BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tipe Estuari dan Debit Sungai. Tipe estuari biasanya dipengaruhi oleh kondisi pasang surut. Pada saat pasang, salinitas perairan akan didominasi oleh salinitas air laut karena masuknya air laut pada estuari tersebut. Sebaliknya pada saat surut, maka terjadi penurunan salinitas karena adanya masukan dari air sungai. Untuk mengetahui tipe estuari dapat dilakukan dengan melihat sebaran salinitas pada tiap lapisan kedalaman disetiap stasiun. Hasil pengukuran sebaran salinitas pada tiap kedalaman di setiap stasiun pada saat pasang dan surut, seperti disajikan pada Gambar 9 berikut ini. (a) (b) Gambar 9 Sebaran Salinitas Menegak Saat Pasang (a) dan Surut (b) Berdasarkan pendekatan nilai salinitas pada saat pasang dan surut, maka daerah penelitian dapat dikelompokkan menjadi 3 wilayah. Wilayah pertama adalah wilayah yang tidak dipengaruhi oleh air laut, yaitu pada stasiun 1 (sungai). Wilayah ini baik saat pasang dan surut memiliki nilai salinitas mendekati nol. Wilayah kedua adalah wilayah yang mempunyai nilai salinitas bervariasi. Wilayah ini diwakili oleh stasiun 3 dan 4, 33

2 dimana pada saat pasang salinitasnya berkisar psu, sedangkan pada saat surut salinitasnya berkisar psu. Nilai salinitas didaerah ini berfluktuasi antara pasang dan surut, serta memiliki karakteristik estuari, yaitu mirip laut pada saat pasang dan mirip sungai pada saat surut. Wilayah ketiga adalah wilayah yang memiliki karakteristik laut, yaitu memiliki salinitas antara psu. Wilayah ini diwakili oleh stasiun 6, 7 dan 8. Wilayah ketiga ini memiliki salinitas yang seragam dari permukaan hingga kedalaman 9 m pada keadaan pasang, sedangkan pada saat surut, ada sedikit perbedaan salinitas di permukaan, kemudian semakin meningkat dengan bertambahnya kedalaman. (1) (1) (2) (2) (3) (3) A B Gambar 10 Sebaran Salinitas Melintang pada Stasiun 2,5,6 (1), Stasiun 2,3,7 (2), dan Stasiun 2,4,8 (3) pada Saat Pasang (A) dan Surut (B). 34

3 Stratifikasi ini juga terjadi pada sebaran melintang dimana stasiun yang berada jauh dari muara sungai mempunyai salinitas yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan stasiun yang berada dekat dengan muara (Gambar 10). Lapisan permukaan cenderung memiliki salinitas lebih rendah dibandingkan dengan lapisan tengah, dan lapisan tengah lebih rendah dibandingkan dengan lapisan dasar perairan. Pada saat surut, salinitas rendah tampak pada stasiun 2, dimana stasiun ini letaknya di muara sungai. Perubahan nilai salinitas tampak sekali semakin menjauhi muara menuju laut. Pola penyebaran salinitas semacam ini menunjukkan bahwa kawasan Muaragembong tergolong pada estuari tercampur sebagian (Partially Mixed Estuary). Hal ini ditunjukkan dengan adanya variasi salinitas secara vertikal dan horisontal. Berdasarkan sebaran salinitas menegak terlihat adanya pembatas (front) salinitas pada daerah muara. Pergerakkan salinitas pada saat pasang terlihat mendorong massa air menuju sungai, begitu mencapai stasiun dekat muara terjadi percampuran salinitas hanya pada di lapisan bawah perairan. Pada saat surut terjadi kebalikannya, yaitu massa air tawar mendorong hingga ke mulut muara sungai. Percampuran antara salinitas air laut dan air tawar pada kondisi pasang dan surut hanya di sekitar mulut muara sungai. Dari hasil pengamatan, tampak adanya variasi sebaran temperatur dari permukaan hingga dasar perairan. Gambar 11, memperlihatkan ada penurunan temperatur dengan bertambahnya kedalaman. Pada lapisan permukaan temperatur berkisar antara 29 o C hingga 30 o C. Temperatur ini terus menurun hingga 28,5 o C pada kedalaman 9 m. Pada saat surut stratifikasi temperatur perkedalaman pada seluruh stasiun hampir tidak berubah, sedangkan pada saat pasang stratifikasi temperatur sangat terlihat dan terbentuknya lapisan thermoklin (perubahan suhu yang tajam) pada kedalaman 1,5 m. Pembentukkan thermoklin terjadi karena adanya masukkan air laut yang memiliki suhu lebih tinggi, sehingga begitu terjadi percampuran massa air, maka lapisan atas perairan suhunya meningkat. 35

4 (a) (b) Gambar 11 Sebaran Vertikal Temperatur Saat Pasang (a) dan Surut (b). Variasi temperatur dapat disebabkan karena adanya debit sungai yang masuk ke perairan estuari. Hasil perhitungan debit sungai yang dilakukan di muara CBL (Citarum Bekasi Laut) pada jarak 10 m dari muara sungai. Pengukuran dilakukan dengan membagi lebar sungai dengan 4 penampang. Pada penampang pertama diperoleh debit sebesar 99,6 m 3 /dt, penampang kedua 89,7 m 3 /dt, penampang ketiga 79,95 m 3 /dt, dan penampang keempat sebesar 37,5 cm 3 /dt. Dari keempat pengukuran, diproleh debit ratarata sebesar m 3 /dt. Kondisi Pasang Surut Dan Arus. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Hidrooceanografi (Dishidros, tahun 2007) menunjukkan bahwa tipe pasut di daerah penelitan adalah tipe semidiurnal, yaitu terdapat 2 periode pasang tinggi dan 2 periode pasang rendah setiap harinya. Gambar 12 dibawah ini menunjukkan kondisi pasang surut daerah penelitian pada bulan September

5 1.2 PASUT PERAMALAN SEPTEMBER Tinggi (m) Waktu Gambar 12 Kondisi Pasang Surut di Muaragembong Bulan September 2007 (Dishidros, 2007). Pengamatan untuk penentuan tipe estuari dilakukan pada saat pasang dan pada saat surut. Pengukuran salinitas pada saat pasang dilakukan pada pukul 13.40, sementara pengukuran pada saat surut dilakukan pada pagi hari, pukul Untuk pengukuran parameter yang lain dilakukan pada saat surut. Gambar 11 dibawah ini memperlihatkan kondisi pasang surut pada saat pengambilan sampel dan pengukuran salinitas. tinggi muka air (m) jam Gambar 13 Kondisi Pasang Surut Saat Pengukuran Salinitas dan Pengambilan Sampel. Keterangan: : Pengukuran salinitas pada saat pasang : Pengukuran salinitas pada saat surut : Pengambilan sampel 37

6 Kecepatan arus permukaan memiliki kecepatan bervariasi, mulai 6,19 cm/dt hingga 7,59 cm/dt. Kecepatan arus di muara sungai lebih cepat dibandingkan dengan kecepatan di estuari dan laut. Arus pada muara sungai dan estuari mengarah ke Barat, sedangkan arus di stasiun 6, 7, 8 mengarah ke Baratdaya. Arah dan kecepatan arus dapat dilihat pada Gambar 14 dibawah ini. Peta Arus Permukaan 6,2 cm/dt 7,9 cm/dt Gambar 14 Pola arus permukaan. Padatan Tersuspensi (Suspended Solid) Dan Sedimentasi. Padatan tersuspensi adalah partikel-partikel yang melayang-layang didalam air yang terdiri dari komponen hidup (Phytoplankton, jamur dan bakteri) dan komponen mati (detritus, partikel anorganik). Hasil pengukuran menunjukkan bahwa nilai TSS berkisar antara 49,6 mg/l hingga 102 mg/l. Nilai terbesar pada stasiun 3, dimana stasiun sangat dangkal, sehingga proses pengadukan dasar perairan cukup efektif. Nilai terendah terdapat pada stasiun 6. Sebaran nilai TSS ditampilkan pada Gambar 15 di bawah ini. 38

