No. Kecamatan Luas (Ha) Produksi kakao kering (Ton)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "No. Kecamatan Luas (Ha) Produksi kakao kering (Ton)"

Transkripsi

1 18 IV. Pembahasan 4.1. Produksi Sampai saat ini sektor pertanian masih berperan penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk mewujudkan visi Kabupaten Morowali sebagai Kabupaten Si e 2012 (lumbung pangan) maka diperlukan keberhasilan dari program-program pembangunan yang diadakan oleh pemerintah pada sektor pertanian. Sektor pertanian memiliki beberapa sub sektor diantaranya sub sektor perkebunan. Di dalam sub sektor perkebunan itu sendiri, masih terbagi lagi dalam berbagai komoditi, diantaranya kelapa, kelapa sawit, karet, kakao, kopi, cengkeh dan lain-lain. Tabel 4.1. Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Tanaman Perkebunan Kakao Kabupaten Morowali Menurut Kecamatan Tahun 2010 No. Kecamatan Luas (Ha) Produksi kakao kering (Ton) Produktivitas (Kg/Ha) 1 Menui Kepulauan ,00 119,50 2 Bungku Selatan ,80 645,06 3 Bahodopi ,00 285,47 4 Bungku Tengah ,00 318,23 5 Bungku Barat ,00 356,08 6 Bumi Raya ,80 442,53 7 Witaponda ,60 422,84 8 Lembo ,40 345,30 9 Mori Atas ,00 309,61 10 Mori Utara(*) Petasia ,80 432,30 12 Soyo Jaya ,20 394,96 13 Bungku Utara , ,18 14 Mamosalato ,10 56,02 Total , ,36 rata-rata kecamatan ,59 391,57 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Morowali Catatan *) : Data masih gabung dengan kecamatan induknya (Mori Atas)

2 19 Salah satu komoditi perkebunanan unggulan Kabupaten Morowali adalah kakako. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 4.1. dimana keempatbelas kecamatan yang berada di Kabupaten Morowali semuanya memiliki perkebunan kakao yang dikekola oleh masyarakat atau perkebunan rakyat. Dari Tabel 4.1., terlihat bahwa rata-rata kecamatan di Kabupaten Morowali pada tahun 2010 memiliki perkebunan kakao seluas Ha dengan produksi 457,59 ton. Setiap kecamatan memiliki luas perkebunan kakao yang berbeda-beda, demikian juga dengan hasil produksi dan produktivitasnya. Banyak hal yang dapat mempengaruhi produksi dan produktivitas dari perkebunan kakao diantaranya perbedaan tingkat kesuburan tanah, perbedaan umur tanaman kakao (belum menghasilkan, menghasilkan dan tidak menghasilkan atau rusak), serangan hama dan perubahan iklim. Perkebunan kakao terluas bereda di Kecamatan Bungku Tengah yaitu Ha atau 13,22% dari total luas perkebunan kakao Morowali tahun 2010, berikut kecamatan Mori Atas Ha (12,67%) sebelum pemekaran Kecamatan, dan Kecamatan Petasia Ha (12,51%). Kecamatan yang memiliki luas perkebunan kakao paling sedikit adalah Kecamatan Menui Kepulauan yaitu 159 Ha atau hanya 1,05% dari luas perkebunan kakao Kabupaten Morowali. Produksi terbesar pada tahun 2010 berasal dari Kecamatan Petasia sebesar 821,80 Ton atau menyumbang 13,81% total produksi kakao Kabupaten Morowali, berikut Kecamatan Bungku Selatan dengan produksi 672,80 ton (11,31%). Kecamatan yang kontribusinya paling sedikit adalah Kecamatan Mamosalato (0,34%) dan Menui Kepulauan (0,32%). Produktivitas perkebunan kakao di tingkat Kecamatan pada tahun 2010 cukup bervariasi dengan 391,57 kg/ha. Banyaknya masalah seperti keterbatasan biaya produksi, perubahan iklim, penyakit dan hama yang dihadapi petani dalam pengolahan perkebunan kakao di berbagai Kecamatan di Kabupaten Morowali membuat produktivitas perkebunan pun bervariasi. Walaupun satu Kecamatan

3 20 memiliki perkebunan kakao yang lebih luas, tetapi jika dibandingkan dengan kecamatan lain produktivitas Kecamatan tersebut justru lebih rendah (Tabel 4.1.). Kecamatan Bungku Utara yang luas perkebunanya mecapai Ha, tingkat produktivitasnya hanya 318,23 kg/ha. Demikian juga dengan Kecamatan Mori Atas yang produktivitasnya hanya 309,61 kg/ha dengan luas areal perkebunan Ha. Lain halnya dengan Kecamatan Bungku Selatan yang memiliki luas perkebunan Ha atau hampir seribu hektar lebih sedikit dari Kecamatan Bungku Utara dan Mori Atas justru produktivitasnya dua kali lebih besar dari kedua kecamatan tersebut yakni 645,06 kg/ha. Dari semua Kecamatan yang ada di Kabupaten Morowali, Kecamatan yang memiliki produktivitas perkebunan kakao paling tinggi adalah Kecamatan Bungku Utara yaitu 1.066,18 kg/ha dengan lahan perkebunan hanya 408 Ha. Sedangkan Kecamatan dengan produktivitas perkebunan kakao terendah adalah Kecamatan Mamosalato dengan luas perkebunan 357 Ha dan produktivitasnya hanya 56,02 kg/ha. Secara keseluruhan pada tahun 2010, produktivitas perkebunan kakao Kabupaten Morowali yang rata-rata 391,57 kg/ha masih lebih rendah jika dibandingkan dengan produktivitas perkebunan kakao Sulawesi Tengah yaitu 832,51 kg/ha. Produksi atau hasil dari suatu usaha pertanian dalam hal ini produksi komoditi kakao, akan dijadikan sebagai suatu patokan apakah komoditi kakao memiliki potensi untuk diusahakan dan dikembangkan sebagai komoditi unggulan di Kabupaten Morowali. Secara keseluruhan luas dan produksi perkebunan kakao Kabupaten Morowali dari tahun dapat dilihat pada Tabel 4.2.

4 21 Tabel 4.2. Luas, Produksi dan Produktivitas Tanaman Perkebunan Kakao Kabupaten Morowali Tahun Tahun Luas (ha) Produksi Biji Produktivitas Kakao Kering (ton) (Kg/Ha) Rata-rata , Sumber: BPS Kabupaten Morowali Dari tahun ke tahun luas perkebunan kakao di Kabupaten Morowali terus mengalami peningkatan dengan rata-rata produksi 5.839,16 ton per tahun. Dengan bertambahnya luas perkebunan kakao dari tahun ke tahun, maka diharapakan produksi dan produktivitasnya akan ikut meningkat. Dari Tabel 4.2. dapat dilihat bahwa pada tahun 2010 produksi dan produktivitas kakao mengalami sedikit penurunan. Namun tahun sebelumnya yaitu tahun produksi kakao terus meningkat. Pada tahun 2009 produksi kakao mengalami peningkatan sebesar 848,67 ton atau meningkat 13,29% dari tahun Jika dilihat dari produktivitas, tahun produktivitas perkebunan kakao cenderung stabil dengan rata-rata kg/ha. Apabila dibandingkan dengan produktivitas Kakao Sulawesi Tengah dengan rata-rata 696,62 kg/ha, produktivitas perkebunan kakao Kabupaten Morowali masih rendah. Dari Tabel 4.2. tentunya memberikan gambaran bahwa luas dan produksi komoditi kakao di Kabupaten Morowali semakin maningkat dan memiliki peluang atau potensi untuk terus dikembangkan sebagai salah satu komoditi unggulan, menjadi sumber pendapatan dan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat.

5 Usaha Perkebunan Kakao di Desa Peleru Usaha pertanian yang dikelola oleh masyarakat di setiap kecamatan (Tabel 4.1.) adalah komoditi kakao. Kecamatan penghasil kakao tersebut diantaranya adalah Kecamatan Mori Utara. Kecamatan yang baru terbentuk pada tahun 2009 dan merupakan hasil pemekaran dari kecamatan Mori Atas ini, berada di sebelah Barat Kabupaten Morowali dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Poso. Luas perkebunan kakao di Kecamatan Mori Utara yang tersebar di delapan Desa pada tahun 2011 mencapai 589,75 Ha dengan produktivitas lebih tinggi dari rata-rata Kabupaten dan Propinsi yaitu 800 kg/ha atau sama dengan 471,8 ton per tahun (BPK kecamatan Mori Utara). Selanjutnya, dari data BPK (Badan Penyuluhan Kecamatan) kecamatan Mori Utara, luas perkebunan kakao terbesar berada di Desa Peleru yaitu 570,4 Ha atau 96,7% dari luas perkebunan kakao di Kecamatan Mori Utara. Tanaman kakao memiliki habitat di lingkungan hutan tropis, tanah yang lembab dengan naungan yang cukup. Kakao akan berproduski secara maksimal apabila di lingkungan atau iklim yang tepat seperti cukupnya ketersediaan air dan hujan yang relatif merata di sepanjang tahun. Desa Peleru memiliki potensi dan iklim yang cocok untuk pertumbuhan tanaman kakao. Sebagian besar pekebunan kakao petani berada di lembah sepanjang Sungai Kuse. Kondisi tanah yang lembab dan ketersediaan air yang cukup membuat lokasi ini sangat cocok untuk perkebunan kakao. Sebagian besar penduduk Desa Peleru memiliki lahan dan mata pencaharian sebagai petani kakao. Inilah yang membuat Desa Paleru menjadi salah satu kantong penghasil komoditi kakao di Kecamatan Mori Utara. Keseharian petani dijalani dengan mengolah dan memelihara perkebunan kakao yang merupakan lapangan pekerjaan dan sumber pendapatan terbesar petani. Dari 30 responden, rata rata

