ANALISIS NILAI TAMBAH PEMASARAN AYAM RAS PEDAGING DI KABUPATEN BOGOR SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS NILAI TAMBAH PEMASARAN AYAM RAS PEDAGING DI KABUPATEN BOGOR SKRIPSI"

Transkripsi

1 ANALISIS NILAI TAMBAH PEMASARAN AYAM RAS PEDAGING DI KABUPATEN BOGOR SKRIPSI ELI NURRIAHSIH PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 RINGKASAN ELI NURRIAHSIH. D Analisis Nilai Tambah Pemasaran Ayam Broiler di Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Sosial Ekonomi Industri Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Sri Mulatsih, MSc,Agr. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Sumiati, MSc. Peternakan merupakan salah satu sektor penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia termasuk industri perunggasan yang ada didalamnya. Perunggasan termasuk bisnis yang prospektif meskipun disisi lain perunggasan juga sangat rentan terhadap beberapa permasalahan. Usaha peternakan unggas mempunyai peranan besar bagi perekonomian dalam negeri, karena dapat meningkatkan dan memperbaiki sektor perekonomian yaitu sebagai sumber pendapatan, menyediakan lapangan pekerjaan, dan meningkatkan nilai tambah dalam sektor hasil peternakan, selain menghasilkan bahan pangan yang berkualitas tinggi khususnya protein hewani yang dapat menunjang ketersediaan gizi bagi masyarakat. Salah satu komoditas unggulan perunggasan adalah ayam ras pedaging. Pemasaran merupakan suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari seluruh kegiatan usaha, begitu pula halnya dengan usaha peternakan ayam broiler. Pemasaran ayam broiler termasuk kedalam subsistem agribisnis hilir, kegiatan ini dapat membantu peternak dalam menyalurkan hasil ternaknya agar sampai kepada konsumen. Pemasaran ayam broiler melibatkan berbagai lembaga pemasaran. Aktivitas pemasaran yang dilakukan oleh setiap lembaga pemasaran akan memberikan nilai tambah bagi ayam broiler. Nilai tambah yang dihasilkan perlu didistribusikan secara adil kepada faktor-faktor produksi yang digunakan, sehingga nilai tambah dapat dirasakan oleh setiap lembaga pemasaran yang terkait. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui saluran pemasaran ayam ras pedaging, marjin dan nilai tambah pemasaran yang tercipta pada masing-masing lembaga yang terlibat dalam pemasaran ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Februari 2008 di Pasar Cibinong yang mewakili pasar besar, Pasar Leuwiliang mewakili pasar menengah, dan Pasar Ciampea yang mewakili pasar kecil. Penetuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive). Populasi dari penelitian ini terdiri dari seluruh lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor. Pengambilan sampel dimulai dari pedagang pengecer dengan metode accidental dan sampel untuk pedagang pengumpul dan pedagang pemotong diperoleh dengan menelusuri rantai pemasaran berikutnya. Penelitian ini didesain sebagai suatu survei yang dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui saluran pemasaran dan fungsi pemasaran pada setiap lembaga pemasaran. Marjin dan nilai tambah pemasaran dianalisis dengan menggunakan metode Hayami, et al (1987). Karakteristik responden pada lembaga pemasaran ayam broiler di wilayah Kabupaten Bogor sebagian besar berjenis kelamin laki-laki dengan lama usaha

3 dan tingkat pendidikan yang bervariasi, berada pada usia yang produktif. Pemasaran ayam broiler di kabupaten Bogor tedapat 4 saluran pemasaran. Nilai tambah terbesar diperoleh pedagang pemotong dan yang terkecil diperoleh pedagang pengecer masing-masing sebesar Rp ,63 per ekor dan Rp ,56 per ekor. Kata-kata kunci : ayam broiler, pemasaran, nilai tambah

4 ABSTRACT Added Value Analysis of Broiler Chicken s Marketing in Bogor District The aims of this research were: (1) to know the pattern of broiler s marketing distribution in Bogor District, (2) to analyze the added value and profit share of broiler s marketing activity in Bogor District. This research was carried out from January, 2008 until February, 2008 in market of Cibinong, market of Leuwiliang, and market of Ciampea, District Bogor. The samples of retailers were taken using cluster sampling method,while the samples of slaughterer and collectors were taken from the marketing chain. The data were analyzed using descriptive analycis and added value analysis. The results of this research sholved that there were four patterns of broiler marketing distribution. Based on total of broiler distribution activities in Bogor District, the highest added value of broiler marketing activity was obtain by the slaughterers and the lowest of it was obtained by the retailers. Keywords: broiler, marketing, added value

5 ANALISIS NILAI TAMBAH PEMASARAN AYAM RAS PEDAGING DI KABUPATEN BOGOR ELI NURRIAHSIH D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

6 ANALISIS NILAI TAMBAH PEMASARAN AYAM RAS PEDAGING DI KABUPATEN BOGOR oleh ELI NURRIAHSIH D Skripsi ini telah disetujui untuk disidangkan pada dihadapan Komisi Ujian Lisan pada Tanggal 27 Februari 2009 Pembimbing utama Anggota Pembimbing Dr. Ir. Sri Mulatsih, MSc.Agr Dr. Ir. Sumiati, MSc NIP NIP

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 14 Januari 1987 di Bogor. Penulis adalah anak bungsu dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Letnan (Purnawirawan) TNI Kurdi dan Ibu Azmah (alm). Pendidikan taman kanak-kanak diselesaikan di TK Islam Assalam Bogor pada tahun 1992, pendidikan dasar diselesaikan di SD Negeri Cemplang 01 pada tahun 1998, pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SMP Negeri 1 Leuwiliang Bogor dan Penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas pada tahun 2004 di SMA Kornita IPB Bogor. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Jurusan Sosial Ekonomi Peternakan di Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) pada bulan Juni tahun Selama mengikuti masa pendidikan, penulis menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Peternakan (HIMASEIP), Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, penulis juga pernah menjadi anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

8 DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ABSTRACT.... LEMBAR PERNYATAAN... LEMBAR PENGESAHAN... RIWAYAT HIDUP. KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI. DAFTAR TABEL. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Manfaat Penelitian.. 2 KERANGKA PEMIKIRAN 4 TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler... 6 Pasar dan mekanisme pasar... 7 Pemasaran.. 8 Lembagadan Saluran PemasaranPemasaran... 9 Fungsi-fungsi Pemasaran Marjindan Nilai Tambah Pemasaran METOD PENELITIAN Wakt dan Lokasi Penelitian Populasidan Sampel Desain Penelitian.. 13 Datadan Instrumentasi 13 Analisi Data AnalisisSaluran Pemasaran 14 AnalisisNilai Tambah. 14 i ii iii iv v vi vi i ix x xi

9 Definis Istilah. 16 GMBARANUMUM LOKASI PENELITIAN. 18 HASILDAN PEMBAHASAN KarakteristikLembaga Pemasaran. 20 Jeni Kelamin. 20 Umur. 20 Tingkat Pendidikan 21 Lam Usaha 22 JumlahTenaga Kerja.. 22 Fungsi-fungs Pemasaran 23 Fungsi Pertukaran Fungs Fisik 23 Fungs Fasilitas Saluran pemasaran 24 Lembaga Pemasraan 26 Pedagan Pengumpul. 26 Pedagan Pemotong 27 PedagangPengecer... AnalisisNilai Tambah Pemasaran Ayam Ras Pedaging 28 Distribusi Nilai Tambah Terhadap Pendapatan Tenaga Kerja 31 dan Keuntungan... Distribusi Marjin Terhadap Pendapatan Tenaga Kerja, Sumbangan Input Lain, dan Keuntungan 35 KESIMPULAN UCAPANTERIMA KASIH. 38 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN.. 40

10 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Perhitungan Nilai Tambah Produk Jenis Kelamin Sesponden Usia Responden Tingkat Pendidikan Responden Lama Usaha Responden Jumlah tenaga Kerja Responden Analisis Nilai Tambah Pemasaran Ayam Broiler... 30

11 Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kerangka Pemikiran Analisis Pemasaran Ayam Ras Pedaging di Kabupaten Bogor Saluran Pemasaran Ayam Ras Pedaging di Kabupaten Bogor Grafik Distribuís Nilai Tambah Skema Distribusi Nilai Tambah Grafik Distribusi Marjin Pemasaran Skema Distribusi Marjin Pemasaran... 37

12 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Analisis Nilai Tambah pemasaran Ayam ras pedaging pada pedagang pengecer Analisis Nilai Tambah Pemsaran Ayam ras Pedaging Pada Pedagang Pemotong Analisis Nilai Tambah Pemasaran Ayam ras Pedaging pada Pedagang Pengumpul Peta Kabupaten Bogor 47

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sektor penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia termasuk industri perunggasan yang ada didalamnya. Perunggasan termasuk bisnis yang prospektif meskipun disisi lain perunggasan juga sangat rentan terhadap beberapa permasalahan. Usaha peternakan unggas mempunyai peranan besar bagi perekonomian dalam negeri, karena dapat meningkatkan dan memperbaiki sektor perekonomian yaitu sebagai sumber pendapatan, menyediakan lapangan pekerjaan, dan meningkatkan nilai tambah dalam sektor hasil peternakan, selain menghasilkan bahan pangan yang berkualitas tinggi khususnya protein hewani yang dapat menunjang ketersediaan gizi bagi masyarakat. Salah satu komoditas unggulan perunggasan adalah ayam ras pedaging. Ayam ras pedaging yang ada di lingkungan masyarakat lebih dikenal dengan sebutan ayam broiler, yaitu ayam yang mempunyai pertumbuhan badan sangat cepat dengan perolehan bobot badan yang tinggi dalam jangka waktu yang relatif pendek, yaitu sekitar 5-6 minggu dengan bobot badan 1,3-1,8 kilogram (Cahyono, 1995). Menurut Rasyaf (1995) ayam broiler di Indonesia sudah dapat dipasarkan pada umur lima hingga enam minggu dengan bobot badan berkisar antara 1,3-1,4 kilogram. Selain sebagai sumber protein hewani, ayam broiler dapat memberikan nilai tambah yang cukup berarti bagi aktivitas perdagangan dan pemasaran. Pemasaran merupakan suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari seluruh kegiatan usaha, begitu pula halnya dengan usaha peternakan ayam broiler. Pemasaran ayam broiler termasuk kedalam subsistem agribisnis hilir, kegiatan ini dapat membantu peternak dalam menyalurkan hasil ternaknya agar sampai kepada konsumen. Pemasaran ayam broiler melibatkan berbagai lembaga pemasaran. Aktivitas pemasaran yang dilakukan oleh setiap lembaga pemasaran akan memberikan nilai tambah bagi ayam broiler. Nilai tambah yang dihasilkan perlu didistribusikan secara adil kepada faktor-faktor produksi yang digunakan, sehingga nilai tambah dapat dirasakan oleh setiap lembaga pemasaran yang terkait.

14 Perumusan Masalah Proses produksi yang memberikan nilai tambah mampu memberi keuntungan. Semakin besar nilai tambah yang di peroleh maka akan semakin besar pula keuntungan yang didapatkan oleh lembaga pemasaran (Choer, 2005). Lembaga pemasaran akan menyebabkan harga produk yang sampai ke tangan konsumen berubah. Hal ini dikarenakan setiap lembaga pemasaran melakukan fungsi-fungsi pemasaran yang menimbulkan biaya-biaya pemasaran. Biaya pemasaran tersebut biasanya dibebankan langsung kepada konsumen, sehingga harga yang dibayar konsumen meningkat. Pelaku utama dari pemasaran ayam broiler terdiri dari pedagang pengecer, pedagang pengumpul dan pedagang pemotong yang berada di wilayah Kabupaten Bogor. Berdasarkan kondisi diatas, maka masalah yang dapat dirumuskan adalah: 1. Bagaimana karakteristik lembaga-lembaga pemasaran ayam broiler di Kabupaten Bogor? 2. Bagaimana saluran pemasaran ayam broiler di Kabupaten Bogor? 3. Berapa besar nilai tambah pemasaran ayam broiler di lembaga-lembaga pemasaran (pedagang pengecer, pengumpul, dan pemotong)? Tujuan Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi karakteristik responden lembaga pemasaran ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor. 2. Menganalisis saluran pemasaran ayam broiler di Kabupaten Bogor. 3. Menganalisis nilai tambah pemasaran ayam broiler di lembaga-lembaga pemasaran. Manfaat Penelitian Berkaitan dengan penelitian yang dilakukan di Kabupaten Bogor, maka hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :

15 1. Dinas Peternakan Kabupaten Bogor dalam membangun aktifitas perekonomian untuk komoditi ayam ras pedaging sebagai salah satu hasil pertanian subsektor peternakan. 2. Sebagai bahan referensi dan informasi bagi peneliti lain yang melakukan penelitian sejenis. 3. Para pelaku bisnis komoditas hasil peternakan ayam broiler untuk melihat balas jasa yang diterimanya.

