BAB I PENDAHULUAN. Hubungan kekerabatan tersebut selanjutnya diabstraksikan dalam bentuk silsilah.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Hubungan kekerabatan tersebut selanjutnya diabstraksikan dalam bentuk silsilah."

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedekatan hubungan dalam suatu komunitas dapat ditelusuri dengan mengamati kesamaan bahasa yang digunakan di komunitas tersebut. Bahasa, selain digunakan sebagai alat komunikasi dalam suatu kelompok masyarakat, juga dapat dijadikan sebagai alat untuk mengukur tingkat kedekatan hubungan antar komunitas pengguna bahasa yang berbeda. Hubungan kedekatan komunitas dalam suatu kelompok masyarakat dapat dikaji dalam suatu disiplin ilmu yang disebut linguistik historis komparatif. Linguistik historis komparatif mempelajari bahasa dan perubahannya dalam kurun waktu tertentu. Selain itu, linguistik historis komparatif juga digunakan untuk mengkaji hubungan kekerabatan antara dua bahasa atau lebih. Hubungan kekerabatan tersebut selanjutnya diabstraksikan dalam bentuk silsilah. Di balik hubungan itu tersirat fakta-fakta kebahasaan yang dapat dijadikan dasar penentuan dan pembuktian hubungan kekerabatan. Penentuan kekerabatan suatu bahasa tidak terlepas dari sejarah perkembangan bahasa itu. Proses kesejarahan berkaitan dengan perubahan dan penerusan unsur (statis) dan struktur bahasa (Bynon, 1978:1-2; Jakobson, 1976:19). Proses penentuan dan perubahan unsur suatu bahasa harus dikaitkan dengan bahasa asalnya dalam hal ini Proto Austronesia (PAN) Bahasa-bahasa yang ada di pulau Sulawesi merupakan bahasa yang tergolong dalam rumpun bahasa Austronesia. Blust (1977, 1978) dalam Pellba 8 1

2 2 (1995: ) menyebutkan bahwa kelompok Melayu Polynesia yang merupakan turunan dari bahasa Austronesia terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok Melayu Polinesia Barat dan kelompok Melayu Polynesia Tengah/Timur. Kelompok Melayu Polynesia Barat menurunkan bahasa di Philipina, Malaysia, Vietnam, Malagasi, Indonesia bagian barat (Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Lombok, Sumbawa bagian barat). Sedangkan Indonesia bagian Tengah/Timur menurunkan bahasa-bahasa di Bima (pulau Sumbawa bagian timur), bahasa-bahasa di pulau Sumba, Flores, Timor, Maluku Tengah dan Selatan. Isolek Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko yang selanjutnya disingkat Wakatobi merupakan isolek yang tergolong dalam sub rumpun bahasa di Sulawesi yang merupakan turunan dari bahasa Austronesia. Pernyataan ini diperkuat oleh pemetaan bahasa yang dilakukan Esser (1938) dalam Hanan, (2010:6-7) yang membagi bahasa di Sulawesi menjadi tujuh kelompok, salah satunya adalah kelompok Muna-Buton yang anggotanya terdiri dari Muna-Buton, Buton Selatan, Wolio, Layolo, dan Wakatobi. Bahasa Wakatobi sebagai bahasa yang berada dalam sub rumpun Muna-Buton dituturkan di empat pulau yaitu pulau Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko. Bahasa Wakatobi oleh masyarakat luas dikenal dengan istilah bahasa Pulo atau bahasa Kepulauan Tukang Besi. Pengelompokkan bahasa di Pulau Sulawesi khususnya Sulawesi Tenggara pernah juga dilakukan oleh Mafarad (2001) yang mengelompokkan bahasa di Sulawesi Tenggara terdiri dari dua kelompok. Kelompok pertama yaitu

3 3 Bungku-Tolaki yang beranggotakan bahasa Wawonii, Kulisusu, Moronene, dan Tolaki. Kelompok kedua yaitu Muna-Buton yang beranggotakan Busoa, Kambowa, Muna, Wolio, Cia-Cia, dan Wakatobi. Bahasa-bahasa yang ada di kedua kelompok tersebut banyak memperlihatkan adanya kemiripan-kemiripan sehingga bisa dikategorikan sebagai bahasa yang berkerabat. Salah satu bukti kekerabatan bahasa yang ada pada kedua kelompok tersebut dapat dilihat berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Taembo, (2013) bahwa berdasarkan hasil perhitungan leksikostatistik hubungan kekerabatan bahasa Muna-Wakatobi menunjukkan persentase kekognatan 44,44%. Hasil perhitungan tersebut mengindikasikan bahwa kedua bahasa tersebut berada pada kategori subkeluarga bahasa atau perbedaan bahasa dengan relasi kekerabatan bahasa yang cukup erat. Relasi kekerabatan pada kelompok Muna-Buton juga dapat dilihat pada hubungan antara isolek-isolek di Wakatobi. Berdasarkan hasil survei awal, ditemukan bahwa isolek-isolek di Wakatobi memiliki hubungan kekerabatan yang erat yaitu hubungan pada tataran bahasa dan hubungan pada tataran dialek. Hubungan pada tataran bahasa terdapat pada hubungan antara Wanci-Kaledupa, Wanci-Tomia, dan Wanci-Binongko. Sedangkan hubungan pada tataran dialek terdapat pada hubungan antara Kaledupa-Tomia, Kaledupa-Binongko, dan Tomia- Binongko. Dengan demikian, bahasa di Wakatobi terdiri dari dua kelompok yaitu Wangi-Wangi sebagai bahasa tersendiri dan kelompok Kaledupa, Tomia, Binongko sebagai kelompok yang berasal dari satu bahasa. Berikut ini adalah sebagian contoh data yang memperlihatkan adanya hubungan kedekatan isolek-

4 4 isolek di Wakatobi, dimana data tersebut memperlihatkan adanya sejumlah kemiripan, serta variasi fonologis dan leksikal. Tabel 1 Daftar contoh leksikal No Glos Wanci Kaledupa Tomia Binongko 1 bulu wulu hulu hulu wulu 2 leher wu?u hu?u hu?u wuɂu 3 langit laƞe laƞi laƞi laƞi 4 sayap kape kapi kapi kapi 5 gigi kone koni koni koni 6 bintang wetuɂo wituɂo wituɂo wituɂo 7 awan lonu lono lono lono 8 tebal kubo kobo kobo kobo 9 duduk kedeɂ kede kede kede 10 berdiri tadeɂ tade tade tade 11 kanan moana moana moana moana 12 kaki ae ae ae ae 13 tangan lima lima lima lima 14 benar ko e ko e ko e ko e Data di atas memperlihatkan kemiripan bentuk fonologi dan leksikal pada isolak Wakatobi. Misalnya pada glos bulu dan leher, ditemukan korespondensi bunyi w: h: h: w atau konsonan nasal /w/ pada isolek Wangi- Wangi dan Binongko berkorespondensi dengan konsonan /h/ pada isolek Kaledupa dan Tomia. Demikian pula pada glos sayap, bintang, langit dan gigi memperlihatkan korespondensi bunyi e : i : i : i, atau vokal /e/ pada isolek Wangi-Wangi berkorespondensi dengan vokal /i/ pada isolek Kaledupa, Tomia, Binongko. Sedangkan pada glos awan, dan tebal juga terjadi korespondensi

5 5 vokal /u/ pada isolek Wangi-Wangi menjadi /o/ pada isolek Kaledupa, Tomia, dan Binongko. Selain korespondensi bunyi, persamaan bentuk secara leksikal dan makna juga diperlihatkan oleh keempat isolek tersebut yaitu pada glos tangan, kanan, benar, dan kaki. Penelitian tentang relasi kekerabatan isolek Wangi-Wangi, Kaledupa Tomia Binongko sudah pernah dilakukan oleh Pusat Bahasa, dan SIL namun dalam penelitian tersebut memperlihatkan adanya kesimpangsiuran karena terjadi perbedaan pandangan antara Pusat Bahasa dan SIL. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengkajian ulang lebih mendalam untuk menetapkan hubungan kekerabatan antara keempat isolek tersebut. Penelitian kekerabatan isolek-isolek Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko dilatarbelakangi oleh beberapa hal yaitu sebagai berikut: a) Penelitian terhadap bahasa-bahasa di Sulawesi khususnya pada kelompok Muna Buton belum banyak diteliti. b) Hasil penelitian Berg (1988) dalam Dardjowidjojo (1995:157) menunjukkan bahwa situasi linguistik di Sulawesi khususnya pada kelompok Muna Buton tidak begitu jelas. Keanggotaan kelompok bahasa di daerah tersebut lebih sukar ditentukan sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang bahasa-bahasa yang berada pada kelompok Muna Buton. c) Penelitian tentang isolek-isolek Wakatobi diilhami dari perbedaan pandangan tentang penentuan status kebahasaan di Wakatobi antara Pusat Bahasa, SIL, dan masyarakat setempat.

