BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL"

Transkripsi

1 BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini akan diuraikan analisis terhadap hasil pengolahan data. Pembahasan mengenai analisis hasil pengujian konduktivitas panas, pengujian bending, perhitungan densitas, analisis foto makro dan SEM. Adapun penjelasan mengenai analisis dan interpretasi hasil dijelaskan dalam subbab berikut ini. 5.1 Hasil Pengujian Konduktivitas Panas Analisis hasil pengujian konduktivitas panas meliputi analisis hasil setting level faktor optimal, analisis pengaruh faktor presentase tepung ketan, ukuran partikel, kepadatan, dan faktor perlakuan perendaman Analisis Setting Level Optimal Setting level faktor optimal yang diperoleh untuk karakteristik kualitas nilai hambat panas, kekuatan bending dan densitas secara simultan dengan metode PCR-TOPSIS yaitu pada level A4, B3, C4 dan D1, yaitu pada kondisi presentase tepung ketan sebesar 12,5%, ukuran partikel mesh 40, kepadatan 6:4 dan sebelumnya serat direndam dengan larutan boraks 5% selama dua jam. Setelah diketahui setting level optimal maka dilanjutkan dengan perhitungan selang kepercayaan untuk rata-rata dan SNR. Dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95% diperoleh nilai selang kepercayaan nilai hambat panas 15,550 μ prediksi 17,646 untuk rata-rata dan 32,934 η prediksi 34,952 untuk SNR. Selang kepercayaan tersebut merupakan selang kepercayaan prediksi dimana setelah diketahui setting level terbaiknya diharapkan pada eksperimen konfirmasi nilai dari selang kepercayaannya berada pada batas yang telah diprediksi. Pada tahap verifikasi dilakukan eksperimen konfirmasi. Eksperimen ini merupakan eksperimen yang dijalankan pada kombinasi setting level optimal. Nilai selang kepercayaan rata-rata dari eksperimen konfirmasi hambat panas 15,046 μ konfirmasi 18,426 dan selang untuk SNR 32,766 η konfirmasi 35,264. Pada eksperimen konfirmasi didapatkan hasil nilai hambat panas sebesar 16,736 0 C/W. Hal tersebut menunjukkan bahwa material komposit ampas tebu tepung ketan pada kondisi optimal secara simultan mempunyai daya V-1

2 tahan termal sebesar 16,736 0 C/W apabila satu joule energi mengalir melaluinya dalam satu detik (yaitu satu watt) yang menghasilkan perbedaan suhu di seluruh benda sebesar daya tahan termal yang dimiliki. Berdasarkan perbandingan selang kepercayaan hasil tersebut dapat diterima, sedangkan apabila pada perhitungan nilai hambat panas hanya menggunakan metode Taguchi, diperoleh setting level faktor optimal pada level A3, B1, C4 dan D1 yaitu pada kondisi presentase tepung ketan sebesar 10%, ukuran partikel mesh 20, kepadatan 6:4 dan sebelumnya serat direndam dengan larutan boraks 5% selama dua jam. Pada eksperimen konfirmasi didapatkan hasil hambat panas sebesar 18,922 0 C/W dengan nilai MOR sebesar 5,55 MPa yang menurut standard ANSI A mengenai particleboard termasuk dalam kelas LD-2 dan memiliki densitas sebesar 0,687 gram/cm 3. Jenis tersebut dapat digunakan sebagai core papan partikel Analisis Faktor Presentase Tepung Ketan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil uji ANOVA terhadap mean yang membuktikan bahwa faktor presentase perekat tepung ketan berpengaruh terhadap nilai hambat panas dilihat dari nilai F-ratio lebih besar daripada nilai F-tabel, sedangkan hasil perhitungan SNR juga menunjukkan pengaruh yang signifikan. Hasil respon rata-rata nilai hambat panas dengan faktor presentase perekat tepung ketan terdapat pada Gambar 5.1 berikut ini : Gambar 5.1 Grafik respon nilai hambat panas berdasarkan faktor presentase perekat Grafik respon untuk nilai hambat panas pada Gambar 5.1 menunjukkan bahwa respon rata-rata nilai hambat panas dengan faktor presentase tepung ketan 5%, 7,5%, 10% dan 12,5% berturut turut adalah 13,782 0 C/W, 14,644 0 C/W, V-2

3 16,698 0 C/W dan 16,027 0 C/W. Nilai respon rata-rata tertinggi didapatkan pada faktor presentase 10% disebabkan ikatan antara partikel menjadi kuat sehingga rongga antar partikel membentuk pori-pori yang cukup vakum. Pori-pori inilah yang menyebabkan terhambatnya aliran panas akibat ada ruang vakum sehingga aliran panas tidak dapat merambat pada material secara lancar. Pada presentase perekat 5% dan 7,5% mempunyai kemungkinan ikatan antar partikel lebih lemah, keadaan ini menyebabkan udara akan masuk ke dalam komposit sehingga tidak terdapat ruang vakum yang menyebabkan nilai hambat panasnya rendah. Pada presentase perekat 12,5% mempunyai kemungkinan bahwa ikatan antar partikel lebih kuat sehingga disamping menutup rongga, perekat juga masuk ke dalam rongga sehingga ruang vakum menjadi lebih kecil dibanding presentase perekat yang sedang. Hasil ini sejalan dengan penelitian Chandra dkk (2014) bahwa nilai hambat panas pada spesimen komposit bagasse PVAc mencapai nilai optimal pada presentase perekat 10% Analisis Faktor Ukuran Partikel Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil uji ANOVA terhadap mean yang membuktikan bahwa faktor ukuran partikel berpengaruh terhadap nilai hambat panas dilihat dari nilai F-ratio lebih besar daripada nilai F- tabel, sedangkan hasil perhitungan nilai SNR juga menunjukkan pengaruh yang signifikan. Berikut ini nilai respon rata-rata hambat panas berdasarkan ukuran partikel ditunjukkan pada Gambar 5.2. Gambar 5.2 Grafik respon nilai hambat panas berdasarkan faktor ukuran partikel V-3

4 Grafik respon untuk nilai hambat panas pada Gambar 5.2 menunjukkan bahwa respon rata-rata nilai hambat panas dengan faktor ukuran partikel mesh 20, mesh 30, mesh 40 dan mesh 50 berturut turut adalah 16,531 0 C/W, 15,465 0 C/W, 15,108 0 C/W dan 14,047 0 C/W. Ukuran partikel mesh 20 mempunyai nilai rata-rata respon hambat panas tertinggi. Hal tersebut karena dengan adanya ukuran partikel yang lebih besar maka akan membentuk rongga atau ruang antar partikel yang memiliki volume ruang yang lebih besar. Volume ruang inilah yang merupakan ruang vakum yang menjadi penyebab utama terhambatnya aliran panas yang merambat pada material. Rongga yang banyak dalam komposit dengan ukuran mesh yang besar disebabakan karena ukuran mesh yang besar kurang mampu mengisi bagianbagian dalam komposit, sedangkan pada komposit dengan ukuran mesh yang lebih kecil mampu untuk mengisi bagian rongga dalam komposit sehingga menghasilkan ikatan yang lebih kuat namun ruang vakumnya lebih kecil. Hasil dalam penelitian ini sejalan dengan penelitian Latif dkk (2014) bahwa papan pertikel berbahan ampas tebu dengan ukuran partikel mesh 20 mampu memiliki nilai hambat panas dan MOR paling optimal, sedangkan menurut Mujtahid (2010) nilai hambatan panas komposit dipengaruhi jumlah rongga dalam komposit. Komposit dengan ukuran serbuk aren yang besar mempunyai jumlah rongga lebih banyak dibandingkan dengan komposit dengan ukuran serbuk aren yang lebih kecil Analisis Faktor Kepadatan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil uji ANOVA terhadap mean yang membuktikan bahwa faktor kepadatan berpengaruh terhadap nilai hambat panas, sedangkan hasil perhitungan SNR juga menunjukkan pengaruh yang signifikan. Berikut ini nilai respon rata-rata hambat panas berdasarkan faktor kepadatan yang ditunjukkan pada Gambar 5.3. V-4

