OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN PERKEBUNAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN PERKEBUNAN"

Transkripsi

1 Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN PERKEBUNAN Pusat Data Dan Informasi Pertanian Departemen Pertanian 2007 Pusat Data dan Informasi Pertanian i

2 » Outlook Komoditas Perkebunan 2007 ii Pusat Data dan Informasi Pertanian

3 Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN PERKEBUNAN ISSN : Ukuran Buku : 10,12 inci x 7,17 inci (B5) Jumlah Halaman : 111 halaman Penasehat : Dr. Ir. Edi Abdurachman, MS. Penyunting : Ir. Yasid Taufik, MM Ir. Leli Nuryati, MSc Ir. Anna Astrid S., MSi Naskah : Ir. Noviati, MSi Ir. Anna Astrid S., MSi Ir. Ekanantari Puji Nantoro, SSi. MM Design dan Layout : Puji Nantoro, SSi. MM Heri Dwi Martono, AMd Diterbitkan oleh : Pusat Data dan Informasi Pertanian Departemen Pertanian 2007 Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya Pusat Data dan Informasi Pertanian iii

4 » Outlook Komoditas Perkebunan 2007 iv Pusat Data dan Informasi Pertanian

5 Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «KATA PENGANTAR Penerbitan Outlook Komoditas Pertanian merupakan publikasi tahunan yang diterbitkan secara reguler oleh Pusat Data dan Informasi Pertanian sejak tahun Untuk tahun 2007 terdiri dari 4 terbitan yaitu: (1) Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan; (2) Outlook Komoditas Pertanian Hortikultura; (3) Outlook Komoditas Pertanian Perkebunan; dan (4) Outlook Komoditas Pertanian Peternakan. Publikasi Outlook Komoditas Pertanian tahun 2007 menyajikan keragaan data series masing-masing komoditas secara nasional dan internasional selama tahun terakhir serta dilengkapi dengan hasil analisis proyeksi penawaran dan permintaan domestik untuk masing-masing komoditas dari tahun 2007 sampai dengan tahun Publikasi ini disajikan tidak hanya dalam bentuk hard copy namun juga dalam bentuk soft copy (CD) dan dapat dengan mudah diperoleh atau diakses melalui Website Departemen Pertanian yaitu Dengan diterbitkannya publikasi ini diharapkan para pembaca dapat memperoleh gambaran tentang keragaan dan proyeksi masing-masing komoditas strategis pertanian secara lebih lengkap dan menyeluruh. Kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunan publikasi ini, kami ucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya. Kritik dan saran dari segenap pembaca sangat diharapkan guna dijadikan dasar penyempurnaan dan perbaikan untuk penerbitan publikasi berikutnya. Jakarta, Oktober 2007 Kepala Pusat Data dan Informasi Pertanian, Dr. Ir. Edi Abdurachman, MS. Pusat Data dan Informasi Pertanian v

6 » Outlook Komoditas Perkebunan 2007 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR...v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG METODOLOGI...2 BAB II. LADA PERKEMBANGAN LUAS AREAL, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS LADA DI INDONESIA PERKEMBANGAN KONSUMSI LADA DI INDONESIA PERKEMBANGAN HARGA LADA DI INDONESIA PERKEMBANGAN EKSPOR-IMPOR LADA INDONESIA PERKEMBANGAN LUAS TANAMAN MENGHASILKAN, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS LADA DUNIA PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR LADA DUNIA PROYEKSI PENAWARAN LADA PROYEKSI PERMINTAAN LADA PROYEKSI SURPLUS/DEFISIT LADA LAMPIRAN BAB III. KOPI PERKEMBANGAN LUAS AREAL, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS KOPI DI INDONESIA PERKEMBANGAN KONSUMSI KOPI DI INDONESIA PERKEMBANGAN HARGA KOPI DI INDONESIA PERKEMBANGAN EKSPOR-IMPOR KOPI INDONESIA PERKEMBANGAN LUAS TANAMAN MENGHASILKAN, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS KOPI DUNIA PERKEMBANGAN EKSPOR-IMPOR KOPI DUNIA vi Pusat Data dan Informasi Pertanian

7 Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «Halaman 3.7. PROYEKSI PENAWARAN KOPI PROYEKSI PERMINTAAN KOPI PROYEKSI SURPLUS/DEFISIT KOPI LAMPIRAN BAB IV. TEH PERKEMBANGAN LUAS AREAL, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TEH DI INDONESIA PERKEMBANGAN KONSUMSI TEH DI INDONESIA PERKEMBANGAN HARGA TEH DI INDONESIA PERKEMBANGAN EKSPOR-IMPOR TEH INDONESIA PERKEMBANGAN LUAS TANAMAN MENGHASILKAN, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TEH DUNIA PERKEMBANGAN EKSPOR-IMPOR TEH DUNIA PROYEKSI PENAWARAN TEH PROYEKSI PERMINTAAN TEH PROYEKSI SURPLUS/DEFISIT TEH LAMPIRAN BAB V. KAPAS PERKEMBANGAN LUAS AREAL, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS KAPAS DI INDONESIA PERKEMBANGAN HARGA KAPAS DI INDONESIA PERKEMBANGAN EKSPOR-IMPOR KAPAS INDONESIA PERKEMBANGAN LUAS TANAMAN MENGHASILKAN, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS SERAT KAPAS DUNIA PERKEMBANGAN EKSPOR-IMPOR SERAT KAPAS DUNIA PROYEKSI PENAWARAN KAPAS PROYEKSI PERMINTAAN KAPAS PROYEKSI SURPLUS/DEFISIT KAPAS LAMPIRAN DAFTAR PUSTAKA Pusat Data dan Informasi Pertanian vii

8 » Outlook Komoditas Perkebunan 2007 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1. Hasil Analisis Fungsi Respon Produksi Lada Tabel 2.2. Hasil Proyeksi Produksi Lada di Indonesia, Tabel 2.3. Hasil Proyeksi Permintaan Lada oleh Rumah Tangga, Tabel 2.4. Hasil Proyeksi Surplus/Defisit Lada Indonesia, Tabel 2.5. Proyeksi Permintaan Konsumsi Daging Sapi, Daging Kambing dan Daging Ayam di Indonesia, Tabel 2.6. Proyeksi Surplus/Defisit Daging Sapi, Daging Kambing dan Daging Ayam di Indonesia, Tabel 3.1. Hasil Analisis Fungsi Respon Produksi Telur Ayam Buras Tabel 3.2. Hasil Analisis Fungsi Respon Produksi Telur Ayam Ras Tabel 3.3. Proyeksi Produksi Telur Ayam di Indonesia, Tabel 3.4. Proyeksi Konsumsi Per Kapita dan Total Permintaan Telur Ayam di Indonesia, Tabel 3.5. Proyeksi Surplus/Defisit Telur Ayam di Indonesia, Tabel 4.1. Perkembangan Ekspor-Impor Susu Indonesia, Tabel 4.2. Hasil Analisis Fungsi Respon Produksi Susu Sapi Tabel 4.3. Proyeksi Produksi Susu Sapi di Indonesia, Tabel 4.4. Proyeksi Konsumsi per Kapita per Tahun, Jumlah Penduduk dan Total Konsumsi Susu di Indonesia, Tabel 4.5. Proyeksi Surplus/Defisit Susu di Indonesia, viii Pusat Data dan Informasi Pertanian

9 DAFTAR GAMBAR Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «Halaman Gambar 2.1. Perkembangan Populasi Sapi Potong di Indonesia, Gambar 2.2. Perkembangan Produksi Daging Sapi di Indonesia, Gambar 2.3. Perkembangan Populasi Kambing di Indonesia, Gambar 2.4. Perkembangan Produksi Daging Kambing di Indonesia, Gambar 2.5. Perkembangan Populasi Ayam Ras Pedaging di Indonesia, Gambar 2.6. Perkembangan Produksi Daging Ayam Ras di Indonesia, Gambar 2.7. Perkembangan Populasi Ayam Buras di Indonesia, Gambar 2.8. Perkembangan Produksi Daging Ayam Buras di Indonesia, Gambar 2.9. Sentra Produksi Daging Sapi di Indonesia, Gambar Sentra Produksi Daging Kambing di Indonesia, Gambar Sentra Produksi Daging Ayam Ras di Indonesia, Gambar Sentra Produksi Daging Ayam Buras di Indonesia, Gambar Perkembangan Konsumsi per Kapita Daging Sapi, Daging Kambing dan Daging Ayam di Indonesia, Gambar Perkembangan Harga Daging Sapi, Daging Kambing dan Daging Ayam di Tingkat Konsumen di Indonesia, Gambar Perkembangan Volume Ekspor dan Volume Impor Daging Sapi Indonesia, Gambar Perkembangan Nilai Ekspor dan Nilai Impor Daging Sapi Indonesia, Gambar Perkembangan Volume Ekspor dan Volume Impor Daging Ayam Indonesia, Pusat Data dan Informasi Pertanian ix

10 » Outlook Komoditas Perkebunan 2007 Gambar Perkembangan Nilai Ekspor dan Nilai Impor Daging Ayam Indonesia, Gambar Perkembangan Produksi Daging Sapi, Daging Kambing dan Daging Ayam Dunia, Gambar Beberapa Negara Produsen Daging Sapi Terbesar di Dunia, Gambar Beberapa Negara Produsen Daging Kambing Terbesar di Dunia, Gambar Beberapa Negara Produsen Daging Ayam Terbesar di Dunia, Gambar Perkembangan Volume Ekspor Daging Sapi dan Daging Ayam Dunia, Gambar Beberapa Negara Eksportir Daging Sapi Terbesar di Dunia, Gambar Beberapa Negara Eksportir Daging Ayam Terbesar di Dunia, Gambar Beberapa Negara Importir Daging Sapi Terbesar di Dunia, Gambar Beberapa Negara Importir Daging Ayam Terbesar di Dunia, Gambar Beberapa Negara Konsumen Daging Sapi Terbesar di Dunia, Gambar Beberapa Negara Konsumen Daging Ayam Terbesar di Dunia, Gambar 3.1. Perkembangan Populasi Ayam Ras Petelur Berdasarkan Wilayah di Indonesia, Gambar 3.2. Perkembangan Populasi Ayam Buras Berdasarkan Wilayah di Indonesia, Gambar 3.3. Perkembangan Produksi Telur Ayam Ras Berdasarkan Wilayah di Indonesia, Gambar 3.4. Perkembangan Produksi Telur Ayam Buras Berdasarkan Wilayah di Indonesia, x Pusat Data dan Informasi Pertanian

11 Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «Gambar 3.5. Provinsi Sentra Produksi Telur Ayam Ras di Indonesia, Gambar 3.6. Provinsi Sentra Produksi Telur Ayam Buras di Indonesia, Gambar 3.7. Perkembangan Konsumsi Telur Ayam Ras di Indonesia, Gambar 3.8. Perkembangan Konsumsi Telur Ayam Buras di Indonesia, Gambar 3.9. Perkembangan Harga Telur di Tingkat Perdagangan Besar di Indonesia, Gambar Perkembangan Harga Telur Ayam Buras di Tingkat Konsumen di Indonesia, Gambar Perkembangan Volume Ekspor Telur Tetas dan Telur Konsumsi Indonesia, Gambar Perkembangan Nilai Ekspor Telur Tetas dan Telur Konsumsi Indonesia, Gambar Perkembangan Volume Impor Telur Tetas dan Telur Konsumsi Indonesia, Gambar Perkembangan Nilai Impor Telur Tetas dan Telur Konsumsi Indonesia, Gambar Perkembangan Produksi Telur Ayam Dunia, Gambar Perkembangan Produktivitas Telur Ayam Dunia, Gambar Sepuluh Negara Produsen Telur Ayam Terbesar di Dunia, Gambar Rata-rata Produktivitas Telur Ayam di Sepuluh Negara Terbesar di Dunia, Gambar Sepuluh Negara Eksportir Telur Ayam Terbesar di Dunia, Gambar Sepuluh Negara Importir Telur Ayam Terbesar di Dunia, Gambar Rata-rata Konsumsi Telur Ayam di Sepuluh Negara Terbesar di Dunia, Pusat Data dan Informasi Pertanian xi

12 » Outlook Komoditas Perkebunan 2007 Gambar 4.1. Perkembangan Populasi Sapi Perah di Indonesia, Gambar 4.2. Perkembangan Produksi Susu Sapi di Indonesia, Gambar 4.3. Provinsi Sentra Populasi Sapi Perah di Indonesia, Gambar 4.4. Provinsi Sentra Produksi Susu Sapi di Indonesia, Gambar 4.5. Perkembangan Konsumsi Susu di Indonesia, Gambar 4.6. Rata-rata Kontribusi Konsumsi Susu Lokal dan Susu Impor Terhadap Total Konsumsi Susu di Indonesia, Gambar 4.7. Perkembangan Harga Susu Kental Manis di Tingkat Konsumen di Indonesia, Gambar 4.8. Perkembangan Volume Ekspor dan Volume Impor Susu Indonesia, Gambar 4.9. Perkembangan Produksi Susu Dunia, Gambar Sepuluh Negara Produsen Susu Terbesar di Dunia, Gambar Sepuluh Negara Konsumen Susu Terbesar di Dunia, Gambar Sepuluh Negara dengan Total Konsumsi Domestik Susu Terbesar di Dunia, Gambar Sepuluh Negara Eksportir Susu Terbesar di Dunia, Gambar Sepuluh Negara Importir Susu Terbesar di Dunia, xii Pusat Data dan Informasi Pertanian

13 DAFTAR LAMPIRAN Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «Halaman Lampiran 2.1. Perkembangan Populasi Sapi Potong di Indonesia, Lampiran 2.2. Perkembangan Produksi Daging Sapi di Indonesia, Lampiran 2.3. Perkembangan Populasi Kambing di Indonesia, Lampiran 2.4. Perkembangan Produksi Daging Kambing di Indonesia, Lampiran 2.5. Perkembangan Populasi Ayam Ras Pedaging di Indonesia, Lampiran 2.6. Perkembangan Produksi Daging Ayam Ras Pedaging di Indonesia, Lampiran 2.7. Perkembangan Populasi Ayam Buras di Indonesia, Lampiran 2.8. Perkembangan Produksi Daging Ayam Buras di Indonesia, Lampiran 2.9. Sentra Produksi Daging Sapi di Indonesia, Lampiran Sentra Produksi Daging Kambing di Indonesia, Lampiran Sentra Produksi Daging Ayam Ras Pedaging di Indonesia, Lampiran Sentra Produksi Daging Ayam Buras di Indonesia, Lampiran Perkembangan Penggunaan dan Ketersediaan Daging Sapi Indonesia, Lampiran Perkembangan Harga Konsumen Daging Sapi dan Daging Kambing serta Harga Perdagangan Besar Daging Ayam Ras, Lampiran Neraca Ekspor - Impor Daging Sapi dan Daging Ayam di Indonesia, Pusat Data dan Informasi Pertanian xiii

14 » Outlook Komoditas Perkebunan 2007 Lampiran Perkembangan Produksi Daging Sapi, Daging Kambing dan Daging Ayam Dunia, Lampiran Negara-negara Produsen Daging Sapi Dunia, Lampiran Negara-negara Produsen Daging Kambing Dunia, Lampiran Negara-negara Produsen Daging Ayam Dunia, Lampiran Perkembangan Volume Ekspor Daging Sapi dan Daging Ayam Dunia, Lampiran Perkembangan Volume Impor Daging Sapi dan Daging Ayam Dunia, Lampiran Negara-negara Eksportir Daging Sapi Terbesar Dunia, Lampiran Negara-negara Eksportir Daging Ayam Terbesar Dunia, Lampiran Negara-negara Importir Daging Sapi Terbesar Dunia, Lampiran Negara-negara Importir Daging Ayam Terbesar Dunia, Lampiran Negara Konsumen Daging Sapi Terbesar Dunia, Lampiran Negara Konsumen Daging Ayam Terbesar Dunia, Lampiran 3.1. Perkembangan Populasi Ayam Ras Petelur Berdasarkan Wilayah di Indonesia, Lampiran 3.2. Perkembangan Populasi Ayam Buras Berdasarkan Wilayah di Indonesia, Lampiran 3.3. Perkembangan Produksi Telur Ayam Ras Berdasarkan Wilayah di Indonesia, Lampiran 3.4. Produksi Telur Ayam Buras Berdasarkan Wilayah di Indonesia, Lampiran 3.5. Provinsi Sentra Produksi Telur Ayam Ras di Indonesia, xiv Pusat Data dan Informasi Pertanian

15 Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «Lampiran 3.6. Provinsi Sentra Produksi Telur Ayam Buras di Indonesia, Lampiran 3.7. Konsumsi Telur Ayam Ras dan Telur Ayam Buras di Indonesia, Lampiran 3.8. Perkembangan Rata-rata Harga Perdagangan Besar Telur Ayam Buras dan Telur Ayam Ras di Indonesia, Lampiran 3.9. Perkembangan Harga Konsumen Telur Ayam Buras di Indonesia, Lampiran Volume Ekspor Telur Tetas dan Telur Konsumsi Indonesia, Lampiran Nilai Ekspor Telur Tetas dan Telur Konsumsi Indonesia, Lampiran Volume Impor Telur Tetas dan Telur Konsumsi Indonesia, Lampiran Nilai Impor Telur Tetas dan Telur Konsumsi Indonesia, Lampiran Perkembangan Produksi, Populasi dan Produktivitas Telur Ayam Dunia, Lampiran Sepuluh Negara Produsen Telur Ayam Dunia, Lampiran Rata-rata Produktivitas Telur Ayam Sepuluh Negara Terbesar Dunia, Lampiran Volume Ekspor Sepuluh Negara Eksportir Telur Ayam Terbesar di Dunia, Lampiran Volume Impor Sepuluh Negara Importir Telur Ayam Terbesar di Dunia, Lampiran Rata-rata Konsumsi Telur Ayam di Dunia, Lampiran 4.1. Perkembangan Populasi Sapi Perah dan Produksi Susu Sapi di Indonesia, Lampiran 4.2. Provinsi Sentra Populasi Sapi Perah di Indonesia, Lampiran 4.3. Provinsi Sentra Produksi Susu Sapi di Indonesia, Pusat Data dan Informasi Pertanian xv

16 » Outlook Komoditas Perkebunan 2007 Lampiran 4.4. Perkembangan Konsumsi Susu Sapi di Indonesia, Lampiran 4.5. Perkembangan Harga Susu Kental Manis di Indonesia, Lampiran 4.6. Perkembangan Produksi Susu Sapi Dunia, Lampiran 4.7. Sepuluh Negara Produsen Susu Sapi Terbesar di Dunia, Lampiran 4.8. Sepuluh Negara Konsumen Susu Terbesar di Dunia, Lampiran 4.9. Sepuluh Negara dengan Total Konsumsi Domestik Susu Terbesar di Dunia, Lampiran Sepuluh Negara Eksportir Susu Terbesar di Dunia, Lampiran Sepuluh Negara Importir Susu Terbesar di Dunia, xvi Pusat Data dan Informasi Pertanian

