BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian di Stasiun-1 Maroko Kondisi Stasiun Maroko dan Ikan Patin Hasil Tangkapan.
|
|
- Benny Hendra Tedjo
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian di Stasiun-1 Maroko Kondisi Stasiun Maroko dan Ikan Patin Hasil Tangkapan. Stasiun Maroko (Stasiun 1) adalah salah satu pusat kegiatan budidaya perikanan KJA di waduk Saguling, yang menjadi pintu masuk air dari sungai Citarum ke Waduk Saguling. Perairan di stasiun ini masih terpengaruh langsung dengan sumber air dari Sungai Citarum yang telah mengalami pencemaran limbah industri. Berdasarkan hasil survey dan informasi dari penduduk sekitar lokasi ini, di stasiun Maroko ini masih banyak ikan patin yang hidup di alam maupun yang dibudidayakan di Karamba Jaring Apung (KJA). Selain itu di sekitar KJA tumbuh subur tanaman eceng gondok dan terdapat sampah domestik (Gambar 7). Banyaknya tanaman eceng gondok yang tumbuh di perairan Maroko ini dapat merupakan indikasi bahwa perairan di stasiun Maroko telah mengalami penyuburan (eutrofikasi) karena limbah bahan organik. Gambar 7. Stasiun Maroko. 37
2 38 Ikan patin hasil tangkapan dari stasiun Maroko ini memiliki karakteristik morfologis yang berbeda dibandingkan ikan patin dari kolam budidaya Cijengkol Subang. Karakteristik ikan patin dari Maroko memiliki warna putih-perak (silver) di bagian pectoral dan warna hitam sangat mengkilat pada bagian dorsal dan sirip berwarna kehitaman, berbeda dengan ikan pembanding yang memiliki sirip merah (Gambar 8.). Gambar 8. Ikan Patin Hasil Tangkapan di Stasiun Maroko Selain warna yang berbeda, ikan patin Maroko memiliki kadar lendir yang banyak serta lebih cepat mati walaupun diberi pasokan oksigen yang cukup. Hal ini menunjukkan bahwa ikan-ikan yang hidup di perairan Maroko berada dalam kondisi stress karena perairannya telah mengalami pencemaran baik limbah industri maupun limbah domestik. Karena ikan ini hidup di perairan yang telah mengalami pencemaran maka kondisi fisik ikan kurang baik dan menyebabkan cepat mati. Hal ini sesuai pernyataan Parsons (1994), tingginya tekanan lingkungan menyebabkan ikan stress dan perubahan habitat menyebabkan perubahan morfologi ikan. Ikan patin hasil tangkapan di stasiun Maroko memiliki tubuh yang ramping dengan bobot lebih besar berkisar antara g dengan panjang total berkisar antara cm. Hal ini dikarenakan mobilitas atau pergerakannya luas dibandingkan dengan ikan yang dibudidaya dalam kolam (Lampiran 11).
3 Kualitas Air dan Logam Berat Pb dan Cd pada Air di Stasiun Maroko. Kualitas air perairan Maroko masih tergolong baik, hal ini di tunjukkan dengan rata-rata suhu perairan masih sebesar 21,95 o C, yang masih dalam batas toleransi bagi kelangsungan hidup organisme air. ph perairan Maroko rata-rata 7,5, dan oksigen terlarut 3,8 mg/l, masih sesuai dengan baku mutu air kelas II dan kelas III menurut PP No.82 tahun 2001, yaitu untuk kegiatan perikanan. Hasil analisis AAS terhadap sampel air dari Maroko, kandungan logam berat Pb dan Cd pada perairan Maroko tidak terdeteksi. Kondisi ini dikarenakan pada saat pengambilan sampel air, tinggi permukaan perairan Waduk Saguling meningkat akibat intensitas curah hujan yang tinggi sehingga terjadi pengenceran kandungan logam berat pada air atau konsentrasi logam berat Pb dan Cd lebih kecil dari nilai ketelitian alat AAS yang digunakan (Lampiran 12) Kandungan Logam Berat Pb dan Cd pada organ Ikan Patin di Stasiun Maroko Menurut Darmono (1995), kebanyakan logam berat secara biologis terkumpul dalam tubuh organisme, menetap untuk waktu yang lama dan berfungsi sebagai racun kumulatif. Apabila logam berat tersebut masuk ke dalam tubuh ikan patin dan terakumulasi dan organ-organ tertentu, diantaranya insang, hati dan daging akan menyebabkan terganggunya fungsi organ tersebut dan akan berbahaya apabila di konsumsi oleh manusia dalam jumlah besar. Hasil pengukuran kadar logam berat Pb pada insang, hati dan daging ikan patin yang berukuran cm telah melebihi ambang batas, sedangkan kandungan Cd pada ukuran 25 cm masih di bawah baku mutu SNI 7387:2009 (Tabel 6).
4 Tabel 6. Organ Insang Hati Daging Konsentrasi Logam Berat Pb dan Cd Pada Insang, Hati dan Daging Ikan Patin Hasil Tangkapan di Stasiun Maroko. Ukuran (cm) Kandungan Logam Berat (ppm) Pb Cd 20,34 0,84 5,01 120,00 10,56 22,42 2,01 120,00 21,61 6,74 130,00 5,26 11,13 5,43 11,24 Baku Mutu SNI 0,30 0,10 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa kandungan logam berat Pb dan Cd, tertinggi dalam organ insang (120 ppm dan 10,56 ppm), hati (120 ppm dan 11,13 ppm), dan daging (130 ppm dan 11,24 ppm) ikan patin hasil tangkapan di stasiun Maroko, terdapat pada ikan berukuran 41 cm, dibandingkan ikan patin berukuran 25 cm dan 32 cm. Tingginya kandungan logam berat pada ikan ukuran 41 cm diduga karena ikan tersebut telah lama hidup dan berinteraksi dengan perairan yang tercemar logam berat, sehingga mengakibatkan ikan patin tersebut mengakumulasi logam berat lebih banyak. Sanusi (1980) dalam Budiono (2003), bahwa terjadinya proses akumulasi logam berat di dalam tubuh hewan air terjadi karena pengambilan logam berat (uptake rate) oleh organisme air lebih cepat dibandingkan dengan proses ekskresi. Besarnya kandungan logam berat dipengaruhi oleh spesies dan jenis kelamin, selain itu dipengaruhi oleh faktor fisika kimia air meliputi suhu air, ph, dan salinitas. Waktu kontak organisme dengan air juga mempengaruhi akumulasi logam berat pada ikan dan hewan lainnya (Moretti et al dalam McDowell 1992). Tingginya kandungan logam berat pada ikan patin ini dimungkinkan karena ikan patin merupakan ikan karnivor yang memakan invertebrata bentik, udang renik (crustacea), insekta, moluska, rotifera, ikan kecil dan daun-daunan sehingga terjadi
5 41 proses bioakumulasi dan biomagnifikasi. Ini sesuai dengan pernyataan Newman (1991), apabila logam berat yang terkandung di dalam perairan rendah maka yang akan sangat berperan di dalam proses pengambilan (up-take) logam berat tersebut adalah melalui rantai makanan. Bila dibandingkan antara kandungan logam berat Cd dengan Pb dalam ikan patin, memperlihatkan bahwa kandungan logam berat Cd pada organ patin jauh lebih rendah di bandingkan logam berat Pb. Kondisi ini diduga karena logam berat Pb lebih banyak digunakan oleh industri-industri di sekitar Waduk Saguling. Menurut Lu (1985), timbal (Pb) banyak digunakan dalam industri misalnya sebagai zat tambahan bahan bakar, pigmen timbal dalam cat, tinta, pestisida, fungisida dan juga sering digunakan pada industri plastik, sebagai bahan stabilizer (Darmono 1995) Kondisi Histopatologi Organ Ikan Patin di Stasiun Maroko Pengamatan histopatologi digunakan sebagai parameter untuk mengetahui perubahan yang terjadi akibat masuknya bahan pencemar pada tubuh ikan. Tingginya kandungan logam berat dalam organ ikan patin akan mempengaruhi struktur jaringan sel pada organ insang, hati dan daging. Hasil pengamatan visual organ ikan patin didapatkan pada organ insang terdapat nodul putih, lamela terpisah dan terdapat warna kehitaman pada lamela insang, Pada Hati terlihat adanya nodul putih, bercak- bercak kuning dan hitam, sedangkan pada tekstur daging terlihat normal. perubahan fenotip dari organ-organ tersebut dimungkinkan karena kandungan bahan pencemar dalam organ (Gambar 9).
