BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Kesehatan Dunia/World Health Organization

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Kesehatan Dunia/World Health Organization"

Transkripsi

1 19 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Kesehatan pada Lansia Definisi Sehat Menurut Badan Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO), sehat adalah keadaan sejahtera baik secara fisik, mental, dan sosial bukan hanya sekedar tidak adanya penyakit maupun cacat. a. Sehat Jasmani Sehat j asmani a dalah kom ponen ut ama d alam m akna s ehat sepenuhnya, b erbentuk sosok m anusia yang b erpenampilan kul it bersih, m ata be rcahaya, rambut t ersisir r api, ke nakan pa kaian r api, berotot, tak gemuk, nafas tak bau, selera makan baik, tidur nyenyak, gesit serta semua manfaat fisiologi badan jalan normal. b. Sehat Mental Sehat Mental serta sehat jasmani senantiasa dikaitkan keduanya dalam pe patah kuno M en S ana In C orpore S ano yang be rarti J iwa yang s ehat ad a d idalam badan yang s ehat. A tribut s eseorang i nsan yang mempunyai mental yang sehat yaitu seperti berikut : Senantiasa merasa senang dengan apa yang ada pada dianya, tak sempat m enyesal s erta k asihan p ada d irinya s endiri, s enantiasa senang, e njoy s erta m engasyikkan da n t ak a da s inyal t anda konf lik kejiwaan. 19

2 20 Bisa b ergaul d engan b aik serta b isa te rima kritik d an ta k gampang tersinggung serta geram, senantiasa pengertian serta toleransi pada keperluan emosi orang lain. Bisa mengontrol diri serta tak gampang emosi dan tak gampang takut, c emburu, t idak suka da n ha dapi s erta bi sa m erampungkan persoalan dengan cara cerdik serta bijaksana. c. Kesejahteraan Sosial Batasan k esejahteraan s osial yang ad a d i t iap-tiap ar ea at au negara s usah di ukur serta be nar-benar be rgantung pa da kul tur, kebudayaan s erta t ingkat ke makmuran p enduduk s etempat. D alam makna yang l ebih ha kiki, ke sejahteraan s osial yaitu s ituasi ke hidupan berbentuk perasaan aman damai serta sejahtera, cukup pangan, sandang serta pa pan. Dalam ke hidupan pe nduduk yang s ejahtera, pe nduduk hidup t eratur s erta s enantiasa m enghormati ke butuhan or ang l ain d an penduduk umum. d. Sehat Spiritual Spiritual a dalah kom ponen pe nambahan pa da pe ngertian s ehat oleh WHO serta mempunyai makna utama dalam kehidupan keseharian penduduk. T iap-tiap i ndividu but uh m emperoleh pe ndidikan r esmi ataupun informal, peluang untuk liburan, mendengar alunan lagu serta musik, s iraman r ohani s eperti c eramah agama s erta yang l ain s upaya berlangsung k eseimbangan j iwa yang d inamis s erta t ak m onoton 20

3 21 Sedangkan m enurut K amus B esar B ahasa Indonesia, s ehat adalah keadaan seluruh badan serta bagian badan yang terbebas dari sakit. Menurut UU Kesehatan No 23 tahun 1992, sehat adalah keadaan kesejahteraan d ari b adan, j iwa d an s osial yang memungkinkan s etiap orang hi dup pr oduktif s ecara e konomi da n s osial. D ari ke tiga de finisi diatas d apat di simpulkan ba hwa de finisi s ehat adalah s uatu ke adaan fisik, m ental, da n s osial yang t erbebas d ari s uatu pe nyakit s ehingga seseorang dapat melakukan aktivitas nya secara optimal Definisi Lansia Usia l anjut at au l anjut usia ad alah s eseorang yang berusia 60 tahun a tau l ebih, yang s ecara fisik t erlihat b erbeda de ngan ke lompok umur l ainnya ( Depkes RI, 2003). Menurut W HO l ansia m erupakan seseorang yang b erusia 65 t ahun ke atas unt uk Amerika Serikat d an Eropa B arat. N egara A sia, l ansia ad alah s eseorang yang b erusia 6 0 tahun ke atas. Lansia s ebagai t ahap a khir s iklus ke hidupan m erupakan tahap pe rkembangan no rmal yang akan di alami ol eh s etiap i ndividu yang m encapai us ia l anjut da n m erupakan ke nyataan yang t idak da pt dihindari. Dikatakan lansia t ergantung dari konteks kebutuhan yang tidak dipisah-pisahkan. Konteks kebutuhan itu dihubungkan secara biologis, sosial dan ekonomi dan dikatakan usia lanjut dimulai paling tidak saat puber da n p rosesnya b erlangsung s ampai ke hidupan de wasa ( Depkes 21

4 22 RI, 2000). Durmin dalam Arisman, 2007 m embagi dua kategori lansia yaitu young elderly (67-74 tahun) dan older elderly (75 tahun). Adapun ba tasan pe nduduk l ansia da pat di lihat da ri be rbagai aspek yaitu aspek biologi, ekonomi, sosial dan batasan umur, yaitu: a. Aspek Biologi Aspek bi ologi pa da pe nduduk l ansia a dalah pe nduduk yang t elah menjalani proses menua atau penuan. Proses penuan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahap-tahap menurunnya berbagai fungsi organ tubuh yang ditandai dengan semakin rentannya tubuh terhadap s erangan b erbagai m acam p enyakit yang d apat s ampai fatal h ingga k ematian s eperti p ada s istem k ardiovaskuler, pembuluh da rah, pe ncernaan, p ernafasan, endokrin da n l ain sebagainya (Hawari, 2007). Adapun pe rubahan f isiologis yang t ampak p ada l ansia adalah kekuatan fisik berkurang, merasa cepat capek dan stamina berkurang, b adan yang s emula t egap m enjadi bong kok, kul it menjadi keriput dan mengerut, pertumbuhan berkurang dan rambut tampak memutih, gigi mulai rontok, terjadi perubahan pada mata, berkurangnya pe ndengaran, da ya c ium da n m elemahnya i ndra perasa serta terjadinya pengapuran pada tulang (Bustan, 2000). b. Aspek Ekonomi Penduduk lansia dianggap sebagai beban daripada potensi sumber daya bagi pembangunan. Lansia dianggap adalah warga yang tidak 22

5 23 produktif dan perlu ditopang oleh generasi muda. Bagi lansia yang masih bekerja, produktifitasnya sudah menurun dan pendapatannya lebih rendah dibandingkan pekerja usia produktif. Akan tetapi tidak semua penduduk termasuk da lam kelompok umur lansia memiliki kualitas dan produktifitas rendah (Notoatmodjo, 2011). c. Aspek Sosial Pada m asyarakat t radisional A sia s eperti Indonesia, pe nduduk lansia me miliki s trata yang tin ggi, d engan k ata la in k elas s osial lansia terbilang tinggi karna harus dihormati oleh masyarakat yang usianya l ebih m uda ( Notoadmodjo, 2011), s edangkan di negara Barat, pe nduduk l ansia m enduduki s trata s osial di bawah ka um muda. J adi p erlu adanya p ersiapan yang b agi l ansia d alam menghadapi p erubahan s tatus s osial l ansia t ersebut k arena membawa akibat bagi yang bersangkutan. Aspek sosial tidak dapat diabaikan da n s ebaiknya l ansia m engetahui s edini m ungkin sehingga d apat m empersiapkan di ri s ebaik m ungkin ( Depkes R I, 2000). d. Aspek Umur Pendekatan um ur atau usia a dalah yang pa ling m emungkinkan untuk m endefinisikan penduduk l ansia. Berdasarkan unda ng- undang no 13 t ahun 1998 ba tasan us ia l anjut adalah 60 t ahun. Namun b erdasarkan p endapat p ara ahli d alam p rogram k esehatan 23

6 24 lansia, Kementrian Kesehatan m embuat p engelompokan s eperti dibawah ini: 1. Kelompok pertengahan umur Merupakan masa persiapan lansia yang menampakan perkasaan fisik d an k ematangan j iwa ( t ahun) bi asa di sebut m asa virilitas. 2. Kelompok lansia dini Masa pr asenium, yaitu kelompok us ia yang m emasuki l ansia (55-64 tahun). 3. Kelompok lansia Masa senium (65 tahun ke atas) 4. Kelompok lansia dengan resiko tinggi Kelompok yang be rusia l ebih da ri 70 t ahun a tau kelompok lansia yang hi dup s endiri, t erpencil, m enderita penyakit be rat atau cacat. Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) lansia meliputi : 1. Usia pertengahan (middle age) adalah kelompok usia tahun. 2. Usia lanjut (elderly) adalah kelompok usia antara tahun. 3. Usia lanjut tua (old) adalah kelompok usia antara tahun. 4. Usia s angat t ua (very old) adalah ke lompok us ia 90 t ahun (Notoatmodjo, 2007). 24

7 Karakteristik Lansia beberapa ka rakteristik l ansia yang pe rlu di ketahui unt uk m engetahui keberadaan masalah kesehatan lansia menurut Depkes tahun 2005 dalam Notoadmodjo, 2007 yaitu sebagai berikut : a. Jenis kelamin: lansia lebih banyak pada wanita. Terdapat perbedaan kebutuhan d an m asalah kesehatan yang b erbeda an tara l ansia l akilaki d an p erempuan. Misalnya l ansia l aki-laki s ibuk de ngan hipertropi pr ostat, m aka pe rempuan m ungkin m enghadapi osteoporosis (Notoatmodjo, 2007). b. Status perkawinan: status masih pasangan lengkap atau sudah hidup janda atau duda akan mempengaruhi keadaan kesehatan lansia baik fisik maupun psikologis (Notoatmodjo, 2007). c. Living arrangement: misalnya keadaan pasangan, tinggal sendiri atau bersama istri, anak atau keluarga lainnya. 1. Tanggungan k eluarga: masih m enanggung a nak a tau a nggota keluarga. 2. Tempat tinggal: rumah sendiri, tinggal bersama anak. Dengan ini kebanyakan lansia masih hidup sebagai bagian keluarganya, baik lansia sebagai k epala k eluarga atau b agian d ari k eluarga anaknya. Namun akan cenderung bahwa lansia akan ditinggalkan oleh ke turunannya d alam r umah yang be rbeda (Notoatmodjo, 2007) 25

8 26 d. Kondisi Kesehatan 1. Kondisi Umum: ke mampuan um um unt uk t idak t ergantung kepada o rang l ain d alam k egiatan s ehari-hari seperti ma ndi, buang air besar dan kecil. 2. Frekuensi Sakit: f rekuensi s akit yang t inggi m enyebabkan menjadi t idak pr oduktif l agi ba hkan m ulai t ergantung ke pada orang lain (Notoatmodjo, 2007). e. Keadaan Ekonomi 1. Sumber pendapatan resmi: pensiun ditambah sumber pendapatan lain kalau masih bisa aktif 2. Sumber pe ndapatan ke luarga: a da t idaknya ba ntuan ke uangan dari an ak a tau ke luarga l ainnya ba hkan m asih a da a nggota keluarga yang tergantung padanya. 3. Kemampuan p endapatan: l ansia me merlukan b iaya yang le bih tinggi, sementara pendapatan semakin menurun. Status ekonomi sangat t erancam, s ehingga c ukup be ralasan unt uk m elakukan berbagai perubahan besar dalam kehidupan, menentukan kondisi hidup yang de ngan pe rubahan s tatus e konomi da n kondi si f isik (Notoatmodjo, 2007). 26

