Gambar 4.1 Tipper Vessel

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Gambar 4.1 Tipper Vessel"

Transkripsi

1 BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Obyek penelitian dalam tulisan ini adalah produk-produk PT. XYZ yang termasuk dalam tipe vessel (bak untuk truk) hasil dari pabriknya yang berlokasi di Cakung, Jakarta Utara. Produk-produk tipe vessel terdiri dari 5 (lima) varian produk, yaitu dump vessel 15 standard, tipper vessel 22, dump vessel 17 kdn, dump vessel 17 telescopic dan dump vessel telescopic crp. Produk tipe vessel merupakan salah satu dari beberapa tipe dalam kategori produk semi massal (semi-mass product) dan juga merupakan produk rancangan sendiri (own design) yang dihasilkan oleh PT. XYZ. Produk vessel ini berbentuk bak-bak tertutup dan terbuka untuk dipasangkan di truk-truk (unit) milik konsumen. Salah satu bentuk dari vessel dapat dilihat pada Gambar 4.1. Gambar 4.1 Tipper Vessel Sumber : Company Profile PT. XYZ 48

2 49 Beberapa alasan dipilihnya vessel sebagai obyek penelitian pada tulisan ini adalah : 1. Permintaan akan produk ini selalu ada sehingga setiap bulan dan cenderung mengalami peningkatan. Namun, perusahaan belum mampu memenuhinya secara optimal sehingga jumlah yang akan diproduksi per bulan seringkali lebih tinggi dari jumlah aktual yang diproduksi. 2. Perubahan yang terjadi dalam produk ini tergolong dalam kategori perubahan kecil (minor), sehingga kondisi rantai pasok dan kompleksitas dalam pemenuhan permintaan vessel relatif sama. Perubahan kecil yang dimaksud adalah perubahan untuk membuat bak menjadi lebih ringan namun dengan daya angkut yang sama. Hal ini dilakukan karena adanya peraturan dari Dinas Jalan Raya mengenai berat maksimum yang diijinkan untuk melalui jalan raya. 3. Kecenderungan peningkatan permintaan vessel yang cukup signifikan karena dipengaruhi oleh pesatnya pertumbuhan industri tambang di Indonesia. Sebuah perusahaan pada umumnya memiliki sejumlah rantai pasok untuk masing-masing unit produk atau kelompok produk yang dihasilkan di semua fasilitas atau lokasi produksi yang ada. Penentuan rantai pasok berdasarkan produk apa dan di lokasi mana produk dibuat, merupakan langkah awal sebelum mengaplikasikan SCOR Model untuk mengevaluasi kinerja rantai pasok. Seperti disebutkan sebelumnya, rantai pasok yang akan diteliti adalah rantai pasok untuk produk vessel yang dibuat di Cakung. Pada Tabel 4.1 terlihat posisi produk vessel yang dipilih diantara produk-produk yang dihasilkan oleh kedua pabrik milik PT. XYZ.

3 50 PRODUCT Tabel 4.1 Definition Matrix PT. XYZ Definition Matrix Frame Export Headguard Export Kompo KI Kompo GE Auction GE Attachment Others & end User Forklift Forklift GSE & Tower Light Vessel Lube Service & Cargo Truck Tank Sumber : Dokumen Produksi 2007 PT. XYZ Geography Plant Location Cakung Cikarang X Sebagai gambaran umum proses pemesanan produk vessel dari konsumen akhir sampai pemenuhan pesanan oleh PT. XYZ dapat dilihat pada tahap-tahap berikut ini : 1. Konsumen akhir memesan truk dan bak ke PT. ABC 2. PT. ABC memesan truk ke produsen truk di Jepang dan bak (vessel) ke PT. XYZ 3. PT. XYZ memproduksi bak yang dipesan tersebut 4. PT. ABC mengirim truk tanpa bak ke PT. XYZ 5. PT. XYZ merakit (assembly) bak tersebut ke truk yang dikirim oleh PT. ABC 6. PT. XYZ mengirim truk lengkap dengan bak ke PT. ABC 7. PT. ABC mengirim truk tersebut ke konsumen akhir. 4.2 Analisis Dengan SCOR Model Versi 8.0 Untuk menganalisis dan mengevaluasi kinerja rantai pasok dari produk vessel di PT. XYZ, digunakan SCOR Model Versi 8.0. Analisis akan dilakukan melalui beberapa tahapan atau level yang saling terkait satu sama lain. Berikut ini adalah analisis untuk masing-masing level

4 51 a. Level 1 Council dalam Bolsstorf (2003, 41-43) menjelaskan bahwa analisis level 1 dimulai dengan mendefinisikan tujuan bisnis (business objectives) perusahaan. Hal ini dilakukan agar evaluasi kinerja rantai pasok yang akan dilakukan sejalan dengan strategi korporasi dan fokus pada tujuan utama yang ingin dicapai oleh bisnis ini. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bagian Production Control PT. XYZ, disebutkan bahwa tujuan bisnis PT. XYZ didefinisikan sebagai berikut : 1. Memberikan tingkat layanan (service level) terbaik 2. Meningkatkan keuntungan perusahaan Tujuan pertama dapat dicapai dengan meningkatkan nilai dari tiga indikator di bawah ini : a. Delivery performance b. Responsiveness to customer demand c. Flexibility to demand changes Tujuan kedua dapat dicapai dengan menurunkan nilai dari dua indikator di bawah ini : a. Cost (Plan, Source, Make, Deliver, Return) b. Cash-to-Cash Cycle Time Setelah mengetahui tujuan bisnis di atas, langkah selanjutnya adalah mengukur metrik-metrik pada SCOR yang bersesuaian dengn tujuan bisnis tersebut. Metrik-metrik yang diberikan oleh SCOR dapat dilihat pada kolom actual data Tabel 4.2. Untuk tujuan bisnis yang pertama data yang tersedia adalah untuk metrik perfect order fulfillment (POF) dan order fulfillment cycle time (OFCT). Sementara untuk tujuan kedua, data yang tersedia adalah untuk metrik cost of goods sold (COGS) dan cash-to-cash cycle time (C2C). Setelah memperoleh data aktual berdasarkan keempat metrik tersebut, langkah berikutnya adalah menentukan posisi data aktual dan menetapkan kinerja target (target performance) untuk masing-masing metrik berdasarkan data benchmark. Data benchmark diperoleh dari Global Benchmark tahun 2007 untuk industrial equipment yang dikeluarkan oleh Council, sebuah lembaga non-profit yang independen di Amerika Serikat. Global

5 52 Benchmark 2007 merupakan hasil kerjasama antara Council dan APQC (American Productivity and Quality Center), sebuah lembaga non-profit yang bergerak dalam bidang riset mengenai benchmarking untuk perusahaanperusahaan dalam industri tertentu. Data benchmark ini digunakan untuk menentukan kinerja target, memberikan gambaran mengenai besarnya gap antara kinerja perusahaan (performance gap) dengan kinerja perusahaan yang menjadi acuan (target) dalam data benchmark dan tren kinerja dari tahun ke tahun serta membantu dalam mengarahkan pengembangan rantai pasok ( & ). Data benchmark terdiri dari 3 kategori, yaitu superior, advantage dan parity. Data pada kategori superior diperoleh dari rata-rata nilai dari 10% perusahaanperusahaan dengan nilai terbaik untuk masing-masing metrik (persentil 90). Data pada kategori parity diperoleh dari rata-rata nilai perusahaan pada posisi median (rata-rata nilai tengah). Sedangkan data pada kategori advantage merupakan ratarata nilai tengah antara kategori superior dan parity Konsep ini diberikan oleh Council dalam Bolsstorf (2003, 55). Apabila data aktual dari suatu metrik berada di posisi superior, artinya kinerja perusahaan berdasarkan metrik tersebut sudah dalam posisi terbaik sehingga tidak perlu lagi dilakukan analisis pada level 2. Namun, bila data aktual berada di posisi advantage, parity atau di bawah parity, maka harus dilakukan analisis lebih rinci pada level-level selanjutnya. Dalam menetapkan kinerja target untuk setiap metrik, Council menjelaskan ketentuan penetapan tersebut dalam Bolsstorf (2003, 68). Kinerja target pada kategori superior ditetapkan hanya untuk satu atribut yang menjadi fokus perusahaan atau metrik-metrik yang mewakili tujuan bisnis yang utama. Demikian juga dengan kinerja target pada kategori advantage hanya dapat diberikan pada satu atribut yang menjadi fokus berikutnya. Sedangkan, kinerja target kategori parity ditetapkan untuk dua atribut lainnya. Tabel 4.2 di bawah ini berisi data aktual dan benchmark dari industri sejenis secara global yang terdiri dari tiga kategori untuk mengetahui posisi kinerja PT. XYZ dan menetapkan kinerja target yang ingin dicapai.

