HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisis

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisis"

Transkripsi

1 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisis Tampilan permukaan komposit PP-mikrofibril TKKS dengan khitosan untuk substitusi PP disajikan dalam Gambar 10. Pemotretan dilakukan dengan menggunakan mikroskop cahaya (light microscope) pembesaran 50 kali. Kontrol A B C Gambar 10. Perbandingan permukaan komposit PP-mikrofibril TKKS kontrol, dengan khitosan 20 mesh sampai 40 mesh (A), khitosan 10 mesh (B), dan khitosan 6 mesh sampai 8 mesh (C). Secara fisik semua material penyusun komposit termoplastik sudah tercampur pada saat proses mixing dalam laboplastomill. Namun hasil dari pencitraan dengan mikroskop cahaya pada komposit kontrol dan komposit dengan khitosan masih terlihat mikrofibril TKKS (ditunjukkan oleh tanda ) yang belum tercampur sempurna. Hasil pencitraan pada komposit A masih memperlihatkan titik putih serbuk khitosan (ditunjukkan oleh tanda ) yang belum terdekomposisi sempurna. Dalam komposit C juga masih terlihat film khitosan yang tidak

2 23 terdegradasi selama proses pencampuran dalam laboplastomill (ditunjukkan oleh tanda ). Adapun pada permukaan komposit B juga masih terlihat serpihan khitosan (ditunjukkan oleh tanda ) yang belum terdekomposisi sempurna. Masih terlihatnya mikrofibril TKKS pada permukaan komposit seperti pada Gambar 10 merupakan hal yang memungkinkan mengingat serat TKKS yang digunakan adalah serat TKKS berukuran mikro dengan diameter berkisar 10 mikrometer sampai 20 mikrometer seperti tampak pada Gambar 11. A B C Gambar 11. Citra SEM serat pulp TKKS (A dan B) dan mikrofibril TKSS dalam bentuk lembaran kertas kecil (C dan D) D Fenomena masih adanya serbuk, serpih dan film khitosan pada komposit terkait dengan suhu dekomposisi hasil uji thermogravimetric analysis (TGA) pada khitosan bentuk serbuk dan serpih yang ternyata lebih tinggi sekitar 270 o C o C (ditunjukkan oleh Gambar 12) serta film khitosan sekitar 200 o C o C daripada suhu kempa panas yang dipakai yaitu 180 o C. Maka dengan suhu kempa panas 180 o C belum mampu untuk melelehkan dan mengurai secara sempurna

3 24 khitosan sehingga akan mengurangi tingkat homogenitas campuran dalam komposit. 270 o C 320 o C 270 o C 320 o C 200 o C 320 o C Gambar 12. Hasil uji TGA untuk serbuk khitosan mesh (atas), serpihan khitosan 10 mesh (tengah) dan film khitosan 6-8 mesh (bawah).

4 25 Pengaruh suhu kempa panas yang rendah yaitu 180 o C ternyata belum mampu membuat khitosan terdekomposisi secara sempurna. Khitosan baru mulai terdekomposisi pada suhu yang lebih tinggi yaitu 270 o C dan sempurna pada suhu berkisar 320 o C (ditunjukkan oleh tanda ) sesuai hasil uji TGA dalam Gambar 12. Menurut Kaban (2009), bahwa pada saat pemanasan, khitosan cenderung untuk mengalami dekomposisi daripada meleleh. Belum terjadinya dekomposisi dari khitosan akibat rendahnya suhu kempa panas yang dipakai membuat masih relatif utuh bentuk dari khitosan yang bisa dilihat dari kompositnya melalui mikroskop. Bentuk khitosan serbuk, serpih dan film masih terlihat jelas di dalam maupun permukaan komposit termoplastik. Kemudahan antar bahan penyusun komposit dengan matriks polimer untuk bercampur akan mempengaruhi tingkat homogenitas campuran. Homogenitas campuran akan berpengaruh terhadap tingkat kerapatan komposit. Komposit PPmikrofibril TKKS dengan khitosan sebagai substitusi PP memiliki rata-rata kerapatan diatas kerapatan target 1 g/cm 3 dan kerapatan komposit kontrol sebesar 1,06 g/cm 3 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 13. Kontrol Gambar 13. Histogram kerapatan komposit termoplastik Pada semua komposit dengan variasi ukuran khitosan yang digunakan ternyata memiliki kerapatan rata-rata yang semakin meningkat seiring dengan

5 26 meningkatnya persentase khitosan terhadap PP dari 10% sampai 40% (Gambar 13). Berdasarkan analisis ragam pada taraf kepercayaan 95%, ternyata hanya perlakuan variasi konsentrasi yang menpengaruhi kerapatan komposit sedangkan perlakuan ukuran khitosan dan interaksi keduanya tidak berpengaruh (Lampiran 1). Uji lanjut perbandingan berganda Duncan (Lampiran 2) menunjukkan bahwa pada konsentrasi khitosan 30% dan 40% memberikan pengaruh yang sama terhadap kerapatan komposit namun berbeda dengan konsentrasi 0%, 10% dan 20%. Konsentrasi khitosan atas PP 0%, 10% dan 20% juga memberikan pengaruh yang sama pada kerapatan komposit. Dalam pembuatan komposit, berat total bahan yaitu mikrofibril TKKS, khitosan, PP dan MAPP yang dipakai adalah sama untuk setiap papan. Adanya kenaikan kerapatan komposit disebabkan perbedaan nilai kadar air diantara bahan penyusun komposit. Perbedaan kadar air masing-masing bahan tersebut berpengaruh terhadap jumlah bahan yang akan dicampurkan. Hal tersebut menjadikan khususnya pada berat khitosan akan menjadi lebih banyak dengan semakin besarnya persentase. Ini membuat keseluruhan bahan menjadi lebih berat padahal volume keseluruhan bahan tetap sehingga mengakibatkan semakin tingginya kerapatan komposit seiring naiknya persentase khitosan. Meskipun kerapatan komposit yang dihasilkan pada penelitian ini melebihi target, tetapi dalam analisis lebih lanjut, pengaruh kerapatan komposit dikoreksi dengan menggunakan data kerapatan masing-masing komposit sesuai sifat yang diuji. Dengan demikian nilai sifat fisis dan mekanis komposit dianalisis pada kerapatan yang sama yaitu 1,0 g/cm 3. Hasil pengujian pengembangan tebal setelah direndam dalam air selama 24 jam disajikan dalam Gambar 14. Komposit dengan khitosan 10 mesh memiliki nilai pengembangan tebal (PT) berkisar 0,44% sampai 1,40%. Komposit dengan khitosan 20 mesh sampai 40 mesh nilai PT rata-rata 0,44% sampai 2,23%. Adapun pada komposit dengan khitosan 6 mesh sampai 8 mesh sekitar 0,29% sampai 2,20%. Rata-rata nilai PT dari komposit pada semua variasi ukuran dan persentase khitosan atas PP masih diatas nilai PT komposit kontrol sebesar 0,33%

6 27 kecuali pada konsentrasi khitosan 10% dengan ukuran khitosan 3 mm sampai 4 mm. Pengembangan tebal komposit yang masih di atas kontrol tersebut menunjukkan bahwa khitosan yang ditambahkan untuk substitusi PP belum mampu dalam menahan laju penyerapan air. Menurut Suptijah et al. (1992) bahwa penggabungan khitosan dengan bahan lain akan meningkatkan kemampuan mengembangnya. Sifat khitosan yang mudah mengembang akan membuatnya relatif cepat menyerap air. Sehingga dengan semakin tinggi konsentrasi khitosan pada komposit mengakibatkan daya serap air relatif semakin tinggi. Kontrol Gambar 14. Histogram pengembangan tebal komposit termoplastik Menurut Sekino et al. (1999), alasan dari ketidakstabilan dimensi suatu komposit adalah adanya perubahan bentuk partikel karena penekanan, yang terjadi secara temporer selama pengempaan dan akan kembali ke bentuk awal ketika partikel menyerap air atau uap air. Namun mekanisme pengembangan tebal komposit lebih kompleks, karena dalam komposit, sebetulnya partikel diharapkan berikatan dengan matriks, yang dapat mencegah terjadinya pengembangan tebal. Terjadinya pengembangan tebal komposit merupakan kombinasi dari potensi

