SISTEM USAHA PERTANIAN KAKAO 1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SISTEM USAHA PERTANIAN KAKAO 1"

Transkripsi

1 Empat SISTEM USAHA PERTANIAN KAKAO 1 Pada bagian ini peneliti menyertakan hasil penelitian awal mengenai Produksi, Pemasaran dan Pendapatan Petani Kakao: Studi di Desa Peleru Kecamatan Mori Utara Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi Tengah (tahun ), hal ini bertujuan untuk mengantar pembaca mengetahui bagaimana sistem pengolahan perkebunan kakao. Produksi Dalam mewujudkan visi Kabupaten Morowali sebagai kabupaten Si e 2012 (lumbung pangan) maka diperlukan keberhasilan dari program-program pembangunan yang diadakan oleh pemerintah pada sektor pertanian. Sektor pertanian memiliki beberapa sub sektor diantaranya sub sektor perkebunan. Di dalam sub sektor perkebunan itu sendiri, masih terbagi lagi dalam berbagai komoditi, diantaranya kelapa, kelapa sawit, karet, kakao, kopi, cengkeh dan lain-lain. Salah satu komoditi perkebunan unggulan Kabupaten Morowali adalah kakao. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 1. dimana keempatbelas kecamatan yang berada di Kabupaten Morowali semuanya memiliki perkebunan kakao yang dikelola oleh masyarakat atau perkebunan rakyat. Rata-rata kecamatan di Kabupaten Morowali pada tahun 2010 memiliki perkebunan kakao seluas ha dengan produksi 457,59 ton. Setiap kecamatan memiliki luas perkebunan kakao yang berbedabeda, demikian juga dengan hasil produksi dan produktivitasnya. 1 Merupakan hasil panelitian dan tulisan Skripsi saya dengan judul Produksi, Pemasaran dan Pendapatan Petani Kakao: Studi di Desa Peleru Kecamatan Mori Utara Kabupaten Morowali Propinsi Sulawesi Tengah (tahun ). 43

2 Dinamika Usaha Pertanian Kakao Banyak hal yang dapat mempengaruhi produksi dan produktivitas dari perkebunan kakao tersebut diantaranya perbedaan tingkat kesuburan tanah, perbedaan umur tanaman kakao (belum menghasilkan, menghasilkan dan tidak menghasilkan atau rusak), serangan hama dan iklim. Perkebunan kakao terluas bereda di Kecamatan Bungku Tengah yaitu ha atau 13,22% dari total luas perkebunan kakao Morowali tahun Kecamatan yang memiliki luas perkebunan kakao paling sedikit adalah Kecamatan Menui Kepulauan yaitu 159 ha atau hanya 1,05% dari luas perkebunan kakao Kabupaten Morowali. Produksi terbesar pada tahun 2010 berasal dari Kecamatan Petasia sebesar 821,80 Ton atau menyumbang 13,81% total produksi kakao Kabupaten Morowali, berikut Kecamatan Bungku Selatan dengan produksi 672,80 ton (11,31%). Kecamatan yang kontribusinya paling sedikit adalah Kecamatan Mamosalato (0,34%) dan Menui Kepulauan (0,32%). Tabel 1. Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Tanaman Perkebunan Kakao Kabupaten Morowali Menurut Kecamatan Tahun 2010 No. Kecamatan Luas (ha) Produksi Produktivitas kakao kering (Kg/ha) (Ton) 1 Menui Kepulauan ,5 2 Bungku Selatan ,8 645,06 3 Bahodopi ,47 4 Bungku Tengah ,23 5 Bungku Barat ,08 6 Bumi Raya ,8 442,53 7 Witaponda ,6 422,84 8 Lembo ,4 345,3 9 Mori Atas ,61 10 Mori Utara(*) Petasia ,8 432,3 12 Soyo Jaya ,2 394,96 13 Bungku Utara ,18 14 Mamosalato ,1 56,02 Total ,7 5194,36 rata-rata kecamatan ,59 391,57 Sumber : Morowali dalam Angka Tahun 2011 Catatan *) : Data masih gabung dengan kecamatan induknya (Mori Atas) 44

3 SIstem Usaha Pertanian Kakao Produktivitas perkebunan kakao di tingkat kecamatan pada tahun 2010 cukup bervariasi dengan rata-rata 391,57 kg per ha. Walaupun satu Kecamatan memiliki perkebunan kakao yang lebih luas, tetapi jika dibandingkan dengan Kecamatan lain produktivitas kecamatan tersebut justru lebih rendah seperti Kecamatan Bungku Utara yang luas perkebunannya mencapai ha, tingkat produktivitasnya hanya 318,23 kg per ha. Demikian juga dengan Kecamatan Mori Atas yang produktivitasnya hanya 309,61 kg per ha dengan luas areal perkebunan ha. Lain halnya dengan Kecamatan Bungku Selatan yang memiliki luas perkebunan ha atau hampir seribu hektar lebih sedikit dari Kecamatan Bungku Utara dan Mori Atas justru produktivitasnya dua kali lebih besar dari kedua kecamatan tersebut yakni 645,06 kg per ha. Dari semua kecamatan yang ada di Kabupaten Morowali, kecamatan yang memiliki produktivitas perkebunan kakao paling tinggi adalah Kecamatan Bungku Utara yaitu 1.066,18 kg per ha dengan lahan perkebunan hanya 408 ha. Sedangkan kecamatan dengan produktivitas perkebunan kakao terendah adalah kecamatan Mamosalato dengan luas perkebunan 357 ha dan produktivitasnya hanya 56,02 kg per ha. Secara keseluruhan pada tahun 2010, produktivitas perkebunan kakao Kabupaten Morowali yang rata-rata 391,57 kg per ha masih lebih rendah jika dibandingkan dengan produktivitas perkebunan kakao Sulawesi Tengah yaitu 832,51 kg per ha. Produksi atau hasil dari suatu usaha pertanian dalam hal ini produksi komoditi kakao, akan dijadikan sebagai suatu patokan apakah komoditi kakao memiliki potensi untuk diusahakan dan dikembangkan sebagai komoditi unggulan di Kabupaten Morowali. Secara keseluruhan luas dan produksi perkebunan kakao Kabupaten Morowali dari tahun dapat dilihat pada Tabel 2. 45

4 Dinamika Usaha Pertanian Kakao Tabel 2. Luas, Produksi dan Produktivitas Tanaman Perkebunan Kakao Kabupaten Morowali Tahun Tahun Luas (ha) Produksi Biji Kakao Kering (ton) Produktivitas (Kg/ha) Rata-rata , Sumber: Morowali dalam Angka Tahun 2011 Dari tahun ke tahun luas perkebunan kakao di Kabupaten Morowali terus mengalami peningkatan dengan rata-rata produksi 5.839,16 ton per tahun. Dengan bertambahnya luas perkebunan kakao tersebut, maka diharapkan produksi dan produktivitasnya akan ikut meningkat. Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa pada tahun 2010 produksi dan produktivitas kakao mengalami sedikit penurunan. Namun tahun sebelumnya yaitu tahun produksi kakao terus meningkat. Pada tahun 2009 produksi kakao mengalami peningkatan sebesar 848,67 ton atau meningkat 13,29% dari tahun Jika dilihat dari produktivitas, tahun produktivitas perkebunan kakao cenderung stabil dengan rata-rata kg per ha. Apabila dibandingkan dengan produktivitas kakao Sulawesi Tengah dengan rata-rata 696,62 kg per ha, produktivitas perkebunan kakao Kabupaten Morowali masih rendah. Namun demikian Tabel 2. dapat memberikan gambaran bahwa luas dan produksi kakao di Kabupaten Morowali trennya terus meningkat dan memiliki potensi untuk terus dikembangkan sebagai salah satu komoditi unggulan, dan diharapkan menjadi sumber pendapatan dan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Usaha Perkebunan Kakao di Desa Peleru Kecamatan penghasil kakao di Kabupaten Morowali diantaranya adalah Kecamatan Mori Utara. Luas perkebunan kakao di Kecamatan 46

5 SIstem Usaha Pertanian Kakao Mori Utara yang tersebar di delapan desa pada tahun 2011 mencapai 589,75 ha dengan produktivitas lebih tinggi dari rata-rata kabupaten dan Provinsi yaitu 800 kg per ha atau sama dengan 471,8 ton per tahun (BPK Kecamatan Mori Utara). Selanjutnya, dari data BPK Kecamatan Mori Utara, luas perkebunan kakao terbesar berada di Desa Peleru yaitu 570,4 ha atau 96,7% dari luas perkebunan kakao di Kecamatan Mori Utara. Tanaman kakao memiliki habitat di lingkungan hutan tropis, tanah yang lembab dengan naungan yang cukup. Kakao akan berproduksi secara maksimal apabila di lingkungan atau iklim yang tepat seperti cukupnya ketersediaan air dan hujan yang relatif merata disepanjang tahun. Desa Peleru memiliki potensi dan iklim yang cocok untuk pertumbuhan tanaman kakao. Sebagian besar pekebunan kakao petani berada di lembah sepanjang sungai Kuse. Kondisi tanah yang lembab dan ketersediaan air yang cukup membuat lokasi ini sangat cocok untuk perkebunan kakao. Sebagian besar penduduk Desa Peleru memiliki lahan dan mata pencaharian sebagai petani kakao. Inilah yang membuat Desa Paleru menjadi salah satu kantong penghasil komoditi kakao di Kecamatan Mori Utara. Keseharian petani dijalani dengan mengolah dan memelihara perkebunan kakao yang merupakan lapangan pekerjaan dan sumber pendapatan terbesar petani. Dari 30 responden, rata rata petani di Desa Peleru memiliki luas perkebunan kakao 2 ha (86.67%) dengan lama bertani rata-rata tahun (70%). Budidaya, pemeliharaan dan produksi tanaman kakao yang dilakukan oleh petani berskala perkebunan rakyat di Desa Peleru dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Penanaman Sebelum dilakukan penanaman tentunya yang terpenting adalah ketersediaan bibit dan lahan dengan luas tertentu yang sudah siap untuk ditanami. Biji kakao yang dijadikan sebagai bibit adalah biji kakao yang berasal dari buah terpilih dari pohon kakao yang telah ada sebelumnya. Sebelum ditanam, terlebih dahulu dilakukan pembibitan, baik menggunakan polibek 47

