PERBANDINGAN HIBRID ULAT SUTERA ( Bombyx mori L.) ASAL CINA DENGAN HIBRID LOKAL DI SULAWESI SELATAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERBANDINGAN HIBRID ULAT SUTERA ( Bombyx mori L.) ASAL CINA DENGAN HIBRID LOKAL DI SULAWESI SELATAN"

Transkripsi

1 Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol. 11 No. 3, Desember 2014: ISSN: Terakreditasi No.: 482/AU2/P2MILIPI/08/2012 PERBANDINGAN HIBRID ULAT SUTERA ( Bombyx mori L.) ASAL CINA DENGAN HIBRID LOKAL DI SULAWESI SELATAN Comparison of ChineseOrigin and Local Silkworm ( Bombyx mori L.) Hybrids in South Sulawesi 1) 2) Lincah Andadari dan/ and Kuntadi 1) Pusat Penelitian dan Pengembangan Produktivitas Hutan Kampus Balitbang Kehutanan, Jl. Gunung Batu 5, Bogor Telp. (0251) , Fax. (0251) ) Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi Kampus Balitbang Kehutanan, Jl. Gunung Batu 5 Kotak Pos 165, Bogor Telp. (0251) , Fax. (0251) Naskah masuk : 26 September 2013; Naskah diterima : 29 September 2014 ABSTRACT The quality of Chineseorigin silkworm hybrid was evaluated by means of comparison its various parameters to local commercial hybrid produced by Perhutani.company. This study aims to assess its performances as an alternate source of silkworm line. The parameters observed were egg hatchability, larval period, cocoon yield, and cocoon quality.using factorial experiment in a randomized block design with six replications, the two hybrids were reared in two different locations in South Sulawesi, namely Soppeng (100 m a.s.l.) and Enrekang (800 m a.s.l.) The result showed that Chinese hybrid has higher egg hatchability, cocoon yield, and filament reelability in both rearing locations. The differences among the two hybrids were about 9% in hatchability, 13% in cocoon yield, and 6 9% in filament reelability. Larva period of Chinese hybrid is two days shorter compared to it of local hybrid. Local hybrid had better quality cocoon and higher normal cocoon. Keywords: Chinese hybrid, Perum Perhutani hybrid, cocoon quality, egg quality, silkworm ABSTRAK Uji mutu hibrid ulat sutera asal Cina dilakukan dengan membandingkan beberapa parameter pemeliharaan dengan hibrid lokal produksi Perum Perhutani guna menilai potensinya sebagai hibrid alternatif. Kedua hibrid diuji coba di dua lokasi berbeda di Sulawesi Selatan, yaitu Soppeng (100 m dpl) dan Enrekang (800m dpl), menggunakan rancangan acak kelompok dengan pola faktorial. Parameter yang diamati meliputi persentase penetasan, masa larva, rendemen pemeliharaan dan kualitas kokon. Hasil penelitian menunjukan hibrid Cina menghasilkan persentase daya tetas, rendemen pemeliharaan, dan daya gulung serat sutera yang lebih tinggi daripada hibrid lokal di kedua lokasi pemeliharaan. Perbedaan kedua hibrid sekitar 9% untuk daya tetas telur, 13% untuk rendemen pemeliharaan, dan antara 6 9% untuk daya gulung serat. Hibrid Cina juga memiliki masa larva yang lebih pendek sekitar dua hari dibandingkan hibrid lokal. Sementara hibrid lokal Perhutani menghasilkan kualitas kokon yang lebih baik dari pada hibrid Cina. Hibrid lokal juga menghasilkan persentase jumlah kokon normal yang lebih tinggi. Kata kunci: Hibrid Cina, hibrid Perum Perhutani, kualitas kokon, kualitas telur, ulat sutera I. PENDAHULUAN Keberhasilan usaha pemeliharaan ulat sutera tergantung kepada beberapa faktor, yaitu pakan, bibit ulat, kondisi pemeliharaan, dan sistem pemeliharaan (Gowda & Reddy, 2007; Bizhannia & Seidavi, 2008, dalam Seidavi, 2012). Meskipun di Indonesia kokon dapat dihasilkan sepanjang tahun, namun sampai saat ini jumlah produksi benang sutera masih fluktuatif. Salah satu penyebabnya adalah penggunaan jenis ulat yang sama untuk kondisi pemeliharaan yang beragam. Menurut Hussain et al. (2011a), sifat biologis dan karakter kokon yang dihasilkan dipengaruhi oleh temperatur setempat, musim saat pemeliharaan, dan struktur genetik dari galur ulat sutera. Oleh karena itu beberapa jenis ulat baru yang lebih spesifik untuk masingmasing kondisi pemeliharaan perlu didapatkan. Kualitas hibrid merupakan aspek penting dalam industri persuteraan karena sering menjadi penyebab kehilangan produksi atau kegagalan. 173

2 Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol. 11 No. 3, Desember 2014, Kualitas hibrid yang baik adalah hibrid yang bebas penyakit, mempunyai persentase penetasan yang tinggi, memberikan penetasan yang seragam, dan menghasilkan kokon yang stabil (Saheb & Gowda, 1987). Dalam upaya meningkatkan kuantitas dan kualitas telur ulat sutera serta menjamin mutu dan ketersediaan kokon, pemerintah telah menetapkan aturan pengadaan dan peredaraan telur ulat sutera di Indonesia melalui Peraturan Menteri Kehutanan No P56/MenhutII/2007tentang Pengadaan dan Peredaran Telur Ulat Sutera. Peraturan ini membuka peluang masuknya hibrid ulat sutera dari luar negeri ke Indonesia secara syah ( legal) untuk mendampingi hibrid lokal yang selama ini hanya diberikan ijin produksinya kepada Perum Perhutani. Aspek legalitas sangat diperlukan, selain untuk memberikan kepastian hukum, juga untuk mengatur tertib peredaran dan menjaga mutu hibrid, mengingat hibrid ulat sutera impor, menurut Sadapotto (2010), disinyalir sudah banyak beredar di masyarakat secara ilegal. Permenhut No. P56/ MenhutII/2007 mengatur antara lain bahwa hibrid impor harus sudah disertifikasi dari negara asalnya, pemasukannya ke Indonesia melalui proses karantina, dan harus memenuhi persyaratan bermutu baik dan adaptif terhadap lingkungan setempat. Untuk itu, permohonan izin pemasukan telur harus dilengkapi dengan sertifikat yang menerangkan asal usul ( certificate of origin), sertifikat kualitas ( certificate of quality), dan sertifikat kesehatan ( certificate of health) dari negara asal hibrid, serta sertifikat uji adaptasi yang diterbitkan oleh Badan Litbang Kehutanan atau lembaga penelitian lainnya. Uji adaptasi adalah kegiatan untuk mengkaji kesesuaian jenis ulat terhadap lokasi di mana ulat sutera akan dibudidayakan. Uji tersebut dilakukan secara multilokasi pada kondisi lingkungan yang berlainan atau pada kondisi ekosistem yang dinamis antar tempat dan waktu. Kondisi ideal untuk uji adaptasi yaitu yang mewakili wilayah dengan klimat yang bervariasi atau beberapa lokasi dalam satu wilayah di mana jenis baru direncanakan akan didistribusikan (ESCAP, 1993). Uji adaptasi biasanya dilakukan di stasiun penelitian setempat atau di tempat produksi telur dan didampingi oleh jenis ulat komersial sebagai kontrol. Tulisan ini disusun berdasarkan hasil penelitian uji perbandingan dua hibrid ulat sutera, yakni hibrid impor asal Cina dan hibrid komersial yang diproduksi di dalam negeri. Penelitian dimaksudkan untuk mendapatkan hibrid ulat sutera berkualitas baik yang akan ditetapkan sebagai hibrid komersial alternatif untuk melengkapi hibrid komersial yang sudah ada. II. METODOLOGI A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember tahun 2009 di sentra produksi kokon yang mewakili dua wilayah dengan ketinggian tempat berbeda di Sulawesi Selatan, yakni Soppeng dengan ketinggian tempat 100 m dpl dan Enrekang dengan ketinggian tempat 800 m dpl. Ruangan dan alat pemeliharaan ulat di kedua lokasi uji adaptasi dipilih yang bentuk dan kondisinya sama. B. Bahan danalat Bahan yang digunakan berupa telur ulat sutera dari dua jenis hibrid bivoltine, yaitu hibrid baru asal Cina (kode persilangan F9X7) dan hibrid komersial atau hibrid lokal hasil produksi Perum Perhutani Soppeng (kode persilangan C301), dan daun murbei ( Morus sp.) sebagai pakannya. Hibrid komersial digunakan sebagai kontrol. Hibrid asal Cina diproduksi oleh Guangdong Silk Corp. Group Yingde Egg Production Farm, Cina dan diimpor oleh CV. Masalangka Group. Peralatan berupa cold storage, inkubator, rak pemeliharaan, sasag, alat pengokonan dan lainlain. C. Metode Penelitian 1. Rancangan penelitian Penelitian dilakukan melalui percobaan faktorial dengan dua faktor yang masingmasing terdiri dari dua taraf. Kedua faktor tersebut yaitu jenis hibrid ulat sutera dan ketinggian tempat/ lokasi pemeliharaan. Jenis hibrid terdiri dari hibrid Cina dan hibrid lokal, sedangkan lokasi pemeliharaan yaitu Soppeng (mewakili zonasi < 400 m dpl) dan Enrekang (mewakili zonasi antara m dpl). Secara keseluruhan terdapat empat kombinasi perlakukan di dalam percobaan yang dilakukan. Percobaan dilakukan menggunakan percobaan dua faktor dalam Rancangan Acak Kelompok dengan enam kelompok yang masingmasing terdiri dari empat perlakuan. Pengelompokan didasarkan kepada posisi rak pemeliharaan ulat yang masingmasing bentuknya relatif homogen. Model rancangan menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002) adalah: 174