6 53 Performance Attribute Reliability Responsiveness Flexibility Costs Asset Management Tabel 4.2 Metrik SCOR Model Level 1 Untuk Menetapkan Kinerja Target Level 1 Metric Actual data (a) Superior (b) Advantage (c) Parity (d) Perfect Order Fulfillment (POF) Order Fulfillment Cycle Time (OFCT) Upside Supply Chain Flexibility Upside Supply Chain Adaptability Downside Supply Chain Adaptability Management Cost Cost of Goods Sold (COGS) Cash-to-Cash Cycle Time (C2C) Return on Supply Chain Fixed Assets Keterangan : N/A = not available (tidak tersedia) Sumber : 1. (a) Data Produksi Tahun 2007 PT. XYZ 2. (b), (c), (d) Global Council Benchmark ,89 % 92,3% 89,6% 87,7% 60 hari 22 hari 38 hari 43 hari X N/A N/A N/A X N/A N/A N/A X N/A N/A N/A X N/A N/A N/A 81% 63% 72% 81% 90 hari 53 hari 64 hari 81 hari X N/A N/A N/A Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa untuk tujuan bisnis memberikan tingkat layanan terbaik, metrik POF dan OFCT pada data aktual PT. XYZ berada di bawah parity. PT. XYZ. harus menetapkan kinerja target untuk POF dan OFCT pada posisi superior karena keduanya sejalan dengan tujuan bisnis yang utama yaitu memberikan tingkat layanan terbaik. Metrik untuk tujuan bisnis kedua, meningkatkan keuntungan perusahaan, yaitu C2C pada data aktual PT. XYZ juga berada di bawah parity. Sementara data aktual COGS tidak dapat diperoleh dalam satu angka yang pasti karena data bersifat rahasia. Namun nilai COGS dapat diperkirakan melalui besarnya persentase cost reduction yang ditargetkan oleh perusahaan. Persentase ini

7 54 menunjukkan besarnya perbaikan COGS jika saat ini diasumsikan COGS berada pada posisi parity. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bagian Production Control, besarnya cost reduction yang ingin dicapai oleh PT. XYZ adalah sekitar 20%. Dengan asumsi saat ini berada pada posisi parity dan mengacu pada Tabel 4.2 terlihat bahwa target COGS yang ingin dicapai berada pada posisi superior. Namun dalam SCOR Model tidak disarankan terdapat lebih dari satu tujuan bisnis dengan kinerja target pada posisi superior. Lingkup proyek pengembangan rantai pasok yang kompleks, menghendaki adanya pembatasan kinerja target pada posisi superior agar usaha perbaikan yang dilakukan fokus hanya pada satu tujuan bisnis saja. Oleh karena itu kinerja target untuk COGS ditetapkan pada posisi advantage. Terakhir, kinerja target untuk C2C yaitu pada posisi parity. Hal ini juga disebabkan aturan dalam SCOR yang tidak memungkinkan lebih dari satu target pada posisi advantage. Setelah menetapkan kinerja target, langkah selanjutnya adalah melakukan gap analysis yang bertujuan untuk menghitung besarnya perbedaan antara kondisi aktual dengan yang ditargetkan. Kemudian besarnya perbedaan tersebut akan diterjemahkan dalam besarnya peningkatan pendapatan apabila kinerja ditingkatkan sampai mencapai target ( Council dalam Bolsstorf, 2003, 78). Besarnya perbedaan berdasarkan gap analysis tersebut disajikan dalam Tabel 4.3. Kolom opportunity diisi dengan besarnya peningkatan pendapatan bila kinerja untuk metrik-metrik tersebut ditingkatkan sampai pada posisi yang ditargetkan. Untuk menghitungnya opportunity dari POF diperlukan data nilai total pendapatan dalam setahun (total revenue) dan persentase laba kotor (gross profit) yang dihasilkan oleh produk vessel ( Council dalam Bolsstorf, 2003, 78-79). Namun karena data keuangan bersifat rahasia, maka besarnya opportunity akan dihitung dengan menggunakan beberapa angka pendekatan. Pertama, laba kotor PT. XYZ diasumsikan sebesar laba kotor induk perusahaannya, yaitu PT. ABC. Berdasarkan Laporan Tahunan PT. ABC per 31 Desember 2007 (Lampiran 1), diketahui besarnya laba kotor sebesar 18%. Kedua, total pendapatan dihitung berdasarkan total produksi vessel selama tahun 2007 dan nilai tengah dari range harga yang diberikan oleh Bagian Production Control.

8 55 Tabel 4.3 Gap analysis antara data aktual dengan kinerja target Performance Attribute Level 1 Metric Actual Data Superior Advantage Parity Requirements Gap Opportunity Reliability Responsiveness Flexibility Costs Asset Management Perfect Order Fulfillment (POF) Order Fulfillment Cycle Time (OFCT) Upside Supply Chain Flexibility Upside Supply Chain Adaptability Downside Adaptability Management Cost Cost of Goods Sold (COGS) Cash-to-Cash Cycle Time (C2C) Return on Fixed Assets Keterangan : N/A = not available (tidak tersedia) *) Lihat Tabel 4.4 **) Lihat Tabel ,89 % 92,3% 89,6% 87,7% -5,41% $ *) 60 hari 22 hari 38 hari 43 hari -38 hari Meningkatkan kehandalan pasokan/ pengiriman X N/A N/A N/A N/A N/A X N/A N/A N/A N/A N/A X N/A N/A N/A N/A N/A X N/A N/A N/A N/A N/A 81% 63% 72% 81% -9% $ **) 90 hari 53 hari 64 hari 81 hari -9 hari Mengurangi beban bunga dan opportunity cost X N/A N/A N/A N/A N/A Terdapat beberapa metode dalam SCOR Model yang dapat digunakan untuk menghitung besarnya opportunity untuk POF. Salah satu metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah the lost opportunity measure ( Council dalam Bolsstorf, 2003, 78-79). Dengan metode ini dapat diketahui besarnya kesempatan yang hilang untuk memperoleh pendapatan tertentu dengan kinerja POF saat ini. Artinya, bila PT. XYZ dapat memperbaiki kinerjanya maka akan mengalami peningkatan pendapatan. Cara menghitung opportunity untuk metrik POF dan COGS dijelaskan dalam Tabel

9 56 Tabel 4.4 Tabel Perhitungan Opportunity Untuk POF dengan The Lost Opportunity Measure Keterangan Hasil Perhitungan Total pendapatan $ POF aktual 86,89% POF target (superior) 92,30% Total pendapatan x ((100-POF aktual)/100) (a) $ x ((100-86,89)/100) = $ Total pendapatan x ((100-POF target)/100) (b) $ x ((100-92,30)/100) = $ Selisih (a) dan (b) $ Laba kotor (%) 18% Laba kotor x selisih (opportunity) 18% x Rp = $ Sumber : Wawancara dengan Bagian Production Control dan Ahli dalam implementasi SCOR Model Untuk metrik OCFT, besarnya opportunity apabila mencapai target sejalan dengan opportunity yang berasal dari POF. Apabila OFCT makin rendah, artinya waktu tunggu makin pendek, maka otomatis akan membuat nilai POF semakin tinggi dan berdampak pada peningkatan pendapatan ( Council dalam Bolsstorf, 2003, 79). Opportunity untuk metrik COGS diperoleh dengan menghitung besarnya penurunan COGS bila target tercapai. Penurunan tersebut secara langsung menandakan peningkatan dalam laba kotor atau laba operasi (operating profit) seperti terlihat pada Tabel 4.5. Tabel 4.5 Tabel Perhitungan Opportunity Untuk COGS Keterangan Hasil Perhitungan Total pendapatan $ COGS aktual 81% COGS target (advantage) 72% Total pendapatan x COGS aktual (a) $ x 81% = $ Total pendapatan x COGS target (b) $ x 72% = $ Selisih (a) dan (b) $ Laba kotor (%) 18% Laba kotor x selisih (opportunity) 18% x Rp = $ Sumber : Wawancara dengan Bagian Production Control dan Ahli dalam implementasi SCOR Model Terakhir, untuk menghitung besarnya opportunity dari C2C memerlukan data besarnya biaya bunga per hari yang harus dikeluarkan. Namun data ini tidak tersedia karena perusahaan tidak berkenan memberikannya, maka besarnya opportunity tidak dapat ditentukan.

10 57 Selanjutnya adalah memetakan rantai pasok untuk produk vessel seperti pada Gambar 4.2. Pemetaan ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat gambaran secara jelas, terstruktur dan menyeluruh mengenai aliran material yang terdapat dalam rantai pasok perusahaan mulai dari pemasok sampai konsumen akhir. Dengan demikian dapat terlihat jelas karakteristik rantai pasok perusahaan, serta siapa saja yang terlibat di dalamnya. PT. XYZ Part s Suppliers Warehouse Production Mktg. Adm. Dept. PT. ABC. End customers Gambar 4.2 Pemetaan Level 1 SCOR Model Rantai Pasok Produk Vessel Sumber : Wawancara dengan Bagian Production Control PT. XYZ b. Level 2 Pada pemetaan level 2 ini akan ditampilkan gambaran rinci dari proses-proses yang ada dalam rantai pasok perusahaan, mulai dari proses yang berkaitan dengan pemasok, aktivitas produksi dan distribusi sampai produk diterima oleh konsumen. Gambar 4.3 menampilkan aktivitas-aktivitas yang telah dilakukan untuk kelima proses plan, source, make, deliver dan return di PT. XYZ. Terdapat dua jenis pemetaan yang akan dilakukan yaitu pemetaan secara geografis (geographic map) dan pemetaan diagram (thread diagram). Keduanya untuk memperlihatkan aliran material dan informasi dari pemasok sampai konsumen. Gambar kedua diagram ini dapat dilihat pada Gambar 4.4 dan 4.5. Selain untuk memperlihatkan aliran material dan informasi, pemetaan ini juga digunakan untuk menganalisis aktivitas yang tidak terhubung dengan baik (disconnect analysis) sehingga kinerja rantai pasok kurang baik. Setelah melakukan pemetaan secara geografis dan diagram, tahap selanjutnya adalah menentukan pada proses mana yang menyebabkan POF (Perfect Order Fulfillment) dan OFCT (Order Fulfillment Cycle Time) dari PT. XYZ kurang baik. Metrik COGS dan C2C tidak diukur karena dengan menganalisis metrik POF dan OFCT maka secara langsung akan berdampak terhadap perbaikan COGS

11 58 dan C2C. Ketika menghitung POF terdapat tiga syarat yang harus dipenuhi, yaitu ketepatan waktu (on time), ketepatan kuantitas (in full) dan kelengkapan dokumen pendukung serta kondisi barang (perfect condition). Apabila terdapat satu syarat yang tidak dipenuhi maka pesanan dari konsumen dapat dikatakan tidak dilayani dengan baik atau sempurna oleh PT. XYZ. Berdasarkan data produksi tahun 2007 (Lampiran 2) diketahui penyebab ketidaksempurnaan dalam pemenuhan pesanan disebabkan oleh pengiriman barang yang tidak tepat waktu (not in time). Untuk itu akan ditelusuri secara bertahap mulai dari hilir ke hulu yaitu mulai dari proses delivery, make dan source yang menyebabkan pemenuhan pesanan tersebut tidak tepat waktu. Pada proses delivery, nilai POF hampir mencapai 100% (Tabel 4.6) artinya tidak terdapat masalah dalam proses ini. Hal ini dikarenakan posisi PT. XYZ dan PT. ABC yang berada dalam satu areal yang sama sehingga hampir bisa dipastikan pesanan dapat langsung diterima pada saat produk tersebut selesai dikerjakan oleh PT. XYZ. Nilai OFCT kurang dari 1 hari semakin memperkuat bahwa tidak ada masalah dalam proses delivery.