5 Gambar 5.3 Grafik respon nilai hambat panas berdasarkan faktor kepadatan Dari Gambar 5.3 diketahui nilai respon rata-rata hambat panas dengan faktor kepadatan 3:4 sebesar 14,153 0 C/W, faktor kepadatan 4:4 sebesar 15,569 0 C/W, faktor kepadatan 5:4 sebesar 15,390 0 C/W dan faktor kepadatan 6:4 sebesar 16,039 0 C/W. Kepadatan 6:4 mempunyai rata-rata tertinggi karena pada kepadatan 6:4 jarak antar partikel semakin berdekatan sehingga udara tidak dapat masuk ke dalam komposit. Udara merupakan media yang dapat menghantarkan panas masuk ke dalam komposit. Jika udara dapat masuk ke dalam komposit maka nilai hambat panas akan semakin kecil. Hasil ini sejalan dengan penelitian Laksono dkk (2013) yang menyatakan bahwa hambatan panas optimal diperoleh pada penekanan 6:4 dan mengalami penurunan nilai hambat panas pada penekanan 8:4. Hal tersebut terjadi karena adanya penyempitan rongga yang disebabkan penekanan yang lebih, sehingga volume ruang menjadi lebih sempit Analisis Faktor Perendaman Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil uji ANOVA terhadap mean yang membuktikan bahwa faktor perendaman tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai hambat panas dilihat dari nilai F-ratio lebih kecil daripada nilai F-tabel, sedangkan hasil perhitungan SNR juga menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan. Berikut ini nilai respon rata-rata hambat panas berdasarkan faktor perendaman yang ditunjukkan pada Gambar 5.4. V-5

6 Gambar 5.4 Grafik respon nilai hambat panas berdasarkan faktor perendaman Dari Gambar 5.4 diketahui nilai respon rata-rata hambat panas dengan faktor perendaman dengan boraks 5% sebesar 15,882 0 C/W, faktor perendaman dengan aquadest sebesar 14,866 0 C/W, faktor tanpa perendaman sebesar 14,944 0 C/W dan faktor perendaman dengan NaOH sebesar 15,459 0 C/W. Nilai hambat panas mengalami penurunan pada komposit yang yang seratnya direndam dengan aquadest dan pada serat yang tidak mengalami perlakuan perendaman. Hal tersebut karena pada kedua jenis perlakuan tersebut tidak mampu menghilangkan zat ekstraktif berupa gula dan pati dan lapisan lignin yang dapat mengurangi keteguhan rekat sehingga berpengaruh terhadap penurunan nilai hambat panas. Selain itu, komposit dengan kedua perlakuan tersebut cenderung kurang awet dibandingkan dengan komposit yang seratnya diberi perlakuan perendaman dengan larutan boraks atau NaOH 5% selama dua jam. Hal ini sejalan dengan penelitian Purkuncoro dkk (2014) bahwa proses alkalisasi mampu menghilangkan komponen penyusun serat yang kurang efektif dalam menentukan kekuatan interface sehingga proses merekatnya antara matrik dan serat menjadi lebih baik, sedangkan menurut Fattah dan Ardhyananta (2013) semakin lama perendaman serat dengan boraks membuat proses pengawetan semakin efektif sehingga dapat terhindar dari serangan serangga. 5.2 Hasil Pengujian Bending Pengujian bending pada penelitian ini digunakan sebagai informasi apakah komposit ampas tebu sebagai material papan partikel mampu memenuhi standard V-6

7 dari ANSI A untuk papan partikel dan mengetahui seberapa besar nilai Modulus Of Rupture (MOR) yang mampu ditahan oleh komposit ampas tebu. Pengujian dilakukan dengan menggunakan alat uji bending tipe Universal Testing Machine (UTM) dengan metode three point bending. Beberapa spesimen uji yang diberi beban lentur hanya diambil tiga sampel uji yang memiliki nilai yang mendekati pada masing-masing level faktornya. Nilai MOR pada hasil penelitian dengan menggunakan metode Taguchi berkisar antara 3,132 6,315 MPa dengan rata-rata 4,757 MPa. Setelah diketahui setting level optimal secara simultan, maka dilanjutkan dengan perhitungan selang kepercayaan. Dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95% diperoleh nilai selang kepercayaan kekuatan bending 6,031 μ prediksi 6,537 untuk rata-rata dan 24,555 η prediksi 26,833 untuk SNR. Pada tahap verifikasi dilakukan eksperimen konfirmasi. Nilai selang kepercayaan rata-rata dari eksperimen konfirmasi bending 6,024 μ konfirmasi 6,732 dan selang untuk SNR 26,547 η konfirmasi 29,165. Pada eksperimen konfirmasi didapatkan hasil nilai nilai MOR sebesar 6,378 MPa. Hasil tersebut dalam standard ANSI A mengenai particleboard termasuk dalam kelas LD-2 yaitu dengan spesifikasi nilai MOR minimum 5,0 MPa. Jenis tersebut dapat digunakan sebagai core papan partikel. Faktor yang mempengaruhi besarnya nilai MOR adalah besarnya presentase perekat yang digunakan pada pembuatan komposit. Pada hasil penelitian diketahui bahwa semakin besar presentase perekat maka semakin tinggi nilai MOR yang dihasilkan. Hal tersebut karena pada presentase perekat yang lebih besar terjadi ikatan partikel yang lebih kuat sehingga kelenturan yang didapatkan lebih baik dibandingkan dengan presentase perekat yang lebih sedikit. Akan tetapi pada presentase perekat tertentu akan terjadi titik puncak nilai MOR, kemudian nilai MOR akan kembali mengalami penurunan seiring dengan penambahan presentase perekat. Hasil ini sejalan dengan penelitian Latif dkk (2014) bahwa nilai MOR papan partikel berbahan ampas tebu pada presentase perekat 15% lebih tinggi dibandingkan pada presentase perekat 10% dan 5%, sedangkan hasil penelitian Slamet (2013) mengenai pembuatan komposit dari serbuk gergaji kayu dengan perekat PVAc menyatakan bahwa komposisi campuran matrik PVAc 60% : 40% V-7

8 mendapatkan hasil MOR tertinggi dibandingkan komposisi campuran matrik PVAc 70% : 30%. Faktor selanjutnya yang mempengaruhi besarnya nilai MOR adalah ukuran partikel. Pada penelitian yang dilakukan nilai respon rata-rata kekuatan bending tertinggi pada ukuran mesh 30 kemudian mengalami penurunan pada mesh 40 dan mesh 50. Hal tersebut dikarenakan adanya perbedaan karakteristik pada butiran. Ukuran mesh 40 dan mesh 50 memiliki butiran yang lebih halus. Hasil ini sejalan dengan Dhanarjaya (2011), bahwa komposit papan partikel ampas tebu dengan ukuran partikel mesh 30 memiliki nilai kekuatan bending yang lebih tinggi dibandingkan komposit dengan ukuran partikel mesh 40. Menurut Zheng dkk (2005) bahwa ketika partikel kayu dari tiga ukuran yang berbeda (mesh 10-20, mesh 20-40, mesh 40-60) digunakan untuk membuat papan partikel, ukuran mesh mempunyai nilai MOR, tensile strength (TS), dan internal bond strength (IB) tertinggi dan ukuran partikel yang besar menghasilkan permukaan yang kasar dan ikatan antar partikel lemah. Faktor selanjutnya yang mempengaruhi besarnya nilai MOR adalah kepadatan. Semakin meningkatnya kerapatan papan, nilai MOR cenderung menjadi lebih tinggi (Massijaya dkk, 1999). Pada hasil penelitian kepadatan 6:4 mempunyai respon rata-rata bending tertinggi. Hal tersebut karena pada kepadatan 6:4 jarak antar partikel semakin berdekatan sehingga rongga yang terbentuk semakin sedikit. Dengan berkurangnya jumlah rongga, maka kekuatan bending yang dihasilkan semakin meningkat. Keberadaan rongga yang semakin berkurang akan berpengaruh pada berkurangnya peluang terjadinya retakan awal yang akan berkembang menjadi perpatahan. Menurut Rengganis dkk (2014) komposit limbah kertas dan sekam padi dengan perekat lem kanji memiliki nilai MOR tertinggi pada penekanan 5:4 karena pori-pori pada spesimen komposit lebih kecil dibandingkan penekanan 3:4 dan 4:4, sehingga mempunyai jumlah ikatan antar partikel yang lebih banyak. Faktor lain yang dapat mempengaruhi yaitu jenis perendaman. Pada hasil penelitian diketahui nilai respon rata-rata kekuatan bending tertinggi terjadi pada faktor perendaman dengan boraks 5%. Terjadi penurunan kekuatan bending pada perlakuan perendaman dengan aquadest dan tanpa perendaman.hal tersebut V-8

