BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sengketa atau konflik tersebut timbul disebabkan karena adanya hubungan antara satu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sengketa atau konflik tersebut timbul disebabkan karena adanya hubungan antara satu"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sengketa atau konflik tersebut timbul disebabkan karena adanya hubungan antara satu manusia dengan manusia lain sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan dari orang lain. Dengan demikian untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingannya, manusia mengadakan hubungan satu sama lain yang dapat menimbulkan persengketaan. Sengketa biasanya muncul atau terjadi disebabkan karena berbagai hal, misalnya sengketa didalam perjanjian karena salah satu pihak melanggar kesepakatan yang telah dibuat, sengketa dalam memperebutkan harta warisan dalam suatu keluarga, dan sebagainya. Begitu pula sengketa yang terjadi antara Konsumen dan Produsen (Pelaku Usaha). Sengketa atau konflik tersebut dapat terjadi pada siapa saja dan diketahui pula datangnya sengketa dan konflik tersebut tidaklah didasarkan pada keinginan seorang untuk berkonflik atau bersengketa dengan pihak lain. Sehingga dapat dikatakan bahwa terjadinya sengketa atau konflik tidak dapat di elakkan oleh siapapun. Munculnya suatu persengketaan maka dicarilah cara penyelesaiannya pula. Cara cara tersebut adalah : 1. Melalui Lembaga Litigasi, dan 2. Melalui Lembaga Non Litigasi Penyelesaian sengketa melalui lembaga litigasi berarti menyelesaikan sengketa melalui Pengadilan. Atau dengan kata lain proses penyelesaiannya diserahkan melalui lembaga Pengadilan. Sedangkan penyelesaian sengketa melalui lembaga non litigasi, yakni penyelesaian sengketa diluar pengadilan atau penyelesaian sengketa alternatif melalui kerja 1

2 sama dan i tikad baik antara kedua belah pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan serta mengakhiri sengketa tersebut melalui bantuan pihak ketiga. Penyelesaian Sengketa Alternatif adalah Lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian sengketa diluar pengadilan dengan cara Konsultasi, Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi atau Penilaian Ahli. 1 Seringkali kita mendengar istilah Non Litigasi. Nonlitigasi merupakan kebalikan dari litigasi (argument analogium), yaitu penyelesaian sengketa yang dilakukan di luar pengadilan dengan mengutamakan proses perdamaian dan penangkalan sengketa dengan melakukan upaya perancangan perancangan kontrak yang baik. Penyelesaian sengketa secara nonlitigasi mencakup bidang yang sangat luas, bahkan mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diselesaikan secara hukum. Penyelesaian sengketa secara nonlitigasi merupakan proses penyelesaian sengketa yang pada saat ini dianggap paling aman. Adapun penyelesaian sengketa tersebut dilakukan di luar pengadilan yang tetap berdasarkan kepada hukum yang berlaku.penyelesaian Sengketa tersebut dapat digolongkan kepada penyelesaian yang berkualitas tinggi. Sebab, sengketa yang diselesaikan secara demikian akan lebih bisa diselesaikan secara tuntas tanpa meninggalkan sisa kebencian dan dendam. Oleh karena itu penyelesaian sengketa secara nonlitigasi adalah penyelesaian masalah hukum secara hukum dan nurani. Sehingga, hukum dapat dimenangkan dan nurani orang juga tunduk untuk menaati kesepakatan/perdamaian secara sukarela, tanpa ada yang merasa kalah karena masing-masing pihak sama-sama merasa keputusan yang dihasilkan adalah keputusan yang menguntungkan. 2 1 Pasal 1 butir 10 Undang Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Penyelesaian Sengketa Alternatif 2 Intan Nur Rahmawanti & Rukiyah Lubis, Win-win Solution Sengketa Konsumen, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2014, hlm. 73 2

3 Sehingga timbul pertanyaan pula, Mengapa orang lebih cenderung memilih menyelesaikan sengketa melalui Penyelesaian Sengketa Alternatif dari Pada Litigasi? Adanya pertimbangan menggunakan Penyelesaian Sengketa Alternatif dalam menyelesaikan sengketa adalah, Karena pertimbangan budaya, yaitu masyarakat yang mempunyai hubungan budaya atau tradisi jika ada permasalahan maka diselesaikan secara musyawarah mufakat atau tidak melibatkan pihak lain yang bersifat memutuskan. Adapun keterlibatkan pihak ke tiga tersebut hanyalah pihak yang dapat disebut sebagai penengah saja. Menurut F.Van Benda Bechman mengemukakan : Masyarakat dengan hubungan sosial yang simplex akan cenderung menggunakan institusi rakyat melalui mediasi atau arbitrase sementara itu masyarakat dengan hubungan sosial multiplex cenderung menggunakan peradilan negara yang bersifat ajudikatif dan legistik. Sehingga dapat dikatakan bahwa pertimbangan budaya adalah menyelesaikan sengketa berdasarkan pada kebiasaan atau tradisi masyarakat tersebut dalam menyelsaikan suatu sengketa. Yang kedua karena pertimbangan lawan sengeta, yakni jika antara para pihak yang bersengketa lebih mengutamakan hubungan baik para pihak yang bersengketa maka para pihak tersebut pasti lebih mengutamakan menyelesaikan sengketa tersebut secara Negosiasi atau dengan perantara yang pada prinsinya akan menghasilkan penyelesaian yang kompromistis atau bahkan menghindari terjadinya sengketa. Dan yang ketiga yaitu karena pertimbangan kelemahan pengadilan. Saat ini cara penyelesaian sengketa melalui peradilan mendapat kritik yang cukup tajam, baik dari praktisi hukum maupun teoritisi hukum. Atau dengan kata lain terdapat beberapa kelemahan penyelesaian sengketa melalui lembaga litigasi atau pengadilan yakni : penyelesaian sengketa lamban dan membuang waktu, biaya perkara mahal, tidak menyelesaikan masalah secara tuntas, menimbulkan permusuhan, mengalami stress berkepanjangan bagi pihak yang bersengketa, mempermalukan pihak lain, dan pengadilan tidak bersih dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN). 3

