BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
|
|
- Dewi Pranata
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tampilan Kayu Pemadatan kayu menghasilkan warna yang berbeda dengan warna aslinya, dimana warnanya menjadi sedikit lebih gelap sebagai akibat dari pengaruh suhu pengeringan saat proses kayu berlangsung (Inoue et al. 1993). Gambar 10 menunjukkan contoh uji dengan perlakuan pendahuluan pengukusan menggunakan air sebelum dan sesudah pemadatan dengan menggunakan kempa panas. Gambar 10 Perbandingan tampilan warna kayu kontrol dengan kayu yang diberikan perlakuan Dari Gambar 10 dapat dibandingkan kondisi kayu sebelum pemadatan dengan kayu hasil pemadatan. Pemadatan kayu jabon pada suhu 150 C menyebabkan perubahan warna pada permukaan. Kayu yang mengalami pemadatan berubah menjadi sedikit lebih gelap dari warna aslinya. Hal ini diduga akibat pengaruh suhu yang tinggi pada saat pengukusan dan pengempaan. Kayu yang terpadatkan memiliki kesan raba yang lebih halus dan kilap yang lebih jelas dibandingkan dengan kayu kontrol. Dari hasil penelitian Ramdhania (2010) menunjukkan bahwa pemadatan kayu randu dengan perlakuan pengukusan yang menggunakan jenis bahan pengukus tanin dan pengempaan panas menghasilkan warna yang sedikit berbeda dengan aslinya, yakni di beberapa bagian warnanya menjadi sedikit lebih gelap. Kayu yang terpadatkan memiliki kesan raba
2 26 yang lebih halus dan kilap yang lebih jelas dibandingkan dengan kayu kontrol. Pemadatan kayu menghasilkan warna yang berbeda dari warna aslinya. Kayu terpadatkan memberikan tampilan warna yang atraktif, dimana warnanya berubah menjadi sedikit gelap sebagai akibat dari pengaruh suhu pengeringan saat proses pemadatan kayu berlangsung (Inoue et al. 1992). 4.2 Evaluasi Perubahan Dimensi Setelah Pemadatan Pemadatan dilakukan menggunakan mesin kempa panas dimana untuk mencapai target dimensi ketebalan yang diinginkan diperoleh waktu (t) = 4-5 menit dengan tekanan (P) = 25 kg/cm 2 pada suhu (T) = 150 C. Hasil pengukuran terhadap ketebalan menunjukkan sedikit perbedaan antara target awal dengan realisasinya, dimana ketebalan kayu jabon terpadatkan sedikit lebih besar dari yang diinginkan. Hal ini terjadi diduga oleh adanya fenomena springback, yaitu pemulihan tebal pada waktu tekanan dilepaskan. Tabel 3 Nilai rata-rata perubahan dimensi kayu jabon terpadatkan Perlakuan Dimensi awal Dimensi T1 Dimensi T2 Δ dimensi T2-T1 (%) Pengukusan Tebal Lebar Tebal Lebar Tebal Lebar Tebal Lebar 30 menit 2,450 2,007 2,104 2,037 2,113 2,040 0,43 0,20 60 menit 2,476 1,993 2,150 2,021 2,156 2,025 0,28 0,20 90 menit 2,505 2,022 2,134 2,064 2,141 2,067 0,33 0,15 Keterangan: T1 = dimensi setelah pemadatan T2 = dimensi setelah kondisi klem Gambar 11 Histogram nilai perubahan dimensi kayu jabon terpadatkan
3 27 Dari Gambar 11 diketahui bahwa hasil dari pemadatan setelah pengkondisian dalam klem mengalami perubahan dimensi pada bagian tebal 0,28-0,43%. Perubahan dimensi tebal terbesar terjadi pada contoh uji pengukusan 30 menit yaitu 0,43%, sedangkan yang terendah terjadi pada pengukusan 60 menit yaitu 0,28%. Hal ini diduga terjadi karena kayu sebagai benda mempunyai internal stress sehingga akan memberikan reaksi apabila ada gaya dari luar yang mempengaruhinya, kayu akan berusaha untuk kembali ke bentuk semula sebagai perlawanan terhadap tekanan pada waktu pengempaan. Pada tahap pengkondisian klem dengan bantuan fan, dinding sel kayu akan mengikat rantai OH bebas sehingga mengalami pengembangan tebal kembali. Pada saat proses pengempaan berlangsung, dimensi lebar contoh uji ikut mengalami peningkatan sebesar 0,15-0,20% akibat tekanan yang diberikan dari mesin kempa panas. Perubahan dimensi lebar terbesar terjadi pada contoh uji pengukusan 60 menit yaitu 0,20%, sedangkan yang terendah terjadi pada pengukusan 90 menit yaitu 0,15%. Gambar 12 menunjukkan perubahan dari ketebalan awal 2,5 cm sampai ketebalan target 2 cm. Gambar 12 Perbandingan kayu jabon kontrol dengan kayu jabon terpadatkan Penelitian Sulistiyono (2001) juga menunjukkan bahwa untuk jenis papan tangensial kayu agatis yang mengalami perlakuan awal berupa perendaman, perebusan dan pengukusan, pengembangan tebalnya hanya berkisar antara 2 6 %. Sementara untuk jenis papan radial antara 2 7%. Pengembangan tebal ini terjadi setelah proses pengempaan kayu, yaitu
4 28 adanya kondisi suhu dan kelembaban pada lingkungan. Jadi mengembang akibat dikeringanginkan (spring back). Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa nilai pengembangan tebal yang dihasilkan lebih rendah jika dibandingkan dengan penelitian Sulistiyono, yaitu hanya berkisar 0,28-0,43%. Hasil ini memberi gambaran bahwa kayu yang dipadatkan dengan perlakuan pendahuluan yang tepat akan membuat dimensi kayu lebih stabil. Pemberian perlakuan pendahuluan dengan memanaskan kayu dengan uap air suhu tinggi (steam treatment) dalam autoklaf mengakibatkan tercapainya fiksasi permanen yang lebih cepat jika dibandingkan dengan metode perlakuan suhu tinggi pada kayu kering dan tidak banyak mempengaruhi atau menurunkan sifat mekanik kayu. Fiksasi permanen pada suhu 180 C dapat dicapai dalam waktu sekitar 10 menit (Inoue et al. 1993). 