7 Total Padatan Tersuspensi Konsentrasi mg/l Stasiun TSS (mg/l) Gambar 15 Nilai Total Padatan Tersuspensi. Total Padatan Tersuspensi terdiri atas bahan-bahan organik dan inorganik. Komposisi kandungan kedua bahan ini berbeda dan bervariasi ditiap stasiun (Lampiran 1). Pada Gambar 16 berikut tampak adanya penurunan kadar bahan organik dari sungai ke laut. Kandungan bahan organik tertinggi ada di stasiun 5 (hingga 68%) dan terendah di stasiun 8 (12,8%). Sementara itu, kandungan bahan inorganik menunjukkan sebaran yang berlawanan. Persentase tinggi tampak pada stasiun 8 (51,7%), dan kandungan terendah, yaitu pada stasiun 5 (11,1%). Fenomena menarik terdapat di stasiun 6, dimana persentase kandungan unsur organik dan inorganik memiliki nilai yang hampir sama. Kandungan Bahan organik dan Inorganik dalam Padatan tersuspensi Persentase Stasiun inorg org Gambar 16 Perbandingan Kandungan Bahan Organik dan Inorganik dalam Padatan Tersuspensi. 39

8 Padatan Tersuspensi (organik maupun inorganik) di perairan laut berasal dari daratan yang ditranspor melalui sungai, dan yang berasal dari dalam laut itu sendiri. Yang bersumber dari laut adalah lebih besar dibandingkan dengan yang berasal dari daratan yang dibawa oleh sungai (Libes, 1992). Padatan Tersuspensi memiliki kemampuan mengadsorpsi beberapa elemen terlarut dan kemudian mengendap dalam sedimen di dasar perairan. Untuk itu perlu dilakukan pengamatan mengenai fraksi sedimen dan laju pengendapan didaerah penelitian. Pengukuran laju sedimentasi dilakukan dengan menggunakan sediment trap yang dipasang di 4 stasiun pengamatan. Laju sedimen terendah stasiun 3 dan tertinggi di stasiun 4 (Tabel 6). Stasiun Tabel 6 Hasil Pengukuran Laju sedimentasi Laju Sedimentasi gr/m 2 /minggu Kedalaman Minggu Minggu Ratarata (m) 1 2 Kecepatan Arus (cm/dt) TSS (mg/l) ,9 0, ,9 6,2 4,6 5,3 99, ,4 55,3 Dari keempat stasiun tersebut memperlihatkan bahwa laju sedimentasi di stasiun 4 (estuari) lebih tinggi daripada stasiun lain. Sedimen di stasiun 4 merupakan kombinasi antara material laut dan material sungai yang dibawa ke laut. Material yang dibawa laut pada saat pasang dan material sungai pada saat surut mempengaruhi besarnya laju endapan di tempat ini. Tingginya laju sedimentasi di stasiun 4 dimungkinkan karena adanya resuspensi atau pengadukan dari dasar, mengingat konsentrasi TSS di tempat tersebut justru paling kecil dibandingkan dengan ketiga stasiun lainnya, dan arus yang relatif juga kecil. Tekstur sedimen diketahui dengan mengukur komposisi dari fraksi pembentuknya, yang terdiri dari lumpur, pasir dan lempung. Di daerah estuari yang merupakan tempat pertemuan antara darat dan laut memiliki tidak hanya satu fraksi pada sedimennya. Komposisi dan nilai fraksi sedimen pada tiap stasiun dapat dilihat pada Tabel 7 berikut. 40

9 Tabel 7. Nilai Persentase Fraksi Sedimen dan Jenis Sedimen. Stasiun Fraksi sedimen (%) Jenis sedimen Lempung(clay) Lanau (Silt) Pasir (sand) ,02 1,92 3, ,78 0,97 0,87 0, , , ,6 10,8 78,98 8,84 9,45 64,37 73,82 88,03 88,53 88,24 Loamy sand Silt Silt Loamy Sand Loamy Sand Loamy Sand Loamy Sand Loamy Sand Tabel 7 menunjukkan fraksi sedimen di Perairan Muaragembong yang terdiri dari Sand (pasir), Silt (lanau), dan Clay (lempung). Di stasiun 1 didominasi oleh pasir (78,98%) dengan jenis sedimen Loamy Sand (Pasir berlempung). Stasiun 2 dan 3 didominasi oleh lanau (Silt). Keempat stasiun lainnya yang merupakan laut lepas memiliki jenis sedimen pasir berlempung (Loamy Sand). Gambar 17 dibawah ini menampilkan sebaran fraksi sedimen dalam grafik histogram. Sebaran Fraksi Sedimen 100 Persentase Stasiun lempung Lumpur Pasir Gambar 17 Sebaran Fraksi Sedimen. Konsentrasi Logam Cd, Cu, Zn, Hg, Pb Terlarut dan Teradsorpsi. 1. Cadmium (Cd). Konsentrasi Logam Cd di Lokasi penelitian ditunjukkan pada Gambar 18 dibawah ini. Nilai konsentrasi terlarut berkisar antara 0,006 mg/l 0,076 mg/l, sementara itu konsentrasi dalam Padatan Tersuspensi berkisar antara 0,001 mg/l dan 0.009mg/l (Lampiran 1). 41

10 0,080 konsentrasi (mg/l) 0,060 0,040 0,020 0,000 Cd terlarut Cd teradsorpsi stasiun Gambar 18 Konsentrasi Logam Cadmium (Cd) Terlarut dan Teradsorpsi. Konsentrasi logam Cd terlarut tertinggi terdapat pada stasiun 2, kemudian menurun semakin kearah laut. Konsentrasi logam berat dalam Padatan Tersuspensi juga tampak semakin rendah ke arah laut. Dengan kata lain konsentrasi Cd semakin rendah dengan semakin meningkatnya salainitas. 2. Tembaga (Cu). Konsentrasi logam Cu terlarut yang terukur berkisar antara 0,158 mg/l 0,290 mg/l dengan nilai tertinggi diperoleh di stasiun 1 (0,290 mg/l) dan terendah di stasiun 8 (0,158 mg/l). Sebaran konsentrasi Cu dapat dilihat pada Gambar 19. Karena sumber Cu berasal dari sungai, maka konsentrasinya juga menunujukkan nilai yang menurun mulai dari sungai ke laut. Menurut Maslukah (2006), dilihat dari pola sebaran logam terlarut terhadap nilai salinitas menunjukkan bahwa logam Cu mengalami penurunan sejalan dengan bertambahnya nilai salinitas. 4,000 konsentrasi (mg/l) 3,000 2,000 1,000 0,000 Cu terlarut Cu teradsorpsi stasiun Gambar 19 Konsentrasi Logam Tembaga (Cu) Terlarut dan Teradsorpsi. 42

