BAB I P E N D A H U L U A N A. LATAR BELAKANG MASALAH. Penelitian tentang keberadaan manusia di Indonesia telah dimulai sejak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I P E N D A H U L U A N A. LATAR BELAKANG MASALAH. Penelitian tentang keberadaan manusia di Indonesia telah dimulai sejak"

Transkripsi

1 BAB I P E N D A H U L U A N A. LATAR BELAKANG MASALAH Penelitian tentang keberadaan manusia di Indonesia telah dimulai sejak Eugene Dubois menemukan fosil atap tengkorak dan tulang paha Pithecantropus erectus (Homo erectus erectus) di Trinil pada tahun Hingga kini penelitian mengenai hal tersebut telah banyak mengalami kemajuan. Berdasarkan bukti paleoantropologi, populasi makhluk manusia yang pertama kali mendiami kawasan Indonesia adalah Homo erectus. Jenis tersebut diperkirakan berevolusi menjadi jenis yang progresif, yaitu Pithecanthropus (Homo erectus) soloensis atau Solo Man, tetapi kemudian mengalami kepunahan pada BP. 2 Populasi manusia yang dianggap modern secara anatomi, yang paling awal masuk ke kawasan Kepulauan Indo-Malaysia adalah Homo (sapiens) wajakensis yang ditemukan di Wajak (Tulung Agung) dan berumur sekitar BP. 3 Beberapa sisa tinggalan lainnya yang sejenis dari kawasan ini antara lain adalah, 1 R.P Soejono, Sejarah Nasional Indonesia I, (Jakarta: Balai Pustaka, 1975), hlm Peter Bellwood, Man s Conquest of the Pacific, (Auckland: Collins, 1975), hlm Banyak perdebatan mengenai pertanggalan tengkorak Wajak, kemungkinan besar tengkorak ini dimasukkan dalam tarik yang lebih muda. Periksa: Peter Bellwood, Prasejarah kepulauan Indo-Malaysia, edisi revisi, (Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 2000), hlm. 125.

2 2 tengkorak dalam dari gua Niah (Serawak) berumur sekitar BP dan sebuah lagi tengkorak dari Tabon (Palawan) berumur sekitar BP. 4 Saat ini populasi Homo sapiens sapiens yang mendiami kawasan Indonesia terdiri dari dua ras yaitu Australo-Melanesid dan Mongoloid. 5 Manusia dengan ciri ras Australo-Melanesid diantaranya adalah orang Papua di Papua dan Nugini, orang Halmahera Utara dan Morotai, beberapa komunitas di Timor bagian tengah dan timur dan beberapa pulau kecil (Alor dan Pantar) di kawasan Indonesia bagian Timur. Di lain pihak, ras Mongoloid (selatan) yang menggunakan rumpun bahasa Austronesia secara mayoritas mendiami kawasan Indonesia barat, seperti etnis Melayu dan beberapa etnis kerabatnya, Jawa, Dayak, Sulawesi dan etnis di beberapa bagian Indonesia Timur, seperti di Halmahera Selatan. 6 Sebelum kedatangan orang Austronesia, wilayah Indonesia secara mayoritas telah dihuni oleh populasi Australo-Melanesid. W.W. Howells 7 seorang ahli antropologi ragawi telah menyusun analisis multivarian berdasarkan atas studi antropometrik dan kranial yang kemudian sampai pada kesimpulan bahwa pada masa lampau terdapat suatu kawasan yang disebut Melanesia Lama yang meliputi 4 Periksa: Sandra Bowdler, Sunda and Sahul: A 30 KYR BP Culture Area?, dalam Smith. MA; Springgs.M and Fankhain, Sahul in Review, (Canbera: RPAS, ANU, 1993), hlm dan Robert B. Fox, The Tabon Caves, Archaeological Explorations and Excavations on Palawan Island, Philippines (Manila: National Museum, 1970), hlm Peter Bellwood, op.cit.,2000, hlm Ibid., hlm Dalam Peter Bellwood, The Colonization of the Pacific: Some Current Hypotheses, hlm. 12.

3 3 Daratan Sunda, Daratan Sahul, dan Kawasan Wallacea. Selain itu hasil analisisnya menyebutkan bahwa, di Asia Tenggara daratan (termasuk Sumatra bagian utara) juga terdapat kawasan budaya Hoabinhian. Menurut Howells, kedua kawasan tersebut dikoloni oleh manusia dengan ciri ras Australo-Melanesid. Tengkorak Wajak, Niah dan Tabon dianggap merupakan nenek moyang Australo-Melanesid, yang telah muncul di wilayah kepulauan ini setidaknya sejak Di kawasan Maluku Utara, bukti awal mengenai kedatangan spesies manusia modern muncul sejak Kala Plestosen Akhir dan Awal Holosen, yang ditemukan di gua pantai Golo ( BP), Um Kapat Papo (7000 BP) dan Buwawansi (9000 BP) di Pulau Gebe, selain itu juga Daeo 2 (15000 BP) dan Tanjung Pinang (9000 BP) di Pulau Morotai, dan Gua Siti Nafisah (5.500 BP) di Pulau Halmahera. 9 Tinggalan dari fase budaya tersebut juga merupakan jejak keberadaan populasi Australo-Melanesid (pra-austronesia) di Maluku Utara. Pada masa neolitik, bersamaan dengan munculnya pola subsistensi bercocok tanam, populasi di wilayah Indonesia bagian barat mulai digantikan oleh populasi Mongoloid selatan (Austronesia). Sementara itu, populasi Australo- Melanesid berangsur-angsur terdesak ke arah timur, dan wilayah yang didiaminya kemudian dinamakan Melanesia baru Peter Bellwood, op.cit., 2000, hlm Peter Bellwood, Goenadi Nitihaminoto, Gunadi, Agus Waluyo, Geoffrey Irwin, The Northern Molluccas as A Crossroads between Indonesia and the Pacific, dalam Sudaryanto dan Alex Horo Rambadeta (eds), Antar Hubungan Bahasa dan Budaya di Kawasan Non-Austronesia, (Yogyakarta: PSAP-UGM, 2000), hlm Peter Bellwood, op.cit., 2000, hlm. 129.

4 4 Austronesia adalah istilah yang diberikan oleh ahli linguistik, untuk menyebut suatu rumpun bahasa yang hampir secara mayoritas dituturkan oleh orang di kepulauan Indo-Malaysia dan Oseania. Pada akhirnya istilah Austronesia juga digunakan untuk menyebut seluruh komunitas yang berbudaya dan menggunakan rumpun bahasa Austronesia. Rumpun bahasa ini terdiri atas bahasa dan digunakan oleh kira-kira 270 juta penutur. Persebaran bahasa ini telah mencapai lebih dari separuh belahan dunia sebelum masa kolonialisme bangsa Eropa. 11 Banyak ahli yang berpendapat bahwa persebaran rumpun bahasa Austronesia yang luas disebabkan oleh proses ekspansi komunitas penutur rumpun bahasa tersebut ke luar dari daerah asalnya. Peta 1.1. Persebaran rumpun bahasa Austronesia. Sumber: Peter Bellwood, (1975), dengan modifikasi. Keterangan: Batas persebaran rumpun bahasa Austronesia. Peta tanpa skala 11 Beberapa kelompok yang terbesar adalah: Melayu, Tagalog dan Jawa. Darrel Tryon, Proto-Austronesian and the Major Austronesian Subgroup dalam Peter Bellwood, James J. Fox, Darrell Tryon (eds), The Austronesians: Historical and Comparative Perspectives, (Canberra: ANU, 1995), hlm. 17. Lihat peta 1.1

5 5 Sudah banyak para ahli yang mengajukan model migrasi untuk kasus persebaran orang Austronesia. R. Von Heine Geldern adalah ahli yang pertama menyodorkan konsep tentang budaya Austronesia. Ia berpendapat bahwa luas persebaran budaya Austronesia ditunjukkan dengan persebaran kompleks budaya Vierkantbeil adze. Ciri-ciri utama dari kompleks budaya Vierkantbeil adze adalah kehadiran beliung persegi. Menurut Geldern, kompleks budaya ini berasal dari budaya neolitik Skandinavia, di daerah Danau Baikal dan Baltik (Eropa). Kemudian budaya ini menyebar melalui sepanjang wilayah pantai Arktik Eurasia menuju Pasifik Utara, hingga akhirnya secara mayoritas distribusinya meliputi wilayah Pasifik, Asia Tenggara, dan Polynesia. Selain itu, bentuk beliung dari Asia Timur Laut juga berhubungan erat dengan beliung dari Amerika Barat Laut. 12 Teori ini telah kadaluarsa, karena hanya didasarkan pada persamaan tipologi beliung persegi saja dan secara logika terdapat kesenjangan alur pemikiran. Selain pandangannya yang Eropa sentris, data yang digunakan hanya berasal dari kumpulan hasil survey permukaan yang konteksnya tidak jelas dan miskin dokumentasi. Berdasarkan penelitian terbaru dengan berbagai data, teori yang diajukan oleh Geldern tersebut tidak dapat diterima. Roger Duff 13 mengajukan teori bahwa, arah persebaran bangsa Austronesia yang didukung oleh pola subsistensi bercocok tanam tercermin dari persebaran suatu jenis tipologi beliung persegi dari kawasan Asia Tenggara 12 Roger Duff, Stone Adze of Southeast Asia, (New Zealand: Centerbury Museum, 1970), hlm Ibid., hlm. 4.

6 6 Daratan. Teori tersebut berpijak pada hasil klasifikasi typologi beliung persegi bardasarkan bentuk irisan, bentuk tajaman, dan bentuk pangkal. Roger Duff sampai pada kesimpulan bahwa pusat asal penyebaran beliung persegi yang tersebar di kawasan kepulauan Indonesia kecuali Nugini berasal dari semenanjung Malaya bagian selatan. Ciri-ciri budaya Austronesia ditandai dengan beliung paruh (Malayan Beacked Adze) 14 dan belincung (Indonesian Pick Adze) 15. Beliung paruh menyebar dari Malaysia ke Sumatra dan Jawa, tetapi belincung yang tersebar di Indonesia tidak ditemukan di Malaysia. Beliau mengutip pendapat H.R Van Heekern bahwa, belincung berasal dari Sumatra dan Jawa, yang kemudian menyebar ke Bali, menuju Kepulauan Sunda Kecil dan Sulawesi sampai Minahasa. Sementara itu, beliung di Borneo Barat berasal dari Sumatra lewat Bangka. 16 Teori ini memang merupakan penajaman dari teori yang di bangun oleh Geldern, tetapi juga perlu direvisi dengan adanya berbagai penemuan dari penelitian terbaru. Thor Heyerdahl, 17 mengajukan hipotesis bahwa orang Austronesia yang mendiami kepulauan Pasifik bermigrasi dari pantai barat Amerika Selatan. Berdasarkan pada kajian navigasi, ia mengajukan teori bahwa orang Austronesia bermigrasi dari Indonesia mengikuti Great circle route menuju Jepang, Alaska, 14 Type 7, variasi D dan E menurut klasifikasi Duff. 15 Type 7, variasi A, B dan C menurut klasifikasi Duff. 16 Roger Duff, op.cit., 1970, hlm Ia mengadakan studi mengenai pelayaran tradisional dari Ekuador menuju Kepulauan Tuamotu dengan menggunakan Kon Tiki, perahu tradisional etnis di Amerika selatan. Lihat: Irving Rouse, Migrations In Prehistory, Inferring Population Movement From Cultural Remains (New Haven: Yale University Press, 1986), hlm

7 7 pesisir Pasifik Utara, kemudian menuju Polynesia dari timur ke barat. Model migrasi yang diajukannya adalah jalur utara dari Pesisir Pasifik utara menuju kepulauan Hawaii, dan jalur selatan dari Bolivia dan Peru menuju Pulau Easter. Model yang diajukannya didukung oleh perbandingan ciri rasial dan beberapa item budaya material. Menurut Irving Rouse, teori ini memiliki banyak kelemahan baik dari sudut pandang arkeologi dan genetik. Selain itu, juga kurang memperhatikan fakta yang berasal dari data linguistik. Ahli lainnya adalah Wilhelm G. Solheim II 18 yang mengajukan teori bahwa wilayah geografis persebaran gerabah Sa-Huynh-Kalanay di Asia Tenggara dan Lapita di Melanesia barat memiliki hubungan dengan persebaran orang Austronesia. Teorinya berangkat dari hasil rekonstruksi linguistik Isodore Dyne mengenai bahasa Proto Melayu-Polynesia yang diperkirakan berkembang di kepulauan Melanesia Barat. Solheim berpendapat bahwa daerah asal komunitas Austronesia adalah dari kawasan di sekitar Palawan-Serawak-Sulu-Sulawesi. Walaupun demikian, kawasan ini diperkirakan hanya merupakan daerah tahap kedua ketika komunitas ini mulai mengembangkan diri, dan bukan merupakan tempat asal awal perkembangan Austronesia. Menurutnya, data yang tersedia masih belum cukup untuk menentukan daerah asal komunitas Austronesia. Data tersebut dapat digunakan untuk mendukung berbagai hipotesis mengenai daerah 18 Periksa: Wilhelm G. Solheim II, Reflections on the New Data of Southeast Asian Prehistory, Austronesian Origin and Consequence, dalam Peter Van de Velde, eds., Prehistoric Indonesia, (USA: Foris Publications, 1984).

