III. METODE PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III. METODE PENELITIAN"

Transkripsi

1 III. METODE PENELITIAN 3.1. Cakupan Penelitian Penelitian indeks dan status keberlanjutan ketersediaan beras dianalisis secara makro pada tingkat regional dan nasional. Daerah tingkat regional dalam penelitian ini meliputi lima wilayah kepulauan yaitu (1) Jawa, (2) Sumatera, (3) Sulawesi, (4) Kalimantan, (5) wilayah lainnya yaitu Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara dan Papua. Penelitian indeks dan status keberlanjutan ini dilakukan untuk menilai keberlanjutan ketersediaan beras pada existing condition periode waktu dari lima dimensi (ekologi, ekonomi, sosial budaya, kelembagaan dan teknologi). Perhitungan ketersediaan beras tingkat nasional yang berkelanjutan dilakukan menggunakan sistem dinamis. Periode analisis adalah tahun Data dan informasi yang terkait dengan ketersediaan beras terutama untuk keperluan analisis kebutuhan adalah data yang dikumpulkan oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), di delapan provinsi yang mewakili seluruh ekosistem padi yaitu provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan (peneliti mengikuti di dua provinsi yaitu Kalimantan Barat dan Jawa Barat). Penelitian dilaksanakan selama 20 bulan dimulai pada bulan Maret 2005 sampai dengan bulan November Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara dan diskusi dengan responden yang terkait dengan ketersediaan beras, yang terdiri dari petani padi, pedagang perantara, pengusaha penggilingan, koperasi, lembaga keuangan mikro, dolog, Dinas Pertanian, Badan Bimas Ketahanan Pangan, Bapedal (Badan Pengendalian Dampak Lingkungan), Dinas Perindustrian dan Perdagangan serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), penyuluh, peneliti Balai Penelitian dan Pengembangan Deptan dan perguruan tinggi IPB. Data sekunder dalam penelitian dikumpulkan dari berbagai sumber seperti laporan, dokumen dan hasil penelitian dari berbagai instansi yang berhubungan dengan penelitian antara lain Badan Pusat Statistik, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Departemen Pertanian; Pusat Penelitian dan Pengembangan

2 37 Tanaman Pangan, Departemen Pertanian; Balai Besar Pasca Panen, Departemen Pertanian; Balai Besar Mekanisasi Pertanian, Departemen Pertanian; Balai Besar Pengkajian Teknologi Pertanian, Departemen Pertanian; Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian, Departemen Pertanian; Direktorat Jenderal Pengairan, Depkimpraswil; Badan Bimas Ketahanan Pangan (Pusat dan Daerah), Dewan Ketahanan Pangan, Dinas Kehutanan (Pusat dan Daerah), Badan Pertanahan Nasional, serta Perguruan Tinggi. Tabel 5. Jenis dan Sumber Data Yang Diperlukan Dalam Penelitian Ketersediaan Beras Nasional Jenis Data Sumber Data A. Data Primer 1. Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi KBB Responden 2. Indentifikasi kebutuhan Responden 3. Identifikasi Masalah Responden 4. Tingkat pengaruh dan ketergantungan dalam KBB Responden 5. Penetapan faktor dominan dalam KBB Responden B. Data Sekunder 1. Perilaku penyediaan Badan Pusat Statistik 2. Perilaku konsumsi/kebutuhan Badan Pusat Statistik 3. Produksi padi Badan Pusat Statistik 4. Produktivitas (sawah &ladang) Badan Pusat Statistik 5. Luas lahan (sawah & ladang) Badan Pusat Statistik 6. Konversi gabah ke beras Depperindag dan Deptan 7. Ketersediaan beras Badan Pusat Statistik, Dewan Ketahanan Pangan 8. Kebutuhan untuk benih, pakan dan industri Deptan dan Depperindag 9. Tercecer Depperindag dan Deptan 10. Cadangan beras Bulog, Badan Ketahanan Pangan 11. Impor beras Bulog dan Importir (rice trader) 12. Cetak sawah Badan Pusat Statistik dan BPN 13. Alih fungsi lahan Badan Pusat Statistik dan BPN 14. Intensitas pertanaman (IP 100, IP 200, IP 300) Departemen Pertanian 15. Dampak irigasi terhadap luas panen Depkimpraswil dan Hasil penelitian 16. Dampak iklim terhadap luas panen Badan Pusat Statistik dan Hasil penelitian 17. Luas lahan puso Badan Pusat Statistik 18. Harga input Badan Pusat Statistik 19. Elastisitas penawaran Hasil studi 20. Jumlah penduduk Hasil sensus, Biro pusat statistik 21. Pertumbuhan penduduk Badan Pusat Statistik 22. Konsumsi beras per kapita Susenas, Biro Pusat Statistik 23. Harga beras Badan Pusat Statistik 24. Elastisitas permintaan karena perubahan harga Hasil penelitian Keterangan: KBB = Ketersediaan Beras Yang Berkelanjutan 3.3. Metode Pengambilan Sampel Metoda pengambilan sampel dalam rangka menghimpun informasi dan data dari responden ditentukan secara sengaja (purposive sampling) dengan dasar bahwa responden mempunyai keahlian, reputasi dan pengalaman pada bidang yang diteliti. Untuk kepentingan mengidentifikasi faktor/atribut dari lima dimensi dalam ketersediaan beras (untuk analisis indeks keberlanjutan) dan menentukan faktor kunci (untuk analisis prospektif) dipilih 22 orang responden yang umumnya adalah pengajar pada perguruan tinggi IPB, peneliti pada Badan

3 38 Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian dan pejabat pemerintah di berbagai bidang keahlian yaitu agroklimat, ekonomi pangan, gizi masyarakat, budidaya padi, pasca panen padi, mekanisasi padi, padi pasang surut, sumberdaya air, kehutanan, sumberdaya lahan dan sistem (Lampiran 71). Untuk kepentingan pengumpulan data identifikasi kebutuhan dan formulasi masalah (untuk analisis sistem dinamis) responden ditentukan secara sengaja (purposive sampling) di delapan provinsi yang mewakili delapan ekosistem sawah. Peneliti mengambil data secara langsung di dua provinsi yaitu Jawa Barat dan Kalimantan Barat sedangkan keenam provinsi lainnya diambil dari data yang dikumpulkan oleh Balai Besar Pengkajian Teknologi Pertanian yang pada waktu yang bersamaan sedang menggali permasalahan dan kebutuhan yang dibutuhkan oleh stakeholder dalam agribisnis padi di beberapa provinsi. Secara rinci lokasi penelitian dan jumlah responden di masing-masing daerah dapat dilihat pada Lampiran Metode Analisis Metoda analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) Analisis ordinasi Rap-Rice dengan menggunakan metode multivariate yang dikenal dengan Multi Dimensional Scaling (MDS). Metode ini digunakan untuk menilai status keberlanjutan (existing condition) ketersediaan beras nasional dan juga status keberlanjutan ketersediaan beras antar wilayah dari berbagai dimensi (ekologi, ekonomi, sosial budaya, kelembagaan dan teknologi) dalam analisis ini juga akan didapatkan peubah yang sensitif mempengaruhi ketersediaan beras dari berbagai dimensi, (2) Analisis Prospektif, digunakan untuk mengidentifikasi faktor dominan (faktor kunci) yang mempengaruhi ketersediaan beras yang berkelanjutan. Analisis ini dilakukan dalam tiga tahap: (a) menganalisis peubah dominan dan sensitif yang didapat dari analisis status keberlanjutan, (b) menganalisis peubah dominan dan analisis kebutuhan atau peubah penting dari responden di berbagai provinsi yang mewakili beberapa ekosistem padi, (c) menganalisis peubah gabungan yang berada pada kuadran satu dan dua dari analisis prospektif di point a dan b, hasilnya peubah yang ada di kuadran satu dan dua merupakan peubah yang dipakai dalam analisis berikutnya yaitu analisis sistem dinamis, (3) Analisis sistem dinamis menggunakan software Powersim. Metode pendekatan ini digunakan untuk merancang bangun model ketersediaan

4 39 beras nasional dan mengetahui ketersediaan beras di masa yang akan datang (defisit atau surplus). Studi pustaka Pra survey pakar Basis pengetahuan Kebijakan Pemerintah Pendapat pakar Goal yang ingin dicapai Tujuan penelitian Status keberlanjutan Peubah sensitif yang mempengaruhi ketersediaan beras Analisis keberlanjutan Analisis kebutuhan stakeholder Analisis formulasi permasalahan stakeholder Peubah Dominan Dari Pakar dan Basis Pengetahuan Analisis prospektif Peubah dominan dari stakeholder Peubah Dominan/Kunci Dari Pakar dan Stakeholder Model Ketersediaan Beras Analisis sistem dinamis Rancang Bangun Implementasi Rekayasa Model Penyediaan Beras Validasi Model Ok Ya Tidak Implementasi Model Gambar 6. Tahapan Analisis Penelitian Hubungan antara tujuan, metoda analisis dan output dalam penelitian ini dapat dilihat secara ringkas pada Tabel 6.