4 Penyelesaian sengketa secara patut merupakan harapan setiap orang yang menghadapi persengketaan dengan pihak lain, termasuk antara produsen dan konsumen. Konflik atau sengketa antara konsumen dan pelaku usaha (produsen) pada umumnya didasarkan kepada hal-hal yang tidak dikehendaki bahkan tidak diduga oleh konsumen sebelumnya. Meskipun pada dasarnya sengketa konsumen memiliki latar belakang yang tidak jauh berbeda dengan sengketa lainnya terdapat perbedaan kepentingan diantara keduanya. Sengketa konsumen memiliki karakteristik yang khusus. Kekhususan tersebut dapat dilihat dari posisi konsumen dan metode apa yang yang paling tepat untuk menyelesaikannya. Sehubungan dengan itu, dikenal lembaga lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang masing masing mempunyai peraturan dan prosedur (rule and procedure) yang menginduk pada Undang undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Lembaga lembaga dimaksud antara lain Mediasi, Perbankan, Badan Mediasi Asuransi Indonesia, Badan Arbitrase Nasional Indonesia, Badan Arbitrase Nasional Indonesia, Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia, dan Badan Arbitrase Syariah Nasional. Selain itu, berdasarkan Undang undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen juga telah dibentuk Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) sebagai lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang memberlakukan prosedur arbitrase dalam menyelesaikan sengketa 3. Penyelesaian sengketa konsumen berdasarkan Undang undang Perlindungan Konsumen dapat ditempuh dengan jalur Non-Litigasi. Penyelesaian dengan menggunakan jalur Non-Litigasi ini dapat ditempuh melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Adapun proses penyelesaian sengketa konsumen ini dapat ditempuh dengan cara seperti berikut : 3 Khotibul Umam, Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan, PT. Suka Buku, Jakarta 2010, hlm. 3 4

5 a. Mediasi ; Berdasarkan Pasal 1 ayat (10) Kepmenperindag No. 350/MPP/Kep/12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen disebutkan bahwa mediasi adalah proses penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan dengan perantara BPSK sebagai penasihat dan penyelesaian diserahkan kepada para pihak. Artinya mediasi merupakan sesuatu proses penyelesaian sengketa dengan melibatkan pihak ketiga netral agar bias membantu para pihak yang sedang bersengketa untuk dapat memecahkan masalah tersebut. 4 b. Konsilisai; Berdasarkan Pasal 1 ayat (9) Kepmenperindag No. 350/MPP/Kep/12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen disebutkan bahwa konsiliasi adalah proses penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan dengan perantara BPSK untuk mempertemukan para pihak yang bersengketa, dan penyelesaiannya diserahkkan kepada para pihak. Fungsi konsiliator di sini agar dapat mengusulkan solusi penyelesaian sengketa, tetapi tidak berwenang untuk memutus perkara tersebut. Dalam hal ini, majelis BPSK untuk selanjutnya menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada para pihak, baik mengenai bentuk maupun jumlah ganti kerugiannya. Terhadap usulan konsiliator, para pihak yang bersengketa harus menyatakan persetujuan atas usulan tersebut menjadikannya sebagai kesepakatan penyelesaian sengketa. 4 Intan Nur Rahmawanti., & Rukiyah Lubis., Op cit, hlm., 76 5

6 c. Arbitrase ; Berdasarkan Pasal 1 ayat (11) Kepmenperindag No.350/MPP/Kep/12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelasain Sengketa Konsumen, disebuutkan bahwa arbitrase adalah proses penyelesaian sengketa konsusmen di luar pengadilan. Dalam hal ini para pihak yang bersengketa menyerahkan sepenuhnya penyelesaian sengketa kepada BPSK 5. Salah satu metode penyelesaian sengketa secara non llitigasi yang di tempuh di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang lazim digunakan adalah Arbitrase. Pranata arbitrase di Indonesia sebenarnya bukanlah hal yang baru dan telah lama dikenal. Arbitrase adalah pranata alternatif penyelesaian sengketa terahir dan bersifat final bagi para pihak. Sifat pribadi dari arbitrase memberikan keuntungan keuntungan melebihi proses ajudikasi di pengadilan. Arbitrase lebih memberikan kebebasan, pilihan, otonomi, dan kerahasiaan bagi para pihak yang bersengketa. Kebebasan yang dimaksud adalah para pihak dapat memilih arbiter yamg menurut mereka diyakini untuk mempunyai pengetahuan, pengalaman, serta latar belakang yang relavan dengan masalah yang disengketakan disamping sikap jujur dan adil sebagai sifat yang utama. Para pihak juga dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan masalahnya termasuk proses dan tempat penyelenggarakan arbitrase. 6 Khususnyadi Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Kelemahan penyelesaian sengketa melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) adalah tidak mempunyai kemampuan untuk dapat berperan lebih aktif dalam penyelesaian persoalan sengketa konsumen.semua ini terjadi karena baik substansi 5 Intan Nur Rahmawanti., & Rukiyah Lubis., Ibid, hlm., 78 6 Fitri Hidayanti, Efektifitas Penerapan Arbitrase Dalam Menyelesaiakan Sengketa Perbankan, Fakultas Hukum USU, hlm. 8 6

7 pengaturan, prosedur, dan mekanisme penyelesaian sengketa konsumen tidak dapat terselesaikan dengan baik akibat kelemahan dan juga saling bertentangan.inilah yang menjadi penyebab BPSK tidak dapat berperan lebih banyak dalam penyelesaian sengketa konsumen dalam beberapa hal, seperti keberatan mengenai keputusan konsiliasi atau mediasi dan belum adanya pengaturan untuk penetepan eksekusi 7. Hal yang menarik dari penyelesaian sengketa melalui proses di luar pengadilan atau melalui BPSK ini adalah menghasilkan kesepakatan yang bersifat win win solution. Pihak yang bersengketa terjamin kerahasian sengketanya, lebih terhindar dari keterlambatan penyelesaian sengketa sehingga tidak memakan waktu yan lama karena hal prosedural dan administratif, menyelesaikan masalah secara komprehensif dalam kebersamaaan, dan tetap bisa menjaga hubungan baik di masa sekarang maupun akan datang. Dengan demikian, dari uraian diatas arbitrase merupakan salah satu cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang mempermudah para pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan sengketanya tanpa mempermalukan para pihak karena bersifat rahasia, juga penyelesaian tersebut dapat dilakukan secara cepat tanpa menimbulkan penumpukan perkara di pengadilan. Arbitrase juga menguntungkan para pihak karena dilakukan dengan biaya yang ringan bagi masyarakat yang memiliki kepentingan untuk menyelesaikan sengketa secara cepat dan efisien, maka arbitrase ini adalah jawaban untuk penyelesaian sengketa mereka. Yang diharapkan adalah hal ini sungguh sungguh dilaksanakan oleh para arbiter termasuk oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen di Kota Medan. Berdasarkan uraian diatas dan beberapa alasan diatas, maka mendorong penulis untuk mengadakan penelitian dengan judul EFEKTIFITAS PENYELESAIAN SENGKETA 7 Intan Nur Rahmawanti, & Rukiyah Lubis.,Op cit, hlm., 81 7