16 KERANGKA PEMIKIRAN Pemasaran merupakan suatu tahap kegiatan usaha yang berfungsi untuk menyalurkan komoditi yang dihasilkan produsen ke tangan konsumen. Sistem pemasaran ayam broiler melibatkan berbagai lembaga pemasaran diantaranya pedagang pengecer, pedagang pemotong dan pedagang pengumpul. Dalam sistem pemasaran ayam broiler perlu diketahui karakteristik responden, saluran pemasaran, dan nilai tambah masing-masing lembaga pemasaran agar proses penyaluran ayam broiler dapat berjalan lancer. Pemasaran ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor dapat dipahami dengan menelusuri tahap demi tahap aliran distribusi yang dilalui, hingga produk ayam tersebut sampai ke tangan konsumen. Lembaga-lembaga pemasaran yang terkait diidentifikasi secara deskriptif untuk melihat kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh masing-masing lembaga pemasaran dengan memperhatikan: (1) Fungsifungsi pemasaran, yang terdiri dari :fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas, (2) Saluran pemasaran. (3) Karakteristik lembaga pemasaran yang terdiri dari umur, jenis kelamin, lama usaha, tingkat pendidikan, dan jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan, serta (4) Besarnya nilai tambah yang dianalisis dengan menggunakan metode Hayami, et al. (1987) untuk mengetahui struktur (jenis) biaya, marjin pemasaran dan besarnya nilai tambah yang diperoleh dari aktifitas pemasaran ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor. Variabel-variabel yang digunakan pada metode Hayami antara lain : output, input, dan harga; pendapatan dan keuntungan; dan balas jasa pemilik faktor produksi, secara sistematis kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat dalam Gambar 1.

17 PEMASARAN AYAM BROILER DI KABUPATEN BOGOR LEMBAGA PEMASARAN Karakteristik lembaga pemasaran Fungsi-fungsi pemasaran Saluran Pemasaran Nilai tambah pemasaran Analisis deskriptif Analisis nilai tambah Jenis kelamin, umur, pendidikan, lama usaha, jumlah tenaga kerja Fungsi pertukaran, fungsi fisik, fungsi fasilitas Saluran pemasaran ayam broiler Imbalan penggunaan tenaga kerja,distribusi nilai(+)terhadap pendapatan tenaga kerja,analisis jumlah nilai (+) Gambar 1. Aliran Kerangka Pemikiran

18 TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Ayam broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil budidaya teknologi peternakan yang memiliki karakteristik ekonomi dengan ciri khas pertumbuhan yang cepat, sebagai penghasil daging dengan konversi pakan yang irit dan siap dipotong pada usia yang relatif muda. Pada umumnya ayam broiler siap dipanen pada usia 35 sampai 45 hari dengan berat badan antara 1,2 sampai 1,9 kg/ekor (Priyatno, 2003). Ayam ras merupakan jenis ayam hasil pemuliabiakan peternakan yang memiliki mutu genetik yang tinggi. Dalam ilmu peternakan, semakin tinggi mutu genetik berarti semakin membutuhkan perlakuan manajemen yang tinggi pula. Ayam ras memerlukan tempat yang tertata rapi, bersih, dan tidak menjadi tempat lalu lalang manusia. Selain itu, ayam ras juga membuthkan air minum yang berkualitas, tidak tercemar dan jumlahnya selalu mencukupi (Suharno, 2002). Suharno (2002) menjelaskan bahwa cuaca yang selalu berubah-ubah akan membuat ayam mudah terserang penyakit. Itulah sebabnya, disamping pakan yang baik, ayam perlu pula diberi sejumlah vitamin, antibiotik, dan vaksin agar dapat hidup sehat hingga dipanen. Itupun harus didukung dengan sanitasi yang ketat, jika tidak maka pemberian pakan dan obat-obatan akan percuma saja. Ayam jenis ini adalah ayam yang paling banyak diternakan oleh masyarakat dan dipotong baik pada tempat pemotongan tradisional maupun pada rumah pemotongan ayam modern. Ayam broiler banyak dipelihara di daerah sekitar Jabotabek, Sukabumi, Cianjur, daerah Priangan Timur, dan daerah lain di Indonesia (Priyatno, 2003). Ayam broiler sekarang ini kebanyakan tidak dipasarkan dalam bentuk utuh tetapi dalam bentuk yang telah dipotong-potong. Karkas yang berukuran kecil 0,8-1,0 kg dipasarkan utuh, akan tetapi, konsumen di Indonesia lebih suka dapat memperolehnya dalam bentuk yang telah dipotong-potong. Selain dalam bentuk yang telah dipotong-potong, konsumen lokal lebih menyukai karkas segar karena diasosiasikan dengan nilai halal (Amrullah, 2004).

19 Pasar dan Mekanisme Pasar Pada mulanya istilah pasar berarti tempat dimana penjual dan pembeli berkumpul untuk saling menukar barang mereka. Para ahli ekonomi menggunakan istilah pasar untuk merujuk pada suatu kumpulan pembeli dan penjual yang mentransaksikan produk dan kelas produk tertentu (Kotler, 1993). Menurut Sudiyono (2002), definisi pasar sebagai produsen adalah tempat untuk menjual barang dan jasa yang dihasilkan. Konsumen mendefinisikan pasar sebagai tempat membeli barang dan jasa, sehingga konsumen tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Sedangkan bagi lembaga pemasaran, pasar merupakan tempat untuk melakukan aktifitas usaha dengan menjalankan fungsi-fungsi pemasaran tertentu untuk mendapatkan keuntungan. Kohls dan Uhls (2002) mendefinisikan pasar sebagai arena untuk mengorganisasi dan memfasilitasi aktifitas bisnis, dan untuk menjawab pertanyaan ekonomi yang mendasar, apa yang diproduksi, berapa banyak produksinya, bagaimana memproduksinya, dan bagaimana mendistribusikan hasil produksi. Pasar juga dapat didefinisikan sebagai (1) lokasi, (2) produk, (3) waktu, (4) tingkat lembaga (contohnya, pedagang pengecer).pilihan definisi pasar tergantung dari masalah yang akan dianalisis. Menurut Kotler (1993), pasar terdiri dari semua pelanggan potensial yang sama-sama mempunyai kebutuhan atau keinginan yang mungkin ingin dan mampu terlibat dalam pertukaran untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan. Ukuran pasar tergantung pada banyaknya orang yang memiliki kebutuhan, mempunyai sumberdaya yang menarik bagi orang lain, dan ingin menawarkan sumberdaya ini sebagai ganti apa yang mereka inginkan. Suatu pasar dalam ilmu ekonomi adalah di mana saja terjadi transaksi antara penjual dan pembeli untuk barang yang bersangkutan. Dan apabila terjadi suatu transaksi, maka ini berarti telah terjadi suatu persetujuan (antara penjual dan pembeli) mengenai harga transaksi dan volume transaksi bagi barang tersebut. Dua aspek transaksi inilah (yaitu harga dan volume) yang menjadi pusat perhatian ahli ekonomi apabila ia menganalisis suatu pasar (Boediono, 1998).

20 Pembentukan harga dari suatu barang terjadi di pasar melalui suatu mekanisme tertentu. Dalam mekanisme ini terdapat dua kekuatan pokok yang saling berinteraksi yaitu penawaran dan permintaan dari barang yang bersangkutan. Kekuatan ekonomi yang bekerja dimasysrakat tersalurkan melalui dua kekuatan pokok tersebut. Proses bekerjanya dua kekuatan pokok itulah yang disebut mekanisme pasar. Jadi mekanisme pasar dapat diamati dalam bentuk mekanisme harga. Harga merupakan pedoman untuk mengalokasikan sumberdaya ekonomi baik yang berupa barang dan jasa maupun yang berupa faktor produksi. Tingginya harga mencerminkan kelangkaan dari barang tersebut (Sudarsono, 1995). Pemasaran Istilah tataniaga di negara kita diartikan sama dengan pemasaran atau distribusi, yaitu semacam kegiatan ekonomi yang berfungsi membawa atau menyampaikan barang dari produsen ke konsumen. Karena perdagangan itu biasanya dijalankan melalui pasar, maka tataniaga disebut juga pemasaran (Mubyarto, 1995). Pemasaran didefinisikan sebagai seluruh aktifitas yang melibatkan arus barang dan jasa dari titik awal produksi sampai barang dan jasa tersebut berada di tangan konsumen. Aktifitas pemasaran melengkapi proses produksi, hal ini menunjukkan dua karakteristik yang essensial dari proses pemasaran. Pertama, proses pemasaran merupakan salah satu bentuk perpindahan, terdiri dari aftifitasaktifitas yang menjadi satu rangkaian. Kedua, beberapa bentuk koordinasi dari rangkaian aktifitas diperlukan jika barang dan jasa untuk disampaikan ke tangan konsumen (Khols dan Uhls, 2002). Pemasaran adalah pergerakan barang dan jasa dari produsen ke konsumen dimana di dalamnya terdapat proses penciptaan dan kegunaan dari barang dan jasa tersebut. Tujuan dari pemasaran adalah untuk menempatkan barang dan jasa ke konsumen akhir dimana untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilaksanakan kegiatan-kegiatan pemasaran yang dibangun berdasarkan arus barang yang meliputi proses pengumpulan, penimbangan, dan penyebaran (Hanafiah dan Saefuddin, 1983).

21 Sudiyono (2002), menjelaskan bahwa pemasaran secara umum dianggap sebagai proses aliran barang yang terjadi dalam barang. Dalam pemasaran, barang mengalir dari produsen sampai ke konsumen akhir yang disertai dengan penambahan guna bentuk melalui proses pengolahan, guna tempat melalui proses pengangkutan, dan guna waktu melalui proses penyimpanan. Kotler (1993) mendefinisikan pemasaran sebagai suatu proses sosial dan manajerial dimana individu-individu dan kelompok-kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan apa yang mereka inginkan melalui penciptaan, penawaran, dan pertukaran produk-produk yang bernilai. Definisi pemasaran ini berpijak pada konsep-konsep inti sebagai berikut ; kebutuhan, keinginan, dan permintaan ; produk ; nilai, biaya, dan kepuasan ; pertukaran, transaksi, dan hubungan ; pasar, pemasaran, dan pemasar. Konsep pemasaran mengatakan bahwa kunci untuk mencapai tujuan organisasi adalah pada penentuan kebutuhan dan keinginan dari pasar sasaran dan pada pemberian kepuasan yang diinginkan dengan lebih efektif dan efisien daripada para pesaing (Kotler, 1993). Lembaga dan Saluran Pemasaran Lembaga pemasaran adalah badan usaha atau individu yang menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen kepada konsumen akhir serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu lainnya. Lembaga pemasaran ini timbul karena adanya keinginan konsumen untuk memperoleh komoditi yang sesuai dengan waktu, tempat, dan bentuk yang diinginkan konsumen. Lembaga pemasaran menjalankan fungsifungsi pemasaran untuk memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin (Sudiyono, 2002). Mubyarto (1995) menjelaskan bahwa produk-produk pertanian disalurkan melalui dua lembaga pemasaran, yaitu lembaga pemasaran swasta dan lembaga pemasaran pemerintah oleh Badan Urusan Logistik (Bulog) yang mempunyai cabang-cabang Depot Logistik sampai ke kota-kota dan kabupaten. Pada saluran swasta, hasil produksi dijual kepada para tengkulak atau pedagang kecil yang kemudian akan dibawa ke kota untuk dijual ke pedagangpedagang besar, Pedagang besar ini akan menjualnya lagi ke pedagang pengecer.

22 Hasil produksi yang dijual melalui saluran pemerintah dilakukan setelah ada perjanjian kontrak pembelian dengan jumlah tertentu antara pedagang-pedagang kecil di tingkat terbawah (desa, kecamatan, atau kabupaten) dengan pihak Bulog. Produk yang telah disetor pada gudang Bulog maka produk tersebut akan disimpan sebagai stok pemerintah sebagai buffer stok nasional (Mubyarto, 1995). Menurut Cahyono (2002), sebelum barang sampai ke pedagang pengecer, masih terdapat lembaga lain yang berperan. Lembaga-lembaga tersebut adalah tengkulak, pedagang pengumpul, dan pedagang besar. Dalam menjalankan fungsinya, lembaga tersebut membentuk rantai pemasaran hingga ke konsumen. Pekerjaan dari pedagang besar adalah mengumpulkan berbagai produk dalam jumlah tertentu setelah proses produksi dan pengolahan yang kemudian diangkut untuk dijual dalam jumlah yang lebih kecil kepada pedagang pengecer. Pedagang pengecer adalah rantai pemasaran yang terakhir, dengan pelayanan secara langsung terhadap konsumen akhir (Khols dan Uhls, 2002). Jalur pemasaran pada peternakan ayam umumnya panjang, baik ayam ras maupun ayam buras. Jalur ini dimulai dari peternak di pedagang pengumpul, ke pangkalan ayam, ke pemotong, pedagang keliling atau warung makan, dan baru ke konsumen. Tiap tahapan pasti terdapat biaya, sehingga semakin panjang rantai pemasaran, maka semakin tipis peternak memperoleh keuntungan yang wajar (Suharno, 2002). Menurut Hanafiah dan Saefuddin (1983), panjang pendeknya saluran pemasaran ditentukan oleh beberapa faktor antara lain: (1) jarak dari produsen ke konsumen, (2) cepat tidaknya produk rusak, (3) skala produksi, (4) posisi keuangan pengusaha. Menurut Cahyono (2002), agar pemasaran efisien serta menguntungkan peternak dan konsumen, maka peternak harus memilih jalur pemasaran yang pendek. Skala usaha yang akan memudahkan dalam memperpendek jalur pemasaran, karena pada skala ini transportasi dan cadangan dana bukan masalah lagi. Peternak kecil juga dapat memperpendek jalur pemasarannya, caranya yaitu turut bergabung dengan peternak besar atau dengan beberapa peternak lainnya membentuk koperasi.

