KATA PENGANTAR. Buletin Konsumsi Pangan. Organization).

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KATA PENGANTAR. Buletin Konsumsi Pangan. Organization)."

Transkripsi

1

2 KATA PENGANTAR Dalam rangka meningkatkan pelayanan data dan informasi pertanian, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian pada tahun 2013 menerbitkan Buletin Konsumsi Pangan yang terbit setiap triwulan. Buletin konsumsi pangan ini merupakan terbitan tahun keempat, berisi informasi gambaran umum konsumsi pangan di Indonesia, konsumsi rumah tangga dan ketersediaan konsumsi per kapita serta konsumsi di negara-negara dunia terutama untuk komoditas yang banyak di konsumsi masyarakat. Pada edisi volume 4 nomor 1 tahun 2013 ini disajikan perkembangan konsumsi Kacang Tanah, Kentang, Jeruk, Kelapa Sawit dan Daging Sapi sampai dengan data tahun 2012 serta prediksi tahun 2013 dan Data yang disajikan dalam buletin ini diolah oleh Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Kementerian Pertanian bersumber dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) BPS, Neraca Bahan Makanan (NBM) Badan Ketahanan Pangan dan website FAO (Food Agriculture Organization). Besar harapan kami bahwa buletin ini dapat bermanfaat bagi para pengguna baik di lingkup Kementerian Pertanian maupun para pengguna lainnya. Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan guna penyempurnaan di masa mendatang. Jakarta, April 2013 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Ir. M. Tassim Billah, MSc Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

3 BAB I. PENJELASAN UMUM P angan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan atas pangan yang cukup, bergizi dan aman menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia untuk mewujudkan sumberdaya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan pangan merupakan penjumlahan dari kebutuhan pangan untuk konsumsi langsung, kebutuhan industri dan permintaan lainnya. Konsumsi langsung adalah jumlah pangan yang dikonsumsi langsung oleh masyarakat. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan kesejahteraan masyarakat, maka kebutuhan terhadap jenis dan kualitas produk makanan juga semakin meningkat dan beragam. Oleh karena itu salah satu target Kementerian Pertanian tahun adalah peningkatan diversifikasi pangan, terutama untuk mengurangi konsumsi beras dan terigu. Selama tahun , konsumsi beras ditargetkan turun 1,5% per tahun yang diimbangi dengan peningkatan konsumsi umbi-umbian, pangan hewani, buahbuahan dan sayuran. Selain itu juga diupayakan tercapainya pola konsumsi pangan beragam, bergizi, seimbang dan aman yang tercermin oleh meningkatnya skor Pola Pangan Harapan (PPH) dari 86,4 pada tahun 2010 menjadi 93,3 pada tahun 2014 (Renstra Kementerian Pertanian, 2010). Tabel 1.1. Sasaran Skor Pola Pangan Harapan (PPH) MAKANAN TAHUN Padi-padian 54,9 53,9 52,9 51,9 51,0 Umbi-umbian 5,0 5,2 5,4 5,6 5,8 Pangan Hewani 9,6 10,1 10,6 11,1 11,5 Minyak dan Lemak 10,1 10,1 10,1 10,0 10,0 Buah/Biji Berminyak 2,8 2,9 2,9 2,9 3,0 Kacangan-kacangan 4,3 4,4 4,6 4,7 4,9 Gula 4,9 4,9 5,0 5,0 5,0 Sayur dan Buah 5,2 5,4 5,5 5,7 5,8 Lain-lain 2,9 2,9 2,9 2,9 3,0 SKOR PPH 86,4 88,1 89,8 91,5 93,3 Sumber : Renstra Kementerian Pertanian, 2010 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 1

4 1.1. Sumber Data Data yang digunakan dalam buletin ini adalah hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas, BPS), Neraca Bahan Makanan (NBM-BKP) dan website FAO (Food Agriculture Organization). Sejak tahun 2011, BPS melaksanakan Susenas setiap triwulan, namun dalam publikasi buletin ini digunakan data hasil Susenas Bulan Maret, dengan menggunakan kuesioner modul konsumsi/pengeluaran rumah tangga. Susenas bukan merupakan data konsumsi pangan riil, tetapi data pengeluaran pangan yang dikonversi ke kuantitas pangan dan energi zat gizi. Data konsumsi/pengeluaran yang dikumpulkan dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu (1) pengeluaran makanan (215 komoditas yang dikumpulkan kuantitas dan nilai rupiahnya) dan (2) pengeluaran konsumsi bukan makanan (yang dikumpulkan nilai rupiahnya, kecuali listrik, gas, air dan BBM dengan kuantitasnya). Neraca Bahan Makanan (NBM) memberikan informasi tentang situasi pengadaan/penyediaan pangan, baik yang berasal dari produksi dalam negeri, imporekspor dan stok serta penggunaan pangan untuk kebutuhan pakan, bibit, penggunaan untuk industri, serta informasi ketersediaan pangan untuk konsumsi penduduk suatu negara/wilayah dalam kurun waktu tertentu. sebagai berikut : Cara perhitungan NBM adalah 1. Penyediaan (supply) : Ps = P- ΔSt + I E dimana : Ps = total penyediaan dalam negeri P = produksi ΔSt = stok akhir stok awal I = Impor E = ekspor 2. Penggunaan (utilization) Pg = Pk + Bt + Id + Tc + K dimana : Pg = total penggunaan Pk = pakan Bt = bibit Id = industri Tc = tercecer K = ketersediaan bahan makanan Untuk komponen pakan dan tercecer dapat digunakan besaran konversi persentase terhadap penyedian dalam negeri, seperti pada Tabel Ketersediaan pangan per kapita, diperoleh dari ketersediaan dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Mengacu hasil estimasi BPS, angka jumlah penduduk pada tahun 2012 sebesar juta jiwa. Jumlah penduduk tahun berikutnya menggunakan asumsi laju pertumbuhan sebesar 1,30% per tahun. 2 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

5 Tabel 1.2. Besaran konversi komponen penggunaan (persentase terhadap penyediaan dalam negeri) Angka Konversi Komoditas Komponen (%) Kacang Tanah Kentang Diolah untuk Industri 8,51 Makanan Tercecer 5,00 Bibit 1,19 Tercecer 5,02 Jeruk Tercecer 3,91 Minyak sawit Tercecer 2,39 Minyak sawit/minyak goreng Tercecer 1,55 Daging Sapi Tercecer 5,00 Sumber : Neraca Bahan Makanan, BKP Kementan 1.2. Ruang Lingkup Publikasi Pada edisi volume 4 no. 1 tahun 2013 disajikan informasi perkembangan konsumsi rumah tangga per kapita per tahun, ketersediaan konsumsi per kapita per tahun dan prediksi 2 tahun ke depan serta konsumsi di negara-negara di dunia untuk komoditas yang banyak dikonsumsi masyarakat. Komoditas yang dianalisis antara lain kacang tanah, kentang, jeruk, kelapa sawit dan daging sapi. Model terpilih dalam melakukan prediksi data konsumsi per kapita adalah sebagai berikut. Tabel 1.3. Model terpilih dalam prediksi konsumsi per kapita per tahun beberapa komoditas pangan berdasarkan data Susenas Uraian Model terpilih Kcg Tanah dgn Kulit Winter, Multiplikatif, 5 Kcg Tanah tanpa Kulit Kentang Jeruk Minyak goreng lainnya (minyak sawit) Daging Sapi SES SES SES Trend Kuadratik SES MAPE 43, , , ,2326 3, ,8790 MAD 0,1579 0,0593 0,1659 0,3080 0,2212 0,0497 MSD 0,0375 0,0089 0,0799 0,1756 0,0791 0,0054 Keterangan : ARIMA : Autoregressive Integrated Moving Avarage MAD : Mean Absolute Deviation SES : Single Exponential Smoothing MSD : Mean Square Deviation DES : Double Exponential Smoothing MA : Moving Avarage MAPE : Mean Absolute Percentage Error Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 3

6 Tabel 1.4. Keluaran Model terpilih prediksi penyediaan dan penggunaan beberapa komoditas pangan berdasarkan data Neraca Bahan Makanan Kacang Tanah lepas kulit Minyak Kacang Tanah Kentang Jeruk Minyak Sawit Model DES Winter, Multiplikatif SES 52% dari MAPE 5,15 8,21 20,7 masukan MAD 37,69 78,46 209,2 Minyak Sawit/ Minyak Goreng Daging Sapi MSD 2487, , Impor Model DES SES SES Linear MAPE 31,560 78,547 24,022 76,266 MAD 23,990 7,781 17,365 11,627 MSD 1297, , , ,802 Ekspor Model SES SES MAPE 73,78 24,022 MAD 16,236 17,365 MSD 629, ,163 Stok Model SES MAPE 31 MAD MSD Tercecer Bibit Diolah untuk Makanan Uraian Bahan Makanan Persentase Model MAPE MAD MSD Persentase MAPE MAD MSD Model MAPE MAD MSD 5,00% dr total penyediaan 8,51% dr total penyediaan 100% dr total penyediaan 5,02% dr total penyediaan 1,19% dr total penyediaan 3,91% dr total penyediaan 2,39% dr total penyediaan 68,28% dr Masukan 1,55% dr total penyediaan Diolah untuk Model Liniar Bukan Makanan MAPE 42,8581 MAD 6,3543 MSD 62, ,93% dr Masukan 5,00% dr total 1.3. Perkembangan Pengeluaran untuk Konsumsi Penduduk Indonesia Berdasarkan data Susenas, pengeluaran penduduk Indonesia untuk makanan dan non makanan selama tahun menunjukkan pergeseran, pada awalnya persentase pengeluaran untuk makanan lebih besar dibandingkan pengeluaran untuk non makanan, namun mulai tahun 2007 menunjukkan pergeseran, dimana persentase pengeluaran non makanan seimbang dengan pengeluaran makanan terhadap total pengeluaran penduduk Indonesia per kapita per tahun. Persentase untuk makanan pada tahun 2002 sebesar 58,47% dan non makanan sebesar 41,53% sedangkan pada tahun 2012 persentase untuk makanan sebesar 51,08% dan non makanan sebesar 48,92%, seperti yang terlihat pada Gambar 1.1. Persentase pengeluaran penduduk Indonesia untuk makanan tahun Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

7 terbesar adalah pengeluaran untuk makanan dan minuman jadi yaitu sebesar 24,90%, disusul padi-padian sebesar 17,90%, tembakau dan sirih sebesar 12,07%, ikan sebesar 8,22%, sayursayuran sebesar 7,40%, telur dan susu sebesar 5,88%, sementara kelompok makanan lainnya kurang dari 5%, seperti terlihat pada Gambar 1.2. (%) 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10, Makanan Non Makanan Gambar 1.1. Perkembangan persentase pengeluaran penduduk Indonesia untuk makanan dan non makanan, tahun Tahun 2007 Tahun ,10% 20,61% 12,07% 17,90% 21,28% 1,14% 24,90% 0,86% 8,22% 2,72% 2,24% 6,03% 4,48% 3,42% 7,87% 5,20% 2,99% Padi-padian Umbi-Umbian Ikan Daging Telur dan susu Sayur-sayuran Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan lemak Bahan minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi lainnya Makanan dan minuman jadi Tembakau dan sirih 7,94% 3,96% 4,04% 2,15% 5,88% 1,99% 7,40% 3,38% 2,61% 3,82% 4,77% Padi-padian Umbi-Umbian Ikan Daging Telur dan susu Sayur-sayuran Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan lemak Bahan minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi lainnya Makanan dan minuman jadi Tembakau dan sirih Gambar 1.2. Persentase pengeluaran penduduk Indonesia untuk makanan Tahun 2007 dan 2012 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 5

8 BAB II. KACANG TANAH K acang tanah (arachia hypogaea l.) atau dalam bahasa inggris biasa disebut peanut atau groundnut merupakan tanaman polongpolongan atau legum dari famili fabaceae. Kacang tanah merupakan komoditas kedua terpenting setelah kedelai di Indonesia. Kacang tanah merupakan sejenis tanaman tropika yang tumbuh secara perdu setinggi 30 hingga 50 cm (1 hingga 1½ kaki) dan mengeluarkan daun-daun kecil. Kacang tanah berasal dari Amerika Latin tepatnya Brazil, namun saat ini telah menyebar ke seluruh dunia yang beriklim tropis atau subtropis termasuk Indonesia. Tanaman kacang tanah biasa dimanfaatkan untuk makanan ternak, sedang bijinya dimanfaatkan sebagai sumber protein nabati, minyak dan lainlain. Sebagai tanaman budidaya, kacang tanah terutama dipanen bijinya yang kaya protein dan lemak. Biji ini dapat direbus (di dalam polongnya), digoreng, atau disangrai. Biji kacang tanah diproses menjadi semacam selai dan merupakan industri pangan yang menguntungkan. Kacang tanah kaya dengan lemak, mengandungi protein yang tinggi, zat besi, vitamin E dan kalsium, vitamin B kompleks dan Fosforus, vitamin A dan K, lesitin, kolin dan kalsium. Kandungan protein dalam kacang tanah adalah jauh lebih tinggi dari daging, telur dan kacang soya. Kacang tanah mengandung Omega 3 yang merupakan lemak tak jenuh ganda dan Omega 9 yang merupakan lemak tak jenuh tunggal. Dalam 1 ons kacang tanah terdapat 18 gram Omega 3 dan 17 gram Omega 9. Kacang tanah mengandung fitosterol yang justru dapat menurunkan kadar kolesterol dan level trigliserida, dengan cara menahan penyerapan kolesterol dari makanan yang disirkulasikan dalam darah dan mengurangi penyerapan kembali kolesterol dari hati, serta tetap menjaga HDL kolesterol. Kacang tanah juga mengandung arginin yang dapat merangsang tubuh untuk memproduksi nitrogen monoksida yang berfungsi untuk melawan bakteri tuberculosis [id.wikipedia.org/wiki/kacang_tanah]. Data konsumsi kacang tanah menurut SUSENAS, BPS dibedakan atas konsumsi kacang tanah berkulit dan kacang tanah tanpa kulit yang termasuk dalam kelompok buah biji berminyak. Dalam bahasan berikut, konsumsi wujud kacang tanah berkulit dikonversi menjadi kacang tanah tanpa kulit dengan faktor konversi sebesar 40%. Sementara, data ketersediaan menurut NBM untuk komoditas ini sudah dalam wujud kacang tanah tanpa kulit. 6 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