9 Posyandu Lansia Pengertian Posyandu Lansia Posyandu Lansia at au K elompok U sia Lanjut ( POKSILA) adalah s uatu w adah p elayanan b agi u sia l anjut d i m asyarakat, d imana proses pe mbentukan da n pe laksanaannya di lakukan ol eh m asyarakat bersama Lembaga S wadaya M asyarakat ( LSM), l intas s ektor pemerintah dan non-pemerintah, swasta, organisasi sosial dan lain-lain, dengan menitik beratkan pelayanan pada upaya promotif dan preventif (Komnas Lansia, 2010). Usia la njut atau l anjut usia ad alah s eseorang yang b erusia 6 0 tahun a tau l ebih, yang s ecara fisik t erlihat b erbeda de ngan ke lompok umur lainnya (Depkes RI, 2003). Pelayanan kesehatan dikelompok usia lanjut me liputi p emeriksaan k esehatan f isik d an me ntal e mosional. Kartu Menuju Sehat (KMS) lansia sebagai alat pencatat dan pemantau untuk mengetahui lebih awal penyakit yang diderita(deteksi dini) atau ancaman m asalah k esehatan yang d ihadapi d an m encatat perkembangannya d alam b uku P edoman P emeliharaan K esehatan (BPPK) u sia l anjut at au cat atan k ondisi k esehatan yang l azim digunakan dipuskesmas (Depkes RI, 2003). Pelayanan k esehatan d an s osial d itingkat m asyarakat adalah posyandu lanjut usia (Komnas Lansia, 2010). Pelayanan yang dilakukan diposyandu m erupakan pe layanan uj ung tombak d alam p enerapan kebijakan pe merintah un tuk pe ncapaian l anjut us ia s ehat, m andiri da n 27

10 28 berdaya guna. Oleh karna itu arah dari kegiatan posyandu lansia tidak boleh lepas da ri konsep active a ging/menua s ecara ak tif. Active a ging adalah pr oses opt imalisasi p eluang k esehatan, p artisipasi d an keamanana untuk meningkatkan kualitas hidup dimasa tua Tujuan Posyandu Lansia Tujuan um um da ri P osyandu Lansia a dalah meningkatkan kesejahteraan Lansia m elalui k egiatan P osyandu Lansia yang m andiri dalam masyarakat. T ujuan khus usnya, m eliputi: ( 1) m eningkatnya kemudahan bagi Lansia dalam mendapatkan pelayanan kesehatan dasar dan r ujukan, ( 2) m eningkatnya cakupan d an kua litas pe layanan kesehatan Lansia, khususnya aspek peningkatan dan pencegahan tanpa mengabaikan a spek pe ngobatan da n pe mulihan, ( 3) be rkembangnya Posyandu Lansia yang aktif m elaksanakan k egiatan d engan k ualitas yang baik secara berkesinambungan (Depkes RI, 2003). Tujuan Pembentukan Posyandu Lansia secara garis besar antara lain: meningkatkan jangkauan layanan kesehatan lansia di masyarakat, sehingga terbentuk pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan lansia. M endekatkan pelayanan d an m eningkatkan p eran s erta masyarakat d an s wasta d alam p elayanan kesehatan d isamping meningkatkan komunikasi antara masyarakat lanjut usia Pelayanan Kesehatan di Posyandu Lansia Jenis p elayanan k esehatan yang d apat d iberikan k epada Lansia di Posyandu adalah sebagai berikut: 28

11 29 a.) P emeriksaan ak tifitas k egiatan s ehari-hari ( activity o f d aily liv ing) meliputi ke giatan da sar da lam ke hidupan, s eperti m akan/minum, berjalan, m andi, be rpakaian, na ik t urun t empat t idur, bua ng a ir besar/kecil dan sebagainya. b.) P emeriksaan s tatus m ental. P emeriksaan i ni be rhubungan de ngan mental emosional, dengan menggunakan pedoman metode 2 m enit (lihat KMS Usia Lanjut). c.) P emeriksaan s tatus g izi m elalui p enimbangan b erat b adan d an pengukuran t inggi ba dan da n di catat pa da grafik Indeks M assa Tubuh (IMT). d.) P engukuran t ekanan da rah de ngan m enggunakan t ensimeter da n stetoskop serta penghitungan denyut nadi selama satu menit. e.) P emeriksaan hemoglobin menggunakan talquist, sahli atau cuprisulfat. f.) Pemeriksaan adanya g ula d alam air s eni s ebagai d eteksi aw al adanya penyakit gula (diabetes mellitus). g.) Pemeriksaan adanya zat putih telur (protein) dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit ginjal. h.) Pelaksanaan rujukan ke Puskesmas bila mana ada keluhan dan atau ditemukan kelainan pada pemeriksaan butir 1 hingga 7. i) P enyuluhan bi sa di lakukan di d alam m aupun di luar ke lompok dalam r angka kunj ungan r umah da n kons eling ke sehatan yang dihadapi oleh individu dan atau kelompok lansia. 29

12 30 j) K unjungan r umah oleh ka der di sertai pe tugas b agi a nggota kelompok l ansia yang t idak da tang, d alam r angka ke giatan perawatan kesehatan masyarakat (Publik Health Nursing) (Komnas Lansia, 2010). Kegiatan lain di posyandu lansia yang dapat dilakukan sesuai kebutuhan dan kondisi setempat: a.) Pemberian M akanan T ambahan ( PMT) p enyuluhan s ebagai co ntoh menu m akanan d engan m emperhatikan aspek kesehatan d an gizi Lansia, s erta m enggunakan b ahan m akanan yang b erasal d ari d aerah tersebut. b.) K egiatan o lah r aga a ntara l ain s enam l ansia, gerak j alan s antai, d an lain s ebagainya unt uk m eningkatkan ke bugaran. K ecuali ke giatan pelayanan kesehatan seperti uraian di atas, kelompok dapat melakukan kegiatan non ke sehatan di ba wah bi mbingan s ektor l ain, c ontohnya kegiatan ke rohanian, a risan, ke giatan e konomi pr oduktif, f orum diskusi, penyaluran hobi dan lain-lain (Depkes RI, 2003) Mekanisme Pelaksanaan Kegiatan Posyandu Lansia Untuk memberikan pelayanan kesehatan yang p rima t erhadap Lansia, m ekanisme p elaksanaan k egiatan yang s ebaiknya d igunakan adalah sistim 5 meja/tahapan sebagai berikut: 1. Tahap p ertama: p endaftaran Lansia s ebelum p elaksanaan pelayanan. 30

13 31 2. Tahap k edua: p encatatan k egiatan s ehari-hari yang di lakukan Lansia, s erta p enimbangan be rat b adan da n p engukuran t inggi badan. 3. Tahap k etiga: p engukuran t ekanan d arah, p emeriksaan k esehatan, dan pemeriksaan status mental. 4. Tahap keempat: pemeriksaan air seni dan kadar darah (laboratorium sederhana). 5. Tahap ke lima: pe mberian pe nyuluhan da n ko nseling ( Depkes R I, 2003). Pelaksanaan ke giatan pos yandu di laksanakan s esuai perencanaan yang telah disepakati. Namun dapat uraikan berdasarkan pengelompokan kegiatan sebagai berikut: a. Kegiatan pelayanan kesehatan, gizi b. Kegiatan seni budaya, olahraga dan rekreasi c. Kegiatan peningkatan spritual d. Kegiatan kesejahteraan/ sosial e. Kegiatan pendidikan keterampilan (Komnas Lansia, 2010) Indikator Keberhasilan Posyandu Lansia Penilaian k eberhasilan u paya p embinaan l ansia m elalui k egiatan pelayanan kesehatan di posyandu dilakukan dengan menggunakan data pencatatan da n pe laporan, pe ngamatan kh usus da n pe nelitian. Keberhasilan tersebut dapat dilihat dari: 31

14 32 1. Meningkatnya s osialisasi m asyarakat l ansia d engan berkembangnya j umlah o rganisasi m asyarakat l ansia d engan berbagai aktifitas pengembangannya. 2. Berkembangnya j umlah l embaga p emerintah / swasta yang memberikan pelayanan kesehatan bagi lansia 3. Berkembangnya jenis pelayanan kesehatan pada lembaga 4. Berkembangnya jangkauan pelayanan kesehatan bagi lansia 5. Penurunan an gka k esakitan d an k ematian ak ibat p enyakit p ada lansia. Indikator yang di perlukan da lam pe ngendalian pos yandu l ansia da lam Komnas Lansia (2010) adalah: 1. Frekuensi pertemuan atau pelaksanaan kegiatan. 2. Kehadiran kader. 3. Pelayananan kesehatan a. Cakupan penimbangan b. Cakupan pemeriksaan laboratorium c. Cakupan hasil pemeriksaan kesehatan d. Cakupan penyuluhan kesehatan. 4. Frekuensi pelaksanaan senam 5. Frekuensi pelaksanaan pengajian/kebaktian 6. Kegiatan usaha ekonomi produktif 7. Kegiatan penghapusan buta aksara 8. Rekreasi 32

15 33 9. Kegiatan peningkatan pendidikan dan ketermpilan 10. Ketersediaan dana untuk penyelenggaraan kegiatan Efisiensi dan efektifitas pelaksanaan kegiatan posyandu lansia Agar pelaksanaan kegiatan posyandu berjalan efisien dan efektif, maka dibutuhkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Organisasi yang tertata baik 2. Sumber daya manusia yang mempunyai ilmu dan kemampuan. 3. Tugas dan fungsi yang jelas dari masing-masing petugas posyandu. 4. Mekanisme ke rja yang ba ik m eliputi pe rencanaan, p elaksanaan, monitoring dan evaluasi (Komnas Lansia, 2010). A. Organisasi Organisasi l anjut us ia a dalah or ganisasi ke masyarakatan non struktural yang berdasarkan azas gotong royong untuk sehat dan sejahtera, yang di organisir ol eh s eorang koor dinator a tau ke tua, dibantu ol eh s ekretaris, be ndahara d an be berapa or ang k ader. Organisasi posyandu lanjut usia ini tidak saja dapat dibentuk oleh masyarakat setempat, tetapi dapat juga oleh : organisasi profesi, institusi p emerintah/swasta, le mbaga s wadaya ma syarakat, kelompok seminat dalam masyarakat. 33

16 34 Salah satu bentuk organisasi sebagai berikut: Struktur Organisasi Karang Wreda Ciptoning Kelurahan Balongsari Pembina Ketua Wakil Ketua Sekretaris Seksi-seksi Bendahara 1. Sie Spritual/keaga maan Sie Kesehatan Sie Olahraga & rekreasi Sie Kesejahteraan /Ekonomi Sie Seni /Budaya Gambar 2.1 Struktur organisasi B. Sumber Daya Manusia (SDM) Tenaga yang dibutuhkan dalam pelaksanaan posyandu sebaiknya 8 orang namun bisa kurang dengan konsekuesi bekerja rangkap. Kepengurusan yang dianjurkan adalah : 1. Ketua posyandu 2. Sekretaris 3. Bendahara 34

17 35 4. Kader sekitar 5 orang: a. Meja 1 tempat pendaftaran b. Meja 2 tempat penimbangan dan pencatatan berat badan, pengukuran da n pe ncatatn t inggi ba dan s erta penghitungan index massa tubuh (IMT). c. Meja 3 t empat m elakukan k egiatan p emeriksaan d an pengobatan sederhana (tekanan darah, gula darah, Hb dan pemberian vitamin, dan lain-lain). d. Meja 4 tempat melakukan kegiatan konseling (kesehatan, gizi, dan kesejahteraan) e. Meja 5 t empat m emberikan i nformasi da n m elakukan kegiatan s osial ( pemberian m akanan t ambahan, bantuan modal, pendampingan, dan lain-lain sesuai kebutuhan). C. Tugas dan Fungsi 1. Ketua Posyandu a. Bertanggung j awab t erhadap s emua k egiatan yang dilakukan posyandu. b. Bertanggung j awab t erhadap k erjasama d engan s emua stakeholder dalam rangka meningkatkan mutu pelaksnaan posyandu. 2. Sekretaris Mencatat s emua aktifitas p erencanaan, p elaksanaan d an pemantuan serta pengendalian posyandu. 35

