BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Sifat fisis dari panel CLT yang diuji yaitu, kerapatan (ρ), kadar air (KA), pengembangan volume (KV) dan penyusutan volume (SV). Hasil pengujian sifat fisis disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Sifat fisis panel CLT Kayu Sengon No. Contoh Uji ρ (g/cm 3 ) KA (%) KV (%) SV (%) I. Panel CLT 1. A 1 B A 1 B A 1 B A 1 B A 1 B A 2 B A 2 B A 2 B A 2 B A 2 B A 3 B A 3 B A 3 B A 3 B A 3 B Rata-rata II. Kontrol Keterangan : ρ = Kerapatan (g/cm³) KA = Kadar air (%) KV = Pengembangan volume (%) SV = Penyusutan volume (%) A1 = Kombinasi ketebalan lamina (1-3-1) cm A2 = Kombinasi ketebalan lamina ( ) cm A3 = Kombinasi ketebalan lamina (2-1-2) cm B1 = Orientasi sudut 0 B2 = Orientasi sudut 30 B3 = Orientasi sudut 45 B4 = Orientasi sudut 60 B5 = Orientasi sudut 90

2 19 Secara keseluruhan, rata-rata nilai kerapatan sebesar 0.37 g/cm³, kadar air %, pengembangan volume 5.07 %, dan penyusutan volume 3.74 %. Hasil analisis keragaman sifat fisis panel CLT disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Analisis keragaman sifat fisis panel CLT Kayu Sengon Sumber Keragaman ρ KA KV SV Kombinasi ketebalan * * * * Orientasi sudut tn * * * Kombinasi ketebalan dan orientasi sudut * * * * Keterangan : Kerapatan tn = Tidak berpengaruh nyata * = Berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95% Kerapatan ialah massa atau berat per satuan volume. Kerapatan biasanya dinyatakan dalam pon per kaki kubik atau kilogram per meter kubik (Haygreen et al. 2003). Kerapatan ialah kandungan massa dalan satuan volume bahan (Tsoumis 1991). Nilai kerapatan panel CLT berkisar antara 0.33 g/cm 3 hingga 0.44 g/cm 3 dengan rata-rata keseluruhan 0.37 g/cm 3 dan kerapatan papan kontrol 0.36 g/cm 3 (Tabel 1). Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Apriliana (2012) nilai rata-rata kerapatan CLT Sengon dengan perekat yaitu sebesar 0.33 g/cm 3. Jika dibandingkan dengan papan kontrol dan CLT perekat, maka CLT dengan paku mempunyai nilai kerapatan yang lebih tinggi. Hal tersebut diduga akibat KA ratarata CLT paku lebih besar jika dibandingkan dengan CLT perekat, karena nilai kadar air dapat mempengaruhi nilai kerapatan dari kayu. Semakin turun kadar air semakin kecil nilai kerapatan, begitu juga sebaliknya semakin besar kadar air semakin besar pula nilai kerapatan suatu kayu. Analisis keragaman (Tabel 2) menunjukkan bahwa interaksi antara kombinasi ketebalan dengan orientasi sudut memberikan pengaruh nyata terhadap nilai kerapatan panel CLT, sehingga harus dilakukan uji lanjut Duncan. Sebaran nilai kerapatan panel CLT menurut kombinasi ketebalan dan orientasi sudut lamina disajikan pada gambar 9.

3 20 Kerapatan (g/cm³) A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A1B5 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 A2B5 A3B1 A3B2 A3B3 A3B4 A3B5 Panel CLT Gambar 9 Sebaran rataan kerapatan panel CLT menurut kombinasi ketebalan dan orientasi sudut lamina Hasil uji lanjut terhadap kombinasi ketebalan dan orientasi sudut pada nilai kerapatan (Lampiran 1) menunjukkan bahwa rata-rata kerapatan panel CLT A 1 B 3 yang mempunyai nilai paling tinggi sebesar 0.44 g/cm 3 dan A 1 B 3 berbeda nyata terhadap kerapatan panel lainnya. Sedangkan nilai kerapatan paling rendah yaitu A 2 B 3 sebesar 0.33 g/cm 3 juga berbeda nyata dengan panel lainnya. Pengaruh interaksi kombinasi ketebalan dan orientasi sudut terhadap kerapatan diduga karena lamina penyusun panel CLT memiliki massa yang tidak seragam diakibatkan oleh ketebalan yang berbeda dan kandungan kadar air yang berbeda. Sebelum disambung lamina-lamina tersebut sudah dikeringudarakan terlebih dahulu, namun ternyata lamina penyusun panel CLT dengan kombinasi cm masih memiliki kerapatan yang cukup tinggi dibandingkan dengan lamina lainnya. Kerapatan salah satu kriteria dari sifat fisis yang akan mempengaruhi kekuatan dari CLT, dimana kayu yang kuat menunjukkan kualitas kayu tersebut baik. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan dari Ati (2012), kerapatan panel yang dihasilkan merupakan salah satu sifat fisis yang mempengaruhi kualitas panel CLT. Diperkuat lagi dengan pernyataan Mardikanto et al (2011) dalam Apriliana (2012), semakin besar kerapatan dan berat jenis kayu semakin kuat kayu tersebut. Jadi kerapatan panel CLT diupayakan seseragam mungkin agar tidak terjadi perbedaan saat diuji, sehingga bisa disimpulkan ketika kerapatan seragam dan hasilnya berbeda, maka hal tersebut bukan lagi karena kerapatannya yang berbeda.

4 Kadar Air Kadar air (KA) adalah jumlah air yang berada di dalam kayu, dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanurnya (Haygreen and Bowyer 1993). Nilai KA panel CLT berkisar antara 13.50% hingga 14.79% dengan rata-rata keseluruhan sebesar 14.19% dan KA papan kontrol 15.08% (Tabel 1). Sedangkan hasil penelitian Apriliana (2012) menunjukkan nilai rata-rata KA CLT Sengon dengan perekat yaitu sebesar 13.44%. Jika dibandingkan dengan papan kontrol dan CLT perekat, maka CLT dengan paku mempunyai nilai KA yang lebih tinggi dibanding perekat dan lebih rendah dibanding papan kontrol. Hal tersebut diduga karena papan kontrol merupakan papan utuh dimana yang bukan tersusun dari lamina-lamina. Sedangkan CLT merupakan gabungan dari beberapa papan lamina yang antara satu dengan yang lainnya berbeda kandungan KAnya, jika ketiga lamina penyusun tersebut disatukan dapat menaikkan atau menurunkan nilai KA masing-masing lamina dan menghasilkan nilai KA panel CLT yang lebih rendah dari papan kontrol. Ketiga nilai KA tersebut dapat dianggap tidak berbeda nyata karena masuk dalam rentang KA rata-rata sengon di kota Bogor berdasarkan Priadi (2006) yaitu berkisar ±15%. Analisis keragaman (Tabel 2) menunjukkan bahwa interaksi antara kombinasi ketebalan dengan orientasi sudut lamina memberikan pengaruh yang nyata terhadap besarnya nilai KA panel CLT, sehingga dilakukan uji lanjut Duncan. Sebaran rataan KA panel CLT menurut kombinasi ketebalan dan orientasi sudut lamina disajikan pada gambar 10. Kadar Air (%) A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A1B5 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 A2B5 A3B1 A3B2 A3B3 A3B4 A3B5 Panel CLT Gambar 10 Sebaran rataan kadar air panel CLT menurut kombinasi ketebalan dan orientasi sudut lamina

