POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL SYARIAH (PPUK) USAHA PENGOLAHAN TAPIOKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL SYARIAH (PPUK) USAHA PENGOLAHAN TAPIOKA"

Transkripsi

1 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL SYARIAH (PPUK) USAHA PENGOLAHAN TAPIOKA 1

2 2 HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

3 KATA PENGANTAR Cetakan syariah Dalam rangka mengembangkan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), Bank Indonesia memberikan bantuan teknis dalam bentuk pelatihan dan penyediaan informasi. Salah satu informasi yang disediakan oleh Bank Indonesia adalah buku pola pembiayaan. Sampai saat ini, telah tersedia 106 judul komoditi. Buku pola pembiayaan tersebut semua mengunakan sistem konvensional (suku bunga). Untuk mendukung perkembangan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang makin pesat pada tahun-tahun terakhir ini, Bank Indonesia mengusahakan penyediaan buku pola pembiayaan dengan sistem syariah. Buku pola pembiayaan syariah yang disediakan merupakan konversi dari data dan informasi buku yang sudah diterbitkan, meskipun beberapa sudah dilakukan pembaharuan data, tapi bagi peminat yang ingin memanfaatkannya disarankan untuk menyesuaikan dengan kondisi saat ini. Dari 106 judul buku pola pembiayaan yang sudah tersedia, sampai dengan tahun 2009 Bank Indonesia telah mengkonversikan ke sistem syariah sebanyak 30 judul buku. Tahun 2010 ini, satu diantara buku pola pembiayaan yang dikonversikan ke sistem syariah adalah usaha budidaya pengolahan tepung tapioka. Diantara sekian banyak akad pembiayaan syariah, usaha budidaya pengolahan tepung tapioka tersebut dibiayai dengan akad murabahah (jual beli). Pemilihan akad tersebut mengacu pada karateristik dari komponen yang dibiayai. Akad murabahah sesuai untuk pembiayaan komponen fisik seperti mesin dan bahan baku. Keragaman jenis akad tersebut memberi kemudahan baik bagi LKM maupun nasabah untuk menentukan komponen yang perlu untuk dibiayai dengan dana pinjaman syariah. Penyusunan pola pembiayaan dengan sistem syariah ini, Bank Indonesia memperoleh bantuan dari banyak pihak, khususnya PT. Bank i

4 Syariah Mandiri *) serta berbagai nara sumber korespodensi baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Atas sumbang pikir dan bantuan kelancaran penyusunan buku pola pembiayaan syariah ini, Bank Indonesia cq Direktorat Kredit, BPR dan UMKM (DKBU) menyampaikan terimakasih. Sedangkan bagi pembaca yang ingin memberikan kritik, saran dan masukkan bagi penyempurnaan buku ini dan atau ingin mengajukan pertanyaan terkait isi dalam buku ini dapat menghubungi: DKBU - Tim Penelitian dan Pengembangan Perkreditan dan UMKM (TP3KU), Bank Indonesia dengan alamat: Gedung D, Lantai 8, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta Telp: (021) , Fax: (021) Bteknis_PUKM@bi.go.id Akhir kata, semoga buku ini bermanfaat bagi pembaca dan dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi pengembangan UMKM dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta, November 2010 Direktorat Kredit, BPR dan UMKM *) PT. Bank Rakyat Indonesia Syariah PT. Bank Negara Indonesia Syariah PT. Bank Syariah Muamalat Indonesia PT. Bank Syariah Mega Indonesia ii Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK)

5 RINGKASAN POLA PEMBIAYAAN INDUSTRI PENGOLAHAN TEPUNG TAPIOKA No Unsur Pembiayaan Uraian 1 Jenis Usaha Industri Pengolahan Tepung Tapioka 2 Skala Usaha Usaha Kecil 3 Lokasi Usaha Kabupaten Lampung Timur 4 Dana yang diperlukan - Investasi Rp ,- - Modal Kerja Rp ,- - Total Rp ,- 5 Sumber Dana Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dan modal sendiri 6 Plafon Pembiayaan dan a. Plafon pembiayaan dari LKS kontribusi nasabah - Pembiayaan investasi Rp ,- - Pembiayaan modal kerja Rp ,- b. Kontribusi nasabah - Biaya investasi Rp ,- - Biaya modal kerja Rp ,- - Total Rp ,- 7 Akad Pembiayaan Kebutuhan pembiayaan syariah untuk usaha pengolahan tepung tapioka dipenuhi dengan akad murabahah (jual beli), hal ini karena sifat kebutuhan pembiayaan adalah untuk pembelian mesin dan bahan baku 8 Jangka waktu pembiayaan Jangka waktu kredit adalah 4 tahun, tanpa tenggang waktu iii

6 9 Perhitungan margin Merujuk pada kesepakatan dan kelaziman akad jual beli dengan mempertimbangkan expected return bank 10 Tingkat margin bank 8,0% (murabahah) 11 Periode pembayaran pembiayaan Angsuran pokok dan margin dibayarkan setiap bulan 12 Pola Usaha - Periode Proyek 5 tahun - Kapasitas Produksi 12 Ton tapioka/per hari atau - Tingkat Teknologi Rp ,- Mekanik Sederhana - Produk yang dihasilkan Tepung tapioka dan Onggok Tepung tapioka dijual ke agen dengan - Pemasaran produk harga Rp 900 /kg dan Onggok dijual ke agen pabrik saus dan obat nyamuk dengan harga Rp 300/kg 13 Kelayakan Usaha a. Total margin yang diperoleh dari pembiayaan investasi dan modal kerja adalah Rp ,- b. Usaha pengolahan tepung tapioka, mampu menghasilkan keuntungan yang dapat digunakan untuk membayar kewajiban pembiayaan kepada LKS c. Usaha pengolahan tepung tapioka layak untuk diusahakan iv Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK)

7 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... RINGKASAN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR FOTO... DAFTAR BAGAN... i iii v vii vii vii I Pendahuluan... 1 II Profil Usaha dan Pola Pembiayaan Profil Usaha Pola Pembiayaan... 8 III Aspek Pemasaran Permintaan dan Penawaran Permintaan Penawaran Persaingan Persaingan dan Peluang Pasar Harga Jalur Pemasaran Produk Kendala Pemasaran IV Aspek Produksi Loksai Usaha Fasilitas Produksi dan Peralatan Bahan Baku Tenaga Kerja v

8 4.5. Teknologi Proses Produksi Jumlah, Jenis dan Mutu Produksi Produksi Optimum Kendala Produksi V Aspek Keuangan Pemilihan Usaha Pemilihan Paket Usaha dan Pembiayaan Asumsi Komponen Biaya Investasi dan Biaya Operasional Kebutuhan Dana untuk Investasi dan Modal Kerja Produksi dan Pendapatan Proyeksi Rugi Laba dan Break Even Point (BEP) Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek Analisis Sensitivitas Kelayakan Proyek VI Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Lingkungan Aspek Sosial Ekonomi Dampak Lingkungan VII Penutup Kesimpulan Saran DAFTAR LAMPIRAN vi Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK)

9 DAFTAR TABEL 2.1. Luas Areal dan Jumlah Produksi Singkong Perusahaan, Kapasitas Produksi dan Sumber Dana Ekspor Tapioka Indonesia tahun Perkembangan Harga Tapioka Fasilitas dan Peralatan Produksi Perbedaan Teknologi Pengolahan Tapioka Asumsi dan Parameter untuk Analisis Keuangan Komponen Biaya Investasi Pengolahan Tapioka Kebutuhan Modal Kerja dan Investasi Proyeksi Produksi dan Pendapatan Proyeksi Laba Rugi dan Break Even Point (BEP) Proyeksi Arus Kas DAFTAR FOTO 1.1. Singkong Pencucian Singkong Pemerasan / Pengepresan Tepung Hasil Endapan yang Siap Dikeringkan Pengeringan Tapioka dengan Sinar Matahari Tepung Tapioka DAFTAR BAGAN 3.1. Alur Pemasaran Produk vii

10 HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

11 BAB I PENDAHULUAN Singkong (manihot utilissima) disebut juga ubi kayu atau ketela pohon. Singkong merupakan bahan baku berbagai produk industri seperti industri makanan, farmasi, tekstil dan lain-lain. Industri makanan dari singkong cukup beragam mulai dari makanan tradisional seperti getuk, timus, keripik, gemblong, dan berbagai jenis makanan lain yang memerlukan proses lebih lanjut. Dalam industri makanan, pengolahan singkong, dapat digolongkan menjadi tiga yaitu hasil fermentasi singkong (tape/peuyem), singkong yang dikeringkan (gaplek) dan tepung singkong atau tepung tapioka. Foto 1.1: Singkong Pada industri tepung tapioka, teknologi yang digunakan dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu: pertama; tradisional yaitu industri pengolahan tapioka yang masih mengandalkan sinar matahari dan 1

12 Pendahuluan produksinya sangat tergantung pada musim, kedua; semi modern yaitu industri pengolahan tapioka yang menggunakan mesin pengering (oven) dalam melakukan proses pengeringan dan yang ketiga; full otomate yaitu industri pengolahan tapioka yang menggunakan mesin dari proses awal sampai produk jadi. Industri tapioka yang menggunakan peralatan full otomate ini memiliki efisiensi tinggi, karena proses produksi memerlukan tenaga kerja yang sedikit, waktu lebih pendek dan menghasilkan tapioka berkualitas. Selain menghasilkan tepung, pengolahan tapioka juga menghasilkan limbah, baik limbah padat maupun limbah cair. Limbah padat seperti kulit singkong dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak dan pupuk, sedangkan onggok (ampas) dapat digunakan sebagai bahan baku pada industri pembuatan saus, campuran kerupuk, obat nyamuk bakar dan pakan ternak. Limbah cair dapat dimanfaatkan untuk pengairan sawah dan ladang, selain itu limbah cair pengolahan tapioka dapat diolah menjadi minuman nata de cassava. Peluang pasar untuk tapioka cukup potensial baik pasar dalam negeri maupun luar negeri. Permintaan dalam negeri terutama berasal dari wilayah Pulau Jawa seperti Bogor, Tasikmalaya, Indramayu. Sementara permintaan pasar luar negeri berasal dari beberapa negara ASEAN dan Eropa. Di Indonesia, industri tepung tapioka memiliki asosiasi yaitu Assosiasi Tepung Tapioka Indonesia (ATTI) yang berpusat di Jakarta. Keberadaan asosiasi ini belum begitu dirasakan oleh pihak-pihak terkait terutama petani yang tidak dapat menikmati harga singkong sesuai dengan kesepakatan antara pemda, petani dan pengusaha. Sementara pengusaha tidak dapat memperoleh bahan baku secara langsung dari petani. Asosiasi ini diharapkan dapat berperan dalam pengendalian harga pasar tepung tapioka, harga bahan baku serta akses permodalan bagi pengusaha, sehingga industri tapioka dapat berkembang dalam rangka memenuhi permintaan pasar dalam negeri dan pasar luar negeri. 2 Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK)