4.3 Sifat Fisis Sifat fisis Data hasil pengujian sifat fisis dan kecepatan gelombang ultrasonik kayu jabon disajikan pada Tabel 4 sementara itu untuk analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% ditampilkan dalam Tabel 5. Tabel 4 Nilai rataan sifat fisis dan kecepatan gelombang ultrasonik (Vus) kayu jabon pada posisi kayu gubal, transisi, teras, dan waktu pengukusan (30 menit; 60 menit;90 menit) Waktu Pengukusan Sebelum perlakuan Sesudah perlakuan Gubal Transisi Teras Rata-rata Gubal Transisi Teras Rata-rata KA (%) 30 menit 16,28 15,47 14,68 15,47 9,30 8,54 7,80 8,55 60 menit 15,94 15,71 15,58 15,74 8,98 8,77 8,64 8,80 90 menit ,02 16,14 15,96 8,79 9,28 9,17 9,08 ρ (g/cm³) 30 menit 0,40 0,41 0,43 0,41 0,45 0,45 0,48 0,46 60 menit 0,44 0,43 0,45 0,44 0,48 0,47 0,49 0,48 90 menit 0,46 0,44 0,44 0,45 0,51 0,49 0,50 0,50 BJ 30 menit 0,35 0,36 0,37 0,36 0,41 0,42 0,45 0,43 60 menit 0,38 0,37 0,39 0,38 0,44 0,43 0,45 0,44 90 menit 0,40 0,38 0,38 0,39 0,47 0,45 0,46 0,46 Vus (m/s) 30 menit menit menit Keterangan : KA = kadar air, ρ = kerapatan, BJ = berat jenis Vus = kecapatan gelombang ultrasonik
5 29 Tabel 5 Hasil analisis sidik ragam terhadap sifat fisis kayu jabon setelah perlakuan pada selang kepercayaan 95% Sumber KA ρ BJ Vus Terpadatkan Terpadatkan Terpadatkan Terpadatkan Nilai P Nilai P Nilai P Nilai P Posisi Kayu 0,8216 tn 0,3153 tn 0,2307 tn 0,2893 tn Perlakuan <,0001* 0,0001* <,0001* 0,4836 tn Posisi Kayu x Perlakuan 0,9863 tn 0,9103 tn 0,8110 tn 0,4415 tn Keterangan : * = berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% tn = tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% KA = kadar air ρ = kerapatan BJ = berat jenis Vus = velositas gelombang ultrasonik P = probability Kadar Air Berdasarkan hasil penelitian seperti yang terlihat pada Gambar 13 diketahui bahwa akibat proses pemadatan dengan suhu tinggi 150 C, kadar air kayu menurun dari kondisi kering udara 15,32% sampai 15,96% menjadi 8,55% sampai 9,08% pada kayu terpadatkan. Hasil pemadatan dapat menurunkan nilai kadar air kayu jabon sampai 44,78% dari kayu sebelum perlakuan. Gambar 13 Histogram nilai kadar air kayu jabon pada kondisi sebelum dan sesudah perlakuan
6 30 Penurunan kadar air sampai dibawah 10% ini diduga disebabkan pengaruh panas pada waktu pengempaan. Hal ini sejalan dengan penelitian Sulistyono (2001) yang menggunakan perlakuan variasi suhu kempa panas yang cukup tinggi sebesar 125 C, 150 C, 175 C, dan 200 C menghasilkan kayu terpadatkan dengan kadar air 50% lebih rendah dari kadar air kayu sebelum perlakuan. Suhu tinggi tersebut merusak ikatan hidrogen antar molekul air sehingga kayu mengalami pengeringan. Kadar air yang rendah diharapkan dapat meningkatkan sifat fisis dan mekanis kayu tersebut. Kadar air kayu yang rendah ini juga berguna untuk mengurangi terjadinya pemulihan tebal atau springback pada waktu dikeluarkan dari tekanan kempa. Selain itu diduga telah terjadi rusaknya sel dalam kayu sehingga tidak dapat berikatan dengan rantai OH bebas dari lingkungan. Rusaknya molekul air akibat perlakuan suhu tinggi menyebabkan terjadinya kerusakan pada ikatan H antar molekul-molekul di dalam matriks hemiselulosa-lignin (Amin & Dwianto 2006) Analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% yang dilakukan (Tabel 5) menunjukkan bahwa tidak ada interaksi yang nyata antara kedua faktor perlakuan (posisi horizontal kayu dan lama pengukusan) terhadap kadar air kayu jabon terpadatkan. Namun, faktor tunggal perlakuan pengukusan berpengaruh nyata terhadap kadar air kayu jabon terpadatkan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan nilai KA terendah terdapat pada perlakuan pengukusan 30 menit. Pada penelitian ini semakin cepat waktu pengukusan sebelum pengempaan semakin rendah nilai KA kayunya. Hal ini diduga adanya kandungan air yang masih terikat didalam kayu setelah pengukusan dalam autoklaf. Nilai KA yang rendah ini (8,55%) diduga dapat meningkatkan kekuatan kayu menjadi lebih stabil Kerapatan Pada Gambar 14 menyajikan histogram nilai kerapatan kayu jabon sebelum dan setelah perlakuan (pengukusan dan pengempaan). Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa terjadi peningkatan nilai kerapatan kayu jabon mulai dari 0,46 g/cm³ sampai 0,50 g/cm³ pada
7 31 kondisi setelah pemadatan atau meningkat ±11% terhadap kerapatan kayu jabon dari kondisi sebelum pemadatan. Nilai kerapatan contoh uji kayu jabon yang diberi perlakuan pengukusan dengan air selama 90 menit adalah yang paling tinggi hingga bisa meningkatkan kerapatan sampai 11,43%. Gambar 14 Histogram nilai kerapatan kayu jabon pada kondisi sebelum dan sesudah pemadatan Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% (Tabel 5) menunjukkan bahwa tidak ada interaksi yang nyata antara kedua faktor perlakuan (posisi horizontal kayu dan lama pengukusan) terhadap kerapatan kayu jabon terpadatkan. Namun, faktor tunggal perlakuan pengukusan berpengaruh nyata terhadap kerapatan kayu jabon terpadatkan. Sedangkan untuk faktor tunggal posisi kayu tidak memberikan pengaruh yang nyata. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa pada perlakuan pengukusan 90 menit menghasilkan nilai kerapatan terbaik. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu pengukusan sebelum pengempaan mampu meningkatkan nilai kerapatan kayu jabon terpadatkan. Kerapatan kayu berhubungan linier dengan sifat kekuatan kayu, semakin tinggi kerapatan kayu maka semakin tinggi pula sifat kekuatannya. Pada penelitian Murhofiq (2000), pemadatan kayu agatis sampai 50% dari tebal semula mampu meningkatkan kerapatannya dari 0,41 g/cm 3 menjadi 0,9 g/cm 3. Sementara untuk kayu sengon dengan kerapatan 0,23 g/cm 3 meningkat kerapatannya menjadi 0,48 g/cm 3 setelah dipadatkan.
