KORESPONDENSI FONEM PROTO-AUSTRONESIA DALAM BAHASA KAILI DAN BAHASA UMA DI SULAWESI TENGAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KORESPONDENSI FONEM PROTO-AUSTRONESIA DALAM BAHASA KAILI DAN BAHASA UMA DI SULAWESI TENGAH"

Transkripsi

1 TESIS KORESPONDENSI FONEM PROTO-AUSTRONESIA DALAM BAHASA KAILI DAN BAHASA UMA DI SULAWESI TENGAH I KOMANG ARDANA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011

2 TESIS KORESPONDENSI FONEM PROTO-AUSTRONESIA DALAM BAHASA KAILI DAN BAHASA UMA DI SULAWESI TENGAH I KOMANG ARDANA NIM PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI LINGUISTIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011 i

3 KORESPONDENSI FONEM PROTO-AUSTRONESIA DALAM BAHASA KAILI DAN BAHASA UMA DI SULAWESI TENGAH Tesis untuk memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Linguistik Program Pascasarjana Universitas Udayana I KOMANG ARDANA NIM PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI LINGUISTIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011 ii

4 Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 5 SEPTEMBER 2011 Pembimbing I, Pembimbing II, Prof. Dr. Aron Meko Mbete Dr. A.A. Putu Putra, M.Hum. NIP NIP Mengetahui Ketua Program Studi Magister Linguistik Program Pascasarjana Universitas Udayana, Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof.Dr. I Nyoman Suparwa, M.Hum Prof.Dr.dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP NIP iii

5 PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 14 September 2011 Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Program Pascasarjana Universitas Udayana, No :1569/UN14.4/HK/2011, Tanggal 12 September 2011 Ketua : Prof. Dr. Aron Meko Mbete. Sekretaris : Dr. A.A. Putu Putra, M. Hum. Anggota : 1. Prof. Dr. Ida Bagus Putra Yadnya, M.A. 2. Prof. Drs. I Made Suastra, Ph.D. 3. Dr. Made Sri Satyawati, S.S.,M.Hum. iv

6 Kupersembahan kepada orangtuaku, I Nyoman Suweta, S.E dan Ni Nyoman Sadri v

7 UCAPAN TERIMA KASIH Berkat karunia Tuhan, bantuan, dorongan, dan kemurahan hati beberapa pihak, tesis yang berjudul Korespondensi Fonem Proto-Austronesia dalam Bahasa Kaili dan Bahasa Uma di Sulawesi Tengah dapat terwujud. Oleh karena itu, melalui tulisan ini penulis sampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya. Pertama-tama penghargaan dan terima kasih itu, penulis sampaikan kepada para pembimbing dalam penulisan tesis ini. 1) Prof. Dr. Aron Meko Mbete, guru besar pada Fakultas Sastra Universitas Udayana, yang telah membimbing dengan sepenuh hati dan penuh kecermatan dari awal persiapan sampai tesis ini terwujud sebagai yang sekarang ini; 2) Dr. A.A. Putu Putra, M. Hum, dosen pada Fakultas Sastra Universitas Udayana, yang telah membimbing dan mendorong penulis, baik dari segi teknis maupun nonteknis selama penulisan tesis ini; Kedua, penghargaan dan terima kasih itu penulis sampaikan kepada segenap anggota panitia penguji yang telah memberikan sumbangan pemikiran demi perbaikan tesis ini. Panitia penguji itu terdiri atas 1) Prof. Dr. Ida Bagus Putra Yadnya, M.A, 2) Prof. Drs. I Made Suastra, Ph.D, 3) Dr. Made Sri Satyawati,S.S.,M.Hum. Ketiga, penghargaan dan terima kasih itu penulis sampaikan kepada segenap jajaran Universitas, Fakultas, Jurusan, Lembaga, dan Instansi yang telah memberikan fasilitasnya, yakni; vi

8 1) Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. Dr. I Made Bakta, Sp. PD (K) dan Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp. S (K) atas fasilitas yang diberikan kepada penulis selama menjadi mahasiswa dan izin untuk melakukan penelitian. 2) Dekan Fakultas Sastra Universitas Udayana, Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A., atas fasilitas yang diberikan selama penulis menjadi mahasiswa. 3) Ketua Program Studi Magister Linguistik, Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. I Nyoman Suparwa, M. Hum., yang telah banyak memberikan arahan kepada penulis selama menjadi mahasiswa. 4) Para Dosen pada Konsentrasi Linguistik Murni, Program Studi Magister Linguistik, Program Pascasarjana Universitas Udayana: Prof. Dr. Aron Meko Mbete, Prof. Dr. I Wayan Jendra, S.U., Prof. Dr. N. L. Sutjiati Beratha, M.A., Prof. Dr. Drs. I Ketut Riana, S.U., Prof. Drs. Made Suastra, Ph.D., Prof. Dr. I Gusti Made Sutjaja, M.A., Prof. Dr. Drs. I. B. Putra Yadnya, M.A., Prof. Dr. I Nyoman Weda Kusuma, M.S., Prof. Drs. I Ketut Artawa, M.A., Ph.D., Prof. Dr. I Nengah Sudipa, M.A., Prof. Dr. I Wayan Pastika, M.S., Prof. Dr. Made Budiarsa, M.A., Prof. Dr. I Nyoman Suparwa, M.Hum., Prof. Dr. I Ketut Dharma Laksana, M.Hum., Dr. Ni Made Dhanawaty, M.S., Dr. I Nyoman Sedeng, M. Hum., Dr. A.A. Putu Putra, M. Hum., dan Drs. Margono, M.A. yang telah banyak memberikan ilmu kepada penulis selama mengikuti perkuliahan. 5) Staf Administrasi, I Ketut Ebuh, S. Sos, I Nyoman Sadra, S.S., Nyoman Adi Triani, S.E., Ibu I Gusti Ayu Supadmini, dan Staf Perpustakaan Dra. Ni vii

9 Nyoman Sumitri, Ibu Ni Nyoman Sukartini pada Program Studi Magister Linguistik atas segala bantuan dan layanannya selama penulis mengikuti perkuliahan. Keempat, penghargaan dan terima kasih itu penulis sampaikan kepada Pemerintah Daerah Tingkat I Provinsi Bali dan Provinsi Sulawesi Tengah yang telah memberikan izin rekomendasi, yakni; 1) Kabid Kewaspadaan Daerah Provinsi Bali, Drs. I Gede Made Jaya Serataberana, M.Si yang telah memberikan izin rekomendasi untuk penelitian studi formal ini; 2) Kepala Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Daerah (KP2TD), Ramli Sanudin, SE, M.Si yang telah memberikan izin rekomendasi untuk penelitian ini; Kelima, penghargaan dan terima kasih itu penulis sampaikan kepada teman-teman se-angkatan 2009, khususnya Konsentrasi Linguistik Murni, Program Studi Magister Linguistik yang tidak bisa disebutkan satu per satu, atas dukungan, masukan, dan kerjasamanya, baik yang bersifat spiritual maupun material selama mengikuti perkuliahan sampai dengan terwujudnya tesis ini. Keenam, penghargaan dan terima kasih itu penulis sampaikan kepada orang tua penulis, I Nyoma Suweta, S.E dan Ni Nyoman Sadri, dan secara khusus penulis sampaikan kepada kakak pertama, almarhum I Gede Putu Artono, serta kakak tercinta Ni Made Murni Kartika Dewi, S.E, yang selalu penulis jadikan sebagai kekuatan dan motivasi selama penulis menjalani kehidupan ini. viii

10 Ketujuh, penghargaan dan terima kasih itu penulis sampaikan kepada teman tercinta Ida Ayu Asri Anggraeni Puspitasari Damayanti Putri, S.E, yang selalu dengan segenap hati dan tulus iklas menemani, memotivasi, dan mendoakan sehingga penulis terfokus dan memiliki konsentrasi yang baik dalam menyelesaikan studi formal ini. Kedelapan, penghargaan dan terima kasih itu penulis sampaikan kepada keluarga dr. Ida Bagus Yadnya Putra, dan Keluarga Ir. Calvin Tawil, serta Untung Bowowigianto, S.T, M.Si, atas segala bantuan dan fasilitasnya selama penulis berada di Provinsi Sulawesi Tengah sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan lancar. Kesembilan, penghargaan dan terima kasih penulis sampaikan kepada para informan yang tidak dapat disebutkan satu per satu, atas informasi yang diberikan selama penulis mengadakan penelitian di Kota Palu dan Kabupaten Sigi. Akhirnya, kepada siapa pun yang telah memberikan berbagai bantuan demi terwujudnya tesis ini, tetapi tidak dapat disebutkan satu per satu di sini, penulis sampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan terima kasih. Akhir kata, semoga amal baik semua pihak mendapatkan pahala dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Mahaesa. Denpasar, 10 Juli 2011 I Komang Ardana ix

11 ABSTRACT PROTO-AUSTRONESIAN PHONEMES CORRESPONDENCE IN KAILI AND UMA LANGUAGES This thesis is focused on Uma and Kaili languages, all of which can be seen as being descended from a single ancestor (proto-language) for their phonology, lexicon, and grammatical features. In general, this study provides an in-depth information about the data and information concerning Uma and Kaili language for comparative historical linguistic research in Indonesia. Specifically, this study (i) describes the inheritance of Proto-Austronesian phonemes, (ii) analyzes the Proto-Austronesian phoneme correspondence in both languages, and (iii) explains the types of its sound change. This research is a linguistic fieldwork that uses three participants, namely researchers, elicitators, and observers. For the determination of kinship language studied, two approaches are applied, namely quantitative approaches that of lexicostatistics methods and qualitative approaches that of comparison method. Through this study, the sound correspondences between the Proto- Austronesian, Kaili, and Uma language are observed: (i) some Proto-Austronesian phonemes in the languages are linearly inherited in Kaili and Uma including the vowels of */i/, */u/, */a/, and consonants of */b/, */p/, */t/, */d/, */n/, */ŋ/, */j/, */k/, */l/, */r/, */s/, */g/, */q/; (ii) some Proto-Austronesian phonemes are inherited with changes, namely, phoneme */i/ is inherited into phoneme /e/ when followed by the phoneme /t/, /r/, /p/ in, phoneme */ə/ is inherited into phonemes /e/, /o/, /a/ as phoneme */ə/ is not owned in both languages, phoneme */b/, when preceded by high vowels, decreases into phoneme /v/ in Kaili and into /w/ in Uma, phoneme */d/ is inherited into phoneme /r/ when preceeded by the phoneme /i/, and diphthongs */ay/ and diphthongs */uy/ changes into monophthongs /e/ and /u/ respectively in the final position in both languages; (iii) some of the inherited Proto-Austronesian phonemes, such those */p/, */t/, */d/, */l/, */m/, */n/, */ŋ/, */j/, */q/, */k/, */g/, */r/, experienced for the loss of word final consonant; (iv) lastly, several types of sound change, namely split, merger, phonemic lose, shift and metathesis, are found. Based on the analysis of the sound correspondences, a conclusion can be drawn, that is Kaili and Uma, quantitatively shown, have the highest percentage (63%) in terms of their relationship. Qualitative evidence of their relationship is shown through number of inovative words found, i.e. eighty words. Further recollection of the historical problems in relation to the comparative studies of languages in nusantara is absolutely needed for the advanced growth of the historical comparative linguistics study. Key Words: Sound Correspondences, Proto-Austronesia, Kaili language, Uma language. x

12 ABSTRAK KORESPONDENSI FONEM PROTO-AUSTRONESIA DALAM BAHASA KAILI DAN BAHASA UMA Tesis ini difokuskan pada bahasa Kaili dan bahasa Uma. Kedua bahasa itu, jika dilihat dari segi fonologis, leksikon, serta gramatikalnya memiliki persamaan dan perbedaan yang menandakan kedua bahasa itu diturunkan dari moyang yang sama (proto-bahasa). Secara umum, penelitian ini memberikan informasi mengenai data dan keterangan bahasa Kaili dan bahasa Uma untuk penelitian linguistik historis komparatif di Indonesia dan secara khusus mendeskripsikan pewarisan fonem Proto-Austronesia, menganalisis korespondensi fonem Proto- Austronesia, dan mendeskripsikan tipe-tipe perubahan bunyinya. Penelitian ini merupakan penelitian linguistik lapangan yang menggunakan tiga partisipan, yaitu peneliti, pengelisitasi, dan pengobservasi. Untuk penentuan hubungan kekerabatan bahasa yang diteliti digunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan kuantitatif ikhwal metode leksikostatistik dan pendekatan kualitatif ikhwal metode perbandingan. Melalui penelitian ini diperoleh pertalian bunyi antara bahasa Proto- Austronesia, bahasa Kaili dan bahasa Uma yang diperincikan sebagai berikut: pertama, beberapa fonem Proto-Austronesia terwaris linear, diantaranya: vokal: */i/, */u/, */a/, dan konsonan: */b/, */p/, */t/, */d/, */n/, */ŋ/, */j/, */k/, */l/, */r/, */s/, */g/, */q/, kedua, beberapa fonem Proto-Austronesia terwaris dengan perubahan, yaitu fonem */i/ menurunkan fonem /e/ bila diikuti oleh fonem /t/, /r/, /p/, fonem */ə/ mengalami penggantian menjadi fonem /e/, /o/, /a/ karena fonem */ə/ tidak dimiliki pada kedua bahasa tersebut, fonem */b/ menurunkan fonem bahasa Kaili /v/ dan bahasa Uma /w/ bila didahului oleh vokal tinggi, fonem */d/ menurunkan fonem /r/ bila didahului oleh fonem /i/, diftong */ay/ dan diftong */uy/ menjadi monoftong /e/ dan /u/ bila berada pada posisi akhir, ketiga, beberapa fonem Proto-Austronesia terwaris mengalami peluluhan bunyi pada posisi akhir, yaitu: */p/, */t/, */d/, */l/, */m/, */n/, */ŋ/, */j/, */q/, */k/, */g/, */r/, keempat, ditemukan beberapa tipe perubahan bunyi, yaitu: perengkahan (split), peleburan (merger), peluluhan bunyi (phonemic lose), penggantian (shift) dan metatesis (metathesis). Berdasarkan kajian tentang korespondensi fonemis dapat disimpulkan bahwa melalui bukti kuantitatif ditemukan bahasa Kaili dan bahasa Uma memiliki persentase kekerabatan yang paling tinggi yaitu enam puluh tiga persen dan melalui bukti-bukti kualitatif ditemukan delapan puluh kata yang inovatif. Selanjutnya, masalah-masalah sejarah perbandingan bahasa-bahasa nusantara kiranya perlu dihimpun kembali untuk kemudian dapat diutamakan masalahmasalah yang mendesak demi perkembangan ilmu linguistik historis komparatif. Kata Kunci: Korespondensi Fonemis, Proto-Austronesia, Bahasa Kaili, Bahasa Uma. xi

