KATA PENGANTAR. Buletin Konsumsi Pangan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KATA PENGANTAR. Buletin Konsumsi Pangan"

Transkripsi

1

2 KATA PENGANTAR Dalam rangka meningkatkan pelayanan data dan informasi pertanian, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian pada tahun 2013 menerbitkan Buletin Konsumsi Pangan yang terbit setiap triwulan. Buletin konsumsi pangan ini merupakan terbitan tahun keempat, berisi informasi gambaran umum konsumsi pangan di Indonesia, konsumsi rumah tangga dan ketersediaan konsumsi per kapita serta konsumsi di negara-negara dunia terutama untuk komoditas yang banyak di konsumsi masyarakat. Pada edisi volume 4 nomor 3 tahun 2013 ini disajikan perkembangan konsumsi Kedelai, Cabe, Pisang, Kelapa dan Daging Ayam sampai dengan data tahun 2012 serta prediksi tahun 2013 dan Data yang disajikan dalam buletin ini diolah oleh Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Kementerian Pertanian bersumber dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) BPS, Neraca Bahan Makanan (NBM) Badan Ketahanan Pangan dan website FAO (Food Agriculture Organization). Besar harapan kami bahwa buletin ini dapat bermanfaat bagi para pengguna baik di lingkup Kementerian Pertanian maupun para pengguna lainnya. Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan guna penyempurnaan di masa mendatang. Jakarta, September 2013 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Ir. M. Tassim Billah, MSc Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

3 BAB I. PENJELASAN UMUM P angan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan atas pangan yang cukup, bergizi dan aman menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia untuk mewujudkan sumberdaya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan pangan merupakan penjumlahan dari kebutuhan pangan untuk konsumsi langsung, kebutuhan industri dan permintaan lainnya. Konsumsi langsung adalah jumlah pangan yang dikonsumsi langsung oleh masyarakat. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan kesejahteraan masyarakat, maka kebutuhan terhadap jenis dan kualitas produk makanan juga semakin meningkat dan beragam. Oleh karena itu salah satu target Kementerian Pertanian tahun adalah peningkatan diversifikasi pangan, terutama untuk mengurangi konsumsi beras dan terigu. Selama tahun , konsumsi beras ditargetkan turun 1,5% per tahun yang diimbangi dengan peningkatan konsumsi umbi-umbian, pangan hewani, buahbuahan dan sayuran. Selain itu juga diupayakan tercapainya pola konsumsi pangan beragam, bergizi, seimbang dan aman yang tercermin oleh meningkatnya skor Pola Pangan Harapan (PPH) dari 86,4 pada tahun 2010 menjadi 93,3 pada tahun 2014 (Renstra Kementerian Pertanian, 2010). Tabel 1.1. Sasaran Skor Pola Pangan Harapan (PPH) MAKANAN Sumber : Renstra Kementerian Pertanian, 2010 TAHUN Padi-padian 54,9 53,9 52,9 51,9 51,0 Umbi-umbian 5,0 5,2 5,4 5,6 5,8 Pangan Hewani 9,6 10,1 10,6 11,1 11,5 Minyak dan Lemak 10,1 10,1 10,1 10,0 10,0 Buah/Biji Berminyak 2,8 2,9 2,9 2,9 3,0 Kacangan-kacangan 4,3 4,4 4,6 4,7 4,9 Gula 4,9 4,9 5,0 5,0 5,0 Sayur dan Buah 5,2 5,4 5,5 5,7 5,8 Lain-lain 2,9 2,9 2,9 2,9 3,0 SKOR PPH 86,4 88,1 89,8 91,5 93,3 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 1

4 1.1. Sumber Data Data yang digunakan dalam buletin ini adalah publikasi dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas, BPS), Neraca Bahan Makanan (NBM-BKP) dan website FAO (Food Agriculture Organization). Sejak tahun 2011, BPS melaksanakan Susenas setiap triwulan, namun dalam publikasi buletin ini digunakan data hasil Susenas Bulan Maret, dengan menggunakan kuesioner modul konsumsi/ pengeluaran rumah tangga. Pengumpulan data dalam Susenas dilakukan melalui wawancara dengan kepala rumah tangga dengan cara mengingat kembali (recall) seminggu yang lalu pengeluaran untuk makanan dan sebulan untuk konsumsi bukan makanan. Data konsumsi/ pengeluaran yang dikumpulkan dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu (1) pengeluaran makanan (215 komoditas yang dikumpulkan kuantitas dan nilai rupiahnya) dan (2) pengeluaran konsumsi bukan makanan (yang dikumpulkan nilai rupiahnya, kecuali listrik, gas, air dan BBM dengan kuantitasnya). Neraca Bahan Makanan (NBM) memberikan informasi tentang situasi pengadaan/penyediaan pangan, baik yang berasal dari produksi dalam negeri, imporekspor dan stok serta penggunaan pangan untuk kebutuhan pakan, bibit, penggunaan untuk industri, serta informasi ketersediaan pangan untuk konsumsi penduduk suatu negara/wilayah dalam kurun waktu tertentu. sebagai berikut : Cara perhitungan NBM adalah 1. Penyediaan (supply) : Ps = P- ΔSt + I E dimana : Ps = total penyediaan dalam negeri P = produksi ΔSt = stok akhir stok awal I = Impor E = ekspor 2. Penggunaan (utilization) Pg = Pk + Bt + Id + Tc + K dimana : Pg = total penggunaan Pk = pakan Bt = bibit Id = industri Tc = tercecer K = ketersediaan bahan makanan. Untuk komponen pakan dan tercecer dapat digunakan besaran konversi persentase terhadap penyedian dalam negeri, seperti pada Tabel Ketersediaan pangan per kapita, diperoleh dari ketersediaan dibagi dengan jumlah penduduk. Jumlah penduduk tahun 2010 sebesar ribu jiwa (Sensus Penduduk 2010, BPS), selanjutnya dilakukan prediksi jumlah penduduk oleh Pusdatin Kementan hingga tahun 2014 menggunakan metode geometrik seperti tersaji pada Tabel Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

5 Tabel 1.2. Besaran konversi komponen penggunaan (persentase terhadap penyediaan dalam negeri) Angka Konversi Komoditas Komponen (%) Kedele Cabe Sumber : Neraca Bahan Makanan, BKP Kementan Pakan 0,34 Tercecer 5,00 Bibit 0,71 Tercecer 5,27 Pisang Tercecer 4,70 Kelapa berkulit Bibit 0,05 Diolah untuk Makanan 53,12 Tercecer 3,65 Kelapa Daging/Kopra Tercecer 1,09 Kopra/Minyak Goreng Tercecer 1,56 Daging Ayam Ras Tercecer 5,00 Daging Ayam Buras Tercecer 5,00 Tabel 1.3. Prediksi Jumlah Penduduk, Tahun Jumlah Penduduk (000 jiwa) Tahun Jumlah Penduduk (000 jiwa) Ruang Lingkup Publikasi Pada edisi volume 4 no. 3 tahun 2013 disajikan informasi perkembangan konsumsi rumah tangga per kapita per tahun, ketersediaan konsumsi per kapita per tahun dan prediksi 2 tahun ke depan tahun 2013 dan 2014 serta konsumsi di negara-negara di dunia untuk komoditas yang banyak dikonsumsi masyarakat. Komoditas yang dianalisis antara lain kedelai, cabe, pisang, kelapa dan daging ayam. Model terpilih dalam melakukan prediksi data konsumsi per kapita adalah sebagai berikut. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 3

6 Tabel 1.4. Model terpilih dalam prediksi konsumsi per kapita per tahun beberapa komoditas pangan berdasarkan data Susenas Uraian Kacang Kedelai Tahu Tempe Tauco Oncom Cabe Merah Cabe Hijau Cabe Rawit Model terpilih Kuadratik Kuadratik Kuadratik Eksponential Eksponential DES Linear Kuadratik MAPE 16,2082 4,9341 4, , ,9126 6,2273 7,4308 5,9265 MAD 0,0002 0,0064 0,0066 0,0010 0,0029 0,0156 0,0031 0,0135 MSD 0,0000 0,0001 0,0001 0,0000 0,0000 0,0004 0,0000 0,0003 Uraian Pisang Ambon Pisang Raja Pisang Lainnya Kelapa Minyak Kelapa Ayam Ras Ayam Buras Model terpilih DES S-Curve DES DES DES Eksponential Kuadratik MAPE 5,4650 7, ,5191 5, , , ,8630 MAD 0,0021 0,0019 0,0086 0,0110 0,0061 0,0060 0,0020 MSD 0,0002 0,0000 0,0001 0,0003 0,0001 0,0001 0,0000 Keterangan : ARIMA : Autoregressive Integrated Moving Avarage MAD : Mean Absolute Deviation SES : Single Exponential Smoothing MSD : Mean Square Deviation DES : Double Exponential Smoothing MA : Moving Avarage MAPE : Mean Absolute Percentage Error Tabel 1.5. Model terpilih prediksi penyediaan dan penggunaan beberapa komoditas pangan berdasarkan data Neraca Bahan Makanan Keluaran Uraian Model Kedelai Cabe Pisang Kelapa Kopra Kuadratik Kuadratik S-Curve DES S-Curve MAPE 10,90 15, MAD 104,00 146, MSD 15960, , Impor Model Kuadratik DES MAPE 21,300 17,473 MAD 189,700 8,583 MSD 55834, ,38 Ekspor Model S-Curve S-Curve Kuadratik MAPE 31,943 29,142 27,743 MAD 2, ,651 7,398 MSD 9,62 738,460 85,327 Stok Model MAPE MAD MSD Pakan Persentase 0,34% dr total penyediaan Tercecer 5,00% dr total 5,27% dr total 4,70% dr total 3,65% dr total 1,09% dr total Persentase penyediaan penyediaan penyediaan penyediaan penyediaan Bibit Model Kuadratik MAPE 13,888 0,71% dr total 0,05% dr total MAD 4,7246 penyediaan penyediaan MSD 42,7288 Diolah untuk Persentase 53,12% dr DES Makanan MAPE total 15 MAD 332 penyediaan MSD Diolah untuk Bukan Makanan Bahan Makanan Model S-curve DES S-Curve MAPE 48,5 71,132 59,532 MAD 90,4 8,588 11,1508 MSD 28615,8 108, ,08 Model MAPE MAD MSD 94,02% dr total penyediaan 95,30% dr total penyediaan Daging Ayam Ras 58,00% dr Masukan 5,00% dr total penyediaan 95,00% dr total penyediaan Daging Ayam Buras 58,00% dr Masukan 5,00% dr total penyediaan 95,00% dr total penyediaan 4 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

7 BAB II. POLA KONSUMSI MASYARAKAT INDONESIA 2.1. Perkembangan Kesejahteraan Masyarakat Indonesia Sesuai hukum ekonomi yang dinyatakan oleh Ernst Engel (1857), yaitu bila selera tidak berbeda maka persentase pengeluaran untuk makanan menurun dengan semakin meningkatnya pendapatan. Hal ini dapat digunakan dalam menggambarkan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan data Susenas, pengeluaran penduduk Indonesia untuk makanan dan non makanan selama tahun menunjukkan pergeseran, pada awalnya persentase pengeluaran untuk makanan lebih besar dibandingkan pengeluaran untuk non makanan, namun mulai tahun 2007 menunjukkan pergeseran, dimana persentase pengeluaran non makanan seimbang dengan pengeluaran makanan terhadap total pengeluaran penduduk Indonesia per kapita per tahun. Persentase untuk makanan pada tahun 2002 sebesar 58,47% dan non makanan sebesar 41,53% sedangkan pada tahun 2012 persentase untuk makanan menjadi 51,08% dan non makanan sebesar 48,92%, seperti yang terlihat pada Gambar 2.1. (%) 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10, Makanan Non Makanan Gambar 2.1. Perkembangan persentase pengeluaran penduduk Indonesia untuk makanan dan non makanan, tahun Persentase pengeluaran penduduk Indonesia untuk makanan tahun 2012 terbesar adalah pengeluaran untuk makanan dan minuman jadi yaitu sebesar 24,90%, disusul padi-padian sebesar 17,90%, tembakau dan sirih sebesar 12,07%, ikan sebesar 8,22%, sayursayuran sebesar 7,40%, telur dan susu sebesar 5,88%, sementara kelompok makanan lainnya kurang dari 5% (Gambar 2.2). Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 5

8 Tahun 2007 Tahun ,10% 20,61% 12,07% 17,90% 21,28% 1,14% 24,90% 0,86% 8,22% 7,94% 2,72% 3,96% 2,24% 6,03% 4,48% 3,42% 7,87% 5,20% 2,99% Padi-padian Umbi-Umbian Ikan Daging Telur dan susu Sayur-sayuran Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan lemak Bahan minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi lainnya Makanan dan minuman jadi Tembakau dan sirih 2,15% 1,99% 3,38% 3,82% 2,61% 4,77% Padi-padian Umbi-Umbian Ikan 7,40% Daging Telur dan susu Sayur-sayuran Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan lemak Bahan minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi lainnya Makanan dan minuman jadi Tembakau dan sirih 4,04% 5,88% Gambar 2.2. Persentase pengeluaran penduduk Indonesia untuk makanan Tahun 2007 dan Perkembangan Konsumsi Kalori & Protein Masyarakat Indonesia Berdasarkan data Susenas, konsumsi kalori dan protein penduduk Indonesia memperlihatkan adanya perubahan dari tahun 2007 dan Pada Tabel 2.1 menunjukan adanya penurunan konsumsi kalori dan protein per hari pada tahun 2012 dibandingkan tahun Pada tahun 2007 rata-rata konsumsi kalori penduduk Indonesia sebesar 2.014,91 kkal, sedangkan pada tahun 2012 menjadi 1.852,64 kkal atau turun sebesar 162,27 kkal. Penurunan kalori tertinggi terjadi pada kelompok padi-padian sebesar 58,24 kkal, bahan minuman sebesar 29,92 kkal, umbi-umbian sebesar 21,44 kkal dan kacang-kacangan sebesar 20,48. Sementara konsumsi kalori daging meningkat sebesar 10,63 kkal serta makanan dan minuman jadi meningkat sebesar 19,51 kkal. Tabel Rata-rata Konsumsi Kalori (kkal) dan Protein (gram) per kapita sehari menurut kelompok makanan, Maret 2007 dan Maret 2012 No. Kelompok Barang Kalori (kkal) Protein (gram) Perubahan Perubahan 1 Padi-padian 953,16 894,92-58,24 22,43 21,00-1,43 2 Umbi-Umbian 52,49 31,05-21,44 0,40 0,27-0,13 3 Ikan 46,71 45,19-1,52 7,77 7,49-0,28 4 Daging 41,89 52,52 10,63 2,62 2,92 0,30 5 Telur dan susu 56,96 48,89-8,07 3,23 2,94-0,29 6 Sayur-sayuran 46,39 37,54-8,85 3,02 2,40-0,62 7 Kacang-kacangan 73,02 52,54-20,48 6,51 5,00-1,51 8 Buah-buahan 49,08 37,11-11,97 0,57 0,44-0,13 9 Minyak dan lemak 246,34 238,25-8,09 0,46 0,27-0,19 10 Bahan minuman 113,94 84,02-29,92 1,13 0,86-0,27 11 Bumbu-bumbuan 17,96 13,41-4,55 0,76 0,58-0,18 12 Konsumsi lainnya 70,93 51,65-19,28 1,43 1,04-0,39 13 Makanan dan minuman jadi 246,04 265,55 19,51 7,33 7,93 0,60 Jumlah 2.014, ,64-162,27 57,66 53,14-4,52 Sumber: Susenas, BPS 6 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