9 karena ikatan antara serat dan matrik kurang sempurna karena terhalang oleh adanya lapisan lignin yang menyerupai lilin di permukaan serat. Perlakuan perendaman dengan boraks maupun NaOH dapat menghilangkan atau melarutkan lapisan yang menyerupai lilin di permukaan serat seperti lignin, hemiselulosa, dan kotoran lainnya. Dengan hilangnya zat ekstraktif dan lapisan lilin ini maka ikatan antara serat dan matrik menjadi lebih kuat sehingga kekuatan bending komposit serat kemungkinan menjadi lebih besar. Menurut Purkuncoro (2014) apabila perlakuan perendaman terlalu lama atau konsentrasi larutan terlalu tinggi akan merusak sel-sel serat utamanya sehingga serat menjadi rapuh, keropos dan kekuatannya akan berkurang. Oleh karena itu pada penelitian ini digunakan perendaman dengan boraks dan NaOH dengan kadar 5% dan waktu perendaman selama 2 jam yang sesuai dengan penelitian Pratama dkk (2014) untuk mencapai kekuatan optimal karena selain mampu menghilangkan zat ekstraktif dan lignin pada serat juga mampu membuat komposit menjadi lebih awet dibanding komposit yang tidak diberi perlakukan perendaman, sedangkan pada penelitian Fattah dan Ardhyananta (2013) kekuatan mekanik optimum pada bambu betung diperoleh pada pengawet boraks dan 60% asam borat. 5.3 Analisis Densitas Densitas komposit menunjukkan sifat ringan pada bahan komposit. Perhitungan nilai densitas dilakukan untuk mengetahui kerapatan dari setiap spesimen yang telah dibuat. Beberapa spesimen uji densitas hanya diambil tiga sampel uji yang memiliki nilai yang mendekati untuk masing-masing level faktor. Nilai densitas pada hasil penelitian dengan menggunakan metode Taguchi berkisar antara 0,376 0,715 gr/cm 3 dengan rata-rata 0,602 gr/cm 3. Setelah diketahui setting level optimal secara simultan, maka dilanjutkan dengan perhitungan selang kepercayaan. Dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95% diperoleh nilai selang kepercayaan nilai densitas 0,749 μ prediksi 0,807 untuk rata-rata dan 7,021 η prediksi 8,529 untuk SNR. Pada tahap verifikasi dilakukan eksperimen konfirmasi. Nilai selang kepercayaan rata-rata dari eksperimen konfirmasi densitas 0,713 μ konfirmasi 0,795 dan selang untuk SNR 8,438 η konfirmasi 10,170. Pada perhitungan densitas didapatkan nilai V-9

10 densitas sebesar 0,754 ± 0,01 gr/cm 3. Berdasarkan ANSI A mengenai particleboard, nilai densitas komposit ampas tebu yang dibuat termasuk pada kerapatan medium density, yaitu antara 0,64-0,8 gr/cm 3, sehingga sudah memenuhi standard yang disyaratkan oleh ANSI A Menurut Djalal (1984) papan partikel yang umum diproduksi adalah yang berkerapatan sedang karena memberikan hasil yang optimum ditinjau dari segi mekanis, pemakaian perekat dan aspek ekonomi lainnya. Faktor yang mempengaruhi nilai densitas adalah besarnya presentase perekat yang digunakan pada pembuatan komposit. Pada penelitian ini nilai respon rata-rata tertinggi didapatkan pada faktor presentase 12,5% disebabkan ikatan antara partikel menjadi kuat sehingga semakin banyak penambahan perekat menyebabkan nilai densitasnya semakin tinggi dibanding nilai densitas ampas tebu yang sebenarnya yaitu 0,36 gr/cm 3. Hasil ini sejalan dengan penelitian Hapsoro (2010) bahwa densitas komposit hingga kandungan lem kanji 20% meningkat seiring dengan peningkatan kandungan lem kanji, semakin banyak kandungan perekat lem kanji maka semakin tinggi nilai densitas komposit. Faktor selanjutnya yang mempengaruhi besarnya nilai densitas adalah ukuran partikel. Pada penelitian yang dilakukan nilai respon rata-rata kekuatan densitas tertinggi pada ukuran mesh 40. Penurunan ukuran serat dalam komposit akan diikuti dengan meningkatnya densitas komposit. Kenaikan nilai disebabkan serat dengan ukuran yang lebih kecil tertutup baik oleh perekat dan memiliki ikatan lebih erat untuk rasio serat dan perekat yang digunakan. Serat ukuran mesh yang semakin besar mengakibatkan kontak yang lemah antara partikel sehingga rongga di antara partikel-partikel bisa dengan mudah terbentuk. Ukuran serat yang semakin kecil akan diikuti dengan kerapatan partikel dalam komposit. Hasil ini sejalan dengan penelitian Mujtahid (2010) bahwa ukuran mesh 80 pada serat aren memiliki densitas terbesar dibanding dengan mesh 20, 40 dan 60. Faktor selanjutnya yang mempengaruhi besarnya nilai densitas adalah kepadatan. Pada hasil penelitian kepadatan 6:4 mempunyai respon rata-rata densitas tertinggi karena pada kepadatan 6:4 jarak antar partikel semakin berdekatan sehingga rongga di antara partikel-partikel tidak mudah terbentuk dan semua partikel serat terikat dengan baik oleh perekat. Semakin meningkatnya V-10

11 kerapatan atau kepadatan maka semakin tinggi pula nilai densitas. Densitas dapat dipengaruhi oleh void atau cacat yang ada pada sebuah bahan. Semakin banyak void, maka densitas akan semakin kecil nilainya begitupula sebaliknya. Densitas sampel komposit yang paling mendekati kondisi ideal merupakan sampel komposit dengan cacat paling sedikit atau ampas tebu dan perekat memiliki ikatan yang kuat. Menurut Slamet (2013), tinggi rendahnya densitas dipengaruhi oleh presentase porositas. Porositas merupakan ukuran dari ruang kosong di antara material dan merupakan fraksi dari volume ruang kosong terhadap total volume. Banyak sedikitnya porositas dapat terjadi sebagai akibat masuknya udara saat proses berlangsung pengadukan (mixing) maupun saat pressing dimana cetakan logam tidak mampu membuang udara. 5.4 Analisis Pengamatan Struktur Makro dan SEM Analisis pengamatan meliputi analisis pengamatan struktur makro dan analisis SEM (Scanning Electron Microscope) pada spesimen komposit ampas tebu tepung ketan dengan kondisi setting level optimal Pengamatan Struktur Makro Pengamatan permukaan spesimen komposit ampas tebu tepung ketan dilakukan dengan pengamatan melalui foto makro. Pengamatan foto makro bertujuan untuk menganalisis bentuk struktur komposit. Pengamatan dilakukan pada spesimen uji hambat panas untuk setting level optimal dengan Taguchi dan setting level optimal pada PCR-TOPSIS yang menggabungkan hambat panas, kekuatan bending dan densitas. Hasil pengamatan disajikan pada Gambar 5.5. (a) Mesh 20, 10%, 6:4, perendaman boraks (b) Mesh 40, 12,5%, 6:4, perendaman boraks Gambar 5.5 Foto Makro pada Penampang Komposit V-11

