METODE PENELITIAN Desain, Sumber dan Jenis Data
|
|
- Shinta Darmali
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 20 METODE PENELITIAN Desain, Sumber dan Jenis Data Penelitian ini menggunakan data Susenas Modul Konsumsi tahun 2005 yang dikumpulkan dengan desain cross sectional. Data Susenas Modul Konsumsi terdiri atas konsumsi makanan dan bukan makanan. Konsumsi makanan dirinci menjadi 215 jenis yang dikumpulkan baik dalam bentuk kuantitas maupun nilainya. Data lain yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah data proyeksi penduduk tahun yang merupakan hasil sensus tahun 2000, dan data pertumbuhan ekonomi. Susenas merupakan survei rumah tangga dengan lingkup nasional dan dilakukan secara sampel. Kekuatan estimasinya tidak saja pada tingkat nasional tetapi juga representatif sampai pada tingkat provinsi dan dapat dibedakan atas wilayah perkotaan dan perdesaan. Pada hakekatnya ada 2 (dua) kelompok variabel yang dikumpulkan dalam Susenas, yaitu Kor dan Modul. Data variabel kor dikumpulkan setiap tahun dengan publikasi Statistik Kesejahteraan Rakyat, sedangkan variabel modul terbagi menjadi 3 (tiga) kelompok dan secara bergiliran dikumpulkan 3 tahun sekali. Ketiga kelompok modul tersebut adalah : (1) konsumsi/pengeluaran, (2) perumahan dan kesehatan, (3) sosial budaya dan pendidikan. Ukuran sampel modul Susenas 2005 sebesar rumah tangga tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Kerangka sampel yang digunakan terdiri dari 3 jenis yaitu: kerangka sampel untuk pemilihan blok sensus, kerangka sampel untuk pemilihan sub-blok sensus, dan kerangka sampel untuk pemilihan rumah tangga. Kerangka sampel blok sensus dibedakan menurut daerah perkotaan dan perdesaan. Kerangka sampel untuk pemilihan sub blok sensus adalah daftar sub blok sensus yang terdapat dalam blok sensus terpilih dengan jumlah lebih dari 150 rumah tangga. Prosedur pemilihan sampel Susenas 2005 untuk suatu kabupaten/kota melalui beberapa tahap, yaitu tahap pertama: dari master frame blok sensus dipilih blok sensus sejumlah target blok sensus untuk Susenas secara probability proportional to size (PPS)-sistematik. Tahap selanjutnya, blok sensus terpilih dipilih sejumlah blok sensus secara sistematik. Pada tahap terakhir dari setiap blok
2 21 sensus terpilih dipilih secara sistematik sejumlah 16 rumahtangga. Pada blok sensus yang muatannya lebih dari 150 rumahtangga, dilakukan pemilihan subblok sensus secara PPS-sistematik (BPS 2006b ). Pengumpulan data Susenas 2005 dilakukan pada bulan Juni-Juli. Referensi waktu survei yang digunakan adalah seminggu yang lalu untuk konsumsi makanan dan sebulan atau setahun yang lalu untuk konsumsi bukan makanan. Pengeluaran untuk konsumsi makanan dan bukan makanan tidak memperhatikan asal barang dan terbatas pada pengeluaran untuk kebutuhan rumahtangga saja. Pengeluaran tidak termasuk konsumsi/pengeluaran untuk keperluan usaha atau yang diberikan pada pihak lain. Berdasarkan asalnya konsumsi makanan dirinci menurut: (1) pembelian, dan (2) produksi sendiri, pemberian atau lainnya. Konsumsi makanan yang dikumpulkan selain dalam bentuk kuantitas juga dinilai dalam bentuk Rupiah. Pada penelitian ini, pemilihan provinsi dilakukan secara purposive dengan pertimbangan provinsi terpilih memiliki keragaman pola konsumsi pangan yang berbeda (unik), dimana: Provinsi Sumatera Barat merupakan wilayah memiliki pola konsumsi pangan pokok beras, dengan pangan hewani relatif menonjol; Provinsi Jawa Tengah memiliki pola konsumsi pangan relatif beragam dan sumber protein nabati relatif menonjol; sedangkan Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki pola konsumsi beras dengan sumber protein hewani didominasi oleh produk perikanan. Selanjutnya analisis yang lebih mendalam pada masing-masing provinsi, akan dibedakan antara wilayah perkotaan dan perdesaan. Pengolahan dan Analisis Data Tingkat Kecukupan Konsumsi Untuk menilai kecukupan konsumsi pangan maka didekati dengan menghitung tingkat kecukupan gizinya atau besarnya persentase angka kecukupan gizi. Pada tulisan ini tingkat kecukupan konsumsi dinyatakan sebagai tingkat kecukupan energi dan tingkat kecukupan protein. Angka kecukupan gizi adalah nilai yang menunjukkan jumlah zat gizi yang diperlukan tubuh untuk hidup sehat setiap hari bagi hampir semua populasi menurut kelompok umur, jenis kelamin dan kondisi fisiologis tertentu seperti kehamilan dan menyusui. Angka kecukupan
3 22 gizi berguna sebagai nilai rujukan yang digunakan untuk perencanaan dan penilaian konsumsi makanan dan asupan gizi bagi orang sehat, agar tercegah dari defisiensi ataupun kelebihan asupan zat gizi (IOM 2002 dalam Muhilal dan Hardinsyah 2004). Tingkat kecukupan energi dinyatakan sebagai hasil perbandingan antara konsumsi energi aktual (Susenas) dengan kecukupan energi yang direkomendasikan oleh WNPG tahun 2004, dan dinyatakan dalam persen. Demikian pula untuk menghitung tingkat kecukupan protein, dinyatakan sebagai perbandingan antara konsumsi protein aktual dengan kecukupan protein yang direkomendasikan WNPG. Perhitungan tingkat kecukupan gizi dirumuskan sebagai berikut : a. Tingkat kecukupan energi TKE = [(Konsumsi energi aktual)/(angka kecukupan energi)] x 100% b. Tingkat kecukupan protein TKP : [(Konsumsi protein aktual)/(angka kecukupan protein)] x 100% Sesuai dengan rekomendasi WNPG 2004, kecukupan energi untuk tingkat konsumsi ditetapkan sebesar kkal dan protein sebesar 52 gram. Selanjutnya dari perhitungan tersebut tingkat kecukupan energi diklasifikasikan menurut Departemen Kesehatan sebagaimana dikutip oleh Badan Ketahanan Pangan (2006) yaitu: (1) TKE: < 70% adalah defisit berat, (2) TKE: 70-79% adalah defisit sedang, (3) TKE: 80 89% adalah defisit ringan, (4) TKE: % adalah normal, dan (5) TKE > 120% adalah kelebihan. Keragaman Konsumsi Pangan Keragaman konsumsi pangan yang mencerminkan mutu dari konsumsi dapat dilihat dengan cara menghitung skor PPH, dari data Susenas 2005 tersebut akan dihitung skor PPH dengan cara mengelompokkan konsumsi pangan dalam 9 kelompok pangan. Sembilan kelompok pangan tersebut adalah : (1) padi-padian, (2) umbi-umbian, (3) pangan hewani, (4) minyak dan lemak, (5) buah/biji berminyak, (6) kacang-kacangan, (7) gula, (8) sayur dan buah, (9) lainnya. Pengelompokan jenis pangan secara terinci ditunjukkan pada Lampiran 1.