8 32 Peningkatan kerapatan kayu diduga akibat pemadatan pada suhu tinggi yang menyebabkan kayu menjadi lunak (plastis). Plastisasi dengan pengukusan pada suhu diatas 120 C menyebabkan hemiselulosa dan lignin yang berperan sebagai pengikat dan pengisi selulosa akan elastis pada suhu tersebut. Kondisi elastis dari kayu ini akan lebih memudahkan pada waktu pengempaan. Dwianto et al., (1996) menyatakan bahwa mekanisme perubahan bentuk akibat pengempaan pada saat dibawah titik proporsional deformasi mendekati elastis Berat Jenis Pada Gambar 15 menyajikan peningkatan berat jenis kayu jabon terpadatkan. Berat jenis kayu jabon terpadatkan mengalami peningkatan sebesar ±18% dari kondisi sebelum pengempaan 0,36 sampai 0,39 menjadi 0,43 sampai 0,46 pada kayu jabon terpadatkan. Sama halnya dengan kerapatan, hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama waktu pengukusan sebelum pengempaan semakin tinggi nilai berat jenis yang dihasilkan setelah pengempaan. Contoh uji dengan pengukusan 90 menit mengalami peningkatan berat jenis yang paling tinggi. Peningkatan berat jenis ini disebabkan oleh pemampatan volume sebagai akibat dari adanya tekanan oleh plat kempa. Tomme et al. (1998) menyatakan bahwa pemadatan kayu dengan suhu tinggi dapat meningkatkan kerapatan kayu. Gambar 15 Histogram nilai berat jenis kayu jabon pada kondisi sebelum dan sesudah pemadatan
9 33 Peningkatan ini terjadi karena rongga sel dan dinding sel menjadi padat. Peningkatan nilai berat jenis kayu terpadatkan ada kaitannya dengan perubahan bentuk sel-sel penyusunnya. Sel-sel kayu terpadatkan cenderung memipih sehingga mengurangi volume rongga, yang sekaligus mengurangi volume kayunya, sementara beratnya tetap. Hal ini berdampak pada meningkatnya nilai BJ. Analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% (Tabel 5) yang dilakukan menunjukkan bahwa tidak ada interaksi yang nyata antara kedua faktor perlakuan (posisi horizontal kayu dan lama pengukusan) terhadap berat jenis kayu jabon terpadatkan. Namun, faktor tunggal perlakuan pengukusan berpengaruh nyata terhadap berat jenis kayu jabon terpadatkan. Sedangkan untuk faktor tunggal posisi kayu tidak memberikan pengaruh yang nyata. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan nilai terbaik untuk BJ terjadi pada perlakuan pengukusan 90 menit. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu pengukusan sebelum pemadatan mampu meningkatkan nilai BJ kayu jabon yang dipadatkan. Meningkatnya BJ berbanding lurus dengan meningkatnya kerapatan kayu sehingga kekuatan kayunya juga meningkat. Penelitian Darwis (2008) menunjukkan berat jenis kayu agatis dan gmelina yang terpadatkan lebih tinggi dibandingkan dengan berat jenis kayu kontrolnya. Peningkatan berat jenis kayu agatis akibat tingkat pemadatan 12,5%, 25% dan 37,5% berturut-turut mencapai 7,14% (0,45), 30,95% (0,55), dan 52,83% (0,64) dibandingkan dengan berat jenis kontrolnya (0,42). Sedangkan pada kayu gmelina berat jenis meningkat secara berurutan mencapai 6,82% (0,47), 27,27% (0,56), dan 50% (0,66) dibanding dengan berat jenis kayu kontrolnya (0,44). Sementara itu pada penelitian yang dilakukan dengan tingkat pemadatan 20% mampu meningkatkan BJ mencapai 18,46% (0,46). Peningkatan nilai berat jenis terkait dengan meningkatnya tingkat pemadatan, sedangkan lamanya pemanasan tidak mempengaruhi nilai berat jenis pada masing-masing tingkat pemadatan. Semakin tinggi tingkat pemadatan, maka volume sel
10 34 yang terpadatkan akan semakin besar sehingga volume kayu semakin berkurang. Berat jenis kayu jabon terpadatkan pada penelitian ini berkisar antara 0,43 0,46. Berdasarkan pembagian kelas kuat kayu Indonesia menurut PKKI (Tabel 6), nilai berat jenis kayu jabon terpadatkan pada penelitian ini tergolong kelas kuat III yaitu 0,40 0,60 meningkat dari sebelum pemadatan yang hanya tergolong kelas kuat IV. Tabel 6 Kelas kuat kayu menurut PKKI NI Kelas Kuat Berat Jenis Tegangan Lentur Mutlak (kg/cm 2 ) Tegangan Tekan Mutlak (kg/cm 2 ) I > 0,9 >1100 >650 II 0,6-0, III 0,4-0, IV 0,3-0, V <0,3 <360 <215 (Sumber : PKKI NI ) Kecepatan Gelombang Ultrasonik (Vus) Berdasarkan hasil penelitian seperti yang disajikan pada Gambar 16 diketahui bahwa nilai rata-rata kecepatan gelombang ultrasonik (Vus) kayu jabon kontrol pada pengukusan 30 menit sebesar 6096 m/detik, pengukusan 60 menit sebesar 6223 m/detik dan pengukusan 90 menit sebesar 5974 m/detik. Setelah kayu jabon terpadatkan nilai Vus mengalami penurunan 3-5%, yaitu untuk pengukusan 30 menit sebesar 5981 m/s, 60 menit sebesar 5799 m/s dan 90 menit sebesar 5780 m/s. Penurunan kecepatan gelombang ultrasonik diduga karena telah terjadi perubahan struktur sel di dalam kayu yang menyebabkan hambatan untuk perambatan gelombang ultrasonik. Dari Gambar 16 dapat dilihat bahwa pada contoh uji untuk pengukusan 90 menit memiliki nilai Vus yang paling rendah. Hal ini diduga karena adanya perubahan struktur sel akibat pengukusan yang lama pada suhu tinggi di dalam autoklaf yang bertekanan. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu pengukusan mampu menurunkan nilai kecepatan gelombang ultrasonik (Vus) kayu jabon terpadatkan.
11 35 Gambar 16 Histogram nilai Vus kayu jabon pada kondisi sebelum dan sesudah pemadatan Dari Tabel 5 diketahui analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% yang dilakukan menunjukkan bahwa faktor tunggal posisi horizontal kayu, faktor tunggal perlakuan pengukusan dan interaksi keduanya tidak ada pengaruh yang nyata terhadap kecepatan gelombang ultrasonik (Vus) kayu jabon terpadatkan. 4.4 Sifat Mekanis Sifat mekanis kayu merupakan sifat kayu yang berhubungan dengan kekuatan kayu. Pada penelitian ini sifat mekanis yang diuji adalah modulus patah (MOR), modulus lentur statis (MOE statis), modulus lentur dinamis (MOE dinamis), kekuatan tekan sejajar serat, dan kekerasan (hardness) yang nilainya tersaji dalam Tabel 7 dan selanjutnya dilakukan analisis sidik ragam yang tersaji dalam Tabel 8. Pemadatan kayu terbukti dapat meningkatkan nilai MOE kayu jabon. Seperti penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rilatupa (2001) dan Sulistyono (2001) yang juga mengalami peningkatan nilai MOE lebih dari 100% setelah pemadatan pada suhu pengempaan optimal 125 C C, sedangkan untuk suhu pengempaan diatas 175 C cenderung menurunkan sifat fisis, mekanis dan daya dukung baut.