13 Usaha Pengolahan Tepung Tapioka Industri tapioka mulai marak tahun 1980-an. Dalam melakukan usaha selama ini, industri pengolahan tapioka menggunakan modal sendiri dan sebagian menggunakan modal dari perbankan dan bantuan dari BUMN serta kemitraan. Di kabupaten Lampung Timur usaha ini cukup berkembang dan pemerintah telah mempermudah perizinan dan aktif melakukan pembinaan, disamping itu hampir seluruh perbankan di Lampung Timur membiayai usaha ini. Industri tapioka yang terdapat di Propinsi Lampung, terutama yang berada di Kabupaten Lampung Timur yang menjadi daerah survei dalam penyusunan buku ini, pada tahun 2003 memiliki hektar lahan untuk penanaman singkong yang menghasilkan ton singkong dan memiliki 31 perusahaan menengah besar yang terdaftar di Dinas Pertanian, disamping puluhan perusahaan menengah kecil yang merupakan industri tapioka rakyat (Dinas Pertanian Lampung Timur, 2004). Untuk memberikan gambaran yang lengkap tentang kegiatan usaha pengolahan tepung tapioka, maka dalam buku lending model ini beberapa aspek yang meliputi aspek pasar dan pemasaran, aspek produksi, aspek keuangan, aspek ekonomi dan aspek lingkungan akan dijelaskan. Selanjutnya dalam rangka menyebarluaskan hasil-hasil penelitian kepada masyarakat luas, maka buku pola pembiayaan usaha pengolahan tepung tapioka ini akan di ungguh (up load) dalam Sistem Informasi Terpadu Pengembangan Usaha Kecil (SIPUK) yag sudah terintegrasi dalam Data dan Informasi Bisnis Indonesia (DIBI) dan dapat diakses melalui website Bank Indonesia (www. bi.go.id). 3

14 HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

15 BAB II PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN 2.1. Profil Usaha Ubi kayu atau singkong merupakan bahan baku utama industri tapioka. Di Propinsi Lampung, pabrik tapioka dapat mengolah sekitar ton perhari. Kabupaten Lampung Timur merupakan salah satu wilayah penghasil utama singkong. Tabel berikut ini menyajikan perkembangan luas areal dan jumlah produksi pada tahun Tabel 2.1. Luas Areal dan Jumlah Produksi Singkong Kecamatan Luas (hektar) Produksi (ton) Metro Kibang 512 9,417 Batanghari ,325 Sekampung 710 9,375 Marga Tiga 2,755 30,488 Sekampung Udik 1,468 28,207 Jabung 1,433 13,978 Pasir Sakti 98 1,140 Waway Karya ,450 Labuhan Maringgai 563 5,003 Mataram baru 325 4,973 Bandar Sri Bawono ,792 Melinting 578 9,042 Gunung Pelindung 55 1,838 Way Jepara 485 6,350 5

16 Profil Usaha dan Pola Pembiayaan Braja Selebah 515 8,025 Labuhan Ratu 3,789 54,145 Sukadana 9, ,838 Bumi Agung 1,740 31,924 Batanghari Nuban 8, ,992 Pekalongan 936 8,858 Raman Utara 2,261 37,745 Purbolinggo 144 3,310 Way Bungur ,183 Jumlah 38, ,398 Sumber: Dinas Pertanian Lampung Timur Jumlah perusahaan tepung tapioka yang tercatat pada Dinas Pertanian Lampung Timur saat ini sebanyak 31 perusahaan dengan kapasitas ,08 ton. Tabel 2.2. menyajikan perusahaan tapioka di Kabupaten Lampung Timur dengan kapasitas produksinya. Tabel 2.2. Perusahaan, Kapasitas Produksi, dan Sumber Dana Kecamatan Nama Perusahaan Kapasitas (ton) Sumber Dana Batanghari PT Wira Kencana 6.500,00 Swasta Adi Perdana PT Eka Inti Tapioka 6.000,00 Swasta PT Sumber Agung 1.600,00 Swasta Hendra Sumardi 1.350,00 Swasta Sumber Maju 547,20 Swasta Anugrah Jaya 547,20 Swasta Sejahtera Mandiri 820,80 Swasta Tohalo 410,40 Swasta Kopastara n.a n.a 6 Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK)

17 Usaha Pengolahan Tepung Tapioka Pekalongan Ngudi Makmur 820,00 Swasta Wahyu Utama 382,04 Swasta Surya Perdana 383,04 Swasta Warga Sehati I 339,00 Swasta Warga Sukabumi n.a Swasta Warga Sehati II 665,00 Swasta Sinar Metro 1,440,00 Swasta Wonosari 630,00 Swasta Mini Surya Pudana 1,200,00 Pembangunan Sukadana Muara jaya n.a Swasta Sido Rukun 638,40 Swasta Rukun Santosa 912,00 Swasta Sido Rukun 1.200,00 Pembangunan Bumi Agung Harapan Sejahtera 684,00 Swasta Labuhan Ratu Surya Perdana 450,00 Swasta Lestari Jaya n.a Pembangunan Way Jepara PT Bumi Acid ,00 Swasta Sekampung PT Umas Jaya ,00 Swasta Udik Raman Utara Sentral Intan n.a Swasta Way Raman n.a Swasta Waliyem 912,00 Swasta Way Bungur Subur Jaya 912,00 Swasta Jumlah 31 perusahaan ,08 Sumber: Dinas Pertanian Lampung Timur Dari tabel tersebut diketahui sebagian besar sumber pendanaan usaha berasal dari swasta. Sumber pendanaan yang berasal dari pembangunan merupakan dana pemerintah yang disalurkan melalui dinas pertanian. Sementara industri tapioka yang disurvei belum tercatat di Dinas Pertanian Lampung Timur. Industri tapioka tersebut tergabung pada asosiasi industri tapioka rakyat yaitu Industri Tapioka Rakyat atau ITTARA Mandiri. Sumber pendanaan industri tapioka yang tergabung pada ITTARA Mandiri dari perbankan yaitu BRI, Bank Mandiri, kemitraan dan Pertamina. 7

18 Profil Usaha dan Pola Pembiayaan 2.2. Pola Pembiayaan Dalam menjalankan usaha pengolahan tapioka, sumber modal pengusaha terdiri dari modal sendiri dan atau bantuan pihak lain maupun dari kredit perbankan konvensional dengan proporsi yang sangat beragam. Selain dari modal tersebut, pada beberapa tahun terakhir pengusaha pengolahan tapioka dilokasi kajian juga mendapatkan bantuan permodalan dari PT. Pertamina. Pembiayaan yang berasal dari perbankan meliputi kredit modal kerja dan investasi. Untuk modal investasi, pengusaha wajib memiliki 30% modal investasi dan pihak bank membiayai 70% modal investasi. Tingkat bunga kredit yang disalurkan perbankan di Wilayah Lampung Timur adalah 13% (Bank Mandiri) dan 22% (BRI) per tahun dengan sistem angsuran bulanan, dengan jangka waktu 12 bulan dengan pembayaran efektif menurun. Tingkat bunga kredit yang diperoleh dari BUMN sebesar 6% per tahun dengan jangka waktu 12 bulan, angsuran per bulan dengan pinjaman maksimal Rp50 juta. Sumber pembiayaan selain dari bank konvesional di atas juga dapat berasal dari perbankan syariah. Merujuk pada perkembangan perbankan syariah, maka pada buku ini akan disampaikan contoh pembiayaan syariah. Salah satu contoh alternatif produk syariah yang digunakan untuk pembiayaan usaha pengolahan tapioka adalah murabahah (jual beli). Kriteria yang menjadi pertimbangan bank dalam melakukan analisis kredit/pembiayaan kepada nasabah adalah 5C, yaitu character (watak), capacity (kemampuan), capital (permodalan), collateral (jaminan) dan condition (kondisi). Usaha pengolahan singkong di wilayah Lampung Timur telah banyak dilakukan. Berkaitan dengan hal tersebut, Dinas Pertanian Lampung Timur telah mengeluarkan kebijakan tentang harga beli bahan baku di tingkat petani, namun Dinas Industri dan Perdagangan Lampung Timur belum memiliki peraturan khusus yang mengatur perdagangan tapioka terutama kebijakan mengenai harga jual, standar produk serta pemasaran tepung tapioka. 8 Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK)

19 BAB III ASPEK PEMASARAN 3.1. Permintaan dan Penawaran Permintaan a. Pasar Dalam Negeri Permintaan tepung tapioka di Indonesia cenderung meningkat karena peningkatan jumlah industri makanan yang menggunakan bahan baku tapioka. Selama ini, sebagian besar hasil produksi tapioka hanya mampu memenuhi kebutuhan beberapa wilayah di Indonesia, antara lain Surabaya, Bogor, Indramayu dan Tasikmalaya. Pada tahun 1996 sampai 2001 Indonesia menghasilkan rata-rata 15 sampai 16 juta ton tapioka dari industri tapioka yang berlokasi di Sumatra, Jawa, dan Sulawesi. Jumlah produksi tapioka yang terserap pasar dalam negeri sebanyak 13 juta ton dan permintaan dalam negeri mengalami peningkatan 10% per tahun. Saat ini, produksi tapioka Indonesia belum dapat memenuhi pasar dengan maksimal karena setiap tahun meningkat 10% atau 1,3 juta ton pertahun. Sementara 70% produksi dihasilkan dari Pulau Sumatra, sedangkan 30% merupakan produksi Pulau Jawa dan Sulawesi. (foodmarketexchange.com). Hal tersebut mengindikasikan masih luasnya potensi usaha dan permintaan tapioka di Indonesia. Tepung tapioka Indonesia sangat berpeluang untuk meraih pasar Asia dan Eropa. Ketersediaan lahan dan bahan baku serta tenaga yang murah menyebabkan produk Indonesia mampu bersaing dalam harga. b. Pasar Ekspor Ekspor tapioka Indonesia telah menjangkau berbagai negara di Asia 9