6 42 Gambar 9. Sampel Organ Ikan Patin di Stasiun Maroko Hasil pengamatan histopatologi ikan patin ukuran cm terlihat adanya kerusakan pada insang berupa Melano Makrofag Center, edema, hiperplasia dan kongesti, sedangkan kerusakan pada hati berupa Melano Mekrofag Center dan nekrosis (Tabel 7). Pada organ insang dan hati ikan patin telah mengalami kerusakan namun tidak terlihat adanya kerusakan pada jaringan daging. Hasil pengamatan histopatologi insang ikan patin, pada ikan patin ukuran 41 cm mengalami kerusakan tingkat sedang yang ditandai dengan terjadinya kongesti pada insang. sedangkan pada ukuran 25 cm dan 32 cm hanya terjadi kerusakan tingkat ringan karena hanya terdapat MMC, edema dan hiperplasia seperti pada Gambar 10.
7 43 Tabel 7. Kondisi Histopatologi Insang, Hati dan Daging Ikan Patin Hasil Tangkapan di Stasiun Maroko. Organ Insang Hati Daging Ukuran Histopatologi Kerusakan Tingkat Kerusakan MMC,E, Hp * E, Hp * Hp, K ** MMC MMC MMC, N Normal Normal Normal * * *** Keterangan : * Kerusakan Ringan, ** Kerusakan Sedang, *** Kerusakan Berat MMC = Melano Makrofag Center, E = Edema, Hp = Hiperplasia, K = Kongesti, N = Nekrosis Tinginya logam berat yang terkandung pada ikan patin ukuran 41 cm sejalan dengan tingkat kerusakan yang terjadi pada jaringan tersebut, hal ini dimungkinkan karena jaringan atau sel insang tidak mampu lagi untuk beregenerasi sehingga jaringan tersebut akan rusak. Darmono (2001) dan Lu (1995) menyatakan, logam berat yang terakumulasi dalam insang ikan dapat mensubstitusi ko-faktor logam enzim seng (Zn) carbonik anhidrase yang berperan penting dalam menghidrolisis CO 2. Hal tersebut memungkinkan terganggunya enzim tersebut sehingga menyebabkan metabolisme terganggu dan mengakibatkan kerusakan jaringan. Menurut Agius and Robert (1981) dalam Ersa (2008), Melano makrofag center (MMC) adalah kumpulan makrofag, yang berisi hemosiderin, lipofuchsin dan ceroid sama seperti pigmen melanin. MMC banyak ditemukan di dalam jaringan limfoid yang diakibatan oleh peradangan. Pada organisme, melanin memiliki peran dalam perlindungan melawan invasi parasit pada jaringan dan juga pertahanan melawan mekanisme yang berpotensi menimbulkan bahaya pada organisme, selama pengaktifan sistem pertahanan dalam tubuh (Ersa 2008).
8 44 Gambar 10. Histopatologi Insang Ikan Patin di Stasiun Maroko. Edema merupakan gangguan yang ditandai dengan adanya penggumpalan cairan yang berlebihan dalam ruangan interstitis termasuk rongga tubuh, peningkatan masuknya air dari ekstraseluler ke dalam sel akibat terganggunya aktivitas pompa Na + K. Kondisi ini dapat dihubungkan dengan bahan-bahan toksik kimia, virus, bakteri dan penyakit parasitik. Kerusakan mekanis atau penyakit dapat mempengaruhi ikan terhadap infeksi lebih lanjut karena edematos menyediakan suatu medium yang baik untuk pertumbuhan bakteri (Hibiya and Fumio 1995 dalam Ersa 2008). Hiperplasia merupakan penambahan jumlah sel dalam suatu organ sehingga organ tubuh membesar. Hal tersebut merupakan adaptasi sel untuk melindungi jaringan yang berada di bawahnya dari bahan toksik (Meissner dan Diamandopoulous 1977). Kongesti dapat ditandai dengan adanya penumpukan sel-sel darah merah yang sangat padat dalam pembuluh darah. Kongesti menunjukkan kondisi tidak normal pada insang ikan yang disebabkan oleh adanya trauma fisik, parasit atau gangguan sistem peredaran darahnya. Terhambatnya aliran darah ini diduga terjadi akibat edema di sekitar pembuluh darah (Susanto 2008 dalam Wikiandy 2013)
9 45 Berbeda dengan kerusakan pada organ insang yang mencapai tingkat kerusakan kongesti sedangkan pada organ hati ikan patin kerusakan telah mencapai tingkat yang lebih tinggi yaitu nekrosis atau kematian sel. Kerusakan berat berupa nekrosis terjadi pada ikan patin ukuran 41 cm (Gambar 11). Terjadinya nekrosis pada hati ikan patin ukuran 41 cm diduga akibat bahan pencemar yang masuk kedalam tubuh telah melampaui batas optimum yang dapat di detoksifikasi oleh sel hati sehingga sel yang rusak tidak dapat lagi beregenerasi dan akhirnya mengalami kematian atau nekrosis. Gambar 11. Histopatologi Hati ikan Patin di Stasiun Maroko Kematian sel adalah suatu proses dimana sel-sel kehilangan integritasnya sebagai salah satu unit fungsional, pada keadaan ini akan terjadi suatu titik yang menunjukan bahwa kerusakan pada sel tidak akan dapat kembali menjadi seperti sediakala dan akan mengalami nekrosis (Prioseoryanto). Granner (2003) menyatakan, akumulasi logam berat dalam sel jaringan hati ikan akan menyebabkan hepatofisiologis, sehingga apabila zat kimia toksik dan virus masuk ke dalam jaringan akan menyebabkan kerusakan berupa nekrosis, lisis dan hipertrofi (Trump et al.1975).
10 Hasil Penelitian di Stasiun-2 Ciminyak Kondisi Stasiun Ciminyak dan Ikan Patin Hasil Tangkapan. Stasiun Ciminyak (Stasiun 2) merupakan daerah sentral Karamba Jaring Apung (KJA) di Waduk Saguling, berdasarkan hasil survey dan informasi dari masyarakat di sekitar stasiun ini, pada stasiun Ciminyak masih didapatkan ikan patin yang hidup bebas di perairan tersebut. Selain sebagai pusat KJA pada stasiun Ciminyak juga digunakan masyarakat untuk menambang pasir di pinggir Waduk, sehingga memungkinkan terjadinya erosi. Pencemaran sisa pakan buatan akibat aktivitas budidaya di KJA di perairan Ciminyak akan menyebabkan sedimentasi dan eutrofikasi, hal ini terlihat dari banyaknya eceng gondok yang tumbuh di sekitar KJA dan pinggiran perairan (Gambar 12). Gambar 12. Perairan Ciminyak. Ikan patin hasil tangkapan dari stasiun Ciminyak ini memiliki karakteristik morfologis yang berbeda dibandingkan ikan patin dari kolam budidaya Cijengkol Subang. Karakteristik ikan patin dari Ciminyak memiliki warna putih-perak (silver) di bagian pectoral dan warna lebih hitam pada bagian dorsal serta sirip berwarna kehitaman, berbeda dengan ikan pembanding yang memiliki sirip merah (Gambar 13). Selain warna yang berbeda, kadar lendir ikan patin Ciminyak tidak sebanyak pada ikan patin Maroko, namun pada sirip-siripnya terdapat kerusakan hal ini diduga
11 47 akibat proses pengangkutan tertutup menggunakan plastik yang mengakibatkan ruang gerak ikan patin tersebut kecil. Ikan patin Ciminyak memiliki bentuk tubuh yang ramping berbeda dengan ikan budidaya. Panjang total tubuh ikan patin hasil tangkapan alam perairan Ciminyak yaitu berkisar 25- cm dengan bobot tubuh berkisar g (Lampiran 11.). Gambar 13. Ikan Patin Hasil Tangkapan Alam Stasiun Ciminyak Kualitas Air dan Logam Berat Pb dan Cd pada Air di Stasiun Ciminyak. Hasil pengukuran kualitas air Perairan Ciminyak, perairan ini memiliki kualitas air yang cukup baik karena rata-rata suhu o C yang masih memungkinkan aktifitas perikanan dapat berjalan. Rata-rata ph pada perairan Ciminyak pun masih memenuhi prasyarat dari PP No.82 tahun 2001 yaitu 7, serta memiliki rata-rata oksigen terlarut pada perairan sebesar 3.25 mg/l dan kandungan logam berat Pb dan Cd pada air tidak terdeteksi yang dikarenakan adanya pengenceran logam berat yang terkandung dalam air (Lampiran 12). Darmono (1995) mengatakan kandungan logam dalam air dapat berubah bergantung pada lingkungan dan iklim. Pada musim hujan, kandungan logam akan lebih kecil karena proses pelarutan sedangkan pada musim kemarau kandungan logam akan lebih tinggi karena logam menjadi terkonsentrasi.