6 23 petani di Desa Peleru memiliki luas perkebunan kakao sebesar 2 Ha (86.67%) dengan lama bertani rata-rata tahun (70%). Budidaya, pemeliharaan dan produksi tanaman kakao yang dilakukan oleh petani berskala perkebunan rakyat di Desa Peleru dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Penanaman Sebelum dilakukan penanaman tentunya yang terpenting adalah ketersediaan bibit dan lahan dengan luas tertentu yang sudah siap untuk ditanami. Biji kakao yang dijadikan sebagai bibit adalah biji kakao yang berasal dari buah terpilih dari pohon kakao yang telah ada sebelumnya. Sebelum ditanam, terlebih dahulu dilakukan pembibitan, baik menggunakan polibek berukuran kecil maupun di lahan yang suduah disiapkan khusus untuk pembibitan. Setelah bibit kakao berumur kurang lebih tiga sampai enam bulan, bibit tersebut dipindakah ke lahan perkebunan dengan jarak tanam 3x3 meter. Petani melakukan penanaman kakao secara berkala sesuai dengan ketersediaan bibit dan luas lahan yang siap ditanami. Dari hasil wawancara lapangan, hanya 23.33% petani responden yang mengetahui jenis kakao yang mereka tanam yaitu jenis trinitario/hibrida sedangkan 76.67% responden lainya menjawab tidak mengetahui jenis kakao yang mereka tanam. Kakao yang ditanam petani jenisnya sudah bercampur, hal ini terjadi karena bibit yang digunakan adalah bibit lokal yang berasal dari pohon kakao yang ditanam sebelumnya, baik dari kerabat sesama petani atau milik petani itu sendiri. 2. Pemupukan Pemupukan dilakukan untuk menyuburkan dan mengembalikan unsur hara pada tanah sehingga meningkatkan dan merangsang pertumbuhan tanaman kakao baik batang, daun dan buah. Umur tanaman kakao petani responden

7 24 Desa Peleru yang berumur 10 tahun sebesar 16.67% dan 76.67% berumur tahun sedangkan umur diatas duapuluh tahun hanya 6,67%. Umur tanaman kakao ini merupakan umur produktif sehingga Pengunaan pupuk sangat diperlukan untuk meningkatkan produktivitasnya. Jenis pupuk yang digunakan petani adalah pupuk urea dan beberapa pupuk lainya seperti TSP, KCL dan NPK. Skala penggunaan pupuk urea lebih besar daripada pupuk lainya dan terkadang pula petani mencampur jenis tersebut dengan pupuk urea. Pemupukan dilakukan satu kali dalam setahun dengan rata-rata penggunaan pupuk urea sebanyak 208 kg/ha. 3. Penyemprotan Penyemprotan dilakukan untuk mengatasi dan membasmi hama serta penyakit yang menyerang tanaman kakao. Dari tahun ke tahun hama dan busuk buah ditambah dengan iklim yang tidak menentu semakin membuat resah para petani. Berbagai jenis hama pengganggu pada pertumbuhan dan pada produksi kakao adalah hama PBK (penggerek buah kakao), penggerek daun, dan batang. Masalah lain adalah timbulnya penyakit seperti hitam buah yang diakibatkan curah hujan yang terlalu tinggi, mati pucuk dan serangan jamur batang yang dapat menyebabkan matinya pohon kakao. Berbagai upaya dilakukan oleh para petani untuk mengatasi hal tersebut khususnya pada serangan hama. Pemberantasan hama dilakukan dengan melakukan penyemprotan pestisida. Rata-rata petani atau 96.67% petani responden melakukan penyemprotan dua kali dalam sebulan. Janis pestisida yang digunakan petani cukup bervariasi seperti Vigor, Unisait, Nordoks, Akodag, Sidametrin, Capture, Kloromit, Topplus dan lain-lain. Dalam satukali penyemprotan petani mencampurkan 2-3 jenis pestisida dengan skala 1/2-1 liter setiap jenis pestisida, sehingga total penggunaan pestisida

8 25 dalam satu kali penyemprotan berkisar 1-2 liter. Karena kebutuhan tanaman akan pupuk cukup tinggi dan juga tujuan untuk meningkatkan produksi maka terkadang dalam penyemprotan hama, petani juga mencampurkan pestisida dengan pupuk cair perangsang pertumbuhan daun dan buah seperti Ronsaid dan Agrodite. 4. Penyiangan Penyiangan diperlukan untuk menjaga lahan perkebunan tetap bersih dan bebas dari gulma atau rumput yang akan mengganggu pertumbuhan kakao seperti akan terbaginya makanan dengan rumput liar. Pada saat kakao menghasilkan buah, penyiangan dilakukan untuk menghindari hama tikus dan pemakan buah lainnya. Seiring dengan kemajuan teknologi, jika dahulu penyiangan dilakukan dengan arit, tenaga kerja dan waktu yang panjang, maka sekarang dengan alat-alat pertanian modern seperti mesin pemangkas dan herbisida yang digunakan dengan tangki penyemprot, sangat membantu petani untuk mengusahakan lahan pertanian secara efisien. 5. Pemangkasan Walaupun pada awal penanaman tanaman kakao harus memiliki naungan (pelindung), tetapi setelah pohon itu bertumbuh besar dan lebat maka tanaman pelindung tersebut tahap demi tahap harus dikurangi. Seiring dengan hal itu, kerimbunan dari daun atau cabang kakao harus diatur dengan pemangkasan cabang yang terlalu rimbun dan tunas air yang dianggap mengganggu pertumbuhan kakao. Pemangkasan dilakukan agar tanaman mendapatkan intensitas cahaya yang cukup secara keseluruhan sehingga dapat menghasilkan buah atau berproduksi secara maksimal.

9 26 6. Panen Buah kakao memiliki warna yang cukup beragam. Warna kakao yang pada waktu muda berwarna hijau, setelah masak akan berwarna kuning. Sedangkan jenis lain, yang awalnya berwarna merah setelah masak akan berwarna oranye. Apabila buah tersebut sudah masak maka petani melakuakn pemetikan buah (panen). Buah kakao yang telah dipetik tersebut akan dikumpulkan di salah satu tempat (biasanya ditumpuk dipinggir kebun) kemudian dilakukan pemeraman buah maksimal satu minggu agar kematangan buah kakao merata. Namun petani responden tidak melakukan proses pemeraman buah tersebut, akan tetapi langsung melakukan pemecahan buah. Pemecahan buah dapat dilakukan menggunakan beberapa alat diantaranya pisau, golok dan sepotong kayu yang bertujuan untuk memisahkan biji dari kulit kakao, kemudian dimasukan kedalam karung dan langsung diangkut ke rumah petani. Panen buah kakao di Desa Peleru dilakukan dalam dua musim, petani menyebutnya dengan musim panen raya dan panen antara (panen semester). Musim panen raya dilakukan antara bulan April sampai Juni sedangkan panen semester dilakukan antara bulan Agustus sampai November. Intensitas panen raya pada petani responden Desa Peleru 5 kali (60%) dan 3-4 kali (40%), sedangkan untuk panen antara 5 kali (70%) dan 3-4 kali (23,3%) dalam setahun. Rata rata dalam bualan-bulan panen, baik panen raya maupun panen semester adalah dua kali pemanenan dalam sebulan (panen setiap dua minggu sekali). 7. Penjemuran Setelah biji kakao yang sudah di panen diangkut ke rumah petani, kakao tersebut dibiarkan berada di dalam karung selama 2-3 hari dengan tujuan mengurangi kandungan air dari biji yang basah, kemudian biji kakao

10 27 dikelurakan dari karung dan siap dijemur. Tempat penjemuran yaitu di balaibalai yang terbuat dari bambu, namun penjemuran ditempat ini sudah jarang dilakukan petani karena petani lebih memilih menjemur di daerah lapang halaman rumah dengan menggunakan karoro (tikar atau jaring penjemuran). Lama penjemuran biji kakao sampai kering yaitu 3-4 hari bahkan bisa lebih, tergantung pada cuaca atau sinar matahari. Penjemuran juga dapat dilakukan dengan menggunakan mesin khusus pengering biji kakao. Namun sampai sekarang belum ada petani responden yang memiliki dan menggunakan mesin pengering tersebut. Setelah biji kakao kering, petani melakukan pengemasan di dalam karung goni dan biji kakaopun siap untuk dijual. Pengolahan komoditi kakao di Desa Peleru masih terbilang sederhana serta kurang memperhatikan standar dan mutu yang baik. Sistem pengolahan kakao petani masih sebatas panen, jemur sampai dianggap kering lalu dijual. Sedangkan untuk menghasilkan komoditi kakao yang berkualitas diperlukan pengolahan yang lebih teliti. Beberapa proses pengolahan masih dilewatkan oleh para petani seperti proses fermentasi atau pemeraman dengan tujuan melepas lendir-lendir yang melekat pada biji dan menambah aroma khas biji kakao, belum melakukan pencucian yang bertujuan untuk menghilangkan kotoran dan lendir yang masih melekat pada biji, serta sortasi (membersikan kotoran dan memisahkan biji yang baik dan yang kurang baik). Dengan intensitas dua kali panen dalam sebulan, maka panen raya petani sebanyak 4-6 kali dan panen antara sebanyak 4-8 kali dalam satu tahun. Perbedaan intensitas panen baik panen raya dan panen semester antara responden tergantung dari produktivitas perkebunan kakao masing-masing responden dan juga karena dipengaruhi oleh cara pemeliharaan seperti pemberian pupuk, pemangkasan,