11 Konsentrasi logam Cu dalam padatan tersuspensi menunjukkan pola yang tidak berbeda. Nilai tertinggi pada stasiun 1,3, 4, 5 yang merupakan daerah estuari. Rentang nilai konsentrasi Cu dalam padatan tersuspensi berkisar antara 1,302 mg/l 3,384 mg/l. Karena Cu termasuk unsur esensial, maka keberadaannya diperlukan oleh organisme. Konsentrasi Cu terlarut yang jauh lebih kecil nilainya dibandingkan dengan teradsorpsi dimungkinkan karena diabsorp (diserap) oleh organisme laut. 3. Seng (Zn). Nilai konsentrasi logam Zn terlarut di muara sungai CBL Muaragembong berkisar antara 0,127 mg/l 0,988 mg/l. Nilai konsentrasi tertinggi pada stasiun 1 (0,988 mg/l), sedangkan nilai terendah pada stasiun 2 (0,127 mg/l). Serupa dengan logam Cu, maka logam Zn pun mengalami penurunan konsentrasi sejalan dengan meningkatnya salinitas (Maslukah, 2006). Karena perbedaan nilai sangat besar maka konsentrasi Zn terlarut tidak tampak dalam gambar. Sebaran konsentrasi Zn dapat dilihat pada Gambar 20 di bawah ini. konsentrasi (mg/l) 100,000 80,000 60,000 40,000 20,000 0,000 Zn terlarut Zn teradsorpsi stasiun Gambar 20 Konsentrasi Logam Seng (Zn) Terlarut dan Teradsorpsi. Konsentrasi logam Zn dalam Padatan Tersuspensi berkisar antara 20,78 mg/l 78,65mg/l. Nilai tertinggi pada stasiun 1, dan semakin menurun secara gradual ke arah laut Sumber logam Zn berasal dari aktivitas manusia yaitu buangan limbah dan polusi udara yang mengandung Zn. Dalam alam, Zn terkandung dalam batuan dalam bentuk Sulfifda Sphalerite (ZnS), yang kemudian tererosi oleh air sungai dan terbawa sampai ke laut. Di laut unsur ini akan diencerkan oleh air laut. Zn Juga merupakan unsur esensial, konsentrasi terlarut unsur ini sangat kecil karena dimungkinkan diserap oleh organisme laut. 43

12 Dalam perairan dengan ph 6,7 unsur Zn terdapat dalam bentuk Zn 2- terlarut. Semakin basa suatu perairan (ph 7 7,5) maka Zn mulai mengalami hidrolisis dan membentuk Zn(OH) 2 yang bersifat tidak larut (Sanusi, 2006). Kondisi ph dan kandungan bahan organik maupun inorganik dalam padatan tersuspensi di lokasi penelitian sangat mendukung efektifitas pembentukan ikatan kompleks dan adsorpsi Zn oleh padatan tersuspensi. 4. Merkuri (Hg) Merkuri (Hg) adalah logam yang sangat ditakuti karena dampak racun yang diakibatkan sangat berbahaya bagi kesehatan. Konsentrasi lgam Hg di lokasi penelitian berkisar antara 0,20 ug/l 0,73 ug/l. Konsentrasi tertinggi pada stasiun 2 (0,73 ug/l) dan terendah pada stasiun 7 (0,20 ug/l). Nilai konsentrasi logam Hg disajikan pada Gambar 21 dibawah ini. 1,50 konsentrasi (ug/l) 1,00 0,50 0,00 stasiun Hg(ug/l) terlarut Hg(ug/l) teradsorpsi Gambar 21 Konsentrasi Logam Merkuri (Hg) Terlarut dan Teradsorpsi Nilai konsentrasi logam Hg secara keseluruhan menunjukkan nilai tertinggi pada stasiun 2, dan semakin mengecil kearah laut. Penurunan ini disebabkan karena pengenceran oleh air laut. Tingginya konsentrasi di stasiun 2 dimungkinkan karena adanya pengadukan sedimen yang disebabkan oleh arus yang bergesekan dengan dasar perairan. 5. Timbal (Pb ). Timbal (Pb) atau terkenal dengan timah hitam, adalah salah satu logam yang banyak mencemari laut karena aktivitas manusia. Kandungan logam Pb terlarut didaerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 22 dibawah ini. 44

13 10,000 konsentrasi (mg/l) 8,000 6,000 4,000 2,000 0,000 Pb terlarut Pb teradsorpsi stasiun Gambar 22. Konsentrasi Logam Timbal (Pb) Terlarut dan Teradsorpsi Konsentrasi logam Pb terlarut berada pada kisaran 3,00 mg/l 8,92 mg/l, dan konsentrasi teradsorpsi antara 1,028 mg/l 3,142 mg/l. Seperti logam yang lain, konsentrasi yang teradsorpsi lebih besar daripada yang terlarut. Pola sebaran konsentrasi logam ini meningkat semakin kearah laut. Adanya ligan organik maupun inorganik dalam air (lampiran 1 ) menyebabkan terbentuknya ikatan kompleks dengan Pb. Dengan ligan inorganik fosfat (PO 3-4 ) dan Sulfida (S 2- ), Pb membentuk senyawa Pb (OH) - dan PbS yang bersifat tidak larut. Di Perairan dengan ph >6 kedua senyawa itu akan mengalami proses hidrolisis dan membentuk Pb(OH) - terlarut (Sanusi, 2006). Kondisi ph sangat mempengaruhi keberadaan Pb dalam perairan karena sangat menentukan apakah dalam keadaan terlarut ataupun teradsorpsi. Konsentrasi Pb di kawasan Muaragembong sebenarnya sudah melewati ambang batas yang ditentukan oleh EPA dan KepMen Lingkungan Hidup No 51/ Kapasitas Adsorpsi dan Indeks Kelarutan Logam Berat. Hasil perhitungan kapasitas adsorpsi di daerah penelitian menunjukkan bahwa Kapasitas Adsorpsi logam berat secara berurutan dengan nilai terbesar adalah Zn>Cu>Hg>Pb>Cd. Untuk logam berat esensial (Zn dan Cu) berbeda dengan unsur logam non esensial (Cd, Hg, Pb). Unsur-unsur esensial (Zn dan Cu) memiliki kapasitas adsorpsi lebih besar dibandingkan dengan unsur non esensial. Kapasitas adsorpsi Zn rata-rata adalah 98,36% dan Cu dengan rata-rata 90,52%. 45

14 Untuk unsur logam non-esensial memiliki nilai rata-rata dibawah 50%. Logam Pb memiliki nilai antara 22%-26%, diikuti oleh Cd dengan rentang nilai antara 1%-20% dan Hg dengan nilai antara 56%-66%. Gambar 23 berikut adalah perbandingan Kapasitas adsorpsi di tiap stasiun pengamatan dari sungai hingga laut yang disajikan dalam bentuk histogram. 120,00 100,00 Perentase 80,00 60,00 40,00 20,00 0,00 Cd Cu Hg Zn Pb Stasiun Gambar 23. Kapasitas Adsorpsi Logam Berat Perhitungan Kapasitas Adsorpsi logam berat non esensial menunjukkan nilai ratarata untul Pb sebesar 27,71%, Cd sebesar 11,29% dan Hg sebesar 63,42%. Kapasitas Adsorpsi logam berat non esensial (Cd, Hg, dan Pb) dari yang terbesar adalah Hg > Pb > Cd. 46