12 36 Tabel 7 Nilai rataan sifat mekanis kayu jabon pada posisi kayu gubal, transisi, teras, dan waktu pengukusan (30 menit; 60 menit; 90 menit) Pengukusan Posisi MOR MOEs MOEd σtk // Serat Kekerasan (kg/cm²) (kg/cm²) (kg/cm²) (kg/cm²) (kg/cm²) Tangensial Radial Gubal 596, ,85 294,50 254,50 Kontrol Transisi 568, , ,75 222,00 Teras 605, ,92 293, Rata-rata 589, ,71 294,75 244,00 Gubal 760, ,05 282,50 227,75 30 menit Transisi 739, ,39 312,75 293,00 Teras 783, ,48 332,75 282,75 Rata-rata 761, ,31 309,33 267,83 Gubal 802, ,52 262,50 237,00 60 menit Transisi 788, ,08 326,00 300,00 Teras 802, ,33 334,25 281,25 Rata-rata 797, ,31 307, Gubal 780, ,79 339,25 258,00 90 menit Transisi 788, ,19 359,00 275,50 Teras 837, ,01 327,75 297,00 Rata-rata 801, ,00 342,00 276,83 Keterangan : MOR = Modulus patah MOEs = Modulus lentur statis MOEd = Modulus lentur dinamis σtk // Serat = kekuatan tekan sejajar serat Tabel 8 Hasil uji statistik terhadap sifat mekanis kayu jabon pada selang kepercayaan 95% Sumber MOR MOEs MOEd σtk // Serat Hardness Nilai P Nilai P Nilai P Nilai P Nilai P Posisi Kayu 0,6279 tn 0,3615 tn tn 0,1533 tn 0,0565 tn Perlakuan <.0001* <.0001* 0,0306* 0,0007* 0,4200 tn Posisi 0,9988 tn 0,9952 tn 0,6366 tn 0,2541 tn 0,2541 tn Kayu*Pengukusan Keterangan : * = berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% tn = tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% p = probability Dari hasil pengujian destruktif contoh uji ditemukan variasi bentuk kerusakan. Pengujian tekan sejajar serat rata-rata ditemukan jenis kerusakan crushing dimana contoh uji mengalami patahan dengan bidang patahan horizontal. Sedang untuk hasil pengujian kekuatan lentur rata-rata terjadi
13 37 kerusakan jenis cross grained tension. Gambar bentuk kerusakan kayu disampaikan pada Lampiran 3. Kerusakan ini terjadi akibat adanya gaya tarik yang arahnya miring serat. Hal ini biasa terjadi pada contoh uji yang miring serat, baik yang berupa serat diagonal, serat spiral atau yang lainnya dan terjadi di permukaan bawah balok contoh uji Pengujian Kekakuan Lentur (MOE) Pada penelitian ini dilakukan pengujian sifat mekanis lentur secara nondestruktif dan destruktif. Pengujian nondestruktif dilakukan untuk mengetahui nilai modulus lentur dinamis (MOE dinamis) sedangkan pengujian destruktif untuk mendapatkan nilai modulus lentur statis (MOE statis) kayu jabon terpadatkan. Gambar 17 Histogram nilai modulus lentur statis (MOE statis) dan modulus lentur dinamis (MOE dinamis) kayu jabon terpadatkan Berdasarkan hasil penelitian seperti yang disajikan pada Gambar 17 diketahui bahwa terjadi peningkatan nilai MOE sebesar 45 % pada kayu jabon terpadatkan. Nilai MOE tertinggi dicapai pada contoh uji dengan waktu pengukusan 90 menit, yaitu kg/cm 2. Pemadatan kayu terbukti dapat meningkatkan nilai MOE kayu jabon. Tabel 8 analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa tidak ada interaksi yang nyata antara kedua faktor perlakuan (posisi horizontal kayu dan lama pengukusan) terhadap nilai
14 38 MOE statis kayu jabon terpadatkan, tetapi untuk faktor tunggal perlakuan pengukusan menghasilkan nilai yang berbeda nyata terhadap MOE statis kayu jabon. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa nilai terbaik terjadi pada perlakuan pengukusan 90 menit yang hasilnya berbeda nyata terhadap MOE statis kontrol. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu pengukusan sebelum pengempaan mampu meningkatkan nilai MOEs kayu jabon terpadatkan. Semakin tinggi nilai MOE maka semakin tahan kayu tersebut terhadap perubahan bentuk. Pada Gambar 17 nilai MOE dinamis kayu jabon terpadatkan tertinggi dicapai pada contoh uji dengan waktu pengukusan 90 menit, yaitu sebesar kg/cm 2. Pada penelitian ini rata-rata nilai MOE dinamis yang didapat lebih besar 144 % dibandingkan nilai MOE statisnya. Hasil ini sejalan dengan penelitian sejenis yang dilakukan oleh Karlinasari et al. (2006) untuk kayu cepat tumbuh sengon, meranti, manii, dan mangium yang menunjukkan nilai MOE dinamis kayu-kayu tersebut lebih tinggi 50% dari MOE statisnya. Hal ini disebabkan karena faktor sifat visko elastis bahan dan pengaruh efek rangkak (creep) pada pengujian secara defleksi (Bodig dan Jayne 1982). Halabe et al. (1995) diacu dalam Olivera et al. (2002) menyatakan bahwa pengujian destruktif membutuhkan selang waktu lebih lama daripada pengujian nondestruktif dengan pembebanan yang terus meningkat sampai contoh uji patah. Semakin lama pengujian berlangsung maka lebih banyak gaya elastis yang hilang. Sementara itu, pengujian nondestruktif dengan metode perambatan gelombang ultrasonik hanya memerlukan waktu yang lebih singkat. Hal inilah yang menyebabkan nilai MOE dinamis lebih besar daripada MOE statis. Tabel 8 analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa tidak ada interaksi yang nyata antara kedua faktor perlakuan (posisi horizontal kayu dan lama pengukusan) terhadap nilai MOE dinamis kayu jabon terpadatkan, tetapi untuk faktor tunggal perlakuan pengukusan menghasilkan nilai yang berbeda nyata terhadap MOE dinamis kayu jabon. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa
15 39 nilai terbaik terjadi pada perlakuan pengukusan 90 menit yang hasilnya berbeda nyata terhadap MOE dinamis kontrol. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu pengukusan sebelum pengempaan mampu meningkatkan nilai MOEd kayu jabon yang dipadatkan Pengujian Kekuatan Lentur (MOR) Seperti halnya MOE, pemadatan juga mampu meningkatkan nilai MOR beberapa kali lipat dari kayu awalnya. Berat jenis kayu yang meningkat diduga menjadi faktor utama peningkatan nilai MOR kayu jabon. Dari Gambar 18 dapat dilihat pada contoh uji pengukusan 90 menit nilai MOR mengalami kenaikan sampai 801,88 kg/cm 2 atau sekitar 36 % dari kayu kontrol yang hanya memiliki nilai MOR 589,92 kg/cm 2. Gambar 18 Histogram nilai modulus patah (MOR) kayu jabon terpadatkan Berdasarkan Tabel 8 analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa tidak ada interaksi yang nyata antara kedua faktor perlakuan (posisi horizontal kayu dan lama pengukusan) terhadap nilai MOR kayu jabon terpadatkan. Namun, faktor tunggal perlakuan pengukusan berbeda nyata terhadap peningkatan nilai MOR kayu jabon terpadatkan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa nilai terbaik terdapat pada perlakuan pengukusan 90 menit yang hasilnya berbeda nyata
16 40 terhadap MOR kontrol. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu pengukusan sebelum pengukusan mampu meningkatkan nilai MOR kayu jabon yang dipadatkan. Semakin tinggi nilai MOR maka kemampuan kayu untuk menahan beban atau gaya luar yang bekerja padanya akan semakin meningkat. Hasil perhitungan MOR tersebut dikelompokkan kelas kekuatannya berdasarkan PKKI NI (Tabel 6). Berdasarkan kriteria tersebut maka kisaran nilai MOR antara 761,18 kg/cm² sampai 801,88 kg/cm² ( kg/cm²) tergolong dalam kelas kuat II Keteguhan Tekan Sejajar Serat Pada Gambar 19 dapat terlihat nilai keteguhan sejajar serat hasil pemadatan meningkat dari 410,31 kg/cm² sampai 432 kg/cm². Peningkatan nilai keteguhan sejajar serat pada penelitian ini mencapai ±21% dari kayu kontrol. Nilai terbesar terjadi pada contoh uji dengan pengukusan 90 menit. Keteguhan tekan sejajar serat termasuk salah satu sifat mekanis kayu yang besarnya ditentukan terutama oleh berat jenisnya. Gambar 19 Histogram nilai keteguhan tekan sejajar serat kayu jabon terpadatkan Berdasarkan analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% (Tabel 8), tidak ada interaksi yang nyata antara kedua faktor perlakuan (posisi horizontal kayu dan lama pengukusan) terhadap nilai keteguhan