7 28 thickness recovery dari partikel yang didensifikasi, dan kerusakan dari jaringan ikatan matriksnya. Berdasarkan analisis ragam, yang mempengaruhi besaran pengembangan tebal hanya perbedaan konsentrasi khitosan sedangkan ukuran khitosan maupun interaksi keduanya tidak berpengaruh (Lampiran 3). Uji lanjut perbandingan berganda Duncan (Lampiran 4) menunjukkan bahwa konsentrasi khitosan 40% bisa memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kerapatan komposit dengan konsentrasi 0%, 10%, 20% dan 30%. Untuk konsentrasi khitosan atas PP 0%, 10%, 20% dan 30% juga memberikan pengaruh yang sama pada kerapatan komposit. Daya serap air dari komposit yang cukup tinggi tersebut terkait dengan material penyusun komposit yang didominasi oleh material yang mengandung gugus hidroksil. Material penyusun seperti mikrofibril TKKS dan khitosan memiliki sisi hidrofilik dengan adanya gugus hidroksil yang mudah menyerap air sehingga mempengaruhi pengembangan tebal komposit. Menurut Islam et al. (2010), penggunaan serat alam dan bahan pengisi dalam komposit sangat mempengaruhi daya serap dan pengembangan tebal komposit terkait dengan adanya void pada serat alam. Hal ini menunjukkan bahwa penyerapan air berlangsung terutama pada bagian mikrovoid/celah antara matriks dengan serat alam. Hasil pengukuran daya serap air (water absorption) disajikan dalam Gambar 15. Daya serap air dari komposit perlu dilihat karena bahan penyusun komposit sebagian besar masih mengandung bahan yang bersifat hidrofilik sehingga mudah menyerap air meskipun diikat dengan matriks polimer PP. Komposit dengan khitosan 20 mesh sampai 40 mesh memiliki daya serap air berkisar 1,03% sampai 2,95% relatif lebih rendah dibanding yang 10 mesh sekitar 1,45% sampai 3,36% dan khitosan 6 mesh sampai 8 mesh sebesar 1,67% sampai 2,98%. Permasalahan yang berpengaruh terhadap pengembangan tebal dan daya serap air dari serat tanaman yang dipakai sebagai bahan komposit termoplastik adalah karakter polar yang tinggi sehingga mengakibatkan terjadinya inkompabilitas dengan sebagian polimer matriksnya (Ashori, 2009). Sifat khitosan

8 29 yang mudah mengembang juga mengakibatkan meningkatnya daya serap air komposit. Kontrol Gambar 15. Histogram daya serap air komposit termoplastik Secara statistik berdasarkan analisis ragam ternyata yang berpengaruh terhadap daya serap air dari komposit hanya faktor konsentrasi khitosan atas PP sedangkan ukuran khitosan dan interaksi keduanya tidak berpengaruh (Lampiran 5). Semakin besar konsentrasi khitosan yang ditambahkan akan memperbesar daya serap air komposit pada semua variasi ukuran khitosan seperti terlihat dalam Gambar 15. Pada konsentrasi khitosan 10% dengan khitosan ukuran 20 mesh sampai 40 mesh dan 10 mesh memiliki nilai daya serap air lebih rendah dibanding daya serap air komposit kontrol 0% sebesar 1,59%. Hasil uji lanjut perbandingan berganda Duncan (Lampiran 6) memperlihatkan fenomena yang sama antara daya serap air dengan kerapatan komposit dimana pada konsentrasi khitosan 30% dan 40% memberikan pengaruh yang sama terhadap daya serap air komposit namun berbeda dengan konsentrasi

9 30 0%, 10% dan 20%. Untuk konsentrasi khitosan atas PP 0%, 10% dan 20% juga memberikan pengaruh yang sama pada daya serap air komposit. Menurut Yang et. al (2006), peningkatan beban serat/jumlah serat dibandingkan matriks polimer sintetis dalam komposit akan meningkatkan jumlah gugus hidroksil yang pada gilirannya akan meningkatkan penyerapan air dari komposit. Pengurangan jumlah polimer sintetis dalam komposit berpenguat serat alam dengan pengisi bahan organik lain bisa meningkatkan daya serap komposit (Ashori et al., 2009). Namun dalam penelitian Spagnol et al. (2012) untuk komposit dari nanofibril selulosa dengan khitosan yang dicangkok dengan poli asam akrilat mampu memperbaiki kapasitas penyerapan air dan waktu menuju kadar kesetimbangan. Sehingga dalam penambahan bahan ke dalam komposit untuk substitusi polimer sintetis PP perlu dicari persentase optimum yang relatif mampu mengurangi daya serap terhadap air/kelembaban. Dalam penelitian ini ternyata pada konsentrasi khitosan 10% atas PP relatif mampu mengurangi daya serap komposit terhadap air dibanding kontrol. Karakteristik Morfologi Hasil analisa foto Scanning Electron Microscope (SEM) pada sisi permukaan bekas patahan uji flexural strength digunakan untuk mengetahui lebih dalam tentang homogenitas campuran dari komposit seperti yang tertera dalam Gambar 16. Citra SEM sudah memperlihatkan adanya penutupan/isolasi mikrofibril TKKS oleh matriks polimer PP yang relatif merata. Terkait dengan tingginya suhu dekomposisi khitosan yaitu diatas 200 o C dan 270 o C o C mengakibatkan masih utuh bentuk khitosan sehingga tidak tercampur dengan matriks PP maupun mikrofibril TKKS yang juga terlihat dalam citra SEM.

10 31 Mikrofibril TKKS Mikrofibril TKKS Matriks PP Matriks PP Kontrol A Matriks PP Serpih khitosan B C Gambar 16. Perbandingan citra SEM permukaan patahan sampel uji flexural strength/bagian dalam antara komposit PP-mikrofibril TKKS kontrol, dengan khitosan 20 mesh sampai 40 mesh (A), khitosan 10 mesh (B), dan khitosan 6 mesh sampai 8 mesh (C). Pada citra SEM dalam gambar A menunjukkan adanya penutupan mikrofibril TKKS oleh matriks PP. Citra retak pada permukaan SEM A, B dan C memperlihatkan bahwa khitosan masih terpisah atau bercampur sempurna dengan matriks PP yang meunjukkan lemahnya adanya ikatan permukaan (interfacial bonding) antara khitosan dan matriks PP. Hal tersebut berhubungan dengan adanya perbedaan suhu dekomposisi antara khitosan dengan PP. Suhu dekomposisi PP homopolimer lebih rendah yaitu 170 o C dibandingkan khitosan sekitar 270 o C. Adapun suhu kempa panas dalam proses pencampuran bahan dan pembuatan komposit adalah 180 o C sehingga PP akan meleleh/terdekomposisi terlebih dahulu bercampur dengan mikrofibril TKKS sedangkan khitosan belum terdekomposisi sehingga tidak tercampur sempurna.

11 32 Dalam citra SEM juga terlihat ada celah antara matriks PP dengan mikrofibril TKKS maupun khitosan yang menandakan interfacial bonding yang belum kuat antar material penyusun komposit. Dalam pengamatan citra SEM juga dijumpai adanya sedikit aglomerasi (penggumpalan) di beberapa titik atau bidang dari komposit. Aglomerasi mengakibatkan bentuk khitosan masih utuh di bidang tertentu dan terpisah dengan matriks PP. Terjadinya aglomerasi tersebut akibat perbedaan suhu dekomposisi antara bahan penyusun khususnya khitosan yang lebih tinggi dibandingkan matriks PP, mikrofibril TKKS dan suhu kempa panas yang dipakai. Perbedaan suhu dekomposisi menyebabkan proses pencampuran antar bahan tidak sempurna sehingga masih ada material yang menggumpal di beberapa bidang. Hasil spektra FTIR dari komposit termoplastik dapat digunakan untuk identifikasi struktur senyawa dan ikatan interfase antara gugus-gugus fungsi material penyusun komposit berdasarkan kombinasi pita serapan (energi fibrasi) seperti dalam Gambar 17. Material penyusun komposit sebagian besar didominasi oleh mikrofibril TKKS yang banyak memiliki struktur selulosa dan matriks polimer PP yang disubstitusi dengan polimer khitosan. Menurut Bangyekan et al. (2006) secara struktural, khitosan mirip dengan selulosa tetapi berisi gugus NH 2 pada posisi gugus hidroksil C-2. Sehingga memungkinkan bila ditemukan pita serapan gelombang pada spektra FTIR yang mirip antara komposit kontrol dengan komposit yang diberi tambahan polimer khitosan. Hasil uji FTIR dari komposit termoplastik dengan matriks PP dan mikrofibril selulosa dengan penambahan polimer khitosan memunculkan beberapa ikatan interfase pada gugus fungsi melalui pita serapan di bilangan gelombang 2130 cm -1 (C=C), regangan gugus amin (N-H) pada gelombang 1638 cm -1 yang menunjukkan kehadiran khitosan dan gugus aromatik (C-H) pada gelombang 2922 cm -1. Dalam spektra FTIR juga ditemukan regangan C-N pada gelombang 1460 cm -1 dan regangan gugus hidroksil (OH - ) pada gelombang 3425 cm -1 yang menunjukkan adanya interaksi antara gugus hidroksil mikrofibril TKKS dengan