9 Pada tahun 2012 rata-rata konsumsi protein penduduk Indonesia sebesar 53,14 gram/hari atau turun 4,52 gram/hari dari tahun 2007 yang sebesar 57,66 gram/hari (Tabel 2.1). Penurunan konsumsi protein tertinggi per hari terjadi pada kelompok kacang-kacangan sebesar 1,51 gram dan padi-padian sebesar 1,43 gram, diikuti penurunan konsumsi protein pada kelompok sayur-sayuran (0,62 gram), makanan dan minuman jadi (0,60 gram), serta yang lainnya masing-masing dibawah 0,40 gram. Sementara itu, apabila dilihat persentase konsumsi kalori dan protein penduduk Indonesia tahun 2007 dan 2012 terjadi peningkatan untuk konsumsi kalori dan protein pada kelompok padi-padian, daging serta makanan dan minuman jadi, hal ini secara rinci dapat dilihat pada Gambar 2.3 dan Gambar 2.4. Tahun 2007 Tahun ,21% 3,52% 0,89% 5,65% 47,31% 12,23% Padi-padian Umbi-Umbian Ikan 2,44% Daging Telur dan susu Sayur-sayuran 2,61% 2,32% 2,08% 2,83% 2,30% 3,62% Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan lemak Bahan minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi lainnya Makanan dan minuman jadi 48,31% 1,68% 2,44% 14,33% 2,83% 2,64% 2,79% 2,03% 0,72% 2,00% 2,84% 4,54% 12,86% Padi-padian Umbi-Umbian Ikan Daging Telur dan susu Sayur-sayuran Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan lemak Bahan minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi lainnya Makanan dan minuman jadi Gambar 2.3. Persentase konsumsi kalori penduduk Indonesia Tahun 2007 dan 2012 Tahun 2007 Tahun ,90% 0,69% 39,52% 0,51% 13,48% 14,09% 12,71% 4,54% 14,92% 5,49% 2,48% 1,32% 1,96% 0,80% 0,99% 11,29% 5,24% 5,60% 1,96% 1,09% 1,62% 0,51% 0,83% 9,41% 4,52% 5,53% Padi-padian Umbi-Umbian Ikan Daging Telur dan susu Sayur-sayuran Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan lemak Bahan minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi lainnya Makanan dan minuman jadi Padi-padian Umbi-Umbian Ikan Daging Telur dan susu Sayur-sayuran Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan lemak Bahan minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi lainnya Makanan dan minuman jadi Gambar 2.4. Persentase konsumsi protein penduduk Indonesia Tahun 2007 dan 2012 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 7

10 BAB III. KEDELAI K edelai (Glycine max) adalah salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar banyak makanan dari Asia timur seperti kecap, tahu, dan tempe. Kedelai merupakan sumber utama protein nabati dan minyak nabati dunia. Penghasil kedelai utama dunia adalah Amerika Serikat meskipun kedelai praktis baru dibudidayakan masyarakat di luar Asia setelah Konsumsi kedelai di Indonesia mencapai 2,2 juta ton per tahun, dari jumlah itu sekitar 1,6 juta ton harus diimpor (75%), wiki/kedelai. Kacang kedelai bagi industri pengolahan pangan di Indonesia banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan tahu, tempe dan kecap. Jenis industri yang tergolong skala kecil - menengah ini tetapi dalam jumlah sangat banyak menyebabkan tingginya tingkat kebutuhan konsumsi kedelai yang mencapai lebih dari 2,24 juta setiap tahunnya. Padahal pada kenyataannya, kapasitas produksi nasional tahun 2011 hanya mampu menghasilkan 851 ribu ton dari areal pertanaman kedelai seluas 622 ribu hektar. Sementara tahun 2011, Indonesia mengimpor kedelai segar sebanyak 2,09 juta ton. Lonjakan importasi kedelai disebabkan peningkatan konsumsi produk industri rumahan (tahu, tempe), yang jenis makanan ini semakin banyak atau populer digunakan sebagai substitusi untuk produk hewani pada beberapa kondisi Perkembangan dan Prediksi Konsumsi Kedelai dalam Rumah Tangga di Indonesia Pemanfaatan utama kedelai adalah dari biji. Biji kedelai kaya protein dan lemak serta beberapa bahan gizi penting lain, misalnya vitamin (asam fitat) dan lesitin. Olahan biji dapat dibuat menjadi tahu, kecap, tempe, susu kedelai, tepung kedelai, minyak, taosi, dan tauco. Buletin ini akan membahas konsumsi kedelai segar dan kedelai olahan (tahu, tempe, tauco, oncom, dan kecap). Konsumsi wujud kedelai olahan dikompilasi menjadi ekuivalen kedelai segar dengan faktor konversi tersaji pada Tabel Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

11 Tabel 3.1. Besaran konversi makanan jadi berbahan dasar kedelai ke bentuk asal kedelai No Janis Pangan Satuan Konversi (Gram) Konversi ke bentuk asal BentukKonversi 1 Kedele segar kg ,00 Kedelai 2 Tahu kg ,35 Kedelai 3 Tempe kg ,50 Kedelai 4 Tauco ons 100 0,20 Kedelai 5 Oncom ons 100 8,00 Kedelai 6 Kecap 140ml 140 1,00 Kedelai Sumber: PSKPG, IPB Besarnya konsumsi kedelai segar di tingkat rumah tangga di Indonesia selama tahun sangat rendah dan relatif stabil. Rata-rata konsumsi kedelai segar tahun adalah sebesar 0,06 kg/kapita/th. Peningkatan terbesar konsumsi kedelai segar terjadi pada tahun 2007 mencapai 100%. Tahu dan tempe adalah pangan utama dengan bahan baku dari kedelai. Besarnya konsumsi tahu dan tempe ini jauh berada di atas konsumsi kedelai segar pada periode yang sama. Tahun rata-rata konsumsi tahu sebesar 7,28 kg/kapita/th walaupun terjadi laju penurunan rata-rata 0,6% per tahun. Demikian pula dengan rata-rata konsumsi tempe yang tidak jauh berbeda dengan tahu yaitu mencapai 7,61 kg/kapita/th walaupun terjadi laju penurunan rata-rata 1,28% per tahun (Tabel 3.2). Pangan lainnya dengan bahan baku kedelai adalah tauco, oncom, dan kecap. Konsumsi per kapita ketiga pangan olahan kedelai ini jauh berada di bawah konsumsi tahu dan tempe. Selama periode tahun , rata-rata konsumsi tauco sebesar 0,033 kg/kapita/tahun, oncom sebesar 0,296 kg/kapita/tahun, dan kecap sebesar 0,633 kg/kapita/tahun. Setelah dilakukan analisis data deret waktu maka pada periode tahun 2013 konsumsi kedelai segar diperkirakan akan mengalami peningkatan menjadi sebesar 0,0557 kg/kapita atau naik 6,82% dibandingkan tahun Kemudian, pada tahun 2014 terjadi sedikit penurunan konsumsi kedelai segar sehingga menjadi sebesar 0,0555 kg/kapita. Sementara untuk konsumsi tahu, berdasarkan hasil prediksi akan menurun di tahun 2013 dan Penurunan konsumsi tahu di tahun 2013 sebesar 0,6% dibanding tahun 2012 atau menjadi 6,9451 kg/kapita. Pada tahun 2014, konsumsi tahu juga diprediksikan akan kembali turun menjadi 6,7838 kg/kapita. Demikian juga dengan konsumsi tempe akan menurun di tahun 2013 dan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 9

12 2014. Pada tahun 2013 konsumsi tempe menurun 7,88% atau menjadi sebesar 6,5323 kg/kapita dan di tahun 2014 menjadi sebesar 6,1826 kg/kapita atau turun 5,23%. Sementara, konsumsi tauco, oncom dan kecap diprediksikan akan mengalami peningkatan pada tahun 2013 masing-masing sebesar 2,04%, 3,36%, dan 11,19%. Namun kemudian mengalami penurunan pada tahun 2014 masingmasing sebesar 2,01% dan 2,98% untuk tauco dan oncom, sedangan konsumsi kecap diprediksikan naik sebesar 1,64%. Apabila konsumsi pangan berbahan baku kedelai dikonversikan ke wujud ekuivalen kedelai dengan faktor konversi seperti tercantum pada Tabel 2.1, maka diperoleh konsumsi kedelai total di Indonesia. Pada tahun , konsumsi total kedelai relatif berfluktuasi namun cenderung mengalami peningkatan sebesar 2,69%. Pada tahun 2002, konsumsi total kedelai mencapai 8,40 kg/kapita dan menjadi 7,12 kg/kapita pada tahun Pada tahun 2013, konsumsi total kedelai diprediksikan akan mengalami penurunan 2,8% menjadi sebesar 6,92 kg/kapita dan pada tahun 2014 menjadi sebesar 6,67 kg/kapita (Tabel 3.2 dan Gambar 3.1). Tabel 3.2. Perkembangan konsumsi bahan makanan yang mengandung kedelai di rumah tangga menurut hasil Susenas, serta prediksi Tahun Kedele segar Konsumsi (kg/kapita/tahun) Tahu Tempe Tauco Oncom Kecap (kg/kap/th) ,1043 7,7171 8,2907 0,0365 0,1043 0,6059 8,40 Jumlah**) Pertumb. (%) ,0521 7,4564 8,2386 0,0365 0,7821 0, ,62 62, ,0521 6,7264 7,3000 0,0365 0,7300 0, ,47-8, ,0521 6,8829 7,5607 0,0469 1,0950 0, ,68 25, ,0521 7,1957 8,7079 0,0469 0,0834 0,7008 8,30-47, ,1043 8,4993 7,9779 0,0313 0,1095 0,6789 8,63 3, ,0521 7,1436 7,2479 0,0261 0,1043 0,6497 7,67-11, ,0521 7,0393 7,0393 0,0209 0,0626 0,6205 7,16-6, ,0521 6,9871 6,9350 0,0209 0,0469 0,6643 7,01-2, ,0521 7,4043 7,3000 0,0313 0,0730 0,6716 7,56 7, ,0521 6,9871 7,0914 0,0261 0,0626 0,5694 7,12-5,78 Rata-rata 0,0616 7,2763 7,6081 0,0327 0,2958 0,6331 9,42 2, *) 0,0557 6,9451 6,5323 0,0266 0,0647 0,6435 6,92-2, *) 0,0555 6,7838 6,1826 0,0261 0,0627 0,6438 6,67-3,57 Sumber : SUSENAS, BPS *) hasil prediksi Pusdatin **) Merupakan total konsumsi setara kedele dengan angka konversi seperti pada Tabel Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

13 (Kg/kapita/th) 9,500 8,500 7,500 6,500 5,500 4,500 3,500 2,500 1,500 0,500-0, *) 2014 *) Kedele Tahu Tempe Tauco Oncom Kecap Gambar 3.1. Perkembangan konsumsi kedelai dalam rumah tangga di Indonesia, Perkembangan serta Prediksi Penyediaan, Penggunaan dan Ketersediaan Kedelai di Indonesia Penyediaan komoditas kedelai diperoleh dari produksi ditambah impor, dikurangi ekspor dan dikurangi perubahan stok. Sedangkan untuk komponen penggunaan kedelai adalah untuk bibit, pakan, diolah untuk industria bukan makanan, tercecer dan sebagai bahan makanan. Ketersediaan data keluaran pada neraca kedelai adalah hingga tahun 2013 (ARAM I), sementara untuk indikator lainnya hanya tersedia data hingga tahun 2012, sehingga dilakukan prediksi untuk tahun 2013 dan Secara rinci penyediaan dan penggunaan kedelai tahun tersaji pada Tabel 3.3. Pada periode tersebut, rata-rata lebih dari 70% total penyediaan kedelai berasal impor dan sisanya merupakan produksi dalam negeri. Pada tahun 2009, total penyediaan kedelai mencapai ribu ton dan terus mengalami peningkatan hingga tahun 2013 menjadi ribu ton atau naik 6,85%. Pada tahun berikutnya, yakni tahun 2014, total penyediaan kedelai diprediksi akan mengalami peningkatan sebagai kontribusi peningkatan jumlah yang diimpor. Pada tahun 2014, total penyediaan kedelai diprediksikan meningkat menjadi ribu ton. Komponen penggunaan kedelai adalah untuk pakan, bibit, industri bukan makanan, tercecer serta penyediaan untuk makanan. Pada perhitungan Neraca Bahan Makanan (NBM), penggunaan kedelai Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 11

14 untuk pakan diasumsikan sebesar 0,34%, dan tercecer sebesar 5% dari total penyediaan kedelai. Sementara, penggunaan kedelai untuk bibit didekati dari kebutuhan bibit per hektar hasil Survei Struktur Ongkos Usaha tani (BPS), dikalikan dengan luas tanam kedelai pada tahun yang bersangkutan. Penggunaan kedelai untuk industri bukan makanan diperoleh dari hasil survei industri besar dan sedang (BPS). Penggunaan kedelai untuk pakan, tercecer, bibit dan yang terserap ke industri bukan makanan dari tahun ke tahun dalam kuantitas yang relatif kecil, sehingga kuantitas yang cukup besar digunakan untuk bahan makanan. Pada tahun 2009, penggunaan kedelai untuk bahan makanan mencapai ribu ton, kemudian relatif berfluktuasi namun cenderung mengalami peningkatan dengan rata-rata sebesar 6,91% hingga tahun Pada tahun 2013 dan 2014, penggunaan kedelai untuk bahan makanan ini diprediksikan akan terus mengalami peningkatan dengan ratarata sebesar 1,5% sehingga menjadi sebesar ribu ton pada tahun 2014 (Tabel 3.3). Tabel 3.3. Penyediaan, penggunaan dan ketersediaan kedelai tahun serta prediksi tahun No. Uraian Tahun *) 2014*) A. Penyediaan (000 ton) Produksi - Masukan - Keluaran Impor Ekspor 2 0, Perubahan Stok B. Penggunaan (000 ton) Pakan Bibit Diolah untuk : - Makanan - Bukan makanan Tercecer C. Ketersediaan 1 Bahan Makanan (000 Ton) Ketersediaan per kapita/thn (kg) 8,73 9,92 8,95 10,63 10,34 10,62 Sumber : Neraca Bahan Makanan (NBM) Kementerian Pertanian, diolah Pusdatin Keterangan : *) Angka Prediksi Pusdatin, kecuali keluaran tahun 2013 merupakan ARAM I Ketersediaan per kapita merupakan rasio dari jumlah kedelai yang tersedia dan siap dikonsumsi sebagai bahan makanan dengan jumlah penduduk. Perkembangan ketersediaan kedelai perkapita tahun dan prediksi tahun tersaji pada Gambar 3.2. Perkembangan ketersediaan per kapita kedelai pada tahun 12 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

15 2009 hingga 2012 mengalami fluktuasi, namun cenderung mengalami peningkatan dengan rata-rata sebesar 4,51%. Ketersediaan per kapita kedelai pada tahun 2009 sebesar 8,73 kg/kapita dan naik menjadi 10,63 kg/kapita pada tahun Pada tahun 2013 ketersediaan kedelai per kapita diprediksikan mengalami sedikit penurunan sebesar 2,75% dibandingkan dengan tahun 2012 sehingga menjadi 10,34 kg/kapita. Kemudian, pada tahun 2014 sedikit naik menjadi 10,62 kg/kapita (Gambar 3.2). (kg/kapita/th) 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0, Gambar 3.2. Perkembangan ketersediaan kedelai per kapita pertahun di Indonesia, Perbandingan Konsumsi (Susenas) dan Ketersediaan per kapita (NBM) Kedelai di Indonesia Hasil Susenas menghasilkan angka konsumsi per kapita, sementara hasil perhitungan pada Neraca Bahan Makanan (NBM) menghasilkan angka penyediaan per kapita. Perhitungan perbedaan kedua angka tersebut untuk komoditas kedelai pada tahun disajikan pada Tabel 3.4. Angka konsumsi total kedelai berdasarkan hasil Susenas dari tahun 2009 hingga 2014 berfluktuasi namun cenderung sedikit turun sebesar 1,3%, yakni dari 7,16 kg/kapita pada tahun 2009 menjadi 6,67 kg/kapita pada tahun Sementara, angka ketersediaan per kapita kedelai pada tahun ada tendensi terus mengalami peningkatan yakni dari 8,73 kg/kapita pada tahun 2009 menjadi 10,62 kg/kapita pada tahun 2014 yang dominan disebabkan naiknya besaran penyediaan kedelai nasional. Pada periode tahun , besaran konsumsi per kapita total kedelai rata-rata diatas 70% Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 13