6 Dinamika Usaha Pertanian Kakao berukuran kecil maupun di lahan yang sudah disiapkan khusus untuk pembibitan. Setelah bibit kakao berumur kurang lebih tiga sampai enam bulan, bibit tersebut dipindahkan ke lahan perkebunan dengan jarak tanam 3x3 meter. Petani melakukan penanaman kakao secara berkala sesuai dengan ketersediaan bibit dan luas lahan yang siap ditanami. Dari hasil wawancara lapangan, hanya 23.33% petani responden yang mengetahui jenis kakao yang mereka tanam yaitu jenis trinitario/hibrida sedangkan 76.67% responden lainya menjawab tidak mengetahui jenis kakao yang mereka tanam. Kakao yang ditanam petani jenisnya sudah bercampur, hal ini terjadi karena bibit yang digunakan adalah bibit lokal yang berasal dari pohon kakao yang ditanam sebelumnya, baik dari kerabat sesama petani atau milik petani itu sendiri. 2. Pemupukan Pemupukan dilakukan untuk menyuburkan dan mengembalikan unsur hara pada tanah sehingga meningkatkan dan merangsang pertumbuhan tanaman kakao baik batang, daun dan buah. Umur tanaman kakao petani responden Desa Peleru yang berumur 10 tahun sebesar 16.67% dan 76.67% berumur tahun sedangkan umur diatas duapuluh tahun hanya 6,67%. Umur tanaman kakao ini merupakan umur produktif sehingga penggunaan pupuk sangat diperlukan untuk meningkatkan produktivitasnya. Jenis pupuk yang digunakan petani adalah pupuk urea dan beberapa pupuk lainya seperti TSP, KCL dan NPK. Skala penggunaan pupuk urea lebih besar daripada pupuk lainya dan terkadang pula petani mencampur jenis tersebut dengan pupuk urea. Pemupukan dilakukan satu kali dalam setahun dengan rata-rata penggunaan pupuk urea sebanyak 208 kg per ha. 3. Penyemprotan Penyemprotan dilakukan untuk mengatasi dan membasmi hama serta penyakit yang menyerang tanaman kakao. Dari tahun ke tahun hama dan busuk buah ditambah dengan iklim yang 48

7 SIstem Usaha Pertanian Kakao tidak menentu semakin membuat resah para petani. Berbagai jenis hama pengganggu pada pertumbuhan dan pada produksi kakao adalah hama PBK (penggerek buah kakao), penggerek daun, dan batang. Masalah lain adalah timbulnya penyakit seperti hitam buah yang diakibatkan curah hujan yang terlalu tinggi, mati pucuk dan serangan jamur batang yang dapat menyebabkan matinya pohon kakao. Berbagai upaya dilakukan oleh para petani untuk mengatasi hal tersebut khususnya pada serangan hama. Pemberantasan hama dilakukan dengan melakukan penyemprotan pestisida. Rata-rata petani atau 96.67% petani responden melakukan penyemprotan dua kali dalam sebulan. Janis pestisida yang digunakan petani cukup bervariasi seperti Vigor, Unisait, Nordoks, Akodag, Sidametrin, Capture, Kloromit, Topplus dan lain-lain. Dalam satu kali penyemprotan petani mencampurkan 2-3 jenis pestisida dengan skala 1/2-1 liter setiap jenis pestisida, sehingga total penggunaan pestisida dalam satu kali penyemprotan berkisar 1-2 liter. Karena kebutuhan tanaman akan pupuk cukup tinggi dan juga tujuan untuk meningkatkan produksi maka terkadang dalam penyemprotan hama, petani juga mencampurkan pestisida dengan pupuk cair perangsang pertumbuhan daun dan buah seperti Ronsaid dan Agrodite. 4. Penyiangan Penyiangan diperlukan untuk menjaga lahan perkebunan tetap bersih dan bebas dari gulma atau rumput yang akan mengganggu pertumbuhan kakao seperti akan terbaginya makanan dengan rumput liar. Pada saat kakao menghasilkan buah, penyiangan dilakukan untuk menghindari hama tikus dan pemakan buah lainnya. Seiring dengan kemajuan teknologi, jika dahulu penyiangan dilakukan dengan arit, tenaga kerja dan waktu yang panjang, maka sekarang dengan alat-alat pertanian modern seperti mesin pemangkas dan herbisida yang digunakan dengan tangki penyemprot, sangat membantu petani untuk mengusahakan lahan pertanian secara efisien. 49

8 Dinamika Usaha Pertanian Kakao 5. Pemangkasan Walaupun pada awal penanaman tanaman kakao harus memiliki naungan (pelindung), tetapi setelah pohon itu bertumbuh besar dan lebat maka tanaman pelindung tersebut tahap demi tahap harus dikurangi. Seiring dengan hal itu, kerimbunan dari daun atau cabang kakao harus diatur dengan pemangkasan cabang yang terlalu rimbun dan tunas air yang dianggap mengganggu pertumbuhan kakao. Pemangkasan dilakukan agar tanaman mendapatkan intensitas cahaya yang cukup secara keseluruhan sehingga dapat menghasilkan buah atau berproduksi secara maksimal. 6. Panen Buah kakao memiliki warna yang cukup beragam. Warna kakao yang pada waktu muda berwarna hijau, setelah masak akan berwarna kuning. Sedangkan jenis lain, yang awalnya berwarna merah setelah masak akan berwarna oranye. Apabila buah tersebut sudah masak maka petani melakukan pemetikan buah (panen). Buah kakao yang telah dipetik tersebut akan dikumpulkan di salah satu tempat (biasanya ditumpuk dipinggir kebun) kemudian dilakukan pemeraman buah maksimal satu minggu agar kematangan buah kakao merata. Namun petani responden tidak melakukan proses pemeraman buah tersebut, akan tetapi langsung melakukan pemecahan buah. Pemecahan buah dapat dilakukan menggunakan beberapa alat diantaranya pisau, golok dan sepotong kayu yang bertujuan untuk memisahkan biji dari kulit kakao, kemudian dimasukan kedalam karung dan langsung diangkut ke rumah petani. Panen buah kakao di Desa Peleru dilakukan dalam dua musim, petani menyebutnya dengan musim panen raya dan panen antara (panen semester). Musim panen raya dilakukan antara bulan April sampai Juni sedangkan panen semester dilakukan antara bulan Agustus sampai November. Intensitas panen raya pada petani responden Desa Peleru 5 kali (60%) dan 3-4 kali (40%), sedangkan untuk panen antara 5 kali (70%) dan 3-4 kali 50

9 SIstem Usaha Pertanian Kakao (23,3%) dalam setahun. Rata rata dalam bulan-bulan panen, baik panen raya maupun panen semester adalah dua kali pemanenan dalam sebulan (panen setiap dua minggu sekali). Dengan intensitas dua kali panen dalam sebulan, maka panen raya petani sebanyak 4-6 kali dan panen antara sebanyak 4-8 kali dalam satu tahun. Perbedaan intensitas panen baik panen raya dan panen semester antara responden tergantung dari produktivitas perkebunan kakao masing-masing responden dan juga karena dipengaruhi oleh cara pemeliharaan seperti pemberian pupuk, pemangkasan, kebersihan lahan dan penyemprotan hama. Total hasil produksi kakao kering rata-rata untuk panen raya dan panen semester petani responden adalah 1,6 ton per tahun. 7. Penjemuran Setelah biji kakao yang sudah dipanen diangkut ke rumah petani, kakao tersebut dibiarkan berada di dalam karung selama 2-3 hari dengan tujuan mengurangi kandungan air dari biji yang basah, kemudian biji kakao dikeluarkan dari karung dan siap dijemur. Tempat penjemuran yaitu di balai-balai yang terbuat dari bambu, namun penjemuran ditempat ini sudah jarang dilakukan petani karena petani lebih memilih menjemur di daerah lapang halaman rumah dengan menggunakan karoro (tikar atau jaring penjemuran). Lama penjemuran biji kakao sampai kering yaitu 3-4 hari bahkan bisa lebih, tergantung pada cuaca atau sinar matahari. Penjemuran juga dapat dilakukan dengan menggunakan mesin khusus pengering biji kakao. Namun sampai sekarang belum ada petani responden yang memiliki dan menggunakan mesin pengering tersebut. Setelah biji kakao kering, petani melakukan pengemasan di dalam karung goni dan biji kakao siap untuk dijual. Pengolahan komoditi kakao di Desa Peleru masih terbilang sederhana serta kurang memperhatikan standar dan mutu yang baik. Sistem pengolahan kakao petani masih sebatas panen, jemur sampai dianggap kering lalu dijual. Sedangkan untuk menghasilkan komoditi kakao yang berkualitas, diperlukan pengolahan yang lebih teliti. 51

10 Dinamika Usaha Pertanian Kakao Beberapa proses pengolahan masih dilewatkan oleh para petani seperti proses fermentasi atau pemeraman dengan tujuan melepas lendir-lendir yang melekat pada biji dan menambah aroma khas biji kakao, belum melakukan pencucian yang bertujuan untuk menghilangkan kotoran dan lendir yang masih melekat pada biji, serta sortasi (membersikan kotoran dan memisahkan biji yang baik dan yang kurang baik). Usaha pertanian kakao tentunya berkaitan erat dengan sarana produksi sebagai pendukung berjalannya usaha perkebunan tersebut. Sarana produksi yang digunakan diantaranya pupuk, pestisida, dan alatalat pertanian. Pupuk dan pestisida diperoleh petani dari kelompok tani, kios-kios lokal dan pasar kecamatan. Pupuk yang digunakan oleh petani adalah pupuk urea dengan harga Rp per 50 kg (tahun 2011) dan beberapa pupuk lainnya seperti TSP, KCL dan NPK. Sedangkan pestisida yang digunakan oleh petani cukup beragam dan harganyapun bervariasi (Tabel 3.). 52 Tabel 3. Jenis, Fungsi dan Harga Pestisida No. Pestisida Fungsi Harga /botol (Rp) 1 Vigor Untuk membasmi hama penggerek buah, batang dan daun pada tanaman kakao Unisait Untuk membasmi hama penggerek buah, batang dan daun pada tanaman kakao Nordoks Mencegah jamur dan hitam buah kakao Akodan Untuk membasmi hama penggerek buah, batang dan daun pada tanaman kakao Capture Mencegah serangan hama pengerek dan mencegah busuk buah Kloromit Untuk membasmi hama semut Seprint Untuk mencegah serangan Hama penggerek batang, daun dan buah kakao Sidametrin Untuk memberantas ulat atau hama penggerek tanaman kakao Sumber: Data Primer, 2012 Selain pupuk dan pestisida, sarana produksi yang juga digunakan dalam pengolahan perkebunan kakao adalah alat-alat pertanian. Sebagian besar petani kakao sudah menggunakan alat pertanian yang