8 MELALUI ARBITRASE PADA BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) KOTA MEDAN. B. Rumusan Masalah Berkaitan dengan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, dan berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, serta penalaran terhadap Undang undang dan literatur yang ada dan berlaku, maka permasalahan permasalahan yang dapat dikemukakan penulis adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana Prosedur Penyelesaian Sengketa Konsumen Melalui Arbitrase dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase bagi para pihak yang bersengketa Pada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Medan? 2. Apakah Faktor Penghambat Pelaksanaan Putusan Arbitrase Bagi Para Pihak yang Bersengketa Pada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Medan? 3. Bagaimana Keberhasilan dan Kegagalan Pelaksanaan Putusan Arbitase Bagi Para Pihak yang Bersengketa Pada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Medan? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapatlah disimpulkan bahwa yang menjadi tujuan dari skripsi ini adalah : a. Untuk mengetahui bagaimana prosedur penyelesaian sengketa konsumen melalui arbitrase dan pelaksanaan putusan arbitrase bagi para pihak yang bersengketa pada Badan penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Medan. b. Untuk mengetahui faktor apa saja yang menjadi penghambat pelaksanaan putusan arbitrase bagi para pihak yang bersengketa pada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Medan. 8

9 c. Untuk mengetahui bagaimana keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan putusan arbitrase bagi para pihak yang bersengketa pada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Medan. Manfaat Penelitian a. Secara Teoritis Hasil dari penelitian yang dituangkan dalam skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum di Indonesia.Terutama di bidang arbitrase sebagai salah satu penyelesaian sengketa konsumen. Skripsi ini diharapkan tidak hanya dapat menambah pengetahuan saja, tetapi dapat memberikan gambaran yang nyata dan signifikan kepada kalangan masyarakat Indonesia mengenai efektifitas penyelesaian sengketa melalui arbitrase pada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Medan. b. Secara Praktis Skripsi ini diharapkan bermanfaat bagi rekan rekan mahasiswa, praktisi hukum, pemerintah, serta masyarakat yang bersemgketa sebagai pedoman dan bahan rujukan dalam rangka menyelesaikan sengketa konsumen dengan memberdayakan arbitrase dalam proses penyelesaiannya, sehingga hukum dapat ditegakan dengan sebaik baiknya. Keaslian Penulisan Penulis membuat tulisan ini dengan melihat perkembangan hukum saat ini dan mengaitkannya dengan dasar-dasar hukum yang bersumber dari berbagai literatur dan bahan bacaan dari berbagai referensi yang diperoleh dari perpustakaan atau toko buku dan beberapa diantaranya diperoleh dari internet. Sepanjang yang telah ditelusuri dalam penulisan skripsi ini, penulis ketahui bahwa skripsi atau karya ilmiah yang terdapat di Fakultas Hukum 9

10 ini, tidak ada judul yang sama dengan apa yang ditulis serta telah diuji bersih pula judul yang ditulis dalam skripsi ini. Dengan demikian, penulis meyakini bahwa skripsi ini adalah merupakan murni karya asli dari penulis. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah dilakukan secara yuridis normatif.penelitian yang dilakukan secara yuridis normatif ini merupakan penelitian yang dilakukan dan ditujukan pada peraturan perundang undangan yang mengatur tentang topik dalam skripsi ini.kemudian melihat kesesuaian antar hal yang ditentukan dalam peraturan hukum tersebut dengan pelaksanaannya di lapangan. Atau dengan kata lain melihat kesesuaian antara teori dan prakteknya terhadap Undang undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang arbitrase dan penyelesaian sengketa alternatif melalui arbitrase yang dilakukan di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Medan. 2. Lokasi Penelitian Dalam skripsi ini, penelitian di lakukan di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Medan, sebagai instansi yang wajib menerapkan suatu peraturan berdasarkan perundang-undangan yang berkaitan dengan topik dalam skripsi ini. Penelitian dilakukan di tempat tersebut disebabkan karena tempat tersebut memenuhi karakteristik dari topik penulisan skripsi, sehingga penulis mendapat gambaran mengenai apa-apa yang ditulis dan dijadikan bahan pertimbangan penulisan skripsi. 3. Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, upaya pengumpulan data dilakukan dengan data primer dan data sekunder dengan menggunakan metode sebagai berikut : 10

11 a. Studi Lapangan sebagai Data Primer Studi Lapanagan yaitu melakukan wawancara penelitian langsung ke lapangan mengenai efektifitas dari peraturan hukum yang berlaku berkaitan dengan topik dalam skripsi ini atau dengan kata lain penerapan prakteknya di lapangan. Data primer merupakan data yang diperoleh peneliti langsung dari sumber pertama, yakni perliku individu atau masyarakat. Untuk memperoleh data primer peneliti melakukan pengumpulan data langsung kepada masyarakat seperti wawancara yang dilakukan terhadap para pihak yang menempuh jalur Arbitrase dalam menyelesaikan sengketa konsumen di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Medan secara Arbitrase. b. Studi Kepustakaan sebagai Data Sekunder Studi Kepustakaan dalam hal ini ialah mempelajari berbagai sumber bacaan yang berkaitan dengan topik dalam skipsi ini, yakni buku buku hukum, makalah hukum, majalah hukum, artikel dari internet, pendapat para sarjana, dan bahan-bahan lainnya.data sekunder merupakan data yang siap tersaji dan dapat segera dipergunkan oleh peneliti, data sekunder tersebut diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku hasil penelitian dan laporan. Dalam hal ini ialah dokumen-dokumen resmi, laporan dan buku harian yang terdapat di bagian administrasi Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Medan mengenai penyelesaian yang ditempuh para pihak melalui Arbitrase. 11