4 23 Langkah-langkah menghitung PPH adalah : (1) Dari kesembilan kelompok pangan tersebut dihitung nilai total konsumsi energinya. (2) Menghitung kontribusi energi dari setiap kelompok pangan, dengan berdasarkan Angka Kecukupan Energi (AKE) WNPG 2004, yaitu : % AKE = [(Energi kelompok pangan)/2000] x 100% (3) Selanjutnya dengan mengalikan hasil persentase langkah kedua dengan rating/bobot akan diperoleh skor dari masing-masing kelompok pangan. Setiap kelompok pangan memiliki skor maksimum. Apabila skor melebihi range optimal, akan digunakan skor maksimal dalam range tersebut. (4) Menjumlahkan skor semua kelompok pangan sehingga akan diketahui skor PPH mutu pola konsumsi pangan. Pengelompokan pangan, skor, dan bobot yang digunakan sebagai standar PPH nasional diuraikan pada tabel berikut : Tabel 1. Pengelompokan jenis pangan, persentase, bobot, dan skor % Bobot Skor No Kelompok pangan Minimummaksimum *) maksimum 1 Padi-padian Umbi-umbian Pangan hewani Minyak dan lemak Buah/biji berminyak Kacang-kacangan Gula Sayur dan buah Lain-lain *) : FAO-RAPA 1989 Sumber : Hardinsyah, Martianto, Baliwati, 2001 Elastisitas Permintaan Konsumsi Pangan Untuk menganalisis respon permintaan konsumsi pangan, digunakan analisis model AIDS. Analisis pengeluaran untuk konsumsi pangan dibagi ke dalam 14 kelompok yaitu: (1) padi-padian, (2) terigu, (3) umbi-umbian, (4) daging unggas,
5 24 (5) daging ruminansia, (6) ikan segar, (7) ikan olahan, (8) telur dan susu, (9) minyak dan lemak, (10) buah/biji berminyak, (11) kacang-kacangan, (12) gula, (13) sayur dan buah, (14) lainnya. Pengelompokan jenis pangan untuk analisis model AIDS ditunjukkan pada Lampiran 2. Pengelompokan/penggabungan dilakukan untuk menghindari adanya pengamatan yang kosong, karena tidak semua rumah tangga mengkonsumsi jenis pangan yang akan dianalisis. Adanya pengamatan yang kosong akan menimbulkan kesulitan dalam proses pengolahan data. Model persamaan simultan (AIDS) menghendaki semua rumah tangga mengkonsumsi semua pangan yang dianalisis, sebagai konsekuensi dari adanya asumsi keterkaitan antar jenis pangan (Daud 1986, Ariani 1993, Martianto 1995, Nurfarma 2005). Guna menganalisis permintaan pangan digunakan sistem permintaan simultan dengan menggunakan aproksimasi linier dari model Almost Ideal Demand System (AIDS). Model ini telah dikembangkan oleh Deaton dan Muellbauer (Daud 1986, Ariani 1993 dan Martianto 1995). Model aproksimasi linier tersebut adalah : W i = i + ij ln P j + i ln (X/P * ) Dimana : W i = proposi pengeluaran untuk pangan ke-i terhadap total pengeluaran pangan ; i = 1, 2, 3,..., n,, dan = parameter estimasi, berturut-turut untuk intersep, harga agregat dari tiap-tiap kelompok pangan, dan pengeluaran P j = harga agregat dari kelompok pangan ke j ; j = 1, 2, 3,... n X = pengeluaran total (nominal) dari rumah tangga untuk pangan P * = Indeks Stone Penghitungan harga agregat dilakukan dengan menggunakan rumus: n P j = W i P i i
6 P j 25 : harga agregat kelompok pangan W i : proporsi pengeluaran pangan ke i P i : harga komoditas i Rumus tersebut merupakan formula Indeks Stone. Harga agregat adalah tahap awal yang harus dilakukan sebelum memperoleh Indeks Stone. Variabel W i merupakan proporsi masing-masing rincian pangan di dalam kelompok pangan, dihitung dengan cara membagi nilai pengeluaran setiap pangan terhadap nilai pengeluaran kelompoknya. Daud (1986) menyarankan supaya proksi ini tetap konsisten, maka dipilih nilai pengeluaran dari masing-masing pangan yang diketahui kuantitasnya di dalam setiap kelompok (jumlah proporsi untuk setiap pangan terhadap kelompoknya harus sama dengan satu). Variabel P i adalah harga dari masing-masing pangan di dalam setiap kelompok, dihitung dengan cara membagi nilai pengeluaran dengan kuantitasnya. Kemudian dari perhitungan rumus tadi akan diperoleh harga agregat dari setiap kelompok pangan. Penghitungan Indeks Stone diperoleh dengan cara yang sama seperti membuat perhitungan untuk harga agregat, hanya proporsi di sini adalah hasil bagi antara nilai pengeluaran setiap kelompok pangan terhadap nilai pengeluaran total pangan. Komponen harga yang dipakai adalah harga agregat untuk masingmasing kelompok pangan. Untuk memenuhi teori permintaan, dalam model AIDS ini dilakukan/diterapkan restriksi yaitu : 1. Simetris ij = ji ; 2. Homogenitas ij = 0; dan 3. Adding up ij = 0 ; i = 0 ; i = 1. Sebagaimana yang dilakukan pada penelitian terdahulu oleh Daud (1986), Ariani (1993) dan Martianto (1995), untuk menghitung besaran elastistas permintaan konsumsi pangan terhadap harga dan pendapatan digunakan rumus yang diturunkan dari fungsi permintaan. Rumus perhitungan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Elastisitas pendapatan: i = 1 + ( i / Wi )
