kabupaten/Kota. Sedangkan 44 persen responden merasakan adanya manfaat dan 6 persen responden menyatakan tidak ada manfaat. Kenetralan atau ketidakcenderungan pada satu pilihan memberikan kesimpulan bahwa Musrenbang Otsus belum memberikan sinergitas dalam progam/kegiatan di Kabupaten/Kota. Gambar 2.15 Musrenbang otsus sangat bermanfaat dalam penetapan program yang dilaksanakan oleh kab/kota untuk keselarasan program 10% 6% 34% 50% Sangat Sumber: Survey Evaluasi Tata Kelola Dana Otsus Aceh, PPKD Masih terdapat polemik dalam hal ketepatan kriteria dan persyaratan seleksi program dan kegiatan yang didanai otsus. Gambar 2.16, hanya 42 persen responden di kabupaten/kota yang setuju kriteria dan persyaratan seleksi program dan kegiatan yang ditetapkan oleh provinsi setiap tahunnya sudah tepat (sesuai kebutuhan) dan dapat dipenuhi, sedangkan selebihnya memilih netral (36 persen) dan tidak setuju atau sangat tidak setuju (22 persen). Perdebatan tentang kriteria dan persyaratan program antara lain terjadi akibat adanya multi tafsir terhadap kriteria dan persyaratan yang telah ditetapkan; terdapat kabupaten/kota yang merasa kriteria yang ditetapkan provinsi tidak semua sejalan dengan tujuan pembangunan di kabupaten/kota, Selama ini keinginan pemerintah Provinsi sering tidak sejalan dengan keinginan kabupaten/kota dan kriteria yang ditetapkan sulit dioperasionalkan maka seharusnya kriteria ditentukan oleh kabupaten/kota. 16 Gambar 2.16 Kriteria dan persyaratan seleksi program dan kegiatan yang ditetapkan oleh provinsi setiap tahunnya sudah tepat (sesuai kebutuhan) dan dapat dipenuhi. Gambar 2.17 Bappeda harus memberikan persyaratan dan kriteria operasional yang jelas dan detail untuk kabupaten/kota dalam pengusulan kegiatan otsus 8% 4% 6% 18% SangatTidak SangatTidak 34% 44% 34% 56% 36% Sangat Sumber: Survey Evaluasi Tata Kelola Dana Otsus Aceh, PPKD 16. Pendapat dari beberapa peserta FGD di wilayah Barat Selatan. 23

24 Penetapan persyaratan dan kriteria program/kegiatan yang didanai Otsus hendaknya lebih lebih jelas, operasional dan detail. Penetapan kriteria program/kegiatan otsus ke depan hendaknya segera ditentukan oleh Pemerintah Provinsi, Kriteria tersebut disusun secara lebih jelas dan operasional dan dapat menjamin efektivitas serta koherensi program antar kabupaten/kota. Responden di Provinsi 100 persen sepakat Bappeda harus memberikan persyaratan dan kriteria operasional yang jelas dan detail untuk kabupaten/kota dalam pengusulan kegiatan Otsus (Gambar 2.17). Diperlukan pembentukan suatu unit kerja khusus untuk pengelolaan dana Otsus yang lebih efektif dan efisien. Gambar 2.18, mayoritas responden di Provinsi (78 persen) menyatakan efektifitas pengelolaan dana Otsus akan menjadi lebih efisien jika dikelola oleh suatu unit kerja khusus. Dengan kewenangan yang ada, Pemerintah Aceh dapat membentuk Unit Pelaksana Teknis Dinas Daerah (UPTD) yang berada dan menjadi bagian dari Bappeda Provinsi yang ditugaskan secara khusus untuk mengelola dana Otsus. Gambar 2.18 Efektifitas pengelolaan dana otsus akan menjadi lebih efisien jika dikelola oleh suatu unit kerja khusus 11% 11% 45% 33% Sangat Sumber: Survey Evaluasi Tata Kelola Dana Otsus Aceh, PPKD 24

25 PELAKSANAAN DANA OTONOMI KHUSUS Desentralisasi lebih menjamin pemenuhan kebutuhan masyarakat

26 3.1 Mekanisme Transfer dan Alokasi Pendanaan Gambar 3.1 Tata Kelola Dana Otonomi Khusus (Qanun 2/2008) Sumber : Pergub 48 / 2009 Sebelum diberlakukannya Qanun 2/2013, provinsi merupakan pengelola utama dana otonomi khusus. Dana otonomi khusus yang bergulir sejak tahun 2008, menetapkan bahwa provinsi memiliki wewenang dan kuasa penggunaan anggaran meskipun program dan kegiatan dilakukan oleh kabupaten/kota. Hingga tahun 2009, pelaksanaan proyek yang dibiayai oleh Dana Otsus dilaksanakan oleh Pemerintah Aceh dengan menggunakan mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA), dimana Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) berada pada Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA), dengan demikian seluruh proses pelaksanaan anggaran mulai dari penerbitan dokumen pelaksanaan anggaran, pengadaan barang dan jasa, proses pengawasan pelaksanaan proyek dan pembayaran kepada pihak ketiga dilaksanakan sepenuhnya oleh pihak provinsi. Pelaksanaan yang sepenuhnya dilakukan oleh provinsi menyebabkan rentang kendali yang terlalu jauh sehingga proyek/kegiatan tidak optimal dikelola dan diawasi. 17 Sejak tahun 2010, pemerintah kabupaten/kota memiliki kewenangan yang lebih besar terhadap pengelolaan Dana Otsus. Seiring dengan pelaksanaan pembangunan yang bersumber dari Dana Otsus, proses pelaksanaan anggaran dilaksanakan oleh pihak kabupaten/kota dengan KPA dan PPTK berada pada Satuan Kerja Perangkat Kabupaten/ Kota, sementara provinsi berperan menyetujui pemilihan kegiatan, mengesahkan pemenang pengadaan, melakukan pembayaran dan melakukan pemeriksaan setelah selesainya proyek oleh inspektorat. Hasil yang terlihat di lapangan dari perubahan kebijakan tersebut adalah lebih tingginya tingkat penyelesaian proyek. 18 Mulai tahun 2014, melalui mekanisme transfer langsung, Kabupaten/ Kota memiliki wewenang penuh dalam pengelolaan dana otonomi khusus. Kabupaten/Kota memiliki wewenang yang lebih besar seperti; penerimaan penuh dalam alokasi anggaran, termasuk sisa anggaran. Mekanisme akuntabilitas pekerjaan dan pertanggungjawaban menjadi jelas (PA di SKPK menjadi sepenuhnya bertanggungjawab terhadap pelaksanaan pekerjaan termasuk tindak lanjut pemeriksaan). Hal ini juga secara langsung mengurangi beban kerja pada SKPA terhadap pelaksanaan program dan kegiatan yang berada di Kabupaten/Kota. 17. Kajian Tata Kelola Dana Otonomi Khusus Aceh, The World Bank, Data dari tim P2K pada tahun 2011, terdapat sekitar 270 proyek pemerintah baik provinsi maupun tingkat kabupaten/kota tidak selesai pada waktunya. Dibandingkan dengan tahun 2014, hanya 98 proyek pemerintah yang tidak dapat diselesaikan pada akhir tahun

27 Gambar 3.2 Tata Kelola Dana Otonomi Khusus (Qanun 2/2013) Sumber : Pergub 79/2013. Perubahan alokasi pembagian Dana Otsus antara kabupaten/kota dan provinsi dinilai belum sesuai kebutuhan pembangunan. Sejak tahun 2014, alokasi dana otonomi khusus untuk kabupaten/kota menjadi 40Persen, dan provinsi sebesar 60Persen. Separuh dari responden di tingkat kabupaten/kota, atau 50Persen dari responden menyatakan tidak setuju bahwa alokasi pembagian Dana Otsus sudah memadai, dan harus ditinjau ulang. Hal ini mengingat besarnya tantangan pembangunan dan ketertinggalan di tingkat kabupaten/kota. Sedangkan ditingkat provinsi, sebesar 67 Persen responden menyatakan bahwa pembagian alokasi otsus sudah sesuai mengingat beberapa program utama provinsi Aceh bagi seluruh masyarakat memerlukan alokasi dana yang besar, Gambar Gambar 3.3 Pembagian alokasi 60Persen (provinsi) -40Persen (Kab / Kota) sudah memadai. -- Responden Kabupaten. Gambar 3.4 Pembagian alokasi 60Persen (provinsi) 40Persen (Kab/ Kota) sudah memadai. Responden Provinsi 6% 12% 22% 11% 27% SangatTidak 22% 17% 36% 38% Sangat 45% Sangat Sumber: Survey Evaluasi Tata Kelola Dana Otsus Aceh, PPKD Formula alokasi pembagian dana otonomi khusus antar kabupatan/kota sudah cukup memadai. Formula alokasi pembagian Dana Otsus didasari oleh, Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK), dan indikator lain yang relevan, mirip dengan formula DAU (Dana Alokasi Umum). Meskipun kabupaten/kota menilai pembagian porsi Dana Otsus belum sepenuhnya memadai, namun formula alokasi pembagian antar kabupaten/kota sudah dianggap sudah cukup proporsional, Gambar 3, Dari diskusi terfokus yang dilaksanakan di beberapa wilayah, banyak kabupaten kota memberi beberapa catatan terhadap formula alokasi Dana Otsus, yaitu tidak di publikasikannya data dasar yang digunakan dalam penggunaan formula, sehingga tidak dapat dipastikan apakah alokasi anggaran antara kabupaten kota sesuai dengan formula. Selanjutnya, variable dalam formula perlu ditinjau ulang, misalnya ditambahkan variable seperti jumlah rumah tangga miskin, daripada indikator umum seperti IPM. 27

