BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RKPK TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RKPK TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN"

Transkripsi

1 BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RKPK TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN 2.1. Gambaran Umum Kondisi Daerah Aspek Geografi dan Demografi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2001 Kota Langsa terbentuk secara definitif pada tanggal 21 Juni Kota yang terletak di pesisir pantai timur Provinsi Aceh ini merupakan hasil pemekaran wilayah dari Kota Aceh Timur. Kedudukan Kota Langsa berada pada titik koordinat antara , ,3 Lintang Utara (LU) dan , ,16 Bujur Timur (BT). Luas wilayah Kota Langsa mencapai 239,83 kilometer persegi (km 2 ). Secara administratif, Kota Langsa terdiri dari 5 kecamatan, meliputi Kecamatan Langsa Kota, Kecamatan Langsa Barat, Kecamatan Langsa Timur, Kecamatan Langsa Lama, dan Kecamatan Langsa Baro. Luas wilayah antar kecamatan sangat bervariasi. Dari 5 kecamatan, Langsa Baro dan Langsa Timur memiliki wilayah yang relatif luas dibandingkan dengan tiga kecamatan lainnya. Kedua kecamatan tersebut memiliki luas wilayah hampir 58,35 persen dari keseluruhan luas wilayah kota. Luas Kecamatan Langsa Baro mencapai 61,73 km 2 (25,73 persen) dan Kecamatan Langsa Timur mencapai 78,23 km 2 (32,61 persen). Luas kecamatan lainnya, meliputi Langsa Barat 48,75 km 2 (20,32 persen), Langsa Lama 45,02 km 2 (18,77 persen), dan Langsa Kota 6,11 km 2 (2,54 persen). Gambar 2.1 Luas Wilayah Kecamatan Kota Langsa (km 2 ) Langsa Kota Langsa Barat Langsa Timur Langsa Lama Langsa Baro Sumber : RTRW Kota Langsa, 2013 II-1

2 Secara geografis wilayah Kota Langsa mempunyai kedudukan yang strategis, baik dari segi ekonomi maupun sosial budaya. Mempunyai potensi di bidang industri, perdagangan, jasa dan pertanian/perkebunan, Kota Langsa mempunyai prospek yang baik bagi pemenuhan pasar di dalam dan luar negeri. Letak Kota Langsa yang berada di lintas jalan nasional di wilayah pantai timur Aceh juga merupakan peluang yang perlu dimanfaatkan secara optimal agar dapat menjadi pusat pertumbuhan ekonomi terbesar di wilayah pantai timur Aceh, dengan memanfaatkan peluang strategis dari keberadaan daerah hinterland di sekitarnya. Selain itu, posisi Kota Langsa yang relatif dekat dengan perbatasan wilayah Sumatera Utara, memungkinkan kemitraan lintas daerah dalam menjalin transaksi perdagangan dan jasa serta pengembangan pariwisata. Karena itu, sebagai wujud upaya menjadikan Kota Langsa sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dan kota transit di wilayah pantai timur Aceh, akan diupayakan penyediaan infrastruktur maupun fasilitas layanan pendukung sektor perdagangan, jasa, dan pariwisata dalam jangka menengah ke depan. Dengan demikian, fungsi keberadaan Kota Langsa sebagai kota transit diharapkan memberikan manfaat ganda (multiplier effect) dalam mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi. Posisi geografis Kota Langsa yang dikelilingi Selat Malaka tepatnya pada bagian utara, merupakan potensi dan peluang sangat besar untuk mewujudkan arus perputaran orang, barang, dan jasa melalui jalur laut, baik antar wilayah di pantai timur Aceh, pulau Sumatera, dan pulau-pulau lain di Indonesia. Peluang lainnya adalah menjalin aktivitas bisnis dan kegiatan perdagangan internasional (ekspor-impor) dengan berbagai negara, seperti Malaysia, Singapura, dan lainnya. Hal tersebut sangat memungkinkan untuk diwujudkan, mengingat saat ini Kota Langsa telah memiliki fasilitas pelabuhan laut Kuala Langsa berikut dengan sejumlah infrastruktur penunjang yang relatif cukup memadai Kawasan Rawan Bencana Kondisi topografi lahan di Kota Langsa yang sebagian besar merupakan dataran rendah dinilai memiliki potensi dan sangat rawan II-2

3 bencana alam banjir. Wilayah-wilayah yang dinilai rawan bencana banjir, terutama seperti di kawasan pusat perkotaan, kawasan dengan kondisi drainase yang kurang baik, serta kawasan yang berada di sekitar daerah aliran sungai (DAS). Pada umumnya bencana banjir di perkotaan kerap terjadi ketika intensitas curah hujan tinggi, sementara drainase tidak berfungsi secara optimal akibat terbatasnya daya tampung debit air. Rendahnya kesadaran masyarakat dalam menjaga lingkungan serta membuang sampah sembarangan turut pula menjadi penyebab tersumbatnya saluran drainase sehingga air meluap ke jalan dan menggenangi kawasan permukiman warga kota. Bencana banjir harus ditanggulangi secara komprehensif mengingat dampaknya yang buruk terhadap aktivitas sosial-ekonomi, disamping juga rusaknya infrastruktur kota. Peningkatan kualitas drainase kota menjadi agenda penting Pemerintah Kota dalam jangka menengah ke depan dalam upaya pengurangan resiko bencana banjir. Kawasan rawan bencana yang terdapat di Kota Langsa terdiri atas: a. Kawasan rawan gelombang pasang meliputi : 1. Gelombang pasang dengan intensitas tinggi terdapat di Gampong Telaga Tujuh seluas 151,96 Ha dan Kuala Langsa seluas 707,53 Ha di Kecamatan Langsa Barat; dan 2. Gelombang pasang dengan intensitas sedang terdapat di Gampong Sungai Pauh seluas 96,53 Ha di Kacamatan Langsa Barat, Gampong Baroh Langsa Lama seluas 32,60 Ha di Kecamatan Langsa Lama, Gampong Sungai Lueng seluas 12,95 Ha di Kecamatan Langsa Timur; dan 3. Gelombang pasang dengan intensitas rendah terdapat di Gampong Matang Seulimeng seluas 2,08 Ha di Kecamatan Langsa Barat. b. Kawasan rawan banjir dengan luas 378,54 Ha, meliputi : 1. Gampong Paya Bujok Seuleumak seluas 12,14 Ha dan Gampong Birem Puntong seluas 17,86 Ha yang berada di Kecamatan Langsa Baro; II-3

4 2. Gampong Teungoh seluas 37,48 Ha dan Gampong Jawa seluas 18,09 Ha yang berada di Kecamatan Langsa Kota;dan 3. Gampong Pondok Kemuning seluas 74,19 Ha, Gampong Seulalah seluas 30,40 Ha, Gampong Pondok Pabrik seluas 9,50 Ha, Gampong Sidodadi seluas 7,18 Ha, Gampong Sidorejo seluas 20,41 Ha, Gampong Baroh Langsa Lama seluas 32,16 Ha, Gampong Baro seluas 16,51 Ha dan Gampong Meurandeh 101,90 Ha yang berada di Kecamatan Langsa Lama. Selain dari itu, keberadaan kawasan permukiman di daerah perkotaan dengan kondisi perumahan yang relatif padat antara kawasan pertokoan dan permukiman warga, juga menjadikan daerah ini rawan bencana kebakaran. Berdasarkan pemetaan sejumlah potensi bencana yang diperkirakan terjadi di Kota Langsa, berbagai upaya pencegahan dan antisipasi secara dini, termasuk melalui upaya mitigasi bencana yang harus disosialisasikan kepada masyarakat akan terus ditingkatkan dan diintensifkan. Selain itu, upaya mitigasi bencana berbasis masyarakat akan terus didorong sehingga masyarakat turut andil dan siaga dalam mengatasi berbagai bencana Demografi Laju pertumbuhan penduduk Kota Langsa selama lima tahun terakhir adalah sebesar 1,55 persen. Pada tahun 2009, jumlah penduduk Kota Langsa adalah sebanyak jiwa, jumlah ini terus meningkat secara signifikan hingga mencapai sebanyak jiwa pada tahun Distribusi dan sebaran jumlah penduduk kota relatif belum merata di setiap wilayah kecamatan. Pada tahun 2012, tercatat hampir 28,07 persen atau sebanyak jiwa penduduk kota tinggal di Kecamatan Langsa Baro. Selanjutnya diikuti penduduk yang tinggal di wilayah Kecamatan Langsa Kota, yaitu sebanyak jiwa atau 24,13 persen. Sedangkan jumlah penduduk yang berdomisili di Kecamatan Langsa Barat berjumlah jiwa atau sekitar 20,60 persen, selebihnya jumlah penduduk Kota Langsa terkonsentrasi di wilayah Kecamatan Langsa Lama dan Langsa II-4

5 Timur, masing-masing sebanyak jiwa (17,96 persen) dan sebanyak jiwa (9,23 persen). Gambar 2.2 Jumlah Penduduk Kota Langsa Tahun (Jiwa) 160, , , , , , , , , , , Sumber : BPS Kota Langsa, 2014 Dengan luas wilayah yang mencapai 239,83 kilometer persegi (km 2 ) dan didiami oleh orang, maka rata-rata tingkat kepadatan penduduk Kota Langsa tahun 2012 adalah sebanyak 510 orang per kilo meter persegi. Kecamatan yang paling tinggi tingkat kepadatan penduduknya adalah Kecamatan Langsa Kota, yaitu sebanyak orang per kilo meter persegi, sedangkan yang paling rendah tingkat kepadatan penduduknya adalah Kecamatan Langsa Timur, yakni sebanyak 183 orang per kilo meter persegi. No. Tabel 2.1 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di Kota Langsa Tahun 2012 Kecamatan Luas Wilayah (km 2 ) Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk 1 Langsa Timur 78, Langsa Lama 45, Langsa Barat 48, Langsa Baro 61, Langsa Kota 6, Jumlah 239, Sumber : BPS Kota Langsa, Tahun 2013 II-5