5 40 Tabel 6. Ringkasan Tujuan, Output dan Metode Analisis Penelitian No Tujuan Output Metode Analisis 1 Mengkaji keragaan penyediaan dan Perkembangan Analisis kebutuhan beras regional dan penyediaan dan deskriptif nasional kebutuhan beras (Tabulasi dan Trend Linear) 2 Menilai indeks dan status Indeks dan status Metode Multi keberlanjutan serta mengidentifikasi atribut sensitif yang berpengaruh pada sistem keberlanjutan Atribut sensitif yang berpengaruh pada ketersediaan beras Dimensi Scalling (MDS) (Rap Analysis) MDS (Leverage 3 Mengidentifikasi faktor kunci yang berpengaruh pada sistem dan merancang bangun model ketersediaan beras yang berkelanjutan (KBB) 4 Merumuskan skenario dan strategi kebijakan dalam sistem KBB berkelanjutan Faktor kunci yang berpengaruh pada KBB (pengaruh tinggi dan ketergantungan tinggi) Model KBB Skenario yang memungkinkan dan strategi kebijakan KBB Analysis) Analisis prospektif Analisis sistem dinamik Analisis prospektif Analisis sistem dinamik Masing-masing metoda analisis yang digunakan dalam penelitian ini akan dijelaskan secara rinci sebagai berikut : Analisis Indeks dan Status Keberlanjutan Ketersediaan Beras Analisis indeks dan status keberlanjutan dilakukan dengan teknik ordinasi Rap-Rice modifikasi dari Rap-Fish yaitu menempatkan sesuatu pada urutan yang terukur dengan metoda Multi-Dimensional Scaling (MDS). MDS merupakan salah satu metoda multivariate yang dapat menangani data metrik (skala ordinal atau nominal). Metode ini juga dikenal sebagai salah satu metode ordinasi dalam ruang (dimensi) yang diperkecil (ordination in reduced space). Ordinasi sendiri merupakan proses yang berupa plotting titik obyek di sepanjang sumbu-sumbu yang disusun menurut hubungan tertentu (ordered relationship) atau dalam sebuah sistem grafik yang terdiri dari dua atau lebih sumbu (Legendre dan Legendre dalam Susilo, 2003). Melalui metode ordinasi, keragaman (dispersion) multidimensi dapat diproyeksikan di dalam bidang yang lebih sederhana. Metode ordinasi juga memungkinkan peneliti memperoleh banyak informasi kuantitatif dari nilai proyeksi yang dihasilkan. MDS juga merupakan tehnik statistik yang mencoba melakukan transformasi multi dimensi ke dalam dimensi yang lebih rendah (Fauzi dan Anna, 2005).

6 41 Analisis ordinasi Rap-Rice dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu: (1) tahapan penentuan atribut sistem ketersediaan beras secara berkelanjutan yang mencakup 5 dimensi yaitu dimensi ekologi, dimensi ekonomi, dimensi sosial budaya, dimensi kelembagaan dan dimensi teknologi, (2) tahap penilaian setiap atribut dalam skala ordinal (skoring) berdasarkan kriteria keberlanjutan setiap dimensi, (3) Analisis ordinasi untuk menentukan ordinasi dan nilai stress, (4) penyusunan indeks dan status keberlanjutan ketersediaan beras yang dikaji baik secara umum maupun pada setiap dimensi, (5) Analisis Sensitivitas (Leverage Analysis) untuk melihat atribut atau peubah yang sensitif mempengaruhi keberlanjutan dan (6) Analisis Monte Carlo untuk memperhitungkan aspek ketidak pastian. Setiap atribut di masing-masing dimensi diberikan skor yang mencerminkan keberlanjutan. Skor ini menunjukkan nilai baik (good) dan nilai buruk (bad). Nilai baik mencerminkan kondisi yang paling menguntungkan bagi ketersediaan beras sedangkan nilai buruk mencerminkan kondisi yang paling tidak menguntungkan. Di antara dua nilai ekstrim ini terdapat satu atau lebih nilai antara tergantung dari jumlah peringkat pada setiap atribut. Dalam penelitian ini dimensi yang masuk dalam status keberlanjutan ketersediaan beras ada lima yaitu dimensi ekologi, ekonomi, sosial budaya, kelembagaan dan teknologi. Indikator dari keberlanjutan di masing-masing dimensi seperti yang sudah dikemukakan pada kerangka pemikiran mengikuti konsep yang dikemukakan oleh FAO (2000), Dale dan Beyeler (2001), Smith dan Mc Donald (1998) serta Chen (2000). Indikator masing-masing dimensi oleh para pakar dijabarkan dalam bentuk atribut yang lebih rinci seperti yang terlihat pada Tabel 7 Tabel 11.

7 42 Tabel 7. Atribut dan skor Keberlanjutan Ekologi Dimensi/Atribut Skor Baik Buruk Keterangan Sumber data I. Keberlanjutan Ekologi 1. Persentase 0;1;2; Luas Hutan 3; 4; 5 2. Kelas Kemampuan Lahan 3. Penggunaan Pupuk Kimia Per ha 4. Temperatur Rata-Rata Tahunan 5. Curah Hujan Per Tahun 6. Jumlah Bulan Kering 7. Kesesuaian Lahan 8. Ketersediaan Sistem Irigasi 9. Produktivitas Padi 10. Konversi Lahan/Alih Fungsi Lahan 11. Pencetakan Sawah/ Pembukaan Lahan 12. Puso Padi Akibar Banjir 13. Puso Padi Akibat Kekeringan 14. Puso Padi Akibat Jasad Pengganggu 15. Status Lahan Abadi Untuk Padi 0; 1; 2;3;4; 5;6;7 5 0 Didasarkan pada luas areal tanpa hutan: (0) 80; (1) 70-80; (2) (3) (4) (5) < Didasarkan pada luas lahan menurut kelas kemampuan lahan menurut Soepardi dalam Sitorus (1989): (0) sebagian besar lahan termasuk dalam kelas I, (1) sebagian besar lahan termasuk dalam kelas II, (2) sebagian besar lahan termasuk dalam kelas III, (3) sebagian besar lahan termasuk dalam kelas IV, (4) sebagian besar lahan termasuk dalam kelas V, (5) sebagian besar lahan termasuk dalam kelas VI, (6) sebagian besar lahan termasuk dalam kelas VII, (7) sebagian besar lahan termasuk dalam kelas VIII 0; 1; Didasarkan pada banyaknya penggunaan pupuk kimia per ha tanaman padi per wilayah kepulauan relatif terhadap Indonesia : (0) lebih kecil (1) sama (2) lebih besar 0; 1; 2; 3 0; 1; 2; 3 0; 1; 2; 3 0; 1; 2; (0) o C untuk kelas kesesuaian lahan S1 (1) >29-32 dan 22-<24 untuk kelas S2 (2) >32-35 dan 18-<22 untuk kelas S3 (3) >35 dan <18 untuk kelas N2 0 3 (0) >1500 mm untuk kelas kesesuaian lahan S1 (1) untuk kelas S2 (2) 800-<1200 untuk kelas S3 (3) <800 untuk kelas N2 0 3 (0) <3 untuk kelas kesesuaian lahan S1 (1) 3-<9 untuk kelas S2 (2) 9-9,5 untuk kelas S3 (3) >9,5 untuk kelas N2 0 3 (0) A1, A2, B1, B2 untuk kelas kesesuaian lahan S1 (1) A1, A2, B1, B2, B3 untuk kelas S2 (2) A1, A2, B1, B2, B3, C1, C2, C3 untuk kelas S3 (3) A1, A2, B1, B2, B3, C1, C2, C3, D, D2, D3 untuk kelas N1 0; 1; Didasarkan pada jenis pengairan dan frekuensi dua kali penanaman padi tahun 2003: (0) bagian besar lahan menggunakan sistem Irigasi teknis (1) bagian besar lahan menggunakan sistem Irigasi semi teknis (2) bagian besar lahan menggunakan sistem sederhana 0; 1; Didasarkan pada produktivitas padi di setiap wilayah relatif terhadap Indonesia: (0) lebih kecil (1) sama (2) lebih besar 0; 1; Didasarkan pada konversi lahan sawah di setiap wilayah relatif terhadap Indonesia sejak tahun : (0) lebih kecil (1) sama (2) lebih besar 0; 1; Didasarkan pada pencetakan lahan sawah di setiap wilayah relatif terhadap Indonesia sejak tahun : (0) lebih kecil (1) sama (2) lebih besar 0; 1; Didasarkan pada luas tanaman padi yang puso akibat banjir (ha) tahun 1999 dan 2002: (0) menurun (1) tetap (2) meningkat 0; 1; Didasarkan pada luas tanaman padi yang puso akibat kekeringan (ha) tahun 1999 dan 2002: (0) menurun (1) tetap (2) meningkat 0; 1; Didasarkan pada luas tanaman padi yang puso akibat jasad pengganggu (ha) tahun 1999 dan 2002: (0) menurun (1) tetap (2) meningkat 0; 1; (0) belum ditentukan; (1) dalam rencana/pembahasan; (2) sudah ditentukan Dewan Ketahanan Pangan, 2005 Survey tanah Sitorus Indikator Pertanian, 2004 Statistik LH Indonesia, 2004 Statistik LH Indonesia, 2004 Statistik LH Indonesia, 2004 Statistik LH Indonesia, 2004 Indikator Pertanian, 2004 Indikator Pertanian, 2004 Sensus Pertanian, 2003 b (Hasil pencacahan) Sensus Pertanian, 2003 b (Hasil pencacahan) Statistik Indonesia, 2001 a &2003 Statistik Indonesia, 2001&2003 Statistik Indonesia, 2001&2003 Menko Perekonomi an, 2005 (RPKK)

8 43 Atribut-atribut yang ditentukan dalam dimensi keberlanjutan ekologi (lingkungan) terdiri pada atribut yang menekankan kepada hal-hal yang berkaitan dengan pemeliharaan keberlanjutan daya dukung lingkungan, sehingga tidak melewati batas kemampuannya untuk mendukung seluruh aktivitas yang ada di dalamnya dan meningkatkan kapasitas serta kualitas dari ekosistem agar sistem penunjang kehidupan tetap terjamin. Pada Tabel 7 disajikan atribut-atribut dan skor yang akan digunakan untuk menilai keberlanjutan ketersediaan beras pada dimensi keberlanjutan ekologi. Atribut yang digunakan untuk menilai keberlanjutan ekologi seluruhnya ada 15 atribut. Atribut-atribut yang ditentukan dalam dimensi keberlanjutan ekonomi lebih ditekankan kepada atribut yang menggambarkan efisiensi ekonomi, kesejahteraan yang berkesinambungan bagi pelaku usaha dan peningkatan pemerataan serta distribusi kesejahteraan dalam masyarakat secara keseluruhan. Atribut yang digunakan dalam dimensi ekonomi seluruhnya ada 12 atribut. Atribut dan Skor keberlanjutan ekonomi Rap-Rice dapat dilihat pada Tabel 8. Dalam dimensi keberlanjutan sosial budaya, atribut-atribut yang ditentukan berkaitan dengan stabilitas penduduk, pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam hal ini kebutuhan pangan pokok beras, menghargai sistem sosial budaya dan mempertahankan keaneka ragaman budaya serta mendorong partisipasi masyarakat dalam mengambil keputusan. Atribut dan Skor keberlanjutan sosial budaya Rap-Rice dapat dilihat pada Tabel 9. Atribut dalam dimensi keberlanjutan kelembagaan menggambarkan suatu kondisi kelembagaan baik kelembagaan masyarakat maupun pemerintah yang dapat mendukung sistem ketersediaan beras, sehingga dengan adanya lembaga-lembaga ini diharapkan neraca ketersediaan beras positif seperti yang diharapkan dan berkelanjutan. Atribut yang digunakan untuk menilai keberlanjutan neraca ketersediaan beras dimensi kelembagaan ada 10 atribut. Atribut dan Skor keberlanjutan neraca ketersediaan beras dimensi kelembagaan Rap-Rice dapat dilihat pada Tabel 10.