28 Gambar 3.5 Formula Alokasi Otsus untuk Kabupaten/kota sudah memadai. 3% 2% 18% SangatTidak 47% 30% Sangat Sumber: Survey Evaluasi Tata Kelola Dana Otsus Aceh, PPKD Secara umum, mekanisme tata kelola dan pelaksanaan otsus yang dilaksanakan sekarang jauh lebih baik dari tahun sebelumnya. Tata kelola otsus termasuk mekanisme transfer yang diatur dalam Qanun 2/2013 dianggap jauh lebih baik oleh 56 persen responden tingkat provinsi. Tidak hanya karena karena kualitas pelaksanaan dan perencanaan program, di kabupaten/kota namun juga kejelasan petunjuk dan pelaksanaan yang diatur oleh Qanun termasuk Pergub no.79 tahun 2013 yang mengatur tentang petunjuk teknis pengelolaan Dana Otsus dan tambahan bagi hasil migas. Disamping itu, sebanyak 45 persen responden menyatakan bahwa Qanun 2/2013 lebih menjamin pendanaan dan kesinambungan program/kegiatan yang didanai otsus. Meskipun demikian, masih terdapat beberapa tantangan dalam mekanisme pengelolaan otsus. Gambar 3.6 Mekanisme Otsus menurut Qanun No 2/2013 telah menunjukkan pencapaian tujuan pelaksanaan Otsus Gambar 3.7 Qanun 2/2013 dan Pergub 79/2013 lebih menjamin pendanaan terhadap program kegiatan 6% 3% 12% 6% 22% SangatTidak SangatTidak 56% 22% 39% 46% Sangat Sangat Sumber: Survey Evaluasi Tata Kelola Dana Otsus Aceh, PPKD 28

29 3.2 Penyerapaan Anggaran Dana Otonomi Khusus Tingkat penyerapan angaran program dan kegiatan cenderung meningkat dibandingkan pada tahun awal pelaksaan otsus. Penyerapan tertinggi terjadi pada tahun 2011, dimana dana penyerapan Dana Otsus secara keseluruhan tercatat sebesar 95 persen, meningkat secara signifikan, dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Penyerapan pada tahun berikutnya tercatat sedikit lebih rendah, kemungkinan besar diakibatkan terlambatnya pengesahan APBA pada tahun 2012 dan Grafik 3.1 Tingkat penyerapan Dana Otsus Keseluruhan Grafik 3.2 Tingkat Penyerapan Dana Otsus Kabupaten/kota 100% 90% 80% 84% 91% 95% 93% 90% 100% 90% 80% 89% 79% 94% 96% 88% 93% 95% 90% 89% 93% 90% 89% 70% 70% 60% % Kabupaten/Kota Provinsi Sumber: Biro Administrasi Pembangunan dan Dinas Keuangan Penyerapan provinsi sedikit lebih baik daripada kabupaten kota. 21 Pada tahun awal pelaksanaan dana otonomi khusus, tingkat penyerapan terhitung dibawah 90 persen dan terus meningkat di tahun berikutnya, searah dengan pelaksanaan kegiatan yang semakin terdesentralisasi. Pada tahun 2014 tingkat penyerapan di kabupaten/kota terhitung sebesar 89 persen, sedikit lebih tinggi dari provinsi yang terhitung sebesar 93 persen. Salah satu kendala relatif rendahnya penyerapan kabupaten/kota adalah ketiadaan kriteria yang jelas pada saat perencanaan di tahap awal, sehingga terdapat beberapa program/kegiatan yang tidak disetujui oleh provinsi, sedangkan waktu untuk perubahan usulan program juga relatif terbatas. Secara keseluruhan, penyerapan pada kabupaten/kota tercatat sebesar 89 persen pada tahun Meskipun mekanisme transfer baru saja dilakukan, tingkat penyerapan Dana Otsus tercatat relative tinggi, dan diperkirakan akan terus meningkat pada masa mendatang. Kabupaten Bener Meriah, tercatat sebagai kabupaten yang memiliki tingkat penyerapan tertinggi, sebesar 98 persen, dan Aceh Barat Daya tercatat hanya sebesar 64 persen, Grafik Dana Otonomi Khusus, APBA pada tahun 2012 dan 2013 disahkan pada triwulan ke dua tahun berjalan. Hal ini secara signifikan mempengaruhi tingkat penyerapan Dana Otsus, karena secara efektif hanya tersisa 4-5 bulan untuk melakukan kegiatan. 21. Tingkat penyerapan ini diluar kegiatan unggulan provinsi seperti JKRA, BKPG dan beasiswa anak-yatim. Program-program unggulan ini terhitung sebesar Rp XX pada tahun Program unggulan ini digulirkan sejak tahun 2010 dan telah menyerap dana sebesar Rp xx hingga akhir tahun

30 Grafik 3.3 Penyerapan Kabupaten/kota BENER MERIAH BIREUEN ACEH TENGGARA BANDA ACEH LANGSA NAGAN RAYA ACEH TIMUR ACEH TENGAH ACEH JAYA PIDIE JAYA ACEH BARAT ACEH TAMIANG ACEH UTARA RATA- RATA ACEH BESAR ACEH SELATAN SUBULUSSALAM ACEH SINGKIL LHOKSEUMAWE SABANG PIDIE SIMEULUE ACEH BARAT DAYA 64% 60% 70% 80% 90% 100% 89% 98% Sumber: Dinas Pendapatan dan Kekayaan Aceh 3.3 Typologi program dan kegiatan otsus. Searah dengan meningkatnya dana otsus, jumlah paket kegiatan terus meningkat. 22 Sejak tahun 2008 jumlah paket kegiatan yang bersumber dari Dana Otsus meningkat secara signifikan. Pada tahun 2012, terhitung sebanyak 3,850 paket kegiatan dilaksanakan oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Jumlah ini menurun sejak tahun 2013, pada tahun 2014, hanya sekitar 3,000 paket dilaksanakan oleh pemerintah, menurun sebesar 22 persen. Hingga tahun 2014, lebih dari 17 ribu paket kegiatan yang bersumber dari dana otonomi khusus telah dilaksanakan, Gambar 3.4. Grafik 3.4 Jumlah paket kegiatan Otsus 4,500 4,000 3,500 3,000 2,500 2,000 1,500 1, %; Provinsi 40%; Kab/Kota 2,176 2,791 3,850 3,217 Transfer 40%; Provinsi 60%; Kab/Kota ,003 Sumber: P2K Aceh Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan bersumber dari Dana Otsus, masih terpusat pada paket kegiatan yang bernilai relatif kecil. 23 Pada tahun 2012, di tingkat provinsi tercatat sebesar 50 persen dari keseluruhan kegiatan memiliki nilai dibawah Rp 500 juta. Sedangkan pada tahun 2013, jumlah kegiatan dengan nilai dibawah Rp 1 milyar terhitung sebesar 62 persen (411 paket kegiatan dari 655 paket) di tingkat provinsi. 22. Keseluruhan data mengenai paket dan kegiatan yang terdapat dalam analisis ini menggunakan data Tim Percepatan dan Pengendalian Khusus Pemerintah Aceh. Data program dan paket kegiatan yang dipantau bersifat program yang langsung yang dapat berupa pembangunan infrastruktur, pengawasan termasuk beberapa pengadaan meubiler. 23. Kajian Otonomi Khusus yang dilakukan Bank Dunia pada tahun 2011 juga menunjukkan 30