12 Kandungan Logam Berat Pb dan Cd pada organ Ikan Patin di Stasiun Ciminyak Hasil pengukuran logam berat pada organ ikan patin didapatkan kandungan logam berat Pb telah melebihi ambang batas, sedangkan kandungan logam berat Cd pada ikan patin ukuran 25 masih di bawah baku mutu SNI (Tabel 8). Tabel 8. Konsentrasi Logam Berat Pb dan Cd pada Insang, Hati dan Daging Ikan Patin Hasil Tangkapan di Stasiun Ciminyak. Organ Insang Hati Daging Ukuran (cm) Kandungan Logam Berat (ppm) Pb Cd 22,35 5,30 120,00 10,35 20,55 1,45 130,00 19,19 3,02 120,00 5,65 11,82 5,16 11,10 Baku Mutu SNI 0,30 0,10 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa kandungan logam berat Pb dan Cd, tertinggi dalam organ insang (120 ppm dan 10,35 ppm), hati (130 ppm dan 11,82 ppm), dan daging (120 ppm dan 11,10 ppm) ikan patin hasil tangkapan di stasiun Ciminyak terdapat pada ikan berukuran cm, dibandingkan ikan patin berukuran 25 cm dan 35 cm. Menurut Darmono (1995), Faktor yang mempengaruhi daya toksisitas logam dalam air terhadap makhluk hidup adalah kondisi biota, fase siklus hidupnya, besar ukuran organisme, jenis kelamin dan kecukupan kebutuhan nutrisi. Tingginya kandungan logam berat pada hati ikan patin ini dimungkinkan karena, hati merupakan organ yang menampung zat-zat yang masuk ke dalam tubuh dan kemudian di detoksifikasikan sebagian masuk ke dalam kantung ampedu dan sebagian lainnya masuk ke dalam ginjal untuk di ekskresikan. Hal ini sesuai dengan Sesuai dengan pernyataan Heath (1987), apabila di dalam tubuh ikan sudah terlalu
13 49 banyak konsentrasi logam berat, namun laju metabolisme untuk mengekskresikan zat-zat sisa tidak sebanding dengan besarnya laju akumulasi substansi toksik, maka zat-zat tersebut akan ditampung terlebih dahulu di dalam organ hati untuk selanjutnya akan dikeluarkan dari tubuh. Selain itu Soemirat (2003) menyatakan, insang, hati dan ginjal memiliki enzim sitokrom P 450 yang berfungsi ganda sebagai pendegradasi logam berat, logam berat yang tidak dapat didegradasi akan diserap dan diakumulasi oleh organ tubuh biota Kondisi Histopatologi Organ Ikan Patin di Stasiun Ciminyak Hasil pengamatan visual pada sampel organ ikan patin di stasiun Ciminyak didapatkan perubahan pada insang terdapat nodul putih, lamela terpisah dan terdapat bercak kehitaman pada lamela insang. Perubahan yang terjadi pada organ hati yaitu terdapatnya nodul putih, terdapat bercak kekuningan dan kehitaman sebagai respon hati terhadap lingkungan sedangkan pada daging tidak terjadi perubahan (Gambar 14). Gambar 14. Sampel Organ Ikan Patin di Stasiun Ciminyak
14 50 Hasil pengamatan histopatologi ikan patin hasil tangkapan di stasiun Ciminyak didapatkan telah terjadi kerusakan pada organ insang dan hati namun pada organ insang tidak adanya perubahan yang terjadi pada jaringan tersebut. Kerusakan pada organ insang, hati dan daging. Kerusakan pada insang berupa edema, hiperplasia, kongesti dan fusi lamela sedangkan kerusakan pada hati berupa MMC (Tabel 9). Tabel 9. Kondisi Histopatologi Insang, Hati dan Daging Ikan Patin Hasil Tangkapan di Stasiun Ciminyak. Organ Insang Hati Daging Ukuran (cm) Histopatologi Kerusakan Tingkat Kerusakan E, Hp, K, Fl *** Hp, Fl *** TT - MMC MMC TT Normal Normal Normal Keterangan : * Kerusakan Ringan, ** Kerusakan Sedang, *** Kerusakan Berat MMC = Melano Makrofag Center, E = Edema, Hp = Hiperplasia, K = Kongesti, Fl = Fusi Lamela TT = Tidak Teramati * * Pada tabel diatas terlihat kerusakan jaringan insang ikan patin ukuran 25 cm dan 35 cm mengalami kerusakan tingkat berat, yaitu telah terdapatnya kerusakan berupa fusi lamela. Fusi lamela ini ditandai dengan hilangnya lamela sekunder pada insang, hal ini dimungkinkan karena logam berat yang masuk ke dalam organ cukup besar namun organ dapat mengeluarkan logam berat tersebut bersama dengan sisa metabolisme lain, yang menyebabkan kerusakan terjadi cukup parah namun kandungan logam berat yang terkandung dalam jumlah sedikit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Darmono dan Arifin (1989) dalam Kusumahadi (1998), dibandingkan dengan organ tubuh ikan yang lain, logam berat yang terakumulasi dalam insang lebih sedikit, karena logam berat yang terabsorbsi dan terakumulasi di insang
15 51 mengalami proses metabolisme dan akan dieksresikan dari tubuh bersama-sama metabolit yang lain (Gambar 15). Gambar 15. Histopatologi Insang Ikan Patin di Stasiun Ciminyak. Menurut Prioseoryanto, Fusi lamela merupakan kerusakan tahap lanjut yang cukup parah, terjadinya fusi lamela dapat menyebabkan berkurangnya luas permukaan insang akibat masuknya zat toksik ke dalam jaringan sehingga dapat mengganggu respirasi pada insang dan menyebabkan penurunan pertukaran gas. Pada insang ikan patin ukuran cm tidak terlihat adanya kerusakan hal ini dikarenakan jaringan yang terpotong terlalu tipis sehingga jaringan tidak dapat teramati. Berbeda halnya dengan kerusakan insang yang mencapai kerusakan berat berua fusi lamela, tingkat kerusakan pada hati ikan patin ukuran 25 dan 35 cm masih tergolong ringan, karena hanya terdapat MMC sedangkan pada ukuran jaringan tidak dapat teramati. Hal ini diduga bahwa telah terjadi pencemaran namun hati masih dapat mendetoksifikasi zat toksik tersebut, sehingga terdapat pigmen pigmen berwarna kuning kecoklatan sebagai hasil detoksifikasi dari sel hati tersebut (Gambar 16).
16 52 Gambar 16. Histopatologi Hati Ikan Patin di Stasiun Ciminyak 4.3 Hasil Penelitian di Stasiun-3 Pintu Air Waduk Saguling Kondisi Stasiun Pintu Air Waduk Saguling dan Ikan Patin Hasil Tangkapan. Stasiun pintu air Waduk Saguling (Stasiun 3) merupakan stasiun yang berada di akhir rangkaian bendungan Saguling yang akan mengalirkan airnya kembali ke Sungai Citarum. Dari hasil survey dan informasi dari masyarakat di sekitar lokasi. Pada stasiun Ciminyak masih terdapat banyak pembudidaya di KJA sehingga eutrofikasi masih terjadi, hal ini terlihat dari eceng gondok yang berada di stasiun pintu air Waduk Saguling tidak sebanyak pada stasiun Maroko dan Ciminyak. Selain pada perairan ini masih banyak ikan patin yang hidup liar (Gambar 17.).
