Komitmen Pada Perkawinan Ditinjau dari Kepuasan dalam Perkawinan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Komitmen Pada Perkawinan Ditinjau dari Kepuasan dalam Perkawinan"

Transkripsi

1 Komitmen Pada Perkawinan Ditinjau dari Kepuasan dalam Perkawinan Dyah Astorini Wulandari Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuhwaluh PO BOX 202 Purwokerto 53182, Telp. (0281) ext rinirifqi@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap hubungan antara kepuasan dalam perkawinan dengan komitmen pada perkawinan. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian adalah ada hubungan yang positif dan signifikan antara kepuasan dalam perkawinan dengan komitmen pada perkawinan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif. Penelitian ini melibatkan 77 orang responden dengan ciri-ciri sebagai berikut : pria dan wanita berusia antara 18 sampai dengan 40 tahun sedang terikat dalam hubungan perkawinan paling tidak selama satu tahun pada saat penelitian ini dilakukan. Data dikumpulkan dengan menggunakan skala kepuasan dalam perkawinan dan skala komitmen pada perkawinan. Data kemudian dianalisis dengan menggunakan korelasi product moment. Berdasarkan hasil uji coba instrumen penelitian, koefisien validitas skala kepuasan dalam perkawinan bergerak dari hingga dengan koefisien reliabilitas Adapun skala komitmen pada perkawinan mempunyai koefisien validitas bergerak dari dari hingga dan koefisien reliabilitas Hasil analisis data menemukan korelasi antara kepuasan dalam perkawinan dengan komitmen pada perkawinan sebesar r xy = 0.55 pada p = Hal ini berarti terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kepuasan dalam perkawinan dengan komitmen pada perkawinan. Variabel kepuasan dalam perkawinan mempunyai sumbangan efektif sebesar 0.30 atau sebesar 30 % terhadap komitmen dalam perkawinan. Kata kunci : kepuasan dalam perkawinan, komitmen pada perkawinan PENDAHULUAN Perkawinan merupakan salah satu peristiwa yang umumnya dialami oleh individu dalam kehidupannya. Melalui perkawinan, individu berharap dapat memenuhi berbagai kebutuhannya; baik fisik, psikologis, maupun spiritualitasnya. Pada kenyataannya, hidup perkawinan tidak selalu harmonis. Di Purwokerto, sebagaimana di beberapa daerah lain di Indonesia, angka perceraian terus menunjukkan kenaikan yang signifikan. Sumber dari Pengadilan Negeri Agama Tingkat I Purwokerto mencatat bahwa pada tahun 2010 terdapat kasus gugatan cerai. Pada tahun 2011 terjadi kasus gugatan cerai. Terjadi kenaikan sekitar 10 %. Beberapa alasan terjadinya perceraian antara lain adalah faktor ekonomi (0,65%), tidak ada tanggung jawab (15,69%), KDRT (0,15%), gangguan pihak ketiga (1,35%), ketidakharmonisan (6,87%) dan lain-lain (74,93%). Dari sejumlah perkawinan yang bertahan, kualitasnya pun ditemukan tidak terlalu baik. Banyak orang yang sekedar bertahan karena merasa bertanggung jawab dengan kehidupan pasangan kelak jika ditinggalkan. Ada pula yang merasa harus setia dengan janji perkawinan yang telah diucapkan. Alasanalasan lain yang struktural sifatnya misalkan menjaga nama baik, ajaran agama yang melarang perceraian, dan memikirkan dampak negatif perceraian terhadap anak. Bagi istri yang tidak bekerja, kondisi finansial menjadi salah satu faktor penting yang membuatnya bertahan. Perempuan umumnya juga lebih bertahan karena tidak ingin menyandang predikat janda yang masih negatif di mata masyarakat. Di sinilah penting untuk memahami arti sebuah komitmen perkawinan. Komitmen sendiri oleh Finkel (2002) didefinisikan dalam tiga komponen, yaitu : 1. Kecenderungan untuk tetap ada atau bertahan Komponen komitmen yang paling primitif adalah kecenderungan untuk tetap bertahan atau keputusan untuk tetap bergantung pada pasangan. Kecenderungan untuk tetap ada adalah primitif karena tidak dengan cara yang langsung (baik secara teoritis atau operasional) melibatkan kepentingan temporal yang lebih besar maupun kepentingan interpersonal yang lebih besar. 161