9 2.1. Perkembangan dan Prediksi Konsumsi Kacang Tanah dalam Rumah Tangga di Indonesia Konsumsi kacang tanah menurut hasil SUSENAS mencakup konsumsi kacang tanah berkulit dan tanpa kulit. Dalam bahasan berikut telah dilakukan kompilasi konsumsi wujud tersebut ke dalam konsumsi kacang tanah total dengan besaran konversi seperti tersaji pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Besaran konversi wujud kacang tanah No Rincian jenis pangan Pengelompokan dalam SUSENAS Konversi ke bentuk konsumsi 1 Kacang tanah berkulit Buah biji berminyak 0,4 2 Kacang tanah tanpa kulit Buah biji berminyak 1 Sumber : Studi PSKPG - IPB Dengan menggunakan besaran konversi yang tercantum pada Tabel 2.1 tersebut, maka total konsumsi kacang tanah dari tahun , serta prediksi tahun disajikan pada Tabel 2.2. Secara umum, besarnya konsumsi kacang tanah berkulit dari tahun ke tahun seimbang dengan besarnya konsumsi kacang tanah tanpa kulit. Selama periode tahun , konsumsi per kapita total kacang tanah di Indonesia berfluktuasi namun cenderung mengalami penurunan dengan rata-rata sebesar 4,27%. Penurunan konsumsi total kacang tanah terbesar terjadi pada tahun 2011 dibandingkan dengan tahun sebelumnya yakni mencapai 40,38% atau dari 0,5423 kg/kapita pada tahun 2010 menjadi 0,3233 kg/kapita pada tahun Pada periode berikutnya, konsumsi total kacang tanah terus mengalami penurunan hingga menjadi 0,292 kg/kapita pada tahun Berdasarkan hasil prediksi, konsumsi total kacang tanah di Indonesia pada tahun 2013 diprediksikan akan sedikit mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2012 yakni menjadi sebesar 0,3131 kg/kapita atau naik 7,21%. Namun demikian, pada tahun 2014 diprediksikan akan kembali mengalami penurunan hingga menjadi 0,3049 kg/kapita atau turun 2,62%. Perkembangan konsumsi total kacang tanah di Indonesia tahun , serta prediksi tahun secara lengkap tersaji pada Tabel 2.2. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 7

10 Tabel 2.2. Perkembangan konsumsi kacang tanah dalam rumah tangga di Indonesia, serta prediksi Tahun (kg/kapita/minggu) (kg/kapita/tahun) Rata-rata *) *) Sumber : SUSENAS, BPS *) hasil prediksi Pusdatin Konsumsi Pertumbuhan (%) (kg/kapita/tahun) 0,8000 0,7000 0,6000 0,5000 0,4000 0,3000 0,2000 0,1000 0, Gambar 2.1. Perkembangan konsumsi kacang tanah dalam rumah tangga di Indonesia, Perkembangan serta Prediksi Penyediaan, Penggunaan dan Ketersediaan Kacang Tanah di Indonesia Komponen penyediaan kacang tanah menurut Neraca Bahan Makanan dalam wujud lepas kulit yang terdiri dari produksi ditambah dari impor, kemudian dikurangi ekspor dan perubahan stok pada tahun yang bersangkutan. Data produksi kacang tanah lepas kulit yang digunakan dalam analisis ini adalah tahun (angka tetap) dan 2012 (angka sementara), kemudian dilakukan prediksi 8 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

11 untuk tahun 2013 dan Demikian pula, data ekspor dan impor tersedia hingga tahun 2012, namun selama periode tahun , tidak ada realisasi ekspor kacang tanah dari Indonesia. Sementara, tidak ada ketersediaan data stok untuk komoditas kacang tanah, sehingga, total ketersediaan kacang tanah hanya memperhatikan indikator produksi dan impor. Pada tahun 2009, produksi kacang tanah lepas kulit sebesar 778 ribu ton yang kemudian terjadi fluktuasi dan cenderung mengalami penurunan sebesar 2,64% per tahun hingga menjadi 713 ribu ton pada tahun Pada tahun 2013, produksi kacang tanah lepas kulit diprediksikan sebesar 719 ribu ton dan naik menjadi 725 ribu ton pada tahun Sebaliknya, kacang tanah yang masuk ke Indonesia melalui impor dari tahun mengalami fluktuasi dan cenderung mengalami peningkatan, yakni dari 132 ribu ton pada tahun 2009 menjadi 136 ribu ton pada tahun Pada tahun 2013, impor kacang tanah lepas kulit diprediksikan akan sedikit menurun yakni menjadi 133 ribu ton dan pada tahun 2014 kembali menurun hingga menjadi 132 ribu ton. Dengan keragaan data tersebut, maka penyediaan kacang tanah lepas kulit di Indonesia dari tahun 2009 hingga 2012 mengalami penurunan sebesar 2,05% per tahun, yakni dari 910 ribu ton pada tahun 2009 dan menurun menjadi sebesar 849 ribu ton pada tahun Seiring dengan perkiraan peningkatan produksi kacang tanah hingga tahun 2014, maka penyediaan kacang tanah diprediksikan akan mengalami peningkatan hingga pada tahun 2013 menjadi 852 ribu ton, atau naik sebesar 0,35%. Demikian pula pada tahun 2014 diprediksikan kembali naik menjadi 857 ribu ton, atau naik 0,59%. Komponen penggunaan kacang tanah adalah untuk bibit, tercecer, digunakan sebagai bahan baku industri makanan, serta tersedia untuk digunakan sebagai bahan makanan. Menurut metode penghitungan NBM, jumlah penggunaan kacang tanah yang diserap ke industri pengolahan makanan diasumsikan sebesar 8,51%, serta yang tercecer sebesar 5% dari total penyediaan dalam negeri. Dengan menggunakan asumsi perhitungan tersebut, maka kacang tanah lepas kulit yang tercecer pada tahun 2009 hingga 2011 mengalami penurunan sebesar 4,79% atau dari 45 ribu ton pada tahun 2009 menjadi 41 ribu ton pada tahun 2011 seiring dengan pola penurunan produksinya. Kemudian, pada tahun 2012 hingga 2014 diprediksikan akan mengalami peningkatan sebesar 1,86% yakni dari 42 ribu ton menjadi 43 ribu ton pada tahun Penggunaan kacang tanah lepas kulit sebagai bibit diperkirakan berkisar antara 3% dari total produksi kacang tanah. Pada tahun 2009, penggunaan kacang tanah untuk bibit sebesar 25 ribu ton dan terus Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 9

12 menurun menjadi sebesar 23 ribu ton pada tahun Pada tahun 2012 hingga 2014, penggunaan kacang tanah untuk bibit diprediksikan berkisar antara ribu ton. Kacang tanah juga diserap untuk keperluan industri makanan yang mencapai 77 ribu ton pada tahun 2009 dan kemudian menurun hingga menjadi sebesar 69 ribu ton pada tahun Pada tahun tahun berikutnya yakni tahun 2012 hingga 2014, kebutuhan bahan baku kacang tanah pada industri makanan diprediksikan relatif stagnan sebesar 71 ribu ton. Sisa penyediaan kacang tanah setelah digunakan untuk keperluan bibit, tercecer, dan untuk industri makanan merupakan penyediaan yang siap digunakan sebagai bahan makanan. Jumlah kacang tanah lepas kulit yang siap digunakan sebagai bahan makanan pada tahun 2009 mencapai 761 ribu ton dan berfluktuasi namun cenderung mengalami penurunan hingga menjadi 679 ribu ton pada tahun Pada tahun-tahun berikutnya, penggunaan kacang tanah untuk bahan makanan diprediksikan mengalami peningkatan hingga menjadi 702 ribu ton pada tahun Peningkatan ini terjadi karena meningkatnya penyediaan kacang tanah seiring meningkatnya prediksi produksi kacang tanah nasional. Ketersediaan per kapita merupakan rasio dari jumlah kacang tanah yang tersedia dan siap dikonsumsi sebagai bahan makanan dengan jumlah penduduk. Perkembangan ketersediaan kacang tanah per kapita tahun dan prediksi tahun tersaji pada Tabel 2.3 dan Gambar 2.1. Ketersediaan kacang tanah per kapita berdasarkan NBM 2009 adalah sebesar 3,29 kg/kapita, dan terus menurun hingga menjadi sebesar 2,77 kg/kapita pada tahun 2011 atau turun sebesar 8,13%. Pada tahun 2012, ketersediaan kacang tanah diprediksikan sedikit mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2011 yakni menjadi sebesar 2,83 kg/kapita atau naik 5,06%. Namun demikian, pada tahun-tahun berikutnya, ketersediaan per kapita kacang tanah diprediksikan sedikit menurun hingga menjadi 2,80 kg/kapita pada tahun Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

13 Tabel 2.3. Penyediaan, penggunaan dan ketersediaan kacang tanah tahun serta prediksi tahun Tahun No. Uraian *) 2012**) 2013**) 2014**) A. Penyediaan (000 ton) Produksi - Masukan Keluaran Impor Ekspor Perubahan Stok B. Penggunaan (000 ton) Pakan Bibit Diolah untuk : - Makanan Bukan makanan Tercecer Bahan Makanan C. Ketersediaan per kapita (kg/kapita/tahun) 3,29 3,17 2,77 2,91 2,89 2,87 Sumber : Neraca Bahan Makanan (NBM) Kementerian Pertanian, diolah Pusdatin Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Prediksi Pusdatin Tahun 2012 komponen penyediaan angka sementara (kg/kapita) 3,40 3,30 3,20 3,10 3,00 2,90 2,80 2,70 2,60 2, Gambar 2.2. Perkembangan ketersediaan kacang tanah per kapita, tahun serta prediksi tahun Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 11

14 2.3. Perbandingan Konsumsi (Susenas) dan Ketersediaan per kapita (NBM) Komoditas Kacang Tanah di Indonesia Hasil Susenas menghasilkan angka konsumsi per kapita, sementara hasil perhitungan pada Neraca Bahan Makanan (NBM) menghasilkan angka penyediaan per kapita. Perhitungan perbedaan kedua angka tersebut untuk komoditas kacang tanah pada tahun disajikan pada Tabel 2.4. Angka konsumsi kacang tanah berdasarkan hasil Susenas dari tahun 2009 hingga 2014 relatif berfluktuasi pada kisaran sebesar 0,29 kg/kapita hingga 0,54 kg/kapita/tahun. hingga 3,29 kg/kapita yang dominan disebakan stabilnya besaran produksi kacang tanah nasional. Besaran konsumsi per kapita kacang tanah dari tahun 2009 hingga 2014 adalah hanya berkisar 10% hingga 15% dari angka ketersediaannya. Sisa dari ketersediaan kacang tanah yang tidak dikonsumsi rumah tangga tersebut diperkirakan karena faktor konversi kacang tanah yang terserap ke industri pengolahan makanan yang hanya sebesar 8,51% yang semestinya lebih dari besaran tersebut mengingat banyak berkembangnya industri pengolahan bahan makanan yang menggunakan kacang tanah sebagai bahan bakunya. Angka ketersediaan per kapita kacang tanah pada tahun relatif stabil pada kisaran 2,77 kg/kapita Tabel 2.4. Perbandingan konsumsi per kapita rumah tangga dengan ketersediaan per kapita kacang tanah di Indonesia, No Uraian Tahun (kg/kapita/tahun) *) 2014*) 1 Konsumsi rumah tangga, Susenas 0,47 0,54 0,32 0,29 0,31 0,30 2 Ketersediaan, NBM 3,29 3,17 2,77 2,83 2,81 2,80 3 Beda 2,82 2,63 2,45 2,54 2,50 2,50 Sumber: Susenas, BPS dan Ketersediaan NBM, BKP Keterangan: *) Angka Prediksi Pusdatin 2.4. Penyediaan Kacang Tanah di beberapa negara di Dunia Menurut data FAO, penyediaan kacang tanah lepas kulit terbesar di dunia tersebar di negara-negara di Amerika, Asia dan Afrika. Penyediaan kacang tanah dunia didominasi oleh China dimana pada periode tahun mencapai 2,91 juta ton per tahun atau 33,44% dari total 12 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

15 penyediaan kacang tanah dunia. Disusul kemudian oleh Amerika Serikat yang menepati urutan kedua dengan rata-rata penyediaan sebesar 936 ribu ton atau 10,78% dari total penyediaan di dunia. Indonesia menempati urutan ketiga dalam penyediaan kacang tanah di dunia yang mencapai 749 ribu ton atau 8,62% dari total penyediaan kacang tanah dunia, yang disusul oleh India sebesar 468 ribu ton (5,39%). Negara-negara berikutnya adalah Nigeria, Burkina Faso, Vietnam, Chad, Ghana, dan Republik Uni Tanzania dengan total penyediaan masing-masing di bawah 4%. Kontribusi negara-negara dengan penyediaan kacang tanah terbesar di dunia disajikan pada Tabel 2.5. dan Gambar 2.3. Tabel 2.5. Negara dengan penyediaan kacang tanah terbesar di dunia, No Negara Total Ketersediaan (000 Ton) Rata-rata Share (%) 1 China ,44 2 Amerika Serikat ,78 3 Indonesia ,62 4 India ,39 5 Nigeria ,74 6 Burkina Faso ,88 7 Vietnam ,88 8 Chad ,82 9 Ghana ,66 10 Rep. Uni Tanzania ,59 Lainnya ,23 Total dunia ,00 Sumber: FAO, diolah Pusdatin Gambar 2.3. Negara dengan penyediaan kacang tanah terbesar di dunia, rata-rata Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 13

16 2.6. Ketersediaan Kacang Tanah per Kapita per Tahun di Dunia Menurut data dari FAO, ketersediaan kacang tanah per kapita dominan di negara-negara Afrika. Berdasarkan data rata-rata selama lima tahun ( ), tercatat bahwa Chad merupakan negara dengan ketersediaan kacang tanah per kapita terbesar di dunia yakni mencapai 15,3 kg/kapita/tahun. Disusul kemudian Burkina Faso, Gabon, dan Benin masingmasing sebesar 10,6 kg/kapita/tahun, 8,16 kg/kapita/tahun dan 7,04 kg/kapita/ tahun. Negara-negara berikutnya adalah Vanuatu, Ghana, Sierra Leone, dan Malawi dengan ketersediaan kacang tanah per kapita rata-rata berkisar 4,74 kg/kapita/ tahun hingga 6,52 kg/kapita/tahun. Indonesia menduduki urutan ke-14 sebagai negara dengan ketersediaan kacang tanah terbesar di dunia dengan rata-rata tahun sebesar 3,32 kg/kapita/tahun. Perkembangan ketersediaan kacang tanah per kapita di negara-negara di dunia tahun secara lengkap disajikan pada Tabel 2.6 dan Gambar 2.4. Tabel 2.6. Ketersediaan kacang tanah per kapita per tahun beberapa negara di dunia, No Negara Ketersediaan per kapita (kg/kapita) Rata-rata Chad 17,90 17,80 12,10 14,30 14,40 15,30 2 Burkina Faso 9,40 8,80 9,80 13,40 12,40 10,76 3 Gabon 8,30 8,10 8,40 8,50 7,50 8,16 4 Benin 9,10 7,00 6,20 6,30 6,60 7,04 5 Vanuatu 6,90 6,70 6,80 5,90 6,30 6,52 6 Ghana 5,50 6,90 6,70 6,60 5,90 6,32 7 Sierra Leone 5,80 5,70 5,80 4,60 5,20 5,42 8 Malawi 4,30 4,90 5,00 4,30 5,20 4, Indonesia 3,30 3,38 3,30 3,33 3,29 3,32 Rata-rata dunia 1,34 1,32 1,31 1,34 1,33 1,33 Sumber: FAO, diolah Pusdatin 14 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

17 Gambar 2.4. Perkembangan ketersediaan kacang tanah per kapita di beberapa negara di dunia, rata-rata Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 15