31 Gambar 3.8 Paket Provinsi (sebelum transfer) Gambar 3.9 Paket Kabupaten/kota (sebelum transfer) < 200 Juta > 200 Juta - 1 M > 1 M < 200 Juta > 200 Juta - 1 M > 1 M Sumber: P2K Aceh Sama seperti tingkat provinsi, pelaksanaan kegiatan Dana Otsus di tingkat kabupaten/kota cenderung pada paket kegiatan yang berkisar diantara Rp 200- Rp 500 juta. Pada tahun 2012, sebesar 71 persen dari keseluruhan kegiatan yang didanai Otsus di seluruh kabupaten/kota pada tahun 2013, dan hanya sebesar 7 persen kegiatan yang dibawah Rp 500 juta. Banyaknya kegiatan yang bernilai dibawah Rp 500 juta secara langsung akan mempengaruhi pengelolaan dari kegiatan, tidak hanya pengadministrasian, tetapi juga termasuk pemantauan dan evaluasi dari kegiatan yang dilakukan. Pola pelaksanaan program dan kegiatan yang bersumber Dana Otsus dengan mekanisme transfer tidak banyak berbeda dengan tahun sebelumnya. Hampir keseluruhan paket dan kegiatan baik di tingkat provinsi dan kabupaten kota terpusat pada kegiatan yang bernilai dibawah Rp 500 juta dan kurang dari 20 persen dari keseluruhan kegiatan yang bernilai diatas Rp 1 miliar. Banyaknya kegiatan yang bernilai dibawah Rp 500 juta secara langsung menyulitkan pemantauan dan pengawasan dari kegiatan. Gambar 3.10 Komposisi Paket Provinsi 2014 (mekanisme transfer) Gambar 3.11 Komposisi Paket Kabupaten/kota (mekanisme transfer) 1% 10% 8% < 500 juta > 500 Juta - 1 M > 1 M - 5 M 81% > 5M Sumber: P2K Aceh Ketiadaan rencana induk serta minimnya petunjuk teknis pelaksanaan kegiatan otsus menjadi penyebab utama terpencarnya konsentrasi program dan kegiatan. Pada saat ini Bappeda provinsi Aceh sedang menyusun rencana induk bagi seluruh bidang pembangunan yang didanai oleh otsus. Rencana induk yang sedang disusun ini akan mengatur dengan lebih rinci program-program utama yang patut didanai oleh Otsus. Rencana Induk juga akan menetapkan kriteria-kriteria seleksi program dan kegiatan secara lebih terperinci sebagai bahan acuan bagi kabupaten/kota dalam 31

32 mengusulkan program dan kegiatannya. 24 Beban pekerjaan provinsi terhadap pengelolaan kegiatan otsus menjadi lebih ringan setelah mekanisme transfer dilakukan. Secara umum provinsi mengelola lebih banyak kegiatan dibandingkan dengan kabupaten/kota. Pada tahun 2014 (setelah mekanisme transfer diberlakukan), provinsi mengelola 901 paket kegiatan atau empat kali lipat dari paket/ kegiatan yang di kelola oleh kabupaten secara rata-rata, kurang dari 200 paket kegiatan. Dengan adanya mekanisme transfer, beban pekerjaan yang dilaksanakan oleh SKPA termasuk Dinas Keuangan berkurang secara siginifikan. Program dan kegiatan yang dilaksanakan setelah mekanisme transfer mengurangi persentase proyek yang tidak selesai. Sebanyak 58 persen dari rsponden menyatakan bahwa mekanisme transfer memudahkan pelaksanaan program dan kegiatan, karena sejak dari awal perencanaan dan persiapan pengelolaan sebuah program telah di rencanakan secara lebih matang, termasuk kebutuhan terhadap perubahan-perubahan program secara cepat dapat langsung dilaksanakan tanpa harus melalui rantai yang panjang. Gambar 3.12 Mekanisme transfer mengurangi proyek yang tidak selesai Gambar 3.13 Kualitas pelaksanaan kegiatan infrastruktur sekarang lebih baik dari tahun sebelumnya 11% 8% 11% 34% 22% 47% Sangat 67% Sumber: Survey Evaluasi Tata Kelola Dana Otsus Aceh, PPKD Kualitas pelaksanaan program infrastruktur lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Meskipun masih terdapat beberapa isu mengenai kewenangan infrastruktur dan tumpang-tindih program antar kabupaten/kota dan provinsi, akan tetapi 67 persen responden dari SKPA beranggapan bahwa kualitas pelaksanaan proyek infrastruktur pada tahun 2014 lebih baik. 25 Kabupaten/kota mampu memenuhi persyaratan yang diajukan dalam pergub 79/2013 untuk pelaksanaan program/kegiatan dana otsus. Beberapa syarat pelaksanaan program dana otsus seperti tersedianya ToR, DED, Studi Kelayakan, Denah dan syarat lainnya dapat dipenuhi oleh kabupaten/kota. Sekitar 54 persen dari respond menyatakan bahwa syarat-syarat diatas dapat dipenuhi. Berbeda dengan provinsi, pada saat in Pergub hanya mengatur syarat pelaksanaan kegiatan untuk kabupaten/kota, tidak untuk provinsi. 24. Setiap tahunnya, pemerintah Aceh sejak tahun 2010, menerbitkan tentang kriteria pemilihan seleksi program dan kegiatan yang layak didanai oleh Dana Otsus, akan tetapi pada kriteria yang ditetapkan dinilai masih sangat umum dan multi tafsir. Ketiadaan kriteria operasional dan rinci merupakan penyebab utama dalam perencanaan program dan kegiatan yang didanai oleh Dana Otsus. 25. Untuk beberapa sektor lainnya, seperti pendidikan dan kesehatan sebahagaian besar responden dari tingkat provinsi juga menyatakan setuju terhadap kualitas pelaksanaan program dan kegiatan yang lebih baik dari tahun sebelumnya. Sedangkan kualitas pelaksanaan program dan kegiatan yang menyangkut pengentasan kemiskinan, jawaban responden terdistribusi merata, hal ini diakibatkan banyaknya program pengentasan kemiskinan yang dilakukan tanpa koordinasi yang baik antara provinsi dan kabupaten/kota. Hal ini berbeda di tingkat kabupaten/kota yang menyatakan bahwa program pengentasan kemiskinan lebih berhasil dilaksanakan dengan mekanisme tata kelola Qanun 2/2013, dikarenakan penyusunan program yang lebih fleksibel sesuai kebutuhan di lapangan. 32

33 Gambar 3.14 Kabupaten/kota dapat memenuhi persyaratan Otsus Gambar 3.15 Pengusulan perubahan dalam 14 hari telah sesuai dengan kebutuhan 3% 12% 6% 2% 12% 25% SangatTidak 24% SangatTidak 24% 36% 36% Sangat 49% 19% Sangat Sumber: Survey Evaluasi Tata Kelola Dana Otsus Aceh, PPKD Singkatnya waktu pengusulan perubahan perencanaan dana otonomi khusus. Perubahan program dan kegiatan pembangunan pada pemerintah merupakan hal yang lumrah terjadi, searah dengan dinamika kebutuhan pembangunan di lapangan. Hal ini juga dimungkinkan bagi program dan kegiatan yang bersumber Dana Otsus, yang harus disampaikan selambatnya 14 hari setelah Musrenbang otsus dilaksanan. Hal ini dinilai sangat singkat oleh Kabupaten/Kota, sehingga tidak banyak dari program dan kegiatan yang dapat dirubah meskipun mendesak, pantas dan strategis untuk dilaksanakan Pasal 19 ayat 1 dari Pergub no 79 tahun 2013 memungkinkan perubahan usulan program dan kegiatan oleh Kabupaten/Kota setelah Musrenbang. Dalam prakteknya usulan program yang disetujui belum sepenuhnya berdasarkan hasil perencanaan yang matang, seperti lokasi dan wilayah tanah yang sudah dibebaskan. 33