6 Aspek Kesejahteraan Masyarakat Fokus Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Selama kurun waktu antara tahun , laju pertumbuhan nilai PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Kota Langsa mengalami peningkatan yang relatif signifikan, dengan angka pertumbuhan rata-rata sebesar 3,69 persen per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa upaya percepatan pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Langsa dengan dukungan peran serta dunia usaha/swasta dan masyarakat telah menunjukkan hasil dan perubahan yang cukup berarti dalam tatanan kehidupan sosial-ekonomi masyarakat maupun kinerja ekonomi Kota Langsa. Hal ini ditandai dengan terjadinya kecenderungan peningkatan besaran nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Langsa dari tahun ke tahun. Angka PDRB ADHK Kota Langsa tahun 2009 mencapai Rp.8,49 milyar, meningkat menjadi Rp.8,9 milyar pada tahun 2010, dan hingga akhir tahun 2013 angka PDRB ADHK Langsa diproyeksikan mencapai Rp.1,01 triliun rupiah atau meningkat sebesar 4,64 persen dari tahun Peningkatan pertumbuhan PDRB ADHK ini merupakan wujud kerja keras Pemerintah Kota Langsa beserta para stakeholder lainnya yang secara terus menerus melakukan berbagai aktivitas pembangunan di Kota Langsa. Gambar 2.3 Perkembangan PDRB ADHK Kota Langsa Tahun (Jutaan Rupiah) 1,050, ,000, , ,018, , , , , , , , , Sumber : BPS Kota Langsa, 2014 (diolah) II-6

7 Sejak dilakukannya pemekaran wilayah, Kota Langsa dengan sendirinya telah menjadi daerah yang mengandalkan sektor perdagangan dan jasa sebagai tulang punggung perekonomian dengan kontribusi tahun rata-rata mencapai 31,06 persen. Selanjutnya diikuti oleh sektor industri pengolahan dengan kontribusi rata-rata mencapai 16,77 pesen serta sektor jasa-jasa dengan kontribusi rata-ratanya mencapai 15,26 persen. Tabel 2.2 Tren Kontribusi PDRB ADHK Kota Menurut Sektor Ekonomi Tahun (Persen) Sektor * 2012** 2013*** Pertanian 13,1 12,8 12,5 12,3 12,2 Pertambangan dan Penggalian 0,3 0,2 0,2 0,2 0,2 Industri Pengolahan 20,9 20,4 20,0 19,4 19,9 Listrik, Gas, dan Air Bersih 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 Bangunan 9,2 9,1 9,0 8,9 9,0 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 29,5 30,6 31,4 31,9 31,9 Pengangkutan dan Komunikasi 7,4 7,4 7,4 7,5 7,4 Keuangan, Persewaan, dan Jasa 3,5 3,7 3,9 4,0 4,1 Perusahaan Jasa-Jasa 15,6 15,4 15,3 15,2 14,8 Total PDRB Sumber : BPS Kota Langsa, 2014 (diolah) Keterangan: * : angka sementara ** : angka sangat sementara *** : angka proyeksi Laju Inflasi Perkembangan laju inflasi di Kota Langsa yang dihitung melalui indeks harga implisit dalam kurun waktu empat tahun cenderung mengalami penurunan. Indeks harga implisit dihitung dengan membandingkan PDRB riil dengan PDRB nominal, penurunan indeks harga implisit menunjukkan penurunan harga barang dan jasa khususnya di Kota Langsa. Pada tahun 2009 inflasi di Kota Langsa mencapai 9,74 persen dan bergerak turun pada level 5,96 persen pada tahun Inflasi turun pada tahun 2011 dan 2012 pada level 3,64 persen dan 2,94 persen. II-7

8 Gambar 2.4 Perkembangan Indikator Inflasi Indeks harga Implisit Kota Langsa Tahun (persen) Sumber: BPS Kota Langsa, 2013 Berdasarkan hal tersebut, tren perkembangan harga-harga barang dan jasa di Kota Langsa Langsa relatif lebih stabil dan terus diupayakan terjaga dengan baik. Inflasi Kota Langsa terhitung mulai 2009 sampai dengan 2012 termasuk ke dalam kriteria inflasi ringan (kurang dari 10% per tahun). Inflasi ringan mempunyai dampak positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik antara lain meningkatkan pendapatan dan investasi. Inflasi yang cenderung tinggi dapat menyebabkan melemahnya daya beli masyarakat dalam memenuhi kebutuhan barang atau jasa, selain itu juga dapat melemahkan aktitivitas ekonomi Kota Langsa karena menurunnya permintaan atas produksi dan perdagangan barang atau jasa Pendapatan per Kapita Kondisi taraf hidup dan kesejahteraan warga Kota Langsa yang diukur dari nilai PDRB per Kapita dan pendapatan regional per kapita selama kurun waktu empat tahun terakhir terus mengalami peningkatan. Berdasarkan PDRB ADHK, tercatat PDRB per Kapita tahun 2009 sebesar Rp.5,78 juta. Jumlah tersebut terus meningkat menjadi Rp.5,98 juta di tahun Berikutnya, PDRB per Kapita terus meningkat secara signifikan menjadi Rp.6,01 juta di tahun 2011, dan hingga tahun 2012 mencapai 6,39 juta. II-8

9 Gambar 2.5 PDRB per Kapita dan Pendapatan Regional Kota Langsa Tahun (juta rupiah) Pendapatan Regional Perkapita PDRB Perkapita Sumber : BPS Kota Langsa, Tahun 2013 Selain PDRB per kapita, pendapatan regional per kapita sebagai salah satu indikator kesejahteraan juga menunjukkan peningkatan selama beberapa tahun terakhir. Pendapatan regional per kapita menunjukkan besarnya pendapatan yang dapat dinikmati oleh setiap penduduk di Kota Langsa secara rata-rata. Pendapatan regional per kapita pada tahun 2009 sebesar 5,47 juta rupiah meningkat menjadi 5,66 juta rupiah di tahun Hingga tahun 2012 pendapatan regional per kapita Kota Langsa mencapai 6,04 juta rupiah. Peningkatan PDRB per kapita dan pendapatan regional per kapita yang terjadi dalam kurun waktu tahun tersebut merupakan cerminan perbaikan dalam kesejahteraan ekonomi masyarakat Kota Langsa. Perbaikan kesejahteraan ekonomi masyarakat ini akan meningkatkan daya beli masyarakat yang berakibat kepada meningkatnya tambahan permintaan terhadap barang atau jasa yang selanjutnya akan meningkatkan siklus distribusi barang atau jasa. Kondisi akhir yang diharapkan dari dampak kenaikan pendapatan per kapita adalah meningkatnya aktivitas ekonomi masyarakat Angka Kemiskinan Kemiskinan merupakan permasalahan krusial yang sangat berpengaruh terhadap masyarakat di dalam mengakses pelayanan dasar antara pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan dan kemampuan daya II-9

10 beli. Persentase penduduk miskin di Kota Langsa pada tahun 2008 sebesar 17,97 persen turun menjadi 16,2 persen pada tahun Penurunan ini terus berlanjut hingga pada tahun 2012 menjadi 13,93 persen dari jumlah penduduk Kota Langsa. Angka kemiskinan Kota Langsa jika ditinjau dari Hasil Pengolahan Sementara PPLS (Pendataan Program Perlindungan Sosial) Tahun 2011 Rumah Tangga Menengah Kebawah akan diperoleh prosentase terbesar rumah tangga menengah kebawah di Kecamatan Langsa Barat (24,31%) dan prosentase terendah di Kecamatan Langsa Timur (10,81%). Gambar 2.6 Persentase Penduduk Miskin Kota Langsa Tahun (persen) Kota Langsa Provinsi Aceh Sumber : BPS Aceh, 2014 Selain prosentase angka kemiskinan, indikator kemiskinan lain juga dapat ditinjau dari angka garis kemiskinan dimana hingga tahun 2012 angka garis kemiskinan Kota Langsa berada pada level Rp Angka ini masih berada sedikit jauh dari provinsi Aceh yang sebesar Rp Penanggulangan kemiskinan di Kota Langsa selama ini dilakukan dengan beberapa cara antara lain dengan meningkatkan kualitas pelayanan publik khususnya pelayanan kesehatan pada tingkat dasar bagi masyarakat miskin serta memberikan akses pendidikan gratis bagi peserta didik yang berasal dari keluarga miskin. Selain itu terdapat juga program nasional yaitu Program Keluarga Harapan (PKH) yang dilaksanakan di Kota Langsa II-10

11 dan sampai saat ini masih tetap menjadi prioritas Pemerintah Kota Langsa dalam rangka penanggulangan kemiskinan. Beberapa upaya di atas dirasakan masih belum cukup untuk memberantas kemiskinan, untuk itu Pemerintah Kota Langsa memberikan dukungan penuh terhadap kebijakan Pemerintah Aceh khususnya dalam hal pengalokasian dana otonomi khusus sebesar 10% yang diperuntukkan untuk pembangunan rumah sehat sederhana bagi rumah tangga miskin di wilayah Kota Langsa. Program ini nantinya diharapkan akan mampu mengurangi angka kemiskinan ditingkat provinsi dan Kota Langsa pada khususnya. Gambar 2.7 Garis Kemiskinan Kota Langsa Tahun (rupiah) 700, , , , , , , , , , , , , , , , , Kota Langsa Provinsi Aceh Sumber : BPS Aceh, Tahun Angka Kriminalitas Angka kriminalitas dapat menggambarkan tingkat keamanan masyarakat, semakin rendah angka kriminalitas, maka semakin tinggi tingkat keamanan masyarakat. Dalam kurun waktu selama lima tahun perkembangan angka kriminalitas di Kota Langsa sangat berfluktuasi, jumlah tindak kriminal yang terendah terjadi pada tahun 2012 yaitu 372 kasus dan tertinggi terjadi pada tahun Diantara tujuh jenis tindak kriminal di Kota Langsa, jumlah kasus pencurian merupakan kasus yang paling tinggi yaitu dengan rata-rata 266 kasus setiap tahunnya. II-11