17 Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sub sektor perkebunan merupakan salah satu kontributor utama dalam penciptaan nilai tambah di sektor pertanian. Tahun 2007 sub sektor perkebunan tercatat memberikan kontribusi sebesar 15,43% dari PDB sektor pertanian secara luas. Selain itu sub sektor perkebunan juga merupakan penyumbang devisa terbesar diantara sub sektor pertanian lainnya. Pada tahun 2006 sektor pertanian mencapai surplus neraca perdagangan sebesar US$ 8.901,89 juta. Surplus neraca perdagangan tersebut berasal dari surplus neraca perdagangan sub sektor perkebunan sebesar US$ ,00 juta, sedangkan sub sektor lainnya mengalami defisit. Menurut Rencana Strategik Direktorat Jenderal Perkebunan tahun , peranan pembangunan sektor perkebunan dalam pembangunan nasional masih harus terus ditingkatkan, tidak hanya sebagai penyedia devisa negara tetapi juga sebagai penyedia lapangan kerja, pendorong pengembangan industri hilir perkebunan di dalam negeri, serta pendukung pengembangan wilayah dan kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Dalam rangka pembangunan sub sektor perkebunan, Departemen Pertanian telah menyusun kebijakan strategis dan program pembangunan yang terkait secara langsung maupun tidak langsung dengan kebijakan pengembangan masing-masing komoditas perkebunan. Kebijakan dan program pengembangan tersebut disusun berdasarkan hasil evaluasi terhadap kinerja dan keragaan pembangunan perkebunan di masa lalu serta proyeksi penawaran dan permintaan setiap komoditas perkebunan di masa yang akan datang. Berdasarkan hal tersebut, Pusat Data dan Informasi Pertanian (PUSDATIN) menyusun Outlook Komoditas Perkebunan untuk mengetahui perkembangan beberapa komoditas utama sub sektor perkebunan yang dilengkapi dengan proyeksi penawaran dan permintaan. Outlook Komoditas Perkebunan tersebut diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pengguna data dan informasi serta bagi pengambil kebijakan sektor pertanian. 1 Pusat Data dan Informasi Pertanian 1

18 » Outlook Komoditas Perkebunan METODOLOGI Sumber Data dan Informasi Outlook Komoditas Perkebunan tahun 2007 disusun berdasarkan data dan informasi yang diperoleh baik dari data primer maupun data sekunder yang bersumber dari daerah, instansi terkait di lingkup Departemen Pertanian dan instansi di luar Departemen Pertanian seperti Biro Pusat Statistik (BPS) dan Food and Agriculture Organization (FAO). Metode Analisis Metode yang digunakan dalam penyusunan Outlook Komoditas Perkebunan adalah sebagai berikut: a. Analisis keragaan atau perkembangan komoditas perkebunan dilakukan berdasarkan ketersediaan data series yang mencakup indikator luas areal, produksi, konsumsi, ekspor-impor serta harga di tingkat produsen, harga di tingkat konsumen maupun harga di pasar dunia dengan analisis deskriptif sederhana. b. Analisis Penawaran Analisis penawaran komoditas perkebunan dilakukan berdasarkan analisis fungsi produksi. Model analisis yang digunakan adalah model Regresi Berganda (Multivariate Regression). Secara teoritis bentuk umum dari model ini adalah : Y b0 b1 X 1 b2 X 2... bn X b 0 n j 1 b j X j n dimana : Y = Peubah respons/tak bebas X n = Peubah penjelas/bebas n = 1,2, b 0 = nilai konstanta b n = koefisien arah regresi atau parameter model regresi untuk peubah x n = sisaan 2 Pusat Data dan Informasi Pertanian

19 Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «Produksi pada periode ke-t diduga merupakan fungsi dari produksi pada periode sebelumnya, luas areal pada periode sebelumnya, harga di tingkat produsen atau harga di pasar dunia, dan pengaruh inflasi. Dengan memperhatikan ketersediaan data, analisis penawaran dilakukan berdasarkan data produksi dalam periode tahunan. Untuk peubahpeubah bebas yang tidak tersedia datanya dalam periode waktu yang bersesuaian maka dilakukan proyeksi terlebih dahulu dengan menggunakan model analisis trend (Trend Analysis) atau model pemulusan eksponensial berganda (Double Exponential Smoothing). c. Analisis Permintaan Analisis permintaan komoditas perkebunan merupakan analisis permintaan langsung masyarakat terhadap komoditas perkebunan yang dikonsumsi oleh konsumen dalam bentuk tanpa diolah maupun telah diolah. Sama halnya seperti pada analisis penawaran, analisis permintaan juga menggunakan Model Regresi Berganda, namun karena keterbatasan ketersediaan data, maka analisis permintaan untuk beberapa komoditas menggunakan model pemulusan eksponensial berganda (Double Exponential Smoothing). Periode series data yang digunakan adalah tahunan. d. Kelayakan Model Ketepatan sebuah model regresi dapat dilihat dari Uji-F, Uji-t, koefisien determinasi (R 2 ). Koefisien determinasi diartikan sebagai besarnya keragaman dari peubah tak bebas (Y) yang dapat dijelaskan oleh peubah peubah bebas (X). Koefisien determinasi dihitung dengan menggunakan persamaan: R 2 SS Regresi SS Total dimana : SS Regresi adalah jumlah kuadrat regresi SS Total adalah jumlah kuadrat total 3 Pusat Data dan Informasi Pertanian 3

20 » Outlook Komoditas Perkebunan Pusat Data dan Informasi Pertanian

21 Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «BAB II. LADA Lada atau merica adalah salah satu rempah penting yang memiliki berbagai khasiat obat. Lada tergolong tumbuhan memanjat, bagian yang dipakai sebagai rempah dan obat adalah buahnya (Anonim, 2007b). Buah lada dipetik setelah sebagian besar buah lada matang penuh, kemudian dihilangkan kulit luarnya, dikeringkan dan dibersihkan (BSN, 1995). Lada banyak digunakan untuk industri makanan, khususnya dalam industri pengolahan daging. Lada juga digunakan sebagai bahan pengawet. Sedangkan untuk skala rumah tangga lada digunakan sebagai bumbu masakan. Penggunaan lada lainnya adalah untuk industri farmasi dan sebagai salah satu bahan wewangian (Anonim, 2007a). Sejak jaman dahulu kala, Indonesia dikenal sebagai negara penghasil rempah-rempah yang terkenal. Sebagian besar rempah-rempah yang diperdagangkan di dunia adalah lada, atau yang dalam bahasa Latinnya bernama Peper ningrum Linn, sehingga lada mendapat julukan sebagai raja rempah-rempah atau King of Spice. Namun, kejayaan rempah-rempah Indonesia kini hanya tinggal kenangan. Produksi rempah-rempah, khususnya lada, pada satu dekade terakhir ini mengalami fluktuasi yang cukup drastis dan cenderung semakin menurun, bahkan semakin sulit menembus dan bersaing dalam perdagangan internasional. Sebagai akibatnya, Indonesia bukan lagi sebagai negara pemasok utama lada dunia, bahkan sekarang ini semakin jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara penghasil utama lada lainnya, seperti Malaysia dan Brazil. Lebih lanjut, dengan rendahnya mutu lada yang dihasilkan oleh petani menyebabkan lada asal Indonesia sering mengalami penahanan (detention) oleh Food and Drugs Administration (FDA) di Amerika Serikat. Penahanan tersebut terjadi karena adanya pencemaran oleh mikroorganisme, bahan asing, kadar air dan kadar minyak lada yang tidak memenuhi syarat (BPPT, 2007). 5 Pusat Data dan Informasi Pertanian 5

22 (Ha)» Outlook Komoditas Perkebunan PERKEMBANGAN LUAS AREAL, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS LADA DI INDONESIA Perkembangan luas areal lada di Indonesia sejak tahun 1970 terus meningkat hingga tahun 2007 (Gambar 2.1), dengan rata-rata laju pertumbuhan per tahun sebesar 4,42% (Lampiran 2.1). Hampir 100% lada di Indonesia masih diusahakan oleh perkebunan rakyat (99,98% luas areal lada merupakan perkebunan rakyat). Bila dilihat dari laju pertumbuhannya, luas areal perkebunan besar swasta pada periode mengalami pertumbuhan yang tinggi yaitu sebesar 37,49% per tahun dibandingkan perkebunan rakyat yang hanya sebesar 3,70% per tahun. Pada periode berikutnya ( ) luas areal perkebunan besar swasta mengalami penurunan sebesar 11,86% per tahun, sedangkan perkebunan rakyat justru mengalami peningkatan yang lebih besar dari periode sebelumnya yaitu 6,36% per tahun. Pada tahun 2007 tercatat luas areal lada perkebunan rakyat sebesar hektar dan luas luas areal lada perkebunan besar swasta sebesar 33 hektar, sehingga total luas areal lada di Indonesia adalah hektar. Secara rinci luas areal lada di Indonesia disajikan pada Lampiran PR Indonesia Gambar 2.1. Perkembangan Luas Areal Lada Perkebunan Rakyat dan Indonesia, Berdasarkan data rata-rata luas areal perkebunan lada tahun , menurut jenis pengusahaannya, luas areal lada nasional didominasi oleh 6 Pusat Data dan Informasi Pertanian

23 Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «perkebunan rakyat sebesar 99,93%. Sementara sisanya hanya sebesar 0,07% yang dikuasai oleh perkebunan besar swasta (Gambar 2.2). 0,07% 99,93% PR PBS Gambar 2.2. Kontribusi Luas Areal Lada di Indonesia Menurut Jenis Pengusahaan, Sejalan dengan perkembangan luas areal yang didominasi perkebunan rakyat, perkembangan produksi lada di Indonesia juga terus mengalami peningkatan sejak tahun 1970 hingga tahun 2007 (Gambar 2.3), dengan ratarata laju pertumbuhan per tahun sebesar 5,61% (Lampiran 2.2). Produksi lada Indonesia tahun 1970 sebesar ton meningkat menjadi ton pada tahun 2007 (Lampiran 2.2). Berdasarkan data rata-rata produksi lada tahun , terdapat tiga provinsi sentra lada yang memberikan kontribusi lebih dari 10% terhadap total produksi lada nasional. Provinsi tersebut adalah Lampung dengan kontribusi sebesar 27,67%, Bangka Belitung sebesar 25,68% dan Kalimantan Timur sebesar 10,82% (Lampiran 2.3). 7 Pusat Data dan Informasi Pertanian 7

24 *) (Kg/ha)» Outlook Komoditas Perkebunan 2007 Gambar 2.3. Perkembangan Produksi Lada Perkebunan Rakyat dan Indonesia, Lebih dari satu dekade terakhir ( ) produktivitas tanaman lada di Indonesia cukup fluktuatif namun cenderung menurun (Gambar 2.4). Rata-rata pertumbuhan produktivitas lada pada periode tersebut sebesar -0,74% per tahun (Lampiran 2.4). Diduga rendahnya tingkat produktivitas lada tersebut karena 90,93% perkebunan lada nasional adalah perkebunan rakyat yang pada umumnya tidak dirawat (dibiarkan apa adanya), sehingga semakin umur tanaman bertambah (melewati umur maksimum panen) produksinya menurun drastis Gambar 2.4. Perkembangan Produktivitas Lada Indonesia, Pusat Data dan Informasi Pertanian

25 Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «2.2. PERKEMBANGAN KONSUMSI LADA DI INDONESIA Data konsumsi lada di Indonesia bersumber dari hasil Survei Sosial Ekonomi (Susenas) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik setiap 3 tahun sekali, sedangkan data konsumsi untuk tahun-tahun antara pelaksanaan survei merupakan hasil interpolasi. Secara umum konsumsi lada per kapita di Indonesia pada tahun menunjukkan kecenderungan berfluktuasi (Gambar 2.5). Peningkatan yang cukup signifikan terjadi pada periode tahun dengan laju pertumbuhan berkisar antara 14,47%-17,84%. Krisis moneter yang terjadi antara tahun ternyata berdampak pada penurunan konsumsi lada di Indonesia. Harga lada yang melambung tinggi menyebabkan rumah tangga mengurangi konsumsi ladanya. Setelah periode tersebut secara perlahan terjadi peningkatan konsumsi lada hingga tahun 2005 konsumsi lada per kapita mencapai 1,20 ons per tahun. Rata-rata laju pertumbuhan lada tahun sebesar 3,22% per tahun (Lampiran 2.5). Gambar 2.5. Perkembangan Konsumsi Lada di Indonesia, Pusat Data dan Informasi Pertanian 9

26 » Outlook Komoditas Perkebunan PERKEMBANGAN HARGA LADA DI INDONESIA Perkembangan harga lada di tingkat produsen di Indonesia sejak tahun 1987 hingga tahun 2006 cukup berfluktuasi (Gambar 2.6) dengan rata-rata laju pertumbuhan per tahun sebesar 10,63% (Lampiran 2.6). Lonjakan harga yang cukup besar terjadi pada periode tahun Hal ini diduga disebabkan oleh adanya krisis moneter di Indonesia, dimana nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika sangatlah rendah, sementara komoditas lada merupakan salah satu komoditas ekspor andalan Indonesia. Harga lada tertinggi dicapai pada tahun 2000, yaitu sebesar Rp ,37 per kg. Sejalan dengan semakin menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, maka harga lada di tingkat produsen Indonesia juga ikut menurun. Selain itu penurunan harga diduga disebabkan juga oleh semakin rendahnya mutu lada yang dihasilkan petani sehingga lada Indonesia sering mengalami penahanan oleh FDA di Amerika Serikat. Gambar 2.6. Perkembangan Harga Lada di Tingkat Produsen di Indonesia, PERKEMBANGAN EKSPOR-IMPOR LADA INDONESIA Ekspor lada Indonesia dilakukan dalam bentuk biji kering. Perkembangan volume ekspor lada Indonesia selama tujuh tahun terakhir ( ) menunjukkan penurunan (Gambar 2.7) dengan laju penurunan rata-rata sebesar 10 Pusat Data dan Informasi Pertanian

27 (Ton) Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «6,93% per tahun. Pada tahun 2000 total volume ekspor lada Indonesia sebesar ton dengan nilai US$ ribu, kemudian pada tahun 2006 menurun menjadi ton dengan nilai sebesar US$ ribu (Lampiran 2.7). Volume ekspor lada pada tahun 2006 naik sebesar 7,01% dari tahun sebelumnya dan nilai ekspornya naik sebesar 32,21% dari tahun sebelumnya. Peningkatan ekspor lada tersebut antara lain disebabkan oleh upaya dari Dinas Perkebunan di daerah sentra produksi, seperti Dinas Perkebunan Bangka Belitung, yang mulai melakukan pembinaan penerapan sistem jaminan mutu dan keamanan pangan berdasarkan HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point) pada beberapa tahun terakhir. Sistem HACCP merupakan sistem jaminan mutu dan keamanan yang menekankan konsep pengendalian bahaya sejak dini, mulai dari pra proses sampai produk siap dipasarkan (Anonim, 2007c) Gambar 2.7. Perkembangan Volume Ekspor Lada Indonesia, Disamping mengekspor lada, Indonesia juga melakukan impor lada. Perkembangan volume impor lada di Indonesia menunjukkan kecenderungan meningkat (Gambar 2.8) dengan laju pertumbuhan sebesar 101,39% per tahun. Volume impor lada yang relatif cukup tinggi terjadi pada tahun 2001, 2002 dan 2006, masing-masing sebesar ton, ton dan ton (Lampiran 2.7). 11 Pusat Data dan Informasi Pertanian 11

28 (Ton)» Outlook Komoditas Perkebunan Gambar 2.8. Perkembangan Volume Impor Lada Indonesia, Berdasarkan nilai ekspor dan nilai impor diperoleh neraca perdagangan lada Indonesia, dimana selama tahun menunjukkan posisi surplus yang cenderung menurun. Jika pada tahun 2000 surplus perdagangan lada Indonesia mencapai US$ ribu, maka pada tahun 2006 menjadi US$ ribu (Lampiran 2.7) PERKEMBANGAN LUAS TANAMAN MENGHASILKAN, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS LADA DUNIA Perkembangan luas tanaman menghasilkan lada dunia pada periode tahun cenderung mengalami peningkatan (Gambar 2.9). Pertumbuhan luas tanaman menghasilkan tertinggi terjadi pada tahun 1991 hingga mencapai 601,32% terhadap tahun sebelumnya, tetapi pertumbuhan produktivitas pada tahun tersebut hanya sebesar 12,70%, bahkan produksi turun sebesar 19,72%. Ini menunjukkan adanya perluasan tanaman lada yang cukup tinggi, yang juga berarti bahwa kebutuhan dunia akan lada amatlah tinggi, karena lada digunakan tidak hanya sebagai bumbu masak tetapi juga sebagai obat dan wewangian (industri). Rata-rata laju pertumbuhan luas tanaman menghasilkan lada dunia tahun sebesar 18,23% per tahun, sementara laju pertumbuhan produksi lada dunia sebesar 4,97% dan pertumbuhan produktivitas lada dunia hanya sebesar 0,90% (Lampiran 2.8). 12 Pusat Data dan Informasi Pertanian

29 (Ha) Outlook Komoditas Perkebunan 2007 « Gambar 2.9. Perkembangan Luas Tanaman Menghasilkan Lada Dunia, Berdasarkan rata-rata luas tanaman menghasilkan lada dunia selama periode tahun , Indonesia adalah negara terbesar kedua yang memberikan kontribusi luas tanaman menghasilkan lada sebesar 18,89% atau seluas hektar terhadap total luas tanaman menghasilkan lada dunia. India menempati urutan pertama dengan kontribusi sebesar 45,50% (Gambar 2.10). 9,40% 6,28% 5,79% 14,15% 18,89% 45,50% India Indonesia Viet Nam Sri Lanka Brazil Lainnya Gambar Negara-negara dengan Luas Tanaman Menghasilkan Lada Terbesar di Dunia, Perkembangan produksi lada dunia pada periode tahun cukup fluktuatif dengan kecenderungan meningkat (Gambar 2.11). Rata-rata laju pertumbuhan produksi lada pada periode tersebut sebesar 4,97% per tahun. (Lampiran 2.8). 13 Pusat Data dan Informasi Pertanian 13

30 (Kg/Ha) (Ton)» Outlook Komoditas Perkebunan Gambar Perkembangan Produksi Lada Dunia, Seperti halnya produksi, perkembangan produktivitas lada dunia juga fluktuatif dan cenderung meningkat pada periode tahun (Gambar 2.12) dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 0,90% per tahun (Lampiran 2.8) , , , , , ,00 900,00 800,00 700,00 Gambar Perkembangan Produktivitas Lada Dunia, Berdasarkan data rata-rata produksi lima tahun terakhir ( ), terdapat 4 (empat) negara produsen lada terbesar dunia. Indonesia menempati urutan pertama dengan kontribusi sebesar 23,10% dari total produksi lada dunia. Urutan kedua adalah Brazil dengan kontribusi sebesar 17,29%. Urutan ketiga dan keempat adalah Vietnam dan India dengan kontribusi masing-masing sebesar 16,18% dan 13,89% (Gambar 2.13). 14 Pusat Data dan Informasi Pertanian