23 Hasil penelitian Basuki (2005) menjelaskan bahwa di Kota Bogor terdapat tiga saluran pemasaran daging ayam broiler. Pada saluran pertama (produsen, grosir, RPA, dan pengecer) pedagang pengecer di pasar tradisional Kota Bogor membeli ayam dalam kondisi yang sudah terpotong, begitu juga pada saluran kedua (produsen, RPA, dan pengecer). Pada saluran ketiga (produsen, grosir, dan pengecer) sebagian pedagang pengecer di pasar tradisional membeli ayam dalam kondisi hidup, sehingga pengecer juga berperan sebagai pemotong ayam. Fungsi-fungsi Pemasaran Proses pemasaran memiliki fungsi yang harus dilakukan oleh produsen dan pelaku agribisnis. Fungsi-fungsi pemasaran meliputi fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran adalah tindakan memperlancar pemindahan hak milik barang atau jasa (pembelian dan penjualan). Fungsi fisik adalah tindakan penanganan, pemindahan, dan perubahan fisik komoditi (penyimpanan, transportasi, dan pengolahan). Fungsi fasilitas yaitu mempermudah fungsi pertukaran dan fungsi fisik (penanggungan resiko dan penggolongan) (Kohls dan Uhls, 1985). Fungsi pertukaran dalam pemasaran meliputi kegiatan yang menyangkut pengalihan kepemilikan dalam sistem pemasaran. Fungsi pertukaran ini terdiri dari fungsi penjualan dan pembelian. Fungsi fisik meliputi kegiatan-kegiatan yang secara langsung diperlakukan terhadap komoditi, sehingga komoditi tersebut mengalami tambahan guna tempat dan guna waktu. Berdasarkan definisi fungsi fisik di atas, maka fungsi fisik ini meliputi pengangkutan dan penyimpanan. Fungsi penyedia fasilitas, pada hakekatnya adalah untuk memperlancar fungsi pertukaran dan fungsi fisik, meliputi standarisasi, penanggungan resiko, informasi harga, dan penyediaan dana (Sudiyono, 2002). Menurut penelitian Sulvadewi (2000), fungsi-fungsi pemasaran ayam broiler di Kebupaten Kuningan belum dilaksanakan dengan baik oleh masingmasing lembaga pemasaran terutama fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Penyimpanan yang dilakukan oleh pedagang pengecer masih sederhana, tidak ada standarisasi dalam pembelian dan penjualan serta pengolahan ayam tanpa memperhatikan sanitasinya. Fungsi fasilitas juga belum berjalan dengan baik,

24 kurangnya peranan yang diberikan oleh PINSAR (Pusat Informasi Pasar) kepada lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat. Marjin dan Nilai Tambah Pemasaran Sudiyono (2002) mendefinisikan marjin dengan dua cara. Pertama, marjin pemasaran merupakan perbedaan antara harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima produsen. Kedua, marjin pemasaran merupakan biaya dari jasa-jasa pemasaran yang dibutuhkan sebagai akibat permintaan dan penawaran dari jasa-jasa pemasaran. Komponen marjin pemasaran terdiri dari biaya-biaya pemasaran untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran (biaya pemasaran atau biaya fungsional) dan keuntungan lembaga pemasaran. Marjin pemasaran merupakan perbedaan antara nilai rupiah yang dibayarkan konsumen dengan nilai rupiah yang diterima oleh produsen. Marjin pemasaran adalah nilai dari semua aktifitas penambahan kegunaan dan fungsi yang dibentuk oleh pemasaran. Nilai ini meliputi pengeluaran biaya pelaksanaan fungsi pemasaran dan juga keuntungan yang diperoleh dari pemasaran (Kohls dan Uhls, 2002). Menurut penelitian Ibniyah (2002) marjin pemasaran yang diciptakan oleh pedagang pengumpul di saluran pemasaran PT. Nurasto Ageng Kota Depok sebesar Rp per kilogram dengan keuntungan yang diperoleh sebesar Rp per kilogram. Marjin pemasaran yang diciptakan oleh pedagang pengecer sebesar Rp per kilogram dengan keuntungan yang diperoleh sebesar Rp ,87 per kilogram. Hayami et al. (1987) mendefinisikan nilai tambah sebagai selisih antara nilai tambah komoditi yang mendapat perlakuan pada tahap tertentu dengan nilai korbanan yang digunakan selama proses berlangsung. Ada dua cara untuk menghitung nilai tambah, yaitu nilai tambah untuk pengolahan dan nilai tambah untuk pemasaran. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tambah dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu faktor teknis dan faktor pasar. Faktor teknis yang berpengaruh adalah harga output, upah tenaga kerja, harga bahan baku, dan harga input lain. Komponen dari nilai tambah yaitu faktor konversi, yang menunjukkan banyaknya output yang dihasilkan dari satu-satuan input, faktor koefisien tenaga

25 kerja yang menunjukkan banyaknya tenaga kerja yang diperlukan untuk mengolah satu-satuan input, dan nilai produk yang menunjukkan nilai output perusahaan input. Tujuan analisis nilai tambah yaitu menaksir balas jasa yang diterima para pelaku sistem komoditas dan mengukur kesempatan usaha yang diciptakan sistem komoditas (Hayami et al., 1987). Menurut Choer (2005) dalam penelitiannya mengenai nilai tambah pemasaran ayam broiler di Pancoranmas Kota Depok menyimpulkan bahwa komponen utama pembentuk biaya produksi meliputi bahan baku, sumbangan input lain, tenaga kerja, dan keuntungan untuk masing-masing komponen utama yang digunakan. Nilai tambah pemasaran yang diperoleh pedagang ayam goreng fast food merupakan nilai yang terbesar dibandingkan dengan pedagang pengumpul, pemotong, dan pengecer. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di 3 pasar (pasar besar, sedang, dan kecil) yang berada di Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Penelitian ini berlangsung pada bulan Januari Februari Populasi dan Sampel Populasi pada penelitian ini adalah berjumlah 15 orang,terdiri dari 9 orang pedagang pengecer, 4 orang pedagang pemotong dan 2 orang pedagang pengumpul. Metode pengambilan sampel pedagang pengecer yaitu secara accidental dengan menggunakan kriteria bersedia diwawancara dan mampu memberikan informasi dengan baik. Pengambilan sampel pedagang pemotong dan pedagang pengumpul dilakukan dengan cara mengikuti rantai pemasaran. Sampel pasar dikategorikan berdasakan jenis pasar. Berdasarkan ketagori tersebut, sampel pasar terbagi menjadi tiga jenis pasar yaitu pasar besar (Cibinong), pasar sedang (Leuwiliang) dan pasar kecil (Ciampea). Sampel pedagang pengecer yang digunakan sebanyak 9 responden terdiri dari 3 pedagang pengecer pada setiap pasar. Pada masing-masing pasar diambil 3 pedagang pengecer yaitu 1 orang pedagang pengecer besar, 1 orang pedagang

26 pengecer sedang dan 1 orang pedagang pengecer kecil. Sampel pedagang pengecer dikategorikan berdasarkan volume penjualan. Desain Penelitian Penelitian ini didesain sebagai penelitian deskriptif berupa survey yaitu dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Effendi, 1986). Data dan Instrumentasi Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan dan wawancara dengan sampel pedagang pengecer, pedagang pemotong, dan pedagang pengumpul. Data sekunder diperoleh dari instansi-instansi yang terkait, studi pustaka, dan literaturliteratur yang relevan dengan penelitian. Pengumpulan data Data primer dan sekunder dikumpulkan pada saat penelitian berlangsung. Data-data primer dikumpulkan dengan menggunakan teknik pengamatan dan wawancara secara langsung dengan responden. Data-data sekunder dikumpulkan dari Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, PD Pasar Tohaga, serta instansi lain yang terkait dengan penelitian. Analisis Data Analisis Deskriptif Analisis deskriptif digunakan untuk : a. Mengetahui karakteristik lembaga pemasaran b. Mengetahui saluran pemasaran c. Mengetahui fungsi-fungsi pemsaran Analisis Nilai Tambah Metode analisis niali tambah yang digunakan adalah metode Hayami et al (1987). Metode ini merupakan analisis nilai tambah yang sering digunakan untuk komoditas pertanian termasuk sector peternakan yang ada didalamnya. Analisis nilai tambah pemasaran ayam broiler akan menghasilkan informasi atau keluaran antara lain:

27 1. Nilai tambah (Rp) 2. Rasio nilai tambah (%), menunjukan persentase nilai tambah produk. 3. Balas jasa tenaga kerja (Rp), menunjukan upah yang diterima tenaga kerja langsung untuk memperoleh satu satuan bahan baku. 4. Bagian tenaga kerja (%), menunjukan persentase imbalan tenaga kerja dari nilai tambah. 5. Keuntungan (Rp), menunjukan bagian yang diterima pemilik faktor produksi karena menanggung resiko usaha. 6. Tingkat keuntungan (%), menunjukan persentase keuntungan terhadap nilai tambah. 7. Marjin menunjukan besarnya kontribusi pemilik faktor produksi selain bahan baku yang digunakan dalam proses produksi. Langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisis nilai tambah: (1) membuat arus komoditi, (2) mengidentifikasi setiap transaksi yang terjadi, (3) memilih dasar perhitungan. Perhitungan nilai tambah produk dengan metode Hayami et al. (1987) dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Perhitungan Nilai Tambah Produk Variabel Nilai Output, Input dan Harga 1. Output (ekor/hari) A 2. Bahan baku (ekor/hari) B 3. Tenaga kerja (HKP/hari) C 4. Faktor konversi (1:2) D=A/B 5. Koefisien tenaga kerja (3:2) E=C/B 6. Harga output (Rp/kg) F 7. Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/HKP) G Pendapatan dan Keuntungan 8. Harga bahan baku (Rp/ekor) H 9. Harga input lain (Rp/ekor) I 10. Nilai output (4x6) J=DxF 11. A. Nilai tambah (10-8-9) K=J-H-I B. Rasio nilai tambah {(11A:10)x100%} L%=K/Jx100%

28 12. A. Imbalan tenaga kerja (5x7) M=ExG B. Bagian tenaga kerja {(12A:11A)x100%} N%=M/Kx100% 13. A. Keuntungan (11A-12A) O=K-M B. Tingkat keuntungan {(13A:10)x100%} P%=O/Jx100% Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi 14. Marjin (10-8) Q=J-H A. Pendapatan tenaga kerja R%=M/Qx100% B. Sumbangan input lain S%=1/Qx100% C. Keuntungan perusahaan T%=O/Qx100% Sumber : Hayami et al. (1987) Definisi Istilah 1. Ayam ras pedaging adalah jenis ayam hasil pemuliabiakan peternakan yang memiliki mutu genetik yang tinggi dan karakteristik ekonomi dengan ciri khas pertumbuhan yang cepat, sebagai penghasil daging. 2. Karkas adalah ayam yang telah disembelih dan dikurangi bagian-bagian tertentu, seperti darah, bulu, kaki, leher, dan organ dalam. 3. Lembaga pemasaran adalah badan usaha atau individu yang menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan produk ayam dari produsen kepada konsumen akhir serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu lainnya. 4. Pedagang pengumpul adalah salah satu lembaga pemasaran yang membeli produk langsung dari peternak, yang kemudian mejualnya kembali dalam bentuk ayam hidup atau karkas. 5. Pedagang pemotong adalah salah satu lembaga pemasaran yang membeli produk ayam dalam bentuk ayam hidup dari pedagang pengumpul, yang kemudian mejualnya kembali dalam bentuk karkas.

