MODEL PERSEDIAAN TERINTEGRASI PEMASOK-PENGECER DAN KEBIJAKAN PENETAPAN HARGA BARANG YANG BERPENGARUH TERHADAP PERMINTAAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MODEL PERSEDIAAN TERINTEGRASI PEMASOK-PENGECER DAN KEBIJAKAN PENETAPAN HARGA BARANG YANG BERPENGARUH TERHADAP PERMINTAAN"

Transkripsi

1 MODEL PERSEDIAAN TERINTEGRASI PEMASOK-PENGECER DAN KEBIJAKAN PENETAPAN HARGA BARANG YANG BERPENGARUH TERHADAP PERMINTAAN Shidiq Tegar Irsanianto, Sutanto, Nughthoh Arfawi Kurdhi Program Studi Matematika FMIPA UNS ABSTRAK. Manajemen persediaan yang baik dapat dipenuhi dengan adanya integrasi pemasok-pengecer. Model persediaan terintegrasi digunakan untuk memaksimumkan keuntungan pada sistem persediaan pemasok-pengecer, sebaliknya model persediaan terpisah digunakan untuk memaksimumkan keuntungan masing-masing. Terdapat dua kebijakan penetapan harga barang pada model terpisah yaitu Stackelberg dan retail fixed mark-up (RFM). Kebijakan Stackelberg adalah pemasok menetapkan harga barang terlebih dahulu dan pengecer mengikuti penetapan harga dari pemasok. Sementara itu, kebijakan RFM menjelaskan bahwa pemasok dan pengecer melakukan negosiasi sebelum menetapkan harga barang dan disepakati nilai mark-up (α). Nilai α merupakan keuntungan pengecer dari penjualan barang kepada konsumen (persen). Tujuan penelitian ini untuk menurunkan model persediaan terintegrasi pemasokpengecer, menentukan penyelesaian optimal dari banyaknya pemesanan, harga grosir, dan harga eceran untuk model terintegrasi dan terpisah, serta penerapannya. Hasil penelitian ini adalah model persediaan terintegrasi pemasokpengecer dan penyelesaian optimalnya. Hasil penerapannya diperoleh kebijakan RFM dengan α [0.74, 0.80] yang merupakan strategi pareto efficient. Kata Kunci : model persediaan terintegrasi, kebijakan penetapan harga barang, permintaan bergantung harga barang (price dependent demand). 1. PENDAHULUAN Persediaan barang memerlukan pengelolaan yang baik untuk meningkatkan efisiensi biaya sehingga manajemen persediaan barang menjadi hal yang sangat penting di setiap perusahaan. Dalam mengatasi hal tersebut, diperlukan kerjasama yang baik antara pemasok dan pengecer. Kerjasama ini melibatkan komitmen jangka panjang, pemecahan masalah bersama, dan berbagi informasi. Pembuatan keputusan secara bersama dapat meningkatkan total keuntungan keduanya. Beberapa penelitian telah mengembangkan masalah persediaan dengan menggabungkan antara pemasok dan pengecer. Model persediaan terintegrasi pemasok-pengecer diperkenalkan pertama kali oleh Goyal [3]. Penelitian model persediaan terintegrasi pemasok-pengecer diasumsikan dengan laju permintaan konsumen yang dipengaruhi oleh harga barang. Menurut Mankiw [4], variabel yang mempengaruhi laju permintaan barang adalah harga barang. Ketika harga barang naik mengakibatkan permintaan cenderung mengalami penurunan dan sebaliknya. Dengan demikian, pemasok dan pengecer harus tepat dalam menetapkan harga barang. 1

2 Pada dasarnya, pemasok dan pengecer memiliki tujuan dan biaya sendiri sehingga model persediaan terpisah digunakan untuk memaksimumkan keuntungan masing-masing. Terdapat dua macam kebijakan penetapan harga barang yaitu teori Stackelberg dan RFM yang melibatkan pemasok dan pengecer. Teori Stackelberg mengasumsikan pemasok bertindak sebagai pemimpin (leader) dan pengecer berlaku sebagai pengikut (follower). Pemasok dapat menetapkan harga grosir dan memberikan informasi kepada pengecer. Kemudian pengecer menetapkan harga eceran dan banyaknya pemesanan ke pemasok. RFM merupakan kebijakan penetapan harga barang yang ditentukan dengan menambahkan mark-up ke biaya produk oleh pemasok. Alaei et al. [1] membahas model persediaan terintegrasi pemasok-pengecer dengan kurva permintaan bergantung harga bersifat linear. Namun kurva permintaan masyarakat terhadap barang dalam kehidupan sehari-hari adalah tak linier. Salah satu contoh kurva tak linier adalah kurva iso-elastis. Model persediaan terintegrasi dengan kurva permintaan bergantung harga bersifat iso-elastis diperkenalkan oleh Rad et al. [5]. Penelitian ini mengembangkan model persediaan terintegrasi pemasokpengecer dengan kurva permintaan bergantung harga bersifat iso-elastis yang mengacu pada Rad et al. [5] serta digunakan kebijakan Stackelberg dan RFM untuk model persediaan terpisah yang mengacu pada Alaei et al. [1]. Selanjutnya banyaknya pemesanan, harga grosir, dan harga eceran optimal ditentukan untuk memaksimumkan keuntungan berdasarkan model terintegrasi dan terpisah serta mengintepretasikan hasilnya dalam sebuah penerapan. 2. ASUMSI Berikut adalah asumsi dalam pembentukan model persediaan. (1) Terdapat satu pemasok dan satu pengecer dalam sistem persediaan produksi. (2) Kekurangan persediaan (shortage) tidak diperbolehkan. (3) Untuk setiap unit barang, pemasok menghabiskan biaya pengadaan sebesar c dan menerima dari pengecer sebesar w dari penjualan barang. Setelah itu, pengecer menjual barang kepada konsumen sebesar p, dengan p > w > c. (4) Mengacu pada Rad et al. [5], kurva permintaan bergantung harga bersifat iso-elastis dirumuskan dengan D(p) = γp β, γ(γ > 0) adalah faktor skala dan β(β > 1) adalah koefisien elastisitas harga. 3. SISTEM OPERASI PERSEDIAAN Konsumen meminta barang kepada pengecer dengan laju permintaan per tahun sebesar D. Untuk memenuhi permintaan konsumen, pengecer memesan barang kepada pemasok sebesar Q unit sebagai persediaan selama satu siklus. Selama proses pemesanan, biaya yang commit dikeluarkan to user pengecer sebesar A. Selanjutnya 2

3 pemasok membeli bahan mentah untuk pengadaan barang. Biaya yang dikeluarkan pemasok sebesar c per unit. Sebelum proses produksi, pemasok mengeluarkan biaya sebesar S untuk persiapan produksi. Kemudian pemasok mulai memproduksi barang untuk memenuhi pesanan dari pengecer. Selama proses produksi, pemasok mengeluarkan biaya produksi dan biaya investasi berturut-turut sebesar k 1 dan k 2. Setelah barang jadi, barang disimpan di gudang selama proses produksi dan mengeluarkan biaya penyimpanan sebesar H. Selama proses produksi bahan mentah ke barang jadi terdapat waktu tunggu l. Setelah proses produksi selesai, barang jadi dikirim ke pengecer. Pemasok menetapkan harga barang sebesar w per unit. Setelah barang diterima oleh pengecer, barang didistribusikan ke konsumen dengan harga p dan pengecer mengeluarkan biaya penyimpanan sebesar h. Pada penelitian ini, permintaan konsumen kepada pengecer dipengaruhi oleh harga barang p. Oleh karena itu, pengecer harus mengoptimalkan banyaknya pemesanan Q kepada pemasok dan harus tepat dalam menetapkan harga barang p untuk memaksimumkan keuntungan. 4. FORMULASI MODEL Pada bagian ini diuraikan tentang formulasi model yaitu model persediaan pengecer, model persediaan pemasok, dan model persediaan terintegrasi pemasokpengecer Model Persediaan Pengecer. Mengacu pada Alaei et al. [1], tingkat persediaan pengecer ditunjukkan pada Gambar 1(a). (a) (b) Gambar 1. Tingkat persediaan (a) pengecer dan (b) pemasok Berdasarkan Gambar 1(a) nampak bahwa pengecer melakukan pemesanan sebesar Q unit barang pada pemasok untuk persediaan selama satu siklus (T satuan waktu). Frekuensi pemesanan per tahun sebesar D. Banyaknya permintaan konsumen pada Q harga eceran p dinyatakan dengan D(p). Pada penelitian ini, laju permintaan konsumen dirumuskan dengan D(p) = γp β (Rad et al. [5]). Pengecer mengeluarkan biaya sebesar A setiap kali pemesanan sehingga biaya pemesanan pengecer per tahun sebesar A D(p) commit. Pengecer to user dikenakan biaya sebesar w per unit Q 3