3 Perbandingan Hibrid Ulat Sutera (Bombyx mori L. ) asal Cina dengan Hibrid Lokal di Sulawesi Selatan Lincah Andadari dan Kuntadi Keterangan : Y ijk= nilai respon pada faktor jenis hibrid taraf ke i, faktor lokasi taraf kej, ulangan kek ( Yield th response on treatments of the i factor of hybrid, th th j factor of site, and k replication) Di dalam percobaan, setiap hibrid ulat sutera disediakan sebanyak 0,5 boks telur di masingmasing lokasi. Pemeliharaaan telur hingga mengokon dilakukan dengan standar pemeliharaan yang sama, meliputi tata cara inkubasi telur, penyiapan dan proses disinfeksi ruang pemeliharaan, jenis murbei dan jumlah pakan yang diberikan selama pemeliharaan ulat, pengaturan suhu dan kelembaban ruang ulat, dan perlengkapan pengokonan. Parameter yang diamati meliputi : Kualitas telur (jumlah telur dan persentase penetasan). Kualitas ulat (keseragaman pertumbuhan ulat dan rendemen pemeliharaan). Kualitas kokon (produksi kokon normal, bobot kokon, bobot kulit kokon, dan persentase kulit kokon). Kualitas serat (panjang, persentase, dan ketebalan serat). 2. Teknik pemeliharaan Telur diletakkan di ruang inkubasi selama 1012 hari sebelum saat penetasan dengan pengaturan suhu sekitar 25 C dan kelembaban 75 80%. o Pemeliharaan ulat dilakukan di ruang pemeliharaan milik petani setempat. Ulat kecil dibungkus dengan kertas parafin sementara ulat besar diletakkan terbuka pada rakrak pemeliharaan. Pemeliharaan ulat mengikuti teknik standar (Kaomini, 2002) dengan pengaturan yang disesuaikan dengan kondisi setempat. Kebutuhan temperatur dan kelembaban untuk masingmasing instar diupayakan agar mendekati kebutuhan optimum. Pakan diberikan sebanyak tiga kali sehari pada saat ulat kecil (instar I sampai instar III) dengan interval setiap lima jam sekali mulai dari jam WIB, sedangkan pada saat ulat besar (instar IV dan V) pemberian makan dilakukan empat kali per hari dengan interval yang sama yaitu lima jam. Pada awal instar IV dihitung sebanyak ekor ulat dari setiap plot percobaan untuk terus dipelihara dan dipertahankan sebagai obyek pengujian selanjutnya. Pada hari keenam sampai kedelapan dari instar V ulatulat yang sudah siap memasuki masa istirahat diambil satu per satu secara manual untuk dipindahkan ke rak pengokonan. Kokon dipanen pada hari kelima dan keenam setelah dikokonkan, dan diseleksi untuk dianalisa guna kepentingan pengukuran sesuai parameter yang diamati di atas. 3. Analisa data Data pengamatan dianalisis mengunakan sidik ragam. Dalam hal hasil sidik ragam menunjukkan beda nyata antar nilai ratarata, analisis dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan untuk mengelompokkan perlakuan yang tidak berbeda nyata. A. Hasil III. HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeliharaan ulat dilaksanakan di salah satu petani di Kabupaten Soppeng dan Enrekang. Ketinggian tempat dan kondisi lingkungan ke dua lokasi pemeliharaan selama dilakukan uji adaptasi adalah sebagaimana pada Tabel 1. Gambar 1 memperlihatkan suasana ruang pemeliharaan di masingmasing lokasi. Jenis murbei yang terdapat di lokasi yaitu Morus alba var Kanva 2, M. cathayana dan M. multicaulis yang masingmasing ditanam dalam pola monokultur. Tabel ( Table) 1. Kondisi lingkungan kedua lokasi percobaan ( Environmental condition of two study sites) Karakteristik lokasi (Site characteristics) Ketinggian tempat (m dpl) (Altitude) Kisaran suhu ( o C) (Temperature) Kisaran kelembaban (%) (Humidity) Soppeng Enrekang

4 Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol. 11 No. 3, Desember 2014, Soppeng Enrekang Gambar ( Figure) 1. Ruang pemeliharaan ulat sutera di Soppeng dan Enrekang ( Silkworm rearing chamber in Soppeng and Enrekang) 1. Kualitas telur Kualitas telur dinilai berdasarkan jumlah telur per box, persentase penetasan, dan masa larva. Tabel 2 memperlihatkan jumlah ratarata persentase tetas telur, masa larva, dan rendemen pemeliharaan kedua jenis hibrid ulat sutera di kedua lokasi penelitian. Hasil perhitungan jumlah telur menunjukkan hibrid Cina memiliki jumlah yang lebih banyak dalam setiap boxnya dibanding hibrid lokal asal Perum Perhutani. Jumlah telur per box untuk hibrid Cina dan hibrid lokal masingmasing sebanyak telur dan telur. Daya tetas telur kedua hibrid ulat sutera menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). Hibrid Cina memiliki daya tetas yang lebih tinggi dibanding hibrid lokal, baik yang dipelihara di daerah Soppeng maupun di daerah Enrekang. Persentase penetasan telur di lokasi Soppeng untuk hibrid asal Cina ratarata sebesar 91,10 ± 1,78%, sedangkan untuk hibrid lokal ratarata sebesar 81,95 ± 5,44%. Hasil yang hampir sama diperoleh pada uji coba di Enrekang, daya tetas telur ratarata sebesar 90,27 ± 1,62% (hibrid Cina) berbanding 81,76 ± 0,81% (hibrid lokal). Perbedaan persentase penetasan telur antara hibrid asal Cina dan lokal terlihat cukup besar ( + 10%), baik untuk lokasi Soppeng maupun Enrekang. Selain itu, hibrid Cina memiliki masa larva yang lebih pendek dari pada hibrid lokal. Perbedaan masa larva kedua hibrid berkisar dua hari. Tabel ( Table) 2. Perbandingan persentase tetas telur, masa larva, dan rendemen pemeliharaan ulat sutera hibrid Cina dan hibrid lokal di Soppeng dan Enrekang ( Comparative performances of egg hatchability, larval life, and yield of Chineseorigin and local silkworm hibrids in Soppeng and Enrekang) Perlakuan (Treatments) Persentase tetas (Egg hatchability (%)) Masa larva (Larval period) Rendemen pemeliharaan (Yield (%)) Soppeng Hibrid Cina 91,10 ± 1,78 a 20 hari 7 jam 92,8 ± 5,69 a Hibrid Lokal 81,95 ± 5,44 b 22 hari 8 jam 79,18 ± 8,10 b Enrekang Hibrid Cina 90,27 ± 1,62 a 26 hari 7 jam 93,3 ± 7,34 a Hibrid Lokal 81,76 ± 0,81 b 28 hari 4 jam 89,2 ± 7,40 ab Keterangan ( Remarks) : Nilai dalam kolom yang diikuti dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut Uji Jarak Berganda Duncan ( Value in each column followed by same letter is not significantly different at 5% Duncan multiple range test) 176

5 Perbandingan Hibrid Ulat Sutera (Bombyx mori L. ) asal Cina dengan Hibrid Lokal di Sulawesi Selatan Lincah Andadari dan Kuntadi 2. Kualitas ulat Kualitas ulat seperti rendemen pemeliharaan perlu diperhatikan karena berpengaruh terhadap hasil produksi kokon yang dihasilkan. Data penelitian menunjukkan ratarata persentase rendemen pemeliharaan yang dapat dihasilkan dari hibrid Cina lebih tinggi dibandingkan hibrid lokal (Tabel 2). Perbedaan yang nyata (P<0,05) antar kedua hibrid terlihat dari hasil pengujian di Soppeng, di mana perbedaan persentase rendemen pemeliharaannyamencapaiangkadiatas 10%. 3. Kualitas kokon Hasil analisis kualitas kokon menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antar lokasi dan jenis hibrid (P<0,01). Berdasarkan parameter persentase kokon normal, bobot kokon, bobot kulit kokon, dan persentase kulit kokon, secara keseluruhan kualitas hibrid yang berasal dari Perum Perhutani (hibrid lokal) menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan hibrid dari Cina (Tabel 3). Tabel ( Table) 3. Perbandingan kualitas kokon hibrid Cina dan hibrid lokal di Soppeng dan Enrekang ( Performances comparation of cocoon quality of Chineseorigin and local silkworm hybrids in Soppeng and Enrekang) Perlakuan Kokon normal Bobot kokon Bobot kulit kokon Persentase kulit Treatments (Normal cocoon) (Cocoon weight) (Cocoon shell kokon (Cocoon (%) (g) weight) (g) shell ratio )(%) Soppeng Hibrid Cina 90,08 ± 3,69 ab 1,44 ± 0,09 d 0,30 ± 0,01 c 20,96 ± 0,31 c Hibrid Lokal 86,75 ± 5,23 b 1,70 ± 0,05 b 0,41 ± 0,02 b 23,97 ± 0,69 a Enrekang Hibrid Cina 80,08 ± 1,50 c 1,57 ± 0,03 c 0,32 ± 0,01 c 20,58 ± 0,23 c Hibrid Lokal 93,25 ± 3,36 a 2,04 ± 0,06 a 0,46 ± 0,02 a 22,94 ± 0,30 b Keterangan ( Remarks) : Nilai dalam kolom yang diikuti dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut Uji Jarak Berganda Duncan ( Value in each column followed by same letter is not significantly different at 5% Duncan multiple range test) a. Kokon normal Hasil sidik ragam ( Anova) pada parameter kokon normal menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5%. Hibrid Cina menghasilkan persentase kokon normal yang lebih tinggi hanya di daerah Soppeng, sedangkan hibrid lokal dapat menghasilkan persentase kokon normal yang lebih tinggi di kedua daerah. b. Bobot kokon Bobot kokon dari hibrid lokal di kedua lokasi menunjukkan hasil yang lebih baik dibanding dengan hibrid dari Cina. Bobot kokon yang dihasilkan dari hibrid lokal masih berada pada kisaran ratarata bobot kokon hibrid (FI) di daerah tropis, yang menurut Mah (1998) berkisar 1,5 2,0 g, sedangkan ratarata bobot kokon dari hibrid asal Cina untuk pemeliharaan di Enrekang yang didukung dengan kondisi lingkungan yang optimum hanya berada di batas bawah, yaitu sebesar 1,57 g. Pada pemeliharaan di Soppeng, bobot kokon dari hibrid Cina bahkan di batas bawah kisaran bobot kokon yang disebutkan Mah (19 98). c. Bobot kulit kokon Analisis ragam untuk bobot kulit kokon menunjukkan bahwa perbedaan yang nyata (P<0,01) antara jenis hibrid dan lokasi. Pemeliharaan di Enrekang menghasilkan bobot kokon yang lebih tinggi dibandingkan pemeliharaan di Soppeng, terutama untuk hibrid lokal. Di kedua lokasi pemeliharaan, hibrid lokal memperlihatkan hasil yang lebih baik daripada hibrid asal Cina dengan perbedaan yang sangat nyata. Bobot kulit kokon yang lebih tinggi secara ekonomis lebih menguntungkan karena semakin besar kandungan suteranya. d. Persentase kulit kokon Besarnya nilai persentase kulit kokon sangat ditentukan oleh berat kokon dan berat kulit kokon. Persentase kulit kokon tersebut dapat meng 177