34 MONITORING & EVALUASI Transparansi adalah langkah awal bagi partisipasi aktif masyarakat

35 4.1 Mekanisme Monitoring Pemerintah Provinsi/Kabupaten Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/kota memiliki tanggung jawab dan kewenangan yang sama dalam pengawasan program dan kegiatan. Gubernur selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan Aceh telah melimpahkan kewenangan kepada Bupati/Walikota selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan Kabupaten/ kota dalam pengelolaan Dana Otonomi Khusus alokasi Kabupaten/kota. Sejak penerapan mekanisme transfer kepada Kabupaten/kota diberlakukan, Kepala Daerah Kabupaten/kota bertanggung jawab penuh terhadap pengawasan pengelolaan dana otsus alokasi kabupaten/kota. 27 Berbeda dari sebelumnya, sebagaimana diurai dalam pergub No 48/2009 bahwa pengawasan yang dilakukan Bupati/Walikota hanya sebatas pengawasan realisasi pelaksanaan program dan kegiatan yang dilakukan oleh Kuasa Pengguna Anggaran pada SKPK yang sebelumnya telah diusulkan kepada Kepala SKPA selaku Pengguna Anggaran. Pengawasan terhadap program dan kegiatan yang dibiayai Dana Otsus dilakukan oleh beberapa pihak. Berdasarkan Qanun No. 2/2013, Pemerintah Aceh dan DPRA melakukan pengawasan terhadap perencanaan, pengalokasian, pelaksanaan dan pertanggungjawaban terhadap program dan kegiatan atas Dana Otonomi Khusus yang telah disepakati bersama melalui Musrenbang Otsus yang dilakukan pada Bappeda Aceh. Fungsi Pengawasan yang dilakukan Pemerintah Aceh tersebut semestinya dilaksanakan oleh satu unit pelaksana teknis yang berada pada Bappeda Aceh. Walaupun unit pelaksana teknis belum terbentuk, Pemerintah Aceh harus tetap menjaga agar program dan kegiatan yang telah disetujui bersama dalam musrenbang otsus terlaksana sebagaimana telah direncanakan. Pemerintah Aceh membentuk satu tim adhoc yang bekerja untuk membantu akselerasi pembangunan program dan kegiatan yang dibiayai dengan APBA maupun Dana Otsus. Tim adhoc atau unit kerja tersebut sebagai perpanjangan tangan Pemerintah Aceh untuk memantau kegiatan yang sedang berlangsung dilapangan. Gambar 4.1. Gambar 4.1 Struktur Monitoring perencanaan, pengalokasian, pelaksanaan dan pertanggung jawaban program kegiatan Dana Otsus TP2K/ Adhoc Bappeda Provinsi Gubernur dan DPRA Bupati DPRK SKPA/SKPD SKPA/SKPD SKPA/SKPD Kegiatan Kegiatan Kegiatan Kegiatan Kegiatan Kegiatan Fungsi pengawasan sebagaimana diamanatkan dalam qanun No. 2/2013 dan Pergub No 79/2013 sudah tepat. Lebih dari 60 persen responden menyatakan setuju atas penerapan Kepala Daerah dan DPRA/DPRK sebagai pengawas program kegiatan Otsus, gambar 4.2. Kepala Satuan Kerja Perangkat Aceh/Kabupaten (SKPA/SKPK) yang menerima kewenangan dari Kepala Daerah sebagai Pengguna Anggaran (PA) dan Petugas Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) berada dalam satu pemerintahan dan merupakan bawahan langsung sehingga mempermudah pegawasan kegiatan dan juga dalam menindaklanjuti program kegiatan yang bermasalah. Dalam menjalankan fungsi pengawasan, Kepala Daerah dan DPRA/DPRK telah melakukan tugasnya secara periodik atas pelaksanaan program kegiatan yang dibiayai dengan dana otsus, gambar Pasal 34 ayat 2 Pergub 79 Tahun

36 Gambar 4.2 Kepala daerah dan DPRA/DPRK sebagai pengawas dan evaluasi program otsus sudah tepat Gambar 4.3 Kepala daerah dan DPRA/ DPRK telah melakukan pengawasan secara periodik atas program kegiatan otsus 5% 5% 9% 3% 3% 8% SangatTidak SangatTidak 58% 24% 53% 33% Sangat Sangat Sumber: Survey Evaluasi Tata Kelola Dana Otsus Aceh, PPKD Pengawasan terhadap tata kelola Dana Otsus semestinya dilakukan oleh satu unit pelaksana teknis. Qanun 2/2013 telah mengamanatkan agar pelaksanaan pengawasan atas perencanaan, pengalokasian, pelaksanaan dan pertanggungjawaban oleh Pemerintah Aceh dilakukan oleh satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang berada pada Bappeda Aceh sebagaimana tertuang dalam Qanun No. 2/2013 pasal 16A ayat 2. Kebutuhan akan unit pelaksana teknis juga ditunjukkan oleh aparatur pemerintahan yang menjadi responden dengan tidak adanya jawaban tidak setuju. Hampir 90 persen responden mengharapkan adanya unit yang dapat membantu dalam pengelolaan dana otsus dan 11 persen menjawab netral, gambar 4.4. Susunan organisasi dan tata kerja unit pelaksana teknis sebagai pelaksana fungsi pengawasan harus ditetapkan dalam Peraturan Gubernur. Sedangkan dalam Pergub No. 79/2013 sebagai panduan petunjuk teknis pengelolaan dana otonomi khusus belum mencakup perihal unit pelaksana teknis yang dimaksud. Gambar 4.4 UPTB Otsus yang disyaratkat oleh Qanun 2/2013 akan memudahkan keseluruhan mekanisme pengelolaan Otsus 11% 44% 44% Sumber: Survey Evaluasi Tata Kelola Dana Otsus Aceh, PPKD 36

37 IDENTIFIKASI PROGRAM & KEGIATAN OTSUS Salah satu kesulitan utama dalam pelaksanaan pelaporan, monitoring dan evaluasi adalah ketiadaannya pengkodean kegiatan yang bersumber dari dana Otsus. Sejak tahun 2010, pemerintah provinsi telah memulai memberikan label khusus yang mengidentifikasi kegiatan yang dibiayai dana otonomi khusus. Meskipun Qanun 2/2013 dan Pergub 79/2013 telah mensyaratkan tentang pengkodean setiap kegiatan yang bersumber dari dana ini, akan tetapi hal ini belum diterapkan sepenuhnya oleh Pemerintah Provinsi. Dalam berbagai kesempatan dan diskusi, banyak dari instansi teknis belum sepenuhnya memberikan label khusus, diakibatkan karena banyaknya dinamika penentuan paket kegiatan yang didanai oleh Dana Otsus. Berbeda dengan kabupaten/kota, pengkodean terhadap kegiatan yang bersumber Dana Otsus, sejak mekanisme transfer dilakukan pada tahun 2014, seluruh kegiatan dapat teridentifikasi dan terlacak dengan baik. Kabupaten/kota sepenuhnya menyadari bahwa hal ini sangat memudahkan proses pelaporan, monitoring dan evaluasi pembangunan daerah. Hal ini terbukti dengan tersedianya data yang lengkap hingga ke tingkat paket kegiatan yang dilaporkan ke pemerintah provinsi. Baik Pemerintah Kabupaten/kota maupun provinsi merasa perlu dukungan lain dalam pengawasan selain pemerintah daerah dan DPRA/DPRK. Hanya 26 persen responden yang mengatakan pengawasan cukup dilakukan oleh pemerintah daerah dan DPRA/DPRK. Sedangkan 55 persen responden sangat mengharapkan adanya pengawasan yang dilakukan selain pemerintah daerah atau DPRA/DPRK. Aparatur pemerintahan membutuhkan pihak lain untuk memastikan dan menjamin pelaksanaan dan pertanggungjawaban program kegiatan dijalankan secara efektif dan efisien dalam pemanfaatan alokasi dana otonomi khusus, gambar 4.5. Gambar 4.5 Wewenang pengawasan dan evaluasi program otsus cukup dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan DPRA/DPRK dan tidak memerlukan pengawas lainnya 7% 15% 19% SangatTidak 17% 39% 36% Sangat Sumber: Survey Evaluasi Tata Kelola Dana Otsus Aceh, PPKD Peran aktif masyarakat terhadap pengawasan pembangunan dapat mendorong proses pembangunan yang lebih efektif. Monitoring partisipatif oleh masyarakat merupakan pengawasan alternatif yang dapat diterapkan dalam menjawab kebutuhan terhadap pengawasan pembangunan, sejak dalam rangkaian kegiatan perencanaan. Hal ini juga menjamin keberlanjutan pembangunan dalam jangka panjang. 37

38 Komitmen dan dukungan dari peyelenggara pemerintahan dalam meningkatkan pengawasan eksternal. Ketentuan perundang-undangan secara tegas mengatur peran serta masyarakat sebagai bagian dari pengawas penyelenggara pelayanan publik. 28 Dalam melakukan fungsi pengawasan masyarakat perlu didukung oleh sistem dan aturan, ketersediaan informasi, dan yang paling utama adalah membuka jalur komunikasi bagi masyarakat untuk melakukan pengawasan. Sebanyak 84 persen responden menjawab secara positif terhadap jaminan keterbukaan informasi pelaksanaan kegiatan otsus (Gambar 4.6). Dan sebanyak 79 persen responden menyatakan diperlukan suatu mekanisme laporan dan pengaduan langsung masyarakat terhadap pelaksanaan program kegiatan otsus dilapangan (Gambar 4.7). Respon atas pertanyaan yang diajukan menunjukkan bahwa aparatur penyelenggara menyadari bahwa pengawasan independen dari masyarakat sangat diperlukan untuk menjamin tercapainya tujuan pelaksanaan program kegiatan otsus. Gambar 4.6 Pemerintah wajib menjamin keterbukaan informasi pelaksanaan program dan kegiatan otsus dalam rangka pengawasan oleh masyarakat Gambar 4.7 Diperlukan suatu mekanisme laporan dan pengaduan langsung masyarakat terhadap pelaksanaan program 29% 1% 2% 13% SangatTidak 19% 2% 5% 14% SangatTidak 55% Sangat 60% Sangat Sumber: Survey Evaluasi Tata Kelola Dana Otsus Aceh, PPKD Pemerintah sebaiknya menyediakan fasilitas pengawasan kepada masyarakat. Sebanyak 11 persen responden menyatakan pemerintah telah menyediakan fasilitas tanpa dapat menunjukkan fasilitas layanan aduan yang dimaksud, sebaliknya dapat dilihat bahwa 22 persen respon menyatakan tidak setuju dan 67 persen respon bersikap netral atas pertanyaan yang diberikan, Gambar 4.8. Pemerintah Aceh belum menyediakan fasilitas layanan aduan terhadap pelaksanaan program dan kegiatan otsus alokasi provinsi. Sebagaimana yang telah dipaparkan pada paragraf sebelumnya bahwa peran aktif masyarakat terhadap pengawasan pembangunan dan komitmen penyelenggara pemerintahan untuk meningkatkan pengawasan eksternal, mengingat wilayah kerja kegiatan program pembangunan provinsi sangat menyebar. Gambar 4.8 Pemerintah Aceh telah menyediakan fasilitas layanan aduan terhadap pelaksanaan program otsus provinsi 11% 22% 67% Sumber: Survey Evaluasi Tata Kelola Dana Otsus Aceh, PPKD 28. Undang-undang No 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik 38