8 8 asal orang Austronesia. Selain itu, Solheim mengajukan istilah Nusantau 19 untuk menyebut kelompok manusia dan budayanya tersebut. Indah Asikin Nurani dalam tulisannya yang berjudul Persebaran Tradisi Beliung Persegi dan Kapak Lonjong, Perpaduan di Kalumpang (1993) dan Sulawesi Sebagai Pusat Migrasi bangsa Austronesia (1996) sampai pada kesimpulan bahwa daerah Indonesia timur bagian utara (khususnya Sulawesi) adalah daerah pusat migrasi orang Austronesia. Ia berpendapat bahwa gerabah Kalumpang yang sangat mirip dengan gerabah Kalanay, serta variasi temuan beliung persegi dan kapak lonjong, mengindikasikan bahwa Kalumpang adalah daerah asal persebaran orang Austronesia. Dari daerah ini beliung persegi menyebar ke arah Indonesia Barat dan Asia Tenggara Daratan, sedangkan kapak lonjong menyebar ke arah timur menuju Kepulauan Melanesia. Walaupun demikian, hipotesis yang dihasilkan dari kedua tulisan tersebut kurang signifikan dengan data dari hasil penelitian terbaru. Selain itu, tulisan tersebut juga belum memperhatikan data linguistik dan catatan etnografi. Peter Bellwood 20, dengan bukti yang lebih kompleks berhasil mengajukan teori yang lebih valid. Bertolak dari bukti arkeologis dan linguistik, beliau mengajukan teori bahwa daerah asal orang Austronesia adalah Taiwan dan Pantai Cina bagian selatan. Kawasan tersebut oleh berberapa ahli linguistik dianggap 19 Nusantau, dari kata Nusa: pulau dan tau: orang, lihat: ibid. 20 Peter bellwood, Austronesian Prehistory in Southeast Asia: Homeland, Expansion and Transformation, dalam Peter Bellwood, James J. Fox, Darrell Tryon (eds), The Austronesians: Historical and Comparative Perspectives, (Canberra: ANU, 1995), hlm

9 9 sebagai tempat asal bahasa proto-austronesia. Disamping itu, secara arkeologis daerah tersebut menghasilkan bukti pola subsistensi bercocok tanam dan aspek budaya Austronesia lainnya yang paling tua di kawasan ini berupa beliung persegi dan gerabah, seperti yang ditemukan di situs Hemudu di Teluk Hangzou, Propinsi Zhejiang yang berumur 7000 tahun. Sangat mengagumkan melihat persebaran bahasa Austronesia yang dituturkan hampir di seluruh kawasan kepulauan Indo-Pasfik. Berdasarkan analisis linguistik, Robert Blust 21 mengajukan pendapat bahwa sub-kelompok bahasa Proto Melayu-Polynesia Timur (PEMP) yang dituturkan di area Teluk Cendrawasih (Papua), telah berkembang dan menurunkan dua anak bahasa yaitu bahasa Proto Halmahera Selatan-Nugini Barat (PSHWNG) dan Proto Oceanik (POC). PSHWNG dituturkan di daerah yang sama dengan PEMP dan menyebar ke barat sampai Halmahera Selatan dan pesisir utara Papua di timur. Di lain pihak, POC dituturkan di pantai utara Nugini yang berhadapan dengan Laut Bismark dan Kepulauan Admiralty (kawasan Kepulauan Bismark). Agaknya, orang Austronesia harus melewati Halmahera sebelum mencapai Pasifik. Berdasarkan analisis linguistik tersebut, dapat diperkirakan bahwa keletakan kawasan Maluku Utara yang sangat strategis memiliki arti penting bagi kajian migrasi-kolonisasi Austronesia. Berdasarkan penelitian baru-baru ini oleh Peter Bellwood pada tahun 1991 dan 1994, dari kawasan Maluku Utara diperoleh catatan prasejarah yang rinci dan 21 Robert Blust, The Austronesian Homeland: A Linguistic Perspective, Asian Perspectives 26 (1), (1984/85), hlm

10 10 panjang meliputi lebih dari tahun. 22 Kawasan tersebut memiliki banyak situs yang berpotensi untuk mengungkapkan berbagai masalah yang berkaitan dengan migrasi Austronesia. Salah satu situs tersebut adalah situs Ceruk Uattamdi di Pulau Kayoa, Maluku Utara. Berdasarkan analisis Peter Bellwood 23, data arkeologi yang dihasilkan di situs tersebut (3300 BP) berhubungan erat dengan tinggalan dari Filipina dan Lapita di Melanesia Barat yang memiliki pertanggalan sezaman. Selain itu, data arkeologi yang dihasilkan situs tersebut mengindikasikan adanya kolonisasi orang Austronesia di kawasan tersebut. Saat ini, terdapat beberapa tulisan mengenai migrasi-kolonisasi manusia di wilayah Indonesia, misalnya: Daud Aris Tanudirdjo 24 yang berjudul Proses Awal Penghunian Paparan Sahul Utara dan Kepulauan Melanesia (1991) dan Pleistocene Colonization in the Indo-Pacific: The models and the Data (2000). Kedua tulisan tersebut membahas beberapa kemungkinan mengenai proses kolonisasi di Indonesia pada Kala Plestosen (pra-austronesia) berdasarkan model pengambilan keputusan dengan data yang tersedia. Selain itu, beliau juga menulis disertasi yang berjudul Islands in Between, Prehistory of the Northeastern Indonesian Archipelago (2002) yang membahas migrasi dan kolonisasi manusia 22 Peter Bellwood, Goenadi Nitihaminoto, Gunadi, Agus Waluyo, Geoffrey Irwin, op.cit., 2000, hlm Ibid., hlm Daud Aris Tanudirjo, Proses Awal Penghunian Paparan Sahul Utara dan Kepulauan Melanesia, makalah disampaikan dalam kegiatan ilmiah IAAI Komda Yogyakarta-Jawa Tengah, (tidak diterbitkan, 1991) dan Pleistocene Colonization in the Indo-Pacific: The models and the Data, dalam Sudaryanto dan Alex Horo Rambadeta (eds), Antar Hubungan Bahasa dan Budaya di Kawasan Non-Austronesia, (Yogyakarta: PSAP-UGM, 2000), hlm

11 11 di kepulauan Indonesia Timur bagian utara. Hannibal Hutagalung 25 menulis mengenai keterkaitan antara situs Gua Golo dengan situs-situs lain yang relatif sezaman di Asia Tenggara dengan perspektif proses migrasi Homo sapiens (pra- Austronesia). Peter Veth, dkk 26 dalam tulisannya Bridging Sunda and Sahul: The Archaeological Significance of the Aru Island, Maluku (2000) memberikan kesimpulan, berdasarkan survey arkeologi dan geomorfologi, bahwa Pulau Aru berpotensi sebagai objek kaji untuk menguji hipotesis mengenai migrasi yang diajukan dengan berbagai cara, khususnya model yang diajukan oleh Birdsell. Peter Bellwood, dkk 27 dalam tulisannya, 35,000 Years of Prehistory in the Northern Moluccas (1998) dan The Northern Molluccas as A Crossroads between Indonesia and the Pacific (2000), membahas tentang kolonisasi kala Plestosen, kontak antar pulau, data baru mengenai pertanian, dan hubungan antara rumpun bahasa Austronesia dengan rumpun bahasa Papua. Selain itu, dalam tulisan tersebut dikemukakan bahwa di situs Uattamdi, Pulau Kayoa, terdapat dua 25 Hannibal Hutagalung, Pemanfaatan Situs Gua Golo, Pulau Gebe (Maluku) Sebagai Hunian Kala Pleistosen Akhir-Holosen, Skripsi Sarjana, (Yogyakarta: Fak. Sastra Univ. Gadjah Mada, 1999). 26 Peter Veth, Matthew Spriggs, Jatmiko, Susan O Connor, Bridging Sunda and Sahul: The Archaeological Significance of the Aru Island, Maluku, dalam Sudaryanto dan Alex Horo Rambadeta (eds), Antar Hubungan Bahasa dan Budaya di Kawasan Non-Austronesia, (Yogyakarta :PSAP-UGM, 2000), hlm Peter Bellwood, Goenadi Nitihaminoto, Gunadi, Agus Waluyo, Geoffrey Irwin, & Daud Aris Tanudirjo, 35,000 Years of Prehistoriy in the Northern Moluccas, dalam Gert-Jan Bartstra ed., Bird s Heads Approaches, (Rotterdam: Balkema, 1998), hal dan Peter Bellwood, Goenadi Nitihaminoto, Gunadi, Agus Waluyo, Geoffrey Irwin, The Northern Molluccas as A Crossroads between Indonesia and the Pacific, dalam Sudaryanto dan Alex Horo Rambadeta (eds), Antar Hubungan Bahasa dan Budaya di Kawasan Non- Austronesia, (Yogyakarta: PSAP-UGM), 2000, hlm

12 12 fase budaya, yaitu fase neolitik dan logam awal. Walaupun kawasan yang dikaji dalam tulisan Bellwood juga Maluku Utara, tetapi tulisan tersebut belum membahas bagaimana kelompok manusia Austronesia dan Non-Austronesia dapat sampai di Kepulauan Maluku Utara dan implikasi mengenai kedua proses migrasi-kolonisasi kedua kelompok manusia tersebut, seperti aspek interaksi antara komunitas pendatang dengan komunitas setempat yang telah datang di kawasan tersebut sejak masa sebelumnya. Penelitian ini bersifat meneruskan dan melengkapi berbagai penelitian yang telah dilakukan, karena data yang ada masih mampu untuk mengungkapkan hal lain yang belum dibahas peneliti terdahulu khususnya mengenai proses migrasi-kolonisasi manusia. B. RUMUSAN MASALAH DAN TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan pada latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat disusun rumusan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah kronologi budaya situs Ceruk Uattamdi, Pulau Kayoa? 2. Bagaimanakah proses migrasi-kolonisasi manusia di kawasan Maluku Utara? 3. Bagaimanakah implikasi dari proses migrasi-kolonisasi tersebut bagi perkembangan budaya Austronesia? Berdasarkan pada perumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkapkan kronologi budaya dan proses perubahan budaya yang terjadi di situs Ceruk Uattamdi, Pulau Kayoa. Tujuan tersebut digunakan