15 100,00 Persentase 80,00 60,00 40,00 20,00 Cd Cu Hg Zn Pb 0,00 stasiun Gambar 24 Indeks Kelarutan Logam Berat Nilai indeks kelarutan logam berat seperti yang diperlihatkan pada Gambar 24 secara berurutan adalah Cd>Pb>Hg>Cu>Zn. Untuk logam esensial nilai Cu>Zn dan Cd>Pb>Hg untuk logam non-esensial. Berdasarkan hal diatas, apabila nilai indeks kelarutannya rendah maka kapasitas adsorpsinya semakin tinggi. Dengan demikian unsur yang memiliki indeks kelarutan yang rendah (Zn) lebih banyak teradsorpsi oleh partikulat yang pada akhirnya akan terendapkan di dasar perairan. Konsentrasi Logam Cd, Cu, Zn, Hg, Pb dalam Sedimen. Kondisi logam berat yang telah teradsorpsi oleh padatan tersuspensi akan mengalami proses pengendapan pada dasar perairan. Gambar 25 berikut ini memperlihatkan konsentrasi logam berat dalam sedimen 47

16 k o n s e n t r a s i 200,00 150,00 100,00 50,00 0,00 Cd Cu Hg(μg/g) Zn Pb stasiun Gambar 25. Konsentrasi Logam Berat dalam sedimen Pada gambar tampak bahwa logam Zn memiliki konsentrasi yang tinggi dibandingkan dengan logam lainnya, diikuti oleh Cu, Pb, Cd dan yang terakhir adalah Hg. Seperti diketahui bahwa Cd bervalensi dua adalah bentuk terlarut yang stabil dalam lingkungan perairan laut, terutama pada ph dibawah 8. Logam Pb dalam perairan laut dengan ph >6 didominasi oleh senyawa Pb(OH) terlarut, sehingga dalam sedimenpun kedua unsur logam tadi kandungannya kecil. Pembahasan Umum. Percampuran kedua massa air di estuari akan menyebabkan perubahan konsentrasi logam berat terlarut yang ada di kolom air. Proses yang terjadi antara lain adalah pengenceran, flokulasi, adsorpsi dan desorpsi. Proses pengenceran menyebabkan perubahan konsentrasi logam berat, baik itu bertambah atau berkurang tergantung dari sumber logam tersebut. Apabila sumber logam dari sungai, adanya proses pengenceran oleh air laut mengakibatkan konsentrasi logam akan menurun sepanjang perubahan salinitas, sebaliknya apabila sumber logam berasal dari laut, maka konsentrasi logam berat menjadi naik dengan bertambahnya nilai salinitas (Chester 1990). Menurunnya konsentrasi logam berat terlarut di estruari disebabkan juga karena ada proses adsorpsi. Proses adsorpsi adalah proses pengikatan atom, partikel atau molekul suatu zat pada permukaan suatu zat padat. Proses adsorpsi antar partikel tersuspensi dalam kolom air terjadi karena adanya muatan listrik pada permukaan partikel. 48

17 Dengan tipe estuari yang tercampur sebagian, berarti ada perbedaan salinitas antara permukaan hingga kedalaman tertentu di perairan tersebut. Perbedaan salinitas ini tentu saja akan mempengaruhi proses kimiawi unsur logam berat yang masuk. Unsur logam berat esensial (Cu dan Zn) memperlihatkan konsentrasi yang cenderung menurun dengan semakin tingginya salinitas, baik konsentrasi terlarut maupun teradsorpsi. Untuk logam non-esensial (Cd, Hg dan Pb) menunjukkan pola yang berbeda. Konsentrasi Pb terlarut dan teradsorpsi meningkat dengan meningkatnya salinitas, sementara Cd dan Hg sebaliknya. Kadar keasaman (ph) juga mempengaruhi proses adsorpsi dan absorpsi unsur logam berat. Pada kondisi ph diatas 7, Zn justru mengalami hidrolisis dan bersifat tidak larut. Serupa dengan Zn, tembaga (Cu) pun bersifat tidak larut pada ph basa. Kedua unsur esensial ini banyak teradsorpsi oleh padatan tersuspensi pada lingkungan laut, yang akhirnya akan terendapkan di dasar perairan sebagai sedimen (Gambar 26). Unsur terlarut dari kedua logam tersebut banyak dimanfaatkan oleh biota laut. Logam berat Hg (non esensial) memiliki sifat yang serupa dengan Zn dan Cu, yaitu tidak larut pada ph basa. Kondisi ph perairan juga berpengaruh terhadap logam berat non-esensial lainnya, yaitu Cd dan Pb. Selain ph, pengaruh kehadiran bahan organik dan inorganik ikut mempengaruhi kapasitas adsorpsi logam berat. Logam Cu. di perairan bebas terdapat dalam keadaan terlarut atau partikulat. Logam Cu juga berikatan dengan ligan organik maupun inorganik (Sanusi, 2006). Logam Cd juga membentuk ikatan kompleks dengan bahan organik terutama di perairan dengan ph basa. 49

18 Zn Pb Cu Cd Hg

19 Kapasitas Adsorpsi, Persentase Bahan Organik, ph, dan Salinitas di Stasiun 1, 2, 4, org (%) ph salinitas Cd Cu Hg Zn Pb Inorg(%) stasiun 1 stasiun 2 stasiun 7 stasiun 4 Gambar 28. Kapasitas Adsorpsi, Kandungan Bahan Organik, Salinitas dan ph di Stasiun 1, 2, 4, dan 7. Dari gambar 28 diatas, perubahan salinitas dari sungai hingga laut tampak sekali pada logam Cd. Kapasitas adsorpsi Cd bertambah sejalan dengan bertambahnya nilai salinitas. Hal ini menunjukkan bahwa kapasitas adsorpsi Cd sangat dipengaruhi oleh salinitas. Karena logam Cd memiliki bentuk terlarut yeng stabil, maka nilai kapasitas adsorpsinya juga rendah dibandingkan dengan ke empat kogam berat lainnya. Kapasitas adsorpsi logam Pb tidak menunjukkan perubahan yang signifikan dengan bertambahnya salinitas. Sementara itu, logam Hg menunjukkan nilai kapasitas adsorpsi tinggi di estuari. 51

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Proses adsorpsi antar partikel tersuspensi dalam kolom air terjadi karena adanya muatan listrik pada permukaan partikel tersebut. Butir lanau, lempung dan koloid asam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Logam berat terdapat di seluruh lapisan alam, namun dalam konsentrasi yang sangat rendah. Dalam air laut konsentrasinya berkisar antara 10-5 10-3 ppm. Pada tingkat kadar yang

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Hidrodinamika Perairan Estuari. Estuari adalah suatu perairan tempat pertemuan air tawar dengan air laut yang mengakibatkan adanya gradien salinitas di sepanjang badan estuari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Oseanografi Pesisir Kalimantan Barat Parameter oseanografi sangat berperan penting dalam kajian distribusi kontaminan yang masuk ke laut karena komponen fisik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Hidrodinamika Perairan Estuari

TINJAUAN PUSTAKA Hidrodinamika Perairan Estuari TINJAUAN PUSTAKA Hidrodinamika Perairan Estuari Estuari adalah perairan semi tertutup yang memiliki hubungan bebas dengan laut, tempat dimana air asin dari laut dan air tawar dari sungai bertemu (Cameron

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Perairan Teluk Jakarta secara geografis terletak pada 5º56 15 LS-6º55 30

2. TINJAUAN PUSTAKA. Perairan Teluk Jakarta secara geografis terletak pada 5º56 15 LS-6º55 30 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Geografis Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta secara geografis terletak pada 5º56 15 LS-6º55 30 LS dan 106º43 00 BT-106º59 30 BT dan terletak di sebelah utara ibukota