18 BAB III. KENTANG K entang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman dari suku Solanaceae yang memiliki umbi batang yang dapat dimakan dan disebut "kentang" pula. Umbi kentang sekarang telah menjadi salah satu makanan pokok penting di Eropa walaupun pada awalnya didatangkan dari Amerika Selatan. Tanaman kentang asalnya dari Amerika Selatan dan telah dibudidayakan oleh penduduk di sana sejak ribuan tahun silam. Tanaman ini merupakan herba (tanaman pendek tidak berkayu) semusim dan menyukai iklim yang sejuk. Di daerah tropis, cocok ditanam di dataran tinggi. Kentang termasuk tanaman yang dapat tumbuh di daerah tropika dan subtropika, dapat tumbuh pada ketinggian 500 sampai 3000 m di atas permukaan laut, dan yang terbaik pada ketinggian 1300 m di atas permukaan laut. Tanaman kentang dapat tumbuh baik pada tanah yang subur, mempunyai drainase yang baik, tanah liat yang gembur, debu atau debu berpasir. Kentang merupakan lima kelompok besar makanan pokok dunia selain gandum, jagung, beras, dan terigu. Bagian utama kentang yang menjadi bahan makanan adalah umbi, yang merupakan sumber karbohidrat, mengandung vitamin dan mineral cukup tinggi. selain karbohidrat, kentang juga kaya vitamin c. Kentang memiliki kadar air cukup tinggi, yaitu sekitar 80 persen. Itulah yang menyebabkan kentang segar mudah rusak, sehingga harus disimpan dan ditangani dengan baik. Di pasaran, kentang dipilah menurut ukurannya dan dinamakan kualitas A, B, C, dan D. Kualitas A adalah yang terbaik. Penyebutan 'kentang kualitas AB' berarti campuran dari kualitas A dan B. Produksi kentang di Indonesia masih sangat rendah jika dibandingkan dengan produksi kentang di Eropa yang rata-ratanya mencapai 25,5 ton per hektar, sementara rata-rata di Indonesia hanya sekitar 16 ton per hektar. Rendahnya hasil tersebut terkait dengan mutu benih yang kurang baik (misalnya terinfeksi virus), teknologi bercocok tanam yang belum memadai, serta iklim yang kurang mendukung. Penanganan pasca panen yang kurang baik dapat menyebabkan kerusakan umbi kentang sebesar 2-10 persen serta menimbulkan bagian terbuang sekitar 10 persen. Bagian yang dapat dimakan dari kentang menurut kajian NBM adalah sebesar 84%. Sementara kandungan zat gizi kentang per 100 gram adalah kalori 62 kkal, protein 2,10 gram dan lemak 0,2 gram. 16 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

19 3.1. Perkembangan dan Prediksi Konsumsi Kentang dalam Rumah Tangga di Indonesia Konsumsi kentang sebagai bahan pangan berkembang cukup cepat, terutama di Asia, walaupun masih lebih kecil dari 20 kg/kapita/tahun. Bersamaan dengan peningkatan pendapatan, konsumen cenderung melakukan diversifikasi menu makanan dari dominasi serealia bergeser ke komposisi pangan yang mengandung lebih banyak sayuran, termasuk kentang. Pertumbuhan konsumsi kentang olahan juga membuka kesempatan perluasan produksi kentang. Di banyak negara, berbagai faktor seperti urbanisasi, peningkatan pendapatan, turisme, partisipasi wanita dalam ketenagakerjaan dan promosi iklan yang dilakukan oleh perusahaan multinasional makanan cepat saji, akan meningkatkan konsumsi kentang secara relatif cepat. Konsumsi kentang dalam rumah tangga menurut hasil SUSENAS secara rinci dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Periode tahun , konsumsi rumah tangga kentang rata-rata meningkat sebesar 1,76% setiap tahunnya. Peningkatan terbesar terjadi di tahun 2007 dimana konsumsi dalam rumah tangga untuk kentang naik sekitar 25% dibandingkan tahun sebelumnya. Sebaliknya penurunan terbesar konsumsi dalam rumah tangga terjadi pada tahun 2009 sebesar 15,38%. Tahun 2012 konsumsi kentang sebesar 1,460 kg/kapita/tahun atau turun sebesar 6,67% dibandingkan tahun Tabel 3.1. Perkembangan konsumsi kentang dalam rumah tangga di Indonesia, serta prediksi Tahun Konsumsi Seminggu (kg/kapita/mgg) Konsumsi Setahun (kg/kapita/th) ,034 1,773 Pertumbuhan (%) ,031 1,616-8, ,035 1,825 12, ,034 1,773-2, ,032 1,669-5, ,040 2,086 25, ,039 2,034-2, ,033 1,721-15, ,035 1,825 6, ,030 1,564-14, ,028 1,460-6,67 Rata-rata 0,03 1,76-1, *) 0,028 1,480 1, *) 0,028 1,480 0,00 Sumber : Susenas, BPS diolah Pusdatin Keterangan: *) Angka Prediksi Pusdatin Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 17

20 Konsumsi dalam rumah tangga untuk kentang pada tahun 2013 diprediksi akan sedikit meningkat dibandingkan tahun Prediksi konsumsi dalam rumah tangga akan naik sebesar 1,40% dari tahun 2012 atau menjadi sekitar 1,480 kg/kapita/tahun. Tahun 2014 diprediksi konsumsi kentang akan sama dengan tahun sebelumnya yaitu sekitar 1,480 kg/kapita/tahun. Kg/kap/tahun) 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0, Gambar 3.1. Perkembangan konsumsi kentang dalam rumah tangga di Indonesia, serta prediksi Perkembangan serta Prediksi Penyediaan, Penggunaan dan Ketersediaan Kentang di Indonesia Penyediaan suatu komoditas dipasok dari produksi domestiknya ditambah impor dan dikurangi besarnya ekspor serta perubahan stok yang ada. Komponen penggunaan kentang antara lain untuk bibit dan tercecer sementara diolah untuk makanan dan bukan makanan data tidak tersedia sehingga terakumulasi dalam tersedia sebagai bahan makanan. Besaran yang siap tersedia sebagai bahan makanan inilah jika dibagi dengan jumlah penduduk menjadi ketersediaan per kapita dalam satu tahun. Secara rinci penyediaan dan penggunaan kentang tahun 2009 sampai 2014 dapat dilihat pada Tabel 3.2. Tahun baik penyediaan maupun penggunaan merupakan angka NBM yang telah resmi publikasi, tahun merupakan angka prediksi Pusdatin, tetapi untuk komponen penyediaan seperti data produksi, impor dan ekspor untuk tahun 2012 telah menggunakan data yang telah resmi dipublikasi. 18 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

21 Berdasarkan data NBM tahun 2011, penyediaan kentang adalah sebesar 1,04 juta ton yang berasal dari 955 ribu ton produksi kentang dalam negeri, impor 92,86 ribu ton dan dikurangi ekspor 5,27 ribu ton. Besarnya penyediaan ini turun sekitar 3,94% jika dibandingkan tahun 2010 sebesar 1,09 juta ton. Turunnya penyediaan kentang di tahun 2011 terutama karena turunnya produksi dalam negeri. sebaliknya volume impor mengalami peningkatan sedikit dibandingkan tahun Besarnya penyediaan kentang di tahun 2011 ini sebagian besar merupakan penyediaan untuk bahan makanan, yaitu sebesar 978 ribu ton. Menurut kajian NBM, besarnya penggunaan kentang untuk bibit adalah sebesar 1,19% dari penyediaan atau sebesar 12,41 ribu ton di tahun Sementara banyaknya yang tercecer adalah sekitar 5,02% dari penyediaan atau sebesar 52,36 ribu ton di tahun Penyediaan kentang diprediksi akan mengalami kenaikan pada periode tahun , terutama karena naiknya produksi dalam negeri serta impor dan stabilnya ekspor. Tahun 2012 besarnya penyediaan adalah sebesar 1,178 juta ton, sementara tahun 2013 dan 2014 diperkirakan sebesar 1,182 juta ton dan 1,190 juta ton atau rata-rata naik sekitar 4,64% setiap tahunnya. Salah satu wujud ekspor-impor kentang yang banyak diperdagangkan adalah pati kentang. Tabel 3.2. Penyediaan, penggunaan dan ketersediaan kentang tahun serta prediksi tahun No. Uraian Tahun *) 2012**) 2013**) 2014**) A. Penyediaan (000 Ton) Produksi - Masukan Keluaran Impor Ekspor Perubahan Stok B. Penggunaan (000 Ton) Pakan Bibit Diolah untuk : - makanan bukan makanan Tercecer Bahan Makanan C. Ketersediaan per kapita 4,82 4,22 3,99 4,52 4,48 4,45 (Kg/kapita/tahun) Sumber : Neraca Bahan Makanan, Kementerian Pertanian, diolah Pusdatin Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Prediksi Pusdatin Tahun 2012 komponen penyediaan merupakan angka sementara Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 19

22 Sebagian besar penyediaan kentang adalah digunakan untuk bahan makanan, persentasenya lebih dari 90% dari total penyediaan. Besarnya penggunaan kentang untuk bahan makanan ini diprediksi akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya konsumsi kentang masyarakat. Tahun 2012, 2013 dan 2014 diprediksi penyediaan kentang yang siap dikonsumsi sebagai bahan makanan berturut-turut besarnya ribu ton, ribu ton dan ribu ton. Jika dikaitkan dengan jumlah penduduk yang ada, maka penggunaan kentang sebagai bahan makanan ini menggambarkan penyediaan per kapita untuk komoditas kentang. Ketersediaan kentang per kapita pada periode terlihat mengalami penurunan. Tahun 2009 besarnya ketersediaan kentang adalah sebesar 4,82 kg per kapita, turun menjadi sebesar 4,22 kg per kapita pada tahun 2010 kemudian pada tahun 2011 mengalami penurunan kembali menjadi sebesar 3,99 kg/kapita/tahun (Tabel 3.2). Besarnya ketersediaan kentang per kapita tahun diprediksi akan mengalami peningkatan pada tahun 2012 jika dibandingkan tahun Berdasarkan hasil prediksi, tahun 2012 sebesar 4,52 kg dan menurun menjadi 4,48 kg dan 4,45 kg berturut-turut di tahun 2013 dan Penurunan ini disebabkan peningkatan jumlah penduduk Indonesia yang relatif lebih tinggi dibandingkan peningkatan produksi dan impor, secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3.2 dan Gambar 3.2. (kg/kapita/th) 5,00 4,50 4,00 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0, Gambar 3.2. Perkembangan ketersediaan kentang per kapita di Indonesia, dan prediksi Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

23 3.3. Perbandingan Konsumsi (Susenas) dan Ketersediaan per kapita (NBM) Komoditas Kentang di Indonesia Konsumsi per kapita rumah tangga hasil survei sosial ekonomi nasional (Susenas) menunjukkan angka yang lebih kecil jika dibandingkan dengan angka ketersediaan (NBM). Hal tersebut karena dalam perhitungan NBM kentang belum memasukkan volume kentang yang terserap ke industri. Perbedaan angka mencolok antara riil konsumsi kentang per kapita (Susenas) dengan penyediaan konsumsi per kapita (NBM) dapat dilihat pada periode berkisar antara sebesar 2,40-3,10 kg/kapita, sementara prediksi tahun berbeda yaitu masing-masing sebesar 3,00 kg/kapita dan 2,97 kg/kapita. Tabel 3.3. Perbandingan konsumsi kentang per kapita rumah tangga (Susenas) dengan ketersediaan (NBM), tahun Variabel Tahun (kg/kapita/tahun) *) 2014*) Konsumsi rumah tangga, Susenas 1,72 1,83 1,56 1,46 1,48 1,48 Ketersediaan, NBM 4,82 4,22 3,99 4,52 4,48 4,45 Beda 3,10 2,40 2,43 3,06 3,00 2,97 Keterangan : *) Angka Prediksi Pusdatin 3.4. Penyediaan Kentang di Beberapa Negara di Dunia Pada periode tahun , rata-rata penyediaan kentang dunia mencapai 212,96 juta ton. Total penyediaan kentang ini cenderung terus meningkat meskipun sempat terjadi penurunan pada tahun 2006 dibandingkan tahun sebelumnya. Selama periode tahun , rata-rata penyediaan kentang terbesar dunia adalah Cina sebesar 47,59 juta ton, selanjutnya India sebesar 22,91 juta ton. Delapan negara berikutnya adalah Rusia, Amerika, Inggris, Ukraina, Jerman, Polandia, Bangladesh dan Perancis. Kumulatif penyediaan kentang ke-10 negara ini mencapai 64,23% dari total penyediaan dunia. Sepuluh negara dengan total penyediaan kentang terbesar di dunia secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3.4. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 21

24 Tabel 3.4. Negara dengan penyedia kentang terbesar di dunia, No China ,35 22,35 2 India ,75 33,10 3 Federasi Rusia ,48 41,59 4 Amerika Serikat ,94 49,53 5 Inggris ,09 52,61 6 Ukraina ,90 55,52 7 Jerman ,64 58,16 8 Polandia ,21 60,37 9 Banglades ,13 62,49 10 Prancis ,73 64,23... Negara Tahun (Ton) Rata-rata 35 Indonesia ,49 64,72 Negara Lain ,28 100,00 Dunia Sumber: FAO diolah Pusdatin Share (%) Kumulatif (%) Cina merupakan negara dengan total penyediaan terbesar dimana kontribusinya terhadap total penyediaan dunia mencapai 22,35% dan India negara nomor dua dengan kontribusi mencapai 10,75%. Dua negara berikutnya menyumbang total penyediaan dunia yaitu Rusia sebesar 8,48% dan Amerika sebesar 7,94%. Sementara enam negara urutan terbawah hanya menyumbang kurang dari 5%, yaitu Inggris 3,09%, Ukraina 2,90%, Jerman 2,64%, Polandia 2,21%, Bangladesh 2,13% dan Perancis 1,73%. Jika dibandingkan dengan 10 Indonesia 0,49% Prancis 1,73% Banglades 2,13% Polandia 2,21% Negara Lain 35,30% Jerman 2,64% (sepuluh) negara terbesar dunia ini, Indonesia berada pada posisi ke 35 dengan rata-rata total penyediaan selama periode yang sama sebesar 1.042,20 ribu ton atau 0,49% dari total penyediaan kentang dunia. Secara rinci persentase kontribusi total penyediaan kentang negara terbesar di dunia ini dapat dilihat pada Gambar 3.3. Ukraina 2,90% Inggris 3,09% Cina 22,34% Amerika Serikat 7,94% India 10,75% Federasi Rusia 8,48% Gambar 3.3. Negara dengan penyediaan kentang terbesar di dunia, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