31 Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «Gambar Negara Produsen Lada Terbesar di Dunia, PERKEMBANGAN EKSPOR-IMPOR LADA DUNIA Perkembangan volume ekspor lada dunia tahun sejak tahun 1961 juga berfluktuasi, namun cenderung meningkat hingga tahun 2005 (Gambar 2.14). Gambar Perkembangan Volume Ekspor Lada Dunia, Berdasarkan rata-rata volume ekspor lada dunia selama lima tahun ( ), terdapat 5 (lima) negara eksportir lada terbesar dunia (Gambar 2.15). Vietnam berada pada urutan pertama dengan kontribusi sebesar 18,83% terhadap total ekspor dunia. Indonesia berada pada urutan ketiga dengan kontribusi sebesar 12,89%, yang sebelumnya adalah USA pada urutan kedua 15 Pusat Data dan Informasi Pertanian 15

32 » Outlook Komoditas Perkebunan 2007 dengan kontribusi sebesar 17,29%. Sementara pada urutan keempat dan kelima adalah Brazil dan Singapura dengan kontribusi masing-masing sebesar 10,73% dan 6,92%. Gambar Lima Negara Eksportir Lada Dunia, Seperti halnya ekspor lada, perkembangan volume impor lada dunia sejak tahun 1961 terus meningkat hingga tahun 2005, seperti terlihat pada Gambar Gambar Perkembangan Volume Impor Lada Dunia, Selama 5 tahun terakhir, yaitu tahun terdapat 5 (lima) negara importir lada terbesar di dunia. Kelima negara tersebut adalah USA, Jerman, India, Belanda dan Singapura, dengan masing-masing kontribusi seperti terlihat pada Gambar Indonesia meskipun melakukan impor lada namun jumlahnya 16 Pusat Data dan Informasi Pertanian

33 Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «sangat kecil yaitu hanya sebesar 0,52%, dan berada pada urutan ke-33 dari seluruh negara importir lada di dunia. Gambar Lima Negara Importir Lada Dunia, PROYEKSI PENAWARAN LADA Produksi lada nasional umumnya digunakan untuk kepentingan ekspor, oleh sebab itu penawaran lada didasarkan pada perilaku harga ekspor lada dan luas areal tanaman lada. Berdasarkan penelusuran model dengan menggunakan model regresi berganda, diketahui bahwa produksi lada nasional dipengaruhi oleh luas areal dan harga ekspor tiga tahun sebelumnya. Koefisien determinasi dari fungsi respons diperoleh sebesar 91,0%, yang menunjukkan bahwa peubahpeubah yang digunakan dalam model dapat menjelaskan keragaman model produksi lada sebesar 91,0%. Hasil analisis fungsi respon produksi lada secara lengkap disajikan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Hasil Analisis Fungsi Respon Produksi Lada Peubah Koefisien Standar Error T P Konstanta 2,4277 0,4846 5,01 0,000 Ln Luas Areal 0, , ,23 0,000 Ln Harga Ekspor (t-3) 0, , ,02 0,005 R 2 = 91,0% ; P(F-stat) = 0, Pusat Data dan Informasi Pertanian 17

34 » Outlook Komoditas Perkebunan 2007 Angka koefisien regresi menunjukkan bahwa produksi lada dipengaruhi secara nyata oleh luas areal dan harga ekspor lada tiga tahun sebelumnya. Jika luas areal meningkat 1 satuan, maka produksi akan meningkat sebesar 0,63841 satuan. Sementara bila harga ekspor meningkat 1 satuan, maka produksi akan meningkat sebesar 0,14009 satuan. Tabel 2.2. Hasil Proyeksi Produksi Lada di Indonesia, Tahun Produksi (Ton) 2007*) Pertumbuhan (%) , ,49 Rata-rata Pertumbuhan (%/th.) 2,02 Keterangan : *) Angka Sementara, Direktorat Jenderal Perkebunan Berdasarkan model regresi tersebut dilakukan proyeksi terhadap produksi lada di Indonesia. Hasil proyeksi menunjukkan bahwa produksi lada tahun 2008 diperkirakan sebesar ton atau mengalami sedikit penurunan dibandingkan Angka Sementara 2007, namun kembali meningkat pada tahun 2009 menjadi sebesar ton. Rata-rata pertumbuhan per tahun diperkirakan sebesar 2,02% (Tabel 2.2) PROYEKSI PERMINTAAN LADA Proyeksi permintaan lada didasarkan pada proyeksi konsumsi domestik lada. Data konsumsi lada bersumber dari BPS yang merupakan hasil SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) setiap 3 tahun sekali. Data yang digunakan sebagai proyeksi permintaan adalah data SUSENAS tahun Untuk tahun-tahun yang tidak dilakukan survei, dihitung dengan menggunakan interpolasi. Permintaan lada diproyeksikan dengan metode pemulusan eksponensial berganda (double exponential smoothing). Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode tersebut, diperoleh angka proyeksi tahun , dengan 18 Pusat Data dan Informasi Pertanian

35 Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «laju pertumbuhan rata-rata sebesar 20,26% per tahun (Tabel 2.3). Pada tahun 2006 diperkirakan total konsumsi lada oleh rumah tangga di Indonesia akan mencapai ton, dan tahun 2009 diperkirakan akan mencapai ton. Tabel 2.3. Hasil Proyeksi Total Konsumsi Lada oleh Rumah Tangga di Indonesia, Tahun Konsumsi Nasional (Ton) Pertumbuhan (%) , , ,24 Rata-rata Pertumbuhan (%/thn.) 20, PROYEKSI SURPLUS/DEFISIT LADA Jika penawaran komoditi lada berdasarkan produksi dan total konsumsi rumah tangga merupakan gambaran dari total permintaan, maka dalam periode tahun diperkirakan akan terjadi surplus lada (Tabel 2.4). Surplus tersebut merupakan ekspor nasional, karena lada merupakan komoditi ekspor Indonesia, disamping itu juga merupakan permintaan industri. Pada tahun 2007 surplus lada Indonesia diperkirakan sebesar ton, tahun 2008 sebesar ton dan akan mencapai ton pada tahun Tabel 2.4. Hasil Proyeksi Surplus/Defisit Lada di Indonesia, Tahun Produksi (Ton) Total Permintaan Rumah Tangga (Ton) Surplus/Defisit (Ton) Pusat Data dan Informasi Pertanian 19

36 » Outlook Komoditas Perkebunan 2007 Lampiran 2.1. Luas Areal Lada Menurut Jenis Pengusahaan, Luas Areal (Ha) Tahun Pertumb. Pertumb. Pertumb. PR PBS Nasional (%) (%) (%) , , ,07 3 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , *) , , ,44 Rata-rata Pertumbuhan (%) ,42 21,04 4, ,70 37,49 3, ,36-11,86 6,33 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan Keterangan : *) Angka Sementara PR = Perkebunan Rakyat PBS = Perkebunan Besar Swasta 20 Pusat Data dan Informasi Pertanian

37 Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «Lampiran 2.2. Produksi Lada Menurut Jenis Pengusahaan, Produksi (Ton) Tahun Pertumb. Pertumb. Pertumb. PR PBS Nasional (%) (%) (%) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,02 2 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , *) , , ,31 Rata-rata Pertumbuhan (%) ,61 43,23 5, ,44 64,36 5, ,06 0,97 6,04 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan Keterangan : *) Angka Sementara PR = Perkebunan Rakyat PBS = Perkebunan Besar Swasta 21 Pusat Data dan Informasi Pertanian 21

38 » Outlook Komoditas Perkebunan 2007 Lampiran 2.3. Sepuluh Provinsi Sentra Produksi Lada di Indonesia, No. Provinsi Produksi (Ton) *) Rata-rata Share (%) Kumulatif (%) 1 Lampung ,67 27,67 2 Bangka Belitung ,68 53,35 3 Kalimantan Timur ,82 64,17 4 Kalimantan Tengah ,68 70,85 5 Sulawesi Selatan ,53 77,38 6 Kalimantan Barat ,88 83,25 7 Sumatera Selatan ,96 88,21 8 Sulawesi Tenggara ,71 91,93 9 Bengkulu ,66 95,59 10 Jawa Tengah ,91 96,50 11 Lainnya ,50 100,00 Nasional ,00 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan Keterangan : *) Angka Sementara 22 Pusat Data dan Informasi Pertanian

39 Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «Lampiran 2.4. Perkembangan Produktivitas Lada di Indonesia, Sumber Tahun ,78 Produktivitas Pertumbuhan (Kg/Ha) (%) ,92-11, ,33 2, ,54-10, ,34 1, ,98-0, ,64-39, ,89-6, ,19 11, ,67 49, ,45 11, ,14 4, ,97-1, ,23-0, ,00-19, ,00 3, ,39-2, *) 640,62-4,15 Rata-rata Pertumbuhan (%) : Direktorat Jenderal Perkebunan Keterangan : *) Angka Sementara -0,74 23 Pusat Data dan Informasi Pertanian 23

40 » Outlook Komoditas Perkebunan 2007 Lampiran 2.5. Konsumsi Lada per Kapita di Indonesia, Tahun Konsumsi Pertumbuhan (Ons/kapita/tahun) (%) , *) 0,70-9, *) 0,63-9, ,57-9, *) 0,67 17, *) 0,79 17, ,94 17, *) 1,07 14, *) 1,23 14, ,40 14, *) 1,49 5, *) 1,57 5, ,66 5, *) 1,35-19, *) 1,09-19, ,88-19, *) 1,01 13, *) 1,14 13, ,30 13, , ,99 5, ,20 21,05 Rata-rata Pertumbuhan (%) ,22 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Pusdatin Keterangan : *) Hasil interpolasi 24 Pusat Data dan Informasi Pertanian

41 Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «Lampiran 2.6. Perkembangan Harga Lada di Tingkat Produsen di Indonesia, Tahun Harga Pertumbuhan (Rp/Kuintal) (%) , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,20 Rata-rata Pertumbuhan (%) 10,63 Sumber : Badan Pusat Statistik 25 Pusat Data dan Informasi Pertanian 25

42 » Outlook Komoditas Perkebunan 2007 Lampiran 2.7. Perkembangan Ekspor-Impor Lada Indonesia, Tahun Ekspor Impor Volume Pertumb. Nilai Pertumb. Volume Pertumb. Nilai Pertumb. (Ton) (%) (000 US$) (%) (Ton) (%) (000 US$) (%) Neraca (000 US$) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , Rata-rata Pertumb. (%) -6,93-10,71 101,39 29,80 Sumber : Badan Pusat Statistik 26 Pusat Data dan Informasi Pertanian

43 Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «Lampiran 2.8. Perkembangan Luas Tanaman Menghasilkan, Produksi dan Produktivitas Lada Dunia, Tahun Luas Tanaman Produksi Produktivitas Menghasilkan Pertumb. (%) Pertumb. (%) (Ton) (Kg/Ha) (Ha) Pertumb. (%) , , ,21 863,64 1, , ,51 913,01 5, , ,27 905,85-0, , ,94 869,44-4, , ,90 852,92-1, , ,68 875,82 2, , ,82 993,43 13, , ,55 964,40-2, , ,00 993,77 3, , ,58 978,54-1, , ,30 985,66 0, , ,60 950,88-3, , ,59 998,18 4, , ,03 966,29-3, , , ,05 3, , ,74 915,06-8, , ,83 902,79-1, , ,27 847,14-6, , ,20 874,91 3, , ,66 849,11-2, , ,88 814,20-4, , ,46 804,91-1, , ,46 810,09 0, , ,94 934,79 15, , ,35 849,37-9, , ,71 796,04-6, , ,30 862,57 8, , ,91 915,71 6, , , ,13 12, , , ,42 12, , , ,79 2, , , ,11-2, , , ,47-0, , , ,82 4, , , ,32-1, , , ,66 3, , , ,45-1, , , ,44 6, , , ,20-9, , , ,89 0, , , ,64 3, , , ,35 15, , , ,65 2, , , ,33-14, , , ,87-4,19 Rata-rata Pertumbuhan (%) ,23 4,97 0, ,32 7,37 0, ,83 0,61 1,00 Sumber : FAO 27 Pusat Data dan Informasi Pertanian 27

44 » Outlook Komoditas Perkebunan Pusat Data dan Informasi Pertanian

45 Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «BAB III. KOPI Komoditas kopi merupakan salah satu komoditas ekspor andalan Indonesia. Sejak jaman Hindia Belanda hingga saat ini, Indonesia menjadi salah satu negara produsen kopi terbesar dunia. Posisi Indonesia lima tahun terakhir ada pada urutan keempat setelah Brazil, Kolombia dan Vietnam bahkan sebelumnya posisi Indonesia berada pada posisi ketiga. Keberhasilan negara Vietnam antara lain disebabkan tingginya produktivitas dalam budidaya kopi yang mencapai 1,8 ton per hektar, sedangkan produktivitas budidaya kopi Indonesia hanya mencapai 0,58 ton per hektar (Irawan dan Joko, 2004). Peranan kopi sebagai komoditas ekspor perlu terus didorong, salah satunya dengan meningkatkan produksi kopi melalui penggunaan klon-klon unggul dan konversi kopi robusta ke arabika dengan teknik penyambungan. Konversi dilakukan dengan pertimbangan beberapa masalah, antara lain harga kopi arabika yang lebih mahal dibandingkan dengan harga kopi robusta, khususnya di pasar dunia, komposisi produksi kopi secara nasional didominasi oleh kopi robusta (± 90 %), banyak kopi robusta ditanam di lahan tinggi yang sebenarnya lebih cocok untuk kopi arabika. Umumnya upaya konversi tanaman berakibat terputusnya pendapatan sehingga memberatkan perekonomian petani, untuk itu teknik konversi yang dikembangkan adalah penyambungan di lapangan dengan metode swing. Metode ini memberikan hasil kopi sebesar 50% dari sisa tajuk yang tidak di swing dan arabika hasil konversi berproduksi lebih awal (Ipard, 2007) PERKEMBANGAN LUAS AREAL, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS KOPI DI INDONESIA Perkembangan luas areal kopi nasional selama 40 tahun ( ) menunjukkan kecenderungan meningkat (Gambar 3.1). Rata-rata pertumbuhan dari tahun meningkat sebesar 3,70% per tahun. Krisis ekonomi yang terjadi berpengaruh pada pertumbuhan luas areal kopi yang tercermin dari melambatnya pertumbuhan pada periode sebesar 1,27% per tahun (Tabel 3.1). 29 Pusat Data dan Informasi Pertanian 29

46 » Outlook Komoditas Perkebunan 2007 Gambar 3.1. Perkembangan Luas Areal Kopi di Indonesia, Tabel 3.1. Laju Pertumbuhan dan Kontribusi Luas Areal dan Produksi Kopi di Indonesia Tahun Pertumbuhan (%) Kontribusi (%) Luas Areal Produksi PR PBN PBS Total PR PBN PBS Total 3,90 4,72 1,44 89,51 95,91 94,18 2,18 3,22-0,96 5,00 2,03 2,83 2,22 3,03-0,22 5,50 2,06 2,98 3,70 4,52 1,27 100,00 100,00 100,00 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, diolah Pusdatin Keterangan : PR = Perkebunan Rakyat PBN = Perkebunan Besar Negara PBS = Perkebunan Besar Swasta 4,25 3,84 5,47 91,43 95,66 93,68 4,96 6,86-0,75 4,81 2,48 3,89 5,78 5,58 6,39 3,76 1,86 2,43 4,11 3,77 5,12 100,00 100,00 100,00 Di Indonesia terdapat 3 jenis pengusahaan perkebunan, yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS). Secara umum luas areal kopi nasional didominasi oleh perkebunan rakyat yang memiliki kontribusi sebesar 89,51% dari total luas areal kopi nasional pada tahun Pada tahun 2007 kontribusi luas areal perkebunan rakyat naik menjadi 95,91%. Sementara itu kontribusi luas areal perkebunan besar negara dan perkebunan besar swasta berimbang. Perkembangan luas areal di kedua jenis perkebunan besar tersebut tampak berfluktuasi dan cenderung lebih tinggi di perkebunan besar swasta (Gambar 3.2). 30 Pusat Data dan Informasi Pertanian

47 Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «Gambar 3.2. Perkembangan Luas Areal Kopi Perkebunan Besar Negara (PBN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS), Dari Tabel 3.1 tampak bahwa rata-rata pertumbuhan luas areal kopi per tahun selama tahun di tiga jenis pengusahaan perkebunan meningkat dan tertinggi di perkebunan rakyat sebesar 3,90%, sedangkan di perkebunan besar negara dan besar swasta masing-masing meningkat sebesar 2,18% dan 2,22%. Setelah krisis ekonomi ( ), pertumbuhan rata-rata per tahun menunjukkan perkembangan berbeda dimana di perkebunan besar negara dan perkebunan swasta pertumbuhannya menurun masing-masing sebesar 0,96% dan 0,22%, sedangkan perkebunan rakyat meningkat sebesar 1,44%. Secara rinci perkembangan luas areal kopi di Indonesia menurut jenis pengusahaan disajikan pada Lampiran 3.1. Secara umum perkembangan produksi kopi selama tahun sejalan dengan perkembangan luas arealnya, yaitu berfluktuasi namun cenderung meningkat (Gambar 3.3). Rata-rata pertumbuhan produksi kopi nasional kurun waktu meningkat 4,11% per tahun, sedangkan menurut jenis pengusahaannya dalam kurun waktu tersebut pertumbuhan tertinggi dicapai oleh perkebunan besar swasta sebesar 5,78% per tahun. Setelah krisis ekonomi ( ) pertumbuhan rata-rata produksi di perkebunan rakyat dan perkebunan besar swasta meningkat masing-masing sebesar 5,47% dan 6,39%, sedangkan di perkebunan besar negara justru menurun sebesar 0,75% (Tabel 3.1). 31 Pusat Data dan Informasi Pertanian 31

48 » Outlook Komoditas Perkebunan 2007 Gambar 3.3. Perkembangan Produksi Kopi di Indonesia, Perkembangan produksi di perkebunan besar negara dan swasta berbeda dengan perkembangan arealnya. Di perkebunan besar negara, perkembangan areal relatif lebih rendah dibanding perkebunan besar swasta tetapi perkembangan produksi menunjukkan lebih tinggi (Gambar 3.4). Hal ini dimungkinkan karena banyak tanaman yang merupakan umur produktif sehingga produksi yang dihasilkan tinggi. Secara rinci perkembangan produksi kopi disajikan pada Lampiran 3.2. Gambar 3.4. Perkembangan Produksi Kopi di Perkebunan Besar Negara (PBN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS), Kontribusi produksi kopi menurut jenis pengusahaan menunjukkan bahwa kopi rakyat mendominasi produksi kopi nasional. Berdasarkan data rata-rata produksi kopi selama 5 tahun terakhir ( ), sebesar 95,82% produksi kopi nasional merupakan produksi kopi rakyat. Sementara itu kontribusi 32 Pusat Data dan Informasi Pertanian