11 28 kebersihan lahan dan penyemprotan hama. Total hasil produksi kakao kering ratarata untuk panen raya dan panen semester petani responden adalah 1,6 ton per tahun. Usaha pertanian kakao tentunya berkaitan erat dengan sarana produksi (saprodi) sebagai pendukung berjalannya usaha perkebunan tersebut. Sarana produksi yang digunakan diantaranya pupuk, pestisida, dan alat-alat pertanian. Pupuk dan pestisida diperoleh petani dari kelompok tani, kios-kios lokal dan pasar Kecamatan. Pupuk yang digunakan oleh petani adalah pupuk urea dengan harga Rp /50 kg (tahun 2011) dan beberapa pupuk lainnya seperti TSP, KCL dan NPK. Sedangkan pestisida yang digunakan oleh petani cukup beragam dan harganyapun bervariasi (Tabel 4.3.). Sumber: Data Primer Tabel 4.3. Daftar Jenis, Fungsi dan Harga Pestisida No. Pestisida Fungsi Harga /botol (RP) 1 Vigor Untuk membasmi hama penggerek buah, batang dan daun pada tanaman kakao. 2 Unisait Untuk membasmi hama penggerek buah, batag dan daun pada tanamn kakao. 3 Nordoks Mencegah jamur dan hitam buah kakao Alika Membasmi serangga, ulat penggerek batang, daun dan buah kakao. 5 Akodan Untuk membasmi hama penggerek buah, batang dan daun pada tanaman kakao. 6 Capture Mencegah serangan hama pengerek dan mencegah busuk buah. 7 Kloromit Untuk membasmi hama semut Seprint Untuk mencegah serangan Hama penggerek batang, daun dan buah kakao. 9 Sidametrin Untuk memberantas ulat atau hama penggerek tanaman kakao Topplus Perangsang buah Ronsaid Perangsang buah

12 29 Selain pupuk dan pestisida, sarana produksi yang juga digunakan dalam pengolahan perkebunan kakao adalah alat-alat pertanian. Sebagian besar petani kakao sudah menggunakan alat pertanian yang moderen seperti mesin pemangkas, gunting buah dan lain-lain. Beberapa alat pertanian yang digunakan oleh petani kakao di Desa Peleru dapat dilihat pada Tabel 4.4. Tabel 4.4. Alat-Alat Pertanian Yang Digunakan Petani Serta Fungsinya di Lahan Perkebunan Kakao No. Alat Pertanian Fungsi/ Kegunaan 1 Arit Untuk penyiangan 2 Cangkul Untuk penggali lubang dalam penanaman kakao serta penggalian saluran air di lahan perkebunan. 3 Gerobak Dorong Sebagai alat pengangkut buah kakao saat panen. 4 Golok (Parang) Untuk penyiangan dan digunakan pula untuk memisahkan biji kakao dari kulitnya (Pemecahan buah). 7 Grobak menggunakan Sebagai alat transportasi petani ke lahan tenaga sapi (roda) perkebunan dan sebagai alat pengangkut biji kakao dari perkebunan ke rumah petani. 8 Gunting Buah/Daun/Ranting 9 Pemetik Buah (Poncada) 10 Jaring Penjemuran ( Karoro) Untuk memetik buah dan pemangkasan ranting kakao Alat pertanian kakao mirip angka 7 yang disambungkan pada sebatang bambu dengan panjang tertentu. Berfungsi untuk pemetik buah dan alat pemangkas dahan kakao. Untuk menjemur biji kakao yang masih basah. 11 Terpal Untuk menjemur biji kakao yang sudah setengah kering. 10 Karung goni Untuk menyimpan biji kakao setelah dipanen serta biji kakao yang sudah kering dan siap dijual. 11 Mesin Pemangkas Rumput Untuk alat pemangkas rumput di lahan perkebunan kakao. 13 Tangki Penyemprot Untuk penyemprotan rumput dan juga hama pada perkebunan kakao. Sumber: Data primer Petani kakao tidak semua mengerjakan proses pengolahan perkebunan kakaonya seorang diri. Untuk proses produksi, dibutuhkan tenaga kerja untuk kegiatan penyemprotan, pemangkasan, pemupukan, panen dan pengangkutan.

13 30 Tenaga kerja tersebut berasal dari dalam keluarga (anggota keluarga) maupun tenaga kerja dari luar keluarga (jasa tenaga kerja). Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan Tenaga Kerja Dalam Produksi Perkebunan Kakao Petani Desa Peleru No. Proses Jumlah dan Presentase Responden Produksi Hanya dari dalam kel Hanya dari luar kel Dari dalam dan luar kel Total jumlah % Jumlah % Jumlah % jumlah % 1 Penanaman Pemupukan Penyemprotan Penyiangan Pemangkasan Panen Pengangkutan Penjemuran Sumber: Data Primer Dalam proses produksi perkebunan Kakao, petani pemilik perkebunan terkadang mengerjakan sendiri proses pengolahan karena dipengaruhi beberapa faktor seperti keterbatasan biaya dan lahan pertanian yang tidak terlalu luas sehingga dapat di kerjakan sendiri oleh petani tersebut. Dapat dilihat pada Tabel 4.5. dimana proses penanaman kakao di lahan pertanian dan proses penjemuran, dilakukan oleh tenaga kerja (TK) hanya dari dalam keluarga dengan presentase 100 % yang terdiri dari ayah, ibu dan anak yang terkadang ikut membantu. Namun berbeda halnya dengan beberapa proses produksi yang membutuhkan bantuan tenaga kerja dari luar keluarga seperti untuk proses pemupukan yang walaupun hanya dilakukan satu tahun sekali, petani yang menggunakan TK dari dalam keluarga sebesar 43%, TK dari luar keluarga 30% dan yang menggunakan TK dari dalam dan dari luar keluarga presentasenya sebesar 27%. Untuk penyemprotan, petani yang menggunakan TK hanya dari dalam keluarga 43%, TK hanya dari luar keluarga 27% dan responden yang menggunakan TK dari dalam dan luar keluarga

14 31 berjumlah 30%. Untuk proses penyiangan, sebagian besar petani menggunakan TK hanya dari dalam keluarga yaitu sebesar 60%, sedangkan sisanya TK hanya dari luar keluarga sebnyak 27% dan 13% lainnya menggunakan TK dari dalam dan luar keluarga. Proses pemangkasan, yang menggunakan TK hanya dari dalam keluarga yaitu sebanyak 53%, yang menggunakan TK hanya dari luar keluarga 27% sedangkan TK dari dalam dan luar keluarga 20%. Proses panen merupakan proses yang cukup lama dan membutuhkan banyak tenaga kerja dari luar keluarga. Responden yang menggunakan TK hanya dari dalam keluara pada proses panen 20% saja sedangkan 47% lainnya menggunakan TK hanya dari luar keluarga serta yang menggunakan TK dari dalam dan luar keluarga sebanyak 33% responden. Untuk proses pengangkutan 60% petani responden memilih mengangkut sendiri kakao yang telah di panen (menggunakan TK hanya dari dalam keluarga) sedangkan 40% lainnya memakai TK hanya dari luar keluarga. Sebagian besar masyarakat Desa Peleru adalah petani kakao, sehinga selain kepala keluarga (bapak), ibu rumah tangga atau TK wanita juga ikut membantu dalam beberapa proses produksi walaupun presentasenya sangat kecil. Proses yang menggunakan tenaga kerja wanita adalah proses pemupukan yaitu 13% (masuk dalam data TK dari dalam keluarga Tabel 4.5.) dan dalam proses panen sebanyak 23% responden menggunakan TK wanita dari dalam keluarga (ibu rumah tangga) dan 43% lainnya menggunakan TK dari luar keluarga.

15 32 No. Proses produksi Tabel 4.6. Rata- Rata Penggunaan Tenaga Kerja dan Jumlah Hari Kerja Menurut Jenis Kelamin untuk Proses Produksi Kakao di Desa Peleru Rata-rata jumlah TK Rata-rata jumlah HK TK dalam kel TK dari luar kel TK dalam kel TK dari luar kel P W P W P W P W 1 Penanaman Pemupukan Penyemprotan penyiangan Pemangkasan Panen Pengangkutan Penjemuran Sumber: Data Primer Tabel 4.6. dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Penanaman: Petani melakukan penanaman di lahan perkebunannya dengan hari dan waktu kerja yang fleksibel atau berkala, hal ini dilakukan sesuai ketersediaan lahan dan bibit yang siap ditanam. 2) Pemupukan: Selain menggunakan dua orang TK (ayah,ibu) dari dalam keluarga dengan tiga hari kerja (HK), jumlah TK yang dibutuhkan dari luar keluarga dalam satukali pemupukan rata-rata dua orang TK dengan tiga HK. 3) Penyemrpotan: Rata-rata penggunaan TK pada proses penyemprotan yang berasal dari luar keluarga adalah dua orang dengan dua HK. Pada proses penyemprotan ini, pemilik kebun ikut bekerja namun waktu kerjanya lebih lama yaitu rata-rata tiga HK. 4) Penyiangan: Untuk penyiangan dengan luas lahan 2 Ha, petani menyewa rata-rata dua orang TK dari luar keluarga dengan empat HK, sedangkan petani responden lainya yang tidak menyewa tenaga kerja menghabiskan waktu kerja selama satu minggu untuk proses penyiangan. 5) Pemangkasan: Dalam pamangkasan, petani