9 44 Tabel 8. Atribut dan Skor Keberlanjutan Ekonomi Dimensi/Atribut Skor Baik Buruk Keterangan Sumber data I. Keberlanjutan Ekonomi 1. Efisiensi Ekonomi 2. Tingkat Keuntungan 3. PDRB 0; 1; 2; 3; 4 4. Produksi Padi 0; 1; 2; 3; 4 0; 1; Didasarkan pada hasil hitungan R/C: (0) tidak layak (R/C < 1), (1) Break even point ((R/C = 1), (2) layak ((R/C > 1) 0; 1; Didasarkan pada persen keuntungan per ha dari usaha penanaman padi di setiap wilayah relatif terhadap persen keuntungan per ha dari usaha penanaman padi di Indonesia: (0) lebih kecil; (1) sama; (2) lebih besar 4 0 Didasarkan pada PDRB 2003 di setiap wilayah relatif terhadap rata-rata PDRB Indonesia 2003: (0) jauh di bawah rata-rata, (1) di bawah rata-rata; (2) sama; (3) di atas rata-rata; (4) jauh di atas ratarata 4 0 Didasarkan pada produksi padi di setiap wilayah relatif terhadap produksi padi Indonesia: (0) jauh di bawah rata-rata, (1) di bawah rata-rata; (2) sama; (3) di atas rata-rata; (4) jauh di atas rata-rata 5. Nilai Tukar Petani 0; 1; Didasarkan pada nilai tukar petani di setiap wilayah relatif terhadap nilai tukar petani di Indonesia: (0) lebih kecil, (1) sama; (2) lebih besar Patanas, 2006 Indikator Pertanian, 2004 Statistik Indonesia, 2004 d Statistik Pertanian, 2003 Kinerja PKP, Perubahan Upah Riil Buruh Tani 7. Jumlah Rumah Tangga Pertanian Dengan Luas Lahan > 0,5 ha yang Dikuasai 8. Jumlah Tenaga Kerja Pertanian di subsektor Tanaman Pangan 9. Harga Eceran Beras 10. Persentase Penduduk Hidup di Bawah Garis Kemiskinan 11. Persentase Pangsa Produksi Padi 12. Banyak Desa yang Memiliki Sarana Produksi Pemasaran 0; 1; Didasarkan pada perubahan upah riil buruh tani menurut propinsi (rata2 Juni-Agustus 2003 terhadap Juni-Agustus 2002 dan rata2 Agustus- Oktober 2002 terhadap Agustus-Oktober 2001 (BPS 2003): (0) turun tajam (<-2,5%), (1) tidak ada perubahan (-2,5 - < 2,5%), (2) naik tajam (> 2,5%) 0; 1; Didasarkan pada jumlah rumahtangga pertanian dengan luas lahan yg dikuasi 0,5 ha di setiap wilayah relatif terhadap jumlah rumah tangga pertanian dengan luas lahan > 0,5 ha yang dikuasai di Indonesia: (0) lebih kecil, (1) sama, (2) lebih besar 0; 1; Didasarkan pada jumlah tenaga kerja pertanian di subsektor tanaman pangan di setiap wilayah relatif terhadap jumlah tenaga kerja pertanian di subsektor tanaman pangan di Indonesia: (0) lebih kecil, (1) sama, (2) lebih besar 0; 1; 2; 3; 4 0; 1; 2; 3 0; 1; 2; 3; 4 0; 1; 2; 3; Didasarkan pada trend perkembangan harga beras tahun : (0) menurun, (1) fluktuasi dengan tren menurun, (2) tetap, (3) fluktuasi dengan tren meningkat, (4) meningkat 0 4 Didasarkan pada trend persen populasi di bawah garis kemiskinan nasional tahun 1996, 1999 dan 2003 (Peta Kerawanan Pangan Indonesia: (0) menurun, (1) fluktuasi dengan tren menurun, (2) tetap, (3) fluktuasi dengan tren meningkat, (4) meningkat 4 0 Didasarkan pada pangsa berbagai sentra produksi padi di setiap wilayah relatif terhadap pangsa sentra produksi padi di Indonesia: (0) jauh di bawah rata-rata, (1) di bawah rata-rata; (2) sama; (3) di atas rata-rata; (4) jauh di atas rata-rata 4 0 Didasarkan pada desa yang memiliki pasar dengan bangunan permanen di setiap wilayah 2003 relatif terhadap rata-rata desa yang memiliki pasar dengan bangunan permanen di indonesia 2003: (0) jauh di bawah rata-rata, (1) di bawah rata-rata; (2) sama; (3) di atas rata-rata; (4) jauh di atas rata-rata Kinerja PKP, 2004 Statistik Pertanian, 2003 Statistik Pertanian, 2003 Statistik Indonesia, 2003 c Dewan Ketaha nan Pangan, 2005 (PKPI) Ekonomi Padi dan Beras Deptan, 2004 Indikator Pertanian, 2001&2003

10 45 Tabel 9. Atribut dan Skor Keberlanjutan Sosial Budaya Dimensi/Atribut Skor Baik Buruk Keterangan Sumber data III. Keberlanjutan Sosial-Budaya 1. Persentase Tingkat Partisipasi 0; 1; 2; 3; 0 4 Didasarkan pada olahan data Susenas (1990, 1993, 1996, 1999): (0) menurun, (1) fluktuasi Konsumsi Beras 4 dengan trend menurun; (2) sama, (3) fluktuasi Wilayah Perkotaan dengan trend meningkat, (4) meningkat 2. Persentase Tingkat 0; 1; 0 4 Didasarkan pada olahan data Susenas (1990, Partisipasi 2; 3; , 1996, 1999): (0) menurun, (1) fluktuasi Konsumsi Beras dengan trend menurun, (2) sama, (3) fluktuasi Wilayah Pedesaan dengan trend meningkat, (4) meningkat 3. Persentase Desa 0;1; 2; 5 0 Didasarkan pada persentase desa yang tidak bisa yang Tidak 3; 4; 5 dilalui kendaraan roda empat (hasil olahan PKPI): Memiliki Akses (0) 30, (1) 25 - < 30, (2) 20 - < 25, (3) 15 - < 20, Penghubung yang (4) 10 - < 15, (5) 0 - < 10 Memadai 4. Pertumbuhan 0; 1; 0 4 Didasarkan pada trend perkembangan penduduk Penduduk 2; 3; 4 tahun 1990, 2000 dan 2003: (0) menurun, (1) fluktuasi dengan trend menurun, (2) sama, (3) fluktuasi dengan trend meningkat, (4) meningkat 5. Jumlah Rumahtangga Petani Padi 6. Rumahtangga Pertanian yang Pernah Mengikuti Penyuluhan Pertanian 7. Pertumbuhan Konsumsi Kapita 8. Perempuan Berpendidikan per 0; 1; 2; 3; 4 0; 1; 2; 3; 4 9. Pendidikan Formal 0; 1; 2; 3; Desa yang Sebagian Besar Penduduknya Bekerja di Sektor Tanaman Pangan 4 0 Didasarkan pada jumlah rumahtangga petani padi dan palawija tahun 1993 di setiap wilayah relatif terhadap jumlah rumahtangga petani padi di Indonesia: (0) jauh di bawah rata-rata, (1) di bawah rata-rata, (2) sama; (3) di atas rata-rata; (4) jauh di atas rata-rata 4 0 Didasarkan pada jumlah RT pertanian yang pernah mengikuti penyuluhan di setiap wilayah relatif terhadap jumlah RT pertanian yang pernah mengikuti penyuluhan pertanian di Indonesia 2003: (0) jauh di bawah rata-rata, (1) di bawah rata-rata, (2) sama; (3) di atas rata-rata; (4) jauh di atas rata-rata 0; 1; Didasarkan pada trend tingkat konsumsi beras (kg/kap/th) tahun 1996 dan 1999: (0) menurun, (1) tetap, (2) meningkat 0; 1; Didasarkan pada persen perempuan buta huruf di setiap wilayah kepulauan relatif terhadap persen perempuan buta huruf di Indonesia: (0) lebih kecil (1) sama (2) lebih besar 0; 1; 2; 3; Didasarkan pada persen rumahtangga usaha padi terhadap pendidikan formal: (0) persen terbesar adalah tidak tamat SD: (1) persen terbesar adalah tamat SD, (2) persen terbesar adalah tamat SMP, (3) persen terbesar adalah tamat SMA, (4) persen terbesar adalah tamatan PT 4 0 Didasarkan pada desa yang sebagian besar penduduknya bekerja di sektor tanaman pangan di setiap wilayah relatif terhadap Desa yang sebagian besar penduduknya bekerja di sektor tanaman pangan di Indonesia: (0) jauh di bawah rata-rata, (1) di bawah rata-rata, (2) sama; (3) diatas rata-rata; (4) jauh diatas rata-rata Susenas, 1993, 1996, 1999 Susenas, 1993, 1996, 1999 DKP, 2005 PKPI Statistik Indonesia, 2003 c Statistik Pertanian, 2003 Sensus Pertanian, 2003 a Susenas, 1996, 1999 PKPI, DKP, 2005 Padi dan Palawija BPS Statistik Podes Indonesia, 2003 d dan 2005