6 6 d) Penelitian yang dilakukan oleh Pusat Bahasa (2008) melihat hubungan kekerabatan isolek-isolek Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko secara kuantitatif yang berarti hasilnya masih bersifat sekilas, untuk itu perlu dilakukan penelitian kualitatif untuk melihat status kekerabatan isolek-isolek tersebut. e) Ketidakjelasan status hubungan kekerabatan isolek Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko dapat dilihat dari perbedaan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Bahasa dan SIL. SIL (2006) mengidentifikasi bahasa Pulo (Wakatobi) dengan nama bahasa Kepulauan Tukang Besi Utara dan Tukang Besi Selatan, Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Pusat Bahasa mengemukakan bahwa isolek Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko merupakan sub-sub dialek dari sebuah bahasa. f) Ketidakjelasan status bahasa Wakatobi inilah yang menyebabkan dalam penelitian ini lebih cenderung digunakan istilah isolek. Terkait dengan kesimpangsiuran penelitan yang dilakukan sebelumnya, penelitian ini akan meninjau relasi kekerabatan isolek-isolek Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko baik melalui analisis secara kuantitatif maupun kualitatif. Hal ini penting untuk dilakukan mengingat penelitian yang dilakukan oleh Pusat Bahasa dengan menggunakan metode dialektologi dan dengan analisis kuantitatif dan dialektometri, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh SIL menggunakan metode sosiolinguistik, yaitu mengambil keterangan dari penutur asli tentang status kekerabatan dari keempat isolek tersebut. Berdasarkan

7 7 keterangan yang diambil dari penutur asli, maka diambillah kesimpulan untuk menentukan status hubungan kekerabatannya. Dari kesimpangsiuran penelitian yang sudah dilakukan maka penelitian ini penting untuk dilakukan, dengan demikian status kebahasaan yang ada di Wakatobi akan semakin jelas. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, permasalahan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: a. Bagaimana relasi kekerabatan antarisolek dalam subkelompok Wakatobi dapat ditetapkan melalui pendekatan kuantitatif yang menggunakan kriteria leksikostatistik? b. Temuan evidensi apa saja dalam penelitian kualitatif terkait dengan hasil kajian kuantitatif yang dapat diperlihatkan sebagai bukti pengelompokan dan pemisahan kelompok isolek-isolek Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia dan Binongko? c. Mengapa hasil temuan dalam pendekatan kuantitatif dan kualitatif dapat mendukung asumsi keeratan relasi kekerabatan antarisolek yang dikaji dalam subkelompok Wakatobi? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, penelitian ini bertujuan untuk: a. Mendeskripsikan relasi kekerabatan antarisolek dalam subkelompok Wakatobi melalui pendekatan kuantitatif dengan teknik Leksikostatistik.

8 8 b. Mendeskripsikan temuan evidensi kualitatif terkait hasil kajian kuantitatif yang dapat diperlihatkan sebagai bukti pengelompokan dan pemisahan kelompok isolek-isolek Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko. c. Menjelaskan hasil temuan dalam pendekatan kuantitatif dan kualitatif sebagai pendukung keeratan relasi kekerabatan antaraisolek yang dikaji dalam subkelompok Wakatobi. 1.4 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan upaya untuk mencari hubungan kekerabatan isolek-isolek di Wakatobi, yang terdiri dari empat isolek yaitu isolek Wangi- Wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko. Hubungan kekerabatan keempat isolek tersebut ditelusuri melalui pendekatan kuantitatif dengan teknik leksikoststistik dan pendekatan kualitatif dengan teknik rekonstruksi. Teknik rekonstruksi dalam penelitian ini melibatkan teknik rekonstruksi dari bawah ke atas (buttom up reconstruction) dan teknik rekonstruksi dari atas ke bawah (top down reconstruction). Analisis diakronis dalam penelitian ini diawali dengan pemerian struktur bahasa di Wakatobi secara sinkronis dengan menfokuskan pada analisis fonologis, dan analisis leksikal terhadap keempat isolek di Wakatobi. Analisis morfologis, aspek semantik serta struktur sintaksis atau frasa tidak dibahas dalam penelitian ini. 1.5 Manfaat Penelitian maupun praktis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoretis

9 Manfaat Teoretis Secara teoretis, penelitian ini bermanfaat untuk mengidentifikasi hubungan kekerabatan isolek-isolek di Wakatobi dan menetapkan status kebahasaan dari keempat isolek tersebut. Selain itu, penelitian ini dapat membuktikan bahwa hubungan kekerabatan dan pengelompokan bahasa dapat ditelusuri melalui metode kuantitatif dan kualitatif seperti yang dikemukakan oleh para ahli sebelumnya serta menambah kontribusi khasanah pustaka linguistik historis komparatif Manfaat Praktis Secara praktis, penelitian ini bermanfaat untuk memberikan kontribusi pemikiran dalam rangka pelestarian kebudayaan khususnya di bidang kebahasaan serta mempererat keharmonisan hubungan masyarakat yang tinggal di pulau yang terpisah. Bukti kekerabatan sebuah bahasa dapat menunjukkan kesamaan asalusul yang dapat mempererat rasa persatuan masyarakat yang tinggal di daerah yang terpisah. 1.6 Tinjauan Pustaka Berdasarkan pemetaan bahasa yang dilakukan oleh Esser (1983) dalam Hanan, (2010:6-7) berhasil mengelompokan bahasa-bahasa sekerabat di Sulawesi ke dalam tujuh kelompok yaitu: 1. Kelompok Filipina yang terdiri atas: (a) Mongondow, (b) Tombulu Tonsea Tondano, (c) Tountemboan Tonsawang. 2. Kelompok Gorontalo yang terdiri atas: (a) Bulang, (b) Kaidipan, (c) Gorontalo, (d) Buol.

10 10 3. Kelompok toraja yang terdiri atas: (a) Kaili, (b) Kulawi, (c) Pipikoro, (d) Napu, (e) Bada Besoa, (f) Leboni, (g) Bare e, (h) Wotu. 4. Kelompok Loinang yang terdiri atas: (a) Loinang, (b) bobongko, (c) Balantak Banggai. 5. Kelompok Bungku Laki yang terdiri atas: (a) Bungku Mori, (b) Laki, (c) Laiwu, (d) landawe, (e) Mapute. 6. Kelompok Sulawesi Selatan yang terdiri atas: (a) Makassar, (b) Bugis, (c) Kelompok Luwu, (d) Sa dan, (e) Pitu Ulunna Salo, (f) Seko. 7. Kelompok Muna Buton yang terdiri atas: (a) Muna Buton, (b) Buton Selatan, (c) Kelompok Kepualauan Tukang Besi (Kalaota, Larompa, Bonerate), (d) Wolio dan Layolo. Hasil pengelompokan tersebut menunjukkan bahwa penelitian tentang hubungan kekerabatan bahasa-bahasa yang ada di Sulawesi sudah dilakukan sejak lama. hasil pengelompokan yang dilakukan oleh Esser menunjukkan bahwa isolek-isolek yang ada di Kabupaten Wakatobi merupakan subkelompok Muna Buton. Hal tersebut juga dibahasa oleh Hanan, (2010) dalam tesisnya tentang hubungan Biningko dan Bonerate dan menemukan bahwa berdasarkan perhitungan leksikostatistik hubungan antara Binongko dan isolek Bonerate merupakan hubungan dialek yang berada dalam satu bahasa. Penelitian lain tentang hubungan kekerabatan bahasa-bahasa yang berada pada rumpun Muna Buton juga pernah dilakukan oleh Pusat Bahasa. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional tahun 2008, mendeskripsikan bahwa isolek-isolek Wangi-Wangi, Kaledupa,

11 11 Tomia dan Binongko berada pada tataran kategori subdialek; yaitu sekitar 33% sampai dengan 45% (Pusat Bahasa:2008). Kajian terhadap keempat isolek di Wakatobi oleh Pusat Bahasa dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik dialektometri. Penetapan hubungan kedekatan isolekisolek Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko selanjutnya dapat dilihat pada tabel berkut: Tabel 2 Hasil Pemetaan Bahasa Wakatobi oleh Pusat Bahasa Persentase No Daerah Pengamatan Status Isolek Perbedaan 1 Wangi-Wangi Kaledupa 43,03% Perbedaan Subdialek 2 Wangi-Wangi Tomia 39,99% Perbedaan Subdialek 3 Wangi-Wangi Binongko 41,79% Perbedaan Subdialek 4 Kaledupa Tomia 44,18% Perbedaan Subdialek 5 Kaledupa Binongko 45,23% Perbedaan Subdialek 6 Tomia- Binongko 33,13% Perbedaan Subdialek (Tim Pemetaan Kantor Bahasa Sulawesi Tenggara, 2007) Taembo (2013) membahas studi perbandingan Bahasa Muna dan Wakatobi di Sulawesi Tenggara tinjauan sinkronis dan diakronis. Pembahasa Taembo meliputi bahasa Muna dialek Tongkuno dan Bahasa Wakatobi dialek Wangi-Wangi. Dalam penelitian tersebut, Taembo hanya mengambil salah satu dialek yang ada di Wakatobi. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa hubungan Muna-Wakatobi berada pada tataran keluarga bahasa dengan dengan relasi kekerabatan yang cukup erat. Kajian linguistik struktural terhadap bahasa Wakatobi yang telah dilakukan adalah sebagai berikut :

12 12 1. The Tukang Besi Language of South East Sulawesi Indonesia oleh Mark Donohue (1995). 2. Syntactic Categories in Tukang Besi dalam artikel erudit oleh Mark Donohue (1999) 3. Structure is not Syntax: Passive Functions in Tukang Besi dalam UCLA Working Papers in Linguistics oleh Mark Donohue (2005). 4. Kata Tugas Bahasa Wakatobi oleh Asrif (2007). 5. Sistem Pronomina Bahasa Wakatobi oleh Asrif (2009). 6. Morfologi Bahasa Binongko oleh Adnan Usmar dkk, (1991). 7. Reduplikasi Bahasa Pulo Dialek Binongko. Dalam Jurnal kandai oleh Laila (2008). 8. Sistem Morfologi Verba Bahasa Wakatobi Selatan Dialek Tomia oleh Ansor (2005). 9. Bentuk Afiks Bahasa Wakatobi dalam Kandai oleh Asrif (2008). Penelitian yang dilakukan oleh Mark Donohue merupakan penelitian struktural dan tidak membedakan status dialek dan bahasa. Dalam penelitian tersebut, dialek dan bahasa merupakan hal yang sama sehingga penelitian tersebut tidak dapat digunakan untuk mengukur kedekatan hubungan bahasa-bahasa yang ada di Wakatobi. Selain itu, penelitian-penelitian seperti yang disebutkan di atas merupakan penelitian struktural sehingga tidak dapat digunakan untuk mengukur hubungan kekerabatan bahasa. Berbeda dengan penelitian penelitian di atas, dalam penelitian ini akan mengkaji hubungan kekerabatan antara isolek-isolek yang ada di Wakatobi secara