12 59 P1 Plan Mengidentifikasi, membuat prioritas dan menghitung aggregate kebutuhan rantai pasok SUPPLIERS P2 Plan Source : Perencanaan material handling Vendor planning S-2 Source-to-order : Procurement Service contract Pengiriman material P3 Plan Make : Perencanaan SDM Perencanaan proses Material Production Scehdule (MPS) Perencanaan tools & facility M3-Make-to-order : Material placement Fabrikasi Perakitan (assembly) P4 Plan Deliver : Perencanaan pengiriman Perencanaan standar kualitas D-3 Deliver-to-order : Persiapan dokumen Penerbitan invoice Pengiriman Finished good report CUSTOMER DR1-Return defective product : Claim/ complaint report Pengecekan produk yang rusak Perbaikan produk yang rusak Enable : Plan Source Make Deliver Return 1. Membuat dan mengelola aturan main tiap proses 2. Melakukan penilaian kinerja tiap proses 3. Pengelolaan data 4. Pengelolaan persediaan 5. Mendefinisikan elemen proses Gambar 4.3 Pemetaan Level 2 Rantai Pasok Produk Vessel Sumber : Wawancara dengan Bagian Production Control PT. XYZ

13 60 Suppliers (D2) Japan supplier (D2) Customer Customer (S2) (SR1) (S2) (SR1) Manufacturing (PT. XYZ) Customer (S2) (SR1) Pengiriman Pengembalian Ket. : Arti kode-kode lihat Lampiran 3. Suppliers (D2) ( S2, M2, D2) (DR1) Customer (PT. ABC) ( S2, D2) (SR1,DR1) Gambar 4.4 Geographic Map Untuk Produk Vessel (As-Is Process) Sumber : Wawancara dengan Bagian Production Control PT. XYZ

14 61 P1 P1 P2 P3 P4 P1 P1 P2 P3 P4 P2 P4 S2 Local Suppliers S2 M2 D2 SR1 S2 M2 D2 S2 D2 S2 Overseas Suppliers S2 M2 D2 S2 DR1 SR1 DR1 SR1 Ket. : Arti kode-kode lihat Lampiran 3 Suppliers PT. XYZ PT. ABC End Customers Gambar 4.5 Thread Diagram Pemetaan Level 2 SCOR Model Untuk Produk Vessel (AS-IS Process) Sumber : Wawancara dengan Bagian Production Control PT. XYZ

15 62 Pada proses make nilai POF sekitar 89% (Tabel 4.6), angka ini diperoleh berdasarkan perkiraan atas berapa persen kebutuhan bagian produksi yang dapat dipenuhi oleh bagian pergudangan dalam hal material untuk proses produksi dengan menggunakan ketiga syarat tadi, yaitu ketepatan waktu (on time), ketepatan kuantitas (in full) dan kelengkapan dokumen pendukung serta kondisi barang (perfect condition). Sementara, nilai OFCT proses make adalah 30 hari. Terakhir adalah nilai POF untuk proses source yaitu sebesar 81 % (Tabel 4.6). Nilai ini diperoleh dengan menghitung jumlah pesanan dari PT. XYZ yang dapat dipenuhi oleh pemasok dengan baik berdasarkan ketiga syarat yang telah disebutkan tadi. Nilai OFCT pada proses source adalah 60 hari. Berdasarkan nilai POF dan OFCT untuk ketiga proses ini, terlihat bahwa proses source memiliki kinerja yang paling rendah. Oleh karena itu dapat dikatakan penyebab rendahnya kinerja rantai pasok secara keseluruhan disebabkan oleh rendahnya kinerja pada proses source. Untuk mengetahui apa yang menyebabkan kinerja proses source menjadi rendah maka dilakukan penelitian pada level 3. Tabel 4.6 Nilai POF dan OFCT Untuk Proses Deliver, Make dan Source Metrik Deliver Make Source Perfect Order Fulfillment (POF) 98 % 89% 81% Order Fulfillment Cycle Time (OFCT) < 1 hari 30 hari 60 hari Sumber : Wawancara dengan Bagian Production Control PT. XYZ c. Level 3 Analisis level 3 dilakukan untuk melihat lebih rinci proses source, karena memiliki kinerja paling rendah berdasarkan nilai POF dan OFCT pada analisis level 2. Untuk itu dilakukan pemetaan atas semua aktivitas dalam proses source sehingga diperoleh Gambar 4.6 (As-Is Process). Gambar tersebut memperlihatkan pengelolaan persediaan material (source) di PT. XYZ yang terdiri dari input, proses dan output.

16 63 S2 Source Make-to-Order Product Inputs (P2.4) Perencanaan pengadaan material (M2.1) Kebutuhan material bulanan (ES.4) Data tingkat persediaan Permintaan material Spesifikasi material Material dikirim oleh pemasok Surat jalan pengiriman Bukti penerimaan barang Permintaan pengujian barang Sampel material Process Element S2.1 PO material dikirim melalui facsimile S2.2 Penerimaan Material S2.3 Pengujian kualitas material oleh Departemen QC Bukti Penerimaan Material Salinan PO (ES.1, ES.2, ES.6) Dokumen Pelulusan Material Menempatkan material (ES.4), (EM) Hasil Pengujian Material (ES1, ES.2) Payment Term (ES.9) Payment Request (ES.9) Dokumen Pelulusan Material Outputs PO diterima oleh pemasok (P2.2, ES.9) Jadwal penerimaan material (M2.1) S2.4 Pemindahan Material ke Warehouse S2.5 Pembayaran Material Ketersediaan Material (P2.2, ES.4, M.2.2, D2.8) Ket. : Penjelasan kode-kode (mis. S1.1, S1.2, dll) lihat di Lampiran 3 Gambar 4.6 Pemetaan Level 3 Rantai Pasok Produk Vessel (As-Is Process) Sumber : Wawancara dengan Bagian Production Control PT. XYZ

17 64 Hasil yang ingin dicapai dari analisis level 3 adalah mencari penyebab terjadinya masalah dalam proses source. Metode yang digunakan untuk menelusuri akar masalah dalam proses tersebut adalah metode fishbone analysis yang berbentuk diagram sebab akibat. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bagian Production Control diperoleh diagram sebab akibat untuk prose source dalam Gambar 4.7. Masalah utama yang teridentifikasi adalah lemahnya perencanaan dalam pengelolaan pasokan material. Berangkat dari masalah utama ini, ditemukan 6 penyebab lemahnya perencanaan tersebut. Dari keenam penyebab ini, dilakukan penyelidikan lebih mendalam dan diperoleh 14 penyebab secara spesifik. Forecast kurang teliti Perencanaan pasokan tidak terintegrasi Pemesanan yang sporadis Lemahnya kebijakan perusahaan Tidak ada forecast model Terlalu banyak item yang diforecast Utilisasi software SAP masih rendah Peran dan tanggung jwb supply planning hanya di satu lokasi Klasifikasi ABC tidak update Kapasitas belum mencukupi Lokasi di luar pulau dan luar negeri Kinerja pemasok kurang memadai Kebijakan persediaan tidak didukung perusahaan Hemat biaya transportasi Tidak ada aturan bagi pemasok atas ketersediaan persediaan Tidak ada mekanisme filter di warehouse Manajemen persediaan kurang baik Lemahnya koordinasi antar bagian Warehouse tidak memberi sinyal posisi stok Tidak ada perencanaan persediaan Lemahnya pengelolaan material Gambar 4.7 Fishbone Analysis Untuk Proses Source Sumber : Wawancara dengan Bagian Production Control PT. XYZ 4.3 Pembahasan Pembahasan akan dilakukan secara bertahap sesuai dengan tahapan dalam analisis. Dimana antara tahap satu ke tahap berikutnya saling berkaitan satu sama lain. Pembahasan dimulai dari analisis level 1 dan seterusnya.

18 65 a. Level 1 Aplikasi SCOR Model diawali dengan mendefinisikan tujuan bisnis perusahaan. Hal ini dilakukan agar evaluasi kinerja rantai pasok fokus pada tujuan yang ingin dicapai. Tujuan bisnis PT. XYZ adalah memberikan tingkat layanan (service level) yang terbaik dan meningkatkan keuntungan perusahaan. Untuk mengetahui seberapa baik tujuan tersebut telah dicapai, dilakukan pengukuran terhadap empat metrik dalam SCOR yang bersesuaian dengan tujuan bisnis. Tabel 4.2 menunjukkan nilai aktual dari keempat metrik tersebut dan data benchmark yang diperoleh dari Council berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh APQC atas perusahaan-perusahaan industrial equipment secara global pada tahun Data benchmark terdiri dari tiga kategori, yaitu superior, advantage dan parity dengan urutan dari terbaik sampai menengah. Kategori superior diperoleh dari rata-rata 10% perusahaan dengan angka teratas. Kategori parity merupakan median (nilai tengah) dari seluruh perusahaan yang menjadi sample dalam survei. Sementara, angka pada kategori advantage merupakan titik tengah antara parity dan superior. Perfect order fulfillment (POF) merupakan metrik yang mengukur berapa persen jumlah pesanan dari total pesanan yang diterima dari customer yang terkirim dengan sempurna secara kuantitas, waktu dan kelengkapan kondisi serta dokumen pendukung. Nilai POF pada Tabel 4.2 menunjukkan bahwa sebanyak 86,89% dari total pesanan produk vessel telah dilayani dengan sempurna oleh PT. XYZ selama tahun Order fulfillment cycle time (OFCT) mengukur lamanya waktu antara pesanan diterima oleh PT. XYZ dari konsumen sampai pesanan diterima oleh konsumen dari PT. XYZ. Dan waktu yang dibutuhkan konsumen untuk memperoleh produk vessel dari PT. XYZ adalah 60 hari. Metrik biaya dalam SCOR Model, yaitu Cost of goods sold (COGS) digunakan untuk mengukur besarnya porsi biaya produk di dalam total pendapatan. Hal ini dapat memperlihatkan seberapa efisien perusahaan mengelola proses produksi sehingga biaya produksi dapat ditekan. Namun, data COGS ini tidak dapat diperoleh dan dianalisis lebih lanjut karena bersifat rahasia. Cash to cash cycle time (C2C) mengukur rentang waktu antara pembayaran A/P (account payable) dari perusahaan ke pemasok sampai pembayaran A/R (account receiveable) dari