13 DAFTAR ISI Halaman PRASYARAT GELAR. LEMBAR PENGESAHAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS.. UCAPAN TERIMA KASIH. ABSTRACT. ABSTRAK DAFTAR ISI. DAFTAR TABEL. DAFTAR BAGAN DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN DAFTAR LAMPIRAN. BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah Tujuan Penelitian. ii iii iv vi x xi xii xv xvi xvii xix BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. 2.1 Kajian Pustaka Konsep Landasan Teori. 2.4 Asumsi Dasar xii

14 2.5 Model Penelitian. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian. 3.2 Lokasi Penelitian. 3.3 Jenis dan Sumber Data 3.4 Instrumen Penelitian 3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data Metode dan Teknik Analisis Data Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data BAB IV PROTO-AUSTRONESIA, BAHASA KAILI, BAHASA UMA: GAMBARAN FONEM. 4.1 Gambaran Fonem Proto-Austronesia. 4.2 Gambaran Fonem Bahasa Kaili dan Uma 4.3 Bukti-Bukti Pengelompokan BAB V PEWARISAN FONEM PROTO-AUSTRONESIA DAN TIPE- TIPE PERUBAHAN FONEMNYA PADA BAHASA KAILI DAN BAHASA UMA 5.1 Pewarisan Fonem Vokal PAN pada BK dan BU. 5.2 Pewarisan Fonem Konsonan PAN pada BK dan BU Pewarisan Diftong PAN pada BK dan BU Tipe-Tipe Perubahan Bunyi BAB VI KORESPONDENSI FONEM PROTO-AUSTRONESIA PADA BAHASA KAILI DAN BAHASA UMA 103 xiii

15 6.1 Perangkat Korespondensi Fonemis. 6.2 Rekurensi Fonemis Pasangan Kognat. BAB VII SIMPULAN DAN SARAN Simpulan. 7.2 Saran... DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN xiv

16 DAFTAR TABEL Halaman 4.1.2a Segmen Vokal Proto-Austronesia b Segmen Konsonan Proto-Austronesia a Segmen Vokal BK b Segmen Konsonan BK a Segmen Vokal BU b Segmen Konsonan BU a Persentase kekerabatan Segmen Vokal xv

17 DAFTAR BAGAN Halaman 1.1 Proto-Austronesia (Blust, 1981:21) 2.5 Model penelitian b Garis Silsilah Kekerabatan xvi

18 DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN LAMBANG * // > [ ] ( ) Untuk menunjukkan bentuk Proto Lambang fonemis Menyatakan terjadinya perubahan dari kiri ke kanan Menunjukkan bahwa satuan di dalamnya adalah satuan fonetis Menyatakan formatif yang ada di dalamnya memiliki alternasi sejumlah formatif yang berada di dalamnya + # Ø Menyatakan batas morfem Menyatakan batas kata Simbol nol, Ø, di sebelah kiri tanda panah digunakan untuk kaidah penyisipan, sedangkan kemunculannya di sebelah kanan tanda panah.. /_ menyatakan pelesapan Pengapit glos Menyatakan lingkungan Menyatakan terjadinya perubahan dari kiri ke kanan Menyatakan beberapa satuan lingual yang ada di dalamnya dapat dipilih salah satu SINGKATAN B Tb BK :Bersuara :Tak bersuara : Bahasa Kaili xvii

19 BU BP BB IE LHK PAN PTS Jml : Bahasa Uma : Bahasa Pamona : Bahasa Bada : Bahasa Indo-Eropah : Linguistik Historis Komparatif : Proto-Austronesia : Pelesapan tak segera : Jumlah xviii

20 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1: Peta Sulawesi Tengah Lampiran 2: Daftar Kognat Lampiran 3: Fonem PAN */i/ terwaris secara linear pada BK /i/, BU /i/ Lampiran 4: Fonem PAN */u/ terwaris secara linear pada BK /u/, BU /u/ Lampiran 5: Fonem PAN */a/ terwaris secara linear pada BK /a/, BU /a/ Lampiran 6: Fonem PAN */b/ terwaris secara linear pada BK /b/, BU /b/ Lampiran 7: Fonem PAN */p/ terwaris secara linear pada BK /p/, BU /p/ Lampiran 8: Fonem PAN */t/ terwaris secara linear pada BK /t/, BU /t/ Lampiran 9: Fonem PAN */n/ terwaris secara linear pada BK /n/, BU /n/ Lampiran 10: Fonem PAN */k/ terwaris secara linear pada BK /k/, BU /k/ Lampiran 11: Fonem PAN */l/ terwaris secara linear pada BK /l/, BU /l/ Lampiran 12: Daftar Informan xix

21 1 BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumpun bahasa Austronesia merupakan salah satu keluarga bahasa tua. Nama Austronesia berasal dari kata Latin auster "angin selatan" dan kata Greek nêsos "pulau". Para penutur bahasa Austronesia dihipotesiskan berasal dari daerah yang sekarang disebut China bagian selatan. Mereka sekitar 4000 tahun yang lalu bermigrasi ke Taiwan, kemudian menyebar ke Filipina, Indonesia, dan ke Madagaskar dekat benua Afrika serta ke seluruh lautan Pasifik (Dempwolff, 1956). Kekerabatan antarbahasa sekerabat dalam kajian komparatif pada intinya dapat dibuktikan berdasarkan unsur-unsur warisan dari protobahasa pada bahasabahasa berkerabat (Hock, 1988). Protobahasa merupakan suatu rakitan teoretis yang dirancang dengan merangkaikan sistem bahasa-bahasa yang memiliki hubungan kesejarahan melalui rumusan kaidah-kaidah secara sangat sederhana dan dirancang bangun dan dirakit kembali sebagai gambaran tentang masa lalu suatu bahasa (Bynon, 1979, Jeffers, 1979). Dengan munculnya ciri-ciri warisan yang sama pada bahasa-bahasa yang berkerabat, keeratan hubungan keseasalan bahasa-bahasa tersebut dapat ditemukan dan sistem protobahasanya dapat dijejaki (Mbete, 1990: 22). Blust (1981) membagi bahasa-bahasa Austronesia atas empat kelompok utama, yaitu; Atayal, Tsou, Paiwan, Melayu-Polinesia. Perhatikan bagan di bawah ini. 1

22 2 Proto-Austronesia Atayal Tsou Paiwan Melayu-Polinesia Melayu-Polinesia Barat Melayu-Polinesia Tengah Melayu-Polinesia Timur Halmahera-Selatan,Irian Oseania 1.1 Proto-Austronesia (Blust, 1981:21) Tiga kelompok utama, yaitu; Atayal, Tsou, dan Paiwan terdapat di Formosa. Kelompok Melayu-Polinesia Barat terdiri atas semua bahasa di Indonesia Barat (bahasa Sulawesi dan bahasa Sundik), Pilipina, Chamorro, Palau, Chami, dan Malagasi; kelompok Melayu-Polinesia Tengah terdiri atas semua bahasa di Flores, Timor, Sumba, Sumbawa Timur (bahasa Bima) Maluku tengah dan Selatan; kelompok Melayu-Polinesia Timur meliputi bahasa-bahasa Halmahera Selatan dan Iran Jaya. Bahasa-bahasa Melanesia, Mikronesia, dan Polinesia ditempatkan ke dalam subkelompok Oseania (Blust, 1981:21). Betapapun telah cukup banyak hasil penelitian, belumlah dapat dikatakan bahwa pendekatan secara linguistik historis komparatif atas bahasa-bahasa Austronesia telah selesai. Adanya unsur-unsur bahasa Proto-Austronesia yang ditemukan oleh para ahli sejarah perbandingan, patutlah disadari bahwa hasilhasilnya, setidak-tidaknya sebagiannya masih bersifat hipotesis. Ini berarti bahwa penelitian yang belakangan di samping pengembangan dan pendalaman, masih diperlukan untuk membuktikan kembali hasil-hasil penelitian terdahulu. Disisi itu perlu diinsyafi bahwa karena hukum perubahan berlangsung pula atas kehidupan bahasa maka masalah-masalah ilmu linguistik historis komparatif, tidak akan

23 3 selesai, apabila berkembangnya metodologi ilmu linguistik historis komparatif khusunya, serta ilmu pengetahuan umumnya. Bahasa yang ada di kawasan nusantara ini merupakan fakta sejarah kehidupan bahasa. Ada yang berkembang secara mapan, dan ada juga yang perkembangannya mengarah kepunahan, khususnya bahasa-bahasa daerah yang didukung oleh jumlah penutur yang sedikit. Punahnya bahasa daerah adalah proses alami, di antara penyebabnya adalah tiadanya penutur akibat bencana alam dan pernikahan antaretnis serta menggunakan bahasa Indonesia dalam komunikasi sehari-hari sebagai pengantar. Sejumlah bahasa ibu atau bahasa daerah di kawasan nusantara ini, mulai punah seiring meninggalnya para penutur bahasa itu. Punahnya suatu bahasa menyebabkan hilangnya berbagai bentuk warisan budaya, khususnya warisan tradisi dan ekspresi berbicara masyarakat penuturnya. Punahnya bahasa-bahasa itu, lanjutnya, juga telah merebut keanekaragaman manusia, yang telah menyebarkan banyak pengetahuan tentang alam dan semesta. Agar tidak pelan-pelan lenyap, penggunaan bahasa daerah harus digiatkan, terutama di kalangan penuturnya. Punahnya bahasa daerah juga berarti hilangnya sebagian kebudayaan, nilai dan kearifan lokal yang terkandung di dalamnya. Saat ini ada kecenderungan penutur bahasa-bahasa di Sulawesi Tengah khususnya bahasa Kaili dan bahasa Uma mulai berkurang, terutama kalangan muda tak lagi berbahasa Kaili ataupun berbahasa Uma walau secara genelogi adalah orang Kaili ataupun orang Kulawi, tetapi secara kultural tidak lagi menampakkan kekalian ataupun kekulawian, terutama sebagai penutur bahasa yang paling utama dan pertama yang mengidentifikasi suatu suku.

24 4 Melihat hal itu, bahasa sebagai anugerah Tuhan dan harta karun yang tak ternilai harganya ternyata telah disia-siakan oleh sebagian umat manusia. Punahnya bahasa adalah fenomena sosial yang dipicu oleh kebutuhan sosial. Tidak ada bukti bahwa ada sesuatu yang salah dengan bahasa tersebut. Untuk itu, sangat diperlukan penelitian linguistik historis komparatif agar dapat membuktikan kembali secara lebih lengkap dan tuntas tentang adanya hubungan keseasalan bahasa-bahasa di kawasan nusantara ini khususnya di Sulawesi Tengah. Seperti halnya bahasa-bahasa daerah lainnya di Indonesia, BK dan BU mempunyai kedudukan dan fungsi bagi kedua suku bahasa tersebut. Perannya tampak dalam kehidupan kebudayaan, termasuk juga dalam kehidupan keagamaan, sosial, dan ekonomi. Di tengah-tengah keanekaragaman budaya bahasa, kedua bahasa itu masih tetap menunjukkan identitas kelompok masyarakat pendukungnya. Dengan demikian, pembinaan dan pengembangan terhadap bahasa daerah sangat perlu dilakukan. Barr mengelompokkan bahasa-bahasa di Sulawesi Tengah menjadi dua kelompok besar. Kelompok yang pertama yaitu kelompok Pamona. Bahasabahasa yang termasuk dalam kelompok ini adalah bahasa Pamona, Bada, dan Rampi. Yang kedua adalah kelompok Kaili. Bahasa-bahasa yang yang termasuk kelompok Kaili adalah bahasa Uma, Sarudu, Baras, Kaili, dan Topoiyo. Kedua subkelompok bahasa ini sangat menarik (Barr, 1979: 11). Hasil penelitan yang dilakukan oleh Barr hanya berdasarkan pada metode leksikostatistik. Dengan demikian, penelitian ini agak lemah karena tidak didukung atas bukti kekerabatan yang ditunjang dengan pendekatan kualitatif.