12 Tabel 2.3 Jumlah Tindak Kriminal di Kota Langsa Tahun NO. JENIS KRIMINALITAS Jumlah kasus Narkoba Jumlah kasus pembunuhan 3 Jumlah kejahatan seksual Jumlah kasus penganiayaan 5 Jumlah kasus pencurian Jumlah kasus penipuan Jumlah kasus pemalsuan uang Jumlah Sumber : Polres Kota Langsa, Tahun 2013 Berbagai penyebab terjadinya tindak kriminal di Kota Langsa antara lain masih cukup tingginya tingkat pengangguran serta masih tingginya tingkat kemiskinan di Kota Langsa ikut memberikan kontribusi terhadap peningkatan angka kriminalitas. Selain itu, letak geografis Kota Langsa yang berada pada lintas utama sumatera telah menjadikan kota ini sebagai wilayah yang terbuka bagi para pendatang atau pelancong dari luar daerah. Selain itu penduduk yang heterogen dan mudah menerima berbagai budaya masyarakat pendatang telah menjadikan kota ini sebagai wilayah tujuan utama mobilisasi penduduk dari luar wilayah di sepanjang pantai timur Aceh Fokus Kesejahteraan Masyarakat Pendidikan Sektor pendidikan mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam menentukan tingkat kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang diharapkan yaitu yang mampu melakukan inovasi, kreasi serta memiliki karakter dan budi pekerti. Gambaran umum kondisi daerah terkait dengan urusan pendidikan salah satunya dapat dilihat dari indikator kinerja Angka Partisipasi Sekolah (APS). Indikator ini menunjukkan seberapa besar anak usia menurut tingkat pendidikan II-12

13 tertentu berada dalam lingkup pendidikan dan penyerapan dunia pendidikan formal terhadap penduduk usia sekolah. APS untuk tingkat pendidikan dasar hingga tahun 2013 sebesar 81 persen lebih tinggi dari tahun 2012 yang sebesar 80,16 persen. Untuk tingkat SMP/MTs, APS pada tahun 2013 adalah sebesar 76 persen lebih rendah dari tahun 2012 yang mencapai 78,32 persen. Sedangkan APS untuk tingkat SMA/SMK/MA pada tahun 2013 adalah 67 persen, angka ini lebih tinggi dari tahun 2012 yang hanya sebesar 62,59 persen. Tabel 2.4 Angka Partispasi Sekolah Tingkat SD, SMP/MTs, SMA/SMK/MA Tahun (persen) No. Jenjang Pendidikan SD/MI 1.1 Jumlah murid usia 7-12 tahun Jumlah penduduk kelompok usia tahun Angka partisipasi sekolah tingkat SD 95,44 95,9 96,35 80, SMP/MTs 2.1 Jumlah murid usia tahun Jumlah penduduk kelompok usia tahun Angka partisipasi sekolah tingkat SMP/MTs 3 SMA/SMK/MA ,93 108, , Jumlah murid usia tahun Jumlah penduduk kelompok usia tahun Angka partisipasi sekolah tingkat SMA/SMK/MA Sumber : Dinas Pendidikan Kota Langsa, Tahun ,25 63,71 63,36 62,59 67 Penurunan dan kenaikan nilai APS sangat dipengaruhi oleh banyaknya jumlah murid usia sekolah. Namun, naiknya persentase jumlah murid tidak dapat langsung diartikan sebagai semakin meningkatnya partisipasi sekolah. Kenaikan tersebut dapat pula dipengaruhi oleh semakin besarnya jumlah penduduk usia sekolah yang tidak diimbangi dengan II-13

14 penambahan infrastruktur sekolah serta peningkatan akses masuk sekolah sehingga partisipasi sekolah seharusnya tidak berubah atau malah semakin rendah Kesehatan Aspek kesehatan sangat berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia sebagai pelaku pembangunan. Kondisi kesehatan penduduk yang semakin meningkat merupakan salah satu modal bagi keberhasilan pembangunan daerah. Kondisi kesehatan penduduk dapat ditinjau dari dua sisi, yaitu sisi derajat kesehatan dan dari sisi status kesehatan. Derajat kesehatan penduduk dapat diukur melalui angka kematian bayi atau Infant Mortality Rate (IMR) dan Angka Harapan Hidup (Life Expectancy at Birth). Angka kematian bayi di Kota Langsa dalam lima tahun terakhir sangat berfluktuasi, namun secara rata-rata mencapai 23 bayi per tahun. Angka kematian bayi tertinggi terjadi pada tahun 2013 yaitu sebanyak 34 bayi dan terendah terjadi pada tahun 2012 yaitu sebanyak 13 bayi. Tabel 2.5 Jumlah Kelahiran Bayi Hidup dan Jumlah Kematian Bayi di Kota Langsa Tahun Uraian Jumlah Kelahiran Bayi Hidup Jumlah Kematian Bayi (< tahun) Jumlah Balita Gizi Buruk Usia Harapan Hidup ,75 70,93 70,95* Sumber : Dinas Kesehatan Kota Langsa, Tahun 2014 (diolah) *) Angka proyeksi Angka harapan hidup adalah adalah peluang lama hidup atau umur seseorang pada waktu dilahirkan. Angka harapan hidup pada tahun 2013 diproyeksikan mencapai 70,95 tahun dari setiap bayi yang dilahirkan. Meskipun angka ini hanya berbeda tipis dari tahun 2011, Pemerintah Kota Langsa optimis angka harapan hidup di Kota Langsa untuk tahun-tahun yang akan datang akan lebih meningkat lagi. II-14

15 Pertanahan Indikator administrasi pertanahan bertujuan untuk menggambarkan/mengetahui tertib administrasi sebagai kepastian di dalam kepemilikan lahan. Semakin besar persentase luas lahan bersertifikat menggambarkan semakin besar tingkat ketertiban administrasi kepemilikan lahan di suatu daerah. Sistem administrasi pertanahan di Kota Langsa belum sesuai seperti yang diharapkan, untuk itu Pemerintah Kota Langsa melalui instansi terkait saat ini terlibat aktif dalam rangka menata administrasi pertanahan dan bangunan agar sesuai dengan perundangundangan yang berlaku. Terdapat beberapa faktor terhambatnya penataan administrasi pertanahan antara lain kurangnya kesadaran masyarakat dalam mengurus sertifikat tanah Ketenagakerjaan Urusan ketenagakerjaan memiliki aspek multidimensi dan lintas sektoral sehingga peranannya menjadi salah satu aspek yang strategis dalam pembangunan daerah. Masalah ketenagakerjaan terkait dengan usia produktif penduduk yang berada pada usia tahun, dimana jumlah penduduk usia produktif pada tahun 2013 mencapai 65 persen atau sebanyak orang dan sisanya 35 persen atau sebanyak orang tergolong kedalam usia tidak produktif. Sedangkan rasio ketergantungan penduduk usia tidak produktif terhadap penduduk usia produktif adalah sebesar 53 persen. Aspek penting lain mengenai ketenakerjaan adalah masalah Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). Masalah pengangguran merupakan salah satu masalah yang masih memerlukan penyelesaian yang serius dari pemerintah baik pusat maupun daerah. Upaya perwujudan kesejahteraan masyarakat tidak akan tercapai jika masalah ketenagakerjaan belum kondusif guna menunjang jalannya pembangunan khususnya di Kota Langsa. Mengingat kontribusi sektor perdagangan, jasa, dan industri pengolahan relatif besar kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi, Pemerintah Kota Langsa akan melakukan langkah-langkah strategis salah satunya adalah dengan meningkatkan dan mendorong kewiraswastaan II-15

16 serta dengan mengadakan sosialisasi tentang pentingnya usaha mandiri kepada masyarakat Kota Langsa. Gambar 2.8 Tingkat Pengangguran Terbuka Kota Langsa Tahun (persen) ,9* Sumber : BPS Kota Langsa, Tahun 2012 *) Angka proyeksi Perkembangan tingkat pengangguran terbuka di Kota Langsa selama lima tahun terakhir sangat berfluktuatif, tahun 2008 tingkat pengangguran Kota Langsa sebesar 11,28 persen dan meningkat menjadi 14,74 persen pada tahun 2009, peningkatan ini disebabkan oleh meningkatnya jumlah angkatan kerja di Kota Langsa. Di tahun 2010 tingkat pengangguran Kota Langsa turun menjadi 12,95 persen untuk kemudian meningkat kembali pada tahun 2011 menjadi 14,39 persen dan hingga tahun 2012 TPT diproyeksikan turun menjadi 12,90 persen Fokus Seni Budaya Seni dan budaya daerah mempunyai peranan penting dalam pembangunan. Kesadaran akan pentingnya peran seni dan budaya daerah dalam pembangunan muncul di kalangan masyarakat, Pemerintah Kota Langsa, dan pemangku kepentingan lainnya. Hal ini terbukti dengan adanya salah satu misi pembangunan jangka menengah yaitu mewujudkan kualitas dan pemerataan pelayanan pendidikan serta ketahanan budaya daerah. Upaya pelestarian seni dan budaya di Kota Langsa selama ini tetap terus ditingkatkan, hal ini tercermin dari jumlah grup kesenian yang ada di Kota Langsa yang terus mengalami kenaikan. Pada tahun 2010 jumlah grup II-16