19 66 konsumen ke perusahaan. Untuk metrik C2C, PT. XYZ mencatat waktu yang dibutuhkan adalah 90 hari dengan rincian : 90 hari persediaan, 60 hari A/P dan 60 hari A/R. Nilai C2C diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut : C2C = lama waktu persediaan + lama waktu A/R lama waktu A/P = 90 hari + 60 hari 60 hari = 90 hari Berdasarkan data pada Tabel 4.2 tersebut terlihat bahwa posisi PT. XYZ untuk keempat metrik berada di bawah kategori parity. Hal ini mengindikasikan bahwa kinerja PT. XYZ kurang efisien karena keempat metrik berada di bawah nilai median industri. Untuk meningkatkan kinerja berdasarkan metrik-metrik itu, terlebih dahulu harus ditetapkan kategori mana yang menjadi kinerja target (target performance) untuk masing-masing metrik. Karena kompleksitas rantai pasok yang cukup tinggi dan penekanan pada strategi fokus, maka target superior hanya ditetapkan untuk metrik-metrik yang mewakili tujuan bisnis yang pertama., yaitu POF ditargetkan mencapai 92,3% dan OFCT mencapai 22 hari. Sementara, target untuk metrik pendukung dari sisi biaya, COGS, ditargetkan pada posisi advantage yaitu sebesar 72% dan C2C ditargetkan pada parity menjadi sebesar 81 hari. Target-target yang telah ditetapkan akan digunakan untuk menghitung besarnya peningkatan pendapatan dengan berpedoman pada persentase laba kotor. Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel memperlihatkan besarnya opportunity atau kemungkinan besarnya peningkatan pendapatan bila kinerja untuk tiap metrik ditingkatkan sampai level yang ditargetkan. Pada metrik POF, besarnya peningkatan pendapatan yang bisa diperoleh bila tercapai target superior adalah $ per tahun. Untuk metrik OFCT, perbaikan hingga mencapai target superior berdampak pada kehandalan dalam pengiriman dan pengelolaan persediaan. Pada metrik COGS, peningkatan laba kotor yang dapat dihasilkan adalah $ per tahun. Terakhir, peningkatan yang dapat diperoleh untuk metrik C2C tidak dapat dihitung karena data bersifat rahasia. Namun, secara konsep semakin rendahnya C2C akan berdampak pada beban bunga yang harus dibayar. Jika C2C dapat dipercepat dari 90 hari menjadi 81 hari, artinya perputaran uang menjadi lebih

20 67 cepat selama 9 hari. Interval waktu perputaran uang dimulai dari pembayaran A/P ke pemasok sampai pembayaran A/R dari konsumen. Perputaran yang semakin cepat ini akan meningkatkan kemampuan perusahaan dalam membayar bunga atas hutang perusahaan. Besarnya beban bunga yang harus ditanggung sangat tergantung pada lamanya waktu pembayaran. Dengan meningkatnya kemampuan membayar bunga membuat beban bunga yang harus dibayar pun menurun. Disamping dapat mengurangi beban bunga yang harus dibayar, semakin cepatnya perputaran uang juga dapat mengurangi opportunity cost sehingga uang yang diperoleh dapat diinvestasikan di tempat atau bidang yang lain. Untuk melengkapi data kuantitatif pada level 1, dalam Gambar 4.2 diperlihatkan rantai pasok dari produk vessel yang memperlihatkan elemenelemen dari rantai pasok secara umum. Elemen-elemen dari rantai pasok terdiri dari para pemasok (termasuk di dalamnya pemasok dari pemasok), PT. XYZ yang terbagi atas tiga elemen yaitu Bagian Pergudangan, Bagian Produksi dan Departemen Pemasaran dan Administrasi, PT. ABC sebagai konsumen langsung dari PT. XYZ dan terakhir konsumen akhir yang terdiri dari perusahaanperusahaan yang membeli vessel produksi PT. XYZ melalui PT. ABC. Keputusan yang dapat diambil dari pembahasan level 1 adalah kinerja rantai pasok PT. XYZ untuk memberikan layanan yang terbaik dan keuntungan bagi perusahaan tergolong kurang baik. Untuk itu perlu dilakukan penelusuran lebih lanjut apa yang menyebabkan kinerja rantai pasok masih rendah. Penelusuran akan dilakukan pada level berikutnya, yaitu di level 2. b. Level 2 Berdasarkan hasil dari level 1, evaluasi kinerja rantai pasok dilanjutkan dengan melakukan pemetaan secara rinci atas semua aktivitas yang ada dalam pemenuhan kebutuhan konsumen. Pemetaan pertama pada Gambar 4.4 berupa pemetaan secara geografis (geographic map) memperlihatkan aliran material dan informasi secara geografis mulai dari pemasok sampai konsumen akhir. Terlihat bahwa PT. XYZ memiliki beberapa pemasok di sejumlah wilayah yang berbeda termasuk di luar negeri. Namun perlu ditegaskan, bahwa semua konsumen akhir ini tidak dilayani langsung oleh PT. XYZ melainkan melalui PT. ABC. Artinya, vessel yang dipesan oleh konsumen akan dikirimkan oleh PT. ABC bersama

21 68 dengan unit (truk) setelah dipasang vessel. Dalam pemetaan ini juga diperlihatkan aktivitas make source, deliver dan return yang dilakukan oleh setiap elemen rantai pasok. Selain untuk melihat proses rantai pasok berdasarkan lokasi dari setiap elemen, pemetaan geografis juga membantu untuk membuat pemetaan kedua dalam bentuk diagram (thread diagram). Diagram dalam Gambar 4.4 memberikan gambaran lebih jelas mengenai aliran material dan informasi dari pemasok sampai konsumen dan melihat aktivitas yang tidak terhubung dengan baik (disconnect analysis). Berdasarkan pemetaan tersebut, aktivitas pengadaan material (source) yang dilakukan berdasarkan pesanan yang datang (source to order) dan proses produksi yang berjalan bila ada pesanan (make to order) memperlihatkan proses yang tidak terhubung dengan baik (disconnect). Kedua aktivitas inilah yang menyebabkan OFCT menjadi sangat lama dan POF kurang optimal. Hasil tersebut diperkuat dengan data kuantitif, yaitu dengan mengukur nilai POF dan OFCT pada masing-masing proses source, make dan deliver. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Bagian Production Control, nilai OFCT dan POF dapat dilihat pada Tabel 4.6. Proses source memiliki kinerja yang paling rendah karena memiliki nilai POF paling kecil (81%) dan OFCT paling lama (60 hari). Hal ini merupakan bukti bahwa kinerja rantai pasok yang rendah (POF = 86,89% dan OFCT = 90 hari) untuk mendukung tujuan bisnis pertama disebabkan oleh kinerja proses source yang rendah. c. Level 3 Analisis level 3 dilakukan berdasarkan hasil dari analisis level 1 yang memperlihatkan bahwa kinerja rantai pasok yang rendah disebabkan oleh kinerja pada proses source yang rendah pula. Untuk mengetahui apa yang menyebabkan kinerja proses source menjadi rendah, maka pada level 3 ini dilakukan pemetaan atas semua aktvitas dalam proses source yang terbagi atas tiga bagian, yaitu : input, proses dan output. Gambar 4.6 menampilkan semua aktivitas yang dilakukan dalam proses source mulai dari perencanaan produksi (forecasting) sampai pembayaran material yang dipesan dari pemasok. Dengan mengamati aktivitas-aktvitas yang cukup panjang tersebut, maka dapat dikatakan bahwa dengan proses make to

22 69 order seharusnya didukung dengan proses source to stock (menyimpan persediaan pada level tertentu) untuk memperpendek waktu tunggu (OFCT) dan meningkatkan pelayanan (POF). Untuk itu dilakukan perubahan dari proses source to order pada Gambar 4.6 (As-Is Process) menjadi source to stock pada Gambar 4.8 (To-Be Process). Kurang sesuainya penggunaan proses source to order jika dipasangkan dengan proses make to order diperkuat oleh sejumlah masalah yang tergambar dalam diagram sebab akibat atau fishbone analysis (Gambar 4.7). Pengelolaan material yang buruk disebabkan oleh 6 penyebab secara umum dan dirinci dalam 14 sebab secara spesifik. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bagian Production Control dikatakan bahwa faktor utama yang menyebabkan lemahnya pengelolaan material adalah manajemen persediaan kurang baik. Kurang baiknya manajemen persediaan disebut sebagai faktor utama karena faktor ini juga yang menyebabkan munculnya sebagian besar penyebab umum lainnya. Berdasarkan hubungan ini maka dapat dikatakan bahwa akar masalah dari lemahnya pengelolaan material adalah karena manajemen persediaan kurang baik. Kurang baik atau rendahnya kinerja manajemen persediaan dipicu oleh beberapa hal, diantaranya adalah perencanaan persediaan yang buruk karena bagian pergudangan tidak memberikan sinyal mengenai posisi stok secara akurat. Selain itu perencanaan persediaan menjadi lemah juga disebabkan oleh adanya masalah dalam koordinasi antara bagian-bagian yang terkait dengan aktivitas pemesanan material. Oleh karena itu, di gudang seringkali terjadi penumpukan beberapa jenis material atau komponen sedangkan komponen lain sama sekali tidak tersedia (kosong). Kondisi ini membuat proses produksi terhambat dan akhirnya pengiriman pesanan kepada konsumen menjadi terlambat. Penerapan perubahan pengelolaan material dari source to order menjadi source to stock terbagi menjadi dua bagian, yaitu : a. Perubahan pengelolaan material diterapkan untuk semua material. Perubahan dilakukan agar waktu tunggu (OFCT) menjadi lebih pendek dan tingkat layanan dengan sempurna (POF) meningkat. b. Apabila perubahan tidak memungkinkan diterapkan pada semua material, maka perubahan pengelolaan material dapat diberlakukan hanya untuk