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan terukur yang melebihi 0,1 mg/l tersebut dikarenakan sifat ortofosfat yang cenderung mengendap dan membentuk sedimen, sehingga pada saat pengambilan sampel air di bagian dasar ada kemungkinan sebagian material

Lebih terperinci

BAB I. Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang

BAB I. Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang beratnya lebih dari 5g, untuk setiap cm 3 -nya. Delapan puluh jenis dari 109 unsur kimia yang

Lebih terperinci

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling Tabel V.9 Konsentrasi Seng Pada Setiap Titik Sampling dan Kedalaman Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling A B C A B C 1 0,062 0,062 0,051 0,076 0,030 0,048

Lebih terperinci

3,15 Very Fine Sand 1,24 Poorlysorted -0,21 Coarse-Skewed. 4,97 Coarse Silt 1,66 Poorlysorted -1,89 Very Coarse-Skewed

3,15 Very Fine Sand 1,24 Poorlysorted -0,21 Coarse-Skewed. 4,97 Coarse Silt 1,66 Poorlysorted -1,89 Very Coarse-Skewed BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Sedimen dasar permukaan Hasil analisis sedimen permukaan dari 30 stasiun diringkas dalam parameter statistika sedimen yaitu Mean Size (Mz Ø), Skewness (Sk

Lebih terperinci

SEBARAN MENEGAK KONSENTRASI Pb, Cu, Zn, Cd, DAN Ni DI SEDIMEN PULAU PARI BAGIAN UTARA KEPULAUAN SERIBU. Oleh : ACHMAD AULIA RACHMAN C

SEBARAN MENEGAK KONSENTRASI Pb, Cu, Zn, Cd, DAN Ni DI SEDIMEN PULAU PARI BAGIAN UTARA KEPULAUAN SERIBU. Oleh : ACHMAD AULIA RACHMAN C SEBARAN MENEGAK KONSENTRASI Pb, Cu, Zn, Cd, DAN Ni DI SEDIMEN PULAU PARI BAGIAN UTARA KEPULAUAN SERIBU Oleh : ACHMAD AULIA RACHMAN C64102057 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA Umroh 1, Aries Dwi Siswanto 2, Ary Giri Dwi Kartika 2 1 Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian,Perikanan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta Hasil pengamatan lapangan nitrat, amonium, fosfat, dan DO bulan Maret 2010 masing-masing disajikan pada Gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran logam berat merupakan salah satu masalah penting yang sering terjadi di perairan Indonesia, khususnya di perairan yang berada dekat dengan kawasan industri,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1) Desa Tulabolo Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur, Kabupaten Bone Boalngo, Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah adalah material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah merupakan konsep buatan dan konsekuensi dari adanya aktivitas manusia. Di

Lebih terperinci

KAJIAN POLA SEBARAN PADATAN TERSUSPENSI DAN UNSUR LOGAM BERAT DI TELUK UJUNG BATU, JEPARA

KAJIAN POLA SEBARAN PADATAN TERSUSPENSI DAN UNSUR LOGAM BERAT DI TELUK UJUNG BATU, JEPARA JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 3, Nomor 3, Tahun 2014, Halaman 357-365 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose KAJIAN POLA SEBARAN PADATAN TERSUSPENSI DAN UNSUR LOGAM BERAT DI TELUK UJUNG

Lebih terperinci

I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya.

I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya. BAB I PENDAHULUAN I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya. Sumber pencemaran lingkungan diantaranya

Lebih terperinci

GEOKIMIA Pb, Cr, Cu DALAM SEDIMEN DAN KETERSEDIAANNYA PADA BIOTA BENTIK DI PERAIRAN DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR

GEOKIMIA Pb, Cr, Cu DALAM SEDIMEN DAN KETERSEDIAANNYA PADA BIOTA BENTIK DI PERAIRAN DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR GEOKIMIA Pb, Cr, Cu DALAM SEDIMEN DAN KETERSEDIAANNYA PADA BIOTA BENTIK DI PERAIRAN DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR Oleh: Sabam Parsaoran Situmorang C64103011 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS LOGAM BERAT Pb, Cd DAN Cr BERDASARKAN TINGKAT SALINITAS DI ESTUARI SUNGAI BELAU TELUK LAMPUNG. Luky Sembel

ANALISIS LOGAM BERAT Pb, Cd DAN Cr BERDASARKAN TINGKAT SALINITAS DI ESTUARI SUNGAI BELAU TELUK LAMPUNG. Luky Sembel ANALISIS LOGAM BERAT Pb, Cd DAN Cr BERDASARKAN TINGKAT SALINITAS DI ESTUARI SUNGAI BELAU TELUK LAMPUNG Luky Sembel Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Peternakan Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Negeri

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Air

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Air 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Air Air merupakan materi yang paling berlimpah, sekitar 71 % komposisi bumi terdiri dari air, selain itu 50 % hingga 97 % dari seluruh berat tanaman dan hewan terdiri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian. Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata. Dekstruksi Basah

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian. Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata. Dekstruksi Basah Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata Dekstruksi Basah Lampiran 1. Lanjutan Penyaringan Sampel Air Sampel Setelah Diarangkan (Dekstruksi Kering) Lampiran 1. Lanjutan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 7. Tongkat berskala Mengukur kedalaman cm 8. Van Dorn Water Mengambil sampel air -

METODE PENELITIAN. 7. Tongkat berskala Mengukur kedalaman cm 8. Van Dorn Water Mengambil sampel air - METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan Bulan September Oktober 2005, yang dibagi dalam 2 tahap yaitu : tahap pengambilan sampel di lapangan dan analisis sampel di laboratorium.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan baik udara, tanah, ataupun air banyak terjadi akibat dari aktivitas manusia. Menurut UU No.32 tahun 2009, yang dimaksud dengan pencemaran adalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV. 1 Struktur Hidrolika Sungai Perhitungan struktur hidrolika sungai pada segmen yang ditinjau serta wilayah hulu dan hilir segmen diselesaikan dengan menerapkan persamaanpersamaan

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian Pengambilan sampel di lapangan Pengeringan Udara Sampel Lampiran 1. Lanjutan Sampel sebelum di oven Sampel setelah menjadi arang Lampiran 1. Lanjutan. Tanur (Alat yang

Lebih terperinci

ANALISIS TRANSPORT SEDIMEN DI MUARA SUNGAI SERUT KOTA BENGKULU ANALYSIS OF SEDIMENT TRANSPORT AT SERUT ESTUARY IN BENGKULU CITY

ANALISIS TRANSPORT SEDIMEN DI MUARA SUNGAI SERUT KOTA BENGKULU ANALYSIS OF SEDIMENT TRANSPORT AT SERUT ESTUARY IN BENGKULU CITY ANALISIS TRANSPORT SEDIMEN DI MUARA SUNGAI SERUT KOTA BENGKULU ANALYSIS OF SEDIMENT TRANSPORT AT SERUT ESTUARY IN BENGKULU CITY Oleh Supiyati 1, Suwarsono 2, dan Mica Asteriqa 3 (1,2,3) Jurusan Fisika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Sibolga yang terletak di pantai barat Pulau Sumatera, membujur sepanjang pantai dari utara ke selatan dan berada pada kawasan teluk yang bernama Teluk Tapian Nauli,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kemajuan ilmu dan teknologi terutama bidang industri di Indonesia memiliki dampak yang beragam. Dampak positifnya adalah pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat, di sisi