5 22 Hasil uji lanjut terhadap kombinasi ketebalan dan orientasi sudut pada besarnya nilai KA (Lampiran 2) menunjukkan bahwa rata-rata KA panel CLT A 3 B 2 dan A 3 B 3 mempunyai nilai KA paling tinggi masing-masing sebesar 14.79%, 14.75% dan berbeda nyata terhadap KA panel lainnya. Panel A 2 B 1 mempunyai paling rendah sebesar 13.50% dan berbeda nyata dengan panel yang lainnya. Panel CLT dengan kombinasi ketebalan 1.67 cm memiliki KA yang hampir sama dari berbagai orientasi sudut, hal tersebut dikarenakan ketebalan yang sama antara lamina penyusunnya, sehingga hanya sedikit perbedaan KA dari lamina-lamina dengan ketebalan 1.67 cm tersebut. Menurut Tsoumis (1991), kadar air adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kerapatan dan berat jenis kayu yang berhubungan dengan kekuatan. Pada umumnya kekuatan kayu akan meningkat dengan berkurangnya KA di bawah titik jenuh serat (TJS). Peningkatan kekuatan ini terjadi karena adanya perubahan pada dinding sel yang menjadi semakin kompak. Unit strukturalnya (mikrofibril) semakin rapat dan gaya tarik menarik antara rantai molekul selulosa menjadi lebih kuat Pengembangan Volume Pengembangan volume (KV) atau Swelling adalah penambahan dimensi kayu sebagai akibat dari penambahan kandungan air atau kadar air kayu (Tsoumis 1991). Nilai rata-rata hasil pengujian KV panel CLT berkisar antara 3.18% hingga 7.28% dengan rata-rata keseluruhannya sebesar 5.07% dan KV papan kontrol sebesar 5.84% (Tabel 1). Sedangkan berdasarkan penelitian Apriliana (2012) CLT Sengon memiliki KV sebesar 5.78%. Nilai KV CLT paku lebih rendah dibandingkan dengan kontrol dan CLT perekat. Hal tersebut diduga terjadi akibat dari penggunakan alat sambung paku, sehingga dapat ditekan oleh paku yang melekat di CLT. Sehingga dapat dikatakan bahwa stabilitas dimensi CLT paku lebih baik jika dibandingkan dengan yang lainnya. Analisis keragaman (Tabel 2) menunjukkan bahwa interaksi antara kombinasi ketebalan dengan orientasi sudut memberikan pengaruh nyata terhadap nilai KV panel CLT, sehingga harus dilakukan uji lancut Duncan. Sebaran rataan

6 23 KV panel CLT menurut kombinasi ketebalan lamina dan orientasi sudut lamina disajikan pada gambar 11. Pengembangan Volume (%) Panel CLT Gambar 11 Sebaran rataan pengembangan volume panel CLT menurut kombinasi ketebalan dan orientasi sudut lamina Hasil uji lanjut terhadap kombinasi antara ketebalan dan orientasi sudut lamina (Lampiran 3) menunjukkan bahwa rata-rata KV paling tinggi panel CLT A 3 B 1, A 3 B 4, A 1 B 3, dan A 1 B 2 masing-masing sebesar 7.28%, 5.83%, 5.69%, dan 5.32%, dan berbeda nyata dengan yang lainnya. Sedangkan yang memiliki KV terendah A 2 B 3 sebesar 3.18% dan berbeda nyata dengan panel lainnya. Kombinasi ketebalan 1.67 cm memiliki KV yang rendah, hal tersebut dikarenakan kerapatan panel CLT dengan kombinasi ketebalan 1.67 cm lebih rendah dibandingkan dengan panel lainnya. Sesuai dengan pernyataan Skaar (1972) dalam Anggraini (2012), faktor lain yang mempengaruhi besarnya kembang susut yaitu hilangnya air dari dinding sel, kerapatan, atau berat jenis. Berdasarkan Anggraini (2012), lapisan luar (lamina sejajar) panel CLT akan menahan pengembangan dan penyusutan lapisan dalam (lamina bersilang) dalam arah tranversal, sedangkan lapisan dalam (lamina bersilang) menahan pengembangan dan penyusutan sejajar dalam arah tranversal sesuai besar dari orientasi sudut laminya Penyusutan Volume Penyusutan volume atau Shrinkage (SV) adalah berkurangnya dimensi kayu akibat penurunan kadar air di bawah titik jenuh serat. Perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat tidak menyebabkan perubahan dimensi kayu (Tsoumis

7 ). Nilai rata-rata SV panel CLT berkisar antara 2.93% hingga 4.84% dengan rata-rata keseluruhan sebesar 3.74% dan papan kontrol sebesar 5.16% (Tabel 1). Berdasarkan hasil penelitian Apriliana (2012) CLT perekat SV sebesar 4.45%. Jika dibandingkan dengan perekat dan kontrol, maka nilai SV CLT paku lebih rendah dibandingkan yang lain. Hal tersebut diduga terjadi akibat penggunaan alat sambung paku yang menahan penyusutannya. Analisis keragaman (tabel 2) menunjukkan bahwa interaksi antara kombinasi ketebalan dengan orientasi sudut memberikan pengaruh nyata terhadap nilai SV, sehingga harus dilakukan uji lanjut Duncan. Sebaran rataan SV panel CLT menurut kombinasi ketebalan lamina dan orientasi sudutnya disajikan pada gambar 12. Penyusutan Volume (%) Panel CLT Gambar 12 Sebaran rataan penyusutan volume panel CLT menurut kombinasi ketebalan dan orientasi sudut lamina Hasil uji lanjut terhadap kombinasi ketebalan dan orientasi sudut pada besarnya SV (Lampiran 4) menunjukkan bahwa rata-rata SV panel A 1 B 1, A 3 B 1, A 3 B 4 mempunyai nilai SV paling tinggi masing-masing sebesar 4.84%, 4.58%, dan 4.53% dan berbeda nyata terhadap panel lainnya dan A 1 B 4, A 2 B 3, A 1 B 2, A 2 B 4, A 2 B 5, A 1 B 5 mempunyai nilai SV terendah sebesar 3.23%, 3.16%, 3.14%, 3.02%, 3.01%, 2.93% dan berbeda nyata dengan panel yang lainnya. Penyusutan pada panel dengan ketebalan lamina penyusun 1.67 cm lebih kecil dan orientasi sudut 90 juga kecil penyusutannya. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Bowyer (1996), variasi dalam tiga faktor, yaitu ukuran dan bentuk potongan kayu, kerapatan contoh uji, dan laju pengeriangan contoh uji. Diperkuat

8 25 juga dengan pernyataan Skaar (1972) dalam Anggraini (2012), salah satu faktor yang mempengaruhi besarnya kembang susut suatu kayu yaitu arah serat. Jadi panel dengan lamina penyusun 1.67 cm mempunyai ketebalan yang seragam dan KA hampir sama, sehingga penyusutannya hampir sama. Sedangkan yang membuat panel tersebut berbeda antar panel dengan ketebalan 1.67 cm yaitu sudut penysun tengahnya, dimana yang tegak lurus (90 ) akan saling menahan penysutan antara lamina berdekatan. 4.2 Sifat Mekanis Menurut Mardikanto et al. (2011) dalam Ati (2012), Sifat mekanis kayu merupakan ukuran kemampuan kayu dalam menahan gaya dari luar yang disebut gaya luar (Ati 2012). Menurut Tsoumis (1991), Sifat mekanis kayu ialah ukuran kemampuan kayu untuk menahan gaya luar yang bekerja padanya (membebani benda tersebut). Ketahanan kayu untuk menahan gaya tergantung pada arah dan gaya dari pembebanan. Sifat mekanis kayu termasuk ketahanan terhadap berbagai pembebanan. Pada penelitian ini sifat mekanis yang diuji adalah modulus of elasticity (MOE), modulus of rupture (MOR), kekuatan lateral paku pada sambungan geser ganda, dan kekuatan geser paku. Pengujian sifat mekanis panel CLT bertujuan untuk mengetahui kekuatan panel CLT tersebut sebagai bahan konstruksi. Hasil pengujian sifat mekanis (MOE dan MOR) disajikan pada tabel 3. Tabel 3. Kekakuan dan kekuatan lentur panel CLT Kayu Sengon No. Contoh Uji MOE (kg/cm 2 ) MOR (kg/cm 2 ) I. Panel CLT 1. A 1 B A 1 B A 1 B A 1 B A 1 B A 2 B A 2 B A 2 B A 2 B A 2 B