11 46 Tabel 10. Atribut dan Skor Keberlanjutan Kelembagaan Dimensi/Atribut Skor Baik Buruk Keterangan Sumber data I. Keberlanjutan Kelembagaan 1. Perkembangan KUD 0; 1; Didasarkan pada perkembangan jumlah KUD di setiap wilayah relatif terhadap ratarata perkembangan jumlah KUD di Indonesia tahun 2005: (0) lebih kecil; (1) sama; (2) lebih besar 2. Kelembagaan Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) 3. Sekolah Pertanian Pembangunan (SPP) 4. Jumlah Unit Pelaksana Teknis Balitbang (BPTP) 5. Jumlah Unit Pelaksana Teknis Ditjen BP Tanaman Pangan (BPSBTPH) 6. Jumlah Unit Pelaksana Teknis Ditjen BP Tanaman Pangan (BPTPH) 7. Lembaga Keuangan Mikro 8. Kelompok Usaha Pertanian 9. Jumlah Kelompok Taruna Tani 10.Jumlah kelompok Wanita Tani 0; 1; 2; Didasarkan pada jumlah STPP di setiap wilayah (0) tidak ada; (1) terdapat hanya 1-2 unit; (2) terdapat 3-4; (3) terdapat 5-6 0; 1; Didasarkan pada jumlah SPP di setiap wilayah (0) tidak ada; (1) terdapat hanya 1 unit; (2) terdapat lebih dari 1 unit 0; 1; Didasarkan pada jumlah BPTP di setiap wilayah (0) tidak ada; (1) terdapat hanya 1-2 unit; (2) terdapat 3-4; (3) terdapat 5-6; (4) terdapat lebih dari 6 unit 0; 1; Didasarkan pada jumlah BPSBTPH di setiap wilayah (0) tidak ada; (1) terdapat hanya 1 unit; (2) terdapat lebih dari 1 unit 0; 1; Didasarkan pada jumlah BPTPH di setiap wilayah (0) tidak ada; (1) terdapat hanya 1 unit; (2) terdapat lebih dari 1 unit 0; 1; Didasarkan pada jumlah LKM disetiap wilayah relatif terhadap rata-rata jumlah LKM Indonesia: (0) lebih kecil (1) sama (2) lebih besar 0; 1; Didasarkan pada jumlah RT KUP di setiap wilayah relatif terhadap rata-rata jumlah Rt KUP Indonesia: (0) lebih kecil (1) sama (2) lebih besar 0; 1; Didasarkan pada jumlah kelompok di setiap wilayah relatif terhadap rata-rata jumlah kelompok di Indonesia: (0) lebih kecil (1) sama (2) lebih besar 0; 1; Didasarkan pada jumlah kelompok di setiap wilayah relatif terhadap rata-rata jumlah kelompok di Indonesia: (0) lebih kecil (1) sama (2) lebih besar Keterangan: BPSBTPH = Balai Pengawasan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura BPTPH = Balai Penelitian Tanaman Pangan dan Hortikultura BPTP = Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Statistik Potensi Desa Indonesia, 2005 Statistik Pertanian, 2003 Statistik Pertanian, 2003 Statistik Pertanian, 2003 Statistik Pertanian, 2003 Statistik Pertanian, 2003 Statistik Potensi Desa Indonesia, 2005 Sensus Pertanian, 2003 a Statistik Pertanian Statistik Pertanian Atribut dalam dimensi keberlanjutan teknologi merupakan gambaran tentang teknologi yang digunakan dan dimiliki sehingga mampu mendorong ketersediaan beras yang berkelanjutan. Ada 11 atribut teknologi yang dianggap oleh para pakar dapat mewakili keberlanjutan teknologi dan tersedia datanya. Atribut dan Skor keberlanjutan teknologi Rap-Rice dapat dilihat pada Tabel 11.

12 47 Tabel 11. Atribut dan Skor Keberlanjutan Teknologi Dimensi/Atribut Skor Baik Buruk Keterangan Sumber data IV. Keberlanjutan Teknologi 1. Jumlah Mesin 0; 1; Pengolah Lahan Jenis 2; 3; 4 Traktor Roda Dua (Two Wheels Tractors) dan Roda Empat (Four Wheels Tractors) 2. Jumlah Alat Penanaman 3. Jumlah Alat Pemupukan Urea Tablet (Applicator) 4 0 Didasarkan pada jumlah mesin pengolah lahan di setiap wilayah relatif terhadap jumlah mesin pengolah lahan di Indonesia: (0) jauh di bawah rata-rata; (1) di bawah rata-rata; (2) sama; (3) di atas rata-rata; (4) jauh di atas rata-rata 0; 1; Didasarkan pada trend perkembangan jumlah alat penanaman (Jabber, seeder dan transplanter) selang waktu 2000 dan 2002: (0) menurun; (1) tetap; (2) meningkat 0; 1; 2; 3; Didasarkan pada jumlah alat pemupukan urea tablet (applikator) di setiap wilayah relatif terhadap jumlah alat aplikator di Indonesia 2002: (0) jauh di bawah rata-rata; (1) di bawah rata-rata; (2) sama; (3) di atas ratarata; (4) jauh di atas rata-rata 4. Pompa Air 0; 1; Didasarkan pada trend perkembangan jumlah pompa air selang waktu 2000 dan 2002: (0) menurun; (1) tetap; (2) meningkat 5. Jumlah Mesin 0; 1; Didasarkan pada trend perkembangan jumlah Pemberantas Jasad alat hand sprayer dan knapsack motor Pengganggu sprayer selang waktu 2000 dan 2002: (0) menurun; (1) tetap; (2) meningkat 6. Jumlah Mesin Pemberantas Jasad Pengganggu Jenis Emposan Tikus (Fumigator) 7. Jumlah Mesin Perontok Padi 8. Jumlah Mesin Pengering Gabah (Dryer) 9. Jumlah Mesin Pembersih Gabah (Cleaner) 10. Jumlah Mesin Penyosoh Beras (polisher) 11. Jumlah Mesin Penggiling Padi 12. Jumlah Mesin Rice Milling Unit (RMU) 13. Jumlah Mesin Pemecah Kulit Gabah (Husker) 0; 1; 2; 3; 4 0; 1; 2; 3; Didasarkan pada perkembangan jumlah alat fumigator di setiap wilayah relatif terhadap jumlah alat fumigator di Indonesia tahun 2002: (0) jauh di bawah rata-rata; (1) di bawah ratarata; (2) sama; (3) di atas rata-rata; (4) jauh di atas rata-rata 4 0 Didasarkan pada jumlah mesin perontok padi di setiap wilayah relatif terhadap jumlah mesin perontok padi di Indonesia tahun 2002: (0) jauh di bawah rata-rata; (1) di bawah ratarata; (2) sama; (3) di atas rata-rata; (4) jauh di atas rata-rata 0; 1; Didasarkan pada trend perkembangan selang waktu 2000 dan 2002: (0) menurun; (1) tetap; (2) meningkat 0; 1; 2; 3; Didasarkan pada jumlah mesin pembersih gabah (cleaner) di setiap wilayah relatif terhadap jumlah mesin pembersih gabah (cleaner) di Indonesia tahun 2002: (0) jauh di bawah rata-rata; (1) di bawah rata-rata; (2) sama; (3) di atas rata-rata; (4) jauh di atas rata-rata 0; 1; Didasarkan pada trend perkembangan selang waktu 2000 dan 2002: (0) menurun; (1) tetap; (2) meningkat 0; 1; 2; 3; Didasarkan pada jumlah mesin penggiling padi di setiap wilayah relatif terhadap jumlah mesin penggiling padi di Indonesia tahun 2002: (0) jauh di bawah rata-rata; (1) di bawah rata-rata; (2) sama; (3) di atas ratarata; (4) jauh di atas rata-rata 0; 1; Didasarkan pada trend perkembangan RMU selang waktu 2000 dan 2002: (0) menurun; (1) tetap; (2) meningkat 0; 1; 2; 3; Didasarkan pada jumlah mesin pemecah kulit gabah di setiap wilayah relatif terhadap jumlah mesin pemecah kulit gabah di Indonesia tahun 2002: (0) jauh di bawah ratarata; (1) di bawah rata-rata; (2) sama; (3) di atas rata-rata; (4) jauh di atas rata Alat-alat Pertanian, 2002 Alat Pertanian, 2000&2002 Alat-alat Pertanian, 2002 Alat Pert, 2000&2002 Alat-alat Pertanian, 2000&2002 Alat-alat Pertanian, 2002 Alat-alat Pertanian, 2002 Alat Pert, 2000&2002 Alat-alat Pertanian, 2002 Alat Pert, 2000&2002 Alat-alat Pertanian, 2002 Alat-alat Pertanian, 2000&2002 Alat-alat Pertanian, 2002

13 48 Proses ordinasi Rap-Rice ini menggunakan perangkat lunak modifikasi RAPFISH (rapid Apraisal For Fisheries) yang dikembangkan oleh University of British Columbia, Kanada untuk melakukan evaluasi keberlanjutan di bidang perikanan (Kavanagh, 2001) yang dalam perkembangannya RAPFISH ini dipakai juga untuk evaluasi keberlanjutan bidang-bidang lainnya seperti budidaya ternak, usahatani padi organik agribisnis sapi dan ketahanan pangan (Mersyah, 2004; Suwandi, 2005: Ridwan, 2005 dan Syafruddin, 2006). Pendekatan MDS dalam RAPFISH memberikan hasil yang stabil (Pitcher and Preikshot, 2001 dalam Fauzi dan Anna, 2005) dibandingkan dengan metoda multi variate analysis yang lain (misal factor analysis). Dalam MDS, dua titik atau objek yang sama dipetakan dalam satu titik yang saling berdekatan. Sebaliknya, obyek atau titik yang tidak sama digambarkan dengan titik-titik yang berjauhan. Teknik ordinasi atau penentuan jarak di dalam MDS didasarkan pada Euclidian Distance yang dalam ruang berdimensi n dapat ditulis sebagai berikut: ( x1 x2 + y1 y2 + z ) d = z Konfigurasi dari objek atau titik didalam MDS kemudian diaproksimasi dengan meregresikan jarak Euclidian (dij ) dari titik i ke titik j dengan titik asal (δ ij ) sebagaimana persamaan berikut: d ij = ij α + βδ + ε Teknik yang digunakan dalam meregresikan persamaan di atas adalah Algoritma ALSCAL (Alder et al., 2000 dalam Fauzi dan Anna, 2005). Metoda ALSCAL mengoptimisasikan jarak kuadrat (square distance = d ijk ) terhadap data kuadrat (titik asal = O ijk ), yang dalam tiga dimensi (i, j, k) ditulis dalam formula yang disebut S-Stress sebagai berikut: s = 1 m m k = ( d ijk o ijk ) i j 4 0 ijk i j 2 Dimana jarak kuadrat merupakan jarak Euclidian yang dibobot, atau ditulis: d 2 ijk = r a = 1 w ka ( x x ) ia ja 2