16 33 responden menggunakan rata-rata dua orang TK dari luar keluarga dengan rata-rata enam HK. Apabila petani hanya melakukan pemangkasan dengan tenaga sendiri, maka jumlah hari kerja yang dibutuhkan lebih panjang yakni sembilan HK. 6) Panen: Proses panen ini membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak dibandingkan dengan proses-proses sebelumnya. Untuk satu kali panen, petani menyewa rata-rata tiga orang TK pria dari luar keluarga dan tiga orang TK wanita, ditambah dengan anggota dalam keluarga petani itu sendiri dengan rata-rata tiga HK per satukali panen. Dalam proses pemanenan buah kakao, TK pria bertugas untuk memetik buah sedangkan wanita sebagai tenaga pemecah buah kakao. Namun tidak jarang TK pria juga ikut melakukan proses pemecahan buah. 7) Pengangkutan: Pada hari panen pertama, kedua dan ketiga, biji kakao langsung diangkut sendiri oleh petani pemilik perkebunan pada hari itu juga dengan menggunakan gerobak atau sepeda motor atau oleh tenaga kerja pria dengan cara dipikul (ndalembara). Selain itu, ada beberapa petani yang menggunakan jasa pengangkutan gerobak dengan biaya Rp Rp per karung. Rata rata petani responden maupun tenaga kerja lainya mulai bekerja di perkebunan kakao dari pukul WITA (8 jam per HK). Upah rata-rata tenaga kerja baik upah penyemprotan, pemupukan, penyiangan dan panen adalah Rp / HK. Berbagai persoalan atau masalah yang sering di hadapi oleh para petani dalam hal pengolahan dan produksi perkebuan kakao seperti keterbatasan modal, sumber daya manusia (SDM) dan serangan hama. Usaha pertanian perkebunan kakao membutuhkan modal sebagai biaya operasional produksi. Dengan modal yang cukup, petani dapat membiayai keperluan usaha seperti pengadaan saprodi (alat-alat pertanian, pupuk, pestisida, dan upah tenaga kerja). Modal yang digunakan petani responden untuk membiayai operasional produksi diperoleh dari hasil penjualan biji kakao. Terbatasnya akses modal oleh petani baik dari lembaga kauangan Bank dan

17 34 lembaga pinjaman lainya membuat petani harus membagi pendapatan dari hasil penjualan biji kakao untuk kebutuhan pokok sehari-hari dengan biaya operasional produksi. Keterbatasan akses modal ini, disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan pemahaman petani mengenai akses peminjaman modal di bank, sehingga petani enggan untuk meminjam modal. Saat terjadi penurunan produksi bahkan saat gagal panen pada tanaman kakao, petani membiayai operasinal pertanian seadanya saja (megurangi pupuk dan jumlah pestisida), petani kadang menempuh cara lain seperti mengutang saprodi (sarana produksi) pada pembeli (pengumpul biji kakao) yang akan dilunasi setelah memperoleh hasil panen kakao. Sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu komponen penting dalam pengolahan perkebunan yang baik. Pengetahuan dan informasi yang diperoleh petani Desa Peleru mengenai pengolahan perkebunan kakao masih sangat sedikit sehinga cara budidaya tanaman kakao yang dipraktekan petani hanya berdasarkan pengalaman dan informasi dari sesama petani dan dari pembeli kakao. Keterbatasan ini juga dikarenakan masih kurangnya pelatihan, seminar-seminar dan sosialisai pertanian yang diberikan oleh pemerintah atau instansi terkait lainya. Belum maksimalnya kinerja Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) yang ditempatkan disetiap desa dalam memberikan pendampingan bagi petani, khususnya petani kakao. Akibatnya petani tidak dapat berbuat banyak selain mengandalkan pengetahuan dan informasi terbatas yang mereka miliki dalam mengolah perkebunan kakao tersebut. Dalam pertanian kakao, masalah terbesar petani adalah serangan hama. Serangan hama sangat merugikan petani karena akan menyebabkan menurunnya hasil produksi. Hama yang menyerang perkebunan petani diantaranya hama penggerek batang dan daun yang menyebabkan daun dan batang kakao menjadi rusak dan bahkan mati. Hama pengerek buah juga menjadi musuh terbesar petani, karena akan menyebabkan busuk dan kangker buah sehingga produksi dapat

18 35 menurun drastis. Selain itu, jamur batang dan mati pucuk juga dapat membuat pohon kakao akan perlahan-lahan mati. Cuaca yang tidak menentu, seperti curah hujan yang terlalu tinggi membuat buah kakao yang masih muda menjadi hitam dan akhirnya petani akan mengalami gagal panen. Berbagai upaya dilakukan petani untuk mengatasi masalah ini seperti melakukan pemangkasan pucuk yang telah mati, peremajaan kembali, dan penyemprotan perstisida yang tetap dilakukan walaupun dengan harga pestisida yang cukup mehal bagi petani Pemasaran Setelah melalui proses produksi yang cukup panjang mulai dari penanaman, pemeliharaan, pemetikan dan penjemuran, petani memperoleh output atau hasil dari usaha pertanian tersebut berupa biji kakao kering. Biji kakao kering dikemas dengan baik di dalam karung goni kemudian siap untuk dijual. Sebanyak 93,33% petani responden menggunakan sistem penjualan langsung ke rumah pembeli, sedangkan hanya 6,66% saja yang didatangi oleh pembeli. Alat transportasi dan angkutan yang digunakan oleh petani dalam penjualan kakao adalah sepeda motor (66,7 %), gerobak yang ditarik oleh sapi (13,3 %), sedangkan sisanya menggunakan mobil dan tenaga manusia (dipikul). Ada beberapa jenis pedagang kakao diantaranya pengumpul (tengkulak), kelompok tani, pedagang antar kecamatan, pedagang antar kabupaten, dan pedagang antar pulau (eksportir antar pulau). Pengumpul adalah pedagang yang langsung membeli kakao di rumah-rumah petani dan kemudian kembali menjualnya kepada pengumpul tingkat kecamatan bahkan ke pedagang tingkat kabupaten. Harga beli yang ditetapkan oleh pengumpul tersebut cukup bervariasi. Kelompok tani, adalah kelompok yang dibentuk secara swadaya oleh masyarakat dan beranggotakan para petani kakao dengan jumlah anggota tertentu. Tujuan utama dibentuknya kelompok

19 36 tani atau organisasi tani ini adalah untuk menjadi lembaga musyawarah dan diskusi bagi petani mengenai masalah-masalah dalam pertanian kakao. Selain itu, tujuan dibentuknya kelompok tani di Desa Peleru yaitu untuk membendung masuknya tengkulak atau pedagang baru dari luar desa yang dianggap merugikan pengumpul lokal yang telah lama bekerja sama dengan petani. Terbentuknya organisasi petani (kelompok tani) akan mempermudah penyaluran bantuan dari pemerintah dan mempermudah petani dalam penyediaan saprotan (sarana produski pertanian). Sebanyak 56,66% petani responden menjual kakaonya kepada kelompok Tani, 36,66% menjual ke pengumpul biasa, dan hanya 6,66% yang menjual ke pedagang besar antar kabupaten. Di Desa Peleru, Penjualan kakao ke kelompok tani sama dengan penjualan ke pengumpul biasa (tengkulak), hal ini terjadi karena yang menjadi pembeli sebenarnya adalah pengumpul lokal yang merupakan anggota dan bahkan ketua dari kelompok tani tersebut. Namun demikian, ada perbedaan pengumpul biasa (pengumpul dari luar kelompok tani) dengan pengumpul lokal yang berada di dalam keanggotaan kelompok tani. Perbedaan tersebut diantaranya adalah penetapan harga. Harga beli pengumpul biasa lebih rendah karena berdasarkan harga di tingkat kecamatan, sedangkan harga pengumpul yang berasal dari kelompok tani cenderung lebih tinggi karena pengumpul tersebut berpatokan dari harga kakao pengumpul besar di tingkat kabupaten. Selain itu, kerjasama dan relasi yang baik yang sudah berlangsung cukup lama antara petani dengan pengumpul lokal, membuat petani lebih memilih untuk menjual komoditi kakaonya pada pengumpul lokal yang juga merupakan anggota kelompok tani daripada ke pengumpul biasa. Pengumpul tingkat kecamatan biasanya membeli langsung ke rumah-rumah petani dan juga dari para pengumpul biasa yang sudah menjalin relasi dengannya. Pengumpul tingkat kabupaten adalah pengumpul yang membeli kakao dari pedagang antar kecamatan dan juga dari pengumpul-pengumpul lokal di tingkat

20 37 desa. Pengumpul besar tingkat kabupaten menjual langsung ke pedagang antar pulau (ekportir antar pulau) dan bahkan langsung ke sektor industri pengolahan. Berikut digambarkan rantai pemasaran dan pelaku usaha dalam pertanian komoditi kakao di Kabupaten Morowali Propinsi Sulawesi Tengah (Gambar 4.1.). Model ini diadopsi dari model Kameo dkk tahun 2011 mengenai rantai nilai dan pelaku usaha komoditas kopi. Gambar 4.1. Rantai Pemasaran dan Pelaku Usaha Dalam Usaha Pertanian Kakao di Kabupaten Morowali Di Desa Peleru dan Kabupaten Morowali bahkan di Sulawesi Tengah, belum tersedia sarana industri pengolahan kakao yang dapat mengolah biji kakao menjadi coklat bubuk, coklat cair, permen dan jenis olahan lainnya. Untuk itu sebagian besar pengumpul tingkat Kabupaten di Sulawesi Tengah menjual biji kakao ke eksportir antar pulau yang ada di Kota Palu. Sebagian kecil lainnya menjual ke industri pengolahan di Makasar Sulawesi Selatan. Menurut penelitian Tuti Millias tahun 2009 mengenai Analisis Permintaan Ekspor Biji Kakao Sulawesi Tengah Oleh Malaysia, tahun 2002 sebesar 77,61% biji kakao Sulawesi Tengah di ekspor ke luar negeri antara lain ke Malaysia dan beberapa negara lainnya (Tuty Millias 2009: 92).