12 Berdasarkan hasil pengamatan pada Gambar 5.5, terlihat pada spesimen dengan presentase perekat 10% mempunyai ikatan partikel yang kuat sehingga rongga antar partikel membentuk ruang vakum, sedangkan pada presentase perekat 12,5% menyebabkan ikatan antar partikel lebih kuat karena banyak padatan kristal yang menutup rongga dan masuk ke dalam rongga sehingga ruang vakum yang terbentuk lebih kecil. Pada penelitian Laksono dkk (2013), hambatan panas optimum diperoleh pada perbandingan 85:15 karena pada perbandingan tersebut ikatan antara partikel menjadi lebih rapat sehingga rongga antar partikel membentuk pori-pori yang vakum sehingga aliran panas dapat dihambat. Apabila dilihat dari faktor ukuran partikel, semakin kecil ukuran partikel maka jarak antar partikel semakin kecil. Pada komposit dengan ukuran partikel yang lebih kecil mampu untuk mengisi bagian rongga dalam komposit sehingga menghasilkan ikatan yang lebih kuat tetapi ruang vakumnya lebih kecil dibandingkan dengan komposit yang ukuran partikelnya lebih besar. Secara keseluruhan nilai hambat panas komposit semakin besar seiring bertambah besar ukuran partikel. Menurut Diharjo dkk (2013), perubahan nilai konduktivitas panas dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain bentuk partikel dan jarak antar partikel di dalam komposit. Transfer panas akan efisien apabila jarak antar partikel semakin dekat. Oleh karena itu, nilai hambat panas pada eksperimen Taguchi dengan kondisi presentase perekat 10%, mesh 20, kepadatan 6:4 dan perlakukan perendaman dengan boraks memberikan nilai hambat panas sebesar 18,922 0 C/W, sedangkan nilai hambat panas spesimen pada optimasi multirespon dengan PCR-TOPSIS memberikan nilai hambat panas sebesar 16,736 0 C/W. Pada uji kekuatan bending, spesimen dengan metode Taguchi memiliki nilai MOR sebesar 5,55 MPa, sedangkan pada spesimen dengan metode PCR- TOPSIS memiliki nilai MOR sebesar 6,378 MPa Hal tersebut karena pada presentase perekat yang lebih besar terjadi ikatan partikel yang kuat sehingga kelenturan yang didapatkan lebih baik dibandingkan dengan presentase perekat yang lebih sedikit, sedangkan pada faktor ukuran partikel serat ukuran mesh yang semakin besar mengakibatkan kontak yang lemah antara partikel sehingga rongga di antara partikel-partikel bisa dengan mudah terbentuk dan mempengaruhi nilai MOR. Menurut Zheng dkk (2005) bahwa ketika partikel kayu dari tiga ukuran V-12

13 yang berbeda (mesh 10-20, mesh 20-40, mesh 40-60) digunakan untuk membuat papan partikel, ukuran mesh mempunyai nilai MOR, tensile strength (TS), dan internal bond strength (IB) tertinggi dan ukuran partikel yang besar menghasilkan permukaan yang kasar dan ikatan antar partikel lemah Pengamatan Foto SEM Pengamatan Scanning Electron Microscope (SEM) dilakukan pada spesimen ampas tebu tepung ketan yang memiliki nilai hambat panas, kekuatan bending dan densitas yang paling optimal dengan kondisi presentase tepung ketan sebesar 12,5%, ukuran partikel mesh 40, kepadatan 6:4 dan sebelumnya serat direndam dengan larutan boraks 5% selama dua jam. Hasil pengamatan SEM terhadap permukaan spesimen disajikan pada Gambar 5.6. (a) Perbesaran skala 1mm (b) Perbesaran skala 500 µm (c) Perbesaran skala 300 µm (d) Perbesaran skala 200 µm Gambar 5.6 Foto SEM pada Penampang Komposit V-13

14 Berdasarkan Gambar 5.6 pada perbesaran 1 mm terlihat bahwa ada bagian dimana banyak padatan kristal yang terbentuk sehingga rongga tertutup membentuk ruang vakum pada komposit yang mampu menghambat panas. Akan tetapi, masih terlihat pula bagian yang belum menyatu dengan perekat sehingga terbentuk rongga udara. Adanya perbedaan bentuk partikel berupa serbuk halus dan serat-serat tipis terjadi karena partikel belum terhancurkan secara sempurna namun tetap lolos ayakan mesh. Pada perbesaran skala 500 µm terlihat bahwa terdapat area yang terjadi kumpulan serat (bundle) sehingga belum menyatu dengan sempurna dengan perekat. Selain itu, terlihat bahwa pada serat lapisan wax dan lignin belum hilang secara sempurna. Lapisan ini hanya bisa tergerus secara sempurna dengan diberinya perlakuan alkali menggunakan NaOH yang mampu membersihkan dinding permukaan serat dan menguraikan menjadi α dan β selulosa. Pada perbesaran skala 300 µm terlihat bahwa antara serat dan perekat terjadi penyatuan (bonding), ikatan antar partikel menjadi rapat sehingga rongga antar partikel membentuk ruang vakum. Pada perbesaran 200 µm terlihat bahwa di balik ruang vakum terdapat rongga antar partikel yang membentuk pori-pori, Pori-pori inilah yang menyebabkan terhambatnya aliran panas akibat ada ruang vakum sehingga aliran panas tidak dapat merambat pada material secara lancar. 5.5 Analisis Kadar Air Kandungan air (moisture) sangat menentukan kekuatan ikatan antar selulosa dan ketahanan serat terhadap lingkungan. Jumlah kandungan air yang terlalu besar akan mengurangi daya ikat antar selulosa dan lignin penyusun serat, sedangkan kadar air yang kurang akan menimbulkan serat menjadi rapuh dan tidak fleksibel. Mengingat tingginya nilai kadar air kondisi komposit ampas tebu-tepung ketan yang diperoleh, maka sebelum dikeringkan dengan oven, maka sebaiknya dikeringkan dengan udara yakni dibiarkan pada suhu kamar selama 1 hari agar kandungan air menguap secara alami untuk menghindari timbulnya cacat pada komposit. Menurut Tsoumis (1991), Lisyanto dkk (2010) dengan kadar air awal yang relatif tinggi, potensi terjadinya cacat pengeringan cenderung meningkat. Kadar air pada papan partikel adalah jumlah air yang masih tertinggal di dalam rongga sel dan antar partikel selama proses pengerasan perekat dengan V-14

15 kempa panas. Kadar air ditentukan oleh kadar air sebelum dikeringkan dengan oven, jumlah air yang terkandung dalam perekat dan kelembaban udara sekeliling. Jumlah kadar air perlu diketahui karena banyaknya kadar air menentukan kualitas dari papan partikel yang dibuat. Jumlah kadar air dalam standard papan serat yang diijinkan oleh SNI adalah sebesar 14%. Adanya kecenderungan penurunan kadar air dipengaruhi oleh kadar air pada partikel dan perekat serta dari suhu dan lamanya waktu pengeringan dengan bantuan oven. Pada Gambar 5.7 disajikan grafik penurunan kadar air pada komposit. Area mudah penguapan Area sulit pengupan Gambar 5.7 Grafik Penurunan Kadar Air Pada Komposit Pada Gambar 5.7 mengenai pengujian kadar air, diketahui bahwa kadar air yang hilang meningkat seiring variasi waktu pengukuran. Penurunan kadar air secara signifikan terjadi pada 20 menit pertama, yaitu kadar air turun menjadi 10,44%. Hal tersebut disebabkan saat pembuatan komposit papan partikel digunakan kempa panas dan pengeringan menggunakan oven dengan suhu C selama 20 menit yang dapat menguapkan air yang terkandung dalam serat dan larutan perekat. Perekat pati berupa tepung ketan termasuk kelompok perekat thermosetting, artinya hanya akan mengeras jika dipanaskan sehingga kadar air yang terkandung berkurang. Pada saat pengeringan pada menit ke 30 hingga 90 selisih nilai kadar airnya tidak terlalu signifikan dan termasuk area sulit penguapan. Hal tersebut karena kadar air yang memungkinkan komposit memperoleh kekuatan mekanis optimal V-15