14 49 Goodness of fit dalam MDS dicerminkan dari besaran nilai S-Stress yang dihitung berdasarkan nilai S di atas dan R 2 (Malhotra, 2006). Nilai stres yang rendah menunjukkan good fit, sementara nilai S yang tinggi menunjukkan sebaliknya. Di dalam pendekatan RAPFISH, model yang baik ditunjukkan dengan nilai stres yang lebih kecil dari 0.25 atau S < 0.25 (Fauzi dan Anna, 2005). Nilai R 2 yang baik adalah R 2 yang nilainya mendekati 1. Melalui MDS, posisi titik keberlanjutan dapat divisualisasikan dalam dua dimensi yaitu sumbu horizontal dan sumbu vertikal. Sumbu horizontal menunjukkan perbedaan sistem yang dikaji dalam ordinasi buruk (0 persen) sampai baik (100 persen) untuk setiap dimensi yang dianalisis. Sedangkan sumbu vertikal menunjukkan perbedaan dari campuran skor atribut di antara sistem yang dikaji. Hasil analisis menghasilkan suatu nilai dimana nilai ini merupakan nilai indeks keberlanjutan sistem yang dikaji. Analisis ordinasi ini dapat dilakukan juga untuk menganalisis seberapa jauh status keberlanjutan untuk masing-masing dimensi. Gambaran analisis keberlanjutan antar dimensi dapat divisualisasikan dalam sebuah diagram layang (kite diagram) seperti terlihat pada Gambar 7. Kelembagaan Ekologi Ekonomi Teknologi Sosial Budaya Gambar 7. Diagram Layang Keberlanjutan Ketersediaan Beras Nasional Skala indeks keberlanjutan sistem yang dikaji mempunyai selang 0 persen persen. Jika nilai indeks lebih dari 50 persen maka sistem yang dikaji tersebut dapat dikategorikan berkelanjutan (sustainable) dan bila indeks kurang dari 50 persen maka sistem yang dikaji belum berkelanjutan. Namun dalam penelitian ini dilakukan modifikasi dengan membuat empat kategori status keberlanjutan dari skala dasar tersebut, seperti yang terlihat pada Tabel 12.

15 50 Tabel 12. Kategori Status Keberlanjutan Nilai Indeks Kategori Buruk: Tidak berkelanjutan Kurang: Kurang berkelanjutan Cukup: Cukup berkelanjutan Baik: Sangat berkelanjutan Analisis sensitivitas (leverage) dalam penelitian ini dilakukan untuk melihat atribut mana saja yang sangat dominan atau sensitif mempengaruhi keberlanjutan dibanding atribut lainnya. Untuk mengevaluasi dampak kesalahan acak (random error) terhadap seluruh dimensi pada proses pendugaan nilai ordinasi digunakan analisis Monte Carlo dengan metode scatter plot (Kavanagh, 2001; Fauzi dan Anna, 2005). Analisis ini merupakan metoda simulasi yang dapat melihat aspek ketidak pastian yang dapat disebabkan antara lain oleh: (1) dampak dari kesalahan dalam skoring akibat minimnya informasi, (2) dampak dari keragaman dalam skoring akibat perbedaan penilaian, (3) kesalahan dalam data entry dan (4) Tingginya nilai stres yang diperoleh dari algoritma ALSCAL. Secara lengkap tahapan analisis keberlanjutan dari penelitian ini disajikan pada Gambar 8. Mulai Review Atribut (meliputi berbagai kategori dan skoring kriteria) Identifikasi sistem dan pendefinisian (didasarkan kriteria yang konsisten) Skoring (mengkrontruksi reference point untuk good and bad serta anchor) Multidimensional Scaling Ordination (untuk setiap atribut) Simulasi Monte Carlo (Analisis Ketidakpastian) Simulasi Leverage (Analisis Sensitivitas) Analisis Keberlanjutan Gambar 8. Tahapan Indeks dan Status Analisis Keberlanjutan Menggunakan MDS dengan Aplikasi Modifikasi Rapfish

16 Pendekatan Sistem Pendekatan sistem diartikan sebagai metoda pengkajian permasalahan yang dimulai dari analisis kebutuhan sehingga dapat menghasilkan suatu model operasional dari sistem tersebut. Dalam pendekatan sistem ada beberapa tahapan analisis diantaranya adalah (1) analisis kebutuhan, (2) formulasi masalah, (3) identifikasi sistem, (4) pemodelan sistem, (5) validasi dan verifikasi model serta (6) implementasi. Sedangkan Maani dan Cavana (2000) menyatakan hal yang tidak jauh berbeda dalam tahapannya kecuali melakukan rencana skenario sebelum tahapan implementasi Analisis Kebutuhan Analisis kebutuhan merupakan permulaan pengkajian dari suatu sistem (Eriyatno, 1987). Dalam melakukan analisis kebutuhan ini dinyatakan kebutuhankebutuhan yang ada, baru kemudian dilakukan tahap pengembangan terhadap kebutuhan-kebutuhan yang didiskripsikan. Langkah awal dalam mengidentifikasi kebutuhan adalah dengan mendata para stakeholder yang terkait. Bedasarkan kajian pustaka dan hasil penelitian pihak-pihak yang terkait dalam penyediaan dan konsumsi beras beras dikelompokkan sebagai berikut: (1) Pemerintah (pusat dan daerah) serta Departemen terkait, (2) Swasta (pedagang, koperasi, penggilingan, importir), (3) Konsumen, (4) Petani dan kelompok tani (produsen beras) dan (5) Masyarakat umum. Analisis kebutuhan dilakukan pada stakeholder di 8 provinsi yang mewakili 8 ekosistem padi yaitu Jawa Barat, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Jawa Timur (Lampiran 71). Participatory Rural Appraisal merupakan program yang dilakukan oleh BPTP untuk melihat kendala dan kebutuhan yang diperlukan di masing-masing daerah. Peneliti mengikuti Participatory Rural Appraisal di dua provinsi yaitu Kalimantan Barat dan Jawa Barat.

17 52 Tabel 13. Analisis Kebutuhan Stakeholder Dalam Sistem Penyediaan dan Konsumsi Beras No. Stakeholder/ Pelaku Sistem Kebutuhan Stakeholder/Pelaku Sistem 1. Petani Harga saprodi rendah Harga gabah tinggi Tersedianya benih dengan mutu yang baik Produktivitas padi tinggi Modal pinjaman tersedia Tenaga kerja tersedia Penyuluhan Sarana irigasi memadai Teknologi berproduksi Pendapatan yang tinggi 2. Swasta Pedagang beras Pengusaha penggilingan Koperasi pedesaan Keuntungan usaha yang layak Jaminan bahan baku Jaminan usaha berkelanjutan Akses penghubung memadai 3. Konsumen Tersedia sepanjang waktu Kualitas baik Harga murah 4. Masyarakat LSM Keserasian kehidupan sosial, ekonomi dan lingkungan Tidak terjadinya gejolak sosial Tidak terjadi degradasi SDA dan lingkungan Kelembagaan panen Penyerapan tenaga kerja 5. Pemerintah pusat dan daerah, Departemen terkait: Deptan, Bulog, Deperindag Neraca beras positif (semua kebutuhan beras terpenuhi) secara berkelanjutan Peningkatan produksi padi Pemanfaatan sumberdaya secara optimal Penurunan tingkat degradasi SDA dan lingkungan Peraturan daerah (penggunaan lahan) Koordinasi dan kerjasama antar sektor Penyuluhan lembaga dan pendampingan Formulasi Masalah dalam Sistem Adanya keinginan dan kebutuhan yang berbeda-beda di antara peran stakeholder, akan menimbulkan conflict of interest dalam sistem. Untuk memetakan berbagai kepentingan stakeholder diperlukan analisis formulasi masalah penyediaan dan konsumsi beras seperti terlihat pada Tabel 14.

18 53 Tabel 14. Analisis Formulasi Permasalahan Stakeholder dalam Sistem Penyediaan dan Konsumsi Beras No. Stakeholder/Pelaku Sistem Formulasi Permasalahan 1 Petani Produsen dan kelompok tani 2. Swasta Pedagang beras Pengusaha penggilingan Koperasi pedesaan Lembaga keuangan/perkreditan Harga gabah yang diterima petani rendah, harga input tinggi Keuntungan usaha relatif terhadap tanaman lain rendah Keadaan iklim, air irigasi dan lahan kurang mendukung peningkatan produksi Tingginya alih fungsi lahan sarana produksi seperti pupuk dan pestisida sering datangnya tidak tepat waktu Mutu gabah yang diperdagangkan rendah Kontinuitas bahan baku kurang terjamin Ketatnya birokrasi untuk pendirian usaha Penyaluran kredit perlu agunan dan kredit macet Persaingan usaha ketat dan keuntungan kurang 3. Konsumen Harga berfluktuasi dan tinggi pada saat tidak musim panen Mutu beras kurang terjamin 4. Masyarakat LSM Belum melekatnya budaya pangan non beras Meningkatnya pertentangan dan konflik sosial (kelembagaan panen) 5. Pemerintah pusat, daerah dan Departemen terkait Koordinasi vertikal dan horizontal belum berjalan terutama untuk penetapan lahan untuk padi, distribusi pangan raskin dan pembelian gabah dari petani. Lemahnya dukungan atas sarana infrastruktur terutama irigasi Lemahnya dukungan dan informasi waktu tanam serta harga Indentifikasi Ketersediaan Beras Nasional Beras merupakan pangan pokok penting yang dikonsumsi oleh hampir seluruh rakyat Indonesia, hal ini dilihat dari partisipasi konsumsi yang mencapai hampir 100 persen (98 %), sehingga pemantauan terhadap ketersediaan beras perlu dilakukan setiap tahunnya. Pemodelan ketersediaan beras ditujukan untuk mengetahui perilaku ketersediaan beras di masa yang akan datang sebagai pemenuhan untuk konsumsi rumah tangga (RT), pemenuhan kebutuhan bahan baku industri, pemenuhan kebutuhan benih, pakan dan ekspor. Dalam penelitian ini model ketersediaan beras Nasional dibagi ke dalam dua subsistem yaitu subsistem penyediaan dan subsistem kebutuhan beras. Model ini dibuat berdasarkan identifikasi permasalahan yang dituangkan ke dalam diagram sebab akibat (causal loop ), dimana bahasa gambar yang dipakai dalam diagram sebab akibat ini adalah dengan memakai gambar panah yang saling mengait, dimana hulu panah mengungkapkan sebab dan ujung panah mengungkap akibat. Jika terjadi hubungan umpan balik (feedback) antar variabel dalam diagram sebab akibat maka keterkaitan tersebut disebut sebagai suatu (feedback loop). Model sistem ini diformulasikan dalam diagram alir (stock and flow) dan diformulasikan dengan menggunakan Software Powersim.

