BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
|
|
- Ade Cahyadi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesiapan Menikah Definisi Kesiapan Menikah Kesiapan menikah merupakan suatu kemampuan yang dipersepsi oleh individu untuk menjalankan peran dalam pernikahan dan merupakan bagian dari proses perkembangan dalam memilih pasangan atau hubungan (Holman dan Li, 1997). Menurut Wiryasti (2004) kesiapan menikah merupakan kemampuan individu untuk menyandang peran baru sebagai suami atau istri digambarkan dengan adanya kematangan pribadi, pengalaman dalam menjalin hubungan interpersonal, usia minimal dewasa muda, adanya sumber finansial dan studi yang telah selesai. Kesiapan ini dianggap penting karena kehidupan pernikahan cenderung berbeda dengan kehidupan saat masih melajang (Williams, et al, 2006). Pada 2-3 tahun awal pernikahan beberapa perubahan akan terjadi sehingga pada tahap ini pasangan butuh menyesuaikan diri serta menerima diri satu sama lain (William, et al, 2006). Untuk mampu menyesuaikan diri dan menerima perubahan di awal pernikahan tersebut, sebenarnya individu dapat mempersiapkannya sebelum menikah yakni pada tahap perkenalan karena pasangan perlu mengembangkan kemampuan interpersonal dan berbagai pengetahuan tentang perbedaan diantara pasangan tersebut tentunya sangat bermanfaat bagi kehidupan pernikahan kelak. Sedangkan pernikahan atau perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan no.1 tahun 1974 berarti ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa (Hadikusuma, 2014). Dapat disimpulkan berdasarkan pengertian mengenai kesiapan serta pernikahan diatas bahwa kesiapan menikah berarti kesediaan individu untuk mempersiapkan diri dalam membentuk suatu ikatan lahir dan batin dengan lawan jenisnya sebagai ikatan suami dan istri dan siap menerima segala perubahan yang mungkin akan terjadi di dalam pernikahan tersebut dengan memiliki tujuan untuk membentuk suatu keluarga (rumah tangga) yang diakui secara agama, hukum dan masyarakat sehingga dapat membentuk keluarga yang bahagia. 9
2 Area- area dalam Kesiapan Menikah Berdasarkan kesamaan cakupan area dalam kesiapan menikah yang dikemukakan oleh Holman,dkk (1994) dalam alat ukur PREP-M; serta Olson & Larson (2009) dalam alat ukur PREPARE, maka dapat disimpulkan bahwa kesiapan menikah terdiri dari area-area seperti berikut ini: 1. Komunikasi Area ini menjadi hal yang sangat penting untuk membangun sebuah hubungan (Seccombe, K., Warner, R., L., 2004). Selain itu, Olson dan DeFrain (2006) menambahkan bahwa komunikasi menjadi sesuatu yang penting untuk setiap hubungan dekat, khususnya hubungan antara suami dan istri. Komunikasi yang baik mencakup keterbukaan dan kejujuran dapat membantu pasangan mencapai kesepahaman bersama tentang pernikahan mereka dan dapat membuat hubungan mereka lebih tahan terhadap semua stressor yang berpotensi mengganggu kestabilan hubungan (Seccombe, K., Warner, R., L., 2004). 2. Keuangan Keuangan merupakan stressor yang paling umum dirasakan pasangan dan keluarga, terlepas dari berapa banyak uang yang mereka hasilkan (Olson & DeFrain, 2006). Selain itu, para peneliti menemukan bahwa kesulitan ekonomi dan pengangguran dapat merugikan hubungan keluarga (Gomel, et al, dalam Olson & DeFrain, 2006). Terlebih lagi, 24% perceraian di Indonesia terkait dengan masalah keuangan ( Masalah yang berkaitan dengan ekonomi memang menjadi suatu hal yang penting dalam kehidupan rumah tangga, dimana kebutuhan hidup dari masing-masing anggota keluarga seperti keperluan rumah, biaya transportasi, makanan, kesehatan, rekreasi, pendidikan dan kebutuhan lainnya diharapkan dapat terpenuhi (DeGenova, 2008). 3. Anak dan pengasuhan Siap untuk menikah berarti siap pula untuk menjalani berbagai konsekuensi, seperti halnya memiliki anak. Namun ternyata, menjadi orangtua bukanlah tugas yang mudah (DeGenova, 2008). Oleh karena itu, pasangan harus memiliki cara yang disepakati bersama mengenai segala hal yang berhubungan dengan perencanaan yang berkaitan dengan anak dan cara pengasuhan (Fowers& Olson 1989). Perencanaan keluarga yang terkait
3 11 dengan keberadaan anak ini memiliki banyak manfaat, seperti meningkatkan kualitas hidup keluarga, menurunkan pengeluaran rumah tangga, meningkatkan pemberian nutrisi pada anak, meningkatkan kesehatan ibu, serta memberikan pendidikan yang lebih baik bagi anak (Sarwono, 2005). Area ini terdiri dari rencana pasangan untuk memiliki anak, kesepakatan cara pengasuhan, kesiapan menjalankan peran sebagai orangtua, serta pengaruh kehadiran anak terhadap relasi suami-istri. 4. Pembagian peran suami-istri Area ini dijelaskan sebagai persepsi dan sikap dalam memandang peran-peran dalam rumah tangga (domestik) dan publik, serta kesepakatan dalam pembagiannya. Fowers dan Olson (1989) menjelaskan bahwa kesepakatan tentang peran dan pembagian tugas yang harus dijalani oleh pasangan menjadi hal yang penting, dimana tipe hubungan peran yang sesuai menjadi kunci bagi keintiman dalam hubungan mereka. 