21 38 Untuk mendapatkan harga yang tinggi sebelum dijual kembali, para pembeli atau pengumpul lokal hanya melakukan penjemuran kembali agar tingkat kekeringan kakao merata dengan standar kekeringan kadar air 7%. Pada pengumpul tingkat kabupaten, pembeli kembali melakukan penjemuran dan mencampur biji kakao yang dibeli dari beberapa pengumpul tingkat desa dan kecamatan agar kualitas kakao merata. Sampai pada eksportir barulah dilakukan penyortiran biji kakao yaitu dengan membersihkan kotoran yang masih bercampur dengan biji kakao dan memisahkan biji kakao berdasarkan bentuk dan tingkat kualitasnya. Keuntungan yang diperoleh pengumpul lokal berasal dari selisih harga kakao dengan harga pada pengumpul antar kabupaten yaitu Rp /kg pada tahun 2011 dan beberapa tahun sebelumnya. Apabila harga pada pengumpul tingkat kabupaten sebesar Rp /kg maka harga beli pengumpul lokal pada petani kurang lebih Rp /kg atau 15% dari harga beli. Keuntungan bersih pengumpul lokal Rp /kg karena Rp. 500/kg untuk biaya angkutan dan pemeliharaan kendaraan. Penetapan kualitas dan harga kakao sampai saat ini masih ditentukan oleh pembeli. Cara penetapan harga kakao adalah dengan mengukur dan melihat standar mutu pada kakao. Standar dan mutu tersebut berkaitan dengan kadar air (atau tingkat kekeringan), warna, dan kebersihan dengan menggunakan alat ukur tester (alat ukur kadar air). Walaupun di Desa Peleru 47% petani responden menjawab penentuan kualitas kakao menggunakan terster, namun langkah tersebut hanya sebagai formalitas yang terkadang dilakukan. Menurut pembeli dan 53% petani responden, cara pengukuran standar dan mutu kakao hanya dengan meraba dan melihat biji kakao tersebut. Hal ini dilakukan karena pembeli sudah berpengalaman dan sudah lama menggeluti jual beli kakao kering, sehingga hanya dengan meraba dan melihat maka pembeli sudah mengetahui tingkat kekeringan kakao tersebut. Penggunaan terster belum diterapkan secara serius karena menurut pembeli, petani

22 39 belum mengerti tentang penetapan standar kakao yang mengunakan tester dan banyaknya potongan yang akan dilakukan pembeli terhadap kakao yang dibeli sehingga menimbulkan keluhan dari petani. Permasalahan yang sering dihadapai petani dalam pemasaran adalah tidak menentunya harga (fluktuasi harga), yang kemudian akan menyebabkan pendapatan petani tidak menentu. Selain itu, sistem pembayaran dan jual beli kakao petani menggunakan sistem bayar tunai dan bukan sistem ijon. Sistem ijon adalah sistem bukingan harga berdasarkan kesepakatan bersama, yang dilakukan antara petani dan pembeli dalam rentang waktu tertentu sebelum kakao sampai ke tangan pembeli. Sebagai contoh, harga untuk kakao petani sudah ditetapkan untuk empat hari kedepan, ketika harga kakao hari kesepakatan (hari pertama) Rp /kg maka harga pada saat penjualan kakao pada hari ke empat adalah Rp /kg walaupun harga pada hari ke empat sudah naik menjadi Rp /kg. Harga pada komoditi kakao sering berubah-ubah bahkan dalam satu minggu dapat terjadi dua kali perubahan harga. Untuk itu, informasi harga untuk petani sangat diperlukan. Kenyataan di lapangan bahwa 50% petani responden tidak mengetahui informasi harga minimal harga pedagang tingkat kabupaten. Informasi dan selisih harga yang diperoleh petani lainya hanya berasal dari sesama petani dan dari pengumpul lokal. Tabel 4.7. Harga Komoditi Kakao Bulan September 2011 di Kabupaten Morowali No Komoditi Sat Harga bulan September 2011 Minggu I Minggu II Minggu II Minggu IV 1. Kakao Kg Sumber: Dinas Perkebunan Kabupaten Morowali Dari Tabel 4.7. dapat dilihat bahwa harga kakao di tingkat kabupaten pada bulan September mengalami tiga kali perubahan. Walaupun dari minggu pertama sampai minggu kelima ada peningkatan harga dari Rp menjadi Rp ,

23 40 namun harga di tingkat petani pada waktu penelitian yaitu pertengahan bulan Desember sampai awal Januari mengalami penurunan sampai pada level Rp Rp / kg. Harga pada bulan ini menurut petani adalah harga terendah yang pernah mereka peroleh selama penjualan komoditi kakao Pendapatan Hasil dari usaha pertanian perkebunan kakao adalah biji kakao kering, yang kemudian dijual untuk memperoleh uang atau pendapatan yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok dan sebagai sumber dana operasional pengolahan perkebunan kakao selanjutnya. Sumber pendapatan terbesar petani responden adalah dari hasil perkebunan kakao. Selain perkebunan kakao, untuk memenuhi kebutuhan pangan, sebanyak 73,33% petani responden memiliki usaha pertanian lain seperti menanam palawija, padi ladang, padi sawah dan jagung. Harga- harga saprodi (sarana produksi) yang telah di jelaskan sebelumnya tentunya akan mempengaruhi pengeluaran dan pendapatan petani. Dari hasil perhitungan diperoleh total pengeluaran rata-rata petani resmponden baik pembelian pupuk, pestisida dan pengeluaran upah TK dapat dilihat pada Tabel 4.8. Tabel 4.8. Rata-Rata Pengeluaran Usaha Perkebunan Kakao Petani Desa Peleru Per Tahun No. Pengeluaran Jumlah per tahun (Rp) 1 Pupuk Pestisida Upah Tenaga Kerja Lain-Lain Total Sumber: Data primer Dengan harga pupuk urea Rp /50 kg ditambah dengan pengeluaran pupuk jenis lainya dengan penggunaan rata-rata 208 kg/ha pupuk urea per tahun, maka total pengeluaran pupuk adalah Rp per tahun. Sedangkan hasil

24 41 perhitungan dengan jenis dan harga pestisida yang bervariasi (Tabel 4.3.) maka ratarata pengeluaran pestisida Rp per tahun. Pengeluaran terbesar petani dalam produksi perkebunan kakao adalah pengeluaran upah TK. Rata-rata pengeluaran petani responden pada upah TK mulai dari penyemprotan sampai pada pemetikan adalah Rp per tahun. Lain-lain pengeluaran berasal dari sewa angkutan kakao basah yang baru dipanen dari kebun menuju rumah petani dan hal ini hanya dilakukan oleh beberapa petani dengan upah Rp Rp per karung (tergantung jarak kebun ke rumah petani) dengan skala angkutan 5-10 karung kakao basah, maka rata-rata pengeluaran petani Rp per tahun. Dengan demikian rata-rata pengeluaran sarana produksi dan upah TK adalah Rp per tahun. Dari total biaya produksi pada Tabel 4.8. maka diperoleh hasil rata-rata produksi komoditi kakao kering 1,6 ton per tahun. Selain karena faktor fluktuasi harga, perbedaan waktu penjualan, perbedaan kualitas biji kakao membuat pendapatan petani tidak menentu dan berbeda-beda antara petani satu dengan yang lainnya. Pada Tabel 4.9 dapat dilihat perhitungan pendapatan rata-rata, pendapatan perkapita petani responden dengan menggunakan kisaran harga saat penelitian di tingkat petani. Tabel 4.9. Perhitungan Pendapatan Rata-rata Petani Kakao Desa Peleru dan Pendapatan Perkapita Berdasarkan Harga Saat Penelitian N0. Variasi harga Harga (Rp) 1. Harga kakao saat penelitian Sumber: Data primer Pendapatan kotor/tahun (Rp) Pendapatan bersih/tahun (Rp) Pendapatan perkapita/tahun (Rp)

25 42 Kisaran harga kakao saat penelitian di tingkat petani dengan rata-rata Rp /kg (Tabel 4.9.) dijadikan sebagai patokan untuk melihat atau memperkirakan pendapatan petani kakao per tahun. Dengan harga tersebut diperoleh rata-rata pendapatan bersih petani sebesar Rp per tahun. Sedangkan untuk pendapatan perkapita petani yang diperoleh dari total pendapatan bersih dibahagi dengan total anggota keluarga responden maka diperoleh pendapatan perkapita Rp per tahun. Apabila dibandingkan dengan PDRB perkapita Kabupaten Morowali atas dasar harga berlaku tahun 2011 sebesar Rp (dengan migas) dan Rp (tanpa migas), maka pendapatan perkapita petani kakao Desa Peleru dengan rata-rata harga kakao Rp /kg, sangat rendah yaitu hanya Rp per tahun atau 13,58% dan 17,11% dari besar PDRB perkapita kabupaten (Tabel 4.9.). Demikian juga saat dilihat dari garis kemiskinan Kabupaten Morowali tahun 2010 yaitu Rp per bulan (Statistik Daerah Kabupaten Morowali, BPS Kabupaten Morowali 2011), pengeluaran perkapita per bulan petani Desa Peleru berada sedikit lebih rendah dibawah garis kemiskinan yaitu Rp (pendapatan perkapita petani dibagi 12 bulan). Kondisi ini tentunya sangat memprihatinkan karena menunjukan indikasi kemiskinan pada petani kakao. Dengan melihat hasil perhitungan dan perbandingan tersebut, maka diperlukan usaha yang lebih keras lagi dalam hal pengembangan, peningkatan produksi pertanian dari petani sebagai pelaku usaha perkebunan dan pemerintah sebagai pengambil kebijakan melalui berbagai program budidaya tanaman kakao serta penetapan harga yang wajar untuk dapat mendorong peningkatan produksi, pendapatan dan kesejahteraan petani kakao. Pendapatan dari hasil penjualan biji kakao digunakan petani untuk modal produksi selajutnya, memenuhi kebutuhan sehari-hari dan sebagai sumber

26 43 pembiayaan bagi sekolah anak. Sebagian besar anak-anak usia sekolah di Desa Peleru sudah dan sedang mengenyam pendidikan baik di tingkat SD, SMP, SMA dan bahkan ada yang sedang duduk di bangku kuliah. Namun jika dilihat secara keseluruhan dari hasil pengamatan dan perhitungan menunjukan bahwa sumbangan atau pendapatan petani dari perkebunan kakao, belum dapat mengangkat dan meningkatkan kesejahteraan petani kakao.