25 3.5. Ketersediaan Kentang di Beberapa Negara di Dunia Peringkat dalam total penyediaan ini belum mencerminkan besarnya konsumsi atau ketersediaan per kapita. Hal ini karena besarnya konsumsi atau ketersediaan per kapita sangat bergantung pada banyaknya jumlah penduduk dalam negara yang bersangkutan. Secara rinci perkembangan konsumsi atau ketersediaan per kapita di 5 (lima) negara terbesar dunia, Asia dan Indonesia untuk periode dapat dilihat pada Tabel 3.5 di bawah ini. Adapun 5 (lima) negara dengan peringkat ketersediaan kentang per kapita terbesar di dunia adalah Belarusia, Ukraina, Rusia, Polandia dan Estonia. Jika rata-rata ketersediaan per kapita dunia adalah sebesar 32,70 kg/kapita/tahun, maka kelima negara ini rata-rata ketersediaan per kapitanya melampaui rata-rata dunia. Belarusia menempati posisi teratas dengan besar rata-rata ketersediaan per kapita mencapai 186,42 kg/kapita/tahun. Keempat negara lainnya rata-rata ketersediaan per kapitanya juga di atas 115 kg (Tabel 3.5). Jika dibandingkan dengan 5 (lima) negara besar dunia tersebut, enam negara Asia dan Indonesia berada pada peringkat yang sangat jauh di bawah. Jepang merupakan negara Asia pertama dengan rata-rata ketersediaan kentang per kapita sebesar 21,98 kg pada periode tahun Korea Selatan menempati urutan ke-2 dengan rata-rata ketersediaan per kapita sebesar 12,12 kg. Sementara dalam peringkat dunia, Jepang dan Korea Selatan menempati urutan ke-90 dan 116. Negara Asia lainnya yaitu Brunai Darussalam, Malaysia, Thailand, Indonesia dan Filipina menempati urutan dunia berturut-turut 124, 131, 145, 148 dan 156. Besarnya rata-rata ketersediaan per kapita ke-4 negara tersebut selain Brunai Darussalam kurang dari 8 kg/kapita/tahun (Gambar 3.4). Besarnya kesenjangan konsumsi kentang di Asia dibandingkan dengan negara lain seperti Amerika dan Eropa terutama karena berbedanya pangan pokok yang dikonsumsi masyarakatnya. Negara-negara di Asia secara dominan masih mengkonsumsi nasi sebagai pangan pokoknya, sementara kentang bagi masyarakat di negara-negara Amerika dan Eropa merupakan salah satu pangan pokok. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 23

26 Tabel 3.5. Ketersediaan kentang per kapita per tahun beberapa negara di dunia, No. Negara Tahun (Kg/kapita/tahun) Rata2 1 Belarusia 181,70 188,60 188,80 190,20 182,80 186,42 2 Ukraina 136,10 134,70 131,10 132,40 133,40 133,54 3 Federasi Rusia 134,10 133,30 136,20 112,30 114,00 125,98 4 Polandia 126,40 131,60 120,90 119,10 116,90 122,98 5 Estonia 120,80 123,40 127,20 101,00 107,40 115, Jepang 22,20 21,20 22,80 22,40 21,30 21, Korea 16,40 11,60 10,70 11,10 10,80 12, Brunai Darussalam 12,70 10,60 11,50 10,80 11,10 11, Malaysia 7,00 6,90 6,80 6,90 8,90 7, Thailand 5,30 5,00 3,80 4,10 4,40 4, Indonesia 4,28 3,94 4,18 4,42 4,82 4, Filipina 1,70 1,70 2,40 2,40 2,60 2,16 Dunia 34,30 31,50 32,10 33,00 32,60 32,70 Sumber: FAO diolah Pusdatin (Kg/Kapita/th) 200,00 150,00 100,00 50,00 0,00 Gambar 3.4. Perkembangan ketersediaan kentang per kapita beberapa negara di dunia, rata-rata Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

27 BAB IV. JERUK J eruk atau limau adalah semua tumbuhan berbunga anggota marga citrus dari suku Rutaceae (suku jeruk-jerukan). Berbentuk pohon dengan buah berdaging serta rasa masam yang segar, meskipun ada beberapa yg manis. Rasa masam berasal dari kandungan asam sitrat yang terkandung di dalamnya ( Jeruk manis merupakan sumber vitamin C yang sangat bermanfaat untuk kita, kandungan vitamin C sangat berbeda-beda antar varietas, berkisar antara mg/100 g daging buah. Sari buah jeruk mengandung mg vitamin C per 100 ml. Makin tua buah jeruk, biasanya makin berkurang kandungan vitamin C-nya, tapi semakin manis rasanya. Dengan banyaknya zat yang terkandung dalam buah jeruk, membuat buah ini sangat bermanfaat dan berkhasiat sangat baik untuk tubuh. Manfaat buah jeruk antara lain : Kandungan vitamin C tinggi dalam buah jeruk, bermanfaat untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh, mencegah tubuh dari serangan penyakit flu dan dapat membantu mengusir radikal bebas. Antioksidan pada buah jeruk berfungsi untuk melindungi kulit dari radikal bebas sebagai penyebab rusaknya kulit. Kandungan vitamin B6 dalam buah berfungsi untuk menstabilkan tekanan darah dan mendukung hemoglobin dalam tubuh. Kandungan seratnya dapat mencegah diabetes, serta dapat menjaga kestabilan kadar gula dalam darah ( Produksi jeruk di Indonesia yang bersumber dari Direktorat Jenderal Hortikultura tahun 2012 sebesar 1,62 juta ton (angka sementara). Data produksi jeruk tersebut merupakan penjumlahan antara data jeruk siam/keprok dengan jeruk besar. Pada tahun 2012, produksi jeruk menurun dibandingkan tahun 2011 sebesar 11,52% atau menjadi 1,82 juta ton. Provinsi terbesar yang memproduksi jeruk tahun 2012 adalah Jawa Timur sebesar ton dengan kontribusi sebesar 24 persen terhadap produksi jeruk di Indonesia Perkembangan serta Prediksi Konsumsi Jeruk dalam Rumah Tangga di Indonesia Perkembangan konsumsi jeruk dalam rumah tangga di Indonesia selama tahun pada umumnya mengalami fluktuasi. Rata-rata konsumsi jeruk sebesar 3,21 kg/kapita/tahun, peningkatan terbesar Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 25

28 terjadi di tahun 2009 dimana konsumsi dalam rumah tangga untuk jeruk naik sebesar 28,99% dibandingkan tahun sebelumnya menjadi 4,64 kg/kapita/ tahun. Penurunan konsumsi rumah tangga terjadi di tahun 2005, 2008, 2010, 2011 dan Tahun 2012 merupakan penurunan yang paling besar yaitu 20,90%, dengan konsumsi jeruk rumah tangga sebesar 2,76 kg/kapita/tahun. Prediksi yang dilakukan untuk tahun 2013 dan 2014 memperlihatkan bahwa konsumsi jeruk perkapita mengalami penurunan, untuk tahun 2103 turun sebesar 2,78% dibandingkan tahun Konsumsi jeruk tahun 2013 dan 2014 diprediksi sebesar 2,69 kg/kapita/tahun. Tabel 4.1. Perkembangan konsumsi jeruk dalam rumah tangga di Indonesia, Tahun , serta prediksi tahun Tahun Konsumsi Pertumbuhan (kg/kapita/minggu) (kg/kapita/tahun) (%) ,038 1, ,047 2,451 23, ,052 2,711 10, ,050 2,607-3, ,059 3,076 18, ,074 3,859 25, ,069 3,598-6, ,089 4,641 28, ,080 4,171-10, ,067 3,494-16, ,053 2,764-20,90 rata-rata 0,062 3,214 4, *) 0,052 2,687-2, *) 0,052 2,687 0,00 Sumber: Susenas, BPS Keterangan : *) Angka prediksi Pusdatin, Kementan 26 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

29 (kg/kapita/thn) 5,00 4,64 4,17 4,00 3,86 3,60 3,49 3,00 2,45 2,71 2,61 3,08 2,76 2,69 2,69 2,00 1,98 1,00 0,00 Gambar 4.1. Perkembangan konsumsi jeruk dalam rumah tangga di Indonesia, serta prediksi Perkembangan serta Prediksi Penyediaan, Penggunaan dan Ketersediaan Per Kapita Jeruk di Indonesia Dalam perhitungan NBM, yang dimaksud dengan produksi jeruk dalam wujud jeruk siam/keprok dan Jeruk besar. Komponen penyediaan jeruk terdiri dari produksi ditambah impor dan dikurangi ekspor. Sedangkan komponen penggunaan jeruk hanya terdiri dari dari dua komponen yaitu bagian yang tercecer dan sebagai bahan makanan, meskipun pada kenyataannya digunakan juga dalam industri minuman, makanan, obta-obatan maupun kosmetik namun belum tersedian datanya. Produksi jeruk tahun 2009 yaitu sebesar 2,13 juta ton dan mengalami penurunan menjadi 2,03 juta ton di tahun Penyediaan jeruk dari tahun terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun hingga menjadi 1,87 juta ton pada tahun Penurunan penyediaan jeruk ini karena terjadi penurunan produksi jeruk pada periode Pada tahun 2011, produksi jeruk hanya sebesar 1,82 juta ton dan kembali menurun menjadi 1,61 juta ton di tahun 2012 (ASEM). Hasil prediksi untuk tahun 2013 dan 2014 memperlihatkan bahwa produksi jeruk menurun menjadi 1,56 juta ton. Pada tahun 2010 impor jeruk sebesar 193 ribu ton, impor jeruk tahun 2010 ini merupakan impor yang terendah pada periode Pada tahun 2011 dan 2012 impor jeruk masing-masing sebesar 218 ribu ton dan 258 ribu ton. Prediksi Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 27

30 yang dilakukan untuk impor jeruk pada tahun 2013 mengalami penurunan sedikit menjadi 254 ribu ton dan di tahun 2014 impor jeruk diprediksikan masih sama. Sementara untuk ekspor jeruk dari tahun relatif kecil hanya sebesar 1 ribu ton. Ekspor rata-rata jeruk Indonesia pada periode tersebut hanya sebesar 0,03% dari total penyediaan jeruk nasional. Komponen penggunaan jeruk di Indonesia terutama adalah digunakan untuk pemenuhan bahan makanan yang mencapai proporsi rata-rata 96,09% dari total penggunaan jeruk nasional. Sedangkan sisanya secara rata-rata sekitar 3,91% merupakan besaran jeruk yang tercecer/terbuang pada saat panen, pasca panen, pengepakan dan proses penanganan lainnya maupun yang tercecer saat pengangkutan. Pada tahun 2009 penggunaan jeruk untuk bahan makanan mencapai 2,25 juta ton sedangkan sisanya mengalami tercecer sebesar 92 ribu ton. Penggunaan jeruk dari tahun terus mengalami penurunan. Prediksi tahun 2013 hingga tahun 2014 memperlihatkan adanya penurunan sedikit dibandingkan tahun 2012 dalam penggunaan jeruk sebagai bahan makanan. Tabel 4.2. Penyediaan, penggunaan dan ketersediaan jeruk tahun serta prediksi tahun No. Uraian Tahun *) 2012**) 2013**) 2014**) A. Penyediaan (000 ton) Produksi - Masukan Keluaran Impor Ekspor Perubahan Stok B. Penggunaan (000 ton) Pakan Bibit Diolah untuk : makanan bukan makanan Tercecer Bahan Makanan C. Ketersediaan per kapita 9,72 8,84 7,98 7,34 7,05 6,96 (Kg/kapita/tahun) Sumber : Neraca Bahan Makanan (NBM) Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Prediksi Pusdatin, Kementan Tahun 2012 komponen penyediaan angka sementara 28 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

31 kg/kapita/tahun Buletin Konsumsi Pangan Ketersediaan per kapita adalah jumlah suatu produk atau komoditas yang digunakan sebagai bahan makanan dibagi dengan jumlah penduduk. Perkembangan ketersediaan jeruk per kapita pada tahun 2009 hingga 2012 mengalami rata-rata penurunan sebesar 9,52 % per tahun. Pada tahun 2009 ketersediaan jeruk per kapita sebesar 9,72 kg/kapita/tahun, sementara pada tahun 2012 cukup rendah hanya sebesar 7,34 kg/kapita/tahun. Pada tahun 2013 dan 2014 ketersediaan jeruk per kapita diprediksikan terus menurun masing-masing sebesar 7,05 kg/kapita/ tahun dan 6,96 kg/kapita/tahun (Tabel 4.2) Gambar 4.2. Perkembangan ketersediaan jeruk per kapita, tahun serta prediksi tahun Perbandingan Konsumsi (Susenas) dan Ketersediaan Per Kapita (NBM) Komoditas Jeruk Konsumsi per kapita jeruk pada periode tahun , berdasarkan hasil susenas, BPS menunjukkan angka yang lebih kecil jika dibandingkan angka ketersediaan (NBM). Hal tersebut dikarenakan konsumsi jeruk per kapita dalam rumah tangga (Susenas) adalah konsumsi riil jeruk hanya di rumahtangga, sedangkan ketersediaan jeruk menurut NBM merupakan angka yang perlu disediakan dengan memperhitungkan jumlah penduduk dan penyediaannya. Namun dalam penghitungan NBM jeruk tersebut, belum memasukkan volume jeruk yang terserap ke industri, meskipun banyak industri yang menggunakan jeruk sebagai bahan bakunya. Besarnya perbedaan antara angka konsumsi jeruk (Susenas) dengan penyediaan konsumsi (NBM) dapat dilihat Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 29

32 untuk periode , yang berkisar antara 4,27 kg/kapita/tahun (2014) 5,08 kg/kapita/tahun (2009), diperkirakan terserap ke industri makanan maupun non makanan dengan jeruk sebagai bahan bakunya. Tabel 4.3. Perbandingan konsumsi perkapita rumah tangga (SUSENAS) dengan ketersediaan (NBM) komoditas jeruk, Variabel Tahun (kg/kapita/tahun) *) 2014*) Konsumsi rumah tangga, Susenas 4,64 4,17 3,49 2,76 2,69 2,69 Ketersediaan, NBM 9,72 8,84 7,98 7,34 7,05 6,96 Beda 5,08 4,67 4,49 4,58 4,37 4,27 Sumber : Susenas, BPS sedangkan Ketersediaan, Neraca Bahan Makanan, BKP Keterangan: *) Angka Prediksi Pusdatin 4.4. Penyediaan Jeruk (Mandarin) di Beberapa Negara di Dunia Jenis Jeruk yang dibandingkan dengan beberapa negara di dunia adalah jeruk mandarin. Konsumsi jeruk impor khususnya jeruk mandarin di Indonesia masih cukup tinggi. Data konsumsi jeruk di dunia yang akan dianalisis berasal dari Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO). Menurut data FAO, rata-rata total penyediaan jeruk dunia periode tahun mencapai 79,74 juta ton. Pada periode ini total penyediaan jeruk dunia mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Penyediaan jeruk terbesar di dunia terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar 82,61 juta ton. Sepuluh negara dengan total penyediaan jeruk terbesar di dunia secara rinci dapat dilihat pada tabel 4.4. Sepuluh negara tersebut adalah Cina, Amerika, Brazil, Meksiko, India, Perancis, Italia, Iran, Inggris dan Indonesia. Cina merupakan negara dengan total penyediaan jeruk terbesar di dunia yang mencapai 13,35 juta ton per tahun atau 16,74% dari total penyedian jeruk dunia. Amerika menempati urutan ke-2 dengan rata-rata total penyediaan sebesar 9,38 juta ton dengan kontribusi terhadap total penyediaan dunia sebesar 11,77%. Urutan ketiga adalah Brazil dengan kontribusi terhadap total penyediaan dunia sebesar 8,29%. Tujuh negara lainnya memiliki kontribusi terhadap total penyediaan dunia dibawah 5%. Pada periode , penyediaan jeruk di Indonesia sebesar 2,32 juta ton menempati urutan kesepuluh dengan kontribusi terhadap total penyediaan dunia sebesar 2,91%. Persentase kontribusi total penyediaan jeruk ke-10 negara terbesar di dunia termasuk Indonesia dapat dilihat pada Gambar Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