16 telah pada posisi yang relatif konstan. Kadar air tetap dipertahankan karena merupakan salah satu campuran pengikat pada selulosa. Sehingga jika kadar air terlalu besar atau terlalu kecil, hal ini akan menimbulkan fluktuasi penurunan kekuatan serat akibat rusaknya ikatan sel selulosa. Menurut Bismarck dkk (2002) pengaruh perlakuan alkali terhadap sifat permukaan serat alam selulosa telah diteliti dimana kandungan optimum air mampu direduksi sehingga sifat alami hydrophilic serat dapat memberikan kekuatan ikatan antarmuka (interfacial) dengan matrik secara optimal. Selain itu adanya faktor pengawetan terhadap serat dapat menyebabkan pori-pori pada komposit membuka sehingga memiliki kemampuan untuk menyerap kelembaban udara yang menyebabkan kadar air pada komposit tidak bisa mencapai 0%. Kadar air 5% dianggap ideal karena mampu menjaga kelenturan pada komposit sehingga menghasilkan kualitas komposit yang baik. Apabila kadar air lebih dari 10% maka akan menyebabkan kualitas dan kestabilan komposit yang dihasilkan buruk karena komposit akan mudah kropos, dimakan hama, mempengaruhi bentuk daripada serat dan komposit tersebut lama kelamaan akan mudah menyusut dari berat awal. V-16

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, batasan masalah, asumsi dan sistematika penulisan yang digunakan dalam pembuatan tugas akhir.

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS HASIL

BAB V ANALISIS HASIL BAB V ANALISIS HASIL Pada bab ini membahas tentang analisis terhadap output yang didapatkan dan interpretasi hasil penelitian. Analisis hasil tersebut diuraikan dalam sub bab berikut ini. 5.1 ANALISIS

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini akan menguraikan secara sistematis mengenai kerangka berpikir dan metode yang digunakan dalam penelitian. 3.1 Metode Penelitian Langkah-langkah yang dilakukan dalam

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Material Teknik Jurusan Teknik Mesin,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Material Teknik Jurusan Teknik Mesin, III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Material Teknik Jurusan Teknik Mesin, Laboratorium Mekanik Politeknik Negeri Sriwijaya. B. Bahan yang Digunakan

Lebih terperinci

III.METODOLOGI PENELITIAN. Tempat penelitian ini dilakukan adalah: 1. Persiapan serat dan pembuatan komposit epoxy berpenguat serat ijuk di

III.METODOLOGI PENELITIAN. Tempat penelitian ini dilakukan adalah: 1. Persiapan serat dan pembuatan komposit epoxy berpenguat serat ijuk di III.METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Penelitian Tempat penelitian ini dilakukan adalah: 1. Persiapan serat dan pembuatan komposit epoxy berpenguat serat ijuk di lakukan di Laboratium Material Teknik, Universitas

Lebih terperinci

III.METODOLOGI PENELITIAN. 1. Persiapan serat dan pembuatan komposit epoxy berpenguat serat ijuk di

III.METODOLOGI PENELITIAN. 1. Persiapan serat dan pembuatan komposit epoxy berpenguat serat ijuk di III.METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Penelitian Tempat penelitian ini dilakukan adalah: 1. Persiapan serat dan pembuatan komposit epoxy berpenguat serat ijuk di lakukan di Laboratium Material Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari hingga Juni 2009 dengan rincian waktu penelitian terdapat pada Lampiran 3. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat dan Bahan Test Specification SNI

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat dan Bahan Test Specification SNI BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Persiapan bahan baku, pembuatan dan pengujian sifat fisis papan partikel dilaksanakan di Laboratorium Bio-Komposit sedangkan untuk pengujian sifat mekanis

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisis papan partikel yang diuji meliputi kerapatan, kadar air, daya serap air dan pengembangan tebal. Sifat mekanis papan partikel yang diuji meliputi Modulus of Elasticity

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 8 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat Penelitian ini menggunakan bahan-bahan berupa tandan kosong sawit (TKS) yang diperoleh dari pabrik kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara VIII Kertajaya,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar, plafon, dan

TINJAUAN PUSTAKA. perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar, plafon, dan TINJAUAN PUSTAKA A. Papan Partikel A.1. Definisi papan partikel Kayu komposit merupakan kayu yang biasa digunakan dalam penggunaan perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar,

Lebih terperinci

4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 48 4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 4.1 Pendahuluan Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, kekuatan papan yang dihasilkan masih rendah utamanya nilai MOR

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober Pembuatan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober Pembuatan METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober 2015. Pembuatan papan dan pengujian sifat fisis dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Program Studi Kehutanan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan TINJAUAN PUSTAKA Papan Partikel Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan papan yang terbuat dari bahan berlignoselulosa yang dibuat dalam bentuk partikel dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 22 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Geometri Strand Hasil pengukuran geometri strand disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan data, nilai rata-rata dimensi strand yang ditentukan dengan menggunakan 1 strand

Lebih terperinci

Sidang Tugas Akhir. Penyaji: Afif Rizqi Fattah ( ) Dosen Pembimbing: Dr. Eng. Hosta Ardyananta ST, M.Sc.

Sidang Tugas Akhir. Penyaji: Afif Rizqi Fattah ( ) Dosen Pembimbing: Dr. Eng. Hosta Ardyananta ST, M.Sc. Sidang Tugas Akhir Penyaji: Afif Rizqi Fattah (2709 100 057) Dosen Pembimbing: Dr. Eng. Hosta Ardyananta ST, M.Sc. Judul: Pengaruh Bahan Kimia dan Waktu Perendaman terhadap Kekuatan Tarik Bambu Betung

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN 25 BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Penelitian 3.1.1 AlaT Penelitian Peralatan yang digunakan selama proses pembuatan komposit : a. Alat yang digunakan untuk perlakuan serat Alat yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dengan berkembangnya teknologi pembuatan komposit polimer yaitu dengan merekayasa material pada saat ini sudah berkembang pesat. Pembuatan komposit polimer tersebut

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 7 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biokomposit dan pengujian sifat fisis dan mekanis dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa dan Desain

Lebih terperinci

6 PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGEMPAAN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

6 PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGEMPAAN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 77 6 PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGEMPAAN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 6.1 Pendahuluan Pengempaan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas papan yang dihasilkan (USDA, 1972). Salah satu hal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2010. Tempat yang dipergunakan untuk penelitian adalah sebagai berikut : untuk pembuatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Akustik Papan Partikel Sengon 4.1.1 Koefisien Absorbsi suara Apabila ada gelombang suara bersumber dari bahan lain mengenai bahan kayu, maka sebagian dari energi

Lebih terperinci

KUALITAS PAPAN KOMPOSIT DARI SABUT KELAPA DAN LIMBAH PLASTIK BERLAPIS BAMBU DENGAN VARIASI KERAPATAN DAN LAMA PERENDAMAN

KUALITAS PAPAN KOMPOSIT DARI SABUT KELAPA DAN LIMBAH PLASTIK BERLAPIS BAMBU DENGAN VARIASI KERAPATAN DAN LAMA PERENDAMAN KUALITAS PAPAN KOMPOSIT DARI SABUT KELAPA DAN LIMBAH PLASTIK BERLAPIS BAMBU DENGAN VARIASI KERAPATAN DAN LAMA PERENDAMAN NaOH Quality of Composite Board Made from Coconut Fiber and Waste Plastic with Bamboo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Produk keramik adalah suatu produk industri yang sangat penting dan berkembang pesat pada masa sekarang ini. Hal ini disebabkan oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia dari tahun seluas 8,91 juta

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia dari tahun seluas 8,91 juta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkebunan kelapa sawit telah berkembang dengan pesat di Indonesia. Luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia dari tahun 2011-2012 seluas 8,91 juta Ha 9,27 juta

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Fakultas Kehutanan Univesitas Sumatera Utara Medan. mekanis kayu terdiri dari MOE dan MOR, kerapatan, WL (Weight loss) dan RS (