12 33 gugus polar dari polimer PP. Untuk gugus aril (C-C) ditemukan pada gelombang 1510 cm -1 dan vibrasi cincin lignin guaiasil (C-O) pada gelombang 1114 cm -1. Gugus amina (N-H) Gambar 17. Spektra FTIR dari komposit kontrol (11 VII 12) dan komposit dengan penambahan polimer khitosan pada variasi ukuran khitosan mesh (13 VII 12), 10 mesh (14 VII 12) serta 6-8 mesh (12 VII 12) Munculnya pita serapan dalam besaran gelombang yang tersebut diatas merupakan hal yang cukup banyak ditemukan pada komposit yang menggunakan bahan selulosa serat alam, matriks PP dan khitosan. Beberapa penelitian tersebut antara lain yang dilakukan oleh Almeida et al. (2010) yang menunjukkan bahwa komposit film khitosan dengan selulosa sisal memiliki pita serapan gelombang dari gugus amino di area cm -1 yang ditutupi juga oleh pita serapan gugus OH, regangan gugus C-H pada gelombang 2929 cm -1 dan cm -1 serta pita gelombang 1660 cm -1 (C=O) untuk amida I dan 1631 cm -1 (N-H) untuk amida II sebagai indikasi hadirnya polimer khitosan.

13 34 Citra FTIR hasil penelitian Husseinsyah et al. (2010) pada komposit PPkhitosan dengan perlakuan kimia memakai 3-APE juga menghasilkan regangan gugus amin (N-H) pada gelombang 1673 cm -1 yang menunjukkan adanya khitosan dan gugus aromatik (C-H) pada gelombang 2876 cm -1. Ditemui juga regangan C- N pada gelombang 1420 cm -1 dan regangan gugus hidroksil (OH - ) pada gelombang 3436 cm -1. Demikian juga dengan FTIR komposit film berbasis khitosan dan NCC (nanocrystalline cellulose) penelitian Khan et al. (2012) yang memunculkan pita serapan gelombang yang relatif sama antara lain pita serapan gelombang dari gugus amino di area cm -1 yang ditutupi juga oleh pita serapan gugus OH, regangan gugus C-H pada gelombang cm -1 serta pita gelombang 1633 cm -1 (C=O) untuk amida I dan 1538 cm -1 (N-H) untuk amida II sebagai indikasi hadirnya polimer khitosan serta lignin guaiasil (C-O) pada gelombang 1100 cm -1. Adanya perbedaan suhu dekomposisi (titik leleh) antara mikrofibril TKKS dan PP yang lebih rendah dibandingkan khitosan mengakibatkan belum terjadinya pencampuran yang sempurna. Hal tersebut dibuktikan dengan belum munculnya gugus fungsi baru yang akan menunjukkan terjadinya ikatan kimia antara khitosan dengan PP maupun mikrofibril TKKS. Menurut Kaban (2009) bahwa ikatan kimia akan terbentuk dari hasil blending kimia yaitu pencampuran (blending) yang menghasilkan kopolimer yang ditandai dengan terjadinya ikatan-ikatan kovalen antara polimer-polimer penyusunnya. Interaksi yang terjadi di dalam poliblen antara ikatan Van Der Walls, ikatan hidrogen atau interaksi dipol-dipol. Adanya peningkatan besaran serapan gelombang dari 1050 cm -1 pada komposit kontrol (11 VII 12) menjadi 1114 cm -1 pada komposit dengan khitosan 10 mesh (14 VII 12) dan 1163 cm -1 pada komposit dengan khitosan 20 sampai 40 mesh (13 VII 12) belum menunjukkan terjadinya ikatan kimia namun hanya menunjukkan indikasi terjadinya ikatan fisik antara khitosan dengan matriks PP maupun mikrofibril TKKS. Menurut Kaban (2009) bahwa blending fisika yaitu terjadi pencampuran secara fisik antara dua jenis polimer atau lebih yang memiliki struktur yang berbeda, tidak membentuk ikatan kovalen antara komponenkomponennya.

14 35 Adapun pada hasil FTIR komposit dengan khitosan ukuran 6 mesh sampai 8 mesh (12 VII 12) dalam rentang gelombang 1000 cm -1 sampai 2000 cm -1 terlihat datar yang mengindikasikan tidak adanya terjadi ikatan kimia antara khitosan dengan matriks PP maupun mikrofibril TKKS. Hal tersebut terkait film khitosan yang ternyata belum terdekomposisi secara sempurna ketika dibentuk menjadi lembaran komposit bersama dengan PP dan mikrofibril TKKS. Film khitosan seperti yang terlihat dalam Gambar 10 (C) masih nampak relatif utuh namun hanya berubah warnanya. Mekawati (200) menyebutkan bahwa film khitosan memiliki titik leleh sekitar 264 o C sampai 266 o C. Adapun matriks PP homopolimer memiliki titik leleh berkisar 170 o C sedangkan suhu kempa panas yang dipakai adalah 180 o C. Perbedaan suhu leleh inilah yang membuat antar bahan khususnya khitosan tidak tercampur sempurna baik secara fisik maupun kimia yang kompak. Hasil pengujian TGA dalam Gambar 18 pada komposit termoplastik matriks PP dengan mikrofibril TKKS dan khitosan menunjukkan bahwa matriks PP meleleh terlebih dahulu diikuti dekomposisi mikrofibril TKKS pada suhu dibawah 180 o C sesuai dengan suhu kempa panas yang dipakai. Adapun pada suhu diatas sekitar 270 o C baru mulai terjadi dekomposisi pada khitosan dan sempurna proses dekomposisinya sampai suhu sekitar 320 o C. PP (170 o C) Khitosan (270 o C) Khitosan (320 o C) Gambar 18. Hasil uji TGA untuk komposit termoplastik dengan matriks PP, mikrofibril TKKS dan khitosan

15 36 Karakteristik Mekanis Keteguhan Patah (MOR) Keteguhan patah (MOR) merupakan indikator kekuatan komposit dalam menahan beban. Besaran MOR akan memperlihatkan fleksibilitas (flexibility) dan kekakuan (rigiditas) dari komposit. Nilai MOR dari masing-masing komposit disajikan dalam Gambar 19. Komposit kontrol tanpa penambahan khitosan memiliki nilai MOR rata-rata 44,09 MPa. Komposit dengan khitosan ukuran 20 mesh sampai 40 mesh pada persentase khitosan 10%, 20% dan 30% memiliki MOR rata-rata di atas kontrol sebesar 41,79 MPa sampai 51,06 MPa. Komposit yang ditambahkan khitosan ukuran 10 mesh mempunyai besaran MOR berkisar 41,42 MPa sampai 48,78 MPa. Adapun komposit dengan khitosan ukuran 6 mesh sampai 8 mesh memiliki kisaran MOR 39,74 MPa sampai 44,85 MPa. Sebagai informasi tambahan digunakan pembanding terhadap beberapa karakteristik mekanik yang mengacu dari standar material komposit polipropilena (PP)-fiber glass (FG) yang diaplikasikan untuk komponen sepeda motor HONDA berjenis LR22E PP-FG 10% Honda Engineering Standard (HES) C 225 seperti dalam Tabel 5 yang diambil dari desertasi Nikmatin (2012). Tabel 5. Standar minimum komposit (PP-FG) LR22E PP-FG 10% HES C 225 Sifat material PP-FG Karakteristik mekanik dan termal Flexural Strength 75 MPa Tensile Strength at Yield 55 MPa Du Pont Impact Strength 23 o C 5 kg cm Du Pont Impact Strength -20 o C 5 kg cm Elongation at Break 2% Flexural Modulus 3,1 GPa Glossy 78 Heat Distortion Temperature 0.46 MPa 166 o C Heat Distortion Temperature 1.82 MPa 159 o C Hardness Rockwell 94 HRR Charpy Impact Strength 70 J/m Sumber: Nikmatin (2012)