17 kesenian sebanyak 52 grup, tahun 2011 meningkat sebanyak tujuh grup menjadi 59 grup kesenian. Hingga tahun 2012, jumlah grup kesenian di Kota Langsa telah mencapai 71 grup. Upaya pelestarian seni dan budaya daerah tetap terus dilaksanakan antara lain dengan melaksanakan: 1. Fasilitasi Penyelenggaraan Festival Budaya Daerah; 2. Pembinaan Serta Pengembangan dan Pelestarian Kesenian, Kebudayaan dan Tradisi Masyarakat; dan 3. Pengawasan, Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan Pelaksanaan Program Pengelolaan Kekayaan Budaya Pemuda dan Olahraga Kebutuhan sarana bagi generasi muda untuk dapat mengaktualisasikan diri secara positif merupakan salah satu kebutuhan yang perlu disediakan oleh pihak Pemerintah Kota Langsa. Banyaknya jumlah organisasi pemuda menggambarkan kapasitas pemerintah daerah dalam memberdayakan masyarakat untuk berperan serta dalam pembangunan dan dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Perkembangan jumlah organisasi kepemudaan di Kota Langsa hingga saat ini belum dapat dikatakan baik, kedepan instansi terkait perlu lebih memperhatikan kondisi kepemudaan mengingat pemuda adalah motor penggerak pembangunan seperti meningkatkan kegiatan peran serta kepemudaan dalam setiap aspek pembangunan. Sementara itu, banyaknya jumlah organisasi olahraga menggambarkan kapasitas pemerintah daerah dalam memberdayakan masyarakat untuk berperan serta dalam pembangunan daerah khususnya dalam menciptakan pelayanan penunjang di bidang olahraga. Hingga tahun 2012, jumlah lapangan olah raga di Kota Langsa berjumlah 303 unit, jumlah yang banyak ini tentu saja tidak mencerminkan setiap cabang olah raga memiliki satu atau lebih lapangan olah raga namun sebagian besar lapangan olah raga adalah lapangan olah raga favorit seperti sepakbola, bola volli, bola basket, tenis, dan bulu tangkis. Di masa akan datang Pemerintah Kota Langsa perlu melakukan berbagai program kegiatan dalam II-17

18 rangka meningkatkan prestasi olah raga seperti dengan melaksanakan program pembinaan dan pemasyarakatan olah raga serta program peningkatan sarana dan prasarana olah raga secara berkelanjutan Aspek Pelayanan Umum Fokus Layanan Urusan Wajib Pendidikan Pendidikan merupakan asset sosial yang strategis dalam upaya meningkatkan sumberdaya manusia dalam pembangunan. Berikut ini diuraikan hasil analisis dari beberapa indikator kinerja di urusan pendidikan Kota Langsa. Tabel 2.6 Angka Putus Sekolah Berdasarkan Jenjang Pendidikan di Kota Langsa Tahun (orang) Angka Putus Sekolah SD/MI SLTP/MTs SLTA/MA/SMK Sumber : Dinas Pendidikan Kota Langsa, Tahun 2014 Perkembangan angka putus sekolah dalam beberapa tahun terakhir mengalami penurunan yang sangat signifikan, pada tahun 2011 di Kota Langsa dari berbagai jenjang pendidikan terdapat siswa/siswi yang putus sekolah yaitu sebanyak 55 orang. Angka ini menurun secara drastis pada tahun 2012 dan berlanjut pada tahun 2013 menjadi nol orang. Perkembangan yang positif ini diyakini disebabkan oleh membaiknya kesadaran pihak keluarga peserta didik akan pentingnya membekali anakanak mereka dengan ilmu pengetahuan, selain itu Pemerintah Kota Langsa dan Pusat juga berperan aktif terhadap peningkatan taraf pendidikan masyarakat baik itu melalui program pendidikan gratis bagi siswa-siswi yang tidak mampu maupun dengan meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pendidikan di Kota Langsa. II-18

19 Rasio ketersediaan sekolah/penduduk usia sekolah Sekolah adalah bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran. Ketersediaan sarana dan prasarana sekolah mulai dari gedung, ruang kelas, peralatan belajar mengajar hingga tenaga pendidik yang baik diyakini akan berdampak kepada peningkatan kualitas peserta didik di kemudian hari. Rasio Ketersediaan Sekolah terhadap penduduk usia sekolah adalah indikator untuk mengukur kemampuan jumlah sekolah dalam menampung penduduk usia pendidikan. Selama kurun waktu rasio ketersediaan sekolah untuk jenjang pendidikan SD/MI di Kota Langsa mengalami peningkatan. Hingga tahun 2013, perbandingan ketersediaan sekolah SD/MI di Kota Langsa adalah 1 : 280. Angka ini menunjukkan bahwa satu sekolah SD/MI di Kota Langsa menampung 280 siswa. Pola yang sama juga terjadi terhadap ketersediaan sekolah terhadap penduduk usia sekolah tingkat SMP/MTs. Hingga tahun 2013, rasio ketersediaan sekolah terhadap siswa sekolah tingkat SMP/MTs adalah 1 : 389. Demikian juga rasio sekolah terhadap penduduk usia sekolah tingkat SMA/SMK/MA dimana hingga akhir tahun 2013 rasio sekolah terhadap penduduk usia sekolah tingkat SMA/SMK/MA adalah 1 : 451. II-19

20 Tabel 2.7 Rasio Ketersediaan Sekolah Kota Langsa Tahun No. Jenjang Pendidikan SD/MI 1.1 Jumlah Gedung Sekolah 1.2 Jumlah Penduduk Kelompok Usia 7-12 tahun Rasio 1 : : : : : SMP/MTs 2.1 Jumlah Gedung Sekolah 2.2 Jumlah Penduduk Kelompok Usia tahun Rasio 1 : : : : : SMA/SMK/MA 3.1 Jumlah Gedung Sekolah 3.2 Jumlah Penduduk kelompok usia tahun Rasio 1 : : : : : 451 Sumber : Dinas Pendidikan Kota Langsa, Tahun 2014 Indikator pendidikan lainnya yang perlu diperhatikan adalah rasio guru terhadap murid. Rasio ini mengindikasikan ketersediaan tenaga pengajar dan juga mengukur jumlah ideal murid untuk satu guru agar tercapai mutu pengajaran. Tabel 2.8 Rasio Guru/Murid Kota Langsa Tahun No. Jenjang Pendidikan SD/MI 1.1 Jumlah Guru Jumlah Murid Rasio 1 : 17 1 : 14 1 : 15 1 : 14 1 : 14 2 SMP/MTs 2.1 Jumlah Guru Jumlah Murid Rasio 1 : 15 1 : 12 1 : 12 1 : 12 1 : 12 II-20

21 No. Jenjang Pendidikan SMA/SMK/MA 3.1 Jumlah Guru Jumlah Murid Rasio 1 : 11 1 : 9 1 : 10 1 : 8 1 : 8 Sumber : Dinas Pendidikan Kota Langsa, Tahun 2014 Rasio ketersediaan guru di Kota Langsa mengalami pasang surut selama tahun untuk seluruh jenjang pendidikan, baik SD/MI, SMP/MTs maupun SMA/MA/SMK. Namun secara keseluruhan, rasio guru terhadap murid untuk seluruh jenjang pendidikan di Kota Langsa dapat dikategorikan sangat baik karena jauh berada di atas standar nasional Kesehatan Jumlah Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) di Kota Langsa pada tahun 2009 sebanyak 103 unit yang tersebar di 66 gampong, jumlah ini meningkat sebanyak 15 unit di tahun 2013 menjadi 118 unit dan semua Posyandu tersebut adalah aktif. Rasio ideal 1 Posyandu untuk melayani Balita, dibandingkan jumlah Balita di Kota Langsa pada tahun 2013 sebanyak jiwa maka 1 unit Posyandu dapat melayani 178 Balita. Idealnya dengan jumlah Balita di Kota Langsa pada tahun 2013 sebanyak maka jumlah Posyandu yang harus ada di Kota Langsa adalah paling sedikit 207 Posyandu. Jumlah Puskesmas di Kota Langsa pada tahun 2013 adalah sebanyak 5 unit yang tersebar di masing-masing 5 kecamatan dan dibantu oleh 8 Puskesmas Pembantu. Selain itu, sarana kesehatan lainnya yang ada di tingkat gampong yang terdiri dari Poskesdes dan Polindes pada tahun 2013 adalah sebanyak 52 unit, jumlah ini meningkat 2 unit dari tahun Jumlah rumah sakit di Kota Langsa baik milik pemerintah maupun swasta adalah sebanyak 4 unit terdiri dari 1 unit milik Pemerintah Kota Langsa dan 3 unit milik swasta. Jumlah Dokter Umum di Kota Langsa berjumlah sebanyak 46 orang dan Dokter Spesialis dari berbagai disiplin ilmu sebanyak 39 orang. Selanjutnya jumlah tenaga medis (perawat dan bidan) di Kota Langsa adalah sebanyak 765 orang. Kecenderungan naik dan turunnya tenaga medis baik dokter, perawat, dan bidan sebagian besar II-21

22 disebabkan oleh mutasi antar wilayah dan ada juga yang telah memasuki masa pensiun. No. Tabel 2.9 Jumlah Sarana dan Prasarana Kesehatan di Kota Langsa Tahun Sarana dan Prasarana Kesehatan Jumlah Posyandu Jumlah Posyandu Aktif 3 Jumlah Puskesmas Jumlah Poliklinik Kesehatan 5 Jumlah Puskesmas Pembantu 6 Jumlah Poskesdes/Polindes 7 Jumlah RS (Pemerintah dan Swasta) 8 Jumlah Dokter Umum Jumlah Dokter Spesialis 10 Jumlah Tenaga Medis (perawat dan bidan) Sumber : Dinas Kesehatan Kota Langsa, 2014 Angka jumlah kematian ibu (AKI) melahirkan di Kota Langsa dalam lima tahun terakhir sangat berfluktuasi, jika pada tahun 2009 jumlah kematian ibu melahirkan sebanyak 3 orang naik pada tahun 2010 dan 2011 menjadi 7 orang. Selanjutnya pada tahun 2012 kembali meningkat sebanyak 1 orang menjadi 8 orang. Memasuki tahun 2013 AKI di Kota Langsa berhasil diturunkan menjadi 1 orang. Perkembangan jumlah bayi yang mendapatkan imunisasi terus mengalami peningkatan, tercatat pada tahun 2009 jumlah bayi yang mendapatkan imunisasi sebanyak bayi meningkat secara signifikan pada akhir tahun 2013 sebanyak bayi. Untuk lebih jelasnya tentang perkembangan indikator kesehatan di Kota Langsa dapat dilihat pada tabel berikut: II-22