29 6. Pedagang pengecer adalah lembaga pemasaran yang membeli produk ayam dari pedagang pengumpul atau pedagang pemotong, yang kemudian mejualnya langsung kepada konsumen akhir. 7. Saluran pemasaran rangkaian jalur (terdiri dari lembaga-lembaga pemasaran) yang dilalui produk ayam hingga produk tersebut sampai ke tangan konsumen akhir. 8. Fungsi pemasaran kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh lembagalembaga pemasaran dalam memasarkan produk ayam, hingga produk tersebut sampai ke tangan konsumen. 9. Marjin pemasaran perbedaan antara nilai rupiah produk ayam yang dibayarkan konsumen dengan nilai rupiah yang diterima oleh produsen atau perbedaan nilai rupiah produk ayam pada setiap tingkatan lembaga pemasaran. 10. Nilai tambah adalah selisih antara nilai tambah komoditi yang mendapat perlakuan pada tahap tertentu dengan nilai kobanan yang digunakan selama proses berlangsung. GAMBARAN UMUM LOKASI Secara geografis Kabupaten Bogor terletak di antara 6,19º - 6,47º Lintang Selatan (LS) dan 106º - 107º Bujur Timur (BT). Kedudukan Kabupaten Bogor mengelilingi Kota Bogor serta lokasinya sangat dekat dengan Ibukota Negara, merupakan potensi yang strategis bagi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi dan jasa, pusat kegiatan nasional untuk industri, perdagangan, transportasi, komunikasi, dan pariwisata. Kabupaten Bogor adalah sebuah kabupaten yang berada di wilayah administratif Propinsi Jawa Barat, yang letaknya tidak jauh dari pusat pemerintahan Indonesia. Kabupaten yang memiliki luas 2.371,21 km² ini dihuni oleh jiwa dengan kepadatan per km² jiwa/km² yang tersebar di 3 wilayah (Timur, tengah, barat) dan 40 kecamatan, kecamatan-kecamatan tersebut dibagi atas sejumlah desa dan kelurahan. Pusat pemerintahan Kabupaten Bogor berada di sebelah utara kota Bogor. Kabupaten ini berbatasan dengan:

30 Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Tangerang, Kota Depok, Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Karawang. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Cianjur Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak (Banten) Adapun Daftar Wilayah dan Kecamatan di Kabupaten Bogor adalah: 1. Wilayah Timur Kecamatan Gunung Putri, Kecamatan Cileungsi, Kecamatan Klapanunggal, Kecamatan Sukamakmur, Kecamatan Cariu, Kecamatan Tanjungsari. 2. Wilayah Tengah Kecamatan Gunung Sindur, Kecamatan Parung, Kecamatan Ciseeng, Kecamatan Kemang, Kecamatan Rancabungur, Kecamatan Bojong Gede, Kecamatan Tajur Halang, Kecamatan Cibinong, Kecamatan Sukaraja, Kecamatan Dramaga, Kecamatan Cijeruk, Kecamatan Cigombong, Kecamatan Caringin, Kecamatan Ciawi, Kecamatan Megamendung, Kecamatan Cisarua, Kecamatan Citeureup, Kecamatan Babakan Madang, Kecamatan Ciomas, Kecamatan Tamansari. 3. Wilayah Barat: Kecamatan Jasinga, Kecamatan Parung Panjang, Kecamatan Tenjo, Kecamatan Cigudeg, Kecamatan Sukajaya, Kecamatan Nanggung, Kecamatan Leuwiliang, Kecamatan Leuwisadeng, Kecamatan Cibungbulang, Kecamatan Ciampea, Kecamatan Pamijahan, Kecamatan Rumpin, Kecamatan Tenjolaya. Kabupaten Bogor mempunyai rata-rata ketinggian minimum 190 m dan maksimum 330 m dari permukaan laut. Kondisi iklim di Kabupaten Bogor adalah: suhu rata-rata tiap bulan 26ºC dengan suhu terendah 21,8ºC dan suhu

31 tertinggi 30,4ºC. Kelembaban udara 70%, curah hujan rata-rata setiap tahun sekitar mm dengan curah hujan terbesar pada bulan Desember dan Januari. Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kabupaten Bogor menunjukan peningkatan pada setiap tahun, yaitu 4,81% (tahun 2003, kemudian meningkat menjadi 5,56% (pasa tahun 2004), 5,85% (pada tahun 2005), 5,95% (pada tahun 2006) dan terakhir mencapai 6,04% pada tahun Kondisi ini menunjukan bahwa telah terjadi perkembangan ekonomi yang menggembirakam selama lima tahun terakhir. Pergerakan ekonomi Kabupaten Bogor menurut nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Bogor tahun 2007 yaitu mencapai Rp. 51,83 triliun dan tingkat pendapatan per kapita penduduk Kabupaten Bogor yang dihitung dari nilai PDRB per kapita menurut harga berlaku yaitu sebesar Rp ,150/kapita/tahun Perusahaan Daerah Pasar Tohaga (PD Pasar Tohaga) merupakan salah satu badan Usaha Milik Negara Kabupaten Bogor yang bergerak dibidang perpasaran. PD Pasar Tohaga mengelola 24 pasar yang dibagi menjadi 3 kelas (besar, sedang dan kecil). Pasar-pasar tersebut adalah Cileungsi, Cibinong, Citereup I, Parung, Citereup II, Jonggol, Cisarua, Parung panjang, Leuwiliang, Laladon, Ciawi, Ciampea, Cariu, Ciluar, Jasinga, Cigombong, Cicangkal, Citayam, Cigudeg, Ciseeng, Parungpung, Nanggung, Cikereteg, Cimayang. Penelitian ini dilaksanakan di tiga pasar yang di kelola perusahaan Daerah Pasar Tohaga, yaitu Pasar Cibinong (pasar besar), Pasar Leuwiliang (pasar sedang) dan Pasar Ciampea (pasar kecil). Pasar Cibinong Pasar Cibinong dibangun pada tahun 1980, terletak di Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Pasar Cibinong beroperasi 24 jam setiap harinya. Pasar Cibinong berdiri di atas lahan seluas ± m² dengan jumlah kios sebanyak 650 buah dan los sebanyak 680 buah. Pasar Cibinong merupakan salah satu pasar besar yang ada di Kabupaten Bogor. Pasar Cibinong memiliki beberapa fasilitas diantaranya yaitu kantor pasar, MCK, areal parkir, musholla, dan TPS. Pasar Leuwiliang

32 Pasar Leuwiliang terletak di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Pasar Leuwiliang diremajakan pada tahun 2002 (tahap satu), tahun 2003 (tahap dua), dan diresmikan pada bulan juli tahun Pasar Leuwiliang memiliki luas areal ± m² dan luas bangunan ± m² dengan jumlah kios sebanyak 591 buah dan los sebanyak 640 buah. Pasar Leuwiliang memiliki 3 lantai yang dibagi menjadi empat blok yaitu blok A, blok B, blok C, dan blok D, sarana yang dimiliki yaitu kantor pasar, musholla, MCK, dan areal parkir. Pasar Ciampea Pasar Ciampea terletak di Kecamatan Ciampea. Kabupaten Bogor. Pasar Ciampea memiliki luas areal ± 6000 m² dengan jumlah kios sebanyak 250 unit tetapi yang buka hanya sejumlah 180 unit, sedangkan los berjumlah 132 unit tetapi yang buka hanya 35 unit. Jumlah pedagang kaki lima yaitu sekitar 188 unit auning/tenda tetapi yang buka hanya sejumlah 170 unit. Saat ini pasar Ciampea sedang dalam tahap relokasi, letak pasar yang menyatu dengan terminal dianggap sebagai salah satu penyebab terjadinya kemacetan di wilayah tersebut. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Jenis Kelamin Responden yang terlibat dalam pemasaran ayam memiliki jenis kelamin yang berbeda, namun pada setiap lembaga pemasaran didominasi oleh jenis kelamin laki-laki. Seperti yang terlihat pada Tabel 2, jumlah tenaga kerja yang berjenis kelamin perempuan hanya 1 orang yaitu pada pedagang pengecer sedangkan pada pedagang pengumpul dan pedagang pemotong semua responden berjenis kelamin laki-laki. Banyaknya jumlah tenaga kerja laki-laki menunjukan bahwa dalam usaha ini sangat berhubungan dengan aktifitas fisik yang sangat menguras tenaga. Tabel 2. Jenis Kelamin Responden

33 Jenis Kelamin Pengumpul Pemotong Pengecer jumlah % jumlah % jumlah % Laki-laki ,88 Perempuan ,11 Jumlah Sumber : Data Primer diolah (2008) Umur Sebaran umur responden berada pada kisaran umur produktif yaitu berkisar antara 20 tahun sampai dengan 55 tahun. Pada Tabel 3 dapat diterangkan bahwa semua pedagang pengumpul berumur antara tahun, pedagang pemotong berumur berjumlah 1 (25%) orang dan yang berumur berjumlah 3 orang (75%), dan pedagang pengecer yang berumur tahun berjumlah 6 orang (66,67%), berumur tahun sebanyak 1 orang (11,111%), dan yang berumur antara tahun berjumlah 2 orang atau sebesar 22,22%. Tabel 3. Usia Responden Pemasaran Ayam Ras Pedaging Umur Pengumpul Pemotong Pengecer jumlah % jumlah % jumlah % , , ,22 Jumlah Sumber : Data Primer diolah (2008) Tingkat Pendidikan Tabel 4 dapat terlihat bahwa tingkat pendidikan responden minimal pernah bersekolah SD. Semua pedagang pengumpul hanya berpendidikan Sekolah dasar (100%), Pedagang pemotong yang berpendidikan SD berjumlah 1 orang (25%),

34 SMA 1 orang (25%), dan perguruan Tinggi berjunlah 2 orang (50%), pedagang pengecer yang berpendidikan SD sebanayak 2 orang (22.222%), SMP mendominasi yaitu sebesar 55.55% atau sebanyak 5 orang, SMA berjumlah 1 orang (11.111%), dan perguruan tinggi berjumlah 1 orang (11.111%). Tabel 4. Tingkat Pendidikan Responden Pemasaran Ayam Ras Pedaging Pendidikan Pengumpul Pemotong Pengecer jumlah % jumlah % jumlah % Tidak tamat SD SD ,22 SMP ,55 SMU ,11 PT ,11 Jumlah Sumber : Data Primer diolah (2008) Lama Usaha Lama usaha yang dijalankan oleh lembaga pemasaran cukup berpariasi, pada pedagang pengecer sebagian besar telah menjalankan usaha berkisar antara 1 sampai dengan 5 tahun atau sebesar 77.77%, pedagang pemotong sebagian besar telah menjalankan usaha berkisar antara 6 15 tahun atau sebesar 75%, dan pedagang pengumpul telah melakukan usaha berkisar 1 5 tahun sebesar 50% dan 6 15 tahun sebesar 50%. Tabel 5. Lama Usaha Responden Pemasaran Ayam Ras Pedaging Lama Usaha (Tahun) Pengumpul Pemotong Pengecer jumlah % jumlah % jumlah % , ,11

35 ,11 Jumlah Sumber : Data Primer diolah (2008) Jumlah Tenaga Kerja Tenaga kerja yang terlibat dalam masing-masing lembaga pemasaran sebagian besar diambil dari keluarga dan dari kerabat di tempat asal mereka. Pedagang pemgumpul mempunyai tenaga kerja berkisar antara 1 sampai dengan 5 orang, pedagang pengecer mempunyai tenaga kerja 1-5 orang (100%), demikian juga dengan pedagang pemotong. Tabel 6. Jumlah Tenaga Kerja Responden Pemasaran Ayam Ras Pedaging Jumlah Tenaga Kerja (Orang) Pengumpul Pemotong Pengecer jumlah % jumlah % jumlah % Jumlah Fungsi-Fungsi Pemasaran Fungsi Pertukaran Pembelian ayam dilakukan oleh pedagang pengumpul dan sebagian besar pedagang pemotong pada peternakan inti. Harga yang diterima yaitu antara Rp Rp per kilogram ayam hidup (pada saat penelitian). Pengumpul yang telah mendapatkan ayam melakukan penjualan ke tempat pemotongan ayam yang telah menjadi langganan, pedagang pengecer dan konsumen secara langsung, Pedagang pemotong yang telah melakukan pembelian ayam dari pengumpul maupun peternak inti selanjutnya melakukan pengolahan ayam agar siap untuk dijual di pasar tradisional dalam bentuk karkas. Harga rata-rata yang diterima pemotong dari peternak yaitu Rp / kilogram ayam hidup.

