BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
|
|
- Sudomo Hermanto
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kompetensi Interpersonal Sebagaimana diungkapkan Buhrmester, dkk (1988) memaknai kompetensi interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam membina hubungan interpersonal. Kompetensi interpersonal ditinjau dari 5 dimensi, yaitu: kemampuan memulai suatu hubungan (initiation), kemampuan menegaskan ketidaksenangan kepada orang lain (negative assertion), kemampuan mengungkapkan informasi pribadi (self disclosure), kemampuan memberikan dukungan kepada orang lain (emotional support), dan kemampuan mengelola konflik (conflict management) Dimensi-dimensi kompetensi interpersonal Beberapa dimensi kompetensi interpersonal menurut Burhmester, dkk (1988) yaitu: 1. Kemampuan untuk memulai sebuah hubungan atau kemampuan berinisiatif. Menurut Buhrmester (1988) inisiatif adalah suatu usaha untuk memulai bentuk interaksi dan hubungan dengan orang lain, atau dengan lingkungan sosial yang lebih besar. Inisiatif merupakan usaha pencarian pengalaman baru yang lebih banyak dan luas tentang dunia luar, juga tentang dirinya sendiri dengan tujuan untuk mencocokkan sesuatu atau informasi yang telah diketahui agar dapat lebih memahaminya. Contohnya: membuka diri untuk berkenalan dengan bahasa yang dapat dipahami serta sopan, menunjukkan kesan baik untuk pertama kali kepada orang lain. 5
2 6 2. Kemampuan bersikap asertif atau mengekspresikan ketidaksenangan terhadap orang lain. Menurut Pearlman dan Cozby (dalam Lukman, 2000) asertivitas adalah kemampuan dan kesediaan individu untuk mengungkapkan perasaanperasaan secara jelas dan dapat mempertahankan hak-haknya dengan tegas. Dalam konteks komunikasi interpersonal seringkali seseorang harus mampu mengungkapkan ketidaksetujuannya atas berbagai macam hal atau peristiwa yang tidak sesuai dengan alam pikirannya. Contohnya: menginformasikan kepada lawan bicara tentang perilaku tersebut tidak menyenangkan, menyanggah keinginan yang tidak masuk akal dari lawan bicara. 3. Kemampuan untuk menyampaikan informasi tentang diri (Self Disclosure), yaitu kemampuan membuka diri merupakan kemampuan untuk membuka diri, menyampaikan informasi yang bersifat pribadi dan penghargaan terhadap orang lain. Kartono dan Gulo (dalam Lukman, 2000) mengungkap bahwa pembukaan diri adalah suatu proses yang dilakukan seseorang hingga dirinya dikenal oleh orang lain. Sears dan Peplau (1991) menyatakan bahwa kemampuan membuka diri diwujudkan dengan perilaku orang yang melakukan kegiatan membagi perasaan dan informasi yang akrab dengan orang lain. Contoh: menyampaikan sesuatu hal yang bersifat intim tentang diri kita, menyampaikan kepada lawan bicara siapa diri kita sebenarnya. 4. Kemampuan untuk memberi dukungan kepada orang lain (Emotional Support), yaitu Kemampuan memberikan dukungan emosional sangat berguna untuk mengoptimalkan komuniksi interpersonal antar dua pribadi. Baker dan Lemie (dalam Buhrmester, dkk, 1988) dukungan emosional mencakup kemampuan untuk menenangkan dan memberi rasa nyaman kepada orang lain ketika orang tersebut dalam keadaan tertekan dan bermasalah. Kemampuan ini lahir dari adanya empati dalam diri seseorang. Contoh: menolong lawan bicara ketika sedang mengalami kesulitan, menjadi pendengar yang baik serta sabar. 5. Kemampuan untuk mengatasi konflik (conflict management), yaitu menurut Grasha (dalam Buhrmester dkk, 1988) adalah kemampuan mengupayakan agar konflik-konflik yang timbul dalam hubungan interpersonal dengan sikap yang dewasa dan penuh pertimbangan. Menyusun strategi penyelesaian masalah adalah bagaimana individu yang bersangkutan merumuskan cara untuk
3 7 menyelesaikan konflik dengan sebaik-baiknya. Contoh: dapat membawa diri bila lawan bicara sedang marah atau kesal, menahan diri untuk tidak melakukan hal yang dapat memicu kembali timbulnya konflik. Berdasarkan yang telah dipaparkan diatas, pengertian kompetensi interpersonal dapat dimaknai sebagai kemampuan untuk melakukan komunikasi secara efektif yang meliputi komponen yang berupa kemampuan untuk memulai suatu hubungan, kemampuan bersikap asertif, kemampuan membuka diri, kemampuan untuk memberikan dukungan emosional, dan kemampuan mengelola konflik Faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi interpersonal Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi interpersonal menurut Nashori (dalam Indah, 2012) mengemukakan bahwa kompetensi interpersonal dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: a. Faktor Internal 1) Jenis Kelamin Nashori (2008) mengemukakan bahwa anak-anak dan remaja laki-laki memiliki tingkat gerakan-gerakan yang aktif yang lebih tinggi dibanding dengan anak perempuan. Selanjutnya, gerakan-gerakannya yang aktif tersebut menjadi modal untuk berinisiatif dalam melakukan hubungan sosial-interpersonal, bersikap asertif, dan aktif menyelesaikan masalah atau konflik yang dihadapi. 2) Tipe Kepribadian Adler (Nashori, 2008) mengungkapkan bahwa ada individu yang berorientasi ke dalam (intrinsik) dan ada pula yang berorientasi ke luar (ekstrinsik). Individu yang berorientasi keluar cenderung selalu berusaha untuk berkomunikasi dengan orang lain.
