n J enis il h hon t f
|
|
- Irwan Sasmita
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 t a p e C k i id S Pemilihan Jenis Pohon Hut a n R a k y a t IPTEK Inovatif 4
2 i H rid BS-08 dan BS-09 Bibit Ulat Sutera ( B ombyx mori L.) Berkualitas Sistem Paku Berpori (SIMPORI) untuk Inokulasi Gaharu
3 13 Sidik Cepat Pemilihan Jenis Pohon Hutan Rakyat eberapa faktor yang bisa meningkatkan pendapatan petani hutan diantaranya adalah Bpenguasaan informasi pasar dan peningkatan produktivitas hutan rakyat. Peningkatan produktivitas hutan rakyat bisa ditempuh melalui penggunaan jenis unggul dan pemilihan jenis tanaman yang sesuai dengan kondisi tempat tumbuh. Petani biasanya kurang memperhatikan faktor pemilihan jenis pohon yang sesuai dengan kondisi tempat tumbuhnya. Oleh karena itu, ketersediaan informasi kesesuaian jenis pohon dengan kondisi tempat tumbuh sangat dibutuhkan petani. Panduan pemilihan jenis yang ada saat ini masih menggunakan petunjuk teknis dengan variabel yang sangat detil. Kelemahan format semacam itu adalah informasi yang terkandung tidak mudah dipahami oleh pengguna yang mayoritas adalah petani. Sidik cepat pemilihan jenis pohon hutan rakyat ini menyajikan variabel yang sangat sederhana dan umum dijumpai sehingga diharapkan lebih mudah dipahami petani. 29 Sidik cepat Foto: Budiman D e s k r i p s i Sidik Cepat Pemilihan Jenis Pohon Hutan Rakyat merupakan alat bantu bagi petani hutan untuk memilih jenis pohon yang sesuai dengan kondisi tempat tumbuh. Alat ini menyajikan Kondisi DAS pasca banjir longsor di Jember Foto: Paimin variabel yang sederhana dan umum dijumpai. Alat ini juga disertai petunjuk operasional sehingga petani dapat menggunakannya dengan mudah. Pemilihan jenis pohon dilakukan berdasarkan variabel: 1. Daur yang diinginkan (daur pendek/10 tahun atau daur panjang/lebih dari 10 tahun) 2. Jenis hasil hutan yang diharapkan (kayu atau non-kayu) 3. Kondisi tanah (berlempung, berpasir, berkapur) 4.Altitude/ketinggian dari muka laut (dataran rendah/dibawah 500 m dpl, dataran tinggi/diatas 500 m dpl)
4 Aplikasi Sidik cepat ini terdiri dari dua lapis bidang datar berbentuk lingkaran. Lapisan dasar berbahan frontlite bersifat statis memuat informasi jenis pohon berdasarkan variable daur, jenis hasil hutan, kondisi tanah, dan altitude Lapisan depan berbahan acrylic bersifat bisa diputar pada porosnya dilengkapi bidang irisan (jendela baca) untuk membaca variabel dan jenis pohon terpilih (Gambar 1). Setelah petani mengetahui kondisi tanah dan ketinggian dari laut, serta telah menentukan hasil yang ingin diperoleh dan daur yang ingin diterapkan, maka dengan memutar lapisan depan dan menempatkan jendela baca pada variable yang sesuai, diperoleh informasi pilihan jenis pohon (Gambar 2). Alat ini juga telah dibuat prototipenya untuk dibagikan ke petani (Gambar 3). Pada tahun 2010 saat gelar Teknologi Tepat Guna XI di Yogyakarta, sebanyak 100 (seratus) sidik cepat ini telah dibagikan ke 20 (dua puluh) unit pilot Pos Pelayanan Teknologi Tepat Guna (Posyantek) yang ada di 8 (delapan) provinsi di Indonesia. Tantangan Foto: Budiman Foto: Budiman Keterangan Gambar 1. Pemasangan lapisan depan dan bersifat bisa diputar Gambar 2. Penampang keseluruhan alat dilengkapi dengan petunjuk Foto: Budiman Gambar 3. Prototipe alat dalam ukuran folio yang dibagikan kepada petani Hutan rakyat saat ini terus berkembang dan menjadi salah satu sumber ekonomi penduduk yang tinggal di Pulau Jawa. Pemilihan jenis yang tepat menjadi salah satu unsur penting untuk mendukung keberhasilan hutan rakyat. Aspek teknis, sosial dan ekonomis harus diperhitungkan dengan baik agar dapat meminimalkan resiko. Inovator Unit Kerja Gambar Info detil : Budiman Achmad : Balai Penelitian Teknologi Agroforestry (BPTA) Ciamis : budah59@yahoo.com : Koleksi Budiman : 30
5 14 Sistem Paku Berpori (SIMPORI) untuk Inokulasi Gaharu Gaharu adalah sejenis gumpalan padat berwarna coklat kehitaman sampai hitam dan berbau harum yang terdapat pada bagian kayu atau akar tanaman pohon inang (misalnya: Aquilaria sp.) yang telah mengalami proses perubahan fisika dan kimia akibat terinfeksi oleh sejenis jamur. Oleh sebab itu tidak semua pohon penghasil gaharu mengandung gaharu. Kondisi ini yang mendasari penelitian rekayasa pembentukan gaharu melalui teknik inokulasi. Dengan teknologi inokulasi, produksi gaharu dapat direncanakan dan dipercepat melalui induksi jamur pembentuk gaharu pada pohon penghasil gaharu. Hal ini akan mendukung proses produksi gaharu dalam skala industri, sehingga tidak tergantung pada gaharu alam yang saat ini semakin langka. Berbagai teknik inokulasi telah dicobakan untuk mendapatkan gaharu secara cepat dan berkualitas, salah satunya dengan Sistem Paku Berpori (Simpori). Sistem ini sedang diujicobakan pada pohon gaharu budidaya berdiameter cm di Pulau Lombok. Simpori bekerja dengan prinsip sederhana, praktis dan tanpa listrik kualitas gaharu yang dihasilkan cenderung