2 PENDEKATAN TEORITIS ANALISIS KONFLIK DAN PENGELOLAAN KONFLIK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "2 PENDEKATAN TEORITIS ANALISIS KONFLIK DAN PENGELOLAAN KONFLIK"

Transkripsi

1 2 PENDEKATAN TEORITIS ANALISIS KONFLIK DAN PENGELOLAAN KONFLIK 2.1 Kerangka Teoritis Analisis Konflik dan Pengelolaan Konflik Definisi dan anatomi konflik Terdapat beragam literatur yang terkait dengan pendekatan teoritis untuk menggambarkan dan menjelaskan konflik. Konflik pada dasarnya merupakan fungsi dari struktur sosial, hubungan antar kelas, atau perilaku individu dalam masyarakat. Konflik dapat terjadi dimana individu berupaya memperoleh hasil maksimal dengan pengorbanan sekecil mungkin, yang dalam prakteknya perilaku ini seringkali mengorbankan kepentingan pihak lain yang pada akhirnya dapat memicu terjadinya konflik. Konflik dapat diartikan dari sudut pandang positif atau negatif, serta dari perspektif konstruktif maupun destruktif (Powelson 1972), atau pelanggaran, pengasingan maupun bukan pelanggaran (Wallace 1993). Definisi konflik berkembang dan tidak hanya berfokus pada tindakan antagonistik (antagonistic action) tetapi juga memasukan istilah ketidaksetujuan yang tajam atau penentangan atas kepentingan, ide dan lain-lain. Konflik dapat pula diartikan sebagai kepentingan yang dirasakan sangat berbeda sehingga keinginan para pihak tidak dapat dicapai secara bersamaan (Pruit dan Rubin 1986). Pengertian lainnya adalah interaksi antara orang-orang yang saling bergantung satu sama lain yang memiliki tujuan berbeda dimana mereka saling mengintervensi untuk mencapai tujuan masing-masing (Hocker 1985). Pada dasarnya konflik itu nyata, bisa destruktif (negatif) bisa juga konstruktif (positif), dan kadangkala tidak bisa diselesaikan. Tapi yang penting adalah bagaimana respon terhadap konflik tersebut, bagaimana nilai dan wawasan baru ditumbuhkan agar dapat digunakan untuk menghadapi dan mengelola konflik tersebut. Pendapat ahli yang lain mendefinisikan konflik sebagai situasi yang nonkooperatif yang melibatkan kelompok orang yang memiliki tujuan berbeda. Konflik merupakan proses dinamis dan dapat dipandang sebagai katalis positif bagi perubahan. Namun demikian, konflik sering juga dipandang sebagai hal yang

2 negatif, tetapi pendapat ini tidak seluruhnya benar (Warner and Jones 1998). Powelson (1972) berpendapat bahwa konflik dapat diartikan negatif jika secara agregasi kelompok tidak memperoleh manfaat dari adanya konflik (zero-sum game) atau dimana terjadi deadweight loss sumberdaya sosial sebagai akibat dari argumen guns vs butter (Neary 1997). Pada situasi yang lain, konflik dapat dipandang sebagai hal positif. Dalam kasus ini konflik yang muncul sebaiknya jangan diredam atau dihilangkan sama sekali. Dalam konflik yang positif, maka barang atau jasa dapat diproduksi lebih murah. Selain itu pemerintah juga menjadi lebih efisien, kegagalan dalam membangun kelembagaan dapat dihindari serta masyarakat dapat berfungsi secara efisien dalam menyelesaikan konflik-konflik kecil yang biasanya lebih sering terjadi (Powelson 1972). Menurut Lewicky et al. (2001) manfaat positif konflik antara lain : 1) Konflik membuat anggota organisasi lebih menyadari adanya persoalan dan mampu menanganinya. 2) Konflik menjanjikan perubahan dan adaptasi. 3) Konflik memperkuat hubungan dan meningkatkan moral. 4) Konflik meningkatkan kesadaran diri sendiri dan orang lain, artinya melalui konflik orang belajar tentang apa yang membuat mereka marah, frustasi dan takut. 5) Konflik meningkatkan perkembangan pribadi. 6) Konflik mendorong perkembangan psikologis, dalam hal ini orang menjadi lebih realistis dan akurat dalam mengukur dirinya. 7) Konflik dapat memberikan rangsangan dan kesenangan karena orang merasa terpuji, terlibat dan hidup di dalam konflik menjadi istirahat dari hal-hal yang rutin dan mudah. Definisi di atas menunjukkan bahwa para ahli memandang konflik dari perspektif yang berbeda, tetapi intinya tetap sama yaitu adanya perbedaan pandangan dan pemahaman antar pihak terhadap sesuatu kepentingan. Dalam rangka mengklasifikasi apakah konflik bersifat positif atau negatif, maka sangat bermanfaat untuk melihat bagaimana konflik terjadi dan apa penyebab yang paling mendasar terhadap timbulnya konflik. 11

3 Aubert (1963), Boulding (1966) dan Powelson (1972), membedakan konflik yang masih berada dalam konsensus atau konflik yang sudah melewati konsensus. Pada konflik yang masih dalam konsensus semua pihak yang berkonflik setuju terhadap nilai (value) yang mereka inginkan tetapi mereka tidak mampu untuk mencapainya. Sedangkan konflik yang melewati batas konsensus, pihak yang berkonflik tidak dapat mencapai kesepakatan tentang nilai yang mereka inginkan dan mereka sendiri tidak tahu bagaimana mencapainya. Oleh sebab itu dampak konflik dapat diukur dari sejauh mana pihak yang berkonflik mencapai kesepakatan (Coser 1972) Wujud dan sebab-sebab terjadinya konflik Wijardjo et al. (2001) menyebutkan wujud konflik dapat tertutup (latent), mencuat (emerging) dan terbuka (manifest), seperti pada Gambar 1. TANPA KONFLIK KONFLIK TERTUTUP KONFLIK MENCUAT KONFLIK TERBUKA Gambar 1. Hubungan sasaran dan perilaku dalam konflik (Fisher et al. 2000) Konflik tertutup dicirikan dengan adanya tekanan-tekanan yang tidak nampak yang tidak sepenuhnya berkembang dan belum terangkat ke puncak konflik. Seringkali satu atau dua pihak belum menyadari adanya konflik bahkan yang paling potensialpun. Konflik mencuat adalah perselisihan dimana pihakpihak yang berselisih teridentifikasi. Mereka mengakui adanya perselisihan, kebanyakan permasalahannya jelas, tapi proses negosiasi dan resolusi masalahnya 12

4 belum berkembang. Sedangkan konflik terbuka adalah konflik dimana pihakpihak yang berselisih secara aktif terlibat dalam perselisihan yang terjadi, mungkin sudah mulai bernegosiasi, dan mungkin juga mencapai jalan buntu. Bennett dan Neiland (2000), menyatakan bahwa konflik sifatnya multidimensional dan umumnya melibatkan berbagai pihak dalam suatu hubungan yang kompleks. Lebih lanjut, disebutkan terdapat tiga dimensi yang mempengaruhi terjadinya konflik, yaitu: aktor, ketersediaan sumberdaya dan dimensi lingkungan. Termasuk ke dalam dimensi aktor adalah pihak-pihak yang sedang berkonflik. Aktor dapat terdiri dari pemerintah, perusahaan swasta dan masyarakat lokal. Bentuk hubungan antar aktor sangat mempengaruhi bentuk resolusi konflik yang dapat diajukan. Bentuk hubungan tersebut dipengaruhi oleh pada tingkatan mana konflik tersebut terjadi (tingkat pusat, daerah atau masyarakat), kedudukan atau status masing-masing aktor tersebut (konflik dapat terjadi secara vertikal maupun horisontal), serta kekuatan masing-masing pihak yang berkonflik. Walaupun demikian Jabri (1996) mengingatkan bahwa menganalisis konflik melalui pola hubungan antar aktor relatif sulit, mengingat aktor yang secara relatif memiliki posisi dan kekuatan yang lebih baik akan cenderung lebih didengar dibandingkan dengan lawannya yang memiliki posisi dan kekuatan lebih lemah. Ketersediaan sumberdaya berhubungan erat dengan aktivitas masyarakat. Bennett dan Neiland (2000) mengemukakan bahwa aktivitas yang terkait dengan pengelolaan sumberdaya di wilayah pesisir dapat dikelompokkan ke dalam hubungan yang sinergistik, komplementer, kompetitif dan antagonistik. Dari ke empat model ini maka hubungan yang kompetitif dan antagonistik berpotensi menyebabkan konflik (baik konflik fisik, konflik biologis, sosial maupun ekonomi). Konflik pada umumnya terjadi karena adanya kompetisi dalam pemanfaatan sumberdaya. Dalam menganalisis peranan ketersediaan sumberdaya terhadap terjadinya konflik, Bennett dan Neiland (2000) berpendapat bahwa interaksi antara sumberdaya yang menjadi konflik dengan ekosistem juga harus mendapat perhatian, karena perubahan salah satu sistem dari ekosistem akan mempengaruhi ekosistem lain secara keseluruhan. 13

5 Peranan lingkungan juga menjadi dimensi penting dalam menganalisis tipologi konflik. Hal ini disebabkan konflik pemanfatan sumberdaya alam terjadi karena sumberdaya alam dieksploitasi dengan tanpa memperhatikan nilai sesungguhnya (true value). Nilai sesungguhnya dari sumberdaya serta biaya kerusakan yang ditimbulkan sebagai akibat over eksploitasi dikenal dengan eksternalitas. Dalam hal ini eksternalitas seringkali tidak diperhitungkan ke dalam pemanfaatan sumberdaya. Schlager et al. (1992) menyebutkan tiga jenis eksternalitas yang menjadi dilema dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan, yaitu : 1) Appropriation externalities. Dalam perhitungan ekonomi, ketika seorang nelayan menangkap ikan dari stok ikan yang tersedia di laut, proses tersebut meningkatkan biaya marjinal dari setiap tambahan ikan yang ditangkapnya sekaligus menurunkan manfaat marjinal dari setiap tambahan upaya penangkapannya. Dengan demikian, peningkatan biaya penangkapan ikan karena mengecilnya stok ikan di laut tidak hanya berpengaruh pada nelayan yang menangkap ikan, tetapi juga nelayan lainnya yang ikut memanfaatkan stok ikan tersebut. 2) Technological externalities. Eksternalitas ini muncul ketika para nelayan secara fisik saling melakukan intervensi di lokasi penangkapan ikan yang pada akhirnya dapat memicu timbulnya konflik. Technological externalities dapat didefinisikan sebagai terjadinya pelanggaran alat tangkap terhadap alat tangkap lainnya atau bentukbentuk ketersinggungan fisik lainnya yang muncul akibat nelayan melakukan penangkapan ikan sangat berdekatan satu dengan lainnya. 3) Assignment problems. Assignment problems muncul ketika nelayan menangkap ikan secara tidak terkoordinasi sehingga tidak mampu mengalokasikan diri mereka secara efisien pada daerah tangkapan tersebut. Permasalahan muncul mengenai siapakah yang memiliki akses ke daerah produktif tersebut dan bagaimana akses tersebut harus ditetapkan/dibagikan. Kegagalan dalam memecahkan assignment problems dapat memicu konflik dan meningkatkan biaya produksi. 14