4 8 3) Kematangan Nashori (2008) mengemukakan bahwa kematangan beragama berkorelasi positif dengan kompetensi interpersonal. Orang yang matang dalam beragama memiliki kesabaran terhadap perilaku orang lain dan tidak mengadili atau menghukumnya. Ia dapat menerima kelemahan-kelemahan manusia dengan mengetahui bahwa ia punya kelemahan yang sama. 4) Konsep Diri Nashori (2008) menemukan bahwa konsep diri berkorelasi positif dengan kompetensi interpersonal. Orang yang konsep dirinya positif merasa dirinya setara dengan orang lain dan peka terhadap kebutuhan orang lain. b. Faktor Eksternal 1) Kontak dengan Orangtua Menurut Hetherington dan Parke (Nashori, 2008), kontak anak dengan orangtua banyak berpengaruh terhadap kompetensi interpersonal anak. Adanya kontak anak dengan orangtua, dapat menjadikan anak belajar dari lingkungan sosialnya dan pengalaman bersosialisasi tersebut dapat mempengaruhi perilaku sosial anak dalam lingkungan sekitarnya. 2) Interaksi dengan Teman Sebaya Kramer dan Gottman (Nashori, 2008) mengungkapkan bahwa individu yang memiliki kesempatan untuk berinteraksi dengan teman sebaya memiliki kesempatan yang lebih besar untuk meningkatkan perkembangan sosial, perkembangan emosi, dan lebih mudah dalam membina hubungan interpersonal. 3) Aktivitas Aktivitas yang dilakukan oleh setiap individu dapat mempengaruhi pada tingkat kompentensi interpersonal yang dimiliki. Penelitian yang dilakukan oleh Danardono (Nashori, 2008) membuktikan bahwa mahasiswa yang aktif dalam kegiatan
5 9 kepecintaalaman memiliki perbedaan kompetensi interpersonal yang signifikan dengan mahasiswa yang tidak aktif dalam kegiatan kepecintalaman. Mahasiswa pecinta alam lebih tinggi kompetensi interpersonalnya dibanding dengan mahasiswa bukan pecinta alam. 4) Partisipasi Sosial Kompetensi sosial, termasuk kompetensi interpersonal dapat dipengaruhi oleh partisipasi sosial dari individu. Oleh karena itu, semakin besar partisipasi sosial, maka semakin besar pula kompetensi interpersonalnya. Selain itu,diketahui bahwa perlakuan khusus pada individu dapat meningkatkan kompetensi interpersonal, seperti pelatihan asertivitas, pelatihan inisiatif sosial, dan lain sebagainya (Nashori, 2008). 2.2 Persepsi Kesiapan Menikah Persepsi kesiapan menikah didefinisikan Larson (1988, dalam Badger, 2005) sebagai evaluasi subjektif individu terhadap kesipan dirinya untuk memenuhi tanggung jawab dan tantangan dalam pernikahan. Selain itu, Stinnett (1969, dalam Badger, 2005) mempercayai bahwa kesiapan menikah berhubungan erat dengan kompetensi pernikahan, dimana kompetensi pernikahan diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk menjalankan peranya untuk dapat memenuhi kebutuhan pasangan dalam kehidupan pernikahan. Dari kedua definisi kesiapan menikah yang dikemukakan oleh Stinnett dan Larson tersebut, Holman dan Li (1997) menyimpulkan bahwa kesiapan menikah sebagai berikut: a perceived ability of an individual to perform in marital roles, and see it as an aspect of mate selection/relationship development.. Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa kesiapan menikah merupakan kemampuan yang dipersepsi oleh individu untuk menjalankan peran dalam pernikahan dan merupakan bagian dari proses memilih pasangan atau perkembangan hubungan. Kesiapan menikah ini dapat menjadi prediktor kepuasan pernikahan (Larson, 2007, dalam Badger, 2005), dimana semakin tinggi tingkat kesiapan menikah, maka diharapkan setelah menikah tingkat kepuasan pernikahan individu juga semakin tinggi, begitupun sebaliknya. Selain itu, kesiapan menikah pun dapat menjadi prediktor dari kesuksesan dan stabilitas pernikahan (Fowes & Olson, 1986; Holman, Larson, &