seragam dan berkualitas baik. Pohon gaharu pun diperlakukan dengan lebih baik. 31 Paku berpori yang sudah ditancapkan di pohon D e s k r i p s i Teknologi Sistem Paku Berpori (Simpori) ini merupakan salah satu inovasi terbaik tahun 2011 yang masuk dalam buku 103 Inovasi Indonesia Kementerian Riset dan Teknologi Indonesia. Simpori berupa paku yang berlubang ditengah dan mempunyai lubang-lubang kecil (pori) dipermukaannya agar isolat patogen/jamur dapat meresap ke dalam jaringan kayu. Paku tersebut berbahan sejenis stainless steel (anti karat). Ukuran panjang paku 12 cm, diameter lubang tengah 5 mm dan 10 mm dan diameter pori 2 mm. Alat ini selain mudah digunakan, juga lebih praktis dan murah karena tidak memerlukan listrik. Alat ini juga dilengkapi dengan alat pencabut paku sehingga paku tersebut dapat dipakai berulang-ulang. Alat pencabut paku ini dibuat dari bahan anti karat, dengan panjang 30 mm, berat 1 kg dan diameter sebesar 15 cm. Alat ini digerakkan secara manual dengan sistem ulir dan mampu mencabut paku tanpa tanpa merusak paku dan batang pohonnya.
6 Aplikasi Teknik ini dapat digunakan dengan mudah oleh petani gaharu dan masyarakat umum lainnya. Pohon yang dapat diinokulasi adalah pohon sehat berdiameter ± 15 cm dengan pola melingkar (Gambar 2). Paku berpori ditancapkan ke batang pohon gaharu menggunakan palu sedalam sepertiga diameter batang dengan sudut Setelah menancap sempurna, inokulan gaharu dimasukkan melalui lubang tengah paku menggunakan pipet sesuai dosis yang diinginkan yakni 1 cc, 3 cc atau 5 cc (Gambar 3). Inokulan yang digunakan adalah inokulan produksi Puslitbang Konservasi dan Rehabilitasi (Puskonser). Paku dapat dicabut setelah proses inokulasi dianggap telah bekerja dengan baik. Paku yang telah dicabut dapat digunakan kembali pada pohon lainnya secara berulang-ulang. Hasil penelitian menunjukkan indikasi pembentukan gubal gaharu relatif cepat dengan Simpori. Dalam kurun waktu 5 bulan setelah inokulasi dilakukan, diperoleh gubal gaharu dengan panjang rata-rata sebesar 11,57 cm dan lebar rata-rata sebesar 4,69 cm dari tiga lokasi penelitian. (Gambar 4 dan 5). Tantangan Inovasi teknologi inokulasi dengan Simpori sampai saat ini masih terus dikembangkan dalam rangka penyempurnaan alat serta hasil pembentukan gubal gaharu yang lebih optimal baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Teknologi inokulasi Simpori juga mempunyai potensi komersialisasi yang cukup besar, yaitu produksi Simpori dalam skala besar (pabrik). Hasilnya dipasarkan untuk memenuhi permintaan pembudidaya pohon gaharu baik di dalam negeri maupun luar negeri. Keterangan Gambar: Gambar 1. Alat pencabut paku berpori Gambar 2. Pola inokulasi sistem ring Gambar 3. Pemasukan inokulan melalui paku berpori Gambar 4. Pembentukan gubal gaharu hasil Simpori dosis 3 cc pada 5 bulan setelah inokulasi di Lombok Timur Gambar 5. Pembentukan gubal gaharu hasil Simpori dosis 5 cc pada 5 bulan setelah inokulasi di Lombok Timur Keterangan Inovator : Sentot Adisasmuko Unit Kerja : Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu (BPTHHBK) Mataram sentotadisasmuko@ymail.com Gambar : Koleksi Sentot Status IPTEK : Masuk dalam Buku 103 Inovasi Indonesia dari Business Inovation Center (BIC), dan sedang proses pengajuan Paten. 10 cm 10 cm 40 cm Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Permukaan tanah Gambar 5. 32
7 15 Hibrid BS-08 dan BS-09 Bibit Ulat Sutera (Bombyx mori L.) Berkualitas eberhasilan usaha pemeliharaan ulat sutera Ktergantung kepada beberapa faktor yaitu pakan, bibit ulat, kondisi tempat pemeliharaan dan sistem pemeliharaan. Kualitas bibit merupakan aspek penting dalam industri persuteraan alam, mengingat kegagalan produksi banyak disebabkan oleh rendahnya kualitas bibit. Selain bibit, aspek yang tak kalah pentingnya adalah kokon. Penentuan harga kokon didasarkan kepada kualitas yang meliputi bobot, rasio kulit dan rasio kokon cacat. Bobot kokon dan rasio kokon cacat dipengaruhi oleh cara pemeliharaan ulat, sementara rasio kulit kokon dipengaruhi oleh jenis bibit ulat. 33 D e s k r i p s i Ulat sutra ras Jepang Foto: Mien Kaomini Kepompong ulat sutra BS-09 Foto: Lincah Andadari Rasio kulit kokon merupakan faktor yang penting karena berhubungan erat dengan hasil benang sutera. Varietas ulat yang baik mempunyai rasio kulit kokon 22-25%. Rasio kulit kokon dari ulat sutera hibrid BS-08 dan BS-09 hasil penelitian Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi (Puskonser) lebih baik dari bibit niagawi C-301 yang beredar di Indonesia. Hal ini berdampak langsung pada panjang serat dan persentase serat yang dihasilkan. BS-08 dan BS-09 telah dilepas oleh Menteri Kehutanan pada tanggal 8 Oktober 2004 dengan surat keputusan Nomor: SK.369/Menhut-VIII/2004. Sebagai tindaklanjutnya, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan akan melakukan bimbingan, pemantauan dan penilaian dalam pengembangan bibit ulat sutera hibrid BS-08 dan BS-09.