Lebih terperinci

ANALISA ANGKUTAN SEDIMEN DI SUNGAI JAWI KECAMATAN SUNGAI KAKAP KABUPATEN KUBU RAYA

ANALISA ANGKUTAN SEDIMEN DI SUNGAI JAWI KECAMATAN SUNGAI KAKAP KABUPATEN KUBU RAYA ANALISA ANGKUTAN SEDIMEN DI SUNGAI JAWI KECAMATAN SUNGAI KAKAP KABUPATEN KUBU RAYA Endyi 1), Kartini 2), Danang Gunarto 2) endyistar001@yahoo.co.id ABSTRAK Meningkatnya aktifitas manusia di Sungai Jawi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang

Lebih terperinci

KOMPOSISI BUTIRAN PASIR SEDIMEN PERMUKAAN SELAT BENGKALIS PROPINSI RIAU

KOMPOSISI BUTIRAN PASIR SEDIMEN PERMUKAAN SELAT BENGKALIS PROPINSI RIAU KOMPOSISI BUTIRAN PASIR SEDIMEN PERMUKAAN SELAT BENGKALIS PROPINSI RIAU 1) oleh: Devy Yolanda Putri 1), Rifardi 2) Alumni Fakultas Perikanan & Ilmu Kelautan Universitas Riau, Pekanbaru 2) Dosen Fakultas

Lebih terperinci

Analisis Konsentrasi dan Laju Angkutan Sedimen Melayang pada Sungai Sebalo di Kecamatan Bengkayang Yenni Pratiwi a, Muliadi a*, Muh.

Analisis Konsentrasi dan Laju Angkutan Sedimen Melayang pada Sungai Sebalo di Kecamatan Bengkayang Yenni Pratiwi a, Muliadi a*, Muh. PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 3 (214), Hal. 99-15 ISSN : 2337-824 Analisis Konsentrasi dan Laju Angkutan Sedimen Melayang pada Sungai Sebalo di Kecamatan Bengkayang Yenni Pratiwi a, Muliadi a*, Muh. Ishak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 15 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik sludge 4.1.1. Sludge TPA Bantar Gebang Sludge TPA Bantar Gebang memiliki kadar C yang cukup tinggi yaitu sebesar 10.92% dengan kadar abu sebesar 61.5%.

Lebih terperinci

dari tumpahan minyak-minyak kapal.akibatnya, populasi ikan yang merupakan salah satu primadona mata pencaharian masyarakat akan semakin langka (Medan

dari tumpahan minyak-minyak kapal.akibatnya, populasi ikan yang merupakan salah satu primadona mata pencaharian masyarakat akan semakin langka (Medan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah Republik Indonesia berupa perairan laut yang letaknya sangat strategis. Perairan laut Indonesia dimanfaatkan sebagai sarana perhubungan lokal maupun Internasional.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepulauan Bangka Belitung ditetapkan sebagai provinsi baru sesuai Undang - Undang No. 27 tahun 2000 tanggal 4 Desember 2000. Wilayah provinsi ini meliputi Pulau Bangka,

Lebih terperinci

ADSORPSI UNSUR LOGAM BERAT OLEH PADATAN TERSUSPENSI DI ESTUARI MUARAGEMBONG, BEKASI ASMA IRMA SETIANINGSIH C

ADSORPSI UNSUR LOGAM BERAT OLEH PADATAN TERSUSPENSI DI ESTUARI MUARAGEMBONG, BEKASI ASMA IRMA SETIANINGSIH C ADSORPSI UNSUR LOGAM BERAT OLEH PADATAN TERSUSPENSI DI ESTUARI MUARAGEMBONG, BEKASI ASMA IRMA SETIANINGSIH C651050041 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelompok Umur Pertumbuhan populasi tiram dapat dilihat berdasarkan sebaran kelompok umur. Analisis sebaran kelompok umur dilakukan dengan menggunakan FISAT II metode NORMSEP.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan PENDAHULUAN Latar Belakang Aktivitas kehidupan manusia yang sangat tinggi telah menimbulkan banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan pembangunan, terutama di sektor industri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waduk adalah genangan air besar yang sengaja dibuat dengan membendung aliran sungai, sehingga dasar sungai tersebut yang menjadi bagian terdalam dari sebuah waduk. Waduk

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pengujian dilaksanakan pada tanggal 1 November 16 dengan durasi pengujian air Selokan Mataram dengan unit water treatment selama menit melalui unit koagulasi, flokulasi, sedimentasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber pencemar bagi lingkungan (air, udara dan tanah). Bahan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber pencemar bagi lingkungan (air, udara dan tanah). Bahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas manusia berupa kegiatan industri, rumah tangga, pertanian dan pertambangan menghasilkan buangan limbah yang tidak digunakan kembali yang menjadi sumber

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 1 (2017), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 1 (2017), Hal ISSN : Analisis Kualitas Air Sumur Bor di Pontianak Setelah Proses Penjernihan Dengan Metode Aerasi, Sedimentasi dan Filtrasi Martianus Manurung a, Okto Ivansyah b*, Nurhasanah a a Jurusan Fisika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Logam berat merupakan salah satu bahan pencemar perairan.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Logam berat merupakan salah satu bahan pencemar perairan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam berat merupakan salah satu bahan pencemar perairan. Keberadaan logam- logam ini sangat berbahaya, meskipun dalam jumlah yang kecil. Berbagai kegiatan manusia seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu sumber air baku bagi pengolahan air minum adalah air sungai. Air sungai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu sumber air baku bagi pengolahan air minum adalah air sungai. Air sungai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu sumber air baku bagi pengolahan air minum adalah air sungai. Air sungai secara umum memiliki tingkat turbiditas yang lebih tinggi dibandingkan dengan air

Lebih terperinci

Standart Kompetensi Kompetensi Dasar

Standart Kompetensi Kompetensi Dasar POLUSI Standart Kompetensi : Memahami polusi dan dampaknya pada manusia dan lingkungan Kompetensi Dasar : Mengidentifikasi jenis polusi pada lingkungan kerja 2. Polusi Air Polusi Air Terjadinya polusi

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. pantai utara Pulau Jawa dan timur Teluk Jakarta. Secara geografis teluk tersebut

2. TINJAUAN PUSTAKA. pantai utara Pulau Jawa dan timur Teluk Jakarta. Secara geografis teluk tersebut 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian 2.1.1. Kondisi Geografis Teluk Banten adalah sebuah teluk di Propinsi Banten yang terletak di pantai utara Pulau Jawa dan timur Teluk Jakarta. Secara

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danau Maninjau merupakan danau yang terdapat di Sumatera Barat, Kabupaten Agam. Secara geografis wilayah ini terletak pada ketinggian 461,5 m di atas permukaan laut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumber kekayaan yang sangat melimpah yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Lebih terperinci

Kandungan Logam Berat Pb dalam Muatan Padatan Tersuspensi dan Terlarut di Perairan Pelabuhan Belawan dan sekitarnya, Provinsi Sumater Utara

Kandungan Logam Berat Pb dalam Muatan Padatan Tersuspensi dan Terlarut di Perairan Pelabuhan Belawan dan sekitarnya, Provinsi Sumater Utara 48 L. Grace et al. / Maspari Journal 02 (2011) 48-53 Maspari Journal 02 (2011) 48-53 http://masparijournal.blogspot.com Kandungan Logam Berat Pb dalam Muatan Padatan Tersuspensi dan Terlarut di Perairan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data Hasil Percobaan Pengumpulan data hasil percobaan diperoleh dari beberapa pengujian, yaitu: a. Data Hasil Pengujian Sampel Awal Data hasil pengujian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas kehidupan yang sangat tinggi yang dilakukan oleh manusia ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan manusia dan tatanan lingkungan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta lokasi pengamatan dan pengambilan sampel di Waduk Cirata