6 Dari pengalaman empiris maka konflik atas sumberdaya alam di berbagai daerah di Indonesia dapat digolongkan dalam konflik yang bersifat struktural, dengan melibatkan unsur-unsur lainnya. Pada pengelolaan perikanan tangkap, terdapat tujuh penyebab konflik seperti dijelaskan berikut ini (Anonimous 2002). Pertama, konflik yang timbul karena persepsi politis yang keliru dalam memahami batas-batas perairan wilayah setelah diberlakukannya otonomi daerah. Para nelayan menentukan sendiri batas-batas wilayah perairannya. Dengan persepsi demikian, kelompok-kelompok nelayan yang berasal dari suatu daerah/kabupaten dilarang melaut di perairan daerah/kabupaten lain. Dalam konflik jenis ini, biasanya tingkat kecanggihan peralatan tangkap bukan sebagai faktor utama, faktor utama konflik adalah asal-usul daerah/kabupaten nelayan. Kedua, konflik yang terjadi karena perebutan daerah/lokasi tangkapan. Daerah/lokasi demikian sudah dipersepsi oleh nelayan memiliki potensi perikanan yang cukup banyak. Nelayan-nelayan yang terlibat memiliki tingkat kualitas peralatan tangkap yang sama dan menangkap jenis sumberdaya perikanan yang sama. Fokus utama konflik adalah perebutan daerah/lokasi penangkapan. Ketiga, konflik yang terjadi karena perbedaan kapasitas peralatan tangkap antar kelompok nelayan dalam menangkap jenis ikan yang sama. Akibatnya, bisa mengurangi hasil tangkapan nelayan yang memiliki kapasitas peralatan tangkap yang lebih rendah. Keempat, konflik yang terjadi karena perbedaan kualitas peralatan tangkap antar kelompok nelayan dalam menangkap jenis ikan yang berbeda, tetapi pada daerah penangkapan yang sama. Akibatnya, bisa mengurangi hasil tangkapan yang memiliki kualitas peralatan tangkap yang lebih rendah. Hal ini dapat dicontohkan antara nelayan yang mengoperasikan jaring bergerak dengan nelayan yang mengoperasikan jaring menetap atau perangkap. Kelima, konflik yang timbul karena pelanggaran batas wilayah perairan. Misalnya, perairan pantai diperuntukkan untuk nelayan-nelayan tradisional, tetapi nelayan-nelayan yang memiliki peralatan tangkap lebih canggih menangkap jenis ikan yang sama di perairan pantai. Keenam, konflik yang timbul karena operasi perahu sekelompok nelayan merusak/menerjang peralatan tangkap nelayan lain. Tingkat kualitas peralatan 15

7 tangkap mereka bisa berbeda tetapi menangkap jenis ikan yang sama dan berada dalam lokasi penangkapan yang sama. Ketujuh, konflik yang timbul karena pelanggaran hak ulayat laut masyarakat lokal. Hal ini bisa terjadi karena pelanggaran batas-batas perairan milik masyarakat adat oleh nelayan-nelayan lain atau pengambilan sumberdaya perikanan di wilayah perairan hak ulayat laut yang tidak sesuai dengan normanorma lokal, baik dilakukan oleh nelayan lokal, maupun nelayan lain. Konflik perikanan tangkap umumnya muncul terkait dengan bagaimana mempertahankan kesejahteraan masyarakat di satu sisi, kepentingan industri dan kelestarian sumberdaya perikanan di sisi lain. Charles (1992) telah membuat model konseptual untuk menganalisis berbagai isu konflik perikanan. Kerangka tersebut dikenal sebagai paradigma segitiga (triangle paradigm) yang terdiri dari tiga isu, yaitu efisiensi, konservasi dan komunitas sosial. Keberhasilan pengelolaan perikanan tangkap membutuhkan partisipasi aktif dari stakeholder utama dan sekunder. Selanjutnya yang lebih penting adalah apakah ada koherensi antara tujuan yang diinginkan dengan yang dirasakan dari suatu sistem secara keseluruhan, dengan kepentingan kelompok stakeholder yang berbeda (Brown et al. 2001; Charles 1992). Dalam pengelolaan sumberdaya alam sering diperdebatkan pentingnya menyatukan persepsi stakeholder dalam proses pengelolaan. Khususnya bagaimana persepsi stakeholder terhadap pengelolaan sumberdaya alam dan bagaimana mereka dapat terlibat dalam proses pengelolaan tersebut. Berdasarkan pengalamannya di Tobbago, Brown et al. (2001) mengelompokkan stakeholder ke dalam suatu kontinum dan pengaruhnya. Kedudukan dalam kontinum menyatakan posisi stakeholder dalam kaitannya dengan wilayah kerja (global, nasional, regional dan lokal) serta posisi mereka dalam melihat situasi. Berdasarkan kriteria tersebut stakeholder dapat dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu: 1) Primary stakeholder, yaitu mereka yang memiliki kedudukan yang sangat penting tetapi pada umumnya mereka menganggap bahwa mereka mempunyai pengaruh yang lemah. 16

8 2) Secondary stakeholder, adalah mereka yang mempunyai posisi cukup penting dan cukup memiliki pengaruh, mereka bisa saja terlibat secara langsung dan merupakan bagian integral dari pengelolaan perikanan. 3) External stakeholder, mereka dapat saja sangat mempengaruhi tetapi memiliki kedudukan yang tidak terlalu penting dalam pengelolaan perikanan. Mereka memiliki pengaruh yang cukup signifikan karena kemampuannya melobi pihak atau organisasi lain. Brown et al. (2001) menjelaskan bahwa konflik yang terjadi di perikanan lebih banyak melibatkan primary dan secondary stakeholder yang banyak melibatkan masyarakat lokal. Penyebab konflik dapat dikelompokkan ke dalam penyebab internal dan penyebab eksternal. Penyebab internal terkait dengan karakteristik individu atau kelompok yang berkonflik, sedangkan penyebab eksternal adalah semua faktor yang berada diluar kontrol individu atau kelompok. Berdasarkan hal itu, konflik yang disebabkan oleh faktor-faktor sebagaimana yang dikemukakan oleh Charles (1992) dapat dikelompokkan ke dalam penyebab atau faktor eksternal. Bradford dan Stringfellow (2001) menyatakan bahwa perbedaan karakteristik individu yang menjadi anggota kelompok dapat memicu timbulnya konflik. Perbedaan ini akan mempengaruhi outcome dari kelompok yang bersangkutan. Outcome dapat diukur dari kinerja kelompok, kreativitas dan kepuasan anggota terhadap outcome kelompok. Jika ditinjau konstruksinya, maka konflik memiliki konstruksi yang multidimensional (Amason et al. 1995; Jehn 1995). Selanjutnya mereka mengelompokkan konflik menjadi: 1) affective conflict dan 2) task conflict. Gilbraith dan Stringfellow (2002) menjelaskan konflik afektif terjadi karena dua hal, yaitu: perbedaan kekuatan (power) dan komitmen. Suatu kelompok dimana perbedaan kekuatannya sangat besar akan cenderung mengalami friksi personal yang lebih tinggi ketimbang kelompok yang anggotanya berasal dari status sosial yang sama. Friksi juga dapat terjadi ketika sebagian anggota memiliki komitmen untuk menyelesasikan masalah sementara anggota yang lain bersikap masa bodoh terhadap masalah yang dihadapi oleh kelompok yang bersangkutan. 17

9 Task conflict disebabkan karena adanya perbedaan pengetahuan, kekuatan dan komitmen diantara anggota kelompok. Perbedaan keahlian dapat berwujud perbedaan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan anggota kelompok terhadap masalah yang dihadapi serta upaya memecahkannya. Adanya perbedaan keahlian ini dapat menyebabkan masing-masing anggota mengajukan pendekatan atau pandangan yang berbeda terhadap masalah yang dihadapi, sehingga perbedaan tersebut pada akhirnya malah dapat menimbulkan konflik. Bradford dan Stringfellow (2002) mengemukakan konflik dalam sebuah kelompok dapat disebabkan karena perbedaan kemampuan dan pandangan terhadap masalah atau tantangan yang dihadapi. Secara umum perbedaan tersebut terkait dengan karakteristik demografik yang dapat diamati (visible) seperti jenis kelamin, usia, dan latar belakang etnik. Milliken and Martins (1996) menambahkan faktor yang tidak dapat diamati langsung (unobservable diversity) dan deep level (Harrison et al. 1998) seperti kepribadian dan tata-nilai yang dianut. Dalam penelitiannya berhasil dibuktikan bahwa perbedaan atribut deep level memberikan kontribusi terhadap kualitas output yang dihasilkan oleh kelompok. Ury (1993) berhasil mengidentifikasi faktor lain yang dapat memicu timbulnya konflik, yaitu: kepentingan (interest), hak-hak (rights) dan status kekuasaan (power). Dalam proses resolusi konflik, pihak-pihak yang berkonflik umumnya akan berupaya mempertahankan ketiga faktor tersebut agar kepentingannya tercapai, hak-haknya terpenuhi dan untuk itu kekuasaannya diperlihatkan, dimanfaatkan, dan dipertahankan Metoda pengelolaan konflik Melling (1994) dalam FAO (1998) mendefinisikan conflict resolution sebagai proses dimana dua atau beberapa kelompok yang berkonflik berupaya memperbaiki kondisi melalui tindakan koperatif dengan jalan memberikan kesempatan pada semua pihak yang berkonflik untuk memperbesar kue dan menjaga jangan sampai kue tersebut menciut. Dengan demikian setiap kelompok pada akhirnya akan mendapat bagian kue yang lebih besar. Definisi 18

10 ini secara implisit menyiratkan bahwa resolusi konflik berupaya menghasilkan manfaat untuk semua pihak. Conflict resolution atau resolusi konflik adalah jalan keluar dari perselisihan yang terjadi antara dua orang/kelompok atau lebih sehingga dicapai perdamaian. Resolusi, dimana pihak pihak yang bertikai segera mengadakan perjanjian perdamaian dengan membahas isu-isu resolusi konflik tersebut, namun bukan dengan mengutamakan pembahasan mengenai faktor-faktor yang memicu konflik tersebut. Resolusi biasanya membutuhkan suatu tekanan, lebih sering tekanan dari pihak luar yang bertikai. Tanpa tekanan, tampaknya konflik akan timbul lagi walaupun mungkin hal ini diekspresikan dengan cara lain. Singth dan Vlatas (1991) menyatakan bahwa ada lima pendekatan yang dapat digunakan oleh pihak yang berkonflik untuk menyelesaikan konflik, yaitu : 1) Forcing. Pendekatan yang bersifat win-lose solution, dimana satu pihak merasa menang dan pihak lain merasa kalah. Pendekatan ini sering menimbulkan rasa marah dan rusaknya hubungan antara pihak yang berkonflik. 2) Withdrawal. Pendekatan dimana pihak yang berkonflik keluar dari konflik atau menghindari isu konflik. Pendekatan ini tidak efektif karena konfliknya sendiri tidak diselesaikan secara tuntas. 3) Smoothing. Pendekatan yang lebih mencari kesamaan pandangan daripada perbedaan terhadap isu konflik. Sebagaimana withdrawal, pendekatan ini pada dasarnya tidak mampu menyelesaikan akar konflik, dengan demikian perbedaan pandangan yang menjurus pada timbulnya konflik susulan dapat terjadi. 4) Compromising. Pendekatan dimana masing-masing pihak yang berkonflik saling menimbang dan mencari solusi. Kompromi dapat dicapai dan sering kali dengan melibatkan pihak ketiga, negoisasi dan bahkan voting. Resolusi konflik pada pendekatan ini dipengaruhi oleh kekuatan relatif dari masingmasing pihak. 19