6 Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol. 11 No. 3, Desember 2014, gambarkan persentase serat kasar yang dapat diperoleh dari hasil panen. Persentase kulit kokon selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 3. Analisis ragam persentase kulit kokon menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,01) antara jenis hibrid dan lokasi. 4. Kualitas serat Tabel 4 memperlihatkan perbandingan kualitas serat yang dihasilkan dari hibrid Cina dan hibrid lokal yang dipelihara di dua lokasi dengan ketinggian tempat berbeda. Tabel ( Table) 4. Perbandingan kualitas serat hibrid Cina dan hibrid lokal di Soppeng dan Enrekang ( Comparative performances of filament quality of Chineseorigin and local silkworm hibrids in Soppeng and Enrekang) Perlakuan Treatments Soppeng Panjang serat (Filament length (m)) Persentase serat (Filament percentage(%)) Tebal dinier (Dinier thickness) Daya gulung (Reelability) Bobot benang/50 kokon (Thread weight/50 cocoon) Hibrid Cina 994,84 ± 45,27 b 17,91 ± 0,59 c 2,37 ± 0,09 d 95,56 ± 5,34 a 8,87 ± 0,84 b Hibrid Lokal 1127,83 ± 8,63 a 21,24 ± 0,81 a 2,71 ± 0,18 c 89,58 ± 7,33 a 9,51 ± 1,89 b Enrekang Hibrid Cina 889,08 ± 39,24 c 19,14 ±0,39 b 2,97 ± 0,14 b 85,57 ± 10,47 ab 10,73 ± 0,44 b Hibrid Lokal 1026,05 ± 0,42 a 21,49 ±0,99 a 3,63 ± 0,12 a 76,11 ± 8,30 b 13,66 ± 1,86 a Keterangan ( Remarks): Nilai dalam kolom yang diikuti dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut Uji Jarak Berganda Duncan. ( Value in each column followed by same letter is not significantly different at 5% Duncan multiple range test). a. Panjang serat Analisis ragam untuk panjang serat menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,01). Terdapat perbedaan pada ratarata panjang serat antar hibrid dan antara lokasi pemeliharaan. Hibrid lokal di kedua lokasi pemeliharaan menghasilkan panjang serat yang lebih tinggi dibandingkan hibrid Cina, yaitu ratarata sepanjang 1076,94 m berbanding 941,96 m (hasil ratarata jenis hibrid di dua lokasi). Pemeliharaan di Soppeng, baik untuk hibrid lokal maupun hibrid Cina, menghasilkan ratarata panjang serat yang lebih tinggi dari pada pemeliharaan di Enrekang. b. Persentase serat Ada korelasi positif antara panjang serat dengan persentase serat. Semakin besar persentase serat maka panjang serat semakin tinggi. Di Korea, panjang serat umumnya berkisar antara m pada musim semi dan m pada musim panas dan gugur (Choe, n.d). Dalam percobaan ini, kedua hibrid menunjukkan panjang serat yang cukup baik, berkisar antara 850 sampai m. Hibrid lokal cenderung lebih baik hasilnya daripada hibrid impor Cina dengan ratarata di atas 1000 m panjang seratnya. Menurut Atmosoedardjo et al. (2000), panjang serat dipengaruhi oleh persilangan ras ulat sutera. c. Daya gulung ( Reelability) Daya gulung hibrid Cina di kedua tempat pada ketinggian yang berbeda cenderung menunjukkan hasil yang lebih baik, yaitu lebih dari 85%. d. Bobot benang per 50 kokon Persentase bobot serat merupakan persentase berat serat yang diperoleh dari sebuah kokon. Persentase bobot serat dipengaruhi oleh ras ulat sutera, mutu dan pemberian pakan (Samsijah & Andadari 1993). Selain itu, persentase bobot serat dapat dipengaruhi oleh alat pintal yang digunakan, kondisi pemeliharaan dan waktu pengokonan (Budisantoso, 1997). Analisis ragam untuk bobot benang menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,01). Bobot benang per 50 kokon hibrid lokal yang dipelihara di Enrekang menghasilkan nilai yang tertinggi, yaitu 13,66, sedangkan ketiga perlakuan yang lain menunjukkan hasil yang tidak berbeda yang 178

7 Perbandingan Hibrid Ulat Sutera (Bombyx mori L. ) asal Cina dengan Hibrid Lokal di Sulawesi Selatan Lincah Andadari dan Kuntadi nyata. Hasil ini sejalan dengan bobot kokon dan persentase kulit kokon serta persentase serat. B. Pembahasan Keseragaman penetasan dan persentase penetasan yang tinggi merupakan hal yang sangat utama dalam usaha budidaya ulat sutera. Kedua parameter ini sering dijadikan tolok ukur kualitas hibrid, meskipunkeberhasilannya akan dicapai jika didukung oleh sistem penetasan dan penanganan telur yang sesuai dengan ketentuan. Penelitian Nezhad et al. (2010) menunjukkan faktor galur sangat menentukan tingkat reproduktifitas ulat sutera, sementara penelitian Hussain et al. (2011b) yang menguji beberapa galur murni pada berbagai kondisi temperatur dan kelembaban u dara menunjukkan bahwa faktor biofisik sangat berpengaruh terhadap produksi dan daya tetas telur. Daya tetas tertinggi, menurut Husein et al. o (2011a), yaitu pada suhu ± 25 C dan kelembaban udara antara %. Mengingat dalam penelitian ini kedua hibrid ulat sutera dipelihara pada kondisi biofisik yang sama dengan temperatur dan kelembaban udara yang diatur pada kondisi optimum untuk pemeliharaan ulat sutera, maka, berdasarkan parameter daya tetas telur, hibrid asal Cina memiliki kualitas yang lebih baik daripada hibrid lokal. Masa larva hibrid Cina yang lebih pendek memberi keuntungan bagi petani karena akan mengurangi volume pakan yang harus disediakan. Hussain et al. (2011a), mengutip beberapa laporan penelitian, mengemukakan bahwa ulat sutera instar IV dan V sangat sensitif terhadap temperatur yang tinggi. Perubahan kondisi lingkungan berikut sistem pengelolaan yang kurang baik dapat menghasilkan rendemen pemeliharaan yang rendah akibat tingginya mortalitas larva. Mortalitas juga bisa disebabkan oleh penyakit. Tandatanda kematian larva akibat penyakit ditemukan selama penelitian berlangsung, yaitu berwarna hitam (gosong) dan lembek. Menurut Atmosoedardjo et al. (2000), larva yang mati pada saat mengokon dengan tandatanda seperti ini dapat disebabkan oleh penyakit grasserie (NPV). Hasil penelitian menunjukkan hibrid Cina memiliki daya adaptasi yang lebih tinggi dari hibrid lokal. Pada kondisi lingkungan dengan temperatur yang kurang optimum seperti di Soppeng, rendemen pemeliharaan hibrid Cina jauh di atas rendemen hibrid lokal dengan perbedaan lebih dari 10%. Demikian halnya pada pemeliha raan di Enrekang yang memiliki kondisi lingkungan dengan temperatur yang optimum untuk pemeliharaan ulat, hibrid Cina memperlihatkan persentase ratarata rendemen pemeliharaan yang sedikit lebih tinggi dibanding hibrid lokal, meskipun secara statistik tidak berbeda nyata (P> 0,05). Kokon merupakan hasil akhir dari pemeliharaan ulat. Kualitas kokon ditentukan oleh sifat keturunan dari jenis ulat sutera dan kondisi lingkungan seperti keadaan selama pemeliharaan, pengokonan, dan lainlain (Hussein et al., 2011b). Syarat kokon yang baik adalah sehat (tidak cacat), bersih (putih bersih), bagian dalam (pupa) tidak rusak atau hancur, bagian kulit kokon (lapisan seratserat sutera) keras dan kalau ditekan sedikit berat. Beberapa paramater kualitas kokon berpengaruh terhadap kualitas bahan baku serat sutera penyusunnya dan sangat menentukan terhadap kualitas, kuantitas, dan efisiensi dalam proses reeling (Gowda & Reddy, 2007). Ciriciri kokon, seperti bobot kokon, bobot kulit kokon, ratio kulit kokon, adalah parameter penentu yang secara ekonomi paling penting dalam budidaya ulat sutera (Mirhosseini et al., 2010). Perbedaan bentuk dan ukuran kokon akan menghasilkan ukuran serat sutera yang berbeda, termasuk kualitas benangnya. Takabayashi et al. (1997 dalam Gowda & Reddy, 2007) menyatakan, proses reeling pada kokon dengan bentuk yang tidak teratur dan tidak seragam akan menghasilkan benang yang terputusputus, sulit diurai, dan bahan baku sutera yang diperoleh cenderung kurang bagus dan sulit ditingkatkan kualitasnya. Berdasarkan perbandingan kualitas kokon, hibrid lokal menunjukkan hasil yang lebih baik dari hibrid Cina untuk semua parameter yang diamati, baik di Enrekang yang berada di ketinggian optimum untuk pemeliharaan ulat sutera maupun di Soppeng yang berada di daerah dataran rendah. Kaomini (2002) menyatakan bahwa persentase kulit kokon yang diperoleh dari sebuah kokon tergantung pada jenis atau ras ulat sutera, besarnya kokon, dan kondisi pemeliharaan. Persentase kulit kokon hibrid di daerah tropis menurut Mah (1998) dan Atmosoedarjo et al. (2000) berkisar antara 18,0 22,0 %. Pada penelitian ini ratarata persentase kulit kokon yang dihasilkan dari kedua hibrid masih berada pada kisaran yang disebut Mah (1998) dan Atmosoedarjo et al. (2000), bahkan hibrid lokal menghasilkan persentase yang lebih tinggi, baik pada pemeliharaan di Soppeng maupun Enrekang. 179