23 Tabel 2.10 Perkembangan Indikator Kesehatan di Kota Langsa Tahun No. Indikator Kesehatan Jumlah kematian Ibu (melahirkan) 2 Jumlah Bayi yang Mendapatkan Imunisasi 3 Jumlah Desa/Kelurahan Cakupan UCI (Universal Child Immunization) 4 Jumlah Penderita Baru TBC dan BTA yang Ditemukan 5 Jumlah Perkiraan Baru TBC dan BTA 6 Jumlah Penderita DBD yang ditemukan 7 Jumlah Penderita DBD yang ditangani 8 Jumlah Penderita HIV yang ditemukan 9 Jumlah Penderita HIV yang ditangani 10 Jumlah Kunjungan Pasien Miskin diseluruh Unit Pelayanan Kesehatan Pemerintah Sumber : Dinas Kesehatan Kota Langsa, Pekerjaan Umum Perkembangan jalan berdasarkan kondisi jalan, status jalan, dan jenis permukaan jalan di Kota Langsa mengalami peningkatan ke arah yang lebih baik. Hal ini dibuktikan dari jenis permukaan jalan kota yang telah di aspal meningkat sepanjang 10 km dalam kurun waktu Dampak dari pengaspalan jalan tersebut telah mengurangi kondisi jalan dalam keadaan rusak ringan dan rusak berat di Kota Langsa, kondisi jalan rusak ringan pada status jalan kota menurun dari 20,233 km menjadi 18,114 km di tahun 2012 dan kondisi jalan rusak berat pada status jalan yang sama juga ikut turun dari 14,694 km di tahun 2011 menjadi 11,765 km pada II-23

24 tahun Kondisi perkembangan kondisi jalan di Kota Langsa tahun 2011 sampai tahun 2012 dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel 2.11 Panjang Jalan Menurut Jenis Permukaan, Kondisi, dan Kelas Jalan di Kota Langsa (km) Status Jalan Keadaan Jalan Negara Jalan Jalan Kota Provinsi I Jenis Permukaan 18,4 18,4 14,9 14,9 279,84 293,17 a Diaspal 18,4 18,4 14,9 14,9 219,73 229,39 b Penetrasi Macadam c Kerikil ,303 24,82 d Tanah ,8 38,96 II Kondisi Jalan 18,4 18,4 14,9 14,9 279,84 293,168 a Baik 12,12 12,12 12,4 12,4 226,52 234,142 b Sedang 6,28 6,28 1,4 1,4 18,393 29,147 c Rusak Ringan - - 1,1 1,1 20,233 18,114 d Rusak Berat ,694 11,765 III Kelas Jalan 18,4 18,4 14,9 14,9 279,84 293,17 a Kelas I b Kelas II c Kelas III 18,4 18,4 14,9 14,9 - - d Kelas III-A e Kelas III-B ,84 293,168 f Kelas III-C g Kelas Tidak Terperinci Sumber : BPS Kota Langsa, Tahun Perumahan Perkembangan pelanggan air bersih di Kota Langsa selama empat tahun terakhir mengalami peningkatan baik pelanggan aktif maupun pelanggan non aktif. Pada tahun 2009, jumlah pelanggan air bersih sebanyak pelanggan aktif dan pelanggan tidak aktif. Jumlah ini meningkat pada tahun 2012 menjadi pelanggan aktif dan pelanggan non aktif. Selanjutnya jumlah air yang disalurkan pada tahun II-24

25 2009 adalah sebanyak m3 meningkat menjadi m3 pada tahun Akses air bersih bagi masyarakat Kota Langsa hingga kini masih belum dapat memenuhi standar kelayakan secara sepenuhnya, hal ini terkait dengan terkendalanya distribusi air bersih meliputi persoalan pipanisasi dan kualitas air bersih yang disalurkan. Terkait dengan perkembangan pelanggan dan distribusi pemakaian air bersih PDAM Kota Langsa dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.12 Banyaknya Pelanggan dan Distribusi Pemakaian Air PDAM Kota Langsa Tahun Tahun Air yang disalurkan Pelanggan (m3) Non Aktif Langganan Karyawan Aktif Sumber : BPS Kota Langsa, Tahun 2013 Dalam hal penggunaan listrik, gampong/desa di Kota Langsa pada tahun 2012 sudah teraliri listrik secara keseluruhan. Jumlah pelanggan listrik di Kota Langsa pada tahun 2012 mencapai pelanggan yang tersebar di seluruh kecamatan di Kota Langsa. Untuk memenuhi kebutuhan pasokan listrik bagi pelanggan, Perusahaan Listrik Negara (PLN) cabang Langsa telah menyediakan mesin pembangkit listrik dengan kemampuan yang dihasilkan mencapai kwh yang terletak di Kecamatan Langsa Lama dan Kecamatan Langsa Barat. Dengan keterbatasan produksi listrik yang hasilkan oleh PLN cabang Langsa, PLN mencoba menutup kekurangan kebutuhan listrik tersebut dengan mendatangkannya dari wilayah lain. II-25

26 Tabel 2.13 Jumlah Desa Berlistrik dan Banyaknya Pelanggan dalam Wilayah Kota Langsa Tahun 2012 Kecamatan Jumlah Desa Berlistrik Jumlah Pelanggan Langsa Timur Langsa Lama Langsa Barat Langsa Baro Langsa Kota Jumlah Sumber : BPS Kota Langsa, Tahun Penataan Ruang Penataan ruang di Kota Langsa sepenuhnya mengacu pada RTRW Kota Langsa yang tercantum dalam Qanun Kota Langsa Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Langsa Tahun Tujuan penataan ruang di wilayah Kota Langsa berdasarkan fungsi adalah sebagai berikut: 1. Sebagai dasar untuk memformulasikan kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah Kota Langsa; 2. Memberikan arahan bagi indikasi program utama dalam RTRW Kota Langsa; 3. Sebagai dasar dalam penetapan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kota Langsa. Terdapat beberapa hal yang diatur dalam qanun RTRW tersebut antara lain tentang Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Penetapan Ruang Strategis. Berdasarkan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang luas minimal Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang harus ada pada kawasan permukiman adalah sebesar 30%. Dari luas tersebut 20% diantaranya adalah RTH Publik dan sebesar 10% adalah untuk RTH privat. Ruang terbuka hijau publik adalah RTH yang dimiliki atau dikelola oleh Pemerintah Kota Langsa yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. Sedangkan ruang terbuka hijau privat adalah RTH milik institusi tertentu atau orang perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas antara lain berupa kebun atau halaman rumah/gedung II-26

27 milik masyarakat yang ditanami tumbuhan. Kedepan, Pemerintah Kota Langsa berupaya agar luas RTH dapat disesuaikan dengan peraturan yang berlaku mengingat RTH akan sangat menentukan kualitas lingkungan masyarakat. Selanjutnya mengenai penetapan kawasan strategis Kota Langsa yang diatur dalam RTRW Kota Langsa dapat ditinjau dari beberapa sudut pandang yaitu: a) Kawasan strategis dari sudut pandang kepentingan pertumbuhan ekonomi meliputi: 1. Kawasan strategis dari sudut pandang kepentingan ekonomi yaitu kawasan Pusat Perdagangan dan Jasa (CBD) seluas 253,91 Ha; 2. Kawasan industri Alue raya di Gampong Sungai Lueng Kecamatan Langsa Timur seluas 600,83 Ha; 3. Kawasan industri Buket Rata di Gampong Buket Rata Kecamatan Langsa Timur seluas 300 Ha; 4. Kawasan industri Timbang Langsa di Gampong Timbang Langsa Kecamatan Langsa Baro seluas 50 Ha; 5. Kawasan industri eks. Kopalmas di Gampong Kuala Langsa Kecamatan Langsa Barat seluas 115,52 Ha; 6. Kawasan industri sedang Alue Dua di Gampong Alue Dua Kecamatan Langsa Baro seluas 56,92 Ha; 7. Kawasan industri penyangga di Gampong Sungai Pauh Kecamatan Langsa Barat seluas 56,92 Ha; 8. Pelabuhan Kuala Langsa di Gampong Kuala Langsa Kecamatan Langsa Barat seluas 13,00 Ha. b) Kawasan strategis ditinjau dari sudut pandang kepentingan sosial budaya, meliputi: 1. Kawasan pendidikan di Gampong Meurandeh Kecamatan langsa Lama seluas 223,41 Ha; dan 2. Kawasan kesehatan di Gampong Pondok Kelapa Kecamatan Langsa Baro seluas 15,32 Ha. II-27