20 Aspek Pemasaran dan Eropa, dengan ekspor terbesar ke Korea (54%) dan Cina (30%) dari total ekspor (Tabel 3.1). Luasnya negara tujuan ekspor di beberapa negara Asia dan Eropa menunjukkan bahwa ekspor komoditi ini sangat potensial. Tabel 3.1. Ekspor Tapioka Indonesia Tahun 1997 Negara Tujuan Total Ekspor Nilai Ekspor (FOB) (Dari Berbagai Bentuk) (US$) (kg) Korea Cina Belanda Malaysia Jerman Swiss Jepang Pilipina Taiwan Inggris Singapura Vietnam Sumber: Biro Pusat Statistik Penawaran Seperti dikemukakan pada bab sebelumnya, produksi tepung tapioka di Lampung Timur pada tahun 2003 mencapai ,08 ton (yang tercatat pada Dinas Pertanian) di mana produksi tersebut belum mampu memenuhi pasar dalam negeri. Selain Kabupaten Lampung Timur terdapat beberapa daerah produksi tapioka lainnya seperti Lampung Tengah, Jawa barat, Jawa Tengah, Jawa Timur maupun Sulawesi. Wilayah nusantara yang subur dan tanaman singkong yang mudah tumbuh menyebabkan potensi pengolahan tepung tapioka semakin terbuka lebar. 10 Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK)

21 Usaha Pengolahan Tepung Tapioka Persaingan dan Peluang Pasar Indonesia adalah produsen nomor dua di Asia setelah Thailand. Produksi rata-rata tapioka Indonesia mencapai ton, sedangkan Thailand 30 juta ton tapioka pertahun dan Vietnam berada pada urutan ketiga yaitu 2-3 juta ton tapioka per tahun. Perdagangan bebas yang akan dilaksanakan di masa mendatang akan memberikan dampak positif terhadap produk pertanian Indonesia, termasuk industri tapioka. Ditinjau dari segi harga dan kualitas, tapioka Indonesia dapat bersaing dengan Thailand. Sebagaimana diungkapkan foodmarketexchange.com, bahwa tapioka Indonesia merupakan salah satu ancaman bagi pasar tapioka Thailand. Peluang pasar tapioka Indonesia masih sangat terbuka terutama pasar Eropa seperti Spanyol, Belanda, Jerman, Prancis dan Portugal. Disamping itu pasar dalam negeri yang sampai saat ini belum dapat terpenuhi Aspek Pemasaran Harga Harga tepung tapioka ditentukan oleh kualitas tepung tapioka dan harga bahan baku, yakni singkong. Kualitas tepung yang baik adalah tepung tapioka yang berwarna putih dan empuk. Di Kabupaten Lampung Timur yang menjadi daerah survei regulasi yang mengatur perdagangan singkong dan tepung tapioka belum ada sehingga menyebabkan terjadinya kesenjangan harga yang lebar pada tingkat produsen dan petani. Harga singkong di tingkat petani Rp80,- per kilogram, sementara industri tepung tapioka mampu membeli singkong dengan harga antara Rp165,- hingga Rp225,- per kilogram. Regulasi tersebut dimaksudkan agar petani sebagai produsen bahan baku dapat membiayai dan tetap melangsungkan usahanya. Sementara regulasi perdagangan tapioka 11

22 Aspek Pemasaran dimaksudkan agar terjadi kestabilan harga. Penurunan harga tapioka ditingkat produsen di Kabupaten Lampung Timur tersebut disebabkan oleh tidak adanya regulasi perdagangan tapioka. Pedagang perantara memiliki peran yang signifikan terhadap penentuan harga tersebut. Tabel 3.2. menunjukkan perkembangan harga tepung tapioka ditingkat produsen dengan kualitas baik mengalami penurunan dalam 5 tahun terakhir ini. Tabel 3.2. Perkembangan Harga Tapioka Tahun Harga (Rp/kg) Sumber: Data primer, diolah Harga tepung tapioka Rp525,- sampai Rp1.300,- per kilogram di tingkat pengusaha, sedangkan harga rata-rata Rp800,- sampai Rp900,- per kg, dan harga pada tingkat konsumen akhir mencapai Rp2.300,- per kilogram Jalur Pemasaran Produk Berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil survei, jalur pemasaran produk tapioka di Lampung Timur masih sederhana. Alur pemasaran tapioka tersebut dapat dilihat pada bagan berikut ini: Bagan 3.1. Alur Pemasaran Produk PENGUSAHA PEDAGANG PERANTARA PENGEPUL KONSUMEN AKHIR Sumber: Data Primer 12 Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK)

23 Usaha Pengolahan Tepung Tapioka Dalam memasarkan tapioka, pengusaha menjual ke pedagang perantara yang kemudian dijual ke pengepul. Dari pengepul tersebut, tapioka didistribusikan ke pasar di Jawa, industri pengolahan yang menggunakan bahan baku tapioka dan pedagang pengecer di pasar Kendala Pemasaran Salah satu kendala pemasaran tapioka terletak pada minimnya informasi mengenai harga dan jumlah permintaan pasar yang dapat diperoleh pengusaha. Selain tidak memiliki informasi pasar yang sempurna, belum adanya regulasi mengenai perdagangan seperti standar produk dan pemasaran juga menjadi kendala usaha ini. Disamping itu, mutu bahan baku juga menentukan kualitas tapioka. Kualitas bahan baku sering tidak selalu baik, karena masih banyak petani yang menerapkan pola panen singkong yang tidak optimal, di mana petani sering kali memanen singkong lebih dini dari usia panen yang seharusnya yakni singkong belum berumur 7 bulan. Padahal singkong yang menghasilkan mutu tapioka yang baik berumur lebih dari 7 bulan. Menurunnya kualitas tapioka tersebut menyebabkan rendahnya harga jual tapioka dan tepung tidak bertahan lama. Untuk mengatasi kendala tersebut diperlukan pembinaan mulai dari penyediaan bahan baku sampai dengan pemasaran produk. Dalam peyediaan bahan baku diperlukan kemitraan antara petani dan pengusaha agar ketersediaan dan kualitas bahan baku tetap terjaga. Dalam hal pemasaran produk diperlukan regulasi dan pembinaan akses pasar bagi pengusaha industri tapioka. 13

24 HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

25 BAB IV ASPEK PRODUKSI 4.1. Lokasi Usaha Lokasi pengolahan tapioka sebaiknya dipilih wilayah yang memiliki sumber air dan akses yang baik terhadap panas matahari. Panas matahari merupakan faktor produksi yang penting bagi industri pengolahan tapioka, dengan demikian, lokasi usaha yang memiliki akses yang baik terhadap panas matahari akan mendukung keberhasilan usaha pengolahan tapioka, karena umumnya pengusaha kecil pada bidang pengolahan tapioka belum mampu menyediakan teknologi pengeringan tapioka. Ketersediaan air juga sangat penting, terutama untuk pencucian dan penyaringan tepung Fasilitas Produksi dan Peralatan Untuk memproduksi tapioka, dengan kapasitas 30 ton singkong per hari dibutuhkan fasilitas dan peralatan produksi sebagaimana disajikan pada Tabel 4.1. Tabel Fasilitas dan Peralatan Produksi No Asumsi Satuan Jumlah/nilai 1 Mesin Penggerak/Generator buah 2 2 Mesin Parut buah 2 3 Mesin Pompa buah 2 4 Mesin Ayakan buah 10 5 Bak Kaca m Bak Penampung buah 4 15

26 Aspek Produksi 7 Alat Semprot buah 1 8 Saringan buah 10 9 Bambu buah Pipa set 1 11 Rak m Tambir buah Mesin Induk buah 1 14 Timbangan buah 2 Sumber: Data Primer, diolah Dari tabel diatas dapat dilihat dengan jelas fasilitas dan peralatan produksi yang digunakan. Masing-masing peralatan memiliki fungsi yang bebeda. Mesin induk merupakan mesin yang menjadi pusat dari seluruh proses produksi Bahan Baku Bahan baku tepung tapioka adalah singkong yang diperoleh melalui pemasok. Singkong yang dipanen setelah berumur 7 sampai 10 bulan akan menghasilkan tapioka berkualitas baik Tenaga Kerja Tenaga kerja pada industri tapioka tidak memerlukan keahlian khusus. Jumlah tenaga kerja ditentukan oleh kapasitas produksi dan teknologi yang digunakan. Besarnya penyerapan tenaga kerja pada industri pengolahan tapioka ditentukan oleh volume produksi. Semakin tinggi volume produksi semakin besar jumlah tenaga kerja yang diserap. Tenaga kerja yang dibutuhkan meliputi seluruh proses produksi dari pengupasan sampai pada pengeringan produk. 16 Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK)

27 Usaha Pengolahan Tepung Tapioka 4.5. Teknologi Pengolahan tapioka memiliki beberapa tingkatan teknologi. Tingkatan teknologi tersebut adalah tradisional atau mekanik sederhana, semi modern, dan full otomate. Perbedaan teknologi pengolahan tapioka dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini Tabel 4.2. Perbedaan Tekonologi Pengolahan Tapioka Proses Tradisional Semi Modern Full Otomate Pengupasan Manual Manual Mesin Pencucian Manual Manual Mesin Pemarutan Mesin Mesin Mesin Pemerasan Mesin Mesin Mesin Pengendapan Manual Manual Mesin Pengeringan Sinar Matahari Oven Mesin Sumber: Data Primer Untuk pembuatan tapioka pada industri kecil menggunakan teknologi mekanik sederhana. Pada teknologi ini, sebagian proses produksi menggunakan mesin penggerak untuk melakukan pemarutan dan pengepresan, sedangkan pengeringan masih mengandalkan bantuan sinar matahari Proses Produksi 1. Pengupasan Pengupasan dilakukan dengan cara manual yang bertujuan untuk memisahkan daging singkong dari kulitnya. Selama pengupasan, sortasi juga dilakukan untuk memilih singkong berkualitas tinggi dari 17