23 70 material tertentu yang memiliki waktu tunggu paling lama. Sedangkan pengelolaan material yang lain masih tetap menggunakan proses source to order. Dengan melakukan perubahan dalam proses source, PT. XYZ juga harus merubah strategi untuk mendukung perubahan ini. Selain mengubah strategi, PT. XYZ juga harus memperhatikan biaya-biaya yang timbul akibat perubahan ini seperti meningkatnya biaya penyimpanan (holding cost), kerusakan dan lain sebagainya. Peningkatan biaya ini dapat dibandingkan dengan besarnya kenaikan pendapatan yang diperoleh dari gap analysis untuk menghitung trade-off dari alternatif ini. Untuk melakukan perubahan proses source ini terdapat beberapa hal penting yang harus dipersiapkan oleh PT. XYZ, yaitu : Dana untuk investasi yang lebih besar karena meningkatnya persediaan. Meningkatkan kapasitas gudang untuk menampung peningkatan persediaan. Sistem manajemen persediaan yang baik untuk menjaga keseimbangan jumlah persediaan. Selain melakukan perubahan proses source dari source to order menjadi source to stock, alternatif lain yang dapat dilakukan adalah menerapkan Vendor Managed Inventory (VMI). Konsep dari VMI ialah pengalihan tugas pengelolaan persediaan (inventory) dari PT. XYZ ke pemasok. Dengan menerapkan VMI diharapkan kebutuhan material terpenuhi dengan baik namun biaya persediaan dapat dikurangi.

24 71 S1 Source to Stock Product Inputs (P2.4) Perencanaan pengadaan material (M2.1) Kebutuhan material bulanan (ES.4) Data tingkat persediaan Permintaan material Spesifikasi material Material dikirim oleh pemasok Surat jalan pengiriman Bukti penerimaan barang Permintaan pengujian barang Sampel material Process Element S1.1 PO material dikirim melalui facsimile S1.2 Penerimaan Material S1.3 Pengujian kualitas material oleh Departemen QC Bukti Penerimaan Material Salinan PO (ES.1, ES.2, ES.6) Dokumen Pelulusan Material Menempatkan material (ES.4), (EM) Hasil Pengujian Material (ES1, ES.2) Payment Term (ES.9) Payment Request (ES.9) Dokumen Pelulusan Material Outputs PO diterima oleh pemasok (P2.2, ES.9) Jadwal penerimaan material (M2.1) S1.4 Pemindahan Material ke Warehouse S1.5 Pembayaran Material Ketersediaan Material (P2.2, ES.4, M.2.2, D2.8) Ket. : Penjelasan kode-kode (mis. S1.1, S1.2, dll) lihat di Lampiran 3 Gambar 4.8 Pemetaan Level 3 Rantai Pasok Produk Vessel (To-Be Process) Sumber : Wawancara dengan Bagian Production Control PT. XYZ

BAB V HASIL DAN ANALISIS

BAB V HASIL DAN ANALISIS BAB V HASIL DAN ANALISIS 5.1 Gambaran Rantai Pasok di PT. Indoturbine PT. Indoturbine yang bergerak dibidang distributor solar turbine parts seperti yang dijelaskan pada bab II, sebagai gambaran rantai

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi Penelitian dan Pengumpulan Data. tempat dan waktu btertentu. Metode pengumpulan dengan melakukan

III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi Penelitian dan Pengumpulan Data. tempat dan waktu btertentu. Metode pengumpulan dengan melakukan 41 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metodologi Penelitian dan Pengumpulan Data Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus yaitu pengamatan yang bersifat spesifik dan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 21 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Tingginya persaingan bisnis di berbagai bidang industri, telah meningkatkan daya saing perusahaan menjadi penting dalam hal efektifitas dan

Lebih terperinci

PEMBUKTIAN PENERAPAN SCOR MODEL VERSI 10.0 PADA PERUSAHAAN DISTRIBUTOR (PT SURYA PERDANA LESTARI) DENGAN PERUSAHAAN PRODUKSI

PEMBUKTIAN PENERAPAN SCOR MODEL VERSI 10.0 PADA PERUSAHAAN DISTRIBUTOR (PT SURYA PERDANA LESTARI) DENGAN PERUSAHAAN PRODUKSI PEMBUKTIAN PENERAPAN SCOR MODEL VERSI 10.0 PADA PERUSAHAAN DISTRIBUTOR (PT SURYA PERDANA LESTARI) DENGAN PERUSAHAAN PRODUKSI Ian Darma Saputra, Haryadi Sarjono Department of Management, School of Business

Lebih terperinci

EVALUASI SUPPLY CHAIN MANAGEMENT DENGAN PENDEKATAN SCOR MODEL VERSI 8.0 (Studi Kasus di PT. XYZ)

EVALUASI SUPPLY CHAIN MANAGEMENT DENGAN PENDEKATAN SCOR MODEL VERSI 8.0 (Studi Kasus di PT. XYZ) EVALUASI SUPPLY CHAIN MANAGEMENT DENGAN PENDEKATAN SCOR MODEL VERSI 8.0 (Studi Kasus di PT. XYZ) TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Manajemen JULIANA ROULI 0606147541

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Jenis / Desain Penelitian Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data yang objektif, valid, dan reliabel dengan tujuan dapat ditemukan, dibuktikan dan

Lebih terperinci

Pengukuran Kinerja Manajemen Rantai Pasokan dengan SCOR Model 9.0 (Studi Kasus di PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk)

Pengukuran Kinerja Manajemen Rantai Pasokan dengan SCOR Model 9.0 (Studi Kasus di PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk) Mutakin, Hubeis Pengukuran Kinerja Manajemen Rantai Pasokan 89 Pengukuran Kinerja Manajemen Rantai Pasokan dengan SCOR Model 9.0 (Studi Kasus di PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk) Anas Mutakin Alumni

Lebih terperinci

Pengukuran Kinerja SCM

Pengukuran Kinerja SCM Pengukuran Kinerja SCM Pertemuan 13-14 Dalam SCM, manajemen kinerja dan perbaikan secara berkelanjutan merupakan salah satu aspek fundamental. Oleh sebab itu diperlukan suatu sistem pengukuran yang mampu

Lebih terperinci

Analisis Performansi Supply Chain Management Menggunakan Model Supply Chain Operation Reference (SCOR)

Analisis Performansi Supply Chain Management Menggunakan Model Supply Chain Operation Reference (SCOR) Petunjuk Sitasi: Henny, & Kharisma, A. L. (2017). Analisis Performansi Management Menggunakan Model Operation Reference (SCOR). Prosiding SNTI dan SATELIT 2017 (pp. H131-136). Malang: Jurusan Teknik Industri

Lebih terperinci

PENGUKURAN KINERJA PENJADWALAN PRODUKSI PADA IKM TEKSTIL BAJU MUSLIM XYZ DENGAN METODE SCOR

PENGUKURAN KINERJA PENJADWALAN PRODUKSI PADA IKM TEKSTIL BAJU MUSLIM XYZ DENGAN METODE SCOR PENGUKURAN KINERJA PENJADWALAN PRODUKSI PADA IKM TEKSTIL BAJU MUSLIM XYZ DENGAN METODE SCOR Mariyatul Qibtiyah 1), Nunung Nurhasanah 2), Widya Nurcahayanty Tanjung 3) 1),2),3 ) Teknik Industri, Universitas

Lebih terperinci

Pengukuran Kinerja Supply Chain

Pengukuran Kinerja Supply Chain Pengukuran Kinerja Supply Chain Pentingnya Sistem Pengukuran Kinerja Monitoring dan pengendalian Mengkomunikasikan tujuan organisasi ke fungsi-fungsi pada supply chain Mengetahui dimana posisi suatu organisasi

Lebih terperinci

Bab V Pengolahan Data dan Analisis

Bab V Pengolahan Data dan Analisis 20 Bab V Pengolahan Data dan Analisis V. Analisis Model Menurut SCOR Versi 9.0, atribut SCOR terdiri atas: Atribut dari sisi pelanggan. Keandalan (Reliability) 2. Ketanggapan (Responsiveness). Ketangkasan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Manajemen penting adanya dalam kehidupan manusia sehari-hari. Dalam sub bab ini akan dibahas mengenai pengertian manajemen dan fungsi dari manajemen. 2.1.1 Pengertian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan dipresentasikan metodelogi penelitian yang diuraikan menjadi tujuh sub bab yaitu fokus kajian dan tempat, diagram alir penelitian, k-chart penelitian, konseptual

Lebih terperinci

SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS)

SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS) SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS) Mahasiswa mampu menjelaskan perancangan dan pengelolaan rantai pasok dalam organisasi 1. Rancangan rantai pasok dalam organisasi 2. Rantai pasok pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Definisi Supply Chain dan Supply Chain Management

II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Definisi Supply Chain dan Supply Chain Management II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Definisi Supply Chain dan Supply Chain Management Menurut Punjawan (2005) definisi dari supply chain adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Profil Perusahaan PT. Mahkotadewa Indonesia adalah salah satu perusahaan yang memproduksi obat tradisional yang terbuat dari herbal di Indonesia.Usaha ini berawal dari Kelompok