28 Perencanaan Pembangunan Salah satu keberhasilan urusan perencanaan pembangunan dapat ditinjau dari ketersediaan dokumen perencanaan. Ketersediaan dokumen perencanaan sangat diperlukan untuk menjamin agar program kegiatan pembangunan yang dilaksanakan di Kota Langsa dapat berjalan sesuai seperti yang direncanakan. Dokumen perencanaan daerah yang ada di Kota Langsa antara lain sebagai berikut: 1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) sebagaimana tertuang dalam Qanun Kota Langsa Nomor 2 Tahun 2013 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kota Langsa Tahun ; 2. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang dituangkan dalam Qanun Kota Langsa Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Langsa Tahun ; 3. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) sebagaimana yang tertuang dalam Qanun Kota Langsa Nomor 3 Tahun 2013 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kota Langsa Tahun ; 4. Rencana Strategis SKPD yang tertuang di dalam Keputusan Walikota Langsa Nomor 188/050.12/2013 tentang Pengesahan Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Kota di Lingkungan Pemerintah Kota Langsa Tahun ; 5. Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Walikota Langsa Nomor 56 Tahun 2013 Tentang Rencana Kerja Pembangunan Kota Langsa Tahun 2014; dan 6. Rencana Kerja SKPD seperti yang tertuang dalam Keputusan Walikota Langsa Nomor 420/050/2013 Tentang Pengesahan Rencana Kerja (Renja) Satuan Kerja Perangkat Kota (SKPK) di Lingkungan Pemerintah Kota Langsa Tahun Perhubungan Sektor transportasi sebagai sektor penunjang pembangunan di bidang perhubungan memiliki peranan yang cukup penting dalam II-28

29 peningkatan mobilitas masyarakat, baik dari segi kepentingan umum maupun pelayanan perdagangan barang dan jasa. Tidak hanya itu saja, transportasi juga merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian. Hal ini tercermin dari semakin meningkatnya kebutuhan akan jasa angkutan bagi mobilitas orang dan barang dari dan keseluruh pelosok daerah. Selain itu transportasi juga berperan sebagai penunjang, pendorong, dan penggerak bagi pertumbuhan daerah yang berpotensi tetapi belum berkembang sebagai upaya peningkatan pemerataan pembangunan. Moda transportasi sehari-hari yang digunakan oleh penduduk Kota Langsa dalam berbagai kepentingan masyarakat baik ekonomi dan sosial terus mengalami peningkatan. Hal ini tercermin dari meningkatnya jumlah kendaraan jenis bus, mikro bus, pick up, truck, dan delivery van dari tahun 2009 hingga tahun Tabel 2.14 Kendaraan di Kota Langsa Banyaknya Kendaraan Bermotor Angkutan Menurut Jenis Jenis Kendaraan Jumlah Angkutan Pedesaan Angkutan Perkotaan Bus, Mikro Bus dan Sejenisnya Pick Up, Truck, Delivery Van, Double Cabin, Dump Truck, Truck Tangki dan Sejenisnya Sumber : BPS Kota Langsa, Tahun 2013 Sebagai kota yang berada tepat di sebelah Selat Malaka, Kota Langsa juga memiliki Pelabuhan Kuala Langsa. Aktivitas Pelabuhan Kuala Langsa selama ini meliputi bongkar muat kapal dari berbagai jenis pelayaran baik antar samudera, nusantara dan pelayaran lokal. Dari ketiga jenis pelayaran tersebut, aktivitas bongkar muat kapal di Pelabuhan Kuala Langsa dari jenis pelayaran nusantara masih mendominasi dibandingkan dengan pelayaran samudera dan lokal. Selain aktivitas bongkar muat barang, Pelabuhan Kuala Langsa juga melayani pelayaran ferry Langsa Penang yang dijadwalkan pada hari-hari tertentu. Kedepan, seluruh aktivitas kepelabuhanan di Kota Langsa diharapkan agar mendapat dukungan oleh II-29

30 pemerintah di tingkat pusat maupun propinsi baik dari segi infrastruktur maupun regulasi tentang kewenangan Pelabuhan Kuala Langsa. Tabel 2.15 Lalu Lintas Barang Dirinci Menurut Jenis Pelayaran di Pelabuhan Kuala Langsa Tahun Jenis Pelayaran Tahun Samudera Nusantara Lokal Bongkar Muat Bongkar Muat Bongkar Muat Sumber : BPS Kota Langsa, Tahun Lingkungan Hidup Terdapat beberapa permasalahan dalam urusan lingkungan hidup antara lain permasalahan tentang sampah. Pengelolaan sampah membutuhkan perhatian khusus, hal ini dikarenakan kegagalan dalam pengelolaan sampah berimbas pada menurunnya kualitas kesehatan warga masyarakat, merusak estetika kota, dan dalam jangka panjang dapat mempengaruhi arus investor ke daerah. Selain itu, pengelolaan sampah yang tidak baik akan meningkatkan polusi sampah dan akan berdampak buruk terhadap kesehatan. Pembuangan sampah yang selama ini banyak dilakukan oleh masyarakat adalah dengan menumpuk di tempat penampungan sementara yang telah disediakan dan selanjutnya tim kebersihan Kota Langsa akan mengambil secara rutin berdasarkan waktuwaktu yang telah ditentukan. Bagi sebagian masyarakat yang berada jauh dari tempat pembuangan sementara, penanganan sampah biasanya dilakukan dengan cara membakar. Tabel 2.16 Kondisi Penanganan Masalah Lingkungan Hidup di Kota Langsa Tahun No. URAIAN Jumlah Daya Tampung TPS Volume Sampah yang Tertangani Volume Produksi Sampah Jumlah Sarana dan Pengangkutan Sampah Sumber : BLHKP Kota Langsa, 2014 II-30

31 Jumlah daya tampung Tempat Pembuangan Sementara (TPS) selama tiga tahun berturut-turut terus mengalami peningkatan. Tercatat hingga akhir tahun 2013 jumlah daya tampung TPS mencapai m3 dengan volume sampah yang tertangani sebesar m3. Selisih antara keduanya mengartikan bahwa petugas kebersihan Kota Langsa selain menangani sampah-sampah yang berada di TPS juga menangani sampahsampah yang berada diluar TPS. Selain itu, seiiring dengan meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat Kota Langsa telah ikut juga meningkatkan tingkat konsumsi penduduk. Hal ini dapat dibuktikan dari jumlah volume produksi sampah masyarakat yang terus mengalami peningkatan selama beberapa tahun terakhir. Untuk menanganinya, Pemerintah Kota Langsa telah menyediakan sarana pengangkutan sampah dalam rangka memindahkan sampahsampah yang berada dilingkungan masyarakat maupun di TPS sepanjang jalan-jalan utama ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kependudukan dan Catatan Sipil Permasalahan utama urusan kependudukan dan catatan sipil adalah masalah administrasi kependudukan. Administrasi kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dan penertiban dalam penertiban dokumen dan data kependudukan melalui pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, pengelolaan informasi penduduk serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik & pembangunan sektor lain. Salah satu tujuan utama dari administrasi kependudukan adalah tersedianya dokumen kependudukan yaitu sebagai dokumen resmi yang diterbitkan oleh instansi pelaksana yang mempunyai kekuatan hukum sebagai alat bukti autentik yang dihasilkan dari pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil. II-31

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I-3 1.3 Hubungan Antar Dokumen... I-4

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA PALU DT - TAHUN

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA PALU DT - TAHUN DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Luas Wilayah Kota Palu Menurut Kecamatan Tahun 2015.. II-2 Tabel 2.2 Banyaknya Kelurahan Menurut Kecamatan, Ibu Kota Kecamatan Dan Jarak Ibu Kota Kecamatan Dengan Ibu Kota Palu Tahun

Lebih terperinci

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH Penetapan indikator kinerja atau ukuran kinerja akan digunakan untuk mengukur kinerja atau keberhasilan organisasi. Pengukuran kinerja organisasi akan dapat dilakukan

Lebih terperinci

RPJMD Kabupaten Agam tahun IX - 1

RPJMD Kabupaten Agam tahun IX - 1 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) NO BIDANG URUSAN/INDIKATOR ASPEK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Fokus Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi 1 Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan Daerah,

Lebih terperinci

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran apa yang ingin dicapai Kota Surabaya pada akhir periode kepemimpinan walikota dan wakil walikota terpilih, yaitu: V.1

Lebih terperinci

RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4

RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4 RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4 RPJMD KOTA LUBUKLINGGAU 2008-2013 VISI Terwujudnya Kota Lubuklinggau Sebagai Pusat Perdagangan, Industri, Jasa dan Pendidikan Melalui Kebersamaan Menuju Masyarakat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR GRAFIK... xiii BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-5

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH... II Aspek Geografi Dan Demografi... II-2

DAFTAR ISI. BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH... II Aspek Geografi Dan Demografi... II-2 DAFTAR ISI DAFTAR ISI Hal DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xix BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-4 1.3. Hubungan Antar Dokumen RPJMD

Lebih terperinci

REVISI PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015

REVISI PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 REVISI PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintah yang efektif, transparan, akuntabel dan berorientasi pada hasil, yang bertanda tangan di bawah ini : Nama Jabatan : Tgk.

Lebih terperinci

Rencana Kerja P emerintah Daerah Kabupaten Barru Tahun 2015 DAFTAR ISI

Rencana Kerja P emerintah Daerah Kabupaten Barru Tahun 2015 DAFTAR ISI Rencana Kerja P emerintah Daerah Kabupaten Barru Tahun 2015 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... 3 1.3 Hubungan Antar Dokumen Perencanaan... 5 1.4 Sistematika

Lebih terperinci

BAGIAN ORGANISASI DAN KEPEGAWAIAN SETDA KOTA LANGSA

BAGIAN ORGANISASI DAN KEPEGAWAIAN SETDA KOTA LANGSA BAGIAN ORGANISASI DAN KEPEGAWAIAN SETDA KOTA LANGSA PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintah yang efektif, transparan, akuntabel dan berorientasi pada hasil, yang bertanda

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR ISI. PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vii DAFTAR ISI PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vii BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... 2 1.3. Hubungan Antar Dokumen...

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH DAN ISU STRATEGIS... II-1

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH DAN ISU STRATEGIS... II-1 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1 LATAR BELAKANG... I-1 2.1 MAKSUD DAN TUJUAN... I-2 1.2.1 MAKSUD... I-2 1.2.2 TUJUAN... I-2 1.3 LANDASAN PENYUSUNAN...