25 5 Berdasarkan uraian di atas, penelitian bahasa ini menjadi sangat penting bila dikaitkan ke arah pembangunan bangsa. Adanya evidensi tentang keseasalan dan kekerabatan yang lebih lengkap dan tuntas, sudah tentu membuka pintu ikatan budaya bahasa yang kurang terjamah secara ilmiah dan sekaligus ikut menanamkan kesadaran sejarah budaya dan kesadaran budaya bahasa khususnya. Dalam hal ini dicoba untuk dibuktikan kembali hubungan kekerabatan BK dan BU berdasarkan korespondensi fonem PAN pada BK dan BU. 1.2 Rumusan Masalah Dari uraian di atas pengkajian difokuskan pada aspek historis dari fonemfonem BK dan BU dalam kaitannya dengan fonem PAN, sehingga rumusan masalahnya dapat formulasikan sebagai berikut. (1) Bagaimanakah pewarisan atau penerusan fonem PAN pada BK dan BU? (2) Mengapa fonem PAN berkorespondensi dengan fonem BK dan BU? (3) Apa sajakah tipe-tipe perubahan bunyi PAN dalam pewarisannya pada BK dan BU? 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan rancangan penelitian, secara garis besar penelitian ini mempunyai dua tujuan. Tujuan tersebut adalah tujuan khusus dan tujuan umum. Untuk lebih jelasnya, tujuan tersebut dapat dirinci sebagai berikut.

26 Tujuan umum Penelitian ini dapat memberikan sumbangan terhadap ilmu linguistik historis komparatif terutama dalam bahasa-bahasa Austronesia, yang sampai saat ini belum banyak dikerjakan oleh sarjana-sarjana Indonesia sendiri. Selanjutnya, hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai bahan penunjang untuk penelitianpenelitian linguistik historis komparatif selanjutnya, yakni berupa subgrouping bahasa-bahasa Melayu Polinesia Barat dan untuk mencari bahasa meso dari bahasa-bahasa yang telah ditentukan subgrouping-nya. Secara lebih luas penelitian ini dapat dipakai sebagai bukti linguistik bagi penelitian linguistik historis komparatif di Indonesia Tujuan khusus Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Mendeskripsikan pewarisan atau penerusan fonem PAN dalam pewarisannya pada BK dan BU. (2) Menemukan faktor-faktor perubahan fonem PAN yang terwaris pada BK dan BU. (3) Mendeskripsikan tipe-tipe perubahan bunyi PAN dalam pewarisannya pada BK dan BU.

27 7 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoretis maupun secara praktis. Kedua manfaat ini dapat diuraikan sebagai berikut Manfaat teoretis Secara toeritis penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut. (1) Melalui penelitian ini diharapkan adanya pemahaman yang mendalam mengenai bentuk-bentuk pewarisan fonem PAN pada bahasa-bahasa turunannya. (2) Melalui penelitian ini diharapkan adanya pemahaman yang mendalam mengenai korespondensi fonem PAN dalam BK dan BU ditinjau dari pendekatan linguistik historis komparatif. (3) Melalui penelitian ini dapat memperkaya data korespondensi fonem PAN dalam BK dan BU. (4) Secara lebih luas hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai bukti linguistik bagi penelitian-penelitian sejarah Indonesia purba Manfaat praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut. (1) Mengembangkan dan melestarikan kebudayaan warisan nenek moyang yang dapat memperkaya kebudayaan nasional.

28 8 (2) Membangun kesadaran masyarakat penutur BK dan BU, ikhwal adanya relasi kesajarahan bahasa. (3) Hasil penelitian ini diharapkan juga bermanfaat sebagai bahan ajar khususnya mengenai LHK.

29 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Penelitian mengenai kekerabatan bahasa-bahasa di Sulawesi Tengah belum banyak dilakukan, dan dari hasil penelitian oleh para peneliti bahasa belum memberikan dasar analisis yang kuat terhadap tegasan pengelompokanpengelompokan bahasa di Sulawesi Tangah. Dari beberapa kajian pustaka ini akan di jadikan tolak banding terhadap penelitian ini. Mead (1995) mengkaji kekerabatan bahasa-bahasa yang berada dalam wilayah Sulawesi Tenggara dan sebagian lagi berada dalam wilayah Sulawesi Tengah. Dengan menggunakan metode leksikostatistik, penelitian ini hanya menekankan pada kelompok bahasa-bahasa Bungku-Laki yang ada di daratan Kendari Sulawesi Tenggara dan di kepulauan Menui Sulawesi Tangah. Jadi, belum mencakupi bahasa-bahasa daerah lain di Sulawesi Tenggara, khususnya bahasa-bahasa daerah di Pulau Buton. Di sisi lain, peneliatan ini juga agak lemah karena tidak dilengkapi oleh bukti-bukti kualitatif. Kaseng (1987) melakukan pemetaan bahasa-bahasa di Sulawesi Tenggara dengan menggunakan metode deskritif dan teknik utamanya adalah teknik pengisian daftar kata. Teknik elisitasi juga digunakan dengan tujuan untuk mengecek kebenaran data yang masuk melalui pengisian daftar kata, terutama untuk mencocokkan ketepatan penulisan atau ejaan setiap bunyi bahasa dalam 9

30 10 abjad Latin yang digunakan. Penelitian ini hanya melihat hubungan kekerabatan bahasa yang lebih dekat secara sinkronis, tanpa menerapkan metode kualitatif untuk melihat hubungan kekerabatan secara diakronis. Selain itu, pemetaan bahasa-bahasa yang dilakukan tidak didasarkan pada kajian dialektologis, tetapi hanya berdasarkan anggapan penutur yang diwawancarai oleh peneliti tersebut. Oleh karena itu, hasil penelitian Kaseng tentu saja masih mengadung kelemahan karena untuk mendapatkan hasil penelitian tentang kekerabatan bahasa yang lebih memuaskan dan meyakinkan, bukti-bukti yang diperoleh dengan metode kuantitatif perlu dilengkapi dengan bukti-bukti kualitatif. Lauder (2000) melakukan penelitian tentang kekerabatan dan pemetaan bahasa-bahasa daerah di Provinsi Sulawesi Tenggara. Hasil penelitian itu berdasarkan perhitungan leksikostatistik, penghimpunan berkas isogloss, perhitungan isoglos, dan dialektometri, menunjukkan bahwa di Provinsi Sulawesi Tenggara diperkirakan terdapat lima kelompok bahasa, yaitu; (1) kelompok bahasa-bahasa Tolaki yang terdiri atas tiga subkelompok, yaitu; subkelompok Tolaki, subkelompok Wawonii-Kulisusu, dan subkelompok Morenene-Rahantari, (2) kelompok bahasa-bahasa Muna-Cia-cia yang terdiri atas empat subkelompok, yaitu; subkelompok Muna, subkelompok Cia-cia, subkelompok Kumbewaha, dan subkelompok Todangan-Kambowa, (3) kelompok bahasa-bahasa Pulo yang hanya terdiri atas satu subkelompok, yaitu; subkelompok Pulo Kapota-Tomia-Kaledupa- Binongko, (4) kelompok bahasa Bugis yang hanya terdiri atas satu subkelompok, yaitu; subkelompok Bugis Lamunde, dan (5) kelompok bahasa jawa yang hanya terdiri atas satu subkelompok, yaitu; subkelompok Jawa Bangun Sari.

31 11 Berdasarkan pembagian kelompok tersebut, bahasa Wolio tidak dimasukkan dalam kelompok mana pun padahal sebagaimana diketahui bahwa bahasa Wolio merupakan bahasa yang dipilih untuk digunakan sebagai bahasa resmi kerajaan. Hal ini disebabkan oleh pada lokasi titik pengamatan yang dipilih tidak ada informan yang mewakili penggunaan bahasa Wolio tersebut. Penelitian yang dilakukan Lauder tersebut memperlihatkan hasil yang bertolak belakang bahwa bahasa Cia-Cia termasuk dalam kelompok bahasa Muna, begitu pula dengan kelompok bahasa Pulo atau lebih dikenal dengan bahasa Wakatobi merupakan satu kelompok tersendiri. Selain itu, hasil penelitian itu tidak cukup hanya berdasarkan 200 kosakata dasar Swadesh yang dijadikan sebagai bukti kuantitatif kekerabatan bahasabahasa, diperlukan juga bukti-bukti kualitatif yang dapat dipergunakan sebagai dasar yang lebih terpercaya dalam upaya pengelompokan bahasa. Mbete (1990) melakukan pengkajian terhadap rekonstruksi Protobahasa Bali-Sasak-Sumbawa. Hasil penelitian itu berdasarkan pendekatan kuantitatif dan kualitatif, menunjukkan bahwa (1) bahasa Bali bahasa, Sasak, dan bahasa Sumbawa memiliki hubungan kekerabatan yang erat sebagai satu kelompok tersendiri, (2) pengelompokan dan pengsubkelompokan bahasa Bali, bahasa Sasak, dan bahasa Sumbawa memperlihatkan hubungan keasalan yang dwipilah (bipartite), (3) secara kuantitatif persentase kesamaan rata-rata kata-kata dasar Daftar Swadesh di antara bahasa Bali-Sasak-Sumbawa ditemukan bahwa terpilah menjadi dua subkelompok, yakni subkelompok bahasa Bali dan subkelompok bahasa Sasak-Sumbawa. Ini dibuktikan dari hasil penelitian pada data yang

32 12 ditemukannya (kognat) yaitu sebesar 50%. Persentase yang paling rendah adalah 49%. Persentase kesamaan tertinggi ditemukan pada bahasa Sasak dan bahasa Sumbawa yaitu 64%, (4) rekonstruksi fonologis menghasilkan sistem fonem PBSS (Protobahasa-Bali-Sasak-Sumbawa) dan PSS (Protobahasa-Sasak- Sumbawa). Rekonstruksi leksikal yang berlandaskan kaidah-kaidah perubahan fonem, menghasilkan sejumlah 703 etimon. Penelitian linguistik historis yang dilakukan Mbete hanya mencangkup segi-segi fonologi dan leksikal, segi-segi kebahasaan yang lain yaitu morfologi, sintaksis, dan semantik belum dikaji. Walaupun demikian, betapapun kecil dan sederhana, penelitian linguistik historis komparatif tentang pengelompokan bahasa Bali, bahasa Sasak, dan bahasa Sumbawa telah dapat dibuktikan baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Erawati (2002) mengkaji pewarisan afiks-afiks bahasa jawa kuna dalam bahasa jawa modern. Hasil dari penelitian yang dilakukan yang bersifat historis komparatif generatif menunjukkan bahwa; (1) afiks-afiks bahasa Jawa Kuno yang terwaris ke dalam bahasa Jawa Modern terdiri atas prefik, infiks, sufiks, dan konfiks. Delapan buah prefik terwaris secara linear dan dua buah prefiks terwaris dengan perubahan, (2) afiks-afiks bahasa Jawa Kuno dan bahasa Jawa Modern ketika bergabung dalam membentuk sebuah kata banyak mengalami perubahan yang dapat dipandang sebagai perbedaan. Perbedaan yang mendasar adalah pada saat terjadinya proses peleburan, vokal bergabung dengan vokal, (3) kaidahkaidah yang ada dalam kedua bahasa berbeda, (4) distribusi di dalam pewarisan ada yang mengalami penyempitan dan ada pula yang mengalami pengembangan

33 13 pada saat bergabung dengan bentuk dasar dan fungsi yang ada tergantung pula pada distribusinya. Penelitian yang dilakukan Erawati merupakan langkah awal yang sangat terbatas dalam menelusuri keberadaan bahasa Jawa Kuno maupun bahasa Jawa Modern, karena masih banyak afiks-afiks yang lain dalam bahasa Jawa Modern yang belum diangkat dalam penelitian ini. Misalnya, afiks-afiks yang tidak memiliki kemiripan bentuk ataupun makna, atau afiks-afiks tersebut bukanlah merupakan penerusan dari bahasa Jawa Kuno. Dalam hal ini, perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai afiks-afiks tersebut sehingga hasil penelitian tentang afiks itu dapat terangkum lebih komprehensif. Barr (1979) mengelompokkan bahasa-bahasa di Sulawesi Tengah. Pengelompokan yang cukup tuntas itu terutama berdasarkan atas pendekatan kuantitatif. Hasil pengelompokannya adalah kelompok Pamona dan kelompok Kaili. Bahasa-bahasa yang termasuk dalam kelompok Pamona adalah bahasa Pamona, Bada, dan Rampi. Bahasa-bahasa yang termasuk kelompok Kaili adalah bahasa Uma, Sarudu, Baras, Kaili, dan Topoiyo. Berdasarkan perhitungan leksikostatistik ditemukan bahwa persentase kekerabatan bahasa Kaili dan bahasa Uma sebesar 69% dan paling rendah sebesar 47% yang dimiliki oleh pasangan Pamona dan Rampi. Penelitian ini juga agak lemah karena tidak didukung dengan pendekatan kualitatif, maka, pembuktian lebih lanjut secara kualitatif merupakan upaya yang layak dilakukan, karena tanpan ditunjang dengan bukti-bukti kualitaitif penelitian ini menjadi agak lemah. Dalam hal ini, atas dasar pendekatan kualitatif peneliti