12 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan ini akan mempermudah penulisan skripsi dalam penjabaran penulisan yakni memberikan gambaran yang lebih jelas, penelitian ini akan dibagi menjadi lima bab dengan sistematika sebagai berikut : BAB I : Pendahuluan Bab ini memuat latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, keaslian penulisan, dan sistematika penulisan. BAB II : Tinjauan Umum Tentang Arbitrase Menguraikan tentang hal-hal umum dan pengertian umum mengenai arbitrase sebagai salah satu cara penyelesian sengketa alternatif. Memuat hal hal mengenai arbitarse yaitu, pengertian secara umum, jenis-jenis arbitrase, kelebihan dan kekurangan arbitrase, faktor-faktor para pihak menyelesaikan sengketa melalui arbitrase. BAB III : Arbitrase Sebagai Salah Satu Cara Sengketa Kosumen Membahas serta menguraikan arbitrase sebagai salah satu pilihan hukum dalam menyelesaikan sengketa konsumen. Memuat hal mengenai pengertian umum tentang sengketa konsumen, bentuk penyelesaian sengketa konsumen, Arbitrase sebagai salah satu penyelesaian sengketa konsumen, dan memuat hal mengenai Peranan Badan Penyelesesaian Sengketa Konsumen Kota Medan dalam menyelesaikan sengketa konsumen secara arbirase, serta dasar hukum pemberlakuan arbitrase sebagai upaya penyelesaian sengketa alternatif di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Medan. 12

13 BAB IV : Efektifitas Penyelesaian Sengketa Alternatif Secara Arbitrase di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Medan Mendeskripsikan Prosedur Arbitrase dan Keefektifitas Pelaksanaan Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Medan. Memuat hal hal mengenai Prosedur Penyelesaian Sengketa Konsumen Melalui Arbitrase dan Pelaksanaan Putusan Bagi Para Pihak Yang Bersengketa Di Badan Penyelesaiaan Sengketa Konsumen Kota Medan, Faktor penghambat Pelaksanaan Arbitrase Bagi Para Pihak Yang Bersengketa Di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Medan, Keberhasilan dan Kegagalan Pelaksanaan Arbitase Bagi Para Pihak Yang Bersengketa dalam Penyelesaian Sengketa Konsumen Yang Dilakukan Di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Medan. 13

BAB III KEKUATAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PRAKTEK

BAB III KEKUATAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PRAKTEK BAB III KEKUATAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PRAKTEK A. Penyelesaian Sengketa Oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen 1. Ketentuan Berproses Di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa terhindar dari sengketa. Perbedaan pendapat maupun persepsi diantara manusia yang menjadi pemicu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkait dalam bidang pemeliharaan kesehatan. 1 Untuk memelihara kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. terkait dalam bidang pemeliharaan kesehatan. 1 Untuk memelihara kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan pokok manusia karena kesehatan merupakan modal utama manusia dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Melaksanakan upaya kesehatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sengketa dengan orang lain. Tetapi di dalam hubungan bisnis atau suatu perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. sengketa dengan orang lain. Tetapi di dalam hubungan bisnis atau suatu perbuatan BAB I PENDAHULUAN Pada dasarnya tidak ada seorang pun yang menghendaki terjadinya sengketa dengan orang lain. Tetapi di dalam hubungan bisnis atau suatu perbuatan hukum, masing-masing pihak harus mengantisipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan prinsip syari ah tidak mungkin dihindari akan terjadinya konflik. Ada yang berujung sengketa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang ini banyak terjadi sengketa baik dalam kegiatan di

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang ini banyak terjadi sengketa baik dalam kegiatan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa sekarang ini banyak terjadi sengketa baik dalam kegiatan di dunia bisnis, perdagangan, sosial budaya, ekonomi dan lain sebagainya, namun dalam penyelesaiannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sengketa yang terjadi diantara para pihak yang terlibat pun tidak dapat dihindari.

BAB I PENDAHULUAN. sengketa yang terjadi diantara para pihak yang terlibat pun tidak dapat dihindari. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pesatnya pertumbuhan ekonomi di Indonesia dapat melahirkan berbagai macam bentuk kerjasama di bidang bisnis. Apabila kegiatan bisnis meningkat, maka sengketa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha

BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses

Lebih terperinci

BAB II MEKANISME PERMOHONAN PENYELESAIAN DAN PENGAMBILAN PUTUSAN SENGKETA KONSUMEN. A. Tata Cara Permohonan Penyelesaian Sengketa Konsumen

BAB II MEKANISME PERMOHONAN PENYELESAIAN DAN PENGAMBILAN PUTUSAN SENGKETA KONSUMEN. A. Tata Cara Permohonan Penyelesaian Sengketa Konsumen BAB II MEKANISME PERMOHONAN PENYELESAIAN DAN PENGAMBILAN PUTUSAN SENGKETA KONSUMEN A. Tata Cara Permohonan Penyelesaian Sengketa Konsumen Konsumen yang merasa hak-haknya telah dirugikan dapat mengajukan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DI SEKTOR JASA KEUANGAN

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DI SEKTOR JASA KEUANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DI SEKTOR JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terbukti turut mendukung perluasan

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terbukti turut mendukung perluasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan perekonomian nasional telah menghasilkan variasi produk barang dan/jasa yang dapat dikonsumsi. Bahkan dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kredit macet merupakan masalah yang sangat penting dalam sejarah perbankan Indonesia terutama pada tahun 1999-2004. Banyaknya bank yang dilikuidasi sebagai

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut maka setiap manusia mengkonsumsi atau menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut maka setiap manusia mengkonsumsi atau menggunakan BAB I PENDAHULUAN Setiap manusia mempunyai kebutuhan yang beragam dalam kehidupannya sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial, namun manusia tidak mampu memenuhi setiap kebutuhannya tersebut secara

Lebih terperinci

BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS

BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS Di dalam menjalankan suatu bisnis para pelaku usaha kadang terlibat dalam conflict of interest, kenyataan ini dapat terjadi karena bermula dari situasi dimana ada salah

Lebih terperinci

MEDIASI ATAU KONSILIASI DALAM REALITA DUNIA BISNIS

MEDIASI ATAU KONSILIASI DALAM REALITA DUNIA BISNIS MEDIASI ATAU KONSILIASI DALAM REALITA DUNIA BISNIS Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metode Alternatif Penyelesaian Sengketa Disusun Oleh: Raden Zulfikar Soepinarko Putra 2011 200 206 UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. * Dosen Pembimbing I ** Dosen Pembimbing II *** Penulis. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. * Dosen Pembimbing I ** Dosen Pembimbing II *** Penulis. A. Latar Belakang Adapun metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif dan metode penelitian hukum sosiologis. Penelitian hukum normatif mengkaji data-data sekunder di bidang

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015 PENYELESAIAN PERKARA MELALUI CARA MEDIASI DI PENGADILAN NEGERI 1 Oleh : Elty Aurelia Warankiran 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan bertuan untuk mengetahui bagaimana prosedur dan pelaksanaan mediasi perkara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau di dengar dalam kehidupan sehari-hari. Konflik atau sengketa bisa