18 36 3. Bendahara a. Pencatatan p emasukan dan p engeluaran s erta p elaporan keuangan posyandu. 4. Kader Tugas kader dalam posyandu lanjut usia antara lain: a. Mempersiapkan s arana dan p rasarana yang d iperlukan pada kegiatan posyandu. b Memobilisasi sasaran pada hari pelayanan posyandu. c. Melakukan pendaftaran sasaran pada pelayanan posyandu lansia. d. Melaksanakan k egiatan p enimbangan b erat b adan d an pengukuran t inggi b adan pa ra l anjut us ia da n mencatatnya dalam KMS atau buku pencatatan lainnya. e. Membantu p etugas d alam p elaksannaan p emeriksaan kesehatan dan pelayanan lainnya. f. Melakukan p enyuluhan ( kesehatan, gizi, s osial, a gama dan karya)sesuai dengan minatnya. D. Mekanisme Kerja Untuk memberikan pelayanan kesehatan dan sosial yang prima terhadap l anjut us ia di kelompoknya, di butuhkan pe rencanaan yang m atang, p elaksanaan yang b enar d an t epat w aktu, s erta pengendalian yang akurat. 36

19 Berbagai faktor yang mempengaruhi lansia untuk datang ke posyandu menurut penelitian terkait a. Umur Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kunjungan lansia diposyandu lansia. Pada 58 or ang lansia yang terdiri dari 30 l ansia aktif da n 28 l ansia t idak a ktif da lam k egiatan pos yandu m ununjukan bahwa usia lansia yang aktif dalam kegiatan posyandu lansia 65 tahun 68,0 % m emiliki s tatus IMT nor mal, s edangkan yang t idak a ktif 41,7 % (Azania (2007) dalam Murdianto (2013). Menurut pe nelitian F auzi ( 2008) da lam Murdianto (2013), l ansia lebih a ktif da lam ke giatan pos yandu l ansia adalah l ansia yang b erusia antara tahun, yang merupakan kategori lanjut usia sehingga belum banyak m asalah k esehatan yang s erius yang d ialami l ansia, yang d apat menyulitkan upaya mereka menjangkau lokasi posyandu lansia. Jika lansia merasa aman atau merasa mudah untuk menjangkau lokasi posyandu tanpa harus menimbulkan kelelahan atau masalah yang lebih serius, maka lansia hal i ni da pat m endukung m inat atau m otivasi l ansia unt uk m engikuti kegiatan pos yandu, ka rna ke amanan i ni m erupakan f aktor e ksternal d ari terbentuknya motivasi seseorang. b. Jenis kelamin lansia yang p aling b anyak ad alah p erempuan, seperti data y ang didapatkan pada susenas (2012) (Buletin Lansia semester I, 2013). Hal ini menunjukkan ba hwa u mur ha rapan hi dup yang paling tin ggi adalah 37

20 38 perempuan. B ila dibandingkan pe rjenis kelamin, a ngka r asio ketergantungan pe nduduk l ansia p erempuan l ebih t inggi di bandingkan dengan pe nduduk l ansia l aki-laki ( 12,95 berbanding 10,86) jadi r asio ketergantungan penduduk lansia menurut tipe daerah d an jenis kelamin antara p erkotaan d an pedesaan l ebih b anyak d idominasi o leh l ansia perempuan. Menurut j enis ke lamin, pol a s tatus pe rkawinan pe nduduk lansia laki-laki berbeda dengan lansia perempuan. Lansia p erempuan l ebih b anyak yang b erstatus cer ai m ati (59,15%), s edangkan l ansia l aki-laki l ebih b anyak yang b erstatus k awin (82,71%). H al i ni di sebabkan us ia ha rapan hi dup pe rempuan yang l ebih tinggi di bandingkan de ngan us ia ha rapan hi dup l aki-laki, s ehingga pe r- sentase l ansia p erempuan yang b erstatus c erai m ati l ebih b anyak dibandingkan de ngan l ansia l aki-laki. S atu h al yang m enarik da ri s tatus perkawinan l ansia ad alah p ersentase yang cu kup t inggi d ari l ansia perempuan yang berstatus cerai. Hal i ni m ungkin di sebabkan s ebagian be sar pe rempuan s etelah cerai tidak k awin lagi dalam j angka w aktu yang relatif l ama. S ebaliknya lansia l aki-laki yang bercerai um umnya s egera ka win l agi. Untuk penduduk lansia yang bekerja menurut jenis kelamin, persentase penduduk lansia l aki-laki yang be kerja ( 61,47%) l ebih t inggi di bandingkan l ansia perempuan (31,39%). 38

21 39 c. Pengetahuan Pengetahuan m erupakan h asil d ari t ahu, d an i ni t erjadi s etelah seseorang m elakukan p enginderaan t erhadap s uatu o bjek t ertentu. Pengetahuan a tau r anah kognitif m erupakan dom ain yang s angat pe nting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan lansia akan manfaat posyandu ini dapat diperoleh dari pengalaman pribadi dalam kehidupan sehari-harinya. D engan m enghadiri kegiatan pos yandu, l ansia a kan m endapatkan pe nyuluhan t entang bagaimana c ara h idup s ehat d engan s egala k eterbatasan at au m asalah kesehatan yang m elekat p ada m ereka. D engan p engalaman i ni, pengetahuan lansia menjadi meningkat, yang menjadi dasar pembentukan sikap da n d apat m endorong m inat a tau m otivasi m ereka unt uk s elalu mengikuti kegiatan posyandu lansia. Hasil pe nelitian M ismar ( 2010), m enunjukkan ba hwa f aktor yang berhubungan s ecara be rmakna de ngan t ingkat kunj ungan l ansia ke posyandu adalah p engetahuan l ansia ( p = 0,0 00), s ikap ( p = 0,023), dukungan petugas (p = 0,029), dukungan keluarga (p = 0,000), jarak (p = 0,007), dan sarana (p = 0,000). Demikian juga dengan Khotimah (2011), memperoleh h asil b ahwa v ariabel yang b erhubungan s ecara s ignifikan dengan pemanfaatan posyandu lansia yaitu pengetahuan (p=0,000), sikap (p=0,001), duk ungan s osial ( p=0,010) da n p eran ka der ( p=0,009). Berdasarkan pe nelitian Sulistiyani ( 2005), pa da 90 or ang l ansia hasilnya 39

22 40 menunjukan ba hwa t erdapat pe ngaruh t ingkat pe ngetahuan t erhadap keefektifan lansia untuk datang ke posyandu lansia. d. Sikap Sikap m erupakan r eaksi a tau r espon yang m asih t ertutup da ri s eseorang terhadap s uatu s timulus a tau obj ek. Manisfastasi s ikap itu tid ak d apat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari prilaku yang t ertutup. S ikap m enurut N ewcomb ba hwa ke siapan a tau k esedian untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum m erupakan s uatu t indakan a tau a ktifitas, a kan t etapi m erupakan predisposisi tindakan suatu prilaku. Penilaian pribadi atau sikap yang baik terhadap petugas merupakan dasar at as k esiapan at au k esediaan l ansia u ntuk m engikuti k egiatan posyandu. Dengan sikap yang baik tersebut, lansia cenderung untuk selalu hadir atau mengikuti ke giatan yang diadakan di pos yandu lansia. H al ini dapat dipahami karena sikap seseorang adalah suatu cermin kesiapan untuk bereaksi t erhadap s uatu o byek. K esiapan m erupakan k ecenderungan potensial unt uk be reaksi de ngan cara-cara t ertentu a pabila i ndividu dihadapkan pada stimulus yang menghendaki adanya suatu respons. e. Pendidikan Sistem pe ndidikan na sional tahun 2003 m endifinisikan ba hwa pendidikan a dalah s uatu pr oses yang be rjalan b erkesinambungan m ulai dari usia anak anak sampai dewasa, karena itu memerlukan berbagai cara 40

23 41 dan s umber. S istem pe ndidikan di bedakan m enjadi m enjadi pe ndidikan formal, nonformal, dan informal. Pendidikan f ormal yaitu pe ndidikan yang t erstruktur da n berjenjang yang t erdiri atas pe ndidikan a tas, m engengah da n p endidikan tinggi, pe ndidikan i nformal yaitu pe ndidikan yang di peroleh de ngan berbagai j alan atau p rogram yang d ikenal d engan i stilah pe nyuluhan sedangkan pe ndidikan n on f ormal a dalah j alur pendidikan di luar j alur pendidikan f ormal yang da pat di laksanakan de ngan t erstuktur da n berjenjang. Pendidikan m erupakan f aktor s osial yang s angat pe nting, pembangunan harus diikuti dengan tingkat pendidikan yang memadai agar seseorang m udah m enerima i de p erubahan da n pe mbaharuan d alam pembangunan, Aputra (2000) dalam Murdyasatuti (2009) menyatakan : 1) Manusia yang terdidik akan lebih kreatif dan terbuka terhadap usaha pembaharuan. 2) Manusia y ang t erdidik akan l ebih d inamis b aik d alam cara b erfikir maupun sikap dan tindakan. 3) Manusia yang terdidik akan lebih mudah melihat cara dan kesempatan untuk meningkatkan taraf hidupnya. Menurut pe nelitian H erdini ( 2013) f aktor yang be rhubungan dengan frekuensi ke hadiran l ansia di pos yandu a ntara l ain a dalah pengetahuan, pe ndidikan. Dikarenakan Di k alangan keluarga d engan kondisi ekonomi terbatas dan kurang berpendidikan, memang lazim terjadi 41

24 42 perbedaan t ingkat pa rtisipasi da n ke hadiran l ansia ke pos yandu dikarenakan kurangnya pengetahuan lansia terhadap manfaat dari kegiatan di pos yandu l ansia, ku rangnya m endapat i nformasi t entang ke giatan d i posyandu lansia. Sehingga banyak lansia yang berpendidikan rendah tidak aktif berpartisipasi dalam kegiatan di posyandu lansia. f. Aktifitas Dari ha sil p enelitian yang di lakukan di b erbagai ka bupaten di P ropinsi Jawa Timur, ditemukan dilihat bahwa para lansia perempuan, kebanyakan masih a ktif d alam melakukan berbagai a ktivitas dom estik kerumahtanggaan. D iakui m emang s ecara f isik m ereka s epintas t erlihat ringkih d an r apuh t etapi d alam k enyataan t ernyata l ansia p erempuan seringkali m asih s anggup m engerjakan b erbagai t ugas dom estik, s eperti membersihkan r umah, memasak, m encuci, m engasuh c ucu da n be rbagai jenis a ktivitas k erumahtanggan yang l ain. D i w ilayah p edesaan, ba hkan pemandangan i bu-bu t ua yang r ambutnya s udah memutih be rjalan p elan dari bawah ke atas lewat jalan-jalan yang berkelok-kelok adalah hal yang biasa, dan ini mengindikasikan bahwa meski berstatus lansia, tetapi energi dan kondi si f isik m ereka m asih c ukup kua t unt uk m elakukan a ktivitas domestik bahkan kegiatan ekonomi produktif (Perwakilan BkkbN Provinsi Jawa Timur, 2012). Lansia, yang s ecara f isik t elah b erkurang d an melemah, t entu j uga s ulit diharapkan da pat b ekerja l ayaknya m asyarakat yang n ormal fisiknya. Bekerja, b agi s eorang l ansia unt uk s aat i ni um umnya di pahami s ebagai 42