34 14 mencoba untuk melanjutkan dan membuktikan kembali hubungan kekerabatan BK dan BU berdasarkan korespondensinya. 2.2 Konsep Sebelum mengacu pada uraian teori, perlunya dijelaskan beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini. Konsep-konsep yang dijelaskan adalah konsep yang ada kaitannya dengan judul dari penelitan historis ini Korespondensi Istilah korespondensi bermula dari hukum bunyi yang dikumandangkan oleh aliran Junggramatiker dengan tokohnya Jacob Grim. Dikatakannya bahwa bunyi-bunyi akan memiliki pergeseran secara teratur antara bahasa satu dengan bahasa lain tanpa kecuali. Mengingat hukum bunyi dirasakan mengandung tendensi adanya ikatan yang ketat, maka istilah ini diganti dengan korespondensi fonemis atau kesepadanan bunyi. Maksudnya segmen-segmen yang berkorespondensi bagi glos yang sama baik dilihat dari segi bentuk maupun makna dalam bermacam-macam bahasa diperbandingkan satu sama lain. Kesejajaran atau kesesuaian ini terlihat pada kesamaan atau kemiripan bentuk dan arti (Crowley, 1992: 91) Fonem Fonem adalah satu bunyi terkecil yang mampu menunjukkan kontras makna. Fonem merupakan abstraksi, sedangkan wujud fonetisnya tergantung

35 15 beberapa faktor, terutama posisinya dalam hubungannya dengan bunyi lain. Fonem berbentuk bunyi. Contoh kata perang; perkataan yang terdiri dari enam unit bunyi, unit-unit bunyi itu disebut fonem, jika /p/ diganti dengan /b/, maka parang akan menjadi barang. Oleh itu, /p/ dan /b/ merupakan unit yang membedakan makna (Kridalaksana, 1982:23) Etimon Bentuk proto atau etimon adalah protokata yang menurunkan leksemleksem pada bahasa-bahasa sekerabat. Dengan kata lain, etimon adalah protoleksem pada tataran leksikal. Bentuk proto atau etimon ini merupakan hasil terakhir dari kegiatan rekonstruksi yang dihipotesiskan sebagai bentuk asal dari bahasa-bahasa turunan sebelum mereka terpisah pada ribuan tahun yang lalu, di samping sebagai penentuan kriteria pengelompokan bahasa melalui inovasi. Bentuk ini ditandai dengan asterisk (*) (Blust, 1977: 25) Protobahasa Protobahasa merupakan suatu bentuk yang dirancang bangun atau dirakit kembali sebagai gambaran tentang masa lalu suatu bahasa. Ini merupakan gagasan teoretis yang dirancang dengan cara yang amat sederhana guna menghubungkan sistem-sistem bahasa kerabat dengan menggunakan sejumlah kaidah. (Bynon, 1979:71).

36 Retensi Retensi adalah unsur warisan, baik bentuk maupun makna yang tertinggal atau bertahan pada bahasa-bahasa turunan sama dengan yang terdapat pada protonya (Anderson, 1979:103; Crowley, 1992:164) Inovasi Inovasi adalah unsur warisan dari bahasa asal yang telah mengalami perubahan pada bahasa sekarang (Hock, 1988:581). Jika dalam perkembanganya terjadi perubahan pada kelompok bahasa turunan tertentu dan tidak terjadi pada kelompok bahasa lain, maka ini disebut inovasi bersama yang eksluksif (exclusively shared linguistic innovation) (Greenberg, 1957:49) Perangkat kognat Aspek bahasa yang paling cocok untuk dijadikan bahan studi perbandingan adalah bentuk. Dalam kenyataan, struktur formal suatu bahasa tidak banyak menimbulkan masalah dalam perbandingan apabila dibandingkan dengan struktur makna. Dapat bahwa bentuk bentuk yang dimiliki itu akan lebih meyakinkan kalau bentuk-bentuk itu memperlihatkan kesamaan-kesamaan semantik. Kesamaan atau kemiripan bentuk dan makna yang dapat dikembalikan ke dalam bentuk protonya yang disebut kata-kata kognat (cognat set) karena setiap bahasa memiliki bentuk-bentuk tertentu yang dikaitkan dengan maknanya untuk memudahkan referensi (Keraf, 1996: 33-34).

37 Fitur distingtif Fitur distingtif atau ciri pembeda adalah ciri yang menandai suatu fonem segmental. Dalam kajian fonologi generatif ciri pembeda merupakan satuan terkecil. Ciri pembeda ini merupakan unsur-unsur terkecil fonetik, leksikal, dan suatu transkripsi yang dibentuk oleh kombinasi dan rangkaian (Schane, 1973:24). Misalnya, bunyi [i] ditandai dengan seperangkat ciri yang kompleks, yaitu [+silabis, -konsonan, +tinggi, -belakang, -bulat]. Konsep ciri pembeda atau distinctive feature pertama kali diperkenalkan oleh N. Trubetzkoy dari aliran Praha. Dia menemukan adanya ciri-ciri pada bunyi segmental dalam konteks yang kontras. Kontras yang diamatinya ada yang bersifat bilateral dan ada juga yang bersifat multilateral. Kontras-kontras inilah yang membedakan antara satu bunyi segmental dan bunyi segmental lain. Kontras ini menunjukkan ciri pembeda. Misalnya, kontras antara bunyi [p] dan [b]. Fitur distingtif digunakan untuk mengetahui persamaan dan perbedaan atarsegmen dalam bahasa karena secara ideal membentuk seperangkat parameter yang universal untuk mengklasifikasikan segmen-segmen yang ada. Mempunyai sifat fonetis karena ciri itu dibuat berdasarkan sifat artikulatoris (seperti koronal, tinggi) atau perseptual (seperti silabis, bertekanan). Mampu menjelaskan kelas wajar yang memiliki sifat fonologis yang sama dalam perubahan bunyi. Sangat berguna, terutama, dalam hubungan dengan penjelasan kaidah perubahan bunyi. Fitur dikelompokkan ke dalam enam macam golongan, yaitu: (1) golongan fitur kelas utama meliputi fitur; silabis, sonoran, konsonantal. Fitur [+silabis] dimiliki oleh bunyi yang berpotensi menjadi puncak kenyaringan suku kata, fitur

38 18 [+sonoran] dimiliki oleh bunyi yang memiliki sifat nyaring, fitur [+konsonantal] dimiliki oleh bunyi yang mendapat hambatan di rongga mulut saat pembentukannya, (2) golongan fitur cara artikulasi yang dibedakan menjadi lima macam, yaitu; malar (kontinuan), pengelepasan tidak segera (PTS), kasar (striden), nasal, dan lateral. Fitur [+ malar] merupakan bunyi yang dihasilkan dengan geseran terus-menerus, seperti bunyi frikatif, sedangkan bunyi yang dimulai dengan hambatan total (afrikat) tergolong fitur [+ PTS], fitur [+ kasar] dimiliki oleh bunyi yang dihasilkan oleh udara yang keluar mengenai gigi atau uvula, fitur [+ nasal] dimiliki oleh bunyi yang dihasilkan dengan udara keluar dari hidung, fitur [+lateral] dimiliki oleh bunyi yang dihasilkan dengan menaikkan lidah, sehingga terjadi hambatan, tetapi sisi lidah yang satu atau keduanya diturunkan untuk memungkinkan udara keluar melewati mulut, (3) golongan fitur daerah artikulasi dibedakan atas fitur [+ anterior] dan fitur [+ koronal]. Fitur [+ anterior] dimiliki oleh konsonan yang dihasilkan oleh penyempitan sebelum alveolum sedangkan fitur [+ koronal] dimiliki oleh konsonan yang dihasilkan oleh penyempitan oleh artikulator daun lidah, (4) golongan fitur batang lidah dan bentuk bibir dibedakan menjadi lima empat, yaitu; fitur [+ tinggi] dimiliki oleh bunyi yang dihasilkan dengan menaikkan lidah, fitur [+ rendah] dengan menurunkan lidah, fitur [+ belakang] dihasilkan oleh lidah bagian belakang, dan fitur [+ bundar] dimiliki oleh bunyi yang dihasilkan dengan pembundaran bibir, (5) golongan fitur tambahan meliputi, antara lain, fitur [+ tegang], [+ bersuara], [+ aspirasi], dan fitur [+ glotalisasi]. Fitur tegang dimiliki oleh bunyi yang dihasilkan dengan ketegangan otot, fitur bersuara dimiliki oleh bunyi yang dihasilkan dengan

39 19 getaran pita suara, fitur aspirasi serta glotalisasi dimiliki oleh bunyi yang beraspirasi dan bunyi yang dihasilkan oleh glottis, dan (6) golongan fitur prosodi dibedakan atas tekanan dan panjang yang dimiliki oleh bunyi yang dihasilkan dengan bertekanan [+tekanan] dan suara panjang [+panjang] (Schane, 1973:24 33). 2.3 Landasan Teori Penelitian ini mempunyai tiga permasalahan yang mendasar, yaitu masalah pewarisan, tipe-tipe perubahan bunyi, dan korespondensi fonem PAN dalam BK dan BU. Semua permasalahan di atas dibedah dengan teori linguistik historis komparatif. Pemilihan teori linguistik historis komparatif tentunya mempunyai beberapa alasan, pertama, pendekatan linguistik historis komparatif, khususnya di Eropah, Amerika, dan di Asia, sudah cukup mapan digunakan untuk merumuskan tentang adanya hubungan kekerabatan dan keseasalan (hubungan genetika) bahasa Indo-Eropah (IE) dan juga kekerabatan bahasa-bahasa di kawasan Asia Tenggara. Kedua, teori linguistik historis komparatif ini dibangun oleh para ahli sejarah perbandingan bahasa-bahasa Austronesia, di antaranya oleh Bynon (1979), Hock (1988) dan Crowley (1992). Ketiga ahli itu pada prinsipnya memiliki pandangan yang sama terhadap kajian linguistik historis komparatif. Pandanganpandangan itu terangkum pada uraian berikut ini. Setiap bahasa, setelah secara evolusi berpisah dari protobahasanya, bahasa-bahasa itu berkembang dan berubah dengan cara yang berbeda pula

40 20 (Bynon, 1979: 22). Bahasa-bahasa yang berasal dari kelompok yang sama pastinya mewarisi unsur-unsur yang secara genetis sama/mirip yang membedakan bahasa tersebut dari kelompok bahasa yang lain yang bukan merupakan anggota dari kolompok bahasa tersebut. Adanya kesamaan tidak selalu berarti bahwa dua bahasa tersebut termasuk dalam kelompok yang sama. Kemiripan/ kesamaan antara bahasa-bahasa kerabat bisa dijelaskan sebagai akibat shared retention ataupun shared innovations dari proto-bahasanya. Dua bahasa yang sama/mirip karena telah mengalami inovasi bersama dapat dikatakan sebagai bukti bahwa mereka diturunkan dari moyang yang sama yang menjadikan bahasa-bahasa tersebut menjadi subkelompok yang sama. Inovasi bersama adalah bukti bahwa mereka termasuk dalam subkelompok yang sama, karena perubahan yang sama persis tidak mungkin berlangsung secara mandiri dalam dua bahasa terpisah (Crowley, 1992: 164). Jadi, dapat diartikan bahwa pengelompokan bertumpu pada asumsi bahwa inovasi bersama tidak mungkin muncul karena kebetulan. Dalam perubahan-perubahan bunyi, ada beberapa jenis perubahan bunyi, seperti berikut. Pertama, pelemahan dan penguatan, beberapa bunyi secara relatif bisa lebih kuat ataupun lebih lemah dari bunyi yang lain, misalnya: b, p, f, x, b, v, a, l, d, s, lebih kuat dari p, f, h, h, w, w, ə, I, l, r. Jadi, bunyi bersuara lebih kuat dari bunyi yang tak bersuara, bunyi stop lebih tinggi dari bunyi kontinyuan, konsonan lebih tinggi dari semi vokal, bunyi oral lebih tinggi dari bunyi glotal. Istilah tertentu pada jenis bunyi yang hilang dijelaskan sebagai berikut.