2 2. Orientasi jangka panjang Komponen komitmen kedua melibatkan kepentingan temporal yang lebih besar atau orientasi jangka panjang. Individu-individu dengan orientasi jangka pendek mungkin menerima hasil yang relatif bagus dengan berperilaku sesuai dengan kepentingan pribadi langsung. Dengan adanya orientasi jangka panjang, menyebabkan pasangan mengembangkan pola kerjasama timbal balik. 3. Kepentingan pribadi atau kelekatan psikologis Komponen komitmen ketiga melibatkan kepentingan pribadi yang lebih besar atau kelekatan psikologis, tergantung pada persepsi bahwa well-being seseorang dan well-being pasangan saling berkaitan. Individu yang punya komitmen mungkin mengerahkan usaha untuk mempertahankan hubungan tanpa memperhitungkan balasan yang akan mereka terima. Jadi komitmen menginspirasi tindakan sepenuhnya yang lebih berorientasi pada orang lain. Menurut Rusbult (Agnew, dkk, 1998) terdapat tiga aspek dalam komitmen pada perkawinan, yaitu : 1. Tingkat kepuasan tinggi Komitmen yang tinggi ditandai dengan tingkat kepuasan terhadap pasangan maupun hubungan tinggi. Artinya hubungan memenuhi kebutuhan paling penting individu, misalnya kebutuhan keintiman, seksualitas dan persahabatan. 2. Mengurangi pilihan-pilihan di luar hubungan Pilihan-pilihan lain di luar hubungan tidak terlalu menarik individu, sehingga individu tidak akan tertarik untuk memenuhi kebutuhan yang dianggapnya paling penting di luar hubungan, misal keterlibatan dalam hubungan romantis dengan orang lain, atau teman atau anggota keluarga dan bukan dengan pasangan 3. Meningkatkan investasi Komitmen terhadap hubungan dikatakan tinggi jika sejumlah sumber penting secara langsung maupun tak langsung dihubungkan dengan hubungan, seperti waktu, usaha, harta, dan jaringan persahabatan yang dulu merupakan milik pribadi kini meningkat menjadi milik dan dilakukan bersama pasangan. Dengan kata lain, individu menjadi lebih kaya bersama pasangan, punya teman yang lebih banyak, uang yang lebih banyak, relasi yang lebih luas. Selama ini komitmen perkawinan dipahami sebatas tingkat keinginan seseorang untuk bertahan dalam perkawinannya. Padahal menurut Johnson (1991) penggagas teori komitmen perkawinan dari The Pennsylvania State University, komitmen perkawinan perlu dipahami dalam tiga bentuk. Pertama adalah komitmen personal, yaitu keinginan untuk bertahan karena cinta terhadap pasangan dan perasaan puas terhadap hubungan itu sendiri. Kedua adalah komitmen moral, yaitu rasa bertanggung jawab secara moral baik terhadap pasangan maupun janji perkawinan. Ketiga adalah komitmen struktural yang berbicara mengenai komitmen untuk bertahan dalam suatu hubungan karena alasan-alasan struktural seperti yang disebutkan di atas. Meskipun Johnson menganggap ketiga komitmen ini dapat berdiri sendiri, adalah menarik untuk melihat kaitannya satu sama lain ( Menurut Johnson, orangorang yang sekedar bertahan karena alasan-alasan yang disebutkan di atas adalah orang yang memiliki komitmen moral dan struktural yang tinggi, namun komitmen personalnya rendah. Komitmen moral dan struktural memegang peranan kunci ketika seseorang hendak memutuskan untuk bercerai. Kedua komitmen tersebut dapat membuat pasangan menghindari perceraian, namun memiliki keduanya tidak menjamin kebahagiaan perkawinan. Kedua komitmen tersebut hanya menurunkan probabilitas terpilihnya perceraian sebagai suatu solusi ( Orang yang memiliki keduanya tetapi tidak memiliki komitmen personal, akan mengeluhkan betapa kering perkawinan mereka. Masing-masing pihak merasa tidak puas dengan pasangan dan hubungan perkawinan tersebut dan pada akhirnya pasangan ini menjadi rentan terhadap perselingkuhan. Hal ini dikarenakan seseorang yang puas dengan kehidupan perkawinannya, akan lebih mungkin untuk berkomitmen dengan perkawinannya. Menjaga komitmen personal berarti menjaga kepuasan hubungan. Kepuasan bersifat subjektif dan tergantung dari masing-masing pasangan. Menurut Lemme (1995) kepuasan perkawinan adalah evaluasi suami istri terhadap hubungan perkawinan yang cenderung berubah sepanjang perjalanan perkawinan itu sendiri. Kepuasan perkawinan dapat merujuk pada bagaimana pasangan suami istri mengevaluasi hubungan perkawinan mereka, apakah baik, buruk, atau memuaskan (Hendrick, 2004). Olson dan Fowers (dalam Anastasia, 2008) 162