25 43 pekerjaan sampingan yang tidak memiliki target tertentu, kecuali sekadar mengisi waktu luang, meringankan beban anak-anak mereka, dan sekadar untuk mencari tambahan uang saku pribadi dan cucu-cucunya. g. Pendapatan Pendapatan o rang l ansia b erasal d ari b erbagai s umber b agi m ereka yang dulunya bekerja mendapat penghasilan dari dana pensiun. Bagi lansia yang sampai saat ini bekerja mendapat penghasilan dari gaji dan upah. Selain itu sumber ke uangan yang lain a dalah k euntungan, bi snis, s ewa, i nvestasi, sokongan dari pemerintah atau swasta, atau dari anak, kawan dan keluarga (Kartari, 1993: Y ulmardi 1995). D iperkotaan up ah a tau gaji pa ra l ansia yang bekerja relatif lebih tinggi dari pada dipedesaan. Namun hal ini tidak berarti l ansia p erkotaan l ebih s ejahtera d ari l ansia d ipedesaan. A danya upah l ansia yang s angat m inim j ika t idak di tunjang d engan dukun gan finansial da ri pi hak l ain ba ik a nggota ke luarga maupun or ang l ain t idak dapat be rharap ba hwa l ansia t ersebut a kan hi dup da lam kondi si yang menguntungkan. Berbeda de ngan m asa k etika pa ra l ansia m asih pr oduktif pe nuh, m ereka umumnya m asih bi sa m encari ua ng s endiri da n hi dup da ri p enghasilan yang mereka peroleh. Tetapi, untuk saat ini, akibat deraan penyakit menua, menurunnya kondi si f isik, da n di tambah l agi dengan ke butuhan bi aya kesehatan yang m eningkat, m aka bi sa di pahami j ika pa ra l ansia pun mengaku kondi sinya s ekarang m enjadi l ebih bur uk. B agi l ansia ya ng berasal da ri ke luarga m iskin da n kondi si l ansia yang s akit-sakitan, t entu 43

26 44 yang dibutuhkan adakah pengeluaran ekstra, sehingga wajar ketika harga berbagai k ebutuhan p okok t ermasuk unt uk ke butuhan ke sehatan meningkat, m aka k ehidupan m ereka pun j uga m enjadi s emakin s ulit. Hanya 1 7% r esponden yang m enyatakan b isa hidup m andiri t anpa bantuan finansial dari anak-anaknya. Mereka umumnya adalah lansia yang memiliki uang pensiunan atau simpanan tersendiri. Tetapi, meski demikian sebanyak 30% r esponden m enyatakan t idak bi sa hi dup m andiri t anpa dukungan f inansial d ari a nak-anaknya atau k erabatnya yang l ain, d an bahkan 17% menyatakan sama sekali tidak bisa. h. Akses pelayanan kesehatan Pelayanan k esehatan adalah u paya yang d iselenggarakan s ecara sendiri da n be rsama-bersama da lam s uatu or ganisasi unt uk m emelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit dan memulihkan ke sehatan ke luarga, pe rorangan, ke lompok a taupun masyarakat (Sarwono, 2007). Menurut N otoatmodjo ( 2011) pa da p rinsipnya ada d ua k ategori pelayanan k esehatan yaitu k ategori yang b erorintasi p ublik ( masyarakat) dan ka tegori yang be rorintasi pa da p erorangan ( individu). P elayanan kesehatan yang te rmasuk d alam k ategori p ublik te rdiri d ari s anitasi, imunisasi, ke bersihan a ir, da n pe rlindungan k ualitas uda ra. P elayanan kesehatan m asyarakat l ebih di arahklan l angsung ke publ ik da ri pa da ke arah i ndividu yang khu sus. S edangkan p elayanan ke sehatan p erorangan langsung diarhakn ke individu itu sendiri. 44

27 45 Fasilitas p elayanan k esehatan p ada h akikatnya u ntuk m endukung atau m eningkatkan t erwujudnya pe rubahan pe rilaku ke sehatan (Notoatmodjo, 2011). M enurut pe nelitian F auzi ( 2008) pa da 59 or ang lansia di dapatkan ha sil yaitu s ebagian be sar l ansia ( 86,7%) m empunyai jarak te mpat tin ggal y ang s ulit u ntuk dijangkau s ehingga kur ang mendukung m inat l ansia da tang k eposyandu da n ( 13,3%) l ansia m udah untuk menjangkau lokasi posyandu. i. Dukungan kader posyandu Peran k ader d alam p elaksanaan p osyandu l ansia m erupakan s alah s atu faktor yang m empengaruhi kunj ungan l ansia ke pos yandu. Menurut penelitian yang di lakukan ol eh S usi N ovita (2013), dengan popul asi 720 jumlah s ampel 50 l ansia, da lam ke giatan pos yandu m ununjukan ba hwa adanya pengaruh antara peran kader terhadap pemanfaatan posyandu lansia dengan p value 0,009 dan ada pengaruh antara dukungan keluarga terhadap pemanfaatan pos yandu l ansia de ngan p value 0, 004. dari 50 responden yang tid ak me miliki peran k ader s ebanyak 2 6 o rang ( 52%). diketahui bahwa da ri 26 r esponden yang t idak ada p eran k adernya t ernyata pemanfaatan pelayanan pos yandu l ansia t idak ba ik s ebanyak 100%, da ri 24 r esponden yang a da peran kadernya t ernyata p emanfaatan p elayanan posyandu lansia tidak baik sebanyak 70,8%. Penelitian Harisman dan Dina didapatkan ha sil ada p engaruh t ingkat p endidikan (p -value = 0,005), pengetahuan (p-value = 0,015), penghargaan kader (p-value = 0,025) dan dukungan keluarga (p-value = 0,015) terhadap keaktifan kader posyandu di 45

28 46 Desa M ulang M aya Kecamatan Kotabumi S elatan K abupaten Lampung Utara Tahun j. Dukungan tokoh masyarakat Anggota m asyarakat s ering m eminta p endapat m engenai b erbagai u rusan tertentu d an b iasanya merupakan t empat b ertanya. M asyarakat d alam pelaksanaan pos yandu l ansia, or ganisasi s eperti ka rang wreda, R T, R W merukan tumpuan keberhasilan programnya. Kepala dusun, ketua RT dan ketua R W a dalah pe mimpin yang m erupakan tokoh m asyarakat yang dipilih l angsung ol eh masyarakat da n m erupakan uns ur pe nting da lam memberikan pengaruh untuk aktif datang ke posyandu lansia. 2.4 Partisipasi Masyarakat Pengertian partisipasi Masyarakat Partisipasi m asyarakat ad alah i kut s ertanya s eluruh an ggota masyarakat d alam m emecahkan s egala p ermasalahan yang ad a d i masyarakakat. P artisipasi m asyarakat d ibidang k esehatan b erarti keikutsertaan s eluruh anggota m asyarakat d an be rupaya unt uk memecahkan m asalah k esehatan yang d ihadapi o leh m ereka s endiri dalam h al me nyelesaikan ma salah d imulai d ari me mikirkan, merencanakan, melaksanakan sampai mengevaluasi program kesehatan yang mereka jalankan. Institusi kesehatan sekedar sebagai pembimbing dan memotivasi (Notoadmojo, 2011). 46

29 47 Partisipasi setiap anggota masyarakat dituntut suatu konstribusi, konstribusi tersebut bukan hanya berbatas pada dana dan finansial saja, tetapi b erupa d aya (tenaga) d an i de ( pemikiran). H al t ersebut diwujudkan d alam 4 M, yaitu manpower (tenaga), money (uang), material dan mind (ide atau gagasan) Kontribusi M anpower M oney M aterial M ind/ideas Program kesehatan Health status (derajat kesehatan) Gambar 2.2 Kontribusi dan Partisipasi (Notoatmodjo, 2011) Dasar filosofi partisipasi masyarakat Partisipasi m asyarakat d apat m enciptakan fasilitas d an t enaga kesehatan. Program kesehatan dan pelayanan kesehatan yang diciptakan dengan ad anya p artisipasi m asyarakat d idasarkan k epada i dealisme (Notoatmodjo, 2013) : 1. Community felt need Pelayanan kesehatan dibutuhkan masyarakat berarti pelayanan atau program itu d i c iptakan o leh ma syarakat itu s endiri. Berarti pelayanan kesehatan diperlukan masyarakat dan untuk masyarakat. 2. Organisasi p elayanan a tau program k esehatan m asyarakat yang berdasarkan p artisipasi m asyarakat ad alah s alah s atu b entuk pengorganisasian m asyarakat, h al i ni b erarti f asilitas p elayanan kesehatan itu datang dari masyarakat itu sendiri. 47

30 48 3. Pelayanan kesehatan tersebut akan dilaksankan atau dikerjakan oleh masyarakat s endiri, b erarti p etugas d an p enyelenggara k egiatan adalah m asyarakat i tu s endiri s ecara s ukarela, d ibawah b imbingan petugas kesehatan setempat Metode partisipasi masyarakat Cara yang d apat d ilakukan u ntuk m engajak at au menumbuhkan partisipasi masyarakat, ada dua : 1. Partisipasi dengan paksaan (Enforcement participation) Artinya m emaksa m asyarakat unt uk be rkontribusi da lam s uatu program melalui perundang-undangan, peraturan dan perintah lisan, cara i ni ak an cep at b erhasil d an m udah di lakukan, t etapi be refek tidak baik terhadap masyarakat dan berakibat masyarakat tidak akan mempunyai rasa m emiliki t erhadap pr ogram di karenakan masyarakat m erasa t akut, t erpaksa d an k aget, k arna b ukan berdasarkan kesadaran (awarenees) tetapi ketakutan. 2. Partisipasi dengan edukasi dan persuasi Yaitu p artisipasi yang d idasari o leh p ada k esadaran, t etapi b utuh waktu yang lama, sukar ditumbuhkan. Tetapi bila tercapai hasilnya masyarakat ak an m erasa m emiliki d an r asa p emeliharaan. P roses partisipasi ini di mulai dengan penerangan, penyuluhan, pendidikan baik secara langsug dan tidak langsung (Notoatmodjo, 2012) Elemen partisipasi masyarakat Elemen partisipasi masyarakat adalah sebagai berikut: 48

31 49 1. Motivasi Persyaratan untuk masyarakat berpartisipasi adalah motivasi. Tanpa motivasi ma syarakat s ulit u ntuk b erpartisipasi d i s egala p rogram. Timbulnya mo tivasi h arus d ari ma syarakat itu sendiri d an adanya pihak l uar yang m endukung. U ntuk i tu di perlukan pr omosi da n pendidikan kesehatan untuk memotivasi seseorang. 2. Komunikasi Dalam kom unikasi yang b aik, a pabila ko munikasi i tu bi sa menyampaikan ide, pesan dan informasi kepada masyarakat. Media massa s eperti t v, r adio, koran, pos ter, f ilm s ebagian s angat e fektif untuk m enyampaikan p esan s ehingga m asyarakat t ermotivasi d an mau berpartisipasi. 3. Koperasi Kerjasama d engan i nstansi d i l uar k esehatan m asyarakat d an instansi ke sehatan s endiri a dalah m utlak di perlukan. A danya kerjasama dan team work akan menumbuhkan partisipasi. 4. Mobilisasi Partisipasi ad alah j uga s ebagai gerakan m asyarakat m enuju masyarakat s ehat. P artisipasi m asyarakat d apat d i m ulai s eawal mungkin s ampai a khir da n i dentifikasi m asalah, m enentukan prioritas, p erencanaan p rogram, p elaksanaan s ampai d engan monitoring pr ogram. T idak ha nya t erbatas pa da bi dang k esehatan saja, melainkan bersifat multidisiplin (Notoatmodjo, 2012). 49

32 50 Departemen Kesehatan (1999) memberi pemahaman tentang pemberdayaan m asyarakat ad alah s egala u paya fasilitasi yang bersifat non i nstruktif g una m eningkatkan pengetahuan da n kemampuan m asyarakat a gar ma mpu me ngidentifikasi ma salah, merencanakan d an m elakukan p emecahan masalah d engan memanfaatkan p otensi d an f asilitas yang ad a d itempat, b aik d ari instansi lintas sektoral maupun LSM dan tokoh masyarakat. Pemberdayaan m asyarakat ak an m enghasilkan k emandirian masyarakat. P emberdayaan m asyarakat m erupakan p roses, sedangkan ke mandirian m asyarakat m erupakan ha silnya. Kemandirian m asyarkat m asyarakat ap at d iartikan s egai kemampuan u ntuk d apat m engidentifikasi m asalah, m erencanakan dan m elakukan p emecahannya d engan m emanfaatkan p otensi setempat, tanpa bergantung pada bantuan dari luar. Dengan l andasan t eori dari D epartemen K esehatan ( 1999), disusun prinsip dan cirri pemberdayaan masyarakat yang terdiri dari 8 prinsip yaitu: 1. Menumbuh ke mbangkan pot ensi m asyarakat yaitu : s egala potensi masyarakat ditumbuhkan atau dikembangkan seoptimal mungkin u ntuk m engatasi m asalah k esehatan, m emelihara d an meningkatkan s tatus k esehatan m asyarakat. Bantuan d ari l uar, bersifat s ebagai s timulant unt uk m enumbuhkan pot ensi masyarakat. 50