7 26 2. Elastisitas harga sendiri: ii = ( ii / Wi ) 1 3. Elastisitas harga silang: ij = ( ij / Wi ), (i j) Estimasi Kebutuhan untuk Konsumsi Pangan Walaupun konsumsi pangan dipengaruhi oleh berbagai faktor, namun menurut hasil beberapa kajian pendapatan merupakan determinan konsumsi pangan. Berdasarkan hal itu, pada penelitian ini untuk mengestimasi kebutuhan untuk konsumsi pangan digunakan model regresi hubungan antara pendapatan per kapita per bulan dan konsumsi pangan strategis. Pangan tersebut adalah: beras, terigu, jagung, ketela pohon/ubi kayu, daging unggas, daging ruminansia, ikan segar, ikan olahan, telur, susu, minyak goreng, kacang kedele, kacang lainnya, sayur, dan buah. Beberapa persamaaan regresi yang dikutip dari Ariani (1993) dan Martianto (1995), sebagai alternatif model yang dicobakan adalah: 1. Linier K i = a + b I i 2. Semi Ln K i = a + b ln I i 3. Double Ln ln K i = a + b ln I i 4. Ln inverse ln K i = a - b/i i 5. Hyperbolik K i = a b/i i 6. Semi ln-inverse K i = a + b ln I i - c/i i 7. Double Ln-inverse ln K i = a + b ln I i - c/i i dimana: K i = konsumsi pangan per kapita pada rumah tangga i I i = pendapatan per kapita pada rumah tangga i, i = 1, 2, 3,..., n a, b, c, = parameter estimasi Dari beberapa persamaan tersebut pada akhirnya dipilih persamaan yang memberikan hasil diantaranya adalah: memiliki elastisitas pendapatan yang konsisten dengan hasil analisis AIDS, dan hasil estimasi konsumsi per kapita cukup rasional. Setelah persamaan regresi terpilih, tahap berikutnya adalah melakukan proyeksi pendapatan per kapita pada tahun Dengan mengetahui laju pertumbuhan pendapatan maka dapat diduga pendapatan pada
8 27 tahun mendatang. Beberapa penelitian melakukan perhitungan laju pertumbuhan pendapatan dengan cara menghitung selisih antara laju pertumbuhan ekonomi dan laju pertumbuhan penduduk (Ariani 1994 dan Martianto 1995). Pada penelitian ini perhitungan laju pertumbuhan pendapatan dilakukan dengan cara seperti yang dilakukan oleh Ariani (1994) dan Martianto (1995). Pertumbuhan penduduk dari hasil proyeksi tahun ditunjukkan oleh Lampiran 3, selanjutnya pertumbuhan ekonomi ketiga wilayah penelitian ditunjukkan oleh Lampiran 4. Laju pertumbuhan ekonomi yang digunakan dalam menghitung estimasi permintaan pangan tahun adalah laju pertumbuhan ekonomi tahun di masing-masing provinsi. Penggunaan data tersebut dengan asumsi laju pertumbuhan ekonomi pada tahun sama dengan laju pertumbuhan ekonomi tahun yaitu untuk Sumatera Barat 4.6% per tahun, Jawa Tengah 4.52% per tahun, dan Sulawesi Tenggara 6.81% per tahun (BPS 2007). Selanjutnya, laju pertumbuhan penduduk tahun di Sumatera Barat 0.67% per tahun, Jawa Tengah 0.35%/tahun, Sulawesi Tenggara 2.54% tahun (Bappenas, BPS, NFPA 2005). Proyeksi pendapatan per kapita dilakukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : I t = I o e rt Dimana: I t = pendapatan rumah tangga per kapita per bulan pada tahun ke t I o = pendapatan rumahtangga per kapita per bulan pada tahun ke 0 t = selisih tahun ke-t dengan tahun ke 0 r = laju pertumbuhan pendapatan e = natural logaritmik Setelah memperoleh hasil pendapatan rata-rata per kapita, data ini dimasukkan pada persamaan regresi yang terpilih. Dari persamaan ini akan diperoleh perkiraan permintaan pangan per kapita per hari, maupun per kapita per tahun pada tahun yang dikehendaki. Untuk kebutuhan konsumsi aktual wilayah di masing-masing provinsi pada tahun yang dikehendaki dihitung dengan cara mengalikan permintaan konsumsi pangan per kapita per tahun dengan jumlah penduduk pada tahun yang dikehendaki.