13 13 keseluruhan. kajian hubungan kekerabatan terhadap isolek-isolek di Wakatobi dilakukan melalui kajian kuantitatif dengan teknik leksikostatistik dan kajian kualitatif dengan teknik rekonstruksi. Analisis kuantitatif dan kualitatif dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan kejelasan terhadap penentuan status dan pengelompokan bahasa-bahasa di Wakatobi. 1.7 Landasan Teori Kajian linguistik historis komparatif bertujuan untuk melihat hubungan kekerabatan antara dua bahasa/isolek atau lebih. Dalam kajian ini, yang menjadi fokus kajiannya adalah mencari kesamaan bentuk dan makna antara dua bahasa atau lebih yang diperbandingkan. Dalam penelitian tentang hubungan kekerabatan Wakatobi, digunakan istilah isolek. Isolek merupakan varietas intrabahasa yang masih netral yang belum dikaji derajat kekerabatannya (Baley, 1973; Asher, 1994). Berbeda dengan pandangan di atas, Fernandez (2001) mengatakan isolek sebagai istilah yang digunakan secara netral untuk menyebutkan alat komunikasi antar anggota masyarakat yang berupa bunyi tutur yang belum ditentukan statusnya sebagai bahasa, dialek, atau subdialek. Hubungan kekerabatan dua bahasa/isolek atau lebih dapat dikaji melalui kajian linguistik historis komparatif. Kajian linguistik historis komparatif berpijak pada upaya mencari kesamaan atau bentuk-bentuk yang mirip dari unsur-unsur kebahasaan yang terdapat diantara bahasa-bahasa atau isolek yang diperbandingkan. Berbeda dengan kajian tersebut, kajian dialektologi berupaya mencari perbedaan unsur-unsur kebahasaan dari bahasa atau isolek yang diperbandingkan. Dalam penelitian ini, akan menggunakan kajian linguistik

14 14 historis komparatif untuk mencari hubungan kekerabatan antara isolek yang menjadi objek penelitian. Greenberg dalam Fernandez, (1995:8) mengemukakan bahwa jika hubungan kekerabatan antar bahasa itu erat, akan ditemukan sejumlah inovasi bersama yang bersifat linguistik secara eksklusif (exclusively shared linguistic features) dan jika tidak diperoleh evidensi itu atau evidensi yang ditemukan hanyalah tunggal, maka hal itu menandakan kerenggangan hubungan bahasabahasa tersebut. Penentuan waktu berpisahnya sebuah bahasa dapat dilihat berdasarkan kedekatan bahasa itu. Jika hubungan kekerabatannya tinggi, maka bahasa itu sudah lama berpisa, dan jika hubungan kekerabatannya tinggi maka bahasa itu belum lama berpisah. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, Kooij (1994:251) menjelaskan bahwa kemiripan-kemiripan yang diperlihatkan oleh suatu bahasa dengan bahasabahasa yang lain tidaklah terjadi secara kebetulan. Dari pandangan tersebut diperoleh gambaran bahwa kemiripan yang dimiliki oleh bahasa-bahasa tertentu mengindikasikan bahasa-bahasa itu memiliki sejarah perkembangan bahasa yang sama sebagai bahasa yang berkerabat. Kekerabatan suatu bahasa dapat diketahui dengan menggunakan pendekatan kuantitatif melalui persentase kemiripan bentuk kata dan maknanya yang diperlihatkan oleh bahasa-bahasa yang diperbandingkan. Hubungan kekerabatan bahasa dalam Kajian Linguistik Historis Komparatif dilandasi oleh dua asumsi yang mendasar yaitu, (1) hipotesisi keterhubungan (related hypothesis) dan (2) hipotesis keteraturan (regulary hypothesis) (Jeffers dan Lehiste, 1979:17). Hipotesis keterhubungan berusaha

15 15 menjelaskan adanya persamaan yang jelas antara kata-kata dari berbagai bahasa/ dialek karena pada kaikatnya bahasa-bahasa itu berhubungan satu dengan yang lain. Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa bahasa-bahasa atau dialek sebuah bahasa memiliki bahasa induk. Hipotesis keteraturan memudahkan pengkaji untuk membuat rekonstruksi bahasa induk karena diasumsikan bahasabahasa atau dialek-dialek mengalami perubahan secara teratur (Bynon, 1978:45-46; Lehmann, 1973:92). Pengkajian kekerabatan bahasa-bahasa dan dialek dalam Linguistik Historis Komparatif dilakukan melalui teknik rekonstruksi internal, rekonstruksi eksternal, geografi dialek, dan leksikostatistik (Lehmann, 1973:75-109; Bynon, 1978: ). Selanjutnya, untuk mengetahui hubungan kekerabatan suatu bahasa Crowley (2010:139) memberikan tingkat perbedaan hubungan kekerabatan bahasa-bahasa yang diperbandingkan secara leksikostatistik berdasarkan kemiripan atau persentase kognatnya. Hasil persentase kognat sebuah bahasa diperoleh dari hasil perhitungan leksikostatistik dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Jumlah kata yang berkerabat Jumlah glos yang diperbandingkan X 100% 2 Hasil perhitungan tersebut selanjutnya dicocokkan dengan klasifikasi dalam leksikostatistik yang dikemukakan oleh Morris Swadesh (Keraf, 1984:135) yaitu sebagai berikut:

16 16 Tabel 3 Hubungan Persentase Kekognatan dengan Kategori Kekerabatan Tingkat Pengelompokan Persentase Kekognatan Perbedaan dialek dalam satu bahasa Perbedaan bahasa dalam satu keluarga bahasa Perbedaan keluarga bahasa dalam satu rumpun Hubungan mikrofilum 4-12 Hubungan mesofilum 1-4 Hubungan makrofilum 0-1 Selain analisis secara kuantitatif, dalam Linguistik Historis Komparatif juga dikenal analisis kualitatif. Analisis kuantitatif berkaitan dengan leksikostatistik, sedangkan analisis kualitatif berkaitan dengan unsur inovasi dan retensi. Keterkaitan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dapat dipahami secara baik apabila kita memahami konteks bahwa setiap pendekatan memiliki kelemahan dan keunggulan. Pendekatan kuantitatif mempunyai keunggulan dapat sekaligus menangani data dalam jumlah yang banyak tetapi tidak mampu menjelaskan kekognatan kosakata yang dibandingkan karena tidak menelusuri kesejarahan kosakata tersebut. Sementara pendekatan kualitatif mempunyai kelebihan dalam hal ketajaman dan kecermatan dalam analisisnya karena sampai pada penelusuran kosakata yang diperbandingkan. Berkaitan dengan analisis secara kualitatif, teknik yang digunakan dalam analisis tersebut adalah teknik rekonstruksi, yaitu merekonstruksi beberapa aspek proto bahasa melalui refleks yang dicerminkan oleh bahasa-bahasa turunannya dengan metode komparasi. Fernandez, (1996:26) mengemukakan bahwa rekonstruksi dapat dilakukan secara fonologis dan leksikal. Rekonstruksi secara

17 17 fonologis bertujuan untuk menetapkan protofonem bahasa yang diperbandingkan dengan memanfaatkan perangkat kognat dari bahasa yang diperbandingkan. Sedangkan rekonstruksi secara leksikal bertujuan untuk menetapkan etimon atau protokata dengan mempertimbangkan kaidah perubahan fonem yang berlaku bagi bahasa-bahasa sekerabat pada perangkat kognat yang asli (bukan serapan dari bahasa lain). Rekonstruksi terhadap bahasa yang diperbandingkan dapat dilakukan melalui rekonstruksi dari bawah ke atas (buttom-ap reconstruction) dan dari atas ke bawah (top-down reconstruction) (Dempwolff dalam Fernandez, 1996:29). Rekonstruksi dari bawah ke atas bersifat induktif, sedangkan rekonstruksi dari atas ke bawah bersifat deduktif. Rekonstruksi dari bawah ke atas dapat dilakukan dengan mengelompokkan bahasa dari peringkat yang lebih rendah ke arah peringkat yang lebih tinggi. Sedangkan rekonstruksi dari atas ke bawah dilakukan dengan mengelompokkan bahasa yang diperbandingkan yaitu mencari reflek bahasa proto pada bahasa yang diperbandingkan. 1.8 Hipotesis Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut; Berdasarkan hasil perhitungan kuantitatif dengan teknik leksikostatistik dengan menggunakan 200 kosa kata dasar Swadesh diasumsikan bahwa hubungan kekerabatan isolek-isolek di Wakatobi berada pada tataran bahasa dan dialek. Hubungan pada tataran bahasa ditemukan pada isolek Wangi-Wangi-Kaledupa, isolek Wangi-Wangi-Tomia, dan isolek Wangi-Wangi-Binongko. Sedangkan