41 21 a) aphaeresis, yakni penghilangan terjadi pada posisi awal kata. Contoh aphaeresi ada pada bahasa Angkamuthi dari semenanjung Cape York Australia, perhatikan data di bawah ini. Angkamuthi */maji/ /Øaji/ makanan */nani/ /Øani/ tanah */ŋampu/ /Øampu/ gigi b) apocope, yakni penghilangan terjadi pada posisi akhir kata. contohnya ada pada bahasa Ambrym di vaunatu, perhatikan data di bawah ini. Ambrym */utu/ /utø/ kutu */aŋo/ /aŋø/ lalat */asue/ /asuø/ tikus c) syncope, istilah ini diucapkan (siŋkəpi) merupakan proses apocope yang mirip tetapi penghilangan vokalnya ditengah kata, yang ada pada bahasa Lenakel, perhatikan data di bawah ini. Lenakel */namatama/ /nimørin/ matanya */nalimana/ /nelømin/ tangannya */masa/ /møha/ surut pelemahan dari */t/ menjadi /r/, dari */s/ menjadi /h/, dari */a/ menjadi /i/ dan nada tinggi */a/ menjadi /e/

42 22 d) Pengurangan kluster, merupakan istilah ketika konsonan berjejer tanpa vokal di tengahnya mengalami penghilangan satu atau lebih konsonan. contohnya ada pada sejarah kata dalam Pidjin Malanesia yang merupakan turunan bahasa Inggris dimana konsonan terakhir dihilangkan, perhatikan data di bawah ini. Inggris Pidjin Malanesia /distrikt/ /distrikø/ daerah /poust/ /posø/ post /graeund/ /graunø/ tanah /paint/ /penø/ cat /raeŋk/ /taŋø/ bak e) haplologi, merupakan jenis perubahan yang jarang dan cendrung sporadis dalam penerapannya, dengan menghilangkan semua suku kata. Ketika suku kata itu ada pada suku kata yang mirip, maka pengucapaannya dengan cepat seperti dalam kata she sells sea shells by the sea shore Kedua, penambahan bunyi, tidak hanya kehilangan bunyi (lenition) tetapi bunyi juga bisa ditambahkan. Ada beberapa istilah untuk penambahan bunyi, yaitu. a) excrescence, merupakan penambahan dengan konsonan pada konsonan lain. Sejarah kata bahasa Inggris memunculkan penambahan konsonan, seperti contoh di bawah ini. Inggris /æmtig/ /εmpti/ kosong /θymle/ /θimbl/ bidal

43 23 b) ephentesis atau anaptysis, merupakan perubahan yang mana sebuah vokal ditambah di tengah kata untuk memisahkan konsonan kluster. Dalam contoh Tok Pisin dengan bahasa Inggris merupakan aplikasi ephentesis, perhatikan contoh di bawah ini. Inggris Tok Pisin /blæk/ /bilak/ hitam /blu:/ /bulu/ biru /nεkst/ /nekis/ berikutnya /siks/ /sikis/ sakit c) prothesis, merupakan penambahan bunyi yang ada pada awal kata pada bahasa Moto di Papua Nugini, contoh: Moto */api/ /laki/ api */asan/ /lada/ insang */au/ /lau/ saya Ketiga, metathesis, perubahan yang dikenal metathesis ini tidak biasa karena tidak ada penghilangan dan penambahan bunyi tertentu tetapi disebabkan salah pengucapan. Contoh ada pada bahasa Ilakano di Filipina dengan mengalih akhiran (s) dan awalan (t) dengan Tagalog bahasa resmi Filipina: Tagalog ilakano /taŋis/ /sa:ŋit/ menangis /tubus/ /subut/ merebus /tamis/ /samqit/ manis

44 24 Keempat, peleburan, merupakan jenis perubahan bunyi yang mana dua bunyi terpisah menjadi bunyi tunggal (merger) dan membawa unsur fonetis dari kedua bunyi asalnya. Perhatikan contoh di bawah ini. Prancis */oen/ /oē/ satu */bon/ /bō/ bagus */blan/ /blā/ putih Kelima, unpacking, adalah proses fonetik yang merupakan lawan dari peleburan, yakni dari satu bunyi tunggal yang asli menjadi dua bunyi yang masing-masing memiliki beberapa fitur yang dimiliki bunyi aslinya. Perhatikan contoh di bawah ini. Prancis Bislama avance /avãs/ /avoŋ/ upah Keenam, vowel breaking, perubahan vowel breaking (pemecahan vokal), vokal tunggal berubah menjadi diftong, dengan vokal asli yang tetap sama, dengan beberapa jenis glide (bunyi luncuran) yang ditambahkan sebelum dan sesudahnya. Kairiru */pale/ /pial/ rumah */manu/ /mian/ burung Ketujuh, asimilasi, ketika satu bunyi menyebabkan bunyi lainnya berubah, sehingga dua bunyi itu menjadi lebih mirip satu sama lain.

45 25 Jerman */ba:d/ /ba:t/ mandi */ta:g/ /ta:k/ hari */ga:b/ /ga:p/ memberi Kedelapan, disimilasi, proses ini merupakan lawan dari asimilasi yang berarti satu bunyi berubah menjadi tidak mirip dengan bunyi didekatnya. Afrika */sxo:n/ /sko:n/ bersih */sxoudər/ /skouər/ bahu Kesembilan, perubahan bunyi abnormal, dalam artian tidak memenuhi syarat perubahan-perubahan yang telah disebutkan di atas. Hal ini terjadi karena ketika perubahan antar dua bentuk terlihat sangat besar sehingga menjadi sangat tidak mirip. Contohnya dalam bahasa Perancis cent yang diucapkan [sã] (Crowley, 1992:38-57, bandingkan juga Hock, 1988: ). Di sisi lain, di dalam kesepadanan-kesepadanan terdapat perubahanperubahan yang teratur dan yang tidak teratur. Perubahan yang teratur disyarati oleh lingkungan tertentu, sedangkan perubahan yang tidak teratur hanya terjadi pada beberapa kata, tidak tergantung pada lingkungan yang ditempati oleh bunyi itu (Bynon, 1979: 29-30). Rumusan keteraturan perubahan bunyi itu, oleh kaum Neogrammarian disebut hukum bunyi dan istilah hukum bunyi itu diperhalus menjadi korespondensi atau kesepadanan bunyi (Keraf, 1996: 49). Perubahan bahasa dapat terjadi dalam aspek fonologi, gramatikal, dan semantik (Bynon, 1979). Perubahan bahasa seperti itu merupakan perubahan yang

46 26 bersifat internal. Ada tiga model perubahan bahasa, yaitu model neogramarian, model strukturalis, dan model transformasi generatif (Bynon, 1979: ). 2.4 Asumsi Dasar Dilihat dari hubungan kekerabatannya, berdasarkan perhitungan leksikostatistik BK dan BU dengan menggunakan 200 kosakata daftar Swades, bahwa BK dan BU memiliki 63% keeratan hubungan kekerabatan sehingga dapat dikatakan rentang itu merupakan subkeluarga bahasa, namun, di sisi lain, sistem dan kaidahnya banyak mengalami perubahan. Selanjutnya, dalam penelitian ini dapat diasumsikan bahwa setiap bahasa memiliki pola perubahan tersendiri (Bynon, 1979: 22). Oleh karena itu, beberapa unsur-unsur Proto-Austronesia yang diturunkan atau terwaris pada BK dan BU dapat dihipotesiskan telah berubah, di samping juga ada yang bertahan. Dengan kata lain, beberapa unsur-unsur Proto- Austronesia mengalami perubahan atau pergeseran pada BK dan BU baik bentuk, distribusi, fungsi, maupun maknanya. Perubahan-perubahan ini disebabkan oleh adanya proses morfofonemik.

BAB I PEDAHULUAN. Nama Austronesia berasal dari kata Latin auster "angin selatan" dan kata Greek

BAB I PEDAHULUAN. Nama Austronesia berasal dari kata Latin auster angin selatan dan kata Greek 1 BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumpun bahasa Austronesia merupakan salah satu keluarga bahasa tua. Nama Austronesia berasal dari kata Latin auster "angin selatan" dan kata Greek nêsos "pulau". Para

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. belum banyak dilakukan, dan dari hasil penelitian oleh para peneliti bahasa belum

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. belum banyak dilakukan, dan dari hasil penelitian oleh para peneliti bahasa belum 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Penelitian mengenai kekerabatan bahasa-bahasa di Sulawesi Tengah belum banyak dilakukan, dan dari hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORETIS. Studi komparatif pertama yang meliputi seluruh rumpun bahasa Austronesia adalah

BAB II KERANGKA TEORETIS. Studi komparatif pertama yang meliputi seluruh rumpun bahasa Austronesia adalah BAB II KERANGKA TEORETIS Ada banyak pendapat yang dikemukakan oleh para ahli mengenai masalah ini. Studi komparatif pertama yang meliputi seluruh rumpun bahasa Austronesia adalah hasil kajian Dempwolff

Lebih terperinci

TESIS PENINGKATAN PEMAHAMAN AFIKS PADA KOSAKATA BAHASA INGGRIS MELALUI PENERAPAN METODE INTENSIF PADA PESERTA DIDIK KELAS VIIIA SMP PGRI 7 DENPASAR

TESIS PENINGKATAN PEMAHAMAN AFIKS PADA KOSAKATA BAHASA INGGRIS MELALUI PENERAPAN METODE INTENSIF PADA PESERTA DIDIK KELAS VIIIA SMP PGRI 7 DENPASAR TESIS PENINGKATAN PEMAHAMAN AFIKS PADA KOSAKATA BAHASA INGGRIS MELALUI PENERAPAN METODE INTENSIF PADA PESERTA DIDIK KELAS VIIIA SMP PGRI 7 DENPASAR A.A. ISTRI AGUNG BINTANG SURYANINGSIH NIM 1490161024

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. bidang waktu serta perubahan-perubahan unsur bahasa yang terjadi dalam waktu tersebut (Keraf

BAB II KERANGKA TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. bidang waktu serta perubahan-perubahan unsur bahasa yang terjadi dalam waktu tersebut (Keraf BAB II KERANGKA TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teori 2.1.1 Linguistik Historis Komparatif Linguistik historis komparatif adalah cabang ilmu bahasa yang mempersoalkan bahasa dalam bidang waktu

Lebih terperinci

GLOTOKRONOLOGI BAHASA MASSENREMPULU DAN BAHASA MANDAR

GLOTOKRONOLOGI BAHASA MASSENREMPULU DAN BAHASA MANDAR Prosiding Seminar Nasional Volume 02, Nomor 1 ISSN 2443-1109 GLOTOKRONOLOGI BAHASA MASSENREMPULU DAN BAHASA MANDAR Suparman 1, Charmilasari 2 Universitas Cokroaminoto Palopo 1 Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

Tesis untuk Memeroleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Linguistik, Program Pascasarjana Universitas Udayana

Tesis untuk Memeroleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Linguistik, Program Pascasarjana Universitas Udayana METODE KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) DALAM PEMBELAJARAN TATA BAHASA JEPANG DASAR (SHOKYOU BUNPO) BAGI MAHASISWA SEMESTER III SASTRA JEPANG SEKOLAH TINGGI BAHASA ASING SARASWATI DENPASAR

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. metode wawancara dengan teknik cakap, catat, dan rekam (Sudaryanto, 1988:7).

BAB III METODE PENELITIAN. metode wawancara dengan teknik cakap, catat, dan rekam (Sudaryanto, 1988:7). BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode wawancara dengan teknik cakap, catat, dan rekam (Sudaryanto, 1988:7). Dalam

Lebih terperinci

PENERAPAN ANALISIS KONTRASTIF DALAM PENGAJARAN PAST TENSE SISWA KELAS X IPA 3 SMAN 2 DENPASAR

PENERAPAN ANALISIS KONTRASTIF DALAM PENGAJARAN PAST TENSE SISWA KELAS X IPA 3 SMAN 2 DENPASAR TESIS PENERAPAN ANALISIS KONTRASTIF DALAM PENGAJARAN PAST TENSE SISWA KELAS X IPA 3 SMAN 2 DENPASAR COKORDA ISTRI MAS KUSUMANINGRAT PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 TESIS PENERAPAN

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORETIS. bermigrasi dari Cina Selatan lebih kurang 8000 tahun yang lalu. Dari Taiwan penutur

BAB II KERANGKA TEORETIS. bermigrasi dari Cina Selatan lebih kurang 8000 tahun yang lalu. Dari Taiwan penutur BAB II KERANGKA TEORETIS 2.1 Sejarah Singkat Penutur Bahasa Austronesia Penutur bahasa Austronesia diperkirakan telah mendiami kepulauan di Asia Tenggara sekitar 5000 tahun yang lalu. Mereka diduga berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada bentuknya yang sekarang sudah pasti bahasa-bahasa itu mengalami

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada bentuknya yang sekarang sudah pasti bahasa-bahasa itu mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa-bahasa yang hidup dewasa ini tidak muncul begitu saja. Sebelum sampai pada bentuknya yang sekarang sudah pasti bahasa-bahasa itu mengalami perjalanan

Lebih terperinci

BAB IX TEMUAN BARU. 9.1 Kekerabatan Bahasa Or lebih dekat dengan Ft daripada Mk

BAB IX TEMUAN BARU. 9.1 Kekerabatan Bahasa Or lebih dekat dengan Ft daripada Mk BAB IX TEMUAN BARU Berdasarkan penyajian dan analisis data yang telah diuraikan pada Bab sebelumnya, berikut ini disajikan kristalisasi hasil penelitian sekaligus merupakan temuan baru disertasi ini. 9.1

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. akal budi untuk memahami hal-hal tersebut. Sebuah konsep yang kita tulis harus

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. akal budi untuk memahami hal-hal tersebut. Sebuah konsep yang kita tulis harus BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut Kridalaksana (1984:106), konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan

Lebih terperinci

PERUBAHAN BUNYI FONEM VOKAL ETIMON-ETIMON PROTO- AUSTRONESIA DALAM BAHASA INDONESIA

PERUBAHAN BUNYI FONEM VOKAL ETIMON-ETIMON PROTO- AUSTRONESIA DALAM BAHASA INDONESIA 1 PERUBAHAN BUNYI FONEM VOKAL ETIMON-ETIMON PROTO- AUSTRONESIA DALAM BAHASA INDONESIA FERY FREDY ANDRIAN Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana abstract This study focused

Lebih terperinci

Bahasa sebagai realisasi budaya manusia mengalami perubahan dan. dan perkembangan pola kehidupan manusia sebagai pemilik dan pengguna

Bahasa sebagai realisasi budaya manusia mengalami perubahan dan. dan perkembangan pola kehidupan manusia sebagai pemilik dan pengguna BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa sebagai realisasi budaya manusia mengalami perubahan dan perkembangan dalam perjalanan waktunya. Hal itu dimungkinkan oleh perubahan dan perkembangan pola kehidupan

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI LINGUISTIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

PROGRAM STUDI LINGUISTIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA REFLEKS FONEM-FONEM PROTO-AUSTRONESIA PADA BAHASA JAWA DIALEK BANYUMAS DAN TENGGER: KAJIAN DIALEKTOLOGI DIAKRONIS TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Linguistik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kearbitreran bahasa menyebabkan banyak sekali bahasa-bahasa di dunia. Kearbitreran bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Kearbitreran bahasa menyebabkan banyak sekali bahasa-bahasa di dunia. Kearbitreran bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kearbitreran bahasa menyebabkan banyak sekali bahasa-bahasa di dunia. Kearbitreran bahasa terjadi karena antara lambang dengan yang dilambangkannya tidak memiliki hubungan

Lebih terperinci

BAB X SIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, simpulan hasil penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut.