9 28 Untuk mengestimasi konsumsi pangan ideal dihitung berdasarkan pola pangan setempat dengan skor PPH tahun 2015 sebesar 100. Langkah-langkah menghitung konsumsi pangan ideal adalah : (1) Data dasar yang digunakan adalah data konsumsi aktual tahun Konsumsi pangan dikelompokkan dalam 9 kelompok sebagaimana menghitung skor PPH. (2) Dari masing-masing kelompok pangan dihitung nilai total konsumsi energinya. (3) Setiap kelompok pangan terdiri dari beberapa jenis pangan, selanjutnya dari masing-masing jenis pangan tersebut dihitung kontribusinya terhadap energi kelompok pangan dan dinyatakan dalam persen (%). Jenis pangan yang akan diestimasi adalah: a) kelompok padi-padian (beras, terigu, jagung), b) kelompok umbi-umbian (ubi kayu), c) pangan hewani (daging unggas, daging ruminansia, ikan segar, ikan olahan, telur, susu), d) minyak dan lemak (semua yang termasuk dalam minyak dan lemak); minyak dan lemak dalam penelitian ini diasumsikan sebagai minyak goreng, e) kacangkacangan (kedele, kacang lainnya selain kedele), f) sayur dan buah (sayur, buah), g) gula (semua yang termasuk dalam gula) (4) Setiap kelompok pangan memiliki Angka Kecukupan Energi, yaitu: padipadian kkal, umbi-umbian 120 kkal, pangan hewani 240 kkal, minyak dan lemak 200 kkal, kacang-kacangan 100 kkal, sayur dan buah 120 kkal, gula 100 kkal. (5) Untuk mendapatkan konsumsi pangan yang ideal dari masing-masing jenis pangan, selanjutnya hasil perhitungan dari butir 3 di atas dikalikan dengan Angka Kecukupan Energi dari kelompoknya (butir 4), sehingga diperoleh energi dari setiap jenis pangan. (6) Energi dari setiap jenis pangan tersebut selanjutnya disetarakan ke bentuk gram jenis pangan. Bentuk setara pangan yang dimaksud adalah: beras setara beras giling, terigu setara terigu, jagung setara jagung kering pipil baru, ubi kayu setara ubi kayu, daging unggas setara daging ayam, daging ruminansia setara daging sapi, ikan segar setara ikan segar, ikan olahan setara ikan asin kering, telur setara telur ayam, susu setara susu sapi, minyak
10 29 dan lemak setara minyak kelapa sawit, kedele setara kedele kering, kacang lainnya setara kacang hijau, sayur setara bayam, buah setara jeruk manis, dan gula setara gula pasir Kebutuhan pangan ideal bagi wilayah di ketiga provinsi pada tahun 2015 dihitung dengan cara mengalikan permintaan konsumsi pangan per kapita per tahun pada tahun 2015 dengan jumlah penduduk pada tahun yang sama. Keterkaitan Antar Metode Analisa Data Metoda analisis yang digunakan dalam penelitian ini ada 3 model yaitu : (1) pendekatan PPH untuk melihat keragaman dari konsumsi pangan, (2) model AIDS, (3) pendekatan pendapatan, berupa persamaan regresi hubungan pendapatan dan konsumsi pangan. Tingkat kecukupan konsumsi pangan yang dianalisis adalah tingkat kecukupan energi dan protein (TKE dan TKP). Penilaian kualitas dari konsumsi pangan dilakukan dengan menghitung skor PPH. Hasil penghitungan TKE dan TKP serta skor PPH adalah untuk menggambarkan keragaan konsumsi pangan saat itu dan mendukung hasil analisis lainnya. Metode AIDS merupakan model sistem yang sesuai dengan teori tingkah laku konsumen terutama dalam perilaku konsumsi pangan. Model AIDS menggambarkan respon permintaan pangan akibat perubahan harga sendiri, pendapatan, dan perubahan harga pangan lain yang ditunjukkan oleh angka elastisitas (elastisitas harga sendiri, elastistas pendapatan, dan elastisits harga silang). Dengan angka elastisitas dapat diperkirakan terjadinya perubahan konsumsi pangan dan gizi sebagai akibat perubahan harga maupun perubahan pendapatan. Elasitisitas pendapatan hasil perhitungan dengan model AIDS akan dijadikan dasar dalam mengestimasi permintaan konsumsi pangan dengan menggunakan persamaan regresi. Nilai elastisitas pendapatan yang diperoleh dari persamaan regresi terpilih harus konsisten dengan nilai elastisitas yang diperoleh dari model AIDS. Oleh karena hasil estimasi permintaan konsumsi pangan tersebut semata-mata karena faktor preferensi, selanjutnya untuk pembanding estimasi permintaan konsumsi pangan pada tahun 2015 juga dihitung dengan
11 pendekatan PPH. Pendekatan PPH digunakan untuk mengestimasi permintaan konsumsi pangan ideal/harapan sesuai dengan pola konsumsi setempat. 30 Batasan Operasional Rumahtangga Sampel rumahtangga pada Susenas adalah rumahtangga biasa, yaitu seorang atau sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik/sensus, dan biasanya makan bersama dari satu dapur. Pendapatan Adalah nilai rupiah yang diperoleh suatu rumah tangga dari mata pencahariannya atau dari sumber-sumber lain, dinyatakan dalam rupiah per bulan. Pada penelitian ini besarnya pendapatan diproksi dari pengeluaran total rumah tangga per kapita per bulan (Rp/kapita/bulan) Pola Pangan Harapan (PPH) Adalah susunan beragam pangan menurut sembilan kelompok pangan yang didasarkan pada sumbangan energi terhadap total energi penyediaan maupun konsumsi pangan yang mampu mencukupi kebutuhan gizi secara kuantitas, kualitas maupun keragaman. Elastisitas permintaan Adalah besarnya respon permintaan pangan akibat: perubahan satu satuan harga pangan itu sendiri (elastisitas harga sendiri); perubahan satu satuan harga pangan lain (elastisitas harga silang). perubahan satu satuan pendapatan (elastisitas pendapatan); Pangan strategis Adalah jenis pangan yang umum dikonsumsi dan cukup berarti dalam menyumbang zat gizi terutama energi dan protein. Termasuk pangan strategis dalam penelitian ini adalah beras, terigu, jagung, ubi kayu, daging unggas, daging ruminansia, ikan segar, ikan olahan, telur, susu, minyak goreng, kacang kedele, kacang lainnya, sayur, dan buah. Permintaan konsumsi pangan aktual Adalah jumlah pangan yang diperkirakan akan dikonsumsi (gram/kapita/hari atau kg/kapita/tahun) pada tahun yang dihitung dengan
12 31 mempertimbangkan hubungan antara pendapatan dan konsumsi pangan dengan asumsi faktor lain seperti selera tetap Kebutuhan pangan aktual Adalah jenis dan jumlah pangan yang diperkirakan akan di konsumsi di wilayah/daerah pada tahun sesuai dengan tingkat pendapatan di provinsi/wilayah Permintaan konsumsi pangan ideal Adalah pangan yang diperkirakan akan dikonsumsi (gram/kapita/hari atau kg/kapita/tahun) pada tahun 2015 dalam jumlah dan komposisi ideal sesuai dengan kaidah Pola Pangan Harapan yang telah disesuaikan dengan pola pangan setempat Kebutuhan pangan ideal Adalah jenis dan jumlah pangan yang diperkirakan untuk konsumsi di suatu provinsi/wilayah pada tahun 2015 dalam jumlah dan komposisi yang sesuai dengan kaidah Pola Pangan Harapan yang telah disesuaikan dengan pola pangan setempat
