Hubungan antara Optimisme Terhadap Hubungan dan Kesiapan Menikah pada Dewasa Muda dari Keluarga Bercerai

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Hubungan antara Optimisme Terhadap Hubungan dan Kesiapan Menikah pada Dewasa Muda dari Keluarga Bercerai"

Transkripsi

1 Hubungan antara Optimisme Terhadap Hubungan dan Kesiapan Menikah pada Dewasa Muda dari Keluarga Bercerai Abstrak: Penyusun: Mariska Ariesthia Pembimbing: Dr. Adriana Soekandar, M. Sc. Program Studi S1 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan positif yang signifikan antara optimisme terhadap hubungan dan kesiapan menikah pada dewasa muda dari keluarga bercerai. Pengukuran optimisme terhadap hubungan menggunakan alat ukur Optimism about Relationship (OAR) (Carnelly&Bulman, 1992) dan pengukuran kesiapan menikah dengan menggunakan alat ukur Modifikasi Inventori Kesiapan Menikah (Wiraysti, 2004). Jumlah sampel penelitian ini berjumlah total 55 orang yang merupakan dewasa muda dari keluarga bercerai. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara optimisme terhadap hubungan dan kesiapan menikah pada dewasa muda dari keluarga bercerai (r = 0.268, p < 0.05). Artinya semakin tinggi optimisme terhadap hubungan, maka semakin tinggi kesiapan menikahnya. Dalam penelitian ini, terdapat tiga area dalam kesiapan menikah yang memiliki hubungan positif yang signifikan dengan optimisme terhadap hubungan, yaitu agama, latar belakang pasangan dan relasi dengan keluarga besar, serta minat dan pemanfaatan waktu luang. Berdasarkan hasil penelitian, aspek demografis seperti, usia, jender, tingkat pendidikan, usia ketika orang tua bercerai dan status pernikahan orang tua berkorelasi secara signifikan kepada optimisme terhadap hubungan dan kesiapan menikah. Kata kunci: optimisme terhadap hubungan, kesiapan menikah, dewasa muda, keluarga bercerai Abstract: This research was conducted to determine the significant positive relationship between relationship optimism and readiness for marriage of young adults from divorced families. Relationship optimism were measured using Optimism about Relationship (OAR) (Carnelly & Bulman, 1992) and marriage readiness were measured using Modifikasi Inventori Kesiapan Menikah (Wiryasti, 2004), using samples in total numbers of 55 young adults from divorced families. Results obtained indicate that there is a significant positive relationship between optimism toward relationships and marriage readiness of young adults from divorced families (r = 0268, p <0.05). Meaning that, the more positive an optimism in the relationship would generates higher marriage readiness. In this study, there are three areas in marriage readiness which has a significant positive correlation with optimism toward relationships, which are religion, family background and relationships with extended family, as well as

2 interest in and use of leisure time. Based on this research, demographic aspects such as age, gender, education level, age when parents divorce, and marital status has significant correlation to optimism and readiness for marriage. Keywords: relationship optimism, readiness for marriage, young adults, parents divorced I. Pendahuluan Fenomena perceraian kini marak dibicarakan di Indonesia, bahkan menurut sebuah artikel di internet, angka perceraian di Indonesia telah mencapai rekor tertinggi se-asia Pasifik (data Ditjen Badilag dalam 15 Februari 2012). Perceraian didefiniskan sebagai disolusi atau pemutusan hubungan yang legal dari suatu pernikahan yang sah. Menurut data yang didapat dari Ditjen Dinas Islam Kementerian Agama RI, sepanjang tahun 2012 telah terjadi kasus perceraian. Angka tersebut mengalami peningkatan dalam lima tahun terakhir hingga lebih dari 10 persen dibandingkan dengan angka perceraian di tahun sebelumnya ( 16 Februari 2012). Melihat fenomena perceraian yang meningkat setiap tahunnya, maka jumlah anak yang terkena dampak dari perceraian orang tua pun terus meningkat. Walaupun tujuan perceraian orang tua dapat memberikan dampak yang positif, namun secara umum perceraian merupakan suatu pengalaman yang menyakitkan dan sulit untuk dilalui (Smolak, dalam Amanda, 2008). Dalam keadaan yang terbaik sekalipun, perceraian akan membuat seorang anak merasa takut dan cemas. Salah satu ketakutan dari anak yang orang tuanya bercerai atau tidak bahagia dalam perkawinannya adalah nantinya mereka akan menjalani kehidupan pernikahan yang sama. Rasa ketakutan yang muncul adalah suatu emosi yang dirasakan mereka seterusnya sampai di masa depan dan mempengaruhi kehidupan nantinya (Knox, Zusman, & DeCuzzi, 2004). Kecemasan yang dikarenakan oleh perceraian orang tua muncul ketika anak mulai memasuki tahap dewasa muda dan berada dalam hubungan pacaran (Amato, 2003). Rasa ketakutan yang terus muncul hingga mencapai tahap masa dewasa muda akan mempengaruhi optimisme dan keyakinan terhadap hubungan yang dijalani seorang anak. Tentunya terdapat perbedaan keyakinan pada anak yang mengalami perceraian orang tua dan yang tidak mengalami perceraian orang tua. Keyakinan inilah yang kemudian merubah optimisme akan keberhasilan masa depan hubungannya kelak. Penelitian Helgeson (1994, dalam Murray & Holmes 1997) menunjukan bahwa optimisme terhadap hubungan yang dijalani akan memprediksikan kepuasan penikahan lebih tinggi dan akan mengurangi kemungkinan terjadinya perceraian.

3 Scheier & Carver (2001) mendefinisikan optimisme sebagai faktor yang dapat dilihat secara khusus maupun umum. Dalam konteks hubungan intim, optimisme terhadap suatu hubungan dapat dikatakan sebagai pandangan seseorang akan kesuksesan menjalani hubungan yang dijalaninya di masa depan, dimana akan mempengaruhi upaya yang akan dilakukan dalam menempatkan diri di dalam hubungan tersebut. Individu yang pesimis akan keberhasilan hubungan yang dijalaninya di masa depan, tidak akan berkontribusi di dalam hubungan tersebut dan akhirnya memilih untuk berpisah sebagai salah satu pilihan. Di lain pihak, individu yang optimis dapat berhasil mempertahankan hubungannya (Larson, Benson, Wilson, & Medora, 1998). Optimisme terhadap hubungan menjadi dasar untuk dimiliki oleh setiap pasangan, hal ini terkait dengan bagaimana seseorang memiliki pandangan yang positif akan hubungannya kelak. Oleh karena itu optimisme menjadi penting bagi setiap pasangan yang hendak melanjutkan hubungannya ke jenjang pernikahan. Terutama bagi individu yang telah memasuki fase dewasa muda, yaitu antara usia tahun, mengingat salah satu tugas perkembangan mereka adalah menikah (Papalia, Olds & Feldman, 2009). Pernikahan yang bahagia tentunya menjadi tujuan utama dari setiap pasangan. Namun pada kenyatannya, menyatukan karakteristik dua pribadi yang berbeda di dalam hubungan pernikahan bukanlah hal yang mudah. Ketika menikah, pasangan harus berbagi peran antara pasangannya, hal-hal yang perlu dipertimbangkan seperti perkerjaan, kebutuhan rumah tangga, serta kebutuhan-kebutuhan pribadi diluar konteks pernikahan. Salah satu faktor untuk mencapai kebahagian dalam pernikahan adalah meningkatkan kesiapan menikah pasangan. Blood dan Blood (1978) mengatakan bahwa diperlukan suatu kesiapan sebelum memasuki dunia pernikahan untuk mengurangi kemungkinan berakhirnya sebuah pernikahan dengan perceraian nantinya. Umumnya, sebelum menikah setiap pasangan dalam masa pacaran mengenal secara lebih dalam untuk kemudian melanjutkan ke jenjang berikutnya pernikahan. Untuk dapat menyesuaikan peran-peran pernikahan nantinya, maka diperlukan penilaian personal akan kesiapan diri untuk melanjutkan hubungan ke jenjang berikutnya. Oleh sebab itu, menurut, Cate dan Lioyd, 1992 (dalam Holman dan Li, 1997) kesiapan menikah merupakan salah satu faktor yang akan mengerakkan suatu hubungan menuju jenjang pernikahan. Menurut Holman dan Li (1997), kesiapan menikah atau dikenal pula dengan readiness for marriage adalah kemampuan yang dipersepsikan oleh individu untuk menjalankan peranperan yang ada dalam suatu pernikahan, dan melihat hal tersebut sebagai aspek dari pemilihan pasangan atau sebuah proses dalam perkembangan hubungannya. Cate dan Lioyd (1992, dalan Holman dan Li, 1997) mengatakan bahwa kesiapan menikah merupakan salah satu