11 SIstem Usaha Pertanian Kakao moderen seperti mesin pemangkas, gunting buah dan lain-lain. Beberapa alat pertanian yang digunakan oleh petani kakao di Desa Peleru dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Alat-Alat Pertanian Yang Digunakan Petani Serta Fungsinya di Lahan Perkebunan Kakao No. Alat Pertanian Fungsi/ Kegunaan 1 Arit Untuk penyiangan 2 Cangkul Untuk penggali lubang dalam penanaman kakao serta penggalian saluran air di lahan perkebunan. 3 Gerobak Dorong Sebagai alat pengangkut buah kakao saat panen. 4 Golok (Parang) Untuk penyiangan dan digunakan pula untuk memisahkan biji kakao dari kulitnya (Pemecahan buah) Gerobak menggunakan tenaga sapi (roda) Gunting Buah/Daun/Ranting Pemetik Buah (Poncada) Jaring Penjemuran ( Karoro) 11 Terpal 12 Karung goni 11 Mesin Pemangkas Rumput 13 Tangki Penyemprot Sumber: Data Primer, 2012 Sebagai alat transportasi petani ke lahan perkebunan dan sebagai alat pengangkut biji kakao dari perkebunan ke rumah petani. Untuk memetik buah dan pemangkasan ranting kakao Alat pertanian kakao mirip angka 7 yang disambungkan pada sebatang bambu dengan panjang tertentu. Berfungsi untuk pemetik buah dan alat pemangkas dahan kakao. Untuk menjemur biji kakao yang masih basah. Untuk menjemur biji kakao yang sudah setengah kering. Untuk menyimpan biji kakao setelah dipanen serta biji kakao yang sudah kering dan siap dijual. Untuk alat pemangkas rumput di lahan perkebunan kakao. Untuk penyemprotan rumput dan juga hama pada perkebunan kakao. Dalam proses produksi perkebunan Kakao, petani pemilik perkebunan terkadang mengerjakan sendiri proses pengolahan karena dipengaruhi beberapa faktor seperti keterbatasan biaya, lahan pertanian yang tidak terlalu luas sehingga dapat dikerjakan sendiri oleh 53

12 Dinamika Usaha Pertanian Kakao petani tersebut. Namun beberapa proses produksi, dibutuhkan tenaga kerja seperti kegiatan penyemprotan, pemangkasan, pemupukan, panen dan pengangkutan. Tenaga kerja tersebut berasal dari dalam keluarga (anggota keluarga petani itu sendiri), tenaga kerja dari luar keluarga (jasa tenaga kerja), dan tenaga kerja dari dalam dan luar keluarga. Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan Tenaga Kerja Dalam Produksi Perkebunan Kakao Petani Desa Peleru No. Proses Produksi Hanya dari dalam kel Jumlah dan Presentase Responden Hanya dari luar kel Dari dalam dan luar kel Total jmlh % jmlh % jmlh % jmlh % 1 Penanaman Pemupukan Penyemprotan Penyiangan Pemangkasan Panen Pengangkutan Penjemuran Sumber: Data Primer, 2012 Sebagian besar masyarakat Desa Peleru adalah petani kakao, sehinga selain kepala keluarga (bapak), ibu rumah tangga atau tenaga kerja wanita juga ikut membantu dalam beberapa proses produksi walaupun presentasenya sangat kecil. Proses yang menggunakan tenaga kerja wanita adalah proses pemupukan yaitu 13% (masuk dalam data tenaga kerja dari dalam keluarga Tabel 5.) dan dalam proses panen sebanyak 23% responden menggunakan tenaga kerja wanita dari dalam keluarga (ibu rumah tangga) dan 43% lainnya menggunakan tenaga kerja dari luar keluarga. Dari data primer yang diperoleh, rata-rata penggunaan tenaga kerja dan jumlah hari kerja menurut jenis kelamin untuk proses produksi kakao di Desa Peleru diuraikan sebagai berikut: 1) Penanaman: Petani melakukan penanaman di lahan perkebunannya dengan hari dan waktu kerja yang fleksibel atau berkala, hal ini 54

13 SIstem Usaha Pertanian Kakao dilakukan sesuai ketersediaan lahan dan bibit yang siap ditanam. 2) Pemupukan: Selain menggunakan dua orang tenaga kerja (ayah,ibu) dari dalam keluarga dengan tiga hari kerja, jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dari luar keluarga dalam satu kali pemupukan rata-rata dua orang tenaga kerja dengan tiga hari kerja. 3) Penyemprotan: Rata-rata penggunaan tenaga kerja pada proses penyemprotan yang berasal dari luar keluarga adalah dua orang dengan dua hari kerja. Pada proses penyemprotan ini, pemilik kebun ikut bekerja namun waktu kerjanya lebih lama yaitu rata-rata tiga hari kerja. 4) Penyiangan: Untuk penyiangan dengan luas lahan 2 hari kerja, petani menyewa rata-rata dua orang tenaga kerja dari luar keluarga dengan empat hari kerja, sedangkan petani responden lainya yang tidak menyewa tenaga kerja menghabiskan waktu kerja selama satu minggu untuk proses penyiangan. 5) Pemangkasan: Dalam pemangkasan, petani responden menggunakan rata-rata dua orang tenaga kerja dari luar keluarga dengan rata-rata enam hari kerja. Apabila petani hanya melakukan pemangkasan dengan tenaga sendiri, maka jumlah hari kerja yang dibutuhkan lebih panjang yakni sembilan hari kerja. 6) Panen: Proses panen ini membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak dibandingkan dengan proses-proses sebelumnya. Untuk satu kali panen, petani menyewa rata-rata tiga orang tenaga kerja pria dari luar keluarga dan tiga orang tenaga kerja wanita, ditambah dengan anggota dalam keluarga petani itu sendiri dengan rata-rata tiga hari kerja per satu kali panen. Dalam proses pemanenan buah kakao, tenaga kerja pria bertugas untuk memetik buah sedangkan wanita sebagai tenaga pemecah buah kakao. Namun tidak jarang tenaga kerja pria juga ikut melakukan proses pemecahan buah. 7) Pengangkutan: Pada hari panen pertama, kedua dan ketiga, biji kakao langsung diangkut sendiri oleh petani pemilik perkebunan pada hari itu juga dengan menggunakan gerobak atau sepeda motor atau oleh tenaga kerja pria dengan cara dipikul (ndalembara). Selain itu, ada beberapa petani yang menggunakan jasa pengangkutan gerobak dengan biaya Rp Rp per karung. Rata rata petani responden maupun tenaga kerja lainya mulai bekerja di perkebunan kakao dari pukul WITA (8 jam per hari kerja). Upah rata-rata tenaga kerja baik upah 55

14 Dinamika Usaha Pertanian Kakao penyemprotan, pemupukan, penyiangan dan panen adalah Rp per hari kerja. Berbagai persoalan atau masalah yang sering dihadapi oleh para petani dalam hal pengolahan dan produksi perkebunan kakao seperti keterbatasan modal, sumber daya manusia (SDM) dan serangan hama. Usaha pertanian perkebunan kakao membutuhkan modal sebagai biaya operasional produksi. Dengan modal yang cukup, petani dapat membiayai keperluan usaha seperti pengadaan sarana produksi (alatalat pertanian, pupuk, pestisida, dan upah tenaga kerja). Modal yang digunakan petani responden untuk membiayai operasional produksi diperoleh dari hasil penjualan biji kakao. Terbatasnya akses modal oleh petani baik dari lembaga keuangan bank dan lembaga pinjaman lainya membuat petani harus membagi pendapatan dari hasil penjualan biji kakao untuk kebutuhan pokok sehari-hari dengan biaya operasional produksi. Keterbatasan akses modal ini, disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan pemahaman petani mengenai akses peminjaman modal di bank, sehingga petani enggan untuk meminjam modal. Saat terjadi penurunan produksi bahkan saat gagal panen pada tanaman kakao, petani membiayai operasional pertanian seadanya saja (mengurangi pupuk dan jumlah pestisida), petani kadang menempuh cara lain seperti mengutang sarana produksi pada pembeli (pengumpul biji kakao) yang akan dilunasi setelah memperoleh hasil panen kakao. Sumber daya manusia merupakan salah satu komponen penting dalam pengolahan perkebunan yang baik. Pengetahuan dan informasi yang diperoleh petani Desa Peleru mengenai pengolahan perkebunan kakao masih sangat sedikit sehingga cara budidaya tanaman kakao yang dipraktekan petani hanya berdasarkan pengalaman dan informasi dari sesama petani dan dari pembeli kakao. Keterbatasan ini juga dikarenakan masih kurangnya pelatihan, seminar-seminar dan sosialisai pertanian yang diberikan oleh pemerintah atau instansi terkait lainya. Belum maksimalnya kinerja Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) yang ditempatkan disetiap desa dalam memberikan pendampingan bagi petani, khususnya petani kakao. Akibatnya petani tidak dapat berbuat banyak selain mengandalkan pengetahuan dan 56

15 SIstem Usaha Pertanian Kakao informasi terbatas yang mereka miliki dalam mengolah perkebunan kakao tersebut. Dalam pertanian kakao, masalah terbesar petani adalah serangan hama. Serangan hama sangat merugikan petani karena akan menyebabkan menurunnya hasil produksi. Hama yang menyerang perkebunan petani diantaranya hama penggerek batang dan daun yang menyebabkan daun dan batang kakao menjadi rusak dan bahkan mati. Hama penggerek buah juga menjadi musuh terbesar petani, karena akan menyebabkan busuk dan kangker buah sehingga produksi dapat menurun drastis. Selain itu, jamur batang dan mati pucuk juga dapat membuat pohon kakao akan perlahan-lahan mati. Cuaca yang tidak menentu, seperti curah hujan yang terlalu tinggi membuat buah kakao yang masih muda menjadi hitam dan akhirnya petani akan mengalami gagal panen. Berbagai upaya dilakukan petani untuk mengatasi masalah ini seperti melakukan pemangkasan pucuk yang telah mati, peremajaan kembali, dan penyemprotan pestisida yang tetap dilakukan walaupun dengan harga pestisida yang cukup mahal bagi petani. Pemasaran Setelah melalui proses produksi yang cukup panjang mulai dari penanaman, pemeliharaan, pemetikan dan penjemuran, petani memperoleh output atau hasil dari usaha pertanian tersebut berupa biji kakao kering. Biji kakao kering dikemas dengan baik di dalam karung goni kemudian siap untuk dijual. Sebanyak 93,33% petani responden menggunakan sistem penjualan langsung ke rumah pembeli, sedangkan hanya 6,66% saja yang didatangi oleh pembeli. Alat transportasi dan angkutan yang digunakan oleh petani dalam penjualan kakao adalah sepeda motor (66,7 %), gerobak yang ditarik oleh sapi (13,3 %), sedangkan sisanya menggunakan mobil dan tenaga manusia (dipikul). Ada beberapa jenis pedagang kakao diantaranya pengumpul (tengkulak), kelompok tani, pedagang antar kecamatan, pedagang antar kabupaten, dan pedagang antar pulau (eksportir antar pulau). Pengumpul adalah pedagang yang langsung membeli kakao di rumah- 57