METODE. Keadaan umum 2010 wilayah. BPS, Jakarta Konsumsi pangan 2 menurut kelompok dan jenis pangan
METODE Desain, Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan prospective study dengan menggunakan data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Provinsi Papua tahun 2008 sampai tahun
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. No Data Sumber Instansi 1 Konsumsi pangan menurut kelompok dan jenis pangan
17 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain prospective study berdasarkan data hasil survei sosial ekonomi nasional (Susenas) Provinsi Riau tahun 2008-2010. Pemilihan
Lebih terperinciKOMPOSISI KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN YANG DIANJURKAN
KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN YANG DIANJURKAN A. KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI YANG DIANJURKAN Tabel 1. Komposisi Konsumsi Pangan Berdasarkan Pola Pangan Harapan Pola Pangan Harapan Nasional % AKG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Amang (1993), Pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional
Lebih terperinciPOLA PANGAN HARAPAN (PPH)
PANDUAN PENGHITUNGAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) Skor PPH Nasional Tahun 2009-2014 75,7 85,7 85,6 83,5 81,4 83,4 Kacangkacangan Buah/Biji Berminyak 5,0 3,0 10,0 Minyak dan Lemak Gula 5,0 Sayur & buah Lain-lain
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu butir yang tercantum dalam pembangunan milenium (Millenium Development Goals) adalah menurunkan proporsi penduduk miskin dan kelaparan menjadi setengahnya antara tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. laut ini, salah satunya ialah digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan laut di Indonesia mengandung sumberdaya kelautan dan perikanan yang siap diolah dan dimanfaatkan semaksimal mungkin, sehingga sejumlah besar rakyat Indonesia
Lebih terperinciDATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014
DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 1 Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2010 2014 Komoditas Produksi Pertahun Pertumbuhan Pertahun
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsumsi Pangan Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial budaya dipengaruhi banyak hal yang saling kait mengait, di samping untuk memenuhi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Secara umum pangan diartikan sebagai segala sesuatu
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian.
I PENDAHULUAN Bab ini akan dibahas mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Konsumsi Pangan dan Faktor yang Mempengaruhinya
5 TINJAUAN PUSTAKA Konsumsi Pangan dan Faktor yang Mempengaruhinya Dikemukakan oleh Maslow, pangan merupakan salah satu kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan dasar manusia untuk mempertahankan hidup (Sumarwan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama, karena itu pemenuhannya menjadi bagian dari hak asasi setiap individu. Di Indonesia,
Lebih terperinciBAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan ketahanan pangan merupakan prioritas utama dalam pembangunan karena pangan merupakan kebutuhan yang paling hakiki dan mendasar bagi sumberdaya manusia suatu
Lebih terperinciPola Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia 2013
Katalog BPS: 3201023 ht tp :/ /w w w.b p s. go.i d Pola Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia 2013 BADAN PUSAT STATISTIK Katalog BPS: 3201023 ht tp :/ /w w w.b p s. go.i d Pola Pengeluaran dan Konsumsi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pangan Menurut Balitbang (2008), Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan atas pangan yang cukup, bergizi dan aman menjadi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. gizinya (BKP, 2013). Menurut Suhardjo dalam Yudaningrum (2011), konsumsi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsumsi Pangan Konsumsi Pangan adalah sejumlah makanan dan minuman yang dikonsumsi seseorang, kelompok, atau penduduk untuk memenuhi kebutuhan gizinya (BKP, 2013). Menurut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola Konsumsi adalah susunan tingkat kebutuhan seseorang atau rumahtangga untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam menyusun pola konsumsi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan adalah usaha untuk meningkatkan kualitas dan perikehidupan masyarakat Indonesia, yang dilakukan secara terus menerus, berlandaskan kemampuan wilayah dengan
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Tabel 1 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian. Tahun Publikasi BPS Kabupaten Lampung Barat
METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Desain penelitian ini adalah retrospektif. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan yaitu (1) Kabupaten Lampung Barat akan melakukan
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional
III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan dengan
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional selama ini mempunyai tugas utama untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, menyediakan kesempatan kerja, serta
Lebih terperinciDINAMIKA POLA DAN KERAGAMAN KONSUMSI RUMAH TANGGA PERDESAAN PADA AGROEKOSISTEM LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN
DINAMIKA POLA DAN KERAGAMAN KONSUMSI RUMAH TANGGA PERDESAAN PADA AGROEKOSISTEM LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN Tri Bastuti Purwantini PENDAHULUAN Banyak kemajuan telah dicapai dalam pembangunan pangan
Lebih terperinci22/02/2017. Outline SURVEI KONSUMSI PANGAN. Manfaat survei konsumsi pangan. Metode Survei Konsumsi Pangan. Tujuan Survei Konsumsi Pangan
Outline SURVEI KONSUMSI PANGAN Pengantar Survei Konsumsi Pangan Tujuan Survei Konsumsi Pangan Metode berdasarkan Jenis Data yang diperoleh Metode berdasarkan Sasaran Pengamatan Neraca Bahan Makanan Pola
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Wilayah Keadaan geografis Keadaan geografis Provinsi Papua terletak antara 2 0 25-9 0 Lintang Selatan dan 130 0-141 0 Bujur Timur. Di sebelah utara Provinsi Papua dibatasi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