5. Latar belakang pasangan dan relasi dengan keluarga besar Ketika pasangan menikah, mereka menikah tidak hanya dengan pasangannya tersebut, tetapi juga dengan keluarga dan lingkungan sosial dari pasangan masing-masing (Broderick, 1992, 1993, dalam Olson & DeFrain, 2006). Selain itu, dalam memilih pasangan hidup, masyarakat di negaranegara timur seperti Cina dan Jepang biasanya bergantung kepada persetujuan keluarga atau orang-orang di sekitarnya (Hatfield, Rapson, & Martel, 2007, dalam Berk, 2011). Sebagai salah satu negara yang berada di wilayah timur, Indonesia pun menganut nilai-nilai kolektivitas tersebut. Keluarga besar, khususnya orangtua pasangan, memang masih memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan perkawinan di Indonesia, khususnya dalam pemilihan pasangan untuk dijadikan sebagai suami ataupun istri (Sarwono, 2005). Area ini tercermin dalam latar belakang keluarga, evaluasi terhadap nilai-nilai keluarga besar, sikap keluarga besar terhadap pasangan (sebagai anggota baru dalam keluarga), dan suku bangsa. 6. Agama Area ini berkontribusi dalam kesuksesan pernikahan, dimana pasangan yang sukses berbagi aktivitas spiritual, kesamaan nilai dan religiusitas, serta pasangan yang memiliki derajat yang tinggi dalam orientasi keagamaan (Hatch, James & Schumm, 1986 dalam DeGenova, 2008). Orientasi
4 12 keagamaan dapat mempengaruhi stabilitas perkawinan dan kualitas moral melalui bimbingan dan dukungan sosial, emosional, serta spiritual (Robinson, L., C., 1994). Selain itu, Fower dan Olson (1989) menjelaskan bahwa pasangan yang memiliki kesepakatan dalam nilai- nilai agama akan memiliki ikatan yang erat di antara mereka. Kesamaan prinsip agama menjadi hal yang penting dalam pemilihan pasangan di Indonesia karena pencatatan pernikahan hanya dapat dilakukan oleh pasangan yang memiliki kesamaan keyakinan (Sarwono, 2005). 7. Minat dan Pemanfaatan Waktu Luang Terkait dengan minat dan pemanfaatan waktu luang, Arond dan Pauker (1987, dalam Morris & Carter, 1999) menjelaskan bahwa meluangkan waktu untuk melakukan aktivitas bersama dengan pasangan dapat mengembangkan intimacy. Selain itu, pemanfaatan waktu luang ini juga berkontribusi dalam memprediksi kepuasan individu pada sebuah hubungan (Fowers& Olson, 1989). 8. Perubahan pada Pasangan dan Pola Hidup Area ini dijelaskan sebagai persepsi dan sikap terhadap perubahan pasangan dan pola hidup, yang mungkin terjadi setelah menikah Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesiapan Menikah Terdapat beberapa faktor dari hubungan sebelum menikah yang mempengaruhi kesiapan individu untuk menikah, seperti yang dikemukakan oleh Wiryasti (2004) merangkum area-area tersebut ke dalam delapan area utama, yakni: komunikasi, keuangan, anak dan pengasuhan, pembagian peran suami isteri, latar belakang pasangan dan relasi dengan keluarga besar, agama, minat dan pemanfaatan waktu luang, serta perubahan pada pasangan dan pola hidup. Kedelapan area ini terutama berhubungan dengan penyesuaian yang perlu dilakukan oleh individu dengan pasangannya selama berada di dalam hubungan pernikahan, dimana diketahui bahwa penyesuaian pernikahan juga merupakan salah satu aspek dari kepuasan pernikahan. Selanjutnya Degenova (2008) mengemukakan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kesiapan menikah pada individu. Faktor-faktor tersebut antara lain:
5 13 1. Usia saat menikah Pasangan yang menikah pada usia dewasa muda biasanya dikarenakan atas keinginan sendiri bersama pasangannya atau karena paksaan orang tua sehingga biasanya mereka mengabaikan pendidikan serta masa depan mereka. 2. Level kedewasaan dari pasangan yang akan menikah Usia dewasa muda biasanya tidak cukup dewasa untuk menghadapi hubungan pernikahan dikarenakan kurangnya kemampuan komunikasi, rasa cemburu atau kurangnya rasa percaya terhadap pasangannya sehingga memungkinkan adanya percekcokan di dalam hubungannya kelak. 3. Waktu menikah Beberapa pasangan menikah pada waktu yang tidak sesuai dengan waktu yang telah mereka rencanakan, sehingga mereka terkadang merasa kurang bergairah dengan perkawinan itu sendiri. Seperti pernikahan yang terjadi karena perjodohan yang mungkin tidak diinginkan karena merasa waktunya untuk menikah belum tepat. 4. Motivasi untuk menikah Kebanyakan individu menikah dengan alasan pemenuhan cinta, companionship, dan keamanan namun ada pula yang menikah dengan tujuan untuk dapat terbebas dari situasi hidup yang tidak menyenangkan. Selain itu pernikahan yang terjadi karena perjodohan kecil kemungkinan terdapat motivasi di dalamnya karena salah satu pasangan mungkin tidak menginginkan adanya pernikahan tersebut. 5. Kesiapan untuk eksklusivitas seksual Biasanya pasangan memiliki keinginan terhadap eksklusivitas seksual. Jika seseorang tidak memiliki kesiapan terhadap hal ini maka kemungkinan mereka tidak siap untuk menikah. Pasangan yang menikah karena perjodohan, memungkinkan salah satu individu yang tidak menginginkan dan tidak menerima pernikahan tersebut tidak memiliki keinginan akan eksklusivitas seksual tersebut. 6. Emansipasi emosional dari orangtua Individu harus sudah siap untuk memberikan penghasilan dan afeksi kepada pasangannya bukan kepada orangtua. Sehingga terlihat jelas adanya rasa tanggung jawab terhadap pasangan dalam hal menafkahinya.