13 13 untuk membantu mengintepretasikan proses migrasi-kolonisasi manusia di kawasan Maluku Utara. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui implikasi yang berkaitan dengan proses migrasi-kolonisasi manusia di Maluku Utara bagi perkembangan budaya Austronesia, baik yang tampak melalui data arkeologi, etnografi, dan linguistik. Manfaat lain yang lebih jauh adalah untuk mengembangkan kerangka pikir dalam mengkaji kasus penghunian suatu wilayah yang sebelumnya telah dihuni oleh komunitas manusia lainnya. C. LANDASAN TEORI 28 Dalam ilmu demografi, migrasi merupakan salah satu komponen yang dikaji selain kelahiran (fertilitas) dan kematian (mortalitas). Migrasi adalah mobilitas penduduk yang melintasi batas wilayah tertentu menuju wilayah lain dalam periode waktu tertentu. 29 Kolonisasi berarti proses penghunian suatu wilayah oleh suatu komunitas tertentu. Proses penghunian yang dimaksud 28 Penelitian ini berangkat dari data, walaupun demikian penelitian ini tetap membutuhkan perangkat teori. Kedudukan teori dalam penelitian ini bukan sebagai penghasil hipotesis yang akan diujikan dalam penelitian, melainkan sebagai landasan bagi arah penelitian. Selain itu, kedudukan teori dalam penelitian ini adalah untuk membatasi dan mengarahkan pembahasan data, sehingga analisis yang dilakukan tidak bersifat liar. Walaupun demikian, sifat data masih dapat berbicara bebas. Jika terdapat ketidaksesuaian antara teori dengan data yang ada, maka hal tersebut akan dijelaskan, melalui proses dialogis antara data arkeologi di Maluku Utara dengan fenomena migrasi-kolonisasi manusia secara keseluruhan. Sintesis yang dihasilkan dalam penelitian ini hendaklah tidak dipandang sebagai suatu kesimpulan akhir, namun harus dilihat sebagai salah satu cara pencarian penjelasan. Sehingga hasil penelitian ini masih dapat diuji validitasnya melalui penelitian berikutnya dengan metode dan teknik yang berbeda. 29 Ida Bagoes Mantra, Demografi Umum, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), hlm

14 14 meliputi: penghunian, perkembangan, dan kejenuhan penduduk. Jika suatu komunitas sudah mengalami kejenuhan penduduk, maka terdapat kemungkinan sebagian dari komunitas tersebut akan, memisahkan diri dari komunitas intinya. Oleh karena itu, kajian migrasi berhubungan erat dengan kolonisasi. Dalam kajian migrasi, terdapat dua aliran pemikiran yang mendasarinya kajian tersebut, yaitu: Teori Kebetulan (accidental theory) dan Teori Pengambilan Keputusan (decision-making theory). Teori kebetulan menyatakan bahwa kolonisasi daerah-daerah baru oleh manusia pada masa prasejarah dilakukan secara tidak sengaja. Di lain pihak, teori pengambilan keputusan menyatakan bahwa proses perpindahan manusia dilakukan secara terencana dan dikelola dengan baik, sehingga bukan merupakan suatu kebetulan belaka. Dalam proses pengambilan keputusan untuk menentukan migrasi dan kolonisasi daerah baru, manusia akan mempertimbangkan setiap kemungkinan akibat dari tindakan yang terbuka baginya. Dalam kehidupan manusia, hal tersebut tercermin dalam dua variabel, yaitu: biaya (cost) dan keuntungan (benefit). Biaya adalah sesuatu yang harus dikeluarkan untuk mencapai target, sedangkan keuntungan adalah sesuatu yang diperoleh setelah mencapai target. 30 Dalam hal ini, kemungkinan biaya yang dipertimbangkan adalah biaya transportasi, konflik dengan komunitas lain di daerah asing, dan adaptasi budaya di daerah baru dengan lingkungan yang kemungkinan berbeda. Di sisi lain, keuntungan yang mungkin menjadi pertimbangan adalah daerah baru yang 30 Daud Aris Tanudirjo, op.cit., (1991), hlm. 3.

15 15 memiliki sumberdaya dan sumber penghidupan baru, serta kehidupan baru dengan harapan akan masa depan yang lebih baik. Lebih jauh, dapat dikatakan secara umum bahwa migrasi akan terjadi apabila terdapat perbedaan nilai kefaedahan di antara dua wilayah. Teori lain yang digunakan dalam kajian migrasi adalah teori kebutuhan dan tekanan (need and stress theory), yang menjelaskan mengapa suatu komunitas mengambil keputusan untuk melakukan migrasi. Teori tersebut menyatakan bahwa tiap manusia memiliki kebutuhan yang perlu untuk dipenuhi, antara lain adalah kebutuhan ekonomi, sosial, dan psikologis. Apabila tidak terjadi pemenuhan salah satu atau beberapa kebutuhan tersebut, maka akan terjadi tekanan atau stress. 31 Terdapat dua akibat yang ditimbulkan dari tekanan tersebut. Pertama, jika tekanan tidak terlalu besar atau masih dalam batas toleransi, maka komunitas tersebut tidak akan pindah. Mereka akan tetap tinggal di daerah asal dan melakukan adaptasi budaya guna memenuhi kebutuhannya dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada. Kedua, jika tekanan yang dialami melampaui batas toleransi, maka komunitas tersebut cenderung melakukan migrasi ke tempat lain agar kebutuhannya dapat terpenuhi. Banyak sekali faktor yang menyebabkan migrasi manusia. Akan tetapi, sangat sulit mengidentifikasi faktor khusus yang menyebabkan migrasi tanpa bantuan dokumentasi data yang lengkap. Di sisi lain, lebih mudah mengidentifikasikan struktur kondisi umum yang menyebabkan terjadinya migrasi. Pada umumnya terdapat dua faktor penyebab migrasi yang dibedakan 31 Ida Bagoes Mantra, op.cit., hlm. 231.

16 16 berdasarkan tempatnya, yaitu faktor pendorong dan penarik. Walaupun kedua faktor tersebut merupakan faktor utama, tetapi sifatnya tidak mutlak menjadi penyebab terjadinya migrasi. Faktor pendorong adalah tekanan yang terjadi di daerah asal, sedangkan faktor penarik adalah hasil atau keuntungan di daerah baru (tujuan). 32 Beberapa faktor penyebab migrasi yang telah disebutkan tersebut akan dibahas dalam penelitian mengenai migrasi-kolonisasi manusia ini. Menurut MacArthur dan Wilson 33 yang membangun The Theory of Island Biogeography, aspek lingkungan yang berpengaruh dalam proses kolonisasi di daerah kepulauan adalah jarak antar pulau, konfigurasi bentang lahan, dan luas area. Teori ini menitikberatkan pada aspek lingkungan, sehingga pendekatannya lebih bersifat materialistis. Padahal, dalam kasus migrasi-kolonisasi manusia pada daerah baru juga dipengaruhi oleh faktor-faktor non-material, sehingga pendekatan lingkungan tidak dapat menjangkau sampai pada faktor non-material tersebut. Meskipun demikian, teori ini masih berguna untuk mengarahkan penjelasan migrasi manusia, khususnya dari sudut pandang lingkungan alam. a. Jarak Antar Pulau Aspek jarak berakibat pada pemilihan target kolonisasi, semakin dekat jarak daerah yang memiliki sumberdaya maka semakin besar kemungkinannya untuk dipilih sebagai daerah target kolonisasi, dan begitu juga sebaliknya. Pulau 32 David W. Anthony, Migration in Archaeology: The Baby and the Bathwater, American Anthropologist 92, (1990), hlm Teori tersebut dikutip oleh William F. Keegan dan Jared M. Diamond dalam tulisannya Colonization of Island by Human: A Biogeographical Perspective, Advances in Archaeological Method and Theory, No. 10, (1987), hlm

17 17 yang minim sumberdaya tanpa pulau-pulau pendukung di sekitarnya akan lebih kecil kemungkinannya untuk dikolonisasi. b. Konfigurasi Bentang Lahan Konfigurasi bentang lahan yang terdiri atas kepulauan menyebabkan migrasi steping stone dari pulau yang satu ke pulau yang lain, dengan sejumlah pulau sebagai batu loncatan. Pulau-pulau yang saling terlihat dan berhubungan, lebih besar kemungkinannya dipilih sebagai target kolonisasi. Variabel yang berpengaruh pada aspek jarak antar pulau dan konfigurasi bentang lahan adalah angin, pola arus laut, dan bahaya (misalnya badai). c. Luas Area Aspek luas area adalah besar kecilnya luas pulau yang menjadi target kolonisasi yang dipertimbangkan. Pulau yang lebih besar cenderung dipilih dari pada pulau yang lebih kecil, karena lebih mudah diakses, lebih banyak mengandung sumberdaya, dan dapat mendukung perkembangan populasi yang lebih besar. Menurut Anthony 34, terdapat dua tipe utama migrasi yang dibedakan berdasarkan cakupan keruangannya, yaitu migrasi jarak dekat dan migrasi jarak jauh. Migrasi jarak dekat biasanya memiliki frekuensi lebih tinggi tetapi dalam jarak yang tidak terlalu jauh, sebaliknya migrasi jarak jauh frekuensinya rendah tetapi dapat menembus cakupan geografis yang sangat luas, melewati suatu relung ekologi dan budaya tertentu. Walaupun demikian, migrasi jarak jauh dapat 34 David W. Anthony, op.cit., hlm. 899.

18 18 merupakan implikasi dari proses migrasi jarak dekat yang berkelanjutan. Pada migrasi jarak jauh, terdapat beberapa pola, antara lain adalah migrasi lompat katak, migrasi arus, migrasi balik, migrasi frekuensi, dan migrasi demografi. Pendekatan migrasi jarak jauh sangat tepat untuk menjelaskan migrasi manusia di kepulauan Asia tenggara. Pendekatan semacam ini pernah digunakan oleh Matthew Spriggs 35 untuk menjelaskan migrasi Lapita di kawasan Pasifik Barat. Menurut Keegan dan Diamond 36, dalam kasus kolonisasi kawasan baru terdapat tiga tahapan yang akan dilalui oleh para kolonis. Pertama adalah tahap adaptasi dengan lingkungan baru, lingkungan tersebut dapat sama atau berbeda sama sekali dengan lingkungan asalnya. Kedua adalah tahap beachhead bottle neck, yaitu tahap seleksi alam (survival of the fittes), dengan resiko punah ketika harus beradaptasi dengan lingkungan yang berbeda dengan daerah asalnya. Selain itu, mereka juga harus mengatur sistem budaya mereka agar mampu bertahan. Tahap ketiga, jika suatu kelompok masyarakat dapat melewati kedua tahap tersebut, maka mereka akan terus berkembang sampai terjadi kejenuhan penduduk. Jika mereka sampai pada tahap kejenuhan penduduk, padahal sumber daya lingkungan sudah tidak mendukung, maka akan terjadi degradasi lingkungan. Salah satu pilihan bagi mereka dalam menghadapi keadaan ini adalah mencari dan mengkoloni daerah-daerah baru. Kemampuan alami suatu komunitas masyarakat untuk selalu melanjutkan kolonisasi daerah baru disebut autocatalysis. 35 Periksa: Matthew Spriggs, The Lapita Culture and Austronesian Prehistory in Oceania, dalam Peter Bellwood, James J. Fox, Darrell Tryon (eds), The Austronesians: Historical and Comparative Perspectives, (Canberra: ANU, 1995), hlm Periksa: William F. Keegan dan Jared M. Diamond, op.cit.,hlm. 74.