6 10 Harmer, 1994). DeGenova (2008) memaparkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kesiapan menikah pada individu, seperti usia saat menikah, level kedewasaan dari pasangan yang akan menikah, waktu menikah, motivasi untuk menikah, kesiapan untuk eksklusivitas seksual, emansipasi emosional dari orang tua, tingkat pendidikan dan pekerjaan. Selain itu, beberapa aspek demografi, seperti pendidikan, pendapatan dan usia berkolerasi dengan kesiapan untuk menikah (Holman & Li, 1997) Area-area dalam Persepsi Kesiapan Menikah Kesiapan menikah memiliki alat ukur yang paling sering digunakan untuk menguji kesiapan individu yang hendak melaksanakan pernikahan. Kedua alat ukur tersebut adalah Holman, Busby, dan Larson (1989, dalam Holman, Larson, & Harmer, 1994) dalam alat ukur PREP-M; serta Olson, Larson, dan Olson (2009) dalam alat ukur PREPARE. PREParation for Marriage (PREP-M) yang dibuat oleh Holman dan Li (1997), merupakan alat ukur kesiapan menikah yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini. Pada penelitian ini inventory kesiapan PREP-M yang di gunakan hanya dimensi readiness for marriage. Dimensi readiness for marriage pada inventori kesiapan menikah PREP-M yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yang terdiri dari empat area, yaitu terdapat kesiapan secara emosional untuk menikah, kesiapan keintiman seksual untuk menikah, kesiapan keuangan secara keseluruhan untuk menikah, dan kesiapan menikah secara keseluruhan Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Kesiapan Menikah Holman dan Li (1997) menemukan beberapa faktor lain yang mempengaruhi kesiapan menikah. Faktor-faktor tersebut antara lain: 1. Kualitas komunikasi dan level persetujuan antara individu. 2. Penerimaan dari significant other (orang tua dan peer) mengenai hubungan yang dijalani oleh individu. 3. Pendapatan, pendidikan dan usia. Ketika individu telah memiliki pendapatan (bekerja) dan telah menyelesaikan pendidikan maka individu
7 11 akan memiliki kesiapan menikah yang lebih baik dibanding dengan individu yang tidak memiliki pendapatan dan pendidikan yang rendah. 4. Kemenarikan fisik, jika individu merasa dirinya menarik secara fisik maka kesiapan menikah yang dimiliki oleh individu tersebut akan menurun. 2.3 Emerging Adulthood Emerging adulthood adalah suatu tahapan perkembangan yang muncul setelah individu mengalami melewati masa remaja (adolescene) dan sebelum memasuki masa dewasa awal (young adulthood), dengan rentang usia antara tahun (Arnett, 2004, Black, 2010). Ada banyak tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi individu pada masa transisi menuju dewasa ini, antara lain tinggal terpisah dari orang tua, terdapat peningkatan dalam karier dan akademis, membangun interpersonal yang intim dan mendalam, membuat keputusan-keputusan sendiri serta memiliki kematangan emosional (Miller, 2011). Pada tahap emerging adulthood, perencanaan masa depan menjadi semakin sulit dan kompleks. Masing-masing individu akan menggunakan strateginya sendiri untuk menentukan arah mana yang akan mereka ambil untuk masa depan. Banyak kesempatan yang tersedia namun individu justru semakin bingung dan kerap dihinggapi keraguan. Sehingga, status sebagai orang dewasa dimaknai sebagai tantangan yang sangat besar bagi individu di tahap emerging adulthood (Lanz & Tagliabue, 2007) Ciri-ciri Emerging Adulthood Menurut Arnett (dalam Gallo, 2011) terdapat 5 (lima) ciri utama yang dapat ditemui pada individu di tahap emerging adulthood. Ciri-ciri tersebut antara lain : 1. Identity exploration. Individu pada tahap emerging adulthood akan mencoba segala macam kemungkinan-kemungkinan, terutama dalam hal pekerjaan dan percintaan. Walaupun proses eksplorasi diri ini kerap membuat individu disibukkan dengan mencari pengalaman-pengalaman baru, namun tidak selalu dianggap sebagai kegiatan yang menyenangkan. Akibatnya ada berbagai macam emosi menjadi satu, mulai dari perasaan bebas dan optimis
8 12 hingga rasa takut akan eksplorasi diri yang tidak membawa mereka kea rah yang jelas (Arnett, 2004). 2. Instability. Beberapa diantara individu memasuki masa perkuliahan namun ternyata menyadari bahwa mereka menekuni bidang yang salah. Dalam hal pekerjaan, mereka merasa bahwa apa yang mereka kerjakan tidak sesuai dengan minat mereka atau membutuhkan kemampuan lain sehingga mereka perlu melanjutkan sekolah. Individu juga mengalami ketidakstabilan dalam hal percintaan dimana mereka mulai menjalin hubungan yang serius dengan pasangan mereka namun baru belakangan menyadari ada ketidakcocokan. 3. Self-focus. Individu mulai membangun kompetensi untuk menjalani aktivitasnya sehari-hari, menggali pemahaman yang lebih dalam mengenai siapa diri mereka dan apa yang mereka inginkan dalam hidup, serta mulai membangun pondasi untuk masa dewasa mereka. Selain itu, dengan diperolehnya kebebasan yang lebih dibandingkan saat masih anak-anak, individu dituntut untuk selalu mampu mengambil keputusannya sendiri dan bertanggung jawab terhadap keputusan tersebut. 