Lebih terperinci

Pertemuan Konsultasi dengan Tim Pengarah

Pertemuan Konsultasi dengan Tim Pengarah Pertemuan Konsultasi dengan Tim Pengarah Pertemuan konsultasi ini mengkonsultasikan perumusan visi dan misi, tujuan dan sasaran, penetapan sistem dan zona sanitasi, serta penetapan layanan, termasuk rumusan

Lebih terperinci

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH Penetapan indikator kinerja Kabupaten Parigi Moutong bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai ukuran keberhasilan pencapaian visi dan misi Bupati dan Wakil

Lebih terperinci

TABEL 9-1 Indikator Kinerja Kabupaten Nagan Raya Tahun

TABEL 9-1 Indikator Kinerja Kabupaten Nagan Raya Tahun TABEL 9-1 Indikator Kinerja Kabupaten Nagan Raya Tahun 2012-2017 NO ASPEK/FOKUS/BIDANG URUSAN/ INDIKATOR KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SATUAN 2013 2014 2015 2016 2017 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)

Lebih terperinci

Jumlah Siswa pada jenjang TK/RA/Penitipan Anak = x 100 % Jumlah anak usia 4-6 tahun =

Jumlah Siswa pada jenjang TK/RA/Penitipan Anak = x 100 % Jumlah anak usia 4-6 tahun = TATARAN PELAKSANA KEBIJAKAN ASPEK TINGKAT PENYELENGGARAAN URUSAN WAJIB DAN URUSAN PILIHAN DALAM RANGKA EKPPD TERHADAP LPPD TAHUN 2013 KABUPATEN : BANGGAI KEPULAUAN IKK RUMUS/PERSAMAAN KETERANGAN URUSAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT i DAFTAR ISI PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL i ii viii BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Dasar Hukum 3 1.3 Hubungan Antar Dokumen 4 1.4 Sistimatika Dokumen

Lebih terperinci

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH BAB IX PENETAPAN INDIKATOR DAERAH Penetapan indikator kinerja daerah bertujuan untuk memberi gambaran tentang ukuran keberhasilan pencapaian visi dan misi kepala daerah dari sisi keberhasilan penyelenggaraan

Lebih terperinci

Lampiran Peraturan Bupati Tanah Datar Nomor : 18 Tahun 2015 Tanggal : 18 Mei 2015 Tentang : Rencana Kerja Pembangunan Daerah Tahun 2016 DAFTAR ISI

Lampiran Peraturan Bupati Tanah Datar Nomor : 18 Tahun 2015 Tanggal : 18 Mei 2015 Tentang : Rencana Kerja Pembangunan Daerah Tahun 2016 DAFTAR ISI Lampiran Peraturan Bupati Tanah Datar Nomor : 18 Tahun 2015 Tanggal : 18 Mei 2015 Tentang : Rencana Kerja Pembangunan Daerah Tahun 2016 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR GRAFIK DAFTAR ISI i

Lebih terperinci

BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN

BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN Prioritas dan sasaran merupakan penetapan target atau hasil yang diharapkan dari program dan kegiatan yang direncanakan, terintegrasi, dan konsisten terhadap pencapaian

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 44 Keterbatasan Kajian Penelitian PKL di suatu perkotaan sangat kompleks karena melibatkan banyak stakeholder, membutuhkan banyak biaya, waktu dan tenaga. Dengan demikian, penelitian ini memiliki beberapa

Lebih terperinci

Daftar Isi DAFTAR ISI... I DAFTAR GAMBAR... IIII DAFTAR TABEL... IV

Daftar Isi DAFTAR ISI... I DAFTAR GAMBAR... IIII DAFTAR TABEL... IV Daftar Isi DAFTAR ISI... I DAFTAR GAMBAR... IIII DAFTAR TABEL... IV BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1. LATAR BELAKANG... I-1 1.2. DASAR HUKUM PENYUSUNAN... I-3 1.3. HUBUNGAN ANTAR DOKUMEN... I-5 1.4. SISTEMATIKA

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM 4.1 Pertumbuhan Ekonomi

4. GAMBARAN UMUM 4.1 Pertumbuhan Ekonomi 4. GAMBARAN UMUM 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan dasar pengukuran atas nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha yang timbul akibat adanya

Lebih terperinci

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH Penetapan indikator kinerja atau ukuran kinerja akan digunakan untuk mengukur kinerja atau keberhasilan organisasi. Pengukuran kinerja organisasi akan dapat dilakukan

Lebih terperinci

Tabel 9.1. Tabel Penetapan Indikator Kinerja Daerah Terhadap Capaian Kinerja Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Kabupaten Landak

Tabel 9.1. Tabel Penetapan Indikator Kinerja Daerah Terhadap Capaian Kinerja Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Kabupaten Landak k G 1 Pi ( Qi 1) i 1 Tabel 9.1. Tabel Penetapan Indikator Kinerja Daerah Terhadap Capaian Kinerja Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Kabupaten Landak NO BIDANG URUSAN/INDIKATOR KONDISI KINERJA PADA AWAL

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i iv ix BAB I PENDAHULUAN... I - 1 I.1 Latar Belakang... I - 1 I.2 Dasar Hukum Penyusunan... I - 3 I.3 Hubungan Antar Dokumen... I - 7 I.4 Sistematika

Lebih terperinci

Daftar Isi. Kata Pengantar. Daftar Tabel Daftar Gambar

Daftar Isi. Kata Pengantar. Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Isi Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar i ii iii xxi Bab I PENDAHULUAN I-1 1.1 Latar Belakang I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan I-3 1.3 Hubungan Antar Dokumen I-6 1.4 Maksud dan Tujuan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang ada di pulau Jawa, letaknya diapit oleh dua provinsi besar

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017 GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, yang bertanda tangan di bawah

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI ORGANISASI

BAB II DESKRIPSI ORGANISASI BAB II DESKRIPSI ORGANISASI 2.1. Sejarah Organisasi Kota Serang terbentuk dan menjadi salah satu Kota di Propinsi Banten berdasarkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2007 yang diundangkan pada tanggal 10 bulan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR TIM PENYUSUN BAPPEDA KOTA BATU

KATA PENGANTAR TIM PENYUSUN BAPPEDA KOTA BATU KATA PENGANTAR Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Kota Batu tahun 2015 merupakan pemfokusan rencana pembangunan yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Batu pada tahun 2015. Pemfokusan berpedoman

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

Tabel 9.1 Penetapan Indikator Kinerja Daerah terhadap Capaian Kinerja Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Kabupaten Kuningan

Tabel 9.1 Penetapan Indikator Kinerja Daerah terhadap Capaian Kinerja Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Kabupaten Kuningan Tabel 9.1 Penetapan Indikator Kinerja Daerah terhadap Capaian Kinerja Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Kabupaten Kuningan NO 2018 A ASPEK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT 1 PDRB per Kapita (juta rupiah) - PDRB

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur 57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara

Lebih terperinci

Halaman DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN

Halaman DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN 1. DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN i ii iii vi BAB I PENDAHULUAN I-1 1.1. Latar Belakang I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan I-3 1.3. Maksud dan Tujuan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... Halaman PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2016-2021... 1 BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT 1.1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) beserta Komponennya Angka Partisipasi Kasar (APK) SLTP meningkat di tahun 2013 sebesar 1.30 persen dibandingkan pada tahun

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN Lampiran I Peraturan Bupati Pekalongan Nomor : 17 Tahun 2015 Tanggal : 29 Mei 2015 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN... 9

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN... 9 i DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Dasar Hukum...... 2 1.3. Hubungan Antar Dokumen... 5 1.4. Sistematika Dokumen RKPD... 5 1.5. Maksud dan Tujuan... 7 Hal BAB II EVALUASI

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH Untuk mengukur tingkat keberhasilan atau pencapaian visi dan misi walikota dan wakil walikota pada akhir periode masa jabatan, maka ditetapkanlah beberapa indikator

Lebih terperinci

TATARAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN ASPEK TINGKAT CAPAIAN KINERJA PENYELENGGARAAN URUSAN WAJIB DAN URUSAN PILIHAN

TATARAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN ASPEK TINGKAT CAPAIAN KINERJA PENYELENGGARAAN URUSAN WAJIB DAN URUSAN PILIHAN TATARAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN ASPEK TINGKAT PENYELENGGARAAN URUSAN WAJIB DAN URUSAN PILIHAN NO URUSAN INDIKATOR KINERJA KUNCI URUSAN WAJIB 1 Pendidikan Pendidikan Luar Biasa (PLB) jenjang SD/MI 1. Jumlah

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA 6 BAB II PERENCANAAN KINERJA Laporan Kinerja Kabupaten Purbalingga Tahun mengacu pada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk

Lebih terperinci

Tabel 2.6 Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Tahun Atas Dasar Harga Konstan Kabupaten Aceh Tamiang

Tabel 2.6 Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Tahun Atas Dasar Harga Konstan Kabupaten Aceh Tamiang 2.1. ASPEK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT 2.1.1. Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi 2.2.1.1. Pertumbuhan PDRB Perekonomian Kabupaten Aceh Tamiang beberapa tahun terakhir menunjukkan pertumbuhan yang cukup

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua Provinsi Papua terletak antara 2 25-9 Lintang Selatan dan 130-141 Bujur Timur. Provinsi Papua yang memiliki luas

Lebih terperinci

RPJMD KABUPATEN LINGGA DAFTAR ISI. Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar

RPJMD KABUPATEN LINGGA DAFTAR ISI. Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar i ii vii Bab I PENDAHULUAN I-1 1.1 Latar Belakang I-1 1.2 Dasar Hukum I-2 1.3 Hubungan Antar Dokumen 1-4 1.4 Sistematika Penulisan 1-6 1.5 Maksud dan Tujuan 1-7 Bab

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah 5.1. Kondisi Geografis BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT Propinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 o 50 ' - 7 o 50 ' Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 Visi Visi merupakan cara pandang ke depan tentang kemana Pemerintah Kabupaten Belitung akan dibawa, diarahkan dan apa yang diinginkan untuk dicapai dalam kurun