BAB I PENDAHULUAN. atau di dengar dalam kehidupan sehari-hari. Konflik atau sengketa bisa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik atau sengketa adalah istilah-istilah yang sering ditemukan atau di dengar dalam kehidupan sehari-hari. Konflik atau sengketa bisa saja terjadi dikarenakan hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan sesamanya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan sesamanya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Sebagai makhluk sosial manusia harus hidup bermasyarakat dan berinteraksi dengan sesamanya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, hal ini tidak lepas

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN A. Pengertian dan Bentuk-bentuk Sengketa Konsumen Perkembangan di bidang perindustrian dan perdagangan telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertentangan tersebut menimbulkan perebutan hak, pembelaan atau perlawanan

BAB I PENDAHULUAN. pertentangan tersebut menimbulkan perebutan hak, pembelaan atau perlawanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sengketa adalah suatu pertentangan atas kepentingan, tujuan dan atau pemahaman antara dua pihak atau lebih. Sengketa akan menjadi masalah hukum apabila pertentangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. qqqqqqqnegara Indonesia merupakan Negara agraris, sehingga tanah mempunyai arti

BAB I PENDAHULUAN. qqqqqqqnegara Indonesia merupakan Negara agraris, sehingga tanah mempunyai arti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah qqqqqqqnegara Indonesia merupakan Negara agraris, sehingga tanah mempunyai arti penting bagi kehidupan rakyat Indonesia. Disisi lain tanah mempunyai arti penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinegara Indonesia. Semakin meningkat dan bervariasinya kebutuhan masyarakat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dinegara Indonesia. Semakin meningkat dan bervariasinya kebutuhan masyarakat menyebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini terjadi perkembangan perekonomian yang sangat pesat dinegara Indonesia. Semakin meningkat dan bervariasinya kebutuhan masyarakat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia hidup diatas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan mendayagunakan. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia hidup diatas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan mendayagunakan. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu kekayaan alam atau sumber daya alam yang diciptakan Tuhan Yang Maha Esa yang sangat dibutuhkan bagi kehidupan manusia adalah tanah. Manusia hidup

Lebih terperinci

ARBITRASE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA Firda Zulfa Fahriani

ARBITRASE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA Firda Zulfa Fahriani ARBITRASE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA Firda Zulfa Fahriani Pendahuluan Setiap subjek hukum baik orang maupun badan hukum terdapat suatu kebiasaan untuk menyelesaikan suatu masalah masalah

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A.

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. Introduction Transaksi-transaksi atau hubungan dagang banyak bentuknya, mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keperdataan. Dalam hubungan keperdataan antara pihak yang sedang berperkara

BAB I PENDAHULUAN. keperdataan. Dalam hubungan keperdataan antara pihak yang sedang berperkara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia selain merupakan makhluk individu, juga berperan sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk dapat melakukan kerjasama dengan

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Yati Nurhayati ABSTRAK

PENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Yati Nurhayati ABSTRAK PENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Yati Nurhayati ABSTRAK Permasalahan perburuhan yang terjadi antara pekerja dan pengusaha atau antara para pekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyaknya kasus tindak pidana ringan yang terjadi di Indonesia dan sering menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan ancaman hukuman

Lebih terperinci

Penyelesaian Sengketa Kontrak Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah melalui Pengadilan atau Alternatif Penyelesaian Sengketa

Penyelesaian Sengketa Kontrak Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah melalui Pengadilan atau Alternatif Penyelesaian Sengketa Penyelesaian Sengketa Kontrak Barang/Jasa Pemerintah melalui Pengadilan atau Alternatif Penyelesaian Sengketa DIREKTORAT PENANGANAN PERMASALAHAN HUKUM Lembaga Kebijakan Barang/Jasa Pemerintah Penyelesaian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sengketa tanah adalah sengketa yang timbul karena adanya konflik kepentingan atas

I. PENDAHULUAN. Sengketa tanah adalah sengketa yang timbul karena adanya konflik kepentingan atas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sengketa tanah adalah sengketa yang timbul karena adanya konflik kepentingan atas tanah. Sengketa tanah tidak dapat dihindari dizaman sekarang, ini disebabkan karena berbagai

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 1/Jan/2016 PELAKSANAAN DAN PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 1999 1 Oleh : Martin Surya 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana cara pelaksanaan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL III - 1 III - 2 Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM III-9 BAB II TATACARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN

Lebih terperinci

CARA MENYELESAIKAN SENGKETA DALAM EKONOMI MAKALAH. Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum dalam Bisnis

CARA MENYELESAIKAN SENGKETA DALAM EKONOMI MAKALAH. Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum dalam Bisnis CARA MENYELESAIKAN SENGKETA DALAM EKONOMI MAKALAH Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum dalam Bisnis Dosen Pengampu: Ahmad Munir SH, MH. Oleh: Kelompok 9 Isti anatul Hidayah (15053012)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberadaan tanah yang jumlahnya tetap (terbatas) mengakibatkan perebutan

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberadaan tanah yang jumlahnya tetap (terbatas) mengakibatkan perebutan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara Konstitusional dalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 pada pasal 33 ayat (3) yang menyatakan bahwa: Bumi dan air dan kekayaan

Lebih terperinci

DEWAN SENGKETA DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI

DEWAN SENGKETA DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI REPUBLIK INDONESIA LATAR BELAKANG UU NO 2 Tahun 2017 JASA KONSTRUKSI TUNTUTAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menimbulkan pengaruh terhadap berkembangnya transaksi-transaksi bisnis yang

I. PENDAHULUAN. menimbulkan pengaruh terhadap berkembangnya transaksi-transaksi bisnis yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian pada era globalisasi dan modernisasi dewasa ini, menimbulkan pengaruh terhadap berkembangnya transaksi-transaksi bisnis yang melibatkan pihak-pihak

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH

BAB II PENGATURAN PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH BAB II PENGATURAN PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH A. Undang - Undang No. 30 Tahun 1990 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Arbitrase merupakan lembaga penyelesaian sengketa di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan hubungan atau pergaulan antar masyarakat memiliki batasan yang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan hubungan atau pergaulan antar masyarakat memiliki batasan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara hukum pada prinsipnya mengakui bahwa kehidupan hubungan atau pergaulan antar masyarakat memiliki batasan yang menjamin hak-hak pribadi dan komunal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hasil akhir putusan yang dijatuhkan. Tetapi harus dinilai sejak awal proses pemeriksaan

BAB I PENDAHULUAN. hasil akhir putusan yang dijatuhkan. Tetapi harus dinilai sejak awal proses pemeriksaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Benar dan adilnya penyelesaian perkara di depan pengadilan, bukan dilihat pada hasil akhir putusan yang dijatuhkan. Tetapi harus dinilai sejak awal proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bernegara, agar tercipta kehidupan yang aman, tertib, dan adil.