4. Feeling in-between. Individu merasakan tahap dimana ia tidak ingin lagi dianggap sebagai remaja namun merasa belum siap untuk masuk ke kelompok usia dewasa. Perasaan ini juga ditandai dengan belum adanya pendirian yang tetap mengenai kehidupan personal hingga karier yang dipilih. 5. The age of possibilities. Harapan-harapan individu dalam tahap emerging adulthood berkembang besar. Mereka melihat diri mereka memiliki banyak kemungkinan untuk menjadi sosok yang besar dan mampu bertransformasi. Segala kesempatan untuk berkembang sangat terbuka lebar bila dibandingkan dengan tahapan perkembangan lainnya, seperti misalnya kesempatan untuk melanjutkan sekolah, meniti karier di bidang tertentu hingga memulai hubungan yang baru.
9 Kerangka Berpikir EMERGING ADULTHOOD KOMPETENSI INTERPERSONAL PERSEPSI KESIAPAN MENIKAH Kerangka berpikir dalam penelitian ini diawali oleh fenomena tentang kenaikan kasus perceraian yang terjadi di Indonesia. Coleman dan Cressey (dalam Pujiastuti, Reny Dyah dan Sri Lestari, 2008) mengungkapkan, masalah-masalah yang muncul dalam perkawinan yang sering menjadi penyebabnya perceraian antara lain kondisi ekonomi rumah tangga, ketidaksepahamanan suami istri tentang tugas-tugasnya sesuai peran masing-masing, dan ketidaksiapan suami istri dengan perubahan peran dalam rumah tangga. Hal itu merupakan perlunya adanya persiapan-persiapan sebelum menikah seperti yang diungkapkan Holman dan Li (1997) mengungkapkan bahwa variabel komunikasi dan kesepakatan menikah yang dirasakan individu yang berpacaran atau yang telah bertunangan. Di Indonesia rata-rata usia menikah pertama penduduk pria adalah pada usia 25,7 tahun, sedangkan pada wanita rata-rata usia menikah pertama pada usia 22,3 tahun berdasarkan hasil sensus yang dilakukan (Badan Pusat Statistik, 2010). Rentang usia tersebut termasuk ke dalam rentang usia emerging adulthood. Di masa tersebut, seorang emerging adulthood dihadapkan pada tugas perkembangan seperti hidup mandiri, menentukan gaya hidup, pilihan karir, membangun hubungan romantik dan membina rumah tangga (Papalia, Olds, & Feldman, 2001). Dalam suatu pernikahan seharusnya ada keterbukaan antar pasangan. Melihat dari variabel yang berhubungan signifikan yang sebagaimana diungkapkan oleh Holman dan Li ( 1997)
10 14 yaitu variabel komunikasi dan kesepakatan kepada pasangan dan penyebab terjadinya perceraian karena adanya konflik dalam pernikahan. Hal tersebut menandakan pentingnya individu memiliki kemampuan untuk berkomunikasi agar individu mendapatkan kesepakatan dengan pasangan sehingga dapat mengatasi konflik dengan baik. Kemampuan-kemampuan tersebut menandakan adanya kompetensi interpersonal, hal ini sebagaimana diungkap Buhrmester, dkk (1988) memaknai kompetensi interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam membina hubungan interpersonal. Kompetensi interpersonal ditinjau dari 5 dimensi, yaitu: kemampuan memulai suatu hubungan (initiation), kemampuan menegaskan ketidaksenangan kepada orang lain (negative assertion), kemampuan mengungkapkan informasi pribadi (self disclosure), kemampuan memberikan dukungan kepada orang lain (emotional support), dan kemampuan mengelola konflik (conflict management). Selain kompetensi interpersonal peneliti ingin mengetahui tentang persepsi individu tentang kesiapan menikah. Kesiapan menikah merupakan kemampuan yang dipersepsi oleh individu untuk menjalankan peran dalam pernikahan dan merupakan bagian dari proses memilih pasangan atau perkembangan hubungan ( Holman dan Li, 1997). Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui apakah terdapat hubungan antara dimensi kompetensi interpersonal dan kesiapan menikah pada emerging adulthood di Jakarta. 2.5 Hipotesis Didalam penelitian ini memiliki dua hipotesis yaitu hipotesis ilmiah dan hipotesis statistika. Hipotesis ilmiah dalam penelitian ini adalah ada hubungan yang signifikan antara kompetensi interpersonal dan kesiapan menikah pada emerging adulthood diwilayah Jakarta. Berikut ini merupakan hipotesis statistika yang digunakan dalam penelitian ini: 1. Ho : Tidak ada hubungan antara Initiation dengan kesiapan menikah pada emerging adulthood diwilayah Jakarta.