4 faktor yang akan mengerakkan suatu hubungan menuju jenjang pernikahan. Kesiapan menikah meliputi beberapa area yang dapat diukur, yaitu komunikasi, keuangan, anak dan pengasuhan, pembagian peran suami dan istri, latar belakang pasangan dan relasi dengan keluarga besar, agama, minat dan pemanfaat waktu luang, serta perubahan pada pasangan dan pola hidup (Wiryasti, 2004). Optimisme terhadap hubungan dan kesiapan menikah merupakan hal yang sama pentingnya dalam suatu pernikahan, keduanya saling mempengaruhi pasangan dalam mencapai kesuksesan pernikahan. Optimisme yang dikaitkan dengan ekspetasi, diyakini dapat mendorong seseorang untuk mencapai goal yang diinginkannya (Assad, Donnelan,& Conger, 2007). Begitu pula dengan kesiapan menikah, dimana merupakan faktor penggerak hubungan menuju jenjang pernikahan (Cate dan Lioyd, 1992, dalam Holman dan Li, 1997). Terkait dengan karakteristik partisipan dan konteks pada penelitian ini, yaitu dewasa muda dari keluarga bercerai, telah dilakukan beberapa penelitian yang dilakukan. Sejumlah penelitian yang dilakukan menyatakan bahwa status pernikahan orang tua akan mempengaruhi keyakinan seorang anak akan pernikahannya kelak (Johnson, 2009). Pada penelitian kesiapan menikah, ditemukan bahwa anak dari keluarga bercerai cenderung untuk menunda pernikahan karena adanya ketakutan akan tidak berhasilnya pernikahnnya kelak. (Otto, 1979, dalam Holman dan Li, 1997;Duvall & Miller, 1985). Penelitian mengenai kesiapan menikah dan optimisme terhadap hubungan lebih banyak dilakukan oleh penelitian-penelitian di luar Indonesia, sedangkan penelitian serupa belum banyak diterbitkan di Indonesia. Jurnal-jurnal yang tersedia mengenai kedua hal ini masih berupa jurnal terbitan luar negeri, hal ini bisa jadi berbeda dengan lingkungan dan budaya di Indonesia. Beranjak dari fakta tersebut, penulis ingin menelaah lebih lanjut mengenai hubungan antara optimisme terhadap hubungan dengan kesiapan menikah dewasa muda yang memiliki orang tua yang telah bercerai. Keterkaitannya dengan anak dari keluarga bercerai juga diharapkan dapat menjadi pendorong penelitian-penelitian lain untuk concern terhadap dampak dari perceraian pada anak, mengingat jumlah perceraian di Indonesia semakin meningkat. Adapun rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah (1) apakah terdapat hubungan positif yang signifikan antara optimisme terhadap hubungan dan kesiapan menikah pada dewasa muda dari keluarga bercerai?, (2) apakah terdapat hubungan positif yang signifikan antara optimisme terhadap hubungan dan area-area dalam kesiapan menikah pada dewasa muda dari keluarga bercerai?, (3) apakah terdapat hubungan antara aspek-aspek demografis partisipan penelitian dan optimisme terhadap hubungan pada dewasa muda dari keluarga bercerai?, dan (4) apakah terdapat hubungan antara aspek-aspek

5 demografis partisipan penelitian dan kesiapan menikah pada dewasa muda dari keluarga bercerai? II. Tinjauan Teoritis II.1. Optimisme terhadap Hubungan Chang et al. (1994, dalam Seligman et al., 2001) mengatakan optimisme merujuk pada pengharapan akan hasil yang baik dari sebuah usaha. Hal ini sejalan dengan definisi yang diajukan oleh Ciccarelli dan Mayers (2006) bahwa optimisme menjadikan seseorang cenderung selalu memikirkan bahwa ia mendapatkan hasil yang positif dari usahanya. Menurut Scheier dan Carver (1985) optimisme merupakan suatu tendensi yang cenderung stabil akan keyakinan peristiwa negatif dan positif didalam hidup individu. Optimisme juga dijelaskan sebagai cognitive disposition, yang mendorong evaluasi positif terhadap pengalaman dimasa lalu dan keyakinan terhadap peristiwa di masa depan. Scheier dan Carver (2003) mendefinisikan optimisme sebagai faktor spesifik dan umum, dimana keduanya merupakan pengukuran tentang kehidupan secara umum serta dalam area atau kejadian yang spesifik dalam hidup. Dalam lingkup hubungan, optimisme dijelaskan sebagai pandangan akan hal-hal baik mengenai masa depan suatu hubungan individu dengan pasangannya yang mempengaruhi usaha seseorang dalam mempertahankan hubungannya. Dengan demikian, individu yang pesimis tentang keberhasilan masa depan hubungan mereka tidak mengetahui bagaimana berkontribusi dengan baik dalam hubungan mereka dan cenderung memilih untuk berpisah. Berbeda dengan individu yang pesimis, mereka yang optimis mempunyai hubungan dekat dalam waktu yang lebih lama dan lebih bahagia. Ada berbagai faktor yang mempengaruhi sikap individu terhadap pernikahan, yaitu (1) keluarga, termasuk di dalamnya adalah status pernikahan orang tua; (2) pengalaman hubungan di masa lalu, (3) Jender, dan (4) Media. II.2. Kesiapan Menikah Pernikahan didefinisikan sebagai hubungan yang diakui secara hukum dan sosial antara seorang wanita dan seorang pria yang mencakup hubungan seksual, ekonomi, dan hakhak sosial, serta tanggung jawab terhadap pasangan (Seccombe, K., Warner, R. L., 2004). Pernikahan juga didefinisikan sebagai suatu komitmen baik secara emosi maupun hukum yang sah antara dua orang untuk berbagi keintiman fisik dan emosional, berbagai macam tugas, dan dalam hal keuangan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pernikahan merupakan komitmen pasangan yang disahkan oleh hukum untuk membentuk kelurga yang

6 didalamnya terdapat pemenuhan kebutuhan seksual, ekonomi, sosial, dan pembagian berbagai peran antara suami dan istri (Olson dan DeFrain,2006). Sedangkan, kesiapan menikah dalam psikologi lebih dikenal dengan istilah readiness for marriage. Holman dan Li (1997) mendefinisikan kesiapan menikah atau readiness for marriage sebagai kemampuan yang dipersepsikan oleh individu untuk menjalankan peranperan yang ada dalam suatu pernikahan, dan melihat kesiapan menikah tersebut sebagai proses dalam pemilihan pasangan dan perkembangan hubungannya. Selain itu, Stinnett (1969, dalam Badger, 2005) mempercayai bahwa kesiapan menikah berhubungan erat dengan kompetensi pernikahan, dimana kompetensi pernikahan diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam menjalankan perannya untuk dapat memenuhi kebutuhan pasangan dalam kehidupan pernikahan. Kesiapan menikah dapat menjadi prediktor kepuasan pernikahan (Larson, 2007, dalam Nelson, 2008), dimana semakin tinggi tingkat kesiapan menikah, maka diharapkan tingkat kepuasan pernikahan individu juga semakin tinggi. Selain itu, kesiapan menikah pun dapat menjadi prediktor dari kesuksesan dan stabilitas pernikahan (Fowers & Olson, 1986; Holman, Larson, & Harmer, 1994). Terdapat delapan area dalam kesiapan menikah menurut Wiryasti (2004), yaitu (1) komunikasi, yang berkaitan kemampuan individu untuk mengekspresikan ide dan perasaannya kepada pasangan, serta mendengarkan pesan yang disampaikan oleh pasangan; (2) keuangan, area ini berkaitan dengan masalah pengaturan ekonomi rumah tangga; (3) anak dan pengasuhan, area ini berkaitan dengan perencanaan untuk memiliki anak dan cara pengasuhan, atau didikan yang akan diberikan kepada anak; (4) pembagian peran suami dan istri, area ini menjelaskan mengenai persepsi dan sikap individu dalam memandang peranperan dalam rumah tangga, serta kesepakatannya dengan pasangan mengenai pembagian peran yang akan mereka jalani nantinya sebagai suami dan istri; (5) latar belakang pasangan dan relasi dengan keluarga besar, area ini berkaitan dengan nilai-nilai dan sistem keluarga besar (keluarga asal) yang membentuk karakter individu, dan relasi antar anggota keluarga, (6) agama, area ini berkaitan dengan nilai-nilai religius yang menjadi dasar pernikahan; (7) minat dan pemanfaatan waktu luang, yang mengukur mengenai sikap terhadap minat pasangan, dan kesepakatan mengenai pemanfaatan waktu luang bagi diri sendiri dan pasangan; serta (8) perubahan pada pasangan dan pola hidup, yaitu area yang berkaitan dengan persepsi dan sikap terhadap perubahan pasangan serta pola hidup yang mungkin terjadi setelah menikah.

7 II.3. Dewasa Muda dari Keluarga Bercerai Dewasa muda merupakan salah satu fase dalam kehidupan individu yang perlu dilaluinya ketika individu tersebut berada pada usia antara tahun (Papalia, Olds & Feldman, 2009). Salah satu ciri khas dari tugas perkembangan dewasa muda adalah pembentukan komitmen dengan orang lain, khususnya membentuk keterikatan yang penting dengan lawan jenisnya, salah satunya dalam bentuk ikatan pernikahan (Papalia, 2009). Apabila tugas perkembangan ini tidak dijalankan maka menurut Carter dan McGoldrick (1999, akan muncul konflik psikologis dalam dirinya. Setiap individu pasti menginginkan pernikahannya berlangsung bahagia dan tidak berujung pada perceraian. Namun beberapa pasangan yang akhirnya tidak menemukan kebahagiaan dalam hidupnya, akan memilih salah satu jalan keluar untuk mengakhiri hubungannya, yaitu perceraian. Perceraian didefinisikan sebagai disolusi atau pemutusan hubungan yang legal dari satu ikatan perkawinan yang sah. Perceraian dirasakan sebagai jalan keluar untuk mengakhiri ketidakbahagian dalam suatu pernikahan (William, Sayer, & Wahlstrom, 2006). Kini perceraian bukan hal yang asing lagi bagi masyarakat Indonesia, beberapa kasus perceraian yang timbul setiap tahunnya mengalami peningkatkan secara terus menerus. Perceraian tidak berdampak bagi pasangan atau orang tua saja, namun perceraian dapat berdampak pada seorang anak. Dewasa muda yang mungkin telah dapat menjalani kehidupannya dengan sebaikbaiknya, akan mungkin masih memiliki kenangan yang kuat mengenai perpisahan orang tuanya, diikuti dengan perasaan kesedihan, rasa marah yang berkelanjutan dan perasaan kehilangan dan adanya kesulitan untuk menjalani hubungan intim (Wallerstein et al. dalam Conger, 1991). Kepercayaan seorang anak mengenai pernikahan berbasis pada pengalaman pribadinya mengenai hubungan percintaan, sementara kepercayaan mengenai pernikahan sendiri secara spesifik dipengaruhi oleh hubungan percintaan kedua orang tua mereka. Amato& De Boer (2001) menemukan bahwa anak dari keluarga bercerai mempunyai resiko lebih tinggi untuk mengalami perceraian. Hal yang sama juga ditemukan dalam penelitian Carnelley dan Bullmans (1992, dalam Johnson, 2009). Penelitian dilakukan pada sejumlah mahasiswa yang mempunyai pasangan. Hasil dari penelitian ini menunjukan adanya rating optimisme yang tinggi akan hubungan di masa depan yang ditemukan pada anak dari keluarga non-divorced, sebaliknya anak dari keluarga bercerai lebih menunjukan rating yang rendah dalam optimisme akan hubungan di masa depan. Begitupula pada penelitian kesiapan menikah, ditemukan bahwa anak dari keluarga bercerai cenderung untuk menunda pernikahan