19 Diagram Sebab Akibat (Causal Loop) Untuk melihat sistem penyediaan beras dibuat diagram lingkar sebab akibat yang menggambarkan keterkaitan hubungan antara sistem penyediaan dan sistem kebutuhan beras, serta komponen atau elemen yang berinteraksi di dalam sistem seperti yang terlihat pada Gambar Laju Konversi Lahan Basah (-) Luas Lahan Basah (+) Laju Pembukaan Lahan Basah Produksi Padi Lahan Basah Produktivitas Padi Lahan Basah IP Gap Total Produksi Padi Goal lahan basah Pakan Ternak/ Unggas Kebutuhan - Benih - Tercecer/ Susut Laju Konversi Lahan Kering (-) Luas Lahan Kering (Panen) (+) Laju Pembukaan Lahan Kering Produksi Padi Lahan Kering Goal lahan kering Gap + + Rendemen Gabah_Beras Stok/Cadangan + + Total Produksi Beras + Penyediaan + Ekspor Impor KETERSEDIAAN BERAS NASIONAL Produktivitas Padi Lahan Kering Laju Pertumbuhan Penduduk Kota (+) Penduduk Kota + + Kebutuhan Konsumsi Beras RT Nasional Konsumsi Perkapita Kota Kebutuhan Beras Nasional + + Bahan Baku Industri (Non Makanan) + Laju Pertumbuhan Penduduk Desa (+) Penduduk Desa Kebutuhan Konsumsi Beras Kota Konsumsi Perkapita Desa + Kebutuhan Konsumsi Beras Desa + Gambar 9. Diagram Alir Sebab Akibat Simulasi Model Dinamis Ketersediaan Beras Sebagai Ketahanan Pangan Berkelanjutan

20 Diagram Black Box Dari diagram lingkar sebab akibat di atas selanjutnya dimanfaatkan ke dalam konsep konstruksi black box atau diagram masukan keluaran. Untuk lebih jelasnya variabel-variabel yang mempengaruh kinerja sistem tersebut disajikan pada Gambar 10. Input Tak Terkontrol Jumlah penduduk Iklim dan cuaca Topografi lahan Input Lingkungan Kebijakan Pemerintah Nilai tukar rupiah Kondisi sosial ekonomi (global) Output yang Dikehendaki Neraca beras positif atau kebutuhan beras terpenuhi Produksi tinggi Kualitas lahan yang lestari Beras terdistribusi dengan baik Keuntungan petani tinggi Ketersediaan Beras Yang Berkelanjutan Input Terkontrol Teknologi budidaya Teknologi pasca panen Perluasan areal tanam Konversi lahan Konsumsi per kapita Pertumbuhan penduduk Manajemen Pengendalian Sistem Ketersediaan Beras Nasional (Umpan Balik) Output yang Tak Dikehendaki Biaya produksi tinggi Puso akibat gangguan iklim dan HPT Pencemaran saluran air Penggunaan SDA yang berlebihan Gas metan meningkat Gambar 10. Diagram Masukan Keluaran Model Neraca Ketersediaan Beras Nasional Formulasi Model Formulasi model merupakan perumusan masalah ke dalam bentuk matematis yang dapat mewakili sistem nyata. Formulasi model menghubungkan variabel-variabel yang telah ditentukan dalam bentuk kontekstual dengan bahasa simbolis. Formulasi model Sub Model Penyediaan dan Sub Model Sistem Kebutuhan dapat dilihat secara rinci sebagai berikut:

21 56 a. Sub Model Penyediaan Gambar 11 menunjukkan bentuk model sederhana diagram-alir sistem dinamik dari subsistem penyediaan. Subsistem penyediaan beras dipengaruhi oleh berbagai variabel antara lain produksi padi, luas areal padi (sawah dan ladang), produktivitas padi, alih fungsi lahan, pembukaan lahan, intensitas pertanaman (IP) dan konversi gabah ke beras serta impor. Luas areal padi dalam penelitian ini akan memberikan pengaruh positif terhadap produksi atau merujuk kepada kerangka pemikiran kesisteman disebut mempunyai hubungan kausal positif. Semakin tinggi luas areal padi maka semakin tinggi produksi padi yang dihasilkan, dan semakin banyak padi yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan. Dalam penelitian ini luas areal padi dibagi ke dalam dua yaitu areal padi lahan basah yaitu sawah dan padi lahan kering atau ladang, dimana pola hubungannya serupa. Sementara itu semakin tinggi luas areal yang tersedia maka semakin besar peluang terjadinya alih fungsi lahan seperti yang sedang terjadi saat ini terutama di Jawa, banyak lahan padi dikonversi untuk keperluan lain seperti industri, perumahan dan jalan. Konversi lahan ini akan memberikan pengaruh negatif terhadap luas areal. Hal ini berarti semakin besar konversi lahan maka semakin berkurang luas areal. Hubungan yang terjadi pada loop seperti ini dinyatakan sebagai feedback negatif. Oleh karena itu pemerintah saat ini berusaha melakukan perluasan areal dengan melakukan pembukaan lahan atau pencetakan sawah baru. Bahkan pemerintah saat ini dalam Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan mencanangkan lahan pertanian abadi, lahan sawah 15 juta hektar dan lahan kering 15 juta hektar. Pada loop ini digunakan variabel perantara yaitu gap yang menyatakan selisih antara goal lahan dengan luas areal riil. Variabel gap pada loop ini akan menghasilkan hubungan feedback negatif.

22 57 Prodktvts_padi_lhn_basah IP Fraksi_pakan_ternak Luas_lhn_basah Produksi_padi_lhn_basah Pakan_Ternak Lj_pembukaan_lhn_basah Lj_konversi_lhn_basah Fraksi_bibit Fraksi_pembukaan_lhn_basah Fraksi_konversi_lhn_basah Bibit Total_produksi_padi Gap_lhn_basah Produksi_padi Goal_lhn_basah Produksi_padi_lhn_kering Fraksi_tercecer Tercecer Produksi_beras fr_rend_gbhbrs Prodktvts_padi_lhn_kering Luas_lhn_kering Lj_pembukaan_lhn_kering Lj_konversi_lhn_kering fr_ekspor Ekspor Stok_beras_Nas Fraksi_konversi_lhn_kering Gap_lhn_kering Fraksi_pembukaan_lhn_kering Goal_lhn_kering PENYEDIAAN_BERAS_NASIONAL fr_iimpor iimpor Gambar 11. Struktur Sub Model Penyediaan Beras Nasional Produktivitas padi akan memberikan pengaruh yang positif terhadap produksi padi. Hal ini berarti semakin tinggi produktivitas padi akan mengakibatkan semakin tinggi produksi. Begitupula intensitas pertanaman (IP) mempunyai pengaruh positif terhadap luas areal, semakin tinggi IP maka luas areal akan semakin besar. Dari hubungan sebab akibat antar variabel pada sub model sistem penyediaan di atas dilakukan penterjemahan diagram sebab akibat ke diagram alir (stok dan flow). Sub Model Penyediaan dirumuskan dalam persamaan matematis sebagai berikut: Penyediaan = Penyediaan_beras...(1)

23 58 Dimana: Penyediaan_beras = Produksi_Beras + Impor - Ekspor + Stok_Cadangan Persamaan (1) ini menyatakan bahwa penyediaan beras nasional merupakan produksi beras yang dihasilkan oleh Indonesia ditambah beras impor dan stok cadangan beras yang ada dikurangi dengan banyaknya beras yang diekspor. Produksi_beras = Total_produksi_padi*Rendemen_gabah_beras...(2) dimana: Total_produksi_padi = Produksi_padi Pakan_Ternak Bibit Tercecer Rendemen_gabah_beras = 62 Persamaan (2) menyatakan bahwa total produksi padi merupakan perkalian produksi padi dalam bentuk gabah kering giling dengan konversi gabah atau rendemen gabah beras menjadi beras. Rendemen yang dipakai dalam analisis sesuai dengan informasi yang didapat dari Sawit (1999) yang menyatakan bahwa untuk periode tahun rendemennya adalah 66 persen, sedangkan sekarang adalah sebesar 62 persen. Rendemen menurun dari tahun ke tahun disebabkan karena kualitas penggilingan menurun karena mesinnya sudah banyak yang tua. Total_produksi_padi = Produksi_padi_sawah + Produksi_padi_ladang... (3) dimana: Produksi_padi_sawah = Luas_lahan_basah * Produkstivitas_padi_sawah Produksi_padi_ladang = Luas_lahan_kering*Produktivitas_padi_ladang Total produksi padi (3) merupakan penjumlahan dari produksi padi sawah dan produksi padi ladang. Sementara produksi pada sawah/ladang diperoleh dari perkalian antara luas lahan basah/kering dengan produktivitas padi sawah/ladang. Luas_lahan_basah = dt*lj_pertumbuhan_lahan_basah dt*laju_konversi_lahan_basah...(4) dimana, Luas_lahan_basah = luas areal panen padi sawah (Ha) Laju_pembukaan_lahan_basah = laju pembukaan lahan sawah Laju_konversi_lahan_basah = laju konversi lahan sawah Persamaan (4) menyatakan bahwa luas areal panen mengakumulasi perbedaan antara laju pembukaan lahan sawah dan laju konversi lahan sawah terhadap keadaan luas areal panen sebelumnya yaitu luas panen pada tahun