3 mendefinisikan kepuasan perkawinan sebagai evaluasi terhadap area-area dalam perkawinan yang mencakup komunikasi, kegiatan di wkatu luang, orientasi keagamaan, penyelesaian konflik, pengelolaan keuangan, hubungan seksual, keluarga dan teman, anak dan pengasuhan anak dan kesetaraan peran. Kepuasan perkawinan dapat diukur dengan melihat aspek-aspek dalam perkawinan sebagaimana yang dikemukakan oleh Olson & Fowers (dalam Anastasia, 2008). Adapun aspek-aspek tersebut antara lain: komunikasi, pilihan kegiatan untuk mengisi waktu senggang, orientai religius, resolusi konflik, pengelolaan keuangan, orientasi seksual, hubungan dengan keluarga dan teman, pengasuhan anak dan kesetaraan peran. Penelitian-penelitian tentang kepuasan dalam perkawinan secara konsisten menemukan bahwa kepuasan dalam perkawinan akan cenderung terus menurun dari waktu ke waktu. Dalam suatu penelitian longitudinal yang dilakukan oleh Kurdeck (Handayani dkk, 2008) ditemukan bawah dalam kurun waktu 4 tahun kepuasan perkawinan akan terus berkurang. Penelitian lain mengenai kepuasan perkawinan juga diungkapkan oleh Jay Belksky dan Kuang-Hua Hsieh (Handayani dkk, 2008), yang menemukan bahwa beberapa pasangan mampu menjaga perkawinan yang sehat setelah kelahiran anak pertama, sementara yang lainnya menjadi kurang saling mencintai dan menghadapi banyak konflik Kepuasan dalam perkawinan yang terus menurun ini diduga menjadi faktor penyumbang terbesar terjadinya perpisahan atau perceraian. Meskipun demikian, beberapa peneliti melaporkan adanya pasangan yang tetap bersamasama atau mempertahankan perkawinan meskipun hubungan mereka sudah tidak memuaskan lagi tetapi tidak dapat atau tidak ingin bercerai (Adams & Jones, dalam Wulandari, 2005). Hal ini ditengarai disebabkan oleh faktor komitmen. Komitmen sudah lama dikenal sebagai faktor yang signifikan dalam perkembangan dan stabilitas yang berkelanjutan dalam sebuah perkawinan. Riset menyatakan bahwa komitmen dalam hubungan dekat merupakan prediktor penting dari sejumlah variabel yang menggambarkan aspek positif dalam hubungan personal. Contohnya, pasangan yang tingkat komitmennya tinggi cenderung lebih baik hati dan suka menolong satu sama lain (Wieselquist dkk, dalam Wulandari, 2005), berkomunikasi dan memecahkan masalah secara lebih efektif, dan lebih puas dengan kehidupan daripada pasangan yang komitmennya rendah (Adams & Jones dalam Wulandari, 2005). Pasangan dari pernikahan yang berbahagia menyatakan bahwa komitmen merupakan faktor penting yang mendukung keberhasilan pernikahan mereka. Contoh-contoh ini menggambarkan bahwa komitmen merupakan konstruk yang serbaguna dan bermanfaat dalam menjelaskan perkembangan dan keberlangsungan hubungan, baik yang fungsional maupun yang disfungsional. Adapun kepuasan dalam perkawinan merupakan konstruk yang berpengaruh pada tingkat komitmen dalam perkawinan. Berdasarkan pada uraian di atas maka peneliti tertarik untuk mengungkap hubungan antara kepuasan dalam perkawinan dengan komitmen pada perkawinan. METODE PENELITIAN Penelitian ini melibatkan 77 orang pria dan wanita berusia antara 18 sampai dengan 40 tahun dan sedang terikat dalam hubungan perkawinan paling tidak selama satu tahun. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara pusposif atau purposive sampling. Pengumpulan data menggunakan skala kepuasan perkawinan dan skala komitmen pada perkawinan. Analisis data menggunakan korelasi product moment. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis data diperoleh koefisien korelasi r xy sebesar 0.55 pada p = (p < 0.01). Hasil temuan dalam penelitian ini membuktikan adanya korelasi yang positif dan signifikan antara kepuasan dalam perkawinan dengan komitmen pada perkawinan. Hal ini berarti meningkatnya kepuasan dalam perkawinan secara signifikan akan meningkatkan komitmen pada perkawinan. Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian lain yang juga menyatakan bahwa kepuasan dalam perkawinan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi komitmen pada perkawinan. Dalam suatu penelitian longitudinal yang dilakukan oleh Kurdeck (Handayani dkk, 2008) ditemukan bahwa dalam kurun waktu 4 tahun kepuasan perkawinan akan terus berkurang. Penelitian lain mengenai kepuasan perkawinan juga diungkapkan oleh Jay Belksky dan Kuang-Hua Hsieh (Handayani dkk, 2008) yang menemukan bahwa beberapa pasangan mampu menjaga perkawinan yang sehat setelah kelahiran anak pertama, sementara yang lainnya menjadi kurang saling mencintai dan menghadapi banyak konflik. Kepuasan dalam perkawinan yang terus menurun ini diduga menjadi faktor penyumbang terbesar terjadinya perpisahan atau perceraian. Meskipun demikian, beberapa peneliti melaporkan adanya pasangan yang tetap bersamasama atau mempertahankan perkawinan meskipun hubungan mereka sudah tidak memuaskan lagi tetapi tidak dapat atau tidak ingin bercerai (Adams & Jones dalam Wulandari, 2005). Hal ini ditengarai disebabkan oleh faktor komitmen. Komitmen sudah lama dikenal sebagai faktor yang signifikan dalam perkembangan dan stabilitas yang berkelanjutan dalam sebuah perkawinan. 163