49 Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «perkebunan besar negara sebesar 2,56% dan perkebunan besar swasta sebesar 1,63% (Gambar 3.5). Gambar 3.5. Kontribusi Produksi Kopi Indonesia Menurut Jenis Pengusahaan, Kopi rakyat mendominasi produksi maupun luas areal di Indonesia. Berdasarkan rata-rata produksi tahun , daerah penghasil utama atau sentra produksi kopi rakyat adalah Provinsi Sumatera Selatan, Riau, Sumatera Utara, Jambi, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Keenam provinsi tersebut memberi kontribusi sebesar 72,98% terhadap total produksi kopi nasional. Kontribusi terbesar berasal dari Provinsi Sumatera Selatan sebesar 21,92%, disusul oleh Lampung sebesar 21,34%. Bengkulu, Sumatera Utara, Jatim dan Aceh berada di urutan berikutnya dengan kontribusi antara 6,13% - 9,24%. Besarnya kontribusi produksi kopi dari provinsi sentra disajikan pada Gambar 3.6 dan secara rinci pada Lampiran 3.3. Gambar 3.6. Kontribusi Sentra Produksi Kopi di Indonesia, Pusat Data dan Informasi Pertanian 33

50 » Outlook Komoditas Perkebunan 2007 Perkembangan produktivitas kopi di Indonesia pada periode tahun menurut jenis pengusahaannya, meskipun berfluktuasi namun cenderung meningkat. Fluktuasi yang tajam terjadi pada perkebunan besar swasta (Gambar 3.7). Rata-rata produktivitas tahun tertinggi di perkebunan rakyat sebesar 714 kg/ha, diikuti di perkebunan besar negara sebesar 696 kg/ha dan perkebunan besar swasta sebesar 620 kg/ha. Pertumbuhan rata-rata produktivitas kopi per tahun pada kurun waktu tersebut turun landai di perkebunan rakyat dan perkebunan besar negara masing-masing sebesar 0,34% dan 0,01%, tetapi meningkat signifikan di perkebunan besar swasta sebesar 9,17% per tahun (Tabel 3.2) Gambar 3.7. Produktivitas Kopi Indonesia Menurut Jenis Pengusahaan, Tabel 3.2. Perkembangan Produktivitas Kopi Indonesia, Tahun PR Pertumb. (%) PBN Produktivitas (Kg/Ha) Pertumb. (%) PBS Pertumb. (%) Indonesia Pertumb. (%) , , , , , , , , , , , , , , , ,58 Rata-rata 714-0, , , ,27 Sumber : Ditjen Perkebunan diolah oleh Pusdatin 34 Pusat Data dan Informasi Pertanian

51 Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «Berdasarkan data rata-rata tahun , sebesar 89,50% produksi kopi Indonesia adalah kopi robusta dan sisanya merupakan kopi arabika (Gambar 3.8). Secara rinci produksi kopi menurut jenis kopi disajikan pada Lampiran 3.4. Gambar 3.8. Kontribusi Produksi Kopi Indonesia Menurut Jenis Kopi, PERKEMBANGAN KONSUMSI KOPI DI INDONESIA Permintaan kopi untuk konsumsi rumah tangga berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) berupa kopi bubuk dan kopi biji. Perkembangan konsumsi kopi oleh rumah tangga dari setiap periode survei secara umum menunjukkan peningkatan, kecuali pada tahun 1987 dan 1999 yang mengalami penurunan cukup besar dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Gambar 3.9). Gambar 3.9. Perkembangan Konsumsi Kopi di Indonesia, Pusat Data dan Informasi Pertanian 35

52 » Outlook Komoditas Perkebunan 2007 Permintaan kopi di Indonesia sebagian untuk ekspor dan sebagian lagi untuk kebutuhan dalam negeri termasuk yang dikonsumsi rumah tangga. Perkembangan konsumsi rumah tangga selama tahun tumbuh ratarata sebesar 6,45% per periode survei. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2002 sebesar 57,59% (Tabel 3.3). Kecenderungan meningkatnya konsumsi kopi diduga sebagai dampak semakin beragamnya produk minuman berbahan baku kopi yang di pasarkan di Indonesia. Tabel 3.3. Perkembangan Konsumsi Kopi di Indonesia, Tahun Konsumsi/Kapita Konsumsi/Kapita Pertumbuhan (Ons/Minggu) (Ons/Tahun) (%) ,186 0,157 0,184 0,199 0,195 0,158 0,249 0,246 9,67 8,16 9,57 10,35 10,14 8,22 12,95 12,79-15,59 17,20 8,15-2,01-18,97 57,59-1,20 Rata-rata 6,45 Sumber : BPS (Susenas), diolah oleh Pusdatin 3.3. PERKEMBANGAN HARGA KOPI DI INDONESIA Kopi di Indonesia sekitar 90% merupakan kopi jenis robusta dan sisanya merupakan kopi jenis arabika. Karena sebagian besar adalah jenis robusta, maka perkembangan harga yang disajikan adalah harga kopi jenis robusta. Secara umum perkembangan harga rata-rata kopi robusta di pasar dalam negeri berfluktuasi namun cenderung meningkat (Gambar 3.10). Peningkatan harga rata-rata kopi di pasar dalam negeri pada tahun sebesar 5,77% per tahun. Perkembangan selanjutnya pada periode tahun (setelah krisis ekonomi) harga kopi di pasar dalam negeri meningkat cukup signifikan akibat perubahan nilai tukar yang tinggi, yaitu sebesar 68,86% per tahun (Lampiran 3.5). Peningkatan yang besar ini dipicu peningkatan signifikan di tahun 1998 sebesar 609,07%, karena pertumbuhan tahun berikutnya mengecil bahkan menurun pada tahun Harga rata-rata kopi robusta di pasar dalam 36 Pusat Data dan Informasi Pertanian

53 Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «negeri sebelum krisis pada tahun 1997 adalah Rp ,00 meningkat menjadi Rp ,00 pada tahun Gambar Perkembangan Harga Kopi Robusta di Pasar Dalam Negeri, Sementara itu harga kopi robusta di pasar dunia dari tahun ke tahun tampak lebih fluktuatif (Gambar 3.11). Selama tahun harga kopi tertinggi dicapai pada tahun 1997 sebesar US$ 184,92 cent/lb. Selanjutnya perkembangan harga kopi robusta di pasar dunia terus merosot dan mencapai harga terendah pada tahun 2004 sebesar US$ 75,40 cent/lb. Setelah tahun 2004 harga kopi robusta mulai merangkak naik hingga tahun Rata-rata pertumbuhan pada tahun meningkat cukup tinggi sebesar 10,45% per tahun dan setelah krisis ( ) pertumbuhan meningkat landai sebesar 0,89% per tahun. Secara rinci perkembangan harga kopi robusta disajikan pada Lampiran 3.5. Gambar Perkembangan Harga Kopi Robusta di Pasar Dunia, Pusat Data dan Informasi Pertanian 37

54 » Outlook Komoditas Perkebunan PERKEMBANGAN EKSPOR-IMPOR KOPI INDONESIA Sebagian produksi kopi Indonesia adalah untuk ekspor. Rata-rata tiga tahun terakhir kebutuhan ekspor kopi sekitar 60% dari produksi kopi nasional. Perkembangan ekspor kopi Indonesia selama tahun berfluktuasi tetapi mempunyai kecenderungan meningkat (Gambar 3.12). Gambar Perkembangan Volume Ekspor Kopi di Indonesia, Volume ekspor kopi di Indonesia pada periode tahun tumbuh rata-rata 5,11% per tahun. Selama kurun waktu tersebut, pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 1996, yaitu meningkat sebesar 56,25% dan terendah pada tahun 1992, yaitu turun sebesar 29,24%. Volume ekspor kopi tertinggi dicapai pada tahun 2005 sebesar 445,83 ribu ton dengan nilai ekspor sebesar US$ 503,84 juta. Sementara itu perkembangan nilai ekspor kopi Indonesia lebih fluktuatif dibandingkan volume ekspornya (Gambar 3.13). Nilai ekspor kopi Indonesia tahun meningkat rata-rata sebesar 14,71% per tahun. Selama kurun waktu tersebut pertumbuhan nilai ekspor kopi tertinggi terjadi pada tahun 1977 sebesar 152,31%. Nilai ekspor kopi tertinggi dicapai pada tahun 1986 senilai US$ 818,39 juta. Secara rinci perkembangan ekspor impor kopi disajikan pada Lampiran Pusat Data dan Informasi Pertanian

55 Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «Gambar Perkembangan Nilai Ekspor Kopi di Indonesia, Meskipun kecil, Indonesia juga melakukan kegiatan impor kopi. Neraca ekspor-impor kopi baik dilihat dari sisi volume maupun nilainya menunjukkan perkembangan yang cenderung positif, artinya lebih tinggi ekspor daripada impornya. Neraca perdagangan ekspor-impor menunjukkan posisi surplus tertinggi pada tahun 1986 dengan nilai sebesar US$ 818,13 juta. Krisis ekonomi juga terasa dampaknya pada neraca perdagangan kopi dimana pada tahun surplus tampak terus menurun dan mulai meningkat kembali pada tahun Secara rinci perkembangan neraca perdagangan kopi disajikan pada Lampiran PERKEMBANGAN LUAS TANAMAN MENGHASILKAN, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS KOPI DUNIA Perkembangan luas tanaman menghasilkan komoditas kopi dunia selama tahun menunjukkan kecenderungan meningkat meski landai (Gambar 3.14). Rata-rata pertumbuhan dalam kurun waktu tersebut sebesar 0,28% per tahun. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 1977 yaitu sebesar 13,35% dengan luas areal sebesar 8,99 juta ha. Secara rinci luas tanaman menghasilkan kopi dunia disajikan pada Lampiran Pusat Data dan Informasi Pertanian 39

56 » Outlook Komoditas Perkebunan 2007 Gambar Perkembangan Luas Areal Tanaman Menghasilkan Kopi Dunia, Tidak berbeda dengan luas areal menghasilkan kopi, produksi kopi dunia selama periode tahun juga menunjukkan kecenderungan meningkat (Gambar 3.15). Peningkatan produksi kopi dunia lebih banyak ditentukan oleh pertumbuhan produktivitasnya. Menurut data FAO, produksi kopi dunia tahun rata-rata tumbuh sebesar 2,16% per tahun dengan pertumbuhan meningkat cukup signifikan pada tahun 1977 sebesar 24,90% dan pada tahun 1981 sebesar 25,68%. Secara rinci perkembangan produksi kopi dunia disajikan pada Lampiran 3.7. Gambar Perkembangan Produksi Kopi Dunia, Berdasarkan produksi kopi dunia rata-rata tahun , terdapat 5 negara produsen kopi terbesar di dunia yang memberikan kontribusi produksi kopi sebesar 63,51% terhadap total produksi kopi dunia. Kelima negara tersebut adalah Brazil, Vietnam, Kolombia, Indonesia dan Mexico (Gambar 3.16). Negara 40 Pusat Data dan Informasi Pertanian

57 Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «produsen kopi terbesar dunia pada urutan pertama adalah Brazil dengan ratarata tingkat produksi sebesar 2.37 juta ton dan memberikan kontribusi produksi kopi sebesar 31,28%. Vietnam berada di urutan kedua dengan tingkat produksi sebesar 0,79 juta ton serta berkontribusi sebesar 10,40%. Negara produsen kopi terbesar lainnya berkontribusi kurang dari 10%. Indonesia berada pada urutan keempat dengan tingkat produksi sebesar 0,66 juta ton dan berkontribusi sebesar 8,69%. Besarnya kontribusi produksi masing-masing negara produsen disajikan pada Lampiran 3.8. Gambar Negara-negara Produsen Kopi Terbesar di Dunia, Perkembangan produktivitas kopi dunia pada tahun menunjukkan kecenderungan meningkat dan rata-rata pertumbuhannya lebih tinggi dari arealnya (Gambar 3.17). Menurut data FAO, selama kurun waktu rata-rata pertumbuhan produktivitas kopi dunia meningkat sebesar 1,74% per tahun, produktivitas tertinggi dicapai pada tahun 2006 sebesar 769 kg/ha. Sementara rata-rata produktivitas kopi Indonesia pada tahun yang sama sebesar 714 kg/ha, masih di bawah rata-rata produktivitas kopi dunia. Secara rinci perkembangan produktivitas kopi dunia disajikan pada Lampiran Pusat Data dan Informasi Pertanian 41

58 » Outlook Komoditas Perkebunan 2007 Gambar Perkembangan Produktivitas Kopi Dunia, PERKEMBANGAN EKSPOR-IMPOR KOPI DUNIA Secara umum perkembangan volume ekspor dan volume impor kopi dunia pada periode tahun menunjukkan kecenderungan meningkat (Gambar 3.18). Selama kurun waktu tersebut ( ), rata-rata pertumbuhan volume ekspor sebesar 1,74% per tahun. Ekspor tertinggi terjadi pada tahun 2004 sebesar 5,58 juta ton dengan nilai US$ 7.058,19 juta. Sedangkan rata-rata pertumbuhan volume impor kopi dunia sebesar 1,82% per tahun dan impor tertinggi juga terjadi pada tahun 2004 sebesar 5,49 juta ton dengan nilai US$ 7.494,05 juta. Secara rinci perkembangan ekspor-impor kopi dunia disajikan pada Lampiran 3.9. Gambar Perkembangan Volume Ekspor dan Volume Impor Kopi Dunia, Pusat Data dan Informasi Pertanian

59 Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «Berdasarkan data rata-rata volume ekspor kopi tahun , Brazil merupakan negara eksportir kopi terbesar di dunia dengan volume ekspor sebesar 1,39 juta ton. Ekspor kopi Brazil tersebut memberikan kontribusi volume ekspor sebesar 25,68% terhadap total volume ekspor kopi dunia. Peringkat kedua diduduki oleh Vietnam dengan volume ekspor sebesar 0,76 juta ton yang memberikan kontribusi volume ekspor sebesar 14,06%, diikuti oleh Kolombia di urutan ketiga dengan volume ekspor sebesar 0,58 juta ton yang memberikan kontribusi sebesar 10,77%. Indonesia berada pada urutan keempat sebagai negara eksportir kopi terbesar dunia dengan volume ekspor sebesar 0,34 juta ton dan memberikan kontribusi sebesar 6,21% terhadap total volume ekspor dunia (Gambar 3.19). Secara rinci besarnya kontribusi disajikan pada Lampiran Gambar Negara-negara Eksportir Kopi Terbesar di Dunia, Dari sisi impor kopi dunia, berdasarkan data FAO ( ) USA adalah negara importir kopi terbesar di dunia. Besarnya rata-rata volume impor kopi yang diserap oleh USA mencapai 1,20 juta ton dan berkontribusi sebesar 22,51% terhadap volume impor kopi dunia. Jerman berada pada urutan kedua dengan volume impor kopi sebesar 0,89 juta ton dan berkontribusi sebesar 16,63%. Negara importir kopi dunia lainnya hanya memberikan kontribusi volume impor dibawah 8%. Negara-negara importir kopi terbesar di dunia disajikan pada Gambar 3.20, sedangkan besarnya kontribusi negara-negara importir tersebut secara rinci disajikan pada Lampiran Pusat Data dan Informasi Pertanian 43

60 » Outlook Komoditas Perkebunan 2007 Gambar Negara-negara Importir Kopi Terbesar di Dunia, PROYEKSI PENAWARAN KOPI Hasil analisis fungsi penawaran komoditas kopi menunjukkan bahwa produksi kopi dipengaruhi oleh peubah-peubah luas areal periode (t), produksi satu tahun sebelumnya (t-1) dan harga riil kopi periode (t) dengan koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 95,4, yang berarti bahwa 95,4% sebaran produksi kopi dapat dijelaskan oleh sebaran peubah-peubah bebas yang digunakan didalam model (Tabel 3.4.). Tabel 3.4. Hasil Analisis Fungsi Respon Produksi Kopi Peubah Koefisien p_value Intercept Luas Areal periode (t) 0,4002 0,005 Produksi periode (t-1) 0,7004 0,000 Harga Riil Kopi periode (t) 217,72 0,020 R 2 = 95,4% ; p(f_stat) = 0,00 Dari Tabel 3.4 tampak bahwa koefisien-koefisien di dalam model bersifat nyata. Angka koefisien menunjukkan bahwa produksi kopi dipengaruhi oleh harga riil kopi dalam negeri, jika harga kopi meningkat satu satuan maka 44 Pusat Data dan Informasi Pertanian

61 Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «produksi kopi akan meningkat sebesar 217,72 satuan dan jika luas areal meningkat satu satuan maka produksi akan meningkat sebesar 0,40 satuan. Hasil proyeksi disajikan pada Tabel 3.6. Tabel 3.5. Hasil Proyeksi Produksi Kopi di Indonesia, Tahun Produksi Kopi (Ton) 2007*) Pertumbuhan (%) , ,48 Pertumbuhan 0,47 (%/th.) Keterangan : *) Angka Sementara, Direktorat Jenderal Perkebunan Proyeksi produksi kopi nasional menunjukkan hasil meningkat hingga tahun Produksi kopi tahun diperkirakan meningkat sebesar 0,47% per tahun (Tabel 3.5), dimana produksi kopi tahun 2008 diperkirakan sebesar ton dan tahun 2009 sebesar ton. Potensi lahan dan tenaga kerja Indonesia yang cukup besar masih belum tergali secara optimal sehingga memungkinkan hasil proyeksi produksi kopi ini terwujud. Disamping itu teknik konversi ke kopi arabika yang memiliki harga lebih baik di pasar dunia diharapkan dapat menarik minat petani untuk membudidayakan kopi. Hal ini tentu akan mendorong peningkatan produksi kopi. Upaya peningkatan produksi kopi ke depan diantaranya dengan melakukan peremajaan tanaman kopi yang telah tua dan dilakukan secara bertahap, penggunaan klon unggul serta pengembangan industri hilir PROYEKSI PERMINTAAN KOPI Permintaan kopi di Indonesia untuk konsumsi rumah tangga dalam bentuk kopi bubuk dan untuk ekspor. Analisis fungsi permintaan ekspor dilakukan dengan menggunakan analisis trend linear (univariate), sedangkan konsumsi kopi oleh rumah tangga dengan analisis regresi. Hasil analisis menunjukkan 45 Pusat Data dan Informasi Pertanian 45

62 » Outlook Komoditas Perkebunan 2007 bahwa konsumsi kopi per kapita dipengaruhi oleh konsumsi satu tahun sebelumnya (t-1), harga riil kopi dalam negeri periode (t) dan produksi periode (t). Koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 92,6%, artinya 92,6% keragaman dalam konsumsi kopi dapat dijelaskan oleh sebaran peubah-peubah bebas yang digunakan dalam model. Secara rinci disajikan pada Tabel 3.6. Tabel 3.6. Hasil Analisis Fungsi Respon Konsumsi Kopi Peubah Koefisien p-value Intercept 2,2064 0,022 Konsumsi per Kapita (t-1) 0,5293 0,000 Harga Riil Kopi (t) -0, ,003 Produksi (t) 0, ,001 R 2 = 92,6% Koefisien-koefisien di dalam model bersifat nyata yang ditunjukkan oleh p-value yang kurang dari 5%. Angka koefisien harga riil kopi bertanda negatif menunjukkan bahwa konsumsi dipengaruhi oleh harga, dimana jika harga kopi meningkat satu satuan maka konsumsi kopi akan menurun sebesar 0,5293 satuan. Hasil proyeksi permintaan yang dijelaskan dengan konsumsi dalam negeri kopi dan permintaan ekspor kopi disajikan pada Tabel 3.7. Tabel 3.7. Hasil Proyeksi Permintaan Kopi di Indonesia, Tahun Ekspor (Ton) Konsumsi Domestik (Ton) Total Permintaan (Ton) Pertumbuhan (%/th) 1,88 1,97 1,91 Permintaan kopi untuk ekspor diperkirakan akan meningkat sebesar 1,88% per tahun. Pada tahun 2007 volume ekspor kopi Indonesia diperkirakan sebesar 46 Pusat Data dan Informasi Pertanian