11 15 Ha : Ada hubungan antara Initiation dengan kesiapan menikah pada emerging adulthood diwilayah Jakarta.. 2. Ho : Tidak ada hubungan antara Negative Assertion dengan kesiapan menikah pada emerging adulthood diwilayah Jakarta. Ha : Ada hubungan antara Negative Assertion dengan kesiapan menikah pada emerging adulthood diwilayah Jakarta. 3. Ho : Tidak ada hubungan antara Self Disclosure dengan kesiapan menikah pada emerging adulthood diwilayah Jakarta. Ha : Ada hubungan antara Self Disclosure dengan kesiapan menikah pada emerging adulthood diwilayah Jakarta. 4. Ho : Tidak ada hubungan antara Emotional Support dengan kesiapan menikah pada emerging adulthood diwilayah Jakarta. Ha : Ada hubungan antara Emotional Support dengan kesiapan menikah pada emerging adulthood diwilayah Jakarta. 5. Ho : Tidak ada hubungan antara Conflict Management dengan kesiapan menikah pada emerging adulthood diwilayah Jakarta. Ha : Ada hubungan antara Conflict Management dengan kesiapan menikah pada emerging adulthood diwilayah Jakarta.
12 16
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kompetensi Interpersonal 2.1.2 Definisi Kompetensi Interpersonal Sebagaimana diungkapkan Buhrmester, dkk (1988) memaknai kompetensi interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan
Lebih terperinciBAB 2. Tinjauan Pustaka
BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Resolusi Konflik Setiap orang memiliki pemikiran atau pengertian serta tujuan yang berbeda-beda dan itu salah satu hal yang tidak dapat dihindarkan dalam suatu hubungan kedekatan
Lebih terperinciBAB 2 Tinjauan Pustaka
BAB 2 Tinjauan Pustaka Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang berhubungan dengan variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini, antara lain pengetahuan tentang pasangan, kesiapan menikah,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kompetensi Interpersonal 2.1.1 Pengertian Kompetensi Interpersonal Kompetensi interpersonal yaitu kemampuan melakukan komunikasi secara efektif (DeVito, 1989). Keefektifan dalam
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesiapan Menikah 2.1.1 Definisi Kesiapan Menikah Kesiapan menikah merupakan suatu kemampuan yang dipersepsi oleh individu untuk menjalankan peran dalam pernikahan dan merupakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Pernikahan merupakan komitmen yang disetujui oleh dua pihak secara resmi yang dimana kedua pihak tersebut bersedia untuk berbagi keitiman emosional & fisik, bersedia
Lebih terperinciBAB 4 ANALISIS HASIL. Responden dalam penelitian ini adalah pasangan suami istri yang telah
BAB 4 ANALISIS HASIL 4.1 Gambaran Umum Responden Responden dalam penelitian ini adalah pasangan suami istri yang telah menjalani usia pernikahan selama 5 tahun pertama yang berjumlah 100 responden. Pada
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesiapan Menikah Pada latar belakang, penulis telah menjelaskan seberapa penting kesiapan menikah untuk individu memasuki jenjang pernikahan. Hal ini dijelaskan oleh Olson dan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan membahas tentang landasan teori berupa definisi, dimensi, dan faktor yang berpengaruh dalam variabel yang akan diteliti, yaitu bahasa cinta, gambaran tentang subjek
Lebih terperinciBAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pernikahan merupakan awal terbentuknya kehidupan keluarga. Setiap pasangan yang mengikrarkan diri dalam sebuah ikatan pernikahan tentu memiliki harapan agar pernikahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas beberapa teori yang berkaitan dengan variabel-variabel yang akan diteliti pada penelitian ini. 2.1 Pernikahan Pernikahan merupakan awal terbentuknya kehidupan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita yang bernama Mimi, usia 21 tahun, sudah menikah selama 2 tahun dan memiliki 1 orang anak, mengenai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan antara individu
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. adalah kemampuan yang membuat individu lebih dihargai oleh orang lain.