8 karena adanya ketakutan akan tidak berhasilnya pernikahnnya kelak. (Otto, 1979, dalam Holman dan Li, 1997;Duvall & Miller, 1985). II.4. Dinamika Hubungan Antara Sikap Terhadap Pernikahan dan Kesiapan Menikah pada Dewasa Muda dari keluarga Bercerai Perceraian bukan hanya berdampak pada orang tua yang mengalami langsung perceraian tersebut. Akan tetapi perceraian juga berdampak pada anak yang secara tidak langsung juga menerima konsekuensi negatif maupun positif dari perceraian yang terjadi. Salah satu konsekuensi yang harus diterima oleh seorang anak adalah pengalaman yang menyakitkan dari timbulnya perceraian diantara orang tua mereka. Kesulitan yang dijalani oleh seorang dewasa muda ketika ingin memasuki jenjang pernikahan adalah ketakutan akan berakhirnya hubungan yang mereka jalani sama seperti yang dialami pada orangtuanya. Pada tahap inilah muncul perasaan ketakutan dan cemas yang mengancam kemampuan mereka untuk membentuk suatu hubungan keluarga yang baru (Dunlop & Burns, 1995). Keyakinan pandangan dan pengharapan secara umum individu akan terjadinya hal-hal yang baik di masa depan disebut sebagai Optimisme. Dalam lingkup hubungan romantis, optimisme dijelaskan sebagai pengharapan akan hal-hal baik yang dimiliki seseorang dalam memandang masa depan hubungan dengan pasangannya yang mengarahkan seseorang untuk mempengaruhi usaha dalam mempertahankan hubungannya. Berkaitan dengan pengharapan akan suatu kejadian atau peristiwa, optimisme dianggap sebagai faktor tetap atau enduring resources yang mempengaruhi suatu hubungan. Karney&Bradbury (1995, dalam Assad, Donellan, & Conger, 2007) menyebutkan bahwa optimisme menjadi faktor tetap yang mempengaruhi hubungan karena berpengaruh terhadap bagaimana pasangan beradaptasi dengan berbagai masalah dalam hubungannya. Optimisme terhadap hubungan dapat membantu pasangan dalam menyelesaikan masalah, melekatkan hubungan, memperkuat komitmen dan kesetiaan, serta menjadi penunjang dalam suatu hubungan. Namun, tidak hanya faktor optimisme saja yang penting dalam suatu hubungan. Berbeda dengan Karney&Bradbury (1995, dalam Assad, Donellan, & Conger, 2007) yang menyebutkan bahwa optimisme terhadap hubungan merupakan enduring resources,fournier dan Olson (dalam L Abate, 1990) berpendapat bahwa kesiapan menikahlah yang seharusnya dilihat sebagai tindakan prioritas untuk menciptakan awal yang baik bagi suatu pernikahan. Sama dengan optimisme terhadap hubungan, kesiapan menikah juga diperlukan untuk menciptakan pernikahan yang berkualitas dan mencegah terjadinya perceraian. Stinnett (1969, dalam Badger, 2005) menjelaskan bahwa kesiapan merupakan

9 kompetensi pernikahan, dimana kompetensi pernikahan dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk menjalankan perannya untuk dapat memenuhi kebutuhan pasangan dalam kehidupan pernikahan. Selain itu keduanya juga merupakan faktor untuk mencapai pernikahan yang bahagia. Optimisme yang dikaitkan dengan ekspetasi, diyakini dapat mendorong seseorang untuk mencapai goal yang diinginkannya (Assad, Donnelan,& Conger, 2007). Begitu pula dengan kesiapan menikah, dimana merupakan faktor penggerak hubungan menuju jenjang pernikahan (Cate dan Lioyd, 1992, dalam Holman dan Li, 1997). Terkait dengan hal tersebut, optimisme individu terhadap pernikahan bisa dijadikan salah satu prediktor mengenai tingkah laku yang akan ditunjukkannya terhadap pernikahan, dimana salah satunya adalah kesiapan menikah individu yang berkaitan dengan apakah individu tersebut akan merasa siap untuk menikah, atau sebaliknya. Kedua variabel ini juga sama-sama dipengaruhi oleh latar belakang keluarga secara lebih spesifik status pernikahan orang tua. Selain itu, optimisme terhadap hubungan dan kesiapan menikah juga secara positif berkorelasi dalam peranan penting membangun pernikahan sebuah pernikahan, dimana keduanya samasama penggerak individu untuk melaksanakan pernikahan. III. Metode Penelitian III.1. Subjek Penelitian III.1.1. Karateristik Subjek Penelitian Sesuai dengan tujuan dari penelitian ini, yaitu melihat ada atau tidaknya hubungan positif yang signifikan antara optimisme terhadap hubungan dan kesiapan menikah pada dewasa muda dari keluarga bercerai, maka populasi dari penelitian ini adalah individu yang sedang berada dalam fase perkembangan dewasa muda, yaitu antara usia tahun, memiliki orang tua yang pernah bercerai dan saat ini memiliki pacar. III.1.2. Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel yang peneliti gunakan adalah convenience sampling, yaitu peneliti memilih sampel berdasarkan ketersediaan dan kesediaan dari subjek untuk mengisi kuesioner (Gravetter & Forzano, 2009). Tipe sampling ini dilakukan dengan cara memilih individu yang tersedia di populasi, mudah didapatkan, serta sesuai dengan karateristik subjek yang dibutuhkan dalam penelitian ini (Kumar, 2005). Di samping itu, peneliti juga berusaha mencari subjek dengan metode snowball yakni proses pemilihan sampel dengan menggunakan koneksi atau jaringan.

10 III.1.3. Jumlah Sampel Besar sampel didasarkan pada law of large numbers yang dikemukakan oleh Gravetter & Forzano (2009) yaitu semakin besar jumlah sampel dalam sebuah penelitian maka akan semakin representatitf penelitian tersebut dalam menggambarkan populasi. Pada penelitian kuantitatif, Guilford dan Frutcher (1978) menyatakan bahwa setidaknya hasil didapatkan dari 30 sampel agar perhitungan statistik standar terpenuhi sehingga distribusi frekuensinya mendekati populasi dan skor tidak berada jauh dari kurva normal. Dengan pertimbangan ini peneliti menggunakan jumlah sampel 55 dewasa muda dari keluarga bercerai. III.2. Alat Ukur Penelitian III.2.1. Alat Ukur Variabel 1 - Optimism About Relationship Questionnaire (OAR) Alat ukur Optimism about Relationship Questionnaire (OAR) pertama kali dibuat oleh Carnelley & Bulman pada tahun 1992 untuk melihat optimisme yang terjadi dalam hubungan dekat. Optimism about Relationship Questionnaire pertama kali digunakan untuk mengukur relationship optimism pada mahasiswa dengan rata-rata usia sekitar 21 tahun. Kuesioner ini terdiri dari enam pertanyaan yang berkorelasi dengan optimisme untuk hubungan di masa depan. Untuk mengukur optimisme dengan variabel lainnya yang berbeda, Carnelley&Bulman (1992) membuat dua gambaran optimisme dalam hubungan dalam satu kusioner pertanyaan mengenai optimisme mengenai hubungan di masa depan secara general dan secara spesifik mengenai optimisme mengenai pandangan hubungan di masa depan yaitu pernikahan. Dari keenam item OAR terdapat satu item yang merupakan item unfavorable. Uji validitas dan reabilitas alat ukur ini dilakukan dengan total 309 subjek, dengan 108 wanita dan 201 laki-laki. Dari total subjek tersebut terdapat seratus sembilan subjek merupakan pelajar dan mahasiswa, dan sisanya merupakan dewasa muda dengan pekerjaan sebagai, karyawan, pekerja lepas, guru, dansebagainya. (Carnelley, et. al., 2011). Hasil uji validitas menggunakan teknik internal consistency menunjukan alat ukut ini memiliki nilai internal consistency dengan nilai =.91. Hasil uji validitas ini menunjukan bahwa seluruh item pada alat ukur ini memiliki validitas yang baik, dimana menurut Groth-Marnat (2006) batas minimal indeks validitas item yang baik adalah diatas 0,2.

11 III.2.2. Alat Ukur Variabel 2 - Inventori Kesiapan Menikah Alat ukur kesiapan menikah yang digunakan adalah Modifikasi Inventori Kesiapan Menikah yang dibuat oleh C. Hirania Wiryasti (2004). Alat ukur ini merupakan pengembangan alat ukur kesiapan menikah yang sebelumnya telah dikembangkan oleh Risnawaty pada tahun Alat ukur Inventori Kesiapan Menikah Wiryasti (2004) telah mempertimbangkan aspek-aspek budaya yang terdapat di Indonesia. Selain itu, alat ukur ini telah menambahkan aspek-aspek dari kesiapan menikah dari hasil penelitian sebelumnya yang belum tercakup dalam inventori. Alat ukur ini memiliki delapan area didalamnya. Kedelapan area tersebut merupakan area-area yang dianggap domain dari kesiapan menikah. Kedelapan area dalam alat ukur ini kemudian dikembangkan menjadi 76 item dengan pembagian 12 item untuk area komunikasi, 8 item untuk area keuangan, 12 item untuk area anak dan pengasuhan, 8 item untuk area pembagian peran suami-istri, 16 item untuk area latar belakang pasangan dan relasi dengan keluarga besar, 8 item untuk area agama, 6 item untuk area minat dan pemanfaatan waktu luang, serta 6 item untuk area perubahan pada pasangan dan pola hidup. Dalam rangka melakukan uji validitas dan reliabilitas Inventori Kesiapan Menikah ini, Wiryasti memberikannya kepada 52 subjek yang terdiri dari 26 subjek laki-laki dan 26 subjek wanita. Hasil uji validitas yang dilakukan oleh Wiryasti (2004) dengan construct validity, tepatnya internal consistency, menunjukan bahwa secara keseluruhan alat ukur Inventori Kesiapan Menikah memiliki internal consistency yang baik. Sedangkan pada hasil uji reabilitasnya, didapatkan hasil r sebesar 0,7567 yang artinya alat ukur ini memiliki reabilitas yang baik. III.3. Tipe dan Desain Penelitian Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe penelitian applied research yaitu bentuk penilitian yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi mengenai situasi, masalah dan fenomena tertentu demi memahami mengenai permasalahan itu sendiri (Kumar, 2005). Penelitian ini mengumpulkan informasi mengenai optimisme dalam hubungan dan kesiapan menikah pada anak dari keluarga bercerai berikut dengan hal-hal lain yang berhubungan demi menjelaskan mengenai optimisme terhadap hubungan (relationship optimism) dan kesiapan menikah itu sendiri. Penelitian ini juga merupakan studi korelasional