6 14 7. Tingkat aspirasi dan derajat pemenuhan pendidikan dan vokasional Pada umumnya, seseorang dengan tingkat aspirasi pendidikan dan vokasional yang rendah akan menikah lebih awal. Jika seseorang memiliki aspirasi yang tinggi, biasanya mereka akan menunda waktu menikah sampai mereka menyelesaikan sekolahnya dan serta berusaha untuk mendapatkan pekerjaan yang layak akan melakukan penundaan untuk menikah dan menunda untuk memiliki anak setelah menikah. Selain faktor-faktor yang dinyatakan oleh Wiryasti (2004) dan juga Degenova (2008) tersebut, tokoh lain yang juga mengemukakan mengenai faktor-faktor kesiapan menikah adalah Holman & Li (1997), yang menyatakan beberapa faktor sebagai berikut: 1. Kualitas komunikasi dan level persetujuan antara idividu dan pasangan. Penerimaan dari significant other (orang tua dan peer) mengenai hubungan yang dijalani oleh individu. 2. Pendapatan, pendidikan, dan usia. Ketika individu sudah memiliki pendapatan (bekerja) dan telah menyelesaikan pendidikannya maka individu tersebut akan memiliki kesiapan menikah yang lebih baik disbanding dengan yang belum. 3. Kemenarikan fisik Jika individu merasa bahwa secara fisik ia menarik maka kesiapan menikah yang dimiliki oleh individu tersebut akan meningkat. Pernyataan dua tokoh diatas mengenai faktor-faktor kesiapan menikah terdapat beberapa kesamaan yakni mengenai faktor pendapatan, pendidikan, dan usia. Dan dapat disimpulkan bahwa faktor kesiapan menikah yakni adanya keinginan serta kemampuan individu untuk menjalankan suatu hubungan pernikahan dan mempersiapkan diri untuk memiliki pekerjaan yang baik bagi pihak laki-laki serta kesiapan diri untuk mengurus pasangan serta anak bagi pihak wanita sehingga setiap individu yang ingin melakukan pernikahan harus yakin dan siap untuk menjalankan kehidupan dimasa depan bersama pasangannya kelak.
7 Emerging Adult Definisi Emerging Adult Emerging adulthood yakni merupakan suatu tahapan transisi antara remaja akhir ke dewasa. Pada fase perkembangan ini individu mengalami eksplorasi dengan melakukan eksperimen terhadap pekerjaan dan seseorang yang akan menjadi role model mereka dalam kehidupan (Arnett, 2012). Tahapan ini terjadi dalam rentang usia antara tahun. Pada masa usia Emerging Adult, individu mulai memikirkan hubungan yang lebih intim dan menuju pernikahan (Arnett, 2012). Menurut teori perkembangan psikososial yang dikemukakan oleh Erikson, pada masa dewasa muda individu dihadapkan pada tugas perkembangan intimacy versus isolation, yang merefleksikan pikiran dan perasaan individu untuk membangun komitmen permanen dengan pasangan intim. Salah satu bentuk komitmen permanen tersebut diwujudkan dalam bentuk pernikahan Karakteristik Emerging Adult Arnett mendefinisikan bahwa pada tahapan ini individu mengalami proses pencarian jati diri berbagai arah kehidupan seperti pekerjaan dan pandangaan terhadap dunia. Arnett merumuskan emerging adulthood sebagai konsep tahap perkembangan yang jelas, yang memiliki karakteristik perubahan dan eksplorasi dari arah hidup (Arnett, 2012). Arnett (2012) merumuskan mengenai lima karakteristik dari emerging adulthood: 1. Eksplorasi identitas, khususnya pada cinta dan pekerjaan. Tahap emerging adulthood adalah masa dimana perubahan identitas terjadi pada banyak individu. 2. Ketidakstabilan, dimana pada tahapan ini sering terjadi ketidakstabilan dalam masalah percintaan, pekerjaan dan edukasi. 3. Fokus diri, mereka dalam tahapan sudah mempunyai fokus diri terhadap kepatuhan sosial, membatasi komitment dengan orang lain untuk mandiri dalam menjalankan kehidupan mereka. 4. Perasaan diantara (feeling in-between), mereka dalam tahapan ini merasa bukan lagi remaja namun juga belum seorang dewasa sepenuhnya.