8 Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol. 11 No. 3, Desember 2014, Persentase kulit kokon adalah salah satu tolok ukur untuk penentuan harga jual kokon. Grade tertinggi (tingkatan kualitas kokon) adalah persentase kulit kokon sebesar % (Kim, 1998). Hasil penelitian menunjukkan hanya hibrid lokal yang dapat memenuhi standar Kim (1989) untuk persentase kulit kokon. Hasil budidaya ulat sutera juga ditentukan o leh kualitas serat yang membungkus kokon. Kualitas serat sutera sangat penting dalam pemintalan karena akan mempengaruhi benang sutera yang diperoleh. Semakin baik kualitas serat yang akan dipintal maka benang sutera yang diperoleh juga akan semakin meningkat baik kualitas maupun kuantitasnya (Budisantoso, 1997). Kualitas tersebut mencakup bobot kokon kering, jumlah putus serat, sisa kokon, persentase bobot serat, dan reelability (daya urai serat). Reelability adalah kemampuan serat sutera untuk terurai dan tergulung pada saat kokon dipintal. Daya urai kokon sangat tergantung pada varietas ulat sutera, suhu dan kelembaban semasa pengokonan. Alat pengokonan juga berpengaruh terhadap daya urai kokon (Atmosoedarjo et al., 2000). Semakin tinggi daya gulung akan semakin efisien dalam proses pemintalan. Hasil penelitian menunjukkan semua perlakuan memberikan perbedaan nyata pada beberapa parameter kualitas kokon yaitu panjang serat, bobot benang per 50 kokon, persentase serat dan reelability. Hasil analisis ragam menunjukkan hibrid lokal menghasilkan kualitas serat yang lebih baik dari hibrid Cina untuk semua paramater. III. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Masa larva hibrid Cina relatif lebih pendek dua hari dibandingkan hibrid lokal (dari Perum Perhutani Soppeng). 2. Persentase penetasan dan rendemen pemeliharaan hibrid Cina menunjukkan hasil yang tinggi (90%) serta daya gulung lebih tinggi dibanding hibrid lokal yaitu ratarata 90%. 3. Kualitas kokon hibrid Lokal menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan hibrid dari Cina. 4. Secara keseluruhan kualitas benang hibrid lokal lebih tinggi dari hibrid Cina. B. Saran 1. Hasil uji adapatasi di dua lokasi Soppeng dan Enrekang, hibrid dari Cina dapat dijadikan hibrid alternatif untuk mendampingi hibrid lokal (dari Perum Perhutani Soppeng). Dari keseluruhan analisis kualitas kokon dan benang hibrid Cina cenderung lebih baik untuk dataran rendah. Hibrid Cina daya gulungnya tinggi jadi ada kemudahan dipintal dan hasil benangnya tinggi. 2. Untuk meningkatkan kualitas hibrid, hibrid Cina supaya dimurnikan kembali kemudian disilangkan dengan hibrid yang ada di koleksi Bank Plasma Ulat Sutera Balitbanghut Bogor yang memiliki kualitas tinggi tetapi kurang daya tahannya terhadap dataran rendah. DAFTAR PUSTAKA Atmosoedardjo, H.K., Kartasubrata, J., Kaomini, M., Saleh,W., & Moerdoko,W. (2000). Sutera Alam Indonesia. Cetakan Pertama. Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya. Budisantoso, H. (1997). Pengaruh alat pengokonan dan teknik pemasakan kokon terhadap kualitas serat. Jurnal Penelitian Kehutanan 2 (4): Balai Penelitian Ujung Pandang, Makasar. Choe Byong Hee. (nd). Sericulture technology. Seoul National University. Suwon. Korea. ESCAP. (1993). Principles and techniques of silkworm breeding. New York: United Nations. Gowda, B.N., & Reddy, N.M. (2007). Influence of different environmental conditions on cocoon parameters and their effects for reeling performance of bivoltine hybrids of silkworm, Bombyx mori L. Int. J. Indust. Entomol, 14(1) : Hussein, M., Naeem, M., Khan, S.A., Bhatti, M.F., & Munawar, M. (2011a). Studies on the enfluance of temperature and humidity on biological traits of silkworm ( Bombyx mori L. : Bombycidae). African J. Biotech. 10 (57): Akses tanggal 29 September 2012, dari: org/ajb. Hussain, M., Khan, S.A., Naeem, M., Aqil, T., Khursheed, R., & ul Mohsin, A. (2011b). Evaluations of silkworm lines against variations in temperature and RH for various parameters of commercial cocoon production. Psyche vol. 2011, article ID Akses tanggal 29 September 2012, dari: hindawi.com/journals/psyche/2011/145640/. 180

9 Perbandingan Hibrid Ulat Sutera (Bombyx mori L. ) asal Cina dengan Hibrid Lokal di Sulawesi Selatan Lincah Andadari dan Kuntadi Kaomini, M. (2002). Pedoman teknis pemeliharaan ulat sutera. Bandung: Samba Project. Kim, S.E. (1998). Silkworm breeding. In: Principles and Practices in Sericulture, NSERI. Korea. Mah, Y.I. (1998). Silkworm rearing. In: Principles and practices in sericulture. National Sericulture and Entomology Research Institute. Republic of Korea. Mattjik, A.A., & Sumertajaya, I.M. (2002). Perancangan percobaan. Bogor: IPB Press. Mirhosseini, S.Z., Nematollahian, S., Ghanipoor, M., & Seidavi, A. (2010). Comparison of phenotypic and genetic permormance of local silkworm groups and two commercial lines. Biol. Res. 43: Nezhad, M.S., Mirhosseini, S.Z., Gharahveysi, S., Mavvajpour, M., & Seidavi, A.R. (2010). Performance of peanut cocoon strains of Iranian silkworm ( Bombyx mori) germplasm with reference to reproductive characters. J. Food, Agriculture and Environment 8(3&4) : WFL Publisher, Science and Technology. Akses tanggal 29 September 2012, dari: Peraturan Menteri Kehutanan No. P56/MenhutII/ 2007 tentang Pengadaan dan Peredaran Telur Ulat Sutera, tanggal 7 Desember Samsijah, & Andadari, L. (1993). Perbandingan kualitas kokon dan serat beberapa persilangan ras ulat sutera ( Bombyx mori L). Buletin Penlitian Hutan No. 556: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor. Saheb, N.M.B., & P. Gowda. (1987). Silkworm seed technology. In Jolly, M.S. (ed.) Appropriate sericulture techniques. International Centre for Training and Research in Tropical Sericulture. Mysore, India. Sadapotto, A. (2010). Penataan institusi untuk peningkatan kinerja persuteraan alam di Sulawesi Selatan: Studi Komparasi di Enrekang, Soppeng, dan Luoding City, Cina. (Tidak dipublikasikan) Disertasi. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Seidavi, A. (2012). Study on thirtyone economically important traits in twenty silkworm Bombyx mori Varieties. African J. Biotechnology 11 (36):

10 Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol. 11 No. 3, Desember 2014, Lampiran ( Appendix) 1. Deskripsi hibrid Perhutani ( Descriptions of Perhutani silkworm hibrid) Voltinisme ( Voltinism) : bivoltine ( bivoltine) Asal hibrid ( Hybrid origin) : Perum Perhutani Soppeng Corak ulat ( Color of larvae) : bintik ( spotted) Warna kokon ( Cocoon color) : putih ( white) Bentuk kokon ( Cocoon shape) : lonjong ( oval) Masa larva ( Larval period) : Soppeng 22 hari ( days) Enrekang 28 hari ( days) Persentase penetasan ( Egg hatchability ) : 81,65 81,95 % Kualitas kokon ( Cocoon quality) : Kokon normal ( Nourmal cocoon) : 86,75 93,25% Bobot kokon ( Cocoon weight) : 1,70 2,04 g Bobot kulit kokon ( Shell weight) : 0,41 0,46 cg Persentase kulit kokon ( Shell ratio) : 22,30 23,97 Kualitas serat ( Quality of filament) : Panjang filament ( Filament length) : m Persentase filament ( Filament percentage) : 21 % Ketebalan ( ff ilament thickness) : 2,71 3,63 Daya urai ( Reelability) : % Larva Kokon Gambar ( Figure) 2. Larva dan kokon hibrid Perhutani Soppeng ( The larvae and the cocoon of Perhutani silkworm hibrid) 182

11 Perbandingan Hibrid Ulat Sutera (Bombyx mori L. ) asal Cina dengan Hibrid Lokal di Sulawesi Selatan Lincah Andadari dan Kuntadi Lampiran ( Appendix) 2. Deskripsi hibrid China ( Descriptions of Chinesse silkworm hibrid) Voltinisme ( Voltinism) : bivoltine ( bivoltine) Asal hibrid ( Hybrid origin) : Cina Corak ulat ( Color of larvae) : polos ( plain) Warna kokon ( Cocoon color) : putih ( white) Bentuk kokon ( Cocoon shape) : lonjong ( oval) Masa larva ( Larval period) : Soppeng 20 hari ( days) Enrekang 26 hari ( days) Persentase penetasan ( Egg hatchability ) : 90,27 91,10 % Kualitas kokon ( Cocoon quality) : Kokon normal ( Nourmal cocoon ) : 80,08 90,08 % Bobot kokon ( Cocoon weight ) : 1,44 1,57g Bobot kulit kokon ( Shell weight ) : 0,30 0,32 cg Persentase kulit kokon ( Shell ratio ) : 19,76 20,96 % Kualitas serat ( Quality of filament) : Panjang filament ( Filament length ) : m Persentase serat ( Filament percentage ) : % Ketebalan ( Filament thickness ) : 2,37 2,97 Daya urai ( Reelability ) : % Larva Kokon Gambar ( Figure) 3. Larva dan kokon hibrid Cina ( The larvae and the cocoon of Chinesse silkworm hibrid) 183

Oleh : Lincah Andadari

Oleh : Lincah Andadari POTENSI HIBRID ULAT SUTERA HARAPAN DALAM RANGKA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI SUTERA. Oleh : Lincah Andadari Kementerian Kehutanan Badan Penelitian Dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian Dan Pengembangan

Lebih terperinci

PERSUTERAAN ALAM. UPAYA PENINGKATAN KUALITAS MURBEI DAN KOKON ULAT SUTERA Bombyx mori L. DALAM RANGKA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

PERSUTERAAN ALAM. UPAYA PENINGKATAN KUALITAS MURBEI DAN KOKON ULAT SUTERA Bombyx mori L. DALAM RANGKA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT UPAYA PENINGKATAN KUALITAS MURBEI DAN KOKON ULAT SUTERA Bombyx mori L. DALAM RANGKA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT TIM SUTERA BALITBANGHUT PERSUTERAAN ALAM MORIKULTUR SERIKULTUR 1 FAKTOR KEBERHASILAN

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN MURBEI HIBRID TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN KUALITAS KOKON

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN MURBEI HIBRID TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN KUALITAS KOKON PENGARUH PEMBERIAN PAKAN MURBEI HIBRID TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN KUALITAS KOKON The Effect of Feeding of Mulberry Hybrid on the Productivity and the Quality of Cocoon of Silkworm Sugeng Pudjiono 1 ) dan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Tabel 11 Hubungan jenis murbei dengan persentase filamen Jenis Murbei

PEMBAHASAN. Tabel 11 Hubungan jenis murbei dengan persentase filamen Jenis Murbei 10 Persentase Filamen Persentase filamen rata-rata paling besar dihasilkan oleh ulat besar yang diberi pakan M. cathayana sedangkan yang terkecil dihasilkan oleh ulat yang diberi pakan M. alba var. kanva-2.