33 Tabel 4.4. Negara dengan penyediaan jeruk terbesar di dunia, rata-rata No Negara Cina ,74 16,74 2 Amerika ,77 28,51 3 Brazil ,29 36,80 4 Meksiko ,90 41,69 5 India ,74 46,43 6 Perancis ,56 50,00 7 Italia ,52 53,52 8 Iran ,32 56,84 9 Inggris ,15 59,99 10 Indonesia ,91 62,90 Negara lain ,10 100,00 Dunia Sumber : FAO diolah Pusdatin Tahun (Ton) Rata2 Share (%) Kumulatif (%) Negara Lain; 37,10% Cina; 16,74% Amerika; 11,77% Indonesia; 2,91% Inggris; 3,15% iran; 3,32% Italia; 3,52% Perancis; 3,56% Meksiko; 4,90% India; 4,74% Brazil; 8,29% Gambar 4.3. Negara dengan penyediaan jeruk terbesar di dunia, rata-rata Ketersediaan Jeruk (Mandarin) di Beberapa Negara di Dunia Menurut data FAO, pada periode tahun lima negara dengan peringkat ketersediaan per kapita terbesar dunia adalah Bahamas, Dominika, Luxembourg, Irlandia dan Belize. Rata-rata ketersediaan per kapita dunia sebesar 12,24 kg/kapita/tahun sedangkan kelima negara terbesar tersebut jauh lebih tinggi di atas rata-rata dunia. Perkembangan ketersediaan jeruk per kapita di dunia tahun dapat dilihat pada Tabel 4.5 di bawah ini. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 31

34 Tabel 4.5. Ketersediaan jeruk per kapita per tahun beberapa negara di dunia, No Negara Tahun (kg/kapita/tahun) Rata -rata 1 Bahamas 190,4 119,5 77,6 72, ,58 2 Dominika 57,4 90,2 100,1 97,6 102,3 89,52 3 Luxembourg 80,7 84,1 88,3 95,1 92,9 88,22 4 Irlandia 68,9 61,6 83,6 92,5 90,7 79,46 5 Belize 40,2 39,5 68,1 90,4 83,7 64,38 45 Korea 23,40 17,90 23,90 20,30 21,00 21,30 59 Thailand 16,30 19,00 17,30 15,20 13,60 16,28 88 Jepang 12,40 10,20 11,10 9,70 10,30 10,74 93 Indonesia 9,40 10,50 10,70 10,10 9,10 9,96 94 Cina 10,40 11,80 8,20 9,10 9,90 9, Malaysia 6,90 7,00 6,90 7,20 6,10 6,82 Dunia 12,10 12,80 11,60 12,50 12,20 12,24 Sumber: FAO diolah Pusdatin Selama periode terlihat negara Bahamas merupakan negara dengan rata-rata ketersediaan jeruk per kapita terbesar di dunia yakni sebesar 104,58 kg/kapita/tahun. Ke empat negara lainnya memiliki rata-rata ketersediaan perkapita berkisar antara 64,38 kg/kapita/tahun sampai 89,52 kg/kapita/tahun. Berdasarkan data rata-rata selama lima tahun, jika dilihat untuk lima Negara Asia yaitu Korea, Thailand, Jepang, Cina dan Malaysia memiliki peringkat di atas 44. Korea merupakan negara dengan ketersediaan per kapita terbesar yaitu sebesar 21,30 kg/kapita/tahun dan menempati urutan ke-45 dalam peringkat dunia. Negara Asia lainnya yaitu Thailand, Jepang, Cina, dan Malaysia menempati urutan dunia berturut-turut 59, 88, 94 dan 105. Besarnya rata-rata ketersediaan perkapita ke-4 negara tersebut di bawah 20 kg/kapita/tahun. Sementara itu rata-rata ketersediaan jeruk per kapita Indonesia adalah 9,99 kg/kapita/tahun dan berada pada peringkat 93 dunia. Peringkat ini masih di atas Malaysia yang ada pada peringkat 105 dunia. Perkembangan ketersediaan jeruk per kapita negara-negara di dunia tahun tersaji secara lengkap pada Tabel 4.5 dan Gambar Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

35 (kg/kapita/thn) 120,00 100,00 104,58 89,52 88,22 79,46 80,00 64,38 60,00 40,00 20,00 21,30 16,28 10,74 9,96 9,88 6,82 12,24 0,00 Gambar 4.4. Ketersediaan jeruk per kapita per tahun beberapa negara di dunia, rata-rata Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 33

36 BAB V. KELAPA SAWIT T anaman kelapa sawit (Elaeis guineensis) berasal dari Afrika barat, merupakan tanaman penghasil utama minyak nabati yang mempunyai produktivitas lebih tinggi dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah Belanda pada tahun Saat itu ada 4 batang bibit kelapa sawit yang ditanam di Kebun Raya Bogor (Botanical Garden), dua berasal dari Bourbon (Mauritius) dan dua lainnya dari Hortus Botanicus, Amsterdam (Belanda). Awalnya tanaman kelapa sawit dibudidayakan sebagai tanaman hias, sedangkan pembudidayaan tanaman untuk tujuan komersial baru dimulai pada tahun Luas perkebunan kelapa sawit terus berkembang dan kini Indonesia menjadi salah satu negara terbesar di dunia penghasil minyak kelapa sawit. Industri kelapa sawit memberikan kontribusi yang cukup signifikan bagi perekonomian nasional. Selain merupakan penyumbang devisa ekspor non migas terbesar, industri kelapa sawit Indonesia dilakukan dengan sistem tata kelola lingkungan yang baik menuju industri kelapa sawit Indonesia yang lestari atau sustainable palm oil. Bagian yang paling utama untuk diolah dari kelapa sawit adalah buahnya, bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang diolah menjadi bahan baku minyak goreng. Kelebihan minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan memiliki kandungan karoten tinggi. Minyak sawit juga dapat diolah menjadi bahan baku minyak alkohol, sabun, lilin, dan industri kosmetika. Sisa pengolahan buah sawit sangat potensial menjadi bahan campuran makanan ternak dan difermentasikan menjadi kompos. Tandan kosong dapat dimanfaatkan untuk mulsa tanaman kelapa sawit, sebagai bahan baku pembuatan pulp dan pelarut organik, dan tempurung kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar dan pembuatan arang aktif. Kelapa sawit mempunyai produktivitas lebih tinggi dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya (seperti kacang kedele, kacang tanah dan lain-lain), sehingga harga produksi menjadi lebih ringan. Masa produksi kelapa sawit yang cukup panjang (22 tahun) juga akan turut mempengaruhi ringannya biaya produksi yang dikeluarkan oleh pengusaha kelapa sawit. Kelapa sawit juga merupakan tanaman yang paling tahan hama dan penyakit dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari 34 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

37 konsumsi per kapita minyak nabati dunia mencapai angka rata-rata 25 kg / th setiap orangnya, kebutuhan ini akan terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan meningkatnya konsumsi per kapita ( Perkembangan dan Prediksi Konsumsi Minyak Goreng Lainnya (Sawit) dalam Rumah Tangga di Indonesia Konsumsi minyak goreng lainnya yang dimaksud dalam Susenas-BPS adalah konsumsi minyak goreng sawit. Berdasarkan hasil Susenas-BPS, selama periode tahun berfluktuatif namun cenderung mengalami peningkatan dengan rata-rata sebesar 5,72% per tahun. Peningkatan konsumsi minyak goreng sawit cukup signifikan terjadi pada tahun 2007 dibanding tahun sebelumnya yakni dari 5,97 liter/kapita/tahun pada tahun 2006 meningkat menjadi 7,40 liter/kapita/tahun pada tahun 2007 atau naik sebesar 23,48%. Setelah periode tersebut, konsumsi minyak goreng sawit cukup berfluktuasi namun cenderung meningkat hingga mencapai 9,33 liter/kapita/tahun pada tahun Tabel 5.1. Perkembangan konsumsi minyak goreng lainnya (sawit) dalam rumah tangga di Indonesia tahun serta prediksi tahun Tahun Seminggu Setahun Pertumbuhan (Liter/Kap/Mgg) (Liter/Kap/Tahun) (%) ,105 5, ,104 5,423-0, ,112 5,840 7, ,115 5,996 2, ,115 5,996 0, ,142 7,404 23, ,153 7,978 7, ,157 8,186 2, ,154 8,030-1, ,158 8,239 2, ,026 9,334 13,29 Rata-rata 0,122 7,082 5, *) 0,196 10,213 9, *) 0,206 10,751 5,27 Sumber : SUSENAS, BPS Keterangan: *) Angka Prediksi Pusdatin Sejalan dengan pola konsumsi minyak goreng sawit pada tahun - tahun sebelumnya, maka pada tahun 2013 konsumsi minyak goreng sawit diprediksi masih akan terjadi peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 35

38 Berdasarkan hasil prediksi, konsumsi minyak goreng sawit tahun 2013 diperkirakan menjadi sebesar 10,21 liter/kapita/tahun atau naik sebesar 9,42% dibandingkan tahun Demikian juga pada tahun 2014 diprediksikan meningkat menjadi sebesar 10,75 liter/kapita/tahun atau naik 5,27% dibandingkan tahun sebelumnya. Keragaan konsumsi minyak goreng sawit tahun serta prediksinya hingga tahun 2014 tersaji secara lengkap pada Tabel 5.1 dan Gambar 5.1. (Liter/Kap/Tahun) 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0, Gambar 5.1. Perkembangan konsumsi minyak goreng lainnya (sawit) dalam rumah tangga di Indonesia, Perkembangan serta Prediksi Penyediaan, Penggunaan dan Ketersediaan Minyak Sawit di Indonesia Berdasarkan hasil perhitungan Neraca Bahan Makanan (NBM), komponen penyediaan minyak sawit terdiri dari produksi ditambah impor dan dikurangi ekspor dan perubahan stok, sementara komponen penggunaan minyak sawit adalah untuk diolah sebagai makanan dan bahan makanan serta tercecer. Penyediaan minyak sawit di Indonesia seluruhnya dipasok dari produksi dalam negeri, walaupun ada realisasi impor namun dalam kuantitas yang sangat kecil. Produksi minyak sawit dari tahun 2009 hingga 2011 menunjukkan pola berfluktuatif namun cenderung mengalami peningkatan yang sangat signifikan dengan rata-rata sebesar 68,75% per tahun. Produksi minyak sawit pada tahun 2009 mencapai 19,32 juta ton dan meningkat menjadi 21,96 juta ton pada tahun 2010, yang kemudian meningkat lagi menjadi 22,51 juta ton pada tahun Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

39 Produksi minyak sawit dari tahun 2012 hingga 2014 diperkirakan akan mengalami peningkatan sebesar 6,84% per tahun. Produksi minyak sawit pada tahun 2012 (ASEM) mencapai 23,52 juta ton dan meningkat menjadi 25,98 juta ton pada tahun 2013, yang kemudian meningkat lagi menjadi 27,42 juta ton pada tahun 2014 (Tabel 5.2). Tabel 5.2. Penyediaan, penggunaan dan ketersediaan minyak sawit tahun serta prediksi tahun No. Uraian Tahun *) 2012 **) 2013**) 2014 **) A. Penyediaan (000 Ton) Produksi - Masukan - Keluaran Impor Ekspor Perubahan Stok B. Konsumsi Untuk (000 Ton) Pakan (ton) Bibit (ton) Diolah untuk : - makanan bukan makanan Tercecer Bahan Makanan C. Ketersediaan per kapita (Kg/Kapita/Tahun) Sumber : Neraca Bahan Makanan (NBM) Kementerian Pertanian, diolah Pusdatin Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Prediksi Pusdatin Penggunaan minyak sawit menurut data Neraca Bahan Makanan (NBM) adalah sebagian besar diolah dalam industri makanan menjadi minyak goreng sawit, dan juga digunakan dalam indutri non makanan dan tercecer. Pada tahun 2009, penggunaan minyak sawit untuk diolah dalam industri makanan sebesar 2,13 juta ton dan diolah bukan makanan sebesar 227 ribu ton, serta tercecer 58 ribu ton. Pada tahun 2010 untuk diolah dalam industri makanan sebesar 5,25 juta ton dan diolah bukan makanan sebesar 224 ribu ton, serta tercecer 134 ribu ton, selanjutnya pada tahun 2011 untuk di olah dalam industri makanan sebesar 5,48 juta ton dan diolah bukan makanan sebesar 283 ribu ton, serta tercecer 141 ribu ton. Pada tahun , penggunaan minyak sawit diperkirakan untuk keperluan industri bukan makanan diprediksikan akan mengalami peningkatan dengan rata-rata sebesar 30,62%. Sedangkan tercecer diprediksikan mengalami penurunan dengan rata-rata sebesar 7,88% per tahun. Demikian juga, penggunaan untuk bahan makanan diprediksikan cenderung mengalami Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 37

40 penurunan dengan rata-rata sebesar 29,38% per tahun. Pada periode tahun , dari jumlah penyediaan minyak sawit domestik tersebut sekitar 45,40% digunakan untuk industri non makanan, 8,81% tercecer, sehingga 41,22% yang diolah industri makanan yang nantinya sebagai masukan dalam neraca minyak goreng sawit secara lengkap disajikan pada Tabel Perkembangan serta Prediksi Penyediaan, Penggunaan dan Ketersediaan Minyak Goreng Sawit di Indonesia Berdasarkan hasil perhitungan Neraca Bahan Makanan (NBM) minyak sawit di atas, selanjutnya komponen penggunaan diolah untuk industri makanan inilah yang akan menjadi masukan (produksi) dalam neraca minyak goreng sawit. Selanjutnya dari masukan minyak sawit tersebut dengan menggunakan angka konversi sebesar 68,28 persen menjadi minyak goreng sawit. Komponen penyediaan minyak goreng sawit terdiri dari produksi, sementara impor, ekspor dan data perubahan stok tidak tersedia. Penyediaan minyak goreng sawit di Indonesia seluruhnya bisa dipasok dari produksi dalam negeri. Produksi minyak goreng sawit dari tahun 2009 hingga 2011 menunjukkan pola berfluktuatif namun cenderung mengalami penurunan dengan rata-rata sebesar 37,20% per tahun. Produksi minyak goreng pada tahun 2009 mencapai 1,46 juta ton dan meningkat menjadi 3,59 juta ton pada tahun 2010, yang kemudian meningkat menjadi 3,74 juta ton pada tahun Tabel 5.3. Penyediaan, penggunaan dan ketersediaan minyak goreng tahun serta prediksi tahun No. Uraian Tahun *) 2012 **) 2013**) 2014 **) A. Penyediaan (000 Ton) Produksi - Masukan Keluaran Impor Ekspor Perubahan Stok B. Konsumsi Untuk (000 Ton) Pakan (ton) Bibit (ton) Diolah untuk : - makanan bukan makanan Tercecer Bahan Makanan C. Ketersediaan per kapita 6,08 14,54 14,94 9,06 9,47 6,24 (Kg/Kapita/Tahun) Sumber : Neraca Bahan Makanan (NBM) Kementerian Pertanian, diolah Pusdatin Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Prediksi Pusdatin 38 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