16 dari angka ketersediaannya. Sisa dari ketersediaan kedelai yang tidak dikonsumsi tersebut adalah akan terserap ke industri pengolahan makanan lain yang berbahan dasar kedelai seperti: susu kedelai, tepung kedelai, minyak, taosi dan lain-lain yang belum tercakup pada Susenas. Tabel 3.4. Perbandingan konsumsi per kapita rumah tangga (Susenas) dengan Ketersediaan per kapita (NBM) Kedelai di Indonesia, No Uraian Tahun (Kg/kapita/tahun) Konsumsi Rumah Tangga, Susenas *) 7,16 7,01 7,56 7,12 6,92 6,67 2 Ketersediaan, NBM 8,73 9,92 8,95 10,63 10,34 10,62 3 Selisih 1,57 2,92 1,39 3,51 3,42 3,95 Sumber: Susenas, BPS dan Ketersediaan, NBM Kementan Keterangan: *) Merupakan total konsumsi per kapita kedelai (kedelai segar, tahu, tempe, tauco, oncom dan kecap) 3.4. Penyediaan Kedelai di beberapa negara di Dunia Pada periode tahun , total penyediaan kedelai dunia cukup berfluktuasi namun cenderung mengalami peningkatan dengan rata-rata sebesar 1,92%. Selama periode tersebut, rata-rata total penyediaan kedelai dunia mencapai 11,72 juta ton. Sepuluh negara dengan total penyediaan kedelai terbesar di dunia adalah Cina, Indonesia, Jepang, India, Brazil, Nigeria, Republik Korea, Vietnam, Turki, dan Bangladesh. Kumulatif penyediaan kedelai kesepuluh negara tersebut mencapai 92,84% dari total penyediaan dunia. Negara dengan rata-rata total penyediaan terbesar selama periode adalah Cina yang mencapai 5,17 juta ton yang berkontribusi terhadap total penyediaan dunia sebesar 44,10%. Urutan kedua adalah Indonesia dengan kontribusi terhadap total penyediaan dunia adalah 14,74%. Sementara delapan negara lainnya memiliki kontribusi terhadap total penyediaan dunia dibawah 10%. Persentase kontribusi total penyediaan kedelai ke-10 negara terbesar di dunia termasuk Indonesia tersaji pada (Tabel 3.5 dan Gambar 3.3). 14 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

17 Tabel 3.5. Negara dengan penyediaan kedelai terbesar di dunia, No Negara Ketersediaan (Ton) Rata-rata Share (%) Share kumulatif (%) 1 China 5,520,142 5,426,076 5,298,593 4,594,248 4,993,318 5,166, Indonesia 1,704,000 1,585,000 1,599,000 1,729,000 2,019,000 1,727, Jepang 1,048,901 1,042,329 1,042,354 1,031, ,021 1,030, India 986, , , ,128 1,222, , Brazil 594, , , , , , Nigeria 428, , , , , , Republik Korea 349, , , , , , Viet Nam 190, , , , , , Turki 52, , , , , , Bangladesh 126, , , , , , Negara Lainnya 767, , , , , , Dunia 11,768,541 11,487,713 11,648,628 11,089,570 12,583,547 11,715, Sumber: FAO, diolah Pusdatin 44,10 14,74 8,80 7,16 1,55 1,69 1,75 3,06 3,68 5,18 8,29 China Indonesia Jepang India Brazil Nigeria Republik Korea Viet Nam Turki Bangladesh Negara Lainnya Gambar 3.3. Negara dengan penyediaan kedelai terbesar di dunia, rata-rata Ketersediaan Kedelai per Kapita per Tahun di Dunia Besarnya konsumsi atau ketersediaan per kapita bergantung pada banyaknya jumlah penduduk dalam suatu negara. Perkembangan konsumsi atau ketersediaan per kapita negara terbesar dunia tersaji secara rinci pada Tabel 3.6. Berdasarkan data dari FAO, sepuluh negara dengan peringkat ketersediaan perkapita terbesar di dunia pada periode adalah Jepang, Indonesia, Korea Selatan, Korea Utara, Cina, Rwanda, Brasilia, Kosta Rika, Nigeria, dan Turki. Jepang menempati posisi pertama sebagai merupakan negara dengan ketersediaan per kapita kedelai terbesar di dunia, yakni dengan rata-rata Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 15

18 sebesar 8,14 kg/kapita/tahun. Indonesia menempati urutan ke-2 dengan rata-rata ketersediaan per kapita sebesar 7,65 kg/kapita/tahun dan urutan ke 3 ditempati Republik Korea dengan rata-rata ketersediaan per kapita sebesar 7,56 kg/kapita/tahun. Jika dilihat pada Tabel 3.6 maka negara-negara berikutnya hanya mempunyai ketersediaan kedelai per kapita rata-rata dibawah 4 kg/kapita/tahun (Tabel 3.6 dan Gambar 3.4). Tabel 3.6. Ketersediaan kedelai per kapita per tahun beberapa negara di dunia, No Negara Jepang Indonesia Republik Korea Rep. Demokratik Korea China Rwanda Brasilia Kosta Rika Nigeria Turki Rata-rata dunia Sumber: FAO, diolah Pusdatin Ketersediaan per kapita (kg/kapita) Rata-rata (kg/kapita/th) 9,00 8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 Turki Nigeria Kosta Rika Brasilia Rwanda China Rep. D. Korea Republik Korea Indonesia Jepang Gambar 3.4. Perkembangan ketersediaan kedelai per kapita di beberapa negara di dunia, rata-rata Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

19 BAB IV. C A B E C abe merupakan salah satu komoditas strategis sub sektor hortikultura, dikarenakan peranannya yang cukup penting. Hampir semua rumah tangga di Indonesia mengkonsumsi cabe setiap hari sebagai bumbu utama masakannya, yang menyebabkan cabe menjadi salah satu komponen bumbu-bumbuan yang mempunyai andil besar dalam mempengaruhi inflasi. Cabe untuk bumbu masakan dibedakan cabe merah, cabe hijau dan cabe rawit. Di dalam cabe merah terdapat kandungan kapsaisin, dihidrokapsaisin, vitamin A dan C, damar, zat warna kapsantin, karoten, kapsarubin, zeasantin, kriptosantin, lutein, dan mineral. Berdasarkan penelitian, bahan-bahan yang dikandung oleh cabe merah memiliki manfaat untuk membantu mengatasi gejala sakit perut, sakit gigi dan tangan lemah, influenza, serta meningkatkan nafsu makan. Cabe rawit diketahui banyak mengandung kapsaisin, kapsantin, karotenoid, alkaloid, resin, minyak asiri, serta vitamin A dan C. Dengan kandungannya tersebut, cabe rawit berkhasiat untuk membantu menambah nafsu makan, menormalkan kembali kaki dan tangan yang lemas, meredakan batuk berdahak, melegakan hidung tersumbat pada sinusitis & migrain ( Konsumsi cabe di Indonesia menunjukkan pola yang terus meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan dan atau jumlah penduduk. Berdasarkan hasil SUSENAS - BPS, konsumsi cabe dibedakan dalam wujud cabe merah, cabe hijau dan cabe rawit Perkembangan dan Prediksi Konsumsi Cabe dalam Rumah Tangga di Indonesia Konsumsi cabe selama periode tahun relatif berfluktuasi namun cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Dari ketiga jenis cabe yang dikonsumsi rumah tangga di Indonesia, dominan adalah konsumsi cabe merah, disusul kemudian cabe rawit dan cabe hijau. Konsumsi cabe merah pada tahun 2002 mencapai 1,429 kg/kapita kemudian mengalami peningkatan menjadi 1,653 kg/kapita pada tahun 2012 atau meningkat sebesar 1,74 persen per tahun. Selama periode tahun , konsumsi cabe merah terbesar terjadi pada tahun 2012 yang mencapai 1,653 kg/kapita, sedangkan konsumsi terendah terjadi pada tahun 2003 hanya sebesar 1,351 kg/kapita. Pada tahun 2013, konsumsi cabe merah diprediksikan masih akan sedikit meningkat menjadi sebesar Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 17

20 1,660 kg/kapita atau naik sebesar 0,43% dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan konsumsi cabe merah ini diprediksikan masih akan terus terjadi hingga tahun 2014 menjadi sebesar 1,680 kg/kapita atau naik 1,20% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada urutan kedua besarnya konsumsi rumah tangga adalah cabe rawit. Pada tahun 2002, konsumsi rumah tangga cabe rawit mencapai 1,126 kg/kapita kemudian berfluktuasi namun cenderung meningkat menjadi sebesar 1,403 kg/kapita pada tahun 2012 atau naik sebesar 2,90% per tahun. Paningkatan konsumsi cabe rawit diprediksikan masih akan terjadi pada tahun 2013 sehingga menjadi sebesar 1,450 kg/kapita atau naik 3,38% dibandingkan tahun 2012, kemudian diprediksikan kembali naik menjadi 1,487 kg/kapita pada tahun Konsumsi cabe hijau per kapita rumah tangga di Indonesia relatif kecil dibandingkan dengan kedua jenis cabe sebelumnya. Konsumsi cabe hijau pada tahun 2002 hanya sebesar 0,219 kg/kapita, kemudian berfluktuatif namun menunjukkan pola peningkatan, tetapi tahun 2012 mengalami penurunan hingga sebesar 0,214 kg/kapita atau turun sebesar 18% per tahun. Pada tahun 2013, besarnya konsumsi cabe hijau diprediksikan akan sedikit mengalami peningkatan menjadi sebesar 0,272 kg/kapita atau naik 27,23% dibandingkan tahun sebelumnya. Kemudian diprediksikan kembali naik menjadi 0,278 kg/kapita pada tahun Perkembangan konsumsi cabe merah, cabe hijau, dan cabe rawit per kapita dari tahun serta prediksinya tahun disajikan pada Tabel 4.1 dan Gambar 4.1. Tahun Tabel 4.1. Perkembangan konsumsi cabe dalam rumah tangga di Indonesia, serta prediksi (Kg/Kapita/Th) Cabe Merah Cabe Hijau Cabe Rawit Pertumbuhan (%) Sumber : Susenas, BPS diolah Pusdatin Keterangan: *) Angka Prediksi Pusdatin (Kg/Kapita/Th) Pertumbuhan (%) (Kg/Kapita/Th) Pertumbuhan (%) (Kg/Kapita/Th) ,429 0,219 1,126 2,774 Pertumbuhan (%) ,351-5,47 0,229 4,76 1,199 6,48 2,779 0, ,361 0,77 0,240 4,55 1,147-4,35 2,748-1, ,564 14,94 0,261 8,70 1,272 10,91 3,097 12, ,382-11,67 0,235-10,00 1,168-8,20 2,784-10, ,470 6,42 0,302 28,89 1,517 29,91 3,290 18, ,549 5,32 0,266-12,07 1,444-4,81 3,259-0, ,523-1,68 0,235-11,76 1,288-10,83 3,045-6, ,528 0,34 0,256 8,89 1,298 0,81 3,082 1, ,497-2,05 0,261 2,04 1,210-6,83 2,967-3, ,653 10,45 0,214-18,00 1,403 15,95 3,269 10,19 Rata-rata 1,482 1,74 0,247 0,60 1,279 2,90 3,009 2, *) 1,660 0,43 0,272 27,23 1,450 3,38 3,382 3, *) 1,680 1,20 0,278 2,21 1,487 2,55 3,445 1,86 Total 18 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

21 (Kg/Kapita/th) 4,000 3,500 3,000 2,500 2,000 1,500 1,000 0,500 0, Cabe Merah Cabe Hijau Cabe Rawit Total Gambar 4.1. Perkembangan konsumsi cabe dalam rumah tangga di Indonesia, serta prediksi Perkembangan serta Prediksi Penyediaan, Penggunaan dan Ketersediaan Cabe di Indonesia Berdasarkan hasil perhitungan Neraca Bahan Makanan (NBM), komponen penyediaan terdiri dari produksi ditambah impor dan dikurangi ekspor, sementara komponen penggunaan adalah untuk bibit, diolah sebagai bahan makanan, dan tercecer. Penyediaan total cabe di Indonesia dominan dipasok dari produksi dalam negeri, walaupun ada realisasi impor namun dalam kuantitas yang kecil, sementara yang diekspor juga dalam kuantitas jauh lebih kecil. Produksi cabe segar Indonesia dari tahun 2009 hingga 2012 menunjukkan pola berfluktuasi namun cenderung meningkat dengan rata-rata sebesar 6,81% per tahun. Produksi cabe pada tahun 2009 mencapai 1,38 juta ton dan menurun menjadi 1,33 juta ton pada tahun 2010, namun kemudian terus meningkat hingga menjadi sebesar 1,65 juta ton pada tahun Pada tahun , produksi cabe diprediksi akan mengalami peningkatan dengan rata-rata sebesar 1,58% per tahun, sehingga pada tahun 2014, produksi cabe diprediksikan mencapai 1,87 juta ton. Selama periode tahun tersebut terdapat realisasi impor cabe yang dilakukan oleh Indonesia dalam kuantitas yang relatif kecil yakni berkisar antara ribu ton. Pada tahun berikutnya yakni tahun , impor cabe Indonesia juga diprediksi berkisar ribu ton. Sementara, ekspor cabe dari Indonesia Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 19

22 pada tahun masing-masing berkisar antara 4 11 ribu ton. Pada tahun berikutnya, yakni diprediksi hanya sebesar 3 4 ribu ton. Prediksi penyediaaan dan penggunaan cabe secara lengkap dapat dilihat pada Tabel Tabel 4.2. Tabel 4.2. Penyediaan, penggunaan dan ketersediaan cabe tahun serta prediksi tahun No. Uraian Tahun *) 2013**) 2014 **) A. Penyediaan (000 Ton) Produksi - Masukan Keluaran Impor Ekspor Perubahan Stok B. Penggunaan (000 Ton) Pakan (ton) Bibit (ton) Diolah untuk : - makanan - bukan makanan Tercecer C. Ketersediaan 1. Bahan Makanan (000 ton) Ketersediaan per kapita/thn (kg) 6,08 5,75 6,40 6,96 7,23 7,67 Sumber : Neraca Bahan Makanan (NBM) Kementerian Pertanian, diolah Pusdatin Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Prediksi Pusdatin Berdasarkan keragaan data komponen penyediaan cabe tersebut, maka penyediaan dalam negeri komoditas cabe pada tahun 2009 hingga 2012 berfluktuasi namun cenderung meningkat sebesar 6,81%. Pada tahun 2009, penyediaan dalam negeri cabe mencapai 1,50 juta ton dan turun menjadi sebesar 1,45 juta ton pada tahun 2010, namun kemudian meningkat menjadi 1,64 juta ton pada tahun 2011 dan terus meningkat menjadi 1,81 juta ton pada tahun 2012 yang dominan disebabkan meningkatnya produksi cabe dalam negeri. Pada tahun berikutnya, penyediaan dalam negeri cabe diprediksikan akan mengalami peningkatan menjadi sebesar 1,91 juta ton pada tahun 2013 dan kembali naik menjadi sebesar 2,06 juta ton pada tahun 2014 atau naik 6,58% per tahun. Pada periode tahun , dari jumlah penyediaan cabe domestik tersebut sekitar 0,72% digunakan untuk bibit serta 5,58% merupakan cabe yang tercecer, sehingga sekitar 93,70% siap dikonsumsi sebagai bahan makanan. Berdasarkan konversi angka penggunaan untuk bibit dan tercecer tersebut di atas, maka pada tahun 2009, total cabe yang tersedia untuk bahan makanan mencapai 20 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

23 1,41 juta ton, namun sedikit mengalami penurunan menjadi 1,37 juta ton pada tahun 2010, kemudian mengalami kenaikan pada tahun 2011 menjadi 1,55 juta ton dan tahun 2012 sebesar 1,70 juta ton. Dengan menggunakan angka konversi yang sama untuk penggunaan bibit dan tercecer, maka pada tahun 2013, penggunaan cabe untuk bahan makanan diprediksikan akan menjadi 1,80 juta ton atau naik 5,55% dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2014, penggunaan cabe untuk bahan makanan diprediksikan kembali naik 7,61% atau menjadi 1,94 juta ton (Tabel 4.2). Angka penyediaan untuk bahan makanan kemudian dibagi dengan jumlah penduduk maka bisa diketahui total ketersediaan per kapita. Pada tahun 2009, total ketersediaan cabe hanya sebesar 6,08 kg/kapita, kemudian sedikit mengalami penurunan pada tahun 2010 menjadi 5,75 kg/kapita, namun kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2011 hingga 2012 masingmasing sebesar 6,40 kg/kapita dan 6,96 kg/kapita. Pada tahun 2013 hingga 2014, ketersediaan cabe per kapita diprediksikan masih mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya yakni masing-masing menjadi sebesar 7,23 kg/kapita pada tahun 2013 dan 7,67 kg/kapita pada tahun 2014 (Gambar 4.2). Kg/kapita/thn) 8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0, Gambar 4.2. Perkembangan ketersediaan cabe per kapita tahun serta prediksi tahun Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 21