9 26 Tabel 3 (Lanjutan) 11. A 3 B A 3 B A 3 B A 3 B A 3 B Rata-Rata II. Kontrol Secara keseluruhan, rata-rata nilai MOE sebesar 7787 kg/cm 2 dan MOR sebesar 197 kg/cm 2. Hasil analisis keragaman sifat fisis panel CLT disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Analisis keragaman kekakuan dan kekuatan lentur panel CLT Kayu Sengon Sumber Keragaman MOE MOR Kombinasi ketebalan * * Orientasi sudut * * Kombinasi ketebalan dan orientasi sudut * tn Modulus of Elasticity (MOE) Menurut Tsoumis (1991), Elastisitas ialah sifat bahan untuk kembali ke bentuk semula, ketika pembebanan menyebabkan hubungan antara tegangan dan perubahan bentuk. Hubungan antara tegangan dan regangan didefinisikan sebagai MOE. Hasil pengujian (Tabel 3) menunujukkan nilai MOE panel CLT berkisar antara 2756 kg/cm 2 hingga kg/cm 2 dengan rata-rata sebesar 7787 kg/cm 2, dan MOE papan kontrol sebesar kg/cm 2. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Apriliana (2012), nilai MOE CLT perekat sebesar kg/cm 2. Berdasarkan hasil tersebut terlihat bahwa nilai MOE CLT paku lebih kecil dibandingkan dengan CLT perekat maupun papan kontrol. Hal tersebut diduga terjadi akibat penggunaan alat sambung paku pada panel CLT, dimana hal tersebut menyebabkan kekakuan panel CLT rendah akibat efisiensinya hanya 50% (Yap 1999). Analisis keragaman (Tabel 4) menunjukkan bahwa interaksi antara kombinasi ketebalan dan orientasi sudut memberikan pengaruh nyata terhadap

10 27 nilai MOE panel CLT, sehingga harus dilakukan uji lanjut Duncan. Sebaran rataan nilai MOE panel CLT menurut kombinasi ketebalan dan orientasi sudut lamina disajikan pada gambar 13. MOE (kg/cm²) Panel CLT Gambar 13 Sebaran rataan MOE panel CLT menurut kombinasi ketebalan dan orientasi sudut lamina Hasil uji lanjut terhadap interaksi kombinasi tebal dan orientasi sudut pada besarnya nilai MOE (Lampiran 5) menunjukkan bahwa rata-rata MOE panel CLT A 3 B 2 mempunyai nilai MOE paling tinggi yaitu sebesar kg/cm 2 dan berbeda nyata dengan panel lainnya, sedangkan nilai MOE paling rendah yaitu A 1 B 5 sebesar 2756 kg/cm 2 dan berbeda nyata dengan panel lainnya. Semakin tebal lamina penyusun luarnya (atas-bawah) semakin besar pula nilai MOE dan sudut 90 memiliki nilai MOE yang rendah dikarenakan lamina tengah penyusunnya saling tegak lurus dengan lapisan luarnya. Pada saat dilakukan pembebanan terpusat, lapisan permukaan lamina akan mengalami gaya tekan maksimum dan lapisan bawah lamina akan mengalami gaya tarik maksimum, sehingga bagian dari struktur panel CLT yang paling mempengaruhi nilai MOE adalah lamina terluar dari panel CLT Modulus of Rupture (MOR) Modulus of Rupture (MOR) hampir sama dengan MOE, bedanya hanya pada MOE sampai batas proporsi saja sehingga bisa kembali ke bentuk semula, sedangkan MOR sampai pembebanan maksimum pada kayu tersebut (Tsoumis 1991). Hasil penelitian menunjukkan nilai MOR panel CLT secara keseluruhan berkisar antara 157 kg/cm 2 hingga 254 kg/cm 2 dengan rata-rata sebesar 197 kg/cm 2, dan MOR papan kontrol sebesar 237 kg/cm 2. Sedangkan berdasarkan hasil

11 28 penelitian Apriliana (2012), nilai MOR CLT perekat sebesar 251 kg/cm 2. Terlihat bahwa nilai MOR CLT paku lebih kecil dibandingkan dengan papan kontrol dan CLT perekat. Hal tersebut diduga terjadi karena penggunaan paku yang mengurangi nilai MOR panel tersebut. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Yap (1999), konstruksi yang menggunakan sambungan paku memiliki efisiensi sebesar 50%. Jika tanpa sambungan efisiensinya sebesar 100%. Analisis keragaman (Tabel 4) menunjukkan bahwa interaksi antara kombinasi ketebalan dengan orientasi sudut tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai MOR panel CLT dan Kombinasi ketebalan memberikan pengaruh yang nyata dan orientasi sudut memberikan pengaruh yang nyata. Sebaran rataan nilai MOR panel CLT menurut kombinasi ketebalan dan orientasi sudut lamina disajikan pada gambar 14. MOR (kg/cm²) A1 A2 A3 MOR (kg/cm²) B1 B2 B3 B4 B5 Kombinasi Ketebalan Lamina Orientasi Sudut Lamina Gambar 14 Sebaran rataan MOR CLT menurut kombinasi ketebalan dan orientasi sudut lamina Hasil uji lanjut terhadap kombinasi ketebalan pada nilai MOR (Lampiran 6) menunjukkan bahwa kombinasi cm memiliki nilai MOR tertinggi sebesar 227 kg/cm 2 dan berbeda nyata dengan panel lainnya, dan cm memiliki nilai MOR terendah sebesar 183 kg/cm 2. Sedangkan untuk orientasi sudut menunjukkan bahwa sudut 30 memliki nilai MOR tertinggi sebesar 216 kg/cm² dan berbeda nyata dengan panel lainnya dan terendah sudut 90 sebesar 178 kg/cm². Kombinasi ketebalan pada panel CLT mempengaruhi nilai MOR, karena jika panel CLT dikenai beban di tengah bentangnya, maka bagian permukaan panel akan mengalami tegangan tekan maksimal dan bagian bawah mengalami tegangan tarik maksimal. Tegangan ini secara perlahan-perlahan menurun kebagian tengah dan menjadi nol pada sumbu netral. Sehingga semakin tebal lamina penyusun bagian permukaan panel CLT atau semakin dekat garis sambung