8 16 5. Usia dengan penuh kemungkinan, sebagai tahapan bagi seseorang yang ingin mentransformasi hidupnya.ada dua cara emerging adulthood dalam merubah hidupnya : Optimis terhadap masa depan mereka, merupakan suatu kesempatan untuk membuat suatu perubahan mereka kepada arah kehidupan mereka yang lebih positif. Kemunculan kedewasaan dikarenakan fase kesulitan pada proses perkembangan seseorang dan fase dewasa memberikan kesempatan untuk memetakan kehidupan mereka ke arah yang lebih positif. 2.3 Kebudayaan Arab di Indonesia dan pernikahan etnis Arab Negara Indonesia dengan berbagai macam suku dan budaya yang ada dapat menjadi pengaruh atau faktor dalam membentuk budaya perkawinan yang bermacam-macam. Salah satunya yang kita ketahui adalah perkawinan endogamy atau sesama etnis. Perkawinan endogami adalah suatu bentuk perkawinan yang berlaku dalam masyarakat yang hanya memperbolehkan anggota masyarakat kawin atau menikah dengan anggota lain dari golongan sendiri atau satu etnis. Tegasnya pernikahan endogami ini adalah pernikahan satu etnis atau pernikahan antar kerabat atau pernikahan yang dilakukan antar sepupu (yang masih memiliki satu keturunan) baik dari pihak ayah sesaudara (patrilineal) atau dari ibu (matrilineal). Kaum kerabat boleh menikah dengan saudara sepupunya karena mereka yang terdekat dengan garis utama keturunan dipandang sebagai pengemban tradisi kaum kerabat. Faktor yang paling utama dalam kebudayaan ini adalah kepentingan untuk mempertahankan kemurnian darah keluarga dari suku, etnis atau golongan lain yang tidak diinginkan. Dalam sistem ini, posisi wanita keturunan Arab khususnya sangat tidak diuntungkan. Sebagai objek perjodohan, keputusan hanya tergantung pada keluarga khususnya Ayah sebagai pihak pengambil keputusan. Suara atau pendapat wanita yang bersangkutan tidak bisa dipertimbangkan. Pengaruh yang muncul terhadap kedudukan dan posisi wanita keturunan Arab adalah adanya inferioritas pada
9 17 diri mereka, meskipun memiliki kapasitas untuk mengambil keputusan dan berpendapat untuk menentukan masa depan. Berdasarkan kenyataan yang ada pada lingkungan keluarga peneliti sendiri, biasanya perjodohan berawal dari pihak laki-laki yang berkeinginan untuk meminang pihak wanita yang biasanya ada ikatan hubungan darah seperti contohnya saudara perempuan pihak ibu memiliki anak laki-laki dan berminat untuk meminang kami selaku pihak perempuan. Ibu dari pihak lakilaki biasanya membuka pembicaraan dengan pihak keluarga wanita untuk menyampaikan bahwa anak laki-lakinya tertarik untuk meminang anak perempuan tersebut yang bukan lain merupakan keponakannya sendiri. Setelah ada pembicaraan tersebut, ayah dan ibu pihak perempuan berfikir beberapa waktu untuk memberi keputusan dan juga sekaligus menyampaikan keinginan ibu dan keluarga dari pihak laki-laki tersebut. Jika ayah menyetujui permintaan tersebut, maka akan berlanjut pada lamaran dari keluarga pihak laki-laki kepada keluarga pihak wanita. Selanjutnya tidak membutuhkan waktu lama jika kedua calon pasangan sudah sama-sama siap maka akan ada acara seserahan dan tidak lama kemudian dilangsungkanlah acara pernikahan tersebut. Budaya yang demikian ketat mengakibatkan muncul masalah-masalah psikologis seperti tekanan batin yang turut berpengaruh pada kehidupan sehari-hari dan biasanya terjadi pada pihak wanita. Kemungkinan besar pihak wanita tidak bahagia dengan pernikahannya karena tidak adanya hak untuk memutuskan siapa yang dipilihnya untuk menjadi pasangan hidupnya. Pernikahan dengan suku lain ada juga yang membawa kebahagiaan, meskipun memerlukan proses panjang dari pihak keluarga untuk menerima pernikahan tersebut karena. Proses panjang tersebut karena pernikahan dengan suku lain dianggap tidak sesuai budaya dan adat keturunan Arab sehingga sulit untuk diterima. Sementara pernikahan dengan sesama keturunan Arab belum tentu menjamin kebahagiaan. Meskipun ada yang bisa lancar membina keluarga, namun ada juga yang berakhir perceraian dikarenakan tidak adanya kesiapan diri pada pasangan terutama pada pihak wanita.