63 Outlook Komoditas Perkebunan 2007 « ton dan akan terus meningkat hingga tahun 2009 mencapai ton. Proyeksi pertumbuhan konsumsi kopi oleh rumah tangga ternyata lebih tinggi dari permintaan untuk ekspornya yaitu sebesar 1,97% per tahun. Tingginya laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga perlu mendapat perhatian karena merupakan peluang dalam meningkatkan produksi dan pengembangan komoditas kopi di masa mendatang. Berdasarkan hasil proyeksi tersebut diperkirakan total permintaan kopi tahun 2007 sebesar ton, tahun 2008 sebesar ton dan tahun 2009 sebesar ton PROYEKSI SURPLUS/DEFISIT KOPI Selama periode tahun diperkirakan masih terjadi surplus komoditas kopi di Indonesia (Tabel 3.8), namun karena pertumbuhan permintaan kopi lebih tinggi dari produksinya, maka surplus akan semakin menurun. Pada tahun 2007 surplus kopi di Indonesia diperkirakan sebesar ton, dan akan terus menurun hingga tahun 2009 menjadi ton. Surplus ini merupakan stok untuk industri kopi dalam negeri maupun untuk ekspor. Dengan demikian harus segera dilakukan langkah-langkah peningkatan produksi kopi dalam negeri untuk mengantisipasi kebutuhan kopi yang semakin meningkat. Tabel 3.8. Proyeksi Surplus/Defisit Kopi di Indonesia, Tahun Produksi (Ton) Total Permintaan (Ton) Suplus/Defisit (Ton) Pusat Data dan Informasi Pertanian 47

64 » Outlook Komoditas Perkebunan 2007 Lampiran 3.1. Perkembangan Luas Areal Kopi di Indonesia Menurut Jenis Pengusahaan, Tahun PR Pertumb. (%) PBN Pertumb. (%) PBS Pertumb. (%) Indonesia Pertumb. (%) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , *) , , , ,25 Rata-rata Pertumbuhan (%) ,90 2,18 2,22 3, ,72 3,22 3,03 4, ,44-0,96-0,22 1,27 Kontribusi (%) ,51 5,00 5,50 100, ,91 2,03 2,06 100, ,18 2,83 2,98 100,00 Sumber Keterangan : Direktorat Jenderal Perkebunan : *) Angka Sementara PR : Perkebunan Rakyat PBN : Perkebunan Besar Negara PBS : Perkebunan Besar Swasta Luas Areal (Ha) 48 Pusat Data dan Informasi Pertanian

65 Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «Lampiran 3.2. Perkembangan Produksi Kopi di Indonesia Menurut Jenis Pengusahaan, Tahun PR Pertumb. (%) PBN Pertumb. (%) PBS Pertumb. (%) Indonesia Pertumb. (%) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , *) , , , ,68 Rata-rata Pertumbuhan (%) ,25 4,96 5,78 4, ,84 6,86 5,58 3, ,47-0,75 6,39 5,12 Kontribusi (%) ,43 4,81 3,76 100, ,66 2,48 1,86 100, ,68 3,89 2,43 100,00 Sumber Keterangan : Direktorat Jenderal Perkebunan : *) Angka Sementara PR : Perkebunan Rakyat PBN : Perkebunan Besar Negara PBS : Perkebunan Besar Swasta Produksi (Ton) 49 Pusat Data dan Informasi Pertanian 49

66 » Outlook Komoditas Perkebunan 2007 Lampiran 3.3. Kontribusi Provinsi Sentra Produksi Kopi di Indonesia, Provinsi Produksi (Ton) *) Rata-rata Share (%) Kumulatif (%) Sumsel ,92 21,92 Lampung ,34 43,26 Bengkulu ,24 52,50 Sumatera Utara ,39 59,89 Jawa Timur ,96 66,85 N. Aceh Darussalam ,13 72,98 Lainnya ,02 100,00 Indonesia ,00 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, diolah Pusdatin Keterangan : *) Angka Sementara Lampiran 3.4. Produksi Kopi Indonesia Menurut Jenis Kopi, Robusta (Ton) Arabika (Ton) Tahun PR PBN PBS Indonesia PR PBN PBS Indonesia *) Rata Share (%) 89,50 10,50 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, diolah Pusdatin Keterangan : *) Angka Sementara 50 Pusat Data dan Informasi Pertanian

67 Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «Lampiran Harga Kopi Robusta di Pasar Dalam Negeri dan Pasar Dunia, Harga Pasar Harga Pasar Pertumb. Tahun Dalam Negeri Dunia (%) (Rp/Kg) (Cent US$/lb) Pertumb. (%) , ,30 132,38 12, ,65 104,57-21, ,99 90,51-13, ,44 85,34-5, ,93 67,02-21, ,07 68,45 2, ,35 144,56 111, ,01 145,41 0, ,65 115,67-20, ,67 184,92 59, ,07 132,11-28, ,07 104,17-21, ,52 89,92-13, ,69 54,91-38, ,94 56,36 2, ,02 60,64 7, ,14 75,4 24, ,45 111,5 47, ,20 142,6 27,89 Rata-rata Pertumbuhan (%) ,77 10, ,86 0,89 Sumber : Direktorat Jenderal PPHP 51 Pusat Data dan Informasi Pertanian 51

68 » Outlook Komoditas Perkebunan 2007 Lampiran 3.6. Perkembangan Ekspor-Impor Kopi Indonesia, Ekspor Impor Tahun Volume Pertumb. Nilai Pertumb. Volume Pertumb. Nilai Pertumb. (Ton) (%) (000 US$) (%) (Ton) (%) (000 US$) (%) Neraca (000 US$) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , Rata-rata Pertumbuhan (%) ,29 17,36 189,14 117, ,54 6,44 33,81 23, ,11 14,71 148,02 92,76 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah oleh Direktorat Jenderal Perkebunan dan Pusdatin 52 Pusat Data dan Informasi Pertanian

69 Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «Lampiran 3.7. Luas Tanaman Menghasilkan, Produksi dan Produktivitas Kopi Dunia, Tahun Luas TM Pertumb. Produksi Pertumb. Produktivitas Pertumb. (Ha) (%) (Ton) (%) (Kg/Ha) (%) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,70 Rata-rata Pertumbuhan (%) ,24 1,82 1, ,42 3,29 2, ,28 2,16 1,74 Sumber : FAO 53 Pusat Data dan Informasi Pertanian 53

70 » Outlook Komoditas Perkebunan 2007 Lampiran 3.8. Kontribusi Negara Produsen Kopi Terbesar di Dunia, Produksi (Ton) Share Kumulatif Negara Rata-rata (%) (%) 1. Brazil ,28 31,28 2. Vietnam ,40 41,69 3. Kolombia ,15 50,83 4. Indonesia ,69 59,52 5. Mexico ,99 63,51 6. Lainnya ,49 100,00 Dunia ,00 Sumber : FAO, diolah Pusdatin 54 Pusat Data dan Informasi Pertanian

71 Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «Lampiran 3.9. Perkembangan Ekspor - Impor Kopi Dunia, Ekspor Impor Tahun Volume Pertumb. Nilai Pertumb. Volume Pertumb. Nilai Pertumb. (000 Ton) (%) (000 US$) (%) (000 Ton) (%) (000 US$) (%) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,47 Rata-rata Pertumbuhan (%) ,58 9,55 1,91 9, ,34-1,07 1,49-1, ,74 7,31 1,82 6,89 Sumber : FAO, diolah Pusdatin 55 Pusat Data dan Informasi Pertanian 55

72 » Outlook Komoditas Perkebunan 2007 Lampiran Kontribusi Negara Eksportir Kopi Terbesar di Dunia, Negara Volume Ekspor (000 Ton) Share Kumulatif Rata-rata (%) (%) 1. Brazil ,68 25,68 2. Vietnam ,06 39,74 3. Kolombia ,77 50,51 4. Indonesia ,21 56,71 5. Guatemala ,13 60,84 6. Lainnya ,16 100,00 Dunia ,00 Sumber : FAO, diolah Pusdatin Lampiran Kontribusi Negara Importir Kopi Terbesar di Dunia, Negara Volume Impor (000 Ton) Share Kumulatif Rata-rata (%) (%) 1. USA ,51 22,51 2. Jerman ,63 39,14 3. Jepang ,42 46,56 4. Italia ,26 53,81 5. Perancis ,10 58,91 6. Spanyol ,26 63,17 7. Lainnya ,83 100,00 Dunia ,00 Sumber : FAO, diolah Pusdatin 56 Pusat Data dan Informasi Pertanian

73 Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «BAB IV. TEH Tanaman teh umumnya ditanam di perkebunan, dipanen secara manual, dan dapat tumbuh pada ketinggian m dpl. Teh berasal dari kawasan India bagian Utara dan Cina Selatan. Ada dua kelompok varietas teh yang terkenal, yaitu varietas assamica yang berasal dari Assam dan varietas sinensis yang berasal dari Cina. Varietas assamica daunnya agak besar dengan ujung yang runcing, sedangkan varietas sinensis daunnya lebih kecil dan ujungnya agak tumpul. Pohonnya kecil karena seringnya pemangkasan maka tampak seperti perdu. Bila tidak dipangkas, akan tumbuh kecil ramping setinggi 5-10 m, dengan bentuk tajuk seperti kerucut (Anonim, 2007d). Negeri Cina dipercayai sebagai tempat kelahiran tanaman teh. Kisah yang paling banyak diikuti tentang asal usul Teh, adalah cerita tentang Kaisar Shen Nung yang hidup sekitar tahun 2737 sebelum masehi. Kaisar Shen Nung juga disebut sebagai Bapak Tanaman Obat-Obatan Tradisional Cina saat itu. Konon kabarnya, pada suatu hari ketika sang Kaisar sedang bekerja di salah satu sudut kebunnya, terlebih dahulu ia merebus air di kuali di bawah rindangan pohon. Secara kebetulan, angin bertiup cukup keras dan menggugurkan beberapa helai daun pohon tersebut dan jatuh kedalam rebusan air dan terseduh. Sewaktu sang Kaisar meminum air rebusan tersebut, ia merasa bahwa air yang diminumnya lebih sedap daripada air putih biasa, dan menjadikan badan lebih segar. Daun yang terseduh kedalam rebusan air sang Kaisar adalah daun teh dan sejak saat itu teh mulai dikenal dan disebarluaskan(anonim, 2007e). Teh dikenal di Indonesia sejak tahun 1686 ketika seorang Belanda bernama Dr. Andreas Cleyer membawanya ke Indonesia yang pada saat itu penggunaannya hanya sebagai tanaman hias. Baru pada tahun 1728, pemerintah Belanda mulai memperhatikan teh dengan mendatangkan biji-biji teh secara besar-besaran dari Cina untuk dibudayakan di pulau Jawa. Usaha tersebut tidak terlalu berhasil dan baru berhasil setelah pada tahun 1824 Dr. Van Siebold, seorang ahli bedah tentara Hindia Belanda yang pernah melakukan penelitian alam di Jepang, mempromosikan usaha pembudidayaan dengan bibit teh dari Jepang. Usaha Pusat Data dan Informasi Pertanian 57

74 » Outlook Komoditas Perkebunan 2007 perkebunan teh pertama dipelopori oleh Jacobson pada tahun 1828 dan sejak itu menjadi komoditas yang menguntungkan pemerintah Hindia Belanda. Pada masa pemerintahan Gubernur Van Den Bosh, teh menjadi salah satu tanaman yang harus ditanam rakyat melalui politik Tanam Paksa (Culture Stetsel). Pada masa kemerdekaan, usaha perkebunan dan perdagangan teh diambil alih oleh pemerintah RI. Sekarang, perkebunan dan perdagangan teh juga dilakukan oleh pihak swasta(anonim, 2007f). Untuk mengetahui sejauh mana prospek komoditas teh dalam mendukung sektor pertanian di Indonesia, berikut ini akan disajikan perkembangan teh serta proyeksi penawaran dan permintaan teh untuk beberapa tahun ke depan PERKEMBANGAN LUAS AREAL, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TEH DI INDONESIA Perkembangan luas areal teh di Indonesia pada periode tahun cenderung mengalami peningkatan (Gambar 4.1) dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 0,45%. Pertumbuhan positif luas areal teh terjadi pada periode dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 1,20%, sedangkan periode sesudahnya mengalami penurunan rata-rata luas areal sebesar 1,86%. Penurunan luas areal teh yang cukup tinggi terjadi pada tahun 1971 dengan penurunan sebesar 12,07%. Sementara itu peningkatan luas areal teh terbesar terjadi pada tahun 1998 yakni sebesar 10,42% (Lampiran 4.1). 58 Pusat Data dan Informasi Pertanian

75 (Ha) Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «160, , , , , , ,000 90,000 Gambar 4.1. Perkembangan Luas Areal Teh di Indonesia, Perkembangan luas areal teh berdasarkan pengusahaan pada periode tahun sebagian besar merupakan perkebunan besar negara dengan rata-rata kontribusi sebesar 38,71%, diikuti perkebunan rakyat 36,20% dan sisanya merupakan perkebunan besar swasta. Tetapi setelah periode tersebut, perkebunan rakyat yang justru lebih mendominasi, diikuti perkebunan besar negara dan perkebunan besar swasta. Pada periode selanjutnya yaitu tahu , luas areal perkebunan rakyat mampu menggeser dominasi perkebunan besar negara dengan memberikan kontribusi sebesar 42,10%, sedangkan perkebunan besar negara dan perkebunan besar swasta memberikan kontribusi masing-masing sebesar 34,35% dan 23,55%. Untuk kondisi tahun 2007 (angka sementara) luas areal teh perkebunan rakyat sebesar ha (46,58 %), perkebunan besar negara ha (32,25 %) dan perkebunan besar swasta ha (21,16 %). Secara rinci perkembangan luas areal teh per periode disajikan pada Tabel 4.1. Pusat Data dan Informasi Pertanian 59

76 » Outlook Komoditas Perkebunan 2007 Tabel 4.1. Perkembangan Luas Areal Teh Per Periode, Periode PR PBN PBS Jumlah (Ha) Kontribusi (%) 36,20 38,71 25,09 100, (Ha) Kontribusi (%) 42,10 34,35 23,55 100, (Ha) Kontribusi (%) 46,58 32,25 21,16 100,00 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, diolah oleh Pusdatin Perkembangan luas areal teh secara umum berdasarkan pengusahaannya pada periode cenderung mengalami peningkatan. Peningkatan ratarata tertinggi terjadi pada perkebunan besar swasta yaitu sebesar 0,94%, diikuti perkebunan rakyat dan perkebunan besar negara masing-masing sebesar 0,71% dan 0,41%. Peningkatan luas areal perkebunan besar swasta yang cukup tinggi mampu meningkatkan kontribusi luas areal teh pada tahun Sementara itu luas areal teh pada perkebunan besar negara sejak tahun 1991 sudah tidak banyak mengalami peningkatan luas areal bahkan cenderung terus menurun (Lampiran 4.1). Pola penurunan luas areal teh berdasarkan pengusahaannya, untuk perkebunan besar negara sudah dimulai sejak tahun 1991, diikuti perusahaan besar swasta semenjak tahun 1996 dan luas areal perkebunan rakyat mengalami penurunan sejak tahun Kondisi tersebut berlangsung sampai dengan tahun 2007 ini. Pola perkembangan luas areal teh menurut pengusahaannya dapat dilihat pada Gambar Pusat Data dan Informasi Pertanian

77 (Ha) Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «70,000 65,000 60,000 55,000 50,000 45,000 40,000 35,000 30,000 25,000 20,000 PR PBN PBS Gambar 4.2. Perkembangan Luas Areal Teh di Indonesia Menurut Pengusahaan, Perkembangan produksi teh di Indonesia pada periode tahun cenderung mengalami peningkatan rata-rata sebesar 2,42% per tahun walaupun dua tahun terakhir mengalami penurunan (Gambar 4.3). Seperti halnya produksi teh nasional, perkembangan produksi teh menurut pengusahaan dari tahun juga cenderung mengalami peningkatan. Pertumbuhan produksi teh yang berasal dari perkebunan rakyat rata-rata setiap tahun meningkat sebesar 2,99%, perkebunan besar negara rata-rata tumbuh 2,34% dan rata-rata pertumbuhan tertinggi dicapai perkebunan besar swasta yakni sebesar 3,71% (Lampiran 4.2). Menurunnya produksi teh nasional pada dua tahun terakhir lebih banyak dikarenakan menurunnya produksi teh perkebunan besar negara dan perkebunan besar swasta. Dari dua pengusahaan ini lebih banyak produksi teh mengalami penurunan pada tahun (Gambar 4.4). Pusat Data dan Informasi Pertanian 61

78 (Ton) (Ton)» Outlook Komoditas Perkebunan , , , , ,000 80,000 60,000 40,000 Gambar 4.3. Perkembangan Produksi Teh di Indonesia, ,000 95,000 80,000 65,000 50,000 35,000 20,000 5,000 PR PBN PBS Gambar 4.4. Perkembangan Produksi Teh di Indonesia Menurut Pengusahaan, Pola perkembangan produksi teh nasional serupa dengan pola perkembangan produksi teh perkebunan besar negara. Hal ini tidak luput dari besarnya kontribusi produksi teh dari perkebunan besar negara terhadap produksi teh nasional. Sementara itu perkembangan produksi teh yang berasal dari perkebunan rakyat dan perkebunan besar swasta juga cenderung meningkat 62 Pusat Data dan Informasi Pertanian

79 Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «tetapi 2-3 tahun terakhir mengalami penurunan, hanya saja penurunannya tidak sedrastis perkebunan besar negara. Peningkatan produksi teh perkebunan besar cenderung melandai sejak tahun 1990 sampai sekarang, bahkan cenderung mengalami penurunan. Sementara itu perkebunan besar swasta mengalami pertumbuhan yang stagnan bahkan cenderung mengalami penurunan sejak tahun Sedangkan produksi teh hasil perkebunan rakyat tetap mengalami peningkatan yang stabil walaupun peningkatannya tidak terlalu tinggi. Rata-rata pertumbuhan produksi teh perkebunan rakyat pada periode sebesar 3,79% per tahun dengan rata-rata produksi ton. Pada periode yang sama, perkebunan besar negara rata-rata tumbuh 5,59% per tahun dengan produksi rata-rata sebesar ton. Sementara itu dari perkebunan besar swasta tumbuh sebesar 6,45% pertahun dengan produksi rata-rata sebesar ton. Pada periode berikutnya yaitu rata-rata pertumbuhan produksi teh untuk perkebunan rakyat, perkebunan besar negara dan swasta masing-masing sebesar 1,67%, 0,02% dan 5,42% per tahun. Pada periode pertumbuhan positif hanya diperoleh dari perkebunan rakyat yakni sebesar 2,63%, sedangkan perkebunan besar negara dan swasta masing-masing mengalami penurunan sebesar 2,23% dan 0,81% (Tabel 4.2). Tabel 4.2. Perkembangan Produksi Teh Menurut Pengusahaan, Periode Produksi (Ton) PR PBN PBS Pertbh (%) Produksi (Ton) Pertbh (%) Produksi (Ton) Pertbh (%) , , , , , , , , ,81 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, diolah oleh Pusdatin Berdasarkan produksi teh nasional, Jawa Barat merupakan penyumbang produksi nasional terbesar dengan kontribusi sebesar 71,65%. Provinsi Jawa Pusat Data dan Informasi Pertanian 63