33 51 2. Kontribusi m asyarakat dalam pe mbangunan k esehatan yaitu : pemberdayaan m asyarakat, be rprinsip m eningkatkan kont ribusi masyarkat d alam p embangunan k esehatan, b aik s ecara kuantitatif ma upun k ualitatif. S ecara k uantitaf b erarti s emakin banyak masyarakat yang berkiprah dibidang pelayana kesehatan, semakin b anyak m ayarakat yang m emanfatkan p elayanan kesehatan, penerima penyuluhan kesehatan untuk tetap menjaga kesehatan. S ecara k ualitatif, b erarti an ggota m asyarakat b ukan hanya memanfaatkan p elayanan saja, tetapi juga ikut berkiprah melakukan penyuluhan,ikut menjadi kader. 3. Mengembangkan gotong royong yaitu : pengembangan potensi masyarakat me lalui f asilitasi d an mo tivasi d iupayakan a gar selalu be rpegang t eguh pa da pr insip m emperkuat da n mengembangkan budaya gotong royong, berat sama di pikul, ringan s ama d ijinjing, yang te lah m embudaya dikalangan masyarakat. 4. Bekerja bersama masyarakat yaitu : bekerja untuk dan bersama masyarakat, k arena d engan k ebersamaan i nilah t erjadi p roses fasilitasi, motivasi, alih pengetahuan dan alih keterampilan dari petugas ke pada ka der pa da khus usnya, da n m asyarakat pa da umumnya. 5. KIE b erbasis m asyarakat : m odel K IE yang dikembangkan adalah konv ensional ha rus di gunakan pul a pa da pr insip K IE 51

34 52 berbasis m asyarakat. P rinsipnya ad alah s ebanyak m ungkin menggunakan da n m emanfaatkan pot ensi l ocal. B ila m ungkin gunakan penyuluh local. 6. Kemitraan d engan LSM d an o rmas l ain : k emitraan an tara pemerintah, LSM ( lembaga s wadaya m asyarakat), o rmas (organisasi k emasyarakat) d an b erbagai k elompok or ganisasi masyarakat l ainnya ak an m emudahkan k erjasama d i l apangan, sehingga potensi bisa dimanfaatkan secara optimal. 7. Desentralisasi yaitu : u paya p emberdayaan m asyarakat s angat berkaitan de ngan kul tur buda ya s etempat, s egala be ntuk pengambilan keputusan harus diserahkan ke tingkat operasional agar tetap sesuai dengan kultur budaya setempat Ciri pemberdayaan masyarakat Sebuah kegiatan d ikategorikan k e d alam p emberdayaan m asyarakat bila k egiatan te rsebut bersifat f asilitatif n on in struktif d an dapat memperkuat, meningkatkan atau mengembangkan potensi masyarakat setempat, g una m encapai t ujuan yang di harapkan. P otensi s etempat tersebut dapat berupa : 1. Community L eaders :para p emimpin ma syarakat b aik f ormal maupun informal, tokoh masyarakat, kader dll 2. Community or ganizations : organisasi, l embaga, ke lompok masyarakat. 3. Community fund :dana masyarakat 52

35 53 4. Community material : sarana masyarakat 5. Community knowledge :pengetahuan masyarakat Agar masyarakat menjadi peduli kepada orangtua yang berada di lingkungannya, m aka harus diberi p engetahuan b agaimana merawat, m enyantuni lahir d an b atin l anjut u sia. P embekalan kepada anggota m asyarakat i ni ad alah s ebagai salah s atu kunci keberhasilan g erakan n asional pemberdayaan dalam u paya meningkatkan k esejahteraan lanjut usia. Dengan di berikannya pengetahuan b agaimana merawat l anjut u sia, diharapkan ak an banyak relawan yang peduli terhadap lanjut usia (Martono, 2008) 6. Community t echnology : teknologi m asyarakat, t eknologi t epat guna t ermasuk c ara b erinteraksi m asyarakat s etempat s ecara cultural. 7. Community de cision m aking : pengambilan keputusan ol eh masyarakat m elalui p roses m enemukan m asalah, m erencanakan dan melakukan pemecahannya. 2.5 Konsep Perilaku Pengertian perilaku Perilaku merupakan respon at au r eaksi s eseorang t erhadap s timulus (rangsangan dari luar). Oleh karna itu perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon ( Skinner, 1938) da n de finisi l ain da ri pe rilaku a dalah s uatu kegiatan atau ak tivitas o rganisme ( mahluk hi dup) yang b ersangkutan. 53

36 54 Sehingga yang dimaksud dengan prilaku manusia adalah tindakan atau aktivitas d ari ma nnusia itu s endiri, b aik yang d apat d iamati s ecara langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar Jenis perilaku Perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu : 1. Perilaku tertutup (covert behavior) Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tertutup. Respon atau r eaksi t erhadap s timulus i ni m asih t erbatas p ada p erhatian, persepsi pe ngetahuan/kesadaran, d an s ikap yang t erjadi pa da or ang yang m enerima s timulus te rsebut, d an b elum d apat d iamati s ecara jelas oleh orang lain. 2. Perilaku terbuka (overt behavior) Respon s esorang t erhadap s timulus da lam be ntuk t indakan n yata dan t erbuka. R espon t erhadap s timulus t ersebut sudah j elas da lam bentuk tindakan atau praktik yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat o leh o rang la in Benyamin B loom ( 1908) dalam (Notoatmodjo, 2012) Domain perilaku Meskipun perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respon sangat tergantung pada karakteristik atau faktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor yang membedakan respon terhadap stimulus 54

37 55 yang berbeda disebut dengan determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : 1. Determinan a tau f aktor i nternal, yaitu ka rakteristik or ang yang bersangkutan, yang b ersifat b awaan, s eperti t ingkat k ecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin. 2. Determinan atau faktor eksternal, yaitu lingkungan baik lingkungan fisik, s osial, buda ya, e konomi, pol itik. Faktor l ingkungan i ni yang paling mendominan perilaku seseorang. Benyamin B loom ( 1908) s eorang a hli ps ikologi pe ndidikan membagi p erilaku ma nusia k e d alam tig a d omain yaitu k ognitif (cognitive), a fektif (affective), da n ps ikomotor (psychomotor). Perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yaitu : 1. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan m erupakan ha sil da ri t ahu, da n i ni t erjadi setelah s eseorang m elakukan pe nginderaan t erhadap s uatu obj ek tertentu. P engetahuan atau r anah ko gnitif m erupakan dom ain yang sangat p enting d alam m embentuk t indakan s eseorang (overt behavior). Tingkat pengetahuan di da lam dom ain kog nitif m empunyai e nam tingkatan yaitu : 1. Tahu (know) 55

38 56 Tahu d iartikan s ebagai p engingat s uatu m ateri yang t elah dipelajari s ebelumnya. Termasuk k edalam p engetahuan t ingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh b ahan yang d ipelajari at au r angsangan yang t elah diterima. M aka t ahu i tu m erupakan t ingkat p engetahuan yang paling rendah. 2. Memahami (comprehension) Memahami di artikan s ebagai s uatu ke mampuan unt uk menjelaskan s ecara b enar tentang obj ek yang diketahui, da n dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar 3. Aplikasi (aplication) Kemampuan unt uk m enggunakan m ateri yang t elah di pelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). 4. Analisis (analysis) Suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5. Sintesis (synthesis) Menunjuk ke pada s uatu ke mampuan unt uk meletakkan atau menghubungkan ba gian-bagian k edalam s uatu be ntuk keseluruhan yang b aru. Dengan k ata l ain s intesis ad alah s uatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada. 56

39 57 6. Evaluasi (evaluation) Berkaitan de ngan ke mampuan unt uk m elakukan j ustifikasi a tau penilaian t erhadap s uatu m ateri at au obj ek. P enilaian i ni didasarkan p ada s uatu kriteria yang di tentukan s endiri, a tau menggunakan kriteria yang telah ada. 2. Sikap (attitude) Sikap m erupakan reaksi a tau r espon yang m asih t ertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manisfastasi sikap itu t idak da pat l angsung di lihat, t etapi ha nya da pat di tafsirkan terlebih dahulu dari prilaku yang tertutup. Sikap menurut Newcomb bahwa k esiapan a tau ke sedian unt uk be rtindak, da n buk an merupakan p elaksanaan m otif t ertentu. S ikap be lum merupakan suatu t indakan a tau a ktifitas, a kan t etapi m erupakan pr edisposisi tindakan suatu perilaku. Allport da lam H alim ( 1979) be rpendapat ba hwa s ikap adalah k esiapan m ental d an saraf, yang terbentuk m elalui pengalaman, yang m emberikan ar ah at au p engaruh yang dinamis kepada r eaksi s eseorang t erhadap s emua o bjek dan k eadaan yang menyangkut sikap itu. Fishman dalam Sumarsono dan Partana (2004) memandang bahwa sikap s ebagai suatu keadaan k esiapan m ental, suatu variabel antara yang me njembatani s uatu s timulus tertentu pada s eseorang dengan respon terhadap stimulus itu. Dari berbagai pendapat tersebut 57

40 58 dapat di simpulkan ba hwa s ikap a dalah s uatu pe rilaku yang dipertimbangkan sebagai suatu keadaan internal diri seseorang yang timbul karena adanya stimulus dan menimbulkan respon seseorang. Dari d efinisi itu k ita me ngetahui, s ikap timbul ma nakala terdapat s uatu s timulus, da n s ikap i tu m encakup pe ngetahuan a tau kekayaan mental t erhadap s esuatu, as pek r asa d an p andangan seseorang terhadap sesuatu. a. Komponen pokok sikap Sikap m anusia b ermacam-macam. M enurut A zwar ( 2000) komponen s ikap terdiri atas t iga ha l yaitu kom ponen kognitif, afektif, dan konatif (perilaku). 1. Komponen Kognitif Komponen kog nitif m enyangkut pe ngetahuan m engenai a lam sekitar d an gagasan yang b iasanya merupakan ka tegori yang dipakai da lam pr oses berpikir. M isalnya, da lam hubungan dengan ke adaan ke bahasaan di Indonesia, kom ponen ko gnitif menyangkut pengetahuan ki ta m engenai ba hasa-bahasa y ang terdapat atau di pergunakan di Indonesia dan pe nggolongan bahasa-bahasa i tu m enjadi b ahasa Indonesia, b ahasa d aerah, dan bahasa asing. 2. Komponen Afektif Komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan perasaan yang menyangkut masalah emosional 58

BAB 1 PENDAHULUAN. semakin be rlomba-lomba unt uk m enawarkan produk yang da pat m emenuhi

BAB 1 PENDAHULUAN. semakin be rlomba-lomba unt uk m enawarkan produk yang da pat m emenuhi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa i ni p erkembangan d unia b isnis s emakin cep at, s ehingga s etiap organisasi bi snis m anapun m emiliki s uatu t antangan yang ha rus di hadapi yaitu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk t erus di gali, dikembangkan da n di tingkatkan p eranannya unt uk

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk t erus di gali, dikembangkan da n di tingkatkan p eranannya unt uk 18 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan na sional merupakan s uatu ke giatan yang be rlangsung s ecara terus-menerus da n be rkesinambungan yang bertujuan unt uk m eningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. apapun. D alam ka jian manajemen s trategik, pe ngukuran h asil ( performance)