Tinjauan Pustaka TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Menurut Saliem dkk dalam Ariani dan Tribastuti (2002), pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi
Lebih terperinciV. DINAMIKA PANGSA PENGELUARAN PANGAN DI INDONESIA. pangan dan konsumsi individu di tingkat rumah tangga. Informasi tentang
121 V. DINAMIKA PANGSA PENGELUARAN PANGAN DI INDONESIA Dalam penelitian ini ketahanan pangan diukur berdasarkan ketersediaan pangan dan konsumsi individu di tingkat rumah tangga. Informasi tentang ketersediaan
Lebih terperinciBuletin IKATAN Vol. 3 No. 1 Tahun
DIVERSIFIKASI KONSUMSI MASYARAKAT BERDASARKAN SKOR POLA PANGAN HARAPAN PADA LOKASI MKRPL DI KEC. KRAMATWATU KAB. SERANG Yati Astuti 1) dan Fitri Normasari 2) 1) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS). Data yang digunakan adalah data rumah tangga, khususnya untuk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 241 juta dengan ditandai oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang meningkat dan stabilitas ekonomi yang
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu
METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan dengan penentuan lokasi secara purposive. Penelitian ini berlansung selama 2 bulan, dimulai
Lebih terperinciPERENCANAAN KEBUTUHAN PANGAN PADA REPELITA VI DI TIGA PROPINSI DI INDONESIA (Penerapan Pedoman Pola Pangan Harapan)
FAE. Vol. 13, No. 1, 1995: 22 29 PERENCANAAN KEBUTUHAN PANGAN PADA REPELITA VI DI TIGA PROPINSI DI INDONESIA (Penerapan Pedoman Pola Pangan Harapan) Oleh.. 2 Mewa Arran' 1, Hidayat Syarief dan Clara M.
Lebih terperinciANALISIS KETAHANAN PANGAN REGIONAL DAN TINGKAT RUMAH TANGGA (Studi Kasus di Provinsi Sulawesi Utara)
ANALISIS KETAHANAN PANGAN REGIONAL DAN TINGKAT RUMAH TANGGA (Studi Kasus di Provinsi Sulawesi Utara) Tri Bastuti Purwantini, Handewi P.S. Rachman dan Yuni Marisa Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Lebih terperinciPENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN DAN GIZI : FAKTOR PENDUKUNG PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA
PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN DAN GIZI : FAKTOR PENDUKUNG PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA Oleh : Dr. Ir. Achmad Suryana, MS Kepala Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian RI RINGKASAN Berbagai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Pola Konsumsi Non Beras Sektor pertanian tidak akan pernah lepas dari fungsinya sebagai sumber
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Jumlah sampel dalam kecamatan (KK) Nama Desa. KK tidak
18 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah Descriptive Study. Penelitian ini bersifat prospektif untuk memproyeksikan kondisi yang akan datang. Penelitian dilakukan
Lebih terperinciANALISIS NERACA BAHAN MAKANAN (NBM) DAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) KABUPATEN SIDOARJO
AGRISE Volume XV No. 1 Bulan Januari 2015 ISSN: 1412-1425 ANALISIS NERACA BAHAN MAKANAN (NBM) DAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) KABUPATEN SIDOARJO (ANALYSIS OF FOOD BALANCE SHEET (FBS) AND DESIRABLE DIETARY
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengertian pangan menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2004 adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah maupun yang tidak
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN. Pertanian. Konsumsi Pangan. Sumber Daya Lokal.
No.397, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN. Pertanian. Konsumsi Pangan. Sumber Daya Lokal. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 43/Permentan/OT.140/10/2009 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan akan pangan yang cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok masyarakat Indonesia adalah beras. Beras
Lebih terperinciMETODE. - Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura - Dinas Peternakan dan Perikanan - Dinas Perkebunan b. Data NBM tahun (sekunder)
31 METODE Desain, Tempat dan Waktu Desain penelitian ini adalah restrospektif. Lokasi penelitian adalah Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan (Lampiran 1). Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja
Lebih terperinciPERBEDAAN POLA PANGAN HARAPAN DI PEDESAAN DAN PERKOTAAN KABUPATEN SUKOHARJO (Studi di Desa Banmati dan Kelurahan Jetis)
PERBEDAAN POLA PANGAN HARAPAN DI PEDESAAN DAN PERKOTAAN KABUPATEN SUKOHARJO (Studi di Desa Banmati dan Kelurahan Jetis) PENELITIAN Disusun Dan Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Menyelesaikan Studi
Lebih terperinciSISTEM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI
SISTEM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI A. Pendahuluan Berdasarkan Undang-undang Pangan Nomor: 18 Tahun 2012, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan
TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan Ketahanan pangan di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumahtangga yang tercermin
Lebih terperinciKatalog : 3201023 Pola Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia 2014 BADAN PUSAT STATISTIK Katalog : 3201023 Pola Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia 2014 POLA PENGELUARAN DAN KONSUMSI PENDUDUK
Lebih terperinciSTATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013
STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 1 I. Aspek Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2009 2013 Komoditas
Lebih terperinciKAJIAN PENGARUH HARGA DAN PENDAPATAN TERHADAP PROPORSI PENGELUARAN MAKANAN RUMAH TANGGA (PENDEKATAN MODEL LINIER PERMINTAAN LENGKAP)
KAJIAN PENGARUH HARGA DAN PENDAPATAN TERHADAP PROPORSI PENGELUARAN MAKANAN RUMAH TANGGA (PENDEKATAN MODEL LINIER PERMINTAAN LENGKAP) Juni Trisnowati 1, Kim Budiwinarto 2 1) 2) Progdi Manajemen Fakultas
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2016
No. 05/01/Th. XX, 3 Januari 2017 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2016 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2016 SEBESAR 10,70 PERSEN Pada bulan September 2016, jumlah penduduk miskin (penduduk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen
Lebih terperinciANALISIS KETERKAITAN ANTAR KOMODITAS PROTEIN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL ALMOST IDEAL DEMAND SYSTEM (AIDS)
Jurnal Matematika UNAND Vol. 2 No. 3 Hal. 162 166 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND ANALISIS KETERKAITAN ANTAR KOMODITAS PROTEIN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL ALMOST IDEAL DEMAND SYSTEM (AIDS)