4 Selama ini komitmen perkawinan dipahami sebatas tingkat keinginan seseorang untuk bertahan dalam perkawinannya. Padahal menurut Johnson (1991), penggagas teori komitmen perkawinan dari The Pennsylvania State University, komitmen perkawinan perlu dipahami dalam tiga bentuk. Pertama adalah komitmen personal, yaitu keinginan untuk bertahan karena cinta terhadap pasangan dan perasaan puas terhadap hubungan itu sendiri. Kedua adalah komitmen moral, yaitu rasa bertanggung jawab secara moral baik terhadap pasangan maupun janji perkawinan. Ketiga adalah komitmen struktural yang berbicara mengenai komitmen untuk bertahan dalam suatu hubungan karena alasan-alasan struktural seperti yang disebutkan di atas. Meskipun Johnson menganggap ketiga komitmen ini dapat berdiri sendiri, adalah menarik untuk melihat kaitannya satu sama lain ( Orang-orang yang sekedar bertahan karena alasan-alasan yang disebutkan di atas adalah orang yang memiliki komitmen moral dan struktural yang tinggi, namun komitmen personalnya rendah. Komitmen moral dan struktural memegang peranan kunci ketika seseorang hendak memutuskan untuk bercerai. Kedua komitmen tersebut dapat membuat pasangan menghindari perceraian, namun memiliki keduanya tidak menjamin kebahagiaan perkawinan. Kedua komitmen tersebut hanya menurunkan probabilitas terpilihnya perceraian sebagai suatu solusi. Orang yang memiliki keduanya tetapi tidak memiliki komitmen personal, akan mengeluhkan betapa kering perkawinan mereka. Perkawinan ini juga lebih rawan akan konflik. Ditambah dengan tidak adanya lagi rasa tertarik terhadap hubungan dan pasangan, masing-masing dapat kehilangan minat untuk menyelesaikan konflik tersebut. Akhirnya pasangan ini menjadi rentan terhadap perselingkuhan. Menjaga komitmen personal berarti menjaga kepuasan hubungan. Kepuasan bersifat subjektif dan tergantung dari masing-masing pasangan. Apabila seseorang merasa puas terhadap perkawinan yang telah dijalani, maka ia beranggapan bahwa harapan, keinginan dan tujuan yang ingin dicapai pada saat ia menikah telah terpenuhi, baik sebagian ataupun keseluruhan. Ia merasa hidupnya lebih berarti dan lebih lengkap dibandingkan sebelum menikah. Pasangan dari pernikahan yang berbahagia menyatakan bahwa komitmen merupakan faktor penting yang mendukung keberhasilan pernikahan mereka. Contoh-contoh ini menggambarkan bahwa komitmen merupakan konstruk yang serbaguna dan bermanfaat dalam menjelaskan perkembangan dan keberlangsungan hubungan, baik yang fungsional maupun yang disfungsional. Adapun kepuasan dalam perkawinan merupakan konstruk yang berpengaruh pada tingkat komitmen dalam perkawinan. Meskipun demikian faktor kepuasan dalam perkawinan pada penelitian ini mempunyai sumbangan efektif hanya sebesar 0.30 atau 30 % terhadap komitmen pada perkawinan. Adapun 70 % sisanya dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini, misal berkurangnya pilihan lain di luar, komunikasi, dan usia pernikahan. Berdasarkan pada temuan dalam peneletian ini maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan dalam perkawinan berhubungan dengan komitmen pada perkawinan. Kepuasan dalam perkawinan yang semakin meningkat akan semakin memperkokoh perkawinan. Meskipun demikian, kepuasan dalam perkawinan bersifat subjektif, dipengaruhi oleh banyak faktor dan bisa bervariatif sejalan dengan usia perkawinan. Kepuasan dalam perkawinan bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi komitmen pada perkawinan. Oleh karenanya bagi peneliti lain yang tertarik mendalami komitmen pada perkawinan disarankan untuk meneliti faktor-faktor lain yang mempengaruhi komitmen pada perkawinan dengan melibatkan jumlah sampel yang lebih banyak. KESIMPULAN Hasil analisis data menemukan korelasi antara kepuasan dalam perkawinan dengan komitmen pada perkawinan sebesar r xy = 0.55 pada p = Hal ini berarti terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kepuasan dalam perkawinan dengan komitmen pada perkawinan. Variabel kepuasan dalam perkawinan mempunyai sumbangan efektif sebesar 0.30 atau sebesar 30 % terhadap komitmen dalam perkawinan. DAFTAR PUSTAKA Agnew, C.R., Van Lange, P.A.M., Rusbult, C.E., & Langston, C.A., (1998). Cognitive Interdependence : Commitment and the Mental Representation of Close Relationship. Journal of Personality and Social Psychology. Vol. 74. No. 4. p Anastasia, S. ( 2008). Kepuasan Perkawinan pada Suami/Istri yang Pasangannya ODHA. USU Repository. Diakses pada tanggal 15 April Finkel, E.J., Rusbult, C.E., Kumashiro, M., & Hannon, P.A., (2002). Dealing With Betrayal in Close Relationships : Does Commitment Promote Forgiveness? Journal of Personality and Social Psychology. Vol. 82. No. 6. p

5 Handayani, M.M., Suminar, D.R., Hendriani, W., Alfian, I.N., & Hartini, N. (2008). Psikologi Keluarga. Surabaya : Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. Hendrick, S.S. (2004). Understanding Close Relationships. Boston : Pearson Education, Inc. Johnson, M. P. (1991). Commitment to personal relationships. In W. H. Jones & D. W. Perlman (Eds.), Advances in personal relationships (Vol. 3, pp ). London: Jessica Kingsley Publishers. Lemme, B.H. (1985). Developmental in Adulthood. Boston : Allyn and Bacon. Wulandari, D.A. (2005). Empati dan Komitmen sebagai Fasilitator Perilaku Memberi Maaf pada Hubungan Romantis. Tesis. Tidak Diterbitkan. Program Pascasarjana Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Diakses tanggal 27 September

1. Pendahuluan KOMITMEN PADA PERKAWINAN (STUDI KASUS PADA PERKAWINAN GURU DI PURWOKERTO)

1. Pendahuluan KOMITMEN PADA PERKAWINAN (STUDI KASUS PADA PERKAWINAN GURU DI PURWOKERTO) Prosiding SNaPP2015Kesehatan pissn 2477-2364 eissn 2477-2356 KOMITMEN PADA PERKAWINAN (STUDI KASUS PADA PERKAWINAN GURU DI PURWOKERTO) 1 Dyah Astorini Wulandari, 2 Dyah Siti Septiningsih 1,2, Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Perkawinan 1. Pengertian Kualitas Perkawinan Menurut Gullota (Aqmalia, 2009) kepuasan pernikahan merupakan perasaan pasangan terhadap pasangannya mengenai hubungan pernikahannya.

Lebih terperinci

KAJIAN TENTANG FAKTOR-FAKTOR KOMITMEN DALAM PERKAWINAN. Oleh : Dyah Astorini Wulandari*) ABSTRAK

KAJIAN TENTANG FAKTOR-FAKTOR KOMITMEN DALAM PERKAWINAN. Oleh : Dyah Astorini Wulandari*) ABSTRAK KAJIAN TENTANG FAKTOR-FAKTOR KOMITMEN DALAM PERKAWINAN Oleh : Dyah Astorini Wulandari*) ABSTRAK Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji tentang komitmen, aspekaspek komitmen, jenis komitmen dan peran komitmen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Komitmen Perkawinan 1. Pengertian Komitmen Perkawinan Dalam menjalani suatu hubungan, individu tidak lepas dari rasa ketergantungan satu dengan yang lainnya, sehingga akan muncul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhannya. Diantara kebutuhan tersebut adalah kebutuhan sosial. juga orang mengakhirinya dengan perceraian.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhannya. Diantara kebutuhan tersebut adalah kebutuhan sosial. juga orang mengakhirinya dengan perceraian. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri, saling membutuhkan dan saling tergantung terhadap manusia lainnya. Dengan sifat dan hakekat itu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah bersatunya dua orang manusia yang bersama-sama sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat keterikatan secara