Lebih terperinci

Lincah Andadari 1 dan Sri Sunarti 2

Lincah Andadari 1 dan Sri Sunarti 2 KUALITAS KOKON HASIL PERSILANGAN ANTARA ULAT SUTERA (Bombyx mory L.) RAS CINA DAN RAS JEPANG Quality of crossedbreed cocoon between Japanese and Chinese races silkworm (Bombyx mory L.) Lincah Andadari

Lebih terperinci

KONDISI PEMELIHARAAN SUTERA DI INDONESIA

KONDISI PEMELIHARAAN SUTERA DI INDONESIA ULAT SUTERA UNGGULAN LITBANG TIM SUTERA PUSPROHUT BALITBANGHUT KONDISI PEMELIHARAAN SUTERA DI INDONESIA Penggunaan salah satu bibit untuk kondisi pemeliharaan yang beragam (C301), BS09 jarang produksi

Lebih terperinci

ASPEK BIOLOGIS ULATSUTERA (Bombyx mori L.) DARI DUA SUMBER BIBIT DI SULAWESI SELATAN

ASPEK BIOLOGIS ULATSUTERA (Bombyx mori L.) DARI DUA SUMBER BIBIT DI SULAWESI SELATAN 10 ASPEK BIOLOGIS ULATSUTERA (Bombyx mori L.) DARI DUA SUMBER BIBIT DI SULAWESI SELATAN Biological Aspect of Silkworm (Bombyx Mori L.) from Two Seeds Resources in South Sulawesi Sitti Nuraeni dan Beta

Lebih terperinci

Kajian Pengaruh Bobot Kokon Induk Terhadap Kualitas Telur Persilangan Ulat Sutera (Bombyx mori L.) Ras Jepang Dengan Ras Cina

Kajian Pengaruh Bobot Kokon Induk Terhadap Kualitas Telur Persilangan Ulat Sutera (Bombyx mori L.) Ras Jepang Dengan Ras Cina Jurnal Peternakan Indonesia, 11(2):173-180, 2006 ISSN: 1907-1760 173 Kajian Pengaruh Bobot Kokon Induk Terhadap Kualitas Telur Ulat Sutera (Bombyx mori L.) Ras Jepang Dengan Ras Cina Y. C. Endrawati 1),

Lebih terperinci

Jurnal Sainsmat, Maret 2012, Halaman 1-12 Vol. I, No. 1 ISSN

Jurnal Sainsmat, Maret 2012, Halaman 1-12 Vol. I, No. 1 ISSN Jurnal Sainsmat, Maret 2012, Halaman 1-12 Vol. I, No. 1 ISSN 2086-6755 http://ojs.unm.ac.id/index.php/sainsmat Pemberian Jenis Murbei Morus multicaulis dan Morus cathayana Terhadap Produksi Kokon Ulat

Lebih terperinci

STUDI PENAMPILAN PRODUKSI ULAT SUTERA F1 HIBRID HASIL PERSILANGAN RAS JEPANG DAN RAS CINA YANG BERASAL DARI PUSAT PEMBIBITAN SOPPENG DAN TEMANGGUNG

STUDI PENAMPILAN PRODUKSI ULAT SUTERA F1 HIBRID HASIL PERSILANGAN RAS JEPANG DAN RAS CINA YANG BERASAL DARI PUSAT PEMBIBITAN SOPPENG DAN TEMANGGUNG STUDI PENAMPILAN PRODUKSI ULAT SUTERA F1 HIBRID HASIL PERSILANGAN RAS JEPANG DAN RAS CINA YANG BERASAL DARI PUSAT PEMBIBITAN SOPPENG DAN TEMANGGUNG Nur Cholis Bagian Produksi Ternak, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

Jl. Gunung Batu No. 5 Po Box 165; Telp , ; Fax Bogor

Jl. Gunung Batu No. 5 Po Box 165; Telp , ; Fax Bogor PENGARUH PUPUK LAMBAT LARUT DAN DAUN TANAMAN MURBEI BERMIKORIZA TERHADAP KUALITAS KOKON ULAT SUTERA (Effect of Slow Release Fertilizer and Leaf of Mulberry Inoculated with Mycorrhiza to Cocoon Quality

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Divisi Persuteraan Alam, Ciomas, Bogor. Waktu penelitian dimulai

Lebih terperinci

Perbandingan produktifitas ulat Sutra dari dua tempat pembibitan yang berbeda pada kondisi lingkungan pemeliharaan panas

Perbandingan produktifitas ulat Sutra dari dua tempat pembibitan yang berbeda pada kondisi lingkungan pemeliharaan panas Jurnal Ilmu-ilmu Peternakan 21 (3): 10-17 ISSN: 0852-3581 Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/ Perbandingan produktifitas ulat Sutra dari dua tempat pembibitan yang berbeda pada kondisi lingkungan

Lebih terperinci

Oleh/ by: Abd. Kadir., Bugi K. Sumirat ABSTRACT ABSTRAK. Peneliti pada Balai Penelitian Kehutanan Makasar, Sulawesi Selatan.

Oleh/ by: Abd. Kadir., Bugi K. Sumirat ABSTRACT ABSTRAK. Peneliti pada Balai Penelitian Kehutanan Makasar, Sulawesi Selatan. ANALISIS BIAYA DAN PENDAPATAN PETANI SUTERA PADA BEBERAPA TEKNIK PEMELIHARAAN ULAT SUTERA DI KABUPATEN SOPPENG (Cost and income contribution analysis on cocoon farming that apply various technique in silk-worm

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 56/Menhut-II/2007 TENTANG PENGADAAN DAN PEREDARAN TELUR ULAT SUTERA MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 56/Menhut-II/2007 TENTANG PENGADAAN DAN PEREDARAN TELUR ULAT SUTERA MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 56/Menhut-II/2007 TENTANG PENGADAAN DAN PEREDARAN TELUR ULAT SUTERA MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : bahwa dalam rangka pengembangan persuteraan alam nasional terutama

Lebih terperinci

UJI COBA HIBRID MORUS KHUNPAI DAN M. INDICA SEBAGAI PAKAN ULAT SUTERA (Bombyx mory Linn.)

UJI COBA HIBRID MORUS KHUNPAI DAN M. INDICA SEBAGAI PAKAN ULAT SUTERA (Bombyx mory Linn.) Available online at www.jurnal.balithutmakassar.org Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea eissn: 2407-7860 Ujicoba Hibrid Morus Khunpai dan pissn: M. Indica 2302-299X... Vol.4. Nurhaedah Issue 2 Muin, (2015)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Filamen Sutera Beberapa atribut yang berperan pada penentuan kualitas filamen sutera diantaranya panjang filamen, bobot filamen, tebal filamen, persentase bobot filamen, dan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Ulat Sutera Bahan-Bahan Alat

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Ulat Sutera Bahan-Bahan Alat MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi Devisi Persuteraan Alam Ciomas. Waktu penelitian dimulai dari Juni

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.37/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2017 TENTANG PENGADAAN DAN PEREDARAN TELUR ULAT SUTERA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5. Kandang Pemeliharaan Ulat Sutera Liar A. atlas di Komplek Kandang C

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5. Kandang Pemeliharaan Ulat Sutera Liar A. atlas di Komplek Kandang C HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Lokasi pemeliharaan larva, pengokonan, dan pengamatan kokon adalah Kandang Pemeliharaan Ulat Sutera Liar A. atlas di Kompleks Kandang Blok C. Lokasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ulat sutera merupakan poikilotermis yaitu hewan berdarah dingin yang hidupnya dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Suhu dan kelembaban pemeliharaan ulat berkisar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Floss Floss merupakan bagian kokon yang berfungsi sebagai penyangga atau kerangka kokon. Pada saat akan mengokon, ulat sutera akan mencari tempat lalu menetap di tempat tersebut

Lebih terperinci

n J enis il h hon t f

n J enis il h hon t f t a p e C k i id S Pemilihan Jenis Pohon Hut a n R a k y a t IPTEK Inovatif 4 i H rid BS-08 dan BS-09 Bibit Ulat Sutera ( B ombyx mori L.) Berkualitas Sistem Paku Berpori (SIMPORI) untuk Inokulasi Gaharu

Lebih terperinci

TIPOLOGI USAHA SUTERA ALAM DI KECAMATAN DONRI- DONRI KABUPATEN SOPPENG

TIPOLOGI USAHA SUTERA ALAM DI KECAMATAN DONRI- DONRI KABUPATEN SOPPENG Tipologi Usaha Sutera Alam di Kecamatan... Nurhaedah dan Wahyudi Isnan TIPOLOGI USAHA SUTERA ALAM DI KECAMATAN DONRI- DONRI KABUPATEN SOPPENG Nurhaedah Muin * dan Wahyudi Isnan Balai Litbang Lingkungan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

PELUANG AGROBISNIS SUTERA ALAM

PELUANG AGROBISNIS SUTERA ALAM PELUANG AGROBISNIS SUTERA ALAM TIM SUTERA BALITBANGHUT KEBUTUHAN SUTERA ALAM NASIONAL BENANG SUTERA 900 TON/THN RENDEMEN 1:8 KOKON 7.200 TON/THN KONDISI 2012 PRODUKSI KOKON 163.119 TON PRODUKSI BENANG

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords: Cocoon, drying and storage equipment, filament, silk thread, quality

ABSTRACT. Keywords: Cocoon, drying and storage equipment, filament, silk thread, quality KUALITAS FILAMEN DAN BENANG SUTERA DARI KOKON HASIL UJI COBA PENGERINGAN DAN PENYIMPANAN MENGGUNAKAN ALAT DESAIN P3HH BOGOR ( The Quality of Filament and Silk Thread Produced from Cocoon Processed with

Lebih terperinci

PERANAN LITBANG dan INOVASI DALAM PENINGKATAN KUALITAS DAN KUANTITAS KOKON ULAT SUTERA (Bombyx mori)

PERANAN LITBANG dan INOVASI DALAM PENINGKATAN KUALITAS DAN KUANTITAS KOKON ULAT SUTERA (Bombyx mori) PERANAN LITBANG dan INOVASI DALAM PENINGKATAN KUALITAS DAN KUANTITAS KOKON ULAT SUTERA (Bombyx mori) PERSUTERAAN ALAM MORIKULTUR SERIKULTUR Kebutuhan nasional benang sutera adalah 800 ton per tahun, sementara

Lebih terperinci

Penggunaan Pupuk Organik untuk Peningkatan Produktivitas Daun Murbei (Morus sp.) Sebagai Pakan Ulat Sutera (Bombyx mori L.)

Penggunaan Pupuk Organik untuk Peningkatan Produktivitas Daun Murbei (Morus sp.) Sebagai Pakan Ulat Sutera (Bombyx mori L.) JURNAL SILVIKULTUR TROPIKA Vol. 02 Desember 2011 Penggunaan Organik untuk Peningkatan Produktivitas Daun Murbei (Morrus sp.) 165 Vol. 02 No. 03 Desember 2011, Hal. 165 170 ISSN: 2086-8227 Penggunaan Organik

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS ULAT SUTERA (Bombyx mori L) BS-09 SOPPENG DAN CANDIROTO DENGAN JENIS DAUN MURBEI BERBEDA YUNINDA ESTETIKA

PRODUKTIVITAS ULAT SUTERA (Bombyx mori L) BS-09 SOPPENG DAN CANDIROTO DENGAN JENIS DAUN MURBEI BERBEDA YUNINDA ESTETIKA PRODUKTIVITAS ULAT SUTERA (Bombyx mori L) BS-09 SOPPENG DAN CANDIROTO DENGAN JENIS DAUN MURBEI BERBEDA YUNINDA ESTETIKA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. yang bernilai tinggi, mudah dilaksanakan, pengerjaannya relatif singkat,

BAB I. PENDAHULUAN. yang bernilai tinggi, mudah dilaksanakan, pengerjaannya relatif singkat, BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persuteraan alam merupakan kegiatan yang menghasilkan komoditi yang bernilai tinggi, mudah dilaksanakan, pengerjaannya relatif singkat, tidak memerlukan tempat luas

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN USAHA PERSUTERAAN ALAM KABUPATEN WAJO, SULAWESI SELATAN

PENGEMBANGAN USAHA PERSUTERAAN ALAM KABUPATEN WAJO, SULAWESI SELATAN Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan Vol. 2 No. 2, Agustus 2015: 129-136 ISSN : 2355-6226 E-ISSN : 2477-0299 PENGEMBANGAN USAHA PERSUTERAAN ALAM KABUPATEN WAJO, SULAWESI SELATAN 1* 2 3 Jun Harbi,

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN KONVERSI PAKAN ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA KOMBINASI PAKAN KOMERSIAL DENGAN DEDAK PADI, ONGGOK DAN POLLARD

PERTUMBUHAN DAN KONVERSI PAKAN ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA KOMBINASI PAKAN KOMERSIAL DENGAN DEDAK PADI, ONGGOK DAN POLLARD PERTUMBUHAN DAN KONVERSI PAKAN ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA KOMBINASI PAKAN KOMERSIAL DENGAN DEDAK PADI, ONGGOK DAN POLLARD SKRIPSI RISNA HAIRANI SITOMPUL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI PETERNAKAN

Lebih terperinci

DOI. Lincah Andadari, 1 Rosita Dewi, 2 dan Sugeng Pudjiono Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan, Jl. Gunung Batu 5 Bogor.