41 Penggunaan minyak goreng sawit menurut data Neraca Bahan Makanan (NBM) adalah diolah dalam industri bukan makanan, tercecer dan sisanya merupakan bahan yang tersedia untuk dikonsumsi menjadi bahan makanan. Pada tahun 2009, penggunaan minyak goreng sawit untuk diolah untuk industri bukan makanan sebesar 26 ribu ton, tercecer sebesar 23 ribu ton, sehingga ketersediaan yang digunakan sebagai bahan makanan sebesar 1,41 juta ton. Kemudian, pada tahun terjadi peningkatan produksi minyak sawit, yang berakibat produksi minyak goreng sawit meningkat, sementara penggunaan diolah industri bukan makanan relatif tetap sehingga penggunaan minyak goreng untuk bahan makanan mengalami peningkatan. Selanjutnya pada tahun , penggunaan minyak goreng untuk keperluan industri bukan makanan diprediksikan akan mengalami sedikit peningkatan dengan rata-rata sebesar 1,06%. Sedangkan penggunaan minyak goreng yang tercecer mengalami penurunan dengan rata-rata sebesar 13,58%, demikian juga penggunaan minyak goreng sawit untuk bahan makanan diprediksikan mengalami penurunan dengan rata-rata sebesar 13,73% per tahun. Dengan membagi angka penggunaan minyak goreng sawit yang siap digunakan sebagai bahan makanan dengan jumlah penduduk maka diperoleh angka ketersediaan per kapita minyak goreng sawit. (Kg/Kap/Thn) 16,00 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0, Gambar 5.2. Perkembangan ketersediaan minyak goring sawit per kapita per tahun di Indonesia, tahun Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 39

42 Pada tahun 2009 ketersediaan minyak goreng sawit mencapai 6,08 kg/kapita/tahun yang kemudian meningkat hingga menjadi 14,94 kg/kapita/tahun pada tahun Ketersediaan minyak goreng sawit pada periode diprediksikan mengalami penurunan dengan rata-rata sebesar 14,84%. Pada tahun 2012, ketersediaan per kapita minyak goreng sawit diprediksikan sebesar 9,06 kg/kapita/tahun, kemudian naik menjadi 9,47 kg/kapita/tahun pada tahun 2013 dan menurun menjadi 6,24 kg/kapita/tahun pada tahun 2014 secara lengkap disajikan pada Tabel 5.3 dan Gambar Penyediaan Minyak Goreng di Beberapa Negara di Dunia Menurut data FAO, penyediaan minyak sawit terbesar di dunia tersebar di negara-negara di Amerika, Asia dan Afrika. Indonesia merupakan negara dengan total penyediaan minyak sawit terbesar di dunia yakni pada periode tahun mencapai 3,68 juta ton per tahun atau 24,00% dari total penyediaan minyak sawit dunia. Disusul kemudian oleh Cina yang menempati urutan kedua dengan rata-rata penyediaan sebesar 2,49 juta ton atau 16,23% dari total penyediaan di dunia. India menempati urutan ketiga dalam penyediaan minyak sawit di dunia yang mencapai 1,91 juta ton atau 12,42% dari total penyediaan minyak sawit dunia. Negara-negara berikutnya adalah Pakistan, Nigeria, Bangladesh, Turkey, Brazil, Mexico dan Colombia dengan total penyediaan masing-masing di bawah 8%. Kontribusi negara-negara dengan penyediaan minyak sawit terbesar di dunia disajikan pada Tabel 5.4 dan Gambar 5.3. Tabel 5.4. Negara dengan penyediaan minyak sawit terbesar di dunia, No. Negara Tahun (Ton) Share Rata-Rata (%) 1 Indonesia ,00 2 Cina ,23 3 India ,42 4 Pakistan ,32 5 Nigeria ,83 6 Bangladesh ,44 7 Turki ,39 8 Brazil ,79 9 Mexico ,74 10 Kolombia ,72 Lainnya ,13 Dunia Sumber : FAO 40 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

43 Lainnya 25,13% Indonesia 24,00% Cina 16,23% Kolombia 1,72% India 12,42% Mexico 1,74% Brazil 1,79% Turki 2,39% Bangladesh 2,44% Nigeria 4,83% Pakistan 7,32% Gambar 5.3. Negara dengan penyediaan minyak sawit terbesar di dunia, rata-rata Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 41

44 BAB VI. DAGING SAPI D aging sapi baik dan sehat mempunyai gizi yang cukup tinggi, selain rasanya enak juga bermanfaat bagi tubuh manusia. Masyarakat Indonesia biasa memasak daging sapi dengan berbagai ragam masakan yang dapat merangsang selera makan.. Selama ini kebutuhan daging sapi di Indonesia dipenuhi dari tiga sumber yaitu: sapi lokal, sapi impor, dan daging impor (Hadi dan Ilham, 2000). Manfaat daging sapi bagi tubuh manusia Setiap 100 gram daging sapi mengandung protein 18,8 gram. Protein dari daging sapi ini disebut protein hewani yang mempunyai struktur asam amino yang mirip dengan manusia, tidak dapat dibuat oleh tubuh (essensial), susunan asam aminonya relatif lebih lengkap dan seimbang. Daya cerna protein hewani lebih baik dibanding dengan protein nabati (dari tumbuh-tumbuhan). Pada tubuh makluk hidup seperti manusia, protein merupakan penyusun bagian besar organ tubuh, seperti: otot, kulit, rambut, jantung, paru-paru, otak, dan lain-lain. Adapun fungsi protein yang penting bagi tubuh manusia, antara lain untuk: 1) pertumbuhan; 2) memperbaiki sel-sel yang rusak, 3) sebagai bahan pembentuk plasma kelenjar, hormon dan enzim; 4) sebagian sebagai cadangan energi, jika karbohidrat sebagai sumber energi utama tidak mencukupi; dan 5) menjaga keseimbangan asam basa darah. Anak-anak yang sering memakan bahan pangan yang mengandung protein hewani akan terlihat tumbuh cepat, mempunyai daya tahan tubuh kuat, dan cerdas dibanding dengan anak yang jarang makan makanan berprotein tinggi. Tumbuh cepat ditandai dengan badannya berisi, segar dan lebih gemuk serta tinggi. Sedangkan mempunyai daya tahan tubuh kuat biasanya ditandai dengan jarang sakit-sakitan dan aktif atau banyak beraktifitas/lincah. Kemudian cerdas ditandai dengan pandai di sekolah dan cepat tanggap terhadap pertanyaan. Selain protein tersebut, lemak juga bermanfaat bagi tubuh manusia, yaitu sebagai simpanan energi/tenaga. Lemak yang terdapat dalam daging sapi berfungsi sebagai sumber energi yang padat bagi tubuh manusia, setiap gram lemak menghasilkan energi sebanyak 9 kkal. Selain itu lemak juga berfungsi bagi tubuh manusia untuk menghemat protein dan thiamin, serta membuat rasa kenyang yang lebih lama. Konsumsi daging sapi langsung dapat dihitung dengan mengalikan konsumsi daging sapi per kapita dengan jumlah penduduk, dimana untuk data konsumsi per kapita 42 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

45 menggunakan data SUSENAS BPS. Daging daging sapi mencakupan konsumsi (a) sapi juga merupakan salah satu komoditas yang menjadi andalan sub sektor daging sapi segar, (b) daging sapi diawetkan dan (c) makan jadi berbahan Peternakan. Berdasarkan program yang baku daging sapi. Daging sapi segar terdiri disusun oleh Ditjen Peternakan, tahun 2014 diharapkan Indonesia dapat mencapai swasembada daging sapi. Upaya untuk merealisasikan program tersebut sebenarnya sudah direncanakan sejak tahun 2008, namun sampai saat ini masih belum tercapai, sehingga diharapkan pada tahun 2014 swasembada daging sapi dapat terealisasi Perkembangan dan Prediksi Konsumsi Daging Sapi dalam Rumah Tangga di Indonesia Berdasarkan keragaan data hasil SUSENAS - BPS, dalam penyajian konsumsi dari daging sapi tanpa tulang, tetelan dan tulang, sementara daging sapi diawetankan terdiri dari dendeng, abon, daging dalam kaleng, dan lainnya (daging awetan). Daging sapi dari makanan jadi seperti soto/gule/sop/rawon, sate, daging bakar dan lain-lain. Sementara untuk konsumsi hati dan jeroan dalam analisis ini tidak dihitung sebagai konsumsi daging sapi karena wujudnya sudah bukan daging sapi tapi sudah masuk edibel oval. Guna mendapatkan angka konsumsi total daging sapi tersebut digunakan faktor konversi seperti yang disajikan pada Tabel 6.1. Tabel 6.1. Besaran konversi wujud daging sapi segar, awetan dan makanan jadi A B C No Rincian Jenis Pangan Daging Sapi Segar Konversi ke Bentuk asal Bentuk Konversi 1 Daging sapi Daging 2 Tetelan Daging 3 Tulang Daging Daging Sapi diawetkan 1 Dendeng Daging 2 Abon Daging 3 Daging dalam kaleng Daging 4 Lainnya (daging awetan) Daging Makanan Jadi 1 Soto/gule/sop/rawon Daging 2 Sate/tongseng Daging 3 Mie bakso/rebus/goreng Daging 4 Daging (goreng, bakar, dll) Daging Sumber : PSKPG -IPB Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 43

46 Berdasarkan hasil konversi tersebut, dihasilkan keragaan konsumsi daging sapi tahun serta prediksinya hingga tahun 2014 tersaji secara lengkap pada Tabel 6.2. Konsumsi total daging sapi selama periode tahun sangat berfluktuatif dengan rata-rata konsumsi sebesar 1,88 Kg/Kapita/tahun dengan komposisi daging sapi segar sebesar 0,45 kg/kapita/tahun atau 23,81% terhadap konsumsi total daging sapi, daging sapi diawetkan sebesar 0,09 kg/kapita/tahun atau 4,76% dan makanan jadi berbahan daging sapi sebesar 1,35 kg/kapita/tahun atau 71,43%. Terlihat bahwa proporsi terbesar konsumsi daging sapi berasal dari makanan jadi seperti soto/gule/sop/rawon maupun bakso. Setelah tahun 2004 kecenderungan konsumsi daging sapi segar terus menurun berkisar pada angka 0,33-0,44 kg/kapita/tahun, sebaliknya konsumsi makanan jadi berbahan daging sapi cenderung meningkat. Konsumsi total daging sapi terendah terjadi pada tahun 2006 sebesar 1,55 kg/kapita/tahun atau turun 13,28% dari tahun sebelumnya. Namun demikian tahun tahun berikutnya mengalami peningkatan hingga tahun 2012 menjadi 2,31 kg/kapita/tahun dengan komposisi 0,38 kg daging sapi segar, 0,53 kg daging sapi diawetkan dan 1,4 kg makanan jadi. Bila dicermati pada tahun 2012 terjadi peningkatan yang cukup signifikan pada konsumsi daging sapi diawetkan hingga mencapai 537,5%, namun tahun-tahun sebelumnya konsumsi daging sapi diawetkan hanya pada kisaran 0,02 kg 0,08 kg. Berdasarkan hasil prediksi Pusdatin diperkirakan pada tahun 2013 konsumsi daging sapi total sebesar 1,89 kg/kapita/tahun dengan konsumsi daging sapi segar sebesar 0,38 kg, 0,05 kg daging sapi diawetkan dan 1,46 kg makanan jadi, demikian halnya tahun 2014 konsumsi daging sapi total sebesar 2,00 kg/kapita/tahun. Turunnya pediksi konsumsi daging sapi padi tahun 2013 dan 2014 dikarenakan prediksi konsumsi daging sapi diawetkan mengikuti pola tahun , sementara untuk konsumsi daging sapi segar dan daging sapi dari makanan jadi tidak begitu jauh dari tahun sebelumnya. Secara rinci konsumsi daging sapi tahun serta prediksinya dapat dilihat pada Tabel 6.1 dan Gambar Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

47 Tabel 6.2. Perkembangan konsumsi daging sapi segar, diawetakan dan makanan jadi dalam rumah tangga di Indonesia, dan prediksinya Tahun Daging Sapi Segar Pertumbuhan (%) Daging Sapi Diawetkan Pertumbuhan (%) Daging Sapi dari Makanan Jadi Pertumbuhan (%) ,54 0,04 1,17 1,75 Total Pertumbuhan (%) ,60 9,57 0,02-50,00 1,13-2,86 1,75-0, ,65 8,73 0,02 0,00 1,22 7,34 1,89 7, ,44-32,13 0,04 100,00 1,30 7,35 1,79-5, ,34-23,67 0,02-50,00 1,19-8,59 1,55-13, ,44 31,01 0,07 225,00 1,39 16,66 1,90 22, ,38-14,20 0,03-53,85 1,49 7,11 1,90-0, ,33-13,79 0,05 50,00 1,49 0,14 1,87-1, ,38 16,00 0,05 0,00 1,53 2,52 1,95 4, ,43 13,79 0,08 77,78 1,52-0,45 2,04 4, ,38-12,12 0,53 537,50 1,40-8,11 2,31 13,39 Rata-rata 0,45-1,68 0,09 83,64 1,35 2,11 1,88 3, *) 0,38-0,12 0,05-90,13 1,46 4,52 1,89-18, *) 0,38-0,09 0,15 190,28 1,47 0,84 2,00 5,91 Sumber : SUSENAS, BPS diolah Pusdatin Keterangan : *) Angka Prediksi Pusdatin (kg/kap/thn) 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 Daging Sapi Segar Daging Sapi dari Makanan Jadi Daging Sapi Diawetkan Total Gambar 6.1. Perkembangan konsumsi daging sapi olahan dalam rumah tangga di Indonesia, dan prediksinya tahun Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 45

48 6.2. Perkembangan serta Prediksi Penyediaan, Penggunaan dan Ketersediaan Daging Sapi di Indonesia Dalam perhitungan NBM, yang dimaksud dengan penyediaan daging sapi adalah dalam wujud daging sapi segar. Berdasarkan hasil perhitungan Neraca Bahan Makanan (NBM), komponen penyediaan daging sapi hanya terdiri dari produksi ditambah impor, hal ini dikarenakan Indonesia belum mampu melakukan ekspor bahkan untuk memenuhi konsumsi dalam negeri saja masih tergantung kepada impor. Sementara data perubahan stok tidak tersedia. Komponen penggunaan daging sapi adalah untuk bahan makanan dan tercecer, karena penggunaan untuk diolah menjadi bahan makanan dan bukan makanan tidak tersedia datanya. Produksi daging sapi dalam bentuk karkas dari tahun 2009 hingga 2012 (angka sementara) menunjukkan pola yang terus meningkat dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 5,12% per tahun. Produksi daging sapi pada tahun 2009 tercatat sebesar 327 ribu ton dalam bentuk karkas dengan konversi menjadi daging sapi sebesar 74,93% maka produksi menjadi 245 ribu ton daging sapi dan meningkat menjadi 262 ribu ton pada tahun Selanjutnya meningkat lagi menjadi 291 ribu ton pada tahun 2011, sedangkan angka sementara produksi daging sapi pada tahun 2012 menjadi 283 ribu ton. Selama periode tahun tersebut tidak terdapat realisasi ekspor daging sapi yang dilakukan oleh Indonesia. Namun sebaliknya realisasi impor daging sapi terus dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri. Selama kurun waktu realisasi impor daging sapi Indonesia berkisar antara ribu ton kecuali tahun 2010 mencapai angka 91 ribu ton. Dengan kondisi tersebut, rata-rata impor daging sapi selama kurun waktu mencapai 20% dari total penyediaan yang harus disediakan setiap tahunnya. Dengan prediksi bahwa besarnya impor daging sapi pada tahun 2013 dan 2014 sebesar 65 ribu ton dan 68 ribu ton dan tidak ada stok daging sapi maka prediksi besarnya penyediaan daging sapi pada tahun adalah masingmasing sebesar 359 ribu ton dan 374 ribu ton (Tabel 6.3). 46 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