11 5) Confrontation. Pendekatan dimana pihak yang berkonflik menyelesaikan perbedaan diantara mereka dengan memfokuskan pada isu konflik, kemudian mencari alternatif resolusinya dan akhirnya memilih alternatif yang terbaik dalam menyelesaikan konflik. Pendapat lain mengelompokkan resolusi konflik ke dalam suatu kontinum. Kontinum adalah suatu alur yang menghubungkan dua kondisi ekstrim yang bertolak belakang, mulai dari pelanggaran dan perusakan pada satu sisi hingga kondisi pembiaran konflik itu tetap terjadi (masa bodoh) pada sisi yang lain. Diantara ke dua ektrim tadi maka pendekatan resolusi konflik sebenarnya bekerja. Mengacu pada formalitas legal, proses resolusi konflik dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu melalui proses peradilan (litigasi) dan diluar pengadilan atau resolusi konflik alternatif (Alternative Dispute Resolution/ADR). Melalui proses resolusi konflik secara litigasi, akan memunculkan pihak yang menang dan pihak yang kalah. Sementara pada pendekatan ADR output yang dihasilkan lebih fleksibel dan lebih dapat diterima oleh semua pihak yang berkonflik dan hasilnya lebih berorientasi jangka panjang. Selain itu ADR lebih populer digunakan untuk mengatasi konflik yang terkait dengan masalah lingkungan dan sumberdaya alam. Jenis-jenis resolusi konflik alternatif (ADR) yang sering digunakan terdiri dari negoisasi, mediasi, fasilitasi dan arbitrase. Berbagai pakar resolusi konflik sering menggunakan konsep piramid sebagai simbolisasi berbagai metode resolusi konflik. Piramid resolusi konflik menggambarkan pilihan proses resolusi konflik mulai dari isolation hingga ke cooperation. Proses resolusi konflik menggunakan hukum formal (litigasi) akan menghasilkan suasana yang terisolasi karena ada pihak yang dimenangkan dan yang dikalahkan oleh tatanan hukum formal, sementara resolusi konflik yang menggunakan pendekatan ADR akan menghasilkan kondisi yang kooperatif. Hal ini disebabkan pihak yang berkonflik saling berinteraksi untuk mencapai kesepakatan yang memuaskan kedua belah pihak. Pemilihan metode resolusi konflik sangat situasional. Resolusi konflik melalui cooperative action berupaya untuk memperoleh hasil yang saling menguntungkan (win-win solutions) guna menghasilkan kondisi yang lebih baik (better off) bagi semua pihak. Walaupun demikian, tidak dapat diartikan bahwa 20

12 pendekatan ini merupakan pendekatan yang terbaik untuk pihak yang berkonflik. Dalam beberapa situasi, sekelompok orang yang berkonflik justru memperoleh manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok lainnya. Dalam sistem hukum formal, resolusi konflik melalui pendekatan litigasi (pengadilan) yang menggunakan aturan hukum yang kaku, sering menghasilkan kelompok yang lebih superior di mata hukum. Oleh sebab itu pendekatan ini menghasilkan pihak yang kalah dan menang. Walaupun demikian tidak dapat diartikan bahwa pendekatan litigasi merupakan opsi yang buruk. Dalam beberapa kasus, resolusi konflik melalui pendekatan litigasi justru dibutuhkan, misalnya konflik dimana batasan hukumnya sudah jelas. Dalam resolusi konflik, seorang dari luar atau satu orang yang penting dapat diminta untuk membantu bernegosiasi dengan pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik. Keterbukaan adalah hal yang penting untuk memecahkan semua masalah. Bila keputusan yang diambil dari pihak-pihak tersebut dapat berjalan lancar dan sesuai dengan keinginan kedua belah pihak. Perjanjian dan jalan keluar yang diambil sebaiknya keluar dari mereka sendiri dan bukan dari pihak luar. Resolusi konflik pada dasarnya tidak dilakukan atas dasar siapa yang benar, siapa yang salah, tapi lebih didasarkan pada pengakuan dan penghargaan atas adanya perbedaan posisi dan kepentingan para pihak yang terlibat Untuk mencapai kondisi kesepakatan yang berkesinambungan (durable settlement), Lincoln (1986) menyebutkan tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu: 1) Substantive interests, yaitu: content need, dana, waktu, material dan sumberdaya. 2) Procedural interests, yaitu kebutuhan akan perilaku tertentu atau cara bagaimana sesuatu dapat diselesaikan. 3) Relationship or phsychological interest, yaitu kebutuhan yang merujuk pada perasaan seseorang, bagaimana seseorang diperlakukan, dan prakondisi untuk menciptakan hubungan yang berkelanjutan. Ketiga prasyarat di atas sering digambarkan dalam bentuk satisfaction triangle seperti pada Gambar 2. 21

13 Psikologi A B Prosedur Kepentingan substantif Gambar 2. Segitiga kepuasan (Diadopsi dari Lincoln 1986) Idealnya partisipasi masyarakat dan pengelolaan konflik berupaya mencapai titik A, yaitu kondisi optimal dimana prosedur, psikologi dan kepentingan substantif secara seimbang dapat dipenuhi. Tetapi sering kali yang tercapai adalah kondisi yang tidak optimal, misalnya pada titik B. Pada titik ini masalah substantive atau content aspect dapat terpenuhi tetapi pencapaian kedua aspek lainnya (psikologi dan prosedur) relatif rendah. Pengelolaan konflik (conflict management) terdiri atas berbagai teknik yang digambarkan dalam suatu spektrum. Perbedaan teknik resolusi konflik tersebut disebabkan derajat formalitas/struktur, partisipasi pihak ketiga (seperti fasilitator atau mediator) dan derajat partisipasi langsung dari pihak yang berkonflik Spektrum tersebut dapat digambarkan dalam suatu kontinum seperti pada Gambar 3. 22

14 A Hot Tub Tidak dibimbing Dibimbing C Keputusan dari pihak ke tiga Perang B Substantif - Konsiliasi - Saling tukar info - Kerjasama - Negosiasi Relationship Building Procedural Assistance Assistance - Counceling - Coaching - Conciliation consultation - Team building - Training - Informal sosial - Facilitation activities - Mediation Substantive Assistance - Mini-trial - Technical advisory board - Dispute panels - Advisory mediation - Fact finding - Settlement conference Tidak mengikat Mengikat - Arbritasi - Arbitrasi - Summary jury - Panel sengketa Trial - Pengadilan - Judging Gambar 3. Kontinum teknik alternative dispute resolution (Diadopsi dari Priscoli 2003) Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa teknik resolusi konflik berada dalam suatu kontinum dimana hot tub (A) dan war (B) berada pada masingmasing titik ekstrimnya. Semakin ke arah A maka formalitas hukumnya menjadi semakin rendah, sementara ke arah B, formalitas hukumnya semakin kuat. Disepanjang kontinum terdapat beragam teknik resolusi konflik yang dapat dikelompokkan kedalam tidak dibimbing (unassisted), dibimbing (assisted) dan keputusan dari pihak ke tiga (third party decision making). Titik C ke kanan memperlihatkan posisi dimana resolusi konflik diserahkan kepada pihak ke tiga, misalnya pengadilan atau hakim. Pada daerah assisted, proses resolusi konflik dilakukan dengan melibatkan pihak ke tiga, tetapi peranannya hanya terbatas pada perancangan kesepakatan melalui diagnosis konflik secara bersama, membangun alternatif resolusi bersama serta penerapannya secara bersama pula. Pengalaman menunjukkan pihak yang berkonflik sering lebih memilih daerah kiri, karena pada daerah kanan kontinum sering memunculkan pihak yang menang (winner) dan pihak yang kalah (looser). Gambar diatas juga memperlihatkan bahwa suatu konflik dapat saja diselesaikan tanpa bantuan pihak lain, yang dalam hal ini dilakukan melalui 23

15 diskusi maupun negoisasi. Namun, jika unassisted conflict resolution ini sudah tidak efektif lagi, maka pihak yang berkonflik dapat mengundang pihak ketiga untuk membantu menyelesaikan konfliknya. Guna memilih alternatif resolusi konflik yang terbaik, Priscoli (2003) merancang beberapa pertanyaan yang dapat digunakan untuk menilai situasi serta menilai apakah ADR tepat untuk digunakan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut pada dasarnya terkait dengan lima hal, yaitu: 1) keberadaan pihak yang memiliki otoritas yang mampu mewakili pihak yang berkonflik, 2) kemungkinan terjadinya konflik susulan sebagai akibat dari pemilihan teknik resolusi, 3) prasyarat dan prekondisi yang dibutuhkan, 4) apakah ada mekanisme yang menjamin pelaksanaan kesepakatan yang telah dibuat, dan 5) bahaya atau kerusakan yang mungkin muncul dari proses resolusi konflik. Sementara untuk mengetahui teknik ADR yang paling sesuai, Priscoli (2003) mengajukan beberapa kriteria yang dapat dipertimbangkan, yaitu: 1) apakah kita akan menghindari konflik atau menyelesaikan konflik yang telah muncul, 2) apakah pihak-pihak yang terlibat dalam konflik dapat dipertemukan, 3) apakah sumberdaya teknik maupun hukumnya diantara pihak yang berkonflik sudah seimbang, 4) jumlah pihak yang terlibat dalam konflik, 5) apakah aktor kuncinya saling antagonis, 6) pertimbangan waktu, biaya dan 7) hasil yang diharapkan yang menjadi perhatian utama. Guna menjelaskan penyebab terjadinya konflik, maka pengenalan terhadap tipologi konflik menjadi penting. Sedangkan dengan mengetahui tipologi konflik maka akan dapat dianalisis penyebab serta alternatif penanggulangannya. Tipologi tidak berupaya untuk menggambarkan semua bukti-bukti empiris, tetapi hanya berupaya menarik benang merah serta karakteristik khusus yang diperkirakan dapat mewakili suatu karakteristik (McKinney 1966). Dengan mereduksi karakteristik nyata (perceptual) ke dalam model konseptual, maka tipologi dapat digunakan sebagai alat untuk melakukan perbandingan dan bahkan prediksi. Proses merekonstruksi suatu tipologi membutuhkan beberapa kali interaksi dan iterasi, suatu model awal dari tipologi dibangun dan kemudian diuji. Dengan demikian dalam proses membangun sebuah tipologi dibutuhkan pemurnian. 24

16 Tipologi mempunyai dua fungsi, yaitu: bertindak sebagai filter dalam proses awal suatu penelitian dalam rangka menganalisis hipotesis dengan menggunakan data sekunder. Sedang fungsi tipologi yang kedua adalah sebagai suatu alat untuk merekontruksi berdasarkan data primer dan bukti-bukti yang ada. Obserschall (1973) menyatakan telah banyak peneliti dibidang conflict resolution yang merasakan manfaat dari tergambarkannya tipologi konflik. Di sektor perikanan, Charles (1992) telah berhasil merekonstruksi konflik yang sering terjadi. Menurutnya, konflik yang terjadi dapat dikelompokkan ke dalam konflik jurisdiksi, masalah pengelolaan, konflik alokasi internal dan konflik alokasi eksternal atau konflik inter sektoral. Selanjutnya, Warner and Jones (1998) mengelompokkan tipologi konflik ke dalam: micro-micro conflicts, inter micromicro conflicts dan micro-macro conflicts serta menelaah pada level mana saja konflik tersebut dapat muncul. Sithole and Bradley (1995) mengelompokan konflik berdasarkan aktor atau pelakunya, yang dalam hal ini adalah konflik antara pemerintah dan institusi (yaitu mereka yang merasa berhak mengatur sumberdaya perikanan) atau konflik antara pengguna sumberdaya itu sendiri. Tipologi konflik yang lebih maju berhasil dikelompokkan oleh FAO (1996). Pengelompokan didasarkan pada level mana konflik itu sendiri terjadi (mulai dari konflik rumah tangga hingga ke konflik internasional), penyebab terjadinya konflik (terkait dengan akses, kualitas sumberdaya, otoritas, nilai sumberdaya, informasi dan hukum) serta status penyebab konflik (immediate, intermediate, root). Tipologi konflik menurut FAO (1996) tersebut digambarkan pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Tipologi konflik (Diadopsi dari FAO 1996) Penyebab Konflik AKSES KUSUM OTORI NISUM PEMIN ISKEB RUTAN * Level INKON * * konflik INTKO * * * LOKAL * * * * NASIO * * * * * * INTER * * * * * * Keterangan : RUTAN : Rumah tangga AKSES : Akses INKOM : Intra komunitas KUSUM : Kualitas sumberdaya INTKO : Inter komunitas OTORI : Otoritas LOKAL : Lokal NISUM : Nilai sumberdaya NASIO : Nasional PEMIN : Pemrosesan informasi INTER : Internasional ISKAB : Isu kebijakan/hukum 25