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta lokasi pengamatan dan pengambilan sampel di Waduk Cirata 11 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Waduk Cirata, Jawa Barat pada koordinat 107 o 14 15-107 o 22 03 LS dan 06 o 41 30-06 o 48 07 BT. Lokasi pengambilan sampel

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS SEDIMEN PERMUKAAN SELAT BENGKALIS PROPINSI RIAU. oleh: Hardi Sandro Situmeang 1) dan Rifardi 2) Abstrak

ANALISIS KUALITAS SEDIMEN PERMUKAAN SELAT BENGKALIS PROPINSI RIAU. oleh: Hardi Sandro Situmeang 1) dan Rifardi 2) Abstrak ANALISIS KUALITAS SEDIMEN PERMUKAAN SELAT BENGKALIS PROPINSI RIAU oleh: Hardi Sandro Situmeang 1) dan Rifardi 2) 1) Alumni Fakultas Perikanan & Ilmu Kelautan Universitas Riau, Pekanbaru 2) Dosen Fakultas

Lebih terperinci

Analisis Logam Berat Timbal pada Sedimen Dasar Perairan Muara Sungai Sayung, Kabupaten Demak

Analisis Logam Berat Timbal pada Sedimen Dasar Perairan Muara Sungai Sayung, Kabupaten Demak JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 3, Nomor 2, Tahun 2014, Halaman 167-172 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose Analisis Logam Berat Timbal pada Sedimen Dasar Perairan Muara Sungai Sayung,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, hewan maupun tumbuhan. Pencemaran terhadap lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, hewan maupun tumbuhan. Pencemaran terhadap lingkungan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran adalah suatu hal yang telah lama menjadi permasalahan bagi kehidupan manusia, hewan maupun tumbuhan. Pencemaran terhadap lingkungan dapat menyebabkan dampak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

I. Tujuan Setelah praktikum, mahasiswa dapat : 1. Menentukan waktu pengendapan optimum dalam bak sedimentasi 2. Menentukan efisiensi pengendapan

I. Tujuan Setelah praktikum, mahasiswa dapat : 1. Menentukan waktu pengendapan optimum dalam bak sedimentasi 2. Menentukan efisiensi pengendapan I. Tujuan Setelah praktikum, mahasiswa dapat : 1. Menentukan waktu pengendapan optimum dalam bak sedimentasi 2. Menentukan efisiensi pengendapan II. Dasar Teori Sedimentasi adalah pemisahan solid dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup lilin untuk membentuk corak hiasannya, membentuk sebuah bidang pewarnaan. Batik merupakan salah satu kekayaan

Lebih terperinci

ph TSS mg/l 100 Sulfida mg/l 1 Amonia mg/l 5 Klor bebas mg/l 1 BOD mg/l 100 COD mg/l 200 Minyak lemak mg/l 15

ph TSS mg/l 100 Sulfida mg/l 1 Amonia mg/l 5 Klor bebas mg/l 1 BOD mg/l 100 COD mg/l 200 Minyak lemak mg/l 15 69 Lampiran 1 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor :06 tahun 2007 Tanggal : 8 Mei 2007 BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN YANG MELAKUKAN LEBIH DARI

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pengukuran Konsentrasi Logam Sebenarnya

Lampiran 1. Pengukuran Konsentrasi Logam Sebenarnya LAMPIRAN 55 Lampiran 1. Pengukuran Konsentrasi Logam Sebenarnya Pengukuran konsentrasi logam berat dengan menggunakan AAS (Atomic Absorption Spectrofotometry) menurut Siaka (2008) dapat dihitung menggunakan

Lebih terperinci

BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PELAPISAN LOGAM

BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PELAPISAN LOGAM L A M P I R A N 268 BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PELAPISAN LOGAM PARAMETER KADAR MAKSIMUM BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (gram/ton) TSS 20 0,40 Sianida Total (CN) tersisa 0,2 0,004 Krom Total (Cr) 0,5

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

Analisis Angkutan dan Distribusi Sedimen Melayang Di Sungai Kapuas Pontianak Kalimantan Barat pada musim kemarau

Analisis Angkutan dan Distribusi Sedimen Melayang Di Sungai Kapuas Pontianak Kalimantan Barat pada musim kemarau Analisis Angkutan dan Distribusi Sedimen Melayang Di Sungai Kapuas Pontianak Kalimantan Barat pada musim kemarau Wenni Rindarsih, S.Si 1) ; Muh. Ishak Jumarang, M.Si 2) ; Muliadi, M.Si 3) 1,2,3) Jurusan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air

BAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya kegiatan manusia akan menimbulkan berbagai masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air karena menerima beban pencemaran yang melampaui

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. laut, walaupun jumlahnya sangat terbatas. Dalam kondisi normal, beberapa macam

PENDAHULUAN. laut, walaupun jumlahnya sangat terbatas. Dalam kondisi normal, beberapa macam PENDAHULUAN Latar Belakang Logam dan mineral lainnya hampir selalu ditemukan dalam air tawar dan air laut, walaupun jumlahnya sangat terbatas. Dalam kondisi normal, beberapa macam logam baik logam ringan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Logam Logam Berat Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Logam Logam Berat Tanah TINJAUAN PUSTAKA Logam Logam Berat Tanah Larutan tanah mengandung berbagai zat terlarut berbentuk ion, baik kation maupun anion. Kation yang umum terdapat dalam larutan tanah ialah H +, Al 3+, Fe 3+ (dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini pencemaran air merupakan permasalahan yang cukup serius. Aktivitas manusia dalam pemenuhan kegiatan sehari-hari, secara tidak sengaja telah menambah jumlah

Lebih terperinci

MONEV E T ATA A IR D AS PERHITUNGAN AN SEDIME M N

MONEV E T ATA A IR D AS PERHITUNGAN AN SEDIME M N MONEV TATA AIR DAS PERHITUNGAN SEDIMEN Oleh: Agung B. Supangat Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan DAS Jl. A.Yani-Pabelan PO Box 295 Surakarta Telp./fax. (0271)716709, email: maz_goenk@yahoo.com

Lebih terperinci

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON OLEH : CAROLUS NIRAHUA NRP : 000 PROGRAM PASCASARJANA BIDANG KEAHLIAN TEKNIK MANAJEMEN

Lebih terperinci

SEBARAN TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) PADA PROFIL VERTIKAL DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN

SEBARAN TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) PADA PROFIL VERTIKAL DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN SEBARAN TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) PADA PROFIL VERTIKAL DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN Aries Dwi Siswanto 1 1 Program Studi Ilmu Kelautan, Universitas Trunojoyo Madura Abstrak: Sebaran sedimen

Lebih terperinci

STUDI PARAMETER OSEANOGRAFI DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN

STUDI PARAMETER OSEANOGRAFI DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN STUDI PARAMETER OSEANOGRAFI DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN Aries Dwi Siswanto 1, Wahyu Andy Nugraha 1 1 Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura Abstrak: Fenomena dan dinamika