BAB I PENDAHULUAN. bernegara, agar tercipta kehidupan yang aman, tertib, dan adil. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyebutkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum (Pasal 1 ayat (3). Ketentuan tersebut merupakan landasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling baik untuk memperjuangkan kepentingan para pihak. Pengadilan

BAB I PENDAHULUAN. paling baik untuk memperjuangkan kepentingan para pihak. Pengadilan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum. Setiap perbuatan dan tindakan yang dilakukan oleh warga negara haruslah didasarkan pada hukum. Penegakan hukum berada diatas

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA; Menimbang

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. III/No. 8/Okt/2015

Lex Administratum, Vol. III/No. 8/Okt/2015 PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MELALUI ARBITRASE MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 1 Oleh: Meifi Meilani Paparang 2 Abstrak Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga telah memicu terbentuknya skema-skema persaingan yang ketat dalam segala

BAB I PENDAHULUAN. sehingga telah memicu terbentuknya skema-skema persaingan yang ketat dalam segala BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dinamika sosial yang terjadi dewasa ini terus berkembang demikian pesat sehingga telah memicu terbentuknya skema-skema persaingan yang ketat dalam segala aspek

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini kebutuhan masyarakat untuk kehidupan sehari-hari semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini kebutuhan masyarakat untuk kehidupan sehari-hari semakin BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Di era globalisasi saat ini kebutuhan masyarakat untuk kehidupan sehari-hari semakin meningkat sehingga, memberikan peluang bagi pelaku usaha sebagai produsen

Lebih terperinci

Oleh: Marhendi, SH., MH. Dosen Fakultas Hukum Untag Cirebon

Oleh: Marhendi, SH., MH. Dosen Fakultas Hukum Untag Cirebon UPAYA PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL SECARA BIPARTIT, MEDIASI DAN KONSILIASI, SEBUAH KAJIAN YURIDIS Oleh: Marhendi, SH., MH. Dosen Fakultas Hukum Untag Cirebon ABSTRAK Dengan meningkatnya

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Undang-Undang No 9 Tahun 1999 berjudul Undang-Undang tentang Perlindungan

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Undang-Undang No 9 Tahun 1999 berjudul Undang-Undang tentang Perlindungan BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Perlindungan Konsumen Undang-Undang No 9 Tahun 1999 berjudul Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen dan bukan Undang-Undang tentang Konsumen. menyebutkan pengertianpengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dikodratkan oleh sang pencipta menjadi makhluk sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dikodratkan oleh sang pencipta menjadi makhluk sosial yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dikodratkan oleh sang pencipta menjadi makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dari sifat manusia inilah maka akan timbul suatu interaksi antara manusia

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 6 M E D I A S I A.

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 6 M E D I A S I A. BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 6 M E D I A S I A. Pengertian dan Karakteristik Mediasi Mediasi berasal dari bahasa Inggris mediation atau penengahan, yaitu penyelesaian

Lebih terperinci

Alternative Dispute Resolution dalam Sengketa Bisnis

Alternative Dispute Resolution dalam Sengketa Bisnis Alternative Dispute Resolution dalam Sengketa Bisnis P R E P A R E D B Y : I R M A M. N A W A N G W U L A N, M B A M G T 4 0 1 - H U K U M B I S N I S S E M E S T E R G A N J I L 2 0 1 4 U N I V E R S

Lebih terperinci

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN SECARA MEDIASI TERHADAP PRODUK CACAT DALAM KAITANNYA DENGAN TANGGUNG JAWAB PRODUSEN

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN SECARA MEDIASI TERHADAP PRODUK CACAT DALAM KAITANNYA DENGAN TANGGUNG JAWAB PRODUSEN MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN SECARA MEDIASI TERHADAP PRODUK CACAT DALAM KAITANNYA DENGAN TANGGUNG JAWAB PRODUSEN Oleh : I Gede Agus Satrya Wibawa I Nengah Suharta Bagian Hukum Bisnis Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. kelamin yang berlainan seorang laki laki dan seorang perempuan ada daya saling

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. kelamin yang berlainan seorang laki laki dan seorang perempuan ada daya saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang. Sudah menjadi kodrat alam, bahwa dua orang manusia dengan jenis kelamin yang berlainan seorang laki laki dan seorang perempuan ada daya saling menarik satu sama lain

Lebih terperinci

Christian Daniel Hermes Dosen Fakultas Hukum USI

Christian Daniel Hermes Dosen Fakultas Hukum USI Peranan Dinas Tenaga Kerja Dalam Penyelesaian Hubungan Industrial Di Kota Pematangsiantar Christian Daniel Hermes Dosen Fakultas Hukum USI Abstrak Beragam permasalahan melatarbelakangi konflik Hubungan

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM BISNIS TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS

ASPEK HUKUM BISNIS TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS ASPEK HUKUM BISNIS TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS M Shidqon Prabowo Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim shidqonhamzah@yahoo.com ABSTRAK Pertumbuhan ekonomi yang pesat dan kompleks melahirkan

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN. seseorang adalah hal penting yang kadang lebih utama dalam proses

BAB I PENDAHULAN. seseorang adalah hal penting yang kadang lebih utama dalam proses BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai metode penyelesaian sengketa secara damai, mediasi mempunyai peluang yang besar untuk berkembang di Indonesia. Dengan adat ketimuran yang masih mengakar,

Lebih terperinci

POLITIK HUKUM PEMBENTUKAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) HAERANI. Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar

POLITIK HUKUM PEMBENTUKAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) HAERANI. Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar POLITIK HUKUM PEMBENTUKAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) ABSTRAK HAERANI Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar e-mail : haeranizain@yahoo.com Penyelesaian sengketa konsumen merupakan salah

Lebih terperinci

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. II/No.2/Apr-Jun/2014

Lex Administratum, Vol. II/No.2/Apr-Jun/2014 PROSEDUR MENGELUARKAN ORANG YANG MENGUASAI DAN MENDUDUKI TANAH SECARA TIDAK SAH 1 Oleh : Siska Evangeline Noveria Hiborang 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa jenis-jenis