Lebih terperinci

EVALUASI MANAJEMEN RANTAI PASOK DENGAN MODEL SUPPLY CHAIN OPERATION REFERENCE (SCOR) DI PT. INDOTURBINE TESIS ERI MARLAPA

EVALUASI MANAJEMEN RANTAI PASOK DENGAN MODEL SUPPLY CHAIN OPERATION REFERENCE (SCOR) DI PT. INDOTURBINE TESIS ERI MARLAPA EVALUASI MANAJEMEN RANTAI PASOK DENGAN MODEL SUPPLY CHAIN OPERATION REFERENCE (SCOR) DI PT. INDOTURBINE TESIS ERI MARLAPA 55113120335 PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS MERCU BUANA

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Persaingan perusahaan-perusahaan sangat ketat dalam era globalisasi ini yang menghendaki perdagangan bebas. Persaingan yang sengit dalam pasar global sekarang ini,

Lebih terperinci

PERFORMANCE MEASUREMENT (Pengukuran Kinerja) Supply Chain Management. Ir. Dicky Gumilang, MSc. Universitas Esa Unggul July 2017

PERFORMANCE MEASUREMENT (Pengukuran Kinerja) Supply Chain Management. Ir. Dicky Gumilang, MSc. Universitas Esa Unggul July 2017 PERFORMANCE MEASUREMENT (Pengukuran Kinerja) Supply Chain Management Ir. Dicky Gumilang, MSc. Universitas Esa Unggul July 2017 Objektif Pembelajaran (Learning Objectives) Mahasiswa bisa: Menjelaskan mengapa

Lebih terperinci

PENGUKURAN KINERJA SCOR PADA PERENCANAAN BAHAN BAKU DI IKM TPT ABC DAN XYZ DENGAN PENDEKATAN OBJECTIVE MATRIX

PENGUKURAN KINERJA SCOR PADA PERENCANAAN BAHAN BAKU DI IKM TPT ABC DAN XYZ DENGAN PENDEKATAN OBJECTIVE MATRIX PENGUKURAN KINERJA SCOR PADA PERENCANAAN BAHAN BAKU DI IKM TPT ABC DAN XYZ DENGAN PENDEKATAN OBJECTIVE MATRIX Meliantika 1), Widya Nurcahaya Tanjung 2), Nunung Nurhasanah 3) 1)2)3) Teknik Industri, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Supply chain (rantai pasok) merupakan suatu sistem yang

BAB I PENDAHULUAN. Supply chain (rantai pasok) merupakan suatu sistem yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Supply chain (rantai pasok) merupakan suatu sistem yang mengintegrasikan seluruh proses bisnis pada suatu produk mulai dari hulu hingga ke hilir dengan tujuan menyampaikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Material Requirements Planning 2.1.1 Definisi MRP MRP adalah dasar komputer mengenai perencanaan produksi dan inventory control. MRP juga dikenal sebagai tahapan waktu perencanaan

Lebih terperinci

A. Pengertian Supply Chain Management

A. Pengertian Supply Chain Management A. Pengertian Supply Chain Management Supply Chain adalah adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR MAGISTER.. HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING TESIS HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS ABSTRAKSI.

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR MAGISTER.. HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING TESIS HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS ABSTRAKSI. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR MAGISTER.. HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING TESIS HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS ABSTRAKSI. DAFTAR ISI. DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL.

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS Analisis SCOR (Supply Chain Operation Reference)

BAB V ANALISIS Analisis SCOR (Supply Chain Operation Reference) BAB V ANALISIS Bab ini berisi tentang analisis yang dilakukan pada pengolahan data yang telah diolah. Pada bab ini berisi mengenai analisis SCOR (Supply Chain Operation Reference) dan analisis desain traceability.

Lebih terperinci

Pengukuran Kinerja Supply Chain

Pengukuran Kinerja Supply Chain Pengukuran Kinerja Supply Chain Pentingnya Sistem Pengukuran Kinerja Monitoring dan pengendalian Mengkomunikasikan tujuan organisasi ke fungsi-fungsi pada supply chain Mengetahui dimana posisi suatu organisasi

Lebih terperinci

#14 PENGUKURAN KINERJA SCM

#14 PENGUKURAN KINERJA SCM #14 PENGUKURAN KINERJA SCM Dalam SCM, manajemen kinerja dan perbaikan secara berkelanjutan merupakan salah satu aspek fundamental. Oleh sebab itu diperlukan suatu sistem pengukuran yang mampu mengevaluasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bisnis (Naslund et al., 2010). Manajemen rantai pasok melibatkan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bisnis (Naslund et al., 2010). Manajemen rantai pasok melibatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari survey yang dilakukan Accenture pada tahun 2010 terhadap sejumlah eksekutif perusahaan, sebanyak 89% menyatakan bahwa manajemen rantai pasok (Supply Chain Management,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Manajemen Rantai Pasok (Supply Chain Management)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Manajemen Rantai Pasok (Supply Chain Management) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Manajemen Rantai Pasok (Supply Chain Management) Manajemen rantai pasok (supply chain management) merupakan isu yang sedang hangat dibicarakan saat ini. Sebagai dasar

Lebih terperinci

Supply Chain Management. Tita Talitha,MT

Supply Chain Management. Tita Talitha,MT Supply Chain Management Tita Talitha,MT 1 Materi Introduction to Supply Chain management Strategi SCM dengan strategi Bisnis Logistics Network Configuration Strategi distribusi dan transportasi Inventory

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi adalah proses, prinsip, dan prosedur yang digunakan untuk mendekati masalah dalam mencari jawaban. Dengan ungkapan lain, metodologi adalah pendekatan umum untuk

Lebih terperinci

ENTERPRISE RESOURCE PLANNING

ENTERPRISE RESOURCE PLANNING ENTERPRISE RESOURCE PLANNING 06 ERP: SCM SUPPLY CHAIN MANAGEMENT SCM adalah satu rangkaian bisnis demand dan supply yang melibatkan perusahaan dengan mitra kerjanya. Kelancaran proses dalam supply chain

Lebih terperinci

B A B 5. Ir.Bb.INDRAYADI,M.T. JUR TEK INDUSTRI FT UB MALANG 1

B A B 5. Ir.Bb.INDRAYADI,M.T. JUR TEK INDUSTRI FT UB MALANG 1 B A B 5 1 VSM adalah suatu teknik / alat dari Lean berupa gambar yg digunakan untuk menganalisa aliran material dan informasi yg disiapkan untuk membawa barang dan jasa kepada konsumen. VSM ditemukan pada

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan terhadap supply chain proses interfacing antara perusahaan dengan supplier PT XYZ, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai

Lebih terperinci

Sistem Produksi. Produksi. Sistem Produksi. Sistem Produksi

Sistem Produksi. Produksi. Sistem Produksi. Sistem Produksi Sistem Produksi Sistem Produksi 84 Produksi Produksi disebut juga dengan istilah manufaktur merupakan salah satu fungsi dalam perusahaan (fungsi lainnya a.l pemasaran, personalia, dan finansial). Produksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam sepuluh tahun terakhir, industri alat berat Indonesia berkembang sangat pesat. Bahkan, untuk wilayah Asia Tenggara, Indonesia merupakan negara dengan industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri retail dan chain store telah berkembang pesat dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan customer, baik dalam skala internasional, nasional, bahkan lokal. Walmart

Lebih terperinci

Seminar Nasional IENACO ISSN: ANALISIS PERFORMANSI RANTAI PASOK DENGAN MODEL SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE DI PD.

Seminar Nasional IENACO ISSN: ANALISIS PERFORMANSI RANTAI PASOK DENGAN MODEL SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE DI PD. ANALISIS PERFORMANSI RANTAI PASOK DENGAN MODEL SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE DI PD. RIKI FAMILY I.Made Aryantha Anthara Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer, Universitas

Lebih terperinci

BAB IV PERANCANGAN. 4.1 Proses Bisnis Pengadaan Barang

BAB IV PERANCANGAN. 4.1 Proses Bisnis Pengadaan Barang BAB IV PERANCANGAN Pada tahap perancangan ini akan dilakukan perancangan proses pengadaan barang yang sesuai dengan proses bisnis rumah sakit umum dan perancangan aplikasi yang dapat membantu proses pengadaan

Lebih terperinci

PENGUKURAN DAN PENINGKATAN KINERJA RANTAI PASOKAN DENGAN PENDEKATAN SCOR (SUPPLY CHAIN DI PT. XYZ TUGAS SARJANA DEA DARA DAFIKA SIAGIAN NIM.