BAB X SIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, simpulan hasil penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut. BAB X SIMPULAN DAN SARAN 10.1 Simpulan Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai dan hipotesis yang diajukan serta fakta-fakta kebahasaan yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, simpulan

Lebih terperinci

LEKSIKOSTATISTIK BAHASA ACEH, BAHASA ALAS, DAN BAHASA GAYO: KAJIAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF

LEKSIKOSTATISTIK BAHASA ACEH, BAHASA ALAS, DAN BAHASA GAYO: KAJIAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF LEKSIKOSTATISTIK BAHASA ACEH, BAHASA ALAS, DAN BAHASA GAYO: KAJIAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF Jurnal Skripsi Oleh: Kurnia Novita Sari NIM A2A008030 FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (bahasa tua) sampai ke bahasa yang sekarang kita gunakan. Menurut Keraf

BAB I PENDAHULUAN. (bahasa tua) sampai ke bahasa yang sekarang kita gunakan. Menurut Keraf BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa-bahasa mengalami perubahan dan perkembangan dari bahasa Proto (bahasa tua) sampai ke bahasa yang sekarang kita gunakan. Menurut Keraf (1996:29), bahasa Proto

Lebih terperinci

Jadwal Kuliah Program Magister Linguistik Tahun Akademik 2017/2018 Program Studi Magister (S-2) Ilmu Linguistik FIB Universitas Udayana

Jadwal Kuliah Program Magister Linguistik Tahun Akademik 2017/2018 Program Studi Magister (S-2) Ilmu Linguistik FIB Universitas Udayana Program Magister Linguistik Tahun Akademik 07/08 Program Studi Magister (S-) Ilmu Linguistik Konsentrasi : Linguistik Murni Semester : Ganjil (I) Mahasiswa : 4 orang Ruang Kuliah : Lt Gd Poerbatjaraka

Lebih terperinci

KLASIFIKASI LEKSIKOSTATISTIK BAHASA MELAYU LANGKAT, BAHASA MELAYU DELI, DAN BAHASA DAIRI PAKPAK

KLASIFIKASI LEKSIKOSTATISTIK BAHASA MELAYU LANGKAT, BAHASA MELAYU DELI, DAN BAHASA DAIRI PAKPAK KLASIFIKASI LEKSIKOSTATISTIK BAHASA MELAYU LANGKAT, BAHASA MELAYU DELI, DAN BAHASA DAIRI PAKPAK Jurnal Skripsi Oleh : Nursirwan NIM A2A008038 FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2012 Klasifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertarik pada penelitian bahasa-bahasa Austronesia (AN), padahal telah lama

BAB I PENDAHULUAN. tertarik pada penelitian bahasa-bahasa Austronesia (AN), padahal telah lama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Para linguis historis komparatif Indonesia selama ini pada umumnya lebih tertarik pada penelitian bahasa-bahasa Austronesia (AN), padahal telah lama diakui bahwa di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sarana berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sarana berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan sarana berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri dalam suatu masyarakat. Berbagai status sosial dan budaya dalam masyarakat sangat memengaruhi perkembangan

Lebih terperinci

II. GAMBARAN BUNYI YANG TERWARIS DALAM PROTO- AUSTRONESIA DAN BAHASA KARO

II. GAMBARAN BUNYI YANG TERWARIS DALAM PROTO- AUSTRONESIA DAN BAHASA KARO DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... LEMBAR PENGESAHAN... HALAMAN PENETAPAN UJIAN... PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa. Adapun yang dimaksud dengan

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa. Adapun yang dimaksud dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Linguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa. Adapun yang dimaksud dengan bahasa adalah alat komunikasi verbal manusia yang berwujud ujaran yang dihasilkan oleh alat

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS REPORT TEXT MELALUI MIND MAPPING PADA KELAS XI IPA 7 DI SMAN 8 DENPASAR TAHUN PELAJARAN 2014/2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS REPORT TEXT MELALUI MIND MAPPING PADA KELAS XI IPA 7 DI SMAN 8 DENPASAR TAHUN PELAJARAN 2014/2015 TESIS MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS REPORT TEXT MELALUI MIND MAPPING PADA KELAS XI IPA 7 DI SMAN 8 DENPASAR TAHUN PELAJARAN 2014/2015 ANAK AGUNG ISTRI MANIK WARMADEWI NIM 1390161065 PROGRAM MAGISTER PROGRAM

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

INTERFERENSI BAHASA INDONESIA PADA WH- QUESTIONS KARANGAN DIALOG BAHASA INGGRIS MAHASISWA SEMESTER V SASTRA INGGRIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MALANG

INTERFERENSI BAHASA INDONESIA PADA WH- QUESTIONS KARANGAN DIALOG BAHASA INGGRIS MAHASISWA SEMESTER V SASTRA INGGRIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MALANG INTERFERENSI BAHASA INDONESIA PADA WH- QUESTIONS KARANGAN DIALOG BAHASA INGGRIS MAHASISWA SEMESTER V SASTRA INGGRIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MALANG Tesis untuk memeroleh Gelar Magister pada Program Magister

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE MIND MAPPING PADA KETERAMPILAN MENULIS KARANGAN NARASI

PENERAPAN METODE MIND MAPPING PADA KETERAMPILAN MENULIS KARANGAN NARASI TESIS PENERAPAN METODE MIND MAPPING PADA KETERAMPILAN MENULIS KARANGAN NARASI I GUSTI AYU SRI KRISNAWATI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 TESIS PENERAPAN METODE MIND MAPPING PADA

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. bahwa di Wakatobi terdapat dua kelompok bahasa yaitu kelompok Wangi-Wangi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. bahwa di Wakatobi terdapat dua kelompok bahasa yaitu kelompok Wangi-Wangi 180 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kajian relasi kekerabatan bahasa-bahasa di Wakatobi memperlihatkan bahwa di Wakatobi terdapat dua kelompok bahasa yaitu kelompok Wangi-Wangi sebagai bahasa tersendiri dan

Lebih terperinci

BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN. diajukan serta fakta-fakta kebahasaan yang telah dipaparkan pada bab-bab

BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN. diajukan serta fakta-fakta kebahasaan yang telah dipaparkan pada bab-bab 8.1 Simpulan BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai dan hipotesis yang diajukan serta fakta-fakta kebahasaan yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, simpulan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dalam KBBI konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan kekerabatan tersebut selanjutnya diabstraksikan dalam bentuk silsilah.

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan kekerabatan tersebut selanjutnya diabstraksikan dalam bentuk silsilah. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedekatan hubungan dalam suatu komunitas dapat ditelusuri dengan mengamati kesamaan bahasa yang digunakan di komunitas tersebut. Bahasa, selain digunakan sebagai

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATAIF DALAM PEMETAAN BAHASA-BAHASA NUSANTARA

PEMANFAATAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATAIF DALAM PEMETAAN BAHASA-BAHASA NUSANTARA RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 1, No.2 Oktober 2015, 365-351 Available Online at http://ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/jret PEMANFAATAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATAIF DALAM PEMETAAN BAHASA-BAHASA

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pernah diteliti. Tetapi penelitian yang relevan sudah pernah ada, yakni sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pernah diteliti. Tetapi penelitian yang relevan sudah pernah ada, yakni sebagai BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Sepanjang pengetahuan peneliti permasalahan tentang Kajian Historis Komparatif pada Bahasa Banggai, Bahasa Saluan, dan Bahasa Balantak belum pernah

Lebih terperinci

SKRIPSI CAMPUR KODE DALAM BAHASA INDONESIA PADA ACARA SAMATRA ARTIS BALI DI MEDIA MASSA BALI TV NI PUTU LILIK YUDIASTARI

SKRIPSI CAMPUR KODE DALAM BAHASA INDONESIA PADA ACARA SAMATRA ARTIS BALI DI MEDIA MASSA BALI TV NI PUTU LILIK YUDIASTARI SKRIPSI CAMPUR KODE DALAM BAHASA INDONESIA PADA ACARA SAMATRA ARTIS BALI DI MEDIA MASSA BALI TV NI PUTU LILIK YUDIASTARI 1101105001 PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengutamakan peneropongan kata-kata (leksikon) secara statistik, untuk

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengutamakan peneropongan kata-kata (leksikon) secara statistik, untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu metode pengelompokan bahasa adalah leksikostatistik. Leksikostatistik merupakan suatu teknik dalam pengelompokan bahasa yang lebih cenderung mengutamakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penelitian dalam bidang struktur atau kaidah bahasa-bahasa di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Penelitian dalam bidang struktur atau kaidah bahasa-bahasa di Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian dalam bidang struktur atau kaidah bahasa-bahasa di Indonesia sudah banyak dilakukan. Namun tidak demikian penelitian mengenai ragamragam bahasa dan dialek.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Kajian pustaka menguraikan penelitian-penelitian yang dijadikan acuan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Kajian pustaka menguraikan penelitian-penelitian yang dijadikan acuan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka menguraikan penelitian-penelitian yang dijadikan acuan dalam menyusun landasan atau kerangka teori. Kajian pustaka berfungsi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. masih hidup dan dipakai masyarakat penuturnya untuk pembuktian hubungan

BAB III METODE PENELITIAN. masih hidup dan dipakai masyarakat penuturnya untuk pembuktian hubungan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini diawali dengan pendeskripsian data kebahasaan aktual yang masih hidup dan dipakai masyarakat penuturnya untuk pembuktian hubungan bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi dan kedudukan bahasa daerah sangat penting karena tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi dan kedudukan bahasa daerah sangat penting karena tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fungsi dan kedudukan bahasa daerah sangat penting karena tidak dapat dipisahkan dari pengembangan bahasa nasional. Salah satu upaya untuk mengembangkan bahasa

Lebih terperinci

WAKTU PISAH DAN POHON KEKERABATAN BAHASA SUWAWA GORONTALO TOLAKI WOLIO. Oleh: Anindiah Suwastikaningrum NIM

WAKTU PISAH DAN POHON KEKERABATAN BAHASA SUWAWA GORONTALO TOLAKI WOLIO. Oleh: Anindiah Suwastikaningrum NIM WAKTU PISAH DAN POHON KEKERABATAN BAHASA SUWAWA GORONTALO TOLAKI WOLIO Oleh: Anindiah Suwastikaningrum NIM 13010113130065 Program Studi S-1 Bahasa dan Sastra Indonesia UNDIP INTISARI Waktu pisah dan kean

Lebih terperinci

PERNYATAAN EMOSI BERBAHASA INDONESIA SISWA SMP DHARMA WIWEKA DENPASAR: KAJIAN PSIKOLINGUISTIK

PERNYATAAN EMOSI BERBAHASA INDONESIA SISWA SMP DHARMA WIWEKA DENPASAR: KAJIAN PSIKOLINGUISTIK 1 PERNYATAAN EMOSI BERBAHASA INDONESIA SISWA SMP DHARMA WIWEKA DENPASAR: KAJIAN PSIKOLINGUISTIK MARIA IMACULADA Dc. S 1001105019 PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA UNIVERSITAS UDAYANA

Lebih terperinci

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Linguistik, Program Pascasarjana, Universitas Udayana

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Linguistik, Program Pascasarjana, Universitas Udayana TESIS KEMAMPUAN MENGGUNAKAN PENANDA KOHESI DALAM TEKS DESKRIPTIF BERBAHASA INGGRIS MELALUI PENERAPAN STRATEGI TELL AND SHOW PADA KELAS VIII DI SMPGERI 1 DENPASAR I MADE YOGI MARANTIKA NIM 1390161022 PROGRAM

Lebih terperinci

DAMPAK KEGIATAN PERTANIAN TERHADAP TINGKAT EUTROFIKASI DAN JENIS JENIS FITOPLANKTON DI DANAU BUYAN KABUPATEN BULELENG PROVINSI BALI

DAMPAK KEGIATAN PERTANIAN TERHADAP TINGKAT EUTROFIKASI DAN JENIS JENIS FITOPLANKTON DI DANAU BUYAN KABUPATEN BULELENG PROVINSI BALI TESIS DAMPAK KEGIATAN PERTANIAN TERHADAP TINGKAT EUTROFIKASI DAN JENIS JENIS FITOPLANKTON DI DANAU BUYAN KABUPATEN BULELENG PROVINSI BALI NI PUTU VIVIN NOPIANTARI NIM. 1191261003 PROGRAM MAGISTER PROGRAM