DOI. Lincah Andadari, 1 Rosita Dewi, 2 dan Sugeng Pudjiono Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan, Jl. Gunung Batu 5 Bogor. Widyariset Vol. 2 No. 2 (2016) Hlm. 96-105 Uji Adaptasi Lima Tanaman Murbei Hibrid Baru untuk Meningkatkan Produktivitas Persutraan Alam Adaptation Test of Mulberry s Five New Hybrids to Improve Natural

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ulat Sutera (Bombyx mori L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Ulat Sutera (Bombyx mori L.) TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutera (Bombyx mori L.) Ulat sutera merupakan serangga yang termasuk ke dalam Ordo Lepidoptera, yang mencakup semua jenis kupu dan ngengat. Ulat sutera adalah serangga holometabola,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra ( Bombyx mori L. Ras Ulat Sutera

TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra ( Bombyx mori L. Ras Ulat Sutera TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra (Bombyx mori L.) Ulat sutera adalah serangga holometabola yang mengalami metamorfosa sempurna, yang berarti bahwa setiap generasi keempat stadia, yaitu telur, larva atau lazim

Lebih terperinci

Pengaruh Jenis Murbei terhadap Produktivitas Kokon Dua Hibrid Ulat Sutera Bombyx mori L

Pengaruh Jenis Murbei terhadap Produktivitas Kokon Dua Hibrid Ulat Sutera Bombyx mori L Pengaruh Jenis Murbei terhadap Produktivitas Kokon Dua Hibrid Ulat Sutera Bombyx mori L The Effect of Mulberry Types on the Productivity of Cocoon of Two Bombyx mori L Silkworm Hybrids Lincah Andadari,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Persuteraan Alam Budi daya ulat sutera jenis Bombyx mori (Lepidoptera, Bombycidae) sudah dikembangkan di negara China sejak 2500 tahun SM, yakni pada era Dinasti Han.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN AWAL MURBEI HIBRID BARU PADA JARAK TANAM YANG BERBEDA (The Early Growth of New Hybrid Mulberry on Different Plant Spacing) ABSTRAK

PERTUMBUHAN AWAL MURBEI HIBRID BARU PADA JARAK TANAM YANG BERBEDA (The Early Growth of New Hybrid Mulberry on Different Plant Spacing) ABSTRAK Hal : 40 53 ISBN : 978-602-8853-29-3 PERTUMBUHAN AWAL MURBEI HIBRID BARU PADA JARAK TANAM YANG BERBEDA (The Early Growth of New Hybrid Mulberry on Different Plant Spacing) Minarningsih 1), Rosita Dewi

Lebih terperinci

Analisis Kemampuan Proses Pemintalan Benang Sutera Berdasarkan Perbedaan Waktu Kerja Dengan Pendekatan Statistical Process Control (SPC)

Analisis Kemampuan Proses Pemintalan Benang Sutera Berdasarkan Perbedaan Waktu Kerja Dengan Pendekatan Statistical Process Control (SPC) Analisis Kemampuan Proses Pemintalan Benang Sutera Berdasarkan Perbedaan Waktu Kerja Dengan Pendekatan Statistical Process Control (SPC) Ir. Hardi, MT Staff Pengajar Fakultas Teknologi Industri Universitas

Lebih terperinci

Lampiran 1. Petunjuk instalasi dan penggunaan paket program Letulet melalui localhost

Lampiran 1. Petunjuk instalasi dan penggunaan paket program Letulet melalui localhost LAMPIRAN 67 Lampiran 1. Petunjuk instalasi dan penggunaan paket program Letulet melalui localhost Instalasi program letulet membutuhkan seperangkat PC dengan speksifikasi minimal sebagai berikut : 1. Satu

Lebih terperinci

PERSUTERAAN ALAM SIFAT SIFAT UMUM TANAMAN MURBEI. Koleksi 32 jenis murbei KHDT Dramaga

PERSUTERAAN ALAM SIFAT SIFAT UMUM TANAMAN MURBEI. Koleksi 32 jenis murbei KHDT Dramaga PEMELIHARAAN ULAT SUTERA PERSUTERAAN ALAM TIM SUTERA BALITBANG LINGKUNGAN DAN KEHUTANAN MORIKULTUR SERIKULTUR Koleksi 32 jenis murbei KHDT Dramaga 8/21/2015 KEUNGGULAN BADAN LITBANG KEHUTANAN HIBRID SULI

Lebih terperinci

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004 PENGARUH PROTEIN RANSUM PADA FASE PRODUKSI TELUR II (UMUR 52 64 MINGGU) TERHADAP KUALITAS TELUR TETAS DAN PERTUMBUHAN ANAK ITIK TEGAL SAMPAI UMUR SATU MINGGU (Effects of Protein Ratio a Phase II of Eggs

Lebih terperinci

( Silkworm Rearing at Sudu Village, Alla District, Enrekang Regency, South Sulawesi)

( Silkworm Rearing at Sudu Village, Alla District, Enrekang Regency, South Sulawesi) BUDIDAYA ULAT SUTERA DI DESA SUDU, KECAMATAN ALLA, KABUPATEN ENREKANG, SULAWESI SELATAN ( Silkworm Rearing at Sudu Village, Alla District, Enrekang Regency, South Sulawesi) Nurhaedah M. dan/ and Achmad

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN ULAT SUTERA (Bombyx mori L.) HIBRID BARU DAN JENIS KOMERSIAL

PERTUMBUHAN ULAT SUTERA (Bombyx mori L.) HIBRID BARU DAN JENIS KOMERSIAL PERTUMBUHAN ULAT SUTERA (Bombyx mori L.) HIBRID BARU DAN JENIS KOMERSIAL SKRIPSI NUR INDAWATI HIDAYAH DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

Lebih terperinci

PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PERSUTERAAN ALAM DI KECAMATAN RANCAKALONG, KABUPATEN SUMEDANG SKRIPSI ACHMAD SUBANDY

PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PERSUTERAAN ALAM DI KECAMATAN RANCAKALONG, KABUPATEN SUMEDANG SKRIPSI ACHMAD SUBANDY PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PERSUTERAAN ALAM DI KECAMATAN RANCAKALONG, KABUPATEN SUMEDANG SKRIPSI ACHMAD SUBANDY PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

MENINGKATKAN HARGA JUAL KOKON dengan MEMELIHARA HIBRID BARU ULAT SUTERA

MENINGKATKAN HARGA JUAL KOKON dengan MEMELIHARA HIBRID BARU ULAT SUTERA MENINGKATKAN HARGA JUAL KOKON dengan MEMELIHARA HIBRID BARU ULAT SUTERA opendekatan PERMASALAHAN PENGEMBANGAN SUTERA DI KHPH BOALEMO GORONTALO - USAHA TANI SUTERA ALAM MERUPAKAN SALAH SATU DARI BERBAGAI

Lebih terperinci

RESPON PERTUMBUHAN DAN KUALITAS KOKON ULAT SUTERA (Bombyx mori L.) DENGAN RASIO PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA SKRIPSI RETNO PURWANTI

RESPON PERTUMBUHAN DAN KUALITAS KOKON ULAT SUTERA (Bombyx mori L.) DENGAN RASIO PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA SKRIPSI RETNO PURWANTI RESPON PERTUMBUHAN DAN KUALITAS KOKON ULAT SUTERA (Bombyx mori L.) DENGAN RASIO PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA SKRIPSI RETNO PURWANTI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

Pengaruh Pengaturan Waktu Pemberian Air Minum yang Berbeda Temperatur terhadap Performan Ayam Petelur Periode Grower.

Pengaruh Pengaturan Waktu Pemberian Air Minum yang Berbeda Temperatur terhadap Performan Ayam Petelur Periode Grower. Sains Peternakan Vol. 9 (2), September 2011: 77-81 ISSN 1693-8828 Pengaruh Pengaturan Waktu Pemberian Air Minum yang Berbeda Temperatur terhadap Performan Ayam Petelur Periode Grower Dede Risnajati Jurusan

Lebih terperinci

PENGARUH JARAK TANAM DAN POSISI RUAS STEK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL RUMPUT GAJAH (Pennisetum purpureum) SKRIPSI

PENGARUH JARAK TANAM DAN POSISI RUAS STEK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL RUMPUT GAJAH (Pennisetum purpureum) SKRIPSI PENGARUH JARAK TANAM DAN POSISI RUAS STEK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL RUMPUT GAJAH (Pennisetum purpureum) SKRIPSI Oleh Ahmad Fitriyanto NIM 091510501143 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Data impor ekspor benang sutera mentah Tahun Bulan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Data impor ekspor benang sutera mentah Tahun Bulan V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. MODEL PERENCANAAN PENDIRIAN AGROINDUSTRI SUTERA ALAM 1. Model Analisis Prakiraan Permintaan Benang Sutera Mentah Model analisis prakiraan permintaan benang sutera mentah digunakan

Lebih terperinci

CIRI - CIRI FISIK TELUR TETAS ITIK MANDALUNG DAN RASIO JANTAN DENGAN BETINA YANG DIHASILKAN ABSTRACT ABSTAAK

CIRI - CIRI FISIK TELUR TETAS ITIK MANDALUNG DAN RASIO JANTAN DENGAN BETINA YANG DIHASILKAN ABSTRACT ABSTAAK CIRI - CIRI FISIK TELUR TETAS ITIK MANDALUNG DAN RASIO JANTAN DENGAN BETINA YANG DIHASILKAN (PHISICAL CHARACTERISTICS OF MANDALUNG HATCHING EGGS AND THE MALE AND FEMALE RATIO OF THEIR DUCKLING) Yarwin

Lebih terperinci

MURBEI UNGGULAN HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN OLEH : SUGENG PUDJIONO LINCAH ANDADARI

MURBEI UNGGULAN HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN OLEH : SUGENG PUDJIONO LINCAH ANDADARI MURBEI UNGGULAN HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN OLEH : SUGENG PUDJIONO LINCAH ANDADARI BALAI BESAR PENELITIAN BIOTEKNOLOGI DAN PEMULIAAN TANAMAN HUTAN YOGYAKARTA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

MURBEI UNGGULAN HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN MANFAAT PERSUTERAAN ALAM KPH

MURBEI UNGGULAN HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN MANFAAT PERSUTERAAN ALAM KPH MURBEI UNGGULAN HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN OLEH : SUGENG PUDJIONO LINCAH ANDADARI BALAI BESAR PENELITIAN BIOTEKNOLOGI DAN PEMULIAAN TANAMAN HUTAN YOGYAKARTA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kegiatan persuteraan alam di Kabupaten Polewali Mandar dilakukan secara terintegrasi oleh kelompok tani di Desa Pallis mulai dari pemeliharaan murbei sampai pertenunan.