SISTEM USAHA PERTANIAN KAKAO 1

SISTEM USAHA PERTANIAN KAKAO 1 Empat SISTEM USAHA PERTANIAN KAKAO 1 Pada bagian ini peneliti menyertakan hasil penelitian awal mengenai Produksi, Pemasaran dan Pendapatan Petani Kakao: Studi di Desa Peleru Kecamatan Mori Utara Kabupaten

Lebih terperinci

Setelah pembahasan pada Bab sebelumnya mengenai produksi, pemasaran dan. pendapatan petani kakao di Desa Peleru Kecamatan Mori Utara Kabupaten

Setelah pembahasan pada Bab sebelumnya mengenai produksi, pemasaran dan. pendapatan petani kakao di Desa Peleru Kecamatan Mori Utara Kabupaten 44 V. Penutup Setelah pembahasan pada Bab sebelumnya mengenai produksi, pemasaran dan pendapatan petani kakao di Desa Peleru Kecamatan Mori Utara Kabupaten Morowali, maka pada bagian penutup ini disajikan

Lebih terperinci

Lampiran 1 A. Total (%) 1 Jenis kakao a) criolo b) trinitario/hibrida c) forastero. No Pertanyaan Hasil Responden Jumlah Total Presentase (%)

Lampiran 1 A. Total (%) 1 Jenis kakao a) criolo b) trinitario/hibrida c) forastero. No Pertanyaan Hasil Responden Jumlah Total Presentase (%) 54 Lampiran 1 A A. Produksi 1. Lahan No pertanyaan Hasil responden 1 Luas lahan a) 2 b) 2-3 c) 3-4 d) 5 2 Status penguasaan lahan 3 Lama bertani kakao (thun) 4 Umur tanama kakao (thn) 2. Sarana Produksi

Lebih terperinci

Dairi merupakan salah satu daerah

Dairi merupakan salah satu daerah Produksi Kopi Sidikalang di Sumatera Utara Novie Pranata Erdiansyah 1), Djoko Soemarno 1), dan Surip Mawardi 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118. Kopi Sidikalang

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Jenis dan Waktu Pemangkasan

PEMBAHASAN Jenis dan Waktu Pemangkasan 47 PEMBAHASAN Pemangkasan merupakan salah satu teknik budidaya yang penting dilakukan dalam pemeliharaan tanaman kakao dengan cara membuang tunastunas liar seperti cabang-cabang yang tidak produktif, cabang

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu, oleh sektor

pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu, oleh sektor 8 II. Tinjauan Pustaka 1.1. Kakao Dalam Usaha Pertanian Dalam percakapan sehari-hari yang dimaksud dengan pertanian adalah bercocok tanam, namun pengertian tersebut sangat sempit. Dalam ilmu pertanian,

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.1.1. Kabupaten Banyuasin Kabupaten Banyuasin merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Selatan.

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Petani Responden 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil komposisi umur kepala keluarga

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng dengan jarak kurang lebih 18 km dari ibu kota Kabupaten Buleleng

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum, Geografis, dan Iklim Lokasi Penelitian Desa Ciaruten Ilir merupakan desa yang masih berada dalam bagian wilayah Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan.

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa globalisasi, persaingan antarbangsa semakin ketat. Hanya bangsa yang mampu mengembangkan daya sainglah yang bisa maju dan bertahan. Produksi yang tinggi harus

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI 7.1. Produktivitas Usahatani Produktivitas merupakan salah satu cara untuk mengetahui efisiensi dari penggunaan sumberdaya yang ada (lahan) untuk menghasilkan keluaran

Lebih terperinci

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI 6.1. Keragaan Usahatani Padi Keragaan usahatani padi menjelaskan tentang kegiatan usahatani padi di Gapoktan Jaya Tani Desa Mangunjaya, Kecamatan Indramayu, Kabupaten

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk mengetahui gambaran umum mengenai struktur biaya, penerimaan dan pendapatan dari kegiatan usahatani yang dijalankan

Lebih terperinci

VI PENDAPATAN USAHATANI JAMBU BIJI

VI PENDAPATAN USAHATANI JAMBU BIJI VI PENDAPATAN USAHATANI JAMBU BIJI 6.1. Keragaan Usahatani Jambu biji Usahatani jambu biji di Desa Cimanggis merupakan usaha yang dapat dikatakan masih baru. Hal ini dilihat dari pengalaman bertani jambu

Lebih terperinci

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI 6.1. Proses Budidaya Ganyong Ganyong ini merupakan tanaman berimpang yang biasa ditanam oleh petani dalam skala terbatas. Umbinya merupakan

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI PT PANAFIL ESSENTIAL OIL

V. DESKRIPSI PT PANAFIL ESSENTIAL OIL V. DESKRIPSI PT PANAFIL ESSENTIAL OIL 5.1 Gambaran Umum Perusahaan PT Panafil Essential Oil ialah anak perusahaan dari PT Panasia Indosyntec Tbk yang baru berdiri pada bulan Oktober 2009. PT Panasia Indosyntec

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL 6.1 Sarana Usahatani Kembang Kol Sarana produksi merupakan faktor pengantar produksi usahatani. Saran produksi pada usahatani kembang kol terdiri dari bibit,

Lebih terperinci

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 Wahyu Asrining Cahyowati, A.Md (PBT Terampil Pelaksana) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya I. Pendahuluan Tanaman kakao merupakan

Lebih terperinci

Teknik Budidaya Tanaman Durian

Teknik Budidaya Tanaman Durian Teknik Budidaya Tanaman Durian Pengantar Tanaman durian merupakan tanaman yang buahnya sangat diminatai terutama orang indonesia. Tanaman ini awalnya merupakan tanaman liar yang hidup di Malaysia, Sumatera

Lebih terperinci

Republik Indonesia BADAN PUSAT STATISTIK. SURVEI PENYEMPURNAAN DIAGRAM TIMBANG NILAI TUKAR PETANI 2012 Subsektor Tanaman Pangan PERHATIAN

Republik Indonesia BADAN PUSAT STATISTIK. SURVEI PENYEMPURNAAN DIAGRAM TIMBANG NILAI TUKAR PETANI 2012 Subsektor Tanaman Pangan PERHATIAN SPDT12-TP Republik Indonesia BADAN PUSAT STATISTIK SURVEI PENYEMPURNAAN DIAGRAM TIMBANG NILAI TUKAR PETANI 2012 Subsektor Tanaman Pangan 1. Rumah tangga pertanian yang menjadi responden harus memiliki

Lebih terperinci

Republik Indonesia BADAN PUSAT STATISTIK SURVEI PENYUSUNAN DIAGRAM TIMBANG NILAI TUKAR PETANI 18 KABUPATEN TAHUN Subsektor Tanaman Pangan

Republik Indonesia BADAN PUSAT STATISTIK SURVEI PENYUSUNAN DIAGRAM TIMBANG NILAI TUKAR PETANI 18 KABUPATEN TAHUN Subsektor Tanaman Pangan RAHASIA SPDT15-TP Republik Indonesia BADAN PUSAT STATISTIK SURVEI PENYUSUNAN DIAGRAM TIMBANG NILAI TUKAR PETANI 18 KABUPATEN TAHUN 2015 Subsektor Tanaman Pangan PERHATIAN 1. Jumlah anggota rumah tangga

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA Penelitian ini menganalisis perbandingan usahatani penangkaran benih padi pada petani yang melakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 50 HASIL DAN PEMBAHASAN Produktivitas Kebun Air sangat diperlukan tanaman untuk melarutkan unsur-unsur hara dalam tanah dan mendistribusikannya keseluruh bagian tanaman agar tanaman dapat tumbuh secara

Lebih terperinci

II. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. HASIL DAN PEMBAHASAN II. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani 1. Umur Petani Faktor umur adalah salah satu hal yang berpengaruh terhadap produktivitas kerja. Semakin produktif umur seseorang maka curahan tenaga yang dikeluarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani.

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani. 85 VI. KERAGAAN USAHATANI PETANI PADI DI DAERAH PENELITIAN 6.. Karakteristik Petani Contoh Petani respoden di desa Sui Itik yang adalah peserta program Prima Tani umumnya adalah petani yang mengikuti transmigrasi

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh dari wawancara yang dilakukan kepada 64 petani maka dapat diketahui

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh dari wawancara yang dilakukan kepada 64 petani maka dapat diketahui 5 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Identitas Petani Dalam penelitian ini yang menjadi petani diambil sebanyak 6 KK yang mengusahakan padi sawah sebagai sumber mata pencaharian

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi

III. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi 45 III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi Berdasarkan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, secara operasional dapat diuraikan tentang definisi operasional,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Way Kanan merupakan salah satu wilayah pemekaran dari wilayah

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Way Kanan merupakan salah satu wilayah pemekaran dari wilayah 71 IV. GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Kabupaten Way Kanan Kabupaten Way Kanan merupakan salah satu wilayah pemekaran dari wilayah Kabupaten Lampung Utara yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 12

Lebih terperinci

PELUANG PENINGKATAN PRODUKTIVITAS JAGUNG DENGAN INTRODUKSI VARIETAS SUKMARAGA DI LAHAN KERING MASAM KALIMANTAN SELATAN

PELUANG PENINGKATAN PRODUKTIVITAS JAGUNG DENGAN INTRODUKSI VARIETAS SUKMARAGA DI LAHAN KERING MASAM KALIMANTAN SELATAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKTIVITAS JAGUNG DENGAN INTRODUKSI VARIETAS SUKMARAGA DI LAHAN KERING MASAM KALIMANTAN SELATAN Rosita Galib dan Sumanto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan Abstrak.