17 41 tekan sejajar serat kayu jabon terpadatkan. Namun, faktor tunggal perlakuan pengukusan menghasilkan nilai berbeda nyata terhadap peningkatan nilai tekan sejajar serat kayu jabon yang dipadatkan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa nilai terbaik terdapat pada perlakuan pengukusan 90 menit yang hasilnya berbeda nyata terhadap nilai tekan sejajar serat kayu kontrol. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu pengukusan sebelum pengempaan mampu meningkatkan nilai keteguhan tekan sejajar serat kayu jabon yang dipadatkan. Pada umumnya peningkatan nilai keteguhan tekan sejajar serat pada penelitian ini membuktikan bahwa pemadatan kayu menyebabkan struktur sel kayu menjadi lebih padat dan merata pada setiap bagian kayu yang dipadatkan. Hasil keteguhan tekan sejajar serat tersebut dikelompokkan kelas kekuatannya berdasarkan PKKI NI (Tabel 6). Berdasarkan kriteria tersebut maka keteguhan tekan sejajar serat kayu jabon terpadatkan yang berkisar antara 410,31 kg/cm² sampai 432 kg/cm² termasuk dalam kelas kuat III dan II Kekerasan (Hardness) Pada Gambar 20 nilai kekerasan kayu jabon yang diberi perlakuan pengukusan selama 90 menit mengalami peningkatan paling besar. Peningkatan yang terjadi setelah kayu dipadatkan yaitu dari 307,58 kg/cm² sampai 342 kg/cm² pada bidang tangensial. Peningkatan nilai kekerasan ini disebabkan rongga sel kayu menyempit, rata dan merapat akibat pemadatan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi nilai kekerasan kayu diantaranya kerapatan, keuletan kayu, ukuran serat kayu, daya ikat antar serat kayu serta susunan serat kayunya (Mardikanto et al. 2011). Murhofiq (2000) dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa pemadatan kayu sampai 50% mampu meningkatkan nilai kekerasan bidang tangensialnya pada Sengon dan Agatis berturut-turut sebesar 376% dan 229%.
18 42 Gambar 20 Histogram nilai kekerasan bidang tangensial dan radial kayu jabon terpadatkan Berdasarkan Tabel 8 diketahui analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% yang dilakukan menunjukkan bahwa faktor tunggal posisi horizontal kayu, faktor tunggal perlakuan pengukusan dan interaksi keduanya tidak ada pengaruh yang nyata terhadap nilai kekerasan kayu jabon terpadatkan.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Data hasil pengujian sifat fisis kayu jabon disajikan pada Tabel 4 sementara itu untuk analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% ditampilkan dalam
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Fakultas Kehutanan Univesitas Sumatera Utara Medan. mekanis kayu terdiri dari MOE dan MOR, kerapatan, WL (Weight loss) dan RS (
12 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2017 - Juni 2017. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, dan Workshop Fakultas
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
19 4.1. Sifat Fisis IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisis papan laminasi pada dasarnya dipengaruhi oleh sifat bahan dasar kayu yang digunakan. Sifat fisis yang dibahas dalam penelitian ini diantaranya adalah
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Geometri Strand Hasil pengukuran geometri strand secara lengkap disajikan pada Lampiran 1, sedangkan nilai rata-ratanya tertera pada Tabel 2. Tabel 2 Nilai pengukuran
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan mulai Juli 2011 Januari 2012 dan dilaksanakan di Bagian Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Bagian Kimia Hasil Hutan, Bagian Biokomposit
Lebih terperinciPEMBAHASAN UMUM Perubahan Sifat-sifat Kayu Terdensifikasi secara Parsial
PEMBAHASAN UMUM Perubahan Sifat-sifat Kayu Terdensifikasi secara Parsial Densifikasi parsial, baik kompresi maupun impregnasi, terbukti dapat meningkatkan sifat-sifat kayu Agatis maupun Mangium. Dari hasil
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
22 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Geometri Strand Hasil pengukuran geometri strand disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan data, nilai rata-rata dimensi strand yang ditentukan dengan menggunakan 1 strand
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Kualitas Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dilaksanakan mulai dari bulan. Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara.
9 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian yang berjudul Pengaruh Pra Perlakuan Pemadatan Terhadap Kualitas Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dilaksanakan mulai dari bulan April 2017
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
21 4.1 Geometri Strand pada Tabel 1. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran nilai rata-rata geometri strand pada penelitian ini tertera Tabel 1 Nilai rata-rata pengukuran dimensi strand, perhitungan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Sifat Fisis 4.1.1 Kadar air BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Rata-rata nilai kadar air (KA) kayu surian kondisi kering udara pada masing-masing bagian (pangkal, tengah dan ujung) disajikan pada Tabel 1.
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Mutu Kekakuan Lamina BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penyusunan lamina diawali dengan melakukan penentuan mutu pada tiap ketebalan lamina menggunakan uji non destructive test. Data hasil pengujian NDT
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
18 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina.
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. struktural seperti papan pelapis dinding (siding), partisi, plafon (celing) dan lis.
4 TINJAUAN PUSTAKA Kayu jabon (Anthocephalus cadamba M.) memiliki berat jenis 0,48 dan tergolong kayu kelas kuat IV. Berdasarkan sifat-sifat yang dimiliki dan informasi penggunaan kayu secara lokal oleh
Lebih terperinciOPTIMASI KADAR HIDROGEN PEROKSIDA DAN FERO SULFAT
VI. OPTIMASI KADAR HIDROGEN PEROKSIDA DAN FERO SULFAT Pendahuluan Penelitian pada tahapan ini didisain untuk mengevaluasi sifat-sifat papan partikel tanpa perekat yang sebelumnya diberi perlakuan oksidasi.
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober Pembuatan
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober 2015. Pembuatan papan dan pengujian sifat fisis dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Program Studi Kehutanan,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan
TINJAUAN PUSTAKA Papan Partikel Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan papan yang terbuat dari bahan berlignoselulosa yang dibuat dalam bentuk partikel dengan menggunakan
Lebih terperinci6 PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGEMPAAN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT
77 6 PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGEMPAAN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 6.1 Pendahuluan Pengempaan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas papan yang dihasilkan (USDA, 1972). Salah satu hal
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Sifat fisis dari panel CLT yang diuji yaitu, kerapatan (ρ), kadar air (KA), pengembangan volume (KV) dan penyusutan volume (SV). Hasil pengujian sifat fisis
Lebih terperinci4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT
48 4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 4.1 Pendahuluan Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, kekuatan papan yang dihasilkan masih rendah utamanya nilai MOR
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
13 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan mulai bulan April 2012 Juli 2012. Dilaksanakan di Laboratorium Bio Komposit, Laboratorium Rekayasa Departemen Hasil Hutan,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Kayu Sifat fisis kayu akan mempengaruhi kekuatan kayu dalam menerima dan menahan beban yang terjadi pada kayu itu sendiri. Pada umumnya kayu yang memiliki kadar
Lebih terperinciPENENTUAN UKURAN PARTIKEL OPTIMAL
IV. PENENTUAN UKURAN PARTIKEL OPTIMAL Pendahuluan Dalam pembuatan papan partikel, secara umum diketahui bahwa terdapat selenderness rasio (perbandingan antara panjang dan tebal partikel) yang optimal untuk
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
17 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Papan Partikel 4.1.1 Kerapatan Kerapatan merupakan perbandingan antara massa per volume yang berhubungan dengan distribusi partikel dan perekat dalam contoh
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Histogram kerapatan papan.