12 29 dengan garis netral, maka nilai MORnya akan semakin tinggi. Maka dari itu nilai MOR panel cm lebih besar dibandingkan panel lainnya. Selain itu orientasi sudut pun mempengaruhi, karena sudut dengan 90 arah seratnya tegak lurus dengan lamina penyusun lainnya, sehingga menyebabkan pengurangan kekuatan lenturnya. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Anggraini (2012), orientasi sudut lamina menyebabkan jumlah dari sambungan lamina bersilang pada bagian tengah juga berbeda Kekuatan Sambungan Paku Nilai kekuatan geser paku panel CLT diperoleh dengan cara membagi beban maksimum pada sesaran tertentu dengan perkalian antara luas diameter dengan jumlah bidang yang terkena paku. Sedangkan nilai kekuatan lateral paku diperoleh dengan cara membagi beban maksimum pada sesaran tertentu dengan jumlah paku yang digunakan. Sesaran yang digunakan untuk kedua pengujian ini adalah sesaran 1.5 mm dan sesaran 5 mm. Displacement atau sesaran tersebut ditetapkan berdasarkan standar yang berlaku di Indonesia yaitu sesaran 1,5 mm, berdasarkan PKKI-61 dan sesaran 5 mm merupakan batas yang diduga sambungan paku telah mengalami kerusakan atau berada di zona inelastic nonlinier (Sadiyo et al, 2009 dalam Ati, 2012). Hasil pengujian kekuatan sambungan disajikan pada tabel 5. Tabel 5. Kekuatan lateral dan kekuatan geser paku panel CLT Kayu Sengon No Panel CLT Kekuatan Lateral Paku (kg) Kekuatan Geser Paku (kg/cm 2 ) 1.5 mm 5 mm 1.5 mm 5 mm 1. A 1 B 1 2. A 1 B 2 3. A 1 B 3 4. A 1 B 4 5. A 1 B 5 6. A 2 B 1 7. A 2 B 2 8. A 2 B 3 9. A 2 B A 2 B A 3 B

13 30 Tabel 5 (Lanjutan) 12. A 3 B A 3 B A 3 B A 3 B Rata-rata Secara keseluruhan rata-rata kekuatan lateral paku pada sesaran 1.5 mm dan 5 mm masing-masing sebesar 13 kg dan 99 kg, dan kekuatan geser paku pada sesaran 1.5 mm dan 5 mm masing-masing sebesar 117 kg/cm 2 dan 861 kg/cm 2. Hasil pengujian disajikan pada tabel 6. Tabel 6 Analisis keragaman kekuatan lateral paku dan kekuatan geser paku panel CLT Kayu Sengon Sumber Keragaman Kuat Lateral Paku Kuat Geser Paku 1.5 mm 5 mm 1.5 mm 5 mm Kombinasi ketebalan * * * * Orientasi sudut * * * * Kombinasi ketebalan dan orientasi sudut * * * * Analisis keragaman (Tabel 6) menunjukkan bahwa interaksi kombinasi ketebalan dengan orientasi sudut memberikan pengaruh nyata terhadap nilai Kekuatan lateral dan geser paku panel CLT, sehingga harus dilakukan uji lanjut Duncan. Sebaran rataan kekuatan lateral dan geser paku panel CLT menurut kombinasi ketebalan dan orientasi sudut lamina disajikan pada gambar 15. Kekuatan Lateral Paku (Kg) Panel CLT Sesaran 1.5 mm Sesaran 5 mm Gambar 15a Sebaran rataan Kekuatan lateral paku sesaran 1.5 mm dan 5 mm CLT menurut kombinasi ketebalan dan orientasi sudut lamina

14 31 Kekuatan Geser Paku (Kg/cm²) Panel CLT Sesaran 1.5 mm Sesaran 5 mm Gambar 15b Sebaran rataan Kekuatan geser paku sesaran 1.5 mm dan 5 mm CLT menurut kombinasi ketebalan dan orientasi sudut lamina Hasil uji lanjut kekuatan lateral paku pada sesaran 1.5 mm terhadap pengaruh interaksi antara kombinasi ketebalan dengan orientasi sudut lamina (Lampiran 7) menunjukkan panel A 2 B 5 mempunyai kekuatan lateral paku tertinggi yaitu 24 kg dan berbeda nyata dengan panel yang lainnya dan terendah pada panel CLT A 1 B 2 yaitu 5 kg dan berbeda nyata dengan panel yang lainnya. Sedangkan sesaran 5 mm menunjukkan bahwa A 2 B 1 mempunyai kekuatan tertinggi yaitu 133 kg berbeda nyata dengan panel yang lain dan yang terendah A 3 B 3, A 3 B 5, dan A 3 B 2 dengan masing-masing sebesar 22 kg, 74 kg, dan 76 kg dan berbeda nyata dengan panel yang lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa kombinasi ketebalan 1.67 cm lebih baik dibandingkan kombinasi lainnya. Nilai rata-rata kekuatan lateral paku pada sesaran 1.5 mm jauh di bawah nilai beban yang diperkenankan per paku dengan menggunakan pendekatan standar PKKI dalam (Yap, 1999) yaitu sebesar 93 kg jika ketebalan terbesar laminanya 1.67 cm dan sebesar 104 kg jika ketebalan terbesar laminanya 2 cm atau 3 cm, sehingga paku masih sangat kuat pada semua kombinasi ketebalan jika dikenakan beban. Nilai beban yang diperkenankan tersebut didapatkan dengan mengasumsikan bahwa dengan kerapatan 0.3 g/cm 3 kerapatan panel CLT 0.37 g/cm 3 dikarenakan rata-rata dengan kekuatan desak yang diperkenankan untuk kerapatan tersebut sebesar 75 kg/cm 2, kemudian dihitung dengan rumus untuk mendapatkan nilai gaya yang diperkenankan per paku yang dikalikan dua karena pada panel CLT yang diuji ada dua buah paku, setelah itu dihitung tegangan ijin yang diperkenankan per paku dengan memperhitungkan faktor

15 32 keamanan sebesar 2.75, dimana tegangan ijin yang diperkenankan per paku dikalikan faktor aman. Asumsi tersebut menunjukkan hasil bahwa tegangan yang muncul pada paku masih jauh dari tegangan ijin yang diperkenankan, sehingga paku masih sangat kuat untuk menahan beban yang muncul. Hasil uji lanjut kekuatan geser paku pada sesaran 1.5 mm terhadap pengaruh interaksi antara kombinasi ketebalan dengan orientasi sudut lamina (Lampiran 8) menunjukkan panel A 2 B 5 mempunyai kekuatan geser paku tertinggi yaitu 211 kg/cm 2 dan terendah pada panel CLT A 1 B 2 yaitu 41 kg/cm 2 dan berbeda nyata dengan panel yang lainnya. Sedangkan sesaran 5 mm menunjukkan bahwa A 2 B 1 mempunyai kekuatan tertinggi yaitu 1166 kg/cm 2 berbeda nyata dengan panel yang lainnya dan terendah A 3 B 3, A 3 B 5, dan A 3 B 2 dengan masing-masing sebesar 194 kg/cm 2, 646 kg/cm 2, dan 667 kg/cm 2 dan berbeda nyata dengan panel yang lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa kombinasi ketebalan cm lebih baik dibandingkan kombinasi lainnya. Nilai rata-rata kekuatan geser panel CLT paku jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai rata-rata kekuatan geser panel CLT perekat dari hasil penelitian Aprliana (2012) yang hanya sebesar 22 kg/cm 2. Nilai kekuatan geser paku panel CLT didapatkan dari pendekatan rumus yang diasumsikan dari kedua paku yang berada di panel CLT uji hanya empat permukaan paku yang menahan pergeseran, sehingga kekuatan maksimal pada sesaran 1.5 mm dibagi dengan empat kali luas permukaan paku. Sedangkan untuk panel CLT perekat keseluruhan permukaan perekat yang menahan beban pergeseran. Maka dari itu paku masih sangat kuat dalam menahan pergeseran dibandingkan perekat dengan asumsi ini. Nilai kekuatan lateral dan geser paku dengan sesaran 1.5 mm menunjukkan panel CLT dengan orientasi sudut 90 (tegak lurus) lebih tinggi dilanjutkan dengan 0 (sejajar serat), hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Mardikanto et al, (2009) dalam Perdana (2012), peringkat kekuatan geser terbesar adalah geser tegak lurus serat, selanjutnya disusul kekuatan sejajar serat dan yang paling lemah kekuatan geser antar serat. Nilai kekuatan lateral dan geser paku dengan sesaran 5 mm yang didapat masih berfluktuasi, orientasi sudut tidak mempengaruhi kekuatan geser paku, hal tersebut disebabkan nilai kekuatan paku