17 Karena pada kenyataannya konflik yang melibatkan faktor sosial, ekonomi dan lingkungan ternyata sangat kompleks, maka proses analisis dapat dilakukan dengan membuat pemetaan atau diagram yang menggambarkan: pihak yang terlibat dalam konflik, peranan dan pengaruhnya, serta bentuk hubungan antar pihak yang terlibat Pendekatan lain yang dapat digunakan dalam menganalis konflik adalah analisis hubungan (relationship analysis). Pendekatan ini menganalisis hubungan stakeholder (aktor) yang terlibat di dalam konflik. Karena peranan stakeholder (baik itu secara politis, ekonomi maupun lingkungan) menentukan bentuk hubungan antara aktor dengan sumberdaya, maka analisis hubungan (relationship) cocok untuk digunakan (FAO 1996). Pengaruh variabel politik, ekonomi dan lingkungan terhadap terjadinya konflik sangat bergantung pada tingkatan masyarakat yang akan digunakan sebagai langkah awal dalam menganalisis konflik. Ketika menganalisis konflik dari perspektif aktor, terdapat beberapa elemen yang harus diperhatikan. Elemen tersebut adalah: tujuan aktor, peta kekuatan, dan informasi yang dibutuhkan serta digunakan. Jabri (1996), berpendapat bahwa menganalisis konflik dari sudut peranan aktor seringkali sangat kompleks. Hal ini disebabkan aktor yang lebih kuat kedudukannya dalam konflik seringkali lebih didengar. Hubungan kekuatan antar aktor pada akhirnya terkait dengan status sumberdaya, dimana jika ketersediaan sumberdaya makin terbatas, maka hubungan kekuatan tersebut akan bergeser ke isu alokasi sumberdaya. Pendekatan relationship analysis dapat dilihat pada Gambar 4. 26

18 Gambar 4. Hubungan antar aktor dalam resolusi konflik (Diadopsi dari FAO 1996) Konflik berubah setiap saat, melalui berbagai tahap aktivitas, intensitas ketegangan dan kekerasan yang berbeda. Oleh karenanya, selain mengenai tipologi konfliknya maka penggambaran konflik menurut tahapannya (diagnosis) juga menjadi penting. Diagnosis pentahapan konflik bertujuan untuk mengkaji tahap-tahap dan siklus peningkatan dan penurunan konflik serta berusaha untuk meramalkan pola-pola peningkatan intensitas konflik dimasa depan dengan tujuan untuk menghindari pola itu terjadi. Fisher (2000), mengelompokkan tahapan konflik menjadi lima bagian, yaitu: prakonflik, konfrontasi, krisis, akibat dan pascakonflik. Tahap prakonflik dicirikan oleh adanya ketidaksesuaian sasaran diantara dua pihak atau lebih. Pada tahap ini konflik masih tersembunyi dari pandangan umum, meskipun satu pihak atau lebih sudah mengetahui potensi terjadinya konfrontasi. Pada tahap konfrontasi, konflik menjadi semakin terbuka dan dicirikan oleh adanya pertikaian atau aksi demonstratif atau perilaku konfrontatif lainnya. Masing-masing pihak yang berkonflik mengumpulkan sumberdaya dan kekuatan dengan harapan dapat meningkatkan konfrontasi dan kekerasan. Hubungan di 27

19 antara kedua pihak menjadi sangat tegang, mengarah pada polarisasi diantara para pendukung di masing-masing pihak. Tahapan selanjutnya adalah tahap krisis. Ini merupakan puncak konflik, ketegangan dan atau kekerasan terjadi paling hebat. Komunikasi normal antara pihak yang berkonflik kemungkinan terputus, sementara pernyataan-pernyataan umum cenderung menuduh dan menentang pihak lainnya. Pada tahapan akibat, suatu pihak mungkin menaklukan pihak yang lain atau mungkin melakukan gencatan senjata. Sementara pihak lainnya mungkin menyerah atau menyerah atas desakan orang lain. Kedua pihak mungkin setuju bernegoisasi, dengan atau tanpa bantuan perantara. Tingkat ketegangan pada tahap ini sudah menunjukkan penurunan dibandingkan pada tahap konfrontasi atau krisis, sehingga dimungkinkan adanya upaya resolusi. Tahap pascakonflik merupakan tahap akhir dari konflik dimana semua ketegangan dan konfrontasi diakhiri. Ketegangan berkurang dan hubungan mengarah ke kondisi normal. Namun demikian jika isu-isu atau masalah-masalah yang timbul karena sasaran yang dipertentangkan tidak diatasi dengan baik, maka tahap ini sering kembali menjadi pemicu munculnya kondisi pra konflik yang baru. Pendekatan lain yang dapat digunakan untuk menyelesaikan konflik adalah human judgement theory (Al-Tabbai 1991). Pendekatan ini melihat bahwa perbedaan kognitif diantara individu merupakan penyebab dasar terjadinya konflik. Hal ini disebabkan karena beberapa alasan, yaitu: 1) Human judgement is a covert process. Adalah hal yang sulit bagi seseorang untuk secara akurat mendeskripsikan proses penilaiannya. 2) Inaccurate reporting. Individu kadangkala tidak mampu secara akurat mendeskripsikan prinsipnya dalam mengumpulkan informasi untuk memberikan penilaian (judgement). 3) Inconsistency. Hal ini disebabkan karena human judgement merupakan proses yang sulit untuk dianalisis dan dikontrol secara penuh. Secara sederhana, proses resolusi konflik dengan menggunakan cognitive analysis approach, dimulai dari individu membuat kesimpulan atau membuat judgement (Ys) tentang uncertain events (Ye). Kedua variabel ini disebut sebagai 28

20 depth variable. Uncertain event ini sulit dilihat secara langsung, oleh karenanya kesimpulan penilaian dibuat berdasarkan data atau petunjuk yang tampak (X 1, X 2, X n ). Petunjuk ini dikenal pula sebagai surface variable. Selanjutnya surface variable digunakan untuk melakukan penilaian. Karena individu tidak memiliki akses kepada uncertain event dan hanya memiliki informasi mengenai surface variable sebagai dasar untuk melakukan penilaian, maka perbedaan atau kesenjangan dapat terjadi antara depth variable dengan surface variable. Perbedaan tersebut oleh Al-Tabbai (1991), disebut sebagai perbedaan kognitif diantara individu. Perbedaan kognitif tersebut pada akhirnya dapat memicu terjadinya konflik. Oleh karenanya, resolusi konflik yang ditawarkan pada pendekatan ini pada dasarnya adalah menutup kesenjangan kognitif diantara pihak yang berkonflik. Secara skematis resolusi konflik menurut pendekatan ini dapat dilihat pada Gambar 5 berikut. Tahap 1: Identifikasi isu konflik Tahap 2: Menentukan tipologi konflik Tahap 3: Penilaian Tahap 4: Parameter penilaian Tahap 5: Mengkomunikasikan umpan balik kognitif Tahap 6: Negosiasi antar pihak yang berkonflik Tidak Kompromi? Ya Ya Selesai Gambar 5. Prosedur resolusi konflik berdasarkan pendekatan kognitif (Al-Tabbai et al 1991) Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pemahaman terhadap konflik dan upaya mencari pemecahan dapat dibagi ke dalam dua tahapan. Losa et al. (2002), menyatakan kedua tahapan tersebut sebagai descriptive step dan prescriptive step. Pada descriptive step terdapat tiga karekteristik yang harus diperhatikan, yaitu: posisi aktor pihak yang berkonflik, 29

21 posisi alternatif resolusi konflik, serta posisi alternatif resolusi konflik terhadap aktor Perkembangan ADR di beberapa negara Resolusi konflik melalui pendekatan ADR sudah mulai berkembang di sejumlah negara. Pendekatan tersebut digunakan pada berbagai kasus, mulai dari kasus-keluarga hingga ke perselisihan yang kompleks seperti konflik bisnis modern. Perkembangan lembaga ADR berada pada taraf yang berbeda-beda. Singapura, misalnya, termasuk dalam tahap pemantapan pemanfaatan mekanisme ADR. Badan-badan yang memfasilitasi konflik melalui mekanisme ADR belum banyak di negara tersebut, sebagai contoh : the Community Mediation Centre (CMC) yang menangani konflik seputar masalah sosial kemasyarakatan, the Singapore International Arbitration Centre (SIAC) yang mengkhususkan pada penanganan konflik bisnis dengan mekanisme arbitrase, serta the Singapore Mediation Centre (SMC) yang memfokuskan pada resolusi konflik menggunakan metoda mediasi. Perkembangan penggunaan pendekatan ADR di Singapura menunjukkan kecenderungan yang positif, khususnya dalam menurunkan kecenderungan masyarakat yang semakin litigous, disamping juga untuk mengefisienkan biaya-biaya yang harus dikeluarkan oleh para pihak yang berkonflik dalam mencari solusi atas perkara mereka. Mekanisme ADR di Australia mulai dimanfaatkan secara lebih melembaga. Negara ini sudah memiliki sistem standarisasi yang baik guna menjamin kualitas para mediator dan arbiternya. Seperti halnya Singapura, di Australia telah didirikan badan di tingkat nasional yang disebut the National Alternative Dispute Resolution Advisory Council (NADRAC). Lembaga ini mempunyai tugas menyusun standar nasional yang akan mendukung pengembangan ADR di negara tersebut. Beberapa lembaga yang menggunakan mekanisme ADR untuk menyelesaikan konflik di Australia antara lain: the Australian Competition and Consumer Commission (ACCC) dan the Australian Competition Tribunal (ACT). Lembaga ini dibentuk untuk menangani konflik persaingan usaha dan perlindungan konsumen dengan menggunakan pendekatan adjudikasi. 30

22 Commercial ADR adalah aktivitas lembaga penyedia jasa swasta yang kebanyakan merangkap kantor-kantor hukum yang praktek di Australia. Lembaga ini selain membuka diri melayani klien melalui jalur litigasi, juga menawarkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan untuk menangani konflik melalui jalur ADR. Untuk menyelesaikan kasus-kasus konflik rumah tangga, Australia memiliki family mediation services. Mekanisme ADR yang ditawarkan oleh organisasi ini meliputi mediasi keluarga dan anak, konseling dan mediasi remaja. Di Amerika Serikat, penyelesaian konflik melalui jalur ADR berkembang dengan baik. ADR pada pokoknya dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu : (1) primary dan (2) hybrid atau court-ennexed. Primary ADR terdiri dari empat macam yaitu: adjudikasi, arbitrasi, mediasi dan negoisasi. Sementara hybrid process terdapat sekurang-kurangnya lima bentuk penerapan mekanisme ADR yaitu: private judging, neutral expert fact finding, mini trial, ombudsman dan summary jury trial. Berdasarkan penerapan ADR di beberapa negara tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ADR bisa diterapkan pada berbagai aspek kehidupan masyarakat, mulai dari konflik rumah tangga hingga ke konflik bisnis yang kompleks. Dari ketiga negara tersebut terdapat satu kesamaan bahwa pendekatan resolusi konflik melalui ADR sebaiknya ditangani oleh lembaga tertentu yang tidak bersifat ad hoc. Dengan demikian keputusan yang dihasilkan dapat dipertanggung jawaban, mengikat dan tentunya memiliki kekuatan hukum. Selain itu, penerapan ADR harus melibatkan semua fungsionari hukum secara keseluruhan. Ini berarti, suatu departemen tidak mungkin bekerja sendiri untuk mendirikan lembaga ADR yang berwibawa, melainkan harus melibatkan unit-unit pemerintahan dibidang legislatif dan yudikatif Perkembangan ADR di Indonesia Pendekatan resolusi konflik alternatif (ADR) telah lama digunakan oleh masyarakat Indonesia untuk menyelesaikan konflik. Proses resolusi konflik secara tradisional dianggap efektif dan merupakan tradisi yang masih hidup dalam masyarakat (Hadikusuma 1992). Dengan demikian bagi masyarakat Indonesia, ADR bukan merupakan fenomena asing, karena konsensus dan kompromi yang 31

23 menjadi inti dari ADR sesuai dengan pendekatan musyawarah dan mufakat yang dipandang sebagai mekanisme pengambilan keputusan resolusi konflik yang bersumber dari masyarakat Indonesia sendiri. Tujuan utama ADR adalah menciptakan konsensus yang memuaskan semua pihak yang berkonflik. Selain itu ADR berupaya mempertemukan semua pihak yang berkonflik untuk duduk bersama guna memecahkan masalah yang mereka hadapi. Dengan cara ini dapat ditumbuhkan sikap saling percaya sehingga semua pihak merasa menjadi bagian dari sebuah tim yang bertujuan untuk mencari penyelesaian konflik secara bersama. Karakteristik utama ADR adalah lebih informal dibandingan dengan litigasi, serta memungkinkan semua pihak yang berkonflik aktif berpartisipasi dan memiliki kontrol yang lebih baik dalam proses resolusi konflik. Jika dibandingkan perkembangan proses resolusi konflik melalui alternative dispute resolution sebagai model resolusi konflik antara Indonesia dan Amerika, keduanya mempunyai latar belakang historis yang berbeda. ADR di Indonesia merupakan bagian dari tradisi masyarakat yang diikuti secara turun temurun dan bagian dari budaya lokal, sedangkan di Amerika merupakan bentuk baru dari strategi resolusi konflik yang sengaja diciptakan untuk menghindari resolusi konflik melalui pengadilan/litigasi yang dinilai banyak kelemahannya (Hadikusuma 1992). Dikalangan masyarakat Indonesia, jika timbul konflik penyelesaiannya jarang yang dibawa ke pengadilan. Pihak-pihak yang berkonflik umumnya lebih suka membawa masalah mereka ke lembaga masyarakat hukum adat untuk diselesaikan secara damai. Dalam masyarakat hukum adat, resolusi konflik biasanya dilakukan di depan kepala desa atau hakim adat. Secara historis, kultur masyarakat Indonesia sangat menjunjung tinggi pendekatan konsensus. Pengembangan resolusi konflik di Indonesia dilakukan sesuai dengan mekanisme pengambilan keputusan secara tradisional dan resolusi konflik secara hukum adat. Alasan kultural bagi eksistensi dan pengembangan ADR di Indonesia tampaknya lebih kuat dibandingkan alasan ketidakefisienan proses peradilan dalam menangani konflik. 32

24 Menurut Santosa dan Hutapea (1992), selain hal-hal di atas terdapat beberapa alasan yang dapat dilihat sebagai peluang pengembangan ADR di Indonesia, yaitu : 1) Faktor ekonomis. ADR memiliki potensi sarana resolusi yang lebih ekonomis, baik ditinjau dari aspek biaya maupun waktu. 2) Faktor ruang lingkup yang dibahas. ADR memiliki kemampuan untuk membahas agenda permasalahan secara lebih luas, komprehensif dan fleksibel. Hal ini dapat terjadi karena aturan main dapat dikembangkan dan ditentukan oleh para pihak yang berkonflik sesuai dengan kepentingan dan kebutuhannya. 3) Faktor keahlian. ADR memiliki potensi untuk menyelesaikan konflik-konflik yang sangat rumit yang disebabkan oleh substansi kasus yang penuh dengan persoalan-persoalan ilmiah karena dapat diharapkan adanya pihak ketiga yang ahli dibidangnya sebagai penengah langsung. 4) Faktor membina hubungan baik. ADR mengandalkan cara-cara resolusi kooperatif sehingga sangat cocok bagi mereka yang menekankan pentingnya pembinaan hubungan baik para pihak yang telah berlangsung maupun yang akan datang. Oleh karena itu, dalam menilai perkembangan alternatif resolusi konflik di Indonesia diperlukan pemahaman yang cukup mendalam mengenai hukum adat. Koesnoe (1979) menyebutkan tiga asas kerja didalam menyelesaikan perkaraperkara adat, yaitu : 1) asas kerukunan, 2) asas kepatutan dan 3) asas keselarasan. Asas kerukunan adalah asas yang menekankan pada pandangan dari sikap orang dalam menghadapi kehidupan sosial di dalam suatu lingkungan. Satu sama lain saling bergantung, saling memerlukan sehingga masing-masing pihak memiliki komitmen untuk mewujudkan dan mempertahankan kehidupan bersama. Asas kerukunan dituangkan dalam dua bentuk ajaran, yaitu ajaran musyawarah dan ajaran mufakat. Ajaran musyawarah diartikan sebagai suatu tindakan seseorang bersama orang-orang lain untuk menyusun suatu pendapat bersama yang bulat atas suatu permasalahan yang dihadapi oleh seluruh masyarakat. Sedangkan ajaran mufakat adalah menyelesaikan perbedaan-perbedaan kepentingan pribadi seseorang terhadap orang lain atas dasar perundingan antara yang bersangkutan. 33

25 Asas kepatutan mengarah kepada usaha mengurangi jatuhnya seseorang ke dalam alam rasa malu yang ditimbulkan oleh hasil resolusi konflik. Oleh karena itu asas kepatutan memusatkan perhatian kepada cara menemukan resolusi konflik yang dapat menyelamatkan kualitas dan status pihak-pihak yang bersangkutan dengan sebaik-baiknya. Asas keselarasan berhubungan dengan metode resolusi konflik yang mempertimbangkan terpenuhinya aspek perasaan estetis secara optimal. Dalam hal ini, resolusi konflik dianggap memenuhi perasaan estetis jika dapat diterima oleh pihak-pihak yang berkepentingan maupun masyarakat yang bersangkutan Efektivitas pengelolaan konflik Efektivitas menempati posisi sentral dalam evaluasi suatu kebijakan termasuk didalamnya pengelolaan konflik. Pertanyaan sentral yang sering muncul dalam evaluasi efektivitas adalah Apakah pengelolaan konflik telah berjalan dengan baik?. Pada hakekatnya pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut efektivitas dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu: 1) Pernyataan dapat berupa deskriptif. Pertanyaan berupaya untuk menjelaskan apa yang telah terjadi. 2) Pertanyaan yang berupa sebab kejadian (causal origin). Pertanyaan tidak semata-mata menanyakan apa yang telah terjadi, tetapi juga berupaya untuk mencari penjelasan sebab terjadinya. 3) Pertanyaan normatif. Pertanyaan terkait dengan kepuasan terhadap suatu kebijakan. Pertanyaan normatif sering digunakan untuk menilai efektivitas, relevansi, efisiensi maupun utilitas. Efektivitas dapat dibedakan menjadi efektivitas kelembagaan, efektivitas kelompok sasaran, efektivitas lingkungan, dan efektivitas sosial. Bruyninckx dan Cioppa (2000) mendefinisikan efektivitas kelembagaan sebagai suatu kondisi dimana rejim atau kebijakan dapat beroperasi atau berlangsung dalam kondisi yang disepakati bersama. Dengan perkataan lain, efektivitas kelembagaan menyatakan suatu kondisi dimana output suatu kebijakan sesuai dengan tujuan kebijakan itu sendiri. Output dinilai sebagai tangible results (EEA 2001). Output lebih mengarah pada ukuran jangka pendek, dimana hasilnya dapat dinilai segera 34

26 setelah implementasi metoda resolusi atau saat proses resolusi konflik berlangsung. Output bisa saja bukan merupakan bagian langsung dari tujuan kebijakan, atau dengan perkataan lain output tidak harus memiliki hubungan otomatis/langsung dengan kinerja metode resolusi konflik. Efektivitas kelompok sasaran menyatakan sampai sejauh mana outcome (yang merupakan respons kelompok sasaran terhadap output) berhubungan dengan tujuan (EEA 2001). Jika output terkait dengan hasil jangka pendek, maka outcome terjadi dalam jangka menengah. Efektivitas impact terkait dengan efek yang mempengaruhi isu pengelolaan konflik. Impact dari suatu kebijakan hanya dapat diidentifikasi dalam jangka panjang. Efektivitas sosial terkait dengan pertanyaan yang terkait dengan relevansi atau utilitas. Dalam hal ini, efektivitas sosial mengukur apakah impact dapat memuaskan kebutuhan sosial, atau apakah resolusi konflik dapat memberikan manfaat bagi tujuan sosial yang lebih luas. Isu sentral yang selalu muncul ketika melakukan evaluasi impact dari metode pengelolaan konflik atau kebijakan adalah isu kausalitas. Dalam mengevaluasi efektivitas suatu kebijakan, maka tidak cukup hanya dengan mengukur tujuan yang berhasil dicapai, tetapi harus mampu mencari hubungan kausalitas antara kebijakan dengan hasilnya. Bruyninckx dan Cioppa (2000) menyebutkan tiga kondisi yang harus dipenuhi untuk mengidentifikasi hubungan yang bersifat kausalitas, yaitu : 1) Sequential relationship antara penyebab dengan hasil yang mengikutinya. 2) Covariance antara sebab dan akibat, dengan perkataan lain harus ada korelasi empirik antara sebab dengan akibat. 3) Tidak ada faktor penjelas yang lain. Sebagai contoh jika ada perubahan antara kebijakan dan efeknya tetapi ada faktor lain yang dapat menjelaskan perubahan tersebut (diluar kebijakan dan efeknya) maka tidak dapat dibuktikan adanya hubungan sebab akibat yang absolut antara kebijakan dengan efek. Lebih lanjut hubungan sebab akibat yang terjadi dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu: 1) Sebab yang dibutuhkan dan memenuhi syarat kecukupan; X adalah dibutuhkan dan akan menyebabkan terjadinya Y. 35

5 KEEFEKTIVAN TEKNIK RESOLUSI KONFLIK PERIKANAN TANGKAP

5 KEEFEKTIVAN TEKNIK RESOLUSI KONFLIK PERIKANAN TANGKAP 5 KEEFEKTIVAN TEKNIK RESOLUSI KONFLIK PERIKANAN TANGKAP ABSTRACT Conflicts of capture fisheries are generally related to the exploitation of scarce fish resources involving certain parties or groups of

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu-isu tentang pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam, seperti air, tanah, hutan dan kelautan-perikanan, merupakan topik yang semakin penting dalam kajian akademik,

Lebih terperinci

7 PEMBAHASAN UMUM 7.1 Latar Belakang Terjadinya Konflik

7 PEMBAHASAN UMUM 7.1 Latar Belakang Terjadinya Konflik 7 PEMBAHASAN UMUM 7.1 Latar Belakang Terjadinya Konflik Konflik perikanan tangkap dapat muncul karena berbagai alasan. Menurut Bennett et al. (2004) konflik muncul sebagai fungsi struktur sosial (perspektif

Lebih terperinci

6 KESIMPULAN DAN SARAN

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Permasalahan konflik perikanan tangkap di perairan Kalsel ditinjau dari tipologi konflik terdiri dari (1) yuridiksi perikanan terjadi pada kasus daerah tangkap disebabkan

Lebih terperinci

DUA PANDANGAN ATAS KONFLIK

DUA PANDANGAN ATAS KONFLIK SOLUSI UNTUK POTENSI KONFLIK ORGANISASI/PERUSAHAAN DENGAN PIHAK LAIN Prof. Dr. SUMARDJO CARE LPPM IPB (CENTER FOR ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION AND EMPOWERMENT-IPB) 1 DUA PANDANGAN ATAS KONFLIK LAMA Konflik

Lebih terperinci

Tugas : Perilaku Organisasi Nama : Erwin Febrian Nim : Pertanyaan:

Tugas : Perilaku Organisasi Nama : Erwin Febrian Nim : Pertanyaan: Tugas : Perilaku Organisasi Nama : Erwin Febrian Nim : 14121005 Pertanyaan: 1. Jelaskan pengertian konflik dan cara pandang konflik? 2. Jelaskan jenis, sebab dan proses terjadinya konflik? 3. Jelaskan

Lebih terperinci

Alternative Dispute Resolution dalam Sengketa Bisnis

Alternative Dispute Resolution dalam Sengketa Bisnis Alternative Dispute Resolution dalam Sengketa Bisnis P R E P A R E D B Y : I R M A M. N A W A N G W U L A N, M B A M G T 4 0 1 - H U K U M B I S N I S S E M E S T E R G A N J I L 2 0 1 4 U N I V E R S

Lebih terperinci

MANAJEMEN KONFLIK OLEH : PROF. DR. SADU WASISTIONO, MS

MANAJEMEN KONFLIK OLEH : PROF. DR. SADU WASISTIONO, MS MANAJEMEN KONFLIK OLEH : PROF. DR. SADU WASISTIONO, MS APA YANG DIMAKSUD DENGAN KONFLIK? BEBERAPA PENGERTIAN : *Konflik adalah perjuangan yang dilakukan secara sadar dan langsung antara individu dan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. * Dosen Pembimbing I ** Dosen Pembimbing II *** Penulis. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. * Dosen Pembimbing I ** Dosen Pembimbing II *** Penulis. A. Latar Belakang Adapun metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif dan metode penelitian hukum sosiologis. Penelitian hukum normatif mengkaji data-data sekunder di bidang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan Penulisan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan Penulisan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi

Lebih terperinci

MENGATASI KONFLIK, NEGOSIASI, PENDEKATAN KEAMANAN BERPERSPEKTIF HAM

MENGATASI KONFLIK, NEGOSIASI, PENDEKATAN KEAMANAN BERPERSPEKTIF HAM SEMINAR DAN WORKSHOP Proses Penanganan Kasus Perkara dengan Perspektif dan Prinsip Nilai HAM untuk Tenaga Pelatih Akademi Kepolisian Semarang Hotel Santika Premiere Yogyakarta, 7-9 Desember 2016 MAKALAH

Lebih terperinci

MEDIASI ATAU KONSILIASI DALAM REALITA DUNIA BISNIS

MEDIASI ATAU KONSILIASI DALAM REALITA DUNIA BISNIS MEDIASI ATAU KONSILIASI DALAM REALITA DUNIA BISNIS Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metode Alternatif Penyelesaian Sengketa Disusun Oleh: Raden Zulfikar Soepinarko Putra 2011 200 206 UNIVERSITAS

Lebih terperinci

CARA MENYELESAIKAN SENGKETA DALAM EKONOMI MAKALAH. Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum dalam Bisnis

CARA MENYELESAIKAN SENGKETA DALAM EKONOMI MAKALAH. Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum dalam Bisnis CARA MENYELESAIKAN SENGKETA DALAM EKONOMI MAKALAH Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum dalam Bisnis Dosen Pengampu: Ahmad Munir SH, MH. Oleh: Kelompok 9 Isti anatul Hidayah (15053012)

Lebih terperinci

A. Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan

A. Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan A. Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan Litigasi atau jalur pengadilan merupakan suatu proses gugatan atas suatu konflik yang diritualisasikan yang menggantikan konflik sesungguhnya, dimana para pihak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Konflik oleh beberapa aktor dijadikan sebagai salah satu cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Konflik oleh beberapa aktor dijadikan sebagai salah satu cara 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konflik 1. Pengertian Konflik merupakan sesuatu yang tidak bisa terhindarkan dalam kehidupan manusia. Konflik oleh beberapa aktor dijadikan sebagai salah satu cara yang dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Manajemen Proyek Konstruksi. Manajemen proyek adalah semua perencanaan, pelaksanaan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Manajemen Proyek Konstruksi. Manajemen proyek adalah semua perencanaan, pelaksanaan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Proyek Konstruksi Manajemen proyek adalah semua perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan koordinasi suatu proyek dari awal (gagasan) hingga berakhirnya proyek untuk

Lebih terperinci

Bimbingan dan Konseling Sosial

Bimbingan dan Konseling Sosial Bimbingan dan Konseling Sosial Situasi Sosial Situasi yang menggambarkan adanya interaksi antar individu, yang didalamnya terdapat sikap saling mempengaruhi. Situasi dalam keanekaragaman. Konflik Kata

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 6 M E D I A S I A.

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 6 M E D I A S I A. BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 6 M E D I A S I A. Pengertian dan Karakteristik Mediasi Mediasi berasal dari bahasa Inggris mediation atau penengahan, yaitu penyelesaian

Lebih terperinci

DINAMIKA PERUBAHAN & RESOLUSI KONFLIK

DINAMIKA PERUBAHAN & RESOLUSI KONFLIK DINAMIKA PERUBAHAN & RESOLUSI KONFLIK Memahami Konflik (2) Dr. Teguh Kismantoroadji Dr. Eko Murdiyanto 1 Kompetensi Khusus: Mahasiswa mampu memahami konflik sebagai suatu keniscayaan 2 TAHAPAN TERJADINYA

Lebih terperinci

A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi

A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi BAB IV ANALISIS A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi Berdasarkan apa yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya dapat diketahui bahwa secara umum mediasi diartikan sebagai

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Kabupaten Kotabaru

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Kabupaten Kotabaru 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian 2.1.1 Kabupaten Kotabaru Gafuri (2007) menandaskan bahwa Kabupaten Kotabaru merupakan salah satu dari 13 kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Selatan

Lebih terperinci

MANAJEMEN KONFLIK. Disusun: Ida Yustina, Prof. Dr.

MANAJEMEN KONFLIK. Disusun: Ida Yustina, Prof. Dr. MANAJEMEN KONFLIK Disusun: Ida Yustina, Prof. Dr. Konflik: percekcokan; perselisihan; pertentangan (KBBI) Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan pendapat antara orang-orang, kelompok-kelompok,

Lebih terperinci

In House Training Pengenalan Konflik, ADR, Negosiasi dan Mediasi. Manado Rabu, 03 Juni 2015

In House Training Pengenalan Konflik, ADR, Negosiasi dan Mediasi. Manado Rabu, 03 Juni 2015 In House Training Pengenalan Konflik, ADR, Negosiasi dan Mediasi Manado Rabu, 03 Juni 2015 Memahami Konflik Negosiasi dan Teknik Negosiasi ADR Mediasi Dan Teknik Mediasi DELAPAN JAM Mulai jam 09.00 Berakhir

Lebih terperinci

SISTEMATIKAN PEMBAHASAN I. ENVIRONMENTAL DISPUTE RESOLUTON SECARA UMUM 11/10/2011

SISTEMATIKAN PEMBAHASAN I. ENVIRONMENTAL DISPUTE RESOLUTON SECARA UMUM 11/10/2011 ENVIRONEMNTAL DISPUTE RESOLUTION Wiwiek iek Awiati SISTEMATIKAN PEMBAHASAN Environmental Dispute Resolution (EDR) secara umum Environmental Dispute Resolution (EDR) dalam sengketa Lingkungan Hak Gugat

Lebih terperinci

9. PERUBAHAN DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI

9. PERUBAHAN DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI 9. PERUBAHAN DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI Manajer senatiasa mengantisipasi perubahan-perubahan dalam lingkungan yang akan mensyaratkan penyesuaian-penyesuaian disain organisasi diwaktu yang akan datang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bernegara, agar tercipta kehidupan yang aman, tertib, dan adil.

BAB I PENDAHULUAN. bernegara, agar tercipta kehidupan yang aman, tertib, dan adil. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyebutkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum (Pasal 1 ayat (3). Ketentuan tersebut merupakan landasan

Lebih terperinci

KONFLIK DALAM KELOMPOK. Sepanjang individu berinteraksi dengan individu lain, konflik tidak mungkin terhindarkan. Konflik dapat terjadi dalam

KONFLIK DALAM KELOMPOK. Sepanjang individu berinteraksi dengan individu lain, konflik tidak mungkin terhindarkan. Konflik dapat terjadi dalam KONFLIK DALAM KELOMPOK. Sepanjang individu berinteraksi dengan individu lain, konflik tidak mungkin terhindarkan. Konflik dapat terjadi dalam menentukan suatu tujuan atau dalam menentukan metode yang akan

Lebih terperinci

Business Law PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS (ALTERNATIF DISPUTE RESOLUTION (ADR) DAN ARBITRASE) ANDRI HELMI M, SE., MM 1

Business Law PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS (ALTERNATIF DISPUTE RESOLUTION (ADR) DAN ARBITRASE) ANDRI HELMI M, SE., MM 1 Business Law PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS (ALTERNATIF DISPUTE RESOLUTION (ADR) DAN ARBITRASE) ANDRI HELMI M, SE., MM 1 Definisi dan jenis penyelesaian sengketa bisnis Bipartit Mediasi adalah proses penyelesaian

Lebih terperinci

TEKNIK LOBBY, NEGOSIASI DAN DIPLOMASI

TEKNIK LOBBY, NEGOSIASI DAN DIPLOMASI TEKNIK LOBBY, NEGOSIASI DAN Modul ke: DIPLOMASI Metode Pertarungan dan Penutupan Negosiasi: 1.Mengenal metode pertarungan dan taktik negosiasi. 2.Menghadapi metode pertarungan. 3.Penutupan negosiasi Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sengketa dengan orang lain. Tetapi di dalam hubungan bisnis atau suatu perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. sengketa dengan orang lain. Tetapi di dalam hubungan bisnis atau suatu perbuatan BAB I PENDAHULUAN Pada dasarnya tidak ada seorang pun yang menghendaki terjadinya sengketa dengan orang lain. Tetapi di dalam hubungan bisnis atau suatu perbuatan hukum, masing-masing pihak harus mengantisipasi

Lebih terperinci

KONFLIK DAN NEGOSIASI

KONFLIK DAN NEGOSIASI BAB XI KONFLIK DAN NEGOSIASI Konflik Definisi Konflik Proses yang dimulai ketika satu pihak menganggap pihak lain secara negatif mempengaruhi atau akan secara negatif mempengaruhi sesuatu yang menjadi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. prespektif Identitas Sosial terhadap Konflik Ambon, maka ada beberapa hal pokok yang

BAB V PENUTUP. prespektif Identitas Sosial terhadap Konflik Ambon, maka ada beberapa hal pokok yang BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Bertolak dari pemaparan hasil penelitian dan penggkajian dengan menggunakan prespektif Identitas Sosial terhadap Konflik Ambon, maka ada beberapa hal pokok yang dapat disimpulkan

Lebih terperinci

MODUL HUMAN RELATIONS (3 SKS) Oleh: Wihartantyo Ari Wibowo, ST, MM

MODUL HUMAN RELATIONS (3 SKS) Oleh: Wihartantyo Ari Wibowo, ST, MM PERTEMUAN 14 MODUL HUMAN RELATIONS (3 SKS) Oleh: Wihartantyo Ari Wibowo, ST, MM POKOK BAHASAN: Konflik dan Negoisasi DESKRIPSI Materi berupa uraian tentang dinamika yang terjadi dalam sebuah organisasi

Lebih terperinci

LATIHAN KEPEMIMPINAN TINGKAT LANJUT (LKTL) LGM FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ISLAM MALANG Tanggal, 10 s/d 12 April 2015 MANAJEMEN KONFLIK

LATIHAN KEPEMIMPINAN TINGKAT LANJUT (LKTL) LGM FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ISLAM MALANG Tanggal, 10 s/d 12 April 2015 MANAJEMEN KONFLIK LATIHAN KEPEMIMPINAN TINGKAT LANJUT (LKTL) LGM FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ISLAM MALANG Tanggal, 10 s/d 12 April 2015 MANAJEMEN KONFLIK Afifudin, SE., M.SA., Ak. (Fakultas Ekonomi Universitas Islam Malang)

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIK

BAB II KERANGKA TEORITIK BAB II KERANGKA TEORITIK A. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat Secara konseptual pemberdayaan atau pemberkuasaan (Empowerment), berasal dari kata power (kekuasaan atau keberdayaan) keterangan. Ide utama

Lebih terperinci

PARADIGMA APARATUR PEMERINTAH DALAM PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERKOTAAN (Studi Kasus: Kota Semarang) TUGAS AKHIR

PARADIGMA APARATUR PEMERINTAH DALAM PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERKOTAAN (Studi Kasus: Kota Semarang) TUGAS AKHIR PARADIGMA APARATUR PEMERINTAH DALAM PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERKOTAAN (Studi Kasus: Kota Semarang) TUGAS AKHIR Oleh: FIERDA FINANCYANA L2D 001 419 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH

Lebih terperinci

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU BAB VI KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU Konflik merupakan sebuah fenonema yang tidak dapat dihindari dalam sebuah kehidupan sosial. Konflik memiliki dua dimensi pertama adalah dimensi penyelesaian

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: harga tanah. Lembaga pertanahan berkewajiban untuk melakukan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: harga tanah. Lembaga pertanahan berkewajiban untuk melakukan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil temuan dan pembahasan pada Bab IV, maka peneliti dapat mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Aktor Penyelenggara Pengadaan Tanah

Lebih terperinci

DINAMIKA PERUBAHAN & RESOLUSI KONFLIK

DINAMIKA PERUBAHAN & RESOLUSI KONFLIK DINAMIKA PERUBAHAN & RESOLUSI KONFLIK Resolusi dan Alternatif Resolusi Konflik (3) Dr. Teguh Kismantoroadji Dr. Eko Murdiyanto 1 Kompetensi Khusus: Mahasiswa mampu menentukan alternatif resolusi konflik

Lebih terperinci

Jenis dan Bentuk Perubahan Organisasi

Jenis dan Bentuk Perubahan Organisasi Modul ke: Jenis dan Bentuk Perubahan Organisasi Fakultas Pasca Sarjanan Dr. Ir. Sugiyono, Msi. Program Studi Magister Manajemen www.mercubuana.ac.id Source: Jones, G.R.2004. Organizational Theory, Design,

Lebih terperinci

Cara penyelesaian dengan melibatkan pihak ketiga, yaitu pihak ketiga yang dapat diterima (acceptable). Artinya para pihak yang berkonflik mengizinkan

Cara penyelesaian dengan melibatkan pihak ketiga, yaitu pihak ketiga yang dapat diterima (acceptable). Artinya para pihak yang berkonflik mengizinkan Cara penyelesaian dengan melibatkan pihak ketiga, yaitu pihak ketiga yang dapat diterima (acceptable). Artinya para pihak yang berkonflik mengizinkan keterlibatan pihak ketiga untuk membantu mencapai penyenyelesaian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia hidup diatas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan mendayagunakan. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia hidup diatas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan mendayagunakan. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu kekayaan alam atau sumber daya alam yang diciptakan Tuhan Yang Maha Esa yang sangat dibutuhkan bagi kehidupan manusia adalah tanah. Manusia hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha

BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses

Lebih terperinci

Strategi dan Seni dalam NEGOSIASI. Lucky B Pangau,SSos MM HP : Lucky B Pangau.

Strategi dan Seni dalam NEGOSIASI. Lucky B Pangau,SSos MM   HP : Lucky B Pangau. Strategi dan Seni dalam NEGOSIASI Lucky B Pangau,SSos MM E-mail : lucky_pangau@yahoo.com HP : 0877 3940 4649 Lucky B Pangau Seni Negosiasi 1 NEGOSIASI Adalah proses komunikasi yang gunakan untuk memenuhi

Lebih terperinci

PERAN KEPEMIMPINAN DALAM KONFLIK

PERAN KEPEMIMPINAN DALAM KONFLIK PERAN KEPEMIMPINAN DALAM KONFLIK PENGERTIAN KONFLIK Konflik (menurut bahasa) adalah perbedaan, pertentangan dan perselisihan. Konflik pertentangan dalam hubungan kemanusiaan (intrapersonal dan interpersonal)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam masyarakat diselesaikan secara musyawarah mufakat. Peradilan sebagai

I. PENDAHULUAN. dalam masyarakat diselesaikan secara musyawarah mufakat. Peradilan sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perselisihan atau pertengkaran (sengketa) merupakan suatu keadaan yang lazimnya tidak dikehendaki oleh setiap orang, namun pada dasarnya perselisihan dalam masyarakat diselesaikan

Lebih terperinci

SENGKETA INTERNASIONAL

SENGKETA INTERNASIONAL SENGKETA INTERNASIONAL HUKUM INTERNASIONAL H. Budi Mulyana, S.IP., M.Si Indonesia-Malaysia SENGKETA INTERNASIONAL Pada hakikatnya sengketa internasional adalah sengketa atau perselisihan yang terjadi antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kredit macet merupakan masalah yang sangat penting dalam sejarah perbankan Indonesia terutama pada tahun 1999-2004. Banyaknya bank yang dilikuidasi sebagai

Lebih terperinci

Pada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai he Hague Peace

Pada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai he Hague Peace Pasal 2 (3) dari Piagam PBB - Semua anggota wajib menyelesaikan perselisihan internasional mereka melalui cara-cara damai sedemikian rupa sehingga perdamaian, keamanan dan keadilan internasional tidak

Lebih terperinci

Pengertian Pemberdayaan PEMBERDAYAAN. Makna Pemberdayaan 5/24/2017. Penyebab Ketidakberdayaan. Pemberdayaan (empowerment) Power/daya.

Pengertian Pemberdayaan PEMBERDAYAAN. Makna Pemberdayaan 5/24/2017. Penyebab Ketidakberdayaan. Pemberdayaan (empowerment) Power/daya. Pengertian Pemberdayaan PEMBERDAYAAN Minggu ke 12 Pemberdayaan (empowerment) Power/daya Mampu Mempunyai kuasa membuat orang lain melakukan segala sesuatu yang diinginkan pemilik kekuasaan Makna Pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari masyarakat adat yang tersebar di seluruh Indonesia. Hal ini terlihat dari

BAB I PENDAHULUAN. dari masyarakat adat yang tersebar di seluruh Indonesia. Hal ini terlihat dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Mediasi sebagai salah satu cara untuk menyelesaikan sengketa sebenarnya sudah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Dalam berbagai kepercayaan dan

Lebih terperinci

Materi 10 Organizing/Pengorganisasian: Manajemen Team

Materi 10 Organizing/Pengorganisasian: Manajemen Team Materi 10 Organizing/Pengorganisasian: Manajemen Team Anda mungkin memiliki banyak pengalaman bekerja dalam kelompok, seperti halnya tugas kelompok, tim olahraga dan lain sebagainya. Kelompok kerja merupakan

Lebih terperinci

8 KESIMPULAN DAN SARAN

8 KESIMPULAN DAN SARAN 8 KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Dalam konteks kelembagaan pengelolaan hutan, sistem pengelolaan hutan bukan hanya merupakan representasi keberadaan lembaga regulasi negara, melainkan masyarakat

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia BAB 5 KESIMPULAN Dalam bab terakhir ini akan disampaikan tentang kesimpulan yang berisi ringkasan dari keseluruhan uraian pada bab-bab terdahulu. Selanjutnya, dalam kesimpulan ini juga akan dipaparkan

Lebih terperinci

KONFLIK & MENGELOLA KONFLIK DALAM ORGANISASI

KONFLIK & MENGELOLA KONFLIK DALAM ORGANISASI KONFLIK & MENGELOLA KONFLIK DALAM ORGANISASI Week-13 By Ida Nurnida DEFINISI KONFLIK Perilaku anggota organisasi yang dicurahkan untuk beroposisi terhadap anggota yang lain Prosesnya dimulai jika satu

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pelaksanaan Strategi

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pelaksanaan Strategi 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pelaksanaan Strategi Strategi adalah istilah yang sering kita dengar untuk berbagai konteks pembicaraan, yang sering diartikan sebagai cara untuk mencapai keinginan tertentu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teknologi Konstruksi (Construction Technology) yaitu mempelajari metode

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teknologi Konstruksi (Construction Technology) yaitu mempelajari metode BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Proyek Konstruksi Manajemen proyek konstruksi adalah suatu metode untuk mencapai suatu hasil dalam bentuk bangunan atau infrastruktur yang dibatasi oleh waktu dengan

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A.

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. Introduction Transaksi-transaksi atau hubungan dagang banyak bentuknya, mulai

Lebih terperinci

merasa perlu untuk menawar kembali

merasa perlu untuk menawar kembali Negosiasi merupakan kata serapan bahasa inggris yang berasal dari kata negotiate yang berarti : merundingkan, bermusyawarah. Negosiasi adalah suatu cara untuk mencapai kesepakatan melalui diskusi. Negosiator

Lebih terperinci

Moh Jamin, SH,MH Fakultas Hukum UNS

Moh Jamin, SH,MH Fakultas Hukum UNS Moh Jamin, SH,MH Fakultas Hukum UNS Pengantar SENGKETA Keadaan yang mencerminkan para pihak mempunyai masalah, yaitu menghendaki pihak lain berbuat atau tidak berbuat sesuatu, tetapi pihak lain menolak

Lebih terperinci

KEEFEKTIVAN PENGELOLAAN KONFLIK PADA PERIKANAN TANGKAP DI PERAIRAN SELATAN JAWA TIMUR ACHMAD BUDIONO

KEEFEKTIVAN PENGELOLAAN KONFLIK PADA PERIKANAN TANGKAP DI PERAIRAN SELATAN JAWA TIMUR ACHMAD BUDIONO KEEFEKTIVAN PENGELOLAAN KONFLIK PADA PERIKANAN TANGKAP DI PERAIRAN SELATAN JAWA TIMUR ACHMAD BUDIONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 PERNYATAAN Dengan ini saya menya takan bahwa

Lebih terperinci

Perilaku Keorganisasian IT

Perilaku Keorganisasian IT Perilaku Keorganisasian IT-021251 UMMU KALSUM UNIVERSITAS GUNADARMA 2016 PERILAKU ANTAR KELOMPOK DAN MANAJEMEN KONFLIK Pengertian Kelompok Kelompok? Perilaku kelompok? Dua karakteristik pokok dari kelompok,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak lagi terelakkan. Dalam organisasi-organisasi bisnis, kondisi ini terkadang

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak lagi terelakkan. Dalam organisasi-organisasi bisnis, kondisi ini terkadang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan tim yang komposisinya heterogen saat ini menjadi satu keadaan yang tidak lagi terelakkan. Dalam organisasi-organisasi bisnis, kondisi ini terkadang justru

Lebih terperinci

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang. BAB V KESIMPULAN Asia Tenggara merupakan kawasan yang memiliki potensi konflik di masa kini maupun akan datang. Konflik perbatasan seringkali mewarnai dinamika hubungan antarnegara di kawasan ini. Konflik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Persaingan dalam dunia usaha di era global saat ini sudah sangat ketat, setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Persaingan dalam dunia usaha di era global saat ini sudah sangat ketat, setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persaingan dalam dunia usaha di era global saat ini sudah sangat ketat, setiap perusahaan dituntut untuk dapat menggunakan sumber daya yang dimiliki seoptimal

Lebih terperinci

Alternative Dispute Resolution (Alternatif Penyelesaian Sengketa, APS)

Alternative Dispute Resolution (Alternatif Penyelesaian Sengketa, APS) Alternative Dispute Resolution (Alternatif Penyelesaian Sengketa, APS) Miko Kamal S.H., Bung Hatta LL.M., Deakin Ph.D Macquarie ireformbumn (institut untuk Reformasi Badan Usaha Milik Negara) Anggrek Building

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara modern. Hukum memiliki peran yang dominan dalam. ekonomi dan budaya pada masa pembangunan suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara modern. Hukum memiliki peran yang dominan dalam. ekonomi dan budaya pada masa pembangunan suatu negara. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional dewasa ini merupakan kebutuhan dari setiap negara modern. Hukum memiliki peran yang dominan dalam mengadakan perubahan-perubahan

Lebih terperinci

Power point ini hanya mencantumkan poin poin penting, mungkin penjelasannya ada di handbook. Buku Cummings & Worley, Organizational Development and

Power point ini hanya mencantumkan poin poin penting, mungkin penjelasannya ada di handbook. Buku Cummings & Worley, Organizational Development and Power point ini hanya mencantumkan poin poin penting, mungkin penjelasannya ada di handbook. Buku Cummings & Worley, Organizational Development and Change. Human process intervention pada intinya adalah

Lebih terperinci

BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS

BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS Di dalam menjalankan suatu bisnis para pelaku usaha kadang terlibat dalam conflict of interest, kenyataan ini dapat terjadi karena bermula dari situasi dimana ada salah

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Analisis Deskriptif Metode analisis deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi,

Lebih terperinci

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea BAB V PENUTUP Tesis ini menjelaskan kompleksitas keamanan kawasan Asia Timur yang berimplikasi terhadap program pengembangan senjata nuklir Korea Utara. Kompleksitas keamanan yang terjadi di kawasan Asia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setelah melakukan musyawarah dengan para shahabatnya. pikiran, gagasan ataupun ide, termasuk saran-saran yang diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. setelah melakukan musyawarah dengan para shahabatnya. pikiran, gagasan ataupun ide, termasuk saran-saran yang diajukan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem hukum Islam mediasi dikenal dengan Musyawarah, yang dimaksudkan musyawarah disini adalah urusan peperangan dan hal-hal yang bersifat duniawiyah, seperti

Lebih terperinci

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI Pasal 2 (3) dari Piagam PBB Semua anggota wajib menyelesaikan perselisihan internasional mereka melalui cara-cara damai sedemikian rupa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuaian antara dua atau lebih anggota-anggota atau kelompok-kelompok

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuaian antara dua atau lebih anggota-anggota atau kelompok-kelompok BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Konflik Konflik dapat didefinisikan sebagai segala macam interaksi pertentangan atau antagonistic antara dua atau lebih pihak, konflik organisasi adalah ketidak sesuaian

Lebih terperinci

Jenis-Jenis Perundingan, Perundingan Kolektif, Peran Serikat Pekerja, Pengusaha dan Pemerintah Dalam Perundingan dan Pengadilan Hubungan

Jenis-Jenis Perundingan, Perundingan Kolektif, Peran Serikat Pekerja, Pengusaha dan Pemerintah Dalam Perundingan dan Pengadilan Hubungan Modul ke: Fakultas Psikologi Hubungan Industrial Jenis-Jenis Perundingan, Perundingan Kolektif, Peran Serikat Pekerja, Pengusaha dan Pemerintah Dalam Perundingan dan Pengadilan Hubungan Industrial Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sengketa atau konflik tersebut timbul disebabkan karena adanya hubungan antara satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sengketa atau konflik tersebut timbul disebabkan karena adanya hubungan antara satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sengketa atau konflik tersebut timbul disebabkan karena adanya hubungan antara satu manusia dengan manusia lain sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. manusia yang terorganisir secara stabil, tujuannya untuk menjamin dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. manusia yang terorganisir secara stabil, tujuannya untuk menjamin dan 15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Partai Politik 1. Pengertian Partai Politik Menurut Friedrich dalam Sitepu (2012: 188) partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh:

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh: EFEKTIFITAS PERJANJIAN DAMAI DALAM PENGADILAN (AKTA VAN DADING) TERHADAP PERBUATAN MELAWAN HUKUM DAN WANPRESTASI DALAM PENEGAKAN HUKUM PERDATA (STUDI PADA PENGADILAN NEGERI MEDAN) SKRIPSI Diajukan Untuk

Lebih terperinci

Socialization ON ADR MEDIASI DALAM ARBITRASE INTERNASIONAL. Le Meridien Hotel Jakarta, 9 Oktober Dr. Frans H. Winarta (ICC Indonesia)

Socialization ON ADR MEDIASI DALAM ARBITRASE INTERNASIONAL. Le Meridien Hotel Jakarta, 9 Oktober Dr. Frans H. Winarta (ICC Indonesia) 1 Socialization ON ADR MEDIASI DALAM ARBITRASE INTERNASIONAL Le Meridien Hotel Jakarta, 9 Oktober 2014 Dr. Frans H. Winarta (ICC Indonesia) 2 PENDAHULUAN Mediasi merupakan proses di mana pihak ketiga yang

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008.

BAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008. BAB 5 KESIMPULAN Kecurigaan utama negara-negara Barat terutama Amerika Serikat adalah bahwa program nuklir sipil merupakan kedok untuk menutupi pengembangan senjata nuklir. Persepsi negara-negara Barat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Implementasi otonomi daerah di wilayah laut merupakan bagian dari proses penciptaan demokrasi dan keadilan ekonomi di daerah. Hal ini dituangkan dalam Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 1 PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI MEDIASI DALAM PERKARA WARISAN DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajad Sarjana Hukum dalam

Lebih terperinci

Prinsip-Prinsip Pengembangan Masyarakat (Community Development) 1

Prinsip-Prinsip Pengembangan Masyarakat (Community Development) 1 3 Prinsip-Prinsip Pengembangan Masyarakat (Community Development) 1 Pengembangan Masyarakat (Community Development) berkembang sebagai kritik terhadap pendekatan kesejahteraan (welfare approach) atau pendekatan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF KEBIJAKAN PUBLIK. Mada Sutapa *) Abstract

KEBIJAKAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF KEBIJAKAN PUBLIK. Mada Sutapa *) Abstract KEBIJAKAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF KEBIJAKAN PUBLIK Mada Sutapa *) Abstract In the context of public goods, education is publicly owned goods and services, which the public has a right to get education

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling baik untuk memperjuangkan kepentingan para pihak. Pengadilan

BAB I PENDAHULUAN. paling baik untuk memperjuangkan kepentingan para pihak. Pengadilan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum. Setiap perbuatan dan tindakan yang dilakukan oleh warga negara haruslah didasarkan pada hukum. Penegakan hukum berada diatas

Lebih terperinci

MANAJEMEN KONFLIK ENI WIDIASTUTI

MANAJEMEN KONFLIK ENI WIDIASTUTI MANAJEMEN KONFLIK ENI WIDIASTUTI Definisi: Perselisihan internal maupun eksternal akibat adanya perbedaan gagasan, nilai atau perasaan antar 2 orang atau lebih. (Marquis dan Huston, 2010) Konflik merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkait dalam bidang pemeliharaan kesehatan. 1 Untuk memelihara kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. terkait dalam bidang pemeliharaan kesehatan. 1 Untuk memelihara kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan pokok manusia karena kesehatan merupakan modal utama manusia dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Melaksanakan upaya kesehatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dialami oleh para pelaku hubungan industrial di belahan dunia mana pun. Pekerja

BAB I PENDAHULUAN. dialami oleh para pelaku hubungan industrial di belahan dunia mana pun. Pekerja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perselisihan hubungan industrial merupakan hal yang umumnya dapat dialami oleh para pelaku hubungan industrial di belahan dunia mana pun. Pekerja atau buruh sering kali

Lebih terperinci

Ditulis oleh Administrator Jumat, 05 Oktober :47 - Terakhir Diperbaharui Jumat, 05 Oktober :47

Ditulis oleh Administrator Jumat, 05 Oktober :47 - Terakhir Diperbaharui Jumat, 05 Oktober :47 Pengertian Mediasi Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Keputusan dan Pengambilan Keputusan Suatu masalah keputusan memiliki suatu lingkup yang berbeda dengan masalah lainnya. Perbedaan ini menonjol terutama karena adanya

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 409 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan pada hasil analisis data, pengujian hipotesis dan pembahasan, maka dalam bab ini dirumuskan beberapa kesimpulan penelitian, implikasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cagar Biosfer Cagar biosfer adalah suatu kawasan meliputi berbagai tipe ekosistem yang ditetapkan oleh program MAB-UNESCO untuk mempromosikan konservasi keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Melihat perkembangan yang saat ini terjadi dimana era globalisasi telah menyebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Melihat perkembangan yang saat ini terjadi dimana era globalisasi telah menyebabkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Melihat perkembangan yang saat ini terjadi dimana era globalisasi telah menyebabkan iklim kompetisi antar perusahaan semakin tajam dan ketat, juga ditambah

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF KEBIJAKAN PUBLIK

KEBIJAKAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF KEBIJAKAN PUBLIK KEBIJAKAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF KEBIJAKAN PUBLIK Mada Sutapa *) Abstract In the context of public goods, education is publicly owned goods and services, which the public has a right to get education

Lebih terperinci

negara-negara di Afrika Barat memiliki pemerintahan yang lemah karena mereka sebenarnya tidak memiliki kesiapan politik, sosial, dan ekonomi untuk

negara-negara di Afrika Barat memiliki pemerintahan yang lemah karena mereka sebenarnya tidak memiliki kesiapan politik, sosial, dan ekonomi untuk BAB IV KESIMPULAN Sejak berakhirnya Perang Dingin isu-isu keamanan non-tradisional telah menjadi masalah utama dalam sistem politik internasional. Isu-isu keamanan tradisional memang masih menjadi masalah

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA; Menimbang

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA PENANAMAN MODAL ASING DI BALI

PENYELESAIAN SENGKETA PENANAMAN MODAL ASING DI BALI PENYELESAIAN SENGKETA PENANAMAN MODAL ASING DI BALI Oleh Ni Komang Desi Miari I Wayan Wiryawan I Ketut Westra Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Judul dari penelitian hukum ini adalah

Lebih terperinci

Andy Bayu Nugroho. Pelatihan Soft Skills. Universitas Negeri Yogyakarta. Manajemen Konflik

Andy Bayu Nugroho. Pelatihan Soft Skills. Universitas Negeri Yogyakarta. Manajemen Konflik Manajemen Konflik Pelatihan Soft Skills Universitas Negeri Yogyakarta 2011 Andy Bayu Nugroho PENDAHULUAN Setiap kelompok dalam satu organisasi, yang di dalamnya terjadi interaksi antara satu dengan lainnya,

Lebih terperinci

Sekalipun Dibenci, Tetapi Selalu Dirindukan

Sekalipun Dibenci, Tetapi Selalu Dirindukan Bab 9 Kesimpulan Di era ekonomi global persaingan industri semakin ketat. Peran teknologi informasi sangat besar yang menyebabkan cakupan wilayah produksi dan pemasaran barang dan jasa tidak dapat dibatasi

Lebih terperinci