39 KESIMPULAN & REKOMENDASI KESIMPULAN & REKOMENDASI Adat bak po teumeureuhom, hukum bak syiah kuala, reusam bak lakseumana

40 Kajian ini secara umum menyimpulkan bahwa perubahan atas Qanun dan aturan lainnya yang mengatur tata kelola Dana Otsus telah mengalami perbaikan positif, meskipun masih terdapat beberapa tantangan tata kelola yang masih perlu disempurnakan di masa mendatang. Bidang Perencanaan Qanun no.2 tahun 2013 lebih dapat mengakomodir kebutuhan pembangunan di daerah dan menciptakan banyak terobosan program dan kegiatan. Hal ini terbukti dengan jumlah paket otsus yang diselesaikan meningkat pada tahun terakhir. Namun demikian, perlu diwaspadai bahwa kewenangan yang lebih terhadap kabupaten/kota ini menyebabkan bertambahnya rantai proses perencanaan sehingga berpotensi untuk menghilangkan sinergisitas dan koherensi dalam perencanaan secara keseluruhan antara provinsi dan kabupaten/kota. Oleh karena itu perlu disikapi dengan mempercepat penyelesaian Rencana Induk Otonomi Khusus dan kriteria seleksi program /kegiatan yang operasional sehingga tidak multitafsir. Qanun 2/2013 dan Pergub 79/2013 hanya mengatur tata-kelola kabupaten/kota, tetapi belum mengatur tata kelola dana otsus yang dialokasikan untuk provinsi. Pembagian alokasi dana otsus antara provinsi dan kabupaten memerlukan pengelolaan yang tepat dikedua tingkat pemerintahan agar sinkronisasi pembangunan dapat terjadi dan bermanfaat. Oleh karena itu penyempurnaan Qanun dan Pergub perlu disegerakan terutama dalam menetapkan aturan tata kelola dana otsus di tingkat provinsi. Kabupaten/Kota dapat menerima bagian alokasinya secara utuh, termasuk sisa lebih penggunaan anggaran. Qanun otsus 2013 telah memungkinkan bagi kabupaten/kota untuk mengelola secara mandiri dana yang telah ditransfer baik untuk tahun berjalan maupun sebagai tambahan bagi tahun mendatang. Akan tetapi hal ini seakan membuka peluang bagi kabupaten/kota untuk memunculkan program-program otsus yang instant dan kurang signifikan sehingga dampak dari program tersebut kurang berkesan. Kekurangmatangan dalam penciptaan program salah satunya akibat dari perencanaan yang belum berbasis data sehingga sulit mengukur perubahan karena penggunaan data dasar (baseline data) yang tidak benar. Tantangan ini dapat diselesaikan antara lain dengan menciptakan program dan kegiatan bersifat tahun jamak sehingga sisa-lebih dapat digunakan untuk program yang sama sehingga dampak yang dihasilkan juga lebih berkesan. Demikian juga dengan penggunaan data dasar yang benar memudahkan pencapaian target pembangunan dan sinkronisasi program lintas sektor dan lintas tingkat pemerintahan (sinkronisasi antara kabupaten/kota dan provinsi). Qanun 2/2013 dan Pergub 79/2013 lebih menjawab kebutuhan pembangunan di lapangan. Walaupun secara peraturan dengan disediakan koridor untuk proses perencanaan-pelaksanaan-pengawasan/evaluasi yang dinamis, pada kenyataannya proses ini belum berlangsung seperti yang diinginkan sehingga masih terdapat program-program yang tumpang tindih dan tidak menimbulkan dampak yang komprehensif dan signifikan bagi pembangunan di tingkat kabupaten/kota dan provinsi. Oleh karena itu, suatu unit kerja khusus diperlukan untuk memantau dan mengadvokasi berjalannya proses ini secara tepat dan benar dari hulu ke hilir. Bidang Pelaksanaan Mekanisme transfer, memudahkan proses pelaksanaan termasuk menjamin pembiayaan program/kegiatan. Jaminan transfer bukan berarti menjamin pelaksanaan program tepat waktu karena transfer tersebut sangat ditentukan oleh ketepatan waktu pengesahan APBA dan ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan dan laporan kemajuan pada tahap lanjutan. Data dasar untuk penetapan alokasi dana otsus belum transparans dan tidak dipublikasikan sehingga penerimaan tidak bisa diprediksi secara lebih pasti. Ketidakpastian ini dapat menimbulkan kecurigaan dan ketidakpercayaan serta ketidaktepatan dalam memprediksi pendanaan program pada tahun berikutnya. Kondisi ini akan menjadi lebih baik 40

41 apabila penetapan alokasi dana otsus menggunakan data dan formula yang dapat diakses oleh publik. Proses pelaksanaan program dan kegiatan menjadi lebih cepat karena proses lelang telah berada di kab/kota. Pelaksanaan pelelangan adalah dampak ikutan dari disetujuinya program yang diusulkan. Ketepatan waktu pelaksanaannya bukan hanya ditentukan oleh ketetapan waktu pengesahan APBA tapi juga memerlukan profesionalitas dalam eksekusi pelelangan proyek pembangunan dengan standar nasional. Komitmen antara SKPA dan DPRA dapat menjamin ketepatan waktu pengesahan APBA manakala peningkatan kapasitas pelaksana lelang melalui sertifikasi tingkat nasional dapat mempercepat pelaksanaan proyek pembangunan dengan lebih efektif. Bidang Pengawasan Pengawasan dan pemantauan secara ideal telah diatur dalam Qanun dan Pergub sehingga dapat dikatakan bahwa mekanisme yang sekarang dapat mendeteksi penyimpangan dan tindak lanjut dengan lebih cepat. Pengawasan terhadap penggunaan dana otsus ini dapat dideteksi dengan penggunaan labelling pada mata anggaran yang menggunakan dana otsus. Oleh karena itu kepatuhan dalam melakukan proses ini menjadi kewajiban bagi SKPA di tingkat provinsi dan SKPD ditingkat kabupaten/kota. Perlunya pengawasan dan keterlibatan masyarakat dalam pemantauan dan pengawasan otonomi khusus. Sistem pengawasan yang sekarang belum lagi melibatkan masyarakat secara langsung sehingga kontrol social terhadap pelaksanaannya belum dapat dikatakan maksimal dan menyeluruh. Oleh karena itu, ketersediaan mekanisme pengaduan dan pelaporan terhadap penyimpangan pelaksanaan program otsus adalah sangat diperlukan. Perbaikan berkala terhadap proses pengawasan dan evaluasi diharapkan dapat menciptakan pembangunan yang berdaya guna dan berhasil guna terutama yang bersumber dari dana otsus sebagai dana percepatan pembangunan untuk Aceh. 41

42 DAFTAR PUSTAKA Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Perwakilan Aceh, 2013, Dokumen Hasil Audit terhadap Dana Otonomi Khusus Aceh Tahun Bank Dunia, Universitas Syiah Kuala dan Universitas Malikussaleh, 2011, Kajian Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Otonomi Khusus Aceh. Forum Kabupaten Kota Aceh, 2010, Pendapat Hukum Tentang Dana Otonomi Khusus Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Pemerintah Republik Indonesia, 2001, Keputusan Presiden Nomor 49 Tahun 2001 Tentang Penataan Lembaga Ketahanan Masyarakat., 2005, Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 Tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah., 2006, Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh. Pemerintah Republik Indonesia, 2009, Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Penataan Pelayanan Publik. Pemerintah Aceh, 2008, Qanun Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Tata Cara Pengalokasian Tambahan Dana Minyak dan Gas Bumi Penggunaan Dana Otonomi Khusus., 2013, Qanun Nomor 2 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Qanun No. 2 Tahun 2008 Tentang Tata Cara Pengalokasian Tambahan Dana Minyak dan Gas Bumi Penggunaan Dana Otonomi Khusus., 2013, Peraturan Gubernur No. 79/2013 Tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Tambahan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi dan Dana Otonomi Khusus. Tim Evaluasi dan Pengawasan Penyelenggaraan Anggaran Aceh, 2012, Tommy Si Agen Tak Tuk. Public Expenditure Analysis and Capacity Strengthening Program (PECAPP), 2012, Analisis Belanja Publik Aceh., 2013, Analisis Belanja Publik Aceh. Wilopo, Monitoring Evaluasi Partisipatoris (MEP) 42

43 LAMPIRAN

GUBERNUR ACEH MW\DATAWAHED\2014\PER.GUB.