III. METODOLOGI KAJIAN

III. METODOLOGI KAJIAN 39 III. METODOLOGI KAJIAN 3. Kerangka Pemikiran Pengembangan ekonomi lokal merupakan usaha untuk mengoptimalkan sumberdaya lokal yang melibatkan pemerintah, dunia usaha, masyarakat lokal, dan organisasi

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN 31 III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kawasan Minapolitan Kampung Lele Kabupaten Boyolali, tepatnya di Desa Tegalrejo, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali. Penelitian

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. 1. Pangkep 4 33' ' ' ' 2, Takalar , Bulukumba

3 METODE PENELITIAN. 1. Pangkep 4 33' ' ' ' 2, Takalar , Bulukumba 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Sulawesi Selatan mulai bulan Februari 2011 hingga Oktober 2011. Lokasi penelitian dilakukan di 3 kabupaten yaitu Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Perhitungan ketersediaan beras di tingkat Provinsi Bali menggunakan

BAB IV METODE PENELITIAN. Perhitungan ketersediaan beras di tingkat Provinsi Bali menggunakan BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Perhitungan ketersediaan beras di tingkat Provinsi Bali menggunakan pendekatan sistem dinamis, untuk waktu analisis tahun 2015 sd 2030. Data dan informasi

Lebih terperinci

ANALISIS INDEKS DAN STATUS KEBERLANJUTAN SISTEM KETERSEDIAAN BERAS DI BEBERAPA WILAYAH INDONESIA

ANALISIS INDEKS DAN STATUS KEBERLANJUTAN SISTEM KETERSEDIAAN BERAS DI BEBERAPA WILAYAH INDONESIA ANALISIS INDEKS DAN STATUS KEBERLANJUTAN SISTEM KETERSEDIAAN BERAS DI BEBERAPA WILAYAH INDONESIA Analysis of Sustainability Index and Status of Rice Availability System in Several Regions in Indonesia

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2006 sampai bulan Oktober 2006. Penelitian dilakukan di Kabupaten Gunungkidul dan Bantul

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

3 METODE UMUM PENELITIAN

3 METODE UMUM PENELITIAN 47 3 METODE UMUM PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2010 yang meliputi tahap-tahap : persiapan, pengumpulan data primer/sekunder, dan pengolahan/analisa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN Penelitian pendahuluan telah dilakukan sejak tahun 2007 di pabrik gula baik yang konvensional maupun yang rafinasi serta tempat lain yang ada kaitannya dengan bidang penelitian.

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHATANI TANAMAN HORTIKULTURA PADA LAHAN BERLERENG DI HULU DAS JENEBERANG

VIII. ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHATANI TANAMAN HORTIKULTURA PADA LAHAN BERLERENG DI HULU DAS JENEBERANG 133 VIII. ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHATANI TANAMAN HORTIKULTURA PADA LAHAN BERLERENG DI HULU DAS JENEBERANG 8.1. Pendahuluan Kabupaten Gowa mensuplai kebutuhan bahan material untuk pembangunan fisik, bahan

Lebih terperinci

4 PEMBANGUNAN MODEL. Gambar 13. Diagram sebab-akibat (causal loop) antar faktor sediaan beras. Bulog Jumlah penduduk. Pedagang pengumpul

4 PEMBANGUNAN MODEL. Gambar 13. Diagram sebab-akibat (causal loop) antar faktor sediaan beras. Bulog Jumlah penduduk. Pedagang pengumpul 4 PEMBANGUNAN MODEL Deskripsi Model Berdasarkan studi literatur dan observasi lapangan dapat dikenali beberapa pelaku utama yang berperan dalam pendistribusian beras dari tingkat petani sampai ke konsumen.

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 43 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan di Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan tepatnya di Kawasan Minapolitan Bontonompo yang mencakup 5 (lima) kecamatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia yang memberikan energi dan zat gizi yang tinggi. Beras sebagai komoditas pangan pokok dikonsumsi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN.

DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN. DAFTAR ISI DAFTAR ISI.. DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN. iv viii xi xii I. PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Perumusan Masalah 9 1.3. Tujuan Penelitian 9 1.4. Manfaat Penelitian 10

Lebih terperinci

Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 2. No 2 Desember 2008)

Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 2. No 2 Desember 2008) Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 2. No 2 Desember 2008) 65 KEBERLANJUTAN SISTEM KETERSEDIAAN BERAS NASIONAL : PENDEKATAN TEKNIK ORDINASI RAP-RICE DENGAN METODA MULTIDIMENSIONAL SCALING (MDS)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. Laut Jawa. D K I J a k a r ta PULAU JAWA. Gambar 3. Lokasi Penelitian (Kabupaten Tangerang) S e l a t M a d u r a.

3 METODOLOGI. Laut Jawa. D K I J a k a r ta PULAU JAWA. Gambar 3. Lokasi Penelitian (Kabupaten Tangerang) S e l a t M a d u r a. 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan selama 6 bulan, mulai bulan Juni hingga Desember 2006. Lokasi penelitian adalah beberapa desa di wilayah Kabupaten Tangerang dan Kabupaten

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Kebijakan pemberian subsidi, terutama subsidi pupuk dan benih yang selama ini ditempuh

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sawah irigasi sebagai basis usahatani merupakan lahan yang sangat potensial serta menguntungkan untuk kegiatan usaha tani. Dalam satu tahun setidaknya sawah irigasi dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dalam pembangunan pertanian, beras merupakan komoditas yang memegang posisi strategis. Beras dapat disebut komoditas politik karena menguasai hajat hidup rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara Agraris dimana sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai petani. Hal ini di dukung dengan kenyataan bahwa di Indonesia tersedia

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN Oleh : Sumaryanto Muhammad H. Sawit Bambang Irawan Adi Setiyanto Jefferson Situmorang Muhammad Suryadi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Beras merupakan bahan pangan pokok yang sampai saat ini masih dikonsumsi oleh sekitar 90% penduduk

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi padi varietas padi INPARI I3 Nomor Persilangan : OM1490 Asal Persilangan : OM606/IR

Lampiran 1. Deskripsi padi varietas padi INPARI I3 Nomor Persilangan : OM1490 Asal Persilangan : OM606/IR Lampiran 1. Deskripsi padi varietas padi INPARI I3 Nomor Persilangan : OM1490 Asal Persilangan : OM606/IR18348-36-3-3 Golongan : Cere Umur Tanaman : ±103 hari setelah sebar Betuk Tanaman : Tegak Tinggi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

STRATEGI PENCAPAIAN SWASEMBADA PADI BERKELANJUTAN DI KALIMANTAN SELATAN MELALUI PENDEKATAN SISTEM DINAMIK

STRATEGI PENCAPAIAN SWASEMBADA PADI BERKELANJUTAN DI KALIMANTAN SELATAN MELALUI PENDEKATAN SISTEM DINAMIK STRATEGI PENCAPAIAN SWASEMBADA PADI BERKELANJUTAN DI KALIMANTAN SELATAN MELALUI PENDEKATAN SISTEM DINAMIK Agus Hasbianto, Aidi Noor, dan Muhammad Yasin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan sangat penting. Sektor ini mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, laju pertumbuhannya sebesar 4,8 persen

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2017 DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN SUKOHARJO

NILAI TUKAR PETANI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2017 DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN SUKOHARJO NILAI TUKAR PETANI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2017 NILAI TUKAR PETANI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2017 DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN SUKOHARJO NILAI TUKAR PETANI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2017

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut memiliki peranan yang cukup penting bila dihubungkan dengan masalah penyerapan

Lebih terperinci

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Kebijakan 1 Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Ada dua pendapat mengenai faktor penyebab kenaikan harga beras akhirakhir ini yaitu : (1) stok beras berkurang;

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur (Gambar 4). Wilayah ini berada di bagian utara Kabupaten Nunukan,

Lebih terperinci

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Kebijakan publik adalah keputusan pemerintah yang berpengaruh terhadap

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Kebijakan publik adalah keputusan pemerintah yang berpengaruh terhadap BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Gardner (1987) menyatakan penanganan masalah perberasan memerlukan kebijakan publik yang merupakan bagian dari kebijakan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang perlu dipenuhi dalam mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan menyebutkan

Lebih terperinci

Losses_kedelai LOSSES_kedelai_1. RAMP_LOSSES surplus. kebutuhan_kedelai. inisial_luas_tanam produski_kedelai Rekomendasi_pupuk

Losses_kedelai LOSSES_kedelai_1. RAMP_LOSSES surplus. kebutuhan_kedelai. inisial_luas_tanam produski_kedelai Rekomendasi_pupuk . Harga_Treser Coverage_area Biaya_Treser Unit_Treser Losses_kedelai LOSSES_kedelai_1 RAMP_LOSSES surplus Harga_Rhi konsumsi_kedelai_per_kapita Biaya_Rhizoplus jumlah_penduduk pertambahan_penduduk RekomendasiR

Lebih terperinci

Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada

Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada 47 Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada Abstrak Berdasarkan data resmi BPS, produksi beras tahun 2005 sebesar 31.669.630 ton dan permintaan sebesar 31.653.336 ton, sehingga tahun 2005 terdapat

Lebih terperinci

PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA. Saktyanu K. Dermoredjo

PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA. Saktyanu K. Dermoredjo 1 PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA Saktyanu K. Dermoredjo Pendahuluan 1. Dinamika perkembangan ekonomi global akhir-akhir ini memberikan sinyal terhadap pentingnya peningkatan daya saing. Seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia setiap tahunnya. Sektor pertanian telah

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia setiap tahunnya. Sektor pertanian telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam membentuk Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia setiap tahunnya. Sektor pertanian telah memberikan kontribusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha pada Tahun * (Miliar Rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha pada Tahun * (Miliar Rupiah) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan di Indonesia merupakan salah satu sektor yang telah berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk

Lebih terperinci

Gambar 3.6: Hasil simulasi model pada kondisi eksisting

Gambar 3.6: Hasil simulasi model pada kondisi eksisting Dari hasil analisi sensitivitas, maka diketahui bahwa air merupakan paremater yang paling sensitif terhadap produksi jagung, selanjutnya berturut-turut adalah benih, pupuk, penanganan pasca panen, pengendalian