17 53 Gambar 17. Pintu Air Waduk Saguling. Ikan patin hasil tangkapan dari perairan pintu air Waduk Saguling memiliki warna putih-perak (silver) pada bagian pectoral dan warna hitam pada bagian dorsal berbeda halnya dengan ikan kontrol yang memiliki warna pucat. Ikan patin pada perairan ini memiliki kemampuan bertahan hidup lebih lama di bandingkan ikan pada stasiun lain, karena sampel ikan patin di stasiun ini diambil lebih dahulu dan lebih lama berada di dalam plastik packing. Hal ini diduga pada stasiun ini tingkat pencemaran di perairan tidak sebesar pada stasiun lain sehingga tingkat stress masih rendah. (Gambar 18). Gambar 18. Ikan Patin Hasil Tangkapan di Stasiun Pintu Air Saguling. Ikan patin hasil tangkapan alam di perairan pintu air Waduk Saguling memiliki bobot yang kecil dibandingkan ikan pembanding dan pada stasiun lainnya, yaitu berkisar g dengan panjang total berkisar 24- cm, hal ini diduga karena pakan alami yang tersedia lebih sedikit, dibandingkan dengan stasiun lainnya
18 54 serta jumlah KJA pada stasiun ini lebih sedikit yang dimungkinkan eutrofikasi yang terjadi lebih rendah (Lampiran 11.) Kualitas Air dan Logam Berat Pb dan Cd pada Air di Stasiun Pintu Air Waduk Saguling. Analisis Kualitas Air pada perairan pintu air Waduk Saguling didapatkan bahwa kandungan logam berat Pb dan Cd pada air tidak terdeteksi hal ini dikarenakan pada saat pengambilan sampel cuaca hujan dan tinggi permukaan perairan naik. Selain itu Pb dan Cd merupakan logam berat yang mudah tersedimentasi karena memiliki nomor atom yang tinggi dan dapat terikat dengan bahan organik sehingga kandungan Pb dan Cd pada sedimen dimungkinkan lebih tinggi dibandingkan pada permukaan. Rata-rata suhu perairan 23.2 o C, ph 7.05 dan DO beerkisar 3.05 mg/l nilai tersebut masih memenuhi standar yang ditetapkan oleh PP No.82 tahun 2001 untuk baku mutu air kelas II dan III (Lampiran 12.) Kandungan Logam Berat Pb dan Cd pada Organ Ikan Patin di Stasiun Pintu Air Waduk Saguling. Berdasarkan hasil pengamatan logam berat, didapatkan kandungan logam berat Pb dan Cd dalam Organ insang, hati dan daging ikan patin hasil tangkapan di stasiun pintu air Waduk Saguling secara keseluruhan memiliki nilai diatas baku mutu SNI, kandungan Cd terendah terdapat pada ikan patin hasil tangkapan dengan ukuran 24 cm (Tabel 10).
19 55 Tabel 10. Konsentrasi Logam Berat Pb dan Cd pada Insang, Hati dan Daging Ikan Patin Hasil Tangkapan di Stasiun Pintu Air Waduk Saguling. Organ Insang Hati Daging Ukuran (cm) Logam Berat (ppm) Pb Cd 18,72 1,44 5,18 80,00 7,21 58,27 1,74 160,00 19,08 2,27 120,00 5,65 13,99 5,60 10,78 Baku Mutu SNI 0,30 0,10 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa kandungan logam berat Pb dan Cd, tertinggi dalam organ insang (80 ppm dan 7,21 ppm), hati (160 ppm dan 13,99 ppm), dan daging (120 ppm dan 10,78 ppm) ikan patin hasil tangkapan di stasiun pintu air Waduk Sagulng terdapat pada ikan berukuran cm, dibandingkan ikan patin berukuran 24 cm dan 30 cm. Hal ini diduga pertambahan panjang tubuh menandakan umur ikan patin tersebut sehingga akumulasi logam berat tersebut lebih besar. Darmono (1995) menyatakan, jumlah logam berat yang terakumulasi pada tubuh ikan tergantung dari ukuran, umur dan kondisi ikan. Tingginya logam pada organ hati ikan patin ukuran cm diduga karena sifat organ hati itu sendiri yang cenderung untuk mengakumulasikan semua hasil filtrasi substansi asing yang berasal dari darah (Banks 1986), sedangkan rendahnya akumulasi pada organ insang dikarenakan insang dapat mengeluarkan logam berat bersama dengan sisa metabolisme, selain itu insang merupakan organ pertama yang berhubungan dengan perairan secara langsung sehingga insang lebih sering tercuci air. Soemirat (2003) menyatakan, bahwa insang membatasi masuknya logam berat ke dalam biota dengan cara membatasi pernafasan dan difusi oksigen (O 2 ) serta perfusi. pembatasan masuknya air ke dalam filament insang dalam sel epitel dan lamela menyebabkan penyerapan logam berat terhambat (Lee et al. 1999).
20 Kondisi Histopatologi Organ Ikan Patin di Stasiun Pintu Air Waduk Saguling Hasil pengamatan secara visual didapatkan perubahan kenampakan pada insang dan hati. Perubahan pada insang ditandai dengan adanya nodul putih, lamela terpisah dan terdapat bercak kehitaman pada lamela insang. Hati mengalami perubahan berupa adanya nodul putih dan warna kekuningan sedangkan pada daging tekstur normal (Gambar 19). Gambar 19. Sampel Organ Ikan Patin di Stasiun Pintu air Waduk Saguling Hasil pengamatan histopatologi ikan patin hasil tangkapan di stasiun pintu air Waduk Saguling didapatkan telah terjadi kerusakan pada organ insang dan hati. Kerusakan pada organ insang berupa MMC, edema, hiperplasia, kongesti dan fusi lamela sedangkan pada hati kerusakan berupa MMC, degenerasi dan degenerasi lemak (Tabel 11).
21 57 Tabel 11. Kondisi Histopatologi Insang, Hati dan Daging Ikan Patin Hasil Tangkapan di Stasiun Pintu Air Waduk Saguling. Organ Insang Hati Daging Ukuran Histopatologi Kerusakan Tingkat Kerusakan E, Hp, Fl *** Hp, K, Fl *** MMC,Hp * MMC, DgL MMC MMC, Dg Normal Normal Normal Keterangan : * Kerusakan Ringan, ** Kerusakan Sedang, *** Kerusakan Berat MMC = Melano Makrofag Center, E = Edema, Hp = Hiperplasia, K = Kongesti, Fl = Fusi Lamela Dg = Degenerasi DgL = Degenerasi Lemak * * * Pada insang ikan patin ukuran 24 dan 30 cm kerusakan yang terjadi merupakan tingkat kerusakan berat, ditandai telah terjadinya fusi lamela. Berbeda dengan tingkat kerusakan yang terjadi pada ukuran cm. Hal ini dimungkinkan terjadi akibat logam berat yang masuk ke jaringan insang ukuran 24 dan 30 cm lebih banyak namun dapat dikeluarkan kembali oleh jaringan insang sehingga kandungan logam berat tersebut rendah dibandingkan dengan ukuran cm (Gambar 20). Gambar 20. Histopatologi Insang Ikan Patin di Stasiun Pintu Air Waduk Saguling
22 58 Berbeda dengan kerusakan pada organ hati ikan patin ukuran 24- cm yang mengalami tingkat kerusakan ringan, hal ini karena jaringan atau sel-sel hati masih dapat mendetoksifikasi zat-zat racun dan masih dapat beregenerasi, hal ini terlihat pada ukuran 24 dan cm telah terjadi degenerasi. Darmono (1995) menyatakan, tingkat kerusakan dibagi menjadi tiga yaitu ringan, sedang dan berat. Perlemakan hati termasuk dalam tingkat ringan yang ditandai dengan pembengkakan sel (Gambar 21). Gambar 21. Histopatologi Hati Ikan Patin di Stasiun Pintu Air Waduk Saguling Degenerasi merupakan reaksi peradangan yang terjadi bila kerusakan sel tidak segera mematikan, perubahan bisa pulih kembali setelah sumber kerusakan dilenyapkan (reversible) yang dapat disebabkan oleh luka-luka karena trauma, radiasi, kuman, bakteri, zat-zat kimia maupun racun (Nabib dan Pasaribu 1989). Degenerasi lemak merupakan kerusakan sel yang lebih parah setelah sebelumnya terjadi degenerasi granular (sel-sel membengkak sedangkan sitoplasmanya berbutirbutir halus), pada degenerasi lemak sitoplasma penuh dengan vakuol-vakuol (Prioseoryanto).