GUBERNUR ACEH MW\DATAWAHED\2014\PER.GUB. GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PAGU DEFINITIF TAMBAHAN DANA BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI DAN DANA OTONOMI KHUSUS TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR

Lebih terperinci

QANUN ACEH NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGALOKASIAN TAMBAHAN DANA BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI DAN PENGGUNAAN DANA OTONOMI KHUSUS

QANUN ACEH NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGALOKASIAN TAMBAHAN DANA BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI DAN PENGGUNAAN DANA OTONOMI KHUSUS QANUN ACEH NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGALOKASIAN TAMBAHAN DANA BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI DAN PENGGUNAAN DANA OTONOMI KHUSUS BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

Lebih terperinci

PECAPP. Now or Never. Pengelolaan Sumber Daya Keuangan Aceh yang Lebih Baik Analisa Belanja Publik Aceh 2012

PECAPP. Now or Never. Pengelolaan Sumber Daya Keuangan Aceh yang Lebih Baik Analisa Belanja Publik Aceh 2012 Now or Never Pengelolaan Sumber Daya Keuangan Aceh yang Lebih Baik Analisa Belanja Publik Aceh 2012 Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala Banda Aceh Aceh akan menerima lebih dari Rp 100T pada akhir

Lebih terperinci

PERAN PERGURUAN TINGGI DALAM MENGAWAL DANA OTSUS ACEH DAN REKOMENDASI PENGELOLAANNYA

PERAN PERGURUAN TINGGI DALAM MENGAWAL DANA OTSUS ACEH DAN REKOMENDASI PENGELOLAANNYA PERAN PERGURUAN TINGGI DALAM MENGAWAL DANA OTSUS ACEH DAN REKOMENDASI PENGELOLAANNYA NAZAMUDDIN Universitas Syiah Kuala Dipresentasikan pada Roundtable Discussion Optimalisasi Pengelolaan Dana Otonomi

Lebih terperinci

QANUN ACEH NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG ACEH TAHUN

QANUN ACEH NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG ACEH TAHUN QANUN ACEH NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG ACEH TAHUN 2012-2032 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA

Lebih terperinci

(2) Pendanaan Program dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setiap tahun dianggarkan dalam APBA.

(2) Pendanaan Program dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setiap tahun dianggarkan dalam APBA. QANUN ACEH NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS QANUN ACEH NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGALOKASIAN TAMBAHAN DANA BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI DAN PENGGUNAAN DANA OTONOMI KHUSUS BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Lebih terperinci

QANUN ACEH NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS QANUN ACEH NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGALOKASIAN TAMBAHAN DANA BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI DAN PENGGUNAAN DANA OTONOMI KHUSUS BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Lebih terperinci

RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PENGALOKASIAN TAMBAHAN DANA BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI DAN PENGGUNAAN DANA OTONOMI KHUSUS

RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PENGALOKASIAN TAMBAHAN DANA BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI DAN PENGGUNAAN DANA OTONOMI KHUSUS RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PENGALOKASIAN TAMBAHAN DANA BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI DAN PENGGUNAAN DANA OTONOMI KHUSUS BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA

Lebih terperinci

POTRET BELANJA PUBLIK ACEH TENGAH TAHUN Public Expenditure Analysis & Capacity Strengthening Program (PECAPP) Takengon, 19 Desember 2013

POTRET BELANJA PUBLIK ACEH TENGAH TAHUN Public Expenditure Analysis & Capacity Strengthening Program (PECAPP) Takengon, 19 Desember 2013 POTRET BELANJA PUBLIK ACEH TENGAH TAHUN 2013 Public Expenditure Analysis & Capacity Strengthening Program (PECAPP) Takengon, 19 Desember 2013 PENERIMAAN DAERAH 2 Penerimaan Aceh Tengah meningkat secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Nagan Raya merupakan salah satu kabupaten yang sedang tumbuh dan berkembang di wilayah pesisir barat-selatan Provinsi Aceh. Kabupaten yang terbentuk secara

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN KABUPATEN (RKPK) ACEH SELATAN TAHUN 2014 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN KABUPATEN (RKPK) ACEH SELATAN TAHUN 2014 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan adalah sebuah proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

QANUN ACEH NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG

QANUN ACEH NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG 1 QANUN ACEH NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS QANUN ACEH NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGALOKASIAN TAMBAHAN DANA BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI DAN PENGGUNAAN DANA OTONOMI KHUSUS

Lebih terperinci

KAJIAN TATA KELOLA DAN PEMANFAATAN DANA OTONOMI KHUSUS

KAJIAN TATA KELOLA DAN PEMANFAATAN DANA OTONOMI KHUSUS KAJIAN TATA KELOLA DAN PEMANFAATAN DANA OTONOMI KHUSUS Kabupaten Pidie Jaya 2014 CPDA Consolidating for Peacefull Development in Aceh KAJIAN TATA KELOLA DAN PEMANFAATAN DANA OTONOMI KHUSUS Kabupaten Pidie

Lebih terperinci

GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM

GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM PERATURAN GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 77 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN, PENYALURAN, PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN BANTUAN BIAYA OPERASIONAL SEKOLAH

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG PEMBAGIAN DAN PENYALURAN DANA BAGI HASIL PAJAK ROKOK KEPADA KABUPATEN/KOTA DALAM WILAYAH ACEH BERDASARKAN REALISASI PENERIMAAN BULAN DESEMBER 2015 DAN

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 29TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 29TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 29TAHUN 2016 TENTANG PEMBAGIAN DAN PENYALURAN KEKURANGAN DANA BAGI HASIL PAJAK ROKOK KEPADA KABUPATEN/KOTA DALAM WILAYAH ACEH BERDASARKAN REALISASI PENERIMAAN TAHUN 2014 DAN

Lebih terperinci

Analisis Belanja Infrastruktur D i a n t a r a J a l a n B e r l u b a n g. T. Triansa Putra Banda Aceh, 26 Februari 2013

Analisis Belanja Infrastruktur D i a n t a r a J a l a n B e r l u b a n g. T. Triansa Putra Banda Aceh, 26 Februari 2013 Analisis Belanja Infrastruktur D i a n t a r a J a l a n B e r l u b a n g T. Triansa Putra Banda Aceh, 26 Februari 2013 Rp. Triliun Belanja Infrastruktur Aceh meningkat lebih dua kali lipat sejak tahun

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH (RPJM) KABUPATEN ACEH SELATAN TAHUN

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH (RPJM) KABUPATEN ACEH SELATAN TAHUN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN ACEH SELATAN NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH KABUPATEN ACEH SELATAN TAHUN 2013-2018 1.1. Latar Belakang Lahirnya Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang LAMPIRAN I PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR TAHUN 2013 TANGGAL BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan adalah sebuah proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 33 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN DANA KEISTIMEWAAN

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 33 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN DANA KEISTIMEWAAN SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 33 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN DANA KEISTIMEWAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

Pada akhir 2027 (Otonomi Khusus), Aceh akan menerima lebih dari Rp 650 T

Pada akhir 2027 (Otonomi Khusus), Aceh akan menerima lebih dari Rp 650 T Belanja Publik Aceh 2013; Mengulang Kekeliruan www.belanjapublikaceh.org Prof. Raja Masbar Banda Aceh, 28 November 2013 Pada akhir 2027 (Otonomi Khusus), Aceh akan menerima lebih dari Rp 650 T Diperkirakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa agar kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM

GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM PERATURAN NOMOR 115 TAHUN 2008 TENTANG PEMBAGIAN ALOKASI DANA PENDIDIKAN KEPADA PEMERINTAH PROVINSI DAN KABUPATEN / KOTA TAHUN ANGGARAN 2008 Menimbang Mengingat : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 27 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 27 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 27 TAHUN 2016 TENTANG PEMBAGIAN DAN PENYALURAN DANA BAGI HASIL PAJAK KENDARAAN BERMOTOR, BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR, PAJAK BAHAN BAKAR KENDARAAN BERMOTOR DAN PAJAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang LAMPIRAN KEPUTUSAN BUPATI ACEH SELATAN NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENGESAHAN RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT KABUPATEN ACEH SELATAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dengan berlakunya Undang-undang

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN TATA RUANG KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN 2013-2015 Disusun oleh: Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga, Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH. 7. Peraturan./2 MW\DATAWAHED\2009\PER.GUB\AGUSTUS.