16 33 tidak dipengaruhi oleh sudut antara arah beban terhadap arah serat kayu (PKKI, 1961 dan Breyer, 2007 dalam Ati, 2012).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Mutu Kekakuan Lamina BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penyusunan lamina diawali dengan melakukan penentuan mutu pada tiap ketebalan lamina menggunakan uji non destructive test. Data hasil pengujian NDT

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4.1. Sifat Fisis IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisis papan laminasi pada dasarnya dipengaruhi oleh sifat bahan dasar kayu yang digunakan. Sifat fisis yang dibahas dalam penelitian ini diantaranya adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu untuk proses persiapan bahan baku, pembuatan panel, dan pengujian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Kayu Sifat fisis kayu akan mempengaruhi kekuatan kayu dalam menerima dan menahan beban yang terjadi pada kayu itu sendiri. Pada umumnya kayu yang memiliki kadar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu untuk proses persiapan bahan baku, pembuatan panel CLT, dan pengujian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Akustik Papan Partikel Sengon 4.1.1 Koefisien Absorbsi suara Apabila ada gelombang suara bersumber dari bahan lain mengenai bahan kayu, maka sebagian dari energi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 21 4.1 Geometri Strand pada Tabel 1. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran nilai rata-rata geometri strand pada penelitian ini tertera Tabel 1 Nilai rata-rata pengukuran dimensi strand, perhitungan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Data hasil pengujian sifat fisis kayu jabon disajikan pada Tabel 4 sementara itu untuk analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% ditampilkan dalam

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 9 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian pembuatan CLT dengan sambungan perekat yang dilakukan di laboratorium dan bengkel kerja terdiri dari persiapan bahan baku,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Geometri Strand Hasil pengukuran geometri strand secara lengkap disajikan pada Lampiran 1, sedangkan nilai rata-ratanya tertera pada Tabel 2. Tabel 2 Nilai pengukuran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 22 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Geometri Strand Hasil pengukuran geometri strand disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan data, nilai rata-rata dimensi strand yang ditentukan dengan menggunakan 1 strand

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan TINJAUAN PUSTAKA Papan Partikel Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan papan yang terbuat dari bahan berlignoselulosa yang dibuat dalam bentuk partikel dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Histogram kerapatan papan.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Histogram kerapatan papan. 17 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Papan Komposit Anyaman Pandan 4.1.1 Kerapatan Sifat papan yang dihasilkan akan dipengaruhi oleh kerapatan. Dari pengujian didapat nilai kerapatan papan berkisar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis 4.1.1 Kadar air BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Rata-rata nilai kadar air (KA) kayu surian kondisi kering udara pada masing-masing bagian (pangkal, tengah dan ujung) disajikan pada Tabel 1.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Ikatan Pembuluh Bambu Foto makroskopis ruas bambu tali disajikan pada Gambar 7 dan bukunya disajikan pada Gambar 8. Foto makroskopis ruas bambu betung disajikan

Lebih terperinci

PENGARUH KOMBINASI TEBAL DAN ORIENTASI SUDUT LAMINA TERHADAP KARAKTERISTIK CROSS LAMINATED TIMBER KAYU JABON MENGGUNAKAN PAKU RICKY ANDIKA

PENGARUH KOMBINASI TEBAL DAN ORIENTASI SUDUT LAMINA TERHADAP KARAKTERISTIK CROSS LAMINATED TIMBER KAYU JABON MENGGUNAKAN PAKU RICKY ANDIKA PENGARUH KOMBINASI TEBAL DAN ORIENTASI SUDUT LAMINA TERHADAP KARAKTERISTIK CROSS LAMINATED TIMBER KAYU JABON MENGGUNAKAN PAKU RICKY ANDIKA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisis Papan Semen 4.1.1. Kadar Air Nilai rata-rata kadar air papan semen sekam hasil pengukuran disajikan pada Gambar 7. 12 Kadar air (%) 9 6 3 0 JIS A5417 1992:

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober Pembuatan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober Pembuatan METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober 2015. Pembuatan papan dan pengujian sifat fisis dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Program Studi Kehutanan,

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung.

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung. 22 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Sifat Anatomi Bambu 4.1.1 Bentuk Batang Bambu Bambu memiliki bentuk batang yang tidak silindris. Selain itu, bambu juga memiliki buku (node) yang memisahkan antara 2 ruas (internode).

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisis papan partikel yang diuji meliputi kerapatan, kadar air, daya serap air dan pengembangan tebal. Sifat mekanis papan partikel yang diuji meliputi Modulus of Elasticity

Lebih terperinci

KAYU LAMINASI. Oleh : Yudi.K. Mowemba F

KAYU LAMINASI. Oleh : Yudi.K. Mowemba F KAYU LAMINASI Oleh : Yudi.K. Mowemba F 111 12 040 Pendahuluan Kayu merupakan bahan konstruksi tertua yang dapat diperbaharui dan merupakan salah satu sumber daya ekonomi yang penting. Seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 7 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biokomposit dan pengujian sifat fisis dan mekanis dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa dan Desain

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2009 sampai dengan Mei 2010, bertempat di Laboratorium Pengeringan Kayu, Laboratorium Peningkatan Mutu Hasil Hutan dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tampilan Kayu Pemadatan kayu menghasilkan warna yang berbeda dengan warna aslinya, dimana warnanya menjadi sedikit lebih gelap sebagai akibat dari pengaruh suhu pengeringan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 9 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan September sampai dengan bulan November 2010 di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu :

BAB III LANDASAN TEORI Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu : BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu : 1. Kayu Bangunan Struktural : Kayu Bangunan yang digunakan untuk bagian struktural Bangunan dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Sifat fisis pada kayu laminasi dipengaruhi oleh sifat fisis bahan pembentuknya yaitu bagian face, core, dan back. Dalam penelitian ini, bagian face adalah plywood

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Berat Jenis dan Kerapatan Kayu Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara 0.2-1.28 kg/cm 3. Berat jenis kayu merupakan suatu petunjuk dalam menentukan kekuatan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan dari bulan Mei sampai Juli 2011 bertempat di Laboratorium Biokomposit, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 17 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Papan Partikel 4.1.1 Kerapatan Kerapatan merupakan perbandingan antara massa per volume yang berhubungan dengan distribusi partikel dan perekat dalam contoh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cross Laminated Timber 2.1.1 Definisi Cross Laminated Timber (CLT) pertama dikembangkan di Swiss pada tahun 1970-an. Produk ini merupakan perpanjangan dari teknologi rekayasa

Lebih terperinci

PENGUJIAN SIFAT MEKANIS PANEL STRUKTURAL DARI KOMBINASI BAMBU TALI (Gigantochloa apus Bl. ex. (Schult. F.) Kurz) DAN KAYU LAPIS PUJA HINDRAWAN

PENGUJIAN SIFAT MEKANIS PANEL STRUKTURAL DARI KOMBINASI BAMBU TALI (Gigantochloa apus Bl. ex. (Schult. F.) Kurz) DAN KAYU LAPIS PUJA HINDRAWAN 1 PENGUJIAN SIFAT MEKANIS PANEL STRUKTURAL DARI KOMBINASI BAMBU TALI (Gigantochloa apus Bl. ex. (Schult. F.) Kurz) DAN KAYU LAPIS PUJA HINDRAWAN DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan bahan baku papan partikel variasi pelapis bilik bambu pada kombinasi pasahan batang kelapa sawit dan kayu mahoni