4 barang sehingga diperoleh biaya pembelian pengecer per tahun sebesar D(p) w. Barang yang diterima oleh pengecer dari pemasok kemudian disimpan dengan biaya penyimpanan per tahun sebesar h Q. Selanjutnya barang dijual kepada 2 konsumen dengan harga barang p sehingga dapat diperoleh pendapatan penjualan pengecer per tahun sebesar D(p) p. Dengan demikian, total keuntungan tahunan untuk pengecer dinyatakan sebagai TP r (p, Q) = pendapatan penjualan pengecer biaya pemesanan biaya pembelian biaya penyimpanan = (γp β ) (p A h Q w). (4.1) Q Model Persediaan Pemasok. Mengacu pada Alaei et al. [1], tingkat persediaan pemasok ditunjukkan pada Gambar 1(b). Pada Gambar 1(b) nampak bahwa barang sebesar Q unit diproduksi oleh pemasok dalam satu siklus dengan laju produksi μ dalam sekali produksi. Setiap siklus produksi barang, terdapat waktu tunggu sebesar Q. Pemasok mengeluarkan biaya pengadaan per unit barang μ sebesar c. Biaya sebesar D(p) c dikeluarkan oleh pemasok untuk biaya pengadaan per tahun. Biaya yang dikeluarkan pemasok per tahun untuk penyimpanan barang H Q l D(p) sebesar. Pemasok mengeluarkan biaya sebesar S untuk persiapan produksi 2 dalam satu tahun. Setiap proses produksi, biaya sebesar k 1 Q Q μ dikeluarkan oleh pemasok. Ketika terjadi peningkatan pemesanan barang, pemasok menyiapkan biaya investasi sebesar k 2 μ untuk meningkatkan tingkat produksi. Dengan demikian, total keuntungan tahunan untuk pemasok dinyatakan sebagai TP m (p, Q) = pendapatan penjualan pemasok biaya pengadaan biaya persiapan biaya produksi biaya investasi biaya penyimpanan = (γp β ) (w c S k 1 l k 2 H l ). (4.2) Q Q l Model Persediaan Terintegrasi Pemasok-Pengecer. Total keuntungan tahunan terintegrasi pemasok-pengecer (JTP) adalah jumlahan dari total keuntungan tahunan untuk pengecer (TP r ) dan pemasok (TP m ) sehingga permasalahan yang harus diselesaikan adalah memaksimumkan JTP(p, Q) = (γp β ) (p c (S+A+k 1 l) H l k 2 ) h Q. (4.3) Q 2 l 2 Untuk memaksimumkan JTP(p, Q), diperlukan penyelesaian optimal dari p dan Q. 5. PENYELESAIAN OPTIMAL 5.1. Penyelesaian Optimal untuk Model Terintegrasi. Pada penelitian ini, permasalahan yang harus diselesaikan adalah memaksimumkan persamaan (4.3). Menurut Bazaraa dan Shetty [2], syarat perlu untuk mendapatkan penyelesaian 4

5 optimal p dan Q diperoleh dari turunan parsial pertama JTP(p, Q) terhadap p dan Q yang disamadengankan nol sehingga didapatkan dan p = β(c+(s+a+k1 l) H l + Q 2 +k 2 l ) β 1 (5.1) Q = 2 γ p β (S+A+k 1 l). (5.2) h Proposisi 5.1. Banyaknya pemesanan Q * terintegrasi adalah hq β γ(s + A + k 1 l) ( β(2l(s+a+k 1l)+2k 2 Q+lQ(2c+Hl)) ) = 0, (5.3) lq(β 1) dan harga eceran p * terintegrasi adalah didapatkan dari persamaan p = β(c+(s+a+k1 l) H l + Q 2 +k 2 Bukti. Persamaan (5.1) disubstitusikan ke persamaan (5.2), selanjutnya ruas kanan dipindah ke ruas kiri sehingga diperoleh persamaan (5.3). Dari persamaan (5.3), diperoleh satu akar positif dan satu akar negatif. Matriks Hessian dari JTP(p, Q) adalah H = ( 2 JTP(.) p 2 2 JTP(.) Q p β 1 2 JTP(.) l ). p Q 2 ). JTP(.) Q 2 Menurut Winston [6], berdasarkan matriks Hessian dari JTP(p, Q) diperoleh principal minor determinant pertama dan kedua sebagai H 11 < 0 dan H 22 > 0 sehingga matriks Hessian dari JTP(p, Q) adalah definit negatif. Fungsi JTP(p, Q) merupakan fungsi konkav. Dengan demikian, p dan Q digunakan untuk memaksimumkan keuntungan dari fungsi JTP(p, Q) Penyelesaian Optimal untuk Model Terpisah (Kebijakan Stackelberg). Diasumsikan pemasok bertindak sebagai leader dan pengecer berlaku sebagai follower. Pemasok dapat menetapkan harga grosir dan memberikan informasi kepada pengecer. Pengecer dapat menentukan banyaknya pemesanan dan harga eceran berdasarkan strategi penetapan harga barang oleh pemasok. Penyelesaian optimal p dan Q pada pengecer diperoleh dari turunan parsial pertama TP r terhadap p dan Q yang disamadengankan nol sehingga didapatkan dan p = Q = A β+q w β Q(β 1) 2 A γ p β h. β (5.4) Proposisi 5.2. Pada kebijakan Stackelberg, banyaknya pemesanan optimal Q * diperoleh dari persamaan 5

6 h Q 2 (A+Q w)p 2 A γ ( Q(β 1) ) β = 0, (5.5) harga grosir optimal w didapatkan dari persamaan (A+Q w)p ( Q(β 1) ) β (2 l (A+Q w)γ+(2k 2 Q+l(2S+2k 1 l+q(2c+hl 2w)))γβ) dan harga eceran optimal p adalah 2 l (A+Q w) p = A β+q w β Q(β 1). = 0, (5.6) 5.3. Penyelesaian Optimal untuk Model Terpisah (Kebijakan RFM). Pemasok melakukan negosiasi dengan pengecer dalam menetapkan harga masing-masing. Pemasok dan pengecer menyepakati mark-up sebelum transaksi operasional terjadi. Setelah pemasok menetapkan harga grosir, pengecer tidak punya kuasa dalam menetapkan harga eceran karena pengecer telah menyepakati mark-up, tetapi pengecer dapat menentukan banyaknya pemesanan yang diminta. Nilai mark-up yang diterima oleh pengecer sebesar α, dengan α = 1 w p sehingga w = (1 α)p. (5.7) Persamaan (5.7) disubstitusikan ke persamaan (4.1) dan (4.2) sehingga didapatkan persamaan sebagai TP r (p, Q) = (γ p β ) (αp A Q ) h Q 2 dan TP m (p, Q) = (γ p β ) (p αp c S Q H l 2 k 1 l Q k 2 l ). Proposisi 5.3. Pada kebijakan RFM, banyaknya pemesanan optimal Q * diperoleh dari persamaan h Q 2 2 A γ p β = 0, (5.8) harga eceran optimal p didapatkan dari persamaan p 1 β γ (2k 2 Qβ + l 2 (2k 1 + HQ)β + 2l((S + cq)β + pq(β 1)(α 1))) = 0, (5.9) dan harga grosir optimal w adalah w = (1 α)p. 6. PENERAPAN Penerapan model persediaan menggunakan nilai parameter diperoleh dari Alaei et al. [1] dan Rad et al. [5]. Laju permintaan konsumen ke pengecer dapat dirumuskan sebagai D(p) = p 1,25 per tahun. Pengecer memesan barang ke pemasok dengan biaya sebesar $80 per pemesanan kemudian pemasok membeli bahan mentah untuk pengadaan barang dengan biaya sebesar $13 per unit. Sebelum proses produksi, pemasok mengeluarkan biaya sebesar $300 per persiapan. Selama proses produksi berlangsung, pemasok mengeluarkan biaya produksi dan investasi 6