12 karena bertujuan untuk melihat hubungan dua variabel, yaitu variabel optimisme terhadap hubungan dan kesiapan menikah. Selain itu, penelitian ini pun merupakan penelitian kuantitatif karena pengukuran variabelnya diperoleh melalui skor hasil yang berbentuk numerik dan kemudian dianalisis secara statistik untuk akhirnya diambil kesimpulan serta interpretasi (Gravetter & Forzano, 2009). Peneliti juga menggunakan pendekatan kuantitatif sebagai cara untuk memperoleh informasi. Dengan pendekatan ini, pengukuran variabel dilakukan dengan perhitungan total skor yang dihasilkan oleh subjek (Graveter dan Forzano, 2009). Adapun desain penelitian ini disusun berdasarkan sifat penelitian, jumlah kontak antara peneliti dengan sampel penelitian, dan kerangka waktu. Penelitian ini bersifat non-eksperimental karena tidak dilakukan manipulasi pada variabel dan dilakukan pada situasi alamiah (Seniati, Yulianto, dan Setiadi, 2009) Desain penelitian didefinisikan sebagai rancangan prosedural untuk menjawab pertanyaan penelitian secara valid, objektif, akurat dan ekonomis. Desain penelitian, menurut Kumar (2005) dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan jumlah pengambilan data pada penelitian (number of contacts), kerangka waktu penelitian (refrence period), dan sifat dasar penelitian (nature of investigation). Adapun desain penelitian ini jika dilihat dari jumlah kontak antara peneliti dan sampel digolongkan sebagai cross sectional studies, yang hanya memerlukan satu kali pertemuan dengan subjek. Jika ditinjau dari the reference period, desain penelitian yang digunakan adalah prospective study design dikarenakan penelitian ini bertujuan untuk melihat prevalensi sebuah situasi, masalah dan sikap, terkait dengan apa yang akan terjadi di masa mendatang (Kumar, 2005). Hal ini karena pengukuran optimisme terhadap pernikkahan dan kesiapan menikah pada sampel penelitian digunakan sebagai salah satu prediktor kesuksesan pernikahan. III.4. Variabel-variabel Penelitian III.4.1. Variabel 1 Optimisme Terhadap Hubungan a. Definisi Optimisme Terhadap Hubungan Optimisme terhadap Hubungan adalah bagaimana seseorang dalam memandang positif masa depan hubungan dengan pasangannya yang mengarahkan seseorang untuk mempengaruhi usaha dalam mempertahankan hubungannya (Scheier dan Carve, 2003).

13 b. Definisi Operasional Definisi operasional dari optimisme terhadap hubungan adalah hasil skor total dari semua item pada alat ukur Optimism About Relationship Questionnaire III.4.2. Variabel 2 Kesiapan Menikah a. Definisi Kesiapan Menikah Kesiapan menikah adalah kemampuan yang dipersepsi oleh individu untuk menjalankan peran-perannya dalam pernikahan dan melihat hal tersebut sebagai aspek dari pemilihan pasangan atau proses perkembangan suatu hubungan (Stinnett dan Larson, Holman dan Li,1997). b. Definisi Operasional Kesiapan menikah diukur melalui penjumlahan skor subjek yang mengerjakan Inventori Kesiapan Menikah pada subskala area-area yang ada dalam kesiapan menikah, yaitu komunikasi, keuangan, anak dan pengasuhan, pembagian peran suami-istri, latar belakang pasangan dan relasi dengan keluarga besar, agama, minat dan pemanfaatan waktu luang, serta perubahan pada pasangan dan pola hidup. III.5. Teknik Pengambilan Data Metode pengumpulan data dari penelitian ini adalah menggunakan kuesioner. Menurut Kumar (2005), kuesioner adalah serangkaian pertanyaan atau pernyataan tertulis, dimana subjek dapat membaca setiap pernyataan tersebut, melakukan interpretasi dan menuliskan jawaban atas pernyataan tersebut. Adapun cara pengambilan data yang dilakukan dengan memberikan secara langsung maupun tidak langsung kuesioner berbentuk booklet pada subjek sesuai dengan karakteristik penelitian. Lokasi pengambilan data dapat secara langsung maupun tidak langsung. Lokasi pengambilan data tersebar dari mulai lingkungan kampus, sekolah, maupun rumah pribadi. Peneliti juga menyebarkan kuesioner secara online via pada beberapa subjek. Seluruh instruksi dalam alat ukur ini diberikan secara individual baik secara langsung maupun dari yang tertera di lembar pengisian. Peneliti kemudian menghubungi beberapa orang yang tergabung dalam forum serta group yang masih merupakan karakteristik dari subjek penelitian yaitu dewasa muda dari keluarga bercerai.

14 III.6. Metode Pengolahan Data Adapun teknik analisis dalam pengolahan data yang peneliti gunakan adalah sebagai berikut. 1. Statistik Deskriptif Statistika deskriptif digunakan untuk melihat gambaran umum mengenai karakteristik dari sampel penelitian berdasarkan nilai rata-rata (mean), frekuensi, dan persentase dari skor yang didapatkan.adapun data yang peneliti olah dalam statistik deskriptif adalah daerah asal subjek, jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, lama subjek menjalin hubungan dengan pacarnya, rencana pernikahan subjek, lama perceraian orang tua subjek, usia subjek ketika orang tua bercerai, tempat tinggal subjek saat ini dan status pernikahan orang tua subjek setelah bercerai. 2. Pearson Correlation Teknik pengolahan data pearson correlation digunakan untuk mengetahui besar dan arah hubungan linier antara kedua variabel yang diukur (Gravetter & Wallnau, 2008). Dalam penelitian ini, teknik korelasi Pearson digunakan untuk mengkorelasikan antara skor optimisme terhadap hubungan dengan skor kesiapan menikah, serta mengkorelasikan antara skor optimisme terhadap hubungan dengan skor pada tiap area dalam kesiapan menikah. 3. Independent Sample T-test Teknik analisis ini digunakan untuk mengetahui signifikansi perbedaan mean antara dua kelompok data yang berdiri sendiri satu sama lainnya (Gravetter & Wallnau, 2008). Teknik digunakan untuk mengetahui signifikansi perbedaan mean antara dua kelompok sebagai satu variabel terhadap variabel yang lain. Teknik ini digunakan untuk mengetahui signifikansi perbedaan mean optimisme terhadap hubungan dan kesiapan menikah ditinjau dari jenis kelamin, usia, status pernikahan ayah dan ibu. 4. One-Way Analysis of Variance (ANOVA) Teknik analisis ini digunakan untuk mengetahui signifikansi perbedaan mean antara dua kelompok atau lebih yang saling berdiri sendiri satu sama lainnya (Gravetter & Wallnau, 2008). Teknik ini digunakan untuk mengetahui signifikansi perbedaan mean antara dua kelompok atau lebih sebagai satu variabel terhadap variabel yang lain. Teknik ini digunakan untuk mengetahui signifikansi perbedaan signifikansi perbedaan mean optimisme terhadap hubungan dan kesiapan menikah

15 ditinjau dari pendidikan,pekerjaan, tempat tinggal, agama, usia bercerai, dan aspek rencana pernikahan. IV. Hasil Penelitian IV.1. Gambaran Umum Optimisme Terhadap Hubungan Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan bahwa nilai rata-rata skor total optimisme terhadap hubungan subjek sebesar 16,56. Nilai minimum untuk skor total optimisme terhadap hubungan adalah sebesar 5, sedangkan nilai maksimum skor total optimisme terhadap hubungan adalah 20. Standar deviasi untuk optimisme terhadap huungan sebesar 2,595. Melalui rata-rata skor total dan standar deviasi, peneliti dapat melakukan penghitungan true score dari skor total optimisme terhadap hubungan subjek dan didapatkan hasil yaitu sebesar 13,96 19,11. Selanjutnya, berdasarkan persebaran skor optimisme terhadap hubungan, ditemukan bahwa terdapat partisipan yang memiliki skor di atas rata-rata sebanyak 39 orang, sementara terdapat 16 partisipan memiliki skor optimisme terhadap hubungan di bawah rata-rata. IV.2. Gambaran Optimisme terhadap Hubungan Ditinjau dari Data Demografis Partisipan Penelitian Dalam melakukan perhitungan mengenai hubungan antara optimisme terhadap hubungan dan data demografis penelitian, peneliti menggunakan dua teknik, yaitu independent sample T-test untuk melihat gambaran perbedaan mean kesiapan menikah berdasarkan variabel jender, dan one-way analysis of variance (ANOVA) untuk melihat gambaran perbedaan mean optimisme terhadap hubungan berdasarkan variabel usia, pendidikan, usia ketika orang tua bercerai dan status pernikahan orang tua subjek setelah bercerai. Hasil pengolahan data yang akan disajikan pada bagian ini hanya data demografis yang memiliki perbedaan mean ataupun korelasi yang signifikan pada tiap variabel optimisme terhadap hubungan. Dengan kata lain, jika tidak ditemukan adanya perbedaan mean atau korelasi yang signifikan, maka tidak akan dijabarkan sebagai hasil tambahan penelitian, melainkan hanya dilampirkan pada bagian lampiran. Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan hasil bahwa tidak terdapat perbedaan ratarata skor kesiapan menikah yang cukup signifikan pada dewasa muda dari keluarga bercerai untuk kelompok kategorisasi di\tinjau dari variabel jender, dan tingkat pendidikan. Sedangkan, terkait dengan usia anak ketika mengalami perceraian orang tua, didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan rata-rata skor optimisme terhadap hubungan yang cukup