10 Kerangka Berpikir Di Indonesia selain kaya akan budaya, namun etnisnya pun beragam. Bukan hanya etnis dari penduduk pribumi tetapi ada juga etnis keturunan asing yang telah lama menetap di Indonesia dan menyebar diberbagai daerah, dengan melewati proses sejarah yang sangat panjang seperti etnis Tionghoa dan Arab. Dari beberapa macam etnis yang ada di Indonesia tersebut, penulis tertarik untuk mengulas lebih jauh tentang etnis Arab dan budaya pernikahannya. Masalah mengenai perjodohan antar saudara pada masyarakat keturunan Arab (perkawinan endogami) sudah tidak asing lagi didengar oleh telinga kita. Perkawinan endogami berarti suatu bentuk perkawinan yang berlaku dalam masyarakat yang hanya memperbolehkan anggota masyarakat kawin atau menikah dengan anggota lain dari golongan atau etnis itu sendiri. Dari pemukiman Arab inilah tampak budaya yang mereka bawa dari negeri asal mereka. Dimana mereka membatasi pernikahan antara wanita keturunan mereka dengan pria yang bukan keturunan Arab (pribumi), karena bagi mereka wanita keturunan Arab derajatnya lebih mulia, lebih tinggi dari pada bukan keturunan Arab (pribumi). Inilah konsep bagi orang-orang Arab dan juga bagian kultur di negeri mereka, dan mereka jaga sampai sekarang (Siregar, 2009). Alasan lain juga dijabarkan oleh Sari, dkk (2008) yaitu karena masih bergantung pada hubungan keluarga, isolasi geografis atau stratifikasi sosial, budaya dan alasan yang paling fundamental dari beberapa alasan tersebut yaitu alasan ekonomi. Berdasarkan penelitian sebelumnya praktik pernikahan endogami memiliki dampak yang lebih besar terhadap anak yang akan dilahirkan, dari pada keuntungan yang diperoleh dari pernikahan endogami itu sendiri. Jika ditinjau dari aspek kesehatan. para peneliti genetik dan medis Perveen, dkk yang di kutip oleh Farzana (2012) mengatakan bahwa pernikahan kerabat harus dihindari. Hal ini dikarenakan anak-anak yang lahir dari pernikahan tersebut memiliki peningkatan resiko secara fisik, terbelakang mental dan berafiliasi dengan cacat seperti asma, kebutaan, tuli, eksim, epilepsi, penyakit sel sabit, kanker tertentu dan juling mata. Sehubungan dengan hal di atas Sennel (2013) menjelaskan dalam penelitiannya, bahwa pernikahan kerabat atau endogami jika dilihat dari aspek medis atau kesehatan anak, memiliki pengaruh yang sangat besar. Bukan sekedar kecacatan fisik, namun juga memberikan efek terhadap kecerdasan anak. Sederhananya anak-anak yang dilahirkan memiliki kemungkinan terkena efek intelektual, fisikal, keterbelakangan mental, dan emosi, bahkan penyakit yang sering menimbulkan kematian yang lambat dan menyakitkan.
11 19 Terkait hal di atas mengenai bahaya pernikahan dengan kerabat atau sesama etnis secara medis, masyarakat modern keturunan Arab sendiri sudah banyak yang melanggar sistem pernikahan tersebut karena alasan lain yakni pernikahan dengan sesama etnis Arab dipandang sangat sempit dan membatasi ruang gerak seseorang dalam hal pemilihan pasangan. Dalam masalah ini pihak wanita dari keturunan Arab tersebut merasa dirugikan karena tidak mendapat hak untuk memutuskan sendiri apakah ia setuju atau tidak dengan pernikahan yang akan dilaksanakannya kelak. Dimana pihak ayahlah yang berperan dalam pengambilan keputusan sehingga sangat besar kemungkinan tidak kesiapan menikah dalam diri wanita keturunan Arab tersebut. Hal ini merupakan keharusan bagi wanita keturunan Arab untuk menikah dengan pria Arab dan larangan menikah dengan pria yang bukan dari golongan Arab, ini merupakan salah satu identitas mereka. Jika ada yang melanggar hal tersebut maka terdapat sanksi moral di dalamnya. Sanksi tersebut dapat berupa pengucilan, pengasingan, maupun dihapuskan dari garis keturunan keluarga. Fenomena ini diangkat karena peneliti tertarik untuk melihat perbedaan kesiapan menikah antara wanita keturunan Arab yang akan menikah dengan etnis Arab dan bukan etnis Arab. Karena dipersulitnya pihak wanita keturunan Arab yang ingin menjalankan pernikahan dengan yang bukan etnis Arab dan diharuskannya mereka menikah dengan kebudayaan yang sudah lama dipertahankan yakni pernikahan dengan kerabat atau satu etnis. Dan kebetulan peneliti merupakan wanita keturunan Arab dan berusia dewasa muda dimana banyak sekali terjadi pernikahan sesama etnis (antar saudara atau kerabat) atau pun yang menikah dengan yang bukan berasal dari keturunan Arab di lingkungan peneliti sehingga peneliti memilih kerabat serta teman kerabat peneliti yang mengalami fenomena ini sebagai subjek penelitian. Dimana penelitian ini bertujuan untuk melihat serta mengetahui apakah ada atau tidak perbedaan kesiapan menikah wanita keturunan Arab emerging adult yang akan menikah dengan etnis Arab dan bukan etnis Arab. Berdasarkan pernyataan beberapa penelitian sebelumnya serta fenomena yang ada disekitar lingkungan penulis, asumsi yang dihasilkan adalah terdapat perbedaan kesiapan menikah wanita keturunan Arab emerging adult yang akan menikah dengan etnis Arab dan bukan etnis Arab. Berikut gambaran berupa bagan mengenai asumsi penulis :
12 20 Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Etnis Arab Kesiapan menikah wanita keturunan Arab emerging adult Bukan Etnis Arab
BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan atau perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang lakilaki dengan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
Lebih terperinciBAB 2. Tinjauan Pustaka
BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Resolusi Konflik Setiap orang memiliki pemikiran atau pengertian serta tujuan yang berbeda-beda dan itu salah satu hal yang tidak dapat dihindarkan dalam suatu hubungan kedekatan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Pernikahan merupakan komitmen yang disetujui oleh dua pihak secara resmi yang dimana kedua pihak tersebut bersedia untuk berbagi keitiman emosional & fisik, bersedia
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kompetensi Interpersonal Sebagaimana diungkapkan Buhrmester, dkk (1988) memaknai kompetensi interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam membina hubungan
Lebih terperinciBAB 2 Tinjauan Pustaka
BAB 2 Tinjauan Pustaka Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang berhubungan dengan variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini, antara lain pengetahuan tentang pasangan, kesiapan menikah,