36 Pedagang pemotong kemudian menjual ayam pada pengecer, dan terkadang langsung menjual pada konsumen secara langsung. Pedagang pengecer yang telah melakukan pembelian ayam berupa karkas dari pedagang pemotong selanjutnya menjual karkas tersebut pada konsumen langsung dengan tujuan yang beraneka ragam, ada yang membeli untuk berjualan di warung-warung, berjualan di Rumah makan dsb. Harga yang diterima oleh pedagang pengecer dari pemotong yaitu berkisar antara Rp Rp /kg. dan harga yang diterima konsumen yaitu sebesar Rp /kg. Fungsi Fisik Fungsi fisik yaitu berupa pemotongan dilakukan oleh pedagang pemotong melalui tahapan penyembelihan ayam. Ayam broiler yang sampai ke tangan konsumen mengalami proses pengolahan lebih lanjut. Karkas ayam diperoleh dari pemotongan yang dilakukan untuk mengeluarkan darah serta jeroan dan pencabutan bulu. Pada proses penyembelihan, pemotong mengapit kedua sayap dan kepala dengan tangan kiri, kemudian ucapan Basmallah diucapkan kemudian leher ayam disembelih lalu dilempar ke dalam bak penampungan dan dibiarkan bertumpuk. Proses ini biasanya berlangsung pada tengah malam hingga menjelang waktu subuh, yaitu pukul WIB. Proses pencelupan kedalam air panas dilakukan untuk memudahkan pencabutan bulu. Ayam yang telah disembelih kemudian diambil 3-5 ekor pada tumpukan terbawah yang darahnya telah keluar habis. Ayam kemudian dicelupkan ke dalam kuali yang berisi air panas yang bersuhu 52,22-55,55 celcius diatas kompor yang menyala selama beberapa menit (2-3 menit) lalu diangkat. Ayam yang telah dicelupkan ke dalam air panas kemudian dicabuti bulunya secara manual sampai terlihat bersih. Pembersihan bulu-bulu halus menggunakan bantuan air bersih. Ayam yang telah dibersihkan semuanya dari bulu lalu diambil isi perutnya, bagian kloaka antara tulang dada disobek dengan menggunakan pisau, kemudian tangan kanan masuk ke dalam rongga perut untuk mengeluarkan isi perut. Karkas dan isi perut yang telah didapatkan dikumpulkan secara terpisah. Karkas dikumpulkan dalam drum plastik berisi air dingin yang bersih dan jeroan dikumpulkan pada tempat yang berbeda.

37 Pengemasan jeroan berupa usus, ginjal. hati, rempela, dicuci dan dibersihkan dari kotoran yang melekat. Pengemasan untuk konsumen diperlukan kantong plastic, kemudian dipasarkan, ayam dapat dipasarkan di los-los atau kios di pasar. Fungsi Fasilitas Fungsi ini sangat berkaitan erat dengan penanggungan resiko dan penggolongan produk ayam ras pedaging. Resiko yang diterima lembaga pemasaran terbagi dalam dua golongan yaitu resiko fisik dan resiko pasar. Resiko fisik berupa kerusakan karkas dan tingkat kematian ayam. Resiko pasar merupakan resiko yang sulit ditangani lembaga pemasaran. Resiko ini berupa penurunan permintaan, banyaknya pesaing dan kenaikan bahan baku utama dan bahan penolong. Saluran Pemasaran Ayam Ras Pedaging Ayam broiler yang dijual hingga sampai ke tangan konsumen memerlukan lembaga-lembaga pemasaran yang dilibatkan. Lembaga pemasaran tersebut melibatkan pedagang pengumpul, pedagang pengecer, dan pemotong. Saluran pemasaran ayam ras pedaging di pasar yang ada di Kabupaten Bogor adalah sebagai berikut : 1. Peternak pedagang pengumpul pemotong konsumen 2. Peternak pedagang pengumpul pemotong pengecer konsumen 3. Peternak pemotong pengecer konsumen 4. Peternak pemotong konsumen Secara sistematis dapat dilihat pada Gambar 2. 25% Pengumpul Peternak Pengecer di pasar 100% 100% Konsumen Pemotong

38 75% 75% 25% Keterangan : Produk Ayam Hidup Produk Karkas Tidak diteliti Bobot Hidup 1,3 kg/ekor Gambar 2. Saluran Pemasaran Ayam Ras Pedaging di Kabupaten Bogor Secara umum terdapat empat saluran pemasaran ayam ras pedaging. Pada saluran pertama (peternak, pengumpul, pemotong dan konsumen), pemotong mendapatkan bahan baku ayam hidup dari pedagang pengumpul dan kemudian konsumen membeli bahan baku dalam bentuk karkas langsung dari pedagang pemotong. Pedagang pengecer membeli produk dalam kondisi yang sudah terpotong dari pedagang pemotong pada saluran kedua (peternak, pengumpul, pemotong, pengecer, dan konsumen). Pedagang pemotong membeli bahan baku ayam hidup kepada peternak secara langsung pada saluran ketiga (peternak, pemotong, pengecer, konsumen),dan pada saluran keempat pemotong memperoleh ayam hidup langsung dari peternak kemudian konsumen memperoleh ayam dalam bentuk karkas dari pemotong. (peternak, pemotong, dan konsumen). Pedagang pengumpul menjual dalam bentuk ayam hidup ke pedagang pemotong secara keseluruhan atau sebesar 100%. Pada saluran kedua semua pedagang pengecer menjual ayam dalam bentuk karkas secara keseluruhan kepada konsumen (100%). Pada saluran ketiga pedagang pemotong memperoleh ayam hidup langsung dari peternak sebesar 75%, dan pada saluran ke empat pemotong melakukan penjualan lengsung ke konsumen sebanyak 25% dari jumlah keseluruhannya. Lembaga Pemasaran Ayam Ras pedaging Lembaga pemasaran yang terlibat dalam penyaluran ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor yaitu pedagang pengumpul, pedagang pemotong dan pedagang

39 pengecer. Masing masing lembaga pemasaran dapat dengan secara bebas melakukan pembelian dan penjualan produknya kemanapun hal ini dikarenakan tidak adanya perjanjian yang resmi dari masing-masing lembaga pemasaran yang terkait. Walaupun demikian, beberapa lembaga pemasaran mempunyai hubungan yang sangat baik dengan pihak pemasoknya, sehingga menimbulkan keterkaitan yang erat satu sama lain. Pedagang Pengumpul Pedagang pengumpul mendapatkan ayam dari para peternak yang berada di wilayah Kabupaten Bogor. Setiap harinya pedagang pengumpul mampu mengangkat 400 hingga 700 ekor ayam hidup dengan harga berkisar antara Rp Rp /ekor. Tenaga kerja yang dipekerjakan oleh pedagang pengumpul berjumlah antara 3 sampai dengan 5 orang dengan lama bekerja antara 7 sampai dengan 8 jam perhari atau sekitar 2,25HKP sampai dengan 3,75 HKP. Semua tenaga kerja berjenis kelamin laki-laki dengan pembagian kerja antara lain supir, tenaga bongkar muat dan penimbangan, dan sebagian pengantar. Pedagang pengumpul menjual produk mereka dalam kondisi ayam masih hidup kepada pedagang pemotong dan pedagang pengecer pasar tradisional. Harga jual di tingkat pedagang pengumpul yaitu sekitar Rp perkilogram ayam hidup. Penetapan harga penjualan dapat berubah-ubah tergantung dari harga ayam di tingkat peternak dan biaya pemasaran yang dikeluarkan. Pedagang pemotong Bahan baku utama pedagang pemotong adalah ayam hidup yang diperoleh dari pedagang pengumpul dan peternak langsung dengan harga berkisar antara Rp sampai Rp per kilogram ayam hidup. Jumlah ayam yang dapat dipotong berkisar antara 350 sampai 700 ekor per harinya. Pedagang pemotong melakukan pemotongan di rumah mereka, tidak di pasar tradisional. Pedagang pemotong menggunakan tenaga kerja 2 sampai 3 orang dengan pembagian kerja antara lain supir, tenaga bongkar muat dan penimbangan, pemotongan dan sebagian pengantar. Pedagang pemotong menjual karkasnya kepada pedagang pengecer, tetapi mereka juga menjualnya langsung kepada konsumen. Harga jual karkas di tingkat pemotong berkisar antara Rp

40 sampai Rp per ekor. Pedagang pemotong juga menjual jeroan, antara lain hati, rempela, jantung, dan usus ditambah pula dengan kaki dan kepala. Pedagang pemotong menjual terpisah karkas dan jeroannya. Pedagang pengecer Pedagang pengecer adalah mereka yang berjualan karkas dan jeroan ayam ras pedaging di pasar tradisional. Harga yang diterima oleh pedagang pengecer dari pedagang pemotong yaitu sebesar Rp sampai dengan Rp Kisaran harga jeroan antara lain, hati, rempela dan jantung seharga Rp. 530,4 per ekor, usus Rp. 242,4 sampai Rp.315 per ekor, kaki dan kepala Rp.427 dan Rp. 202,8 per ekor. Setiap harinya rata-rata pedagang penegecer sanggup menjual 40 ekor sampai 250 ekor, dengan bobot hidup rata-rata sebesar 1,3 kg/ekor. Pedagang pengecer menjual produknya dengan menggunakan sarana berupa los atau kios di pasar tradisional. Harga jual untuk 1 ekor ayam bervariasi tergantung bobot ayam namun bobot rata-rata sekitar 1,3 kg dengan harga per kg sebesar Rp jadi sekitar Rp per ekor. Tenaga kerja yang dipekerjakan oleh pedagang pengecer yaitu sebesar HKP per hari. Nilai ini diperoleh dari pengalian antara koefisien teknis dengan tenaga kerja langsung. Tenaga kerja ini bertugas melayani konsumen yang melakukan pembelian. Analisis Nilai Tambah Pemasaran Ayam Ras Pedaging Analisis nilai tambah dilakukan pada periode produksi rata-rata satu bulan yaitu bulan Februari Dasar perhitungan nilai tambah menggunakan satuan kilogram bahan baku ayam ras pedaging. Perhitungan dalam analiis ini dilakukan untuk membandingkan setiap lembaga pemasaran ayam ras pedaging

41 output ayam dalam bentuk karkas memiliki bobot 75%: hati 1,9%: rempela 1,6%: usus 3,03%: kaki 4,7% dan kepala 2,6% dari bobot hidup (Rasyaf, 1995). Analisis nilai tambah dilakukan untuk mengetahui besarnya nilai tambah pemasaran ayam ras pedaging dan juga untuk melihat distribusi margin yang diperoleh dari pemanfaatan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam aktivitas pemasaran dengan menggunakan analisis Hayami et al. (1987). Analisis nilai tambah terdiri dari beberapa komponen utama pembentuk biaya produksi yang meliputi bahan baku, sumbangan input lain, tenaga kerja, dan keuntungan untuk masing-masing komponen utama yang digunakan. Nilai faktor konversi dihitung berdasarkan pembagian antara nilai output yang dihasilkan dengan nilai input yang digunakan, Nilai faktor konversi yang dihasilkan dari pemasaran ayam bernilai satu yang berarti bahwa perhitungan satuan penjualan dan pembelian menggunakan satuan ekor ayam. Perhitungan dengan menggunakan satuan ekor ayam untuk memudahkan skala produksi tiap harinya. Tingkat haga output merupakan rata-rata penjualan setiap harinya. Harga output pada pedagang pemotong sebesar Rp /ekor. Nilai output ini jauh lebih besar jika di bandingkan dengan harga output yang diperoleh oleh pedagang pengumpul yaitu sebesar Rp /ekor (Tabel 2).Perbedaan ini dikarenakan pada pedagang pemotong ayam yang dijual sudah berupa karkas sebagaimana kita ketahui ayam dalam bentuk karkas sudah mengalami penambahan kegunaan yang dihasilkan dari korbanan biaya yang telah dikeluarkan. Karkas ayam dijual kepada pengecer dengan harga sebesar Rp Tingkat harga output pada pedagang pengecer yaitu sebesar Rp Sumbangan terhadap input lain pada pedagang pemotong yaitu sebesar Rp. 355,34 per ekor, harga input lain ini jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan harga input lain pada pedagang pengumpul yaitu sebesar Rp. 1122,44 per ekor. Input lain ini terdiri dari biaya pengangkutan, retribusi, penyusutan, kemasan, listrik, minyak tanah, transportasi dan komunikasi. Besarnya sumbangan input lain pada pedagang pengecer adalah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk pengangkutan, retribusi, penerangan pasar, kemasan plastik dan biaya akomodasi.