8 Deskri psi (lanjutan) Bibit Ulat Sutera (Bombyx mori L.) Hibrid BS Macam persilangan :806 x Voltinisme :bivoltin 3. Asal bibit :betina ras Cina dan jantan ras Jepang (keduanya merupakan koleksi galur induk di bank plasma, Bogor, sejak tahun 1999) 4. Corak ulat :bintik 5. Warna kokon :putih 6. Bentuk kokon :lonjong 7. Karakteristik :rasio kulit kokon tinggi 8. Kualitas telur :daya tetas tinggi, diatas 90% 9. Kualitas kokon :kokon normal : 90-96% rasio kulit kokon : 22-25% 10. Kualitas serat :panjang serat : m persentase serat : 17-20% ketebalan : 3,2-3,6 d Bibit Ulat Sutera (Bombyx mori L.) Hibrid BS Macam persilangan :807 x Voltinisme :bivoltin 3. Asal bibit :betina ras Jepang dan jantan ras Cina (keduanya merupakan koleksi galur induk di bank plasma, Bogor, sejak tahun 1999) 4. Corak ulat :bintik 5. Warna kokon :putih 6. Bentuk kokon :lonjong 7. Karakteristik :kualitas kokon dan serat baik 8. Kualitas telur :daya tetas tinggi, diatas 90% 9. Kualitas kokon :kokon normal : 90-96% bobot kokon : 1,9-2,3 gr. rasio kulit kokon : 21-23% 10. Kualitas serat :panjang serat : m persentase serat: 16-19% ketebalan : 3,0-3,3d Tantangan Keterangan Bibit ulat sutera hibrid BS-08 dan BS-09 cenderung rentan terhadap penyakit, sehingga memerlukan pemeliharaan yang intensif. Untuk mengatasi masalah itu, sedang dilakukan penelitian untuk mendapatkan hibrid yang ulatnya lebih kuat sehingga dapat dipelihara pada kondisi yang kurang optimum. Inovator Unit Kerja Gambar : Mien Kaomini dan Lincah Andadari : Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi : mkaomini@yahoo.com, a.lincah@yahoo.co.id : Koleksi Puskonser 34
PENGGUNAAN PAKU BERPORI DALAM INOKULASI POHON GAHARU. (Inovasi Baru Dalam Teknologi Rekayasa Pembentukan Gubal Gaharu Yang Berkualitas)
PENGGUNAAN PAKU BERPORI DALAM INOKULASI POHON GAHARU (Inovasi Baru Dalam Teknologi Rekayasa Pembentukan Gubal Gaharu Yang Berkualitas) SENTOT ADI SASMUKO BALAI PENELITIAN KEHUTANAN MATARAM Gaharu (agarwood)
Lebih terperinciKONDISI PEMELIHARAAN SUTERA DI INDONESIA
ULAT SUTERA UNGGULAN LITBANG TIM SUTERA PUSPROHUT BALITBANGHUT KONDISI PEMELIHARAAN SUTERA DI INDONESIA Penggunaan salah satu bibit untuk kondisi pemeliharaan yang beragam (C301), BS09 jarang produksi
Lebih terperinciPERSUTERAAN ALAM. UPAYA PENINGKATAN KUALITAS MURBEI DAN KOKON ULAT SUTERA Bombyx mori L. DALAM RANGKA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
UPAYA PENINGKATAN KUALITAS MURBEI DAN KOKON ULAT SUTERA Bombyx mori L. DALAM RANGKA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT TIM SUTERA BALITBANGHUT PERSUTERAAN ALAM MORIKULTUR SERIKULTUR 1 FAKTOR KEBERHASILAN
Lebih terperinciOleh : Lincah Andadari
POTENSI HIBRID ULAT SUTERA HARAPAN DALAM RANGKA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI SUTERA. Oleh : Lincah Andadari Kementerian Kehutanan Badan Penelitian Dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian Dan Pengembangan
Lebih terperinciPEMBAHASAN. Tabel 11 Hubungan jenis murbei dengan persentase filamen Jenis Murbei
10 Persentase Filamen Persentase filamen rata-rata paling besar dihasilkan oleh ulat besar yang diberi pakan M. cathayana sedangkan yang terkecil dihasilkan oleh ulat yang diberi pakan M. alba var. kanva-2.