METODE PENELITIAN. Fakultas Kehutanan Univesitas Sumatera Utara Medan. mekanis kayu terdiri dari MOE dan MOR, kerapatan, WL (Weight loss) dan RS ( 12 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2017 - Juni 2017. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, dan Workshop Fakultas

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Serbuk Awal Membran Keramik Material utama dalam penelitian ini adalah serbuk zirkonium silikat (ZrSiO 4 ) yang sudah ditapis dengan ayakan 400 mesh sehingga diharapkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komposit adalah kombinasi dari satu atau lebih material yang menghasilkan

I. PENDAHULUAN. Komposit adalah kombinasi dari satu atau lebih material yang menghasilkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahan komposit merupakan salah satu bahan alternatif yang dapat digunakan untuk pembuatan kampas rem. Dalam perkembangan teknologi komposit mengalami kemajuan yang sangat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 17 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Papan Partikel 4.1.1 Kerapatan Kerapatan merupakan perbandingan antara massa per volume yang berhubungan dengan distribusi partikel dan perekat dalam contoh

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. a. Persiapan dan perlakuan serat ijuk di Laboratorium Material Teknik Jurusan

III. METODOLOGI PENELITIAN. a. Persiapan dan perlakuan serat ijuk di Laboratorium Material Teknik Jurusan 47 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat penelitian Tempat pelaksanaan penelitian sebagai berikut : a. Persiapan dan perlakuan serat ijuk di Laboratorium Material Teknik Jurusan Teknik Mesin Universitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Geometri Strand Hasil pengukuran geometri strand secara lengkap disajikan pada Lampiran 1, sedangkan nilai rata-ratanya tertera pada Tabel 2. Tabel 2 Nilai pengukuran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PAPAN PARTIKEL 2.1.1 Definisi dan Pengertian Papan partikel adalah suatu produk kayu yang dihasilkan dari hasil pengempaan panas antara campuran partikel kayu atau bahan berlignoselulosa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisis Papan Semen 4.1.1. Kadar Air Nilai rata-rata kadar air papan semen sekam hasil pengukuran disajikan pada Gambar 7. 12 Kadar air (%) 9 6 3 0 JIS A5417 1992:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan material komposit dengan filler serat alam mulai banyak dikenal dalam industri manufaktur. Material yang ramah lingkungan, mampu didaur ulang, serta mampu

Lebih terperinci

Jurnal Einstein 3 (2) (2015): Jurnal Einstein. Available online

Jurnal Einstein 3 (2) (2015): Jurnal Einstein. Available online Jurnal Einstein Available online http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/einstein PENGARUH PERENDAMAN FILLER SERAT AMPAS TEBU DENGAN VARIASI KONSENTRASI NaOH TERHADAPSIFAT MEKANIK KOMPOSIT RESIN POLYESTER

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN B. Tahapan Proses Pembuatan Papan Serat 1. Pembuatan Matras a. Pemotongan serat Serat kenaf memiliki ukuran panjang rata-rata 40-60 cm (Gambar 18), untuk mempermudah proses pembuatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tempat pelaksanaan penelitian sebagai berikut: 2. Pengujian kekuatan tarik di Institute Teknologi Bandung (ITB), Jawa Barat.

III. METODE PENELITIAN. Tempat pelaksanaan penelitian sebagai berikut: 2. Pengujian kekuatan tarik di Institute Teknologi Bandung (ITB), Jawa Barat. 49 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat Penelitian Tempat pelaksanaan penelitian sebagai berikut: 1. Persiapan dan perlakuan serat ijuk di Laboratorium Material Teknik Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Papan partikel merupakan salah satu jenis produk komposit atau panel

TINJAUAN PUSTAKA. Papan partikel merupakan salah satu jenis produk komposit atau panel TINJAUAN PUSTAKA Papan Partikel Papan partikel merupakan salah satu jenis produk komposit atau panel kayu yang terbuat dari partikel-partikel kayu atau bahan berlignoselulosa lainnya, yang diikat menggunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alami dan harga serat alam pun lebih murah dibandingkan serat sintetis. Selain

I. PENDAHULUAN. alami dan harga serat alam pun lebih murah dibandingkan serat sintetis. Selain 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan komposit tidak hanya komposit sintetis saja tetapi juga mengarah ke komposit natural dikarenakan keistimewaan sifatnya yang dapat didaur ulang (renewable)

Lebih terperinci

OPTIMASI KADAR HIDROGEN PEROKSIDA DAN FERO SULFAT

OPTIMASI KADAR HIDROGEN PEROKSIDA DAN FERO SULFAT VI. OPTIMASI KADAR HIDROGEN PEROKSIDA DAN FERO SULFAT Pendahuluan Penelitian pada tahapan ini didisain untuk mengevaluasi sifat-sifat papan partikel tanpa perekat yang sebelumnya diberi perlakuan oksidasi.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.3 Pembuatan Contoh Uji

III. METODOLOGI. 3.3 Pembuatan Contoh Uji III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Persiapan bahan baku dan pembuatan papan partikel dilaksanakan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Laboratorium Bio-Komposit sedangkan untuk pengujian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Bahan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Bahan HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Bahan Serat Sisal (Agave sisalana Perr.) Serat sisal yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari serat sisal kontrol dan serat sisal yang mendapatkan perlakuan mekanis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan menahan kelembaban, tidak mudah terbakar, tidak. mudah berjamur, tidak berbau dan lain-lain.

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan menahan kelembaban, tidak mudah terbakar, tidak. mudah berjamur, tidak berbau dan lain-lain. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekam padi mempunyai beberapa keunggulan seperti kemampuan menahan kelembaban, tidak mudah terbakar, tidak mudah berjamur, tidak berbau dan lain-lain. Hasil

Lebih terperinci

Pengaruh Persentase Serat Sabut Pinang (Areca Catechu L. Fiber) dan Foam Agent terhadap Sifat Fisik dan Mekanik Papan Beton Ringan

Pengaruh Persentase Serat Sabut Pinang (Areca Catechu L. Fiber) dan Foam Agent terhadap Sifat Fisik dan Mekanik Papan Beton Ringan Jurnal Fisika Unand Vol. 6, No. 4, Oktober 2017 ISSN 2302-8491 Pengaruh Persentase Serat Sabut Pinang (Areca Catechu L. Fiber) dan Foam Agent terhadap Sifat Fisik dan Mekanik Papan Beton Ringan Firda Yulia

Lebih terperinci

Mutu Papan Partikel dari Kayu Kelapa Sawit (KKS) Berbasis Perekat Polystyrene

Mutu Papan Partikel dari Kayu Kelapa Sawit (KKS) Berbasis Perekat Polystyrene Mutu Papan Partikel dari Kayu Kelapa Sawit (KKS) Berbasis Perekat Polystyrene Indra Mawardi Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Lhokseumawe, Banda Aceh E-mail: ddx_72@yahoo.com ABSTRAK Target khusus

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 13 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan mulai bulan April 2012 Juli 2012. Dilaksanakan di Laboratorium Bio Komposit, Laboratorium Rekayasa Departemen Hasil Hutan,

Lebih terperinci

DAFTAR LAMPIRAN. No. Judul Halaman. 1. Pelaksanaan dan Hasil Percobaan Pendahuluan a. Ekstraksi pati ganyong... 66

DAFTAR LAMPIRAN. No. Judul Halaman. 1. Pelaksanaan dan Hasil Percobaan Pendahuluan a. Ekstraksi pati ganyong... 66 DAFTAR LAMPIRAN No. Judul Halaman 1. Pelaksanaan dan Hasil Percobaan Pendahuluan... 66 a. Ekstraksi pati ganyong... 66 b. Penentuan kisaran konsentrasi sorbitol untuk membuat edible film 68 c. Penentuan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 204 di Workshop Program Studi Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara untuk membuat

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kualitas Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dilaksanakan mulai dari bulan. Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara.