42 Jumlah biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengecer yaitu sebesar Rp per ekor.

43 Tabel 7. Analisis Nilai Tambah Pemasaran Ayam Broiler pada Pengecer, Pengumpul, dan Pemotong Variabel Output, Input dan Harga 1 Output (ekor/hari) 2 Bahan baku (ekor/hari) 3 Tenaga kerja (HKP/hari) 4 Faktor konversi 5 Koefisien tenaga kerja 6 Harga output (Rp/ekor) 7 Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/HKP) Pendapatan dan Keuntungan 8 Harga bahan baku (Rp/kg) 9 Harga input lain (Rp/kg) 10 Nilai output 11 A. Nilai tambah Pengecer Pemotong Pengumpul ,88 2,19 3, ,012 0,0045 0, , , ,36 355, , , , ,56 B. Rasio nilai tambah 12 A. Imbalan tenaga kerja B. Bagian tenaga kerja 13 A. Keuntungan B. Tingkat keuntungan Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi 14 Marjin A. Pendapatan tenaga kerja (%) B. Sumbangan input lain (%) C. Keuntungan perusahaan (%) 16,95 24,73 16,06 147,69 83,33 327,27 5,22 2,14 15, , , ,29 16,13 24,2 13, ,22 1, ,84 8, ,94 89,67 55,39

44 Tenaga kerja yang dipekerjakan oleh lembaga pemasaran ayam ras pedaging adalah renaga kerja langsung. Perhitungan hari kerja produktif (HKP) di peroleh dengan cara membagi jumlah jam kerja dengan hari kerja (satu hari kerja yang digunakan dalam penelitian ini adalah 8 jam) dan dikalikan dengan faktor konversi 1 untuk la ki-laki dan 0,8 untuk tenaga kerja perempuan. Koefisien tenaga kerja pada pedagang pemotong di peroleh nilai sebesar HKP/ekor yang artinya setiap satu ekor ayam membutuhkan waktu selama 0,036 jam/ekor atau 2,16 menit untuk melakukan pemotongan dengan waktu maksimal. Koefisien tenaga kerja pada pedagang pengumpul yaitu sebesar 0,055 HKP/ekor yang berarti bahwa waktu yang diperlukan untuk menangani satu ekor ayam hidup yaitu selama 0,044 jam/ekor atau sekitar 2,64 menit, sedangkan koefisien tenaga kerja pada pedagang pengecer yaitu sebesar 0,012 HKP/ekor yang berarti bahwa waktu yang dibutuhkan untuk menangani satu ekor ayam yaitu selama 0,09 jam HKP/ekor tau selama 5,76 menit per ekor. Imbalan untuk tenaga kerja pedagang pemotong diperoleh sebesar Rp per ekor atau sebesar 2,14%dari nilai tambah penjualan karkas ayam., yang artinya setiap Rp.100 per ekor nilai tambah akan memberikan pendapatan tenaga kerja sebesar Rp. 5,4 per ekor. Imbalan untuk tenaga kerja pada pedagang pengumpul yaitu sebesar Rp. 327,27 dari setiap ekor ayam hidup, bagian tenaga kerja yang diperoleh yaitu sebesar 15,38% sedangkan imbalan tenaga kerja yang diperoleh pedagang pengecer yaitu sebesar Rp. 147,68 atau sebesar 5,22% dari nilai tambah penjualan. Distribusi Nilai tambah Nilai tambah yang diperoleh pedagang pengecer yaitu sebesar Rp ,63 per ekor atau setara dengan 16,95% dari outputnya, artinya setiap Rp. 100 per ekor akan mengalami pertambahan nilai Rp. 16,95 per ekor dari nilai outputnya. Keuntungan yang diperoleh yaitu sebesar Rp ,95 per ekor atau sebesar 16,13%, keuntungan ini merupakan keuntungan bersih karena sudah dikurangi upah tenaga kerja. Pemotong memperoleh nilai tambah sebesar Rp ,62 per ekor atau sebesar 24,73% dari nilai output dan keuntungan yang diperoleh dari setiap bobot

45 ayam hidup yaitu sebesar Rp. 3811,29 per ekor atau sekitar 24,2 %. Pedagang pengumpul memperoleh nilai tambah sebesar Rp ,56 per ekor atau sekitar 15,38% dan keuntungan sebesar Rp.1.800,29 atau sebanding dengan 13,6%. Perbedaan besar kecilnya nilai tambah yang diperoleh setiap lembaga pemasaran dikarenakan harga produk rata-rata, harga input dan sumbangan input lain yang berbeda. Secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 3 dan 4.

46 Pengecer pengumpul Nilai Tambah Pendapatan Tenaga Kerja Keuntungan Gambar 3. Grafik Distribusi Nilai Tambah 16,95% 4,84%

47 Nilai Produk (pengecer) Rp Nilai Produk (pemotong) Rp Nilai Produk (pemotong) Rp Nilai tambah 2,5% Rp ,63 95,55% 80,55% 24,73% 2,14% Nilai tambah 2,25% Rp ,62 97,85% 73% 16% 15,38% Nilai tambah 8,47% Rp ,56 84,61% 75,47% Input lain Rp. 449,36 Bahan baku Rp Input lain Rp. 355,37 Bahan baku Rp Input lain Rp ,44 Bahan baku Rp Pend TK Rp. 147,68 Keuntungan Rp ,95 Pend TK Rp. 83,33 Keuntungan Rp ,29 Pend TK Rp. 327,27 Keuntungan Rp ,29 Gambar 4. Skema Distribusi Nilai Tambah Distribusi Margin

48 Nilai margin menunjukan pendapatan terhadap faktor-faktor produksi. Margin pemasaran yang diperoleh pedagang pengecer yaitu sebesar Rp per ekor. Perincian balas jasanya terhadap faktor-faktor produksi antara lain: 4,2% untuk pendapatan tenaga kerja; 12,84% untuk sumbangan input lain dan 82,94% untuk keuntungan yang diperoleh pedagang. Margin pemasaran yang diperoleh dari hasil pengolahan ayam hidup menjadi karkas pada pedagang pemotong yaitu sebesar Rp per ekor, balas jasa yang diterima oleh faktor produksi terhadap margin pemasaran adalah: 1,96% untuk pendapatan tenaga kerja; 8,36% untuk sumbangan input lain dan 89,68% merupakan keuntungan yang diperoleh pedagang pemotong dari hasil penjualan karkas ayam. Margin pemasaran yang diterima pedagang pengumpul yaitu sebesar Rp per ekor, dengan perincian balas jasa sebagai berikut: 10% untuk pendapatan tenaga kerja; 34,54% untuk sumbangan input lain yang terdiri dari transportasi dan biaya penyusutan keranjang; dan sebesar 55,40% untuk keuntungan yang diperoleh pedagang pengumpul. Secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6.

49 Pengecer Pengumpul Pend TK Input lain Keuntungan Gambar 5. Grafik Distribusi Margin Nilai Produk (pengecer) Rp Bahan baku Rp

50 (-) Margin Rp ,22% 82,94% 12,84% Pend TK Rp. 147,68 Keuntungan Rp ,95 Input lain Rp. 449,36 Bahan baku Rp Nilai Produk (pemotong) Rp Gambar. 6. Skema Distribusi Margin (-) (-) Margin Rp ,96% 89,68% 7,89% Bahan baku Rp Nilai Produk (pengumpul) Rp % 10% Margin Rp ,39% 34,53% Pend TK Rp. 83,33 Keuntungan Rp ,29 Input lain Rp. 449,36 Pend TK Rp. 327,27 Keuntungan Rp ,29 Input lain Rp ,44 KESIMPULAN Karakteristik responden lembaga pemasaran antara lain: jenis kelamin didominasi oleh laki-laki yaitu sebesar 93,33%, sedangkan perempuan hanya

51 sebesar 6,67%, Umur responden pada pedagang pengumpul berada antara umur tahun, pedagang pemotong sebagian besar berumur tahun dan pedagang pengecer berumur antara tahun,tingkat pendidikan pada pedagang pengumpul semua hanya berpendidikan SD, pedagang pemotong 50% berpendidikan sarjana, sedangkan pedagang pengecer didominasi oleh yang berpendidikan SMP, Lama usaha yang dijalankan oleh pedagang pengecer berkisar antara 1 5 tahun (77,78%), pedagang pemotong berkisar antara 6 15 tahun (75%) sedangkan untuk pedagang pengumpul 50% berkisar antar 1 5 tahun dan 50% berkisar antara 6 15 tahun. Secara umum terdapat empat saluran pemasaran, yaitu: 1) Peternak pedagang pengumpul pemotong konsumen, 2) Peternak pedagang pengumpul pemotong pengecer konsumen, 3) Peternak pemotong pengecer konsumen, 4) Peternak pemotong konsumen. Fungsi pertukaran dilakukan oleh semua lembaga pemasaran baik pedagang pengumpul, pedagang pemotong, dan pedagang pengecer. Fungsi fisik terutama pemotongan dilakukan oleh pedagang pemotong dan pengecer yang membeli input ayam hidup dari pengumpul. Nilai tambah terbesar diperoleh pedagang pemotong yaitu sebesar Rp ,63 per ekor, dan yang terkecil adalah nilai tambah pengecer yaitu sebesar Rp ,56 per ekor.

52 DAFTAR PUSTAKA Amrullah, I.K Nutrisi Ayam Broiler. Lembaga Satu Gunung Budi. Bogor. Basuki, H.H Analisis struktur pasar, perilaku pasar, dan marjin pemasaran pedagang pengecer daging ayam di pasar-pasar tradisional Kota Bogor. Skripsi. FakultasPeternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Boediono Ekonomi Mikro. Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No.1. Edisi ke 2. BPFE - Yogyakarta. Yogyakarta. Cahyono, B Ayam Buras Pedaging. Penebar Swadaya, Jakarta. Choer, A Analisis nilai tambah pengolahan dan pemasaran ayam Broiler di Kecamatan Pancoranmas Kota Depok. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hanafiyah, A. M dan A. M. Saefuddin Tata Niaga Hasil perikanan. Penerbit UI (UI- Press) Hayami, Y.T, Kawagoe. Y, Marooka and M, Siregar Agricultural Marketing and Proccesing in Upland Java, a Prespective from a Sunda Village. CEPERT. Bogor. Ibniyah, S Kajian terhadap efisiensi saluran tataniaga ayam Broiler pada PT. Nurasto Ageng. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kohls, R.L dan J.N. Uhls Marketing of Agricultural Product. 9 th Ed. Mac Milan Company, New York. Kohls, R.L dan J.N. Uhls Marketing of Agricultural Product. 6 th Ed. Mac Milan Company, New York. Kotler, P Manajemen Pemasaran. Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian. Edisi ke 7. Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Mubyarto, Pengantar Ekonomi Pertanian. Cetakan ke-4. penerbit LP3ES. Jakarta. Priyatno, M. A Mendirikan Usaha Pemotongn Ayam. Penebar Swadaya. Jakarta. Rasyaf. M Pengelolaan Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Singarimbun, M. S. Effendi Metode penelitian survey. LP3ES. Jakarta.

53 Sudarsono Pengantar Ekonomi Mikro. Edisi Revisi. Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Jakarta. Sudiyono, A Pemasaran Pertanian. Muhammadiyah University Press. Malang. Suharno, B Kiat Sukses Berbisnis Ayam. Penebar Swadaya, Jakarta. Sulvadewi Analisis pemasaran ayam Broiler pada kelompok peternak plasma Jaya Broiler Kabupaten Kuningan Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

54 Lampiran 1. Analisis Nilai Tambah Pemasaran Ayam Ras Pedaging pada Pedagang Pengecer Variabel Responden Output, Input dan Harga Output (ekor/hari) Bahan baku (ekor/hari) Tenaga kerja (HKP/hari) Faktor konversi (1:2) Koefisien tenaga kerja (3:2) Harga output (Rp/kg) Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/HKP) Pendapatan dan Keuntungan Harga bahan baku (Rp/kg) Harga input lain (Rp/kg) Nilai output (4x6) A. Nilai tambah (10-8-9) B. Rasio nilai tambah {(11A:10)x100%} A. Imbalan tenaga kerja (5x7) B. Bagian tenaga kerja {(12A:11A)x100%} A. Keuntungan (11A-12A) B. Tingkat keuntungan {(13A:10)x100%} Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi Marjin (10-8) A. Pendapatan tenaga kerja B. Sumbangan input lain C. Keuntungan perusahaan

55 Lampiran 2. Analisis Nilai Tambah Pemasaran Ayam Ras Pedaging pada Pedagang Pemotong Variabel Nilai 1 2 Output, Input dan Harga 1 Output (ekor/hari) A Bahan baku (ekor/hari) B Tenaga kerja (HKP/hari) C Faktor konversi (1:2) D=A/B Koefisien tenaga kerja E=C/B (3:2) Harga output (Rp/kg) F Upah rata-rata tenaga G kerja (Rp/HKP) Pendapatan dan Keuntungan 8 Harga bahan baku H (Rp/kg) Harga input lain (Rp/kg) I Nilai output (4x6) J=DxF A. Nilai tambah (10-8-9) K=J-H-I B. Rasio nilai tambah {(11A:10)x100%} L%=K/Jx100% A. Imbalan tenaga kerja (5x7) M=ExG B. Bagian tenaga kerja N%=M/Kx100% {(12A:11A)x100%} A. Keuntungan (11A- O=K-M 12A) B. Tingkat keuntungan P%=O/Jx100% {(13A:10)x100%} Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi 14 Marjin (10-8) Q=J-H A. Pendapatan tenaga R%=M/Qx100% kerja B. Sumbangan input lain S%=I/Qx100% C. Keuntungan perusahaan T%=O/Qx100%