Lampiran 1. Perhitungan bahan baku papan partikel variasi pelapis bilik bambu pada kombinasi pasahan batang kelapa sawit dan kayu mahoni Lampiran 1. Perhitungan bahan baku papan partikel variasi pelapis bilik bambu pada kombinasi pasahan batang kelapa sawit dan kayu mahoni Kadar perekat urea formaldehida (UF) = 12% Ukuran sampel = 25 x

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PRODUK CROSS LAMINATED TIMBER MELALUI PEMANFAATAN KAYU SENGON

PENGEMBANGAN PRODUK CROSS LAMINATED TIMBER MELALUI PEMANFAATAN KAYU SENGON PENGEMBANGAN PRODUK CROSS LAMINATED TIMBER MELALUI PEMANFAATAN KAYU SENGON (Falcataria moluccana (Miq.) Barneby & J. W. Grimes) MENGGUNAKAN SAMBUNGAN PAKU FATWA ALAM ISLAMI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian kekuatan sambungan tarik double shear balok kayu pelat baja menurut diameter dan jumlah paku pada sesaran tertentu ini dilakukan selama kurang lebih

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Sifat-sifat Dasar dan Laboratorium Terpadu, Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, Departemen Hasil

Lebih terperinci

PENGARUH KOMBINASI TEBAL DAN ORIENTASI SUDUT LAMINA TERHADAP KARAKTERISTIK PANEL LAMINASI SILANG KAYU NANGKA (Artocarpus heterophyllus Lamk.

PENGARUH KOMBINASI TEBAL DAN ORIENTASI SUDUT LAMINA TERHADAP KARAKTERISTIK PANEL LAMINASI SILANG KAYU NANGKA (Artocarpus heterophyllus Lamk. PENGARUH KOMBINASI TEBAL DAN ORIENTASI SUDUT LAMINA TERHADAP KARAKTERISTIK PANEL LAMINASI SILANG KAYU NANGKA (Artocarpus heterophyllus Lamk.) ANDI GUNAWAN DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kayu Kayu merupakan suatu bahan mentah yang didapatkan dari pengolahan pohon pohon yang terdapat di hutan. Kayu dapat menjadi bahan utama pembuatan mebel, bahkan dapat menjadi

Lebih terperinci

= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum α i ε ij

= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum α i ε ij 5 Pengujian Sifat Binderless MDF. Pengujian sifat fisis dan mekanis binderless MDF dilakukan mengikuti standar JIS A 5905 : 2003. Sifat-sifat tersebut meliputi kerapatan, kadar air, pengembangan tebal,

Lebih terperinci

SIFAT FISIK DAN MEKANIK PAPAN LAMINASI SILANG KAYU MINDI (Melia azedarach Linn) MENGGUNAKAN PEREKAT ISOSIANAT SYAHRUL RACHMAD

SIFAT FISIK DAN MEKANIK PAPAN LAMINASI SILANG KAYU MINDI (Melia azedarach Linn) MENGGUNAKAN PEREKAT ISOSIANAT SYAHRUL RACHMAD SIFAT FISIK DAN MEKANIK PAPAN LAMINASI SILANG KAYU MINDI (Melia azedarach Linn) MENGGUNAKAN PEREKAT ISOSIANAT SYAHRUL RACHMAD DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 8 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat Penelitian ini menggunakan bahan-bahan berupa tandan kosong sawit (TKS) yang diperoleh dari pabrik kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara VIII Kertajaya,

Lebih terperinci

PENGARUH KOMBINASI TEBAL DAN ORIENTASI SUDUT LAMINA TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PRODUK CROSS LAMINATED TIMBER

PENGARUH KOMBINASI TEBAL DAN ORIENTASI SUDUT LAMINA TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PRODUK CROSS LAMINATED TIMBER PENGARUH KOMBINASI TEBAL DAN ORIENTASI SUDUT LAMINA TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PRODUK CROSS LAMINATED TIMBER KAYU MANII (Maesopsis eminii Engl.) MENGGUNAKAN PAKU ISYA TRISNANING ATI DEPARTEMEN HASIL

Lebih terperinci

4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 48 4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 4.1 Pendahuluan Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, kekuatan papan yang dihasilkan masih rendah utamanya nilai MOR

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.3 Pembuatan Contoh Uji

III. METODOLOGI. 3.3 Pembuatan Contoh Uji III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Persiapan bahan baku dan pembuatan papan partikel dilaksanakan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Laboratorium Bio-Komposit sedangkan untuk pengujian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Fakultas Kehutanan Univesitas Sumatera Utara Medan. mekanis kayu terdiri dari MOE dan MOR, kerapatan, WL (Weight loss) dan RS (

METODE PENELITIAN. Fakultas Kehutanan Univesitas Sumatera Utara Medan. mekanis kayu terdiri dari MOE dan MOR, kerapatan, WL (Weight loss) dan RS ( 12 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2017 - Juni 2017. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, dan Workshop Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Struktur kayu merupakan suatu struktur yang susunan elemennya adalah kayu. Dalam merancang struktur kolom kayu, hal pertama yang harus dilakukan adalah menetapkan besarnya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2010. Tempat yang dipergunakan untuk penelitian adalah sebagai berikut : untuk pembuatan

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI BENTUK KOMBINASI SHEAR CONNECTOR TERHADAP PERILAKU LENTUR BALOK KOMPOSIT BETON-KAYU ABSTRAK

PENGARUH VARIASI BENTUK KOMBINASI SHEAR CONNECTOR TERHADAP PERILAKU LENTUR BALOK KOMPOSIT BETON-KAYU ABSTRAK VOLUME 12 NO. 2, OKTOBER 2016 PENGARUH VARIASI BENTUK KOMBINASI SHEAR CONNECTOR TERHADAP PERILAKU LENTUR BALOK KOMPOSIT BETON-KAYU Fengky Satria Yoresta 1, Muhammad Irsyad Sidiq 2 ABSTRAK Tulangan besi

Lebih terperinci

3.2 Alat Sambung Paku Sifat-sifat Sambungan Paku 14

3.2 Alat Sambung Paku Sifat-sifat Sambungan Paku 14 DAFTAR ISI HALAMAN Halama n Judul Lembar Pengesahan Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Gambar Daftar Tabel Daftar Lampiran Daftar Notasi Intisari i ii iii v viii x xn xih xiv BAB IPENDAHULUAN I 1.1 Latar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Tabel 6 Ukuran Contoh Uji Papan Partikel dan Papan Serat Berdasarkan SNI, ISO dan ASTM SNI ISO ASTM

BAB III METODOLOGI. Tabel 6 Ukuran Contoh Uji Papan Partikel dan Papan Serat Berdasarkan SNI, ISO dan ASTM SNI ISO ASTM BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di laboratorium Produk Majemuk Kelompok Peneliti Pemanfaatan Hasil Hutan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan mulai Juli 2011 Januari 2012 dan dilaksanakan di Bagian Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Bagian Kimia Hasil Hutan, Bagian Biokomposit

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 8 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2011 sampai Agustus 2011. Pemotongan kayu dilakukan di Work Shop Laboratorium Peningkatan Mutu Kayu,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 13 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011 - April 2012 di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu dan Laboratorium Teknologi dan

Lebih terperinci

KAJIAN KOEFISIEN PASAK DAN TEGANGAN IZIN PADA PASAK CINCIN BERDASARKAN REVISI PKKI NI DENGAN CARA EXPERIMENTAL TUGAS AKHIR

KAJIAN KOEFISIEN PASAK DAN TEGANGAN IZIN PADA PASAK CINCIN BERDASARKAN REVISI PKKI NI DENGAN CARA EXPERIMENTAL TUGAS AKHIR KAJIAN KOEFISIEN PASAK DAN TEGANGAN IZIN PADA PASAK CINCIN BERDASARKAN REVISI PKKI NI-5 2002 DENGAN CARA EXPERIMENTAL TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh

Lebih terperinci

PENGARUH KOMBINASI TEBAL DAN ORIENTASI SUDUT LAMINA TERHADAP KARAKTERISTIK CROSS LAMINATED TIMBER KAYU NANGKA MENGGUNAKAN PEREKAT ISOSIANAT

PENGARUH KOMBINASI TEBAL DAN ORIENTASI SUDUT LAMINA TERHADAP KARAKTERISTIK CROSS LAMINATED TIMBER KAYU NANGKA MENGGUNAKAN PEREKAT ISOSIANAT PENGARUH KOMBINASI TEBAL DAN ORIENTASI SUDUT LAMINA TERHADAP KARAKTERISTIK CROSS LAMINATED TIMBER KAYU NANGKA MENGGUNAKAN PEREKAT ISOSIANAT GILANG FITRA RIZTIAN DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN: SAMBUNGAN KAYU MANGIUM 17 TAHUN DAN APLIKASI PADA BALOK SUSUN

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN: SAMBUNGAN KAYU MANGIUM 17 TAHUN DAN APLIKASI PADA BALOK SUSUN 81 V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN: SAMBUNGAN KAYU MANGIUM 17 TAHUN DAN APLIKASI PADA BALOK SUSUN 1. Hasil Densifikasi Kayu Mangium Pemadatan kayu mangium telah dilakukan terhadap 24 lempengan papan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian kekuatan sambungan menurut kekuatan lentur paku serta pembenaman paku ke dalam balok terhadap empat jenis kayu dilakukan selama kurang lebih tiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. UMUM DAN LATAR BELAKANG Sejak permulaan sejarah, manusia telah berusaha memilih bahan yang tepat untuk membangun tempat tinggalnya dan peralatan-peralatan yang dibutuhkan. Pemilihan

Lebih terperinci

PENENTUAN UKURAN PARTIKEL OPTIMAL

PENENTUAN UKURAN PARTIKEL OPTIMAL IV. PENENTUAN UKURAN PARTIKEL OPTIMAL Pendahuluan Dalam pembuatan papan partikel, secara umum diketahui bahwa terdapat selenderness rasio (perbandingan antara panjang dan tebal partikel) yang optimal untuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Penggunaan kayu untuk hampir semua bangunan struktural masih sangat umum bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Kayu yang digunakan untuk bangunan struktural umumnya terdiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAIJAN PllSTAKA

BAB II TINJAIJAN PllSTAKA BAB II TINJAIJAN PllSTAKA Kayu memiliki perbedaan kokuatan dan kekakuan bukan saja antar spesies, namun juga dalan species yang sama (Blass dkk., 1995; Rhude, ). Hal tersebut di atas disebabkan oleh beberapa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pohon Kawista Kawista atau Kawis (L. acidissima syn. Feronia limonia) adalah tumbuhan buah, termasuk dalam suku jeruk-jerukan (Rutaceae). Tumbuhan ini berasal dari India selatan

Lebih terperinci

Spesifikasi kelas kekuatan kayu bangunan yang dipilah secara masinal

Spesifikasi kelas kekuatan kayu bangunan yang dipilah secara masinal Spesifikasi kelas kekuatan kayu bangunan yang dipilah secara masinal 1 Ruang lingkup Spesifikasi ini memuat ketentuan mengenai jenis, ukuran, persyaratan modulus elastisitas dan keteguhan lentur mutlak

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat dan Bahan Test Specification SNI

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat dan Bahan Test Specification SNI BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Persiapan bahan baku, pembuatan dan pengujian sifat fisis papan partikel dilaksanakan di Laboratorium Bio-Komposit sedangkan untuk pengujian sifat mekanis

Lebih terperinci

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek DAFTAR NOTASI A g = Luas bruto penampang (mm 2 ) A n = Luas bersih penampang (mm 2 ) A tp = Luas penampang tiang pancang (mm 2 ) A l =Luas total tulangan longitudinal yang menahan torsi (mm 2 ) A s = Luas

Lebih terperinci

Papan partikel SNI Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI

Papan partikel SNI Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI Standar Nasional Indonesia Papan partikel ICS 79.060.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi... 1 4 Klasifikasi...

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar, plafon, dan

TINJAUAN PUSTAKA. perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar, plafon, dan TINJAUAN PUSTAKA A. Papan Partikel A.1. Definisi papan partikel Kayu komposit merupakan kayu yang biasa digunakan dalam penggunaan perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar,

Lebih terperinci

6 PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGEMPAAN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

6 PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGEMPAAN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 77 6 PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGEMPAAN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 6.1 Pendahuluan Pengempaan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas papan yang dihasilkan (USDA, 1972). Salah satu hal

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PERENCANAAN SAMBUNGAN KAYU DENGAN BAUT DAN PAKU BERDASARKAN PKKI 1961 NI-5 DAN SNI 7973:2013

PERBANDINGAN PERENCANAAN SAMBUNGAN KAYU DENGAN BAUT DAN PAKU BERDASARKAN PKKI 1961 NI-5 DAN SNI 7973:2013 PERBANDINGAN PERENCANAAN SAMBUNGAN KAYU DENGAN BAUT DAN PAKU BERDASARKAN 1961 NI- DAN SNI 7973:213 Eman 1, Budisetyono 2 dan Ruslan 3 ABSTRAK : Seiring perkembangan teknologi, manusia mulai beralih menggunakan

Lebih terperinci

OPTIMASI KADAR HIDROGEN PEROKSIDA DAN FERO SULFAT

OPTIMASI KADAR HIDROGEN PEROKSIDA DAN FERO SULFAT VI. OPTIMASI KADAR HIDROGEN PEROKSIDA DAN FERO SULFAT Pendahuluan Penelitian pada tahapan ini didisain untuk mengevaluasi sifat-sifat papan partikel tanpa perekat yang sebelumnya diberi perlakuan oksidasi.

Lebih terperinci

HHT 232 SIFAT KEKUATAN KAYU. MK: Sifat Mekanis Kayu (HHT 331)

HHT 232 SIFAT KEKUATAN KAYU. MK: Sifat Mekanis Kayu (HHT 331) SIFAT KEKUATAN KAYU MK: Sifat Mekanis Kayu (HHT 331) 1 A. Sifat yang banyak dilakukan pengujian : 1. Kekuatan Lentur Statis (Static Bending Strength) Adalah kapasitas/kemampuan kayu dalam menerima beban

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal

TINJAUAN PUSTAKA. Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit Menurut Hadi (2004), klasifikasi botani kelapa sawit dapat diuraikan sebagai berikut: Kingdom Divisi Kelas Ordo Familia Genus Spesies : Plantae : Magnoliophyta : Liliopsida

Lebih terperinci

KEKUATAN SAMBUNGAN BATANG KAYU-PELAT BAJA DENGAN BEBERAPA JENIS ALAT SAMBUNG TIPE DOWEL DAN KETEBALAN BATANG KAYU Acacia mangium Wild.