28 Aspek Produksi singkong lainnya. Singkong yang kualitasnya rendah tidak diproses menjadi tapioka dan dijadikan pakan ternak. 2. Pencucian Pencucian dilakukan dengan cara manual yaitu dengan meremasremas singkong di dalam bak yang berisi air, yang bertujuan memisahkan kotoran pada singkong. Foto 4.1 : Pencucian Singkong 3. Pemarutan Parut yang digunakan ada 2 macam yaitu : a. Parut manual, dilakukan secara tradisional dengan memanfaatkan tenaga manusia sepenuhnya. b. Parut semi mekanis, digerakkan dengan generator 4. Pemerasan/Ekstraksi Pemerasan dilakukan dengan 2 cara yaitu: a. Pemerasan bubur singkong yang dilakukan dengan cara manual menggunakan kain saring, kemudian diremas dengan menambahkan air di mana cairan yang diperoleh adalah pati yang ditampung di dalam ember. 18 Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK)

29 Usaha Pengolahan Tepung Tapioka b. Pemerasan bubur singkong dengan saringan goyang (sintrik). Bubur singkong diletakkan di atas saringan yang digerakkan dengan mesin. Pada saat saringan tersebut bergoyang, kemudian ditambahkan air melalui pipa berlubang. Pati yang dihasilkan ditampung dalam bak pengendapan. Foto 4.2: Pemerasan/Pengepresan 5. Pengendapan Pati hasil ekstraksi diendapkan dalam bak pengendapan selama 4 jam. Air di bagian atas endapan dialirkan dan dibuang, sedangkan endapan diambil dan dikeringkan. 19

30 Aspek Produksi Foto 4.3: Tepung hasil endapan yang siap dikeringkan 6. Pengeringan Sistem pengeringan menggunakan sinar matahari dilakukan dengan cara menjemur tapioka dalam nampan atau widig atau tambir yang diletakkan di atas rak-rak bambu selama 1-2 hari (tergantung dari cuaca). Tepung tapioka yang dihasilkan sebaiknya mengandung kadar air 15-19%. Foto 4.4: Pengeringan tapioka dengan sinar matahari 20 Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK)

31 Usaha Pengolahan Tepung Tapioka 4.7. Jumlah, Jenis dan Mutu Produksi Untuk menghasilkan tepung tapioka yang berkualitas, dibutuhkan singkong yang memiliki kadar tepung tinggi yaitu singkong yang dipanen setelah berusia lebih dari 7 bulan. Foto 4.5: Tepung Tapioka 4.8. Produksi Optimum Produksi optimal tepung tapioka ditentukan oleh kualitas bahan baku. Dengan kualitas bahan baku yang baik, satu ton singkong dapat menghasilkan 400 kilogram tapioka dan 160 kilogram onggok Kendala Produksi Kendala dalam industri pengolahan singkong ini adalah ketersediaan bahan baku. Ketersediaan bahan baku sangat penting karena apabila terjadi kelangkaan bahan baku maka produksi akan macet. Untuk itu, kemitraan dengan petani sebagai pemasok bahan baku sangat diperlukan. Disamping untuk menjamin ketersediaan bahan baku, kemitraan ini juga untuk menjamin kualitas bahan baku. 21

32 HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

33 BAB V ASPEK KEUANGAN Analisis aspek keuangan diperlukan untuk membantu pihak Lembaga Keuangan Syariah/LKS mengetahui kelayakan usaha dari sisi keuangan, terutama kemampuan pengusaha untuk mengembalikan pembiayaan yang diperoleh dari LKS. Analisis keuangan ini juga dapat dimanfaatkan pengusaha dalam perencanaan dan pengelolaan usaha pengolahan tepung tapioka Fleksibilitas Produk Pembiayaan Syariah Produk pembiayaan konvensional hanya mengenal satu macam produk yaitu pembiayaan dengan sistem perhitungan suku bunga. Sedangkan pada pola syariah mempunyai keragaman produk pembiayaan dan perhitungan keuntungan (perolehan hasil) yang fleksibel. Untuk produk syariah banyak ragamnya, diantaranya mudharabah, musyarakah, salam, istishna, ijarah dan murabahah (lampiran 1). Dari produk tersebut, setiap produk juga masih mempunyai turunannya. Oleh karena itu, pada pola pembiayaan syariah satu usaha bisa memperoleh pembiayaan lebih dari satu macam produk. Sedangkan untuk menghitung tingkat keuntungan yang diharapkan bisa menggunakan sistem margin atau nisbah bagi hasil. Margin merupakan selisih harga beli dengan harga jual sebagai besar keuntungan yang diharapkan. Nisbah bagi hasil adalah proporsi keuntungan yang diharapkan dari suatu usaha. Pada perhitungan nisbah bagi hasil dapat menggunakan metode bagi untung dan rugi (profit and loss sharing/pls) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing). Profit sharing, nisbah bagi hasil 23

34 Aspek Keuangan diperhitungkan setelah dikurangi seluruh biaya (keuntungan bersih). Sementara revenue sharing perhitungan nisbah berbasis dari pendapatan usaha sebelum dikurangi biaya operasionalnya. Keragaman produk pembiayaan dan perhitungan tingkat keuntungan ini dapat memberi keluwesan/fleksibilitas baik untuk pihak LKS maupun pengusaha guna memilih produk pembiayaan yang sesuai dengan kemampuan dan kapasitasnya masing-masing. Bagi pihak LKS, pemilihan ini dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan dan tingkat risiko terhadap nasabah dan usahanya. Sehingga bisa terjadi untuk usaha yang sama, mendapat produk pembiayaan maupun besaran margin atau nisbah per nasabahnya berbeda Pemilihan Pola Usaha dan Pembiayaan Pemilihan Usaha Usaha pengolahan tapioka harus memperhatikan ketersediaan bahan baku, musim dan modal. Untuk usaha yang menggunakan mesin pengering, faktor alam seperti sinar matahari dan musim tidak menjadi kendala yang berarti, namun baik teknologi sederhana, semi modern maupun full otomate faktor ketersediaan air harus tetap diperhatikan. Usaha pengolahan tepung tapioka di Indonesia masih potensial untuk dilaksanakan karena Indonesia masih memiliki lahan yang potensial untuk penanaman singkong, sehingga ketersediaan bahan baku untuk industri tapioka dapat terjamin. Disamping itu, industri pengolahan tapioka dapat dilakukan dengan teknologi yang sederhana dan tidak membutuhkan tenaga kerja yang memiliki keahlian khusus Pola Usaha dan Pembiayaan Pola usaha yang dipilih adalah pengolahan tepung tapioka. Kegiatan 24 Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK)

35 Usaha Pengolahan Tepung Tapioka ini mempunyai prospek usaha yang cukup baik. Mengingat komoditas yang dihasilkan dapat menjadi pengganti dari sumber bahan pakan utama yakni beras. Apabila dilihat dari trend permintaan dari komoditas maka terjadi peningkatan dari tahun ke tahun. Agar menjadi suatu kegiatan usaha yang utuh, maka pola usaha ini merupakan kegiatan yang terintegrasi antara perusahaan pengolah tepung tapioka dan petani singkong sebagai penyedia bahan baku melalui pola kemitraan. Perhitungan analisis keuangan ini didasarkan pada kelayakan usaha pengolahan tepung tapioka. Model kelayakan usaha merupakan pengembangan usaha yang telah berjalan dan diharapkan dapat mendorong kemandirian usaha serta upaya replikasi usaha ini di wilayah lain. Pada buku ini, model kelayakan usaha pengolahan tepung tapioka diasumsikan untuk usaha baru atau peremajaan usaha. Kebutuhan pembiayaan yang diperlukan meliputi biaya investasi dan modal kerja yang dipenuhi dengan pembiayaan yang bersumber dari pengusaha dan LKS. Pembiayaan yang diberikan oleh LKS meliputi biaya investasi untuk pembelian mesin penggerak dan mesin ayakan. Sedangkan biaya modal kerja berupa pembelian bahan baku. Jangka waktu pembiayaan investasi selama 3 tahun, sedangkan pembiayaan modal kerja selama 1 tahun dan dapat diperpanjang setiap tahunnya. Merujuk pada system keuangan syariah yang mempunyai banyak ragam produk pembiayaan, sistem pembiayaan syariah yang sesuai untuk pembiayaan investasi dan modal kerja dimaksud adalah akad murabahah (jual beli). Pertimbangannya adalah karena dengan produk murabahah pengusaha dapat membiayai pengadaan barang/peralatan/mesin/bahan baku sesuai kemampuannya. Di samping itu pembiayaan murabahah juga memberi pilihan pada bank maupun nasabah/pengusaha apakah pembiayaan akan digunakan untuk membiayai seluruh komponen. 25

36 Aspek Keuangan Produk Murabahah Produk pembiayaan murabahah (jual beli) merupakan produk yang paling banyak dimanfaatkan baik oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS) maupun oleh nasabah. Untuk mengenal produk murabahah lebih jauh, berikut disampaikan penjelasan tentang produk murabahah yang diambil dari Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional dan Peraturan Bank Indonesia No: 7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana bagi Bank yang melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah. Penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan murabahah harus memenuhi rukun yaitu ada penjual (bai ), ada pembeli (musytari), obyek barang yang diperjual belikan jelas, harga (tsaman) dan ijab qabul (sighat). Syarat-syarat yang berlaku pada murabahah antara lain: 1. Harga yang disepakati adalah harga jual, sedangkan harga beli harus diberitahukan. 2. Kesepakatan margin harus ditentukan satu kali pada awal akad dan tidak berubah selama periode akad. 3. Jangka waktu pembayaran harga barang oleh nasabah ke bank /Lembaga Keuangan Syariah (LKS) berdasarkan kesepakatan. 4. Bank dapat membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya. 5. Dalam hal bank mewakilkan kepada nasabah (wakalah) untuk membeli barang, maka akad murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank. 6. Pembayaran secara murabahah dapat dilakukan secara tunai atau dengan cicilan. 7. Bank dapat meminta nasabah untuk membayar uang muka (urbun) saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan barang oleh nasabah. Dalam hal bank meminta nasabah untuk membayar uang muka maka berlaku ketentuan: 26 Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK)