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI DAFTAR ISI...... i DAFTAR TABEL...... iii DAFTAR GAMBAR...... viii BAB I PENDAHULUAN... 2 1.1 Latar Belakang... 3 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... 5 1.3 Hubungann antara Dokumen RPJMD dengan Dokumen

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2015

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2015 RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2015 Oleh: BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KABUPATEN MALANG Malang, 30 Mei 2014 Pendahuluan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I-2 1.3 Hubungan RPJMD dengan Dokumen Perencanaan Lain... I-4 1.4 Sistematika Penulisan... I-5

Lebih terperinci

Lampiran Perjanjian Kinerja Tahun 2015 PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN GOWA

Lampiran Perjanjian Kinerja Tahun 2015 PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN GOWA Lampiran Perjanjian Kinerja Tahun 2015 PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN GOWA NO INDIKATOR SASARAN INDIKATOR KINERJA TARGET SATUAN BESARAN Misi 1 : Meningkatnya kualitas sumber daya manusia dengan berbasis pada

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terdiri dari pulau-pulau yang memiliki penduduk yang beraneka ragam, dengan latar

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 KABUPATEN BONE BOLANGO NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 KABUPATEN BONE BOLANGO NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 KABUPATEN BONE BOLANGO NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET 1. Optimalisasi peran dan fungsi Persentase produk hukum kelembagaan pemerintah daerah daerah ditindaklanjuti

Lebih terperinci

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah 2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation antara kinerja pembangunan yang dicapai saat inidengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai

Lebih terperinci

3. TINGKAT CAPAIAN KINERJA PENYELENGGARAAN URUSAN WAJIB DAN URUSAN PILIHAN (IKK II.3)

3. TINGKAT CAPAIAN KINERJA PENYELENGGARAAN URUSAN WAJIB DAN URUSAN PILIHAN (IKK II.3) 3. TINGKAT CAPAIAN KINERJA PENYELENGGARAAN URUSAN WAJIB DAN URUSAN PILIHAN (IKK II.3) URUSAN WAJIB 1. Urusan Pendidikan Capaian kinerja penyelenggaraan Urusan Pendidikan diukur dari 14 (empat belas) Indikator

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

Dalam rangka. akuntabel serta. Nama. Jabatan BARAT. lampiran. perjanjiann. ini, tanggungg. jawab kami. Pontianak, Maret 2016 P O N T I A N A K

Dalam rangka. akuntabel serta. Nama. Jabatan BARAT. lampiran. perjanjiann. ini, tanggungg. jawab kami. Pontianak, Maret 2016 P O N T I A N A K GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERJANJIANN KINERJA TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahann yang efektif, transparan dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, yang bertanda tangan di bawah

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 KATA PENGANTAR

KATA PENGANTAR RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) merupakan dokumen perencanaan daerah yang menjadi acuann untuk pembangunan selama periode satu tahun dan Pemerintah daerah memiliki

Lebih terperinci

Walikota dan Wakil Walikota Samarinda. Periode

Walikota dan Wakil Walikota Samarinda. Periode VISI, MISI dan AGENDA PRIORITAS Walikota dan Wakil Walikota Samarinda Periode 2016-2021 1 INDIKATOR MAKRO KOTA SAMARINDA TARGET TAHAP 3 RPJPD KOTA SAMARINDA 2005-2025 PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGIS KOTA

Lebih terperinci

Daftar Tabel Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD ) Kab. Jeneponto Tahun 2016

Daftar Tabel Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD ) Kab. Jeneponto Tahun 2016 Daftar Tabel Tabel 2.1 Luas Wialayah menurut Kecamatan di Kabupaten Jeneponto... II-2 Tabel 2.2 Daerah Aliran Sungai (DAS) di Wilayah Kabupaten Jeneponto berdasarkan BPS... II-5 Tabel 2.3 Daerah Aliran

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i vii xii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I-2 1.3 Hubungan Antar Dokumen... I-4 1.3.1 Hubungan RPJMD

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015 Lampiran I Peraturan Bupati Pekalongan Nomor : 15 Tahun 2014 Tanggal : 30 Mei 2014 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dokumen perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.1.1 Dasar Hukum... 1 1.1.2 Gambaran Umum Singkat... 1 1.1.3 Alasan Kegiatan Dilaksanakan... 3 1.2 Maksud dan Tujuan... 3 1.2.1 Maksud Studi...

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA LANGSA

INDIKATOR KINERJA UTAMA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA LANGSA INDIKATOR KINERJA UTAMA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA LANGSA LAMPIRAN : PERATURAN WALIKOTA LANGSA NOMOR 6 TAHUN 2015 TANGGAL 3 MARET 2015 12 JUMADIL AWAL 1436 TENTANG PENETAPAN INDIKATOR KIN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1 Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2011 dan Perkiraan Tahun 2012 Kerangka Ekonomi Daerah dan Pembiayaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kota Mungkid, 25 Maret a.n. BUPATI MAGELANG WAKIL BUPATI MAGELANG H.M. ZAENAL ARIFIN, SH.

KATA PENGANTAR. Kota Mungkid, 25 Maret a.n. BUPATI MAGELANG WAKIL BUPATI MAGELANG H.M. ZAENAL ARIFIN, SH. KATA PENGANTAR Syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayahnya, sehingga Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Kabupaten Magelang Tahun 2014 dapat diselesaikan tepat waktu. Laporan

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS TAHUN 2015

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS TAHUN 2015 BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS TAHUN 2015 Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Kabupaten Pekalongan Tahun 2015 merupakan tahun keempat pelaksanaan RPJMD Kabupaten Pekalongan tahun 2011-2016.

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 0 50 7 0 50 Lintang Selatan dan 104 0 48 108 0 48 Bujur Timur, dengan batas-batas

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. Tabel 2.1 Wilayah Sungai Tamiang Langsa II-7. Jumlah Curah Hujan Rata-rata Bulanan (mm) Arah dan Kecepatan Angin Rata-rata (knots)

DAFTAR TABEL. Tabel 2.1 Wilayah Sungai Tamiang Langsa II-7. Jumlah Curah Hujan Rata-rata Bulanan (mm) Arah dan Kecepatan Angin Rata-rata (knots) DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Wilayah Sungai Tamiang Langsa II-7 Tabel 2.2 Tabel 2.3 Tabel 2.4 Tabel 2.5 Jumlah Curah Hujan Rata-rata Bulanan (mm) Tahun 2002-2011 Arah dan Kecepatan Angin Rata-rata (knots)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi menunjukkan proses pembangunan yang terjadi di suatu daerah. Pengukuran pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat dilihat pada besaran Pendapatan Domestik

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

BAB VII P E N U T U P

BAB VII P E N U T U P BAB VII P E N U T U P Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Bupati Akhir Tahun 2012 diharapkan dapat memberikan gambaran tentang berbagai capaian kinerja, baik makro maupun mikro dalam penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB IV PRIORITAS PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2011

BAB IV PRIORITAS PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2011 BAB IV PRIORITAS PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2011 4.1. Prioritas dan Sasaran Pembangunan Daerah Berdasarkan kondisi dan fenomena yang terjadi di Kabupaten Lebak serta isu strategis, maka ditetapkan prioritas

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA PAGAR ALAM TAHUN 2018

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA PAGAR ALAM TAHUN 2018 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA PAGAR ALAM TAHUN 2018 PEMERINTAH KOTA PAGAR ALAM TAHUN 2017 KATA PENGANTAR Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kota Pagar Alam Tahun 2018 disusun dengan mengacu

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 PENETAPAN KINERJA TAHUN 2014 PEMERINTAH KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT

LAMPIRAN 1 PENETAPAN KINERJA TAHUN 2014 PEMERINTAH KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT LAMPIRAN 1 PENETAPAN KINERJA TAHUN 2014 PEMERINTAH KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT Sasaran Indikator Kinerja Utama Satuan TARGET PROGRAM PEMBANGUNAN ANGGARAN Meningkatnya Ketahanan Ekonomi Keluarga Terwujudnya

Lebih terperinci

TARGET DAN REALISASI INDIKATOR RPJMD PROVINSI DIY TAHUN

TARGET DAN REALISASI INDIKATOR RPJMD PROVINSI DIY TAHUN TARGET DAN REALISASI INDIKATOR RPJMD PROVINSI DIY TAHUN 2009-2013 Indikator MISI 1 1. Angka Melek Huruf Persen 94,90 96,98 98,93 100,00 100,00 98,10 98,18 98,18 2. Angka Rata-rata Lama Sekolah Tahun 12,20

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH A. Kondisi Geografi dan Iklim Kota Madiun Gambar 4.1. Peta Wilayah Kota Madiun Kota Madiun berada di antara 7 o -8 o Lintang Selatan dan 111 o -112 o Bujur Timur. Kota Madiun

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan beberapa alat analisis, yaitu analisis Location Quetiont (LQ), analisis MRP serta Indeks Komposit. Kemudian untuk

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Administrasi Kabupaten Majalengka GAMBAR 4.1. Peta Kabupaten Majalengka Kota angin dikenal sebagai julukan dari Kabupaten Majalengka, secara geografis terletak

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT,

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT, GUBERNUR KALIMANTAN BARAT KEPUTUSAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT NOMOR : 678/ OR / 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT NOMOR 396/OR/2014 TENTANG PENETAPAN INDIKATOR KINERJA UTAMA

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT)

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) BAB V PEMBAHASAN Pembahasan ini berisi penjelasan mengenai hasil analisis yang dilihat posisinya berdasarkan teori dan perencanaan yang ada. Penelitian ini dibahas berdasarkan perkembangan wilayah Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang tahun 2005 2025 merupakan kelanjutan perencanaan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mempercepat capaian tujuan pembangunan sebagaimana

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA SEMARANG TAHUN

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA SEMARANG TAHUN PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA SEMARANG TAHUN 2010 2015 PEMERINTAH KOTA SEMARANG TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

Lebih terperinci