Lebih terperinci

PENDUGAAN NILAI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS JAGUNG HIBRIDA TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN MUZDALIFAH ISNAINI

PENDUGAAN NILAI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS JAGUNG HIBRIDA TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN MUZDALIFAH ISNAINI PENDUGAAN NILAI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS JAGUNG HIBRIDA TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN MUZDALIFAH ISNAINI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

PENATAAN INSTITUSI UNTUK PENINGKATAN KINERJA PERSUTERAAN ALAM DI SULAWESI SELATAN

PENATAAN INSTITUSI UNTUK PENINGKATAN KINERJA PERSUTERAAN ALAM DI SULAWESI SELATAN Penataan Institusi untuk Peningkatan Kinerja Persuteraan Alam Sulawesi Selatan (A. Sadapoto et al.) PENATAAN INSTITUSI UNTUK PENINGKATAN KINERJA PERSUTERAAN ALAM DI SULAWESI SELATAN (Institutional Arrangement

Lebih terperinci

KUALITAS KOKON HASIL SILANGAN ULAT SUTERA (Bombyx mori L.) RAS CINA DENGAN RAS JEPANG SECARA RESIPROKAL SKRIPSI ROFIKA ROCHMAWATI

KUALITAS KOKON HASIL SILANGAN ULAT SUTERA (Bombyx mori L.) RAS CINA DENGAN RAS JEPANG SECARA RESIPROKAL SKRIPSI ROFIKA ROCHMAWATI KUALITAS KOKON HASIL SILANGAN ULAT SUTERA (Bombyx mori L.) RAS CINA DENGAN RAS JEPANG SECARA RESIPROKAL SKRIPSI ROFIKA ROCHMAWATI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords: Graphium agamemnon, Graphium doson, Mechelia champaca, Annona muricata, life cycle, food consumption.

ABSTRACT. Keywords: Graphium agamemnon, Graphium doson, Mechelia champaca, Annona muricata, life cycle, food consumption. ABSTRACT ESWA TRESNAWATI. The Life Cycle and Growth of Graphium agamemnon L. and Graphium doson C&R. Butterflies (Papilionidae: Lepidoptera) Fed by Cempaka (Michelia champaca) and Soursoup (Annona muricata).

Lebih terperinci

Kususiyah, Urip Santoso, dan Debi Irawan. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu

Kususiyah, Urip Santoso, dan Debi Irawan. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu Pengaruh Penggunaan Talas (Colocasia esculenta) Terhadap Kualitas Telur Itik Talang Benih The Effect of Taro (Colocasia esculenta) in Feed on Talang Benih Duck Egg Quality Kususiyah, Urip Santoso, dan

Lebih terperinci

EFEK PEMOTONGAN DAN PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS Borreria alata (Aubl.) SEBAGAI HIJAUAN MAKANAN TERNAK KUALITAS TINGGI

EFEK PEMOTONGAN DAN PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS Borreria alata (Aubl.) SEBAGAI HIJAUAN MAKANAN TERNAK KUALITAS TINGGI EFEK PEMOTONGAN DAN PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS Borreria alata (Aubl.) SEBAGAI HIJAUAN MAKANAN TERNAK KUALITAS TINGGI SKRIPSI Ajeng Widayanti PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Non Ruminansia dan Satwa Harapan Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI

PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGARUH KERAPATAN DAN KEDALAMAN TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KACANG HIJAU (Vigna radiata L.)

PENGARUH KERAPATAN DAN KEDALAMAN TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) PENGARUH KERAPATAN DAN KEDALAMAN TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) EFFECT OF DENSITY AND PLANTING DEPTH ON THE GROWTH AND RESULTS GREEN BEAN (Vigna radiata L.) Arif Sutono

Lebih terperinci

The Preferences of Business Agent in the Development of Natural Silk in South Sulawesi Province (A Case Study in Enrekang Regency) ABSTRACT

The Preferences of Business Agent in the Development of Natural Silk in South Sulawesi Province (A Case Study in Enrekang Regency) ABSTRACT PREFERENSI PELAKU USAHA DALAM PENGEMBANGAN PERSUTERAAN ALAM DI PROVINSI SULAWESI SELATAN (Studi Kasus di Kabupaten Enrekang) The Preferences of Business Agent in the Development of Natural Silk in South

Lebih terperinci

*) Diterima : 17 Maret 2008; Disetujui : 17 Nopember 2008

*) Diterima : 17 Maret 2008; Disetujui : 17 Nopember 2008 APLIKASI DOLOMIT DAN UREA TERHADAP PERTUMBUHAN MURBEI (Morus khunpai) (Application of Dolomite and Urea on the Growth of Mulberry (Morus khunpai)*) Oleh/By: Suwandi Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam

Lebih terperinci

PENGARUH PAKAN DAN BAHAN PELURUH SERISIN TERHADAP FILAMEN TERURAI KOKON ULAT SUTERA EMAS Cricula trifenestrata Helf. TERRY M.

PENGARUH PAKAN DAN BAHAN PELURUH SERISIN TERHADAP FILAMEN TERURAI KOKON ULAT SUTERA EMAS Cricula trifenestrata Helf. TERRY M. PENGARUH PAKAN DAN BAHAN PELURUH SERISIN TERHADAP FILAMEN TERURAI KOKON ULAT SUTERA EMAS Cricula trifenestrata Helf. TERRY M. FRANS Program Studi Ilmu Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi

Lebih terperinci

Topik 4. Ulat Sutera. Buku Seri Iptek V Kehutanan

Topik 4. Ulat Sutera. Buku Seri Iptek V Kehutanan Topik 4 Ulat Sutera 20. Budidaya Murbei... 68 21. Budidaya Ulat Sutera... 72 22. Murbei Unggul SULI-01... 76 23. Penanganan Kokon... 80 24. Prospek dan Tantangan Pengusahaan Sutera Alam 84 Indonesia...

Lebih terperinci

KAJIAN PENAMBAHAN TETES SEBAGAI ADITIF TERHADAP KUALITAS ORGANOLEPTIK DAN NUTRISI SILASE KULIT PISANG

KAJIAN PENAMBAHAN TETES SEBAGAI ADITIF TERHADAP KUALITAS ORGANOLEPTIK DAN NUTRISI SILASE KULIT PISANG KAJIAN PENAMBAHAN TETES SEBAGAI ADITIF TERHADAP KUALITAS ORGANOLEPTIK DAN NUTRISI SILASE KULIT PISANG (Study on Molasses as Additive at Organoleptic and Nutrition Quality of Banana Shell Silage) S. Sumarsih,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Permenhut Nomor P. 56/Menhut-II/2007, Persuteraan Alam

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Permenhut Nomor P. 56/Menhut-II/2007, Persuteraan Alam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Permenhut Nomor P. 56/Menhut-II/2007, Persuteraan Alam adalah kegiatan agro-industri dengan hasil kokon atau benang sutera, terdiri dari kegiatan budidaya tanaman

Lebih terperinci

PENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO

PENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO PENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

I MADE ADITYA SASTRAWAN

I MADE ADITYA SASTRAWAN PENGARUH BAHAN PEMBERSIH KULIT TELUR DAN LAMA PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR TERHADAP KUALITAS TELUR AYAM KONSUMSI DITINJAU DARI KEKENTALAN PUTIH TELUR, WARNA KUNING TELUR, DAN GRADE TELUR SKRIPSI Diajukan

Lebih terperinci

STUDY TENTANG TIGA VARIETAS TERUNG DENGAN KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN

STUDY TENTANG TIGA VARIETAS TERUNG DENGAN KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN STUDY TENTANG TIGA VARIETAS TERUNG DENGAN KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN [STUDY ON THREE EGG PLANT VARIETIES GROWN ON DIFFERENT COMPOSITION OF PLANT MEDIA, ITS EFFECT ON GROWTH

Lebih terperinci

Irawati Bachari, Iskandar Sembiring, dan Dedi Suranta Tarigan. Departemen Perternakan Fakultas Pertanian USU

Irawati Bachari, Iskandar Sembiring, dan Dedi Suranta Tarigan. Departemen Perternakan Fakultas Pertanian USU Pengaruh Frekuensi Pemutaran Telur terhadap Daya Tetas dan Bobot Badan DOC Ayam Kampung (The Effect of Egg Centrifugation Frequency on Hatchability and Body Weight DOC of Free-range Chicken) Irawati Bachari,

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA AKSESI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) LOKAL HUMBANG HASUNDUTAN PADA BERBAGAI DOSIS IRADIASI SINAR GAMMA

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA AKSESI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) LOKAL HUMBANG HASUNDUTAN PADA BERBAGAI DOSIS IRADIASI SINAR GAMMA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA AKSESI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) LOKAL HUMBANG HASUNDUTAN PADA BERBAGAI DOSIS IRADIASI SINAR GAMMA SKRIPSI OLEH : SARWITA LESTARI PANJAITAN 110301064/BUDIDAYA

Lebih terperinci

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD Pinky R. P 1), E. Sudjarwo 2), and Achmanu 2) 1) Student of Animal Husbandry Faculty, University of Brawijaya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ukuran-Ukuran Kulit Kokon C. trifenestrata Rataan, simpangan baku, koefisien keragaman berbagai ukuran kokon panjang kokon, lingkar bagian medial kokon, lingkar ¼ bagian posterior

Lebih terperinci

BUDIDAYA ULAT SUTERA DAN PRODUKSI BENANG SUTERA MELALUI SISTEM KEMITRAAN PADA PENGUSAHAAN SUTERA ALAM (PSA) REGALOH KABUPATEN PATI

BUDIDAYA ULAT SUTERA DAN PRODUKSI BENANG SUTERA MELALUI SISTEM KEMITRAAN PADA PENGUSAHAAN SUTERA ALAM (PSA) REGALOH KABUPATEN PATI BUDIDAYA ULAT SUTERA DAN PRODUKSI BENANG SUTERA MELALUI SISTEM KEMITRAAN PADA PENGUSAHAAN SUTERA ALAM (PSA) REGALOH KABUPATEN PATI Eka Dewi Nurjayanti Staff Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Wahid