16 Dinamika Usaha Pertanian Kakao rumah petani dan kemudian kembali menjualnya kepada pengumpul tingkat kecamatan bahkan ke pedagang tingkat kabupaten. Harga beli yang ditetapkan oleh pengumpul tersebut cukup bervariasi. Kelompok tani, adalah kelompok yang dibentuk secara swadaya oleh masyarakat dan beranggotakan para petani kakao dengan jumlah anggota tertentu. Tujuan utama dibentuknya kelompok tani atau organisasi tani ini adalah untuk menjadi lembaga musyawarah dan diskusi bagi petani mengenai masalah-masalah dalam pertanian kakao. Selain itu, tujuan dibentuknya kelompok tani di Desa Peleru yaitu untuk membendung masuknya tengkulak atau pedagang baru dari luar desa yang dianggap merugikan pengumpul lokal yang telah lama bekerja sama dengan petani. Terbentuknya organisasi petani (kelompok tani) akan mempermudah penyaluran bantuan dari pemerintah dan mempermudah petani dalam penyediaan sarana produski pertanian. Sebanyak 56,66% petani responden menjual kakaonya kepada kelompok Tani, 36,66% menjual ke pengumpul biasa, dan hanya 6,66% yang menjual ke pedagang besar antar kabupaten. Penjualan kakao ke kelompok tani sama dengan penjualan ke pengumpul biasa (tengkulak), hal ini terjadi karena yang menjadi pembeli sebenarnya adalah pengumpul lokal yang merupakan anggota dan bahkan ketua dari kelompok tani tersebut. Namun demikian, ada perbedaan pengumpul biasa (pengumpul dari luar kelompok tani) dengan pengumpul lokal yang berada di dalam keanggotaan kelompok tani. Perbedaan tersebut diantaranya adalah penetapan harga. Harga beli pengumpul biasa lebih rendah karena berdasarkan harga di tingkat kecamatan, sedangkan harga pengumpul yang berasal dari kelompok tani cenderung lebih tinggi karena pengumpul tersebut berpatokan dari harga kakao pengumpul besar di tingkat kabupaten. Selain itu, kerjasama dan relasi yang baik yang sudah berlangsung cukup lama antara petani dengan pengumpul lokal, membuat petani lebih memilih untuk menjual komoditi kakaonya pada pengumpul lokal yang juga merupakan anggota kelompok tani dari pada ke pengumpul biasa. Pengumpul tingkat kecamatan biasanya membeli langsung ke rumah-rumah petani dan juga dari para pengumpul biasa yang sudah menjalin relasi dengannya. Pengumpul tingkat kabupaten adalah pengumpul yang 58

17 SIstem Usaha Pertanian Kakao membeli kakao dari pedagang antar kecamatan dan juga dari pengumpul-pengumpul lokal di tingkat desa. Pengumpul besar tingkat kabupaten menjual langsung ke pedagang antar pulau (ekportir antar pulau) dan bahkan langsung ke sektor industri pengolahan. Berikut digambarkan rantai pemasaran dan pelaku usaha dalam pertanian komoditi kakao di kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi Tengah (Gambar 5.). Model ini diadopsi dari model Kameo et al tahun 2011 mengenai rantai nilai dan pelaku usaha komoditas kopi. Gambar 5. Rantai Pemasaran dan Pelaku Usaha Dalam Usaha Pertanian Kakao di Kabupaten Morowali Di wilayah Desa Peleru dan Kabupaten Morowali bahkan di Sulawesi Tengah, belum tersedia sarana industri pengolahan kakao yang dapat mengolah biji kakao menjadi coklat bubuk, coklat cair, permen dan jenis olahan lainnya. Untuk itu sebagian besar pengumpul tingkat kabupaten di Sulawesi Tengah menjual biji kakao ke eksportir antar pulau yang ada di kota Palu. Sebagian kecil lainnya menjual ke industri pengolahan di Makasar Sulawesi Selatan. Menurut penelitian Tuti Millias tahun 2009 mengenai Analisis Permintaan Ekspor Biji Kakao Sulawesi Tengah Oleh Malaysia, tahun 2002 sebesar 77,61% biji kakao Sulawesi Tengah di ekspor ke luar negeri antara lain ke Malaysia dan beberapa negara lainnya (Tuty Millias 2009: 92). 59

18 Dinamika Usaha Pertanian Kakao Untuk mendapatkan harga yang tinggi sebelum dijual kembali, para pembeli atau pengumpul lokal hanya melakukan penjemuran kembali agar tingkat kekeringan kakao merata dengan standar kekeringan kadar air 7%. Pada pengumpul tingkat kabupaten, pembeli kembali melakukan penjemuran dan mencampur biji kakao yang dibeli dari beberapa pengumpul tingkat desa dan kecamatan agar kualitas kakao merata. Sampai pada eksportir barulah dilakukan penyortiran biji kakao yaitu dengan membersihkan kotoran yang masih bercampur dengan biji kakao dan memisahkan biji kakao berdasarkan bentuk dan tingkat kualitasnya. Keuntungan yang diperoleh pengumpul lokal berasal dari selisih harga kakao dengan harga pada pengumpul antar kabupaten yaitu Rp per kg pada tahun 2011 dan beberapa tahun sebelumnya. Apabila harga pada pengumpul tingkat kabupaten sebesar Rp per kg maka harga beli pengumpul lokal pada petani kurang lebih Rp per kg atau 15% dari harga beli. Keuntungan bersih pengumpul lokal Rp per kg karena Rp. 500 per kg untuk biaya angkutan dan pemeliharaan kendaraan. Penetapan kualitas dan harga kakao sampai saat ini masih ditentukan oleh pembeli. Cara penetapan harga kakao adalah dengan mengukur dan melihat standar mutu pada kakao. Standar dan mutu tersebut berkaitan dengan kadar air (atau tingkat kekeringan), warna, dan kebersihan dengan menggunakan alat ukur tester (alat ukur kadar air). Walaupun di Desa Peleru 47% petani responden menjawab penentuan kualitas kakao menggunakan tester, namun langkah tersebut hanya sebagai formalitas yang terkadang dilakukan. Menurut pembeli dan 53% petani responden, cara pengukuran standar dan mutu kakao hanya dengan meraba dan melihat biji kakao tersebut. Hal ini dilakukan karena pembeli sudah berpengalaman dan sudah lama menggeluti jual beli kakao kering, sehingga hanya dengan meraba dan melihat maka pembeli sudah mengetahui tingkat kekeringan kakao tersebut. Penggunaan tester belum diterapkan secara serius karena menurut pembeli, petani belum mengerti tentang penetapan standar kakao yang mengunakan tester dan banyaknya potongan yang akan 60

19 SIstem Usaha Pertanian Kakao dilakukan pembeli terhadap kakao yang dibeli sehingga menimbulkan keluhan dari petani. Permasalahan yang sering dihadapai petani dalam pemasaran adalah tidak menentunya harga (fluktuasi harga), yang kemudian akan menyebabkan pendapatan petani tidak menentu. Selain itu, sistem pembayaran dan jual beli kakao petani menggunakan sistem bayar tunai dan bukan sistem ijon. Sistem ijon adalah sistem bukingan harga berdasarkan kesepakatan bersama, yang dilakukan antara petani dan pembeli dalam rentang waktu tertentu sebelum kakao sampai ke tangan pembeli. Sebagai contoh, harga untuk kakao petani sudah ditetapkan untuk empat hari kedepan, ketika harga kakao hari kesepakatan (hari pertama) Rp per kg maka harga pada saat penjualan kakao pada hari ke empat adalah Rp per kg walaupun harga pada hari ke empat sudah naik menjadi Rp per kg. Harga pada komoditi kakao sering berubah-ubah bahkan dalam satu minggu dapat terjadi dua kali perubahan harga. Untuk itu, informasi harga untuk petani sangat diperlukan. Kenyataan di lapangan bahwa 50% petani responden tidak mengetahui informasi harga minimal harga pedagang tingkat kabupaten. Informasi dan selisih harga yang diperoleh petani lainya hanya berasal dari sesama petani dan dari pengumpul lokal. Tabel 6. Harga Komoditi Kakao Bulan September 2011 di Kabupaten Morowali No Komoditi Satuan Harga bulan September 2011 Minggu I Minggu II Minggu II Minggu IV 1. Kakao Kg Sumber: Dinas Perkebunan Kabupaten Morowali, 2011 Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa harga kakao di tingkat kabupaten pada bulan September mengalami tiga kali perubahan. Walaupun dari minggu pertama sampai minggu kelima ada peningkatan harga dari Rp menjadi Rp , namun harga di tingkat petani pada waktu penelitian yaitu pertengahan bulan Desember sampai awal Januari mengalami penurunan sampai pada 61

20 Dinamika Usaha Pertanian Kakao level Rp Rp per kg. Harga pada bulan ini menurut petani adalah harga terendah yang pernah mereka peroleh selama penjualan komoditi kakao. Pendapatan Hasil dari usaha pertanian perkebunan kakao adalah biji kakao kering, yang kemudian dijual untuk memperoleh uang atau pendapatan yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok dan sebagai sumber dana operasional pengolahan perkebunan kakao selanjutnya. Sumber pendapatan terbesar petani responden adalah dari hasil perkebunan kakao. Selain perkebunan kakao, untuk memenuhi kebutuhan pangan, sebanyak 73,33% petani responden memiliki usaha pertanian lain seperti menanam palawija, padi ladang, padi sawah dan jagung. Harga-harga sarana produksi yang telah dijelaskan sebelumnya tentunya akan mempengaruhi pengeluaran dan pendapatan petani. Dari hasil perhitungan diperoleh total pengeluaran rata-rata petani responden baik pembelian pupuk, pestisida dan pengeluaran upah tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rata-Rata Pengeluaran Usaha Perkebunan Kakao Petani Desa Peleru Per Tahun No. Pengeluaran Jumlah per tahun (Rp) 1 Pupuk Pestisida Upah Tenaga Kerja Lain-Lain Total Sumber: Data Primer, 2012 Dengan harga pupuk urea Rp per 50 kg ditambah dengan pengeluaran pupuk jenis lainnya dengan penggunaan rata-rata 208 kg per ha pupuk urea per tahun, maka total pengeluaran pupuk adalah Rp per tahun. Sedangkan hasil perhitungan dengan 62