BAB 1 PENDAHULUAN. apapun. D alam ka jian manajemen s trategik, pe ngukuran h asil ( performance) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini dan yang akan datang banyak perusahaan dituntut untuk m enempuh l angkah-langkah yang s trategik da lam be rsaing p ada kondi si apapun.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Globalisasi E konomi t elah m endorong m asyarakat unt uk s elalu

BAB 1 PENDAHULUAN. Globalisasi E konomi t elah m endorong m asyarakat unt uk s elalu 15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi E konomi t elah m endorong m asyarakat unt uk s elalu memperhatikan pe rusahaan pe rbankan, unt uk melakukan ev aluasi t erhadap laporan keuangan

Lebih terperinci

B. Tujuan Umum : Meningkatnya mutu pelayanan kesehatan terhadap usia lanjut dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

B. Tujuan Umum : Meningkatnya mutu pelayanan kesehatan terhadap usia lanjut dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. PROGRAM KESEHATAN USIA LANJUT DI PUSKESMAS PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan telah membuahkan hasil meningkatnya umur harapan hidup dengan meningkatnya populasi

Lebih terperinci

YANDU LANSIA dr. Kartika Ratna Pertiwi JURDIK BIOLOGI FMIPA UNY YOGYAKARTA

YANDU LANSIA dr. Kartika Ratna Pertiwi JURDIK BIOLOGI FMIPA UNY YOGYAKARTA YANDU LANSIA dr. Kartika Ratna Pertiwi JURDIK BIOLOGI FMIPA UNY YOGYAKARTA Pendahuluan Taraf kesehatan masyarakat yang meningkat disertai meningkatnya fasilitas kesehatan berdampak pada semakin meningkatnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi XRD (X-Ray Diffraction) Hasil ka rakterisasi X RD sampel di tunjukkan pa da G ambar 4.1 berupa grafik peak to peak, sedangkan data XRD yang berupa grafik search

Lebih terperinci

ANALISA MANAJEMEN DALAM PENYALURAN KREDIT PADA. PT BANK BUKOPIN Tbk, CABANG UTAMA SURABAYA

ANALISA MANAJEMEN DALAM PENYALURAN KREDIT PADA. PT BANK BUKOPIN Tbk, CABANG UTAMA SURABAYA 1 ANALISA MANAJEMEN DALAM PENYALURAN KREDIT PADA PT BANK BUKOPIN Tbk, CABANG UTAMA SURABAYA Oleh : MUKHAMAD NURHIDAYAT NPM : 11.2.01.07221 Program Studi : Akuntansi SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI INDONESIA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Intensi 1. Definisi Intensi Menurut kamus besar Dagun (2006), intensi adalah keinginan bertindak untuk melakukan atau merubah sesuatu untuk mencapai suatu tujuan.

Lebih terperinci

PEDOMAN PEDOMAN PENGELOLAAN USIA LANJUT (USILA) PUSKESMAS WARA BARAT BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PEDOMAN PENGELOLAAN USIA LANJUT (USILA) PUSKESMAS WARA BARAT BAB I PENDAHULUAN Lampiran Keputusan Kepala Puskesmas Wara Barat Nomor : / SK / PKM - WB / I Tanggal : Januari 2015 PEDOMAN PEDOMAN PENGELOLAAN USIA LANJUT (USILA) PUSKESMAS WARA BARAT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. bagi pe rusahaan t ersebut, maka s udah sepantasnya apabila perusahaan m enaruh

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. bagi pe rusahaan t ersebut, maka s udah sepantasnya apabila perusahaan m enaruh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Karyawan memiliki peranan yang penting bagi setiap perusahaan. Berbeda dari s ebuah m esin, ka ryawan m ampu t erus b erkembang da n m ampu m elakukan berbagai

Lebih terperinci

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA xi DAFTAR ISI

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA xi DAFTAR ISI xi DAFTAR ISI SAMPUL DEPAN... i SAMPUL DALAM... ii HALAMAN PRASYARAT GELAR... iii HALAMAN PENGESAHAN... iv HALAMAN PERSETUJUAN... v SURAT PERNYATAAN TENTANG ORISINALITAS... vi KATA PENGANTAR... vii SUMMARY...

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi SEM (Scanning Electron Microscopy)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi SEM (Scanning Electron Microscopy) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi SEM (Scanning Electron Microscopy) Pengujian s truktur m ikro da ri s emen s eng oxi da da n e ugenol ( zinc oxide eugenol cement) dilakukan d engan m enggunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. umur harapan hidup (life expectancy). Pembangunan kesehatan di Indonesia sudah

BAB 1 PENDAHULUAN. umur harapan hidup (life expectancy). Pembangunan kesehatan di Indonesia sudah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu hasil pembangunan kesehatan di Indonesia adalah meningkatnya umur harapan hidup (life expectancy). Pembangunan kesehatan di Indonesia sudah cukup berhasil,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara ge ografis, Kota P adang terletak pada 100 05 05-100 34 09 BT da n 00 44 00-1 08 35 LS. Sisi barat K ota P adang dibatasi ol eh s amudera H india, Kabupaten

Lebih terperinci

MBE I R A K A D S / A E K LU A H N ST S A I L A P A A B U I EN T E T N 010 I T E, K

MBE I R A K A D S / A E K LU A H N ST S A I L A P A A B U I  EN T E T N 010 I T E, K B UATI TRENGGALEK ERATURAN BUATI N OMOR 92 TRENGGALEK TAHUN 2010 T ENTANG EDOMAN UMUM EMBERIAN ENGHARGAAN KEADA DESA/KELURAHAN D AN KECAMATAN BERRESTASI DALAM ELUNASAN AJAK BUMI DAN B ANGUNAN DI KABUATEN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. program pe mbangunan masyarakat unt uk m ewujudkan pe mbangunan milenium

BAB 1 PENDAHULUAN. program pe mbangunan masyarakat unt uk m ewujudkan pe mbangunan milenium BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang MDG s ( Millenium D evelopment G oals) m erupakan s uatu i ndikator program pe mbangunan masyarakat unt uk m ewujudkan pe mbangunan milenium internasional. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Lanjut usia yang lazim disingkat, Lansia adalah warga negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Lanjut usia yang lazim disingkat, Lansia adalah warga negara Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lanjut usia yang lazim disingkat, Lansia adalah warga negara Indonesia yang berusia di atas 60 tahun (Badan Pusat Statistik, 2014). Menurut WHO saat ini di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KONSEP DAN TEORI. nilai strategis dalam mengembangkan sumber daya manusia sejak dini. (Effendy,

BAB II TINJAUAN KONSEP DAN TEORI. nilai strategis dalam mengembangkan sumber daya manusia sejak dini. (Effendy, BAB II TINJAUAN KONSEP DAN TEORI A. Posbindu 1. Definisi Posbindu Posbindu adalah suatu forum komunikasi alih tehnologi dan pelayanan bimbingan kesehatan masyarakat oleh dan untuk masyarakat yang mempunyai

Lebih terperinci

S t a u Ura a i n Keg a i tan Vo u m B a i ya Ju a m p B W B a i ya ( RP) (R ) p Ba t n a u n Ba a h n Pe m a l jara W rga Be a l jar

S t a u Ura a i n Keg a i tan Vo u m B a i ya Ju a m p B W B a i ya ( RP) (R ) p Ba t n a u n Ba a h n Pe m a l jara W rga Be a l jar B UPATI TRENGGALEK P ERATURAN BUPATI TRENGGALEK N OMOR 27 T AHUN 9 T ENTANG TATA CARA P EMBERIAN BANTUAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN BANTUAN BIAYA OPERASION AL PENDIDIKAN PAKET B SETARA SMP DAN PAKET C SETARA

Lebih terperinci

PENGARUH PELAYANAN PRIMA TERHADAP LOYALITAS DAN KEPUASAN SEBAGAI VARIABEL MODERATING PADA PT. AYU INDAH LAMONGAN

PENGARUH PELAYANAN PRIMA TERHADAP LOYALITAS DAN KEPUASAN SEBAGAI VARIABEL MODERATING PADA PT. AYU INDAH LAMONGAN PENGARUH PELAYANAN PRIMA TERHADAP LOYALITAS DAN KEPUASAN SEBAGAI VARIABEL MODERATING PADA PT. AYU INDAH LAMONGAN Oleh: WINNY KOES DZULKARNAEN NPM 09.1.02.04268 PROGRAM STUDI : MANAJEMEN SEKOLAH TINGGI

Lebih terperinci

matematika disekolah telah memberi sumbangan besar dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia (Asikin, 2001: 1-2 ). Hasil belajar pada dasarnya da

matematika disekolah telah memberi sumbangan besar dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia (Asikin, 2001: 1-2 ). Hasil belajar pada dasarnya da P ENE RAPAN M ETODE D ISCOVERY U NTUK MENINGKATKAN H ASIL BELAJAR M ATERI L INGKARAN SISWA KELAS VIII- I S MP N EGERI 10 MALANG O leh: D ewi Ratih Puspaning Ayu Pembimbing: (1) S ubanji dan (2) S ukoriyanto

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kepmenkes no 128 tahun 2004, Puskesmas adalah Unit Pelaksana

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kepmenkes no 128 tahun 2004, Puskesmas adalah Unit Pelaksana 20 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas 2.1.1 Pengertian Puskesmas Menurut Kepmenkes no 128 tahun 2004, Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari Dinas Kesehatan Kabupaten atau kota yang bertanggungjawab

Lebih terperinci

Pelaksanaan Posyandu Lansia, Pengisian KMS, Pencatatan & Rekapitulasi Hasil Kegiatan Posyandu Lansia

Pelaksanaan Posyandu Lansia, Pengisian KMS, Pencatatan & Rekapitulasi Hasil Kegiatan Posyandu Lansia Pelaksanaan Posyandu Lansia, Pengisian KMS, Pencatatan & Rekapitulasi Hasil Kegiatan Posyandu Lansia Pelayanan kesehatan di kelompok Usia Lanjut meliputi pemeriksaan kesehatan fisik dan mental emosional.

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN KAPSUL EKSTRAK DAUN JATI BELANDA

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN KAPSUL EKSTRAK DAUN JATI BELANDA SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN KAPSUL EKSTRAK DAUN JATI BELANDA (GUAZUMA ULMIFOLIA) TERHADAP BERAT BADAN DAN UKURAN LINGKAR PERUT PADA MAHASISWI DENGAN BERAT BADAN BERLEBIH RIZKY NOVI ANGGRAINI NIM. 151410483005

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. POSYANDU (Pos Pelayanan Terpadu) 1. Pengertian Posyandu Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) adalah pusat kegiatan masyarakat dimana masyarakat dapat memperoleh pelayanan Keluarga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tentang Kesejahteraan 2.1.1 Definisi Kesejahteraan dalam kamus besar Bahasa Indonesia (1989) adalah keamanan, keselamatan, ketentraman, kesenangan hidup, kemakmuran.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usia Lanjut (Usila) 2.1.1. Konsep Menua Menurut Contantinides dalam Nugroho (2000), menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. pemikiran m engenai ku alitas, da n pe mikiran s etiap or ang pa sti be rbeda-beda

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. pemikiran m engenai ku alitas, da n pe mikiran s etiap or ang pa sti be rbeda-beda BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Kualitas 1. Pengertian Kualitas Dalam ke hidupan s ehari-hari, t idak s edikit or ang yang m embicarakan tentang m asalah k ualitas.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tertentu yang sudah disepakati, yang digerakkan oleh masyarakat untuk mendapatkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tertentu yang sudah disepakati, yang digerakkan oleh masyarakat untuk mendapatkan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Posyandu Lansia 2.1.1 Pengertian Posyandu Lansia Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat lansia di wilayah tertentu yang sudah disepakati, yang digerakkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. angka kematian bayi, angka kelahiran, dan angka kematian ibu.( A.Gde Munin

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. angka kematian bayi, angka kelahiran, dan angka kematian ibu.( A.Gde Munin BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. POSYANDU 2.1.1. Defenisi Posyandu Posyandu merupakan strategi jangka panjang pemerintah untuk menurunkan angka kematian bayi, angka kelahiran, dan angka kematian ibu.( A.Gde

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keluarga Menurut WHO, Keluarga adalah anggota rumah tangga saling berhubungan melalui pertalian darah, adopsi atau perkawinan. Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Usia Lanjut 1. Pengertian usia lanjut Usia lanjut merupakan masa atau tahap hidup manusia : bayi, kanakkanak, dewasa, tua, usia lanjut ( Nugroho W, 1992 ). Manusia dalam proses

Lebih terperinci

JURNAL PUBLIKASI PENINGKATAN MOTORIK KASAR ANAK MELALUI PERMAINAN LEMPAR TANGKAP BOLA KELOMPOK B TK ABA PANDES I WEDI KLATEN.