16 37 Secara umum besaran MOR komposit termoplastik pada semua variasi masih di bawah standar HES yang mensyaratkan minimal sebesar 75 MPa. Hal tersebut sangat wajar karena komposit dalam standar HES lebih dominan matriks PP dengan bahan pengisi fiber glass yang secara kualitas bahan lebih unggul dibanding komposit dengan serat alam yang persentase matriks PPnya lebih sedikit. Kontrol Gambar 19. Histogram keteguhan patah dari komposit termoplastik Berdasarkan analisis ragam, yang mempengaruhi besaran MOR ternyata hanya perbedaan ukuran khitosan sedangkan konsentrasi khitosan atas PP maupun interaksi keduanya tidak berpengaruh (Lampiran 7). Dari uji lanjut perbandingan berganda Duncan (Lampiran 8), bahwa khitosan ukuran 20 mesh sampai 40 mesh memberikan pengaruh yang berbeda terhadap MOR komposit dengan khitosan ukuran 6 mesh sampai 8 mesh namun sama untuk khitosan dengan ukuran 10 mesh. Khitosan ukuran 6 mesh sampai 8 mesh memiliki pengaruh yang berbeda dengan khitosan ukuran 10 mesh pada nilai MOR komposit. Besaran ukuran khitosan berpengaruh terhadap sifat MOR komposit terkait dengan tingkat homogenitas campuran dan kemudahan bahan penyusun

17 38 bercampur dengan matriks polimer. Tingkat homogenitas bahan penyusun komposit yang mempengaruhi sifat MOR dapat dilihat pada patahan contoh uji coba untuk pengujian MOR yang ditampilkan dalam Gambar 20. Kontrol A B Gambar 20. Hasil pemotretan memakai mikroskop cahaya (pembesaran 50 kali) permukaan patahan contoh uji kuat tarik pada komposit PP-mikrofibril TKKS kontrol, dengan khitosan 20 mesh sampai 40 mesh (A), khitosan 10 mesh (B), dan khitosan 6 mesh sampai 8 mesh (C). Komposit dengan khitosan ukuran 20 mesh sampai 40 mesh memiliki MOR lebih tinggi dibandingkan khitosan ukuran 10 mesh dan yang terendah adalah pada komposit dengan khitosan 6 mesh sampai 8 mesh. Sehingga bisa dikatakan bahwa semakin kecil ukuran khitosan mampu meningkatkan homogenitas campuran dan besaran MOR komposit yang dihasilkan. Penelitian dari Nikmatin (2012) menyebutkan bahwa penguat atau pengisi (filler) untuk bionanokomposit yang dikategorikan nanopartikel (20 nm) memiliki sifat mekanik yang lebih baik jika dibandingkan dengan pengisi berukuran 1 mm dan 150 mikron. Ukuran yang lebih kecil dari nanopartikel (20 nm) memberikan C

18 39 surface area yang lebih besar, densitas yang lebih kecil yang membawa dampak positif dibandingkan yang ukuran bulk. Perbedaan konsentrasi khitosan atas PP secara statistik tidak berpengaruh terhadap besaran MOR komposit. Namun hasil uji mekanis menunjukkan bahwa semakin banyak persentase khitosan terhadap PP ternyata mengurangi nilai MOR komposit. Hal ini mungkin disebabkan karena ikatan antar muka (interfacial bonding) yang rendah antara khitosan dan matriks polimer pada kadar yang semakin banyak. Menurut Husseinyah et al. (2011) hal tersebut terjadi terkait dengan pengaruh sifat kekakuan dari khitosan dan penurunan deformabilitas dari rigiditas antarmuka antara khitosan dan matriks polimer seperti PP. Hasil ini juga menunjukkan bahwa peningkatan nilai MOR yang optimum dapat dicapai pada tambahan khitosan atas PP dalam komposit sekitar 10% dan 20% yang akan cenderung turun seiring bertambahnya persentase khitosan yang ditambahkan. Adanya substitusi PP oleh khitosan mampu meningkatkan rigiditas dari komposit dibandingkan dengan kontrol dalam besar persentase tertentu. Modulus Elastisitas (MOE) Parameter modulus elastisitas (MOE) menggambarkan sifat kekakuan dari bahan sehingga semakin tinggi nilai MOE suatu bahan maka bisa dikatakan bahan tersebut semakin kaku. Hasil pengujian MOE yang ditampilkan dalam Gambar 21 memperlihatkan untuk komposit dengan khitosan ukuran 20 mesh sampai 40 mesh memiliki nilai MOE 2,39 GPa sampai 2,86 GPa. Pada komposit yang ditambahkan khitosan ukuran 10 mesh mempunyai besaran MOE antara 2,30 GPa sampai 2,77 GPa. Komposit dengan khitosan ukuran 6 mesh sampai 8 mesh memiliki kisaran MOE 2,26 GPa sampai 2,68 GPa. Pada komposit kontrol tanpa penambahan khitosan terhadap persentase PP memiliki nilai rata-rata MOE sebesar 2,52 GPa. Hasil analisis ragam, yang mempengaruhi nilai MOE ternyata adalah perbedaan konsentrasi khitosan atas PP sedangkan perbedaan ukuran khitosan maupun interaksi keduanya tidak berpengaruh (Lampiran 9).

19 40 Kontrol Gambar 21. Histogram modulus elastisitas dari komposit termoplastik Berdasarkan uji lanjut perbandingan berganda Duncan (Lampiran 10), bahwa komposit dengan konsentrasi khitosan 40% memiliki nilai MOE rata-rata lebih besar dan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap khitosan pada konsentrasi 0%, 10%, 20% dan 30%. Konsentrasi khitosan atas PP 30% juga memberikan pengaruh yang berbeda pada MOE komposit dengan konsentrasi 0%, 10% dan 20%. Pada konsentrasi khitosan 0% dan 20% berpengaruh sama terhadap MOE komposit namun berbeda dengan konsentrasi 10%. Sehingga bisa dikatakan semakin banyak khitosan yang ditambahkan dalam komposit terhadap persentase PP akan meningkatkan kekakuan sehingga mampu meningkatkan nilai MOE dari komposit. Hal ini memperlihatkan bahwa kehadiran khitosan mampu meningkatkan kompatibilitas antara khitosan-pp dan mikrofibril TKKS pada persentase optimum meskipun fungsinya sebagai pengisi (filler). Penggunaan khitosan sebagai filler yang semakin banyak antara 0% sampai 40% akan meningkatkan kekakuan komposit secara signifikan yang berpengaruh pada meningkatnya besaran kekuatan elastitas dari komposit dengan matriks PP (Husseinsyah et al., 2010).

20 41 Perbedaan besaran ukuran dan persentase bahan pengisi dari serbuk kayu yang ditambahkan dalam komposit dengan polimer alami mampu meningkatkan kekuatan elastisitas komposit seiring dengan semakin kecil diameter ( mikron dan mikron) dan meningkatnya persentase (0% sampai 60%) serbuk kayu yang digunakan (Morreale et al., 2008). Penambahan khitosan dalam komposit sebagai substitusi matriks PP terbukti efektif dalam meningkatkan dispersi, adhesi dan kompatibilitas. Pada sistem yang terdiri dari khitosan yang bersifat hidrofilik dengan adanya gugus hidroksil sekaligus hidrofobik dengan adanya gugus amina yang bersifat polar dan matriks PP yang hidrofobik serta polar mampu berikatan secara fisik dan kimia. Kuat Tarik (Tensile Strength) Pada Gambar 22 menunjukkan tentang pengaruh besaran persentase khitosan terhadap kuat tarik (KT) komposit PP-mikrofibril TKKS. Hasil memperlihatkan bahwa dengan semakin tinggi persentase khitosan terhadap PP yang ditambahkan maka nilai KT komposit semakin menurun. Kontrol Gambar 22. Histogram kuat tarik komposit termoplastik