56 Lampiran 3. Analisis Nilai Tambah Pemasaran Auam ras Pedaging paa pedagang Pengumpul Variabel Nilai 1 2 Output, Input dan Harga 1 Output (ekor/hari) A Bahan baku (ekor/hari) B Tenaga kerja (HKP/hari) C Faktor konversi (1:2) D=A/B Koefisien tenaga kerja E=C/B (3:2) Harga output (Rp/kg) F Upah rata-rata tenaga G kerja (Rp/HKP) Pendapatan dan Keuntungan 8 Harga bahan baku H (Rp/kg) Harga input lain (Rp/kg) I Nilai output (4x6) J=DxF A. Nilai tambah (10-8-9) K=J-H-I B. Rasio nilai tambah {(11A:10)x100%} L%=K/Jx100% A. Imbalan tenaga kerja M=ExG (5x7) B. Bagian tenaga kerja N%=M/Kx100% {(12A:11A)x100%} A. Keuntungan (11A- O=K-M 12A) B. Tingkat keuntungan P%=O/Jx100% {(13A:10)x100%} Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi 14 Marjin (10-8) Q=J-H A. Pendapatan tenaga R%=M/Qx100% kerja B. Sumbangan input lain S%=I/Qx100% C. Keuntungan perusahaan T%=O/Qx100%

57 Lampiran 4. Peta Kabupaten Bogor

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak dan Kondisi Fisik Wilayah

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak dan Kondisi Fisik Wilayah IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak dan Kondisi Fisik Wilayah Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten dalam wilayah Propinsi Jawa Barat yang pada tahun 2004 memiliki luas wilayah 2.301,95 kilometer persegi

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH PEMASARAN AYAM BROILER DI PASAR TRADISIONAL KOTA JAKARTA SELATAN SKRIPSI

ANALISIS NILAI TAMBAH PEMASARAN AYAM BROILER DI PASAR TRADISIONAL KOTA JAKARTA SELATAN SKRIPSI ANALISIS NILAI TAMBAH PEMASARAN AYAM BROILER DI PASAR TRADISIONAL KOTA JAKARTA SELATAN SKRIPSI HESTI INDRAWASIH PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH PEMASARAN AYAM BROILER DI WILAYAH JAKARTA TIMUR SKRIPSI SUCI WULANDARI

ANALISIS NILAI TAMBAH PEMASARAN AYAM BROILER DI WILAYAH JAKARTA TIMUR SKRIPSI SUCI WULANDARI ANALISIS NILAI TAMBAH PEMASARAN AYAM BROILER DI WILAYAH JAKARTA TIMUR SKRIPSI SUCI WULANDARI PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN SUCI WULANDARI.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. di bawah permukaan laut. Kota ini dilalui oleh dua sungai yaitu Sungai Deli dan. Sungai Babura yang bermuara di Selat Malaka.

TINJAUAN PUSTAKA. di bawah permukaan laut. Kota ini dilalui oleh dua sungai yaitu Sungai Deli dan. Sungai Babura yang bermuara di Selat Malaka. TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Kota Medan Kotamadya Medan merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Kota ini merupakan wilayah yang subur di wilayah dataran rendah timur

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN BOGOR

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN BOGOR BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN BOGOR 3.7. Kondisi Geografis dan Administratif Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten dalam lingkungan Provinsi Jawa Barat. Luas wilayah Kabupaten Bogor adalah

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR

BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR 6.1 Gambaran Lokasi Usaha Pedagang Ayam Ras Pedaging Pedagang di Pasar Baru Bogor terdiri dari pedagang tetap dan pedagang baru yang pindah dari

Lebih terperinci

ANALISIS SITUASI DAN KONDISI KABUPATEN BOGOR

ANALISIS SITUASI DAN KONDISI KABUPATEN BOGOR ANALISIS SITUASI DAN KONDISI KABUPATEN BOGOR Oleh : Drs. Adang Suptandar, Ak. MM Disampaikan Pada : KULIAH PROGRAM SARJANA (S1) DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA, IPB Selasa,

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH PEMASARAN AYAM BROILER DI WILAYAH JAKARTA TIMUR SKRIPSI SUCI WULANDARI

ANALISIS NILAI TAMBAH PEMASARAN AYAM BROILER DI WILAYAH JAKARTA TIMUR SKRIPSI SUCI WULANDARI ANALISIS NILAI TAMBAH PEMASARAN AYAM BROILER DI WILAYAH JAKARTA TIMUR SKRIPSI SUCI WULANDARI PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN SUCI WULANDARI.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

Sekapur Sirih. Jakarta, Agustus 2010 Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, Ahmad Koswara, MA

Sekapur Sirih. Jakarta, Agustus 2010 Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, Ahmad Koswara, MA Sekapur Sirih Sebagai pengemban amanat Undang-undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik dan sejalan dengan rekomendasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai Sensus Penduduk dan Perumahan Tahun 2010

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berupa daging, disamping hasil ikutan lainnya berupa pupuk kandang, kulit, dan

TINJAUAN PUSTAKA. berupa daging, disamping hasil ikutan lainnya berupa pupuk kandang, kulit, dan TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Ternak Sapi Potong Ternak sapi, khususnya sapi potong merupakan salah satu sumber daya penghasil daging yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan penting artinya di dalam kehidupan

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH PEMASARAN AYAM BROILER DI PASAR TRADISIONAL KOTA JAKARTA SELATAN SKRIPSI

ANALISIS NILAI TAMBAH PEMASARAN AYAM BROILER DI PASAR TRADISIONAL KOTA JAKARTA SELATAN SKRIPSI ANALISIS NILAI TAMBAH PEMASARAN AYAM BROILER DI PASAR TRADISIONAL KOTA JAKARTA SELATAN SKRIPSI HESTI INDRAWASIH PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Agribisnis peternakan memberikan banyak kontribusi bagi bangsa Indonesia yaitu sebagai penyedia lapangan pekerjaaan dan berperan dalam pembangunan. Berdasarkan data statistik

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Definisi Pedagang Karakteristik pedagang adalah pola tingkah laku dari pedagang yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana pedagang

Lebih terperinci

V. KARAKTERISTIK DAN KEMAMPUAN DAYA BELI MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN BOGOR. Tabel. 22 Dasar Perwilayahan di Kabupaten Bogor

V. KARAKTERISTIK DAN KEMAMPUAN DAYA BELI MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN BOGOR. Tabel. 22 Dasar Perwilayahan di Kabupaten Bogor V. KARAKTERISTIK DAN KEMAMPUAN DAYA BELI MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN BOGOR 5.1 Zona Pengembangan Pertanian dan Perdesaan di Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor berdasarkan pada Rencana Tata Ruang Wilayah

Lebih terperinci

TABEL 1 Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Kabupaten Bogor Atas Dasar Harga Konstan Tahun

TABEL 1 Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Kabupaten Bogor Atas Dasar Harga Konstan Tahun Data dan informasi perencanaan pembangunan daerah yang terkait dengan indikator kunci penyelenggaraan pemerintahan daerah, sebagaimana yang diinstruksikan dalam peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54

Lebih terperinci

DATA UMUM 1. KONDISI GEOGRAFIS

DATA UMUM 1. KONDISI GEOGRAFIS DATA UMUM 1. KONDISI GEOGRAFIS Wilayah Kabupaten Bogor memiliki luas ± 298.838,31 Ha. Secara geografis terletak di antara 6⁰18'0" 6⁰47'10" Lintang Selatan dan 106⁰23'45" 107⁰13'30" Bujur Timur, dengan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006), istilah tataniaga dan pemasaran merupakan terjemahan dari marketing, selanjutnya tataniaga

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN PETERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA

ANALISIS PENDAPATAN PETERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA ANALISIS PENDAPATAN PETERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA (Studi Kasus Peternak Plasma dari Tunas Mekar Farm di Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor, Jawa Barat) SKRIPSI MUHAMAD LUCKY MAULANA

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS PAJAK DAERAH PADA BADAN PENGELOLAAN PENDAPATAN DAERAH

PERATURAN BUPATI TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS PAJAK DAERAH PADA BADAN PENGELOLAAN PENDAPATAN DAERAH 6. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494); 7. Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB V KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN DI KABUPATEN BOGOR

BAB V KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN DI KABUPATEN BOGOR BAB V KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN DI KABUPATEN BOGOR Bab ini menjelaskan berbagai aspek berkenaan kelembagaan penyuluhan pertanian di Kabupaten Bogor yang meliputi: Organisasi Badan Pelaksana an Pertanian,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR RINGKASAN PERUBAHAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN ORGANISASI TAHUN ANGGARAN 2015

PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR RINGKASAN PERUBAHAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN ORGANISASI TAHUN ANGGARAN 2015 PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR RINGKASAN APBD MENURUT TAHUN ANGGARAN 205 KODE PENDAPATAN DAERAH 2 3 4 5 = 4 3 URUSAN WAJIB 5,230,252,870,000 5,84,385,696,000 584,32,826,000 0 PENDIDIKAN 0 0 Dinas Pendidikan

Lebih terperinci

REALISASI PROGRAM DAN KEGIATAN DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BOGOR 2013

REALISASI PROGRAM DAN KEGIATAN DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BOGOR 2013 REALISASI PROGRAM DAN KEGIATAN DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BOGOR 2013 1. Program dan Kegiatan Pada Tahun Anggaran 2013, Dinas Peternakan dan Perikanan memberikan kontribusi bagi pencapaian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 31 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Bogor Wilayah Kabupaten Bogor memiliki luas ± 298.838, 304 hektar, yang secara geografis terletak di antara 6 o 18 0-6 o 47 lintang selatan dan 6

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH PEMASARAN AYAM BROILER (Kasus Pedagang Pemotong di Pasar Baru Kota Bogor) SKRIPSI AHMAD FAWZI WIRADISASTRA

ANALISIS NILAI TAMBAH PEMASARAN AYAM BROILER (Kasus Pedagang Pemotong di Pasar Baru Kota Bogor) SKRIPSI AHMAD FAWZI WIRADISASTRA ANALISIS NILAI TAMBAH PEMASARAN AYAM BROILER (Kasus Pedagang Pemotong di Pasar Baru Kota Bogor) SKRIPSI AHMAD FAWZI WIRADISASTRA PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH 51 BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis Kota Bogor 4.1.1 Letak dan Batas Wilayah Kota Bogor terletak diantara 106 derajat 43 30 BT dan 30 30 LS 6 derajat 41 00 LS serta mempunyai ketinggian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis Kecamatan Pulubala merupakan salah satu dari 18 Kecamatan yang ada di Kabupaten Gorontalo. Secara Geografis Kecamatan ini

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Wilayah Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor merupakan salah satu Kabupaten di Jawa Barat yang memiliki potensi besar dalam sektor pertanian. Berdasarkan data

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal.  [20 Pebruari 2009] I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dengan kondisi daratan yang subur dan iklim yang menguntungkan. Pertanian menjadi sumber mata pencaharian sebagian penduduk dan berkontribusi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Lahan merupakan faktor input penting dalam berbagai aktivitas ekonomi

PENDAHULUAN. Lahan merupakan faktor input penting dalam berbagai aktivitas ekonomi I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan merupakan faktor input penting dalam berbagai aktivitas ekonomi seperti pertanian dan kehutanan, pemukiman penduduk, komersial, dan penggunaan untuk industri serta

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN GUNUNG DEPOK SINDUR PARUNG RUMPIN CISEENG CIBINONG BOJONG GEDE KEMANG RANCA BUNGUR KOTA BOGOR CIBUNGBULANG CIAMPEA DRAMAGA

III. METODOLOGI PENELITIAN GUNUNG DEPOK SINDUR PARUNG RUMPIN CISEENG CIBINONG BOJONG GEDE KEMANG RANCA BUNGUR KOTA BOGOR CIBUNGBULANG CIAMPEA DRAMAGA 13 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kawasan Agropolitan Cendawasari yang terletak di, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Sedangkan, analisis spasial

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai potensi untuk dikembangkan. Ternak ini berasal dari keturunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai potensi untuk dikembangkan. Ternak ini berasal dari keturunan A. Sapi Bali BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali merupakan salah satu jenis sapi asal Indonesia yang mempunyai potensi untuk dikembangkan. Ternak ini berasal dari keturunan banteng (Bibos) yang telah mengalami

Lebih terperinci

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Bogor Tahun 2013 sebanyak rumah tangga

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Bogor Tahun 2013 sebanyak rumah tangga Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Bogor Tahun 2013 sebanyak 204.468 rumah tangga Jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum di Kabupaten Bogor Tahun 2013 sebanyak 134 Perusahaan Jumlah perusahaan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Kondisi Geografis Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pola Spasial Pembangunan Manusia dan Sosial. Sumberdaya Manusia

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pola Spasial Pembangunan Manusia dan Sosial. Sumberdaya Manusia HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Spasial Pembangunan Manusia dan Sosial Sumberdaya Manusia Data yang diperoleh dari Factor Score sebanyak 11 data. Ada 3 faktor yang terkait dengan tingkat pendidikan guru mengajar

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT. Kariyana Gita Utama (KGU) yang berlokasi di Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Sampel Penelitian ini dilakukan di Desa Namoriam dan Desa Durin Simbelang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Penentuan daerah

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu. 25 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak dan luas DAS Cisadane segmen Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane secara keseluruhan terletak antara 106º17-107º BT dan 6º02-6º54 LS. DAS Cisadane segmen hulu berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE

BAB III MATERI DAN METODE 13 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Kerangka Pemikiran Bidang usaha peternakan saat ini sudah mengalami kemajuan pesat. Kemajuan ini terlihat dari konsumsi masyarakat akan kebutuhan daging meningkat, sehingga

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2017 sampai April 2017.