37 Usaha Pengolahan Tepung Tapioka a. Jika nasabah menolak untuk membeli barang setelah membayar uang muka, maka biaya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut dan bank harus mengembalikan kelebihan uang muka kepada nasabah. Namun jika nilai uang muka kurang dari nilai kerugian yang ditanggung oleh bank, maka bank dapat meminta pembayaran sisa kerugiannya kepada nasabah, b. Jika nasabah batal membeli barang, maka urbun yang telah dibayarkan nasabah menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut. Jika urbun tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya Asumsi Analisis keuangan suatu proyek terdiri dari proyeksi penerimaan dan pengeluaran selama periode proyek. Analisis keuangan perlu dilakukan untuk mengetahui gambaran mengenai pendapatan dan biaya, kemampuan melunasi kredit dan kelayakan proyek. Penyusunan analisa keuangan dalam buku ini menggunakan beberapa asumsi yang didasarkan pada hasil pengamatan lapangan serta masukan dari instansi terkait seperti Dinas Pertanian dan Dinas Perdagangan serta referensi yang mendukung dalam penentuan parameter yang digunakan. Tabel 5.1. menyajikan asumsi dan parameter yang digunakan dalam analisis keuangan. Tenaga kerja tetap, termasuk di dalamnya tenaga kerja manajerial, berjumlah 6 orang dengan upah Rp per orang per bulan. Dari hasil survai, pemilik usaha kecil pengolahan tapioka sekaligus bertindak sebagai tenaga manajerial yang gajinya sama dengan tenaga kerja tetap. 27

38 Aspek Keuangan Tabel 5.1. Asumsi dan Parameter untuk Analisis Keuangan No Asumsi Satuan Jumlah/Nilai 1 Periode proyek tahun 5 2 Luas tanah hektar 3 3 Hari kerja per bulan hari 25 - Bulan kerja per tahun bulan 12 - Hari kerja tenaga borongan hari Produksi dan Harga - Kapasitas maksimum per hari ton 30 - Produksi per bulan ton Produksi per tahun ton 2,340 - Harga tapioka per ton Rp 900,000 - Produksi onggok per bulan ton 62 - Harga onggok Rp/ton 300,000 5 Rendemen per ton bahan baku - Tapioka % 25% - Onggok % 8% 6 Penggunaan tenaga kerja - Tenaga manajerial orang - Tenaga kerja tetap orang 6 - Tenaga kerja borongan orang 20 7 Upah tenaga kerja per hari - Tenaga manajerial Rp/orang - Tenaga kerja tetap Rp/orang 25,000 - Tenaga kerja borongan Rp/orang 15,000 8 Bahan Baku per bulan ton Harga bahan baku Rp/ton 195, Margin Pembiayaan Mudarabah % 8.0% 11 Jangka waktu Pembiayaan tahun 5 Sumber : Lampiran 2 28 Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK)

39 Usaha Pengolahan Tepung Tapioka 5.4. Komponen Biaya Investasi dan Biaya Operasional a. Biaya Investasi Biaya investasi merupakan biaya tetap (fixed cost) untuk melakukan pengolahan tepung tapioka. Biaya investasi industri pengolahan tapioka meliputi perizinan, sewa tanah dan bangunan, mesin dan peralatan. Jumlah biaya investasi yang dibutuhkan pada tahun ke-0 sebesar Rp Selama periode proyek, terdapat beberapa komponen biaya investasi yang harus melakukan reinvestasi pada tahun-tahun berikutnya, antara lain sewa tanah dan bangunan serta peralatan lain seperti kain saringan, rak bambu, dan tambir. Tabel 5.2. Komponen Biaya Investasi Pengolahan Tapioka No. Jenis Biaya Nilai (Rp) Persentase 1 Perijinan % 2 Sewa tanah dan bangunan 30,000, % 3 Mesin/Peralatan 235,000, % Sumber : Lampiran 3 Jumlah 265,000,000 b. Biaya Operasional Biaya operasional merupakan biaya tidak tetap (variable cost) yang besarnya tergantung pada jumlah produk. Komponen biaya operasional dalam pengolahan tapioka ini meliputi biaya bahan baku, tenaga kerja, dan biaya overhead. Tabel 5.3. menunjukkan biaya operasional yang dibutuhkan untuk industri pengolahan tapioka ini. 29

40 Aspek Keuangan Tabel 5.3. Biaya Operasional Pengolahan Tapioka No Input Satuan Harga per satuan (Rp) Nilai per bulan (Rp) Nilai per tahun (Rp) 1 Tenaga kerja - Tetap orang/ 750,000 4,500,000 54,000,000 bulan - Tidak tetap orang/ 15,000 7,500,000 90,000,000 bulan Sub jumlah 12,000, ,000,000 2 Bahan baku - Singkong ton 195, ,100,000 1,825,200,000 Sub jumlah 152,100,000 1,825,200,000 3 Biaya overhead - Solar liter/hari 1,850 1,156,250 13,875,000 - Listrik bulan 400, ,000 4,800,000 - Telepon bulan 2,000,000 2,000,000 24,000,000 Sub jumlah 3,556,250 42,675,000 4 Transportasi - Penjualan ton/ 10,000 1,950,000 23,400,000 output bulan 5 Perbaikan dan bulan 250, ,000 3,000,000 pemeliharaan alat Total 169,856,250 2,038,275,000 Dalam usaha pengolahan tepung tapioka ini modal kerja yang dibutuhkan diasumsikan selama 1,5 bulan, sehingga jumlah modal sebesar Rp Sumber : Lampiran 4 30 Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK)

41 Usaha Pengolahan Tepung Tapioka Total biaya operasional yang dibutuhkan pada tahun pertama sejumlah Rp Biaya variabel pada tahun selanjutnya diasumsikan konstan karena kapasitas mesin yang tetap, biaya bahan baku merupakan harga yang telah disepakati antara petani, Pemerintah Daerah dan pengusaha. Jumlah tenaga kerja tidak tetap yang terlibat dalam usaha ini tergantung pada kapasitas mesin dan jumlah produksi sedangkan upah tenaga kerja tetap tidak mengalami kenaikan karena menyesuaikan dengan upah minimum propinsi Kebutuhan Dana untuk Investasi dan Modal Kerja Kebutuhan dana untuk usaha pengolahan tapioka sebagaimana telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya meliputi biaya investasi Rp ,- dan biaya modal kerja sebesar Rp ,-. Dana investasi dan modal kerja tersebut ada yang bersumber dari pembiayaan LKS dan dana milik sendiri. Kebutuhan dana investasi, pada contoh untuk usaha baru (start up) atau peremajaan usaha, komponen biaya investasi yang memperoleh pembiayaan LKS hanya untuk pengadaan mesin penggerak (2 unit) dan mesin ayakan (10 unit). Sedangkan peralatan lainnya diasumsikan telah dimiliki oleh pengusaha sebagai kontribusi dalam usaha. Modal kerja merupakan dana yang digunakan untuk operasional usaha. Pada usaha pengolahan tepung tapioka, modal kerja meliputi biaya operasional usaha selama satu setengah bulan. Berkaitan dengan kebutuhan modal kerja, komponen yang dibiayai oleh LKS adalah untuk pengadaan bahan baku berupa singkong sebesar Rp ,-. Kebutuhan komponen biaya modal kerja yang lain juga diasumsikan sebagai bagian dari kontribusi pengusaha yang bersangkutan. Keperluan dana investasi dan modal kerja merujuk pada asumsi dari contoh pembiayaan syariah ditampilkan pada tabel

42 Aspek Keuangan Tabel 5.4. Kebutuhan Modal Kerja dan Investasi No Uraian Jumlah (Rp) 1 Total Biaya Investasi 265,000,000 Pembiayaan untuk pembelian mesin penggerak, 102,000,000 mesin ayakan 2 Total Biaya modal kerja 254,784,375 Pembiayaan pembelian bahan baku 152,100,000 3 Total Biaya produksi 519,784,375 a. Pembiayaan 254,100,000 b. Modal sendiri 265,684,375 4 Total pembiayaan dan margin 290,748,000 a. Pembiayaan investasi 102,000,000 Margin investasi 24,480,000 b. Pembiayaan modal kerja 152,100,000 Margin modal kerja 12,168,000 c. Total margin 36,648,000 Sumber : Lampiran 6 Jangka waktu pembiayaan untuk investasi adalah 3 tahun sedangkan untuk modal kerja adalah 1 tahun tanpa grace period. Pembiayaan modal kerja pada kenyataannya dapat diperpanjang lagi jangka waktunya disesuaikan dengan kemampuan pengusaha membayar. Tingkat margin pembiayaan yang digunakan untuk usaha baru (start up) adalah 8,0%. Pembayaran angsuran pembiayaan dalam perhitungan kelayakan diasumsikan secara bertahap dengan cara jumlah pembiayaannya dibagi jangka waktu pembiayaan dengan mempertimbangkan siklus produksinya Proyeksi Produksi dan Pendapatan Output usaha pengolahan tapioka adalah onggok dan tepung tapioka. Dari penjualan output tersebut diperoleh pendapatan sebesar 32 Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK)

43 Usaha Pengolahan Tepung Tapioka Rp yang diperoleh dari produksi tepung tapioka sebanyak ton per tahun dengan harga jual Rp900/kg dan 749 ton per tahun onggok dengan harga jual Rp300/kg. Tabel 5.5. Proyeksi Produksi dan Pendapatan No Harga Pendapatan Pendapatan Keterangan satuan per Satuan Jumlah per bulan per tahun (Rp) (Rp) (Rp) 1 Tapioka ton , ,500,000 2,106,000,000 2 Onggok ton ,000 18,720, ,640,000 Jumlah Total 194,220,000 2,330,640,000 Sumber : Lampiran Proyeksi Laba Rugi dan Break Even Point (BEP) Proyeksi laba rugi menunjukkan bahwa pada tahun pertama usaha pengolahan tapioka mampu memperoleh laba sebesar Rp ,- dengan rata-rata profit margin tiap tahun sebesar 8,92% per tahun dan BEP rata-rata Rp ,- atau BEP produksi rata-rata 422 ton. 33

44 Aspek Keuangan Tabel 5.6. Proyeksi Laba Rugi dan Break Even Point (BEP) Tahun No Uraian Jumlah A Penerimaan 2,330,640,000 2,330,640,000 2,330,640,000 2,330,640,000 2,330,640,000 11,653,200,000 B Pengeluaran 2,098,972,048 2,086,804,048 2,086,804,048 2,078,644,048 2,078,644,048 10,429,868,238 a. Biaya operasional 2,038,275,000 2,038,275,000 2,038,275,000 2,038,275,000 2,038,275,000 10,191,375,000 b. Penyusutan 40,369,048 40,369,048 40,369,048 40,369,048 40,369, ,845,238 c. Angsuran pokok d. Angsuran margin 20,328,000 8,160,000 8,160, ,648,000 pembiayaan C R/L sebelum pajak 231,667, ,835, ,835, ,995, ,995,952 1,223,331,762 D Pajak (15%) 34,750,193 36,575,393 36,575,393 37,799,393 37,799, ,499,764 E Laba setelah pajak 196,917, ,260, ,260, ,196, ,196,560 1,039,831,998 F Profit on sales 8.45% 8.89% 8.89% 9.19% 9.19% 8.92% G BEP : Rupiah 483,857, ,858, ,858, ,809, ,809,099 1,901,191,594 BEP : Produksi Ton ,112 BEP Rp/ton berdasarkan - Biaya Operasional 871, , , , , ,058 - Total Biaya 896, , , , , ,442 BEP rata-rata - Rupiah 380,238,319 - Produksi Ton 422 Sumber : Lampiran 8 34 Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK)