49 Tabel 6.3. Penyediaan, penggunaan dan ketersediaan daging sapi tahun serta prediksi tahun Tahun No. Uraian *) 2012*) 2013**) 2014**) A. Penyediaan (000 Ton) Produksi - Masukan Keluaran Impor Ekspor Perubahan Stok B. Penggunaan untuk (000 ton) Pakan Bibit Diolah untuk : - makanan bukan makanan Tercecer Bahan Makanan C. Ketersediaan per kapita 1,29 1,39 1,38 1,41 1,45 1,49 (Kg/kapita/tahun) Sumber : NBM, Kementerian Pertanian diolah Pusdatin Keterangan : *) Angka sementara **) Angka Prediksi Pusdatin Penggunaan daging sapi menurut Neraca Bahan Makanan (NBM) hanya terdiri dari komponen bahan makanan dan tercecer. Pada tahun 2009, penggunaan daging sapi untuk bahan makanan sebesar 297 ribu ton. Kemudian, pada tahun terjadi peningkatan penggunaan daging sapi untuk bahan makanan, yaitu sebesar 335 ribu ton, 339 ribu ton kecuali pada tahun 2012 terjadi penurunan menjadi 327 ribu ton (angka sementara). Pada tahun , penggunaan daging sapi untuk bahan makanan diprediksikan akan mengalami peningkatan dengan rata-rata peningkatan sebesar 4,2%. Sementara itu, komponen tercecer daging sapi selama periode dan prediksinya tahun Berkisar antara 16 ribu ton sampai 19 ribu ton Perbandingan Konsumsi dan Ketersediaan Per Kapita Komoditas Daging Sapi Pada tahun 2009 ketersediaan daging sapi mencapai 1,29 kg/kapita yang kemudian meningkat menjadi 1,39 kg/kapita pada tahun Ketersediaan daging sapi pada periode diprediksikan juga terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2012, ketersediaan per kapita daging sapi diprediksikan sebesar 1,41 kg/kapita, kemudian naik menjadi 1,45 kg/kapita tahun 2013 dan pada tahun 2014 meningkat menjadi 1,49 kg/kapita (Tabel 6.4). Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 47

50 Tabel 6.4. Perbandingan ketersediaan konsumsi daging sapi (NBM) dengan konsumsi daging sapi segar dalam rumah tangga (Susenas) , dan prediksi tahun Uraian Tahun (kg/kapita/tahun) *) 2014*) Ketersediaan per kapita - NBM 1,29 1,39 1,38 1,41 1,45 1,49 Kosumsi daging sapi segar-susenas 0,33 0,38 0,43 0,38 0,38 0,38 Beda 0,96 1,01 0,95 1,03 1,07 1,11 Sumber: Susenas, BPS dan NBM Kementan diolah Pusdatin Keterangan: *) Angka Prediksi Pusdatin Dari Tabel 6.4 terlihat perbandingan antara ketersediaan konsumsi daging sapi (NBM) dengan konsumsi daging segar dalam rumah tangga menurut Susenas mengalami beda dengan kisaran 0,95 kg sampai 1,11 kg. Besarnya beda tersebut adalah dalam bentuk konsumsi penduduk dalam bentuk konsumsi daging sapi diawetkan dan daging sapi dari makanan jadi.beda tertinggi terjadi pada tahun 2012 hingga mencapai 1,03 kg/kapita/tahun, sementara prediksi beda meningkat untuk tahun 2013 dan 2014 masing-masing sebesar 1,07 kg/kapita/tahun dan 1,11 kg/kapita /tahun Penyediaan Daging Sapi di beberapa negara di Dunia Menurut data FAO, penyediaan daging sapi terbesar dunia tersebar di negara-negara Amerika, Asia dan Eropa. Amerika Serikat merupakan negara dengan total penyediaan daging sapi terbesar di dunia yakni dengan rata-rata selama periode tahun mencapai 12,55 juta ton per tahun atau 20,05% dari total penyediaan daging sapi dunia. Empat besar negara berikutnya adalah Brazil, China, Federasi Rusia, dan Argentina, dengan rata-rata total penyediaan berkisar antara 7,04-2,17 juta ton. Negara-negara berikutnya adalah India, Meksiko, Prancis, Itali dan Pakistan, dengan rata-rata total penyediaan masing-masing di bawah 3% dari total penyediaan daging sapi dunia. Sementara Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar menduduki urutan ke 24 yakni dengan rata-rata penyediaan sebesar 0,75% dari total penyediaan di dunia. Kontribusi negara-negara dengan penyediaan daging sapi terbesar di dunia disajikan pada Gambar 6.2 dan Tabel Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

51 Tabel 6.7. Negara dengan penyediaan daging sapi terbesar di dunia, No. Negara Total Ketersediaan (000 Ton) Rata-rata Share (%) 1 Amerika Serikat ,05 2 Brazil ,23 3 China ,81 4 Federasi Rusia ,08 5 Argentina ,46 6 India ,09 7 Meksiko ,08 8 Prancis ,59 9 Itali ,25 10 Pakistan ,06 : Indonesia ,43 Negara lainnya ,87 Total Dunia ,00 Sumber : FAO diolah Pusdatin 37,55 20,05 11,23 9,81 0,43 2,06 2,25 2,59 3,08 3,09 3,46 4,08 Amerika Serikat Brazil China Federasi Rusia Argentina India Meksiko Prancis Itali Pakistan Indonesia Negara lainnya Gambar 6.2. Negara dengan penyediaan daging sapi terbesar di dunia, rata-rata Ketersediaan Daging Sapi Per Kapita per Tahun di Dunia Menurut data dari FAO, ketersediaan daging sapi perkapita dominan di negaranegara Amerika. Berdasarkan data ratarata selama lima tahun ( ), tercatat bahwa Argentina merupakan negara dengan ketersediaan daging sapi perkapita terbesar di dunia yakni mencapai 55,06 kg/kapita/tahun. Empat Negara terbesar berikutnya adalah Luksemburg, Amerika Serikat, Australia dan Brazil masing-masing antara 44,40 kg/kapita/ tahun hingga 37,08 kg/kapita/tahun. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 49

52 Negara-negara berikutnya adalah Polinesia Prancis, Bermuda, Canada, New Zeland dan Israel dengan ketersediaan daging sapi perkapita rata-rata berkisar 36,40 kg/kapita hingga 26,82 kg/kapita. Indonesia menduduki urutan ke-163 sebagai negara dengan ketersediaan daging sapi ratarata tahun sebesar 1,12 kg/kapita/tahun. Perkembangan ketersediaan daging sapi perkapita negaranegara di dunia selama tahun secara lengkap disajikan pada Tabel 6.6 dan Gambar 6.3. Tabel 6.6. Perkembangan ketersediaan daging sapi per kapita per tahun di beberapa negara di dunia, No Negara Ketersediaan (kg/kapita/tahun) Rata-rata Argentina 56,00 55,50 55,10 54,60 54,10 55,06 2 Luksemburg 45,90 45,30 43,70 45,60 41,50 44,40 3 Amerika Serikat 42,40 42,60 42,10 40,80 39,80 41,54 4 Australia 42,60 35,70 43,50 38,00 38,70 39,70 5 Brazil 36,20 36,60 37,20 37,50 37,90 37,08 6 Polinesia Prancis 37,90 33,30 40,30 36,30 34,20 36,40 7 Bermuda 32,10 33,20 37,00 35,80 34,20 34,46 8 Canada 32,40 32,30 32,80 31,30 30,90 31,94 9 New Zealand 16,70 25,60 31,80 34,20 27,60 27,18 10 Israel 24,00 28,40 27,20 29,40 25,10 26,82 : 163 Indonesia 1,01 1,11 1,02 1,17 1,29 1,12 Rata-rata Dunia 11,19 11,24 11,46 11,30 11,12 11,28 Sumber: FAO diolah Pusdatin (kg/kapita/tahun) 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 Gambar 6.3. Perkembangan ketersediaan daging sapi per kapita beberapa negara di dunia, rata-rata Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

KATA PENGANTAR. Buletin Konsumsi Pangan. States Departement of Agriculture).

KATA PENGANTAR. Buletin Konsumsi Pangan. States Departement of Agriculture). KATA PENGANTAR Dalam rangka meningkatkan pelayanan data dan informasi pertanian, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian pada tahun 2014 menerbitkan Buletin Konsumsi Pangan yang terbit setiap triwulan.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Buletin Konsumsi Pangan. (United States Departement of Agriculture).

KATA PENGANTAR. Buletin Konsumsi Pangan. (United States Departement of Agriculture). KATA PENGANTAR Dalam rangka meningkatkan pelayanan data dan informasi pertanian, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian pada tahun 2014 menerbitkan Buletin Konsumsi Pangan yang terbit setiap triwulan.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Buletin Konsumsi Pangan. (United States Departement of Agriculture).

KATA PENGANTAR. Buletin Konsumsi Pangan. (United States Departement of Agriculture). KATA PENGANTAR Dalam rangka meningkatkan pelayanan data dan informasi pertanian, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian pada tahun 2014 menerbitkan Buletin Konsumsi Pangan yang terbit setiap triwulan.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Buletin Konsumsi Pangan

KATA PENGANTAR. Buletin Konsumsi Pangan KATA PENGANTAR Dalam rangka meningkatkan pelayanan data dan informasi pertanian, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian pada tahun 2013 menerbitkan Buletin Konsumsi Pangan yang terbit setiap triwulan.

Lebih terperinci

Statistik Konsumsi Pangan 2012 KATA PENGANTAR

Statistik Konsumsi Pangan 2012 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Dalam rangka meningkatkan ketersediaan dan pelayanan data dan informasi pertanian, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian menerbitkan Buku Statistik Konsumsi Pangan 2012. Buku ini berisi

Lebih terperinci

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 1 Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2010 2014 Komoditas Produksi Pertahun Pertumbuhan Pertahun

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume VII Nomor 1 Tahun 2015 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL - KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume VI Nomor 4 Tahun 2014 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL - KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume V Nomor 2 Tahun 2013 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume V Nomor 3 Tahun 2013 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL, KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume V Nomor 4 Tahun 2013 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume VI Nomor 2 Tahun 2014 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL - KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITI TOMAT

OUTLOOK KOMODITI TOMAT ISSN 1907-1507 OUTLOOK KOMODITI TOMAT 2014 OUTLOOK KOMODITI TOMAT Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2014 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2014

Lebih terperinci

Pola Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia 2013

Pola Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia 2013 Katalog BPS: 3201023 ht tp :/ /w w w.b p s. go.i d Pola Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia 2013 BADAN PUSAT STATISTIK Katalog BPS: 3201023 ht tp :/ /w w w.b p s. go.i d Pola Pengeluaran dan Konsumsi

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume VI Nomor 1 Tahun 2014 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL - KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume VI Nomor 3 Tahun 2014 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL - KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar bagi perekonomian

Lebih terperinci

POLA PANGAN HARAPAN (PPH)

POLA PANGAN HARAPAN (PPH) PANDUAN PENGHITUNGAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) Skor PPH Nasional Tahun 2009-2014 75,7 85,7 85,6 83,5 81,4 83,4 Kacangkacangan Buah/Biji Berminyak 5,0 3,0 10,0 Minyak dan Lemak Gula 5,0 Sayur & buah Lain-lain

Lebih terperinci

KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN YANG DIANJURKAN

KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN YANG DIANJURKAN KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN YANG DIANJURKAN A. KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI YANG DIANJURKAN Tabel 1. Komposisi Konsumsi Pangan Berdasarkan Pola Pangan Harapan Pola Pangan Harapan Nasional % AKG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laut ini, salah satunya ialah digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan.

BAB I PENDAHULUAN. laut ini, salah satunya ialah digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan laut di Indonesia mengandung sumberdaya kelautan dan perikanan yang siap diolah dan dimanfaatkan semaksimal mungkin, sehingga sejumlah besar rakyat Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Secara umum pangan diartikan sebagai segala sesuatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanian merupakan kegiatan pengelolaan sumber daya untuk menghasilakan bahan pangan, bahan baku untuk industri, obat ataupun menghasilkan sumber energi. Secara sempit

Lebih terperinci

Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan. Kacang Tanah

Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan. Kacang Tanah Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan Kacang Tanah PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2016 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KACANG TANAH ISSN : 1907 1507 Ukuran

Lebih terperinci

PROSPEK TANAMAN PANGAN

PROSPEK TANAMAN PANGAN PROSPEK TANAMAN PANGAN Krisis Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan

Lebih terperinci

SITUASI PANGAN DAN GIZI WILAYAH (Kasus di Kabupaten Tuban) PENDAHULUAN

SITUASI PANGAN DAN GIZI WILAYAH (Kasus di Kabupaten Tuban) PENDAHULUAN SITUASI PANGAN DAN GIZI WILAYAH (Kasus di Kabupaten Tuban) P R O S I D I N G 58 Fahriyah 1*, Rosihan Asmara 1 1 Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya *E-mail ria_bgl@yahoo.com

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. No Data Sumber Instansi 1 Konsumsi pangan menurut kelompok dan jenis pangan

METODE PENELITIAN. No Data Sumber Instansi 1 Konsumsi pangan menurut kelompok dan jenis pangan 17 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain prospective study berdasarkan data hasil survei sosial ekonomi nasional (Susenas) Provinsi Riau tahun 2008-2010. Pemilihan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsumsi Pangan Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial budaya dipengaruhi banyak hal yang saling kait mengait, di samping untuk memenuhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan dasar manusia. Ketahanan pangan adalah ketersediaan

I. PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan dasar manusia. Ketahanan pangan adalah ketersediaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting, mengingat pangan merupakan kebutuhan dasar manusia. Ketahanan pangan adalah ketersediaan pangan dan kemampuan seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Amang (1993), Pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITI PISANG

OUTLOOK KOMODITI PISANG ISSN 1907-1507 OUTLOOK KOMODITI PISANG 2014 OUTLOOK KOMODITI PISANG Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2014 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi wilayah (Badan Litbang Pertanian

Lebih terperinci

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 1 I. Aspek Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2009 2013 Komoditas

Lebih terperinci

22/02/2017. Outline SURVEI KONSUMSI PANGAN. Manfaat survei konsumsi pangan. Metode Survei Konsumsi Pangan. Tujuan Survei Konsumsi Pangan