80 » Outlook Komoditas Perkebunan 2007 Tengah menempati posisi kedua dengan kontribusi sebesar 7,00%. Sumatera Utara menempati posisi ketiga dengan kontribusi sebesar 6,82% diikuti Jambi (3,24 %) dan Nanggroe Aceh Darussalam (2,77 %) (Gambar 4.5). Provinsi Jambi dan Nanggroe Aceh Darussalam masuk dalam 5 provinsi sentra produksi teh nasional berasal dari perkebunan besar negara yang ada di provinsi tersebut. 71,65% 8,53% 2,77% 3,24% 6,82% 7,00% Jawa Barat Jawa Tengah Sumatera Utara Jambi NAD Lainnya Gambar 4.5. Provinsi Sentra Produksi Teh di Indonesia, PERKEMBANGAN KONSUMSI TEH DI INDONESIA Konsumsi teh (teh dalam bentuk produk konsumsi) per kapita per minggu berdasarkan data Susenas BPS sejak tahun cenderung mengalami peningkatan walaupun berfluktuatif (Gambar 4.6). Pada tahun 1984, konsumsi teh per kapita per minggu sebesar 10,20 gram, kemudian mengalami penurunan sampai tahun 1990 menjadi 9,50 gram/minggu. Setelah itu konsumsi teh mengalami peningkatan menjadi 13,30 gram per minggu pada tahun 1996 (Tabel 4.3). Pada tahun 1999 terjadi penurunan konsumsi teh per kapita per minggu yang cukup signifikan, konsumsi per kapita pada tahun tersebut sebesar 11,20 gram/minggu. Pada tahun-tahun berikutnya konsumsi teh per kapita per minggu mengalami peningkatan sampai tahun 2002 menjadi 14,80 gram/minggu. Setelah itu konsumsi teh per kapita per minggu mengalami sedikit penurunan sampai dengan tahun 2005 menjadi sebesar 13,70 gram. 64 Pusat Data dan Informasi Pertanian

81 (Gram/Minggu) Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «16,00 15,00 14,00 13,00 12,00 11,00 10,00 9,00 8,00 Gambar 4.6. Perkembangan Konsumsi Teh Per Kapita Per Minggu, Tabel 4.3. Perkembangan Konsumsi Teh Per Kapita Per Minggu, Tahun Gram/Minggu , *) 10, *) 10, , *) 9, *) 9, , *) 9, *) 10, , *) 11, *) 12, , *) 12, *) 11, , , , , , , ,70 Sumber : Susenas, BPS Keterangan : *) Hasil interpolasi Pusdatin Pusat Data dan Informasi Pertanian 65

82 (Rp/Kg)» Outlook Komoditas Perkebunan PERKEMBANGAN HARGA TEH DI INDONESIA Perkembangan harga teh rata-rata di tingkat produsen di Indonesia pada periode tahun cenderung terus meningkat (Gambar 4.7). Harga teh daun kering di tingkat produsen rata-rata pada tahun 1983 sebesar Rp. 682,56/kg dan pada tahun 2006 sudah mencapai Rp ,22/kg atau sudah lebih dari 6 kali lipat dibandingkan tahun Peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 1998 dimana peningkatannya mencapai 31,04% dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara itu penurunan harga teh selama periode hanya terjadi pada tahun 2004 (Lampiran 4.6). Peningkatan harga teh pada tahun 1998 disebabkan karena menurunnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Hal ini terjadi mengingat bahwa sebagian besar komoditas teh merupakan komoditas ekspor sehingga turunnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berpengaruh pada meningkatnya harga teh di dalam negeri Gambar 4.7. Perkembangan Harga Teh, Pusat Data dan Informasi Pertanian

83 PERKEMBANGAN EKSPOR- IMPOR TEH INDONESIA Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «Gambar 4.8 menyajikan perkembangan volume ekspor dan impor teh Indonesia pada periode tahun Perkembangan ekspor teh Indonesia berfluktuasi dengan kecenderungan meningkat. Fluktuasi ekspor teh Indonesia terjadi selama periode dengan perubahan jumlah ekspor yang sangat tinggi. Perkembangan ekspor teh sejak tahun 1994 sampai sekarang cenderung stabil tanpa mengalami peningkatan berarti. Periode sebelumnya justru peningkatan ekspor teh terlihat sangat tinggi walaupun memang berfluktuasi. Pada sisi impor, volume impor teh Indonesia sangat kecil bila dibandingkan dengan volume ekspornya. Volume impor tertinggi selama periode terjadi pada tahun 1990 dengan volume impor sebesar ton. Setelah tahun tersebut volume impor masih dibawah ton. Pada tahun 2006 volume impor Indonesia sebesar ton (Lampiran 4.7). (Ton) Ekspor Impor Gambar 4.8. Perkembangan Volume Ekspor dan Volume Impor Teh Indonesia, Pusat Data dan Informasi Pertanian 67

84 » Outlook Komoditas Perkebunan PERKEMBANGAN LUAS TANAMAN MENGHASILKAN, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TEH DUNIA Perkembangan luas tanaman menghasilkan, produksi dan produktivitas teh dunia selama periode tahun disajikan pada Gambar 4.9, Gambar 4.10, dan Gambar Secara umum perkembangan luas tanaman menghasilkan teh di dunia terus meningkat dari tahun 1960 sampai dengan tahun 2006, hanya saja pada tahun terjadi penurunan luas yang signifikan. Namun setelah tahun-tahun tersebut luas tanaman menghasilkan teh dunia mengalami peningkatan secara perlahan-lahan (Gambar 4.9). Gambar 4.4. Perkembangan Luas Tanaman Menghasilkan Teh Dunia, Perkembangan produksi teh dari tahun 1960 sampai dengan tahun 2006 juga cenderung meningkat, walaupun pada tahun-tahun tertentu terjadi penurunan produksi. Namun penurunan produksi tersebut tidak signifikan. Bahkan pada tahun walaupun luas areal teh mengalami penurunan tetapi dari segi produksi justru mengalami peningkatan (Gambar 4.10). Hal tersebut dikarenakan konversi luas areal teh yang terjadi pada tahun berasal dari tanaman tua ataupun tanaman rusak sehingga tidak signifikan berpengaruh pada produksi teh dunia. 68 Pusat Data dan Informasi Pertanian

85 Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «Gambar Perkembangan Produksi Teh Dunia, Perkembangan produktivitas teh dunia selama periode tahun mempunyai pola meningkat. Hanya saja pada tahun terjadi peningkatan produktivitas yang tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Peningkatan produktivitas tersebut terjadi karena menurunnya jumlah luas areal teh yang kurang produktif akibat dari konversi luasan. Namun pada tahun-tahun berikutnya pertumbuhan produktivitas teh dunia juga kembali pada kisaran pertubuhan produktivitas sebelumnya (Gambar 4.11). Gambar Perkembangan Produktivitas Teh Dunia, Separuh dari rata-rata produksi teh dunia selama periode disumbang dari dua negara penghasil teh terbesar dunia, yaitu Cina (26,95%) dan Pusat Data dan Informasi Pertanian 69

86 » Outlook Komoditas Perkebunan 2007 India (25,12%). Menempati posisi ketiga sampai kelima sebagai penghasil teh dunia adalah Srilangka (9,11%), Kenya (9,08%) dan Turki (5,37%). Indonesia menempati posisi keenam diikuti oleh Vietnam dengan kontribusi masing-masing sebesar 4,94% dan 3,49% (Gambar 4.12). Gambar Rata-rata Kontribusi Produksi Teh Dunia, PERKEMBANGAN EKSPOR-IMPOR TEH DUNIA Kontribusi volume ekspor teh dunia disajikan pada Gambar Selama kurun waktu negara pengekspor teh terbesar di dunia adalah China dengan persentase sebesar 27,65%. Hal tersebut dapat dimaklumi karena China juga merupakan negara produsen teh terbesar di dunia. Disusul Kenya dan India dengan volume ekspor masing-masing sebesar 24,12% dan 17,63% dari ekspor dunia. Sementara itu Indonesia berada pada posisi keempat sebagai negara terbesar pengekspor teh dunia dengan persentase 9,94% diikuti oleh Argentina (6,31%). 70 Pusat Data dan Informasi Pertanian

87 Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «24,12% 17,63% 27,65% 14,36% 6,31% 9,94% China Kenya India Indonesia Argentina Lainnya Gambar Kontribusi Volume Ekspor Teh Dunia, Pada sisi impor, persentase volume impor teh dunia disajikan pada Gambar Selama kurun waktu negara pengimpor teh terbesar di dunia adalah Jepang dengan persentase sebesar 12,42%. Hal tersebut dapat dipahami mengingat Jepang merupakan negara dengan tingkat konsumsi teh per kapita tinggi di dunia setelah Inggris, namun dari sisi produksinya relatif kecil. Disusul Jerman dan Mesir dengan volume impor masing-masing sebesar 9,72% dan 8,30% dari impor dunia. China sebagai negara produsen dan eksportir teh terbesar dunia juga memiliki volume impor dengan persentase 7,95%. Sementara itu Indonesia berada pada posisi ke-21 sebagai negara pengimpor teh dunia. Pusat Data dan Informasi Pertanian 71

88 » Outlook Komoditas Perkebunan ,42% 48,42% 9,72% 5,07% 7,95% 8,13% 8,30% Jepang Jerman Mesir Irak China Afganistan Lainnya Gambar Kontribusi Volume Impor Teh Dunia, PROYEKSI PENAWARAN TEH Penawaran suatu komoditas biasanya dicerminkan oleh respon atau keputusan produsen terhadap mekanisme pasar dan pengaruh faktor non pasar (faktor produksi). Dalam hal ini penawaran suatu komoditas direpresentasikan oleh produksi dari komoditas tersebut. Pada analisis ini dilakukan permodelan berdasarkan tahun, sehingga series data yang digunakan adalah data per tahun. Hasil analisis fungsi respons produksi teh dengan menggunakan metode analisis regresi berganda menunjukkan bahwa produksi teh dipengaruhi beberapa peubah, yaitu luas areal teh dan harga ril teh daun kering di tingkat produsen. Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 71,80%. Hal ini berarti 71,80% keragaman pada produksi teh dapat dijelaskan oleh peubah-peubah yang digunakan dalam model tersebut. Parameter estimasi produksi teh bersifat nyata terhadap pengaruh faktor luas areal dan harga ril teh daun kering di tingkat produsen. Dalam hal ini dapat diartikan bahwa produksi teh sebenarnya sangat dipengaruhi oleh faktor dari produksi yakni luas areal dan faktor pasar yakni harga ril teh daun kering di tingkat produsen. Artinya kedua faktor tersebut cukup berpengaruh terhadap produksi teh nasional. 72 Pusat Data dan Informasi Pertanian

89 Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «Hal ini dapat dipahami mengingat bahwa komoditas teh merupakan tanaman tahunan yang luasannya tidak dapat berubah dalam jangka pendek karena faktor-faktor tersebut di atas sehingga produksi hanya dipengaruhi oleh luas areal dan produksi tahun sebelumnya. Dengan demikian sebenarnya produksi teh lebih banyak dipengaruhi oleh luas areal teh dan umur tanaman teh yang mempengaruhi terhadap produktivitas teh. Sementara itu faktor produksi dan harga teh secara nyata tidak berpengaruh pada produksi teh. Koefisien untuk peubah luas areal teh sebesar 0,8437 menunjukkan bahwa jika luas areal meningkat meningkat sebesar satu satuan luas maka produksi teh tahun ini akan meningkat sebesar 0,8437 satuan produksi. Sedangkan koefisien harga ril teh daun kering di tingkat produsen sebesar 5,416 artinya setiap kenaikan harga ril teh daun kering di tingkat produsen sebesar satu satuan harga maka akan meningkatkan produksi teh sebesar 5,416 satuan produksi (Tabel 4.4). Tabel 4.4. Hasil Analisis Fungsi Respon Produksi Teh Peubah Koefisien P Value Intersep ,255 Luas Areal Teh 0,8437 0,000 Harga Ril Daun Teh Kering di Tingkat Produsen 5,416 0,027 R 2 = 71,80% Berdasarkan hasil analisis fungsi repon produksi teh tersebut dilakukan proyeksi tingkat ketersediaan teh pada tahun (Tabel 4.5). Pada tahun 2008 diproyeksikan produksi teh di Indonesia mencapai ton, namun pada tahun 2009 diperkirakan produksi teh akan mengalami penurunan sebesar 1,46% menjadi ton. Ketersediaan teh nasional selama periode diperkirakan akan meningkat rata-rata sebesar 5,64% per tahun. Peningkatan produksi ini diharapkan dapat tercapai dengan melakukan perbaikan dan pengembangan areal tanaman teh. Pusat Data dan Informasi Pertanian 73

90 » Outlook Komoditas Perkebunan 2007 Tabel 4.5. Proyeksi Produksi Teh di Indonesia, Tahun Produksi (Ton) Pertumb. (%) 2007*) , ,46 Rata-rata Pertumbuhan (%/Tahun) 5,64 Keterangan : *) Angka Sementara, Direktorat Jenderal Perkebunan 4.8. PROYEKSI PERMINTAAN TEH Proyeksi permintaan teh di Indonesia dilakukan dengan menggunakan pendekatan ketersediaan teh daun kering untuk kebutuhan/konsumsi dalam negeri. Ketersediaan teh daun kering untuk kebutuhan/konsumsi dalam negeri merupakan pengurangan produksi daun teh kering dikurangi dengan neraca ekspor impor teh di Indonesia. Proyeksi permintaan teh dilakukan dengan menggunakan analisis trend berdasarkan series data Susenas BPS dari tahun Hasil proyeksi tersebut disajikan pada Tabel 2.5. Tabel 4.6. Hasil Proyeksi Permintaan Teh di Indonesia, Tahun Proyeksi Permintaan Langsung (Ton) Rata-rata pertumbuhan (%/th) 2,08 74 Pusat Data dan Informasi Pertanian

91 Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «Secara umum permintaan teh di Indonesia diproyeksikan akan mengalami peningkatan rata-rata sebesar 2,08% per tahun. Peningkatan ini sudah mencakup peningkatan jumlah penduduk PROYEKSI SURPLUS/DEFISIT TEH Berdasarkan hasil perhitungan fungsi penawaran dan fungsi permintaan, maka diperoleh proyeksi penawaran dan permintaan teh untuk tahun dalam bentuk teh daun kering. Berdasarkan hasil tersebut pada tahun 2007 diperkirakan ketersediaan teh di Indonesia masih mengalami surplus sebesar ton. Pada 2008 posisi surplus ketersediaan teh meningkat menjadi ton, namun tahun 2009 sedikit menurun menjadi ton (Tabel 4.7). Surplus ketersediaan teh tersebut akan diserap oleh pasar internasional melalui kegiatan ekspor teh. Tabel 4.7. Proyeksi Surplus/Defisit Teh, Tahun Ketersediaan (Ton) Konsumsi Langsung Dalam Negeri (Ton) Surplus/Defisit (Ton) Pusat Data dan Informasi Pertanian 75

92 » Outlook Komoditas Perkebunan 2007 Lampiran 4.1. Perkembangan Luas Areal Teh Menurut Pengusahaan di Indonesia, LUAS AREAL (Ha) Tahun Pertbh. Pertbh. Pertbh. PR PBN PBS Jumlah (%) (%) (%) Pertbh. (%) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , *) , , , ,25 Rata-rata , , , ,45 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan 76 Pusat Data dan Informasi Pertanian

93 Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «Lampiran 4.2. Perkembangan Produksi Teh Menurut Pengusahaan di Indonesia, Tahun PR Pertbh. (%) PBN Pertbh. (%) PBS Pertbh. (%) Jumlah Pertbh. (%) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , *) , , , ,54 Rata-rata : , , , , , , , , , , , ,04 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan PRODUKSI (Ton) Pusat Data dan Informasi Pertanian 77

94 » Outlook Komoditas Perkebunan 2007 Lampiran 4.3. Perkembangan Tanaman Menghasilkan (TM) dan Produksi Teh Perkebunan Rakyat Menurut Provinsi di Indonesia, Perkebunan Rakyat No Provinsi Luas Tanaman Menghasilkan (Ha) Produksi (Ton) NANGGROE ACEH D SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT R I A U KEPULAUAN RIAU JAMBI SUMATERA SELATAN BANGKA BEUTUNG BENGKULU LAMPUNG SUMATERA D.KJ. JAKARTA JAWA BARAT BANTEN JAWA TENGAH D.I. YOGYAKARTA JAWA TIMUR JAWA BALI NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR NUSA TENGGARA KALIMANTAN BARAT KALIMANTAN TENGAH KALIMANTAN SELATAN KALIMANTAN TIMUR KALIMANTAN SULAWESI UTARA GORONTALO SULAWESI TENGAH SULAWESI SELATAN SULAWESI BARAT SULAWESI TENGGARA SULAWESI M A L U K U MALUKU UTARA PAPUA PAPUA BARAT MALUKU + PAPUA INDONESIA Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan 78 Pusat Data dan Informasi Pertanian

95 Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «Lampiran 4.4. Perkembangan Tanaman Menghasilkan (TM) dan Produksi Teh Perkebunan Besar Negara Menurut Provinsi di Indonesia, No Provinsi Perkebunan Besar Negara Luas Tanaman Menghasilkan (Ha) Produksi (Ton) NANGGROE ACEH D SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT R I A U KEPULAUAN RIAU JAMBI SUMATERA SELATAN BANGKA BEUTUNG BENGKULU LAMPUNG SUMATERA D.KJ. JAKARTA JAWA BARAT BANTEN JAWA TENGAH D.I. YOGYAKARTA JAWA TIMUR JAWA BALI NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR NUSA TENGGARA KALIMANTAN BARAT KALIMANTAN TENGAH KALIMANTAN SELATAN KALIMANTAN TIMUR KALIMANTAN SULAWESI UTARA GORONTALO SULAWESI TENGAH SULAWESI SELATAN SULAWESI BARAT SULAWESI TENGGARA SULAWESI M A L U K U MALUKU UTARA PAPUA PAPUA BARAT MALUKU + PAPUA INDONESIA Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan Pusat Data dan Informasi Pertanian 79