19 19 D. METODE DAN STRATEGI PENELITIAN Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka penelitian ini bersifat eksplikatif. Penelitian ini akan memberikan gambaran atau deskripsi yang sistematik tentang data atau fakta. Dalam penelitian ini akan diuraikan keseluruhan data atau fakta menjadi bagian-bagian dan akan ditunjukkan hubungan-hubungan diantaranya. 37 Dalam penelitian ini fakta yang berasal dari data arkeologi (artefaktual, ekofak, konteks, stratigrafi serta pertanggalannya), data etnografi dan data linguistik akan diuraikan secara keseluruhan dan dijelaskan hubungannya, sehingga dapat diketahui jawaban mengenai tujuan penelitian yang akan dicapai. Jadi berdasarkan sifat penalarannya, penelitian ini mengutamakan pengkajian berbagai informasi sebagai pangkal tolak dalam penarikan kesimpulan. Selain itu, dalam penelitian ini juga akan digunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan ini digunakan untuk mengungkapkan makna yang melekat pada data arkeologi. Berdasarkan pada metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, maka dapat disusun tahap-tahap penelitian yang akan dilakukan sebagai berikut: 1. Tahap pengumpulan data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data hasil penelitian yang dilakukan oleh Peter Bellwood pada tahun di kawasan Maluku Utara, khususnya Situs Ceruk Uattamdi, Pulau Kayoa, Maluku Utara. Pertanggalan dan 37 Daud Aris Tanudirjo, Ragam Metode Penelitian Arkeologi Dalam Skripsi Karya Mahasiswa Arkeologi Universitas Gadjah Mada, Laporan Penelitian, (Yogyakarta: Jur. Arkeologi, Fak. Sastra, UGM, ), hlm. 26.

20 20 pendokumentasian data arkeologi yang cukup baik merupakan alasan dipilihnya data dari situs tersebut. Data yang dimaksud terdiri atas berbagai hasil analisis yang pernah dilakukan terhadap data artefaktual, ekofak, tulang manusia (sisa penguburan), dan pertanggalan. Data yang dapat akses dan dianalisis langsung adalah fragmen gerabah dari situs Uattamdi. Selain itu, juga digunakan data hasil penelitian dari berbagai situs di kawasan Maluku Utara dan sekitarnya yang relevan dalam penelitian ini. Sampai saat ini beberapa analisis data arkeologi telah dilakukan oleh Peter Bellwood, sebagaimana dimuat dalam publikasinya yang berjudul 35,000 Years of Prehistory in the Northern Moluccas, The Archaeology of Papuan and Austronesian prehistory in the Northern Moluccas, Eastern Indonesia dan The Northern Molluccas as A Crossroads between Indonesia and the Pacific. Analisis alat tulang dari beberapa situs di Maluku Utara telah dilakukan oleh Juliette Pasveer dan Peter Belwood (tidak dipublikasikan). Analisis teknologi pembuatan beliung kerang telah dilakukan oleh Goenadi Nitihaminoto dan disampaikan dalam Seminar Prasejarah Indonesia I dengan judul Beliung Kerang situs Golo, Pulau Gebe: Sebarannya di Maluku Utara dan daerah Pasifik. Selain itu, analisis gerabah dari berbagai situs di Maluku Utara juga telah dilakukan oleh Mahirta dalam Thesisnya yang berjudul The Development of Mare Pottery in the Northern Moluccas Context and its Recent Trading Network. Daud Aris Tanudirjo juga telah menulis untuk disertasi dengan judul Islands in Between, Prehistory of the Northeastern Indonesian Archipelago yang membahas migrasi dan kolonisasi manusia di kepulauan Indonesia Timur bagian utara.

21 21 Peter Bellwood 38 dalam tulisannya Crossing the Wallacea Line-With Style menyarankan bahwa, dengan bukti arkeologi saja tidak cukup untuk merekonstruksi migrasi dan kolonisasi pada masa prasejarah. Oleh karena itu, juga harus memperhatikan catatan etnografi, bukti linguistik, dan genetik. Pada dasarnya kelemahan data arkeologi adalah sifatnya yang terbatas dan fragmentaris. Kadang kala data arkeologi tidak dapat menunjukkan aspek dinamis dari suatu budaya. 39 Hal ini disebabkan karena berbagai aspek, seperti misalnya proses tafonomis dan bias-bias yang ditimbulkan. Maka, dalam penelitian ini, selain digunakan data yang berupa hasil analisis arkeologi, juga akan digunakan data dari beberapa ilmu bantu lainnya, yaitu linguistik dan etnografi sebagai data pendukung. Sementara itu data genetik tidak digunakan dalam penelitian ini karena kelangkaan data tersebut. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan tetap digunakannya data tersebut. 2. Tahap Pengkajian data Pada tahap analisis akan dipaparkan hasil analisis terhadap data arkeologi yang pernah dilakukan sebelumnya. Pada tahap ini, juga akan dilakukan pembahasan terhadap hasil analsis yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya terhadap data arkeologi situs Uattamdi, sehingga hasil analisis tersebut menjadi lebih valid dan relevan untuk menjawab permasalahan dalam 38 Peter Bellwood, Crossing the Wallacea Line-With Style, dalam Matthew Spriggs, dkk (eds), A Community of Culture, The People and Prehistory of the Pacific, No. 21, (Canberra: ANU, 1993), hlm Daud Aris Tanudirdjo, Kajian Budaya Bendawi Modern dan Arkeologi, Artefak, No. 15/Agustus, (Yogyakarta: HIMA, Fak. Sastra Univ. Gadjah Mada, 1995), hlm. 13.

22 22 penelitian ini. Pembahasan hasil analisis tersebut dilakukan dengan cara membandingkan antara hasil analisis tersebut hasil penelitian lainnya dan dengan menganalisis beberapa data yang dapat diakses langsung. Untuk menjawab permasalahan pertama mengenai kronologi budaya yang tercermin pada data arkeologi di Situs Ceruk Uattamdi, maka hal pertama yang akan dilakukan adalah merekonstruksi aspek budaya melalui data arkeologi yang ditinggalkan dari tiap lapisan budaya. Kemudian, dilakukan pengamatan pada tiap lapisan budaya untuk mengetahui dinamika data arkeologi yang ada. Proses tersebut berguna untuk mengetahui perubahan-perubahan budaya yang berhubungan dengan penyebaran budaya. Setelah dapat direkonstruksi lapisanlapisan budaya manusia pendukung situs tersebut pada tiap masanya, maka akan diketahui urutan penghunian oleh masing-masing kelompok manusia pendukung situs tersebut. Pada tahap pengkajian data juga akan dilakukan pembahasan data arkeologi Situs Ceruk Uattamdi dalam perspektif Maluku Utara, dengan menampilkan data-data dari beberapa situs di kawasan Maluku Utara yang berkorelasi, antara lain: situs Gua Golo, Um Kapat Papo, dan Buwawansi (Pulau Gebe), Tanjung Pinang dan Daeo 2 (Pulau Morotai), dan Siti Nafisah (Pulau Halmahera). Situs lain yang digunakan adalah situs di sekitar Maluku Utara yang berkaitan dalam tema kajian ini yaitu situs Leang Buidane dan Leang Tuwo Mane e (Talaud), Bukit Tengkorak (Serawak), Madai dan Baturong (Sabah), serta situs-situs lain di Filipina Selatan dan Melanesia Barat. Situs-situs tersebut akan dikaitkan antara satu dengan yang lain dalam perspektif migrasi-kolonisasi.

23 23 3. Tahap Intepretasi Tujuan dari permasalahan kedua adalah untuk merekontruksi proses migrasi-kolonisasi Austronesia di Maluku Utara berdasarkan data yang tersedia hingga saat ini. Untuk menjawab permasalahan tersebut, akan digunakan beberapa teori, baik teori khusus mengenai migrasi-kolonisasi manusia maupun teori mengenai perubahan budaya secara umum. Teori migrasi-kolonisasi yang digunakan adalah yang bersumber pada pemikiran mengenai model pengambilan keputusan (decision making theory). Dengan asumsi bahwa kasus migrasikolonisasi Austronesia merupakan sebuah proses perpindahan manusia yang terencana dan dimanajemen dengan baik, dan bukanlah suatu kebetulan belaka. Hasil yang diharapkan berdasarkan tahap sintesis ini adalah suatu model mengenai proses migrasi-kolonisasi Austronesia di kawasan Maluku Utara. Setelah proses migrasi-kolonisasi Austronesia dapat direkonstruksi, maka sintesis ini juga akan diarahkan untuk mengetahui implikasi dari proses migrasi-kolonisasi tersebut. Dalam tahap ini berbagai deskripsi mengenai fakta-fakta akan dihubungkan secara sistematis sehingga menghasilkan gambaran mengenai suatu fenomena yang utuh. Pada tahap ini analisis yang telah dilakukan pada data arkeologi akan dikombinasikan dengan berbagai informasi dari data etnografi dan linguistik. Data linguistik memiliki peranan sebagai data pendukung dari model yang dihasilkan oleh penelitian ini. Jadi penelitian terhadap situs Uattamdi ini juga didukung oleh data linguistik, misalnya mengenai persamaan kosa kata dan peta persebaran etnolinguistik di daerah tersebut yang masih berkembang. Seperti

24 24 peran data linguistik, data etnografi juga bermanfaat untuk mendukung hasil penelitian ini, sehingga dari tahap sintesis tersebut akan dihasilkan gambaran mengenai proses migrasi-kolonisasi Austronesia di kawasan Maluku Utara serta implikasinya, secara lebih komprehensif. 4. Tahap penarikan kesimpulan Dalam tahapan ini diharapkan dapat dirumuskan pokok-pokok gambaran mengenai proses migrasi-kolonisasi manusia di Kawasan Maluku Utara, serta implikasinya bagi perkembangan budaya Austronesia.

PROSES KOLONISASI BANGSA AUSTRONESIA DI KAWASAN MALUKU UTARA. Studi Kasus Pada Situs Ceruk Peneduh Uattamdi, Pulau Kayoa

PROSES KOLONISASI BANGSA AUSTRONESIA DI KAWASAN MALUKU UTARA. Studi Kasus Pada Situs Ceruk Peneduh Uattamdi, Pulau Kayoa PROSES KOLONISASI BANGSA AUSTRONESIA DI KAWASAN MALUKU UTARA Studi Kasus Pada Situs Ceruk Peneduh Uattamdi, Pulau Kayoa Pendahuluan Penelitian tentang keberadaan manusia di Indonesia telah dimulai sejak

Lebih terperinci

MENGARUNGI GARIS WALLACE: Awal Migrasi Manusia dari Daratan Sunda menuju Kawasan Wallacea Oleh: Sofwan Noerwidi

MENGARUNGI GARIS WALLACE: Awal Migrasi Manusia dari Daratan Sunda menuju Kawasan Wallacea Oleh: Sofwan Noerwidi MENGARUNGI GARIS WALLACE: Awal Migrasi Manusia dari Daratan Sunda menuju Kawasan Wallacea Oleh: Sofwan Noerwidi Abstrak Pada dasarnya masalah migrasi merupakan kasus yang sangat kompleks, yang harus dijelaskan

Lebih terperinci

BAB IV PROSES MIGRASI-KOLONISASI MANUSIA DI MALUKU UTARA A. INTEPRETASI MIGRASI-KOLONISASI NON-AUSTRONESIA DI MALUKU UTARA

BAB IV PROSES MIGRASI-KOLONISASI MANUSIA DI MALUKU UTARA A. INTEPRETASI MIGRASI-KOLONISASI NON-AUSTRONESIA DI MALUKU UTARA BAB IV PROSES MIGRASI-KOLONISASI MANUSIA DI MALUKU UTARA A. INTEPRETASI MIGRASI-KOLONISASI NON-AUSTRONESIA DI MALUKU UTARA Dalam penelitian ini perihal migrasi-kolonisasi komunitas Non- Austronesia merupakan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Anonim, Profil Propinsi Republik Indonesia: Maluku, Jakarta: PT. Intermasa, , Microsoft Encarta Reference Library, 2003.