24 4.3. Perbandingan Konsumsi (Susenas) dan Ketersediaan per kapita (NBM) Cabe di Indonesia Konsumsi per kapita rumah tangga hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) menunjukkan angka yang lebih kecil bila dibandingkan dengan ketersediaan dari Necara Bahan Makanan (NBM). Hal tersebut dikarenakan bahwa cabe per kapita dalam rumah tangga (Susenas) adalah riil yang dikonsumsi oleh penduduk, sementara ketersediaan cabe menurut NBM merupakan angka yang perlu disediakan dengan memperhitungkan jumlah penduduk dan penyediaannya, sehingga kemudian penyediaannya lebih besar dari pada riil cabe yang dikonsumsi oleh rumah tangga. Selisih antara konsumsi rumah tangga dengan ketersediaan diduga digunakan oleh industri berbahan baku cabe seperti saos, mie instan dan sebagainya (Tabel 4.3). Tabel 4.3. Perbandingan konsumsi cabe per kapita rumah tangga (Susenas) dengan ketersediaan (NBM), tahun Tahun (Kg/kapita/tahun) Variabel *) 2013**) 2014 **) Konsumsi Rumah Tangga, Susenas 3,05 3,08 2,97 3,27 3,38 3,45 Ketersediaan, NBM 6,08 5,75 6,40 6,96 7,23 7,67 Selisih 3,03 2,67 3,43 3,69 3,85 4,23 Sumber: Susenas, BPS dan Neraca Bahan Makanan, BKP Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Prediksi Pusdatin 22 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

25 BAB V. PISANG P isang (Musa paradisiacal) adalah pohon jenis Terna (pohon dengan batang yang lunak dan tidak berkayu) dari suku Musaceae dengan batang yang kuat, dan daun-daun yang besar memanjang dan berwarna hijau tua. Buah pohon ini nampak dalam bentuk sisir-sisir, yang tiap sisirnya berisi (10-20) pisang, dan dalam buahnya tidak terdapat biji. Pisang merupakan buah dengan sumber gizi yang hampir sempurna karena pisang mengandung nutrisi enam yaitu: air, gula, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Dan berkat tingginya nilai gizi yang dikandungnya, maka ia telah menjadi makanan penting (pokok) bagi banyak orang. Konon buah ini berasal dari asia tenggara kemudian buah ini mulai menyebar ke benua bagian barat. Dan perlu diketahui bahwa Indonesia merupakan salah satu negara penghasil pisang terbanyak, yaitu pada urutan ke empat dunia. Dalam pisang terkandung banyak serat dan beberapa vitamin seperti Pisang mengandung 68% air, 25% gula, 2% protein, 1% lemak dan minyak, 1% serat Selulosa. Sebagaimana juga ia mengandung pati dan asam tanin, vitamin A (300 IU per seratus gram), vitamin B dengan berbagai jenisnya; B1, B2, B 6, dan 12 (100 mg per seratus gram), persentase yang cukup dari vitamin D, dan sedikit Vitamin Z. Dan pisang juga mengandung Kalsium (100 mg per seratus gram), Fosfor, Besi, Sodium, Kalium (potassium), Magnesium dan Seng ( blogspot.com/2013/04/kandungan-gizidan-manfaat-buah-pisang.html). Nilai energi pisang sekitar 136 kalori untuk setiap 100 gram, yang secara keseluruhan berasal dari karbohidarat, namun kandungan protein dan lemak pisang ternyata kurang bagus dan sangat rendah yaitu hanya 2,3 persen dan 0,13 persen. Berdasarkan berat kering kadar besi pisang mencapai 2 miligram per 100 gram dan seng 0,8 miligram. Kandungan vitaminnya sangat tinggi, terutama provitamin A yaitu betakaroten sebesar 45 miligram per 100 gram berat kering dan kandungan vitamin B6 cukup tinggi yaitu sebesar 0,5 miligram per 100 gram ( Bagian yang dapat dimakan dari pisang menurut kajian NBM adalah sebesar 70%. Sementara kandungan zat gizi pisang per 100 gram adalah kalori 92 kkal, protein 1,00 gram dan lemak 0,30 gram. Pusat keragaman utama pisang terletak di daerah Malesia (Asia Tenggara dan Australia tropika). Indonesia, Kepulauan Pasifik, negara-negara Amerika Tengah dan Brasil dikenal sebagai negara utama pengekspor pisang. Produksi Pisang di Indonesia dari mengalami Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 23

26 peningkatan yang cukup signifikan dengan capaian sebesar 6,37 juta ton di tahun 2009, kecuali di tahun 2010 mengalami penurunan sebesar 8,77% dibandingkan tahun sebelumnya. Sentra produksi pisang di Indoensia terdapat di 3 (tiga) provinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah Perkembangan serta Prediksi Konsumsi Pisang dalam Rumah Tangga di Indonesia Perkembangan konsumsi pisang selama periode terlihat berfluktuasi, secara umum rata-rata konsumsi rumah tangga pisang selama periode tersebut mengalami penurunan sebesar 1,71% per tahun atau konsumsi rata-rata sebesar 7,67 kg/kapita/tahun. Penurunan terbesar terjadi di tahun 2012 dimana konsumsi dalam rumah tangga pisang turun sekitar 34,32% dibandingkan tahun sebelumnya. Sebaliknya peningkatan konsumsi dalam rumah tangga pisang terjadi pada tahun 2003, 2005, 2007, 2008 dan 2011 berkisar antara 2,00% hingga 29,01%. Prediksi yang dilakukan untuk tahun 2013 konsumsi pisang di tingkat rumah tangga akan mengalami sedikit peningkatan, sedangkan tahun 2014 mengalami sedikit penurunan dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2013 konsumsi pisang diprediksi sebesar 6,02 kg/kapita/ tahun atau naik sebesar 4,01% dibandingkan tahun Sedangkan untuk prediksi di tahun 2014 konsumsi pisang sebesar 5,20 kg/kapita/tahun atau mengalami penurunan sebesar 13,61% dibandikan tahun 2013, secara rinci dapat dilihat pada Tabel 5.1. Tabel 5.1. Perkembangan konsumsi pisang dalam rumah tangga di Indonesia, Tahun , serta prediksi tahun Pisang Ambon Pisang Raja Pisang lainnya Total Tahun (kg/kapita/thn) Pertumb. (kg/kapita/thn) Pertumb. (kg/kapita/thn) Pertumb. (kg/kapita/thn) Pertumb. (%) (%) (%) (%) ,399 1,356 4,067 7, ,242-6,52 1,147-15,38 4,589 12,82 7,978 2, ,138-4,65 1,199 4,55 4,276-6,82 7,613-4, ,190 2,44 1,304 8,70 4,380 2,44 7,874 3, ,086-4,76 1,199-8,00 4,276-2,38 7,561-3, ,512-27,50 1,304 8,70 5,006 17,07 7,821 3, ,721 13,79 1,460 12,00 5,214 4,17 8,395 7, ,721 0,00 1,251-14,29 4,954-5,00 7,926-5, ,512-12,12 1,147-8,33 4,171-15,79 6,831-13, ,190 44,83 1,564 36,36 5,058 21,25 8,812 29, ,825-16,67 0,834-46,67 3,129-38,14 5,788-34,32 rata-rata 1,958-1,12 1,251-2,24 4,465-1,04 7,674-1, *) 1,775-2,75 1,201 43,96 3,044-2,71 6,020 4, *) 1,741-1,92 1,200-0,11 2,260-25,76 5,200-13,61 Sumber: Susenas, BPS Keterangan: *) Angka Prediksi Pusdatin 24 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

27 (Kg/kapita/th) 6,0000 5,0000 4,0000 3,0000 2,0000 1,0000 0,0000 Pisang Ambon Pisang Raja Pisang Lainnya Gambar 5.1. Perkembangan konsumsi pisang dalam rumah tangga di Indonesia, serta prediksi Perkembangan serta Prediksi Penyediaan, Penggunaan dan Ketersediaan Per Kapita Pisang di Indonesia Komponen penyediaan pisang di Indonesia boleh dikatakan hampir 100% berasal dari produksi pisang dalam negeri, hanya ada sedikit penambahan pasokan dari impor maupun pengurangan pasokan dari ekspor pisang. Perkembangan penyediaan dan penggunaan pisang di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 5.2. Pada tahun 2009, penyediaan pisang sebesar 6,37 juta ton yang berasal dari produksi pisang dalam negeri, tanpa ada penambahan dari pasokan impor maupun pengurangan dari ekspor. Sementara penyediaan pisang di tahun 2010 menurun sebesar 9,66% atau sebesar 5,76 juta ton yang berasal dari produksi dalam negeri ditambah impor sebesar 2 ribu ton dan pengurangan dari ekspor sebesar 2 ribu ton. Untuk tahun 2011 penyediaan pisang mengalami peningkatan sebesar 6,51% atau sebesar 6,13 juta ton yang berasal dari produksi dalam negeri ditambah impor sebesar 2 ribu ton dan pengurangan dari ekspor sebesar 2 ribu ton. Prediksi penyediaan pisang hingga tahun 2014 diperkirakan akan terus mengalami peningkatan rata-rata sebesar 4,00%. Pada tahun 2012 penyediaan pisang nasional mencapai 6,07 juta ton atau sedikit menurun sekitar 1,01% dari tahun Sementara tahun 2013 diperkirakan mencapai 6,69 juta ton. Peningkatan tersebut dikarenakan adanya Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 25

28 peningkatan produksi pisang dalam negeri, dengan asumsi ada penambahan pasokan yang berasal dari impor maupun pengurangan dari ekspor. Sementara dari total penyediaan pisang tersebut, total penyediaan pisang yang digunakan untuk bahan makanan rata-rata sebesar 95,30% dari produksi pisang dalam negeri, sementara sisanya sebesar 4,70% merupakan yang tercecer pada saat panen, pananganan, pemasaran maupun pengangkutan. Pada tahun 2009 penyediaan pisang sebesar 6,37 juta ton, dari jumlah tersebut penggunaan untuk bahan makanan mencapai 6,07 juta ton, sisanya yang mengalami tercecer sebesar 300 ribu ton. Prediksi penggunaan pisang di tahun diperkirakan akan mengalami peningkatan, rata-rata sebesar 5,42% setiap tahunnya. Sementara prediksi penyediaan pisang yang siap dikonsumsi sebagai bahan makanan pada tahun 2013 naik sebesar 8,07% jika dibandingkan tahun 2012 atau menjadi sebesar 6,40 juta ton dan tahun 2014 naik sebesar 2,82% jika dibandingkan tahun 2013 atau menjadi sebesar 6,55 juta ton. Tabel 5.2. Penyediaan, penggunaan dan ketersediaan pisang tahun serta prediksi tahun Tahun No. Uraian *) 2013**) 2014**) A. Penyediaan (000 ton) Produksi - Masukan Keluaran Impor Ekspor Perubahan Stok B. Penggunaan (000 ton) Pakan Bibit Diolah untuk : makanan bukan makanan Tercecer C. Ketersediaan 1. Bahan Makanan (000 ton) Ketersediaan kapita/tahun (kg) 26,25 23,09 24,23 24,08 25,63 25,96 Sumber : Neraca Bahan Makanan, BKP Kementan Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Prediksi Pusdatin Ketersediaan per kapita pisang pada periode tahun dan prediksi tahun dapat dilihat pada Gambar 5.2. Secara umum ketersediaan pisang cukup berfluktuasi dengan kecenderungan stabil rata-rata 26 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

29 pertumbuhan sebesar 0,002% per tahun atau rata-rata selama enam tahun sebesar 24,87 kg/kapita/tahun. Ketersediaan per kapita tertinggi terjadi di tahun 2009 yaitu sebesar 26,25 kg/kapita/tahun sedangkan ketersediaan per kapita pisang terendah terjadi di tahun 2010 yaitu sebesar 23,09 kg/kapita/tahun. Prediksi ketersediaan pisang per kapita tahun 2013 sebesar 25,63 kg/ kapita/tahun atau mengalami peningkatan sebesar 6,45% dari tahun 2012, begitu juga tahun 2014 diperkirakan ketersediaan pisang untuk konsumsi per kapita akan mengalami peningkatan sebesar 1,28% jika dibandingkan dengan tahun 2013 yaitu menjadi sebesar 25,96 kg/kapita/tahun. (Kg/Kapita/thn) 26,50 26,00 25,50 25,00 24,50 24,00 23,50 23,00 22,50 22,00 21, *) 2013**) 2014**) Gambar 5.2. Perkembangan ketersediaan pisang per kapita, tahun serta prediksi tahun Perbandingan Konsumsi (Susenas) dan Ketersediaan Per Kapita (NBM) Komoditas Pisang Konsumsi per kapita rumah tangga hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) menunjukkan angka yang lebih kecil bila dibandingkan dengan ketersediaan dari Necara Bahan Makanan (NBM). Hal tersebut dikarenakan bahwa konsumsi total pisang per kapita dalam rumah tangga (Susenas) adalah riil yang dikonsumsi oleh penduduk, sementara ketersediaan pisang menurut NBM merupakan angka yang perlu disediakan dengan memperhitungkan jumlah penduduk dan penyediaannya, sehingga penyediaannya lebih besar dari pada riil pisang yang dikonsumsi oleh rumah tangga, yang diduga diolah dalam industri untuk keripik, sirop dan lain-lain (Tabel 5.3). Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 27

30 Tabel 5.3. Perbandingan konsumsi perkapita rumah tangga (SUSENAS) dengan ketersediaan (NBM) komoditas pisang, Variabel Tahun (Kg/kapita/tahun) *) 2014*) Konsumsi Rumah Tangga, Susenas 7,93 6,83 8,81 5,79 6,02 5,20 Ketersediaan, NBM 26,25 23,09 24,23 24,08 25,63 25,96 Selisih 18,32 16,26 15,42 18,29 19,61 20,76 Sumber : Susenas, BPS dan Ketersediaan, Neraca Bahan Makanan, BKP Keterangan: *) Angka Prediksi Pusdatin 5.4. Penyediaan Pisang di Beberapa Negara di Dunia Berdasarkan data dari FAO, rata-rata total penyediaan pisang di dunia selama periode tahun mencapai 70,51 juta ton, total penyediaan pisang ini cenderung terus meningkat. Sepuluh negara yang mempunyai total penyediaan pisang terbesar adalah India, Cina, Brasil, Indonesia, Philipina, Amerika, Tanzania, Meksiko, Viatnam dan Burundi. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 5.4. Kumulatif penyediaan pisang ke 10 (sepuluh) negara ini mencapai 71,46% dari total penyediaan dunia. Rata-rata penyediaan pisang terbesar di dunia adalah negara India sebesar 18,60 juta ton dengan kontribusi terhadap total penyediaan dunia sebesar 26,38%. Cina menempati urutan ke-2 dengan rata-rata total penyediaan sebesar 7,37 juta ton, kemudian disusul oleh Brasil menempati urutan ke-3 sebesar 5,70 juta ton. Indonesia menempati urutan ke-4 dengan rata-rata total penyediaan pisang sebagai bahan makanan sebesar 5,61 juta ton per tahun atau 7,95 dari total penyediaan pisang dunia. Selama periode penyediaan pisang di Indonesia cenderung meningkat kecuali pada tahun 2006 mengalami penurunan. Sementara Philipina, Amerika dan Tanzania menempati urutan ke-5, ke-6 dan ke-7 dengan rata-rata total penyediaan masingmasing berkontribusi sebesar 5,35%, 4,60% dan 2,90% dari total penyediaan dunia, secara rinci dapat dilihat pada Gambar Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

31 Tabel 5.4. Negara dengan penyediaan pisang terbesar di dunia, No Negara India ,38 26,38 2 Cina ,46 36,83 3 Brasil ,08 44,91 4 Indonesia ,95 52,87 5 Philipina ,35 58,22 6 Amerika Serikat ,60 62,82 7 Tanzania ,90 65,71 8 Meksiko ,54 68,26 9 Viatnam ,70 69,96 10 Burundi ,50 71,46 Negara lain ,54 100,00 Dunia Sumber : FAO diolah Pusdatin, Kementan Tahun (Ton) Rata-rata Share (%) Kumulatif (%) Negara lain 28,54% India 26,38% Burundi 1,50% Viatnam 1,70% Meksiko 2,54% Tanzania 2,90% Amerika Serikat 4,60% Philipina 5,35% Indonesia 7,95% Brasil 8,08% Cina 10,46% Gambar 5.3. Negara dengan penyediaan pisang terbesar di dunia, rata-rata Ketersediaan Pisang di Beberapa Negara di Dunia Perkembangan konsumsi atau ketersediaan pisang per kapita dunia di dominasi negara-negara Afrika, dengan rata-rata per kapita per tahun berkisar antara 69,62 kg hingga 161,58 kg, 5 (lima) negara dengan peringkat per kapita terbesar di dunia adalah Sao Tome and Principe, Burundi, Komoros, Samoa dan Ekuador. Selama tahun terlihat bahwa negara Sao Tome and Principe merupakan negara dengan ketersedian pisang per kapita terbesar di dunia yakni Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 29