18 18 hubungan antara isolek Kaledupa-Tomia, isolek Kaledupa-Binongko, dan isolek Tomia binongko berada pada tataran perbedaan dialek. Dengan demikian bahasa di Wakatobi terbagi atas dua kelompok yaitu kelompok Wakatobi Utara yang diwakili oleh Wangi-Wangi, dan kelompok Wakatobi Selatan yang diwakili oleh Kaledupa, Tomia, dan Binongko. Pembagian Wakatobi Utara dan Selatan berdasarkan letak georgafis pulau-pulau pengguna bahasa di daerah tersebut. Untuk mendukung hipotesis seperti yang telah dipaparkan di atas, maka perlu dilakukan kajian selanjutnya yaitu merekonstruksi dari bawah ke atas (buttom-ap reconstruction) dan dari bawah ke atas (top-down reconstruction) terhadap keempat isolek tersebut. Rekonstruksi dari bawah ke atas dilakukan dengan melihat prabahasa Kaledupa-Tomia-Binongko sebagai kelompok yang berada pada tataran subkelompok bahasa yang sama. Hasil dari rekonstruksi tersebut dihubungkan lagi dengan isolek Wangi-Wangi yang pada akhirnya diperoleh proto Wangi-Wangi-Kaledupa-Tomia-Binongko (Wakatobi). Dengan ditemukannya proto bahasa Wakatobi, maka secara tidak langsung akan ditemukan pula evidensi-evidensi penyatu kelompok dan evidensi pemisah kelompok terhadap keempat isolek tersebut. langkah terakhir adalah melihat hubungan antara hasil analisis kuantitatif dengan hasil analisis kualitatif, apakah hasil kulitatif menkonfirmasi ataukah memverifikasi hasil penelitian kuantitatif. 1.9 Metode dan Teknik Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu metode pengumpulan data, metode analisis data, dan metode penyajian hasil analisis data (Mahsun, 2007: 127; Sudaryanto, 1993:57).

19 Metode dan Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan metode cakap dan metode simak (Mahsun, 1995:94-101). Teknik yang digunakan pada metode cakap adalah teknik cakap semuka, peneliti melakukan percakapan dengan informan dengan menggunakan daftar pertanyaan. Sedangkan pada metode simak, teknik yang digunakan adalah teknik sadap dan diikuti dengan teknik lanjutan yaitu teknik catat dan teknik rekam. Teknik sadap berarti peneliti menyadap penggunaan bahasa informan, selanjutnya dilakukan teknik catat, yaitu mencatat berian tentang daftar pertanyaan dan hal-hal yang berhubungan dengan objek yang diteliti. Catatan berian dilakukan dengan transkripsi fonetis. Selain penelitian lapangan, penelitian ini juga menggunakan metode pustaka yaitu mencari informasi berupa bahan pustaka yang berkaitan dengan objek penelitian Penetapan Daerah Pengamatan Daerah pengamatan dalam penelitian ini dipilih perdasarkan beberapa kriteria yaitu letaknya jauh dari kota besar, mobilitas penduduknya rendah, dan berusia minimal 30 tahun, Mahsun (2007:138). Dalam penelitian ini, daerah lokasi penelitian isolek Wangi-Wangi berada di kelurahan Waginopo, Kaledupa di kelurahan Ambeua, Tomia di kelurahan Onemai, dan Binongko di kelurahan Rukua Penetapan Informan Populasi dalam penelitian ini adalah semua penutur isolek Wangi-Wangi di Pulau Wangi-Wangi, isolek Kaledupa di Pulau Kaledupa, isolek Tomia di

20 20 Pulau Tomia, dan isolek Binongko di pulau Binongko. Kriteria informan yang digunakan untuk menggambil data penelitian adalah sebagai berikut: a. Informan lahir dan dibesarkan di pulau Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko. b. Informan berumur tahun dan mengenal bahasa yang hidup di daerahnya. c. Informan memiliki organ artikulatoris yang masih lengkap dan utuh. d. Informan dapat berbahasa indonesia sehingga dapat membantu kelancaran dalam melakukan wawancara Instrumen Penelitian Instrumen penelitian ini berupa daftar tanyaan yang berfokus pada kosakata daftar swadesh dan kosakata budaya revisi Blust yang meliputi bagian tubuh, keluarga dan masyarakat, adat, rumah dan isinya, maknanan dan minuman, pakaian, pertanian, binatang, langit dan bumi, perdagangan, ajektiva, numerial, pronomina, waktu, dan adverbia Data Penelitian Data penelitian ini adalah 850 kosa kata dasar dari isolek wakatobi sebagai data primer. Kosa kata dasar yang diacu adalah kosakata dasar yang dikutip dari Isodore Dyen, (1970). Sementara itu, data sekunder dalam penelitian ini adalah kosakata Swadesh. Data tersebut digunakan untuk menemukan hubungan kekerabatan isolek Wakatobi. Selain daftar kosa kata tersebut, sebagai bahan pendukung digunakan pula pustaka yang berhubungan dengan objek penelitian seperti struktur bahasa Wakatobi.

21 Metode dan Teknik Analisis Data Analisis data penelitian ini dilakukan berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian serta landasan teori yang sudah dipaparkan sebelumnya. Dalam mendeskripsikan hubungan kekerabatan isolek Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko, metode yang digunakan adalah metode komparatif yang bersifat kuantitatif dan kualitatif. Permasalahan pertama dianalisis dengan menggunakan metode komparatif yang bersifat kuantitatif melalui teknik leksikostatistik yaitu dengan menghitung jumlah kata berkerabat antara isolek Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko dari daftar kosa kata dasar Swadesh. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penerapan teknik leksikostatistik adalah sebagai berikut: 1) Mengumpulkan kosakata dasar isolek yang berkerabat, dalam hal ini isolek Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko. 2) Menetapkan dan menghitung pasangan-pasangan mana yang merupakan kata kerabat. 3) Menghubungkan hasil perhitungan yang berupa persentase kekerabatan dengan kategori kekerabatan. Perhitungan dilakukan dengan memperhatikan pedoman berikut ini. 1) Mengeluarkan glos yang tidak diperhitungkan dalam penetapan kata yang berkerabat. Glos yang tidak diperhitungkan adalah glos yang tidak memiliki realisasi (kosong), baik dalam salah satu bahasa, maupun dalam semua bahasa yang diperbandingkan. Selain itu, glos yang merupakan serapan dari bahasa lain juga tidak diperhitungkan.

22 22 2) Menetapkan kata kerabat baik yang terealisasi dalam bentuk yang identik (wujud sama), bentuk yang mirip (berkorespondensi dan bervariasi), dan bentuk yang berbeda tetapi masih dapat dirunut kekerabatannya. 3) Membuat persentase kata kerabat. Pada tahapan ini, dilakukan perhitungan terhadap jumlah kata dasar yang diperbandingkan pada langkah (a) dan jumlah kata berkerabat yang dijumpai dari hasil penentuan kata kerabat pada langkah (b). Perhitungan tersebut dilakukan dengan cara jumlah kata kerabat dibagi jumlah kata dasar yang diperbandingkan dan dikali seratus persen sehingga diperoleh persentase jumlah kekerabatan. Hasil persentase tersebut akan dihubungkan dengan kategori tingkat kekerabatan bahasa. 4) Langkah berikutnya adalah membuat diagram pohon yang menggambarkan silsilah kekerabatan keempat isolek yang diperbandingkan tersebut (Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, Binongko). Bahasa-bahasa yang pada fase tertentu memiliki sejarah yang sama sebagai satu keluarga bahasa atau subkeluarga bahasa berada dalam satu rumpun (lihat Mahsun, 2007: ). Permasalahan kedua dianalisis dengan menggunakan metode komparatif yang bersifat kualitatif melalui tahapan berikut: (1) mendeskripsikan sistem fonologi isolek Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko; (2) mendeskripsikan perbedaan leksikon isolek Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko, (4) mendeskripsikan refleks fonem-fonem PAN pada isolek Wangi-

23 23 Wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko, (5) mendeskripsikan refleksi etimon PAN pada keempat isolek tersebut Langkah selanjutnya adalah melakukan rekonstruksi terhadap keempat isolek di Wakatobi. Rekonstruksi yang dilakukan adalah rekonstruksi dari bawah ke atas (buttom-up reconstruction) dan rekonstruksi dari atas ke bawah (top-down reconstruction). Rekonstruksi tersebut dilakukan untuk menentukan evidensievidensi pemisah dan penyatu kelompok terhadap isolek-isolek yang menjadi objek penelitian. Permasalahan ketiga secara tidak langsung terjawab dari kesimpulan permasalahan pertama, dan kedua karena dengan mengetahui hasil leksikostatistik dan melihat korespondensi dari isolek Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, Binongko serta inovasi bersama yang dialami oleh keempat isolek tersebut, akan menjadi evidensi yang kuat mengenai status dan keeratan hubungan kekerabatan keempat isolek tersebut. Ketiga permasalahan tersebut dirumuskan dalam dua sudut kajian, yaitu kajian sinkronis dan diakronis. Permasalahan pertama (perhitungan leksikostatistik) dipaparkan dalam suatu kajian diakronis. Permasalahan kedua (korespondensi dan variasi fonologis dan leksikon) dipaparkan dalam suatu kajian sinkronis. Permasalahan ketiga mengenai penjelasan evidensi kuantitatif sebagai bukti asumsi kekerabatan isolek Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, Binongko dan penjelasan yang berhubungan dengan evidensi kualitatif dipaparkan dalam kajian sinkronis dan diakronis.