Lebih terperinci

KAJIAN LEKSIKOSTATISTIK BAHASA MUNA, BAHASA CIA-CIA DAN BAHASA WOLIO DI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN LEKSIKOSTATISTIK BAHASA MUNA, BAHASA CIA-CIA DAN BAHASA WOLIO DI SULAWESI TENGGARA 1 KAJIAN LEKSIKOSTATISTIK BAHASA MUNA, BAHASA CIA-CIA DAN BAHASA WOLIO DI SULAWESI TENGGARA Oleh La Ode Rely (Ketua) Fatmah AR. Umar (Anggota 1) Salam (Anggota 2) Universitas Negeri Gorontalo Program Studi

Lebih terperinci

ANIS SILVIA

ANIS SILVIA ANIS SILVIA 1402408133 4. TATANAN LINGUISTIK (1) : FONOLOGI Kalau kita nmendengar orang berbicara, entah berpidato atau bercakap-cakap, maka akan kita dengar runtutan bunyi bahasa yang terus menerus, kadang-kadang

Lebih terperinci

NUMERALIA BAHASA JAWA KUNO OLEH DEWA AYU CARMA MIRADAYANTI NIM

NUMERALIA BAHASA JAWA KUNO OLEH DEWA AYU CARMA MIRADAYANTI NIM NUMERALIA BAHASA JAWA KUNO OLEH DEWA AYU CARMA MIRADAYANTI NIM 0901225006 PROGRAM STUDI SASTRA JAWA KUNO FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS UDAYANA 2013 i Halaman Prasyarat Gelar Sarjana NUMERALIA BAHASA JAWA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. amatlah perlu mengkaji keberadaan bahasa itu sendiri. Demikian pula bahasa yang

BAB I PENDAHULUAN. amatlah perlu mengkaji keberadaan bahasa itu sendiri. Demikian pula bahasa yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi dalam kehidupan manusia, maka amatlah perlu mengkaji keberadaan bahasa itu sendiri. Demikian pula bahasa yang perlu dikaji

Lebih terperinci

TESIS PENINGKATAN KEMAMPUAN PELAFALAN BAHASA JEPANG (HATSUON)

TESIS PENINGKATAN KEMAMPUAN PELAFALAN BAHASA JEPANG (HATSUON) TESIS PENINGKATAN KEMAMPUAN PELAFALAN BAHASA JEPANG (HATSUON) PADA PESERTA DIDIK KELAS XI AP SMK PGRI 1 BADUNG MELALUI METODE BERMAIN PERAN TAHUN PELAJARAN 2014/ 2015 I GUSTI AYU NIKEN LAUNINGTIA NIM 1390161011

Lebih terperinci

PELAFALAN BAHASA INGGRIS: STRATEGI PEMBELAJARAN MATERI FRONT OFFICE MELALUI KARTU TEMATIK BAGI MAHASISWA MANAJEMEN PERHOTELAN UNIVERSITAS DHYANA PURA

PELAFALAN BAHASA INGGRIS: STRATEGI PEMBELAJARAN MATERI FRONT OFFICE MELALUI KARTU TEMATIK BAGI MAHASISWA MANAJEMEN PERHOTELAN UNIVERSITAS DHYANA PURA TESIS PELAFALAN BAHASA INGGRIS: STRATEGI PEMBELAJARAN MATERI FRONT OFFICE MELALUI KARTU TEMATIK BAGI MAHASISWA MANAJEMEN PERHOTELAN UNIVERSITAS DHYANA PURA MADE SUARDIKA JAYA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

WACANA KECANTIKAN DALAM TEKS INDRANI SASTRA

WACANA KECANTIKAN DALAM TEKS INDRANI SASTRA WACANA KECANTIKAN DALAM TEKS INDRANI SASTRA Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Linguistik-Wacana Sastra, Program Pascasarjana Universitas Udayana PUTU WIDHI KURNIAWAN

Lebih terperinci

Tesis untuk memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Akuntansi, Program Pascasarjana Universitas Udayana

Tesis untuk memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Akuntansi, Program Pascasarjana Universitas Udayana 1 TESIS PENGARUH PENGALAMAN, ORIENTASI ETIKA, KOMITMEN DAN BUDAYA ETIS ORGANISASI PADA SENSITIVITAS ETIKA AUDITOR BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN PERWAKILAN PROVINSI BALI PUTU PURNAMA DEWI PROGRAM

Lebih terperinci

PENGENALAN AKSARA BALI MENGGUNAKAN METODE ZONING DAN KNN

PENGENALAN AKSARA BALI MENGGUNAKAN METODE ZONING DAN KNN TESIS PENGENALAN AKSARA BALI MENGGUNAKAN METODE ZONING DAN KNN I WAYAN AGUS SURYA DARMA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 TESIS PENGENALAN AKSARA BALI MENGGUNAKAN METODE ZONING DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Pantar merupakan sebuah pulau yang terletak di Kabupaten Alor

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Pantar merupakan sebuah pulau yang terletak di Kabupaten Alor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Pantar merupakan sebuah pulau yang terletak di Kabupaten Alor Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pulau ini merupakan pulau terbesar kedua setelah Pulau Alor. Pulau

Lebih terperinci

Rendi Rismanto* ABSTRAK

Rendi Rismanto* ABSTRAK Kekerabatan Kosakata Bahasa Sunda dengan Bahasa Melayu Betawi di Kota Tangerang Selatan: Kajian Linguistik Historis Komparatif Oleh Rendi Rismanto* 180110080010 ABSTRAK Skripsi ini berjudul Kekerabatan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini. 2.1.1 Dialek Dialek berasal dari bahasa Yunani yaitu dialektos. Dialektologi merupakan

Lebih terperinci

BAHASA JAWA DI KABUPATEN PURBALINGGA (KAJIAN GEOGRAFI DIALEK)

BAHASA JAWA DI KABUPATEN PURBALINGGA (KAJIAN GEOGRAFI DIALEK) BAHASA JAWA DI KABUPATEN PURBALINGGA (KAJIAN GEOGRAFI DIALEK) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri

BAB I PENDAHULUAN. kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa sebagai sistem lambang bunyi yang arbriter yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri (Kridalaksana,1983).

Lebih terperinci

SILABUS. 1. Identitas Mata Kuliah. Nama mata kuliah : Linguistik Komparatif Kode Mata Kuliah : IN419

SILABUS. 1. Identitas Mata Kuliah. Nama mata kuliah : Linguistik Komparatif Kode Mata Kuliah : IN419 SILABUS 1. Identitas Mata Kuliah Nama mata kuliah : Linguistik Komparatif Kode Mata Kuliah : IN419 Bobot SKS : 4 SKS Semester/Jenjang : 6/S1 Kelompok Mata Kuliah : MKKA Program Studi : Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci

KINERJA DAN STRATEGI PENGELOLAAN LIMBAH HOTEL BERBINTANG DI KAWASAN PARIWISATA UBUD BALI

KINERJA DAN STRATEGI PENGELOLAAN LIMBAH HOTEL BERBINTANG DI KAWASAN PARIWISATA UBUD BALI KINERJA DAN STRATEGI PENGELOLAAN LIMBAH HOTEL BERBINTANG DI KAWASAN PARIWISATA UBUD BALI Tesis untuk memperoleh gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana

Lebih terperinci

KORESPONDENSI FONEMIS BAHASA SASAK, BAHASA OGAN, BAHASA MINANGKABAU, DAN BAHASA SUMBAWA

KORESPONDENSI FONEMIS BAHASA SASAK, BAHASA OGAN, BAHASA MINANGKABAU, DAN BAHASA SUMBAWA KORESPONDENSI FONEMIS BAHASA SASAK, BAHASA OGAN, BAHASA MINANGKABAU, DAN BAHASA SUMBAWA Arifa Rachmi Putri Undip Semarang, Jawa Tengah, Indonesia Email: arifaputri10@gmail.com ABSTRACT Putri, Arifa Rachmi.

Lebih terperinci

PENGARUH IKLIM ORGANISASI, KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL, DAN SELF EFFICACY

PENGARUH IKLIM ORGANISASI, KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL, DAN SELF EFFICACY PENGARUH IKLIM ORGANISASI, KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL, DAN SELF EFFICACY TERHADAP PERILAKU KERJA INOVATIF PADA KARYAWAN PT. SERASI AUTORAYA CABANG DENPASAR SKRIPSI Oleh : DEWA NYOMAN REZA ADITYA NIM

Lebih terperinci

PEMERTAHANAN BAHASA BALI DALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL DI KOTA DENPASAR

PEMERTAHANAN BAHASA BALI DALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL DI KOTA DENPASAR TESIS PEMERTAHANAN BAHASA BALI DALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL DI KOTA DENPASAR NI MADE MERTI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2010 TESIS PEMERTAHANAN BAHASA BALI DALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR STUDI ANALISIS PROSEDUR PERENCANAAN AUDIT LAPORAN KEUANGAN PADA KANTOR AKUNTAN PUBLIK I WAYAN RAMANTHA

TUGAS AKHIR STUDI ANALISIS PROSEDUR PERENCANAAN AUDIT LAPORAN KEUANGAN PADA KANTOR AKUNTAN PUBLIK I WAYAN RAMANTHA TUGAS AKHIR STUDI ANALISIS PROSEDUR PERENCANAAN AUDIT LAPORAN KEUANGAN PADA KANTOR AKUNTAN PUBLIK I WAYAN RAMANTHA Oleh : NI KOMANG SETHIARI NIM : 1206013029 PROGRAM STUDI DIPLOMA III AKUNTANSI FAKULTAS

Lebih terperinci

Pendahuluan. 4-Nov-16 Adi Yasran, UPM

Pendahuluan. 4-Nov-16 Adi Yasran, UPM Nota Kuliah BBM3202 Pendahuluan Fitur Distingtif (ciri pembeza) ialah unit terkecil nahu yang membezakan makna. Cth: Pasangan minimal [pagi] dan [bagi] yang dibezakan maknanya pada fitur tak bersuara [p]

Lebih terperinci

LUH MIRA AMBARASARI SAKA

LUH MIRA AMBARASARI SAKA TESIS TINGKAT KEPUASAN MASYARAKAT DALAM PENGURUSAN PERIZINAN SIUP AGRIBISNIS DI BADAN PELAYANAN PERIJINAN TERPADU SATU PINTU DAN PENANAMAN MODAL KOTA DENPASAR LUH MIRA AMBARASARI SAKA NIM. 1291161015 PROGRAM

Lebih terperinci

KEKUATAN HUKUM AKTA NOTARIS BERKENAAN DENGAN PENANDATANGANAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (RUPS) PERSEROAN TERBATAS MELALUI MEDIA TELEKONFERENSI

KEKUATAN HUKUM AKTA NOTARIS BERKENAAN DENGAN PENANDATANGANAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (RUPS) PERSEROAN TERBATAS MELALUI MEDIA TELEKONFERENSI TESIS KEKUATAN HUKUM AKTA NOTARIS BERKENAAN DENGAN PENANDATANGANAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (RUPS) PERSEROAN TERBATAS MELALUI MEDIA TELEKONFERENSI KOMANG FEBRINAYANTI DANTES 1292461007 PROGRAM MAGISTER

Lebih terperinci

BAB 1 WACANA FONOLOGI SECARA UMUM

BAB 1 WACANA FONOLOGI SECARA UMUM BAB 1 WACANA FONOLOGI SECARA UMUM A. PENGANTAR Fonologi adalah ilmu yang mempelajari bunyi bahasa. Fonologi secara Etimologi berasal dari kata fon, yang artinya bunyi dan logi yang berarti ilmu. Fonologi

Lebih terperinci

PENGARUH KECERDASAN INTELEKTUAL, EMOSIONAL DAN SPIRITUAL TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA HOTEL CATTLEYA SUITE BALI

PENGARUH KECERDASAN INTELEKTUAL, EMOSIONAL DAN SPIRITUAL TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA HOTEL CATTLEYA SUITE BALI PENGARUH KECERDASAN INTELEKTUAL, EMOSIONAL DAN SPIRITUAL TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA HOTEL CATTLEYA SUITE BALI Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Kajian Pariwisata,

Lebih terperinci

KUALITAS PELAYANAN DAN TINGKAT KEPUASAN ANGGOTA KOPERASI UNIT DESA SURABERATA KECAMATAN SELEMADEG BARAT

KUALITAS PELAYANAN DAN TINGKAT KEPUASAN ANGGOTA KOPERASI UNIT DESA SURABERATA KECAMATAN SELEMADEG BARAT TESIS KUALITAS PELAYANAN DAN TINGKAT KEPUASAN ANGGOTA KOPERASI UNIT DESA SURABERATA KECAMATAN SELEMADEG BARAT NI WAYAN ELIYAWATI PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 TESIS KUALITAS PELAYANAN

Lebih terperinci

Nama : Hari Agus Prasetyo NIM : Tataran Linguistik (1) : fonologi

Nama : Hari Agus Prasetyo NIM : Tataran Linguistik (1) : fonologi Nama : Hari Agus Prasetyo NIM : 1402408261 4. Tataran Linguistik (1) : fonologi Ketika kita mendengar orang berbicara, tentang berpidato atau bercakapcakap, maka kita akan runtunan bunyi bahasa yang berubah-ubah.