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM KARAKTERISTIK DAN ARAH PERUBAHAN KONSUMSI DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA Oleh : Harianto
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan dasar manusia. Ketahanan pangan adalah ketersediaan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting, mengingat pangan merupakan kebutuhan dasar manusia. Ketahanan pangan adalah ketersediaan pangan dan kemampuan seseorang
Lebih terperinciANALISIS KONSUMSI DAN KEBUTUHAN UNTUK KONSUMSI PANGAN DI PROVINSI SUMATERA BARAT, JAWA TENGAH, DAN SULAWESI TENGGARA TAHUN
ANALISIS KONSUMSI DAN KEBUTUHAN UNTUK KONSUMSI PANGAN DI PROVINSI SUMATERA BARAT, JAWA TENGAH, DAN SULAWESI TENGGARA TAHUN 2005-2015 SRI CATUR LESTARI WIDIASIH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Lebih terperinciPOLA PANGAN HARAPAN PADA MASYARAKAT DI KELURAHAN BANMATI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN SUKOHARJO
POLA PANGAN HARAPAN PADA MASYARAKAT DI KELURAHAN BANMATI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN SUKOHARJO KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Program Studi Diploma III (Tiga)
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. belum mampu memenuhi kebutuhan hidup sebagian besar petani di Indonesia. Hal
18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Indonesia merupakan negara agraris yang mana sebagian besar dari penduduknya bekerja disektor pertanian. Namun, sektor pertanian ini dinilai belum mampu
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2016
PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2016 No. 05/01/33/Th. XI, 3 Januari 2017 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2016 MENCAPAI 13,19 PERSEN Pada bulan ember 2016, jumlah penduduk miskin (penduduk
Lebih terperinciTINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2010
BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 21/07/31/Th. XII, 1 Juli 2010 TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2010 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di DKI Jakarta
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2017 RINGKASAN
38/07/Th. XX, 17 JULI 2017 PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2017 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Sulawesi Tenggara pada bulan Maret 2017
Lebih terperinciDIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN. Nuhfil hanani AR
DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN Nuhfil hanani AR Pengertian Diversifikasi Pangan Konsep diversifikasi pangan bukan suatu hal baru dalam peristilahan kebijakan pembangunan pertanian di Indonesia, oleh karena
Lebih terperinciPERKEMBANGAN POLA KONSUMSI PANGAN MENURUT WILAYAH DAN TINGKAT PENDAPATAN DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ANGGI ANDARINI RITONGA
1 PERKEMBANGAN POLA KONSUMSI PANGAN MENURUT WILAYAH DAN TINGKAT PENDAPATAN DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ANGGI ANDARINI RITONGA DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciWALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG
WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI, Menimbang
Lebih terperinciBADAN PUSAT STATISTIK
BADAN PUSAT STATISTIK No. 05/09/53/Th.XVIII, 15 Sept 2015 PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA TIMUR MARET 2015 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2015 MENCAPAI 1.159,84 RIBU ORANG (22,61PERSEN) Jumlah penduduk
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2015
PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2015 No. 05/01/33/Th. X, 4 Januari 2016 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2015 MENCAPAI 13,32 PERSEN Pada bulan ember 2015, jumlah penduduk miskin (penduduk
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA Oleh : Reni Kustiari Pantjar Simatupang Dewa Ketut Sadra S. Wahida Adreng Purwoto Helena
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang kaya dengan ketersediaan pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu padi-padian, umbi-umbian,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2. 1 Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. tahun 2004, konsumsi protein sudah lebih besar dari yang dianjurkan yaitu
1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola konsumsi pangan pokok di Indonesia masih berada pada pola konsumsi tunggal, yaitu beras. Tingginya ketergantungan pada beras tidak saja menyebabkan ketergantungan
Lebih terperinciTINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2009
BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 26/07/31/Th XI, 1 Juli 2009 TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2009 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di DKI Jakarta pada bulan Maret
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2016 RINGKASAN
07/07/Th. XI, 18 JULI 2016 PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2016 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Sulawesi Tenggara pada bulan Maret 2016
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar bagi perekonomian
Lebih terperinciKEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA MARET, 2016
No. 37/ 07/ 94/ Th.VIII, 18 Juli 2016 KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA MARET, 2016 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN MARET 2016 MENCAPAI 28,54 PERSEN Persentase, penduduk Miskin di Papua selama enam bulan
Lebih terperinciPOLA KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA PETANI HUTAN KEMASYARAKATAN DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT
POLA KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA PETANI HUTAN KEMASYARAKATAN DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT (Food Consumption Pattern of Social Forestry Farmer Household In West Lampung Regency) Asih Sulistyorini Uly Damora
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2016 RINGKASAN
05/01/Th.XII, 03 JANUARI 2017 PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2016 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Sulawesi Tenggara pada bulan September
Lebih terperinciKONSUMSI DAN KECUKUPAN ENERGI DAN PROTEIN RUMAHTANGGA PERDESAAN DI INDONESIA: Analisis Data SUSENAS 1999, 2002, dan 2005 oleh Ening Ariningsih