Lebih terperinci

GAMBARAN DUKUNGAN SOSIAL DAN KOMITMEN PADA INDIVIDU YANG BERPACARAN BEDA AGAMA

GAMBARAN DUKUNGAN SOSIAL DAN KOMITMEN PADA INDIVIDU YANG BERPACARAN BEDA AGAMA GAMBARAN DUKUNGAN SOSIAL DAN KOMITMEN PADA INDIVIDU YANG BERPACARAN BEDA AGAMA AUFA PUTRI SURYANTO LANGGERSARI ELSARI NOVIANTI, M.PSI 1 ABSTRAK Keragaman agama di Indonesia memungkinkan terjadinya hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Pada masa ini, individu dituntut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. berkaitan dengan variabel lain, berdasarkan koefisien korelasi (Azwar, 2013)

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. berkaitan dengan variabel lain, berdasarkan koefisien korelasi (Azwar, 2013) BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Pada penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu dilakukan dengan mengumpulakan data yang berupa angka. Data tersebut kemudian diolah

Lebih terperinci

A. Latar belakang penelitian

A. Latar belakang penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Dari tahun ke tahun, jumlah penderita HIV/AIDS semakin meningkat. Berdasarkan data dari Kemenkes RI pada bulan Maret 2013, penderita HIV telah mencapai

Lebih terperinci

INTUISI Jurnal Ilmiah Psikologi

INTUISI Jurnal Ilmiah Psikologi INTUISI 7 (1) (2015) INTUISI Jurnal Ilmiah Psikologi http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/intuisi HUBUNGAN ANTARA ADULT ATTACHMENT STYLE DENGAN KOMITMEN PERNIKAHAN PADA DEWASA AWAL Binti Khumairoh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. kuantitatif yaitu penelitian yang melakukan penelitian hipotesis untuk menjelaskan hubungan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. kuantitatif yaitu penelitian yang melakukan penelitian hipotesis untuk menjelaskan hubungan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu penelitian yang melakukan penelitian hipotesis untuk menjelaskan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap manusia akan mencari pasangan hidupnya dan menjalin suatu hubungan serta melanjutkannya ke jenjang yang lebih serius yaitu pernikahan yang sah dan membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kasus perceraian bisa terjadi pada siapa saja, menurut Kepala

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kasus perceraian bisa terjadi pada siapa saja, menurut Kepala BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kasus perceraian bisa terjadi pada siapa saja, menurut Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan Kemenag Muharam Marzuki Angka perceraian di Indonesia lima tahun terakhir

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hubungan jarak jauh (long distance relationship) Pengertian hubungan jarak jauh atau sering disebut dengan long distance relationship adalah dimana pasangan dipisahkan oleh jarak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah SWT menciptakan manusia yaitu laki-laki dan perempuan secara berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk setiap masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tugas dan sumber-sumber ekonomi (Olson and defrain, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. tugas dan sumber-sumber ekonomi (Olson and defrain, 2006). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia akan mengalami peristiwa penting dalam hidupnya, salah satunya adalah momen perkawinan dimana setiap orang akan mengalaminya. Manusia diciptakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada usia dewasa awal tugas perkembangan yang harus diselesaikan adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk menjalani suatu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini termasuk penelitian korelasi yang melihat Hubungan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini termasuk penelitian korelasi yang melihat Hubungan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian korelasi yang melihat Hubungan Antara Penyesuaian Perkawinan dengan Kepuasan Perkawinan. B. Identifikasi Variabel Variabel

Lebih terperinci

KOMITMEN PERNIKAHAN PADA PASANGAN SUAMI ISTRI YANG SUAMINYA MENGALAMI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung

KOMITMEN PERNIKAHAN PADA PASANGAN SUAMI ISTRI YANG SUAMINYA MENGALAMI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung KOMITMEN PERNIKAHAN PADA PASANGAN SUAMI ISTRI YANG SUAMINYA MENGALAMI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) Eneng Nurlaili Wangi 1, Yunikeu Gusnendar 2 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung 1,2 Email

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu proses penyatuan dua individu yang memiliki komitmen berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Komitmen Pernikahan. dijalani dan ingin melanjutkan ke jenjang berikutnya. Kedua, seseorang yang

BAB II LANDASAN TEORI. A. Komitmen Pernikahan. dijalani dan ingin melanjutkan ke jenjang berikutnya. Kedua, seseorang yang BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Pernikahan 1. Pengertian Komitmen Pernikahan Menurut Karney dan Bradburry (dalam Garcia & Gomez, 2014) berkomitmen memiliki dua arti: pertama, seseorang menyukai hubungan

Lebih terperinci

GAMBARAN KOMITMEN BERPACARAN PADA KORBAN SEXUAL INFIDELITY USIA TAHUN YANG TETAP MEMERTAHANKAN RELASI BERPACARANNYA SEKAR NAWANG WULAN

GAMBARAN KOMITMEN BERPACARAN PADA KORBAN SEXUAL INFIDELITY USIA TAHUN YANG TETAP MEMERTAHANKAN RELASI BERPACARANNYA SEKAR NAWANG WULAN GAMBARAN KOMITMEN BERPACARAN PADA KORBAN SEXUAL INFIDELITY USIA 18-25 TAHUN YANG TETAP MEMERTAHANKAN RELASI BERPACARANNYA SEKAR NAWANG WULAN Eka Riyanti Purboningsih, S.Psi., M.Psi. 1 Fakultas Psikologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional 1. Identitas Variabel Variabel merupakan suatu yang dapat berubah-ubah dan mempunyai nilai yang berbeda-beda, menurut (Sugioyo, 2001), variabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Para individu lanjut usia atau lansia telah pensiun dari pekerjaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Para individu lanjut usia atau lansia telah pensiun dari pekerjaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan adalah sebuah hubungan yang menjadi penting bagi individu lanjut usia yang telah kehilangan banyak peran (Indriana, 2013). Para individu lanjut usia atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat

Lebih terperinci

PELATIHAN KONSELING PERKAWINAN BERBASIS KOMUNITAS

PELATIHAN KONSELING PERKAWINAN BERBASIS KOMUNITAS Prosiding SNaPP2016 Kesehatan pissn 2477-2364 eissn 2477-2356 PELATIHAN KONSELING PERKAWINAN BERBASIS KOMUNITAS 1 Dyah Astorini Wulandari, 2 Suwarti 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Lebih terperinci

PERBEDAAN KOMITMEN BERPACARAN ANTARA DEWASA MUDA YANG MEMILIKI SELF-MONITORING TINGGI DAN SELF-MONITORING RENDAH

PERBEDAAN KOMITMEN BERPACARAN ANTARA DEWASA MUDA YANG MEMILIKI SELF-MONITORING TINGGI DAN SELF-MONITORING RENDAH PERBEDAAN KOMITMEN BERPACARAN ANTARA DEWASA MUDA YANG MEMILIKI SELF-MONITORING TINGGI DAN SELF-MONITORING RENDAH Fransisca Iriani Dosen Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara, Jakarta dosenpsikologi@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS Pada BAB ini akan dibahas secara teoritis tentang komitmen pernikahan. Untuk menjelaskan permasalahan diperlukan landasan dalam penyusunan kerangka berpikir. Adapun teori-teori

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif komparatif, yakni jenis

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif komparatif, yakni jenis 19 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Menurut Arikunto (2002) desain penelitian merupakan serangkaian proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian. Penelitian ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Bhayangkara Jakarta Raya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Islam sebagai salah satu dari lima agama yang diakui di Indonesia, sangat menekankan tentang bagaimana seorang muslim seharusnya menjalankan pernikahan. Namun sebelum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 1 tahin 1974 pasal 1 tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: Ikatan lahir dan batin antara seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Manusia merupakan makhluk individu dan sosial. Makhluk individu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Manusia merupakan makhluk individu dan sosial. Makhluk individu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia merupakan makhluk individu dan sosial. Makhluk individu yang berkembang untuk memenuhi kebutuhan pribadi, sedangkan manusia sebagai makhluk sosial yang saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tiba diriku di penghujung mencari cinta Hati ini tak lagi sepi Kini aku tak sendiri

BAB I PENDAHULUAN. Tiba diriku di penghujung mencari cinta Hati ini tak lagi sepi Kini aku tak sendiri 1.1. Latar belakang penelitian BAB I PENDAHULUAN Tiba diriku di penghujung mencari cinta Hati ini tak lagi sepi Kini aku tak sendiri Aku akan menyayangimu Ku kan setia kepadamu Ku kan selalu di sisimu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan nilai-nilai sosial di dalam masyarakat menyebabkan tingkat perceraian semakin tinggi. Selain itu, akibat banyaknya wanita yang terjun ke dalam dunia pekerjaan menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melainkan juga mengikat janji dihadapan Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. melainkan juga mengikat janji dihadapan Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pernikahan atau perkawinan adalah suatu kejadian dimana dua orang yang saling mengikat janji, bukan hanya didepan keluarga dan lingkungan sosial melainkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan teknologi semakin canggih membuat komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin canggih dan berbagai sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dapat diartikan sebagai sebuah ikatan lahir batin seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)

Lebih terperinci

memberi-menerima, mencintai-dicintai, menikmati suka-duka, merasakan

memberi-menerima, mencintai-dicintai, menikmati suka-duka, merasakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang butuh orang lain untuk melangsungkan hidupnya. Manusia memerlukan rasa aman, nyaman, dan kasih sayang yang diberikan oleh orang lain,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan seperti firman Allah dalam Qur`an Surat Al- Baqarah ayat 36

BAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan seperti firman Allah dalam Qur`an Surat Al- Baqarah ayat 36 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang menginginkan kebahagiaan dan kepuasan dalam hidupnya. Selain itu juga Allah memerintahkan manusia untuk mencari kebahagiaan seperti firman Allah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini salah satu fenomena yang semakin sering muncul di Jakarta adalah perceraian. Fakta yang ada tidak semua pernikahan berjalan dengan lancar, tidak sedikit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan bagi manusia merupakan hal yang penting, karena dengan sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara sosial, biologis maupun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua,

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang senantiasa memerlukan interaksi dengan orang lain. Saat berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS CINTA DAN KETERBUKAAN DIRI DENGAN KOMITMEN PERKAWINAN PADA PASANGAN SUAMI ISTRI

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS CINTA DAN KETERBUKAAN DIRI DENGAN KOMITMEN PERKAWINAN PADA PASANGAN SUAMI ISTRI HUBUNGAN ANTARA KUALITAS CINTA DAN KETERBUKAAN DIRI DENGAN KOMITMEN PERKAWINAN PADA PASANGAN SUAMI ISTRI SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. interpretasi data dan kesimpulan berdasarkan angka-angka yang

BAB III METODE PENELITIAN. interpretasi data dan kesimpulan berdasarkan angka-angka yang BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif yang mempunyai tata cara, yaitu pengambilan keputusan, interpretasi data dan kesimpulan

Lebih terperinci

PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA

PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan Oleh : FAJAR TRI UTAMI F 100 040 114 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PENYESUAN SOSIAL 1. Pengertian Penyesuaian sosial merupakan suatu istilah yang banyak merujuk pada proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak perubahan dimana ia harus menyelesaikan tugas-tugas perkembangan, dari lahir, masa kanak-kanak,

Lebih terperinci

2016 HUBUNGAN ANTARA FAMILY RESILIENCE DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA PNS WANITA DI KOTA BANDUNG

2016 HUBUNGAN ANTARA FAMILY RESILIENCE DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA PNS WANITA DI KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari skripsi yang akan membahas beberapa hal terkait penelitian, termasuk latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Undang-Undang No.1 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Undang-Undang No.1 Tahun BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