Lebih terperinciBP2LHK Manabo Kampus Kreatif Sahabat Rakyat
BP2LHK Manabo Kampus Kreatif Sahabat Rakyat GELAR TEKNOLOGI BUDIDAYA DAN TEKNIK INOKULASI GAHARU oleh : Jafred E. Halawane Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manado Jl. Adipura Kelurahan Kima
Lebih terperinciLincah Andadari 1 dan Sri Sunarti 2
KUALITAS KOKON HASIL PERSILANGAN ANTARA ULAT SUTERA (Bombyx mory L.) RAS CINA DAN RAS JEPANG Quality of crossedbreed cocoon between Japanese and Chinese races silkworm (Bombyx mory L.) Lincah Andadari
Lebih terperinciPERANAN LITBANG dan INOVASI DALAM PENINGKATAN KUALITAS DAN KUANTITAS KOKON ULAT SUTERA (Bombyx mori)
PERANAN LITBANG dan INOVASI DALAM PENINGKATAN KUALITAS DAN KUANTITAS KOKON ULAT SUTERA (Bombyx mori) PERSUTERAAN ALAM MORIKULTUR SERIKULTUR Kebutuhan nasional benang sutera adalah 800 ton per tahun, sementara
Lebih terperinciTopik 4. Ulat Sutera. Buku Seri Iptek V Kehutanan
Topik 4 Ulat Sutera 20. Budidaya Murbei... 68 21. Budidaya Ulat Sutera... 72 22. Murbei Unggul SULI-01... 76 23. Penanganan Kokon... 80 24. Prospek dan Tantangan Pengusahaan Sutera Alam 84 Indonesia...
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. yang bernilai tinggi, mudah dilaksanakan, pengerjaannya relatif singkat,
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persuteraan alam merupakan kegiatan yang menghasilkan komoditi yang bernilai tinggi, mudah dilaksanakan, pengerjaannya relatif singkat, tidak memerlukan tempat luas
Lebih terperinciTeknologi Pemanfaatan Mikroba untuk Rehabilitasi Lahan & Rekayasa Produksi Gaharu
Teknologi Pemanfaatan Mikroba untuk Rehabilitasi Lahan & Rekayasa Produksi Gaharu Forest Microbiology Research Group of The R&D Centre For Conservation & Rehabilitation of FORDA Ministry of Forestry Orientasi:
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Floss Floss merupakan bagian kokon yang berfungsi sebagai penyangga atau kerangka kokon. Pada saat akan mengokon, ulat sutera akan mencari tempat lalu menetap di tempat tersebut
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra ( Bombyx mori L. Ras Ulat Sutera
TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra (Bombyx mori L.) Ulat sutera adalah serangga holometabola yang mengalami metamorfosa sempurna, yang berarti bahwa setiap generasi keempat stadia, yaitu telur, larva atau lazim
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Ulat Sutera (Bombyx mori L.)
TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutera (Bombyx mori L.) Ulat sutera merupakan serangga yang termasuk ke dalam Ordo Lepidoptera, yang mencakup semua jenis kupu dan ngengat. Ulat sutera adalah serangga holometabola,
Lebih terperinciMATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Ulat Sutera Bahan-Bahan Alat
MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi Devisi Persuteraan Alam Ciomas. Waktu penelitian dimulai dari Juni
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas
HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil
Lebih terperinciEKONOMI GAHARU. Oleh : Firmansyah, Penyuluh Kehutanan. Budidaya pohon gaharu saat ini tak terlalu banyak dikenal masyarakat.
EKONOMI GAHARU Oleh : Firmansyah, Penyuluh Kehutanan Budidaya pohon gaharu saat ini tak terlalu banyak dikenal masyarakat. Hanya orangorang tertentu saja yang sudah membudidayakannya. Bukan karena tidak
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Divisi Persuteraan Alam, Ciomas, Bogor. Waktu penelitian dimulai
Lebih terperinciPENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI MELALUI PENGEMBANGAN AGROFORESTRY
PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI MELALUI PENGEMBANGAN AGROFORESTRY BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN BALAI PENELITIAN KEHUTANAN MANADO 2016 PENDAHULUAN
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) GALUNGGUNG SUPER
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) GALUNGGUNG SUPER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 56/Menhut-II/2007 TENTANG PENGADAAN DAN PEREDARAN TELUR ULAT SUTERA MENTERI KEHUTANAN,
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 56/Menhut-II/2007 TENTANG PENGADAAN DAN PEREDARAN TELUR ULAT SUTERA MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : bahwa dalam rangka pengembangan persuteraan alam nasional terutama
Lebih terperinciLampiran 1. Petunjuk instalasi dan penggunaan paket program Letulet melalui localhost
LAMPIRAN 67 Lampiran 1. Petunjuk instalasi dan penggunaan paket program Letulet melalui localhost Instalasi program letulet membutuhkan seperangkat PC dengan speksifikasi minimal sebagai berikut : 1. Satu
Lebih terperinciKajian Pengaruh Bobot Kokon Induk Terhadap Kualitas Telur Persilangan Ulat Sutera (Bombyx mori L.) Ras Jepang Dengan Ras Cina
Jurnal Peternakan Indonesia, 11(2):173-180, 2006 ISSN: 1907-1760 173 Kajian Pengaruh Bobot Kokon Induk Terhadap Kualitas Telur Ulat Sutera (Bombyx mori L.) Ras Jepang Dengan Ras Cina Y. C. Endrawati 1),
Lebih terperinciVarietas Unggul Baru Mangga Hibrid Agri Gardina 45
Varietas Unggul Baru Mangga Hibrid Agri Gardina 45 Hingga saat ini varietas unggul mangga di Indonesia yang telah dilepas sebanyak 32 varietas. Dari 32 varietas unggul tersebut, 14 varietas berasal dari