7 sebesar $1000 dan $ per siklus produksi. Waktu tunggu selama proses produksi sebesar 0.02 per siklus produksi. Pengecer dan pemasok mengeluarkan biaya penyimpanan sebesar $1.2 dan $1 per unit. Keduanya menyepakati mark-up sebesar 32%. Akan ditentukan penyelesaian optimal dan total keuntungan tahunan dari model persediaan terintegrasi dan terpisah. Tabel 1. Penyelesaian optimal dan total keuntungan tahunan dari model persediaan pemasok dan pengecer terintegrasi dan terpisah Q w p TP r TP m JTP(p,Q) Kebijakan Terintegrasi Kebijakan Stackelberg Kebijakan RFM Berdasarkan Tabel 1 (baris 1 kolom 7) nampak bahwa total keuntungan terintegrasi lebih besar dibandingkan dengan total keuntungan pada kebijakan RFM (baris 3 kolom 7) dan kebijakan Stackelberg (baris 2 kolom 7). Ketika digunakan model terpisah, total keuntungan pada kebijakan RFM lebih besar dibandingkan Stackelberg untuk α = 32%. The competition penalty (ρ) adalah perbandingan antara selisih total keuntungan terintegrasi dan total keuntungan pada kebijakan Stackelberg dan kebijakan RFM dengan total keuntungan terintegrasi (persen). Ketika nilai ρ semakin kecil, total keuntungan untuk model terpisah semakin mendekati total keuntungan untuk model terintegrasi. Nilai ρ pada kebijakan Stackelberg adalah 23% dan nilai ρ pada kebijakan RFM adalah 3%. Oleh karena itu, total keuntungan gabungan pada kebijakan RFM dengan α = 32% lebih mendekati total keuntungan terintegrasi dibandingkan kebijakan Stackelberg. Tabel 1 menunjukkan bahwa pengecer cenderung menggunakan kebijakan Stackelberg daripada kebijakan RFM dengan α = 32%. Sedangkan pemasok cenderung menggunakan kebijakan RFM ketika keduanya ingin memaksimumkan keuntungan masing-masing. Oleh karena itu, kebijakan RFM untuk α = 32% bukan merupakan strategi pareto efficient karena hanya menguntungkan satu pihak. Strategi pareto efficient adalah suatu strategi ketika terdapat peluang perdagangan yang saling menguntungkan. Berdasarkan Gambar 2 nampak bahwa kebijakan RFM lebih baik digunakan daripada kebijakan Stackelberg ketika α [0.74, 0.83] untuk pengecer. Pemasok menggunakan kebijakan RFM ketika α Dengan demikian, diperoleh irisan antara α [0.74, 0.83] dan α 0.80 adalah α [0.74, 0.80] yang merupakan strategi pareto efficient untuk nilai parameter yang diberikan. 7. KESIMPULAN (1) Model persediaan terintegrasi pemasok-pengecer (p, Q) adalah persamaan (4.3). 7

8 Gambar 2. Hubungan keuntungan pemasok dan pengecer terhadap variasi α dengan kebijakan Stackelberg dan RFM (2) Penyelesaian optimal berdasarkan model persediaan terintegrasi adalah persamaan (5.1) dan persamaan (5.3), penyelesaian optimal berdasarkan model terpisah adalah persamaan (5.4), persamaan (5.5), dan persamaan (5.6) pada kebijakan Stackelberg dan persamaan (5.7), (5.8), dan (5.9) pada kebijakan RFM. (3) Berdasarkan penerapan, kebijakan RFM belum baik digunakan dalam sistem persediaan terintegrasi pemasok-pengecer, namun lebih mengarah pada perbaikan sistem. Kebijakan RFM dapat meningkatkan keuntungan masing-masing ketika α [0.74, 0.80] yang merupakan strategi pareto efficient. DAFTAR PUSTAKA [1] Alaei, S., M. Behravesh, and N. Karegar, Analysis of Production-Inventory Decisions In A Desentralized Supply Chain, International Journal of Production Economics 2 (2014), [2] Bazaraa, M.S. and C.M. Shetty, Nonlinear Programming: Theory and Algorithms. John Willey and Sons, Inc., Singapura, [3] Goyal, S.K., An Integrated Inventory Model for a Single Supplier-Single Customer Problem, International Journal of Production Research 15 (1976), no. 1, [4] Mankiw, N.G., Teori Makro Ekonomi, Terjemahan Imam Nurmawan, 4 ed., Penerbit Erlangga, Jakarta, [5] Rad, M.A., F. Khoshalhan, and M. Setak, Supply Chain Single Vendor-Single Buyer Inventory Model with Price-Dependent Demand, Journal of Industrial Enginering and Management 7 (2014), no. 4, [6] Winston, W.L., Operation Research Aplication and Algorithms, Duxbury Press, California,

ABSTRAK. Kata Kunci : model persediaan terintegrasi, kebijakan penetapan harga barang, permintaan bergantung harga barang (price dependent demand).

ABSTRAK. Kata Kunci : model persediaan terintegrasi, kebijakan penetapan harga barang, permintaan bergantung harga barang (price dependent demand). ABSTRAK Shidiq Tegar Irsanianto. 2016. MODEL PERSEDIAAN TERINTEGRASI PEMASOK-PENGECER DAN KEBIJAKAN PENETAPAN HARGA BARANG YANG BERPENGARUH TERHADAP PERMINTAAN. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

oleh SHIDIQ TEGAR IRSANIANTO NIM. M

oleh SHIDIQ TEGAR IRSANIANTO NIM. M MODEL PERSEDIAAN TERINTEGRASI PEMASOK-PENGECER DAN KEBIJAKAN PENETAPAN HARGA BARANG YANG BERPENGARUH TERHADAP PERMINTAAN oleh SHIDIQ TEGAR IRSANIANTO NIM. M0111075 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi

Lebih terperinci

Anadiora Eka Putri, Nughthoh Arfawi Kurdhi, dan Mania Roswitha Program Studi Matematika FMIPA UNS

Anadiora Eka Putri, Nughthoh Arfawi Kurdhi, dan Mania Roswitha Program Studi Matematika FMIPA UNS MODEL PERSEDIAAN TERINTEGRASI PRODUSEN DAN DISTRIBUTOR DENGAN INVESTASI UNTUK MENGURANGI BIAYA PERSIAPAN, PENINGKATAN KUALITAS PROSES PRODUKSI, DAN POTONGAN HARGA UNTUK BACKORDER Anadiora Eka Putri, Nughthoh

Lebih terperinci

MODEL PERSEDIAAN TERINTEGRASI PRODUSEN DAN PENGECER DENGAN KESALAHAN INSPEKSI, KENDALI WAKTU TUNGGU, DAN LEARNING IN PRODUCTION

MODEL PERSEDIAAN TERINTEGRASI PRODUSEN DAN PENGECER DENGAN KESALAHAN INSPEKSI, KENDALI WAKTU TUNGGU, DAN LEARNING IN PRODUCTION MODEL PERSEDIAAN TERINTEGRASI PRODUSEN DAN PENGECER DENGAN KESALAHAN INSPEKSI, KENDALI WAKTU TUNGGU, DAN LEARNING IN PRODUCTION Bagus Naufal Fauzi, Sutanto, dan Vika Yugi Kurniawan Program Studi Matematika

Lebih terperinci

MODEL PERSEDIAAN TERINTEGRASI PRODUSEN DAN DISTRIBUTOR DENGAN INFLASI DAN INVESTASI UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PROSES PRODUKSI

MODEL PERSEDIAAN TERINTEGRASI PRODUSEN DAN DISTRIBUTOR DENGAN INFLASI DAN INVESTASI UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PROSES PRODUKSI MODEL PERSEDIAAN TERINTEGRASI PRODUSEN DAN DISTRIBUTOR DENGAN INFLASI DAN INVESTASI UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PROSES PRODUKSI Muhammad Syafi i, Sutanto, dan Purnami Widyaningsih Program Studi Matematika

Lebih terperinci

MODEL PERSEDIAAN TERINTEGRASI PRODUSEN DAN DISTRIBUTOR DENGAN KEBIJAKAN MANAJEMEN BIAYA EMISI KARBON DAN PROSES INSPEKSI

MODEL PERSEDIAAN TERINTEGRASI PRODUSEN DAN DISTRIBUTOR DENGAN KEBIJAKAN MANAJEMEN BIAYA EMISI KARBON DAN PROSES INSPEKSI MODEL PERSEDIAAN TERINTEGRASI PRODUSEN DAN DISTRIBUTOR DENGAN KEBIJAKAN MANAJEMEN BIAYA EMISI KARBON DAN PROSES INSPEKSI Danan Danu Admaji, Ririn Setiyowati, dan Titin Sri Martini Program Studi Matematika