21 SIstem Usaha Pertanian Kakao jenis dan harga pestisida yang bervariasi (Tabel 3.) maka rata-rata pengeluaran pestisida Rp per tahun. Pengeluaran terbesar petani dalam produksi perkebunan kakao adalah pengeluaran upah tenaga kerja. Rata-rata pengeluaran petani responden pada upah tenaga kerja mulai dari penyemprotan sampai pada pemetikan adalah Rp per tahun. Lain-lain pengeluaran berasal dari sewa angkutan kakao basah yang baru dipanen dari kebun menuju rumah petani dan hal ini hanya dilakukan oleh beberapa petani dengan upah Rp Rp per karung (tergantung jarak kebun ke rumah petani) dengan skala angkutan 5-10 karung kakao basah, maka rata-rata pengeluaran petani Rp per tahun. Dengan demikian rata-rata pengeluaran sarana produksi dan upah tenaga kerja adalah Rp per tahun. Dari total biaya produksi pada Tabel 7. maka diperoleh hasil ratarata produksi komoditi kakao kering 1,6 ton per tahun. Selain karena faktor fluktuasi harga, perbedaan waktu penjualan, perbedaan kualitas biji kakao membuat pendapatan petani tidak menentu dan berbedabeda antara petani satu dengan yang lainnya. Pada Tabel 8 dapat dilihat perhitungan pendapatan rata-rata, pendapatan perkapita petani responden dengan menggunakan kisaran harga saat penelitian di tingkat petani. No. Tabel 8. Perhitungan Pendapatan Rata-rata Petani Kakao Desa Peleru dan Pendapatan Perkapita Berdasarkan Variasi Harga Kakao Variasi harga Harga kakao 1. saat penelitian Sumber: Data Primer, 2012 Harga (Rp) Pendapatan kotor/tahun (Rp) Pendapatan bersih/tahun (Rp) Pendapatan perkapita/tahun (Rp) Kisaran harga kakao saat penelitian di tingkat petani dengan rata-rata Rp per kg (Tabel 8.) dijadikan sebagai patokan untuk melihat atau memperkirakan pendapatan petani kakao per tahun. Dengan harga tersebut diperoleh rata-rata pendapatan bersih petani sebesar Rp per tahun. Sedangkan untuk pendapatan 63

22 Dinamika Usaha Pertanian Kakao perkapita petani yang diperoleh dari total pendapatan bersih dibagi dengan total anggota keluarga responden maka diperoleh pendapatan perkapita Rp per tahun. Apabila dibandingkan dengan PDRB perkapita Kabupaten Morowali atas dasar harga berlaku tahun 2011 sebesar Rp (dengan migas) dan Rp (tanpa migas), maka pendapatan perkapita petani kakao Desa Peleru dengan rata-rata harga kakao Rp per kg, sangat rendah yaitu hanya Rp per tahun atau 13,58% dan 17,11% dari besar PDRB perkapita kabupaten. Demikian juga saat dilihat dari garis kemiskinan Kabupaten Morowali tahun 2010 yaitu Rp per bulan (Statistik Daerah Kabupaten Morowali, BPS Kabupaten Morowali 2011), pengeluaran perkapita per bulan petani Desa Peleru berada sedikit lebih rendah di bawah garis kemiskinan yaitu Rp (pendapatan perkapita petani dibahagi 12 bulan). Kondisi ini tentunya sangat memprihatinkan karena menunjukkan indikasi kemiskinan pada petani kakao. Dengan melihat hasil perhitungan dan perbandingan tersebut, maka diperlukan usaha yang lebih keras lagi dalam hal pengembangan, peningkatan produksi pertanian dari petani sebagai pelaku usaha perkebunan dan pemerintah sebagai pengambil kebijakan melalui berbagai program budidaya tanaman kakao serta penetapan harga yang wajar untuk dapat mendorong peningkatan produksi, pendapatan dan kesejahteraan petani kakao. Pendapatan dari hasil penjualan biji kakao digunakan petani untuk modal produksi selajutnya, memenuhi kebutuhan sehari-hari dan sebagai sumber pembiayaan bagi sekolah anak. Walaupun kakao merupakan komoditi unggulan dan memiliki kedudukan sebagai produksi ketiga terbesar di tingkat nasional setelah kelapa sawit dan karet, jika dilihat secara keseluruhan dari hasil pengamatan dan perhitungan menunjukkan bahwa sumbangan atau pendapatan dari perkebunan kakao, belum dapat mengangkat dan meningkatkan kesejahteraan petani kakao. 64

23 SIstem Usaha Pertanian Kakao Sistem Usaha Pertanian Non Kakao Pertanian Kelapa Sawit 2 Kelapa sawit (Elaeis Guineensis Jack) merupakan tanaman yang berasal dari afrika. Dalam bahasa inggris tanaman kelapa sawit dikenal dengan nama oil palm. Status tanaman kelapa sawit di Indonesia sendiri merupakan tanaman pendatang. Di Indonesia tanaman ini mulai dikenal sejak sebelum perang dunia II (Roosita et al, 2007:1). Menurut warta ekspor Kementerian Perdagangan Republik Indonesia edisi Juni 2011 yang ditulis oleh Suprayogo (2011:4), di Indonesia, kelapa sawit diperkenalkan pertama kali oleh Kebun Raya pada tahun 1884 dari Mauritus (Afrika). Rupanya hasil dari perkenalan ini berkembang dan merupakan induk dari perkebunan kelapa sawit di Asia Tenggara. Pohon induk mati pada 15 oktober 1989, namun generasinya bisa dilihat di kebun raya Bogor. Di Indonesia sendiri kelapa sawit baru diusahakan sebagai komoditi komersial pada tahun 1912 dan ekspor minyak sawit pertama dilakukan pada tahun Untuk perkebunannya, pertama kali dibangun di tanah hitam, Hulu Sumatera Utara oleh Schadt yang berkebangsaan Jerman pada tahun Bentuk tanaman kelapa sawit serupa dengan pohon kelapa, bunga dan buahnya berupa tandan serta bercabang banyak. Satu tandan terdiri dari buah-buah yang kecil dan apabila sudah masak akan berwarna merah kehitaman. Daging dari buah tersebut padat mengandung banyak minyak demikian juga dengan kulitnya. Tinggi pohon kelapa sawit dapat mencapai 24 meter. Perkembang biakan kelapa sawit adalah dengan biji dan dapat tumbuh subur di daerah tropis. Tanaman ini mulai berbuah sekitar umur 5 sampai 6 tahun, tetapi ada jenis kelapa sawit hasil persilangan yang dapat berbuah setelah berumur 36 bulan atau sekitar 3 tahun saja. Kelapa sawit bisa menghasilkan buah sampai pada umur 60 tahun dan hasil buah per pohon setiap panen bisa mencapai kg (Roosita et al, 2007:2). 2 Bagian dari tugas akhir mata kuliah Analisis Sumber daya Alam dan Lingkungan yang berjudul Perkembangan Perkebunan Kelapa Sawit di Propinsi Sulawesi Tengah dan Dampak Terhadap Pembangunan, oleh Guampe (Tahun 2013), tidak dipublikasikan. 65

24 Dinamika Usaha Pertanian Kakao Tanaman kelapa sawit dapat kita jumpai di hampir semua wilayah di Indonesia khususnya di pulau-pulau besar mulai dari Sumatra, Kalimantan Sulawesi, Jawa dan Papua. Wilayah Indonesia yang beriklim tropis memungkinkan untuk tanaman ini dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Parameter kesesuaian lingkungan untuk pertumbuhan kelapa sawit seperti yang dipaparkan oleh (Roosita et al, 2007:6) diantaranya: curah hujan mm per tahun, bulan kering 1-3 bulan per tahun, ph tanah 4-6.5, ketinggian meter dari permukaan laut, tingkat kemiringan tanah maksimal 30 %, dan tekstur tanahnya berupa lempung debu, lempung liat berpasir atau berdebu, atau lempung liat. Untuk sebuah perkebuanan kelapa sawit ada beberapa tahap yang harus dilalui menurut Roosita et al (2007). Tahapan atau langkah tersebut adalah: 1. Persiapan; yaitu dengan melakukan studi kelayakan untuk menentukan lokasi yang akan dijadikan sebuah perkebunan sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan kelapa sawit selanjutnya perencanaan luas kebun dan tata ruang seperti kesesuaian lahan dengan kapasitas pabrik, areal pembibitan, jaringan jalan, jembatan, bangunan konservasi tata air atau drainase, komplek perkantoran dan perumahan, pabrik, dan lain-lain. Tata ruang ini dibagi dalam beberapa unit manajemen dan terdiri dari beberapa blok agar mempermudah pengawasan, perawatan dan mengaturan panen. 2. Pembukaan lahan; dilakukan dengan tata cara yang benar yaitu tanpa pembakaran lahan demi menghindari masalah polusi dan kebakaran hutan. Selain itu, dilakukan juga konservasi lahan dan air untuk menghindari longsor, erosi dan mencegah banjir serta tetap menjaga ketersediaan air. 3. Pembibitan; berkaitan dengan pemilihan lokasi untuk pembibitan yang biasanya sekitar 1-1,5% dari luas kebun yang telah ditentukan saat perencanaan dan karakteristik lokasinya dengan topografi rata, sumber airnya dekat, dekat areal penanaman, bebas banjir, akses jalan yang baik, bebas gangguan 66

25 SIstem Usaha Pertanian Kakao manusia dan binatang. Salah satu alasan mengapa pembibitan harus dekat dengan sumber air karena pembibitan memerlukan banyak air agar bibit tanaman yang baru tumbuh tanahnya tetap lembab dan menjaga tanaman dari sinar matahari langsung dengan menyediakan naungan. Penyemprotan dan pemupukan dilakukan setelah tanaman sudah mulai tumbuh untuk mencegah perkembangan hama dan dilakukan sekali dalam seminggu. 4. Penanaman; pada tahap ini, yang dilakukan pertama adalah persiapan penanaman dengan membuat petak-petak barisan di tempat akan menanaman tanaman. Proses ini biasa disebut dengan kegiatan mengajir atau memancang. Sebelumnya dibuat blok-blok serta jalan rintisan dan setiap blok memiliki luas sekitar 400 m x 400 m atau lebih. Untuk kepadatan tanaman sekitar 130 tanaman per ha dengan jarak tanam 9,5 m x 9,5 m dengan sistem segitiga. Kedua, pembuatan lubang tanam yang dilakukan dua minggu sebelum penanaman. Lubang ini biasanya berukuran 40 cm x 40 cm x 40 cm. Tanaman harus bebas gulma atau tanaman pengganggu pada radius 1,5 m. Ketiga, penanaman sedapat mungkin dilakukan pada musim hujan agar tanaman memiliki ketersediaan air yang cukup. Penanaman bibit dilakukan oleh 3 orang yaitu untuk membuat lubang, membawa kecamba dan menutup lubang. Keempat, pemeliharaan yang terbagi dalam dua bagian yaitu pemeliharaan tanaman belum menghasilkan (TBM). Tanaman ini adalah tanaman yang baru ditanam dari bibit sampai berumur bulan. Selama masa TBM, ada beberapa pekerjaan yang harus dilakukan yaitu konsolidasi tanaman dengan selalu menjaga tanaman agar tidak goyah dan tetap berdiri tegak, penyisipan tanaman yang mati atau kurang subur, pemeliharaan penutup tanah, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, persiapan sarana panen dan pemeliharaan jalan dan parit drainase. Saat pemeliharaan TBM, biasanya dilakukan juga seleksi tanaman untuk memilih tanaman yang berkualitas baik. Bagian selanjutnya adalah Pemeliharaan Tanaman Menghasilkan (TM). Tanaman kelapa sawit mulai berbunga pada umur bulan. Secara ekonomis panen yang 67