21 42 Besaran nilai KT untuk komposit dengan khitosan 20 mesh sampai 40 mesh antara 7,11 MPa sampai 10,86 MPa. Pada komposit dengan khitosan 10 mesh berkisar 8,63 MPa sampai 11,70 MPa. Untuk komposit dengan khitosan 6 mesh sampai 8 mesh sebesar 8,00 MPa sampai 10,24 MPa. Rata-rata untuk semua variasi persentase khitosan yang ditambahkan yaitu 10%, 20% dan 30% memiliki nilai KT lebih tinggi dari nilai KT komposit kontrol sebesar 8,58 MPa. Hanya pada persentase khitosan 40% yang memiliki KT dibawah KT kontrol. Secara statistik berdasarkan analisis ragam ternyata yang berpengaruh terhadap KT dari komposit hanya faktor konsentrasi khitosan atas PP sedangkan ukuran khitosan dan interaksi keduanya tidak berpengaruh (Lampiran 11). Berdasarkan uji lanjut perbandingan berganda Duncan (Lampiran 12), bahwa komposit dengan konsentrasi khitosan 10% memiliki nilai KT rata-rata lebih besar dan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap khitosan pada konsentrasi 0%, 20%, 30% dan 40%. Untuk konsentrasi khitosan atas PP 40% memberikan pengaruh yang sama pada KT komposit dengan konsentrasi 0% dan 30% namun berbeda dengan khitosan konsentrasi 20%. Pada konsentrasi khitosan 20% dan 30% berpengaruh sama terhadap KT komposit. Fenomena penurunan nilai KT seiring kenaikan persentase khitosan terhadap PP pada komposit diduga adanya ikatan antarmuka (interfacial bonding) yang rendah antara khitosan dengan matriks polimer. Hal tersebut berhubungan dengan khitosan untuk substitusi PP yang ternyata lebih banyak berfungsi sebagai pengisi. Semakin besar ukuran khitosan juga menghasilkan komposit dengan nilai KT yang semakin kecil. Hal ini terkait dengan kemudahan proses pencampuran dan homogenitas bahan yang berpengaruh terhadap besaran KT dan kekakuan komposit yang dihasilkan. Penambahan khitosan lebih dari 30% atas PP ternyata bisa mengurangi nilai KT komposit. Penelitian Khan et al. (2012) menemukan bahwa pada variasi nanocrystalline cellulose (NCC) antara 1% sampai 10% pada komposit film khitosan diperoleh nilai optimum untuk kekuatan tarik di konsentrasi 5%. Dalam studi lain yang dilakukan oleh Li et al. (2003) dan Mantia et al. (2006) menyatakan bahwa penambahan bahan pengisi (filler) yang melebihi batas optimum tertentu akan mengurangi kekuatan tarik komposit. Hal serupa juga

22 43 diungkapkan oleh Nikmatin (2012) bahwa semakin banyak konsentrasi filler yang diberikan pada komposit akan meningkatkan jumlah aglomerasi sehingga mengurangi kekuatan tarik dan kelenturan/regangan bionanokomposit. Elongasi (Elongation) Fenomena penurunan nilai KT pada komposit dengan beragam ukuran khitosan juga terjadi pada nilai elongasi (E) dimana semakin besar ukuran khitosan akan menghasilkan komposit dengan nilai E yang semakin kecil. Besaran nilai E ditunjukkan dalam Gambar 23. Nilai R untuk komposit dengan khitosan ukuran 20 mesh sampai 40 mesh berkisar antara 1,45% sampai 3,61%. Pada komposit dengan khitosan 10 mesh sebesar 2,87% sampai 3,69%. Untuk komposit yang ditambahkan khitosan ukuran 6 mesh sampai 8 mesh memiliki nilai E sekitar 2,56% sampai 3,50%. Adapun untuk nilai rata-rata E pada komposit kontrol adalah 2,99%. Rata-rata nilai E dari komposit pada semua variasi ukuran khitosan dan konsentrasi khitosan atas PP masih diatas standar minimal nilai E HES sebesar 2%. Kontrol Gambar 23. Histogram besaran elongasi dari komposit termoplastik

23 44 Hasil analisis ragam, perbedaan konsentrasi khitosan atas PP yang berpengaruh terhadap E komposit sedangkan ukuran khitosan dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata (Lampiran 13). Dengan uji lanjut perbandingan berganda Duncan (Lampiran 14), bahwa komposit dengan konsentrasi khitosan 10% memiliki nilai E rata-rata lebih besar dan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap khitosan pada konsentrasi 0%, 20%, 30% dan 40%. Pada konsentrasi khitosan atas PP 40% memberikan pengaruh yang berbeda juga pada E komposit dengan konsentrasi 0%, 20% dan 30%. Namun pada konsentrasi khitosan 0%, 20% dan 30% mempunyai pengaruh sama terhadap E komposit. Semakin banyak persentase khitosan yang ditambahkan untuk mengurangi PP akan meningkatkan kekakuan dan mengurangi elastisitas serta kelenturan komposit yang berpengaruh pada duktilitas (keliatan) sehingga menurunkan nilai E komposit. Dalam penelitian ini bisa dikatakan diperoleh persentase maksimum dari khitosan untuk substitusi matriks PP pada konsentrasi 10% dan 20% yang bisa menghasilkan nilai regangan diatas komposit kontrol. Hasil penelitian Morreale et al. (2008), menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi serbuk kayu/bahan pengisi mengurangi besaran regangan dari komposit yang menggunakan polimer sintetis maupun polimer biodegradabel. Duktilitas komposit akan berkurang secara signifikan seiring dengan penambahan serbuk kayu/pengisi lebih dari 30%. Menurut Husseinsyah et al. (2010) bahwa peningkatan konsentrasi khitosan sebagai filler akan menurunkan sifat elongasi komposit terkait adanya efek kekakuan dan penurunan deformabilitas antarmuka dari khitosan dengan matriks PP. Hasil pengujian komposit dengan variasi komposisi ukuran dan persentase filler khitosan yang meliputi sifat fisis seperti kerapatan, pengembangan tebal, daya serap air serta sifat mekanis yaitu keteguhan patah (MOR), modulus elastisitas (MOE), kuat tarik dan elongasi ditampilkan dalam Tabel 6 termasuk komposit kontrol. Besaran nilai sifat fisis dan mekanis dalam Tabel 6 tersebut dicoba untuk diurutkan atau dirangking mulai yang terbaik dengan angka 1 (satu) dan seterusnya sampai yang terendah dengan angka 12 (dua belas).

24 45 Tabel 6. Rangkuman nilai fisis dan mekanis komposit termoplastik Ukuran khitosan mesh 10 mesh 6-8 mesh Kontrol Konsentrasi khitosan (%) 10% 20% 30% 40% 10% 20% 30% 40% 10% 20% 30% 40% 0% Kerapatan (g/cm 3 ) 1,07 1,09 1,13 1,14 1,09 1,11 1,14 1,15 1,08 1,11 1,13 1,16 1,06 Pengembangan tebal (%) 0,44 0,59 0,86 2,23 0,44 0,55 1,09 1,40 0,29 0,41 1,45 2,20 0,33 Daya Serap Air (%) 1,03 1,64 1,91 2,95 1,45 1,55 2,80 3,36 1,67 1,79 2,97 2,98 1,59 Keteguhan Patah (MPa) Modulus Elastisitas (GPa) 51,06 50,70 44,65 41,79 48,78 47,21 43,95 41,42 44,85 42,62 41,56 39,74 44,09 2,39 2,42 2,53 2,86 2,30 2,51 2,60 2,77 2,26 2,48 2,58 2,68 2,52 Kuat Tarik (MPa) 10,86 10,18 9,81 7,11 11,70 10,48 9,18 8,63 10,24 9,55 8,37 8,00 8,58 Elongasi (%) 3,61 3,45 2,97 1,45 3,69 3,33 3,00 2,87 3,50 3,20 2,71 2,56 2,99 Rangking

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 12 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April-Juni 2012. Penelitian dilakukan dalam tiga tahap yaitu: Tahap 1. Pembuatan polimer khitosan dilakukan di UPT

Lebih terperinci

= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum α i ε ij

= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum α i ε ij 5 Pengujian Sifat Binderless MDF. Pengujian sifat fisis dan mekanis binderless MDF dilakukan mengikuti standar JIS A 5905 : 2003. Sifat-sifat tersebut meliputi kerapatan, kadar air, pengembangan tebal,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KOMPOSISI SAMPEL PENGUJIAN Pada penelitian ini, komposisi sampel pengujian dibagi dalam 5 grup. Pada Tabel 4.1 di bawah ini tertera kode sampel pengujian untuk tiap grup