32 mencapai 161,58 kg/kapita/tahun. Seperti terlihat pada Tabel 5.4 di bawah ini, ratarata ketersediaan per kapita dunia adalah sebesar 10,82 kg/kapita/tahun. Periode , bila dibandingkan dengan ke-5 (lima) negara terbesar di dunia, 5 (lima) negara di Asia dan Indonesia berada lebih dari peringkat 15 di dunia, kecuali Philipina merupakan negara di Asia menduduki peringkat ke 9 dengan rata-rata ketersediaan per kapita sebesar 42,40 kg/kapita/tahun, Indonesia menempati urutan ke 19 dengan rata-rata ketersediaan per kapita sebesar 23,65 kg/kapita/tahun, India menempati urutan ke 34 dengan rata-rata ketersediaan per kapita sebesar 15,80 kg/kapita/tahun. Negara Asia lainnya yaitu Thailand, Vietnam dan Malaysia menempati urutan ke-41, ke-43 dan ke-77. Berdasarkan Gambar 5.4, Indonesia sebagai salah satu negara di Asia menempati urutan ke 19 dengan rata-rata ketersedian per kapita selama lima tahun yaitu sebesar 23,65 kg, konsumsi pisang di Indonesia dan negara Asia lainnya berada di atas rata-rata ketersediaan per kapita dunia sebesar 10,82 kg. Tabel 5.5. Ketersediaan pisang per kapita per tahun beberapa negara di dunia, No. Negara Tahun (kg/kapita/tahun) Rata -rata 1 Sao Tome and Principe 150,6 163,3 163,1 166,5 164,4 161,58 2 Burundi 147,3 148,1 129,7 133,1 128,4 137,32 3 Komoros 96,1 100, ,4 92,9 96,60 4 Samoa ,6 81,8 89,3 79,74 5 Ekuador 77,6 67, ,4 72,3 69,62 9 Filipina 35,20 35,90 38,30 47,90 54,70 42,40 19 Indonesia 22,43 21,53 23,03 25,03 26,25 23,65 34 India 13,20 14,5 16,2 17,6 17,5 15,80 41 Thailand 14,6 16, ,3 12,1 14,34 43 Vietnam 14,2 14,1 14,2 14, ,12 77 Malaysia 12,5 10,4 6,7 7,4 7,3 8,86 Dunia 10,00 10,50 10,90 11,30 11,40 10,82 Sumber : diolah Pusdatin 30 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

33 kg/kapita/tahun 161,58 145,00 137,32 125,00 105,00 85,00 96,60 79,74 69,62 65,00 45,00 42,40 25,00 23,65 15,80 14,34 14,12 8,86 10,82 5,00 Gambar 5.4. Ketersediaan pisang per kapita per tahun beberapa negara di dunia, rata-rata Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 31

34 BAB VI. K E L A P A K elapa (Cocos nucifera) merupakan tanaman yang termasuk ke dalam familia Palmaceae. merupakan satu-satunya spesies dalam genus Cocos, pohonnya dapat mencapai ketinggian 30 m. Nama kelapa juga dipakai untuk sebutan bagi buah pohon ini yang berkulit keras dan berdaging warna putih. Pohon kelapa biasanya tumbuh di pinggir pantai. Kelapa adalah pohon serba guna bagi masyarakat tropika. Hampir semua bagiannya dapat dimanfaatkan orang. Dalam Wikipedia.com dituliskan bahwa akar kelapa menginspirasi penemuan teknologi penyangga bangunan Cakar Ayam (dipakai misalnya pada Bandar Udara Soekarno Hatta) oleh Sedyatmo. Batangnya, yang disebut glugu dipakai orang sebagai kayu dengan mutu menengah, dan dapat dipakai sebagai papan untuk rumah. Daunnya dipakai sebagai atap rumah setelah dikeringkan. Daun muda kelapa, disebut janur, dipakai sebagai bahan anyaman dalam pembuatan ketupat atau berbagai bentuk hiasan yang sangat menarik, terutama oleh masyarakat Jawa dan Bali dalam berbagai upacara, dan menjadi bentuk kerajinan tangan yang berdiri sendiri (seni merangkai janur). Tangkai anak daun yang sudah dikeringkan, disebut lidi, dihimpun menjadi satu menjadi sapu. Tandan bunganya, yang disebut mayang (sebetulnya nama ini umum bagi semua bunga palma), dipakai orang untuk hiasan dalam upacara perkawinan dengan simbol tertentu. Bunga betinanya, disebut bluluk (bahasa Jawa), dapat dimakan. Cairan manis yang keluar dari tangkai bunga, disebut (air) nira atau legèn (bhs. Jawa), dapat diminum sebagai penyegar atau difermentasi menjadi tuak. Buah kelapa adalah bagian paling bernilai ekonomi. Sabut, bagian mesokarp yang berupa serat-serat kasar, diperdagangkan sebagai bahan bakar, pengisi jok kursi, anyaman tali, keset, serta media tanam bagi anggrek. Tempurung atau batok, yang sebetulnya adalah bagian endokarp, dipakai sebagai bahan bakar, pengganti gayung, wadah minuman, dan bahan baku berbagai bentuk kerajinan tangan. Endosperma buah kelapa yang berupa cairan serta endapannya yang melekat di dinding dalam batok ("daging buah kelapa") adalah sumber penyegar populer. Daging buah muda berwarna putih dan lunak serta biasa disajikan sebagai es kelapa muda atau es degan. Cairan ini mengandung beraneka enzim dan memilki khasiat penetral racun dan efek penyegar/penenang. Beberapa kelapa bermutasi sehingga endapannya tidak 32 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

35 melekat pada dinding batok melainkan tercampur dengan cairan endosperma. Mutasi ini disebut (kelapa) kopyor. Daging buah tua kelapa berwarna putih dan mengeras. Sarinya diperas untuk dijadikan santan. Daging buah tua ini juga dapat diambil dan dikeringkan serta menjadi komoditi perdagangan bernilai, disebut kopra. Kopra adalah bahan baku pembuatan minyak kelapa dan turunannya. Cairan buah tua kelapa biasanya tidak menjadi bahan minuman penyegar dan merupakan limbah industri kopra. Namun demikian dapat dimanfaatkan lagi untuk dibuat menjadi bahan semacam jelly yang disebut nata de coco dan merupakan bahan campuran minuman penyegar. Berbicara masalah kelapa bila dirunut dalam NBM ada tiga jenis bahan makanan yang berasal dari kelapa. Pertama jenis bahan makanan kelapa berkulit/daging (coconuts in husk/coconuts fresh), kemudian yang ke dua adalah jenis bahan makanan kelapa daging/kopra (coconuts meat/copra) dan yang ketiga adalah kopra/minyak goreng (copra/ cooking oil). Oleh karena kopra tidak dikonsumsi secara langsung, maka dalam tulisan ini tidak membahas konsumsi kopra. Minyak goreng (kelentik), seperti diketahui sudah digunakan secara turunmenurun dan terus-menerus selama berabad-abad oleh nenek moyang kita dan bisa diproduksi sendiri dalam skala rumah tangga. Sampai sekarang minyak kelapa masih tetap digunakan oleh penduduk pedalaman dan perdesaan dimana pohon kelapa tumbuh subur dan merupakan sumber bahan makanan fungsional utama dari hasil pertanian mereka. Saat ini, masyarakat Indonesia sudah waktunya kembali meningkatkan penggunaan minyak kelapa dan tidak lagi bergantung pada minyak kelapa sawit, sehingga fluktuasi harga minyak sawit mentah (CPO) di pasar internasional tidak banyak mempengaruhi pasar domestik. Pembuatan minyak kelapa diawali dengan pembuatan santan kelapa yang merupakan cairan hasil ekstraksi dari kelapa parut dengan menggunakan air. Bila santan didiamkan, secara pelan-pelan akan terjadi pemisahan bagian yang kaya dengan minyak (disebut krim) dengan bagian yang miskin dengan minyak(disebut skim). Krim lebih ringan dibanding skim sehingga krim berada pada bagian atas dan skim di bawah. Minyak kelapa dapat dibuat dengan berbagai cara, salah satu caranya disebut Cara Basah yang relatif sederhana ( 2005/07/01/). Dalam bahasan berikut akan dibedakan konsumsi wujud kelapa butiran dan minyak kelapa. Konsumsi kelapa yang dimaksud di sini adalah buah kelapa yang dikonsumsi langsung dalam bentuk daging Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 33

36 buah, misalnya diolah menjadi santan untuk memasak dan diolah menjadi minyak konsumsi kelapa selama periode (Tabel 6.1) menunjukkan rata-rata goreng kelapa. penurunan sebesar 5,03% per-tahun, dimana penurunan terbesar terjadi pada 6.1. Perkembangan serta Prediksi Konsumsi Kelapa Butiran dalam Rumah Tangga di Indonesia tahun 2008 mencapai 14,81%. Secara rinci perkembangan konsumsi kelapa butiran selama periode dapat dilihat pada Gambar 6.1. Berdasarkan Menurut data Susenas BPS, ratarata konsumsi rumah tangga per kapita perminggu fluktuatif dengan kecendrungan menurun. Secara rata-rata, pertumbuhan grafik tersebut, secara umum dapat dilihat fluktuasi konsumsi kelapa butiran rumah tangga dan kecenderungan penurunannya. Tabel 6.1. Perkembangan konsumsi kelapa butiran dalam rumah tangga di Indonesia tahun serta prediksi tahun Tahun Seminggu Setahun Pertumbuhan Butir/Kap/Mgg Butir/Kap/Tahun % ,23 11, ,24 12,67 5, ,22 11,32-10, ,23 11,78 4, ,20 10,43-11, ,22 11,26 8, ,18 9,59-14, ,17 8,66-9, ,16 8,29-4, ,14 7,46-10, ,13 6,94-6,99 Rata-rata 0,19 10,04-5, *) 0,12 6,27-9, *) 0,11 5,63-10,18 Sumber : SUSENAS, BPS Keterangan: *) Angka Prediksi Pusdatin Berdasarkan hasil prediksi, konsumsi butir/kapita/tahun atau akan turun sebesar kelapa tahun 2013 diperkirakan akan 10,18% dibandingkan tahun menurun menjadi 6,27 butir/kapita/tahun atau turun 9,63% dibandingkan tahun Demikian juga untuk prediksi tahun Perkembangan konsumsi kelapa butiran dalam rumah tangga dapat dilihat pada Gambar konsumsi kelapa turun menjadi 5,63 34 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

37 (Butir/Kap/Tahun) 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00 Gambar 6.1. Perkembangan konsumsi kelapa butiran dalam rumah tangga di Indonesia, Perkembangan dan Prediksi Penyediaan, dan Penggunaan Kopra di Indonesia Kopra merupakan bahan baku minyak goreng, sehingga konsumsi kopra pada komponen penggunaan lebih banyak diperuntukan pada komponen diolah untuk makanan karena kopra tidak dikonsumsi secara langsung. Tabel 6.2. No. Penyediaan dan penggunaan kopra, tahun dan prediksi tahun Tahun Uraian **) 2013**) 2014**) A. Penyediaan (000 ton) Produksi - Masukan Keluaran Impor Ekspor Perubahan Stok B. Penggunaan untuk (000 ton) Pakan Bibit Diolah untuk : - makanan bukan makanan Tercecer C. Ketersediaan 1. Bahan Makanan (000 ton) Ketersediaan per kapita/tahun (kg) Sumber: Neraca Bahan Makanan, NBM, BKP Keterangan: **) Angka prediksi Pusdatin Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 35

38 Produk kopra maupun CCO (Crude Coconut Oil) Indonesia sudah memasuki tahap perluasan ekspor (Martha Turukay, 2008). Hal ini menunjukkan bahwa kopra dan CCO Indonesia memiliki daya saing yang kuat dan cenderung menjadi negara pengekspor kopra. Hal ini berdasarkan pada indikator Indeks RCA Copra dan CCO >1. Bila diamati historis data dari tahun rata-rata penyediaan kopra berkisar antara 1,6 juta ton, namun dari Tabel 6.2, terlihat bahwa mulai tahun penyediaan kopra cenderung terus meningkat. Peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2010 terhadap 2009 mencapai 89%, namun pada tahun 2013 dan 2014 diprediksi dengan model terbaik ada pada angka 2,7 juta ton - 2,9 juta ton. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel Perkembangan dan Prediksi Konsumsi Minyak Goreng Kelapa dalam Rumah Tangga Menurut data Susenas BPS, ratarata konsumsi minyak goreng kelapa dalam rumah tangga perkapita perminggu fluktuatif dengan kecendrungan menurun. Rata-rata pertumbuhan konsumsi minyak goreng kelapa selama periode , menunjukkan rata-rata sebesar 3,01 liter/kap/tahun atau menurun hingga 10,56% per tahun, dimana penurunan terbesar terjadi pada tahun 2009, 2010 dan 2012 mencapai sekitar 30% s/d 31%. Secara rinci perkembangan konsumsi minyak goreng kelapa selama periode dan prediksi dapat dilihat pada Tabel 6.3. Tabel 6.3. Konsumsi minyak goreng kelapa dalam rumah tangga di Indonesia, tahun dan prediksi tahun Seminggu Setahun Pertumbuhan Tahun (Liter/Kap/Mg) (Liter/Kap/Thn) (%) ,09 4, ,09 4,43 (6,59) ,08 4,02 (9,41) ,08 4,07 1, ,08 3,91 (3,85) ,06 2,92 (25,33) ,04 2,24 (23,21) ,03 1,56 (30,23) ,04 2,03 30, ,04 1,88 (7,69) ,03 1,30 (30,56) Rata-rata 0,06 3,01 (10,56) 2013*) 0,02 0,98 (24,60) 2014*) 0,01 0,76 (22,98) Sumber: SUSENAS, BPS Keterangan: *) Prediksi Pusdatin dengan model double exponential smoothing 36 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

39 Berdasarkan hasil prediksi, konsumsi minyak goreng kelapa tahun diperkirakan akan menurun masing-masing sebesar 0,98 liter/kap/tahun (24,60%) dan 0,76 liter/kap/tahun (22,98%). Hal ini sangat dimungkinkan oleh karena adanya penggunaan konsumsi minyak goreng kelapa sawit oleh rumah tangga-rumah tangga di Indonesia. Secara umum dapat dilihat fluktuasi konsumsi minyak goreng kelapa di rumah tangga dan kecenderungan penurunannya pada Gambar 6.2. (Liter/Kap/Thn) 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 - Gambar 6.2. Perkembangan konsumsi minyak goreng kelapa perkapita pertahun dalam rumah tangga di Indonesia, tahun dan prediksi Perkembangan dan Prediksi Penyediaan, Penggunaan dan Ketersediaan Minyak Goreng Kelapa Komponen penyediaan minyak goreng terdiri dari produksi ditambah impor dan dikurangi perubahan stok dan ekspor. Dalam perhitungan ini digunakan asumsi menurut NBM, bahwa konversi dari kopra menjadi minyak goreng adalah sekitar 60%. Dari Tabel 6.4 terlihat bahwa kopra yang diolah menjadi bahan makanan dengan asumsi 60% menjadi minyak goreng merupakan keluaran pada komponen produksi minyak goreng kelapa. Pada tahun 2009 dari komponen produksi (masukan) kopra sebanyak ribu ton dihasilkan minyak goreng kelapa sebesar 937 ribu ton. Dari jumlah itu yang digunakan untuk bahan makanan sebesar 337 ribu ton. Selama periode , produksi minyak goreng kelapa tertinggi terjadi pada tahun 2011 mencapai ribu ton. Dari jumlah itu yang dikeluarkan untuk ekspor sebesar 570 ribu ton, sehingga penyediaan minyak goreng kelapa tercatat sebesar ribu Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 37