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 516/Kpts/SR.120/12/2005 TENTANG PELEPASAN PISANG MAS KIRANA SEBAGAI VARIETAS UNGGUL
KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 516/Kpts/SR.120/12/2005 TENTANG PELEPASAN PISANG MAS KIRANA SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Prosedur
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Non Ruminansia dan Satwa Harapan Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dan
Lebih terperinciMURBEI UNGGULAN HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN OLEH : SUGENG PUDJIONO LINCAH ANDADARI
MURBEI UNGGULAN HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN OLEH : SUGENG PUDJIONO LINCAH ANDADARI BALAI BESAR PENELITIAN BIOTEKNOLOGI DAN PEMULIAAN TANAMAN HUTAN YOGYAKARTA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
Lebih terperinciMURBEI UNGGULAN HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN MANFAAT PERSUTERAAN ALAM KPH
MURBEI UNGGULAN HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN OLEH : SUGENG PUDJIONO LINCAH ANDADARI BALAI BESAR PENELITIAN BIOTEKNOLOGI DAN PEMULIAAN TANAMAN HUTAN YOGYAKARTA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.37/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2017 TENTANG PENGADAAN DAN PEREDARAN TELUR ULAT SUTERA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN
Lebih terperinciMENAKSIR VOLUME POHON BERDIRI DENGAN PITA VOLUME BUDIMAN
MENAKSIR VOLUME POHON BERDIRI DENGAN PITA VOLUME BUDIMAN Oleh Budiman Achmad Balai Penelitian Teknologi Agroforestry Ciamis HP : 081320628223 email : budah59@yahoo.com Disampaikan pada acara Gelar Teknologi
Lebih terperinciLAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 3511/Kpts/SR.120/10/2009 TANGGAL : 12 Oktober 2009 DESKRIPSI SALAK VARIETAS SARI INTAN 541
LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 3511/Kpts/SR.120/10/2009 TANGGAL : 12 Oktober 2009 DESKRIPSI SALAK VARIETAS SARI INTAN 541 Asal : Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika Silsilah : Gondok x
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 514/Kpts/SR.120/12/2005 TENTANG PELEPASAN JERUK BESAR KOTARAJA SEBAGAI VARIETAS UNGGUL
KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 514/Kpts/SR.120/12/2005 TENTANG PELEPASAN JERUK BESAR KOTARAJA SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat : a.
Lebih terperinciPOINTERS ARAHAN KEPALA BADAN LITBANG KEHUTANAN. Disampaikan dalam Pertemuan Forum Peneliti-Widyaiswara-Penyuluh Cisarua 16 Juli 2012
POINTERS ARAHAN KEPALA BADAN LITBANG KEHUTANAN Disampaikan dalam Pertemuan Forum Peneliti-Widyaiswara-Penyuluh Cisarua 16 Juli 2012 PRINSIP DASAR: 1. Forum komunikasi Peneliti-Widyaiswara-Penyuluh merupakan
Lebih terperinciPELUANG AGROBISNIS SUTERA ALAM
PELUANG AGROBISNIS SUTERA ALAM TIM SUTERA BALITBANGHUT KEBUTUHAN SUTERA ALAM NASIONAL BENANG SUTERA 900 TON/THN RENDEMEN 1:8 KOKON 7.200 TON/THN KONDISI 2012 PRODUKSI KOKON 163.119 TON PRODUKSI BENANG
Lebih terperinciPRATEK PERDAGANGAN GAHARU DI INDONESIA. Oleh : Sulistyo A. Siran Maman Turjaman. Bogor, 8 Desember 2015 DAFTAR ISI
PRATEK PERDAGANGAN GAHARU DI INDONESIA Oleh : Sulistyo A. Siran Maman Turjaman Bogor, 8 Desember 2015 DAFTAR ISI A. PENDAHULUAN B. ASPEK PERDAGANGAN GAHARU 1. SPESIFIKASI PRODUK 2. PRODUSEN GAHARU 3. KONSUMEN
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Siklus Hidup dan Morfologi
TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Attacus atlas Attacus atlas merupakan serangga yang mengalami metamorfosis sempurna (Chapman, 1969). Klasifikasi A. atlas menurut Peigler (1989) adalah sebagai berikut: Kelas
Lebih terperinci.:::: Powered By Ludarubma ::::. G A H A R U
Page 1 of 5 Standar Nasional Indonesia SNI 01-5009.1-1999 G A H A R U 1. Ruang lingkup Standar ini meliputi definisi, lambang dan singkatan, istilah, spesifikasi, klasifikasi, cara pemungutan, syarat mutu,
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Mei 2012 di
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Mei 2012 di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen dan di Laboratorium Mekanisasi
Lebih terperinciKEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM KEHUTANAN
Tindak Lanjut/ Pelaksanaan Hasil FK-PWP Tahun 2012 Hendro Asmoro, SST., M.Si Disampaikan pada : Pertemuan FK-PWP Tahun 2013 KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM KEHUTANAN NASKAH
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP. 52/MEN/2004 T E N T A N G PELEPASAN VARIETAS IKAN NILA JICA SEBAGAI VARIETAS BARU
KEPUTUSAN NOMOR : KEP. 52/MEN/2004 T E N T A N G PELEPASAN VARIETAS IKAN NILA JICA SEBAGAI VARIETAS BARU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memperkaya jenis dan varietas serta menambah sumber plasma nutfah
Lebih terperinciLampiran 1 : Deskripsi Varietas Kedelai
Lampiran 1 : Deskripsi Varietas Kedelai VARIETAS ANJASMORO KABA SINABUNG No. Galur MANSURIAV395-49-4 MSC 9524-IV-C-7 MSC 9526-IV-C-4 Asal Seleksi massa dari populasi Silang ganda 16 tetua Silang ganda
Lebih terperinciLINGKUNGAN BISNIS USAHA TERNAK ITIK. : Wahid Muhammad N. Nim : SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA
LINGKUNGAN BISNIS USAHA TERNAK ITIK Nama : Wahid Muhammad N Nim : 10.01.2733 Kelas : D3 TI 2A SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA I ABSTRAK Pengembangan usaha ternak