Lebih terperinci

OPTIMASI KADAR HIDROGEN PEROKSIDA DAN FERO SULFAT

OPTIMASI KADAR HIDROGEN PEROKSIDA DAN FERO SULFAT VI. OPTIMASI KADAR HIDROGEN PEROKSIDA DAN FERO SULFAT Pendahuluan Penelitian pada tahapan ini didisain untuk mengevaluasi sifat-sifat papan partikel tanpa perekat yang sebelumnya diberi perlakuan oksidasi.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Bahan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Bahan HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Bahan Serat Sisal (Agave sisalana Perr.) Serat sisal yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari serat sisal kontrol dan serat sisal yang mendapatkan perlakuan mekanis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan negara penghasil ubi kayu terbesar ketiga didunia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan negara penghasil ubi kayu terbesar ketiga didunia BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil ubi kayu terbesar ketiga didunia setelah Nigeria dan Thailand dengan hasil produksi mencapai lebih 23 juta ton pada tahun 2014

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisis Papan Semen 4.1.1. Kadar Air Nilai rata-rata kadar air papan semen sekam hasil pengukuran disajikan pada Gambar 7. 12 Kadar air (%) 9 6 3 0 JIS A5417 1992:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Material komposit merupakan suatu materi yang dibuat dari variasi penggunaan matrik polimer dengan suatu substrat yang dengan sengaja ditambahkan atau dicampurkan untuk

Lebih terperinci

PENENTUAN UKURAN PARTIKEL OPTIMAL

PENENTUAN UKURAN PARTIKEL OPTIMAL IV. PENENTUAN UKURAN PARTIKEL OPTIMAL Pendahuluan Dalam pembuatan papan partikel, secara umum diketahui bahwa terdapat selenderness rasio (perbandingan antara panjang dan tebal partikel) yang optimal untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 17 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Papan Partikel 4.1.1 Kerapatan Kerapatan merupakan perbandingan antara massa per volume yang berhubungan dengan distribusi partikel dan perekat dalam contoh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 21 4.1 Geometri Strand pada Tabel 1. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran nilai rata-rata geometri strand pada penelitian ini tertera Tabel 1 Nilai rata-rata pengukuran dimensi strand, perhitungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Geometri Strand Hasil pengukuran geometri strand secara lengkap disajikan pada Lampiran 1, sedangkan nilai rata-ratanya tertera pada Tabel 2. Tabel 2 Nilai pengukuran

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Laporan Tugas Akhir

BAB V PEMBAHASAN. Laporan Tugas Akhir BAB V PEMBAHASAN Berdasarkan analisa data dapat dilakukan pembahasan sebagai berikut: Pada fraksi volume filler 0% memiliki kekuatan tarik paling rendah dikarenakan tidak adanya filler sebagai penguat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Mikrofibril dari serat alam

TINJAUAN PUSTAKA Mikrofibril dari serat alam 5 TINJAUAN PUSTAKA Mikrofibril dari serat alam Struktur tumbuhan atau kayu terdiri dari polimer karbohidrat dan tersusun dari serat selulosa. Serat selulosa ini tersusun dari mikrofibril dalam ukuran mikro

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Akustik Papan Partikel Sengon 4.1.1 Koefisien Absorbsi suara Apabila ada gelombang suara bersumber dari bahan lain mengenai bahan kayu, maka sebagian dari energi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Histogram kerapatan papan.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Histogram kerapatan papan. 17 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Papan Komposit Anyaman Pandan 4.1.1 Kerapatan Sifat papan yang dihasilkan akan dipengaruhi oleh kerapatan. Dari pengujian didapat nilai kerapatan papan berkisar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Mutu Kekakuan Lamina BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penyusunan lamina diawali dengan melakukan penentuan mutu pada tiap ketebalan lamina menggunakan uji non destructive test. Data hasil pengujian NDT

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistirena Polistirena disintesis melalui polimerisasi adisi radikal bebas dari monomer stirena dan benzoil peroksida (BP) sebagai inisiator. Polimerisasi dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) (b) (c) (d) Gambar 4.1 Tampak Visual Hasil Rheomix Formula : (a) 1, (b) 2, (c) 3, (d) 4

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) (b) (c) (d) Gambar 4.1 Tampak Visual Hasil Rheomix Formula : (a) 1, (b) 2, (c) 3, (d) 4 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Preparasi Sampel Pada proses preparasi sampel terdapat tiga tahapan utama, yaitu proses rheomix, crushing, dan juga pembentukan spesimen. Dari hasil pencampuran dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 20 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengunaan material komposit mulai banyak dikembangakan dalam dunia industri manufaktur. Material komposit yang ramah lingkungan dan bisa didaur ulang kembali, merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan TINJAUAN PUSTAKA Papan Partikel Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan papan yang terbuat dari bahan berlignoselulosa yang dibuat dalam bentuk partikel dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB IV DATA HASIL PENELITIAN

BAB IV DATA HASIL PENELITIAN BAB IV DATA HASIL PENELITIAN 4.1 PEMBUATAN SAMPEL 4.1.1 Perhitungan berat komposit secara teori pada setiap cetakan Pada Bagian ini akan diberikan perhitungan berat secara teori dari sampel komposit pada

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Fakultas Kehutanan Univesitas Sumatera Utara Medan. mekanis kayu terdiri dari MOE dan MOR, kerapatan, WL (Weight loss) dan RS (

METODE PENELITIAN. Fakultas Kehutanan Univesitas Sumatera Utara Medan. mekanis kayu terdiri dari MOE dan MOR, kerapatan, WL (Weight loss) dan RS ( 12 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2017 - Juni 2017. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, dan Workshop Fakultas

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas. 18 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Nama Alat Merek Alat-alat Gelas Pyrex Gelas Ukur Pyrex Neraca Analitis OHaus Termometer Fisher Hot Plate

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penggunaan polimer dan komposit dewasa ini semakin meningkat di segala bidang. Komposit berpenguat serat banyak diaplikasikan pada alat-alat yang membutuhkan material

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universita Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universita Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Hartono (1998) komposisi sampah atau limbah plastik yang dibuang oleh setiap rumah tangga adalah 9,3% dari total sampah rumah tangga. Di Jabodetabek rata-rata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penggunaan dan pemanfaatan material komposit dewasa ini berkembang cukup pesat mulai dari yang sederhana seperti alat - alat rumah tangga sampai sektor industri dikarenakan

Lebih terperinci

6 PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGEMPAAN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

6 PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGEMPAAN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 77 6 PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGEMPAAN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 6.1 Pendahuluan Pengempaan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas papan yang dihasilkan (USDA, 1972). Salah satu hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Hampir setiap produk menggunakan plastik sebagai kemasan atau

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Hampir setiap produk menggunakan plastik sebagai kemasan atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi plastik membuat aktivitas produksi plastik terus meningkat. Hampir setiap produk menggunakan plastik sebagai kemasan atau bahan dasar. Material plastik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pelarut dengan penambahan selulosa diasetat dari serat nanas. Hasil pencampuran

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pelarut dengan penambahan selulosa diasetat dari serat nanas. Hasil pencampuran 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel plastik layak santap dibuat dari pencampuran pati tapioka dan pelarut dengan penambahan selulosa diasetat dari serat nanas. Hasil pencampuran ini diperoleh 6 sampel

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Perubahan Sifat-sifat Kayu Terdensifikasi secara Parsial

PEMBAHASAN UMUM Perubahan Sifat-sifat Kayu Terdensifikasi secara Parsial PEMBAHASAN UMUM Perubahan Sifat-sifat Kayu Terdensifikasi secara Parsial Densifikasi parsial, baik kompresi maupun impregnasi, terbukti dapat meningkatkan sifat-sifat kayu Agatis maupun Mangium. Dari hasil

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polimer Benzilkitosan Somorin (1978), pernah melakukan sintesis polimer benzilkitin tanpa pemanasan. Agen pembenzilasi yang digunakan adalah benzilklorida. Adapun

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Distanoksan Sintesis distanoksan dilakukan dengan mencampurkan dibutiltimah(ii)oksida dan dibutiltimah(ii)klorida (Gambar 3.2). Sebelum dilakukan rekristalisasi, persen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lignin merupakan polimer alam yang terdapat dalam tumbuhan. Struktur lignin sangat beraneka ragam tergantung dari jenis tanamannya. Namun, secara umum lignin merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tandan Kosong Sawit Jumlah produksi kelapa sawit di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, pada tahun 2010 mencapai 21.958.120 ton dan pada tahun 2011 mencapai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tampilan Kayu Pemadatan kayu menghasilkan warna yang berbeda dengan warna aslinya, dimana warnanya menjadi sedikit lebih gelap sebagai akibat dari pengaruh suhu pengeringan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 SIFAT MEKANIK PLASTIK Sifat mekanik plastik yang diteliti terdiri dari kuat tarik dan elongasi. Sifat mekanik diperlukan dalam melindungi produk dari faktor-faktor mekanis,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Sifat fisis dari panel CLT yang diuji yaitu, kerapatan (ρ), kadar air (KA), pengembangan volume (KV) dan penyusutan volume (SV). Hasil pengujian sifat fisis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 22 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Geometri Strand Hasil pengukuran geometri strand disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan data, nilai rata-rata dimensi strand yang ditentukan dengan menggunakan 1 strand