22/02/2017. Outline SURVEI KONSUMSI PANGAN. Manfaat survei konsumsi pangan. Metode Survei Konsumsi Pangan. Tujuan Survei Konsumsi Pangan Outline SURVEI KONSUMSI PANGAN Pengantar Survei Konsumsi Pangan Tujuan Survei Konsumsi Pangan Metode berdasarkan Jenis Data yang diperoleh Metode berdasarkan Sasaran Pengamatan Neraca Bahan Makanan Pola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengertian pangan menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2004 adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah maupun yang tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Strategi pembangunan pertanian yang berwawasan agribisnis dan agroindustri pada dasarnya menunjukkan arah bahwa pengembangan agribisnis merupakan suatu upaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2. 1 Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan ketahanan pangan merupakan prioritas utama dalam pembangunan karena pangan merupakan kebutuhan yang paling hakiki dan mendasar bagi sumberdaya manusia suatu

Lebih terperinci

NERACA BAHAN MAKANAN BAB I PENDAHULUAN

NERACA BAHAN MAKANAN BAB I PENDAHULUAN NERACA BAHAN MAKANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Neraca Bahan Makanan (NBM) merupakan salah satu alat informasi untuk memahami situasi penyediaan pangan di suatu daerah. Gambaran situasi pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan dasar paling utama bagi manusia adalah kebutuhan pangan. Pangan diartikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN SUSU

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN SUSU OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN SUSU Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2015 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN SUSU ISSN:

Lebih terperinci

KETERSEDIAAN ENERGI, PROTEIN DAN LEMAK DI KABUPATEN TUBAN : PENDEKATAN NERACA BAHAN MAKANAN PENDAHULUAN

KETERSEDIAAN ENERGI, PROTEIN DAN LEMAK DI KABUPATEN TUBAN : PENDEKATAN NERACA BAHAN MAKANAN PENDAHULUAN P R O S I D I N G 69 KETERSEDIAAN ENERGI, PROTEIN DAN LEMAK DI KABUPATEN TUBAN : PENDEKATAN NERACA BAHAN MAKANAN Condro Puspo Nugroho 1*, Fahriyah 1, Rosihan Asmara 2 1 Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola Konsumsi adalah susunan tingkat kebutuhan seseorang atau rumahtangga untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam menyusun pola konsumsi

Lebih terperinci

ISSN OUTLOOK NENAS 2015 OUTLOOK NENAS

ISSN OUTLOOK NENAS 2015 OUTLOOK NENAS ISSN 1907-1507 OUTLOOK NENAS 2015 OUTLOOK NENAS Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2015 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2015 OUTLOOK NENAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada garis khatulistiwa. Hal ini mempengaruhi segi iklim, dimana Indonesia hanya memiliki 2 musim

Lebih terperinci

BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN

BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas ini mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan, karena didukung oleh sumber daya alam dan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan, karena didukung oleh sumber daya alam dan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara agraris yang sebagian besar masyarakatnya hidup pada sektor pertanian. Saat ini sektor pertanian sangat prospektif untuk dikembangkan, karena

Lebih terperinci

KETERANGAN TW I

KETERANGAN TW I 1 2 2 KETERANGAN 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 - TW I Distribusi/Share Terhadap PDB (%) 3.69 3.46 3.55 3.48 3.25 3.41 4.03 Distribusi/Share Terhadap Kategori Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Juni 2013 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Ir. M. Tassim Billah, MSc.

KATA PENGANTAR. Jakarta, Juni 2013 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Ir. M. Tassim Billah, MSc. JUNI 2013 KATA PENGANTAR Dalam rangka menyediakan data indikator makro sektor pertanian serta hasil analisisnya, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian pada tahun 2013 kembali menerbitkan. Indikator

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian Indonesia memiliki potensi yang besar dalam segi sumberdaya dan kualitas, sehingga dapat menjadi sektor unggulan dalam meningkatkan pendapatan negara. Saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang terbentang di sepanjang garis

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang terbentang di sepanjang garis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang terbentang di sepanjang garis khatulistiwa, sehingga sepanjang tahun Indonesia hanya mengalami musim hujan dan musim kemarau.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 241 juta dengan ditandai oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang meningkat dan stabilitas ekonomi yang

Lebih terperinci

PELUANG BISNIS BUDIDAYA JAMBU BIJI

PELUANG BISNIS BUDIDAYA JAMBU BIJI PELUANG BISNIS BUDIDAYA JAMBU BIJI Oleh : Nama : Rudi Novianto NIM : 10.11.3643 STRATA SATU TEKNIK INFORMATIKA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA 2011 A. Abstrak Jambu

Lebih terperinci

ISSN OUTLOOK NENAS 2016 OUTLOOK NENAS

ISSN OUTLOOK NENAS 2016 OUTLOOK NENAS ISSN 197-157 216 Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 216 i 216 ii 216 ISSN : 197-157 Ukuran Buku : 1,12 inci x 7,17 inci (B5) Jumlah Halaman : 85 halaman Penasehat : Dr. Ir. Suwandi, MSi. Penyunting

Lebih terperinci

ISSN OUTLOOK LADA 2015 OUTLOOK LADA

ISSN OUTLOOK LADA 2015 OUTLOOK LADA ISSN 1907-1507 OUTLOOK LADA 2015 OUTLOOK LADA Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2015 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2015 OUTLOOK LADA ii

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Snack telah menjadi salah satu makanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat. Hampir seluruh masyarakat di dunia mengonsumsi snack karena kepraktisan dan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak

BAB I PENDAHULUAN. Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak meledaknya pertumbuhan penduduk dunia dan pengaruh perubahan iklim global yang makin sulit diprediksi.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, September 2013 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Ir. M. Tassim Billah, MSc.

KATA PENGANTAR. Jakarta, September 2013 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Ir. M. Tassim Billah, MSc. SEPTEMBER 2013 KATA PENGANTAR Dalam rangka menyediakan data indikator makro sektor pertanian serta hasil analisisnya, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian pada tahun 2013 kembali menerbitkan Buletin

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kemiskinan. Padahal potensi umbi-umbian cukup tinggi untuk digunakan sebagai

PENDAHULUAN. kemiskinan. Padahal potensi umbi-umbian cukup tinggi untuk digunakan sebagai PENDAHULUAN Latar Belakang Umbi-umbian di Indonesia masih kurang mendapat perhatian, karena komoditi ini dianggap sebagai makanan kelas rendahan yang dihubungkan dengan kemiskinan. Padahal potensi umbi-umbian

Lebih terperinci

METODE. Keadaan umum 2010 wilayah. BPS, Jakarta Konsumsi pangan 2 menurut kelompok dan jenis pangan

METODE. Keadaan umum 2010 wilayah. BPS, Jakarta Konsumsi pangan 2 menurut kelompok dan jenis pangan METODE Desain, Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan prospective study dengan menggunakan data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Provinsi Papua tahun 2008 sampai tahun

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Juli 2013 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Ir. M. Tassim Billah, MSc.

KATA PENGANTAR. Jakarta, Juli 2013 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Ir. M. Tassim Billah, MSc. JULI 2013 KATA PENGANTAR Dalam rangka menyediakan data indikator makro sektor pertanian serta hasil analisisnya, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian pada tahun 2013 kembali menerbitkan Buletin Bulanan.

Lebih terperinci

Ekonomi Pertanian di Indonesia

Ekonomi Pertanian di Indonesia Ekonomi Pertanian di Indonesia 1. Ciri-Ciri Pertanian di Indonesia 2.Klasifikasi Pertanian Tujuan Instruksional Khusus : Mahasiswa dapat menjelaskan ciri-ciri pertanian di Indonesia serta klasifikasi atau

Lebih terperinci

Katalog : 3201023 Pola Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia 2014 BADAN PUSAT STATISTIK Katalog : 3201023 Pola Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia 2014 POLA PENGELUARAN DAN KONSUMSI PENDUDUK

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Sumber dan Jenis Data

METODE PENELITIAN Desain, Sumber dan Jenis Data 20 METODE PENELITIAN Desain, Sumber dan Jenis Data Penelitian ini menggunakan data Susenas Modul Konsumsi tahun 2005 yang dikumpulkan dengan desain cross sectional. Data Susenas Modul Konsumsi terdiri

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian. Tahun Publikasi BPS Kabupaten Lampung Barat

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian. Tahun Publikasi BPS Kabupaten Lampung Barat METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Desain penelitian ini adalah retrospektif. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan yaitu (1) Kabupaten Lampung Barat akan melakukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Menurut Saliem dkk dalam Ariani dan Tribastuti (2002), pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Konsumsi beras di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Konsumsi beras di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Beras merupakan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Konsumsi beras di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya seiiring dengan meningkatnya jumlah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Ir. M. Tassim Billah, M.Sc.

KATA PENGANTAR. Ir. M. Tassim Billah, M.Sc. KATA PENGANTAR Dalam rangka meningkatkan pelayanan data dan informasi, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (Pusdatin) menerbitkan Buku Saku Statistik Makro Triwulanan. Buku Saku Volume V No. 4 Tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang kaya dengan ketersediaan pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu padi-padian, umbi-umbian,

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan. [10

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan.  [10 II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka dalam penelitian ini meliputi tinjauan komoditas kedelai, khususnya peranan kedelai sebagai sumber protein nabati bagi masyarakat. Tidak hanya itu, kedelai juga ditinjau

Lebih terperinci

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Kebijakan 1 Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Ada dua pendapat mengenai faktor penyebab kenaikan harga beras akhirakhir ini yaitu : (1) stok beras berkurang;

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama, karena itu pemenuhannya menjadi bagian dari hak asasi setiap individu. Di Indonesia,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan dibahas mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok

I. PENDAHULUAN. cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan akan pangan yang cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok masyarakat Indonesia adalah beras. Beras

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan dengan penentuan lokasi secara purposive. Penelitian ini berlansung selama 2 bulan, dimulai

Lebih terperinci

ISSN OUTLOOK KAPAS 2015 OUTLOOK KAPAS

ISSN OUTLOOK KAPAS 2015 OUTLOOK KAPAS ISSN 1907-1507 OUTLOOK KAPAS 2015 OUTLOOK KAPAS Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2015 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2015 OUTLOOK KAPAS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional selama ini mempunyai tugas utama untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, menyediakan kesempatan kerja, serta

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan daerah tropis yang kaya akan hasil sumber daya alam. Salah satu hasilnya adalah umbi-umbian, salah satunya adalah singkong yang mempunyai potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kedelai merupakan komoditas strategis yang unik tetapi kontradiktif dalam sistem usaha tani di Indonesia. Luas pertanaman kedelai kurang dari lima persen dari seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Semakin kompleksnya kebutuhan suatu negara, hampir tidak satupun negara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Semakin kompleksnya kebutuhan suatu negara, hampir tidak satupun negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin kompleksnya kebutuhan suatu negara, hampir tidak satupun negara mampu memenuhi sendiri kebutuhannya. Sehingga hal yang lazim disaksikan adalah adanya kerjasama

Lebih terperinci

PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN DAN GIZI : FAKTOR PENDUKUNG PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA

PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN DAN GIZI : FAKTOR PENDUKUNG PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN DAN GIZI : FAKTOR PENDUKUNG PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA Oleh : Dr. Ir. Achmad Suryana, MS Kepala Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian RI RINGKASAN Berbagai

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG » Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Volume 1 No. 1, 2009 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. buahan juga bersifat spesifik lokasi, responsif terhadap teknologi maju, produk

BAB I PENDAHULUAN. buahan juga bersifat spesifik lokasi, responsif terhadap teknologi maju, produk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditi buah buahan mempunyai keragaman dalam jenisnya serta memiliki nilai ekonomi yang tinggi dibandingkan dengan tanaman pangan. Selain itu, buah buahan juga bersifat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan masyarakat terhadap sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan perubahan selera, gaya hidup dan peningkatan pendapatan. Karena, selain rasanya

Lebih terperinci

ANALISIS NERACA BAHAN MAKANAN (NBM) DAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) KABUPATEN SIDOARJO

ANALISIS NERACA BAHAN MAKANAN (NBM) DAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) KABUPATEN SIDOARJO AGRISE Volume XV No. 1 Bulan Januari 2015 ISSN: 1412-1425 ANALISIS NERACA BAHAN MAKANAN (NBM) DAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) KABUPATEN SIDOARJO (ANALYSIS OF FOOD BALANCE SHEET (FBS) AND DESIRABLE DIETARY

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tren produksi buah-buahan semakin meningkat setiap tahunnya, hal ini disebabkan terjadinya kenaikan jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Perkembangan tersebut tampak pada

Lebih terperinci

KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI MENDUKUNG PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI

KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI MENDUKUNG PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI MENDUKUNG PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI Pusat Penganekeragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN Penyelenggaraan Pangan dilakukan untuk

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Oktober 2013 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Ir. M. Tassim Billah, MSc.

KATA PENGANTAR. Jakarta, Oktober 2013 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Ir. M. Tassim Billah, MSc. OKTOBER 2013 KATA PENGANTAR Dalam rangka menyediakan data indikator makro sektor pertanian serta hasil analisisnya, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian pada tahun 2013 kembali menerbitkan Buletin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengkonsumsi berbagai jenis pangan sehingga keanekaragaman pola

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengkonsumsi berbagai jenis pangan sehingga keanekaragaman pola BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah yang dihadapi oleh negara berkembang termasuk Indonesia adalah peningkatan jumlah penduduk yang pesat dan tidak seimbang dengan penyediaan pangan

Lebih terperinci

III. PANGAN ASAL TERNAK DAN PERANANNYA DALAM PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA

III. PANGAN ASAL TERNAK DAN PERANANNYA DALAM PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA III. PANGAN ASAL TERNAK DAN PERANANNYA DALAM PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA A. Pengertian Pangan Asal Ternak Bila ditinjau dari sumber asalnya, maka bahan pangan hayati terdiri dari bahan pangan nabati

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai agroekologi dataran rendah sampai dataran tinggi yang hampir semua dapat menghasilkan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai agroekologi dataran rendah sampai dataran tinggi yang hampir semua dapat menghasilkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai agroekologi dataran rendah sampai dataran tinggi yang hampir semua dapat menghasilkan buah-buahan. Indonesia menghasilkan banyak jenis buah-buahan.

Lebih terperinci

Tabel 1. Data produksi dan konsumsi beras tahun (dalam ton Tahun Kebutuhan Produksi Tersedia Defisit (impor)

Tabel 1. Data produksi dan konsumsi beras tahun (dalam ton Tahun Kebutuhan Produksi Tersedia Defisit (impor) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlebih keuntungan dalam sektor pertanian. Sektor pertanian terutama

BAB I PENDAHULUAN. terlebih keuntungan dalam sektor pertanian. Sektor pertanian terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki iklim tropis yang banyak memberikan keuntungan, terlebih keuntungan dalam sektor pertanian. Sektor pertanian terutama hortikultura seperti buah-buahan,

Lebih terperinci

Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Tahun 2016

Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Tahun 2016 Ringkasan Eksekutif Perkembangan Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Bulan Oktober 2016 A. Pertumbuhan Ekspor Impor Industri Pengolahan 12.000 10.000 8.000 6.000 4.000 2.000 0 Perkembangan Nilai Ekspor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis dan mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis dan mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis dan mempunyai keanekaragaman sumberdaya hayati yang berlimpah. Terdapat banyak sekali potensi alam yang dimiliki oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanian merupakan kegiatan pengelolaan sumber daya untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku untuk industri, obat ataupun menghasilkan sumber energi. Pertanian merupakan

Lebih terperinci