17 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Papan Komposit Anyaman Pandan 4.1.1 Kerapatan Sifat papan yang dihasilkan akan dipengaruhi oleh kerapatan. Dari pengujian didapat nilai kerapatan papan berkisar
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Kayu-kayu dari hutan tanaman baik hutan tanaman industri (HTI) maupun hutan rakyat diperkirakan akan mendominasi pasar kayu pada masa mendatang seiring berkurangnya produktifitas
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Sifat fisis pada kayu laminasi dipengaruhi oleh sifat fisis bahan pembentuknya yaitu bagian face, core, dan back. Dalam penelitian ini, bagian face adalah plywood
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisis Papan Semen 4.1.1. Kadar Air Nilai rata-rata kadar air papan semen sekam hasil pengukuran disajikan pada Gambar 7. 12 Kadar air (%) 9 6 3 0 JIS A5417 1992:
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu :
BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu : 1. Kayu Bangunan Struktural : Kayu Bangunan yang digunakan untuk bagian struktural Bangunan dan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisis papan partikel yang diuji meliputi kerapatan, kadar air, daya serap air dan pengembangan tebal. Sifat mekanis papan partikel yang diuji meliputi Modulus of Elasticity
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
19 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Akustik Papan Partikel Sengon 4.1.1 Koefisien Absorbsi suara Apabila ada gelombang suara bersumber dari bahan lain mengenai bahan kayu, maka sebagian dari energi
Lebih terperinciSIFAT FISIK DAN MEKANIK KAYU JELUTUNG (DYERA COSTULATA HOOK F.) YANG DIDENSIFIKASI BERDASARKAN SUHU DAN WAKTU KEMPA
SIFAT FISIK DAN MEKANIK KAYU JELUTUNG (DYERA COSTULATA HOOK F.) YANG DIDENSIFIKASI BERDASARKAN SUHU DAN WAKTU KEMPA Physical and Mechanical Properties of Densification Jelutung Wood (Dyera costulata Hook.
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
10 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan mulai bulan Mei 2012 Agustus 2012. Dilaksanakan di Laboratorium Bio Komposit, Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Departemen
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 204 di Workshop Program Studi Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara untuk membuat
Lebih terperinci= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum α i ε ij
5 Pengujian Sifat Binderless MDF. Pengujian sifat fisis dan mekanis binderless MDF dilakukan mengikuti standar JIS A 5905 : 2003. Sifat-sifat tersebut meliputi kerapatan, kadar air, pengembangan tebal,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemadatan Kayu Modifikasi kayu merupakan langkah yang ditempuh dalam rangka meningkatkan kualitas kayu dalam hal ini sifat fisis dan mekanisnya sehingga dapat digunakan sebagai
Lebih terperinciHHT 232 SIFAT KEKUATAN KAYU. MK: Sifat Mekanis Kayu (HHT 331)
SIFAT KEKUATAN KAYU MK: Sifat Mekanis Kayu (HHT 331) 1 A. Sifat yang banyak dilakukan pengujian : 1. Kekuatan Lentur Statis (Static Bending Strength) Adalah kapasitas/kemampuan kayu dalam menerima beban
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal
TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit Menurut Hadi (2004), klasifikasi botani kelapa sawit dapat diuraikan sebagai berikut: Kingdom Divisi Kelas Ordo Familia Genus Spesies : Plantae : Magnoliophyta : Liliopsida
Lebih terperinciBAB III BAHAN DAN METODE
BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan dari bulan Mei sampai Juli 2011 bertempat di Laboratorium Biokomposit, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan,
Lebih terperinciArinana dan Diba. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan 2(2): (2009) ARINANA 1 dan Farah DIBA 2 Corresponding Author :
78 KUALITAS KAYU PULAI (Alstonia scholaris) TERDENSIFIKASI (Sifat Fisis, Mekanis dan Keawetan) Quality Pulai (Alstonia scholaris) Densified Wood (Physics, Mechanics and Durability) ARINANA dan Farah DIBA
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Ikatan Pembuluh Bambu Foto makroskopis ruas bambu tali disajikan pada Gambar 7 dan bukunya disajikan pada Gambar 8. Foto makroskopis ruas bambu betung disajikan
Lebih terperinciSIFAT FISIK DAN MEKANIK KAYU GERUNGGANG (CRATOXYLON ARBORESCEN Bl) YANG DIDENSIFIKASI BERDASARKAN WAKTU PENGUKUSAN DAN WAKTU KEMPA
SIFAT FISIK DAN MEKANIK KAYU GERUNGGANG (CRATOXYLON ARBORESCEN Bl) YANG DIDENSIFIKASI BERDASARKAN WAKTU PENGUKUSAN DAN WAKTU KEMPA Physical and Mechanical Properties of Gerunggang Wood (Cratoxylon arborescen
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE PENELITIAN
9 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian pembuatan CLT dengan sambungan perekat yang dilakukan di laboratorium dan bengkel kerja terdiri dari persiapan bahan baku,
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
7 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biokomposit dan pengujian sifat fisis dan mekanis dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa dan Desain
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung.
22 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Sifat Anatomi Bambu 4.1.1 Bentuk Batang Bambu Bambu memiliki bentuk batang yang tidak silindris. Selain itu, bambu juga memiliki buku (node) yang memisahkan antara 2 ruas (internode).
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010) Nama Elaeis guineensis diberikan oleh Jacquin pada tahun 1763
16 TINJAUAN PUSTAKA A. Kelapa sawit Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010) adalah sebagai berikut: Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Ordo Famili Sub famili Genus Spesies : Plantae
Lebih terperinciLampiran 1. Perhitungan bahan baku papan partikel variasi pelapis bilik bambu pada kombinasi pasahan batang kelapa sawit dan kayu mahoni
Lampiran 1. Perhitungan bahan baku papan partikel variasi pelapis bilik bambu pada kombinasi pasahan batang kelapa sawit dan kayu mahoni Kadar perekat urea formaldehida (UF) = 12% Ukuran sampel = 25 x
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara
BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Berat Jenis dan Kerapatan Kayu Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara 0.2-1.28 kg/cm 3. Berat jenis kayu merupakan suatu petunjuk dalam menentukan kekuatan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Persiapan Penelitian Jenis kayu yang dipakai dalam penelitian ini adalah kayu rambung dengan ukuran sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan November 2008 sampai bulan Februari 2009. Tempat pembuatan dan pengujian glulam I-joist yaitu di Laboratorium Produk
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
8 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat Penelitian ini menggunakan bahan-bahan berupa tandan kosong sawit (TKS) yang diperoleh dari pabrik kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara VIII Kertajaya,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Jabon Jabon [Anthocephalus cadamba (Roxb. Miq.] merupakan salah satu jenis tumbuhan yang berpotensi baik untuk dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman maupun
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. : Cinnamomum burmanii. Panjangnya sekitar 9-12 cm dan lebar 3,4-5,4 cm, tergantung jenisnya. Warna
TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kayu Manis berikut : Sistematika kayu manis menurut Rismunandar dan Paimin (2001), sebagai Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Sub kelas Ordo Family Genus Spesies : Plantae : Gymnospermae
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI. Tabel 6 Ukuran Contoh Uji Papan Partikel dan Papan Serat Berdasarkan SNI, ISO dan ASTM SNI ISO ASTM
BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di laboratorium Produk Majemuk Kelompok Peneliti Pemanfaatan Hasil Hutan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor.