BAB II LANDASAN TEORI A. KOMPETENSI INTERPERSONAL 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Sears, Freedman dan Peplau (1994) mengemukakan bahwa kompetensi adalah kemampuan yang membuat individu lebih dihargai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat seseorang memasuki usia dewasa awal, ia mengalami perubahan dalam hidupnya. Pada usia ini merupakan transisi terpenting dalam hidup manusia, dimana remaja mulai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Manusia mengalami berbagai proses perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa kanak-kanak,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya zaman banyak perubahan yang terjadi, salah satunya adalah perubahan dalam pandangan orang dewasa mengenai pernikahan. Hal ini didukung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 40 tahun. Pada masa ini, orang-orang mencari keintiman emosional dan fisik
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal merupakan waktu perubahan dramatis dalam hubungan personal. Hal tersebut dikarenakan banyaknya perubahan yang terjadi pada individu di masa
Lebih terperinciBAB 3 METODE PENELITIAN. Variabel merupakan karakteristik objek kajian (konsep) yang mempunyai
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian dan Hipotesis Variabel merupakan karakteristik objek kajian (konsep) yang mempunyai variasi nilai, baik itu kejadian, situasi, perilaku maupun karakteristik
Lebih terperinciDisusun oleh Ari Pratiwi, M.Psi., Psikolog & Unita Werdi Rahajeng, M.Psi., Psikolog
PELATIHAN PSIKOLOGI DAN KONSELING BAGI DOSEN PEMBIMBING AKADEMIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA Disusun oleh Ari Pratiwi, M.Psi., Psikolog & Unita Werdi Rahajeng, M.Psi., Psikolog MAHASISWA Remaja Akhir 11 20 tahun,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial (zoon politicon). Sebagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial (zoon politicon). Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat melepaskan diri dari jalinan sosial, dimana manusia
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Interpersonal competence
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Interpersonal Competence 1. Pengertian Interpersonal competence Sears, Freedman dan Peplau (1991) mengemukakan bahwa kompetensi adalah kemampuan yang membuat individu lebih
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan
6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan
13 BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang hampir tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Namun kalau ditanyakan
Lebih terperinciPerkembangan Sepanjang Hayat
Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu utama bagi individu yang ada pada masa perkembangan dewasa awal. Menurut Erikson,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini salah satu fenomena yang semakin sering muncul di Jakarta adalah perceraian. Fakta yang ada tidak semua pernikahan berjalan dengan lancar, tidak sedikit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Remaja merupakan masa transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial (Papalia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian
1 BAB I PENDAHULUAN Bab I ini menguraikan inti dari penelitian yang mencakup latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi. 1.1 Latar
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesiapan Menikah 2.1.1 Pengertian Kesiapan Menikah Konsep kesiapan menikah Wiryasti didapatkan melalui studi penelitian dari Fowers & Olson (1992). Kemampuan-kemampuan dasar
Lebih terperinci2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagian besar mahasiswa strata satu adalah individu yang memasuki masa dewasa awal. Santrock (2002) mengatakan bahwa masa dewasa awal adalah masa untuk bekerja
Lebih terperinciBAB 2 Tinjauan Pustaka
BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1. Kelekatan (attachment) 2.1.1. Definisi Kelekatan (attachment) Bowlby mengatakan bahwa kelekatan (attachment) adalah ikatan antara bayi dan ibu, sedangkan menurut Papalia dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan mahluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam menjalani suatu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam menjalani suatu kehidupan, dengan membangun suatu hubungan yang nyaman dengan orang lain. Seringnya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini terbagi atas empat sub bab. Sub bab pertama membahas mengenai komunikasi sebagai media pertukaran informasi antara dua orang atau lebih. Sub bab kedua membahas mengenai
Lebih terperinciUNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tahap yang penting bagi hampir semua orang yang memasuki masa dewasa awal. Individu yang memasuki masa dewasa awal memfokuskan relasi interpersonal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan relasi antar pribadi pada masa dewasa. Hubungan attachment berkembang melalui
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif komparatif, yakni jenis
19 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Menurut Arikunto (2002) desain penelitian merupakan serangkaian proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian. Penelitian ini merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran
Lebih terperinciBab 2 Tinjauan Pustaka
Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1. Pernikahan dan Keluarga Dalam Kamus Besar Bahasa Indonsia, pernikahan merupakan suatu tindakan untuk membentuk sebuah ikatan sebagai suami istri yang dilakukan sesuai dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekuatan seseorang dalam menghadapi kehidupan di dunia ini berawal dari keluarga. Keluarga merupakan masyarakat terkecil yang sangat penting dalam membentuk
Lebih terperinciBAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, SARAN
BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, SARAN Pada bab ini peneliti akan membahas mengenai kesimpulan yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian, diskusi mengenai hasil penelitian berdasarkan hasil analisis
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Keintiman berasal dari bahasa latin intimus yang artinya terdalam. Erikson
BAB II LANDASAN TEORI A. Keintiman 1. Pengertian Keintiman Keintiman berasal dari bahasa latin intimus yang artinya terdalam. Erikson (dalam Kroger, 2001) mendefinisikan keintiman mengacu pada perasaan
Lebih terperinciBab 2 Tinjauan Pustaka
Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Kesepian 2.1.1 Definisi Kesepian Kesepian didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan ketidakpuasan yang dihasilkan oleh ketidaksesuaian antara jenis hubungan sosial yang diinginkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tipe Kepribadian Kepribadian (personality) adalah suatu pola watak yang relatif permanen dan sebuah karakter unik yang memberikan konsistensi sekaligus individualitas bagi perilaku
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pernikahan adalah salah satu proses penting dalam kehidupan sosial manusia. Pernikahan merupakan kunci bagi individu untuk memasuki dunia keluarga, yang di dalamnya terdapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini sering terjadi di belahan bumi manapun dan terjadi kapanpun. Pernikahan itu sendiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah sebuah komitmen legal dengan ikatan emosional antara dua orang untuk saling berbagi keintiman fisik dan emosional, berbagi tanggung jawab,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam kehidupan manusia, terutama di kota besar di Indonesia, seperti Jakarta. Sampai saat ini memang
Lebih terperinciPerkembangan Sepanjang Hayat
Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Awal dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Masa Dewasa
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa MA Boarding School Amanatul
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subyek Subyek dalam penelitian ini adalah siswa MA Boarding School Amanatul Ummah Surabaya. Siswa MA Boarding School Amanatul Ummah Surabaya kelas XI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan rumah tangga merupakan salah satu tahap yang signifikan dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal merupakan permulaan dari suatu tahap kedewasaan dalam rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja dan akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu tahap penting dalam siklus kehidupan individu di samping siklus kehidupan lainnya seperti kelahiran, perceraian, atau kematian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita merupakan individu yang memiliki keterbukaan dalam membagi permasalahan kehidupan maupun penilaian mereka mengenai sesuatu ataupun tentang orang lain.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan
1 BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam kehidupan setiap individu. Hal tersebut menjadi suatu kabar
Lebih terperinciPERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL
PSIKOLOGI PERKEMBANGAN DEWASA DAN LANSIA PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL Oleh: Dr. Rita Eka Izzaty, M.Si Yulia Ayriza, Ph.D STABILITAS DAN PERUBAHAN ANAK-DEWASA TEMPERAMEN Stabilitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Perkembangan sosial masa dewasa awal (young adulthood) adalah puncak dari perkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan suatu hal yang sangat penting, diantaranya sebagai sumber dukungan sosial bagi individu, dan juga pernikahan dapat memberikan kebahagiaan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Self-Esteem 2.1.1 Pengertian Self-Esteem Menurut Rosenberg (dalam Mruk, 2006), Self-Esteem merupakan bentuk evaluasi dari sikap yang di dasarkan pada perasaan menghargai diri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membutuhkan orang lain untuk dapat mempertahankan hidupnya. Proses
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain untuk dapat mempertahankan hidupnya. Proses kehidupan manusia yang dimulai sejak lahir
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Fenomena berpacaran sudah sangat umum terjadi dalam masyarakat. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan memahami lawan jenisnya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA SECURE ATTACHMENT DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA REMAJADI SMAN 2 PADANG. Winda Sari Isna Asyri Syahrina
HUBUNGAN ANTARA SECURE ATTACHMENT DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA REMAJADI SMAN 2 PADANG Winda Sari Isna Asyri Syahrina Fakultas Psikologi Universitas Putra Indonesia ABSTRAK Tujuan penelitian ini
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Perkawinan 1. Pengertian Kualitas Perkawinan Menurut Gullota (Aqmalia, 2009) kepuasan pernikahan merupakan perasaan pasangan terhadap pasangannya mengenai hubungan pernikahannya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan peristiwa penting dalam siklus kehidupan manusia. Setiap orang berkeinginan untuk membangun sebuah rumah tangga yang bahagia bersama orang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja ditandai oleh perubahan yang besar diantaranya kebutuhan untuk beradaptasi dengan perubahan fisik dan psikologis, pencarian identitas dan membentuk hubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sosialnya. Pengertian dari pacaran itu sendiri adalah hubungan pertemanan antar lawan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berpacaran merupakan hal yang lazim dilakukan oleh manusia di dalam kehidupan sosialnya. Pengertian dari pacaran itu sendiri adalah hubungan pertemanan antar
Lebih terperinciUNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN ANTARA GAIRAH SEBAGAI KOMPONEN CINTA DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA DEWASA MUDA READINESS AMONG YOUNG ADULTHOOD
UNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN ANTARA GAIRAH SEBAGAI KOMPONEN CINTA DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA DEWASA MUDA RELATIONSHIP BETWEEN PASSION AS COMPONENT OF LOVE AND MARRIAGE READINESS AMONG YOUNG ADULTHOOD
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dijelaskan beberapa teori yang terkait dengan variabel yang akan diteliti pada penelitian ini. 2.1 Kesiapan Menikah 2.1.1 Sejarah Konstruk Kesiapan Menikah Konsep
Lebih terperinciKEPUTUSAN HIDUP MELAJANG PADA KARYAWAN DITINJAU DARI KEPUASAN HIDUP DAN KOMPETENSI INTERPERSONAL
KEPUTUSAN HIDUP MELAJANG PADA KARYAWAN DITINJAU DARI KEPUASAN HIDUP DAN KOMPETENSI INTERPERSONAL SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu bentuk interaksi antar manusia, yaitu antara seorang pria dengan seorang wanita (Cox, 1978). Menurut Hurlock (1999) salah
Lebih terperinci5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
149 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Pada bab pendahuluan telah dijelaskan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran psychological well-being pada wanita dewasa muda yang menjadi istri
Lebih terperinciMenurut Knox (1985) terdapat tiga faktor yang menentukan kesiapan menikah, yaitu usia menikah, pendidikan, dan rencana karir. Pada dasarnya usia
57 PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesiapan menikah dan pelaksanaan tugas perkembangan keluarga dengan anak usia prasekolah. Penelitian ini dilakukan pada keluarga yang memiliki anak
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. variabel-variabel yang diambil dalam penelitian ini.
BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Untuk menguji hipotesis penelitian, sebelumnya akan dilakukan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial, oleh karena itu setiap manusia tidak lepas dari kontak sosialnya dengan masyarakat, dalam pergaulannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Setiap orang tentu ingin hidup dengan pasangannya selama mungkin, bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu hubungan. Ketika
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
101 BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Penelitian ini merupakan sebuah upaya untuk memperoleh gambaran mengenai kebutuhan intimacy melalui wawancara mendalam. Berdasarkan hasil analisis,
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran identitas diri pada remaja yang menikah dini. Bab ini adalah penutup dari seluruh naskah penelitian,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menguraikan tahap
7 BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menguraikan tahap perkembangan khususnya pada tahapan dewasa muda, hubungan romantis, attachment dan tipe attachment. 2.1 Dewasa
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penyesuaian Diri Penyesuaian berarti adaptasi yang dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa bertahan serta memperoleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi perkembangan psikologis individu. Pengalaman-pengalaman
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Sepanjang rentang kehidupan individu, banyak hal yang dipelajari dan mempengaruhi perkembangan psikologis individu. Pengalaman-pengalaman bersama keluarga dan
Lebih terperinciBAB 2 Tinjauan Pustaka
BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1. Pengertian Kesepian Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan ketidakpuasan yang dihasilkan oleh ketidaksesuaian antara jenis hubungan sosial yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Kepuasan Pernikahan
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan didefinisikan sebagai hubungan yang diakui secara sosial antara pria dan wanita yang didalamnya terdapat hubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan, belum ada seorang manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (www.wikipedia.com).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu proses penyatuan dua individu yang memiliki komitmen berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah
7 TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah Duvall (1971) menyatakan bahwa kesiapan menikah adalah laki-laki maupun perempuan yang telah menyelesaikan masa remajanya dan siap secara fisik, emosi, finansial, tujuan,
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT berpasang-pasangan. Sudah menjadi fitrah manusia yang mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya serta mencari pasangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak yang memberi dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah satunya adalah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat seseorang memutuskan untuk menikah, maka ia akan memiliki harapan-harapan yang tinggi atas pernikahannya (Baron & Byrne, 2000). Pernikahan merupakan awal terbentuknya
Lebih terperinciBAB V HASIL PENELITIAN
BAB V HASIL PENELITIAN A. Rangkuman Hasil Penelitian Ketiga subjek merupakan pasangan yang menikah remaja. Subjek 1 menikah pada usia 19 tahun dan 18 tahun. Subjek 2 dan 3 menikah di usia 21 tahun dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Komunikasi keluarga adalah komunikasi interpersonal yang sangat penting.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi keluarga adalah komunikasi interpersonal yang sangat penting. Dengan memahami bentuk, fungsi, dan proses dari komunikasi keluarga, kita dapat memahami bagaimana
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Rencana Hidup. yang akan datang. Individu dapat merencanakan hal-hal spesifik untuk menjaga
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rencana Hidup Individu dapat memilih untuk menghabiskan waktu sepanjang hidupnya dimana saja, akan tetapi individu tersebut tetap membutuhkan rencana hidup. Kebanyakan dari individu
Lebih terperinci