DAFTAR PUSTAKA. Anonim, Profil Propinsi Republik Indonesia: Maluku, Jakarta: PT. Intermasa, , Microsoft Encarta Reference Library, 2003. 161 DAFTAR PUSTAKA Abdurrachman, Paramita R., Kegunaan Sumber-Sumber Portugis dan Spanyol untuk Penulisan Sejarah Maluku Utara, dalam E.K.M Masinambouw ed., Majalah Ilmu-Ilmu Sastra Indonesia, Jilid VIII

Lebih terperinci

Contoh fosil antara lain fosil manusia, fosil binatang, fosil pepohonan (tumbuhan).

Contoh fosil antara lain fosil manusia, fosil binatang, fosil pepohonan (tumbuhan). Kehidupan Manusia Pra Aksara Pengertian zaman praaksara Sebenarnya ada istilah lain untuk menamakan zaman Praaksara yaitu zaman Nirleka, Nir artinya tidak ada dan leka artinya tulisan, jadi zaman Nirleka

Lebih terperinci

AWAL PENDARATAN AUSTRONESIA DI PANTAI UTARA JAWA, SEBUAH PROSPEK MELACAK NENEK MOYANG ETNIS JAWA. Sofwan Noerwidi Balai Arkeologi Yogyakarta

AWAL PENDARATAN AUSTRONESIA DI PANTAI UTARA JAWA, SEBUAH PROSPEK MELACAK NENEK MOYANG ETNIS JAWA. Sofwan Noerwidi Balai Arkeologi Yogyakarta AWAL PENDARATAN AUSTRONESIA DI PANTAI UTARA JAWA, SEBUAH PROSPEK MELACAK NENEK MOYANG ETNIS JAWA Sofwan Noerwidi Balai Arkeologi Yogyakarta Abstrak Pulau Jawa merupakan pulau yang paling padat penduduknya

Lebih terperinci

LAPORAN PENGAMATAN SITUS MANUSIA PURBA SANGIRAN

LAPORAN PENGAMATAN SITUS MANUSIA PURBA SANGIRAN LAPORAN PENGAMATAN SITUS MANUSIA PURBA SANGIRAN Disusun Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Wawasan Budaya Nusantara Dosen Pengampu Ranang Agung S., S.Pd., M.Sn. Sartika Devi Putri E.A.A NIM. 14148115 Angga

Lebih terperinci

BEBERAPA SENI KRIYA ELEMEN PENANDA KEHADIRAN AUSTRONESIA DI KEPULAUAN INDONESIA 1 Sofwan Noerwidi 2

BEBERAPA SENI KRIYA ELEMEN PENANDA KEHADIRAN AUSTRONESIA DI KEPULAUAN INDONESIA 1 Sofwan Noerwidi 2 BEBERAPA SENI KRIYA ELEMEN PENANDA KEHADIRAN AUSTRONESIA DI KEPULAUAN INDONESIA 1 Sofwan Noerwidi 2 /i sěděng wwang těkan hanyar makadrěwya sarwawidya (PRiBN, Parwa 1 Sargah 1, 73:21-74:2) 3 Austronesia

Lebih terperinci

Jenis Manusia Purba di Indonesia Beserta Gambar

Jenis Manusia Purba di Indonesia Beserta Gambar Jenis Manusia Purba di Indonesia Beserta Gambar Dalam hal penemuan fosil manusia purba, Indonesia menempati posisi yang penting, sebab fosil-fosil manusia purba yang ditemukan Indonesiaberasal dari semua

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA ARKEOLOGI A. SITUS CERUK UATTAMDI. Pulau Kayoa, Maluku Utara, yaitu Situs Ceruk Uattamdi I dan Situs Ceruk

BAB III DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA ARKEOLOGI A. SITUS CERUK UATTAMDI. Pulau Kayoa, Maluku Utara, yaitu Situs Ceruk Uattamdi I dan Situs Ceruk BAB III DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA ARKEOLOGI A. SITUS CERUK UATTAMDI Penelitian Peter Bellwood pada tahun 1991 dan 1994 meliputi dua situs di Pulau Kayoa, Maluku Utara, yaitu Situs Ceruk Uattamdi I dan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. populer didapati pada situs-situs masa prasejarah, khususnya masa bercocok-tanam.

BAB V KESIMPULAN. populer didapati pada situs-situs masa prasejarah, khususnya masa bercocok-tanam. 148 BAB V KESIMPULAN Penelitian mengenai temuan gerabah pada suatu situs arkeologi dapat menjawab berbagai macam hal tentang kehidupan manusia di masa lampau. Gerabah cukup populer didapati pada situs-situs

Lebih terperinci

Observasi Migrasi Manusia di Situs Manusia Purba - Sangiran. Nopsi Marga Handayani Sekar Manik Pranita

Observasi Migrasi Manusia di Situs Manusia Purba - Sangiran. Nopsi Marga Handayani Sekar Manik Pranita Observasi Migrasi Manusia di Situs Manusia Purba - Sangiran Nopsi Marga Handayani 14148118 Sekar Manik Pranita - 14148159 Perjalanan Panjang Manusia Sebelum abad ke-18 Gagasan evolusi muncul Abad ke-18

Lebih terperinci

JEJAK MIGRASI PENGHUNI PULAU MISOOL MASA PRASEJARAH

JEJAK MIGRASI PENGHUNI PULAU MISOOL MASA PRASEJARAH JEJAK MIGRASI PENGHUNI PULAU MISOOL MASA PRASEJARAH Klementin Fairyo (Balai Arkeologi Jayapura) Abstrack Humans and the environment are interrelated and inseparable. Environment provides everything and

Lebih terperinci

BAB III ZAMAN PRASEJARAH

BAB III ZAMAN PRASEJARAH 79 BAB III ZAMAN PRASEJARAH Berdasarkan geologi, terjadinya bumi sampai sekarang dibagi ke dalam empat zaman. Zaman-zaman tersebut merupakan periodisasi atau pembabakan prasejarah yang terdiri dari: A.

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal 2.4. Yunani. Cina. Vietnam. Yunan. Teluk Tonkin

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal 2.4. Yunani. Cina. Vietnam. Yunan. Teluk Tonkin SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal 2.4 1. Berdasarkan kesamaan artefak yang ditemukan menurut Prof. H.C Kern nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari wilayah...

Lebih terperinci

ARKENAS INTERAKSI REGIONAL DAN CIKAL BAKAL PERDAGANGAN INTERNASIONAL DI MALUKU. Daud Aris Tanudirjo

ARKENAS INTERAKSI REGIONAL DAN CIKAL BAKAL PERDAGANGAN INTERNASIONAL DI MALUKU. Daud Aris Tanudirjo INTERAKSI REGIONAL DAN CIKAL BAKAL PERDAGANGAN INTERNASIONAL DI MALUKU 1. Pendahuluan Sejarah telah mencatat peran penting Kepulauan Maluku dalam jejaring perdagangan internasional setidaknya sejak awal

Lebih terperinci

WAWASAN BUDAYA NUSANTARA. Disusun Oleh : 1. Levi Alvita Y / Bayu Setyaningrum / Winda Setya M /

WAWASAN BUDAYA NUSANTARA. Disusun Oleh : 1. Levi Alvita Y / Bayu Setyaningrum / Winda Setya M / WAWASAN BUDAYA NUSANTARA Disusun Oleh : 1. Levi Alvita Y / 14148126 2. Bayu Setyaningrum / 14148127 3. Winda Setya M / 14148128 Institut Seni Indonesia Surakarta 2015/2016 PERGERAKAN MANUSA DISANGIRAN

Lebih terperinci

Institut Teknologi Sumatera Lampung Selatan, 2018 Pengenalan Lingkungan dan Potensi Daerah (Sumatera)

Institut Teknologi Sumatera Lampung Selatan, 2018 Pengenalan Lingkungan dan Potensi Daerah (Sumatera) Sub Topik: - Alur Persebaran Manusia di Pulau Sumatera - Suku-suku di Pulau Sumatera - Dinamika Peradaban di Pulau Sumatera Institut Teknologi Sumatera Lampung Selatan, 2018 Pengenalan Lingkungan dan Potensi

Lebih terperinci

JEJAK AUSTRONESIA DI SITUS GUA GEDE, PULAU NUSA PENIDA, BALI Austronesian Traces at Gede Cave, Nusa Penida Island, Bali.

JEJAK AUSTRONESIA DI SITUS GUA GEDE, PULAU NUSA PENIDA, BALI Austronesian Traces at Gede Cave, Nusa Penida Island, Bali. JEJAK AUSTRONESIA DI SITUS GUA GEDE, PULAU NUSA PENIDA, BALI Austronesian Traces at Gede Cave, Nusa Penida Island, Bali Balai Arkeologi Bali Jl. Raya Sesetan No. 80 Denpasar 80223 Email: ati.rati@kemdikbud.go.id

Lebih terperinci

BAB 1: SEJARAH PRASEJARAH

BAB 1: SEJARAH PRASEJARAH www.bimbinganalumniui.com 1. Studi tentang kebudayaan adalah suatu studi yang mempelajari... (A) Gagasan-gagasan untuk mewujudkan tindakan dan artefak (B) Kesenian (C) Karya sastra dan cerita rakyat (D)

Lebih terperinci

BUDAYA AUSTRONESIA DI INDONESIA BAGIAN BARAT DALAM KAITANNYA DENGAN MIGRASI OUT OF TAIWAN

BUDAYA AUSTRONESIA DI INDONESIA BAGIAN BARAT DALAM KAITANNYA DENGAN MIGRASI OUT OF TAIWAN BUDAYA AUSTRONESIA DI INDONESIA BAGIAN BARAT DALAM KAITANNYA DENGAN MIGRASI OUT OF TAIWAN AUSTRONESIAN CULTURE IN THE WESTERN PART OF INDONESIA IN RELATION TO THE OUT OF TAIWAN MIGRATION Naskah diterima:

Lebih terperinci

WAWASAN BUDAYA NUSANTARA OBSERVASI SANGIRAN. Dosen Pengampu : Ranang Agung S., S.Pd., M.Sn.

WAWASAN BUDAYA NUSANTARA OBSERVASI SANGIRAN. Dosen Pengampu : Ranang Agung S., S.Pd., M.Sn. WAWASAN BUDAYA NUSANTARA OBSERVASI SANGIRAN Dosen Pengampu : Ranang Agung S., S.Pd., M.Sn. Oleh: Muhammad Faried (14148116) Alim Yuli Aysa (14148137) Jurusan Seni Media Rekam Fakultas Seni Rupa dan Desain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara Timur. Di pulau ini ditemukan banyak tinggalan arkeologis yang

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara Timur. Di pulau ini ditemukan banyak tinggalan arkeologis yang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pulau Alor merupakan salah satu pulau yang terletak di Kepulauan Nusa Tenggara Timur. Di pulau ini ditemukan banyak tinggalan arkeologis yang diperkirakan berasal dari

Lebih terperinci

ARKEOLOGI KAWASAN TAPAL BATAS: KONEKSITAS KEPULAUAN MALUKU DAN PAPUA

ARKEOLOGI KAWASAN TAPAL BATAS: KONEKSITAS KEPULAUAN MALUKU DAN PAPUA ARKEOLOGI KAWASAN TAPAL BATAS: KONEKSITAS KEPULAUAN MALUKU DAN PAPUA Marlon NR Ririmasse (Balai Arkeologi Ambon) Abstract Maluku and Papua are two areas with the specifi c characters that geogaphically

Lebih terperinci

Manusia purba atau dikategorikan sebagai manusia yang hidup pada masa tulisan atau aksara belum dikenal, disebut juga manusia prasejarah atau

Manusia purba atau dikategorikan sebagai manusia yang hidup pada masa tulisan atau aksara belum dikenal, disebut juga manusia prasejarah atau KEHIDUPAN MANUSIA PURBA DI INDONESIA Manusia purba atau dikategorikan sebagai manusia yang hidup pada masa tulisan atau aksara belum dikenal, disebut juga manusia prasejarah atau Prehistoric people. Manusia