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Pembuatan Oriented Strand Board (OSB) Persiapan Bahan 3.3.
11 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan mulai bulan April 2012 sampai Juli 2012, Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Peningkatan Mutu Kayu, Laboratorium Bio Komposit Departemen
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sifat Dasar dan Keawetan Alami Kayu Sentang A.1. Anatomi kayu Struktur anatomi kayu mencirikan macam sel penyusun kayu berikut bentuk dan ukurannya. Sebagaimana jenis kayu daun
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu untuk proses persiapan bahan baku, pembuatan panel CLT, dan pengujian
Lebih terperinciKECEPATAN RAMBATAN GELOMBANG DAN KETEGUHAN LENTUR BEBERAPA JENIS KAYU PADA BERBAGAI KONDISI KADAR AIR MOHAMMAD MULYADI
KECEPATAN RAMBATAN GELOMBANG DAN KETEGUHAN LENTUR BEBERAPA JENIS KAYU PADA BERBAGAI KONDISI KADAR AIR MOHAMMAD MULYADI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 Judul Penelitian
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu untuk proses persiapan bahan baku, pembuatan panel, dan pengujian
Lebih terperinci3 PENGARUH JENIS KAYU DAN KADAR PEREKAT TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT
17 3 PENGARUH JENIS KAYU DAN KADAR PEREKAT TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 3.1 Pendahuluan Perbedaan jenis kayu yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan papan komposit akan sangat berpengaruh terhadap
Lebih terperinciMETODOLOGI. Kehutanan dan pengujian sifat mekanis dilaksanakan di UPT Biomaterial
METODOLOGI Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai Oktober 2013. Persiapan bahan baku dan pembuatan papan laminasi dilakukan di Workshop Kehutanan dan pengujian sifat
Lebih terperinciPERBAIKAN SIFAT KAYU KELAS KUAT RENDAH DENGAN TEKNIK PENGEMPAAN
Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol.1, No.2, Desember 2009 : 19 24 PERBAIKAN SIFAT KAYU KELAS KUAT RENDAH DENGAN TEKNIK PENGEMPAAN THE CHARACTERISTIC IMPROVEMENT OF LOW STRENGTH CLASS WOOD BY PRESSING
Lebih terperinciIII. METODOLOGI. 3.3 Pembuatan Contoh Uji
III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Persiapan bahan baku dan pembuatan papan partikel dilaksanakan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Laboratorium Bio-Komposit sedangkan untuk pengujian
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Bahan
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Bahan Serat Sisal (Agave sisalana Perr.) Serat sisal yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari serat sisal kontrol dan serat sisal yang mendapatkan perlakuan mekanis
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat dan Bahan Test Specification SNI
BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Persiapan bahan baku, pembuatan dan pengujian sifat fisis papan partikel dilaksanakan di Laboratorium Bio-Komposit sedangkan untuk pengujian sifat mekanis
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. kingdom plantae, divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas
TINJAUAN PUSTAKA Batang Kelapa Sawit (BKS) Menurut sistem klasifikasi yang ada kelapa sawit termasuk dalam kingdom plantae, divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledoneae, family
Lebih terperinciSIFAT FISIK DAN MEKANIK KAYU BENUANG
SIFAT FISIK DAN MEKANIK KAYU BENUANG (Octomeles sumatrana Miq) YANG DIDENSIFIKASI BERDASARKAN SUHU DAN WAKTU KEMPA Physical and Mechanical Properties of Benuang Wood (Octomeles sumatrana Miq) are Densification
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2009 sampai dengan Mei 2010, bertempat di Laboratorium Pengeringan Kayu, Laboratorium Peningkatan Mutu Hasil Hutan dan
Lebih terperinciTEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN
TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN PENDAHULUAN Pasokan kayu sebagai bahan mebel dan bangunan belum mencukupi kebutuhan yang ada Bambu (multiguna, cepat tumbuh, tersebar
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2010. Tempat yang dipergunakan untuk penelitian adalah sebagai berikut : untuk pembuatan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar, plafon, dan
TINJAUAN PUSTAKA A. Papan Partikel A.1. Definisi papan partikel Kayu komposit merupakan kayu yang biasa digunakan dalam penggunaan perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar,
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN B. Tahapan Proses Pembuatan Papan Serat 1. Pembuatan Matras a. Pemotongan serat Serat kenaf memiliki ukuran panjang rata-rata 40-60 cm (Gambar 18), untuk mempermudah proses pembuatan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
9 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan September sampai dengan bulan November 2010 di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu dan Laboratorium
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Struktur kayu merupakan suatu struktur yang susunan elemennya adalah kayu. Dalam merancang struktur kolom kayu, hal pertama yang harus dilakukan adalah menetapkan besarnya
Lebih terperinciMETODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian 1. Pembuatan Contoh Uji 2. Pemilahan Contoh Uji
METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan, dari bulan April sampai bulan Juni 2008 di Laboratorium Sifat Dasar Bagian Peningkatan Mutu Kayu Departemen Hasil Hutan Fakultas
Lebih terperinciKarlinasari et al. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan 2(1): (2009)
40 PERUBAHAN KEKAKUAN DINAMIS KAYU SETELAH PENGUJIAN KEAWETAN ALAMI KAYU NANGKA DAN MANGIUM Dynamic MOE of Jackfruit and Woods after Natural Durability Testing Lina KARLINASARI 1, Ina RITA 2 dan Istie
Lebih terperinciBABII TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini berisi tentang teori dari beberapa sumber buku seperti buku - buku
BABII TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang teori dari beberapa sumber buku seperti buku - buku laporan tugas akhir dan makalah seminar yang digunakan sebagai inspirasi untuk menyusun konsep penelitian
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari hingga Juni 2009 dengan rincian waktu penelitian terdapat pada Lampiran 3. Penelitian dilakukan
Lebih terperinciPERBAIKAN MUTU KAYU KELAS KUAT RENDAH DENGAN CARA FISIK DAN KIMIA
Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol., No.1, Juni 0 : 9 16 PERBAIKAN MUTU KAYU KELAS KUAT RENDAH DENGAN CARA FISIK DAN KIMIA THE QUALITY IMPROVEMENT OF LOW STRENGHT CLASS WOOD BY PHYSICAL AND CHEMICAL
Lebih terperinci(trees). Terdapat perbedaan pengertian antara pohon dan tanam-tanaman