26 Dinamika Usaha Pertanian Kakao menguntungkan baru pada saat tanaman berumur 2,5 tahun. Pemeliharaan yang baik akan membuat produksi kelapa sawit optimal. Pemeliharaan TM meliputi pengendalian tanaman liar yang mengganggu (gulma), pemangkasan pelepah, pengendalian hama dan penyakit, pemupukan, dan pemeliharaan jalan rintisan. 5. Panen; tanaman kelapa sawit sudah dapat berbuah produktif setelah umur 3 tahun. Puncak produksi terbaiknya adalah setelah umur 5 tahun. Saat itu, jumlah tandan yang dapat dipanen sudah mencapai lebih dari 60%, atau rata-rata berat tandan sudah lebih dari 3 kilogram. Pengangkutan tandan buah segar (TBS) menuju pabrik biasanya menggunakan truk. Untuk menghasilkan persentase perolehan minyak (rendemen) yang baik, buah segar yang baru dipetik harus segera dikirim ke pabrik. Oleh karena itu, kegiatan pengiriman buah segar dari kebun ke pabrik dilakukan siang dan malam. Pada umur 5 tahun, pohon kelapa sawit dapat berbuah sepanjang tahun. Usaha Pertanian Karet 3 Tanaman karet berasal dari Amerika selatan yang wilayahnya beriklim tropis seperti Bazil. Karena Indonesia juga merupakan negara yang beriklim tropis, maka tanaman karet dapat tumbuh dan dikembangbiakan di negara ini (Damanik et al, 2010:1). Tanaman karet mulai dikenal di Indonesia sejak jaman penjajahan kolonial Belanda dan bahkan terus berkembang di hampir seluruh daerah di Indonesia sampai sekarang (Janudianto et al, 2013:1). Tanaman karet (Hevea brasiliensis) sendiri merupakan keluarga dari Euphorbiacea, atau juga disebut dengan rambung, getah, gota, kejai ataupun hapea. Di Indonesia karet merupakan salah satu komoditi andalan di sektor perkebunan selain komoditi kelapa sawit dan karet (Damanik et al, 2010:1). 3 revieu literature 68

27 SIstem Usaha Pertanian Kakao Menurut Damanik et al (2010) dalam tulisan mereka mengenai Budidaya dan Pasca Panen Karet, ada beberapa persyaratan tumbuhan tanaman karet yaitu: a. Iklim daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah zona antara 150 LS dan 150 LU, serta suhu harian C. b. Curah hujan Curah hujan yang diperlukan tanaman karet secara optimal antara mm/tahun, dengan hujan harian berkisar antara 100 s/d 150 HH/tahun. Curah hujan merata sepanjang tahun akan baik bagi tanaman karet namun demikian tanaman ini juga membutuhkan cahaya matahari sepanjang hari dan minimumnya 5-7 jam per hari. c. Ketinggian Pertumbuhan optimal tanaman karet yaitu pada ketinggian 200 m 400 m dari permukaan laut. Apabila ditanam di ketinggian > 400 m dari permukaan laut dan suhu hariannya lebih dari 30 0 C maka tanaman tersebut tidak akan berkembang dengan baik. d. Angin Tanaman ini merupakan pohon yang tumbuh tinggi dengan batang yang membesar. Tinggi pohonnya bisa mencapai m. Pada umumnya tanaman ini tidak baik pertumbuhannya jika kecepatan anginnya terlalu kencang. e. Tanah Untuk keasaman tanah mendekati norman cocok untuk tanaman karet dan yang paling cocok adalah ph5-6 serta batas toleransi ph tanah adalah 4-8. Sifat-sifat tanah lain yang cocok dengan tanaman karet pada umumnya seperti; aerasi dan drainase cukup, tekstur tanah remah, struktur terdiri dari 35% tanah liat dan 30% tanah pasir, kemiringan lahan <16% serta permukaan air tanah < 100 cm. Akhir-akhir ini perkembangan perkebunan karet semakin berkembang khususnya perkebunan karet rakyat. Menurut beberapa 69

No. Kecamatan Luas (Ha) Produksi kakao kering (Ton)

No. Kecamatan Luas (Ha) Produksi kakao kering (Ton) 18 IV. Pembahasan 4.1. Produksi Sampai saat ini sektor pertanian masih berperan penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk mewujudkan visi Kabupaten Morowali sebagai Kabupaten Si e 2012

Lebih terperinci

Setelah pembahasan pada Bab sebelumnya mengenai produksi, pemasaran dan. pendapatan petani kakao di Desa Peleru Kecamatan Mori Utara Kabupaten

Setelah pembahasan pada Bab sebelumnya mengenai produksi, pemasaran dan. pendapatan petani kakao di Desa Peleru Kecamatan Mori Utara Kabupaten 44 V. Penutup Setelah pembahasan pada Bab sebelumnya mengenai produksi, pemasaran dan pendapatan petani kakao di Desa Peleru Kecamatan Mori Utara Kabupaten Morowali, maka pada bagian penutup ini disajikan

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.1.1. Kabupaten Banyuasin Kabupaten Banyuasin merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Selatan.

Lebih terperinci

Dairi merupakan salah satu daerah

Dairi merupakan salah satu daerah Produksi Kopi Sidikalang di Sumatera Utara Novie Pranata Erdiansyah 1), Djoko Soemarno 1), dan Surip Mawardi 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118. Kopi Sidikalang

Lebih terperinci

Lampiran 1 A. Total (%) 1 Jenis kakao a) criolo b) trinitario/hibrida c) forastero. No Pertanyaan Hasil Responden Jumlah Total Presentase (%)

Lampiran 1 A. Total (%) 1 Jenis kakao a) criolo b) trinitario/hibrida c) forastero. No Pertanyaan Hasil Responden Jumlah Total Presentase (%) 54 Lampiran 1 A A. Produksi 1. Lahan No pertanyaan Hasil responden 1 Luas lahan a) 2 b) 2-3 c) 3-4 d) 5 2 Status penguasaan lahan 3 Lama bertani kakao (thun) 4 Umur tanama kakao (thn) 2. Sarana Produksi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu, oleh sektor

pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu, oleh sektor 8 II. Tinjauan Pustaka 1.1. Kakao Dalam Usaha Pertanian Dalam percakapan sehari-hari yang dimaksud dengan pertanian adalah bercocok tanam, namun pengertian tersebut sangat sempit. Dalam ilmu pertanian,

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Jenis dan Waktu Pemangkasan

PEMBAHASAN Jenis dan Waktu Pemangkasan 47 PEMBAHASAN Pemangkasan merupakan salah satu teknik budidaya yang penting dilakukan dalam pemeliharaan tanaman kakao dengan cara membuang tunastunas liar seperti cabang-cabang yang tidak produktif, cabang

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan.

Lebih terperinci

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan,

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum, Geografis, dan Iklim Lokasi Penelitian Desa Ciaruten Ilir merupakan desa yang masih berada dalam bagian wilayah Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten

Lebih terperinci

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 Wahyu Asrining Cahyowati, A.Md (PBT Terampil Pelaksana) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya I. Pendahuluan Tanaman kakao merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Indonesia menguasai ekspor pasar minyak sawit mentah dunia sebesar

BAB I PENDAHULUAN Indonesia menguasai ekspor pasar minyak sawit mentah dunia sebesar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

Teknik Budidaya Tanaman Durian

Teknik Budidaya Tanaman Durian Teknik Budidaya Tanaman Durian Pengantar Tanaman durian merupakan tanaman yang buahnya sangat diminatai terutama orang indonesia. Tanaman ini awalnya merupakan tanaman liar yang hidup di Malaysia, Sumatera

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI PT PANAFIL ESSENTIAL OIL

V. DESKRIPSI PT PANAFIL ESSENTIAL OIL V. DESKRIPSI PT PANAFIL ESSENTIAL OIL 5.1 Gambaran Umum Perusahaan PT Panafil Essential Oil ialah anak perusahaan dari PT Panasia Indosyntec Tbk yang baru berdiri pada bulan Oktober 2009. PT Panasia Indosyntec

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Kelapa sawit termasuk tanaman keras (tahunan) yang mulai menghasilkan pada umur 3 tahun dengan

Lebih terperinci

Penanganan Pascapanen dan Pemasaran Kakao di Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Diany Faila Sophia Hartatri 1)

Penanganan Pascapanen dan Pemasaran Kakao di Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Diany Faila Sophia Hartatri 1) Penanganan Pascapanen dan Pemasaran Kakao di Kabupaten Blitar, Jawa Timur Diany Faila Sophia Hartatri 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118 Penanganan pascapanen

Lebih terperinci

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI 6.1. Keragaan Usahatani Padi Keragaan usahatani padi menjelaskan tentang kegiatan usahatani padi di Gapoktan Jaya Tani Desa Mangunjaya, Kecamatan Indramayu, Kabupaten

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk mengetahui gambaran umum mengenai struktur biaya, penerimaan dan pendapatan dari kegiatan usahatani yang dijalankan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 50 HASIL DAN PEMBAHASAN Produktivitas Kebun Air sangat diperlukan tanaman untuk melarutkan unsur-unsur hara dalam tanah dan mendistribusikannya keseluruh bagian tanaman agar tanaman dapat tumbuh secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan.