Lebih terperinciBUDIDAYA DAN TEKNIS PERAWATAN GAHARU
BUDIDAYA DAN TEKNIS PERAWATAN GAHARU ketiak daun. Bunga berbentuk lancip, panjangnya sampai 5 mm, berwarna hijau kekuningan atau putih, berbau harum. Buah berbentuk bulat telur atau agak lonjong, panjangnya
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5. Kandang Pemeliharaan Ulat Sutera Liar A. atlas di Komplek Kandang C
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Lokasi pemeliharaan larva, pengokonan, dan pengamatan kokon adalah Kandang Pemeliharaan Ulat Sutera Liar A. atlas di Kompleks Kandang Blok C. Lokasi
Lebih terperinciBAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR
13 BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR A. Tempat Pelaksanaan Pelaksanaan Tugas Akhir dilaksanakan di Dusun Kwojo Wetan, Desa Jembungan, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. B. Waktu Pelaksanaan
Lebih terperinciBudidaya Bawang Putih di Dataran Rendah
Budidaya Bawang Putih di Dataran Rendah Bawang putih (allium sativum) termasuk genus afflum dan termasuk klasifikasi tumbuhan terna berumbi lapis atau siung yang bersusun. Bawang putih tumbuh secara berumpun
Lebih terperinciTIPOLOGI USAHA SUTERA ALAM DI KECAMATAN DONRI- DONRI KABUPATEN SOPPENG
Tipologi Usaha Sutera Alam di Kecamatan... Nurhaedah dan Wahyudi Isnan TIPOLOGI USAHA SUTERA ALAM DI KECAMATAN DONRI- DONRI KABUPATEN SOPPENG Nurhaedah Muin * dan Wahyudi Isnan Balai Litbang Lingkungan
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman buah dari famili caricaceae yang berasal dari Amerika Tengah dan Hindia Barat. Tanaman pepaya banyak ditanam baik di daerah
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.48/MEN/2012 TENTANG
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.48/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN INDUK IKAN NILA JANTAN PANDU DAN INDUK IKAN NILA BETINA KUNTI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SALINA
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SALINA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciProduksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar
Standar Nasional Indonesia Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1
Lebih terperinciTEKNIK BUDIDAYA GAHARU SERTA PERAN NYATA PENYULUH KEHUTANAN DALAM BUDIDAYA GAHARU
TEKNIK BUDIDAYA GAHARU SERTA PERAN NYATA PENYULUH KEHUTANAN DALAM BUDIDAYA GAHARU Oleh : Firmansyah, S.Hut, M.Si Penyuluh Kehutanan Ahli Pusat Penyuluhan BP2SDM Berdasarkan sifat fisiologis jenis-jenis
Lebih terperinciGELAR TEKNOLOGI LITBANG KEHUTANAN DAN PENYULUH KEHUTANAN JAWA TENGAH
GELAR TEKNOLOGI LITBANG KEHUTANAN DAN PENYULUH KEHUTANAN JAWA TENGAH Sinergitas peneliti dan penyuluh kehutanan untuk peningkatan kegiatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Sub Bidang Data, Informasi
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pembuatan Prototipe 5.1.1. Modifikasi Rangka Utama Untuk mempermudah dan mempercepat waktu pembuatan, rangka pada prototipe-1 tetap digunakan dengan beberapa modifikasi. Rangka
Lebih terperinciTeknologi Praktis : Agar Populasi Tanaman Pepaya Bisa 100 Persen Berkelamin Sempurna (Hermaprodit) dan Seragam
iptek hortikultura Teknologi Praktis : Agar Populasi Tanaman Pepaya Bisa 100 Persen Berkelamin Sempurna (Hermaprodit) dan Seragam Buah pepaya telah menjadi buah trend setter sejak beredarnya beberapa varietas
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Pengembangan Teknologi Lahan Kering Desa Singabraja, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian mulai
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 359/Kpts/PK.040/6/2015 TENTANG PENETAPAN RUMPUN KAMBING SABURAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 359/Kpts/PK.040/6/2015 TENTANG PENETAPAN RUMPUN KAMBING SABURAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPBULIK INDONESIA, Menimbang Mengingat
Lebih terperinciImplementasi PUG Badan Litbang Kehutanan
Implementasi PUG Badan Litbang Kehutanan Disampaikan oleh: Sekretaris Badan Litbang Kehutanan (Penanggung Jawab Pelaksanaan PUG Badan Litbang Kehutanan) Hotel Peninsula Jakarta 16 September 2014 OUTLINE
Lebih terperinciPeluang Produksi Parent Stock Jagung Hibrida Nasional di Provinsi Sulawesi Utara
Peluang Produksi Parent Stock Jagung Hibrida Nasional di Provinsi Sulawesi Utara Bahtiar 1), Andi Tenrirawe 2), A.Takdir 2) 1)Balai Pengkajian Teknologi pertanian Sulawesi Utara dan 2)Balai Penelitian
Lebih terperinciMATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Hewan Percobaan Bahan dan Peralatan
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kandang Blok C Laboratorium Lapang Bagian Produksi Satwa Harapan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan
Lebih terperinciPEDOMAN PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK BUDIDAYA KELAPA SAWIT
Lampiran Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 14/Permentan/PL.110/2/2009 Tanggal : 16 Februari 2009 PEDOMAN PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK BUDIDAYA KELAPA SAWIT I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1.1. Peningkatan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Magelang Bangsa itik jinak yang ada sekarang berasal dari itik liar yang merupakan species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi (Susilorini