96 » Outlook Komoditas Perkebunan 2007 Lampiran 4.5. Perkembangan Tanaman Menghasilkan (TM) dan Produksi Teh Perkebunan Besar Swasta Menurut Provinsi di Indonesia, No Provinsi Perkebunan Besar Swasta Luas Tanaman Menghasilkan (Ha) Produksi (Ton) NANGGROE ACEH D SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT R I A U KEPULAUAN RIAU JAMBI SUMATERA SELATAN BANGKA BEUTUNG BENGKULU LAMPUNG SUMATERA D.KJ. JAKARTA JAWA BARAT BANTEN JAWA TENGAH D.I. YOGYAKARTA JAWA TIMUR JAWA BALI NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR NUSA TENGGARA KALIMANTAN BARAT KALIMANTAN TENGAH KALIMANTAN SELATAN KALIMANTAN TIMUR KALIMANTAN SULAWESI UTARA GORONTALO SULAWESI TENGAH SULAWESI SELATAN SULAWESI BARAT SULAWESI TENGGARA SULAWESI M A L U K U MALUKU UTARA PAPUA PAPUA BARAT MALUKU + PAPUA INDONESIA Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan 80 Pusat Data dan Informasi Pertanian

97 Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «Lampiran 4.6. Perkembangan Harga Teh di Tingkat Produsen dalam Bentuk Daun Kering, Tahun Harga Produsen (Rp/Kg) ,56 Pertumbuhan (%) ,84 17, ,60 7, ,15 8, ,81 5, ,58 9, ,91 2, ,88 4, ,76 10, ,11 6, ,32 0, ,91 5, ,21 18, ,12 11, ,81 8, ,45 31, ,78 15, ,27 21, ,92 3, ,98 5, ,50 15, ,83-14, ,33 1, ,22 3,30 Sumber : Badan Pusat Statistik Pusat Data dan Informasi Pertanian 81

98 » Outlook Komoditas Perkebunan 2007 Lampiran 4.7. Perkembangan Ekspor Impor Teh di Indonesia, Tahun Volume (Ton) EKSPOR Nilai (000 US$) Volume (Ton) Nilai (000 US$) Volume (Ton) NERACA Nilai (000 US$) Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan IMPOR 82 Pusat Data dan Informasi Pertanian

99 Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «Lampiran 4.8. Perkembangan Luas Tanaman Menghasilkan, Produksi dan Produktivitas Teh Dunia, Tahun Luas Tanaman Menghasilkan (Ha) Pertbh. (%) Produksi (Ton) Pertbh. (%) Produktivitas (Kg/Ha) Pertbh. (%) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,02 Rata-rata , , ,46 Sumber : FAO Pusat Data dan Informasi Pertanian 83

100 » Outlook Komoditas Perkebunan 2007 Lampiran 4.9. Beberapa Negara Produsen Teh Terbesar di Dunia, No. Negara Produksi (Ton) Share (%) Kumulatif (%) 1 Cina ,95 25,95 2 India ,12 51,07 3 Srilanka ,11 60,18 4 Kenya ,08 69,27 5 Turki ,37 74,63 6 Indonesia ,94 79,57 7 Vietnam ,49 83,06 8 Jepang ,75 85,81 9 Lainnya ,19 100,00 Sumber : FAO Dunia ,00 e g a r a P r o d u k s i (T o n ) S h a r e (% ) Lampiran Rata-rata Volume Ekspor dan Impor Teh Terbesar di Dunia, ,9 5 a Volume Ekspor Volume 2 5,1 Impor No. Negara Share (%) Negara 2 Share (%) (000 Ton) (000 Ton) ,1 1 1 China 272,16 27,65 Jepang 53,49 12, ,0 8 2 Kenya 237,38 24,12 Jerman 41,86 9,72 3 India 173, ,63 Mesir 5,3 7 35,74 8,30 a 4 Indonesia 97, , Irak 3 0 4,9 35,04 4 8,13 5 Argentina 62, ,31 8.5China 6 5 3,434,24 9 7,95 6 Malawi 33,65 93,42 3.6Afghanistan 8 0 2,721,84 5 5,07 7 Jerman 19, ,00 2.6Kanada ,119,519 4,53 8 Belanda 12, ,26 1.2India ,0 18,87 0 4,38 9 Iran 9,58 0,97 Kazakhstan 18,31 4,25 10 Georgia 8,06 0,82 Perancis 17,10 3,97 Sub Total 926,26 94,11 Sub Total 295,99 68,71 Lainnya 57,99 5,89 Lainnya 134,82 31,29 Dunia 984,26 100,00 Dunia 430,81 100,00 Indonesia ke-21 Sumber : FAO 84 Pusat Data dan Informasi Pertanian

101 Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «BAB V. KAPAS Sub sektor perkebunan merupakan salah satu sub sektor penyumbang devisa negara yang cukup besar, bahkan dari tahun ke tahun kontribusinya terhadap devisa negara semakin meningkat dibandingkan sub sektor lainnya. Namun tidak semua komoditas perkebunan mampu menjadi kontributor devisa negara, salah satunya adalah kapas. Meskipun pengembangan tanaman kapas di Indonesia hingga tahun 2006 telah mencapai luasan ha dengan produksi ton, namun neraca perdagangan komoditas kapas masih mengalami defisit. Ekspor komoditas kapas tahun 2006 mencapai nilai US$ 225 dengan volume ekspor sebesar ton, sedangkan nilai impor kapas mencapai US$ 765 dengan volume impor sebesar 383 ton. Iklim yang kurang cocok masih merupakan kendala bagi perkebunan kapas di Indonesia. Di satu pihak tanaman kapas membutuhkan air untuk pertumbuhannya, dilain pihak tanaman ini membutuhkan musim kering pada saat berbunga sampai panen. Oleh karena itu kontribusi kapas terhadap produksi perkebunan di Indonesia termasuk kecil, hanya 1% dari produksi perkebunan Indonesia, namun jumlah ini diharapkan dapat meningkat seiring dengan dibukanya lahan pertanaman kapas baru. Secara umum, pengembangan kapas masih mempunyai prospek yang baik ditinjau dari harga, ekspor dan pemenuhan kebutuhan dalam negeri (Departemen Pertanian, 2006). Selain serat kapas yang merupakan produk utama, dapat dihasilkan pula biji kapas yang dapat diolah menjadi minyak dan bungkilnya (Wikipedia Indonesia, 2007). Mengingat hal tersebut, Pemerintah telah berupaya mengembangkan komoditas kapas agar mampu bersaing dengan komoditas perkebunan lainnya. Kebijakan Pemerintah untuk mendukung pengembangan kapas hingga tahun 2010 adalah (1) peningkatan produktivitas dan mutu kapas, (2) pengembangan industri hilir dan peningkatan nilai tambah, (3) pemberdayaan petani, (4) pemantapan dan penataan kelembagaan, dan (5) fasilitasi dukungan penyediaan dana (Departemen Pertanian, 2006). Untuk mengetahui perkembangan komoditas kapas dan prospeknya dalam mendukung sektor pertanian Indonesia, berikut ini disajikan perkembangan Pusat Data dan Informasi Pertanian 85

102 » Outlook Komoditas Perkebunan 2007 komoditas kapas serta prospeknya melalui proyeksi penawaran dan permintaan kapas beberapa tahun ke depan PERKEMBANGAN LUAS AREAL, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS KAPAS DI INDONESIA Luas areal perkebunan kapas di Indonesia menunjukkan peningkatan pada periode tahun , namun setelah periode tersebut terjadi penurunan luas areal kapas yang cukup signifikan (Gambar 5.1). Jika tahun pertumbuhan luas areal kapas di Indonesia mencapai 88,94% per tahun, maka pada tahun terjadi penurunan luas areal kapas hingga mencapai 1,65% per tahun (Tabel 5.1). Gambar 5.1. Luas Areal Kapas Menurut Jenis Pengusahaan di Indonesia, Persentase peningkatan luas areal kapas tertinggi terjadi pada tahun 1982, yaitu dari ha pada tahun 1981 menjadi ha atau meningkat 573,12%. Setelah tahun 1985 luas areal pertanaman kapas cenderung menurun, terutama setelah krisis moneter melanda Indonesia. Beberapa hal diduga menjadi penyebab penurunan tersebut, antara lain kenaikan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika yang menyebabkan naiknya harga sarana produksi terutama pupuk dan pestisida. Selain itu pada tahun 2001 terjadi penolakan petani kapas di Sulawesi Selatan terhadap pengembangan kapas Bollgard Bt 86 Pusat Data dan Informasi Pertanian

103 Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «(kapas transgenik hasil bioteknologi) oleh PT Monagro Kimia (gabungan perusahaan Monsanto dari Amerika dan perusahaan lokal), padahal Sulawesi Selatan merupakan provinsi sentra komoditas kapas terbesar di Indonesia. Penurunan luas areal kapas masih terjadi hingga tahun Dengan adanya program pengembangan kapas, maka pada tahun 2006 mulai terjadi peningkatan luas areal kapas. Perkembangan luas areal kapas di Indonesia menurut jenis pengusahaannya secara rinci disajikan dalam Lampiran 5.1. Tabel 5.1. Rata-rata Laju Pertumbuhan dan Kontribusi Luas Areal dan Produksi Kapas di Indonesia Tahun Pertumbuhan (%) PR PBN PBS Total PR PBN PBS Total ,77 30,95-29,47 35,08 24,84 12,69 32,79 15, ,01 37,56 2,08 88,94 71,57 36,67 164,81 47, ,57 6,16-52,00-1,65-7,03-77,22-61,52-7,13 Kontribusi (%) Luas Areal Produksi ,07 4,66 1,27 100,00 92,86 5,92 1,21 100, ,57 12,28 3,16 100,00 83,58 13,78 2,64 100, ,41 0,38 0,21 100,00 99,78 0,07 0,15 100,00 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, diolah Pusdatin Secara umum bentuk pengusahaan perkebunan kapas di Indonesia terbagi atas 3 jenis utama yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN) dan Perkebunan Swasta (PBS). Pada periode tahun sebagian besar luas areal perkebunan kapas di Indonesia dikuasai oleh perkebunan rakyat dengan persentase mencapai 94,07% dari total luas areal kapas di Indonesia (Tabel 5.1). Kontribusi luas areal perkebunan kapas rakyat setelah tahun 1985 menunjukkan kenaikan dibandingkan sebelumnya, namun dari sisi pertumbuhannya, luas areal perkebunan kapas rakyat setelah tahun 1985 justru cenderung menurun dengan rata-rata penurunan sebesar 1,57% per tahun. Perkebunan kapas di Indonesia tersebar di empat provinsi, yaitu Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat dan Jawa Tengah. Luas areal kapas Pusat Data dan Informasi Pertanian 87

104 » Outlook Komoditas Perkebunan 2007 di empat provinsi tersebut mencapai 99,38% dari total luas areal kapas Indonesia. Berdasarkan data tahun , Sulawesi Selatan mempunyai luas areal pertanaman kapas terbesar yang mencapai 46,36% dari total luas areal kapas di Indonesia. Jawa Timur berada di urutan kedua dengan luas areal kapas mencapai 21,93%, sedangkan luas areal kapas di Nusa Tenggara Barat dan Jawa Tengah masing-masing mencapai 15,57% dan 15,51% dari total luas areal kapas Indonesia (Lampiran 5.2) Seperti halnya perkembangan luas areal kapas, secara umum perkembangan produksi kapas nasional periode juga menunjukan fluktuasi yang cenderung menurun setelah tahun 1985 (Gambar 5.2). Meskipun demikian, rata-rata produksi kapas Indonesia masih mengalami peningkatan sebesar 15,10% per tahun (Tabel 5.1). Penurunan luas areal kapas cukup signifikan terjadi sejak tahun Hal tersebut disebabkan oleh menurunnya luas areal kapas di Sulawesi Selatan. Selain itu krisis ekonomi ekonomi juga berandil besar dalam penurunan produksi kapas di Indonesia. Tercatat mulai periode laju pertumbuhan produksi rata-rata menurun sebesar 7,13% per tahun. Secara rinci perkembangan produksi kapas disajikan pada Lampiran 5.3. Gambar 5.2. Perkembangan Produksi Kapas di Indonesia, Produksi kapas Indonesia juga didominasi oleh produksi yang berasal dari perkebunan rakyat dengan kontribusi rata-rata tahun mencapai 92,86%, sedangkan perkebunan besar negara dan perkebunan besar swasta 88 Pusat Data dan Informasi Pertanian

105 Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «masing-masing hanya memberikan kontribusi sebesar 5,92% dan 1,21% (Tabel 5.1). Daerah sentra produksi kapas di Indonesia terdapat di Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat dan Jawa Tengah. Sulawesi Selatan merupakan provinsi sentra produksi kapas terbesar Sulawesi Selatan dengan kontribusi rata-rata sebesar 35,04%, diikuti oleh Jawa Timur dengan kontribusi rata-rata sebesar 29,89%. Jawa Tengah berada di posisi ketiga dengan kontribusi rata-rata sebesar 17,50%, sedangkan Nusa Tenggara Barat yang luas arealnya lebih besar daripada Jawa Tengah ternyata hanya memberikan kontribusi 14,05% (Gambar 5.3). Sentra produksi kapas di Indonesia dan kontribusinya disajikan secara rinci pada Lampiran 5.4. Gambar 5.3. Kontribusi Sentra Produksi Kapas di Indonesia, Perkembangan produktivitas kapas di Indonesia tahun menunjukkan kecenderungan menurun (Gambar 5.4). Jika pada tahun 2003 produktivitas kapas Indonesia, khususnya perkebunan rakyat, sebesar 0,568 ton/ha, maka pada tahun 2006 turun menjadi 0,298 ton/ha. Bahkan menurut Angka Sementara yang dipublikasikan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan, produktivitas kapas tahun 2007 semakin turun menjadi 0,205 ton/ha. Rata-rata produktivitas pada kurun waktu sebesar 0,382 ton/ha (Tabel 5.2). Pusat Data dan Informasi Pertanian 89

106 » Outlook Komoditas Perkebunan 2007 Gambar 5.4. Perkembangan Produktivitas Kapas di Indonesia, Tabel 5.2. Rata-rata Produktivitas Kapas di Indonesia, Tahun PR Pertumb. (%) PBN Produktivitas (Ton/Ha) Pertumb. Pertumb. PBS (%) (%) Indonesia ,568 0,00 0,00 0,568 Pertumb. (%) ,409-27,97 0,00-0,00-0,409-27, ,433 5,68 0,00-0,00-0,433 5, ,298-31,17 0,00-0,00-0,298-31, *) 0,205-31,29 0,00-0,00-0,205-31,29 Rata-rata 0,382-21,19 0,00-0,00-0,382-21,19 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan Keterangan : *) Angka Sementara 5.2. PERKEMBANGAN HARGA KAPAS DI INDONESIA Secara umum perkembangan harga kapas di pasar domestik tahun mengalami kecenderungan meningkat (Gambar 5.5). Harga kapas terendah terjadi pada tahun 2002 sebesar Rp ,00/kg. Setelah tahun 2002 terjadi peningkatan harga kapas hingga pada tahun 2006 mencapai Rp ,00/kg. Rata-rata pertumbuhan harga kapas per tahun pada periode tersebut sebesar 6,40% (Lampiran 5.5). 90 Pusat Data dan Informasi Pertanian

107 Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «Gambar 5.5. Perkembangan Harga Kapas di Pasar Domestik Indonesia, Sementara itu perkembangan harga kapas di pasar dunia dari periode tahun tampak lebih fluktuatif namun cenderung menurun setelah tahun 1995 (Gambar 5.6). Harga kapas tertinggi dicapai pada tahun 1995, yaitu sebesar US$ 92,85 cent/lb. Setelah itu harga kapas terus turun hingga mencapai harga terendah pada tahun 2002, yaitu sebesar US$ 40,34 cent/lb. Pada tahun 2003 terjadi kenaikan harga kapas di pasar dunia, namun turun kembali pada tahun 2004 dan Dengan demikian terjadi penurunan harga kapas di pasar dunia pada kurun waktu tahun sebesar 0,16% per tahun. Secara rinci perkembangan harga kapas di pasar dunia disajikan pada Lampiran 5.5. Pusat Data dan Informasi Pertanian 91

108 » Outlook Komoditas Perkebunan 2007 Gambar 5.6. Perkembangan Harga Kapas di Pasar Dunia, PERKEMBANGAN EKSPOR-IMPOR KAPAS INDONESIA Perkembangan ekspor kapas Indonesia selama periode tahun berfluktuasi namun cenderung meningkat (Gambar 5.7). Jika pada tahun 1970 ekspor kapas Indonesia hanya sebesar 81 ton, maka tahun 2006 telah mencapai 75,93 ribu ton. Pada periode tersebut laju pertumbuhan ekspor kapas Indonesia mencapai 83,89% per tahun. Seiring dengan penguatan nilai mata uang dolar Amerika terhadap rupiah, maka nilai ekspor kapas Indonesia juga mengalami peningkatan dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 124,26% per tahun (Lampiran 5.6). Volume ekspor kapas tertinggi terjadi pada tahun 2003 sebesar ton dengan nilai ekspor sebesar US$ ribu. Sementara itu impor kapas Indonesia jauh lebih besar dibandingkan ekspornya. Pada tahun 1970 volume impor kapas Indonesia sebesar 18,11 ribu ton, meningkat menjadi 468,42 ribu pada tahun Laju pertumbuhan volume impor tidak sepesat laju pertumbuhan volume ekspornya, yaitu hanya sebesar 8,74% per tahun. Impor kapas tertinggi terjadi pada tahun 2001 dengan volume impor mencapai 760,32 ribu ton dan nilai impor sebesar US$ 1,07 milyar (Lampiran 5.6). Berdasarkan nilai ekspor dan nilai impor diperoleh neraca perdagangan kapas Indonesia, dimana selama tahun menunjukkan posisi defisit kecuali tahun 1974 dan 1975 karena tidak ada impor. Defisit neraca 92 Pusat Data dan Informasi Pertanian

109 Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «perdagangan kapas Indonesia terbesar terjadi pada tahun 2001 sebesar US$ 1,05 milyar. Gambar 5.7. Perkembangan Volume Ekspor dan Volume Impor Kapas Indonesia, PERKEMBANGAN LUAS TANAMAN MENGHASILKAN, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS SERAT KAPAS DUNIA Perkembangan luas tanaman menghasilkan serat kapas di dunia secara umum berfluktuasi, namun tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan (Gambar 5.8). Selama periode rata-rata luas tanaman menghasilkan serat kapas hanya meningkat sebesar 0,21% per tahun. Jika pada tahun 1970 tercatat luas tanaman menghasilkan serat kapas di dunia sebesar 34,15 juta ha, maka pada tahun 2006 sedikit meningkat menjadi 34,64 juta ha. Luas tanaman menghasilkan tertinggi dicapai pada tahun 1995 sebesar 35,50 juta ha. Secara rinci perkembangan luas tanaman menghasilkan serat kapas disajikan pada Lampiran 5.7. Pusat Data dan Informasi Pertanian 93