Lebih terperinci

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Psikologi Disusun oleh : RIZKIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia tercipta sebagai mahkluk sosial. Sebagai mahkluk sosial manusia harus saling berinteraksi, bertukar pikiran, serta berbagi pengalaman. Setiap manusia

Lebih terperinci

Hubungan Religiusitas dengan Kepuasan Pernikahan pada Individu yang Menikah Melalui Ta aruf

Hubungan Religiusitas dengan Kepuasan Pernikahan pada Individu yang Menikah Melalui Ta aruf Hubungan Religiusitas dengan Kepuasan Pernikahan pada Individu yang Menikah Melalui Ta aruf Helda Novia Rahmah, Ahmad, Ratna Mardiati Fakultas Psikologi, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

HASIL. Tabel 20 Sebaran nilai minimum, maksimum, rata-rata dan standar deviasi karakteristik keluarga Rata-rata ± Standar Deviasi

HASIL. Tabel 20 Sebaran nilai minimum, maksimum, rata-rata dan standar deviasi karakteristik keluarga Rata-rata ± Standar Deviasi 43 HASIL Karakteristik Keluarga Tabel 20 menunjukkan data deskriptif karakteristik keluarga. Secara umum, usia suami dan usia istri saat ini berada pada kategori dewasa muda (usia diatas 25 tahun) dengan

Lebih terperinci

BAB IV PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB IV PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN PENELITIAN BAB IV PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN PENELITIAN A. Orientasi Kancah Penelitian Subyek yang diteliti pada penelitian ini adalah istri (wanita) pada pasangan suami istri yang terikat dalam perkawinan. Istri

Lebih terperinci

BAB 5 Simpulan, Diskusi, dan Saran

BAB 5 Simpulan, Diskusi, dan Saran BAB 5 Simpulan, Diskusi, dan Saran Pada bab ini peneliti akan membahas mengenai simpulan yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan pada bab

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tipe Penelitian Jenis penelitian ini termasuk ke dalam penelitian kuantitatif yang bersifat korelasi untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan tergantung.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. digunakan peneliti serta kegiatan yang akan dilakukan selama proses penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. digunakan peneliti serta kegiatan yang akan dilakukan selama proses penelitian 31 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian (disebut juga rancangan penelitian; proposal penelitian atau usul penelitian) adalah penjelasan mengenai berbagai komponen yang akan

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI Gambaran Forgiveness Pada Orang Bercerai Di Kecamantan Kunir Kabupaten Lumajang

NASKAH PUBLIKASI Gambaran Forgiveness Pada Orang Bercerai Di Kecamantan Kunir Kabupaten Lumajang NASKAH PUBLIKASI Gambaran Forgiveness Pada Orang Bercerai Di Kecamantan Kunir Kabupaten Lumajang SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Strata 1 (S-1) Sarjana Psikologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki peranan dalam sistem sosial, yang ditampilkan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki peranan dalam sistem sosial, yang ditampilkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu memiliki peranan dalam sistem sosial, yang ditampilkan pada perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi sosial yang diberikan. Posisi atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa muda merupakan masa dimana individu mulai mengemban tugas untuk menikah dan membina keluarga. Sesuai dengan pendapat Havighurst (dalam Santrock,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian yang Digunakan Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif. Metode kuantitatif mempunyai tata cara yaitu pengambilan keputusan, interpretasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Identifikasi Variabel 1. Variabel tergantung : Kepuasan perkawinan. Variabel bebas : a. Self-esteem b. Penghargaan suami B. Definisi Operasional Variabel Definisi operasional

Lebih terperinci

2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI

2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagian besar mahasiswa strata satu adalah individu yang memasuki masa dewasa awal. Santrock (2002) mengatakan bahwa masa dewasa awal adalah masa untuk bekerja

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pernikahan adalah salah satu proses penting dalam kehidupan sosial manusia. Pernikahan merupakan kunci bagi individu untuk memasuki dunia keluarga, yang di dalamnya terdapat

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai Derajat S-1, Sarjana Psikologi Disusu Oleh: NUR ZULAIKAH F 100 030 010 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Semakin maju peradaban manusia, maka masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Semakin maju peradaban manusia, maka masalah-masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini persoalan-persoalan yang dihadapi oleh umat muslim semakin kompleks. Semakin maju peradaban manusia, maka masalah-masalah yang dihadapi ataupun ditanggung

Lebih terperinci

Perpustakaan Unika LAMPIRAN

Perpustakaan Unika LAMPIRAN LAMPIRAN LAMPIRAN A Data Kasar A-1 DATA KASAR SIKAP TERHADAP POLIGAMI A-2 DATA KASAR KESADARAN KESETARAAN GENDER LAMPIRAN A-1 Data Kasar SIKAP TERHADAP POLIGAMI LAMPIRAN A-2 Data Kasar KESADARAN KESETARAAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metode Penelitian. korelasional. Penelitian ini dirancang untuk menentukan tingkat hubungan variabel-variabel yang

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metode Penelitian. korelasional. Penelitian ini dirancang untuk menentukan tingkat hubungan variabel-variabel yang BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif korelasional. Penelitian ini dirancang untuk menentukan tingkat hubungan variabel-variabel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan lebih jauh mengenai teori-teori yang menjelaskan mengenai pengertian Kemampuan Memecahkan Masalah sosial dan rasa Humor, faktorfaktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

HUBUNGAN KETERBUKAAN DIRI DALAM TA ARUF DAN KEPUTUSAN MENIKAH KELOMPOK TARBIYAH PKS CABANG POLOKARTO

HUBUNGAN KETERBUKAAN DIRI DALAM TA ARUF DAN KEPUTUSAN MENIKAH KELOMPOK TARBIYAH PKS CABANG POLOKARTO 47 HUBUNGAN KETERBUKAAN DIRI DALAM TA ARUF DAN KEPUTUSAN MENIKAH KELOMPOK TARBIYAH PKS CABANG POLOKARTO Aji Anung Aryanto Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Komunikasi dan Informatika Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