23 Hasil Penelitian di Stasiun-4 Kolam Budidaya Cijengkol Subang Kondisi Kolam Budidaya dan Ikan Patin Hasil Budidaya Kolam budidaya ikan patin Cijengkol Subang merupakan stasiun pembanding dari tiga stasiun yang berada di Waduk Saguling. Kolam budidaya ini di bagi menjadi beberapa kolam yaitu kolam induk, pendederan dan pembesaran yang mendapatkan pasokan air dari Waduk Jatiluhur. Ikan patin dipelihara dalam kolam pembesaran permanen dengan konstruksi kolam beton. Pembesaran (fattening) dilakukan dengan pemberian pakan buatan secara periodik (Gambar 22). Gambar 22. Kolam Budidaya Cijengkol Subang Sampel ikan patin diambil dari kolam budidaya menggunakan jaring (serok). Hasil pengamatan terhadap morfologi ikan patin, memperlihatkan ikan patin hasil budidaya Cijengkol Subang ini memiliki warna tubuh yang dominan pucat dengan warna sirip ventral, anal dan caudal berwarna lebih merah. Ikan patin ini memiliki bentuk tubuh membulat dan ukurannya lebih besar dibandingkan dengan ikan hasil tangkapan di waduk Saguling (Gambar 23). Ikan patin sampel dari kolam budidaya ini berukuran antara 20- cm dengan bobot tubuh antara g (Lampiran 11). Sampel ikan patin yang diambil dari kolam budidaya ini terlihat banyak goresan pada tubuhnya dan kerusakan pada sirip caudal. Kondisi ini diduga akibat bergesekan dengan ikan lain, saat berada di kolam budidaya
24 60 maupun saat proses transportasi tertutup menggunakan plastik, karena ruang yang terbatas. Gambar 23. Ikan Hasil Budidaya Kandungan Logam Berat Pb dan Cd pada Organ Ikan Patin di Stasiun Kolam Budidaya Hasil pengukuran logam berat timbal (Pb) dan kadmium (Cd) yang menggunakan alat Atomic Absorbtion Spectometry (AAS) pada organ insang, hati serta daging, dan pengamatan histopatologi disajikan dalam Tabel 12. Tabel 12. Organ Insang Hati Daging Konsentrasi Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) pada Insang, Hati dan Daging Ikan Patin Hasil Budidaya. Ukuran (cm) Logam Berat (ppm) Pb Cd 24,88 19,20 19,83 25,89 18,81 19,94 34,17 17,60 20,69 Baku Mutu SNI 0,30 0,10 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa kandungan logam berat Pb, tertinggi dalam organ insang (24,88 ppm), hati (25,89 ppm), dan daging (34,17 ppm)
25 61 ikan patin hasil tangkapan di stasiun kolam budidaya terdapat pada ikan berukuran 20 cm, dibandingkan ikan patin berukuran 33 cm dan cm. Hal ini diduga daya tahan terhadap lingkungan masih rentan sehingga kandungan logam berat Pb terakumulasi lebih tinggi. Sesuai dengan pendapat Lu (1995), ikan muda 1,5-10 kali lebih rentan terpapar logam berat dibandingkan ikan dewasa, karena defesiensi berbagai enzim detoksifikasi, selain itu organ filtrasi dan ekskresi ginjal belum berfungsi secara optimum. Sedangkan kandungan logam berat Cd pada tiap ukuran dan organ hanya terdeteksi sebesar ppm yang kadarnya masih dibawah SNI 7387 : Kondisi Histopatologi Organ Ikan Patin di Stasiun Kolam Budidaya Hasil pengamatan secara visual didapatkan perubahan kenampakan pada insang dan hati. Perubahan yang terjadi pada insang ditandai dengan adanya nodul putih, lamela terpisah, terdapat bercak kekuningan dan kehitaman. Perubahan kenampakan pada hati ditandai dengan adanya bercak kekuningan dan kehitaman pada organ tersebut, sedangkan daging memiliki tekstur normal. Gambar 24. Sampel Organ Ikan Patin Hasil Budidaya.
26 62 Hasil pengamatan histopatologi organ ikan patin didapatkan kerusakan pada organ insang dan hati sedangkan pada daging tidak terlihat adanya kerusakan. Kerusakan yang terdapat pada insang berupa MMC, edema, hiperplasia dan kongesti, sedangkan kerusakan hati yaitu MMC, dan nekrosis. Hal ini karena insang dan hati merupakan organ yang berfungsi sebagai organ detoksifikasi logam berat yang masuk ke dalam tubuh dari perairan (Tabel 13). Tabel 13. Kondisi Histopatologi Insang, Hati dan Daging Ikan Patin Hasil Budidaya. Organ Insang Hati Daging Ukuran Histopatologi Kerusakan Tingkat Kerusakan E, K ** Hp, K ** MMC, Hp * MMC, N MMC MMC, N Normal Normal Normal *** * *** Keterangan : * Kerusakan Ringan, ** Kerusakan Sedang, *** Kerusakan Berat MMC = Melano Makrofag Center, E = Edema, Hp = Hiperplasia, K = Kongesti, N = Nekrosis Pada organ insang tingkat kerusakan sedang terdapat pada ukuran 20 dan 33 cm yang ditandai dengan adanya kongesti pada insang. Hal tersebut diduga akibat logam berat yang berada dalam kolam budidaya diserap oleh insang cukup tinggi (Gambar 25).
27 63 Gambar 25. Histopatologi Insang Ikan Patin Budidaya Tingkat kerusakan pada hati terberat terdapat pada ikan patin ukuran 20 cm dan cm yang ditandai dengan adanya nekrosis pada sel hati. Kerusakan tersebut sesuai dengan kandungan logam berat dalam hati. Karena pada ukuran 20 cm dan cm mengakumulasi logam berat paling besar di bandingkan dengan ukuran 33 cm (Gambar 25). Chayen dan Bitensky (1973) dalam Harteman (2011) menyatakan, bahwa logam berat yang terkandung dalam sel jaringan hati terjadi akibat pengikatan gugus sulfur dan nitrogen sangat kuat. Sehingga Logam berat yang terakumulasi dalam hati menghambat kegiatan enzim dan sistem imun (Orbea et al. 1999)
28 64 Gambar 26. Histopatologi Hati Ikan Patin Budidaya 4.5 Kandungan Logam Berat Dalam Daging Dan Histopatologi Daging Ikan Patin (Pangasius sp) Akumulasi Logam Berat Timbal (Pb). Akumulasi logam berat pada organ daging ikan patin menunjukkan hasil yang berbeda-beda pada setiap perairan dan ukurannya. Hasil analisis menggunakan alat AAS didapatkan bahwa kandungan logam berat Pb dalam daging ikan patin dari setiap stasiun telah melebihi ambang batas baku mutu SNI (Gambar 27). Ikan patin ukuran cm kandungan logam berat Pb pada daging tertinggi berada di stasiun Cijengkol Subang (pembanding) sebesar 34,17 dan 17,6 ppm serta terendah di stasiun pintu air Waduk Saguling yaitu sebesar 19,08 dan 2,27 ppm. Hal ini dikarenakan pada stasiun pembanding pada proses budidaya menggunakan sumber air dari Waduk Jatiluhur yang merupakan satu rangkaian bendungan kaskade dari sungai citarum sehingga kandungan logam berat yang terdapat pada ikan patin hasil budidaya ini cukup tinggi. Selain itu pada ikan yang dibudidayakan di Cijengkol Subang menggunakan pakan buatan yang diduga mengandung logam berat. Hal ini sesuai dengan penelitian Perum Jasa Tirta II (2007) pada pengambilan sampel pakan ikan pertama kandungan logam berat Zn merupakan kandungan
29 Kandungan Pb (ppm) 65 terbesar yang diikuti oleh Cu, dan Pb sedangkan pengambilan sampel kedua kandungan Cu terbesar kemudian Zn dan diikuti pb, yang mana diduga kandungan logam berat ini bersumber dari tepung ikan yang mengandung logam berat ataupun bahan lainnya. Menurut Heath (1987), daging secara umum merupakan organ yang paling tinggi menyerap logam berat, hal ini disebabkan produksi lendir terutama pada kulit akan memberi efek berupa pencegahan terabsorbsinya logam berat untuk masuk ke dalam tubuh melalui kulit, namun dikarenakan lendir memiliki kerapatan massa jenis yang tinggi sehingga sukar untuk terjadinya pertukaran zat baik dari lingkungan ke dalam tubuh maupun sebaliknya, sehingga keberadaan lendir justru akan membuat logam berat menempel pada lendir yang lengket dan terakumulasi, oleh karena itu kandungan logam berat di dalam daging cukup tinggi Ukuran Ikan Patin Pembanding Maroko Ciminyak Pintu Air Gambar 27. Kandungan Logam Berat Pb pada Daging Ikan Patin. Ukuran ikan -41 cm mengakumulasi logam berat Pb paling tinggi dibandingkan ukuran 20-35, diduga karena ikan patin ukuran -41 cukup lama hidup di perairan yang tercemar. Pada stasiun Maroko kandungan logam berat Pb yang terakumulasi didalam daging mencapai 130 ppm dan terendah berada pada stasiun pembanding yaitu ikan yang dibudidayakan, diduga karena pada stasiun Maroko merupakan wilayah perikanan pertama yang secara langsung masih
30 Kandungan Cd (ppm) 66 terpengaruh dari buangan limbah industri di sekitar perairan, maupun beban pencemaran yang masuk dari sungan Citarum, selain itu aktivitas KJA yaitu pakan ikan yang diduga tercemar oleh logam berat pun menambah pencemaran pada perairan tersebut Akumulasi Logam Berat Kadmium (Cd). Kadmium (Cd) merupakan salah satu jenis logam berat yang berbahaya karena elemen ini beresiko tinggi terhadap pembulu darah. Logam berat Cd biasa digunakan sebagai bahan dalam pembuatan baterai, pigmen, pelapis logam dan plastik di perairan, Cd akan mengendap karena senyawa sulfurnya yang sukar larut (Bryan 1976). Pada Gambar 28 menunjukkan bahwa kandungan Cd pada organ daging ikan hasil tangkapan alam pada setiap perairan mengalami peningkatan seiring pertambahan panjang ikan, hal ini sesuai dengan pernyataan Palar (2004) bahwa di dalam tubuh ikan jumlah logam yang terakumulasi akan terus mengalami peningkatan dengan adanya proses biomagnifikasi di perairan Ukuran Ikan Patin Pembanding Maroko Ciminyak Pintu Air Gambar 28. Kandungan Logam Berat Cd pada Daging Ikan Patin. Logam yang masuk ke dalam tubuh ikan melalui insang maupun melalui makanan akan dicerna di dalam saluran pencernaan untuk selanjutnya akan