24 Penyajian Hasil Analisis Data Hasil analisis data yang berupa perhitungan leksikostatistik serta kaidahkaidah korespondensi dan inovasi-inovasi bersama pada isolek Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, Binongko disajikan melalui dua cara: pertama metode informal, yaitu perumusan dengan menggunakan kata-kata biasa, termasuk penggunaan terminologi yang bersifat teknis, kedua metode formal yaitu perumusan dengan menggunakan tanda-tanda atau lambang (Mahsun, 1995:224) dalam hal ini menggunakan tanda-tanda dan lambang yang digunakan dalam kajian linguistik historis komparatif Sistematika Penyajian Penulisan hasil penelitian ini dirancang dan disusun secara sistematis untuk kesempurnaan pencapaian tujuannya. Penelitian ini disajikian dengan susunan sebagai berikut. Bab I merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, hipotesis penelitian, dan metode penelitian. Bab II berisi tentang gambaran umum objek penelitian. Bab III merupakan kajian sinkronis, yang memuat deskripsi sistem fonologi isolek Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, Binongko; deskripsi perbedaan fonologi keempat isolek tersebut; dan uraian yang ditemukan dalam kajian sinkronis. Bab IV merupakan kajian diakronis, yang memuat deskripsi hasil perhitungan kuantitatif dengan teknik leksikostatistik; rekonstruksi proto Wakatobi dari bawah ke atas dan refleksi PAN terhadap proto Wakatobi. Bab V penutup yang berisi simpulan dan saran.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. bahwa di Wakatobi terdapat dua kelompok bahasa yaitu kelompok Wangi-Wangi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. bahwa di Wakatobi terdapat dua kelompok bahasa yaitu kelompok Wangi-Wangi 180 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kajian relasi kekerabatan bahasa-bahasa di Wakatobi memperlihatkan bahwa di Wakatobi terdapat dua kelompok bahasa yaitu kelompok Wangi-Wangi sebagai bahasa tersendiri dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. metode wawancara dengan teknik cakap, catat, dan rekam (Sudaryanto, 1988:7).

BAB III METODE PENELITIAN. metode wawancara dengan teknik cakap, catat, dan rekam (Sudaryanto, 1988:7). BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode wawancara dengan teknik cakap, catat, dan rekam (Sudaryanto, 1988:7). Dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pernah diteliti. Tetapi penelitian yang relevan sudah pernah ada, yakni sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pernah diteliti. Tetapi penelitian yang relevan sudah pernah ada, yakni sebagai BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Sepanjang pengetahuan peneliti permasalahan tentang Kajian Historis Komparatif pada Bahasa Banggai, Bahasa Saluan, dan Bahasa Balantak belum pernah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penelitian dalam bidang struktur atau kaidah bahasa-bahasa di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Penelitian dalam bidang struktur atau kaidah bahasa-bahasa di Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian dalam bidang struktur atau kaidah bahasa-bahasa di Indonesia sudah banyak dilakukan. Namun tidak demikian penelitian mengenai ragamragam bahasa dan dialek.

Lebih terperinci

LEKSIKOSTATISTIK BAHASA ACEH, BAHASA ALAS, DAN BAHASA GAYO: KAJIAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF

LEKSIKOSTATISTIK BAHASA ACEH, BAHASA ALAS, DAN BAHASA GAYO: KAJIAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF LEKSIKOSTATISTIK BAHASA ACEH, BAHASA ALAS, DAN BAHASA GAYO: KAJIAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF Jurnal Skripsi Oleh: Kurnia Novita Sari NIM A2A008030 FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini. 2.1.1 Dialek Dialek berasal dari bahasa Yunani yaitu dialektos. Dialektologi merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. masih hidup dan dipakai masyarakat penuturnya untuk pembuktian hubungan

BAB III METODE PENELITIAN. masih hidup dan dipakai masyarakat penuturnya untuk pembuktian hubungan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini diawali dengan pendeskripsian data kebahasaan aktual yang masih hidup dan dipakai masyarakat penuturnya untuk pembuktian hubungan bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa. Adapun yang dimaksud dengan

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa. Adapun yang dimaksud dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Linguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa. Adapun yang dimaksud dengan bahasa adalah alat komunikasi verbal manusia yang berwujud ujaran yang dihasilkan oleh alat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sarana berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sarana berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan sarana berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri dalam suatu masyarakat. Berbagai status sosial dan budaya dalam masyarakat sangat memengaruhi perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa dapat didefinisikan sebagai alat bantu antara anggota atau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa dapat didefinisikan sebagai alat bantu antara anggota atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa dapat didefinisikan sebagai alat bantu antara anggota atau kelompok masyarakat untuk bekerja sama dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 1983: 17), dengan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. bidang waktu serta perubahan-perubahan unsur bahasa yang terjadi dalam waktu tersebut (Keraf

BAB II KERANGKA TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. bidang waktu serta perubahan-perubahan unsur bahasa yang terjadi dalam waktu tersebut (Keraf BAB II KERANGKA TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teori 2.1.1 Linguistik Historis Komparatif Linguistik historis komparatif adalah cabang ilmu bahasa yang mempersoalkan bahasa dalam bidang waktu

Lebih terperinci

KLASIFIKASI LEKSIKOSTATISTIK BAHASA MELAYU LANGKAT, BAHASA MELAYU DELI, DAN BAHASA DAIRI PAKPAK

KLASIFIKASI LEKSIKOSTATISTIK BAHASA MELAYU LANGKAT, BAHASA MELAYU DELI, DAN BAHASA DAIRI PAKPAK KLASIFIKASI LEKSIKOSTATISTIK BAHASA MELAYU LANGKAT, BAHASA MELAYU DELI, DAN BAHASA DAIRI PAKPAK Jurnal Skripsi Oleh : Nursirwan NIM A2A008038 FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2012 Klasifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada bentuknya yang sekarang sudah pasti bahasa-bahasa itu mengalami

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada bentuknya yang sekarang sudah pasti bahasa-bahasa itu mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa-bahasa yang hidup dewasa ini tidak muncul begitu saja. Sebelum sampai pada bentuknya yang sekarang sudah pasti bahasa-bahasa itu mengalami perjalanan

Lebih terperinci

Bahasa sebagai realisasi budaya manusia mengalami perubahan dan. dan perkembangan pola kehidupan manusia sebagai pemilik dan pengguna

Bahasa sebagai realisasi budaya manusia mengalami perubahan dan. dan perkembangan pola kehidupan manusia sebagai pemilik dan pengguna BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa sebagai realisasi budaya manusia mengalami perubahan dan perkembangan dalam perjalanan waktunya. Hal itu dimungkinkan oleh perubahan dan perkembangan pola kehidupan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORETIS. Studi komparatif pertama yang meliputi seluruh rumpun bahasa Austronesia adalah

BAB II KERANGKA TEORETIS. Studi komparatif pertama yang meliputi seluruh rumpun bahasa Austronesia adalah BAB II KERANGKA TEORETIS Ada banyak pendapat yang dikemukakan oleh para ahli mengenai masalah ini. Studi komparatif pertama yang meliputi seluruh rumpun bahasa Austronesia adalah hasil kajian Dempwolff

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATAIF DALAM PEMETAAN BAHASA-BAHASA NUSANTARA

PEMANFAATAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATAIF DALAM PEMETAAN BAHASA-BAHASA NUSANTARA RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 1, No.2 Oktober 2015, 365-351 Available Online at http://ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/jret PEMANFAATAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATAIF DALAM PEMETAAN BAHASA-BAHASA

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. Nama Austronesia berasal dari kata Latin auster "angin selatan" dan kata Greek

BAB I PEDAHULUAN. Nama Austronesia berasal dari kata Latin auster angin selatan dan kata Greek 1 BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumpun bahasa Austronesia merupakan salah satu keluarga bahasa tua. Nama Austronesia berasal dari kata Latin auster "angin selatan" dan kata Greek nêsos "pulau". Para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertarik pada penelitian bahasa-bahasa Austronesia (AN), padahal telah lama

BAB I PENDAHULUAN. tertarik pada penelitian bahasa-bahasa Austronesia (AN), padahal telah lama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Para linguis historis komparatif Indonesia selama ini pada umumnya lebih tertarik pada penelitian bahasa-bahasa Austronesia (AN), padahal telah lama diakui bahwa di

Lebih terperinci

KAJIAN LEKSIKOSTATISTIK BAHASA MUNA, BAHASA CIA-CIA DAN BAHASA WOLIO DI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN LEKSIKOSTATISTIK BAHASA MUNA, BAHASA CIA-CIA DAN BAHASA WOLIO DI SULAWESI TENGGARA 1 KAJIAN LEKSIKOSTATISTIK BAHASA MUNA, BAHASA CIA-CIA DAN BAHASA WOLIO DI SULAWESI TENGGARA Oleh La Ode Rely (Ketua) Fatmah AR. Umar (Anggota 1) Salam (Anggota 2) Universitas Negeri Gorontalo Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepulauan Alor-Pantar di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT)

BAB I PENDAHULUAN. Kepulauan Alor-Pantar di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Alor-Pantar di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan daerah perbatasan antara wilayah tutur bahasa-bahasa Austronesia dengan wilayah tutur bahasa-bahasa

Lebih terperinci

GLOTOKRONOLOGI BAHASA MASSENREMPULU DAN BAHASA MANDAR

GLOTOKRONOLOGI BAHASA MASSENREMPULU DAN BAHASA MANDAR Prosiding Seminar Nasional Volume 02, Nomor 1 ISSN 2443-1109 GLOTOKRONOLOGI BAHASA MASSENREMPULU DAN BAHASA MANDAR Suparman 1, Charmilasari 2 Universitas Cokroaminoto Palopo 1 Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengutamakan peneropongan kata-kata (leksikon) secara statistik, untuk

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengutamakan peneropongan kata-kata (leksikon) secara statistik, untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu metode pengelompokan bahasa adalah leksikostatistik. Leksikostatistik merupakan suatu teknik dalam pengelompokan bahasa yang lebih cenderung mengutamakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian mengenai isoglos dialek bahasa Jawa di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur ini termasuk dalam penelitian lapangan (field study) baik penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang tinggal pada daerah tertentu (lih. Sumarsono, 2010:21).