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa globalisasi, persaingan antarbangsa semakin ketat. Hanya bangsa yang mampu mengembangkan daya sainglah yang bisa maju dan bertahan. Produksi yang tinggi harus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Sebagai salah satu tanaman penghasil protein nabati, kebutuhan kedelai di tingkat lokal maupun nasional masih cenderung sangat tinggi. Bahkan sekarang ini kedelai

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng dengan jarak kurang lebih 18 km dari ibu kota Kabupaten Buleleng

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Syarat Tumbuh 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit diklasifikasikan sebagai berikut : Divisi : Embryophyta Siphonagama Kelas : Angiospermae Ordo : Monocotyledonae Famili : Arecaceae Sub Famili

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Setyamidjaja (2006) menjelasakan taksonomi tanaman kelapa sawit (palm oil) sebagai berikut. Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Ordo : Monocotyledonae Famili

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA Penelitian ini menganalisis perbandingan usahatani penangkaran benih padi pada petani yang melakukan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI 6.1. Proses Budidaya Ganyong Ganyong ini merupakan tanaman berimpang yang biasa ditanam oleh petani dalam skala terbatas. Umbinya merupakan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Way Kanan merupakan salah satu wilayah pemekaran dari wilayah

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Way Kanan merupakan salah satu wilayah pemekaran dari wilayah 71 IV. GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Kabupaten Way Kanan Kabupaten Way Kanan merupakan salah satu wilayah pemekaran dari wilayah Kabupaten Lampung Utara yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 12

Lebih terperinci

KERAGAAN USAHATANI COKLAT RAKYAT (Studi Kasus di Propinsi Sulawesi Tenggara)

KERAGAAN USAHATANI COKLAT RAKYAT (Studi Kasus di Propinsi Sulawesi Tenggara) KERAGAAN USAHATANI COKLAT RAKYAT (Studi Kasus di Propinsi Sulawesi Tenggara) Oleh : Andriati, Budiman Hutabarat dan Jefferson Situmorang') ABSTRAK Pengembangan tanaman perkebunan dari dana pembangunan

Lebih terperinci

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG Oleh : Sugeng Prayogo BP3KK Srengat Penen dan Pasca Panen merupakan kegiatan yang menentukan terhadap kualitas dan kuantitas produksi, kesalahan dalam penanganan panen dan pasca

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki iklim tropis sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki iklim tropis sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki iklim tropis sehingga Indonesia cocok untuk melestarikan dan memajukan pertanian terutama dalam penyediaan

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL 6.1 Sarana Usahatani Kembang Kol Sarana produksi merupakan faktor pengantar produksi usahatani. Saran produksi pada usahatani kembang kol terdiri dari bibit,

Lebih terperinci

VI PENDAPATAN USAHATANI JAMBU BIJI

VI PENDAPATAN USAHATANI JAMBU BIJI VI PENDAPATAN USAHATANI JAMBU BIJI 6.1. Keragaan Usahatani Jambu biji Usahatani jambu biji di Desa Cimanggis merupakan usaha yang dapat dikatakan masih baru. Hal ini dilihat dari pengalaman bertani jambu

Lebih terperinci

PENUTUP. Enam. Rangkuman dan Kesimpulan

PENUTUP. Enam. Rangkuman dan Kesimpulan Enam PENUTUP Rangkuman dan Kesimpulan Dari uraian sekaligus analisis hasil penelitian pada bagian Lima, dapat dirangkum sebagai berikut: Dalam sebuah usaha pertanian, petani selalu dihadapkan dengan berbagai

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Petani Responden 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil komposisi umur kepala keluarga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jack.) merupakan tanaman monokotil, dimana batangnya tidak memiliki kambium dan tidak bercabang. Kelapa sawit sendiri

Lebih terperinci

PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA Dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi bawang merah, peran benih sebagai input produksi merupakan tumpuan utama

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang penting di Indonesia dan memiliki prospek pengembangan yang cukup

PENDAHULUAN. yang penting di Indonesia dan memiliki prospek pengembangan yang cukup 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jack.) merupakan salah satu komoditas yang penting di Indonesia dan memiliki prospek pengembangan yang cukup cerah. Indonesia merupakan produsen

Lebih terperinci

Bibit Sehat... Kebun Kopi Selamat

Bibit Sehat... Kebun Kopi Selamat PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO Jalan Raya Dringu Nomor 81 Telp. (0335) 420517 PROBOLINGGO 67271 Bibit Sehat... Kebun Kopi Selamat Oleh : Ika Ratmawati, SP POPT Perkebunan Pendahuluan Kabupaten Probolinggo

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Taksonomi kelapa sawit yang dikutip dari Pahan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Embryophyta Siphonagama Kelas : Angiospermeae Ordo : Monocotyledonae

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung Desa Muara Putih Kecamatan Natar Lampung Selatan dengan titik

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN TANAMAN KACANG HIJAU SEGERA SETELAH PANEN PADA SAWAH DI KOLISIA DAN NANGARASONG KABUPATEN SIKKA NTT

PENGEMBANGAN TANAMAN KACANG HIJAU SEGERA SETELAH PANEN PADA SAWAH DI KOLISIA DAN NANGARASONG KABUPATEN SIKKA NTT PENGEMBANGAN TANAMAN KACANG HIJAU SEGERA SETELAH PANEN PADA SAWAH DI KOLISIA DAN NANGARASONG KABUPATEN SIKKA NTT I.Gunarto, B. de Rosari dan Tony Basuki BPTP NTT ABSTRAK Penelitian dilaksanakan di hamparan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Pada saat

Lebih terperinci

Agroteknologi Tanaman Rempah dan Obat

Agroteknologi Tanaman Rempah dan Obat Agroteknologi Tanaman Rempah dan Obat Syarat Tumbuh Tanaman Jahe 1. Iklim Curah hujan relatif tinggi, 2.500-4.000 mm/tahun. Memerlukan sinar matahari 2,5-7 bulan. (Penanaman di tempat yang terbuka shg

Lebih terperinci

III. TATA LAKSANA TUGAS AKHIR

III. TATA LAKSANA TUGAS AKHIR 16 III. TATA LAKSANA TUGAS AKHIR A. Tempat Pelaksanaan Tugas Akhir Kegiatan Tugas Akhir dilaksanakan di Banaran RT 4 RW 10, Kelurahan Wonoboyo, Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. B. Waktu

Lebih terperinci

BUDIDAYA KELAPA SAWIT

BUDIDAYA KELAPA SAWIT KARYA ILMIAH BUDIDAYA KELAPA SAWIT Disusun oleh: LEGIMIN 11.11.5014 SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMUNIKASI AMIKOM YOGYAKARTA 2012 ABSTRAK Kelapa sawit merupakan komoditas yang penting karena

Lebih terperinci

Sumber : Setiadi (2005) Oleh : Ulfah J. Siregar. ITTO Training Proceedings, Muara Bulian 4 th -6 th May

Sumber : Setiadi (2005) Oleh : Ulfah J. Siregar. ITTO Training Proceedings, Muara Bulian 4 th -6 th May 10 MODULE PELATIHAN PENANAMAN DURIAN Oleh : Ulfah J. Siregar ITTO PROJECT PARTICIPATORY ESTABLISHMENT COLLABORATIVE SUSTAINABLE FOREST MANAGEMENT IN DUSUN ARO, JAMBI Serial Number : PD 210/03 Rev. 3 (F)

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI 7.1. Produktivitas Usahatani Produktivitas merupakan salah satu cara untuk mengetahui efisiensi dari penggunaan sumberdaya yang ada (lahan) untuk menghasilkan keluaran

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan atau kewilayahan

Lebih terperinci

Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag

Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag Oleh : Tatok Hidayatul Rohman Cara Budidaya Cabe Cabe merupakan salah satu jenis tanaman yang saat ini banyak digunakan untuk bumbu masakan. Harga komoditas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) berasal dari Afrika dan termasuk famili Aracaceae (dahulu: Palmaceae). Tanaman kelapa sawit adalah tanaman monokotil

Lebih terperinci

BUDIDAYA BELIMBING MANIS ( Averhoa carambola L. )

BUDIDAYA BELIMBING MANIS ( Averhoa carambola L. ) BUDIDAYA BELIMBING MANIS ( Averhoa carambola L. ) PENDAHULUAN Blimbing manis dikenal dalam bahasa latin dengan nama Averhoa carambola L. berasal dari keluarga Oralidaceae, marga Averhoa. Blimbing manis

Lebih terperinci

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani.

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani. 85 VI. KERAGAAN USAHATANI PETANI PADI DI DAERAH PENELITIAN 6.. Karakteristik Petani Contoh Petani respoden di desa Sui Itik yang adalah peserta program Prima Tani umumnya adalah petani yang mengikuti transmigrasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Teh Morfologi Tanaman Teh Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Teh Morfologi Tanaman Teh Syarat Tumbuh 3 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Teh Teh termasuk famili Transtromiceae dan terdiri atas dua tipe subspesies dari Camellia sinensis yaitu Camellia sinensis var. Assamica dan Camellia sinensis var.

Lebih terperinci

KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)

KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) I. SYARAT PERTUMBUHAN 1.1. Iklim Lama penyinaran matahari rata rata 5 7 jam/hari. Curah hujan tahunan 1.500 4.000 mm. Temperatur optimal 24 280C. Ketinggian tempat

Lebih terperinci

Pengelolaan Kakao di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl.PB.Sudirman 90 Jember 68118

Pengelolaan Kakao di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl.PB.Sudirman 90 Jember 68118 Pengelolaan Kakao di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur Dwi Suci Rahayu 1) dan Adi Prawoto 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl.PB.Sudirman 90 Jember 68118 Nusa Tenggara Timur (NTT) termasuk

Lebih terperinci

TUGAS I. MANAJEMEN PEMELIHARAAN KELAPA SAWIT

TUGAS I. MANAJEMEN PEMELIHARAAN KELAPA SAWIT TUGAS I. MANAJEMEN PEMELIHARAAN KELAPA SAWIT NAMA INSTANSI FASILITATOR : MU ADDIN, S.TP : SMK NEGERI 1 SIMPANG PEMATANG : Ir. SETIA PURNOMO, M.P. Perencanaan pemeliharaan merupakan tahapan awal yang sangat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Sistem dan Pola Saluran Pemasaran Bawang Merah Pola saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes terbentuk dari beberapa komponen lembaga pemasaran, yaitu pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG 1. DEFINISI Panen merupakan pemetikan atau pemungutan hasil setelah tanam dan penanganan pascapanen merupakan Tahapan penanganan hasil pertanian setelah

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis hasil penelitian mengenai Analisis Kelayakan Usahatani Kedelai Menggunakan Inokulan di Desa Gedangan, Kecamatan Wirosari, Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah meliputi

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Peluang Usaha Budidaya Cabai? Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Tanaman cabai dapat tumbuh di wilayah Indonesia dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Peluang pasar besar dan luas dengan rata-rata konsumsi cabai

Lebih terperinci

Pengembangan Wilayah Sentra Produksi tanaman, menyebabkan pemadatan lahan, serta menimbulkan serangan hama dan penyakit. Di beberapa lokasi perkebunan

Pengembangan Wilayah Sentra Produksi tanaman, menyebabkan pemadatan lahan, serta menimbulkan serangan hama dan penyakit. Di beberapa lokasi perkebunan BAB VII PENUTUP Perkembangan industri kelapa sawit yang cepat ini disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain : (i) secara agroekologis kelapa sawit sangat cocok dikembangkan di Indonesia ; (ii) secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

II. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. HASIL DAN PEMBAHASAN II. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani 1. Umur Petani Faktor umur adalah salah satu hal yang berpengaruh terhadap produktivitas kerja. Semakin produktif umur seseorang maka curahan tenaga yang dikeluarkan

Lebih terperinci

4.3.10. Pokok Bahasan 10: Pengamatan Panen. Tujuan Intruksional Khusus:

4.3.10. Pokok Bahasan 10: Pengamatan Panen. Tujuan Intruksional Khusus: 108 4.3.10. Pokok Bahasan 10: Pengamatan Panen Tujuan Intruksional Khusus: Setelah mengikuti course content ini mahasiswa dapat menjelaskan kriteria, komponen dan cara panen tanaman semusim dan tahunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

PELUANG PENINGKATAN PRODUKTIVITAS JAGUNG DENGAN INTRODUKSI VARIETAS SUKMARAGA DI LAHAN KERING MASAM KALIMANTAN SELATAN

PELUANG PENINGKATAN PRODUKTIVITAS JAGUNG DENGAN INTRODUKSI VARIETAS SUKMARAGA DI LAHAN KERING MASAM KALIMANTAN SELATAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKTIVITAS JAGUNG DENGAN INTRODUKSI VARIETAS SUKMARAGA DI LAHAN KERING MASAM KALIMANTAN SELATAN Rosita Galib dan Sumanto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan Abstrak.