KEKUATAN SAMBUNGAN BATANG KAYU-PELAT BAJA DENGAN BEBERAPA JENIS ALAT SAMBUNG TIPE DOWEL DAN KETEBALAN BATANG KAYU Acacia mangium Wild. KEKUATAN SAMBUNGAN BATANG KAYU-PELAT BAJA DENGAN BEBERAPA JENIS ALAT SAMBUNG TIPE DOWEL DAN KETEBALAN BATANG KAYU Acacia mangium Wild. Haerul Akbar Dinata DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan November 2008 sampai bulan Februari 2009. Tempat pembuatan dan pengujian glulam I-joist yaitu di Laboratorium Produk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cross Laminated Timber (CLT) 1) Definisi 2) Manfaat dan Keunggulan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cross Laminated Timber (CLT) 1) Definisi 2) Manfaat dan Keunggulan 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cross Laminated Timber (CLT) 1) Definisi Cross laminated timber (CLT) merupakan salah satu produk kayu rekayasa yang dibentuk dengan cara menyusun sejumlah lapisan kayu yang

Lebih terperinci

ANALISIS BALOK BERSUSUN DARI KAYU LAPIS DENGAN MENGGUNAKAN PAKU SEBAGAI SHEAR CONNECTOR (EKSPERIMENTAL) TUGAS AKHIR

ANALISIS BALOK BERSUSUN DARI KAYU LAPIS DENGAN MENGGUNAKAN PAKU SEBAGAI SHEAR CONNECTOR (EKSPERIMENTAL) TUGAS AKHIR ANALISIS BALOK BERSUSUN DARI KAYU LAPIS DENGAN MENGGUNAKAN PAKU SEBAGAI SHEAR CONNECTOR (EKSPERIMENTAL) TUGAS AKHIR Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh Ujian Sarjana

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari hingga Juni 2009 dengan rincian waktu penelitian terdapat pada Lampiran 3. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 38 Karakteristik Bambu HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kadar Air (KA) dan Berat jenis (BJ) Hasil pengujian KA dan BJ dari kedua jenis bambu ditinjau dari arah longitudinal yaitu mulai dari bagian bawah (pangkal)

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia

SNI Standar Nasional Indonesia SNI 03-6448-2000 SNI Standar Nasional Indonesia Metode pengujian kuat tarik panel kayu struktural ICS 79.060.01 Badan Standarisasi Nasional Daftar Isi Daftar Isi...i 1 Ruang Lingkup...1 2 Acuan...2 3 Kegunaan...2

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari - Mei 2009, bertempat di Laboratorium Produk Majemuk dan Laboratorium Penggergajian dan Pengerjaan,

Lebih terperinci

TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN

TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN PENDAHULUAN Pasokan kayu sebagai bahan mebel dan bangunan belum mencukupi kebutuhan yang ada Bambu (multiguna, cepat tumbuh, tersebar

Lebih terperinci

ANALISIS DEFLEKSI BATAS PROPORSIONAL DAN MAKSIMUM PANEL CROSS LAMINATED TIMBER

ANALISIS DEFLEKSI BATAS PROPORSIONAL DAN MAKSIMUM PANEL CROSS LAMINATED TIMBER ANALISIS DEFLEKSI BATAS PROPORSIONAL DAN MAKSIMUM PANEL CROSS LAMINATED TIMBER KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) DAN KAYU MANII (Maesopsis eminii Engl.) MUHAMAD SETIAWAN PANGALE DEPARTEMEN

Lebih terperinci

3. SIFAT FISIK DAN MEKANIK BAMBU TALI Pendahuluan

3. SIFAT FISIK DAN MEKANIK BAMBU TALI Pendahuluan 3. SIFAT FISIK DAN MEKANIK BAMBU TALI 3.1. Pendahuluan Analisa teoritis dan hasil eksperimen mempunyai peranan yang sama pentingnya dalam mekanika bahan (Gere dan Timoshenko, 1997). Teori digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini menampilkan hasil pengujian karakteristik material bata dan elemen dinding bata yang dilakukan di Laboratorium Rekayasa Struktur Pusat Rekayasa Industri ITB. 4.1. Uji

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan diameternya mencapai 1 m. Bunga dan buahnya berupa tandan,

TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan diameternya mencapai 1 m. Bunga dan buahnya berupa tandan, [ TINJAUAN PUSTAKA Batang Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tumbuhan tropis yang berasal dari Nigeria (Afrika Barat). Tinggi kelapa sawit dapat mencapai 24 m sedangkan diameternya

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Kuat Tekan Beton Kekuatan tekan adalah kemampuan beton untuk menerima gaya tekan persatuan luas. Kuat tekan beton mengidentifikasikan mutu dari sebuah struktur. Semakin tinggi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Bahan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Bahan HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Bahan Serat Sisal (Agave sisalana Perr.) Serat sisal yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari serat sisal kontrol dan serat sisal yang mendapatkan perlakuan mekanis

Lebih terperinci

ANALISIS DEFORMASI AKSIAL PADA BATAS PROPORSIONAL DAN MAKSIMUM PANEL CROSS LAMINATED TIMBER

ANALISIS DEFORMASI AKSIAL PADA BATAS PROPORSIONAL DAN MAKSIMUM PANEL CROSS LAMINATED TIMBER ANALISIS DEFORMASI AKSIAL PADA BATAS PROPORSIONAL DAN MAKSIMUM PANEL CROSS LAMINATED TIMBER KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) DAN KAYU MINDI (Melia azedarach Linn) FENNY HINDOM DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan yaitu dari bulan Juni hingga Agustus 2011 di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Laboratorium Peningkatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 13 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan mulai bulan April 2012 Juli 2012. Dilaksanakan di Laboratorium Bio Komposit, Laboratorium Rekayasa Departemen Hasil Hutan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Persiapan Penelitian Jenis kayu yang dipakai dalam penelitian ini adalah kayu rambung dengan ukuran sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Berat Jenis, Kerapatan dan Kadar Air Kayu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Berat Jenis, Kerapatan dan Kadar Air Kayu HASIL DAN PEMBAHASAN Berat Jenis, Kerapatan dan Kadar Air Kayu Berat jenis dan atau kerapatan kayu merupakan salah satu sifat fisik utama disamping kadar air kayu yang mempunyai korelasi kuat dengan sifat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengukuran Microfibril Angle (MFA) Contoh uji persegi panjang diambil dari disk dan dipotong menjadi segmen dengan ukuran 5 cm x 1,5 cm x 1 cm dari empulur hingga kulit dan diberi nomor mulai dari empulur

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MEKANIS DAN PERILAKU LENTUR BALOK KAYU LAMINASI MEKANIK

KARAKTERISTIK MEKANIS DAN PERILAKU LENTUR BALOK KAYU LAMINASI MEKANIK KARAKTERISTIK MEKANIS DAN PERILAKU LENTUR BALOK KAYU LAMINASI MEKANIK Ratna Prasetyowati Putri Alumni Dept. Teknologi Hasil Hutan, IPB ratnathh@gmail.com Fengky Satria Yoresta Divisi Rekayasa dan Desain

Lebih terperinci

SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI

SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN Febriyani. E24104030. Sifat Fisis Mekanis Panel Sandwich

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Garis perekat arah radial lurus. (c)

BAB I. PENDAHULUAN. Garis perekat arah radial lurus. (c) BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu dan bambu merupakan bahan bangunan yang digunakan sejak jaman dahulu sampai sekarang. Kayu berkualitas saat ini sulit didapatkan, kalaupun ada harganya sangat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat 21 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium UPT BPP Biomaterial LIPI Cibinong dan Laboratorium Laboratorium Bahan, Pusat Litbang Permukiman, Badan Litbang PU, Bandung.

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 204 di Workshop Program Studi Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara untuk membuat

Lebih terperinci

STUDI PEMBUATAN BEKISTING DITINJAU DARI SEGI KEKUATAN, KEKAKUAN DAN KESTABILAN PADA SUATU PROYEK KONSTRUKSI

STUDI PEMBUATAN BEKISTING DITINJAU DARI SEGI KEKUATAN, KEKAKUAN DAN KESTABILAN PADA SUATU PROYEK KONSTRUKSI STUDI PEMBUATAN BEKISTING DITINJAU DARI SEGI KEKUATAN, KEKAKUAN DAN KESTABILAN PADA SUATU PROYEK KONSTRUKSI DENIE SETIAWAN NRP : 9721019 NIRM : 41077011970255 Pembimbing : Maksum Tanubrata, Ir., MT. FAKULTAS

Lebih terperinci