METODE PENELITIAN. Kualitas Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dilaksanakan mulai dari bulan. Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara. 9 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian yang berjudul Pengaruh Pra Perlakuan Pemadatan Terhadap Kualitas Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dilaksanakan mulai dari bulan April 2017

Lebih terperinci

PEMBUATAN PAPAN PARTIKEL MENGGUNAKAN PEREKAT POLIVINIL ACETAT (PVAc) DENGAN BAHAN PENGAWET BORAKS DAN IMPRALIT COPPER KHROM BORON (CKB)

PEMBUATAN PAPAN PARTIKEL MENGGUNAKAN PEREKAT POLIVINIL ACETAT (PVAc) DENGAN BAHAN PENGAWET BORAKS DAN IMPRALIT COPPER KHROM BORON (CKB) Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol.1, No.2, Desember 2009 : 7 12 PEMBUATAN PAPAN PARTIKEL MENGGUNAKAN PEREKAT POLIVINIL ACETAT (PVAc) DENGAN BAHAN PENGAWET BORAKS DAN IMPRALIT COPPER KHROM BORON (CKB)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal

TINJAUAN PUSTAKA. Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit Menurut Hadi (2004), klasifikasi botani kelapa sawit dapat diuraikan sebagai berikut: Kingdom Divisi Kelas Ordo Familia Genus Spesies : Plantae : Magnoliophyta : Liliopsida

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Serat batang pisang kepok(musa paradisiaca) pada umumnya hanya

BAB I PENDAHULUAN. Serat batang pisang kepok(musa paradisiaca) pada umumnya hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Serat batang pisang kepok(musa paradisiaca) pada umumnya hanya sebagai limbah yang tidak dimanfaatkan, padahal serat batang pisang biasanya dimanfaatkan sebagai bahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 26 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini, pembuatan soft magnetic menggunakan bahan serbuk besi dari material besi laminated dengan perlakuan bahan adalah dengan proses kalsinasi dan variasi

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh batako beton ringan sekam

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh batako beton ringan sekam 43 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh batako beton ringan sekam padi terhadap kekuatan komposit beton ringan tersebut dan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat penelitian 1. Penelitian ini akan dilaksanakan di Pengujian kekuatan tarik di Sentra Teknologi Polimer (STP). Serpong, Tangerang, Banten. 2. Pengamatan melalui Scanning

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan tanaman penghasil kayu yang banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, baik untuk keperluan industri besar, industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Hampir setiap produk menggunakan plastik sebagai kemasan atau

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Hampir setiap produk menggunakan plastik sebagai kemasan atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi plastik membuat aktivitas produksi plastik terus meningkat. Hampir setiap produk menggunakan plastik sebagai kemasan atau bahan dasar. Material plastik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hutan semakin hari semakin berkurang. Untuk mengurangi ketergantungan akan

BAB I PENDAHULUAN. hutan semakin hari semakin berkurang. Untuk mengurangi ketergantungan akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan bahan papan pada saat sekarang ini mengalami peningkatan yang sangat drastis. Bahan papan merupakan bahan yang diperoleh dari kayukayu hasil hutan. Peningkatan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2010 sampai dengan Mei tahun 2011. Pembuatan serat karbon dari sabut kelapa, karakterisasi XRD dan SEM dilakukan di

Lebih terperinci

PENGGUNAAN SEKAM PADI DENGAN ANYAMAN BAMBU SEBAGAI PAPAN SEMEN DEKORATIF

PENGGUNAAN SEKAM PADI DENGAN ANYAMAN BAMBU SEBAGAI PAPAN SEMEN DEKORATIF POLI TEKNOLOGI VOL.10 NO.1, JANUARI 2011 PENGGUNAAN SEKAM PADI DENGAN ANYAMAN BAMBU SEBAGAI PAPAN SEMEN DEKORATIF Eko Wiyono dan Anni Susilowati Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Jakarta Kampus Baru

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 21 4.1 Geometri Strand pada Tabel 1. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran nilai rata-rata geometri strand pada penelitian ini tertera Tabel 1 Nilai rata-rata pengukuran dimensi strand, perhitungan

Lebih terperinci

Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Nangka sebagai Bahan Baku Alternatif dalam Pembuatan Papan Partikel untuk Mengurangi Penggunaan Kayu dari Hutan Alam

Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Nangka sebagai Bahan Baku Alternatif dalam Pembuatan Papan Partikel untuk Mengurangi Penggunaan Kayu dari Hutan Alam Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Nangka sebagai Bahan Baku Alternatif dalam Pembuatan Papan Partikel untuk Mengurangi Penggunaan Kayu dari Hutan Alam Andi Aulia Iswari Syam un 1, Muhammad Agung 2 Endang Ariyanti

Lebih terperinci

Studi Awal Pembuatan Komposit Papan Serat Berbahan Dasar Ampas Sagu

Studi Awal Pembuatan Komposit Papan Serat Berbahan Dasar Ampas Sagu Studi Awal Pembuatan Komposit Papan Serat Berbahan Dasar Ampas Sagu Mitra Rahayu1,a), Widayani1,b) 1 Laboratorium Biofisika, Kelompok Keilmuan Fisika Nuklir dan Biofisika, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. III, No. 3 (2015), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. III, No. 3 (2015), Hal ISSN : SINTESIS DAN ANALISIS SIFAT FISIK DAN MEKANIK PAPAN KOMPOSIT DARI LIMBAH PELEPAH SAWIT DAN SABUT KELAPA Erwan 1), Irfana Diah Faryuni 1)*, Dwiria Wahyuni 1) 1) Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempunyai sifat lebih baik dari material penyusunnya. Komposit terdiri dari penguat (reinforcement) dan pengikat (matriks).

I. PENDAHULUAN. mempunyai sifat lebih baik dari material penyusunnya. Komposit terdiri dari penguat (reinforcement) dan pengikat (matriks). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komposit merupakan hasil penggabungan antara dua atau lebih material yang berbeda secara fisis dengan tujuan untuk menemukan material baru yang mempunyai sifat lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ampas tebu atau yang umum disebut bagas diperoleh dari sisa pengolahan tebu (Saccharum officinarum) pada industri gula pasir. Subroto (2006) menyatakan bahwa pada

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Penyiapan Bahan dan Alat 3.1.1. Bahan Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Serat ijuk aren Serat ijuk aren didapatkan dari salah satu sentra

Lebih terperinci

III.METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan terhitung pada bulan Februari Mei

III.METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan terhitung pada bulan Februari Mei 17 III.METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan terhitung pada bulan Februari Mei 2012. Adapun tempat pelaksanaan penelitian ini

Lebih terperinci

III.METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan di empat tempat, yaitu sebagai berikut : Laboratorium Material Universitas Lampung.

III.METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan di empat tempat, yaitu sebagai berikut : Laboratorium Material Universitas Lampung. III.METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di empat tempat, yaitu sebagai berikut : 1. Pengujian diameter dan panjang serat ijuk serta pembuatan spesimen uji di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Tinjauan Umum Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen, yaitu dengan melakukan percobaan untuk mendapatkan hasil yang menunjukkan hubungan antara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Alat Penelitian Alat yang digunakan selama proses treatment atau perlakuan alkalisasi serat kenaf dapat dilihat pada Gambar 3.1. (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) Gambar 3.1. Peratalatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain :

BAB III METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain : 33 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Penelitian 3.1.1 Alat Penelitian Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain : a) Timbangan digital Digunakan untuk menimbang serat dan polyester.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Persiapan Penelitian Jenis kayu yang dipakai dalam penelitian ini adalah kayu rambung dengan ukuran sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokompsit Departemen Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Laboratorium Kekuatan Bahan dan Laboratorium

Lebih terperinci

JURNAL FEMA, Volume 1, Nomor 3, Juli 2013 PENGARUH PANJANG SERAT TERHADAP KEKUATAN TARIK KOMPOSIT BERPENGUAT SERAT IJUK DENGAN MATRIK EPOXY