31 67 didistribusikan dan masuk ke dalam daging di seluruh bagian tubuh ikan, namun logam berat tidak akan ikut terkonversi menjadi daging. Hal tersebut dikarenakan unsur dalam nutrisi yang mengalami metabolisme tubuh adalah unsur C (karbon), H (hidrogen), O (oksigen) dan N (nitrogen). Logam berat akan banyak diakumulasikan dalam usus, kulit dan bagian ekor ikan (Diniah 1995). Kandungan Logam berat Cd pada daging ikan patin tidak lebih besar dibandingkan pada hati, namun daging ikan patin merupakan bahan makanan yang lebih sering di konsumsi oleh manusia dibandingkan dengan jeroan. Ikan patin ukuran -41 cm mengakumulasi logam berat Cd lebih tinggi di bandingkan pada ukuran Pada ukuran -41 cm kandungan tertinggi berada pada stasiun Maroko dan terendah berada pada stasiun pembanding, hal ini karena pada stasiun Maroko terdapat industri-industri yang membuang limbahnya langsung ke dalam badan air sehingga akumulasi pada daging cukup tinggi. Sedangkan pada ukuran konsentrasi logam berat Cd tertinggi pada stasiun pintu air Waduk Saguling dan terendah pada stasiun pembanding. Ikan Patin ukuran cm pada daging hanya mengakumulasi 0.01 ppm logam berat Cd pada tiap stasiunnya. Harterman (2011) menyatakan, kulit dan saluran pencernaan biota berperan penting dalam mengakumulasi logam berat dalam air dan makanan. Logam berat yang larut dalam air diserap oleh dinding saluran pencernaan dan kulit, selanjutnya pindah ke biota melalui rantai makanan sehingga logam berat akan terserap dalam daging dan berikatan dengan lemak Histopatologi Daging Ikan Patin. Gugus sulfur dan nitrogen yang terkandung dalam sel organ tubuh ikan patin (Pangasius sp.) mengikat logam berat secara kovalen. Semua jaringan organ tubuh biota mengandung gugus karboksil, hidroksil, amina, sulfhidril, imadazol, sulfat, sulfonat yang mengikat Cd serta Pb yang terkandung dalam air dan makanan (Pine et al. 1988). Gugus sulfur dan nitrogen yang terkandung dalam jaringan organ tubuh ikan termasuk unsur yang sangat reaktif dengan Hg, Cd dan Pb (Cowan 1993). Kondisi demikian menyebabkan jaringan organ terpapar Cd dan Pb
32 68 Mangkoedihardjo dan Samudro 2009). Menurut Manahan (2003), Cd sangat reaktif dan akumulatif dengan gugus sulfur, sedangkan Pb sangat reaktif dengan gugus nitrogen (Cowan 1993). Paparan logam berat dalam organ tubuh ikan dapat bersifat antagonis dan sinergis yang akan berpengaruh terhadap jaringan organ tubuh ikan. Efek kerusakan dari suatu substansi yang toksik karena adanya pencemaran dapat dilihat pertama kali dari analisa tingkat sel atau jaringan sebelum terlihat pada perubahan tingkah laku maupun penampakan dari luarnya. Gambar 29. Histopatologi Daging Ikan Patin.
33 69 Hasil pengamatan histopatologi pada organ daging yang tergambar pada Gambar 29 tidak terjadi kerusakan walaupun kandungan logam berat dalam daging tinggi, hal ini diduga pada saat proses penyayatan jaringan menggunakan ukuran pemotongan pada mikrotom sebesar 0,7 µm sehingga hasil yang didapatkan terlalu tebal dan tidak dapat teramati secara jelas sel-sel dalam daging tersebut. Penelitian Harteman (2011) menunjukan, bahwa tidak adanya kerusakan pada otot, kecuali sel darah di dalam pembuluh, jaringan ikat disekitar pembuluh darah. Hal ini mengindikasi bahwa logam berat Cd dan Pb yang terikat secara kovalen dengan gugus sulfur dan nitrogen pada sel jaringan ikat, jaringan bagian bawah kulit dan jaringan disekitar pembuluh darah tidak merusak jaringan sel otot. Kondisi kondisi demikian mengindikasikan bahwa jaringan otot ikan jauh lebih baik dibandingkan jaringan organ hati dan insang.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kerusakan Hati Ikan Mas Hati merupakan salah satu organ yang paling banyak mengalami kerusakan. Menurut Carlton (1995) dalam Permana (2009) ada dua alasan yang menyebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam timbal atau Pb adalah jenis logam lunak berwarna coklat kehitaman dan mudah dimurnikan. Logam Pb lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Industri tekstil selain menghasilkan suatu produk juga menghasilkan produk sampingan berupa air limbah, yang sering kali mencemari lingkungan terutama perairan.
Lebih terperinciKonsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling
Tabel V.9 Konsentrasi Seng Pada Setiap Titik Sampling dan Kedalaman Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling A B C A B C 1 0,062 0,062 0,051 0,076 0,030 0,048
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waduk adalah genangan air besar yang sengaja dibuat dengan membendung aliran sungai, sehingga dasar sungai tersebut yang menjadi bagian terdalam dari sebuah waduk. Waduk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program pembangunan Indonesia yang dewasa ini sedang berkembang diwarnai dengan pertambahan penduduk dan kebutuhan pangan yang terus meningkat. Sumberdaya perairan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. serbaguna bagi kehidupan mahluk hidup (Yani, 2010). Air sungai saat ini banyak
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai sebagai sumber air merupakan salah satu sumber daya alam yang berfungsi serbaguna bagi kehidupan mahluk hidup (Yani, 2010). Air sungai saat ini banyak dimanfaatkan
Lebih terperinciBAB I PEDAHULUAN. banyak terdapat ternak sapi adalah di TPA Suwung Denpasar. Sekitar 300 ekor sapi
BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin berkurangnya lahan sebagai tempat merumputnya sapi, maka banyak peternak mencari alternatif lain termasuk melepas ternak sapinya di tempat pembuangan sampah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran logam berat merupakan salah satu masalah penting yang sering terjadi di perairan Indonesia, khususnya di perairan yang berada dekat dengan kawasan industri,
Lebih terperinciJurnal Perikanan dan Kelautan Vol.4.No.4 Desember 2013: 1-10 ISSN :
Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol.4.No.4 Desember 2013: 1-10 ISSN : 2088-3137 AKUMULASI TIMBAL (Pb) DAN KADMIUM (Cd) SERTA KERUSAKAN PADA INSANG, HATI DAN DAGING IKAN PATIN (Pangasius sp.) DI WADUK SAGULING
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
52 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Kadar Logam Berat Timbal (Pb) Pada Kerang Bulu (Anadara antiquata) Setelah Perendaman dalam Larutan Buah Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle.) dan Belimbing Wuluh
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sampah di TPA umumnya masih menggunakan metode open dumping, seperti pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah adalah tempat mengkarantinakan sampah atau menimbun sampah yang diangkut dari sumber sampah sehingga tidak mengganggu lingkungan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri penyamakan kulit merupakan industri yang dapat mengubah kulit mentah menjadi kulit yang memiliki nilai ekonomi tinggi melalui proses penyamakan, akan tetapi
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Struktur Mikroanatomi Hati Ikan Tagih Hasil penelitian pengaruh subletal merkuri klorida (HgCl 2 ) menggunakan konsentrasi 0,02 ppm; 0,04 ppm; dan 0,08 ppm; selama 28 hari
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waduk adalah genangan air yang sengaja dibuat dengan membendung aliran sungai. Waduk juga merupakan penampungan alami dalam pengumpulan unsur hara, bahan padatan, dan
Lebih terperinciANALISIS HISTOFISIOLOGIS IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr.) PADA ALIRAN SUNGAI BATANG OMBILIN, SUMATERA BARAT YANG TERKENA DAMPAK PENCEMARAN
ANALISIS HISTOFISIOLOGIS IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr.) PADA ALIRAN SUNGAI BATANG OMBILIN, SUMATERA BARAT YANG TERKENA DAMPAK PENCEMARAN (Dibawah bimbingan Dr. Djong Hon Tjong, dan Dr. Indra Junaidi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumber kekayaan yang sangat melimpah yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Lebih terperinciBab V Hasil dan Pembahasan
biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).