PERBEDAAN PEMAAFAN DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SKRIPSI

PERBEDAAN PEMAAFAN DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SKRIPSI PERBEDAAN PEMAAFAN DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang Oleh : Hestiyani Agustina 03810034

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL PSIKOLOGI PERKEMBANGAN DEWASA DAN LANSIA PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL Oleh: Dr. Rita Eka Izzaty, M.Si Yulia Ayriza, Ph.D STABILITAS DAN PERUBAHAN ANAK-DEWASA TEMPERAMEN Stabilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Angka pernikahan dini di Indonesia terus meningkat setiap tahunya. Data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional BKKBN (2012), menyatakan bahwa angka pernikahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang dimaksud dengan perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun dengan lawan jenis merupakan salah satu tugas perkembangan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun dengan lawan jenis merupakan salah satu tugas perkembangan tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja memiliki tugas perkembangan yang harus dipenuhi.menjalin hubungan yang baru dan lebih matang dengan teman sebaya baik sesama jenis maupun dengan lawan jenis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 101 BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Penelitian ini merupakan sebuah upaya untuk memperoleh gambaran mengenai kebutuhan intimacy melalui wawancara mendalam. Berdasarkan hasil analisis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di

BAB I PENDAHULUAN. parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan jenjang awal pembentukan masyarakat, dari suatu parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di dalamnya akan lahir

Lebih terperinci

PERBEDAAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA WANITA DITINJAU DARI TAHAP-TAHAP PERNIKAHAN

PERBEDAAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA WANITA DITINJAU DARI TAHAP-TAHAP PERNIKAHAN PERBEDAAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA WANITA DITINJAU DARI TAHAP-TAHAP PERNIKAHAN SKRIPSI Guna Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi Oleh: FITRI VIDAYA 031301035 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepuasan Pernikahan Clayton (1975) dan Snyder (1979) menjelaskan bahwa kepuasan perkawinan merupakan evaluasi secara keseluruhan tentang segala hal yang berhubungan dengan kondisi

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Dalam bab metodologi penelitian, akan dibahas mengenai variabel penelitian, masalah penelitian, subjek penelitian, metode pengambilan data, alat ukur yang digunakan, prosedur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah 7 TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah Duvall (1971) menyatakan bahwa kesiapan menikah adalah laki-laki maupun perempuan yang telah menyelesaikan masa remajanya dan siap secara fisik, emosi, finansial, tujuan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Kepuasan Pernikahan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Kepuasan Pernikahan BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan didefinisikan sebagai hubungan yang diakui secara sosial antara pria dan wanita yang didalamnya terdapat hubungan

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL PASCA PERCERAIAN ANTARA WANITA BEKERJA DAN WANITA TIDAK BEKERJA

PERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL PASCA PERCERAIAN ANTARA WANITA BEKERJA DAN WANITA TIDAK BEKERJA PERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL PASCA PERCERAIAN ANTARA WANITA BEKERJA DAN WANITA TIDAK BEKERJA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Bidang Psikologi dan Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini sering terjadi di belahan bumi manapun dan terjadi kapanpun. Pernikahan itu sendiri

Lebih terperinci

COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH

COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S 1 Psikologi Diajukan oleh : Alfan Nahareko F 100 030 255 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan bersatunya dua orang ke dalam suatu ikatan yang di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta meneruskan keturunan,

Lebih terperinci

GAMBARAN KOMITMEN PADA EMERGING ADULT YANG MENJALANI HUBUNGAN PACARAN JARAK JAUH DAN PERNAH MENGALAMI PERSELINGKUHAN

GAMBARAN KOMITMEN PADA EMERGING ADULT YANG MENJALANI HUBUNGAN PACARAN JARAK JAUH DAN PERNAH MENGALAMI PERSELINGKUHAN GAMBARAN KOMITMEN PADA EMERGING ADULT YANG MENJALANI HUBUNGAN PACARAN JARAK JAUH DAN PERNAH MENGALAMI PERSELINGKUHAN RIMA AMALINA RAHMAH Langgersari Elsari Novianti, S.Psi., M.Psi. 1 Fakultas Psikologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Manusia mengalami berbagai proses perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa kanak-kanak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu adalah makhluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk menjalin hubungan dengan individu lain sepanjang kehidupannya. Individu tidak pernah dapat hidup

Lebih terperinci

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tahap yang penting bagi hampir semua orang yang memasuki masa dewasa awal. Individu yang memasuki masa dewasa awal memfokuskan relasi interpersonal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan yang bahagia. Harapan akan kebahagiaan ini pun tidak terlepas bagi seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan yang bahagia. Harapan akan kebahagiaan ini pun tidak terlepas bagi seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu baik laki-laki maupun perempuan pada dasarnya mendambakan kehidupan yang bahagia. Harapan akan kebahagiaan ini pun tidak terlepas bagi seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu tugas seorang individu yang berada pada tahap dewasa awal menurut Erikson (Desmita, 2005) adalah adanya keinginan untuk melakukan pembentukan hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lazimnya dilakukan melalui sebuah pernikahan. Hurlock (2009) menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lazimnya dilakukan melalui sebuah pernikahan. Hurlock (2009) menyatakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial ditakdirkan untuk berpasangan yang lazimnya dilakukan melalui sebuah pernikahan. Hurlock (2009) menyatakan bahwa pernikahan adalah salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan sangat cepat. Perubahan yang terjadi dalam bidang teknologi, informasi dan juga ledakan populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain. Penyesuaian pribadi dan sosial remaja ditekankan dalam lingkup teman sebaya. Sullivan

Lebih terperinci