40 ton. Sementara prediksi penyediaan minyak goreng nasional tahun 2014 diperkirakan mencapai ribu ton atau naik sebesar 12,79% dari tahun Penyediaan minyak goreng kelapa tersebut dihasilkan dari masukan produksi sebesar ribu ton dan menghasilkan produksi minyak goreng kelapa sebesar ribu ton. Dari jumlah itu yang digunakan untuk bahan makanan sebesar ribu ton, sementara bagian yang tercecer adalah sebesar 16 ribu ton. Tabel 6.4. Penyediaan, penggunaan dan ketersediaan minyak goreng, tahun dan prediksi tahun No. Uraian Tahun *) 2012**) 2013**) 2014**) A. Penyediaan (000 ton) Produksi - Masukan Keluaran Impor Ekspor Perubahan Stok B. Penggunaan untuk (000 ton) 30,00 63,00 54,57 35,05 33,17 36,00 1. Pakan Bibit Diolah untuk : makanan bukan makanan Tercecer C. Ketersediaan 1. Bahan Makanan (000 ton) Ketersediaan per kapita/thn (Liter) 1,46 5,09 5,14 4,41 3,63 4,04 Sumber: Neraca Bahan Makanan, NBM, BKP Keterangan: *) Angka sementara **) Angka prediksi Pusdatin Ketersediaan perkapita merupakan rasio dari ketersediaan bahan makanan yang tersedia dan siap dikonsumsi dibagi jumlah penduduk. Dari data yang ada ketersediaan per kapita minyak goreng kelapa selama periode diperkirakan berkisar antara 4-5 liter/kap/tahun, kecuali pada tahun 2009 hanya 1,46 liter/kap/tahun. Hal ini dikarenakan permintaan kebutuhan pada tahun tersebut juga masih rendah, terlihat pada komponen ekspor dan komponen yang digunakan untuk bahan makanan masing-masing hanya 571 ribu ton dan 337 ribu ton saja. Perkembangan ketersediaan minyak goreng kelapa per kapita tahun dan prediksinya tahun tersaji pada Gambar Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

41 (liter/kap/tahun) 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0, *) 2012**) 2013**) 2014**) Gambar 6.3. Ketersediaan konsumsi minyak goreng perkapita pertahun dalam rumah tangga di Indonesia, tahun dan prediksi Perbandingan Ketersediaan Konsumsi (NBM) dengan Konsumsi Perkapita (Susenas) komoditas Minyak Goreng Kelapa. Dari Tabel 6.5 terlihat perbandingan antara ketersediaan konsumsi minyak goreng kelapa (NBM) dengan konsumsi minyak goreng kelapa rumah tangga (Susenas) mengalami surplus, kecuali pada tahun 2009 mengalami defisit ketersediaan per kapita sebesar 0,10 liter/kap/tahun. Artinya setelah tahun 2009 bahwa ketersediaan cukup aman untuk memenuhi kebutuhan konsumsi minyak goreng masyarakat Indonesia. Surplus tertinggi terjadi pada tahun 2011 hingga mencapai 3,26 liter/kapita/ tahun, sementara prediksi ketersediaan pada tahun akan berkisar antara 2,65 liter/kapita/tahun dan 3,28 liter/kapita/tahun. Besar kemungkinan nilai surplus minyak goreng diasumsikan untuk kebutuhan di luar rumah tangga dan juga karena produksi dikonversi seluruhnya ke bentuk kopra, sementara perkembangan di lapang hanya sedikit yang diolah menjadi kopra. Tabel 6.5. Perbandingan konsumsi perkapita rumah tangga (SUSENAS) dengan ketersediaan (NBM) komoditas minyak goreng, Uraian Tahun (Liter/kapita/tahun) *) 2014*) Konsumsi Rumah Tangga, Susenas 1,56 2,03 1,88 1,30 0,98 0,76 Ketersediaan, NBM 1,46 5,09 5,14 4,41 3,63 4,04 Selisih -0,10 3,06 3,26 3,11 2,65 3,28 Sumber : Susenas (BPS) dan NBM (BKP) Keterangan: *) Angka Prediksi Pusdatin Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 39

42 6.6. Penyediaan Kelapa Berkulit termasuk Kopra di Beberapa Negara di Dunia Menurut data FAO, penyediaan kelapa berkulit termasuk kopra perkapita tersebar di beberapa negara di dunia. Berdasarka rata-rata data selama lima tahun ( ), tercatat bahwa India merupakan negara dengan penyediaan kelapa berkulit termasuk kopra perkapita terbesar di dunia mencapai 6,31 juta ton/tahun dan memiliki kontribusi penyediaan sebesar 29,81%. Penyediaan terbesar kedua dan ketiga adalah Indonesia dan Brazil dengan kontribusi penyediaan masing-masing sebesar 25,76% dan 12,83%. Untuk kawasan Asia Tengara selain Indonesia adalah negaranegara Thailand, Pilipina dan Malaysia masing-masing menduduki urutan ke 5, 8 dan 10 dengan kontribusi masing-masing 5,39%, 1,59% dan 1,04% (Tabel 6.6). Tabel 6.6. Negara dengan penyediaan kelapa berkulit termasuk kopra terbesar di dunia, Share No Negara Tahun (Ton) Rata-rata Share Kumulatif (%) (%) 1 India ,81 29,81 2 Indonesia ,76 55,57 3 Brazil ,83 68,40 4 Sri Lanka ,29 74,69 5 Thailand ,39 80,08 6 Cina ,12 82,21 7 Myanmar ,10 84,31 8 Pilipina ,59 85,90 9 Tanzania ,33 87,23 10 Malaysia ,04 88,27 Negara Lainnya ,77 100,00 Dunia ,00 Sumber : diolah pusdatin 40 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

43 29,81 12,77 1,04 25,76 1,33 1,59 2,10 2,12 5,39 6,29 12,83 India Indonesia Brazil Sri Lanka Thailand Cina Myanmar Pilipina Tanzania Malaysia Negara Lainnya Gambar 6.4. Negara dengan penyediaan kelapa termasuk kopra terbesar di dunia, rata-rata Ketersediaan Kelapa Berkulit termasuk Kopra di Beberapa Negara di Dunia Rata-rata konsumsi perkapita kelapa berkulit termasuk kopra (FAO, ), tercatat bahwa Samoa merupakan negara dengan ketersediaan kelapa berkulit termasuk kopra perkapita terbesar di dunia yakni mencapai 173 kg/kapita/tahun dengan kontribusi sebesar 14,07%. Dua negara terbesar berikutnya adalah Vanuatu dan Sao Tome dan Principe masing-masing adalah 10,96 kg/kapita/tahun dan 10,42 kg/kapita/tahun. Negara-negara berikutnya adalah Kiribati, dan Kepulauan Solomon dengan rata-rata selama periode yang sama adalah 114 kg/kap/tahun dengan kontribusi 9,30%, dan 76 kg/kap/tahun dengan kontribusi sebesar 6,17%. Sementara Indonesia menduduki urutan ke-12 sebagai negara dengan ketersediaan kepala butiran termasuk kopra perkapita terbesar di dunia dengan rata-rata selama tahun sebesar 23 kg/kapita/ tahun dan memiliki kontribusi sebesar 1,91%. Perkembangan ketersediaan kelapa butiran termasuk kopra perkapita di negara-negara di dunia selama tahun secara lengkap disajikan pada Tabel 6.7, sedangkan kontribusinya dapat dilihat pada Gambar 6.5. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 41

44 Tabel 6.7. Ketersediaan kelapa berkulit termasuk kopra per kapita di beberapa negara di dunia, No. Negara Tahun (Kg/Kap/Thn) Share Share Kumulatif Rata-rata (%) (%) 1 Samoa ,07 14,07 2 Vanuatu ,96 25,03 3 Sao Tome dan Principe ,42 35,45 4 Kiribati ,30 44,75 5 Kepulauan Solomon ,17 50,92 6 Sri Lanka ,35 56,27 7 Fiji ,79 61,05 8 Comoros ,92 64,98 9 Polinesia Prancis ,89 67,87 10 Guyana ,39 70,26 : 0,00 70,26 12 Indonesia ,91 72,16 Negara lainnya ,84 100,00 Dunia ,00 Sumber : diolah Pusdatin 1,91 27,84 14,07 2,39 2,89 3,92 10,96 4,79 5,35 6,17 10,42 Gambar 6.5. Perkembangan ketersediaan kelapa berkulit termasuk kopra per kapita di beberapa negara di dunia, rata-rata tahun ,30 Samoa Vanuatu Sao Tome dan Principe Kiribati Kepulauan Solomon Sri Lanka Fiji Comoros Polinesia Prancis Guyana Indonesia Negara lainnya 42 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

45 BAB VII. DAGING AYAM D aging adalah salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia dan merupakan salah satu bahan pangan yang sangat penting dalam mencukupi kebutuhan gizi masyarakat. Dalam tulisan ini akan membahas ketersediaan dan konsumsi daging ayam ras pedaging dan ayam bukan ras atau ayam kampung baik di Indonesia dan Dunia. Daging Ayam adalah bahan makanan hewani unggas-unggasan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Daging ayam memiliki kandungan gizi yang cukup baik, terutama dari kandungan protein, niasin, vitamin B6 dan B12, Zn, dan potasium. Manfaat daging ayam antara lain dapat membangun otot karena pada daging ayam tanpa lemak terkandung protein yang lebih banyak, manfaat kedua daging ayam memiliki kandungan seng yang dapat mempertahankan nafsu makan secara sehat, kemudian kandungan fosfor dan kalsium pada daging ayam dapat menguatkan tulang, ayam juga kaya dengan mineral yang membantu meningkatkan system kekebalan tubuh, jantung juga lebih sehat dengan makan daging ayam dan masih banyak lagi manfaat yang didapat jika kita mengkonsumsi daging ayam. Produksi total daging ayam di Indonesia yang bersumber dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan tahun 2012 sebesar 1,67 juta ton, dengan produksi sebesar 1,4 juta ton daging ayam ras dan 267 ribu daging ayam bukan ras/kampung Perkembangan dan Prediksi Konsumsi Daging Ayam dalam Rumah Tangga di Indonesia Konsumsi perkapita daging ayam menurut SUSENAS, dirinci menjadi daging ayam ras pedaging dan ayam bukan ras. Perkembangan konsumsi daging ayam ras di tingkat rumah tangga di Indonesia selama tahun pada umumnya mengalami fluktuasi namun cenderung meningkat dengan peningkatan 4,29% per tahun, sedangkan untuk konsumsi daging ayam buras pada periode tersebut mengalami penurunan rata-rata 1,57% per tahun. Peningkatan terbesar untuk daging ayam ras dan buras terjadi di tahun 2007 dimana konsumsi dalam rumah tangga naik masing-masing sebesar 37,5% dan 30% dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan konsumsi daging ayam ras rumah tangga terjadi di tahun 2004, 2006, 2008, 2009 dan 2012 dengan penurunan konsumsi terbesar terjadi pada tahun 2006 yaitu 17,24%. Prediksi yang Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 43

46 dilakukan untuk tahun 2013 dan 2014 memperlihatkan bahwa konsumsi daging ayam ras perkapita mengalami peningkatan, untuk tahun 2013 naik cukup tinggi yaitu 15,38% dibandingkan tahun Konsumsi daging ayam ras tahun 2013 dan 2014 diprediksi masing-masing sebesar 4,031 kg/kapita/tahun dan 4,242 kg/kapita/tahun. Rata-rata konsumsi daging ayam buras periode sebesar 0,664 kg/kap/tahun. Penurunan konsumsi daging ayam buras rumah tangga terjadi di tahun 2005, 2006, 2008, 2009 dan 2012 dengan penurunan konsumsi terbesar terjadi pada tahun 2006 yaitu 33,33%. Prediksi yang dilakukan untuk tahun 2013 dan 2014 memperlihatkan bahwa konsumsi daging ayam buras perkapita mengalami peningkatan, untuk tahun 2013 naik 12,44% dibandingkan tahun 2012 dan kembali diperkirakan meningkat sedikit pada tahun 2014 sebesar 0,94%. Konsumsi daging ayam buras tahun 2013 dan 2014 diprediksi masing-masing sebesar 0,586 kg/kapita/tahun dan 0,592 kg/kapita/ tahun. Tahun Tabel 7.1. Perkembangan konsumsi daging ayam dalam rumah tangga di Indonesia, serta prediksi Konsumsi Daging Ayam Ras (kg/kapita/ minggu) (kg/kapita/ tahun) Pertumb. (%) Sumber : SUSENAS, BPS diolah Pusdatin Keterangan : *) Angka Prediksi Pusdatin, Kementan Konsumsi Daging Ayam Buras (kg/kapita/ minggu) (kg/kapita/ tahun) Pertumb. (%) ,049 2,555 0,014 0, ,059 3,076 20,41 0,016 0,834 14, ,053 2,764-10,17 0,017 0,886 6, ,058 3,024 9,43 0,015 0,782-11, ,048 2,503-17,24 0,010 0,521-33, ,066 3,441 37,50 0,013 0,678 30, ,062 3,233-6,06 0,011 0,574-15, ,059 3,076-4,84 0,010 0,521-9, ,068 3,546 15,25 0,012 0,626 20, ,070 3,650 2,94 0,012 0,626 0, ,067 3,494-4,29 0,010 0,521-16,67 rata-rata 0,060 3,124 4,29 0,013 0,664-1, *) 0,077 4,031 15,38 0,011 0,586 12, *) 0,081 4,242 5,25 0,011 0,592 0,94 44 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

47 kg/kapita/tahun Buletin Konsumsi Pangan Daging Ayam Ras Daging Ayam Buras/kampung Gambar 7.1. Perkembangan konsumsi daging ayam ras dan buras dalam rumah tangga di Indonesia, dan prediksi tahun Perkembangan serta Prediksi Penyediaan, Penggunaan dan Ketersediaan Daging Ayam Ras di Indonesia Penyediaan daging ayam ras siap konsumsi merupakan perkalian dari produksi daging ayam ras dengan besarnya konversi daging ayam sebesar 58% kemudian ditambah impor. Pada periode tersebut, rata-rata lebih dari 99% total penyediaan daging ayam ras berasal dari produksi dan sisanya merupakan impor. Produksi daging ayam ras tahun 2009 yaitu sebesar 610 ribu ton dan terus mengalami peningkatan hingga tahun 2012 menjadi 812 ribu ton. Peningkatan produksi daging ayam ras ini menyebabkan penyediaan daging ayam ras juga meningkat. Pada tahun-tahun berikutnya, yakni tahun 2013 dan 2014, penyediaan daging ayam ras diprediksi akan terus mengalami peningkatan masing-masing menjadi sebesar 858 ribu ton dan 896 ribu ton. Untuk impor daging ayam ras dari tahun relatif kecil di bawah 1 ribu ton. Sementara untuk ekspor daging ayam ras tidak ada. Penggunaan daging ayam ras di Indonesia terutama adalah digunakan sebagai bahan makanan atau langsung dikonsumsi sebagai bahan makanan dengan persentase 95% dari total penyediaan dalam negeri, sementara sisanya adalah merupakan jumlah yang tercecer, tidak ada penggunaan untuk komponen lain, seperti untuk pakan, maupun sebagai bahan baku untuk diolah lebih lanjut menjadi produk lain baik produk makanan maupun non makanan. Jumlah penggunaan daging ayam ras Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 45

48 yang tercecer sebesar 5% dari total penyediaan dalam negeri. Dari perhitungan tersebut, maka daging ayam ras yang tercecer pada tahun 2009 hingga tahun 2012 mengalami peningkatan dari 31 ribu ton pada tahun 2009 hingga 41 ribu ton pada tahun 2012 seiring dengan pola peningkatan produksinya. Pada tahun 2013 daging ayam ras yang tercecer diprediksikan akan mengalami peningkatan sebesar 2 ribu ton dibandingkan tahun 2012 dan meningkat kembali tahun 2014 menjadi 45 ribu ton. Daging ayam ras yang digunakan untuk bahan makanan mencapai 582 ribu ton pada tahun 2009 dan terus mengalami peningkatan hingga menjadi 772 ribu ton pada tahun Prediksi tahun 2013 hingga tahun 2014 memperlihatkan adanya peningkatan kembali dalam penggunaan daging ayam ras sebagai bahan makanan masing-masing sebesar 815 ribu ton dan 851 ribu ton. Secara rinci penyediaan dan penggunaan daging ayam ras tahun dapat dilihat pada Tabel 7.2. Tabel 7.2. Penyediaan, penggunaan dan ketersediaan daging ayam ras tahun serta prediksi tahun No. Uraian Tahun *) 2014*) A. Penyediaan (000 ton) Produksi - Masukan Keluaran Impor Ekspor Perubahan Stok B. Penggunaan (000 ton) Pakan Bibit Diolah untuk : - makanan bukan makanan Tercecer C. Ketersediaan 1. Bahan Makanan (000 ton) Ketersediaan per kapita/tahun (Kg) 2,52 2,64 3,06 3,15 3,28 3,37 Sumber : NBM, Kementerian Pertanian diolah Pusdatin Keterangan : *) Angka Prediksi Pusdatin 46 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