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas beberapa teori yang berkaitan dengan variabel-variabel yang akan diteliti pada penelitian ini. 2.1 Pernikahan Pernikahan merupakan awal terbentuknya kehidupan
Lebih terperinciBAB 5 Simpulan, Diskusi, dan Saran
BAB 5 Simpulan, Diskusi, dan Saran Pada bab ini peneliti akan membahas mengenai simpulan yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan pada bab
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini salah satu fenomena yang semakin sering muncul di Jakarta adalah perceraian. Fakta yang ada tidak semua pernikahan berjalan dengan lancar, tidak sedikit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu utama bagi individu yang ada pada masa perkembangan dewasa awal. Menurut Erikson,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dapat diartikan sebagai sebuah ikatan lahir batin seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Ilma Kapindan Muji,2013
BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Pernikahan merupakan perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri dengan resmi (Kamus Umum Bahasa Indonesia, 1984). Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pernikahan adalah salah satu proses penting dalam kehidupan sosial manusia. Pernikahan merupakan kunci bagi individu untuk memasuki dunia keluarga, yang di dalamnya terdapat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan salah satu peristiwa penting dalam kehidupan manusia. Perkawinan yang terjadi antara seorang pria dengan seorang wanita menimbulkan akibat
Lebih terperinciPerkembangan Sepanjang Hayat
Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Awal dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Masa Dewasa
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat seseorang memutuskan untuk menikah, maka ia akan memiliki harapan-harapan yang tinggi atas pernikahannya (Baron & Byrne, 2000). Pernikahan merupakan awal terbentuknya
Lebih terperinciBAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pernikahan merupakan awal terbentuknya kehidupan keluarga. Setiap pasangan yang mengikrarkan diri dalam sebuah ikatan pernikahan tentu memiliki harapan agar pernikahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah SWT menciptakan manusia yaitu laki-laki dan perempuan secara berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk setiap masing-masing
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu adalah makhluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk menjalin hubungan dengan individu lain sepanjang kehidupannya. Individu tidak pernah dapat hidup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan sangat cepat. Perubahan yang terjadi dalam bidang teknologi, informasi dan juga ledakan populasi
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesiapan Menikah Individu dapat dikatakan telah siap menikah ketika ia telah mampu menyandang peranperan barunya yaitu sebagai suami atau istri, kemudian berusaha untuk terlibat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan merupakan suatu anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian merupakan suatu estafet
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan
6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat seseorang memasuki usia dewasa awal, ia mengalami perubahan dalam hidupnya. Pada usia ini merupakan transisi terpenting dalam hidup manusia, dimana remaja mulai
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesiapan Menikah Pada latar belakang, penulis telah menjelaskan seberapa penting kesiapan menikah untuk individu memasuki jenjang pernikahan. Hal ini dijelaskan oleh Olson dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan sosial yang semakin kompleks menuntut keluarga untuk dapat beradaptasi secara cepat (Sunarti 2007). Duvall (1971) menjelaskan bahwa perubahan ini berdampak pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan jenjang awal pembentukan masyarakat, dari suatu parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di dalamnya akan lahir
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lahir, menikah, dan meninggal. Pernikahan merupakan penyatuan dua jiwa
1 A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Dalam perjalanan hidup manusia, terdapat tiga saat yang penting, yakni lahir, menikah, dan meninggal. Pernikahan merupakan penyatuan dua jiwa menjadi satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pernikahan merupakan langkah awal untuk membentuk suatu keluarga. Sangat penting bagi calon pasangan baru untuk memahami bahwa pernikahan merupakan suatu keputusan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan bermasyarakat, hampir semua manusia hidup terikat dalam sebuah jaringan dimana seorang manusia membutuhkan manusia lainnya untuk dapat hidup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan suatu lembaga suci yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah menjadi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja ditandai oleh perubahan yang besar diantaranya kebutuhan untuk beradaptasi dengan perubahan fisik dan psikologis, pencarian identitas dan membentuk hubungan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap manusia akan mencari pasangan hidupnya dan menjalin suatu hubungan serta melanjutkannya ke jenjang yang lebih serius yaitu pernikahan yang sah dan membentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah adalah bagian dari ibadah, karena itu tidak ada sifat memperberat kepada orang yang akan melaksanakannya. Perkawinan atau pernikahan menurut Reiss (dalam
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. penting yang akan dihadapi oleh manusia dalam perjalanan kehidupannya
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pernikahan Pernikahan atau perkawinan merupakan salah satu kejadian paling penting yang akan dihadapi oleh manusia dalam perjalanan kehidupannya yang sifatnya paling intim dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia dihadapkan dengan berbagai konteks komunikasi yang berbeda-beda. Salah satu konteks komunikasi yang paling sering dihadapi
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan membahas tentang landasan teori berupa definisi, dimensi, dan faktor yang berpengaruh dalam variabel yang akan diteliti, yaitu bahasa cinta, gambaran tentang subjek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam proses perkembangannya, manusia untuk meneruskan jenisnya membutuhkan pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa yang diinginkannya. Pernikahan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. nasional dan dapat mengurangi hasil-hasil pembangunan yang dapat dinikmati