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembuatan termoplastik elastomer berbasis NR berpotensi untuk meningkatkan sifat-sifat NR. Permasalahan utama blend PP dan NR adalah belum dapat dihasilkan blend

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang saat ini mendorong para peneliti untuk menciptakan dan mengembangkan suatu hal yang telah ada maupun menciptakan

Lebih terperinci

Pengaruh Kadar Selulosa Pelepah Sawit Terhadap Sifat dan Morfologi Wood Plastic Composite (WPC)

Pengaruh Kadar Selulosa Pelepah Sawit Terhadap Sifat dan Morfologi Wood Plastic Composite (WPC) TPM 13 Pengaruh Kadar Pelepah Sawit Terhadap Sifat dan Morfologi Wood Plastic Composite (WPC) Yusnila Halawa, Bahruddin, Irdoni Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Riau Kampus Binawidya

Lebih terperinci

16! 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

16! 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 16 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Baku Chitosan dan Larutan Chitosan-PVA Bahan dasar yang digunakan pada pembuatan film adalah chitosan. Menurut Khan et al. (2002), nilai derajat deasetilasi

Lebih terperinci

4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan pembahasan 4 Hasil dan pembahasan 4.1 Sintesis dan Pemurnian Polistiren Pada percobaan ini, polistiren dihasilkan dari polimerisasi adisi melalui reaksi radikal dengan inisiator benzoil peroksida (BPO). Sintesis

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisis papan partikel yang diuji meliputi kerapatan, kadar air, daya serap air dan pengembangan tebal. Sifat mekanis papan partikel yang diuji meliputi Modulus of Elasticity

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. struktural seperti papan pelapis dinding (siding), partisi, plafon (celing) dan lis.

TINJAUAN PUSTAKA. struktural seperti papan pelapis dinding (siding), partisi, plafon (celing) dan lis. 4 TINJAUAN PUSTAKA Kayu jabon (Anthocephalus cadamba M.) memiliki berat jenis 0,48 dan tergolong kayu kelas kuat IV. Berdasarkan sifat-sifat yang dimiliki dan informasi penggunaan kayu secara lokal oleh

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini akan diuraikan analisis terhadap hasil pengolahan data. Pembahasan mengenai analisis hasil pengujian konduktivitas panas, pengujian bending, perhitungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan material komposit dalam bidang teknik semakin meningkat seiring meningkatnya pengetahuan karakteristik material ini. Material komposit mempunyai banyak keunggulan

Lebih terperinci

Pengaruh Persentase Serat Sabut Pinang (Areca Catechu L. Fiber) dan Foam Agent terhadap Sifat Fisik dan Mekanik Papan Beton Ringan

Pengaruh Persentase Serat Sabut Pinang (Areca Catechu L. Fiber) dan Foam Agent terhadap Sifat Fisik dan Mekanik Papan Beton Ringan Jurnal Fisika Unand Vol. 6, No. 4, Oktober 2017 ISSN 2302-8491 Pengaruh Persentase Serat Sabut Pinang (Areca Catechu L. Fiber) dan Foam Agent terhadap Sifat Fisik dan Mekanik Papan Beton Ringan Firda Yulia

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN B. Tahapan Proses Pembuatan Papan Serat 1. Pembuatan Matras a. Pemotongan serat Serat kenaf memiliki ukuran panjang rata-rata 40-60 cm (Gambar 18), untuk mempermudah proses pembuatan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4.1. Sifat Fisis IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisis papan laminasi pada dasarnya dipengaruhi oleh sifat bahan dasar kayu yang digunakan. Sifat fisis yang dibahas dalam penelitian ini diantaranya adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan manusia terhadap kayu sebagai bahan konstruksi bangunan atau furnitur terus meningkat seiring dengan meningkatnya pertambahan jumlah penduduk, sementara

Lebih terperinci

4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 48 4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 4.1 Pendahuluan Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, kekuatan papan yang dihasilkan masih rendah utamanya nilai MOR

Lebih terperinci

MODIFIKASI POLIPROPILENA SEBAGAI POLIMER KOMPOSIT BIODEGRADABEL DENGAN BAHAN PENGISI PATI PISANG DAN SORBITOL SEBAGAI PLATISIZER

MODIFIKASI POLIPROPILENA SEBAGAI POLIMER KOMPOSIT BIODEGRADABEL DENGAN BAHAN PENGISI PATI PISANG DAN SORBITOL SEBAGAI PLATISIZER MODIFIKASI POLIPROPILENA SEBAGAI POLIMER KOMPOSIT BIODEGRADABEL DENGAN BAHAN PENGISI PATI PISANG DAN SORBITOL SEBAGAI PLATISIZER Ely Sulistya Ningsih 1, Sri Mulyadi 1, Yuli Yetri 2 Jurusan Fisika, FMIPA

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Termoplastik Elastomer (TPE) adalah plastik yang dapat melunak apabila dipanaskan dan akan kembali kebentuk semula ketika dalam keadaan dingin juga dapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengujian Serat Tunggal Pengujian serat tunggal digunakan untuk mengetahui kekuatan tarik serat kenaf. Serat yang digunakan adalah serat yang sudah di

Lebih terperinci

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat DAFTAR ISI ABSTRAK... i ABSTRACK... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR LAMPIRAN... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR ISTILAH... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober Pembuatan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober Pembuatan METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober 2015. Pembuatan papan dan pengujian sifat fisis dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Program Studi Kehutanan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar, plafon, dan

TINJAUAN PUSTAKA. perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar, plafon, dan TINJAUAN PUSTAKA A. Papan Partikel A.1. Definisi papan partikel Kayu komposit merupakan kayu yang biasa digunakan dalam penggunaan perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Preparasi 4.1.1 Sol Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan ZrOCl 2. 8H 2 O dengan perbandingan mol 1:4:6 (Ikeda, et al. 1986) dicampurkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dengan berkembangnya teknologi pembuatan komposit polimer yaitu dengan merekayasa material pada saat ini sudah berkembang pesat. Pembuatan komposit polimer tersebut

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 7 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biokomposit dan pengujian sifat fisis dan mekanis dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa dan Desain

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 204 di Workshop Program Studi Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara untuk membuat

Lebih terperinci

Pengaruh Diameter dan Panjang Serat Pelepah Sawit Terhadap Sifat dan Morfologi Wood Plastic Composite (WPC)

Pengaruh Diameter dan Panjang Serat Pelepah Sawit Terhadap Sifat dan Morfologi Wood Plastic Composite (WPC) TPM 10 Pengaruh Diameter dan Panjang Serat Pelepah Sawit Terhadap Sifat dan Morfologi Wood Plastic Composite (WPC) Siti Sakinah, Zultiniar, Bahruddin Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada zaman sekarang ini, penelitian tentang bahan polimer sedang berkembang. Hal ini dikarenakan bahan polimer memiliki beberapa sifat yang lebih unggul jika dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan tanaman penghasil kayu yang banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, baik untuk keperluan industri besar, industri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Analisis Sintesis PS dan Kopolimer PS-PHB Sintesis polistiren dan kopolimernya dengan polihidroksibutirat pada berbagai komposisi dilakukan dengan teknik polimerisasi radikal

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kualitas Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dilaksanakan mulai dari bulan. Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara.

METODE PENELITIAN. Kualitas Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dilaksanakan mulai dari bulan. Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara. 9 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian yang berjudul Pengaruh Pra Perlakuan Pemadatan Terhadap Kualitas Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dilaksanakan mulai dari bulan April 2017

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat yang Digunakan Alat yang akan digunakan dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina.