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Petani Hutan Rakyat 5.1.1. Karakteristik Petani Hutan Rakyat Karakteristik petani hutan rakyat merupakan suatu karakter atau ciri-ciri yang terdapat pada responden.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. pertanian yang dimaksud adalah pertanian rakyat, perkebunan, kehutanan, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan.

I PENDAHULUAN. pertanian yang dimaksud adalah pertanian rakyat, perkebunan, kehutanan, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penduduk Indonesia yang tinggal di pedesaan, dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya sebagian besar bergantung pada sektor pertanian. Sektor pertanian yang

Lebih terperinci

PENUTUP. Enam. Rangkuman dan Kesimpulan

PENUTUP. Enam. Rangkuman dan Kesimpulan Enam PENUTUP Rangkuman dan Kesimpulan Dari uraian sekaligus analisis hasil penelitian pada bagian Lima, dapat dirangkum sebagai berikut: Dalam sebuah usaha pertanian, petani selalu dihadapkan dengan berbagai

Lebih terperinci

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Luas Wilayah Kecamatan Taluditi Kecamatan Taluditi merupakan salah satu dari 13 Kecamatan yang ada di Kabupaten Pohuwato. Kecamatan

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA PENGGEREK BUAH KAKAO (PBK) DI PROVINSI BENGKULU

PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA PENGGEREK BUAH KAKAO (PBK) DI PROVINSI BENGKULU PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA PENGGEREK BUAH KAKAO (PBK) DI PROVINSI BENGKULU BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU 2013 1 PETUNJUK TEKNIS NOMOR : 26/1801.013/011/B/JUKNIS/2013

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan pertanian, dalam pemenuhan kebutuhan hidup sektor ini merupakan tumpuan sebagian besar penduduk Indonesia

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis hasil penelitian mengenai Analisis Kelayakan Usahatani Kedelai Menggunakan Inokulan di Desa Gedangan, Kecamatan Wirosari, Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah meliputi

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DESA GEDANGAN. A. Letak Geografis, Batas dan Kondisi Wilayah. Purwodadi. Kabupaten Grobogan terletak pada sampai Bujur

IV. KEADAAN UMUM DESA GEDANGAN. A. Letak Geografis, Batas dan Kondisi Wilayah. Purwodadi. Kabupaten Grobogan terletak pada sampai Bujur IV. KEADAAN UMUM DESA GEDANGAN A. Letak Geografis, Batas dan Kondisi Wilayah Kabupaten grobogan salah satu wilayah yang secara terletak di Provinsi Jawa Tengah. Secara administratif Kabupaten Grobogan

Lebih terperinci

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Sebagai salah satu tanaman penghasil protein nabati, kebutuhan kedelai di tingkat lokal maupun nasional masih cenderung sangat tinggi. Bahkan sekarang ini kedelai

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG Oleh : Sugeng Prayogo BP3KK Srengat Penen dan Pasca Panen merupakan kegiatan yang menentukan terhadap kualitas dan kuantitas produksi, kesalahan dalam penanganan panen dan pasca

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI TALAS KIMPUL DI NAGARI DURIAN GADANG KECAMATAN AKABULURU KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

ANALISIS USAHATANI TALAS KIMPUL DI NAGARI DURIAN GADANG KECAMATAN AKABULURU KABUPATEN LIMA PULUH KOTA ANALISIS USAHATANI TALAS KIMPUL DI NAGARI DURIAN GADANG KECAMATAN AKABULURU KABUPATEN LIMA PULUH KOTA Husnarti Agribisnis Faperta Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat Abstrak Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

KERAGAAN USAHATANI COKLAT RAKYAT (Studi Kasus di Propinsi Sulawesi Tenggara)

KERAGAAN USAHATANI COKLAT RAKYAT (Studi Kasus di Propinsi Sulawesi Tenggara) KERAGAAN USAHATANI COKLAT RAKYAT (Studi Kasus di Propinsi Sulawesi Tenggara) Oleh : Andriati, Budiman Hutabarat dan Jefferson Situmorang') ABSTRAK Pengembangan tanaman perkebunan dari dana pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian, salah satu sub sektor dari sektor pertanian adalah sektor

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian, salah satu sub sektor dari sektor pertanian adalah sektor I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi alamiah yang bagus untuk mengembangkan sektor pertanian, salah satu sub sektor dari sektor pertanian adalah sektor perkebunan. Sebagai suatu

Lebih terperinci

Republik Indonesia BADAN PUSAT STATISTIK SURVEI PENYUSUNAN DIAGRAM TIMBANG NILAI TUKAR PETANI 16 KABUPATEN TAHUN 2014

Republik Indonesia BADAN PUSAT STATISTIK SURVEI PENYUSUNAN DIAGRAM TIMBANG NILAI TUKAR PETANI 16 KABUPATEN TAHUN 2014 RAHASIA SPDT14-TPR Republik Indonesia BADAN PUSAT STATISTIK SURVEI PENYUSUNAN DIAGRAM TIMBANG NILAI TUKAR PETANI 16 KABUPATEN TAHUN 2014 Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat PERHATIAN 1. Jumlah anggota

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT 7.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Penerimaan usahatani padi sehat terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan. Penerimaan tunai adalah penerimaan

Lebih terperinci

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH 67 BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH Bab ini akan membahas keefektifan Program Aksi Masyarakat Agribisnis Tanaman Pangan (Proksi Mantap) dalam mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani 1. Umur Petani Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara 30 sampai lebih dari 60 tahun. Umur petani berpengaruh langsung terhadap

Lebih terperinci

Republik Indonesia BADAN PUSAT STATISTIK SURVEI PENYUSUNAN DIAGRAM TIMBANG NILAI TUKAR PETANI 18 KABUPATEN TAHUN 2015

Republik Indonesia BADAN PUSAT STATISTIK SURVEI PENYUSUNAN DIAGRAM TIMBANG NILAI TUKAR PETANI 18 KABUPATEN TAHUN 2015 RAHASIA SPDT15-TPR Republik Indonesia BADAN PUSAT STATISTIK SURVEI PENYUSUNAN DIAGRAM TIMBANG NILAI TUKAR PETANI 18 KABUPATEN TAHUN 2015 Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat PERHATIAN 1. Jumlah anggota

Lebih terperinci

TUGAS KARYA ILMIAH BISNIS KOPI. NAMA: PIPIT RAFNUR SASKORO NIM : Kelas : 11.S1.SI

TUGAS KARYA ILMIAH BISNIS KOPI. NAMA: PIPIT RAFNUR SASKORO NIM : Kelas : 11.S1.SI TUGAS KARYA ILMIAH BISNIS KOPI NAMA: PIPIT RAFNUR SASKORO NIM : 11.12.6119 Kelas : 11.S1.SI 1. PENDAHULUAN Tanaman Kopi merupakan tanaman yang sangat familiar di lahan pekarangan penduduk pedesaan di Indonesia

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Sistem dan Pola Saluran Pemasaran Bawang Merah Pola saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes terbentuk dari beberapa komponen lembaga pemasaran, yaitu pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

Penanganan Pascapanen dan Pemasaran Kakao di Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Diany Faila Sophia Hartatri 1)

Penanganan Pascapanen dan Pemasaran Kakao di Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Diany Faila Sophia Hartatri 1) Penanganan Pascapanen dan Pemasaran Kakao di Kabupaten Blitar, Jawa Timur Diany Faila Sophia Hartatri 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118 Penanganan pascapanen

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG 7.1 Keragaan Usahatani Padi Varietas Ciherang Usahatani padi varietas ciherang yang dilakukan oleh petani di gapoktan Tani Bersama menurut hasil

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan usahatani

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. yang dianggap sudah mewakili dari keseluruhan petani yaitu sebanyak 250 orang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. yang dianggap sudah mewakili dari keseluruhan petani yaitu sebanyak 250 orang V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Petani Petani responden pada penelitian ini adalah petani yang berjumlah 71 orang yang dianggap sudah mewakili dari keseluruhan petani yaitu sebanyak 250 orang petani

Lebih terperinci

Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut

Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut Proyek Penelitian Pengembangan Pertanian Rawa Terpadu-ISDP Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut Penyusun I Wayan Suastika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan bagian dari pembangunan nasional. Secara umum posisi sektor perkebunan dalam perekonomian nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan Pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian bangsa, hal ini ditunjukkan

Lebih terperinci

III. TATA LAKSANA TUGAS AKHIR

III. TATA LAKSANA TUGAS AKHIR 16 III. TATA LAKSANA TUGAS AKHIR A. Tempat Pelaksanaan Tugas Akhir Kegiatan Tugas Akhir dilaksanakan di Banaran RT 4 RW 10, Kelurahan Wonoboyo, Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. B. Waktu

Lebih terperinci

STUDI KASUS : MANAJEMEN PERUSAHAAN PERKEBUNAN KAKAO DARI HULU SAMPAI HILIR DI PTP NUSANTARA XII (PERSERO) KEBUN KALIKEMPIT

STUDI KASUS : MANAJEMEN PERUSAHAAN PERKEBUNAN KAKAO DARI HULU SAMPAI HILIR DI PTP NUSANTARA XII (PERSERO) KEBUN KALIKEMPIT STUDI KASUS : MANAJEMEN PERUSAHAAN PERKEBUNAN KAKAO DARI HULU SAMPAI HILIR DI PTP NUSANTARA XII (PERSERO) KEBUN KALIKEMPIT 1.907,12 Ha Afdeling Kali Wadung 333,93 Ha Afdeling Margo Sugih 592,00 Ha Afdeling

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung Desa Muara Putih Kecamatan Natar Lampung Selatan dengan titik