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang tinggal pada daerah tertentu (lih. Sumarsono, 2010:21). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Bahasa Indonesia terdapat bermacam-macam dialek. Istilah dialek merupakan sebuah bahasa yang digunakan oleh sekelompok masyarakat yang tinggal pada daerah tertentu

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN. diajukan serta fakta-fakta kebahasaan yang telah dipaparkan pada bab-bab

BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN. diajukan serta fakta-fakta kebahasaan yang telah dipaparkan pada bab-bab 8.1 Simpulan BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai dan hipotesis yang diajukan serta fakta-fakta kebahasaan yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, simpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diapit oleh dua bahasa dan budaya yang berbeda, yaitu Jawa dan Sunda, sedikit

BAB I PENDAHULUAN. diapit oleh dua bahasa dan budaya yang berbeda, yaitu Jawa dan Sunda, sedikit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembicaraan mengenai bahasa yang digunakan di Indramayu tidak terlepas dari pembicaraan tentang sejarah yang melatarbalakanginya. Indramayu, sebagai salah satu kabupaten

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. akal budi untuk memahami hal-hal tersebut. Sebuah konsep yang kita tulis harus

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. akal budi untuk memahami hal-hal tersebut. Sebuah konsep yang kita tulis harus BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut Kridalaksana (1984:106), konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan

Lebih terperinci

K A N D A I. Volume 11 No. 1, Mei 2015 Halaman 1 14

K A N D A I. Volume 11 No. 1, Mei 2015 Halaman 1 14 K A N D A I Volume 11 No. 1, Mei 2015 Halaman 1 14 KEKERABATAN BAHASA TAMUAN, WARINGIN, DAYAK NGAJU, KADORIH, MAANYAN, DAN DUSUN LAWANGAN (Language Kinship of Tamuan, Waringin, Dayak Nguji, Kadorih, Maanyan,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN TERDAHULU. Konsep berkaitan dengan definisi-definisi atau pengertian-pengertian yang

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN TERDAHULU. Konsep berkaitan dengan definisi-definisi atau pengertian-pengertian yang BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN TERDAHULU 2.1 Konsep Konsep berkaitan dengan definisi-definisi atau pengertian-pengertian yang menyangkut objek, proses, yang berkaitan dengan penelitian. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi dalam aktivitas sehari-hari, termasuk dalam aktivitas di sekolah, di

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi dalam aktivitas sehari-hari, termasuk dalam aktivitas di sekolah, di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Mentawai merupakan bahasa yang digunakan oleh masyarakat yang berada di Kabupaten Kepulauan Mentawai. Bahasa Mentawai digunakan untuk berkomunikasi dalam aktivitas

Lebih terperinci

PEMETAAN PERBEDAAN Isolek di KABUPATEN INDRAMAYU. Oleh

PEMETAAN PERBEDAAN Isolek di KABUPATEN INDRAMAYU. Oleh PEMETAAN PERBEDAAN Isolek di KABUPATEN INDRAMAYU Oleh Dr. Andoyo Sastromiharjo, M.Pd., Sri Wiyanti, S.S.,M.Hum., Yulianeta, M.Pd. Dra. Novi Resmini, M.Pd., Hendri Hidayat, dan Zaenal Muttaqin FPBS Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. amatlah perlu mengkaji keberadaan bahasa itu sendiri. Demikian pula bahasa yang

BAB I PENDAHULUAN. amatlah perlu mengkaji keberadaan bahasa itu sendiri. Demikian pula bahasa yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi dalam kehidupan manusia, maka amatlah perlu mengkaji keberadaan bahasa itu sendiri. Demikian pula bahasa yang perlu dikaji

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Berikut beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Berikut beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Berikut beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini. 2.1.1 Dialek Dialek berasal dari bahasa Yunani yaitu dialekto syang berarti varian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengklasifikasian secara umum mengenai rumpun bahasa Austronesia itu sendiri. Perdebatan

BAB I PENDAHULUAN. pengklasifikasian secara umum mengenai rumpun bahasa Austronesia itu sendiri. Perdebatan BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Pengkajian terhadap rumpun bahasa Austronesia sudah dilakukan oleh para ahli linguistik sejak tahun 1784. Rentang waktu yang panjang itu rupanya belumlah cukup mematenkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan rumus-rumus perhitungan tingkat kekerabatan serta usia bahasa

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan rumus-rumus perhitungan tingkat kekerabatan serta usia bahasa BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Suatu penelitian akan dikatakan berhasil apabila menggunakan metode yang relevan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode statistika bahasa

Lebih terperinci

WAKTU PISAH DAN POHON KEKERABATAN BAHASA SUWAWA GORONTALO TOLAKI WOLIO. Oleh: Anindiah Suwastikaningrum NIM

WAKTU PISAH DAN POHON KEKERABATAN BAHASA SUWAWA GORONTALO TOLAKI WOLIO. Oleh: Anindiah Suwastikaningrum NIM WAKTU PISAH DAN POHON KEKERABATAN BAHASA SUWAWA GORONTALO TOLAKI WOLIO Oleh: Anindiah Suwastikaningrum NIM 13010113130065 Program Studi S-1 Bahasa dan Sastra Indonesia UNDIP INTISARI Waktu pisah dan kean

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (bahasa tua) sampai ke bahasa yang sekarang kita gunakan. Menurut Keraf

BAB I PENDAHULUAN. (bahasa tua) sampai ke bahasa yang sekarang kita gunakan. Menurut Keraf BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa-bahasa mengalami perubahan dan perkembangan dari bahasa Proto (bahasa tua) sampai ke bahasa yang sekarang kita gunakan. Menurut Keraf (1996:29), bahasa Proto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Pantar merupakan sebuah pulau yang terletak di Kabupaten Alor

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Pantar merupakan sebuah pulau yang terletak di Kabupaten Alor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Pantar merupakan sebuah pulau yang terletak di Kabupaten Alor Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pulau ini merupakan pulau terbesar kedua setelah Pulau Alor. Pulau

Lebih terperinci

BAB IX TEMUAN BARU. 9.1 Kekerabatan Bahasa Or lebih dekat dengan Ft daripada Mk

BAB IX TEMUAN BARU. 9.1 Kekerabatan Bahasa Or lebih dekat dengan Ft daripada Mk BAB IX TEMUAN BARU Berdasarkan penyajian dan analisis data yang telah diuraikan pada Bab sebelumnya, berikut ini disajikan kristalisasi hasil penelitian sekaligus merupakan temuan baru disertasi ini. 9.1

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Dialek Dialek adalah sebagai sistem kebahasaan yang dipergunakan oleh satu masyarakat untuk membedakannya dari masyarakat lain yang

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya, merupakan sebuah sistem yang saling terkait satu sama lain. Manusia dalam menjalani kehidupannya

Lebih terperinci

BAB II KONSEP PENELITIAN DAN LANDASAN TEORI. isoglos, mutual intelligibility, sinkronis, dan diakronis, serta inovasi dan retensi.

BAB II KONSEP PENELITIAN DAN LANDASAN TEORI. isoglos, mutual intelligibility, sinkronis, dan diakronis, serta inovasi dan retensi. BAB II KONSEP PENELITIAN DAN LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Penelitian Bagian ini menjelaskan konsep dialek, dialektometri, isoglos dan berkas isoglos, mutual intelligibility, sinkronis, dan diakronis, serta

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam bab ini akan dipaparkan metodologi penelitian yang mencakup desain penelitian, partisipasi dan tempat penelitian, pengumpulan data, dan analisis data. Adapun pemaparan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kearbitreran bahasa menyebabkan banyak sekali bahasa-bahasa di dunia. Kearbitreran bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Kearbitreran bahasa menyebabkan banyak sekali bahasa-bahasa di dunia. Kearbitreran bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kearbitreran bahasa menyebabkan banyak sekali bahasa-bahasa di dunia. Kearbitreran bahasa terjadi karena antara lambang dengan yang dilambangkannya tidak memiliki hubungan

Lebih terperinci

BAHASA JAWA DI KABUPATEN PURBALINGGA (KAJIAN GEOGRAFI DIALEK)

BAHASA JAWA DI KABUPATEN PURBALINGGA (KAJIAN GEOGRAFI DIALEK) BAHASA JAWA DI KABUPATEN PURBALINGGA (KAJIAN GEOGRAFI DIALEK) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dengan adanya bahasa, manusia bisa berintekrasi dengan manusia lainnya

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dengan adanya bahasa, manusia bisa berintekrasi dengan manusia lainnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi yang paling penting dalam kehidupan manusia. Dengan adanya bahasa, manusia bisa berintekrasi dengan manusia lainnya dalam kehidupan

Lebih terperinci

2 (Pasir) 1 di Provinsi Kalimantan Timur. Hal yang dilakukan adalah dengan melakukan penelitian terhadap bahasa Paser (selanjutnya disingkat PSR). Kal

2 (Pasir) 1 di Provinsi Kalimantan Timur. Hal yang dilakukan adalah dengan melakukan penelitian terhadap bahasa Paser (selanjutnya disingkat PSR). Kal 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara kesatuan Republik Indonesia memiliki kekayaan yang sangat luar biasa, termasuk kekayaan aneka ragam bahasa yang dimiliki ditiap daerahnya. Menutur penelitian