49 Ketersediaan per kapita adalah jumlah suatu produk atau komoditas yang digunakan sebagai bahan makanan dibagi dengan jumlah penduduk. Perkembangan ketersediaan daging ayam ras per kapita pada tahun 2009 hingga 2012 mengalami rata-rata peningkatan sebesar 7,9 % per tahun. Pada tahun 2009 ketersediaan daging ayam ras per kapita sebesar 2,52 kg/kapita/tahun dan terus meningkat hingga tahun 2012 menjadi sebesar 3,15 kg/kapita/tahun. Pada tahun 2013 dan 2014 ketersediaan daging ayam ras per kapita diprediksikan akan kembali meningkat masing-masing menjadi sebesar 3,28 kg/kapita/tahun dan 3,37 kg/kapita/tahun (Gambar 7.2). (kg/kapita/thn) 3,50 3,06 3,15 3,28 3,37 3,00 2,50 2,52 2,64 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 Gambar 7.2. Perkembangan ketersediaan daging ayam ras per kapita pertahun di Indonesia, tahun Perkembangan serta Prediksi Penyediaan, Penggunaan dan Ketersediaan Daging Ayam Buras/Kampung di Indonesia Penyediaan ayam buras/kampung keseluruhannya berasal dari produksi. Produksi daging ayam buras tahun 2009 yaitu sebesar 130,62 ribu ton dan mengalami peningkatan hingga tahun 2012 menjadi 155,15 ribu ton. Peningkatan produksi daging ayam buras ini menyebabkan penyediaan daging ayam buras juga meningkat. Prediksii tahun 2013 dan 2014, penyediaan daging ayam buras akan terus mengalami peningkatan masing-masing menjadi 166,71 ribu ton dan 168,11 ribu ton. Komponen penggunaan daging ayam buras di Indonesia terutama adalah digunakan untuk tercecer dan bahan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 47

50 makanan. Menurut metode perhitungan NBM, jumlah penggunaan daging ayam buras yang tercecer sebesar 5% dari total penyediaan dalam negeri. Pada periode tahun , daging ayam buras yang tercecer rata-rata 7 ribu ton. Kemudian diprediksikan pada tahun daging ayam buras yang tercecer akan mengalami peningkatan sebesar 1 ribu ton menjadi 8 ribu ton. Daging ayam buras juga digunakan untuk bahan makanan yang mencapai proporsi 95% dari total penggunaan daging ayam buras nasional. Pada tahun 2009 penggunaan daging ayam buras untuk bahan makanan hanya 124 ribu ton dan terus mengalami peningkatan hingga menjadi 147 ribu ton pada tahun Prediksi tahun 2013 hingga tahun 2014 memperlihatkan adanya peningkatan kembali dalam penggunaan daging ayam buras sebagai bahan makanan, masingmasing sebesar 158 ribu ton dan 160 ribu ton. Tabel 7.3. Penyediaan, penggunaan dan ketersediaan daging ayam buras tahun serta prediksi tahun No. Uraian Tahun *) 2014*) A. Penyediaan (000 ton) Produksi - Masukan Keluaran Impor Ekspor Perubahan Stok B. Penggunaan (000 ton) Pakan Bibit Diolah untuk : - makanan bukan makanan Tercecer C. Ketersediaan 1. Bahan Makanan (000 ton) ketersediaan per kapita/tahun (kg) 0,54 0,56 0,54 0,60 0,64 0,63 Sumber : Neraca Bahan Makanan, Kementan Keterangan : *) Angka Prediksi Pusdatin Perkembangan ketersediaan daging ayam buras per kapita pada tahun 2009 hingga 2012 berfluktuatif. Pada tahun 2009 ketersediaan daging ayam buras per kapita sebesar 0,54 kg/kapita/tahun dan meningkat menjadi 0,60 kg/kapita/tahun pada tahun Pada tahun 2013 ketersediaan daging ayam buras per kapita diprediksikan meningkat menjadi 0,64 kg/kapita/tahun tetapi pada tahun 2014 diprediksikan menurun menjadi 0,63 kg/kapita/tahun (Gambar 7.3). 48 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

51 (kg/kapita/thn) 0,80 0,70 0,60 0,54 0,56 0,54 0,60 0,64 0,63 0,50 0,40 0,30 0,20 0,10 0,00 Gambar 7.3. Perkembangan ketersediaan daging ayam buras/kampung per kapita pertahun di Indonesia, tahun Perbandingan Konsumsi dan Ketersediaan Per Kapita Komoditas Daging Ayam Pada periode , konsumsi per kapita daging ayam ras berdasarkan hasil susenas, BPS menunjukkan angka yang lebih besar jika dibandingkan angka ketersediaan (NBM). Begiti pula prediksi tahun 2013 dan 2014 data konsumsi lebih tinggi dari ketersediannya. Perbandingan angka antara riil konsumsi daging ayam ras (Susenas) dengan penyediaan konsumsi (NBM) dapat dilihat untuk periode , yang berkisar antara -0,34 kg/kapita/tahun (2012) hingga -0,91 kg/kapita/tahun (2010). Sementara untuk konsumsi per kapita daging ayam buras/kampung, dapat dilihat bahwa hanya pada tahun 2010 dan 2011 konsumsi rumah tangga (SUSENAS) lebih tinggi dari ketersediaannya. Pada tahun 2009, 2012 hingga 2014 ketersediaan daging ayam buras sudah lebih tinggi dari konsumsi rumah tangga. Hal ini diduga dalam Susenas konsumsi daging ayam rumah tangga bukan termasuk daging murni melainkan karkas, tetapi dalam NBM dilakukan konversi dari daging karkas ke daging murni yaitu ayam ras dan buras masing-masing sebesar 58,00%. Perbandingan konsumsi per kapita rumah tangga (SUSENAS) dengan ketersediaan (NBM) baik komoditas daging ayam ras atau daging ayam buras dapat di lihat pada Tabel 7.4. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 49

52 Tabel 7.4. Perbandingan konsumsi daging ayam ras dan ayam buras perkapita rumah tangga (SUSENAS) dengan ketersediaan (NBM), Tahun (kg/kapita/tahun) Variabel * 2014* Daging Ayam Ras Konsumsi Rumah Tangga, Susenas 3,08 3,55 3,65 3,49 4,03 4,24 Ketersediaan, NBM 2,52 2,64 3,01 3,15 3,28 3,37 Selisih -0,56-0,91-0,64-0,34-0,75-0,87 Daging Ayam Buras Konsumsi Rumah Tangga, Susenas 0,52 0,63 0,63 0,52 0,59 0,59 Ketersediaan, NBM 0,54 0,56 0,54 0,60 0,64 0,63 Selisih 0,02-0,07-0,08 0,08 0,05 0,04 Sumber: Susenas, BPS dan NBM Kementan diolah Pusdatin Keterangan: *) Angka Prediksi Pusdatin 7.5. Penyediaan Daging Unggas di beberapa negara di Dunia Pada data FAO, konsumsi rata-rata total penyediaan daging unggas dunia periode tahun mencapai 84,95 juta ton. Pada periode ini total penyediaan daging unggas dunia cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Cina merupakan negara terbesar dalam penyediaan daging unggas pada periode tersebut. Lima negara dengan total penyediaan daging unggas terbesar di dunia secara rinci dapat dilihat pada tabel 6.5. Lima negara tersebut adalah Cina, Amerika Serikat, Brazil, Meksiko dan Rusia. Rata-rata total penyediaan daging unggas di Cina pada periode tahun mencapai 15,89 juta ton per tahun atau 18,71% dari total penyedian daging unggas dunia. Amerika menempati urutan ke-2 dengan rata-rata total penyediaan sebesar 15,71 juta ton dengan kontribusi terhadap total penyediaan dunia sebesar 18,49%. Tiga negara lainnya memiliki kontribusi terhadap total penyediaan dunia dibawah 8% saja. Pada periode , penyediaan daging unggas di indonesia hanya 1,32 juta ton menempati urutan kesebelas dengan kontribusi terhadap total penyediaan dunia sebesar 1,56%. Persentase kontribusi total penyediaan daging unggas ke-5 negara terbesar di dunia dan Indonesia dapat dilihat pada Tabel 7.5 dan Gambar Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

53 Tabel 7.5. Negara dengan penyediaan daging unggas terbesar di dunia, No Cina ,71 18,71 2 Amerika serikat ,49 37,20 3 Brazil ,18 44,38 4 Meksiko ,74 48,12 5 Rusia ,53 51,65 Negara Tahun (Ton) Sumber : diolah pusdatin Rata2 11 Indonesia ,56 53,21 Negara lain ,79 100,00 Total Dunia Share (%) Kumulatif (%) 18,71% 1,56% 18,49% 3,53% 3,74% 7,18% Cina Amerika serikat Brazil Meksiko Rusia Indonesia Gambar 7.5. Negara dengan penyediaan daging unggas terbesar di dunia, rata-rata Ketersediaan Daging Unggas Per Kapita per Tahun di Dunia Menurut data FAO, pada periode tahun lima negara dengan peringkat ketersediaan per kapita terbesar dunia untuk komoditas daging unggas adalah Kuwait, Israel, Saint Vincent and the Grenadines, Netherlands Antilles dan Saint Lucia. Rata-rata ketersediaan per kapita dunia sebesar 13,04 kg/kapita/tahun sedangkan kelima negara terbesar tersebut jauh lebih tinggi di atas rata-rata dunia. Perkembangan ketersediaan daging unggas Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 51

KATA PENGANTAR. Buletin Konsumsi Pangan. (United States Departement of Agriculture).

KATA PENGANTAR. Buletin Konsumsi Pangan. (United States Departement of Agriculture). KATA PENGANTAR Dalam rangka meningkatkan pelayanan data dan informasi pertanian, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian pada tahun 2014 menerbitkan Buletin Konsumsi Pangan yang terbit setiap triwulan.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Buletin Konsumsi Pangan. States Departement of Agriculture).

KATA PENGANTAR. Buletin Konsumsi Pangan. States Departement of Agriculture). KATA PENGANTAR Dalam rangka meningkatkan pelayanan data dan informasi pertanian, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian pada tahun 2014 menerbitkan Buletin Konsumsi Pangan yang terbit setiap triwulan.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Buletin Konsumsi Pangan. (United States Departement of Agriculture).

KATA PENGANTAR. Buletin Konsumsi Pangan. (United States Departement of Agriculture). KATA PENGANTAR Dalam rangka meningkatkan pelayanan data dan informasi pertanian, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian pada tahun 2014 menerbitkan Buletin Konsumsi Pangan yang terbit setiap triwulan.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Buletin Konsumsi Pangan. Organization).

KATA PENGANTAR. Buletin Konsumsi Pangan. Organization). KATA PENGANTAR Dalam rangka meningkatkan pelayanan data dan informasi pertanian, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian pada tahun 2013 menerbitkan Buletin Konsumsi Pangan yang terbit setiap triwulan.

Lebih terperinci

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 1 Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2010 2014 Komoditas Produksi Pertahun Pertumbuhan Pertahun

Lebih terperinci

Statistik Konsumsi Pangan 2012 KATA PENGANTAR

Statistik Konsumsi Pangan 2012 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Dalam rangka meningkatkan ketersediaan dan pelayanan data dan informasi pertanian, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian menerbitkan Buku Statistik Konsumsi Pangan 2012. Buku ini berisi

Lebih terperinci

Pola Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia 2013

Pola Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia 2013 Katalog BPS: 3201023 ht tp :/ /w w w.b p s. go.i d Pola Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia 2013 BADAN PUSAT STATISTIK Katalog BPS: 3201023 ht tp :/ /w w w.b p s. go.i d Pola Pengeluaran dan Konsumsi

Lebih terperinci

POLA PANGAN HARAPAN (PPH)

POLA PANGAN HARAPAN (PPH) PANDUAN PENGHITUNGAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) Skor PPH Nasional Tahun 2009-2014 75,7 85,7 85,6 83,5 81,4 83,4 Kacangkacangan Buah/Biji Berminyak 5,0 3,0 10,0 Minyak dan Lemak Gula 5,0 Sayur & buah Lain-lain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanian merupakan kegiatan pengelolaan sumber daya untuk menghasilakan bahan pangan, bahan baku untuk industri, obat ataupun menghasilkan sumber energi. Secara sempit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Strategi pembangunan pertanian yang berwawasan agribisnis dan agroindustri pada dasarnya menunjukkan arah bahwa pengembangan agribisnis merupakan suatu upaya

Lebih terperinci

SITUASI PANGAN DAN GIZI WILAYAH (Kasus di Kabupaten Tuban) PENDAHULUAN

SITUASI PANGAN DAN GIZI WILAYAH (Kasus di Kabupaten Tuban) PENDAHULUAN SITUASI PANGAN DAN GIZI WILAYAH (Kasus di Kabupaten Tuban) P R O S I D I N G 58 Fahriyah 1*, Rosihan Asmara 1 1 Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya *E-mail ria_bgl@yahoo.com

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Secara umum pangan diartikan sebagai segala sesuatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan komoditas penting dan strategis bagi bangsa Indonesia karena pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia dimana dalam pemenuhannya menjadi tanggung

Lebih terperinci

KETERANGAN TW I

KETERANGAN TW I 1 2 2 KETERANGAN 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 - TW I Distribusi/Share Terhadap PDB (%) 3.69 3.46 3.55 3.48 3.25 3.41 4.03 Distribusi/Share Terhadap Kategori Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume V Nomor 4 Tahun 2013 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume V Nomor 3 Tahun 2013 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL, KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas ini mendapatkan

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume VII Nomor 1 Tahun 2015 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL - KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

22/02/2017. Outline SURVEI KONSUMSI PANGAN. Manfaat survei konsumsi pangan. Metode Survei Konsumsi Pangan. Tujuan Survei Konsumsi Pangan

22/02/2017. Outline SURVEI KONSUMSI PANGAN. Manfaat survei konsumsi pangan. Metode Survei Konsumsi Pangan. Tujuan Survei Konsumsi Pangan Outline SURVEI KONSUMSI PANGAN Pengantar Survei Konsumsi Pangan Tujuan Survei Konsumsi Pangan Metode berdasarkan Jenis Data yang diperoleh Metode berdasarkan Sasaran Pengamatan Neraca Bahan Makanan Pola

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume VI Nomor 3 Tahun 2014 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL - KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 1 I. Aspek Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2009 2013 Komoditas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. No Data Sumber Instansi 1 Konsumsi pangan menurut kelompok dan jenis pangan

METODE PENELITIAN. No Data Sumber Instansi 1 Konsumsi pangan menurut kelompok dan jenis pangan 17 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain prospective study berdasarkan data hasil survei sosial ekonomi nasional (Susenas) Provinsi Riau tahun 2008-2010. Pemilihan

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume V Nomor 2 Tahun 2013 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

Lebih terperinci

KETERSEDIAAN ENERGI, PROTEIN DAN LEMAK DI KABUPATEN TUBAN : PENDEKATAN NERACA BAHAN MAKANAN PENDAHULUAN

KETERSEDIAAN ENERGI, PROTEIN DAN LEMAK DI KABUPATEN TUBAN : PENDEKATAN NERACA BAHAN MAKANAN PENDAHULUAN P R O S I D I N G 69 KETERSEDIAAN ENERGI, PROTEIN DAN LEMAK DI KABUPATEN TUBAN : PENDEKATAN NERACA BAHAN MAKANAN Condro Puspo Nugroho 1*, Fahriyah 1, Rosihan Asmara 2 1 Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian,

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume VI Nomor 4 Tahun 2014 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL - KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume VI Nomor 2 Tahun 2014 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL - KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Amang (1993), Pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar bagi perekonomian

Lebih terperinci

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Kebijakan 1 Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Ada dua pendapat mengenai faktor penyebab kenaikan harga beras akhirakhir ini yaitu : (1) stok beras berkurang;

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume VI Nomor 1 Tahun 2014 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL - KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITI PISANG

OUTLOOK KOMODITI PISANG ISSN 1907-1507 OUTLOOK KOMODITI PISANG 2014 OUTLOOK KOMODITI PISANG Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2014 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Lebih terperinci

NERACA BAHAN MAKANAN BAB I PENDAHULUAN

NERACA BAHAN MAKANAN BAB I PENDAHULUAN NERACA BAHAN MAKANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Neraca Bahan Makanan (NBM) merupakan salah satu alat informasi untuk memahami situasi penyediaan pangan di suatu daerah. Gambaran situasi pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kedelai merupakan komoditas strategis yang unik tetapi kontradiktif dalam sistem usaha tani di Indonesia. Luas pertanaman kedelai kurang dari lima persen dari seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laut ini, salah satunya ialah digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan.