45 Usaha Pengolahan Tepung Tapioka 5.8. Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek Untuk aliran kas (cash flow) dalam perhitungan ini dibagi dalam dua aliran, yaitu arus masuk (cash inflow) dan arus keluar (cash outflow). Arus masuk diperoleh dari penjualan tapioka dan onggok selama satu tahun. Untuk arus keluar meliputi biaya investasi, biaya operasional dan biaya tetap termasuk angsuran pokok pembiayaan, angsuran margin pembiayaan dan pajak penghasilan. Evaluasi untuk kelayakan usaha pengolahan tepung tapioka dengan pembiayaan murabahah dapat diukur dari tingkat kemampuan membayar kewajiban angsuran kepada LKS. Hal ini dapat diketahui karena pada produk murabahah besarnya margin sudah ditentukan diawal akad, sehingga pada analisa laba rugi dan arus kas dapat dihitung kemampuan membayar berdasarkan pendapatan yang diperoleh dari usaha tersebut. Dari arus kas diketahui bahwa pada tingkat margin 8,0% p.a., usaha ini mampu membayar kewajiban pembiayaannya dan menghasilkan keuntungan. Dengan demikian usaha pengolahan tepung tapioka tersebut layak untuk dilaksanakan dan bisa dipertimbangkan untuk memperoleh pembiayaan. Pada analisa kelayakan dapat juga memakai beberapa indikator yang umum digunakan pada perhitungan konvensional. Indikator tersebut meliputi Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C Ratio), Pay Back Period (PBP). Nilai IRR misalnya bisa menjadi indikator untuk mengukur kelayakan usaha, semakin tinggi nilai IRR, maka usaha tersebut semakin berpeluang untuk menciptakan keuntungan. Meskipun demikian, indikator tersebut hanya sebagai alat bantu untuk menilai kelayakan suatu usaha. Besaran margin ataupun bagi hasil, harus ditetapkan atas dasar kesepakatan kedua belah pihak (LKS dan pengusaha). 35

46 Aspek Keuangan Tabel 5.7. Proyeksi Arus Kas No Uraian A Arus Masuk Tahun Penerimaan 0 2,330,640,000 2,330,640,000 2,330,640,000 2,330,640,000 2,330,640, Pembiayaan a. Investasi 102,000, b. Modal Kerja 152,100, Modal Sendiri 265,684, Nilai sisa ,954,762 Total Arus Masuk 519,784,375 2,330,640,000 2,330,640,000 2,330,640,000 2,330,640,000 2,426,594,762 Arus Masuk untuk menghitung IRR B Arus Keluar 0 2,330,640,000 2,330,640,000 2,330,640,000 2,330,640,000 2,426,594, Biaya Investasi 265,000, ,000,000 30,000,000 50,933,333 30,000, Biaya Modal Kerja 254,784, Biaya Variabel/ 2,038,275,000 2,038,275,000 2,038,275,000 2,038,275,000 2,038,275,000 Operasional 4. Angsuran Pokok 186,100,000 34,000,000 34,000, Pembiayaan 5. Angsuran Margin 20,328,000 8,160,000 8,160, Pembiayaan 6. Pajak (15%) 34,750,193 36,575,393 36,575,393 37,799,393 37,799,393 Total Arus Keluar 519,784,375 2,279,453,193 2,147,010,393 2,147,010,393 2,127,007,726 2,106,074,393 Arus Keluar untuk menghitung IRR C Total Arus Kas untuk menghitung IRR 519,784,375 2,073,025,193 2,104,850,393 2,104,850,393 2,127,007,726 2,106,074, ,186, ,629, ,629, ,632, ,520,369 D Kumulatif Arus Kas 0 51,186, ,816, ,446, ,078, ,598,664 Sumber : Lampiran 9 36 Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK)

47 Usaha Pengolahan Tepung Tapioka 5.9. Proyeksi Perolehan Margin Pembiayaan Pola Pembiayaan syariah yang digunakan dalam usaha Pengolahan Tepung Tapioka adalah murabahah (jual beli). Pada kesempatan ini ditampilkan satu contoh alternatif pembiayaan yaitu usaha baru atau peremajaan usaha. Dari hasil perhitungan untuk tingkat margin 8,0% per tahun, selama 3 tahun untuk modal investasi dan 1 tahun untuk modal kerja, menghasilkan margin sebesar Rp ,-. Tingkat margin ini diberlakukan flat (tetap) per tahun. Penentuan besaran margin, diutamakan berdasarkan pada base line data (data rujukan) untuk setiap komponen usaha/sektor ekonomi. Tetapi karena pada saat ini data tersebut belum tersedia, maka nilai margin mempertimbangkan informasi yang diperoleh dari praktek umum yang diterapkan oleh perbankan syariah dan kesetaraan dengan suku bunga Bank Indonesia (SBI). Data pola pembiayaan pada perbankan syariah dapat dilihat pada lampiran10. 37

48 HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN 38 Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK)

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) PENGOLAHAN TEPUNG TAPIOKA

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) PENGOLAHAN TEPUNG TAPIOKA POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) PENGOLAHAN TEPUNG TAPIOKA BANK INDONESIA Direktorat Kredit, BPR dan UMKM Telepon : (021) 3818043 Fax: (021) 3518951, Email : tbtlkm@bi.go.id DAFTAR ISI 1. Pendahuluan.........

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Kondisi Geografi dan Topografi Lokasi Penelitian

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Kondisi Geografi dan Topografi Lokasi Penelitian IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kondisi Geografi dan Topografi Lokasi Penelitian 1. Kabupaten Lampung Timur Kabupaten Lampung Timur adalah salah satu kabupaten di Provinsi Lampung, Indonesia. Ibu

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian 36 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian dipilih secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa daerah

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Maju Bersama, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN dan HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Tinjauan teknologi pengolahan sagu Teknologi merupakan sumberdaya buatan manusia yang kompetitif dan selalu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dimiliki oleh suatu negara. Indonesia merupakan negara berkembang

I. PENDAHULUAN. yang dimiliki oleh suatu negara. Indonesia merupakan negara berkembang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perekonomian nasional tidak terlepas dari berkembangnya sumber daya alam yang dimiliki oleh suatu negara. Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sedang berkembang, dengan sektor

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sedang berkembang, dengan sektor I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sedang berkembang, dengan sektor pertanian sebagai tumpuan sumber mata pencaharian sebagian besar penduduk. Keberadaan pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyebarannya terbanyak di pulau Jawa dan Sumatera, masing-masing 50% dan

I. PENDAHULUAN. penyebarannya terbanyak di pulau Jawa dan Sumatera, masing-masing 50% dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Tanaman ubikayu tumbuh tersebar di seluruh provinsi di Indonesia, namun penyebarannya terbanyak di pulau Jawa dan Sumatera, masing-masing 50% dan 32% dari total luas

Lebih terperinci

IV. DESKRIPSI USAHA PENGOLAHAN TEPUNG UBI JALAR

IV. DESKRIPSI USAHA PENGOLAHAN TEPUNG UBI JALAR IV. DESKRIPSI USAHA PENGOLAHAN TEPUNG UBI JALAR 4.1 Gambaran Umum Kelompok Tani Hurip Kelompok Tani Hurip terletak di Desa Cikarawang Kecamatan Darmaga. Desa Cikarawang adalah salah satu Desa di Kecamatan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI

BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI 5.1 PENDAHULUAN Pengembangan usaha pelayanan jasa pengeringan gabah dapat digolongkan ke dalam perencanaan suatu kegiatan untuk mendatangkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Packing House Packing house ini berada di Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi. Packing house dibangun pada tahun 2000 oleh petani diatas lahan

Lebih terperinci

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL SYARIAH (PPUK) PANCING ULUR BERUMPON

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL SYARIAH (PPUK) PANCING ULUR BERUMPON POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL SYARIAH (PPUK) PANCING ULUR BERUMPON HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN KATA PENGANTAR Cetakan Syariah Dalam rangka mengembangkan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), Bank Indonesia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka termasuk industri hilir, di mana industri ini melakukan proses pengolahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka termasuk industri hilir, di mana industri ini melakukan proses pengolahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Tepung Tapioka Skala Rakyat Industri tepung tapioka merupakan industri yang memiliki peluang dan prospek pengembangan yang baik untuk memenuhi permintaan pasar. Industri

Lebih terperinci

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) PENGOLAHAN ARANG TEMPURUNG

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) PENGOLAHAN ARANG TEMPURUNG POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) PENGOLAHAN ARANG TEMPURUNG BANK INDONESIA Direktorat Kredit, BPR dan UMKM Telepon : (021) 3818043 Fax: (021) 3518951, Email : tbtlkm@bi.go.id DAFTAR ISI 1. Pendahuluan.........