Lebih terperinciTOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus
TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN ORGAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus VIKA YUNIAR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN
Lebih terperinciPENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas air memegang peranan penting dalam bidang perikanan terutama untuk kegiatan budidaya serta dalam produktifitas hewan akuatik. Parameter kualitas air yang sering
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas kehidupan yang sangat tinggi yang dilakukan oleh manusia ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan manusia dan tatanan lingkungan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. akibatnya air mengalami penurunan akan kualitasnya. maka batas pencemaran untuk berbagai jenis air juga berbeda-beda.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencemaran air dapat diartikan sebagai masuknya suatu mahluk hidup, zat cair atau zat padat, suatu energi atau komponen lain ke dalam air. Sehingga kualitas air menjadi
Lebih terperinciPENDAHULUAN. adalah Timbal (Pb). Timbal merupakan logam berat yang banyak digunakan
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pencemaran lingkungan oleh logam berat cukup membahayakan kehidupan. Salah satu logam berbahaya yang menjadi bahan pencemar tersebut adalah Timbal (Pb). Timbal
Lebih terperinciBAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran logam berat sangat berbahaya bagi lingkungan. Banyak laporan yang memberikan fakta betapa berbahayanya pencemaran lingkungan terutama oleh logam berat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemaran merupakan dampak negatif dari kegiatan pembangunan yang dilakukan selama ini. Pembangunan dilakukan dengan memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh logam berat sudah sangat
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh logam berat sudah sangat memprihatinkan. Pencemaran lingkungan oleh logam berat merupakan suatu proses yang berhubungan dengan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian
TINJAUAN PUSTAKA Ikan Patin Sektor perikanan memang unik beberapa karakter yang melekat di dalamnya tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian penanganan masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maupun gas dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Lingkungan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses industrialisasi tidak dapat melepaskan diri dari efek negatif yang ditimbulkannya. Adanya bahan sisa industri baik yang berbentuk padat, cair, maupun gas dapat
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danau Maninjau merupakan danau yang terdapat di Sumatera Barat, Kabupaten Agam. Secara geografis wilayah ini terletak pada ketinggian 461,5 m di atas permukaan laut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pertumbuhan penduduk dan populasi penduduk yang tinggi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan penduduk dan populasi penduduk yang tinggi menimbulkan permasalahan bagi kelestarian lingkungan hidup. Aktivitas manusia dengan berbagai fasilitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Eva Tresnawati, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum L) merupakan komoditas sayuran bernilai ekonomi yang banyak diusahakan petani setelah cabai dan bawang merah. Kentang selain digunakan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran terhadap lingkungan hidup akhir-akhir ini banyak mendapat perhatian pemerintah, khususnya pihak akademisi, terutama terhadap kehadiran polutan beracun
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Panggang adalah salah satu pulau di gugusan Kepulauan Seribu yang memiliki berbagai ekosistem pesisir seperti ekosistem mangrove, padang lamun, dan terumbu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lingkungan, khususnya lingkungan perairan, dan memiliki toksisitas yang tinggi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kadmium (Cd) merupakan logam berat yang banyak ditemukan di lingkungan, khususnya lingkungan perairan, dan memiliki toksisitas yang tinggi pada konsentrasi yang rendah
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan selama 40 hari massa pemeliharaan terhadap benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) diketahui rata-rata tingkat kelangsungan
Lebih terperinciBab V Hasil dan Pembahasan
terukur yang melebihi 0,1 mg/l tersebut dikarenakan sifat ortofosfat yang cenderung mengendap dan membentuk sedimen, sehingga pada saat pengambilan sampel air di bagian dasar ada kemungkinan sebagian material
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Uji Pendahuluan Logam Berat Cd, Pb, Hg pada Perairan Air Waduk Sengguruh
37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Pendahuluan Logam Berat Cd, Pb, Hg pada Perairan Air Waduk Sengguruh Hasil analisis awal sampel air Waduk Sengguruh menunjukkan adanya kandungan logam berat Cadmium
Lebih terperinciJurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 3, Nomor 1, Januari 2011, Halaman ISSN:
Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 3, Nomor 1, Januari 2011, Halaman 073 079 ISSN: 2085 1227 Penurunan Logam Timbal (Pb) pada Limbah Cair TPA Piyungan Yogyakarta dengan Constructed Wetlands Menggunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara penghasil batubara yang cukup banyak. Sumber daya alam yang melimpah dapat dijadikan alternatif sebagai pemanfaatan
Lebih terperinciTingkat Kelangsungan Hidup
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Gejala Klinis Pengamatan gejala klinis pada benih ikan mas yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila meliputi kelainan fisik ikan, uji refleks, dan respon
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang dikenal sebagai penghasil buah dan sayuran yang dikonsumsi oleh sebagian
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bedugul adalah pusat produksi pertanian hortikultura dataran tinggi di Bali yang dikenal sebagai penghasil buah dan sayuran yang dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber pencemar bagi lingkungan (air, udara dan tanah). Bahan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas manusia berupa kegiatan industri, rumah tangga, pertanian dan pertambangan menghasilkan buangan limbah yang tidak digunakan kembali yang menjadi sumber
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kesejahteraan hidup rakyat melalui pembangunan di bidang industri, nampak memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan perairan pesisir dan laut karena
Lebih terperinciTUGAS AKHIR (SB )
TUGAS AKHIR (SB-091358) Akumulasi Logam Berat Timbal (Pb) pada Juvenile Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) secara In-Situ di Kali Mas Surabaya Oleh : Robby Febryanto (1507 100 038) Dosen Pembimbing
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
27 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Vertikal Oksigen Terlarut Oksigen terlarut merupakan salah satu faktor pembatas bagi sumberdaya suatu perairan karena akan berpengaruh secara langsung pada kehidupan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan pesisir dikenal sebagai ekosistem perairan yang memiliki potensi sumberdaya yang sangat besar. Wilayah tersebut telah banyak dimanfaatkan dan memberikan sumbangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kegiatan industri adalah limbah bahan berbahaya dan beracun. Penanganan dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam menjalani kehidupan sehari-hari atau aktifitasnya akan selalu menghasilkan suatu bahan yang tidak diperlukan yang disebut sebagai buangan atau limbah.