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan penduduk relatif tinggi merupakan beban dalam pembangunan nasional dan dapat mengurangi hasil-hasil pembangunan yang dapat dinikmati oleh rakyat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi melangsungkan eksistensinya sebagai makhluk. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan psikologis dimana
Lebih terperinciKEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI
KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : Dewi Sumpani F 100 010
Lebih terperinciUNIVERSITAS INDONESIA
UNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN ANTARA INTIMACY (STERNBERG S TRIANGULAR THEORY OF LOVE) DAN KESIAPAN MENIKAH PADA DEWASA MUDA (The Relationship between Intimacy (Sternberg s Triangular Theory of Love) and
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Perkawinan Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah; sedangkan menurut Purwadarminta (1979), kawin adalah perjodohan laki-laki dan perempuan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh masyarakat adat batak toba. Sistem ini dalam arti positif merupakan suatu sistem dimana seseorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 1 tahin 1974 pasal 1 tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: Ikatan lahir dan batin antara seorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia itu, yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan segi biologis, sosiologis dan teologis.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan-kebutuhan seperti makhluk hidup lainnya, baik kebutuhan-kebutuhan untuk melangsungkan eksistensinya sebagai
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT berpasang-pasangan. Sudah menjadi fitrah manusia yang mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya serta mencari pasangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. aturan agama dan undang-undang yang berlaku.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan suatu ikatan janji setia antara suami dan istri yang di dalamnya terdapat tanggung jawab dari kedua belah pihak. Perkawinan dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk yang sempurna yang diciptakan oleh Allah SWT, karena setiap insan manusia yang ada dimuka bumi ini telah ditentukan pasangannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu bentuk interaksi antar manusia, yaitu antara seorang pria dengan seorang wanita (Cox, 1978). Menurut Hurlock (1999) salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia tercipta sebagai mahkluk sosial. Sebagai mahkluk sosial manusia harus saling berinteraksi, bertukar pikiran, serta berbagi pengalaman. Setiap manusia
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah
7 TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah Duvall (1971) menyatakan bahwa kesiapan menikah adalah laki-laki maupun perempuan yang telah menyelesaikan masa remajanya dan siap secara fisik, emosi, finansial, tujuan,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan
1 BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam kehidupan setiap individu. Hal tersebut menjadi suatu kabar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diri sendiri dan tidak tergantung pada orang lain. Menurut Reber (dalam Fatimah, 2008,h.143) kemandirian adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya manusia dalam menjalani kehidupannya tidak dapat menjalani hidup sendiri sebab kehidupan harus ditempuh melalui proses secara bertahap dan setiap manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada rentang kehidupan manusia akan selalu terjadi proses perkembangan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada rentang kehidupan manusia akan selalu terjadi proses perkembangan. Rentang kehidupan dapat dibagi menjadi sembilan periode, yaitu sebelum kelahiran, baru dilahirkan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu proses penyatuan dua individu yang memiliki komitmen berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam sepanjang hidupnya individu mempunyai tugas perkembangan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sepanjang hidupnya individu mempunyai tugas perkembangan yang berbeda pada masing-masing tahapannya, pada masa dewasa merupakan masa yang paling lama dialami
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Perkawinan 1. Pengertian Kualitas Perkawinan Menurut Gullota (Aqmalia, 2009) kepuasan pernikahan merupakan perasaan pasangan terhadap pasangannya mengenai hubungan pernikahannya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini sering terjadi di belahan bumi manapun dan terjadi kapanpun. Pernikahan itu sendiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,
Lebih terperinci(Elisabeth Riahta Santhany) ( )
292 LAMPIRAN 1 LEMBAR PEMBERITAHUAN AWAL FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS INDONUSA ESA UNGGUL JAKARTA Saya mengucapkan terima kasih atas waktu yang telah saudara luangkan untuk berpartisipasi dalam penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan peristiwa penting dalam siklus kehidupan manusia. Setiap orang berkeinginan untuk membangun sebuah rumah tangga yang bahagia bersama orang
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hubungan jarak jauh (long distance relationship) Pengertian hubungan jarak jauh atau sering disebut dengan long distance relationship adalah dimana pasangan dipisahkan oleh jarak
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perkawinan poligami
114 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perkawinan poligami dibawah tangan pada masyarakat batak toba di Kota Bandar Lampung saat ini, maka dapat disimpulkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhi oleh kematangan emosi baik dari suami maupun istri. dengan tanggungjawab dan pemenuhan peran masing-masing pihak yang
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan bagi manusia merupakan hal yang penting, karena dengan menikah seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara biologis, psikologis maupun secara
Lebih terperinciPENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA
PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan Oleh : FAJAR TRI UTAMI F 100 040 114 FAKULTAS PSIKOLOGI