Lebih terperinciDialog Mingguan, 10 Agustus 2015 Kepala Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi BADAN LITBANG DAN INOVASI MENJAWAB TANTANGAN TERKINI
Dialog Mingguan, 10 Agustus 2015 Kepala Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi BADAN LITBANG DAN INOVASI MENJAWAB TANTANGAN TERKINI Badan Penelitian, Pengembangan, dan Inovasi mempunyai tugas menyelenggarakan
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, mulai pada bulan
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini direncanakan akan dilakukan di Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, mulai pada bulan September- Oktober
Lebih terperinciHUTAN DAN SAINS. Oleh: Dr. Henri Bastaman, MES Kepala Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi
HUTAN DAN SAINS Oleh: Dr. Henri Bastaman, MES Kepala Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi Disampaikan pada Konferensi Jurnalis Sains Indonesia 2015 Kampus Litbang dan Inovasi, Gunung Batu Bogor,
Lebih terperinciMENINGKATKAN HARGA JUAL KOKON dengan MEMELIHARA HIBRID BARU ULAT SUTERA
MENINGKATKAN HARGA JUAL KOKON dengan MEMELIHARA HIBRID BARU ULAT SUTERA opendekatan PERMASALAHAN PENGEMBANGAN SUTERA DI KHPH BOALEMO GORONTALO - USAHA TANI SUTERA ALAM MERUPAKAN SALAH SATU DARI BERBAGAI
Lebih terperinciBAB III REKAYASA PENURUNAN GENERASI PDA KE GENERASI BIBIT INDUK F1 3.1. Pembuatan Bibit Induk F1 Bibit induk F1 adalah hasil turunan generasi dari bibit PDA. Media yang digunakan bisa dari serbuk gergajian,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Attacus atlas (L.) Klasifikasi Attacus atlas (L.) menurut Peigler (1980) adalah Filum Klasis Ordo Subordo Superfamili Famili Subfamily Genus : Arthropoda : Insecta
Lebih terperinciDOI. Lincah Andadari, 1 Rosita Dewi, 2 dan Sugeng Pudjiono Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan, Jl. Gunung Batu 5 Bogor.
Widyariset Vol. 2 No. 2 (2016) Hlm. 96-105 Uji Adaptasi Lima Tanaman Murbei Hibrid Baru untuk Meningkatkan Produktivitas Persutraan Alam Adaptation Test of Mulberry s Five New Hybrids to Improve Natural
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 570/Kpts/SR.120/9/2006 TENTANG PELEPASAN MANGGA DARAKANDE SEBAGAI VARIETAS UNGGUL
KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 570/Kpts/SR.120/9/2006 TENTANG PELEPASAN MANGGA DARAKANDE SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mentimun Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : Divisi :
Lebih terperinci8 penghasil gaharu yang terkena infeksi penyakit hingga ke bagian tengah batang (Siran dan Turjaman 2010). Namun sering indikator ini tidak tepat dala
7 2 IDENTIFIKASI KARAKTER MORFOLOGI AQUILARIA MICROCARPA YANG BERINTERAKSI DENGAN FUSARIUM SOLANI 2.1 Pendahuluan Tanaman A. microcarpa Bail memiliki batang tegak dan dapat mencapai ketinggian 40 m, diameter
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Kegiatan penelitian yang meliputi perancangan, pembuatan prototipe mesin penanam dan pemupuk jagung dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Budidaya
Lebih terperinciASPEK BIOLOGIS ULATSUTERA (Bombyx mori L.) DARI DUA SUMBER BIBIT DI SULAWESI SELATAN
10 ASPEK BIOLOGIS ULATSUTERA (Bombyx mori L.) DARI DUA SUMBER BIBIT DI SULAWESI SELATAN Biological Aspect of Silkworm (Bombyx Mori L.) from Two Seeds Resources in South Sulawesi Sitti Nuraeni dan Beta
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.23/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA NIRWANA II
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.23/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA NIRWANA II MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa guna lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan target luas lahan yang ditanam sebesar hektar (Atmosuseno,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sengon merupakan salah satu tanaman cepat tumbuh yang dipilih dalam program pembangunan hutan tanaman industri (HTI) karena memiliki produktivitas yang tinggi dengan
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) SAGO
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) SAGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
Lebih terperinciPEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1
PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 Wahyu Asrining Cahyowati, A.Md (PBT Terampil Pelaksana) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya I. Pendahuluan Tanaman kakao merupakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cross Laminated Timber 2.1.1 Definisi Cross Laminated Timber (CLT) pertama dikembangkan di Swiss pada tahun 1970-an. Produk ini merupakan perpanjangan dari teknologi rekayasa
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl.,
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Mahkota Dewa 1. Klasifikasi dan Ciri Morfologi Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl., dengan nama sinonim Phaleria papuana. Nama umum dalam
Lebih terperinciPENGEMBANGAN USAHA PERSUTERAAN ALAM KABUPATEN WAJO, SULAWESI SELATAN
Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan Vol. 2 No. 2, Agustus 2015: 129-136 ISSN : 2355-6226 E-ISSN : 2477-0299 PENGEMBANGAN USAHA PERSUTERAAN ALAM KABUPATEN WAJO, SULAWESI SELATAN 1* 2 3 Jun Harbi,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, tribus Anatini dan genus Anas (Srigandono,
Lebih terperinciPengolahan lada putih secara tradisional yang biasa
Buletin 70 Teknik Pertanian Vol. 15, No. 2, 2010: 70-74 R. Bambang Djajasukmana: Teknik pembuatan alat pengupas kulit lada tipe piringan TEKNIK PEMBUATAN ALAT PENGUPAS KULIT LADA TIPE PIRINGAN R. Bambang
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 489/Kpts/SR.120/12/2005 TENTANG PELEPASAN PISANG KEPOK BANGUN SARI SEBAGAI VARIETAS UNGGUL
KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 489/Kpts/SR.120/12/2005 TENTANG PELEPASAN PISANG KEPOK BANGUN SARI SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat :
Lebih terperinciPENGARUH PEMBERIAN PAKAN MURBEI HIBRID TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN KUALITAS KOKON
PENGARUH PEMBERIAN PAKAN MURBEI HIBRID TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN KUALITAS KOKON The Effect of Feeding of Mulberry Hybrid on the Productivity and the Quality of Cocoon of Silkworm Sugeng Pudjiono 1 ) dan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Kegiatan seleksi famili yang dilakukan telah menghasilkan dua generasi yang merupakan kombinasi pasangan induk dari sepuluh strain ikan nila, yaitu TG6, GIFT F2 dan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit
TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) berasal dari Afrika dan termasuk famili Aracaceae (dahulu: Palmaceae). Tanaman kelapa sawit adalah tanaman monokotil
Lebih terperinciSNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas benih sebar
SNI : 01-6133 - 1999 Standar Nasional Indonesia Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas benih sebar Daftar Isi Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan...1 3 Definisi...1
Lebih terperinciMIKORIZA pada Swietenia macrophylla KELOMPOK 5
MIKORIZA pada Swietenia macrophylla KELOMPOK 5 Nama Kelompok Rizky Ratna Sari Rika Dhietya Putri Ahmad Marzuki Fiki Rahmah Fadlilah Eka Novi Octavianti Bidayatul Afifah Yasir Arafat . Swietenia macrophylla
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN PAPUYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN PAPUYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciPRODUKTIVITAS ULAT SUTERA (Bombyx mori L) BS-09 SOPPENG DAN CANDIROTO DENGAN JENIS DAUN MURBEI BERBEDA YUNINDA ESTETIKA
PRODUKTIVITAS ULAT SUTERA (Bombyx mori L) BS-09 SOPPENG DAN CANDIROTO DENGAN JENIS DAUN MURBEI BERBEDA YUNINDA ESTETIKA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciPENGARUH PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAUN MURBEI (Kanva-2) DAN KUALITAS KOKON ULAT SUTERA (Bombyx mori L.) HENDRA EKO SUTEJA
PENGARUH PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAUN MURBEI (Kanva-2) DAN KUALITAS KOKON ULAT SUTERA (Bombyx mori L.) HENDRA EKO SUTEJA DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PENGARUH
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP. 26/MEN/2004 TENTANG PELEPASAN VARIETAS IKAN LELE SEBAGAI VARIETAS UNGGUL
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP. 26/MEN/2004 TENTANG PELEPASAN VARIETAS IKAN LELE SEBAGAI VARIETAS UNGGUL MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memperkaya
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. lokal adalah salah satu unggas air yang telah lama di domestikasi, dan
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak unggas penghasil telur, daging dan sebagai binatang kesayangan dibedakan menjadi unggas darat dan unggas air. Dari berbagai macam jenis unggas air yang ada di Indonesia,
Lebih terperinciCara uji kepadatan ringan untuk tanah
Standar Nasional Indonesia Cara uji kepadatan ringan untuk tanah ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...
Lebih terperinciPERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN
PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN WAFIATININGSIH 1, IMAM SULISTYONO 1, dan RATNA AYU SAPTATI 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur 2 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan
11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2012 di Dusun Bandungsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Analisis tanah dilakukan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ulat sutera merupakan poikilotermis yaitu hewan berdarah dingin yang hidupnya dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Suhu dan kelembaban pemeliharaan ulat berkisar
Lebih terperinciPedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004
Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004 KENTANG (Disarikan dari PPPVH 2004) Direktorat Perbenihan Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura I. UJI ADAPTASI 1. Ruang Lingkup
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays) adalah tanaman semusim yang berasal dari Amerika
4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman jagung Jagung (Zea mays) adalah tanaman semusim yang berasal dari Amerika Tengah (Meksiko Bagian Selatan). Budidaya jagung telah dilakukan di daerah ini, lalu teknologi
Lebih terperinci