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan, Metode, dan Jenis Penelitian 3.1.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif yaitu pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat penghubung, alat komunikasi anggota masyarakat yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat penghubung, alat komunikasi anggota masyarakat yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa sebagai alat komunikasi yang digunakan oleh manusia sangat penting peranannya dalam masyarakat, karena tanpa bahasa manusia akan sulit untuk menyampaikan ide

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Melayik, termasuk Kerinci dan Iban. Selain bahasa-bahasa tersebut, bahasa

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Melayik, termasuk Kerinci dan Iban. Selain bahasa-bahasa tersebut, bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Minangkabau merupakan bahasa yang masuk ke dalam kelompok bahasa Melayik, termasuk Kerinci dan Iban. Selain bahasa-bahasa tersebut, bahasa Melayu Standar, Serawai,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sangat penting digunakan oleh masyarakat di suatu daerah tertentu

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sangat penting digunakan oleh masyarakat di suatu daerah tertentu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa sangat penting digunakan oleh masyarakat di suatu daerah tertentu untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan masyarakat lainnya. Anggota masyarakat

Lebih terperinci

RELASI KEKERABATAN BAHASA-BAHASA DI KABUPATEN POSO. Gitit I.P. Wacana*

RELASI KEKERABATAN BAHASA-BAHASA DI KABUPATEN POSO. Gitit I.P. Wacana* RELASI KEKERABATAN BAHASA-BAHASA DI KABUPATEN POSO Gitit I.P. Wacana* ABSTRACT Tujuan penelitian ini adalah untuk menguraikan relasi historis kekerabatan yang terdapat dalam bahasa Pamona, Bada dan Napu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Untuk menulis suatu karya ilmiah, bukanlah pekerjaan yang mudah dan gampang. Seorang penulis harus mencari dan mengumpulkan data-data yang akurat serta

Lebih terperinci

Rendi Rismanto* ABSTRAK

Rendi Rismanto* ABSTRAK Kekerabatan Kosakata Bahasa Sunda dengan Bahasa Melayu Betawi di Kota Tangerang Selatan: Kajian Linguistik Historis Komparatif Oleh Rendi Rismanto* 180110080010 ABSTRAK Skripsi ini berjudul Kekerabatan

Lebih terperinci

BAB X SIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, simpulan hasil penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut.

BAB X SIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, simpulan hasil penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut. BAB X SIMPULAN DAN SARAN 10.1 Simpulan Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai dan hipotesis yang diajukan serta fakta-fakta kebahasaan yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, simpulan

Lebih terperinci

Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Jambi, Jambi, Indonesia Telepon: , Faksimile.

Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Jambi, Jambi, Indonesia Telepon: , Faksimile. KEKERABATAN BAHASA-BAHASA ETNIS MELAYU, BATAK, SUNDA, BUGIS, DAN JAWA DI PROVINSI JAMBI: SEBUAH KAJIAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF YUNDI FITRAH DAN RENGKI AFRIA Program Studi Sastra Indonesia Fakultas

Lebih terperinci

1. Metode dan Teknik Penyediaan Data dalam Penelitian Dialektologi. mengamati, menjelaskan, dan menganalisis suatu fenomena atau data.

1. Metode dan Teknik Penyediaan Data dalam Penelitian Dialektologi. mengamati, menjelaskan, dan menganalisis suatu fenomena atau data. MATERI PELATIHAN PENELITIAN DIALEKTOLOG: SEPINTAS TENTANG METODE DAN TEKNIK PENYEDIAAN DAN ANALISIS DATA SERTA METODE PENYAJIAN HASIL ANALISIS DATA 1) Oleh Wahya 2) 1. Metode dan Teknik Penyediaan Data

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan untuk berinteraksi,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan untuk berinteraksi, 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan untuk berinteraksi, bekerja sama, dan mengidentifikasikan diri dalam suatu masyarakat bahasa. Anggota masyarakat

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORETIS. bermigrasi dari Cina Selatan lebih kurang 8000 tahun yang lalu. Dari Taiwan penutur

BAB II KERANGKA TEORETIS. bermigrasi dari Cina Selatan lebih kurang 8000 tahun yang lalu. Dari Taiwan penutur BAB II KERANGKA TEORETIS 2.1 Sejarah Singkat Penutur Bahasa Austronesia Penutur bahasa Austronesia diperkirakan telah mendiami kepulauan di Asia Tenggara sekitar 5000 tahun yang lalu. Mereka diduga berasal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Keanekaragaman bahasa merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang tak

BAB 1 PENDAHULUAN. Keanekaragaman bahasa merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang tak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keanekaragaman bahasa merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang tak ternilai harganya. Bahasa dalam suatu masyarakat digunakan untuk berinteraksi dan berkomunikasi

Lebih terperinci

REKONSTRUKSI PROTODIALEK BERDASARKAN EVIDENSI BAHASA JAWA DI BANYUWANGI, TENGGER, BLITAR, DAN GRESIK

REKONSTRUKSI PROTODIALEK BERDASARKAN EVIDENSI BAHASA JAWA DI BANYUWANGI, TENGGER, BLITAR, DAN GRESIK REKONSTRUKSI PROTODIALEK BERDASARKAN EVIDENSI BAHASA JAWA DI BANYUWANGI, TENGGER, BLITAR, DAN GRESIK SKRIPSI Oleh Ratna Wulandari NIM 060110201093 JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS JEMBER

Lebih terperinci

KEKERABATAN BAHASA-BAHASA MINAHASA DI PROPINSI SULAWESI UTARA. Moch. Jalal Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga

KEKERABATAN BAHASA-BAHASA MINAHASA DI PROPINSI SULAWESI UTARA. Moch. Jalal Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga KEKERABATAN BAHASA-BAHASA MINAHASA DI PROPINSI SULAWESI UTARA Moch. Jalal Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga e-mail: jalal_unair@yahoo.com Abstrak Tujuan penelitian ini adalah: (1) melakukan rekonstruksi

Lebih terperinci

RELASI KEKERABATAN GENETIS KUANTITATIF ISOLEK-ISOLEK SUMBA DI NTT: Sebuah Kajian Linguistik Historis Komparatif

RELASI KEKERABATAN GENETIS KUANTITATIF ISOLEK-ISOLEK SUMBA DI NTT: Sebuah Kajian Linguistik Historis Komparatif RELASI KEKERABATAN GENETIS KUANTITATIF ISOLEK-ISOLEK SUMBA DI NTT: Sebuah Kajian Linguistik Historis Komparatif Oleh I Gede Budasi FBS Undiksha-Singaraja Abstrak Makalah ini bertujuan: (1) mendeskripsikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa secara genetik di Indonesia masih sangat kurang. Dalam sejarah

BAB I PENDAHULUAN. bahasa secara genetik di Indonesia masih sangat kurang. Dalam sejarah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Linguistik Diakronis 1 yang menghasilkan pengelompokan bahasa secara genetik di Indonesia masih sangat kurang. Dalam sejarah perkembangannya di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi dan kedudukan bahasa daerah sangat penting karena tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi dan kedudukan bahasa daerah sangat penting karena tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fungsi dan kedudukan bahasa daerah sangat penting karena tidak dapat dipisahkan dari pengembangan bahasa nasional. Salah satu upaya untuk mengembangkan bahasa

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. 1) Berdasarkan bentuk perbedaan penggunaan bahasa Sunda di Kecamatan Bojong,

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. 1) Berdasarkan bentuk perbedaan penggunaan bahasa Sunda di Kecamatan Bojong, BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil pembahasan pada bab 4 yang menganalisis bentuk kosakata pokok, korespondensi dan variasi bunyi, deskripsi bahasa daerah di Kecamatan Bojong, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan tanggapannya terhadap alam sekitar atau peristiwa-peristiwa yang dialami secara individual atau secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu daerah di Indonesia dan suku Simalungun menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu daerah di Indonesia dan suku Simalungun menjadikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Batak Simalungun merupakan bahasa yang digunakan oleh suku Simalungun yang mendiami Kabupaten Simalungun. Bahasa Batak Simalungun merupakan salah satu

Lebih terperinci

JEJAK BAHASA MELAYU (INDONESIA) DALAIV- BAHASA BUGIS, MAKASSAR, MANDAR, DAN TORAJA (TINJAUAN LEKSIKOSTATISTIK)

JEJAK BAHASA MELAYU (INDONESIA) DALAIV- BAHASA BUGIS, MAKASSAR, MANDAR, DAN TORAJA (TINJAUAN LEKSIKOSTATISTIK) LAPORAN PENELITIAN FUNDAMENTAL JEJAK BAHASA MELAYU (INDONESIA) DALAIV- BAHASA BUGIS, MAKASSAR, MANDAR, DAN TORAJA (TINJAUAN LEKSIKOSTATISTIK) PENANGGUNGJAWAB PROGRAM Dr. Hj. Nurhayati, M. Hum. Dibiayai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIS. Dialek merupakan khazanah kebudayaan suatu bangsa yang perlu dipelajari, dikaji, serta

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIS. Dialek merupakan khazanah kebudayaan suatu bangsa yang perlu dipelajari, dikaji, serta BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIS 2.1 Pengantar Dialek merupakan khazanah kebudayaan suatu bangsa yang perlu dipelajari, dikaji, serta dipelihara sebaik mungkin. Bidang ilmu yang mengkaji dialek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak di antara bahasa-bahasa daerah di Indonesia. Bahasa Jawa digunakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. banyak di antara bahasa-bahasa daerah di Indonesia. Bahasa Jawa digunakan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa Jawa merupakan bahasa yang memiliki jumlah penutur paling banyak di antara bahasa-bahasa daerah di Indonesia. Bahasa Jawa digunakan oleh masyarakat etnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Dalam bagian ini diuraikan (1) latar belakang, (2) masalah, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, dan (5) struktur organisasi penulisan. Adapun uraiannya sebagai berikut. 1.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Jawa maupun di Pulau Bali, Pulau Sumatra, Pulau Kalimantan, dan pulaupulau