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sebuah lokasi yang berada Desa Kanreapia Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten Gowa, Propinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL Analisis finansial dilakukan untuk melihat sejauh mana Peternakan Maju Bersama dapat dikatakan layak dari aspek finansial. Untuk menilai layak atau tidak usaha tersebut

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH, KEUNTUNGAN, DAN TITIK IMPAS PENGOLAHAN HASIL RENGGINANG UBI KAYU (RENGGINING) SKALA RUMAH TANGGA DI KOTA BENGKULU

ANALISIS NILAI TAMBAH, KEUNTUNGAN, DAN TITIK IMPAS PENGOLAHAN HASIL RENGGINANG UBI KAYU (RENGGINING) SKALA RUMAH TANGGA DI KOTA BENGKULU ANALISIS NILAI TAMBAH, KEUNTUNGAN, DAN TITIK IMPAS PENGOLAHAN HASIL RENGGINANG UBI KAYU (RENGGINING) SKALA RUMAH TANGGA DI KOTA BENGKULU Andi Ishak, Umi Pudji Astuti dan Bunaiyah Honorita Balai Pengkajian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL SYARIAH (PPUK) INDUSTRI PAKAIAN JADI MUSLIM

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL SYARIAH (PPUK) INDUSTRI PAKAIAN JADI MUSLIM POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL SYARIAH (PPUK) INDUSTRI PAKAIAN JADI MUSLIM KATA PENGANTAR Cetakan Syariah Dalam rangka mengembangkan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), Bank Indonesia memberikan bantuan

Lebih terperinci

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL SYARIAH (PPUK) GULA AREN (Gula Semut dan Gula Cetak)

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL SYARIAH (PPUK) GULA AREN (Gula Semut dan Gula Cetak) POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL SYARIAH (PPUK) GULA AREN (Gula Semut dan Gula Cetak) HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN KATA PENGANTAR Cetakan Syariah Dalam rangka mengembangkan Usaha Mikro Kecil dan Menengah

Lebih terperinci

A. Kerangka Pemikiran

A. Kerangka Pemikiran III. METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Penelitian ini mengkaji studi kelayakan pendirian industri pengolahan keripik nangka di kabupaten Semarang. Studi kelayakan dilakukan untuk meminimumkan

Lebih terperinci

Bab XIII STUDI KELAYAKAN

Bab XIII STUDI KELAYAKAN Bab XIII STUDI KELAYAKAN STUDI KELAYAKAN DIPERLUKAN 1. Pemrakarsa sebagai bahan pertimbangan a. Investasi - Merencanakan investasi - Merevisi investasi - Membatalkan investasi b. Tolak ukur kegiatan/investasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Industri Tepung Tapioka Rakyat (ITTARA) merupakan usaha agroindustri yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Industri Tepung Tapioka Rakyat (ITTARA) merupakan usaha agroindustri yang 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Tepung Tapioka Rakyat (ITTARA) Industri Tepung Tapioka Rakyat (ITTARA) merupakan usaha agroindustri yang mengolah ubi kayu menjadi tepung tapioka dalam skala kecil atau

Lebih terperinci

BOKS 2 PENELITIAN POLA PEMBIAYAAN (LENDING MODEL) USAHA MIKRO KECIL INDUSTRI KECIL BATU BATA DI SULAWESI TENGGARA

BOKS 2 PENELITIAN POLA PEMBIAYAAN (LENDING MODEL) USAHA MIKRO KECIL INDUSTRI KECIL BATU BATA DI SULAWESI TENGGARA 2 PENELITIAN POLA PEMBIAYAAN (LENDING MODEL) USAHA MIKRO KECIL INDUSTRI KECIL BATU BATA DI SULAWESI TENGGARA Kesenjangan informasi (asymmetric information) antara produk perbankan beserta persyaratan yang

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS FINANSIAL

VIII. ANALISIS FINANSIAL VIII. ANALISIS FINANSIAL Analisis aspek finansial bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan.

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Blendung, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL

VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL Menganalisis kelayakan suatu proyek atau usaha dari segi keuangan dapat mengunakan. Analisis finansial. Adapun kriteria kriteria penilaian investasi yang dapat digunakan yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rakyat akan pangan, meningkatkan pendapatan petani, membantu. memantapkan swasembada pangan serta meningkatkan produksi tanaman

I. PENDAHULUAN. rakyat akan pangan, meningkatkan pendapatan petani, membantu. memantapkan swasembada pangan serta meningkatkan produksi tanaman 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian dilaksanakan dalam rangka memenuhi kebutuhan rakyat akan pangan, meningkatkan pendapatan petani, membantu memantapkan swasembada pangan

Lebih terperinci

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI 6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI 6.1 Pendahuluan Industri surimi merupakan suatu industri pengolahan yang memiliki peluang besar untuk dibangun dan dikembangkan. Hal ini didukung oleh adanya

Lebih terperinci

C.3. AGROINDUSTRI TEPUNG CABE I. PENDAHULUAN

C.3. AGROINDUSTRI TEPUNG CABE I. PENDAHULUAN C.3. AGROINDUSTRI TEPUNG CABE I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabe berasal dari Amerika Tengah dan saat ini merupakan komoditas penting dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. Hampir semua rumah tangga

Lebih terperinci

cair (Djarwati et al., 1993) dan 0,114 ton onggok (Chardialani, 2008). Ciptadi dan

cair (Djarwati et al., 1993) dan 0,114 ton onggok (Chardialani, 2008). Ciptadi dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu merupakan komoditi pertanian yang utama di Provinsi Lampung. Luas areal penanaman ubi kayu di Provinsi Lampung pada tahun 2009 adalah sekitar 320.344

Lebih terperinci

VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL Analisis kelayakan finansial dilakukan untuk mengetahui kelayakan pembesaran ikan lele sangkuriang kolam terpal. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam aspek finansial

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS FINANSIAL

VIII. ANALISIS FINANSIAL VIII. ANALISIS FINANSIAL Analisis finansial bertujuan untuk menghitung jumlah dana yang diperlukan dalam perencanaan suatu industri melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian atau mencakup. yang berhubungan dengan tujuan penelitian.

METODE PENELITIAN. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian atau mencakup. yang berhubungan dengan tujuan penelitian. III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti, serta penting untuk memperoleh

Lebih terperinci

INDUSTRI KERUPUK UDANG

INDUSTRI KERUPUK UDANG POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL INDUSTRI KERUPUK UDANG BANK INDONESIA KATA PENGANTAR Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam perekonomian nasional memiliki peran yang penting dan strategis. Namun demikian,

Lebih terperinci

PANCING RAWAI BANK INDONESIA

PANCING RAWAI BANK INDONESIA POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL PANCING RAWAI BANK INDONESIA KATA PENGANTAR Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam perekonomian nasional memiliki peran yang penting dan strategis. Namun demikian, UMKM

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberdayaan Usaha Mikro (UM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Dalam era globalisasi ini, perbankan telah banyak mendominasi sistem perekonomian di seluruh dunia khususnya di Indonesia. Hal ini dikarenakan bank

Lebih terperinci

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) INDUSTRI TELUR ASIN (Pola Pembiayaan Syariah)

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) INDUSTRI TELUR ASIN (Pola Pembiayaan Syariah) POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) INDUSTRI TELUR ASIN (Pola Pembiayaan Syariah) BANK INDONESIA Direktorat Kredit, BPR dan UMKM Telepon : (021) 3818043 Fax: (021) 3518951, Email : tbtlkm@bi.go.id DAFTAR

Lebih terperinci

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU Ubi kayu menjadi salah satu fokus kebijakan pembangunan pertanian 2015 2019, karena memiliki beragam produk turunan yang sangat prospektif dan berkelanjutan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Singkong (Manihot utilissima) atau yang biasa disebut juga dengan nama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Singkong (Manihot utilissima) atau yang biasa disebut juga dengan nama 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Singkong (Manihot utilissima) atau yang biasa disebut juga dengan nama ubi kayu atau ketela pohon, merupakan bahan baku berbagai produk industri seperti industri makanan,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah kegiatan-kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam suatu bentuk kesatuan dengan mempergunakan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL

VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL Analisis aspek finansial digunakan untuk menganalisis kelayakan suatu proyek atau usaha dari segi keuangan. Analisis aspek finansial dapat memberikan perhitungan secara kuantatif

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Kerangka pemikiran penelitian ini diawali dengan melihat potensi usaha yang sedang dijalankan oleh Warung Surabi yang memiliki banyak konsumen

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Usaha Mi Ayam Bapak Sukimin yang terletak di Ciheuleut, Kelurahan Tegal Lega, Kota Bogor. Lokasi penelitian diambil secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Studi Kelayakan Proyek Proyek merupakan suatu kegiatan untuk membangun sistem yang belum ada. Sistem dibangun dahulu oleh proyek, kemudian dioperasionalkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang sesuai dengan syarat tumbuh bagi tanaman perkebunan. Salah satu

I. PENDAHULUAN. yang sesuai dengan syarat tumbuh bagi tanaman perkebunan. Salah satu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang mengembangkan komoditas perkebunan. Hal ini didukung dengan keadaan iklim dan tanah di Indonesia yang sesuai dengan syarat

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di peternakan milik Bapak Sarno yang bertempat di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian kelayakan Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang dilakukan di Perusahaan Parakbada, Katulampa, Kota Bogor, Provinsi Jawa

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT Mekar Unggul Sari, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan

Lebih terperinci

INDUSTRI PAKAIAN JADI MUSLIM

INDUSTRI PAKAIAN JADI MUSLIM POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL INDUSTRI PAKAIAN JADI MUSLIM BANK INDONESIA KATA PENGANTAR Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam perekonomian nasional memiliki peran yang penting dan strategis. Namun

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian ini belum pernah dilakukan sebelumnya oleh orang lain. Penulis ingin melakukan pembahasan dan penelitian terhadap pengaruh prinsip jual

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN Upaya yang dapat ditempuh untuk meningkatkan produksi minyak bumi, salah satunya dengan menerapkan teknologi Enhanched Oil Recovery (EOR) pada lapangan

Lebih terperinci

VII. RENCANA KEUANGAN

VII. RENCANA KEUANGAN VII. RENCANA KEUANGAN Rencana keuangan bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan. Untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai jenis tanaman yang dapat tumbuh subur di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai jenis tanaman yang dapat tumbuh subur di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki berbagai jenis tanaman yang dapat tumbuh subur di iklim tropis. Tanaman kopi merupakan salah satu komoditas pertanian terbesar di Indonesia yang

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA Perbedaan Syariah dengan Konvensional

II TINJAUAN PUSTAKA Perbedaan Syariah dengan Konvensional II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perbedaan Syariah dengan Konvensional 2.1.1. Perbandingan Kinerja Bank Syariah dengan Bank Konvensional Kusafarida (2003) dalam skripsinya meneliti tentang perbandingan kinerja

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual III. METODE PENELITIAN Nilai tambah yang tinggi yang diperoleh melalui pengolahan cokelat menjadi berbagai produk cokelat, seperti cokelat batangan merupakan suatu peluang

Lebih terperinci

BAB IV KERANGKA PEMIKIRAN

BAB IV KERANGKA PEMIKIRAN 23 BAB IV KERANGKA PEMIKIRAN 4.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 4.1.1 Studi Kelayakan Usaha Proyek atau usaha merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan manfaat (benefit) dengan menggunakan sumberdaya