Lebih terperinci

BEBERAPA HASIL PENELITIAN KUTAI MULAWARMAN:

BEBERAPA HASIL PENELITIAN KUTAI MULAWARMAN: BEBERAPA HASIL PENELITIAN KUTAI MULAWARMAN: Tembikar Muarakaman dalam Perspektif Kawasan Sofwan Noerwidi Balai Arkeologi Yogyakarta, Indonesia Sofwan_noerwidi@yahoo.com KALIMANTAN DALAM KONTEKS NUSANTARA

Lebih terperinci

Mengenal Manusia Purba Sejarah Kelas X

Mengenal Manusia Purba Sejarah Kelas X Mengenal Manusia Purba Sejarah Kelas X A. Manusia Purba Pernahkah kamu mendengar tentang Situs Manusia Purba Sangiran? Kini Situs Manusia Purba Sangiran telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai warisan budaya

Lebih terperinci

MUNCULNYA MASYARAKAT INDONESIA

MUNCULNYA MASYARAKAT INDONESIA MUNCULNYA MASYARAKAT INDONESIA 1. Asal Nama Indonesia 1. Hindia Herodotus (485-425 SM). 2. Nederlandsch Oost Indie Cornelis de Houtman Nederlandsch Indie. 3. Insulinde Edward Douwes Dekker : Multatuli

Lebih terperinci

Kebudayaan Ngandong. Di daerah sekitar Ngandong dan Sidorejo dekat Madiun, Jawa Timur, ditemukan

Kebudayaan Ngandong. Di daerah sekitar Ngandong dan Sidorejo dekat Madiun, Jawa Timur, ditemukan Kebudayaan Ngandong Di daerah sekitar Ngandong dan Sidorejo dekat Madiun, Jawa Timur, ditemukan peralatan-peralatan, seperti : a. Kapak genggam. b. Flake merupakan alat-alat serpih atau alat-alat kecil.

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal 2.2

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal 2.2 SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal 2.2 1. Berdasarkan teori geologi modern, Indonesia terbentuk dari pertemuan beberapa lempeng benua yaitu... Lempeng Eurasia,

Lebih terperinci

Kapata Arkeologi, 13(1), ISSN (cetak): ISSN (elektronik):

Kapata Arkeologi, 13(1), ISSN (cetak): ISSN (elektronik): Kapata Arkeologi, 13(1), 47-54 ISSN (cetak): 1858-4101 ISSN (elektronik): 2503-0876 http://kapata-arkeologi.kemdikbud.go.id SEBELUM JALUR REMPAH: AWAL INTERAKSI NIAGA LINTAS BATAS DI MALUKU DALAM PERSPEKTIF

Lebih terperinci

Manusia Purba Di Indonesia pada Masa Prasejarah

Manusia Purba Di Indonesia pada Masa Prasejarah Manusia Purba Di Indonesia pada Masa Prasejarah Masa Prasejarah Indonesia dimulai dengan adanya kehidupan manusia purba yang pada saat itu belum mengenal baca dan tulis. Masa yang juga dikenal dengan nama

Lebih terperinci

MASA PRA AKSARA DI INDONESIA

MASA PRA AKSARA DI INDONESIA Pola Kehidupan Manusia Purba Manusia Purba di Indonesia Kedatangan Nenek Moyang Bangsa Indonesia A. Pengertian Apakah kalian sudah pernah membuat peristiwa sejarah? Tentunya setiap manusia sudah membuat

Lebih terperinci

TEORI-TEORI TENTANG KEBERADAAN AWAL MASYARAKAT INDONESIA

TEORI-TEORI TENTANG KEBERADAAN AWAL MASYARAKAT INDONESIA TEORI-TEORI TENTANG KEBERADAAN AWAL MASYARAKAT INDONESIA Oleh : Drs. Marmayadi Drs.Didik Paranto SMA NEGERI 1 YOGYAKARTA TEORI-TEORI TENTANG KEBERADAAN AWAL MASYARAKAT INDONESIA Definisi manusia Purba

Lebih terperinci

MANUSIA WAJAK (HOMO WAJAKENIS) purba, yaitu: Homo (erectus) Soloensis atau yang dikenal juga sebagai Solo Man, dan yang

MANUSIA WAJAK (HOMO WAJAKENIS) purba, yaitu: Homo (erectus) Soloensis atau yang dikenal juga sebagai Solo Man, dan yang MANUSIA WAJAK (HOMO WAJAKENIS) A. PENGERTIAN DAN CIRI MANUSIA WAJAK Manusia Wajak (Homo wajakensis) merupakan satu-satunya temuan di Indonesia yang untuk sementara dapat disejajarkan perkembangannya dengan

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal 2.3

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal 2.3 SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal 2.3 1. Fosil yang pertama kali ditemukan di Ngandong di tepi Sungai Bengawan Solo sekitar tahun 1931-1933... Meganthropus

Lebih terperinci

PENEMU 1. P.E.C. SCHEMULLING TAHUN 1864 FOSIL VERTEBRATA DARI KALIOSO 2. EUGENE DUBOIS, KURANG TERTARIK

PENEMU 1. P.E.C. SCHEMULLING TAHUN 1864 FOSIL VERTEBRATA DARI KALIOSO 2. EUGENE DUBOIS, KURANG TERTARIK PENEMU 1. P.E.C. SCHEMULLING TAHUN 1864 FOSIL VERTEBRATA DARI KALIOSO 2. EUGENE DUBOIS, KURANG TERTARIK 3. 1934, G.H.R. VON KOENINGSWALD MENEMUKAN ARTEFAK DI BARAT LAUT KUBAH SANGIRAN FOSIL MANUSIA SANGIRAN

Lebih terperinci

PRASEJARAH KONAWE UTARA, SULAWESI TENGGARA, INDONESIA

PRASEJARAH KONAWE UTARA, SULAWESI TENGGARA, INDONESIA Proposal Penelitian PRASEJARAH KONAWE UTARA, SULAWESI TENGGARA, INDONESIA Oleh : Muhammad Nur UNIVERSITI SAINS MALAYSIA PENANG, MALAYSIA 2011 Proposal Penelitian PRASEJARAH KONAWE UTARA, SULAWESI TENGGARA,

Lebih terperinci

POLA OKUPASI GUA KIDANG: HUNIAN PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA Penelitian ini telah memasuki tahap ke delapan, yang dilakukan sejak tahun 2005.

POLA OKUPASI GUA KIDANG: HUNIAN PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA Penelitian ini telah memasuki tahap ke delapan, yang dilakukan sejak tahun 2005. POLA OKUPASI GUA KIDANG: HUNIAN PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA 2014 Indah Asikin Nurani Penelitian ini telah memasuki tahap ke delapan, yang dilakukan sejak tahun 2005. A. Hasil Penelitian Sampai Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan kependudukan mendasar yang terjadi di Indonesia selain pertumbuhan penduduk yang masih tinggi adalah persebaran penduduk yang tidak merata. Hasil sensus

Lebih terperinci

INTRODUCTION: INTERNATIONAL RELATIONS IN SOUTHEAST ASIA

INTRODUCTION: INTERNATIONAL RELATIONS IN SOUTHEAST ASIA INTRODUCTION: INTERNATIONAL RELATIONS IN SOUTHEAST ASIA by: Dewi Triwahyuni INTERNATIONAL RELATIONS DEPARTMENT COMPUTER UNIVERSITY OF INDONESIA (UNIKOM) BANDUNG 2013 1 SOUTHEAST ASIA (SEA) 2 POSISI GEOGRAFIS

Lebih terperinci

Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan 2014

Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan 2014 Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan 2014 Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur

Lebih terperinci

EKSKAVASI SITUS KENDENGLEMBU: Implikasinya Bagi Migrasi-Kolonisasi Austronesia di Sudut Tenggara Jawa

EKSKAVASI SITUS KENDENGLEMBU: Implikasinya Bagi Migrasi-Kolonisasi Austronesia di Sudut Tenggara Jawa EKSKAVASI SITUS KENDENGLEMBU: Implikasinya Bagi Migrasi-Kolonisasi Austronesia di Sudut Tenggara Jawa Sofwan Noerwidi (Balai Arkeologi Yogyakarta) ABSTRACT The first Neolithic dwelling settlement discovered

Lebih terperinci

STRATEGI ADAPTASI AUSTRONESIA DI KEPULAUAN INDONESIA Sofwan Noerwidi Balai Arkeologi Yogyakarta

STRATEGI ADAPTASI AUSTRONESIA DI KEPULAUAN INDONESIA Sofwan Noerwidi Balai Arkeologi Yogyakarta STRATEGI ADAPTASI AUSTRONESIA DI KEPULAUAN INDONESIA Sofwan Noerwidi Balai Arkeologi Yogyakarta ABSTRAK When the Austronesian language speakers come in the Indonesian archipelago, this region has been

Lebih terperinci

JEJAK JEJAK BUDAYA PENUTUR AUSTRONESIA DI SUMATERA SELATAN

JEJAK JEJAK BUDAYA PENUTUR AUSTRONESIA DI SUMATERA SELATAN JEJAK JEJAK BUDAYA PENUTUR AUSTRONESIA DI SUMATERA SELATAN Harry Octavianus Sofian (Balai Arkeologi Palembang) Abstrack Austronesian language speakers migrated to Southeast Asia and Indo-Pacific around

Lebih terperinci

PERTEMUAN 3 PERKEMBANGAN ANTROPOLOGI MATA KULIAH ANTROPOLOGI BUDAYA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MEDAN AREA

PERTEMUAN 3 PERKEMBANGAN ANTROPOLOGI MATA KULIAH ANTROPOLOGI BUDAYA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MEDAN AREA PERTEMUAN 3 PERKEMBANGAN ANTROPOLOGI MATA KULIAH ANTROPOLOGI BUDAYA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MEDAN AREA Perkembangan Antropologi A. Sejarah Antropologi Sebagai Ilmu B. Ruang Lingkup Antropologi:

Lebih terperinci

KAJIAN ARKEOLOGI KEWILAYAHAN PAPUA: HASIL-HASIL, STRATEGI DAN PROSPEK

KAJIAN ARKEOLOGI KEWILAYAHAN PAPUA: HASIL-HASIL, STRATEGI DAN PROSPEK KAJIAN ARKEOLOGI KEWILAYAHAN PAPUA: HASIL-HASIL, STRATEGI DAN PROSPEK M. Irfan Mahmud dan Hari Suroto (Balai Arkeologi Jayapura) Abstract Based on the results achieved demonstrate the scope of the research

Lebih terperinci

PRASEJARAH INDONESIA

PRASEJARAH INDONESIA Tradisi Penguburan Jaman Prasejarah Di Liang Bua dan Gua Harimau E. Wahyu Saptomo Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Jakarta PRASEJARAH INDONESIA Prasejarah Indonesia dapat dibagi dua yaitu: - Prasejarah

Lebih terperinci

MASA BERCOCOK TANAM DAN DAN BERTERNAK a. Kehidupan sosial-ekonomi Manusia Purba pada Masa Bercocok Tanam Kehidupan manusia senantiasa mengalami

MASA BERCOCOK TANAM DAN DAN BERTERNAK a. Kehidupan sosial-ekonomi Manusia Purba pada Masa Bercocok Tanam Kehidupan manusia senantiasa mengalami MASA BERCOCOK TANAM DAN DAN BERTERNAK a. Kehidupan sosial-ekonomi Manusia Purba pada Masa Bercocok Tanam Kehidupan manusia senantiasa mengalami perkembangan. Perkembangan itu dapat disebabkan karena ada

Lebih terperinci

70. Mata Pelajaran Antropologi untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA)

70. Mata Pelajaran Antropologi untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) 70. Mata Pelajaran Antropologi untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) A. Latar Belakang Antropologi adalah ilmu yang mempelajari manusia dengan segala aktivitasnya. Di satu pihak, manusia

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Anonim. Kerajinan Tanah Liat Desa Anjun Plered, Jawa Barat. Pengembangan Permuseuman, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Depdikbud, 1984.