Lebih terperinci

DAMPAK PENGOPERASIAN INDUSTRI TEKSTIL DI DAS GARANG HILIR TERHADAP KUALITAS AIR SUMUR DAN AIR PASOKAN PDAM KOTA SEMARANG

DAMPAK PENGOPERASIAN INDUSTRI TEKSTIL DI DAS GARANG HILIR TERHADAP KUALITAS AIR SUMUR DAN AIR PASOKAN PDAM KOTA SEMARANG DAMPAK PENGOPERASIAN INDUSTRI TEKSTIL DI DAS GARANG HILIR TERHADAP KUALITAS AIR SUMUR DAN AIR PASOKAN PDAM KOTA SEMARANG Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan Menurut Odum (1971), pencemaran adalah perubahan sifat fisik, kimia dan biologi yang tidak dikehendaki pada udara, tanah dan air. Sedangkan menurut Saeni

Lebih terperinci

Oleh: Rizqi Amalia ( ) Dosen Pembimbing: Welly Herumurti ST. M.Sc

Oleh: Rizqi Amalia ( ) Dosen Pembimbing: Welly Herumurti ST. M.Sc Oleh: Rizqi Amalia (3307100016) Dosen Pembimbing: Welly Herumurti ST. M.Sc JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2011 KERANGKA PENELITIAN

Lebih terperinci

Oleh Satria Yudha Asmara Perdana Pembimbing Eko Minarto, M.Si Drs. Helfinalis M.Sc

Oleh Satria Yudha Asmara Perdana Pembimbing Eko Minarto, M.Si Drs. Helfinalis M.Sc Oleh Satria Yudha Asmara Perdana 1105 100 047 Pembimbing Eko Minarto, M.Si Drs. Helfinalis M.Sc PENDAHULUAN Latar Belakang Pulau Bawean memiliki atraksi pariwisata pantai yang cukup menawan, dan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penampilannya atau lebih tahan tehadap korosi dan keausan. Dampak negatif dari

BAB I PENDAHULUAN. penampilannya atau lebih tahan tehadap korosi dan keausan. Dampak negatif dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi dan berkembangnya kegiatan industri dapat membawa dampak positif maupun dampak negatif. Salah satu contohnya adalah industri pelapisan logam.

Lebih terperinci

Analisis Kualitas Perairan Muara Sungai Way Belau Bandar Lampung

Analisis Kualitas Perairan Muara Sungai Way Belau Bandar Lampung 1 NV Riena et al. / Maspari Journal 04 (2012) 116-121 Maspari Journal, 2012, 4(1), 116-121 http://masparijournal.blogspot.com Analisis Kualitas Perairan Muara Sungai Way Belau Bandar Lampung Nidia Nova

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin besarnya laju perkembangan penduduk dan industrialisasi di Indonesia telah mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan. Padatnya pemukiman dan kondisi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekositem aquatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah di sekitarnya,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2005 - Agustus 2006 dengan lokasi penelitian di Pelabuhan Sunda Kelapa, DKI Jakarta. Pengambilan contoh air dan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kep.Men. LH Nomor 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut

Lampiran 1. Kep.Men. LH Nomor 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut LAMPIRAN 48 Lampiran 1. Kep.Men. LH Nomor 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut No. Parameter Satuan Baku Mutu FISIKA 1 Kecerahan a m Coral: >5 Mangrove : - Lamun : >3 2 Kebauan - Alami

Lebih terperinci

Hubungan antara Konsentrasi Logam Berat Pb, Cd, Cu, Zn dengan Bahan Organik dan Ukuran Butir dalam Sedimen di Estuari Banjir Kanal Barat, Semarang

Hubungan antara Konsentrasi Logam Berat Pb, Cd, Cu, Zn dengan Bahan Organik dan Ukuran Butir dalam Sedimen di Estuari Banjir Kanal Barat, Semarang Hubungan antara Konsentrasi Logam Berat Pb, Cd, Cu, Zn dengan Bahan Organik dan Ukuran Butir dalam Sedimen di Estuari Banjir Kanal Barat, Semarang Lilik Maslukah Program Studi Oseanografi, Jurusan Ilmu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Limbah cair Menurut PP No 82 tahun 2001 limbah cair adalah sisa dari suatu hasil usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair. Limbah cair berasal dari dua jenis sumber yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Keberadaan industri dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat namun juga tidak jarang merugikan masyarakat, yaitu berupa timbulnya pencemaran lingkungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. air dapat berasal dari limbah terpusat (point sources), seperti: limbah industri,

BAB 1 PENDAHULUAN. air dapat berasal dari limbah terpusat (point sources), seperti: limbah industri, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencemaran air yang terus meningkat telah menurunkan kualitas air di seluruh dunia. Pencemaran air disebabkan oleh jumlah manusia dan kegiatan manusia yang beragam.

Lebih terperinci

KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA SEBARANNYA DI MUARA BANJIR KANAL BARAT, SEMARANG LILIK MASLUKAH

KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA SEBARANNYA DI MUARA BANJIR KANAL BARAT, SEMARANG LILIK MASLUKAH KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA SEBARANNYA DI MUARA BANJIR KANAL BARAT, SEMARANG LILIK MASLUKAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air. Salah satu faktor terpenting

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air. Salah satu faktor terpenting I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Wardhana (2007), pencemaran air dapat disebabkan oleh pembuangan limbah sisa hasil produksi suatu industri yang dibuang langsung ke sungai bukan pada tempat penampungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertambangan emas Rakyat di Desa Hulawa, Kecamatan Sumalata Timur,

BAB I PENDAHULUAN. Pertambangan emas Rakyat di Desa Hulawa, Kecamatan Sumalata Timur, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertambangan emas Rakyat di Desa Hulawa, Kecamatan Sumalata Timur, Kabupaten Gorontalo Utara, merupaka pertambangan yang telah berusia lebih dari 40 tahun.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Kurva Pertumbuhan Bakteri Pertumbuhan bakteri (SRB) dalam medium B.Lewis (komposisi disajikan pada Tabel III.2 ) dengan perbandingan volume medium terhadap volume inokulum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai flokulan alami yang ramah lingkungan dalam pengolahan

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai flokulan alami yang ramah lingkungan dalam pengolahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bioflokulan DYT merupakan material polimer alami yang telah diuji dapat digunakan sebagai flokulan alami yang ramah lingkungan dalam pengolahan limbah cair

Lebih terperinci

STUDI KUALITAS AIR DI SUNGAI DONAN SEKITAR AREA PEMBUANGAN LIMBAH INDUSTRI PERTAMINA RU IV CILACAP

STUDI KUALITAS AIR DI SUNGAI DONAN SEKITAR AREA PEMBUANGAN LIMBAH INDUSTRI PERTAMINA RU IV CILACAP STUDI KUALITAS AIR DI SUNGAI DONAN SEKITAR AREA PEMBUANGAN LIMBAH INDUSTRI PERTAMINA RU IV CILACAP Lutfi Noorghany Permadi luthfinoorghany@gmail.com M. Widyastuti m.widyastuti@geo.ugm.ac.id Abstract The

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang langsung bertemu dengan laut, sedangkan estuari adalah bagian dari sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang langsung bertemu dengan laut, sedangkan estuari adalah bagian dari sungai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Muara Sungai Muara sungai adalah bagian hilir dari sungai yang berhubungan dengan laut. Permasalahan di muara sungai dapat ditinjau dibagian mulut sungai (river mouth) dan estuari.

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR (SB )

TUGAS AKHIR (SB ) TUGAS AKHIR (SB-091358) Akumulasi Logam Berat Timbal (Pb) pada Juvenile Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) secara In-Situ di Kali Mas Surabaya Oleh : Robby Febryanto (1507 100 038) Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kajian populasi Kondisi populasi keong bakau lebih baik di lahan terlantar bekas tambak dibandingkan di daerah bermangrove. Hal ini ditunjukkan oleh nilai kepadatan

Lebih terperinci