Lebih terperinci

MANAJEMEN TANAMAN PAPRIKA

MANAJEMEN TANAMAN PAPRIKA Nama : Sonia Tambunan Kelas : J NIM : 105040201111171 MANAJEMEN TANAMAN PAPRIKA Dengan lahan seluas 1500 m², saya akan mananam tanaman paprika (Capsicum annuum var. grossum L) dengan jarak tanam, pola

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas Lahan Komoditi Perkebunan di Indonesia (Ribu Ha)

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas Lahan Komoditi Perkebunan di Indonesia (Ribu Ha) 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia memiliki potensi yang sangat besar di sektor pertanian khususnya di sektor perkebunan. Sektor perkebunan memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap produk

Lebih terperinci

KOPI. Panduan teknis budidaya kopi. Pemilihan jenis dan varietas

KOPI. Panduan teknis budidaya kopi. Pemilihan jenis dan varietas KOPI Panduan teknis budidaya kopi Kopi merupakan komoditas perkebunan yang paling banyak diperdagangkan. Pusat-pusat budidaya kopi ada di Amerika Latin, Amerika Tengah, Asia-pasifik dan Afrika. Sedangkan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian III. TATA CARA PENELITIN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit rakyat di Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara, Provinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. pertanian yang dimaksud adalah pertanian rakyat, perkebunan, kehutanan, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan.

I PENDAHULUAN. pertanian yang dimaksud adalah pertanian rakyat, perkebunan, kehutanan, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penduduk Indonesia yang tinggal di pedesaan, dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya sebagian besar bergantung pada sektor pertanian. Sektor pertanian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

Cara Menanam Cabe di Polybag

Cara Menanam Cabe di Polybag Cabe merupakan buah dan tumbuhan berasal dari anggota genus Capsicum. Buahnya dapat digolongkan sebagai sayuran maupun bumbu, tergantung bagaimana digunakan. Sebagai bumbu, buah cabai yang pedas sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan ini merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Padi adalah salah satu bahan makanan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. perkebunan, khususnya pada sektor tanaman karet. Penduduk di Desa Negeri

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. perkebunan, khususnya pada sektor tanaman karet. Penduduk di Desa Negeri IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Letak Geografis Desa Negeri Baru yang merupakan salah satu desa berpotensial dalam bidang perkebunan, khususnya pada sektor tanaman karet. Penduduk di Desa Negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya alam pertanian, sumberdaya alam hasil hutan, sumberdaya alam laut,

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya alam pertanian, sumberdaya alam hasil hutan, sumberdaya alam laut, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan sumberdaya alam seperti sumberdaya alam pertanian, sumberdaya alam hasil hutan, sumberdaya alam laut, sumberdaya alam tambang,

Lebih terperinci

STUDI KASUS : MANAJEMEN PERUSAHAAN PERKEBUNAN KAKAO DARI HULU SAMPAI HILIR DI PTP NUSANTARA XII (PERSERO) KEBUN KALIKEMPIT

STUDI KASUS : MANAJEMEN PERUSAHAAN PERKEBUNAN KAKAO DARI HULU SAMPAI HILIR DI PTP NUSANTARA XII (PERSERO) KEBUN KALIKEMPIT STUDI KASUS : MANAJEMEN PERUSAHAAN PERKEBUNAN KAKAO DARI HULU SAMPAI HILIR DI PTP NUSANTARA XII (PERSERO) KEBUN KALIKEMPIT 1.907,12 Ha Afdeling Kali Wadung 333,93 Ha Afdeling Margo Sugih 592,00 Ha Afdeling

Lebih terperinci

RENCANA OPERASI PENYINGKIR HALANGAN (BROP) PEMBUATAN DEMPLOT KEBUN TERPADU

RENCANA OPERASI PENYINGKIR HALANGAN (BROP) PEMBUATAN DEMPLOT KEBUN TERPADU RENCANA OPERASI PENYINGKIR HALANGAN (BROP) PEMBUATAN DEMPLOT KEBUN TERPADU YAYASAN SEKA APRIL 2009 RANGKUMAN EKSEKUTIF Apa: Untuk mengurangi ancaman utama terhadap hutan hujan dataran rendah yang menjadi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman buah dari famili caricaceae yang berasal dari Amerika Tengah dan Hindia Barat. Tanaman pepaya banyak ditanam baik di daerah

Lebih terperinci

VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL Kelayakan aspek finansial merupakan analisis yang mengkaji kelayakan dari sisi keuangan suatu usaha. Aspek ini sangat diperlukan untuk mengetahui apakah usaha budidaya nilam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pertanian. Kenyataan yang terjadi bahwa sebagian besar penggunaan lahan di. menyangkut kesejahteraan bangsa (Dillon, 2004).

PENDAHULUAN. pertanian. Kenyataan yang terjadi bahwa sebagian besar penggunaan lahan di. menyangkut kesejahteraan bangsa (Dillon, 2004). PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar penduduknya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi

III. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi 45 III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi Berdasarkan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, secara operasional dapat diuraikan tentang definisi operasional,

Lebih terperinci

BUDIDAYA CABAI KERITING DALAM POT. Oleh: YULFINA HAYATI

BUDIDAYA CABAI KERITING DALAM POT. Oleh: YULFINA HAYATI BUDIDAYA CABAI KERITING DALAM POT Oleh: YULFINA HAYATI PENDAHULUAN Tanaman cabai (Capsicum annum) dalam klasifikasi tumbuhan termasuk ke dalam family Solanaceae. Tanaman ini berasal dari Amerika Tengah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan 77 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada 104 552-105 102 BT dan 4 102-4 422 LS. Batas-batas wilayah Kabupaten Tulang Bawang Barat secara geografis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk melakukan peremajaan, dan penanaman ulang. Namun, petani lebih tertarik BAB II TUJUAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk melakukan peremajaan, dan penanaman ulang. Namun, petani lebih tertarik BAB II TUJUAN BAB I PENDAHULUAN Beberapa program terkait pengembangan perkebunan kakao yang dicanangkan pemerintah adalah peremajaan perkebunan kakao yaitu dengan merehabilitasi tanaman kakao yang sudah tua, karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel).

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia sebagai Negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 18 TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Tanaman herbal atau tanaman obat sekarang ini sudah diterima masyarakat sebagai obat alternatif dan pemelihara kesehatan yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan berupa pohon batang lurus dari famili Palmae yang berasal dari Afrika. Kelapa sawit pertama kali diintroduksi ke Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan Pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian bangsa, hal ini ditunjukkan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani 1. Umur Petani Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara 30 sampai lebih dari 60 tahun. Umur petani berpengaruh langsung terhadap

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA PENGGEREK BUAH KAKAO (PBK) DI PROVINSI BENGKULU

PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA PENGGEREK BUAH KAKAO (PBK) DI PROVINSI BENGKULU PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA PENGGEREK BUAH KAKAO (PBK) DI PROVINSI BENGKULU BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU 2013 1 PETUNJUK TEKNIS NOMOR : 26/1801.013/011/B/JUKNIS/2013

Lebih terperinci

TUGAS KARYA ILMIAH BISNIS KOPI. NAMA: PIPIT RAFNUR SASKORO NIM : Kelas : 11.S1.SI

TUGAS KARYA ILMIAH BISNIS KOPI. NAMA: PIPIT RAFNUR SASKORO NIM : Kelas : 11.S1.SI TUGAS KARYA ILMIAH BISNIS KOPI NAMA: PIPIT RAFNUR SASKORO NIM : 11.12.6119 Kelas : 11.S1.SI 1. PENDAHULUAN Tanaman Kopi merupakan tanaman yang sangat familiar di lahan pekarangan penduduk pedesaan di Indonesia

Lebih terperinci

MENGENAL KELAPA DALAM UNGGUL LOKAL ASAL SULAWESI UTARA (Cocos nucifera. L) Eko Purdyaningsih,SP PBT Ahli Muda BBPPTPSurabaya

MENGENAL KELAPA DALAM UNGGUL LOKAL ASAL SULAWESI UTARA (Cocos nucifera. L) Eko Purdyaningsih,SP PBT Ahli Muda BBPPTPSurabaya A. Pendahuluan MENGENAL KELAPA DALAM UNGGUL LOKAL ASAL SULAWESI UTARA (Cocos nucifera. L) Eko Purdyaningsih,SP PBT Ahli Muda BBPPTPSurabaya Kelapa (Cocos nucifera. L) merupakan tanaman yang sangat dekat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan pertanian, dalam pemenuhan kebutuhan hidup sektor ini merupakan tumpuan sebagian besar penduduk Indonesia

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya

Lebih terperinci

Republik Indonesia BADAN PUSAT STATISTIK. SURVEI PENYEMPURNAAN DIAGRAM TIMBANG NILAI TUKAR PETANI 2012 Subsektor Tanaman Pangan PERHATIAN

Republik Indonesia BADAN PUSAT STATISTIK. SURVEI PENYEMPURNAAN DIAGRAM TIMBANG NILAI TUKAR PETANI 2012 Subsektor Tanaman Pangan PERHATIAN SPDT12-TP Republik Indonesia BADAN PUSAT STATISTIK SURVEI PENYEMPURNAAN DIAGRAM TIMBANG NILAI TUKAR PETANI 2012 Subsektor Tanaman Pangan 1. Rumah tangga pertanian yang menjadi responden harus memiliki

Lebih terperinci