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive), dengan

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Umum Wilayah Kota Bogor Kota Bogor terletak diantara 16 48 BT dan 6 26 LS serta mempunyai ketinggian minimal rata-rata 19 meter, maksimal 35 meter dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kerangka Teoritis 2.1.1. Pemasaran Pemasaran menarik perhatian yang sangat besar baik oleh perusahaan, lembaga maupun suatu negara. Terjadi pergeseran kebutuhan sifat dari

Lebih terperinci

ARAHAN PEMANFAATAN DAYA DUKUNG LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN BOGOR

ARAHAN PEMANFAATAN DAYA DUKUNG LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN BOGOR Arahan Pemanfaatan Daya Dukung Lahan Pertanian di Kabupaten Bogor... (Kurniasari dkk.) ARAHAN PEMANFAATAN DAYA DUKUNG LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN BOGOR (Direction of Using Carrying Capacity Agricultural

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Nilai Tambah Nilai tambah merupakan pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan

Lebih terperinci

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

VI HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran dan Lembaga Tataniaga Dalam menjalankan kegiatan tataniaga, diperlukannya saluran tataniaga yang saling tergantung dimana terdiri dari sub-sub sistem atau fungsi-fungsi

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran Tataniaga Saluran tataniaga sayuran bayam di Desa Ciaruten Ilir dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

Key words: marketing margins, egg, layer, small scale feed mill

Key words: marketing margins, egg, layer, small scale feed mill MARJIN PEMASARAN PETERNAKAN AYAM RAS PETELUR YANG MENGGUNAKAN PAKAN PRODUKSI PABRIK SKALA KECIL DI KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG Susanti I.S 1, N. Ali 1 dan St. Rohani 2 1 Fakultas Peternakan dan Perikanan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Tanaman bawang merah diyakini berasal dari daerah Asia Tengah, yakni sekitar Bangladesh, India, dan Pakistan. Bawang merah dapat

Lebih terperinci

Gambar 2. Lokasi penelitian Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo

Gambar 2. Lokasi penelitian Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi 1. Letak Geografis dan Luas Wilayah Kecamatan Pulubala merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Gorontalo yang memiliki 11 desa. Kecamatan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN PENYULUH KABUPATEN BOGOR

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN PENYULUH KABUPATEN BOGOR 42 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN PENYULUH KABUPATEN BOGOR 4.1. Keadaan Umum Tabloid Sinar Tani 4.1.1. Sejarah Tabloid Sinar Tani Tabloid Sinar Tani diterbitkan oleh PT. Duta Karya Swasta.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk 28 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasiona Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006) tataniaga dapat didefinisikan sebagai tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sumberdaya hutan yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sumberdaya hutan yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan sumberdaya hutan yang melimpah. Sumberdaya hutan Indonesia sangat bermanfaat bagi kehidupan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT

HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT Berdasarkan data yang diperoleh dari Bappeda Kabupaten Bogor, terdapat 80 desa yang tergolong pada desa tertinggal berdasarkan kriteria indeks desa tertinggal (IDT)

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KETUA PENGADILAN AGAMA CIBINONG Nomor : W10-A24/3122a/Hk.00.4/XII/2010

KEPUTUSAN KETUA PENGADILAN AGAMA CIBINONG Nomor : W10-A24/3122a/Hk.00.4/XII/2010 PENGADILAN AGAMA CIBINONG Jl. Bersih No. 1 Komplek Pemda Kabupaten Bogor Telepon/Faks. (021) 87907651 Kode Pos 16914 Cibinong E-mail : pa.cibinong@gmail.com KEPUTUSAN KETUA PENGADILAN AGAMA CIBINONG TENTANG

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI. Gambar 2. Wilayah Administrasi Kabupaten Bogor. tanah di wilayah Kabupaten Bogor memiliki jenis tanah yang cukup subur

KEADAAN UMUM LOKASI. Gambar 2. Wilayah Administrasi Kabupaten Bogor. tanah di wilayah Kabupaten Bogor memiliki jenis tanah yang cukup subur 34 IV. KEADAAN UMUM LOKASI 4.1. Geografis Secara geografis Kabupaten Bogor terletak diantara 6 18"0" - 6 47"10" Lintang Selatan dan 106 23"45" - 107 13"30" Bujur Timur, yang berdekatan dengan Ibu kota

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan RPHU Rawa Kepiting berbentuk kompleks dengan beberapa

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan RPHU Rawa Kepiting berbentuk kompleks dengan beberapa 1 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Tempat Penelitian Kawasan RPHU Rawa Kepiting berbentuk kompleks dengan beberapa bangunan yang didesain dan dibangun khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tiga desa di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur yaitu Desa Ciherang, Cipendawa, dan Sukatani. Pemilihan lokasi dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Hal ini didasarkan pada kesadaran bahwa negara Indonesia adalah negara agraris yang harus melibatkan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH 2.1. Geografis, Administratif dan Kondisi Fisik 2.1.1 Geografis Secara geografis Kabupaten Bogor terletak diantara 6 18 0 6 47 10 Lintang Selatan dan 106 23 45 107 13 30 Bujur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling

I. PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, selain ikan dan telur, guna memenuhi kebutuhan akan protein.

Lebih terperinci

Rencana Strategis Dinas Pertanian dan Kehutanan

Rencana Strategis Dinas Pertanian dan Kehutanan LAMPIRAN XXIII PERATURAN BUPATI BOGOR NOMOR : 43 TAHUN 2014 TANGGAL : 22 DESEMBER 2014 RENCANA STRATEGIS DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BOGOR TAHUN 2013-2018 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang terpenting setelah udara dan air, serta merupakan salah satu kebutuhan primer manusia yang harus segera terpenuhi untuk mempertahankan kelangsungan

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. yang dibina oleh Kementerian Kehutanan. Koperasi ini didirikan pada tahun 1989.

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. yang dibina oleh Kementerian Kehutanan. Koperasi ini didirikan pada tahun 1989. V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Profil dan Kelembagaan UBH-KPWN Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (KPWN) merupakan koperasi yang dibina oleh Kementerian Kehutanan. Koperasi ini didirikan pada

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM WILAYAH

BAB IV KONDISI UMUM WILAYAH 57 BAB IV KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten dalam lingkungan Provinsi Jawa Barat. Luas wilayah Kabupaten Bogor adalah 298.838,304 Ha,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia, ayam kampung sudah bukan hal asing. Istilah "Ayam kampung" semula

PENDAHULUAN. Indonesia, ayam kampung sudah bukan hal asing. Istilah Ayam kampung semula I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam kampung merupakan salah satu jenis ternak unggas yang telah memasyarakat dan tersebar di seluruh pelosok nusantara. Bagi masyarakat Indonesia, ayam kampung sudah bukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN *

I. PENDAHULUAN * I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pengembangan hortikultura yang ditetapkan oleh pemerintah diarahkan untuk pelestarian lingkungan; penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan; peningkatan

Lebih terperinci

VII ANALISIS PEMASARAN KEMBANG KOL 7.1 Analisis Pemasaran Kembang Kol Penelaahan tentang pemasaran kembang kol pada penelitian ini diawali dari petani sebagai produsen, tengkulak atau pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Pengertian Usahatani Rifai (1973) dalam Purba (1989) mendefinisikan usahatani sebagai pengorganisasian dari faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, modal dan manajemen,

Lebih terperinci

ANALISIS PERAN KECAMATAN CIBINONG SEBAGAI PUSAT PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN BOGOR

ANALISIS PERAN KECAMATAN CIBINONG SEBAGAI PUSAT PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN BOGOR ANALISIS PERAN KECAMATAN CIBINONG SEBAGAI PUSAT PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN BOGOR Isnina Wahyuning Sapta Utami (isnina@ut.ac.id) Fakultas Ekonomi Universitas Terbuka ABSTRACT The aims of this study

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011)

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki peluang besar dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang melimpah untuk memajukan sektor pertanian. Salah satu subsektor

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1. Pasar dan Pemasaran Pasar secara sederhana dapat diartikan sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk bertukar barang-barang mereka. Pasar merupakan suatu yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia maka semakin meningkat pula kebutuhan bahan makanan, termasuk bahan makanan yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang dimanfaatkan daun atau bunganya sebagai bahan pangan (sayuran),

Lebih terperinci

Gambar. 4 Peta Lokasi Kabupaten Bogor

Gambar. 4 Peta Lokasi Kabupaten Bogor IV. KEADAAN UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administratif 4.1.1 Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah di Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta yang

Lebih terperinci

KINERJA USAHA AGROINDUSTRI KELANTING DI DESA KARANG ANYAR KECAMATAN GEDONGTATAAN KABUPATEN PESAWARAN

KINERJA USAHA AGROINDUSTRI KELANTING DI DESA KARANG ANYAR KECAMATAN GEDONGTATAAN KABUPATEN PESAWARAN KINERJA USAHA AGROINDUSTRI KELANTING DI DESA KARANG ANYAR KECAMATAN GEDONGTATAAN KABUPATEN PESAWARAN (Business Performance of Kelanting Agroindustry in Karang Anyar Village, Gedongtataan District, Pesawaran

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI TENAGA KERJA DALAM KELUARGA UNTUK PENGEMBANGAN USAHATERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG

ANALISIS POTENSI TENAGA KERJA DALAM KELUARGA UNTUK PENGEMBANGAN USAHATERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG ANALISIS POTENSI TENAGA KERJA DALAM KELUARGA UNTUK PENGEMBANGAN USAHATERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG SKRIPSI AYU PRIHARDHINI SEPTIANINGRUM PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5. Kecamatan Leuwiliang Penelitian dilakukan di Desa Pasir Honje Kecamatan Leuwiliang dan Desa Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan pertanian

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang 46 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini didasari oleh teori-teori mengenai konsep sistem tataniaga; konsep fungsi tataniaga; konsep saluran dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian. Kabupaten Wonosobo, terletak lintang selatan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian. Kabupaten Wonosobo, terletak lintang selatan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Kondisi Fisik a. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian Kecamatan Mojotengah merupakan salah satu dari 15 kecamatan di Kabupaten

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) DI KOTA PEKANBARU

ANALISIS PEMASARAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) DI KOTA PEKANBARU ANALISIS PEMASARAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) DI KOTA PEKANBARU MARKETING ANALYSIS OF WHITE OYSTER MUSHROOM (Pleurotus ostreatus) IN PEKANBARU CITY Wan Azmiliana 1), Ermi Tety 2), Yusmini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbunan daging baik, dada lebih besar dan kulit licin (Siregar et al, 1981).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbunan daging baik, dada lebih besar dan kulit licin (Siregar et al, 1981). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler adalah ayam hasil dari rekayasa teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging dengan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Wilayah Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Wilayah Joglosemar terdiri dari kota Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Secara geografis ketiga

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tergerusnya eksistensi pasar tradisional di Indonesia disebabkan oleh buruknya kinerja pasar tradisional itu sendiri. Sebuah tempat kotor, bau dan tidak tertata merupakan

Lebih terperinci

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK 56 TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA Agus Trias Budi, Pujiharto, dan Watemin Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuhwaluh

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara agraris terbesar di dunia. Sebagian besar penduduk Indonesia hidup dari sektor agribisnis. Agribisnis merupakan suatu sistem yang

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 20 BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 3.1. SITUASI GEOGRAFIS Secara geografis, Kota Bogor berada pada posisi diantara 106 derajat 43 30 BT-106 derajat 51 00 BT dan 30 30 LS-6 derajat 41 00 LS, atau kurang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pengembangan sub sektor peternakan perlu untuk dilakukan karena sub

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ternak ayam broiler merupakan komoditi ternak yang mempunyai prospek

BAB I PENDAHULUAN. Ternak ayam broiler merupakan komoditi ternak yang mempunyai prospek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak ayam broiler merupakan komoditi ternak yang mempunyai prospek sangat menjanjikan untuk dikembangkan di Indonesia, salah satunya di daerah Sumatera Barat. Apabila

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1 Konsep Tataniaga Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya melibatkan individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka

Lebih terperinci