JURNAL FEMA, Volume 1, Nomor 3, Juli 2013 PENGARUH PANJANG SERAT TERHADAP KEKUATAN TARIK KOMPOSIT BERPENGUAT SERAT IJUK DENGAN MATRIK EPOXY JURNAL FEMA, Volume 1, Nomor 3, Juli 2013 PENGARUH PANJANG SERAT TERHADAP KEKUATAN TARIK KOMPOSIT BERPENGUAT SERAT IJUK DENGAN MATRIK EPOXY Efri Mahmuda 1), Shirley Savetlana 2) dan Sugiyanto 2) 1) Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan negara penghasil ubi kayu terbesar ketiga didunia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan negara penghasil ubi kayu terbesar ketiga didunia BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil ubi kayu terbesar ketiga didunia setelah Nigeria dan Thailand dengan hasil produksi mencapai lebih 23 juta ton pada tahun 2014

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan dari bulan Mei sampai Juli 2011 bertempat di Laboratorium Biokomposit, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tandan Kosong Sawit Jumlah produksi kelapa sawit di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, pada tahun 2010 mencapai 21.958.120 ton dan pada tahun 2011 mencapai

Lebih terperinci

PENGARUH PERSEN HASIL PEMBAKARAN SERBUK KAYU DAN AMPAS TEBU PADA MORTAR TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN SIFAT FISISNYA

PENGARUH PERSEN HASIL PEMBAKARAN SERBUK KAYU DAN AMPAS TEBU PADA MORTAR TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN SIFAT FISISNYA PENGARUH PERSEN HASIL PEMBAKARAN SERBUK KAYU DAN AMPAS TEBU PADA MORTAR TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN SIFAT FISISNYA Dahyunir Dahlan, Sri Mulyati Laboratorium Fisika Material - Jurusan Fisika, FMIPA UNAND

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. KETAHANAN TARIK DAN KETAHANAN SOBEK KERTAS SENI Hasil penelitian tentang kertas yang terbuat dari bulu ayam dan kulit jagung diperoleh data hasil pengujian ketahanan

Lebih terperinci

PAPAN PARTIKEL DARI CAMPURAN LIMBAH ROTAN DAN PENYULINGAN KULIT KAYU GEMOR (Alseodaphne spp)

PAPAN PARTIKEL DARI CAMPURAN LIMBAH ROTAN DAN PENYULINGAN KULIT KAYU GEMOR (Alseodaphne spp) Papan partikel dari campuran limbah rotan dan penyulingan PAPAN PARTIKEL DARI CAMPURAN LIMBAH ROTAN DAN PENYULINGAN KULIT KAYU GEMOR (Alseodaphne spp) Particle Board from Mixture of Rattan Waste and Gemor

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir (flow chart) Mulai Study Literatur dan Observasi Lapangan Persiapan Proses pembuatan spesien Komposit sandwich : a. Pemotongan serat (bambu) b. Perlakuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi bahan sudah berkembang sangat pesat dari tahun ke tahun sejak abad ke-20. Banyak industri yang sudah tidak bergantung pada penggunaan logam sebagai

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan di dua tempat, yaitu sebagai berikut :

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan di dua tempat, yaitu sebagai berikut : III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di dua tempat, yaitu sebagai berikut : a. Analisa struktur mikroskofis komposit (scanning electron microscope) di Fakultas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan manusia terhadap kayu sebagai bahan konstruksi bangunan atau furnitur terus meningkat seiring dengan meningkatnya pertambahan jumlah penduduk, sementara

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari - Mei 2009, bertempat di Laboratorium Produk Majemuk dan Laboratorium Penggergajian dan Pengerjaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan pokok masyarakat dalam bahan bangunan untuk perumahan, maka

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan pokok masyarakat dalam bahan bangunan untuk perumahan, maka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia semakin meningkat, seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia maka semakin bertambah pula kebutuhan pokok masyarakat dalam bahan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 8 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2011 sampai Agustus 2011. Pemotongan kayu dilakukan di Work Shop Laboratorium Peningkatan Mutu Kayu,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Arang Arang adalah residu yang berbentuk padat hasil pada pembakaran kayu pada kondisi terkontrol. Menurut Sudrajat (1983) dalam Sahwalita (2005) proses pengarangan adalah pembakaran

Lebih terperinci

PENGARUH KEKUATAN BENDING DAN TARIK BAHAN KOMPOSIT BERPENGUAT SEKAM PADI DENGAN MATRIK UREA FORMALDEHIDE

PENGARUH KEKUATAN BENDING DAN TARIK BAHAN KOMPOSIT BERPENGUAT SEKAM PADI DENGAN MATRIK UREA FORMALDEHIDE PENGARUH KEKUATAN BENDING DAN TARIK BAHAN KOMPOSIT BERPENGUAT SEKAM PADI DENGAN MATRIK UREA FORMALDEHIDE Harini Program Studi Teknik Mesin Universitas 17 agustus 1945 Jakarta yos.nofendri@uta45jakarta.ac.id

Lebih terperinci

ANALISIS SIFAT FISIS DAN MEKANIK PAPAN KOMPOSIT GIPSUM SERAT IJUK DENGAN PENAMBAHAN BORAKS (Dinatrium Tetraborat Decahydrate)

ANALISIS SIFAT FISIS DAN MEKANIK PAPAN KOMPOSIT GIPSUM SERAT IJUK DENGAN PENAMBAHAN BORAKS (Dinatrium Tetraborat Decahydrate) ANALISIS SIFAT FISIS DAN MEKANIK PAPAN KOMPOSIT GIPSUM SERAT IJUK DENGAN PENAMBAHAN BORAKS (Dinatrium Tetraborat Decahydrate) Hilda Trisna, Alimin Mahyudin Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Andalas, Padang

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga bulan April 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga bulan April 2013 di 19 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga bulan April 2013 di Laboratorium Fisika Material FMIPA Unila, Laboratorium Eksperimen Fisika

Lebih terperinci

SKRIPSI. gelar Sarjana teknikk. Oleh : WILLY SAPUTRA NIM. I JURUSAN. commit to user

SKRIPSI. gelar Sarjana teknikk. Oleh : WILLY SAPUTRA NIM. I JURUSAN. commit to user PENGARUH TEKANAN PENGEPRESAN TERHADAP KEKUATAN GESER TEKAN DAN BENDING KOMPOSIT LIMBAH KERTAS HVS - SEKAM PADI SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana teknikk Oleh : WILLY

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KOMPOSIT TANPA PEREKAT (BINDERLESS COMPOSITE) DARI LIMBAH PENGOLAHAN KAYU

KARAKTERISTIK KOMPOSIT TANPA PEREKAT (BINDERLESS COMPOSITE) DARI LIMBAH PENGOLAHAN KAYU KARAKTERISTIK KOMPOSIT TANPA PEREKAT (BINDERLESS COMPOSITE) DARI LIMBAH PENGOLAHAN KAYU Ragil Widyorini* Abstrak Berbagai upaya dilakukan untuk meminimalkan emisi formaldehida dari produk-produk panel.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISA

BAB IV HASIL DAN ANALISA BAB IV HASIL DAN ANALISA Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil serta analisa dari pengujianpengujian yang telah dilakukan. 4.1. HASIL DAN ANALISA PENGUJIAN TERHADAP AGREGAT 4.1.1. Hasil dan Analisa

Lebih terperinci

= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum α i ε ij

= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum α i ε ij 5 Pengujian Sifat Binderless MDF. Pengujian sifat fisis dan mekanis binderless MDF dilakukan mengikuti standar JIS A 5905 : 2003. Sifat-sifat tersebut meliputi kerapatan, kadar air, pengembangan tebal,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Histogram kerapatan papan.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Histogram kerapatan papan. 17 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Papan Komposit Anyaman Pandan 4.1.1 Kerapatan Sifat papan yang dihasilkan akan dipengaruhi oleh kerapatan. Dari pengujian didapat nilai kerapatan papan berkisar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mortar Menurut SNI 03-6825-2002 mortar didefinisikan sebagai campuran material yang terdiri dari agregat halus (pasir), bahan perekat (tanah liat, kapur, semen portland) dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Diameter Serat Diameter serat adalah diameter serat ijuk yang diukur setelah mengalami perlakuan alkali, karena pada dasarnya serat alam memiliki dimensi bentuk

Lebih terperinci