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Jawa maupun di Pulau Bali, Pulau Sumatra, Pulau Kalimantan, dan pulaupulau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian dialektologi yang meletakkan titik fokus pada kajian kebervariasian penggunaan bahasa dalam wujud dialek atau subdialek di bumi Nusantara, dewasa ini telah

Lebih terperinci

T. H GEOGRAFI DIALEK BAHASA SIMALUNGUN DALAM PENGEMBANGAN LEKSIKON BAHASA INDONESIA

T. H GEOGRAFI DIALEK BAHASA SIMALUNGUN DALAM PENGEMBANGAN LEKSIKON BAHASA INDONESIA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa Simalungun atau Sahap Simalungun adalah bahasa yang digunakan oleh suku Simalungun yang mendiami Kabupaten Simalungun. Bahasa Simalungun merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Ciacia merupakan salah satu bahasa yang dituturkan oleh sebagian

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Ciacia merupakan salah satu bahasa yang dituturkan oleh sebagian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Ciacia merupakan salah satu bahasa yang dituturkan oleh sebagian besar masyarakat di bagian selatan Pulau Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara. Bahasa Ciacia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat pendukungnya. Dalam perubahan masyarakat Indonesia telah terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat pendukungnya. Dalam perubahan masyarakat Indonesia telah terjadi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kedudukan bahasa sangat penting untuk manusia. Bahasa juga mencerminkan identitas suatu negara. Masalah kebahasaan di Indonesia tidak terlepas dari kehidupan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. biasanya dalam wilayah yang multilingual, dipertentangkan dengan bahasa

BAB 1 PENDAHULUAN. biasanya dalam wilayah yang multilingual, dipertentangkan dengan bahasa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa daerah adalah bahasa yang digunakan penduduk asli suatu daerah, biasanya dalam wilayah yang multilingual, dipertentangkan dengan bahasa persatuan, bahasa nasional,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 37 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian dengan judul Pemerolehan Bahasa Melayu Jambi pada Sasha Anak Usia Tiga Tahun; Suatu Kajian Psikolinguistik menggunakan pendekatan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. belum banyak dilakukan, dan dari hasil penelitian oleh para peneliti bahasa belum

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. belum banyak dilakukan, dan dari hasil penelitian oleh para peneliti bahasa belum 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Penelitian mengenai kekerabatan bahasa-bahasa di Sulawesi Tengah belum banyak dilakukan, dan dari hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI. Kajian pustaka yang dikerjakan di sini terbatas pada hasil-hasil penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI. Kajian pustaka yang dikerjakan di sini terbatas pada hasil-hasil penelitian BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka yang dikerjakan di sini terbatas pada hasil-hasil penelitian dialek geografi yang dipandang erat relevansinya dengan penelitian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN ALUR PENELITIAN. penelitian Wakidi dkk. dengan judul Morfosintaksis Bahasa Blagar dan La Ino

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN ALUR PENELITIAN. penelitian Wakidi dkk. dengan judul Morfosintaksis Bahasa Blagar dan La Ino BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN ALUR PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Penelitian yang berkaitan dengan tulisan ini, terutama dengan objek penelitian ini masih sangat jarang dilakukan. Penelitian

Lebih terperinci

SILABUS. 1. Identitas Mata Kuliah. Nama mata kuliah : Linguistik Komparatif Kode Mata Kuliah : IN419

SILABUS. 1. Identitas Mata Kuliah. Nama mata kuliah : Linguistik Komparatif Kode Mata Kuliah : IN419 SILABUS 1. Identitas Mata Kuliah Nama mata kuliah : Linguistik Komparatif Kode Mata Kuliah : IN419 Bobot SKS : 4 SKS Semester/Jenjang : 6/S1 Kelompok Mata Kuliah : MKKA Program Studi : Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta (DIY), dan Jawa Timur. Anggota masyarakat bahasa biasanya

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta (DIY), dan Jawa Timur. Anggota masyarakat bahasa biasanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi atau alat interaksi yang hanya dimiliki manusia (Chaer dan Agustina,2010:11). Bahasa Jawa (BJ) merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Wolio yang selanjutnya disingkat BW adalah salah satu bahasa daerah yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa Kerajaan Kesultanan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. penelitian ini. Hasil-hasil penelitian tersebut menyangkut bahasa Or dan linguistik

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. penelitian ini. Hasil-hasil penelitian tersebut menyangkut bahasa Or dan linguistik BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI 2.1 Kajian Pustaka Beberapa hasil penelitian yang relevan patut dikaji berkaitan dengan objek penelitian ini. Hasil-hasil penelitian tersebut menyangkut

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam bagian ini diuraikan (1) lokasi dan subjek penelitian, (2) desain penelitian, (3) metode penelitian, (4) definisi operasional, (5) instrumen penelitian, (6) teknik pengumpulan

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. dirumuskan tersebut berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan. Variabel

BAB VI PENUTUP. dirumuskan tersebut berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan. Variabel BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan Dengan maksud merangkum seluruh uraian yang terdapat pada bagian pembahasan, pada bagian ini dirumuskan berbagai simpulan. Simpulan yang dirumuskan tersebut berdasarkan rumusan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab III diuraikan pembahasan mengenai () lokasi penelitian, () metode penelitian, () definisi operasional, () instrumen penelitian, () teknik pengumpulan, dan (6) sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sudah banyak dilakukan, baik yang dilakukan secara individual maupun secara

BAB I PENDAHULUAN. sudah banyak dilakukan, baik yang dilakukan secara individual maupun secara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kajian tentang bahasa-bahasa di Indonesia serta variasinya hingga saat ini sudah banyak dilakukan, baik yang dilakukan secara individual maupun secara kelembagaan.

Lebih terperinci

PERBEDAAN STATUS DIALEK GEOGRAFIS BAHASA JAWA SOLO-YOGYA (KAJIAN DIALEKTOLOGI)

PERBEDAAN STATUS DIALEK GEOGRAFIS BAHASA JAWA SOLO-YOGYA (KAJIAN DIALEKTOLOGI) PERBEDAAN STATUS DIALEK GEOGRAFIS BAHASA JAWA SOLO-YOGYA (KAJIAN DIALEKTOLOGI) Sri Andayani Program Studi Sastra Inggris, Fakultas Sastra dan Filsafat, Universitas Panca Marga, Jalan Yos Sudarso Pabean

Lebih terperinci

DAERAH ASAL DAN ARAH MIGRASI ORANG MINANGKABAU DI PROVINSI JAMBI BERDASARKAN KAJIAN VARIASI DIALEKTAL

DAERAH ASAL DAN ARAH MIGRASI ORANG MINANGKABAU DI PROVINSI JAMBI BERDASARKAN KAJIAN VARIASI DIALEKTAL MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 12, NO. 1, JULI 2008: 1-8 DAERAH ASAL DAN ARAH MIGRASI ORANG MINANGKABAU DI PROVINSI JAMBI BERDASARKAN KAJIAN VARIASI DIALEKTAL Nadra 1, Reniwati 2, dan Efri Yades 1 1. Jurusan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif karena peneliti menggambarkan gejala bahasa di daerah pengamatan berupa variasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses pemunculan variasi bahasa. Dalam kajian variasi bahasa diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. proses pemunculan variasi bahasa. Dalam kajian variasi bahasa diperlukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian tentang konvergensi dan divergensi berkaitan erat dengan proses pemunculan variasi bahasa. Dalam kajian variasi bahasa diperlukan sejumlah pemahaman terhadap

Lebih terperinci

PERSETUJUAN PEMBIMBING...

PERSETUJUAN PEMBIMBING... DAFTAR ISI Halaman JUDUL... i PERSYARATAN GELAR... ii LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii LEMBAR PENETAPAN UJIAN... iv PANITIA PENGUJI... v PERNYATAAN KEASLIAN... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

KEKERABATAN BAHASA AKIT DAN DUANU: KAJIAN LEKSIKOSTATISTIK. Zainal Abidin

KEKERABATAN BAHASA AKIT DAN DUANU: KAJIAN LEKSIKOSTATISTIK. Zainal Abidin KEKERABATAN BAHASA AKIT DAN DUANU: KAJIAN LEKSIKOSTATISTIK Zainal Abidin Balai Bahasa Provinsi Riau Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Jalan Binawidya, Kompleks Universitas Riau, Panam, Pekanbaru Posel:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun kelompok. Bahasa

Lebih terperinci

dengan penjelasan pasal 36 Undang-Undang Dasar 1945, bahasa-bahasa di Indonesia seperti bahasa Jawa, Bahasa Sunda, dan Bahasa Batak berkedudukan sebag

dengan penjelasan pasal 36 Undang-Undang Dasar 1945, bahasa-bahasa di Indonesia seperti bahasa Jawa, Bahasa Sunda, dan Bahasa Batak berkedudukan sebag 46, Vol. 06 No. 1 Januari Juni 2015 KERABATAN BAHASA BATAK TOBA DAN BAHASA BATAK ANGKOLA SUATU KAJIAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF Gokma Mualita Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan bentuk komunikasi masyarakat untuk saling berinteraksi sosial. Berbagai macam kelas sosial memengaruhi perkembangan bahasa yang digunakan dalam

Lebih terperinci