GUBERNUR ACEH. 7. Peraturan./2 MW\DATAWAHED\2009\PER.GUB\AGUSTUS. GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 93 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENYALURAN BANTUAN SOSIAL PADA DINAS SYARIAT ISLAM ACEH TAHUN 2009 GUBERNUR ACEH, Menimbang Mengingat : a. bahwa untuk kelancaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi menjadi sistem desentralisasi merupakan konsekuensi logis dari

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi menjadi sistem desentralisasi merupakan konsekuensi logis dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan sistem penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia dari sistem sentralisasi menjadi sistem desentralisasi merupakan konsekuensi logis dari reformasi. Undang-Undang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Penduduk Laki Laki dan Wanita Usia 15 Tahun Ke Atas menurut Jenis Kegiatan Utama, (ribu orang)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Penduduk Laki Laki dan Wanita Usia 15 Tahun Ke Atas menurut Jenis Kegiatan Utama, (ribu orang) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penduduk dapat merupakan potensi yang besar untuk peningkatan produksi nasional. Produksi nasional bisa meningkat jika penduduk merupakan tenaga kerja yang produktif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Halaman 1. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Aceh Utara Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Halaman 1. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Aceh Utara Tahun BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (1) menegaskan bahwa Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan Pemerintahan yang bersifat khusus atau bersifat istimewa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2013-2018 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER PADA SATUAN KERJA PERANGKAT ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR

Lebih terperinci

GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM

GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM PERATURAN GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 82 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENYALURAN BANTUAN INSENTIF IMEUM MEUNASAH DALAM PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM GUBERNUR

Lebih terperinci

BUPATI ACEH JAYA PERATURAN BUPATI ACEH JAYA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

BUPATI ACEH JAYA PERATURAN BUPATI ACEH JAYA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH JAYA PERATURAN BUPATI ACEH JAYA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH JAYA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemenuhan

Lebih terperinci

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPD TAHUN LALU

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPD TAHUN LALU BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPD TAHUN LALU 2.1 Evaluasi Pelaksanaan Renja SKPD Tahun Lalu dan Capaian Renstra Proses penyusunan suatu perencanaan berkaitan erat dengan proses evaluasi, dari hasil

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI ACEH BERDASARKAN RASIO KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI ACEH BERDASARKAN RASIO KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI ACEH BERDASARKAN RASIO KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH Tri Prastiwi 1 Muhammad Arfan 2 Darwanis 3 Abstract: Analysis of the performance of

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2010 NOMOR 6 PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI Tanggal : 26 Nopember 2010 Nomor : 6 Tahun 2010 Tentang : TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN, DAN EVALUASI PELAKSANAAN

Lebih terperinci

ISI DAN URAIAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA TASIKMALAYA TAHUN BAB I PENDAHULUAN

ISI DAN URAIAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA TASIKMALAYA TAHUN BAB I PENDAHULUAN - 1 - LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA TASIKMALAYA TAHUN 2013-2017 ISI DAN URAIAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah pembangunan ekonomi bukanlah persoalan baru dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah pembangunan ekonomi bukanlah persoalan baru dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pembangunan ekonomi bukanlah persoalan baru dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2009-2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 60 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sumbangan Sektor Pertanian terhadap PDRB, Penyerapan Tenaga Kerja, dan Laju Pertumbuhan Ekonomi Pemerintah Aceh 5.1.1. Sumbangan Sektor Pertanian terhadap PDRB, dan Penyerapan

Lebih terperinci

SALINAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 33 TAHUN 2011 TANGGAL 9 AGUSTUS 2011

SALINAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 33 TAHUN 2011 TANGGAL 9 AGUSTUS 2011 SALINAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 33 TAHUN 2011 TANGGAL 9 AGUSTUS 2011 PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) BIDANG PENDIDIKAN TAHUN ANGGARAN 2011 UNTUK SEKOLAH

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH KABUPATEN ACEH TAMIANG TAHUN

QANUN KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH KABUPATEN ACEH TAMIANG TAHUN QANUN KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH KABUPATEN ACEH TAMIANG TAHUN 2013-2017 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY KAJIAN KESEIMBANGAN PEMBANGUNAN ACEH

EXECUTIVE SUMMARY KAJIAN KESEIMBANGAN PEMBANGUNAN ACEH EXECUTIVE SUMMARY KAJIAN KESEIMBANGAN PEMBANGUNAN ACEH i Kebijakan otonomi memberikan peluang bagi daerah provinsi, kabupaten dan kota untuk mengaktualisasi kewenangan dan kemandiriannya dalam penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. optimal dalam pembangunan daerahnya masing-masing sehingga pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. optimal dalam pembangunan daerahnya masing-masing sehingga pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setelah era reformasi bergulir, terjadi peralihan sistem sentralisasi menjadi desentralisasi, sehingga sejumlah kewenangan pusat beralih ke daerah.penerapan sistem

Lebih terperinci

RENCANA KERJA TAHUN 2017 BAGIAN PEMBANGUNAN SEKRETARIAT DAERAH KOTA PADANG

RENCANA KERJA TAHUN 2017 BAGIAN PEMBANGUNAN SEKRETARIAT DAERAH KOTA PADANG RENCANA KERJA TAHUN 2017 BAGIAN PEMBANGUNAN SEKRETARIAT DAERAH KOTA PADANG PEMERINTAH KOTA PADANG SEKRETARIAT DAERAH KOTA PADANG BAGIAN PEMBANGUNAN TAHUN 2016 KATA PENGANTAR Sebagai tindak lanjut instruksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Renstra BPM, KB dan Ketahanan Pangan Kota Madiun I - 1

BAB I PENDAHULUAN. Renstra BPM, KB dan Ketahanan Pangan Kota Madiun I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Strategis (Renstra) Badan Pemberdayaan Masyarakat, Keluarga Berencana dan Ketahanan Pangan Kota Madiun merupakan dokumen perencanaan strategis untuk memberikan

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH. 7. Undang.../2 MW\DATAWAHED\2013\PER.GUB\JANUARI.

GUBERNUR ACEH. 7. Undang.../2 MW\DATAWAHED\2013\PER.GUB\JANUARI. GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN BELANJA TIDAK TERDUGA UNTUK TANGGAP DARURAT DI PROVINSI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

Lebih terperinci

RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT ACEH (RENJA-SKPA) BAPEDAL ACEH TAHUN 2015

RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT ACEH (RENJA-SKPA) BAPEDAL ACEH TAHUN 2015 RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT ACEH (RENJA-SKPA) BAPEDAL ACEH TAHUN 2015 BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN (BAPEDAL ) Nomor : / /2014 Banda Aceh, Maret 2014 M Lampiran : 1 (satu) eks Jumadil Awal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Banyak wilayah-wilayah yang masih tertinggal dalam pembangunan.

I. PENDAHULUAN. Banyak wilayah-wilayah yang masih tertinggal dalam pembangunan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak wilayah-wilayah yang masih tertinggal dalam pembangunan. Masyarakat yang berada di wilayah tertinggal pada umumnya masih belum banyak tersentuh oleh program-program

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 32 TAHUN 2011 TANGGAL 9 AGUSTUS 2011

SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 32 TAHUN 2011 TANGGAL 9 AGUSTUS 2011 SALINAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 32 TAHUN 2011 TANGGAL 9 AGUSTUS 2011 PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) BIDANG PENDIDIKAN TAHUN ANGGARAN 2011 UNTUK SEKOLAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN BUPATI NAGAN RAYA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN KABUPATEN NAGAN RAYA TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN BUPATI NAGAN RAYA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN KABUPATEN NAGAN RAYA TAHUN 2015 LAMPIRAN PERATURAN BUPATI NAGAN RAYA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN KABUPATEN NAGAN RAYA TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana Kerja Pembangunan Kabupaten (RKPK)

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUKOMUKO,

Lebih terperinci

KEPALA SEKRETARIAT MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH

KEPALA SEKRETARIAT MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH KEPUTUSAN SEKRETARIAT MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG HASIL RAPAT KERJA - III SEKRETARIAT MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA SE - ACEH KEPALA SEKRETARIAT MAJELIS PERMUSYAWARATAN

Lebih terperinci

Kebijakan Pengalokasian, Penyaluran dan Pelaporan Dana Keistimewaan DIY

Kebijakan Pengalokasian, Penyaluran dan Pelaporan Dana Keistimewaan DIY KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Kebijakan Pengalokasian, Penyaluran dan Pelaporan Dana Keistimewaan DIY Disampaikan Oleh : Direktur Pembiayaan dan Transfer Non Dana Perimbangan DJPK Kementerian

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIMAHI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERUBAHAN RENCANA KERJA TAHUN 2014 SATUAN KERJA PERANGKAT ACEH (SKPA)

PERUBAHAN RENCANA KERJA TAHUN 2014 SATUAN KERJA PERANGKAT ACEH (SKPA) PERUBAHAN RENCANA KERJA TAHUN 2014 SATUAN KERJA PERANGKAT ACEH (SKPA) DINAS KOPERASI DAN USAHA KECIL MENENGAH ACEH TAHUN 2014 Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UKM AcehRENSTRA 2012-2017 1 PEMERINTAH

Lebih terperinci

PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN PERKEBUNAN DI KABUPATEN BIREUEN

PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN PERKEBUNAN DI KABUPATEN BIREUEN PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN PERKEBUNAN DI KABUPATEN BIREUEN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan merupakan bagian dari proses kebijakan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Seiring dengan telah ditetapkannya Peraturan Daerah

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam Pendahuluan Sejalan dengan semakin meningkatnya dana yang ditransfer ke Daerah, maka kebijakan terkait dengan anggaran dan penggunaannya akan lebih

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG SISTIM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KABUPATEN ACEH BARAT DAYA

QANUN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG SISTIM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KABUPATEN ACEH BARAT DAYA QANUN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG SISTIM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KABUPATEN ACEH BARAT DAYA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH BARAT

Lebih terperinci

Luas Penggunaan Lahan Pertanian Bukan Sawah Menurut Kabupaten/Kota (hektar)

Luas Penggunaan Lahan Pertanian Bukan Sawah Menurut Kabupaten/Kota (hektar) Luas Penggunaan Lahan Pertanian Bukan Sawah Menurut (hektar) Dicetak Tanggal : Penggunaan Lahan Total Pertanian Bukan Luas Lahan Sawah Bukan Sawah Pertanian (1) (2) (3) (4) (5) 01 Simeulue 10.927 74.508

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG KEGIATAN PEMBANGUNAN FASILITAS PEMERINTAHAN DENGAN SISTEM TAHUN JAMAK (MULTY YEARS) KABUPATEN ACEH TIMUR TAHUN ANGGARAN 2009-2011 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak dua puluh tahun terakhir, dengan kemajuan besar dalam bidang teknologi informasi khususnya di bidang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak dua puluh tahun terakhir, dengan kemajuan besar dalam bidang teknologi informasi khususnya di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak dua puluh tahun terakhir, dengan kemajuan besar dalam bidang teknologi informasi khususnya di bidang kesehatan telah dikembangkan dan diterapkan berbagai bentuk

Lebih terperinci

CPDA. Consolidating for Peacefull Development in Aceh FAKULTAS EKONOMI

CPDA. Consolidating for Peacefull Development in Aceh FAKULTAS EKONOMI CPDA Consolidating for Peacefull Development in Aceh FAKULTAS EKONOMI Gambaran Umum 1 Grafik 1. 2 Aceh akan terus memiliki sumber daya keuangan yang besar dalam masa mendatang dari dana otonomi khusus.

Lebih terperinci

BADAN INVESTASI DAN PROMOSI ACEH. Oleh: Kabid Pengembangan Investasi. Sosialisasi RUPM Aceh 29 Agustus 2013

BADAN INVESTASI DAN PROMOSI ACEH. Oleh: Kabid Pengembangan Investasi. Sosialisasi RUPM Aceh 29 Agustus 2013 BADAN INVESTASI DAN PROMOSI ACEH Oleh: Kabid Pengembangan Investasi Sosialisasi RUPM Aceh 29 Agustus 2013 OUTLINE I II DASAR HUKUM PELAKSANAAN MAKSUD,TUJUAN DAN SASARAN PENGENDALIANUNGSI & MANFAAT LKPM

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan

Lebih terperinci

Assalamualaikum Wr. Wb.

Assalamualaikum Wr. Wb. SAMBUTAN SEKRETARIS DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PADA ACARA FORUM PERANGKAT DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR TAHUN 2017 Assalamualaikum Wr. Wb. Selamat Pagi dan Salam Sejahtera untuk Kita Semua. 1.

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 18 TAHUN 2008 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 18 TAHUN 2008 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN BUPATI SUMEDANG TENTANG PAGU INDIKATIF ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN SUMEDANG 2008 BERITA DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

BUPATI MALUKU TENGGARA

BUPATI MALUKU TENGGARA SALINAN N BUPATI MALUKU TENGGARA PERATURAN BUPATI MALUKU TENGGARA NOMOR 3.a TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN UMUM PERENCANAAN DAERAH KABUPATEN MALUKU TENGGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALUKU

Lebih terperinci

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH, RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH, RENCANA STRATEGIS

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2005-2025 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS I. KETENTUAN UMUM

PETUNJUK TEKNIS I. KETENTUAN UMUM SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK TEKNIS

Lebih terperinci

PECAPP. Pembelanjaan Publik Sektor Pendidikan. Nazamuddin FE Unsyiah

PECAPP. Pembelanjaan Publik Sektor Pendidikan. Nazamuddin FE Unsyiah A-PDF Watermark DEMO: Purchase from www.a-pdf.com to remove the watermark Pembelanjaan Publik Sektor Pendidikan Nazamuddin FE Unsyiah Disampaikan pada PELATIHAN ANALISIS BELANJA PUBLIK ACEH, 15 19 TH Oktober

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN SERTA

Lebih terperinci

Assalamualaikum Wr. Wb.

Assalamualaikum Wr. Wb. SAMBUTAN SEKRETARIS DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PADA ACARA RAPAT KOORDINASI PROGRAM PRIORITAS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR TAHUN 2018 Assalamualaikum Wr. Wb. Selamat Pagi dan Salam Sejahtera untuk Kita

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIMAHI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tahun 2002 merupakan tahun awal lahirnya Kabupaten Gayo Lues sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Tenggara sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 4 tahun

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA SELATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA SELATAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2010-2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 84 TAHUN : 2008 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 3 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 84 TAHUN : 2008 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 3 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 84 TAHUN : 2008 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 3 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2007 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, perencanaan pembangunan nasional terdiri atas perencanaan pembangunan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH Kinerja keuangan daerah khususnya APBA sedikit membaik dibandingkan tahun lalu. Hal ini tercermin dari adanya peningkatan persentase realisasi anggaran. Hingga November 2012,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi, keduanya memiliki makna yang hampir mirip yakni pelimpahan

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi, keduanya memiliki makna yang hampir mirip yakni pelimpahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah sudah berjalan sejak diterbitkannya UU No 22/1999 dan 25/1999, menandakan sistem pemerintahan sudah beralih dari sentralisasi menjadi desentralisasi.

Lebih terperinci

fpafpasa DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN,

fpafpasa DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN, fpafpasa PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR : 2 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI

Lebih terperinci

PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG

PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEMBAGIAN DAN PENETAPAN RINCIAN PAGU INDIKATIF ALOKASI DANA GAMPONG DALAM KABUPATEN BIREUEN TAHUN ANGGARAN 2017 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 42 2012 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH ACEH RAPAT KONSOLIDASI PERKEMBANGAN REALISASI PELAKSANAAN PENANAMAN MODAL TAHUN BALI, 30 Januari-1 Februari 2013

PEMERINTAH ACEH RAPAT KONSOLIDASI PERKEMBANGAN REALISASI PELAKSANAAN PENANAMAN MODAL TAHUN BALI, 30 Januari-1 Februari 2013 PEMERINTAH ACEH RAPAT KONSOLIDASI PERKEMBANGAN REALISASI PELAKSANAAN PENANAMAN MODAL TAHUN 2013 OLEH KEPALA BADAN INVESTASI DAN PROMOSI ACEH Ir. Iskandar, M.Sc BALI, 30 Januari-1 Februari 2013 OUTLINE

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN

RENCANA STRATEGIS BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN RENCANA STRATEGIS BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2016-2021 Kata Pengantar Alhamdulillah, puji syukur kehadirat ALLAH SWT, atas limpahan rahmat, berkat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan

Lebih terperinci

B U P A T I B I M A PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG

B U P A T I B I M A PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG B U P A T I B I M A PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN BIMA TAHUN 2011-2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. RPJMD Kabupaten Grobogan Tahun I 1

BAB I PENDAHULUAN. RPJMD Kabupaten Grobogan Tahun I 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintah Pusat memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah untuk melakukan serangkaian

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH MW\DATAWAHED\2010\PER.GUB\JUNI.

GUBERNUR ACEH MW\DATAWAHED\2010\PER.GUB\JUNI. GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 29 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN BELANJA BANTUAN HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL PADA DINAS SYARIAT ISLAM ACEH TAHUN 2010 DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan reformasi sektor publik yang begitu dinamis saat ini tidak dapat dilepaskan dari tuntutan masyarakat yang melihat secara kritis buruknya kinerja

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, 1 BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa untuk lebih menjamin ketepatan dan

Lebih terperinci

Rencana Kerja (R E N J A) TAHUN 2015 PEMERINTAH ACEH DINAS BINA MARGA ACEH

Rencana Kerja (R E N J A) TAHUN 2015 PEMERINTAH ACEH DINAS BINA MARGA ACEH Rencana Kerja (R E N J A) TAHUN 2015 PEMERINTAH ACEH Jln. Jenderal Sudirman No.1 Telp. (0651) 46767, 47009, 46694, 46915 Fax. 47232 Banda Aceh Kode Pos 23239 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2014

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2014 1 LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA

Lebih terperinci

SALINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL,

SALINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan upaya yang dilaksanakan oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan upaya yang dilaksanakan oleh semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam rangka mencapai tujuan bernegara, antara lain untuk menciptakan kesejahteraan

Lebih terperinci