16 signifikan pada dewasa muda dari keluarga bercerai dengan nilai F sebesar 0.576, signifikansi (p > 0.05). IV.3. Gambaran Umum Kesiapan Menikah Berdasarkan hasil perhitungan statistik, didapatkan bahwa nilai rata-rata skor total kesiapan menikah subjek penelitian adalah dengan standar deviasi sebesar Nilai minimum untuk skor kesiapan menikah adalah sebesar 145, sedangkan nilai maksimum skor total kesiapan menikah sebesar 240. Melalui rata-rata skor total dan standar deviasi, peneliti dapat melakukan penghitungan true score dari skor total kesiapan menikah subjek dan didapatkan hasil yaitu sebesar 166,65 212,01. Selanjutnya, berdasarkan persebaran skor kesiapan menikah di atas, dapat dilihat bahwa terdapat partisipan yang memiliki skor di atas rata-rata sebanyak 43 orang, sementara terdapat 12 partisipan memiliki skor kesiapan menikah di bawah rata-rata. IV.4. Gambaran Kesiapan Menikah Ditinjau dari Data Demografis Partisipan Penelitian Dalam melakukan perhitungan mengenai hubungan antara kesiapan menikah dan data demografis penelitian, peneliti menggunakan dua teknik, yaitu independent sample T- test dan one-way analysis of variance (ANOVA). Hasil pengolahan data yang akan disajikan pada bagian ini hanya data demografis yang memiliki perbedaan mean ataupun korelasi yang signifikan pada tiap variabel optimisme terhadap hubungan. Dengan kata lain, jika tidak ditemukan adanya perbedaan mean atau korelasi yang signifikan, maka tidak akan dijabarkan sebagai hasil tambahan penelitian, melainkan hanya dilampirkan pada bagian lampiran. Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan hasil bahwa tidak terdapat perbedaan ratarata skor kesiapan menikah yang cukup signifikan pada dewasa muda dari keluarga bercerai untuk kelompok kategorisasi ditinjau dari variabel jender, usia, usia ketika orang tua bercerai, dan tingkat pendidikan. IV.5. Hubungan antara Optimisme terhadap Hubungan dan Kesiapan Menikah Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan teknik analisis Pearson Product Moment untuk mengetahui hubungan antara optimisme dalam hubungan dan kesiapan menikah, diketahui bahwa nilai koefisien korelasi antara optimisme dalam hubungan dan kesiapan menikah adalah sebesar r = dengan p < 0.05 dengan arah positif. Artinya, semakin tinggi optimisme terhadap hubungan, maka semakin tinggi kesiapan menikahnya. Hubungan yang signifikan ini membuat hipotesis null (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif

17 (Ha) diterima, sehingga dapat diinterpretasikan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara optimisme terhadap hubungan dan kesiapan menikah. Di samping melihat hubungan optimisme terhadap hubungan dan kesiapan menikah secara keseluruhan, peneliti juga melakukan analisis terhadap hubungan antara optimisme terhadap hubungan dan delapan area kesiapan menikah..dari hasil perthitungan ditemukan bahwa hanya terdapat tiga area dalam kesiapan menikah yang memiliki hubungan positif dan signifikan dengan optimisme terhadap hubungan. Area pertama adalah area Agama dengan nilai r sebesar (p < 0.05). Artinya adalah semakin baik persepsi individu akan penempatan nilai agama/religiustias dalam hubungannya dengan pasangan, maka semakin tinggi optimismenya terhadap hubungan. Area kedua adalah Latar Belakang Pasangan dan Relasi dengan Keluarga Besar dengan nilai r sebesar (p < 0.05), yang artinya adalah semakin baik persepsi individu terhadap nilai-nilai dan sistem keluarga besar (keluarga asal) yang membentuk karakter individu, serta relasi dengan anggota keluarga pasangan, maka semakin tinggi pula optimismenya terhadap hubungan. Area terakhir, yakni area ketiga adalah Minat dan Pemanfaatan Waktu Luang dengan nilai r sebesar (p < 0.05), yang artinya semakin positif persepsi individu terhadap minat pasangan, dan kesepakatan mengenai pemanfaatan waktu luang bagi diri sendiri dan pasangan maka semakin tinggioptimisme terhadap hubungannya. Dari hasil penelitian juga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi optimisme terhadap hubungan maka semakin positif persepsi individu terhadap agama, latar belakang pasangan dan relasi dengan keluarga besar, serta pemanfaatan waktu luang bagi diri sendiri dan pasangan. V. Diskusi Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang positif dan signifikan antara optimisme terhadap hubungan dan kesiapan menikah yaitu dengan r = (p<0,05) pada dewasa muda dari keluarga bercerai. Kedua variabel penelitian terbentuk ketika pasangan menjalin masa pacaran. Dengan adanya optimisme terhadap hubungan, maka terbentuk pandangan positif mengenai masa depan hubungannya kelak. Dengan terbentuknya optismisme terhadap hubungan tentunya akan mempengaruhi usaha-usaha pasangan dalam mempertahankan hubungannya termasuk dalam mempelajari dan beradaptasi dalam beberapa hal, misalnya saja seperti latar belakang keluarga pasangan, minat pasangan, agama, bagaimana pasangan memandang pembagian peran suami-istri, pandangan mengenai pengasuhan anak, dimana hal-hal tersebut merupakan area yang ada di

18 dalam kesiapan menikah. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian Karney&Bradbury (1995, dalam Assad, Donellan, & Conger, 2007) yang menemukan bahwa optimisme terhadap hubungan menjadi faktor tetap yang mempengaruhi masa depan hubungan karena berpengaruh terhadap bagaimana pasangan beradaptasi didalam hubungannya. Selain melihat hubungan antara kedua variabel penelitian, secara spesifik peneliti mengukur kedelapan area dalam kesiapan menikah yang dihubungkan pada optimisme terhadap hubungan. Dari hasil penghitungan statistik, terdapat tiga area dalam kesiapan menikah yang berhubungan dengan optimisme terhadap hubungan. Ketiga area tersebut adalah latar belakang pasangan dan relasi dengan keluarga besar, agama, dan minat dan pemanfaatan waktu luang. Area kesiapan menikah yang mempunyai korelasi paling tinggi dengan optimisme terhadap hubungan adalah area agama, dengan nilai r sebesar (p < 0.05), yang artinya, semakin tinggi optimisme terhadap hubungannya maka semakin baik persepsi individu akan penempatan nilai agama/religiustias dalam hubungannya dengan pasangan. Kepercayaan dalam agama juga berhubungan dengan komitmen dalam pernikahan yang didorong melalui dukungan spiritual ketika dalam keadaan sulit. Thornton dan Krishnan (1994) mengungkapkan bahwa agama yang berkorelasi dengan pandangan mengenai religiusitas, secara kuat berhubungan dengan toleransi antar pasangan. Hal ini terlihat dari tingkat toleransi beragama yang secara positif berkorelasi dengan toleransi individu terhadap masalah-masalah yang dihadapi dalam suatu hubungan. Yang artinya, semakin besar level toleransi keagamaan antara pasangan maka semakin besar pula toleransi dalam menghadapi masalah yang timbul didalam hubungan mereka. Ditambahkan, menurut Thornton dan Krishnan (1994) toleransi beragama yang timbul diantara pasangan akan mengurangi resiko perceraian. Area kesiapan menikah lain yang berhubungan dengan optimisme terhadap hubungan adalah area latar belakang pasangan dan relasi dengan keluarga besar, dengan nilai r sebesar (p < 0.05), yang artinya semakin baik persepsi individu terhadap nilai-nilai dan sistem keluarga besar (keluarga asal) yang membentuk karakter individu, serta relasi dengan anggota keluarga pasangan hubungan. Terkait dengan konteks penelitian ini, individu yang telah mencapai dewasa muda tentunya memiliki pandangan yang berbeda mengenai pernikahan dibandingkan dewasa muda yang bukan dari keluarga bercerai. Hasil perhitungan dari penelitianyang dilakukan ternyata tidak sejalan dengan penelitian Carnelly dan Bulmans (1992, dalam Johnson, 2009), yang dilakukan pada sejumlah mahasiswa yang mempunyai pasangan menunjukan adanya rating optimisme yang tinggi akan hubungan di

19 masa depan yang ditemukan pada anak dari keluarga non-divorced, sebaliknya anak dari keluarga bercerai lebih menunjukan rating yang rendah dalam optimisme akan hubungan di masa depan. Menurut hasil penelitian ini, anak dari keluarga bercerai cenderung mempunyai ketakutan tersendiri akan masa depan hubungannya. Pandangan ini berbasis hasil pengalaman pribadinya mengenai hubungan percintaan kedua orang tua mereka. Selain itu, terdapat hubungan antara optimisme terhadap hubungan dan kesiapan menikah dalam area minat dan pemanfaatan waktu luang yang signifikan dengan nilai r sebesar sebesar (p < 0.05). Hasil analisis tersebut dapat diinterpretasi bahwa semakin tinggi optimisme terhadap hubungannya semakin positif persepsi individu terhadap minat pasangan, dan kesepakatan mengenai pemanfaatan waktu luang bagi diri sendiri dan pasangan. Secara konseptual optimisme juga berhubungan dengan pemanfaatan waktu luang pada pasangan. Neulinger (1981; Tinsley & Tinsley 1986, dalam Cowan& Hood, 2005) mengungkapkan bahwa optimisme berhubungan dengan pemanfaatan waktu luang yang merupakan salah satu pengalaman hidup. Individu yang optimis, cenderung mencari pengalaman hidup yang berbeda dan menyenangkan, berpikir positif akan setiap aspek dalam mendapatkan pengalaman hidupnya. Berbeda dengan individu yang pesimis dan cenderung mempunyai pandangan negatif terhadap hidupnya, sehingga cenderung memiliki persepsi yang negatif akan kejadian-kejadian di dalam hidupnya dan memilih untuk tidak memanfaatkan waktu luang.. Aspek demografis lain yang dianggap menarik adalah mengenai status pernikahan ayah dan ibu saat ini. Dari data hasil perhitungan aspek demografis status pernikahan ayah dan ibu terdapat perbedaan yang signifikan diantara keduanya. Ditemukan bahwa status pernikahan kembali ayah (remarriage) lebih tinggi yaitu sebesar 67.3%, dibandingkan pada status pernikahan kembali ibu yang hanya sebesar 45.5%. Data di Inggris menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga yang berstatus single parent adalah wanita sebagai kepalakeluarga merangkap sebagai ibu rumah tangga, dalam kata lain wanita menjalankan peran ganda. Fakta yang terjadi di Inggris tersebut akan menunjukkan hal sama yang terjadi pada negara lain termasuk Indonesia (Alvita, 2008, dalam Listiyanto, 2012). Hal serupa juga ditunjukan pada hasil penelitian Bramlett dan Mosher (2001, dalam Secombe & Warner, 2004) yang menemukan bahwa pria cenderung untuk lebih cepat menikah kembali dibandingkan wanita, dengan rata-rata pria menikah kembali setelah tiga tahun bercerai sedangkan pada wanita dengan rata-rata lima tahun setelah perceraian. Namun hasil penelitian ini dipengaruhi pula oleh faktor usia, edukasi, serta usia anak, dimana ngka pernikahan kembali yang rendah merujuk pada usia wanita yang sudah lebih tua dan