Lebih terperinciBAB I. Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang beratnya lebih dari 5g, untuk setiap cm 3 -nya. Delapan puluh jenis dari 109 unsur kimia yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih ikan mas (Cyprinus carpio) tergolong ikan ekonomis penting karena ikan ini sangat dibutuhkan masyarakat dan hingga kini masih belum dapat dipenuhi oleh produsen
Lebih terperinciPENDAHULUAN. laut, walaupun jumlahnya sangat terbatas. Dalam kondisi normal, beberapa macam
PENDAHULUAN Latar Belakang Logam dan mineral lainnya hampir selalu ditemukan dalam air tawar dan air laut, walaupun jumlahnya sangat terbatas. Dalam kondisi normal, beberapa macam logam baik logam ringan
Lebih terperinciABSTRAK. Kata kunci: Sebaran, raksa (Hg), kadmium (Cd), timah hitam (Pb), hati, insang, ginjal, otot
SEBARAN LOGAM BERAT DALAM ORGAN TUBUH IKAN BADUKANG (Arius maculatus Fis & Bian) DAN SEMBILANG (Plotosus canius Web & Bia) SERTA PENGARUHNYA TERHADAP MORFOLOGIS ORGAN ABSTRAK 04 Penelitian ini dilakukan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pesisir pantai kota Bandar Lampung merupakan salah satu lokasi yang telah
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesisir pantai kota Bandar Lampung merupakan salah satu lokasi yang telah banyak dikonversi lahan pantainya menjadi kawasan industri, antara lain industri batubara, pembangkit
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Perikanan Kabupaten Bandung Secara astronomi Kabupaten Bandung terletak pada 107 22-108 50 Bujur Timur dan 6 41-7 19 Lintang Selatan. Berdasarkan tofografi, wilayah
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan dari penelitian yang dilakukan selama 30 hari, diperoleh bahwa pengaruh salinitas terhadap kelangsungan hidup benih nila
Lebih terperinciGambar 4. Kelangsungan Hidup Nilem tiap Perlakuan
Kelangsugan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Nilem Pada penelitian yang dilakukan selama 30 hari pemeliharaan, terjadi kematian 2 ekor ikan dari total 225 ekor ikan yang digunakan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indra Sukarno Putra, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan terhadap produk pertanian semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk. Bahan pangan yang tersedia harus mencukupi kebutuhan masyarakat.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air. Salah satu faktor terpenting
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Wardhana (2007), pencemaran air dapat disebabkan oleh pembuangan limbah sisa hasil produksi suatu industri yang dibuang langsung ke sungai bukan pada tempat penampungan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai
TINJAUAN PUSTAKA Pencemaran Pencemaran lingkungan adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
23 4.1 Hasil IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Uji Akut Uji akut dilakukan pada konsentrasi timbal sebesar 20 ppm, 40 ppm, 80 ppm dan 160 ppm serta perlakuan kontrol negatif. Respon ikan uji terhadap deretan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, hewan maupun tumbuhan. Pencemaran terhadap lingkungan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran adalah suatu hal yang telah lama menjadi permasalahan bagi kehidupan manusia, hewan maupun tumbuhan. Pencemaran terhadap lingkungan dapat menyebabkan dampak
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae
6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup dari setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda-beda. Tingkat kelangsungan hidup yang paling
Lebih terperinciTINGKAT BIOAKUMULASI LOGAM BERAT PB (TIMBAL) PADA JARINGAN LUNAK Polymesoda erosa (MOLUSKA, BIVALVE)
Abstrak TINGKAT BIOAKUMULASI LOGAM BERAT PB (TIMBAL) PADA JARINGAN LUNAK Polymesoda erosa (MOLUSKA, BIVALVE) Johan Danu Prasetya, Ita Widowati dan Jusup Suprijanto Program Studi Ilmu Kelautan, Universitas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah Sampah dapat didefinisikan sebagai semua buangan yang dihasilkan dari aktivitas manusia dan hewan yang berupa padatan, yang dibuang karena sudah tidak berguna atau diperlukan
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pertumbuhan beberapa tanaman air Pertumbuhan adalah perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah, dan ukuran) dalam satuan waktu baik individu maupun komunitas.
Lebih terperincitanah apabila melebihi kemampuan tanah dalam mencerna limbah akan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan bagian dari siklus logam berat. Pembuangan limbah ke tanah apabila melebihi kemampuan tanah dalam mencerna limbah akan mengakibatkan pencemaran tanah.
Lebih terperinciKANDUNGAN MERKURI (Hg) PADA IKAN KAKAP MERAH
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Konsentrasi Logam Berat Merkuri (Hg) Penelitian kandungan Hg dilakukan pada ikan kakap merah yang berasal dari tiga pasar tradisional, yaitu pasar Bilungala, pasar Mupuya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sawah sebagai tempat budidaya ikan perlu dicermati lebih lanjut, karena aktivitas
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan bekas sawah yang sudah tidak produktif lagi merupakan salah satu alternatif sebagai tempat untuk membudidayakan ikan. Penggunaan lahan bekas sawah sebagai tempat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. buang tanpa adanya pengolahan limbah yang efesien dan terbuang mengikuti arus
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indramayu merupakan salah satu daerah yang penduduknya terpadat di Indonesia, selain itu juga Indramayu memiliki kawasan industri yang lumayan luas seluruh aktivitas
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada saat diisolasi dari ikan, sel trophont menunjukan pergerakan yang aktif selama 4 jam pengamatan. Selanjutnya sel parasit pada suhu kontrol menempel pada dasar petri dan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Benih Lele Sangkuriang yang terinfeksi Aeromonas hydrophila Pengamatan gejala klinis benih lele sangkuriang yang diinfeksikan Aeromonas hydrophila meliputi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam merupakan salah satu komoditas ikan yang dikenal sebagai
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Patin Siam Ikan patin siam merupakan salah satu komoditas ikan yang dikenal sebagai komoditi yang berprospek cerah, karena memiliki harga jual yang
Lebih terperinciIma Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)
PENGELOLAAN KUALITAS AIR DALAM KEGIATAN PEMBENIHAN IKAN DAN UDANG Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) DISSOLVED OXYGEN (DO) Oksigen terlarut ( DO ) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang
Lebih terperinciPENDAHULUAN. sumber protein hewani. Kandungan protein kerang yaitu 8 gr/100 gr. Selain itu,
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerang merupakan satu diantara penghuni perairan dan juga menjadi sumber protein hewani. Kandungan protein kerang yaitu 8 gr/100 gr. Selain itu, kerang juga memiliki kandungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Air merupakan sumber daya alam yang sangat penting bagi kehidupan,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang sangat penting bagi kehidupan, sedangkan untuk kebutuhan dan ketersediannya cenderung mengalami peningkatan seiring dengan berjalannya
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Akumulasi Logam Berat Pb Konsentrasi awal logam berat di air pada awal perlakuan yang terukur dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom (AAS) yaitu sebesar 2.36 mg/l.
Lebih terperinciPENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan
PENDAHULUAN Latar Belakang Aktivitas kehidupan manusia yang sangat tinggi telah menimbulkan banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan pembangunan, terutama di sektor industri
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur,
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1) Desa Tulabolo Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur, Kabupaten Bone Boalngo, Provinsi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Patin Siam ( Pangasius hypopthalmus 2.2. Transportasi Ikan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Patin Siam (Pangasius hypopthalmus) Ikan patin siam adalah jenis ikan patin yang diintroduksi dari Thailand (Khairuman dan Amri, 2008; Slembrouck et al., 2005). Ikan patin
Lebih terperinciLampiran 1. Dokumentasi Penelitian. Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata. Dekstruksi Basah
Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata Dekstruksi Basah Lampiran 1. Lanjutan Penyaringan Sampel Air Sampel Setelah Diarangkan (Dekstruksi Kering) Lampiran 1. Lanjutan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu yang baru keluar dari kelenjar mamae melalui proses pemerahan merupakan suatu sumber bahan pangan yang murni, segar, higienis, bergizi, serta mengandung sejumlah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. akumulatif dalam sistem biologis (Quek dkk., 1998). Menurut Sutrisno dkk. (1996), konsentrasi Cu 2,5 3,0 ppm dalam badan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam berat merupakan komponen alami yang terdapat di kulit bumi yang tidak dapat didegradasi atau dihancurkan (Agustina, 2010). Logam dapat membahayakan bagi kehidupan
Lebih terperinciII. Pertumbuhan dan aktivitas makhluk hidup
II. Pertumbuhan dan aktivitas makhluk hidup Kompetensi: Setelah mengikuti kuliah mahasiswa dapat menjelaskan aktivitas makhluk hidup yang dapat dimanfaatkan untuk pengelolaan lingkungan A. Sifat pertumbuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pencemaran logam berat yang berlebihan di lingkungan akibat dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran logam berat yang berlebihan di lingkungan akibat dari aktivitas industri merupakan masalah besar yang banyak dihadapi oleh negaranegara di seluruh dunia.
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tipe Estuari dan Debit Sungai. Tipe estuari biasanya dipengaruhi oleh kondisi pasang surut. Pada saat pasang, salinitas perairan akan didominasi oleh salinitas air laut karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lingkungan. Berbagai aktivitas seperti industri, pertambangan dan transportasi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air, merupakan komponen penting dalam kehidupan manusia dan seluruh ekosistem yang ada di alam. Meningkatnya kebutuhan manusia terhadap air telah banyak menyebabkan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pestisida
3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pestisida Pestisida banyak digunakan oleh petani dengan tujuan untuk mengendalikan atau membasmi organisme pengganggu yang merugikan kegiatan petani. Menurut Lodang (1994), penggunaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perikanan. Bagi biota air, air berfungsi sebagai media baik internal maupun
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok dalam pengembangan industri budidaya perikanan. Bagi biota air, air berfungsi sebagai media baik internal maupun eksternal. Sebagai media
Lebih terperinciI. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam adalah jenis ikan yang secara taksonomi termasuk spesies
I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Patin Siam (Pangasius hypopthalmus) Ikan patin siam adalah jenis ikan yang secara taksonomi termasuk spesies Pangasius hypophthalmus yang hidup di perairan tropis Indo Pasifik.
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1. Penelitian Pendahuluan 3.1.1.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Selama Pemuasaan Kemampuan puasa benih nila BEST sebanyak 30 ekor dapat bertahan hidup dalam keadaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat
I. PENDAHULUAN Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat dengan cara membendung aliran sungai sehingga aliran air sungai menjadi terhalang (Thohir, 1985). Wibowo (2004) menyatakan
Lebih terperinci