DAFTAR PUSTAKA. Anonim. Kerajinan Tanah Liat Desa Anjun Plered, Jawa Barat. Pengembangan Permuseuman, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Depdikbud, 1984. 138 DAFTAR PUSTAKA Anonim. Kerajinan Tanah Liat Desa Anjun Plered, Jawa Barat. Pengembangan Permuseuman, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Depdikbud, 1984. Ardika, I Wayan. Austronesian Prehistory And Ethnogeneses

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki beragam suku bangsa yang menyebar dan menetap pada berbagai pulau besar maupun pulau-pulau kecil yang membentang dari Sabang sampai

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Pemanfaatan gua-gua atau ceruk di sekitar pegunungan karst berasal dari Asia

BAB V PENUTUP. Pemanfaatan gua-gua atau ceruk di sekitar pegunungan karst berasal dari Asia BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Pemanfaatan gua-gua atau ceruk di sekitar pegunungan karst berasal dari Asia Tenggara menjelang akhir plestosen, yang didasarkan akan adanya kebutuhan manusia akan tempat yang

Lebih terperinci

BENTUK DAN FUNGSI GERABAH KAWASAN DANAU SENTANI

BENTUK DAN FUNGSI GERABAH KAWASAN DANAU SENTANI BENTUK DAN FUNGSI GERABAH KAWASAN DANAU SENTANI Hari Suroto (Balai Arkeologi Jayapura) Abstract Based on the research done, earthenware is found in Sentani Lake. The earthenware which is found in pieces,

Lebih terperinci

!. Jelaskan tentang teori seleksi alam yang dianut oleh charles darwin!

!. Jelaskan tentang teori seleksi alam yang dianut oleh charles darwin! !. Jelaskan tentang teori seleksi alam yang dianut oleh charles darwin! seleksi alam yang dimaksud dengan teori evolusi adalah teori bahwa makhluk hidup yang tidak mampu beradaptasi dengan lingkungannya

Lebih terperinci

KUBUR TEMPAYAN DI KABUPATEN ALOR NUSA TENGGARA TIMUR Jar Burial at Alor Regency East Nusa Tenggara

KUBUR TEMPAYAN DI KABUPATEN ALOR NUSA TENGGARA TIMUR Jar Burial at Alor Regency East Nusa Tenggara KUBUR TEMPAYAN DI KABUPATEN ALOR NUSA TENGGARA TIMUR Jar Burial at Alor Regency East Nusa Tenggara Ati Rati Hidayah Balai Arkeologi Denpasar Jl. Raya Sesetan No. 80, Denpasar 80223 Email: hanie_satik@yahoo.com

Lebih terperinci

TEORI DAN KONSEP SEKILAS TENTANG SEBARAN MANUSIA PRASEJARAH INDONESIA

TEORI DAN KONSEP SEKILAS TENTANG SEBARAN MANUSIA PRASEJARAH INDONESIA TEORI DAN KONSEP Gunadi Kasnowihardjo, Sekilas Tentang Manusia Prasejarah Indonesia SEKILAS TENTANG SEBARAN MANUSIA PRASEJARAH INDONESIA Gunadi Kasnowihardjo (Balai Arkeologi Yogyakarta) Abstract Prehistoric

Lebih terperinci

DISTRIBUSI SPASIAL SITUS SITUS NEOLITIK DI SEPANJANG ALIRAN SUNGAI KALI BARU, KABUPATEN BANYUWANGI, PROVINSI JAWA TIMUR

DISTRIBUSI SPASIAL SITUS SITUS NEOLITIK DI SEPANJANG ALIRAN SUNGAI KALI BARU, KABUPATEN BANYUWANGI, PROVINSI JAWA TIMUR DISTRIBUSI SPASIAL SITUS SITUS NEOLITIK DI SEPANJANG ALIRAN SUNGAI KALI BARU, KABUPATEN BANYUWANGI, PROVINSI JAWA TIMUR Sofwan Noerwidi Balai Arkeologi Yogyakarta A. Kolonisasi Austronesia di Pulau Jawa

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI RANGKA MANUSIA SITUS GUA BALANG METTI, KABUPATEN BONE, SULAWESI SELATAN

IDENTIFIKASI RANGKA MANUSIA SITUS GUA BALANG METTI, KABUPATEN BONE, SULAWESI SELATAN IDENTIFIKASI RANGKA MANUSIA SITUS GUA BALANG METTI, KABUPATEN BONE, SULAWESI SELATAN Identification of Human Skeleton of Balang Metti Cave Site, District of Bone, South Sulawesi Fakhri Balai Arkeologi

Lebih terperinci

Kajian Awal Fungsi Gua dan Wilayah Sebaran Situs Gua Di Maluku dan Maluku Utara. Syahruddin Mansyur*

Kajian Awal Fungsi Gua dan Wilayah Sebaran Situs Gua Di Maluku dan Maluku Utara. Syahruddin Mansyur* Kajian Awal Fungsi Gua dan Wilayah Sebaran Situs Gua Di Maluku dan Maluku Utara Syahruddin Mansyur* Abstract Cave Exploiting tradition have been started since a period Plestocen For till A period of Holocen.

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal 2.5. Nekara. Arca perunggu. Alat dari besi.

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal 2.5. Nekara. Arca perunggu. Alat dari besi. SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal 2.5 1. Kebudayaan Bascon Hoa bin adalah kebudayaan yang berasal dari wilayah Vietnam utara kemudian masuk ke Indonesia. Berikut

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORETIS. Studi komparatif pertama yang meliputi seluruh rumpun bahasa Austronesia adalah

BAB II KERANGKA TEORETIS. Studi komparatif pertama yang meliputi seluruh rumpun bahasa Austronesia adalah BAB II KERANGKA TEORETIS Ada banyak pendapat yang dikemukakan oleh para ahli mengenai masalah ini. Studi komparatif pertama yang meliputi seluruh rumpun bahasa Austronesia adalah hasil kajian Dempwolff

Lebih terperinci

ARKENAS PELAYARAN DAN PERDAGANGAN MASA LALU DI KEPULAUAN MALUKU TENGGARA. Marlon Ririmasse

ARKENAS PELAYARAN DAN PERDAGANGAN MASA LALU DI KEPULAUAN MALUKU TENGGARA. Marlon Ririmasse PELAYARAN DAN PERDAGANGAN MASA LALU DI KEPULAUAN MALUKU TENGGARA Marlon Ririmasse Balai Arkeologi Ambon. Jl. Namalatu-Latuhalat, Nusaniwe, Ambon - 97118 ririmasse@yahoo.com Abstrak. Kepulauan Maluku Tenggara

Lebih terperinci

1. Berikut ini merupakan jenis manusia purba yang ditemukan di Indonesia adalah...

1. Berikut ini merupakan jenis manusia purba yang ditemukan di Indonesia adalah... Petunjuk A : Pilihlah satu jawaban yang paling tepat. 1. Berikut ini merupakan jenis manusia purba yang ditemukan di Indonesia adalah... A. Pithecanthropus, Sinanthropus pekinensis, Australopithecus africanus

Lebih terperinci

ARKENAS ARKEOLOGI PULAU TERLUAR DI MALUKU: SURVEI ARKEOLOGI PULAU MASELA. Marlon Ririmasse

ARKENAS ARKEOLOGI PULAU TERLUAR DI MALUKU: SURVEI ARKEOLOGI PULAU MASELA. Marlon Ririmasse 1. Pendahuluan ARKEOLOGI PULAU TERLUAR DI MALUKU: SURVEI ARKEOLOGI PULAU MASELA Hanya musuh terkuat atau teman terbaik yang akan tiba di sini. Pernyataan ini pernah diucapkan oleh tokoh dunia Dalai Lama

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. Nama Austronesia berasal dari kata Latin auster "angin selatan" dan kata Greek

BAB I PEDAHULUAN. Nama Austronesia berasal dari kata Latin auster angin selatan dan kata Greek 1 BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumpun bahasa Austronesia merupakan salah satu keluarga bahasa tua. Nama Austronesia berasal dari kata Latin auster "angin selatan" dan kata Greek nêsos "pulau". Para

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PARIWISATA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PARIWISATA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8)

2017, No Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8) LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.214, 2017 ADMINISTRASI. Pemerintahan. Kementerian Pariwisata. Penyelenggaraan. Perubahan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

DAUD ARIS TANUDIRJO JURUSAN ARKEOLOGI, FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

DAUD ARIS TANUDIRJO JURUSAN ARKEOLOGI, FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA Peradaban pesisir dan pulau Belajar dari kejayaan masa lampau DAUD ARIS TANUDIRJO JURUSAN ARKEOLOGI, FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA Jangan anggap masa lampau sebagai kenangan,

Lebih terperinci

Instrumen Wawancara Pelaksanaan Pembelajaran dengan Guru Mata Pelajaran Sejarah. 1. Bagaimana kondisi pembelajaran sejarah berlangsung?

Instrumen Wawancara Pelaksanaan Pembelajaran dengan Guru Mata Pelajaran Sejarah. 1. Bagaimana kondisi pembelajaran sejarah berlangsung? LAMPIRAN 114 Lampiran 1. Instrumen Wawancara Pelaksanaan Pembelajaran dengan Guru Mata Pelajaran Sejarah Instrumen Wawancara Pelaksanaan Pembelajaran dengan Guru Mata Pelajaran Sejarah Nara Sumber : Ibu.

Lebih terperinci

WAWASAN BUDAYA NUSANTARA

WAWASAN BUDAYA NUSANTARA WAWASAN BUDAYA NUSANTARA Di Susun oleh : Tommy Gustiansyah Putra (14148114) Putri Raudya Sofyana (14148140) Institut Seni Indonesia Surakarta 2015/2016 TEORI EVOLUSI DARWIN Charles Darwin (1809-1882) ahli

Lebih terperinci

Gunadi Kasnowihardjo Balai Arkeologi Yogyakarta

Gunadi Kasnowihardjo Balai Arkeologi Yogyakarta KONTRIBUSI HASIL PENELITIAN ARKEOLOGI DALAM PROGRAM KEBHINEKAAN SEBAGAI PEMERSATU BANGSA : Studi kasus pada Situs Kubur Prasejarah di Pantai Utara Jawa Tengah 1 CONTRIBUTION OF ARCHAEOLOGICAL RESEARCH

Lebih terperinci

BERKALA ARKEOLOGI. Churmatin Nasoichah, S.Hum

BERKALA ARKEOLOGI. Churmatin Nasoichah, S.Hum BERKALA ARKEOLOGI terdiri dari dua kata yaitu dan. adalah sebutan dalam Bahasa Sansekerta untuk jenis kerang atau siput laut. dalam mitologi Hindhu digunakan sebagai atribut dewa dalam sekte Siwa dan Wisnu.

Lebih terperinci

KELOMPOK Artha Vindy Febryan Pramesthi [04] 2. Awang Zaki R. [05] 3. Gati Argo W. [07] 4. Ngesty Finesatiti [19] 5. Nisa Nur 'Aini A.