Lebih terperinci

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan. Secara geografis, wilayah Indonesia memiliki luas wilayah seluruhnya mencapai 5.193.252 km 2 terdiri atas luas daratan sekitar 1.910.931,32

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki lahan pertanian yang sangat luas dan sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Jawa Barat merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah akan menyebabkan semakin

Lebih terperinci

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM Hingga tahun 2010, berdasarkan ketersediaan teknologi produksi yang telah ada (varietas unggul dan budidaya), upaya mempertahankan laju peningkatan produksi sebesar

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kota Baru Bumi Serpong Damai, Provinsi Banten, serta di wilayah sekitarnya. Penelitian dilakukan pada bulan Mei September

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di Indonesia. Oleh karena itu, semua elemen bangsa harus menjadikan kondisi tersebut sebagai titik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah konsumsi beras dan pemenuhannya tetap merupakan agenda

BAB I PENDAHULUAN. Masalah konsumsi beras dan pemenuhannya tetap merupakan agenda BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah konsumsi beras dan pemenuhannya tetap merupakan agenda penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Beras merupakan makanan pokok utama penduduk Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani. Pembangunan pertanian sebagai bagian integral dari pembangunan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting perananya dalam Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal tersebut bisa kita lihat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA SISTEM

BAB IV ANALISA SISTEM 71 BAB IV ANALISA SISTEM 4.1. Analisa Situasional Agroindustri Sutera Agroindustri sutera merupakan industri pengolahan yang menghasilkan sutera dengan menggunakan bahan baku kokon yaitu kepompong dari

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Permalan mempunyai peranan penting dalam pengambilan keputusan, untuk perlunya dilakukan tindakan atau tidak, karena peramalan adalah prakiraan atau memprediksi peristiwa

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN 55 III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian akan dilaksanakan di Wilayah DAS Citarum yang terletak di Propinsi Jawa Barat meliputi luas 6.541 Km 2. Secara administratif DAS Citarum

Lebih terperinci

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL UU NO 7 TH 1996: Pangan = Makanan Dan Minuman Dari Hasil Pertanian, Ternak, Ikan, sbg produk primer atau olahan Ketersediaan Pangan Nasional (2003)=

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan beras di Indonesia pada masa yang akan datang akan meningkat. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi dengan besarnya konsumsi beras

Lebih terperinci

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM 2007-2015 Pendahuluan 1. Target utama Kementerian Pertanian adalah mencapai swasembada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor tanaman pangan sebagai bagian dari sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan pangan, pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok dari 98 persen penduduk Indonesia (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia beras mempunyai bobot yang paling

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sub sektor pertanian tanaman pangan memiliki peranan sebagai penyedia bahan pangan bagi penduduk Indonesia yang setiap tahunnya cenderung meningkat seiring dengan pertambahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Subsidi Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), subsidi adalah cadangan keuangan dan sumber-sumber daya lainnya untuk mendukung

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan sumber daya alam dalam bidang pertanian merupakan keunggulan yang dimiliki Indonesia dan perlu dioptimalkan untuk kesejahteraan rakyat. Pertanian merupakan aset

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KEBIJAKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAU JAWA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KEBIJAKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAU JAWA LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KEBIJAKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAU JAWA Oleh : Bambang Irawan Adreng Purwoto Frans B.M. Dabukke Djoko Trijono PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI

Lebih terperinci

SWASEMBADA BERAS YANG BERKELANJUTAN UNTUK MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN NASIONAL

SWASEMBADA BERAS YANG BERKELANJUTAN UNTUK MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN NASIONAL Fokus Fokus SWASEMBADA BERAS YANG BERKELANJUTAN UNTUK MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN NASIONAL Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina Suryana, MS * * * Guru Besar Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB Ketua

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut:

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut: VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan Penelitian menyimpulkan sebagai berikut: 1. Usahatani padi organik masih sangat sedikit dilakukan oleh petani, dimana usia petani padi organik 51

Lebih terperinci

3.3. PENGEMBANGAN MODEL

3.3. PENGEMBANGAN MODEL Selain teknologi pemupukan dan OPT, mekanisasi merupakan teknologi maju yang tidak kalah penting, terutama dalam peningkatan kapasitas kerja dan menurunkan susut hasil. Urbanisasi dan industrialisasi mengakibatkan

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 RKT PSP TA. 2012 KATA PENGANTAR Untuk

Lebih terperinci

REVITALISASI PERTANIAN

REVITALISASI PERTANIAN REVITALISASI PERTANIAN Pendahuluan 1. Revitalisasi pertanian dan pedesaan, merupakan salah satu strategi yang dipilih oleh Kabinet Indonesia Bersatu dalam upayanya mewujudkan pembangunan masyarakat Indonesia,

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1)

ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1) 74 Pengembangan Inovasi Pertanian 1(1), 2008: 74-81 Erizal Jamal et al. ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1) Erizal Jamal, Hendiarto, dan Ening Ariningsih Pusat Analisis Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Kementerian Pertanian Februari 2011 ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki

I. PENDAHULUAN. sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki peranan penting

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Provinsi Jawa Timur. Penetapan lokasi penelitian didasarkan atas pertimbangan mempunyai potensi yang memungkinkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa orde baru tahun 1960-an produktivitas padi di Indonesia hanya

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa orde baru tahun 1960-an produktivitas padi di Indonesia hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada awal masa orde baru tahun 1960-an produktivitas padi di Indonesia hanya 1-1,5 ton/ha, sementara jumlah penduduk pada masa itu sekitar 90 jutaan sehingga produksi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Menurut Dillon (2009), pertanian adalah sektor yang dapat memulihkan dan mengatasi krisis ekonomi di Indonesia. Peran terbesar sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Peran pertanian antara lain adalah (1) sektor pertanian menyumbang sekitar 22,3 % dari

Lebih terperinci

Pelaksanaan Revitalisasi Pertanian

Pelaksanaan Revitalisasi Pertanian Analisis Kebijakan 33 Pelaksanaan Revitalisasi Pertanian Pendahuluan Revitalisasi pertanian dan pedesaan, merupakan salah satu strategi yang dipilih oleh Kabinet Indonesia Bersatu dalam upaya mewujudkan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 47 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di bagian hulu daerah aliran sungai (DAS) Jeneberang yang terletak di Kabupaten Gowa (Gambar 3). Penelitian dilaksanakan pada

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini direncanakan dilaksanakan selama satu tahun mulai pada bulan Oktober 2010 sampai bulan Oktober 2011 di seluruh wilayah Kecamatan Propinsi

Lebih terperinci

ACARA 3. KELEMBAGAAN !! Instruksi Kerja : A. Aspek Kelembagaan

ACARA 3. KELEMBAGAAN !! Instruksi Kerja : A. Aspek Kelembagaan ACARA 3. KELEMBAGAAN!! Instruksi Kerja : a. Setiap praktikan mengidentifikasi kelembagaan pertanian yang ada di wilayah praktek lapang yang telah ditentukan. b. Praktikan mencari jurnal mengenai kelembagaan

Lebih terperinci

MODEL SIMULASI PENYEDIAAN KEBUTUHAN BERAS NASIONAL

MODEL SIMULASI PENYEDIAAN KEBUTUHAN BERAS NASIONAL 2002 Arief RM Akbar Posted 7 November, 2002 Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS702) Program Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor Oktober 2002 Dosen : Prof Dr. Ir. Rudy C Tarumingkeng (Penanggung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Indonesia Serta

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Indonesia Serta BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 5.1.1 Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Serta Proyeksinya 5.1.1.1 Produksi Produksi rata - rata ubi kayu di sampai dengan tahun 2009 mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sebuah negara pengekspor beras. Masalah ketahanan pangan akan lebih ditentukan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sebuah negara pengekspor beras. Masalah ketahanan pangan akan lebih ditentukan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen beras yang besar, tetapi kebutuhan konsumsi beras dan pertumbuhan penduduk yang besar menyebabkan Indonesia tidak mampu menjadi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Lokasi

METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Lokasi III. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah program pemerintah daerah yang diterapkan telah cukup mengandung aspek pembinaan dan penerapan kelestarian lingkungan. Wilayah yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Rasio Konsumsi Normatif Rasio konsumsi normatif adalah perbandingan antara total konsumsi dan produksi yang menunjukkan tingkat ketersediaan pangan di suatu wilayah. Rasio konsumsi

Lebih terperinci

Wilayah Produksi dan Potensi Pengembangan Jagung

Wilayah Produksi dan Potensi Pengembangan Jagung Wilayah Produksi dan Potensi Pengembangan Jagung Zubachtirodin, M.S. Pabbage, dan Subandi Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros PENDAHULUAN Jagung mempunyai peran strategis perekonomian nasional, mengingat

Lebih terperinci

Nilai Tukar Petani Kabupaten Magelang Tahun 2013

Nilai Tukar Petani Kabupaten Magelang Tahun 2013 Judul Buku : Nilai Tukar Petani Kabupaten Magelang Tahun 2013 Nomor Publikasi : Ukuran Buku : Kwarto (21 x 28 cm) Jumlah Halaman : v + 44 hal Naskah : Badan Pusat Statistik Kabupaten Magelang Gambar Kulit

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHATANI DAN TINGKAT EFISIENSI PENCURAHAN TENAGA KERJA PADA USAHATANI PADI SAWAH

ANALISIS KELAYAKAN USAHATANI DAN TINGKAT EFISIENSI PENCURAHAN TENAGA KERJA PADA USAHATANI PADI SAWAH ANALISIS KELAYAKAN USAHATANI DAN TINGKAT EFISIENSI PENCURAHAN TENAGA KERJA PADA USAHATANI PADI SAWAH Jones T. Simatupang Dosen Kopertis Wilayah I dpk Fakultas Pertanian Universitas Methodist Indonesia

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia 58 V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH 5.1. Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia Bawang merah sebagai sayuran dataran rendah telah banyak diusahakan hampir di sebagian besar wilayah Indonesia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan komoditas strategis nasional dan memiliki sensitivitas yang tinggi ditinjau dari aspek politis, ekonomi, dan kerawanan sosial. Peran strategis padi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kemampuan sektor pertanian dalam

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kemampuan sektor pertanian dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara pertanian, dimana pertanian merupakan sektor yang memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan dari

Lebih terperinci