Lebih terperinci

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,

Lebih terperinci

Studi Awal Pembuatan Komposit Papan Serat Berbahan Dasar Ampas Sagu

Studi Awal Pembuatan Komposit Papan Serat Berbahan Dasar Ampas Sagu Studi Awal Pembuatan Komposit Papan Serat Berbahan Dasar Ampas Sagu Mitra Rahayu1,a), Widayani1,b) 1 Laboratorium Biofisika, Kelompok Keilmuan Fisika Nuklir dan Biofisika, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Serbuk Dispersi Padat Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan dihasilkan serbuk putih dengan tingkat kekerasan yang berbeda-beda. Semakin

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SERAT PINANG (Areca catechu L. Fiber) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN SIFAT FISIS BAHAN CAMPURAN SEMEN GIPSUM

PENGARUH PENAMBAHAN SERAT PINANG (Areca catechu L. Fiber) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN SIFAT FISIS BAHAN CAMPURAN SEMEN GIPSUM PENGARUH PENAMBAHAN SERAT PINANG (Areca catechu L. Fiber) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN SIFAT FISIS BAHAN CAMPURAN SEMEN GIPSUM Suci Olanda, Alimin Mahyudin Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas Kampus

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. 1. DIAGRAM ALIR PENELITIAN Dikeringkan, Dipotong sesuai cetakan Mixing Persentase dengan Rami 15,20,25,30,35 %V f Sampel Uji Tekan Sampel Uji Flexural Sampel Uji Impak Uji

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. sehingga sifat-sifat mekaniknya lebih kuat, kaku, tangguh, dan lebih kokoh bila. dibandingkan dengan tanpa serat penguat.

I.PENDAHULUAN. sehingga sifat-sifat mekaniknya lebih kuat, kaku, tangguh, dan lebih kokoh bila. dibandingkan dengan tanpa serat penguat. I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Serat merupakan material yang umumnya jauh lebih kuat dari matriks dan berfungsi memberikan kekuatan tarik. Secara umum dapat dikatakan bahwa fungsi serat adalah sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ampas tebu atau yang umum disebut bagas diperoleh dari sisa pengolahan tebu (Saccharum officinarum) pada industri gula pasir. Subroto (2006) menyatakan bahwa pada

Lebih terperinci

Lampiran 1 Data penjualan sepeda motor dan jumlah motor di Indonesia. Jumlah Kendaraan di Indonesia

Lampiran 1 Data penjualan sepeda motor dan jumlah motor di Indonesia. Jumlah Kendaraan di Indonesia 127 Lampiran 1 Data penjualan sepeda motor dan jumlah motor di Indonesia Jumlah Kendaraan di Indonesia Jenis kendaraan Tahun Pertumbuhan bermotor 2010 2011 Kendaraan Persentase Mobil penumpang 8.129.091

Lebih terperinci

O 3, 4SiO H O), Nama montmorilonite ini

O 3, 4SiO H O), Nama montmorilonite ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada pembuatan polimer komposit harus dipilih material yang memiliki sifat lebih baik dibandingkan kelas lainnya yang sejenis. Polipropilena merupakan jenis

Lebih terperinci

Papan partikel SNI Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI

Papan partikel SNI Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI Standar Nasional Indonesia Papan partikel ICS 79.060.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi... 1 4 Klasifikasi...

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 asil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Sintesis polistiren dilakukan dalam reaktor polimerisasi dengan suasana vakum. al ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kontak dengan udara karena stiren

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Material komposit merupakan material yang tersusun dari sedikitnya dua macam material yang memiliki sifat fisis yang berbeda yakni sebagai filler atau material penguat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perkembangan bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dalam industri mulai menyulitkan bahan konvensional seperti logam untuk memenuhi keperluan aplikasi baru. Penggunaan

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. III, No. 3 (2015), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. III, No. 3 (2015), Hal ISSN : SINTESIS DAN ANALISIS SIFAT FISIK DAN MEKANIK PAPAN KOMPOSIT DARI LIMBAH PELEPAH SAWIT DAN SABUT KELAPA Erwan 1), Irfana Diah Faryuni 1)*, Dwiria Wahyuni 1) 1) Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASIWA

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASIWA LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASIWA OPTIMASI BATANG ROTAN SEBAGAI FILLER BIOKOMPOSIT DENGAN ADITIF SERBUK DAUN TEMBAKAU DAN PEREKAT POLIVINIL ALKOHOL (PVA) PADA APLIKASI PAPAN GIPSUM PLAFON BIDANG

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN BIOPLASTIK BERBASIS PATI SORGUM DENGAN PENGISI BATANG SINGKONG

PROSES PEMBUATAN BIOPLASTIK BERBASIS PATI SORGUM DENGAN PENGISI BATANG SINGKONG Deskripsi PROSES PEMBUATAN BIOPLASTIK BERBASIS PATI SORGUM DENGAN PENGISI BATANG SINGKONG Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan proses pembuatan bioplastik, lebih khusus lagi proses pembuatan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kekuatan Tarik Komposit Partikel Tempurung Kelapa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kekuatan Tarik Komposit Partikel Tempurung Kelapa IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kekuatan Tarik Komposit Partikel Tempurung Kelapa Untuk mengetahui nilai kekuatan tarik dari komposit maka perlu di lakukan pengujian kekuatan tarik pada komposit tersebut.

Lebih terperinci

JURNAL FEMA, Volume 1, Nomor 3, Juli 2013 PENGARUH PANJANG SERAT TERHADAP KEKUATAN TARIK KOMPOSIT BERPENGUAT SERAT IJUK DENGAN MATRIK EPOXY

JURNAL FEMA, Volume 1, Nomor 3, Juli 2013 PENGARUH PANJANG SERAT TERHADAP KEKUATAN TARIK KOMPOSIT BERPENGUAT SERAT IJUK DENGAN MATRIK EPOXY JURNAL FEMA, Volume 1, Nomor 3, Juli 2013 PENGARUH PANJANG SERAT TERHADAP KEKUATAN TARIK KOMPOSIT BERPENGUAT SERAT IJUK DENGAN MATRIK EPOXY Efri Mahmuda 1), Shirley Savetlana 2) dan Sugiyanto 2) 1) Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS HASIL

BAB V ANALISIS HASIL BAB V ANALISIS HASIL Pada bab ini membahas tentang analisis terhadap output yang didapatkan dan interpretasi hasil penelitian. Analisis hasil tersebut diuraikan dalam sub bab berikut ini. 5.1 ANALISIS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal

TINJAUAN PUSTAKA. Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit Menurut Hadi (2004), klasifikasi botani kelapa sawit dapat diuraikan sebagai berikut: Kingdom Divisi Kelas Ordo Familia Genus Spesies : Plantae : Magnoliophyta : Liliopsida

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Plastik adalah suatu polimer yang mempunyai sifat-sifat unik dan luar biasa.

TINJAUAN PUSTAKA. Plastik adalah suatu polimer yang mempunyai sifat-sifat unik dan luar biasa. TINJAUAN PUSTAKA Plastik Plastik adalah suatu polimer yang mempunyai sifat-sifat unik dan luar biasa. Polimer adalah suatu bahan yang terdiri atas unit molekul yang disebut monomer. Jika monomernya sejenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Lateks karet alam didapat dari pohon Hevea Brasiliensis yang berasal dari famili Euphorbia ceae ditemukan dikawasan tropikal Amazon, Amerika Selatan. Lateks karet

Lebih terperinci

3 PENGARUH JENIS KAYU DAN KADAR PEREKAT TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

3 PENGARUH JENIS KAYU DAN KADAR PEREKAT TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 17 3 PENGARUH JENIS KAYU DAN KADAR PEREKAT TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 3.1 Pendahuluan Perbedaan jenis kayu yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan papan komposit akan sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH UKURAN BAHAN PENGISI TERHADAP KARAKTERISTIK KOMPOSIT POLIPROPILENA SERBUK KAYU SKRIPSI

ANALISIS PENGARUH UKURAN BAHAN PENGISI TERHADAP KARAKTERISTIK KOMPOSIT POLIPROPILENA SERBUK KAYU SKRIPSI ANALISIS PENGARUH UKURAN BAHAN PENGISI TERHADAP KARAKTERISTIK KOMPOSIT POLIPROPILENA SERBUK KAYU SKRIPSI oleh DENDY ARIF 04 04 04 019 4 SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN PERSYARATAN MENJADI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil pengujian serat tunggal ASTM D

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil pengujian serat tunggal ASTM D BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Karakterisasi Serat Tunggal 1.1.1 Hasil Uji Tarik Serat Tunggal Hasil pengujian serat tunggal kenaf bagian tengah yang mengacu pada ASTM D3379-75 diperoleh kuat tarik sebagai

Lebih terperinci