KELOMPOK Artha Vindy Febryan Pramesthi [04] 2. Awang Zaki R. [05] 3. Gati Argo W. [07] 4. Ngesty Finesatiti [19] 5. Nisa Nur 'Aini A. SELAMAT PAGI KELOMPOK 2 1. Artha Vindy Febryan Pramesthi [04] 2. Awang Zaki R. [05] 3. Gati Argo W. [07] 4. Ngesty Finesatiti [19] 5. Nisa Nur 'Aini A. [20] RAS / ETNIS 1. Diferensiasi Sosial berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing yang sangat strategis, yang terletak di tengah-tengah jalur perdagangan yang menghubungkan antara

Lebih terperinci

PERDAGANGAN MASA PRASEJARAH DI PAPUA (TINJAUAN BERDASARKAN TINGGALAN ARKEOLOGI)

PERDAGANGAN MASA PRASEJARAH DI PAPUA (TINJAUAN BERDASARKAN TINGGALAN ARKEOLOGI) PERDAGANGAN MASA PRASEJARAH DI PAPUA (TINJAUAN BERDASARKAN TINGGALAN ARKEOLOGI) Erlin Novita Idje Djami (Balai Arkeologi Jayapura) Abstract Prehistoric trade in Papua characterized by the existence of

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan luas, hutan tropis Indonesia menempati urutan ke tiga setelah Brasil dan Republik Demokrasi

Lebih terperinci

Coon: Paleomongolid (kecoklatan) = Mongolid asli (kuning) + Weddid (hitam) Howells: keturunan 3 ras = hitam, kuning dan putih.

Coon: Paleomongolid (kecoklatan) = Mongolid asli (kuning) + Weddid (hitam) Howells: keturunan 3 ras = hitam, kuning dan putih. Coon: Paleomongolid (kecoklatan) = Mongolid asli (kuning) + Weddid (hitam) Howells: keturunan 3 ras = hitam, kuning dan putih. Ras putih di Iran pindah ke Asia Timur: menyeberang ke Jepang jadi bangsa

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal ,2,3,4, dan 5. 2,3,4,5, dan 1. 3,4,5,1, dan 2.

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal ,2,3,4, dan 5. 2,3,4,5, dan 1. 3,4,5,1, dan 2. 1. Perhatikan tahapan zaman pra aksara berikut ini! 1. Mesilitikum 2. Neolitikum 3. Megalitikum 4. Paleolitikum 5. Legam SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal 2.1

Lebih terperinci

1) Sumber Daya Air, 2) Pertanian dan Ketahanan Pangan, 3) Kesehatan Manusia, 4) Ekosistem daratan,

1) Sumber Daya Air, 2) Pertanian dan Ketahanan Pangan, 3) Kesehatan Manusia, 4) Ekosistem daratan, SUMBER DAYA AIR Perubahan iklim akibat pemanasan global bukan lagi dalam tataran wacana, namun secara nyata telah menjadi tantangan paling serius yang dihadapi dunia di abad 21. Pada dasarnya perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup populer di dunia. Gambar cadas merupakan suatu karya manusia

BAB I PENDAHULUAN. cukup populer di dunia. Gambar cadas merupakan suatu karya manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Gambar cadas merupakan salah satu tinggalan arkeologi yang cukup populer di dunia. Gambar cadas merupakan suatu karya manusia yang memiliki pola tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah pikiran yang dapat berbentuk fisik (tangible) dan non-fisik (intangible). Tinggalan fisik

Lebih terperinci

BAB 2 GAMBARAN UMUM TEMBIKAR TRADISI SA HUYNH-KALANAY DI ASIA TENGGARA

BAB 2 GAMBARAN UMUM TEMBIKAR TRADISI SA HUYNH-KALANAY DI ASIA TENGGARA BAB 2 GAMBARAN UMUM TEMBIKAR TRADISI SA HUYNH-KALANAY DI ASIA TENGGARA 2.1. Landasan Teori 1 Perpindahan penduduk (migrasi) petutur AustronesiaF F merupakan fenomena besar dalam sejarah umat manusia. Masyarakat

Lebih terperinci

BENTUK DAN TEKNOLOGI GERABAH DI SITUS DELUBANG DAN TOROAN PULAU MADURA Shape and Pottery Technology on Delubang dan Toroan Site Madura Island

BENTUK DAN TEKNOLOGI GERABAH DI SITUS DELUBANG DAN TOROAN PULAU MADURA Shape and Pottery Technology on Delubang dan Toroan Site Madura Island BENTUK DAN TEKNOLOGI GERABAH DI SITUS DELUBANG DAN TOROAN PULAU MADURA Shape and Pottery Technology on Delubang dan Toroan Site Madura Island Departemen Arkeologi Universitas Hasanuddin Jl. Perintis Kemerdekaan

Lebih terperinci

JEJAK BUDAYA PENUTUR AUSTRONESIA PADA SITUS KAMPUNG FORIR, FAKFAK (The Last Vestiges of The Austronesian Culture in Kampung Forir Site, Fakfak)

JEJAK BUDAYA PENUTUR AUSTRONESIA PADA SITUS KAMPUNG FORIR, FAKFAK (The Last Vestiges of The Austronesian Culture in Kampung Forir Site, Fakfak) JEJAK BUDAYA PENUTUR AUSTRONESIA PADA SITUS KAMPUNG FORIR, FAKFAK (The Last Vestiges of The Austronesian Culture in Kampung Forir Site, Fakfak) Sri Chiirullia Sukandar Balai Arkeologi Jayapura, Jalan Isele,

Lebih terperinci

RUANG JELAJAH HOABINHIAN DI PULAU SUMATRA Hoabinhian Culture Dispersal in Sumatra Island. Ketut Wiradnyana

RUANG JELAJAH HOABINHIAN DI PULAU SUMATRA Hoabinhian Culture Dispersal in Sumatra Island. Ketut Wiradnyana RUANG JELAJAH HOABINHIAN DI PULAU SUMATRA Hoabinhian Culture Dispersal in Sumatra Island Balai Arkeologi Sumatra Utara Jl. Seroja Raya, Gg. Arkeologi, No1 Medan Tuntungan-Medan Email: ketut.wiradnyana@kemdikbud.go.id

Lebih terperinci

RAN G K U M AN K I S I - K I S I S E J AR A H P E M I N AT AN U AS 1 X I P S ( )

RAN G K U M AN K I S I - K I S I S E J AR A H P E M I N AT AN U AS 1 X I P S ( ) RAN G K U M AN K I S I - K I S I S E J AR A H P E M I N AT AN U AS 1 X I P S ( 2 0 1 5-2 0 1 6 ) 1) 3 UNSUR UTAMA DALAM SEJARAH Manusia : sebagai pelaku dan penggerak sejarah Ruang : lokasi di mana peristiwa

Lebih terperinci

STRATEGI ADAPTASI PENGUSUNG HOABINHIAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN MAKANAN

STRATEGI ADAPTASI PENGUSUNG HOABINHIAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN MAKANAN STRATEGI ADAPTASI PENGUSUNG HOABINHIAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN MAKANAN Ketut Wiradnyana Balai Arkeologi Medan Abstract The presence of hoabinh site either in lowland or highland is characterized that

Lebih terperinci

RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN

RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN SEJARAH PENEMUAN SITUS Keberadaan temuan arkeologis di kawasan Cindai Alus pertama diketahui dari informasi

Lebih terperinci

TEMUAN RANGKA MANUSIA AUSTRONESIA DI PANTURA JAWA TENGAH: Sebuah kajian awal

TEMUAN RANGKA MANUSIA AUSTRONESIA DI PANTURA JAWA TENGAH: Sebuah kajian awal TEMUAN RANGKA MANUSIA AUSTRONESIA DI PANTURA JAWA TENGAH: Sebuah kajian awal AUSTRONESIANS SKELETONS FOUND IN THE NORTH COAST OF CENTRAL JAVA: A Preliminary Research H. Gunadi Kasnowihardjo Balai Arkeologi

Lebih terperinci

SURVEI ARKEOLOGIS DI KAWASAN HALMAHERA BAGIAN TENGAH. Archaeological Survey in the Central Halmahera Region

SURVEI ARKEOLOGIS DI KAWASAN HALMAHERA BAGIAN TENGAH. Archaeological Survey in the Central Halmahera Region SURVEI ARKEOLOGIS DI KAWASAN HALMAHERA BAGIAN TENGAH Archaeological Survey in the Central Halmahera Region Marlon Ririmasse Balai Arkeologi Ambon Jl. Namalatu-Latuhalat Ambon 97118 Email: ririmasse@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN KABUPATEN KUPANG KABUPATEN KUPANG

BAB I PENDAHULUAN KABUPATEN KUPANG KABUPATEN KUPANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara administratif Kupang adalah sebuah kotamadya yang merupakan ibukota dari propinsi Nusa Tenggara Timur, dan secara geografis terletak antara 10º39 58

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan masyarakat masa lampau merupakan catatan sejarah yang sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau pegangan hidup bagi masyarakat

Lebih terperinci

POTENSI GEOGRAFIS INDONESIA II

POTENSI GEOGRAFIS INDONESIA II K-13 Geografi K e l a s XI POTENSI GEOGRAFIS INDONESIA II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami batas wilayah. 2. Memahami laut dangkal,

Lebih terperinci

ARSITEKTUR DAN KEBUDAYAAN

ARSITEKTUR DAN KEBUDAYAAN ARSITEKTUR DAN KEBUDAYAAN PENGANTAR ARSITEKTUR MINGGU - 1 TIM DOSEN : AP, LS, VW, RN, OI, SR DAFTAR PUSTAKA Apa Itu Kebudayaan? Kebudayaan Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan manusia yang dipunyainya

Lebih terperinci

SEJARAH PERKEMBANGAN ANTROPOLOGI BUDAYA

SEJARAH PERKEMBANGAN ANTROPOLOGI BUDAYA SEJARAH PERKEMBANGAN ANTROPOLOGI BUDAYA Pengertian Antropologi Antropologi adalah semua hal tentang manusia, dan merupakan tanggung jawab antropologi untuk menjelaskan semua cerita tentang manusia, dari

Lebih terperinci

ARKEOLOGI KEPULAUAN MALUKU. Archaeology of Moluccas Archipelago

ARKEOLOGI KEPULAUAN MALUKU. Archaeology of Moluccas Archipelago ARKEOLOGI KEPULAUAN MALUKU Archaeology of Moluccas Archipelago Lucas Wattimena Balai Arkeologi Ambon Jl. Namalatu Latuhalat, Ambon 97118 lucas.wattimena@yahoo.com Naskah diterima: 09-01-2013; direvisi:

Lebih terperinci

UJIAN AKHIR SEMESTER 1 SEKOLAH MENENGAH TAHUN AJARAN 2014/2015 Mata Pelajaran : Sejarah

UJIAN AKHIR SEMESTER 1 SEKOLAH MENENGAH TAHUN AJARAN 2014/2015 Mata Pelajaran : Sejarah Nama : UJIAN AKHIR SEMESTER 1 SEKOLAH MENENGAH TAHUN AJARAN 2014/2015 Mata Pelajaran : Sejarah Kelas : 7 Waktu : 10.00-11.30 No.Induk : Hari/Tanggal : Senin, 08 Desember 2014 Petunjuk Umum: Nilai : 1.

Lebih terperinci

RESUME KELOMPOK ANTROPOLOGI. Resume ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Pengetahuan Sosial 1

RESUME KELOMPOK ANTROPOLOGI. Resume ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Pengetahuan Sosial 1 RESUME KELOMPOK ANTROPOLOGI Resume ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Pengetahuan Sosial 1 Dosen Pengampu: Ahmad Agung Yuwono Putro, M.Pd. DISUSUN OLEH: NOVI TRISNA ANGGRAYNI (14144600199)

Lebih terperinci

ARTEFAK NEOLITIK DI PULAU WEH: BUKTI KEBERADAAN AUSTRONESIA PRASEJARAH DI INDONESIA BAGIAN BARAT

ARTEFAK NEOLITIK DI PULAU WEH: BUKTI KEBERADAAN AUSTRONESIA PRASEJARAH DI INDONESIA BAGIAN BARAT ARTEFAK NEOLITIK DI PULAU WEH: BUKTI KEBERADAAN AUSTRONESIA PRASEJARAH DI INDONESIA BAGIAN BARAT Ketut Wiradnyana* Balai Arkeologi Medan, Jalan Seroja Raya, Gg Arkeologi, Medan Tuntungan, Medan 20134 Telepon:

Lebih terperinci