Lebih terperinci

MODEL PERSEDIAAN CLOSED-LOOP SUPPLY CHAIN (CLSC ) DENGAN REMAUFACTURING, REFURBISHING, DAN MANAJEMEN PRODUK KEDALUWARSA

MODEL PERSEDIAAN CLOSED-LOOP SUPPLY CHAIN (CLSC ) DENGAN REMAUFACTURING, REFURBISHING, DAN MANAJEMEN PRODUK KEDALUWARSA MODEL PERSEDIAAN CLOSED-LOOP SUPPLY CHAIN (CLSC ) DENGAN REMAUFACTURING, REFURBISHING, DAN MANAJEMEN PRODUK KEDALUWARSA Alexander Yonathan Christy, Dewi Retno Sari Saputro, dan Wakhid Ahmad Jauhari Program

Lebih terperinci

oleh ANADIORA EKA PUTRI M SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains Matematika

oleh ANADIORA EKA PUTRI M SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains Matematika MODEL PERSEDIAAN TERINTEGRASI PRODUSEN DAN DISTRIBUTOR DENGAN INVESTASI UNTUK MENGURANGI BIAYA PERSIAPAN, PENINGKATAN KUALITAS PROSES PRODUKSI, DAN POTONGAN HARGA UNTUK BACKORDER oleh ANADIORA EKA PUTRI

Lebih terperinci

MODEL PERSEDIAAN TERINTEGRASI SATU-PRODUSEN MULTI-PENGECER DENGAN KENDALI BIAYA PERSIAPAN PRODUKSI DAN PENGOPTIMALAN JALUR TRANSPORTASI

MODEL PERSEDIAAN TERINTEGRASI SATU-PRODUSEN MULTI-PENGECER DENGAN KENDALI BIAYA PERSIAPAN PRODUKSI DAN PENGOPTIMALAN JALUR TRANSPORTASI MODEL PERSEDIAAN TERINTEGRASI SATU-PRODUSEN MULTI-PENGECER DENGAN KENDALI BIAYA PERSIAPAN PRODUKSI DAN PENGOPTIMALAN JALUR TRANSPORTASI oleh SITI ZULFA CHOIRUN NISAK M0111077 SKRIPSI ditulis dan diajukan

Lebih terperinci

MODEL PERSEDIAAN TERINTEGRASI PRODUSEN DAN PENGECER DENGAN KENDALA KAPASITAS GUDANG DAN TINGKAT LAYANAN

MODEL PERSEDIAAN TERINTEGRASI PRODUSEN DAN PENGECER DENGAN KENDALA KAPASITAS GUDANG DAN TINGKAT LAYANAN MODEL PERSEDIAAN TERINTEGRASI PRODUSEN DAN PENGECER DENGAN KENDALA KAPASITAS GUDANG DAN TINGKAT LAYANAN oleh EDI AGUS SUGIANTORO NIM. M0111027 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

Jl. Veteran 2 Malang

Jl. Veteran 2 Malang PENGEMBANGAN MODEL DASAR EOQ DENGAN INTEGRASI PRODUKSI DISTRIBUSI UNTUK PRODUK DETERIORASI DENGAN KEBIJAKAN BACKORDER (Studi Kasus Pada UD. Bagus Agrista Mandiri, Batu) Siti Aisyah 1, Sobri Abusini 2,

Lebih terperinci

PENENTUAN SOLUSI OPTIMAL PERSEDIAAN PROBABILISTIK MENGGUNAKAN SIMULASI MONTE CARLO. Dian Ratu Pritama ABSTRACT

PENENTUAN SOLUSI OPTIMAL PERSEDIAAN PROBABILISTIK MENGGUNAKAN SIMULASI MONTE CARLO. Dian Ratu Pritama ABSTRACT PENENTUAN SOLUSI OPTIMAL PERSEDIAAN PROBABILISTIK MENGGUNAKAN SIMULASI MONTE CARLO Dian Ratu Pritama Mahasiswa Program Studi S1 Matematika Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

Syarat Fritz John pada Masalah Optimasi Berkendala Ketaksamaan. Caturiyati 1 Himmawati Puji Lestari 2. Abstrak

Syarat Fritz John pada Masalah Optimasi Berkendala Ketaksamaan. Caturiyati 1 Himmawati Puji Lestari 2. Abstrak Syarat Fritz John pada Masalah Optimasi Berkendala Ketaksamaan Caturiyati 1 Himmawati Puji Lestari 2 1,2 Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY 1 wcaturiyati@yahoo.com 2 himmawatipl@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

SYARAT FRITZ JOHN PADA MASALAH OPTIMASI BERKENDALA KETAKSAMAAN. Caturiyati 1 Himmawati Puji Lestari 2. Abstrak

SYARAT FRITZ JOHN PADA MASALAH OPTIMASI BERKENDALA KETAKSAMAAN. Caturiyati 1 Himmawati Puji Lestari 2. Abstrak Syarat Fritz John... (Caturiyati) SYARAT FRITZ JOHN PADA MASALAH OPTIMASI BERKENDALA KETAKSAMAAN Caturiyati 1 Himmawati Puji Lestari 2 1,2 Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY 1 wcaturiyati@yahoo.com

Lebih terperinci

MODEL PENGENDALIAN PERSEDIAAN DENGAN PENUNGGAKAN PESANAN KETIKA TERJADI KEKURANGAN STOK. F. Aldiyah 1, E. Lily 2 ABSTRACT

MODEL PENGENDALIAN PERSEDIAAN DENGAN PENUNGGAKAN PESANAN KETIKA TERJADI KEKURANGAN STOK. F. Aldiyah 1, E. Lily 2 ABSTRACT MODEL PENGENDALIAN PERSEDIAAN DENGAN PENUNGGAKAN PESANAN KETIKA TERJADI KEKURANGAN STOK F. Aldiyah 1, E. Lily 1 Mahasiswa Program Studi S1 Matematika Dosen Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

PENDEKATAN SEDERHANA UNTUK FORMULASI MODEL UKURAN LOT GABUNGAN SINGLE-VENDOR MULTI-BUYER

PENDEKATAN SEDERHANA UNTUK FORMULASI MODEL UKURAN LOT GABUNGAN SINGLE-VENDOR MULTI-BUYER PENDEKATAN SEDERHANA UNTUK FORMULASI MODEL UKURAN LOT GABUNGAN SINGLE-VENDOR MULTI-BUYER Hari Prasetyo Pusat Studi Logistik dan Optimisasi Industri (PUSLOGIN) Teknik Industri Universitas Muhammadiyah Surakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi. Penerapan teknologi informasi

BAB I PENDAHULUAN. memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi. Penerapan teknologi informasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang, banyak perusahaan mengalami perkembangan dalam dunia bisnisnya dan berusaha untuk meningkatkan kinerjanya dengan memanfaatkan kecanggihan

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai sistem persediaan di Toko Tekstil Budiono 2, maka dapat disimpulkan bahwa skenario B merupakan solusi dari permasalahan

Lebih terperinci

PENGENDALIAN PERSEDIAAN DUA ESELON DENGAN MENGGUNAKAN METODE JOINT ECONOMIC LOT SIZE (JELS)

PENGENDALIAN PERSEDIAAN DUA ESELON DENGAN MENGGUNAKAN METODE JOINT ECONOMIC LOT SIZE (JELS) PENGENDALIAN PERSEDIAAN DUA ESELON DENGAN MENGGUNAKAN METODE JOINT ECONOMIC LOT SIZE (JELS) Santoso 1*, David Try Liputra 2, Yoanes Elias 3 1,2,3 Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Kristen

Lebih terperinci

MODEL PERSEDIAAN PEMASOK-PEMBELI DENGAN PRODUK CACAT DAN KECEPATAN PRODUKSI TERKONTROL

MODEL PERSEDIAAN PEMASOK-PEMBELI DENGAN PRODUK CACAT DAN KECEPATAN PRODUKSI TERKONTROL MODEL PERSEDIAAN PEMASOK-PEMBELI DENGAN PRODUK CACAT DAN KECEPATAN PRODUKSI TERKONTROL Nelita Putri Sejati, Wakhid Ahmad Jauhari, dan Cucuk Nur Rosyidi Jurusan Teknik Industri - Universitas Sebelas Maret

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi dewasa ini menjadi kenyataan yang harus dihadapi oleh setiap negara. Proses interaksi antar negara terjadi di berbagai bidang, salah satunya adalah

Lebih terperinci

oleh MIKIYANA RAMADANI M

oleh MIKIYANA RAMADANI M MODEL PERSEDIAAN TERINTEGRASI PRODUSEN DISTRIBUTOR - PENGECER DENGAN MULTI - PRODUK DAN KENDALA TINGKAT LAYANAN oleh MIKIYANA RAMADANI M0111056 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