DASAR-DASAR STRUKTUR KAYU A. MENGENAL KAYU 1. Pengertian kayu Kayu adalah bahan yang kita dapatkan dari tumbuh-tumbuhan (dalam) alam dan termasuk vegetasi hutan. Tumbuh-tumbuhan yang dimaksud disini adalah
Lebih terperinciPENGARUH PEMADATAN TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS KAYU PALAPI
PENGARUH PEMADATAN TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS KAYU PALAPI Hajatni Hasan 1, Burhan Tatong 1 ABSTRACT The objective of this research is to study the effect of physical treatment, in this case is wood
Lebih terperinciBAB III BAHAN DAN METODE
BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian kekuatan sambungan tarik double shear balok kayu pelat baja menurut diameter dan jumlah paku pada sesaran tertentu ini dilakukan selama kurang lebih
Lebih terperinciSIFAT FISIK DAN MEKANIK KAYU MAHANG (Macaranga hypoleuca (Reichb.f.et Zoll.) M.A) YANG DIPADATKAN BERDASARKAN LAMA PENGUKUSAN DAN BESARNYA SUHU KEMPA
SIFAT FISIK DAN MEKANIK KAYU MAHANG (Macaranga hypoleuca (Reichb.f.et Zoll.) M.A) YANG DIPADATKAN BERDASARKAN LAMA PENGUKUSAN DAN BESARNYA SUHU KEMPA Physical and Mechanical Properties of Mahang Wood (Macaranga
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tandan Kosong Sawit Jumlah produksi kelapa sawit di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, pada tahun 2010 mencapai 21.958.120 ton dan pada tahun 2011 mencapai
Lebih terperinciHALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
DAFTAR SIMBOL BJ : Berat Jenis ρ : Berat Jenis (kg/cm 3 ) m : Massa (kg) d : Diameter Kayu (cm) V : Volume (cm 3 ) EMC : Equilibrium Moisture Content σ : Stress (N) F : Gaya Tekan / Tarik (N) A : Luas
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
8 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2011 sampai Agustus 2011. Pemotongan kayu dilakukan di Work Shop Laboratorium Peningkatan Mutu Kayu,
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Penelitian di laksanakan bulan September - November Penelitian ini
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian di laksanakan bulan September - November 2016. Penelitian ini akan dilakukan di Work Shop (WS) dan Laboratorium Teknonologi Hasil Hutan (THH) Program Studi
Lebih terperinciV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN: SAMBUNGAN KAYU MANGIUM 17 TAHUN DAN APLIKASI PADA BALOK SUSUN
81 V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN: SAMBUNGAN KAYU MANGIUM 17 TAHUN DAN APLIKASI PADA BALOK SUSUN 1. Hasil Densifikasi Kayu Mangium Pemadatan kayu mangium telah dilakukan terhadap 24 lempengan papan
Lebih terperinciBAB II TINJAIJAN PllSTAKA
BAB II TINJAIJAN PllSTAKA Kayu memiliki perbedaan kokuatan dan kekakuan bukan saja antar spesies, namun juga dalan species yang sama (Blass dkk., 1995; Rhude, ). Hal tersebut di atas disebabkan oleh beberapa
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. sedangkan diameternya mencapai 1 m. Bunga dan buahnya berupa tandan,
[ TINJAUAN PUSTAKA Batang Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tumbuhan tropis yang berasal dari Nigeria (Afrika Barat). Tinggi kelapa sawit dapat mencapai 24 m sedangkan diameternya
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Tanaman ekaliptus mempunyai sistematika sebagai berikut: Hutan Tanaman Industri setelah pinus. Ekaliptus merupakan tanaman eksotik
TINJAUAN PUSTAKA Ekaliptus Tanaman ekaliptus mempunyai sistematika sebagai berikut: Division Sub Divisio Class Ordo Famili Genus : Spermatophyta : Angiospoermae : Dicotyledone : Myrtiflorae : Myrtaceae
Lebih terperinciIV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN: SIFAT FISIK DAN MEKANIK KAYU MANGIUM 17 TAHUN
59 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN: SIFAT FISIK DAN MEKANIK KAYU MANGIUM 17 TAHUN 1. Sifat Fisik dan Mekanik Kayu Mangium a. Sifat Fisik Kayu Mangium berikut. Data sifat fisik kayu mangium yang diteliti
Lebih terperinciBAB II STUDI PUSTAKA
BAB II STUDI PUSTAKA II.1 UMUM Kayu merupakan hasil hutan dari sumber kekayaan alam, merupakan bahan mentah yang mudah diproses dan dibentuk untuk dijadikan barang maupun konstruksi yang sesuai dengan
Lebih terperinci3. SIFAT FISIK DAN MEKANIK BAMBU TALI Pendahuluan
3. SIFAT FISIK DAN MEKANIK BAMBU TALI 3.1. Pendahuluan Analisa teoritis dan hasil eksperimen mempunyai peranan yang sama pentingnya dalam mekanika bahan (Gere dan Timoshenko, 1997). Teori digunakan untuk
Lebih terperinciBAB III BAHAN DAN METODE
BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari - Mei 2009, bertempat di Laboratorium Produk Majemuk dan Laboratorium Penggergajian dan Pengerjaan,
Lebih terperinciPENINGKATAN SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA KAYU SENGON (Faraserianthes Falcataria) ARAH TANGENSIAL DENGAN METODE PEREBUSAN DAN DENSIFIKASI.
PENINGKATAN SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA KAYU SENGON (Faraserianthes Falcataria) ARAH TANGENSIAL DENGAN METODE PEREBUSAN DAN DENSIFIKASI Oleh: RIKO ARIYANTO NIM: 130 500 065 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL
Lebih terperinciPemanfaatan Limbah Kulit Buah Nangka sebagai Bahan Baku Alternatif dalam Pembuatan Papan Partikel untuk Mengurangi Penggunaan Kayu dari Hutan Alam
Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Nangka sebagai Bahan Baku Alternatif dalam Pembuatan Papan Partikel untuk Mengurangi Penggunaan Kayu dari Hutan Alam Andi Aulia Iswari Syam un 1, Muhammad Agung 2 Endang Ariyanti
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Sifat-sifat Dasar dan Laboratorium Terpadu, Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, Departemen Hasil
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2007 sampai Juli 2008. Pembuatan OSB dilakukan di Laboratorium Biokomposit, pembuatan contoh uji di Laboratorium
Lebih terperinciSIFAT-SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA KAYU KERUING - SENGON. Oleh : Lorentius Harsi Suryawan & F. Eddy Poerwodihardjo
SIFAT-SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA KAYU KERUING - SENGON Oleh : Lorentius Harsi Suryawan & F. Eddy Poerwodihardjo Abstraksi Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sifat-sifat fisika kayu keruing dan
Lebih terperinciPENGUJIAN SIFAT MEKANIS PANEL STRUKTURAL DARI KOMBINASI BAMBU TALI (Gigantochloa apus Bl. ex. (Schult. F.) Kurz) DAN KAYU LAPIS PUJA HINDRAWAN
1 PENGUJIAN SIFAT MEKANIS PANEL STRUKTURAL DARI KOMBINASI BAMBU TALI (Gigantochloa apus Bl. ex. (Schult. F.) Kurz) DAN KAYU LAPIS PUJA HINDRAWAN DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinci