BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: harga tanah. Lembaga pertanahan berkewajiban untuk melakukan
|
|
- Ivan Tedja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil temuan dan pembahasan pada Bab IV, maka peneliti dapat mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Aktor Penyelenggara Pengadaan Tanah a. Lembaga Pertanahan (Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia) adalah aktor tunggal dari pihak pemerintah yang melaksanakan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Lembaga pertanahan memiliki kewenangan memberikan lisensi kepada penilai untuk menilai harga tanah. Lembaga pertanahan berkewajiban untuk melakukan inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, penilaian ganti kerugian, musyawarah penetapan kompensasi, pemberian ganti kerugian dan pelepasan tanah. b. Penilai pertanahan merupakan aktor lain dalam pengadaan pertanahan. Lembaga pertanahan bersifat independen dalam melaksanakan kegiatan peniliaannya. Lembaga penilai memperoleh lisensi izin praktik dari Kementrian Keuangan dan memperoleh lisensi resmi dari Lembaga Pertanahan untuk menghitung nilai/ harga objek pengadaan tanah. c. Hubungan/ relasi antara Lembaga Pertanahan (BPN RI) dengan Lembaga Independen (Peniliai) adalah Kerja Sama. Kedua aktor berperan dalam 127
2 pengadaan tanah, namun menunjukan pola dimana Lembaga Pertanahan yang memegang peranan penting dan bertanggun jawab atas kegiatan pengadaan tanah, Intensitas kerjasama antara kedua lembaga ini tidak tinggi. Dimana Lembaga Pertanahan menunjuk Lembaga Penilai yang kompeten di bidang penilaian. Untuk selanjutnya melakukan tugas penilaian sesuai ketentuan (terikat kontrak). 2. Kepentingan Umum a. Pemerintah memaknai segala bentuk kegiatan pembangunan yang dilakukakan demi kemakmuran rakyat adalah kepentingan umum. Pilihan objek kepentingan umum dalam undang-undang ini menggunakan penyebutan kepentingan umum dalam suatu daftar kegiatan yang secara jelas mengidentifikasi tujuannya untuk pembangunan. Berdasarkan pilihan objek kepentingan umum yang terdapat dalam perundangan ini, peneliti berpendapat bahwa makna kepentingan umum yang masih belum sesuai dengan ideologi kepentingan umum yang berorientasi kepada kesejahteraan rakyat. b. Penyebutan langsung jenis proyek pembangunan kepentingan umum merupakan dari hasil implikasi pengambilan keputusan yang pragmatis dan tidak melibatkan etis implikasi. Dengan kata lain pemerintah meyakini proyek-proyek kepentingan umum tersebut secara nyata memang urgen dan penting masyarakat walaupun kebanyakan tidak 128
3 menyadari hal tersebut. Oleh karena itu peneliti menyimpulkan kepentingan umum yang dipilih oleh pemerintah yaitu kepentingan umum realistis. Proyek-proyek yang diuraikan dalam uu ini bersifat eksklusif dan merupakan hal yang harus dijamin pemerintah pengadaan tanahnya. Akan tetapi tipologi kepentingan realistis seperti ini akan menimbulkan konflik atau masalah apabila sebagian besar jumlah masyarakat tidak menerima bentuk proyek kepentingan umum yang telah di klaim oleh pemerintah. c. Pemerintah belum bisa mengaktualisasikan fungsi sosial atas tanah secara nyata dalam undang-undang ini. Fungsi sosial hanya bersifat prosedural, dimana pemilihan kepentingan yang digunakan pemerintah telah menggeser nilai fungsi sosial atas tanah. Fungsi sosial juga digunakan sebagai doktrin agar pemilik tanah mau melepaskan hak milik atas tanah demi kesejahteraan bersama seluruh rakyat. Hal yang paling mencolok ialah masih ada jaminan dari pemerintah pada investor di bidang infrastruktur dalam hal pengadaan tanah (berorentasi bisnis/ investasi). Hal ini sangat bertentangan dengan fungsi sosial atas tanah yang tidak memberi ruang bagi dunia usaha/ bisnis untuk melakukan pengadaan tanah dengan di fasilitasi pemerintah. Selanjutnya, UU ini belum memuat ketentuan yang bersifat antisipatif dan represif terhadap spekulan pengadaan tanah. Disaat tanah memiliki pergeseran nilai ekonomis, maka 129
4 harga tanah akan cepat melambung sehingga pemerintah/ instansi yang memerlukan tanah akan terbebani karena harus membayar kompensasi atau ganti rugi dalam jumlah yang besar. 3. Kompensasi a. Aspek yang menjadi obyek ganti rugi dalam pengadaan tanah hanyalah aspek fisik yang bersifat ekonomis. Kejelasan penilaian hanya pada komponen komponen kerugian langsung seperti tanah, ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan, tanaman dan benda lainnya. Tetapi dampak kerugian yang tidak langsung tidak dijelaskan secara rinci (Kerugian lain yang dapat dinilai). Pemerintah belum memberikankan ketentuan penilaian aspek ganti rugi non fisik yang bersifat sosiologis dan filosofis seperti yang dilakukan oleh pemerintah Vietnam. Akan tetapi satu hal yang penting, penilaian harga tanah yang dilakukan oleh penilai independen, meninggalkan acuan perhitungan berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) ke Harga Pasar. Berdasarkan ketentuan lembaga penilai, harga tanah dihitung berdasarkan harga pasar yang berkembang. hal ini merupakan suatu upaya perbaikan cara perhitungan yang sebeleumnya merugikan pemilik hak atas tanah. Kesimpulanya meskipun ada perbaikan pada acuan penilaian, pemerintah masih mengabaikan aspek sosiologis dan filosofis yang sebenarnya penting bagi pemilik hak atas tanah untuk mencapai kesejahteraan. 130
5 b. Bentuk kompensasi yang diberikan pemerintah terfokus pada kompensasi berupa fisik (uang). Dalam musyawarah penetapan harga, pemerintah mengutamakan ganti rugi berupa uang, meskipun ada opsi lain berupa tanah pengganti pemukiman kembali dll. Akan tetapi keseluruhan opsi ini semuanya berbentuk fisik. Bentuk lain yang disepakati/ non fisik juga belum jelas bagaimana yang ditawarkan pemerintah. c. Dalam penilaian harga hanya tersedia sedikit ruang bagi pemilik hak untuk menentukan nilai harga. Selain itu tidak menjadi jaminan bahwa lembaga penilai berlaku independen dalam penilaian kompensasi. Mengingat lembaga ini ditunjuk oleh pemerintah/ lembaga pertanahan, dan sangat mungkin berpihak kepada pemerintah/ lembaga pertanahan. Perundangan ini mengatur penetapan dan kesepakatan nilai kompensasi ditentukan melalui musyawarah. Akan tetapi undang-undang belum memuat asas musyawarah dalam mekanisme pengadaan tanah. Dikhawatirkan dengan tidak adanya asas musyawarah, UU pengadaan tanah ini kurang responsif dan fasilitatif terhadap aspirasi kepentingan bersama. Belum adanya pengaturan yang konkrit mengenai musyawarah dalam penetapan harga sangat berpotensi merugikan pemilik hak atas tanah. Ketidak jelasan ini akan berakibat pada posisi yang tidak setara antara panitia pengadaan tanah dan pemilik hak atas tanah. Dikhawatirkan juga substansi materi musyawarah yang belum jelas tidak efektif 131
6 mempertemukan kepentingan dan hak pemilik tanah dan pemerintah yang membutuhkan tanah. Kesimpulannya, posisi antara panitia pengadaan tanah dengan pemilik hak atas tanah belum setara dalam penetapan nilai kompensasi. Panitia pengadaan tanah lebih mendominasi sedangkan dan ruang gerak pemilik hak atas tanah dipersempit dalam penetapan harga. Substansi pengaturan tentang penetapan kompensasi dalam pasal-pasal perundangan ini menyiratkan bahwa prinsip-prinsip dan etika bermusyawarah belum terakomodir didalamnya. Makna musyawarah cendrung bias dari esensinya. Pemerintah cendrung bersifat represif dengan menempatkan lembaga pertanahan sebagai pihak yang dominan dalam menentukan bentuk dan nilai ganti rugi kepada pemilik hak atas tanah. 4. Penyelesaian Konflik Pengadaan Tanah a. Pemerintah meninggalkan konsepsi pencabutan hak atas tanah. Dimana apabila tidak tercapai kata kesepakatan dalam penetapan lokasi dan kompensasi, pemerintah melalui hak menguasai negara atas tanahnya melakukan pencabutan hak atas tanah. Pemerintah lebih menekankan instrumen penyelesaian konflik melalui lembaga peradilan sebagai wadah masyarakat menyampaikan keberatan. Hal inilah yang menyiratkan pemerintah mulai mengedepankan Paradigma menghormati hak rakyat dalam UU ini. 132
7 Pilihan kepentingan umum dalam perundangan ini telah menyimpang dari hakikat fungsi sosial atas tanah. Sehingga mengganggu keseimbangan kepentingan antara pemerintah dan masyarakat. Perluasan objek dalam perundangan ini sudah tidak dikelola sepenuhnya oleh pemerintah, melainkan adanya campur tangan swasta dan ditujukan untuk mencari keuntungan. Oleh karena itu UU No. 2 Tahun 2012 ini masih belum bisa lepas dari pilihan kepentingan yang bisa dikuasai oleh swasta. Betapapun UU ini berupaya melindungi hak-hak rakyat dengan pendekatan ekonomi dan hukum. Akan tetapi hal tersebut tidak bisa memungkuri pilihan objek kepentingan umum masih memberikan ruang untuk pihak swasta berinvestasi. b. Pemerintah melaksanakan mekanisme penilaian dengan bekerja sama dengan lembaga penilaian sehingga diharapkan nilai tanah sesuai dengan Standar Penilaian Indonesia (SPI) yang harapannya mampu memenuhi hak pemilik hak atas tanah. Akan tetapi peneliti mencatat upaya pendekatan ini belum maksimal karena aspek penilaian yang diatur hanya fokus pada aspek fisik dan tidak menghitung aspek non fisik (sosilogis dan filosofis). Akan tetapi secara garis besar pemerintah melakukan pendekatan demi kesejahteraan ( pendekatan ekonomi) pemilik hak atas tanah. 133
8 c. Pemerintah mengatasi konflik dalam pengadaan tanah dengan menggunakan instrumen penyelesaian melalui pengadilan/ litigasi. Pemerintah melalui keputusan yang ditetapkan oleh Pengadilan Negeri dan/ Mahkamah Agung menjamin keadilan bagi pemilik hak atas tanah. Oleh karena itu, dapat dikatakan metode penyelesaian konflik yang diambil oleh pemerintah ialah litigasi. Dengan demikian tentu saja pendekatan holistik selain pendekatan ekonomis yang tadi di uraikan pada bagian sebelumnya, pendekatan hukum merupakan pilihan pendekatan yang dijadikan instrumen pemerintah dalam menyelesaikan konflik. Pemerintah nampaknya metode litigasi dapat menyelesaikan konflik dan memberikan kepastian hukum bagi semua pihak. Akan tetapi metode litigasi memeliki kelemahan dimana, penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan cendrung bersifat konfrontatif, lebih memperhitungkan menang dan kalah, lebih memperhitungkan aspek yang bersifat materialistik dan mengabaikan unsur sosial masyarakat Indonesia yang bersifat kekeluargaan dan gotong royong. 134
9 B. Rekomendasi Berdasarkan kesimpulan yang peneliti susun diatas, maka secara tekstual dapat dilihat perspektif pemerintah terhadap pengadaan tanah di Indonesia melalui Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan Untuk kepentingan Umum. Dari kebijakan tersebut, peneliti melihat masih ada beberapa hal atau ketentuan yang perlu diperbaiki agar pengadaan tanah untuk kepentingan umum berjalan seperti yang diinginkan demi kesejahteraan seluruh rakyat. Untuk itu rekomendasi yang dapat peneliti berikat sebagai berikut: 1. Definisi yang belum konkret mengenai kepentingan umum sangat berpotensi menimbulkan konflik karena penafsiran yang berbeda. Oleh karena itu prinsip dan kriteria kepentingan umum hendaknya diuraikan lebih rinci meliputi sifat kepentingan umum, bentuk kepentingan umum dan ciri kepentingan umum sehingga kriteria kepentingan umum dapat diformulasikan secara pasti, adil dan dapat diterima oleh masyarakat. Undang-undang ini juga perlu membuat ketentuan khusus yang mengatur sekaligus membedakan tujuan berbagai pembangunan kepentingan umum baik yang bersifat investasi dan kepentingan usaha monopoli pemerintah untuk mencegah investor mengatas namakan kepentingan umum agar difasilitasi pengadaan tanahnya. 2. Pengalaman di Negara Malaysia dan Vietnam menunjukan bahwa tidak ada kerugian yang diderita oleh pemegang hak atas tanah dari pelepasan tanah 135
10 mereka. Kedua negara tersebut menjamin pemilik hak atas tanah mendapat keuntungan dari kompensasi yang diterima. Salah satu kelemahan prinsip dalam pengaturan kompensasi perundangan ini adalah bentuk ganti rugi yang tidak memperhitugkan kerugian yang bersifat non fisik. Oleh karena itu peneliti merekomendasikan penambahan aspek penting yang perlu dinilai dalam penetapan kompensasi. Selain aspek ekonomis yang selama ini menjadi perhatian pemerintah, sangat penting juga pemerintah memperhatikan aspek sosiologis dan aspek filosofis sebagai variabel yang ikut dinilai. Dengan demikian diharapkan penetapan/ pemberian kompensasi menjamin kehidupan pemilih tanah menjadi lebih baik. Yang lebih penting lagi dengan kompensasi yang lebih baik maka akan menjauhkan pemerintah pada konflik/ masalah yang dapat mengganggu kegiatan pengadaan tanah untuk pembangunan. 3. Bentuk kompensasi yang diberikan pemerintah terfokus pada kompensasi berupa fisik (uang). Pemerintah belum mengatur dengan jelas bentuk lain dari kompensasi yang disepakati ( non fisik) yang ditawarkan pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah perlu memberikan/ menambahkan opsi lain berupa kompensasi non fisik seperti perbaikan dan peningkatan mata pencaharian masyarakat dan program pengembangan masyarakat yang lebih bersifat sosial. 136
11 4. Pemerintah perlu memuat ketentuan yang bersifat antisipatif dan represif terhadap spekulan pengadaan tanah. Ketentuan ini bertujuan untuk menghindarkan pemerintah/ instansi yang memerlukan tanah terbebani dengan kompensasi atau ganti rugi dalam jumlah yang besar. karena esensi dari fungsi sosial atas tanah ialah demi kesejahteraan bersama/ demi kepentingan orang banyak. Sehingga tidak tepat jika pengadaan tanah dijadikan sebagai peluang bagi spekulan/ pemilik hak atas tanah memperoleh keuntungan sebesar-besarnya dari kompensasi yang diberikan pemerintah. 5. Mencermati metode atau instrumen yang digunakan pemerintah untuk menyelesaikan konflik pengadaan tanah melalu lembaga peradilan (litigasi). Terdapat beberapa kekurangan didalamnya karena cendrung bersifat konfrontatif, membutuhkan biaya besar, waktu yang panjang, cendrung menguntungkan pihak yang kuat (pihak yang berkuasa) dan mengabaikan unsur sosial dalam masyarakat yang bersifat kekeluargaan. Maka pemerintah juga perlu mengkaji dan mengembangkan alternatif penyelesaian konflik secara komprehensif. Alternatif model penyelesaian konflik pengadaan tanah yang cocok dengan karakter bangsa Indonesia adalah Alternative Dispute Resolution (ADR). Penyelesaian menggunakan cara ADR ini lebih mengutamakan harmonisasi dalam kehidupan masyarakat dengan mengedepankan aspek kekeluargaan dengan mempertimbangkan berbagai kepentingan masyarakat yang heterogen. 137
12 6. Penyelesaian dengan cara non litigasi ( Alternatif Dispute Resolution) memberikan penyelesaian konflik dengan waktu yang singkat tidak memerlukan biaya yang tinggi dan dilakukan dengan cara yang damai, salah satunya melalui musyawarah. Gagasan pemerintah untuk menyelesaikan konflik melalui cara persuasif sudah tertuang melalui instrumen musyawarah penetapan kompensasi. Akan tetapi, perundangan ini belum memuat asas musyawarah dan menguraikan prinsip musyawarah secara konkret. Oleh karena itu kebijakan ini hendaknya mengatur dan menjamin musyawarah dilakukan secara langsung, bersama dalam kedudukan setara, sehingga semua pihak merasa dihargai peran dan kedudukan sebagai subyek hukum. 7. Dalam menganalisis permasalahan di tesis ini peneliti menggunakan pendekatan yang dikonsepkan oleh Bernhard Limbong. Konsep yang coba diambil berupa model kompensasi, pendekatan dan paradigma baru yang digunakan pemerintah sebagai strategi untuk mencegah dan mengatasi konflik. Di sisi lain, peneliti mencoba menawarkan sudut pandang lain dalam mencegah konflik yaitu mengembangkan sumber daya dan mekanisme peacebuilding dalam menyelesaikan permasalahan konflik pengadaan tanah, dimana didalamnya terdapat sebuah dasar budaya untuk merespon dan menangani konflik secara konstruktif dengan memunculkan ide fungsi sosial atas tanah secara substantif. hal bertujuan untuk membentuk budaya 138
13 kesadaran dari setiap masyarakat bahwa dalam kepentingan pribadinya melekat pula kepentingan orang banyak. Pemerintah bisa mewujudkan fungsi sosial atas tanah dengan menggunakan pendekatan sosiologik antropologik. Dengan mewujudkan kebijakan yang membuka ruang yang luas dan bebas kepada masyarakat agar secara bubbling up para masyarakat dapat memutuskan sendiri secara bertanggung jawab kegunaan lahan-lahan mereka untuk kepentingan orang banyak. Dengan kata lain meningkatkan derajat partisipasi masyarakat yang sebelumnya hanya mendukung dan memberikan masukan secara lisan/ tertulis mengenai pengadaan tanah (konsultatif) ke tahap mobilisasi dimana masyarakat mampu mengontrol inisiatif mereka sendiri dalam proses pengadaan untuk kepentingan orang banyak. Dengan begitu maka akan terwujud masyarakat yang berdaya dan mampu mengelola sendiri urusan publiknya. 139
BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sarana dan prasarana untuk kepentingan umum. bermanfaat bagi seluruh masyarakat merupakan faktor penting yang harus
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sarana dan prasarana untuk kepentingan umum yang bermanfaat bagi seluruh masyarakat merupakan faktor penting yang harus diperhatikan pemerintah dalam rangka
Lebih terperinciBUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI GARUT, : a. bahwa penanaman modal merupakan salah
Lebih terperinciIMPLIKASI PENCABUTAN HAK ATAS TANAH TERHADAP PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA. Istiana Heriani*
Al Ulum Vol.64 No.2 April 2015 halaman 14-20 14 IMPLIKASI PENCABUTAN HAK ATAS TANAH TERHADAP PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA Istiana Heriani* ABSTRAK Kepemilikan hak atas tanah merupakan hak dasar yang
Lebih terperinciReformasi Peraturan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
Reformasi Peraturan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 dan Peraturan Pendukung Lainnya Oleh M. Noor Marzuki Direktur Pengadaan Tanah Wilayah I Badan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 14 2012 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. menyimpulkan bahwa Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa telah
BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil temuan dan pembahasan pada Bab IV, maka peneliti menyimpulkan bahwa Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa telah mengakomodir prinsip-prinsip good governance:
Lebih terperinciPENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG MASYARAKAT ADAT
PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG MASYARAKAT ADAT I. Pendahuluan Badan Legislasi telah menerima surat tertanggal 27 Juli 2017 perihal usulan Rancangan
Lebih terperinciBUPATI SAMBAS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH
BUPATI SAMBAS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMBAS, Menimbang : a. bahwa pembangunan
Lebih terperinciPROVINSI KALIMANTAN BARAT
PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMBAS, Menimbang : Mengingat : a. bahwa pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bumi, air, ruang angkasa beserta kekayaan alam yang terkandung di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikaruniakan
Lebih terperinciPROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menciptakan
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2015 TENTANG
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH
PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN BARAT, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM
PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM Tanah adalah salah satu harta yang sangat berharga di muka bumi ini, yang dalam sepanjang sejarah peradaban umat manusia tak henti-hentinya memberikan problemaproblema
Lebih terperinciBAB VII PENUTUP. A. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan yang mengkaji perkembangan
517 BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan yang mengkaji perkembangan penerapan prinsip partisipatif dan keadilan sosial dalam peraturan perundangundangan dan dalam pelaksanaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Yang Maha Esa bagi kelangsungan hidup umat manusia. Arti penting ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan sumber daya alam yang penting sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa bagi kelangsungan hidup umat manusia. Arti penting ini menunjukan adanya pertalian
Lebih terperinciSISTEM BARU PENGADAAN TANAH DAN TANTANGAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRESIDEN BARU Oleh: Chairul Umam *
SISTEM BARU PENGADAAN TANAH DAN TANTANGAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRESIDEN BARU Oleh: Chairul Umam * Pendahuluan Sebentar lagi kita akan memiliki presiden baru hasil pemilihan presiden 2014. Banyak visi dan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG FASILITASI PENANGANAN SENGKETA DAN KONFLIK PERTANAHAN
PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG FASILITASI PENANGANAN SENGKETA DAN KONFLIK PERTANAHAN Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, :
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR, Menimbang : a. bahwa Peraturan Daerah merupakan
Lebih terperinciUNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai pertanahan tidak pernah surut. Seiring dengan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan mengenai pertanahan tidak pernah surut. Seiring dengan berkembangnya suatu masyarakat, kebutuhan akan tanah baik sebagai tempat tinggal maupun
Lebih terperinciBUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL
SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22,2012 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciUNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 72 ayat (1) Peraturan
Lebih terperinciBUPATI KEPULAUAN SELAYAR
BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tanah merupakan kebutuhan dasar manusia. Sejak lahir sampai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan kebutuhan dasar manusia. Sejak lahir sampai meninggal dunia, manusia membutuhkan tanah untuk tempat hidupnya. Secara kosmologis, tanah adalah tempat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Konflik oleh beberapa aktor dijadikan sebagai salah satu cara
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konflik 1. Pengertian Konflik merupakan sesuatu yang tidak bisa terhindarkan dalam kehidupan manusia. Konflik oleh beberapa aktor dijadikan sebagai salah satu cara yang dapat
Lebih terperinci2016, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN.
No.261, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA HAK ASASI MANUSIA. Organisasi Kemasyarakatan. Pelaksanaan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5958) PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas
Lebih terperinciBUPATI KEPULAUAN SELAYAR
BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang a. bahwa Peraturan
Lebih terperinciUNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan
Lebih terperinciBAB VI SIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN
BAB VI SIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang Penyelesaian Sengketa Tanah Melalui Mediasi di Kantor Pertanahan Kabupaten Kulon Progo, maka dapat diambil kesimpulan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. khusus hak atas tanah yang merupakan hak ekonomi, sosial dan budaya dapat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah kebutuhan dasar manusia sebagai sarana dalam kehidupan dapat di lihat dari berbagai Peraturan Perundang-Undangan, secara khusus hak atas tanah
Lebih terperinciModul 2 Modul 3 Modul 4
i S Tinjauan Mata Kuliah ecara keseluruhan mata kuliah ini akan membahas Hukum Lingkungan melalui pendekatan hukum positif, yaitu peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pengelolaan lingkungan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) Laboratorium Fakultas Hukum. Universitas Islam Indonesia
PROSES-PROSES DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN KEPENTINGAN UMUM Oleh : Dwi Apriliati Puspitasari 1 ABSTRAKSI Kegiatan pembangunan untuk fasilitas umum selalu membutuhkan tanah sebagai lahan sehingga
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.292, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ADMINISTRASI. Pemerintahan. Penyelengaraan. Kewenangan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601) UNDANG UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peran vital dalam menunjang kehidupan manusia dan produktivitasnya. Dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak zaman dahulu hingga era industri sekarang ini, tanah mempunyai peran vital dalam menunjang kehidupan manusia dan produktivitasnya. Dari waktu ke waktu
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO
PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 01 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,
Lebih terperinciMENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2012
SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG BIAYA OPERASIONAL DAN BIAYA PENDUKUNG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI
Lebih terperinciPROVINSI JAWA TENGAH
PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG MEKANISME PENYUSUNAN PROGRAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN
Lebih terperinciKonstitusionalisme SDA Migas. Zainal Arifin Mochtar Pengajar Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Konstitusionalisme SDA Migas Zainal Arifin Mochtar Pengajar Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Karakter Konstitusi Indonesia Meninggalkan ciri usang singkat dan jelas Berisi tidak saja sistem
Lebih terperinciLD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM
I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL 1. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sebagai upaya terus menerus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melibatkan partisipasi masyarakat sebagai elemen penting dalam proses. penyusunan rencana kerja pembangunan daerah.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pelaksanaan otonomi daerah tidak terlepas dari sebuah perencanaan baik perencanaan yang berasal dari atas maupun perencanaan yang berasal dari bawah. Otonomi
Lebih terperinciPENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENYIARAN
PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENYIARAN I. Pendahuluan Berdasarkan surat dari Komisi I DPR pada pokoknya meminta Badan Legislasi untuk melakukan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan
Lebih terperinciKAJIAN HARMONISASI RUU PENYIARAN BADAN LEGISLASI DPR RI 2017
KAJIAN HARMONISASI RUU PENYIARAN BADAN LEGISLASI DPR RI 2017 PENDAHULUAN Berdasarkan surat dari Komisi I DPR pada pokoknya meminta Badan Legislasi untuk melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan
Lebih terperinciI. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12/PUU-XIV/2016 Waktu Penyelesaian, Produk Hukum penyelesaian BNP2TKI, dan Proses Penyelesaian Sengketa Antara TKI dengan PPTKIS Belum Diatur Di UU 39/2004 I. PEMOHON
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. umum. Diantaranya pembangunan Kantor Pemerintah, jalan umum, tempat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan Negara Republik Indonesia adalah untuk mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Lebih terperinci6 KESIMPULAN DAN SARAN
6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Permasalahan konflik perikanan tangkap di perairan Kalsel ditinjau dari tipologi konflik terdiri dari (1) yuridiksi perikanan terjadi pada kasus daerah tangkap disebabkan
Lebih terperinciBUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH
BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa Peraturan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelanggaran hak asasi
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. * Dosen Pembimbing I ** Dosen Pembimbing II *** Penulis. A. Latar Belakang
Adapun metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif dan metode penelitian hukum sosiologis. Penelitian hukum normatif mengkaji data-data sekunder di bidang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kredit macet merupakan masalah yang sangat penting dalam sejarah perbankan Indonesia terutama pada tahun 1999-2004. Banyaknya bank yang dilikuidasi sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia hidup diatas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan mendayagunakan. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu kekayaan alam atau sumber daya alam yang diciptakan Tuhan Yang Maha Esa yang sangat dibutuhkan bagi kehidupan manusia adalah tanah. Manusia hidup
Lebih terperinciNCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG
NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUMEDANG BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT
Lebih terperinciAbstrak tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP -PPK)
HAK PENGELOLAAN PERAIRAN PESISIR DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL Indra Lorenly
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan isi ketentuan perundang-undangan yang berlaku. rakyat Indonesia, pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang nomor
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengadaan tanah di Indonesia untuk pemenuhan kebutuhan pembangunan semakin meningkat, sebagai tempat bermukim maupun untuk kegiatan usaha. Dengan hal itu meningkat
Lebih terperinciPERSPEKTIF PEMERINTAH ATAS HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT HUKUM ADAT
PERSPEKTIF PEMERINTAH ATAS HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DR. Wahiduddin Adams, SH., MA ** Pembentukkan Negara Kesatuan Republik Indonesia berawal dari bersatunya komunitas adat yang ada di seluruh
Lebih terperinciPENUNJUK UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
PENUNJUK UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN 01 (satu) tahun ~ jangka waktu penetapan Prolegda Provinsi Prolegda Provinsi ditetapkan untuk jangka waktu 1
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang : a. bahwa untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah
Lebih terperinciPenilaian Preferensi Masyarakat Pengungsi terhadap Potensi Konflik Tenurial dan Tingkat Interaksi terhadap Hutan
Penilaian Preferensi Masyarakat Pengungsi terhadap Potensi Konflik Tenurial dan Tingkat Interaksi terhadap Hutan Hasil Survei dan Konsultasi Tim Greenomics Indonesia terhadap Masyarakat Pengungsi di Sepanjang
Lebih terperinci- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR
- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR I. UMUM Peraturan daerah merupakan alat utama dalam penyelenggaraan
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIII/2015 Pengumuman Terhadap Hak Cipta Yang Diselenggarakan Pemerintah
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIII/2015 Pengumuman Terhadap Hak Cipta Yang Diselenggarakan Pemerintah I. PEMOHON Bernard Samuel Sumarauw. II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang
Lebih terperinciKESIMPULAN. Berdasarkan analisis data dapatlah dikemukakan kesimpulan-kesimpulan. 1.1 Pelaksanaan fungsi Peradilan Tata Usaha Negara dalam memberikan
171 KESIMPULAN A. Kesimpulan Berdasarkan analisis data dapatlah dikemukakan kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut : 1. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan melalui penelitian disertasi ini dapat ditarik
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR, Menimbang : a. bahwa Peraturan Daerah merupakan
Lebih terperinciNASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO THE ASEAN CHARTER ON DISPUTE SETTLEMENT MECHANISM (PROTOKOL PIAGAM ASEAN MENGENAI MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA)
NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO THE ASEAN CHARTER ON DISPUTE SETTLEMENT MECHANISM (PROTOKOL PIAGAM ASEAN MENGENAI MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA) 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Protokol Piagam ASEAN
Lebih terperinciDengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI GORONTALO dan GUBERNUR GORONTALO MEMUTUSKAN:
GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN BERLANGGANAN TELEVISI MELALUI KABEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang
Lebih terperinciTENTANG BUPATI MUSI RAWAS,
PEMERINTAH KABUPATEN MUSI RAWAS Menimbang : a. PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI
Lebih terperinciNilai Atas Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum. Ir. Hamid Yusuf, M.M., MAPPI (cert), FRICS
Nilai Atas Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Ir. Hamid Yusuf, M.M., MAPPI (cert), FRICS Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara, dan dipergunakan untuk sebesar-besar
Lebih terperinciANGGARAN RUMAH TANGGA (ART) PERHIMPUNAN PELAJAR INDONESIA TURKI
ANGGARAN RUMAH TANGGA (ART) PERHIMPUNAN PELAJAR INDONESIA TURKI 2016-2017 MPA PPI TURKI 2016-2017 ANGGARAN RUMAH TANGGA PERHIMPUNAN PELAJAR INDONESIA (PPI) TURKI PERIODE 2016-2017 BAB I SIFAT Pasal 1 1.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembukaan UUD 1945 dari tahun ke tahun terus meningkat. Bersamaan dengan itu,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan Nasional yang dilaksanakan dalam rangka memenuhi amanat Pembukaan UUD 1945 dari tahun ke tahun terus meningkat. Bersamaan dengan itu, jumlah penduduk terus
Lebih terperinciDiskresi dalam UU Administrasi Pemerintahan. Prof. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D.
Diskresi dalam UU Administrasi Pemerintahan Prof. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D. Dasar Hukum Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Diundangkan 17 Oktober 2014, tiga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sengketa dengan orang lain. Tetapi di dalam hubungan bisnis atau suatu perbuatan
BAB I PENDAHULUAN Pada dasarnya tidak ada seorang pun yang menghendaki terjadinya sengketa dengan orang lain. Tetapi di dalam hubungan bisnis atau suatu perbuatan hukum, masing-masing pihak harus mengantisipasi
Lebih terperinciSTIE DEWANTARA Sengketa Bisnis & Penyelesaiannya
Sengketa Bisnis & Penyelesaiannya Hukum Bisnis, Sesi 9 Timbulnya Sengketa Transaksi dalam dunia bisnis, termasuk bisnis syariah mengandung risiko Salah satu risiko yang mungkin dan sering terjadi adalah
Lebih terperinci8. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan;
PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa peraturan
Lebih terperinciBAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan. 1. Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas Tentang Aksesibilitas Pemilu
BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pelanggaran hak asasi manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekonomi masyarakat. Padahal, tanah dari dulu hingga sekarang tidak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak zaman dahulu hingga era industri sekarang ini, tanah mempunyai peran vital dalam menunjang kehidupan manusia dan produktivitasnya. Dari waktu ke waktu
Lebih terperinciIMPLIKASI PENCABUTAN HAK ATAS TANAH TERHADAP PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA ABSTRAK
IMPLIKASI PENCABUTAN HAK ATAS TANAH TERHADAP PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Istiana Heriani ABSTRAK Kepemilikan hak atas tanah merupakan hak dasar yang juga merupakan bagian dari hak asasi manusia.pencabutan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehidupan manusia bermasyarakat pada zaman ini, sangat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia bermasyarakat pada zaman ini, sangat membutuhkan tanah sebagai modal dasar dalam pelaksanaan pembangunan. Hampir tidak ada kegiatan pembangunan
Lebih terperinciBAB IV BENTUK PENGATURAN PENYELENGGARAAN INVESTASI SEMI KELOLA DALAM BIDANG JASA AKOMODASI WISATA
BAB IV BENTUK PENGATURAN PENYELENGGARAAN INVESTASI SEMI KELOLA DALAM BIDANG JASA AKOMODASI WISATA 4.1 Karakteristik Kebutuhan Hukum yang Timbul dari Akibat Penerapan Model Invetasi Semi Kelola dalam Bidang
Lebih terperinciI. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PERTANAHAN SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI 1. PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1.
- 235 - I. PEMBAGIAN URUSAN AN PERTANAHAN SUB 1. Izin Lokasi 1. Penetapan kebijakan nasional mengenai norma, standar, prosedur, dan kriteria izin lokasi. 2.a. Pemberian izin lokasi lintas provinsi. b.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. peristirahatan terakhir dari seluruh kehidupan di muka bumi. Terkait kepemilikan atas tanah, Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah mempunyai arti yang sangat penting dalam kehidupan manusia karena sebagian besar kehidupan manusia bergantung pada tanah. Tanah dapat dihitung sebagai harta
Lebih terperinci- 308 - I. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PERTANAHAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1. SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI 1.
- 308 - I. PEMBAGIAN URUSAN AN PERTANAHAN SUB 1. Izin Lokasi 1. Penetapan kebijakan nasional mengenai norma, standar, prosedur, dan kriteria izin lokasi. 2.a. Pemberian izin lokasi lintas provinsi. b.
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 116) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENANGANAN KONFLIK SOSIAL
Lebih terperinciPENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN. Karakteristik Pengadilan Negeri. Penyelesaian Sengketa Melalui Litigasi 11/8/2014
PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN Ada dua bentuk penyelesaian sengketa perdagangan yakni melalui jalur litigasi (lembaga peradilan) dan jalur non litigasi (di luar lembaga peradilan) Penyelesaian sengketa
Lebih terperinciWALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN
WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. kewenangan penuh untuk menggelola segala hal yang menyangkut tentang tata kelola
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dengan berlakunya UU Desa No 6 Tahun 2014, pemerintahan desa diberi kewenangan penuh untuk menggelola segala hal yang menyangkut tentang tata kelola pemerintahan desa. Pengakuan
Lebih terperinciKegiatan Pembelajaran
C. Sosiologi Satuan Pendidikan : SMA/MA Kelas : X (sepuluh) Kompetensi Inti : KI 1 : Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya KI 2 : Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab,
Lebih terperinci