PENGUKURAN DAN PENINGKATAN KINERJA RANTAI PASOKAN DENGAN PENDEKATAN SCOR (SUPPLY CHAIN DI PT. XYZ TUGAS SARJANA DEA DARA DAFIKA SIAGIAN NIM. PENGUKURAN DAN PENINGKATAN KINERJA RANTAI PASOKAN DENGAN PENDEKATAN SCOR (SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE) DAN LEAN SIX SIGMA DI PT. XYZ TUGAS SARJANA Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Peningkatan persaingan industri baik industri manufaktur maupun industri jasa akibat adanya perdagangan bebas menyebabkan seluruh industri berusaha untuk melakukan

Lebih terperinci

PEMODELAN SUPPLY CHAIN MANAGEMENT MENGGUNAKAN SCORE MODEL UNTUK OBAT DAN ALAT KESEHATAN DI RUMAH SAKIT Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG

PEMODELAN SUPPLY CHAIN MANAGEMENT MENGGUNAKAN SCORE MODEL UNTUK OBAT DAN ALAT KESEHATAN DI RUMAH SAKIT Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG PEMODELAN SUPPLY CHAIN MANAGEMENT MENGGUNAKAN SCORE MODEL UNTUK OBAT DAN ALAT KESEHATAN DI RUMAH SAKIT Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG Dadan Teja Nugraha Program Studi Magister Sistem Informasi, Fakultas Pascasarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kurun waktu terakhir, persaingan dalam bidang ekonomi semakin kuat. Dipengaruhi dengan adanya perdagangan bebas, tingkat kompetisi menjadi semakin ketat. Hal

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN i DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN i iii iii iv 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 Rumusan Masalah 4 Tujuan Penelitian 4 Manfaat Penelitian 5 Ruang Lingkup Penelitian 5 2 TINJAUAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 TEKNOLOGI PROSES PRODUKSI Proses produksi PT Amanah Prima Indonesia dimulai dari adanya permintaan dari konsumen melalui Departemen Pemasaran yang dicatat sebagai pesanan dan

Lebih terperinci

PENGUKURAN KINERJA SCM

PENGUKURAN KINERJA SCM PENGUKURAN KINERJA SCM Bahan Kuliah Fakultas : Ekonomi Program Studi : Manajemen Tahun Akademik : Genap 2012/2013 Kode Mata Kuliah : EMA 402 Nama Mata Kuliah : Manajemen Rantai Pasokan Materi : #14 Dosen

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian 81 Bab III Metodologi Penelitian III.1 Obyek Penelitian Obyek penelitian adalah Direktorat Aerostructure PT. Dirgantara Indonesia di Bandung. III.2 Metode Penelitian Menurut Yin (1996), bentuk pertanyaan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. untuk mengetahui penilaian kinerja persediaan produk Trigger Coil pada PT. ETB

BAB IV METODE PENELITIAN. untuk mengetahui penilaian kinerja persediaan produk Trigger Coil pada PT. ETB 46 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Jenis rancangan penelitian yang digunakan adalah observasi analitik yaitu untuk mengetahui penilaian kinerja persediaan produk Trigger Coil pada PT.

Lebih terperinci

Pembahasan Materi #4

Pembahasan Materi #4 1 EMA402 Manajemen Rantai Pasokan Pembahasan 2 Kompetisi Waktu Alasan Perhitungan Waktu Siklus Hidup Produk Waktu Sebagai Strategi Konsep dan Cara Pandang Lead Time Manajemen Pipeline Logistik Added Cost

Lebih terperinci

EVALUASI AKTIVITAS SUPPLY CHAIN PENGADAAN BAHAN BAKU PRODUK SAMBAL PT XYZ UNTUK OPTIMALISASI PROFIT

EVALUASI AKTIVITAS SUPPLY CHAIN PENGADAAN BAHAN BAKU PRODUK SAMBAL PT XYZ UNTUK OPTIMALISASI PROFIT EVALUASI AKTIVITAS SUPPLY CHAIN PENGADAAN BAHAN BAKU PRODUK SAMBAL PT XYZ UNTUK OPTIMALISASI PROFIT RESEARCH AUDREY MARGARETA WIDJAJA (0840000464) BINUS BUSINESS SCHOOL PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN

Lebih terperinci

SAP FUNDAMENTALS LOGISTICS PART I

SAP FUNDAMENTALS LOGISTICS PART I LOGISTICS PART I Logistics Logistik adalah seluruh proses yang melibatkan barang / jasa yang diproduksi kemudian dijual oleh perusahaan tersebut Mulai dari persiapan sebelum produksi, proses produksi itu

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN

V. KESIMPULAN DAN SARAN V. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan 1) Anggota rantai pasok bisnis suku cadang PT. TAM, yaitu supplier (mata rantai 1), TAM (mata rantai 2) sebagai agen tunggal pemegang merk Toyota, main dealer Toyota

Lebih terperinci

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT ( SCM ) Prof. Made Pujawan

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT ( SCM ) Prof. Made Pujawan SUPPLY CHAIN MANAGEMENT ( SCM ) Prof. Made Pujawan Pendahuluan Pelaku industri mulai sadar bahwa untuk menyediakan produk yang murah, berkualitas dan cepat, perbaikan di internal perusahaan manufaktur

Lebih terperinci

TECHNICAL MEETING PRACTICAL GAME MANAJEMEN LOGISTIK LOGO

TECHNICAL MEETING PRACTICAL GAME MANAJEMEN LOGISTIK LOGO TECHNICAL MEETING PRACTICAL GAME MANAJEMEN LOGISTIK LOGO www.themegallery.com Apa itu Practical Game? LOGO www.themegallery.com Practical Game adalah permainan ditujukan pada pemahaman konsep pengelolaan

Lebih terperinci

5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR

5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR 5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR 5.1 Kinerja Rantai Pasok Kinerja rantai pasok merupakan ukuran kinerja secara keseluruhan rantai pasok tersebut (Chopra

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab II Tinjauan Pustaka ini berisi tentang konsep aktivitas supply chain, Inventory Raw material, Inventory Cost, dan formulasi Basnet dan Leung. 2.1 Supply Chain Semua perusahaan

Lebih terperinci

ERP (Enterprise Resource Planning) Pertemuan 2

ERP (Enterprise Resource Planning) Pertemuan 2 ERP (Enterprise Resource Planning) Pertemuan 2 outline Proses Bisnis Perusahaan Manufaktur Rantai Pasok, SCM dan ERP Kebutuhan dan Manfaat Sistem Terintegrasi Proses Bisnis Perusahaan Manufaktur Sub Bab

Lebih terperinci

Hakikat Rantai Pasokan

Hakikat Rantai Pasokan 1 EMA402 Manajemen Rantai Pasokan Hakikat Rantai Pasokan 2 Jaringan organisasi yang menyangkut hubungan ke hulu (upstreams) dan ke hilir (downstreams), dalam proses dan kegiatan yang berbeda yang menghasilkan

Lebih terperinci

KONSEP PENGUKURAN KINERJA SUPPLY CHAIN MANAGEMENT PADA SYSTEM MANUFACTUR

KONSEP PENGUKURAN KINERJA SUPPLY CHAIN MANAGEMENT PADA SYSTEM MANUFACTUR KONSEP PENGUKURAN KINERJA SUPPLY CHAIN MANAGEMENT PADA SYSTEM MANUFACTUR DENGAN MODEL PERFORMANCE OF AKTIVITY ( POA ) DAN SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE ( SCOR ) Sidarto Jurusan Teknik Industri, Fakultas

Lebih terperinci

PENGUKURAN KINERJA SUPPLY CHAIN DI PT XYZ DENGAN MENGGUNAKAN METODE SCOR

PENGUKURAN KINERJA SUPPLY CHAIN DI PT XYZ DENGAN MENGGUNAKAN METODE SCOR PENGUKURAN KINERJA SUPPLY CHAIN DI PT XYZ DENGAN MENGGUNAKAN METODE SCOR Dimas Satria Rinaldy, Patdono Suwignjo Manajemen Industri, Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Lebih terperinci

KONSEP SISTEM INFORMASI

KONSEP SISTEM INFORMASI CROSS FUNCTIONAL MANAGEMENTS Materi Bahasan Pertemuan 6 Konsep Dasar CRM Contoh Aliran Informasi CRM Konsep Dasar SCM Contoh Aliran Informasi SCM 1 CRM Customer Relationship Management Konsep Dasar CRM

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Kepuasan pelanggan ditentukan oleh bagaimana perusahaan dapat memenuhi tuntutan dalam hal pemenuhan kualitas yang diinginkan, kecepatan merespon permintaan,

Lebih terperinci

SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS)

SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS) SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS) Mahasiswa mampu menjelaskan perancangan dan pengelolaan rantai pasok dalam organisasi 1. Integrasi rantai pasok dalam organisasi 2. Dinamika rantai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini sektor industri terus berkembang,sehingga segala aspek yang terdapat pada sebuah industri sangat menentukan keberhasilan dan kemajuan industri tersebut.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Persediaan Persediaan (inventory) adalah sumber daya ekonomi fisik yang perlu diadakan dan dipelihara untuk menunjang kelancaran produksi, meliputi bahan baku (raw

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL PENGUKURAN KINERJA SUPPLY CHAIN DI PT. INDOMAPAN INTISARI

PENGEMBANGAN MODEL PENGUKURAN KINERJA SUPPLY CHAIN DI PT. INDOMAPAN INTISARI PENGEMBANGAN MODEL PENGUKURAN KINERJA SUPPLY CHAIN DI PT. INDOMAPAN Dira Ernawati Teknik Industri, FTI-UPN Veteran Jawa Timur INTISARI Tujuan dari managemen Supply Chain adalah untuk meminimalkan biaya

Lebih terperinci

PENGUKURAN KINERJA DENGAN MENGGUNAKAN SUPPLY CHAIN MELALUI PENDEKATAN SCOR MODEL DI PT. LASER JAYA SAKTI,Tbk GEMPOL, PASURUAN SKRIPSI

PENGUKURAN KINERJA DENGAN MENGGUNAKAN SUPPLY CHAIN MELALUI PENDEKATAN SCOR MODEL DI PT. LASER JAYA SAKTI,Tbk GEMPOL, PASURUAN SKRIPSI PENGUKURAN KINERJA DENGAN MENGGUNAKAN SUPPLY CHAIN MELALUI PENDEKATAN SCOR MODEL DI PT. LASER JAYA SAKTI,Tbk GEMPOL, PASURUAN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

Dari. Logistics Value Creation PROPOSISI

Dari. Logistics Value Creation PROPOSISI PROPOSISI Logistics Value Creation Dari perspektif konsumen, logistik merupakan kegiatan untuk menyampai kan produk ke konsumen secara tepat, yang memenuhi tujuh kriteria tepat. Dikenal dengan tujuh tepat

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Pengumpulan Data & Analisis Pemilihan Pemasok 4.1.1 Hierarki Keputusan Pemilihan Pemasok Pada proyek D80N (D64G), PT. XXXX menetapkan sejumlah kriteria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi dewasa ini menjadi kenyataan yang harus dihadapi oleh setiap negara. Proses interaksi antar negara terjadi di berbagai bidang, salah satunya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsional Logistic merupakan unit bisnis yang memiliki fungsi sebagai