Studi Perbandingan Ekpektasi Biaya Total Antara Kasus Bakcorder dan Lost Sales pada Model Persediaan Probabilistik

Studi Perbandingan Ekpektasi Biaya Total Antara Kasus Bakcorder dan Lost Sales pada Model Persediaan Probabilistik J. Math. and Its Appl. ISSN: 1829-65X Vol. 3, No. 2, Nov 26, 19 117 Studi Perbandingan Ekpektasi iaya Total Antara Kasus akcorder dan Lost Sales pada Model Persediaan Probabilistik Valeriana Lukitosari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi mengenai hal pokok yang mendasari dilakukannya penelitian serta identifikasi masalah penelitian meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

Lebih terperinci

MODEL OPTIMASI ECONOMIC ORDER QUANTITY DENGAN SISTEM PARSIAL BACKORDER DAN INCREMENTAL DISCOUNT

MODEL OPTIMASI ECONOMIC ORDER QUANTITY DENGAN SISTEM PARSIAL BACKORDER DAN INCREMENTAL DISCOUNT Jurnal Matematika Vol. 20, No. 1, April 2017 : 1-7 MODEL OPTIMASI ECONOMIC ORDER QUANTITY DENGAN SISTEM PARSIAL BACKORDER DAN INCREMENTAL DISCOUNT Neri Nurhayati 1, Nikken Prima Puspita 2, Titi Udjiani

Lebih terperinci

ANALISIS BULLWHIP EFFECT DALAM MANAJEMEN RANTAI PASOK

ANALISIS BULLWHIP EFFECT DALAM MANAJEMEN RANTAI PASOK ANALISIS BULLWHIP EFFECT DALAM MANAJEMEN RANTAI PASOK Tita Talitha 1 1 Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik Universitas Dian Nuswantoro Jalan Nakula I No. 5-11 Semarang Email : tita@dosen.dinus.ac.id

Lebih terperinci

berbeda-beda dalam hal Elastisitas terdiri dari Elastis Linier E=1

berbeda-beda dalam hal Elastisitas terdiri dari Elastis Linier E=1 Harga Harga Keseimbangan dibentuk oleh Harga Pendapatan Selera Konsumen Harga Barang Lain Perkiraan dipengaruhi oleh Permintaan dijelaskan oleh Hukum Permintaan berbeda-beda dalam hal Penawaran dijelaskan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemrograman nonlinear, fungsi konveks dan konkaf, pengali lagrange, dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemrograman nonlinear, fungsi konveks dan konkaf, pengali lagrange, dan BAB II KAJIAN PUSTAKA Kajian pustaka pada bab ini akan membahas tentang pengertian dan penjelasan yang berkaitan dengan fungsi, turunan parsial, pemrograman linear, pemrograman nonlinear, fungsi konveks

Lebih terperinci

OPTIMASI (Pemrograman Non Linear)

OPTIMASI (Pemrograman Non Linear) OPTIMASI (Pemrograman Non Linear) 3 SKS PILIHAN Arrival Rince Putri, 013 1 Silabus I. Pendahuluan 1. Perkuliahan: Silabus, Referensi, Penilaian. Pengantar Optimasi 3. Riview Differential Calculus II. Dasar-Dasar

Lebih terperinci

MODEL JOINT ECONOMIC LOT SIZE PADA RANTAI PASOK

MODEL JOINT ECONOMIC LOT SIZE PADA RANTAI PASOK rosiding SNa2011 Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN:2089-3582 MODEL JOINT ECONOMIC LOT SIZE ADA RANTAI ASOK 1 Devi Komalasari, 2 Sudarwanto, dan 3 Ibnu Hadi 1,2,3 Jurusan Matematika Universitas Negeri

Lebih terperinci

MODEL PERSEDIAAN TERINTEGRASI PEMASOK-PENGECER DENGAN BARANG CACAT, CRASHING COST DAN INVESTASI FUNGSI BERPANGKAT, DAN KENDALA TINGKAT LAYANAN

MODEL PERSEDIAAN TERINTEGRASI PEMASOK-PENGECER DENGAN BARANG CACAT, CRASHING COST DAN INVESTASI FUNGSI BERPANGKAT, DAN KENDALA TINGKAT LAYANAN MODEL PERSEDIAAN TERINTEGRASI PEMASOK-PENGECER DENGAN BARANG CACAT, CRASHING COST DAN INVESTASI FUNGSI BERPANGKAT, DAN KENDALA TINGKAT LAYANAN oleh LIVVIA PARADISEA SANTOSO NIM. M0110050 SKRIPSI ditulis

Lebih terperinci

Model Kerusakan Inventori dan Backlog Parsial

Model Kerusakan Inventori dan Backlog Parsial SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2015 T - 25 Model Kerusakan Inventori dan Backlog Parsial Mukti Nur Handayani FMIPA, Universitas Gadjah Mada mukti.nurhandayani@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

UKURAN LOT PRODUKSI DAN BUFFER STOCK PEMASOK UNTUK MERESPON PERMINTAAN PROBABILISTIK

UKURAN LOT PRODUKSI DAN BUFFER STOCK PEMASOK UNTUK MERESPON PERMINTAAN PROBABILISTIK UKURAN LOT PRODUKSI DAN BUFFER STOCK PEMASOK UNTUK MERESPON PERMINTAAN PROBABILISTIK Hari Prasetyo Staf Pengajar Teknik Industri Universitas Muhammadiyah Surakarta harpras2@yahoo.com ABSTRAK Dalam sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyaknya perusahaan di dunia industri saat ini menuntut setiap perusahaan untuk terus berusaha mencari cara terbaik agar memiliki daya saing yang lebih tinggi daripada

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Persediaan pada Supply Chain Persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk proses produksi atau perakitan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan untuk memenuhi tujuan tertentu. Persediaan dapat berupa bahan mentah, bahan penolong, barang dalam proses, dan bisa

Lebih terperinci

PROGRAM FRAKSIONAL LINIER DENGAN KOEFISIEN INTERVAL. Annisa Ratna Sari 1, Sunarsih 2, Suryoto 3. Jl. Prof. H. Soedarto, S.H. Tembalang Semarang

PROGRAM FRAKSIONAL LINIER DENGAN KOEFISIEN INTERVAL. Annisa Ratna Sari 1, Sunarsih 2, Suryoto 3. Jl. Prof. H. Soedarto, S.H. Tembalang Semarang PROGRAM FRAKSIONAL LINIER DENGAN KOEFISIEN INTERVAL Annisa Ratna Sari 1, Sunarsih 2, Suryoto 3 1,2,3 Jurusan Matematika FSM Universitas Diponegoro Jl. Prof. H. Soedarto, S.H. Tembalang Semarang Abstract.

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL LINEAR PROGRAMMING

ANALISIS MODEL LINEAR PROGRAMMING VII ANALISIS MODEL LINEAR PROGRAMMING 7.1. Penentuan Model Linear Programming Produksi Tempe Dampak kenaikan harga kedelai pada pengrajin tempe skala kecil, menengah, dan besar dianalisis dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan landasan teori tentang optimasi, fungsi, turunan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan landasan teori tentang optimasi, fungsi, turunan, BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini akan diberikan landasan teori tentang optimasi, fungsi, turunan, pemrograman linear, metode simpleks, teorema dualitas, pemrograman nonlinear, persyaratan karush kuhn

Lebih terperinci

ANALISIS SISTEM ANTRIAN SATU SERVER (M/M/1)

ANALISIS SISTEM ANTRIAN SATU SERVER (M/M/1) Jurnal Matematika UNAND Vol. 2 No. 4 Hal. 59 66 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND ANALISIS SISTEM ANTRIAN SATU SERVER (M/M/1) ERIK PRATAMA, DODI DEVIANTO Program Studi Matematika, Fakultas

Lebih terperinci

MODEL PERSEDIAAN TERINTEGRASI PADA SISTEM SUPPLY CHAIN YANG MELIBATKAN PEMASOK, PEMANUFAKTUR DAN PEMBELI

MODEL PERSEDIAAN TERINTEGRASI PADA SISTEM SUPPLY CHAIN YANG MELIBATKAN PEMASOK, PEMANUFAKTUR DAN PEMBELI MODEL PERSEDIAAN TERINTEGRASI PADA SISTEM SUPPLY CHAIN YANG MELIBATKAN PEMASOK, PEMANUFAKTUR DAN PEMBELI Wakhid Ahmad Jauhari Jurusan Teknik Industri Universitas Sebelas Maret Surakarta Jl. Ir. Sutami

Lebih terperinci

Tyas Dessandie, Sutanto, dan Pangadi Program Studi Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta

Tyas Dessandie, Sutanto, dan Pangadi Program Studi Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta PENGENDALIAN PERSEDIAAN SUKU CADANG PESAWAT TERBANG DI PT. GARUDA MAINTENANCE FACILITY AERO ASIA (PT. GMF AA) DENGAN METODE ABC-FUZZY CLASSIFICATION DAN CONTINUOUS REVIEW MODEL Tyas Dessandie, Sutanto,

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN AN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu: 1. ua model yang dikembangkan dengan menggunakan ukuran lot

Lebih terperinci

Bab 2 LANDASAN TEORI

Bab 2 LANDASAN TEORI Bab 2 LANDASAN TEORI 1.8 Persediaan 2.1.1 Definisi dan Fungsi Persediaan Masalah umum pada suatu model persediaan bersumber dari kejadian yang dihadapi tiap saat di bidang usaha, baik dagang ataupun industri.