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR DAN BOBOT TELUR ITIK LOKAL TERHADAP MORTALITAS, DAYA TETAS, KUALITAS TETAS DAN BOBOT TETAS

PENGARUH UMUR DAN BOBOT TELUR ITIK LOKAL TERHADAP MORTALITAS, DAYA TETAS, KUALITAS TETAS DAN BOBOT TETAS PENGARUH UMUR DAN BOBOT TELUR ITIK LOKAL TERHADAP MORTALITAS, DAYA TETAS, KUALITAS TETAS DAN BOBOT TETAS Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana Peternakan di Fakultas

Lebih terperinci

HATCH PERIOD AND WEIGHT AT HATCH OF LOCAL DUCK (Anas sp.) BASED ON DIFFERENCE OF INCUBATOR HUMIDITY SETTING AT HATCHER PERIOD

HATCH PERIOD AND WEIGHT AT HATCH OF LOCAL DUCK (Anas sp.) BASED ON DIFFERENCE OF INCUBATOR HUMIDITY SETTING AT HATCHER PERIOD LAMA MENETAS DAN BOBOT TETAS TELUR ITIK LOKAL (Anas sp.) BERDASARKAN PERBEDAAN KELEMBABAN MESIN TETAS PADA PERIODE HATCHER HATCH PERIOD AND WEIGHT AT HATCH OF LOCAL DUCK (Anas sp.) BASED ON DIFFERENCE

Lebih terperinci

RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS UBI JALAR (Ipomoea batatas L. Lam) TERHADAP PEMBERIAN KOMPOS JERAMI PADI SKRIPSI OLEH:

RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS UBI JALAR (Ipomoea batatas L. Lam) TERHADAP PEMBERIAN KOMPOS JERAMI PADI SKRIPSI OLEH: RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS UBI JALAR (Ipomoea batatas L. Lam) TERHADAP PEMBERIAN KOMPOS JERAMI PADI SKRIPSI OLEH: ANDI SYAHPUTRA 110301004 BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN PROGRAM

Lebih terperinci

Pengaruh Jarak Tanam dan Ukuran Umbi Bibit terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kentang Varietas Granola untuk Bibit

Pengaruh Jarak Tanam dan Ukuran Umbi Bibit terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kentang Varietas Granola untuk Bibit J. Hort. 18(2):155-159, 2008 Pengaruh Jarak Tanam dan Ukuran Umbi Bibit terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kentang Varietas Granola untuk Bibit Sutapradja, H. Balai Penelitian Tanaman Sayuran Jl. Tangkuban

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan.

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan. 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika dan kolam percobaan pada Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar, Jl. Raya 2 Sukamandi,

Lebih terperinci

PERFORMA REPRODUKSI CACING TANAH Lumbricus rubellus YANG MENDAPAT PAKAN SISA MAKANAN DARI WARUNG TEGAL

PERFORMA REPRODUKSI CACING TANAH Lumbricus rubellus YANG MENDAPAT PAKAN SISA MAKANAN DARI WARUNG TEGAL PERFORMA REPRODUKSI CACING TANAH Lumbricus rubellus YANG MENDAPAT PAKAN SISA MAKANAN DARI WARUNG TEGAL SKRIPSI ENHA DIKA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004

Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004 Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004 KENTANG (Disarikan dari PPPVH 2004) Direktorat Perbenihan Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura I. UJI ADAPTASI 1. Ruang Lingkup

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus Hidup dan Morfologi

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus Hidup dan Morfologi TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Attacus atlas Attacus atlas merupakan serangga yang mengalami metamorfosis sempurna (Chapman, 1969). Klasifikasi A. atlas menurut Peigler (1989) adalah sebagai berikut: Kelas

Lebih terperinci

STUDI PERBANDKNGAN MIKROBA RUMEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL

STUDI PERBANDKNGAN MIKROBA RUMEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL STUDI PERBANDKNGAN MIKROBA RUMEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL SKRIPSI NURLAELA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN NWUAELA. D24101054.

Lebih terperinci

PENGARUH PENGERINGAN ALAMI DAN BUATAN TERHADAP KUALITAS KAYU GALAM UNTUK BAHAN MEBEL

PENGARUH PENGERINGAN ALAMI DAN BUATAN TERHADAP KUALITAS KAYU GALAM UNTUK BAHAN MEBEL Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol., No., Juni 009 : 7 PENGARUH PENGERINGAN ALAMI DAN BUATAN TERHADAP KUALITAS KAYU GALAM UNTUK BAHAN MEBEL THE INFLUENCE OF NATURAL AND ARTIFICIAL DRYING FOWORD THE

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bangunan Penetasan Bangunan penetasan adalah suatu tempat yang dibangun dengan konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan penetasan harus terpisah.

Lebih terperinci

PERANAN JUMLAH BIJI/POLONG PADA POTENSI HASIL KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) F6 PERSILANGAN VARIETAS ARGOMULYO DENGAN BRAWIJAYA

PERANAN JUMLAH BIJI/POLONG PADA POTENSI HASIL KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) F6 PERSILANGAN VARIETAS ARGOMULYO DENGAN BRAWIJAYA PERANAN JUMLAH BIJI/POLONG PADA POTENSI HASIL KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) F6 PERSILANGAN VARIETAS ARGOMULYO DENGAN BRAWIJAYA (Role The Number of Seeds/Pod to Yield Potential of F6 Phenotype Soybean

Lebih terperinci

Rancang Bangun Incubator dengan Suhu dan Kelembaban Udara Terkendali untuk Penetasan Telur Ulat Sutera

Rancang Bangun Incubator dengan Suhu dan Kelembaban Udara Terkendali untuk Penetasan Telur Ulat Sutera Technical Paper Rancang Bangun Incubator dengan Suhu dan Kelembaban Udara Terkendali untuk Penetasan Telur Ulat Sutera Design of Temperature and Humidity Controlled Incubator for Silkworm Egg Hatchary

Lebih terperinci

KERAGAMAN GENETIK, HERITABILITAS, DAN RESPON SELEKSI SEPULUH GENOTIPE KEDELAI DI KABUPATEN TULUNGAGUNG

KERAGAMAN GENETIK, HERITABILITAS, DAN RESPON SELEKSI SEPULUH GENOTIPE KEDELAI DI KABUPATEN TULUNGAGUNG KERAGAMAN GENETIK, HERITABILITAS, DAN RESPON SELEKSI SEPULUH GENOTIPE KEDELAI DI KABUPATEN TULUNGAGUNG SKRIPSI Oleh Dheska Pratikasari NIM 091510501136 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Morfometri Kokon Attacus atlas Hasil Pemeliharaan di Laboratorium. Cocoon Morphometry Attacus atlas has Grown in the Laboratory

Morfometri Kokon Attacus atlas Hasil Pemeliharaan di Laboratorium. Cocoon Morphometry Attacus atlas has Grown in the Laboratory Jurnal Peternakan Indonesia, Februari 2012 Vol. 14 (1) ISSN 1907-1760 Morfometri Kokon Attacus atlas Hasil Pemeliharaan di Laboratorium Cocoon Morphometry Attacus atlas has Grown in the Laboratory Y.C.

Lebih terperinci

il-iap (Cucumis melo L.) HASIL RAKITAN PUSAT KAJIAN BUAH-BUAHAN TROPIKA (PKBT) IPB PADA DUA MUSIM

il-iap (Cucumis melo L.) HASIL RAKITAN PUSAT KAJIAN BUAH-BUAHAN TROPIKA (PKBT) IPB PADA DUA MUSIM il-iap %@b %@F UJI STABlLlTAS TUJUH HlBRlDA HARAPAN MELON (Cucumis melo L.) HASIL RAKITAN PUSAT KAJIAN BUAH-BUAHAN TROPIKA (PKBT) IPB PADA DUA MUSIM PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENlH FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

SKRIPSI PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN TOMAT

SKRIPSI PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN TOMAT SKRIPSI PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill.) YANG DIPENGARUHI OLEH JENIS LIMBAH CAIR RUMAH TANGGA DENGAN FREKUENSI YANG BERBEDA Oleh: JenniKania 10982005365 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

PERBEDAAN UMUR BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L)

PERBEDAAN UMUR BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L) 35 PERBEDAAN UMUR BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L) EFFECTS OF AGE DIFFERENCES OF SEEDS ON GROWTH AND PRODUCTION OF PADDY RICE (Oryza sativa L) Vikson J. Porong *) *)

Lebih terperinci

DAYA TETAS, HASIL TETAS DAN LAMA MENETAS TELUR ITIK YANG DISIMPAN PADA SUHU DAN LAMA PENYIMPANAN YANG BERBEDA

DAYA TETAS, HASIL TETAS DAN LAMA MENETAS TELUR ITIK YANG DISIMPAN PADA SUHU DAN LAMA PENYIMPANAN YANG BERBEDA SKRIPSI DAYA TETAS, HASIL TETAS DAN LAMA MENETAS TELUR ITIK YANG DISIMPAN PADA SUHU DAN LAMA PENYIMPANAN YANG BERBEDA UIN SUSKA RIAU Oleh : Ali Muhajirin 11081102429 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR PEMOTONGAN TERHADAP KANDUNGAN FRAKSI SERAT HIJAUAN MURBEI (MORUS INDICA L. VAR. KANVA-2)

PENGARUH UMUR PEMOTONGAN TERHADAP KANDUNGAN FRAKSI SERAT HIJAUAN MURBEI (MORUS INDICA L. VAR. KANVA-2) PENGARUH UMUR PEMOTONGAN TERHADAP KANDUNGAN FRAKSI SERAT HIJAUAN MURBEI (MORUS INDICA L. VAR. KANVA-2) (The Effect of Harvesting Date on Content of Fiber Fractions Mulberry Forage (Morus Indica L. Var.

Lebih terperinci

UJI EFISIENSI PUPUK MAJEMUK DAN PUPUK TUNGGAL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN TERUNG (Solanum melongena, L) PADA TANAH GAMBUT DAN MINERAL

UJI EFISIENSI PUPUK MAJEMUK DAN PUPUK TUNGGAL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN TERUNG (Solanum melongena, L) PADA TANAH GAMBUT DAN MINERAL SKRIPSI UJI EFISIENSI PUPUK MAJEMUK DAN PUPUK TUNGGAL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN TERUNG (Solanum melongena, L) PADA TANAH GAMBUT DAN MINERAL Oleh: Wan Juli Pramono 11082100069 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PARASITOID DAN PREDATOR KUTU KEBUL PADA TANAMAN MURBEI (Morus sp)

IDENTIFIKASI PARASITOID DAN PREDATOR KUTU KEBUL PADA TANAMAN MURBEI (Morus sp) IDENTIFIKASI PARASITOID DAN PREDATOR KUTU KEBUL PADA TANAMAN MURBEI (Morus sp) LINCAH ANDADARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini

Lebih terperinci