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN SKRIPSI
HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai Derajat S-1, Sarjana Psikologi Disusu Oleh: NUR ZULAIKAH F 100 030 010 FAKULTAS
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya zaman banyak perubahan yang terjadi, salah satunya adalah perubahan dalam pandangan orang dewasa mengenai pernikahan. Hal ini didukung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Manusia mengalami berbagai proses perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa kanak-kanak,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan bersatunya dua orang ke dalam suatu ikatan yang di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta meneruskan keturunan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari makhluk hidup lainnya. Mereka memiliki akal budi untuk berpikir dengan baik dan memiliki kata hati.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan menjumpai berbagai permasalahan kecil ataupun besar sedikit ataupun banyak. Permasalahan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aji Samba Pranata Citra, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia melewati beberapa fase dalam siklus kehidupannya. Fase kedua dari siklus kehidupan manusia adalah terbentuknya pasangan baru (new couple), di mana
Lebih terperinciPERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL PASCA PERCERAIAN ANTARA WANITA BEKERJA DAN WANITA TIDAK BEKERJA
PERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL PASCA PERCERAIAN ANTARA WANITA BEKERJA DAN WANITA TIDAK BEKERJA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Bidang Psikologi dan Fakultas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. watak pada individu. Karena salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebudayaan Indonesia mempunyai nilai yang tinggi karena merupakan suatu system yang dikembangkan oleh nenek moyang kita sejak berabad-abad lamanya, di dalam kebudayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada usia dewasa awal tugas perkembangan yang harus diselesaikan adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk menjalani suatu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 me 2.1.1 Pengertian me Seligman (1991) menyatakan optimisme adalah suatu pandangan secara menyeluruh, melihat hal yang baik, berpikir positif dan mudah memberikan makna bagi
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Emotional Eating 2.1.1 Definisi Emotional Eating Menurut Arnow (1995) emotional eating adalah keinginan untuk makan ketika timbul perasaan emosional seperti frustrasi, cemas
Lebih terperinciPENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN
PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh
Lebih terperinciDisusun oleh Ari Pratiwi, M.Psi., Psikolog & Unita Werdi Rahajeng, M.Psi., Psikolog
PELATIHAN PSIKOLOGI DAN KONSELING BAGI DOSEN PEMBIMBING AKADEMIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA Disusun oleh Ari Pratiwi, M.Psi., Psikolog & Unita Werdi Rahajeng, M.Psi., Psikolog MAHASISWA Remaja Akhir 11 20 tahun,
Lebih terperinciKONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR
KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan oleh: SITI SOLIKAH F100040107 Kepada FAKULTAS PSIKOLOGI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Pernikahan merupakan suatu hal yang dinantikan dalam kehidupan manusia karena melalui sebuah pernikahan dapat terbentuk satu keluarga yang akan dapat melanjutkan
Lebih terperinciBAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. proses kultural budaya di masa lalu, kini telah berganti sebab. Di masyarakat
BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bukan merupakan hal yang tabu ketika terdapat fenomena pernikahan dini yang masih terjadi dewasa ini, pernikahan dini yang awal mulanya terjadi karena proses kultural
Lebih terperinciLAMPIRAN I GUIDANCE INTERVIEW Pertanyaan-pertanyaan : I. Latar Belakang Subjek a. Latar Belakang Keluarga 1. Bagaimana anda menggambarkan sosok ayah
LAMPIRAN I GUIDANCE INTERVIEW Pertanyaan-pertanyaan : I. Latar Belakang Subjek a. Latar Belakang Keluarga 1. Bagaimana anda menggambarkan sosok ayah bagi diri anda sendiri? 2. Bagaimana anda menggambarkan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
101 BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Penelitian ini merupakan sebuah upaya untuk memperoleh gambaran mengenai kebutuhan intimacy melalui wawancara mendalam. Berdasarkan hasil analisis,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pernikahan 2.1.1 Pengertian Pernikahan Secara umum, pernikahan merupakan upacara pengikatan janji nikah yang dilaksanakan dengan menggunakan adat atau aturan tertentu. Sedangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah bersatunya dua orang manusia yang bersama-sama sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat keterikatan secara
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORITIS
BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Masa remaja adalah periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pernikahan adalah suatu hubungan yang sakral atau suci dan pernikahan memiliki
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan adalah suatu hubungan yang sakral atau suci dan pernikahan memiliki banyak keuntungan dibandingkan hidup sendiri, karena pasangan yang sudah menikah dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk hidup bersama dengan sesamanya. Manusia dilahirkan untuk saling melengkapi satu dengan yang lain,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sindhi Raditya Swadiana, 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada usia dewasa awal tugas perkembangan yang harus diselesaikan adalah intimacy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk menjalin suatu hubungan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dijelaskan beberapa teori yang terkait dengan variabel yang akan diteliti pada penelitian ini. 2.1 Kesiapan Menikah 2.1.1 Sejarah Konstruk Kesiapan Menikah Konsep
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Intimacy (Keintiman) 2.1.1 Definisi Intimacy Menurut Erikson (dalam Valentini, & Nisfiannoor, 2006) intimacy sebagai kemampuan untuk berkomunikasi dan juga berperan penting
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap individu memiliki harapan untuk bahagia dalam kehidupan perkawinannya. Karena tujuan perkawinan
Lebih terperinci