110 (000 Ha)» Outlook Komoditas Perkebunan Gambar 5.8. Perkembangan Luas Tanaman Menghasilkan Serat Kapas Dunia, Menurut FAO, terdapat enam negara dengan luas tanaman menghasilkan serat kapas terbesar di dunia, yaitu India, USA (Amerika Serikat), China, Pakistan, Uzbekistan dan Brazil (Gambar 5.9). Rata-rata kontribusi keenam negara tersebut pada tahun mencapai 72,90% dari total luas tanaman menghasilkan serat kapas di dunia. India memiliki rata-rata luas tanaman menghasilkan serat kapas terbesar dengan kontribusi rata-rata sebesar 25,17% per tahun. Amerika Serikat dan China pada urutan kedua dan ketiga dengan kontribusi rata-rata masing-masing sebesar 15,84% dan 15,31%. Posisi berikutnya ditempati oleh Pakistan, Uzbekistan dan Brazil dengan kontribusi masing-masing sebesar 9,13%, 4,34% dan 3,11% (Lampiran 5.8). Indonesia sebagai salah satu negara penghasil serat kapas berada di posisi ke-50 dengan kontribusi sebesar 0,07% terhadap total luas tanaman menghasilkan serat kapas di dunia. 94 Pusat Data dan Informasi Pertanian

111 (000 Ton) Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «Gambar 5.9. Beberapa Negara dengan Luas Tanaman Menghasilkan Serat Kapas Terbesar di Dunia, Sementara itu perkembangan produksi serat kapas dunia selama tahun juga berfluktuasi namun menunjukkan kecenderungan meningkat (Gambar 5.10). Pada periode tersebut terjadi peningkatan produksi rata-rata sebesar 2,48% per tahun. Tahun 1970 produksi serat kapas dunia sebesar 12,05 juta ton dan meningkat pada tahun 2006 menjadi 24,81 juta ton. Peningkatan produksi yang cukup besar terjadi pada tahun 1984 dan 2004, yaitu sebesar 26,94% dan 26,61%. Perkembangan produksi serat kapas dapat dilihat pada Lampiran , , , , , ,00 Gambar Perkembangan Produksi Serat Kapas Dunia, Pusat Data dan Informasi Pertanian 95

ISS N OUTLOOK TEH Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 2015

ISS N OUTLOOK TEH Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 2015 OUTLOOK TEH ISSN 1907-1507 2015 OUTLOOK TEH Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 2015 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2015 OUTLOOK TEH ii Pusat

Lebih terperinci

ISSN OUTLOOK KAPAS 2015 OUTLOOK KAPAS

ISSN OUTLOOK KAPAS 2015 OUTLOOK KAPAS ISSN 1907-1507 OUTLOOK KAPAS 2015 OUTLOOK KAPAS Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2015 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2015 OUTLOOK KAPAS

Lebih terperinci

ISSN OUTLOOK LADA 2015 OUTLOOK LADA

ISSN OUTLOOK LADA 2015 OUTLOOK LADA ISSN 1907-1507 OUTLOOK LADA 2015 OUTLOOK LADA Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2015 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2015 OUTLOOK LADA ii

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN SUSU

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN SUSU OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN SUSU Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2015 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN SUSU ISSN:

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITI KAKAO

OUTLOOK KOMODITI KAKAO ISSN 1907-1507 OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2014 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITI JAHE

OUTLOOK KOMODITI JAHE ISSN 1907-1507 OUTLOOK KOMODITI JAHE 2014 OUTLOOK KOMODITI JAHE Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2014 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2014

Lebih terperinci

ISSN OUTLOOK JERUK 2016 OUTLOOK JERUK. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian

ISSN OUTLOOK JERUK 2016 OUTLOOK JERUK. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian ISSN 1907-1507 OUTLOOK JERUK 2016 OUTLOOK JERUK Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2016 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2016 OUTLOOK JERUK

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITI TOMAT

OUTLOOK KOMODITI TOMAT ISSN 1907-1507 OUTLOOK KOMODITI TOMAT 2014 OUTLOOK KOMODITI TOMAT Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2014 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2014

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITI CENGKEH

OUTLOOK KOMODITI CENGKEH ISSN 1907-1507 OUTLOOK KOMODITI CENGKEH 2014 OUTLOOK KOMODITI CENGKEH Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2014 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITI KELAPA SAWIT

OUTLOOK KOMODITI KELAPA SAWIT OUTLOOK KOMODITI KELAPA SAWIT ISSN 1907-1507 2014 OUTLOOK KOMODITI KELAPA SAWIT Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2014 Pusat Data dan Sistem Informasi

Lebih terperinci

ISSN OUTLOOK BAWANG MERAH 2015 OUTLOOK BAWANG MERAH. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian

ISSN OUTLOOK BAWANG MERAH 2015 OUTLOOK BAWANG MERAH. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian ISSN 1907-1507 OUTLOOK BAWANG MERAH 2015 OUTLOOK BAWANG MERAH Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2015 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2015

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITI TEBU

OUTLOOK KOMODITI TEBU ISSN 1907-1507 OUTLOOK KOMODITI TEBU 2014 OUTLOOK KOMODITI TEBU Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2014 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2014

Lebih terperinci

ISSN OUTLOOK CABAI 2016 OUTLOOK CABAI

ISSN OUTLOOK CABAI 2016 OUTLOOK CABAI ISSN 1907-1507 Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian i ii ISSN : 1907-1507 Ukuran Buku : 10,12 inci x 7,17 inci (B5) Jumlah Halaman : 89 halaman Penasehat : Dr. Ir. Suwandi, M.Si. Penyunting : Dr.

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUB SEKTOR PETERNAKAN DAGING AYAM

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUB SEKTOR PETERNAKAN DAGING AYAM OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUB SEKTOR PETERNAKAN DAGING AYAM Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2015 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN DAGING AYAM ISSN : 1907-1507 Ukuran Buku

Lebih terperinci

ISSN OUTLOOK NENAS 2015 OUTLOOK NENAS

ISSN OUTLOOK NENAS 2015 OUTLOOK NENAS ISSN 1907-1507 OUTLOOK NENAS 2015 OUTLOOK NENAS Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2015 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2015 OUTLOOK NENAS

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITI PISANG

OUTLOOK KOMODITI PISANG ISSN 1907-1507 OUTLOOK KOMODITI PISANG 2014 OUTLOOK KOMODITI PISANG Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2014 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN DAGING SAPI

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN DAGING SAPI OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN DAGING SAPI Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2015 Outlook Komoditas Daging Sapi 2015 «OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN DAGING

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

OUTLOOK KAKAO. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian

OUTLOOK KAKAO. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian OUTLOOK ISSN 1907-1507 KAKAO 2016 OUTLOOK KAKAO Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2016 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2016 OUTLOOK KAKAO

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITI TEMBAKAU

OUTLOOK KOMODITI TEMBAKAU ISSN 1907-1507 OUTLOOK KOMODITI TEBU 2014 OUTLOOK KOMODITI TEMBAKAU Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2014 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Lebih terperinci

OUTLOOK Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2016

OUTLOOK  Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2016 OUTLOOK SUSU Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2016 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN SUSU ISSN: 1907-1507 Ukuran Buku Jumlah Halaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

ISSN OUTLOOK NENAS 2016 OUTLOOK NENAS

ISSN OUTLOOK NENAS 2016 OUTLOOK NENAS ISSN 197-157 216 Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 216 i 216 ii 216 ISSN : 197-157 Ukuran Buku : 1,12 inci x 7,17 inci (B5) Jumlah Halaman : 85 halaman Penasehat : Dr. Ir. Suwandi, MSi. Penyunting

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab V. GAMBARAN UMUM 5.1. Prospek Kakao Indonesia Indonesia telah mampu berkontribusi dan menempati posisi ketiga dalam perolehan devisa senilai 668 juta dolar AS dari ekspor kakao sebesar ± 480 272 ton pada

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Subsektor perkebunan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan dari nilai devisa yang dihasilkan.

Lebih terperinci

Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan. Ubi Kayu

Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan. Ubi Kayu Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan Ubi Kayu PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN UBI KAYU ISSN : 1907 1507 Ukuran Buku

Lebih terperinci

OUTLOOK TELUR Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2016

OUTLOOK TELUR Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2016 OUTLOOK TELUR Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2016 OUTLOOK TELUR ISSN : 1907-1507 Ukuran Buku : 10,12 inci x 7,17 inci (B5) Jumlah Halaman : 58 halaman Penasehat : Dr. Ir. Suwandi, MSi Penyunting

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUB SEKTOR PETERNAKAN TELUR

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUB SEKTOR PETERNAKAN TELUR OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUB SEKTOR PETERNAKAN TELUR Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2015 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN TELUR ISSN : 1907-1507 Ukuran Buku : 10,12 inci

Lebih terperinci

OUTLOOK KELAPA SAWIT Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2016

OUTLOOK KELAPA SAWIT Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2016 OUTLOOK KELAPA ISSN SAWIT 1907-15072016 OUTLOOK KELAPA SAWIT Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2016 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2016

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Perkebunan Dunia

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Perkebunan Dunia IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Perkebunan Dunia Komoditi perkebunan Indonesia rata-rata masuk kedalam lima besar sebagai produsen dengan produksi tertinggi di dunia menurut Food and agriculture organization (FAO)

Lebih terperinci

ISSN OUTLOOK KOPI 2016 OUTLOOK KOPI

ISSN OUTLOOK KOPI 2016 OUTLOOK KOPI ISSN 1907-1507 OUTLOOK KOPI 2016 OUTLOOK KOPI Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2016 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2016 OUTLOOK KOPI ii

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITI MANGGA

OUTLOOK KOMODITI MANGGA ISSN 1907-1507 OUTLOOK KOMODITI MANGGA 2014 OUTLOOK KOMODITI MANGGA Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2014 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Ekspor, Impor, dan Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Menurut Sub Sektor, 2014 Ekspor Impor Neraca

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Ekspor, Impor, dan Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Menurut Sub Sektor, 2014 Ekspor Impor Neraca I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah ruah dan beraneka ragam. Hal ini tampak pada sektor pertanian yang meliputi komoditas tanaman pangan, hortikultura, perkebunan,

Lebih terperinci

ISSN OUTLOOK KARET 2015 OUTLOOK KARET. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian

ISSN OUTLOOK KARET 2015 OUTLOOK KARET. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian ISSN 1907-1507 OUTLOOK KARET 2015 OUTLOOK KARET Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2015 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2015 OUTLOOK KARET

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah

BAB I PENDAHULUAN. jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Lada atau pepper (Piper nigrum L) disebut juga dengan merica, merupakan jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. Komoditas yang ditanami diantaranya kelapa sawit, karet, kopi, teh, kakao, dan komoditas

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume VI Nomor 4 Tahun 2014 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL - KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume VI Nomor 2 Tahun 2014 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL - KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume VII Nomor 1 Tahun 2015 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL - KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume VI Nomor 3 Tahun 2014 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL - KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan. Kacang Tanah

Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan. Kacang Tanah Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan Kacang Tanah PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2016 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KACANG TANAH ISSN : 1907 1507 Ukuran

Lebih terperinci

Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan Ubi Kayu

Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan Ubi Kayu Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan Ubi Kayu PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2016 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN UBI KAYU ISSN : 1907 1507 Ukuran Buku

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadi pemasok hasil pertanian yang beranekaragam yaitu rempah-rempah

I. PENDAHULUAN. menjadi pemasok hasil pertanian yang beranekaragam yaitu rempah-rempah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang cukup besar di dunia. Pada masa zaman pemerintahan Hindia-Belanda, Indonesia merupakan negara terkenal yang menjadi pemasok hasil

Lebih terperinci

Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan Ubi Jalar

Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan Ubi Jalar Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan Ubi Jalar PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2016 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN UBI JALAR ISSN : 1907 1507 Ukuran Buku

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume VI Nomor 1 Tahun 2014 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL - KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian, Semester I 2014 Ekspor Impor Neraca

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian, Semester I 2014 Ekspor Impor Neraca I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan kekayaan alam yang melimpah dan beraneka ragam (mega biodiversity). Keanekaragaman tersebut tampak pada berbagai jenis komoditas tanaman

Lebih terperinci

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula. V. EKONOMI GULA 5.1. Ekonomi Gula Dunia 5.1.1. Produksi dan Konsumsi Gula Dunia Peningkatan jumlah penduduk dunia berimplikasi pada peningkatan kebutuhan terhadap bahan pokok. Salah satunya kebutuhan pangan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG » Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Volume 1 No. 1, 2009 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjang peningkatan ekspor nonmigas di Indonesia. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjang peningkatan ekspor nonmigas di Indonesia. Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peran penting dalam menunjang peningkatan ekspor nonmigas di Indonesia. Indonesia merupakan negara produsen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu negara berkembang Indonesia selalu berusaha untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. Pembangunan ekonomi dilaksanakan

Lebih terperinci

PROSPEK TANAMAN PANGAN

PROSPEK TANAMAN PANGAN PROSPEK TANAMAN PANGAN Krisis Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume V Nomor 2 Tahun 2013 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA Oleh : Reni Kustiari Pantjar Simatupang Dewa Ketut Sadra S. Wahida Adreng Purwoto Helena

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume V Nomor 3 Tahun 2013 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL, KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian. komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup besar dalam

I. PENDAHULUAN. Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian. komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup besar dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian dari waktu ke waktu semakin meningkat. Lada merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup

Lebih terperinci

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 83 V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 5.1. Luas Areal Perkebunan Tebu dan Produktivitas Gula Hablur Indonesia Tebu merupakan tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tujuan penanaman tebu adalah untuk

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENGEMBANGAN MODEL PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA. Oleh :

LAPORAN AKHIR PENGEMBANGAN MODEL PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA. Oleh : LAPORAN AKHIR PENGEMBANGAN MODEL PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA Oleh : Nizwar Syafa at Prajogo Utomo Hadi Dewa K. Sadra Erna Maria Lokollo Adreng Purwoto Jefferson Situmorang Frans

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanian merupakan kegiatan pengelolaan sumber daya untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku untuk industri, obat ataupun menghasilkan sumber energi. Pertanian merupakan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878. V. GAMBARAN UMUM 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia Luas lahan robusta sampai tahun 2006 (data sementara) sekitar 1.161.739 hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.874

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian. Pembangunan ekonomi diarahkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian. Pembangunan ekonomi diarahkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang selalu ingin menciptakan kesempatan kerja dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui usahausahanya dalam membangun perekonomian.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor pertanian secara potensial mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menyumbang devisa negara yang

Lebih terperinci

Bab 4 P E T E R N A K A N

Bab 4 P E T E R N A K A N Bab 4 P E T E R N A K A N Ternak dan hasil produksinya merupakan sumber bahan pangan protein yang sangat penting untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Perkembangan populasi ternak utama

Lebih terperinci

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Kebijakan 1 Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Ada dua pendapat mengenai faktor penyebab kenaikan harga beras akhirakhir ini yaitu : (1) stok beras berkurang;

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume V Nomor 4 Tahun 2013 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di beberapa daerah di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai Ekspor Sepuluh Komoditas Rempah Unggulan Indonesia

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai Ekspor Sepuluh Komoditas Rempah Unggulan Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil rempah utama di dunia. Rempah yang dihasilkan di Indonesia diantaranya adalah lada, pala, kayu manis, vanili, dan cengkeh. Rempah-rempah

Lebih terperinci

OUTLOOK KARET. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian

OUTLOOK KARET. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian OUTLOOK ISSN KARET 1907-1507 2016 OUTLOOK KARET Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2016 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2016 OUTLOOK KARET

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Sektor ini memiliki share sebesar 14,9 % pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang tepat untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Teh merupakan salah satu komoditi yang mempunyai peran strategis dalam perekonomian Indonesia. Industri teh mampu memberikan kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari aktivitas perdagangan international yaitu ekspor dan impor. Di Indonesia sendiri saat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu bidang produksi dan lapangan usaha yang paling tua di dunia yang pernah dan sedang dilakukan oleh masyarakat. Sektor pertanian adalah sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya terencana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang beriklim tropis dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat cerah. Hortikultura

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang mengandalkan sektor migas dan non migas sebagai penghasil devisa. Salah satu sektor non migas yang mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan. Kacang Tanah

Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan. Kacang Tanah Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan Kacang Tanah PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KACANG TANAH ISSN : 1907 1507 Ukuran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan sumberdaya alam, terutama dari hasil pertanian. Sektor pertanian menjadi sektor penting sebagai penyedia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang. melimpah dan dikenal dengan sebutan negara agraris, sehingga pertanian

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang. melimpah dan dikenal dengan sebutan negara agraris, sehingga pertanian 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah dan dikenal dengan sebutan negara agraris, sehingga pertanian merupakan sektor yang penting dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas unggulan dari sub sektor perkebunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas unggulan dari sub sektor perkebunan di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu komoditas unggulan dari sub sektor perkebunan di Indonesia adalah komoditas kopi. Disamping memiliki peluang pasar yang baik di dalam negeri maupun luar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, kebutuhan jagung di Indonesia mengalami peningkatan, yaitu lebih dari 10 juta ton pipilan kering

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara adalah perdagangan internasional. Perdagangan internasional

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara adalah perdagangan internasional. Perdagangan internasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kegiatan yang terpenting dalam meningkatkan perekonomian suatu negara adalah perdagangan internasional. Perdagangan internasional adalah kegiatan untuk memperdagangkan

Lebih terperinci

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF LADA INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF LADA INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL Analisis Keunggulan Kompetitif Lada Indonesia di Pasar Internasional ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF LADA INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL Agung Hardiansyah, Djaimi Bakce & Ermi Tety Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan suatu negara dan diyakini merupakan lokomotif penggerak dalam

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan suatu negara dan diyakini merupakan lokomotif penggerak dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi seperti sekarang ini setiap negara melakukan perdagangan internasional. Salah satu kegiatan perdagangan internasional yang sangat penting bagi keberlangsungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam mengembangkan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam mengembangkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam mengembangkan kegiatan ekonomi pedesaan melalui pengembangan usaha berbasis pertanian. Pertumbuhan sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia terkenal dengan sebutan negara agraris, yang ditunjukkan oleh luas

I. PENDAHULUAN. Indonesia terkenal dengan sebutan negara agraris, yang ditunjukkan oleh luas 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terkenal dengan sebutan negara agraris, yang ditunjukkan oleh luas lahan yang digunakan untuk pertanian. Dari seluruh luas lahan yang ada di Indonesia, 82,71

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan yang memegang peranan penting dalam perdagangan dan perekonomian negara. Kopi berkontribusi cukup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris mempunyai peluang yang cukup besar dalam

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris mempunyai peluang yang cukup besar dalam I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Indonesia sebagai negara agraris mempunyai peluang yang cukup besar dalam mengembangkan ekspor produk pertanian, khususnya komoditas dari subsektor perkebunan. Besarnya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan potensial untuk dikembangkan menjadi andalan ekspor. Menurut ICCO (2012) pada tahun 2011, Indonesia merupakan produsen biji

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka dimana lalu lintas perekonomian internasional sangat penting dalam perekonomian

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Undang-undang No. 25/1999 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah memberikan kesempatan kepada daerah untuk mengembangkan potensinya secara optimal. Di Sumatera

Lebih terperinci