20 memiliki anak dengan usia diatas enam tahun. Selain itu, sebagian besar wanita juga menolak untuk menikah kembali karena fokus untuk membesarkan anak serta berperan ganda didalam keluarga (Secombe& Warner, 2004). VI. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan, maka didapatkan kesimpulan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara optimisme terhadap hubungan dan kesiapan menikah pada dewasa muda dari keluarga bercerai. Oleh karenanya dapat dikatakan bahwa pandangan positif mengenai masa depan suatu hubungan individu dengan pasangannya yang mempengaruhi usaha seseorang dalam mempertahankan hubungannya, berhubungan dengan kemampuan yang dipersepsi oleh individu tersebut dalam menjalani berbagai peran dalam sebuah pernikahan. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa semakin tinggi optimisme terhadap hubungan maka semakin tinggi pula kesiapan menikahnya. Selain itu, dari hasil analisis juga didapatkan hasil bahwa dari delapan area kesiapan menikah, terdapat tiga area yang memiliki hubungan positif yang signifikan terhadap optimisme terhadap hubungan, yaitu area latar belakang keluarga pasangan dan relasi dengan keluarga besar yang artinya adalah, semakin tinggi optimisme individu terhadap hubungan maka semakin baik pula persepsi individu terhadap nilai-nilai dan sistem keluarga besar (keluarga asal) yang membentuk karakter individu, serta relasi dengan anggota keluarga pasangan. Kemudian area kedua adalah area agama, dimana semakin tinggi optimisme individu terhadap hubungan maka semakin baik persepsi individu akan penempatan nilai agama/religiustias dalam hubungannya dengan pasangan. Area ketiga adalah minat dan pemanfaatan waktu luang, semakin tinggi optimisme individu terhadap hubungan, semakin baik persepsi individu terhadap minat pasangan, dan kesepakatan mengenai pemanfaatan waktu luang bagi diri sendiri dan pasangan. Selanjutnya, berdasarkan pada gambaran umum persebaran skor total optimisme terhadap hubungan dan kesiapan menikah, didapatkan hasil bahwa mayoritas subjek penelitian memiliki total skor di atas rata-rata untuk kedua variabel tersebut. Di samping itu, berdasarkan hasil analisis data, tidak terdapat perbedaan mean optimisme maupun kesiapan menikah bila dilihat dari data demografis yang merupakan aspek-aspek demografis yang ditemukan dari subjek penelitian, yang ditinjau dari beberapa kelompok kategorisasi variabel jender, usia, tingkat pendidikan, usia subjek ketika orang tua bercerai, serta status pernikahan orang tua subjek setelah bercerai.

Penyusun: Umaira Fotineri. Pembimbing: Dr. Adriana Soekandar, M. Sc. Program Studi S1 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia

Penyusun: Umaira Fotineri. Pembimbing: Dr. Adriana Soekandar, M. Sc. Program Studi S1 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Hubungan antara Sikap Terhadap Pernikahan dan Kesiapan Menikah pada Dewasa Muda dari Keluarga Bercerai (Correlation Between Attitudes Toward Marriage and Readiness for Marriage in Young Adult Whose Parents

Lebih terperinci

Hubungan antara Attachment dan Kesiapan Menikah pada Dewasa Muda yang Sedang Menjalani Hubungan Jarak Jauh

Hubungan antara Attachment dan Kesiapan Menikah pada Dewasa Muda yang Sedang Menjalani Hubungan Jarak Jauh Hubungan antara Attachment dan Kesiapan Menikah pada Dewasa Muda yang Sedang Menjalani Hubungan Jarak Jauh Penyusun: Putri Husna Raditya Pembimbing: Mellia Christia, M.Si, M.Phil, Psikolog Program Studi

Lebih terperinci

BAB 5 Simpulan, Diskusi, dan Saran

BAB 5 Simpulan, Diskusi, dan Saran BAB 5 Simpulan, Diskusi, dan Saran Pada bab ini peneliti akan membahas mengenai simpulan yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan pada bab

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 25 3. METODE PENELITIAN Pada bagian ketiga ini, peneliti akan menjelaskan mengenai permasalahan penelitian, hipotesis penelitian, variabel-variabel penelitian, tipe dan desain penelitian, partisipan penelitian,

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Dalam bab metodologi penelitian, akan dibahas mengenai variabel penelitian, masalah penelitian, subjek penelitian, metode pengambilan data, alat ukur yang digunakan, prosedur

Lebih terperinci

BAB 2. Tinjauan Pustaka

BAB 2. Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Resolusi Konflik Setiap orang memiliki pemikiran atau pengertian serta tujuan yang berbeda-beda dan itu salah satu hal yang tidak dapat dihindarkan dalam suatu hubungan kedekatan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS HASIL

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS HASIL BAB 4 HASIL DAN ANALISIS HASIL Pada bab berikut ini akan dibahas mengenai hasil yang didapatkan setelah melakukan pengumpulan data dan analisis dari hasil. Dalam sub bab ini akan dijabarkan terlebih dahulu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Pernikahan merupakan komitmen yang disetujui oleh dua pihak secara resmi yang dimana kedua pihak tersebut bersedia untuk berbagi keitiman emosional & fisik, bersedia

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kompetensi Interpersonal Sebagaimana diungkapkan Buhrmester, dkk (1988) memaknai kompetensi interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam membina hubungan

Lebih terperinci

GAMBARAN PERSEPSI PERNIKAHAN PADA REMAJA YANG ORANGTUANYA BERCERAI

GAMBARAN PERSEPSI PERNIKAHAN PADA REMAJA YANG ORANGTUANYA BERCERAI GAMBARAN PERSEPSI PERNIKAHAN PADA REMAJA YANG ORANGTUANYA BERCERAI SKRIPSI Oleh : Christine Artha Rajagukguk 1100015445 JURUSAN PSIKOLOGI - FAKULTAS HUMANIORA UNIVERSITAS BINA NUSANTARA JAKARTA 2012 GAMBARAN

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan. Selain itu, bab ini juga berisikan saran, baik saran metodologis maupun saran praktis

Lebih terperinci

3. METODE PE ELITIA Partisipan Penelitian

3. METODE PE ELITIA Partisipan Penelitian 32 3. METODE PE ELITIA Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai desain penelitian, partisipan penelitian (meliputi karakteristik partisipan, teknik pengambilan sample, dan jumlah partisipan), instrumen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan 1 BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam kehidupan setiap individu. Hal tersebut menjadi suatu kabar

Lebih terperinci

3. MASALAH, HIPOTESIS DAN METODE PENELITIAN

3. MASALAH, HIPOTESIS DAN METODE PENELITIAN 30 3. MASALAH, HIPOTESIS DAN METODE PENELITIAN Pada bab ini akan diuraikan tentang masalah dan metode penelitian yang terdiri dari masalah penelitian, variabel penelitian, hipotesis penelitian, subyek

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai metode-metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu masalah penelitian, hipotesis penelitian, variabel-variabel, populasi dan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. 25 Universitas Indonesia. Gambaran Optimisme..., Binta Fitria Armina, F.PSI UI, 2008

3. METODE PENELITIAN. 25 Universitas Indonesia. Gambaran Optimisme..., Binta Fitria Armina, F.PSI UI, 2008 3. METODE PENELITIAN Pada bab ini peneliti akan menjelaskan tentang metode yang digunakan dalam penelitian ini. Adapun metode penelitian ini meliputi permasalahan, hipotesis, dan variabel yang diajukan

Lebih terperinci

GAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA ISTRI YANG TELAH MENIKAH TIGA TAHUN DAN BELUM MEMILIKI ANAK KEUMALA NURANTI ABSTRAK

GAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA ISTRI YANG TELAH MENIKAH TIGA TAHUN DAN BELUM MEMILIKI ANAK KEUMALA NURANTI ABSTRAK GAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA ISTRI YANG TELAH MENIKAH TIGA TAHUN DAN BELUM MEMILIKI ANAK KEUMALA NURANTI ABSTRAK Penelitian deskriptif ini berdasar pada fenomena bahwa kehadiran anak memiliki peran

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS HASIL Gambaran umum responden. bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai identitas responden.