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR 8.1 Penerimaan Usahatani Ubi Jalar Penerimaan usahatani ubi jalar terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai merupakan penerimaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Letak dan Keadaan Geografis Kecamatan Telaga merupakan salah satu dari 18 kecamatan yang ada di Kabupatan Gorontalo. Sesuai dengan

Lebih terperinci

BUDIDAYA BELIMBING MANIS ( Averhoa carambola L. )

BUDIDAYA BELIMBING MANIS ( Averhoa carambola L. ) BUDIDAYA BELIMBING MANIS ( Averhoa carambola L. ) PENDAHULUAN Blimbing manis dikenal dalam bahasa latin dengan nama Averhoa carambola L. berasal dari keluarga Oralidaceae, marga Averhoa. Blimbing manis

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. perkebunan, khususnya pada sektor tanaman karet. Penduduk di Desa Negeri

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. perkebunan, khususnya pada sektor tanaman karet. Penduduk di Desa Negeri IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Letak Geografis Desa Negeri Baru yang merupakan salah satu desa berpotensial dalam bidang perkebunan, khususnya pada sektor tanaman karet. Penduduk di Desa Negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Pada saat

Lebih terperinci

KOPI. Panduan teknis budidaya kopi. Pemilihan jenis dan varietas

KOPI. Panduan teknis budidaya kopi. Pemilihan jenis dan varietas KOPI Panduan teknis budidaya kopi Kopi merupakan komoditas perkebunan yang paling banyak diperdagangkan. Pusat-pusat budidaya kopi ada di Amerika Latin, Amerika Tengah, Asia-pasifik dan Afrika. Sedangkan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , ,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , , V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur petani responden Umur Petani merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada aktivitas di sektor pertanian. Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

Boks 1 PELAKSANAAN PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN KAKAO DI SULAWESI TENGGARA

Boks 1 PELAKSANAAN PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN KAKAO DI SULAWESI TENGGARA Boks 1 PELAKSANAAN PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN KAKAO DI SULAWESI TENGGARA Perkebunan kakao merupakan salah satu sektor unggulan di bidang pertanian Provinsi Sulawesi Tenggara dimana sekitar 52% total

Lebih terperinci

KELAYAKAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN MELALUI PENDEKATAN PTT

KELAYAKAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN MELALUI PENDEKATAN PTT Seminar Nasional Serealia, 2013 KELAYAKAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN MELALUI PENDEKATAN PTT Syuryawati, Roy Efendi, dan Faesal Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan ini merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Padi adalah salah satu bahan makanan

Lebih terperinci

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN Penilaian risiko produksi pada caisin dianalisis melalui penggunaan input atau faktor-faktor produksi terhadap produktivitas caisin. Analisis risiko produksi menggunakan

Lebih terperinci

VI. HASIL dan PEMBAHASAN

VI. HASIL dan PEMBAHASAN VI. HASIL dan PEMBAHASAN 6.1 Penggunaan Input Usahatani 6.1.1 Benih Benih memiliki peran strategis sebagai sarana pembawa teknologi baru, berupa keunggulan yang dimiliki varietas dengan berbagai spesifikasi

Lebih terperinci

BUDIDAYA SUKUN 1. Benih

BUDIDAYA SUKUN 1. Benih BUDIDAYA SUKUN Sukun merupakan tanaman tropis sehingga hampir disemua daerah di Indonesia ini dapat tumbuh. Sukun dapat tumbuh di dataran rendah (0 m) hingga dataran tinggi (700 m dpl). Pertumbuhan optimal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki iklim tropis sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki iklim tropis sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki iklim tropis sehingga Indonesia cocok untuk melestarikan dan memajukan pertanian terutama dalam penyediaan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN TANAMAN KACANG HIJAU SEGERA SETELAH PANEN PADA SAWAH DI KOLISIA DAN NANGARASONG KABUPATEN SIKKA NTT

PENGEMBANGAN TANAMAN KACANG HIJAU SEGERA SETELAH PANEN PADA SAWAH DI KOLISIA DAN NANGARASONG KABUPATEN SIKKA NTT PENGEMBANGAN TANAMAN KACANG HIJAU SEGERA SETELAH PANEN PADA SAWAH DI KOLISIA DAN NANGARASONG KABUPATEN SIKKA NTT I.Gunarto, B. de Rosari dan Tony Basuki BPTP NTT ABSTRAK Penelitian dilaksanakan di hamparan

Lebih terperinci

MANAJEMEN TANAMAN PAPRIKA

MANAJEMEN TANAMAN PAPRIKA Nama : Sonia Tambunan Kelas : J NIM : 105040201111171 MANAJEMEN TANAMAN PAPRIKA Dengan lahan seluas 1500 m², saya akan mananam tanaman paprika (Capsicum annuum var. grossum L) dengan jarak tanam, pola

Lebih terperinci

Lampiran 1. Indikator dan Parameter Penilaian SWOT Kopi Mandailing. No Indikator Parameter Skor

Lampiran 1. Indikator dan Parameter Penilaian SWOT Kopi Mandailing. No Indikator Parameter Skor 76 Lampiran. Indikator dan Parameter Penilaian SWOT Kopi Mandailing I. FAKTOR INTERNAL No Indikator Parameter Skor. Kondisi fisik dan mutu Kopi Mandailing Grade Grade Grade Grade. Produksi kopi Mandailing

Lebih terperinci

VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL Kelayakan aspek finansial merupakan analisis yang mengkaji kelayakan dari sisi keuangan suatu usaha. Aspek ini sangat diperlukan untuk mengetahui apakah usaha budidaya nilam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Kelapa sawit termasuk tanaman keras (tahunan) yang mulai menghasilkan pada umur 3 tahun dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Luas Wilayah Kecamatan Taluditi Kecamatan Taluditi merupakan salah satu dari 13 Kecamatan yang ada di Kabupaten Pohuwato. Kecamatan ini

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Volume Pohon pada Jarak Tanam 3 m x 3 m. Bardasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, Pada sampel populasi untuk

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Volume Pohon pada Jarak Tanam 3 m x 3 m. Bardasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, Pada sampel populasi untuk 34 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Volume Pohon pada Jarak Tanam 3 m x 3 m Bardasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, Pada sampel populasi untuk jarak tanam 3 m x 3 m terdapat 3 plot dengan jumlah

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG 1. DEFINISI Panen merupakan pemetikan atau pemungutan hasil setelah tanam dan penanganan pascapanen merupakan Tahapan penanganan hasil pertanian setelah

Lebih terperinci

BUDIDAYA DURIAN PENDAHULUAN

BUDIDAYA DURIAN PENDAHULUAN BUDIDAYA DURIAN PENDAHULUAN Saat ini, permintaan dan harga durian tergolong tinggi, karena memberikan keuntungan menggiurkan bagi siapa saja yang membudidayakan. Sehingga bertanam durian merupakan sebuah

Lebih terperinci

Pengelolaan Kakao di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl.PB.Sudirman 90 Jember 68118

Pengelolaan Kakao di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl.PB.Sudirman 90 Jember 68118 Pengelolaan Kakao di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur Dwi Suci Rahayu 1) dan Adi Prawoto 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl.PB.Sudirman 90 Jember 68118 Nusa Tenggara Timur (NTT) termasuk

Lebih terperinci

BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA 1. PERENCANAAN TANAM 1. Pemilihan lokasi tanam 2. Sistem tanam 3. Pola tanam 4. Waktu tanam 5. Pemilihan varietas Perencanaan Persyaratan Tumbuh

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI UBI JALAR

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI UBI JALAR VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI UBI JALAR 6.1. Analisis Aspek Budidaya 6.1.1 Penyiapan Bahan Tanaman (Pembibitan) Petani ubi jalar di lokasi penelitian yang dijadikan responden adalah petani yang menanam

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Desa Karangsewu terletak di Kecamatan Galur, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Adapun batas wilayah Desa Karangsewu adalah

Lebih terperinci

Rahmawati 1 Latifa Hanum 2 RINGKASAN. Keywoard : Perbandingan biaya, Produksi krisan, P4S.

Rahmawati 1 Latifa Hanum 2 RINGKASAN. Keywoard : Perbandingan biaya, Produksi krisan, P4S. PERBANDINGAN KEUNTUNGAN KRISAN POTONG DENGAN PEMANFAATAN SISTEM TUNAS DAN SISTEM TANAM AWAL DI P4S ASTUTI LESTARI PARONGPONG BANDUNG BARAT Rahmawati 1 Latifa Hanum 2 RINGKASAN Indonesia merupakan negara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman buah dari famili caricaceae yang berasal dari Amerika Tengah dan Hindia Barat. Tanaman pepaya banyak ditanam baik di daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkebunan besar), kehutanan, peternakan, dan perikanan (Mubyarto, 1977 : 15).

BAB I PENDAHULUAN. perkebunan besar), kehutanan, peternakan, dan perikanan (Mubyarto, 1977 : 15). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan mata pencaharian pokok dan kunci pertumbuhan yang mantap untuk perekonomian secara keseluruhan bagi negara yang sedang berkembang. Pertanian

Lebih terperinci

Hasil perhitungan t tabel

Hasil perhitungan t tabel Lampiran 6. Hasil perhitungan t tabel t tabel = C 0 + ( C ( B 1 1 C0 ) (B-B 0 ) B ) 0 Keterangan : B B 0 B 1 C C 0 C 1 : Nilai dk yang dicari : Nilai dk pada awal nilai yang sudah ada : Nilai dk pada akhir

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keadaan Umum Responden Tingkat pendidikan di Desa Babakanreuma masih tergolong rendah karena dari 36 responden sebagian besar hanya menyelesaikan pendidikan sampai tingkat SD,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumatera Barat memiliki potensi cukup besar di bidang perkebunan, karena didukung oleh lahan yang cukup luas dan iklim yang sesuai untuk komoditi perkebunan. Beberapa

Lebih terperinci