Lebih terperinci

INTERAKSI ANTARA PENGURANGAN WAKTU TUNGGU DAN BIAYA PEMESANAN PADA MODEL PERSEDIAAN DENGAN BACKORDER PRICE DISCOUNT DAN PENGENDALIAN FAKTOR PENGAMAN

INTERAKSI ANTARA PENGURANGAN WAKTU TUNGGU DAN BIAYA PEMESANAN PADA MODEL PERSEDIAAN DENGAN BACKORDER PRICE DISCOUNT DAN PENGENDALIAN FAKTOR PENGAMAN INTERAKSI ANTARA PENGURANGAN WAKTU TUNGGU DAN BIAYA PEMESANAN PADA MODEL PERSEDIAAN DENGAN BACKORDER PRICE DISCOUNT DAN PENGENDALIAN FAKTOR PENGAMAN oleh NOVIAH EKA PUTRI NIM. M0109054 SKRIPSI ditulis

Lebih terperinci

SCM dalam E-Business. 1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang SCM pada e-business

SCM dalam E-Business. 1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang SCM pada e-business 1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang SCM pada e-business Supply Chain Management Pengertian supply adalah sejumlah material yang disimpan dan dirawat menurut aturan tertentu dalam tempat persediaan agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dengan berkembangnya teknologi yang semakin canggih banyak sekali perusahaan yang bergerak di bidang jasa maupun manufaktur yang menyebabkan persaingan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kurun waktu terakhir, persaingan dalam bidang ekonomi semakin kuat. Dipengaruhi dengan adanya perdagangan bebas, tingkat kompetisi menjadi semakin ketat. Hal

Lebih terperinci

MODEL PERSEDIAAN TERINTEGRASI PADA SUPPLY CHAIN DENGAN MENGAKOMODASI KEBIJAKAN PEMBELIAN BAHAN BAKU

MODEL PERSEDIAAN TERINTEGRASI PADA SUPPLY CHAIN DENGAN MENGAKOMODASI KEBIJAKAN PEMBELIAN BAHAN BAKU MOEL PERSEIAAN TERINTEGRASI PAA SUPPLY CHAIN ENGAN MENGAKOMOASI KEBIJAKAN PEMBELIAN BAHAN BAKU Wakhid Ahmad Jauhari Jurusan Teknik Industri Universitas Sebelas Maret Surakarta Email : wakhid_jauhari@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seorang produsen penyedia kebutuhan sehari-hari dituntut untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. Seorang produsen penyedia kebutuhan sehari-hari dituntut untuk dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan Seorang produsen penyedia kebutuhan sehari-hari dituntut untuk dapat mengatur dan memperkirakan dengan tepat kapan dan berapa jumlah produksi barang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Asumsi yang digunakan dalam sistem mangsa-pemangsa. Dimisalkan suatu habitat dimana spesies mangsa dan pemangsa hidup

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Asumsi yang digunakan dalam sistem mangsa-pemangsa. Dimisalkan suatu habitat dimana spesies mangsa dan pemangsa hidup IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Asumsi yang digunakan dalam sistem mangsa-pemangsa Dimisalkan suatu habitat dimana spesies mangsa dan pemangsa hidup berdampingan. Diasumsikan habitat ini dibagi menjadi dua

Lebih terperinci

MODEL ECONOMIC PRODUCTION QUANTITY (EPQ) UNTUK PERENCANAAN TERKOORDINASI PADA PRODUK DENGAN BACKORDER PARSIAL DAN KOMPONENNYA

MODEL ECONOMIC PRODUCTION QUANTITY (EPQ) UNTUK PERENCANAAN TERKOORDINASI PADA PRODUK DENGAN BACKORDER PARSIAL DAN KOMPONENNYA MODEL ECONOMIC PRODUCTION QUANTITY (EPQ) UNTUK PERENCANAAN TERKOORDINASI PADA PRODUK DENGAN BACKORDER PARSIAL DAN KOMPONENNYA Ayu Oktavia, Djuwandi, Siti Khabibah 3 Program Studi S Matematika, Departemen

Lebih terperinci

MODEL REGRESI POISSON YANG DIPERUMUM UNTUK MENGATASI OVERDISPERSI PADA MODEL REGRESI POISSON

MODEL REGRESI POISSON YANG DIPERUMUM UNTUK MENGATASI OVERDISPERSI PADA MODEL REGRESI POISSON MODEL REGRESI POISSON YANG DIPERUMUM UNTUK MENGATASI OVERDISPERSI PADA MODEL REGRESI POISSON Ade Susanti, Dewi Retno Sari Saputro, dan Nughthoh Arfawi Kurdhi Program Studi Matematika FMIPA UNS Abstrak

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. optimasi biaya produksi pada home industry susu kedelai Pak Ahmadi

BAB IV PEMBAHASAN. optimasi biaya produksi pada home industry susu kedelai Pak Ahmadi BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini akan dipaparkan tentang penerapan model nonlinear untuk optimasi biaya produksi pada home industry susu kedelai Pak Ahmadi menggunakan pendekatan pengali lagrange dan pemrograman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bisnis (Naslund et al., 2010). Manajemen rantai pasok melibatkan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bisnis (Naslund et al., 2010). Manajemen rantai pasok melibatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari survey yang dilakukan Accenture pada tahun 2010 terhadap sejumlah eksekutif perusahaan, sebanyak 89% menyatakan bahwa manajemen rantai pasok (Supply Chain Management,

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL PERSEDIAAN PEMASOK- PEMBELI DENGAN MEMPERTIMBANGKAN KURVA BELAJAR, PRICE DEPENDENT DEMAND DAN BIAYA EMISI KARBON

PENGEMBANGAN MODEL PERSEDIAAN PEMASOK- PEMBELI DENGAN MEMPERTIMBANGKAN KURVA BELAJAR, PRICE DEPENDENT DEMAND DAN BIAYA EMISI KARBON PENGEMBANGAN MODEL PERSEDIAAN PEMASOK- PEMBELI DENGAN MEMPERTIMBANGKAN KURVA BELAJAR, PRICE DEPENDENT DEMAND DAN BIAYA EMISI KARBON Skripsi YULIYANI NUR ANGRAINI I 0312061 PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI

Lebih terperinci

III HASIL DAN PEMBAHASAN

III HASIL DAN PEMBAHASAN 7 III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Perumusan Model Pada bagian ini akan dirumuskan model pertumbuhan ekonomi yang mengoptimalkan utilitas dari konsumen dengan asumsi: 1. Terdapat tiga sektor dalam perekonomian:

Lebih terperinci

MANAJEMEN PERSEDIAAN

MANAJEMEN PERSEDIAAN MANAJEMEN PERSEDIAAN Modul ke: 04Fakultas Ekonomi dan Bisnis Penentuan Jumlah Persediaan: - Pengenalan Model Deterministik - Aplikasi Model Deterministik dalam Pemesanan Dr. Sawarni Hasibuan, M.T. Program

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Arti dan Peranan Persediaan Merujuk pada penjelasan Herjanto (1999), persediaan dapat diartikan sebagai bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan

Lebih terperinci

Manajemen Persediaan. Perencanaan Kebutuhan Barang (MRP) Lot for Lot. Christian Kuswibowo, M.Sc. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Manajemen

Manajemen Persediaan. Perencanaan Kebutuhan Barang (MRP) Lot for Lot. Christian Kuswibowo, M.Sc. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Manajemen Modul ke: Manajemen Persediaan Perencanaan Kebutuhan Barang (MRP) Lot for Lot Fakultas FEB Christian Kuswibowo, M.Sc Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id Bagian Isi Material Requirement Planning