BAB 4 ANALISIS HASIL Gambaran umum responden. bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai identitas responden. BAB 4 ANALISIS HASIL 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran umum responden Responden dalam penelitian ini adalah anggota dari organisasi nonprofit yang berjumlah 40 orang. Pada bab ini akan dijelaskan tentang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pernikahan adalah salah satu proses penting dalam kehidupan sosial manusia. Pernikahan merupakan kunci bagi individu untuk memasuki dunia keluarga, yang di dalamnya terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN Dalam metode penelitian akan dibahas tentang masalah penelitian, hipotesis penelitian, variabel penelitian, subjek penelitian, metode pegumpulan data, alat ukur penelitian, prosedur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya zaman banyak perubahan yang terjadi, salah satunya adalah perubahan dalam pandangan orang dewasa mengenai pernikahan. Hal ini didukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan peristiwa penting dalam siklus kehidupan manusia. Setiap orang berkeinginan untuk membangun sebuah rumah tangga yang bahagia bersama orang

Lebih terperinci

BAB 3 Metode Penelitian

BAB 3 Metode Penelitian BAB 3 Metode Penelitian 3.1 Variabel Penelitian & Hipotesis 3.1.1 Variabel Penelitian & Definisi Operasional Variabel yang diukur dalam penelitian ini terdiri dari dua yaitu dimensi humor styles dan kepuasan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif komparatif, yakni jenis

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif komparatif, yakni jenis 19 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Menurut Arikunto (2002) desain penelitian merupakan serangkaian proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian. Penelitian ini merupakan

Lebih terperinci

4. ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA

4. ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA 36 4. ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA Pembahasan dalam bagian empat ini meliputi gambaran umum partisipan, hasil penelitian, dan hasil analisis tambahan. Dalam bagian ini juga akan dijelaskan lebih lanjut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Pada masa ini, individu dituntut

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesiapan Menikah 2.1.1 Definisi Kesiapan Menikah Kesiapan menikah merupakan suatu kemampuan yang dipersepsi oleh individu untuk menjalankan peran dalam pernikahan dan merupakan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian & Hipotesis 3.1.1 Variabel penelitian & definisi operasional Variabel adalah sebuah karakteristik atau kondisi yang berubah atau memiliki nilai yang berbeda

Lebih terperinci

Gambaran Karakteristik Partisipan Penelitian

Gambaran Karakteristik Partisipan Penelitian 43 4. ANALISIS DATA DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini akan diuraikan mengenai analisis data dan interpretasi hasil penelitian yang telah dilakukan. Pada bagian pertama bab ini, akan diuraikan gambaran

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 30 3. METODOLOGI PENELITIAN Pada Bab ini akan dibahas mengenai pertanyaan penelitian, hipotesis penelitian, variabel-variabel terkait, subjek penelitian, penyusunan alat ukur penelitian, prosedur penelitian,

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. dengan proses pacaran dan proses ta aruf. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. dengan proses pacaran dan proses ta aruf. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian Objek penelitian ini difokuskan pada pasangan yang sudah menikah dengan proses pacaran dan proses ta aruf. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN III.1 Identifikasi Variabel Penelitian Variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Variabel I : Pet Attachment 2. Variabel II : Well-being

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Variabel Penelitian & Hipotesis 3.1.1. Variabel Penelitian & Definisi Operasional Dalam penelitian ini, variabel-variabel yang akan diuji adalah: 1. Variable (X): Materialisme

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN ANTARA GAIRAH SEBAGAI KOMPONEN CINTA DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA DEWASA MUDA READINESS AMONG YOUNG ADULTHOOD

UNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN ANTARA GAIRAH SEBAGAI KOMPONEN CINTA DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA DEWASA MUDA READINESS AMONG YOUNG ADULTHOOD UNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN ANTARA GAIRAH SEBAGAI KOMPONEN CINTA DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA DEWASA MUDA RELATIONSHIP BETWEEN PASSION AS COMPONENT OF LOVE AND MARRIAGE READINESS AMONG YOUNG ADULTHOOD

Lebih terperinci

Titi Sahidah Fitriana Fakultas Psikologi Universitas YARSI PENDAHULUAN Latar Belakang

Titi Sahidah Fitriana Fakultas Psikologi Universitas YARSI PENDAHULUAN Latar Belakang INTERVENSI DENGAN PENDEKATAN EKLEKTIK YANG BERFOKUS PADA SOLUSI UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS HUBUNGAN ROMANTIS PADA DEWASA MUDA DARI KELUARGA DENGAN ORANGTUA BERCERAI Titi Sahidah Fitriana Fakultas Psikologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja ditandai oleh perubahan yang besar diantaranya kebutuhan untuk beradaptasi dengan perubahan fisik dan psikologis, pencarian identitas dan membentuk hubungan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Gambaran Kepuasan..., Dini Nurul Syakbani, F.PSI UI, 2008

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Gambaran Kepuasan..., Dini Nurul Syakbani, F.PSI UI, 2008 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya, orang dewasa menginginkan hubungan cintanya berlanjut ke jenjang perkawinan. Perkawinan memberikan kesempatan bagi individu untuk dapat memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. numerik dan diolah dengan metode statistika serta dilakukan pada

BAB III METODE PENELITIAN. numerik dan diolah dengan metode statistika serta dilakukan pada BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang merupakan penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data

Lebih terperinci

4. METODE PENELITIAN

4. METODE PENELITIAN 40 4. METODE PENELITIAN Bab ini terbagi ke dalam empat bagian. Pada bagian pertama, peneliti akan membahas responden penelitian yang meliputi karakteristik responden, teknik pengambilan sampel, jumlah

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 23 3. METODE PENELITIAN Pada bab ini peneliti akan menjelaskan tentang metode yang akan digunakan dalam penelitian ini. Adapun isi dari metode penelitian adalah permasalahan, hipotesis, dan variabel yang

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pernikahan merupakan awal terbentuknya kehidupan keluarga. Setiap pasangan yang mengikrarkan diri dalam sebuah ikatan pernikahan tentu memiliki harapan agar pernikahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. data dan diakhiri dengan menjelaskan waktu dan tempat penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN. data dan diakhiri dengan menjelaskan waktu dan tempat penelitian. BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai metode yang digunakan dalam penelitian ini. Penjelasan dimulai dengan menjelaskan mengenai rancangan penelitian, populasi dan sample penelitian,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. interpretasi data dan kesimpulan berdasarkan angka-angka yang

BAB III METODE PENELITIAN. interpretasi data dan kesimpulan berdasarkan angka-angka yang BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif yang mempunyai tata cara, yaitu pengambilan keputusan, interpretasi data dan kesimpulan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 29 3. METODE PENELITIAN Dalam bab ini akan diuraikan mengenai desain penelitian, masalah yang diteliti secara konseptual dan operasional, penjabaran variabel-variabel yang terkait, dan beberapa hal berkaitan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. berkaitan dengan variabel lain, berdasarkan koefisien korelasi (Azwar, 2013)

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. berkaitan dengan variabel lain, berdasarkan koefisien korelasi (Azwar, 2013) BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Pada penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu dilakukan dengan mengumpulakan data yang berupa angka. Data tersebut kemudian diolah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional 1. Identitas Variabel Variabel merupakan suatu yang dapat berubah-ubah dan mempunyai nilai yang berbeda-beda, menurut (Sugioyo, 2001), variabel

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap manusia akan mencari pasangan hidupnya dan menjalin suatu hubungan serta melanjutkannya ke jenjang yang lebih serius yaitu pernikahan yang sah dan membentuk

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini beberapa variabel yang akan dikaji adalah :

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini beberapa variabel yang akan dikaji adalah : BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Variabel Penelitian & Hipotesis Dalam penelitian ini beberapa variabel yang akan dikaji adalah : 1. Variabel ( X ) : Kesepian (loneliness) 2. Variabel ( Y ) : Kesehjateraan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subyek Penelitian 1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Kota Bandung, karena menurut data dari Pengadilan Tinggi tahun 2010, Bandung menempati

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan lebih jauh mengenai teori-teori yang menjelaskan mengenai pengertian Kemampuan Memecahkan Masalah sosial dan rasa Humor, faktorfaktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN ANTARA INTIMACY (STERNBERG S TRIANGULAR THEORY OF LOVE) DAN KESIAPAN MENIKAH PADA DEWASA MUDA (The Relationship between Intimacy (Sternberg s Triangular Theory of Love) and

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 149 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Pada bab pendahuluan telah dijelaskan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran psychological well-being pada wanita dewasa muda yang menjadi istri

Lebih terperinci

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara selfcompassion dan kesejahteraan subjektif pada suami yang menjalani commuter marriage di kota Bandung. Responden dalam penelitian

Lebih terperinci

4. METODOLOGI PENELITIAN

4. METODOLOGI PENELITIAN 4. METODOLOGI PENELITIAN Dalam bab ini akan diuraikan mengenai metode yang digunakan dalam penelitian ini. Penjelasan mengenai metodologi dimulai dengan menjelaskan populasi dan sampel dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Bab ini akan menjelaskan hasil pengolahan data dan analisis data yang

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Bab ini akan menjelaskan hasil pengolahan data dan analisis data yang BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini akan menjelaskan hasil pengolahan data dan analisis data yang terdiri atas dua bagian. Bagian pertama berisi hasil pengolahan data dan pembahasan hasil penelitian. 4.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Seiring dengan berkembangnya zaman manusia untuk mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Seiring dengan berkembangnya zaman manusia untuk mempertahankan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya zaman manusia untuk mempertahankan hidup adalah dengan peningkatan ekonomi. Didalam orang yang sudah berkeluarga tentunya mempunyai berbagai

Lebih terperinci

Hubungan Religiusitas dengan Kepuasan Pernikahan pada Individu yang Menikah Melalui Ta aruf

Hubungan Religiusitas dengan Kepuasan Pernikahan pada Individu yang Menikah Melalui Ta aruf Hubungan Religiusitas dengan Kepuasan Pernikahan pada Individu yang Menikah Melalui Ta aruf Helda Novia Rahmah, Ahmad, Ratna Mardiati Fakultas Psikologi, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hubungan jarak jauh (long distance relationship) Pengertian hubungan jarak jauh atau sering disebut dengan long distance relationship adalah dimana pasangan dipisahkan oleh jarak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk kebahagiaan dirinya dan memikirkan wali untuk anaknya jika kelak

BAB I PENDAHULUAN. untuk kebahagiaan dirinya dan memikirkan wali untuk anaknya jika kelak BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Selama 10 tahun saya menjanda, tidak ada pikiran untuk menikah lagi, karena pengalaman yang tidak menyenangkan dengan perkawinan saya. Tapi anak sudah besar,

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN Dalam bab ini, peneliti akan memaparkan operasionalisasi dari variabel penelitian, menjelaskan tipe dan desain penelitian yang digunakan, instrumen penelitian beserta metode skoring,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. subyek, nama subyek, usia subyek dan subyek penelitian berjumlah 70 sampel ibu

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. subyek, nama subyek, usia subyek dan subyek penelitian berjumlah 70 sampel ibu 43 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Subyek Gambaran umum subyek penelitian ini diperoleh dari data yang di isi subyek, nama subyek, usia subyek dan subyek penelitian berjumlah 70

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penyesuaian Perkawinan 1. Pengertian Penyesuaian Perkawinan Konsep penyesuaian perkawinan menuntut kesediaan dua individu untuk mengakomodasikan berbagai kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai populasi dan subjek penelitian, metode penelitian, variabel dan definisi operasional, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian,