Seminar Nasional DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN: Tantangan dan Peluang bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani Bogor, 19 Nopember 2008 KONSUMSI DAN KECUKUPAN ENERGI DAN PROTEIN RUMAHTANGGA
Lebih terperinciBUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL
BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA, Menimbang
Lebih terperinciDINAMIKA KONSUMSI RUMAH TANGGA PERDESAAN PADA AGROEKOSISTEM LAHAN KERING BERBASIS PALAWIJA
DINAMIKA KONSUMSI RUMAH TANGGA PERDESAAN PADA AGROEKOSISTEM LAHAN KERING BERBASIS PALAWIJA Rizma Aldillah dan Tri Bastuti Purwantini PENDAHULUAN Konsumsi adalah kegiatan manusia menggunakan atau memakai
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Perolehan pangan yang cukup baik dalam jumlah maupun mutu merupakan sesuatu yang penting bagi setiap manusia agar dapat hidup secara berkualitas. Oleh karena itu hak atas kecukupan
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN 3.1. Ruang Lingkup, Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Pulau Jawa yang terdiri dari 6 provinsi yaitu, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur
Lebih terperinciKEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA SEPTEMBER, 2014
No. 04/ 01/ 94/ Th.IX, 2 Januari 2015 KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA SEPTEMBER, 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2014 MENCAPAI 864,11 RIBU ORANG. Jumlah penduduk miskin di Papua pada bulan September
Lebih terperinciKETERSEDIAAN ENERGI, PROTEIN DAN LEMAK DI KABUPATEN TUBAN : PENDEKATAN NERACA BAHAN MAKANAN PENDAHULUAN
P R O S I D I N G 69 KETERSEDIAAN ENERGI, PROTEIN DAN LEMAK DI KABUPATEN TUBAN : PENDEKATAN NERACA BAHAN MAKANAN Condro Puspo Nugroho 1*, Fahriyah 1, Rosihan Asmara 2 1 Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian,
Lebih terperinciAnalisis Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga Perkotaan Dalam Mewujudkan Diversifikasi Konsumsi Pangan (Studi Kasus di Kota Bandar Lampung)
Analisis Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga Perkotaan Dalam Mewujudkan Diversifikasi Konsumsi Pangan (Studi Kasus di Kota Bandar Lampung) Nasriati Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung Jl. ZA. Pagar
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, MARET 2016
BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 57/07/21/Th. XI, 18 Juli 2016 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, MARET 2016 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Provinsi
Lebih terperinciANALISIS POLA KONSUMSI PANGAN DI PROVINSI JAWA BARAT RATNA CAHYANINGSIH
ANALISIS POLA KONSUMSI PANGAN DI PROVINSI JAWA BARAT RATNA CAHYANINGSIH PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ANALISIS POLA KONSUMSI
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2016
No. 07/01/62/Th. XI, 3 Januari 2017 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2016 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan)
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENGEMBANGAN MODEL PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA. Oleh :
LAPORAN AKHIR PENGEMBANGAN MODEL PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA Oleh : Nizwar Syafa at Prajogo Utomo Hadi Dewa K. Sadra Erna Maria Lokollo Adreng Purwoto Jefferson Situmorang Frans
Lebih terperinciTINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA MARET 2017
Tingkat Kemiskinan di DKI Jakarta Maret 2017 No. 35/07/31/Th.XIX, 17 Juli 2017 TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA MARET 2017 Jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta pada bulan Maret 2017 sebesar 389,69 ribu
Lebih terperinciBPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU
BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 06/01/21/Th.VII, 2 Januari 2012 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, SEPTEMBER 2011 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Provinsi
Lebih terperinciBUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 16 TAHUN 2011
BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR Menimbang : a.
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI
No. 04/04/Th. XV, 2 April 2012 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI BULAN MARET 2012 SEBESAR 97,86 PERSEN NTP Provinsi Sulawesi Tengah (NTP-Gabungan) bulan Maret 2012 sebesar 97,86 persen,
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 71 TAHUN 2009 TENTANG
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 71 TAHUN 2009 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR
Lebih terperinciIV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA
IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA Data pola konsumsi rumah tangga miskin didapatkan dari data pengeluaran Susenas Panel Modul Konsumsi yang terdiri atas dua kelompok, yaitu data pengeluaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh manusia guna memenuhi asupan gizi dan sebagai faktor penentu kualitas sumber daya manusia. Salah satu
Lebih terperinciSITUASI PANGAN DAN GIZI WILAYAH (Kasus di Kabupaten Tuban) PENDAHULUAN
SITUASI PANGAN DAN GIZI WILAYAH (Kasus di Kabupaten Tuban) P R O S I D I N G 58 Fahriyah 1*, Rosihan Asmara 1 1 Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya *E-mail ria_bgl@yahoo.com
Lebih terperinciCIRI-CIRI RUMAH TANGGA DEFISIT ENERGI DI PEDESAAN JAWA TENGAH
CIRI-CIRI RUMAH TANGGA DEFISIT ENERGI DI PEDESAAN JAWA TENGAH Oleh: Achmad Djauhari dan Supena Friyatno*) Abstrak Kelompok rumah tangga adalah sasaran utama dalam program peningkatan dan perbaikan tingkat
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan
4 TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan Menurut UU No 7 tahun 1997, pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah ataupun produk turunannya
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2014 RINGKASAN
07/01/Th. IX, 2 Januari 2015 PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2014 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Sulawesi Tenggara pada bulan September
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan pangan. Banyak kasus kurang gizi disebabkan karena rendahnya pemahaman pola konsumsi yang sehat
Lebih terperinciPOLA KONSUMSI PANGAN POKOK DI BEBERAPA PROPINSI DI INDONESIA
POLA KONSUMSI PANGAN POKOK DI BEBERAPA PROPINSI DI INDONESIA Oleh: Mewa Arifin dan Handewi P. Saliemo ABSTRAK Dengan menggunakan data Susenas disertai beberapa penyesuaian untuk menghitung konsumsi energi
Lebih terperinci