Lebih terperinci

V. MODEL PEMBIAYAAN PENGEMBANGAN USAHA

V. MODEL PEMBIAYAAN PENGEMBANGAN USAHA V. MODEL PEMBIAYAAN PENGEMBANGAN USAHA 5.1 Tipe Pembiayaan Berdasarkan kebutuhan biaya dalam kegiatan pengembangan usaha pengolahan tepung ubi jalar kelompok Tani Hurip termasuk ke dalam pembiayaan kredit

Lebih terperinci

Pertemuan Minggu IX : Pembiayaan Syariah

Pertemuan Minggu IX : Pembiayaan Syariah Pertemuan Minggu IX : Pembiayaan Syariah Terdapat tiga jenis pembiayaan di bank syariah yaitu: a. pembiayaan berbasis bagi hasil. b. pembiayaan berbasis jual beli. c. pembiayaan berbasis sewa beli. Pembiayaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Bahan Batasan Operasional. Konsep dasar dan defenisi opresional mencakup pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Bahan Batasan Operasional. Konsep dasar dan defenisi opresional mencakup pengertian yang III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Bahan Batasan Operasional Konsep dasar dan defenisi opresional mencakup pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi pada dasarnya adalah upaya yang dilakukan oleh

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi pada dasarnya adalah upaya yang dilakukan oleh 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada dasarnya adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah yang melibatkan masyarakat sebagai steakholder serta pihak swasta, secara bersama-sama untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perbankan syariah merupakan alternatif lembaga keuangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perbankan syariah merupakan alternatif lembaga keuangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan syariah merupakan alternatif lembaga keuangan berlandaskan syariah Agama Islam. Seperti halnya bank konvensional bank syariah berfungsi sebagai lembaga intermediari

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Proyek adalah kegiatan-kegiatan yang direncanakan dan dilaksanakan dalam satu bentuk kesatuan dengan mempergunakan sumber-sumber untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengumpulan Data 4.1.1 Data Pasar dan Pemasaran Gula Tahun Jawa Luar Jawa Jumlah Peningkatan (%) 1990 1,693,589 425,920 2,119,509-1991 1,804,298 448,368 2,252,666 6.28

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN KONSEPTUAL Gambir merupakan salah satu produk ekspor Indonesia yang prospektif, namun hingga saat ini Indonesia baru mengekspor gambir dalam bentuk gambir asalan.

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. dan data yang diperoleh. Penelitian ini disusun sebagai penelitian induktif yaitu

BAB IV METODE PENELITIAN. dan data yang diperoleh. Penelitian ini disusun sebagai penelitian induktif yaitu BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Jenis/Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kuantitatif karena dalam pelaksanaannya meliputi data, analisis dan interpretasi tentang arti

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perikanan merupakan salah satu subsektor pertanian yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Hal ini dikarenakan sebagian besar wilayah Indonesia terdiri atas perairan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Definisi dan Batasan Operasional Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpamaham mengenai pengertian tentang istlah-istilah dalam penelitian ini maka dibuat definisi dan batasan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Tinjauan Teknologi Teknologi merupakan sumberdaya buatan manusia yang kompetitif dan selalu mengalami perkembangan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi. Pemilihan lokasi secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari sektor pertanian. Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam pembangunan

Lebih terperinci

KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SILO JAGUNG di GAPOKTAN RIDO MANAH KECAMATAN NAGREK KABUPATEN BANDUNG

KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SILO JAGUNG di GAPOKTAN RIDO MANAH KECAMATAN NAGREK KABUPATEN BANDUNG LAMPIRAN 83 Lampiran 1. Kuesioner kelayakan usaha KUESIONER PENELITIAN KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SILO JAGUNG di GAPOKTAN RIDO MANAH KECAMATAN NAGREK KABUPATEN BANDUNG SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan pertanian dan ketahanan pangan adalah meningkatkan produksi untuk memenuhi penyediaan pangan penduduk, mencukupi kebutuhan bahan baku industri dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang benar tentang konsep agribisnis itu sendiri. Sering ditemukan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang benar tentang konsep agribisnis itu sendiri. Sering ditemukan bahwa 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Agribisnis Semakin bergemanya kata agribisnis ternyata belum diikuti dengan pemahaman yang benar tentang konsep agribisnis itu sendiri. Sering

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FINANSIAL

VII. ANALISIS FINANSIAL VII. ANALISIS FINANSIAL Usaha peternakan Agus Suhendar adalah usaha dalam bidang agribisnis ayam broiler yang menggunakan modal sendiri dalam menjalankan usahanya. Skala usaha peternakan Agus Suhendar

Lebih terperinci

PENYUSUNAN CASH FLOW BISNIS DAN LAPORAN LABA/RUGI DEPARTEMEN AGRIBISNIS FEM - IPB

PENYUSUNAN CASH FLOW BISNIS DAN LAPORAN LABA/RUGI DEPARTEMEN AGRIBISNIS FEM - IPB PENYUSUNAN CASH FLOW BISNIS DAN LAPORAN LABA/RUGI DEPARTEMEN AGRIBISNIS FEM - IPB Penerimaan dan pengeluaran dalam bisnis merupakan komponen yang sangat penting untuk melihat aktivitas yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih bertumpu pada beras. Meskipun di beberapa daerah sebagian kecil penduduk

BAB I PENDAHULUAN. masih bertumpu pada beras. Meskipun di beberapa daerah sebagian kecil penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cakupan pangan di Indonesia secara mandiri masih merupakan masalah serius yang harus kita hadapi saat ini dan masa yang akan datang. Bahan pokok utama masih bertumpu

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk

METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL

VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL Aspek finansial merupakan aspek yang dikaji melalui kondisi finansial suatu usaha dimana kelayakan aspek finansial dilihat dari pengeluaran dan pemasukan usaha tersebut selama

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI 7.1. Produktivitas Usahatani Produktivitas merupakan salah satu cara untuk mengetahui efisiensi dari penggunaan sumberdaya yang ada (lahan) untuk menghasilkan keluaran

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Proses produksi kopi luwak adalah suatu proses perubahan berbagai faktor

III. METODE PENELITIAN. Proses produksi kopi luwak adalah suatu proses perubahan berbagai faktor III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup semua pengertian yang digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL Kelayakan aspek finansial merupakan analisis yang mengkaji kelayakan dari sisi keuangan suatu usaha. Aspek ini sangat diperlukan untuk mengetahui apakah usaha budidaya nilam

Lebih terperinci

X. ANALISIS KELAYAKAN USAHA

X. ANALISIS KELAYAKAN USAHA X. ANALISIS KELAYAKAN USAHA 10.1. Pengantar Kebutuhan pangan semakin hari semakin banyak seiring dengan perkembangan penduduk, sementara itu ketersediaan lahan pertanian semakin menyempit dengan makin

Lebih terperinci

47. Kriteria Kelayakan Investasi Kompos & Listrik Akibat Penurunan

47. Kriteria Kelayakan Investasi Kompos & Listrik Akibat Penurunan DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1. Karakteristik Air Limbah Pabrik Kelapa Sawit... 10 2. Baku Mutu Air Limbah Industri Minyak Kelapa Sawit... 11 3. Konversi Energi Biogas... 15 4. Produksi Kelapa Sawit Indonesia

Lebih terperinci

VII. IMPLEMENTASI MODEL

VII. IMPLEMENTASI MODEL VII. IMPLEMENTASI MODEL A. HASIL SIMULASI Simulasi model dilakukan dengan menggunakan data hipotetik berdasarkan hasil survey, pencarian data sekunder, dan wawancara di lapangan. Namun dengan tetap mempertimbangkan

Lebih terperinci

pendekatan rasional, yang pembuktiannya mudah dilakukan, sedangkan pertimbangan kualitatif

pendekatan rasional, yang pembuktiannya mudah dilakukan, sedangkan pertimbangan kualitatif A. PENDAHULUAN Terlaksananya suatu proyek investasi, seringkali tergantung kepada pertimbangan manajemen yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Pertimbangan kuantitatif lebih bersifat kepada pendekatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Obyek dan Lokasi Penelitian Obyek penelitian yang akan diangkat pada penelitian ini adalah Perencanaan budidaya ikan lele yang akan berlokasi di Desa Slogohimo, Wonogiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1960, namun sampai sekarang ketergantungan terhadap beras dan terigu

BAB I PENDAHULUAN. 1960, namun sampai sekarang ketergantungan terhadap beras dan terigu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengakenaragaman (diversifikasi) pangan sudah diusahakan sejak tahun 1960, namun sampai sekarang ketergantungan terhadap beras dan terigu belum dapat dihilangkan.

Lebih terperinci

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL Analisis finansial dilakukan untuk melihat sejauh mana CV. Usaha Unggas dapat dikatakan layak dari aspek finansial. Penilaian layak atau tidak usaha tersebut dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. individu untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya dengan layak. Kemisikinan

I. PENDAHULUAN. individu untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya dengan layak. Kemisikinan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kemiskinan adalah salah satu masalah yang sering muncul di tengah kehidupan masyarakat. Kemiskinan secara umum adalah suatu ketidakmampuan individu untuk

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kelangsungan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM UKM. Pulau Pasaran SKALA 1:

4 KEADAAN UMUM UKM. Pulau Pasaran SKALA 1: 29 4 KEADAAN UMUM UKM 4.1 Lokasi dan Keadaan Umum Pengolah Unit Pengolahan ikan teri nasi setengah kering berlokasi di Pulau Pasaran, Lingkungan 2, Kelurahan Kota Karang, Kecamatan Teluk Betung Barat,

Lebih terperinci

VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL

VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL 7.1. Proyeksi Arus Kas (Cashflow) Proyeksi arus kas merupakan laporan aliran kas yang memperlihatkan gambaran penerimaan (inflow) dan pengeluaran kas (outflow). Dalam penelitian

Lebih terperinci

IV. ANALISA FAKTOR KELAYAKAN FINANSIAL

IV. ANALISA FAKTOR KELAYAKAN FINANSIAL 32 IV. ANALISA FAKTOR KELAYAKAN FINANSIAL 4.1. Identifikasi Indikator Kelayakan Finansial Pada umumnya ada enam indikator yang biasa dipertimbangkan untuk dipakai dalam penilaian kelayakan finansial dari

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Dian Layer Farm yang terletak di Kampung Kahuripan, Desa Sukadamai, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan

Lebih terperinci