JURNAL PUBLIKASI PENINGKATAN MOTORIK KASAR ANAK MELALUI PERMAINAN LEMPAR TANGKAP BOLA KELOMPOK B TK ABA PANDES I WEDI KLATEN. JURNAL PUBLIKASI PENINGKATAN MOTORIK KASAR ANAK MELALUI PERMAINAN LEMPAR TANGKAP BOLA KELOMPOK B TK ABA PANDES I WEDI KLATEN Disusun Oleh : NAMA NIM : SRI WINARSIH : A53B090033 2012 2 3 PENINGKATAN MOTORIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ANC (Antenatal Care) 1. Pengertian ANC Antenatal care adalah perawatan yang diberikan kepada ibu selama masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), Antenatal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi tua merupakan proses yang alami dalam kehidupan manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi tua merupakan proses yang alami dalam kehidupan manusia dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menjadi tua merupakan proses yang alami dalam kehidupan manusia dan ditandai dengan menurunnya kemampuan tubuh dalam menghadapi pengaruh dari dalam maupun dari luar

Lebih terperinci

(Syzygium pholyanthum W).

(Syzygium pholyanthum W). (Syzygium pholyanthum W). At an au ah ht 1 r a tut ah un nh 1. Pr III ar a P lte e ha t ul a. Pr III ar a P lte e ha t ul a at an au ahu ht 54a l. r. a tutah. P h n ala tana untu al aunn a an una an untu

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2018 TENTANG PENINGKATAN KUALITAS LAYANAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Fenomena ini dikenal sebagai penuaan penduduk yang terjadi di seluruh dunia. Pada Tahun

BAB 1 : PENDAHULUAN. Fenomena ini dikenal sebagai penuaan penduduk yang terjadi di seluruh dunia. Pada Tahun BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah populasi berusia 60 tahun atau lebih adalah yang paling cepat berkembang di dunia, disebabkan karena penurunan kesuburan dan meningkatnya usia harapan hidup.

Lebih terperinci

Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi

Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi Pengertian perilaku Menurut Green dan Kreuter (2000), perilaku merupakan hasil dari seluruh pengalaman serta interaksi manusia dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan melalui panca indra yaitu indra

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negara-negara maju seperti diabetes melitus, jantung koroner, penyakit

I. PENDAHULUAN. negara-negara maju seperti diabetes melitus, jantung koroner, penyakit 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Serat pangan sempat cukup lama diabaikan sebagai faktor penting dalam gizi makanan. Hal ini disebabkan karena serat pangan tidak menghasilkan energi. Selain itu, kekurangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Partisipasi kader adalah keikutsertaan kader dalam suatu kegiatan kelompok

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Partisipasi kader adalah keikutsertaan kader dalam suatu kegiatan kelompok BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Partisipasi Kader Partisipasi kader adalah keikutsertaan kader dalam suatu kegiatan kelompok (Widiastuti A, 2007). Kader kesehatan adalah promotor kesehatan desa (Promkes) yaitu

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PROGRAM MAGISTER (TAPM)

TUGAS AKHIR PROGRAM MAGISTER (TAPM) TUGAS AKHIR PROGRAM MAGISTER (TAPM) PENGARUH MOTIVASI, PENGAWASAN DAN DISIPLIN KERJATERHADAP PRESTASI KERJA PEGAWAI DINAS PENDAPATAN, PENGELOLA KEUANGAN DAN KEKAYAN DAERAH KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAPM

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kesegaran Jasmani 2.1.1 Pengertian Kesegaran jasmani sudah umum dipakai dalam bahasa Indonesia, khususnya dalam bidang keolahragaan. Kesegaran jasmani biasa diucapkan dengan

Lebih terperinci

PENDEKATAN REGRESI TOBIT PADA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGELUARAN RUMAH TANGGA UNTUK PENDIDIKAN DI JAWA TIMUR. Abstrak

PENDEKATAN REGRESI TOBIT PADA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGELUARAN RUMAH TANGGA UNTUK PENDIDIKAN DI JAWA TIMUR. Abstrak PENDEKATAN REGRESI TOBIT PADA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGELUARAN RUMAH TANGGA UNTUK PENDIDIKAN DI JAWA TIMUR 1 Neser Ike Cahyaningrum, 2 Ismaini Zain 1,2 Jurusan Statistika Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. Kinerja merupakan hal penting yang harus dicapai oleh setiap perusahaan

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. Kinerja merupakan hal penting yang harus dicapai oleh setiap perusahaan BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Kinerja Kinerja merupakan hal penting yang harus dicapai oleh setiap perusahaan manapun, k arena k inerja m erupakan gambaran d ari k emampuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Pengetahuan Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya, termasuk manusia dan kehidupannya

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN SALISSS SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 46 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI MADIUN SALISSS SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 46 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI MADIUN SALISSS SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 46 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGINTEGRASIAN LAYANAN SOSIAL DASAR DI POS PELAYANAN TERPADU BUPATI MADIUN, Menimbang : a. bahwa Pos Pelayanan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN PROGRAM KESEHATAN LANSIA

KEBIJAKAN DAN PROGRAM KESEHATAN LANSIA KEBIJAKAN DAN PROGRAM KESEHATAN LANSIA D I S U S U N OLEH : KELOMPOK 11 Iin Cintami Pangabean Risa Safitri Titik Puspitasari DOSEN PEMBIMBING: ROSETY FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS SARI MUTIARA

Lebih terperinci

TESIS. Tesis ini diajukan untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar M.Si UNIVERSITAS TERBUKA. Diajukan Oleh

TESIS. Tesis ini diajukan untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar M.Si UNIVERSITAS TERBUKA. Diajukan Oleh TESIS PENGARUH PENILAIAN KINERJA DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP MOTIVASI KERJA PEGAWAI DI UNIT PROGRAM BELAJAR JARAK JAUH (UPBJJ-UT) KUPANG Tesis ini diajukan untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh

Lebih terperinci

PROSEDUR MEKANISME DAN PENILAIAN ANGKA KREDIT JABATAN FUNGSIONAL ARSIPARIS

PROSEDUR MEKANISME DAN PENILAIAN ANGKA KREDIT JABATAN FUNGSIONAL ARSIPARIS Lokakarya Fungsional Non Penefiti PROSEDUR MEKANISME DAN PENILAIAN ANGKA KREDIT JABATAN FUNGSIONAL ARSIPARIS Rakhmat dan Aryedi M. Raeta Pusat Perpustakaan Pertanian dan Komunikasi Penelitian, Bogor PENDAHULUAN

Lebih terperinci

OLEH: DODIK BRIAWAN (KULIAH PEMBEKALAN KKP ILMU GIZI, BOGOR, 5 MEI 2012) KOMPETENSI KKP/Internship (AIPGI)

OLEH: DODIK BRIAWAN (KULIAH PEMBEKALAN KKP ILMU GIZI, BOGOR, 5 MEI 2012) KOMPETENSI KKP/Internship (AIPGI) OPTIMALISASI POSYANDU DAN POSBINDU DLM UPAYA PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT OLEH: DODIK BRIAWAN (KULIAH PEMBEKALAN KKP ILMU GIZI, BOGOR, 5 MEI 2012) KOMPETENSI KKP/Internship (AIPGI) 1. Mengidentifikasi masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kesehatan masyarakat merupakan kombinasi antara teori (ilmu) dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kesehatan masyarakat merupakan kombinasi antara teori (ilmu) dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan masyarakat merupakan kombinasi antara teori (ilmu) dan praktik (seni) yang bertujuan untuk mencegah penyakit, memperpanjang usia hidup, dan meningkatkan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2007, jumlah penduduk lanjut usia sebesar 18,96 juta

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2007, jumlah penduduk lanjut usia sebesar 18,96 juta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada tahun 2007, jumlah penduduk lanjut usia sebesar 18,96 juta jiwa dan meningkat menjadi 20.547.541 pada tahun 2009. Badan kesehatan dunia WHO memperkirakan

Lebih terperinci

2 k e s erta tahun, seperti : pembukaan lahan untuk pertanian, perkebunan, penebangan liar t ersebut Nasional pembukaan akses jalan m erupakan ancaman

2 k e s erta tahun, seperti : pembukaan lahan untuk pertanian, perkebunan, penebangan liar t ersebut Nasional pembukaan akses jalan m erupakan ancaman 1 I. P ENDAHULUAN A. L atar Belakang I ndonesia t i nggi, sehingga adalah negara merupakan negara memiliki keanekaragaman hayati sangat negara kepulauan ini d ikenal s ebagai memiliki negara megabiodiversi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia

BAB I PENDAHULUAN. Selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aging process atau proses penuaan merupakan suatu proses biologis yang tidak dapat dihindari, berjalan secara terus menerus, dan berkesinambungan. Selanjutnya akan menyebabkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 21 BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Bank dan Perbankan 2.1.1.1 Pengertian Bank dan Perbankan Bank m erupakan s alah satu l embaga k euangan yang b erperan s ebagai perantara d ana yaitu

Lebih terperinci

P R O G R A M K ER J A T A H U N A N TIM P EN G G ER A K P K K D E SA P R IN G G O W IR A W A N TA H U N 2011

P R O G R A M K ER J A T A H U N A N TIM P EN G G ER A K P K K D E SA P R IN G G O W IR A W A N TA H U N 2011 P R O G R A M K ER J A T A H U N A N TIM P EN G G ER A K P K K D E SA P R IN G G O W IR A W A N TA H U N 2011 P O K JA IV NO B ID G PR O GR A M T U JU SA SA R K EG IATA N D A K ET 1 2 3 4 5 6 7 8 1 K E

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia, dimulai sejak dari awal kehidupan. Usia lanjut adalah sekelompok

BAB I PENDAHULUAN. manusia, dimulai sejak dari awal kehidupan. Usia lanjut adalah sekelompok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia hidup di dunia akan mengalami proses menua. Menurut Nugroho (2008) proses menua adalah proses yang terjadi di sepanjang hidup manusia, dimulai sejak dari awal

Lebih terperinci

D i Yunani, estafet obor diselenggarakan dalam hubungannya pemujaan leluhur pemujaan leluhur dan untuk meneruskan api ramat jajahan- jajahan baru. A p

D i Yunani, estafet obor diselenggarakan dalam hubungannya pemujaan leluhur pemujaan leluhur dan untuk meneruskan api ramat jajahan- jajahan baru. A p L ARI SAMBUNG ( LARI ESTAFET ) D ARTICLE 1. Pengertian Lari Estafet Teknik salah Olah satu Raga lomba lari Lari pada Estafet Sejarah perlombaan Peraturan atletik yang Lari sambung dilaksanakan atau secara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lanjut usia (lansia) adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam, dkk, 2011). Memasuki usia tua, seseorang mengalami perubahan fisik,

Lebih terperinci

Menuju Lanjut Usia Aktif Sebagai Aset Bangsa yang Efektif

Menuju Lanjut Usia Aktif Sebagai Aset Bangsa yang Efektif Memperingati Hari Lansia 29 Mei 2011 Menuju Lanjut Usia Aktif Sebagai Aset Bangsa yang Efektif Oleh : Agus Samsudrajat S, SKM Salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah semakin meningkatnya usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (ageing population). Adanya ageing population merupakan cerminan dari

BAB I PENDAHULUAN. (ageing population). Adanya ageing population merupakan cerminan dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mulai masuk ke dalam kelompok negara berstruktur tua (ageing population). Adanya ageing population merupakan cerminan dari semakin tingginya usia rata-rata

Lebih terperinci

BAB 5 : PEMBAHASAN. yang peneliti tanyakan sehingga pertanyaan tersebut dibacakan berulang kali.