Lebih terperinci

5. ANALISIS HASIL DAN INTERPRETASI DATA

5. ANALISIS HASIL DAN INTERPRETASI DATA 47 5. ANALISIS HASIL DAN INTERPRETASI DATA Pada bab ini akan dibahas hasil penelitian dan interpretasinya. Pembahasan dalam bab 5 ini meliputi gambaran umum partisipan dan hasil penelitian berkaitan dengan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tahap yang penting bagi hampir semua orang yang memasuki masa dewasa awal. Individu yang memasuki masa dewasa awal memfokuskan relasi interpersonal

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas beberapa teori yang berkaitan dengan variabel-variabel yang akan diteliti pada penelitian ini. 2.1 Pernikahan Pernikahan merupakan awal terbentuknya kehidupan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. penelitian, pelaksanaan penelitian, pengumpulan data,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. penelitian, pelaksanaan penelitian, pengumpulan data, BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini menguraikan hasil penelitian sesuai dengan data yang diperoleh. Pembahasan diawali dengan memberikan gambaran subjek penelitian, pelaksanaan penelitian, pengumpulan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN, ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN, ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN, ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai data-data deskriptif yang diperoleh dari responden. Data deskriptif yang menggambarkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Variabel penelitian dan definisi operasional

BAB III METODE PENELITIAN Variabel penelitian dan definisi operasional BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian dan Hipotesis 3.1.1 Variabel penelitian dan definisi operasional Variabel yang akan diteliti pada penelitian ini adalah prokrastinasi akademik sebagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Uraian berikut berisi hasil dari pengujian (try-out) dari kuesioner dalam penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Uraian berikut berisi hasil dari pengujian (try-out) dari kuesioner dalam penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Hasil Pengujian Kuesioner Penelitian Uraian berikut berisi hasil dari pengujian (try-out) dari kuesioner dalam penelitian ini. Pengujian ini meliputi analisis

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesiapan Menikah Pada latar belakang, penulis telah menjelaskan seberapa penting kesiapan menikah untuk individu memasuki jenjang pernikahan. Hal ini dijelaskan oleh Olson dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Variabel Penelitian dan Hipotesis 3.1.1. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Menurut Sugiyono (2007:3) variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel

Lebih terperinci

PERBEDAAN KOMITMEN BERPACARAN ANTARA DEWASA MUDA YANG MEMILIKI SELF-MONITORING TINGGI DAN SELF-MONITORING RENDAH

PERBEDAAN KOMITMEN BERPACARAN ANTARA DEWASA MUDA YANG MEMILIKI SELF-MONITORING TINGGI DAN SELF-MONITORING RENDAH PERBEDAAN KOMITMEN BERPACARAN ANTARA DEWASA MUDA YANG MEMILIKI SELF-MONITORING TINGGI DAN SELF-MONITORING RENDAH Fransisca Iriani Dosen Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara, Jakarta dosenpsikologi@yahoo.com

Lebih terperinci

Fitriana Rahayu Pratiwi, Dian Ratna Sawitri. Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto SH Tembalang Semarang 50275

Fitriana Rahayu Pratiwi, Dian Ratna Sawitri. Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto SH Tembalang Semarang 50275 KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KONFLIK PERAN PEKERJAAN-KELUARGA DAN FASE PERKEMBANGAN DEWASA PADA PERAWAT WANITA DI RUMAH SAKIT JIWA PROF. DR. SOEROYO MAGELANG Fitriana Rahayu Pratiwi, Dian Ratna Sawitri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian yang Digunakan Pada penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode kuantitatif, yaitu metode yang menekankan analisis pada data-data numerikal (angka)

Lebih terperinci

BAB IV PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB IV PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN PENELITIAN BAB IV PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN PENELITIAN A. Orientasi Kancah Penelitian Subyek yang diteliti pada penelitian ini adalah istri (wanita) pada pasangan suami istri yang terikat dalam perkawinan. Istri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ketika seseorang memasuki tahapan dewasa muda, menurut Erickson

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ketika seseorang memasuki tahapan dewasa muda, menurut Erickson 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketika seseorang memasuki tahapan dewasa muda, menurut Erickson (Monks, Knoers & Haditono, 1982:15), ia akan mengalami masa intimacy versus isolation. Pada

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah masyarakat baik pria maupun wanita di sekitar

BAB III METODA PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah masyarakat baik pria maupun wanita di sekitar 27 BAB III METODA PENELITIAN 3.1 Lingkup Penelitian Subjek penelitian ini adalah masyarakat baik pria maupun wanita di sekitar daerah operasi perusahaan yakni di daerah kampung Sakarum, Nasef, Malabam,

Lebih terperinci

INTUISI Jurnal Ilmiah Psikologi

INTUISI Jurnal Ilmiah Psikologi INTUISI 7 (1) (2015) INTUISI Jurnal Ilmiah Psikologi http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/intuisi HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TERHADAP METODE MENGAJAR GURU MATEMATIKA DENGAN MINAT BELAJAR MATEMATIKA

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 19 METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Disain penelitian adalah cross sectional study, yakni data dikumpulkan pada satu waktu (Singarimbun & Effendi 1995. Penelitian berlokasi di Kota

Lebih terperinci

Komitmen Pada Perkawinan Ditinjau dari Kepuasan dalam Perkawinan

Komitmen Pada Perkawinan Ditinjau dari Kepuasan dalam Perkawinan Komitmen Pada Perkawinan Ditinjau dari Kepuasan dalam Perkawinan Dyah Astorini Wulandari Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuhwaluh PO BOX 202 Purwokerto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perceraian merupakan suatu perpisahan secara resmi antara pasangan suami-istri dan berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri.

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5. 1 Kesimpulan 5. 1. 1 Kesimpulan Utama Dari hasil pengolahan data utama dan analisisnya, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Tidak terdapat hubungan yang signifikan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 29 BAB 3 METODE PENELITIAN Pada bagian ini peneliti akan menjelaskan masalah penelitian, hipotesis berdasarkan permasalahan dalam penelitian, variabel-variabel penelitian yang akan diteliti, populasi dan

Lebih terperinci

ABSTRAK. v Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. v Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui korelasi antara explanatory style dengan learned helplessness pasien stroke rawat jalan yang dilakukan pada praktek dokter swasta di Kota Bandung. Penelitian

Lebih terperinci

PERBEDAAN TINGKAT KESEPIAN BERDASARKAN STATUS PADA WANITA DEWASA AWAL. Dwi Rezka Kemala. Ira Puspitawati, SPsi, Msi

PERBEDAAN TINGKAT KESEPIAN BERDASARKAN STATUS PADA WANITA DEWASA AWAL. Dwi Rezka Kemala. Ira Puspitawati, SPsi, Msi PERBEDAAN TINGKAT KESEPIAN BERDASARKAN STATUS PADA WANITA DEWASA AWAL Dwi Rezka Kemala Ira Puspitawati, SPsi, Msi Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Abstraksi Penelitian ini bertujuan untuk menguji

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini peneliti akan membahas mengenai metode penelitian yang terdiri dari subjek penelitian, metode dan desain penelitian. Selain itu, akan dijelaskan pula mengenai definisi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian dan Hipotesis 3.1.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.1.1.1 Variabel Penelitian Variabel penelitian merupakan karakteristik atau fenomena

Lebih terperinci

4. METODE PENELITIAN. Universitas Indonesia. Hubungan Antara..., Anindita Kart, F.Psi UI, 2008i

4. METODE PENELITIAN. Universitas Indonesia. Hubungan Antara..., Anindita Kart, F.Psi UI, 2008i 34 4. METODE PENELITIAN Dalam bab ini akan diuraikan mengenai metode yang digunakan dalam penelitian ini. Penjelasan mengenai metode dimulai dengan partisipan penelitian, desain penelitian, metode pengumpulan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3. 1. Permasalahan Peneliti berusaha untuk menemukan jawaban dari masalah yang diangkat dalam penelitian ini yaitu: Apakah terdapat hubungan antara kecanduan internet game online dengan

Lebih terperinci

BAB 3 Metode Penelitian

BAB 3 Metode Penelitian BAB 3 Metode Penelitian 3.1 Variabel Penelitian dan Hipotesis 3.1.1 Variabel penelitian dan definisi operasional a. Perceived social support Perceived social support biasanya didefinisikan sebagai persepsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dapat diartikan sebagai sebuah ikatan lahir batin seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN PENDAPATAN ORANG TUA TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS X DI SMA NEGERI 6 BINTAN KABUPATEN BINTAN

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN PENDAPATAN ORANG TUA TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS X DI SMA NEGERI 6 BINTAN KABUPATEN BINTAN HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN PENDAPATAN ORANG TUA TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS X DI SMA NEGERI 6 BINTAN KABUPATEN BINTAN Gatot Pranoto 1, Annika Maizeli 2, Evrialiani Rosba 2 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tipe Penelitian Jenis penelitian ini termasuk ke dalam penelitian kuantitatif yang bersifat korelasi untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan tergantung.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Perkawinan 1. Pengertian Kualitas Perkawinan Menurut Gullota (Aqmalia, 2009) kepuasan pernikahan merupakan perasaan pasangan terhadap pasangannya mengenai hubungan pernikahannya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini salah satu fenomena yang semakin sering muncul di Jakarta adalah perceraian. Fakta yang ada tidak semua pernikahan berjalan dengan lancar, tidak sedikit

Lebih terperinci

3.1. Partisipan Penelitian Teknik Pengambilan Sampel

3.1. Partisipan Penelitian Teknik Pengambilan Sampel 3. METODE PE ELITIA Pada bagian ketiga ini, penulis akan memaparkan metode dari penelitian ini yang meliputi partisipan penelitian (didalamnya terdapat karakteristik partisipan, teknik pengambilan sampel,

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Variabel merupakan karakteristik objek kajian (konsep) yang mempunyai

BAB 3 METODE PENELITIAN. Variabel merupakan karakteristik objek kajian (konsep) yang mempunyai BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian dan Hipotesis Variabel merupakan karakteristik objek kajian (konsep) yang mempunyai variasi nilai, baik itu kejadian, situasi, perilaku maupun karakteristik

Lebih terperinci