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL PERSEDIAAN PERIODIC REVIEW DENGAN MEMPERTIMBANGKAN TINGKAT PERMINTAAN FUZZY, KESALAHAN INSPEKSI, DAN PARTIAL BACKORDER

PENGEMBANGAN MODEL PERSEDIAAN PERIODIC REVIEW DENGAN MEMPERTIMBANGKAN TINGKAT PERMINTAAN FUZZY, KESALAHAN INSPEKSI, DAN PARTIAL BACKORDER PENGEMBANGAN MODEL PERSEDIAAN PERIODIC REVIEW DENGAN MEMPERTIMBANGKAN TINGKAT PERMINTAAN FUZZY, KESALAHAN INSPEKSI, DAN PARTIAL BACKORDER Skripsi SELVIA MAYANGSARI I0312051 PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Optimalisasi Distribusi Sistem distribusi adalah cara yang ditempuh atau digunakan untuk menyalurkan barang dan jasa dari produsen

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI E-BISNIS

SISTEM INFORMASI E-BISNIS SISTEM INFORMASI E-BISNIS SISTEM INFORMASI E-BUSINESS Tanpa dukungan Sistem Informasi yang tangguh, model E-Business sulit diwujudkan. Sistem Informasi akan membantu mengintegrasikan data, mempercepat

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produksi adalah suatu kegiatan atau proses yang mentransformasikan masukan (input) menjadi hasil keluaran (output) yang berupa

Lebih terperinci

MODEL EKONOMI PRODUKSI UNTUK PERMINTAAN YANG TERGANTUNG WAKTU DALAM PENGERJAAN ULANG DAN m PENGADAAN PRODUKSI. Alfi Mafrihah ABSTRACT

MODEL EKONOMI PRODUKSI UNTUK PERMINTAAN YANG TERGANTUNG WAKTU DALAM PENGERJAAN ULANG DAN m PENGADAAN PRODUKSI. Alfi Mafrihah ABSTRACT MODEL EKONOMI PRODUKSI UNTUK PERMINTAAN YANG TERGANTUNG WAKTU DALAM PENGERJAAN ULANG DAN m PENGADAAN PRODUKSI Alfi Mafrihah Mahasiswa Program Studi S1 Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

MANAGEMENT SCIENCE ERA. Nurjannah

MANAGEMENT SCIENCE ERA. Nurjannah MANAGEMENT SCIENCE ERA Nurjannah Sasaran Memahami proses optimasi dan pendekatan sistemik terintegrasi dalam menyelesaikan permasalahan. Dibutuhkan ilmu manajemen karena sumber daya yang terbatas. Menggunakan

Lebih terperinci

Analisis Jumlah Produksi Kerudung Pada RAR Azkia Bandung Dengan Metode Economic Production Quantity (EPQ)

Analisis Jumlah Produksi Kerudung Pada RAR Azkia Bandung Dengan Metode Economic Production Quantity (EPQ) Jurnal Matematika Vol.16 No.2 Desember 2017 ISSN: 1412-5056 / 2598-8980 http://ejournal.unisba.ac.id Diterima: 5/9/2017 Disetujui: 15/11/2017 Publikasi Online: 23/12/2017 Analisis Jumlah Produksi Kerudung

Lebih terperinci

MENYELESAIKAN PERSOALAN TRANSPORTASI DENGAN KENDALA CAMPURAN

MENYELESAIKAN PERSOALAN TRANSPORTASI DENGAN KENDALA CAMPURAN MENYELESAIKAN PERSOALAN TRANSPORTASI DENGAN KENDALA CAMPURAN J. K. Sari, A. Karma, M. D. H. Gamal junikartika.sari@ymail.com Mahasiswa Program Studi S Matematika Laboratorium Matematika Terapan Jurusan

Lebih terperinci

MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY)

MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY) MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY) KONSEP DASAR Salah satu fungsi manajerial yang sangat penting dalam operasional suatu perusahaan adalah pengendalian persediaan (inventory control), karena kebijakan persediaan

Lebih terperinci

MODEL PROGRAM STOKASTIK DALAM TRANSPORTASI DAN LOGISTIK

MODEL PROGRAM STOKASTIK DALAM TRANSPORTASI DAN LOGISTIK MODEL PROGRAM STOKASTIK DALAM TRANSPORTASI DAN LOGISTIK Chairunisah Abstrak Problema transportasi dan logistik dikarakteristikkan dengan proses informasi yang sangat dinamis, seperti : pesanan konsumen

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Pengertian Program Linier (Linear Programming)

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Pengertian Program Linier (Linear Programming) BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Program Linier (Linear Programming) Menurut Sri Mulyono (1999), Program Linier (LP) merupakan metode matematik dalam mengalokasikan sumber daya yang langka untuk mencapai

Lebih terperinci

PEMILIHAN SUPPLIER DENGAN PENDEKATAN POSSIBILITY FUZZY MULTI-OBJECTIVE PROGRAMMING

PEMILIHAN SUPPLIER DENGAN PENDEKATAN POSSIBILITY FUZZY MULTI-OBJECTIVE PROGRAMMING PEMILIHAN SUPPLIER DENGAN PENDEKATAN POSSIBILITY FUZZY MULTI-OBJECTIVE PROGRAMMING Oleh : Heny Nurhidayanti 1206 100 059 Dosen Pembimbing : Drs. Sulistiyo, MT Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan

Lebih terperinci

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. KONSEP SI LANJUT WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. PERTEMUAN 3 KSI LANJUT Supply Chain Management (SCM) Pemahaman dan Fungsi Dasar SCM. Karakter Sistem. Arsitektur Pengembangan dan Tantangan SCM. Peran Internet

Lebih terperinci

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. KONSEP SI LANJUT WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. PERTEMUAN 3 KSI LANJUT Supply Chain Management (SCM) Pemahaman dan Fungsi Dasar SCM. Karakter Sistem SCM. Arsitektur Pengembangan dan Tantangan SCM. Peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persaingan dunia bisnis dan industri saat sekarang ini semakin ketat dalam memenuhi kebutuhan konsumen yang semakin meningkat serta sangat cerdas dalam memilih produk

Lebih terperinci

MODEL PERSEDIAAN FUZZY DENGAN PENGURANGAN BIAYA PEMESANAN DAN KENDALA TINGKAT LAYANAN

MODEL PERSEDIAAN FUZZY DENGAN PENGURANGAN BIAYA PEMESANAN DAN KENDALA TINGKAT LAYANAN MODEL PERSEDIAAN FUZZY DENGAN PENGURANGAN BIAYA PEMESANAN DAN KENDALA TINGKAT LAYANAN oleh MARIA VEANY ALVITARIA PRASETYAWATI NIM. M0109046 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inventory merupakan salah satu hal yang penting dalam berjalannya proses produksi. Pengendalian inventory merupakan salah satu cara dalam mengendalikan proses produksi

Lebih terperinci

PENENTUAN HARGA OPSI CALL TIPE EROPA MENGGUNAKAN METODE TRINOMIAL

PENENTUAN HARGA OPSI CALL TIPE EROPA MENGGUNAKAN METODE TRINOMIAL Jurnal Matematika UNAND Vol. 5 No. Hal. 3 39 ISSN : 2303 290 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND PENENTUAN HARGA OPSI CALL TIPE EROPA MENGGUNAKAN METODE TRINOMIAL MIKA ALVIONITA S, RIRI LESTARI Program Studi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pentingnya Persediaan Bagi Perusahaan Suatu perusahaan akan selalu mempunyai persediaan, baik persediaan berupa persediaan bahan baku, persediaan barang setengah jadi ataupun persediaan

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO TIPE I (PRODUSEN) DAN RISIKO TIPE II (KONSUMEN) DALAM KERJASAMA RANTAI PASOK. Nama Mahasiswa : Afriani Sulastinah NRP :

ANALISIS RISIKO TIPE I (PRODUSEN) DAN RISIKO TIPE II (KONSUMEN) DALAM KERJASAMA RANTAI PASOK. Nama Mahasiswa : Afriani Sulastinah NRP : ANALISIS RISIKO TIPE I (PRODUSEN) DAN RISIKO TIPE II (KONSUMEN) DALAM KERJASAMA RANTAI PASOK Nama Mahasiswa : Afriani Sulastinah NRP : 1206 100 030 Jurusan : Matematika Dosen Pembimbing : Dra. Laksmi Prita

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO TIPE I (PRODUSEN) DAN RISIKO TIPE ii (KONSUMEN) DALAM KOLABORASI RANTAI PASOK

ANALISIS RISIKO TIPE I (PRODUSEN) DAN RISIKO TIPE ii (KONSUMEN) DALAM KOLABORASI RANTAI PASOK ANALISIS RISIKO TIPE I (PRODUSEN) DAN RISIKO TIPE ii (KONSUMEN) DALAM KOLABORASI RANTAI PASOK OLEH AFRIANI SULASTINAH 1206100030 DOSEN PEMBIMBING Dra. LAKSMI PRITA WARDHANI, M.Si JURUSAN MATEMATIKA INSTITUT

Lebih terperinci

Penerapan Analytic Hierarchy Process dan Goal Programming untuk Pengalokasian Pemesanan Bahan Baku Kertas Daur Ulang

Penerapan Analytic Hierarchy Process dan Goal Programming untuk Pengalokasian Pemesanan Bahan Baku Kertas Daur Ulang Petunjuk Sitasi: Tantrika, C. F., Azlia, W., & Arfiansyah, A. (2017). Penerapan Analytic Hierarchy Process dan Goal Programming untuk Pengalokasian Pemesanan Bahan Baku Kertas Daur Ulang. Prosiding SNTI

Lebih terperinci

Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ.

Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ. Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ http://adamjulian.web.unej.ac.id/ A. Supply Chain Proses distribusi produk Tujuan untuk menciptakan produk yang tepat harga, tepat kuantitas, tepat kualitas, tepat

Lebih terperinci

IV CONTOH KASUS DAN PEMBAHASAN

IV CONTOH KASUS DAN PEMBAHASAN () 700 + 0 Z (X) 0 () () (4) Z X 6 6 + d d + = + d d + = a (X) 00 + 50 + d 50 d + = 00 + 5 a (X) 5 (5) 680 Z X 70 + d 4 d 4 + = (7) 50 a (X) 5 (8) x 5 x 00 x 50 x 4 0 (9) x i, d i, d i + 0; d i, d i +

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENGEMBANGAN MODEL VENDOR MANAGED INVENTORY DENGAN BANYAK RETAILER YANG MEMPERTIMBANGKAN KETIDAKPASTIAN LEAD TIMES

LAPORAN AKHIR PENGEMBANGAN MODEL VENDOR MANAGED INVENTORY DENGAN BANYAK RETAILER YANG MEMPERTIMBANGKAN KETIDAKPASTIAN LEAD TIMES Perjanjian No. III/LPPM/2017-01/19-P LAPORAN AKHIR PENGEMBANGAN MODEL VENDOR MANAGED INVENTORY DENGAN BANYAK RETAILER YANG MEMPERTIMBANGKAN KETIDAKPASTIAN LEAD TIMES Disusun oleh: Y.M. Kinley Aritonang,

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. digunakan untuk membentuk fungsi tujuan dari masalah pemrograman nonlinear

BAB III PEMBAHASAN. digunakan untuk membentuk fungsi tujuan dari masalah pemrograman nonlinear BAB III PEMBAHASAN Pada bab ini akan dijelaskan tentang konsep dasar metode kuadrat terkecil yang digunakan untuk membentuk fungsi tujuan dari masalah pemrograman nonlinear dan langkah-langkah penyelesaiannya

Lebih terperinci

Informasi Fisher pada Algoritme Fisher Scoring untuk Estimasi Parameter Model Regresi Logistik Ordinal Terboboti Geografis (RLOTG)

Informasi Fisher pada Algoritme Fisher Scoring untuk Estimasi Parameter Model Regresi Logistik Ordinal Terboboti Geografis (RLOTG) SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2016 Informasi Fisher pada Algoritme Fisher Scoring untuk Estimasi Parameter Model Regresi Logistik Ordinal Terboboti Geografis (RLOTG) Aulia Nugrahani

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 65 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengumpulan Data 4.1.1 Data Kebutuhan Komponen Dalam pembuatan cat, diperlukan beberapa komponen yang menyusun terbentuknya cat tersebut menjadi produk jadi. Data

Lebih terperinci

BAB III METODE FULL INFORMATION MAXIMUM LIKELIHOOD (FIML)

BAB III METODE FULL INFORMATION MAXIMUM LIKELIHOOD (FIML) BAB III METODE FULL INFORMATION MAXIMUM LIKELIHOOD (FIML) 3.1 Model Persamaan Simultan Model persamaan simultan adalah suatu model yang memiliki lebih dari satu persamaan yang saling terkait. Dalam model

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Berikut ini merupakan pembahasan kajian-kajian tersebut.

BAB II KAJIAN TEORI. Berikut ini merupakan pembahasan kajian-kajian tersebut. BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai kajian teori yang digunakan sebagai dasar penulisan tugas akhir ini berdasarkan literatur yang relevan. Berikut ini merupakan pembahasan kajian-kajian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Berikut diberikan landasan teori mengenai teori himpunan fuzzy, program

BAB II KAJIAN TEORI. Berikut diberikan landasan teori mengenai teori himpunan fuzzy, program BAB II KAJIAN TEORI Berikut diberikan landasan teori mengenai teori himpunan fuzzy, program linear, metode simpleks, dan program linear fuzzy untuk membahas penyelesaian masalah menggunakan metode fuzzy

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. barang dari supplier. Pembelian adalah suatu usaha yang dilakukan untuk

BAB II LANDASAN TEORI. barang dari supplier. Pembelian adalah suatu usaha yang dilakukan untuk BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pembelian Menurut Hatta (2008), pembelian merupakan kegiatan untuk memperoleh barang dari supplier. Pembelian adalah suatu usaha yang dilakukan untuk pengadaan barang yang diperlukan

Lebih terperinci

Model Persediaan Just In Time (JIT) Terintegrasi dengan Mengakomodasi Kebijakan Material

Model Persediaan Just In Time (JIT) Terintegrasi dengan Mengakomodasi Kebijakan Material erforma (2008) Vol. 7, No.2: 1-6 Model ersediaan Just In Time (JIT) Terintegrasi dengan Mengakomodasi Kebijakan Material Wakhid Ahmad Jauhari Jurusan Teknik Industri, Universitas Sebelas Maret Surakarta

Lebih terperinci

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom Distorsi informasi pada supply chain merupakan satu sumber kendala menciptakan supply chain yang efisien. Seringkali permintaan dari custromer relatif stabil dari waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan memiliki visi utama yaitu mendapatkan laba maksimum serta adanya operasional perusahaan yang lancar dan berkelanjutan. Keberhasilan suatu

Lebih terperinci

OPTIMISASI PENJUALAN SUSU CUP MENGGUNAKAN INTEGRASI METODE SIMPLEKS DAN ANALISA SENSITIVITAS

OPTIMISASI PENJUALAN SUSU CUP MENGGUNAKAN INTEGRASI METODE SIMPLEKS DAN ANALISA SENSITIVITAS OPTIMISASI PENJUALAN SUSU CUP MENGGUNAKAN INTEGRASI METODE SIMPLEKS DAN ANALISA SENSITIVITAS Ratna Ekawati 1), Shanti K Anggraeni 2), Hadi Setiawan 3) Jurusan Teknik Industri, Universitas Sultan Ageng

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini bersifat literatur dan melakukan studi kepustakaan untuk mengkaji dan menelaah berbagai buku, jurnal, karyai lmiah, laporan dan berbagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah persediaan merupakan permasalahan yang selalu dihadapi para pengambil keputusan dalam bidang persediaan. Persediaan dibutuhkan karena pada dasarnya pola permintaan

Lebih terperinci

PENENTUAN UKURAN LOT GABUNGAN DENGAN BARGAINING GAME DAN CONSIGNMENT UNTUK PEMANUFAKTUR DAN PEMBELI TUNGGAL

PENENTUAN UKURAN LOT GABUNGAN DENGAN BARGAINING GAME DAN CONSIGNMENT UNTUK PEMANUFAKTUR DAN PEMBELI TUNGGAL PENENTUAN UKURAN LOT GABUNGAN DENGAN BARGAINING GAME DAN ONSIGNMENT UNTUK PEMANUFAKTUR DAN PEMBELI TUNGGAL Jalesviva Joy, Docki Saraswati, Rahmi Maulidya Laboratorium Sistem Produksi, Jurusan Teknik Industri,

Lebih terperinci

Model Penentuan Lokasi Pendirian Distribution Center

Model Penentuan Lokasi Pendirian Distribution Center Petunjuk Sitasi: Wati, P. E., Nuha, H., & Murnawan, H. (2017). Model Penentuan Lokasi Pendirian Distribution Center. Prosiding SNTI dan SATELIT 2017 (pp. H70-74). Malang: urusan Teknik Industri Universitas

Lebih terperinci