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MENULIS RECOUNT TEXT MELALUI METODE PEMBELAJARAN PPP (PRESENTATION, PRACTICE, AND PRODUCTION) SISWA KELAS VIII SMP PGRI 4 DENPASAR

KEMAMPUAN MENULIS RECOUNT TEXT MELALUI METODE PEMBELAJARAN PPP (PRESENTATION, PRACTICE, AND PRODUCTION) SISWA KELAS VIII SMP PGRI 4 DENPASAR TESIS KEMAMPUAN MENULIS RECOUNT TEXT MELALUI METODE PEMBELAJARAN PPP (PRESENTATION, PRACTICE, AND PRODUCTION) SISWA KELAS VIII SMP PGRI 4 DENPASAR I KETUT OKA RIBAWA NIM 1390161015 PROGRAM MAGISTER PROGRAM

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 BEBERAPA PERUBAHAN BUNYI VOKAL PROTO AUSTRONESIA DALAM BAHASA MANDAILING DAN TOBA (SUATU KAJIAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARARIF) TESIS OLEH ERLIANA SIREGAR 087009007/LNG SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN TERDAHULU. Konsep berkaitan dengan definisi-definisi atau pengertian-pengertian yang

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN TERDAHULU. Konsep berkaitan dengan definisi-definisi atau pengertian-pengertian yang BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN TERDAHULU 2.1 Konsep Konsep berkaitan dengan definisi-definisi atau pengertian-pengertian yang menyangkut objek, proses, yang berkaitan dengan penelitian. Dalam

Lebih terperinci

RELASI KEKERABATAN GENETIS KUANTITATIF ISOLEK-ISOLEK SUMBA DI NTT: Sebuah Kajian Linguistik Historis Komparatif

RELASI KEKERABATAN GENETIS KUANTITATIF ISOLEK-ISOLEK SUMBA DI NTT: Sebuah Kajian Linguistik Historis Komparatif RELASI KEKERABATAN GENETIS KUANTITATIF ISOLEK-ISOLEK SUMBA DI NTT: Sebuah Kajian Linguistik Historis Komparatif Oleh I Gede Budasi FBS Undiksha-Singaraja Abstrak Makalah ini bertujuan: (1) mendeskripsikan

Lebih terperinci

Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 28 DESEMBER 2016 NIP NIP

Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 28 DESEMBER 2016 NIP NIP Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 28 DESEMBER 2016 Pembimbing I, Pembimbing II, Dr. I Dewa Nyoman Badera, SE, MSi. Dr.A.A.N.B. Dwirandra, SE, MSi., Ak. NIP. 19641225199303 1 003

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya, merupakan sebuah sistem yang saling terkait satu sama lain. Manusia dalam menjalani kehidupannya

Lebih terperinci

REKONSTRUKSI PROTODIALEK BERDASARKAN EVIDENSI BAHASA JAWA DI BANYUWANGI, TENGGER, BLITAR, DAN GRESIK

REKONSTRUKSI PROTODIALEK BERDASARKAN EVIDENSI BAHASA JAWA DI BANYUWANGI, TENGGER, BLITAR, DAN GRESIK REKONSTRUKSI PROTODIALEK BERDASARKAN EVIDENSI BAHASA JAWA DI BANYUWANGI, TENGGER, BLITAR, DAN GRESIK SKRIPSI Oleh Ratna Wulandari NIM 060110201093 JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS JEMBER

Lebih terperinci

STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADUAN ALUMINIUM AA5154 UNTUK APLIKASI TEKNOLOGI SEMI SOLID CASTING

STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADUAN ALUMINIUM AA5154 UNTUK APLIKASI TEKNOLOGI SEMI SOLID CASTING STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADUAN ALUMINIUM AA5154 UNTUK APLIKASI TEKNOLOGI SEMI SOLID CASTING Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Teknik Mesin Program Pasca

Lebih terperinci

MANAJEMEN RISIKO DALAM PROSES ESTIMASI BIAYA PADA PROYEK KONSTRUKSI GEDUNG BERTINGKAT DI KOTA DENPASAR

MANAJEMEN RISIKO DALAM PROSES ESTIMASI BIAYA PADA PROYEK KONSTRUKSI GEDUNG BERTINGKAT DI KOTA DENPASAR TESIS MANAJEMEN RISIKO DALAM PROSES ESTIMASI BIAYA PADA PROYEK KONSTRUKSI GEDUNG BERTINGKAT DI KOTA DENPASAR IDA AYU PRANITI TRESNA PUTRI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 TESIS MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Melayik, termasuk Kerinci dan Iban. Selain bahasa-bahasa tersebut, bahasa

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Melayik, termasuk Kerinci dan Iban. Selain bahasa-bahasa tersebut, bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Minangkabau merupakan bahasa yang masuk ke dalam kelompok bahasa Melayik, termasuk Kerinci dan Iban. Selain bahasa-bahasa tersebut, bahasa Melayu Standar, Serawai,

Lebih terperinci

FONOLOGI BAHASA KANAUMANA KOLANA

FONOLOGI BAHASA KANAUMANA KOLANA RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 3, No. 1 April 2017, 145-158 Available Online at http://ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/jret FONOLOGI BAHASA KANAUMANA KOLANA Lodia Amelia Banik Universitas Warmadewa

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. dirumuskan tersebut berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan. Variabel

BAB VI PENUTUP. dirumuskan tersebut berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan. Variabel BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan Dengan maksud merangkum seluruh uraian yang terdapat pada bagian pembahasan, pada bagian ini dirumuskan berbagai simpulan. Simpulan yang dirumuskan tersebut berdasarkan rumusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem penulisan tidak dapat menggambarkan bunyi yang diucapkan oleh manusia

BAB I PENDAHULUAN. sistem penulisan tidak dapat menggambarkan bunyi yang diucapkan oleh manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbahasa merupakan pengalaman universal yang dimiliki oleh manusia. Bahasa adalah sistem bunyi ujar. Bunyi bahasa yang tidak sesuai diucapkan oleh seorang pengguna

Lebih terperinci

PENGARUH SIKAP DAN PENGALAMAN MENGELUH TERHADAP PERILAKU KELUHAN PELANGGAN PDAM KOTA DENPASAR SKRIPSI

PENGARUH SIKAP DAN PENGALAMAN MENGELUH TERHADAP PERILAKU KELUHAN PELANGGAN PDAM KOTA DENPASAR SKRIPSI PENGARUH SIKAP DAN PENGALAMAN MENGELUH TERHADAP PERILAKU KELUHAN PELANGGAN PDAM KOTA DENPASAR SKRIPSI Oleh : IDA BAGUS GEDE DHANA ISWARA NIM : 1206205123 FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA

Lebih terperinci

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 UJIAN TESIS

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 UJIAN TESIS TESIS ADEKUASI HEMODIALISIS MERUPAKAN FAKTOR PENENTU TIPE MALNUTRISI PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL TAHAP AKHIR YANG MENJALANI HEMODIALISIS REGULER DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016 I GEDE GUPITA DHARMA PROGRAM

Lebih terperinci

2/27/2017. Kemunculan AK; Kuliah 1 Sejarah Perkembangan, Konsep dan Teori Analisis Bezaan

2/27/2017. Kemunculan AK; Kuliah 1 Sejarah Perkembangan, Konsep dan Teori Analisis Bezaan Kuliah 1 Sejarah Perkembangan, Konsep dan Teori Analisis Bezaan Prof.Madya Dr. Zaitul Azma Binti Zainon Hamzah Jabatan Bahasa Melayu Fakulti Bahasa Moden dan Komunikasi Universiti Putra Malaysia 43400

Lebih terperinci

1. Menjelaskan Alat Ucap Manusia Dalam Proses Pembentukan Bunyi a. Komponen subglotal b. Komponen laring c. Komponen supraglotal

1. Menjelaskan Alat Ucap Manusia Dalam Proses Pembentukan Bunyi a. Komponen subglotal b. Komponen laring c. Komponen supraglotal 1. Menjelaskan Alat Ucap Manusia Dalam Proses Pembentukan Bunyi Alat ucap dan alat bicara yang dibicarakan dalam proses memproduksi bunyi bahasa dapat dibagi atas tiga komponen, yaitu : a. Komponen subglotal

Lebih terperinci

PENGARUH ADVERSE SELECTION DAN NEGATIVE FRAMING PADA KECENDERUNGAN ESKALASI KOMITMEN

PENGARUH ADVERSE SELECTION DAN NEGATIVE FRAMING PADA KECENDERUNGAN ESKALASI KOMITMEN TESIS PENGARUH ADVERSE SELECTION DAN NEGATIVE FRAMING PADA KECENDERUNGAN ESKALASI KOMITMEN NI KADEK ARI PUSPA SARI NIM 1191662009 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 TESIS PENGARUH ADVERSE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa yang beragam pula. Walaupun telah ada bahasa Indonesia sebagai bahasa

BAB I PENDAHULUAN. bahasa yang beragam pula. Walaupun telah ada bahasa Indonesia sebagai bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia terdiri atas suku bangsa yang beragam dan memiliki bahasa yang beragam pula. Walaupun telah ada bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, bahasa daerah

Lebih terperinci

SKRIPSI ANALISIS POLA KALIMAT DALAM TULISAN MAHASISWA BIPA FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA, UNIVERSITAS UDAYANA REVINA INELDA NIVIRAWATI

SKRIPSI ANALISIS POLA KALIMAT DALAM TULISAN MAHASISWA BIPA FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA, UNIVERSITAS UDAYANA REVINA INELDA NIVIRAWATI SKRIPSI ANALISIS POLA KALIMAT DALAM TULISAN MAHASISWA BIPA FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA, UNIVERSITAS UDAYANA REVINA INELDA NIVIRAWATI 1101105010 PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA

Lebih terperinci

Volume 3 Nomor 1 Februari 2017 ~ ISSN JURNAL TUTUR Cakrawala Kajian Bahasa-Bahasa Nusantara

Volume 3 Nomor 1 Februari 2017 ~ ISSN JURNAL TUTUR Cakrawala Kajian Bahasa-Bahasa Nusantara Volume 3 Nomor 1 Februari 2017 ~ ISSN 2442-3475 JURNAL TUTUR Cakrawala Kajian Bahasa-Bahasa Nusantara Asosiasi Peneliti Bahasa-Bahasa Lokal (APBL) Alamat: Jalan Nias No. 13 Denpasar; Email: apblpusat@gmail.com

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG DAN MELALUI SISTEM PERWAKILAN

PERBANDINGAN PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG DAN MELALUI SISTEM PERWAKILAN TESIS PERBANDINGAN PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG DAN MELALUI SISTEM PERWAKILAN I NYOMAN RUTHA ADY NIM. 0790561062 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU HUKUM PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

Lebih terperinci

Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 13 DESEMBER 2016

Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 13 DESEMBER 2016 Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 13 DESEMBER 2016 PEMBIMBING I, PEMBIMBING II, Prof. Dr. dr. I Gde Raka Widiana, Sp.PD-KGH DR. dr. I Wayan Sudhana, Sp.PD-KGH NIP. 195607071982111001

Lebih terperinci

MORALITAS INDIVIDU, MANAJEMEN LABA, SALAH SAJI, PENGUNGKAPAN, BIAYA DAN MANFAAT, SERTA TANGGUNG JAWAB DALAM ETIKA PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN

MORALITAS INDIVIDU, MANAJEMEN LABA, SALAH SAJI, PENGUNGKAPAN, BIAYA DAN MANFAAT, SERTA TANGGUNG JAWAB DALAM ETIKA PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN TESIS MORALITAS INDIVIDU, MANAJEMEN LABA, SALAH SAJI, PENGUNGKAPAN, BIAYA DAN MANFAAT, SERTA TANGGUNG JAWAB DALAM ETIKA PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN \ INGRID SARASWATI BAYUSENA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MENENTUKAN KINERJA KARYAWAN PADA PT. BANK PEMBANGUNAN DAERAH BALI KANTOR PUSAT DENPASAR

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MENENTUKAN KINERJA KARYAWAN PADA PT. BANK PEMBANGUNAN DAERAH BALI KANTOR PUSAT DENPASAR ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MENENTUKAN KINERJA KARYAWAN PADA PT. BANK PEMBANGUNAN DAERAH BALI KANTOR PUSAT DENPASAR Oleh : I KADEK YOGI ISWARA NIM : 0715251188 PROGRAM EKSTENSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Klasifikasi Bahasa (Abdul Chaer) Klasifikasi Genetis Klasifikasi Tipologis Klasifikasi Areal Klasifikasi Sosiolinguistik.

Klasifikasi Bahasa (Abdul Chaer) Klasifikasi Genetis Klasifikasi Tipologis Klasifikasi Areal Klasifikasi Sosiolinguistik. Klasifikasi (Abdul Chaer) Tipologi Klasifikasi Genetis Klasifikasi Tipologis Klasifikasi Areal Klasifikasi Sosiolinguistik Klasifikasi Genetis Klasifikasi Tipologis Bentuk Garis keturunan proto Induk bahasa

Lebih terperinci

ANALISIS JUMLAH, BIAYA DAN FAKTOR PENENTU TERJADINYA SISA MAKANAN PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR

ANALISIS JUMLAH, BIAYA DAN FAKTOR PENENTU TERJADINYA SISA MAKANAN PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR TESIS ANALISIS JUMLAH, BIAYA DAN FAKTOR PENENTU TERJADINYA SISA MAKANAN PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR NI LUH PARTIWI WIRASAMADI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

Lebih terperinci