BAB I PENDAHULUAN. laut ini, salah satunya ialah digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan laut di Indonesia mengandung sumberdaya kelautan dan perikanan yang siap diolah dan dimanfaatkan semaksimal mungkin, sehingga sejumlah besar rakyat Indonesia

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITI TOMAT

OUTLOOK KOMODITI TOMAT ISSN 1907-1507 OUTLOOK KOMODITI TOMAT 2014 OUTLOOK KOMODITI TOMAT Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2014 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2014

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2. 1 Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsumsi Pangan Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial budaya dipengaruhi banyak hal yang saling kait mengait, di samping untuk memenuhi

Lebih terperinci

PROSPEK TANAMAN PANGAN

PROSPEK TANAMAN PANGAN PROSPEK TANAMAN PANGAN Krisis Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Semakin kompleksnya kebutuhan suatu negara, hampir tidak satupun negara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Semakin kompleksnya kebutuhan suatu negara, hampir tidak satupun negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin kompleksnya kebutuhan suatu negara, hampir tidak satupun negara mampu memenuhi sendiri kebutuhannya. Sehingga hal yang lazim disaksikan adalah adanya kerjasama

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. [3 Desember 2009] 1 Konsumsi Tempe dan Tahu akan Membuat Massa Lebih Sehat dan Kuat.

I PENDAHULUAN. [3 Desember 2009] 1 Konsumsi Tempe dan Tahu akan Membuat Massa Lebih Sehat dan Kuat. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu komoditas pangan strategis di Indonesia. Arti strategis tersebut salah satunya terlihat dari banyaknya kedelai yang diolah menjadi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengertian pangan menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2004 adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah maupun yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Snack telah menjadi salah satu makanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat. Hampir seluruh masyarakat di dunia mengonsumsi snack karena kepraktisan dan kebutuhan

Lebih terperinci

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya Secara garis besar, bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan pangan asal tumbuhan (nabati) dan bahan pangan asal hewan (hewani).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mie adalah makanan alternatif pengganti beras yang banyak. dikonsumsi masyarakat. Mie menjadi populer dikalangan masyarakat karena

BAB I PENDAHULUAN. Mie adalah makanan alternatif pengganti beras yang banyak. dikonsumsi masyarakat. Mie menjadi populer dikalangan masyarakat karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie adalah makanan alternatif pengganti beras yang banyak dikonsumsi masyarakat. Mie menjadi populer dikalangan masyarakat karena harganya murah dan cara pengolahan

Lebih terperinci

Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan. Ubi Kayu

Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan. Ubi Kayu Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan Ubi Kayu PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN UBI KAYU ISSN : 1907 1507 Ukuran Buku

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai agroekologi dataran rendah sampai dataran tinggi yang hampir semua dapat menghasilkan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai agroekologi dataran rendah sampai dataran tinggi yang hampir semua dapat menghasilkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai agroekologi dataran rendah sampai dataran tinggi yang hampir semua dapat menghasilkan buah-buahan. Indonesia menghasilkan banyak jenis buah-buahan.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kemiskinan. Padahal potensi umbi-umbian cukup tinggi untuk digunakan sebagai

PENDAHULUAN. kemiskinan. Padahal potensi umbi-umbian cukup tinggi untuk digunakan sebagai PENDAHULUAN Latar Belakang Umbi-umbian di Indonesia masih kurang mendapat perhatian, karena komoditi ini dianggap sebagai makanan kelas rendahan yang dihubungkan dengan kemiskinan. Padahal potensi umbi-umbian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produk hortikultura memiliki peranan penting bagi pembangunan pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Produk hortikultura memiliki peranan penting bagi pembangunan pertanian yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produk hortikultura memiliki peranan penting bagi pembangunan pertanian yang meliputi buah-buahan dan sayuran. Buah-buahan berfungsi penting dalam proses metabolisme tubuh

Lebih terperinci

METODE. Keadaan umum 2010 wilayah. BPS, Jakarta Konsumsi pangan 2 menurut kelompok dan jenis pangan

METODE. Keadaan umum 2010 wilayah. BPS, Jakarta Konsumsi pangan 2 menurut kelompok dan jenis pangan METODE Desain, Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan prospective study dengan menggunakan data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Provinsi Papua tahun 2008 sampai tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pangan nasional. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein. dan pakan ternak serta untuk diambil minyaknya.

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pangan nasional. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein. dan pakan ternak serta untuk diambil minyaknya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia, karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas

Lebih terperinci

ISSN OUTLOOK LADA 2015 OUTLOOK LADA

ISSN OUTLOOK LADA 2015 OUTLOOK LADA ISSN 1907-1507 OUTLOOK LADA 2015 OUTLOOK LADA Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2015 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2015 OUTLOOK LADA ii

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Juni 2013 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Ir. M. Tassim Billah, MSc.

KATA PENGANTAR. Jakarta, Juni 2013 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Ir. M. Tassim Billah, MSc. JUNI 2013 KATA PENGANTAR Dalam rangka menyediakan data indikator makro sektor pertanian serta hasil analisisnya, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian pada tahun 2013 kembali menerbitkan. Indikator

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan dasar paling utama bagi manusia adalah kebutuhan pangan. Pangan diartikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, September 2013 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Ir. M. Tassim Billah, MSc.

KATA PENGANTAR. Jakarta, September 2013 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Ir. M. Tassim Billah, MSc. SEPTEMBER 2013 KATA PENGANTAR Dalam rangka menyediakan data indikator makro sektor pertanian serta hasil analisisnya, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian pada tahun 2013 kembali menerbitkan Buletin

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN PERKEBUNAN

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN PERKEBUNAN Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN PERKEBUNAN Pusat Data Dan Informasi Pertanian Departemen Pertanian 2007 Pusat Data dan Informasi Pertanian i » Outlook Komoditas Perkebunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun yang sudah modern. Perkembangan jumlah UMKM periode

BAB I PENDAHULUAN. maupun yang sudah modern. Perkembangan jumlah UMKM periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi Indonesia digerakkan oleh semua komponen usaha, mulai dari usaha besar, usaha kecil dan menengah, maupun koperasi. Salah satu faktor yang mempercepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber : Badan Pusat Statistik

BAB I PENDAHULUAN. Sumber : Badan Pusat Statistik BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang dilintasi garis khatulistiwa dan berada diantara benua Asia dan Australia serta Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Indonesia

Lebih terperinci

ISSN OUTLOOK NENAS 2015 OUTLOOK NENAS

ISSN OUTLOOK NENAS 2015 OUTLOOK NENAS ISSN 1907-1507 OUTLOOK NENAS 2015 OUTLOOK NENAS Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2015 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2015 OUTLOOK NENAS

Lebih terperinci

KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN YANG DIANJURKAN

KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN YANG DIANJURKAN KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN YANG DIANJURKAN A. KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI YANG DIANJURKAN Tabel 1. Komposisi Konsumsi Pangan Berdasarkan Pola Pangan Harapan Pola Pangan Harapan Nasional % AKG

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Menurut Saliem dkk dalam Ariani dan Tribastuti (2002), pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan ketahanan pangan merupakan prioritas utama dalam pembangunan karena pangan merupakan kebutuhan yang paling hakiki dan mendasar bagi sumberdaya manusia suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia Tenggara, jumlah penduduknya kurang lebih 220 juta jiwa, dengan laju pertumbuhan rata-rata 1,5% per

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Oktober 2013 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Ir. M. Tassim Billah, MSc.

KATA PENGANTAR. Jakarta, Oktober 2013 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Ir. M. Tassim Billah, MSc. OKTOBER 2013 KATA PENGANTAR Dalam rangka menyediakan data indikator makro sektor pertanian serta hasil analisisnya, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian pada tahun 2013 kembali menerbitkan Buletin

Lebih terperinci

ANALISIS NERACA BAHAN MAKANAN (NBM) DAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) KABUPATEN SIDOARJO

ANALISIS NERACA BAHAN MAKANAN (NBM) DAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) KABUPATEN SIDOARJO AGRISE Volume XV No. 1 Bulan Januari 2015 ISSN: 1412-1425 ANALISIS NERACA BAHAN MAKANAN (NBM) DAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) KABUPATEN SIDOARJO (ANALYSIS OF FOOD BALANCE SHEET (FBS) AND DESIRABLE DIETARY

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Sumber dan Jenis Data

METODE PENELITIAN Desain, Sumber dan Jenis Data 20 METODE PENELITIAN Desain, Sumber dan Jenis Data Penelitian ini menggunakan data Susenas Modul Konsumsi tahun 2005 yang dikumpulkan dengan desain cross sectional. Data Susenas Modul Konsumsi terdiri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang kaya dengan ketersediaan pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu padi-padian, umbi-umbian,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional selama ini mempunyai tugas utama untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, menyediakan kesempatan kerja, serta

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Ketela pohon atau ubi kayu dengan nama latin Manihot utilissima merupakan salah satu komoditas pangan penting di Indonesia selain tanaman padi, jagung, kedelai, kacang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Juli 2013 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Ir. M. Tassim Billah, MSc.

KATA PENGANTAR. Jakarta, Juli 2013 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Ir. M. Tassim Billah, MSc. JULI 2013 KATA PENGANTAR Dalam rangka menyediakan data indikator makro sektor pertanian serta hasil analisisnya, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian pada tahun 2013 kembali menerbitkan Buletin Bulanan.

Lebih terperinci

III. PANGAN ASAL TERNAK DAN PERANANNYA DALAM PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA

III. PANGAN ASAL TERNAK DAN PERANANNYA DALAM PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA III. PANGAN ASAL TERNAK DAN PERANANNYA DALAM PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA A. Pengertian Pangan Asal Ternak Bila ditinjau dari sumber asalnya, maka bahan pangan hayati terdiri dari bahan pangan nabati

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 241 juta dengan ditandai oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang meningkat dan stabilitas ekonomi yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan masyarakat terhadap sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan perubahan selera, gaya hidup dan peningkatan pendapatan. Karena, selain rasanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan dibahas mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN SUSU

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN SUSU OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN SUSU Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2015 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN SUSU ISSN:

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG » Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Volume 1 No. 1, 2009 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal

Lebih terperinci

Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan Ubi Jalar

Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan Ubi Jalar Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan Ubi Jalar PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2016 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN UBI JALAR ISSN : 1907 1507 Ukuran Buku

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan. [10

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan.  [10 II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka dalam penelitian ini meliputi tinjauan komoditas kedelai, khususnya peranan kedelai sebagai sumber protein nabati bagi masyarakat. Tidak hanya itu, kedelai juga ditinjau

Lebih terperinci

PREDIKSI PENAWARAN DAN PERMINTAAN KEDELAI DENGAN ANALISIS DERET WAKTU

PREDIKSI PENAWARAN DAN PERMINTAAN KEDELAI DENGAN ANALISIS DERET WAKTU PREDIKSI PENAWARAN DAN PERMINTAAN KEDELAI DENGAN ANALISIS DERET WAKTU Prediction of Soybeans s Supply and Demand Using Time Series Analysis Wieta B. Komalasari Statistisi pada Pusat Data dan Informasi

Lebih terperinci

PENGARUH PERENDAMAN DALAM LARUTAN GULA TERHADAP PERSENTASE OLIGOSAKARIDA DAN SIFAT SENSORIK TEPUNG KACANG KEDELAI (Glycine max)

PENGARUH PERENDAMAN DALAM LARUTAN GULA TERHADAP PERSENTASE OLIGOSAKARIDA DAN SIFAT SENSORIK TEPUNG KACANG KEDELAI (Glycine max) PENGARUH PERENDAMAN DALAM LARUTAN GULA TERHADAP PERSENTASE OLIGOSAKARIDA DAN SIFAT SENSORIK TEPUNG KACANG KEDELAI (Glycine max) Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki laju pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki laju pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki laju pertumbuhan penduduk yang pesat. Sensus Penduduk tahun 2010 mencatat bahwa laju pertumbuhan penduduk Indonesia adalah

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2013 BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 05/01/76/Th.VIII, 2 Januari 2014 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2013 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2013 SEBANYAK 154,20 RIBU JIWA Persentase penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan dasar manusia. Ketahanan pangan adalah ketersediaan

I. PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan dasar manusia. Ketahanan pangan adalah ketersediaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting, mengingat pangan merupakan kebutuhan dasar manusia. Ketahanan pangan adalah ketersediaan pangan dan kemampuan seseorang

Lebih terperinci

Katalog : 3201023 Pola Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia 2014 BADAN PUSAT STATISTIK Katalog : 3201023 Pola Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia 2014 POLA PENGELUARAN DAN KONSUMSI PENDUDUK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. buahan juga bersifat spesifik lokasi, responsif terhadap teknologi maju, produk

BAB I PENDAHULUAN. buahan juga bersifat spesifik lokasi, responsif terhadap teknologi maju, produk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditi buah buahan mempunyai keragaman dalam jenisnya serta memiliki nilai ekonomi yang tinggi dibandingkan dengan tanaman pangan. Selain itu, buah buahan juga bersifat

Lebih terperinci

ISSN OUTLOOK NENAS 2016 OUTLOOK NENAS

ISSN OUTLOOK NENAS 2016 OUTLOOK NENAS ISSN 197-157 216 Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 216 i 216 ii 216 ISSN : 197-157 Ukuran Buku : 1,12 inci x 7,17 inci (B5) Jumlah Halaman : 85 halaman Penasehat : Dr. Ir. Suwandi, MSi. Penyunting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola Konsumsi adalah susunan tingkat kebutuhan seseorang atau rumahtangga untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam menyusun pola konsumsi

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2013 No. 05/01/51/Th. VIII, 2 Januari 2014 PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2013 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2013 MENCAPAI 186,53 RIBU ORANG Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh manusia guna memenuhi asupan gizi dan sebagai faktor penentu kualitas sumber daya manusia. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada garis khatulistiwa. Hal ini mempengaruhi segi iklim, dimana Indonesia hanya memiliki 2 musim

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2017

TINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2017 No. 46/07/51/Th. X, 17 Juli 2017 TINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2017 Terjadi kenaikan persentase penduduk miskin di Bali pada 2017 jika dibandingkan dengan September 2016. Tingkat kemiskinan pada 2017

Lebih terperinci

ISSN OUTLOOK KAPAS 2015 OUTLOOK KAPAS

ISSN OUTLOOK KAPAS 2015 OUTLOOK KAPAS ISSN 1907-1507 OUTLOOK KAPAS 2015 OUTLOOK KAPAS Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2015 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2015 OUTLOOK KAPAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor di bidang ekonomi yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor di bidang ekonomi yang memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor di bidang ekonomi yang memiliki arti dan kedudukan penting dalam pembangunan nasional. Sektor ini berperan sebagai sumber

Lebih terperinci

Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan. Kacang Tanah

Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan. Kacang Tanah Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan Kacang Tanah PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2016 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KACANG TANAH ISSN : 1907 1507 Ukuran

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012 No. 05/01/33/Th. VII, 2 Januari 2013 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2012 MENCAPAI 4,863 JUTA ORANG RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010 BADAN PUSAT STATISTIK No. 45/07/Th. XIII, 1 Juli 2010 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2010 MENCAPAI 31,02 JUTA Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI BALI MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN DI BALI MARET 2014 No. 45/07/51/Th. VIII, 1 Juli 2014 PROFIL KEMISKINAN DI BALI MARET 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2014 MENCAPAI 185,20 RIBU ORANG Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan

Lebih terperinci