BAB I PENDAHULUAN. fungsional Logistic merupakan unit bisnis yang memiliki fungsi sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Logistic merupakan bagian penting bagi setiap perusahaan, secara fungsional Logistic merupakan unit bisnis yang memiliki fungsi sebagai penghubung secara langsung maupun

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA SUPPLY CHAIN PADA PERUSAHAAN GULA ABSTRAK

ANALISIS KINERJA SUPPLY CHAIN PADA PERUSAHAAN GULA ABSTRAK ANALISIS KINERJA SUPPLY CHAIN PADA PERUSAHAAN GULA MT Safirin Jurusan Teknik Industri UPN Veteran Jawa Timur ABSTRAK Salah satu aspek penting yang akhir-akhir banyak diteliti dan didiskusikan oleh para

Lebih terperinci

Bab 3 Faktor Pengendali Supply Chain

Bab 3 Faktor Pengendali Supply Chain Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Bab 3 Faktor Pengendali Supply Chain Dr. Eko Ruddy Cahyadi 3-1 Pengendali kinerja Supply Chain Fasilitas Persediaan Transportasi

Lebih terperinci

MANAJEMEN RANTAI PASOKAN. Suhada, ST, MBA

MANAJEMEN RANTAI PASOKAN. Suhada, ST, MBA MANAJEMEN RANTAI PASOKAN Suhada, ST, MBA MATERI Supply Chain Supply Chain Management ERP MODULES (POSISI SCM, CRM) ERP Modules (Posisi SCM, CRM) SUPPLY CHAIN Sebuah rangkaian atau jaringan perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kompetisi telah memaksa industri consumer products untuk menyediakan

BAB I PENDAHULUAN. Kompetisi telah memaksa industri consumer products untuk menyediakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Isu Konseptual Kompetisi telah memaksa industri consumer products untuk menyediakan layanan purna jual dalam rangka meningkatkan penjualan. Nilai dan kepuasan

Lebih terperinci

Addr : : Contact No :

Addr : : Contact No : email Addr : heriyanto.lucky@gmail.com : dewa_emas@yahoo.com Contact No : 081318170013 SISTEM INDUSTRI MANUFAKTUR Industri manufaktur didefinisikan sebagai industri yang membuat produk dari bahan mentah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di zaman yang global ini persaingan bisnis berjalan cukup ketat dan mengharuskan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di zaman yang global ini persaingan bisnis berjalan cukup ketat dan mengharuskan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman yang global ini persaingan bisnis berjalan cukup ketat dan mengharuskan manajemen untuk memberikan terobosan yang strategis untuk tetap dapat mengembangkan

Lebih terperinci

Pengukuran Kinerja Supply Chain Dengan Pendekatan Supply Chain Operation References (SCOR)

Pengukuran Kinerja Supply Chain Dengan Pendekatan Supply Chain Operation References (SCOR) JURNAL ILMIAH TEKNIK INDUSTRI ISSN: 1412-6869 e-issn: 2480-4038 journalhomepage: http://journals.ums.ac.id/index.php/jiti/index doi: 10.23917/jiti.v16i2.4118. Pengukuran Kinerja Supply Chain Dengan Pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PT. ETB adalah salah satu perusahaan multi nasional (MNC) yang

BAB I PENDAHULUAN. PT. ETB adalah salah satu perusahaan multi nasional (MNC) yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian PT. ETB adalah salah satu perusahaan multi nasional (MNC) yang berlokasi di Pulau Batam. Perusahaan ini bergerak di bidang manufaktur elektronik dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Dewasa ini tidak ada satupun organisasi yang merasa bahwa kegiatan memproduksi sendiri semua bahan baku dan bahan pengemas yang diperlukan merupakan sesuatu yang ekonomis, karena

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PENGERTIAN MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING (MRP) Menurut Gasperz (2004), Material Requirement Planning (MRP) adalah metode penjadwalan untuk purchased planned orders dan manufactured

Lebih terperinci

Perencanaan Kebutuhan Material (MRP)

Perencanaan Kebutuhan Material (MRP) Perencanaan Kebutuhan Material (MRP) Komponen-komponen: 1. Sistem penjadwalan produksi menghasilkan master jadwal produksi yang mencakup lead time terpanjang ditambah waktu produksi terpanjang. 2. Sistem

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... viii DAFTAR ISI... xiv DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR GAMBAR... xvii. BAB IPENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... viii DAFTAR ISI... xiv DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR GAMBAR... xvii. BAB IPENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING... iii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI... iv SURAT PERNYATAAN...Error! Bookmark not defined. HALAMAN PERSEMBAHAN... vi MOTTO... vii KATA PENGANTAR... viii DAFTAR

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Saat ini dunia perindustrian berkembang semakin pesat dan mengakibatkan persaingan antar perusahaan yang semakin ketat. Kondisi ini menuntut dihasilkannya produk atau jasa yang lebih baik, lebih

Lebih terperinci

Enterprise Resource Planning (ERP)

Enterprise Resource Planning (ERP) Enterprise Resource Planning (ERP) ERP adalah sebuah system informasi perusahaan yang dirancang untuk mengkoordinasikan semua sumber daya, informasi dan aktifitas yang diperlukan untuk proses bisnis lengkap.

Lebih terperinci

ANALISIS BULLWHIP EFFECT DALAM MANAJEMEN RANTAI PASOK

ANALISIS BULLWHIP EFFECT DALAM MANAJEMEN RANTAI PASOK ANALISIS BULLWHIP EFFECT DALAM MANAJEMEN RANTAI PASOK Tita Talitha 1 1 Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik Universitas Dian Nuswantoro Jalan Nakula I No. 5-11 Semarang Email : tita@dosen.dinus.ac.id

Lebih terperinci

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom Persediaan merupakan aset terbesar yang dimiliki supply chain. Banyak perusahaan yang memiliki nilai persediaanya melebihi 25% dari nilai keseluruhan aset. Manajemen persediaan

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN. beralamat di Jalan Prepedan Raya No 54, Kalideres, Jakarta Barat.

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN. beralamat di Jalan Prepedan Raya No 54, Kalideres, Jakarta Barat. 36 BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN 3.1 Riwayat Perusahaan PT Prima Plastik Internusa (PPI) adalah suatu perusahaan yang bergerak dalam bidang packaging atau produksi kemasan. PT PPI didirikan tahun

Lebih terperinci

: Yan Ardiansyah NIM : STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

: Yan Ardiansyah NIM : STMIK AMIKOM YOGYAKARTA KARYA ILMIAH E-BUSSINESS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT disusun oleh : Nama : Yan Ardiansyah NIM : 08.11.2024 Kelas : S1TI-6C JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA JENJANG STRATA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN

Lebih terperinci

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP) MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP) PENDAHULUAN Dimulai dari 25 s.d 30 tahun yang lalu di mana diperkenalkan mekanisme untuk menghitung material yang dibutuhkan, kapan diperlukan dan berapa banyak. Konsep

Lebih terperinci

Penentuan Kebijakan Order dengan Pendekatan Vendor Managed Inventory untuk Single Supplier, Multi Product

Penentuan Kebijakan Order dengan Pendekatan Vendor Managed Inventory untuk Single Supplier, Multi Product Penentuan Kebijakan Order dengan Pendekatan Vendor Managed Inventory untuk Single Supplier, Multi Product dan Multi Retailer di PT. Petrokimia Gresik Oleh : Novita Purna Fachristy 2507100123 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

MODUL ERP (I) JURUSAN TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA Dukungan Modul ERP Idealnya ERP Menyediakan dukungan terhadap Fungsi penjualan Fungsi pengadaan persediaan material, pengadaan

Lebih terperinci

SISTEM PRODUKSI JUST IN TIME (SISTEM PRODUKSI TEPAT WAKTU) YULIATI, SE, MM

SISTEM PRODUKSI JUST IN TIME (SISTEM PRODUKSI TEPAT WAKTU) YULIATI, SE, MM SISTEM PRODUKSI JUST IN TIME (SISTEM PRODUKSI TEPAT WAKTU) YULIATI, SE, MM Konsep Just In Time (JIT) adalah sistem manajemen fabrikasi modern yang dikembangkan oleh perusahaanperusahaan terbaik yang ada

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN PRODUK BARU DALAM PERSPEKTIF SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

BAB 3 PERANCANGAN PRODUK BARU DALAM PERSPEKTIF SUPPLY CHAIN MANAGEMENT BAB 3 PERANCANGAN PRODUK BARU DALAM PERSPEKTIF SUPPLY CHAIN MANAGEMENT 3.1 Pendahuluan Dalam perspektif supply chain, perancangan produk baru adalah salah satu fungsi vital yang sejajar dengan fungsi-fungsi

Lebih terperinci

MODUL ERP (II) JURUSAN TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA Manajemen Material Pre Purchasing : mendukung siklus penawaran (tender), pengelolaan kontrak dan tingkat penerimaan pelayanan.

Lebih terperinci

Pengantar Sistem Produksi Lanjut. BY Mohammad Okki Hardian Reedit Nurjannah

Pengantar Sistem Produksi Lanjut. BY Mohammad Okki Hardian Reedit Nurjannah Pengantar Sistem Produksi Lanjut BY Mohammad Okki Hardian Reedit Nurjannah Definisi Sistem Sekelompok entitas atau komponen yang terintegrasi dan berinteraksi dengan maksud yang sama untuk mencapai suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan menjelaskan pendahuluan dari penelitian yang diuraikan menjadi enam sub bab yaitu latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai evaluasi kinerja supplier pada perusahaan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan diantaranya yaitu: 1. Terdapat

Lebih terperinci

ENTERPRISE RESOURCE PLANNING

ENTERPRISE RESOURCE PLANNING ENTERPRISE RESOURCE PLANNING 05 ERP: Produksi ERP: PRODUKSI Ditujukan untuk mendukung proses produksi atau manufakturing Sistem produksi adalah Sistem yang menyediakan aplikasi manufaktur dalam berbagai

Lebih terperinci