Lebih terperinci

A. Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan

A. Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan A. Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan Litigasi atau jalur pengadilan merupakan suatu proses gugatan atas suatu konflik yang diritualisasikan yang menggantikan konflik sesungguhnya, dimana para pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling membutuhkan satu sama lainnya. Dengan adanya suatu hubungan timbal

BAB I PENDAHULUAN. saling membutuhkan satu sama lainnya. Dengan adanya suatu hubungan timbal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk sosial yang dalam kehidupan sehari-hari saling membutuhkan satu sama lainnya. Dengan adanya suatu hubungan timbal balik, bukan tidak

Lebih terperinci

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR 3.1. Pemutusan Hubungan Kerja Pemutusan hubungan kerja oleh majikan adalah jenis PHK yang sering terjadi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan kerjasama, tolong menolong, bantu-membantu untuk

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan kerjasama, tolong menolong, bantu-membantu untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia mempunyai sifat, watak dan kehendak sendiri-sendiri. Namun di dalam masyarakat manusia mengadakan hubungan satu sama lain, mengadakan kerjasama, tolong

Lebih terperinci

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI UNIT KONDOTEL. Dalam perspektif hukum perjanjian, sebagaimana diketahui perikatan yang

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI UNIT KONDOTEL. Dalam perspektif hukum perjanjian, sebagaimana diketahui perikatan yang BAB III PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI UNIT KONDOTEL 1. Hak- hak dan kewajiban dari pembeli unit kondotel Dalam perspektif hukum perjanjian, sebagaimana diketahui perikatan yang dilahirkan dari perjanjian

Lebih terperinci

BAB V P E N U T U P. forum penyelesaian sengketa yang pada awalnya diharapkan dapat menjadi solusi

BAB V P E N U T U P. forum penyelesaian sengketa yang pada awalnya diharapkan dapat menjadi solusi BAB V P E N U T U P A. Kesimpulan Sebagaiman telah dikemukakan di awal, bahwa lembaga arbitrase adalah forum penyelesaian sengketa yang pada awalnya diharapkan dapat menjadi solusi permasalahan dan ketidakpuasan

Lebih terperinci

Strategi Kesetaraan Kontrak PILIHAN MEDIASI & ARBITRASE

Strategi Kesetaraan Kontrak PILIHAN MEDIASI & ARBITRASE Learning & Sharing IAMPI Strategi Kesetaraan Kontrak PILIHAN MEDIASI & ARBITRASE Gusnando S Anwar Jakarta 21 Oktober 2010 GSA LINGKUNGAN - BISNIS Persaingan tajam tanpa hambatan Moral - gotong royong Karakter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia penuh dengan ketidakpastian. Ketidakpastian tersebut biasanya berhubungan dengan takdir dan nasib manusia itu sendiri yang telah ditentukan oleh Tuhan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat, sehingga produk yang dihasilkan semakin berlimpah dan bervariasi.

BAB I PENDAHULUAN. pesat, sehingga produk yang dihasilkan semakin berlimpah dan bervariasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan di bidang teknologi dewasa ini meningkat dengan pesat, sehingga produk yang dihasilkan semakin berlimpah dan bervariasi. Mulai dari barang kebutuhan

Lebih terperinci

PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1. Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2.

PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1. Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2. PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1 Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2 Abstraksi Perselisihan Hubungan Industrial yang sebelumnya diatur didalam UU No.22

Lebih terperinci

PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1 Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2

PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1 Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2 PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1 Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2 Abstraksi Perselisihan Hubungan Industrial yang sebelumnya diatur didalam UU No.22

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran strategis dalam pembangunan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Kebutuhan masyarakat akan kendaraan bermotor saat ini mudah diperoleh dengan cara

BAB V PENUTUP. 1. Kebutuhan masyarakat akan kendaraan bermotor saat ini mudah diperoleh dengan cara BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Kebutuhan masyarakat akan kendaraan bermotor saat ini mudah diperoleh dengan cara leasing. Leasing adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. namun demikian keberadaan badan peradilan dalam menyelesaikan. sengketa di masyarakat terkadang dirasakan belum mampu memberikan

BAB I PENDAHULUAN. namun demikian keberadaan badan peradilan dalam menyelesaikan. sengketa di masyarakat terkadang dirasakan belum mampu memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Pengadilan merupakan lembaga yang memiliki tugas dan wewenang untuk menyelesaikan persoalan atau sengketa yang terjadi di masyarakat, namun demikian keberadaan badan

Lebih terperinci

Alternative Dispute Resolution (Alternatif Penyelesaian Sengketa, APS)

Alternative Dispute Resolution (Alternatif Penyelesaian Sengketa, APS) Alternative Dispute Resolution (Alternatif Penyelesaian Sengketa, APS) Miko Kamal S.H., Bung Hatta LL.M., Deakin Ph.D Macquarie ireformbumn (institut untuk Reformasi Badan Usaha Milik Negara) Anggrek Building

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Kompas 18 Maret 2004, Perlindungan terhadap konsumen di Indonesia ternyata masih

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Kompas 18 Maret 2004, Perlindungan terhadap konsumen di Indonesia ternyata masih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Perkembangan ekonomi yang semakin cepat memberikan hasil produksi yang sangat bervariatif, dari produksi barang maupun jasa yang dapat dikonsumsi oleh

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PEMBERIAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN PENGGUNA BPJS DI RUMAH SAKIT DR. YAP

BAB III PELAKSANAAN PEMBERIAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN PENGGUNA BPJS DI RUMAH SAKIT DR. YAP BAB III PELAKSANAAN PEMBERIAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN PENGGUNA BPJS DI RUMAH SAKIT DR. YAP A. Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Pengguna BPJS Di Rumah Sakit Dr. Yap Hak-hak pasien BPJS timbul

Lebih terperinci

PENGATURAN UPAYA HUKUM DAN EKSEKUSI PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK)

PENGATURAN UPAYA HUKUM DAN EKSEKUSI PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) PENGATURAN UPAYA HUKUM DAN EKSEKUSI PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) oleh: I Putu Iwan Kharisma Putra I Wayan Wiryawan Dewa Gede Rudy Program Kekhususan Hukum Keperdataan Fakultas Hukum

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN. Karakteristik Pengadilan Negeri. Penyelesaian Sengketa Melalui Litigasi 11/8/2014

PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN. Karakteristik Pengadilan Negeri. Penyelesaian Sengketa Melalui Litigasi 11/8/2014 PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN Ada dua bentuk penyelesaian sengketa perdagangan yakni melalui jalur litigasi (lembaga peradilan) dan jalur non litigasi (di luar lembaga peradilan) Penyelesaian sengketa

Lebih terperinci

PANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama?

PANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama? PANDUAN WAWANCARA Mediator: 1. Apa saja model-model Pendekatan Agama dalam proses mediasi terhadap perkara perceraian? a. Bagaimana cara menerapkan model-model pendekatan agama dalam proses mediasi terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat keseimbangan dari kepentingan-kepentingan tersebut dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. membuat keseimbangan dari kepentingan-kepentingan tersebut dalam sebuah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sosial yang dialami, setiap manusia memiliki kepentingankepentingan tertentu yang berkaitan dengan kebutuhan dan keinginannya untuk mempertahankan

Lebih terperinci

3 Lihat UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa. Keuangan (Bab VI). 4 Lihat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.

3 Lihat UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa. Keuangan (Bab VI). 4 Lihat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. FUNGSI DAN PROSEDUR KERJA LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN 1 Oleh : Putri Ayu Lestari Kosasih 2 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan aturan hukum beserta

Lebih terperinci

Melawan

Melawan JAWABAN TERMOHON KEBERATAN terhadap Keberatan yang diajukan oleh Pemohon Keberatan atas Putusan Arbitrase Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kabupaten Probolinggo Nomor 06/AK/BPSK/426.111/2014 antara

Lebih terperinci

A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi

A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi BAB IV ANALISIS A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi Berdasarkan apa yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya dapat diketahui bahwa secara umum mediasi diartikan sebagai

Lebih terperinci

Moh Jamin, SH,MH Fakultas Hukum UNS

Moh Jamin, SH,MH Fakultas Hukum UNS Moh Jamin, SH,MH Fakultas Hukum UNS Pengantar SENGKETA Keadaan yang mencerminkan para pihak mempunyai masalah, yaitu menghendaki pihak lain berbuat atau tidak berbuat sesuatu, tetapi pihak lain menolak

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 1 PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI MEDIASI DALAM PERKARA WARISAN DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajad Sarjana Hukum dalam

Lebih terperinci

JURNAL. Peran BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) dalam Menyelesaikan Sengketa Konsumen Melalui Proses Mediasi di Yogyakarta

JURNAL. Peran BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) dalam Menyelesaikan Sengketa Konsumen Melalui Proses Mediasi di Yogyakarta JURNAL Peran BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) dalam Menyelesaikan Sengketa Konsumen Melalui Proses Mediasi di Yogyakarta Diajukan oleh : Edwin Kristanto NPM : 090510000 Program Studi : Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bisnis waralaba atau franchise sedang berkembang sangat pesat di Indonesia dan sangat diminati oleh para pengusaha karena prosedur yang mudah, tidak berbelit-belit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Sebagai Sarana Penyelesaian Sengketa Konsumen Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai salah satu Negara Hukum, wajar saja jika mempunyai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANI DI INDONESIA. A. Sejarah BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANI DI INDONESIA. A. Sejarah BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia) BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANI DI INDONESIA A. Sejarah BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia) Pada tanggal 3 Desember 1977, sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, didrikan Badan Arbitrase

Lebih terperinci

Sengketa Kewenangan dalam Administrasi Pemerintahan: Alternatif Penyelesaian Sengketa yang Terabaikan oleh A. Haryo Yudanto, SH, MH, BKP

Sengketa Kewenangan dalam Administrasi Pemerintahan: Alternatif Penyelesaian Sengketa yang Terabaikan oleh A. Haryo Yudanto, SH, MH, BKP Sengketa Kewenangan dalam Administrasi Pemerintahan: Alternatif Penyelesaian Sengketa yang Terabaikan oleh A. Haryo Yudanto, SH, MH, BKP Artikel JDIH - 2016 Sengketa Kewenangan dalam UU Administrasi Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa kerja maupun karena di putus masa kerjanya. Hukum ketenagakerjaan

BAB I PENDAHULUAN. masa kerja maupun karena di putus masa kerjanya. Hukum ketenagakerjaan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum ketenagakerjaan bukan hanya mengatur hubungan antara pekerja/buruh dengan pengusaha dalam pelaksanaan hubungan kerja tetapi juga termasuk seorang yang akan mencari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha yang diwarnai dengan semakin. pihak yang terlibat dalam lapangan usaha tersebut, sangat berpotensi

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha yang diwarnai dengan semakin. pihak yang terlibat dalam lapangan usaha tersebut, sangat berpotensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia usaha yang diwarnai dengan semakin kompleksnya permasalahan dalam bidang ekonomi dan semakin hiterogennya pihak yang terlibat dalam lapangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat manusia mampu menjalani kehidupannya. Contoh kecil yaitu manusia tidak bisa

BAB I PENDAHULUAN. membuat manusia mampu menjalani kehidupannya. Contoh kecil yaitu manusia tidak bisa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dikenal dengan makhluk sosial, karena manusia tidak bisa hidup sendiri yang artinya manusia membutuhkan sesama manusia dalam hal kebutuhan hidupnya.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. bloatware, penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:

BAB V PENUTUP. bloatware, penulis menarik kesimpulan sebagai berikut: BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai permasalahan bloatware, penulis menarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pengaturan masalah bloatware yang diindikasikan sebagai

Lebih terperinci

J U R N A L H U K U M A C A R A P E R D A T A ADHAPER

J U R N A L H U K U M A C A R A P E R D A T A ADHAPER J U R N A L H U K U M A C A R A P E R D A T A ADHAPER Vol. 1, No. 1, Januari-Juni 2015 Eksistensi Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dalam Memutus Sengketa Konsumen di Indonesia Hanum Rahmaniar Helmi

Lebih terperinci

SISTEMATIKAN PEMBAHASAN I. ENVIRONMENTAL DISPUTE RESOLUTON SECARA UMUM 11/10/2011

SISTEMATIKAN PEMBAHASAN I. ENVIRONMENTAL DISPUTE RESOLUTON SECARA UMUM 11/10/2011 ENVIRONEMNTAL DISPUTE RESOLUTION Wiwiek iek Awiati SISTEMATIKAN PEMBAHASAN Environmental Dispute Resolution (EDR) secara umum Environmental Dispute Resolution (EDR) dalam sengketa Lingkungan Hak Gugat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan

Lebih terperinci