BAB 5 : PEMBAHASAN. yang peneliti tanyakan sehingga pertanyaan tersebut dibacakan berulang kali. BAB 5 : PEMBAHASAN 1.1 Keterbatasan Penelitian Penelitian ini tidak terlepas dari berbagai keterbatasan yang mempengaruhi hasil penelitian. Keterbatasan tersebut adalah responden kelihatan sulit memahami

Lebih terperinci

DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN SEMARANG SMP NEGERI SATU ATAP AMBARAWA LATIHAN UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2012/2013

DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN SEMARANG SMP NEGERI SATU ATAP AMBARAWA LATIHAN UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2012/2013 / ata elajaran : atematika ari, anggal : abu, aktu :.. etunjuk mum:. ulislah nomor ujian nda pada lembar jawab yang telah disediakan.. acalah dengan teliti petunjuk dan cara mengerjakan soal.. erjakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN A III EODE PENELIIAN A. etode Penelitian etode penelitian adalah suatu teknik atau cara mencari, memperoleh, mengumpulkan atau mencatat data, baik berupa data primer maupun data sekunder yang digunakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. suatu masa atau tahap hidup manusia yang merupakan kelanjutan dari usia dewasa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. suatu masa atau tahap hidup manusia yang merupakan kelanjutan dari usia dewasa BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lanjut Usia Menurut ilmu gerontologi, lanjut usia bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu masa atau tahap hidup manusia yang merupakan kelanjutan dari usia dewasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kesehatan Bersumber daya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kesehatan Bersumber daya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Posyandu Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber daya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan

Lebih terperinci

Keluarga Sadar Gizi (KADARZI)

Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) Apa latarbelakang perlunya KADARZI? Apa itu KADARZI? Mengapa sasarannya keluarga? Beberapa contoh perilaku SADAR GIZI Mewujudkan keluarga cerdas dan mandiri Mengapa perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Kemajuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi saat ini kemajuan teknologi berkembang dengan sangat pesat, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Kemajuan teknologi tersebut berpengaruh

Lebih terperinci

I T T T P MBE I N E A G N NG A K T K M M A P N A G A 010

I T T T P MBE I N E A G N NG A K T K M M A P N A G A 010 B UAI ERAURAN BUAI N OMOR RENGGALEK 8 ENANG RENGGALEK AHUN 200 AA CARA EMBERIAN DAN ERANGGUNGJAWABAN B ANUAN UNUK ENINGKAAN KEMAMUAN KEUANGAN AHUN ANGGARAN 200 D ENGAN RAHMA UHAN YANG MAHA ESA B UAI RENGGALEK,

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PROGRAM MAGISTER (TAPM) FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBANGAN KARIER PEGAWAI PADA PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

TUGAS AKHIR PROGRAM MAGISTER (TAPM) FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBANGAN KARIER PEGAWAI PADA PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TUGAS AKHIR PROGRAM MAGISTER (TAPM) FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBANGAN KARIER PEGAWAI PADA PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAPM diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Posyandu 1. Pengertian Posyandu Pos pelayanan terpadu atau yang lebih dikenal dengan sebutan posyandu, yaitu salah satu bentuk upaya pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh,

Lebih terperinci

3 Peneliti an Pengembangan Pusat b ahwa ( 2010: 1 ): Kuri kulum ( K emenknas) menyat Un tuk melihat mutu penyelenggaraan penkan d i P AUD/ TK d ilihat

3 Peneliti an Pengembangan Pusat b ahwa ( 2010: 1 ): Kuri kulum ( K emenknas) menyat Un tuk melihat mutu penyelenggaraan penkan d i P AUD/ TK d ilihat 2 P enkan ni berada rentang lahir sampai enam t ahun m enitik beratkan p ada pelet dasar ke arah pertumbuhan p erkembangan fisik ( koornasi motorik halus kasar), k ecerdasan (daya pikir, d aya cipta, kecerdasan

Lebih terperinci

POSYANDU LANJUT USIA (LANSIA)

POSYANDU LANJUT USIA (LANSIA) POSYANDU LANJUT USIA (LANSIA) Disusun untuk memenuhi tugas Komunitas Dosen pengampu : M. Hasib Ardani, S.Kp., M.Kes. Disusun Oleh : Kelompok III Ana Rusfita 010501004 Arif Budi Wibowo 010501011 Badrul

Lebih terperinci

MISI PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

MISI PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN INDIKATOR PENDIDIKAN P u s a t D a t a d a n S t a t i s t i k P e n d i d i k a n d a n K e b u d a y a a n K e m e n t e r i a n P e n d i d i k a n d a n K e b u d a y a a n 2 0 1 7 POKOK BAHASAN I.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Pos Pelayanan Terpadu. Layanan Sosial Dasar. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Pos Pelayanan Terpadu. Layanan Sosial Dasar. Pedoman. No.289, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Pos Pelayanan Terpadu. Layanan Sosial Dasar. Pedoman. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGINTEGRASIAN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Pada hakikatnya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Pada hakikatnya BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Perilaku Dilihat dari aspek biologisnya, perilaku merupakan sesuatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Pada hakikatnya kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lansia yang berhenti bekerja, umumnya menderita post power. syndrome, kehilangan kepercayaan diri karena berkurangnya peran

BAB I PENDAHULUAN. Lansia yang berhenti bekerja, umumnya menderita post power. syndrome, kehilangan kepercayaan diri karena berkurangnya peran 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nugroho (2006) menjelaskan bahwa menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Kemunduran fisik yang di alami saat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Persepsi Mengenai PHBS 2.1.1. Pengertian Persepsi Individu satu dengan yang lainnya, tentu memiliki perbedaan dalam melihat serta memaknai sesuatu yang dilihatnya. Perbedaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Air Susu Ibu (ASI) 1. Pengertian ASI Air susu Ibu (ASI) mengandung semua bahan yang diperlukan bayi, mudah dicerna, memberi perlindungan terhadap infeksi, selalu segar, bersih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Posyandu atau Pos Pelayanan Terpadu adalah Forum Komunikasi Alih. rangka pencapaian NKKBS ( Mubarak & Chayalin, 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Posyandu atau Pos Pelayanan Terpadu adalah Forum Komunikasi Alih. rangka pencapaian NKKBS ( Mubarak & Chayalin, 2009). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Posyandu atau Pos Pelayanan Terpadu adalah Forum Komunikasi Alih Teknologi dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat oleh dan untuk masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Usia Pertama Pemberian Makanan Pendamping ASI a. Pengertian Makanan Pendamping ASI ( MP ASI ) Makanan Pendamping ASI ( MP ASI ) merupakan makanan yang diberikan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Geomorfologi di daerah penelitian diamati dengan melakukan interpretasi peta topografi, citra SRTM, dan pengamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul Balai Kesehatan dan Olahraga untuk Lanjut Usia Di Solo. a. Balai. b. Kesehatan. c. Olahraga. d. Lanjut.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul Balai Kesehatan dan Olahraga untuk Lanjut Usia Di Solo. a. Balai. b. Kesehatan. c. Olahraga. d. Lanjut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul Judul laporan Dasar Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur (DP3A) yang diangkat adalah Balai Kesehatan dan Olahraga untuk Lanjut Usia Di Solo. Untuk dapat

Lebih terperinci

memang terdapat bentuk-bentuk perilaku instinktif (species-specific behavior) yang didasari

memang terdapat bentuk-bentuk perilaku instinktif (species-specific behavior) yang didasari TUGAS PILIH SATU PERTANYAAN DIBAWAH INI DAN JAWAB SECARA RINCI JAWABAN HARUS 2 SPASI SEBANYAK 2000 KATA 1. Langkah awal dalam melakukan perubahan peri laku terkait gizi adalah membangkitkan motivasi. Bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya umur harapan hidup ini mengakibatkan jumlah penduduk lanjut usia meningkat pesat

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya umur harapan hidup ini mengakibatkan jumlah penduduk lanjut usia meningkat pesat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan merupakan cita-cita suatu bangsa dan salah satu keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan adalah meningkatnya Umur Harapan Hidup (UHH).

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2005 TENTANG PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2005 TENTANG PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2005 TENTANG PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menibang

Lebih terperinci

ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI

ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI SKRIPSI HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN IBU BALITA TERHADAP KUNJUNGAN POSYANDU DI KELURAHAN GILI TIMUR KECAMATAN KAMAL MADURA Oleh Feby Oni Maya A.C.P 011211233009 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGINTEGRASIAN LAYANAN SOSIAL DASAR DI POS PELAYANAN TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (2011), pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (2011), pada tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan derajat kesehatan dan kesejahteraan penduduk, berpengaruh terhadap peningkatan Usia Harapan Hidup (UHH) masyarakat di Indonesia. Menurut laporan Perserikatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. POSYANDU (Pos Pelayanan Terpadu) 1. Pengertian Posyandu Posyandu adalah suatu forum komunikasi, alih teknologi dan pelayanan kesehatan masyarakat yang mempunyai nilai strategis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Lanjut Usia (lansia) merupakan tahap akhir siklus perkembangan manusia. Masa di mana semua orang berharap akan menjalani hidup dengan tenang, damai, serta menikmati masa pensiun

Lebih terperinci

PENDEKATAN TEORETIS Tinjauan Pustaka Pengertian Lanjut Usia Pelayanan Lansia

PENDEKATAN TEORETIS Tinjauan Pustaka Pengertian Lanjut Usia Pelayanan Lansia 4 PENDEKATAN TEORETIS Bab ini menjelaskan mengenai pustaka rujukan yang diambil dari berbagai jenis pustaka seperti buku, peraturan pemerintah maupun hasil penelitian. Bab ini juga menjelaskan mengenai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) 2.1.1 Definisi Buku KIA Buku KIA adalah buku yang berisi catatan kesehatan ibu mulai dari hamil, bersalin, nifas, dan catatan kesehatan anak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berbeda-beda yang tentu saja sangat berpengaruh terhadap Angka Kematian Bayi

BAB 1 PENDAHULUAN. berbeda-beda yang tentu saja sangat berpengaruh terhadap Angka Kematian Bayi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap negara di dunia memiliki konsep pemeriksaan kehamilan yang berbeda-beda yang tentu saja sangat berpengaruh terhadap Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian

Lebih terperinci

Menuju Desa Siaga Sehat Jiwa

Menuju Desa Siaga Sehat Jiwa Artikel Pengabdian Masyarakat Menuju Desa Siaga Sehat Jiwa Desa Karya Mukti Kecamatan Mootilango Kabupaten Gorontalo Ns. Rhein R. Djunaid, M.Kes* dr. Zuhriana K. Yusuf, M.Kes** dr. Vivien N.A Kasim, M.Kes***

Lebih terperinci

Tujuan pendidikan kesehatan

Tujuan pendidikan kesehatan Definisi Pendidikan kesehatan adalah suatu upaya atau kegiatan untuk menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan. Pendidikan kesehatan konsepnya berupaya agar masyarakat menyadari atau

Lebih terperinci

PENGARUH KOM PETEN SI DAN M O T IV A S I TERHADAP KINERJA GURU SM A N E G E R I 101 JAKARTA

PENGARUH KOM PETEN SI DAN M O T IV A S I TERHADAP KINERJA GURU SM A N E G E R I 101 JAKARTA PENGARUH KOM PETEN SI DAN M O T IV A S I TERHADAP KINERJA GURU SM A N E G E R I 101 JAKARTA KARYA AKHIR OLEH R IL IP SR I 55108110203 UNIVERSITAS M ERCU BUANA PROGRAM PASCA SARJANA PROGRAM M AGISTER M

Lebih terperinci